pengaruh angkatan kerja yang berkerja, investasi

advertisement
PENGARUH ANGKATAN KERJA YANG BERKERJA, INVESTASI PMA,
INVESTASI PMDN DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI REGIONAL
Studi Kasus : Provinsi DKI Jakarta
Tahun 1987 – 2007
( Sebelum Krisis dan Sesudah Krisis Ekonomi )
SKIRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
Oleh :
Siti Fadhilah Wahdah
NIM : 106084002763
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
DATA PRIBADI
Nama Lengkap
: Siti Fadhilah Wahdah
NIM
: 106084002763
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 8 April 1988
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat Sekarang
: Jl. Pertanian II no.17 Rt 05/004 Lebak Bulus,
Cilandak, Jakarta Selatan, 12440
Alamat Asal
: Jl. Pertanian II no.17 Rt 05/004 Lebak Bulus,
Cilandak, Jakarta Selatan, 12440
No.Tlp
: 021-7661429
II. PENDIDIKAN FORMAL
1.
MI AL-HUSNA
;
1994-
2000
2.
MTS 3 PONDOK PINANG
;
2000-2003
3.
SMAN 66 JAKARTA ;
2003-
UIN
Jakarta
2006
4.
Syarif
; 2006-2011
i
Hidayatullah
ABSTRACT
Development is a continous process change strived to improve the
welfare of the people. An important benchmark in determining the success of
economic development is its growth. Economic growth indicators not only
measure the level of output growth in an economy, but in fact also give an
indication to the extent to which economic activity occurs in a certain period.
This research used secondary data from 1987 to 2007. The dependent
variable in this study is the Gross Regional Domestic Product, while the
independent variables are the partiapation, foreign investment, domestic
investment, regional income and dummy economic crisis. Inavoid to the problem
and hypotheses, this study used multiple linear regression equation and
transformed into linear form.
Based on the regression results, variable labor participation, foreign
investment, domestic investment, regional income and economic crisis dummy
have positive and significant apart at  = 5%, in DKI Jakarta Province. Calculated
F value of 107.8819 with probability 0.00000000 is smaler than α = 5%, thus
concluded that the four independent variables of the labor participation, foreign
investment, domestic investment, regional income (PAD) and crisis dummy
investaneously have effect to regional economic growth in DKI Jakarta Province.
R2 value of 0.972944 indicates that 97.29% variation of the Gross Regional
Domestic Product in DKI Jakarta Province can be explained from the variation of
four independent variables.
Keywords: Regional Economic Growth, Gross Regional Domestic Product
(GRDP), Labor Participation, Foreign Direct Investment, Domestic Investment,
Regional Income and Economic Crisis.
ii
ABSTRAK
Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang
diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi
adalah pertumbuhan ekonomi. Indikator pertumbuhan ekonomi tidak hanya
mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun
sesungguhnya juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas
perekonomomian yang terjadi pada suatu periode tertentu.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
terdiri dari data tahun 1987 sampai dengan tahun 2007. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto, sedangkan variabel
bebasnya adalah angkatan kerja yang berkerja, investasi PMA, investasi PMDN,
Pendapatan Asli Daerah dan dummy krisis ekonomi,. Sejalan dengan masalah dan
hipotesis dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan metode statistika
dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda dan ditransformasikan
dalam bentuk linier.
Berdasarkan hasil regresi, variabel angkatan kerja yang berkerja, investasi
PMA, investasi PMDN, Pendapatan Asli Daerah dan dummy krisis ekonomi
berpengaruh positif dan signifikan pada  = 5 %, di Provinsi DKI Jakarta. Nilai F
hitung sebesar 107,8819 dengan probabilitas 0,00000000 lebih kecil dari  = 5 %,
sehingga disimpulkan bahwa keempat variabel independen yaitu angkatan kerja
yang berkerja, investasi PMA, investasi PMDN, Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dan dummy krisis secara bersama-sama berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta. Nilai R2 sebesar 0.972944 menandai
bahwa 97,29% variasi Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi DKI Jakarta
dapat dijelaskan dari variasi ke empat variabel independen.
Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi Regional, PDRB, Angkatan Kerja yang
bekerja, Investasi PMA, Investasi PMDN, PAD dan Krisis Ekonomi.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul : “ Pengaruh Angkatan Kerja Yang
Berkerja, Investasi PMA, Investasi PMDN, dan Pendapatan Asli Daerah
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Provinsi DKI Jakarta Tahun 19872007 ( Sebelum Krisis dan Sesudah Krisis Ekonomi)”.
Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar
sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan.
Dalam hal ini penulis sangat menyadari atas keterbatasan kemampuan yang
dimiliki, sehingga penulis juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih sangat
banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis dengan kerendahan hati sangat
mengharapkan kritik dan saran guna mengoreksi dan memperbaiki atas kekurangan
yang ada sehingga mencapai hasil yang lebih baik. Dengan berbagai keterbatasan
itulah, maka penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan semata-mata disusun
berdasarkan kemampuan penulis sendiri, melainkan karena mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga penyusunan ini bisa terselesaikan dengan baik. Sehingga
pada kesempatan yang baik ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid. MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Lukman M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan yang telah memberikan nasehat dan motivasi.
3. Ibu Utami Baroroh, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan yang telah memberikan nasehat, motivasi, perhatian dan
mendengarkan keluh-kesah penulis.
iv
4. Bapak Pheni Chalid, SF, MA, Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi nasehat, motivasi, dan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak M. Hartana I Putra, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi nasehat, motivasi, dan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
Jakarta.
khususnya
jurusan
Ilmu
Ekonomi
dan
Studi
Pembangunan, terima kasih atas segala ilmu, nasehat, dan pengalaman yang
telah diberikan kepada penulis selama belajar di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak dan Mama tercinta yang telah mendidik, memberi nasehat, semangat dan
memberikan yang terbaik serta tempat berbagi dalam cinta dan kasih sayang.
8. Kakaku dan Adikku yang selalu memberikan semangat dengan canda tawa dan
motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Radieza Satrya yang selalu menemani dan memberikan semangat, masukan,
serta motivasi terutama ketika penulis sedang jatuh bangun dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman IESP angkatan 2006 yang telah memberikan warna kehidupan
selama menjalani kuliah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
serta menambah pengetahuan bagi semua pembaca dan memberikan sumbangsih
kepada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Februari 2011
Penulis
(Siti Fadhilah Wahdah)
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.....................................................................
i
ABSTRACT....................................................................................................
ii
ABSTRAK.....................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
iv
DAFTAR ISI .................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1
A.
Latar Belakang Masalah............................................................
1
B.
Perumusan Masalah...................................................................
17
C.
Tujuan dan Manfaat ..................................................................
18
BAB II TINJAUN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ......................
21
A.
Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi................
21
B.
Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi ..........................................
25
1. Pertumbuhan Ekonomi Klasik..............................................
25
2. Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik......................................
26
3. Teori Pertumbuhan Baru ......................................................
27
C.
PDRB ........................................................................................
28
D.
Investasi PMA dan PMDN........................................................
29
E.
Angkatan Kerja..........................................................................
31
vi
F.
PAD...........................................................................................
33
G.
Dummy Krisis Ekonomi............................................................
39
H.
Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi................................
39
I.
Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi.....................
43
J.
PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi.......................................
45
K.
Penelitian Terdahulu..................................................................
47
L.
Kerangka Pemikiran..................................................................
53
M.
Hipotesis....................................................................................
54
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................
56
A.
Ruang Lingkup Penelitian.........................................................
56
B.
Metode Penentuan Sampel........................................................
57
C.
Metode Pengumpulan Data .......................................................
58
D.
Metode Analisis Data................................................................
58
E.
Pengujian Asumsi Klasik ..........................................................
59
1. Multikolinearitas ...................................................................
59
2. Heteroskedastisitas................................................................
61
3. Autokorelasi ..........................................................................
62
4. Uji Normalitas......................................................................
63
5. Uji Linearitas........................................................................
63
6. Uji Chow (Chow Test) ..........................................................
64
Uji Statistik................................................................................
65
1. Koefisien Determinasi (R2) ..................................................
65
2. Uji Signifikansi Parameter individual (Uji-t).......................
65
F.
vii
3. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F).........................................
G.
Operasional Variabel Penelitian................................................. 67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................
A.
B.
C.
66
70
Deskripsi Objek Penelitian........................................................
70
1. Keadaan Geografis DKI Jakarta...........................................
70
2. Perkembangan Penduduk DKI Jakarta.................................
72
3. Perkembangan PDRB DKI Jakarta ......................................
74
4. Perkembangan Investasi PMA dan PMDN...........................
76
5. Perkembangan Angkatan Kerja............................................
79
6. Perkembangan PAD .............................................................
81
Pengujian Asumsi Klasik...........................................................
83
1. Uji Multikolinearitas.............................................................
83
2. Uji Autokorelasi....................................................................
85
3. Uji Heteroskedastisitas .........................................................
87
4. Uji Normalitas.......................................................................
89
5. Uji Linearitas........................................................................
90
6. Uji Chow...............................................................................
91
Pengujian Statistik.....................................................................
92
1. Uji t-hitung ..............................................................................
92
2. Pengujian F-statistik..............................................................
95
3. Koefisien Determinasi (R²)...................................................
96
viii
D.
E.
Analisis Hasil Estimasi..............................................................
97
1. Hasil Regresi Utama.............................................................
97
Interpretasi dan Pembahasan.....................................................
97
BAB V PENUTUP ........................................................................................
102
A.
Kesimpulan................................................................................
102
B.
Implikasi....................................................................................
103
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
105
LAMPIRAN ..................................................................................................
108
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
1.1
Keterangan
Halaman
Pertumbuhan PDRB Tahun 1987-2007 Atas Dasar
Harga Konstan 2000 di ProvinsiDKI Jakarta (Jutaan Rupiah) ......
1.2
PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi
di Pulau Jawa Tahun 2003-2007 (Milyar Rupiah).........................
1.3
4
5
Tingkat Pertumbuhan Penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta
pada Periode Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Tahun
1987-2007 ......................................................................................
1.4
9
Perkembangan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi
DKI Jakarta Periode 1987-2007..................................................... 13
1.5
Perkembangan Angkatan Kerja di Provinsi DKI
Jakarta Tahun 1987-2007............................................................... 15
2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu .................................................... 48
4.1
Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 1987-2007.......................... 73
4.2
Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tahun 1987- 2007
(Dalam Persen) ................................................................................... 74
4.3
Perkembangan Investasi PMDN dan Investasi PMA
di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-2007..................................... 77
4.4
Rata – rata Nilai Investasi dan Pertumbuhan Investasi
PMA, PMDN di Provinsi DKI Jakarta Periode 1987-1996
dan Periode 1997-2007................................................................... 78
x
4.5
Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja di DKI
Jakarta Tahun 1987-2007..............................................................
4.6
80
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun
Anggaran 1987-2007 (Juta Rupiah)............................................... 82
4.7
Perkembangan PAD di Provinsi DKI Jakarta Tahun
1987-1999 (Sebelum Otonomi Daerah) dan tahun 2000-2007
(Otonomi Daerah) ................................................................................... 83
4.8
Regresi Auxiliary ........................................................................... 84
4.9
Koefisien Korelasi antar Variabel Independent............................. 85
4.10
Uji Autokorelasi dengan Uji Langrange Multilier (LM) ............... 86
4.11
Uji Heterokedastisitas dengan Uji White....................................... 88
4.12
Uji Linearitas dengan Uji Ramsey Reset Test................................ 91
4.13
Uji Chow........................................................................................ 92
4.14
Hasil Regresi Utama antara Variabel Dependen
dengan Variabel Independen ......................................................... 93
4.15
Hasil Uji-t....................................................................................... 95
4.16
Hasil Uji-F...................................................................................... 96
4.17
Hasil Regresi Utama antara Variabel Dependen
dengan Variabel Independen ......................................................... 97
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.1
Keterangan
Halaman
Laju Pertumbuhan PDRB Atas Harga Konstan di Pulau Jawa
Tahun 2003-2007..............................................................................
2.1
6
Skema Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Regional (PDRB)
dan Variabel-variabel Yang Mempengaruhi....................................
54
4.1
PDRB di DKI Jakarta Tahun 1987-2007..........................................
75
4.2
Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Berra..........................................
89
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1.
Data PDRB, AK, PMA, PMDN, PAD,Dt..........................................
2.
Hasil Regresi Utama Variabel Dependen dengan
3.
109
Variabel Independen..........................................................................
110
Hasil Uji Asumsi Klasik....................................................................
111
3.1 Uji Multikolinearitas..................................................................
111
3.2 Uji Autokorelasi..........................................................................
116
3.3 Uji Heteroskedastisits..................................................................
117
3.4 Uji Normalitas.............................................................................
118
3.5 Uji Linearitas...............................................................................
119
3.6 Uji Chow......................................................................................
119
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan terus menerus untuk
mewujudkan
keadaan
yang
lebih
baik
secara
bersama-sama
dan
berkesinambungan. Dalam kerangka itu, pembangunan ekonomi juga untuk
memacu
pemerataan
pembangunan
dan
hasil-hasilnya
dalam
rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.
Salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan
pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan suatu
dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang dilaksanakan. Pertumbuhan
ekonomi berkaitan erat dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa
dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Menurut Djojohadikusumo (1994:110)
dalam pertumbuhan ekonomi biasanya ditelaah proses produksi yang melibatkan
sejumlah jenis produk dengan menggunakan sarana dan prasarana produksi.
Menurut Schumpeter dalam Boediono (1992:115) pertumbuhan ekonomi
diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh
semakin banyaknya faktor produksi yang dipergunakan dalam proses produksi
tanpa ada perubahan cara-cara atau teknologi itu sendiri. Indikator pertumbuhan
ekonomi tidak hanya mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu
perekonomian, namun sesungguhnya juga memberikan indikasi tentang sejauh
1
mana aktivitas perekonomomian yang terjadi pada suatu periode tertentu telah
menghasilkan pendapatan bagi masyarakat.
Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pelimpahan
sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan
urusan rumah tangga sendiri dalam rangka pembangunan nasional negara
Republik Indonesia dan pemberlakuan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
diharapkan bisa memotifasi peningkatan kreatifitas dan inisiatif untuk lebih
menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap
daerah, dan dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan terarah agar pembangunan
disetiap daerah dapat benar-benar sesuai dengan prioritas dan potensi daerah.
Kegiatan pembangunan nasional tidak lepas dari peran seluruh Pemerintah Daerah
yang telah berhasil memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah
masing-masing. Sebagai upaya memperbesar peran dan kemampuan daerah dalam
pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai
kegiatan operasional rumah tangga pemerintah daerah.
Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, pemerintah daerah tingkat
dua memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah itu dan dituntut
untuk bisa lebih mandiri. Terlebih dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka
pemerintah daerah tingkat dua harus bisa mengoptimalkan pemberdayaan semua
potensi yang dimiliki dan perlu diingat bahwa pemerintah daerah tingkat dua tidak
boleh terlalu mengharapkan bantuan dari pemerintah pusat seperti pada tahuntahun sebelumnya.
Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan
tingginya nilai PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami kemajuan
dalam perekonomian (Zaris,1987:82). Provinsi-provinsi yang berada di pulau
Jawa ternyata mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tergolong rendah. Ini
dikarenakan sedikitnya sumber daya alam yang pemanfaatanya belum tepat yang
terdapat di provinsi-provinsi yang berada di pulau Jawa. Sumber daya alam ini
merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan daerah, selain pola investasi
,teknologi
dan
perkembangan
prasarana
transportasi
(Zaris,1987:86).
Pembangunan daerah diharapkan akan membawa dampak positif pula terhadap
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dicerminkan dari
perubahan PDRB dalam suatu wilayah. Perkembangan pertumbuhan PDRB di
Provinsi DKI Jakarta.
Tabel 1.1
Pertumbuhan PDRB Tahun 1987-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000
di Provinsi DKI Jakarta (Jutaan Rupiah)
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
PDRB
107.599.284,00
115.115.165,00
125.886.202,00
136.676.610,00
147.335.207,00
160.050.023,00
173.540.509,00
211.929.189,00
231.567.708,00
252.629.225,00
265.529.501,00
219.089.230,00
218.458.107,00
227.924.124,00
238.637.940,00
250.348.044,00
Tingkat Pertumbuhan
7,0
9,4
8,6
7,8
8,6
8,4
22,1
9,3
9,1
5,1
-17,5
-0,3
4,3
4,7
4,9
17
18
19
20
21
2003
2004
2005
2006
2007
263.624.242,00
278.524.822,00
295.270.319,00
312.826.713,00
332.971.255,00
5,3
5,7
6,0
5,9
6,4
Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah
Pada Tabel 1.1 terlihat terjadi kenaikan yang berfluktuatif dari tahun ke
tahun, ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di provinsi DKI
Jakarta mengalami kenaikan. Kenaikan yang sangat signifikan terjadi ditahun
1994 dimana tingkat pertumbuhan sebesar 22,1%, sebaliknya ditahun 1998 terjadi
penurunan tingkat pertumbuhan sebesar -17,5%
dikarenakan terjadi
puncak
krisis ekonomi yang melanda Indonesia. DKI Jakarta merupakan wilayah yang
memiliki tingkat potensi kemakmuran di Pulau Jawa. Dari Tabel 1.2 dan Gambar
1.2 dapat dilihat bahwa setiap provinsi pada Pulau Jawa memiliki tingkat potensi
kemakmuran yang berbeda-beda. Pertumbuhan PDRB Provinsi di Pulau Jawa
mengalami pertumbuhan yang cenderung meningkat. Dari 6 Provinsi di Pulau
Jawa DKI Jakarta memiliki pertumbuhan PDRB yang paling tinggi, kemudian
kedua adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah dan terendah adalah
DI Yogyakarta. Tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan meningkat serta
didukung posisinya sebagai Ibukota Negara, telah membuat DKI Jakarta memiliki
bergaining posisition yang cukup tinggi khususnya di Pulau Jawa. DKI Jakarta
yang merupakan Kota Megapolitan memberikan ketertarikan sendiri tidak hanya
bagi Provinsi-Provinsi lain tetapi juga bagi masyarakat DKI Jakarta sendiri untuk
dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tabel 1.2
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2003-2007 (Miliar Rupiah)
Provinsi
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
DKI
Jakarta
263.624
278.525
295.271
312.827
332.971
Jawa
Barat
219.525
230.003
242.884
257.499
274.180
Jawa
Tengah
129.166
135.790
143.051
150.683
159.110
D.I
Yogyakarta
15.360
16.146
16.911
17.536
18.292
Jawa
Banten
Timur
228.884 51.957
242.229 54.880
256.375 58.107
271.249 61.342
287.814 65.047
Sumber : BPS, Berbagai Tahun Terbitan, Jakarta
Sumber : Badan Pusat Statistik, Berbagai Tahun Terbitan, Jakarta
Gambar 1.1
Laju Pertumbuhan PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi
di Pulau Jawa Tahun 2003-2007
Menurut Todaro (2004,124-130) ada tiga faktor atau komponen utama
yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah, ketiganya adalah
akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Akumulasi
modal (capital accumulation) meliputi semua jenis investasi baru baik yang
dilakukan oleh pemerintah ataupun swasta yang ditanamkan dengan bentuk tanah,
peralatan fisik, dan modal sumber daya. Akumulasi modal akan terjadi apabila
sebagian dari pendapatan ditabungkan (diinvestasikan) kembali dengan tujuan
untuk memperbesar output atau pendapatan di kemudian hari.
Akumulasi modal yang dilakukan oleh pemerintah menggambarkan
seberapa besar peran pemerintah dalam sistem perekonomian suatu daerah.
Samuelson dan Nordhous (1996,49-50) menyebutkan bahwa perekonomian yang
ideal adalah perekonomian yang menerapkan mekanisme pasar, artinya bahwa
jalannya perekonomian sepenuhnya menjadi wewenang pasar karena hanya
mekanisme pasar yang mampu mengalokasikan sumber daya secara efisien.
Namun dalam hal-hal tertentu menunjukan bahwa mekanisme pasar memiliki
kelemahan yaitu gagal mencapai alokasi yang efisien disebabkan oleh adanya
common goods, unsur ketidaksempurnaan pasar, barang publik, ekternalitas,
incomplete market, kegagalan informasi, unemployment dan uncertainty. Untuk
menghindari hal tersebut, maka diperlukan campur tangan pemerintah dalam
perekonomian agar alokasi sumber ekonomi dapat tercapai secara efisien.
Pentingnya peran pemerintah dalam suatu sistem perekonomian telah
banyak dibahas dalam teori ekonomi publik. Selama ini banyak diperdebatkan
mengenai seberapa jauh peranan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Hal
ini dikarenakan setiap orang berbeda dalam penilaian mengenai biaya keuntungan
yang diperoleh dari program yang dibuat oleh pemerintah. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa kehidupan masyarakat selama ini sangat bergantung kepada jasa
yang disediakan oleh pemerintah. Todaro (2004:18) menyebutkan pemerintah
harus diakui dan dipercaya untuk memikul peranan lebih besar dan yang lebih
menentukan di dalam upaya pengelolaan perekonomian nasional atau daerah.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah selaku pengambil
kebijakan di daerah selanjutnya akan lebih memilih mengadopsi kebijakan
pembangunan yang disesuaikan dengan karakteristik potensi daerah itu sendiri,
tentunya tuntutan pengenalan potensi daerah dapat dijadikan penggerak
pertumbuhan ekonomi bagi pembangunan daerahnya.
Menurut Mangkoesoebroto (1998,4-10) Peranan pemerintah yang harus
dijalankan adalah :
1.
Peranan alokasi yaitu pemerintah mengusahakan agar alokasi sumbersumber ekonomi dilaksanakan secara efisien terutama dalam menyediakan
barang dan jasa yang pihak swasta tidak dapat memproduksinya.
2.
Peranan distribusi yaitu pemerintah melalui kebijaksanaan fiskal merubah
keadaan masyarakat sehingga sesuai dengan distribusi pendapatan yang
diharapkan melalui pengenaan pajak progresif yaitu relatif beban pajak
yang lebih besar bagi yang mampu dan meredistribusikan bagi yang
kurang mampu.
3.
Peranan stabilisasi yaitu pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang
bertujuan untuk mengendalikan goncangan ekonomi yang berlebihan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan bentuk dari akumulasi modal
pemerintah yang digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu
daerah. Peranan strategis dari investasi pemerintah ini sasaran penggunaannya
untuk membiayai pembangunan di bidang sarana dan prasarana yang dapat
menunjang. Perkembangan Pendapatan Asli Derah (PAD) di DKI Jakarta sebelum
dan setelah otonomi daerah tahun 1987- 2007 dapat dilihat dalam Tabel 1.3
Tabel 1.3
Tingkat Pertumbuhan Penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta,
Pada Periode Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Tahun 1987- 2007
No
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
Rata-rata
14
15
16
17
18
19
20
21
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata
PAD
276.898,34
286.446,87
429.660,93
567.315,63
682.731,43
789.524,35
993.655,81
1.337.993,45
1.441.579,41
1.787.375,78
1.830.739,09
1.240.402,06
1.692.928,30
Setelah Otonomi Daerah
2.439.285,10
3.644.150,89
3.546.415,49
4.928.704,55
5.642.664,00
5.931.247,40
6.219.830,80
6.508.414,20
Tingkat Pertumbuhan
PAD ( % )
3,4
50,0
32,0
20,3
15,6
25,9
34,7
7,7
24,0
2,4
-32,2
36,5
18,4
44,1
49,4
-2,7
39,0
14,5
5,1
4,9
4,6
19,9
Sumber : Dispeda Provinsi DKI Jakarta, data dari tahun 1987 s/d 2007 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1.3 nilai penerimaan Pendapatan Asli Daerah Provinsi
DKI Jakarta dari tahun 1987 - 2007 di bagi menjadi dua periode, dalam periode “
sebelum Otonomi Daerah “ diketahui bahwa dari tahun 1987-1999, nilai
penerimaan PAD terus menerus mengalami peningkatan yang signifikan dari
tahun ke tahun. Akan tetapi nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta pada
tahun 1998 mengalami penurunan dari nilai penerimaan PAD tahun 1997
sebelumnya tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta
pada tahun 1998 tersebut tercatat “ merosot sangat besar “ atau “ negatif ” yaitu
sebesar -32,2%, kemerosotan yang cukup tajam pada penerimaan PAD Provinsi
DKI Jakarta. Pada tahun 1998 tersebut disebabkan karena adanya dampak krisis
ekonomi yang melanda indonesia yang diawalin dengan krisis moneter pada tahun
1997. Dampak krisis ekonomi tampaknya mempengaruhi merosotnya nilai
penerimaan dari sumber-sumber penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta pada
tahun 1998 tersebut.
Akan tetapi menginjak tahun 1999, seiring dengan mulai pulihnya
perekonomian regional DKI Jakarta dari dampak krisis ekonomi yang melanda,
nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan dari PAD
tahun 1998. Sebelumnya meskipun tercatat nilai penerimaan PAD pada tahun
1998 tersebut masih tercatat “lebih rendah” dari nilai penerimaan PAD pada tahun
1996. Akan tetapi di sisi lain tingkat pertumbuhan penerimaan PAD provinsi DKI
Jakarta tahun 1999 mengalami pertumbuhan yang “cukup tinggi” yaitu mencapai
angka 36,5%.
Nilai rata-rata tingkat pertumbuhan penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta
dari tahun 1987-1999 dalam periode “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah”
tersebut adalah sebesar 18,4%. Tingkat pertumbuhan penerimaan PAD provinsi
DKI Jakarta dalam periode “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah ” tersebut
tercatat “paling tinggi” pada tahun 1989, yaitu sebesar 50,0%. Sementara itu
tingkat pertumbuhan penerimaan PAD “paling rendah” pada tahun 1998 saat
krisis ekonomi mencapai puncaknya yaitu sebesar -32,2%. Pada periode setelah
pelaksanaan Otonomi Daerah tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD
provinsi DKI Jakarta tahun 2000-2007. Tercatat pada periode tersebut nilai
penerimaan PAD
setelah pelaksanaan Otonomi Daerah “lebih besar” dari
penerimaan PAD dalam periode “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah”, atau
dalam periode tahun 1987-1999.
Angka rata-rata tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI
Jakarta “setelah pelaksanaan Otonomi Daerah” adalah sebesar 19,9%. Sementara
angka rata-rata tingkat penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta “sebelum
pelaksanaan Otonomi Daerah” adalah sebesar 18,4%. Nilai PAD provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2002, tercatat “ menurun” atau lebih rendah dari pada nilai
penerimaan PAD pada tahun 2001. Tingkat penurunan ini tercatat sebesar -2,68%,
dengan demikian dalam periode tahun 2000 -2002 “ setelah pelaksanaan Otonomi
Daerah”, tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta
tercatat “paling rendah”.
Sementara itu nilai tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi
DKI Jakarta pada tahun 2000, 2001, 2003 dan 2004 berada “diatas nilai rata-rata”
tingkat pertumbuhan nilai penerimaan
PAD dalam periode tahun 2000-2007
tersebut. Ini menunjukkan pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta melalui
sumber daya asli daerah dapat termanfaatkan dengan maksimal. Meningkatnya
PAD diharapkan dapat menjadi sinyal bagi kemampuan daerah provinsi DKI
Jakarta dalam melaksanakan pembangunan daerah diperiode Otonomi Daerah.
Pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan akan
lebih sulit dilakukan pemerintah daerah apabila tanpa adanya dukungan dari pihak
swasta. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah daerah perlu membuat
kebijakan yang mendukung penanaman modal yang saling menguntungkan baik
bagi pemerintah daerah, pihak swasta maupun terhadap masyarakat daerah.
Tumbuhnya iklim investasi yang sehat dan kompetitif diharapkan akan memacu
perkembangan investasi yang saling menguntungkan dalam pembangunan daerah.
Perkembangan investasi di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4
Perkembangan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta
Periode 1987-2007
No
Tahun
Proyek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
65
51
79
108
79
83
76
123
203
294
246
329
434
774
604
786
582
492
722
801
916
PMA (US $)
Investasi
530.550,00
790.758,00
757.307,00
825.079,00
959.770,00
1.090.996,00
1.166.727,00
1.355.937,00
4.046.441,00
4.399.299,00
6.122.951,00
1.721.367,00
1.788.185,00
3.323.997,00
1.200.620,00
3.456.015,00
5.938.845,00
3.733.498,00
5.206.190,00
5.938.845,00
6.733.498,00
PMDN (Juta Rp)
Proyek
Investasi
38
32
41
34
53
56
82
121
165
185
157
99
47
94
144
86
58
89
119
122
139
Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan.
1.225.525,00
1.130.197,00
1.436.324,00
1.193.451,00
2.678.556,00
2.524.649,00
3.453.764,00
4.231.539,00
9.760.943,00
10.177.787,00
8.457.448,00
3.991.251,00
2.129.547,00
3.822.862,00
7.911.308,00
3.784.071,00
2.749.976,00
3.710.793,00
4.097.855,00
4.218.004,00
5.638.339,00
Berdasarkan Tabel 1.4. di atas terlihat bahwa perkembangan nilai investasi
sangat berfluktuatif. Kenaikan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 1996
(sebelum krisis ekonomi), dari 185 proyek PMDN yang ditanam investor dalam
negeri tersebut bernilai 10.177.787,00 (dalam juta rupiah). Sedangkan untuk PMA
nilainya sangat fantastik, yaitu mencapai 4.399.299,00 (dalam ribu US $). Dengan
total proyek mencapai 294 proyek. Sebaliknya terlihat bahwa pada tahun 19971999 (saat terjadinya krisis ekonomi dan setelahnya) terjadi penurunan yang
signifikan dari proyek 157 proyek PMDN menjadi 99 dan 49 proyek yang di
tanam investor dalam negeri tersebut. Nilai PMDN juga mengalami penurunan
dari yang bernilai 8.457.484,00 (dalam juta rupiah) ,di tahun 1997 menjadi
semakin menurun ditahun 1998-1999 dengan nilai 3.991.251,00 menjadi
2.129.547,00 (dalam juta rupiah). Sedangkan untuk PMA juga mengalami
penurunan meskipun terlihat kenaikan pada jumlah proyek dari tahun 1997 yang
hanya 246 proyek menjadi 329.434,00 proyek yang ditanam investor luar negeri
di tahun 1998- 1999, terjadi penurunan pada nilai PMA dari 847.169 (dalam ribu
US$) ditahun 1997 menjadi 703.916 dan 777.547 (dalam ribu US$) ditahun 19981999.
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah
sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang bertambah dari
waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada
pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah
tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk
menambah produksi. Namun di sisi lain, akibat buruk dari pertambahan penduduk
kepada
pertumbuhan ekonomi dihadapi oleh masyarakat yang tingkat
pertumbuhan ekonominya masih rendah. Hal ini berarti bahwa kelebihan jumlah
penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang tersedia dimana
penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan penambahan
dalam tingkat produksi. Gambaran mengenai jumlah angkatan kerja di Provinsi
DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1.5
Tabel 1.5
Perkembangan Angkatan Kerja
Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987- 2007
No
Tahun
Bekerja
Angkatan Kerja
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
1.551.663,00
1.732.077,00
1.866.665,00
2.113.619,00
2.435.977,00
2.745.045,00
3.151.665,00
3.366.619,00
3.452.299,00
3.545.230,00
2.609.457,00
2.933.845,00
3.780.278,00
3.920.235,00
3.815.000,00
3.207.522,00
3.379.252,00
3.847.359,00
3.265.331,00
3.931.799,00
4.243.000,00
1.697.213,00
1.910.967,00
2.072.319,00
2.344.289,00
2.796.427,00
3.033.595,00
3.462.115,00
3.717.259,00
3.832.822,00
3.950.580,00
3.052.809,00
3.454.515,00
4.448.623,00
4.390.884,00
4.421.326,00
3.775.187,00
3.968.957,00
4.450.100,00
3.881.248,00
4.521.821,00
4.795.380,00
Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah.
Pembangunan daerah diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan baru
yang sesuai dengan kemampuan daerah untuk menyerap tenaga kerja lokal untuk
kepentingan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari Tabel 1.5
terlihat bahwa jumlah angkatan kerja yang bekerja mengalami peningkatan yang
cukup signifikan di setiap tahunnya. Pada tahun sebelum terjadinya krisis
ekonomi (1987-1996), persentase pertumbuhan jumlah angkatan kerja mengalami
kenaikan jumlah angkatan yang bekerja berarti pada tahun sebelum krisis
ekonomi penyerepan angkatan kerja di DKI Jakarta terjadi kenaikan yang cukup
signifikan dan ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran yang ada sedikit dan
juga lapangan perkerjaan yang ada dapat menyerap tenaga kerja yang cukup
banyak.
Namun dengan dampak terjadinya krisis ekonomi di tahun 1997
penurunan terlihat dari jumlah angkatan yang bekerja sebesar 3.545.230,00
menurun menjadi
2.609.457,00. Hal ini terjadi karena krisis menciptakan
mutidimensial mengakibatkan daya beli masyarakat relatif tetap bahkan
cenderung turun. Keadaan ini ditunjukkan dengan dengan menurunnya
permintaan atas barang dan jasa yang diproduksi, sehingga perusahaan cenderung
mempertahankan kapasitas produksinya atau
bahkan menurunkannya. Untuk
menjaga tingkat keuntungan yang diperoleh maka perusahaan melakukan
rasionalisasi jumlah tenaga kerjanya sehingga penyerapan akan tenaga kerja tidak
terserap sehingga terjadi penurunan yang signifikan.
Penggalian pendapatan daerah, peningkatan peran serta swasta dan
peningkatan partisipasi angkatan kerja lokal sebagai modal pembangunan daerah
diharapkan menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan daerah. Pemerintah
daerah harus melaksanakan pendekatan perencanaan pembangunan daerah dari
bawah ke atas (bottom up) agar pembangunan yang dilaksanakan daerah
merupakan keinginan bersama dan sesuai dengan potensi yang ada agar
kesinambungan pembangunan dapat tercapai. Terlihat bahwa tingkat investasi
baik PMA dan PMDN, angkatan kerja yang berkerja,pendapatan asli daerah dan
krisis ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di
DKI Jakarta. Apabila nilai dari masing-masing variabel meningkat maka
peningkatan juga terjadi pada pertumbuhan ekonomi dalam hal ini adalah PDRB.
Apabila terjadi penurunan dari variabel tersebut penurunan juga terjadi terhadap
PDRB, dari fenomena tersebut di atas maka perlu adanya suatu penelitian yang
diharapkan
dapat memberikan rekomendasi demi kelangsungan pertumbuhan
ekonomi di DKI Jakarta. Hal ini yang melatarbelakangi penelitian dengan judul
“Pengaruh Angkatan Kerja yang Berkerja, Investasi PMA, Investasi PMDN
dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional. Studi
Kasus : Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-2007 ( Sebelum Krisis dan Sesudah
Krisis Ekonomi ).
B. Perumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kesejahteraan masyarakat
pada suatu daerah. Apabila pertumbuhan ekonomi suatu daerah meningkat
diharapkan pertumbuhan tersebut dapat dinikmati merata oleh seluruh
masyarakat. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan
PDRB atas dasar harga konstan 2000 untuk periode pengamatan tahun 1987 -2007
ternyata menunjukkan tingkat fluktuatif (lihat Tabel 1.1). Variabel yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah antara lain akumulasi modal dalam
hal ini besar kecil PMA maupun PMDN dalam menanamkan modal, angkatan
kerja yang berkerja yang dapat diserap dalam pasar kerja serta penerimaan daerah
dari Pendapatan Asli Daerah. Peranan pemerintah daerah dalam pertumbuhan
ekonomi dimaksudkan agar dapat mempengaruhi jalannya perekonomian, dengan
demikian dapat diusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaan yang tidak
diinginkan.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian yang
dikemukakan adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengaruh angkatan kerja yang bekerja terhadap
pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta?
2.
Bagaimana pengaruh investasi Penanaman Modal Asing (PMA)
terhadap pertumbuhan ekonomi regional di DKI Provinsi Jakarta?
3.
Bagaimana pengaruh investasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di DKI Provinsi
Jakarta?
4.
Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta?
5.
Bagaimana pengaruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan
ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.
Untuk menganalisis besarnya pengaruh angkatan kerja yang bekerja
terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta.
2.
Untuk menganalisis besarnya pengaruh Penanaman Modal Asing
(PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI
Jakarta.
3.
Untuk menganalisis besarnya pengaruh Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi
DKI Jakarta.
4.
Untuk menganalisis besarnya pengaruh
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI
Jakarta.
5.
Untuk menganalisis besarnya pengaruh krisis ekonomi terhadap
pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta.
Adapun manfaat penelitian ini di harapkan mampu memberikan kontribusi
kepada :
1.
Bagi
Pengambil
kebijakan,
penelitian
ini
diharapan
dapat
memberikan gambaran atau informasi mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi regional, sehingga
dapat
memahami
lebih
jauh
untuk
pengambilan
kebijakan
selanjutnya guna menyelesaikan permasalahan ini.
2.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat
menambah khasanah
pengetahuan di bidang ilmu ekonomi khususnya ilmu ekonomi
regional.
3.
Peneliti di bidang ilmu ekonomi yang akan melakukan penelitian
pada tema yang sama, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
rujukan.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Pembagunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno,
1994:10). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu
perekonomian. Dari periode ke periode lainya kemampuan suatu negara untuk
menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini
disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan
kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang
digunakan juga makin berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah
sebagai akibat perkembangan penduduk seiring dengan meningkatya pendidikan
dan keterampilan mereka.
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic
Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari
pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam
struktur ekonominya (Suryana, 2000: 5). Menurut Zaris, (1987:82) pertumbuhan
ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang
diukur dengan besarnya pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto perkapita
(PDRB per kapita). Samuelson (1995: 436) mendefinisikan bahwa pertumbuhan
ekonomi menunjukkan adanya perluasan atau peningkatan dari Gross Domestic
21
21
Product potensial atau output dari suatu negara. Ada 4 faktor yang menyebabkan
pertumbuhan ekonomi :
1. Sumber Daya Manusia
Kualitas input tenaga kerja atau sumber daya manusia merupakan faktor
terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Hampir semua faktor produksi yang lainya,
yakni barang modal, bahan mentah, serta teknologi bisa dibeli atau dipinjamkan
dari negara lain. Tetapi penerapan teknik-teknik produktivitas tinggi atas kondisikondisi lokal hampir selalu menuntut tersedianya manajemen, keterampilan
produksi, keahlianyang hanya bisa diperoleh melalui angkatan kerja terampil yang
terdidik.
2. Sumber Daya Alam
Faktor produksi kedua adalah tanah. Tanah yang dapat ditanami
merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam yang
penting antara lain minyak-minyak dan gas, hutan, air, dan bahan-bahan mineral
lainya.
3. Pembentukan Modal
Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan
konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Pembentukan
modal dan investasi ini sebenarnya sangat dibutuhkan untuk kemajuan cepat
dibidang ekonomi.
4. Perubahan Teknologi dan Inovasi.
Salah satu tugas kunci pembangunan ekonomi adalah memacu semangat
kewiraswastaan. Perokonomian akan sulit untuk maju apabila tidak memiliki para
22
wiraswastawan yang bersedia menanggung resiko usaha dengan mendirikan
berbagai pabrik atau fasilitas produksi, menerapkan teknologi baru, mengadapi
berbagai hambatan usaha, hingga mengimpor berbagai cara dan teknik usaha yang
lebih maju (Samuelson,1995:436-439).
Menurut Sukirno, (1994:415) bahwa istilah pertumbuhan ekonomi
menerangkan
atau
mengukur
prestasi
dari
perkembangan
dari
suatu
perekonomian, sedangkan dalam analisis makro ekonomi tingkat pertumbuhan
berbagai hambatan usaha, hingga mengimpor berbagai teknik usaha yang lebih
maju. ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan
nasional riil yang dicapai suatu negara. Menurut Boediono, (1992:9) pertumbuhan
ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka waktu
yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi 3 aspek yaitu :
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu
perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu.
2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output
perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting yaitu output total dan jumlah
penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk.
3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang.
Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama (5
tahun) mengalami kenaikan output.
Para ahli ekonomi menyatakan bahwa istilah pertumbuhan ekonomi
berbeda dengan istilah pembangunan ekonomi. Menurut Suryana, (2000:3)
menerangkan bahwa pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang
23
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam
jangka panjang. Dari definisi ini mengandung tiga unsur yaitu :
1. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang terusmenerus yang didalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri
untuk investasi baru.
2. Usaha meningkatkan pendapatan perkapita
3. Kenaikan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang.
Sumitro
Djojohadikusuma
(Sanusi,2004:8)
pembangunan
ekonomi
mengandung arti yang lebih luar serta mencakup perubahan pada susunan
ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan ekonomi pada umumnya
didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil
perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh
perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi tersebut jelas bahwa pembangunan
ekonomi mempuyai pengertian :
1. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara terus-menerus.
2. Usaha untuk menaikan pendapatan perkapita.
3. Kenaikan pendapatan perkapita harus teru berlangsung dalam jangka
panjang.
4. Perbaikan sistem kelembagaan disegala bidang (misalanya ekonomi,
politik, hukum, sosial, dan budaya). Sistem ini bisa ditinjau dari dua aspek
yaitu: aspek perbaikan di bidang organisasi (institusi) dan perbaikan
dibidang regulasi (baik legal formal maupun informal) (Arsyad, 1999:1112).
24
B. Toeri-Teori pertumbuhan Ekonomi
1.
Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Menurut ekonom klasik, Adam Smith, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi
oleh dua faktor utama yakni pertumbuhan outpu total dan pertumbuhan penduduk
(Arsyad,1999:51-52). Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga :
a. Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah paling mendasar dari
kegiatan produksi suatu masyarakat dimana jumlah sumber daya alam
yang tersedia mempunyai batas maksimum bagi pertumbuhan suatu
perekonomian.
b. Sumber daya insani (jumlah penduduk) merupakan peran pasif dalam
proses
pertumbuhan
output,
maksudnya
jumlah
penduduk
akan
menyesuaikan dengan kebutuhan akan tenaga kerja.
c. Stok modal merupakan unsur produksi yang sangat menentukan tingkat
pertumbuhan output.
Laju pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas sektorsektor dalam menggunkan faktor-faktor produksinya. Produktivitas dapat
ditingkatkan melalui berbagai sarana pendidikan, pelatihan dan manajemen yang
lebih baik.
Menurut teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, pertumbuhan ekonomi
bergantung pada faktor-faktor produksi (Sukirno, 1994:150).
25
Persamaannya adalah :
2.
Y
= f (K, L, T)
Y
= tingkat pertumbuhan ekonomi
K
= tingakat pertumbuhan barang modal
L
= tingakt pertambahan tenaga kerja
T
= tingkat pertambahan teknologi
Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik
Dalam model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow Neo
Classical Growth Model) maka fungsi produksi agregat standar adalah sama
seperti yang digunakan dalam persamaan sektor modern Lewis yakni :
Y
= Aeµt. K. L1-...................................................................................(1)
Y
= Produk Domestik Bruto
K
= stok modal fisik dan modal manusia
L
= tenaga kerja non terampil
A
= konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar
eµt = melambangkan tingkat kemajuan teknologi

= melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni persentase
kenaikan PDB yang bersumber dar 1% penambahan modal fisik dan
modal manusia.
Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output
selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas
26
dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investas) dan
penyempurnaan teknologi (Todaro, 2004:112)
Harrod Domar menganalisis tentang syarat-syarat yang diperlukan agar
perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang dengan
mantap (steady growth). Menurut Harrod Domar investasi memberikan peranan
kunci dalam prosers pertumbuhan yang disebabkan karena :
1. Investasi dapat menciptakan pendapatan yang merupakan dampak dari
penawaran.
2. Investasi dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan
cara meningkatkan stock modal yang merupakan dampak dari penawaran.
3. Teori Pertumbuhan Baru
Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan
yang bersifat endogen, Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem
ekonomi. Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan
oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar sistem. Kemajuan teknologi
merupakan hal yang endogen, pertumbuhan merupakan bagian dari keputusan
pelaku-pelaku ekonomi untuk berinvestasi dalam pengetahuan. Peran modal lebih
besar dari sekedar bagian dari pendapatan apabila modal yang tumbuh bukan
hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal manusia.
Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi.
Definisi modal atau kapital diperluas dengan memasukkan model ilmu
pengetahuan dan modal sumber daya manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu
27
yang berasal dari luar model atau eksogen tapi teknologi merupakan bagian dari
proses pertumbuhan ekonomi.
Dalam teori pertumbuhan endogen, peran investasi dalam modal fisik dan
modal manusia turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Tabungan dan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan ( Mankiw, 2000:165).
C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan penjumlahan dari semua barang dan jasa akhir atau
semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1
tahun). Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu
perekonomian dalam suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan.
Ketiga cara tersebut adalah :
1. Cara Pengeluaran
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah
pengeluaran ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara
tersebut. Menurut cara ini pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran
rumah tangga konsumsi, rumah tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta
pendapatan ekspor dikurangi dengan pengeluaran untuk barang-barang impor.
2. Cara Produksi atau cara produk netto
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai
produksi barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan usaha)
dalam perekonomian. Dalam menghitung pendapatan nasional dengan cara
28
produksi yang dijumlahkan hanyalah produksi tambahan atau value added yang
diciptakan.
3. Cara pendapatan
Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara
menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang
digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. (Sukirno, 1994:32)
Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah :
1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian. Dari
perhitungan PDRB dapat diketahui apaka suatu daerah termasuk daerah
industri, pertanian atau jasa dan berapakah besar sumbangan masingmasing sektornya.
2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. Oleh karena nilai
PDRB dicatat tiap tahun, maka akan didapat catatan angka dari tahun ke
tahun. Dengan demikian diharapakan dapat diperoleh keterangan kenaikan
atau penurunan apakah ada perubahan atau pengurangan kemakmuran
material atau tidak.
D. Investasi PMA dan PMDN
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanampenanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan
perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi
barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 1994:
107). Investasi tidak hanya untuk memaksimalkan output, tetapi untuk
29
menentukan distribusi tenaga kerja dan distribusi pendapatan, pertumbuhan dan
kualitas penduduk serta teknologi.
Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya
Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan Undangundang
No. 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam
negeri, yang
kemudian dilengkapi dan disempurnakan dengan Undang-undang No. 11 tahun
1970 tentang penanaman modal asing dan Undang-undang No. 12 tahun 1970
tentang penanaman modal dalam negeri. Berdasarkan dari sumber kepemilikan
modal, maka investasi swasta dapat di bagi menjadi penanaman modal asing dan
penanaman modal dalam negeri. Penanaman modal asing adalah penanaman
modal asing yang dilakukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dan
menanggung segala resiko penanaman modal tersebut secara langsung. (Pasal 1).
Sedangkan modal asing itu sendiri adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak
berasal dari kekayaan devisa Indonesia. Termasuk alat-alat perusahaan dan
penemuan baru milik orang asing yang diimpor. (Pasal 2)
Penanaman Modal Dalam Negeri adalah Penggunaaan modal dalam negeri
baik secara langsung atau tidak, untuk menjalankan usaha. (Pasal 2). Modal dalam
negeri adalah Modal yang berasal dari kekayaan masyarakat Indonesia baik yang
dimiliki oleh negara, swasta nasional, atau swasta asing. Pihak swasta yang
dimaksud dapat berupa perorangan atau badan hukum. (Pasal 1). Investasi atau
pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang modal dan peralatan-peralatan
produksi dengan tujuan mengganti dan untuk menambah barang-barang modal
30
dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan
jasa di masa depan.
Investasi atau pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan
peralatan produksi dibedakan menjadi investasi perusahaan swasta, perubahan
inventaris perusahaan dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah. Investasi
perusahaan merupakan komponen yang terbesar dari investasi dalam suatu negara.
Pengeluaran investasi tersebut terutama meliputi mendirikan bangunan industri,
membeli mesin-mesin dan peralatan produksi lain dan pengeluaran untuk
menyediakan bahan mentah. Investasi yang dilakukan di masa kini sangat erat
hubungannya dengan prospek memperoleh keuntungan di masa depan.
Harorld dan Dommar memberikan peranan kunci kepada investasi
terhadap peranannya dalam proses pertumbuhan ekonomi khususnya mengenai
watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, investasi memiliki peran ganda
dimana dapat menciptakan pendapatan, dan kedua, investasi memperbesar
kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal (Jhingan,
1999:291)
E. Angkatan Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk pada usia kerja yaitu antara 15-64 tahun.
Penduduk dalam usia kerja ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja. (Suparmoko, 2002: 114). Secara ringkas, tenaga
kerja terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang dimaksud dengan
angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang terlibat atau masih berusaha
untuk terlibat dalam kegiatan produktif yang menghasilkan barang dan jasa.
31
Menurut Suparmoko (2002:114) angkatan kerja adalah penduduk yang belum
bekerja namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat
upah yang berlaku. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan
golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan (Simanjuntak, 1985:3).
Sedangkan yang dimaksud dengan bukan angkatan kerja adalah mereka
yang masih sekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lainlain atau penerima pendapatan (Simanjuntak, 1985:3). Jika yang digunakan
sebagai satuan hitung tenaga kerja adalah orang, maka disini dianggap bahwa
semua orang mempunyai kemampuan dan produktifitas kerja yang sama dan lama
waktu kerja yang dianggap sama. Penggunaan tenaga kerja hanya bisa
diwujudkan kalau tersedia dua unsur pokok, yang pertama adalah adanya
kesempatan kerja yang cukup banyak, yang produktif dan memberikan imbalan
yang baik. Dan yang kedua, adalah tenaga kerja yang mempunyai kemampuan
dan semangat kerja yang cukup tinggi.
Kesempatan kerja dapat tercipta jika terjadi permintaan akan tenaga kerja
di pasar kerja. Besarnya tenaga kerja dalam jangka pendek tergantung dari
besarnya efektifitas permintaan untuk tenaga kerja yang dipengaruhi oleh
kemampuan-kemampuan substitusi antara tenaga kerja dan faktor produksi yang
lain, elastisitas permintaan akan hasil produksi, dan elastisitas penyediaan faktorfaktor pelengkap lainnya. Dalam statistik ketenagakerjaan di Indonesia
kesempatan kerja merupakan terjemahan bagi employment yang berarti sebagai
jumlah orang yang bekerja tanpa memperhitungkan berapa banyak pekerjaan yang
dimiliki tiap orang, pendapatan dan jam kerja mereka.
32
F. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha
pemerintah daerah untuk mngumpulkan dana guna keperluan daerah yang
bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang
terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan
lain-lain penerimaan asli daerah yang sah (BPS, 2003:112). Pendapatan asli
daerah
diartikan
sebagai
pendapatan
daerah
yang
tergantung
keadaan
perekonomian pada umumnya dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli
daerah itu sendiri. Sutrino (1984:200) pendapatan asli
daerah adalah suatu
pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun
sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian
pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usah-usaha
pemerintah
daerah
dalam
memanfaatkan
potensi-potensi
sumber-sumber
keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Menurut pasal 6
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pendapatan asli daerah berasal dari :
1.
Hasil pajak daerah
2.
Hasil retribusi daerah
3.
Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan.
4.
Penerimaan dari dinas dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pasal 6 Undang-Undang tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
33
1.
Pajak Daerah
Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh
pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada pokoknya
pajak memilki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara
(fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi regulator) (Suparmoko,
2002: 135). Mardiasmo (1997:51) mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang
dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk
kepentingan pembiyaan rumah tangga daerah tersebut.
Menurut Undang-Undang NO. 34 tahun 2000 pajak daerah yang
selanjutnya disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perunadang-undangan yang berlaku, yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan
pemerintah
daerah
dan
pembangunan daerah.
Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi
pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adala pembayaran iuran oleh rakyat
kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa yang secara
langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 1997:277). Dari batasan atau definisi diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah:
1.
Iuran masyarakat kepada negara
2.
berdasarkan Undang-Undang
3.
Tanpa balas jasa secara langsung
4.
Untuk membiyai pengeluaran pemerintah
34
Berdasarkan kewenangan memungut pajak digolongkan menjadi dua yaitu
pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama dengan pajak
negara, perbedaannya terletak pada :
a.
Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam hal ini
Direktorat Jendral Pajak).
b.
Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah atau
pajak negara yang pengelolaan dan penggunaanya diserahkan kepada daerah
(Sutrisno, 1984:203).
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah
pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan
peraturan perundangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah
sebagai badan hukum publik.
2.
Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat
karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang pemerintah
yang langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984:202). Peraturan pemerintah No.16
tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal 1, menyebutkan bahwa retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang
khusus disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial
karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Menurut undangundang No. 34 tahun 2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi
yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas atau pemberian ijin tertentu yang
35
khusus disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan
pribadi atau badan.
Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus,
karena ciri-ciri atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi
(Sutrisno,
1984:139). Syarat-syarat tertentu antara lain, berdasarkan undang-undang atau
peraturan sederajat, harus disetor ke kas negara atau daerah dan tidak dapat
dipaksakan. Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan pungutan yang
dilakukan pemerintah karena seseorang dan badan hukum menggunakan barang
dan jasa pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari definisi diatas bahwa ciriciri mendasar dari retribusi daerah adalah :
a.
retribusi dipungut oleh daerah
b. dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang
langsung dapat ditunjuk
c.
retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan barang atau jasa
yang disediakan oleh daerah.
3.
Bagian Laba Perusahaan Derah
Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan
dalam memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari
perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru
dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau
perusahaan
daerah
menjalankan
fungsi
ganda
yang
harus
terjamin
keseimbanganya yaitu fungsi ekonomi. Pemerintah daerah mendirikan perusahaan
daerah atas dasar berbagai pertimbangan yaitu, menjalankan ideologi yang
36
dianutnya bahwa sarana produksi milik masyarakat, untuk melindungi konsumen
dalam hal ada monopoli alami, seperti angkutan umum atau telepon, dalam rangka
mengambil alih perusahaan asing, untuk menciptakan lapangan kerja atau
mendorong pembangunan ekonomi daerah, dianggap cara yang efisien untuk
menyediakan layanan masyarakat serta untuk menghasilkan penerimaan daerah.
Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu, laba dari perusahaan
daerah. Karena terbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya berdasarkan
atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mencari
keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas
daerah. Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah :
1.
Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah
harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya perekonomian
daerah.
2.
Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu
memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat
diserahkan ke kas daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu
komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi pendapatan
daerah. Sifat utama perusahaan daerah berorientasi pada keuntungan, dapat
memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum atau dengan kata
lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin
keseimbangannya yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Artinya pemenuhan
fungsi sosial perusahaan daerah dapat berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi
37
ekonomi sebagai badan hukum yang bertujuan mendapatkan laba. Sedangkan
lapangan hasil perusahaan daerah adalah sebagian dari perusahaan daerah yang
bergerak di bidang produksi jasa dan perdagangan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
4.
Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan
Penerimaan dinas-dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha
dinas-dinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan pajak,
retribusi ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari penerimaan dinasdinas daerah (kecuali dinas pendapatan daerah) pada umumnya adalah bukan
mencari pendapatan daerah, tetapi melaksanakan sebagian urusan pemerintah
daerah yang bersifat pembinaan atau bimbingan kepada masyarakat. Penerimaan
lain-lain, di lain pihak adalah penerimaan pemerintah daerah di luar penerimaanpenerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan
ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barangbarang (bekas) milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan
uang langganan majalah daerah (Hirawan, 1987: 204).
Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan
umum kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya,
tetapi dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai
organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa.
Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah
untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi
dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut
38
untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah
daerah dalam suatu bidang tertentu. Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana
sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di lain pihak lebih
mengarah kepada publik service dan bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil
keuntungan, melainkan hanya sekedar untuk menutup resiko biaya administrasi
yang dikeluarkan.
G. Dummy Krisis Ekonomi
Variabel dummy adalah variabel bebas berukuran kategori atau dikotomi.
(Imam Ghozali, 2001:49). Setiap variabel dummy menyatakan satu kategori
variabel bebas non-metrik, cara pemberian kode dummy umumnya menggunakan
kategori yang dinyatakan dengan angka 1 atau 0. Kelompok yang diberi nilai
dummy 0 (nol) disebut excluded group, sedangkan kelompok yang diberi nilai
dummy 1 (satu) disebut included group. Jadi dalam hal ini dummy 0 adalah
sebelum krisis dan dummy 1 adalah sesudah krisis.
H. Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai
“pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan
peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah
barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk
memproduksikan barang dan jasa di masa depan” . Menurut Boediono (1992:55)
investasi adalah pengeluaran oleh sektor produsen (swasta) untuk pembelian
barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan
39
pabrik. Investasi adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau
menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa mendatang Persyaratan
umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro (1981:140-141)
adalah:
1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan
fisik dan sumber daya manusia;
2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja
dan keahliannya;
3. Kemajuan teknologi.
Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi
pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memengalihkan sumbersumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya untuk investasi dalam
bentuk ”capital formation” untuk mencapai tingkat produksi yang lebih besar.
Investasi di bidang pengembangan sumberdaya manusia akan meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia,sehingga menjadi tenaga ahli yang terampil
yang dapat memperlancar kegiatan produktif.
Menurut Sukirno (2000:121) kegiatan investasi memungkinkan suatu
masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran
masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi,
yakni : a. investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat,
sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan
nasional serta kesempatan kerja. b. pertambahan barang modal sebagai akibat
40
investasi akan menambah kapasitas produksi. c. investasi selalu diikuti oleh
perkembangan teknologi.
Suryana (2000: 135) menyatakan bahwa kekurangan modal dalam negara
berkembang dapat dilihat dari beberapa sudut:
1. Kecilnya jumlah mutlak kapita material;
2. Terbatasnya kapasitas dan keahlian penduduk;
3. Rendahnya investasi netto.
Akibat keterbatasan tersebut, negara-negara berkembang mempunyai
sumber alam yang belum dikembangkan dan sumber daya manusia yang masih
potensial. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas maka perlu
memperbesar produk (output) dan pendapatan dikemudian hari. Untuk
membangun itu seyogyanya mempercepat investasi baru dalam barang-barang
modal fisik dan pengembangan sumberdaya manusia melalui investasi di bidang
pendidikan dan pelatihan. Hal ini sejalan dengan teori perangkap kemiskinan
(vicious circle) yang berpendapat bahwa: a. ketidakmampuan untuk mengarahkan
tabungan yang cukup. b. kurangnya perangsang untuk melakukan penanaman
modal. c. taraf pendidikan, pengetahuan dan kemahiran yang relatif rendah
merupakan tiga faktor utama yang menghambat terciptanya pembentukan modal
di negara berkembang.
Teori Harrod-Domar mengemukakan bahwa model pertumbuhan ekonomi
yang merupakan pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan
pada peranan tabungan dan industri sangat menentukan dalam pertumbuhan
41
ekonomi daerah (Arsyad, 1997:59). Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori
ini adalah bahwa:
1.
Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment)
danbarang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh.
2.
Dalam perekonomian dua sektor (Rumah Tangga dan Perusahaan)
berartisektor pemerintah dan perdagangan tidak ada.
3.
Besarnya
tabungan
masyarakat
adalah
proporsional
dengan
besarnyapendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik
original (nol).
4.
Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save =MPS)
besarnya tetap, demikian juga ratio antar modal dan output (Capital
OutputRatio= COR) dan rasio penambahan modal-output (Incremental
Capital Output Ratio).
Teori ini memiliki kelemahan yakni kecendrungan menabung dan ratio
pertambahan modal-output dalam kenyataannya selalu berubah dalam jangka
panjang. Demikian pula proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak
konstan, harga selalu berubah dan suku bunga dapat berubah akan mempengaruhi
investasi. Dalam model pertumbuhan endogen dikatakan bahwa hasil investasi
akan semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar. Dengan
diasumsikan bahwa investasi swasta dan publik di bidang sumberdaya atau modal
manusia dapat menciptakan ekonomi eksternal (eksternalitas positif) dan memacu
produktivitas yang mampu mengimbangi kecenderungan ilmiah penurunan skala
hasil. Meskipun teknologi tetap diakui memainkan peranan yang sangat penting,
42
namun model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa teknologi tersebut tidak
perlu ditonjolkan untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi
jangka panjang.
Implikasi yang menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi
keuntungan dari investasi komplementer (complementary investment) dalam
modal atau sumberdaya manusia, sarana prasarana infrastruktur atau kegiatan
penelitian. Mengingat investasi komplementer akan menghasilkan manfaat
personal maupun sosial, maka pemerintah berpeluang untuk memperbaiki
efisiensi alokasi sumber daya domestik dengan cara menyediakan berbagai
macam barang publik (sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta
dalam industri padat teknologi dimana sumberdaya manusia diakumulasikannya.
Dengan demikian model ini menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif
dalam pengelolaan investasi baik langsung maupun tidak langsung.
I.
Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro (2000:142) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
Angkatan Kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif
yangmemacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar
berartiakan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang
lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal
tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang
cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari
pembangunan ekonominya.
43
Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari
pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah
tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga
kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi
modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti segi manajerial dan
administrasi.
Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada umumnya
pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen.
Menurut Lewis, angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa
bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan
dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan demikian penawaran tenaga kerja
mengandung elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja
(dari sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan
demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
adalah tenaga kerja.
Menurut Nicholson W. (1991:120) bahwa suatu fungsi produksi suatu
barang atau jasa tertentu (q) adalah q = f (K, L) dimana K merupakan modal dan
L adalah tenaga kerja yang memperlihatkan jumlah maksimal suatu barang atau
jasa yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara K
dan L maka apabila salah satu masukan ditambah satu unit tambahan dan
masukan lainnya dianggap tetap akan menyebabkan tambahan keluaran yang
dapat diproduksi. Tambahan keluaran yang diproduksi inilah yang disebut dengan
produk fisik marjinal (Marginal Physcal Product).
44
Selanjutnya dikatakan bahwa apabila jumlah tenaga kerja ditambah terus
menerus sedang faktor produksi lain dipertahankan konstan, maka pada awalnya
akan menunjukkan peningkatan produktivitas namun pada suatu tingkat tertentu
akan memperlihatkan penurunan produktivitasnya serta setelah mencapai tingkat
keluaran
maksimal
setiap
penambahan tenaga
kerja
akan
mengurangi
pengeluaran. Payaman J. Simanjuntak (1985 :123) menyebutkan bahwa tenaga
kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari
pekerjaan dan melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah
tangga.
Menurut BPS (2003:135) penduduk berumur 10 tahun ke atas terbagi
sebagai angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan Kerja dikatakan
bekerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling
sedikit satu jam secara kontinu selama seminggu yang lalu. Sedangkan penduduk
yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur. Jumlah
angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja
yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia maka akan
menyebabkan semakin meningkatkan total produksi di suatu daerah.
J. PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Apabila kita membicarakan tentang pertumbuhan dan pembangunan darah
maka akan erat kaitannya dengan apa yang disebut Pendapatan daerah. Dan
Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan elemen yang cukup
penting peranannya baik untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan
45
maupun pemberian pelayanan kepada publik. Apabila dikaitkan dengan
pembiayaan, maka pendapatan daerah masih merupakan alternatif pilihan utama
dalam mendukung program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan, yaitu untuk pembangunan daerah.
Untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah tersebut tentu diperlukan
dana tidak sedikit. Suatu daerah yang tidak memiliki dana yang cukup atau
memadai tentu memerlukan tambahan dari pihak lain, agar program pembangunan
yang telah direncanakan tersebut dapat terlaksana. Pihak lain yang dimaksud
tersebut adalah lembaga perbankan, pemerintah pusat, atau pihak asing yang
peduli dengan program pembangunan suatu daerah, dan tentu saja masyarakat di
suatu daerah itu sendiri.
Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 telah
menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat
dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun dalam
hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai
era otonomi daerah.
Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan
yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah
kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol
penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan
mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah
46
Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya
untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di
daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat
melaksanakan otonomi, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan
daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.34 Tahun 2000 tentang
perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah.
Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan
dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan
PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jadi disini
peranan pajak adalah untuk mengoptimalkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan
nantinya akan digunakan untuk pembangunan Daerah.
K. Penelitian Terdahulu
Studi
mengenai
pertumbuhan
ekonomi
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya telah banyak dilakukan oleh banyak peneliti. Pada awal
pembangunan ekonomi suatu negara umumnya perencanaan pembangunan
ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan (growth). Hal ini bisa
dimengerti mengingat penghalang utama bagi pembangunan negara sedang
berkembang adalah terjadinya kekurangan modal Dengan menggunakan angkaangka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai bahan penelitian,
analisis pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan. Secara ringkas dalam Tabel 2.1
disajikan ringkasan penelitian-penelitian sejenis yang menjadi referensi dalam
penelitian ini.
47
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Judul penelitian
Variable
Terikat
Bebas
Pertumbuhan
 Nilai
Tambah
Ekonomi Ekonomi
Regional
Industri Daerah.
Sumatera (PDRB)
Periode  Pengeluaran
Tahun 1994-2006.
Pemerintah Daerah.
 Kepadatan
Penduduk Daerah.
1.
Marganda
Simamora dan
Sirojozilam
(2008: 94-101).
Determinasi
Pertumbuhan
Regional
Utara.
2.
Yoenanto Sinung
Noegroho dan
Lana
Soelistianingsih
(2007: 1-30).
Analisis
Disparitas Pertumbuhan
Pendapatan Kabupaten Ekonomi.
Kota di Provinsi Jawa
Tengah dan FaktorFaktor
yang
 Disparitas
pendapatan.
 Inflasi regional.
 Imigrasi keluar.
 Konsumsi.
Alat
Analisis
GLS
(Data
Panel)
 GLS.
 Indeks
Theil.
Hasil Penelitian
– Variable
yang
berpengaruh
positif
terhadap
pertumbuhan
ekonomi:
nilai
tambah industri,
pengeluaran
pemerintah.
– Sedangkan
kepadatan
penduduk daerah
memiliki pengaruh
negatif terhadap
pertumbuhan
ekonomi
regioanal.
– Variabel
yang
berpengaruh
positif
terhadap
pertumbuhan
ekonomi regional :
45
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Mempengaruhi
Pertumbuhan
Ekonomi Regional.
pengeluaran
pemeritah daerah.
–
3.
Diah Prasasti
(2006: 344-360).
“Perkembangan PDRB PDRB per kapita.
per kapita 30 Provinsi di
Indonesia Periode 19932003:
Pendekatan
Disparitas
Regional
&
Konvergensi”.
 Penduduk berumur
10 tahun ke atas
yang
berhasil
menamatkan
jenjang SMU.
 Angkatan kerja.
 Dummy krisis
( mulai th 1997=1).
OLS
–
–
–
–
Entropi Theil, II
migrasi keluar dan
pengeluaran
pemerintah
daerah.
Sedangkan inflasi
berpengaruh
negatif terhadap
pertumbuhan
ekonomi regional.
Variabel
penduduk
yang
tamat
SMU
bernilai positif dan
signifikan.
Angkatan
kerja
tidak signifikan.
Dummy
SDA
menunjukkan
hubungan positif
dan signifikan.
Dummy
krisis
menunjukkan
46
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
hubungan
yang
negatif
dan
signifikan
di
semua model.
4.
Asih Sriwinarti
(2005: 67-69).
Beberapa Karakteristik Pertumbuhan
Umum
Pertumbuhan (PDRB).
enam kota besar di
Indonesia Tahun 19802000.
Kota  Kepadatan
Penduduk.
 Pendapatan
Perkapita.
 Tingkat Pendidikan.
 Industrialisasi.
 Regional spill over.
GLS
– Variabel
yang
berpengaruh
positif
terhadap
pertumbuhan kota:
kepadatan
penduduk,
Industrilaisasi dan
pendapatan
per
kapita.
– Sedangkan
variabel
pendidikan
dan
pertumbuhan
ekonomi daerah
lain
(SPILL)
berpengaru negatif
terhadap
47
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
5.
Siti Aisyah Tri
Rahayu
(2004:133-147).
“Peranan Sektor Publik Pertumbuhan
Lokal
Dalam Ekonomi Regional.
Pertumbuhan Ekonomi
Regional”.
 Investasi
pemerintah daerah.
 Konsumsi
pemerintah daerah.
 Penerimaan.
 pemerintah daerah.
 Laju angkatan kerja.
GLS
(Data
Panel)
pertumbuhan kota.
– Investasi
pemerintah daerah
berpengaruh
positif signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi regional.
– Konsumsi
pemerintah daerah
dan laju angkatan
berpanguruh
positif tetapi tidak
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi regional.
– Penerimaan
pemerintah daerah
berpengaruh
negatif
yang
signifikan
terhadap
48
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
pertumbuhan
ekonomi regional.
6.
Iman Mulatip dan
Bambang PS
Brodjonegoro
(2004: 61-82).
“Determinan
Pertumbuhan
Indonesia “
Kota
Pertumbuhan Kota :
di  Pertumbuhan
populasi
 Angkatan kerja
 Kepadatan
penduduk
 Spesialisasi
ekonomi
 Manufaktur
 Tingkat pendidikan
 Pendapatan
dan
pengeluaran
pemerintah
 Geografis
 Ukuran kota
OLS
– Kepadatan
penduduk
dan
spesialisai.
ekonomi
berpengaruh
negatif
signifikan.
– Manufaktur dan
tingkat
pendidikan
berpengaruh
positif signifikan.
– Pendapatan dan
pengeluaran
pemerintah tidak
signifikan.
– Geografi
dan
ukuran kota tidak
signifikan.
49
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
7.
Ranis & Stewart
(2001: 1-45).
“Economic Growth and Pertumbuhan
 Usia harapan hidup
Human Development”.
ekonomi
(GDP
(long life expetacy).
perkapita)
negara  Tingkat
berkembang Amerika
kemampuan
Latin tahun periode
membaca penduduk
1960-1992.
dewasa
(adult
literacy).
 Tingkat pendidikan
perempuan.
 Pengeluaran publik
untuk sektor sosial.
 Tingakat investasi
domestik.
 Distribusi
pendapatan.
OLS
– Tingkat
awal
pembangunan
manusia
berperngaruh
positif signifikan.
– Adult literacy dan
angka
harapan
hidup berpengaruh
positif signifikan.
– Investasi
berpengaruh
positif signifikan
– Distribusi
pendapatan yang
lebih
baik
berhubungan
dengan
tingakat
pertumbuhan
ekonomi
yang
tinggi.
– Tingkat awal GDP
perkapita
berpengaruh
50
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
8.
Barro
(2001: 408-443).
“Economic Growth
across
section
Country”.
in Pertumbuhan
of ekonomi (GDP) di
berbagai
negara
dengan
berbagai
tingkat
ekonomi
tahun 1965-1996.
 Rasio
belanja
konsumsi
pemerintah-GDP.
 School attainment.
 Life expetancy.
 Tingkat inflasi.
 Rasio
investasihubungan
perdagangan
OLS
negatif signifikan.
Berdasarkan
hasil
penelitian
tersebut
disarankan
agar
pembangunan
manusia
harus
mendahului
atau
menyertai
pertumbuhan
ekonomi
agar
menghasilkan
siklus/pola
pembangunan yang
virtous.
– Penduduk laki-laki
berpindidikan
menengah
dan
tinggi
memberi
pengaruh
dan
signifikan
terhadap
pertumbuhan GDP
perkapita
riil.
51
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
(indikator
modal
manusia
:
school
attainment
& life
expetancy).
Karena
pekerja
dengan
latar
belakang
pendidikan
dilengkapi dengan
teknologi
yang
baru
memilki
peran
penting
dalam penyebaran
teknologi.
– Penduduk
perempuan
berpindidikan
dasar, menengah,
tinggi
dan
penduduk laki-laki
berpendidikan
dasar
tidak
mempuyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
pertumbuhan GDP
52
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
perkapita riil.
– Pertumbuhan GDP
tidak
berkaitan
secara signifikan
dengan
lama
sekolah
perempuan pada
tingkat pendidikan
dasar merupakan
prasyarat
bagi
tingkat pendidikan
menengah
dan
tinggi.
53
L. Kerangka Pemikiran
Secara ringkas kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut. Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah
daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
pemerintah pusat dan daerah merupakan titik tolak pemberdayaan pemerintah
daerah secara lebih mandiri. Pembangunan daerah dengan sistem otonomi daerah
ditujukan demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan kesejahteraan
masyarakat. Dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan
dengan peningkatan nilai PDRB, dibutuhkan sumber dana maupun sumber daya
manusia untuk mencapai hal itu,
Provinsi
DKI Jakarta menggali dana dari
investasi yang ada dan menggali potensi daerahnya. Untuk melihat pengaruh
tingkat investasi, angkatan kerja yang bekerja,dan pendapatan asli daerah (PAD)
terhadap pertumbuhan ekonomi
(PDRB)
maka digunakan analisis regresi
berganda.
Investasi pada hakekatnya merupakan awal kegiatan pembangunan
ekonomi, investasi dibagi menjadi 2 yaitu investasi PMA dan investasi PMDN
dan investasi dapat dilakukan oleh swasta, pemerintah atau kerjasama antara
pemerintah dan swasta. Pendapatan asli daerah merupakan sumber dana yang
diperoleh pemerintah daerah dari pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber
daya yang dimiliki oleh daerah tersebut yang dapat digunakan untuk membiayai
pembangunan daerah. Angkatan kerja merupakan sumber daya potensial sebagai
pengerak, penggagas dan pelaksana daripada pembangunan di daerah tersebut,
53
sehingga dapat memajukan daerah tersebut. Ketiga aspek tersebut diharapkan
menjadi pendorong untuk tumbuh dan berkembangnya suatu perekonomian di
daerah tersebut. Dengan demikian tingkat investasi baik PMA dan PMDN,
pendapatan asli daerah dan angkatan kerja yang bekerja dapat dijadikan indikator
dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi regional (PDRB).
ANGKATAN
KERJA YANG
BERKERJA
INVESTASI PMA
PERTUMBUHAN
EKONOMI REGIONAL
( PDRB)
INVESTASI PMDN
PAD
KARISIS EKONOMI
(VARIABELDUMMY)
Gambar 2.1
Skema Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Regional (PDRB)
dan Variabel-variabel Yang Mempengaruhi
M. Hipotesis
Untuk dapat mengarahkan hasil penelitian, disampaikan suatu hipotesis
penelitian. Hipotesis ini akan diuji kebenarannya dan hasil ujian ini akan dapat
dipakai
sebagai
masukan
dalam
menentukan
kebijakan
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang dikemukakan dan
masih lemah kebenarannya. Hipotesis juga dipandang sebagai konklusi yang
54
sifatnya sementara. Sesuai dengan masalah di atas dapat diambil hipotesa sebagai
berikut :
1. H1 : Diduga angkatan kerja yang bekerja berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di provinsi
DKI Jakarta.
2. H2 : Diduga Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di provinsi
DKI Jakarta .
3. H3 : Diduga investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
regional di provinsi DKI Jakarta .
4. H4 : Diduga Pendapan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di provinsi
DKI Jakarta.
5. H5
:
Diduga krisis ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi regional di provinsi DKI Jakarta.
55
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi variabel dependen, yaitu
pertumbuhan ekonomi yang diproxi dengan PDRB. Dan variabel independen,
yaitu angkatan kerja yang berkerja, PMA, PMDN, PAD, dan krisis ekonomi.
Data mentah yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan dari tahun
1987-2007. Dalam periode ini terdapat perubahan tahun dasar pada data Produk
Domestik Bruto, dimana tahun 1987-2000) menggunakan PDRB atas dasar harga
konstan 1993 dan 2001-2007 menggunakan PDRB dasar harga konstan 2000.
Oleh karena itu, agar data tersebut dapat diolah tanpa adanya kerancuan, maka
dilakukan penyamaan tahun dasar menjadi PDRB atas dasar harga konstan 2000.
Menurut Badan Pusat Statistik, penyamaan tahun dasar ini dilakukan dengan
mencari jumlah PDRB yang dihitung dengan menggunakan dua tahun dasar, yaitu
PDRB atas dasar harga konstan 1993 tahun 2000 dengan PDRB atas dasar harga
konstan 2000 tahun 2001.
Jika ingin menjadikan tahun dasar 2000 maka terlebih dahulu dapatkan
magic number, yaitu dengan data tahun 2000 menurut tahun dasar 2000 dibagi
dengan data tahun 2000 menurut tahun dasar 1993. Magic number tersebut
kemudian dikalikan dengan semua data yang diukur dengan tahun dasar 1993
sehingga data tersebut berubah menjadi tahun dasar 2000. Setelah semua data
56
56
sudah memiliki tahun dasar yang sama maka data tersebut baru bisa diolah dan
tidak akan menimbulkan kerancuan.
Jenis penelitian dari segi pendekatan dibagi menjadi dua macam yaitu,
pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Sedangkan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif pada dasarnya
menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan
metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian
inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan
hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan
metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau
signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel adalah suatu himpuan bagian (subset), dari unit populasi yang
diharapkan dapat mewakilkan populasi penelitian. Sampel yang baik umumnya
memiliki karakteristik sebagai berikut ( Kuncoro,2003:105) :
1. Sampel yang baik memungkinkan peneliti untuk mengambil keputusan yang
berhubungan dengan besarnya sampel untuk memperoleh jawaban yang
dikehendaki.
2. Sampel yang baik mengindentifikasikan probabilitas dari setiap unit analisis
untuk menjadi sampel.
3. sampel yang baik dengan menghitung akurasi dan pengaruh (mis: kesalahan)
dalam pemilihan sampel.
57
4. Sampel yang baik dengan menghitung derajat kepercayaan yang diterapkan
dalam estimasi populasi yang disusun dari sampel statistika.
Sampel dalam penelitian adalah PDRB periode 1987-2007, sampel yang
dipilih selain itu adalah angkatan kerja yang berkerja, PMA, PMDN, dan PAD di
DKI Jakarta.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka,
dokumentasi, dan internet. Studi pustaka dilakukan dengna mempelajari literaturliteratur yang berisikan informai berhubungan dengan permasalahan yang tengah
diteliti dan buku yang berhubungan dengan tema penelitian. data sekunder yang
berupa data time series periode tahun 1987-2007. Data sekunder adalah data yang
diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh dari peneliti dari subyek
penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data
laporan yang telah tersedia. Data yang digunakan meliputi :
1. DKI Jakarta dalam Angka tahun 1987-2007 BPS dan Bappeda DKI Jakarta;
2. PDRB Provinsi DKI Jakarta 1987-2007;
3. Angkatan Kerja Indonesia tahun 1987-2007;
4. Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta, berbagai edisi terbitan;
5. Survey Penduduk Antar Sensus (Supas) berbagai tahun penerbitan;
D. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode statistika untuk keperluan estimasi.
Dalam metode statistika alat analisis yang biasa di pakai dalam khasanah
penelitian adalah analisis regresi. Analisis regresi pada dasarnya adalah studi atas
58
ketergantungan suatu variabel yaitu variabel yang tergantung pada variabel yang
lain yang di sebut dengan variabel bebas dengan tujuan untuk mengestimasi
dengan meramalkan nilai populasi berdasarkan nilai tertentu dari variabel yang di
ketahui (Gujarati, 1996: 13-14). Penelitian ini akan menggunakan persamaan
regresi linear berganda sebagai berikut :
Y = α + β X1 + β X2 + β X3 + β X4 + β Dt + μ
1
2
3
4
5
i
.......................................(3.1)
Dimana :
Y : PDRB
X1 : Angkatan Kerja
X2 : Investasi PMA
X3 : Investasi PMDN
X4 : Pendapatan Asli Daerah
Dt : Dummy Variabel untuk melihat pengaruh krisis ekonomi
β , β , β β ,β : koefisien masing-masing variabel
1
2
3
4
5
α : konstanta
μ : Residu
i
E. Pengujian Asumsi Klasik
1. Multikolinearitas
Salah satu asumsi model regresi liner klasik adalah tidak adanya
multikolinearitas sempurna, dimana tidak ada hubungan linear yang benar-benar
pasti diantara variabel penjelas, X, yang tercakup dalam regresi berganda. Dalam
prakteknya, jarang ditemukan multikolinearitas sempurna, melainkan dengan
kasus multikolinearitas dekat atau sangat tinggi dimana variabel-variabel penjelas
59
yang diperkirakan berhubungan sering muncul dalam banyak penerapan (Gujarati,
2006 154-155). Adapun indikator untuk mendeteksi mutikolinearitas dalam suatu
persamaan antara lain (Gujarati, 2006 155):
a. R2 tinggi tetapi sedikit rasio t yang signifikan.
Ini merupakan gajala multikolinearitas “klasik”. Jika R2 tinggi, misalkan
0,8, tes F di sebagian besar kasus akan menolak hipotesis nol bahwa
koefisien kemiringan parsial secara tergabung atau secara serentak sama
dengan nol. Tes- tes individual akan memperlihatkan bahwa tak satu pun
atau sangat sedikit koefisien kemiringan parsial yang berbeda secara
statistik dengan nol.
b. Korelasi berpasangan yang tinggi dari antar variabel-variabel penjelas.
Menghitung korelasi dengan segala pasangan variabel independen.
Apabila beberapa diantara korelasi ini tinggi, melebihi 0,8, ada
kemungkinan terjadinya kolinearitas yang serius.
c. Pengujian korelasi parsial.
Anggap kita mempunyai tiga variabel penjelas, X2, X3, dan X4. Anggap
r23, r24, dan r34, mewakili korelasi berpasangan antara X2 dan X3, antara X2
dan X4 dan antara X3 dan X4, berturut-turut. Anggap r23 = 0,90, yang
menunjukan kolinearitas yang tinggi antara X2 dan X3. Sekarang
perhatikan koefisien korelasi, yang disebut koefisien korelasi parsial, r23.4
yang adalah koefisien korelasi antara X2 dan X3, dengan menganggap
pengaruh variabel X4 konstan. Anggap
r23.4
= 0,43 yakni dengan
menganggap pengaruh variabel X4 konstan, koefisien korelasi antara X2
60
dan X3 hanya 0,43, padahal bila tidak mempertimbangkan pengaruh
X4,nilainya 0,90. Jadi, dengan mempertimbangkan korelasi parsial ini, kita
bisa katakan bahwa kolinearitas antara X2 dan X3 cukup tinggi.
d. Regresi subsider atau regresi tambahan (auxiliary regression).
Salah satu cara untuk mengetahui variabel X mana yang sangat kolinear
dengan variabel-variabel X lain dalam model adalah meregresikan masingmasing variabel X terhadap variabel-variabel X yang lain dan menghitung
nilai R2 terkait. Masing-masing regresi ini disebut regresi tambahan
(Auxiliary Regression). Apabila nilai R2 terkait (auxiliary) lebih besar dari
nilai R2 model utama, maka terdapat multikolineritas di dalam model.
e. Faktor inflasi varians (variance inflation factor-VIF).
Meskipun suatu model tidak berisikan beberapa variabel penjelas, nilai R2
yang diperoleh dari berbagai regrasi tambahan mngkin bukanlah petunjuk
kolinearitas yang dapat diandalkan. Faktor inflasi varians (variance
inflation factor-VIF) karena sewaktu R2 naik, varians, dan bersamaan itu
juga kesalahan standar, baik b1 maupun b3, juga naik atau menanjak.
VIF =
.................................................................(3.2)
2. Heteroskedastisitas
Dalam Gujarati (2006: 110-111) asumsi penting model regresi linear
klasik (CLRM) adalah bahwa gangguan ui yang tercakup dalam fungsi regresi
populasi (PRF) bersifat homoskedastis, artinya semua memiliki varians yang
sama, 2. Jika tidak demikian, dimana ui adalah i2 yang menunjukan bervariasi
dari observasi ke observasi berarti kita menganggap situasi heteroskedastisitas
61
atau varians tak sama. Banyak cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam
model, salah satunya adalah dengan menggunakan Uji White (White Test).
Pedoman dari penggunaan model White adalah menolak hipotesis yang
mengatakan bahwa terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model empiris
yang sedang diestimasi. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan
membandingkan nilai Obs*R-squared Uji White dengan nilai 2 tabel. Nilai
Obs*R-squared yang lebih kecil dibandingkan nilai 2 tabel, menunjukkan bahwa
model estimasi regresi terbebas dari heteroskedastisitas.
3. Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi
yang diurutkan menurut waktu (seperti data time series) atau ruang (seperti data
cross section). Maurice G. Kendall dan William R. Buckland dalam Gujarati
(2006:120) mengatakan istilah autokorelasi bisa didefinisikan sebagai korelasi
diantara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti data deret berkala)
atau ruang (seperti data lintas sektoral). Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi
apakah suatu model terdapat autokolerasi maka dilakukan Uji Breusch-Godfrey
(BG Test). Pengujian ini dilakukan dengan meregresikan variabel pengganggu μi
dengan menggunakan model autoregressive dengan orde sebagai berikut (Imam
Ghozali, 2009:94).
........(3.3)
Dengan H0 adalah 1 = 2 ... ... ..., = 0 dimana koefisien autoregressive secara
keseluruhan sama dengan nol, menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada
62
setiap orde. Secara manual apabila X2 tabel lebih besar dibandingkan dengan nilai
Obs*R-squared, maka model tersebut bebas dari autokorelasi
4. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal. Kalau asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
sampel kecil (Imam Ghozali, 2009:74-75).
Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi
residual antara lain Jarque-Bera (J-B) Test dan metode grafik. Dalam penelitian
ini akan menggunakan metode J-B test, apabila J-B hitung < nilai 2 (Chi-Square)
tabel, maka nilai residual terdistribusi secara normal.
Selain dari nilai J-B hitung, untuk mengetahui normal atau tidaknya
distribusi residual dapat diketahui dari nilai probabilitas J-B hitung. Jika nilai
probabilitas dari J-B hitung lebih besar dari 0,05, maka residual terdistribusi
secara normal.
5. Uji Linearitas
Uji linieritas berguna untuk mengetahui kebenaran bentuk model empiris
yang digunakan dan menguji variabel yang relevan untuk dimasukkan dalam
model empiris (Imam Ghozali,2009:78-79). Dengan kata lain uji linier bermanfaat
untuk mengetahui adanya kesalahan dalam spesifikasi model. Uji linier yang
digunakan adalah Ramsey, dimana kriterianya bila probabilitas F hitung > α (5
%), maka spesifikasi model sudah benar.
63
6. Uji Chow (Chow Test)
Chow test adalah alat untuk menguji test for equality of coefficients atau
uji kesamaan koefisien. Jika hasil observasi yang sedang diteliti dapat
dikelompokkan menjadi dua atau lebih kelompok, maka pertanyaan yan muncul
adalah apakah kedua atau lebih kelompok tadi merupakan subyek proses ekonomi
yang sama. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah model regresi linear dari
penelitian empiris kedua kondisi, yakni kondisi sebelum dan sesudah krisis
ekonomi adalah sama.
Tahap pengujian Chow Test:
- Periode penelitian dibagi dalam dua periode yaitu sebelum krisis, sebagai
periode I dan sesudah krisis sebagai periode II
- Untuk tiap-tiap periode dihitung nilai koefisiennya dan nilai estimasi Residual
Sum of Squares (RSS). Nilai RSS periode I disebut S1 dan periode II disebut
S2. Nilai S1 dan S2 dijumlahkan dan diberi notasi S3. Nilai RSS dari regresi
keseluruhan diberi notasi S4, sedangkan selisih S4 dan S3 diberi notasi S5 (S5
= S4 - S3).
- Menghitung nilai F test dengan rumus :
................................................................................(3.4)
- Kriteria penyimpulan :
Bila nilai F hit > nilai F tabel (signifikasi α=5%) maka disimpulkan bahwa nilai
koefisien (β) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya berbeda antara sebelum
dan sesudah krisis ekonomi.
64
F. Uji Statistik
1. Koefisien Determinasi (R2)
Suatu model mempunyai kebaikan dan kelemahan jika diterapkan dalam
masalah yang berbeda. Untuk mengukur kebaikan suatu model (goodness of fit)
digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi (R2) merupakan
angka yang memberikan proporsi atau presentase variasi total dalam variabel tak
bebas (Y) yang dijelaskan oleh variabel bebas (X). Koefisien determinasi
dirumuskan sebagai berikut :
............................................................................(3.5)
Nilai Koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas sebaliknya. Nilai yang mendekati satu variabel berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan unuk memprediksi variasi variabel dependejn (Imam Ghozali, 2009:
45-46).
2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t dilakukan untuk menunjukan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Hipotesis nol (Ho) yang hendak di uji adalah apakah suatu
parameter (i) sama dengan nol, atau :
Ho : i = 0
65
Artinya apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha) parameter
suatu variabel tidak sama dengan nol, atau :
Ha : i = 0
Artinya veriabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel
dependen (Imam Gozhali, 2009:43-44). Untuk menguji pengaruh variabel
independen terhadap dependen secara individu dapat dilihat dari nilai probabilitas
t statistik dari hasil regresi. Apabila nilai probabilitas t-statistik lebih kecil dari
alfa yang ditentukan (=5%) maka variabel independen berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen. Begitupun sebaliknya, bila nilai t-statistik
lebih besar
dari =5% maka variabel independen tidak signifikan terhadap variabel dependen.
3. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menunjukan apakah semua variabel independen
atau bebas yang dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen (Imam Ghozali, 2009:44-45). Uji F
dapat dilakukan dengan membandingkan antara nilai F hitung dengan F tabel,
dimana F hitung dapat di penuhi dengan formula sebagai berikut:
....................................................................................(3.6)
Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah semua parameter dalam
model sama dengan nol, atau:
Ho: 1= 2 = .....= k = 0
66
Artinya apakah semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha) minimal salah
satu parameter tidak sama dengan nol, atau :
Ha : minimal salah satu k ≠ 0
Artinya variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen. Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F
dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu membandingkan nilai F hasil
perhitungkan dengan nilai F menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar
daripada nilai F tabel, maka Ho ditolak dan menerima Ha.
G. Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu gejala yang bervariasi. Variabel juga
dapat diartikan sebagai obyek penelitian yang menjadi titik pusat perhatian dari
suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini antara lain :
1. Variabel Bebas (Independent Variables)
Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi
variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang
pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui. Dalam penelitian ini yang
menjadi variabel bebas antara lain :
a. Investasi PMA
Investasi adalah pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal
atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal untuk menambah
kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian
67
(Sukirno, 1994: 107). Menggunakan data nilai investasi Penanaman Modal Asing
(PMA) di Provinsi DKI Jakarta, dinyatakan dalam ribu U$ dollar.
b. Investasi PMDN
Investasi adalah pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal
atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal untuk menambah
kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian
(Sukirno, 1994: 107). Menggunakan data nilai investasi Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) di Provinsi DKI Jakarta, dinyatakan dalam juta rupiah.
c. Angkatan Kerja yang Bekerja
Angkatan kerja yang berkerja adalah tenaga kerja yang yang terlibat atau
masih berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yang menghasilkan
barang dan jasa. (Suparmoko, 2002: 114). Mengunakan data angkatan kerja yang
bekerja di Provinsi DKI Jakarta.
d. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah yaitu pendapatan yang berasal dari dalam daerah
yang bersangkutan yang merupakan hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
hasil laba perusahaan milik daerah dan juga pendapatan lainnya daerah yang sah.
PAD adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk
menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah (Sutrisno,
1984: 200). Menurut pasal 6 Undang-undang No. 32 tahun 2004, PAD berasal
dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan daerah, dan
penerimaan dinas dan pendapatan lain-lain yang disahkan.
68
e. Dummy Krisis Ekonomi
Variabel dummy adalah variabel bebas berukuran kategori atau dikotomi.
(Imam Ghozali, 2001:49). Setiap variabel dummy menyatakan satu kategori
variabel bebas non-metrik, cara pemberian kode dummy umumnya menggunakan
kategori yang dinyatakan dengan angka 1 atau 0. Kelompok yang diberi nilai
dummy 0 (nol) disebut excluded group, sedangkan kelompok yang diberi nilai
dummy 1 (satu) disebut included group. Jadi dalam hal ini dummy 0 adalah
sebelum krisis dan dummy 1 adalah sesudah krisis.
2. Variabel terikat (Dependent Variables)
Variabel tergantung adalah variabel penelitian yang diukur untuk
mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel yang lain. Besarnya efek
tersebut diamati dari ada tidaknya, timbul-hilangnya, membesar-mengecilnya,
atau berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada variabel lain.
Variabel terikat atau tergantung dalam penelitian ini adalah PDRB. PDRB yaitu
jumlah nilai produksi netto dari suatu barang dan jasa yang dihasilkan daerah
dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
69
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Keadaan Geografis DKI Jakarta
Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur Nomor
1227 tahun 1989, adalah berupa daratan seluas 661,52 km2 dan berupa lautan
seluas 6.977,5 km2. Wilayah DKI memiliki tidak kurang dari 110 buah pulau yang
tersebar di Kepulauan Seribu, dan sekitar 27 buah sungai/saluran/kanal yang
digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan.
Wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah
kotamadya dan satu Kabupaten Administratif, yaitu: Kotamadya Jakarta Selatan,
Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara masing-masing
dengan luas daratan seluas 145,73 km2, 187,75 km2, 48,20 km2, 126,15 km2 dan
141,88 km2 serta Kabupaten Kepulauan Seribu (11,81 km2). Luas tanah dan
penggunaannya menurut kotamadya (BPS, 2006:92) digunakan untuk perumahan,
industri, perkantoran dan penggudangan, taman, dan lainnya.
Kotamadya Jakarta Selatan memiliki luas tanah 14.573 Ha. Sebagian besar
lahannya digunakan untuk perumahan yaitu seluas 10.428,44 Ha. Perkantoran dan
penggudangan dalam kawasan ini seluas 1.757,50 Ha. Sedangkan untuk industri
dan taman masing-masing seluas 236,08 Ha dan 190,91 Ha dan untuk lainnya
seluas 1.960,07 Ha. Serupa dengan Jakarta Selatan, sebagian besar tanah
70
70
Kotamadya Jakarta Timur dimanfaatkan sebagai perumahan 13.351,00 Ha.
Sedangankan untuk perkantoran dan penggudangan luas tanah yang digunakan
yakni 1.997,55. Taman dan Industri seluas 262.14 Ha dan 972,44 Ha, serta
2.189,87 Ha untuk yang lainnya.
Kotamadya Jakarta Pusat memiliki luas tanah 4.790 Ha dan merupakan
wilayah terkecil kedua di Provinsi DKI Jakarta setelah kepulauan seribu. Dimana
digunakan untuk perumahan seluas 2.755,69 Ha, Industri seluas 165,74 Ha,
perkantoran dan perdagangan seluas 1.123,73 Ha, untuk taman seluas 248,60 Ha,
serta untuk lainnya seluas 496,24 Ha. Penggunaan tanah di Kotamadya Jakarta
Barat tidak jauh berbeda dengan wilayah-wilayah lainnya di DKI Jakarta. Dimana
terbagi untuk perumahan seluas 7.464,16 Ha, industri 185,44 Ha, perkantoran dan
penggudangan 1.228,89 Ha, taman 189,23 Ha, dan untuk yang lainnya seluas
3.547,47 Ha.
Kotamadya
Jakarta
Utara
lebih
terkonsentrasi
untuk
kegiatan
perindustrian, dimana luas tanah dan penggunaannya untuk industri seluas
1.744,80 Ha paling luas diantara kotamadya dan kabupaten administratif di DKI
Jakarta. Sedangkan sisanya seluas 8.119,97 Ha untuk perumahan, 1.239,89 untuk
perkantoran dan penggudangan, 116,61 Ha untuk taman dan 2.978,73 Ha untuk
yang lainnya. Pembagian wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta yang terakhir
adalah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Wilayah ini baru memekarkan
diri menjadi Kabupaten Administratif pada tahun 2002. Sebelumnya wilayah ini
masuk ke dalam wilayah Kotamadya Jakarta Utara. Adapun luas tanah dan
71
penggunaannya di Kabupaten Administratif Kepulauan seribu untuk perumahan
seluas 321,35 Ha, industri 275,17 Ha, perkantoran dan penggudangan seluas
92,70 Ha, dan untuk yang lainnya seluas 491,78 Ha.
Daerah di sebelah selatan dan timur Jakarta terdapat rawa/situ dengan total
luas mencapai 100,52 Ha. Kedua wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah
resapan air, dengan iklimnya yang lebih sejuk sehingga ideal dikembangkan
sebagai wilayah penduduk. Adapun wilayah Jakarta Barat masih tersedia cukup
lahan untuk dikembangkan sebagai daerah perumahan. Kegiatan industri lebih
banyak terdapat di Jakarta Utara dan Jakarta Timur sedangkan untuk kegiatan
usaha dan perkantoran banyak terdapat di Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta
Selatan.
2. Perkembangan Penduduk di DKI Jakarta
Jumlah penduduk DKI Jakarta selama tahun 1995-2007 rata-rata
cenderung meningkat. Tahun 1995 penduduk DKI Jakarta berjumlah 7.547.245
jiwa hingga tahun 2007 mencapai 9.057.993 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk
di DKI Jakarta tidak hanya dikarenakan tingginya tingkat kelahiran pada wilayah
ini, melainkan juga dikarenakan faktor perpindahan penduduk yang terjadi
terutama yang berasal dari luar DKI Jakarta.
72
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun
1995-2007
Tahun
Jumlah Penduduk
1995
7.547.245
1996
7.625.794
1997
7.712.571
1998
7.818.573
1999
7.831.520
2000
7.578.701
2001
7.423.379
2002
8.379.069
2003
8.603.776
2004
8.725.630
2005
8.864.519
2006
8.961.680
2007
9.057.993
Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah
Penduduk pada Provinsi DKI Jakarta tidak tersebar secara merata di setiap
Kabupaten atau Kotamadya. Tabel 4.1 menunjukan jumlah penduduk tahun 2007
paling banyak berada pada wilayah Jakarta Timur sebanyak 2.428.213 jiwa,
Jakarta Barat berjumlah 2.202.672 jiwa dan Jakarta Selatan berjumlah 2.141.773
jiwa. Terkonsentrasinya penduduk pada tiga wilayah tersebut dikarenakan
wilayah-wilayah ini merupakan pusat kegiatan industri, perumahan, usaha dan
perkantoran.
73
3. Perkembangan PDRB di DKI Jakarta
Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang
diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro, biasanya dilihat dari
pertumbuhan angka Produk Domestik Bruto (PDRB), baik atas harga berlaku
maupun berdasarkan atas harga konstan. Data laju pertumbuhan ekonomi Provinsi
DKI Jakarta tahun 1987-2007 yang ditunjukkan oleh BPS Provinsi DKI Jakarta
dapat dilihat Tabel 4.2
Tabel 4.2
Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tahun 1987- 2007
(dalam persen)
Tahun
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata
Tingkat Pertumbuhan
7
9,4
8,6
7,8
8,6
8,4
22,1
9,3
9,1
5,1
-17,5
-0,3
4,3
4,7
4,9
5,3
5,7
6
5,9
6,4
6,04
Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah
74
Gambar 4.1
PDRB di DKI Jakarta tahun 1987-2007
Pada gambar terlihat bahwa pertumbuhan perekonomian DKI Jakarta selama
tahun 1987-2007 berfluktuatif. Pada periode sebelum krisis 1987-1996
pertumbuhan ekonomi relatif lebih stabil dibandingkan pada periode tahun 19971998. Selama tahun pengamatan pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta ratarata pertumbuhan ekonomi sebesar 6,04% dengan pertumbuhan paling rendah
pada tahun 1998 sebesar -17.5% sebagai akibat krisis ekonomi tahun 1997.
Namun pada tahun 2005 pertumbuhan mengalami peningkatan yang cukup
signifikan yaitu sebesar 6% dan tahun 2007 mencapai 6,4% hal tersebut cukup
beralasan mengingat perjalanan perekonomian yang relatif terus membaik.
75
4. Perkembangan Investasi PMA dan PMDN
Investasi merupakan salah satu indikator yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Investasi yang masuk baik dari
pemerintah maupun pihak swasta dapat mendorong peningkatan pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah. DKI Jakarta memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif
meningkat
selama
tahun
penelitian.
Pertumbuhan
ekonomi
yang
berkesinambungan ini menarik para investor khususnya pihak swasta untuk
berinvestasi di Provinsi ini. Seperti yang di ungkapkan Myrdal dalan Jhingan
(1999:120), di wilayah maju permintaan yang meningkat akan merangsang
investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan menyebabkan
putaran kedua investasi dan seterusnya. Selama tahun penelitian, jumlah investasi
swasta baik yang berupa Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) di DKI Jakarta mengalami peningkatan
76
Tabel 4.3
Perkembangan Investasi PMDN dan Investasi PMA di Provinsi
DKI Jakarta Tahun 1987-2007
Tahun
Nilai Investasi
PMA (Ribu
US$)
Pertumbuhan
Investasi (%)
Nilai Investsai
PMDN (juta
rupiah)
Pertumbuhan
Investasi (%)
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
530.550,00
790.758,00
757.307,00
825.079,00
959.770,00
1.090.996,00
1.166.727,00
1.355.937,00
4.046.441,00
4.399.299,00
6.122.951,00
1.721.367,00
1.788.185,00
3.323.997,00
1.200.620,00
3.456.015,00
5.938.845,00
3.733.498,00
5.206.190,00
5.938.845,00
6.733.498,00
49,0
-4,2
8,9
16,3
13,7
6,9
16,2
198,4
8,7
39,2
-71,9
3,9
85,9
-63,9
187,9
71,8
-37,1
39,4
14,1
13,4
1.225.525,00
1.130.197,00
1.436.324,00
1.193.451,00
2.678.556,00
2.524.649,00
3.453.764,00
4.231.539,00
9.760.943,00
10.177.787,00
8.457.448,00
3.991.251,00
2.129.547,00
3.822.862,00
7.911.308,00
3.784.071,00
2.749.976,00
3.710.793,00
4.097.855,00
4.218.004,00
5.638.339,00
-7,8
27,1
-16,9
124,4
-5,7
36,8
22,5
130,7
4,3
-16,9
-52,8
-46,6
79,5
106,9
-52,2
-27,3
34,9
10,4
2,9
33,7
Rata-rata
2.908.898,81
29,8
4.205.913,76
19,4
Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah
Tabel 4.3. Terlihat nilai pertumbuhan investasi PMA di DKI Jakarta relatif tinggi
besar dibandingkan nilai investasi PMDN. Nilai investasi PMA sepanjang tahun
1987-2007 sebesar 2.908.898,81 US$ sedangkan nilai PMDN dalam periode yang
sama sebesar 4.205.913,76. Dalam periode yang sama terlihat bahwa nilai
77
realisasi PMA rata-rata tumbuh 29,8% lebih tinggi dibanding dengan
pertumbuhan realisasi nilai PMDN sebesar 19,4%. Sehingga terlihat pertumbuhan
investasi PMA lebih berkembang lebih baik dibandingkan pertumbuhan investasi
PMDN di DKI Jakarta.
Tabel 4.4
Rata – rata Nilai Investasi dan Pertumbuhan Investasi PMA, PMDN di Provinsi
DKI Jakarta Periode 1987-1996 dan Periode 1997-2007
PMA
PMDN
Tahun
1987-1996
1997-2007
Investasi
Pertumbuhan
(Ribu US$)
(%)
1.592.286
34,9
4.105.819
25,69
Investasi
Pertumbuhan
(Juta Rp)
(%)
3.781.274
35,03
4.591.950
6,6
Sumber :Data yang diolah
Dari Tabel 4.4. Bahwa sebelum krisis (1987-1996) rata-rata pertumbuhan nilai
investasi PMA sebesar 34,9% dengan nilai nominal rata-rata sebesar 1.592.286.
Ribu US$. Sedangkan pada masa krisis nilai investasi PMA hanya tumbuh ratarata sebesar 25,69% dengan nilai nominal rata-rata sebesar 4.105.819 Ribu US$.
Meskipun terlihat kenaikan nilai nominal pada investasi PMA pada masa krisis
kenyataanya terjadi penurunan pada nilai investasi PMA di DKI Jakarta. Pada
investasi PMDN, rata-rata pertumbuhan nilai nominal investasi PMDN pada masa
sebelum krisis sebesar Rp. 3.781.274 juta dengan rata-rata nilai pertumbuhan
sebesar 35,05% sedangkan pada saat krisis sebesar Rp.4.591.950 juta. Dengan
rata-rata pertumbuhan sebesar 6,6%. Secara umum adanya krisis ekonomi tahun
1997 mempengaruhi investasi PMA dan PMDN terutama PMDN, hal ini terjadi
78
karena para penanam modal dari dalam negeri mengalami kerugian dari depresiasi
nilai rupiah atas U$ dollar.
5. Perkembangan Angkatan Kerja
Perkembangan angkatan bekerja di DKI Jakarta dari tahun ketahun
mengalami peningkatan dinama terjadinya daya serap pekerjaan dan lapangan
pekerjaan yang tersedia. Dimana di tahun 1997 terjadi penurunan yang signifikan
pada angkatan kerja yang bekerja dikarenakan krisis ekonomi dimana tingkat
pertumbuhan angkatan kerja -26,40%. Hal ini terjadi karena krisis menciptakan
mutidimensial mengakibatkan daya beli masyarakat relatif tetap bahkan
cenderung turun. Keadaan ini ditunjukkan dengan dengan menurunnya
permintaan atas barang dan jasa yang diproduksi, sehingga perusahaan cenderung
mempertahankan kapasitas produksinya atau
bahkan menurunkannya. Untuk
menjaga tingkat keuntungan yang diperoleh maka perusahaan melakukan
rasionalisasi jumlah tenaga kerjanya sehingga penyerapan akan tenaga kerja tidak
terserap sehingga terjadi penurunan yang signifikan. Namun ditahun selanjutnya
pertumbuhan angkatan kerja mengalami peningkatan dimana ditahun 1999
meningkat sebesar 28,85% dan juga terjadi peningkatan ditahun 2006 sebesar
20,41%. Dan rata-rata nilai pertumbuhan angkatan kerja yang terserap di DKI
Jakarta dari tahun 1987-2007 sebesar 5,99%. Peningkatan ini terjadi dikarenakan
semakin membaiknya perekonomian di DKI Jakarta.
79
Tabel 4.5
Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja
Di DKI Jakarta Tahun 1987 s/d 2007
Angkatan Kerja
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Tahun
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah
Bekerja
1.551.663,00
1.732.077,00
1.866.665,00
2.113.619,00
2.435.977,00
2.745.045,00
3.151.665,00
3.366.619,00
3.452.299,00
3.545.230,00
2.609.457,00
2.933.845,00
3.780.278,00
3.920.235,00
3.815.000,00
3.207.522,00
3.379.252,00
3.847.359,00
3.265.331,00
3.931.799,00
4.243.000,00
Mencari
Pekerjaan
145.550,00
178.890,00
205.654,00
230.670,00
360.450,00
288.550,00
310.450,00
350.640,00
380.523,00
405.350,00
443.352,00
520.670,00
668.345,00
470.649,00
606.326,00
567.665,00
589.705,00
602.741,00
615.917,00
590.022,00
552.380,00
Rata-rata
1.697.213,00
1.910.967,00
2.072.319,00
2.344.289,00
2.796.427,00
3.033.595,00
3.462.115,00
3.717.259,00
3.832.822,00
3.950.580,00
3.052.809,00
3.454.515,00
4.448.623,00
4.390.884,00
4.421.326,00
3.775.187,00
3.968.957,00
4.450.100,00
3.881.248,00
4.521.821,00
4.795.380,00
Pertumbuhan
Angkatan
Kerja (%)
11,63
7,77
13,23
15,25
12,69
14,81
6,82
2,54
2,69
-26,40
12,43
28,85
3,70
-2,68
-15,92
5,35
13,85
-15,13
20,41
7,91
5,99
Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah
80
6. Perkembangan PAD
Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pelimpahan
sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan
urusan rumah tangga sendiri dalam rangka pembangunan nasional dan
pemberlakuan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah dimaksudkan agar daerah dapat meningkatkan pendapatan
asli daerah tanpa tergantung dari bantuan pemerintah pusat. Pemerintah daerah
haruslah berupaya secara terus menerus menggali dan meningkatkan sumber
keuangannya sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah. PAD tersebut berasal dari
pajak daerah, retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, pendapatan dinasdinas dan pendapatan lain daerah yang sah.
Pada tabel. Terlihat penerimaan PAD di DKI Jakarta tahun 1987-2007
mengalami fluktuatif, pada tahun 1997-1998 nilai penerimaan PAD mengalami
penurunan yang signifikan sebesar 2,4% hingga mencapai -32,2% penurunan ini
akibat dari dampak krisis ekonomi. Akan tetapi ditahun 1999, seiring dengan
mulai pulihnya perekonomian regional di DKI Jakarta mengalami nilai
penerimaan yang cukup tinggi mencapai 36,5%.
81
Tabel 4.6
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Tahun Anggaran 1987-2007 (Juta Rupiah)
Tahun
Pajak
Daerah
Retribusi
Daerah
Laba
BUMN
Pendapatan
dinas-dinas
Pendapatan
lain yang
sah
1987
210.058
9.659
32.063
32.063
12.734
1988
210.055
22.248
9.695
32.063
12.385
1989
331.570
70.578
8.190
3.390
15.934
1990
290.864
83.581
7.974
87.623
97.274
1991
395.486
106.104
20.867
73.816
86.458
1992
583.887
115.385
21.353
3.924
64.975
1993
768.462
141.528
13.586
898
69.182
1994
1.048.342
191.132
12.020
1.273
85.226
1995
1.080.848
212.594
42.218
10.159
95.760
1996
1.067.172
220.920
27.864
32.888
438.532
1997
911.017
190.946
8.328
62.245
658.202
1998
816.876
143.515
5.210
42.422
232.381
1999
1.481.393
102.296
32.239
4.115
72.885
2000
2.118.274
108.670
20.368
24.504
167.468
2001
3.056.748
201.967
34.995
38.045
312.396
2002
3.101.000
251.550
58.561
52.705
135.304
2003
4.101.582
224.515
93.763
368.479
140.366
2004
5.124.265
210.470
69.450
135.248
103.232
2005
5.150.650
354.670
78.595
128.505
218.827
2006
6.045.540
72.150
59.990
30.104
12.046
2007
6.115.240
151.210 120.540
95.215
26.208
Rata2.094.553
151.699
37.042
59.985
145.608
rata
Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah
Penermaan
PAD
Pertumbuhan
PAD (%)
276.898
286.447
429.661
567.316
682.731
789.524
993.656
1.337.993
1.441.579
1.787.376
1.830.739
1.240.402
1.692.928
2.439.285
3.644.151
3.546.415
4.928.705
5.642.664
5.931.247
6.219.831
6.508.414
3,4
50,0
32,0
20,3
15,6
25,9
34,7
7,7
24,0
2,4
-32,2
36,5
44,1
49,4
-2,7
39,0
14,5
5,1
4,9
4,6
2.486.570
19,0
Dan terlihat bahwa penerimaan rata-rata PAD di DKI Jakarta dari tahun
1987-2007 sebesar 19% dari seluruh penerimaan PAD. Dari sumber penerimaan
yang terdapat pada PAD, Pajak daerah selalu memberikan kontribusi terbesar tiap
tahunya, dengan rata-rata nilai penerimaan dari pajak daerah sebesar 2.094.553
dan retribusi daerah memberikan kontribusi kedua terbesar, dengan rata-rata
penerimaan retribusi daerah sebesar 151.699.
82
Tabel.4.7
Perkembangan PAD di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-1999
(Sebelum Otonomi Daerah) dan tahun 2000-2007 (Otonomi Daerah)
PAD
Tahun
1987-1999
1999-2007
Nilai rata-rata PAD
( Juta Rp )
1.027.481
4.857.589
Pertumbuhan PAD (%)
18
20
Sumber :Data yang diolah
Nilai Pendapatan Asli Daerah Provinsi DKI Jakarta dari tahun 1987-2007
di bagi menjadi dua periode, Karena PAD mengalami periode “ sebelum Otonomi
Daerah “ dan “ setelah Otonomi Daerah”. Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada
tahun (1987-1999) sebelum otonomi daerah dengan nilai nominal rata-rata
sebesar 1.027.481 dan tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD sebesar 18%
setelah terjadinya otonomi daerah tahun (2000-2007) PAD di DKI Jakarta naik
sebesar 4.857.589 dan tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD sebesar 20%.
Dan terlihat bahwa periode setelah otonomi daerah nilai penerimaan PAD di DKI
Jakarta mengalami peningkatan.
B. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian ini untuk melihat apakah model yang diteliti terkena
penyimpangan klasik atau tidak. Maka caranya adalah dengan memakai uji
sebagai berikut :
1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas
menunjukan
variabelvariabel
independen
multikolinearitas
sempurna
adanya
(variabel
jarang
hubungan
penjelas).
ditemukan,
linear
Dalam
melainkan
diantara
prakteknya
dengan
kasus
83
multikolinearitas dekat, tinggi, atau tak sempurna. Ada beberapa indikator untuk
mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam suatu model. Penelitian ini
menggunakan indikator pengujian regresi parsial (auxiliary regression) untuk
mendeteksi multikolinearitas dengan metode Klien, yaitu dengan membandingkan
R2 auxiliary regression dengan R2 pada model utama. Pertama, lakukan regresi
diantara variabel-variabel independen (penjelas). Setelah itu, akan didapatkan
nilai R2 auxiliary. Jika nilai R2 auxiliary lebih besar dari R2 pada model utama
maka terdapat multikolinearitas.
Tabel 4.8
Regresi Auxiliary
Regresi
R2*
R2
(AK)=ƒ(PMA,PMDN,PAD,DT)
0.689682
0.972944
(PMA)=ƒ(AK,PMDN,PAD,DT)
0.755534
0.972944
(PMDN)=ƒ(AK,PMA,PAD,DT)
0.575980
0.972944
(PAD)=ƒ(AK,PMA,PMDN,DT)
0.827132
0.972944
(DT)=ƒ(AK,PMA,PMDN,PAD)
0.577162
0.972944
Sumber : Olah data Eviews 4.0.
R2* = R2 hasil auxiliary regression
R2 = R2 hasil regresi utama
Tabel 4.8 hasil pengujian auxiliary regression diperoleh bahwa terdapat
nilai R2 auxiliary yang lebih besar dari nilai R2 model utama sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat gejala multikolineritas pada model penelitian. Oleh
karena itu, dilakukan pengujian lain untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas
yaitu menggunakan cara melihat koefisien korelasi antar variabel. Apabila
koefisien korelasi di bawah angka 0,8 maka dapat dikatakan tidak terdapat
84
multikolinearitas sempurna. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa koefisien korelasi
antar variabel di bawah 0,8 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi
multikolinearitas pada model penelitian.
Tabel 4.9
Koefisien Korelasi antar Variabel Independen
AK
1
PMA
PMDN
PAD
AK
0.555507243 0.493501502 0.707677367
785
131
574
PMA
0.555507243
1
0.512565026 0.768856435
785
334
757
PMDN
0.493501502 0.512565026
1
0.212964507
131
334
189
PAD
0.707677367 0.768856435 0.212964507
1
574
757
189
DT
0.615259049 0.572778452 0.152382234 0.741742078
106
439
29
895
Sumber : Olah data Eviews 4.0.
DT
0.615259049
106
0.572778452
439
0.152382234
29
0.741742078
895
1
2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggotaanggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu
seperti runtut waktu atau time series data atau yang tersusun dalam rangkaian
ruang (seperti pada data silang waktu atau cross section data).
85
Tabel 4.10
Uji Autokorelasi dengan Model Langrange Multiplier (LM)
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.399951
1.217251
Probability
Probability
0.678325
0.544098
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/21/11 Time: 15:43
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AK
PMA
PMDN
PAD
DT
C
RESID(-1)
RESID(-2)
2.722265
-0.468713
0.277810
-0.258420
-1269115.
-6998491.
0.028395
-0.299889
8.780424
3.546715
1.931407
4.230875
8937731.
19643710
0.365210
0.340819
0.310038
-0.132154
0.143838
-0.061079
-0.141995
-0.356271
0.077749
-0.879908
0.7614
0.8969
0.8878
0.9522
0.8893
0.7274
0.9392
0.3949
R-squared
Adjusted R-squared
0.057964
-0.449286
Mean dependent var
S.D. dependent var
6.47E-08
10871699
S.E. of regression
13088034
Sum squared resid
2.23E+15
Log likelihood
-368.8936
Durbin-Watson stat
1.965999
Sumber : Olah data Eviews 4.0
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
35.89463
36.29254
0.114272
0.996052
2
Dari tabel di atas diketahui bahwa koefisien determinasi (R ) sebesar
0.057964. Nilai chi-squares hitung sebesar 1.217251 yang diperoleh dari
informasi Obs*R-squares, sedangkan nilai kritis chi- squared (2) pada α = 5 %
dengan df sebesar 5 adalah 11.07. Karena nilai Chi-squares hitung lebih kecil
dari nilai chi-quares kritis (2) maka dapat disimpulkan tidak ada masalah
86
autokorelasi, hal ini juga dibuktikan juga dengan prob chi-squares sebesar
0.544098 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 persen.
3. Uji Heteroskedastisitas
Penelitian ini menggunakan teknik White yang prinsipnya adalah
meregresikan variable bebas. Variable bebas dikuadratkan terhadap residu dari
regresi awal. Jika hasil regresi uji white ini signifikan maka regresi awal yang
diuji terkena ganguan heteroskedastisitas.
Adanya heteroskedastisitas dalam model analisis mengakibatkan varian
dan koefisien OLS tidak lagi minimum dan penaksir-penaksir OLS menjadi tidak
efisien meskipun penaksir OLS tetap tidak bias dan konsisten.
Dalam mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini, langkah
pengujiannya melalui White, antara lain:
a.
estimasi persamaan model dan dapatkan residualnya.
b. melakukan regresi pada persamaan berikut yang disebut regresi
auxiliary.
c.
hipotesis nul dalam uji ini adalah tidak ada heteroskedastisitas. Uji
White didasarkan pada jumlah sampel (n) dikalikan dengan R2 yang
akan mengikuti distribusi chi-square dengan degree of freedom
sebanyak variable independen tidak termasuk konstanta dalam regresi
auxiliary.
2
d.
jika nilai chi-squares hitung (n. R ) lebih besar dari nilai 2 kritis
dengan derajat kepercayaan tertentu (α) mak ada heteroskedastisitas
87
dan sebaliknya jika chi-squares hitung lebih kecil dari nilai 2 kritis
menunjukkan tidak adanya heteroskedastisitas.
Pengujian Heteroskedastisitas dilakukan dengan bantuan program Eviews 4.0.
dan di peroleh hasil regresi seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.11
Hasil Uji White
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared
1.194214
10.37830
Probability
Probability
0.384224
0.320737
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 01/21/11 Time: 15:44
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
AK
AK^2
PMA
PMA^2
PMDN
PMDN^2
PAD
PAD^2
DT
6.93E+14
-8.18E+08
140.9318
73944176
-7.255761
1.86E+08
-18.18281
2.13E+08
-37.78801
-1.19E+14
6.64E+14
5.73E+08
92.79431
1.19E+08
16.06908
1.06E+08
9.049361
1.92E+08
25.18763
1.61E+14
1.044638
-1.427030
1.518755
0.620791
-0.451536
1.746189
-2.009292
1.108769
-1.500261
-0.739875
0.3186
0.1813
0.1570
0.5474
0.6604
0.1086
0.0697
0.2912
0.1617
0.4749
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
Sumber : Olah data Eviews 4.0
0.494205
0.080372
1.60E+14
2.83E+29
-709.8879
2.885760
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
1.13E+14
1.67E+14
68.56075
69.05814
1.194214
0.384224
2
Dari tabel di atas diketahui bahwa koefisien determinasi (R ) sebesar 0.4942050.
nilai Chi-squares hitung sebesar 10.37830 yang diperoleh dari informasi Obs*R88
squares, sedangkan nilai kritis chi-squares (2) pada α = 5 % dengan df 8 adalah
15.51. karena nilai chi-squares hitung (2) lebih kecil dari nilai kritis chi-squares
(2) maka dapat disimpulkan tidak ada masalah heteroskedastisitas. Hal ini juga
dibuktikan juga dengan prob chi-squares sebesar 0.320737 yang lebih besar dari
nilai α sebesar 0.05 persen.
4. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik
Jarque-Berra. Pedoman yang digunakan adalah apabila nilai Jarque Berra lebih
kecil jika dibandingkan dengan nilai 2 tabel (dengan α = 5 % ) atau prob < 0,05
maka hipotesis yang menyatakan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal
ditolak dan sebaliknya, bila prob < 0,05 maka hipotesis yang menyatakan bahwa
data yang digunakan berdistribusi normal diterima.
6
Series: Residuals
Sample 1987 2007
Observations 21
5
4
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
3
2
1
Jarque-Bera
Probability
0
-2.0E+07
0.00000
6.47E-08
557828.3
23401984
-23248584
10871699
-0.031120
3.102237
0.012535
0.993752
2.0E+07
Gambar 4.2
Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Berra
89
Uji ini menggunakan uji Jarque-Bera atau J – B test dengan membandingkan nilai
J- B hitung yang diperoleh dari komputer program eviews 4.0 dengan nilai 2 –
tabel. Apabila nilai J – B hitung < nilai 2 – tabel.
Pada gambar di atas bentuk histogramnya sepertinya berdistribusikan secara
normal sehingga residualnya kita duga berdistribusi secara normal. Yakni
0.012535 < 0.05 maka hipotesis ini menyatakan bahwa data yang digunakan
berdistribusi normal diterima.
5. Uji Linearitas
Uji linearitas sangat penting karena uji ini sekaligus untuk melihat apakah
spesifikasi model yang digunakan sudah benar apa tidak. Apakah fungsi yang
dgunakan penelitian empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik. Uji
linearitas yang ddigunakan dalam penelitian ini adalah metode Ramsey Reset
dengan hipotesis:
Ho : Regresi model yang diuji adalah kuadratik
Ha : Regresi model yang diuji adalah tidak kuadratik (linear)
Kriteria yang digunakan adalah jika F hitung signifikan yaitu prob < 0,05 maka
Ho diterima yaitu regresinya adalah kuadratik.
Dari table dibawah F hitung = 0.886269
dengan prob = 0.362452. karena
probabilitas > 0.05 maka Ho ditolak yang berarti bahwa regresi model yang diuji
adalah tidak kuaratik sehingga dapat disimpulkan model yang diuji adalah linear.
90
Tabel 4.12
Uji Linearitas dengan Uji Ramsey Reset Test
Ramsey RESET Test:
F-statistic
Log likelihood ratio
0.886269
1.289020
Probability
Probability
0.362452
0.256229
Test Equation:
Dependent Variable: PDRB
Method: Least Squares
Date: 01/21/11 Time: 15:52
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AK
PMA
PMDN
PAD
DT
C
FITTED^2
32.79866
14.51111
5.384076
13.74123
29360465
57950458
-1.08E-09
10.89276
5.800353
2.183825
6.767630
10982807
16267259
1.15E-09
3.011053
2.501764
2.465434
2.030435
2.673312
3.562398
-0.941418
0.0093
0.0254
0.0272
0.0618
0.0182
0.0031
0.3625
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.974555
0.963650
12601420
2.22E+15
-368.8760
1.836922
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
2.17E+08
66094785
35.79772
36.14589
89.36769
0.000000
Sumber : Data Diolah Eviews 4.0
6. Uji Chow
Analisis regresi dalam data dipengaruhi oleh adanya variabel Dummy,
yaitu terjadinya krisis perekonomian di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir
yang tentunya akan berpengaruh terhadap perkembangan PDRB Provinsi DKI
Jakarta pada tahun-tahun tersebut.
Dan dapat dilihat hasil uji chow dengan Eviews 4.0 dan
tahun 1997
breakpoint dapat dilihat, bahwa nilai F hitung sebesar 4.199265 sedangkan nilai
kritis tabel F dengan = 5% dengan df (5,11) = 3,20. Berdasarkan uji F ini berarti
91
menolak hipotesis nol yang berarti krisis mempnyai pengaruh struktural.
Sedangkan pada uji Chow, nilai hitung statistik chi square ( 2) = 22.42224
sedangkan nilai kritis dari statistik chi square dengan =5% dengan df =2 sebesar
5,95 dengan hasil yang sama menolak hipotesis nol.
Tabel 4.13
Uji Chow
Chow Breakpoint Test: 1997
F-statistic
Log likelihood ratio
4.199265
22.42224
Probability
Probability
0.022177
0.000435
Sumber : Data Diolah Eviews 4.0
C. Pengujian Statistik
1. Uji t-hitung
Untuk menentukan parameter dalam model, metode yang digunakan
adalah Ordinary Learst Square atau OLS. Dengan model ini diharapkan dapat
diperoleh penaksir tidak bias terbaik yakni BLUE. Pada dasarnya isi dari metode
tersebut adalah peminimuman error kuadrat.
Pengujian secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji t statistik satu
sisi terhadap masing-masing variabel independen, dari pengujian regresi didapat
nilai t hitung dari masing-masing variabel untuk selanjutnya dibandingkan dengan
nilai t tabel. Cara yang dilakukan untuk menentukan nilai t tabel adalah :
T tabel = α df (n-k)
Keterangan:
α : Tingkat signifikansi
df : Derajat bebas
92
n : Jumlah data
k : jumlah variabel independen termasuk konstanta.
Dengan demikian maka dapat menentukan nilai t-tabel dalam penelitian ini,
dengan menggunakan signifikansi sebesar 0.05 serta derajat bebas/df (21-6)
sebesar 15 maka nialai t- tabel 1.753, apabila nilai t-hitung > dari nilai t –tabel,
maka variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen dan sebaliknya jika nilai t- hitung < dari nilai t- tabel, maka variabel
independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Tabel 4.14
Hasil Regresi antara Variable Dependen dengan Variabel Independen
Dependent Variable: PDRB
Method: Least Squares
Date: 01/21/11 Time: 15:41
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AK
PMA
PMDN
PAD
DT
C
24.53288
9.645496
3.974152
8.108178
22775472
65190208
6.422312
2.622839
1.583337
3.149886
8435154.
14280254
3.819944
3.677502
2.509985
2.574118
2.700066
4.565059
0.0017
0.0022
0.0240
0.0212
0.0165
0.0004
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.972944
0.963926
12553557
2.36E+15
-369.5206
1.909549
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
2.17E+08
66094785
35.76386
36.06230
107.8819
0.000000
Sumber : Data diolah, Eviews 4.0
a. Uji parameter terhadap Angkatan Kerja
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t
hitung
sebesar 3.819949 dan t
tabel
sebesar
1,753 pada α = 5% dengan melakukan pengujian satu sisi berarti nilai
93
T
hitung
lebih besar dari t
. Hal ini berarti bahwa variabel Angkata Kerja yang
tabel
bekerja berpengaruh secara signifikan berarah positif terhadap PDRB.
b. Uji Parameter terhadap PMA
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t
hitung
sebesar 3.677502 dan t
tabel
sebesar
1,753 pada α = 5% dengan melakukan pengujian satu sisi berarti nilai t
lebih besar dari t
hitung
. Hal ini berarti bahwa variabel PMDN berpengaruh secara
tabel
signifikan berarah positif terhadap PDRB.
c. Uji parameter terhadap PMDN
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t
hitung
sebesar 2.509985 dan t
tabel
sebesar
1,753 pada α = 5% dengan melakukan pengujian satu sisi berarti nilai t
lebih besar dari t
hitung
. Hal ini berarti bahwa variabel PMDN berpengaruh secara
tabel
signifikan berarah positif terhadap PDRB.
d. Uji Parameter terhadap PAD
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t
hitung
sebesar 2.574118 dan t
tabel
sebesar -
1,753 pada α = 5% dengan melakukan pengujian satu sisi berarti nilai t
hitung
lebih besar
. Hal ini berarti bahwa variabel PAD berpengaruh secara
tabel
signifikan terhadap PDRB.
e. Uji Parameter terhadap Dt Krisis
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t
hitung
sebesar 2.700066 dan t
tabel
sebesar -
1,753 pada α = 5% dengan melakukan pengujian satu sisi berarti nilai t
hitung
94
lebih besar
. Hal ini berarti bahwa variabel Krisis
tabel
berpengaruh secara
signifikan terhadap PDRB.
Tabel 4.15
Tabel hasil Uji t
Variabel
thitung
ttabel
Probabilitas
Keterangan
AK
3,819944
1,753
0,0017
thitung > ttabel
PMA
3,677502
1,753
0,0022
thitung > ttabel
PMDN
2,509985
1,753
0,0240
thitung > ttabel
PAD
2,574118
1,753
0,0212
thitung > ttabel
Dtkrisis
2,700066
1,753
0,0165
thitung > ttabel
ekonomi
Kesimpulan
Positif
Signifikan
Positif
Signifikan
Positif
Signifikan
Positif
Signifikan
Positif
Signifikan
Sumber : Data Diolah
2. Pengujian F-statistik
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji-F untuk mengetahui
pengaruh semua variabel independen dan sejauh mana keeratan semua koefisien
regresi variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk melaksanakan ujiF digunakan rumus
F hitung =
Keterangan :
2
R = Koefisien Determinasi
n = Banyaknya observasi
k = Banyaknya variabel bebas
95
H : ß = ß = ß = ß = 0, variabel independen secara bersama-sama tidak
0
1
2
3
4
berpengaruh terhadap PDRB.
H : ß ≠ ß ≠ ß ≠ ß ≠ 0, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh
a
1
2
3
4
terhadap PDRB.
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa PDRB dipengaruhi secara bersama-sama
oleh variabel Angkatan Kerja yang bekerja, PMA,PMDN,Pendapatan Asli Daerah
dan dummy krisis ekonomi dengan hasil yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari
F
hitung
: 107.8819, lebih besar dari Ftabel : 2,9 yang menunjukkan bahwa variabel
tersebut signifikan pada α = 5%.
Tabel 4.16
Hasil Uji-F (uji koefisien regresi secara serempak)
fhitung
107,8819
dF
k-1 = 5
n-k = 15
Ftabel
Probabilitas
Keterangan
Kesimpulan
α = 5%
2,90
0,00000000
fhitung > ftabel
F signifikan
Sumber : Data Diolah
3. Koefisien Determinasi (R²)
Untuk mengetahui tingkat perkembangan perekonomian di Provinsi DKI
Jakarta yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yaitu Angkatan Kerja
yang bekerja (AK), Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dummy krisis ekonomi
(Dt) dapat dilihat melalui besarnya koefisien determinasi. Dari perhitungan nilai
R2 adalah 0,9729. Hal ini berarti 97,29% permasalahan diatas dapat dijelaskan
oleh model yang ada pada penelitian ini, sedangkan sisanya sebesar 2.71%
variabel PDRB dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
96
D. Analisis Hasil Estimasi
1. Hasil Regresi Utama
Pada regresi model utama diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.17
Hasil Regresi antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen
Dependent Variable: PDRB
Method: Least Squares
Date: 01/21/11 Time: 15:41
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
AK
24.53288
6.422312
3.819944
PMA
9.645496
2.622839
3.677502
PMDN
3.974152
1.583337
2.509985
PAD
8.108178
3.149886
2.574118
DT
22775472
8435154.
2.700066
C
65190208
14280254
4.565059
R-squared
0.972944
Adjusted R0.963926
squared
S.E. of regression 12553557
Sum squared
2.36E+15
resid
Log likelihood
-369.5206
Durbin-Watson
1.909549
stat
Sumber : Olah data Eviews 4.0
Prob.
Ket.
0.0017 Signifikan
pada  = 5%
0.0022 Signifikan
pada  = 5%
0.0240 Signifikan
pada  = 5%
0.0212 Signifikan
pada  = 5%
0.0165 Signifikan
pada  = 5%
0.0004 Signifikan
pada  = 5%
Mean dependent var
S.D. dependent var
2.17E+08
66094785
Akaike info criterion
Schwarz criterion
35.76386
36.06230
F-statistic
Prob(F-statistic)
107.8819
0.000000
E. Interprestasi dan Pembahasan
Persamaan regresi sebagai berikut:
PDRB = 24,53288 AK + 9,645496 PMA + 3,974152 PMDN
97
+ 8,108178 PAD + 22775472 DT + 65190208
Dalam Beberapa pengujian telah dilakukan sebelumnya ternyata menunjukkan
bahwa model regresi yang digunakan sudah baik, terbebas dari penyakit asumsi
Klasik. Analisis ini menyatakan bahwa variabel-variabel penelitian yang
mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto selama dua puluh satu tahun
yaitu dari tahun 1987-2007 adalah Angkatan Kerja yang bekerja, Penanaman
Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, dan Pendapatan Asli Daerah dan
Dummy Krisis ekonomi dan Interpretasi ekonomi dari persamaan yang diperoleh
adalah:
1. Nilai konstanta sebesar 651,902.08 menunjukan apabila Angkatan Kerja yang
bekerja, Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, PAD dan
dummy krisis ekonomi sebagai variabel independen dianggap tidak ada maka
besarnya nilai PDRB adalah 651,902.08 satuan.
2. Apabila kenaikan Angkatan Kerja yang bekerja sebesar 1 satuan, maka PDRB
DKI Jakarta akan naik sebesar 24,532.88 satuan. Berdasarkan hasil yang
didapat bahwa Angkatan Kerja yang bekerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap PBRB. Hal ini adalah sudah sesuai dengan teori yang ada, yaitu
semakin meningkatnya Angkatan Kerja yang bekerja semakin meningkat juga
tingkat agregat output atau terjadi pertumbuhan ekonomi.
3. Apabila kenaikan Penanaman Modal Asing sebesar 1 satuan maka PDRB DKI
Jakarta akan naik sebesar 9,645.49 satuan. Berdasarkan hasil yang didapat
PMA berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Hal ini sesuai dengan
teori yang ada, yaitu dengan meningkatnya investasi pada suatu daerah maka
98
akan meningkat pula PDRB daerah tersebut, atau perekonomiannya tumbuh.
Hal ini menjadi tantangan bagi pihak birokrat atau Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta untuk mengoptimalkan peningkatan PMA dengan memberikan iklim
investasi yang lebih kondusif. Beberapa diantaranya dengan melakukan
efisiensi perijinan atau regulasi kebijakan di bidang investasi, jaminan hukum
dan ketertiban berusaha, atau bahkan memberikan insentif bagi investasi yang
padat karya, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan usaha
tersebut diharapkan dapat menarik minat dan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta sehingga dapat meningkatkan
PDRB.
4. Apabila kenaikan Penanaman Modal Dalam Negeri sebesar 1 satuan maka
PDRB DKI Jakarta akan naik sebesar 3,974.152 satuan. Berdasarkan hasil
yang didapat PMDN berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Hal
ini sesuai dengan teori yang ada, yaitu dengan meningkatnya investasi pada
suatu daerah maka akan meningkat pula PDRB daerah tersebut, atau daerah
tersebut perekonomiannya tumbuh. Dalam hal ini upaya dilakukan baik
pemerintahan daerah dan peran serta masyarakat dalam mengembangkan
investasi di sektor-sektor ekonomi maupun sektor usaha lainya yang ada di
dalam negeri tersebut adalah dengan cara memperbaiki infrastruktur di
Provinsi DKI Jakarta serta menciptakan kondisi keamanan dan ketertiban yang
lebih kondusif di Provinsi DKI Jakarta. Sehingga dapat menghasilkan dan
menggunakan hasil-hasil output atau produk yang berasal dari dalam negeri
99
sehingga meningkatkan hasil
produksi
yang dapat meningkatkan tingkat
PDRB.
5. Apabila kenaikan Pendapatan Asli Daerah sebesar 1 satuan maka PDRB DKI
Jakarta akan naik sebesar 8,108.178 satuan. PAD berpengaruh positif dan
signifikan terhadap PDRB, hal ini sudah sesuai dengan teori dimana apabila
PAD suatu daerah meningkat maka PDRB daerah tersebut akan meningkat atau
terjadi pertumbuahan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta. PAD sebagai
pendorong perekonomian, dimana penerimaan dari hasil pendapatan daerah
digunakan
sepenuhnya
untuk
kegiatan-kegiatan
ekonomi
atau
yang
memberikan dorongan bagi perkembangan kegiatan ekonomi. Jadi apabila
PAD meningkat maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat
meningkatkan PDRB.
6. Dummy krisis ekonomi (Dt) menunjukkan hasil yang signifikan pada = 5%.
Dimana pengaruhnay positif. Dengan hasil signifikan sebesar 0,0165. Krisis
ekonomi pada Juli 1997 ditandai dengan anjloknya nilai rupiah terhadapdollar
AS berkisar antara 300% dari nilai kurs awal tahun 1997 sebesar Rp 5.700,per US $ 1 hingga puncaknya krisis ekonomi tahun 1998 sebesar Rp 16.000.
(Laporan Tahun Bank Indonesia 1999).
Masa ini ditandai dengan :
- menurunnya daya beli secara drastis
- lenyapnya minat investasi
- meningkatnya pengangguran di berbagai sektor
100
Kondisi tersebut diperparah oleh sisi penawaran yang juga turun. Bukan
saja produksi yang merosot sejalan dengan merosotnya permintaan tetapi juga
terjadi kerusakan kelembagaan yang relatif akut sehingga menyebabkan daya
respon (elastisitas) penawaran sangat lemah.
Dari hasil olah data yang dengan metode regresi linier berganda, dapat
diketahui bahwa krisis ekonomi justru berpengaruh positif dan signifikan
terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta. Peningkatan PDRB atau tumbuhnya
perekonomian di Provinsi DKI Jakarta, pada masa krisis ekonomi,
kemungkinan terjadi diakibatkan dari banyaknya aliran dana dari luar negeri
yang masuk ke Provinsi DKI Jakarta, hal ini terjadi karena rendahnya nilai kurs
rupiah.
101
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan regresi linier berganda serta analisa penelitian
untuk mengetahui pengaruh Angkatan Kerja yang bekerja, investasi PMA,
investasi PMDN, PAD dan krisis ekonomi terhadap Produk Dometik Regional
Bruto di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut:
1.
Berdasarkan hasil yang didapat bahwa Angkatan Kerja yang bekerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBRB atau perekonomian di
Provinsi DKI Jakarta.
2. Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap PDRB atau perekonomian di Provinsi DKI Jakarta.
3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) positif dan signifikan terhadap
PDRB atau perekonomian DKI Jakarta.
4. PAD
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
PDRB
atau
perekonomian di Provinsi DKI Jakarta.
5. Dari hasil olah data yang dengan metode regresi linier berganda, dapat
diketahui bahwa krisis ekonomi justru berpengaruh positif dan signifikan
terhadap PDRB atau perekonomian di Provinsi DKI Jakarta.
6. Berdasarkan pengujian secara serempak dengan menggunakan uji-F
menunjukkan bahwa Angkatan Kerja yang bekerja, investasi PMDN,
102
102
investasi PMA, PAD dan dummy krisis ekonomi secara bersaaan
mempunyai pengaruh yang nyata terhadap PDRB atau di Provinsi DKI
Jakarta.
7. Berdasarkan koefisien determinasi adalah 0,9729. Hal ini berarti 97,29%
permasalahan diatas dapat dijelaskan oleh model yang ada pada penelitian
ini, sedangkan sisanya sebesar 2.71%, permasalahan yang ada dijelaskan
oleh variabel lain di luar model.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil kesimpulan hasil penelitian, beberapa upaya perlu
dilakukan untuk mengerakkan pembangunan melalui peningkatan pertumbuhan
ekonomi di DKI Jakarta antara lain :
1. Semakin berkembangnya penanaman modal asing dan dalam negeri,
maka pemerintah daerah hendaknya menciptakan iklim investasi yang
kondusif.
2. Tenaga kerja sebagai salah satu sumber daya lokal perlu ditingkatkan
kualitasnya. Kondisi tersebut perlu dilakukan mengingat semakin
ketatnya persaingan yang semakin mengglobal. Pemerintah daerah
perlu meningkatkan kualitas angkatan kerja yang tumbuh setiap tahun
dengan pembekalan pendidikan dan pelatihan sehingga mampu
bersaing di pasar dan juga sebagai upaya menarik pihak ketiga
(investor) untuk datang ke daerah yang memiliki sumber daya manusia
103
tinggi agar tertarik menanamkan modalnya guna kepentingan
pembangunan daerah.
3. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya berusaha secara terus
menerus untuk meningkatkan PAD, karena PAD berpengaruh positif
terhadap perekonomian di Provinsi DKI Jakarta.
104
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincoln. “Ekonomi Pembangunan”, Edisi Keempat, STIE YKPN,
Yogyakarta, 1999.
Badan Pusat Statistik. “DKI Jakarta Dalam Angka Tahun”, berbagai tahun
penerbitan, BPS, DKI Jakarta, 2003.
Badan Pusat Statistik. ”DKI Jakarta Dalam Angka Tahun”, berbagai tahun
penerbitan, BPS, DKI Jakarta, 2006.
Badan Pusat Statistik. “Perkembangan Angkatan Kerja DKI Jakarta”, berbagai
tahun penerbitan, BPS, DKI Jakarta, 2003.
Badan Pusat Statistik. “Survey Penduduk Antar Sensus (Supas)”, berbagai tahun
penerbitan, BPS, DKI Jakarta, 2003.
Badan Pusat Statistik. “Berita Resmi Statistik Propinsi DKI Jakarta”, berbagai
tahun penerbitan, BPS, DKI Jakarta, 2003.
Barro, Robert. J. “Economic Growt In A Cross Section Of Countries”, Journal Of
Economics, 2001.
Boediono. “Teori Pertumbuhan Ekonomi,Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi
No.4”, BPFE, Yogyakarta, 1992.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Yogyakarta, 2005.
Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”, Edisi VI, Erlangga, Jakarta, 1996.
Gujarati, Damodar. “Dasar-Dasar Ekonometrika”, Jilid 2, Erlangga, Jakarta,
2006.
Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2010.
Hamja, Yahya. “Modul I Ekonometrika”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN
Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2008.
Hamja, Yahya. “Modul II Ekonometrika”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Hirawan, Susiyati B. “Keuangan Daerah di Indonesia”, LPFE UI, Jakarta, 1987.
105
105
Indrawati, Sri Mulyani. “ Sinergi Pusat dan Daerah dalam Persektif
Desentralisasi Fiskal”. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan
Kementrian keuangan, Jakarta.2010.
Jhingan, ML. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”, diterjemahkan oleh
D.Guritno, Edisi ke Tujuh, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.
Kuncoro, Mudrajat. “Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan”,
UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1997.
Kuncoro, Mudrajat. “Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi”, Erlangga, Jakarta,
2003.
Mashkoor, Masood et al., “Tax Revenue and Economic Growtn an Emprical
Analisis for Pakistan”, World Applied Sciences Journal, 2010
Mankiw, N.Gregory. “Teori Makro Ekonomi”, Edisi keempat, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2000.
Mangkoesoebroto, Guritno. “Ekonomi Publik”, BPFE, Edisi 3, Yogyakarta, 1998.
Mulatip, Iman dan Bambang PS Brodjonegoro. “Determinan Pertumbuhan Kota
di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol V,
No. 01, UI, Jakarta, 2004.
Noegroho, Yoenanto Sinung dan Lara Soelistianingsih. “Analisis Disparitas
Pendapatan Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional”, Jurnal
Urban dan Regional, UI, Jakarta, 2007.
Prasasti, Diah. “Perkembangan PDRB per kapita 30 Propinsi di Indonesia
Periode 1993-2003: Pendekatan Disparitas Regional dan
Konvergensi”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.21, No.4,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2006.
Rahayu, Siti Aisyah Tri. “Peranan Sektor Publik Lokal dalam Pertumbuhan
Ekonomi Regional”, Vol. 8. No 2. KINERJA, 2004.
Ramiez, Alejandro, Gustav Ranis and Frances Stewar. “Economic Growth and
Human Development”, Center Discussion Paper No. 787, Yale
University, 2001.
Simamora, Marganda dan Sirojozilam. “Determinan Pertumbuhan Ekonomi
Regional Sumatera Utara”, Jurnal Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah, Vol 4, No. 2, Wahana Hijau, 2008.
106
Sriwinarti, Asih. “Beberapa Karakteristik Umum Pertumbuhan Enam Kota Besar
di Indonesia tahun 1980-2000”, Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian
Ekonomi Negara Berkembang, UPN Veteran Yogyakarta, Yogyakarta,
2005.
Sjafrizal. “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”, Baduose Media, Padang
Sumatera Barat, 2008.
Siregar, Iskandar. “Analisis Perkembangan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Propinsi DKI Jakarta”. Tesis FE UI.(tidak dipublikasi), 2004.
Samuelson, Paul A. dan Nordhaus William D. “Ekonomi (Edisi Terjemahan)”,
Edisi 12 jilid 2, Erlangga, Jakarta, 1995.
Sanusi, Bachrawi. “Pembangunan Daerah dilihat dari Potensi Energi”, LPFE UI,
Jakarta, 1987.
Sukirno, Sadono. “Pengantar Teori Makro Ekonomi”, Edisi 2, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1994.
Sutrisno. “Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara”, BPFE UI, Yogyakarta, 1984.
Suparmoko, M. “Ekonomika Pembangunan”, BPFE, Jakarta, 2002.
Sur Simanjuntak, Payaman. “Pengantar Ilmu Ekonomi Sumber Daya Manusia”,
LPFE UI, Jakarta, 1985.
Suryana. “Ekonomi Pembangunan”, Salemba 4, Jakarta, 2000.
Todaro, Michael. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Edisi Kedelapan,
Erlangga, Jakarta, 2004.
Tarigan. Robinson. “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”, Bumi Aksara,
Jakarta, 2007.
Widarjono, Agus “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasi”, EKONISIA,
Yogyakarta, 2009.
Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”,
UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2007.
Zaris, Roeslan. “Prespektif Daerah dalam Pembangunan Nasional”, LPFEUI,
Jakarta, 1987.
107
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. DaTa PDRB, AK, PMA, PMDN, PAD, Dt
LAMPIRAN 2. Hasil Regresi Utama Variabel Dependen Dengan Variabel
Independen
LAMPIRAN 3. Hasil Uji Klasik
3.1 Uji Multikolinearitas
3.2 Uji Heteroskedastisitas
3.3 Uji Autokorelasi
3.4 Uji Normalitas
3.5 Uji Linearitas
3.6 Uji Chow
108
108
LAMPIRAN 1.
Data PDRB, AK, PMA, PMDN, PAD, dan DT
Obs
PDRB
AK
PMA
PMDN
PAD
DT
1987
107.599.284,00 1.551.663,00
530.550,00
1.225.525,00
276.898,34
0
1988
115.115.165,00 1.732.077,00
790.758,00
1.130.197,00
286.446,87
0
1989
125.886.202,00 1.866.665,00
757.307,00
1.436.324,00
429.660,93
0
1990
136.676.610,00 2.113.619,00
825.079,00
1.193.451,00
567.315,63
0
1991
147.335.207,00 2.435.977,00
959.770,00
2.678.556,00
682.731,43
0
1992
160.050.023,00 2.745.045,00
1.090.996,00
2.524.649,00
789.524,35
0
1993
173.540.509,00 3.151.665,00
1.166.727,00
3.453.764,00
993.655,81
0
1994
211.929.189,00 3.366.619,00
1.355.937,00
4.231.539,00
1.337.993,45
0
1995
231.567.708,00 3.452.299,00
4.046.441,00
9.760.943,00
1.441.579,41
0
1996
252.629.225,00 3.545.230,00
4.399.299,00 10.177.787,00
1.787.375,78
0
1997
265.529.501,00 2.609.457,00
6.122.951,00
8.457.448,00
1.830.739,09
1
1998
219.089.230,00 2.933.845,00
1.721.367,00
3.991.251,00
1.240.402,06
1
1999
218.458.107,00 3.780.278,00
788.185,00
2.129.547,00
1.692.928,30
1
2000
227.924.124,00 3.920.235,00
3.323.997,00
3.822.862,00
2.439.285,10
1
2001
238.637.940,00 3.815.000,00
1.200.620,00
7.911.308,00
3.644.150,89
1
2002
250.348.044,00 3.207.522,00
3.456.015,00
3.784.071,00
3.546.415,49
1
2003
263.624.242,00 3.379.252,00
5.938.845,00
2.749.976,00
4.928.704,55
1
2004
278.524.822,00 3.847.359,00
3.733.498,00
3.710.793,00
5.642.664,00
1
2005
295.270.319,00 3.265.331,00
5.206.190,00
4.097.855,00
5.931.247,40
1
2006
312.826.713,00 3.931.799,00
5.938.845,00
4.218.004,00
6.219.830,80
1
2007
332.971.255,00 4.243.000,00
6.733.498,00
5.638.339,00
6.508.414,20
1
109
LAMPIRAN 2.
Hasil Regresi Utama antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen
Dependent Variable: PDRB
Method: Least Squares
Date: 01/21/11 Time: 15:41
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AK
24.53288
6.422312
3.819944
PMA
9.645496
2.622839
3.677502
PMDN
3.974152
1.583337
2.509985
PAD
8.108178
3.149886
2.574118
DT
22775472
8435154.
2.700066
C
65190208
14280254
4.565059
R-squared
Adjusted Rsquared
S.E. of regression
Sum squared
resid
Log likelihood
Durbin-Watson
stat
0.972944
0.963926
Mean dependent var
S.D. dependent var
2.17E+08
66094785
12553557
2.36E+15
Akaike info criterion
Schwarz criterion
35.76386
36.06230
-369.5206
1.909549
F-statistic
Prob(F-statistic)
107.8819
0.000000
Ket.
0.0017 Signifikan
pada  = 5%
0.0022 Signifikan
pada  = 5%
0.0240 Signifikan
pada  = 5%
0.0212 Signifikan
pada  = 5%
0.0165 Signifikan
pada  = 5%
0.0004 Signifikan
pada  = 5%
Sumber : Olah data Eviews 4.0.
110
LAMPIRAN 3.
Hasil Uji Asumsi Klasik
3.1 Uji Multikolinieritas
Regresi Auxiliary
(AK)=ƒ(PMA,PMDN,PAD,DT)
Dependent Variable: AK
Method: Least Squares
Date: 02/14/11 Time: 21:18
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PMA
PMDN
PAD
DT
C
-0.147876
0.146792
0.277301
321077.1
2038196.
0.095171
0.049518
0.101136
318391.0
222187.4
-1.553795
2.964416
2.741864
1.008436
9.173319
0.1398
0.0091
0.0145
0.3283
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.689682
0.612102
488669.6
3.82E+12
-302.0307
1.254590
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
3090187.
784614.9
29.24102
29.48971
8.889983
0.000560
111
(PMA)=ƒ(AK,PMDN,PAD,DT)
Dependent Variable: PMA
Method: Least Squares
Date: 02/14/11 Time: 21:28
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AK
PMDN
PAD
DT
C
-0.886617
0.382605
0.845672
321645.8
1720584.
0.570614
0.116735
0.213176
799978.6
1291390.
-1.553795
3.277546
3.967006
0.402068
1.332350
0.1398
0.0047
0.0011
0.6930
0.2014
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.755534
0.694418
1196562.
2.29E+13
-320.8366
2.394919
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
2861280.
2164567.
31.03206
31.28076
12.36220
0.000090
112
(PMDN)=ƒ(AK,PMA,PAD,DT)
Dependent Variable: PMDN
Method: Least Squares
Date: 02/14/11 Time: 21:29
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AK
PMA
PAD
DT
C
2.415120
1.049900
-1.022585
-834246.0
-3281599.
0.814703
0.320331
0.426616
1315433.
2100224.
2.964416
3.277546
-2.396968
-0.634199
-1.562499
0.0091
0.0047
0.0291
0.5349
0.1377
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.575980
0.469975
1982136.
6.29E+13
-331.4358
1.976012
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
4205914.
2722608.
32.04151
32.29020
5.433508
0.005860
113
(PAD)=ƒ(AK,PMA,PMDN,DT)
Dependent Variable: PAD
Method: Least Squares
Date: 02/14/11 Time: 21:30
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AK
PMA
PMDN
DT
C
1.152774
0.586349
-0.258379
808136.8
-2090016.
0.420434
0.147806
0.107794
638268.7
1005770.
2.741864
3.967006
-2.396968
1.266139
-2.078026
0.0145
0.0011
0.0291
0.2236
0.0542
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.827132
0.783915
996350.1
1.59E+13
-316.9913
1.434849
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
2486570.
2143384.
30.66584
30.91454
19.13909
0.000006
(DT)=ƒ(AK,PMA,PMDN,PAD)
114
Dependent Variable: DT
Method: Least Squares
Date: 02/14/11 Time: 21:31
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficien
t
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AK
PMA
PMDN
PAD
C
1.86E-07
3.11E-08
-2.94E-08
1.13E-07
-0.296920
1.85E-07
7.73E-08
4.63E-08
8.90E-08
0.416676
1.008436
0.402068
-0.634199
1.266139
-0.712592
0.3283
0.6930
0.5349
0.2236
0.4864
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.577162
0.471452
0.372061
2.214866
-6.179740
0.622496
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.523810
0.511766
1.064737
1.313433
5.459885
0.005740
Koefisien Korelasi antar Variabel Independen
AK
PMA
PMDN
PAD
DT
AK
1
PMA
PMDN
PAD
0.555507243 0.493501502 0.707677367
785
131
574
0.555507243
1
0.512565026 0.768856435
785
334
757
0.493501502 0.512565026
1
0.212964507
131
334
189
0.707677367 0.768856435 0.212964507
1
574
757
189
0.615259049 0.572778452 0.152382234 0.741742078
106
439
29
895
DT
0.615259049
106
0.572778452
439
0.152382234
29
0.741742078
895
1
Sumber : Olah data Eviews 4.0.
115
3.2 Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.399951
1.217251
Probability
Probability
0.678325
0.544098
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/21/11 Time: 15:43
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AK
PMDN
2.722265
0.277810
8.780424
1.931407
0.310038
0.143838
0.7614
0.8878
PMA
-0.468713
3.546715
-0.132154
0.8969
PAD
-0.258420
4.230875
-0.061079
0.9522
DT
-1269115.
8937731.
-0.141995
0.8893
C
-6998491.
19643710
-0.356271
0.7274
RESID(-1)
RESID(-2)
0.028395
-0.299889
0.365210
0.340819
0.077749
-0.879908
0.9392
0.3949
R-squared
0.057964
Mean dependent var
6.47E-08
Adjusted R-squared
-0.449286
S.D. dependent var
10871699
S.E. of regression
13088034
Akaike info criterion
35.89463
Sum squared resid
2.23E+15
Schwarz criterion
36.29254
Log likelihood
-368.8936
F-statistic
0.114272
Prob(F-statistic)
0.996052
Durbin-Watson stat
1.965999
Sumber : Olah data Eviews 4.0.
116
3.3 Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared
1.194214
10.37830
Probability
Probability
0.384224
0.320737
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 01/21/11 Time: 15:44
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
AK
AK^2
PMDN
PMDN^2
PMA
PMA^2
PAD
PAD^2
DT
6.93E+14
-8.18E+08
140.9318
1.86E+08
-18.18281
73944176
-7.255761
2.13E+08
-37.78801
-1.19E+14
6.64E+14
5.73E+08
92.79431
1.06E+08
9.049361
1.19E+08
16.06908
1.92E+08
25.18763
1.61E+14
1.044638
-1.427030
1.518755
1.746189
-2.009292
0.620791
-0.451536
1.108769
-1.500261
-0.739875
0.3186
0.1813
0.1570
0.1086
0.0697
0.5474
0.6604
0.2912
0.1617
0.4749
R-squared
0.494205
Mean dependent var
1.13E+14
Adjusted R-squared
0.080372
S.D. dependent var
1.67E+14
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
1.60E+14
2.83E+29
-709.8879
2.885760
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
68.56075
69.05814
1.194214
0.384224
Sumber : Olah data Eviews 4.0.
117
3.4 Uji Normalitas
6
S eries : R es id u als
S am p le 1 9 8 7 2 0 0 7
O b s ervation s 2 1
5
4
M ean
M ed ian
M axim u m
M in im u m
S td . D ev.
S k ew n es s
K u rtos is
3
2
1
J arq u e-B era
P rob ab ility
0
-2 .0 E + 0 7
0 .0 0 0 0 0
6 .4 7 E -0 8
5 5 7 8 2 8 .3
23401984
-2 3 2 4 8 5 8 4
10871699
-0 .0 3 1 1 2 0
3 .1 0 2 2 3 7
0 .0 1 2 5 3 5
0 .9 9 3 7 5 2
2 .0 E + 0 7
118
3.5 Uji Linearitas
Ramsey RESET Test:
F-statistic
Log likelihood ratio
0.886269
1.289020
Probability
Probability
0.362452
0.256229
Test Equation:
Dependent Variable: PDRB
Method: Least Squares
Date: 01/21/11 Time: 15:52
Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
AK
PMDN
PMA
PAD
DT
C
FITTED^2
32.79866
5.384076
14.51111
13.74123
29360465
57950458
-1.08E-09
10.89276
2.183825
5.800353
6.767630
10982807
16267259
1.15E-09
3.011053
2.465434
2.501764
2.030435
2.673312
3.562398
-0.941418
0.0093
0.0272
0.0254
0.0618
0.0182
0.0031
0.3625
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.974555
0.963650
12601420
2.22E+15
-368.8760
1.836922
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
2.17E+08
66094785
35.79772
36.14589
89.36769
0.000000
Sumber : Olah data Eviews 4.0.
3.6 Uji Chow
Chow Breakpoint Test: 1997
F-statistic
Log likelihood ratio
4.199265
22.42224
Probability
Probability
0.022177
0.000435
Sumber : Olah data Eviews 4.0.
119
Download