Jurnal Manajemen dan Inovasi Vol 1, No. 2, Juni 2010: 148-168 MSDM STRATEGIK DAN KEUNGGULAN BERSAING YANG BERKESINAMBUNGAN: PERAN KAPABILITAS DINAMIK DAN KAPABILITAS INOVASI MURKHANA FAIRUZZABADI Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh ABSTRACT To achieve superior performance and continual competitiveness, a company needs to integrate and adjust among strategic choices with human resource policies in order to execute the best chosen strategy effectively. The existence of Inside–Out approach supported by Resource Based View is not absolutely changing the Outside-in approach in the formulation and implementation of Human Resource Strategies. Otherwise, this situation is forced to empower human resource functions to be more strategic to synergize with the challenges by creating real value added for a company to lead in fierce business competition. The roles and functions of Strategic Human Resource must be directed to produce core competitiveness of company, and managing the capabilities of company to more flexible and dynamic. This strategy is expected to stimulate a continual innovation which integrates human resource practices, so a company can manage itself to be more adaptive with environment changes. Keywords: Strategic Human Resource Management, RBV, Dynamic Capabilities, Innovational Capabilities, Competitive Advantage PENDAHULUAN Riset manajemen sumberdaya manusia strategik (strategic human resource management) yang dilakukan akhir-akhir ini telah memberikan perhatian yang lebih pada isu-isu pengelolaan sumberdaya manusia (managing people) yang menyeluruh dan terintegrasi pada level perusahaan. Hal ini merupakan kritik terhadap berbagai penelitian sebelumnya yang hanya berfokus pada strategi dan praktik MSDM yang secara parsial dan terpisah dari kebijakan dan strategi perusahaan yang lain (Lepak & Snell, 2002). Isu pengintegrasian pengelolaan sumberdaya manusia dengan berbagai strategi menjadi penting karena kinerja superior dan keunggulan bersaing yang berkesinambungan perusahaan ditentukan oleh ketepatan strategi bisnis yang dipilih, sumberdaya manusia dan kapabilitas 149 internal yang dimiliki perusahaan, di samping juga oleh kapabilitas organisasional untuk merespon setiap peluang dan mengurangi ancaman yang muncul baik dari lingkungan eksternal dan internal (Michie & Sheehan, 2005). Oleh karena itu, integrasi dan kesesuaian antara strategi yang dipilih (strategic fit) dengan kebijakan dan praktik sumberdaya manusia untuk mengeksekusi strategi menjadi faktor yang sangat menentukan (Michie & Sheehan, 2005). Seiring dengan perkembangan lingkungan, pendekatan yang menjelaskan proses pengintegrasian strategi yang dipilih dengan kebijakan sumber daya manusia juga terus berkembang. Secara garis besar ada dua pendekatan manajemen SDM strategik, yaitu pendekatan outside-in yang menekankan pada analisis lingkungan eksternal dan isu-isu bisnis seperti: struktur industri, persaingan, konsumen dan people issue lainnya sebagai titik awal penyusunan strategi manajemen sumber daya manusia. Namun, seiring dengan perubahan lingkungan yang terjadi, pendekatan outside-in dinilai tidak cukup memenuhi kebutuhan dan tantangan persaingan, karena itu muncullah pendekatan inside-out yang didukung oleh teori Resource Based View (RBV) sebagai pendekatan alternatif yang menjelaskan proses integrasi antara strategi dengan kebijakan sumber daya manusia tersebut. Sesuai dengan pendekatan RBV yang menekankan pentingnya sumberdaya dan kapabilitas perusahaan (firm’s capabilities) untuk mencapai rents dan keunggulan bersaing yang berkesinambungan (Barney, 1991; Wernerfelt, 1984), pendekatan inside-out ini lebih berfokus pada status quo dari fungsi SDM, yang mana strategi SDM dibangun sesuai dengan kapabilitas internal dan kompetensi inti yang dimiliki perusahaan (Paauwe & Boselie, 2003). Namun demikian, pendekatan inside-out juga tidak dapat menggantikan sepenuhnya pendekatan outside-in. Hal ini dikarenakan di dalam implementasinya, konsep RBV secara implisit diasumsikan sebagai static equilibrium, yaitu ketidakmampuannya untuk menyediakan indikator kesuksesan yang berkelanjutan bagi perusahaan di dalam lingkungan yang dinamis dan terus berubah-ubah (Mahoney, 1995; Teece et al., 1997 dalam Chan et al., 2004). Di samping itu, konsep RBV juga hanya fokus pada bagaimana menjadikan perusahaan agar sulit untuk ditiru, digantikan atau diambil alih sumber dayanya daripada complementaries atau co-specialization terhadap sumber daya manusia Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 150 yang dimiliki perusahaan (Amit & Schoemaker, 1993; Mueller, 1996; Powell, 1995 dalam Chan et al., 2004). Walaupun dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, penulis meyakini bahwa pendekatan inside-out dengan konsep RBVnya merupakan konsep yang telah menjadikan pentingnya peran sumber daya manusia di dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan bersaing perusahaan. Hal ini dikarenakan, konsep RBV telah menyediakan landasan kunci baik secara teoritis dan rasional bagi penting dan potensialnya peran dari SDM sebagai aset strategis bagi perusahaan (Wright & McMahan, 1992). Berdasarkan analisa di atas, terlihat jelas bahwa masing-masing pendekatan MSDM stratejik memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu, seiring dengan semakin kuatnya badai kehancuran kreatif atau “the gale of creative destruction” (Schumpeter, 1942) yang ditandai dengan semakin tingginya tingkat persaingan yang dihadapi perusahaan, yang terpenting adalah bagaimana perusahaan mampu terus mempertahankan dan mencapai keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana mencapai hal tersebut? Untuk mengatasi hal ini, yang terpenting adalah bagaimana menjadikan proses pengintegrasian strategi perusahaan dengan praktik dan kebijakan sumber daya manusia di dalam perusahaan harus dipandang sebagai sebuah siklus yang tidak terputus dan harus terus diperbaiki melalui pembelajaran stratejik dan perubahan stratejik (strategic learning and strategic change). kondisi inilah yang menjadi esensi dari konsep kapabilitas dinamik (dynamic capabilities) yang dipopulerkan oleh Teece, Pisano, dan Shuen (1997), yang dengannya memungkinkan perusahaan untuk beradaptasi, mengintegrasi dan menformulasi ulang sumberdaya internal dan eksternalnya untuk menghadapi perubahan lingkungan. Di samping itu, sesuai dengan perspektif kapabilitas dinamik, strategic fit juga menjadi kata kunci dalam proses formulasi maupun implementasi strategi. Strategi yang dihasilkan haruslah cocok, sesuai dan sejalan dengan faktor-faktor kontingensi baik di lingkungan eksternal maupun faktor-faktor organisasional yang dihadapi perusahaan lainnya. Strategic fit yang lebih bersifat dinamis, multidimensional dan bersifat normatif merupakan bagian terpenting dari contingency atau best fit approach yang diharapkan bisa menjembatani Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 151 pendekatan outside-in dan inside-out agar diperoleh sinergi untuk mencapai keunggulan bersaing yang berkesinambungan bagi sebuah perusahaan. Contingency atau best fit approach berpandangan bahwa untuk meningkatkan kinerja bisnis diperlukan adanya konsistensi atau kesesuaian antara kebijakan SDM dengan strategi bisnis yang digunakan (Michie & Sheehan, 2005). Di samping itu, dengan pendekatan kontingensi ini pula, peran MSDM menjadi sangat penting untuk menciptakan sebuah mekanisme dan sistem yang unik yang sesuai dengan konteks sosial-budaya dan institusional masing-masing perusahaan (best fit). Hal ini juga sesuai dengan pendapat Baumol (2004) dan Danneels (2002) dalam Beugelsdijk (2008) yang mengatakan bahwa di dalam menghadapi kondisi lingkungan ekonomi sekarang ini proses pembaruan organisasi (organizational renewal) yang berbasis pada kemampuan inovasi produk merupakan tantangan utama bagi perusahaan untuk tetap bisa sukses dan bertahan hidup. Untuk itu tingkat kompetensi dan kapabilitas dinamik dan fleksibel (dynamic capabilities) baik individu karyawan maupun perusahaan, serta struktur organisasional yang mendukung proses inovasi yang berkelanjutan, menjadi faktor yang sangat menentukan. Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, artikel ini bertujuan untuk membangun sebuah pendekatan yang menjembatani pendekatan outside-in dan inside-out dengan membangun kompetensi inti perusahaan yang dinamis dengan kapabilitas inovasi yang terus menerus dari karyawan dan perusahaan. Adanya kapabilitas dinamik dan kapabilitas inovasi yang terus menerus ini, pendekatan apapun yang dipilih dalam formulasi dan implementasi strategi tidak akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Di samping itu, kapabilitas dinamik dan kapabilitas inovasi ini akan tercapai bila didukung oleh budaya perusahaan yang sesuai, yang mendorong perusahaan dan karyawannya mampu menciptakan nilai tambah melalui kapabilitas untuk menciptakan kreatifitas dan keinovasian lanjutan (advanced-creating capabilities of creatifity and innovativeness) yang dinamis (Chan, et al., 2004) yang pada akhirnya akan mampu menjawab setiap perkembangan dan tantangan yang ada di lingkungan perusahaan. Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 152 Manajamen Sumber Daya Manusia Strategik (Strategic Human Resource Management) Manajemen sumber daya manusia strategik (strategic human resource management) telah banyak digunakan sebagai kerangka kerja untuk menguji hubungan antara strategi SDM dengan kinerja perusahaan (Rose & Kumar, 2006) sekaligus menjadi sumber keunggulan bersaing bagi perusahaan (Wright, Dunford, & Snell, 2001). Manajemen sumber daya manusia strategik didefinisikan sebagai seperangkat aktifitas (practices), kebijakan, dan strategi yang terintegrasi, yang dengannya organisasi mengelola modal manusia (human capital) yang mempengaruhi atau sebaliknya dipengaruhi oleh strategi bisnis, faktor organisasional dan sosial ekonomi (Mulla & Premarajan, 2008). Sementara Becker dan Huselid (2006) mengatakan bahwa SHRM secara sederhana menggambarkan hubungan antara HR architecture perusahaan dengan kinerja yang dicapainya. Dimana HR architecture ini terdiri dari sistem (systems), practices, kompetensi (competencies), dan perilaku karyawan yang berbasis kinerja (employee performance behaviors) yang menggambarkan atau mencerminkan bagaimana proses pengelolaan dan pengembangan modal manusia yang dimiliki perusahaan berjalan. Di dalam memahami manajemen sumber daya manusia strategik, Michie and Sheehan (2005) mengatakan ada tiga pendekatan utama yang bisa digunakan yaitu pendekatan universalistik (universalistic approach), pendekatan kontijensi (contingency approach) dan pendekatan konfigurasional (configurational approach). Pendekatan universalistik yang juga disebut best practice ini beranggapan bahwa ada praktik-praktik SDM yang bersifat universal dan lebih baik dari yang lainnya, sehingga perusahaan yang mengadopsi dan menggunakan praktik SDM ini akan mendapatkan kinerja yang lebih baik (Rose & Kumar, 2006). Walaupun pendekatan universalistik ini merupakan pendekatan yang popular, namun pendekatan ini tidak bebas dari berbagai kritikan seperti yang dilontarkan oleh Brewster (1999) dalam Mulla dan Premarajan (2008) yang mengklaim bahwa pendekatan universalistik ini terlalu sederhana untuk menjelaskan bahwa sebuah praktik SDM akan sesuai dan efektif untuk diterapkan Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 153 pada konteks industri, situasi ataupun budaya yang berbeda. Sementara di sisi lain, pendekatan kontingensi beranggapan bahwa untuk meningkatkan kinerja bisnisnya, perusahaan harus memastikan adanya konsistensi atau kesesuaian antara kebijakan SDM yang dipilih dengan strategi bisnis yang digunakan serta berbagai aspek organisasi lainnya, sehingga dengan adanya kesesuaian ini perusahaan dapat memastikan bahwa perilaku karyawannya konsisten dengan pencapaian tujuan organisasi. Yang terakhir adalah pendekatan konfigurasional (configurational approach). Pendekatan konfigurasional ini menitikberatkan kepada kapabilitas perusahaannya untuk menjadikan sumberdaya manusia sebagai sebuah sistem atau pola yang terencana (planned human resource) yang mengatur setiap aktifitas untuk menciptakan konsistensi horizontal (konsistensi internal) dan konsistensi vertikal (konsistensi eksternal) untuk mencapai kinerja bisnis. Konsistensi horizontal atau horizontal fit menunjukkan adanya konsistensi internal di antara setiap kebijakan dan praktik SDM (congruence among the various HRM practices). Sementara konsistensi vertikal menunjukkan ada kesesuaian antara fungsi, sistem dan strategi SDM dengan strategi perusahaan (Mulla & Premarajan, 2008). Resource-Based View, Kapabilitas Dinamik (Dynamic Capabilities) dan Kapabilitas Inovasi Munculnya RBV pada awal 1990an (Wernelfelt, 1984 dan Barney, 1991) berawal dari pendekatan formulasi strategi yang umumnya berangkat dari penilaian terhadap kompetensi dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan (insideout), yang mana hal-hal yang berbeda (distinctive) atau superior dari pesaing dapat menjadi basis bagi keunggulan bersaing (Paauwe & Boselie, 2005). Asumsi dasar Resource Based View adalah sumberdaya dalam perusahaan bergabung menjadi satu bundles (resource heterogeneity) yang mendasari proses produksi sebuah perusahaan yang tidak sama dengan yang lainnya. Sehingga dengan resource heterogeneity ini perusahaan mampu menggunakan sumberdaya dan kapabilitasnya secara efisien dan memiliki peluang yang lebih besar untuk beroperasi secara lebih ekonomis atau lebih baik dari pesaing dalam memuaskan pelanggannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja dan menikmati Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 154 keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Atau dari perspektif yang lain, fokus utama pandangan RBV ini adalah bagaimana sumberdaya dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan sulit untuk dicopy (costly to copy), sehingga perusahaan dituntut untuk terus mengembangkan dan mengakumulasi kombinasi sumberdaya dan kapabilitas yang bernilai, langka, sulit untuk ditiru, dan sulit untuk disubstitusi atau melekat dalam proses organisasional, atau yang lebih dikenal dengan konsep VRIN atau VRIO (Barney, 1991; Barney & Clark, 2007:57). Namun di dalam perkembangannya, RBV juga mengalami kesulitan di dalam proses implementasinya. Hal ini terjadi karena dalam implementasinya konsep RBV secara implisit diasumsikan sebagai static equilibrium berupa ketidakmampuannya untuk menyediakan indikator kesuksesan yang berkelanjutan bagi perusahaan di dalam lingkungan yang dinamis dan terus berubah-ubah (Mahoney, 1995; Teece et al., 1997 dalam Chan et al., 2004). Di samping itu konsep RBV juga hanya fokus pada bagaimana menjadikan perusahaan agar sulit untuk ditiru, digantikan atau diambil alih sumber dayanya daripada complementaries atau co-specialization terhadap sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan (Amit and Schoemaker, 1993; Mueller, 1996; Powell, 1995 dalam Chan et al., 2004). Untuk mengatasi hal tersebut, muncullah konsep kapabilitas dinamik (Teece, Pisano, & Shuen, 1997; Eisenhardt & Martin, 2000; Zollo & Winter, 2002; Winter, 2003) atau dynamic core competencies (Danneels, 2002; Lei, Hitt, & Bettis, 1996) dalam Schreyogg & Eberl (2007). Kapabilitas dinamik didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mengintegrasi, membangun dan mengkonfigurasikan kembali kompetensi dan kapabilitas internal dan eksternal, untuk mengatasi perubahan lingkungan yang sangat cepat (Teece, et al., 1997). Eisenhardt dan Martin (2000) beranggapan karena kapabilitas dinamik merupakan sebuah proses, maka konsep ini tidak hanya bisa diidentifikasikan, tetapi juga secara empiris bisa dibuktikan. Seperti misal, rutinitas pengembangan produk, berbagai proses transfer, rutinitas alokasi sumberdaya, kapabilitas co-evolution, rutinitas penciptaan pengetahuan dan aliansi serta akuisisi merupakan bagian dari kajian kapabilitas dinamik, sehingga kapabilitas dinamik lebih dikenal sebagai successful routine processes yang didasarkan pada mekanisme pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 155 Zollo dan Winter (2002) yang memfokuskan pada pembelajaran organisasional sebagai sumber dari kapabilitas dinamik. Lebih lanjut, Zollo dan Winter (2002: 340) mendefinisikan kapabilitas dinamik sebagai “sebuah pola pembelajaran yang tetap dari aktivitas kolektif di mana organisasi secara sistematis menghasilkan dan memodifikasi rutinitas operasionalnya untuk mencapai dan meningkatkan keefektifannya”. Konsep kapabilitas dinamik ini juga sejalan dengan konsep fleksibilitas sumber daya manusia (HR flexibility) yang dikemukakan oleh Bhattacharya et al. (2005) dan Martin et al. (2008). Berbagai definisi teoritis ini juga sejalan dengan berbagai bukti empiris, seperti Martin et al. (2008) mengatakan bahwa fleksibilitas sumber daya manusia (HR flexibility) memediasi hubungan antara high performance work system dengan kinerja yang dicapai perusahaan. Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa kapabilitas dinamik ataupun fleksibilitas SDM yang disesuaikan dengan dinamika dan perkembangan lingkungan sangat menentukan tingkat kinerja yang dicapai oleh perusahaan. Lebih lanjut, Wright dan Snell (1998) dalam Bhattacharya et al. (2005) mengatakan bahwa fleksibilitas sumber daya manusia merupakan karakteristik atau trait internal perusahaan yang bisa dilihat dari tiga komponen yaitu keahlian karyawan (employee skill), perilaku karyawan (employee behavior) dan praktik sumberdaya manusia (HR practices). Fleksibilitas di dalam keahlian karyawan merupakan jumlah dari alternatif potensial dari skill karyawan yang bisa dipergunakan atau diaplikasikan oleh perusahaan atau dengan kata lain bagaimana karyawan dengan skill yang berbeda bisa dipergunakan kembali dengan cepat. Bhattacharya et al. (2005) mengatakan bahwa fleksibilitas dari skill karyawan ini dapat dilihat dari seberapa mudah dan cepat karyawan belajar untuk menerima dan menerapkan skill dan kemampuan yang baru untuk melakukan tugas yang baru. Sementara fleksibilitas perilaku karyawan (employee behavior) menunjukkan kemampuan karyawan untuk berperilaku dan beradaptasi dengan tuntutan atau situasi yang spesifik dalam perusahaan atau dengan kata lain adanya toleransi dari karyawan terhadap perilaku yang tidak rutin (Martin et al., 2008). Yang terakhir adalah fleksibilitas praktik sumber daya manusia, fleksibilitas ini Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 156 menunjukkan bagaimana praktik dan kebijakan SDM yang dimiliki perusahaan bisa diterapkan untuk setiap situasi yang berbeda, atau untuk unit yang berbeda di dalam perusahaan, serta seberapa cepat proses adaptasi dan penerapan dari praktik MSDM bisa dilakukan untuk situasi dan unit yang berbeda tersebut. Agar fleksibilitas sumber daya manusia di atas bisa dicapai maka yang paling penting adalah menciptakan ketiga dimensi dari fleksibilitas ini menjadi satu kesatuan yang terintegrasi dan saling ketergantungan yang berbasis pada proses pembelajaran dan pengembangan yang terus menerus (Martin et al., 2008). Bila dihubungkan dengan kapabilitas inovasi, banyak penelitian menjelaskan bahwa sumberdaya yang dimiliki perusahaan dan kompetensi merupakan faktor utama yang menentukan proses inovasi yang terus menerus (Brown & Eisenhardt, 1995; Verona, 1999). Sejalan dengan pendapat Brown dan Eisenhardt tersebut, Teece, Pisano dan Shuen (1997) juga menegaskan bahwa sumberdaya yang dinamis (dynamic resource) merupakan sumber utama untuk menciptakan keunggulan bersaing ketika lanskap (landscape) dari sebuah persaingan tersebut berubah. Lebih lanjut Teece, Pisano dan Shuen (1997) juga menyebutkan bahwa kapabilitas dinamik merupakan bagian dari tingkat kompetensi atau kapabilitas yang memungkinkan perusahaan untuk menciptakan dan memproses produk baru sebagai upaya untuk merespon setiap perubahan yang terjadi dipasar. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa pentingnya peran kapabilitas dinamik dan fleksibilitas SDM yang diwujudkan dalam bentuk modal intelektual, merupakan dasar munculnya inovasi di dalam perusahaan. Ada banyak penelitian yang mencoba menjelaskan peran modal intelektual dalam meningkatkan inovasi di dalam perusahaan yang pada akhirnya mewujudkan core competencies perusahaan yang dinamis. Para peneliti (Ahuja, 2000; Dougherty, 1992; Tsai & Ghosal, 1998), menyatakan bahwa modal intelektual sebagai variabel anteseden bagi inovasi yang diukur sebagai luaran. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan berperan penting bagi perusahaan dalam mengembangkan kapabilitas inovasinya. Berbagai pendekatan terus dilakukan oleh perusahaan untuk mengakumulasi modal intelektual sebagai sumber inovasi dengan membedakan dimensi modal intelektual ke dalam modal manusia, modal sosial dan modal Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 157 organisasional (human capital, social capital dan organizational capital). (Subramaniam & Youndt, 2005). Modal manusia merupakan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dan melekat pada setiap individu yang membentuk kompetensi. Modal sosial merupaka pengetahuan yang melekat pada nilai dan norma yang tidak tertulis dalam perusahaan yang digunakan pada saat terjadinya interaksi antar individu di dalam perusahaan. Modal organisasional merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan yang secara formal dilembagakan dalam bentuk paten, manual, sistem, proses dan prosedur standar. Berdasarkan hal tersebut, social capital dan organizational capital memainkan peran yang sangat penting dalam membangun kemampuan yang dinamis yang memungkinkan perusahaan secara fleksibel terus mengembangkan kapabilitas inovasinya. Ide-ide kreatif dan inovatif yang dimiliki individu tidak dapat meningkatkan kemampuan inovasi perusahaan, bahkan sebaliknya, kecuali jika sistem nilai yang ada dalam perusahaan memberikan peluang dan memfasilitasi ide-ide tersebut melalui sebuah mekanisme pembagian atau transfer ide dan pengetahuan individual. Hal ini sesuai dengan pendapat Chan et al. (2004) yang mengatakan bahwa modal intelektual dan kemampuan inovasi ini akan tercapai bila didukung oleh budaya perusahaan yang sesuai seperti keterlibatan, konsistensi, kemampuan beradaptasi, misi dan fleksibilitas yang mendorong perusahaan dan karyawannya mampu menciptakan nilai tambah melalui advanced-creating capabilities of creativeness and innovativeness yang dinamis (Chan et al., 2004) yang pada akhirnya akan mampu menjawab setiap perkembangan dan tantangan yang ada di lingkungan perusahaan. Kompetensi Organisasional, Kapabilitas Inovasi dan Keunggulan Bersaing yang Berkesinambungan Vakola et al. (2007) mengatakan bahwa keunggulan bersaing yang berkesinambungan sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan sumber daya (teknologi, modal dan tenaga kerja) yang ada di dalam perusahaan. Oleh karena itu, fokus utamanya tertuju pada bagaimana perusahaan mampu meningkatkan dan mengembangkan kompetensi anggotanya (McLagan, 1997 dalam Ozcelik & Ferman, 2006). Hal ini dikarenakan teknologi Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 158 dan modal (capital) mudah untuk dimiliki oleh siapapun dan kapanpun sehingga tidak lagi menjamin keberlangsungan pencapaian kinerja sekaligus sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan bagi perusahaan (Ozcelik & Ferman, 2006). Seperti disebutkan di dalam Ozcelik dan Ferman (2006), studi tentang kompetensi dalam bidang manajemen sumber daya manusia telah dilakukan sejak awal tahun 1970an yang pertama kali dipelopori oleh McClelland pada tahun 1973 yang mengatakan bahwa behavioral traits dan karakteristik individu lebih efektif daripada tes kecerdasan di dalam menjelaskan siapa yang sukses dalam pekerjaannya, kemudian diikuti oleh Boyatzis pada tahun 1982 yang lebih berkonsentrasi pada pentingnya kompetensi yang dimiliki oleh seorang manajer. Di samping itu Boyatzis juga mengidentifikasi karakteristik dari karyawan yang berkinerja superior yang didorong oleh kebutuhan untuk menjadikan perusahaan lebih efektif melalui proses seleksi, pengembangan dan pemberian kompensasi yang tepat. Kemudian studi tentang kompetensi dan manajemen sumber daya manusia terus berkembang sampai saat ini. Berdasarkan hasil penelitian di atas, banyak para ahli yang mendefinisikan konsep kompetensi. Spencer and Spencer (1993) dalam Ozcelik dan Ferman (2006) mendefinisikan kompetensi sebagai kombinasi dari atribut atau karakteristik karyawan, keterampilan, pengetahuan, sikap, kepribadian, dan motivasi yang mampu menghasilkan kinerja efektif dan superior dalam tugasnya. Sementara Lucia dan Lepsinger seperti juga dikutip oleh Ozcelik dan Ferman (2006) menyebutkan kompetensi sebagai: “a cluster of related knowledge, skill and attitude that affect a major part of one’s job (a role responsibility), that correlated with performance on the job, that can be measured against well-accepted standards, and can be improved via training and development”. Dari kedua definisi yang kemukakan oleh para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang melekat pada individu karyawan yang sangat menentukan tingkat kinerja dari pekerjaannya dan bisa ditingkatkan melalui proses pelatihan dan pengembangan yang terus menerus. Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 159 Karena begitu pentingnya kompetensi karyawan bagi perusahaan, maka perusahaan jangan hanya melihat kompetensi karyawan berdasarkan kemampuan karyawan untuk menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya. Tapi perusahaan juga harus menjadikan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan sebagai sumber daya yang unik yang dibutuhkan perusahaan untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu perusahaan berkepentingan untuk membangun kompetensi tersebut dengan efektif dan efisien. Selama ini kebanyakan perusahaan menganggap kompetensi lebih bersifat backward looking daripada forward looking jika dikaitkan dengan strategi dan perubahan perusahaan. Oleh karena itu, seiring dengan tuntutan dan dinamika lingkungan yang terus berubah, pendekatan kompetensi yang menekankan pada forward-looking dan proaktif di dalam implementasi perubahan strategy-driven harus dikedepankan (Vakola et al., 2007) Dalam konteks perubahan strategi bisnis sebagai akibat dari perubahan lingkungan, kompetensi dinilai tidak hanya pada tingginya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki karyawan, tetapi juga kemampuan beradaptasi terhadap perubahan, bagaimana karyawan bisa belajar dengan cepat dan disertai dengan adanya komitmen setiap individu untuk terus meningkatkan profesionalisme dan pengembangan diri. Dengan pendekatan forward-looking dan proactive approach ini memungkinkan perusahaan dengan mudah melakukan penyesuaian proses, struktur dan kinerja yang dibutuhkan dalam mengantisipasi perubahan. Sehingga pendekatan kompetensi baru dapat menjadi media komunikasi yang efektif dalam implementasi proses perubahan dalam perusahaan. (Vakola et al., 2007). Di samping itu, dengan pendekatan forward looking dan proactive approach juga diharapkan dapat mendorong terciptanya sebuah sistem yang terintegrasi secara baik yang mampu mengarahkan perilaku dan sikap karyawan untuk terus memberdayakan diri dan lingkungannya bagi penciptaan inovasi dan kreatifitas yang terus menerus yang pada akhirnya berujung pada tercapainya kinerja perusahaan dan keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Karena suksesnya implementasi kompetensi di dalam jangka panjang sangat tergantung pada adanya kesesuaian antara kompetensi dengan strategi dan tujuan jangka panjang perusahaan, maka di sinilah letak penting dan krusialnya peran MSDM strategik. MSDM strategik dituntut untuk mampu menyediakan Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 160 sebuah sistem yang efektif yang mampu mendukung dan mengarahkan tingkat kompetensi, daya inovasi dan kreatifitas anggota serta mampu memberikan pemahaman kepada para anggotanya bagaimana mereka harus berperilaku dan bersikap, di samping juga harus terus mengembangkan kompetensi para anggotanya agar sesuai dengan strategi yang dipilih perusahaan. Pendekatan Outside-In dan Inside-Out, Kompetensi Organisasional dan Kapabilitas Inovasi Munculnya pendekatan inside-out yang didukung oleh teori Resource Based View yang lebih berfokus pada status quo dari fungsi SDM, yang mana strategi SDM dibangun sesuai dengan kapabilitas internal dan kompetensi inti yang dimiliki perusahaan tidak secara mutlak dapat menggantikan pendekatan Outside-in yang menekankan pada analisa lingkungan eksternal dan isu-isu bisnis seperti: struktur industri, persaingan, konsumen dan people issue lainnya sebagai titik awal penyusunan strategi manajemen sumber daya manusia. Hal ini disebabkan karena masing-masing pendekatan memiliki keunggulan dan keterbatasan masing-masing. Untuk itu, perlu dibangun sebuah pendekatan yang bisa menjembatani perbedaan ke dua pendekatan tersebut sehingga dapat menghasilkan sinergi antara kedua pendekatan yang berujung pada semakin baiknya peran dan fungsi SDM dalam mencapai kinerja perusahaan. Permasalahan utama yang harus diperhatikan di dalam melakukan formulasi strategi adalah bukanlah pada pendekatan outside-in atau inside-out yang dipilih. Tapi yang lebih penting adalah adanya sinergi kedua pendekatan outside-in dan inside-out dan fleksibilitas perusahaan di dalam menganalisis situasi dan kondisi lingkungan persaingan dapat menjadi petunjuk yang komprehensif bagi formulasi strategi perusahaan. Hal lain yang penting adalah bagaimana menjadikan peran dan fungsi SDM strategis harus secara langsung dan tepat mampu menjawab tantangan dan mengkreasikan solusi nyata serta menambahkan real value pada kreasi tersebut (value creation) sehingga perusahaan dapat memenangkan persaingan. Untuk itu, peran dan fungsi MSDM strategis harus diarahkan pada bagaimana menciptakan dan mengelola kompetensi organisasional yang diarahkan Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 161 untuk mendorong munculnya kreatifitas dan inovasi yang terus menerus sehingga perusahaan mampu mengadaptasi, mengintegrasi, mengatur dan menyesuaikan kembali sumber daya dan kemampuan perusahaan agar sesuai dengan kebutuhan perubahan lingkungan. Hal ini bisa dilakukan oleh para praktisi MSDM dengan cara terus meningkatkan keahlian dan kapabilitas karyawan, lebih mengedepankan dan mendorong adanya perilaku positif dan meningkatkan motivasi karyawannya serta memberikan tanggungjawab kepada karyawannya untuk terus memanfaatkan skill dan kemampuan mereka sehingga dengan cara ini proses perbaikan dan inovasi yang terus menerus akan tercipta. Hal inilah yang menjadi esensi dari konsep kapabilitas dinamik. Konsep kapabilitas dinamik yang menitik beratkan pada perbaikan dan inovasi yang terus menerus ini juga menjadi pelengkap bagi konsep RBV. Di mana dengan konsep RBV memungkinkan perusahaan memiliki alternatif pendekatan formulasi strategi dengan berbasis sumberdaya dan kapabilitas yang mampu menciptakan keunggulan bersaing berkesinambungan dan kompetensi inti perusahaan. RBV juga memungkinkan perusahaan memiliki keunikan keunggulan perusahaan yang bernilai, tidak mudah ditiru, dan langka dengan menciptakan ambiguitas sistem dan kompleksitas sosial sumberdaya dan kapabilitas. Untuk itu peran dari MSDM strategik dalam setiap perusahaan menjadi pertimbangan yang sangat penting untuk menciptakan mekanisme dan sistem yang unik dalam mengadopsi konsep dalam teori RBV yang sesuai dengan konteks sosial-budaya dan institusional masing-masing perusahaan (best fit). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa MSDM berperan strategis dalam proses membangun hubungan antara pendekatan outside-in dan inside-out melalui serangkaian proses khususnya dalam membangun kapabilitas dinamik, kompetensi inti dan kapabilitas inovasi yang terus menerus agar sesuai dengan perubahan lingkungan, sehingga dapat menciptakan keunggulan bersaing yang berkesinambungan bagi perusahaan. Integrasi Konsep Kapabilitas Dinamik dan Kapabilitas Inovasi ke Dalam Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia. Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 162 Dari penjelasan sebelumnya terlihat jelas bahwa sumber daya yang dimiliki perusahaan dan kompetensi merupakan faktor utama yang menentukan proses inovasi yang terus menerus sekaligus merupakan sumber utama untuk menciptakan keunggulan bersaing perusahaan. Untuk mewujudkan hal tersebut, peran dan fungsi SDM strategis harus di arahkan untuk menciptakan dan mengelola kompetensi organisasional yang diarahkan untuk mendorong munculkan kreatifitas dan inovasi yang terus menerus sehingga perusahaan mampu menyesuaikan sumber dayanya agar sesuai dengan kebutuhan perubahan lingkungan. Hal terpenting dari semua ini adalah bagaimana konsep kapabilitas dinamik atau dynamic competency ini kemudian dijabarkan serta diintegrasikan kedalam strategi dan praktik MSDM (HR strategy), khususnya di dalam proses rekruitmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, serta manajemen kinerja dan sistem kompensasi, sehingga mampu mengarahkan kompetensi dan perilaku karyawan sesuai dengan proses pencapaian tujuan organisasi. Rekruitmen dan seleksi. Proses rekruitmen dan seleksi yang berbasis kompetensi merupakan sistem yang telah digunakan perusahaan untuk pengambilan keputusan pengadaan karyawan. Dimana tujuan utama dari proses rekruitmen dan seleksi tersebut adalah untuk mendapatkan karyawan dengan tingkat kompetensi dan perilaku (behavior) yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan baik (Rowe, 1995 dalam Ozcelik & Ferman, 2006). Di dalam menghadapi lingkungan yang sangat dinamis dan untuk mempertahankan kinerja superior dan keunggulan bersaing, perusahaan secara strategis selalu dihadapkan dengan tuntutan fleksibilitas karyawan baik secara internal maupun eksternal (Michie & Sheehan, 2005). Kondisi ini berdampak langsung pada keputusan untuk merekruit karyawan dan mempertahankannya dalam kontrak jangka panjang atau sebaliknya lebih memilih kontrak jangka pendek. Beugelsdijk (2008) mengatakan walaupun hubungan antara fleksibilitas karyawan dengan kinerja bisa saja bersifat kontingensi sesuai dengan tugas yang harus dikerjakan dan dalam jangka pendek bisa saja memberikan manfaat bagi perusahaan dengan adanya pengurangan biaya upah dan peningkatan efisiensi, Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 163 namun dalam jangka panjang akan memberikan dampak negatif khususnya kemampuan perusahaan untuk melakukan inovasi yang terus menerus. Hal ini terjadi karena dalam sistem kontrak jangka pendek, karyawan tidak bisa mendapatkan pelatihan yang terus menerus yang berhubungan dengan pekerjaan sehingga proses peningkatan kompetensi yang dinamis tidak berlangsung, di samping itu kontrak jangka pendek juga mempengaruhi hubungan emosional antara karyawan dengan perusahaan sehingga biasanya karyawan dengan kontrak jangka pendek tingkat loyalitasnya terhadap perusahaan rendah (Davis-Blake et al., 2003 dalam Beugelsdijk, 2008). Oleh karena itu jika perusahaan lebih mengedepankan untuk membangun kapabilitas inovasi dan kapabilitas inovasi yang terus menerus, perusahaan harus merekruit karyawannya dalam kontrak jangka panjang (Beugelsdijk, 2008). Pelatihan dan pengembangan. Hatch dan Dyer (2004: 1173) dalam Beugelsdijk (2008) menyebutkan bahwa “kinerja pembelajaran yang superior dihasilkan dari SDM terbaik dan dari praktik terbaik untuk mengembangkan human capital yang spesifik yang miliki oleh perusahaan dan bagaimana mendorong aktifitas pembelajaran yang terus menerus”. Di samping itu perusahaan yang menyediakan fasilitas pelatihan yang baik akan menciptakan sikap positif dari karyawan sekaligus meningkatkan komitmen organisasionalnya (Benson et al., 2004 dalam Beugelsdijk, 2008). Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa higher innovative performance akan tercipta jika perusahaan menyediakan fasilitas pelatihan dan pengembangan yang terus menerus yang bertujuan untuk terus meningkatkan kemampuan karyawannya sehingga karyawan dapat menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik. Manajemen kinerja dan sistem kompensasi. Kinerja seorang karyawan tidak lihat sebagai hasil dari apa yang dikerjakan seseorang tetapi juga bagaimana kompetensi yang digunakannya untuk menghasilkan atau menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya (Ozcelik & Ferman, 2006). Manajemen kinerja atau penilaian kinerja merupakan salah satu fungsi dan isu strategis di dalam praktik MSDM karena penilaian kinerja merupakan alat bagi manajemen untuk memastikan bahwa aktifitas dan output yang hasilkan oleh karyawan sejalan Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 164 dengan pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, umpan balik dari penilaian kinerja ini juga menjadi dasar bagi manajemen di dalam menentukan keputusankeputusan dan kebijakan-kebijakan MSDM yang berhubungan dengan pemberian kompensasi (compensation), perencanaan suksesi kepemimpinan (succession planning), pengembangan karir (career development), rencana pengembangan individu (individual development planning), pelatihan (training) dan lain-lain yang pada akhirnya juga berhubungan dengan program pencapaian kepuasan individu karyawan, pengembangan organisasi dan pencapaian keunggulan bersaing organisasi. Di samping itu strategi dan kebijakan kompensasi merupakan salah satu fungsi dan isu strategis di dalam praktik MSDM karena kompensasi merupakan alat bagi manajemen untuk meningkatkan motivasi, komitmen, kepuasan kerja dan mempertahankan (retaining) serta mengurangi tingkat turnover karyawannya. Di samping itu strategi kompensasi juga berhubungan dengan kemampuan organisasi untuk mengendalikan sikap dan perilaku karyawan agar tetap bekerja dan bersama organisasi untuk jangka waktu yang layak. Oleh karena itu kemampuan organisasi untuk mendesain dan mengimplementasikan strategi kompensasi yang tepat dan adil merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi untuk menjamin terciptanya kepuasan kerja dan komitmen karyawan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi. Bila dihubungkan dengan kemampuan inovasi, Lau dan Ngo (2004) dalam Beugelsdijk (2008) menyebutkan bahwa kinerja individu yang berbasis pada kompensasi secara proaktif akan meningkatkan kreatifitas. Namun dalam menciptakan sebuah inovasi ada kalanya individu dihadapkan dengan masalah yang kompleks sehingga permasalahan tersebut harus diselesaikan secara kolektif melalui pendekatan inovasi berbasis tim (team-based approaches). Maka untuk itu diperlukan adanya sistem kompensasi yang berdasarkan tim (Beugelsdijk, 2008). Akhirnya sistem kompensasi juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi karyawan untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan sehingga dengan sendirinya karyawan akan terus belajar dan mengembangkan kapabilitas dan kompetensi yang dimilikinya serta mendorong inovasi dan kreatifitas bagi perusahaan. Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 165 PENUTUP Riset tentang MSDM Strategik (strategic human resource management) telah memberikan perhatian yang lebih pada isu-isu yang berhubungan dengan pengelolaan SDM (managing people) pada level perusahaan secara menyeluruh dan terintegrasi, daripada hanya berfokus pada praktik MSDM secara individual dan terpisah dari kebijakan dan strategi perusahaan yang lain. Hal ini disebabkan karena untuk mencapai kinerja superior dan keunggulan bersaing yang berkesinambungan diperlukan adanya integrasi dan kesesuaian antara strategi yang dipilih dengan kebijakan sumber daya manusia untuk mengeksekusi strategi tersebut. Munculnya pendekatan inside-out yang didukung oleh teori Resource Based View tidak secara mutlak dapat menggantikan pendekatan outside-in dalam proses formulasi dan implementasi strategi SDM. Hal disebabkan karena masing-masing pendekatan memiliki keunggulan dan keterbatasan masing-masing. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana menjadikan peran dan fungsi SDM strategis harus secara langsung dan tepat mampu menjawab tantangan dan mengkreasikan solusi nyata serta menambahkan real value pada kreasi itu (value creation) sehingga perusahaan dapat memenangkan persaingan. Untuk itu peran dan fungsi dari MSDM strategis harus diarahkan pada bagaimana menciptakan dan mengelola kompetensi inti perusahaan agar dinamis dan fleksibel (dynamic capabilities) yang diarahkan untuk mendorong munculkan kreatifitas dan inovasi yang terus menerus yang terintegrasi kedalam setiap aktifitas, praktik dan strategi manajemen sumber daya manusia (HR strategy) sehingga perusahaan mampu mengadaptasi, mengintegrasi, mengatur serta menyesuaikan kembali sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut agar sesuai dengan kebutuhan perubahan lingkungan (best fit approach). Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 166 REFERENSI Ahuja, G. 2000. Collaborative networks, structural holes and innovation: a longitudinal study. Administrative Science Quartely, Vol. 45, pp. 425455. Barney, J.B. 1991. Firm resources and sustained competitive advantage. Journal of Management, 17: 99-120. Barney, J.B. & Clark, D. N. 2007. Resource-based theory: creating and sustaining competitive advantage (1 stedition). Oxford University Press Inc.: NewYork Becker, B.E., & Huselid, M.A. 2006. Strategic human resources management: where do we go from here? Journal of Management; 32. 6: 898-925. Beugelsdijk, S. 2008. Strategic Human Resource Practices and Product Innovation. Organization Studies, 29(06): 821–847 Bhattacharya, M., Gibson, D. E., & Doty, D. H. 2005. The Effects of Flexibility in Employee Skills, Employee Behaviors, and Human Resource Practices on Firm Performance. Journal of Management, Vol. 31 No. 4, : 622-640 Brown, S.L. & Eisenhardt, K. M. 1997. The Art of continuous change: Linking complexity theory and time-paced evolution in relentlessly shifting organizations. Administrative Science Quarterly, 42: 1-34. Chan, L. L. M., Shaffer, M. A. & Snape, E. 2004. 'In search of sustained competitive advantage: the impact of organisational culture, competitive strategy and human resource management practices on firm performance', International Journal of Human Resource Management, 15: 17-35. Dougherty, D. 1992. Interpretive barriers to successful product innovation in large firms. Organization Science. Vol. 3, pp. 179-203. Eisenhardt, K. M. & Martin. J. A. 2000. Dynamic capabilities: what are they? Strategic Management Journal, 21: 1105-1121. Lepak, D.P, & Snell S.A. 2002. Examining the human resource architecture: the relationships among human capital, employment, and human resource configurations, Journal of Management, 28: 517 Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 167 Martin, I.B., Puig, V. R., Tena, A.E., Carlos, J. 2008. Human Resource Flexibility as a Mediating Variable Between High Performance Work Systems and Performance. Journal of Management, Vol. 34 No. 5:1009-1044 Michie, J. & Sheehan, M. 2005. Business strategy, human resources, labour market flexibility and competitive advantage', International Journal of Human Resource Management, 16: 445-464. Mulla, Z.R. & Premarajan, R. K. 2008. Strategic human resource management in indian it companies: development and validation of a scale’, The Journal of Business Perspective,Vol. 12. No. 2: 35-46. Ozcelik, G. & Ferman, M. 2006. Competency Approach to Human Resources Management: Outcomes and Contributions in a Turkish cultural context, Human Resource Development Review, 5. 1: 72-91 Paauwe, J. & Boselie, P. 2003. Challenging 'strategic HRM' and the relevance of the institutional setting. Human Resource Management Journal, 13: 5670. Paauwe, J. & Boselie, P. 2005. Best practices... in spite of performance': just a matter of imitation?' International Journal of Human Resource Management, 16: 987-1003. Rose, R. C., & Kumar, N. 2006. The Influence of Organizational and Human Resource Management Strategies on Performance’, Performance Improvement Journal, 45, 4 : 18-24. Schreyogg, G. & Eberl, M.K. 2007. How dynamic can organizational capabilities be? towards a dual-process model of capability dynamization. Strategic Management Journal, 28: 913–933 Subramaniam, M. & Youndt, M.A. 2005. The influence of intellectual capital on the types of innovative capabilities. Academy of Management Journal, 48. 3: 450–463. Teece, D.J., Pisano, G., & Shuen, A. 1997. Dynamic capabilities and strategic management’. Strategic Management Journal, 18: 509-533. Tsai, W. & Ghosal, S. 1998. Social capital and value creation: the role of intrafirm networks. Academy of Management Journal, 41: 464-478. Vakola, M., Soderquist, K. E. & Prastacos, G. P. 2007. Competency management in support of organisational change, International Journal of Manpower, 28: 260-275. Verona, G. 1999. A Resource-based View of Product Development. Academy of Management Review, 24 (1): 132-142. Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010 168 Wernerfelt, B. 1984. A resource based view of the firm. Strategic Management Journal, 5: 171-180 Wright, P. M., & McMahan, G. C. 1992. Alternative theoretical perspectives on strategic human resource management. Journal of Management, 18: 295-320. Wright, P. M., Dunford, B. B., & Snell, S. A. 2001. Human resources and the resource based view of the firm. Journal of Management, 27: 701-721 Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 1, No. 2, Juni 2010