JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 JANUARI 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Terhadap Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa Sekolah Menengah Pertama Arvyaty1 dan Cipto Saputra2 (1&2 Dosen dan Alumni Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Haluoleo, email:[email protected]) Abstrak: Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran proporsional siswa sebelum (pretest) dan setelah pembelajaran (posttest) dan untuk memahami pengaruh model pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap kemampuan penalaran proporsional siswa. Hasil analisis berdasarkan uji-t satu sampel (one sample t-test) dalam menguji hipotesis penelitian diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (PBM) memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap kemampuan penalaran proporsional siswa dengan taraf kesalahan α = 0,05 > 0,000 = Pvalue. Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM), Penalaran Proporsional PENDAHULUAN Matematika memiliki peran yang sangat penting dalam bidang pendidikan, karena matematika sangat berkaitan dengan bidang studi lain serta kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu matematika dibutuhkan disemua jenjang pendidikan. Matematika dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikir siswa yaitu berpikir proporsional, sistematis, logis, rasional, kritis, cermat, efektif dan efisien dalam mengkomunikasikan gagasan atau ide untuk memecahkan masalah. Kemampuan penalaran yang rendah akan menyebabkan kemampuan memecahkan masalah siswa rendah, sehingga siswa lebih banyak tergantung pada bantuan guru. Oleh karena itu, perkembangan kemampuan bernalar siswa harus mendapat perhatian serius dari guru. Nur dalam Tawil (2008: 1054-1057) mengemukakan bahwa ada lima tingkat operasi formal, yaitu: (1) Proportional reasoning (Penalaran proporsional), (2) Controlling variabel (Pengontrolan variabel), (3) Probabilistic reasoning (Penalaran probabilistik), (4) Correlational reasoning (Penalaran korelasional), dan (5) Combinatorial reasoning (Penalaran kombinatorial). Van de Walle (2008: 96) mengatakan bahwa bagian dari penalaran proporsional adalah kemampuan mengenali rasio dalam berbagai situasi. Hal ini dipertegas pula oleh Nur dalam Tawil (2008: 1054) yang mengungkapkan bahwa penalaran proporsional sebagai suatu struktur kualitatif yang memungkinkan pemahaman sistem-sistem fisik kompleks yang mengandung banyak faktor. Termasuk ke dalam sistem fisik ini misalnya konsep tentang rasio dan proporsi. Van de Walle (2008: 95) mengemukakan bahwa rasio merupakan perbandingan perkalian dari dua kuantitas atau ukuran. Sedangkan proporsi merupakan pernyataan kesetaraan antara dua rasio. Lesh, Post dan Behr (1998) mendefinisikan penalaran proporsional sebagai berikut: “Proportional reasoning is a form of mathematical reasoning that involves a sense of co-variation and of 61 61 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 JANUARI 2013 proporsional dapat menunjukkan tinggi rendahnya penguasaan matematika siswa pada pokok bahasan yang melibatkan masalah penalaran proporsional. Lamon dalam Allain (2008: 8) mengidentifikasi empat jenis masalah semantik yang berbeda terkait dengan penalaran proporsional. Lamon dalam Allain (2000: 8) mengatakan “The first category of problems is called well-chunked measures. This type of problem involves the comparison of two extensive measures, resulting in an intensive measure, or rate”. Dapat diartikan bahwa masalah kategori pertama disebut well-chunked measures. Jenis masalah ini melibatkan perbandingan dua ukuran ekstensif, sehingga menghasilkan sebuah ukuran intensif, atau tingkat. Masalah kategori kedua disebut part-part-whole. Lamon dalam Parish (2008: 470) mengatakan bahwa part-part-whole yaitu “the „whole‟ is described in terms of two or more „parts‟ of which the whole is composed”. Dapat diartikan bahwa 'keseluruhan' digambarkan dalam dua atau lebih 'bagian bagian' yang terdiri dari keseluruhan. Masalah kategori ketiga disebut Associated Set. Lamon dalam Allain (2008: 9) mengatakan bahwa “Associated sets are proportion problems in which “the relationship between two elements is unknown or unclear unless their relationship is defined within the problem situation”. Pernyataan tersebut berarti bahwa Associated Set adalah masalah proporsi dimana hubungan antara dua elemen tidak diketahui atau tidak jelas kecuali hubungan mereka didefinisikan dalam situasi masalah. Terakhir adalah masalah stretchers dan shrinkers. Lamon dalam Allain mengungkapkan bahwa “stretchers and shrinkers involve the scaling up or down of one or more characteristics of a fixed ratio”. Berarti bahwa stretcher dan shrinkers melibatkan peningkatan skala atau penurunan skala dari satu atau lebih karakteristik dengan rasio yang tetap. multiple comparisons, and the ability to mentally store and process several pieces of information. Proportional reasoning is very much concerned with inference and prediction and involves both qualitative and quantitative methods of thought”. Pernyataan tersebut memiliki makna yaitu penalaran proporsional adalah bentuk penalaran matematik yang melibatkan pemahaman tentang kovariasi dan berbagai perbandingan perkalian, dan kemampuan yang secara mental untuk menyimpan dan memproses beberapa informasi. Penalaran proporsional sangat terkait dengan kesimpulan dan prediksi dan melibatkan kedua metode berpikir kualitatif dan kuantitatif. Penalaran proporsional telah dikaji oleh para peneliti dan sepakat bahwa penalaran proporsional merupakan konsep penting bagi siswa. Di sekolah dasar, siswa diperkenalkan strategi untuk menjumlahkan dan mengalikan yang meletakkan dasar untuk penalaran proporsional. Allain (2000: 1) mengungkapkan bahwa “In Piaget‟s stages of cognitive development, proportional reasoning is considered to usher in the beginning of the formal operations stage”, yang memiliki makna bahwa dalam tahapan perkembangan kognitif Piaget, penalaran proporsional dianggap mengantarkan siswa pada awal tahap operasi formal. Lesh, Post dan Behr (1988) mengungkapkan bahwa “it is the capstone of children‟s elementary school arithmetic; on the other hand, it is the cornerstone of all that is to follow”, yang berarti bahwa penalaran proporsional adalah puncak dari aritmatika anak-anak sekolah dasar, disisi lain penalaran proporsional menjadi dasar bagi semua hal yang berkaitan dengannya. Dalam pelajaran matematika terdapat banyak konsep yang mengharuskan siswa untuk dapat berpikir proporsional. Kemampuan penalaran 6162 62 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 Siswa harus selalu melibatkan penalaran proporsional dalam proses pemecahan masalah. Untuk dapat meningkatkan kemampuan penalaran proporsional siswa, kemampuan memecahkan masalah terlebih dahulu harus dibangkitkan. Dalam proses pemecahan masalah, kemampuan penalaran proporsional siswa dapat dilatih. Untuk itu, diperlukan suatu cara agar siswa senantiasa terlibat dalam pemecahan masalah yang melibatkan penalaran proporsional. Hal ini berkaitan dengan model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Sumardiyono (2007: 1-2) mengemukakan ada empat tahap pokok atau penting dalam memecahkan masalah yang sudah diterima luas, dan ini bersumber dari buku George Polya tahun 1945 berjudul “How to Solve It”. Keempat langkah tersebut yaitu: (1) Memahami soal atau masalah selengkap mungkin, (2) Memilih rencana penyelesaian dari beberapa alternatif yang mungkin, (3) Menerapkan rencana tadi dengan tepat, cermat dan benar, dan (4) Memeriksa jawaban apakah sudah benar, lengkap, jelas dan argumentatif (beralasan). Fahinu (2010: 9) menyatakan bahwa Penalaran proporsional mempunyai empat level strategi penyelesaian, yaitu: (1) Level-0 (gunakan strategi penjumlahan, solusi diperoleh karena keberuntungan), (2) Level-1 (gunakan gambar, model, manipulasi), (3) Level-2 (gunakan strategi level 1 and strategi perkalian atau pembagian), (4) Level-3 (gunakan perkalian silang atau kesamaan rasio). Empat tahap pemecahan masalah dan empat level strategi penyelesaian masalah penalaran proporsional diatas akan diterapkan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah penalaran proporsional siswa. Pembelajaran merupakan proses yang tidak hanya sekedar menyerap informasi dari JANUARI 2013 guru, tetapi juga melibatkan berbagai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan. Davis (2000) dalam Rusman (2010: 229) mengemukakan bahwa salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya guru. Salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM). Model Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan salah satu alternatif model yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir (penalaran, komunikasi dan koneksi) siswa dalam memecahkan masalah. Kebanyakan siswa menganggap matematika sebagai suatu masalah, sehingga model pembelajaran berbasis masalah (PBM) sangat cocok dalam pembelajaran matematika. Menurut Dewey (dalam Sudjana, 2001: 19) dalam Trianto (2009: 91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik. Sedangkan Tan dalam Rusman (2010: 232) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Kedua pengertian di atas sama-sama menekankan bahwa dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) siswa akan dilatih untuk memiliki kemampuan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang akan dihadapi. 63 61 63 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 Ibrahim dan Nur (2000: 13) dan Ismail (2002: 1) dalam Rusman (2010: 243) mengemukakan bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah (PBM) yaitu: (1) Orientasi Siswa Pada Masalah, (2) Mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) Membimbing pengalaman individu/ kelompok, (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM), diharapkan tujuan pembelajaran dapat dicapai. Arends (2004: 393) dalam Yamin (2011: 146) menyatakan tiga hasil belajar PBM yaitu: (1) Penyelidikan dan keterampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model pendekatan orang dewasa (androgogi), dan (3) keterampilan belajar mandiri. Model pembelajaran yang sering ditemukan di sekolah-sekolah adalah model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menjadikan guru sebagai pusat kegiatan pembelajaran dan siswa dibiarkan pasif. Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga dapat menjadikan siswa bersikap aktif, kreatif, dan inovatif dalam memecahkan masalah pada setiap pokok bahasan yang diajarkan serta dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran proporsional siswa. Maletsky dan Sobel dalam Hanifah (2008: 1-2) mengatakan bahwa hasil dari rekomendasi National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) pada tahun 1980, problem solving (pemecahan masalah) menjadi fokus pada pelajaran matematika di sekolah. Pada tahun 1989 NCTM mengeluarkan sebuah dokumen berjudul Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics yang menjadi JANUARI 2013 acuan perubahan kurikulum matematika 2004. Dalam dokumen tersebut dikatakan bahwa “NCTM recommended changes in the content and emphasis of the mathematics being taught. Students, expected to be more active in their learning, should be asked to pursue open-ended problems and extended problem-solving projects where they investigate and formulate questions from problem situations”, (NCTM, 1989). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa NCTM merekomendasikan perubahan penekanan dan isi dari pelajaran matematika serta siswa diharap dapat lebih aktif saat pembelajaran, mampu menyelesaikan permasalahan yang bersifat open-ended dan memecahkan masalah secara berkelanjutan dengan merumuskan permasalahan dan melakukan investigasi dari situasi masalah. Dari pernyataan NCTM tersebut dapat diartikan bahwa problem solving (pemecahan masalah) sangat penting dalam pelajaran matematika, mengingat masih banyak siswa yang merasa kesulitan dalam mengkonstruksikan dan mengaplikasikan ideide untuk menyelesaikan masalah matematika. Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa. Dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBM), siswa diberi kesempatan untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan caranya sendiri. Hal ini dapat mengembangkan kemampuan penalaran proporsional siswa, karena dengan menggunakan cara mereka sendiri berarti mereka sedang dilatih untuk mengembangkan kemampuan penalaran proporsional. Selain itu, cara yang mereka gunakan dalam menyelesaikan masalah dapat menjadi petunjuk mengenai penalaran proporsional siswa yang sedang berkembang. 64 61 64 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 METODE Penelitian eksperimen ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Kendari pada semester genap Tahun Ajaran 2011/2012 yang terdiri dari delapan kelas. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling, diperoleh 1 kelas eksperimen yaitu kelas VIIIB dengan jumlah siswa 42 orang. Penelitian ini tidak menggunakan kelas kontrol. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas yaitu model pembelajaran berbasis masalah (PBM) (X), dan satu variabel terikat yaitu kemampuan penalaran proporsional siswa (Y). Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan instrumen penelitian berupa tes tertulis dalam bentuk uraian (essay). Instrumen penelitian disusun berdasarkan empat jenis masalah semantik oleh Lamon (Allain, 2008: 8). Empat jenis masalah semantik tersebut yaitu: (1) well-chunked measures; (2) part-part-whole; (3) Associated Set; dan (4) stretcher dan shrinkers. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui nilai hasil kerja siswa pada tes awal (pretest) sebelum pembelajaran berbasis masalah (PBM) materi persegi dan persegi panjang serta nilai hasil kerja siswa pada tes akhir (posttest) setelah pembelajaran berbasis masalah (PBM) materi kubus dan balok. Instrumen dalam penelitian ini terlebih dahulu diuji panelis. Jumlah panelis yang dibutuhkan dalam pengujian validitas dan reliabilitas terdiri dari 20-40 orang (Djali dan Muljono, 2004: 96). Setelah itu dilakukan uji coba butir soal pada siswa kelas VIII4 SMP Negeri 9 Kendari. Penelitian ini menggunakan desain One-Group Pretest-Posttest Design, yaitu penelitian yang dilaksanakan pada satu JANUARI 2013 kelompok saja tanpa ada kelompok pembanding. Alur dari desain penelitian ini adalah kelas yang digunakan untuk penelitian (kelas eksperimen) diberi pretest kemudian dilanjutkan dengan pemberian perlakuan, yaitu penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBM), setelah itu diberi posttest. Desain ini dapat digambarkan seperti berikut. O1 X O2 Keterangan: O1 = Tes awal (Pretest) dilakukan sebelum siswa diberikan perlakuan dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) X = Perlakuan (Treatment) diberikan kepada siswa berupa pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) O2 = Tes akhir (Posttest) dilakukan setelah siswa diberikan perlakuan dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) Penelitian eksperimen ini menggunakan dua teknik analisis data yaitu: 1) Analisis deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan sampel dalam bentuk persentase (%), rata-rata (x), median (Me), modus (Mo), standar deviasi (S), varians (S2), nilai maksimum (xmax), nilai minimum (xmin) dan untuk menggambarkan tingkat kemampuan penalaran proporsional siswa dalam bentuk kualitatif dengan memperhatikan pedoman penilaian Tim Penyusun Buku Pedoman Unsri (2008:25) seperti ditunjukkan Tabel 1 berikut. 65 61 65 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 JANUARI 2013 Tabel 1 Nilai Kualitatif Kemampuan Penalaran Siswa No. Jangkauan Nilai Kualitatif 1 86 ≤ x ≤ 100 Sangat Tinggi 2 71 ≤ x < 86 Tinggi 3 56 ≤ x < 70 Cukup 4 41 ≤ x < 56 Kurang 5 0 ≤ x < 41 Sangat Kurang 2) Analisis Inferensial merupakan analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian, namun terlebih dahulu melalui tahapan uji normalitas menggunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas menggunakan statistik uji Chy-Square sebagai uji prasyarat untuk melakukan uji hipotesis. Jika data penelitian berdistribusi normal dan homogen, maka untuk menguji hipotesis pengaruh model pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap kemampuan penalaran proporsional, digunakan statistik uji-t satu sampel (one sample t-test) pada skor Normallized Gain (N-Gain) dengan bantuan aplikasi SPSS 15.0 for Windows Evaluation Version. Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretest, gain menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan guru. Rumus normal gain menurut Meltzer dalam Herlanti (2006: 71) adalah: Kriteria interpretasi skor N-gain adalah: N-gain tinggi jika N-gain > 0,7 N-gain sedang jika 0,3 < N-gain ≤ 0,7 N-gain rendah jika N-gain ≤ 0,3 HASIL Secara klasikal penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan yaitu pembelajaran berbasis masalah (PBM) relatif mempunyai pengaruh terhadap kemampuan penalaran proporsional siswa. Hasil analisis deskriptif antara sebelum (pretest) dan setelah (posttest) pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap kemampuan penalaran proporsional ditunjukkan pada Tabel 2 berikut. 66 61 66 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 JANUARI 2013 Tabel 2 Hasil Analisis Deskriptif Pretest dan Posttest Hasil Belajar Matematika Pretest Posttest N Valid 42 42 Missing 0 0 Mean 58,1845 74,5536 Median 56,2500 75,0000 Mode 56,25 75,00 Std. Deviation 12,38423 10,08660 Variance 153,369 101,739 Range 56,25 50,00 Minimum 37,50 50,00 Maximum 93,75 100,00 Sum 2443,75 3131,25 Distribusi data pretest dan posttest yang menggambarkan tingkat kemampuan No 1. 2. 3. 4. 5. No 1. 2. 3. 4. 5. penalaran proporsional secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut. Tabel 3 Distribusi Data Pretest Nilai Tingkat Frekuensi 86 ≤ x ≤ 100 Sangat Tinggi 2 71 ≤ x <86 Tinggi 4 56 ≤ x < 71 Cukup 20 41 ≤ x < 56 Kurang 15 0 ≤ x < 41 Sangat Kurang 1 Jumlah 42 Persentase (%) 4,76 9,52 47,62 35,72 2,38 100 Tabel 4 Distribusi Data Posttest Nilai Tingkat Frekuensi 86 ≤ x ≤ 100 Sangat Tinggi 5 71 ≤ x <86 Tinggi 24 56 ≤ x < 71 Cukup 12 41 ≤ x < 56 Kurang 1 0 ≤ x < 41 Sangat Kurang 0 Jumlah 42 Persentase (%) 11,91 57,14 28,57 2,38 0,00 100 Tabel 3 dan Tabel 4 di atas sangat jelas menunjukkan perbedaan rerata hasil belajar siswa sebelum dan setelah pembelajaran berbasis masalah (PBM). Tingkat kemampuan penalaran proporsional siswa sebelum pembelajaran tergolong cukup karena sebagian besar siswa atau 47,62% memperoleh nilai antara 56 dan 70 yang berarti bahwa sebagian besar siswa telah menunjukkan pemahaman tentang konsep rasio dan proporsi, bahkan beberapa orang sudah cukup mampu menyusun strategi untuk menyelesaikan masalah penalaran proporsional. Sedangkan setelah 67 61 67 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 pembelajaran berbasis masalah (PBM) tingkat kemampuan penalaran proporsional siswa tergolong tinggi karena sebagian besar siswa atau 57,14% memperoleh nilai antara 71 dan 85 yang berarti bahwa secara keseluruhan siswa telah memiliki pemahaman yang baik tentang konsep rasio dan proporsi serta telah mampu menyusun strategi untuk menyelesaikan masalah penalaran proporsional. Kesalahan yang sering dialami oleh siswa, lebih kepada kesalahan perhitungan matematik. Data ini didukung pula oleh nilai rata-rata siswa sebelum pembelajaran berbasis masalah (PBM) yaitu 58,1845 yang berada pada kategori cukup, sedangkan setelah pembelajaran berbasis masalah (PBM) yaitu 74,5536 yang berada pada kategori tinggi. Perbedaan antara tingkat JANUARI 2013 kemampuan penalaran proporsional siswa sebelum dan setelah pembelajaran semakin mempertegas bahwa pembelajaran berbasis masalah (PBM) secara klasikal memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan penalaran proporsional siswa. Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Untuk menguji hipotesis “Terdapat pengaruh positif yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap kemampuan penalaran proporsional siswa” dalam penelitian ini digunakan uji-t satu sampel (one sample t-test) pada skor N-gain. Hasil analisis data dengan bantuan SPSS 15.0 for Windows Evaluation Version dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis Satu Sampel Test Value = 0.00 t ngain 12,431 df Sig. (2-tailed) 41 ,000 Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5 dengan memperhatikan baris ngain pada kolom 4 (Sig. (2-tailed)) diperoleh Pvalue = 0,000. Karena Pvalue = 0,000 < 0,05 = α, maka H0 ditolak. Dengan ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang Mean Difference ,39817 95% Confidence Interval of the Difference Lower ,3335 Upper ,4629 signifikan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap kemampuan penalaran proporsional siswa pada materi kubus dan balok dengan taraf kepercayaan 95%. PEMBAHASAN Sebelum adanya perlakuan berupa pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM), terlebih dahulu siswa diberikan tes awal (pretest) dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan penalaran proporsional awal siswa. Setelah pretest, kemudian siswa diberi perlakuan berupa pembelajaran berbasis masalah (PBM) dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran proporsional siswa lalu dilanjutkan dengan tes akhir (posttest). Jumlah soal yang digunakan untuk pretest maupun posttest adalah sebanyak 4 nomor yang mewakili masing-masing indikator penalaran proporsional oleh Lamon. 68 61 68 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 Jika dibandingkan distribusi hasil tes kemampuan penalaran proporsional siswa berdasarkan pengkategorian tingkat kemampuan penalaran proporsional pada data pretest dan posttest, maka diperoleh bahwa tingkat kemampuan penalaran proporsional tergolong sangat tinggi atau tinggi mengalami peningkatan sebesar 54,77%. Peningkatan ini tergolong sangat baik karena setelah pembelajaran lebih dari setengah jumlah siswa telah memahami konsep rasio dan proporsi serta mampu membangun strategi dan menyelesaikan masalah penalaran proporsional dengan baik. Sedangkan tingkat kemampuan penalaran proporsional tergolong kurang atau sangat kurang JANUARI 2013 mengalami penurunan 35,72%. Penurunan ini menggambarkan bahwa siswa yang tidak paham mengenai konsep rasio dan proporsi mengalami penurunan yang cukup tinggi. Berdasarkan distribusi data pretest dan posttest, maka sangat jelas bahwa hampir semua siswa mengalami peningkatan kemampuan penalaran proporsional. Distribusi data pretest dan posttest dalam penelitian dapat memberikan kita kesimpulan sementara bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan penalaran proporsional siswa. Perbandingan distribusi data pretest dan posttest dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Gambar 1 Perbandingan Distribusi Data Pretest dan Posttest 25 20 15 pretest posttest 10 5 0 Sangat Kurang Kurang Cukup Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji-t satu sampel (one sample t-test) diperoleh Pvalue = 0,000. Karena Pvalue = 0,000 < 0,05 = α, Tinggi Sangat Tinggi maka H0 ditolak sehingga kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif yang siginifikan model 69 61 69 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 JANUARI 2013 pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap kemampuan penalaran proporsional siswa sekolah menengah pertama pada materi Kubus dan Balok dengan taraf kepercayaan 95%. Terjadinya peningkatan kemampuan penalaran proporsional siswa ini disebabkan oleh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Pembelajaran berbasis masalah (PBM) menuntut peran aktif siswa dan mendorong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan penalarannya dalam memecahkan masalah yang diberikan. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, sebagian besar siswa mengalami peningkatan kemampuan penalaran proporsional pada klasifikasi tinggi. Kenyataan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat diterapkan dan dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan penalaran proporsionalnya, karena dengan kemampuan penalaran proporsional yang tinggi, maka prestasi matematika siswa dapat ditingkatkan. Selain itu model pembelajaran ini juga dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematik siswa. Sejalan dengan yang dikemukakan Tan dalam Rusman (2010: 229) bahwa dalam PBM kemampuan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) betul-betul dioptimalkan, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya. Dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat memahami suatu konsep serta keterampilan berdasarkan masalah yang disajikan. Masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami prinsip dan mengembangkan keterampilan. Pengetahuan yang diperoleh dari model ini akan dipahami lebih mendalam dan sulit dilupakan, model ini memberikan pandangan ilmu yang lebih luas kepada siswa menuju keberhasilan, model ini melatih siswa lebih banyak belajar mandiri, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan caranya sendiri, dan pendekatan ini pula dapat mengembangkan kepribadian siswa menuju pada akhir kebenaran ilmu tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Kemampuan penalaran proporsional siswa Kelas VIIIB SMP Negeri 5 Kendari sebelum pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada materi persegi dan persegi panjang tergolong cukup dimana 47,62% siswa memperoleh nilai antara 56 dan 71. Selain itu diperoleh nilai rata-rata yaitu 58,18, standar deviasi 12,384, varians 153,369, median 56,25, modus 56,25, nilai minimum 37,5 dan nilai maksimum 93,75. 2. Kemampuan penalaran proporsional siswa Kelas VIIIB SMP Negeri 5 Kendari setelah pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada materi Kubus dan Balok tergolong tinggi dimana 57,14% siswa memperoleh skor antara 71 dan 86, selain itu diperoleh nilai rata-rata yaitu 74,55 standar deviasi 10,087, varians 101,739, median 75,00, modus 75,00, nilai minimum 50,00 dan nilai maksimum 100,00. 3. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap kemampuan penalaran 70 61 70 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 proporsional siswa pada materi Kubus dan Balok, kelas VIIIB semester genap SMP SARAN Dari hasil penelitian ini dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kepada para guru yang mengajar mata pelajaran Matematika sekiranya dapat menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) sebagai salah satu alternatif model pembelajaran dalam pembelajaran matematika untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi). JANUARI 2013 Negeri 5 Kendari TA 2011/2012 dengan taraf kesalahan α = 0,05 > 0,000 = Pvalue. 2. Hendaknya penalaran proporsional siswa mendapat perhatian yang serius dari pihak guru untuk meningkatkan penguasaan matematika serta kemampuan memecahkan masalah yang dimiliki siswa. 3. Bagi peneliti yang hendak mengembangkan penelitian ini dapat melakukannya pada materi atau pokok bahasan lainnya. DAFTAR RUJUKAN Allain, Ashley. 2000. Development of An Instrument to Measure Proportional Reasoning Among Fast-Track Middle School Student. Tersedia di: http://repository.lib.ncsu.edu/ir/bits tream/1840.16/805/1/etd.pdf. [diakses tanggal 19 Agustus 2011] Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Djaali dan Pudji Muljono. 2004. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Program Pascasarjana UNJ. Fahinu. 2010. Mengembangkan Penalaran Proporsional Siswa. Tersedia di: http://fahinu1968.files.wordpress.co m/2011/11/proportional-reasoning2010.ppt [diakses tanggal 11 November 2011] Hanifah. 2008. Peningkatan Kemampuan Problem Solving Melalui Penerapan Pendekatan Problem Posing Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Persegi Panjang. Tersedia di: http://etd.eprints.ums.ac.id/1631/1/ A410030035.pdf [diakses tanggal 17 Oktober 2011] Herlanti, Yanti. 2006. Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Tersedia di: http://dhetik.weebly.com/uploads/8 /1/1/5/8115637/tanya-jawabseputar-penelitian-pendidikan.pdf [diakses tanggal 13 Maret 2012] Lesh, R., Post, T., & Behr, M. 1988. Proportional Reasoning. Tersedia di: http://www.cehd.umn.edu/rationaln umberproject/88_8.html. [diakses tanggal 17 September 2011] National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Tersedia di: http://www.mathcurriculumcenter.or g/PDFS/CCM/summaries/standards _summary.pdf. [diakses tanggal 21 September 2012] 71 61 71 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 1 JANUARI 2013 Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tawil, . Muhammad. 2008. Kemampuan Penalaran Formal dan Lingkungan Pendidikan Keluarga Dikaitkan Dengan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Sungguminasa Kabupaten Gowa. Tersedia di: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurna l/140750810471068.pdf [diakses tanggal 23 Maret 2012] Van De Walle, Jhon A. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2. Edisi Keenam. Alih Bahasa oleh Suyono. Jakarta: Erlangga. Sumardyono. 2007. Pengertian Dasar Problem Solving. Tersedia di: http://p4tkmatematika.org/file/prob lemsolving/PengertianDasarProblem Solving_smd.pdf. [diakses tanggal 15 Oktober 2011] Tim Penyusun Buku Pedoman Unsri. 2006. Buku Pedoman Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Inderalaya: Universitas Sriwijaya. Yamin, 72 61 72 Martinis. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.