BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang membawa elektron tidak berpasangan dan menyebabkan destabilisasi molekul lain sehingga memacu timbulnya radikal bebas yang lebih banyak (Mandal et al., 2009). Pada sel normal terdapat keseimbangan antara jumlah radikal bebas dan antioksidan (Gulcin, 2012). Akan tetapi, keseimbangan ini dapat berubah ketika jumlah radikal bebas berlebihan atau terjadi kekurangan antioksidan. Kondisi ini disebut stres oksidatif yang akan memicu terjadinya berbagai penyakit seperti kanker, artritis, penuaan dini, penyakit kardiovaskuler, neurodegeneratif (Shinde et al., 2012), inflamasi, diabetes, dan penyakit Alzheimer (Lu et al., 2010). Aktivitas radikal bebas dapat dihambat oleh antioksidan yaitu senyawa yang dapat menangkap radikal bebas dan membentuk radikal bebas baru yang lebih stabil atau senyawa netral, sehingga reaksi radikal akan terhenti (Mandal et al., 2009). Dalam tubuh manusia terdapat 2 jenis antioksidan yaitu antioksidan enzimatis seperti enzim superoksid dismutase, katalase dan antioksidan non enzimatis seperti vitamin A, koenzim Q10, dan glutation. Terkadang jumlah antioksidan tersebut tidak mencukupi kebutuhan sehingga manusia memerlukan asupan antioksidan dari luar seperti vitamin C, vitamin E, karotenoid, dan flavonoid (Carocho and Ferreira, 2013). Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang banyak terdapat dalam tanaman (Mandal et al., 2009) dan diketahui memiliki banyak aktivitas 1 farmakologis (Krishnaiah et al., 2011). Salah satu golongan flavonoid adalah kalkon yang bagian cincin C-nya terbuka (Hijova, 2006). Senyawa ini diketahui memiliki aktivitas antioksidan dengan mekanisme melalui penangkapan radikal bebas, kemampuan pengkelatan logam, dan kemampuan mereduksi logam (Berar, 2012). Gugus OH fenolik dan gugus karbonil tak jenuh α,β (α,β-unsaturated carbonyl) bertanggung jawab pada aktivitas tersebut. Gugus OH memiliki kemampuan mendonorkan elektron atau radikal hidrogen pada radikal bebas (Lu et al., 2010). Semakin banyak gugus OH maka aktivitas penangkapan radikal bebas akan semakin kuat (Zuo et al., 2011). Cincin B pada kalkon merupakan komponen yang berperan dalam penangkapan radikal bebas (Ohkatsu and Satoh, 2008). Adanya gugus karbonil tak jenuh α,β dapat meningkatkan aktivitasnya (Ohkatsu and Satoh, 2008). Narsinghani et al. (2012) melaporkan bahwa 2',5'-dihidroksi-4- dimetilaminokalkon memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada vitamin C. Hasil penelitian menunjukkan butein (3,4,2',4'-tetrahidroksikalkon) memiliki aktivitas reduksi DPPH lebih tinggi daripada vitamin E (Khatib et al., 2005). Selain itu, butein dapat mencegah oksidasi asam linoleat lebih lama daripada vitamin E (Nerya et al., 2004). Senyawa 2'-metoksikalkon memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan BHT (Butylated Hydroxy Toluene) dalam penangkapan radikal superoksida (Berar, 2012). Dengan pengujian yang sama, Ohkatsu and Satoh (2008) meneliti 4 turunan kalkon yaitu 2-hidroksikalkon, 4-hidroksikalkon, 2',2-dihidroksikalkon, dan 2',4-dihidroksikalkon juga memberikan aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan BHT. 2 Mekanisme antioksidan kalkon merupakan salah satu mekanisme dasar yang dikaitkan dengan aktivitas antiinflamasi, antibakteri, antikanker (Berar, 2012), dan inhibitor tirosinase (Nerya et al., 2004). Wibowo (2013) mensintesis senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-3-piridin-2-il-propenon yang memiliki aktivitas antiinflamasi yang sebanding dengan ibuprofen. Simirgiotis et al. (2008) melaporkan senyawa 2',4'-dihidroksi-3',5'-dimetil-6'-metoksikalkon, dihidroksi-3'-metil-6'-metoksikalkon, dan 2',4'- 2',4'-dihidroksi-6'-metoksikalkon memiliki aktivitas sitotoksik lebih baik daripada epigallokatekin galat pada sel kanker kolon. Senyawa 2,4,3',4'-tetrahidroksikalkon dan 2,4,2',4'- tetrahidroksikalkon yang disintesis Khatib et al. (2005) memiliki aktivitas inhibitor tirosinase yang sangat poten. Dengan pengujian yang sama, Jun et al. (2007) mensintesis senyawa 2,2',4,4'-tetrahidroksikalkon, 2,2',4,4'-tetrahidroksi6'-metoksikalkon, dan 2,2',4,4',6'-pentahidroksikalkon menunjukkan bahwa senyawa-senyawa tersebut mempunyai aktivitas inhibitor tirosinase yang lebih tinggi daripada asam kojic. Senyawa kalkon dapat disintesis dari reaksi benzaldehid dan asetofenon melalui reaksi kondensasi Claisen-Schmidt (Zangade et al., 2011) menggunakan katalis basa atau asam (Grotewold, 2007). Pada reaksi kondensasi terkatalisis basa, reaksi terjadi karena adanya ion enolat asetofenon menyerang karbon karbonil benzaldehid. Sedangkan pada reaksi terkatalisis asam, reaksi terjadi karena adanya enol dari asetofenon menyerang karbon karbonil benzaldehid yang terprotonasi (Wade, 2006). Metode konvensional memiliki waktu reaksi yang cukup lama untuk mensintesis kalkon yaitu dalam hitungan jam. Saat ini, muncul metode 3 sintesis kalkon yang memiliki waktu reaksi lebih cepat yaitu metode microwave (Microwave Irradiation/MWI) (Jayapal and Sreedhar, 2010). Metode ini sederhana, dapat digunakan dalam kondisi tanpa pelarut (Nagariya et al., 2010) dan pemanasan terjadi secara homogen (Ravichandran and Karthikeyan, 2011). Beberapa peneliti telah melakukan sintesis kalkon dengan metode ini baik menggunakan katalis basa maupun asam. Waktu reaksi yang diperlukan untuk sintesis tersebut adalah dalam hitungan menit (Srivastava, 2008). Oleh karena kalkon memberikan banyak aktivitas farmakologis yang bermanfaat, maka senyawa ini perlu dikembangkan. Berbagai turunan kalkon yang lain beserta aktivitas biologisnya perlu diteliti agar hubungan antara struktur dan aktivitasnya dapat dipelajari lebih lanjut. Salah satu turunan kalkon yang belum pernah disintesis dan diuji aktivitasnya adalah senyawa 2,2',4–trihidroksi4'-metoksikalkon. Senyawa ini tersubstitusi 1 gugus OH pada posisi 2 dan 1 gugus metoksi pada posisi 4 cincin A serta 2 gugus OH pada posisi 2 dan 4 cincin B. Senyawa ini perlu disintesis dari 2,4-dihidroksibenzaldehid dan 2-hidroksi-4metoksiasetofenon baik dengan metode konvensional maupun dengan metode microwave menggunakan katalis asam atau katalis basa agar dapat diketahui metode mana yang menghasilkan rendemen dengan hasil yang tinggi. Selain itu, adanya kemampuan aktivitas antioksidan senyawa tersebut perlu dikonfirmasi dengan pengujian penangkapan radikal DPPH. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana mensintesis senyawa 2,2',4–trihidroksi-4'-metoksikalkon dari 2,4dihidroksibenzaldehid dan 2-hidroksi-4-metoksiasetofenon? 4 2. Bagaimana aktivitas antioksidan penangkapan radikal bebas DPPH senyawa 2,2',4–trihidroksi-4'-metoksikalkon? C. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran pustaka, telah banyak penelitian tentang sintesis kalkon dan turunannya. Berbagai kalkon disintesis dengan mereaksikan turunan benzaldehid dan asetofenon melalui reaksi kondensasi Claisen-Schmidt baik dengan metode konvensional maupun metode microwave. Sejauh penelusuran pustaka 2,2',4–trihidroksi-4'-metoksikalkon belum pernah disintesis dan diuji aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH. D. Urgensi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah jumlah senyawa turunan kalkon sehingga dapat dilakukan studi lebih lanjut agar diketahui hubungan kuantitatif antara struktur dan aktivitasnya. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mensintesis senyawa 2,2',4–trihidroksi-4'-metoksikalkon dari 2,4- dihidroksibenzaldehid dan 2-hidroksi-4-metoksiasetofenon dengan metode konvensional dan metode microwave baik dalam suasana basa maupun asam. 2. Menentukan aktivitas antioksidan 2,2',4–trihidroksi-4'-metoksikalkon melalui uji penangkapan radikal bebas DPPH. 5