1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih
banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara
Indonesia. Berdasarkan data tahun 2001 dari World Health Organisasi
(WHO) dalam Yosep (2007) , ada sekitar 450 juta orang di dunia yang
mengalami gangguan jiwa. Menurut WHO pada tahun 2001 menyatakan
setidaknya ada satu dari empat orang didunia mengalami masalah mental,
masalah gangguan jiwa yang ada di seluruh dunia saat ini menjadi masalah
yang sangat serius.
Jumlah keseluruhan gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia
mencapai 6,0 persen. Provinsi dengan jumlah ganguan jiwa berat tertinggi
adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta,
dan Nusa Tenggara Timur. Jumlah keseluruhan gangguan jiwa di Jawa
Tengah mencapai 3,3 % dari seluruh populasi yang ada (Balitbangkes,
2008). Berdasarkan jumlah kunjungan masyarakat yang mengalami
gangguan jiwa ke pelayanan kesehatan baik puskesmas, rumah sakit,
maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya pada tahun 2009 terdapat 1,3
juta orang yang melakukan kunjungan, hal ini diperkirakan sebanyak 4,09 %
dari jumlah populasi yang ada. Peninjauan kesehatan mental rumah tangga
(SKMRT) pada tahun 1995 diperoleh sebanyak 185 dari 1000 anggota
2
rumah tangga yang memiliki gejala gangguan jiwa. ( Profil Kesehatan Kab/
Kota Jawa tengah Tahun 2009). Data yang diperoleh dinas kesehatan
Provinsi Jawa Tengah menunjukan bahwa ada 1.091 kasus gangguan jiwa,
dari beberapa kasus tersebut diantaranya hidup dalam pasungan. Jumlah
tersebut diperoleh dari pendataan sejak bulan januari hingga november
2012 (Hendry, 2012). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,
2013) menunjukan bahwa jumlah keseluruhan gangguan jiwa berat pada
penduduk Indonesia adalah 1,7 per mil. Daerah yang menduduki jumlah
gangguan jiwa berat terbanyak adalah di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi
Selatan, Bali, dan Jawa Tengah.
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1966, yang dimaksud
dengan kesehatan jiwa adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu
kedokteran sebagai unsur kesehatan, yang didalamnya menjelaskan bahwa
kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang dapat memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang
dan perkembangan tersebut berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Dalam mengaplikasi keperawatan jiwa, perawat memandang manusia
secara holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Metode
yang digunakan dalam keperawatan jiwa adalah menggunakan diri sendiri
secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan menyadari diri
sendiri, dan interaksinya dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan
dasar untuk perubahan. Apabila klien bertambah sadar akan diri dan
situasinya dalam mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih
3
cara yang sehat untuk mengatasinya akan lebih akurat. Tujuan dari proses
keperawatan adalah untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu dari pelayanan
keperawatan akan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat
diidentifikasi,
diutamakan untuk dipenuhi, serta masalah tersebut dapat
diselesaikan dengan proses keperawatan, perawat
juga dapat terhindar
dari tindakan keperawatan yang rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu
klien. Proses keperawatan mempunyai ciri yang dinamis, siklik, saling
bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika
keadaan klien berubah. Perawat memberi stimulus yang konstruktif
sehingga akhirnya klien belajar mengenai cara menangani masalah yang
merupakan modal utama dalam menghadapi berbagai masalah. Selain
tenaga medis yang bertindak kerjasama dari keluarga dan masyarakat
untuk mencapai keadaan sehat jiwa yang optimal bagi pasien. Berbagai
keadaan yang muncul akibat dari gangguan jiwa akhirnya dapat merugikan
kepentingan keluarga, kelompok dan masyarakat, peran serta dari seluruh
unsur masyarakat sangat diperlukan dalam mengatasi gangguan jiwa.
Rumah sakit jiwa di Indonesia ada sejak tahun 1882, setiap provinsi
mempunyai satu atau lebih rumah sakit jiwa. Adanya rumah sakit jiwa tidak
menjamin proses penyembuhan berjalan dengan lancar disebabkan karena
berbagai hal seperti banyaknya pasien dan kurangnya tenaga kesehatan
yang menyebabkan tenaga kesehatan kewalahan dalam menangangani
pasien. Disinilah peran keluarga sangat diperlukan. Keluarga adalah orang-
4
orang yang sangat dekat dengan pasien dan dianggap mengerti tentang
kondisi pasien serta dianggap paling memberi pengaruh pada pasien.
Keluarga sangat penting artinya dalam perawatan dan penyembuhan
pasien. Pentingnya keluarga dalam perawatan jiwa
karena keluarga
merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan pasien,
keluarga dianggap paling mengetahui keadaan atau kondisi pasien.
Gangguan jiwa yang timbul pada pasien bisa saja disebabkan oleh adanya
cara asuh yang kurang sesuai bagi pasien. Pasien yang mengalami
gangguan jiwa nantinya akan kembali ke masyarakat, khususnya yaitu di
lingkungan keluarga. Keluarga adalah pemberi perawatan utama untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi
pasien. Keluarga pada dasarnya memiliki andil terhadap cepat lambatnya
kesembuhan pasien gangguan jiwa selama proses rehabilitasi dan
pengobatan yang bersifat medis maupun psikologis. Namun yang
menjadikan proses tersebut benar-benar menolong atau tidak adalah
berdasarkan tingkat kesadaran dan pengetahuan berbeda-beda yang
dimiliki setiap keluarga. Masalah gangguan jiwa adalah masalah yang
bersifat menyeluruh dalam kontek kesehatan fisik, psikis, sosial dan spiritual
seseorang sehingga diperlukan konsep dan pemahaman yang jelas agar
dapat memahami dan mengarahkannya ke dalam keadaan yang normal
atau sehat.
5
Berdasarkan tujuan dari dilakukannya proses rehabilitasi yang
adalah mengembalikan tingkat fungsi dari penderita gangguan jiwa seperti
kurang lebih sama dengan keadaan sebelum sakit maka dari itu peran
keluarga sangat diperlukan dalam hal ini, dukungan keluarga akan memberi
pengaruh dalam proses penyembuhan. Pelayanan dengan cara mendorong
pasien berobat melalui peningkatan pengetahuan mengenai gangguan
mental emosional terhadap keluarga dan pasien gangguan jiwa, sehingga
begitu
penting
bagi
keluarga
mengupayakan
holding
environment
(mengontrol keadaan/lingkungan sekitar) dengan memecahkan atau
mengurangi masalah diantara mereka dan mempererat hubungan dalam
keluarga dengan cara perbanyak interaksi dengan penderita mengingat
banyaknya faktor yang menyebabkan kekambuhan pasien gangguan jiwa
yang melakukan rawat inap dirumah sakit jiwa daerah surakarta. Salah satu
contoh yang membuktikan kurangnya peran keluarga dalam proses
penyembuhan pasien : pada saat peneliti melakukan praktek di rumah sakit
jiwa daerah (RSJD) Surakarta khususnya diruang bisma (VIP) pada bulan
november tahun 2015 selama 2 minggu, peneliti sering menemukan bahwa
ada beberapa pasien saat melakukan fisioterapi pasien tidak diantar dan
ditemani oleh keluarga namun hanya ditemani perawat atau mahasiswa
praktik.
Penelitian
serupa
juga
diteliti
oleh
Muhammad
Salahuddin
mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang pada
tahun 2009 yang meneliti tentang Peran Keluarga Terhadap Proses
6
Penyembuhan Pasien Ganggguan Jiwa. Hasil penelitian menunjukan
bahwa peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien gangguan
jiwa Yayasan Dian Atma Jaya Lawang Kabupaten Malang, diantaranya
adalah memberikan bantuan utama pada penderita gangguan jiwa,
pengertian dan pemahaman dalam berbagai gejala-gejala sakit jiwa yang
terjadi pada penderita gangguan jiwa, membantu dalam aspek administratrif
dan finansial yang harus dikeluarkan dalam selama proses pengobatan
penderita. Hal penting yang harus dilakukan adalah bentuk dukungan dan
kesedian dalam menerima apa yang dialami oleh penderita serta
bagaimana solusi agar keadaan kesehatan penderita dapat dipertahankan
setelah dinyatakan sehat oleh psikolog, psikiater, neurolog, dokter, ahli gizi
dan terapis kemudian kembali menjalani hidup bersama keluarga dan
masyarakat sekitar secara normal. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
peneliti membuktikan bahwa peran keluarga sangat penting dalam
menangani gangguan jiwa.
1.2.
Rumusan Masalah
Terkait uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah
yaitu:
“Bagaimana
Peran
Keluarga
Dalam
Proses
Rehabilitasi Pasien Rawat Inap Di Ruang Bisma (VIP) Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta ?”
7
1.3.
Tujuan Penelitian
Mengetahui Peran Keluarga Dalam Proses Rehabilitasi
Pasien Rawat Inap Di Ruang Bisma (VIP) Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis bagi instansi masyarakat maupun perawat dalam
bentuk sumbangan pemikiran mengenai peran keluarga
dalam proses pengobatan gangguan jiwa.
1.4.2. Manfaat praktis
1.4.2.1.
Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis
mengenai ilmu kesehatan terutama kesehatan jiwa
1.4.2.2. Bagi lembaga kesehatan RSJD Surakarta
Sebagai masukan untuk membangun kualitas pelayanan
kesehatan jiwa. Pelayanan kesehatan yang tidak hanya
ditujukan bagi pasien namun juga keluarga.
Download