Jurnal Manajemen dan Inovasi Vol 1, No. 2, Juni

advertisement
Jurnal Manajemen dan Inovasi
Vol 1, No. 2, Juni 2010: 148-168
MSDM STRATEGIK DAN KEUNGGULAN BERSAING YANG
BERKESINAMBUNGAN: PERAN KAPABILITAS DINAMIK DAN
KAPABILITAS INOVASI
MURKHANA
FAIRUZZABADI
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Darussalam Banda Aceh
ABSTRACT
To achieve superior performance and continual competitiveness, a company
needs to integrate and adjust among strategic choices with human resource
policies in order to execute the best chosen strategy effectively. The existence of
Inside–Out approach supported by Resource Based View is not absolutely
changing the Outside-in approach in the formulation and implementation of
Human Resource Strategies. Otherwise, this situation is forced to empower
human resource functions to be more strategic to synergize with the challenges by
creating real value added for a company to lead in fierce business competition.
The roles and functions of Strategic Human Resource must be directed to produce
core competitiveness of company, and managing the capabilities of company to
more flexible and dynamic. This strategy is expected to stimulate a continual
innovation which integrates human resource practices, so a company can manage
itself to be more adaptive with environment changes.
Keywords: Strategic Human Resource Management, RBV, Dynamic
Capabilities, Innovational Capabilities, Competitive Advantage
PENDAHULUAN
Riset manajemen sumberdaya manusia strategik (strategic human resource
management) yang dilakukan akhir-akhir ini telah memberikan perhatian yang
lebih pada isu-isu pengelolaan sumberdaya manusia (managing people) yang
menyeluruh dan terintegrasi pada level perusahaan. Hal ini merupakan kritik
terhadap berbagai penelitian sebelumnya yang hanya berfokus pada strategi dan
praktik MSDM yang secara parsial dan terpisah dari kebijakan dan strategi
perusahaan yang lain (Lepak & Snell, 2002). Isu pengintegrasian pengelolaan
sumberdaya manusia dengan berbagai strategi menjadi penting karena kinerja
superior dan keunggulan bersaing yang berkesinambungan perusahaan ditentukan
oleh ketepatan strategi bisnis yang dipilih, sumberdaya manusia dan kapabilitas
149
internal yang dimiliki perusahaan, di samping juga oleh kapabilitas organisasional
untuk merespon setiap peluang dan mengurangi ancaman yang muncul baik dari
lingkungan eksternal dan internal (Michie & Sheehan, 2005). Oleh karena itu,
integrasi dan kesesuaian antara strategi yang dipilih (strategic fit) dengan
kebijakan dan praktik sumberdaya manusia untuk mengeksekusi strategi menjadi
faktor yang sangat menentukan (Michie & Sheehan, 2005).
Seiring dengan perkembangan lingkungan, pendekatan yang menjelaskan
proses pengintegrasian strategi yang dipilih dengan kebijakan sumber daya
manusia juga terus berkembang. Secara garis besar ada dua pendekatan
manajemen SDM strategik, yaitu pendekatan outside-in yang menekankan pada
analisis lingkungan eksternal dan isu-isu bisnis seperti: struktur industri,
persaingan, konsumen dan people issue lainnya sebagai titik awal penyusunan
strategi manajemen sumber daya manusia. Namun, seiring dengan perubahan
lingkungan yang terjadi, pendekatan outside-in dinilai tidak cukup memenuhi
kebutuhan dan tantangan persaingan, karena itu muncullah pendekatan inside-out
yang didukung oleh teori Resource Based View (RBV) sebagai pendekatan
alternatif yang menjelaskan proses integrasi antara strategi dengan kebijakan
sumber daya manusia tersebut. Sesuai dengan pendekatan RBV yang menekankan
pentingnya sumberdaya dan kapabilitas perusahaan (firm’s capabilities) untuk
mencapai rents dan keunggulan bersaing yang berkesinambungan (Barney, 1991;
Wernerfelt, 1984), pendekatan inside-out ini lebih berfokus pada status quo dari
fungsi SDM, yang mana strategi SDM dibangun sesuai dengan kapabilitas internal
dan kompetensi inti yang dimiliki perusahaan (Paauwe & Boselie, 2003).
Namun demikian, pendekatan inside-out juga tidak dapat menggantikan
sepenuhnya
pendekatan
outside-in.
Hal
ini
dikarenakan
di
dalam
implementasinya, konsep RBV secara implisit diasumsikan sebagai static
equilibrium, yaitu ketidakmampuannya untuk menyediakan indikator kesuksesan
yang berkelanjutan bagi perusahaan di dalam lingkungan yang dinamis dan terus
berubah-ubah (Mahoney, 1995; Teece et al., 1997 dalam Chan et al., 2004). Di
samping itu, konsep RBV juga hanya fokus pada bagaimana menjadikan
perusahaan agar sulit untuk ditiru, digantikan atau diambil alih sumber dayanya
daripada complementaries atau co-specialization terhadap sumber daya manusia
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
150
yang dimiliki perusahaan (Amit & Schoemaker, 1993; Mueller, 1996; Powell,
1995 dalam Chan et al., 2004).
Walaupun dengan berbagai
kelebihan dan
kekurangannya, penulis meyakini bahwa pendekatan inside-out dengan konsep
RBVnya merupakan konsep yang telah menjadikan pentingnya peran sumber daya
manusia di dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan bersaing
perusahaan. Hal ini dikarenakan, konsep RBV telah menyediakan landasan kunci
baik secara teoritis dan rasional bagi penting dan potensialnya peran dari SDM
sebagai aset strategis bagi perusahaan (Wright & McMahan, 1992).
Berdasarkan analisa di atas, terlihat jelas bahwa masing-masing
pendekatan MSDM stratejik memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu,
seiring dengan semakin kuatnya badai kehancuran kreatif atau “the gale of
creative destruction” (Schumpeter, 1942) yang ditandai dengan semakin tingginya
tingkat persaingan yang dihadapi perusahaan, yang terpenting adalah bagaimana
perusahaan mampu terus mempertahankan dan mencapai keunggulan bersaing
yang berkesinambungan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana
mencapai hal tersebut? Untuk mengatasi hal ini, yang terpenting adalah
bagaimana menjadikan proses pengintegrasian strategi perusahaan dengan praktik
dan kebijakan sumber daya manusia di dalam perusahaan harus dipandang sebagai
sebuah siklus yang tidak terputus dan harus terus diperbaiki melalui pembelajaran
stratejik dan perubahan stratejik (strategic learning and strategic change). kondisi
inilah yang menjadi esensi dari konsep kapabilitas dinamik (dynamic capabilities)
yang dipopulerkan oleh Teece, Pisano, dan Shuen (1997), yang dengannya
memungkinkan perusahaan untuk beradaptasi, mengintegrasi dan menformulasi
ulang sumberdaya internal dan eksternalnya untuk menghadapi perubahan
lingkungan.
Di samping itu, sesuai dengan perspektif kapabilitas dinamik, strategic fit
juga menjadi kata kunci dalam proses formulasi maupun implementasi strategi.
Strategi yang dihasilkan haruslah cocok, sesuai dan sejalan dengan faktor-faktor
kontingensi baik di lingkungan eksternal maupun faktor-faktor organisasional
yang dihadapi perusahaan lainnya. Strategic fit yang lebih bersifat dinamis,
multidimensional dan bersifat normatif merupakan bagian terpenting dari
contingency atau best fit approach yang diharapkan bisa menjembatani
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
151
pendekatan outside-in dan inside-out agar diperoleh sinergi untuk mencapai
keunggulan
bersaing
yang
berkesinambungan
bagi
sebuah
perusahaan.
Contingency atau best fit approach berpandangan bahwa untuk meningkatkan
kinerja bisnis diperlukan adanya konsistensi atau kesesuaian antara kebijakan
SDM dengan strategi bisnis yang digunakan (Michie & Sheehan, 2005). Di
samping itu, dengan pendekatan kontingensi ini pula, peran MSDM menjadi
sangat penting untuk menciptakan sebuah mekanisme dan sistem yang unik yang
sesuai dengan konteks sosial-budaya dan institusional masing-masing perusahaan
(best fit).
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Baumol (2004) dan Danneels (2002)
dalam Beugelsdijk (2008) yang mengatakan bahwa di dalam menghadapi kondisi
lingkungan ekonomi sekarang ini proses pembaruan organisasi (organizational
renewal) yang berbasis pada kemampuan inovasi produk merupakan tantangan
utama bagi perusahaan untuk tetap bisa sukses dan bertahan hidup. Untuk itu
tingkat kompetensi dan kapabilitas dinamik dan fleksibel (dynamic capabilities)
baik individu karyawan maupun perusahaan, serta struktur organisasional yang
mendukung proses inovasi yang berkelanjutan, menjadi faktor yang sangat
menentukan.
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, artikel ini bertujuan untuk
membangun sebuah pendekatan yang menjembatani pendekatan outside-in dan
inside-out dengan membangun kompetensi inti perusahaan yang dinamis dengan
kapabilitas inovasi yang terus menerus dari karyawan dan perusahaan. Adanya
kapabilitas dinamik dan kapabilitas inovasi yang terus menerus ini, pendekatan
apapun yang dipilih dalam formulasi dan implementasi strategi tidak akan
mempengaruhi kinerja perusahaan. Di samping itu, kapabilitas dinamik dan
kapabilitas inovasi ini akan tercapai bila didukung oleh budaya perusahaan yang
sesuai, yang mendorong perusahaan dan karyawannya mampu menciptakan nilai
tambah melalui kapabilitas untuk menciptakan kreatifitas dan keinovasian
lanjutan (advanced-creating capabilities of creatifity and innovativeness) yang
dinamis (Chan, et al., 2004) yang pada akhirnya akan mampu menjawab setiap
perkembangan dan tantangan yang ada di lingkungan perusahaan.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
152
Manajamen Sumber Daya Manusia Strategik (Strategic Human Resource
Management)
Manajemen sumber daya manusia strategik (strategic human resource
management) telah banyak digunakan sebagai kerangka kerja untuk menguji
hubungan antara strategi SDM dengan kinerja perusahaan (Rose & Kumar, 2006)
sekaligus menjadi sumber keunggulan bersaing bagi perusahaan (Wright,
Dunford, & Snell, 2001). Manajemen sumber daya manusia strategik
didefinisikan sebagai seperangkat aktifitas (practices), kebijakan, dan strategi
yang terintegrasi, yang dengannya organisasi mengelola modal manusia (human
capital) yang mempengaruhi atau sebaliknya dipengaruhi oleh strategi bisnis,
faktor organisasional dan sosial ekonomi (Mulla & Premarajan, 2008). Sementara
Becker dan Huselid (2006) mengatakan bahwa SHRM secara sederhana
menggambarkan hubungan antara HR architecture perusahaan dengan kinerja
yang dicapainya. Dimana HR architecture ini terdiri dari sistem (systems),
practices, kompetensi (competencies), dan perilaku karyawan yang berbasis
kinerja
(employee
performance
behaviors)
yang
menggambarkan
atau
mencerminkan bagaimana proses pengelolaan dan pengembangan modal manusia
yang dimiliki perusahaan berjalan.
Di dalam memahami manajemen sumber daya manusia strategik, Michie
and Sheehan (2005) mengatakan ada tiga pendekatan utama yang bisa digunakan
yaitu pendekatan universalistik (universalistic approach), pendekatan kontijensi
(contingency approach) dan pendekatan konfigurasional (configurational
approach). Pendekatan universalistik yang juga disebut best practice ini
beranggapan bahwa ada praktik-praktik SDM yang bersifat universal dan lebih
baik dari yang lainnya, sehingga perusahaan yang mengadopsi dan menggunakan
praktik SDM ini akan mendapatkan kinerja yang lebih baik (Rose & Kumar,
2006). Walaupun pendekatan universalistik ini merupakan pendekatan yang
popular, namun pendekatan ini tidak bebas dari berbagai kritikan seperti yang
dilontarkan oleh Brewster (1999) dalam Mulla dan Premarajan (2008) yang
mengklaim bahwa pendekatan universalistik ini terlalu sederhana untuk
menjelaskan bahwa sebuah praktik SDM akan sesuai dan efektif untuk diterapkan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
153
pada konteks industri, situasi ataupun budaya yang berbeda. Sementara di sisi
lain, pendekatan kontingensi beranggapan bahwa untuk meningkatkan kinerja
bisnisnya, perusahaan harus memastikan adanya konsistensi atau kesesuaian
antara kebijakan SDM yang dipilih dengan strategi bisnis yang digunakan serta
berbagai aspek organisasi lainnya, sehingga dengan adanya kesesuaian ini
perusahaan dapat memastikan bahwa perilaku karyawannya konsisten dengan
pencapaian tujuan organisasi. Yang terakhir adalah pendekatan konfigurasional
(configurational approach). Pendekatan konfigurasional ini menitikberatkan
kepada kapabilitas perusahaannya untuk menjadikan sumberdaya manusia sebagai
sebuah sistem atau pola yang terencana (planned human resource) yang mengatur
setiap aktifitas untuk menciptakan konsistensi horizontal (konsistensi internal) dan
konsistensi vertikal (konsistensi eksternal) untuk mencapai kinerja bisnis.
Konsistensi horizontal atau horizontal fit menunjukkan adanya konsistensi
internal di antara setiap kebijakan dan praktik SDM (congruence among the
various HRM practices). Sementara konsistensi vertikal menunjukkan ada
kesesuaian antara fungsi, sistem dan strategi SDM dengan strategi perusahaan
(Mulla & Premarajan, 2008).
Resource-Based View, Kapabilitas Dinamik (Dynamic Capabilities) dan
Kapabilitas Inovasi
Munculnya RBV pada awal 1990an (Wernelfelt, 1984 dan Barney, 1991)
berawal dari pendekatan formulasi strategi yang umumnya berangkat dari
penilaian terhadap kompetensi dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan (insideout), yang mana hal-hal yang berbeda (distinctive) atau superior dari pesaing
dapat menjadi basis bagi keunggulan bersaing (Paauwe & Boselie, 2005). Asumsi
dasar Resource Based View adalah sumberdaya dalam perusahaan bergabung
menjadi satu bundles (resource heterogeneity) yang mendasari proses produksi
sebuah perusahaan yang tidak sama dengan yang lainnya. Sehingga dengan
resource heterogeneity ini perusahaan mampu menggunakan sumberdaya dan
kapabilitasnya secara efisien dan memiliki peluang yang lebih besar untuk
beroperasi secara lebih ekonomis atau lebih baik dari pesaing dalam memuaskan
pelanggannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja dan menikmati
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
154
keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Atau dari perspektif yang lain,
fokus utama pandangan RBV ini adalah bagaimana sumberdaya dan kapabilitas
yang dimiliki perusahaan sulit untuk dicopy (costly to copy), sehingga perusahaan
dituntut untuk terus mengembangkan dan mengakumulasi kombinasi sumberdaya
dan kapabilitas yang bernilai, langka, sulit untuk ditiru, dan sulit untuk
disubstitusi atau melekat dalam proses organisasional, atau yang lebih dikenal
dengan konsep VRIN atau VRIO (Barney, 1991; Barney & Clark, 2007:57).
Namun di dalam perkembangannya, RBV juga mengalami kesulitan di
dalam proses implementasinya. Hal ini terjadi karena dalam implementasinya
konsep RBV secara implisit diasumsikan sebagai static equilibrium berupa
ketidakmampuannya untuk menyediakan indikator kesuksesan yang berkelanjutan
bagi perusahaan di dalam lingkungan yang dinamis dan terus berubah-ubah
(Mahoney, 1995; Teece et al., 1997 dalam Chan et al., 2004). Di samping itu
konsep RBV juga hanya fokus pada bagaimana menjadikan perusahaan agar sulit
untuk
ditiru,
digantikan
atau
diambil
alih
sumber
dayanya
daripada
complementaries atau co-specialization terhadap sumber daya manusia yang
dimiliki perusahaan (Amit and Schoemaker, 1993; Mueller, 1996; Powell, 1995
dalam Chan et al., 2004). Untuk mengatasi hal tersebut, muncullah konsep
kapabilitas dinamik (Teece, Pisano, & Shuen, 1997; Eisenhardt & Martin, 2000;
Zollo & Winter, 2002; Winter, 2003) atau dynamic core competencies (Danneels,
2002; Lei, Hitt, & Bettis, 1996) dalam Schreyogg & Eberl (2007).
Kapabilitas dinamik didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk
mengintegrasi, membangun dan mengkonfigurasikan kembali kompetensi dan
kapabilitas internal dan eksternal, untuk mengatasi perubahan lingkungan yang
sangat cepat (Teece, et al., 1997). Eisenhardt dan Martin (2000) beranggapan
karena kapabilitas dinamik merupakan sebuah proses, maka konsep ini tidak
hanya bisa diidentifikasikan, tetapi juga secara empiris bisa dibuktikan. Seperti
misal, rutinitas pengembangan produk, berbagai proses transfer, rutinitas alokasi
sumberdaya, kapabilitas co-evolution, rutinitas penciptaan pengetahuan dan
aliansi serta akuisisi merupakan bagian dari kajian kapabilitas dinamik, sehingga
kapabilitas dinamik lebih dikenal sebagai successful routine processes yang
didasarkan pada mekanisme pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapatnya
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
155
Zollo dan Winter (2002) yang memfokuskan pada pembelajaran organisasional
sebagai sumber dari kapabilitas dinamik. Lebih lanjut, Zollo dan Winter (2002:
340) mendefinisikan kapabilitas dinamik sebagai “sebuah pola pembelajaran yang
tetap dari aktivitas kolektif di mana organisasi secara sistematis menghasilkan dan
memodifikasi rutinitas operasionalnya untuk mencapai dan meningkatkan
keefektifannya”.
Konsep kapabilitas dinamik ini juga sejalan dengan konsep fleksibilitas
sumber daya manusia (HR flexibility) yang dikemukakan oleh Bhattacharya et al.
(2005) dan Martin et al. (2008). Berbagai definisi teoritis ini juga sejalan dengan
berbagai bukti empiris, seperti Martin et al. (2008) mengatakan bahwa
fleksibilitas sumber daya manusia (HR flexibility) memediasi hubungan antara
high performance work system dengan kinerja yang dicapai perusahaan. Dari
beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa kapabilitas dinamik ataupun
fleksibilitas SDM yang disesuaikan dengan dinamika dan perkembangan
lingkungan sangat menentukan tingkat kinerja yang dicapai oleh perusahaan.
Lebih lanjut, Wright dan Snell (1998) dalam Bhattacharya et al. (2005)
mengatakan bahwa fleksibilitas sumber daya manusia merupakan karakteristik
atau trait internal perusahaan yang bisa dilihat dari tiga komponen yaitu keahlian
karyawan (employee skill), perilaku karyawan (employee behavior) dan praktik
sumberdaya manusia (HR practices). Fleksibilitas di dalam keahlian karyawan
merupakan jumlah dari alternatif potensial dari skill karyawan yang bisa
dipergunakan atau diaplikasikan oleh perusahaan atau dengan kata lain bagaimana
karyawan dengan skill yang berbeda bisa dipergunakan kembali dengan cepat.
Bhattacharya et al. (2005) mengatakan bahwa fleksibilitas dari skill karyawan ini
dapat dilihat dari seberapa mudah dan cepat karyawan belajar untuk menerima
dan menerapkan skill dan kemampuan yang baru untuk melakukan tugas yang
baru.
Sementara
fleksibilitas
perilaku
karyawan
(employee
behavior)
menunjukkan kemampuan karyawan untuk berperilaku dan beradaptasi dengan
tuntutan atau situasi yang spesifik dalam perusahaan atau dengan kata lain adanya
toleransi dari karyawan terhadap perilaku yang tidak rutin (Martin et al., 2008).
Yang terakhir adalah fleksibilitas praktik sumber daya manusia, fleksibilitas ini
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
156
menunjukkan bagaimana praktik dan kebijakan SDM yang dimiliki perusahaan
bisa diterapkan untuk setiap situasi yang berbeda, atau untuk unit yang berbeda di
dalam perusahaan, serta seberapa cepat proses adaptasi dan penerapan dari praktik
MSDM bisa dilakukan untuk situasi dan unit yang berbeda tersebut. Agar
fleksibilitas sumber daya manusia di atas bisa dicapai maka yang paling penting
adalah menciptakan ketiga dimensi dari fleksibilitas ini menjadi satu kesatuan
yang terintegrasi dan saling ketergantungan yang berbasis pada proses
pembelajaran dan pengembangan yang terus menerus (Martin et al., 2008).
Bila
dihubungkan dengan kapabilitas inovasi,
banyak penelitian
menjelaskan bahwa sumberdaya yang dimiliki perusahaan dan kompetensi
merupakan faktor utama yang menentukan proses inovasi yang terus menerus
(Brown & Eisenhardt, 1995; Verona, 1999). Sejalan dengan pendapat Brown dan
Eisenhardt tersebut, Teece, Pisano dan Shuen (1997) juga menegaskan bahwa
sumberdaya yang dinamis (dynamic resource) merupakan sumber utama untuk
menciptakan keunggulan bersaing ketika lanskap (landscape) dari sebuah
persaingan tersebut berubah. Lebih lanjut Teece, Pisano dan Shuen (1997) juga
menyebutkan bahwa kapabilitas dinamik merupakan bagian dari tingkat
kompetensi atau kapabilitas yang memungkinkan perusahaan untuk menciptakan
dan memproses produk baru sebagai upaya untuk merespon setiap perubahan
yang terjadi dipasar.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa pentingnya peran kapabilitas
dinamik dan fleksibilitas SDM yang diwujudkan dalam bentuk modal intelektual,
merupakan dasar munculnya inovasi di dalam perusahaan. Ada banyak penelitian
yang mencoba menjelaskan peran modal intelektual dalam meningkatkan inovasi
di dalam perusahaan yang pada akhirnya mewujudkan core competencies
perusahaan yang dinamis. Para peneliti (Ahuja, 2000; Dougherty, 1992; Tsai &
Ghosal, 1998), menyatakan bahwa modal intelektual sebagai variabel anteseden
bagi inovasi yang diukur sebagai luaran. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan
berperan penting bagi perusahaan dalam mengembangkan kapabilitas inovasinya.
Berbagai
pendekatan
terus
dilakukan
oleh
perusahaan
untuk
mengakumulasi modal intelektual sebagai sumber inovasi dengan membedakan
dimensi modal intelektual ke dalam modal manusia, modal sosial dan modal
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
157
organisasional (human capital, social capital dan organizational capital).
(Subramaniam & Youndt, 2005). Modal manusia merupakan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki dan melekat pada setiap individu yang membentuk
kompetensi. Modal sosial merupaka pengetahuan yang melekat pada nilai dan
norma yang tidak tertulis dalam perusahaan yang digunakan pada saat terjadinya
interaksi antar individu di dalam perusahaan. Modal organisasional merupakan
pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan yang secara formal dilembagakan
dalam bentuk paten, manual, sistem, proses dan prosedur standar.
Berdasarkan hal tersebut, social capital dan organizational capital
memainkan peran yang sangat penting dalam membangun kemampuan yang
dinamis yang memungkinkan perusahaan secara fleksibel terus mengembangkan
kapabilitas inovasinya. Ide-ide kreatif dan inovatif yang dimiliki individu tidak
dapat meningkatkan kemampuan inovasi perusahaan, bahkan sebaliknya, kecuali
jika sistem nilai yang ada dalam perusahaan memberikan peluang dan
memfasilitasi ide-ide tersebut melalui sebuah mekanisme pembagian atau transfer
ide dan pengetahuan individual. Hal ini sesuai dengan pendapat Chan et al. (2004)
yang mengatakan bahwa modal intelektual dan kemampuan inovasi ini akan
tercapai bila didukung oleh budaya perusahaan yang sesuai seperti keterlibatan,
konsistensi, kemampuan beradaptasi, misi dan fleksibilitas yang mendorong
perusahaan dan karyawannya mampu menciptakan nilai tambah melalui
advanced-creating capabilities of creativeness and innovativeness yang dinamis
(Chan et al., 2004) yang pada akhirnya akan mampu menjawab setiap
perkembangan dan tantangan yang ada di lingkungan perusahaan.
Kompetensi Organisasional, Kapabilitas Inovasi dan Keunggulan Bersaing
yang Berkesinambungan
Vakola et al. (2007) mengatakan bahwa keunggulan bersaing yang
berkesinambungan sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk
memanfaatkan sumber daya (teknologi, modal dan tenaga kerja) yang ada di
dalam perusahaan. Oleh karena itu, fokus utamanya tertuju pada bagaimana
perusahaan mampu meningkatkan dan mengembangkan kompetensi anggotanya
(McLagan, 1997 dalam Ozcelik & Ferman, 2006). Hal ini dikarenakan teknologi
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
158
dan modal (capital) mudah untuk dimiliki oleh siapapun dan kapanpun sehingga
tidak lagi menjamin keberlangsungan pencapaian kinerja sekaligus sumber
keunggulan bersaing yang berkelanjutan bagi perusahaan (Ozcelik & Ferman,
2006).
Seperti disebutkan di dalam Ozcelik dan Ferman (2006), studi tentang
kompetensi dalam bidang manajemen sumber daya manusia telah dilakukan sejak
awal tahun 1970an yang pertama kali dipelopori oleh McClelland pada tahun
1973 yang mengatakan bahwa behavioral traits dan karakteristik individu lebih
efektif daripada tes kecerdasan di dalam menjelaskan siapa yang sukses dalam
pekerjaannya, kemudian diikuti oleh Boyatzis pada tahun 1982 yang lebih
berkonsentrasi pada pentingnya kompetensi yang dimiliki oleh seorang manajer.
Di samping itu Boyatzis juga mengidentifikasi karakteristik dari karyawan yang
berkinerja superior yang didorong oleh kebutuhan untuk menjadikan perusahaan
lebih efektif melalui proses seleksi, pengembangan dan pemberian kompensasi
yang tepat. Kemudian studi tentang kompetensi dan manajemen sumber daya
manusia terus berkembang sampai saat ini.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, banyak para ahli yang mendefinisikan
konsep kompetensi. Spencer and Spencer (1993) dalam Ozcelik dan Ferman
(2006) mendefinisikan kompetensi sebagai kombinasi dari atribut atau
karakteristik karyawan, keterampilan, pengetahuan, sikap, kepribadian, dan
motivasi yang mampu menghasilkan kinerja efektif dan superior dalam tugasnya.
Sementara Lucia dan Lepsinger seperti juga dikutip oleh Ozcelik dan Ferman
(2006) menyebutkan kompetensi sebagai:
“a cluster of related knowledge, skill and attitude that affect a major
part of one’s job (a role responsibility), that correlated with
performance on the job, that can be measured against well-accepted
standards, and can be improved via training and development”.
Dari kedua definisi yang kemukakan oleh para ahli tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang melekat pada
individu karyawan yang sangat menentukan tingkat kinerja dari pekerjaannya dan
bisa ditingkatkan melalui proses pelatihan dan pengembangan yang terus
menerus.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
159
Karena begitu pentingnya kompetensi karyawan bagi perusahaan, maka
perusahaan jangan hanya melihat kompetensi karyawan berdasarkan kemampuan
karyawan untuk menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya. Tapi perusahaan
juga harus menjadikan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan sebagai sumber
daya yang unik yang dibutuhkan perusahaan untuk memenangkan persaingan.
Oleh karena itu perusahaan berkepentingan untuk membangun kompetensi
tersebut dengan efektif dan efisien. Selama ini kebanyakan perusahaan
menganggap kompetensi lebih bersifat backward looking daripada forward
looking jika dikaitkan dengan strategi dan perubahan perusahaan. Oleh karena itu,
seiring dengan tuntutan dan dinamika lingkungan yang terus berubah, pendekatan
kompetensi yang menekankan pada forward-looking dan proaktif di dalam
implementasi perubahan strategy-driven harus dikedepankan (Vakola et al., 2007)
Dalam konteks perubahan strategi bisnis sebagai akibat dari perubahan
lingkungan, kompetensi dinilai tidak hanya pada tingginya keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliki karyawan, tetapi juga kemampuan beradaptasi
terhadap perubahan, bagaimana karyawan bisa belajar dengan cepat dan disertai
dengan
adanya
komitmen
setiap
individu
untuk
terus
meningkatkan
profesionalisme dan pengembangan diri. Dengan pendekatan forward-looking
dan proactive approach ini memungkinkan perusahaan dengan mudah melakukan
penyesuaian proses, struktur dan kinerja yang dibutuhkan dalam mengantisipasi
perubahan. Sehingga pendekatan kompetensi baru dapat menjadi media
komunikasi yang efektif dalam implementasi proses perubahan dalam perusahaan.
(Vakola et al., 2007). Di samping itu, dengan pendekatan forward looking dan
proactive approach juga diharapkan dapat mendorong terciptanya sebuah sistem
yang terintegrasi secara baik yang mampu mengarahkan perilaku dan sikap
karyawan untuk terus memberdayakan diri dan lingkungannya bagi penciptaan
inovasi dan kreatifitas yang terus menerus yang pada akhirnya berujung pada
tercapainya kinerja perusahaan dan keunggulan bersaing yang berkesinambungan.
Karena suksesnya implementasi kompetensi di dalam jangka panjang
sangat tergantung pada adanya kesesuaian antara kompetensi dengan strategi dan
tujuan jangka panjang perusahaan, maka di sinilah letak penting dan krusialnya
peran MSDM strategik. MSDM strategik dituntut untuk mampu menyediakan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
160
sebuah sistem yang efektif yang mampu mendukung dan mengarahkan tingkat
kompetensi, daya inovasi dan kreatifitas anggota serta mampu memberikan
pemahaman kepada para anggotanya bagaimana mereka harus berperilaku dan
bersikap, di samping juga harus terus mengembangkan kompetensi para
anggotanya agar sesuai dengan strategi yang dipilih perusahaan.
Pendekatan Outside-In dan Inside-Out, Kompetensi Organisasional dan
Kapabilitas Inovasi
Munculnya pendekatan inside-out yang didukung oleh teori Resource
Based View yang lebih berfokus pada status quo dari fungsi SDM, yang mana
strategi SDM dibangun sesuai dengan kapabilitas internal dan kompetensi inti
yang dimiliki perusahaan tidak secara mutlak dapat menggantikan pendekatan
Outside-in yang menekankan pada analisa lingkungan eksternal dan isu-isu bisnis
seperti: struktur industri, persaingan, konsumen dan people issue lainnya sebagai
titik awal penyusunan strategi manajemen sumber daya
manusia. Hal ini
disebabkan karena masing-masing pendekatan memiliki keunggulan dan
keterbatasan masing-masing. Untuk itu, perlu dibangun sebuah pendekatan yang
bisa menjembatani
perbedaan ke dua pendekatan tersebut sehingga dapat
menghasilkan sinergi antara kedua pendekatan yang berujung pada semakin
baiknya peran dan fungsi SDM dalam mencapai kinerja perusahaan.
Permasalahan utama yang harus diperhatikan di dalam melakukan
formulasi strategi adalah bukanlah pada pendekatan outside-in atau inside-out
yang dipilih. Tapi yang lebih penting adalah adanya sinergi kedua pendekatan
outside-in dan inside-out dan fleksibilitas perusahaan di dalam menganalisis
situasi dan kondisi lingkungan persaingan dapat menjadi petunjuk yang
komprehensif bagi formulasi strategi perusahaan. Hal lain yang penting adalah
bagaimana menjadikan peran dan fungsi SDM strategis harus secara langsung dan
tepat mampu menjawab tantangan dan mengkreasikan solusi nyata serta
menambahkan real value pada kreasi tersebut (value creation) sehingga
perusahaan dapat memenangkan persaingan.
Untuk itu, peran dan fungsi MSDM strategis harus diarahkan pada
bagaimana menciptakan dan mengelola kompetensi organisasional yang diarahkan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
161
untuk mendorong munculnya kreatifitas dan inovasi yang terus menerus sehingga
perusahaan mampu mengadaptasi, mengintegrasi, mengatur dan menyesuaikan
kembali sumber daya dan kemampuan perusahaan agar sesuai dengan kebutuhan
perubahan lingkungan. Hal ini bisa dilakukan oleh para praktisi MSDM dengan
cara terus meningkatkan keahlian dan kapabilitas karyawan, lebih mengedepankan
dan mendorong adanya perilaku positif dan meningkatkan motivasi karyawannya
serta memberikan tanggungjawab kepada karyawannya untuk terus memanfaatkan
skill dan kemampuan mereka sehingga dengan cara ini proses perbaikan dan
inovasi yang terus menerus akan tercipta. Hal inilah yang menjadi esensi dari
konsep kapabilitas dinamik.
Konsep kapabilitas dinamik yang menitik beratkan pada perbaikan dan
inovasi yang terus menerus ini juga menjadi pelengkap bagi konsep RBV. Di
mana dengan konsep RBV memungkinkan perusahaan memiliki alternatif
pendekatan formulasi strategi dengan berbasis sumberdaya dan kapabilitas yang
mampu menciptakan keunggulan bersaing berkesinambungan dan kompetensi inti
perusahaan. RBV juga memungkinkan perusahaan memiliki keunikan keunggulan
perusahaan yang bernilai, tidak mudah ditiru, dan langka dengan menciptakan
ambiguitas sistem dan kompleksitas sosial sumberdaya dan kapabilitas. Untuk itu
peran dari MSDM strategik dalam setiap perusahaan menjadi pertimbangan yang
sangat penting untuk menciptakan mekanisme dan sistem yang unik dalam
mengadopsi konsep dalam teori RBV yang sesuai dengan konteks sosial-budaya
dan institusional masing-masing perusahaan (best fit).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa MSDM berperan
strategis dalam proses membangun hubungan antara pendekatan outside-in dan
inside-out melalui serangkaian proses khususnya dalam membangun kapabilitas
dinamik, kompetensi inti dan kapabilitas inovasi yang terus menerus agar sesuai
dengan perubahan lingkungan, sehingga dapat menciptakan keunggulan bersaing
yang berkesinambungan bagi perusahaan.
Integrasi Konsep Kapabilitas Dinamik dan Kapabilitas Inovasi ke Dalam
Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
162
Dari penjelasan sebelumnya terlihat jelas bahwa sumber daya yang dimiliki
perusahaan dan kompetensi merupakan faktor utama yang menentukan proses
inovasi yang terus menerus sekaligus merupakan sumber utama untuk
menciptakan keunggulan bersaing perusahaan. Untuk mewujudkan hal tersebut,
peran dan fungsi SDM strategis harus di arahkan untuk menciptakan dan
mengelola kompetensi organisasional yang diarahkan untuk mendorong
munculkan kreatifitas dan inovasi yang terus menerus sehingga perusahaan
mampu menyesuaikan sumber dayanya agar sesuai dengan kebutuhan perubahan
lingkungan.
Hal terpenting dari semua ini adalah bagaimana konsep kapabilitas dinamik
atau dynamic competency ini kemudian dijabarkan serta diintegrasikan kedalam
strategi dan praktik MSDM (HR strategy), khususnya di dalam proses rekruitmen
dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, serta manajemen kinerja dan sistem
kompensasi, sehingga mampu mengarahkan kompetensi dan perilaku karyawan
sesuai dengan proses pencapaian tujuan organisasi.
Rekruitmen dan seleksi. Proses rekruitmen dan seleksi yang berbasis kompetensi
merupakan sistem yang telah digunakan perusahaan untuk pengambilan keputusan
pengadaan karyawan. Dimana tujuan utama dari proses rekruitmen dan seleksi
tersebut adalah untuk mendapatkan karyawan dengan tingkat kompetensi dan
perilaku (behavior) yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan baik
(Rowe, 1995 dalam Ozcelik & Ferman, 2006).
Di dalam menghadapi lingkungan yang sangat dinamis dan untuk
mempertahankan kinerja superior dan keunggulan bersaing, perusahaan secara
strategis selalu dihadapkan dengan tuntutan fleksibilitas karyawan baik secara
internal maupun eksternal (Michie & Sheehan, 2005). Kondisi ini berdampak
langsung pada keputusan untuk merekruit karyawan dan mempertahankannya
dalam kontrak jangka panjang atau sebaliknya lebih memilih kontrak jangka
pendek. Beugelsdijk (2008) mengatakan walaupun hubungan antara fleksibilitas
karyawan dengan kinerja bisa saja bersifat kontingensi sesuai dengan tugas yang
harus dikerjakan dan dalam jangka pendek bisa saja memberikan manfaat bagi
perusahaan dengan adanya pengurangan biaya upah dan peningkatan efisiensi,
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
163
namun dalam jangka panjang akan memberikan dampak negatif khususnya
kemampuan perusahaan untuk melakukan inovasi yang terus menerus. Hal ini
terjadi karena dalam sistem kontrak jangka pendek, karyawan tidak bisa
mendapatkan pelatihan yang terus menerus yang berhubungan dengan pekerjaan
sehingga proses peningkatan kompetensi yang dinamis tidak berlangsung, di
samping itu kontrak jangka pendek juga mempengaruhi hubungan emosional
antara karyawan dengan perusahaan sehingga biasanya karyawan dengan kontrak
jangka pendek tingkat loyalitasnya terhadap perusahaan rendah (Davis-Blake et
al., 2003 dalam Beugelsdijk, 2008). Oleh karena itu jika perusahaan lebih
mengedepankan untuk membangun kapabilitas inovasi dan kapabilitas inovasi
yang terus menerus, perusahaan harus merekruit karyawannya dalam kontrak
jangka panjang (Beugelsdijk, 2008).
Pelatihan dan pengembangan. Hatch dan Dyer (2004: 1173) dalam Beugelsdijk
(2008) menyebutkan bahwa “kinerja pembelajaran yang superior dihasilkan dari
SDM terbaik dan dari praktik terbaik untuk mengembangkan human capital yang
spesifik yang miliki oleh perusahaan dan bagaimana mendorong aktifitas
pembelajaran yang terus menerus”. Di samping itu perusahaan yang menyediakan
fasilitas pelatihan yang baik akan menciptakan sikap positif dari karyawan
sekaligus meningkatkan komitmen organisasionalnya (Benson et al., 2004 dalam
Beugelsdijk, 2008). Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa higher
innovative performance akan tercipta jika perusahaan menyediakan fasilitas
pelatihan dan pengembangan yang terus menerus yang bertujuan untuk terus
meningkatkan kemampuan karyawannya sehingga karyawan dapat menyelesaikan
tugas dan tanggungjawabnya dengan baik.
Manajemen kinerja dan sistem kompensasi. Kinerja seorang karyawan tidak
lihat sebagai hasil dari apa yang dikerjakan seseorang tetapi juga bagaimana
kompetensi yang digunakannya untuk menghasilkan atau menyelesaikan tugas
yang diberikan kepadanya (Ozcelik & Ferman, 2006). Manajemen kinerja atau
penilaian kinerja merupakan salah satu fungsi dan isu strategis di dalam praktik
MSDM karena penilaian kinerja merupakan alat bagi manajemen untuk
memastikan bahwa aktifitas dan output yang hasilkan oleh karyawan sejalan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
164
dengan pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, umpan balik dari penilaian
kinerja ini juga menjadi dasar bagi manajemen di dalam menentukan keputusankeputusan dan kebijakan-kebijakan MSDM yang berhubungan dengan pemberian
kompensasi (compensation), perencanaan suksesi kepemimpinan (succession
planning), pengembangan karir (career development), rencana pengembangan
individu (individual development planning), pelatihan (training) dan lain-lain
yang pada akhirnya juga berhubungan dengan program pencapaian kepuasan
individu karyawan, pengembangan organisasi dan pencapaian keunggulan
bersaing organisasi.
Di samping itu strategi dan kebijakan kompensasi merupakan salah satu
fungsi dan isu strategis di dalam praktik MSDM karena kompensasi merupakan
alat bagi manajemen untuk meningkatkan motivasi, komitmen, kepuasan kerja
dan mempertahankan (retaining) serta mengurangi tingkat turnover karyawannya.
Di samping itu strategi kompensasi juga berhubungan dengan kemampuan
organisasi untuk mengendalikan sikap dan perilaku karyawan agar tetap bekerja
dan bersama organisasi untuk jangka waktu yang layak. Oleh karena itu
kemampuan organisasi untuk mendesain dan mengimplementasikan strategi
kompensasi yang tepat dan adil merupakan hal yang sangat penting bagi
organisasi untuk menjamin terciptanya kepuasan kerja dan komitmen karyawan
yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi.
Bila dihubungkan dengan kemampuan inovasi, Lau dan Ngo (2004) dalam
Beugelsdijk (2008) menyebutkan bahwa kinerja individu yang berbasis pada
kompensasi secara proaktif akan meningkatkan kreatifitas. Namun dalam
menciptakan sebuah inovasi ada kalanya individu dihadapkan dengan masalah
yang kompleks sehingga permasalahan tersebut harus diselesaikan secara kolektif
melalui pendekatan inovasi berbasis tim (team-based approaches). Maka untuk
itu diperlukan adanya sistem kompensasi yang berdasarkan tim (Beugelsdijk,
2008). Akhirnya sistem kompensasi juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi
karyawan untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan sehingga dengan
sendirinya karyawan akan terus belajar dan mengembangkan kapabilitas dan
kompetensi yang dimilikinya serta mendorong inovasi dan kreatifitas bagi
perusahaan.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
165
PENUTUP
Riset tentang MSDM Strategik (strategic human resource management)
telah memberikan perhatian yang lebih pada isu-isu yang berhubungan dengan
pengelolaan SDM (managing people) pada level perusahaan secara menyeluruh
dan terintegrasi, daripada hanya berfokus pada praktik MSDM secara individual
dan terpisah dari kebijakan dan strategi perusahaan yang lain. Hal ini disebabkan
karena untuk mencapai kinerja superior dan keunggulan bersaing yang
berkesinambungan diperlukan adanya integrasi dan kesesuaian antara strategi
yang dipilih dengan kebijakan sumber daya manusia untuk mengeksekusi strategi
tersebut.
Munculnya pendekatan inside-out yang didukung oleh teori Resource Based
View tidak secara mutlak dapat menggantikan pendekatan outside-in dalam proses
formulasi dan implementasi strategi SDM. Hal disebabkan karena masing-masing
pendekatan memiliki keunggulan dan keterbatasan masing-masing. Permasalahan
yang muncul adalah bagaimana menjadikan peran dan fungsi SDM strategis harus
secara langsung dan tepat mampu menjawab tantangan dan mengkreasikan solusi
nyata serta menambahkan real value pada kreasi itu (value creation) sehingga
perusahaan dapat memenangkan persaingan. Untuk itu peran dan fungsi dari
MSDM strategis harus diarahkan pada bagaimana menciptakan dan mengelola
kompetensi inti perusahaan agar dinamis dan fleksibel (dynamic capabilities)
yang diarahkan untuk mendorong munculkan kreatifitas dan inovasi yang terus
menerus yang terintegrasi kedalam setiap aktifitas, praktik dan strategi
manajemen sumber daya manusia (HR strategy) sehingga perusahaan mampu
mengadaptasi, mengintegrasi, mengatur serta menyesuaikan kembali sumber daya
yang ada dalam perusahaan tersebut agar sesuai dengan kebutuhan perubahan
lingkungan (best fit approach).
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
166
REFERENSI
Ahuja, G. 2000. Collaborative networks, structural holes and innovation: a
longitudinal study. Administrative Science Quartely, Vol. 45, pp. 425455.
Barney, J.B. 1991. Firm resources and sustained competitive advantage. Journal
of Management, 17: 99-120.
Barney, J.B. & Clark, D. N. 2007. Resource-based theory: creating and
sustaining competitive advantage (1 stedition). Oxford University Press
Inc.: NewYork
Becker, B.E., & Huselid, M.A. 2006. Strategic human resources management:
where do we go from here? Journal of Management; 32. 6: 898-925.
Beugelsdijk, S. 2008. Strategic Human Resource Practices and Product
Innovation. Organization Studies, 29(06): 821–847
Bhattacharya, M., Gibson, D. E., & Doty, D. H. 2005. The Effects of Flexibility in
Employee Skills, Employee Behaviors, and Human Resource Practices
on Firm Performance. Journal of Management, Vol. 31 No. 4, : 622-640
Brown, S.L. & Eisenhardt, K. M. 1997. The Art of continuous change: Linking
complexity theory and time-paced evolution in relentlessly shifting
organizations. Administrative Science Quarterly, 42: 1-34.
Chan, L. L. M., Shaffer, M. A. & Snape, E. 2004. 'In search of sustained
competitive advantage: the impact of organisational culture, competitive
strategy and human resource management practices on firm
performance', International Journal of Human Resource Management,
15: 17-35.
Dougherty, D. 1992. Interpretive barriers to successful product innovation in large
firms. Organization Science. Vol. 3, pp. 179-203.
Eisenhardt, K. M. & Martin. J. A. 2000. Dynamic capabilities: what are they?
Strategic Management Journal, 21: 1105-1121.
Lepak, D.P, & Snell S.A. 2002. Examining the human resource architecture: the
relationships among human capital, employment, and human resource
configurations, Journal of Management, 28: 517
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
167
Martin, I.B., Puig, V. R., Tena, A.E., Carlos, J. 2008. Human Resource Flexibility
as a Mediating Variable Between High Performance Work Systems and
Performance. Journal of Management, Vol. 34 No. 5:1009-1044
Michie, J. & Sheehan, M. 2005. Business strategy, human resources, labour
market flexibility and competitive advantage', International Journal of
Human Resource Management, 16: 445-464.
Mulla, Z.R. & Premarajan, R. K. 2008. Strategic human resource management in
indian it companies: development and validation of a scale’, The Journal
of Business Perspective,Vol. 12. No. 2: 35-46.
Ozcelik, G. & Ferman, M. 2006. Competency Approach to Human Resources
Management: Outcomes and Contributions in a Turkish cultural context,
Human Resource Development Review, 5. 1: 72-91
Paauwe, J. & Boselie, P. 2003. Challenging 'strategic HRM' and the relevance of
the institutional setting. Human Resource Management Journal, 13: 5670.
Paauwe, J. & Boselie, P. 2005. Best practices... in spite of performance': just a
matter of imitation?' International Journal of Human Resource
Management, 16: 987-1003.
Rose, R. C., & Kumar, N. 2006. The Influence of Organizational and Human
Resource Management Strategies on Performance’, Performance
Improvement Journal, 45, 4 : 18-24.
Schreyogg, G. & Eberl, M.K. 2007. How dynamic can organizational capabilities
be? towards a dual-process model of capability dynamization. Strategic
Management Journal, 28: 913–933
Subramaniam, M. & Youndt, M.A. 2005. The influence of intellectual capital on
the types of innovative capabilities. Academy of Management Journal,
48. 3: 450–463.
Teece, D.J., Pisano, G., & Shuen, A. 1997. Dynamic capabilities and strategic
management’. Strategic Management Journal, 18: 509-533.
Tsai, W. & Ghosal, S. 1998. Social capital and value creation: the role of intrafirm
networks. Academy of Management Journal, 41: 464-478.
Vakola, M., Soderquist, K. E. & Prastacos, G. P. 2007. Competency management
in support of organisational change, International Journal of Manpower,
28: 260-275.
Verona, G. 1999. A Resource-based View of Product Development. Academy of
Management Review, 24 (1): 132-142.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
168
Wernerfelt, B. 1984. A resource based view of the firm. Strategic Management
Journal, 5: 171-180
Wright, P. M., & McMahan, G. C. 1992. Alternative theoretical perspectives on
strategic human resource management. Journal of Management, 18:
295-320.
Wright, P. M., Dunford, B. B., & Snell, S. A. 2001. Human resources and the
resource based view of the firm. Journal of Management, 27: 701-721
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010
Download