hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan

advertisement
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN
KEPUASAN PELAYANAN PASIEN RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT BRAYAT MINULYA
SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Sr. M. Chriscentine Tarsisia Rismiyati.
NIM. ST 13064
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang berrtanda tangan di bawah ini :
Nama
: Sr.M. Chriscentine Tarsisia Rismiyati.
NIM
: ST 13064
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan,dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain,kecuali arahan tim pembimbing dan masukan tim
penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan oranglain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta , Agustus 2015
Yang membuat pernyataan
( Sr. M. Chriscentine Tarsisia Rismiyati )
NIM. ST 13064
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi
ini disusun dengan maksud untuk memenuhi persyaratan kurikulum dalam
mencapai gelar Sarjana keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma
Husada Surakarta. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih
terdapat hal yang kurang sempurna, sehubungan dengan keterbatasan penulis.
Walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin, agar penelitian
skripsi ini dapat bermanfaat bagi institusi dan pembaca. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya atas segala bantuan
yang telah diberikan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam rangka penyelesaian penyusunan skripsi ini, terutama kepada :
1. Dra. Agnes Sri Harti M.S selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta
2. Wahyu Rima Agustin S.Kep.,Ns,,M.Kep. selaku
Ketua
Program Studi
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan pembimbing utama
skripsi yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, hingga selesainya
skripsi ini.
3. Wahyuningsih Safitri,S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Pembimbing Pendamping
skripsi yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan
hingga selesainya skripsi ini.
4. S. Dwi Sulisetyawati,S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen penguji skripsi.
5. Seluruh Jajaran Akademik STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah
iv
banyak membantu penulis baik dalam proses perkuliahan dan saat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Direksi Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, telah mengijinkan peneliti
untuk uji validitas melalui kuesioner untuk penelitian dan teman-teman
mahasiswa/i STIKes Kusuma Husada Surakarta dan bekerja di Rumah Sakit
Panti Waluyo, yang membantu menperlancar uji validitas peneliti.
7. Direksi, direktorat keperawatan dan teman-teman perawat RS.Brayat Minulya
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi,
bantuan moril maupun spirituil.
8. Semua pihak yang telah membantu dengan ikhlas dan memberikan semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para
pembaca dan yang berkepentingan.
Surakarta, Agustus 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN......................................................................................iii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….viii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………...x
ABSTRAK………………………………………………………………………..xi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………5
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………….5
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………...6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Konsep Teori……………………………………………………………. .7
2.2.Keaslian
Penelitian………………………………………………………………....40
2.3.Kerangka teori…………………………………………………………... 42
2.4.Kerangka konsep………………………………………………………... 43
2.5.Hipotesis………………………………………………………………….43
vi
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ………..................................................44
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………………..44
3.3 Tempat dan waktu penelitian…………………………………………...46
3.4 Variabel, Definisi Operasional………………………………………….47
3.5 Alat Penelitian dan Teknik Pengumpulan data………………………....48
3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas…………………………………………...48
3.7 Analisis Data dan Tehnik Pengolahan Data……………………………..56
3.8.Etika Penelitian…………………………………………………............ 59
BAB IV HASIL PENELITIAN………………………………………………….61
BAB V PEMBAHASAN………………………………………………………...64
BAB VI PENUTUP…………………………………………………………... ..71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
No.Tabel
Judul Tabel
Halaman
2.1.
Keaslian Penelitian…………………………………………….40
3.1.
Definisi Operasional…………………………………………...47
4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan jenis
Kelamin......................................................................................61
4.2
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan usia……………62
4.3
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat
Pendidikan…………………………………………………….62
4.4
Gambaran Komunikasi Terapeutik...........................................62
4.5
Kepuasan Pelayanan Pasien …………………………………..63
4.6
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan
Kepuasan Pasien…………………………................................63
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Gambar
2.1
Kerangka Teori……………………………....42
2.2
Kerangka Konsep……………………………43
ix
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
1
Permohonan menjadi responden
2
Persetujuan Menjadi Responden
3
Instrumen Penelitian
4
Jadwal penelitian
5
Lembar konsultasi
6
Pengajuan judul Skripsi
7
Lembar audience uji sidang proposal
8
Lembar Oponent uji sidang proposal
9
Hasil Penelitian
10
Hasil Uji Validitas
11
Surat ijin Penelitian
12
Surat Studi Pendahuluan
13
Surat ijin uji validitas
14
Surat balasan uji validitas
15
Surat balasan tempat penelitian
x
PROGRAM STUDI TRANSFER S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Sr. M. Chriscentine Tarsisia Rismiyati.
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN
KEPUASAN PELAYANAN PASIEN RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT BRAYAT MINULYA
SURAKARTA
ABSTRAK
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar antara perawat dan pasien, kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana hubungan
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien dalam
asuhan keperawatan di ruang rawat inap.
Penelitian ini menggunakan rancangan study analitik korelasi dengan
pengambilan purposive sampling yaitu pengambilan populasi berdasarkan
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, meliputi 4 ruang rawat
inap, pengambilan 59 sampel responden atau 1%.
Hasil penelitian didapatkan: 59,32% atau 35 responden telah melakukan
komunikasi terapeutik dengan baik, 23 responden yang dengan hasil 38,98 %
mendapatkan nilai sedang dalam melakukan komunikasi terapeutik.
Responden yang melakukan komunikasi terapeutik tidak baik ada 1 dengan
nilai 1 atau 1,69 % sedangkan kepuasan pelayanan pasien dari 59 responden,
dengan hasil hasil, 40,67 % atau sebanyak 24 pasien yang sangat puas,
sedangkan sebanyak 59,32 % atau 35 pasien puas, dan yang cukup puas
dengan hasil 0 atau 0%.
Kesimpulan dalam penelitian ini, ada hubungan komunikasi terapeutik
perawat dengan kepuasan pelayanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Brayat
Minulya Surakarta, P value 0,005 %
Kata Kunci
: Komunikasi Terapeutik, Kepuasan pasien
Daftar pustaka : 31 (2005-2015)
xi
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Sr. M. Chriscentine Tarsisia Rismiyati.
Correlation between Nurses’ Therapeutic Communication and Hospitalized
Patients’ Service Satisfaction at Brayat Minulya Hospital of Surakarta
ABSTRACT
Therapeutic communication is a consciously planned communication
between a nurse and a patient. Its activity is centered for the recovery of the
patient. The objective of this research is to analyze how far the correlation
between the nurses’ therapeutic communication and the patients’ service
satisfaction in the nursing care at the Inpatient Rooms of Brayat Minulya Hospital
of Surakarta.
This research used the analytical correlational method. The samples of
research were taken by using the purposive sampling technique. They consisted of
59 patients (1%) of the total number of population from four inpatient rooms.
The result of research shows that 35 (59.32%) of the respondents did
therapeutic communication well. 23 respondents (38.98 %) had a moderate score
in conducting the therapeutic communication. Only 1 respondent (1.69%) did not
do the therapeutic communication well and had the score of 1. In addition in term
of patients’ service satisfaction, of 59 respondents, 24 patients (40.67%) were
very satisfied, 35 patients (59.32%) were satisfied.
Thus, there was a correlation between the nurses’ therapeutic
communication and the patients’ service satisfaction in the nursing care at the
Inpatient Rooms of Brayat Minulya Hospital of Surakarta as indicated the p-value
= 0.005%
Keywords: Therapeutic communication, patients’ satisfaction
References: 31 (2005-2015)
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah Sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, dikenal
karena kompleksitasnya yang ada, baik segi pelayanan, keuangan, kinerja
serta pemasarannya. Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan
jasa terbaik kepada pasien selaku pengguna jasa Rumah Sakit. Pelayanan
jasa Rumah Sakit selalu terkait dengan profesionalisme, teknologi dan
hubungan pasien dengan pelaksana pelayanan medis, misalnya: dokter,
perawat, dan tenaga kesehatan lainnya dengan tujuan untuk kesembuhan dan
kepuasan pasien. Pelayanan medis sebagian besar merupakan pelayanan
yang bersifat cure dan ditujukan kepada pasien saja, tetapi pelayanan
keperawatan bersifat care dan ditujukan kepada individu, keluarga, serta
masyarakat, baik yang sehat maupun sakit (Praptianingsih, 2006).
Perawat merupakan profesi yang difokuskan pada perawatan
individu keluarga dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai,
mempertahankan atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas
hidup dari lahir sampai mati (Aripuddin, 2014). Perry dan Potter (2005)
menjelaskan bahwa 80% kesembuhan dan kepuasan pasien ditentukan dari
keberhasilan perawat dalam memberikan perawatan secara medis, baik fisik
maupun psikis. Oleh karena itu, Rumah Sakit harus mampu memberikan
pelayanan yang bermutu kepada pelanggannya (pasien).
Salah satu hal yang dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama
yang baik dengan pasien dalam membantu memenuhi kebutuhan kesehatan
pasien, maupun dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka membantu
mengatasi
masalah
berkomunikasi
pasien
perawat
adalah
dapat
dengan
berkomunikasi.
mendengarkan
perasaan
Dengan
pasien
dan
menjelaskan prosedur tindakan keperawatan (Mundakir, 2013). Hubungan
saling memberi dan menerima antara perawat dan pasien dalam pelayanan
keperawatan disebut sebagai
komunikasi
terapeutik
perawat
yang
merupakan komunikasi profesional perawat (Purwaningsih W dan Karlina I,
2012).
Komunikasi terapeutik diterapkan oleh perawat dalam berhubungan
dengan pasien untuk meningkatkan rasa saling percaya, dan apabila tidak
diterapkan akan mengganggu hubungan terapeutik yang berdampak pada
ketidakpuasan pasien. Pasien akan merasa puas ketika kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan
sebaliknya, ketidakpuasaan atau perasaan kecewa pasien akan muncul
apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan
harapannya (Pohan, 2007).
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik
(menyembuhkan) tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya
dengan pasien, mencegah terjadinya masalah illegal, memberikan kepuasan
profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi
keperawatan serta citra Rumah Sakit. Komunikasi sangat penting karena
2
sebagai sarana untuk koordinasi dan bekerjasama dalam mencapai tujuan.
Komunikasi yang sering terjadi di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta
sekarang, masih kurang efektif dan kurang terapeutik, sehingga sering
terjadi kesalahpahaman antara perawat dengan pasien maupun keluarga
pasien.
Rumah Sakit Brayat Minulya berusaha meningkatkan mutu
pelayanan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Rumah Sakit Brayat Minulya, adalah: Rumah Sakit Swasta yang bertempat
di Jalan Setiabudi 106 Surakarta, yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dan menyediakan Rawat Inap, Rawat Jalan dan Pelayanan Gawat
Darurat dan pelayanan medis lainnya.Dalam menciptakan suasana yang
memuaskan terhadap masyarakat, maka perlu adanya penelitian yang
berkelanjutan, untuk meningkatkan komunikasi terapeutik khususnya di
Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.
Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta berusaha secara terus
menerus memberikan motivasi setiap hari sebelum dinas dan pertemuan
setiap bulan sekali yang dikoordinir oleh komite etika dan profesi terhadap
karyawan-karyawati khususnya perawat untuk membangun komunikasi
yang bersifat menyembuhkan kepada masyarakat yang sakit. Fenomena
perawat Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta dalam berkomunikasi
dengan pasien, kadang-kadang menyebabkan pesan yang disampaikan tidak
mencapai hasil seperti yang diharapkan oleh para pasien seperti berbicara
kasar dan kurang sabar dalam melayani.
3
Peneliti mengamati 10 perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Brayat Minulya Surakarta, dalam melakukan pengukuran tanda-tanda vital,
misalnya: tidak menanyakan identidasnya terlebih dahulu, tetapi langsung
menarik tangan pasien dan melakukan pengukuran tekanan darah, mengukur
suhu dan menghitung nadi pasien, serta tidak memberikan penjelasan
prosedur yang akan dilakukan, sehingga pasien merasa tidak dimanusiakan
tetapi merasa bahwa pelayanan perawat kurang memuaskan pasien,
sehingga menimbulkan komplin dari pasien yang Rawat Inap. Selain itu
sebagian perawat dalam merawat pasien yang tidak sadar, kurang
memperlakukan seperti pasien yang sadar, sehingga berbicara menyinggung
perasaan pasien, atau bahkan membicarakan kejelekan teman lain, padahal
pasien tidak sadar dapat mendengar semua pembicaraan perawat.
Hal ini perawat kurang mempraktekkan komunikasi yang bersifat
menyembuhkan (terapeutik). Padahal sebagian kesembuhan pasien berasal
dari komunikasi yang bersifat terapeutik. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul ” Hubungan Komunikasi
Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta”, sehingga masalah yang dihadapi
Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta mengenai kurangnya komunikasi
terapeutik perawat dalam pelayanan pasien teratasi dan Rumah Sakit Brayat
Minulya Surakarta menjadi tempat membuat para pasiennyaman, homey
( suasana rumah yang nyaman bagipara pengunjungnya) dan menjadi
Rumah Sakit unggulan di kota Surakarta dalam pelayanan yang memuaskan
4
karena komunikasi terapeutik perawat dalam pelayanan terhadap pasien
mendapatkan prioritas utama mengalami kesalah pahaman, sehingga
menyebabkan pesan yang disampaikan tidak mencapai hasil seperti yang
diharapkan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan
pelayanan pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta?
1.3
TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Umum.
Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui hubungan antara
komunikasi terapeutik dengan kepuasan pelayanan pasien Rawat
Inap di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.
1.3.2. Tujuan Khusus.
1.
Mengidentifikasi karakteristik responden menurut umur, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan
2.
Mengidentifikasi komunikasi terapeutik perawat
3.
Mengidentifikasi kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap.
4.
Mengidentifikasi hubungan komunikasi terapeutik dengan
kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap.
5
1.4. MANFAAT PENELITIAN
5. Bagi Rumah Sakit
Memberikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan Rumah
Sakit dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan profesional.di ruang
rawat inap.
6. Bagi Perawat
Menyadarkan perawat tentang pentingnya komunikasi terapeutik dengan
pelayanan pasien rawat inap, serta mempraktekkannya secara praktis
dalam keperawatan setiap hari, sehingga membantu kesembuhan pasien
rawat inap.
7. Bagi Peneliti selanjutnya.
Sebagai bahan acuan atau referensi bagi peneliti selanjutnya yang
mengkaji tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan
kepuasan pelayanan pasien rawat inap di Rumah Sakit.
8. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan tentang penelitian hubungan komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Teori
2.1.1
Kepuasan Pelanggan
1. Pengertian
Kepuasan pelanggan merupakan salah satu tujuan
perusahaan saat ini. Begitu pula dengan rumah sakit, karena jasa
merupakan kegiatan yang mengandalkan kemampuan sumber daya
manusia, maka pelayanan yang diberikan oleh karyawan akan
mempengaruhi pelanggan dalam menentukan pilihan pada rumah
sakit manakah mereka akan bekerja sama. Untuk mengantisipasi
persaingan yang semakin besar pada rumah sakit, maka rumah
sakit harus mampu memberikan pelayanan yang dapat tidak hanya
memenuhi namun melebihi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah pengelolaan terhadap
kualitas pelayanan yang ditawarkan untuk memenuhi kepuasan
pelanggan.
Pelanggan memiliki kebebasan untuk menilai apakah jasa
yang ditawarkan rumah sakit memberikan kepuasan sesuai yang
mereka inginkan atau tidak. Apabila pelayanan yang dirasakan oleh
pelanggan tidak memuaskan, maka dikhawatirkan pelanggan akan
menceritakan kepada orang lain, sehingga hal itu akan berdampak
7
buruk bagi perkembangan rumah sakit. Begitu pula sebaliknya bila
pelayanan yang dirasakan pelanggan memuaskan sesuai atau
bahkan dapat melebihi yang mereka harapkan, maka akan
menguntungkan rumah sakit, karena biaya promosi dapat dikurangi.
Untuk memenangkan persaingan dengan rumah sakit lain
dalam memenuhi kepuasan pelanggan diperlukan pelayanan
tambahan yang akan memberikan nilai lebih atas jasa inti yang
tawarkan. Rumah Sakit yang bersifat people based service,
mengandalkan kemampuan dan keterampilan manusia, perusahaan
jasa
kesehatan
harus
memperhatikan
fasilitas
yang
turut
mempengaruhi penilaian pelanggan terhadap kualitas jasa yang
dimiliki perusahaan penyedia jasa.
2. Kepuasan pelanggan adalah tingkat kesesuaian antara produk
dan/atau jasa pelayanan yang diinginkan dengan kenyataan yang
diterima. Tingkat kesesuaian tersebut adalah hasil penilaian yang
dilakukan oleh konsumen berdasarkan pada pengetahuan dan
pengalamannya. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh kualitas jasa
yang dikehendaki sehingga jaminan kualitas menjadi prioritas utama
dan dijadikan tolok ukur keunggulan daya saing perusahaan. Untuk
memperoleh gambaran tentang kepuasan konsumen, maka perlu
diketahui arti kualitas pelayanan. (Supranto, 2006)
Kualitas pelayanan adalah sesuatu yang komplek terdiri dari lima
unsur, yaitu fisik /wujud (Tangible), Kehandalan (Reliabilitas),
8
Tanggapan (Responsiveness), Kepastian (Assurance) dan Empati
(Empathy). Buruknya kualitas jasa yang diberikan penyedia jasa
kepada pelanggan telah disadari mengakibatkan banyaknya kerugian
yang dialami oleh perusahaan. Mereka yang kecewa tidak hanya
meninggalkan jasalayanan, tetapi juga akan menceritakan keburukan
jasa yang diterima kepada orang lain. Setiap organisasi selalu
berusaha untuk mencapai tujuannya, sehingga, mereka harus
berkonsentrasi pada beberapa aspek. Salah satunya adalah sumber
daya manusia (SDM) organisasi yang dipandang sebagai sumber
penting. Organisasi diharapkan untuk selalu menjaga tenaga kerja
yang terlatih engan baik dan efektif (Nimalathasan,2012).
Setiap organisasi selalu untuk mencapai tujuannya, sehingga,
mereka harus berkonsentrasi pada beberapa aspek. Kepuasan
pelanggan berkaitan erat dengan kualitas, dimana akan berdampak
langsung pada prestasi produk. Jika dikaitkan dengan industri jasa,
seperti rumah sakit (RS), maka yang dimaksud dengan produk
adalah pelayanan berupa barang atau jasa perusahaan yang dapat
memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya. Oleh karena itu,
sebuah perusahaan tidak cukup hanya mengejar kepuasan pelanggan.
Perusahaan harus mencari dan menciptakan pelanggan baru serta
tetap mempertahankan pelanggan-pelanggan setia yang sudah ada.
(Supranto,2006).
9
Memberikan pelayanan-pelayanan unggul merupakan sebuah strategi
yang menang karena menghasilkan lebih banyak pelanggan baru,
lebih sedikit kehilangan pelanggan, lebih banyak penyekatan dari
persaingan harga dan lebih sedikit kesalahan yangmembutuhkan
kinerja pelayanan. Pelayanan merupakan komponen nilai pokok
yang menggerakan setiap perusahaan untuk sukses. Pelayanan
merupakan komponen nilai pokok yang menggerakan setiap
perusahaan untuk sukses. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
memperoleh dan mempertahankan kepuasan pelanggan adalah
dengan mempertahankan sekaligus meningkatkan kinerja karyawan.
Mempertahankan sekaligus meningkatkan kinerja karyawan agar
tetap baik merupakan pekerjaan yang sulit dilakukan oleh
perusahaan jasa. Hal ini terjadi karena yang mereka jual adalah
jasa/pelayanan kepada pelanggan. Jika pelanggan tidak merasa
terpuaskan, dapat menandakan terjadinya penurunan kinerja
karyawan. Kinerja karyawan diperlukan agar mutu pelayanan kepada
pelanggan tetap tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, menurut
(Ellitan dalam Marianah,2012).
Memperoleh
kesimpulan
bahwa
kinerja
karyawan
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik
kinerja karyawan, maka konsumen akan semakin terpuaskan.
Pelanggan akan menyatakan puas, jika perusahaan yang diwakili
karyawan mereka mampu memberikan kinerja layanan sesuai
10
dengan harapan konsumen. Hal ini akan menyebabkan konsumen
melakukan pembelian ulang atas jasa yang
ditawarkan perusahaan. Jadi, kepuasan pelanggan akan terbentuk
jika karyawan berkinerja tinggi untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan, (Tranggono,2008).
Karyawan yang berinteraksi dengan konsumen/pelanggan
berada dalam posisi untuk membangunkesadaran dan respon kepada
tujuan dan kebutuhan konsumen/pelanggan. Memberi kepuasan
kepada karyawan memiliki energi yang tinggi dan kemauan bagi
mereka untuk memberikan pelayanan yang baik, sehingga mereka
akan memberikan pandangan yang positif tentang barang/jasa yang
tersedia. Karyawan yang merasa terpuaskan akan memiliki sumber
emosional yang cukup untuk menunjukkan empati, pengertian,
respek, dan perhatian kepada pelanggan,(Bulgarella,2005).
Karyawan yang puas akan mampu meningkatkan kepuasan
dan kesetiaan pelanggan. Hal ini terjadi karena dalam organisasi
jasa, kesetiaan dan ketidaksetiaan pelanggan sangat tergantung pada
cara karyawan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang puas
lebih ramah,ceria, responsif-yang dihargai pelanggan. Karyawan
yang puas memiliki kemungkinan kecil untuk mengundurkan diri,
sehingga pelanggan lebih sering menjumpai wajah-wajah akrab dan
menerima
layanan
yang
berpengalaman.
Ciri-ciri
tersebut
membangun kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Berdasarkan hal
11
tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja memiliki arti
penting bagi Karyawan maupun perusahaan, khususnya demi
terciptanya keadaan positif di lingkungan kerja, (Robbins,2006).
Dampak kepuasan kerja pada kinerja karyawan. Karyawan
yang merasa puas akan pekerjaannya memiliki kemungkinan yang
lebih
besar
untuk
membicarakan
hal-hal
positif
tentang
organisasinya, membantu yang lain, dan berbuat kinerja pekerjaan
mereka melampaui perkiraan normal, (Robbins,2006).
2.1.2 Hal – hal yang perlu diperhatikan.
1. Peralatan,
meliputi
bangunan,
dan
peralatan
pendukung
operasional yang mendukung pelayanan.
2. Keunggulan pelayanan meliputi pelayanan yang terintegrasi
yang ditujukan untuk memberikan kemudahan, ketepatan,
efisiensi keamanan dan kecepatan pelayanan.
3. Kehandalan karyawan, khususnya karyawan operasional yang
terlibat langsung dengan pelanggan, maupun karyawan back
office dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan
keinginan pelanggan (Robbins,2006).
Setiap pelayanan yang diberikan kepada pelanggan,
perlu dievaluasi dengan mengukur tingkat kualitas pelayanan
yang telah diberikan rumah sakit kepada pelanggan, agar dapat
diketahui sejauh mana kualitas pelayanan yang telah diberikan
12
mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepuasan
pelanggan merupakan salah satu tujuan yang paling penting
dalam dunia industri saat ini. Orientasi perusahaan telah
bergeser dari market oriented (orientasi pasar) kepada satisfaction
oriented (orientasi pada kepuasan pelanggan). Sebagai salah satu
faktor
penentu
kelangsungan
hidup
perusahaan
adalah
terpenuhinya kepuasan pelanggan, karena pelanggan yang puas
dengan pelayanan yang diberikan perusahaan maka pelanggan
akan merekomendasikan orang lain untuk menggunakan jasa
perusahaan
yang
memberikan
kepuasan
terhadap
kebutuhannya.
Kepuasan konsumen dianggap sebagai suatu tanggapan
emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu
produk atau jasa. Kepuasan konsumen merupakan evaluasi pembeli
dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau
melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul
apabila hasil tidak memenuhi harapan.
Kepuasan pelanggan menurut (Tse & Wilton yang dikutip oleh
Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra,2005), adalah :
4. Respon konsumen pada evaluasi persepsi terhadap perbedaan
antara ekspektasi awal atau standar kinerja tertentu dan kinerja
aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah konsumsi produk.
13
5. Pendapat lain mengenai kepuasan pelanggan menurut Oliver yang
dikutip oleh (Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra 2005), adalah:
penilaian bahwa fitur produk atau jasa, atau produk/jasa itu sendiri
memberikan tingkat pemenuhan berkaitan dengan konsumsi yang
menyenangkan, termasuk tingkat under-fulfillment dan overfulfillment. Pelanggan atau konsumen yang secara kontinu dan
berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk
menggunakan produk atau jasa dapat dikatakan bahwa mereka
merasa puas akan produk atau jasa yang telah diberikan oleh
perusahaan. Adanya perasaan yang lebih yang dirasakan ketika
sesuatu hasrat atau keinginan yang diharapkannya tercapai. Dari
berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
dasarnya kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan
dan kinerja atau hasil yang dirasakan.
2.1.3. Faktor Pendorong Terhadap Kepuasan Pelanggan
Faktor-faktor pendorong kepuasan kepada pelanggan dalam
(Handi Irawan,2007).
1. Kualitas Produk
Pelanggan akan merasa puas setelah membeli dan menggunakan
produk tersebut yang memiliki kualitas produk baik.
14
2. Harga
Biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting.
Akan tetapi biasanya faktor harga bukan menjadi jaminan suatu
produk memiliki kualitas yang baik.
6. Kualitas Jasa
Pelanggan merasa puas apabila mereka memperoleh jasa yang
baik atau sesuai dengan yang diharapkan dari pegawai maupun
karyawan perusahaan.
7. Emotional factor
Kepuasannya bukan karena kualitas produk, tetapi harga diri atau
nilai sosial yang menjadikan pelanggan puas terhadap merek
produk tertentu.
8. Biaya atau kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa.
Kenyamanan dan efisien dalam mendapatkan suatu produk atau
jasa serta mudah mendapatkan jasa produk memberikan nilai
tersendiri bagi kepuasan pelanggan.
2.1.4. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Terdapat empat metode pengukuran kepuasan konsumen, yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
Perusahaan
harus
memberi
kesempatan
pelanggan untuk menyampaikan saran, pendapat,
kepada
kritik, dan
keluhan mereka melalui surat, kartu, maupun saluran bebas pulsa.
15
Dengan metode ini maka perisahaan akan memperoleh informasi
dan
dapat
menjadi
masukan
bagi
perusahaan,
sehingga
perusahaan dapat memperoleh langkah dengan cepat untuk
bereaksi dan mengatasi permasalahan yang ada.
2. Ghost shopping
Metode ini dilakukan dengan cara mengutus seseorang
untuk menjadi pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan
pesaing, kemudian mereka mengamati cara kerja perusahaan
tersebut dalam hal pelayanan permintaan, penanganan keluhan, dan
sebagainya, kemudian melaporkannya.
3. Lost customer analysis
Metode
ini
dilakukan
dengan
cara
menghubungi
pelanggan yang telah berhenti nmembeli atau pindah ke perusahaan
lain. Hal ini dilakukan untuk mengetahui alasan mereka sehingga
perusahaan dapat mengambil langkah untuk menyempurnakan
produk atau jasa yang diberikan dan memperbaiki kebijakankebijakannya.
4. Survei kepuasan pelanggan
Penelitian terhadap kepuasan pelanggan dapat dilakukan
dengan survei, baik melalui telepon atau wawancara langsung.
Dengan metode ini perusahaan akan memperoleh informasi,
tanggapan, dan umpan balik secara langsung dari konsumen.
16
Metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur kepuasan
konsumen adalah metode survei terhadap kepuasan konsumen.
Pengukuran kepuasan konsumen dengan metode survei ini
relative mudah untuk dilakukan dan hasil yang didapatkan
langsung dari konsumen. Metode ini banyak digunakan terutama
pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa untuk tugas akhir
(Kotler dalam Fandy Tjiptono,2006),
2.2. Komunikasi
2.2.1. Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia,
yang dinyatakan adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada
orang
lain
dengan
menggunakan
bahasa
sebagai
alat
penyalurannya. Menurut Carl I. Hovland dalam Fajar,(2009),
Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi
perawat. Perawat terus berhubungan dengan pasien dan
keluarganya sejak kelahiran sampai kematian. Oleh karena itu,
dibutuhkan pembentukan komunikasi terapeutik. Perawat
berkomunikasi dengan orang lain yang mengalami tekanan,
yaitu: pasien, keluarga, dan teman sejawat, Potter dan Perry,
(2010). Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat
kesengajaan dapat dibuktikan bahwa dalam berkomunikasi
komunikator memilih waktu yang tepat untuk suasana pesan,
17
bahasa yang dipergunakan agar pesan dapat dimengerti, sikap
dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif, jenis kelompok di
mana komunikasi akan dilaksanakan.
2.2.2. Unsur-Unsur Komunikasi
Berikut ini adalah beberapa hal yang menjadi unsur atau elemen
dari sebuah komunikasi, antara lain:
1. Referen
Sesuatu
yang
memotivasi
seseorang
untuk
berkomunikasi dengan pihak lain. Pada lingkungan pelayanan
kesehatan, yang akan menginisiasi komunikasi adalah
penglihatan, suara, bau, jadual, pesan, objek emosi, sensasi,
persepsi, ide, dan petunjuk lainnya. Perawat yang memahami
jenis stimulus yang mengawali komunikasi akan mampu
membangun dan menyusun pesan secara lebih efisien dan
menerima maknanya dengan lebih baik (Potter dan Perry,
2010).
2. Pengirim dan Penerima
Pengirim adalah pihak yang metode dan menyampaikan
pesan, sedangkan penerima adalah pihak yang menerima dan
menguraikan kode pesan. Pengirim menempatkan ide atau
perasaan kedalam bentuk yang dapat ditransmisikan dan
bertanggung jawab atas ketepatan isi dan emosi pesan
tersebut. Pengirim dan penerima merupakan peran yang
18
fleksibel dan berubah dengan adanya interaksi kedua pihak,
terkadang peroses pengiriman dan penerimaan dapat berjalan
bersamaan ( Potter dan Perry,2010).
3. Pesan (Message)
Isi dari komunikasi. Pesan mengandung bahasa verbal,
non verbal, dan simbolik. Persepsi pribadi terkadang dapat
mengubah interpretasi penerima. Dua orang perawat dapat
menyampaikan informasi yang sama dengan pesan yang
berbeda karena perbedaan gaya komunikasi. Dua individu
akan memahami pesan yang sama secara berbeda. Clien
mengirimkan pesan yang efektif dengan mengemukakan
secara jelas dan dengan cara yang dikenal oleh penerima.
Perawat menentukan adanya kebutuhan klarifikasi dengan
melihat
petunjuk
nonverbal
dari
pendengar
yang
memperlihatkan kebingungan/kesalahpahaman ( Potter dan
Perry, 2010 ).
4. Media (Channels)
Merupakan alat penyampaian dan penerimaan pesan
melalui indra penglihatan, pendengaran, dan taktil. Ekspresi
wajah akan mengirimkan pesan visual, kata-kata memasuki
saluran pendengaran, dan sentuhan menggunakan saluran
taktil. Individu akan memahami suatu pesan dengan lebih
19
baik jika pengirim menggunakan berbagai media, ( Potter dan
Perry, 2010)
5. Umpan balik
Merupakan pesan yang di kembalikan oleh penerima.
Unsur ini menunjukan bahwa penerima telah mengerti arti
dari pesan pengirim. Pengirim harus mencari umpan balik
verbal dan non verbal untuk memastikan terjadinya
komunikasi yang baik. Agar efektif, pengirim dan penerima
harus sensitif dan terbuka terhadap masing-masing pesan,
mengklarifikasi pesan, dan memodifikasi perilaku. Dalam
hubungan sosial, kedua pihak memiliki tanggung jawab yang
sama untuk mencari keterbukaan dan kilarifikasi, tetapi
perawat memiliki tanggung jawab utama dalam hubungan
perawat-klien.
2.2.3 Jenis-Jenis Komunikasi
Komunikasi yang umum digunakan antara lain adalah
komunikasi verbal, komunikasi non verbal,
komunikasi
simbolik, dan metakomunikasi.
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal menggunakan kata yang ditulis ataupun
diucapkan.
Bahasa
verbal
merupakan
kode
yang
menyampaikan arti spesifik melalui kombinasi kata. Aspek
20
terpenting dalam komunikasi lisan antara lain (Potter dan
Perry,2010)
2. Perbendaharaan Kata
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim dan penerima
tidak dapat menerjemahkan kata dan frase yang digunakan.
3. Makna Denotatif dan Konotatif
Arti konotatif adalah makna berbeda yang timbul oleh
pengaruh pikiran, perasaan ataupun ide terhadap suatu kata.
4. Kecepatan
Percakapan
akan
berhasil
apabila
kecepatan
dalam
pengucapan kata-kata yang digunakan sesuai dengan ritme
ucapan tersebut.
5. Intonasi
Intonasi suara klien, akan menggambarkan informasi tentang
keadaan kesehatannya dan tingkat energinya.
6. Kejelasan dan Ringkasan
Komunikasi yang efektif bersifat sederhana, singkat, dan
langsung. Semakin sedikit kata yang dikandung, maka
semaikn mudah untuk dimengerti.
7. Waktu dan Kesesuaian
Dalam melakukan komunikasi, perhatikanlah situasi dan
kondisi yang sedang terjadi disekeliling kita dan lawan
bicara.
21
8. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi yang mencakup seluruh indra dan semua hal
yang tidak melibatkan kata tertulis (Potter dan Perry,2010).
2.2.4. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
komunikasi (Potter dan Perry,2010) :
1. Penampilan Pribadi
Faktor
ini
mengomunikasikan
kesejahteraan
fisik,
kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya, dan
konsep diri.
2. Postur dan Gaya Berjalan
Postur dan gaya berjalan menunjukkan ekspresi diri. Dan
gerakan menunjukkan sikap, emosi, konsep diri, dan
kesehatan.
3. Ekspresi Wajah
Wajah adalah bagian tubuh yang paling ekspresif. Seorang
perawat harus mampu menghindari ekspresi rasa terkejut,
jijik, tidak senang, atau reaksi buruk lainnya didepan klien.
4. Kontak Mata
Individu dikatakan siap untuk melakukan percakapan, dilihat
melalui kontak matanya. Kontak mata merupakan contoh
sikap penghargaan dan kesediaan untuk mendengarkan.
22
5. Gerakan Tubuh
Semua yang dikatakan akan dipertegas dengan beberapa
gerakan tubuh, dan gerakan tubuh itu sendiri sudah memiliki
makna
6. Suara
Suara desahan, erangan, atau isakan juga mengomunikasikan
sebuah perasaan atau pikiran. Dan juga suara akan membantu
untuk memperjelas suatu pesan yang dikirim.
7. Komunikasi Simbolik
Sebuah komunikasi yang membutuhkan symbol-simbol lisan
dan
nonverbal
yang
digunakan
pihak
lain
untuk
menyampaikan arti, misalnya adalah seni dan musik.
8. Metakomunikasi
Metakomunikasi: adalah suatu komentar terhadap isi
pembicaraan dan sikaphubungan antara yang berbicara yaitu
pengirim kepada pendengar (Djuhdie,2012).
2.2.5 Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani,2005)
1. Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada
sumber atau komunikator. Kredibilitas komunikasi sangat
mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena hal
23
ini mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran atau
komunikasi terhadap pesan yang disampaikan.
2. Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang
bermanfaat bagi sasaran. Hasil komunikasi akan lebih baik
jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran.
3. Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat
dan berperan pada pesan. Pesan yang disampaikan harus
berhubungan dengan kepentingan sasaran.
4. Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan.
Kejelasan pesan yang disampaikan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan komunikasi.
5. Kesinambungan dan konsistensi
Kesinambungan
dan
konsistensi
consistency) terdapat pada pesan.
(continuity
and
Pesan yang akan
disampaikan harus konsistensi dan berkesinambungan.
6. Saluran
Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media.
Media yang digunakan harus disesuaikan dengan pesan
yang ingin disampaikan.
24
7. Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat
pada
komunikan.
Dalam
menyampaikan
pesan,
komunikator harus memperhitungkan kemampuan sasaran
dalam menerima pesan.
2.3 Komunikasi Terapeutik
2.3.1 Definisi Komunikasi Terapeutik:
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional
yang direncanakan secara sadar, mempunyai tujuan dan berpusat pada
kesembuhan pasien (Supriyanto dan Ernawati,2010). Komunikasi
interpersonal sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental
sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena
kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk memberikan
stimuli sebagai daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada
komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling
sempurna, komunikasi interpersonal berperan penting hingga kapan
pun, selama manusia masih mempunyai emosi.
Perawat yang memiliki
ketrampilan komunikasi secara terapeutik
akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan pasien, lebih
mudah mencegah munculnya masalah legal,
mampu memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, serta mampu
meningkatkan citra profesi pelayanan keperawatan dan Rumah Sakit
25
(Wulan dan Hastuti,2011).
Komunikasi terapeutik sebagai kegiatan
bertukar informasi antara perawat dan pasien yang dilakukan secara
sadar dalam rangka proses kesembuhan. Kegiatan yang dilakukan oleh
perawat adalah mencari keluhan yang dirasakan oleh pasien dan
mengevaluasi kegiatan pasien yang dirasakan agar dapat dijadikan
pegangan perawat dalam bertindak melakukan tindakan keperawatan
(Nasir dan Muhith,2011).
2.3.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik berbeda dengan komunikasi sosial
yang terjadi sehari-hari. Komunikasi terapeutik ditandai dengan
terjadinya komunikasi antara dokter, atau perawat dan pasien, sifat
komunikasi lebih akrab karena bertujuan dan berfokus pada pasien
yang membutuhkan bantua, tempat terjadinya di Rumah Saki,
puskesmas, poliklinik dan tempat praktek pribadi, serta direncanakan
untuk mempercepat proses penyembuhan dan kepuasan pasien.
Tujuan terapi menurut (Supriyanto dan Enawaty,2010) diantaranya:
1. Membantu pasien dalam memperbaiki dan mengendalikan emosi,
sehingga dapat membantu mempercepat penyembuhan dari upaya
medis pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
dan, serta diharapkan dapat mengambil tindakan mengubah situasi
yang ada apabila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan.
26
2. Membantu mengurangi keraguan, membantu dalam mengambil
tindakan efektif dan mempertahankan kekuatan ego pasien.
3. Menciptakan komunikasi terapeutik yang dapat memberikan
pelayanan prima, sehingga kepuasan dan keseimbangan pasien
dapat tercapai.
4. Menciptakan komunikasi yang menghasilkan kepuasan semua
pihak yang terlibat yaitu: dokter, perawat dan pasien.
2.3.3 Prinsip Komunikasi Terapeutik.
Prinsip-prinsip yang terkandung pada komunikasi terapeutik
antara
lain (Suryani,2005):
1. Kejujuran (trustworthy)
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan
komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil
dapat membina hubungan saling percaya. Pasien hanya akan
terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar
hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif.
Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan
kata-kata yang mudah dimengerti oleh pasien. Komunikasi
nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan.
Ketidaksesuaian dapat menyebabkan pasien menjadi bingung.
27
3. Bersikap positif
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang
hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap pasien. Roger
me nyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan,
ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
4.
Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan,
karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan
memikirkan permasalahan pasien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan oleh pasien. Dengan empati seorang perawat dapat
memberikan alternatif pemecahan masalah bagi pasien, karena
meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan
pasiennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga
perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi pasien secara
objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat
permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional
dan terlarut didalamnya.
5. Mampu melihat permasalahan pasien dari kacamata pasien.
Memberikan
asuhan
keperawatan
perawat
harus
berorientasi pada pasien, Suryani,(2005). Untuk itu agar dapat
membantu memecahkan masalah pasien perawat harus memandang
permasalahan tersebut dari sudut pandang pasien. Untuk itu
perawat harus menggunakan tehnik active listening dan kesabaran
28
dalam
mendengarkan
ungkapan
pasien.
Jika
perawat
menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara
keseluruhan ungkapan pasien akibatnya dapat fatal, karena dapat
saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan
masalah pasien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak
membantu bahkan merusak pasien.
6. Menerima pasien apa adanya
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan
merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim
terapeutik.
Memberikan
penilaian
atau
mengkritik
pasien
berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa
perawat tidak menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan pasien
Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit
terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja
melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan
pasien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu pasien ataupun diri
perawat sendiri.
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah
terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik
hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu pasien, jika ia
29
sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam
hidupnya.
2.3.4 Unsur-unsur komunikasi terapeutik
Unsur yang terkandung dalam komunikasi terapeutik antara
lain (Poter dan Perry,2010):
1. Keramahan
Keramahan merupakan bagian dari komunikasi terapeutik.
Keramahan diberikan untuk memberikan kesan pertama yang
menarik hati lawan bicara kita.
2. Pengguna nama
Pengenalan diri merupakan hal yang penting agar tidak
menimbulkan keraguan, memanggil pasien dengan nama akan
meunjukkan penghargaan diri terhadap pasien itu sendiri.
3. Dapat.dipercaya
Orang yang dapat dipercaya adalah: orang yang
membantu orang lain tidak akan memberikan keraguan orang
yang dibantunya. Untuk itu seorang perawat harus menunjukkan
kehangatan, konsistensi, reliabilitas, kejujuran, kompetensi dan
rasa hormat. Otonomi dan tanggung jawab seorang perawat
harus
mampu membuat pilihan sendiri dan berani untuk
mempertanggung jawabkan atas pilihan atau keputusan yang
diberikan.
30
4. Asertif
Komunikasi asertif memungkinkan untuk mengekspresikan
perasaan
dan
pikiran
tanpa
menuduh/melukai
orang
lain(Gromer,2005), sikap asertif akan memberikan kepercyaan
diri sekaligus penghormatan terhadap orang lain.
2.3. 5 Tehnik-tehnik Komunikasi Terapeutik
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang
dapat mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan
dan pikirannya.
Tehnik berikut sering digunakan pada tahap orientasi.
1.
Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan
fasilitatif
(facilitative
question)
terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif terhadap
pikiran
dan
berhubungan
perasaan
dengan
serta
secara
langsung
masalah
pasien,
sedangkan
pertanyaan non fasilitatif (non facilitative question)
adalah
pertanyaan
yang
tidak
efektif
karena
memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah
atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak
kurang pengertian terhadap pasien (Gerald, D dalam
Suryani,2005).
31
2.
Pertanyaan terbuka dan tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan
apabila perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari
pasien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu
mendorong pasien mengekspresikan dirinya (AntaiOtong dalam Suryani,2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika
perawat membutuhkan jawaban yang singkat.
3. Inapropriate quantity question
Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan
yang kurang baik dari sisi jumlah pertanyaan, yang
mengakibatkan pasien bingung dalam menjawab. Terlalu
banyak pertanyaan merupakan tindakan yang tidak tepat
karena menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab
(Long, L dalam Suryani,2005).
4. Inapropriate quality question
Inapropriate quality question yaitu pertanyaan
yang tidak baik diberikan pada pasien dan biasanya
dimulai dengan kata“why”(mengapa). Why question ini
dipertimbangkan tidak tepat karena :
1. Terkesan menginterogasi, sehingga pasien merasa
seolah-olah diintimidasi (Sturat, G.W dalam Suryani,
32
2005). Hal ini bisa menghambat keterbukaan pasien
terhadap perawat.
2. Tidak akan dapat menggali perasaan pasien yang
sebenarnya karena why question mengiring pasien
untuk menjawab secara rasional atau mengemukakan
alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan
bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D
dalam Suryani, 2005).
3. Mendengarkan
Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam
Suryani,2005)
dan
penerimaan
informasi
serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang
diterima (Hubson, S dalam Suryani,2005).
3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok
pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk
menguatkan ungkapan pasien dan memberi indikasi
perawat mengikuti pembicaraan pasien. Restarting
(pengulangan)
merupakan
suatu
mendukung listening (Suryani,2005).
33
strategi
yang
4. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali
ide atau pikiran pasien yang tidak jelas atau meminta
klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya
(Gerald, D dalam Suryani,2005).
Pada
saat
klarifikasi,
perawat
tidak
boleh
menginterpretasikan apa yang dikatakan pasien, juga
tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D
dalam
Suryani,2005).
Apabila
menginterpretasikan
pembicaraan
penilaiannya
berdasarkan
akan
perawat
pasien,
pandangan
maka
dan
perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada
perasaan, karena pengertian terhadap perasaan pasien
sangat penting dalam memahami pasien.
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide,
perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada
pasien. Hal
ini
digunakan
untuk memvalidasi
pengertian perawat tentang apa yang diucapkan pasien
dan menekankan empati, minat, dan penghargaan
terhadap pasien (Antai-Otong dalam Suryani,2005).
34
6. Memfokuskan
Memfokuskan
(focusing)
bertujuan
memberi
kesempatan kepada pasien untuk membahas masalah
inti
dan
mengarahkan
komunikasi
klien
pada
pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani,2005).
Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan
tanpa arah dan penggantian topik pembicaraan. Hal
yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode
ini
adalah
usahakan
untuk
tidak
memutus
pembicaraan ketika pasien menyampaikan masalah
penting (Suryani,2005).
7. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan
kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan
perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada
perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran
masing-masing
(Stuart
&
Sundeen
dalam
Suryani,2005). Tehnik ini memberikan waktu pada
pasien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat
tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan
dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga
memungkinkan pasien untuk berkomunikasi dengan
35
dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus
mengambil keputusan (Suryani, 2005).
8. Memberi Informasi
Memberikan
tambahan
informasi
(informing)
merupakan tindakan penyuluhan kesehatan pasien.
Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan
kesehatan atau pendidikan pada pasien tentang aspekaspek yang relevan dengan perawatan diri dan
penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada
pasien harus dapat memberikan pengertian dan
pemahaman tentang masalah yang dihadapi pasien
serta
membantu
dalam
memberikan
alternatif
pemecahan masalah (Suryani,2005).
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan
(summerizing)
adalah
tehnik
komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi
poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran
dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin
utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali
komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith
dalam Suryani,2005).
36
Manfaat
dari
menyimpulkan
antara
lain
:
(Suryani,2005)
1. Memfokuskan pada topik yang relevan.
2.Menolong perawat dalam mengulang aspek utama
interaksi.
3.Membantu klien untuk merasa bahwa perawat
memahami perasaannya.
4. Membantu klien untuk dapat mengulang informasi
dan membuat tambahan atau koreksi terhadap
informasi sebelumnya.
10. Mengubah Cara Pandang
Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini
digunakan untuk memberikan cara pandang lain
sehingga pasien tidak melihat sesuatu atau masalah
dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam
Suryani,2005).
Tehnik
ini
sangat
bermanfaan
terutama ketika pasien berfikiran negatif terhadap
sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya.
Seorang perawat kadang memberikan tanggapan yang
kurang tepat ketika pasien mengungkapkan masalah,
misalnya menyatakan “sebenarnya apa yang anda
pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”. Reframing
akan membuat pasien mampu melihat apa yang
37
dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam
Suryani,2005) sehingga memungkinkan pasien untuk
membuat
perencanaan
yang
lebih
baik dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya.
11.Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali
lebih jauh atau lebih dalam masalah yang dialami
klien (Antai-Otong dalam Suryani,2005) supaya
masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat
pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang
detail tentang masalah yang dialami pasien.
12. Membagi Persepsi
Membagi persepsi (sharing peception) adalah
meminta pendapat klien tentang hal yang perawat
rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika
perawat merasakan atau melihat ada perbedaan
antara respos verbal dan respons nonverbal pasien
Suryani,(2005).
13. Mengidentifikasi Tema
Perawat
harus
tanggap
terhadap
cerita
yang
disampaikan pasien dan harus mampu manangkap
tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya
adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali
38
masalah
penting
(Stuart
&
adeen
dalam
Suryani,2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada
tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan
pada awal masalah yang benar-benar dirasakan
pasien.
14. Humor
Suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani
dengan
humor.
Humor
dapat
meningkatkan
kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan
tekanan darah dan nadi Suryani,(2005).
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin
bisa dilakukan :
1.Pada saat pasien mengalami kecemasan ringan
sampai sedang, humor mungkin bisa menurunkan
kecemasan pasien.
2.Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya
pasien.
3.Membantu
pasien
mengatasi
masalah
lebih
efektif.
15. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan
keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika
berinteraksi
39
dengan
perawat.
Reinforcement
berguna untuk meningkatkan harga diri dan
menguatkan perilaku pasien (Gerald, D dalam
Suryani,2005).
2.4 KEASLIAN PENELITIAN
No
Peneliti
Judul Penelitian
Metoda
Hasil Penelitian
1.
Peni Eliyani,
2011
Komunikasi Antar
Pribadi dan
Peningkatan Kualitas
Kerja Karyawan
(Studi Deskriptif
Peranan Komunikasi
Antar Pribadi Team
Leader pada PT.
Infomedia Medan
terhadap
Peningkatan Kualitas
Kerja Caroline
Officer)
Deskripsi
PT.
Infomedia
terhadap
peningkatan
kinerja Caroline
Officer
harus
membina
hubungan baik dan
jangan
terjadi
jurang
pemisah
(GAP)
dan
seorang Caroline
Officer
harus
memberikan
informasi terbaru
dari
produk
telkomsel.
2.
Fitri Anggraini,
2013
Hubungan
komunikasi
terapeutik perawat
dalam tindakan
keperawatan
dengan tingkat
kepuasan klien di
ruang Rawat Inap
Rumah Sakit
Umum Daerah
Wates Kulon
Progo-Yogyakarta
cross
sectional.
desain
penelitian
non
eksperimen
dan
menggunakan
analisis data
penelitian
kuantitatif.
Ada hubungan
komunikasi
terapeutik
perawat dalam
tindakan
keperawatan
dengan kepuasan
klien di ruang
rawat
inap
RSUD
Wates,
Progo,
Kulon
Yogyakarta
40
3
Anis Mufarida,
2011
Pengaruh
pelaksanaan
komunikasi
terapeutik perawat
Terhadap tingkat
kepuasan pasien
penelitian
kuantitatif.
Sampel
diambil
dengan
menggunakan
(studi kasus pada Quota
pasien rawat Inap Sampling.
Kelas 3 RSD dr. Data yang
diperoleh
Soebandi Jember)
kemudian
dianalisis
dengan
menggunakan
uji analisis
multivariabel
yaitu regresi
logistik
dengan SPSS
4. Rizky
Hubungan
Hardhiyani,2013 komunikasi
therapeutic perawat
41
Kuantitatif
korelasional,
tehnik
Pelaksanaan
komunikasi
terapeutik
perawat pada
fase orientasi
dengan
persentase
61,90% adalah
cukup,
pelaksanaan
komunikasi
terapeutik
perawat pada
fase kerja dengan
Persentase
61,90% adalah
kurang, dan
pelaksanaan
komunikasi
terapeutik
perawat pada
fase
terminasi dengan
persentase
62,90% adalah
cukup. Tingkat
kepuasan pasien
terhadap
pelaksanaan
komunikasi
terapeutik
perawat di ruang
rawat inap kelas
3 RSD dr
Soebandi Jember
sebesar 60,80%
adalah puas,
sebesar 33,00%
adalah tidak puas
dan sebesar
6,20% adalah
sangat puas.
Ada korelasi antara
komunikasi
therapeutic perawat
dengan motivasi
dengan motivasi
sembuh pada
pasien rawat inap
di ruang melati
Rumah Sakit
umum daerah
Kalisari Batang
42
accidental
sampling
eknik
korelasi
Rank
Spearma
sembuh pasien rawat
inap.
Komunikasi
terapeutik perawat
berhubungan dengan
motivasi sembuh
pasien rawat inap
2.5 Kerangka Teori
Komunikasi Teraupetik
Prinsip komunkasi
terapeutik :
1.Kejujuran
2.Tidak membi
ngungkan
3.Positif
4. Empati
5. Mampu
melihat
masalah dari
sisi pasien
6. Realistis
7. Sensitif
8. Tidak
terpengaruh
masa lalu
Unsur
komunikasi
terapeutik :
Faktor
komunikasi
terapeutik :
1. Keramahan 1.Kredibilitas
2. Pengguna
2.Isi pesan
nama
3.Kesesuaian
3. Dapat
dipercaya
4.Kejelasan
4. Otonomi
5.Kesinambungan
dan
tanggung
6. Kosistensi
jawab
7. Saluran
5.Kepuasan
Asertif Pelanggan
Tehnik
komunikasi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bertanya
Mendengarkan
Mengulang
Klarifikasi
Refleksi
Memfokuskan
Diam
Memberi
informasi
9. Menyimpulkan
8. Kapabilitas
sasaran
Kepuasan Pelanggan
Hal yang diperhatikan
1.Peralatan
operasional
2.Keunggulan
pelayanan
Faktor pendorong :
1.
2.
3.
4.
5.
Metode :
Kualitas produk
Harga
Kualitas jasa
Emotional factor
Biaya
3. Kehandalan
karyawan
1. Sistem keluhan
dan saran
2. Ghost shopping
3. Lost customer
analysis
4. Survei kepuasan
pelanggan
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Suryani, 2005, Poter dan Perry, 2010, Gregorius Tjandra, 2005: 198,
Handi Irawan, 2007: 37, Fandy Tjiptono, 2006.
43
2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep Penelitian (Notoatmodjo,2005)
Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel bebas
Variabel terikat
Kepuasan Pelayanan Pasien
Rawat Inap
RS. Brayat Minulya
Surakarta
Komunikasi Terapeutik Pada
Pasien Rawat Inap RS. Brayat
Minulya Surakarta
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis
Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga
atau sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian
tersebut (Notoatmodjo,2010),
Hipotesa dalam penelitian yaitu:
Ha
: Ada hubungan umur perawat dengan komunikasi terapeutik
perawat dengan kepuasan pasien tindakan sebelum melakukan
invasif di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.
Ho
: Tidak ada hubungan umur perawat dengan komunikasi terapeutik
perawat dengan kepuasan pasien sebelum melakukan tindakan
invasif di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Desain penelitian yang dipakai adalah analitik korelasi dengan
menggunakan pendekatan
cross sectional
Arikunto, (2006) menyatakan
bahwa penelitian korelasi bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan
antara variabel yang diteliti. Rancangan cross sectional
merupakan
rancangan penelitian yang pengukuran atau pengamatannya dilakukan secara
simultan pada satu saat atau sekali waktu (Hidayat,2007). Metode analitik
korelasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien di Rumah
Sakit Brayat Minulya Surakarta. Hasil data tersebut kemudian dinyatakan
dalam bentuk angka (kuantitatif) menurut Notoatmodjo, (2008).
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1.Populasi
Menurut Sugiyono,(2005) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk mempelajari
atau kemudian ditarik kesimpulan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa populasi
dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di 4 Ruang Rawat Inap
yaitu Ruang Maria, Yoseph, Anna dan Theresia Rumah Sakit Brayat
Minulya Surakarta, sebanyak 60 pasien ( karena BOR Rumah Sakit
kurang lebih 60 % ) dari 108 tempat tidur.
3.2.2.Sampel
Dengan kriteria inklusi dan eksklusi yaitu seluruh anggota
populasi
sebagai sampel penelitian, sedangkan untuk mengukur
variabel kepuasan pasien menggunakan purposive sampling, yaitu
pengambilan
berdasarkan
atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,2005).
Pengambilan sampel didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
Pengambilan sampel didasarkan pada kriteria sebagai berikut :
a.Kriteria inklusi :
1. Pasien di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.
2. Pasien yang keadaan umumnya baik, sadar dan dapat diajak
berkomunikasi.
3. Pasien yang bersedia dijadikan responden oleh peneliti.
b.Kriteria eksklusi :
1. Pasien yang pulang atas permintaan sendiri (APS)
2. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden.
3. Pasien yang operasi cyto.
46
Perkiraan besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus
besar sampel penelitian analisis kategorik tidak berpasangan yaitu
sebagai berikut:
Untuk populasi kecil < 10.000
formulanya:
N
n=
1 + N (d2)
N: besar populasi
n: besar sampel
d: tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 1 %
60
n=
1 + 60 (0,01) 2
60
60
=
1 + 60 (0,0001)
= 59,6
1,006
Jadi sampel 1 %
n = 59,6 dengan tingkat kesalahan 1 % maka jumlah sampel 59 orang .
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di Rumah Sakit Brayat Minulya Jalan Setiabudi 106
Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret
2015.
47
3. 4. Variabel, Definisi Operasional dan Scala Pengukuran
Tabel 3.4 Definisi Operasional
Variabel
Variabel
independen
komunikasi
terapeutik
perawat
Variabel
dependen
Kepuasan
pelayanan
pasien Rawat
Inap
Definisi
Cara ukur
Komunikasi yang Kuesioner yang
direncanakan
berisi
Pertanyaan tentang
secara sadar,
komunikasi
bertujuan
terapeutik
dan kegiatannya
Perawat, 16
dipusatkan untuk
pertanyaan,
kesembuhan
pasien
dengan skor
- baik skor 3
- sedang: skor 2
- tidak baik :
skor 1
Suatu tingkat
Kuesioner yang
perasaan pasien
berisi
pertanyaan tentang
yang timbul
kepuasan pasien 16
sebagai akibat
pertanyaan dengan
dari kinerja
skor sebagai
pelayanan
kesehatan yang
berikut
diperolehnya
- Sangat Puas
setelah pasien
skor 3
membandingkann - Puas:skor 2
- Cukup Puas:
ya dengan apa
yang iharapkanskor 1
nya
Hasil ukur
Skala
Komunikasi
-baik skor
66-90%
-sedang skor
41-65
-Tidak baik
skor 16-40 %
Ordinal
Kepuasan
pasien 4
indikator
yaitu:
1. Kategori
sangat
puas
66%-90%
2. Kategori
puas
41%-65%
3. Kategori
cukup
puas
16%-40%
Ordinal
Sumber : Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,
(Nursalam,2005).
48
3.5 Alat Penelitian Data dan Tehnik Pengumpulan Data
3.5.1 Alat Penelitian Data
Alat penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner dan lembar observasi yang dikembangkan oleh peneliti
sendiri, yaitu:
1. Kuesioner I: Berisi tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam
melakukan komunikasi terapeutik, sebanyak 16 pertanyaan dengan
jawaban : Baik, sedang, tidak baik.
2. Kuesioner II : Berisi kepuasan pelayanan perawat terhadap pasien
Kuesioner sebanyak 16 pertanyaan dengan pilihan jawaban sangat
puas, puas, dan kurang puas. Kuesioner terdiri dari pertanyaan
favourable dan unfavourabel.
3.5.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian, maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas
terhadap
instrumen
penelitian.
Uji
validitas
dan
reliabilitas untuk mengukur kevalidan kuesioner kepuasan
komunikasi terapeutik perawat terhadap pelayanan pasien.
Uji validitas dan Reliabilitas dalam penelitian ini telah
dilakukan terhadap 20 perawat di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta.
49
3.5.1.2 Uji Validitas
Dilakukan
di
Rumah
Sakit
Panti
Waluyo
Surakarta, karena sebagai pembandingkuesioner yang
belum baku, secara eksternal. Validitas adalah suatu
ukuran
yang
menunjukkan
tingkat
kevalidan
atau
kesahihan suatu instrumen, sebuah instrumen dikatakan
valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan
dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti
secara tepat (Notoatmodjo, 2010). Validitas suatu variabel
dapat menggunakan korelasi korelasi product moment
dengan menggunakan perangkat komputer, rumus yaitu
(Arikunto, 2006):
R=
{NSX
N(å XY) - (å X å Y)
2
- (SX )
2
} {NSY
2
- (SY )
2
}
Keterangan :
N : Jumlah teruji
R : Korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan
X : Skor butir
Y : Skor total
Menurut Sugiyono (2011), keputusan ujinya adalah:
Bila terhitung lebih besar dari r tabel (0,444), artinya
50
variabel tersebut valid. Bila terhitung lebih kecil dari r
tabel artinya variabel tersebut tidak valid. Uji validitas
digunakan untuk mengukur sah tidaknya pertanyaanpertanyaan yang yang diajukan. Angket yang dikatakan
valid ( sah ) jika pertanyan pada angket dapat
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh angket
tersebut.
Validitas item pertanyaan untuk variabel komunikasi
terapeutik. Bila terhitung lebih besar dari r tabel (0,444),
artinya variabel
tersebut valid. Bila terhitung lebih kecil
dari r tabel artinya variabel tersebut tidak valid. Hasil uji
validitas butir pertanyaan komunikasi terapeutik yang
berjumlah 20
didapatkan butir pertanyaan yang valid
adalah 16. Sedangkan butir pertanyaan kepuasan pasien
yang berjumlah 20 didapatkan butir pertanyaan yang valid
adalah 16, dengan r hitung 0.935 sampai dengan 0,934,
sehingga r hitung > 0,444.
5.3.1.3 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauhmana alat ukur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Pengujian reliabilitas
digunakan dengan rumus koefisien reliabilitas alpha
51
cronbach dengan bantuan komputer, dengan rumus yaitu :
(Arikunto, 2006).
r11
æ k öæ Ss b
÷÷ç1 - 2
çç
ç
s t
è (k - 1) øè
=
2
ö
÷
÷
ø
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
Ss b = jumlah varians butir
2
s 12
= varians total
Menurut Riwidikdo (2008), untuk mengetahui
reliabilitas instrumen dengan membandingkan nilai r
hitung dengan alpha. Pernyataan dikatakan reliabel
dengan ketentuan bila r hitung 0,934 lebih besar dari 0,7.
Dari hasil reabilitas dapat diketahui bahwa reliabilitas
instrumen dengan membandingkan nilai r hitung dengan
alpha. Pernyataan dikatakan reliabel dengan ketentuan
bila r hitung lebih besar dari 0,444.
52
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data
3.5.2.1 Jenis Pengumpulan Data
Jenis pengumpulan data menurut (Notoatmodjo,
2010):
1. Data Primer
Data primer adalah sumber informasi yang
langsung berasal dari
yang
mempunyai
wewenang dan tanggung jawab terhadap data
tersebut. Sumber data primer pada penelitian ini
yaitu berdasarkan kepuasan komunikasi terapeutik
perawat terhadap pasien pasien
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber informasi yang
bukan dari tangan pertama, dan bukan mempunyai
wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi
atau data tersebut. Sumber data sekunder pada
penelitian ini adalah jumlah perawat di Rumah
Sakit Brayat Minulya Surakarta.
3.5.2.2 Prosedur Pengumpulan Data
Tahap-tahap pengumpulan data yang akan dilakukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
53
1. Setelah memperoleh surat ijin untuk melakukan
penelitian dari Direktur Rumah Sakit Brayat
Minulya Surakarta, peneliti mendatangi lokasi
penelitian yaitu di Rumah Sakit Brayat Minulya
Surakarta.
2. Peneliti memberikan informasi tentang tujuan
penelitian dan keikutsertaan dalam penelitian ini
kepada sampel penelitian, bagi yang setuju
berpartisipasi dalam penelitian ini diminta untuk
menandatangani lembar persetujuan penelitian
(informed consent).
3. Peneliti membagikan lembar persetujuan penelitian
(informed consent) kepada responden penelitian
yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian untuk
ditandatangani.
4. Peneliti menentukan sampel pada masing-masing
ruangan dengan cara undian, menggunakan teknik
simple random sampling.
5. Peneliti dibantu oleh 5 wakil kepala ruang yang
bertugas sebagai enumerator dalam penelitian ini.
Peneliti
terlebih
dahulu
menjelaskan
kepada
enumerator untuk menyamakan persepsi penelitian
ini. Kriteria enumerator dalam penelitian ini adalah
54
wakil kepala ruang, pendidikan minimal D3
Keperawatan.
6. Peneliti memberikan kuesioner kepada pasien
mengenai
kepuasan
komunikasi
terapeutik
pelayanan perawat
7. Peneliti
mengobservasi
cara
perawat
berkomunikasi dengan pasien setiap hari.
8. Kuesioner yang telah lengkap terisi dilanjutkan
dengan pengolahan data.
3.5.2.3 Pengolahan Data
Suyanto
dan
Salamah
(2009),
setelah
kuesioner diisi oleh responden, maka data diolah
melalui tahapan sebagai berikut:
1.Editing
Editing adalah meneliti kembali apakah isian
dalam lembar kuesioner sudah lengkap dan diisi,
editing
dilakukan
ditempat
pengumpulan
data,
sehingga jika ada kekurangan data dapat segera
dikonfirmasikan pada responden yang bersangkutan.
2. Scoring
Scoring adalah suatu kegiatan mengubah data
berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau
55
bilangan. Scoring variabel penelitian ini adalah pada
variabel
komunikasi
terapeutik
perawat
jika
Komunikasi baik dengan skor 66 %-90 %, sedang
skor 41%-65% dan tidak baik skor
16% - 40 %,
variabel kupuasan pasien jika sangat puas antara
66%-90%, puas 41%-65 %, dan cukup puas 16%40%.
3. Coding
Tahap ini merubah data yang dikumpulkan
kedalam bentuk yang lebih ringkas. Memberi kode
untuk masing-masing variabel terhadap data yang
diperoleh dari sumber data yang telah diperiksa
kelengkapannya. Coding pada variabel penelitian
pada yaitu:
Komunikasi Terapeutik Perawat:
1. Baik
: kode 3
2. Sedang
: kode 2
3. Tidak baik
: kode 1
Kepuasan Pelayanan Pasien:
1. Sangat Puas
: kode 3
2. Puas
: kode 2
3. Cukup Puas
: kode 1
56
4.
Tabulating
Tabulating adalah langkah memasukkan data-data
hasil penelitian kedalam tabel-tabel sesuai kriteria
yang telah ditentukan.
5.
Entry Data
Entry data adalah proses memasukkan data kedalam
kategori tertentu untuk dilakukan analisis data.
3.6 Analisis Data dan Tehnik Pengolahan Data
3.6. 1 Analisa univariat
Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis
tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo,2010). Analisa
univariat berfungsi meringkas kumpulan data hasil pengukuran
sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut statistik,
tabel, grafik. Analisa univariat dilakukan masing-masing
variabel yang diteliti. Seorang peneliti dapat menguji satu atau
lebih yang dibentuk.untuk menguji tentu diperlukan analisis
statistik yang sesuai dengan maksud statistiknya ( korelasi,
komparasi, pengaruh dan lain-lain), analisis univariat ini juga
untuk mengetahui komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan
pelayanan pasien rawat inap, yang meliputi karakteristik
responden menurut jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan.
Analisis terhadap satu pelakuan yang dimaksudkan adalah
analisis secara statistik untuk menguji hipotesis yang berkenaan
57
dengan kualitas sebuah perlakuan seperti baik/jelek, berhasil
atau gagal, memuaskan/mengecewakan) atau rata-rata atau
normal tidaknya sebuah sebaran data. Biasanya analisis
univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi,
kecenderungan tengah, dan penyebaran (Notoatmodjo,2005).
Rumus yang digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi
dan prosentase (%) yaitu (Machfoed, 2007):
P=
f
x100%
N
Keterangan :
P : Presentase
f : Frekuensi tiap kategori
N : Jumlah sampel
3.6.2 Analisa bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan lebih dari dua
variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisis bivariat berfungsi untuk
mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap
kepuasan pelayanan pasien, dengan menggunakan uji chisquare.
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
58
X2 =
å
( fo - fe )
fe
Keterangan :
X2
: Nilai Chi Square
fo
: Nilai hasil pengamatan untuk tiap
kategori
fe
: Nilai hasil yang diharapkan untuk tiap
kategori
Syarat uji Chi-Square:
Data Sudah dikategorikan
1. Skala ukur ordinal atau nominal bentuk data kategorik
2. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan / nilai
ekspektasi (nilai E kurang dari 1)
3. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan / nilai
ekspektasi kurang dari 5, lebih 20% dari keseluruhan sel
4. Jika syarat uji chi square tidak terpenuhi, maka :
1. Alternatif uji chi-square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher
Exact test
2. Alternatif
untuk
tabel
selain
2x2
adalah
dengan
penggabungan sel.
Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan
Ha diterima bila didapatkan nilai p ≤ 0,05 dan Ho diterima dan Ha
ditolak bila didapatkan nilai p > 0,05.
59
Kekuatan korelasi “r” :
1. 0,00 – 0,25 = Tidak ada hubungan / lemah hubungan
2. 0,26 – 0,50 = Sedang
3. 0,51 – 0,75 = Hubungan kuat
4. 0,76 – 1,00 = Korelasi sangat kuat / sempurna.
3.7 Etika Penelitian
Masalah etika yang harus diperhatikan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut: (Saryono,2011
3.7.1 Informed Consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden
yang diteliti responden harus memenuhi kriteria inklusi.
Lembar Informed Consent sudah dilengkapi judul penelitian
dan manfaat penelitian. Ada responden yang menolak untuk
menjadi
responden,
peneliti
tidak
memaksa,
tetap
peneliti
tidak
menghormati hak responden.
3.7.2 Anonimity ( kode )
Untuk
menjaga
kerahasian
mencantumkan nama responden, tetapi pada lembar akan
diberikan kode.
3.7.3 Confidentality ( Kerahasiaan )
Masalah penelitian keperawatan yang menjamin
kerahasiaan dari hasil penelitian maupun masalah-masalah
60
lainnya. oleh karena itu semua hasil penelitian yang telah
dilakukan dijamin kerahasiaannya dan peneliti menjaga
rahasia dengan sebaik-baiknya.
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1
Analisa Univariat
Analisis Univariat merupakan analisis data yang disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral, atau grafik
(Saryono, 2011). Pada penelitian ini tujuan digunakan analisis univariat
untuk mengetahui komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pelayanan
pasien rawat inap di RS Brayat Minulya Surakarta.
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin Dalam Bulan Maret 2015 n =60
No.
1
2
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
TOTAL
Jumlah
32
27
59
Prosentas %
54,2 %
45,8 %
99,99 %
Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar
responden adalah perempuan dengan jumlah 32 orang atau 54 %
sedangkan jumlah laki-laki 27 orang atau 45 % .
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan usia
dalam Bulan Maret 2015
Usia
30-35
36-40
>40 tahun
Frequency
10
12
31
Percent
16,9 %
20,3 %
50,8 %
Valid
Percent
16,9 %
20,3 %
50,8 %
59
100,0
100,0
Total
Cumulative
Percent
28,8 %
49,2 %
100,0 %
Berdasarkan data bahwa karakteristik responden menurut usia
yang paling banyak adalah usia >40 tahun sebanyak 31 responden
atau 50,8%.
Tabel 4.3 Gambaran Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Frequency
Valid SSMP
11
SMA
34
SARJANA
14
Total
59
Percent
18,6 %
57,6 %
23,7 %
Valid Percent
18,6 %
57,6 %
23,7 %
100,0
100,0
Cumulative
Percent
18,6 %
57,6 %
23,7 %
100,0
Berdasarkan data bahwa karakteriktik responden berdasarkan
tingkat pendidikan menunjukan bahwa responden yang paling banyak
tingkat pendidikan SMA sebanyak 34 responden atau 57,6 %,
Tabel 4.4 Gambaran Komunikasi Terapeutik
Komunikasi Terapeutik
Baik
Sedang
Tidak Baik
Total
Jumlah
35
23
1
59
63
Presentase %
59,32 %
38,98 %
1,69 %
99,99 %
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan didapatkan
bahwa komunikasi terapeutik perawat dengan kriteria baik sebanyak 35
perawat atau 59,32 % sedangkan yang kriteria sedang sebanyak 23
perawat
atau
38,98%
sedangkan
perawat
yang
komunikasi
terapeutiknya tidak baik 1 atau 1,69 %.
Tabel 4..5 Gambaran Kepuasan Pelayanan Pasien
Kepuasan
Sangat puas
Puas
Tidak Puas
Total
Jumlah
24
35
0
59
Presentase %
40,67 %
59,32 %
0%
99,99
Berdasarkan penelitian tentang kepuasan pelayanan perawat
dengan 59 responden dengan
kriteria sangat puas sebanyak 24
responden atau 40,67 % kriteria puas sebanyak 35 responden atau 59,32
% sedangkan yang tidak puas 0 atau 0 %.
4.2 Analisa Bivariat
Tabel 4.6 Hubungan Komunikasi Terapeutik
Dengan Kepuasan Pelayanan Pasien
Chi-square
Asymp.Sig.
P value
Komunikasi-terapeutik
20,167
kepuasan_pasien
46,600
0,985
0,005
0,005
Hasil analisa SPSS menggunakan Chi Square didapatkan nilai p
value = 0,005 sehingga p value < 0,05 maka hasil yang didapatkan lebih
besar dari pada rumus, maka terdapat hubungan antara komunikasi
terapeutik terhadap kepuasan pasien.
64
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang memuat
pertanyaan –pertanyaan tentang persepsi pasien mengenai komunikasi terapeutik
perawat dan kepuasan pelayanan pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 yaitu pengambilan
berdasarkan atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, tetapi
yang terisi hanya 59 kuesioner. Sebelum kuesioner dibagikan dilakukan uji
validitas di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, dengan 16 pertanyaan
komunikasi terapeutik perawat dan 16 pertanyaan kepuasan pasien rawat inap.
5.1.Analisa Univariat
5.1.1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang
paling banyak adalah jenis kelamin perempuan, sebanyak 32
responden (54,2%). sedangkan jumlah laki-laki 27 orang atau 45 %.
Jenis kelamin mempengaruhi persepsi dan harapan pasien untuk
memenuhi kebutuhan termasuk pelayanan kesehatan. Laki-laki
memiliki kecenderungan pekerjaan yang lebih berat di banding
perempuan, sehingga lebih mudah terserang penyakit (Wahyu,2006).
5.1.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur yang paling
banyak adalah umur >40 tahun sebanyak 30 responden (50,8%). Ada
kecenderungan konsumen yang lebih tua lebih merasa puas dari
konsumen yang berumur relatif lebih muda. Hal ini diasumsikan
bahwa konsumen yang lebih tua, telah, berpengalaman, sehingga ia
mampu
menyesuaikan
diri
dengan
kondisi
pelayanan
yang
sebenarnya, sedangkan konsumen usia mudah biasanya mempunyai
harapan yang ideal tentang pelayanan yang diberikan, sehingga
apabila harapannya dengan realita pelayanan terdapat kesenjangan,
atau ketidakseimbangan dapat meyebabkan mereka menjadi tidak
puas (Anoraga,2009).
5.1.3 Distribusi karakteriktik responden berdasarkan pendidikan yang paling
banyak adalah pendidikan SMA sebanyak 34 responden (57,6%).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden dengan tingkat
pendidikan lebih rendah akan merasa lebih puas. Tingkat pendidikan
seseorang akan cenderung membantunya untuk membentuk suatu
pengetahuan sikap dan perilakunya terhadap sesuatu. Dengan
pengetahuan yang baik seseorang dapat melakukan evaluasi berkaitan
dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek yang ditentukan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka daya untuk mengkritisi segala
sesuatu akan meningkat. Sehingga seseorang dengan pendidikan yang
lebih tinggi semestinya akan lebih kritis dalam menentukan apakah
pelayanan yang telah diberikan dapat memberikan rasa puas atau
tidak. Peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau
rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat
66
dari semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga
membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif
(Lestari,2009).
5.1.4. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional
yang direncanakan secara sadar, mempunyai tujuan dan berpusat pada
kesembuhan pasien. Dari penelitian didapatkan hasil 59,32 % atau 35
perawat dari 59 responden telah melakukan komunikasi terapeutik
dengan baik. Sedangkan 23 perawat yang dengan hasil 38,98 %
mendapatkan nilai sedang dalam melakukan komunikasi terapeutik.
Sementara itu, perawat yang tidak baik dalam melakukan komunikasi
terapeutik ada 1 mendapatkan nilai 1 atau 1,69 %.
Pada fase kerja merupakan inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik, karena di dalamnya perawat dituntut untuk
membantu, mendukung pasien, menyampaikan perasaan, pikirannya
kemudian menganalisis respons ataupun pesan yang disampaikan oleh
pasien. Dalam tahap kerja adalah tahap dimana perawat – pasien
memiliki waktu bertatap muka lebih lama dan perawat pula
mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga
mampu
membantu
pasien
untuk
mendefinisikan
masalah
kesehatannya (Wahyu, 2006). Penelitian yang peneliti lakukan di di
Ruang Rawat Inap Irina A RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
67
menyatakan bahwa secara garis besar keterampilan perawat dalam
berkomunikasi terapeutik sudah baik, dan sama dengan penelitian
yang dilakukan Khotimah N.2012, dalam penelitiannya tentang
“Hubungan Komunikasi Terapeutik perawat dengan kepuasan
pelayanan
keperawatan
di
ruang
inap
Rumah
Sakit
PKU
Muhammadiyah Gombong, 69,8%, “ komunikasi terapeutik perawat
baik.
Penelitian ini juga menemukan hasil bahwa perawat yang
keterampilan komunikasi terapeutiknya kurang baik namun pasien
merasa puas ada sebanyak 5 orang (23,8%) dan merasa kurang puas
sebanyak 16 orang (76,2%), ini berarti masih ada pasien yang puas
walaupun komunikasi terapeutik perawat kurang, hasil penelitian ini
sama dengan penelitian oleh Asrin 2006, dalam hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa komunikasi yang tidak efektif masih terjadi
dalam praktik perawat sehari-hari di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto, namun mayoritas pasien merasa puas terhadap
percakapan yang mereka lakukan dengan perawat. Berdasarkan
kelompok demografis, pasien perempuan cenderung merasa lebih puas
dibandingkan pasien pria terhadap komunikasi keperawatan dan
pasien dengan pendidikan rendah cenderung memberikan respon yang
positif dalam berkomunikasi dengan perawat. Peneliti mengamati
bahwa komunikasi terapeutik perawat di Rumah Sakit Brayat
Minulya, sebagian besar baik dan memiliki kekhasan tersendiri, dalam
68
berkomunikasi yang sifatnya membantu kesembuhan pasien. Dimulai
dari awal dinas sampai selesai dinas, karena semua perawat
diwajibkan untuk mengamalkan visi Rumah Sakit, dalam kasih Tuhan
kami melayani.
5.1.5 Kepuasan pelayanan
Kepuasan pelanggan adalah tingkat kesesuaian antara produk
atau jasa pelayanan yang diinginkan dengan kenyataan yang diterima.
Tingkat kesesuaian tersebut adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh
konsumen
berdasarkan
pada
pengetahuan
dan
pengalamannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti tentang kepuasan pasien
terhadap pelayanan perawat didapatkan hasil, 40,67 % dari 59
responden atau sebanyak 24 pasien yang mengatakan sangat puas,
sedangkan sebanyak 59,32 % atau 35 pasien yang mengatakan puas,
dan yang mengatakan cukup puas dengan hasil tidak ada atau 0%.
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan di Ruang Rawat
Inap Irina A. RSUP Prof. Dr.R.D. Kandou Manado dengan jumlah
responden
67
orang
mengenai
kepuasan
pasien
berdasarkan
keterampilan komunikasi terapeutik perawat merasa puas 47 orang
(70,1%), dan yang merasa kurang puas dengan komunikasi terapeutik
perawat ialah sebanyak 20 orang (29,9%). Hasil penelitian Ikbar, dkk
(2013) didapatkan data bahwa kepuasan pasien di Instalasi Rawat Inap
pada tahun 2011. Survei tingkat
kepuasan pasien tersebut dinilai
berdasarkan fasilitas, penataan ruangan, kebersihan dan kenyamanan,
69
keamanan,
keterampilan,
kesopanan,
bahwa
tingkat
kepuasan
pelanggan di Ruang Rawat Inap RSUD Labuang Baji adalah 68,8% dan
belum memenuhi standar kepuasan pelanggan rawat inap berdasarkan
Kepmenkes No.129 tahun 2008 yaitu > 90%.
5.2.Analisis Bivariat
Analisis Bivariat merupakan analisis data yang digunakan untuk
mengetahui interaksi dua variabel, secara analitik korelasi. Analisa bivariat
adalah analisis yang dilakukan lebih dari dua variabel (Notoatmodjo, 2010).
Hasil dari pemberian kuisioner kepuasan terhadap responden yang dilakukan
peneliti selaras 6 dengan hasil yang didapatkan Darmawan I. 2009 dalam
penelitiaannya yang berjudul Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
Dengan Kepuasan Klien Dalam Mendapatkan Pelayanan Keperawatan di
Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr Soedarso Pontianak Kalimantan dengan
membagi kuesioner tentang kupuasan klien selama dirawat, maka di dapatkan
hasil sebanyak 76,7% merasa puas dengan komunikasi terapeutik perawat,
dan 23,3% merasa kurang puas. Analisis bivariat berfungsi untuk mengetahui
hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap kupuasan pelayanan
pasien. sebelum tindakan invasif menggunakan uji chi-square. Hubungan
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien rawat inap
didapatkan hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan
pelayanan pasien, sebelum tindakan invasif menggunakan uji chi-square,
dengan hasil komunikasi terapeutik perawat 20,167 % sedangkan kepuasan
70
pasien, dengan nilai 46,600 % sehingga dihasilkan p value = 0,985 sehingga
p value < 0,005. Jadi hasil penelitian komunikasi terapeutik dan kepuasan
pasien ada hubungannya karena hasil yang didapatkan dari penelitian p value
lebih besar dari rumus analisis SPSS, dengan menggunakan Chi Square nilai
p value = 0,005 sehingga p value < 0,05..
Uji Chi-square adalah statistik non-parametrik, juga disebut tes bebas
distribusi. Tes non-parametrik harus digunakan ketika salah satu dari kondisi
berikut berkaitan dengan data:
Tingkat pengukuran semua variabel adalah : ordinal.
1. Ukuran sampel dari kelompok belajar tidak sama; untuk χ 2 kelompok
ukuran yang sama atau ukuran yang tidak sama sedangkan beberapa tes
parametrik memerlukan kelompok ukuran yang sama atau kira-kira sama.
2. Data asli diukur pada tingkat interval atau rasio (Scott M, Flaherty D,
Currall J,2013)
71
BAB VI
P E N U T UP
6.1 KESIMPULAN
1. Responden dengan jenis kelamin, perempuan dengan jumlah 32 orang
atau 54 % sedangkan jumlah laki-laki 27 orang atau 45 %
2. Menurut usia yang paling banyak adalah usia >40 tahun sebanyak 30
responden atau 50,8%. Sedangkan menurut tingkat pendidikan SMA
sebanyak 34 responden atau 57,6 %.
2. Dalam penelitian komunikasi terapeutik perawat dengan hasil 59,32 %
atau 35 orang dari 59 responden yang baik, 23 perawat yang dengan
hasil
38,98 % dengan nilai sedang dalam melakukan komunikasi
terapeutik, dan perawat yang tidak baik dalam melakukan komunikasi
terapeutik 1 atau 1,69 %.
3. Kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat didapatkan hasil, 40,67 %
dari 59 responden atau sebanyak 24 pasien yang mengatakan sangat puas,
sedangkan sebanyak 59,32 % atau 35 pasien yang puas, dan responden
yang tidak puas 0 ( tidak ada), atau nilai 0%.
4. Ada hubungannya karena hasil yang didapatkan dari penelitian p value
lebih besar dari rumus analisis SPSS, dengan menggunakan Chi Square
nilai p value = 0,005 sehingga p value < 0,05
6.2. SARAN
1. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hubungan
komunikasi terapetik perawat dengan kepuasan pelayanan pasien rawat
inap, bidang
manajemen Rumah Sakit memiliki program untuk
meningkatkan kualitas pelayanan perawat profesional, dan bekerjasama
dengan komite Etika dan Profesi yang telah ada, diprogramkan dalam
program kerja, dan semua perawat Rumah Sakit memiliki ketrampilan
komunikasi terapeutik sehingga semua pasien yang mendapatkan
perawatan di Rumah Sakit memperoleh kepuasan.
2. Bagi Perawat
Dapat memberikan informasi kepada perawat tentang pentingnya
komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan dengan pasien
Rawat Inap seminggu sekali sebelum memulai dinas dan pertemuan
perawat setiap, sehingga para perawat dapat mempraktekkan secara
praktis dalam keperawatan setiap hari, untuk membantu kesembuhan
pasien Rawat Inap.
3. Bagi Peneliti selanjutnya.
Memberikan acuan atau referensi bagi peneliti selanjutnya yang
mengkaji tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan
kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap di Rumah Sakit.
73
4. Bagi peneliti
Sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan karena dapat
melakukan penelitian tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat
dengan kepuasan pelayanan pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Brayat
Minulya Surakarta.
74
DAFTAR PUSTAKA
Aripuddin I (2014) Ensiklopedia Mini: Aslam Mula Profesi Perawat, Jakarta
Angkasa.
Anoraga.(2009) Psikologi Dalam Perusahaan. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Asmadi.(2005). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Asrin dan Maude P.(2006). Patients’ Satisfaction With Nursing Communication
(Therapeutic Communication) On Adult Medical Surgical Wards At Prof.
Dr. Margono Soekarjo Hospital Of Purwokerto, Central Java, Indonesia.
Chriswardani,(2006) Penyusunan indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah
Sakit Di Propinsi Jawa Tengah, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan,2006.
Damaiyanti, M.(2008) Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan, PT.
Refika Aditama: Bandung.
Husna A,(2008). Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan
Kepuasan Pasien Dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Siti
Khodijah Sepanjang.
Huda, I.K,(2009).Hubungan Komukasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat
kepuasan Selama Di Rawat Di Ruang Penyakit Dalam Lt.3 Penyakit Dalam
Rumah Sakit Bunda Depok, UI.
Istifiyana R.(2013). Tingkat Kepuasan Klien akan Pola Komunikasi Terapeutik
Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kalimantan Barat.Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.
Jurnal Online diakses hari senin, 19 Januari 2015 Pk. 21.30, Universitas 8
Muhammadiyah Surabaya. (2013). Tingkat Kepuasan Klien akan Pola
Komunikasi Terapeutik Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Polda
Kalimantan Barat. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Dipenogoro.
Kotler, Philip Dan Kevin Lane Keller.2007. Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua
Belas. Jakarta.
Khotimah,2012 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan
Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit PKU
Muhamadiyah Gombong.
78
Lestari,(2009). Analisa Faktor Penentu Tingkat Kepuasan Pasien di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Bantul, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia
Lestari, Sunarto, Kuntari(2009) Analisa Faktor Penentu Tingkat Kepuasan Pasien
di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul, Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Indonesia.
Musliha,S.Kep.,Ns.& Siti Fatmawati,S.Kep,Ns,2009, Komunikasi Keperawatan,
Yogjakarta : Nuha Medika
Mundakir, (2006) Komunikasi Keperawatan Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nursing 3,E.B.The CV Mosby Company, St. Louis.Long. B.C.(2007), Perawatan
Medical Bedah, suatu pendekatan proses keperawatan Yayasan IAPK,
Nursalam,(2005). Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Nursalam,(2010), Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan,CV
Indomedika, Jakarta Keliat B.A.(2010), Hubungan Terapeutik Perawat
Klien,EGC, Jakarta.
Nurjannah,I.(2005)Komunikasi Keperawatan:Dasar-Dasar Komunikasi Bagi
Perawat, Moco Media: Yogyakarta.
Nurhasid(2009). Hubungan Antara Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik dengan
Tingkat Kepuasan Pasien di IRDA RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Padjajaran Bandung.Prihardjo.R. (2009), Psikologis Kesehatan,PT Gramedia
Widya Sarana, Jakarta
Pohan,I.S.(2007).Jaminan Mutu Layanan kesehatan:Dasar-Dasar Pengertian dan
Penerapan. Jakarta: EGC.
Purwaningsih, W dan Karlina,I.(2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Patrisia A,(2013). Gambaran Kepuasan Pasien Terhadap Pelaksanaan
Komunikasi Terapeutik Perawat di Instalasi Rawat Inap Irina A RSUP
Labuang Baji Makassar.Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Purwanto, S.(2007) Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit. Artikel
Psikologi Klinis Perkembangan dan Sosial.
79
Sri Praptiningsih,2006, Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya pelayanan
Kesehatan di Rumah Sakit Raya Grafindo Persda, Jakarta.
Stuart G.W. & Sundeen S.J, (2007), Princples amd Practice of Psiciatric
Suryani,(2005). Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC
Sri Wuri Handayani,(2013), “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Cuci Tangan Perawat Sebelum Tindakan Invasif Di Rumah Sakit St.
Elisabeth Semarang”.
Wahyu, E,(2006). Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik
80
Download