BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi Pemasaran Komunikasi pemasaran merupakan alat efektif untuk berkomunikasi dengan para pelanggan baik konsumen maupun perantara. Komunikasi pemasaran atau bauran promosi ini perlu ditangani secara cermat agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien karena dapat memberi pengaruh sangat besar dalam melaksanakan kegiatan promosi. Perusahaan akan mengoptimalkan kegiatan promosi agar dapat memberikan hasil memuaskan dalam mendapatkan konsumen maupun pelanggan dan di sisi lain menekan beban biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka melakukan kegiatan promosi. Kotler dan Amstrong (2001 : 72) menyatakan bahwa komunikasi pemasaran adalah proses di mana perusahaan melakukan langkah-langkah membangun hubungan pelanggan yang kuat dengan tujuan mengambil nilai dari pelanggan saat datang kembali. Menurut Saladin (2006 : 123) komunikasi pemasaran adalah aktivitas yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi dan membujuk atau mengingatkan pesan sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan bersangkutan. Sedangkan komunikasi pemasaran menurut Assauri (2004 : 243) adalah kombinasi strategi yang paling baik dari unsur-unsur promosi untuk dapat mengefektifkan promosi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Dalam hal ini perlu ditentukan terlebih dahulu peralatan atau unsur promosi apa saja yang 16 sebaiknya digunakan dan bagaimana pengkombinasian unsur-unsur tersebut agar memberi hasil optimal. Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan bahwa komunikasi pemasaran adalah cara untuk mengkomunikasikan produk kepada konsumen dengan penggunaan unsur-unsur promosi untuk mencapai tujuan perusahaan. Berikut adalah alat promosi yang sering digunakan dalam mengkomunikasikan produk menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (2001 : 160) yaitu : 1) Iklan (Advertising) Setiap bentuk presentasi dan promosi non-personal atas ide yang memerlukan biaya tentang gagasan, barang atau jasa oleh pihak produsen. Pada umumnya, pihak pemasar melakukan strategi periklanan melalui dua media yaitu Above The Line (Media Lini Atas) yaitu media komunikasi yang terdiri atas media cetak (majalah dan surat kabar), media elektronik (radio, internet, dan televisi), serta media luar ruangan (papan reklame dan spanduk). Kedua, Below The Line (Media Lini Bawah) yaitu media pemasaran seperti pameran, panggung hiburan, dan tanda mata. 2) Penjualan Pribadi (Personal Selling) Yaitu persentasi personal oleh tenaga penjualan sebuah perusahaan dengan tujuan menghasilkan transaksi penjualan dan membangun hubungan dengan pelanggan. 3) Promosi Penjualan (Sales Promotion) Yaitu berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan sebuah produk atau jasa. 17 4) Hubungan Masyarakat dan Publisitas (Public Relation and Publicity) Yaitu membangun hubungan baik dengan berbagai publik perusahaan dengan sejumlah cara agar memperoleh publisitas yang menguntungkan, membangun citra perusahaan yang baik dan menangani atau meluruskan rumor serta kejadian yang tidak menguntungkan. 5) Pemasaran Langsung (Direct Marketing) Yaitu hubungan langsung dengan masing-masing pelanggan yang dibidik secara seksama dengan tujuan baik untuk memperoleh tanggapan segera maupun untuk membina hubungan dengan pelanggan tetap melalui penggunaan surat, telepon, faksmail, e-mail, internet dan perangkat lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan pelanggan. Komunikasi pemasaran menjadi suatu alat atau sarana penting dalam menunjang suatu aktivitas pemasaran perusahaan. Menurut Jaiz (2009) sebagaimana yang disampaikannya dalam Wordpress, Below The Line adalah salah satu aktivitas marketing yang dilakukan di tingkat retail dengan tujuan merangkul konsumen agar mengenal dengan baik produk yang ditawarkan atau dapat pula ditujukan untuk mengkomunikasikan informasi produk yang ditawarkan kepada konsumen. Bentuk komunikasi pemasaran dalam rangka melakukan promosi saat ini mengalami perkembangan semakin dominan dan bervariasi yang ditunjukkan dengan munculnya berbagai bentuk komunikasi pemasaran tercakup dalam instrumen komunikasi Below The Line sebagaimana yang dikemukakan oleh Keller (2003 : 40). Beberapa contoh dari pemasaran Below The Line menurut 18 Keller adalah pengiriman pesan produk secara langsung, promosi penjualan yang kreatif dan akses yang berinovasi seperti penempatan produk, periklanan, dan pengembangan media interaktif. Pengaruh yang dapat terjadi melalui komunikasi pemasaran Below The Line secara spesifik akan berpengaruh dengan memberi manfaat terhadap promosi penjualan di mana hal ini dapat dilihat secara instan melalui data penjualan karena dirancang untuk meningkatkan aktivitas pemasaran dengan terjun secara langsung menuju kepada konsumen. Dae Ham, Jong Woo, dan Lee (2008) menyatakan banyak praktisi pemasaran yang memiliki kepercayaan bahwa kegiatan pemasaran (event marketing) yang identik dengan Below The Line merupakan suatu alat pemasaran terpenting yang efektif untuk meningkatkan penjualan produk kepada konsumen. 2.2 Pengertian Citra Perusahaan Citra perusahaan dapat diartikan sebagai gambaran mental secara selektif yang tertanam dalam pikiran atau benak konsumen terhadap perusahaan tersebut. Hal ini merupakan keseluruhan kesan tentang karakteristik suatu perusahaan yang nantinya akan membentuk citra perusahaan dibenak masyarakat. Menurut Kotler (2007 : 361) citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan. Perusahaan merancang identitasnya untuk membentuk citra mereka di masyarakat tetapi banyak faktor lain yang dapat juga menentukan citra mereka. Dengan kata lain citra merupakan suatu asosiasi yang ditimbulkan oleh nama dari sebuah merek yang ada di dalam pikiran orang dan memberikan arti produk bagi orang tersebut. Citra juga dianggap sebagai kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap sesuatu. Suatu citra terbentuk berdasarkan 19 pengalaman yang pernah dialami sehingga pada akhirnya membangun suatu sikap mental. Sikap mental inilah yang dipakai sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan pembelian dengan dasar rasa kepuasan. Seseorang atau perusahaan membeli suatu produk bukan hanya membutuhkan produk itu semata-mata melainkan adanya suatu daya tarik lain yang dapat mempengaruhi suatu pembelian. Sesuatu yang lain tersebut adalah citra yang terbentuk dalam keberadaan suatu produk ataupun jasa. Oleh sebab itu sangatlah penting agar perusahaan memberikan informasi kepada konsumen agar membentuk citra yang baik. Menurut Normann dalam Kandampully (2000) menyatakan bahwa faktorfaktor pembentuk citra perusahaan adalah advertising, public relation, physical image, word of mouth, dan pengalaman nyata konsumen dalam menggunakan barang atau jasa. Citra perusahaan dikemukakan oleh Andreassen dan Lindestad (1998) adalah is an overall evaluation of the company and is measured using three indicator : overall opinion of the company contribution to society and company network (citra perusahaan merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap perusahaan dan diukur dengan menggunakan tiga indikator yaitu pendapat mengenai perusahaan, pendapat mengenai kontribusi perusahaan terhadap masyarakat dan jaringan perusahaan). Citra perusahaan yang baik dan kuat menurut Sutojo (2004 : 37) memberi manfaat sebagai berikut : 1) Daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap 2) Menjadi perisai selama masa krisis 20 3) Menjadi daya tarik eksekutif handal 4) Meningkatkan efektivitas strategi pemasaran 5) Penghematan biaya operasional Suatu perusahaan akan dilihat melalui citranya baik citra itu negatif maupun positif. Citra yang positif akan memberikan arti yang baik terhadap produk perusahaan tersebut dan seterusnya dapat meningkatkan jumlah penjualan. Ghosh dalam Bloemer dan Schroder (2002) menyatakan citra perusahaan dibangun dari elemen bauran pemasaran yang terdiri atas : lokasi, atmosphere, display barang, harga, periklanan, personal selling dan program insentif. Dalam pengambilan keputusan pembelian, para konsumen dapat dipengaruhi oleh salah satu atau keseluruhan dari faktor-faktor citra yang telah disebutkan. 2.3 Pengertian Kepuasan Secara umum kepuasan dapat diartikan sebagai hasil yang diterima berdasarkan perbandingan dengan apa yang menjadi harapan konsumen. Kotler dan Keller (2008 : 117) mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai tingkat perasaan seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari sebuah barang atau jasa. Jika persepsi barang atau jasa melebihi harapan konsumen, maka konsumen akan merasa puas dan ada kecenderungan konsumen akan kembali mempergunakan penyedia produk tersebut. Kotler dan Amstrong (2001 : 10) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan tergantung pada anggapan kinerja produk dalam memberikan nilai dalam hitungan relatif terhadap harapan pembeli. Bila kinerja produk lebih rendah 21 daripada harapan pelanggan, pembelinya akan merasa tidak puas. Namun, bila kinerja produk sesuai atau mampu melebihi harapan maka pembeli akan merasa sangat puas. Dalam upaya menciptakan dan mempertahankan kepuasan pelanggan tentunya diperlukan beberapa strategi. Rangkuti (2006 : 55) menyebutkan bahwa tujuan dari strategi kepuasan pelanggan adalah untuk membuat agar pelanggan tidak mudah pindah kepada pesaing atau dengan kata lain tetap bertahan dengan pilihan semula. Strategi-strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan antara lain : 1) Strategi relationship marketing Strategi ini mengindikasikan adanya transaksi antara pembeli dan penjual berlanjut setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, perusahaan menjalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulang. Pada penggunaan strategi ini diperlukan database pelanggan yang lengkap untuk dapat mengimplementasikannya dengan baik. 2) Strategi unconditional service guarantee Strategi ini memberikan garansi atau jaminan istimewa secara mutlak yang dirancang untuk meringankan resiko atau kerugian di pihak pelanggan. Garansi tersebut menjanjikan kualitas prima dan kepuasan pelanggan yang optimal sehingga dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang tinggi. Strategi ini dilakukan dengan cara memberikan komitmen untuk senantiasa memberi kepuasan kepada pelanggan melalui mutu produk atau 22 jasa yang disertai dengan motivasi para karyawan untuk mencapai kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya dalam sudut pandang pelayanan. 3) Strategi superior customer service Strategi ini menawarkan jasa yang lebih baik dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh pesaing. Dana yang besar, sumber daya manusia yang handal, dan usaha kerja keras diperlukan agar perusahaan dapat menciptakan produk yang superior. 4) Strategi penanganan keluhan efektif Dalam strategi ini, keluhan pelanggan ditangani dengan cepat dan tepat di mana perusahaan harus menunjukkan perhatian dan empati atas kekecewaan pelanggan agar pelanggan tersebut dapat kembali menjadi pelanggan yang puas dan kembali menggunakan produk perusahaan. 5) Strategi peningkatan kinerja perusahaan Pada strategi ini perusahaan menerapkan peningkatan kualitas produk secara berkesinambungan dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan komunikasi, salesmanship, dan public relations kepada pihak manajemen dan karyawan serta memasukkan unsur kemampuan memuaskan pelanggan ke dalam sistem penilaian. Strategi-strategi dalam upaya peningkatan kepuasan pelanggan pada akhirnya perlu diukur sebagai langkah evaluasi. Kotler (2007 : 138) mengemukakan empat perangkat untuk mengukur kepuasan pelanggan meliputi : 1) Sistem keluhan dan saran 23 Sebuah perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan. Menempatkan kotak saran, menyediakan kartu komentar, mempekerjakan staf khusus untuk menangani keluhan pelanggan dan menyediakan informasi melalui media elektronik yang dapat diakses serta menjadi saran berkomunikasi dua arah dalam bentuk web atau email. Dengan adanya komunikasi dua arah tersebut maka perusahaan dapat mengevaluasi berbagai kelebihan dan kelemahan yang dihadapi dalam melayani pelanggan. 2) Survey kepuasan pelanggan Kebanyakan pelanggan pada umumnya akan membeli lebih sedikit atau berganti pemasok daripada mengajukan keluhan dalam mengkonsumsi suatu produk. Perusahaan-perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan mengirimkan daftar pertanyaan atau menelepon pelanggan-pelanggan terakhir nereja sebagai sampel acak dan menanyakan apakah mereka amat puas, puas, kurang puas atau amat tidak puas terhadap berbagai aspek kinerja perusahaan. 3) Ghost shopping Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang sebagai pembeli untuk melaporkan kekuatan dan kelemahan produk mereka. Selain itu survey juga bisa dilakukan melalui telepon guna mengukur bagaimana kualitas dari staf mereka dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. 4) Analisis pelanggan yang hilang 24 Perusahaan-perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok untuk mempelajari sebabnya. Bukan saja penting untuk melakukan wawancara keluar ketika pelanggan mulai berhenti untuk membeli tetapi juga harus diperhatikan tingkat kehilangan pelanggan. Karena apabila kehilangan pelanggan ini semakin meningkat, maka terlihat jelas bahwa perusahaan telah mengalami kegagalan dalam memuaskan pelanggannya. Secara umum, seseorang akan mengalami kepuasan jika telah mendapatkan apa yang menjadi harapannya menjadi realita. Menurut Musanto dalam Wijayanti (2008 : 52), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut : 1) Reliability (Keandalan) Merupakan kemampuan dari suatu produk usaha perusahaan untuk menghasilkan produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh perusahaan. 2) Response to and remedy of problem Merupakan respon dan cara pemecahan masalah dalam menanggapi keluhan serta masalah yang dihadapi pelanggan. 3) Sales Experience Merupakan semua hubungan antara pelanggan dengan karyawan khususnya dalam hal komunikasi yang berhubungan dengan pemberian informasi tentang produk. 4) Convenience of Acquisition 25 Merupakan segala kemudahan dan kenyamanan yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. 2.4 Proses Keputusan Pembelian Proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen didasari oleh banyak faktor-faktor pendukung. Dalam perkembangannya, proses keputusan pembelian turut mengalami beberapa perubahan yang semakin kompleks. Hal ini seperti dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2008 : 218) yang menunjukkan adanya beberapa perkembangan dalam tahapan seorang konsumen untuk mengambil keputusan pembelian. Lima tahapan yang harus dilalui oleh konsumen di dalam proses pengambilan keputusan pembelian yaitu seperti pada gambar 2.1. Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pasca Pembelian Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Sumber : Kotler dan Keller, 2008 Berdasarkan gambar 2.1 dapat dijelaskan pada masing-masing tahap sebagai berikut. 1) Pengenalan masalah. Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan melalui rangsangan internal atau eksternal. 2) Pencarian informasi. Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak. Kita dapat membaginya ke dalam dua tingkat rangsangan. Tingkat pertama yaitu pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian dan pada tingkat ini orang lebih peka terhadap informasi tentang produk. Pada tahap 26 berikutnya orang tersebut akan mulai aktif mencari informasi dengan mencari bahan bacaan, menelepon teman dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. 3) Evaluasi alternatif. Bagaimana konsumen mengolah informasi merek yang bersaing dan membuat penilaian akhir. Tidak ada proses evauasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau satu konsumen dalam situasi pembelian. 4) Keputusan pembelian. Dalam tahap evaluasi para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek mereka yang ada dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. 5) Perilaku setelah pembelian. Setelah pembelian konsumen memiliki kemungkinan akan mengalami ketidaksesuaian karena memperhatikan fitur-fitur tertentu yang mengganggu atau mendengar hal-hal yang tidak menyenangkan tentang merek lain dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Dengan demikian tampak bahwa sebelum konsumen memutuskan pilihan atas produk untuk membelinya, didahului dengan serangkaian aktivitas atau tahapan dalam memahami kebutuhannya kemudian berusaha mencari informasi akan produk yang dibutuhkan dan mengevaluasinya baru kemudian memutuskan. Sedangkan menurut Mowen dan Miror (2002 : 56) pengambilan keputusan konsumen meliputi semua proses yang dilalui konsumen di dalam mengenali 27 masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternatif dan memilih di antara pilihanpilihan pembelian mereka. 2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Keputusan konsumen dalam melakukan pembelian sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhinya. Kotler dan Keller (2008 : 235) menjelaskan perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu : 1) Kebudayaan terdiri atas kultur, sub kultur, dan kelas sosial. 2) Sosial yang terdiri atas kelompok acuan. 3) Faktor pribadi yang meliputi pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta konsep diri. 4) Psikologis yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan serta kepercayaan dan sikap diri. Menurut pandangan Louden dan Bitta (2002 : 96) faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian dibedakan menjadi dua faktor yaitu eksternal yang terdiri atas budaya, sub budaya, kelas sosial, keluarga, dan personal. Kemudian faktor internal meliputi proses informasi, belajar dan ingatan, kepribadian, sikap, motivasi dan keterlibatan. Pada dasarnya perilaku pembelian timbul dikarenakan adanya interaksi antara individu dengan faktor lingkungan. Interaksi antara keduanya mengakibatkan adanya perilaku konsumen dalam bentuk nyata yaitu pembelian. 28 2.6 Loyalitas Pelanggan Loyalitas didefinisikan sebagai komitmen yang tinggi untuk membeli kembali suatu produk atau jasa yang disukai di masa mendatang, disamping pengaruh situasi dan usaha pemasar dalam mengubah perilaku. Dengan kata lain konsumen akan setia untuk melakukan pembelian ulang secara terus-menerus. Menurut Kotler (2007 : 18), menyebutkan bahwa customer loyalty adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau perusahaan. Sebenarnya ada banyak faktor yang mempengaruhi suatu konsumen untuk loyal, antara lain faktor harga : seseorang tentu akan memilih perusahaan atau merek yang menurutnya menyediakan alternatif harga paling murah diantara pilihan-pilihan yang ada. Selain itu ada juga faktor kebiasaan, seseorang yang telah terbiasa menggunakan suatu merek atau perusahaan tertentu maka kemungkinan untuk berpindah ke pilihan yang lain akan semakin kecil. Pengertian tentang seorang pelanggan yang loyal menurut Griffin (2002 : 31) adalah “A loyal customer is one who makes regular repeat purchases, purchase across product and service lines, refers others and demonstrates an immunity to the pull of the competition”. Hal ini berarti bahwa pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang memiliki ciri-ciri antara lain melakukan pembelian secara berulang pada badan usaha yang sama, membeli lini produk dan jasa yang ditawarkan oleh badan usaha yang sama, memberitahukan kepada orang lain tentang kepuasan-kepuasan yang didapat dari badan usaha dan menunjukkan kekebalan terhadap tawaran-tawaran dari badan usaha pesaing. Oliver dalam 29 Pedersen dan Nysveen (2004) menyatakan bahwa loyalitas sebagai komitmen yang kuat untuk melakukan pembelian ulang terhadap barang atau jasa secara konsisten pada masa yang akan datang. Pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang memegang sikap yang akan datang dari perusahaan, kesepakatan untuk membeli ulang barang atau jasa dan merekomendasi produk ke yang lain. Sebagaimana diketahui bahwa ada hubungan yang positif antara loyalitas pelanggan dengan profitabilitas. Loyalitas pelanggan sulit untuk didefinisikan secara umum, ada 3 pendekatan yang jelas untuk mengukur loyalitas : 1) Ukuran perilaku yang konsisten yaitu perilaku pembelian ulang sebagai indikator loyalitas atau kesetiaan. 2) Ukuran sikap yaitu menggunakan data untuk merefleksikan emosional dan psikologi sebagai pelengkap dalam loyalitas. 3) Ukuran gabungan yaitu pendekatan yang menggabungkan dimensi pertama dan kedua serta ukuran loyalitas oleh kesukaan produk pelanggan, kesukaan perpindahan merek, frekuensi pembelian, pembelian baru dan total jumlah pembelian. Dengan menggunakan keduanya yakni perilaku dan sikap dalam mendefinisikan loyalitas akan meningkatkan kekuaran dalam memprediksi loyalitas. Gabungan kedua dimensi ukuran tersebut cocok untuk memahami loyalitas pelanggan dalam beberapa bidang misalnya retail, rekreasi, skala hotel dan penerbangan. Pelanggan yang loyal akan membantu mempromosikan perusahaan. Mereka akan melakukan word of mounth yang kuat, menciptakan 30 penyerahan bisnis, memberikan referensi dan memberikan nasehat kepada orang lain atau merekomendasi. Adanya kegiatan bagi para pelanggan yang loyal atau setia, maka ada beberapa keuntungan sebagaimana dijelaskan di atas, akan tetapi disamping itu loyalitas pelanggan juga akan meningkatkan penjualan melalui pembelian yang lebih luas dan memberi frekuensi pembelian lebih banyak. Sejumlah keuntungan yang diperoleh organisasi yang mempertahankan dan mengembangkan dasar-dasar kesetiaan konsumen antara lain yaitu : 1) Meningkatkan Pembelian. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Reicheld dan Sasser dalam Zeithmal dan Bitner (1996) memperlihatkan bahwa pada akhir-akhir ini setiap konsumen dari berbagai industri cenderung semakin terlibat dalam hubungan kerjasama dibandingkan pada periode-periode sebelumnya. Begitu konsumen mengenal perusahaan dan puas terhadap kualitas produk, konsumen akan cenderung melakukan transaksi dengan perusahaan tersebut dan ketika pertumbuhan konsumen yang semakin berkembang maka konsumen akan semakin memerlukan pelayanan khusus. 2) Mengurangi Biaya. Dengan adanya kekuatan menjaga hubungan dengan konsumen, maka perusahaan dapat menekan biaya promosi produk. Secara umum, perusahaan yang melakukan promosi produk dipastikan akan mengeluarkan sejumlah biaya dengan tujuan untuk menarik konsumen baru. Dalam jangka pendek, terkadang biaya awal ini dapat melebihi pendapatan yang diharapkan oleh konsumen baru. Itulah sebabnya, dengan relasi baik yang terjalin antara konsumen jangka pendek secara konsisten 31 akan terus berlanjut hingga masuk kedalam jangka panjang sehingga akan mengurangi tingkat biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam memperkenalkan produknya ke pasaran. 3) Mempertahankan karyawan. Keuntungan lain dari mempertahankan hubungan antara perusahaan dengan konsumen adalah mempertahankan karyawan. Perusahaan akan lebih mudah mempertahankan karyawannya apabila perusahaan tersebut mempunyai landasan yang stabil berupa kepuasan oleh para konsumen. Karyawan akan turut merasakan kepuasan kerja pada perusahaan ketika pihak konsumennya mengalami kepuasan sehingga menciptakan sikap loyal. secara serius menggunakan Dengan demikian karyawan akan waktunya untuk terus memperkuat hubungannya dengan konsumen lama disamping tetap berjuang untuk memperoleh konsumen baru. Pada akhinya, konsumen akan lebih merasa puas dan akan menjadi konsumen yang setia sehingga menjadi pelanggan jangka panjang. Generalisasi mengenai loyalitas tidak bisa dirumuskan. Namun terdapat beberapa karakteristik umum yang bias diidentifikasi apakah seorang konsumen mendekati loyalitas atau tidak Assael (2004 : 92). Ada 4 hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen yang loyal sebagai berikut : 1) Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri pada pilihannya. 2) Konsumen yang loyal berpeluang lebih tinggi dalam suatu pembelian. 3) Konsumen yang loyal juga berpeluang lebih loyal terhadap toko. 32 4) Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek. Setiap merek produk memiliki perbedaan tersendiri. Konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya, akan membeli produk dengan merek tertentu. Apabila merek yang dipilih konsumen itu dapat memuaskan kebutuhan dan keinginannya, maka konsumen akan memiliki suatu ingatan yang dalam terhadap merek tersebut. Dalam keadaan semacam ini kesetiaan akan mulai timbul dan berkembang. Dan pada pembelian berikutnya, konsumen tersebut akan memilih produk dengan merek yang telah memberinya kepuasan, sehingga akan terjadi pembelian yang berulang-ulang terhadap merek tersebut. Namun sebaliknya, jika merek tersebut tidak dapat memuaskan konsumen yang bersangkutan maka pembelian berikutnya, merek itu akan ditinggalkan dan tidak dipilih lagi. Oleh karena itu, perusahaan harus mengetahui bagaimana cara mempertahankan konsumen agar tetap setia pada merek tersebut. 33