usaha guru memotivasi siswa kelas vii

advertisement
USAHA GURU MEMOTIVASI SISWA KELAS VII
DALAM PEMBELAJARAN MENGGAMBAR BENTUK
DI SMP NEGERI 1 BLITAR
SKRIPSI
OLEH :
MAYANG ANGGRIAN
106251400502
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA
JURUSAN SENI DAN DESAIN
JANUARI 2011
USAHA GURU MEMOTIVASI SISWA KELAS VII
DALAM PEMBELAJARAN MENGGAMBAR BENTUK
DI SMP NEGERI 1 BLITAR
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana
Pendidikan Seni Rupa
Oleh
Mayang Anggrian
NIM 106251400502
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SENI DAN DESAIN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA
Januari 2011
ABSTRAK
Anggrian, Mayang. 2010.Usaha Guru Memotivasi Siswa Kelas VII dalam Pembelajaran
Menggambar Bentuk di SMP Negeri 1 Blitar. Skripsi, Jurusan Seni dan Desain,
Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang.
Pembimbing: (1) Dra. Tjitjik Sriwardhani, M.Pd., (II) Fenny Rochbeind, S.Pd,
M.Sn.
Kata Kunci: Usaha Guru, Motivasi, Menggambar bentuk, SMP
Penguasaan menggambar adalah langkah pertama dalam proses artistik untuk
menuju ke keterampilan menggambar yang lebih kompleks dalam pembelajaran seni
rupa, maka materi menggambar bentuk harus terlebih dahulu dikuasai siswa. Namun
materi menggambar bentuk kurang diminati oleh sebagian besar siswa kelas VII di
beberapa SMP Negeri kota Blitar. Dalam rangka mensukseskan hasil belajar siswa, guru
memegang peranan untuk menciptakan kondisi yang mengarahkan siswa pada aktivitas
belajar yang bermakna. Namun bukan hanya guru yang berperan penting untuk mencapai
tujuan tersebut, motivasi siswa memainkan peranan yang berarti dalam proses
pembelajaran. Sebab dengan adanya motivasi, siswa akan berusaha mempelajari sesuatu
dengan optimal. Oleh sebab itu bagaimana guru melakukan usaha-usaha untuk
menumbuhkan dan memberi motivasi agar siswa terpacu melakukan aktivitas belajar
dengan baik menjadi dorongan peneliti untuk melakukan penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan usaha guru di sekolah tersebut
dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk. Usaha tersebut
ditinjau dari rencana dan metode pembelajaran, media, serta evaluasi yang digunakan
oleh guru. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif dengan
sumber data berupa guru seni rupa di SMP Negeri 1 Blitar, dengan sampel pendukung
seluruh siswa kelas VII yang mengikuti pembelajaran Seni Rupa. Instrumen yang
digunakan adalah lembar wawancara, lembar observasi serta angket tanggapan siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha guru dari aspek rencana dan
metode pembelajaran menggunakan perangkat ajar dengan pendekatan CTL dan
memanfaatkan metode karya cipta terarah (mencontoh gelas, guci, vas bunga dan lainlain dengan arahan guru). Sedangkan dari aspek media, guru menggunakan benda dan
contoh gambar di white board sebagai model. Lebih lanjut evaluasi yang digunakan oleh
guru berupa evaluasi otentik uji proses dan produk. Usaha guru dalam aspek-aspek
tersebut telah mampu memacu motivasi belajar sebagian besar siswa kelas VII di SMP
Negeri1 Blitar. Sebanyak 72 % siswa telah tuntas belajar, sedangkan angket tanggapan
siswa menunjukkan respon yang baik atas usaha-usaha yang telah dilakukan oleh guru
dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Peneliti menyarankan kepada guru untuk
merencanakan usaha memotivasi siswa, menggunakan metode pembelajaran CTL,
melakukan monitoring pembelajaran, mengggunakan media contoh yang riil, serta
melakukan evaluasi otentik uji proses dan produk. Kepada siswa disarankan agar
memahami tujuan pembelajaran dan mengkaitkan dengan kondisi riil dalam kehidupan
sehari-hari agar dapat meningkatkan semangat dalam belajar. Kepada peneliti selanjutnya
disarankan agar melakukan penelitian serupa dengan pendekatan dan metode yang
berbeda.
i
ABSTRACT
Anggrian, Mayang. 2010. Teacher’s Effort in Motivating VII grade Students on
Learning Shapes Drawing in SMP Negeri 1 Blitar. Minithesis,
Department of Art and Design, Faculty of Letters, State University of
Malang.
Advisors: (1) Dra. Tjitjik Sriwardhani, M.Pd., (II) Fenny Rochbeind,
S.Pd, M.Sn.
Keywords: Teacher’s Effort, Motivation, Shapes Drawing, SMP
Drawing mastery is the first step in the artistic process to go to more complex
drawing skills, then the matter of shapes drawing should be mastery by students first.
However, based on preliminary observations of research material drawing the form, there
are less of interests in most students of VII grade in several SMP Blitar city. In order to
succeed the student learning outcomes, Teachers play an important role to create the
conditions or processes that lead students in meaningful learning activities. Even though,
not only teachers who play the role in succeed of outcomes student learning, motivation
also plays an important role in the learning process. Because the existence of motivation
makes student motivated to learn something, and they’re going to learn it properly with
the hope of obtaining good results. According to the case, how the teachers make efforts
to grow and provide motivation for students motivated to do activities to learn well into
the urge researchers to conduct this research.
This study was to describe the efforts of teachers in promoting student
motivation in learning Shapes drawing in the school. Further more, teacher’s effort divide
into the business plan and learning methods, media, then evaluation used by teacher. This
research uses descriptive qualitative research design. The source of data used is the art
teacher at SMP Negeri 1 Blitar with a supporter sample of all students of class VII who
follow the teaching of Fine Arts. The instrument used was the interview sheet,
observation sheets and field notes and student questionnaire responses.
The results of this study indicate that teacher’s efforts from the aspect of the
plan and teaching methods was using tools accompanied CTL approach using directional
copyrighted works. While the aspects of media, teachers using objects and example
images as a model. Further, teacher’s evaluation in the form of authentic evaluation
process and product test. The efforts of teachers who reviewed the plans and teaching
methods, media and evaluation that is used has been able to spur the motivation to learn
most of the students in the junior class VII Negeri1 Blitar. 72% students have been
thoroughly studied, while students 'questionnaire responses showed a good response on
the efforts made by the teacher in improving students' learning motivation. Furthermore
based on the research, researchers suggest to the teacher to plan the efforts in motivating
student, using CTL, monitories study activity, using real media and takes authentic
evaluation with process evaluation of product. Moreover for student, researcher
suggesting to understand the aim of studying this materiel and connecting it into the real
condition of daily life in order to motivating study activity. Finally for next researcher,
suggested doing research as well with the different approach.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Allah, karena hanya atas limpahan kasih dan
bimbinganNya, peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa dukungan,
bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang sulit untuk peneliti sebutkan
satu persatu dalam kesempatan ini. Untuk itu, peneliti mengucapkan rasa terima
kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
membantu.
1. Prof. Dr. H. Dawud, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Negeri
Malang.
2. Drs. Iriaji, M.Pd selaku Ketua Jurusan Seni dan Desain yang merangkap
sebagai dosen penguji yang memberikan kemudahan dan pengarahan sehingga
skripsi ini bisa terselesaikan.
3. Dra. Tjitjik Sriwardhani M.Pd selaku Ketua Program Studi Seni Rupa yang
merangkap selaku dosen pembimbing I, terima kasih atas semua bimbingan
yang telah diberikan kepada peneliti sehingga skripsi ini selesai.
4. Fenny Rochbeind, S.Pd, M.Sn selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas
semua bimbingan yang telah diberikan.
5. Bapak, Ibu, serta kakak tercinta yang selalu mendukung dengan penuh kasih.
Terimakasih telah memberikan semangat, bimbingan, dan nasihat kepada
peneliti untuk berjuang dalam studi hingga selesai.
6. Drs. Haryanto Al Edy M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri I Blitar yang
telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
iii
7. Anjar Indinasiati, S.Pd yang dengan penuh kesabaran telah membantu peneliti
dalam melaksanakan penelitian ini.
8. Ningachan, Widya, Tiara, Ayung, Lisa, Via, dan Tiwi yang selalu memotivasi
peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.
9. Sobat-sobat Seni Rupa 2006, terima kasih atas kasih, kebersamaan dan
kerjasamanya.
10. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sampaikan di sini, terima kasih atas
semua partisipasinya.
Akhirnya, dengan segala keterbatasan, peneliti berharap skripsi ini dapat
bermanfaat untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
Malang, Desember 2010
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ...................................................................................................
ABSTRACT .................................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
i
ii
iii
v
vii
viii
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 10
E. Asumsi Penelitian …………………………………………….. 12
F. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ...................................... 13
G. Definisi Operasional ............................................................... 13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran menggambar bentuk dalam Pelajaran Seni Rupa 16
1. Konsep pendidikan seni Rupa................................................16
2. Hakekat menggambar bentuk.................................................21
3.Pembelajaran Menggambar Bentuk........................................25
4. Tujuan Pembelajaran menggambar bentuk............................28
B. Hakikat Motivasi Belajar ......................................................... 30
1. Pengertian Belajar ............................................................. 30
2. Pengertian Motivasi Belajar ............................................... 34
3. Bentuk-bentuk motivasi dalam Belajar ............................... 37
4. Fungsi motivasi dalam Belajar ........................................... 37
5. Upaya meningkatkan motivasi Belajar ............................... 38
C. Usaha Guru Memotivasi Siswa ................................................ 39
1. Rencana dan Metode Pembelajaran.......................................39
2. Media Pembelajaran...............................................................51
3. Evaluasi pembelajaran........................................................... 53
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ............................................. 57
B. Rancangan Penelitian ............................................................. 59
C. Lokasi, waktu dan sasaran Penelitian ..................................... 60
D. Data dan sumber data ............................................................. 61
E. Jenis data…………………………………………………….. 61
F. Instrumen Penelitian .............................................................. . 62
G. Prosedur Pengumpulan data .................................................. . 63
v
H. Teknik analisis data .............................................................. . 66
I. Kehadiran Peneliti ................................................................. .70
J. Pengecekan Keabsahan data .................................................... .70
BAB IV PELAKSANAAN DAN PAPARAN DATA
A. Gambaran umum SMP Negeri 1 Blitar....................................... 72
B. Usaha Guru dalam memotivasi.................................................... 75
1. Usaha Guru dalam memotivasi siswa ditinjau dari
Rencana dan Metode Pembelajaran yang
digunakan........................................................................ 75
2. Usaha Guru dalam memotivasi siswa ditinjau dari
Penggunaan media Pembelajaran.................................... 82
3. Usaha Guru dalam memotivasi siswa ditinjau dari
Evaluasi.......................................................................... 85
C. Data temuan................................................................................ 87
BAB V
PEMBAHASAN
A. Usaha Guru dalam meningkatkan motivasi siswa ditinjau dari
Rencana dan metode pembelajaran yang digunakan................... 89
B. Usaha Guru dalam meningkatkan motivasi siswa ditinjau dari
Media Pembelajaran yang digunakan......................................... 94
C. Usaha Guru dalam meningkatkan motivasi siswa ditinjau dari
Evaluasi yang digunakan........................................................... 97
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 101
B. Saran........................................................................................... 103
DAFTAR RUJUKAN……………………………………………………….. . 105
LAMPIRAN …………………………………………………………………. 109
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1 Ruang Lingkup penelitian ....................................................................... 13
3.1 Teknik pengumpulan data instrumen dan sumber data ............................. 63
3.2 Interpretasi prosentasi ............................................................................. 68
4.1 Jadwal Pembelajaran Seni Rupa di kelas VII tahun ajaran 2010/2011 ..... 74
4.2 Tabulasi KKM Menggambar bentuk kelas VII tahun ajaran 2010/2011 ... 82
4.4 Tabulasi Data angket tanggapan dan motivasi ......................................... 110
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
3.1 Bagan teknik pengumpulan data .............................................................. 63
3.2 Bagan alur konfirmasi Miles Huberman .................................................. 66
4.1 Gedung SMP Negeri 1 Blitar .................................................................. 72
4.2 Monitoring pekerjaan siswa oleh guru di kelas VII-D dan VII-H ............ 77
4.3 Interaksi siswa-guru selama proses pembelajaran .................................... 78
4.4 Model benda silindris .............................................................................. 83
4.5 Model benda kubistis.................................................................................. 84
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan disegala bidang sangat dibutuhkan karena pendidikan
merupakan poros dari segala bidang kehidupan. Peran pendidikan sangat penting
untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis.
Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja. Tetapi
lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara
menyeluruh (Sagala, 2009: 3). Oleh karenanya pendidikan harus dilakukan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman yang sedemikian
pesatnya, terutama dalam bidang teknologi, maka tugas pendidikan di Indonesia
semakin berat untuk membina dan membawa anak didik ke arah kemajuan.
Pendidikan harus menghasilkan manusia yang cakap, aktif, dan kreatif. Mengacu
pada hal tersebut pemerintah telah berupaya menyempurnakan kurikulum dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional, namun keberhasilan
implementasi kurikulum sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru yang akan
menerapkan dan mengaktualisaikan kurikulum tersebut (Abdul Majid, 2005: 4).
Dalam proses pembelajaran, guru merupakan faktor kunci sebab guru
berinteraksi secara langsung terhadap peserta didik selama kegiatan belajar
mengajar. Peranan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan memang besar,
hal tersebut dapat dipahami dari hakikat guru sebagai pendidik. Oleh sebab itu
1
2
guru harus peka terhadap perubahan yang terjadi, khususnya dalam bidang
pendidikan dan pembelajaran karena ilmu pengetahuan yang terus berkembang.
Hal tersebut didukung oleh Mulyasa (2005) bahwa eksistensi guru tetap penting
dan tak tergantikan oleh teknologi.
Sebagai pendidik guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan untuk
membangkitkan nafsu belajar peserta didik. Sudjana (2005: 19) menjelaskan
bahwa tugas dan tanggung jawab seorang guru erat kaitannya dengan kompetensi
yang harus dimilikinya dalam menjalankan profesi tersebut. Kemampuan guru
yang banyak dihubungkan dengan usaha meningkatkan proses belajar mengajar
dapat diguguskan menjadi empat yaitu : (a) merencanakan program belajar
mengajar, (b) melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar
mengajar, (c) menilai kemajuan proses, (d) menguasai bidang studi yang
dibinanya.
Dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa tentu saja tidak hanya guru
yang memegang peranan penting untuk mensukseskan hal tersebut. Motivasi dari
siswa juga berperan dalam penguatan belajar ketika siswa dihadapkan pada suatu
masalah yang memerlukan pemecahan. Seperti yang diungkapkan oleh Mustafa
(2001: 2) bahwa motivasi memainkan peranan penting dalam proses
pembelajaran karena belajar merupakan suatu kegiatan yang aktif, menuntut usaha
yang disengaja dan, dilakukan dengan penuh kesadaran. Sehingga seorang siswa
yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha mempelajarinya
dengan baik dan tekun dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Namun
sebaliknya, apabila siswa kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka
siswa tidak akan tahan lama dalam belajar.
3
Motivasi belajar merupakan penggerak kemajuan masyarakat, motivasi
tersebut harus dimiliki oleh siswa, sedangkan guru dituntut untuk memperkuat
motivasi belajar tersebut (Dimyati, 2006: 78). Pentingnya motivasi belajar lebih
jauh lagi diuraikan Dimyati (2006: 78-79) sebagai berikut: bagi siswa motivasi
berperan untuk menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil
akhirnya. Tidak berhenti sampai disitu, motivasi menginformasikan tentang
kekuatan usaha belajar siswa, mengarahkan kegiatan belajar , membesarkan
semangat belajar serta menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar yang
berkesinambungan. Bila hal ini disadari oleh pelaku, maka suatu pekerjaan yang
dalam hal ini tugas belajar akan terselesaikan dengan baik. Motivasi tersebut
bukan hanya bermakna bagi siswa saja. Motivasi belajar tersebut bermanfaat bagi
guru untuk membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa
untuk belajar sampai berhasil. Hal tersebut memberi peluang guru untuk ‖unjuk
kerja‖ rekayasa pedagogis guna membuat semua siswa belajar sampai berhasil.
Dalam rangka membangun manusia seutuhnya yang selaras, seimbang
antara lahir dan batinnya dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
terutama dalam aspek pengembangan kreativitas dan sensitivitas, pendidikan seni
mempunyai peranan yang sangat penting. Seperti yang diungkapkan oleh Bell
boas dkk dalam Mistaram (1994: 11) pendidikan seni merupakan komponen
dalam kurikulum sekolah, sebagai sebuah kegiatan yang procese oriented dan
mengarah kepada creative thinking yang akan mencerdaskan anak didik.
Sedangkan ditinjau dari aspek psikologi anak didik, Mistaram (1994:12-17)
menggambarkan pendidikan seni dapat dimanfaatkan untuk tujuan terapi bagi
menjaga keseimbangan jiwa, yakni sebagai sarana menyejahterakan mental. Lebih
4
jauh lagi implikasi dari pendidikan seni tersebut adalah pemanfaatan seni sebagai
alat untuk mentransfer tata nilai kehidupan sosial budaya.
Pendidikan melalui seni bertujuan untuk memberikan keseimbangan
antara intelektualitas dan sensitivitas pada diri siswa. Pendidikan seni di sekolah
umum tidak dimaksudkan untuk menghasilkan manusia yang ahli dalam seni,
tetapi untuk menghasilkan manusia yang berkembang pikiran, rasa, kehendak dan
ketrampilan. Dengan dilaksanakannya pendidikan seni di sekolah diharapkan agar
peserta didik mempunyai sikap budaya, yaitu sikap yang dapat menghargai,
menghayati dan mencintai seni atau karya seni sebagai hasil kebudayaan bangsa.
Suparno (2002:2).
Seni budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis
budaya. Dalam pengertian pendidikan seni menurut Soehardjo (2005: 2) adalah
‖usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran atau latihan agar menguasai kemampuan berkesenian sesuai dengan
peran yang harus dimainkan.‖ Pendidikan seni budaya dan keterampilan diberikan
karena keunikan, kebermaknaan dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan
perkembangan peserta didik yang terletak pada pemberian pengalaman estetik
dalam bentuk kegiatan berekspresi, berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan
belajar dengan seni.
Dalam mata pelajaran seni budaya terdapat beberapa aspek yang di
pelajari, antara lain seni rupa, seni tari, seni suara dan seni peran. Aspek-aspek
tersebut memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuannya. Dari
keempat aspek tersebut minimal diajarkan satu bidang seni yang sesuai dengan
kemampuan sumber daya manusia serta fasilitas yang tersedia. Pendidikan di
5
sekolah yang mampu menyelenggarakan pembelajaran lebih dari satu bidang seni,
peserta didik diberi kesempatan untuk memilih bidang seni yang diikutinya
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22,2006:56 ).
Seni rupa sebagai salah satu aspek yang dipelajari dalam seni budaya.
merupakan cabang yang mengedepankan unsur visual atau bahasa rupa dalam
pembelajaranannya. Tim Abdi Guru (2007: 3) mendefinisikan Seni Rupa sebagai
ungkapan gagasan atau perasaan yang estetis dan bermakna yang diwujudkan
melalui media: titik, garis, bidang, bentuk, warna, tekstur, dan gelap terang yang
ditata dengan prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip di atas dapat dengan
mudahnya kita temui dalam gambar atau lukisan, berangkat dari hal tersebut,
gambar merupakan salah satu perwujudan dari seni rupa. Merujuk Ching (2002)
‖ Menggambar mempunyai peranan yang sudah lama eksis dalam seni visual,
yaitu dalam pencatatan peristiwa sepanjang sejarah dan perkembangan ide-ide
dalam peradaban kita‖. Sehingga dapat dikatakan bahwa menggambar amat
berhubungan dengan seni rupa.
Hariyanto (1999: 6) mengungkapkan bahwa seni gambar sesungguhnya
telah akrab dengan kehidupan sehari-hari. Gambar merupakan kebutuhan yang
penting bagi kehidupan masyarakat, sebab gambar akan memberi kejelasan
terhadap suatu maksud atau gagasan.Walaupun teknologi telah berkembang
dengan pesat , menggambar secara konvensional masih layak untuk dilakukan,
kemampuan atau keterampilan dasar menggambar tidak dapat dipelajari dengan
komputer, tetapi perlu latihan menggambar secara konvensional.
Lebih jauh lagi Welter Sargent dalam Mistaram (1994: 10)
mengemukakan menggambar sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran .
6
Gambar adalah bahasa , suatu mode untuk melahirkan idea dan seterusnya untuk
mengembangkan idea itu. Menggambar suatu objek berarti menterjemahkan
persepsi kedalam bahasa visual. Kegiatan menggambar adalah mengorganisir
sensasi indrawi sedemikian hingga menghasilkan impresi yang dapat
diinterpretasikan. Sehingga menggambar adalah sebagai bahasa dan alat berfikir
atau membentuk konsep.
Kecerdasan visual dan kreativitas dapat terasah melalui menggambar.
Adrian Hill (1984) mengungkapkan bahwa menggambar adalah pengungkapan
oleh seseorang secara mental dan visual dari apa yang dialaminya dalam bentuk
garis dan warna. Menggambar penting untuk memuaskan dan memelihara
keindahan manusia. Mengingat banyaknya manfaat dari menggambar ini bahasa
gambar menjadi penting untuk dikuasai siswa sedini mungkin. Penguasaan
kemahiran menggambar tersebut harus dimulai dari perluasan pengetahuan
tentang bahasa gambar dan teknik terlebih dahulu, yaitu menggambar manual
yang dimulai dari menggambar bentuk.
Iriaji (1991 : 2) menjabarkan beberapa tujuan dan fungsi dalam
menggambar bentuk yang secara garis besar dapat dirumuskan tujuannya sebagai
berikut: (a) mengenal ruang lingkup dan tahapan dalam menggambar bentuk yang
meliputi gambar alam benda, gambar tumbuh-tumbuhan dan gambar binatang.
(b) menguasai ketrampilan dasar ilmu mentransformasikan persepsi secara visual
melalui berbagai media, (c) memiliki sikap mengahargai terhadap karya gambar
bentuk. Ketiga hal tersebut pada dasarnya memiliki esensi tujuan yaitu
mempertajam kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif siswa. Lebih jauh
lagi gambar bentuk membantu mengembangkan kemampuan atau bakat seseorang
7
di dalam menggambar, disamping itu menggambar bentuk juga berfungsi untuk
menyalurkan ekspresi serta membantu mengembangkan kemampuan menggambar
ilustrasi, atau menggambar arsitektur serta bidang-bidang menggambar yang lain.
Seperti yang telah diungkapkan Iriaji di atas, hal tersebut menunjukkan
pentingnya menggambar bentuk sebagai ilmu landasan untuk mengembangkan
kemampuan-kemampuan individu dalam kegiatan menggambar yang lain. Di era
globalisasi ini gambar memiliki peranan yang penting, tidak hanya sebagai
ekspresi seni namun juga sebagai media untuk mengkomunikasikan gagasan
desain.
Namun kenyataan yang dijumpai di 3 SMP Negeri kota Blitar,
menggambar bentuk menjadi materi yang kurang digemari oleh sebagian besar
siswa dibandingkan dengan sub materi seni budaya yang lain. Berkaitan dengan
hasil observasi penulis di SMP1,SMP8 dan SMP 10, di ketiga SMP Negeri
tersebut prestasi belajar pada materi menggambar bentuk cenderung lebih rendah
bila dibandingkan dengan materi pelajaran seni budaya yang lain. Sebagian besar
siswa yang tidak tertarik terhadap pembelajaran menggambar bentuk didasarkan
pada rasa jenuh. Hampir seluruh siswa sampel di 3 SMP Negeri tersebut pernah
mengalami kebosanan dalam pembelajaran menggambar bentuk. Ada banyak hal
yang menyebabkan kejenuhan dalam proses pembelajaran tersebut, diantaranya
yakni persepsi negatif siswa terhadap materi menggambar. Bagi siswa-siswa
yang kurang memiliki kemampuan dalam menggambar, pelajaran ini dianggap
pelajaran yang tidak menarik. Selain itu materi pelajaran menggambar bentuk
merupakan materi berekspresi yang terikat. Dalam artian, siswa masih dibatasi
dengan kaidah-kaidah tertentu untuk menggambar. Sehingga dalam bab
8
menggambar bentuk, pembatasan tersebut mengakibatkan siswa kurang
bersemangat bila dibandingkan dengan sub bab menggambar ekspresi yang bebas.
Kekurangantusiasan siswa serta ketidaksiapan siswa dalam menerima
materi pelajaran menggambar bentuk terwujud dalam tindakan seperti tidak
membawa perlengkapan atau peralatan menggambar, tidak memperhatikan guru,
atau melalaikan tugas yang diberikan oleh guru. Hal-hal tersebut menunjukkan
lemahnya motivasi siswa dalam pelajaran tersebut. Sebagai akibatnya penguasaan
materi menggambar bentuk oleh siswa kurang dikuasai dengan baik, sementara
materi tersebut merupakan materi dasar untuk masuk ke dalam pengembangan
materi menggambar yang lebih kompleks. Lebih lanjut seperti yang diungkapkan
Hariyanto (1999 :2) bahwa menggambar adalah langkah pertama dalam proses
artistik. Oleh sebab itu sebagai materi awal, menggambar bentuk merupakan
materi vital yang harus dikuasai oleh siswa.
Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik
pula (Sardirman 1990 : 77). Dalam kaitannya dengan pembelajaran, guru
memegang peranan yang amat penting untuk menciptakan kondisi atau proses
yang mengarahkan siswa pada aktivitas belajar yang bermakna. Bagaimana guru
melakukan usaha-usaha untuk menumbuhkan dan memberi motivasi agar anak
didik terdorong melakukan aktivitas belajar dengan baik menjadi dorongan
peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul ― Usaha Guru dalam
Memotivasi Siswa Kelas VII Dalam Pembelajaran Menggambar Bentuk‖.
Penelitian ini mengambil Lokasi SMPN 1 Kota Blitar. Alasan dipilihnya
lokasi tersebut di dasarkan atas observasi awal yang menunjukkan bahwa sekolah
tersebut belum pernah diteliti berkenaan dengan kompetensi guru seni rupa.
9
Selain itu SMPN 1 adalah sekolah favorit di Kota Blitar, di SMP tersebut
banyak siswa yang mendapatkan atau meraih prestasi yang cukup membanggakan
dalam bidang seni rupa maupun akademik yang lainnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dikaji dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah usaha guru dalam memotivasi belajar siswa
pada pembelajaran menggambar bentuk di SMPN 1 Blitar. Masalah tersebut
dijabarkan sebagai berikut.
1) Bagaimanakah usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran
menggambar bentuk ditinjau dari rencana dan metode pembelajaran yang
digunakan?
2) Bagaimanakah usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada
pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari media yang digunakan?
3) Bagaimanakah usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada
pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari evaluasi pembelajaran yang
digunakan?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka secara
umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan usaha guru dalam
memacu motivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk.
Adapun tujuan khususnya adalah untuk:
10
1) Mendeskripsikan usaha guru dalam memotivasi siswa pada pembelajaran
menggambar bentuk ditinjau dari rencana dan metode pembelajaran yang
digunakan.
2) Mendeskripsikan usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada
pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari media yang digunakan.
3) Mendeskripsikan usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada
pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari evaluasi pembelajaran yang
digunakan.
D. Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu manfaat
teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai dasar untuk pengembangan teori tentang usaha guru dalam pembelajaran
menggambar bentuk serta menambah kajian-kajian teoretis tentang pembelajaran
seni budaya
Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti, guru, dan bagi
peneliti lain. Diantaranya sebagai berikut.
1) Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat memperluas cakrawala berpikir, serta merupakan
sarana pengaplikasian dalam mengajar yang diperoleh di bangku kuliah ke
dalam dunia empiris di lapangan. Hasil penelitian ini juga menambah
wawasan dan pengalaman dalam bidang penelitian, khususnya tentang
kreativitas guru dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran seni
budaya.
11
2) Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan informasi yang berharga untuk
meningkatkan kreativitasnya untuk memotivasi siswa dalam pembelajaran
menggambar bentuk. Selain itu, hasil penelitian ini dapat juga digunakan
untuk meningkatkan interaksi guru dengan siswa dalam proses pembelajaran
menggambar bentuk.
3) Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan
peneliti-penelitian yang sejenis. Selain itu, peneliti lanjutan dapat
mengembangkan teori tentang usaha meningkatkan motivasi dalam
pembelajaran seni budaya.
E. Asumsi Penelitian
1) Hasil belajar siswa dalam pelajaran menggambar bentuk dianggap
representasi dari motivasi belajar siswa
2) Penggunaan rencana dan metode, media, dan evaluasi dalam pembelajaran
seni budaya dianggap mewakili usaha guru dalam pembelajaran seni budaya
3) Siswa-siswa yang diajar oleh guru yang memiliki totalitas usaha, memiliki
motivasi untuk meningkatkan hasil belajar menggambar bentuknya.
F. Ruang Lingkup dan batasan masalah
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui usaha guru dalam
meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran menggambar bentuk.
Subjek penelitian ini adalah guru seni budaya yang ada di SMP Negeri 1 Kota
12
Blitar. Adapun variabel dari penelitian ini adalah usaha guru memotivasi belajar
siswa dalam pembelajaran menggambar bentuk.
Agar pengungkapan masalah yang telah ditetapkan di atas dapat
terlaksana secara optimal, berikut ini disajikan ruang lingkup penelitian. Dalam
ruang lingkup penelitian ini dijabarkan garis besar variabel yang menjadi lingkup
penelitian, meliputi: variabel, sub variabel, indikator, sumber data dan teknik
pengumpulan data.
Tabel 1.1 Ruang lingkup penelitian
No
Variabel
Sub Variabel
Indikator
1
2
3
4
1
Usaha guru
Rencana
memotivasi Pembelajaran
siswa dalam
pembelajaran
menggambar
bentuk
Metode
mengajar
Teknik
Pengumpulan
Data
5
Sumber Data
6
Perencanaan
memotivasi siswa
yang tercantum
dalam Program
semester, Silabus
dan RPP
dokumentasi
Program
semester,
Silabus dan
RPP
Melaksanakan
metode atau
pendekatan yang
digunakan
Dokumentasi,
observasi dan
wawancara
Guru Seni Rupa
& Siswa
Merancang Media
pembelajaran
dokumentasi
Guru Seni Rupa
& Siswa
Melaksanakan Tes
afektif
dokumentasi
dan Observasi
Guru seni
budaya dan
Siswa
MelaksanakanTes
kinerja
(psikomotorik)
Observasi,
Angket
Guru seni Rupa,
siswa
& buku
Media ajar
Evaluasi
substantif
G. Definisi operasional
1) Usaha guru adalah cara atau sistem yang ditempuh guru untuk menciptakan
suatu kondisi pembelajaran terkait dengan metode, media dan evaluasi dalam
13
pembelajaran menggambar bentuk. Usaha guru memotivasi siswa dalam
pembelajaran menggambar bentuk adalah usaha guru memotivasi siswa
melalui perencanaan, metode, penggunaan media dan evaluasi dalam
pembelajaran.
2) Motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan
perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam kegiatan belajar maka
motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga
tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
3) Seni budaya adalah mata pelajaran seni yang berbasis budaya. Di dalamnya
terdapat empat cabang seni yaitu seni rupa, seni musik, seni tari dan seni
drama. Sementara dalam penelitian ini yang dibahas adalah bagian seni
rupanya. Seni rupa adalah ungkapan gagasan atau perasaan yang estetis dan
bermakna yang diwujudkan melalui media : titik, garis, bidang, bentuk, warna,
tekstur, dan gelap-terang yang ditata dengan prinsip tertentu.
4) Menggambar bentuk adalah kegiatan pewujudan gagasan, yang dilakukan di
atas bidang gambar melalui kemahiran tangan dengan media titik , garis
bidang, warna, tekstur dan gelap terang yang dibuat dengan memperhatikan
ketepatan bentuk , perspektif dan komposisi sehingga menghasilkan karya
yang indah.
5) Media ajar adalah media atau instrumen yang dipergunakan guru dalam
pembelajaran menggambar bentuk untuk memperjelas pengertian murid-murid
14
6) Metode mengajar adalah pembelajaran yang diterapkan oleh guru yang
bersangkutan dalam mengelola pembelajaran. Dalam penelitian ini
didefinisikan sebagai cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari
sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling
berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan
dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai.
7) Evaluasi pembelajaran adalah proses sistematis dari pengumpulan
penganalisisan informasi untuk menentukan sejauh mana siswa mencapai
tujuan instruksional. Dalam hal ini evaluasi yang diguanakan evaluasi
substantif yang dapat disebut tes dan pengukuran hasil belajar siswa.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Menggambar Bentuk dalam Pelajaran Seni Rupa
1. Konsep Pendidikan Seni Rupa
Pendidikan seni rupa di sekolah umum pada dasarnya diarahkan untuk
menumbuhkan kepekaan rasa estetik dan artistik sehingga terbentuk sikap kritis,
apresiatif dan kreatif pada diri siswa secara menyeluruh. Sikap ini dapat tumbuh
melalui serangkaian proses kegiatan dan keterlibatan siswa dalam segala aktivitas
seni yang meliputi kegiatan pengamatan, penilaian dan menghargai karya seni.
Irawan ( 2007 : 45 ) menjabarkan kurikulum mata pelajaran pendidikan
seni rupa memuat ketiga kegiatan di atas yang disusun sebagai suatu kesatuan.
Artinya, pada proses pembelajaran, ketiga proses kegiatan tersebut harus
merupakan rangkaian aktivitas seni yang harus dialami siswa melalui aktivitas
mengapresiasi dan berkreasi seni. Pendidikan seni rupa sebagai mata pelajaran di
sekolah diberikan atas dasar pertimbangan. pendidikan seni memiliki sifat
multilingual, multidimensional, dan multikultural. Multilingual adalah
mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri dengan berbagai cara dan
media, seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya.
Multidimensional adalah mengembangkan kompetensi meliputi persepsi,
pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan produktivitas dalam
menyeimbangkan fungsi otak sebelah kanan dan kiri, dengan cara memadukan
secara harmonis unsur-unsur logika, kinestetik, etika, dan estetika. Sifat
multikultural mengandung makna pendidikan seni rupa menumbuhkembangkan
15
16
kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap keragaman budaya
Nusantara dan mancanegara sebagai wujud pembentukan sikap menghargai,
bertoleransi,demokratis, beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat dan
budaya yang majemuk.
Gagasan pendidikan seni rupa di sekolah sebagai upaya pemberian
kesempatan kepada anak untuk mengaktualisasikan diri melalui ekspresi seni
rupa, barulah mulai dikenal secara meluas sejalan dengan digantinya nama Mata
Pelajaran Menggambar dan Pekerjaan Tangan menjadi Pendidikan Seni Rupa.
Pendidikan Seni Rupa di Sekolah yang pada awalnya hanya mencakup kegiatan
menggambar dengan tujuan untuk menghasilkan anak yang terampil menggambar
melalui pelatihan koordinasi mata atau tangan, kemudian hadir dalam cakupan
yang lebih luas dengan tujuan yang beragam seperti: menanamkan kesadaran
budaya, mengembangkan kemampuan apresiasi seni rupa, menyediakan
kesempatan mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu
pendidikan senirupa. Keragaman tujuan Pendidikan Seni Rupa di Sekolah ini
merupakan cerminan dari dinamika masyarakat yang senantiasa berubah dan
berkembang, pengaruh keragaman fokus pembinaan dan aspirasi masyarakat.
Konsekuensi dari keragaman ini tentu saja berdampak terhadap pelaksanaan
pendidikan seni rupa (Bongsoe dalam Salam, 2001: 8).
Hakikat dan tujuan pendidikan seni rupa juga perlu disosialisasikan di
luar lingkungan pendidikan formal, masyarakat luas,khususnya kalangan orang
tua atau wali yang memiliki kedekatan psikologis dengan baik, amat penting
dalam turut serta menyukseskan misi pendidikan seni rupa disekolah (Efland
dalam Salam, 2003: 263). Pendidikan seni rupa di sekolah umum yang semula
16
17
hanya mencakup kegiatan menggambar, kemudian juga dikembangkan ke bidang
seni rupa yang lain. Pendidikan seni rupa di sekolah umum menawarkan beragam
tujuan. Salah satu tujuan pendidikan seni rupa adalah mengembangkan
keterampilan menggambar, menanamkan kesadaran budaya-lokal,
mengembangkan kemampuan apresiasi seni rupa, menyediakan kesempatan
mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu seni rupa, dan
mempromosikan gagasan multikultural.
Pada pendidikan seni rupa, materi pelajaran yang diberikan tidak hanya
menggambar tetapi juga beragam bidang seni rupa yang lain seperti
mematung,mencetak, menempel, dan juga apresiasi seni. Fokus pembinaan tidak
hanya pada pelatihan keterampilan koordinasi mata dan tangan, tetapi juga pada
pengembangan fungsi jiwa yang memungkinkan anak menjadi sensitif dan kreatif.
Pendidikan seni rupa di sekolah hadir untuk memenuhi harapan
masyarakat. Itulah sebabnya seni rupa senantiasa berkembang mengikuti harapan
masyarakat sebagaimana yang dapat ditelusuri pada uraian mengenai berbagai
tujuan pendidikan seni rupa di sekolah.
Menggambar mulai diajarkan di sekolah umum di Eropa (sebagaimana
sekolah umum yang dikenal dewasa ini). Tujuan pengajaran menggambar di
sekolah adalah untuk menjadikan anak pintar menggambar melalui latihan
koordinasi mata dan tangan yang amat ketat. Cara pengajaran seperti ini
mengikuti pola pelatihan yang berlangsung di akademi seni rupa di Eropa.
Asselbergs dan Knoop (1995; 5) menuliskan tentang apa yang dilakukan oleh
murid dalam kegiatan menggambar di sekolah di Belanda berdasarkan pendekatan
ini sebagai berikut. Siswa belajar menggambarkan garis lurus, sudut, segi
18
empat,lengkungan, dan lingkaran untuk kemudian menggambarkan bentuk tiga
dimensional yang lebih rumit. Karena guru pada umumnya tidak cukup terampil
dalam hal menggambar seperti yang harus dilakukan ini, maka guru sangat
tergantung pada buku pegangan yang berfungsi sebagai alat bantu mengajar.
Selama ini batasan tentang seni yang dikemukakan oleh para filsuf
masih dianggap kurang jelas, mereka memberi batasan atau pengertian yang
berbeda-beda sehingga istilah seni yang merupakan padanan kata art belum
dicapai keseragaman tentang batasannya. Mendelssohn (dalam Kadir Abdul,
1975: 12) mengatakan bahwa seni adalah pertumbuhan keindahan yang dengan
samar-samar diketahui oleh perasaan sehingga menjadi suatu hal yang b enar dan
baik. Sementara ahli estetika Italia, Pagano (dalam Kadir Abdul, 1975: 14)
beranggapan bahwa seni adalah mempersatukan keindahan yang tersebar pada
alam. Kapasitas yang menentukan keindahan adalah selera, sedangkan kapasitas
yang membawanya dalan satu keseluruhan adalah artistik jenius. Menurutnya
keindahan berpadu dengan kebaikan, jadi keindahan adalah kebaikan yang
terwujud, dan kebaikan adalah kebaikan batin.
Menurut The Liang Gie (1976: 60) pengertian seni dijelaskan seperti:
kemahiran, kegiatan manusia, karya seni, seni indah, dan seni penglihatan (seni
rupa). Kaitannya dengan pengertian seni sebagai suatu kemahiran, hal ini bisa
dengan asal-usul katanya yaitu berasal dari kata ars yang berarti kemahiran atau
ketangkasan, sehingga secara etimologi kata ars dapat diartikan sebagai suatu
kemahiran atau ketangkasan seseorang dalam menciptakan atau mengerjakan
benda-benda atau sesuatu barang (Sudarso, 1976: 15). Sependapat dengan
pengertian seni sebagai kegiatan manusia, Leo Tolstoy (dalam Setjoatmodjo,
19
1988: 76) menjelaskan bahwa seni adalah aktivitas manusia yang mengandung
kenyataan, bahwa seseorang yang sadar melalui bantuan simbol-simbol eksternal
tertentu menyatakan perasaan yang pernah dialaminya kepada orang lain dan
bahwa orang lain tersebut lalu kejangkitan oleh perasaan ini dan juga
mengalaminya (The Liang Gie, 1976: 61).
Dari berbagai macam pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
seni adalah suatu karya manusia yang mengkomunikasikan pengalamanpengalaman batinnya disajikan dalam bentuk yang indah dan menarik, sehingga
dapat merangsang timbulnya pengalaman batin manusia lain yang
menikmatinya.Istilah rupa merupakan padanan kata form artinya bentuk, rupa,
selain itu juga kata shape yang artinya bentuk, rupa, dan model. Dengan demikian
maka dapat disimpulkan bahwa rupa adalah bentuk yang berwujud sesuatu yang
dapat dilihat oleh mata. Kaitannya dengan seni, Sudarso (1976: 6) menjelaskan
bahwa seni rupa adalah cabang seni yang mengekspresikan pengalaman artistik
manusia lewat objek-objek dua dan tiga dimensional yang memakan tempat dan
tahan akan waktu ini yang menjadikan kelebihan cabang seni rupa dibanding
dengan seni lain.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka dapat dijelaskan bahwa seni
rupa adalah suatu hasil karya manusia yang mengekspresikan pengalaman
batinnya yang disajikan dalam bentuk dua atau tiga dimensi yang artistik,
sehingga dapat merangsang timbulnya pengalaman batin manusia lain untuk
menikmatinya. Seni rupa memiliki cabang-cabang, yaitu seni lukis (gambar), seni
patung, seni grafis, seni kriya, seni reklame, seni dekorasi, dan seni arsitektur
(Sudarso 1976:7). Menurut Kuntjaraningrat, membagi seni rupa menjadi tujuh
20
macam, yaitu seni bangunan, seni patung, seni relief, seni lukis (gambar), seni
rias, seni kerajinan, dan seni olah raga.
Dalam proses berkarya seni rupa tidak hanya mengandalkan kekuatan
fisik semata, melainkan memerlukan pertimbangan batin dan kreativitas, sehingga
dapat menghasilkan karya seni yang dalam penyajiannya dapat menimbulkan rasa
indah dan artistik.
2. Hakekat menggambar Bentuk
Menggambar bentuk adalah ‖ suatu proses pembentukan dan pernyataan
kembali buah dari hasil melihat, rencana dan rasa indah terhadap suatu benda
pada bidang datar ‖ (Mulyana, 1978:25). Menggambar bentuk merupakan proses
memindah tanggapan seorang terhadap suatu benda tiga dimensi yang
divisualisasikan menjadi gambar dua dimensional. Bentuk- bentuk tersebut dapat
dibedakan antara bentuk geometris dan bentuk non geometris.
Pada dasarnya gambar bentuk adalah gambar dengan objek yang nyata,
serta memiliki volume, efek, bahan, bayangan, maupun kelengkapan sebagai
bentuk yang utuh. Objek gambar bentuk amat luas, mulai benda sehari-hari,
tumbuhan, manusia, hewan, alam atau gambar imajinatif yang dikonkritkan.
Senada dengan hal di atas, Iriaji dkk ( 1991 :1) mendefinisikan
menggambar bentuk sebagai kegiatan menggambar yang mentransformasikan
objek atau bentuk-bentuk alam yang ada di sekitar kita pada sebuah bidang
gambar atau kertas. Alam sekeliling kita itu misalnya ; alam benda, tumbuhtumbuhan, binatang dan manusia.
Secara sederhana batasan pengertian menggambar bentuk adalah
kegiatan melatih terampilkan tangan dalam menggambar suatu objek alam
21
sekeliling kita pada bidang gambar ( kertas) dengan menggunakan media tertentu.
Dalam penyusunan obyek tersebut menggunakan prinsip-prinsip seni sehingga
menghasilkan suatu bentuk gambar sesuai dengan yang dilihat atau diamati.
Teknik mentranformasikan itu dapat menggunakan berbagai media,
mulai dari media sederhana seperti : pensil, pastel, tinta, cat air hingga
menggunakan media cat minyak. Setiap media memiliki karakter sendiri-sendiri
sehingga dalam penggunaanya memerlukan penguasaan keterampilan yang
berbeda pula. Media pensil misalnya akan berbeda dengan teknik penggunaan
media pastel. Pensil mudah dihapus namun pastel sulit atau tidak bisa dihapus.
Itulah sebabnya penggunaan media pastel harus lebih hati-hati, bagaimana
memilih dan menyusun warna-warna yang akan digoreskan, seberapa menekan
dan seterusnya.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menggambar bentuk adalah
komposisi, yaitu bagaimana kemampuan kita mengamati objek, kemudian
menyusun unsur-unsurnya dengan pertimbangan prinsip-prinsip seni seperti :
kesatuan, keseimbangan, proporsi, ritme, harmoni, dan daya tarik, serta
kemampuan kita menampilkan unsur-unsur seperti : garis, warna, bidang, tekstur,
ruang, dan cahaya secara naturrealistis. Unsur garis misalnya berupa panjang dan
pendeknya, seberapa tebal tipisnya, seberapa jarak garis-garis yang digoreskan.
‖Pada prinsipnya menggambar bentuk adalah proses menggambar satu
atau sekelompok benda dengan hasil mirip dengan benda tersebut. Untuk itu
menggambar menempatkan dirinya sebagai alat untuk memotret atau alat perekam
gambar‖ (Marianus Fau,1994:5).
22
Ada beberapa hal yang patut di cermati dalam menggambar bentuk
menurut Mohammas Slaman (1995)
a.
Proporsi
Yaitu perbandingan antara bagian satu dengan bagian yang lain secara
keseluruhan. Sehinga untuk menentukan besarnya ukuran harus
mengetahui perbandingan yang baik secara keseluruhan.
b.
Keseimbangan
keseimbangan merupakan suatu cara untuk meningkatkan baik dari segi
pengukuran, bentuk maupun warna dan penyusunan bentuk-bentuk dapat
diatur secara simetris. Efek keseimbangan ini bisa didapat
menggerombolkan bentuk-bentuk dan warna-warna disekitar suatu pusat
sedemikian rupa sehingga akan terdapat suatu daya tarik yang sama pada
tiap sisi-sisi dari pusat tersebut.
c.
Komposisi
dalam bahasa inggris disebut compotition yang berarti susunan. Dalam
menggambar bentuk ialah bagaimana menyusun suatu benda yang lain
baik garis, warna dan bagian lain yang selaras, seimbang sesuai segi
artistik.
d.
Prespektif
prespektif dalam hal menggambar bentuk merupakan hal yang penting,
terutama bila objek bentuk berasal dari bentuk geometris. Seperti halnya
balok, kubus, dan sebagainya.
23
Adapun hukum prespektif yaitu benda yang menjadi objek jauh dari
pandangan mata atau garis cakrawala akan terlihat lebih kecil. Sedangkan
benda yang dekat dengan mata akan lebih terang (tinggi atau besar )
e.
Arah bayangan
Ada dua sumber cahaya yang menyebakan tumbuhnya bayangan gambar,
yakni matahari dan sumber cahaya buatan ( lampu, lilin dan sebagainya ).
Terdapat 2 jenis cahaya yang ditimbulkan dari sinar tersebut yaitu :
bayang-bayang badan, yaitu bagian yang gelap dari bagian bendabenda itu sendiri karena tidak terkena sinar. Sedangkan bayang-bayang
langkah, ialah bayang-bayang suatu benda yang jatuh pada benda lain.
Bentuk bayangan langkah jatuh pada bidang datar tergantung darimana
sinar itu datang.
f.
Drapery
Ada kalanya dalam pengaturan objek benda dilatar belakangi dengan
pengaturan kain polos, berwarna atau ada motif gambarnya. Lekukan –
lekukan yang lengkung menurun landai dan sebagainya untuk menentukan
watak gambar yang dihasilkan.
3. Pembelajaran Menggambar Bentuk
Kata pembelajaran merupakan persamaan kata instruction yang memiliki
arti pengajaran. Menurut Dimyati (1999: 156 ), pembelajaran adalah proses yang
diselenggarakan guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana
memperoleh dan memproses pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Berdasarkan
pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang
24
mengandung serentetan perbuatan guru dan siswa sebagai usaha sadar atas dasar
hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan yang ditentukan.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses pemberdayaan sumber
belajar guna membantu siswa agar dapat belajar sesuatu dengan kebutuhan dan
minatnya. Dalam proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran
diperlukan berbagai perangkat atau komponen materi seperti bahan, cara
(metode), alat (sarana), dan untuk membuktikan tercapai tidaknya tujuan
diperlukan kegiatan evaluasi (Sardirman 2007 : 63). Tujuan pembelajaran
merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai oleh siswa
setelah menyelesaikan serangkaian kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran
merupakan langkah awal yang harus ditetapkan dalam proses pembelajaran.
Sedangkan menurut Iriaji dan Hariyanto (1990/1991: 3) dalam
pembelajaran menggambar bentuk terdapat 3 esensi tujuan yang ingin dicapai,
yaitu: (a) kemampuan kognitif : kemampuan mengenal dan memahami landasan
teori. (b)Kemampuan psikomotorik : kemampuan mentransformasikan obyek dan
penguasaan teknik. Dan (c)Kemampuan afektif : kemampuan menganalisis atau
mengapresiasi suatu karya gambar bentuk dari segi teknik dan artistik.
Pada dasarnya pembelajaran adalah mengajar, yaitu mengusahakan
terciptanya suatu situasi yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar.
Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling
mempengaruhi, antara lain: tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang
diajarkan, guru dan siswa yang menjalankan peranan. Menurut Arifin (1970:85)
mengajar adalah rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid
25
agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan
pelajaran itu. Sedangkan menurut Nasution (1967 :15) mengajar adalah suatu
aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Dengan tahap
memperhatikan perkembangan kejiwaan siswa yang belajar, maka mengajar
hendaknya:
1) Menguraikan pengalaman belajar yang perlu dialami oleh siswa.
2) Menguraikan cara mengorganisasi batang tubuh ilmu pengetahuan atau
struktur materi yang dipelajari siswa.
3) Menguraikan secara sistematis urutan pokok-pokok bahasan yang
disajikan.
4) Menguraikan prosedur penggunaan penguatan dalam proses belajarmengajar,dari penguatan yang bersifat ekstrinsik menjadi penguatan
yang bersifat intrinsik.
Hal yang dikemukakan di atas juga didukung oleh Mulyasa (2005:39)
yang beanggapan bahwa dalam mengajar seorang guru harus berusaha membuat
sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalam
memecahkan masalah. Untuk itu terdapat hal yang perlu diperhatikan oleh guru
dalam pembelajaran, diantaranya: membuat ilustrasi, mendefinisikan,
menganalisis, mensintesis, bertanya, merespon, mendengarkan, memberikan
pandangan yang bervariasi, menyediakan media untuk mengkaji materi standar,
menyesuaikan metode pembelajaran, serta memberikan nada perasaan. Terkait
dengan hal tersebut, guru sebagai pengajar harus memiliki tujuan yang jelas,
26
membuat keputusan secara rasional agar peserta didik memahami keterampilan
yang dituntut oleh pembelajaran.
Dalam katalog seni desain UM 2006, pembelajaran menggambar bentuk
merupakan pengintegrasian pengetahuan teori menggambar bentuk yang meliputi
pengertian, fungsi, medium teknik prosedur dan prinsip menggambar bentuk.
Dalam pembelajaran ini siswa diarahkan untuk membentuk keterampilan dasar
menggunakan medium, teknik dan prosedur serta prinsip dalam
mentransformasikan persepsi visual alam benda geometric maupun non
geometric, baik yang diamati maupun yang diangankan untuk membentuk sikap
menghargai karya gambar bentuk dari belum mampu menggambar menjadi
mampu menggambar.
Dari uraian di atas jelaslah kiranya bahwa untuk dapat melaksanakan
tugas secara proporsional, seorang guru memerlukan wawasan yang mantap
tentang kemungkinan – kemungkinan strategi belajar-mengajar sesuai dengan
tujuan-tujuan belajar, baik dalam arti dampak instruksional maupun dampak
pengiring, yang ingin dicapai.
4. Tujuan Pembelajaran Menggambar bentuk
Tujuan pembelajaran merupakan komponen utama yang dirumuskan
guru dalam proses belajar mengajar. Tujuan pembelajaran ini penting karena hal
ini merupakan sasaran dari proses belajar mengajar. Oleh karena itu, tujuan
pembelajaran dapat juga disebut sebagai sasaran belajar. Menurut wawancara
dengan Ibu Anjar guru seni budaya SMPN 1 kota Blitar, tujuan dari pembelajaran
menggambar bentuk adalah membekali kemampuan siswa dalam hal menggambar
27
yang akan diaplikasikan ke jenjang materi yang lebih kompleks seperti
menggambar ilustrasi, atau menggambar teknik.
Tujuan pembelajaran lebih diartikan sebagi perilaku hasil belajar yang
diharapkan dapat dimiliki para siswa setelah mereka menempuh proses belajar
mengajar. Tujuan pembelajaran diartikan sebagai suatu produk atau hasil yang
dicapai siswa. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran selalu berpusat pada siswa.
Dengan berpusatnya tujuan pembelajaran pada siswa, keberhasilan
proses belajar mengajar lebih banyak dinilai dari terjadinya perubahan-perubahan
perilaku yang diinginkan pada siswa. Tugas guru tidak berakhir jika siswasiswanya telah memiliki perilaku yang diharapkan sebagai hasil dari proses
belajar mengajar yang telah ditempuh.
Dalam jenjang pendidikan, siswa diberikan kesempatan untuk berkarya
dibidang menggambar. Karena menggambar merupakan suatu kegiatan untuk
menghasilkan karya-karya yang kreatif, hendaknya disadari benar oleh guru
sebagai pendidik, bahwa hakekatnya semua kegiatan menggambar memberi
kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan pikiran perasaan dengan leluasa.
Adjat sakri ( 1990: 26 ) menyebutkan bahwa:
‖Pada dasarnya semua mata pelajaran menggambar adalah menggambar
berungkap. Baik itu menggambar sketsa, maupun menggambar ekspresi,
menggambar ilustrasi, ataupun menggambar bentuk. Perbedaan itu
hanyalah akan mengingatkan pendidik bahwa ada segi lain pada setiap
jenis kegiatan menggambar perlu diperhatikan dan di perkenalkan.‖
Dengan adanya pelajaran menggambar diharapkan pengalaman
berekspresi yang termuat didalamnya memacu siswa dalam menumbuh
kembangkan daya cipta (kreatifitas), kepekaan rasa (sensitivitas), dan kemauan
28
berbuat (aktivitas). Secara garis besar Iriaji dalam menggambar bentuk (1991 : 2 )
merumuskan tujuan menggambar bentuk sebagai berikut :
a. mengenal ruang lingkup dan tahapan dalam menggambar bentuk yang
meliputi gambar alam benda, gambar tumbuh-tumbuhan dan binatang.
b. menguasai keterampilan dasar ilmu mentransformasikan persepsi secara
visual melalui berbagai media dan penguasaan lain sesuai dengan media
dan tahapan dalam menggambar bentuk
c. memiliki sikap mengharagai terhadap karya menggambar bentuk.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka esensi atau tujuan yang ingin
dicapai adalah kemampuan mengenal dan memahami landasan teori
(kemampuan kognitif ) kemampuan mentransformasikan obyek dan
kemampuan mentransformasikan teknik dan kemampuan menganalisis
atau mengapresiasi suatu karya gambar bentuk dari segi teknik dan artistik
( kemampuan afektif).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran
menggambar bentuk, yaitu mengembangkan perilaku belajar siswa dalam
menggambar benda dengan meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya
menggambar benda baik imaginatif atau memimesis benda. Tujuan pencapaian
tersebut diharapkan sesuai dengan ranah pendidikan kesenian meliputi ekspresi,
kreativitas, sensitivitas serta penugasan ketrampilan.
29
B. Hakikat Motivasi Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kata yang sangat akrab dengan semua lapisan
masyarakat, bahkan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua
kegiatan individu dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Secara
psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannyadalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah
laku. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2003:2).
Syah (2005:92) menyatakan, belajar dapat dipahami sebagai tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Pernyataan tersebut didukung oleh Djamarah (2002:13) Belajar dapat juga
dikatakan sebagai serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan yang di dalamnya terjadi suatu interaksi antara
individu (siswa) dengan lingkungannya yang mengakibatkan adanya perubahan
tingkah laku yang akan memberikan suatu pengalaman baik bersifat kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap), psikomotorik (keterampilan).
30
Menurut Gagne, belajar adalah kegiatan yang kompleks. Hasil belajar
berupa kapabilitas. Setelah belajar orang mempunyai keterampilan, pengetahuan,
sikap dan nilai (dalam Dimyati 1990: 10). Sejalan dengan ini adalah proses yang
melibatkan manusia secara perorangan sebagai satu kesatuan organisme sehingga
terjadi perubahan pada pengetahuan dan sikap. Berdasarkan definisi-definisi di
atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau
aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan
perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran
berdasarkan alat indera dan pengalamannya.
Dalam proses belajar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi.
Menurut Martensi (1980: 89) faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal
Faktor ini berkaitan dengan kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa. Faktor
internal ini mencakup beberapa hal antara lain:
1) Pengaruh kecerdasan
Kecerdasan merupakan faktor yang penting dalam belajar, karena
keberhasilan dalam belajar akan banyak dipengaruhi oleh faktor kecerdasan.
2) Pengaruh bakat
Bakat merupakan kemampuan atau sifat-sifat yang ada pada seseorang
dan dapat dikembangkan melalui latihan-latihan yang terarah. Bakat pada
bidang tertentu sangat berpengaruh terhadap hasil belajar pada bidang
tersebut.
3) Pengaruh minat
31
Minat adalah kecenderungan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat juga
merupakan penyebab dari suatu keaktifan dan hasil keikutsertaannya dalam
keaktifan tersebut, sehingga dapat dipastikan akan memperoleh hasil yang
lebih baik.
4) Pengaruh motivasi
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan munculnya ―feeling‖ dan didahului dengan tanggapan terhadap
adanya tujuan (Sardiman 1986: 73). Dalam konteks belajar motivasi
merupakan daya penggerak bagi individu untuk belajar sesuatu demi
mencapai tujuan sehingga memperoleh hasil yang optimal.
5) Pengaruh perasaan
Perasaan adalah suatu keadaan kejiwaan seseorang yang mempunyai
sifat lebih subyektif pada gejala mengenal. Menurut T.L Engel (dalam
Martensi 1980: 94) secara psikologis perasaan itu berarti suatu perasaan
yang menyenangkan. Dengan adanya perasaan senang akan menguntungkan
proses belajar sehingga akan mencapai prestasi belajar yang lebih baik.
6) Pengaruh sikap
Sikap senantiasa diarahkan terhadap suatu hal (obyek). Belajar akan
lebih efektif apabila disertai dengan sikap positif, sikap positif terhadap
belajar akan menimbulkan perasaan puas dan senang sehinggga akan
menentukan prestasi belajarnya.
7) Pengaruh kematangan
Kematangan merupakan kesempurnaan proses perkembangan di dalam
tubuh. Kematangan di sini bukan berarti dewasa dalam pengertian umum
32
yang berkaitan dengan usia, tetapi kematangan sesuai dengan fase-fase
perkembangan anak secara sempurna. Anak akan mampu mempelajari
sesuatu apabila sudah mencapai kematangan dari fungsi atau organ
tertentu.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal ini mencakup dua hal, yakni:
1) Pengaruh lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan utama dalam proses sosialisasi belajar
bagi anak, di dlam keluarga anak akan belajar bergaul, menghargai orang
lain, menerima norma-norma, sikap, dan sebagainya. Sikap dan tingkah
laku anak banyak dipengaruhi oleh keluarga dimana ia dilahirkan dan
dimana ia tumbuh (Elizabeth, dalam Martensi 1980: 96).
2) Pengaruh lingkungan sekolah
Iklim sosial dalam lingkungan sekolah sangat berpenagruh terhadap
proses belajar dan hasil prestasi belajar. Dalam lingkungan sekolah
mencakup hubungan dari beberapa komponen yang meliputi: kepala
sekolah, guru,siswa, program, fasilitas, media, kondisi gedung, peraturan
(tata tertib), situasi dan lain-lain. Keseluruhan hubungan antar beberapa
komponen tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan saling terkait
dan saling mempengaruhi satu sama lain.
2. Pengertian Motivasi Belajar
Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mental yang berupa
keinginan, perhatian, kemauan, cita-cita, Dalam proses belajar, motivasi sangat
diperlukan. Seseorang yang tidak memiliki motivasi dalam belajar tidak akan
33
mungkin melakukan aktivitas belajar. Banyak ahli yang sudah mengemukakan
pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing.
Djamarah (2002:118) menyatakan bahwa, motivasi adalah gejala psikologis
dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar
untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi mempunyai
peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seorang pun
yang belajar tanpa motivasi. Mustafa (2001 : 15) mengungkapkan terdapat dua
sifat dari sumber motivasi, yaitu yang berasal dari luar siswa ( extrinsic
motivation dan instrinsic motivation ).
Pendapat tentang motivasi juga dikemukakan oleh Sadirman (2007:75),
dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Lebih
jauh Sadirman (1990 : 88) menjabarkan kedua jenis motivasi belajar tersebut
sebagai berikut:
a. Motivasi Instrinsik
Adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak
perlu dirangsang dari luar sebab dari dalam individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu. Motivasi jenis ini dapat dikatakan sebagai bentuk
motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan
berdasarkan dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan
aktivitas belajarnya.
34
Siswa yang memiliki motivasi instrinsik akan memiliki tujuan
menjadi orang yang terdidik yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang
studi tertentu. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu
kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang terdidik yang
berpengetahuan. Motivasi tersebut timbul secara esensial dari kesadaran diri
sendiri.
b. Motivasi Ekstrinsik
Adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi ketika adanya
rangsangan dari luar. Oleh sebab itu dapat dikatakan motivasi jenis ini
sebagai motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan
berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan
aktivitas belajar. Keadaan siswa yang dinamis dan berubah-ubah
memungkinkan komponen-komponen lain pada proses belajar-mengajar
berubah juga, misalkan ketika proses pembelajaran kurang menarik maka
pemberian motivasi ekstrinsik amat diperlukan.
Dari berbagai pendapat mengenai motivasi di atas, dapat disimpulkan
bahwa motivasi belajar merupakan suatu gejala psikologi yang berupa dorongan
dalam diri seseorang untuk melakukan serangkaian usaha yang dilakukan secara
sadar yang ditandai dengan perubahan tingkah laku untuk mencapai tujuan dalam
memenuhi kebutuhan belajarnya.
2. Bentuk-bentuk Motivasi dalam Belajar
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar di sekolah. Sadirman (2007:92—95), menyebutkan hal-hal yang
dapat dilakukan sebagai berikut.
35
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Hadiah
Saingan/Kompetisi
Memberi Ulangan
Mengetahui hasil
Pujian
Hukuman
Memberi Angka
Hasrat untuk belajar
Minat
Tujuan yang diakui
4. Fungsi Motivasi dalam Belajar
Motivasi bertalian dengan suatu tujuan. Sardiman (2007:85) menyatakan
bahwa ada tiga fungsi motivasi, yaitu.
a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor
penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus sesuai dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.
5.
Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Motivasi internal maupun motivasi eksternal yang ada pada anak harus
digali dan dikembangkan agar proses belajar mengajar di dalam kelas berjalan
lancar. Dimyati (1999:101) menyatakan, ada beberapa cara untuk meningkatkan
motivasi belajar anak, yaitu.
36
a. Optimalisasi penerapan prinsip belajar
b. Optimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran
c. Optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa
d. Pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar
Gage dan Berliner dalam Slameto (2003:177—179) menyarankan sejumlah cara
untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, tanpa melakukan reorganisasi
besar-besaran terhadap kelas. Cara-cara tersebut antara lain.
a. Pengukuran pujian verbal
b. Pergunakan tes dalam nilai secara bijaksana
c. Bangkitkan rasa ingin tahu
d. Melakukan hal-hal luar biasa
e. Memberikan hadiah untuk memancing hasrat siswa
f. Pergunakan materi-materi yang sudah dikenal sebagai contoh.
g. Terapkan konsep-konsep dalam konteks yang unik dan luar biasa.
h. Bekerja sama dengan siswa atau membuat perjanjian dengan siswa
i.
Pergunakan simulasi dan permainan. kedua hal ini akan memotivasi siswa,
j.
Perkecil daya tarik sistem motivasi yang bertentangan.
k. Perkecil konsekuensi-konsekuensi
yang tidak
menyenangkan dari
keterlibatan siswa.
l.
Pengajar perlu memahami hubungan kekuasaan antara guru dan siswa
C. Usaha Guru Memotivasi Siswa
Usaha mengandung pengertian kegiatan dengan mengerahkan tenaga,
pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud; pekerjaan (perbuatan, prakarsa,
37
ikhtiar, daya upaya) untuk mencapai sesuatu ( KBBI Daring). Dalam
pembelajaran, seorang guru menggunakan usaha-usaha atau cara-cara tertentu
untuk menyampaikan materi yang akan disampaikan guna menciptakan situasi
kegiatan belajar mengajar yang kondusif dimana siswa dapat mempersepsi materi
dengan baik. Usaha atau cara guru dalam mengajar tersebut dapat ditempuh
melalui penggunaan metode, media dan evaluasi pembelajaran.
1. Rencana dan metode Pembelajaran
Pembelajaran
harus
direncanakan supaya pembelajaran tersebut
mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang efektif. Perencanaan pengajaran
juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran tersebut pada dasarnya dibuat guna mempermudah,
memperlancar dan meningkatkan hasil proses belajar mengajar. Oleh sebab itu
seorang guru harus menetapkan suatu dasar pemikiran tentang rancangan atau
rencana pembelajaran secara sistematis. Setyosari (2001:17) mengemukakan
rancangan pembelajaran sebagai sebuah sistem yang terdiri atas sejumlah
komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan pengajaran memainkan peran penting dalam memandu guru
untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Garha dan Idris (1980:123)
menjelaskan bahwa sebagai ancang-ancang untuk menuju ke kegiatan mengajar,
guru perlu menyusun persiapan mengajar. Majid (2005 : 20 ) menjabarkan
perencanaan yang baik dalam sebuah pembelajaran memuat ketentuan sebagai
berikut;
a) Tujuan yang diinginkan atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas
belajar dan layanan-layanan pendukungnya
38
b) Program dan layanan, atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas
belajar dan layanan-layanan pendukungnya.
c) Tenaga manusia yakni mencakup cara-cara mengembangkan prestasi
d) Keuangan, meliputi rencana pengeluaran dan rencana penerimaan
e) Bangunan fisik mencakup tentang cara-cara penggunaan pola distribusi
dan kaitannya dengan pengembangan psikologis
f) Struktur organisasi, maksudnya bagaimana cara mengorganisasi dan
manajemen operasi dan pengawasan program dan aktivitas kependidikan
yang direncanakan.
g) Konteks sosial atau elemen-elemen lainnya yang perlu dipertimbangkan
dalam perancanaan pengajaran.
Berkaitan dengan hal di atas guru harus mempersiapkan perangkat yang
harus dilaksanakan dalam merencanakan program. Hidayat dalam Majid
(2005 : 21) mengemukakan bahwa perangkat yang harus disiapkan dalam
rencana pembelajaran antara lain:
a) Memahami kurikulum
b) Menguasai bahan ajar
c) Menguasai program pengajaran
d) Melaksanakan program pengajaran
e) Menilai program pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah
Dilaksanakan.
Perencanaan pembelajaran tersebut tentunya mengacu pada kurikulum
yang digunakan saat ini. Kunandar (2007) menjelaskan bahwa sebagai bentuk dari
implementasi kurikulum, program pembelajaran tersebut terwujud dalam
39
perencanaan pembelajaran yang tersistem. Perencanaan tersebut meliputi:
Program tahunan, Program semester, Program modul serta program mingguan dan
harian, program remedial, silabus, serta rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Terkait
dengan
rencana
pembelajaran,
guna
mencapai
tujuan
pembelajaran, diperlukan pula metode yang tepat dalam penyampaian materi ajar.
Lebih jauh lagi Reigeluth masih dalam Setyosari (2001:20) mengemukakan
bahwa rancangan pembelajaran adalah proses untuk menentukan metode
pembelajaran apa yang paling baik untuk dilaksanakan agar timbul perubahan
pengetahuan dan ketrampilan pada diri siswa ke arah yang dikehendaki. Sehingga
secara langsung metode pembelajaran terintegrasi ke dalam suatu rencana
pembelajaran.
Akmad Sudrajat (2008) menggambarkan metode pembelajaran sebagai
cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode
pembelajaran secara spesifik. Dalam artian metode adalah cara (kepandaian)
membuat atau melakukan sesuatu
yang berhubungan dengan siswa yang
dipergunakan guru dalam pembelajaran. Hal serupa dikemukakan Sudjana dalam
Sriwahyuningtyas (2008:21) bahwa metode mengajar adalah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pembelajaran. Lebih jauh lagi metode pembelajaran tersebut
merupakan spesifikasi dari suatu model pembelajaran. Metode ini nantinya akan
menjadi jembatan antara perencanaan guru dengan kondisi siswa.
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru harus dapat
menciptakan interaksi edukatif. Dalam proses pembelajaran, guru berperan
sebagai penggerak dan pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima
40
atau yang dibimbing. Seorang pengajar harus mempunyai tujuan dalam kegiatan
pembelajarannya. Agar seseorang mengerti sesuatu dibutuhkan proses belajar
melalui metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan proses belajar itu.
Siswa tidak akan mengalami proses belajar, bila materi pelajaran yang disampikan
tidak disajikan dengan jelas.
Rooijakers dalam Sagala (2007:174) menjelaskan bahwa keberhasilan
seorang pengajar akan terjamin, jika pengajar (guru) itu dapat mengajak para
siswanya mengerti suatu masalah melalui semua tahap proses belajar karena
dengan hal tersebut siswa akan memahami semua hal yang diajarkan. Dalam
proses pembelajaran pengajar harus dapat menggunakan model-model dan teknik
mengajar yang dapat menjamin pembelajaran berhasil sesuai yang direncanakan.
Model mengajar dan proses belajar dalam pembelajaran merupakan masalah yang
kompleks, karena itu para guru perlu memperkaya pemahamannya yang berkaitan
dengan teknik mengajar.
Dalam proses pembelajaran, strategi mempunyai peranan yang sangat
penting. Strategi belajar yang tepat berpengaruh terhadap berhasilnya suatu
pembelajaran. Sudjana (2005:147)mengungkapkan bahwa strategi merupakan
―taktik pembelajaran‖. Taktik atau siasat pembelajaran sangat diperlukan untujk
mencapai tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Dari situlah diperlukan sebuah
perencanaan sebelum memasuki pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Agar guru dapat mengidentifikasi proses-proses
tersebut, guru perlu memahami strategi pembelajaran yang digunakan dalam
mengelola proses-proses tersebut dalam kelas.
41
Strategi pembelajaran tersebut diterapkan lewat metode pengajaran yang
di gunakan guru selama pembelajaran. Lebih lanjut Eka Gunawan (2009)
menjelaskan Metode mengajar sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara untuk
melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari
pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu
kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan
pengajaran tercapai. Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah
dirumuskan oleh pendidik, maka perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode
mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar.
Dalam Pendidikan Seni dikenal tiga macam pendekatan pembelajaran
untuk menyajikan materi pembelajaran yaitu pendekatan formal, pendekatan
informal dan pendekatan fungsional ( M.Sattar; 35-38 )
(a) Pendekatan formal
Menganggap materi pembelajaran seni sebagai subjek. Dalam hal ini seni
berisi masalah-masalah yang dapat disusun tahap kesulitannya. Maka dari
itu dibuat bertahap-tahap; tahap pertama, kedua dan seterusnya sampai
akhir yang ini sangat relative bagi setiap guru.
Proses kegiatan seni pada pendekatan formal sebagai latihan keterampilan
seni dari guru kepada anak didiknya. Akibat kegiatan seni menjadi berpola
dan penuh keterikatan. Dalam pendekatan ini sama dengan metode drill
yaitu tidak memberikan kesempatan kepada anak didik untuk
mengungkapkan ide-idenya.
(b) Pendekatan Informal
42
Pendekatan ini adalah proses pengajaran seni dalam situasi atau suasana
penuh dengan kebebasan. Siswa dalam melakukan kegiatan seni dalam
keadaan benar-benar bebas melahirkan idenya. Pendekatan ini
menganggap siswa sudah berbakat sejak lahir, maka tidak perlu diberi
pengarahan dan bimbingan. Dalam hal ini anak didik disamakan dengan
seniman yang menciptakan karya seni berbobot. Apabila ada anak yang
mengalami kesulitan kegiatan seni dibiarkan begitu saja tanpa bimbingan,
dorongan atau pengarahan yang jelas, lingkungan dan guru tidak perlu ikut
campur tangan dalam pendekatan ini. Akibatnya proses pengajaran
menjadi kabur, tidak dalam suasana belajar. Pendekatan ini sama dengan
karya cipta bebas ekspresif.
(c) Pendekatan fungsional
Pendekatan ini berada di antara kedua pendekatan diatas. Namun hal ini
bukan berarti penggabungan dari kedua pendekatan tersebut. Pendekatan
ini cenderung kepada pendekatan informal. Proses pengajaran di sini guru
selalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk melahirkan ide-ide
baru yang unik dan murni. Guru sebagai pendorong, guide, dan
penghubung antara anak didik dengan seni. Jadi kepribadian anak didik
benar-benar dijunjung tinggi dan dibantu tumbuh kembangnya. Melalui
pendekatan ini anak didik akan tumbuh kembang secara sempurna baik
fisik maupun psikisnya, serta menemukan dirinya dalam pribadinya.
Selain itu juga membawa anak didik produktif dan kreatif. Pendekatan ini
sama dengan metode karya cipta terarah.
43
Menurut Drs. A. J Soehardjo ( dalam M. Sattar 1982; 28-32 ) ada
beberapa metode pembelajaran yang sering digunakan dalam proses pembelajaran
seni. Cara-cara tersebut sebagai berikut :
(a) Metode mencontoh
Pengamatan dan tangan anak akan terlatih. Kelemahan metode ini
kebebasan ekspresi bagi siswa tidak mendapat tempat, dan tumbuh
kembang anak didik secara lahiriah maupun batiniah tidak dapat
kesempatan. Sebab cara ini bertujuan mencapai hasil akhir yaitu karya
harus sama persis dengan objek yang ditiru, disini pribadi anak dianggap
sebagai alat mekanik (alat pemotret) padahal setiap individu berbeda.
(b) Metode dikte
Kesempatan anak untuk berekspresi tidak ada sama sekali. Karena
dalam metode ini kegiatan seni dibuat bertahap, yakni 1, 2 dan seterusnya
sampai selesai. Siswa harus mengikuti cara yang dilakukan guru. Metode
ini sama halnya dengan pendekatan formal.
(c) Metode karya cipta bebas
Siswa dalam melakukan kegiatan seni benar-benar bebas dalam
mengungkapkan ekspresinya. Campur tangan guru tidak ada, karena
dianggap anak didik sama dengan seniman yang tidak perlu bimbingan
dari siapapun , anak didik dianggap sudah membawa bakat sejak lahir.
Kelemahan metode ini adalah suasana mengajar yang tidak kelihatan, dan
jika anak mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan tidak perlu guru
44
untuk membimbing, anak didik dibiarkan memutuskan sendiri. Pendekatan
ini sama dengan pendekatan informal.
(d) Metode karya cipta terarah
Situasi belajar dalam metode ini dalam suasana gembira, dimana
guru dan murid sama-sama aktif. Anak didik dalam suasana senang dan
bermain dalam mengungkapkan ide-idenya dan guru dengan puas keliling
mengobservasi individu. Pada metode ini guru sebagai pendorong dan
penghubung antara seni dan anak didik. Dan ungkapan ekspresi yang unik,
baru dan murni mendapat kesempatan utama. Dengan metode ini tumbuh
dan kembangnya kepribadian anak dijunjung tinggi. Metode ini sama
halnya dengan metode fungsional. Guru memberikan batasan-batasan
tertentu sehingga siswa tidak keluar terlalu bebas, misalnya batasan seperti
memberikan tema gambar, pembatasan penggunaan alat pewarna,
pembatasan media gambar dan lain-lain. Sehingga masih ada campur
tangan guru dan siswa tidak dilepas begitu saja dalam berkarya.
(e) Metode drill
Menurut Iriaji dalam materi perkuliahan strategi pembelajaran seni
( 1999/2000 : 17-20 ) Adalah cara pembelajaran yang mana terjadi latihan
terus menerus atau mengulang-ulang materi pelajaran agar siswa mahir.
(f) Metode karya wisata
Dalam pendidikan seni rupa kegiatan seperti ini bertujuan
membina rasa dan cipta melalui mata. Dengan latihan-latihan mata yang
sebaik-baiknya rasa dan cipta dimatangkan. Banyak melihat objek-objek
yang bernilai, berarti kesensitifan rasa terpelihara dan pengamatan yang
45
amat berharga bagi pembentukan khayal dan ide diperkaya. Jadi karya
wisata berbeda dengan tamasya dimana orang pergi hanya bertujuan
mencari kesenangan dan hiburan.
(g) Metode pemberian tugas
Pengajaran seni rupa pada umumnya berupa tugas-tugas pada fase
pertama guru memberikan tugas, kedua murid melakukan kegiatan dan
ketiga murid mempertanggungjawabkan kepada guru tentang apa yang
telah dilakukan berupa hasil karya.
(h) Metode eksperimen
Pengertian umum eksperimen adalah mengerjakan sesuatu serta
mengamati proses dan hasil yang dikerjakan. Dengan ekperimen orang
mengetahui bahwa sesuatu itu benar. Bahwa inilah atau itu yang benar.
Bahwa sesuatu terdiri dari bahan –bahan tertentu. Dengan eksperimen
murid-murid akan memperoleh pengalaman pribadi yang sangat berharga.
(i) Metode contextual teaching learning (CTL)
Selain metode pembelajaran di atas, metode pembelajaran
contextual teaching learning (CTL) adalah suatu metode pembelajaran
yang dapat memotivasi siswa dalam belajar. CTL merupakan suatu paham
belajar-mengajar yang memandang pentingnya hubungan antara materi
pelajaran dengan dunia nyata. CTL melihat pentingnya dorongan dan
keterlibatan siswa untuk mampu menghubungkan konsep yang dipelajari
dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari siswa yang mampu membawa perubahan ke arah
46
yang lebih baik, lebih memberdayakan siswa dan tidak mengharuskan
siswa menghafal fakta-fakta, tetapi lebih mendorong siswa untuk
membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan objek,
pengetahuan awal yang mereka miliki, pengalaman, dan lingkungan siswa
(Nurhadi, 2003).
CTL adalah salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan
oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and
Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembagalembaga yang bergerak di bidang pendidikan di Amerika Serikat. Salah
satu kegiatan dari konsorsium tersebut adalah melatih dan memberi
kesempatan kepada para guru dari enam propinsi di Indonesia untuk
mempelajari pendekatan kontekstual di Amerika Serikat (Priyatni,
2002:1).
Pendekatan kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran afektif, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan,
masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya
(Nurhadi, 2002:5).
Strategi Pembelajaran Konstektual (CTL) berkembang dari faham
konstruktivisme. Ide utamanya ialah mengaitkan kegiatan dan persoalan
pembelajaran dengan konteks keseharian anak. Anak belajar dari dunia
47
nyata dimana ilmu pengetahuan yang dipelajari bakal digunakan. John
Dewey dalam Suyanto (2003) menyatakan bahwa pendidikan bukan
mempersiapkan anak untuk masa depan, tetapi pendidikan adalah
kehidupan itu sendiri. Ide-ide tersebut dipakai dalam kontekstual learning,
dimana siswa diajak belajar dari persoalan yang nyata dalam konteks
kehidupan sehari-hari.
Johnson (dalam Nurhadi, 2003:12) merumuskan pengertian CTL
sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat
makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan
konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, sistem CTL, akan menuntun siswa ke semua
komponen utama CTL, yaitu melakukan hubungan yang bermakna,
mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja
sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara atau merawat pribadi siswa,
mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian sebenarnya.
Pendekatan CTL menurut Suyanto (2003:2) merupakan suatu
pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas,
dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh
dalam berbagai macam mata pelajaran baik di sekolah maupun di luar
sekolah. Dua komponen penting dari strategi pembelajaran CTL adalah
self-regulation dan kolaborasi. CTL dapat membuat siswa terlibat dalam
kegiatan yang bermakna yang diharapkan dapat membantu mereka mampu
menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan konteks
48
situasi kehidupan nyata. Johnson, (2002) mengemukakan bahwa selfregulated maksudnya adalah proses pembelajaran dimana siswa bekerja
sama dalam kegiatan yang bebas secara berkelompok dimana kegiatan ini
menghubungkan pengetahuan yang telah mereka miliki dengan konteks
dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi
sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk
memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
2. Media Pembelajaran
Belajar yang efektif harus dimulai dengan pengalaman langsung atau
pengalaman konkret dan menuju kepada pengalaman yang lebih abstrak. Belajar
akan lebih efektif jika dibantu dengan media pembelajaran daripada bila siswa
tidak dibantu oleh media pembelajaran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan
hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Guru dituntut mampu menggunakan
alat-alat yang disediakan oleh sekolah, dan tidak menutup kemungkinan bahwa
alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan zaman.
49
Hamalik dalam Arsyad ( 2002 : 15 ) mengemukakan bahwa pemakaian
media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan
(motivasi) dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa.
Demikian pula dalam pembelajaran seni rupa, usaha untuk membangkitkan
motivasi belajar siswa dapat dilakukan dengan penggunaan media. Media
tersebut secara visual maupun audiovisual dapat merangsang pengalaman belajar
siswa.
Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2007:4) mengemukakan bahwa media
pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi
materi pembelajaran yang terdiri atas: buku, tape recorder, kaset, video, recorder,
film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, . Dengan kata lain, media
adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi
instruksional di lingkungan siswa yang dapat menstimulus siswa untuk belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada
umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.
Usman (2007:31) menyatakan media pendidikan, memiliki nilai sebagi
berikut.
a) Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir. Oleh karena itu,
mengurangi verbalisme (tahu istilah, tetapi tidak tahu arti)
b) Memperbesar perhatian siswa
c) Membuat pelajaran tidak mudah dilupakan
50
d) Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan
kegiatan berusaha sendiri di kalangan para siswa
e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu
f) Membantu tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan
kemampuan berbahasa
g) Sangat menarik minat siswa dalam belajar.
Sedangkan William Burton (dalam Usman, 2007:32) menyatakan bahwa
pemilihan alat peraga (media) yang akan digunakan hendaknya guru
memperhatikan hal-hal berikut.
a) Alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman
siswa serta perbedaan individual dalam kelompok.
b) Alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan.
c) Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa lebih dahulu.
d) Penggunaan alat (media) disertai kelanjutannya seperti dengan diskusi,
analisis, dan evaluasi.
e) Sesuai dengan batas kemampuan siswa.
3. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk
menentukan nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Dimyati
(1994 : 176 ). Hal yang senada dikemukakan Davis bahwa evaluasi merupakan
proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan,
kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang
lain ( Davis, 1981: 3). Merujuk kedua pendapat di atas, apabila evaluasi dikaji
51
lebih lanjut dan dikaitkan dengan pembelajaran, maka evaluasi pembelajaran
sangat dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar para siswa.
Seperti yang diungkapkan Dimyati ( 1994: 179) bahwa kedudukan evaluasi dalam
proses pendidikan sangat integratif, dalam artian dimana ada proses pendidikan
pasti diikuti evaluasi.
Evaluasi suatu materi pembelajaran dapat di representasikan dengan
penilaian hasil dan proses belajar-mengajar. Penilaian hasil belajar adalah proses
pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria
tertentu. Sedangkan penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai
tujuan-tujuan pengajaran ( Sudjana, 2008:3 ).
Masih menurut Sudjana (2008:22) evaluasi dapat ditinjau dari tiga ranah.
(a) ranah kognitif, yaitu yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek. Yakni ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi.. (b) ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,
yakni penerimaan, jawaban, atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
(c) ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan
refleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dalam buku petunjuk teknis PPL bidang studi Seni Rupa UM ( 2009 : 711 ) penilaian pembelajaran seni terbagi menjadi dua, yakni penilaian otentik
sistem penilaian berkelanjutan, dan tes.
Penialaian otentik sistem Penilaian berkelanjutan mendeskripsikan
berbagai bentuk penilaian yang merefleksikan proses pembelajaran yang dialami
52
siswa, kemampuan siswa, motivasi siswa, dan sikap yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Penilaian otentik merupakan prosedur untuk menilai kemampuan
atau kinerja siswa. Penilaian otentik dalam pembelajaran seni dilaksanakan
dengan sistem berkelanjutan. Dalam artian penilaian dilakukan dengan menilai
semua indikator yang tercantum dalam setiap kompetensi dasar diukur dengan alat
ukur yang jelas.
Masih dalam buku petunjuk teknis PPL bidang studi Seni Rupa UM
( 2009 : 7-11 ) Bentuk alat penilaian tersebut berupa portofolio siswa.
Portofolio adalah hasil pekerjaan siswa yang representatif menunjukkan
perkembangan kemampuan siswa dari waktu ke waktu. Adapun jenis-jenis dari
portofolio tersebut antara lain :
1. portofolio proses
portofolio jenis ini berisi seluruh pekerjaan siswa dalam bidang tertentu
dan kurun waktu tertentu, berisi tahapan pengalaman siswa dalam
mengerjakan tugas-tugas dalam pembelajaran. Bukti-bukti proses dan produk
terekam dengan lengkap termasuk draft kasar, sketsa, perbaikan-perbaikan
serta hasil akhir pekerjaan siswa
2. portofolio pameran
portofolio ini berisi hasil terbaik dari karya siswa yang akan dipamerkan
pada kepala sekolah, orangtua ataupun masyarakat. Portofolio jenis ini lebih
banyak berfunsi memberi penghargaan dan meningkatkan harga diri siswa
melalui publikasi karya-karyanya.
3. portofolio refleksi
53
portofolio ini berisi kumpulan proses dan hasil pekerjaan siswa dalam
bidang seni dalam kurun waktu tertentu, penilaian diri oleh siswa dalam karya
yang dihasilkan, penilaian guru terhadap karya siswa dan simpulan mengenai
kualitas proses dan hasil. Portofolio ini digunakan guru sebagai alat penilaian
dan membantu guru siswa merefleksikan apa yang telah dipelajari.
Selanjutnya selain portofolio penilaian terhadap suatu kompetensi juga
menggunakan tes seperti tes performansi . pada tes ini pengamatan penilaian
dilakukan menggunakan daftar cek atau skala rating. Pedoman penilaian pada tes
performansi berkaitan dengan masalah rubrik. Rubrik adalah pedoman penilaian
suatu performansi. Penilaian pembelajaran dapat pula berupa tes tertulis yang
mengutamakan penilaian sumatif.
Selain tes terdapat pula lembar observasi untuk mengumpulkan data
tentang aspek afektif yang terjadi dalam diri siswa. Partisipasi siswa dalam
pembelajaran dan respon siswa dalam kegiatan berkarya seni. Observasi
merupakan suatu metode untuk mengadakan pencatatan secara sistematis tentang
tingkah laku seseorang dengan cara mengamati objek secara langsung maupun
tidak langsung.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian berjudul ― Usaha Guru dalam Memotivasi Belajar
Siswa Kelas VII Pada Pembelajaran Menggambar Bentuk di SMPN 1 Kota
Blitar‖ bertujuan untuk mengetahui usaha guru dalam memotivasi siswa dalam
pembelajaran Menggambar Bentuk. Berdasarkan tujuan tersebut, maka penelitian
ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penentuan sifat penelitian yang
deskriptif ini mengacu pada penjelasan (Arikunto, 2006: 25), yaitu apabila peneliti
bermaksud mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana, berapa
banyak, sejauh mana dan sebagainya maka penelitian bersifat deskriptif.
Tujuan dari penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk mengangkat
fakta, keadaan, variable dan fenomena-fenomena yang terjadi saat sekarang
(ketika penelitian berlangsung ) dan menyajikan apa adanya. Penelitian deskriptif
ini menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang terjadi
dan dialami sekarang, sikap dan pandangan yang menggejala saat sekarang,
hubungan variable dan kondisi atau lebih, pengaruh terhadap suatu kondisi,
perbedaan - perbedaan fakta dan lain-lain. Masalah-masalah yang diselidiki di
atas memungkinkan penelitian deskriptif memiliki metode yang mengarah pada
studi komparatif, yaitu membandingkan persamaan dan perbedaan gejala tertentu.
Kegiatan studi deskriptif meliputi pengumpulan data, analisis data, interpretasi
54
55
data serta diakhiri dengan kesimpulan yang didasarkan pada penganalisisan data
tersebut.
Penelitian deskriptif cenderung tidak melakukan ataupun pengontrolan
perlakuan pada subjek penelitian. Seperti yang diungkapkan oleh M.Subana dan
Sudarajat ( 2001 :27 ) bahwa bila data yang diolah tinggal mengambil,
memeriksa, mengumpulkan atau paling tidak peneliti memberi tugas, memberi
tes, wawancara dan kemudian dikumpulkan , maka penelitian yang dilakukan
adalah jenis deskriptif.
Dalam kegiatan penelitian ini peneliti tidak merumuskan hipotesa karena
tidak bermaksud membuktikan sesuatu, melainkan hanya mendeskripsikan
tentang suatu keadaan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ari Kunto ( 1998:194)
bahwa pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis.
Peneliti hanya mendeskripsikan apa yang menjadi rumusan masalah dari hasil
yang terdapat di lapangan.
Bertolak dari tujuan penelitian maka peneliti menyimpulkan bahwa
peneliti menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yang disusun dengan
menggunakan suatu pola tertentu dan dianalisis dengan menggunakan teknik
analisis deskriptif dengan pendekatan prosentase (%). Dalam penelitian ini
terdapat data primer dengan data sekunder kuantitatif. Sarwono (2006:268)
mengemukakan untuk penelitian jenis ini data yang dihasilkan dari penelitian
kualitatif merupakan sumber informasi utama, sedangkan data sekunder
kuantitatif dijadikan sebagai data pelengkap (complementary data).
Selanjutnya diinterpretasikan yang kemudian diambil kesimpulan
dengan mengacu pada tujuan penelitian atau jawaban variable penelitian.
56
B. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian diperlukan untuk merumuskan bagaimana
penelitian ini dilaksanakan agar penelitian dapat berjalan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Moleong (1988: 202) mendefinisikan rancangan penelitian
sebagai usaha merencanakan dan menentukan segala kemungkinan dan
perlengkapan yang diperlukan dalam sesuatu penelitian kualitatif. Oleh karena itu
sebelum menetapkan rancangan penelitian, peneliti mengadakan observasi untuk
mengetahui permasalahan dan kondisi di SMP Negeri 1 Kota Blitar. Disamping
itu juga dilakukan diskusi dan wawancara dengan guru bidang studi sebagai mitra
peneliti.
Dari wawancara dengan Ibu F. Anjar Indinasiati S.Pd selaku guru seni
rupa di sekolah tersebut, maka didapatkan masalah pembelajaran Kesenirupaan di
kelas VII SMP Negeri I Kota Blitar adalah Kurangnya motivasi belajar dan hasil
belajar siswa dalam mengikuti pelajaran Seni Budaya pada materi mengggambar
bentuk. Dengan berpedoman pada observasi awal tersebut, maka dilaksanakan
Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nazir (2006 : 60)
untuk membuat rancangan penelitian diperlukan subjek yang digunakan dengan
teknik pengumpulan data. Selain itu diperlukan pengkategorian sifat-sifat atau
atribut atau hal-hal lain yang sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan.
C. Lokasi, waktu dan Sasaran Penelitian
1. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 kota Blitar. Pemilihan lokasi
penelitian tersebut karena sekolah tersebut merupakan sekolah unggulan atau
57
favorit di kota Blitar sehingga masyarakat memiliki pandangan bahwa mutu
pendidikan dan mutu pengajar serta pelajar di sekolah tersebut lebih tinggi
dibanding sekolah negeri lainnya. Lokasi penelitian ini bertempat di JL. A.Yani
kota Blitar. Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran
2010/2011.
2. Sasaran
Di SMP Negeri 1 kota Blitar terdapat dua guru Seni Budaya yang
berbasis seni rupa dan seni tari. Sekolah mengadakan kebijakan pembagian
pembelajaran seni budaya kedalam dua bagian yaitu seni rupa dan seni tari.
Sehingga aspek pembelajaran seni rupa dan seni tari tidak terintegrasi dalam
pelajaran seni budaya secara bersamaan. Oleh sebab itu sejak kelas VII siswa
diberi kebebasan untuk memilih mengikuti pembelajaran seni budaya aspek seni
tari atau aspek seni rupa. Pilihan siswa dalam pembelajaran seni budaya tersebut
akan diikuti siswa hingga siswa ke jenjang kelas IX.
Sasaran penelitian ini adalah guru seni budaya yang mengadakan
pembelajaran seni rupa yang ada di SMP Negeri 1 kota Blitar. Dalam hal ini yang
menjadi fokus penelitian adalah pembelajaran seni rupa sub bab menggambar
bentuk dan usaha guru dalam memotivasi belajar siswa yang ditinjau dari
metode, media, dan evaluasi. Hal tersebut meliputi pendekatan yang digunakan,
penggunaan media dan sumber pembelajaran, pengelolaan kelas, pengelolaan
interaksi belajar mengajar, dan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Adapun
siswa yang akan dijadikan objek penelitian adalah siswa kelas VII yang
mengambil pilihan pembelajaran seni budaya sub seni rupa.
58
D. Data dan Sumber data
Data merupakan hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta-fakta
ataupun angka-angka. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah
mengenai informasi usaha guru dalam memotivasi siswa pada pembelajaran
menggambar bentuk. Usaha untuk memotivasi tersebut ditinjau dari segi teknik,
media, dan evaluasi yang digunakan pada pembelajaran menggambar bentuk.
Data ini diperoleh dari sampel yang telah ditentukan sejak awal. Sumber data
dalam penelitian ini adalah guru Seni Budaya di SMPN 1 Kota Blitar yang
mengajar mata pelajaran Seni Rupa kelas VII dan siswa kelas VII terpilih (siswa
yang mengikuti materi seni rupa ) dari SMP Negeri 1 kota Blitar.
E. Jenis data
Jenis data yang akan didapatkan adalah data kuantitatif dan kualitatif.
Data tersebut akan dikelompokkan menjadi 2, yakni data primer dan data
sekunder.
1. Data primer
Adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Data
primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti dengan mewawancara
informan atau subjek penelitian mengenai variabel yang mencakup masalah
usaha tentang memotivasi siswa dalam pembelajaran menggambar bentuk.
Pengumpulan data ditunjang dengan menggunakan lembar observasi tentang
usaha guru dalam memotivasi siswa saat pembelajaran berlangsung.
59
2. Data sekunder
Adalah data kuantitatif yang diperoleh dari hasil belajar siswa serta
angket tanggapan siswa sebagai trianggulasi dan pendukung data primer.
secara tidak langsung data tersebut untuk mendukung penguatan informasi
yang disampaikan. Kesan siswa terhadap usaha guru dalam meningkatkan
motivasi belajar siswa dari hasil angket siswa dan hasil belajar berupa nilai
dimaksudkan dapat membantu peneliti untuk memperkuat data primer.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasil yang
didapatkan lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, sistematis, sehingga lebih
mudah diolah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar observasi serta
wawancara terstruktur. Dalam proses penelitian, peneliti menggunakan instrumen
penunjang untuk menghindari penyimpangan data dari fokus penelitian yang telah
dirumuskan. Instrumen penunjang, rekaman wawancara dan foto. Berikut
perumusan tentang instrumen yang akan digunakan pada penelitian.
3.1 Tabel teknik pengumpulan data instrumen dan sumber data
No
1.
2.
Data
Usaha
memotivasi
Rencana dan
metode
pembelajaran
Usaha
memotivasi
melalui media
Teknik
pengumpulan
data
Observasi,
dokumentasi
dan
wawancara
Dokumentasi,
Observasi dan
wawancara
Instrumen
Sumber data
lembar observasi,
pedoman
wawancara,
kamera foto
Silabus, RPP,
Guru,
Aktifitas
guru dan
siswa
Silabus, RPP,
Guru,
Aktifitas
guru dan
lembar observasi,
pedoman
wawancara,
kamera foto
60
siswa
3.
Usaha
memotivasi
melalui evaluasi
Observasi dan
wawancara
dan kuesioner
Lembar angket
Suasana
dan lembar
KBM, guru
observasi, kamera, dan siswa
pedoman
wawancara
G. Prosedur Pengumpulan Data
Guna mempermudah peneliti untuk mengambil data, maka dibutuhkan
prosedur yang sistematis. Mills dalam Budiyono (2007: 106) mengemukakan
teknik pengumpulan data kedalam bagan sebagai berikut:
Teknik pengumpulan Data
Experiencing
(pengamatan dan
catatan Lapangan)
- Observasi Partisipasi
- Observasi aktif
- Observasi pasif
Enquiring
(Menanyakan)
- Analisis Dokumen
- Interview terstruktur
- Kuesioner
Examining
(Menggunakan dan
Membuat rekaman)
- Analisis dokumen
- Catatan harian
- Pemetaan kelas
- Rekaman
tape,video
- Artifak
- Catatan lapangan
Gambar 3.1 Bagan teknik pengumpulan data Mills
Berlandaskan bagan Mills tersebut maka dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data yang dilakukan peneliti, pertama adalah terjun dalam kelas
ketika guru mengajar pembelajaran menggambar bentuk dengan cara mengadakan
observasi untuk mengamati kreativitas guru dalam proses pembelajaran
61
menggambar bentuk (experiencing). Pengamatan ini dilakukan dengan
menggunakan lembar observasi. Kedua, diskusi langsung dengan guru mata
pelajaran seni budaya dengan cara melakukan wawancara terstruktur di lokasi
penelitian (enquiring). Ketiga, melakukan pengambilan data berupa penyebaran
angket untuk mengetahui respon siswa dan kemudian melakukan analisis
dokumen dan catatan lapangan (examining).
Waktu penelitian berkisar pada semester gasal ketika diajarkan materi
menggambar bentuk pada siswa kelas VII. Pada rentang bulan September hingga
November. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 kota Blitar. Berdasarkan
caranya maka data akan diambil dengan teknik sebagai berikut :
1. Pengamatan terlibat atau observasi langsung
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan terlibat secara pasif.
Peneliti tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa.
Peneliti hanya mengamati interaksi yang terjadi baik dengan temantemannya ataupun dengan pihak luar seperti guru ( Patilima, 2005: 83).
Observasi dilakuan untuk mendapatkan data tertulis dari lapangan. Segala
faktor yang turut berpengaruh terhadap proses dapat diperhitungkan dan
dicatat melalui teknik ini. Observasi ini berfokus pada usaha guru seni
budaya dalam memotivasi siswa pada pembelajaran menggambar bentuk.
Usaha tersebut ditinjau dari metode mengajar yang digunakan, media ajar
yang digunakan dan evaluasi yang digunakan.
2. Wawancara
Menurut Moloeng ( 2000 : 135 ), wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Wawancara dilakukan dengan mengadakan wawancara
62
terstruktur. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada
guru seni budaya yang mengajar seni rupa. Wawancara dilakukan oleh
peneliti guna memperoleh data yang mendukung hasil observasi data
primer.
3. Angket atau kuesioner
Kusioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui, Arikunto (2006:151)
Peneliti menggunakan angket terbuka dan tertutup dalam pengumpulan
data. Angket disini hanya terfokus pada segi motivasi dalam proses belajar
menggambar bentuk yang disebarkan untuk seluruh siswa yang dijadikan
subjek penelitian.
Angket meminta keterangan tentang fakta yang diketahui oleh responden
mengenai pendapat atau sikap. Angket yang diguanakan adalah kombinasi
angket terbuka dan tertutup agar dapat diketahui jawaban alternatif yang
dimiliki responden.
4. Dokumentasi
Hamidi ( 2004 :72 ) menyatakan dokumentasi berupa informasi yang
berasal dari catatan penting baik lembaga ataupun organisasi maupun
perorangan . Peneliti menggunakan metode dokumentasi ini pada jenis
data gambar (foto) tentang kegiatan pembelajaran menggambar bentuk,
foto interaksi belajar dan media ajar yang dipergunakan guana mendukung
kelangsungan pembelajaran. Serta portofolio gambar yang diperoleh dari
hasil belajar siswa.
63
H. Teknik Analisis Data
Analisis data meliputi kegiatan klasifikasi data, penyajian data, dan
penilaian keberhasilan usaha yang ditempuh guru. Data yang diambil oleh peneliti
adalah data dari segi aspek guru dan aspek siswa. Aspek guru yang diamati yakni
pada usahanya untuk memotivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar
bentuk ditinjau dari metode, media dan evaluasi ajar yang digunakan. Sedangkan
aspek siswa, peneliti menilai dari segi motivasi dan hasil belajar. Miles &
Huberman dalam Patilima (2005:100) menggambarkan komponen analisis data
sebagai berikut
Penyajian
data
Pengumpulan
data
Teori usaha
guru dan
motivasi
belajar siswa
Reduksi
data
Kesimpulankesimpulan
Penarikan/verifikasi
Temuan
Penelitian
Gambar 3.2 Bagan alur konfirmasi analisis data Miles Huberman
Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif, analisis data ini
dilakukan sepanjang penelitian dari awal sampai akhir penelitian. Analisis data
dilakukan terhadap motivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk
dan usaha guru dalam memotivasi siswa pada pembelajaran menggambar bentuk.
Usaha guru dianalisis dengan mengamati kegiatan pembelajaran.
64
Dalam hal ini usaha yang diamati meliputi (a)metode yang digunakan
dalam pembelajaran, (b) media yang digunakan dalam pembelajaran, dan (c)
evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran.
Pengamatan terhadap usaha guru dianalisis dengan mencatat,
mengidentifikasi, dan menyimpulkan berdasarkan teori dalam pembelajaran
menggambar bentuk. Selain pengamatan, usaha guru juga dapat diungkap melalui
wawancara yang bertujuan untuk mengidentifikasi indikator usaha guru dalam
pembelajaran menggambar bentuk.
Sedangkan motivasi siswa dianalisis menggunakan angket tanggapan
dan nilai hasil belajar. Berdasarkan pengumpulan data diatas maka sesuai dengan
rancangan penelitian, akan diperoleh data kuantitatif yang dianalisis
menggunakan analisa deskriptif dengan pendekatan statistik sederhana yaitu
presntase ( %). Hasil analisa kuantitatif tersebut akan diinterpretasikan untuk
memberi makna pada prosentase yang ditemukan. Prosentase tersebut dianalisis
sebagai berikut:
Pr = ∑ F x 100%
N
Keterangan :
Pr = Prosentase
∑ F= Ʃ frekuansi jawaban terhadap suatu option
100% = konstanta, Winarsunu (dalam Purnomo, 2007:80)
Masih dalam Purnomo (2007:81) hasil dari presentasi tersebut akan
diinterpretasi dengan rambu- rambu sebagai berikut:
65
Tabel 3.2 Interpretasi prosentasi
Kategori
Rentangan presentase
A
81% - 100%
B
61% - 80%
C
41% - 60%
D
21% - 40%
E
0% - 20%
Keterangan
Dianggap pada
umumnya
Ini berarti seluruhnya
Dianggap sebagian
besar
Dianggap sekitar
Ini berarti sebagian
Dianggap sebagian
kecil
Dianggap sedikit
sekali
Secara garis besar prosedur analisis data tersebut dilaksanakan bertahap
sebagai berikut:
1. Tahap pengolahan data
Pengolahan data merupakan bagian awal dari proses analisis data.
Pengolahan meliputi :
a) Checking : yaitu kegiatan pencocokan yang dimaksudkan untuk
melihat jumlah instrumen yang terkumpul
b) Editing : dilakukan untuk meninjau (1) lengkapnya pengisian, (2)
keterbacaan tulisan, (3) kejelasan makna jawaban, (4)
keajegan kesesuaian jawaban yang satu dengan yang
lainnya, (5) relevansi jawaban, dan keseragaman satuan
data.
c) Labeling : peneliti memberikan identitas yang spesifik atas
instrumen yang terkumpul seperti jenis instrumen, dan
identitas responden.
66
d) Coding : peneliti berusaha untuk mengklasifikasikan jawabanjawaban responden menurut macam dan sifatnya.
Untuk memudahkan paparan data dan analisis, maka
dilakukan coding atau pengkodean terhadap data tesebut.
2. Tahap pengorganisasian data
Pengorganisasian data merupakan kegiatan pokok dalam
analisis data yang mencakup kegiatan mengelompokkan,
menyederhanakan dan menyajikan data serta menerapkan statistik.
Karena variabel yang diukur adalah variabel sikap, maka skala
pengukuran pada penelitian ini termasuk skala ordinal yang nantinya
menggunakan analisis deskriptif .
3. Tahap penemuan hasil
Kegiatan pada tahap ini peneliti berupaya menginterpretasi
hasil analisis data. Atas dasar interpretasi inilah peneliti menarik
kesimpulan atau verifikasi. Menurut Iqbal Hasan ( 2002 : 137-138)
Interpretasi memiliki dua aspek sebagai berikut:
(1) untuk menegakkan keseimbangan suatu penelitian, dalam
pengertian menghubungkan hasil suatu penelitian dengan
penemuan penelitian lainnya.
(2) Untuk membuat atau menghasilkan suatu konsep yang bersifat
menerangkan atau menjelaskan
67
I. Kehadiran Peneliti
Peneliti sebagai instrument pengumpul data dengan bantuan instrument
lain berupa kerangka wawancara, lembar observasi dan angket tanggapan.
Kehadiran peneliti diketahui subyek. Karena penelitian ini berupa penelitian
deskriptif maka kehadiran peneliti disini yaitu sebagai instrumen yang dibantu
oleh informan. Menurut Moloeng ( 2001 : 121 ) kedudukan peneliti dalam
penelitian adalah perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir
data dan pada akhirnya pelapor hasil penelitian.
J. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
diskusi teman sejawat mengenai usaha guru dalam penggunaan metode, media,
dan alat evaluasi. Selain, diskusi dengan teman sejawat, pengecekan keabsahan
data ini juga dilakukan dengan diskusi dosen pembimbing mengenai usaha guru
dalam pembelajaran menggambar bentuk.
Selain hal tersebut, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu
(Moloeng, 2006: 176 ). Menurut Paton dalam Moloeng ( 2000:178 ), trianggulasi
dengan sumber berarti membandingkan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan : (1) membandingkan data hasil
pengamatan dengan wawancara; (2) membandingkan hasil wawancara dengan isi
suatu dokumen yang berkaitan.
68
Bungin ( 2005: 191) lebih jauh lagi memberi gambaran bahwa dalam
teknik triangulasi ini peneliti harus memastikan terhimpunnya catatan harian
wawancara dengan informan serta catatatan harian observasi. Selanjutnya peneliti
melakukan uji silang terhadap materi tersebut untuk memastikan tidak ada
informasi yang bertentangan. Namun bila didapati ada catatan kedua metode yang
tidak relevan, maka peneliti harus mengkonfirmasi perbedaan kepada informan.
Hasil konfirmasi tersebut diujikan kembali dengan informasi-informasi
sebelumnya dari informan atau sumber lain. Bila masih terdapat perbedaan maka
peneliti harus terus menelusuri perbedaan tersebut sampai diketemukan sumber
perbedaan tersebut.
Proses triangulasi tersebut dilakukan terus-menerus sepanjang proses
pengumpulan data dan analisis data samapai peneliti yakin bahwa sudah tidak ada
lagi perbedaan-perbedaan yang perlu dikonfirmasikan kepada informan.
BAB IV
PAPARAN DATA
A. Gambaran Umum SMP Negeri 1 Kota Blitar
SMP Negeri 1 Blitar terletak di jantung kota dengan alamat jalan
Ahmad Yani No. 8. SMPN yang berciri bangunan peninggalan Belanda ini
berdiri pada tahun 1946. Sebagai lembaga pendidikan SMP tertua di kota
Blitar, SMPN 1 Blitar mendapat kepercayaan masyarakat kota Blitar dan
sekitarnya sebagai SMP favorit. Dengan kurun waktu yang cukup tua SMP
Negeri 1 Blitar telah berhasil mencetak generasi-generasi yang unggul dan
kompeten di pemerintahan maupun non pemerintahan, seni dan budaya, dan
juga dibidang teknologi. Sebagai SMP Negeri Favorit di kota Blitar , SMPN 1
telah menempati peringkat 4 Nasional dari 102 sekolah untuk uji mutu RSBI
se-Indonesia tahun pelajaran 2008/2009, dengan demikian mengukuhkan
posisinya sebagai 10 Besar Nasional RSBI tahun pelajaran 2009/2010.
Gambar 4.1 Gedung SMP Negeri 1 Blitar
69
70
Sebagai sekolah kebanggan kota Blitar, SMP Negeri 1 Blitar memiliki
fasilitas yang lengkap untuk menunjang sarana belajar siswa. Seperti Fasilitas
ruang Kesenian/Koreografi, Laboratorium IPA, Ruang Belajar, Perpustakaan,
ruang Multimedia, ruang seni Seni Musik, PTD, Laboratorium Bahasa,
Laboratorium Komputer, Ruang Seni Rupa, dan Aula atau ruang serbaguna.
Di SMPN1 Blitar Mata pelajaran Seni Budaya ( Rupa) diajar oleh Ibu
Anjar Indinasiati, S.Pd. Alumnus dari IKIP Malang program Diploma 2 FPBS
jurusan Pendidikan Seni Rupa tahun 1984. Ibu Anjar telah aktif mengajar
sejak lulus pada tahun 1984. Pada tahun 2009 beliau memenuhi syarat
kompetensi sebagai guru Seni Budaya yang tersertifikasi. Dalam kurun waktu
18 tahun Ibu Anjar mengajar di SMPN 8 Blitar, kemudian 7 tahun terakhir ini
beliau mengajar di SMPN 1 Blitar.
Sebagai guru Seni Budaya Ibu Anjar aktif mengikuti pameran dan
workshop seni. Selain itu Beliau tergabung dalam Dewan Kesenian Kota
Blitar dan MGMP Seni Budaya kota Blitar. Sebagai pembina ekstra kurikuler
kesenian Ibu Anjar telah banyak menghantarkan peserta didiknya menjuarai
berbagai lomba. Dalam bidang kesenian, pada tahun 2010 ini SMPN 1 Blitar
meraih penghargaan sebagai juara harapan 2 desain batik nasional, juara 1
desain batik tingkat regional dan juara harapan 1 lomba melukis se-Jatim.
Di kelas VII, ada 8 kelas yang mengikuti mata pelajaran bidang Seni
Rupa. 5 kelas SBI dan 3 kelas reguler. Kelas SBI terdiri dari kelas VII A,VII
B,VII C, VII D, dan VII E. Sedangkan selebihnya VII F, VII G dan VII H
merupakan kelas reguler.
71
Dari data yang telah dihimpun peneliti selama di lapangan diperoleh
keterangan bahwa ada delapan kelas yang mengikuti pembelajaran seni rupa
dengan jumlah siswa yang berbeda-beda di tiap kelas. Secara keseluruhan
kelas VII yang mengikuti pembelajaran seni budaya (rupa) berjumlah 92 siswa
dari 230 siswa. Selebihnya 138 siswa memilih mengikuti pembelajaran seni
budaya (musik). Dengan demikian sebanyak 41,3 % siswa kelas VII memilih
mengikuti pelajaran Seni Rupa, sedangkan 58,7 % lainnya memilih mengikuti
pembelajaran seni musik.
Mengingat jumlah anak yang mengikuti pembelajaran Seni rupa relatif
sedikit di tiap kelas, maka demi kefisienan dan keefektifan pembelajaran,
kelas-kelas tersebut digabung dan dibagi menjadi empat bagian. Sehingga
setiap dua kelas dijadikan satu kelas gabungan. Adapun jadwal
dilangsungkannya pembelajaran tersebut dapat diperhatikan dalam tabel.
Tabel 4.1 jadwal pembelajaran seni rupa kelas VII tahun ajaran 2010/2011
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
KELAS
VII-A
VII-B
VII-C
VII-D
VII-E
VII-F
VII-G
VII-H
Jumlah siswa
Ʃ siswa yang mengikuti
pembelajaran Seni rupa
10
11
17
16
9
15
10
7
92
Jadwal pembelajaran
Seni Rupa
Selasa jam ke 5-7
Senin jam ke 3-5
Selasa jam ke 3-5
Selasa jam ke 3-5
Rabu jam ke 3-5
Senin jam ke 3-5
Selasa jam ke 5-7
Rabu jam ke 3-5
72
B. Usaha Guru dalam Memotivasi Siswa
1. Usaha Guru dalam Memotivasi Siswa Ditinjau dari Rencana dan Metode
Pembelajaran Yang Digunakan
Rencana guru untuk memotivasi siswa diwujudkan dalam silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Kemudian direalisasikan melalui
metode pembelajaran. Dalam silabus, rencana pemotivasian siswa masih
berupa kompetensi dasar yang merupakan tujuan akhir adanya motivasi
belajar siswa. Sedangkan dalam RPP, guru mulai merencanakan cara untuk
mencapai kompetensi dasar yang akan dilaksanakan dengan metode tertentu.
Sebagai contoh, Kompetensi dasar 2.1 pada silabus mata pelajaran seni
budaya (data dokumen kode: D.1/SILABUS/VII.1/SMPN 1 BLITAR/ 20102011) adalah menggambar bentuk dengan obyek karya seni rupa terapan tiga
dimensi dari daerah setempat. Pencapaian kompetensi dasar ini dilakukan
sebagaimana yang terdapat pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Dimana
upaya pemberian motivasi siswa direncanakan untuk disajikan pada kegiatan
pendahuluan pembelajaran (data Dokumen Kode: D.2/RPP/VII.1/SMPN 1
BLITAR/2010-2011).
Terkait dengan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat Ibu Anjar,
berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah peneliti lakukan, Ibu
Anjar melangsungkan proses belajar mengajar dengan tiga tahap, yaitu tahap
pendahuluan, tahap inti, dan penutup. Hal tersebut selalu dilakukan di awal
pemberian materi baru. Penerapannya sama untuk setiap kelas VII yang dibina
oleh Ibu Anjar.
73
Berdasarkan keadaan di lapangan, pada pembelajaran menggambar
bentuk ini, tahap pendahuluan biasanya dimulai dengan guru mengucapkan
salam,selanjutnya guru berusaha untuk mengkondisikan siswa agar siap
memulai pelajaran, misalnya dengan bertanya tentang pelajaran atau tugas yang
telah diberikan pada pertemuan sebelumnya ( data hasil observasi: DO.2/ SMPN
1 BLITAR/19/10/2010) pemberian wacana tentang kegunaan materi yang
diajarkan dan bertanya tentang hal-hal yang berkenaan dengan materi yang akan
disampaikan oleh guru. Untuk membangkitkan semangat belajar siswa, Ibu
Anjar memperjelas tujuan dan kegunaan dari materi menggambar bentuk. Ibu
Anjar memberikan wacana tentang pentingnya menggambar bentuk sebagai
dasar dari penguasaan keahlian menggambar. Di awal materi Ibu Anjar juga
menyampaikan kegunaan dari kemampuan menggambar bagi kehidupan siswa
nantinya.
Setelah kegiatan pendahuluan dan keadaan kelas sudah mulai kondusif,
maka kegiatan inti pembelajaran dimulai. Pada kegiatan ini guru mulai
memberikan penjelasan tentang uraian materi menggambar bentuk, menentukan
tema dan ketentuan dalam menggambar. Setelah memberi penjelasan materi, Ibu
Anjar memberi penugasan menggambar kepada siswa kemudian mengecek
pekerjaan siswa satu persatu dan membetulkan, mengarahkan serta memberi
contoh tentang gambar bentuk yang baik dan benar.( hasil observasi:
DO.2/SMPN1 BLITAR/9/11/2010)
Selanjutnya pengelolaan interaksi belajar dengan siswa dilakukan lewat
pengecekan pekerjaan siswa satu persatu saat proses berkarya. Dari hal ini juga
Ibu Anjar tahu lebih jauh kesulitan siswa dan dapat langsung memberi solusi
74
juga sisipan materi-materi seperti bagaimana cara mengarsir, menentukan
proporsi, menentukan ketepatan garis dan sebagainya. Ketika menemui
pekerjaan siswanya salah, Ibu Anjar langsung memberi solusi dan memberi
contoh pembetulan dibagian pekerjaan siswa yang salah.
Gambar 4.2 Monitoring pekerjaan siswa di kelas VII-D dan VII-H
Bagi sebagian besar siswa kelas VII cara tersebut membantu siswa
untuk memperbaiki pekerjaannya serta meningkatkan kesadaran siswa untuk
memperbaiki karyanya sebaik dan sebetul mungkin. Namun tidak semua siswa
berpandangan dan bersikap demikian (hasil angket penelitian: AP/VII/SMPN1
BLITAR). Sebagian besar siswa yang pro-aktif dalam pembelajaran, jika
mereka menemui kesulitan maka mereka tidak segan bertanya kepada Ibu
Anjar. Dengan demikian tercipta interaksi dua arah dalam pembelajaran
menggambar bentuk.
75
Gambar 4.3 interaksi siswa-guru selama pembelajaran berlangsung
Namun demikian dari kelas gabungan tersebut tidak semua siswa proaktif dan bersungguh-sungguh dalam pembelajarn menggambar bentuk ini.
Misalnya seperti kasus yang peneliti temukan. Di kelas VII D dan VII H,
pada tanggal 10 November 2010 (DO.3/ SMPN 1 BLITAR/19/10/2010). saat
pembelajaran menggambar bentuk sub benda kubistis, beberapa siswa yang
duduk di bagian belakang nampak tidak fokus dan kebingungan mengikuti
penjelasan dan penugasan yang diberikan oleh guru. Karena merasa tidak bisa
mengikuti pelajaran dengan baik, mereka tidak berusaha menyelesaikan
pekerjaannya. Beberapa siswa tersebut tidak mencoba bertanya dan hanya
menunggu Ibu Anjar menghampiri dan mengecek pekerjaan mereka.
Kemudian, pada penutup yang merupakan tahapan paling akhir dalam
proses belajar-mengajar. Ibu Anjar menyimpulkan tentang apa yang telah
dipelajari pada pertemuan tersebut, dan apabila karya belum selesai bisa
dilanjutkan di rumah kemudian pada pertemuan selanjutnya dapat diteruskan
76
kembali. Karena materi menggambar bentuk merupakan materi pelajaran yang
banyak mengandung praktek, keterbatasan waktu sering menjadi kendala bagi
pengecerapan materi secara cepat. Dalam pemberian tugas, tidak semua siswa
mengumpulkan tugas sesuai dengan tenggat waktu, beberapa ada yang melebihi
tenggat waktu yang telah ditentukan.
Metode yang digunakan oleh Ibu Anjar selaku guru seni rupa yakni
ceramah dan pemberian contoh karya. Sebagai pendekatan dalam proses
pembelajaran, strategi yang di gunakan adalah CTL ( contextual learning).
Metode menggambar yang diacu mengarah kepada metode karya cipta terarah
dimana siswa mencipta gambar dengan tema dan bentuk yang telah ditetapkan
oleh guru. Sedangkan pendekatan menggambar yang digunakan pada
pembelajaran ini ada dua yakni pendekatan dengam model (untuk gambar
bentuk silindris) dan pendekatan tanpa model (untuk gambar bentuk kubistis).
Metode guru dalam memotivasi siswa untuk belajar tercermin pada
kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Untuk memotivasi siswa, guru
menggunakan 3 metode, yaitu :1) menyampaikan tujuan pembelajaran, 2)
melaksanakan pendekatan CTL (contextual teaching and learning) dalam
pembelajaran, dan 3) melakukan monitoring kegiatan belajar di kelas. Hal ini
sesuai dengan hasil wawancara dengan Ibu Anjar Indinasiati (guru Seni Rupa
SMP Negeri 1 Blitar). Berikut ini petikan hasil wawancara dengan ibu Anjar
Indinasiati:
Selama mengajar menjadi guru seni rupa, saya menggunakan
pendekatan CTL karena pendekatan tersebut sesuai untuk karakteristik
siswa di kelas saya. Dengan menggunakan pendekatan yang demikian
siswa akan dapat memahami pembelajaran dan mengkaitkannya langsung
dengan dunia nyata. Karena sesungguhnya seni rupa itu kan terintegrasi
dengan mata pelajaran yang lainnya juga,tidak bisa berdiri sendiri. saya
77
selalu menekankan ke anak-anak kalau pelajaran yang satu dengan yang
lainnya itu pada dasarnya selalu berkaitan.
... Dalam sekali tatap muka, seperti biasa pasti ada awal,inti dan
penutup. Di awal pembelajaran saya menyiapkan dan mengkondisikan
kelas, umumnya saya beri siswa pengantar sebelum masuk ke materi
ajar...
...Kemudian saya lalu berkeliling mengecek pekerjaan anak satu
persatu. Kalau tidak selesai pekerjaan bisa dibawa pulang untuk
diselesaikan di rumah...
... Kalau memberikan hadiah, atau hukuman saya rasa tidak pernah.
Anak-anak di SMP1 itu kan anaknya nurut-nurut dan mudah diajari jadi
mengarahkan anak-anak untuk memahami pelajaran tersebut ya jadi lebih
mudah....
(Hasil wawancara dengan ibu Anjar Indinasiati, Kode: DW/
AI/18/10/2010)
Hasil observasi yang dilakukan peneliti mendukung keterangan yang
disampaikan Ibu Anjar Indinasiati. Berdasarkan observasi yang dilakukan
pada tanggal 19 Oktober 2010 pada saat kegiatan belajar mata pelajaran Seni
Rupa didapatkan fakta bahwa guru menyampaikan tujuan pembelajaran pada
kegiatan pendahuluan. Metode pembelajaran CTL diterapkan guru dengan
memanfaatkan media real berupa contoh benda, seperti : vas, guci dan gelas.
Selama proses pengerjaan karya dalam kelas, guru melakukan monitoring
dengan cara keliling dan mengecek kegiatan di sana (data hasil Observasi,
Kode: DO.1/SMPN 1 BLITAR/19/10/2010).
Hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 9 Nopember 2010
memperkuat data temuan sebelumnya. Dari observasi ini ditemukan fakta
bahwa guru berusaha memotivasi siswa di awal penyampaian materi
pembelajaran. Guru memberi wacana tentang pentingnya penguasaan
kemampuan menggambar bentuk bagi kehidupan siswa nantinya. Guru
menyampaikan siswa dapat membuat desain-desain yang diinginkan dari
kemampuan menggambarnya. Lebih jauh materi yang dikuasai sekarang akan
78
dikembangkan ke tingkat yang lebih kompleks ketika siswa menempuh
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. guru memberi contoh bila siswa ingin
melanjutkan pendidikan dan memasuki sekolah kejuruan, maka akan bertemu
materi gambar yang lebih kompleks seperti gambar teknik, demikian halnya
ketika di SMA, siswa akan menemui gambar perspektif yang lebih kompleks.
Selain memberi wacana guru memonitoring pekerjaan siswa dengan
mengecek satu persatu dan membetulkan kesalahan-kesalahan siswa (data
observasi, Kode: DO.2/SMPN 1 BLITAR/9/11.2010).
Lebih jauh lagi, penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data dari
siswa melalui angket. Hasil analisis data angket yang disebar kepada 92 orang
siswa didapatkan kesimpulan bahwa pada umumnya siswa mendapatkan
penjelasan dari guru mengenai tujuan pembelajaran yang akan dipelajari pada
awal dimulainya pelajaran. Dari 92 orang siswa, sebanyak 88 (95,7%)
merasakan mendapat penjelasan dari guru mengenai tujuan pembelajaran yang
akan dipelajari pada awal dimulainya pelajaran. Sedangkan sisanya, sebanyak
11 (4,3%) tidak merasakan adanya penjelasan dari guru mengenai tujuan
pembelajaran yang akan dipelajari pada awal dimulainya pelajaran (data
angket, kode: AP/ VII/SMPN 1 BLITAR).
Selain itu, dari data angket didapatkan pula keterangan bahwa pada
umumnya siswa memahami materi yang telah disampaikan oleh guru. Dari 92
orang, sebanyak 80 (87%) menyatakan memahami memahami materi yang
telah disampaikan oleh guru. Sedangkan sisanya, sebanyak 12 siswa (13%)
menyatakan tidak memahami materi yang telah disampaikan oleh guru (data
angket, kode: AP/VII/SMPN 1 BLITAR)
79
2. Usaha Guru dalam Memotivasi Siswa ditinjau dari Media pembelajaran
yang digunakan
Usaha guru untuk memotivasi siswa dalam belajar menggunakan
beberapa media, antara lain: lembar kerja siswa, model benda real, papan
bergambar dan Hand Out. Kesimpulan ini didapatkan dari silabus, rencana
pelaksanaan pembelajaran, wawancara dan observasi. Hasil analisis terhadap
silabus mata pelajaran seni rupa didapatkan fakta bahwa sumber belajar untuk
kompetensi menggambar bentuk dengan obyek karya seni rupa terapan dari
daerah setempat pada mata pelajaran seni rupa adalah buku seni rupa yang
relevan dan karya seni rupa terapan sebagai model (dokumen silabus, Kode:
D.1/SILABUS/VII.1/SMPN 1 BLITAR/2010-2011). Hasil analisis rencana
pelaksanaan pembelajaran didapatkan fakta bahwa sumber belajar yang
digunakan untuk mata pelajaran seni rupa adalah buku kesenian SMP
(Erlangga, Ganexa, Yudistira, Tiga Serangkai) dan contoh model (dokumen
RP, Kode: D.2/RPP/VII.1/SMPN 1 BLITAR).
Kesimpulan di atas juga didukung keterangan yang didapatkan melalui
wawancara dengan ibu Anjar Indinasiati yang menyatakan bahwa guru
menggunakan contoh model real karya seni rupa berupa vas, guci gelas dan
lain-lain. Berikut ini disajikan petikan hasil wawancara dengan ibu Anjar
Indinasiati (guru Seni Rupa):
...Sedangkan metode yang saya gunakan kalau menggambar bentuk
biasanya siswa saya arahkan untuk mencontoh model. Sehingga siswa
benar-benar tahu dan merasakan pengalaman yang nyata dari mencontoh
model benda.
Kalau masalah media saya rasa di sekolah tidak ada masalah. Anakanak sudah bisa mencerna materi dengan media yang saya gunakan. Saya
memang memilih media berdasarkan materi yang telah dirumuskan...
80
Metode observasi dalam penelitian ini juga mendukung hasil paparan
data di atas. Observasi yang dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2010
menghasilkan fakta bahwa Pada pembelajaran menggambar bentuk sub materi
silindris di kelas VII A dan VII G, guru mengajar menggambar dengan
menggunakan pendekatan dengan model real. Sehingga siswa menggambar
menggunakan contoh model benda-benda silindris seperti teko, guci, vas,
gelas, gerabah, dsb. Selanjutnya Guru mengarahkan siswa untuk menirukan
gambar seperti model yang telah ditata di meja tiap kelompok. Guru memberi
penjelasan pengantar dan kemudian menugaskan siswa untuk menggambar
menirukan model yang ada (hasil Observasi, Kode: DO.1/ SMPN 1
BLITAR/19/10/2010).
Gambar 4.4 Model benda silindris
81
Gambar 4.5 Model benda kubistis
Sedangkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 9 Nopember
2010 menghasilkan fakta bahwa Guru menggunakan whiteboard bergambar
kursi dengan dua titik hilang sebagai contoh bagi siswa. Untuk menunjang
pemahaman siswa terhadap materi perspektif guru memberikan handout
sebagai tambahan materi. Dalam penggunaannya media yang digunakan
sesuai dengan materi yang diajarkan yakni gambar kubistis. Guru memadukan
gambar kubistis dengan prinsip perspektif. Media yang digunakan telah
mampu memperbesar perhatian siswa. Media tersebut membantu siswa
memahami materi gambar,Siswa mencontoh gambar dari whiteboard
bergambar yang dipampang di depan kelas (hasil observasi, kode: DO.2/
SMPN 1 BLITAR/9/11/2010).
82
3. Usaha Guru dalam Memotivasi Siswa ditinjau dari Evaluasi Pembelajaran
yang Digunakan
Usaha guru untuk memotivasi siswa dalam belajar melalui teknik
evaluasi dilakukan dengan cara melakukan monitoring dan penilaian selama
proses pembelajaran terjadi. Berdasarkan hasil observasi, sambil
memonitoring siswa guru melihat pekerjaan siswa, bagaimana siswa berkarya
dan bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan karyanya (hasil
observasi, kode: DO.1/ SMPN 1 BLITAR/19/10/2010).
Dalam evaluasi Ibu Anjar menggunakan dua tahap penilaian, yakni
penilaian kerja prosedur dan penilaian produk (data dokumen,kode:
D.1/RPP/VII.1/SMPN 1 BLITAR/2010-2011). Pada pengimplementasiannya
di lapangan, dalam penilaian kerja prosedur Ibu Anjar mengamati dan menilai
siswa dalam berproses. Ditengah-tengah kegiatan tersebut Ibu Anjar
membetulkan dan menyalahkan pekerjaan siswa. Ibu Anjar juga menunjukkan
bagaimana pembetulan dari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa. Dari
situ Ibu Anjar mengarahkan sekaligus mengevaluasi proses berkarya siswa.
Siswa tidak menyadari saat guru mengambil nilai proses tersebut. Sementara
dalam penilaian produk, yang dinilai adalah hasil menggambar bentuk siswa
yang sudah matang. Ibu Anjar memberikan skor kepada siswa yang telah
menyelesaikan karyanya sehingga siswa bisa mengetahui langsung nilai yang
didapatkan (hasil observasi, kode: DO.1/ SMPN 1 BLITAR/19/10/2010).
Dalam penilaian hasil belajar, KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
yang diterapkan tidak sama untuk kelas SBI dan kelas Reguler. Bagi kelas
SBI, KKM yang ditetapkan adalah 78 sedangkan bagi kelas Reguler 76. Bila
83
terdapat siswa yang tidak memenuhi standard KKM yang ditetapkan, maka
siswa tersebut harus mengikuti Remidi atau diberi tugas tambahan untuk
menunjang nilainya supaya memenuhi KKM. Hal tersebut sesuai dengan
petikan wawancara dengan Ibu Anjar sebagai berikut:
Masalah evaluasi saya menggunakan uji prosedur yaitu saat siswa
berproses, dan uji produk yaitu hasil karya siswa yang sudah matang. Saat
uji prosedur itu saya melihat sejauhmana kemampuan dan kesungguhan
anak-anak. Kalau yang uji produk saya menilai hasil karya anak yang
sudah jadi. Rentang nilai yang saya berikan paling rendah itu biasanya 73,
itupun anak tersebut pasti kena remidi karena nilai KKM siswa 76 untuk
kelas reguler, dan 78 untuk kelas SBI, Penjabaran evaluasinya sudah saya
cantumkan di RPP.
(Hasil wawancara dengan ibu Anjar Indinasiati, Kode: DW/
AI/18/10/2010)
format penilaian Ibu Anjar untuk mengevaluasi para siswa dapat di lihat pada
poin F di data dokumen, kode: D.1/RPP/VII.1/SMPN 1 BLITAR/2010-2011)
Dari seluruh siswa kelas VII yang mengikuti pembelajaran
menggambar bentuk ini,berdasarkan data dokumen hasil nilai siswa, tidak
semua siswa mampu memenuhi KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal ) yang
telah ditetapkan sekolah. Dari data yang telah dihimpun peneliti diperoleh
penjabaran seperti tabel berikut :
84
Table 4.2 KKM pembelajaran menggambar bentuk siswa kelas VII tahun
ajaran 2010/2011
No
Kelas
1
2
3
4
5
6
7
8
VII-A
VII-B
VII-C
VII-D
VII-E
VII-F
VII-G
VII-H
Jumlah total
Total siswa
seni rupa
10
11
17
16
9
15
10
7
92
Siswa yang tidak memenuhi KKM
Gambar silindris
Gambar Kubistis
2
1
3
4
5
1
4
4
3
1
1
23
26
Dari keterangan tersebut sebanyak 26 siswa atau 28% siswa belum
mampu memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan oleh
sekolah. Sedangkan 72% lainnya tuntas belajar. Namun demikian walaupun
hasil belajar yang didapat tidak seluruhnya memenuhi KKM, siswa masih
ingin terus memperbaiki hasil belajarnya. Hal tersebut sesuai hasil angket
penelitian dari seluruh siswa kelas VII yang mengikuti pembelajaran seni
rupa. Sebanyak 96,8% siswa ingin terus memperbaiki karya gambarnya. Dan
untuk memperbaiki karya tersebut sebanyak 96,7 % siswa mau mengulang
kembali menggambar bentuk demi mendapatkan nilai dan prestasi sebaik
mungkin.
85
C. Data Temuan
1. Rencana dan Metode guru dalam memotivasi siswa untuk beajar tercermin pada
perencanaan silabus dan RPP serta kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Untuk
memotivasi siswa, guru menggunakan 3 metode, yaitu :
1) menyampaikan tujuan pembelajaran, 2) melaksanakan pendekatan contextual
teaching and learning dalam pembelajaran, dan 3) melakukan monitoring
kegiatan belajar di kelas.
2. Usaha guru untuk memotivasi siswa dalam belajar menggunakan beberapa
media, antara lain: lembar kerja siswa, model benda real, papan bergambar dan
Hand Out.
3. Usaha guru dalam memotivasi siswa dalam aspek evaluasi ditinjau dari
monitoring yang dilakukan saat uji proses pada pembelajaran ini, serta
pemberian skor terhadap hasil belajar siswa.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Usaha Guru Dalam memotivasi belajar siswa ditinjau dari rencana dan
metode pembelajaran
Untuk mencapai tujuan pembelajaran maka diperlukan
pengorganisasian rencana pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan berbagai perangkat atau komponen materi seperti bahan , metode,
sarana, serta untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan tersebut menggunakan
evaluasi. Hal tersebut relevan dengan yang diungkapkan Sardirman bahwa
perencanaan perlu digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Garha dan
Idris menjelaskan bahwa sebagai ancang-ancang untuk menuju ke kegiatan
mengajar, guru perlu menyusun persiapan mengajar.
Hasil penelitian ini menunjukkan, rencana dan metode guru dalam
memotivasi siswa untuk belajar tercermin pada perencanaan silabus dan RPP serta
kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Untuk memotivasi siswa, guru
menggunakan 3 cara, yaitu :1) menyampaikan tujuan pembelajaran, 2)
melaksanakan pendekatan contextual teaching and learning dalam pembelajaran,
dan 3) melakukan monitoring kegiatan belajar di kelas.
Untuk membangkitkan semangat belajar siswa, pada penyampaian
materi Ibu Anjar memperjelas tujuan dan kegunaan dari materi menggambar
bentuk. Beliau memberikan wacana tentang pentingnya menggambar bentuk
sebagai dasar dari penguasaan keahlian menggambar. Di awal materi tersebut Ibu
Anjar juga menyampaikan contoh-contoh kegunaan lanjut dari kemampuan
86
87
menggambar bagi kehidupan siswa nantinya. Dari hal tersebut, Ibu Anjar
sebagai guru seni budaya telah berusaha mengajak siswa memahami bahwa
pembelajaran yang akan dilalui siswa nantinya akan berguna bagi siswa sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Sardiman. Hal tersebut juga relevan dengan apa
yang dikemukakan Rooijakers bahwa keberhasilan seorang pengajar akan
terjamin, jika pengajar dapat mengajak para siswanya mengerti suatu masalah
melalui semua tahap proses belajar karena dengan hal tersebut siswa akan
memahami semua hal yang diajarkan.
Penjelasan tujuan belajar pada awal kegiatan pembelajaran dapat
memotivasi siswa dalam belajar karena dapat mengembangkan cita-cita dan
aspirasi siswa. Dimyati menyatakan, ada beberapa cara untuk meningkatkan
motivasi belajar anak, salah satunya yaitu dengan pengembangan cita-cita dan
aspirasi belajar. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan penjelasan
mengenai tujuan pembelajaran kepada siswa. Pendapat tentang motivasi
dikemukakan oleh Sadirman, dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan
sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, yang menjalin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan
arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar
itu dapat tercapai. Siswa yang memiliki motivasi instrinsik akan memiliki tujuan
menjadi orang yang terdidik yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi
tertentu. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan yang
berisikan keharusan untuk menjadi orang terdidik yang berpengetahuan. Motivasi
tersebut timbul secara esensial dari kesadaran diri sendiri.
88
Sedangkan metode menggambar yang digunakan pada pembelajaran ini
adalah metode karya cipta terarah Sesuai dengan salah satu metode yang
diungkapkan oleh M.Sattar dimana guru memberikan batasan-batasan tertentu
sehingga siswa tidak keluar terlalu bebas, misalnya batasan seperti memberikan
tema gambar, pembatasan penggunaan alat pewarna, pembatasan media gambar
dan lain-lain. Sehingga masih ada campur tangan guru dan siswa tidak dilepas
begitu saja dalam berkarya tema gambar telah ditetapkan oleh guru. Sedangkan
pendekatan menggambar yang digunakan pada pembelajaran ini ada dua yakni
pendekatan dengam model ( untuk gambar bentuk silindris) dan pendekatan tanpa
model ( untuk gambar bentuk kubistis). Pendekatan dan metode menggambar
yang digunakan guru tersebut sesuai dengan materi dan keadaan kelas VII di
SMPN 1 Blitar.
Selanjutnya dalam proses pembelajaran, pengelolaan interaksi belajar
yang terjalin merupakah interaksi dua arah, sehingga terjadi interaksi edukatif
yang intensif antara siswa dengan guru.dengan melakukan monitoring pekerjaan
siswa Ibu Anjar mengetahui lebih jauh kesulitan siswa dan dapat langsung
memberi solusi juga sisipan materi-materi secara lebih detil. Hal tersebut sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Nasution bahwa mengajar adalah suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Terlepas dari hal tersebut tidak semua siswa sanggup memahami materi
yang disampaikan oleh guru. Berdasarkan observasi di kelas, sebagian kecil siswa
dari kelas-kelas gabungan tersebut ada yang merasa kesulitan dalam menggambar
benda kubistis. Hal ini disebabkan pada pembelajaran sub materi ini guru
89
menerapkan prinsip prespektif. Ketepatan ukuran, tarikan garis dan kerumitan dari
menggambar perspektif inilah yang membuat siswa merasa kesulitan dalam
berproses. Sehingga pada sub materi ini guru harus memonitoring pekerjaan siswa
lebih intensif. Monitoring dimaksudkan untuk memberikan perhatian dan
memotivasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sobandi yang menjelaskan
bahwa aspek perhatian mempunyai peranan penting dalam kelangsungan proses
kegiatan belajar termasuk pembelajaran seni rupa. Tanpa adanya perhatian, tidak
mungkin terjadi belajar.
Dari hal tersebut sejauh mana siswa termotivasi oleh metode
pembelajaran yang digunakan guru akan nampak. Siswa yang termotivasi tidak
akan menyerah bila dia merasa kesulitan. Seperti yang nampak pada observasi
peneliti di kelas VII-D dan VII-H pada 9 November 2010, siswa-siswa yang
merasa kesulitan berinisiatif untuk mencaritahu pekerjaan yang benar lewat guru
ataupun teman-temannya yang pekerjaannya sudah benar. Berbeda dengan siswa
yang kurang termotivasi, siswa tersebut tidak fokus ke pelajaran, nampak tidak
bersemangat dan pasif menanti guru mengecek dan membetulkan pekerjaan
mereka. Hal tersebut peneliti jumpai di kelas VII-D dan VII-H pada pembelajaran
tertanggal 10 November 2010 di beberapa siswa yang duduk di bagian belakang.
Bentuk lain dari kurangnya motivasi juga nampak pada kelalaian siswa
untuk membawa perlengkapan yang diperlukan pada materi menggambar bentuk.
Sebagai akibat dari kelalaian tersebut proses pembelajaran menjadi terganggu.
Seperti yang terjadi di kelas VII-F dan VII-C banyak siswa yang tidak membawa
mistar pada saat pembelajaran menggambar bentuk sub materi benda kubistis
90
yang menggunakan prespektif. Sehingga terjadilah pinjam meminjam yang pada
akhirnya memperlambat proses pembelajaran.
Sedangkan metode pembelajaran menggambar bentuk yang digunakan
guru memotivasi siswa adalah menggunakan metode contextual teaching and
learning (CTL) dengan pemberian contoh karya. Johnson dalam Nurhadi
merumuskan pengertian CTL sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan
membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu
dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, sistem CTL, akan menuntun siswa ke semua komponen
utama CTL, yaitu melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan
yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan
kreatif, memelihara atau merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi,
dan menggunakan penilaian sebenarnya.
Pendekatan CTL menurut Suyanto merupakan suatu pendekatan yang
memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dalam berbagai macam mata
pelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dua komponen penting dari
strategi pembelajaran CTL adalah self-regulation dan kolaborasi. CTL dapat
membuat siswa terlibat dalam kegiatan yang bermakna yang diharapkan dapat
membantu mereka mampu menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas
dengan konteks situasi kehidupan nyata. Johnson, mengemukakan bahwa selfregulated maksudnya adalah proses pembelajaran dimana siswa bekerja sama
dalam kegiatan yang bebas secara berkelompok dimana kegiatan ini
91
menghubungkan pengetahuan yang telah mereka miliki dengan konteks dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
Akmad Sudrajat mengemukakan bahwa metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru harus dapat menciptakan interaksi edukatif, sebab dalam
proses pembelajaran, guru berperan sebagai penggerak dan pembimbing,
sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Sebagai
pendekatan dalam proses pembelajaran, strategi dan metode yang di gunakan oleh
guru adalah CTL (contextual learning). Pendekatan ini merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga masyarakat
sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.
B. Usaha Guru memotivasi belajar siswa ditinjau dari media pembelajaran
yang digunakan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa usaha guru memotivasi siswa dalam
pembelajaran menggunakan beberapa media, antara lain: model benda real,
lembar kerja siswa, papan bergambar dan Hand Out. Pemakaian media pengajaran
dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang
baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan
membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Demikian pula dalam
pembelajaran seni rupa, usaha guru untuk membangkitkan motivasi belajar siswa
dapat dilakukan dengan penggunaan media.
Untuk menunjang pemahaman dan minat belajar siswa, Ibu Anjar
menggunakan media. Dalam kompetensi menggambar bentuk, praktek
92
menggambar dibagi menjadi dua yakni menggambar bentuk silindris dan kubistis.
Pada pembelajaran menggambar bentuk silindris Ibu Anjar menugaskan siswa
dalam kelompok untuk membawa perabotan rumah yang berbentuk silindris
seperti teko, mangkok, gelas, guci, vas, gerabah dan lain-lain. Selanjutnya siswa
berkelompok dan menggambar model bersama-sama. Umumnya dalam satuan
satuan kelas gabungan kelompok dibagi menjadi empat bagian.
Sedangkan untuk pembelajaran menggambar bentuk kubistis, Ibu Anjar
menggunakan contoh gambar kursi yang diperspektif. Contoh gambar tersebut
beliau buat sebelum pemberian materi menggambar kubistis. Pada pembelajaran
menggambar bentuk kubistis Ibu Anjar juga memberikan fotocopy handout materi
perspektif guna menunjang pemahaman siswa. Sebab materi yang terdapat di
LKS yang digunakan siswa hanya sedikit materi yang membahas tentang gambar
perspektif.
Penggunaan media pembelajaran sebagaima uraian di atas dapat
memotivasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Garha dan Idris (1980:74-75)
yang menjelaskan bahwa anak suka sekali menggambar. Oleh karena itu, dengan
alat apapun dan di mana pun asal ia dapat menggambar, ia akan asyik memberi
bentuk pada pengalaman dan penghayatannya yang kuat mempengaruhi
perasaannya ke dalam bentuk gambar. Hanya dengan sepotong genting saja di
jalan aspal yang sunyi ia sudah dapat memperoleh kepuasan menggambar.
Apalagi jika kepadanya disediakan bahan atau alat gambar yang lebih baik, ia
akan sangat tertarik untuk segera mencoba bahan atau alat-alat itu. Karena itulah
bahan-bahan atau alat-alat yang memadai dapat digunakan sebagai motivasi untuk
membangkitkan minatnya untuk berkarya.
93
Usaha memotivasi siswa sebagaimana uraian dia atas sesuai dengan
pendapat Sobandi (2008:167) yang menjelaskan bahwa untuk meningkatkan
perhatian (motivasi belajar) siswa terhadap mata pelajaran pendidikan Seni rupa,
guru dapat membawa siswa kepada situasi nyata. Contohnya: siswa diajak
mengamati berbagai benda praktis yanga da di dalam kelas seperti kursi, meja,
balpoin, sepatu, pakaian dan sebagainya.
Dari hasil paparan observasi di kelas guru telah memilih media yang
dapat meningkatkan proses pembelajaran siswa seperti yang dikemukakan oleh
William Burton (dalam Usman, 2007:32), yaitu: pemilihan media atas dasar
perencanaan, penggunaan media sudah sesuai dengan batas kemampuan,
kematangan dan pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok.
Media memadai, dan mudah digunakan. Namun demikian penggunaan media
tersebut tidak diarahkan oleh guru untuk ditindak lanjuti dengan diskusi, analisis
maupun evaluasi karena media hanya digunakan sebagai contoh untuk dimimesis
saja.
C. Usaha Guru dalam memotivasi belajar siswa ditinjau dari evaluasi yang
digunakan
Evaluasi merupakan hal yang terintegratif dalam pendidikan. Evaluasi
tersebut merupakan proses sederhana untuk memberikan atau menetapkan nilai
pada sejumlah kegiatan,tujuan dan lain-lain. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa usaha guru dalam memotivasi siswa pada aspek evaluasi adalah dengan
cara monitoring yang dilakukan saat uji proses pembelajaran, serta pemberian
skor terhadap hasil belajar siswa. Dalam evaluasi belajar siswa, Ibu Anjar
menggunakan dua tahap penilaian, yakni penilaian kerja prosedur dan penilaian
produk. Menurut sudjana evaluasi dapat ditinjau dari tiga ranah. yakni ranah
94
kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris. Sedangkan menurut Iriaji dalam
pembelajaran menggambar bentuk terdapat 3 esensi tujuan yang ingin dicapai,
yaitu: (a) kemampuan kognitif : kemampuan mengenal dan memahami landasan
teori, (b) kemampuan psikomotorik : kemampuan mentransformasikan obyek dan
penguasaan teknik. Dan (c) kemampuan afektif : kemampuan menganalisis atau
mengapresiasi suatu karya gambar bentuk dari segi teknik dan artistik
Di kelas VII pada pembelajaran menggambar bentuk ini, aspek penilaian
yang sangat menonjol dari pembelajaran ini adalah ranah psikomotoris yang
berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ranah
kognitif dan afektif belum cukup nampak pada evaluasi yang digunakan guru.
Dalam penilaian kerja prosedur guru mengamati dan menilai siswa dalam
berproses. Ditengah-tengah kegiatan tersebut Ibu Anjar selaku guru seni rupa
membetulkan dan menyalahkan pekerjaan siswa. Ibu Anjar juga menunjukkan
bagaimana pembetulan dari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa. Dari situ
Ibu Anjar mengarahkan sekaligus mengevaluasi proses berkarya siswa.
Memberikan saran dan teguran secara lisan serta pencontohan pembetulan dari
pekerjaan siswa.
Sementara dalam penilaian produk, yang dinilai adalah hasil
menggambar bentuk siswa yang sudah jadi. Hal diatas merupakan bentuk dari
evaluasi ranah psikomotorik. Untuk ranah kognitif Ibu Anjar menjelaskan
memang belum dilaksanakan bila belum ada ujian semester untuk materi
menggambar bentuk. Untuk mengetahui nilai konkret dari hasil belajar siswa Ibu
Anjar menggunakan portofolio proses. Hal ini sesuai dengan buku petunjuk teknis
PPL bidang studi Seni Rupa UM yang menjabarkan penilaian pembelajaran seni
95
terbagi menjadi dua, yakni penilaian otentik sistem penilaian berkelanjutan, dan
tes. Evaluasi yang digunakan Ibu Anjar merupakan evaluasi otentik. Penilaian
otentik merupakan prosedur untuk menilai kemampuan atau kinerja siswa.
Penilaian otentik dalam pembelajaran seni dilaksanakan dengan sistem
berkelanjutan. Dalam artian penilaian dilakukan dengan menilai semua indikator
yang tercantum dalam setiap kompetensi dasar diukur dengan alat ukur yang jelas.
Uraian di atas senada dengan yang dikemukakan Davis bahwa evaluasi
merupakan proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah
tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak
yang lain. Merujuk kedua pendapat di atas, apabila evaluasi dikaji lebih lanjut dan
dikaitkan dengan pembelajaran, maka evaluasi pembelajaran sangat dibutuhkan
untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar para siswa. Seperti yang
diungkapkan Dimyati bahwa kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan sangat
integratif, dalam artian dimana ada proses pendidikan pasti diikuti evaluasi.
Sudjana evaluasi dapat ditinjau dari tiga ranah. (a) ranah kognitif, yaitu
yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek.
Yakni ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.. (b) ranah
afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan,
jawaban, atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. (c) ranah
psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, dan (f)
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Pada penelitian ini peneliti berasumsi bahwa hasil belajar siswa dalam
pelajaran menggambar bentuk dianggap representasi dari motivasi belajar siswa.
96
Maka siswa-siswa yang diajar oleh guru yang memiliki totalitas usaha, memiliki
motivasi yang tinggi untuk meningkatkan hasil belajar menggambar bentuknya.
Sejauh mana tingkat motivasi siswa kelas VII dalam pembelajaran menggambar
bentuk ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa serta angket tanggapan para siswa
mengenai pembelajaran menggambar bentuk ini.
Hasil belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ini
merupakan representasi dari sejauh mana motivasi tersebut aktif dalam siklus
belajar siswa selama pembelajaran, sesuai dengan yang dikemukakan Sadirman
bahwa motivasi merupakan daya penggerak bagi individu untuk belajar sesuatu
demi mencapai tujuan sehingga memperoleh hasil yang optimal, maka hasil
belajar ini dianggap sebagai sejauh mana usaha guru tersebut mampu
menggerakkan motivasi siswa. Dari hasil paparan data sebelumnya sebanyak
72 % siswa tuntas belajar, sedangkan 28 % lainnya belum tuntas. Hal tersebut
dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar siswa telah mampu mencapai bagian
tujuan pembelajaran. Dari keterangan tabulasi data angket motivasi siswa di
lampiran dapat diperoleh interpretasi bahwa pada umumnya siswa merespon baik
aspek rencana dan metode yang digunakan oleh guru. Dengan demikian guru telah
mampu memotivasi siswa bila ditinjau dari aspek rencana dan metode
pembelajaran yang digunakan.
Sedangkan dari aspek usaha di bagian media seluruh siswa menanggapi
media yang digunakan Ibu Anjar membantu mereka selama proses pembelajaran
berlangsung. Respon baik tersebut berkelanjutan pada sub usaha guru dalam
aspek evaluasi, ampir semua siswa bersedia memperbaiki karyanya bila karyanya
dianggap kurang memuaskan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek usaha
97
guru untuk meningkatkan motivasi ekstrinsik siswa medapat respon dan hasil
yang baik dari siswa.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan mengenai pembelajaran menggambar
bentuk siswa Kelas VII di SMP Negeri I Blitar tahun ajaran 2010/2011 diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Usaha guru untuk memotivasi belajar siswa di SMPN 1 Blitar ditinjau dari
aspek perencanaan dan metode mengajar mengacu pada: 1) penyampaian
tujuan pembelajaran, 2) pelaksanakan pendekatan contextual teaching and
learning dalam pembelajaran, dan 3) pemonitoringan kegiatan belajar di kelas.
Guru menggunakan metode karya cipta terarah dengan pendekatan contextual
learning. Berdasarkan observasi dan catatan lapangan, perencanaan dan
metode yang digunakan oleh guru sudah sesuai dengan kondisi kelas VII di
SMPN 1 Blitar. Interaksi belajar anatara guru-siswa terjalin baik. Dalam aspek
ini hampir semua siswa menunjukan termotivasi dengan perencanaan dan
metode yang digunakan oleh guru.
2. Usaha guru untuk memotivasi siswa dari aspek media berupa penggunaan
benda dan contoh gambar sebagai model. Selebihnya untuk menunjang materi
guru juga menggunakan handout. Media pembelajaran mengacu pada
perencanaan perangkat pembelajaran guru. Media-media tersebut membantu
pemahaman siswa selama proses pembelajaran, hanya sebagian kecil siswa
yang merasa kurang terbantu dan termotivasi dengan media yang digunakan
oleh guru.
98
99
3. Usaha guru untuk meningkatkan motivasi siswa dari aspek evaluasi terwujud
dalam monitoring yang dilakukan saat uji proses pada pembelajaran ini, serta
pemberian skor terhadap hasil belajar siswa. Penilaian guru berdasarkan
evaluasi uji prosedur dan uji produk. Dalam aspek evaluasi, ranah
psikomotorik siswa cenderung mendapat stimulasi dibandingkan aspek kognitif
dan afektif. Evaluasi tersebut sesuai dengan keadaan kelas mengingat materi
pembelajaran menggambar bentuk yang banyak mengarah kepada praktek.
Namun demikian sebagai akibatnya aspek evaluasi dalam ranah afektif dan
kognitif kurang diperhatikan selama pembelajaran. Nilai siswa merupakan
representasi konkret dari hasil belajar siswa. Dari hasil tersebut dapat diketahui
sejauhmana tingkat motivasi siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ini.
Sebanyak 72 % siswa tuntas belajar pada materi ini, ini berarti sebagian besar
siswa telah termotivasi oleh usaha-usaha yang dilakukan guru. Sedangkan dari
angket tanggapan hampir sebagian besar siswa merespon baik usaha yang telah
dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi belajar mereka.
Dari beberapa temuan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha
yang ditempuh oleh guru mampu memotivasi siswa kelas VII (yang mengikuti
kelas seni rupa) dalam belajar menggambar bentuk. Hal ini dibuktikan dengan
keberhasilan belajar sebagian besar siswa dalam pembelajaran tersebut. Terlebih
lagi sebagian besar siswa merespon baik atas usaha-usaha yang telah dilakukan
oleh guru bidang study.
B. Saran
Saran-saran yang dapat peneliti berikan berkaitan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
100
1. Guru Bidang Studi
a) Usaha yang ditempuh telah dapat memacu hasil belajar dan motivasi
siswa. Namun dalam menerapkan rencana dan metode pembelajaran
berikutnya, guru hendaknya merencanakan usaha memotivasi belajar
siswa. Guru bisa merencanakan usaha memotivasi belajar siswa
dengan cara menyampaikan tujuan pembelajaran pada awal kegiatan
belajar dan mengkaitkan tujuan pembelajaran itu dengan situasi real
dalam kehidupan sehari-hari.
b) Dari aspek media, siswa telah terbantu dengan media yang digunakan
oleh guru. Namun hendaknya guru tidak hanya memilih media
tradisional seperti specimen (contoh) dan media visual seperti gambar
saja. Guru dapat mengusahakan media belajar yang real dapat dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari yang mana sangat dikenal oleh siswa.
c) Ditinjau dari aspek evaluasi hendaknya guru juga mengusahakan untuk
lebih memperhatikan aspek kognitif dan afektif siswa sehingga hasil
belajar siswa dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dapat
tercapai dengan terintegrasi secara optimal. Untuk mewujudkan hal
tersebut guru dapat melakukan monitoring selama proses pembelajaran
dan memberikan nilai hasil belajar agar dapat melakukan evaluasi
secara menyeluruh.
2. Siswa
Kepada siswa disarankan agar memahami tujuan belajar dan berusaha
mengkaitkan dengan kondisi riil dalam kehidupan sehari-hari agar dapat
meningkatkan semangat dalam belajar.
101
3. Peneliti lanjutan
Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema penelitian ini
disarankan agar melakukan penelitian serupa dengan pendekatan dan metode
yang berbeda. Hal ini bisa dilakukan dengan penelitian yang menggunakan
pendekatan kuantitatif, menggunakan metode eksperimental maupun noneksperimental.
102
DAFTAR RUJUKAN
Adrian, Hill. 1998. How to Draw: alih bahasa Chusairi. Pan Books Ltd.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Abdulah Herawati,Ida. 2009.Handout mata kuliah Metodologi Penelitian 2
(pengumpulan data dan instrument) Fakultas Sastra UM
Bungin, Burhan. 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo
Persada
Ching, Francis Dai-Kam. 2002. Menggambar Suatu Proses Kreatif. Terjemahan
oleh Ir. Paulus Hanoto Adjie. 2002. Jakarta : Erlangga
Davis, Ed. 1981, Teacher As Curriculum Evaluators. Sydney: George Allen &
Union
Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual
Taching and Learning–CTL). Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Dimyati dan Mudjiono, S. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud
Dirjen Dikti.
Djamarah, Syaiful Bahri. Drs. Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Garha, O. dan Idris, M.D. 1980. Pendidikan Kesenian Seni Rupa untuk SPG, Jilid
III. Jakarta: Depdikbud
Garha, O. dan Idris, M.D. 1980. Pendidikan Kesenian Seni Rupa, Buku Guru.
Jakarta: Depdikbud
Hasan,Iqbal. M. 2002. Metodologi Penelitian dan aplikasinya. Jakarta : Ghalia
Indonesia
Hariyanto, Drs. 1999. Dasar-dasar menggambar. Malang : Fakultas Pendidikan
Bahasa dan Seni IKIP Malang.
103
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/seni-desain/article/view/1548 diakses
pada 1 Desember 2010
Irawan, Joko. 2007.Kompetensi Profesional Guru dalam Pembelajaran Seni Rupa
SMA Negeri di Kabupaten Demak. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang :
Fakultas Bahasa dan Seni UNS
Iriaji dan Hariyanto. Disunting oleh Pranyoto. 1990/1991. Menggambar Bentuk.
Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP Malang Proyek
Operasi dan Perawatan Fasilitas.
Johnson, E. (2002). Contextual Teaching & Learning. Bandung. Mlc
KBBI edisi ketiga. 2005. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Kunandar. 2007. Guru Profesional, Implementasi KTSP dan sukses dalam
sertifikasi guru. Jakarta: Rajawali Pers
Martensi, K. DJ. 1979. Identifikasi Kesulitan Belajar. FIP IKIP Semarang.
Mistaram. 1994. Pendidikan Seni. Malang : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan IKIP Malang Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas.
Moleong, Lexy. J.2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : remaja
Rosdakarya
Moleong, Lexy. 1988. Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan
Mulyasa,E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mustafa, Dina. 2001. Memotivasi mahasiswa untuk kuliah dan belajar sepanjang
hayat. Jakarta : PAU-PPAI, Universitas Terbuka
Nazir,Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
Nasution, S. 1967. Ilmu Jiwa Anak-anak. Bandung: Ganarco
Nurhadi. 2003. Pembelajaran kontekstual dan penerapannya dalam KBK.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Purnomo,S. 2007. Hubungan Antara Kelengkapan Peralatan Gambar, Motivasi
belajar dan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Gambar
104
Teknik Mesin di SMKN 1 Singosari, Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
FT UM.
Sagala, H. Syaiful, 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Salam, Burhanudin. 2002. Pengantar pedagogik: dasar-dasar ilmu mendidik.
Jakarta: Rineka Cipta
Sardiman. A.M. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta :
Rajawali Pers
Sardiman. A.M. 2007. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja
Grafindo Persada
Sarwono, Jonathan. 2006. Metodologi Penelitian kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Setyosari,Punaji. 2001. Rancangan Pembelajaran Teori dan Praktek. Malang :
Elang Mas
Sihkabuden. 1999. Media Pembelajaran ( Modul 2). Malang : Universitas Negeri
Malang FIP
Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi.Jakarta : Rineka
Cipta
Sobandi, Bandi. 2008. Model Pembelajaran Kritik dan Apresiasi Seni Rupa.
Jakarta: Dirjend Dikti
Sriwahyuningtyas, Eka. 2008. Strategi Guru Dalam Melaksanakan Kegiatan
Pembelajaran Apresiasi Seni Rupa di SMP Negeri se-kecamatan
Kepanjen. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : FS UM
Sudarso. 1990. Tinjauan Seni Rupa. Yogyakarta: ASRI
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil proses belajar mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Suparno, A. Suhaenah. 2002. Membangun Kompetensi Belajar. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi
Suyanto, K. E. 2002. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah
disajikan dalam Penataran Terintegrasi, AA dalam CTL. Malang:
Universitas Negeri Malang
Tinambunan, Wilmar. 1988. Evaluation of student achievement. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
105
Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan
The Liang Gie. 1996. Filsafat Keindahan. Yogyakarta: PUBIB.
Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang :
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang
Usman, M.U. 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdikarya
Download