BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Demonstrasi Ada beberapa pengertian tentang metode demonstrasi yang di jabarkan oleh beberapa para ahli yaitu sebagai berikut: Pengertian Metode Demonstrasi menurut Sumantri dan Permana (2001) yaitu suatu bentuk proses belajar mengajar dengan memperagakan atau menunjukkan sesuatu atau bentuk tiruan sebagai bahan ajar. Menurut Putra (2004), metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memertunjukkan secara langsung obyek atau cara melakukan untuk mempertunjukkan proses tertentu. Kemudian metode demostrasi menurut Yamin (2007) adalah suatu cara melaksanakan kegiatan dengan menggunakan alat dengan cara tertentu seperti kegiatan yang sesungguhnya. Metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang memperlihatkan bagaimana memperlihatkan proses terjadinya sesuatu, dimana keaktifan biasanya lebih banyak pada pihak guru (Ibrahim dan Syaodih, 2010). Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah cara mengajar dimana seseorang instruktur atau guru memperlihatkan suatu proses tindakan atau situasi benda tertentu yang sedang di gunakan untuk mempelajari materi pelajaran baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan. 2.1.1.1 Tujuan Penggunaan Metode Demonstrasi Jika dijabarkan dari pengertian Sumantri dan Permana (2001), metode demonstrasi berkenaan dengan tindakan- tindakan atau prosedur yang harus dilakukan, misalnya proses mengatur sesuatu, proses mengerjakan dan menggunakannya, komponen – komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu 7 8 Menurut Sumantri dan Permana (2001), tujuan penggunaan metode demonstrasi yaitu: 1. Mengajarkan suatu proses atau prosedur yang harus di miliki peserta didik atau dikuasai peserta didik 2. Mengkonkritkan informasi atau penjelasan kepada peserta didik 3. Mengembangkan kemempuan pengamatan pandangan dan penglihatan para peserta didik secara bersama - sama. 2.1.1.2 Alasan penggunaan Terdapat beberapa alasan mengapa seorang guru menggunakan metode demonstrasi menurut Sumantri dan Permana (2001), yaitu: a. Tidak semua topik dapat terang melalui penjelasan atau diskusi. b. Sifat pelajaran yang menuntut diperagakan. c. Tipe belajar peserta didik yang berbeda ada yang kuat visual, tetapi lemah dalam auditif dan motorik ataupun sebaliknya. d. Memudahkan mengajarkan suatu cara kerja/prosedure. 2.1.1.3Kelebihan dan Kekurangan Metode Demonstrasi Ada beberapa kelebihan dan kekurangan penggunaan metode demonstrasi menurut para ahli, yang pertama menurut Sumantri dan Permana (2001), yaitu: a. Kelebihan metode demonstrasi: 1. Membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkrit dan menghindari verbalisme. 2. Memudahkan peserta didik memahami bahan pelajaran. 3. Proses pelajaran akan lebih menarik. 4. Merangsang peserta didik untuk lebih aktif mengamati dan dapat mencobanya sendiri. 5. Dapat disajikan bahan pelajaran yang tidak dapat di lakukan dengan menggunakan metode yang lain. b. Kekurangan metode demonstrasi: 1. Memerlukan keterampilan guru secara khusus. 2. Keterbatasan dalam sumber belajar, alat pelajaran, situasi yang harus di kondisikan dan waktu untuk mendemonstrasikan sesuatu. 9 3. memerlukan waktu yang banyak 4. Memerlukan kematangan dalam perancangan atau persiapan. Dengan menggunakan metode demonstrasi, diharapkan siswa dapat aktif serta dapat menarik perhatian siswa dalam kegiatan pembelajaran. Melalui proses yang dialami siswa secara langsung akan mempengaruhi pemahaman dan hasil belajar siswa akan meningkat (Sumantri & Permana, 2001). 2.1.1.4 Langkah – langkah Pembelajaran Menggunakan Metode Demonstrasi Ada beberapa langkah yang dapat di tempuh dalam memakai metode demonstrasi menurut Moedjiono dan Dimyati (2009) adalah sebagai berikut: 1. Persiapan pemakaian metode demonstrasi, meliputi: mengkaji kesesuaian metode terhadap tujuan yang akan di capai, analisis kebutuhan peralatan untuk demonstrasi, mencoba peralatan dan analisis kebutuhan waktu, merancang garis – garis besar demonstrasi. 2. Pelaksanaan pemakaian metode demonstrasi, meliputi: mempersiapkan peralatan dan bahan yang di perlukan untuk demonstrasi, memberikan pengantar demonstrasi untuk mempersiapkan para siswa mengikuti demonstrasi, berisikan penjelasan tentang prosedur dan instruksi keamanan demonstrasi, memeragakan tindakan, proses atau prosedur yang di sertai penjelasan, ilustrasi dan pernyataan. 3. Tindak lanjut pemakaian metode demonstrasi, meliputi: diskusi tentang tindakan, proses atau prosedur yang baru saja di demonstrasikan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba melakukan segala hal yang telah didemonstrasikan. Langkah – langkah pembelajaran menggunakan metode demonstrasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: I. Kegiatan awal • Guru memeriksa kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran 10 • Guru melakukan apersepsi kepada siswa • Siswa diminta untuk mengalami sendiri kejadian yang terkait dengan topic yang akan dibicarakan. II. Kegiatan inti 1. Orientasi siswa pada topik • Menyebutkan topic yang akan dipelajari dan tujuan yang akan dipelajari • Guru mendemonstrasikan salah satu kegiatan yang berkaitan mengenai topic yang dipelajari • Siswa mendiskusikan dan menyimpulkan kegiatan yang telah didemonstrasikan 2. Membagi siswa kedalam kelompok dengan pertimbangan kemampuan akademis yang heterogen • Guru membagi lembar kerja kelompok kepada siswa 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok • Guru mengontrol pelaksanaan demonstrasi praktikum • Guru memantau kemajuan belajar siswa selama proses pembelajaran • Memberi semangat kepada siswa selama proses pembelajaran • Siswa membuat kesimpulan jawaban yang telah dilakukan selama praktikum 4. Menyajikan hasil demonstrasi oleh siswa dalam kelompok • Mempresentasikan hasil demonstrasi kelompok • Mendiskusikan/memberi tanggapan hasil diskusi kelompok lain III. Kegiatan akhir Evaluasi hasil demonstrasi 1. Guru bersama siswa mengkonfirmasi dan atau memberi pengantar informasi hasil demonstrasi 2. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil demonstrasi 11 3. Guru melakukan penilaian yaitu pada lembar evaluasi per kelompok 2.1.2 Motivasi 2.1.2.1 Pengertian Motivasi Motivasi menurut Nursalim, dkk (2007) adalah suatu proses untuk menggiatkan motif atau motif – motif menjadi tindakan atau perilaku untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan. Motif disini diartikan setiap kondisi atau keadaan pada diri seseorang atau suatu organisme yang menimbulkan kesiapan untuk memulai atau melanjutkan suatu atau seperangkat tindakan atau perilaku. Menurut Djamarah (2011), motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi menurut Ibrahim dan Syaodah (2010) adalah setiap perbuatan termasuk perbuatan belajar yang didorong oleh sesuatu atau beberapa motif. Motif atau biasa juga di sebut dorongan atau kebutuhan merupakan sesuatu tenaga yang berada didalam diri individu atau siswa yang mendorongnya untuk berbuat mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar menurut Yamin (2007), merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan dan pengalaman. Pendapat lain tentang motivasi belajar menurut Purwanto (2002) yaitu suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Jadi, dari beberapa pendapat yang diuraikan, motivasi dapat disimpulkan yaitu suatu dorongan atau keinginan dalam diri sendiri untuk dapat melakukan sesuatu. Motivasi dalam penelitian ini dimaksudkan yaitu keinginan/dorongan dalam diri siswa untuk dapat melakukan sesuatu yaitu kegiatan dalam proses pengajaran. Kemudian dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengukur motivasi belajar siswa yaitu ada beberapa aspek yang dicantumkan: 1. Aspek intrinsik a. Perasaan senang 12 • Senang mengikuti pelajaran IPA • Senang Terhadap guru IPA b. Kemauan • Kemauan siswa mengerjakan soal IPA • Kemauan siswa mengerjakan PR IPA • Keinginan siswa memiliki nilai baik c. Kesadaran • Kesadaran siswa untuk belajar IPA • Kesadaran siswa untuk mendalami materi d. Kemandirian • Kemandirian siswa untuk tidak menyontek 2. Aspek ekstrinsik Dorongan dari lingkungan sekitar • Dorongan untuk mendapatkan hasil belajar yang baik • Keinginan untuk mendapatkan hadia 2.1.2.2 Jenis - jenis Motivasi Belajar Menurut Djamarah (2011) jenis motivasi belajar ada 2 yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. 1. Motivasi intrinsik Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif – motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu di rangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yaang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik sangat di perlukan, terutama belajar sendiri. Seseorang yang tidak memiliki motivasi intrinsik sulit sekali melakukan aktifitas belajar terus – menerus. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu di latar belakangi oleh pemikiran 13 yang positif, bahwa semua mata pelajan yang di pelajari sekarang akan di butuhkan dan sangat berguna kini dan dimasa datang. 2. Motivasi ekstrinsik Yang dimaksud motivasi ekstrinsik adalah motif – motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi belajar di katakana ekstrinsik bila anak didik menempatkan tujuan belajarnya diluar faktor – faktor situasi belajar (reside in some factors outsides the learning situation). Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang di pelajarinya. Misalnya, untuk mencapai angka tinggi, diploma, gelar, kehormatan dan sebagainya. 2.1.2.3 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ada beberapa faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi belajar menurut Nursalim (2007) adalah sebagai berikut: a. Cita – cita atu aspirasi siswa: yaitu tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti keinginan belajar berjalan, membaca, menyanyi, dan sebagainya. b. Kemampuan siswa: keberhasilan atau kemampuan siswa yang tinggi dalam menyelesaikan suatu tugas dengan baik, dapat menimbulkan perasaan puas dan menyenangkan, sehingga perbuatan tersebut akan cenderung di ulangi lagi olehnya. c. Kondisi siswa: meliputi kondisi jasmani dan rohani. d. Kondisi lingkungan siswa: dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan. 2.1.2.4 Peran Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran Ada beberapa peran motivasi dalam belajar dan pembelajaran menurut Nursalim (2007) adalah sebagai berikut: a. Motivasi menentukan penguat belajar: motivasi dapat menentukan hal – hal apa di lingkungan yang dapat memperkuat perbuatan belajar. b. Motivasi memperkuat tujuan belajar: suatu proses belajar akan leih mudah terjadi apabila kita memahami apa tujuan pelajaran itu. c. Motivasi menentukan ragam kendali rangsangan belajar: motivasi yang di miliki individu tidak hanya memperjelas tujuan pelajaran yang di ikuti, tetapi juga 14 dapat di gunakan untuk memilih hal – hal mana dari stimulus yang di perolehnya, yang berkaitan dengan pelajaran tersebut dan mana yang tidak. d. Motivasi menentukan ketekunan belajar: motivasi menyebabkan seseorang tekun belajar. 2.1.2.5 Peranan Guru Dalam Motivasi Belajar Siswa Ada beberapa peranan guru dalam motivasi belajar siswa menurut Nursalim (2007) adalah sebagai berikut: a. Mengenal setiap siswa yang di ajarnya secara pribadi, sehingga guru dapat memberi perlakuan yang tepat bagi tiap siswa. b. Memperlihatkan interaksi yang menyenangkan sehingga menimbulkan suasana aman di kelas dan menciptakan suasana sehat di kelas. c. Menguasai berbagai metode dan teknik mengajar dan menggunakannya secara tepat, sehingga guru dapt mengubah – ubah cara mengajarnya sesuai dengan suasana kelas. d. Menjaga suasana kelas agar siswa terhindar dari konflik dan frustasi, sebab hal tersebut dapat menyebabkan gairah belajar siswa menurun. e. Memperlakukan siswa sesuai dengan keadaan dan kemampuannya, sehingga guru dapat memperlakukan setiap siswa secara tepat sesuai dengan hal – hal yang di ketahuinya dari setiap siswa itu. 2.1.3 IPA 2.1.3.1 Pengertian IPA IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji gejala – gejala yang ada di dalam alam semesta, termasuk bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip (Jasin, 2002). Somatowa (2010) juga berpendapat tentang pengertian IPA yaitu ilmu tentang alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa – peristiwa yang terjadi dialam ini. IPA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006) yaitu IPA sebagai cara mencari tahu tentang alam secara sistematis dan bukan hanya pengetahuan yang berupa fakta – fakta, konsep – konsep, prinsip – prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. Jadi pada intinya IPA adalah bagian dari 15 disiplin ilmu yang mempelajari seluruh apa yang ada di alam ini baik benda hidup atau mati. 2.2.2 Ruang lingkup IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (KTSP, 2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006), menyebutkan bahwa ruang lingkup pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek – aspek berikut: 1. Mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu, manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan tumbuhan, serta kesehatan. 2. Benda/ materi, sifat – sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3. Energi dan perubahannya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. 16 4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda – benda langit lainnya. 2.1.3.3 Tujuan Pembelajaran IPA Tujuan mata pelajaran IPA di SD dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, yaitu: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep – konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di terapkan dalam kehidupan sehari – hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bakal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS. 2.1.4 Belajar Menurut Slameto (2003), belajar merupakan suatu usaha yang di lakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Nursalim, dkk (2007), belajar diartikan sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku indidvidu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan kognitif. 17 Definisi belajar menurut Suryabrata (2002), adalah bahwa belajar membawa perubahan, dan perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru yang terjadi karena usaha. Kemudian definisi belajar menurut Winataputra (2008) adalah belajar sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Berdasarkan pengertian belajar di atas maka dapat di simpulkan bahwa belajar adalah syarat mutlak untuk menjadi pandai dalam segala hal, baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun keterampilan atau kecakapan. Dan belajar merupakan perubahan seluruh tingkah laku suatu organism atau individu sebagai hasil pengalaman. 2.1.4.1 Hasil belajar Hasil belajar (Sudjana, 2010) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar menurut Dimyati dan Moedjiono (2009), hasil belajar merupakan hal yang dapat di pandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang baik bila di banding pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis – jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terseleksinya bahan pelajaran. Menurut Hamalik (2006) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Kemudian hasil belajar menurut Suprijono (2011) menyatakan bahwa pola – pola perbuatan, nilai – nilai, pengertian – pengertian, sikap – sikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar atau prestasi belajar merupakan kecakapan aktual (actual ability) yang di peroleh siswa, kecakapan potensial (potencial ability) yaitu kemampuan dasar yang berupa disposisi yang di miliki individu untuk mencapai prestasi. Cara mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat melakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan melakukan evaluasi. Evaluasi menurut Sudijono (2008) yang berarti kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah 18 pengukuran, dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah tes. Bila penilaian (evaluasi) kita gunakan dalam dunia pendidikan, maka penilaian pendidikan berarti suatu tindakan untuk menentukan segala sesuatu dalam dunia pendidikan. Salah satu kegiatan evaluasi yang di lakukan oleh pendidik atau guru dengan cara melakukan tes. Tes merupakan cara (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan – pertanyaan yang harus dijawab (oleh testee), atau perintah – perintah yang harus dikerjakan sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee dan nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai – nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau di bandingkan dengan nilai standar tertentu (Ibrahim dan Syaodih, 2010). Adapun bentuk – bentuk tes menurut Ibrahin dan Syaodih (2010) adalah tes bentuk uraian, tes bentuk obyektif dan bentuk melangkapi. Yang pertama, tes bentuk uraian bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa menguraiakan apa yang terdapat dalam pikirannya tentang sesuatu masalah yang diajukan oleh guru. Tes bentuk uraian terbagi atas dua jenis yaitu: (1) Uraian bebas yaitu tes yang soal – soalnya harus di jawab dengan uraian secara bebas. (2) Uraian terbatas yaitu tes yang soalnya menuntut jawaban dalam bentuk uraian yang telah terarah. Kemudian tes yang kedua yaitu tes bentuk obyektif. Tes bentuk ini ada beraneka ragam jenisnya yaitu: (1) bentuk benar salah yaitu soal dibuat dalam pertanyaan. Tugas murid menetapkan apakah pernyataan itu benar atau salah. (2) bentuk pilihan ganda yaitu bentuk soal ini menyediakan sejumlah kemungkinan jawaban, satu diantaranya adalah jawaban yang benar. Tugas siswa adalah memilih jawaban yang benar itu dari sejumlah kemungkinan (option) yang tersedia. (3) bentuk menjodohkan yaitu siswa diminta menjodohkan secara tepat setiap butir soal dengan pasangannya pada kemungkinan jawaban. Dan bentuk tes yang terakhir adalah bentuk melengkapi yaitu bentuk ini terdiri dari serangkaian pernyataan/paragraph yang dihilangkan sebagian unsurnya, sehingga tidak 19 lengkap. Kemudian siswa diminta untuk melengkapi kalimat atau paragraph tersebut. Ketiga bentuk tes tersebut biasanya sering di gunakan dalam ulangan harian atau tes formatif, dan tes sumatif. Tes Formatif di maksudkan untuk memantau kemajuan hasil belajar siswa selama proses belajar berlangsung, dan untuk memberikan balikan bagi penyempurnaan program belajar – mengajar, serta untuk mengetahui kelemahan yang memerlukan perbaikan sehingga hasil belajar – mengajar menjadi lebih baik. Sedangkan Tes sumatif di berikan pada saat satua pegalaman di anggap selesai. Tes sumatif di berikan dengan maksud untuk menetapka apakah seorang siswa berhasil mencapai sekumpulan tujuan pengajaran atau tidak. Tujuan tes sumatif ialah untuk menentukan angka berdasarkan tingkatan hasil belajar siswa yang selanjutnya di pakai sebagai angka raport. Bentuk soal tes yang di berikan untuk siswa dalam penelitian ini adalah soal bentuk pilihan ganda yaitu bentuk soal ini menyediakan sejumlah kemungkinan jawaban, satu diantaranya adalah jawaban yang benar. Tugas siswa adalah memilih jawaban yang benar itu dari sejumlah kemungkinan (options) yang tersedia. Ada beberapa tujuan dan fungsi dalam penilaian (evaluasi) menurut Sudijono (2008), yang pertama yaitu tujuan dari penilaian mencakup tujuan umum dan khusus, yaitu: a. Tujuan umum Tujuan umum yang pertama, yaitu untuk menghimpun bahan – bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang di alami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, tujuan umun dari evaluasi dalam pendidikan adalah untuk memperoleh data pembuktian, yang akan menjadi petunjuk sampai dimana tingkat kemampuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan – tujuan kurikuler, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Kemudian tujuan umum yang kedua yaitu, untuk mengetahui tingkat 20 efektifitas dari metode – metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu. Jadi tujuan umum yang kedua dari evaluasi pendidikan adalah untuk mengukur dan menilai sampai di manakah efektifitas mengajar dan metode – metode mengajar yang telah di terapkan atau di laksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang di laksanakan oleh peserta didik. b. Tujuan khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus dari evaluasi dalam bidang pendidikan adalah, yang pertama yaitu untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing – masing. Kemudia tujuan khusus yang kedua yaitu untuk mencari dan menemukan faktor – faktor penyebab keberhasilan dan ketidak berhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan di temukan jalan keluar atau cara – cara perbaikannya. Yang kedua yaitu fungsi penilaian (evaluasi) yang secara umum ada dua macam fungsi yang di miliki. Fungsi yang pertama yaitu sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah di capai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. Dan fungsi penilaian yang kedua yaitu sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai. Menurut Purwanti (2008), prinsip – prinsip penilaian hasil belajar peserta didik di dasarkan pada data sahih yang diperoleh melalui prosedur dan instrument yang memenuhi persyaratan dengan mendasarkan diri pada prinsip – prinsip sebagai berikut: a. Mendidik, artinya proses penilaian hasil belajar harus mampu memberikan sumbangan positif pada peningkatan pencapaian hasil belajar peserta didik, dimana hasil penilaian harus dapat memberikan umpan balik dan motivasi kepada peserta didik untuk lebih giat belajar. 21 Trasparan/tebuka artinya bahwa prosedur penilaian, kriteria penilaian ataupun dasar pengambilan keputusan harus di sampaikan secara transparan dan di ketahui oleh pihak – pihak terkait secara obyektif. Menyeluruh artinya penilaian hasil belajar yang di lakukan harus meliputi berbagai aspek, kompetensi yang akan dinilai yang terdiri dari ranah pengetahuan kognitif, keterampilan psikomotor, sikap, dan nilai afektif yang di refleksikan dalam kebiasaan berfikir dan berfikir dan bertindak. Terpadu dengan pembelajaran, artinya bahwa dalam melakukan penilaian kegiatan pembelajaran harus mempertimbangkan kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga penilaian tidak hanya di lakukan setelah siswa menyelasaiakan pokok bahasan tertentu, tetapi juga dalam proses pembelajaran. Obyektif, artinya proses penilaian yang di lakukan harus meminimalkan pengaruh – pengaruh, atau pertimbangan subyektif dari penilai. Sistematis, artinya penilaian harus di lakukan secara terencana dan bertahap serta berkelanjutan untuk dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar sisiwa. Berkesinambungan, artinya evaluasi harus di lakukan secara terus – menerus sepanjang rentang waktu perjalanan. Adil, artinya dalam proses penilaian tidak ada siswa yang di untungkan atau di rugikan berdasarkan latar belakang sosial, ekonomi, agama, budaya, bahasa, suku bangsa, warna kulit dan gender. i. Pelaksanaan penilaian menggunakan acuan kriteria yaitu menggunakan kriteri tertentu dalam menentukan kelulusan yang telah di tetapkan sebelumnya. Ada beberapa kriteria tes yang baik untuk menilai hasil belajar siswa menurut Ibrahim dan Syaodih (2010) yaitu harus memenuhi validitas, reliabilitas dan objektivitas. Pengertian yang sederhana tentang ketiga kriteria tersebut yaitu: 1. Suatu tes di katakana valid jika tes itu mengukur apa yang sesungguhnya ingin di ukur. Jika suatu tes dimaksudkan untuk mengukur kemampuan berhitung, maka soalnya harus dibatasi pada kemampuan berhitung, jangan menuntut kemampuan yang lain, seperti kemampuan berbahasa dan sebagainya. 22 2. Suatu tes di katakana reliable jika tes itu memperlihatkan hasil yang sama (tetap) ketika di berikan pada waktu yang berbeda tehadap individu atau kelompok yang sama. 3. Suatu tes di katakana objektif jika penilaian dari dua orang atau lebih terhadap suatu jawaban yang di berikan, sama atau menunjukkan hasil yang sama. Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa hasil belajar adalah bukti usaha yang di capai oleh siswa yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam memahami materi pelajaran serta menyelesaikan permasalahan dan juga kemampuan yang di miliki seseorang setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang di lakukan seseorang setalah melakukan usaha – usaha belajar. Untuk selanjutnya yang di maksud hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil tes yang di ambil pada mata pelajaran IPA kelas IV SD N Trembul Rejo 01 Kec. Ngawen Kab. Blora pada pokok bahasan Energi panas dan Energi bunyi. 2.2 Kajian Hasil Panelitian yang Relevan Berdasarkan telaah pustaka yang di lakukan, berikut ini di kemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variable penelitian yang di lakukan adalah sebagai berikut: 1. Rachmawati (2011) Pengaruh Penggunaan metode demonstrasi pada mata pelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD N karanggeneng 1 Kec. Kunduran Kab. Blora tahun pelajaran 2010/2011. Hasilnya yaitu: Metode demonstrasi terhadap hasil belajar IPA pokok bahasan Energi panas dan Energi bunyi pada siswa kelas IV SD N Karanggeneng 1 Kec kunduran kab, blora semester II Tahun Pelajaran 2010/2011. Disini kelas IV A sebagai kelas eksperimen (menggunakan treatmen metode demonstrasi) dan Kelas IV B sebagai kelas control( tanpa menggunakan treatment). Analisis perbedaan menggunakan analisis uji t, uji t ini di gunakan untuk mengetahui perbedaan nilai rata – rata kelas eksperimen dan kelas control. Hasil analisis pada kelas 23 eksperimen perhitungan menunjukkan bahwa nilai T hitung sebesar 3.474 dan f table sebesar 0.676, jadi T hitung > Ftabel (3.474>0.676), dan nilai probabilitas (0,001<0,05) maka Ho ditolak, jadi ada perbedaan penggunaan metode demonstrasi dengan pembelajaran tanpa menggunakan metode demonstrasi artinya metode demonstrasi berpengaruh positif dalam pembelajaran terhadap hasil belajar IPA pokok bahasan energy panas dan energy bunyi pada siswa kelas IV SD N Karanggeneng 1 Kec. Kunduran Kab. Blora pada semester II Tahun Pelajaran 2010/2011. 2. Asti (2010), Penggunaan metode demonstrasi untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik kelas V paa mata pelajaran IPA. Hasilnya yaitu melalui penelitian, penulis bertujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar dengan menggunakan metode demonstrasi pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Negri 2 Kalimendong. Hipotesis penelian: dengan menggunakan metode demonstrasi,maka prestasi b elajar peserta didik kelas V mata pelajaran IPA semester 1 tahun pelajaran 2009/2010 di SD N Kalimendong II, pada pokok bahasan system pernapasan pada manusia dan system pencernaan pada manusia akan meningkat. Hasil yang di peroleh dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan prestasi belajar peserta didik yang signifikan. Pada siklus I kondisi awal (pre test) , prestasi belajar peserta didik termasuk dalam kategori rendah yang di tunjukkan dengan rata – rata nilai 42, sedangkan pada pembelajaran berikutnya (post test) ditunjukkan dengan nilai rata – rata 76 dan setelah di lakukan tindak lanjut, rata – rata nilai peserta didik menjadi 79. Selanjutnya pada siklus II, terjadi peningkatan prestasi belajar peserta didik yang di tunjukkan dengan rata – rata nilai 83. Dan setelah di lakukan tindak lanjut rata – rata nilai peserta didik menjadi 84 dengan mencapai ketuntasan belajar 100%. Dengan demikian metode demonstrasi dapat meningkarkan prestasi belajar peserta didik kelas V Mata Pelajaran IPA SD N 2 Kalimendong. 3. Rasyim (2011), Upaya meningkatkan hasil belajar IPA tentang mendeskripsikan sifat- sifat cahaya melalui metode demonstrasi menggunakan periskop di kelas V SD N 3 Kalisalak UPK Kebasen Banyumas pada semester 24 II Tahun 2010/2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPA dengan metode demonstrasi menggunakan periskop hasil belajar siswa sebelum dilaksanakan penelitian ini nilai rata – rata pada mata pelajaran IPA hanya 66,42. Pada siklus II nilai rata – rata menjadi 89,13 atau naik 34% dari kondisi awal. Dengan demikian hasil belajar siswa dengan menggunakan metode demonstrasi menngunakan periskop mengalami peningkatan. 4. Astuti (2010), Penggunaan metode demonstrasi untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V pada pembelajaran IPA di SD N Jepon 8 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora Semester I tahun ajaran 2009/2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siswa kelas V yang berjumlah 25 anak terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar terhadap materi organ tubuh dengan kompetensi dasar mengidentifikasi fungsi organ peredaran darah. . Peningkatan prestasi belajar tersebut terjadi secara bertahap di mana pada kondisi awal hanya terdapat lima siswa yang telah tuntas dalam belajarnya, pada siklus I ketuntasan siswa meningkat 17 siswa yang telah tuntas dan pada siklus II ketuntasan belajar siswa 100%. Dengan demikian hasil belajar siswa dengan menggunakan metode demonstrasi menngunakan periskop mengalami peningkatan. 5. Adi dan Amrih. 2010. Hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar IPA pada siswa kelas V di SD gugus Sembodro Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) adanya korelasi yang tinggi dan sangat signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar, dengan koefisien korelasi 0,795 sig 1 tailed 0,000. Motivasi belajar menyumbang 63,2% terhadap pencapaian prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor lain. Ini berarti, semakin tinggi motivasi belajar siswa maka akan semakin tinggi pula prestasi belajarnya. (2) Semua aspek dalam motivasi belajar mempunyai korelasi yang positif dan signifikan terhadap pencapaian prestasi. Besar sumbangan tiap aspek dalam motivasi belajar sebagai berikut: (a) motivasi belajar (aspek kesenangan dalam belajar) menentukan 22,37% terhadap prestasi belajar siswa. (b) Motivasi belajar (aspek kemauan dalam belajar) memberi sumbangan sebesar 24,50% terhadap pencapaian prestasi 25 belajar. (c) Motivasi belajar ( aspek kecerdasan dalam belajar) menentukan 38,44% terhadap pencapaian prestasi belajar. (d) Motivasi belajar ( aspek kemandirian dalam belajar) memberi sumbangan 14,21% terhadap pencapaian prestasi belajar. (e) Motivasi belajar (aspek dorongan untuk belajar dari lingkungan sekitar) memberi sumbangan 36,72% terhadap pencapaian prestasi belajar. 6. Atminah (2010) Upaya Pemberian Motivasi Belajar Siswa untuk Meningkatkan Penguasaan Kompetensi Pembuatan Suatu Karya/Model Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD N Wateshaji Kec. Pucakwangi Kab. Pati Semester II Tahun Pelajaran 2009/2010. Hasil penelitian ini adalah terjadi peningkatan kompetensi membuat suatu karya/model. Peningkatan ketuntasan prestasi belajar siswa tersebut terjadi secara bertahap, dimana pada kondisi awal hanya terdapat 6 siswa (28,57%) yang telah tuntas dalam belajarnya, pada Siklus I melalui 3 pertemuan ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 21 siswa (100%) yang telah tuntas, dan pada Siklus II melalui 1 pertemuan ketuntasan belajar siswa tetap 100%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian motivasi belajar dapat meningkatkan penguasaan kompetensi pembuatan suatu karya/model pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD N Wateshaji Kec. Pucakwangi Kab. Pati Semester II Tahun Pelajaran 2009/2010. Dengan melihat hasil penelitian yang relevan di atas maka dapat diketahui bahwa penggunaan metode demonstrasi dapat mempengaruhi hasil belajar siswa atau dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dapat di lihat dengan jelas dengan adanya perbedaan yang signifikan antara penggunaan metode demonstrasi dengan tanpa menggunakan metode demonstrasi. Dengan demikian penggunaan metode demonstrasi sangat bermanfaat bagi siswa dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan metode demonstrasi, siswa setidaknya dapat dibantu pemahamanya tentang materi yang sebelumnya di anggap sulit, dan dengan guru menggunakan metode demonstrasi maka siswa akan mudah memahami materi yang di sampaikan oleh guru. Kemudian motivasi belajar juga 26 mempengaruhi hasil belajar siswa, dengan adanya motivasi, siswa akan terdorong untuk mengikuti materi pelajaran walaupun materi itu dianggap sulit. 2.3 Kerangka Pikir Untuk memperoleh keterampilan dan ilmu pendidikan dapat di lakukan dengan berbagai cara. Salah satunya yaitu melalui pembelajaran, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditunjuk untuk membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajarnya. Pembelajaran yang menggunakan metode demonstrasi akan mengurangi kondisi yang monoton dan pembelajaran ini menarik bagi siswa. Melalui pembelajaran dengan metode demonstrasi, diharapkan semua siswa didalam kelas aktif dalam mengikugi kegiatan pembelajaran. Dalam metode demonstrasi ini selain guru menjelaskan materi disini siswa juga akan di buat aktif belajar yaitu dengan cara memanfaatkan metode demonstrasi. Anak juga akan terlibat dalam pemecahan masalah dengan berdiskusi kelompok atau dengan temannya. Sehingga dalam pembelajaran tidak monoton, tetapi dengan siswa di bimbing guru dapat belajar langsung pada obyek sehingga siswa dapat benar – benar memiliki pengalaman belajar yang baru. Dengan Berdasarkan bagan, dapat di jabarkan sebagai berikut yaitu: pada kelas eksperimen dan kelas kontrol keduanya sama sama di beri pretest. Dan hasil dari pretes tersebut tidak boleh ada perbedaan yang signifikan artinya, hasil tes tersebut harus seimbang antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Setelah melihat hasil tes kedua kelas tersebut seimbang, kemudian pada kelas eksperimen menggunakan metode demonstrasi saat diberi perlakuan, sedangkan pada kelas kontrol hanya menggunakan system pembelajaran yang konvensional. Kemudian kedua kelas tersebut di beri posttest, dan hasil posttest itu harus ada perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol (tanpa menggunakan metode demonstrasi) dan kelas eksperimen (menggunakan metode demonstrasi). 27 Siswa kelompok kontrol Pretest (soal test dan angket motivasi belajar) Pembelajaran dengan metode konvensional Postest(soal test dan angket motivasi belajar siswa) Terdapat pengaruh terhadap penggunaan metode demonstrasi. Dimana hasil belajar dan motivasi belajar siswa lebih tinggi disbanding kelompok kontrol Siswa kelompok eksperimen Pretest (soal tes dan angket motivasi belajar) Pembelajaran dengan metode demonstrasi Postest ( soal test dan angket motivasi belajar siswa) Bagan 2.1 Kerangka piker 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah di jabarkan di atas, maka dapat dirumuskan: Diduga terdapat pengaruh metode demonstrasi terhadap hasil belajar dan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV SDN 01 Trembulrejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Blora Semester II tahun pelajaran 2011/2012.