1 PENDAHULUAN Latar Belakang Revolusi hijau sangat berjasa bagi kehidupan umat manusia dimuka bumi ini, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Di Indonesia teknologi “Revolusi Hijau”dimulai tahun 1960, dan sejak saat itu kerawanan pangan sedikit demi sedikit mulai teratasi. Prestasi Indonesia dalam mencukupi kebutuhan pangan ditandai dengan keberhasilannya dari Negara pengimpor menjadi Negara yang dapat mencukupi sendiri kebutuhan pangannya. Pupuk kimia dan pestisida kimia dianggap sebagai senjata ampuh dalam mengatasi kerawanan pangan Namun, dibalik revolusi hijau tersebut ternyata terdapat bencana yang dapat merugikan lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Pada akhir tahun 1980, mulai tampak tanda-tanda kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan (Sutanto, 2002a). Belajar dari dampak penggunaan pestisida kimia dan pupuk buatan pabrik saat munculnya revolusi hijau, manusia pun berusaha mencari teknik bertanam secara aman, baik untuk lingkungan maupun manusia. Inilah yang kemudian melahirkan teknik bertanam secara organik atau yang dikenal dengan pertanian organik (Sutanto, 2002b). Gerakan kembali ke alam yang dilandasi kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan kelestarian lingkungan hidup merupakan angin segar bagi semua komoditas pertanian yang diproduksi secara organik. Kehadiran beras organik disambut gembira masyarakat yang sangat memperhatikan kesehatan dan kelestarian lingkungan. Beras organik sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Sudah sejak dahulu nenek moyang kita membudidayakan padi tanpa 1 2 bahan kimia yang saat ini diistilahkan sebagai pertanian organik. Namun, kini beras organik dikatakan sebagai hal baru setelah puluhan tahun belakangan ini padi hanya dibudidayakan secara non organik (Andoko, 2002). Penerapan kegiatan pertanian organik memerlukan adaptasi, baik terhadap perilaku petani yang telah terbiasa menggunakan pupuk atau bahan kimia lainnya pada kegiatan pertanian, maupun adaptasi pada kondisi lahan pertanian. Petani yang telah terbiasa menerapkan suatu sistem tertentu pada kegiatan pertanian biasanya akan sulit untuk mengubah pola perilaku mereka, termasuk jika harus mengubah kebiasaannya menggunakan bahan-bahan kimia untuk beralih menggunakan bahan organik secara utuh. Kondisi lahan yang telah terbiasa menggunakan pupuk kimia juga tidak secara langsung bisa beradaptasi menggunakan pupuk organik secara utuh (Sutanto, 2002a). Pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, diharapkan secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi (Sutanto, 2002a). Pertanian semi organik merupakan suatu bentuk tata cara pengolahan tanah dan budidaya tanaman dengan memanfaatkan pupuk yang berasal dari bahan organik dan pupuk kimia untuk meningkatkan kandungan hara yang dimiliki oleh pupuk organik. Pertanian semi organik bisa dikatakan pertanian yang ramah lingkungan, karena dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia sampai di atas 50% (Suyono dan Hermawan, 2006). 3 Pertanian semi organik merupakan suatu langkah awal untuk kembali ke sistem pertanian organik, hal ini karena perubahan yang ekstrim dari pola pertanian moderen yang mengandalkan pupuk kimia menjadi pola pertanian organik yang mengandalkan pupuk biomasa akan berakibat langsung terhadap penurunan hasil produksi yang cukup drastis yang semua itu harus ditanggung langsung oleh pelaku usaha tersebut. Selain itu penghapusan pestisida sebagai pengendali hama dan penyakit yang sulit dihilangkan karena tingginya ketergantungan mayoritas pelaku usaha terhadap pestisida (Suyono dan Hermawan, 2006). Oleh karena itu, pertanian semi organik merupakan langkah awal untuk merubah perubahan secara gradual menuju pola pertanian organik. Khusus untuk tanaman pangan, pertanian semi organik akan memberi nilai tambah untuk pelaku usaha dengan turunnya biaya produksi tanpa harus diiringi dengan turunnya hasil produksi, dan ramah lingkungan (Suyono dan Hermawan, 2006). Berdasarkan teori diatas maka dapat dilihat nilai positif dari pemanfaatan pupuk organik dan bahan organik lainnya bagi kegiatan pertanian. Pada beberapa daerah penerapan pertanian organik belum bisa dilakukan secara utuh dengan alasan daya adaptasi lahan yang masih harus disesuaikan jika harus menggunakan bahan organik sepenuhnya. Pada tahap awal banyak petani yang mulai mencari jalan tengah dari persoalan tersebut yaitu menerapkan sistem pertanian yang mengurangi pemakaian pupuk kimia, kemudian mensubtitusikannya dengan menggunakan pupuk organik dan membebaskan lahan pertanian mereka dari pemakaian pestisida kimia. Harapannya bahwa di masa mendatang pemakaian pupuk kimia dapat dihentikan. 4 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik atau petani yang telah mengurangi pemakaian pupuk kimia dan mensubtitusikannya menggunakan pupuk organik pada padi sawah di daerah penelitian ? 2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada padi sawah di daerah penelitian ? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada komoditi padi sawah di daerah penelitian. 2. Untuk menganalisis faktor – faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada komoditi padi sawah di daerah penelitian. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai masukan bagi petani padi sawah untuk mengetahui keuntungan ddan kelemahan dalam penerapan teknologi pertanian semi organik pada usahatani padi sawah. 2. Memberikan informasi bagi para pengambil keputusan untuk perbaikan dan pengembangan usahatani padi sawahnya. 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan untuk menjadi seorang peneliti.