BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman modern seperti saat ini membawa masyarakat harus bisa beradaptasi dalam segala aspek kehidupan. Modernisasi pada dasarnya dapat membawa dampak positif dan negatif secara bersamaan. Dalam aspek sosialbudaya, dampak positifnya adalah kita dapat meniru pola pikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan kedisiplinan serta ilmu teknologi dari negara lain, sedangkan dampak negatifnya adalah adanya sikap individualisme yang memunculkan ketidakpedulian antar warga, adanya kesenjangan soial yang tajam antara yang kaya dengan yang miskin, dan dengan kemajuan teknologi banyak anak muda bangsa yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia (Swawidi, 2010). Namun banyak diantara mereka yang justru terjebak pada gaya hidup tidak bertanggung jawab, hal ini tercemin dari banyaknya kalangan pelajar yang terjebak pada obat-obatan terlarang atau narkoba hidup berfoya – foya sampai denga seks bebas. Seks bebas banyak dilakukan oleh semua kalangan di masyarakat, dari mulai anak sekolah sampai kalangan dewasa. Bukan lagi menjadi rahasia umum, kampus sebagai tempat pencetak generasi intelektual dan bermoral kini menjadi tempat berkembangnya praktik seks bebas. Fenomena ini telah berkembang dalam kurun waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar awal dekade 1990-an. Pertumbuhan kota yang selaras dengan dinamika pendatang baru menjadipendorong maraknya perkembangan seks bebas di wilayah kampus. Seks bebas yang terjadi di kalangan mahasiswa tidak hanya sebagai media untuk pemuasan rasa senang, tetapi sudah membuat mahasiswa masuk dalam dunia prostitusi. Masalah moral yang kemudian muncul dan semakin berkembang karena meningkatnya angka pelaku seks bebas adalah prostitusi atau pelacuran. Prostitusi, adalah melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan yang bukan istri atau suaminya, yang dilakukan ditempat-tempat tertentu (lokalisasi, 1 2 hotel, tempat rekreasi dan lain-lain), yang pada umumnya mereka mendapatkan uang setelah melakukan hubungan badan ( Dewi,2012). Profesi semacam itulah yang kini banyak diminati kaum remaja masa kini, terutama yang berdomisili dikota-kota besar, seperti kota propinsi dan kota metropolitan. Sungguh sangat memprihatinkan bila melihat kondisi remaja zaman sekarang. Masih berusia belasan tahun, tetapi seringkali dibawa om-om hidung belang, dengan mobil mewah ke sebuah cottage, villa maupun bungalow. Disana mereka asyik masuk melakukan kemaksiatan dengan imbalan tertentu. Remaja ini sering disebut dengan istilah ”perex atau perempuan eksperimen”. Apapun namanya ia tetap seorang pelacur, meskipun ia hanya menjual dirinya kepada hidung belang yang berkantong tebal, yang hanya mau mencari daun muda untuk teman kencan seksnya ( Zuroida, 2012 ) Praktek pelacuran ini tidak hanya dilakukan oleh mereka yang berada pada keadaan ekonomi yang sulit ataupun mereka yang tidak berpendidikan, tapi juga dilakukan oleh mereka yang mampu secara ekonomi dan berpendidikan. Hal yang tidak dapat diingkari adalah kenyataan bahwa masalah ini telah merambah dunia pendidikan di Indonesia. Sejak lama kampus diketahui sebagai salah satu tempat berkembangnya praktek pelacuran. Kampus yang dikenal sebagai wadah untuk mencetak generasi penerus bangsa yang cerdas dan bermoral nyatanya tak luput dari masalah ini. Beragamnya suku dan gaya hidup yang ada di kampus membawa dampak pertukaran nilai-nilai budaya di tengah-tengah mahasiswa. Gaya hidup glamor dan berfoya-foya membuat sebagian mahasiswa mau melakukan apasaja demi memenuhi keinginannya. Dalam memenuhi gaya hidup tersebut pekerja seks komersial rela melakukan apapun walaupun pelaku adalah seorang mahasiswa dimana seseorang dengan tingkat intelektual yang tinggi bisa terjerumus dalam dunia prostitusi yang mempunyai dampak besar bagi kesehatan reproduksi mereka. Dimana dampak dari kesehtan reproduksi yang buruk akan bisa mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita ( mahasiswa ) dalam masa produktif. Para mahasiswa sebagai pekerja seks menggunakan berbagai macam cara agar mereka terlindungi dari penyakit seksual dan kehamilan yang mengancam mereka. Karena sebagai mahasiswa mereka mempunyai tanggung jawab yang besar 3 dalam menyelesaikan pembelajaran sampai mereka lulus dan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap orang tua, karena setahu orang tua bahwa anaknya adalah seorang anak yang baik dan bisa membanggakan. Penelitian yang dilakukan oleh Putranto (Hadiyanti, 2013) menyimpulkan bahwa prostitusi merupakan suatu hal yang sudah biasa dikalangan anak muda atau mahasiswa di jaman sekarang, khususnya anak muda yang hidup di kota. Penelitian tersebut dilakukan di lima kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta. Dari jumlah seluruh responden sebanyak 715 orang, diperoleh hasil praktik pelacuran itu 30 persen di antaranya pelajar SLTP, 45 persen SLTA, dan 25 persen adalah mahasiswa. Menurut Simanjorang (2011) berdasarkan penelitiannya diberbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sebanyak 62,7 % anak SMP mengaku sudah tidak perawan. Sebanyak 21,2 % remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan. Lebih lanjut Simanjorang menjelaskan, tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja tersebut erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen di antaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara Data yang diperoleh dari Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah dari bulan Januari sampai Desember 2010 telah tercatat sebanyak 397 remaja yang melakukan konsultasi melalui telepon, surat dan tatap muka. Konsultasi remaja meliputi melakukan hubungan seksual pranikah sebanyak 98 remaja (32,13%), hamil pranikah sebanyak 85 remaja (27,86%), aborsi sebanyak 78 remaja (25,57%), masalah menstruasi sebanyak 56 remaja (18,36%), remaja yang terkena terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) sebanyak 28 remaja (9,18%), remaja yang memakai kontrasepsi sebanyak 25 remaja (8,19%), dipaksa 4 melakukan hubungan seksual sebanyak 16 remaja (5,24%) (PKBI, 2010). Berdasarkan survei pemerintah Kota Bandung, melalui pendataan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandung pada tahun 2012 memverifikasi jumlah pekerja seks komersial di Kota Bandung sebanyak 319 orang. Data tersebut berbeda dengan data yang dimiliki oleh Kesatuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang dilansir oleh surat kabar setempat yang mencatat bahwa jumlah PSK pada tahun 2012 mencapai lebih dari 1.000 orang ( Kompas, 2013 ) Menurut survei PKBI Jawa Tengah tahun 2010 di Semarang tentang pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja menunjukkan 43,22% remaja pengetahuannya rendah, 37,28% pengetahuannya cukup, sedangkan 19,50% pengetahuannya memadai. Menurut survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah tentang perilaku remaja saat berpacaran menunjukkan saling mengobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi/kening 84,6%, berciuman bibir 60,9%, mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakuan hubungan seks 7,6%. Hasil penelitian deskriptif yang dilakukan oleh jurusan Psikologi UNNES (Universitas Negeri Semarang) pada pertengahan tahun 2009 mengungkapkan bahwa 3,2% mahasiswa sudah melakukan hubungan seks bebas. Penelitian ini dibedakan antara mahasiswa (533 orang) dan mahasiswi (565 orang). USeCC (Unnes Sex Care Community) juga melakukan survei pada akhir tahun 2012 mengenai perilaku seksual mahasiswa. Dari 438 mahasiswa, 29% mahasiswa melakukan perilaku seksual yang berisiko tinggi dan 71% mahasiswa melakukan perilaku seksual yang berisiko rendah. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada mahasiswa G alasan terjun dalam dunia prostitusi adalah karena sudah pernah melakukan dengan pacar kemudian berpisah, kemudian ditawari teman untuk “ bekerja”daripada kesepian dan bisa mendapat keuntungan uang yang banyak. Berdasarkan data – data tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Studi Kasus Tentang Perilaku Seksual Dan Kesehatan Reproduksi Mahasiswi Sebagai Wanita Pekerja Seks Di Kota Semarang” karena 5 ingin meneliti tentang latar belakang kehidupan mahasiswa sebagai wanita pekerja seks dan mengetahui bagaimana kesehatan reproduksi sebagai wanita pekerja seks. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penelitian ini mengemukakan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang mahasiswa sebagai wanita pekerja seks di Kota Semarang ? 2. Bagaimana jejaring sosial yang digunakan mahasiswa sebagai wanita pekerja seks dalam mencari pelanggan di Kota Semarang ? 3. Bagaimana perilaku mahasiswa sebagai wanita pekerja seks dalam menjaga kesehatan reproduksi di Kota Semarang ? 4. Bagaimana mahasiswa sebagai wanita pekerja seks menanggapi tentang dampak yang akan muncul sebagai akibat dari pekerjaan tersebut ? 5. Bagaimana mahasiswa sebagai wanita pekerja seks mengakses pelayanan kesehatan untuk melindungi kesehatan reproduksinya ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui perilaku seksual dan kesehatan reproduksi mahasiswi sebagai wanita pekerja seks di Kota Semarang 2. Tujuan khusus a. Mengetahui latar belakang mahasiswa menjadi wanita pekerja seks di Kota Semarang b. Mengetahui jejaring sosial yang digunakan mahasiswa dalam mencari pelanggan di Kota Semarang c. Mengetahui perilaku mahasiswa sebagai wanita pekerja seks dalam melindungi kesehatan reproduksi di Kota Semarang d. Mengetahui mahasiswa sebagai wanita pekerja seks menanggapi dampak yang akan muncul sebagai akibat dari pekerjaan tersebut 6 e. Mengetahui mahasiswa sebagai wanita pekerja seks mengakses pelayanan kesehatan untuk melindungi kesehatan reproduksinya D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan data dasar yang berguna untuk melakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan prostitusi di lingkungan mahasiswa. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada pemangku kebijakan program (Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan ) agar bisa memberikan pendidikan kesehatan lanjutan kepada para mahasiswa yang terlibat dalam praktek prostitusi.