PENGARUH ANGKATAN KERJA YANG BERKERJA, INVESTASI PMA, INVESTASI PMDN DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL Studi Kasus : Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987 – 2007 ( Sebelum Krisis dan Sesudah Krisis Ekonomi ) SKIRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh : Siti Fadhilah Wahdah NIM : 106084002763 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. DATA PRIBADI Nama Lengkap : Siti Fadhilah Wahdah NIM : 106084002763 Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 8 April 1988 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat Sekarang : Jl. Pertanian II no.17 Rt 05/004 Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, 12440 Alamat Asal : Jl. Pertanian II no.17 Rt 05/004 Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, 12440 No.Tlp : 021-7661429 II. PENDIDIKAN FORMAL 1. MI AL-HUSNA ; 1994- 2000 2. MTS 3 PONDOK PINANG ; 2000-2003 3. SMAN 66 JAKARTA ; 2003- UIN Jakarta 2006 4. Syarif ; 2006-2011 i Hidayatullah ABSTRACT Development is a continous process change strived to improve the welfare of the people. An important benchmark in determining the success of economic development is its growth. Economic growth indicators not only measure the level of output growth in an economy, but in fact also give an indication to the extent to which economic activity occurs in a certain period. This research used secondary data from 1987 to 2007. The dependent variable in this study is the Gross Regional Domestic Product, while the independent variables are the partiapation, foreign investment, domestic investment, regional income and dummy economic crisis. Inavoid to the problem and hypotheses, this study used multiple linear regression equation and transformed into linear form. Based on the regression results, variable labor participation, foreign investment, domestic investment, regional income and economic crisis dummy have positive and significant apart at = 5%, in DKI Jakarta Province. Calculated F value of 107.8819 with probability 0.00000000 is smaler than α = 5%, thus concluded that the four independent variables of the labor participation, foreign investment, domestic investment, regional income (PAD) and crisis dummy investaneously have effect to regional economic growth in DKI Jakarta Province. R2 value of 0.972944 indicates that 97.29% variation of the Gross Regional Domestic Product in DKI Jakarta Province can be explained from the variation of four independent variables. Keywords: Regional Economic Growth, Gross Regional Domestic Product (GRDP), Labor Participation, Foreign Direct Investment, Domestic Investment, Regional Income and Economic Crisis. ii ABSTRAK Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Indikator pertumbuhan ekonomi tidak hanya mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun sesungguhnya juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomomian yang terjadi pada suatu periode tertentu. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari data tahun 1987 sampai dengan tahun 2007. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto, sedangkan variabel bebasnya adalah angkatan kerja yang berkerja, investasi PMA, investasi PMDN, Pendapatan Asli Daerah dan dummy krisis ekonomi,. Sejalan dengan masalah dan hipotesis dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan metode statistika dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda dan ditransformasikan dalam bentuk linier. Berdasarkan hasil regresi, variabel angkatan kerja yang berkerja, investasi PMA, investasi PMDN, Pendapatan Asli Daerah dan dummy krisis ekonomi berpengaruh positif dan signifikan pada = 5 %, di Provinsi DKI Jakarta. Nilai F hitung sebesar 107,8819 dengan probabilitas 0,00000000 lebih kecil dari = 5 %, sehingga disimpulkan bahwa keempat variabel independen yaitu angkatan kerja yang berkerja, investasi PMA, investasi PMDN, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dummy krisis secara bersama-sama berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta. Nilai R2 sebesar 0.972944 menandai bahwa 97,29% variasi Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi DKI Jakarta dapat dijelaskan dari variasi ke empat variabel independen. Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi Regional, PDRB, Angkatan Kerja yang bekerja, Investasi PMA, Investasi PMDN, PAD dan Krisis Ekonomi. iii KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “ Pengaruh Angkatan Kerja Yang Berkerja, Investasi PMA, Investasi PMDN, dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Provinsi DKI Jakarta Tahun 19872007 ( Sebelum Krisis dan Sesudah Krisis Ekonomi)”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan. Dalam hal ini penulis sangat menyadari atas keterbatasan kemampuan yang dimiliki, sehingga penulis juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih sangat banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis dengan kerendahan hati sangat mengharapkan kritik dan saran guna mengoreksi dan memperbaiki atas kekurangan yang ada sehingga mencapai hasil yang lebih baik. Dengan berbagai keterbatasan itulah, maka penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan semata-mata disusun berdasarkan kemampuan penulis sendiri, melainkan karena mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga penyusunan ini bisa terselesaikan dengan baik. Sehingga pada kesempatan yang baik ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid. MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. Lukman M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang telah memberikan nasehat dan motivasi. 3. Ibu Utami Baroroh, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang telah memberikan nasehat, motivasi, perhatian dan mendengarkan keluh-kesah penulis. iv 4. Bapak Pheni Chalid, SF, MA, Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi nasehat, motivasi, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak M. Hartana I Putra, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi nasehat, motivasi, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini 6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. khususnya jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, terima kasih atas segala ilmu, nasehat, dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama belajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bapak dan Mama tercinta yang telah mendidik, memberi nasehat, semangat dan memberikan yang terbaik serta tempat berbagi dalam cinta dan kasih sayang. 8. Kakaku dan Adikku yang selalu memberikan semangat dengan canda tawa dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Radieza Satrya yang selalu menemani dan memberikan semangat, masukan, serta motivasi terutama ketika penulis sedang jatuh bangun dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-teman IESP angkatan 2006 yang telah memberikan warna kehidupan selama menjalani kuliah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta menambah pengetahuan bagi semua pembaca dan memberikan sumbangsih kepada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, Februari 2011 Penulis (Siti Fadhilah Wahdah) v DAFTAR ISI Halaman DAFTAR RIWAYAT HIDUP..................................................................... i ABSTRACT.................................................................................................... ii ABSTRAK..................................................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................. iv DAFTAR ISI ................................................................................................. vi DAFTAR TABEL ........................................................................................ x DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1 B. Perumusan Masalah................................................................... 17 C. Tujuan dan Manfaat .................................................................. 18 BAB II TINJAUN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ...................... 21 A. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi................ 21 B. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi .......................................... 25 1. Pertumbuhan Ekonomi Klasik.............................................. 25 2. Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik...................................... 26 3. Teori Pertumbuhan Baru ...................................................... 27 C. PDRB ........................................................................................ 28 D. Investasi PMA dan PMDN........................................................ 29 E. Angkatan Kerja.......................................................................... 31 vi F. PAD........................................................................................... 33 G. Dummy Krisis Ekonomi............................................................ 39 H. Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi................................ 39 I. Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi..................... 43 J. PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi....................................... 45 K. Penelitian Terdahulu.................................................................. 47 L. Kerangka Pemikiran.................................................................. 53 M. Hipotesis.................................................................................... 54 BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 56 A. Ruang Lingkup Penelitian......................................................... 56 B. Metode Penentuan Sampel........................................................ 57 C. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 58 D. Metode Analisis Data................................................................ 58 E. Pengujian Asumsi Klasik .......................................................... 59 1. Multikolinearitas ................................................................... 59 2. Heteroskedastisitas................................................................ 61 3. Autokorelasi .......................................................................... 62 4. Uji Normalitas...................................................................... 63 5. Uji Linearitas........................................................................ 63 6. Uji Chow (Chow Test) .......................................................... 64 Uji Statistik................................................................................ 65 1. Koefisien Determinasi (R2) .................................................. 65 2. Uji Signifikansi Parameter individual (Uji-t)....................... 65 F. vii 3. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)......................................... G. Operasional Variabel Penelitian................................................. 67 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... A. B. C. 66 70 Deskripsi Objek Penelitian........................................................ 70 1. Keadaan Geografis DKI Jakarta........................................... 70 2. Perkembangan Penduduk DKI Jakarta................................. 72 3. Perkembangan PDRB DKI Jakarta ...................................... 74 4. Perkembangan Investasi PMA dan PMDN........................... 76 5. Perkembangan Angkatan Kerja............................................ 79 6. Perkembangan PAD ............................................................. 81 Pengujian Asumsi Klasik........................................................... 83 1. Uji Multikolinearitas............................................................. 83 2. Uji Autokorelasi.................................................................... 85 3. Uji Heteroskedastisitas ......................................................... 87 4. Uji Normalitas....................................................................... 89 5. Uji Linearitas........................................................................ 90 6. Uji Chow............................................................................... 91 Pengujian Statistik..................................................................... 92 1. Uji t-hitung .............................................................................. 92 2. Pengujian F-statistik.............................................................. 95 3. Koefisien Determinasi (R²)................................................... 96 viii D. E. Analisis Hasil Estimasi.............................................................. 97 1. Hasil Regresi Utama............................................................. 97 Interpretasi dan Pembahasan..................................................... 97 BAB V PENUTUP ........................................................................................ 102 A. Kesimpulan................................................................................ 102 B. Implikasi.................................................................................... 103 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 105 LAMPIRAN .................................................................................................. 108 ix DAFTAR TABEL Nomor 1.1 Keterangan Halaman Pertumbuhan PDRB Tahun 1987-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 di ProvinsiDKI Jakarta (Jutaan Rupiah) ...... 1.2 PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2003-2007 (Milyar Rupiah)......................... 1.3 4 5 Tingkat Pertumbuhan Penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta pada Periode Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Tahun 1987-2007 ...................................................................................... 1.4 9 Perkembangan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Periode 1987-2007..................................................... 13 1.5 Perkembangan Angkatan Kerja di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-2007............................................................... 15 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu .................................................... 48 4.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 1987-2007.......................... 73 4.2 Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tahun 1987- 2007 (Dalam Persen) ................................................................................... 74 4.3 Perkembangan Investasi PMDN dan Investasi PMA di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-2007..................................... 77 4.4 Rata – rata Nilai Investasi dan Pertumbuhan Investasi PMA, PMDN di Provinsi DKI Jakarta Periode 1987-1996 dan Periode 1997-2007................................................................... 78 x 4.5 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja di DKI Jakarta Tahun 1987-2007.............................................................. 4.6 80 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran 1987-2007 (Juta Rupiah)............................................... 82 4.7 Perkembangan PAD di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-1999 (Sebelum Otonomi Daerah) dan tahun 2000-2007 (Otonomi Daerah) ................................................................................... 83 4.8 Regresi Auxiliary ........................................................................... 84 4.9 Koefisien Korelasi antar Variabel Independent............................. 85 4.10 Uji Autokorelasi dengan Uji Langrange Multilier (LM) ............... 86 4.11 Uji Heterokedastisitas dengan Uji White....................................... 88 4.12 Uji Linearitas dengan Uji Ramsey Reset Test................................ 91 4.13 Uji Chow........................................................................................ 92 4.14 Hasil Regresi Utama antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen ......................................................... 93 4.15 Hasil Uji-t....................................................................................... 95 4.16 Hasil Uji-F...................................................................................... 96 4.17 Hasil Regresi Utama antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen ......................................................... 97 xi DAFTAR GAMBAR Nomor 1.1 Keterangan Halaman Laju Pertumbuhan PDRB Atas Harga Konstan di Pulau Jawa Tahun 2003-2007.............................................................................. 2.1 6 Skema Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Regional (PDRB) dan Variabel-variabel Yang Mempengaruhi.................................... 54 4.1 PDRB di DKI Jakarta Tahun 1987-2007.......................................... 75 4.2 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Berra.......................................... 89 xii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Halaman 1. Data PDRB, AK, PMA, PMDN, PAD,Dt.......................................... 2. Hasil Regresi Utama Variabel Dependen dengan 3. 109 Variabel Independen.......................................................................... 110 Hasil Uji Asumsi Klasik.................................................................... 111 3.1 Uji Multikolinearitas.................................................................. 111 3.2 Uji Autokorelasi.......................................................................... 116 3.3 Uji Heteroskedastisits.................................................................. 117 3.4 Uji Normalitas............................................................................. 118 3.5 Uji Linearitas............................................................................... 119 3.6 Uji Chow...................................................................................... 119 xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan terus menerus untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik secara bersama-sama dan berkesinambungan. Dalam kerangka itu, pembangunan ekonomi juga untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata. Salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang dilaksanakan. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Menurut Djojohadikusumo (1994:110) dalam pertumbuhan ekonomi biasanya ditelaah proses produksi yang melibatkan sejumlah jenis produk dengan menggunakan sarana dan prasarana produksi. Menurut Schumpeter dalam Boediono (1992:115) pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya faktor produksi yang dipergunakan dalam proses produksi tanpa ada perubahan cara-cara atau teknologi itu sendiri. Indikator pertumbuhan ekonomi tidak hanya mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun sesungguhnya juga memberikan indikasi tentang sejauh 1 mana aktivitas perekonomomian yang terjadi pada suatu periode tertentu telah menghasilkan pendapatan bagi masyarakat. Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pelimpahan sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dalam rangka pembangunan nasional negara Republik Indonesia dan pemberlakuan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, diharapkan bisa memotifasi peningkatan kreatifitas dan inisiatif untuk lebih menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah, dan dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan terarah agar pembangunan disetiap daerah dapat benar-benar sesuai dengan prioritas dan potensi daerah. Kegiatan pembangunan nasional tidak lepas dari peran seluruh Pemerintah Daerah yang telah berhasil memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah masing-masing. Sebagai upaya memperbesar peran dan kemampuan daerah dalam pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai kegiatan operasional rumah tangga pemerintah daerah. Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, pemerintah daerah tingkat dua memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah itu dan dituntut untuk bisa lebih mandiri. Terlebih dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka pemerintah daerah tingkat dua harus bisa mengoptimalkan pemberdayaan semua potensi yang dimiliki dan perlu diingat bahwa pemerintah daerah tingkat dua tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan dari pemerintah pusat seperti pada tahuntahun sebelumnya. Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan tingginya nilai PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami kemajuan dalam perekonomian (Zaris,1987:82). Provinsi-provinsi yang berada di pulau Jawa ternyata mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tergolong rendah. Ini dikarenakan sedikitnya sumber daya alam yang pemanfaatanya belum tepat yang terdapat di provinsi-provinsi yang berada di pulau Jawa. Sumber daya alam ini merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan daerah, selain pola investasi ,teknologi dan perkembangan prasarana transportasi (Zaris,1987:86). Pembangunan daerah diharapkan akan membawa dampak positif pula terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dicerminkan dari perubahan PDRB dalam suatu wilayah. Perkembangan pertumbuhan PDRB di Provinsi DKI Jakarta. Tabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Tahun 1987-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Provinsi DKI Jakarta (Jutaan Rupiah) No. Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 PDRB 107.599.284,00 115.115.165,00 125.886.202,00 136.676.610,00 147.335.207,00 160.050.023,00 173.540.509,00 211.929.189,00 231.567.708,00 252.629.225,00 265.529.501,00 219.089.230,00 218.458.107,00 227.924.124,00 238.637.940,00 250.348.044,00 Tingkat Pertumbuhan 7,0 9,4 8,6 7,8 8,6 8,4 22,1 9,3 9,1 5,1 -17,5 -0,3 4,3 4,7 4,9 17 18 19 20 21 2003 2004 2005 2006 2007 263.624.242,00 278.524.822,00 295.270.319,00 312.826.713,00 332.971.255,00 5,3 5,7 6,0 5,9 6,4 Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah Pada Tabel 1.1 terlihat terjadi kenaikan yang berfluktuatif dari tahun ke tahun, ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di provinsi DKI Jakarta mengalami kenaikan. Kenaikan yang sangat signifikan terjadi ditahun 1994 dimana tingkat pertumbuhan sebesar 22,1%, sebaliknya ditahun 1998 terjadi penurunan tingkat pertumbuhan sebesar -17,5% dikarenakan terjadi puncak krisis ekonomi yang melanda Indonesia. DKI Jakarta merupakan wilayah yang memiliki tingkat potensi kemakmuran di Pulau Jawa. Dari Tabel 1.2 dan Gambar 1.2 dapat dilihat bahwa setiap provinsi pada Pulau Jawa memiliki tingkat potensi kemakmuran yang berbeda-beda. Pertumbuhan PDRB Provinsi di Pulau Jawa mengalami pertumbuhan yang cenderung meningkat. Dari 6 Provinsi di Pulau Jawa DKI Jakarta memiliki pertumbuhan PDRB yang paling tinggi, kemudian kedua adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah dan terendah adalah DI Yogyakarta. Tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan meningkat serta didukung posisinya sebagai Ibukota Negara, telah membuat DKI Jakarta memiliki bergaining posisition yang cukup tinggi khususnya di Pulau Jawa. DKI Jakarta yang merupakan Kota Megapolitan memberikan ketertarikan sendiri tidak hanya bagi Provinsi-Provinsi lain tetapi juga bagi masyarakat DKI Jakarta sendiri untuk dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tabel 1.2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2003-2007 (Miliar Rupiah) Provinsi Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 DKI Jakarta 263.624 278.525 295.271 312.827 332.971 Jawa Barat 219.525 230.003 242.884 257.499 274.180 Jawa Tengah 129.166 135.790 143.051 150.683 159.110 D.I Yogyakarta 15.360 16.146 16.911 17.536 18.292 Jawa Banten Timur 228.884 51.957 242.229 54.880 256.375 58.107 271.249 61.342 287.814 65.047 Sumber : BPS, Berbagai Tahun Terbitan, Jakarta Sumber : Badan Pusat Statistik, Berbagai Tahun Terbitan, Jakarta Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2003-2007 Menurut Todaro (2004,124-130) ada tiga faktor atau komponen utama yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah, ketiganya adalah akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Akumulasi modal (capital accumulation) meliputi semua jenis investasi baru baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun swasta yang ditanamkan dengan bentuk tanah, peralatan fisik, dan modal sumber daya. Akumulasi modal akan terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabungkan (diinvestasikan) kembali dengan tujuan untuk memperbesar output atau pendapatan di kemudian hari. Akumulasi modal yang dilakukan oleh pemerintah menggambarkan seberapa besar peran pemerintah dalam sistem perekonomian suatu daerah. Samuelson dan Nordhous (1996,49-50) menyebutkan bahwa perekonomian yang ideal adalah perekonomian yang menerapkan mekanisme pasar, artinya bahwa jalannya perekonomian sepenuhnya menjadi wewenang pasar karena hanya mekanisme pasar yang mampu mengalokasikan sumber daya secara efisien. Namun dalam hal-hal tertentu menunjukan bahwa mekanisme pasar memiliki kelemahan yaitu gagal mencapai alokasi yang efisien disebabkan oleh adanya common goods, unsur ketidaksempurnaan pasar, barang publik, ekternalitas, incomplete market, kegagalan informasi, unemployment dan uncertainty. Untuk menghindari hal tersebut, maka diperlukan campur tangan pemerintah dalam perekonomian agar alokasi sumber ekonomi dapat tercapai secara efisien. Pentingnya peran pemerintah dalam suatu sistem perekonomian telah banyak dibahas dalam teori ekonomi publik. Selama ini banyak diperdebatkan mengenai seberapa jauh peranan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan setiap orang berbeda dalam penilaian mengenai biaya keuntungan yang diperoleh dari program yang dibuat oleh pemerintah. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan masyarakat selama ini sangat bergantung kepada jasa yang disediakan oleh pemerintah. Todaro (2004:18) menyebutkan pemerintah harus diakui dan dipercaya untuk memikul peranan lebih besar dan yang lebih menentukan di dalam upaya pengelolaan perekonomian nasional atau daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan di daerah selanjutnya akan lebih memilih mengadopsi kebijakan pembangunan yang disesuaikan dengan karakteristik potensi daerah itu sendiri, tentunya tuntutan pengenalan potensi daerah dapat dijadikan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi pembangunan daerahnya. Menurut Mangkoesoebroto (1998,4-10) Peranan pemerintah yang harus dijalankan adalah : 1. Peranan alokasi yaitu pemerintah mengusahakan agar alokasi sumbersumber ekonomi dilaksanakan secara efisien terutama dalam menyediakan barang dan jasa yang pihak swasta tidak dapat memproduksinya. 2. Peranan distribusi yaitu pemerintah melalui kebijaksanaan fiskal merubah keadaan masyarakat sehingga sesuai dengan distribusi pendapatan yang diharapkan melalui pengenaan pajak progresif yaitu relatif beban pajak yang lebih besar bagi yang mampu dan meredistribusikan bagi yang kurang mampu. 3. Peranan stabilisasi yaitu pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengendalikan goncangan ekonomi yang berlebihan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan bentuk dari akumulasi modal pemerintah yang digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Peranan strategis dari investasi pemerintah ini sasaran penggunaannya untuk membiayai pembangunan di bidang sarana dan prasarana yang dapat menunjang. Perkembangan Pendapatan Asli Derah (PAD) di DKI Jakarta sebelum dan setelah otonomi daerah tahun 1987- 2007 dapat dilihat dalam Tabel 1.3 Tabel 1.3 Tingkat Pertumbuhan Penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta, Pada Periode Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Tahun 1987- 2007 No Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 Rata-rata 14 15 16 17 18 19 20 21 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata PAD 276.898,34 286.446,87 429.660,93 567.315,63 682.731,43 789.524,35 993.655,81 1.337.993,45 1.441.579,41 1.787.375,78 1.830.739,09 1.240.402,06 1.692.928,30 Setelah Otonomi Daerah 2.439.285,10 3.644.150,89 3.546.415,49 4.928.704,55 5.642.664,00 5.931.247,40 6.219.830,80 6.508.414,20 Tingkat Pertumbuhan PAD ( % ) 3,4 50,0 32,0 20,3 15,6 25,9 34,7 7,7 24,0 2,4 -32,2 36,5 18,4 44,1 49,4 -2,7 39,0 14,5 5,1 4,9 4,6 19,9 Sumber : Dispeda Provinsi DKI Jakarta, data dari tahun 1987 s/d 2007 (diolah) Berdasarkan Tabel 1.3 nilai penerimaan Pendapatan Asli Daerah Provinsi DKI Jakarta dari tahun 1987 - 2007 di bagi menjadi dua periode, dalam periode “ sebelum Otonomi Daerah “ diketahui bahwa dari tahun 1987-1999, nilai penerimaan PAD terus menerus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Akan tetapi nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta pada tahun 1998 mengalami penurunan dari nilai penerimaan PAD tahun 1997 sebelumnya tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta pada tahun 1998 tersebut tercatat “ merosot sangat besar “ atau “ negatif ” yaitu sebesar -32,2%, kemerosotan yang cukup tajam pada penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 1998 tersebut disebabkan karena adanya dampak krisis ekonomi yang melanda indonesia yang diawalin dengan krisis moneter pada tahun 1997. Dampak krisis ekonomi tampaknya mempengaruhi merosotnya nilai penerimaan dari sumber-sumber penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 1998 tersebut. Akan tetapi menginjak tahun 1999, seiring dengan mulai pulihnya perekonomian regional DKI Jakarta dari dampak krisis ekonomi yang melanda, nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan dari PAD tahun 1998. Sebelumnya meskipun tercatat nilai penerimaan PAD pada tahun 1998 tersebut masih tercatat “lebih rendah” dari nilai penerimaan PAD pada tahun 1996. Akan tetapi di sisi lain tingkat pertumbuhan penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta tahun 1999 mengalami pertumbuhan yang “cukup tinggi” yaitu mencapai angka 36,5%. Nilai rata-rata tingkat pertumbuhan penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta dari tahun 1987-1999 dalam periode “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah” tersebut adalah sebesar 18,4%. Tingkat pertumbuhan penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta dalam periode “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah ” tersebut tercatat “paling tinggi” pada tahun 1989, yaitu sebesar 50,0%. Sementara itu tingkat pertumbuhan penerimaan PAD “paling rendah” pada tahun 1998 saat krisis ekonomi mencapai puncaknya yaitu sebesar -32,2%. Pada periode setelah pelaksanaan Otonomi Daerah tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta tahun 2000-2007. Tercatat pada periode tersebut nilai penerimaan PAD setelah pelaksanaan Otonomi Daerah “lebih besar” dari penerimaan PAD dalam periode “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah”, atau dalam periode tahun 1987-1999. Angka rata-rata tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta “setelah pelaksanaan Otonomi Daerah” adalah sebesar 19,9%. Sementara angka rata-rata tingkat penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah” adalah sebesar 18,4%. Nilai PAD provinsi DKI Jakarta pada tahun 2002, tercatat “ menurun” atau lebih rendah dari pada nilai penerimaan PAD pada tahun 2001. Tingkat penurunan ini tercatat sebesar -2,68%, dengan demikian dalam periode tahun 2000 -2002 “ setelah pelaksanaan Otonomi Daerah”, tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta tercatat “paling rendah”. Sementara itu nilai tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta pada tahun 2000, 2001, 2003 dan 2004 berada “diatas nilai rata-rata” tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD dalam periode tahun 2000-2007 tersebut. Ini menunjukkan pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta melalui sumber daya asli daerah dapat termanfaatkan dengan maksimal. Meningkatnya PAD diharapkan dapat menjadi sinyal bagi kemampuan daerah provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan pembangunan daerah diperiode Otonomi Daerah. Pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan akan lebih sulit dilakukan pemerintah daerah apabila tanpa adanya dukungan dari pihak swasta. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah daerah perlu membuat kebijakan yang mendukung penanaman modal yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah daerah, pihak swasta maupun terhadap masyarakat daerah. Tumbuhnya iklim investasi yang sehat dan kompetitif diharapkan akan memacu perkembangan investasi yang saling menguntungkan dalam pembangunan daerah. Perkembangan investasi di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Perkembangan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Periode 1987-2007 No Tahun Proyek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 65 51 79 108 79 83 76 123 203 294 246 329 434 774 604 786 582 492 722 801 916 PMA (US $) Investasi 530.550,00 790.758,00 757.307,00 825.079,00 959.770,00 1.090.996,00 1.166.727,00 1.355.937,00 4.046.441,00 4.399.299,00 6.122.951,00 1.721.367,00 1.788.185,00 3.323.997,00 1.200.620,00 3.456.015,00 5.938.845,00 3.733.498,00 5.206.190,00 5.938.845,00 6.733.498,00 PMDN (Juta Rp) Proyek Investasi 38 32 41 34 53 56 82 121 165 185 157 99 47 94 144 86 58 89 119 122 139 Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan. 1.225.525,00 1.130.197,00 1.436.324,00 1.193.451,00 2.678.556,00 2.524.649,00 3.453.764,00 4.231.539,00 9.760.943,00 10.177.787,00 8.457.448,00 3.991.251,00 2.129.547,00 3.822.862,00 7.911.308,00 3.784.071,00 2.749.976,00 3.710.793,00 4.097.855,00 4.218.004,00 5.638.339,00 Berdasarkan Tabel 1.4. di atas terlihat bahwa perkembangan nilai investasi sangat berfluktuatif. Kenaikan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi), dari 185 proyek PMDN yang ditanam investor dalam negeri tersebut bernilai 10.177.787,00 (dalam juta rupiah). Sedangkan untuk PMA nilainya sangat fantastik, yaitu mencapai 4.399.299,00 (dalam ribu US $). Dengan total proyek mencapai 294 proyek. Sebaliknya terlihat bahwa pada tahun 19971999 (saat terjadinya krisis ekonomi dan setelahnya) terjadi penurunan yang signifikan dari proyek 157 proyek PMDN menjadi 99 dan 49 proyek yang di tanam investor dalam negeri tersebut. Nilai PMDN juga mengalami penurunan dari yang bernilai 8.457.484,00 (dalam juta rupiah) ,di tahun 1997 menjadi semakin menurun ditahun 1998-1999 dengan nilai 3.991.251,00 menjadi 2.129.547,00 (dalam juta rupiah). Sedangkan untuk PMA juga mengalami penurunan meskipun terlihat kenaikan pada jumlah proyek dari tahun 1997 yang hanya 246 proyek menjadi 329.434,00 proyek yang ditanam investor luar negeri di tahun 1998- 1999, terjadi penurunan pada nilai PMA dari 847.169 (dalam ribu US$) ditahun 1997 menjadi 703.916 dan 777.547 (dalam ribu US$) ditahun 19981999. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi. Namun di sisi lain, akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi dihadapi oleh masyarakat yang tingkat pertumbuhan ekonominya masih rendah. Hal ini berarti bahwa kelebihan jumlah penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang tersedia dimana penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi. Gambaran mengenai jumlah angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1.5 Tabel 1.5 Perkembangan Angkatan Kerja Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987- 2007 No Tahun Bekerja Angkatan Kerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1.551.663,00 1.732.077,00 1.866.665,00 2.113.619,00 2.435.977,00 2.745.045,00 3.151.665,00 3.366.619,00 3.452.299,00 3.545.230,00 2.609.457,00 2.933.845,00 3.780.278,00 3.920.235,00 3.815.000,00 3.207.522,00 3.379.252,00 3.847.359,00 3.265.331,00 3.931.799,00 4.243.000,00 1.697.213,00 1.910.967,00 2.072.319,00 2.344.289,00 2.796.427,00 3.033.595,00 3.462.115,00 3.717.259,00 3.832.822,00 3.950.580,00 3.052.809,00 3.454.515,00 4.448.623,00 4.390.884,00 4.421.326,00 3.775.187,00 3.968.957,00 4.450.100,00 3.881.248,00 4.521.821,00 4.795.380,00 Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah. Pembangunan daerah diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan baru yang sesuai dengan kemampuan daerah untuk menyerap tenaga kerja lokal untuk kepentingan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari Tabel 1.5 terlihat bahwa jumlah angkatan kerja yang bekerja mengalami peningkatan yang cukup signifikan di setiap tahunnya. Pada tahun sebelum terjadinya krisis ekonomi (1987-1996), persentase pertumbuhan jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan jumlah angkatan yang bekerja berarti pada tahun sebelum krisis ekonomi penyerepan angkatan kerja di DKI Jakarta terjadi kenaikan yang cukup signifikan dan ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran yang ada sedikit dan juga lapangan perkerjaan yang ada dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Namun dengan dampak terjadinya krisis ekonomi di tahun 1997 penurunan terlihat dari jumlah angkatan yang bekerja sebesar 3.545.230,00 menurun menjadi 2.609.457,00. Hal ini terjadi karena krisis menciptakan mutidimensial mengakibatkan daya beli masyarakat relatif tetap bahkan cenderung turun. Keadaan ini ditunjukkan dengan dengan menurunnya permintaan atas barang dan jasa yang diproduksi, sehingga perusahaan cenderung mempertahankan kapasitas produksinya atau bahkan menurunkannya. Untuk menjaga tingkat keuntungan yang diperoleh maka perusahaan melakukan rasionalisasi jumlah tenaga kerjanya sehingga penyerapan akan tenaga kerja tidak terserap sehingga terjadi penurunan yang signifikan. Penggalian pendapatan daerah, peningkatan peran serta swasta dan peningkatan partisipasi angkatan kerja lokal sebagai modal pembangunan daerah diharapkan menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan daerah. Pemerintah daerah harus melaksanakan pendekatan perencanaan pembangunan daerah dari bawah ke atas (bottom up) agar pembangunan yang dilaksanakan daerah merupakan keinginan bersama dan sesuai dengan potensi yang ada agar kesinambungan pembangunan dapat tercapai. Terlihat bahwa tingkat investasi baik PMA dan PMDN, angkatan kerja yang berkerja,pendapatan asli daerah dan krisis ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta. Apabila nilai dari masing-masing variabel meningkat maka peningkatan juga terjadi pada pertumbuhan ekonomi dalam hal ini adalah PDRB. Apabila terjadi penurunan dari variabel tersebut penurunan juga terjadi terhadap PDRB, dari fenomena tersebut di atas maka perlu adanya suatu penelitian yang diharapkan dapat memberikan rekomendasi demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta. Hal ini yang melatarbelakangi penelitian dengan judul “Pengaruh Angkatan Kerja yang Berkerja, Investasi PMA, Investasi PMDN dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional. Studi Kasus : Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-2007 ( Sebelum Krisis dan Sesudah Krisis Ekonomi ). B. Perumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah. Apabila pertumbuhan ekonomi suatu daerah meningkat diharapkan pertumbuhan tersebut dapat dinikmati merata oleh seluruh masyarakat. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 untuk periode pengamatan tahun 1987 -2007 ternyata menunjukkan tingkat fluktuatif (lihat Tabel 1.1). Variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah antara lain akumulasi modal dalam hal ini besar kecil PMA maupun PMDN dalam menanamkan modal, angkatan kerja yang berkerja yang dapat diserap dalam pasar kerja serta penerimaan daerah dari Pendapatan Asli Daerah. Peranan pemerintah daerah dalam pertumbuhan ekonomi dimaksudkan agar dapat mempengaruhi jalannya perekonomian, dengan demikian dapat diusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaan yang tidak diinginkan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian yang dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh angkatan kerja yang bekerja terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta? 2. Bagaimana pengaruh investasi Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di DKI Provinsi Jakarta? 3. Bagaimana pengaruh investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di DKI Provinsi Jakarta? 4. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta? 5. Bagaimana pengaruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta? C. Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis besarnya pengaruh angkatan kerja yang bekerja terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta. 2. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta. 3. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta. 4. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta. 5. Untuk menganalisis besarnya pengaruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta. Adapun manfaat penelitian ini di harapkan mampu memberikan kontribusi kepada : 1. Bagi Pengambil kebijakan, penelitian ini diharapan dapat memberikan gambaran atau informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi regional, sehingga dapat memahami lebih jauh untuk pengambilan kebijakan selanjutnya guna menyelesaikan permasalahan ini. 2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan di bidang ilmu ekonomi khususnya ilmu ekonomi regional. 3. Peneliti di bidang ilmu ekonomi yang akan melakukan penelitian pada tema yang sama, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan. BAB II TINJAUN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Pembagunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 1994:10). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian. Dari periode ke periode lainya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga makin berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk seiring dengan meningkatya pendidikan dan keterampilan mereka. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya (Suryana, 2000: 5). Menurut Zaris, (1987:82) pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto perkapita (PDRB per kapita). Samuelson (1995: 436) mendefinisikan bahwa pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya perluasan atau peningkatan dari Gross Domestic 21 21 Product potensial atau output dari suatu negara. Ada 4 faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi : 1. Sumber Daya Manusia Kualitas input tenaga kerja atau sumber daya manusia merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Hampir semua faktor produksi yang lainya, yakni barang modal, bahan mentah, serta teknologi bisa dibeli atau dipinjamkan dari negara lain. Tetapi penerapan teknik-teknik produktivitas tinggi atas kondisikondisi lokal hampir selalu menuntut tersedianya manajemen, keterampilan produksi, keahlianyang hanya bisa diperoleh melalui angkatan kerja terampil yang terdidik. 2. Sumber Daya Alam Faktor produksi kedua adalah tanah. Tanah yang dapat ditanami merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam yang penting antara lain minyak-minyak dan gas, hutan, air, dan bahan-bahan mineral lainya. 3. Pembentukan Modal Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Pembentukan modal dan investasi ini sebenarnya sangat dibutuhkan untuk kemajuan cepat dibidang ekonomi. 4. Perubahan Teknologi dan Inovasi. Salah satu tugas kunci pembangunan ekonomi adalah memacu semangat kewiraswastaan. Perokonomian akan sulit untuk maju apabila tidak memiliki para 22 wiraswastawan yang bersedia menanggung resiko usaha dengan mendirikan berbagai pabrik atau fasilitas produksi, menerapkan teknologi baru, mengadapi berbagai hambatan usaha, hingga mengimpor berbagai cara dan teknik usaha yang lebih maju (Samuelson,1995:436-439). Menurut Sukirno, (1994:415) bahwa istilah pertumbuhan ekonomi menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan dari suatu perekonomian, sedangkan dalam analisis makro ekonomi tingkat pertumbuhan berbagai hambatan usaha, hingga mengimpor berbagai teknik usaha yang lebih maju. ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara. Menurut Boediono, (1992:9) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi 3 aspek yaitu : 1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu. 2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting yaitu output total dan jumlah penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. 3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang. Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama (5 tahun) mengalami kenaikan output. Para ahli ekonomi menyatakan bahwa istilah pertumbuhan ekonomi berbeda dengan istilah pembangunan ekonomi. Menurut Suryana, (2000:3) menerangkan bahwa pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang 23 menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari definisi ini mengandung tiga unsur yaitu : 1. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang terusmenerus yang didalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi baru. 2. Usaha meningkatkan pendapatan perkapita 3. Kenaikan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang. Sumitro Djojohadikusuma (Sanusi,2004:8) pembangunan ekonomi mengandung arti yang lebih luar serta mencakup perubahan pada susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi tersebut jelas bahwa pembangunan ekonomi mempuyai pengertian : 1. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara terus-menerus. 2. Usaha untuk menaikan pendapatan perkapita. 3. Kenaikan pendapatan perkapita harus teru berlangsung dalam jangka panjang. 4. Perbaikan sistem kelembagaan disegala bidang (misalanya ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya). Sistem ini bisa ditinjau dari dua aspek yaitu: aspek perbaikan di bidang organisasi (institusi) dan perbaikan dibidang regulasi (baik legal formal maupun informal) (Arsyad, 1999:1112). 24 B. Toeri-Teori pertumbuhan Ekonomi 1. Pertumbuhan Ekonomi Klasik Menurut ekonom klasik, Adam Smith, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni pertumbuhan outpu total dan pertumbuhan penduduk (Arsyad,1999:51-52). Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga : a. Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat dimana jumlah sumber daya alam yang tersedia mempunyai batas maksimum bagi pertumbuhan suatu perekonomian. b. Sumber daya insani (jumlah penduduk) merupakan peran pasif dalam proses pertumbuhan output, maksudnya jumlah penduduk akan menyesuaikan dengan kebutuhan akan tenaga kerja. c. Stok modal merupakan unsur produksi yang sangat menentukan tingkat pertumbuhan output. Laju pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas sektorsektor dalam menggunkan faktor-faktor produksinya. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui berbagai sarana pendidikan, pelatihan dan manajemen yang lebih baik. Menurut teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, pertumbuhan ekonomi bergantung pada faktor-faktor produksi (Sukirno, 1994:150). 25 Persamaannya adalah : 2. Y = f (K, L, T) Y = tingkat pertumbuhan ekonomi K = tingakat pertumbuhan barang modal L = tingakt pertambahan tenaga kerja T = tingkat pertambahan teknologi Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik Dalam model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow Neo Classical Growth Model) maka fungsi produksi agregat standar adalah sama seperti yang digunakan dalam persamaan sektor modern Lewis yakni : Y = Aeµt. K. L1-...................................................................................(1) Y = Produk Domestik Bruto K = stok modal fisik dan modal manusia L = tenaga kerja non terampil A = konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar eµt = melambangkan tingkat kemajuan teknologi = melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni persentase kenaikan PDB yang bersumber dar 1% penambahan modal fisik dan modal manusia. Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas 26 dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investas) dan penyempurnaan teknologi (Todaro, 2004:112) Harrod Domar menganalisis tentang syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang dengan mantap (steady growth). Menurut Harrod Domar investasi memberikan peranan kunci dalam prosers pertumbuhan yang disebabkan karena : 1. Investasi dapat menciptakan pendapatan yang merupakan dampak dari penawaran. 2. Investasi dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stock modal yang merupakan dampak dari penawaran. 3. Teori Pertumbuhan Baru Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan yang bersifat endogen, Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem ekonomi. Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar sistem. Kemajuan teknologi merupakan hal yang endogen, pertumbuhan merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku ekonomi untuk berinvestasi dalam pengetahuan. Peran modal lebih besar dari sekedar bagian dari pendapatan apabila modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal manusia. Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi. Definisi modal atau kapital diperluas dengan memasukkan model ilmu pengetahuan dan modal sumber daya manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu 27 yang berasal dari luar model atau eksogen tapi teknologi merupakan bagian dari proses pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan endogen, peran investasi dalam modal fisik dan modal manusia turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Tabungan dan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan ( Mankiw, 2000:165). C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan penjumlahan dari semua barang dan jasa akhir atau semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun). Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan. Ketiga cara tersebut adalah : 1. Cara Pengeluaran Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah pengeluaran ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut. Menurut cara ini pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran rumah tangga konsumsi, rumah tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta pendapatan ekspor dikurangi dengan pengeluaran untuk barang-barang impor. 2. Cara Produksi atau cara produk netto Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan usaha) dalam perekonomian. Dalam menghitung pendapatan nasional dengan cara 28 produksi yang dijumlahkan hanyalah produksi tambahan atau value added yang diciptakan. 3. Cara pendapatan Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. (Sukirno, 1994:32) Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah : 1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian. Dari perhitungan PDRB dapat diketahui apaka suatu daerah termasuk daerah industri, pertanian atau jasa dan berapakah besar sumbangan masingmasing sektornya. 2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. Oleh karena nilai PDRB dicatat tiap tahun, maka akan didapat catatan angka dari tahun ke tahun. Dengan demikian diharapakan dapat diperoleh keterangan kenaikan atau penurunan apakah ada perubahan atau pengurangan kemakmuran material atau tidak. D. Investasi PMA dan PMDN Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanampenanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 1994: 107). Investasi tidak hanya untuk memaksimalkan output, tetapi untuk 29 menentukan distribusi tenaga kerja dan distribusi pendapatan, pertumbuhan dan kualitas penduduk serta teknologi. Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan Undangundang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri, yang kemudian dilengkapi dan disempurnakan dengan Undang-undang No. 11 tahun 1970 tentang penanaman modal asing dan Undang-undang No. 12 tahun 1970 tentang penanaman modal dalam negeri. Berdasarkan dari sumber kepemilikan modal, maka investasi swasta dapat di bagi menjadi penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Penanaman modal asing adalah penanaman modal asing yang dilakukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dan menanggung segala resiko penanaman modal tersebut secara langsung. (Pasal 1). Sedangkan modal asing itu sendiri adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak berasal dari kekayaan devisa Indonesia. Termasuk alat-alat perusahaan dan penemuan baru milik orang asing yang diimpor. (Pasal 2) Penanaman Modal Dalam Negeri adalah Penggunaaan modal dalam negeri baik secara langsung atau tidak, untuk menjalankan usaha. (Pasal 2). Modal dalam negeri adalah Modal yang berasal dari kekayaan masyarakat Indonesia baik yang dimiliki oleh negara, swasta nasional, atau swasta asing. Pihak swasta yang dimaksud dapat berupa perorangan atau badan hukum. (Pasal 1). Investasi atau pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan mengganti dan untuk menambah barang-barang modal 30 dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan. Investasi atau pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi dibedakan menjadi investasi perusahaan swasta, perubahan inventaris perusahaan dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah. Investasi perusahaan merupakan komponen yang terbesar dari investasi dalam suatu negara. Pengeluaran investasi tersebut terutama meliputi mendirikan bangunan industri, membeli mesin-mesin dan peralatan produksi lain dan pengeluaran untuk menyediakan bahan mentah. Investasi yang dilakukan di masa kini sangat erat hubungannya dengan prospek memperoleh keuntungan di masa depan. Harorld dan Dommar memberikan peranan kunci kepada investasi terhadap peranannya dalam proses pertumbuhan ekonomi khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, investasi memiliki peran ganda dimana dapat menciptakan pendapatan, dan kedua, investasi memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal (Jhingan, 1999:291) E. Angkatan Kerja Tenaga kerja adalah penduduk pada usia kerja yaitu antara 15-64 tahun. Penduduk dalam usia kerja ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. (Suparmoko, 2002: 114). Secara ringkas, tenaga kerja terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang terlibat atau masih berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yang menghasilkan barang dan jasa. 31 Menurut Suparmoko (2002:114) angkatan kerja adalah penduduk yang belum bekerja namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan (Simanjuntak, 1985:3). Sedangkan yang dimaksud dengan bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih sekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lainlain atau penerima pendapatan (Simanjuntak, 1985:3). Jika yang digunakan sebagai satuan hitung tenaga kerja adalah orang, maka disini dianggap bahwa semua orang mempunyai kemampuan dan produktifitas kerja yang sama dan lama waktu kerja yang dianggap sama. Penggunaan tenaga kerja hanya bisa diwujudkan kalau tersedia dua unsur pokok, yang pertama adalah adanya kesempatan kerja yang cukup banyak, yang produktif dan memberikan imbalan yang baik. Dan yang kedua, adalah tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan semangat kerja yang cukup tinggi. Kesempatan kerja dapat tercipta jika terjadi permintaan akan tenaga kerja di pasar kerja. Besarnya tenaga kerja dalam jangka pendek tergantung dari besarnya efektifitas permintaan untuk tenaga kerja yang dipengaruhi oleh kemampuan-kemampuan substitusi antara tenaga kerja dan faktor produksi yang lain, elastisitas permintaan akan hasil produksi, dan elastisitas penyediaan faktorfaktor pelengkap lainnya. Dalam statistik ketenagakerjaan di Indonesia kesempatan kerja merupakan terjemahan bagi employment yang berarti sebagai jumlah orang yang bekerja tanpa memperhitungkan berapa banyak pekerjaan yang dimiliki tiap orang, pendapatan dan jam kerja mereka. 32 F. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah untuk mngumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang sah (BPS, 2003:112). Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Sutrino (1984:200) pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usah-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Menurut pasal 6 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pendapatan asli daerah berasal dari : 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. 4. Penerimaan dari dinas dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pasal 6 Undang-Undang tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 33 1. Pajak Daerah Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada pokoknya pajak memilki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi regulator) (Suparmoko, 2002: 135). Mardiasmo (1997:51) mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiyaan rumah tangga daerah tersebut. Menurut Undang-Undang NO. 34 tahun 2000 pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perunadang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adala pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa yang secara langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 1997:277). Dari batasan atau definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah: 1. Iuran masyarakat kepada negara 2. berdasarkan Undang-Undang 3. Tanpa balas jasa secara langsung 4. Untuk membiyai pengeluaran pemerintah 34 Berdasarkan kewenangan memungut pajak digolongkan menjadi dua yaitu pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama dengan pajak negara, perbedaannya terletak pada : a. Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak). b. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah atau pajak negara yang pengelolaan dan penggunaanya diserahkan kepada daerah (Sutrisno, 1984:203). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. 2. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang pemerintah yang langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984:202). Peraturan pemerintah No.16 tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal 1, menyebutkan bahwa retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Menurut undangundang No. 34 tahun 2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas atau pemberian ijin tertentu yang 35 khusus disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus, karena ciri-ciri atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi (Sutrisno, 1984:139). Syarat-syarat tertentu antara lain, berdasarkan undang-undang atau peraturan sederajat, harus disetor ke kas negara atau daerah dan tidak dapat dipaksakan. Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah karena seseorang dan badan hukum menggunakan barang dan jasa pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari definisi diatas bahwa ciriciri mendasar dari retribusi daerah adalah : a. retribusi dipungut oleh daerah b. dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk c. retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan barang atau jasa yang disediakan oleh daerah. 3. Bagian Laba Perusahaan Derah Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbanganya yaitu fungsi ekonomi. Pemerintah daerah mendirikan perusahaan daerah atas dasar berbagai pertimbangan yaitu, menjalankan ideologi yang 36 dianutnya bahwa sarana produksi milik masyarakat, untuk melindungi konsumen dalam hal ada monopoli alami, seperti angkutan umum atau telepon, dalam rangka mengambil alih perusahaan asing, untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah, dianggap cara yang efisien untuk menyediakan layanan masyarakat serta untuk menghasilkan penerimaan daerah. Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu, laba dari perusahaan daerah. Karena terbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah : 1. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya perekonomian daerah. 2. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat diserahkan ke kas daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah. Sifat utama perusahaan daerah berorientasi pada keuntungan, dapat memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum atau dengan kata lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Artinya pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah dapat berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi 37 ekonomi sebagai badan hukum yang bertujuan mendapatkan laba. Sedangkan lapangan hasil perusahaan daerah adalah sebagian dari perusahaan daerah yang bergerak di bidang produksi jasa dan perdagangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 4. Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan Penerimaan dinas-dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha dinas-dinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan pajak, retribusi ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari penerimaan dinasdinas daerah (kecuali dinas pendapatan daerah) pada umumnya adalah bukan mencari pendapatan daerah, tetapi melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah yang bersifat pembinaan atau bimbingan kepada masyarakat. Penerimaan lain-lain, di lain pihak adalah penerimaan pemerintah daerah di luar penerimaanpenerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barangbarang (bekas) milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah (Hirawan, 1987: 204). Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa. Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut 38 untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu. Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di lain pihak lebih mengarah kepada publik service dan bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil keuntungan, melainkan hanya sekedar untuk menutup resiko biaya administrasi yang dikeluarkan. G. Dummy Krisis Ekonomi Variabel dummy adalah variabel bebas berukuran kategori atau dikotomi. (Imam Ghozali, 2001:49). Setiap variabel dummy menyatakan satu kategori variabel bebas non-metrik, cara pemberian kode dummy umumnya menggunakan kategori yang dinyatakan dengan angka 1 atau 0. Kelompok yang diberi nilai dummy 0 (nol) disebut excluded group, sedangkan kelompok yang diberi nilai dummy 1 (satu) disebut included group. Jadi dalam hal ini dummy 0 adalah sebelum krisis dan dummy 1 adalah sesudah krisis. H. Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai “pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan” . Menurut Boediono (1992:55) investasi adalah pengeluaran oleh sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan 39 pabrik. Investasi adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa mendatang Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro (1981:140-141) adalah: 1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia; 2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja dan keahliannya; 3. Kemajuan teknologi. Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memengalihkan sumbersumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya untuk investasi dalam bentuk ”capital formation” untuk mencapai tingkat produksi yang lebih besar. Investasi di bidang pengembangan sumberdaya manusia akan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia,sehingga menjadi tenaga ahli yang terampil yang dapat memperlancar kegiatan produktif. Menurut Sukirno (2000:121) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni : a. investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja. b. pertambahan barang modal sebagai akibat 40 investasi akan menambah kapasitas produksi. c. investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Suryana (2000: 135) menyatakan bahwa kekurangan modal dalam negara berkembang dapat dilihat dari beberapa sudut: 1. Kecilnya jumlah mutlak kapita material; 2. Terbatasnya kapasitas dan keahlian penduduk; 3. Rendahnya investasi netto. Akibat keterbatasan tersebut, negara-negara berkembang mempunyai sumber alam yang belum dikembangkan dan sumber daya manusia yang masih potensial. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas maka perlu memperbesar produk (output) dan pendapatan dikemudian hari. Untuk membangun itu seyogyanya mempercepat investasi baru dalam barang-barang modal fisik dan pengembangan sumberdaya manusia melalui investasi di bidang pendidikan dan pelatihan. Hal ini sejalan dengan teori perangkap kemiskinan (vicious circle) yang berpendapat bahwa: a. ketidakmampuan untuk mengarahkan tabungan yang cukup. b. kurangnya perangsang untuk melakukan penanaman modal. c. taraf pendidikan, pengetahuan dan kemahiran yang relatif rendah merupakan tiga faktor utama yang menghambat terciptanya pembentukan modal di negara berkembang. Teori Harrod-Domar mengemukakan bahwa model pertumbuhan ekonomi yang merupakan pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan pada peranan tabungan dan industri sangat menentukan dalam pertumbuhan 41 ekonomi daerah (Arsyad, 1997:59). Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa: 1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) danbarang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh. 2. Dalam perekonomian dua sektor (Rumah Tangga dan Perusahaan) berartisektor pemerintah dan perdagangan tidak ada. 3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnyapendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol). 4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save =MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antar modal dan output (Capital OutputRatio= COR) dan rasio penambahan modal-output (Incremental Capital Output Ratio). Teori ini memiliki kelemahan yakni kecendrungan menabung dan ratio pertambahan modal-output dalam kenyataannya selalu berubah dalam jangka panjang. Demikian pula proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak konstan, harga selalu berubah dan suku bunga dapat berubah akan mempengaruhi investasi. Dalam model pertumbuhan endogen dikatakan bahwa hasil investasi akan semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar. Dengan diasumsikan bahwa investasi swasta dan publik di bidang sumberdaya atau modal manusia dapat menciptakan ekonomi eksternal (eksternalitas positif) dan memacu produktivitas yang mampu mengimbangi kecenderungan ilmiah penurunan skala hasil. Meskipun teknologi tetap diakui memainkan peranan yang sangat penting, 42 namun model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa teknologi tersebut tidak perlu ditonjolkan untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Implikasi yang menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi keuntungan dari investasi komplementer (complementary investment) dalam modal atau sumberdaya manusia, sarana prasarana infrastruktur atau kegiatan penelitian. Mengingat investasi komplementer akan menghasilkan manfaat personal maupun sosial, maka pemerintah berpeluang untuk memperbaiki efisiensi alokasi sumber daya domestik dengan cara menyediakan berbagai macam barang publik (sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta dalam industri padat teknologi dimana sumberdaya manusia diakumulasikannya. Dengan demikian model ini menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan investasi baik langsung maupun tidak langsung. I. Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Menurut Todaro (2000:142) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan Angkatan Kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yangmemacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berartiakan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari pembangunan ekonominya. 43 Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti segi manajerial dan administrasi. Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada umumnya pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen. Menurut Lewis, angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan demikian penawaran tenaga kerja mengandung elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja. Menurut Nicholson W. (1991:120) bahwa suatu fungsi produksi suatu barang atau jasa tertentu (q) adalah q = f (K, L) dimana K merupakan modal dan L adalah tenaga kerja yang memperlihatkan jumlah maksimal suatu barang atau jasa yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara K dan L maka apabila salah satu masukan ditambah satu unit tambahan dan masukan lainnya dianggap tetap akan menyebabkan tambahan keluaran yang dapat diproduksi. Tambahan keluaran yang diproduksi inilah yang disebut dengan produk fisik marjinal (Marginal Physcal Product). 44 Selanjutnya dikatakan bahwa apabila jumlah tenaga kerja ditambah terus menerus sedang faktor produksi lain dipertahankan konstan, maka pada awalnya akan menunjukkan peningkatan produktivitas namun pada suatu tingkat tertentu akan memperlihatkan penurunan produktivitasnya serta setelah mencapai tingkat keluaran maksimal setiap penambahan tenaga kerja akan mengurangi pengeluaran. Payaman J. Simanjuntak (1985 :123) menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Menurut BPS (2003:135) penduduk berumur 10 tahun ke atas terbagi sebagai angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan Kerja dikatakan bekerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontinu selama seminggu yang lalu. Sedangkan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur. Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia maka akan menyebabkan semakin meningkatkan total produksi di suatu daerah. J. PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi Apabila kita membicarakan tentang pertumbuhan dan pembangunan darah maka akan erat kaitannya dengan apa yang disebut Pendapatan daerah. Dan Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan elemen yang cukup penting peranannya baik untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan 45 maupun pemberian pelayanan kepada publik. Apabila dikaitkan dengan pembiayaan, maka pendapatan daerah masih merupakan alternatif pilihan utama dalam mendukung program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan, yaitu untuk pembangunan daerah. Untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah tersebut tentu diperlukan dana tidak sedikit. Suatu daerah yang tidak memiliki dana yang cukup atau memadai tentu memerlukan tambahan dari pihak lain, agar program pembangunan yang telah direncanakan tersebut dapat terlaksana. Pihak lain yang dimaksud tersebut adalah lembaga perbankan, pemerintah pusat, atau pihak asing yang peduli dengan program pembangunan suatu daerah, dan tentu saja masyarakat di suatu daerah itu sendiri. Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah. Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah 46 Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jadi disini peranan pajak adalah untuk mengoptimalkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan nantinya akan digunakan untuk pembangunan Daerah. K. Penelitian Terdahulu Studi mengenai pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya telah banyak dilakukan oleh banyak peneliti. Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara umumnya perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan (growth). Hal ini bisa dimengerti mengingat penghalang utama bagi pembangunan negara sedang berkembang adalah terjadinya kekurangan modal Dengan menggunakan angkaangka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai bahan penelitian, analisis pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan. Secara ringkas dalam Tabel 2.1 disajikan ringkasan penelitian-penelitian sejenis yang menjadi referensi dalam penelitian ini. 47 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul penelitian Variable Terikat Bebas Pertumbuhan Nilai Tambah Ekonomi Ekonomi Regional Industri Daerah. Sumatera (PDRB) Periode Pengeluaran Tahun 1994-2006. Pemerintah Daerah. Kepadatan Penduduk Daerah. 1. Marganda Simamora dan Sirojozilam (2008: 94-101). Determinasi Pertumbuhan Regional Utara. 2. Yoenanto Sinung Noegroho dan Lana Soelistianingsih (2007: 1-30). Analisis Disparitas Pertumbuhan Pendapatan Kabupaten Ekonomi. Kota di Provinsi Jawa Tengah dan FaktorFaktor yang Disparitas pendapatan. Inflasi regional. Imigrasi keluar. Konsumsi. Alat Analisis GLS (Data Panel) GLS. Indeks Theil. Hasil Penelitian – Variable yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi: nilai tambah industri, pengeluaran pemerintah. – Sedangkan kepadatan penduduk daerah memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regioanal. – Variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional : 45 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional. pengeluaran pemeritah daerah. – 3. Diah Prasasti (2006: 344-360). “Perkembangan PDRB PDRB per kapita. per kapita 30 Provinsi di Indonesia Periode 19932003: Pendekatan Disparitas Regional & Konvergensi”. Penduduk berumur 10 tahun ke atas yang berhasil menamatkan jenjang SMU. Angkatan kerja. Dummy krisis ( mulai th 1997=1). OLS – – – – Entropi Theil, II migrasi keluar dan pengeluaran pemerintah daerah. Sedangkan inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Variabel penduduk yang tamat SMU bernilai positif dan signifikan. Angkatan kerja tidak signifikan. Dummy SDA menunjukkan hubungan positif dan signifikan. Dummy krisis menunjukkan 46 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu hubungan yang negatif dan signifikan di semua model. 4. Asih Sriwinarti (2005: 67-69). Beberapa Karakteristik Pertumbuhan Umum Pertumbuhan (PDRB). enam kota besar di Indonesia Tahun 19802000. Kota Kepadatan Penduduk. Pendapatan Perkapita. Tingkat Pendidikan. Industrialisasi. Regional spill over. GLS – Variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kota: kepadatan penduduk, Industrilaisasi dan pendapatan per kapita. – Sedangkan variabel pendidikan dan pertumbuhan ekonomi daerah lain (SPILL) berpengaru negatif terhadap 47 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu 5. Siti Aisyah Tri Rahayu (2004:133-147). “Peranan Sektor Publik Pertumbuhan Lokal Dalam Ekonomi Regional. Pertumbuhan Ekonomi Regional”. Investasi pemerintah daerah. Konsumsi pemerintah daerah. Penerimaan. pemerintah daerah. Laju angkatan kerja. GLS (Data Panel) pertumbuhan kota. – Investasi pemerintah daerah berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. – Konsumsi pemerintah daerah dan laju angkatan berpanguruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. – Penerimaan pemerintah daerah berpengaruh negatif yang signifikan terhadap 48 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu pertumbuhan ekonomi regional. 6. Iman Mulatip dan Bambang PS Brodjonegoro (2004: 61-82). “Determinan Pertumbuhan Indonesia “ Kota Pertumbuhan Kota : di Pertumbuhan populasi Angkatan kerja Kepadatan penduduk Spesialisasi ekonomi Manufaktur Tingkat pendidikan Pendapatan dan pengeluaran pemerintah Geografis Ukuran kota OLS – Kepadatan penduduk dan spesialisai. ekonomi berpengaruh negatif signifikan. – Manufaktur dan tingkat pendidikan berpengaruh positif signifikan. – Pendapatan dan pengeluaran pemerintah tidak signifikan. – Geografi dan ukuran kota tidak signifikan. 49 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu 7. Ranis & Stewart (2001: 1-45). “Economic Growth and Pertumbuhan Usia harapan hidup Human Development”. ekonomi (GDP (long life expetacy). perkapita) negara Tingkat berkembang Amerika kemampuan Latin tahun periode membaca penduduk 1960-1992. dewasa (adult literacy). Tingkat pendidikan perempuan. Pengeluaran publik untuk sektor sosial. Tingakat investasi domestik. Distribusi pendapatan. OLS – Tingkat awal pembangunan manusia berperngaruh positif signifikan. – Adult literacy dan angka harapan hidup berpengaruh positif signifikan. – Investasi berpengaruh positif signifikan – Distribusi pendapatan yang lebih baik berhubungan dengan tingakat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. – Tingkat awal GDP perkapita berpengaruh 50 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu 8. Barro (2001: 408-443). “Economic Growth across section Country”. in Pertumbuhan of ekonomi (GDP) di berbagai negara dengan berbagai tingkat ekonomi tahun 1965-1996. Rasio belanja konsumsi pemerintah-GDP. School attainment. Life expetancy. Tingkat inflasi. Rasio investasihubungan perdagangan OLS negatif signifikan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan agar pembangunan manusia harus mendahului atau menyertai pertumbuhan ekonomi agar menghasilkan siklus/pola pembangunan yang virtous. – Penduduk laki-laki berpindidikan menengah dan tinggi memberi pengaruh dan signifikan terhadap pertumbuhan GDP perkapita riil. 51 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu (indikator modal manusia : school attainment & life expetancy). Karena pekerja dengan latar belakang pendidikan dilengkapi dengan teknologi yang baru memilki peran penting dalam penyebaran teknologi. – Penduduk perempuan berpindidikan dasar, menengah, tinggi dan penduduk laki-laki berpendidikan dasar tidak mempuyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan GDP 52 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu perkapita riil. – Pertumbuhan GDP tidak berkaitan secara signifikan dengan lama sekolah perempuan pada tingkat pendidikan dasar merupakan prasyarat bagi tingkat pendidikan menengah dan tinggi. 53 L. Kerangka Pemikiran Secara ringkas kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah merupakan titik tolak pemberdayaan pemerintah daerah secara lebih mandiri. Pembangunan daerah dengan sistem otonomi daerah ditujukan demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan kesejahteraan masyarakat. Dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan dengan peningkatan nilai PDRB, dibutuhkan sumber dana maupun sumber daya manusia untuk mencapai hal itu, Provinsi DKI Jakarta menggali dana dari investasi yang ada dan menggali potensi daerahnya. Untuk melihat pengaruh tingkat investasi, angkatan kerja yang bekerja,dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB) maka digunakan analisis regresi berganda. Investasi pada hakekatnya merupakan awal kegiatan pembangunan ekonomi, investasi dibagi menjadi 2 yaitu investasi PMA dan investasi PMDN dan investasi dapat dilakukan oleh swasta, pemerintah atau kerjasama antara pemerintah dan swasta. Pendapatan asli daerah merupakan sumber dana yang diperoleh pemerintah daerah dari pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan daerah. Angkatan kerja merupakan sumber daya potensial sebagai pengerak, penggagas dan pelaksana daripada pembangunan di daerah tersebut, 53 sehingga dapat memajukan daerah tersebut. Ketiga aspek tersebut diharapkan menjadi pendorong untuk tumbuh dan berkembangnya suatu perekonomian di daerah tersebut. Dengan demikian tingkat investasi baik PMA dan PMDN, pendapatan asli daerah dan angkatan kerja yang bekerja dapat dijadikan indikator dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi regional (PDRB). ANGKATAN KERJA YANG BERKERJA INVESTASI PMA PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL ( PDRB) INVESTASI PMDN PAD KARISIS EKONOMI (VARIABELDUMMY) Gambar 2.1 Skema Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Regional (PDRB) dan Variabel-variabel Yang Mempengaruhi M. Hipotesis Untuk dapat mengarahkan hasil penelitian, disampaikan suatu hipotesis penelitian. Hipotesis ini akan diuji kebenarannya dan hasil ujian ini akan dapat dipakai sebagai masukan dalam menentukan kebijakan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang dikemukakan dan masih lemah kebenarannya. Hipotesis juga dipandang sebagai konklusi yang 54 sifatnya sementara. Sesuai dengan masalah di atas dapat diambil hipotesa sebagai berikut : 1. H1 : Diduga angkatan kerja yang bekerja berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di provinsi DKI Jakarta. 2. H2 : Diduga Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di provinsi DKI Jakarta . 3. H3 : Diduga investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di provinsi DKI Jakarta . 4. H4 : Diduga Pendapan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di provinsi DKI Jakarta. 5. H5 : Diduga krisis ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di provinsi DKI Jakarta. 55 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi variabel dependen, yaitu pertumbuhan ekonomi yang diproxi dengan PDRB. Dan variabel independen, yaitu angkatan kerja yang berkerja, PMA, PMDN, PAD, dan krisis ekonomi. Data mentah yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan dari tahun 1987-2007. Dalam periode ini terdapat perubahan tahun dasar pada data Produk Domestik Bruto, dimana tahun 1987-2000) menggunakan PDRB atas dasar harga konstan 1993 dan 2001-2007 menggunakan PDRB dasar harga konstan 2000. Oleh karena itu, agar data tersebut dapat diolah tanpa adanya kerancuan, maka dilakukan penyamaan tahun dasar menjadi PDRB atas dasar harga konstan 2000. Menurut Badan Pusat Statistik, penyamaan tahun dasar ini dilakukan dengan mencari jumlah PDRB yang dihitung dengan menggunakan dua tahun dasar, yaitu PDRB atas dasar harga konstan 1993 tahun 2000 dengan PDRB atas dasar harga konstan 2000 tahun 2001. Jika ingin menjadikan tahun dasar 2000 maka terlebih dahulu dapatkan magic number, yaitu dengan data tahun 2000 menurut tahun dasar 2000 dibagi dengan data tahun 2000 menurut tahun dasar 1993. Magic number tersebut kemudian dikalikan dengan semua data yang diukur dengan tahun dasar 1993 sehingga data tersebut berubah menjadi tahun dasar 2000. Setelah semua data 56 56 sudah memiliki tahun dasar yang sama maka data tersebut baru bisa diolah dan tidak akan menimbulkan kerancuan. Jenis penelitian dari segi pendekatan dibagi menjadi dua macam yaitu, pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif pada dasarnya menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. B. Metode Penentuan Sampel Sampel adalah suatu himpuan bagian (subset), dari unit populasi yang diharapkan dapat mewakilkan populasi penelitian. Sampel yang baik umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut ( Kuncoro,2003:105) : 1. Sampel yang baik memungkinkan peneliti untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan besarnya sampel untuk memperoleh jawaban yang dikehendaki. 2. Sampel yang baik mengindentifikasikan probabilitas dari setiap unit analisis untuk menjadi sampel. 3. sampel yang baik dengan menghitung akurasi dan pengaruh (mis: kesalahan) dalam pemilihan sampel. 57 4. Sampel yang baik dengan menghitung derajat kepercayaan yang diterapkan dalam estimasi populasi yang disusun dari sampel statistika. Sampel dalam penelitian adalah PDRB periode 1987-2007, sampel yang dipilih selain itu adalah angkatan kerja yang berkerja, PMA, PMDN, dan PAD di DKI Jakarta. C. Metode Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka, dokumentasi, dan internet. Studi pustaka dilakukan dengna mempelajari literaturliteratur yang berisikan informai berhubungan dengan permasalahan yang tengah diteliti dan buku yang berhubungan dengan tema penelitian. data sekunder yang berupa data time series periode tahun 1987-2007. Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh dari peneliti dari subyek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. Data yang digunakan meliputi : 1. DKI Jakarta dalam Angka tahun 1987-2007 BPS dan Bappeda DKI Jakarta; 2. PDRB Provinsi DKI Jakarta 1987-2007; 3. Angkatan Kerja Indonesia tahun 1987-2007; 4. Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta, berbagai edisi terbitan; 5. Survey Penduduk Antar Sensus (Supas) berbagai tahun penerbitan; D. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode statistika untuk keperluan estimasi. Dalam metode statistika alat analisis yang biasa di pakai dalam khasanah penelitian adalah analisis regresi. Analisis regresi pada dasarnya adalah studi atas 58 ketergantungan suatu variabel yaitu variabel yang tergantung pada variabel yang lain yang di sebut dengan variabel bebas dengan tujuan untuk mengestimasi dengan meramalkan nilai populasi berdasarkan nilai tertentu dari variabel yang di ketahui (Gujarati, 1996: 13-14). Penelitian ini akan menggunakan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : Y = α + β X1 + β X2 + β X3 + β X4 + β Dt + μ 1 2 3 4 5 i .......................................(3.1) Dimana : Y : PDRB X1 : Angkatan Kerja X2 : Investasi PMA X3 : Investasi PMDN X4 : Pendapatan Asli Daerah Dt : Dummy Variabel untuk melihat pengaruh krisis ekonomi β , β , β β ,β : koefisien masing-masing variabel 1 2 3 4 5 α : konstanta μ : Residu i E. Pengujian Asumsi Klasik 1. Multikolinearitas Salah satu asumsi model regresi liner klasik adalah tidak adanya multikolinearitas sempurna, dimana tidak ada hubungan linear yang benar-benar pasti diantara variabel penjelas, X, yang tercakup dalam regresi berganda. Dalam prakteknya, jarang ditemukan multikolinearitas sempurna, melainkan dengan kasus multikolinearitas dekat atau sangat tinggi dimana variabel-variabel penjelas 59 yang diperkirakan berhubungan sering muncul dalam banyak penerapan (Gujarati, 2006 154-155). Adapun indikator untuk mendeteksi mutikolinearitas dalam suatu persamaan antara lain (Gujarati, 2006 155): a. R2 tinggi tetapi sedikit rasio t yang signifikan. Ini merupakan gajala multikolinearitas “klasik”. Jika R2 tinggi, misalkan 0,8, tes F di sebagian besar kasus akan menolak hipotesis nol bahwa koefisien kemiringan parsial secara tergabung atau secara serentak sama dengan nol. Tes- tes individual akan memperlihatkan bahwa tak satu pun atau sangat sedikit koefisien kemiringan parsial yang berbeda secara statistik dengan nol. b. Korelasi berpasangan yang tinggi dari antar variabel-variabel penjelas. Menghitung korelasi dengan segala pasangan variabel independen. Apabila beberapa diantara korelasi ini tinggi, melebihi 0,8, ada kemungkinan terjadinya kolinearitas yang serius. c. Pengujian korelasi parsial. Anggap kita mempunyai tiga variabel penjelas, X2, X3, dan X4. Anggap r23, r24, dan r34, mewakili korelasi berpasangan antara X2 dan X3, antara X2 dan X4 dan antara X3 dan X4, berturut-turut. Anggap r23 = 0,90, yang menunjukan kolinearitas yang tinggi antara X2 dan X3. Sekarang perhatikan koefisien korelasi, yang disebut koefisien korelasi parsial, r23.4 yang adalah koefisien korelasi antara X2 dan X3, dengan menganggap pengaruh variabel X4 konstan. Anggap r23.4 = 0,43 yakni dengan menganggap pengaruh variabel X4 konstan, koefisien korelasi antara X2 60 dan X3 hanya 0,43, padahal bila tidak mempertimbangkan pengaruh X4,nilainya 0,90. Jadi, dengan mempertimbangkan korelasi parsial ini, kita bisa katakan bahwa kolinearitas antara X2 dan X3 cukup tinggi. d. Regresi subsider atau regresi tambahan (auxiliary regression). Salah satu cara untuk mengetahui variabel X mana yang sangat kolinear dengan variabel-variabel X lain dalam model adalah meregresikan masingmasing variabel X terhadap variabel-variabel X yang lain dan menghitung nilai R2 terkait. Masing-masing regresi ini disebut regresi tambahan (Auxiliary Regression). Apabila nilai R2 terkait (auxiliary) lebih besar dari nilai R2 model utama, maka terdapat multikolineritas di dalam model. e. Faktor inflasi varians (variance inflation factor-VIF). Meskipun suatu model tidak berisikan beberapa variabel penjelas, nilai R2 yang diperoleh dari berbagai regrasi tambahan mngkin bukanlah petunjuk kolinearitas yang dapat diandalkan. Faktor inflasi varians (variance inflation factor-VIF) karena sewaktu R2 naik, varians, dan bersamaan itu juga kesalahan standar, baik b1 maupun b3, juga naik atau menanjak. VIF = .................................................................(3.2) 2. Heteroskedastisitas Dalam Gujarati (2006: 110-111) asumsi penting model regresi linear klasik (CLRM) adalah bahwa gangguan ui yang tercakup dalam fungsi regresi populasi (PRF) bersifat homoskedastis, artinya semua memiliki varians yang sama, 2. Jika tidak demikian, dimana ui adalah i2 yang menunjukan bervariasi dari observasi ke observasi berarti kita menganggap situasi heteroskedastisitas 61 atau varians tak sama. Banyak cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam model, salah satunya adalah dengan menggunakan Uji White (White Test). Pedoman dari penggunaan model White adalah menolak hipotesis yang mengatakan bahwa terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model empiris yang sedang diestimasi. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan membandingkan nilai Obs*R-squared Uji White dengan nilai 2 tabel. Nilai Obs*R-squared yang lebih kecil dibandingkan nilai 2 tabel, menunjukkan bahwa model estimasi regresi terbebas dari heteroskedastisitas. 3. Autokorelasi Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti data time series) atau ruang (seperti data cross section). Maurice G. Kendall dan William R. Buckland dalam Gujarati (2006:120) mengatakan istilah autokorelasi bisa didefinisikan sebagai korelasi diantara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti data deret berkala) atau ruang (seperti data lintas sektoral). Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi apakah suatu model terdapat autokolerasi maka dilakukan Uji Breusch-Godfrey (BG Test). Pengujian ini dilakukan dengan meregresikan variabel pengganggu μi dengan menggunakan model autoregressive dengan orde sebagai berikut (Imam Ghozali, 2009:94). ........(3.3) Dengan H0 adalah 1 = 2 ... ... ..., = 0 dimana koefisien autoregressive secara keseluruhan sama dengan nol, menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada 62 setiap orde. Secara manual apabila X2 tabel lebih besar dibandingkan dengan nilai Obs*R-squared, maka model tersebut bebas dari autokorelasi 4. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk sampel kecil (Imam Ghozali, 2009:74-75). Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi residual antara lain Jarque-Bera (J-B) Test dan metode grafik. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode J-B test, apabila J-B hitung < nilai 2 (Chi-Square) tabel, maka nilai residual terdistribusi secara normal. Selain dari nilai J-B hitung, untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi residual dapat diketahui dari nilai probabilitas J-B hitung. Jika nilai probabilitas dari J-B hitung lebih besar dari 0,05, maka residual terdistribusi secara normal. 5. Uji Linearitas Uji linieritas berguna untuk mengetahui kebenaran bentuk model empiris yang digunakan dan menguji variabel yang relevan untuk dimasukkan dalam model empiris (Imam Ghozali,2009:78-79). Dengan kata lain uji linier bermanfaat untuk mengetahui adanya kesalahan dalam spesifikasi model. Uji linier yang digunakan adalah Ramsey, dimana kriterianya bila probabilitas F hitung > α (5 %), maka spesifikasi model sudah benar. 63 6. Uji Chow (Chow Test) Chow test adalah alat untuk menguji test for equality of coefficients atau uji kesamaan koefisien. Jika hasil observasi yang sedang diteliti dapat dikelompokkan menjadi dua atau lebih kelompok, maka pertanyaan yan muncul adalah apakah kedua atau lebih kelompok tadi merupakan subyek proses ekonomi yang sama. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah model regresi linear dari penelitian empiris kedua kondisi, yakni kondisi sebelum dan sesudah krisis ekonomi adalah sama. Tahap pengujian Chow Test: - Periode penelitian dibagi dalam dua periode yaitu sebelum krisis, sebagai periode I dan sesudah krisis sebagai periode II - Untuk tiap-tiap periode dihitung nilai koefisiennya dan nilai estimasi Residual Sum of Squares (RSS). Nilai RSS periode I disebut S1 dan periode II disebut S2. Nilai S1 dan S2 dijumlahkan dan diberi notasi S3. Nilai RSS dari regresi keseluruhan diberi notasi S4, sedangkan selisih S4 dan S3 diberi notasi S5 (S5 = S4 - S3). - Menghitung nilai F test dengan rumus : ................................................................................(3.4) - Kriteria penyimpulan : Bila nilai F hit > nilai F tabel (signifikasi α=5%) maka disimpulkan bahwa nilai koefisien (β) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya berbeda antara sebelum dan sesudah krisis ekonomi. 64 F. Uji Statistik 1. Koefisien Determinasi (R2) Suatu model mempunyai kebaikan dan kelemahan jika diterapkan dalam masalah yang berbeda. Untuk mengukur kebaikan suatu model (goodness of fit) digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi (R2) merupakan angka yang memberikan proporsi atau presentase variasi total dalam variabel tak bebas (Y) yang dijelaskan oleh variabel bebas (X). Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut : ............................................................................(3.5) Nilai Koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas sebaliknya. Nilai yang mendekati satu variabel berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan unuk memprediksi variasi variabel dependejn (Imam Ghozali, 2009: 45-46). 2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t dilakukan untuk menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis nol (Ho) yang hendak di uji adalah apakah suatu parameter (i) sama dengan nol, atau : Ho : i = 0 65 Artinya apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha) parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau : Ha : i = 0 Artinya veriabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen (Imam Gozhali, 2009:43-44). Untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap dependen secara individu dapat dilihat dari nilai probabilitas t statistik dari hasil regresi. Apabila nilai probabilitas t-statistik lebih kecil dari alfa yang ditentukan (=5%) maka variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Begitupun sebaliknya, bila nilai t-statistik lebih besar dari =5% maka variabel independen tidak signifikan terhadap variabel dependen. 3. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk menunjukan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Imam Ghozali, 2009:44-45). Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan antara nilai F hitung dengan F tabel, dimana F hitung dapat di penuhi dengan formula sebagai berikut: ....................................................................................(3.6) Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau: Ho: 1= 2 = .....= k = 0 66 Artinya apakah semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha) minimal salah satu parameter tidak sama dengan nol, atau : Ha : minimal salah satu k ≠ 0 Artinya variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu membandingkan nilai F hasil perhitungkan dengan nilai F menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka Ho ditolak dan menerima Ha. G. Operasional Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu gejala yang bervariasi. Variabel juga dapat diartikan sebagai obyek penelitian yang menjadi titik pusat perhatian dari suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini antara lain : 1. Variabel Bebas (Independent Variables) Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas antara lain : a. Investasi PMA Investasi adalah pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian 67 (Sukirno, 1994: 107). Menggunakan data nilai investasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi DKI Jakarta, dinyatakan dalam ribu U$ dollar. b. Investasi PMDN Investasi adalah pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 1994: 107). Menggunakan data nilai investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi DKI Jakarta, dinyatakan dalam juta rupiah. c. Angkatan Kerja yang Bekerja Angkatan kerja yang berkerja adalah tenaga kerja yang yang terlibat atau masih berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yang menghasilkan barang dan jasa. (Suparmoko, 2002: 114). Mengunakan data angkatan kerja yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta. d. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah yaitu pendapatan yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan yang merupakan hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil laba perusahaan milik daerah dan juga pendapatan lainnya daerah yang sah. PAD adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah (Sutrisno, 1984: 200). Menurut pasal 6 Undang-undang No. 32 tahun 2004, PAD berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan daerah, dan penerimaan dinas dan pendapatan lain-lain yang disahkan. 68 e. Dummy Krisis Ekonomi Variabel dummy adalah variabel bebas berukuran kategori atau dikotomi. (Imam Ghozali, 2001:49). Setiap variabel dummy menyatakan satu kategori variabel bebas non-metrik, cara pemberian kode dummy umumnya menggunakan kategori yang dinyatakan dengan angka 1 atau 0. Kelompok yang diberi nilai dummy 0 (nol) disebut excluded group, sedangkan kelompok yang diberi nilai dummy 1 (satu) disebut included group. Jadi dalam hal ini dummy 0 adalah sebelum krisis dan dummy 1 adalah sesudah krisis. 2. Variabel terikat (Dependent Variables) Variabel tergantung adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel yang lain. Besarnya efek tersebut diamati dari ada tidaknya, timbul-hilangnya, membesar-mengecilnya, atau berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada variabel lain. Variabel terikat atau tergantung dalam penelitian ini adalah PDRB. PDRB yaitu jumlah nilai produksi netto dari suatu barang dan jasa yang dihasilkan daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). 69 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Obyek Penelitian 1. Keadaan Geografis DKI Jakarta Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989, adalah berupa daratan seluas 661,52 km2 dan berupa lautan seluas 6.977,5 km2. Wilayah DKI memiliki tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, dan sekitar 27 buah sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan. Wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kotamadya dan satu Kabupaten Administratif, yaitu: Kotamadya Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara masing-masing dengan luas daratan seluas 145,73 km2, 187,75 km2, 48,20 km2, 126,15 km2 dan 141,88 km2 serta Kabupaten Kepulauan Seribu (11,81 km2). Luas tanah dan penggunaannya menurut kotamadya (BPS, 2006:92) digunakan untuk perumahan, industri, perkantoran dan penggudangan, taman, dan lainnya. Kotamadya Jakarta Selatan memiliki luas tanah 14.573 Ha. Sebagian besar lahannya digunakan untuk perumahan yaitu seluas 10.428,44 Ha. Perkantoran dan penggudangan dalam kawasan ini seluas 1.757,50 Ha. Sedangkan untuk industri dan taman masing-masing seluas 236,08 Ha dan 190,91 Ha dan untuk lainnya seluas 1.960,07 Ha. Serupa dengan Jakarta Selatan, sebagian besar tanah 70 70 Kotamadya Jakarta Timur dimanfaatkan sebagai perumahan 13.351,00 Ha. Sedangankan untuk perkantoran dan penggudangan luas tanah yang digunakan yakni 1.997,55. Taman dan Industri seluas 262.14 Ha dan 972,44 Ha, serta 2.189,87 Ha untuk yang lainnya. Kotamadya Jakarta Pusat memiliki luas tanah 4.790 Ha dan merupakan wilayah terkecil kedua di Provinsi DKI Jakarta setelah kepulauan seribu. Dimana digunakan untuk perumahan seluas 2.755,69 Ha, Industri seluas 165,74 Ha, perkantoran dan perdagangan seluas 1.123,73 Ha, untuk taman seluas 248,60 Ha, serta untuk lainnya seluas 496,24 Ha. Penggunaan tanah di Kotamadya Jakarta Barat tidak jauh berbeda dengan wilayah-wilayah lainnya di DKI Jakarta. Dimana terbagi untuk perumahan seluas 7.464,16 Ha, industri 185,44 Ha, perkantoran dan penggudangan 1.228,89 Ha, taman 189,23 Ha, dan untuk yang lainnya seluas 3.547,47 Ha. Kotamadya Jakarta Utara lebih terkonsentrasi untuk kegiatan perindustrian, dimana luas tanah dan penggunaannya untuk industri seluas 1.744,80 Ha paling luas diantara kotamadya dan kabupaten administratif di DKI Jakarta. Sedangkan sisanya seluas 8.119,97 Ha untuk perumahan, 1.239,89 untuk perkantoran dan penggudangan, 116,61 Ha untuk taman dan 2.978,73 Ha untuk yang lainnya. Pembagian wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta yang terakhir adalah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Wilayah ini baru memekarkan diri menjadi Kabupaten Administratif pada tahun 2002. Sebelumnya wilayah ini masuk ke dalam wilayah Kotamadya Jakarta Utara. Adapun luas tanah dan 71 penggunaannya di Kabupaten Administratif Kepulauan seribu untuk perumahan seluas 321,35 Ha, industri 275,17 Ha, perkantoran dan penggudangan seluas 92,70 Ha, dan untuk yang lainnya seluas 491,78 Ha. Daerah di sebelah selatan dan timur Jakarta terdapat rawa/situ dengan total luas mencapai 100,52 Ha. Kedua wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan air, dengan iklimnya yang lebih sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai wilayah penduduk. Adapun wilayah Jakarta Barat masih tersedia cukup lahan untuk dikembangkan sebagai daerah perumahan. Kegiatan industri lebih banyak terdapat di Jakarta Utara dan Jakarta Timur sedangkan untuk kegiatan usaha dan perkantoran banyak terdapat di Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. 2. Perkembangan Penduduk di DKI Jakarta Jumlah penduduk DKI Jakarta selama tahun 1995-2007 rata-rata cenderung meningkat. Tahun 1995 penduduk DKI Jakarta berjumlah 7.547.245 jiwa hingga tahun 2007 mencapai 9.057.993 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk di DKI Jakarta tidak hanya dikarenakan tingginya tingkat kelahiran pada wilayah ini, melainkan juga dikarenakan faktor perpindahan penduduk yang terjadi terutama yang berasal dari luar DKI Jakarta. 72 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 1995-2007 Tahun Jumlah Penduduk 1995 7.547.245 1996 7.625.794 1997 7.712.571 1998 7.818.573 1999 7.831.520 2000 7.578.701 2001 7.423.379 2002 8.379.069 2003 8.603.776 2004 8.725.630 2005 8.864.519 2006 8.961.680 2007 9.057.993 Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah Penduduk pada Provinsi DKI Jakarta tidak tersebar secara merata di setiap Kabupaten atau Kotamadya. Tabel 4.1 menunjukan jumlah penduduk tahun 2007 paling banyak berada pada wilayah Jakarta Timur sebanyak 2.428.213 jiwa, Jakarta Barat berjumlah 2.202.672 jiwa dan Jakarta Selatan berjumlah 2.141.773 jiwa. Terkonsentrasinya penduduk pada tiga wilayah tersebut dikarenakan wilayah-wilayah ini merupakan pusat kegiatan industri, perumahan, usaha dan perkantoran. 73 3. Perkembangan PDRB di DKI Jakarta Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro, biasanya dilihat dari pertumbuhan angka Produk Domestik Bruto (PDRB), baik atas harga berlaku maupun berdasarkan atas harga konstan. Data laju pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta tahun 1987-2007 yang ditunjukkan oleh BPS Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat Tabel 4.2 Tabel 4.2 Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tahun 1987- 2007 (dalam persen) Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Tingkat Pertumbuhan 7 9,4 8,6 7,8 8,6 8,4 22,1 9,3 9,1 5,1 -17,5 -0,3 4,3 4,7 4,9 5,3 5,7 6 5,9 6,4 6,04 Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah 74 Gambar 4.1 PDRB di DKI Jakarta tahun 1987-2007 Pada gambar terlihat bahwa pertumbuhan perekonomian DKI Jakarta selama tahun 1987-2007 berfluktuatif. Pada periode sebelum krisis 1987-1996 pertumbuhan ekonomi relatif lebih stabil dibandingkan pada periode tahun 19971998. Selama tahun pengamatan pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta ratarata pertumbuhan ekonomi sebesar 6,04% dengan pertumbuhan paling rendah pada tahun 1998 sebesar -17.5% sebagai akibat krisis ekonomi tahun 1997. Namun pada tahun 2005 pertumbuhan mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 6% dan tahun 2007 mencapai 6,4% hal tersebut cukup beralasan mengingat perjalanan perekonomian yang relatif terus membaik. 75 4. Perkembangan Investasi PMA dan PMDN Investasi merupakan salah satu indikator yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Investasi yang masuk baik dari pemerintah maupun pihak swasta dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. DKI Jakarta memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif meningkat selama tahun penelitian. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan ini menarik para investor khususnya pihak swasta untuk berinvestasi di Provinsi ini. Seperti yang di ungkapkan Myrdal dalan Jhingan (1999:120), di wilayah maju permintaan yang meningkat akan merangsang investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya. Selama tahun penelitian, jumlah investasi swasta baik yang berupa Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di DKI Jakarta mengalami peningkatan 76 Tabel 4.3 Perkembangan Investasi PMDN dan Investasi PMA di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-2007 Tahun Nilai Investasi PMA (Ribu US$) Pertumbuhan Investasi (%) Nilai Investsai PMDN (juta rupiah) Pertumbuhan Investasi (%) 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 530.550,00 790.758,00 757.307,00 825.079,00 959.770,00 1.090.996,00 1.166.727,00 1.355.937,00 4.046.441,00 4.399.299,00 6.122.951,00 1.721.367,00 1.788.185,00 3.323.997,00 1.200.620,00 3.456.015,00 5.938.845,00 3.733.498,00 5.206.190,00 5.938.845,00 6.733.498,00 49,0 -4,2 8,9 16,3 13,7 6,9 16,2 198,4 8,7 39,2 -71,9 3,9 85,9 -63,9 187,9 71,8 -37,1 39,4 14,1 13,4 1.225.525,00 1.130.197,00 1.436.324,00 1.193.451,00 2.678.556,00 2.524.649,00 3.453.764,00 4.231.539,00 9.760.943,00 10.177.787,00 8.457.448,00 3.991.251,00 2.129.547,00 3.822.862,00 7.911.308,00 3.784.071,00 2.749.976,00 3.710.793,00 4.097.855,00 4.218.004,00 5.638.339,00 -7,8 27,1 -16,9 124,4 -5,7 36,8 22,5 130,7 4,3 -16,9 -52,8 -46,6 79,5 106,9 -52,2 -27,3 34,9 10,4 2,9 33,7 Rata-rata 2.908.898,81 29,8 4.205.913,76 19,4 Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah Tabel 4.3. Terlihat nilai pertumbuhan investasi PMA di DKI Jakarta relatif tinggi besar dibandingkan nilai investasi PMDN. Nilai investasi PMA sepanjang tahun 1987-2007 sebesar 2.908.898,81 US$ sedangkan nilai PMDN dalam periode yang sama sebesar 4.205.913,76. Dalam periode yang sama terlihat bahwa nilai 77 realisasi PMA rata-rata tumbuh 29,8% lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan realisasi nilai PMDN sebesar 19,4%. Sehingga terlihat pertumbuhan investasi PMA lebih berkembang lebih baik dibandingkan pertumbuhan investasi PMDN di DKI Jakarta. Tabel 4.4 Rata – rata Nilai Investasi dan Pertumbuhan Investasi PMA, PMDN di Provinsi DKI Jakarta Periode 1987-1996 dan Periode 1997-2007 PMA PMDN Tahun 1987-1996 1997-2007 Investasi Pertumbuhan (Ribu US$) (%) 1.592.286 34,9 4.105.819 25,69 Investasi Pertumbuhan (Juta Rp) (%) 3.781.274 35,03 4.591.950 6,6 Sumber :Data yang diolah Dari Tabel 4.4. Bahwa sebelum krisis (1987-1996) rata-rata pertumbuhan nilai investasi PMA sebesar 34,9% dengan nilai nominal rata-rata sebesar 1.592.286. Ribu US$. Sedangkan pada masa krisis nilai investasi PMA hanya tumbuh ratarata sebesar 25,69% dengan nilai nominal rata-rata sebesar 4.105.819 Ribu US$. Meskipun terlihat kenaikan nilai nominal pada investasi PMA pada masa krisis kenyataanya terjadi penurunan pada nilai investasi PMA di DKI Jakarta. Pada investasi PMDN, rata-rata pertumbuhan nilai nominal investasi PMDN pada masa sebelum krisis sebesar Rp. 3.781.274 juta dengan rata-rata nilai pertumbuhan sebesar 35,05% sedangkan pada saat krisis sebesar Rp.4.591.950 juta. Dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,6%. Secara umum adanya krisis ekonomi tahun 1997 mempengaruhi investasi PMA dan PMDN terutama PMDN, hal ini terjadi 78 karena para penanam modal dari dalam negeri mengalami kerugian dari depresiasi nilai rupiah atas U$ dollar. 5. Perkembangan Angkatan Kerja Perkembangan angkatan bekerja di DKI Jakarta dari tahun ketahun mengalami peningkatan dinama terjadinya daya serap pekerjaan dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Dimana di tahun 1997 terjadi penurunan yang signifikan pada angkatan kerja yang bekerja dikarenakan krisis ekonomi dimana tingkat pertumbuhan angkatan kerja -26,40%. Hal ini terjadi karena krisis menciptakan mutidimensial mengakibatkan daya beli masyarakat relatif tetap bahkan cenderung turun. Keadaan ini ditunjukkan dengan dengan menurunnya permintaan atas barang dan jasa yang diproduksi, sehingga perusahaan cenderung mempertahankan kapasitas produksinya atau bahkan menurunkannya. Untuk menjaga tingkat keuntungan yang diperoleh maka perusahaan melakukan rasionalisasi jumlah tenaga kerjanya sehingga penyerapan akan tenaga kerja tidak terserap sehingga terjadi penurunan yang signifikan. Namun ditahun selanjutnya pertumbuhan angkatan kerja mengalami peningkatan dimana ditahun 1999 meningkat sebesar 28,85% dan juga terjadi peningkatan ditahun 2006 sebesar 20,41%. Dan rata-rata nilai pertumbuhan angkatan kerja yang terserap di DKI Jakarta dari tahun 1987-2007 sebesar 5,99%. Peningkatan ini terjadi dikarenakan semakin membaiknya perekonomian di DKI Jakarta. 79 Tabel 4.5 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja Di DKI Jakarta Tahun 1987 s/d 2007 Angkatan Kerja NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah Bekerja 1.551.663,00 1.732.077,00 1.866.665,00 2.113.619,00 2.435.977,00 2.745.045,00 3.151.665,00 3.366.619,00 3.452.299,00 3.545.230,00 2.609.457,00 2.933.845,00 3.780.278,00 3.920.235,00 3.815.000,00 3.207.522,00 3.379.252,00 3.847.359,00 3.265.331,00 3.931.799,00 4.243.000,00 Mencari Pekerjaan 145.550,00 178.890,00 205.654,00 230.670,00 360.450,00 288.550,00 310.450,00 350.640,00 380.523,00 405.350,00 443.352,00 520.670,00 668.345,00 470.649,00 606.326,00 567.665,00 589.705,00 602.741,00 615.917,00 590.022,00 552.380,00 Rata-rata 1.697.213,00 1.910.967,00 2.072.319,00 2.344.289,00 2.796.427,00 3.033.595,00 3.462.115,00 3.717.259,00 3.832.822,00 3.950.580,00 3.052.809,00 3.454.515,00 4.448.623,00 4.390.884,00 4.421.326,00 3.775.187,00 3.968.957,00 4.450.100,00 3.881.248,00 4.521.821,00 4.795.380,00 Pertumbuhan Angkatan Kerja (%) 11,63 7,77 13,23 15,25 12,69 14,81 6,82 2,54 2,69 -26,40 12,43 28,85 3,70 -2,68 -15,92 5,35 13,85 -15,13 20,41 7,91 5,99 Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah 80 6. Perkembangan PAD Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pelimpahan sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dalam rangka pembangunan nasional dan pemberlakuan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dimaksudkan agar daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerah tanpa tergantung dari bantuan pemerintah pusat. Pemerintah daerah haruslah berupaya secara terus menerus menggali dan meningkatkan sumber keuangannya sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah. PAD tersebut berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, pendapatan dinasdinas dan pendapatan lain daerah yang sah. Pada tabel. Terlihat penerimaan PAD di DKI Jakarta tahun 1987-2007 mengalami fluktuatif, pada tahun 1997-1998 nilai penerimaan PAD mengalami penurunan yang signifikan sebesar 2,4% hingga mencapai -32,2% penurunan ini akibat dari dampak krisis ekonomi. Akan tetapi ditahun 1999, seiring dengan mulai pulihnya perekonomian regional di DKI Jakarta mengalami nilai penerimaan yang cukup tinggi mencapai 36,5%. 81 Tabel 4.6 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran 1987-2007 (Juta Rupiah) Tahun Pajak Daerah Retribusi Daerah Laba BUMN Pendapatan dinas-dinas Pendapatan lain yang sah 1987 210.058 9.659 32.063 32.063 12.734 1988 210.055 22.248 9.695 32.063 12.385 1989 331.570 70.578 8.190 3.390 15.934 1990 290.864 83.581 7.974 87.623 97.274 1991 395.486 106.104 20.867 73.816 86.458 1992 583.887 115.385 21.353 3.924 64.975 1993 768.462 141.528 13.586 898 69.182 1994 1.048.342 191.132 12.020 1.273 85.226 1995 1.080.848 212.594 42.218 10.159 95.760 1996 1.067.172 220.920 27.864 32.888 438.532 1997 911.017 190.946 8.328 62.245 658.202 1998 816.876 143.515 5.210 42.422 232.381 1999 1.481.393 102.296 32.239 4.115 72.885 2000 2.118.274 108.670 20.368 24.504 167.468 2001 3.056.748 201.967 34.995 38.045 312.396 2002 3.101.000 251.550 58.561 52.705 135.304 2003 4.101.582 224.515 93.763 368.479 140.366 2004 5.124.265 210.470 69.450 135.248 103.232 2005 5.150.650 354.670 78.595 128.505 218.827 2006 6.045.540 72.150 59.990 30.104 12.046 2007 6.115.240 151.210 120.540 95.215 26.208 Rata2.094.553 151.699 37.042 59.985 145.608 rata Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah Penermaan PAD Pertumbuhan PAD (%) 276.898 286.447 429.661 567.316 682.731 789.524 993.656 1.337.993 1.441.579 1.787.376 1.830.739 1.240.402 1.692.928 2.439.285 3.644.151 3.546.415 4.928.705 5.642.664 5.931.247 6.219.831 6.508.414 3,4 50,0 32,0 20,3 15,6 25,9 34,7 7,7 24,0 2,4 -32,2 36,5 44,1 49,4 -2,7 39,0 14,5 5,1 4,9 4,6 2.486.570 19,0 Dan terlihat bahwa penerimaan rata-rata PAD di DKI Jakarta dari tahun 1987-2007 sebesar 19% dari seluruh penerimaan PAD. Dari sumber penerimaan yang terdapat pada PAD, Pajak daerah selalu memberikan kontribusi terbesar tiap tahunya, dengan rata-rata nilai penerimaan dari pajak daerah sebesar 2.094.553 dan retribusi daerah memberikan kontribusi kedua terbesar, dengan rata-rata penerimaan retribusi daerah sebesar 151.699. 82 Tabel.4.7 Perkembangan PAD di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-1999 (Sebelum Otonomi Daerah) dan tahun 2000-2007 (Otonomi Daerah) PAD Tahun 1987-1999 1999-2007 Nilai rata-rata PAD ( Juta Rp ) 1.027.481 4.857.589 Pertumbuhan PAD (%) 18 20 Sumber :Data yang diolah Nilai Pendapatan Asli Daerah Provinsi DKI Jakarta dari tahun 1987-2007 di bagi menjadi dua periode, Karena PAD mengalami periode “ sebelum Otonomi Daerah “ dan “ setelah Otonomi Daerah”. Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun (1987-1999) sebelum otonomi daerah dengan nilai nominal rata-rata sebesar 1.027.481 dan tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD sebesar 18% setelah terjadinya otonomi daerah tahun (2000-2007) PAD di DKI Jakarta naik sebesar 4.857.589 dan tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD sebesar 20%. Dan terlihat bahwa periode setelah otonomi daerah nilai penerimaan PAD di DKI Jakarta mengalami peningkatan. B. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian ini untuk melihat apakah model yang diteliti terkena penyimpangan klasik atau tidak. Maka caranya adalah dengan memakai uji sebagai berikut : 1. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas menunjukan variabelvariabel independen multikolinearitas sempurna adanya (variabel jarang hubungan penjelas). ditemukan, linear Dalam melainkan diantara prakteknya dengan kasus 83 multikolinearitas dekat, tinggi, atau tak sempurna. Ada beberapa indikator untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam suatu model. Penelitian ini menggunakan indikator pengujian regresi parsial (auxiliary regression) untuk mendeteksi multikolinearitas dengan metode Klien, yaitu dengan membandingkan R2 auxiliary regression dengan R2 pada model utama. Pertama, lakukan regresi diantara variabel-variabel independen (penjelas). Setelah itu, akan didapatkan nilai R2 auxiliary. Jika nilai R2 auxiliary lebih besar dari R2 pada model utama maka terdapat multikolinearitas. Tabel 4.8 Regresi Auxiliary Regresi R2* R2 (AK)=ƒ(PMA,PMDN,PAD,DT) 0.689682 0.972944 (PMA)=ƒ(AK,PMDN,PAD,DT) 0.755534 0.972944 (PMDN)=ƒ(AK,PMA,PAD,DT) 0.575980 0.972944 (PAD)=ƒ(AK,PMA,PMDN,DT) 0.827132 0.972944 (DT)=ƒ(AK,PMA,PMDN,PAD) 0.577162 0.972944 Sumber : Olah data Eviews 4.0. R2* = R2 hasil auxiliary regression R2 = R2 hasil regresi utama Tabel 4.8 hasil pengujian auxiliary regression diperoleh bahwa terdapat nilai R2 auxiliary yang lebih besar dari nilai R2 model utama sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat gejala multikolineritas pada model penelitian. Oleh karena itu, dilakukan pengujian lain untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas yaitu menggunakan cara melihat koefisien korelasi antar variabel. Apabila koefisien korelasi di bawah angka 0,8 maka dapat dikatakan tidak terdapat 84 multikolinearitas sempurna. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa koefisien korelasi antar variabel di bawah 0,8 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas pada model penelitian. Tabel 4.9 Koefisien Korelasi antar Variabel Independen AK 1 PMA PMDN PAD AK 0.555507243 0.493501502 0.707677367 785 131 574 PMA 0.555507243 1 0.512565026 0.768856435 785 334 757 PMDN 0.493501502 0.512565026 1 0.212964507 131 334 189 PAD 0.707677367 0.768856435 0.212964507 1 574 757 189 DT 0.615259049 0.572778452 0.152382234 0.741742078 106 439 29 895 Sumber : Olah data Eviews 4.0. DT 0.615259049 106 0.572778452 439 0.152382234 29 0.741742078 895 1 2. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggotaanggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu seperti runtut waktu atau time series data atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (seperti pada data silang waktu atau cross section data). 85 Tabel 4.10 Uji Autokorelasi dengan Model Langrange Multiplier (LM) Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.399951 1.217251 Probability Probability 0.678325 0.544098 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:43 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AK PMA PMDN PAD DT C RESID(-1) RESID(-2) 2.722265 -0.468713 0.277810 -0.258420 -1269115. -6998491. 0.028395 -0.299889 8.780424 3.546715 1.931407 4.230875 8937731. 19643710 0.365210 0.340819 0.310038 -0.132154 0.143838 -0.061079 -0.141995 -0.356271 0.077749 -0.879908 0.7614 0.8969 0.8878 0.9522 0.8893 0.7274 0.9392 0.3949 R-squared Adjusted R-squared 0.057964 -0.449286 Mean dependent var S.D. dependent var 6.47E-08 10871699 S.E. of regression 13088034 Sum squared resid 2.23E+15 Log likelihood -368.8936 Durbin-Watson stat 1.965999 Sumber : Olah data Eviews 4.0 Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 35.89463 36.29254 0.114272 0.996052 2 Dari tabel di atas diketahui bahwa koefisien determinasi (R ) sebesar 0.057964. Nilai chi-squares hitung sebesar 1.217251 yang diperoleh dari informasi Obs*R-squares, sedangkan nilai kritis chi- squared (2) pada α = 5 % dengan df sebesar 5 adalah 11.07. Karena nilai Chi-squares hitung lebih kecil dari nilai chi-quares kritis (2) maka dapat disimpulkan tidak ada masalah 86 autokorelasi, hal ini juga dibuktikan juga dengan prob chi-squares sebesar 0.544098 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 persen. 3. Uji Heteroskedastisitas Penelitian ini menggunakan teknik White yang prinsipnya adalah meregresikan variable bebas. Variable bebas dikuadratkan terhadap residu dari regresi awal. Jika hasil regresi uji white ini signifikan maka regresi awal yang diuji terkena ganguan heteroskedastisitas. Adanya heteroskedastisitas dalam model analisis mengakibatkan varian dan koefisien OLS tidak lagi minimum dan penaksir-penaksir OLS menjadi tidak efisien meskipun penaksir OLS tetap tidak bias dan konsisten. Dalam mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini, langkah pengujiannya melalui White, antara lain: a. estimasi persamaan model dan dapatkan residualnya. b. melakukan regresi pada persamaan berikut yang disebut regresi auxiliary. c. hipotesis nul dalam uji ini adalah tidak ada heteroskedastisitas. Uji White didasarkan pada jumlah sampel (n) dikalikan dengan R2 yang akan mengikuti distribusi chi-square dengan degree of freedom sebanyak variable independen tidak termasuk konstanta dalam regresi auxiliary. 2 d. jika nilai chi-squares hitung (n. R ) lebih besar dari nilai 2 kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (α) mak ada heteroskedastisitas 87 dan sebaliknya jika chi-squares hitung lebih kecil dari nilai 2 kritis menunjukkan tidak adanya heteroskedastisitas. Pengujian Heteroskedastisitas dilakukan dengan bantuan program Eviews 4.0. dan di peroleh hasil regresi seperti pada tabel berikut ini: Tabel 4.11 Hasil Uji White White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 1.194214 10.37830 Probability Probability 0.384224 0.320737 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:44 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C AK AK^2 PMA PMA^2 PMDN PMDN^2 PAD PAD^2 DT 6.93E+14 -8.18E+08 140.9318 73944176 -7.255761 1.86E+08 -18.18281 2.13E+08 -37.78801 -1.19E+14 6.64E+14 5.73E+08 92.79431 1.19E+08 16.06908 1.06E+08 9.049361 1.92E+08 25.18763 1.61E+14 1.044638 -1.427030 1.518755 0.620791 -0.451536 1.746189 -2.009292 1.108769 -1.500261 -0.739875 0.3186 0.1813 0.1570 0.5474 0.6604 0.1086 0.0697 0.2912 0.1617 0.4749 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Sumber : Olah data Eviews 4.0 0.494205 0.080372 1.60E+14 2.83E+29 -709.8879 2.885760 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 1.13E+14 1.67E+14 68.56075 69.05814 1.194214 0.384224 2 Dari tabel di atas diketahui bahwa koefisien determinasi (R ) sebesar 0.4942050. nilai Chi-squares hitung sebesar 10.37830 yang diperoleh dari informasi Obs*R88 squares, sedangkan nilai kritis chi-squares (2) pada α = 5 % dengan df 8 adalah 15.51. karena nilai chi-squares hitung (2) lebih kecil dari nilai kritis chi-squares (2) maka dapat disimpulkan tidak ada masalah heteroskedastisitas. Hal ini juga dibuktikan juga dengan prob chi-squares sebesar 0.320737 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 persen. 4. Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik Jarque-Berra. Pedoman yang digunakan adalah apabila nilai Jarque Berra lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai 2 tabel (dengan α = 5 % ) atau prob < 0,05 maka hipotesis yang menyatakan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal ditolak dan sebaliknya, bila prob < 0,05 maka hipotesis yang menyatakan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal diterima. 6 Series: Residuals Sample 1987 2007 Observations 21 5 4 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 3 2 1 Jarque-Bera Probability 0 -2.0E+07 0.00000 6.47E-08 557828.3 23401984 -23248584 10871699 -0.031120 3.102237 0.012535 0.993752 2.0E+07 Gambar 4.2 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Berra 89 Uji ini menggunakan uji Jarque-Bera atau J – B test dengan membandingkan nilai J- B hitung yang diperoleh dari komputer program eviews 4.0 dengan nilai 2 – tabel. Apabila nilai J – B hitung < nilai 2 – tabel. Pada gambar di atas bentuk histogramnya sepertinya berdistribusikan secara normal sehingga residualnya kita duga berdistribusi secara normal. Yakni 0.012535 < 0.05 maka hipotesis ini menyatakan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal diterima. 5. Uji Linearitas Uji linearitas sangat penting karena uji ini sekaligus untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar apa tidak. Apakah fungsi yang dgunakan penelitian empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik. Uji linearitas yang ddigunakan dalam penelitian ini adalah metode Ramsey Reset dengan hipotesis: Ho : Regresi model yang diuji adalah kuadratik Ha : Regresi model yang diuji adalah tidak kuadratik (linear) Kriteria yang digunakan adalah jika F hitung signifikan yaitu prob < 0,05 maka Ho diterima yaitu regresinya adalah kuadratik. Dari table dibawah F hitung = 0.886269 dengan prob = 0.362452. karena probabilitas > 0.05 maka Ho ditolak yang berarti bahwa regresi model yang diuji adalah tidak kuaratik sehingga dapat disimpulkan model yang diuji adalah linear. 90 Tabel 4.12 Uji Linearitas dengan Uji Ramsey Reset Test Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio 0.886269 1.289020 Probability Probability 0.362452 0.256229 Test Equation: Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:52 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AK PMA PMDN PAD DT C FITTED^2 32.79866 14.51111 5.384076 13.74123 29360465 57950458 -1.08E-09 10.89276 5.800353 2.183825 6.767630 10982807 16267259 1.15E-09 3.011053 2.501764 2.465434 2.030435 2.673312 3.562398 -0.941418 0.0093 0.0254 0.0272 0.0618 0.0182 0.0031 0.3625 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.974555 0.963650 12601420 2.22E+15 -368.8760 1.836922 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 2.17E+08 66094785 35.79772 36.14589 89.36769 0.000000 Sumber : Data Diolah Eviews 4.0 6. Uji Chow Analisis regresi dalam data dipengaruhi oleh adanya variabel Dummy, yaitu terjadinya krisis perekonomian di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir yang tentunya akan berpengaruh terhadap perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta pada tahun-tahun tersebut. Dan dapat dilihat hasil uji chow dengan Eviews 4.0 dan tahun 1997 breakpoint dapat dilihat, bahwa nilai F hitung sebesar 4.199265 sedangkan nilai kritis tabel F dengan = 5% dengan df (5,11) = 3,20. Berdasarkan uji F ini berarti 91 menolak hipotesis nol yang berarti krisis mempnyai pengaruh struktural. Sedangkan pada uji Chow, nilai hitung statistik chi square ( 2) = 22.42224 sedangkan nilai kritis dari statistik chi square dengan =5% dengan df =2 sebesar 5,95 dengan hasil yang sama menolak hipotesis nol. Tabel 4.13 Uji Chow Chow Breakpoint Test: 1997 F-statistic Log likelihood ratio 4.199265 22.42224 Probability Probability 0.022177 0.000435 Sumber : Data Diolah Eviews 4.0 C. Pengujian Statistik 1. Uji t-hitung Untuk menentukan parameter dalam model, metode yang digunakan adalah Ordinary Learst Square atau OLS. Dengan model ini diharapkan dapat diperoleh penaksir tidak bias terbaik yakni BLUE. Pada dasarnya isi dari metode tersebut adalah peminimuman error kuadrat. Pengujian secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji t statistik satu sisi terhadap masing-masing variabel independen, dari pengujian regresi didapat nilai t hitung dari masing-masing variabel untuk selanjutnya dibandingkan dengan nilai t tabel. Cara yang dilakukan untuk menentukan nilai t tabel adalah : T tabel = α df (n-k) Keterangan: α : Tingkat signifikansi df : Derajat bebas 92 n : Jumlah data k : jumlah variabel independen termasuk konstanta. Dengan demikian maka dapat menentukan nilai t-tabel dalam penelitian ini, dengan menggunakan signifikansi sebesar 0.05 serta derajat bebas/df (21-6) sebesar 15 maka nialai t- tabel 1.753, apabila nilai t-hitung > dari nilai t –tabel, maka variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan sebaliknya jika nilai t- hitung < dari nilai t- tabel, maka variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Tabel 4.14 Hasil Regresi antara Variable Dependen dengan Variabel Independen Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:41 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AK PMA PMDN PAD DT C 24.53288 9.645496 3.974152 8.108178 22775472 65190208 6.422312 2.622839 1.583337 3.149886 8435154. 14280254 3.819944 3.677502 2.509985 2.574118 2.700066 4.565059 0.0017 0.0022 0.0240 0.0212 0.0165 0.0004 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.972944 0.963926 12553557 2.36E+15 -369.5206 1.909549 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 2.17E+08 66094785 35.76386 36.06230 107.8819 0.000000 Sumber : Data diolah, Eviews 4.0 a. Uji parameter terhadap Angkatan Kerja Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 3.819949 dan t tabel sebesar 1,753 pada α = 5% dengan melakukan pengujian satu sisi berarti nilai 93 T hitung lebih besar dari t . Hal ini berarti bahwa variabel Angkata Kerja yang tabel bekerja berpengaruh secara signifikan berarah positif terhadap PDRB. b. Uji Parameter terhadap PMA Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 3.677502 dan t tabel sebesar 1,753 pada α = 5% dengan melakukan pengujian satu sisi berarti nilai t lebih besar dari t hitung . Hal ini berarti bahwa variabel PMDN berpengaruh secara tabel signifikan berarah positif terhadap PDRB. c. Uji parameter terhadap PMDN Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 2.509985 dan t tabel sebesar 1,753 pada α = 5% dengan melakukan pengujian satu sisi berarti nilai t lebih besar dari t hitung . Hal ini berarti bahwa variabel PMDN berpengaruh secara tabel signifikan berarah positif terhadap PDRB. d. Uji Parameter terhadap PAD Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 2.574118 dan t tabel sebesar - 1,753 pada α = 5% dengan melakukan pengujian satu sisi berarti nilai t hitung lebih besar . Hal ini berarti bahwa variabel PAD berpengaruh secara tabel signifikan terhadap PDRB. e. Uji Parameter terhadap Dt Krisis Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 2.700066 dan t tabel sebesar - 1,753 pada α = 5% dengan melakukan pengujian satu sisi berarti nilai t hitung 94 lebih besar . Hal ini berarti bahwa variabel Krisis tabel berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB. Tabel 4.15 Tabel hasil Uji t Variabel thitung ttabel Probabilitas Keterangan AK 3,819944 1,753 0,0017 thitung > ttabel PMA 3,677502 1,753 0,0022 thitung > ttabel PMDN 2,509985 1,753 0,0240 thitung > ttabel PAD 2,574118 1,753 0,0212 thitung > ttabel Dtkrisis 2,700066 1,753 0,0165 thitung > ttabel ekonomi Kesimpulan Positif Signifikan Positif Signifikan Positif Signifikan Positif Signifikan Positif Signifikan Sumber : Data Diolah 2. Pengujian F-statistik Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji-F untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen dan sejauh mana keeratan semua koefisien regresi variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk melaksanakan ujiF digunakan rumus F hitung = Keterangan : 2 R = Koefisien Determinasi n = Banyaknya observasi k = Banyaknya variabel bebas 95 H : ß = ß = ß = ß = 0, variabel independen secara bersama-sama tidak 0 1 2 3 4 berpengaruh terhadap PDRB. H : ß ≠ ß ≠ ß ≠ ß ≠ 0, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh a 1 2 3 4 terhadap PDRB. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa PDRB dipengaruhi secara bersama-sama oleh variabel Angkatan Kerja yang bekerja, PMA,PMDN,Pendapatan Asli Daerah dan dummy krisis ekonomi dengan hasil yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari F hitung : 107.8819, lebih besar dari Ftabel : 2,9 yang menunjukkan bahwa variabel tersebut signifikan pada α = 5%. Tabel 4.16 Hasil Uji-F (uji koefisien regresi secara serempak) fhitung 107,8819 dF k-1 = 5 n-k = 15 Ftabel Probabilitas Keterangan Kesimpulan α = 5% 2,90 0,00000000 fhitung > ftabel F signifikan Sumber : Data Diolah 3. Koefisien Determinasi (R²) Untuk mengetahui tingkat perkembangan perekonomian di Provinsi DKI Jakarta yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yaitu Angkatan Kerja yang bekerja (AK), Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dummy krisis ekonomi (Dt) dapat dilihat melalui besarnya koefisien determinasi. Dari perhitungan nilai R2 adalah 0,9729. Hal ini berarti 97,29% permasalahan diatas dapat dijelaskan oleh model yang ada pada penelitian ini, sedangkan sisanya sebesar 2.71% variabel PDRB dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 96 D. Analisis Hasil Estimasi 1. Hasil Regresi Utama Pada regresi model utama diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.17 Hasil Regresi antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:41 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic AK 24.53288 6.422312 3.819944 PMA 9.645496 2.622839 3.677502 PMDN 3.974152 1.583337 2.509985 PAD 8.108178 3.149886 2.574118 DT 22775472 8435154. 2.700066 C 65190208 14280254 4.565059 R-squared 0.972944 Adjusted R0.963926 squared S.E. of regression 12553557 Sum squared 2.36E+15 resid Log likelihood -369.5206 Durbin-Watson 1.909549 stat Sumber : Olah data Eviews 4.0 Prob. Ket. 0.0017 Signifikan pada = 5% 0.0022 Signifikan pada = 5% 0.0240 Signifikan pada = 5% 0.0212 Signifikan pada = 5% 0.0165 Signifikan pada = 5% 0.0004 Signifikan pada = 5% Mean dependent var S.D. dependent var 2.17E+08 66094785 Akaike info criterion Schwarz criterion 35.76386 36.06230 F-statistic Prob(F-statistic) 107.8819 0.000000 E. Interprestasi dan Pembahasan Persamaan regresi sebagai berikut: PDRB = 24,53288 AK + 9,645496 PMA + 3,974152 PMDN 97 + 8,108178 PAD + 22775472 DT + 65190208 Dalam Beberapa pengujian telah dilakukan sebelumnya ternyata menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan sudah baik, terbebas dari penyakit asumsi Klasik. Analisis ini menyatakan bahwa variabel-variabel penelitian yang mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto selama dua puluh satu tahun yaitu dari tahun 1987-2007 adalah Angkatan Kerja yang bekerja, Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, dan Pendapatan Asli Daerah dan Dummy Krisis ekonomi dan Interpretasi ekonomi dari persamaan yang diperoleh adalah: 1. Nilai konstanta sebesar 651,902.08 menunjukan apabila Angkatan Kerja yang bekerja, Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, PAD dan dummy krisis ekonomi sebagai variabel independen dianggap tidak ada maka besarnya nilai PDRB adalah 651,902.08 satuan. 2. Apabila kenaikan Angkatan Kerja yang bekerja sebesar 1 satuan, maka PDRB DKI Jakarta akan naik sebesar 24,532.88 satuan. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa Angkatan Kerja yang bekerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBRB. Hal ini adalah sudah sesuai dengan teori yang ada, yaitu semakin meningkatnya Angkatan Kerja yang bekerja semakin meningkat juga tingkat agregat output atau terjadi pertumbuhan ekonomi. 3. Apabila kenaikan Penanaman Modal Asing sebesar 1 satuan maka PDRB DKI Jakarta akan naik sebesar 9,645.49 satuan. Berdasarkan hasil yang didapat PMA berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, yaitu dengan meningkatnya investasi pada suatu daerah maka 98 akan meningkat pula PDRB daerah tersebut, atau perekonomiannya tumbuh. Hal ini menjadi tantangan bagi pihak birokrat atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengoptimalkan peningkatan PMA dengan memberikan iklim investasi yang lebih kondusif. Beberapa diantaranya dengan melakukan efisiensi perijinan atau regulasi kebijakan di bidang investasi, jaminan hukum dan ketertiban berusaha, atau bahkan memberikan insentif bagi investasi yang padat karya, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan usaha tersebut diharapkan dapat menarik minat dan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta sehingga dapat meningkatkan PDRB. 4. Apabila kenaikan Penanaman Modal Dalam Negeri sebesar 1 satuan maka PDRB DKI Jakarta akan naik sebesar 3,974.152 satuan. Berdasarkan hasil yang didapat PMDN berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, yaitu dengan meningkatnya investasi pada suatu daerah maka akan meningkat pula PDRB daerah tersebut, atau daerah tersebut perekonomiannya tumbuh. Dalam hal ini upaya dilakukan baik pemerintahan daerah dan peran serta masyarakat dalam mengembangkan investasi di sektor-sektor ekonomi maupun sektor usaha lainya yang ada di dalam negeri tersebut adalah dengan cara memperbaiki infrastruktur di Provinsi DKI Jakarta serta menciptakan kondisi keamanan dan ketertiban yang lebih kondusif di Provinsi DKI Jakarta. Sehingga dapat menghasilkan dan menggunakan hasil-hasil output atau produk yang berasal dari dalam negeri 99 sehingga meningkatkan hasil produksi yang dapat meningkatkan tingkat PDRB. 5. Apabila kenaikan Pendapatan Asli Daerah sebesar 1 satuan maka PDRB DKI Jakarta akan naik sebesar 8,108.178 satuan. PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB, hal ini sudah sesuai dengan teori dimana apabila PAD suatu daerah meningkat maka PDRB daerah tersebut akan meningkat atau terjadi pertumbuahan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta. PAD sebagai pendorong perekonomian, dimana penerimaan dari hasil pendapatan daerah digunakan sepenuhnya untuk kegiatan-kegiatan ekonomi atau yang memberikan dorongan bagi perkembangan kegiatan ekonomi. Jadi apabila PAD meningkat maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat meningkatkan PDRB. 6. Dummy krisis ekonomi (Dt) menunjukkan hasil yang signifikan pada = 5%. Dimana pengaruhnay positif. Dengan hasil signifikan sebesar 0,0165. Krisis ekonomi pada Juli 1997 ditandai dengan anjloknya nilai rupiah terhadapdollar AS berkisar antara 300% dari nilai kurs awal tahun 1997 sebesar Rp 5.700,per US $ 1 hingga puncaknya krisis ekonomi tahun 1998 sebesar Rp 16.000. (Laporan Tahun Bank Indonesia 1999). Masa ini ditandai dengan : - menurunnya daya beli secara drastis - lenyapnya minat investasi - meningkatnya pengangguran di berbagai sektor 100 Kondisi tersebut diperparah oleh sisi penawaran yang juga turun. Bukan saja produksi yang merosot sejalan dengan merosotnya permintaan tetapi juga terjadi kerusakan kelembagaan yang relatif akut sehingga menyebabkan daya respon (elastisitas) penawaran sangat lemah. Dari hasil olah data yang dengan metode regresi linier berganda, dapat diketahui bahwa krisis ekonomi justru berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta. Peningkatan PDRB atau tumbuhnya perekonomian di Provinsi DKI Jakarta, pada masa krisis ekonomi, kemungkinan terjadi diakibatkan dari banyaknya aliran dana dari luar negeri yang masuk ke Provinsi DKI Jakarta, hal ini terjadi karena rendahnya nilai kurs rupiah. 101 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan regresi linier berganda serta analisa penelitian untuk mengetahui pengaruh Angkatan Kerja yang bekerja, investasi PMA, investasi PMDN, PAD dan krisis ekonomi terhadap Produk Dometik Regional Bruto di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa Angkatan Kerja yang bekerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBRB atau perekonomian di Provinsi DKI Jakarta. 2. Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB atau perekonomian di Provinsi DKI Jakarta. 3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) positif dan signifikan terhadap PDRB atau perekonomian DKI Jakarta. 4. PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB atau perekonomian di Provinsi DKI Jakarta. 5. Dari hasil olah data yang dengan metode regresi linier berganda, dapat diketahui bahwa krisis ekonomi justru berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB atau perekonomian di Provinsi DKI Jakarta. 6. Berdasarkan pengujian secara serempak dengan menggunakan uji-F menunjukkan bahwa Angkatan Kerja yang bekerja, investasi PMDN, 102 102 investasi PMA, PAD dan dummy krisis ekonomi secara bersaaan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap PDRB atau di Provinsi DKI Jakarta. 7. Berdasarkan koefisien determinasi adalah 0,9729. Hal ini berarti 97,29% permasalahan diatas dapat dijelaskan oleh model yang ada pada penelitian ini, sedangkan sisanya sebesar 2.71%, permasalahan yang ada dijelaskan oleh variabel lain di luar model. B. Implikasi Berdasarkan hasil kesimpulan hasil penelitian, beberapa upaya perlu dilakukan untuk mengerakkan pembangunan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta antara lain : 1. Semakin berkembangnya penanaman modal asing dan dalam negeri, maka pemerintah daerah hendaknya menciptakan iklim investasi yang kondusif. 2. Tenaga kerja sebagai salah satu sumber daya lokal perlu ditingkatkan kualitasnya. Kondisi tersebut perlu dilakukan mengingat semakin ketatnya persaingan yang semakin mengglobal. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kualitas angkatan kerja yang tumbuh setiap tahun dengan pembekalan pendidikan dan pelatihan sehingga mampu bersaing di pasar dan juga sebagai upaya menarik pihak ketiga (investor) untuk datang ke daerah yang memiliki sumber daya manusia 103 tinggi agar tertarik menanamkan modalnya guna kepentingan pembangunan daerah. 3. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan PAD, karena PAD berpengaruh positif terhadap perekonomian di Provinsi DKI Jakarta. 104 DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincoln. “Ekonomi Pembangunan”, Edisi Keempat, STIE YKPN, Yogyakarta, 1999. Badan Pusat Statistik. “DKI Jakarta Dalam Angka Tahun”, berbagai tahun penerbitan, BPS, DKI Jakarta, 2003. Badan Pusat Statistik. ”DKI Jakarta Dalam Angka Tahun”, berbagai tahun penerbitan, BPS, DKI Jakarta, 2006. Badan Pusat Statistik. “Perkembangan Angkatan Kerja DKI Jakarta”, berbagai tahun penerbitan, BPS, DKI Jakarta, 2003. Badan Pusat Statistik. “Survey Penduduk Antar Sensus (Supas)”, berbagai tahun penerbitan, BPS, DKI Jakarta, 2003. Badan Pusat Statistik. “Berita Resmi Statistik Propinsi DKI Jakarta”, berbagai tahun penerbitan, BPS, DKI Jakarta, 2003. Barro, Robert. J. “Economic Growt In A Cross Section Of Countries”, Journal Of Economics, 2001. Boediono. “Teori Pertumbuhan Ekonomi,Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.4”, BPFE, Yogyakarta, 1992. Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Yogyakarta, 2005. Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”, Edisi VI, Erlangga, Jakarta, 1996. Gujarati, Damodar. “Dasar-Dasar Ekonometrika”, Jilid 2, Erlangga, Jakarta, 2006. Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2010. Hamja, Yahya. “Modul I Ekonometrika”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2008. Hamja, Yahya. “Modul II Ekonometrika”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008. Hirawan, Susiyati B. “Keuangan Daerah di Indonesia”, LPFE UI, Jakarta, 1987. 105 105 Indrawati, Sri Mulyani. “ Sinergi Pusat dan Daerah dalam Persektif Desentralisasi Fiskal”. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementrian keuangan, Jakarta.2010. Jhingan, ML. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”, diterjemahkan oleh D.Guritno, Edisi ke Tujuh, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999. Kuncoro, Mudrajat. “Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1997. Kuncoro, Mudrajat. “Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi”, Erlangga, Jakarta, 2003. Mashkoor, Masood et al., “Tax Revenue and Economic Growtn an Emprical Analisis for Pakistan”, World Applied Sciences Journal, 2010 Mankiw, N.Gregory. “Teori Makro Ekonomi”, Edisi keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2000. Mangkoesoebroto, Guritno. “Ekonomi Publik”, BPFE, Edisi 3, Yogyakarta, 1998. Mulatip, Iman dan Bambang PS Brodjonegoro. “Determinan Pertumbuhan Kota di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol V, No. 01, UI, Jakarta, 2004. Noegroho, Yoenanto Sinung dan Lara Soelistianingsih. “Analisis Disparitas Pendapatan Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional”, Jurnal Urban dan Regional, UI, Jakarta, 2007. Prasasti, Diah. “Perkembangan PDRB per kapita 30 Propinsi di Indonesia Periode 1993-2003: Pendekatan Disparitas Regional dan Konvergensi”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.21, No.4, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2006. Rahayu, Siti Aisyah Tri. “Peranan Sektor Publik Lokal dalam Pertumbuhan Ekonomi Regional”, Vol. 8. No 2. KINERJA, 2004. Ramiez, Alejandro, Gustav Ranis and Frances Stewar. “Economic Growth and Human Development”, Center Discussion Paper No. 787, Yale University, 2001. Simamora, Marganda dan Sirojozilam. “Determinan Pertumbuhan Ekonomi Regional Sumatera Utara”, Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Vol 4, No. 2, Wahana Hijau, 2008. 106 Sriwinarti, Asih. “Beberapa Karakteristik Umum Pertumbuhan Enam Kota Besar di Indonesia tahun 1980-2000”, Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi Negara Berkembang, UPN Veteran Yogyakarta, Yogyakarta, 2005. Sjafrizal. “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”, Baduose Media, Padang Sumatera Barat, 2008. Siregar, Iskandar. “Analisis Perkembangan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Propinsi DKI Jakarta”. Tesis FE UI.(tidak dipublikasi), 2004. Samuelson, Paul A. dan Nordhaus William D. “Ekonomi (Edisi Terjemahan)”, Edisi 12 jilid 2, Erlangga, Jakarta, 1995. Sanusi, Bachrawi. “Pembangunan Daerah dilihat dari Potensi Energi”, LPFE UI, Jakarta, 1987. Sukirno, Sadono. “Pengantar Teori Makro Ekonomi”, Edisi 2, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994. Sutrisno. “Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara”, BPFE UI, Yogyakarta, 1984. Suparmoko, M. “Ekonomika Pembangunan”, BPFE, Jakarta, 2002. Sur Simanjuntak, Payaman. “Pengantar Ilmu Ekonomi Sumber Daya Manusia”, LPFE UI, Jakarta, 1985. Suryana. “Ekonomi Pembangunan”, Salemba 4, Jakarta, 2000. Todaro, Michael. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Edisi Kedelapan, Erlangga, Jakarta, 2004. Tarigan. Robinson. “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”, Bumi Aksara, Jakarta, 2007. Widarjono, Agus “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasi”, EKONISIA, Yogyakarta, 2009. Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2007. Zaris, Roeslan. “Prespektif Daerah dalam Pembangunan Nasional”, LPFEUI, Jakarta, 1987. 107 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. DaTa PDRB, AK, PMA, PMDN, PAD, Dt LAMPIRAN 2. Hasil Regresi Utama Variabel Dependen Dengan Variabel Independen LAMPIRAN 3. Hasil Uji Klasik 3.1 Uji Multikolinearitas 3.2 Uji Heteroskedastisitas 3.3 Uji Autokorelasi 3.4 Uji Normalitas 3.5 Uji Linearitas 3.6 Uji Chow 108 108 LAMPIRAN 1. Data PDRB, AK, PMA, PMDN, PAD, dan DT Obs PDRB AK PMA PMDN PAD DT 1987 107.599.284,00 1.551.663,00 530.550,00 1.225.525,00 276.898,34 0 1988 115.115.165,00 1.732.077,00 790.758,00 1.130.197,00 286.446,87 0 1989 125.886.202,00 1.866.665,00 757.307,00 1.436.324,00 429.660,93 0 1990 136.676.610,00 2.113.619,00 825.079,00 1.193.451,00 567.315,63 0 1991 147.335.207,00 2.435.977,00 959.770,00 2.678.556,00 682.731,43 0 1992 160.050.023,00 2.745.045,00 1.090.996,00 2.524.649,00 789.524,35 0 1993 173.540.509,00 3.151.665,00 1.166.727,00 3.453.764,00 993.655,81 0 1994 211.929.189,00 3.366.619,00 1.355.937,00 4.231.539,00 1.337.993,45 0 1995 231.567.708,00 3.452.299,00 4.046.441,00 9.760.943,00 1.441.579,41 0 1996 252.629.225,00 3.545.230,00 4.399.299,00 10.177.787,00 1.787.375,78 0 1997 265.529.501,00 2.609.457,00 6.122.951,00 8.457.448,00 1.830.739,09 1 1998 219.089.230,00 2.933.845,00 1.721.367,00 3.991.251,00 1.240.402,06 1 1999 218.458.107,00 3.780.278,00 788.185,00 2.129.547,00 1.692.928,30 1 2000 227.924.124,00 3.920.235,00 3.323.997,00 3.822.862,00 2.439.285,10 1 2001 238.637.940,00 3.815.000,00 1.200.620,00 7.911.308,00 3.644.150,89 1 2002 250.348.044,00 3.207.522,00 3.456.015,00 3.784.071,00 3.546.415,49 1 2003 263.624.242,00 3.379.252,00 5.938.845,00 2.749.976,00 4.928.704,55 1 2004 278.524.822,00 3.847.359,00 3.733.498,00 3.710.793,00 5.642.664,00 1 2005 295.270.319,00 3.265.331,00 5.206.190,00 4.097.855,00 5.931.247,40 1 2006 312.826.713,00 3.931.799,00 5.938.845,00 4.218.004,00 6.219.830,80 1 2007 332.971.255,00 4.243.000,00 6.733.498,00 5.638.339,00 6.508.414,20 1 109 LAMPIRAN 2. Hasil Regresi Utama antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:41 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AK 24.53288 6.422312 3.819944 PMA 9.645496 2.622839 3.677502 PMDN 3.974152 1.583337 2.509985 PAD 8.108178 3.149886 2.574118 DT 22775472 8435154. 2.700066 C 65190208 14280254 4.565059 R-squared Adjusted Rsquared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.972944 0.963926 Mean dependent var S.D. dependent var 2.17E+08 66094785 12553557 2.36E+15 Akaike info criterion Schwarz criterion 35.76386 36.06230 -369.5206 1.909549 F-statistic Prob(F-statistic) 107.8819 0.000000 Ket. 0.0017 Signifikan pada = 5% 0.0022 Signifikan pada = 5% 0.0240 Signifikan pada = 5% 0.0212 Signifikan pada = 5% 0.0165 Signifikan pada = 5% 0.0004 Signifikan pada = 5% Sumber : Olah data Eviews 4.0. 110 LAMPIRAN 3. Hasil Uji Asumsi Klasik 3.1 Uji Multikolinieritas Regresi Auxiliary (AK)=ƒ(PMA,PMDN,PAD,DT) Dependent Variable: AK Method: Least Squares Date: 02/14/11 Time: 21:18 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PMA PMDN PAD DT C -0.147876 0.146792 0.277301 321077.1 2038196. 0.095171 0.049518 0.101136 318391.0 222187.4 -1.553795 2.964416 2.741864 1.008436 9.173319 0.1398 0.0091 0.0145 0.3283 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.689682 0.612102 488669.6 3.82E+12 -302.0307 1.254590 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 3090187. 784614.9 29.24102 29.48971 8.889983 0.000560 111 (PMA)=ƒ(AK,PMDN,PAD,DT) Dependent Variable: PMA Method: Least Squares Date: 02/14/11 Time: 21:28 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AK PMDN PAD DT C -0.886617 0.382605 0.845672 321645.8 1720584. 0.570614 0.116735 0.213176 799978.6 1291390. -1.553795 3.277546 3.967006 0.402068 1.332350 0.1398 0.0047 0.0011 0.6930 0.2014 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.755534 0.694418 1196562. 2.29E+13 -320.8366 2.394919 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 2861280. 2164567. 31.03206 31.28076 12.36220 0.000090 112 (PMDN)=ƒ(AK,PMA,PAD,DT) Dependent Variable: PMDN Method: Least Squares Date: 02/14/11 Time: 21:29 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AK PMA PAD DT C 2.415120 1.049900 -1.022585 -834246.0 -3281599. 0.814703 0.320331 0.426616 1315433. 2100224. 2.964416 3.277546 -2.396968 -0.634199 -1.562499 0.0091 0.0047 0.0291 0.5349 0.1377 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.575980 0.469975 1982136. 6.29E+13 -331.4358 1.976012 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 4205914. 2722608. 32.04151 32.29020 5.433508 0.005860 113 (PAD)=ƒ(AK,PMA,PMDN,DT) Dependent Variable: PAD Method: Least Squares Date: 02/14/11 Time: 21:30 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AK PMA PMDN DT C 1.152774 0.586349 -0.258379 808136.8 -2090016. 0.420434 0.147806 0.107794 638268.7 1005770. 2.741864 3.967006 -2.396968 1.266139 -2.078026 0.0145 0.0011 0.0291 0.2236 0.0542 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.827132 0.783915 996350.1 1.59E+13 -316.9913 1.434849 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 2486570. 2143384. 30.66584 30.91454 19.13909 0.000006 (DT)=ƒ(AK,PMA,PMDN,PAD) 114 Dependent Variable: DT Method: Least Squares Date: 02/14/11 Time: 21:31 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficien t Std. Error t-Statistic Prob. AK PMA PMDN PAD C 1.86E-07 3.11E-08 -2.94E-08 1.13E-07 -0.296920 1.85E-07 7.73E-08 4.63E-08 8.90E-08 0.416676 1.008436 0.402068 -0.634199 1.266139 -0.712592 0.3283 0.6930 0.5349 0.2236 0.4864 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.577162 0.471452 0.372061 2.214866 -6.179740 0.622496 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.523810 0.511766 1.064737 1.313433 5.459885 0.005740 Koefisien Korelasi antar Variabel Independen AK PMA PMDN PAD DT AK 1 PMA PMDN PAD 0.555507243 0.493501502 0.707677367 785 131 574 0.555507243 1 0.512565026 0.768856435 785 334 757 0.493501502 0.512565026 1 0.212964507 131 334 189 0.707677367 0.768856435 0.212964507 1 574 757 189 0.615259049 0.572778452 0.152382234 0.741742078 106 439 29 895 DT 0.615259049 106 0.572778452 439 0.152382234 29 0.741742078 895 1 Sumber : Olah data Eviews 4.0. 115 3.2 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.399951 1.217251 Probability Probability 0.678325 0.544098 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:43 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AK PMDN 2.722265 0.277810 8.780424 1.931407 0.310038 0.143838 0.7614 0.8878 PMA -0.468713 3.546715 -0.132154 0.8969 PAD -0.258420 4.230875 -0.061079 0.9522 DT -1269115. 8937731. -0.141995 0.8893 C -6998491. 19643710 -0.356271 0.7274 RESID(-1) RESID(-2) 0.028395 -0.299889 0.365210 0.340819 0.077749 -0.879908 0.9392 0.3949 R-squared 0.057964 Mean dependent var 6.47E-08 Adjusted R-squared -0.449286 S.D. dependent var 10871699 S.E. of regression 13088034 Akaike info criterion 35.89463 Sum squared resid 2.23E+15 Schwarz criterion 36.29254 Log likelihood -368.8936 F-statistic 0.114272 Prob(F-statistic) 0.996052 Durbin-Watson stat 1.965999 Sumber : Olah data Eviews 4.0. 116 3.3 Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 1.194214 10.37830 Probability Probability 0.384224 0.320737 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:44 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C AK AK^2 PMDN PMDN^2 PMA PMA^2 PAD PAD^2 DT 6.93E+14 -8.18E+08 140.9318 1.86E+08 -18.18281 73944176 -7.255761 2.13E+08 -37.78801 -1.19E+14 6.64E+14 5.73E+08 92.79431 1.06E+08 9.049361 1.19E+08 16.06908 1.92E+08 25.18763 1.61E+14 1.044638 -1.427030 1.518755 1.746189 -2.009292 0.620791 -0.451536 1.108769 -1.500261 -0.739875 0.3186 0.1813 0.1570 0.1086 0.0697 0.5474 0.6604 0.2912 0.1617 0.4749 R-squared 0.494205 Mean dependent var 1.13E+14 Adjusted R-squared 0.080372 S.D. dependent var 1.67E+14 S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 1.60E+14 2.83E+29 -709.8879 2.885760 Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 68.56075 69.05814 1.194214 0.384224 Sumber : Olah data Eviews 4.0. 117 3.4 Uji Normalitas 6 S eries : R es id u als S am p le 1 9 8 7 2 0 0 7 O b s ervation s 2 1 5 4 M ean M ed ian M axim u m M in im u m S td . D ev. S k ew n es s K u rtos is 3 2 1 J arq u e-B era P rob ab ility 0 -2 .0 E + 0 7 0 .0 0 0 0 0 6 .4 7 E -0 8 5 5 7 8 2 8 .3 23401984 -2 3 2 4 8 5 8 4 10871699 -0 .0 3 1 1 2 0 3 .1 0 2 2 3 7 0 .0 1 2 5 3 5 0 .9 9 3 7 5 2 2 .0 E + 0 7 118 3.5 Uji Linearitas Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio 0.886269 1.289020 Probability Probability 0.362452 0.256229 Test Equation: Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:52 Sample: 1987 2007 Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AK PMDN PMA PAD DT C FITTED^2 32.79866 5.384076 14.51111 13.74123 29360465 57950458 -1.08E-09 10.89276 2.183825 5.800353 6.767630 10982807 16267259 1.15E-09 3.011053 2.465434 2.501764 2.030435 2.673312 3.562398 -0.941418 0.0093 0.0272 0.0254 0.0618 0.0182 0.0031 0.3625 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.974555 0.963650 12601420 2.22E+15 -368.8760 1.836922 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 2.17E+08 66094785 35.79772 36.14589 89.36769 0.000000 Sumber : Olah data Eviews 4.0. 3.6 Uji Chow Chow Breakpoint Test: 1997 F-statistic Log likelihood ratio 4.199265 22.42224 Probability Probability 0.022177 0.000435 Sumber : Olah data Eviews 4.0. 119