Trumponomics: Apakah membawa angin baru bagi Indonesia? Oleh: Nahla Nurusshafa Terpilihnya Donald J Trump sebagai Presiden Amerika Serikat melalui Electoral College merupakan kabar buruk bagi banyak pihak di seluruh dunia. Beberapa negara, termasuk Korea Selatan, seketika mengadakan rapat strategis tertutup yang kemungkinan besar membahas dampak perubahan konstelasi geopolitik internasional negara terkait. Bursa saham dunia, serta mata uang Mexico, melemah tajam pada hari pemilihan seakan tidak terima akan hasil yang mengejutkan tersebut. Reaksi tersebut tidaklah berlebihan. Bagaimana tidak, dalam kampanyenya, Trump sangat menekankan kebijakan “America First” yang sangat bernada nasionalis dan tidak pernah memperlihatkan keramahan pada negara-negara yang menjadi aliansi strategis Amerika Serikat. Tak hanya mengejutkan dalam bidang geopolitik, dalam kebijakan ekonomi, Trump mengedepankan kebijakan-kebijakan yang cukup berlawanan dengan liberalisme. Trump mengkritik keras NAFTA serta menyatakan akan menarik diri dari Trans Pacific Partnership (TPP). Sejauh apa kebijakan-kebijakan yang ia usung akan berdampak pada perekonomian dunia terutama Indonesia? Apakah kebijakan kelonggaran pajak yang dia usung akan benar “memindahkan” pekerjaan “kembali” ke negaranya? Sejauh apa ia bisa mempengaruhi komitmen dunia dalam pengurangan emisi karbon? Apakah kebijakan quasi-proteksionis yang dia inginkan akan berdampak buruk bagi perekonomian negara lain? Selanjutnya, bagaimana konstelasi politik dunia akan berubah setelah terpilihnya beliau dan apa dampaknya bagi Indonesia? A. Trump dan kebijakan America First Kebijakan-kebijakan Trump yang cenderung Nasionalis dalam politik Internasional cenderung membawa kontroversi di kalangan aliansi strategis Amerika memberi dampak yang besar bagi dunia maupun Indonesia. Kebijakan-kebijakan seperti “The Wall” dan kebijakan imigrasi yang akan banyak memengaruhi hubungan Amerika dengan Mexico, Arab, dan negara Muslim lainnya. Selain itu pada saat yang sama, Trump akan melakukan kebijakan deportasinya berkaitan degan 11 juta imigran yang ada di Amerika. Namun, hal ini akan memiliki dampak yang besar bagi Amerika terlepas dari dampak baik yang disebabkan kebijakan deportasi ini. amerika akan banyak kehilangan cheap labor yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan, dan membuat efektifitas produksi perusahaan menurun, dan akhirnya dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi US yang menurun. Disamping itu, China yang digadang-gadang menjadi pesaing Amerika mulai menguat. Hal ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk membuat jalan poros bebas tanpa memihak Amerika maupun China. Sehingga, ini bisa menjadi peluang baru bagi dunia untuk membuat balancing baru, tanpa kekuatan dominasi didalamnya. B. Tax Cut dan Implikasinya pada Ekonomi Global dan Indonesia. Saat kampanye, Trump menjanjikan adanya tax cut dalam salah satu kebijakan yang ia bawa. Hal ini dapat membawa industri untuk kembali masuk ke perekonomian Amerika, dan menumbuhkan sektor perindustrian secara keseluruhan. Sehingga hal ini akan menyebabkan meningkatkan jumlah pekerja yang akan diserap dan memacu pertumbuhan ekonomi yang berhujung pada pembangunan infrastruktur yang lebih baik. Hal tersebut akan berdampak baik bagi perekonomian Amerika dalam jangka panjang. Namun, yang harus diperhatikan adalah dalaam jangka panjang hal ini bisa menjadi sebuah jalan yang sulit, karena pendaan yang dipakai bersumber pada debt. Selain itu, pada era 1980 an, George Bush dengan voodoo economics yang bersumber dari Reaganomics yang didasari oleh supply-side economics and the trickle-down theory. Seperti kurva di bawah ini yang menunjukkan pre-tax gains yang banyak didapat oleh orang kaya, kemudian upper middle class, middle class, baru kemudian oleh kalangan miskin. Dalam new york times disebutkan bahwa: “Their taxes remain lower than before Reagan, and they have received giant pretax raises. Among the famed top 1 percent, inflation-adjusted average income has nearly doubled to $1.4 million in the last 25 years, according to Emmanuel Saez. The middle class and poor have done much worse, with median household income rising a mere 7 percent, to $56,500”. Kebijakan tax cut akan mebawa dampak yang tidak baik bagi jangka panjang, karena akan menimbulkan long term deficit. C. Kebohongan mengenai climate change Pandangan Trump mengenai adanya emisi karbon yang hanya kebohongan yang diciptakan membawa dampak besar bagi dunia termasuk Indonesia. Bagaimana tidak, ketika kampanye bertemakan green culture, global warming, dan kampanya-kampanye mengenai climate change sedang digalakkan dan tidak memakan cost yang sedikit, di lain pihak trump menyebut hal tersebut hanyalah kebohongan semata. Tentunya jika hal ini dibiarkan, akan menyebabkan adanya sebuah ketimpangan yang tinggi. Padahal jika melihat pola kebijakan yang diciptakan Trump, sebenarnya berhujung pada pengurangan ketimpangan ekonomi dan sosial di masyarakat Amerika. Namun, jika pernyataan mengenai climate change dianggap kebohongan semata. Maka, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi tidak lagi mempertimbangkan externalitas yang ditimbulkan kepada lingkungan. Marginal social cost akan semakin tidak bertuan. Terlebih adanya wacana pengurangan pajak semakin membuat social cost yang harusnya ditanggung perusahaan sebagai bentuk pertanggung jawaban atas kegiatan yang ia lakukan semakin berkurang. Potensi loss yang ditimbulkan karena pengurangan pajak akan semakin besar, dan membuat Amerika harus membiayai kegiatan operasionalnya melalui debt. D. Kebijakan quasi-proteksionis Perdagangan internasional yang menurut Trump tidak adil bagi Amerika Serikat terlebih saat China masuk ke pasar, karena perbedaan harga pasar faktor input membuat Amerika cenderung memasang kebijakan quasi-proteksionis bagi negaranya. Keputusan untuk keluar dari Trans Pasific Partnership (TPP) juga implikasi adanya kecenderungan untuk memproteksi Amerika kepada perdagangan internasional bersama serikat-serikat Amerika. Sebenarnya kita tidak bisa memprediksi apa yang terjadi mengenai kebijakan ini, karena efeknya nya belum bisa diukur. Secara historis Amerika belum pernah menggunakan kebijakan semacam ini dalam membuat keputusan-keputusan ekonomi maupun politik. Kesimpulan: Terpilihnya Trump sebagai presiden Amerika Serikat dengan berbagai terobosannya yang sangat berpihak kepada kesejahteraan Amerika yang kontroversial tidak sepenuhnya buruk bagi Indonesia. Negara Amerika dengan pengaruh besarnya pada dunia tentunya akan bayak membawa cerita baru tentang dinamika poros juga perdagangan Indonesia. Jika Amerika sengaja menarik diri dari dunia internasional dan fokus dalam memberi kesejahteraan dan menurunkan ketimpangan yang terjadi di Amerika, tentunya hal ini aka membawa dampak berkurangnya pengaruh Amerika pada hubungan luar negerinya. Meskipun banyak instansi di Amerika yang sudah berdiri mapan, dan sulit mendapat pengaruh dari seseorang, meskipun itu adalah Trump, kemungkinan keadaan Amerika yang akan berubah drastis patut dipertimbangkan. Ketika pengaruh Amerika pada dunia internasional mulai menurun, dan China mulai memasuki fase baru pada politik internasional, Indonesia memiliki peluang untuk tidak mengikuti poros manapun, dan membuat poros sendiri bersama negara ASEAN lain, atau mengikuti jejak Bung Karno dengan GNB nya. Pengaruh besar yang mulai meenurun, membuat dinamika dunia internasional akan mengalami balancing yang mengurangi kekuatan tunggal menurun. Referensi: Stoffer, Howard. "What Trump's ‘America First’ Policy Could Mean For The World". TIME.com. N.p., 2017. Web. 1 Jan. 2017. tempo.co. N.p., 2017. Web. 1 Jan. 2017. "Public–Private Partnership". En.wikipedia.org. N.p., 2017. Web. 1 Jan. 2017. Leonhardt, David. "Team Trump’S New Pledge On Tax Cuts". Nytimes.com. N.p., 2017. Web. 1 Jan. 2017.