upaya pemberdayaan seni di kampung ramah anak, rw 20

advertisement
UPAYA PEMBERDAYAAN SENI DI KAMPUNG RAMAH ANAK, RW 20,
GENDENG, KELURAHAN BACIRO, GONDOKUSUMAN, PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
ARTIKEL JURNAL
Oleh :
Elysabeth Ervina Rahayu Kartika Ningrum
11102241004
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
NOVEMBER 2015
ii
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi yang berjudul “Upaya Pemberdayaan Seni di Kampung Ramah Anak
RW 20, Gendeng, Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta” yang disusun oleh Elysabeth Ervina Rahayu Kartika
Ningrum NIM 11102241004 ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.
Yogyakarta, 20 Oktober 2015
Pembimbing
Dr. Sugito, M.A
NIP. 19600410 198503 1 002
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 1
UPAYA PEMBERDAYAAN SENI DI KAMPUNG RAMAH ANAK RW 20,
GENDENG, KELURAHAN BACIRO, GONDOKUSUMAN, PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Oleh: Elysabeth Ervina Rahayu Kartika Ningrum, Pendidikan Luar Sekolah
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) upaya yang di lakukan oleh pekerja
sosial masyarakat dalam memberdayakan kesenian lokal di Kampung Ramah Anak RW 20,
Gendeng, Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta, 2) faktor-faktor penghambat dan
pendukung yang di alami pekerja sosial masyarakat dalam membentuk kampung ramah anak
dengan adanya perbedaan status sosial, 3) hasil upaya yang di lakukan pekerja sosial masyarakat
dalam memberdayakan seni melalui program kampung ramah anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan mengambil lokasi di
Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Subyek dalam
penelitian ini adalah pekerja sosial masyarakat Kampung Ramah Anak RW 20. Pengumpulan data
menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen
utama dalam melakukan penelitian, yang dibantu dengan pedoman observasi, dokumentasi, dan
wawancara. Teknik yang digunakan dalam melakukan analisis data adalah reduksi data, penyajian
data, dan pengambilan kesimpulan. Keabsahan data yang dilakukan untuk menjelaskan data
dengan menggunakan triangulasi sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) upaya pekerja sosial RW 20 dalam
memberdayakan kesenian di Kampung Ramah Anak RW 20 meliputi: mendirikan stan pendaftaran
kesenian, menampilkan karya tari dan hasil lukisan dari Sanggar Angsa Putih yang
diselenggarakan oleh RW 20, dan mengajak anak-anak melihat proses pelaksanaan latihan menari,
melukis, dan drama. 2) faktor penghambat dari upaya pemberdayaan kesenian di Kampung Ramah
Anak RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta adalah orangtua belum sepenuhnya
mendorong dan mengarahkan anak-anaknya untuk belajar menari di sanggar tari Angsa Putih,
kurang adanya rasa kepercayaan diri dalam diri anak-anak ketika mengikuti latihan tari, lukis atau
drama, dan pengaruh perkembangan budaya barat yang sedang mewabah pada generasi muda di
RW 20. Faktor pendukung adalah Anak-anak dan remaja semakin banyak yang tertarik dan
berminat untuk belajar seni di sanggar tari Angsa Putih, dan pekerja sosial dan warga masyarakat
RW 20 yang kompak, bekerjasama membantu memfasilitasi seluruh program kegiatan Kampung
Ramah Anak RW 20. 3) hasil upaya pekerja sosial RW 20 dalam memberdayakan kesenian
melalui kampong ramah anak meliputi: generasi muda di RW 20 dan di luar RW 20 semakin
tertarik dan berminat dalam melestarikan kesenian lokal di Sanggar Angsa Putih yaitu dengan
mengikuti latihan tari, melukis dan teater kemudian tarian tersebut di perkenalkan pada acara
kebudayaan seperti pementasan atau kompetisi; sanggar Angsa Putih tidak lagi kesulitan dalam
mencari anak-anak untuk diajarkan menari ketika akan mengikuti kegiatan pentas seni atau
kompetisi, dikarenakan murid-murid sanggar Angsa Putih telah dibekali beberapa tarian
tradisional dan pengetahuan tentang melukis dan teater; dan banyak beberapa lembaga pemerintah
dan masyarakat di luar RW 20 memilih sanggar Angsa Putih sebagai obyek dalam penelitian dan
riset mereka yang kemudian di promosikan melalui website milik mereka.
Kata kunci: Pemberdayaan Seni, Pekerja Sosial, Kampung Ramah Anak
Abstract
This study aimed to describe: 1) the efforts undertaken by social workers in
empowering local arts in Child Friendly Village RW 20, Gendeng, Village Baciro,
Gondokusuman, Yogyakarta, 2) the factors inhibiting and supporting experienced social
workers in shaping a child-friendly village with differences in social status, 3) the results
2
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
of the efforts undertaken to empower social workers in the arts through a child-friendly
village.
This study used a qualitative descriptive approach, and take place in the Child
Friendly Village RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Subjects in this
study were social workers Child Friendly Kampung RW 20. Collecting data using the
method of observation, interviews, and documentation. The researcher is the main
instrument in the conduct of research, which assisted with the guidelines for observation,
documentation, and interviews. The technique used in analyzing the data is the data
reduction, data presentation, and making conclusions. The validity of the data is done to
explain the data by using triangulation.
The results showed that: 1) the efforts of social workers RW 20 in empowering
the arts in Kampung Child Friendly RW 20 include: setting up a booth registration of art,
featuring works of dance and the results of the paintings from the studio swan White held
by RW 20, and invite the children see the process of implementation practice dancing,
painting, and drama. 2) inhibiting factors of empowering the arts in the Child Friendly
Village RW 20, Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta is a parent yet fully
encourage and guide the children to learn to dance in the dance studio White Geese, lack
a sense of self-confidence in children children when training dance, painting or drama,
and the influence of western culture which was prevalent in the younger generation in
RW 20. The supporting factors are children and teenagers more interested and eager to
learn the art dance studio White Geese, and workers social and community residents of
RW 20 is compact, helping to facilitate collaboration across program activities of RW 20
Child Friendly Village. 3) the results of the efforts of social workers RW 20 in
empowering the arts through the village child friendly include: young people in RW 20
and beyond RW 20 increasingly interested and are interested in preserving local arts in
studio swan White is to follow the practice of dance, painting and theater then the dance
in introduced in cultural events such as performances or competitions; White Geese
studio not to mention the difficulty in finding children to be taught to dance as art
performances will follow the activities or competitions, because students studio swan
White has provided some traditional dances and knowledge of painting and theater; and
many government agencies and communities outside RW 20 White Goose chose the
studio as an object of study and research they are then promoted through their own
website.
Keywords: Art Empowerment, Social Worker, Child Friendly Village
PENDAHULUAN
Saat ini seluruh negara di dunia
sedang ada di dalam jaman perkembangan
dunia teknologi dan informasi yang
semakin modern serta di lengkapi dengan
berbagai kemudahan dan fasilitas-fasilitas
yang semakin mudah di jangkau oleh
manusia,
seperti
contohnya
pada
perkembangan handphone atau telepon
genggam, fungsi handphone tidak lagi
seperti fungsi-fungsi handphone pada
jaman sebelum merdeka, handphone
sekarang di lengkapi dengan fitur-fitur
yang canggih seperti fasilitas wifi yang
bisa di gunakan untuk mengambil gambar
dengan hanya menyambungkan wifi yang
ada di handphone dan wifi yang ada di
kamera digital. Hal seperti itu hanya
sebagian kecil contoh perkembangan
teknologi dibandingkan dengan fasilitas
modern yang ada di seluruh dunia ini.
Di lihat dari perilaku anak-anak
akhir-akhir ini, anak lebih cenderung
tertarik dengan hal-hal yang terkait
dengan teknologi. Hal ini di buktikan dari
tingginya jumlah anak yang tertarik
menonton televisi dan video game di
banding anak yang tertarik budaya
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 3
tradisional seperti melukis, menari,
bermain teater dan kegiatan lainnya yang
lebih produktif.
Kemajuan
teknologi
juga
mempercepat proses penyebaran budaya
asing karena anak akan sangat mudah
dapat meniru budaya tersebut. Pengaruh
dari budaya asing tersebut dapat mudah
kita temui di dalam kehidupan sehari-hari
misalnya pada perkembangan fashion,
gaya bicara , dan tingkah laku seseorang.
Kondisi seperti itu, menunjukkan bahwa
globalisasi sangat berpengaruh pada
kebudayaan
lokal
di
Indonesia.
Kebudayaan sangatlah penting bagi suatu
bangsa, sebab kebudayaan adalah jati diri
dan identitas dari suatu negara.
Kebudayaan mencerminkan kekhasan dari
suatu budaya daerah tersebut, itulah
sebabnya kebudayaan menjadi sangat
penting bagi diri sendiri, masyarakat dan
negara supaya nantinya kebudayaan dapat
kita wariskan kepada anak cucu kita.
Kebudayaan mempunyai peran
penting bagi kehidupan manusia dan
masyarakat,
karena
manusia
dan
masyarakat hidup di dunia mau tidak mau
harus menghadapi kekuatan alam yang
tidak selalu baik dengan manusia seperti
bencana alam dan kondisi alam. Apabila
kita
sebagai
manusia
dapat
mempertahankan diri dan menyesuaikan
diri dengan alam serta hidup damai
dengan sesama manusia lainnya, maka
akan timbul keinginan dan perasaan yang
ingin di salurkan melalui kegiatan
kesenian. Hal ini diperkuat oleh Soerjono
Soekanto (2011) menjelaskan bahwa :
“Pentingnya kebudayaan bagi manusia
dan suatu kelompok adalah untuk
melindungi dari alam dan mengatur
tindakan manusia maksudnya adalah
manusia hidup berdampingan dengan
budaya dan budaya itu mempunyai norma,
adat istiadat serta aturan kaidah yang
berfungsi untuk mengatur bagaimana
manusia bertindak dan berperilaku di
lingkungan masyarakat”.
Perkembangan teknologi dan
informasi yang begitu pesat, masyarakat
Indonesia cenderung melupakan warisan
budaya lokal yang ada di daerahnya yang
mungkin merupakan ciri khas dari daerah
tersebut. Kurangnya perhatian masyarakat
dalam pelestarian dan pengembangan
budaya lokal juga merupakan faktor yang
mempercepat penyebaran budaya asing
dan adanya sebagian besar masyarakat
tidak menghargai budaya lokal yang ada
di daerahnya sehingga dapat dengan
mudah budaya tersebut di klaim oleh
negara lain seperti negara Malaysia yang
pernah mengklaim Reog Ponorogo
menjadi budayanya. Jamal Ma’mur
Asmani (2012: 29) menjelaskan bahwa
keunggulan lokal merupakan segala
sesuatu yang menjadi ciri khas kedaerahan
yang mencakup ekonomi, budaya,
teknologi informasi dan
komunikasi.
Keunggulan lokal di suatu daerah
sangatlah penting bagi daerahnya karena
dapat memberdayakan penduduknya dan
meningkatkan pemasukkan suatu daerah
atau Penghasilan Asli Daerah (PAD)
itulah sebabnya penduduk di suatu daerah
harusnya bahu-membahu menjaga dan
melestarikan kekhasan dari daerahnya
supaya tidak tergerus oleh arus
globalisasi. Cara untuk mempertahankan
keunggulan di daerah tersebut adalah
harus mengetahui dahulu potensi-potensi
yang ada di daerahnya. Seperti yang
terjadi di Kampung Gendeng, RW 20,
Kelurahan
Baciro,
Gondokusuman,
Yogyakarta. Wilayah ini memiliki
potensi-potensi yang sudah ada dan perlu
di lestarikan lagi, adapun potensi tersebut
adalah salah satunya pada bidang kesenian
yaitu seni tari, lukis dan teater. Di RT 85
RW 20, Gendeng, Kelurahan Baciro,
Gondokusuman, Yogyakarta terdapat
sebuah kelompok masyarakat yang tinggal
di pinggiran sekitar Sungai Gajah Wong.
Kelompok masyarakat ini bernama
Paguyuban Manunggal Karso yang
memiliki
potensi
kesenian.
Awal
munculnya kesenian ini karena adanya
keluarga seniman yang ahli dalam bidang
teater dan seni tari. Mereka membentuk
kelompok seni tari dan teater yang
4
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
memberdayakan masyarakat di pinggiran
Sungai Gajah Wong dan mendirikan
sebuah sanggar Angsa Putih. Sanggar ini
sudah sering tampil di acara kegiatan yang
di adakan oleh RW 20 bahkan sudah
pernah tampil menari di depan Sri Sultan
Hamengkubuwono X.
Tetapi ada masalah yang sampai
saat ini belum teratasi yaitu adanya
sebagian besar pemuda dan anak-anak
atau remaja kurang tertarik dengan
kesenian daerah. Kurangnya ketertarikkan
pemuda dan anak-anak terhadap seni
daerah disebabkan karena sebagian dari
mereka beranggapan bahwa menari dan
teater itu sulit. Ada juga pemuda dan
anak-anak yang tidak mempunyai cukup
waktu untuk belajar menari karena
sebagian waktunya telah digunakan untuk
mengikuti kegiatan pendidikan dan
pekerjaan.
Adanya program dari Kantor
Pemberdayaan
Masyarakat
dan
Perempuan (KPMP) Kota Yogyakarta
tahun 2013, tentang pembentukkan
program Kampung Ramah Anak di Kota
Yogyakarta bahwa pada tahun ini KPMP
sudah harus membentuk Kampung Ramah
Anak di 46 wilayah di kawasan yang
berbeda, dengan rincian 14 kampung
ramah anak sudah terbentuk pada tahun
2011 dan akan di bentuk 32 wilayah lagi
pada tahun ini, Kantor Pemberdayaan
Masyarakat dan Perempuan (KPMP) Kota
Yogyakarta menunjuk RW 20 sebagai
rintisan kampung ramah anak di
Kelurahan
Baciro,
keputusan
ini
berdasarkan pada rapat sosialisasi bulan
September tahun 2014 di Balai RW 20.
Keputusan ini diperkuat oleh Lucy Irawati
sebagai Kepala KPMP Kota Yogyakarta
bahwa alasan KPMP menunjuk RW 20
sebagai Kampung Ramah Anak karena
daerah tersebut telah menjunjung hak sipil
dan kebebasan untuk anak, lingkungan,
keluarga dan pengasuhan alternatif, hak
kesehatan dasar dan kesejahteraan,
pendidikan, hak perlindungan khusus,
budaya serta sarana dan prasarana. Selain
itu RW 20 di jadikan sebagai kampung
ramah anak karena telah mempunyai
program-program
kegiatan
kemasyarakatan seperti Satuan Paud
Sejenis RW, program PKK seperti Bank
Sampah, arisan PKK, jam belajar
masyarakat, kegiatan TPA, karang taruna,
program kegiatan untuk lansia dan akan di
bentuknya
TBM
(Taman
Bacaan
Masyarakat) untuk anak-anak. Seluruh
program kegiatan masyarakat tersebut
masih berjalan dengan lancar hingga
sekarang di bawah bimbingan Ketua RW
20.
Dalam Peraturan Kementrian
Pemberdayaan
Perempuan
dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2011 menjelaskan
pengertian Kota Layak Anak/KLA adalah
sistem pembangunan berbasis hak anak
melalui pengintegrasian komitmen dan
sumberdaya pemerintah, masyarakat dan
dunia usaha yang terencana secara
menyeluruh dan berkelanjutan dalam
kebijakan, program dan kegiatan untuk
menjamin terpenuhinya hak. Program
kampung ramah anak yang akan di
laksanakan di wilayah ini merupakan
program kampung ramah anak berbasis
budaya lokal dan lingkungan dengan
pelaksana program dari seluruh pekerja
sosial masyarakat yang ada di RW 20 baik
perangkat RW maupun warga masyarakat
yang tertarik dengan pembentukkan
program
kampung
ramah
anak.
Ditunjuknya RW 20 sebagai pelaksana
program kampung ramah anak, itu
menunjukkan akan besarnya kerja keras
dan tanggung jawab para pekerja sosial
masyarakat di sana dalam membagi waktu
antara pekerjaan mereka yang rata-rata
bekerja sebagai pegawai negeri sipil,
pegawai swasta dan mengurus proses
pelaksanaan kampung ramah anak.
Kampung ramah anak juga di harapkan
dapat mengubah pola pikir pemuda dan
anak terhadap pelestarian budaya lokal,
supaya budaya lokal yang ada di RW 20
tetap bertahan dan menjadi ciri khas
wilayah RW 20.
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 5
Berkaitan dengan hal tersebut,
maka peneliti tertarik untuk memusatkan
perhatian pada upaya pekerja sosial
masyarakat dalam masyarakat sulit untuk
melestarikan kesenian lokal yaitu seni tari,
melukis dan teater di kampung ramah
anak dan hambatan yang ditemui pekerja
sosial masyarakat dalam menjalankan
perannya sebagai pekerja sosial di RW 20,
Gendeng,
Baciro,
Gondokusuman,
Yogyakarta.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian
ini
merupakan
penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yang dapat memberikan
deskripsi lengkap mengenai hasil dari
penelitian.
Subjek dan Objek Penelitian
Suharsimi Arikunto (2003: 119)
menjelaskan bahwa subyek penelitian
merupaka sesuatu yang kedudukannya
sentral karena pada subyek peneliti itu
data tentang variabel yang diteliti berada
dan diamati oleh peneliti.
Sugiyono
(2010:
218-219)
menjelaskan bahwa dalam menentukan
subyek penelitian ini dilakukan secara
purposive, yaitu teknik pengambilan
informan dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini misalnya orang
tersebut dianggap paling tahu tentang apa
yang kita harapkan, atau mungkin dia
sebagai
penguasa
sehingga
akan
memudahkan peneliti menjelajahi obyek
atau situasi sosial yang diteliti.
Cara memilih informan dengan
menggunakan purposive adalah dengan
memilih informan tergantung dengan
kriteria apa yang digunakan. Sehingga
kita menentukan terlebih dahulu kriteriakriteria informan yang diambil. Dalam
penelitian ini peneliti meneliti tentang
upaya pelestarian kesenian di kampung
ramah anak, maka informan yang
diperlukan
adalah
pekerja
sosial
masyarakat di Kampung Ramah Anak
RW
20,
Baciro,
Gondokusuman,
Yogyakarta dengan jumlah 6 orang,
bagian kesenian 4 orang dan 2 orang
pengurus inti pekerja sosial Kampung
Ramah
Anak
RW
20,
Baciro,
Gondokusuman, Yogyakarta.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng,
Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta yang
merupakan salah satu kampung ramah
anak yang dibentuk oleh Pemerintah Kota
Yogyakarta untuk memenuhi hak-hak
anak
di
lingkungannya.
Peneliti
memfokuskan
pengamatan
pada
keterlibatan pekerja sosial masyarakat
dalam upaya memberdayakan kesenian di
Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng,
Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli
sampai Agustus 2015.
Penetapan dan penentuan lokasi
penelitian didasarkan pada pertimbangan
bahwa:
1. Kampung Ramah Anak di RW 20
Gendeng, Baciro, Gondokusuman,
Yogyakarta merupakan salah satu
kampung ramah anak yang di pilih
oleh Pemerintah Kota Yogyakarta
yang mempunyai tugas dalam
perlindungan,
pelayanan
dan
pemenuhan hak-hak anak dalam
masalah kesejahteraan.
2. Kampung Ramah Anak di RW 20
Gendeng, Baciro, Gondokusuman,
Yogyakarta merupakan salah satu
kampung ramah anak yang berada di
bawah
Kantor
Pemberdayaan
Masyarakat dan Perempuan Kota
Yogyakarta.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah
metode
yang
digunakan
untuk
mengumpulkan data untuk melihat upaya
pemberdayaan seni di Kampung Ramah
Anak RW 20, Gendeng, Baciro,
Gondokusuman,
Yogyakarta.
Untuk
6
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
memperoleh jenis data yang dibutuhkan
penelitian, maka metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Observasi
Observasi merupakan kegiatan
yang mempelajari suatu gejala dan
peristiwa melalui upaya melihat dan
mencatat data atau informasi secara
sistematis. Penilai tidak melibatkan diri
pada kegiatan yang dilakukan atau dialami
orang lain (Sudjana, 1992: 238).
Dalam penelitian ini peneliti
berperan serta aktif dan terlibat langsung
dalam pelaksanaan kegiatan untuk
mendapatkan
informasi
mengenai
bagaimana upaya pemberdayaan seni di
Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro,
Gondokusuman, Yogyakarta.
Observasi
dilakukan
dengan
mengacu pada pedoman observasi yang
telah peniliti buat yaitu observasi pada
aspek kondisi fisik dan non fisik. Kondisi
fisik berupa ruang pelaksanaan kegiatan
serta sarana dan prasarana. Sedangkan
kondisi non fisik mencakup pelaksanaan
kegiatan serta peran pekerja sosial
masyarakat dalam menjalankan tugasnya.
2. Wawancara
Ialah cara untuk mendapatkan
informasi dengan wawancara bertanya
langsung pada responden ataupun pihak
lain yang terkait dengan penelitian. Dalam
definisi lainnya wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban
(Moleong, 2010: 186). Seperti yang
ditegaskan oleh Lincoln dan Guba
(Moleong,
2010:
186)
maksud
mengadakan wawancara antara lain:
mengkonstruksi
mengenai
orang,
kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, kepedulian dan lain-lain.
Peneliti menggunakan metode
wawancara dikarenakan peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam. Pada saat melakukan
wawancara peneliti menggali sebanyak
mungkin data yang berhubungan dengan
pelaksanaan kegiatan dengan peran
bekerja sosial itu sendiri. Dalam
penelitian ini akan dilakukan wawancara
dengan pihak pekerja sosial itu sendiri
untuk memperoleh data tentang kegiatan
apa saja yang pekerja sosial lakukan
dalam upaya memberdayakan kesenian
lokal melalui program kampung ramah
anak dan mengetahui faktor pendukung
dan penghambat dalam kegiatan tersebut
serta hasilnya.
Pencatatan
data
selama
wawancara penting sekali karena data
yang akan dianalisis didasarkan atas
kutipan hasil wawancara. Oleh karena itu,
pencatatan data itu penting dilakukan
dengan cara yang sebaik dan setepat
mungkin.
3. Dokumentasi
Dokumentasi ini merupakan
metode
pengumpulan
data
dalam
memperoleh data yang dibutuhkan dalam
penelitian. Kejadian tertentu yang dapat
digunakan untuk lebih menjelaskan peran
pekerja sosial dalam upaya pemberdayaan
seni di Kampung Ramah Anak RW 20,
Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta
didokumentasikan oleh peneliti dengan
menggunakan
dokumen
foto-foto
kegiatan, catatan kegiatan, buku atau
modul, profil, dsb. Hal ini sangat
bermanfaat untuk menambah wawasan
yang dimanfaatkan untuk pendukung dan
penunjang hasil penelitian. Selain itu
kegunaan
lainnya
adalah
untuk
memperoleh arsip tertulis seperti kapan
berdirinya kampung ramah anak di RW
20, data pekerja sosial, data murid sanggar
seni, jadwal kegiatan dan foto-foto
keadaan lingkungan sekitar.
Peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data dengan dokumentasi
dikarenakan dokumentasi berguna sebagai
bukti untuk memperluas pengetahuan
terhadap suatu yang diselidiki dan sebagai
penguat dari hasil observasi dan
wawancara.
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 7
Teknik Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman
dalam Sugiyono (2010: 247-253) analisis
terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
1. Reduksi Data
Mereduksi
data
berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari pola dan temanya dan membuang
yang tidak perlu (Sugiyono, 2010: 247).
Reduksi
data merupakan proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhaan,
pengabstrakan,
transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan lapangan.
2. Display Data
Penyajian data merupakan hasil
reduksi data yang disajikan dalam laporan
secara sistematik yang mudah dibaca atau
dipahami. Analisis dapat merancang
deretan dan kolom sebuah matriks untuk
data kualitatif dan menentukan jenis serta
bentuk data yang dimasukkan ke dalam
kotak-kotak matriks.
3. Verifikasi atau penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan atau verifikasi
merupakan tahapan dimana peneliti harus
memaknai data yang terkumpul kemudian
dibuat dalam bentuk pernyataan singkat
dan mudah dipahami dengan mengacu
pada masalah yang diteliti.
HASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN
DAN
Hasil penelitian dan pembahasan
mengenai Upaya Pemberdayaan Seni di
Kampung Ramah Anak RW 20, Gendeng,
Kelurahan
Baciro,
Gondokusuman,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
yaitu:
Hasil Penelitian
1. Sejarah dan Perkembangan Sanggar
Tari Angsa Putih, RW 20, Gendeng,
Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta
Kampung ramah anak RW 20
adalah salah satu kampung di Kelurahan
Baciro
yang
mempunyai
tugas
memberikan bimbingan dan pelayanan
bagi warga masyarakat RW 20, khususnya
anak-anak agar warga masyarakat
sejahtera dan membentuk anak-anak
kreatif, mandiri dan cerdas. Sebelum RW
20 di pilih pemerintah sebagai kampung
ramah anak, awalnya RW 20 merupakan
salah satu kampung di Kota Yogyakarta
yang warganya cukup aktif berpartisipasi
mengikuti program kegiatan yang di
bentuk oleh pengurus RW 20, adapun
program-program tersebut adalah Paud,
Posyandu Balita, Posyandu Lansia,
Karang Taruna, TPA, PKK, Senam
Lansia, dan Bank Sampah. Seluruh
program kegiatan tersebut hingga sampai
detik ini masih berjalan. Selain beberapa
program tersebut, RW 20 juga memiliki
beberapa potensi yang dapat lebih
dikembangkan dan dimanfaatkan, adapun
potensi tersebut yaitu bidang sumberdaya
manusia; memiliki beberapa orang yang
ahli dalam berbagai bidang seperti 1 orang
ahli dalam kesehatan masyarakat, 1 orang
dokter umum, 3 orang dokter gigi, 1 orang
ahli dalam bidang kepustakaan, beberapa
guru SD dan SMP, instruktur senam, dan
kader kesehatan. Bidang sumberdaya
alam; memiliki beberapa ruang dan
fasilitas bermain anak, lingkungan
pinggiran sungai dan sanggar tari Angsa
Putih. Bidang pendidikan yaitu TPA dan
Paud.
Sanggar tari Angsa Putih resmi
berdiri pada tanggal 28 Oktober 2012,
sanggar ini didirikan oleh sepasang suami
istri yang bermata pencaharian sebagai
pekerja seni, yaitu Bapak SA sebagai
pelukis panggilan dan Ibu RW sebagai
penari di Purawisata. Mereka tinggal di
pinggiran sungai Gajah Wong yang
terletak di Paguyuban Manunggal Karso,
RT 85, RW 20, Baciro, Gondokusuman.
Paguyuban Manunggal Karso merupakan
sebuah pemukiman warga yang tinggal di
pinggiran sungai Gajah Wong, dan
paguyuban ini merupakan salah satu
anggota dari Forsidas (Forum Komunikasi
Daerah Aliran Sungai Gajah Wong)
seluruh Provinsi Yogyakarta. Paguyuban
8
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
Manunggal Karso berdiri pada tanggal 30
April 2012 yang diresmikan langsung oleh
Sri Sultan Hamengkubuwono X, beberapa
bulan kemudian sanggar tari Angsa Putih
berdiri dan di sambut sangat baik oleh
warga sekitar Manunggal Karso. Awal
sanggar tari Angsa Putih berkembang,
karena rasa cinta Bapak SA dan Ibu RW
terhadap seni budaya jawa, melihat
kondisi di RW 20 bahwa anak-anak di
sekitar Manunggal Karso kurang adanya
kegiatan yang bermanfaat,
Pelaksanaan latihan seni di
sanggar Angsa Putih, di bagi menjadi dua
waktu, agar anak-anak yang ingin
mengikuti
latihan
menari
tidak
berbenturan dengan jadwal latihan
melukis. Pelaksanaan latihan menari di
lakukan setiap satu minggu sekali, yaitu
pada sore hari pukul 15.00 atau 16.00
WIB, latihan tari dilakukan dengan tahap
pemanasan ringan, supaya anak-anak
ketika berlatih tidak mengalami cedera
ringan pada anggota tubuhnya akibat
jarang atau tidak pernah mengikuti menari
sebelumnya. Pelaksanaan latihan melukis,
juga dilakukan setiap satu minggu sekali
yaitu pada akhir minggu atau weekend,
agar anak-anak tidak merasa terganggu
oleh sekolah mereka.
2.
Upaya Pekerja Sosial RW 20 dalam
Memberdayakan
Kesenian
di
Kampung Ramah Anak RW 20
Pelaksanaan
latihan
menari,
melukis dan drama tidak dibatasi oleh
jumlah orang dan usia, Ibu RW dan Bapak
SA menginginkan yang ikut belajar seni
di sanggar Angsa Putih tidak hanya anakanak dari sekitar Manunggal Karso saja,
namun diharapkan anak-anak dari warga
RW 20 atau dari luar wilayah RW 20 pun
juga mau berminat mengikuti latihan seni
di sini, agar anak-anak dapat terus
mengolah kreatifitas mereka dalam
berkesenian dan supaya kesenian di RW
20 dapat terus menunjukkan eksistensinya
hingga batas waktu yang tidak pernah
mereka tentukan. Ketika Ibu RW atau
Bapak SA sedang membutuhkan beberapa
anak-anak untuk latihan menari, mereka
mencoba mengajak anak-anak di RT lain
yang masih dalam lingkup RW 20 dengan
memberikan informasi secara langsung
kepada anak-anak, dan menunjukkan
lokasi latihan seni ketika sedang ada
kegiatan latihan menari atau melukis.
Tetapi kenyataannya, hanya ada beberapa
anak yang mau dan serius untuk belajar
menari. Setelah mereka mencari dan
mencoba
mentelusuri
penyebabnya,
ternyata ada beberapa sebab yang
membuat anak-anak RW 20 kurang
tertarik ikut belajar seni di sanggar Angsa
Putih, Manunggal Karso. Hal itu
disebabkan; anak-anak RW 20 setiap sore
mengikuti pembelajaran TPA di masjid,
TPA tersebut dilaksanakan setiap hari
pukul 16.00 WIB, dan sebagian besar dari
anak-anak
RW
20
mengikuti
pembelajaran TPA. Adanya kurang
dorongan dan bimbingan dari para
orangtua untuk mengarahkan anakanaknya ke dunia seni, menjadi kendala
kedua yang dialami sanggar tari Angsa
Putih, para orangtua belum terpikirkan
bahwa kesenian itu juga menjadi salah
satu hal yang penting yang patut generasi
muda lestarikan, terlebih RW 20
menggunakan dasar pelaksanaan program
kampung ramah anak dengan berbasis
budaya lokal. Adanya beberapa remaja
dan pemuda yang sibuk dengan pekerjaan
dan kegiatan mereka di pendidikan
formal, membuat mereka merasa tidak
memiliki waktu luang untuk berlatih seni.
Berikut disampaikan kesimpulan
dari usaha-usaha yang di lakukan pekerja
sosial RW 20 dalam memberdayakan
kesenian lokal di Kampung Ramah Anak
RW 20, sebagai berikut:
a. Ibu RW dan Bapak SA sebagai
pelatih dan pekerja sosial kampung
ramah anak RW 20 bidang kesenian
bekerjasama dengan pekerja sosial
RW 20 lainnya membangun stan
pendaftaran kesenian sanggar Angsa
Putih pada acara Merti Kali Gajah
Wong yang di selenggarakan oleh
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 9
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Pemerintah Provinsi Yogyakarta dan
Balai Lingkungan Hidup di UIN
Sunan Kalijaga.
Menampilkan tarian dan hasil karya
lukisan kepada masyarakat pada
acara kegiatan yang diselenggarakan
RW 20 seperti malam tirakatan HUT
RI setiap tahun, hari Kartini, lauching
kegiatan dan acara besar lainnya.
Menunjukkan dan mengajak anakanak warga RW 20 untuk melihat
proses pelaksanaan latihan menari
dan melukis.
Pelaksanaan latihan menari dan
melukis tetap dilaksanakan sesuai
dengan jadwal yang telah disepakati,
apabila ada beberapa murid sanggar
Angsa Putih mengikuti pembelajaran
TPA, pelaksanaan latihan menari dan
melukis
dilakukan
sebelum
pembelajaran TPA.
Membuat undangan rapat satu
minggu sebelum agenda rapat.
Memberikan
pengumuman
pelaksanaan rapat melalui toa masjid.
Ketua kampung ramah anak RW 20
memberikan sedikit saran dan
teguran kepada pekerja sosial RW 20
yang pasif.
3.
Faktor-Faktor
Penghambat
dan
Pendukung yang dialami Pekerja
Sosial RW 20 dalam Membentuk
Kampung Ramah Anak Berbasis
Budaya Lokal dan Kesehatan
Lingkungan
a.
Faktor Penghambat
1) Adanya beberapa para orangtua
yang
belum
sepenuhnya
mendorong dan mengarahkan
anak-anaknya untuk belajar
menari di sanggar tari Angsa
Putih
2) Sebagian besar anak-anak RW
20 mengikuti pembelajaran TPA
di masjid setiap sore serta
padatnya jadwal kegiatan dari
remaja dan pemuda seperti
pekerjaan dan kegiatan di
b.
sekolah sehingga anak-anak
merasa tidak mempunyai waktu
luang yang cukup untuk belajar
seni.
3) Adanya
rasa
kurang
kepercayaan diri dari dalam diri
anak-anak ketika mengikuti
latihan tari, lukis atau drama.
4) Pengaruh perkembangan budaya
barat yang sedang mewabah
pada generasi muda di RW 20.
5) Anak-anak RW 20 masih harus
di dorong dan di ingatkan
terlebih dahulu ketika mau
mengikuti
kegiatan
yang
mengutamakan
anak-anak.
Ketika ada kegiatan yang
membutuhkan partisipasi dari
anak-anak, mereka selalu datang
tidak tepat waktu.
6) Hubungan
internal
antara
pekerja sosial kampung ramah
anak RW 20 masih terjadi mis
komunikasi
akibat
jarang
hadirnya beberapa anggota
ketika ada agenda rapat.
Faktor Pendukung
1) Beberapa anak-anak dan remaja
masih ada yang tertarik dan
berminat untuk belajar seni di
sanggar tari Angsa Putih, baik
untuk belajar menari, melukis
maupun drama.
2) Pekerja sosial dan warga
masyarakat RW 20 yang
kompak, bekerjasama membantu
memfasilitasi,
melengkapi
sarana dan prasarana seluruh
program kegiatan.
3) Hampir sebagian besar pekerja
sosial kampung ramah anak
bekerja sebagai pegawai negeri
dan swasta, dengan pekerjaan
itulah mereka memiliki banyak
link di luar RW 20 untuk dapat
dengan
mudah
melakukan
kerjasama guna mendukung
pelaksanaan setiap program di
kampung ramah anak RW 20.
10
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
4.
Hasil Upaya Pekerja Sosial RW 20
dalam Memberdayakan Seni melalui
Kampung Ramah Anak
a.
Adanya beberapa orang yang tertarik
untuk ikut berlatih menari di sanggar
Angsa Putih
Ada beberapa orangtua dan anak
yang tertarik ingin berlatih menari di
sanggar
Angsa
Putih
karena
penampilan murid-murid dari Angsa
Putih yang menarikan tari garapan
dari Ibu RW sang pelatih pada malam
tirakatan HUT RI.
Adanya beberapa pekerja sosial yang
dapat datang tepat waktu, mau hadir
pada agenda rapat koordinasi yang
diadakan oleh ketua RW sekaligus
ketua Kampung Ramah Anak.
b.
c.
Pembahasan
1. Sejarah dan Perkembangan Sanggar
Tari Angsa Putih RW 20, Gendeng,
Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta
Sanggar Angsa Putih cukup
terkenal di sebagian masyarakat Kota
Yogyakarta juga karena telah berkembang
sebelum RW 20 dipilih pemerintah
sebagai kampung ramah anak dan RW 20
juga memiliki sumber daya manusia yang
cukup ahli berkecimpung dalam dunia
kesehatan seperti dokter dan kader
kesehatan. RW 20 juga merupakan
wilayah yang memiliki anak-anak yang
cukup banyak dan memiliki fasilitas
bermain dan edukasi anak. Dalam
proposal tersebut, RW 20 mengajukan
beberapa program yang ditujukan untuk
anak-anak seperti yang sesuai pada
peraturan Kementrian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2011 tentang pengembangan Kota Layak
Anak mengenai indikator yang harus
dipenuhi semua wilayah agar wilayah
tersebut dapat dikategorikan sebagai
kampung ramah anak. RW 20 menyusun
program kegiatan untuk kampung ramah
anak sesuai dasar dari UUD 1945 Pasal 27
yang menjelaskan bahwa setiap anak
berhak mendapatkan hak atas kehidupan
untuk pengembangan fisik, mental,
spiritual dan moral. Adapun program
kegiatan tersebut terbagi dalam berbagai
kategori hak seperti yang telah
dikemukakan
pada
sub-bab
hasil
penelitian.
Sanggar seni Angsa Putih yang
didirikan oleh Ibu RW dan Bapak SA, di
dukung penuh oleh pekerja sosial
kampung ramah anak RW 20 dengan
memberikan fasilitas bantuan dana untuk
keperluan pengembangan program latihan
menari, melukis dan drama telah
memberikan dampak yang positif bagi
RW 20 khususnya generasi muda.
Menurut Ibu RW sebagai pelatih menari
menyatakan dapat dilihat melalui perilaku
sehari-harinya, anak-anak yang rutin
mengikuti latihan menari atau seni di
sanggar Angsa Putih lebih cenderung
memiliki karakter yang halus dan sopan
dibandingkan dengan anak-anak yang
kurang berminat mengikuti latihan seni
menari. Hal tersebut dikarenakan karakter
asli mereka dibentuk oleh perasaan
mereka dalam menghayati sebuah tarian
agar tarian dapat teresap sempurna oleh
anak dan menjadikan sebuah tarian
memiliki makna ceritanya. Usaha yang
dilakukan oleh pekerja sosial bidang seni
dalam mengembangkan program latihan
seni di sanggar Angsa Putih, mengambil
konsep budaya lokal untuk dijadikan
sebagai
dasar
dari
program
pengembangan kampung ramah anak di
RW 20. Hal tersebut sudah sesuai dengan
teori Rachmat Sentika (2007) yang
menjelaskan bahwa konsep kampung
ramah anak hendaknya diambil sesuai
dengan kekuatan di setiap wilayah.
Keunggulan pada setiap wilayah dapat
dijadikan sebagai kekuatan program,
supaya program kampung ramah anak
yang akan digagas di wilayah tersebut
mempunyai ciri khas yang unik dari
wilayah-wilayah yang lain. Generasi
muda dan para orangtua dapat melihat
langsung dampak positif ketika anak-anak
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 11
belajar seni menari, melukis ataupun
taeter di sanggar Angsa Putih. pernyataan
tersebut sudah sesuai dengan Fatturahman
(2013)
yang
menjelaskan
tentang
beberapa manfaat dari seseorang belajar
seni tari disebuah sanggar adalah
digunakan sebagai tempat pernyataan jati
diri sendiri yaitu melalui karya seni yang
seseorang bawa dapat mengungkapkan
perasaan dan karakter seseorang dan
membentuk karakter yang anggun.
2.
Upaya Pekerja Sosial RW 20 dalam
Memberdayakan Seni di Kampung
Ramah Anak RW 20
Usaha yang dilakukan oleh
pekerja sosial kampung ramah anak dalam
mengarahkan generasi muda RW 20 untuk
melestarikan
kesenian
lokal
dan
mempertahankan dasar sebagai kampung
ramah anak yang berbasis budaya lokal,
sebagai berikut :
a. Ibu RW dan Bapak SA bekerjasama
dengan pekerja sosial kampung
ramah anak RW 20 membangun stan
pendaftaran kesenian sanggar Angsa
Putih pada acara Merti Kali Gajah
Wong yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Provinsi Yogyakarta dan
Balai Lingkungan Hidup di UIN
Sunan Kalijaga.
b. Menampilkan tarian dan hasil karya
lukisan kepada masyarakat pada
acara kegiatan yang diselenggarakan
RW 20 seperti malam tirakatan HUT
RI atau kegiatan pembukaaan pada
acara-acara besar lainnya.
c. Menunjukkan dan mengajak anakanak warga RW 20 untuk melihat
proses pelaksanaan latihan menari
dan melukis.
Melihat upaya yang dilakukan
oleh pekerja sosial kampung ramah anak
RW 20 cukup terarah guna mengatasi
permasalahan krisis budaya yang dialami
generasi muda RW 20. Hasil penelitian
tersebut sesuai dengan teori Rantau
Indramawan (2014) tentang upaya
pelestarian budaya lokal dapat dilakukan
dengan dua bentuk yaitu culture
experience dan culture knowledge.
Culture experience adalah pelestarian
budaya yang dilakukan dengan cara terjun
langsung kedalam sebuah pengalaman
kultural. Contohnya membentuk sanggar
kesenian seperti tari, teater dan drama.
Sedangkan culture knowledge adalah
pelestarian budaya yang dilakukan dengan
cara membuat suatu pusat informasi
mengenai kebudayaan yang dapat
difungsionalisasikan kedalam bentuk,
supaya generasi muda dapat mengetahui
tentang kebudayaannya sendiri. Misalnya
pembangunan museum atau cagar budaya.
Selain itu, sesuai dengan pendapat
Hasnindar (2013) yang menyatakan
Usaha
mempertahankan
budaya
Indonesia ditengah arus globalisasi
dapat dilakukan di empat tingkat
yakni: pada tingkat keluarga, dengan
cara
mengenalkan
budaya
asli
daerahnya melalui keluarga, yaitu
mengajak
anak
melihat
seni
pertunjukan yang sedang berlangsung
yang ada di sekitar masyarakat. Pada
tingkat sekolah, tingkat masyarakat
yaitu generasi muda dapat mengadakan
semacam pentas seni kebudayaan
daerah secara rutin sesuai kebudayaan
daerahnya masing-masing sehingga
budaya seakan menjadi satu dengan
darah yang mengalir dalam tubuh
rakyat Indonesia. Dan pada tingkat
pemerintahan, yaitu dapat membantu
dalam memberikan bantuan dana
terhadap pelestarian budaya seperti
pembangunan
fasilitas
museum,
pemanfaatan cagar budaya dan
program kegiatan seni yang ada di
masyarakat
sebagaimana
yang
tercantum pada peraturan perundangundangan tentang pelestarian budaya
Indonesia.
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
12
3.
Faktor-Faktor
Penghambat
dan
Pendukung yang dialami Pekerja
Sosial RW 20 dalam Membentuk
Kampung Ramah Anak Berbasis
Budaya Lokal dan Kesehatan
Lingkungan
a.
Faktor Penghambat
1)
Adanya beberapa para orangtua yang
belum sepenuhnya mendorong dan
mengarahkan anak-anaknya untuk
belajar menari di sanggar tari Angsa
Putih, mereka belum mengetahui
bahwa kesenian itu menjadi salah
satu yang penting dan patut generasi
muda lestarikan.
Hasil penelitian tersebut tidak sesuai
dengan teori Santrock (2007) yang
menjelaskan tentang teori motivasi, yaitu
proses yang memberi semangat, arah, dan
kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang
memiliki motivasi adalah perilaku yang
penuh energi, terarah, dan bertahan lama.
Hendaknya para orangtua di RW 20 selalu
mendorong dan memotivasi anak-anaknya
agar mau ikut belajar menari, melukis dan
drama di sanggar yang telah disediakan
oleh pekerja sosial kampung ramah anak
RW 20 dan yang dilakukan secara gratis
tanpa dipungut biaya apapun. Santrock
(2007) menjelaskan tentang aspek dalam
teori motivasi belajar yaitu motivasi
ekstrinsik
dan
instrinsik,
dimana
dijelaskan yaitu motivasi ekstrinsik adalah
melakukan sesuatu untuk melakukan
sesuatu yang lain (cara untuk mencapai
tujuan) anak-anak akan mudah terpacu
dalam belajar apabila ada sesuatu imbalan
yang diberikan kepada si anak apabila
anak tersebut dapat melakukan sesuatu hal
yang berdampak positif dan bermanfaat
bagi dirinya dan orang disekitarnya. Para
orangtua di RW 20 hendaknya dapat
melakukan cara seperti yang dikemukakan
oleh Santrock, apabila anak-anak kurang
minat untuk belajar kesenian tradisional
yang ada di RW 20, orangtua dapat
memberikan
sebuah
imbalan
dan
mengadakan kesepakatan dengan si anak,
yaitu bila anak tersebut mau mengikuti
latihan seni di sanggar Angsa Putih dan
melihat anak tersebut mulai tertarik
dengan seni. Orangtua akan memberikan
sebuah imbalan, sesuai dengan janji yang
telah disepakati antar orangtua dengan si
anak.
2) Sebagian besar anak-anak RW 20
memiliki jadwal kegiatan yang padat
seperti pekerjaan dan kegiatan di
sekolah sehingga anak-anak merasa
tidak memiliki waktu luang yang
cukup untuk belajar seni.
3) Anak-anak RW 20 masih harus di
dorong dan di ingatkan terlebih
dahulu ketika mau mengikuti
kegiatan yang mengutamakan anakanak. Ketika ada kegiatan yang
membutuhkan partisipasi dari anakanak, mereka selalu datang tidak
tepat waktu.
Hasil penelitian tersebut sudah
sesuai dengan teori Sunarti (2003: 79)
yang menjelaskan tentang faktor-faktor
yang
mempengaruhi
partisipasi
masyarakat adalah salah satunya yaitu
faktor internal. Faktor internal adalah
faktor yang berasal dari dalam diri
individu itu sendiri yang dapat
mempengaruhi individu tersebut untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan,
seperti umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, dan penghasilan.
Mengatasi
hal
tersebut,
hendaknya pekerja sosial kampung ramah
anak RW 20 dapat mengatur kembali
jadwal TPA dengan jadwal berlatih seni
agar anak-anak yang mau ikut berlatih
seni di sanggar Angsa Putih tidak merasa
berbenturan jadwal dengan TPA yang
dilaksanakan rutin setiap sore, begitu juga
sebaliknya.
4) Rasa kurang kepercayaan diri dari
dalam
diri
anak-anak
ketika
mengikuti latihan tari, lukis atau
drama.
Senada dengan hasil penelitian
tersebut, Stephen dan Timothy (2008)
menjelaskan teori tentang faktor-faktor
penentu kepribadian yang terdapat 5
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 13
macam dan salah satunya adalah faktor
lingkungan dan kondisi situasional. Faktor
lingkungan adalah kultur masyarakat
dimana seseorang dibesarkan, normanorma keluarga, teman-teman dan
kelompok sosial, serta pengaruh-pengaruh
lain yang kita alami. Kultur akan
membentuk norma, sikap, dan nilai-nilai
yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya yang terus menerus
berlangsung secara konsisten. Sedangkan
kondisi situasional adalah kondisi
situsional dapat mempengaruhi efek dari
faktor-faktor keturunan dan lingkungan
terhadap kepribadian. Tuntutan yang
berbeda pada situasi yang berbeda dapat
menimbulkan reaksi dan aspek yang
berbeda pada kepribadian seseorang. Oleh
karena itu, sebaiknya tidak melihat corak
kepribadian secara terisolasi, tetapi juga
mengetahui bahwa situasi-situasi tertentu
lebih relevan dari situasi-situasi lain
dalam
mempengaruhi
kepribadian
sehingga dapat dilihat adanya perbedaanperbedaan individual yang signifikan.
Mengatasi
hal
tersebut,
hendaknya para orangtua dapat terus
mendampingi anak-anak dan selalu
memberikan dorongan kepada si anak,
agar dapat memiliki rasa percaya diri yang
kuat dan tidak malu untuk tampil
memberikan suatu hal yang positif di
depan umum.
5) Pengaruh perkembangan budaya
barat yang sedang mewabah pada
generasi muda di RW 20. Ketika
mereka di ajak menari, mereka
bersedia menari bila diajarkan tarian
modern
dance
yang
bukan
tradisional.
Senada dengan hasil penelitian
tersebut, Munandar Sulaeman (2012: 60)
menjelaskan tentang perubahan budaya
disebabkan oleh beberapa hal, yakni
berasal dari dalam masyarakat dan
kebudayaannya sendiri, dan perubahan
lingkungan alam dan fisik tempat mereka
hidup.
Mengatasi
hal
tersebut,
hendaknya pekerja sosial kampung ramah
anak RW 20 melakukan usaha guna
mengurangi dampak negatif karena efek
globalisasi,
seperti
teori
yang
dikemukakan oleh Rantau Indramawan
(2014) yang menjelaskan tentang budaya
lokal dapat dilakukan dengan dua bentuk
yaitu culture experience dan culture
knowledge. Culture experience adalah
pembentukkan sanggar tari atau kesenian.
sedangkan culture knowledge adalah
pembangunan museum atau cagar budaya.
6) Hubungan internal antara pekerja
sosial kampung ramah anak RW 20
masih terjadi mis komunikasi akibat
jarang hadirnya beberapa anggota
ketika ada agenda rapat.
Senada dengan hasil tersebut,
Plumer dalam Yulianti (2012: 10)
menjelaskan bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi masyarakat untuk
proses partisipasi yaitu salah satunya
adalah pekerjaan masyarakat, biasanya
orang dengan tingkat pekerjaan tertentu
akan dapat lebih meluangkan ataupun
bahkan tidak meluangkan sedikitpun
waktunya untuk berpartisipasi pada suatu
proyek tertentu. Seringkali alasan yang
mendasar pada masyarakat adalah adanya
pertentangan antara komitmen terhadap
pekerjaan dengan keinginan untuk
berpartisipasi. Teori tersebut terjadi pada
keadaan internal antar pekerja sosial
kampung ramah anak RW 20, kesibukan
pekerjaan menyebabkan ketua RW
sekaligus ketua Kampung Ramah Anak
sulit mempertemukan anggota secara
lengkap, bahkan setiap diadakan agenda
rapat pasti ada setengah dari jumlah
anggota yang hadir, dan setengah lainnya
ada yang ijin tidak bisa hadir, karena
masih belum pulang kerja, sakit dan
sebagainya. Setelah diadakannya agenda
rapat, beberapa anggota pekerja sosial
yang seringkali tidak hadir atau pasif,
terkadang juga tidak berusaha mencari
informasi
mengenai
perkembangan
agenda
rapat
yang
sebelumnya
dilaksanakan. Hal itu yang menyebabkan
terjadi mis komunikasi antar internal
pekerja sosial kampung ramah anak RW
14
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
20. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan
teori dari Tracy (2006) yang menyatakan
bahwa kerja sama dapat meningkatkan
komunikasi dalam kerja tim di dalam dan
di antara bagian-bagian perusahaan. Kerja
sama mengumpulkan bakat, berbagi tugas
dan tanggung jawab untuk mencapai
tujuan bersama. Seharusnya pekerja sosial
RW 20 melakukan proses kerjasama
sebagaimana dengan teori yang telah
dikemukakan oleh Davis dalam Dewi
Sandra (2007) bahwa indikator-indikator
kerjasama adalah
a) Tanggung jawab secara bersamasama menyelesaikan pekerjaan, yaitu
dengan pemberian tanggung jawab
dapat tercipta kerja sama yang baik.
b) Saling berkontribusi, yaitu dengan
saling berkontribusi baik tenaga
maupun pikiran akan terciptanya
kerja sama.
c) Pengerahan
kemampuan
secara
maksimal, yaitu dengan mengerahkan
kemampuan masing-masing anggota
tim secara maksimal, kerja sama akan
lebih kuat dan berkualitas.
a.
1)
2)
Faktor Pendukung
Beberapa anak-anak dan remaja
tertarik dan berminat untuk belajar
seni di sanggar tari Angsa Putih, baik
untuk belajar menari, melukis
maupun drama.
Pekerja sosial dan warga masyarakat
RW 20 yang kompak, bekerjasama
membantu memfasilitasi, melengkapi
sarana dan prasarana seluruh program
kegiatan.
Dukungan
warga
masyarakat juga terlihat dari usaha
mereka membantu Ibu RW dan
Bapak
SA
mengajak
dan
mengarahkan anak-anak berlatih
menari dan melukis di sanggar Angsa
Putih. Terlihat dari usaha yang
dilakukan
sebagian
warga
masyarakat
yang
membantu
menyebarkan info melalui mulut ke
mulut pada saat pertemuan arisan
PKK, pertemuan Bank Sampah,
ataupun kegiatan lainnya.
3)
Hampir sebagian besar pekerja sosial
kampung ramah anak bekerja sebagai
pegawai negeri dan swasta, dengan
pekerjaan itulah mereka memiliki
banyak link di luar RW 20 untuk
dapat dengan mudah melakukan
kerjasama
guna
mendukung
pelaksanaan setiap program di
kampung ramah anak RW 20.
Melihat
beberapa
faktor
pendukung yang telah di sampaikan
diatas, pekerja sosial kampung ramah
anak RW 20 memiliki beberapa organisasi
dan warga masyarakat yang cukup sangat
membantu pada pelaksanaan program
kampung
ramah
anak,
sehingga
pelaksanaan program dapat berjalan
lancar, tepat waktu sesuai dengan agenda
kegiatan kampung ramah anak. Hal
tersebut dikarenakan, setiap warga
masyarakat dan anak-anak, pengurus RT
dan RW, pekerja sosial kampung ramah
anak RW 20 beserta lapisan masyarakat
lainnya telah melakukan sebuah proses
kerjasama, yaitu dengan berusaha saling
menanamkan rasa kepercayaan, sehingga
tercipta sebuah pelibatan masyarakat,
sikap gotong royong, saling membantu
dalam membangun RW 20 menjadi
kampung ramah anak yang berbasis
budaya lokal dan kesehatan lingkungan.
Senada dengan hasil penelitian
tersebut, Davis dalam Dewi Sandra (2007)
menyatakan bahwa sebuah organisasi
dapat dikatakan sebuah kerjasama, apabila
memiliki indikator-indikator sebagai
berikut :
a) Tanggung jawab secara bersamasama menyelesaikan pekerjaan, yaitu
dengan pemberian tanggung jawab
dapat tercipta kerja sama yang baik.
b) Saling berkontribusi, yaitu dengan
saling berkontribusi baik tenaga
maupun pikiran akan terciptanya
kerja sama.
c) Pengerahan
kemampuan
secara
maksimal, yaitu dengan mengerahkan
kemampuan masing-masing anggota
tim secara maksimal, kerja sama akan
lebih kuat dan berkualitas.
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 15
Teori tersebut juga didukung oleh
Williams (2008) yang menjelaskan
tentang indikator-indikator kepercayaan,
sebagai berikut :
(1) Kejujuran,
(2) Pemberian tugas,
(3) Integritas,
Kedua teori diatas diperkuat oleh
Keith Davis dalam Intan dan
Mussadun,
(2013:34)
yang
menyatakan
bentuk-bentuk
dari
partisipasi masyarakat adalah berupa :
(i) Pikiran; (ii) Tenaga; (iii) Pikiran dan
Tenaga; (iv) Keahlian; (v) Barang;
(vi) Uang
4.
Hasil Upaya Pekerja Sosial dalam
Memberdayakan
Seni
melalui
Kampung Ramah Anak
Hasil dari upaya-upaya yang telah
dilakukan pekerja sosial RW 20 berbasis
budaya lokal dan kesehatan lingkungan
berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan peneliti.
a. Masyarakat di RW 20 maupun luar
RW 20 semakin tertarik dan berminat
untuk berlatih menari, melukis dan
teater di sanggar Angsa Putih.
Pelaksanaan kegiatan latihan seni
tetap dilaksanakan sesuai dengan
jadwal
yang
telah
disepakati
bersama, bila ketika mendekati
pementasan, latihan seni dilakukan
setiap hari. Bila ada murid yang
jadwalnya terbentur dengan kegiatan
TPA, maka pelaksanaan latihan seni
tetap dilakukan di jadwal yang sama
dengan waktu yang berbeda yaitu
satu jam sebelum jadwal kegiatan
TPA.
b. Orangtua
semakin
ingin
menyerahkan anak-anaknya untuk
berlatih menari, melukis atau teater di
sanggar Angsa Putih setelah mereka
melihat sebuah karya tarian garapan
dan lukisan dari Angsa Putih pada
malam
tirakatan
HUT
RI.
Penambahan jumlah anggota dari
kalangan orangtua usia 40 sampai 50
tahun yang ikut menari ada 6 orang,
sedangkan anak-anak usia SD hingga
SMA ada 9 orang, untuk teater dan
melukis ada 5 orang usia SD.
c. Beberapa pekerja sosial mulai aktif
kembali pada organisasi kampung
ramah anak. Keaktifan tersebut
dibuktikan dengan datang tepat
waktu, hadir pada agenda rapat
koordinasi yang diadakan oleh ketua
RW sekaligus ketua Kampung
Ramah Anak. Bila ada anggota yang
tidak dapat hadir pada rapat karena
kesibukan
pekerjaan
ataupun
kepentingan di luar kampung ramah
anak, pekerja sosial tersebut akan
menanyakan kepada ketua ataupun
para pekerja sosial lainnya, mengenai
hasil rapat pada hari itu.
Senada dengan hasil penelitian
yang menjelaskan tentang banyaknya para
orangtua dan anak-anak yang mulai
tertarik belajar seni di sanggar Angsa
Putih, Santrock (2007) menjelaskan
tentang teori motivasi belajar yang dapat
dilakukan pada anak-anak, yang terdiri
dari 2 teori yaitu motivasi ekstrinsik dan
motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik adalah melakukan
sesuatu untuk mendapatkan sesuatu
yang lain (cara untuk mencapai
tujuan). Sedangkan motivasi intrinsik
adalah motivasi internal untuk
melakukan sesuatu demi sesuatu itu
sendiri (tujuan itu sendiri). Terdapat
dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:
1) Motivasi intrinsik berdasarkan
determinasi diri dan pilihan
personal.
2) Motivasi intrinsik berdasarkan
pengalaman optimal.
Hasil upaya yang ketiga yang
dilakukan oleh pekerja sosial RW 20
adalah beberapa pekerja sosial yang pasif
sekarang menjadi aktif kembali. Anggota
tersebut selalu hadir pada rapat dan
apabila ada beberapa anggota yang tidak
sempat hadir pada rapat, mereka selalu
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
16
mencoba mencari informasi ulang
kembali kepada anggota-anggota lainnya
yang hadir pada rapat, sehingga mis
komunikasi pada hubungan internal antar
pekerja sosial sangat jarang terjadi di
seluruh pekerja sosial kampung ramah
anak RW 20.
Hasil penelitian tersebut sudah
sesuai dengan teori West (2002) yang
menjelaskan tentang sebuah organisasi
dapat dikatakan memiliki tim kompak bila
memenuhi poin-poin sebagai berikut:
a) Komunikasi, b) Respek satu
sama lain, c) Kesiapan menerima
tantangan, juga kegigihan dan
ketekunan dalam bekerja, d) Kerja
sama, dan e) Kepemimpinan.
c.
d.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan, maka
peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa
:
1. Upaya Pekerja Sosial RW 20 Dalam
Memberdayakan Seni di Kampung
Ramah Anak RW 20
a.
b.
Mendirikan
stan
pendaftaran
kesenian sanggar Angsa Putih pada
acara Merti Kali Gajah Wong yang di
selenggarakan
oleh
Pemerintah
Provinsi Yogyakarta dan Balai
Lingkungan Hidup di UIN Sunan
Kalijaga pada tanggal 16 Agustus
2015. Tujuan dari upaya ini adalah
supaya warga seluruh provinsi
Yogyakarta yang hadir pada acara
Merti Kali Gajah Wong dapat
mengetahui bahwa di RW 20
Kelurahan Baciro memiliki sanggar
kesenian.
Menampilkan tarian dan hasil karya
lukisan dari sanggar Angsa Putih
kepada masyarakat pada acara
kegiatan yang diselenggarakan RW
20 seperti malam tirakatan HUT RI
setiap tahun, hari Kartini, lauching
kegiatan dan acara besar lainnya.
Tujuan dari upaya ini adalah supaya
e.
f.
warga masyarakat yang melihat
tarian dan hasil lukisan yang
ditampilkan sanggar Angsa Putih
dapat menarik minat mereka untuk
belajar menari, melukis atau drama di
sanggar Angsa Putih.
Menunjukkan dan mengajak anakanak dan remaja untuk melihat proses
pelaksanaan latihan menari, melukis
dan teater. Tujuan dari upaya ini
adalah supaya anak-anak dan orang
dewasa yang ingin melihat proses
latihan menari atau melukis berminat
untuk belajar seni di sanggar Angsa
Putih.
Memberikan waktu luang bagi anakanak dan remaja yang mengikuti
TPA tetapi juga ikut latihan seni tari,
melukis dan teater di sanggar Angsa
Putih. Pelaksanaan latihan menari
dan melukis tetap dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang telah
disepakati, apabila ada beberapa
murid
sanggar
Angsa
Putih
mengikuti
pembelajaran
TPA,
pelaksanaan latihan seni dilakukan
sebelum pembelajaran TPA. Tujuan
dari upaya ini adalah supaya muridmurid sanggar Angsa Putih yang
terbentur jadwal latihan menari
dengan TPA, mereka dapat belajar
membagi waktunya untuk mengikuti
seluruh kegiatan tersebut tanpa
mengurangi atau melebihi porsi
latihan ataupun kegiatan TPA.
Mengundang pekerja sosial satu
minggu sebelum pelaksanaan agenda
rapat. Tujuan dari upaya ini adalah
supaya anggota pekerja sosial yang
pasif dan jarang hadir dalam rapat
dapat memberikan waktunya untuk
hadir dalam rapat tersebut.
Memberikan
pengumuman
pelaksanaan rapat melalui toa
masjid. Tujuan dari upaya ini
adalah supaya pekerja sosial yang
pasif dan jarang hadir dalam rapat
dapat meluangkan waktu untuk
mau hadir dalam rapat yang
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 17
g.
2.
berkaitan dengan kampung ramah
anak.
Memberikan teguran kepada
pekerja sosial RW 20 yang pasif.
Tujuan dari upaya ini adalah
supaya pekerja sosial yang pasif
tersebut dapat berintrospeksi diri
untuk lebih aktif kembali dalam
kegiatan kampung ramah anak.
Faktor-Faktor
Penghambat
dan
Pendukung Yang Di Alami Pekerja
Sosial RW 20 Dalam Membentuk
Kampung Ramah Anak Berbasis
Budaya Lokal dan Kesehatan
Lingkungan
a. Faktor Penghambat
1) Para orangtua belum sepenuhnya
mendorong dan mengarahkan
anak-anaknya
untuk
belajar
menari di sanggar tari Angsa
Putih, mereka belum mengetahui
bahwa kesenian itu menjadi salah
satu yang penting dan patut
generasi muda lestarikan. Hal
tersebut dikarenakan kesibukan
pekerjaan para orangtua sehingga
anak-anak di RW 20 kurang
perhatian, karena ada beberapa
keluarga yang menitipkan anakanaknya ke tetangga rumah dan
tinggal bersama pembantu rumah
tangga.
2) Sebagian besar anak-anak RW 20
mengikuti pembelajaran TPA di
masjid setiap sore serta padatnya
jadwal kegiatan dari remaja dan
pemuda seperti pekerjaan dan
kegiatan di sekolah sehingga
anak-anak
merasa
tidak
mempunyai waktu luang yang
cukup untuk belajar seni.
3) Kurang adanya rasa kepercayaan
diri dalam diri anak-anak ketika
mengikuti latihan tari, lukis atau
drama. Mereka beranggapan
berlatih seni tari, melukis dan
teater itu sulit bagi mereka.
4) Pengaruh perkembangan budaya
barat yang sedang mewabah pada
generasi muda di RW 20.
Pengaruh
kebudayaan
barat
tersebut
terlihat
dari
ketidakmauan anak-anak ketika
akan diajarkan sebuah tarian dan
diperkenalkan
cara
melukis
sederhana oleh pekerja sosial
kampung ramah anak. Mereka
lebih menyukai bila diajarkan
menari modern.
5) Anak-anak RW 20 masih harus di
dorong dan di ingatkan terlebih
dahulu ketika mau mengikuti
kegiatan yang membutuhkan
partisipasi anak-anak.
6) Masih terjadi mis komunikasi di
dalam hubungan internal para
pekerja sosial kampung ramah
anak akibat jarang hadirnya
beberapa anggota ketika ada
agenda rapat.
b.
Faktor Pendukung
1) Anak-anak dan remaja semakin
banyak yang tertarik dan berminat
untuk belajar seni di sanggar tari
Angsa Putih, baik untuk belajar
menari, melukis maupun drama.
2) Pekerja
sosial
dan
warga
masyarakat RW 20 yang kompak,
bekerjasama
membantu
memfasilitasi, melengkapi sarana
dan prasarana seluruh program
kegiatan.
3) Pekerja sosial kampung ramah
anak memiliki banyak link di luar
RW 20 sehingga dengan mudah
melakukan
kerjasama
guna
mendukung pelaksanaan setiap
program di kampung ramah anak
RW 20.
18
3.
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
Hasil Upaya Pekerja Sosial RW 20
Dalam Memberdayakan Seni Melalui
Kampung Ramah Anak
a. Generasi muda di RW 20 dan di
luar wilayah RW 20 semakin
tertarik dan berminat dalam
melestarikan kesenian lokal di
sanggar Angsa Putih yaitu dengan
mengikuti latihan seni tari,
melukis dan teater kemudian
tarian tersebut di perkenalkan
pada acara-acara kebudayaan,
seperti kompetisi ataupun pentas
seni.
b. Saat ini sanggar Angsa Putih
memiliki 27 murid tetap yang
terdiri dari murid seni tari,
melukis dan teater. Hal tersebut
disebabkan pekerja sosial cukup
berhasil dalam mengupayakan
pelestarian kesenian sanggar
Angsa Putih di RW 20.
c. Sanggar Angsa Putih tidak lagi
kesulitan dalam mencari anakanak untuk diajarkan menari
ketika akan mengikuti kegiatan
pentas seni atau kompetisi,
dikarenakan
murid-murid
di
sanggar Angsa Putih telah
dibekali
beberapa
tarian
tradisional
dan
pengetahuan
tentang melukis dan teater.
d. Banyak
beberapa
lembaga
pemerintah dan masyarakat diluar
RW 20 memilih sanggar Angsa
Putih sebagai obyek dalam
penelitian dan riset mereka yang
kemudian di promosikan melalui
webshite mereka masing-masing.
e. Pekerja sosial yang dahulunya
pasif menjadi aktif kembali dalam
proses koordinasi pelaksanaan
program kampung ramah anak.
Hal tersebut terlihat dalam usaha
dan tanggung jawab mereka
ketika
menangani
beberapa
program kegiatan di kampung
ramah anak.
Saran
Berikut beberapa masukan atau
saran yang dapat diajukan oleh peneliti :
1) pekerja sosial RW 20 hendaknya
mengadakan sarasehan atau seminar yang
ditujukan kepada para orangtua dan
generasi muda di RW 20 tentang
pentingnya kebudayaan tradisional beserta
dampak yang terjadi apabila sebuah
negara kehilangan budaya asli negaranya.
Agar, orangtua dan generasi muda dapat
sadar dan memahami bahwa budaya
tradisional patut dilestarikan oleh seluruh
lapisan masyarakat yang tinggal di sebuah
wilayah atau negara. 2) pekerja sosial RW
20
hendaknya
merencanakan
dan
membuat program penyuluhan atau
sarasehan tentang kepribadian generasi
.muda yaitu anak, remaja dan pemuda
yang berkaitan tentang bagaimana
membentuk generasi muda menjadi
percaya diri. Supaya generasi muda di
RW 20 dapat memiliki kepribadian yang
baik dan lebih memiliki kepercayaan diri.
3) mengurangi dan meminimalisir
penggunaan handphone atau gadget
dengan pemakaian yang berlebihan,
diharapkan pekerja sosial RW 20 dapat
membuat peraturan atau slogan tentang
jadwal bermain anak bila menggunakan
gadget atau handphone dan mengalihkan
waktu penggunaan gadget dengan
memanfaatkan arena bermain edukasi
anak-anak yang tersedia di lingkungan
RW 20. 4) pekerja sosial RW 20
bekerjasama dengan para orangtua
harusnya lebih menekankan pola hidup
disiplin dalam kehidupan sehari-hari pada
anak-anak. Pemberian hukuman ringan
ataupun teguran ketika anak-anak tidak
tepat waktu, dapat dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga anakanak di RW 20 dapat belajar untuk datang
tepat waktu ketika mengikuti pelaksanaan
kampung ramah anak yang membutuhkan
partisipasi
meerka,
pekerja
sosial
kampung ramah anak tidak harus lagi
memaksa anak-anak untuk harus ikut
kegiatan yang melibatkan mereka.
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu) 19
Cerdas Ceria, Berakhlak Mulia
dan Terlindungi. Diakses dari
http://journal.fsrd.itb.ac.id/jurnald
esain/pdf_dir/issue_3_6_11_2.pdf
pada tanggal 16 April 2015, jam
04.50 WIB
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Sandra. (2007). Teamwork (Cara
Menyenangkan Membangun Tim
Impian).
Bandung:
Penerbit
Progressio
Rantau
Dr. M. Munandar Sulaeman. (2012). Ilmu
Budaya Dasar Pengantar ke Arah
Ilmu
Sosial
Budaya
Dasar/ISBD/Social
Culture.
Bandung: PT Refika Aditama
Fatturahman. (2013). Konsep dan
Pengertian Sanggar Seni. Diakses
dari
http://www.academia.edu/
pada tanggal 15 April 2015, jam
03.54 WIB
Indramawan. (2014). Upaya
Melestarikan Budaya Bangsa.
Diakses
dari
http://iindramawan.blogspot.com/
2013/03/upaya-melestarikanbudaya-bangsa.html?m=1
pada
tanggal 26 Maret 2015, jam 01.15
WIB
Santrock,
J.W.
(2007).
Psikologi
Perkembangan. Edisi 11 Jilid 1.
Jakarta:
Erlangga
Hasnindar. (2013). Pengklaiman Budaya
Indonesia.
Diakses
dari
http://pengklaimanbudaya.blogsp
ot.com/2013/03/pengklaimanbudaya-indonesia-oleh.html pada
tanggal 15 April 2015, jam 01.13
WIB
Soerjono Soekanto. (2011). Pentingnya
Kebudayaan
Bagi
Manusia.
Diakses
dari
http://www.scribd.com
pada
tanggal 6 November 2014, jam
14.03 WIB
Jamal
Sudjana. (1992). Metode
Bandung: Tarsito
Lexy
Ma’mur
Asmani.
(2012).
Pendidikan Berbasis Keunggulan
Lokal. Yogyakarta: DIVA Press
Moleong. (2010). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Peraturan
Kementrian
Negara
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2011
(Tentang
Kebijakan/Pengembangan Kota
Layak Anak)
Rachmat Sentika DR, dr, Sp.A. (2007).
Peran Ilmu Kemanusiaan Dalam
Meningkatkan Mutu Manusia
Indonesia Melalui Perlindungan
Anak Dalam Rangka Mewujudkan
Anak Indonesia yang Sehat,
Statistika.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Suharsimi Arikunto. (2003). Manajemen
Penelitian. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
20
Upaya Pemberdayaan Seni .... (Elysabeth Ervina Rahayu)
Download