HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KEPUASAN PELAYANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BRAYAT MINULYA SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Sr. M. Chriscentine Tarsisia Rismiyati. NIM. ST 13064 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 ii SURAT PERNYATAAN Yang berrtanda tangan di bawah ini : Nama : Sr.M. Chriscentine Tarsisia Rismiyati. NIM : ST 13064 Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain. 2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan,dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain,kecuali arahan tim pembimbing dan masukan tim penguji. 3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan oranglain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini. Surakarta , Agustus 2015 Yang membuat pernyataan ( Sr. M. Chriscentine Tarsisia Rismiyati ) NIM. ST 13064 iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi persyaratan kurikulum dalam mencapai gelar Sarjana keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat hal yang kurang sempurna, sehubungan dengan keterbatasan penulis. Walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin, agar penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi institusi dan pembaca. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka penyelesaian penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Dra. Agnes Sri Harti M.S selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta 2. Wahyu Rima Agustin S.Kep.,Ns,,M.Kep. selaku Ketua Program Studi Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan pembimbing utama skripsi yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, hingga selesainya skripsi ini. 3. Wahyuningsih Safitri,S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Pembimbing Pendamping skripsi yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan hingga selesainya skripsi ini. 4. S. Dwi Sulisetyawati,S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen penguji skripsi. 5. Seluruh Jajaran Akademik STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah iv banyak membantu penulis baik dalam proses perkuliahan dan saat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Direksi Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, telah mengijinkan peneliti untuk uji validitas melalui kuesioner untuk penelitian dan teman-teman mahasiswa/i STIKes Kusuma Husada Surakarta dan bekerja di Rumah Sakit Panti Waluyo, yang membantu menperlancar uji validitas peneliti. 7. Direksi, direktorat keperawatan dan teman-teman perawat RS.Brayat Minulya Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi, bantuan moril maupun spirituil. 8. Semua pihak yang telah membantu dengan ikhlas dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan yang berkepentingan. Surakarta, Agustus 2015 Penulis v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... ii SURAT PERNYATAAN......................................................................................iii KATA PENGANTAR ...........................................................................................iv DAFTAR ISI……………………………………………………………………..vi DAFTAR TABEL……………………………………………………………….viii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….ix DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………...x ABSTRAK………………………………………………………………………..xi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………………..1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………5 1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………….5 1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………...6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Konsep Teori……………………………………………………………. .7 2.2.Keaslian Penelitian………………………………………………………………....40 2.3.Kerangka teori…………………………………………………………... 42 2.4.Kerangka konsep………………………………………………………... 43 2.5.Hipotesis………………………………………………………………….43 vi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ………..................................................44 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………………..44 3.3 Tempat dan waktu penelitian…………………………………………...46 3.4 Variabel, Definisi Operasional………………………………………….47 3.5 Alat Penelitian dan Teknik Pengumpulan data………………………....48 3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas…………………………………………...48 3.7 Analisis Data dan Tehnik Pengolahan Data……………………………..56 3.8.Etika Penelitian…………………………………………………............ 59 BAB IV HASIL PENELITIAN………………………………………………….61 BAB V PEMBAHASAN………………………………………………………...64 BAB VI PENUTUP…………………………………………………………... ..71 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL No.Tabel Judul Tabel Halaman 2.1. Keaslian Penelitian…………………………………………….40 3.1. Definisi Operasional…………………………………………...47 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan jenis Kelamin......................................................................................61 4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan usia……………62 4.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan…………………………………………………….62 4.4 Gambaran Komunikasi Terapeutik...........................................62 4.5 Kepuasan Pelayanan Pasien …………………………………..63 4.6 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien…………………………................................63 viii DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Judul Gambar 2.1 Kerangka Teori……………………………....42 2.2 Kerangka Konsep……………………………43 ix Halaman DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan 1 Permohonan menjadi responden 2 Persetujuan Menjadi Responden 3 Instrumen Penelitian 4 Jadwal penelitian 5 Lembar konsultasi 6 Pengajuan judul Skripsi 7 Lembar audience uji sidang proposal 8 Lembar Oponent uji sidang proposal 9 Hasil Penelitian 10 Hasil Uji Validitas 11 Surat ijin Penelitian 12 Surat Studi Pendahuluan 13 Surat ijin uji validitas 14 Surat balasan uji validitas 15 Surat balasan tempat penelitian x PROGRAM STUDI TRANSFER S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Sr. M. Chriscentine Tarsisia Rismiyati. HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KEPUASAN PELAYANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BRAYAT MINULYA SURAKARTA ABSTRAK Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar antara perawat dan pasien, kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap. Penelitian ini menggunakan rancangan study analitik korelasi dengan pengambilan purposive sampling yaitu pengambilan populasi berdasarkan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, meliputi 4 ruang rawat inap, pengambilan 59 sampel responden atau 1%. Hasil penelitian didapatkan: 59,32% atau 35 responden telah melakukan komunikasi terapeutik dengan baik, 23 responden yang dengan hasil 38,98 % mendapatkan nilai sedang dalam melakukan komunikasi terapeutik. Responden yang melakukan komunikasi terapeutik tidak baik ada 1 dengan nilai 1 atau 1,69 % sedangkan kepuasan pelayanan pasien dari 59 responden, dengan hasil hasil, 40,67 % atau sebanyak 24 pasien yang sangat puas, sedangkan sebanyak 59,32 % atau 35 pasien puas, dan yang cukup puas dengan hasil 0 atau 0%. Kesimpulan dalam penelitian ini, ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta, P value 0,005 % Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik, Kepuasan pasien Daftar pustaka : 31 (2005-2015) xi BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Sr. M. Chriscentine Tarsisia Rismiyati. Correlation between Nurses’ Therapeutic Communication and Hospitalized Patients’ Service Satisfaction at Brayat Minulya Hospital of Surakarta ABSTRACT Therapeutic communication is a consciously planned communication between a nurse and a patient. Its activity is centered for the recovery of the patient. The objective of this research is to analyze how far the correlation between the nurses’ therapeutic communication and the patients’ service satisfaction in the nursing care at the Inpatient Rooms of Brayat Minulya Hospital of Surakarta. This research used the analytical correlational method. The samples of research were taken by using the purposive sampling technique. They consisted of 59 patients (1%) of the total number of population from four inpatient rooms. The result of research shows that 35 (59.32%) of the respondents did therapeutic communication well. 23 respondents (38.98 %) had a moderate score in conducting the therapeutic communication. Only 1 respondent (1.69%) did not do the therapeutic communication well and had the score of 1. In addition in term of patients’ service satisfaction, of 59 respondents, 24 patients (40.67%) were very satisfied, 35 patients (59.32%) were satisfied. Thus, there was a correlation between the nurses’ therapeutic communication and the patients’ service satisfaction in the nursing care at the Inpatient Rooms of Brayat Minulya Hospital of Surakarta as indicated the p-value = 0.005% Keywords: Therapeutic communication, patients’ satisfaction References: 31 (2005-2015) xii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, dikenal karena kompleksitasnya yang ada, baik segi pelayanan, keuangan, kinerja serta pemasarannya. Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan jasa terbaik kepada pasien selaku pengguna jasa Rumah Sakit. Pelayanan jasa Rumah Sakit selalu terkait dengan profesionalisme, teknologi dan hubungan pasien dengan pelaksana pelayanan medis, misalnya: dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya dengan tujuan untuk kesembuhan dan kepuasan pasien. Pelayanan medis sebagian besar merupakan pelayanan yang bersifat cure dan ditujukan kepada pasien saja, tetapi pelayanan keperawatan bersifat care dan ditujukan kepada individu, keluarga, serta masyarakat, baik yang sehat maupun sakit (Praptianingsih, 2006). Perawat merupakan profesi yang difokuskan pada perawatan individu keluarga dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati (Aripuddin, 2014). Perry dan Potter (2005) menjelaskan bahwa 80% kesembuhan dan kepuasan pasien ditentukan dari keberhasilan perawat dalam memberikan perawatan secara medis, baik fisik maupun psikis. Oleh karena itu, Rumah Sakit harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu kepada pelanggannya (pasien). Salah satu hal yang dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama yang baik dengan pasien dalam membantu memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, maupun dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka membantu mengatasi masalah berkomunikasi pasien perawat adalah dapat dengan berkomunikasi. mendengarkan perasaan Dengan pasien dan menjelaskan prosedur tindakan keperawatan (Mundakir, 2013). Hubungan saling memberi dan menerima antara perawat dan pasien dalam pelayanan keperawatan disebut sebagai komunikasi terapeutik perawat yang merupakan komunikasi profesional perawat (Purwaningsih W dan Karlina I, 2012). Komunikasi terapeutik diterapkan oleh perawat dalam berhubungan dengan pasien untuk meningkatkan rasa saling percaya, dan apabila tidak diterapkan akan mengganggu hubungan terapeutik yang berdampak pada ketidakpuasan pasien. Pasien akan merasa puas ketika kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasaan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya (Pohan, 2007). Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik (menyembuhkan) tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan pasien, mencegah terjadinya masalah illegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra Rumah Sakit. Komunikasi sangat penting karena 2 sebagai sarana untuk koordinasi dan bekerjasama dalam mencapai tujuan. Komunikasi yang sering terjadi di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta sekarang, masih kurang efektif dan kurang terapeutik, sehingga sering terjadi kesalahpahaman antara perawat dengan pasien maupun keluarga pasien. Rumah Sakit Brayat Minulya berusaha meningkatkan mutu pelayanan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Rumah Sakit Brayat Minulya, adalah: Rumah Sakit Swasta yang bertempat di Jalan Setiabudi 106 Surakarta, yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan menyediakan Rawat Inap, Rawat Jalan dan Pelayanan Gawat Darurat dan pelayanan medis lainnya.Dalam menciptakan suasana yang memuaskan terhadap masyarakat, maka perlu adanya penelitian yang berkelanjutan, untuk meningkatkan komunikasi terapeutik khususnya di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta. Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta berusaha secara terus menerus memberikan motivasi setiap hari sebelum dinas dan pertemuan setiap bulan sekali yang dikoordinir oleh komite etika dan profesi terhadap karyawan-karyawati khususnya perawat untuk membangun komunikasi yang bersifat menyembuhkan kepada masyarakat yang sakit. Fenomena perawat Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta dalam berkomunikasi dengan pasien, kadang-kadang menyebabkan pesan yang disampaikan tidak mencapai hasil seperti yang diharapkan oleh para pasien seperti berbicara kasar dan kurang sabar dalam melayani. 3 Peneliti mengamati 10 perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta, dalam melakukan pengukuran tanda-tanda vital, misalnya: tidak menanyakan identidasnya terlebih dahulu, tetapi langsung menarik tangan pasien dan melakukan pengukuran tekanan darah, mengukur suhu dan menghitung nadi pasien, serta tidak memberikan penjelasan prosedur yang akan dilakukan, sehingga pasien merasa tidak dimanusiakan tetapi merasa bahwa pelayanan perawat kurang memuaskan pasien, sehingga menimbulkan komplin dari pasien yang Rawat Inap. Selain itu sebagian perawat dalam merawat pasien yang tidak sadar, kurang memperlakukan seperti pasien yang sadar, sehingga berbicara menyinggung perasaan pasien, atau bahkan membicarakan kejelekan teman lain, padahal pasien tidak sadar dapat mendengar semua pembicaraan perawat. Hal ini perawat kurang mempraktekkan komunikasi yang bersifat menyembuhkan (terapeutik). Padahal sebagian kesembuhan pasien berasal dari komunikasi yang bersifat terapeutik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ” Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta”, sehingga masalah yang dihadapi Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta mengenai kurangnya komunikasi terapeutik perawat dalam pelayanan pasien teratasi dan Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta menjadi tempat membuat para pasiennyaman, homey ( suasana rumah yang nyaman bagipara pengunjungnya) dan menjadi Rumah Sakit unggulan di kota Surakarta dalam pelayanan yang memuaskan 4 karena komunikasi terapeutik perawat dalam pelayanan terhadap pasien mendapatkan prioritas utama mengalami kesalah pahaman, sehingga menyebabkan pesan yang disampaikan tidak mencapai hasil seperti yang diharapkan. 1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta? 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum. Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik dengan kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta. 1.3.2. Tujuan Khusus. 1. Mengidentifikasi karakteristik responden menurut umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan 2. Mengidentifikasi komunikasi terapeutik perawat 3. Mengidentifikasi kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap. 4. Mengidentifikasi hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap. 5 1.4. MANFAAT PENELITIAN 5. Bagi Rumah Sakit Memberikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan profesional.di ruang rawat inap. 6. Bagi Perawat Menyadarkan perawat tentang pentingnya komunikasi terapeutik dengan pelayanan pasien rawat inap, serta mempraktekkannya secara praktis dalam keperawatan setiap hari, sehingga membantu kesembuhan pasien rawat inap. 7. Bagi Peneliti selanjutnya. Sebagai bahan acuan atau referensi bagi peneliti selanjutnya yang mengkaji tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien rawat inap di Rumah Sakit. 8. Bagi peneliti Menambah pengetahuan tentang penelitian hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Teori 2.1.1 Kepuasan Pelanggan 1. Pengertian Kepuasan pelanggan merupakan salah satu tujuan perusahaan saat ini. Begitu pula dengan rumah sakit, karena jasa merupakan kegiatan yang mengandalkan kemampuan sumber daya manusia, maka pelayanan yang diberikan oleh karyawan akan mempengaruhi pelanggan dalam menentukan pilihan pada rumah sakit manakah mereka akan bekerja sama. Untuk mengantisipasi persaingan yang semakin besar pada rumah sakit, maka rumah sakit harus mampu memberikan pelayanan yang dapat tidak hanya memenuhi namun melebihi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah pengelolaan terhadap kualitas pelayanan yang ditawarkan untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Pelanggan memiliki kebebasan untuk menilai apakah jasa yang ditawarkan rumah sakit memberikan kepuasan sesuai yang mereka inginkan atau tidak. Apabila pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan tidak memuaskan, maka dikhawatirkan pelanggan akan menceritakan kepada orang lain, sehingga hal itu akan berdampak 7 buruk bagi perkembangan rumah sakit. Begitu pula sebaliknya bila pelayanan yang dirasakan pelanggan memuaskan sesuai atau bahkan dapat melebihi yang mereka harapkan, maka akan menguntungkan rumah sakit, karena biaya promosi dapat dikurangi. Untuk memenangkan persaingan dengan rumah sakit lain dalam memenuhi kepuasan pelanggan diperlukan pelayanan tambahan yang akan memberikan nilai lebih atas jasa inti yang tawarkan. Rumah Sakit yang bersifat people based service, mengandalkan kemampuan dan keterampilan manusia, perusahaan jasa kesehatan harus memperhatikan fasilitas yang turut mempengaruhi penilaian pelanggan terhadap kualitas jasa yang dimiliki perusahaan penyedia jasa. 2. Kepuasan pelanggan adalah tingkat kesesuaian antara produk dan/atau jasa pelayanan yang diinginkan dengan kenyataan yang diterima. Tingkat kesesuaian tersebut adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh konsumen berdasarkan pada pengetahuan dan pengalamannya. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh kualitas jasa yang dikehendaki sehingga jaminan kualitas menjadi prioritas utama dan dijadikan tolok ukur keunggulan daya saing perusahaan. Untuk memperoleh gambaran tentang kepuasan konsumen, maka perlu diketahui arti kualitas pelayanan. (Supranto, 2006) Kualitas pelayanan adalah sesuatu yang komplek terdiri dari lima unsur, yaitu fisik /wujud (Tangible), Kehandalan (Reliabilitas), 8 Tanggapan (Responsiveness), Kepastian (Assurance) dan Empati (Empathy). Buruknya kualitas jasa yang diberikan penyedia jasa kepada pelanggan telah disadari mengakibatkan banyaknya kerugian yang dialami oleh perusahaan. Mereka yang kecewa tidak hanya meninggalkan jasalayanan, tetapi juga akan menceritakan keburukan jasa yang diterima kepada orang lain. Setiap organisasi selalu berusaha untuk mencapai tujuannya, sehingga, mereka harus berkonsentrasi pada beberapa aspek. Salah satunya adalah sumber daya manusia (SDM) organisasi yang dipandang sebagai sumber penting. Organisasi diharapkan untuk selalu menjaga tenaga kerja yang terlatih engan baik dan efektif (Nimalathasan,2012). Setiap organisasi selalu untuk mencapai tujuannya, sehingga, mereka harus berkonsentrasi pada beberapa aspek. Kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan kualitas, dimana akan berdampak langsung pada prestasi produk. Jika dikaitkan dengan industri jasa, seperti rumah sakit (RS), maka yang dimaksud dengan produk adalah pelayanan berupa barang atau jasa perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya. Oleh karena itu, sebuah perusahaan tidak cukup hanya mengejar kepuasan pelanggan. Perusahaan harus mencari dan menciptakan pelanggan baru serta tetap mempertahankan pelanggan-pelanggan setia yang sudah ada. (Supranto,2006). 9 Memberikan pelayanan-pelayanan unggul merupakan sebuah strategi yang menang karena menghasilkan lebih banyak pelanggan baru, lebih sedikit kehilangan pelanggan, lebih banyak penyekatan dari persaingan harga dan lebih sedikit kesalahan yangmembutuhkan kinerja pelayanan. Pelayanan merupakan komponen nilai pokok yang menggerakan setiap perusahaan untuk sukses. Pelayanan merupakan komponen nilai pokok yang menggerakan setiap perusahaan untuk sukses. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh dan mempertahankan kepuasan pelanggan adalah dengan mempertahankan sekaligus meningkatkan kinerja karyawan. Mempertahankan sekaligus meningkatkan kinerja karyawan agar tetap baik merupakan pekerjaan yang sulit dilakukan oleh perusahaan jasa. Hal ini terjadi karena yang mereka jual adalah jasa/pelayanan kepada pelanggan. Jika pelanggan tidak merasa terpuaskan, dapat menandakan terjadinya penurunan kinerja karyawan. Kinerja karyawan diperlukan agar mutu pelayanan kepada pelanggan tetap tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, menurut (Ellitan dalam Marianah,2012). Memperoleh kesimpulan bahwa kinerja karyawan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik kinerja karyawan, maka konsumen akan semakin terpuaskan. Pelanggan akan menyatakan puas, jika perusahaan yang diwakili karyawan mereka mampu memberikan kinerja layanan sesuai 10 dengan harapan konsumen. Hal ini akan menyebabkan konsumen melakukan pembelian ulang atas jasa yang ditawarkan perusahaan. Jadi, kepuasan pelanggan akan terbentuk jika karyawan berkinerja tinggi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, (Tranggono,2008). Karyawan yang berinteraksi dengan konsumen/pelanggan berada dalam posisi untuk membangunkesadaran dan respon kepada tujuan dan kebutuhan konsumen/pelanggan. Memberi kepuasan kepada karyawan memiliki energi yang tinggi dan kemauan bagi mereka untuk memberikan pelayanan yang baik, sehingga mereka akan memberikan pandangan yang positif tentang barang/jasa yang tersedia. Karyawan yang merasa terpuaskan akan memiliki sumber emosional yang cukup untuk menunjukkan empati, pengertian, respek, dan perhatian kepada pelanggan,(Bulgarella,2005). Karyawan yang puas akan mampu meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Hal ini terjadi karena dalam organisasi jasa, kesetiaan dan ketidaksetiaan pelanggan sangat tergantung pada cara karyawan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang puas lebih ramah,ceria, responsif-yang dihargai pelanggan. Karyawan yang puas memiliki kemungkinan kecil untuk mengundurkan diri, sehingga pelanggan lebih sering menjumpai wajah-wajah akrab dan menerima layanan yang berpengalaman. Ciri-ciri tersebut membangun kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Berdasarkan hal 11 tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja memiliki arti penting bagi Karyawan maupun perusahaan, khususnya demi terciptanya keadaan positif di lingkungan kerja, (Robbins,2006). Dampak kepuasan kerja pada kinerja karyawan. Karyawan yang merasa puas akan pekerjaannya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk membicarakan hal-hal positif tentang organisasinya, membantu yang lain, dan berbuat kinerja pekerjaan mereka melampaui perkiraan normal, (Robbins,2006). 2.1.2 Hal – hal yang perlu diperhatikan. 1. Peralatan, meliputi bangunan, dan peralatan pendukung operasional yang mendukung pelayanan. 2. Keunggulan pelayanan meliputi pelayanan yang terintegrasi yang ditujukan untuk memberikan kemudahan, ketepatan, efisiensi keamanan dan kecepatan pelayanan. 3. Kehandalan karyawan, khususnya karyawan operasional yang terlibat langsung dengan pelanggan, maupun karyawan back office dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan (Robbins,2006). Setiap pelayanan yang diberikan kepada pelanggan, perlu dievaluasi dengan mengukur tingkat kualitas pelayanan yang telah diberikan rumah sakit kepada pelanggan, agar dapat diketahui sejauh mana kualitas pelayanan yang telah diberikan 12 mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan salah satu tujuan yang paling penting dalam dunia industri saat ini. Orientasi perusahaan telah bergeser dari market oriented (orientasi pasar) kepada satisfaction oriented (orientasi pada kepuasan pelanggan). Sebagai salah satu faktor penentu kelangsungan hidup perusahaan adalah terpenuhinya kepuasan pelanggan, karena pelanggan yang puas dengan pelayanan yang diberikan perusahaan maka pelanggan akan merekomendasikan orang lain untuk menggunakan jasa perusahaan yang memberikan kepuasan terhadap kebutuhannya. Kepuasan konsumen dianggap sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Kepuasan konsumen merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan. Kepuasan pelanggan menurut (Tse & Wilton yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra,2005), adalah : 4. Respon konsumen pada evaluasi persepsi terhadap perbedaan antara ekspektasi awal atau standar kinerja tertentu dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah konsumsi produk. 13 5. Pendapat lain mengenai kepuasan pelanggan menurut Oliver yang dikutip oleh (Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra 2005), adalah: penilaian bahwa fitur produk atau jasa, atau produk/jasa itu sendiri memberikan tingkat pemenuhan berkaitan dengan konsumsi yang menyenangkan, termasuk tingkat under-fulfillment dan overfulfillment. Pelanggan atau konsumen yang secara kontinu dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk menggunakan produk atau jasa dapat dikatakan bahwa mereka merasa puas akan produk atau jasa yang telah diberikan oleh perusahaan. Adanya perasaan yang lebih yang dirasakan ketika sesuatu hasrat atau keinginan yang diharapkannya tercapai. Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. 2.1.3. Faktor Pendorong Terhadap Kepuasan Pelanggan Faktor-faktor pendorong kepuasan kepada pelanggan dalam (Handi Irawan,2007). 1. Kualitas Produk Pelanggan akan merasa puas setelah membeli dan menggunakan produk tersebut yang memiliki kualitas produk baik. 14 2. Harga Biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting. Akan tetapi biasanya faktor harga bukan menjadi jaminan suatu produk memiliki kualitas yang baik. 6. Kualitas Jasa Pelanggan merasa puas apabila mereka memperoleh jasa yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan dari pegawai maupun karyawan perusahaan. 7. Emotional factor Kepuasannya bukan karena kualitas produk, tetapi harga diri atau nilai sosial yang menjadikan pelanggan puas terhadap merek produk tertentu. 8. Biaya atau kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa. Kenyamanan dan efisien dalam mendapatkan suatu produk atau jasa serta mudah mendapatkan jasa produk memberikan nilai tersendiri bagi kepuasan pelanggan. 2.1.4. Pengukuran Kepuasan Pelanggan Terdapat empat metode pengukuran kepuasan konsumen, yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran Perusahaan harus memberi kesempatan pelanggan untuk menyampaikan saran, pendapat, kepada kritik, dan keluhan mereka melalui surat, kartu, maupun saluran bebas pulsa. 15 Dengan metode ini maka perisahaan akan memperoleh informasi dan dapat menjadi masukan bagi perusahaan, sehingga perusahaan dapat memperoleh langkah dengan cepat untuk bereaksi dan mengatasi permasalahan yang ada. 2. Ghost shopping Metode ini dilakukan dengan cara mengutus seseorang untuk menjadi pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan pesaing, kemudian mereka mengamati cara kerja perusahaan tersebut dalam hal pelayanan permintaan, penanganan keluhan, dan sebagainya, kemudian melaporkannya. 3. Lost customer analysis Metode ini dilakukan dengan cara menghubungi pelanggan yang telah berhenti nmembeli atau pindah ke perusahaan lain. Hal ini dilakukan untuk mengetahui alasan mereka sehingga perusahaan dapat mengambil langkah untuk menyempurnakan produk atau jasa yang diberikan dan memperbaiki kebijakankebijakannya. 4. Survei kepuasan pelanggan Penelitian terhadap kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan survei, baik melalui telepon atau wawancara langsung. Dengan metode ini perusahaan akan memperoleh informasi, tanggapan, dan umpan balik secara langsung dari konsumen. 16 Metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen adalah metode survei terhadap kepuasan konsumen. Pengukuran kepuasan konsumen dengan metode survei ini relative mudah untuk dilakukan dan hasil yang didapatkan langsung dari konsumen. Metode ini banyak digunakan terutama pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa untuk tugas akhir (Kotler dalam Fandy Tjiptono,2006), 2.2. Komunikasi 2.2.1. Definisi Komunikasi Komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia, yang dinyatakan adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurannya. Menurut Carl I. Hovland dalam Fajar,(2009), Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus berhubungan dengan pasien dan keluarganya sejak kelahiran sampai kematian. Oleh karena itu, dibutuhkan pembentukan komunikasi terapeutik. Perawat berkomunikasi dengan orang lain yang mengalami tekanan, yaitu: pasien, keluarga, dan teman sejawat, Potter dan Perry, (2010). Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan dapat dibuktikan bahwa dalam berkomunikasi komunikator memilih waktu yang tepat untuk suasana pesan, 17 bahasa yang dipergunakan agar pesan dapat dimengerti, sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif, jenis kelompok di mana komunikasi akan dilaksanakan. 2.2.2. Unsur-Unsur Komunikasi Berikut ini adalah beberapa hal yang menjadi unsur atau elemen dari sebuah komunikasi, antara lain: 1. Referen Sesuatu yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan pihak lain. Pada lingkungan pelayanan kesehatan, yang akan menginisiasi komunikasi adalah penglihatan, suara, bau, jadual, pesan, objek emosi, sensasi, persepsi, ide, dan petunjuk lainnya. Perawat yang memahami jenis stimulus yang mengawali komunikasi akan mampu membangun dan menyusun pesan secara lebih efisien dan menerima maknanya dengan lebih baik (Potter dan Perry, 2010). 2. Pengirim dan Penerima Pengirim adalah pihak yang metode dan menyampaikan pesan, sedangkan penerima adalah pihak yang menerima dan menguraikan kode pesan. Pengirim menempatkan ide atau perasaan kedalam bentuk yang dapat ditransmisikan dan bertanggung jawab atas ketepatan isi dan emosi pesan tersebut. Pengirim dan penerima merupakan peran yang 18 fleksibel dan berubah dengan adanya interaksi kedua pihak, terkadang peroses pengiriman dan penerimaan dapat berjalan bersamaan ( Potter dan Perry,2010). 3. Pesan (Message) Isi dari komunikasi. Pesan mengandung bahasa verbal, non verbal, dan simbolik. Persepsi pribadi terkadang dapat mengubah interpretasi penerima. Dua orang perawat dapat menyampaikan informasi yang sama dengan pesan yang berbeda karena perbedaan gaya komunikasi. Dua individu akan memahami pesan yang sama secara berbeda. Clien mengirimkan pesan yang efektif dengan mengemukakan secara jelas dan dengan cara yang dikenal oleh penerima. Perawat menentukan adanya kebutuhan klarifikasi dengan melihat petunjuk nonverbal dari pendengar yang memperlihatkan kebingungan/kesalahpahaman ( Potter dan Perry, 2010 ). 4. Media (Channels) Merupakan alat penyampaian dan penerimaan pesan melalui indra penglihatan, pendengaran, dan taktil. Ekspresi wajah akan mengirimkan pesan visual, kata-kata memasuki saluran pendengaran, dan sentuhan menggunakan saluran taktil. Individu akan memahami suatu pesan dengan lebih 19 baik jika pengirim menggunakan berbagai media, ( Potter dan Perry, 2010) 5. Umpan balik Merupakan pesan yang di kembalikan oleh penerima. Unsur ini menunjukan bahwa penerima telah mengerti arti dari pesan pengirim. Pengirim harus mencari umpan balik verbal dan non verbal untuk memastikan terjadinya komunikasi yang baik. Agar efektif, pengirim dan penerima harus sensitif dan terbuka terhadap masing-masing pesan, mengklarifikasi pesan, dan memodifikasi perilaku. Dalam hubungan sosial, kedua pihak memiliki tanggung jawab yang sama untuk mencari keterbukaan dan kilarifikasi, tetapi perawat memiliki tanggung jawab utama dalam hubungan perawat-klien. 2.2.3 Jenis-Jenis Komunikasi Komunikasi yang umum digunakan antara lain adalah komunikasi verbal, komunikasi non verbal, komunikasi simbolik, dan metakomunikasi. 1. Komunikasi Verbal Komunikasi verbal menggunakan kata yang ditulis ataupun diucapkan. Bahasa verbal merupakan kode yang menyampaikan arti spesifik melalui kombinasi kata. Aspek 20 terpenting dalam komunikasi lisan antara lain (Potter dan Perry,2010) 2. Perbendaharaan Kata Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim dan penerima tidak dapat menerjemahkan kata dan frase yang digunakan. 3. Makna Denotatif dan Konotatif Arti konotatif adalah makna berbeda yang timbul oleh pengaruh pikiran, perasaan ataupun ide terhadap suatu kata. 4. Kecepatan Percakapan akan berhasil apabila kecepatan dalam pengucapan kata-kata yang digunakan sesuai dengan ritme ucapan tersebut. 5. Intonasi Intonasi suara klien, akan menggambarkan informasi tentang keadaan kesehatannya dan tingkat energinya. 6. Kejelasan dan Ringkasan Komunikasi yang efektif bersifat sederhana, singkat, dan langsung. Semakin sedikit kata yang dikandung, maka semaikn mudah untuk dimengerti. 7. Waktu dan Kesesuaian Dalam melakukan komunikasi, perhatikanlah situasi dan kondisi yang sedang terjadi disekeliling kita dan lawan bicara. 21 8. Komunikasi Nonverbal Komunikasi yang mencakup seluruh indra dan semua hal yang tidak melibatkan kata tertulis (Potter dan Perry,2010). 2.2.4. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan komunikasi (Potter dan Perry,2010) : 1. Penampilan Pribadi Faktor ini mengomunikasikan kesejahteraan fisik, kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya, dan konsep diri. 2. Postur dan Gaya Berjalan Postur dan gaya berjalan menunjukkan ekspresi diri. Dan gerakan menunjukkan sikap, emosi, konsep diri, dan kesehatan. 3. Ekspresi Wajah Wajah adalah bagian tubuh yang paling ekspresif. Seorang perawat harus mampu menghindari ekspresi rasa terkejut, jijik, tidak senang, atau reaksi buruk lainnya didepan klien. 4. Kontak Mata Individu dikatakan siap untuk melakukan percakapan, dilihat melalui kontak matanya. Kontak mata merupakan contoh sikap penghargaan dan kesediaan untuk mendengarkan. 22 5. Gerakan Tubuh Semua yang dikatakan akan dipertegas dengan beberapa gerakan tubuh, dan gerakan tubuh itu sendiri sudah memiliki makna 6. Suara Suara desahan, erangan, atau isakan juga mengomunikasikan sebuah perasaan atau pikiran. Dan juga suara akan membantu untuk memperjelas suatu pesan yang dikirim. 7. Komunikasi Simbolik Sebuah komunikasi yang membutuhkan symbol-simbol lisan dan nonverbal yang digunakan pihak lain untuk menyampaikan arti, misalnya adalah seni dan musik. 8. Metakomunikasi Metakomunikasi: adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sikaphubungan antara yang berbicara yaitu pengirim kepada pendengar (Djuhdie,2012). 2.2.5 Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani,2005) 1. Kredibilitas Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau komunikator. Kredibilitas komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena hal 23 ini mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran atau komunikasi terhadap pesan yang disampaikan. 2. Isi pesan Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran. Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran. 3. Kesesuaian dengan kepentingan sasaran Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada pesan. Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran. 4. Kejelasan Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi. 5. Kesinambungan dan konsistensi Kesinambungan dan konsistensi consistency) terdapat pada pesan. (continuity and Pesan yang akan disampaikan harus konsistensi dan berkesinambungan. 6. Saluran Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan harus disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan. 24 7. Kapabilitas sasaran Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan. Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan kemampuan sasaran dalam menerima pesan. 2.3 Komunikasi Terapeutik 2.3.1 Definisi Komunikasi Terapeutik: Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang direncanakan secara sadar, mempunyai tujuan dan berpusat pada kesembuhan pasien (Supriyanto dan Ernawati,2010). Komunikasi interpersonal sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk memberikan stimuli sebagai daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi interpersonal berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Perawat yang memiliki ketrampilan komunikasi secara terapeutik akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan pasien, lebih mudah mencegah munculnya masalah legal, mampu memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, serta mampu meningkatkan citra profesi pelayanan keperawatan dan Rumah Sakit 25 (Wulan dan Hastuti,2011). Komunikasi terapeutik sebagai kegiatan bertukar informasi antara perawat dan pasien yang dilakukan secara sadar dalam rangka proses kesembuhan. Kegiatan yang dilakukan oleh perawat adalah mencari keluhan yang dirasakan oleh pasien dan mengevaluasi kegiatan pasien yang dirasakan agar dapat dijadikan pegangan perawat dalam bertindak melakukan tindakan keperawatan (Nasir dan Muhith,2011). 2.3.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik berbeda dengan komunikasi sosial yang terjadi sehari-hari. Komunikasi terapeutik ditandai dengan terjadinya komunikasi antara dokter, atau perawat dan pasien, sifat komunikasi lebih akrab karena bertujuan dan berfokus pada pasien yang membutuhkan bantua, tempat terjadinya di Rumah Saki, puskesmas, poliklinik dan tempat praktek pribadi, serta direncanakan untuk mempercepat proses penyembuhan dan kepuasan pasien. Tujuan terapi menurut (Supriyanto dan Enawaty,2010) diantaranya: 1. Membantu pasien dalam memperbaiki dan mengendalikan emosi, sehingga dapat membantu mempercepat penyembuhan dari upaya medis pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan, serta diharapkan dapat mengambil tindakan mengubah situasi yang ada apabila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan. 26 2. Membantu mengurangi keraguan, membantu dalam mengambil tindakan efektif dan mempertahankan kekuatan ego pasien. 3. Menciptakan komunikasi terapeutik yang dapat memberikan pelayanan prima, sehingga kepuasan dan keseimbangan pasien dapat tercapai. 4. Menciptakan komunikasi yang menghasilkan kepuasan semua pihak yang terlibat yaitu: dokter, perawat dan pasien. 2.3.3 Prinsip Komunikasi Terapeutik. Prinsip-prinsip yang terkandung pada komunikasi terapeutik antara lain (Suryani,2005): 1. Kejujuran (trustworthy) Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Pasien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya. 2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pasien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan pasien menjadi bingung. 27 3. Bersikap positif Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap pasien. Roger me nyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif. 4. Empati bukan simpati Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan pasien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh pasien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi pasien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan pasiennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi pasien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya. 5. Mampu melihat permasalahan pasien dari kacamata pasien. Memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada pasien, Suryani,(2005). Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah pasien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang pasien. Untuk itu perawat harus menggunakan tehnik active listening dan kesabaran 28 dalam mendengarkan ungkapan pasien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan pasien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah pasien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak pasien. 6. Menerima pasien apa adanya Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik pasien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya. 7. Sensitif terhadap perasaan pasien Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan pasien. 8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu pasien ataupun diri perawat sendiri. Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu pasien, jika ia 29 sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya. 2.3.4 Unsur-unsur komunikasi terapeutik Unsur yang terkandung dalam komunikasi terapeutik antara lain (Poter dan Perry,2010): 1. Keramahan Keramahan merupakan bagian dari komunikasi terapeutik. Keramahan diberikan untuk memberikan kesan pertama yang menarik hati lawan bicara kita. 2. Pengguna nama Pengenalan diri merupakan hal yang penting agar tidak menimbulkan keraguan, memanggil pasien dengan nama akan meunjukkan penghargaan diri terhadap pasien itu sendiri. 3. Dapat.dipercaya Orang yang dapat dipercaya adalah: orang yang membantu orang lain tidak akan memberikan keraguan orang yang dibantunya. Untuk itu seorang perawat harus menunjukkan kehangatan, konsistensi, reliabilitas, kejujuran, kompetensi dan rasa hormat. Otonomi dan tanggung jawab seorang perawat harus mampu membuat pilihan sendiri dan berani untuk mempertanggung jawabkan atas pilihan atau keputusan yang diberikan. 30 4. Asertif Komunikasi asertif memungkinkan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran tanpa menuduh/melukai orang lain(Gromer,2005), sikap asertif akan memberikan kepercyaan diri sekaligus penghormatan terhadap orang lain. 2.3. 5 Tehnik-tehnik Komunikasi Terapeutik 1. Bertanya Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap orientasi. 1. Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif terhadap pikiran dan berhubungan perasaan dengan serta secara langsung masalah pasien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap pasien (Gerald, D dalam Suryani,2005). 31 2. Pertanyaan terbuka dan tertutup Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari pasien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong pasien mengekspresikan dirinya (AntaiOtong dalam Suryani,2005). Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang singkat. 3. Inapropriate quantity question Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah pertanyaan, yang mengakibatkan pasien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak pertanyaan merupakan tindakan yang tidak tepat karena menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L dalam Suryani,2005). 4. Inapropriate quality question Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada pasien dan biasanya dimulai dengan kata“why”(mengapa). Why question ini dipertimbangkan tidak tepat karena : 1. Terkesan menginterogasi, sehingga pasien merasa seolah-olah diintimidasi (Sturat, G.W dalam Suryani, 32 2005). Hal ini bisa menghambat keterbukaan pasien terhadap perawat. 2. Tidak akan dapat menggali perasaan pasien yang sebenarnya karena why question mengiring pasien untuk menjawab secara rasional atau mengemukakan alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D dalam Suryani, 2005). 3. Mendengarkan Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani,2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S dalam Suryani,2005). 3. Mengulang Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan pasien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan pasien. Restarting (pengulangan) merupakan suatu mendukung listening (Suryani,2005). 33 strategi yang 4. Klarifikasi Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran pasien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani,2005). Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan pasien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam Suryani,2005). Apabila menginterpretasikan pembicaraan penilaiannya berdasarkan akan perawat pasien, pandangan maka dan perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan pasien sangat penting dalam memahami pasien. 5. Refleksi Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada pasien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan pasien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap pasien (Antai-Otong dalam Suryani,2005). 34 6. Memfokuskan Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada pasien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani,2005). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika pasien menyampaikan masalah penting (Suryani,2005). 7. Diam Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani,2005). Tehnik ini memberikan waktu pada pasien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga memungkinkan pasien untuk berkomunikasi dengan 35 dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus mengambil keputusan (Suryani, 2005). 8. Memberi Informasi Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan kesehatan pasien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada pasien tentang aspekaspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada pasien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi pasien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani,2005). 9. Menyimpulkan Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani,2005). 36 Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani,2005) 1. Memfokuskan pada topik yang relevan. 2.Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi. 3.Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya. 4. Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan atau koreksi terhadap informasi sebelumnya. 10. Mengubah Cara Pandang Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga pasien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani,2005). Tehnik ini sangat bermanfaan terutama ketika pasien berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika pasien mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan “sebenarnya apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”. Reframing akan membuat pasien mampu melihat apa yang 37 dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam Suryani,2005) sehingga memungkinkan pasien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. 11.Eksplorasi Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani,2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami pasien. 12. Membagi Persepsi Membagi persepsi (sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respos verbal dan respons nonverbal pasien Suryani,(2005). 13. Mengidentifikasi Tema Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan pasien dan harus mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali 38 masalah penting (Stuart & adeen dalam Suryani,2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan pasien. 14. Humor Suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi Suryani,(2005). Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan : 1.Pada saat pasien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin bisa menurunkan kecemasan pasien. 2.Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya pasien. 3.Membantu pasien mengatasi masalah lebih efektif. 15. Memberikan Pujian Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi 39 dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku pasien (Gerald, D dalam Suryani,2005). 2.4 KEASLIAN PENELITIAN No Peneliti Judul Penelitian Metoda Hasil Penelitian 1. Peni Eliyani, 2011 Komunikasi Antar Pribadi dan Peningkatan Kualitas Kerja Karyawan (Studi Deskriptif Peranan Komunikasi Antar Pribadi Team Leader pada PT. Infomedia Medan terhadap Peningkatan Kualitas Kerja Caroline Officer) Deskripsi PT. Infomedia terhadap peningkatan kinerja Caroline Officer harus membina hubungan baik dan jangan terjadi jurang pemisah (GAP) dan seorang Caroline Officer harus memberikan informasi terbaru dari produk telkomsel. 2. Fitri Anggraini, 2013 Hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam tindakan keperawatan dengan tingkat kepuasan klien di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulon Progo-Yogyakarta cross sectional. desain penelitian non eksperimen dan menggunakan analisis data penelitian kuantitatif. Ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam tindakan keperawatan dengan kepuasan klien di ruang rawat inap RSUD Wates, Progo, Kulon Yogyakarta 40 3 Anis Mufarida, 2011 Pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat Terhadap tingkat kepuasan pasien penelitian kuantitatif. Sampel diambil dengan menggunakan (studi kasus pada Quota pasien rawat Inap Sampling. Kelas 3 RSD dr. Data yang diperoleh Soebandi Jember) kemudian dianalisis dengan menggunakan uji analisis multivariabel yaitu regresi logistik dengan SPSS 4. Rizky Hubungan Hardhiyani,2013 komunikasi therapeutic perawat 41 Kuantitatif korelasional, tehnik Pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada fase orientasi dengan persentase 61,90% adalah cukup, pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada fase kerja dengan Persentase 61,90% adalah kurang, dan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada fase terminasi dengan persentase 62,90% adalah cukup. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di ruang rawat inap kelas 3 RSD dr Soebandi Jember sebesar 60,80% adalah puas, sebesar 33,00% adalah tidak puas dan sebesar 6,20% adalah sangat puas. Ada korelasi antara komunikasi therapeutic perawat dengan motivasi dengan motivasi sembuh pada pasien rawat inap di ruang melati Rumah Sakit umum daerah Kalisari Batang 42 accidental sampling eknik korelasi Rank Spearma sembuh pasien rawat inap. Komunikasi terapeutik perawat berhubungan dengan motivasi sembuh pasien rawat inap 2.5 Kerangka Teori Komunikasi Teraupetik Prinsip komunkasi terapeutik : 1.Kejujuran 2.Tidak membi ngungkan 3.Positif 4. Empati 5. Mampu melihat masalah dari sisi pasien 6. Realistis 7. Sensitif 8. Tidak terpengaruh masa lalu Unsur komunikasi terapeutik : Faktor komunikasi terapeutik : 1. Keramahan 1.Kredibilitas 2. Pengguna 2.Isi pesan nama 3.Kesesuaian 3. Dapat dipercaya 4.Kejelasan 4. Otonomi 5.Kesinambungan dan tanggung 6. Kosistensi jawab 7. Saluran 5.Kepuasan Asertif Pelanggan Tehnik komunikasi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bertanya Mendengarkan Mengulang Klarifikasi Refleksi Memfokuskan Diam Memberi informasi 9. Menyimpulkan 8. Kapabilitas sasaran Kepuasan Pelanggan Hal yang diperhatikan 1.Peralatan operasional 2.Keunggulan pelayanan Faktor pendorong : 1. 2. 3. 4. 5. Metode : Kualitas produk Harga Kualitas jasa Emotional factor Biaya 3. Kehandalan karyawan 1. Sistem keluhan dan saran 2. Ghost shopping 3. Lost customer analysis 4. Survei kepuasan pelanggan Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Suryani, 2005, Poter dan Perry, 2010, Gregorius Tjandra, 2005: 198, Handi Irawan, 2007: 37, Fandy Tjiptono, 2006. 43 2.5 Kerangka Konsep Kerangka konsep Penelitian (Notoatmodjo,2005) Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel bebas Variabel terikat Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap RS. Brayat Minulya Surakarta Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Rawat Inap RS. Brayat Minulya Surakarta Gambar 2.2 Kerangka Konsep 2.6 Hipotesis Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo,2010), Hipotesa dalam penelitian yaitu: Ha : Ada hubungan umur perawat dengan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien tindakan sebelum melakukan invasif di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta. Ho : Tidak ada hubungan umur perawat dengan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien sebelum melakukan tindakan invasif di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta 44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Desain penelitian yang dipakai adalah analitik korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional Arikunto, (2006) menyatakan bahwa penelitian korelasi bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara variabel yang diteliti. Rancangan cross sectional merupakan rancangan penelitian yang pengukuran atau pengamatannya dilakukan secara simultan pada satu saat atau sekali waktu (Hidayat,2007). Metode analitik korelasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta. Hasil data tersebut kemudian dinyatakan dalam bentuk angka (kuantitatif) menurut Notoatmodjo, (2008). 3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1.Populasi Menurut Sugiyono,(2005) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk mempelajari atau kemudian ditarik kesimpulan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di 4 Ruang Rawat Inap yaitu Ruang Maria, Yoseph, Anna dan Theresia Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta, sebanyak 60 pasien ( karena BOR Rumah Sakit kurang lebih 60 % ) dari 108 tempat tidur. 3.2.2.Sampel Dengan kriteria inklusi dan eksklusi yaitu seluruh anggota populasi sebagai sampel penelitian, sedangkan untuk mengukur variabel kepuasan pasien menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan berdasarkan atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,2005). Pengambilan sampel didasarkan pada kriteria sebagai berikut: Pengambilan sampel didasarkan pada kriteria sebagai berikut : a.Kriteria inklusi : 1. Pasien di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta. 2. Pasien yang keadaan umumnya baik, sadar dan dapat diajak berkomunikasi. 3. Pasien yang bersedia dijadikan responden oleh peneliti. b.Kriteria eksklusi : 1. Pasien yang pulang atas permintaan sendiri (APS) 2. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden. 3. Pasien yang operasi cyto. 46 Perkiraan besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus besar sampel penelitian analisis kategorik tidak berpasangan yaitu sebagai berikut: Untuk populasi kecil < 10.000 formulanya: N n= 1 + N (d2) N: besar populasi n: besar sampel d: tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 1 % 60 n= 1 + 60 (0,01) 2 60 60 = 1 + 60 (0,0001) = 59,6 1,006 Jadi sampel 1 % n = 59,6 dengan tingkat kesalahan 1 % maka jumlah sampel 59 orang . 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Rumah Sakit Brayat Minulya Jalan Setiabudi 106 Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2015. 47 3. 4. Variabel, Definisi Operasional dan Scala Pengukuran Tabel 3.4 Definisi Operasional Variabel Variabel independen komunikasi terapeutik perawat Variabel dependen Kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap Definisi Cara ukur Komunikasi yang Kuesioner yang direncanakan berisi Pertanyaan tentang secara sadar, komunikasi bertujuan terapeutik dan kegiatannya Perawat, 16 dipusatkan untuk pertanyaan, kesembuhan pasien dengan skor - baik skor 3 - sedang: skor 2 - tidak baik : skor 1 Suatu tingkat Kuesioner yang perasaan pasien berisi pertanyaan tentang yang timbul kepuasan pasien 16 sebagai akibat pertanyaan dengan dari kinerja skor sebagai pelayanan kesehatan yang berikut diperolehnya - Sangat Puas setelah pasien skor 3 membandingkann - Puas:skor 2 - Cukup Puas: ya dengan apa yang iharapkanskor 1 nya Hasil ukur Skala Komunikasi -baik skor 66-90% -sedang skor 41-65 -Tidak baik skor 16-40 % Ordinal Kepuasan pasien 4 indikator yaitu: 1. Kategori sangat puas 66%-90% 2. Kategori puas 41%-65% 3. Kategori cukup puas 16%-40% Ordinal Sumber : Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, (Nursalam,2005). 48 3.5 Alat Penelitian Data dan Tehnik Pengumpulan Data 3.5.1 Alat Penelitian Data Alat penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan lembar observasi yang dikembangkan oleh peneliti sendiri, yaitu: 1. Kuesioner I: Berisi tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik, sebanyak 16 pertanyaan dengan jawaban : Baik, sedang, tidak baik. 2. Kuesioner II : Berisi kepuasan pelayanan perawat terhadap pasien Kuesioner sebanyak 16 pertanyaan dengan pilihan jawaban sangat puas, puas, dan kurang puas. Kuesioner terdiri dari pertanyaan favourable dan unfavourabel. 3.5.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen penelitian. Uji validitas dan reliabilitas untuk mengukur kevalidan kuesioner kepuasan komunikasi terapeutik perawat terhadap pelayanan pasien. Uji validitas dan Reliabilitas dalam penelitian ini telah dilakukan terhadap 20 perawat di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. 49 3.5.1.2 Uji Validitas Dilakukan di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, karena sebagai pembandingkuesioner yang belum baku, secara eksternal. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Notoatmodjo, 2010). Validitas suatu variabel dapat menggunakan korelasi korelasi product moment dengan menggunakan perangkat komputer, rumus yaitu (Arikunto, 2006): R= {NSX N(å XY) - (å X å Y) 2 - (SX ) 2 } {NSY 2 - (SY ) 2 } Keterangan : N : Jumlah teruji R : Korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan X : Skor butir Y : Skor total Menurut Sugiyono (2011), keputusan ujinya adalah: Bila terhitung lebih besar dari r tabel (0,444), artinya 50 variabel tersebut valid. Bila terhitung lebih kecil dari r tabel artinya variabel tersebut tidak valid. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah tidaknya pertanyaanpertanyaan yang yang diajukan. Angket yang dikatakan valid ( sah ) jika pertanyan pada angket dapat mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut. Validitas item pertanyaan untuk variabel komunikasi terapeutik. Bila terhitung lebih besar dari r tabel (0,444), artinya variabel tersebut valid. Bila terhitung lebih kecil dari r tabel artinya variabel tersebut tidak valid. Hasil uji validitas butir pertanyaan komunikasi terapeutik yang berjumlah 20 didapatkan butir pertanyaan yang valid adalah 16. Sedangkan butir pertanyaan kepuasan pasien yang berjumlah 20 didapatkan butir pertanyaan yang valid adalah 16, dengan r hitung 0.935 sampai dengan 0,934, sehingga r hitung > 0,444. 5.3.1.3 Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Pengujian reliabilitas digunakan dengan rumus koefisien reliabilitas alpha 51 cronbach dengan bantuan komputer, dengan rumus yaitu : (Arikunto, 2006). r11 æ k öæ Ss b ÷÷ç1 - 2 çç ç s t è (k - 1) øè = 2 ö ÷ ÷ ø Keterangan : r11 = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal Ss b = jumlah varians butir 2 s 12 = varians total Menurut Riwidikdo (2008), untuk mengetahui reliabilitas instrumen dengan membandingkan nilai r hitung dengan alpha. Pernyataan dikatakan reliabel dengan ketentuan bila r hitung 0,934 lebih besar dari 0,7. Dari hasil reabilitas dapat diketahui bahwa reliabilitas instrumen dengan membandingkan nilai r hitung dengan alpha. Pernyataan dikatakan reliabel dengan ketentuan bila r hitung lebih besar dari 0,444. 52 3.5.2 Teknik Pengumpulan Data 3.5.2.1 Jenis Pengumpulan Data Jenis pengumpulan data menurut (Notoatmodjo, 2010): 1. Data Primer Data primer adalah sumber informasi yang langsung berasal dari yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap data tersebut. Sumber data primer pada penelitian ini yaitu berdasarkan kepuasan komunikasi terapeutik perawat terhadap pasien pasien 2. Data Sekunder Data sekunder adalah sumber informasi yang bukan dari tangan pertama, dan bukan mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi atau data tersebut. Sumber data sekunder pada penelitian ini adalah jumlah perawat di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta. 3.5.2.2 Prosedur Pengumpulan Data Tahap-tahap pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 53 1. Setelah memperoleh surat ijin untuk melakukan penelitian dari Direktur Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta, peneliti mendatangi lokasi penelitian yaitu di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta. 2. Peneliti memberikan informasi tentang tujuan penelitian dan keikutsertaan dalam penelitian ini kepada sampel penelitian, bagi yang setuju berpartisipasi dalam penelitian ini diminta untuk menandatangani lembar persetujuan penelitian (informed consent). 3. Peneliti membagikan lembar persetujuan penelitian (informed consent) kepada responden penelitian yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian untuk ditandatangani. 4. Peneliti menentukan sampel pada masing-masing ruangan dengan cara undian, menggunakan teknik simple random sampling. 5. Peneliti dibantu oleh 5 wakil kepala ruang yang bertugas sebagai enumerator dalam penelitian ini. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan kepada enumerator untuk menyamakan persepsi penelitian ini. Kriteria enumerator dalam penelitian ini adalah 54 wakil kepala ruang, pendidikan minimal D3 Keperawatan. 6. Peneliti memberikan kuesioner kepada pasien mengenai kepuasan komunikasi terapeutik pelayanan perawat 7. Peneliti mengobservasi cara perawat berkomunikasi dengan pasien setiap hari. 8. Kuesioner yang telah lengkap terisi dilanjutkan dengan pengolahan data. 3.5.2.3 Pengolahan Data Suyanto dan Salamah (2009), setelah kuesioner diisi oleh responden, maka data diolah melalui tahapan sebagai berikut: 1.Editing Editing adalah meneliti kembali apakah isian dalam lembar kuesioner sudah lengkap dan diisi, editing dilakukan ditempat pengumpulan data, sehingga jika ada kekurangan data dapat segera dikonfirmasikan pada responden yang bersangkutan. 2. Scoring Scoring adalah suatu kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau 55 bilangan. Scoring variabel penelitian ini adalah pada variabel komunikasi terapeutik perawat jika Komunikasi baik dengan skor 66 %-90 %, sedang skor 41%-65% dan tidak baik skor 16% - 40 %, variabel kupuasan pasien jika sangat puas antara 66%-90%, puas 41%-65 %, dan cukup puas 16%40%. 3. Coding Tahap ini merubah data yang dikumpulkan kedalam bentuk yang lebih ringkas. Memberi kode untuk masing-masing variabel terhadap data yang diperoleh dari sumber data yang telah diperiksa kelengkapannya. Coding pada variabel penelitian pada yaitu: Komunikasi Terapeutik Perawat: 1. Baik : kode 3 2. Sedang : kode 2 3. Tidak baik : kode 1 Kepuasan Pelayanan Pasien: 1. Sangat Puas : kode 3 2. Puas : kode 2 3. Cukup Puas : kode 1 56 4. Tabulating Tabulating adalah langkah memasukkan data-data hasil penelitian kedalam tabel-tabel sesuai kriteria yang telah ditentukan. 5. Entry Data Entry data adalah proses memasukkan data kedalam kategori tertentu untuk dilakukan analisis data. 3.6 Analisis Data dan Tehnik Pengolahan Data 3.6. 1 Analisa univariat Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo,2010). Analisa univariat berfungsi meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut statistik, tabel, grafik. Analisa univariat dilakukan masing-masing variabel yang diteliti. Seorang peneliti dapat menguji satu atau lebih yang dibentuk.untuk menguji tentu diperlukan analisis statistik yang sesuai dengan maksud statistiknya ( korelasi, komparasi, pengaruh dan lain-lain), analisis univariat ini juga untuk mengetahui komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pelayanan pasien rawat inap, yang meliputi karakteristik responden menurut jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan. Analisis terhadap satu pelakuan yang dimaksudkan adalah analisis secara statistik untuk menguji hipotesis yang berkenaan 57 dengan kualitas sebuah perlakuan seperti baik/jelek, berhasil atau gagal, memuaskan/mengecewakan) atau rata-rata atau normal tidaknya sebuah sebaran data. Biasanya analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi, kecenderungan tengah, dan penyebaran (Notoatmodjo,2005). Rumus yang digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi dan prosentase (%) yaitu (Machfoed, 2007): P= f x100% N Keterangan : P : Presentase f : Frekuensi tiap kategori N : Jumlah sampel 3.6.2 Analisa bivariat Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan lebih dari dua variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisis bivariat berfungsi untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pelayanan pasien, dengan menggunakan uji chisquare. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: 58 X2 = å ( fo - fe ) fe Keterangan : X2 : Nilai Chi Square fo : Nilai hasil pengamatan untuk tiap kategori fe : Nilai hasil yang diharapkan untuk tiap kategori Syarat uji Chi-Square: Data Sudah dikategorikan 1. Skala ukur ordinal atau nominal bentuk data kategorik 2. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan / nilai ekspektasi (nilai E kurang dari 1) 3. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan / nilai ekspektasi kurang dari 5, lebih 20% dari keseluruhan sel 4. Jika syarat uji chi square tidak terpenuhi, maka : 1. Alternatif uji chi-square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher Exact test 2. Alternatif untuk tabel selain 2x2 adalah dengan penggabungan sel. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima bila didapatkan nilai p ≤ 0,05 dan Ho diterima dan Ha ditolak bila didapatkan nilai p > 0,05. 59 Kekuatan korelasi “r” : 1. 0,00 – 0,25 = Tidak ada hubungan / lemah hubungan 2. 0,26 – 0,50 = Sedang 3. 0,51 – 0,75 = Hubungan kuat 4. 0,76 – 1,00 = Korelasi sangat kuat / sempurna. 3.7 Etika Penelitian Masalah etika yang harus diperhatikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (Saryono,2011 3.7.1 Informed Consent Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti responden harus memenuhi kriteria inklusi. Lembar Informed Consent sudah dilengkapi judul penelitian dan manfaat penelitian. Ada responden yang menolak untuk menjadi responden, peneliti tidak memaksa, tetap peneliti tidak menghormati hak responden. 3.7.2 Anonimity ( kode ) Untuk menjaga kerahasian mencantumkan nama responden, tetapi pada lembar akan diberikan kode. 3.7.3 Confidentality ( Kerahasiaan ) Masalah penelitian keperawatan yang menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian maupun masalah-masalah 60 lainnya. oleh karena itu semua hasil penelitian yang telah dilakukan dijamin kerahasiaannya dan peneliti menjaga rahasia dengan sebaik-baiknya. 61 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Analisa Univariat Analisis Univariat merupakan analisis data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral, atau grafik (Saryono, 2011). Pada penelitian ini tujuan digunakan analisis univariat untuk mengetahui komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pelayanan pasien rawat inap di RS Brayat Minulya Surakarta. KARAKTERISTIK RESPONDEN Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Dalam Bulan Maret 2015 n =60 No. 1 2 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki TOTAL Jumlah 32 27 59 Prosentas % 54,2 % 45,8 % 99,99 % Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah perempuan dengan jumlah 32 orang atau 54 % sedangkan jumlah laki-laki 27 orang atau 45 % . Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan usia dalam Bulan Maret 2015 Usia 30-35 36-40 >40 tahun Frequency 10 12 31 Percent 16,9 % 20,3 % 50,8 % Valid Percent 16,9 % 20,3 % 50,8 % 59 100,0 100,0 Total Cumulative Percent 28,8 % 49,2 % 100,0 % Berdasarkan data bahwa karakteristik responden menurut usia yang paling banyak adalah usia >40 tahun sebanyak 31 responden atau 50,8%. Tabel 4.3 Gambaran Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Frequency Valid SSMP 11 SMA 34 SARJANA 14 Total 59 Percent 18,6 % 57,6 % 23,7 % Valid Percent 18,6 % 57,6 % 23,7 % 100,0 100,0 Cumulative Percent 18,6 % 57,6 % 23,7 % 100,0 Berdasarkan data bahwa karakteriktik responden berdasarkan tingkat pendidikan menunjukan bahwa responden yang paling banyak tingkat pendidikan SMA sebanyak 34 responden atau 57,6 %, Tabel 4.4 Gambaran Komunikasi Terapeutik Komunikasi Terapeutik Baik Sedang Tidak Baik Total Jumlah 35 23 1 59 63 Presentase % 59,32 % 38,98 % 1,69 % 99,99 % Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan didapatkan bahwa komunikasi terapeutik perawat dengan kriteria baik sebanyak 35 perawat atau 59,32 % sedangkan yang kriteria sedang sebanyak 23 perawat atau 38,98% sedangkan perawat yang komunikasi terapeutiknya tidak baik 1 atau 1,69 %. Tabel 4..5 Gambaran Kepuasan Pelayanan Pasien Kepuasan Sangat puas Puas Tidak Puas Total Jumlah 24 35 0 59 Presentase % 40,67 % 59,32 % 0% 99,99 Berdasarkan penelitian tentang kepuasan pelayanan perawat dengan 59 responden dengan kriteria sangat puas sebanyak 24 responden atau 40,67 % kriteria puas sebanyak 35 responden atau 59,32 % sedangkan yang tidak puas 0 atau 0 %. 4.2 Analisa Bivariat Tabel 4.6 Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Kepuasan Pelayanan Pasien Chi-square Asymp.Sig. P value Komunikasi-terapeutik 20,167 kepuasan_pasien 46,600 0,985 0,005 0,005 Hasil analisa SPSS menggunakan Chi Square didapatkan nilai p value = 0,005 sehingga p value < 0,05 maka hasil yang didapatkan lebih besar dari pada rumus, maka terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien. 64 BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang memuat pertanyaan –pertanyaan tentang persepsi pasien mengenai komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pelayanan pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 yaitu pengambilan berdasarkan atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, tetapi yang terisi hanya 59 kuesioner. Sebelum kuesioner dibagikan dilakukan uji validitas di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, dengan 16 pertanyaan komunikasi terapeutik perawat dan 16 pertanyaan kepuasan pasien rawat inap. 5.1.Analisa Univariat 5.1.1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah jenis kelamin perempuan, sebanyak 32 responden (54,2%). sedangkan jumlah laki-laki 27 orang atau 45 %. Jenis kelamin mempengaruhi persepsi dan harapan pasien untuk memenuhi kebutuhan termasuk pelayanan kesehatan. Laki-laki memiliki kecenderungan pekerjaan yang lebih berat di banding perempuan, sehingga lebih mudah terserang penyakit (Wahyu,2006). 5.1.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur yang paling banyak adalah umur >40 tahun sebanyak 30 responden (50,8%). Ada kecenderungan konsumen yang lebih tua lebih merasa puas dari konsumen yang berumur relatif lebih muda. Hal ini diasumsikan bahwa konsumen yang lebih tua, telah, berpengalaman, sehingga ia mampu menyesuaikan diri dengan kondisi pelayanan yang sebenarnya, sedangkan konsumen usia mudah biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang pelayanan yang diberikan, sehingga apabila harapannya dengan realita pelayanan terdapat kesenjangan, atau ketidakseimbangan dapat meyebabkan mereka menjadi tidak puas (Anoraga,2009). 5.1.3 Distribusi karakteriktik responden berdasarkan pendidikan yang paling banyak adalah pendidikan SMA sebanyak 34 responden (57,6%). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan lebih rendah akan merasa lebih puas. Tingkat pendidikan seseorang akan cenderung membantunya untuk membentuk suatu pengetahuan sikap dan perilakunya terhadap sesuatu. Dengan pengetahuan yang baik seseorang dapat melakukan evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek yang ditentukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka daya untuk mengkritisi segala sesuatu akan meningkat. Sehingga seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi semestinya akan lebih kritis dalam menentukan apakah pelayanan yang telah diberikan dapat memberikan rasa puas atau tidak. Peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat 66 dari semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif (Lestari,2009). 5.1.4. Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang direncanakan secara sadar, mempunyai tujuan dan berpusat pada kesembuhan pasien. Dari penelitian didapatkan hasil 59,32 % atau 35 perawat dari 59 responden telah melakukan komunikasi terapeutik dengan baik. Sedangkan 23 perawat yang dengan hasil 38,98 % mendapatkan nilai sedang dalam melakukan komunikasi terapeutik. Sementara itu, perawat yang tidak baik dalam melakukan komunikasi terapeutik ada 1 mendapatkan nilai 1 atau 1,69 %. Pada fase kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik, karena di dalamnya perawat dituntut untuk membantu, mendukung pasien, menyampaikan perasaan, pikirannya kemudian menganalisis respons ataupun pesan yang disampaikan oleh pasien. Dalam tahap kerja adalah tahap dimana perawat – pasien memiliki waktu bertatap muka lebih lama dan perawat pula mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu pasien untuk mendefinisikan masalah kesehatannya (Wahyu, 2006). Penelitian yang peneliti lakukan di di Ruang Rawat Inap Irina A RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado 67 menyatakan bahwa secara garis besar keterampilan perawat dalam berkomunikasi terapeutik sudah baik, dan sama dengan penelitian yang dilakukan Khotimah N.2012, dalam penelitiannya tentang “Hubungan Komunikasi Terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan keperawatan di ruang inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong, 69,8%, “ komunikasi terapeutik perawat baik. Penelitian ini juga menemukan hasil bahwa perawat yang keterampilan komunikasi terapeutiknya kurang baik namun pasien merasa puas ada sebanyak 5 orang (23,8%) dan merasa kurang puas sebanyak 16 orang (76,2%), ini berarti masih ada pasien yang puas walaupun komunikasi terapeutik perawat kurang, hasil penelitian ini sama dengan penelitian oleh Asrin 2006, dalam hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi yang tidak efektif masih terjadi dalam praktik perawat sehari-hari di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, namun mayoritas pasien merasa puas terhadap percakapan yang mereka lakukan dengan perawat. Berdasarkan kelompok demografis, pasien perempuan cenderung merasa lebih puas dibandingkan pasien pria terhadap komunikasi keperawatan dan pasien dengan pendidikan rendah cenderung memberikan respon yang positif dalam berkomunikasi dengan perawat. Peneliti mengamati bahwa komunikasi terapeutik perawat di Rumah Sakit Brayat Minulya, sebagian besar baik dan memiliki kekhasan tersendiri, dalam 68 berkomunikasi yang sifatnya membantu kesembuhan pasien. Dimulai dari awal dinas sampai selesai dinas, karena semua perawat diwajibkan untuk mengamalkan visi Rumah Sakit, dalam kasih Tuhan kami melayani. 5.1.5 Kepuasan pelayanan Kepuasan pelanggan adalah tingkat kesesuaian antara produk atau jasa pelayanan yang diinginkan dengan kenyataan yang diterima. Tingkat kesesuaian tersebut adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh konsumen berdasarkan pada pengetahuan dan pengalamannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti tentang kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat didapatkan hasil, 40,67 % dari 59 responden atau sebanyak 24 pasien yang mengatakan sangat puas, sedangkan sebanyak 59,32 % atau 35 pasien yang mengatakan puas, dan yang mengatakan cukup puas dengan hasil tidak ada atau 0%. Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan di Ruang Rawat Inap Irina A. RSUP Prof. Dr.R.D. Kandou Manado dengan jumlah responden 67 orang mengenai kepuasan pasien berdasarkan keterampilan komunikasi terapeutik perawat merasa puas 47 orang (70,1%), dan yang merasa kurang puas dengan komunikasi terapeutik perawat ialah sebanyak 20 orang (29,9%). Hasil penelitian Ikbar, dkk (2013) didapatkan data bahwa kepuasan pasien di Instalasi Rawat Inap pada tahun 2011. Survei tingkat kepuasan pasien tersebut dinilai berdasarkan fasilitas, penataan ruangan, kebersihan dan kenyamanan, 69 keamanan, keterampilan, kesopanan, bahwa tingkat kepuasan pelanggan di Ruang Rawat Inap RSUD Labuang Baji adalah 68,8% dan belum memenuhi standar kepuasan pelanggan rawat inap berdasarkan Kepmenkes No.129 tahun 2008 yaitu > 90%. 5.2.Analisis Bivariat Analisis Bivariat merupakan analisis data yang digunakan untuk mengetahui interaksi dua variabel, secara analitik korelasi. Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan lebih dari dua variabel (Notoatmodjo, 2010). Hasil dari pemberian kuisioner kepuasan terhadap responden yang dilakukan peneliti selaras 6 dengan hasil yang didapatkan Darmawan I. 2009 dalam penelitiaannya yang berjudul Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Kepuasan Klien Dalam Mendapatkan Pelayanan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr Soedarso Pontianak Kalimantan dengan membagi kuesioner tentang kupuasan klien selama dirawat, maka di dapatkan hasil sebanyak 76,7% merasa puas dengan komunikasi terapeutik perawat, dan 23,3% merasa kurang puas. Analisis bivariat berfungsi untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap kupuasan pelayanan pasien. sebelum tindakan invasif menggunakan uji chi-square. Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien rawat inap didapatkan hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien, sebelum tindakan invasif menggunakan uji chi-square, dengan hasil komunikasi terapeutik perawat 20,167 % sedangkan kepuasan 70 pasien, dengan nilai 46,600 % sehingga dihasilkan p value = 0,985 sehingga p value < 0,005. Jadi hasil penelitian komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien ada hubungannya karena hasil yang didapatkan dari penelitian p value lebih besar dari rumus analisis SPSS, dengan menggunakan Chi Square nilai p value = 0,005 sehingga p value < 0,05.. Uji Chi-square adalah statistik non-parametrik, juga disebut tes bebas distribusi. Tes non-parametrik harus digunakan ketika salah satu dari kondisi berikut berkaitan dengan data: Tingkat pengukuran semua variabel adalah : ordinal. 1. Ukuran sampel dari kelompok belajar tidak sama; untuk χ 2 kelompok ukuran yang sama atau ukuran yang tidak sama sedangkan beberapa tes parametrik memerlukan kelompok ukuran yang sama atau kira-kira sama. 2. Data asli diukur pada tingkat interval atau rasio (Scott M, Flaherty D, Currall J,2013) 71 BAB VI P E N U T UP 6.1 KESIMPULAN 1. Responden dengan jenis kelamin, perempuan dengan jumlah 32 orang atau 54 % sedangkan jumlah laki-laki 27 orang atau 45 % 2. Menurut usia yang paling banyak adalah usia >40 tahun sebanyak 30 responden atau 50,8%. Sedangkan menurut tingkat pendidikan SMA sebanyak 34 responden atau 57,6 %. 2. Dalam penelitian komunikasi terapeutik perawat dengan hasil 59,32 % atau 35 orang dari 59 responden yang baik, 23 perawat yang dengan hasil 38,98 % dengan nilai sedang dalam melakukan komunikasi terapeutik, dan perawat yang tidak baik dalam melakukan komunikasi terapeutik 1 atau 1,69 %. 3. Kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat didapatkan hasil, 40,67 % dari 59 responden atau sebanyak 24 pasien yang mengatakan sangat puas, sedangkan sebanyak 59,32 % atau 35 pasien yang puas, dan responden yang tidak puas 0 ( tidak ada), atau nilai 0%. 4. Ada hubungannya karena hasil yang didapatkan dari penelitian p value lebih besar dari rumus analisis SPSS, dengan menggunakan Chi Square nilai p value = 0,005 sehingga p value < 0,05 6.2. SARAN 1. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hubungan komunikasi terapetik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien rawat inap, bidang manajemen Rumah Sakit memiliki program untuk meningkatkan kualitas pelayanan perawat profesional, dan bekerjasama dengan komite Etika dan Profesi yang telah ada, diprogramkan dalam program kerja, dan semua perawat Rumah Sakit memiliki ketrampilan komunikasi terapeutik sehingga semua pasien yang mendapatkan perawatan di Rumah Sakit memperoleh kepuasan. 2. Bagi Perawat Dapat memberikan informasi kepada perawat tentang pentingnya komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan dengan pasien Rawat Inap seminggu sekali sebelum memulai dinas dan pertemuan perawat setiap, sehingga para perawat dapat mempraktekkan secara praktis dalam keperawatan setiap hari, untuk membantu kesembuhan pasien Rawat Inap. 3. Bagi Peneliti selanjutnya. Memberikan acuan atau referensi bagi peneliti selanjutnya yang mengkaji tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap di Rumah Sakit. 73 4. Bagi peneliti Sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan karena dapat melakukan penelitian tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta. 74 DAFTAR PUSTAKA Aripuddin I (2014) Ensiklopedia Mini: Aslam Mula Profesi Perawat, Jakarta Angkasa. Anoraga.(2009) Psikologi Dalam Perusahaan. PT. Rineka Cipta: Jakarta. Asmadi.(2005). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC. Asrin dan Maude P.(2006). Patients’ Satisfaction With Nursing Communication (Therapeutic Communication) On Adult Medical Surgical Wards At Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Of Purwokerto, Central Java, Indonesia. Chriswardani,(2006) Penyusunan indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Di Propinsi Jawa Tengah, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan,2006. Damaiyanti, M.(2008) Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan, PT. Refika Aditama: Bandung. Husna A,(2008). Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien Dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang. Huda, I.K,(2009).Hubungan Komukasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat kepuasan Selama Di Rawat Di Ruang Penyakit Dalam Lt.3 Penyakit Dalam Rumah Sakit Bunda Depok, UI. Istifiyana R.(2013). Tingkat Kepuasan Klien akan Pola Komunikasi Terapeutik Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kalimantan Barat.Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro. Jurnal Online diakses hari senin, 19 Januari 2015 Pk. 21.30, Universitas 8 Muhammadiyah Surabaya. (2013). Tingkat Kepuasan Klien akan Pola Komunikasi Terapeutik Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kalimantan Barat. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro. Kotler, Philip Dan Kevin Lane Keller.2007. Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua Belas. Jakarta. Khotimah,2012 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhamadiyah Gombong. 78 Lestari,(2009). Analisa Faktor Penentu Tingkat Kepuasan Pasien di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia Lestari, Sunarto, Kuntari(2009) Analisa Faktor Penentu Tingkat Kepuasan Pasien di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. Musliha,S.Kep.,Ns.& Siti Fatmawati,S.Kep,Ns,2009, Komunikasi Keperawatan, Yogjakarta : Nuha Medika Mundakir, (2006) Komunikasi Keperawatan Yogyakarta: Graha Ilmu. Nursing 3,E.B.The CV Mosby Company, St. Louis.Long. B.C.(2007), Perawatan Medical Bedah, suatu pendekatan proses keperawatan Yayasan IAPK, Nursalam,(2005). Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Nursalam,(2010), Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan,CV Indomedika, Jakarta Keliat B.A.(2010), Hubungan Terapeutik Perawat Klien,EGC, Jakarta. Nurjannah,I.(2005)Komunikasi Keperawatan:Dasar-Dasar Komunikasi Bagi Perawat, Moco Media: Yogyakarta. Nurhasid(2009). Hubungan Antara Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik dengan Tingkat Kepuasan Pasien di IRDA RSUP Dr. Kariadi Semarang. Padjajaran Bandung.Prihardjo.R. (2009), Psikologis Kesehatan,PT Gramedia Widya Sarana, Jakarta Pohan,I.S.(2007).Jaminan Mutu Layanan kesehatan:Dasar-Dasar Pengertian dan Penerapan. Jakarta: EGC. Purwaningsih, W dan Karlina,I.(2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika. Patrisia A,(2013). Gambaran Kepuasan Pasien Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat di Instalasi Rawat Inap Irina A RSUP Labuang Baji Makassar.Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Purwanto, S.(2007) Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit. Artikel Psikologi Klinis Perkembangan dan Sosial. 79 Sri Praptiningsih,2006, Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Raya Grafindo Persda, Jakarta. Stuart G.W. & Sundeen S.J, (2007), Princples amd Practice of Psiciatric Suryani,(2005). Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC Sri Wuri Handayani,(2013), “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Cuci Tangan Perawat Sebelum Tindakan Invasif Di Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang”. Wahyu, E,(2006). Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik 80