UPAYA PEMBERDAYAAN SENI DI KAMPUNG RAMAH ANAK, RW 20, GENDENG, KELURAHAN BACIRO, GONDOKUSUMAN, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL Oleh : Elysabeth Ervina Rahayu Kartika Ningrum 11102241004 JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOVEMBER 2015 ii Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi yang berjudul “Upaya Pemberdayaan Seni di Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng, Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” yang disusun oleh Elysabeth Ervina Rahayu Kartika Ningrum NIM 11102241004 ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan. Yogyakarta, 20 Oktober 2015 Pembimbing Dr. Sugito, M.A NIP. 19600410 198503 1 002 Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 1 UPAYA PEMBERDAYAAN SENI DI KAMPUNG RAMAH ANAK RW 20, GENDENG, KELURAHAN BACIRO, GONDOKUSUMAN, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh: Elysabeth Ervina Rahayu Kartika Ningrum, Pendidikan Luar Sekolah [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) upaya yang di lakukan oleh pekerja sosial masyarakat dalam memberdayakan kesenian lokal di Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng, Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta, 2) faktor-faktor penghambat dan pendukung yang di alami pekerja sosial masyarakat dalam membentuk kampung ramah anak dengan adanya perbedaan status sosial, 3) hasil upaya yang di lakukan pekerja sosial masyarakat dalam memberdayakan seni melalui program kampung ramah anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan mengambil lokasi di Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Subyek dalam penelitian ini adalah pekerja sosial masyarakat Kampung Ramah Anak RW 20. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian, yang dibantu dengan pedoman observasi, dokumentasi, dan wawancara. Teknik yang digunakan dalam melakukan analisis data adalah reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan. Keabsahan data yang dilakukan untuk menjelaskan data dengan menggunakan triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) upaya pekerja sosial RW 20 dalam memberdayakan kesenian di Kampung Ramah Anak RW 20 meliputi: mendirikan stan pendaftaran kesenian, menampilkan karya tari dan hasil lukisan dari Sanggar Angsa Putih yang diselenggarakan oleh RW 20, dan mengajak anak-anak melihat proses pelaksanaan latihan menari, melukis, dan drama. 2) faktor penghambat dari upaya pemberdayaan kesenian di Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta adalah orangtua belum sepenuhnya mendorong dan mengarahkan anak-anaknya untuk belajar menari di sanggar tari Angsa Putih, kurang adanya rasa kepercayaan diri dalam diri anak-anak ketika mengikuti latihan tari, lukis atau drama, dan pengaruh perkembangan budaya barat yang sedang mewabah pada generasi muda di RW 20. Faktor pendukung adalah Anak-anak dan remaja semakin banyak yang tertarik dan berminat untuk belajar seni di sanggar tari Angsa Putih, dan pekerja sosial dan warga masyarakat RW 20 yang kompak, bekerjasama membantu memfasilitasi seluruh program kegiatan Kampung Ramah Anak RW 20. 3) hasil upaya pekerja sosial RW 20 dalam memberdayakan kesenian melalui kampong ramah anak meliputi: generasi muda di RW 20 dan di luar RW 20 semakin tertarik dan berminat dalam melestarikan kesenian lokal di Sanggar Angsa Putih yaitu dengan mengikuti latihan tari, melukis dan teater kemudian tarian tersebut di perkenalkan pada acara kebudayaan seperti pementasan atau kompetisi; sanggar Angsa Putih tidak lagi kesulitan dalam mencari anak-anak untuk diajarkan menari ketika akan mengikuti kegiatan pentas seni atau kompetisi, dikarenakan murid-murid sanggar Angsa Putih telah dibekali beberapa tarian tradisional dan pengetahuan tentang melukis dan teater; dan banyak beberapa lembaga pemerintah dan masyarakat di luar RW 20 memilih sanggar Angsa Putih sebagai obyek dalam penelitian dan riset mereka yang kemudian di promosikan melalui website milik mereka. Kata kunci: Pemberdayaan Seni, Pekerja Sosial, Kampung Ramah Anak Abstract This study aimed to describe: 1) the efforts undertaken by social workers in empowering local arts in Child Friendly Village RW 20, Gendeng, Village Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta, 2) the factors inhibiting and supporting experienced social workers in shaping a child-friendly village with differences in social status, 3) the results 2 Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) of the efforts undertaken to empower social workers in the arts through a child-friendly village. This study used a qualitative descriptive approach, and take place in the Child Friendly Village RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Subjects in this study were social workers Child Friendly Kampung RW 20. Collecting data using the method of observation, interviews, and documentation. The researcher is the main instrument in the conduct of research, which assisted with the guidelines for observation, documentation, and interviews. The technique used in analyzing the data is the data reduction, data presentation, and making conclusions. The validity of the data is done to explain the data by using triangulation. The results showed that: 1) the efforts of social workers RW 20 in empowering the arts in Kampung Child Friendly RW 20 include: setting up a booth registration of art, featuring works of dance and the results of the paintings from the studio swan White held by RW 20, and invite the children see the process of implementation practice dancing, painting, and drama. 2) inhibiting factors of empowering the arts in the Child Friendly Village RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta is a parent yet fully encourage and guide the children to learn to dance in the dance studio White Geese, lack a sense of self-confidence in children children when training dance, painting or drama, and the influence of western culture which was prevalent in the younger generation in RW 20. The supporting factors are children and teenagers more interested and eager to learn the art dance studio White Geese, and workers social and community residents of RW 20 is compact, helping to facilitate collaboration across program activities of RW 20 Child Friendly Village. 3) the results of the efforts of social workers RW 20 in empowering the arts through the village child friendly include: young people in RW 20 and beyond RW 20 increasingly interested and are interested in preserving local arts in studio swan White is to follow the practice of dance, painting and theater then the dance in introduced in cultural events such as performances or competitions; White Geese studio not to mention the difficulty in finding children to be taught to dance as art performances will follow the activities or competitions, because students studio swan White has provided some traditional dances and knowledge of painting and theater; and many government agencies and communities outside RW 20 White Goose chose the studio as an object of study and research they are then promoted through their own website. Keywords: Art Empowerment, Social Worker, Child Friendly Village PENDAHULUAN Saat ini seluruh negara di dunia sedang ada di dalam jaman perkembangan dunia teknologi dan informasi yang semakin modern serta di lengkapi dengan berbagai kemudahan dan fasilitas-fasilitas yang semakin mudah di jangkau oleh manusia, seperti contohnya pada perkembangan handphone atau telepon genggam, fungsi handphone tidak lagi seperti fungsi-fungsi handphone pada jaman sebelum merdeka, handphone sekarang di lengkapi dengan fitur-fitur yang canggih seperti fasilitas wifi yang bisa di gunakan untuk mengambil gambar dengan hanya menyambungkan wifi yang ada di handphone dan wifi yang ada di kamera digital. Hal seperti itu hanya sebagian kecil contoh perkembangan teknologi dibandingkan dengan fasilitas modern yang ada di seluruh dunia ini. Di lihat dari perilaku anak-anak akhir-akhir ini, anak lebih cenderung tertarik dengan hal-hal yang terkait dengan teknologi. Hal ini di buktikan dari tingginya jumlah anak yang tertarik menonton televisi dan video game di banding anak yang tertarik budaya Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 3 tradisional seperti melukis, menari, bermain teater dan kegiatan lainnya yang lebih produktif. Kemajuan teknologi juga mempercepat proses penyebaran budaya asing karena anak akan sangat mudah dapat meniru budaya tersebut. Pengaruh dari budaya asing tersebut dapat mudah kita temui di dalam kehidupan sehari-hari misalnya pada perkembangan fashion, gaya bicara , dan tingkah laku seseorang. Kondisi seperti itu, menunjukkan bahwa globalisasi sangat berpengaruh pada kebudayaan lokal di Indonesia. Kebudayaan sangatlah penting bagi suatu bangsa, sebab kebudayaan adalah jati diri dan identitas dari suatu negara. Kebudayaan mencerminkan kekhasan dari suatu budaya daerah tersebut, itulah sebabnya kebudayaan menjadi sangat penting bagi diri sendiri, masyarakat dan negara supaya nantinya kebudayaan dapat kita wariskan kepada anak cucu kita. Kebudayaan mempunyai peran penting bagi kehidupan manusia dan masyarakat, karena manusia dan masyarakat hidup di dunia mau tidak mau harus menghadapi kekuatan alam yang tidak selalu baik dengan manusia seperti bencana alam dan kondisi alam. Apabila kita sebagai manusia dapat mempertahankan diri dan menyesuaikan diri dengan alam serta hidup damai dengan sesama manusia lainnya, maka akan timbul keinginan dan perasaan yang ingin di salurkan melalui kegiatan kesenian. Hal ini diperkuat oleh Soerjono Soekanto (2011) menjelaskan bahwa : “Pentingnya kebudayaan bagi manusia dan suatu kelompok adalah untuk melindungi dari alam dan mengatur tindakan manusia maksudnya adalah manusia hidup berdampingan dengan budaya dan budaya itu mempunyai norma, adat istiadat serta aturan kaidah yang berfungsi untuk mengatur bagaimana manusia bertindak dan berperilaku di lingkungan masyarakat”. Perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat, masyarakat Indonesia cenderung melupakan warisan budaya lokal yang ada di daerahnya yang mungkin merupakan ciri khas dari daerah tersebut. Kurangnya perhatian masyarakat dalam pelestarian dan pengembangan budaya lokal juga merupakan faktor yang mempercepat penyebaran budaya asing dan adanya sebagian besar masyarakat tidak menghargai budaya lokal yang ada di daerahnya sehingga dapat dengan mudah budaya tersebut di klaim oleh negara lain seperti negara Malaysia yang pernah mengklaim Reog Ponorogo menjadi budayanya. Jamal Ma’mur Asmani (2012: 29) menjelaskan bahwa keunggulan lokal merupakan segala sesuatu yang menjadi ciri khas kedaerahan yang mencakup ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi. Keunggulan lokal di suatu daerah sangatlah penting bagi daerahnya karena dapat memberdayakan penduduknya dan meningkatkan pemasukkan suatu daerah atau Penghasilan Asli Daerah (PAD) itulah sebabnya penduduk di suatu daerah harusnya bahu-membahu menjaga dan melestarikan kekhasan dari daerahnya supaya tidak tergerus oleh arus globalisasi. Cara untuk mempertahankan keunggulan di daerah tersebut adalah harus mengetahui dahulu potensi-potensi yang ada di daerahnya. Seperti yang terjadi di Kampung Gendeng, RW 20, Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Wilayah ini memiliki potensi-potensi yang sudah ada dan perlu di lestarikan lagi, adapun potensi tersebut adalah salah satunya pada bidang kesenian yaitu seni tari, lukis dan teater. Di RT 85 RW 20, Gendeng, Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta terdapat sebuah kelompok masyarakat yang tinggal di pinggiran sekitar Sungai Gajah Wong. Kelompok masyarakat ini bernama Paguyuban Manunggal Karso yang memiliki potensi kesenian. Awal munculnya kesenian ini karena adanya keluarga seniman yang ahli dalam bidang teater dan seni tari. Mereka membentuk kelompok seni tari dan teater yang 4 Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) memberdayakan masyarakat di pinggiran Sungai Gajah Wong dan mendirikan sebuah sanggar Angsa Putih. Sanggar ini sudah sering tampil di acara kegiatan yang di adakan oleh RW 20 bahkan sudah pernah tampil menari di depan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tetapi ada masalah yang sampai saat ini belum teratasi yaitu adanya sebagian besar pemuda dan anak-anak atau remaja kurang tertarik dengan kesenian daerah. Kurangnya ketertarikkan pemuda dan anak-anak terhadap seni daerah disebabkan karena sebagian dari mereka beranggapan bahwa menari dan teater itu sulit. Ada juga pemuda dan anak-anak yang tidak mempunyai cukup waktu untuk belajar menari karena sebagian waktunya telah digunakan untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pekerjaan. Adanya program dari Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (KPMP) Kota Yogyakarta tahun 2013, tentang pembentukkan program Kampung Ramah Anak di Kota Yogyakarta bahwa pada tahun ini KPMP sudah harus membentuk Kampung Ramah Anak di 46 wilayah di kawasan yang berbeda, dengan rincian 14 kampung ramah anak sudah terbentuk pada tahun 2011 dan akan di bentuk 32 wilayah lagi pada tahun ini, Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (KPMP) Kota Yogyakarta menunjuk RW 20 sebagai rintisan kampung ramah anak di Kelurahan Baciro, keputusan ini berdasarkan pada rapat sosialisasi bulan September tahun 2014 di Balai RW 20. Keputusan ini diperkuat oleh Lucy Irawati sebagai Kepala KPMP Kota Yogyakarta bahwa alasan KPMP menunjuk RW 20 sebagai Kampung Ramah Anak karena daerah tersebut telah menjunjung hak sipil dan kebebasan untuk anak, lingkungan, keluarga dan pengasuhan alternatif, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, hak perlindungan khusus, budaya serta sarana dan prasarana. Selain itu RW 20 di jadikan sebagai kampung ramah anak karena telah mempunyai program-program kegiatan kemasyarakatan seperti Satuan Paud Sejenis RW, program PKK seperti Bank Sampah, arisan PKK, jam belajar masyarakat, kegiatan TPA, karang taruna, program kegiatan untuk lansia dan akan di bentuknya TBM (Taman Bacaan Masyarakat) untuk anak-anak. Seluruh program kegiatan masyarakat tersebut masih berjalan dengan lancar hingga sekarang di bawah bimbingan Ketua RW 20. Dalam Peraturan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 menjelaskan pengertian Kota Layak Anak/KLA adalah sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak. Program kampung ramah anak yang akan di laksanakan di wilayah ini merupakan program kampung ramah anak berbasis budaya lokal dan lingkungan dengan pelaksana program dari seluruh pekerja sosial masyarakat yang ada di RW 20 baik perangkat RW maupun warga masyarakat yang tertarik dengan pembentukkan program kampung ramah anak. Ditunjuknya RW 20 sebagai pelaksana program kampung ramah anak, itu menunjukkan akan besarnya kerja keras dan tanggung jawab para pekerja sosial masyarakat di sana dalam membagi waktu antara pekerjaan mereka yang rata-rata bekerja sebagai pegawai negeri sipil, pegawai swasta dan mengurus proses pelaksanaan kampung ramah anak. Kampung ramah anak juga di harapkan dapat mengubah pola pikir pemuda dan anak terhadap pelestarian budaya lokal, supaya budaya lokal yang ada di RW 20 tetap bertahan dan menjadi ciri khas wilayah RW 20. Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 5 Berkaitan dengan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk memusatkan perhatian pada upaya pekerja sosial masyarakat dalam masyarakat sulit untuk melestarikan kesenian lokal yaitu seni tari, melukis dan teater di kampung ramah anak dan hambatan yang ditemui pekerja sosial masyarakat dalam menjalankan perannya sebagai pekerja sosial di RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang dapat memberikan deskripsi lengkap mengenai hasil dari penelitian. Subjek dan Objek Penelitian Suharsimi Arikunto (2003: 119) menjelaskan bahwa subyek penelitian merupaka sesuatu yang kedudukannya sentral karena pada subyek peneliti itu data tentang variabel yang diteliti berada dan diamati oleh peneliti. Sugiyono (2010: 218-219) menjelaskan bahwa dalam menentukan subyek penelitian ini dilakukan secara purposive, yaitu teknik pengambilan informan dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti. Cara memilih informan dengan menggunakan purposive adalah dengan memilih informan tergantung dengan kriteria apa yang digunakan. Sehingga kita menentukan terlebih dahulu kriteriakriteria informan yang diambil. Dalam penelitian ini peneliti meneliti tentang upaya pelestarian kesenian di kampung ramah anak, maka informan yang diperlukan adalah pekerja sosial masyarakat di Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta dengan jumlah 6 orang, bagian kesenian 4 orang dan 2 orang pengurus inti pekerja sosial Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta yang merupakan salah satu kampung ramah anak yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Yogyakarta untuk memenuhi hak-hak anak di lingkungannya. Peneliti memfokuskan pengamatan pada keterlibatan pekerja sosial masyarakat dalam upaya memberdayakan kesenian di Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2015. Penetapan dan penentuan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa: 1. Kampung Ramah Anak di RW 20 Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta merupakan salah satu kampung ramah anak yang di pilih oleh Pemerintah Kota Yogyakarta yang mempunyai tugas dalam perlindungan, pelayanan dan pemenuhan hak-hak anak dalam masalah kesejahteraan. 2. Kampung Ramah Anak di RW 20 Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta merupakan salah satu kampung ramah anak yang berada di bawah Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kota Yogyakarta. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data untuk melihat upaya pemberdayaan seni di Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Untuk 6 Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) memperoleh jenis data yang dibutuhkan penelitian, maka metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi Observasi merupakan kegiatan yang mempelajari suatu gejala dan peristiwa melalui upaya melihat dan mencatat data atau informasi secara sistematis. Penilai tidak melibatkan diri pada kegiatan yang dilakukan atau dialami orang lain (Sudjana, 1992: 238). Dalam penelitian ini peneliti berperan serta aktif dan terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan untuk mendapatkan informasi mengenai bagaimana upaya pemberdayaan seni di Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Observasi dilakukan dengan mengacu pada pedoman observasi yang telah peniliti buat yaitu observasi pada aspek kondisi fisik dan non fisik. Kondisi fisik berupa ruang pelaksanaan kegiatan serta sarana dan prasarana. Sedangkan kondisi non fisik mencakup pelaksanaan kegiatan serta peran pekerja sosial masyarakat dalam menjalankan tugasnya. 2. Wawancara Ialah cara untuk mendapatkan informasi dengan wawancara bertanya langsung pada responden ataupun pihak lain yang terkait dengan penelitian. Dalam definisi lainnya wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban (Moleong, 2010: 186). Seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (Moleong, 2010: 186) maksud mengadakan wawancara antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain. Peneliti menggunakan metode wawancara dikarenakan peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Pada saat melakukan wawancara peneliti menggali sebanyak mungkin data yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan dengan peran bekerja sosial itu sendiri. Dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara dengan pihak pekerja sosial itu sendiri untuk memperoleh data tentang kegiatan apa saja yang pekerja sosial lakukan dalam upaya memberdayakan kesenian lokal melalui program kampung ramah anak dan mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan tersebut serta hasilnya. Pencatatan data selama wawancara penting sekali karena data yang akan dianalisis didasarkan atas kutipan hasil wawancara. Oleh karena itu, pencatatan data itu penting dilakukan dengan cara yang sebaik dan setepat mungkin. 3. Dokumentasi Dokumentasi ini merupakan metode pengumpulan data dalam memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian. Kejadian tertentu yang dapat digunakan untuk lebih menjelaskan peran pekerja sosial dalam upaya pemberdayaan seni di Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta didokumentasikan oleh peneliti dengan menggunakan dokumen foto-foto kegiatan, catatan kegiatan, buku atau modul, profil, dsb. Hal ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan yang dimanfaatkan untuk pendukung dan penunjang hasil penelitian. Selain itu kegunaan lainnya adalah untuk memperoleh arsip tertulis seperti kapan berdirinya kampung ramah anak di RW 20, data pekerja sosial, data murid sanggar seni, jadwal kegiatan dan foto-foto keadaan lingkungan sekitar. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dikarenakan dokumentasi berguna sebagai bukti untuk memperluas pengetahuan terhadap suatu yang diselidiki dan sebagai penguat dari hasil observasi dan wawancara. Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 7 Teknik Analisis Data Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2010: 247-253) analisis terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu: 1. Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya dan membuang yang tidak perlu (Sugiyono, 2010: 247). Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan. 2. Display Data Penyajian data merupakan hasil reduksi data yang disajikan dalam laporan secara sistematik yang mudah dibaca atau dipahami. Analisis dapat merancang deretan dan kolom sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis serta bentuk data yang dimasukkan ke dalam kotak-kotak matriks. 3. Verifikasi atau penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan tahapan dimana peneliti harus memaknai data yang terkumpul kemudian dibuat dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada masalah yang diteliti. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN DAN Hasil penelitian dan pembahasan mengenai Upaya Pemberdayaan Seni di Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng, Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu: Hasil Penelitian 1. Sejarah dan Perkembangan Sanggar Tari Angsa Putih, RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta Kampung ramah anak RW 20 adalah salah satu kampung di Kelurahan Baciro yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi warga masyarakat RW 20, khususnya anak-anak agar warga masyarakat sejahtera dan membentuk anak-anak kreatif, mandiri dan cerdas. Sebelum RW 20 di pilih pemerintah sebagai kampung ramah anak, awalnya RW 20 merupakan salah satu kampung di Kota Yogyakarta yang warganya cukup aktif berpartisipasi mengikuti program kegiatan yang di bentuk oleh pengurus RW 20, adapun program-program tersebut adalah Paud, Posyandu Balita, Posyandu Lansia, Karang Taruna, TPA, PKK, Senam Lansia, dan Bank Sampah. Seluruh program kegiatan tersebut hingga sampai detik ini masih berjalan. Selain beberapa program tersebut, RW 20 juga memiliki beberapa potensi yang dapat lebih dikembangkan dan dimanfaatkan, adapun potensi tersebut yaitu bidang sumberdaya manusia; memiliki beberapa orang yang ahli dalam berbagai bidang seperti 1 orang ahli dalam kesehatan masyarakat, 1 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi, 1 orang ahli dalam bidang kepustakaan, beberapa guru SD dan SMP, instruktur senam, dan kader kesehatan. Bidang sumberdaya alam; memiliki beberapa ruang dan fasilitas bermain anak, lingkungan pinggiran sungai dan sanggar tari Angsa Putih. Bidang pendidikan yaitu TPA dan Paud. Sanggar tari Angsa Putih resmi berdiri pada tanggal 28 Oktober 2012, sanggar ini didirikan oleh sepasang suami istri yang bermata pencaharian sebagai pekerja seni, yaitu Bapak SA sebagai pelukis panggilan dan Ibu RW sebagai penari di Purawisata. Mereka tinggal di pinggiran sungai Gajah Wong yang terletak di Paguyuban Manunggal Karso, RT 85, RW 20, Baciro, Gondokusuman. Paguyuban Manunggal Karso merupakan sebuah pemukiman warga yang tinggal di pinggiran sungai Gajah Wong, dan paguyuban ini merupakan salah satu anggota dari Forsidas (Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Gajah Wong) seluruh Provinsi Yogyakarta. Paguyuban 8 Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) Manunggal Karso berdiri pada tanggal 30 April 2012 yang diresmikan langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, beberapa bulan kemudian sanggar tari Angsa Putih berdiri dan di sambut sangat baik oleh warga sekitar Manunggal Karso. Awal sanggar tari Angsa Putih berkembang, karena rasa cinta Bapak SA dan Ibu RW terhadap seni budaya jawa, melihat kondisi di RW 20 bahwa anak-anak di sekitar Manunggal Karso kurang adanya kegiatan yang bermanfaat, Pelaksanaan latihan seni di sanggar Angsa Putih, di bagi menjadi dua waktu, agar anak-anak yang ingin mengikuti latihan menari tidak berbenturan dengan jadwal latihan melukis. Pelaksanaan latihan menari di lakukan setiap satu minggu sekali, yaitu pada sore hari pukul 15.00 atau 16.00 WIB, latihan tari dilakukan dengan tahap pemanasan ringan, supaya anak-anak ketika berlatih tidak mengalami cedera ringan pada anggota tubuhnya akibat jarang atau tidak pernah mengikuti menari sebelumnya. Pelaksanaan latihan melukis, juga dilakukan setiap satu minggu sekali yaitu pada akhir minggu atau weekend, agar anak-anak tidak merasa terganggu oleh sekolah mereka. 2. Upaya Pekerja Sosial RW 20 dalam Memberdayakan Kesenian di Kampung Ramah Anak RW 20 Pelaksanaan latihan menari, melukis dan drama tidak dibatasi oleh jumlah orang dan usia, Ibu RW dan Bapak SA menginginkan yang ikut belajar seni di sanggar Angsa Putih tidak hanya anakanak dari sekitar Manunggal Karso saja, namun diharapkan anak-anak dari warga RW 20 atau dari luar wilayah RW 20 pun juga mau berminat mengikuti latihan seni di sini, agar anak-anak dapat terus mengolah kreatifitas mereka dalam berkesenian dan supaya kesenian di RW 20 dapat terus menunjukkan eksistensinya hingga batas waktu yang tidak pernah mereka tentukan. Ketika Ibu RW atau Bapak SA sedang membutuhkan beberapa anak-anak untuk latihan menari, mereka mencoba mengajak anak-anak di RT lain yang masih dalam lingkup RW 20 dengan memberikan informasi secara langsung kepada anak-anak, dan menunjukkan lokasi latihan seni ketika sedang ada kegiatan latihan menari atau melukis. Tetapi kenyataannya, hanya ada beberapa anak yang mau dan serius untuk belajar menari. Setelah mereka mencari dan mencoba mentelusuri penyebabnya, ternyata ada beberapa sebab yang membuat anak-anak RW 20 kurang tertarik ikut belajar seni di sanggar Angsa Putih, Manunggal Karso. Hal itu disebabkan; anak-anak RW 20 setiap sore mengikuti pembelajaran TPA di masjid, TPA tersebut dilaksanakan setiap hari pukul 16.00 WIB, dan sebagian besar dari anak-anak RW 20 mengikuti pembelajaran TPA. Adanya kurang dorongan dan bimbingan dari para orangtua untuk mengarahkan anakanaknya ke dunia seni, menjadi kendala kedua yang dialami sanggar tari Angsa Putih, para orangtua belum terpikirkan bahwa kesenian itu juga menjadi salah satu hal yang penting yang patut generasi muda lestarikan, terlebih RW 20 menggunakan dasar pelaksanaan program kampung ramah anak dengan berbasis budaya lokal. Adanya beberapa remaja dan pemuda yang sibuk dengan pekerjaan dan kegiatan mereka di pendidikan formal, membuat mereka merasa tidak memiliki waktu luang untuk berlatih seni. Berikut disampaikan kesimpulan dari usaha-usaha yang di lakukan pekerja sosial RW 20 dalam memberdayakan kesenian lokal di Kampung Ramah Anak RW 20, sebagai berikut: a. Ibu RW dan Bapak SA sebagai pelatih dan pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 bidang kesenian bekerjasama dengan pekerja sosial RW 20 lainnya membangun stan pendaftaran kesenian sanggar Angsa Putih pada acara Merti Kali Gajah Wong yang di selenggarakan oleh Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 9 b. c. d. e. f. g. Pemerintah Provinsi Yogyakarta dan Balai Lingkungan Hidup di UIN Sunan Kalijaga. Menampilkan tarian dan hasil karya lukisan kepada masyarakat pada acara kegiatan yang diselenggarakan RW 20 seperti malam tirakatan HUT RI setiap tahun, hari Kartini, lauching kegiatan dan acara besar lainnya. Menunjukkan dan mengajak anakanak warga RW 20 untuk melihat proses pelaksanaan latihan menari dan melukis. Pelaksanaan latihan menari dan melukis tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati, apabila ada beberapa murid sanggar Angsa Putih mengikuti pembelajaran TPA, pelaksanaan latihan menari dan melukis dilakukan sebelum pembelajaran TPA. Membuat undangan rapat satu minggu sebelum agenda rapat. Memberikan pengumuman pelaksanaan rapat melalui toa masjid. Ketua kampung ramah anak RW 20 memberikan sedikit saran dan teguran kepada pekerja sosial RW 20 yang pasif. 3. Faktor-Faktor Penghambat dan Pendukung yang dialami Pekerja Sosial RW 20 dalam Membentuk Kampung Ramah Anak Berbasis Budaya Lokal dan Kesehatan Lingkungan a. Faktor Penghambat 1) Adanya beberapa para orangtua yang belum sepenuhnya mendorong dan mengarahkan anak-anaknya untuk belajar menari di sanggar tari Angsa Putih 2) Sebagian besar anak-anak RW 20 mengikuti pembelajaran TPA di masjid setiap sore serta padatnya jadwal kegiatan dari remaja dan pemuda seperti pekerjaan dan kegiatan di b. sekolah sehingga anak-anak merasa tidak mempunyai waktu luang yang cukup untuk belajar seni. 3) Adanya rasa kurang kepercayaan diri dari dalam diri anak-anak ketika mengikuti latihan tari, lukis atau drama. 4) Pengaruh perkembangan budaya barat yang sedang mewabah pada generasi muda di RW 20. 5) Anak-anak RW 20 masih harus di dorong dan di ingatkan terlebih dahulu ketika mau mengikuti kegiatan yang mengutamakan anak-anak. Ketika ada kegiatan yang membutuhkan partisipasi dari anak-anak, mereka selalu datang tidak tepat waktu. 6) Hubungan internal antara pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 masih terjadi mis komunikasi akibat jarang hadirnya beberapa anggota ketika ada agenda rapat. Faktor Pendukung 1) Beberapa anak-anak dan remaja masih ada yang tertarik dan berminat untuk belajar seni di sanggar tari Angsa Putih, baik untuk belajar menari, melukis maupun drama. 2) Pekerja sosial dan warga masyarakat RW 20 yang kompak, bekerjasama membantu memfasilitasi, melengkapi sarana dan prasarana seluruh program kegiatan. 3) Hampir sebagian besar pekerja sosial kampung ramah anak bekerja sebagai pegawai negeri dan swasta, dengan pekerjaan itulah mereka memiliki banyak link di luar RW 20 untuk dapat dengan mudah melakukan kerjasama guna mendukung pelaksanaan setiap program di kampung ramah anak RW 20. 10 Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 4. Hasil Upaya Pekerja Sosial RW 20 dalam Memberdayakan Seni melalui Kampung Ramah Anak a. Adanya beberapa orang yang tertarik untuk ikut berlatih menari di sanggar Angsa Putih Ada beberapa orangtua dan anak yang tertarik ingin berlatih menari di sanggar Angsa Putih karena penampilan murid-murid dari Angsa Putih yang menarikan tari garapan dari Ibu RW sang pelatih pada malam tirakatan HUT RI. Adanya beberapa pekerja sosial yang dapat datang tepat waktu, mau hadir pada agenda rapat koordinasi yang diadakan oleh ketua RW sekaligus ketua Kampung Ramah Anak. b. c. Pembahasan 1. Sejarah dan Perkembangan Sanggar Tari Angsa Putih RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta Sanggar Angsa Putih cukup terkenal di sebagian masyarakat Kota Yogyakarta juga karena telah berkembang sebelum RW 20 dipilih pemerintah sebagai kampung ramah anak dan RW 20 juga memiliki sumber daya manusia yang cukup ahli berkecimpung dalam dunia kesehatan seperti dokter dan kader kesehatan. RW 20 juga merupakan wilayah yang memiliki anak-anak yang cukup banyak dan memiliki fasilitas bermain dan edukasi anak. Dalam proposal tersebut, RW 20 mengajukan beberapa program yang ditujukan untuk anak-anak seperti yang sesuai pada peraturan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang pengembangan Kota Layak Anak mengenai indikator yang harus dipenuhi semua wilayah agar wilayah tersebut dapat dikategorikan sebagai kampung ramah anak. RW 20 menyusun program kegiatan untuk kampung ramah anak sesuai dasar dari UUD 1945 Pasal 27 yang menjelaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak atas kehidupan untuk pengembangan fisik, mental, spiritual dan moral. Adapun program kegiatan tersebut terbagi dalam berbagai kategori hak seperti yang telah dikemukakan pada sub-bab hasil penelitian. Sanggar seni Angsa Putih yang didirikan oleh Ibu RW dan Bapak SA, di dukung penuh oleh pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 dengan memberikan fasilitas bantuan dana untuk keperluan pengembangan program latihan menari, melukis dan drama telah memberikan dampak yang positif bagi RW 20 khususnya generasi muda. Menurut Ibu RW sebagai pelatih menari menyatakan dapat dilihat melalui perilaku sehari-harinya, anak-anak yang rutin mengikuti latihan menari atau seni di sanggar Angsa Putih lebih cenderung memiliki karakter yang halus dan sopan dibandingkan dengan anak-anak yang kurang berminat mengikuti latihan seni menari. Hal tersebut dikarenakan karakter asli mereka dibentuk oleh perasaan mereka dalam menghayati sebuah tarian agar tarian dapat teresap sempurna oleh anak dan menjadikan sebuah tarian memiliki makna ceritanya. Usaha yang dilakukan oleh pekerja sosial bidang seni dalam mengembangkan program latihan seni di sanggar Angsa Putih, mengambil konsep budaya lokal untuk dijadikan sebagai dasar dari program pengembangan kampung ramah anak di RW 20. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori Rachmat Sentika (2007) yang menjelaskan bahwa konsep kampung ramah anak hendaknya diambil sesuai dengan kekuatan di setiap wilayah. Keunggulan pada setiap wilayah dapat dijadikan sebagai kekuatan program, supaya program kampung ramah anak yang akan digagas di wilayah tersebut mempunyai ciri khas yang unik dari wilayah-wilayah yang lain. Generasi muda dan para orangtua dapat melihat langsung dampak positif ketika anak-anak Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 11 belajar seni menari, melukis ataupun taeter di sanggar Angsa Putih. pernyataan tersebut sudah sesuai dengan Fatturahman (2013) yang menjelaskan tentang beberapa manfaat dari seseorang belajar seni tari disebuah sanggar adalah digunakan sebagai tempat pernyataan jati diri sendiri yaitu melalui karya seni yang seseorang bawa dapat mengungkapkan perasaan dan karakter seseorang dan membentuk karakter yang anggun. 2. Upaya Pekerja Sosial RW 20 dalam Memberdayakan Seni di Kampung Ramah Anak RW 20 Usaha yang dilakukan oleh pekerja sosial kampung ramah anak dalam mengarahkan generasi muda RW 20 untuk melestarikan kesenian lokal dan mempertahankan dasar sebagai kampung ramah anak yang berbasis budaya lokal, sebagai berikut : a. Ibu RW dan Bapak SA bekerjasama dengan pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 membangun stan pendaftaran kesenian sanggar Angsa Putih pada acara Merti Kali Gajah Wong yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Yogyakarta dan Balai Lingkungan Hidup di UIN Sunan Kalijaga. b. Menampilkan tarian dan hasil karya lukisan kepada masyarakat pada acara kegiatan yang diselenggarakan RW 20 seperti malam tirakatan HUT RI atau kegiatan pembukaaan pada acara-acara besar lainnya. c. Menunjukkan dan mengajak anakanak warga RW 20 untuk melihat proses pelaksanaan latihan menari dan melukis. Melihat upaya yang dilakukan oleh pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 cukup terarah guna mengatasi permasalahan krisis budaya yang dialami generasi muda RW 20. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori Rantau Indramawan (2014) tentang upaya pelestarian budaya lokal dapat dilakukan dengan dua bentuk yaitu culture experience dan culture knowledge. Culture experience adalah pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara terjun langsung kedalam sebuah pengalaman kultural. Contohnya membentuk sanggar kesenian seperti tari, teater dan drama. Sedangkan culture knowledge adalah pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasikan kedalam bentuk, supaya generasi muda dapat mengetahui tentang kebudayaannya sendiri. Misalnya pembangunan museum atau cagar budaya. Selain itu, sesuai dengan pendapat Hasnindar (2013) yang menyatakan Usaha mempertahankan budaya Indonesia ditengah arus globalisasi dapat dilakukan di empat tingkat yakni: pada tingkat keluarga, dengan cara mengenalkan budaya asli daerahnya melalui keluarga, yaitu mengajak anak melihat seni pertunjukan yang sedang berlangsung yang ada di sekitar masyarakat. Pada tingkat sekolah, tingkat masyarakat yaitu generasi muda dapat mengadakan semacam pentas seni kebudayaan daerah secara rutin sesuai kebudayaan daerahnya masing-masing sehingga budaya seakan menjadi satu dengan darah yang mengalir dalam tubuh rakyat Indonesia. Dan pada tingkat pemerintahan, yaitu dapat membantu dalam memberikan bantuan dana terhadap pelestarian budaya seperti pembangunan fasilitas museum, pemanfaatan cagar budaya dan program kegiatan seni yang ada di masyarakat sebagaimana yang tercantum pada peraturan perundangundangan tentang pelestarian budaya Indonesia. Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 12 3. Faktor-Faktor Penghambat dan Pendukung yang dialami Pekerja Sosial RW 20 dalam Membentuk Kampung Ramah Anak Berbasis Budaya Lokal dan Kesehatan Lingkungan a. Faktor Penghambat 1) Adanya beberapa para orangtua yang belum sepenuhnya mendorong dan mengarahkan anak-anaknya untuk belajar menari di sanggar tari Angsa Putih, mereka belum mengetahui bahwa kesenian itu menjadi salah satu yang penting dan patut generasi muda lestarikan. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan teori Santrock (2007) yang menjelaskan tentang teori motivasi, yaitu proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama. Hendaknya para orangtua di RW 20 selalu mendorong dan memotivasi anak-anaknya agar mau ikut belajar menari, melukis dan drama di sanggar yang telah disediakan oleh pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 dan yang dilakukan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun. Santrock (2007) menjelaskan tentang aspek dalam teori motivasi belajar yaitu motivasi ekstrinsik dan instrinsik, dimana dijelaskan yaitu motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk melakukan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan) anak-anak akan mudah terpacu dalam belajar apabila ada sesuatu imbalan yang diberikan kepada si anak apabila anak tersebut dapat melakukan sesuatu hal yang berdampak positif dan bermanfaat bagi dirinya dan orang disekitarnya. Para orangtua di RW 20 hendaknya dapat melakukan cara seperti yang dikemukakan oleh Santrock, apabila anak-anak kurang minat untuk belajar kesenian tradisional yang ada di RW 20, orangtua dapat memberikan sebuah imbalan dan mengadakan kesepakatan dengan si anak, yaitu bila anak tersebut mau mengikuti latihan seni di sanggar Angsa Putih dan melihat anak tersebut mulai tertarik dengan seni. Orangtua akan memberikan sebuah imbalan, sesuai dengan janji yang telah disepakati antar orangtua dengan si anak. 2) Sebagian besar anak-anak RW 20 memiliki jadwal kegiatan yang padat seperti pekerjaan dan kegiatan di sekolah sehingga anak-anak merasa tidak memiliki waktu luang yang cukup untuk belajar seni. 3) Anak-anak RW 20 masih harus di dorong dan di ingatkan terlebih dahulu ketika mau mengikuti kegiatan yang mengutamakan anakanak. Ketika ada kegiatan yang membutuhkan partisipasi dari anakanak, mereka selalu datang tidak tepat waktu. Hasil penelitian tersebut sudah sesuai dengan teori Sunarti (2003: 79) yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah salah satunya yaitu faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Mengatasi hal tersebut, hendaknya pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 dapat mengatur kembali jadwal TPA dengan jadwal berlatih seni agar anak-anak yang mau ikut berlatih seni di sanggar Angsa Putih tidak merasa berbenturan jadwal dengan TPA yang dilaksanakan rutin setiap sore, begitu juga sebaliknya. 4) Rasa kurang kepercayaan diri dari dalam diri anak-anak ketika mengikuti latihan tari, lukis atau drama. Senada dengan hasil penelitian tersebut, Stephen dan Timothy (2008) menjelaskan teori tentang faktor-faktor penentu kepribadian yang terdapat 5 Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 13 macam dan salah satunya adalah faktor lingkungan dan kondisi situasional. Faktor lingkungan adalah kultur masyarakat dimana seseorang dibesarkan, normanorma keluarga, teman-teman dan kelompok sosial, serta pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Kultur akan membentuk norma, sikap, dan nilai-nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang terus menerus berlangsung secara konsisten. Sedangkan kondisi situasional adalah kondisi situsional dapat mempengaruhi efek dari faktor-faktor keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian. Tuntutan yang berbeda pada situasi yang berbeda dapat menimbulkan reaksi dan aspek yang berbeda pada kepribadian seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya tidak melihat corak kepribadian secara terisolasi, tetapi juga mengetahui bahwa situasi-situasi tertentu lebih relevan dari situasi-situasi lain dalam mempengaruhi kepribadian sehingga dapat dilihat adanya perbedaanperbedaan individual yang signifikan. Mengatasi hal tersebut, hendaknya para orangtua dapat terus mendampingi anak-anak dan selalu memberikan dorongan kepada si anak, agar dapat memiliki rasa percaya diri yang kuat dan tidak malu untuk tampil memberikan suatu hal yang positif di depan umum. 5) Pengaruh perkembangan budaya barat yang sedang mewabah pada generasi muda di RW 20. Ketika mereka di ajak menari, mereka bersedia menari bila diajarkan tarian modern dance yang bukan tradisional. Senada dengan hasil penelitian tersebut, Munandar Sulaeman (2012: 60) menjelaskan tentang perubahan budaya disebabkan oleh beberapa hal, yakni berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaannya sendiri, dan perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Mengatasi hal tersebut, hendaknya pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 melakukan usaha guna mengurangi dampak negatif karena efek globalisasi, seperti teori yang dikemukakan oleh Rantau Indramawan (2014) yang menjelaskan tentang budaya lokal dapat dilakukan dengan dua bentuk yaitu culture experience dan culture knowledge. Culture experience adalah pembentukkan sanggar tari atau kesenian. sedangkan culture knowledge adalah pembangunan museum atau cagar budaya. 6) Hubungan internal antara pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 masih terjadi mis komunikasi akibat jarang hadirnya beberapa anggota ketika ada agenda rapat. Senada dengan hasil tersebut, Plumer dalam Yulianti (2012: 10) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk proses partisipasi yaitu salah satunya adalah pekerjaan masyarakat, biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi. Teori tersebut terjadi pada keadaan internal antar pekerja sosial kampung ramah anak RW 20, kesibukan pekerjaan menyebabkan ketua RW sekaligus ketua Kampung Ramah Anak sulit mempertemukan anggota secara lengkap, bahkan setiap diadakan agenda rapat pasti ada setengah dari jumlah anggota yang hadir, dan setengah lainnya ada yang ijin tidak bisa hadir, karena masih belum pulang kerja, sakit dan sebagainya. Setelah diadakannya agenda rapat, beberapa anggota pekerja sosial yang seringkali tidak hadir atau pasif, terkadang juga tidak berusaha mencari informasi mengenai perkembangan agenda rapat yang sebelumnya dilaksanakan. Hal itu yang menyebabkan terjadi mis komunikasi antar internal pekerja sosial kampung ramah anak RW 14 Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 20. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori dari Tracy (2006) yang menyatakan bahwa kerja sama dapat meningkatkan komunikasi dalam kerja tim di dalam dan di antara bagian-bagian perusahaan. Kerja sama mengumpulkan bakat, berbagi tugas dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama. Seharusnya pekerja sosial RW 20 melakukan proses kerjasama sebagaimana dengan teori yang telah dikemukakan oleh Davis dalam Dewi Sandra (2007) bahwa indikator-indikator kerjasama adalah a) Tanggung jawab secara bersamasama menyelesaikan pekerjaan, yaitu dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerja sama yang baik. b) Saling berkontribusi, yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga maupun pikiran akan terciptanya kerja sama. c) Pengerahan kemampuan secara maksimal, yaitu dengan mengerahkan kemampuan masing-masing anggota tim secara maksimal, kerja sama akan lebih kuat dan berkualitas. a. 1) 2) Faktor Pendukung Beberapa anak-anak dan remaja tertarik dan berminat untuk belajar seni di sanggar tari Angsa Putih, baik untuk belajar menari, melukis maupun drama. Pekerja sosial dan warga masyarakat RW 20 yang kompak, bekerjasama membantu memfasilitasi, melengkapi sarana dan prasarana seluruh program kegiatan. Dukungan warga masyarakat juga terlihat dari usaha mereka membantu Ibu RW dan Bapak SA mengajak dan mengarahkan anak-anak berlatih menari dan melukis di sanggar Angsa Putih. Terlihat dari usaha yang dilakukan sebagian warga masyarakat yang membantu menyebarkan info melalui mulut ke mulut pada saat pertemuan arisan PKK, pertemuan Bank Sampah, ataupun kegiatan lainnya. 3) Hampir sebagian besar pekerja sosial kampung ramah anak bekerja sebagai pegawai negeri dan swasta, dengan pekerjaan itulah mereka memiliki banyak link di luar RW 20 untuk dapat dengan mudah melakukan kerjasama guna mendukung pelaksanaan setiap program di kampung ramah anak RW 20. Melihat beberapa faktor pendukung yang telah di sampaikan diatas, pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 memiliki beberapa organisasi dan warga masyarakat yang cukup sangat membantu pada pelaksanaan program kampung ramah anak, sehingga pelaksanaan program dapat berjalan lancar, tepat waktu sesuai dengan agenda kegiatan kampung ramah anak. Hal tersebut dikarenakan, setiap warga masyarakat dan anak-anak, pengurus RT dan RW, pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 beserta lapisan masyarakat lainnya telah melakukan sebuah proses kerjasama, yaitu dengan berusaha saling menanamkan rasa kepercayaan, sehingga tercipta sebuah pelibatan masyarakat, sikap gotong royong, saling membantu dalam membangun RW 20 menjadi kampung ramah anak yang berbasis budaya lokal dan kesehatan lingkungan. Senada dengan hasil penelitian tersebut, Davis dalam Dewi Sandra (2007) menyatakan bahwa sebuah organisasi dapat dikatakan sebuah kerjasama, apabila memiliki indikator-indikator sebagai berikut : a) Tanggung jawab secara bersamasama menyelesaikan pekerjaan, yaitu dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerja sama yang baik. b) Saling berkontribusi, yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga maupun pikiran akan terciptanya kerja sama. c) Pengerahan kemampuan secara maksimal, yaitu dengan mengerahkan kemampuan masing-masing anggota tim secara maksimal, kerja sama akan lebih kuat dan berkualitas. Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 15 Teori tersebut juga didukung oleh Williams (2008) yang menjelaskan tentang indikator-indikator kepercayaan, sebagai berikut : (1) Kejujuran, (2) Pemberian tugas, (3) Integritas, Kedua teori diatas diperkuat oleh Keith Davis dalam Intan dan Mussadun, (2013:34) yang menyatakan bentuk-bentuk dari partisipasi masyarakat adalah berupa : (i) Pikiran; (ii) Tenaga; (iii) Pikiran dan Tenaga; (iv) Keahlian; (v) Barang; (vi) Uang 4. Hasil Upaya Pekerja Sosial dalam Memberdayakan Seni melalui Kampung Ramah Anak Hasil dari upaya-upaya yang telah dilakukan pekerja sosial RW 20 berbasis budaya lokal dan kesehatan lingkungan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti. a. Masyarakat di RW 20 maupun luar RW 20 semakin tertarik dan berminat untuk berlatih menari, melukis dan teater di sanggar Angsa Putih. Pelaksanaan kegiatan latihan seni tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama, bila ketika mendekati pementasan, latihan seni dilakukan setiap hari. Bila ada murid yang jadwalnya terbentur dengan kegiatan TPA, maka pelaksanaan latihan seni tetap dilakukan di jadwal yang sama dengan waktu yang berbeda yaitu satu jam sebelum jadwal kegiatan TPA. b. Orangtua semakin ingin menyerahkan anak-anaknya untuk berlatih menari, melukis atau teater di sanggar Angsa Putih setelah mereka melihat sebuah karya tarian garapan dan lukisan dari Angsa Putih pada malam tirakatan HUT RI. Penambahan jumlah anggota dari kalangan orangtua usia 40 sampai 50 tahun yang ikut menari ada 6 orang, sedangkan anak-anak usia SD hingga SMA ada 9 orang, untuk teater dan melukis ada 5 orang usia SD. c. Beberapa pekerja sosial mulai aktif kembali pada organisasi kampung ramah anak. Keaktifan tersebut dibuktikan dengan datang tepat waktu, hadir pada agenda rapat koordinasi yang diadakan oleh ketua RW sekaligus ketua Kampung Ramah Anak. Bila ada anggota yang tidak dapat hadir pada rapat karena kesibukan pekerjaan ataupun kepentingan di luar kampung ramah anak, pekerja sosial tersebut akan menanyakan kepada ketua ataupun para pekerja sosial lainnya, mengenai hasil rapat pada hari itu. Senada dengan hasil penelitian yang menjelaskan tentang banyaknya para orangtua dan anak-anak yang mulai tertarik belajar seni di sanggar Angsa Putih, Santrock (2007) menjelaskan tentang teori motivasi belajar yang dapat dilakukan pada anak-anak, yang terdiri dari 2 teori yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Sedangkan motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu: 1) Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. 2) Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Hasil upaya yang ketiga yang dilakukan oleh pekerja sosial RW 20 adalah beberapa pekerja sosial yang pasif sekarang menjadi aktif kembali. Anggota tersebut selalu hadir pada rapat dan apabila ada beberapa anggota yang tidak sempat hadir pada rapat, mereka selalu Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 16 mencoba mencari informasi ulang kembali kepada anggota-anggota lainnya yang hadir pada rapat, sehingga mis komunikasi pada hubungan internal antar pekerja sosial sangat jarang terjadi di seluruh pekerja sosial kampung ramah anak RW 20. Hasil penelitian tersebut sudah sesuai dengan teori West (2002) yang menjelaskan tentang sebuah organisasi dapat dikatakan memiliki tim kompak bila memenuhi poin-poin sebagai berikut: a) Komunikasi, b) Respek satu sama lain, c) Kesiapan menerima tantangan, juga kegigihan dan ketekunan dalam bekerja, d) Kerja sama, dan e) Kepemimpinan. c. d. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa : 1. Upaya Pekerja Sosial RW 20 Dalam Memberdayakan Seni di Kampung Ramah Anak RW 20 a. b. Mendirikan stan pendaftaran kesenian sanggar Angsa Putih pada acara Merti Kali Gajah Wong yang di selenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Yogyakarta dan Balai Lingkungan Hidup di UIN Sunan Kalijaga pada tanggal 16 Agustus 2015. Tujuan dari upaya ini adalah supaya warga seluruh provinsi Yogyakarta yang hadir pada acara Merti Kali Gajah Wong dapat mengetahui bahwa di RW 20 Kelurahan Baciro memiliki sanggar kesenian. Menampilkan tarian dan hasil karya lukisan dari sanggar Angsa Putih kepada masyarakat pada acara kegiatan yang diselenggarakan RW 20 seperti malam tirakatan HUT RI setiap tahun, hari Kartini, lauching kegiatan dan acara besar lainnya. Tujuan dari upaya ini adalah supaya e. f. warga masyarakat yang melihat tarian dan hasil lukisan yang ditampilkan sanggar Angsa Putih dapat menarik minat mereka untuk belajar menari, melukis atau drama di sanggar Angsa Putih. Menunjukkan dan mengajak anakanak dan remaja untuk melihat proses pelaksanaan latihan menari, melukis dan teater. Tujuan dari upaya ini adalah supaya anak-anak dan orang dewasa yang ingin melihat proses latihan menari atau melukis berminat untuk belajar seni di sanggar Angsa Putih. Memberikan waktu luang bagi anakanak dan remaja yang mengikuti TPA tetapi juga ikut latihan seni tari, melukis dan teater di sanggar Angsa Putih. Pelaksanaan latihan menari dan melukis tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati, apabila ada beberapa murid sanggar Angsa Putih mengikuti pembelajaran TPA, pelaksanaan latihan seni dilakukan sebelum pembelajaran TPA. Tujuan dari upaya ini adalah supaya muridmurid sanggar Angsa Putih yang terbentur jadwal latihan menari dengan TPA, mereka dapat belajar membagi waktunya untuk mengikuti seluruh kegiatan tersebut tanpa mengurangi atau melebihi porsi latihan ataupun kegiatan TPA. Mengundang pekerja sosial satu minggu sebelum pelaksanaan agenda rapat. Tujuan dari upaya ini adalah supaya anggota pekerja sosial yang pasif dan jarang hadir dalam rapat dapat memberikan waktunya untuk hadir dalam rapat tersebut. Memberikan pengumuman pelaksanaan rapat melalui toa masjid. Tujuan dari upaya ini adalah supaya pekerja sosial yang pasif dan jarang hadir dalam rapat dapat meluangkan waktu untuk mau hadir dalam rapat yang Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 17 g. 2. berkaitan dengan kampung ramah anak. Memberikan teguran kepada pekerja sosial RW 20 yang pasif. Tujuan dari upaya ini adalah supaya pekerja sosial yang pasif tersebut dapat berintrospeksi diri untuk lebih aktif kembali dalam kegiatan kampung ramah anak. Faktor-Faktor Penghambat dan Pendukung Yang Di Alami Pekerja Sosial RW 20 Dalam Membentuk Kampung Ramah Anak Berbasis Budaya Lokal dan Kesehatan Lingkungan a. Faktor Penghambat 1) Para orangtua belum sepenuhnya mendorong dan mengarahkan anak-anaknya untuk belajar menari di sanggar tari Angsa Putih, mereka belum mengetahui bahwa kesenian itu menjadi salah satu yang penting dan patut generasi muda lestarikan. Hal tersebut dikarenakan kesibukan pekerjaan para orangtua sehingga anak-anak di RW 20 kurang perhatian, karena ada beberapa keluarga yang menitipkan anakanaknya ke tetangga rumah dan tinggal bersama pembantu rumah tangga. 2) Sebagian besar anak-anak RW 20 mengikuti pembelajaran TPA di masjid setiap sore serta padatnya jadwal kegiatan dari remaja dan pemuda seperti pekerjaan dan kegiatan di sekolah sehingga anak-anak merasa tidak mempunyai waktu luang yang cukup untuk belajar seni. 3) Kurang adanya rasa kepercayaan diri dalam diri anak-anak ketika mengikuti latihan tari, lukis atau drama. Mereka beranggapan berlatih seni tari, melukis dan teater itu sulit bagi mereka. 4) Pengaruh perkembangan budaya barat yang sedang mewabah pada generasi muda di RW 20. Pengaruh kebudayaan barat tersebut terlihat dari ketidakmauan anak-anak ketika akan diajarkan sebuah tarian dan diperkenalkan cara melukis sederhana oleh pekerja sosial kampung ramah anak. Mereka lebih menyukai bila diajarkan menari modern. 5) Anak-anak RW 20 masih harus di dorong dan di ingatkan terlebih dahulu ketika mau mengikuti kegiatan yang membutuhkan partisipasi anak-anak. 6) Masih terjadi mis komunikasi di dalam hubungan internal para pekerja sosial kampung ramah anak akibat jarang hadirnya beberapa anggota ketika ada agenda rapat. b. Faktor Pendukung 1) Anak-anak dan remaja semakin banyak yang tertarik dan berminat untuk belajar seni di sanggar tari Angsa Putih, baik untuk belajar menari, melukis maupun drama. 2) Pekerja sosial dan warga masyarakat RW 20 yang kompak, bekerjasama membantu memfasilitasi, melengkapi sarana dan prasarana seluruh program kegiatan. 3) Pekerja sosial kampung ramah anak memiliki banyak link di luar RW 20 sehingga dengan mudah melakukan kerjasama guna mendukung pelaksanaan setiap program di kampung ramah anak RW 20. 18 3. Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) Hasil Upaya Pekerja Sosial RW 20 Dalam Memberdayakan Seni Melalui Kampung Ramah Anak a. Generasi muda di RW 20 dan di luar wilayah RW 20 semakin tertarik dan berminat dalam melestarikan kesenian lokal di sanggar Angsa Putih yaitu dengan mengikuti latihan seni tari, melukis dan teater kemudian tarian tersebut di perkenalkan pada acara-acara kebudayaan, seperti kompetisi ataupun pentas seni. b. Saat ini sanggar Angsa Putih memiliki 27 murid tetap yang terdiri dari murid seni tari, melukis dan teater. Hal tersebut disebabkan pekerja sosial cukup berhasil dalam mengupayakan pelestarian kesenian sanggar Angsa Putih di RW 20. c. Sanggar Angsa Putih tidak lagi kesulitan dalam mencari anakanak untuk diajarkan menari ketika akan mengikuti kegiatan pentas seni atau kompetisi, dikarenakan murid-murid di sanggar Angsa Putih telah dibekali beberapa tarian tradisional dan pengetahuan tentang melukis dan teater. d. Banyak beberapa lembaga pemerintah dan masyarakat diluar RW 20 memilih sanggar Angsa Putih sebagai obyek dalam penelitian dan riset mereka yang kemudian di promosikan melalui webshite mereka masing-masing. e. Pekerja sosial yang dahulunya pasif menjadi aktif kembali dalam proses koordinasi pelaksanaan program kampung ramah anak. Hal tersebut terlihat dalam usaha dan tanggung jawab mereka ketika menangani beberapa program kegiatan di kampung ramah anak. Saran Berikut beberapa masukan atau saran yang dapat diajukan oleh peneliti : 1) pekerja sosial RW 20 hendaknya mengadakan sarasehan atau seminar yang ditujukan kepada para orangtua dan generasi muda di RW 20 tentang pentingnya kebudayaan tradisional beserta dampak yang terjadi apabila sebuah negara kehilangan budaya asli negaranya. Agar, orangtua dan generasi muda dapat sadar dan memahami bahwa budaya tradisional patut dilestarikan oleh seluruh lapisan masyarakat yang tinggal di sebuah wilayah atau negara. 2) pekerja sosial RW 20 hendaknya merencanakan dan membuat program penyuluhan atau sarasehan tentang kepribadian generasi .muda yaitu anak, remaja dan pemuda yang berkaitan tentang bagaimana membentuk generasi muda menjadi percaya diri. Supaya generasi muda di RW 20 dapat memiliki kepribadian yang baik dan lebih memiliki kepercayaan diri. 3) mengurangi dan meminimalisir penggunaan handphone atau gadget dengan pemakaian yang berlebihan, diharapkan pekerja sosial RW 20 dapat membuat peraturan atau slogan tentang jadwal bermain anak bila menggunakan gadget atau handphone dan mengalihkan waktu penggunaan gadget dengan memanfaatkan arena bermain edukasi anak-anak yang tersedia di lingkungan RW 20. 4) pekerja sosial RW 20 bekerjasama dengan para orangtua harusnya lebih menekankan pola hidup disiplin dalam kehidupan sehari-hari pada anak-anak. Pemberian hukuman ringan ataupun teguran ketika anak-anak tidak tepat waktu, dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga anakanak di RW 20 dapat belajar untuk datang tepat waktu ketika mengikuti pelaksanaan kampung ramah anak yang membutuhkan partisipasi meerka, pekerja sosial kampung ramah anak tidak harus lagi memaksa anak-anak untuk harus ikut kegiatan yang melibatkan mereka. Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 19 Cerdas Ceria, Berakhlak Mulia dan Terlindungi. Diakses dari http://journal.fsrd.itb.ac.id/jurnald esain/pdf_dir/issue_3_6_11_2.pdf pada tanggal 16 April 2015, jam 04.50 WIB DAFTAR PUSTAKA Dewi, Sandra. (2007). Teamwork (Cara Menyenangkan Membangun Tim Impian). Bandung: Penerbit Progressio Rantau Dr. M. Munandar Sulaeman. (2012). Ilmu Budaya Dasar Pengantar ke Arah Ilmu Sosial Budaya Dasar/ISBD/Social Culture. Bandung: PT Refika Aditama Fatturahman. (2013). Konsep dan Pengertian Sanggar Seni. Diakses dari http://www.academia.edu/ pada tanggal 15 April 2015, jam 03.54 WIB Indramawan. (2014). Upaya Melestarikan Budaya Bangsa. Diakses dari http://iindramawan.blogspot.com/ 2013/03/upaya-melestarikanbudaya-bangsa.html?m=1 pada tanggal 26 Maret 2015, jam 01.15 WIB Santrock, J.W. (2007). Psikologi Perkembangan. Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga Hasnindar. (2013). Pengklaiman Budaya Indonesia. Diakses dari http://pengklaimanbudaya.blogsp ot.com/2013/03/pengklaimanbudaya-indonesia-oleh.html pada tanggal 15 April 2015, jam 01.13 WIB Soerjono Soekanto. (2011). Pentingnya Kebudayaan Bagi Manusia. Diakses dari http://www.scribd.com pada tanggal 6 November 2014, jam 14.03 WIB Jamal Sudjana. (1992). Metode Bandung: Tarsito Lexy Ma’mur Asmani. (2012). Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. Yogyakarta: DIVA Press Moleong. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Peraturan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 (Tentang Kebijakan/Pengembangan Kota Layak Anak) Rachmat Sentika DR, dr, Sp.A. (2007). Peran Ilmu Kemanusiaan Dalam Meningkatkan Mutu Manusia Indonesia Melalui Perlindungan Anak Dalam Rangka Mewujudkan Anak Indonesia yang Sehat, Statistika. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Suharsimi Arikunto. (2003). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta 20 Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)