hubungan antara kebugaran dengan status gizi

advertisement
HUBUNGAN ANTARA KEBUGARAN DENGAN STATUS GIZI DAN
AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI KESEHATAN
MASYARAKAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH :
LILIK MUIZZAH
109101000044
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013M/1434H
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Agustus 2013
Lilik Muizzah, NIM: 109101000044
Hubungan Antara Kebugaran Dengan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik Pada
Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013
xv + 120 halaman, 2 bagan, 28 tabel, 7 lampiran.
ABSTRAK
Komponen kebugaran yang paling penting dan berhubungan langsung dan utama
dengan kesehatan adalah daya tahan kardiorespiratori (Fatmah, 2011). Daya tahan
Kardiorespirasi yang tinggi menunjukkan kemampuan bekerja yang tinggi, yang berarti
kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah energi yang cukup besar dalam periode
waktu yang lama.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif
dengan desain cross sectional study. Sampel penelitian berjumlah 94 mahasiswi. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data
primer yang diperoleh melalui wawancara dan pengukuran langsung kepada responden.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata tingkat kebugaran
kardiorespiratori sebesar 112,45-119,38 kali/menit artinya pada mahasiswi
kebugarannya kurang baik. Kemudian dari hasil analisis bivariat dengan tingkat
kemaknaan 5%, diperoleh 2 faktor yang berhubungan dengan kebugaran
kardiorespiratori yakni Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan P value 0,015 dan Asupan
Protein dengan P value 0,043.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penulis menyarankan kepada
mahasiswi agar ditengah padatnya jadwal perkuliahan untuk selalu mengonsumsi
makanan dalam jenis, porsi dan frekuensi yang sesuai dengan pola makan gizi seimbang
serta mengontrol berat badan dan bagi mahasiswa kesehatan masyarakat peminatan gizi
dapat mengadakan konseling gizi kepada rekan-rekan mahasiswa lain mengenai
kebugaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pemahaman untuk
mengonsumsi makanan yang bergizi, melakukan aktivitas fisik terutama olahraga yang
teratur.
Kata Kunci
Daftar Bacaan
: Kebugaran, kardiorespirasi, Status Gizi, Aktivitas Fisik
: (1984 – 2013)
iii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
SPECIALISATION PUBLIC HEALTH NUTRITION
Skripsi, August 2013
Lilik Muizzah, NIM: 109101000044
Relationship Between Physical Fitness With Nutritional Status And Physical
Activity Of Female Public Health Students UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013
xv + 120 pages, 2 charts, 28 tables, 7attachments.
ABSTRACT
The most important fitness components and has contact directly with the primary
health care is cardiorespiratory endurance (Fatmah, 2011). The highest cardiorespiratory
endurance showes a high ability to work, which means ability to expend considerable
amounts of energy at a long period of time.
This research is a quantitative analytical approach which using a cross-sectional
study design. Sample of this research was 94 female students. The data which is used in
this study is secondary data from relevant agencies and primary data obtained through
interviews and measurement of the respondent directly. The data analysis was performed
using univariate and bivariate analysis.
Based on this research, it is known that the average fitness level of 112,45 to
119,38 kardiorespiratori times/min it means student fitness is unfavorable. Then based
on the results of the bivariate analysis with a significance level of 5%, there are 2 factors
related to fitness cardiorespiratory Body Mass Index (BMI) with P value 0,015 and
protein intake with the P value of 0,043.
Based on these results, the author suggestes the students to eat foods with
balanced although they have a tigth schedule of classes. And also control their weight
for a public health students, specialisation public health nutrition should held nutrition
conseling to others students about fitness and the factors which influenced their fitness,
such as understanding to consume nutrition food, do physical exercise regularly.
Keywords
: Fitness, cardiorespiratory, Nutritional Status, Physical Activity
Reading List : (1984 - 2013)
iv
vi
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan Antara Kebugaran Dengan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik Pada
Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013” dengan baik.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan,
petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu secara khusus penulis
ingin menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga tercinta, Abah Drs. Rohimin, Ibunda Dra.Nadlirotun, Inayatul Maula,
Afiffur Rahman atas do’a, dukungan, nasehat, dan kasih sayang yang tiada henti dan
mungkin tak akan mampu penulis membalasnya.
2. Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi.
3. Riastuti Kusumawardani, SKM, MKM selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi.
4. Ir. Febrianti, M.Si. selaku dosen gizi dan ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungannya.
5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Dian Sri Rdjeki, M.Gz dan dr. Indrarti Soekotjo, Sp.KO yang telah memberikan
pencerahan materi kepada penulis.
viii
7. Teman-teman Gidza Holic, khususnya Tika, Fitri, Nursyam, Lulu, Fahad, Mufika,
Yanita, Ana, Desly yang telah membantu dan menyemangati penulis.
8. Teman-teman kosan Dina, Fida, ka Uji, Ninta, Ratih yang telah memberikan
semangat kepada penulis.
9. Untuk sahabatku Badra Al-Aufa, Yeni Faridawati, Vina Oktoramelia, Ade
Aprilianti, Annisa Fatmaulida, Nurlia, Santi, terima kasih untuk persahabatan yang
indah ini.
10. Khairil Anam yang telah bersedia menjadi tempat curhat dan banyak memberikan
movitasi, nasehat, bantuan dan dukungannya selama proses pembuatan skripsi.
11. Ita Hanani kakakku yang super memberikan dukungan dan motivasi hidup pada
penulis.
12. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2009 dan seluruh mahasiswi Kesehatan
Masyarkat 2010-2012 yang telah bersedia membantu penulis khususnya yang
bersedia menjadi responden.
Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan
yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.
Jakarta, Agustus 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
ix
Data Diri :
Nama Lengkap
: Lilik Muizzah
Tempat, Tanggal Lahir
: Demak,03 september 1991
Alamat
:Jl.Boulevard Raya G14 no.18 Sukatani Rajeg- Tangerang
Telepon
: 085885282062
E-mail
: [email protected]
Status
: Belum Menikah
Riwayat Pendidikan :
Formal
Tahun
Riwayat Pendidikan
1998-2004
SDN Sukatani 3
2004-2006
SMPN 2 Mauk
2006-2009
SMAN 1 Kota Serang
2009-2013
S1 Gizi Kesehatan Masyarakat Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Non Formal
Tahun
Riwayat Pendidikan
2004-2006
Pondok Pesantren Al-Jufri
2006-2009
Pondok Pesantren Raudhatul Qoniin
2013
International Language Programs (ILP)
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN ......................................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 7
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................................. 9
D. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 11
1. Tujuan Umum ...................................................................................................... 11
2. Tujuan Khusus ...................................................................................................... 11
E. Manfaat Penelitian ................................................................................................... 13
1. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................... 13
2. Manfaat Bagi Peneliti ........................................................................................... 13
F. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 15
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran ...................................................... 29
C. Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa ...................................................................... 42
D. Penilaian Status Gizi................................................................................................ 46
E. Kerangka Teori ........................................................................................................ 51
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 53
A. Kerangka Konsep.................................................................................................... 53
B. Definisi Operasional ............................................................................................... 56
C. Hipotesis ................................................................................................................. 59
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 61
A. Desain Penelitian .................................................................................................... 61
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................. 61
xi
C. Populasi dan Sampel ............................................................................................... 61
D. Pengumpulan Data .................................................................................................. 64
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................................... 71
A. Analisis Univariat ................................................................................................... 71
1. Distribusi Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehata Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 .............................................................. 71
2. Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. ..................................................... 73
3. Distibusi Status Gizi berdasarkan Asupan Gizi pada Mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 74
B. Analisis Bivariat ..................................................................................................... 78
1. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ....... 79
2. Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ....... 80
3. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 80
4. Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 81
5. Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 82
6. Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 83
7. Hubungan Asupan Vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ....... 83
8. Hubungan Asupan Fe dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 84
9. Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 85
BAB VI PEMBAHASAN............................................................................................... 86
A. Kebugaran Pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ........................................................................... 86
B. Gambaran serta Hubungan antara Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh,
Persen Lemak Tubuh, Asupan Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada
Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013 ............................................................................................................. 88
1. Gambaran dan Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran ................... 88
xii
2. Gambaran dan Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran................... 91
3. Gambaran dan Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran ............................. 92
4. Gambaran dan Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran ............................. 96
5. Gambaran dan Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran ............................ 99
6. Gambaran dan Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran .................... 102
7. Gambaran dan Hubungan Asupan B1 dengan Kebugaran .................................. 103
8. Gambaran dan Hubungan Zat Besi (Fe) dengan Kebugaran .............................. 105
9. Gambaran dan Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran ................................. 107
BAB VII PENUTUP..................................................................................................... 110
A. Simpulan ............................................................................................................... 110
B. Saran ...................................................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 114
xiii
DAFTAR TABEL
No
Nama Tabel
Hal
2.1
Jenis - Jenis Tes Fisik
26
2.2
Tingkat Kebugaran berdasarkan norma tes bangku 3 Menit YMCA
27
2.3
Jenis Aktivitas Fisik Sedang dan Berat
36
2.4
Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa
43
2.5
Klasifikasi IMT Dewasa menurut Depkes RI (2004)
47
2.6
Klasifikasi Persen Lemak Tubuh pada Perempuan
49
3.1
Definisi Operasional
56
4.1
Pembagian Jumlah Sampel
63
5.1
Distribusi Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
5.2
Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
2013
5.3
71
72
Distribusi Persen Lemak Tubuh pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
2013
73
5.4
Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013
73
5.5
Distribusi Asupan Energi pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013
74
5.6
Distribusi Asupan Protein pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013
75
5.7
Distribusi Asupan Vitamin A pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
2013
5.8
76
Distribusi Asupan Vitamin B1 pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
2013
5.9
76
Distribusi Asupan Vitamin Fe pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
2013
77
5.10
Distribusi Asupan Zn pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013
78
5.11
Analisis Hubungan IMT dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan
Masyarakat Tahun 2013
79
xiv
5.12
Analisis Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada
Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
5.13
Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
5.14
84
Analisis Hubungan Asupan Fe dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
5.19
83
Analisis Hubungan vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
5.18
82
Analisis Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran pada
Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
5.17
81
Analisis Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran pada
Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
5.16
81
Analisis Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
5.15
80
84
Analisis Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
xv
85
DAFTAR BAGAN
No
Nama Bagan
Hal
2.1
Kerangka Teori
52
3.1
Kerangka Konsep
55
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Kuesioner PAR Q and You
Lampiran 2
Prosedur YMCA 3-minute step test
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
Lampiran 4
Uji Normalitas
Lampiran 5
Analisis Univariat
Lampiran 6
Analisis Bivariat
Lampiran 7
Dokumentasi Penelitian
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera jasmani, mental, sosial, dan
spiritual kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit dan kecacatan (WHO,
2013). Kemudian kebugaran jasmani adalah suatu kondisi dimana seorang individu
memiliki energi yang cukup dan vitalitas untuk menyelesaikan tugas sehari- hari dan
kegiatan rekreasi aktif tanpa kelelahan yang tidak semestinya (Nieman, 1998).
Sehingga kebugaran dapat menentukan derajat kesehatan seseorang.
Kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan yang ditandai oleh
kemampuan
untuk
melakukan
kegiatan
sehari-hari
dengan
semangat
dan
berhubungan dengan resiko rendah penyakit kronis. Diperlukan aktivitas fisik yang
aktif ditambah dengan latihan fisik yang benar, teratur dan terukur untuk mencapai
kebugaran yang optimal. Namun kenyataan dilapangan dengan majunya dunia
teknologi memberikan kemudahan aktivitas dan memanjakan manusia sehingga
menjadikan kurang gerak yang dilakukan (hypokinetic), seperti penggunaan remote
control, komputer, lift dan tangga berjalan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik
yang akan menimbulkan penyakit akibat kurang gerak (Depkes, 2002).
Kemudian daya tahan kardiorespirasi, kebugaran musculoskeletal (kekuatan
otot dan daya tahan, fleksibilitas) dan komposisi tubuh yang optimal adalah
komponen terukur kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Dari beberapa
1
2
komponen tersebut komponen kebugaran yang paling penting dan berhubungan
langsung dan utama dengan kesehatan adalah daya tahan kardiorespiratori (Fatmah,
2011). Daya tahan kardiorespirasi yang tinggi menunjukkan kemampuan bekerja
yang tinggi, yang berarti kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah energi yang
cukup besar dalam periode waktu yang lama berhubungan langsung dan utama
dengan kesehatan adalah daya tahan kardiorespiratori (Fatmah, 2011).
Kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) adalah kemampuan untuk melakukan
kegiatan seluruh tubuh dan
melanjutkan gerakan
memperpanjang waktu tanpa
kelelahan yang tidak semestinya. Sistem kardiorespiratori berguna untuk mensuplai
dan membawa oksigen untuk berbagai jaringan dalam tubuh kita (Prentice, 2004).
Bugar tidaknya seseorang dapat dinilai dari kekuatan maksimum pergerakan otot dan
sendi, percepatan gerakan maksimum dan kemampuan maksimum pengambilan
oksigen (Fatmah, 2011).
Kebugaran aerobik (daya tahan kardiorespiratori) dapat dinilai secara langsung
dengan tes laboratorium yang disebut pemasukan oksigen (VO2max). Uji kebugaran
aerobik menggunakan dua metode yaitu langsung dan tidak langsung. Metode
langsung dengan pengukuran kapasitas aerobik (VO2max) menggunakan douglas bag
selama melakukan aktivitas fisik dan metode tidak langsung dapat dilakukan dengan
metode prediksi detak jantung (Astrad, 1977 dalam Fatmah, 2011). Pada individu
yang bugar, detak jantung atau denyut nadi lebih sedikit jumlahnya karena sistem
kardiorespiratori bekerja lebih efisien (Anspaugh, 1997).
Diperlukan suatu parameter yang mampu menguji kesehatan jasmani seseorang.
Step tes merupakan salah satu jenis pengukuran tingkat kebugaran seseorang,
3
diantaranya dengan metode YMCA (Young Men’s Christian Association)3 minutes
menggunakan tes naik turun bangku dalam waktu yang paling singkat dan
perhitungan paling sederhana sehingga dapat digunakan pada populasi yang banyak,
berdasarkan tingkat norma kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) yaitu dikatakan
bugar jika denyut nadi seteleh tes berkisar antara 50-102 kali/menit bagi laki-laki dan
52- 113 kali/menit bagi perempuan (Nieman, 2007).
Data dari Behavioral Risk Factor Surveillance System (BRFSS) survey tahun
2001-2003 pada masyarakat Asia dan Hawaii atau masyarakat di Kepulauan Pasifik
lainnya diperoleh data 61% memiliki tubuh yang tergolong tidak bugar (Kruger, 2004
dalam Cassandra, 2011). Seperti halnya kondisi kebugaran pada masyarakat
Indonesia menurut data Sport Development Index (SDI) pada tahun 2006 menujukkan
kondisi yang rendah yaitu 1,08% masuk dalam ketegori baik sekali, 4,07% baik,
13,55% sedang, 43,90% kurang, dan 37,40% kurang sekali (Maksum dalam
Cassandra, 2011).
Di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang no. 36 tentang kesehatan yang
mengamanatkan bahwa upaya kesehatan olahraga ditunjukkan untuk meningkatkan
kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat serta meningkatkan prestasi belajar,
kerja dan olahraga. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia oleh Direktorat Bina
Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2011 telah mengadakan kegiatan kebugaran
jasmani. Dengan adanya konsep “beraktivitas fisik agar sehat dan bugar” diharapkan
masyarakat dapat melaksanakan upaya pencegahan dan penananggulangan dampak
negatif akibat kurang berolahraga dan cedera olahraga (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan laporan dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa institusi terhadap
4
generasi muda dan orang dewasa pada dasawarsa terakhir ini, dapat disimpulkan
bahwa tingkat kebugaran jasmani orang Indonesia secara umum kurang baik atau
termasuk dalam kategori rendah (FORMI,2011).
Tingkat kebugaran yang rendah banyak dialami oleh perempuan khususnya
pada usia remaja dibandingkan dengan laki-laki, hal ini diperkuat dengan penelitian
kebugaran yang dilakukan pada siswi kelas II Sekolah Menengah Kejuruan Pangudi
Luhur Tarcisius dengan menggunakan Harvard Step Test menunjukkan bahwa status
kebugaran sebanyak 78,1% berada pada kriteria kurang, 15,6% berada pada kriteria
sedang, dan 6,3% berada pada kriteria baik (Eliyus, 2005 dalam Mustakim, 2010).
Penelitian yang dilakukan pada remaja putri usia 18-19 tahun di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia menunjukkan bahwa berdasarkan norma tes
kebugaran 86,7% mahasiswi tergolong tidak bugar sedangkan berdasarkan nilai
median denyut nadi setelah tes diketahui 54,7% tergolong tidak bugar yang dihitung
dengan metode step tes YMCA 3 minute (Indrawagita, 2009). Kemudian penelitian
dari 30 orang responden remaja usia 18 hingga 23 tahun yang diteliti, 22 orang
berada pada level buruk (Indriawati, 2005).
Kebugaran sangatlah penting bagi kesehatan remaja, salah satunya kesehatan
jantung. Apabila seorang remaja menjaga kebugarannya maka sistem kardiovaskular
akan berfungsi maksimal dan tetap terpelihara (Sumosardjuno, 1992). Kebugaran
yang kurang akan mencerminkan kekurangan pula dalam kemampuan bekerja, baik
lama maupun daya tahannya untuk bekerja ataupun prestasi kerjanya (Turhayati,
2000).
5
Dampak dari rendahnya tingkat kebugaran adalah secara langsung akan
berpengaruh terhadap penurunan kinerja dan produktivitas dan dalam jangka waktu
yang lama akan menimbulkan penyakit jantung koroner dan penyakit degeneratif
lainnya. Penyakit jantung koroner (Coronary artery disease (CAD)) masih menjadi
penyebab kematian nomor satu. Jumlah penyakit kardiovaskular (CVD) merupakan
yang terbesar dari seluruh kematian, yang berjumlah 17,3 juta jiwa setiap tahunnya,
kemudian diikuti penyakit kanker sebanyak 7,6 juta jiwa dan diabetes sebanyak 1,3
juta jiwa. Disamping itu, jumlah kematian akibat CVD ini menggambarkan 30% dari
seluruh kematian di dunia dengan 7,3 juta orang diantaranya berhubungan dengan
penyakit jantung koroner dan 6,2 juta orang diantaranya berkaitan dengan penyakit
stroke (WHO, 2013). Penyakit CVD dan diabetes erat kaitannya dengan kejadian
obesitas. Pada tahun 2008, lebih dari 1,4 miliar orang dewasa dan lansia di dunia
mengalami overweight, dengan lebih dari 200 juta laki-laki dan sekitar 300 juta
perempuan diantaranya mengalami obesitas (WHO, 2013). Di Indonesia penyakit
jantung memiliki prevalensi 7,2 % , diabetes melitus 1,1 %, dan kanker 0,4 % . Ratarata kota Jakarta yang paling banyak prevalensi kejadian penyakit tidak menular
tersebut (Riskesdas, 2007).
Aktivitas fisik memberikan keuntungan kesehatan yang terbanyak dan bahwa
tingkat kebugaran aerobik yang lebih tinggi dapat mencegah dari penyakit yang
berdampak kepada kematian (Sharkley, 2003). Selanjutnya penelitian oleh Lloyd,
et.al. (1998) memecahkan hipotesis bahwa terdapat kolerasi yang positif antara
latihan fisik dengan kebugaran (kapasitas kardiorespiratori) pada perempuan remaja
dan dewasa. Kemudian terdapat faktor lain yang berhubungan dengan kebugaran
6
pada perempuan selain dari aktivitas fisik. Diketahui jenis kelamin termasuk salah
satu faktor yang menentukan tingkat kebugaran kardiovaskuler (Haskell and Kiernan,
2000). Laki-laki memiliki kondisi tubuh yang lebih bugar dari pada perempuan
(Mustakim, 2010).
Kemudian berdasarkan hasil penelitian tentang kebugaran yang dilakukan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pada
perempuan usia 19-52 tahun terdapat hubungan yang bermakna antara persen lemak
tubuh dengan kebugaran dengan mengukur VO 2max (Wijayanti,2006).
Asupan makanan untuk memperoleh zat gizi juga menjadi salah satu penentu
status kebugaran. Penelitian disuatu negara memberikan hasil bahwa asupan gizi
sumber energi (karbohidrat dan lemak) lebih memberi pengaruh kuat pada
kemampuan kardioresporatori (kebugaran) perempuan dibandingkan dengan laki-laki
(Paul,et.al, 2004 dalam Prawestri 2011). Selain itu, sebuah studi juga menyatakan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara asupan gizi berupa zat gizi mikro dengan
kebugaran pada perempuan remaja maupun dewasa. (Lloyd, et.al, 1998).
Penelitian terkait kebugaran diketahui terdapat perbedaan yang signifikan
antara kebugaran mahasiswi angkatan 2009 usia (18-19) tahun dibandingkan dengan
angkatan 2010 usia (20-21) tahun (Oranobuka, 2011 dalam Sharkley, 2011). Tingkat
kebugaran jasmani pada perempuan lebih rendah dibandingkan pada laki-laki
(Hermanto,dkk, 2012). Pada perempuan, kebugaran (daya tahan kardiorespiratori)
mempengaruhi secara signifikan dengan penyebab kematian (Blair, et.al. 1996 dalam
Prawestri, 2011).
7
Dari data penelitian diatas diketahui bahwa kebugaran diberbagai tingkatan
dunia, Asia maupun Indonesia masih menunjukkan tingkat kebugaran pada level
rendah terutama pada perempuan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa banyaknya perempuan dalam usia 17-21 tahun yang memiliki
tingkat kebugaran dalam skala yang rendah. Dimana pada usia tersebut rata-rata
adalah usia sekolah sebagai siswa dan mahasiswa. Kebugaran (daya tahan
kardiorespiratori) pada masa sekolah penting untuk mendukung aktivitas kerja dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk kegiatan belajar dan menyelesaikan studi dan
sebagai pencegahan terhadap terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit
lainnya yang berhubungan dengan rendahnya aktivitas fisik yang jika tidak dicegah
akan menimbulkan kematian. Kemudian pada perempuan kebugaran menjadi penting
karena manfaatnya akan berdampak pada siklus kehidupan selanjutnya.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait
kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) hubungannya dengan berbagai faktor yang
mempengaruhi seperti IMT, persen lemak tubuh, asupan gizi dan aktivitas fisik pada
rentang usia mahasiswa khususnya perempuan yang dimulai sejak dini.
B. Rumusan Masalah
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah merupakan institusi pendidikan dengan 74,8% mahasiswa
berjenis kelamin perempuan (AIS, 2013). Dimana rentang usia rata-rata adalah 18-23
tahun yang termasuk dalam rentang usia produktif, karena pada usia produktif seperti
mahasiswa memerlukan aktivitas kardiorespirasi yang prima yaitu tingkat
kemampuan jantung dan paru-paru untuk mensuplai dan membawa oksigen untuk
8
berbagai jaringan dalam tubuh kita sehingga seluruh fungsi tubuh dapat menunjang
kegiatan belajar mengajar, organisasi, serta latihan yang berperan dalam kegiatan
kampus dan masyarakat dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan optimal
dan tidak cepat lelah sebagai langkah preventif diri sebagai mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. Padatnya jadwal perkuliahan menjadi salah satu faktor kurangnya
melakukan latihan fisik untuk mencapai kebugaran (daya tahan kardiorespiratori).
Studi pendahuluan yang dilakukan kepada 30 orang mahasiswa yang terdiri dari
15 orang perempuan dan 15 orang laki-laki dinilai dari kapasitas maksimal untuk
menggunaan oksigen dengan uji tes kebugaran menggunakan metode YMCA 3minutes step test yang kemudian dihitung berdasarkan denyut nadinya setelah
melakukan tes tersebut. Didapatkan bahwa 66,3% mahasisiwa tidak bugar,
ditunjukkan dari jumlah denyut nadi ≥113 (kali/ menit) pada perempuan dan ≥102
laki-laki. Dan 33,7% mahasiswa bugar dengan jumlah denyut nadi <113 (kali/menit)
pada perempuan dan ≥102 pada laki-laki. Idealnya intensitas latihan menghasilkan
jumlah denyut nadi yang lebih sedikit yaitu 50-102 kali/menit (laki-laki) dan 52-113
kali/menit (perempuan). Kemudian hasil studi pendahuluan diketahui pada
perempuan 93,3% tidak bugar dibandingkan dengan laki-laki 40 % tidak bugar.
Berdasarkan hasil observasi selama 1 periode oleh Departemen Kesenian dan
Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
menunjukkan bahwa kurangnya kegiatan untuk latihan fisik atau olahraga yang rutin
dilakukan oleh mahasiswi, berbeda dengan mahasiswa yang sering melakukan
pertandingan futsal dan latihan fisik lainnya. Kemudian ditambah dengan hasil studi
pendahuluan kepada 15 orang mahasiswi ada 8 orang tidak aktif dalam
9
melaksanakan aktivitas olahraga. Olahraga adalah salah satu cara untuk mencapai
kebugaran. Perempuan merupakan individu paling beresiko untuk terkena suatu
penyakit dan gangguan fisik lainnya.
Dengan rendahnya kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) pada mahasiswi
ditambah dengan rendahnya aktivitas olahraga, menjadikan peneliti tertarik untuk
mengetahui hubungan antara faktor lain yang mempengaruhi kebugaran (daya tahan
kardiorespiratori) seperti Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan
gizi, aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat.
C. Pertanyaan Penelitian
1.
Bagaimana gambaran kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?
2.
Bagaimana gambaran status gizi menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) dan persen
lemak tubuh pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah tahun 2013?
3.
Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?
4.
Bagaimana gambaran asupan gizi berupa energi dan protein maupun vitamin A,
vitamin B1, zat besi (Fe), dan seng (Zn) pada mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?
5.
Apakah ada hubungan antara IMT dengan kebugaran pada mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?
10
6.
Apakah ada hubungan persen lemak tubuh dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?
7.
Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?
8.
Apakah ada hubungan antara asupan energi dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?
9.
Apakah ada hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?
10. Apakah ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun
2013?
11. Apakah ada hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun
2013?
12. Apakah ada hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun
2013?
13. Apakah ada hubungan antara asupan seng (Zn) dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun
2013?
11
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara status gizi (Indeks Massa Tubuh (IMT), persen
lemak tubuh, asupan gizi) dan aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2013.
2. Tujuan Khusus
a.
Mengetahui gambaran tingkat kebugaran pada mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.
b.
Mengetahui gambaran status gizi menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) dan
persen lemak tubuh pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.
c.
Mengetahui gambaran status gizi menurut persen lemak tubuh pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
tahun 2013.
d.
Mengetahui gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.
e.
Mengetahui gambaran status gizi berdasarkan asupan gizi berupa energi dan
protein maupun vitamin A, vitamin B1, zat besi (Fe), dan seng (Zn) pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
tahun 2013.
f.
Mengetahui hubungan antara IMT dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.
12
g.
Mengetahui hubungan antara persen lemak tubuh dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
tahun 2013.
h.
Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.
i.
Mengetahui hubungan antara asupan energi dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
tahun 2013.
j.
Mengetahui hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
tahun 2013.
k.
Mengetahui hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
tahun 2013.
l.
Mengetahui hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
tahun 2013.
m. Mengetahui hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
tahun 2013.
n.
Mengetahui hubungan antara asupan seng (Zn) dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
tahun 2013.
13
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
a.
Memberikan informasi terkait kebugaran pada mahasiswa Kesehatan
Masyarakat sehingga didapatkan upaya dalam peningkatan produktivitas
belajar.
b.
Dapat menjadikan studi acuan terkait aktivitas fisik untuk program kerja
Departemen Kesenian dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan khususnya BEM Jurusan Kesehatan
Masyarakat.
2. Manfaat Bagi Peneliti
a.
Sebagai media pengaplikasian ilmu kesehatan mayarakat khususnya ilmu gizi
yang telah dipelajari selama studi.
b.
Dapat dijadikan referensi atau sumber dan acuan dalam melakukan penelitian
lanjutan.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan gizi Program Studi
Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
bulan Juni sampai Agustus 2013 pada mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara kebugaran dengan status gizi (IMT, persen lemak tubuh, dan asupan gizi) dan
aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
14
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan desain studi cross sectional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebugaran
1. Pengertian Kebugaran
Kebugaran fisik adalah suatu kondisi dimana seorang individu memiliki
energi yang cukup dan vitalitas untuk menyelesaikan tugas sehari-hari dan
kegiatan rekreasi aktif tanpa kelelahan yang tidak semestinya (Nieman, 1998).
Kebugaran adalah keadaan kemampuan jasmani yang dapat menyesuaikan fungsi
alat-alat tubuhnya terhadap tugas jasmani tertentu dan terhadap keadaan
lingkungan yang harus diatasi dengan cara yang efisien, tanpa kelelahan yang
berlebihan dan telah pulih sempurna sebelum datang tugas yang sama pada esok
harinya (Giriwijoyo, 2012).
Kebugaran aerobik (daya tahan kardiorespiratori) didefinisikan sebagai
kepasitas maksimal untuk menghirup, menyalurkan dan menggunakan oksigen
(Sharkley, 2011). Kesehatan kardiovaskuler penting untuk meningkatkan
kebugaran dan kesehatan.
2. Klasifikasi Kebugaran
Kebugaran jasmani merupakan keadaan keseimbangan antara kegiatan
biasa dengan tuntutan yang berlebih, dimana tidak terjadi kelelahan dan
menyimpan cukup energi untuk aktivitas selanjutnya. Kebugaran dikategorikan
menjadi dua, yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health-
15
16
related fitness) dan kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau yang
disebut dengan skill-related fitness (Hoeger dan Hoeger, 1996). Berikut akan
dijelaskan lebih lanjut mengenai kategori kebugaran :
a. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan
Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health related fitness)
didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
dimana dibutuhkan energi serta kualitas dan kapasitas yang berhubungan
dengan rendahnya risiko munculnya penyakit hipokinetik dini (berhubungan
dengan kurangnya aktivitas fisik) (Prentice, 2004). Status kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh hereditas, pola hidup sehat, akivitas fisik yang cukup dan
kualitas diet yang baik (Fatmah, 2011).
Aktivitas fisik yang sesuai dengan kebutuhan akan meningkatkan
kesehatan manusia dengan jalan mencegah kelebihan berat badan dan juga
dipengaruhi oleh faktor lain dari kebugaran yang berhubungan dengan
kesehatan. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan terdiri dari daya
tahan kardiorespirasi, daya tahan otot yang cukup, komposisi tubuh,
fleksibilitas atau kelentukan yang memadai. Beberapa organisasi profesional
seperti ACSM (American College Sport Medicine) telah mengindikasikan
bahwa variasi dalam melakukan aktivitas fisik dapat digunakan untuk
meningkatkan kesehatan (Williams, 2002).
b. Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan
Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau skill-related
fitness adalah kebugaran untuk melakukan gerakan-gerakan fisik dalam
17
aktivitas atletik atau olahraga. Skill-related fitness yang baik dapat
meningkatkan kualitas hidup secara umum dengan meningkatkan kemampuan
seseorang untuk menghadapi kondisi-kondisi darurat yang terkadang
membutuhkan ketangkasan (Hoeger dan Hoeger, 1996). Pada kebugaran yang
berhubungan dengan keterampilan lebih banyak berperan bagi kelompok atlet
dibandingkan masyarakat umum sehingga penggunannya terbatas pada
komunitas dan kegiatan olahraga (Gisolfi dan Lamb, 1989).
Skill-related fitness adalah kemampuan untuk memaksimalkan potensi
genetik dengan latihan fisik dan mental yang cukup untuk menyiapkan pikiran
dan tubuh dalam kompetisi. Pada kondisi ini, atlet mengembangkan
kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan, dimana komponen
kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan terdiri dari kekuatan,
kecepatan, daya tahan, dan skill motorik neuromuskular yang spesifik terkait
olahraga dari atlet (Williams, 2002).
Atlet pada semua level kompetisi, baik pada kompetisi internasional,
gulat, permain baseball sekolah menengah, pelari jarak jauh pada kelompok
usia senior, atau pemain muda sepak bola dapat meningkatkan performa
terbaik mereka dengan intensitas latihan yang disesuaikan dengan
perkembangan usia, fisik, dan mental mereka.
3. Komponen Kebugaran
Komponen kebugaran seringkali disebutkan dalam dua bagian, satu
berhubungan dengan kesehatan dan yang lain berhubungan dengan ketrampilan
atlet. Kebugaran berhubungan dengan keterampilan dibutuhkan untuk meraih
18
sukses dalam olahraga seperti tenis, sepakbola, bola voli, golf, dan basket akan
tetapi, banyak ahli merasa bahwa komponen tersebut memiliki sedikit hubungan
yang kuat terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit (Nieman, 1998).
Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan digambarkan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan dengan
rendahnya risiko terhadap penyakit degeneratif. Daya tahan kardiorespiratori,
kebugaran muskuloskeletal (kekuatan dan daya tahan otot, fleksibilitas), dan
komposisi tubuh yang optimal diukur sebagai komponen kebugaran yang
berhubungan dengan kesehatan. Kebugaran yang behubungan dengan tampilan di
sisi lain memiliki nilai lebih yaitu ketangkasan, keseimbangan, koordinasi,
kecepatan, kekuatan dan daya ledak serta memiliki hubungan terhadap kesehatan
dan pencegahan penyakit (Nieman, 1998).
Setiap komponen dari kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan dapat
diukur secara terpisah dengan latihan spesifik yang sudah dirancang untuk
dikembangkan sesuai dengan jenis olahraganya masing-masing. Bagian yang
terpenting disini adalah kebugaran total yang disamakan dengan perkembangan
dari setiap komponen mayor melalui program latihan terangkai dengan baik.
Beberapa individu berlatih untuk mengembangkan kekuatan dan daya tahan otot
namun sedikit dalam latihan aerobik untuk sistem kardiorespiratorinya. Beberapa
pelari terkemuka memiliki kebugaran jantung dan paru yang baik namun rendah
dalam hal kekuatan tubuh bagian atas (Nieman, 1998).
19
Individu yang bugar fisiknya dapat mengerjakan pekerjaan sehari-hari
misalnya, membawa bahan makanan, menaiki tangga, berkebun dengan sedikit
kelelahan dan menyisakan energi untuk latihan di waktu luang.
Berikut akan dibahas setiap komponen kebugaran yang behubungan dengan
kesehatan.
a. Daya Tahan Kardiorespiratori (Ketahanan Jantung)
Daya tahan kardiorespiratori adalah kemampuan jantung, paru-paru,
dan pembuluh darah untuk menyuplai oksigen ke dalam sel-sel sehingga
memenuhi kebutuhan untuk memperpanjang aktivitas fisik (Hoeger dan
Hoeger, 1996). Komponen ini adalah yang paling disetujui sebagai
komponen kebugaran dan kriteria yang paling umum digunakan untuk
pengukuran kebugaran baik pada orang dewasa maupun anak-anak karena
merupakan dasar dari kebugaran menyeluruh (total fitness) dengan
menggambarkan kualitas fisik seseorang dari sisi yang tergolong vital, yaitu
penggunaan oksigen (Gisolfi dan Lamb, 1989).
Daya tahan kardiorespiratori ditentukan oleh kapasitas aerobik atau
ambilan (uptake) oksigen maksimal (VO2max) yaitu jumlah maksimal
oksigen yang dapat digunakan oleh tubuh per menit saat melakukan kegiatan
atau latihan fisik. Saat tubuh sedang menghadapi beban aktivitas fisik, energi
dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak sehingga jantung, paru-paru
dan pembuluh darah harus menghantarkan lebih banyak oksigen untuk
oksidasi energi di dalam sel menjadi ATP (Adenosine triphosphate). Oleh
karena itu, semakin kecil frekuensi pompa jantung yang dibutuhkan,
20
semakin efisien kerja kardiorespiratori atau semakin bugar kondisi tubuh
seorang individu karena berarti dengan satu kali curah, oksigen yang
dihantarkan lebih banyak (Anspaugh, 1997). Perbedaan VO2max yang
berarti antar individu diturunkan oleh kualitas kerja tiga sistem dalam tubuh,
yaitu: (1) respirasi eksternal (fungsi paru-paru), (2) transpor udara (sistem
kardiovaskuler seperti jantung, pembuluh darah dan darah), dan (3) respirasi
internal (penggunaan oksigen oleh sel tubuh untuk produksi energi) (Prentice
dan Bucher, 1988 dalam Wijayanti, 1998).
Pertama-tama, sistem respirasi eksternal membawa oksigen dari udara
bebas ke dalam paru-paru dan membawanya ke dalam darah. Pada orang
yang memiliki aktivitas fisik yang berat, kapasitas vital dan pernapasan
maksimal meningkat. Maka, sirkulasi serta suplai oksigen kedalam darah
dari paru-paru pun akan meningkat. Setelah itu, transpor udara pada sistem
kardiovaskuler akan memompa dan mendistribusikan oksigen yang telah
terikat pada darah ke seluruh tubuh. Peningkatan konsumsi oksigen dapat
dicapai melalui peningkatan curah jantung yang merupakan perkalian antara
volume darah sekuncup dan frekuensi atau jumlah denyut jantung. Terakhir,
respirasi internal terjadi pada sel-sel di dalam tubuh (sel-sel otot dan rangka)
dengan penggunaan oksigen untuk merubah simpanan karbohidrat dan
lemak (energi) menjadi ATP untuk kontraksi otot dan produksi panas. Proses
terakhir ini terjadi saat individu melakukan aktivitas fisik. (Prentice dan
Bucher, 1988 dalam Wijayanti, 1998).
21
b. Komposisi Tubuh
Komposisi tubuh adalah rasio dari lemak dan berat bebas lemak dan
seringkali ditampilkan dalam persen lemak tubuh (Nieman, 1998).
Komposisi tubuh adalah komponen kebugaran yang berhubungan dengan
jumlah total relatif dari otot, lemak, tulang dan bagian vital dalam tubuh
(Haskell dan Kiernan, 2000).
Lemak tubuh yang sehat berkisar antara 15% untuk laki-laki dan 23%
untuk perempuan. Banyak metode yang digunakan untuk mengukur lemak
tubuh seperti tes skinforld, under water weight (UWW). Tes tersebut
memberikan estimasi yang lebih baik untuk berat badan ideal daripada tabel
tinggi badan berat badan. Berat badan terbagi menjadi lemak dan massa
bebas lemak. Massa bebas lemak terdiri dari otot, tulang dan air. Persen
lemak tubuh yang merupakan presentasi dari total berat badan
merepresentasi berat lemak, yang juga lebih sering digunakan untuk
mengevaluasi komposisi tubuh seseorang (Nieman, 1998). Komposisi tubuh
jika seseorang memiliki berat badan yang tinggi tetapi komposisi tubuhnya
lebih banyak terdiri atas otot atau massa bukan lemak, risiko kesehatan yang
dimiliki tidak sebesar pada orang dengan lebih banyak massa lemak (Mood,
et.al, 2003 dalam Indrawagita, 2009).
Komposisi tubuh menyediakan penentuan akurat seberapa banyak berat
badan seorang atlet harus ditambah atau dikurangi karena dapat
menggambarkan apakah berat badan atlet tersebut lebih banyak terdiri dari
massa lemak atau bukan lemak (otot). Apabila persentase lemak menurun
22
untuk mencapai kondisi yang paling bugar sehingga performa dapat
menjadi lebih maksimal (Amheim dan Prentice, 2000 dalam Wijayanti,
2006).
c.
Kekuatan dan Daya Tahan Otot
Kekuatan otot adalah kapasitas otot untuk mengatasi suatu beban.
Sementara itu, daya tahan otot berkaitan dengan kemampuan dalam
menghasilkan kekuatan dan kemampuan untuk mempertahankannya selama
mungkin (Hoeger dan Hoeger, 1996). Individu yang menggunakan aktivitas
fisik reguler untuk meningkatkan daya tahan kardiorespiratori, kebugaran
muskuloskeletal dan tingkat lemak tubuh yang optimal dapat memperbaiki
tingkat energi dasar mereka dan menempatkan mereka pada risiko yang
rendah terhadap penyakit jantung, kanker, diabetes, osteoporosis, dan
penyakit kronis lainnya (Nieman, 1998).
Kekuatan adalah kemampuan maksimal seseorang untuk mengangkat
suatu beban. Menjadi kuatnya otot-otot tubuh seorang pesenam disebabkan
latihan yang terus menerus. Oleh karena itu agar jasmani kita sehat maka
semua otot tubuh harus dilatih, sehingga kemampuan otot menjadi
maksimal. Jika kita melakukan latihan, sebaiknya mengikutserakan semua
otot tubuh (Sumosardjuno, 1992).
d. Kelentukan
Kelentukan adalah jangkauan area gerak sendi-sendi tubuh. Komponen
ini tercermin pada kemampuan seseorang untuk menekuk, merengang, dan
memutar tubuhnya (Haskell dan Kienan, 2000). Otot, ligamen, dan tendon
23
mempengaruhi keleluasaan gerak pada sendi-sendi tubuh. Kelentukan
berhubungan dengan umur dan aktivitas fisik.
Kelentukan akan berkurang seiring dengan meningkatnya umur yang
lebih dikarenakan kekurangan aktivitas dalam gerak dibandingkan dengan
proses penuaan. Kelentukan memiliki banyak keuntungan dalam hal
kesehatan. Diantaranya pergerakan yang baik, meningkatkan resistensi
cedera dan rasa sakit pada otot, mengurangi tekanan darah dan stres
(Nieman, 1998). Kapasitas fungsional tubuh kita untuk bergerak pada
daerah gerak yang maksimal, bergantung pada panjang otot, tendon, dan
ligamen persendian. Untuk memperbaiki kelenturan atau memelihara
kelenturan tubuh, maka kita harus menggerakkan persendian kita pada
daerah geraknya secara maksimal dan teratur (Sumosardjuno, 1992). Agar
kesegaran jasmani kita baik, maka kita tidak hanya melakukan latihan untuk
salah satu komponen saja, tetapi juga berlatih untuk memperbaiki semua
komponen.
4. Pengukuran Kebugaran
Skor atau tingkat kebugaran seseorang dapat diketahui melalui serangkaian
pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan komponen-komponen kebugaran
melalui tahapan dengan menggunakan peralatan tertentu (Permaesih, et.al, 2001
dalam Fatmah, 2011). Tes kebugaran merupakan indikator kuantitatif yang
menggambarkan sejauh mana kualitas fisik seseorang saat ini dan setelah
beraktivitas fisik.
24
Cara penentuan tingkat kebugaran dipilih berdasarkan tujuan pengukuran,
jenis kemampuan yang akan diukur terutama yang berhubungan dengan jenis
pekerjaan yang biasa dilakukan (Moeloek,dkk, 1984). Gambaran tingkat
kebugaran seseorang dapat diperoleh melalui pengukuran pada komponen atau
interaksi antara komponen-komponen tersebut. Pengukuran kebugaran terbagi ke
dalam dua kategori berdasarkan metabolisme energi, yaitu pengukuran aerobik
dan pengukurn anaerobik (Rowland M.D, 1996).
a. Uji Kebugaran Aerobik
Aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus menerus dimana
kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya jogging, senam,
renang, bersepeda (Depkes, 2002). Kebugaran aerobik adalah kapasitas
maksimal untu menghirup, menyalurkan, dan menggunakan oksigen. Sebaiknya
diukur dalam tes laboratorium yang disebut maksimal pemasukan oksigen
(VO2max) (Sharkey, 2003).
Uji kebugaran aerobik menggunakan dua metode yaitu langsung dan
tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan pengukuran kapasitas
aerobik (VO2max) dapat dilakukan menggunakan alat Douglas Bag (dua kantung
udara yang disambung dengan selang pada mulut dan hidung dengan cara
dipanggul) selama melakukan aktivitas fisik.
Metode lain dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan
spirometer yang terkomputerisasi sehingga dinilai paling objektif. Uji kebugaran
dapat dilakukan dengan pemberian beban latihan fisik (seperti penggunaan
treadmill dan sepeda ergometer) pada individu yang telah dipasangi spirometer
25
sistem metabolik yang terkomputerisasi. Alat tersebut dipasang pada mulut
individu yang diuji sehingga volume pertukaran gas serta detak jantung dapat
dimonitor (Rowland, M.D, 1996). Pengukuran VO2max dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu tes maksimal dan submaksimal. Pada tes maksimal, VO2max
diukur pada kondisi kelelahan maksimum selama melakukan beban latihan fisik
sehingga sistem kardiorespiratori memang benar-benar sedang mengalami
VO2max (menggunakan oksigen secara maksimal) (Rowland M.D, 1996).
Sementara itu, tes submaksimal VO2max dilakukan dengan pengukuran
saat sebelum mencapai kondisi kelelahan maksimum karena individu seperti
anak-anak atau lanjut usia akan menghentikan beban latihan fisik saat mereka
merasa lelah, walaupun belum pada kelelahan maksimal. Pengukuran VO2max
submaksimal dapat dilakukan dengan uji Åstrand-Rhyming Nomogram. Prosedur
ini menganggap bahwa ambilan oksigen dan detak jantung berhubungan linear
sehingga VO2max maksimal dapat diprediksi (Bucher, 1985). Namun, pengukuran
laboratorium VO2max relatif mahal, memakan waktu, memerlukan tenaga yang
terampil dan tidak praktis untuk tes massal (Rowland, M.D, 1996 dan Nieman,
1990 dalam Wijayanti, 1998).
Uji kebugaran dengan metode langsung akan menghasilkan jumlah yang
dinyatakan dalam satuan milliliter per menit (ml/menit) atau milliliter per
kilogram berat badan per menit (ml/ kgBB/ menit). Satuan VO2max dengan berat
badan (ml/kgBB/menit) memungkinkan untuk membandingkan VO2max dengan
memperhitungkan variasi ukuran tubuh dalam situasi lingkungan yang berbeda
(Nieman, 1990; Bowers dan Fox, 1992; dalam Wijayanti, 1998).
26
Metode tidak langsung dilakukan dengan metode prediksi melalui detak
jantung (Astrad, 1977 dalam Fatmah, 2011). Pada individu yang bugar, detak
jantung atau denyut nadi lebih sedikit jumlahnya karena sistem kardiorespiratori
bekerja secara lebih efisien, yaitu setiap detak oksigen yang terpompa dalam
darah lebih banyak sehingga kebutuhan oksigen dapat langsung terpenuhi
(Aspaugh, 1997). Tujuan yang ingin dicapai dalam olahraga pada dasarnya
adalah kapasitas aerobik yang menunjukkan derajat kebugaran seseorang.
Berikut jenis latihan fisik dan instrumen untuk menilai kebugaran:
Tabel 2.1
Jenis-Jenis Latihan Fisik
Jenis Latihan Fisik
Tes lari 12 menit (Metode Cooper)
Lintasan
Tes lari 2,4 km
Lintssan
Tes dengan Ergocycle
Sepeda Ergometer
Tes Naik Turun Bangku
- Havard Step Test (untuk lakilaki)
- Queen’s College step test
- YMCA
(Young
Men’s
Christian Association)
3minute step test
Instrumen
-
Bangku setinggi 20 inci (70
cm)
Bangku setinggi 16.25 inci
(57 cm)
Bangku setinggi 12 inci (31
cm)
Sumber : Fatmah, 2011
Pengukuran kebugaran yang paling tepat dan sesuai untuk digunakan
pada jumlah sampel besar adalah pengukuran kebugaran aerobik dengn tes naikturun bangku (step test). Pengukuran ini berdasarkan pada denyut nadi saat atau
segera setelah melakukan latihan fisik berupa naik-turun bangku yang
tatacaranya telah distandarisasi (Rowland, M.D, 1996).
27
Diantara ketiga macam tes naik-turun bangku, waktu paling singkat dan
perhitungan paling sederhana terdapat pada YMCA 3-minute (tes bangku 3 menit
YMCA) sehingga cocok untk tes yang dilakukan secara massal (Nieman,
2007).YMCA3-minute step test menggunakan bangku setinggi 12 inci (31 cm)
biasanya digunakan untuk tes massal selama 3 menit dan memiliki perhitungan
paling sederhana (Nieman, 2007). Pengukuran kebugaran dapat dilakukan
dengan perhitungan denyut nadi sesaat setelah tes dilakukan (Jones, 2010).
Recovery denyut nadi 5 menit setelah tes naik turun tangga 3 menit
YMCA merupakan salah satu indikator pengukuran kebugaran kardiopulmonari.
Semakin cepat denyut nadi kembali seperti sebelum tes, maka akan semakin
bugar seseorang tersebut (Chen, 2006 dalam Nanda, 2012). Penelitian yang
dilakukan oleh Yuan, Fu, Zhang, Li dan Sahan (2008) dalam Nanda (2012)
membuktikan bahwa tes naik turun bangku-3 menit YMCA ini merupakan
metode terbaik pengukuran kebugaran aerobik setelah dibandingkan dengan 40
cm step test dan squat-up down test karena memiliki reliabilitas tertinggi karena
digunakan untuk populasi yang besar.
Untuk menentukan tingkat kebugaran seseorang berdasarkan perhitungan
denyut nadi setelah melakukan tes bangku 3 menit YMCA dapat dilihat dalam
tabel 2.2 :
Tabel 2.2
Tingkat Kebugaran Berdasarkan Norma Tes Bangku 3 Menit YMCA
Usia
Kategori
Laki-laki
Istimewa
18-25
26-35
36-45
46-55
56-65
65+
50-76
51-76
49-76
56-82
60-77
59-81
28
Usia
Kategori
Baik
Diatas Rata-rata
Rata-rata
Dibawah Ratarata
Buruk
Sangat Buruk
Perempuan
Istimewa
Baik
Diatas Rata-rata
Rata-rata
Dibawah Ratarata
Buruk
Sangat Buruk
18-25
26-35
36-45
46-55
56-65
65+
77-84
88-93
95-100
102-107
79-85
88-94
96-102
104-110
80-88
92-98
100-105
108-113
87-93
95-101
103-109
111-117
86-94
97-100
103-109
111-117
87-92
94-102
104-110
114-118
111-119
124-157
114-121
126-161
116-124
130-163
119-128
131-154
119-128
131-154
121-126
130-151
52-81
85-93
96-102
104-110
113-120
58-80
85-92
95-101
104-110
113-119
51-84
89-96
100-104
107-112
115-120
63-91
92-101
102-110
111-118
119-124
60-92
97-103
106-111
113-118
119-127
70-92
96-101
104-111
116-121
123-126
122-131
135-169
122-129
134-171
124-132
137-169
123-132
133-171
129-135
141-174
128-133
135-155
Sumber : Nieman, 2007
b. Tes Kebugaran Anaerobik
Anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi
seluruhnya oleh tubuh. Misalnya, lari sprint 100 m, tenis lapangan, bulutangkis.
Energi pada metabolisme anaerobik akan disalurkan pada jenis latihan yang berupa
ledakan otot dan memiliki intensitas tinggi. Oleh karena itu, pengukuran kebugaran
anaerobik mengarah pada komponen daya tahan dan kekuatan otot. Beberapa
prosedur telah dikembangkan untuk memprediksi tingkat kebugaran anaerobik,
yaitu Margaria stair-running test (tes berlari naik tangga Margaria) dan tes
anaerobik Wingate (Rowland M.D, 1996). Prinsip dasar dalam pelaksanaan tes ini
yaitu tes kebugaran ini harus dilaksanakan bertahap dan berkesinambungan.
Dalam penerapannya perlu dicermati siapa yang menjadi populasi yang akan
menjalani tes kebugaran jasmani. Bila populasi yang akan menjalani tes kebugaran
adalah heterogen (masyarakat umum) milsalnya warga suatu kelurahan maka
29
kapasitas tes cukup kapasits aerobik. Namun, untuk menyeleksi terhadap populasi
yang homogen maka dapat dilakukan pengukuran kapasitas aerobik dan anaerobik
(Giriwijoyo dkk, 2012).
Metabolisme aerobik jauh lebih efisien dari pada non-aerobik, yang
menghasilkan 38 molekul adenosin triphospate (ATP) yaitu komponen yang
menggerakan kontraksi otot. Per molekul glukosa berbeda dengan 2 molekul jika
melalui jalan anaerobik (Sharkley, 2011).
Karena menghasilkan sedikit asam laktat, latihan aerobik relatif menyenangkan.
Dan hasil oksidasi lemak yang berlebih, persendian energi yang memadai untuk
dapat memperpanjang latihan. Latihan aerobik dapat dilakukan dari beberapa menit
hingga beberapa jam. Latihan aerobik dapat dilakukan dengan bersantai sambil
becengkerama pada aerobik tingkat menengah.
Sekitar tahun 2000 ini, skor kebugaran aerobik (VO2max) telah dipandang
sebagai cara mengukur kebugaran yang terbaik dan dipercayai memiliki hubungan
dengan kesehatan dan prestasi kerja serta olahraga (Sharkley, 2011).
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran
Tingkat kebugaran seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Genetik
Level kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada dalam
tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh
seseorang sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan dalam ledakan
kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, kecepatan reaksi,
30
fleksibilitas dan keseimbangan setiap orang (Montgomery, 2001 dalam Fatmah,
2011).
Penelitian oleh Malina dan Bouchard (1991) menentukan bahwa
hereditas mempengaruhi 25-40% perbedaan nilai VO2max. Kemudian Sundet,
Magnus, dan Tambs (1994) berpendapat bahwa lebih dari setengah perbedaan
kekuatan maksimal aerobik dikarenakan oleh perbedaan genotype, dengan faktor
lingkungan (nutrisi, latihan) sebagai penyebab lainnya. Orang tua mewariskan
faktor yang dapat memberikan kontribusi pada kebugaran aerobik, termasuk
kapasitas maksimal sistem respiratori dan kardoivaskular, jantung, sel darah
merah dan hemoglobin serta persentase serat otot. Penemuan terbaru
menunjukkan bahwa kapasitas otot untuk merespon latihan juga merupakan
keturunan. Faktor keturunan lainnya seperti fisik dan komposisi tubuh juga
mempengaruhi kebugaran dan potensi performa yang tinggi (Sharkley, 2011).
Faktor ras juga mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang, khususnya
dari segi kebugaran aerobik. Hasil suatu penelitian yang dilakukan pada 35
wanita kulit hitam dan kulit putih menyatakan bahwa kebugaran aerobik pada
wanita kulit hitam lebih rendah dibandingkan dengan kelompok wanita kulit
putih (Hunter, 2000 dalam Fatmah, 2011).
2. Jenis Kelamin
Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan
kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh,
komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormon, kapasitas paruparu dan sebagainya. Sampai pubertas biasanya kebugaran anak laki-laki hampir
31
sama dengan anak perempuan, tapi setelah pubertas kebugaran pada laki-laki dan
perempuan biasanya semakin berbeda, terutama yang berhubungan dengan daya
tahan kardiorespiratori, yaitu kapasitas aoerobik pada perempuan lebih rendah
15-25 persen dibandingkan dengan laki-laki (Sharkley, 2011). Hal ini
dikarenakan perempuan memiliki jaringan lemak lebih banyak, adanya
perbedaan hormon testosteron dan esterogen, dan kadar hemoglobin yang lebih
rendah.
3. Umur
Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan
bertambahnya umur. Namun penurunan ini dapat berkurang, bila seseorang
berolahraga teratur sejak dini (Moeloek, 1984). Kebugaran meningkat sampai
mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan
kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% pertahun, tetapi
bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya (Depkes,
2002).
Berdasarkan penelitian kepada seseorang yang memulai berlatih aerobik
pada usia 30 tahun memiliki nilai VO2max sebelumnya 46 ml/kg.min sebelumnya
menjadi 54 ml/kg.min, beberapa bulan kemudian mengalami penurunan karena
tidak meneruskan latihan. Di usia 60 tahun, ia memiliki waktu untuk melakukan
aktivitas dan tes kebugarannya menujukan nilai 52 ml/kg.min artinya walaupun
kemampuan latihan dapat menurun seiring dengan usia, ahli gerontologi
olahraga, Dr. Herb de Vries telah menunjukkan bahwa kebugaran dapat
ditingkatkan, bahkan setelah usia 70 (de Vreis, 1986 dalam Sharkley, 2011).
32
4. Status Kesehatan
Status kesehatanmerupakan salah satu determinan atau faktor penentu dari
kebugaran kardiovaskuler (daya tahan kardiovaskuler) (Malina dan Bouchard,
1989 dalam Haskell dan kiernan, 2000). Kemampuan untuk menjalani aktivitas
fisik yang lebih berat dari biasanya dapat diketahui dengan menggambarkan
status kesehatan seseorang. Hal tersebut juga diperlukan sebelum melakukan tes
kebugaran sehingga status kesehatan responden dapat dikontrol.
Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengetahui status
kesehatan adalah kuesioner Par-Q (Physical Activity Readiness Questionnaire).
Kuesioner tersebut melihat status kesehatan melalui enam pertanyaan yang
meliputi kondisi jantung berdasarkan keterangan dokter, ada atau tidaknya nyeri
dada saat beraktivitas dan tidak beraktivitas, rasa pusing atau pengalaman
kehilangan kesadaran, masalah tulang dan sendi, obat tekanan darah atau jantung
yang sedang dikonsumsi serta alasan lain yang berhubungan dengan kesehatan
(Health Canada, 1998).
5. Kebiasaan Konsumsi Rokok dan Alkohol
Kebiasaan merokok terutama berpengaruh pada daya tahan kardiovaskuler.
Pada asap termbakau terdapat 4% karbonminoksida (CO). Daya ikat (afinitas)
CO pada hemoglobin sebesar 200-300 kali lebih kuat dari oksigen. Hal ini berarti
CO lebih cepat mengikat hemoglobin daripada oksigen. Hemoglobin berfungsi
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, dengan adanya ikatan CO pada
hemoglobin maka akan menghambat pengangkutan oksigen kejaringan tubuh
(Astrand, 1992).
33
Karbondioksida dari rokok mengurangi suplai oksigen dari darah ke jaringan
dan sel tubuh. Nikotin dapat mempersempit pembuluh darah dan mengahalangi
peredaran darah. Alkohol juga dapat memberikan akibat yang merugikan kepada
kesanggupan jantung dalam memberikan sambutan kepada olahraga (Kuntaraf,
1992).
Seperti faktor risiko penyakit kardiovaskuler, merokok menjadi salah satu
yang berhubungan dengan kejadian jantung koroner. Perokok dengan konsumsi
rendah kandungan tar, nikotin, memiliki risiko lebih kecil dibandingkan dengan
perokok yang mengonsumsi lebih banyak zat berbahaya tersebut. Tetapi itu
semua berbahaya dan dapat berisiko terhadap kematian. (Bucher, 1985).
6. Aktivitas Fisik
Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani,
latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur akan mempengaruhi
atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat mengurangi lemak tubuh
(Depkes, 1994 dalam Fatmah, 2011). Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh
akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan
fisik adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dilakukan berulang-ulang
dan bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran. Latihan fisik
merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga adalah aktivitas fisik
yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat baik kompetitif maupun non
kompetitif. Aktivitas fisik merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi
tingkat kebugaran seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa latihan
fisik merupakan salah satu faktor yang menghambat proses penuaan yang
34
ditandai dengan penurunan kapasitas aerobik dan kekuatan otot yang akan
menurunkan tingkat kebugaran (Astrad, 1992).
Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik ke dalam dua kategori, yaitu
aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur
(kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda dan berkerja) (Williams, 2002).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi risiko terhadap
penyakit seperti cardiovakuler disease (CDV), stroke, diabetes mellitus dan
kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap penyakit seperti
kanker payudara, hipertensi, osteoporosis, dan risiko jantung, kelebihan berat
badan, kondisi muskuloskletal, gangguan mental dan psikologikal dan
mengontrol perilaku yang berisiko seperti merokok, alkohol, serta juga dapat
meningkatkan produktivitas dalam bekerja (WHO, 2008 dalam Fatmah, 2011).
Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran
seseorang, di antaranya yaitu (Astrad, 1992) :
1) Peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung.
2) Penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi
kerja otot jantung.
3) Mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung.
4) Peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik.
5) Peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh).
6) Meningkatkan kemampuan otot.
7) Mencegah obesitas
35
Kebiasaan olahraga didefinisikan sebagai suatu kegiatan fisik menurut cara
dan aturan tertentu dengan tujuan meningkatkan efisiensi fungsi tubuh yang hasilnya
adalah meningkatkan kesegaran jasmani. Sedangkan kualitas olahraga adalah
penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya berolahraga
setiap kegiatan dalam seminggu. Olahraga dapat meningkatkan kebugaran apabila
memenuhi syarat-syarat berikut (Depkes, 1994 dalam Fatmah 2011):
a. Intensitas latihan
Makin besar intensitas latihan, makin besar pula efek latihan tersebut.
Intensitas kesegaran jasmani sebaiknya antara 60-80% dari kapasitas aerobik
yang maksimal. Intensitas latihan yang dianjurkan untuk berolahraga kesehatan
adalah antara 72% dan 78% dari denyut nadi maksimal.
b. Lamanya latihan
Jika kita menghendaki hasil latihan yang baik, berarti cukup
bermanfaatkan bagi kesegaran jantung dan tidak berbahaya, maka harus berlatih
sampai mencapai training zone yaitu selama 15-25 menit.
c. Frekuensi latihan
Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya
latihan. Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau 3 kali seminggu
minimal 30 menit setiap berolahraga.
d. Cara Pengukuran Aktivitas Fisik
Pengukuran aktivitas fisik tergolong kompleks dan tidak mudah.
Berbagai pendekatan telah dikembangkan diantaranya adalah klasifikasi
pekerjaan, obeservasi perilaku, penggunaan alat sensor gerakan, penandaan
36
fisiologi (detak jantung) serta penggunaan kalorimeter. Namun, metode yang
paling sering digunakan saat ini adalah self-reported survey (survei dengan
pelaporan diri) (Haskell dan Kiernan, 2000).
1) International Physical Activity Questionnaire (IPAQ)
International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) merupakan
kuesioner internasional yang dirancang untuk mengukur aktivitas fisik pada
orang dewasa pada 7 hari sebelumnya. Jenis aktivitas fisik lebih spesifiknya
terbagi menjadi aktivitas berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat
(IPAQ, 2005). Aktivitas sedang adalah aktivitas yang menggunakan tenaga
fisik sedang sehingga membuat bernafas agak lebih kuat daripada biasanya
serta dilakukan minimal 10 menit. Aktivitas fisik berat adalah aktivitas yang
menggunakan tenaga fisik kuat sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya
dan dilakukan minimal 10 menit. Menurut WHO (2011) beberapa jenis
aktivitas sedang dan berat adalah seperti pada tabel 2.3
Tabel 2.3
Jenis Aktivitas Fisik Sedang dan Berat
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Aktivitas Fisik Sedang
Berjalan cepat
Menari
Berkebun
Melakukan pekerjaan rumah
tangga (menyapu, mengepel)
Berburu
Bermain dengan anak-anak
Badminton
Membawa/memindahkan
barang (<20 kg)
Sumber : WHO, 2011
Aktivitas Fisik Berat
Berlari
Mendaki bukit
Bersepeda cepat
Aerobik
Berenang cepat
Bertanding olahraga (sepak
bola, voli, basket)
Menyekop atau menggali parit
Membawa/memindahkan
beban (>20kg)
37
Skor total nilai aktivitas fisik dilihat dalam MET-menit/minggu berdasarkan
penjumlahan dari aktivitas berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat dalam
durasi (menit) dan frekuensi (hari). MET merupakan hasil dari perkalian dari Basal
Metabolisme Rate dan METs-menit hasil dari dihitung dengan mengalikan skor
METs dengan kegiatan yang dilakukan dalam menit. Nilai METs untuk berjalan
adalah 3,3; aktivitas sedang adalah 4,0; dan aktivitas berat adalah 8,0.
Berikut merupakan cara perhitungan aktivitas fisik menurut IPAQ (2005).
Total MET-menit/minggu = aktivitas berjalan (METs x durasi x
frekuensi) + aktivitas sedang (METs x
durasi x frekuensi) + aktivitas berat
(METs x durasi x frekuensi).
7. Status Gizi
Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot
berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang
baik, seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup
mendapatkan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur (Fatmah,
2011). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara gizi kurang, baik, dan lebih (Almatsier,
2002). Definisi lain menyebutkan bahwa status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu.
Dalam dunia olahraga, keadaan (status) gizi baik dan ketersediaan energi dalam
jumlah yang cukup serta pada waktu yang tepat sangat penting. Teknik dan latihan
38
apabila tidak dilengkapi dengan status gizi yang baik tidak akan mencapai prestasi
yang optimal (Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI, 1985).
Kelebihan lemak tubuh meningkatkan massa tubuh sehingga menurut hukum II
Newton akan menurunkan percepatan (gerak). Peningkatan berat badan akan
membawa pada kebutuhan energi yang lebih besar pada sistem aerobik untuk
melakukan dan melangsungkan pergerakan badan. Oleh karena itu, kelebihan berat
badan umumnya menyebabkan saat kelelahan yang jauh lebih dini (Woolford,
et.al, 1993 dalam Wijayanti, 2006). Ketidakmampuan tubuh dalam melakukan
aktivitas sering dikaitkan dengan penimbunan lemak (Marley,1988 dalam
Permaesih 2000). Jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan
temperatur lemak jaringan lebih sedikit dibandingkan yang dibutuhkan untuk
menaikkan temperatur massa bukan lemak (lean body-mass). Oleh karena itu,
dengan persen lemak yang besar, suhu tubuh akan meningkat lebih banyak
(Woolford,et.al, 1993 dalam Wijayanti, 2006).
Sebuah penelitian yang dilakukan di Maputo, Mozambik dari 2316 orang anakanak dan remaja berusia 6–18 tahun menyatakan bahwa kelompok gizi lebih
(overweight) tergolong paling rendah dalam hampir seluruh tes kebugaran.
Sementara itu, dibandingkan dengan kelompok normal, kelompok gizi kurang
(underweight) lebih buruk dalam tes kekuatan, sama baiknya dalam aspek
kelenturan dan ketangkasan, namun justru lebih baik dalam daya tahan
kardiovaskular (Prista, et.al, 2003dalam Indrawagita, 2009). Sementara itu, sebuah
penelitian pada 80 remaja obesitas yang dilakukan di Georgia, AS memperoleh hasil
39
bahwa kebugaran (daya tahan kardiovaskuler) berhubungan terbalik dengan persen
lemak tubuh (Gutin, et.al, 2002).
8. Asupan Gizi
Asupan gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kebugaran karena
berkaitan dengan aktivitas fisik dan status gizi. Keadaan atau status gizi sangat
ditentukan oleh kebiasaan makan yang baik dalam jangka waktu yang lama (Proyek
Pengembangan Kesehatan Olahraga RI, 1985).
Proses pencapaian kebugaran tidak terlepas dari pengaturan gizi. Pada awalnya
pengaturan gizi hanya fokus pada penanggulangan defisiensi zat gizi untuk
pencegahan penyakit kronis. Namun, dampak dari perubahan gaya hidup dan
peningkatan umur harapan hidup maka konsep bugar mulai diterapkan. Konsep
bugar yang dimaksud adalah kemampuan untuk hidup aktif dan sehat dan
membutuhkan kualitas hidup yang baik dimana adanya kecukupan dan
keseimbangan zat gizi mikro dan makro (Fatmah, 2011). Asupan gizi yang harus
dipenuhi diantaranya energi, protein, vitamin, dan mineral.
a. Energi
Peningkatan aktivitas fisik atau intensitas olahraga yang dilakukan seseorang
diiringi dengan peningkatan pemakaian energi (Wardlaw, 1999 dalam
Indrawagita, 2009). Hal ini berkaitan dengan penelitian yang dilakukan pada
atlet yang membutuhkan berat badan yang ringan dan rendah konsumsi
energinya cendrung memiliki rendahnya kekuatan kardiorespiratori (Pařízková,
1989).
40
Sebuah penelitian yang dilakukan pada wanita dan pria berusia 47– 48 tahun
menyatakan bahwa zat gizi yang berpengaruh lebih kuat pada komponen
kebugaran persen lemak tubuh jika dibandingkan dengan laki-laki adalah
berupa makronutrien, yaitu karbohidrat dan lemak (Paul, et.al, 2004 dalam
Indrawagita, 2009).
b. Protein
Protein adalah salah satu zat gizi esensial yang sangat penting. Protein
memiliki fungsi fisiologis yang penting. Protein memilki fungsi fisiologis untuk
mengoptimalkan performa aktivitas fisik. Survei menyatakan bahwa banyak
sekolah menegah dan perguruan tinggi atlet mempercayai bahwa performa atlet
meningkat karena performa aktivitas fisik (Williams, 2002).
Sebuah penelitian yang dilakukan di Georgia, AS pada 80 orang remaja dan
anak-anak obesitas menyatakan bahwa terdapat hubungan hampir bermakna
(nilai p = 0,063) antara kebugaran (daya tahan kardiovaskuler) dengan asupan
protein. Namun, hubungan tersebut bersifat terbalik, yaitu semakin kecil
konsumsi protein, semakin tinggi daya tahan kardiovaskulernya atau sebaliknya
(Gutin, et.al, 2002). Selain itu, penelitian lain menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi menurut
IMT pada bebagai ras dan golongan umur (Slattery, 1992).
c. Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu vitamin larut lemak. Secara teoritis, defisiensi
vitamin A dapat mempengaruhi performa aktivitas fisik (Williams, 2002).
Penelitian lain yang dilakukan pada wanita menyatakan bahwa terdapat
41
hubungan positif antara konsumsi buah dengan kesehatan kardiovaskuler.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara βkaroten (berasal dari vitamin A) dalam darah dengan daya tahan kardiovaskuler
(Lloyd, 1998). Penelitian-penelitian sepuluh tahun terakhir menunjukkan
kemungkinan hubungan antara β-karoten dan vitamin A dengan pencegahan
dan penyembuhan penyakit jantung koroner dan kanker. Hal ini dikaitkan
dengan fungsi beta-karoten dan vitamin A sebagai antioksidan yang mampu
menyesuaikan fungsi kekebalan dan sistem perlawanan tubuh terhadap
mikrorganisme atau proses merusak lainnya (Schmidt, 1991 dalam Almatsier,
2006).
d. Vitamin B1
Vitamin B1 atau thiamin merupakan jenis vitamin yang larut dalam air,
berpengaruhterhadap kebugaran sesuai dengan fungsinya sebagai koenzim
dalam mengatur metabolisme glikogen dalam otot (William, 2002). Vitamin B
lainnya secara signifikan meningkatkan daya tahan kardiorespiratori (Manore,
2000). B1 adalah bagian dari sebuah koenzim dikenal sebagai thiamin
pirofosfat, yang diperlukan untuk mengubah piruvat ke Asetil KoA untuk
masuk ke dalam krebs. Thiamin sangat penting untuk fungsi normal dari sistem
saraf dan penurunan energi dari glikogen dalam otot (Williams, 2002).
e. Zat Besi (Fe)
Zat besi memiliki fungsi utama dalam tubuh sebagai alat transportasi dan
utilitas dari oksigen. Fungsi zat besi penting dalam penggunaan oksigen dalam
tubuh. Fungsi ini terutama penting bagi seseorang yang melakukan latihan
42
aerobik berupa daya tahan dan harus memiliki asupan yang cukup (Williams,
2002). Zat gizi bersatu dengan protein hemoglobin dalam sel darah merah
sehingga dapat membantu melepaskan energi sebagai bahan bakar untuk kerja
sel (Hoeger dan Boyle, 2001). Penelitian menyatakan bahwa penurunan
kebugaran (VO2max) pada wanita non anemia dengan defisiensi Fe dapat
disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya simpanan
zat besi dalam tubuh (Zhu dan Haas, 1997).
f. Seng (Zn)
Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar dihampir semua sel.
Sebagian besar seng berada dalam hati, prankreas, ginjal, otot dan tulang.
Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian mata, kelenjar prostat,
spermatozoa, kulit dan rambut, dan kuku (Almatsier, 2006). Status seng yang
rendah dapat menghambat fungsi alat-alat tubuh yang berperan dalam
mengoptimalkan kebugaran. Seng yang rendah mengakibatkan menurunnya
konsentrasi Zn serum yang berhubungan dengan rusaknya fungsi-fungsi otot,
termasuk dalam menurunnya kekuatan dan meningkatnya kecenderungan untuk
menjadi lelah dan turunnya tenaga selama puncak kerja, kemudian status Zn
yang rendah menyebabkan menurunnya fungsi fisik dan penampilan
(Ramayulis, 2008 dalam Cassadra, 2011).
C. Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa
Gizi untuk usia dewasa mengutamakan pentingnya makanan untuk menjaga
kesehatan,
mencegah
penyakit
dan
menghambat
perkembangan
penyakit
43
degeneratif. Susunan makanan yang dapat mengoptimalkan kesehatan gizi jangka
panjang adalah dengan menerapkan pola makan seimbang, beraneka ragam, rendah
lemak terutama lemak jenuh, mengutamakan makanan sumber protein dari ikan dan
kacang-kacangan, seperti kacang kedelai, mengonsumsi sayuran dan buah-buahan,
serta mengurangi garam dan gula. Untuk mengetahui angka kecukupan gizi dewasa
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.4
Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa
Zat Gizi
Energi (Kkal)
Protein (gram)
Vitamin A (RE)
Vitamin D (µg)
Vitamin E (mg)
Vitamin K (µg)
Tiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Niasin (mg)
Asam Folat (µg)
Piridoksin (mg)
Vitamin B12 (µg)
Vitamin C (µg)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Magnesium (mg)
Besi (mg)
Yodium (µg)
Seng (mg)
Selenium (µg)
Mangan (mg)
Flour (mg)
19-29
tahun
2550
60
600
5
15
65
1,2
1,3
16
400
1,3
2,4
90
800
600
290
13
150
13
30
2,3
3
Laki-Laki
30-49
tahun
2350
60
600
5
15
65
1,2
1,3
16
400
1,3
2,4
90
800
600
300
13
150
13,4
30
2,3
3,1
Sumber :Widya Pangan Gizi Nasional 2014
50-64
tahun
2250
60
600
10
15
65
1,2
1,3
16
400
1,7
2,4
90
1000
600
300
13
150
13,4
30
2,3
3,1
19-29
tahun
1900
50
500
5
15
55
1,0
1,1
14
400
1,3
2,4
90
800
600
250
26
150
9,3
30
1,8
2,5
Perempuan
30-49
tahun
1800
50
500
5
15
55
1,0
1,1
14
400
1,3
2,4
90
800
600
270
26
150
9,8
30
1,8
2,7
50-64
tahun
1750
50
500
10
15
55
1,0
1,1
14
400
1,5
2,4
90
1000
600
270
12
150
9,8
30
1,8
2,7
44
a. Energi
Kebutuhan energi pada usia dewasa menurun sesuai dengan bertambahnya
usia, yang disebabkan oleh menurunnya metabolisme basal dan berkurangnya
aktivitas fisik. Usia dewasa muda yang berkisar antara 19-49 tahun merupakan
usia produktif, banyak kegiatan yang dilakukan terutama pada pekerja buruh
kebutuhan energi pada orang dewasa aktif lebih tinggi dibandingkan kelompok
usia lanjut 50-64 tahun. AKG pada perempuan usia 19-29 tahun adalah 1900
kkal (AKG Depkes RI, 2004).
b. Protein
Kebutuhan protein kelompok usia dewasa terutama digunakan untuk
mengganti protein yang hilang sehari-hari melalui urin, kulit, feses, dan rambut
serta untuk mengganti sel-sel yang rusak. Pada usia ini seseorang tidak
mengalami pertumbuhan lagi. AKG protein untuk perempuan sebesar 50 gr/hari
(AKG Depkes RI, 2004). Asupan protein lebih dari jumlah yang dianjurkan
dapat meningkatkan kajadian kanker tertentu, penyakit jantung koroner, terutama
sebagai akibat tingginya asupan lemak jenuh dan kolesterol yang terdapat pada
makanan hewani. Untuk mengurangi asupan lemak jenuh dianjurkan sebagian
dari protein berasal dari makanan nabati, yaitu kacang-kacangan.
c. Vitamin
Angka kucukupan vitamin pada kelompok usia dewasa umumnya dapat
dipenuhi apabila makanan sehari-hari sesuai dengan Pedoman Umum Gizi
Seimbang (PUGS). Masalah kekurangan vitamin pada usia dewasa bisa terjadi
karena asupan makanan kaya vitamin yang kurang.
45
Di Indonesia, AKG untuk vitamin A adalah sebanyak 600 IU wanita 18
tahun dan 500 IU untuk yang berumur 19 tahun (AKG Depkes RI, 2004). Di
Indonesia, AKG menyatakan bahwa wanita berumur 18 tahun membutuhkan
masing-masing vitamin B1 sebanyak 1,1 mg sedangkan wanita berumur 19 tahun
membutuhkan 1 – 1,1 mg (AKG Depkes RI, 2004).
g. Mineral
Angka kecukupan mineral pada usia dewasa umumnya dapat dipenuhi
apabila makana sehari-hari sesuai dengan PUGS. Angka kecukupan besi untuk
laki-laki dewasa muda dan setengah tua adalah 13 mg/hari untuk perempuan
dewasa muda 26 mg/hari, dan dewasa setengah tua 12 mg/hari. Angka
kecukupan besi perempuan dewasa muda lebih tinggi dari pada dewasa setengah
tua karena pada usia tersebut perempuan kehilangan besi tiap bulan melalui haid.
Makanan sumber besi adalah daging merah, hati, kuning telur, sayuran hijau,
serta kacang-kacangan dan hasil olahan seperti tempe dan tahu.
AKG menyatakan bahwa wanita usia 18-19 tahun membutuhkan Fe
sebanyak 26 mg per hari (AKG Depkes RI, 2004). AKG Depkes RI (2004)
menentukan bahwa wanita usia 18 – 19 tahun membutuhkan Zn sebanyak 13 mg
per hari.
46
D. Penilaian Status Gizi
Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan
tidak langsung.
1. Penilaian Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian
yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Pengukuran yang mudah untuk
dilakukan dan tidak membutuhkan dana yang cukup besar serta dapat digunakan
untuk pengukuran pada penelitian ini adalah antropometri.
a. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai umur
dan tingkat gizi. Pengunaan antropometri secara umum digunakan untuk
melihat ketidaksembangan ini terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan
proposi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.
Dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak dewasa dapat
menggunakan metode antropometri.
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan,
lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar pinggul dan tebal lemak bawah kulit.
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan indeks masa tubuh
yaitu pembagian antara berat badan (BB) per tinggi badan (TB) dalam
kuadrat. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan
47
gambaran masa tubuh. Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan
bahwa batasan berat badan normal orang ditentukan berdasarkan nilai Body
Mass Index (BMI) dikenal dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT
merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan,
maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat
mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Berikut adalah rumus IMT :
IMT = BB(kg) /TB (m2)
Keterangan :
IMT
= Indeks Massa Tubuh
BB
= Berat Badan (kg)
TB
= Tinggi Badan (m2)
Kemudian diklasifikasikan hasil pengukuran sehingga diketahui dalam
ketegori bagaimana orang tersebut.
Tabel 2.5
Klasifikasi IMT Dewasa Menurut Depkes RI (2004)
Kategori IMT
<17,0
17,0 – 18,4
18,5 – 25,0
25,1 – 27,0
>27,0
Klasifikasi
Kurus (kekurangan berat badan tingkat berat)
Kurus (kekurangan berat badan tingkat ringan)
Normal
Kegemukan (kelebihan berat badan tingkat ringan)
Gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat)
Sumber : Depkes RI, 2004
Pengukuran antropometri untuk mengetahui persen lemak tubuh
seseorang, di antaranya yaitu (1) Underwater weighing (penimbangan dalam
air),(2) Pengukuran dengan alat bioelectrical impedanceanalysis (BIA), (3)
Dual-energy X-ray absorptiometry, serta (4) Skinfoldassessment pengukuran
tebal lemak, (5) The Bod Pod (alat pengukuran) (Fahey, et.al, 2004).
48
Underwater weighing (penimbangan dalam air), yaitu dilakukan dengan
memanfaatkan perbedaan sifat lemak terhadap daya angkat air, yaitu lemak
mengapung dalam air sementara massa bukan lemak tenggelam dalam air.
Metode pengukuran ini tergolong rumit dan membutuhkan kesediaan individu
untuk masuk ke dalam air sehingga cukup sulit dilakukan. Alat ini akurat untuk
menentukan persen lemak tubuh (Fahey, et.al, 2004). The Bod Pod yang
menggunakan alat laboratorium khusus yang tertutup dan akan memberi
tekanan udara pada tubuh sehingga diperoleh besar volume tubuh. Melalui
metode tersebut, persen lemak tubuh dapat dikalkulasikan dari volume tubuh
(Fahey, etal, 2004).
Bioelectrical impedance analysis (BIA) merupakan teknik yang
memanfaatkan aliran listrik kecil (tidak dapat dirasakan) untuk mengetahui
lemak tubuh karena lemak merupakan isolator listrik sehingga semakin lambat
aliran listrik dari satu kutub ke kutub lain, semakin tinggi persen lemak tubuh
seseorang. digunakan jumlah resistensi terhadap arus listrik berhubungan dengan
jumlah jaringan lemak bebas dalam tubuh dan dapatdigunakan untuk
mengetimasi persen lemak tubuh. Pada saat ini telah dikembangkan alat portable
yang terkomputerisasi sehingga dapat langsung menghasilkan persentase lemak
tubuh pada monitornya. Metode ini adalah yang paling populer digunakan karena
ketersediaan alat-alat BIA yang variatif serta mudah dipakai untuk masyarakat
umum (Fahey et.al, 2004).
Dual-energy X-ray absorptiometry merupakan metode yang dilakukan
dengan memanfaatkan sinar-X yang biasa digunakan untuk mengukur kepadatan
49
tulang. Sinar-X dipaparkan pada tubuh seseorang sehingga komposisi tubuh
dapat direfleksikan dan dianalisa dengan komputer. Hasil pengukuran dengan
teknik tersebut tergolong sangat akurat, namun membutuhkan biaya mahal serta
menggunakan alat yang tidak dapat dipindahkan. Biasanya dapat ditemukan
dipusat kebugaran dan klinik oleharaga. (Fahey, et.al,2004).
Skinfold assessment (pengukuran tebal lemak) yang dilakukan melalui
pengukuran tebal lemak subkutan pada area tertentu dengan menggunakan
skinfold caliper (alat untuk mencubit lipatan kulit sekaligus mengukur
ketebalannya) dalam satuan milimeter sehingga dapat diperoleh persen lemak
tubuh dengan tepat. Metode ini tidak rumit, murah dan praktis untuk pengukuran
komposisi tubuh, namun sangat rawan kesalahan dan membutuhkan standar
pelatihan yang sama sehingga hasil menjadi akurat (Fahey, et.al, 2004).
Tabel 2.6
Klasifikasi Persen Lemak Tubuh pada Perempuan
Kategori
Baik Sekali
Baik
Cukup
Buruk
Buruk Sekali
Persen Lemak Tubuh (%)
< 19 tahun
20-29 tahun
17,0
18,0
17,1-22,0
18,1-23,0
22,1 -27
23,1-28
27,1- 32,0
28,1 -33
≥ 32,1
≥ 33,1
Sumber : Depdiknas Pengembangan Olaharaga, 2012
2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
a. Recall 24 Jam
Metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi selama 24 jam yang lalu. Data yang
diperoleh dari recall 24 jam biasanya bersifat kualitatif, sehingga untuk
50
mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu
ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga
(sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasanya
digunakan sehari-hari. Dalam recall 24 jam, untuk memudahkan penentuan
jumlah konsumsi makanannya, biasanya digunakan food model. Recall 24 jam
ini jangan dilakukan hanya 1 kali (1x24 jam) karena akan menghasilkan data
yang kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu.
Oleh karena itu, recall 24 sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya
tidak berturut-turut (Supariasa dkk, 2002).
Menurut Sanjur (1997) dalam Suparisa, dkk (2002) beberapa penelitian
menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat
menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi
yang lebih besar tentang intake harian individu. Menurut Supariasa (2002)
Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan
sebagai berikut :
a. Kelebihan metode recall 24 jam
1) Mudah melaksanakannya secara serta tidak terlalu membebani
responden
2) Biayanya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan
tempat yang luas untuk wawancara
3) Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
4) Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
51
5) Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi
individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
b. Kekurangan metode recall 24 jam
1) Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya
dilakukan recall satu kali.
2) Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat respoden, oleh karena itu
responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode
ini tidak cocok dilakukan pada anak usia dibawah 7 tahun, orang tua
diatas 70 tahun dan orang hilang ingatan atau pelupa.
3) The flat slope syndrome, yaitu kecendrungan bagi responden yang
kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate)
dan bagi responden yang gemuk cendrung melaporkan lebih sedikit
(under estimate).
E. Kerangka Teori
Berdasarkan
teori
yang
telah
dijelaskan
diatas
faktor–faktor
yang
mempengaruhi kebugaran diantaranya menurut Fatmah (2011) adalah genetik, usia,
jenis kelamin, status gizi, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, asupan gizi. Ditambah
menurut Sharkley (2011) faktor yang mempengaruhi kebugaran adalah genetik, usia,
jenis kelamin, status gizi, aktivitas fisik, kemudian Astrad (1992) menjelaskan
aktivitas fisik dan kebiasaan merokok, Hoeger (2011) menjelaskan status kesehatan,
Williams (2002) menjelaskan asupan gizi dan Nieman (1998) menjelaskan faktor
52
yang mempengaruhi kebugaran secara keseluruhan. Sehingga diperoleh kerangka
teori sebagai berikut :
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Genetik
Umur
Jenis Kelamin
Status Kesehatan
Rokok dan Alkohol
Aktifitas Fisik
Kebugaran
Status Gizi
-IMT
-Persen Lemak Tubuh
Asupan Gizi
-Energi
-Protein
-Vitamin A
-Zat Besi ( fe)
-Seng (Zn)
Sumber : ModifikasiAstrad (1992), Nieman (1998), Williams (2002), Fatmah (2011), Hoeger (2011), dan
Sharkley (2011)
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu ingin mengetahui hubungan antara status
gizi dengan kebugaran dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh,
asupan gizi dan aktifitas fisik pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebugaran diantaranya adalah genetik, usia,
jenis kelamin, status gizi, aktivitas fisik dan asupan gizi yang dijadikan sebagai
variabel independen. Tetapi tidak semua faktor dapat diteliti dengan asumsi sebagai
berikut:
a. Genetik.
Genetik tidak dimasukan kedalam kerangka konsep karena merupakan faktor
yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat dimodifikasi (Prentice, 2004).
b. Usia, Jenis Kelamin, Rokok dan Alkohol
Variabel tersebut homogen karena responden yang diteliti seluruhnya perempuan
dan semua responden tidak mengonsumsi rokok dan alkohol.
c. Status Kesehatan
Status kesehatan juga tidak diteliti karena homogen pula. Seluruh reponden yang
teliti memiliki status kesehatan yang baik berdasarkan penelitian pendahuluan
menggunakan kuesioner PAR-Q and You. Jika diketahui dari pertanyaan terkait
53
54
kesehatan memiliki jawaban “Ya” artinya responden dalam keadaan status
kesehatan yang baik. Sedangkan variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. IMT
IMT menggambarkan komposisi tubuh manusia yang terdiri dari jaringan adiposa
dan Lean Body Mass. Komposisi tubuh sesorang yang berlebihan dapat
mempengaruhi kebugaran tubuh.
b. Persen Lemak Tubuh
Lemak tubuh yang berlebihan akan memperberat kerja jantung sehingga akan
mempengaruhi kebugaran tubuh.
c. Aktivitas Fisik
Latihan fisik merupakan salah satu faktor yang menghambat proses penuaan yang
ditandai dengan penurunan kapasitas aerobik dan kekuatan otot.
d. Asupan Gizi (Energi, Protein, Vitamin A, Vitamin B1, Zat Besi dan Seng)
Asupan makanan zat gizi makro terutama karbohidrat, lemak, dan protein akan
dipergunakan untuk menghasilkan energi dan sebagian disimpan dalam hati dan
otot yang dapat dipergunakan untuk melakukan aktivitas fisik guna mencapai
kebugaran. Protein yang didalamnya asam amino berguna untuk meningkatkan
performa. Selain itu diperlukan zat gizi mikro untuk memelihara proses dalam
tubuh. Vitamin B1 dibutuhkan untuk pengaturan metabolisme tubuh. Vitamin A
dengan kandungan β-karoten berfungsi menetralisir radikal bebas dalam tubuh.
Besi diperlukan dalam pembentuk hemoglobin. Zn berperan mengoptimalkan
kebugaran.
55
Dengan pernyataan diatas maka kerangka konsep dari variabel yang akan
diteliti yaitu variabel independen meliputi status gizi (Indeks Massa Tubuh (IMT),
persen lemak tubuh, asupan gizi) dan aktifitas fisik adalah sebagai berikut:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
IMT
Persen Lemak Tubuh
Aktivitas Fisik
Asupan Energi
Kebugaran
Asupan Protein
Asupan Vitamin A
Asupan Vitamin B1
Asupan ZatBesi (Fe)
Asupan Seng (Zn)
56
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No
Variabel
Variabel Dependen
1
Kebugaran
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Nilai kebugaran yang diperoleh
dari pengukuran daya curah
jantung
pada
sistem
kardiorespiratori
setelah
melakukan step test naik turun
tangga yang dilakukan oleh
mahasiswi
Metode YMCA 3minute step test
(tes bangku 3
menit YMCA)
Perhitungan denyut
nadi
setelah
melakukan
YMCA3-minute
step
test
(tes
bangku 3 menit
YMCA)
Jumlah denyut nadi Rasio
setelah tes kebugaran
dalam satu menit
(kali/menit)
Pengukuran
antropometrik
Nilai IMT
kg/m2
Variabel Independen
1
Indeks
Massa Ukuran keadaan gizi mahasiswi 1. Timbangan
Tubuh (IMT)
yang dihitung dari perbandingan
Injak (Seca)
antara
berat
badan
dalam 2. Mircotoise
kilogram dibagi dengan tinggi
badan
dalam
meter
yang
dikuadratkan
2
Persen
Lemak Persentase massa lemak dari berat BIA (Bioelectric
Tubuh
badan total pada mahasiswi
Impedance)
4
Asupan gizi
Energi
Skala
Ukur
Definisi
dalam Rasio
Pengukuran dengan Nilai Persen Lemak Rasio
alat BIA
Tubuh dalam %
(Bioelectric
Impedance
Analysis)
Jumlah rata-rata energi yang Kuesioner Recall Penghitungan
Jumlah
asupan Rasio
dikonsumsi oleh mahasiswi yang 24 jam
Recall 2 x 24 jam
energi dalam kkal
berasal dari makanan, minuman
57
No
5
6
7
8
9
Variabel
Definisi
dan suplemen dalam satu hari
dilakukan sebanyak 2 kali pada
hari yang berlainan.
Asupan Protein
Jumlah rata-rata protein yang
dikonsumsi
dari
makanan,
minuman dan suplemen dalam
satu hari sebelum wawancara
yang dilakukan sebanyak 2 kali
pada hari yang berlainan.
Asupan
Jumlah rata-rata vitamin A yang
Vitamin A
dikonsumsi
dari
makanan,
minuman dan suplemen dalam
satu hari sebelum wawancara
yang dilakukan sebanyak 2 kali
pada hari yang berlainan.
Asupan
Jumlah rata-rata vitamin B1 yang
Vitamin B1
dikonsumsi
dari
makanan,
minuman dan suplemen dalam
satu hari sebelum wawancara
yang dilakukan sebanyak 2 kali
pada hari yang berlainan.
Asupan Zat Besi Jumlah rata-rata zat besi (Fe)
(Fe)
yang dikonsumsi dari makanan,
minuman dan suplemen dalam
satu hari sebelum wawancara
yang dilakukan sebanyak 2 kali
pada hari yang berlainan.
Asupan Seng (Zn)
Jumlah rata-rata seng (Zn) yang
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Ukur
Kuesioner Recall Penghitungan
24 jam
Recall 2 x 24 jam
Jumlah
asupan Rasio
protein dalam gram
(gr)
Kuesioner Recall Penghitungan
24 jam
Recall 2 x 24 jam
Jumlah
asupan Rasio
vitamin A dalam
mikrogram (µg)
Kuesioner Recall Penghitungan
24 jam
Recall 2 x 24 jam
Jumlah
asupan Rasio
vitamin B1 dalam
miligram (mg)
Kuesioner Recall Penghitungan
24 jam
Recall 2 x 24 jam
Jumlah asupan zat Rasio
besi (Fe) dalam
miligram (mg)
Kuesioner Recall Penghitungan
Jumlah asupan Seng Rasio
58
No
Variabel
Definisi
Alat Ukur
dikonsumsi
dari
makanan, 24 jam
minuman dan suplemen dalam
satu hari sebelum wawancara
yang dilakukan sebanyak 2 kali
pada hari yang berlainan.
Cara Ukur
Hasil Ukur
Recall 2 x 24 jam
(Zn) dalam miligram
(mg)
Skala
Ukur
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara status gizi berdasarkan IMT dengan kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah
tahun 2013.
2. Ada hubungan status gizi berdasarkan persen lemak tubuh dengan kebugaran
pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif
Hidayatullah tahun 2013.
3. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.
4. Ada hubungan antara asupan energi dengan kebugaran pada mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.
5. Ada hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.
6. Ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun
2013.
7. Ada hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun
2013.
8. Ada hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun
2013.
59
60
9. Ada hubungan antara asupan seng (Zn) dengan kebugaran pada mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun
2013.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik melalui pendekatan
kuantitatif dengan desain cross sectional karena pengambilan data variabel
independen yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan gizi dan
aktivitas fisik dengan variabel dependen yaitu kebugaran dilakukan pada saat yang
bersamaan. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, murah,
ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat
(Notoatmodjo, 2010).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus tahun 2013 di Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan
kita lakukan (Sabridkk,2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat yang berstatus aktif sebagai
mahasiswi di tahun ajaran 2012/ 2013 diketahui sebanyak 305 orang.
61
62
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.Adapun Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat tahun ajaran 2012/2013. Dengan pengambilan sampel probability
sampling dengan teknik pengambilan sampling secara simple random sampling
dengan kriteria.Sampel diperoleh dengan memperhatikan kriteria inklusi sebagai
berikut:
a. Mahasiswi berstatus aktif sebagai mahasiswi tahun ajaran 2012/2013 usia
19-21 tahun.
b. Tidak memiliki penyakit tertentu seperti jantung, karena akan berakibat
terhadap lemahnya daya tahan tubuh setelah melakukan pengujian step test.
c. Mengisi kuesioener PAR-Q and You untuk mengetahui kesanggupan dalam
melakukan tes kebugaran kardiorespiratori dan dinyatakan bisa mengikuti
tes tersebut.
d. Tidak Mengonsumsi rokok dan alkohol
63
Jumlah sampel diperoleh dengan menggunakan rumus uji hipotesis koefisien
kolerasi. Perhitungan didasarkan pada transformasi Fisher (Ariawan, 1998):
Keterangan:
Ζ
r
n
Z 1-α/2
Z 1-β
Ζ
= Koefisien Fisher
= Koefisien kolerasi antara aktivitas fisik tingkat
moderat
dengan
estimasi
kebugaran
kardiorespiratori aerobik anak 0,33 (Kristensen,
et,al, 2010)
=
=
=
=
Jumlah sampel
1,96 (tingkat kepercayaan 0,5%)
1,28 (kekuatan uji 90%)
Koefisien Fisher 0,34 hasil perhitungan dengan
r sebesar 0,33
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh bahwa besar
sampel berjumlah 94 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak,
sesuai langkah yang ditetapkan. Dengan pembagian jumlah sampel per angkatan sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Pembagian Jumlah Sampel
Angkatan
2009
2010
2011
2012
Total
Jumlah
52/ 305 x 94 = 16
56/305 x 94 = 17
105/305 x 94 = 32
92/ 305 x 94 = 29
94
64
Sampel pada setiap angkatan diambil secara acak berdasarkan undian dan
disesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan. Setelah didapatkan jumlah sampel
sebanyak 94 orang dicocokkan dengan kriteria yang ditentukan, jika terdapat responden
yang tidak sesuai maka dilakukan drop out dan dipilih kembali sampai menemukan
responden yang sesuai.
D. Pengumpulan Data
1. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yang langsung diperoleh dalam penelitian adalah pengukuran
status gizi dengan antropometri (tinggi dan berat badan serta persen lemak
tubuh), asupan gizi dengan wawancara recall 24 jam, aktivitas fisik dengan
wawancara kuesioner IPAQ, dan kebugaran kardiorespiratori dengan
menggunakan tes bangku 3 menit YMCA.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang diperoleh adalah data mengenai profil dan jumlah
Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
yang diperoleh dari bagian program studi.
2. Instrumen Penelitian
Pelaksanaan pengumpulan data memerlukan instrumen yang sesuai standar
prosedur uji kebugaran
kardiorespiratori. Berikut instrumen yang digunakan
dalam pengumpulan data :
a) Kuesioner PAR-Q and You
65
b) Kuesioner penelitian yang berisi pendahuluan dan kolom data diri, prosedur
pemgumpulan data, kolom recall 24 jam, kolom recall aktivitas fisik (IPAQ)
dan kolom hasil pengukuran antropometrik.
c) Timbangan berat badan digital (merek Seca)
d) Pengukuran tinggi badan (microtoise)
e) Alat pengukuran persen lemak tubuh (bioelectrical impedance analysis
(BIA)) merek Omron) dengan ketelitian 1%
f)
Bangku kayu tes kebugaran kardiorespiratori dengan tinggi 31 cm.
g) Rekaman suara alat pengatur ketukan irama (metronome)
h) Dua buah alat pengukur waktu (stopwatch).
3. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan membagi tahapan menjadi tiga pos. Pos
pertama merupakan pos wawancara recall 24 jam, pos kedua merupakan pos
pengukuran antropometrik dan pos ketiga merupakan pos tes kebugaran
kardiorespiratori dengan tes bangku 3 menit YMCA. Pengumpulan data telah
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
a) Sebelum pelaksanaan tes sampel penelitian yang telah terpilih mengisi
kuesioner PAR-Q and You untuk mengetahui keanggupan dalam melakukan
tes fisik. Jika diketahui ada sampel yang tidak memenuhi kriteria maka
dilakukan drop out (ajuan pengeluaran) dan dilakukan penarikan sampel
kembali sesuai jumlah yang dibutuhkan.
66
b) Tahap pertama, responden menuju pos untuk registrasi dan melakukan
wawancara food recall 24 jam dan recall aktivitas fisik dengan kuesioner
IPAQ (2005).
c) Tahap kedua, responden melakukan tes pengukuran antropometrik untuk
dilakukan pengukuran. Hasil pengukuran dicatat pada lembar entri data pada
kuesioner masing-masing responden.
d) Tahap ketiga, responden melakukan tes kebugaran kardiorespiratori sesuai
prosedur (lampiran) dan hasil perhitungan denyut nadi ditulis pada lembar entri
data dalam kuesioner.
e) Setelah data seluruh responden terkumpul, penulis melakukan pemeriksaan
kuesioner yang telah diisi untuk menghindari kesalahan pengisian.
4. Pengukuran Data
a) Kebugaran
Dalam pengukuran kebugaran melakukan tes langsung dengan naik turun
bangku selama 3 menit (tes bangku 3 menit YMCA). Sebelumnya responden
mengisi kuesioner PAR-Q and You untuk mengetahui kesanggupan dalam
melaksanakan aktivitas tes yang terdiri dari 7 pertanyaan kemudian
dikategorikan dapat melakukan tes jika ≥1 jawaban “Ya”, tidak dapat
melakukan tes jika ≥1 jawaban “Tidak”. Untuk tes bangku 3 menit YMCA
setelah itu dihitung denyut nadi responden oleh mahasiswi keperawatan.
b) Status Gizi (IMT)
Dalam penelitian ini status gizi dengan melihat Indeks Massa Tubuh
(IMT) dilakukan pengukuran secara langsung menggunakan timbangan digital.
67
Pelaksanaannya dilakukan sebanyak 2 kali untuk mendapatkan hasil yang
presisi dan akurasi. Hasil pengukuran dihitung dari pembagian antara berat
badan dibagi dengan tinggi badan (dalam m2) oleh mahasiswi gizi kesehatan
masyarakat.
c) Status Gizi (Persen Lemak Tubuh)
Penilaian status gizi untuk mengetahui persen lemak tubuh menggunakan
alat BIA (Bioelectric Impedance Analyses) secara langsung oleh mahasiswi gizi
kesehatan masyarakat.
d) Aktivitas Fisik
Untuk mengetahui aktivitas fisik responden, peneliti menggunakan
kuesioner yang telah standarisasi secara internasional yaitu IPAQ. Kuesioner
IPAQ terdiri dari 7 pertanyaan. Skor total nilai aktivitas fisik dilihat dalam
MET-menit/minggu berdasarkan penjumlahan dari aktivitas berjalan, aktivitas
sedang, dan aktivitas berat dalam durasi (menit) dan frekuensi (hari). MET
merupakan hasil dari perkalian Basal Metabolisme Rate dan MET-menit
(IPAQ,2005).
e) Asupan Gizi
Untuk mengetahui asupan gizi pada responden maka digunakan teknik
wawancara recall 24 jam yang dilakukan 2 kali dalam waktu yang berlainan.
Wawancara menanyakan makanan yang responden konsumsi 1 hari sebelumnya
dan takaran yang dikonsumsi. Hasil wawancara dimasukan dalam software
Nutri Survey 2007 (versi Indonesia) sehingga langsung dapat diketahui jumlah
zat gizi. Wawancara dilakukan oleh mahasiswi gizi kesehatan masyarakat.
68
5. Teknik Manajemen dan Analisis Data
Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, beberapa tahapan
dalam pengolahan data yang harus dilalui. Pengolahan data yang telah
dikumpulkan dilakukan dengan proses komputerisasi melalui beberapa langkah
sebagai berikut:
a. Penyutingan (Editing)
Penyutingan data dilakukan sebelum pemasukan data ke dalam komputer.
Untuk Informasi yang belum lengkap ditanyakan kembali kepada responden
melalui telepon.
b. Entri Data (Entry)
Template kolom entri data dibuat dengan menggunakan Microsoft Office Excel
disertai dengan tahapan check yang dilakukan untuk memberi menghindari
kekeliruan dalam memasukkan data. Selanjutnya data dimasukkan dalam
program peranti lunak untuk diproses pada tahap selanjutnya.
c. Koreksi (Cleaning)
Proses koreksi terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan yang dapat
menggangu proses pengolahan data selanjutnya. Untuk melihat apakah terdapat
kesalahan dalam entry data maka dilakukan dengan cara membuat distribusi
frekuensi sehingga akan muncul kesalahan dalam mengentri data.
d. Analisis Data
1) Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil tiap
penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada analisis ini akan menghasilkan
69
tabel distribusi data digunakan untuk mengetahui sebaran nilai rata-rata,
simpangan baku, nilai minimun dan maksimum dari hasil pengukuran
pendukung, yaitu umur responden, tinggi dan berat badan serta denyut
nadi sebelum dan lima menit setelah tes bangku 3 menit YMCA.
2) Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua
variabel, yaitu satu variabel bebas (IMT dan persen lemak tubuh, aktivitas
fisik, asupan energi, protein, vitamin A, vitamin B, zat besi (Fe), dan seng
(Zn) dan satu variabel terikat kebugaran Analisis bivariat menggunakan
uji statistik korelasi. Tujuan dari uji korelasi ini adalah untuk mengetahui
keeratan hubungan dan untuk mengetahui arah hubungan dari kedua
variabel numerik.Jika data berditribusi normal digunakan uji kolerasi
Pearson, jika data berdistrubsi tidak normal digunakan uji kolerasi
Spearman. Perhitungan koefisien korelasi (r) menggunakan rumus
berikut.
Nilai r berkisar 0 sampai 1 sementara untuk menunjukkan arah
nilainya antara -1 hingga +1. Jika nilai = 0 menunjukkan tidak ada
hubungan linier, nilai r = -1 menunjukkan hubungan linier negatif
sempurna, dan nilai r = +1 menunjukkan hubungan linier positif
sempurna.
Menurut Colton (dalam Sutanto, 2011), kekuatan hubungan antara dua
variabel secara kualitatif ditunjukkan ke dalam empat area, yaitu:
r = 0,00-0,25 menunjukkan tidak ada hubungan/ hubungan lemah
70
r = 0,26-0,50 menunjukkan hubungan sedang
r = 0,51-0,75 menunjukkan hubungan kuat
r = 0,76-1,00 menunjukkan hubungan sangat kuat/ sempurna
Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel menggunakan uji
hipotesis. Tujuan dari uji hipotesis ini adalah untuk mengetahui apakah
hubungan antar variabel terjadi secara signifikan atau tidak (by
chance). Uji hipotesis ini menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau
tingkat kesalahan α = 5%. Uji hipotesis kolerasi sebagai berikut: Uji
hipotesis ini dilakukan dengan two-tail, dan jika keluaran SPSS
menunjukkan p-value ≤0,05, berarti hipotesis ditolak atau terdapat
hubungan yang signifikan antara varibel x dengan y, atau dapat
diterima hipotesis jika p-value >0,05 atau tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara varibel x dengan y.
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini memaparkan gambaran hasil analisis dari
kebugaran berdasarkan nilai denyut nadi, Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak
tubuh, aktivitas fisik dan asupan gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin B1, Fe dan
Zn) pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
1. Distribusi Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Kesehata
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui kebugaran bersadarkan
nilai denyut nadi setelah 5 detik tes kebugaran mahasiswi yang sangat bervariasi.
Distribusi kebugaran mahasiswi penelitian dipaparkan pada tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1
Distribusi Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Variabel
Mean 95% CI
SD
Min-Max
112,45- 119,38
17,03kali/menit 76 -151 kali/menit
Kebugaran
kali/menit
Sumber :Data Primer, 2013
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada Coefisien Interval 95%
kebugaran berdasarkan denyut nadi dari total seluruh mahasiswi yaitu 112,45119,38 kali/menit. Variasi nilai kebugaran berdasarkan denyut nadi sebesar
71
72
17,03. Sedangkan sebaran nilai kebugaran berdasarkan denyut nadi terendah
adalah sebesar 76 kali/menit dan tertinggi sebesar 151 kali/menit.
1. Distribusi Status Gizi pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
a. Indeks Massa Tubuh
Status gizi mahasiswi pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
indikator Indeks Massa Tubuh (IMT). Hasil uji statistik univariat untuk nilai
IMT mahasiswi dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2
Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
Tahun 2013
Variabel
Mean 95% CI
SD
Min-Max
2
20,60-22,41 kg/m
4,25
15,37-39,26 kg/m2
IMT
Sumber : Data Primer 2013
Nilai rata-rata IMT pada Coefisien Interval 95% mahasiswi adalah 20,6022,41 kg/m2 dengan variasi nilai IMT sebesar 4,25. Sedangkan sebaran nilai IMT
terendah adalah 15.37 kg/m2 dan tertinggi adalah 39.26 kg/m2.
Gambaran kategori IMT mahasiswi yang diteliti berdasarkan standar
Depkes RI (2004) diketahui sebanyak 16% mahasiswi tergolong kurus, 66%
mahasiswi tergolong normal dan 18,1% kegemukan.
b. Persen Lemak Tubuh
Status gizi mahasiswi pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
indikator persen lemak tubuh. Hasil uji statistik univariat untuk nilai status gizi
mahasiswi dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3
73
Distribusi Persen Lemak Tubuh pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
Tahun 2013
Variabel
Mean 95% CI
SD
Min-Max
22,70-25,34 %
6,71
9,20-42%
Persen Lemak Tubuh
Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata persen lemak tubuh pada
Coefisien Interval 95% penelitian ini adalah 22,70-25,34% dengan variasi nilai
persen lemak tubuh sebesar 17,03. Sedangkan sebaran persen lemak tubuh
terendah yaitu sebesar 9,20% dan tertinggi sebesar 42,00%.
Gambaran kategori persen lemak tubuh mahasiswi berdasarkan
Depdiknas Pengembangan Olahraga (2002) diketahui persentase lemak tubuh
mahasiswi sebesar 70,2% berada pada keadaan normal dan 29,8% berada pada
keadaan lebih.
2. Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
Data aktivitas fisik digambarkan dengan nilai aktivitas fisik berdasarkan
perhitungan total skor IPAQ dan disajikan dalam bentuk metabolic equivalen
(METs). Distribusi nilai aktivitas fisik dipaparkan dalam tabel 5.4 berikut :
Tabel 5.4
Distribusi Nilai Aktivits Fisik pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013
Variabel
Mean 95 % CI
SD
Min-Max
1892,32-3296,27 METs 3685,92
17-22344 METs
Aktivitas Fisik
Sumber : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata aktivitas fisik
mahasiswi dari hasil total nilai METs pada Coefisien Interval 95% adalah
sebesar 1892,32-3296,27 METs dan variasi nilai aktivitas fisik sebesar 3685,92.
74
Distribusi nilai aktivitas fisik berada pada kategori nilai 600-3000 METs, artinya
sebagian besar mahasiswi memiliki aktivitas fisik sedang dengan variasi data
3685,923 METs. Sedangkan sebaran total nilai aktivitas fisik terendah adalah 17
METs dan nilai tertinggi adalah 22344 METs.
Gambaran kategori aktivitas fisik mahasiswi berdasarkan klasifikasi
IPAQ 2005 diketahui 28,7% memiliki aktivitas fisik rendah, 50% memiliki
aktivitas fisik sedang, dan 21,3% memiliki aktivitas fisik tinggi.
3. Distibusi Status Gizi berdasarkan Asupan Gizi pada Mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
Asupan gizi yang diteliti meliputi zat gizi makro dan mikro yang terdiri dari
energi, protein, vitamin A, vitamin B1, Fe dan Zn. Adapun distribusi asupan gizi
dipaparkan di bawah ini.
a. Asupan Energi
Data tentang gambaran asupan energi mahasiswi diperoleh dari hasil
wawancara kuesioner food recall 2x24 jam. Hasil univariat gambaran asupan
gizi energi responden dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini:
Tabel 5.5
Distribusi Asupan Energi pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013
Variabel
Mean 95% CI
SD
Min-Max
1478,8-1655,42 kkal
430,1
516,9-3009 kkal
Asupan
Energi
Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 5.5 menunjukkan bahwanilai rata-rata asupan energi pada
Coefisien Interval 95% dalam satu hari adalah sebesar 1478,8-1655,42 kkal
75
dengan variasi jumlah asupan energi sebesar 430,10. Sedangkan sebaran
asupan energi terendah sebesar 516,90 kkal dan tertinggi sebesar 3009 kkal.
Gambaran
kategori
asupan
energi
mahasiswi
berdasarkan
Departemen Kesehatan 2004 yang memiliki asupan energi kurang sebesar
54,3% dan asupan energi cukup sebesar 45,7%.
b. Asupan Protein
Data tentang gambaran asupan protein mahasiswi diperoleh dari hasil
wawancara kuesioner food recall 2x 24 jam. Hasil univariat gambaran asupan
protein mahasiswi dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini:
Tabel 5.6
Distribusi Asupan Protein pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013
Variabel
Mean 95% CI
SD
Min-Max
6,71
17,45-119,86 gram
Asupan Protein 51,14-58,69 gram
Sumber: Data Primer 2013
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada Coefisien Interval
95% adalah 51,14-58,69 gram dan variasi jumlah asupan protein sebesar
17,63. Sedangkan sebaran asupan protein terendah berkisar antara 17,45
gram dan tertinggi 119,85 gram.
Gambaran
kategori
asupan
protein
mahasiswi
berdasarkan
Departemen Kesehatan 2004 yang memiliki asupan protein kurang sebesar
18,1% dan asupan protein cukup sebesar 81,9%.
76
c. Asupan vitamin A
Data tentang gambaran asupan vitamin A mahasiswi diperoleh dari hasil
wawancara kuesioner food recall 2x24 jam. Hasil univariat gambaran asupan
vitamin A responden dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini:
Tabel 5.7
Distribusi Asupan Vitamin A pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
2013
Variabel
Mean 95% CI
SD
Min-Max
6,71
72,70-5999 µg
Asupan Vitamin A 663,65-1015,03 µg
Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata asupan vitamin A pada
Coefisien Interval 95% adalah 663,65-1015,03 µg dan variasi jumlah asupan
vitamin A sebesar 904,88. Sedangkan sebaran asupan vitamin A terendah
sebesar 72,70 µg dan tertinggi sebesar 5999 µg. Gambaran kategori asupan
vitamin A mahasiswi berdasarkan Departemen Kesehatan 2004 yang
memiliki asupan vitamin A kurang sebesar 93,6% dan asupan vitamin A
cukup sebesar 6,4%.
d. Asupan Vitamin B1
Data tentang gambaran asupan vitamin B1 mahasiswi diperoleh dari hasil
wawancara kuesioner food recall 2x24 jam. Hasil univariat gambaran asupan
vitamin B1 responden dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini:
Tabel 5.8
Distribusi Asupan Vitamin B1 pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
2013
Variabel
Mean 95% CI
SD
Min-Max
0,45-0,53 mg
0,187
0,20-1,25 mg
Asupan Vitamin B1
Sumber : Data Primer, 2013
77
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata asupan vitamin B1 mahasiswi
pada Coefisien Interval 95% adalah 0,45-0,53 mg dengan variasi jumlah
asupan vitamin B1 sebesar 0,187. Sedangkan sebaran asupan vitamin B1
terendah sebesar 0,20 mg dan tertinggi sebesar 1,25 mg. Gambaran kategori
asupan vitamin B1 mahasiswi berdasarkan Departemen Kesehatan 2004 yang
memiliki asupan vitamin B1 kurang sebesar 94,7% dan asupan vitamin B1
cukup sebesar 5,3%.
e. Asupan Fe
Data tentang gambaran asupan Fe responden diperoleh dari hasil
wawancara kuesioner food recall 2x 24 jam. Hasil univariat gambaran
asupan Fe mahasiswi dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini:
Tabel 5.9
Distribusi Asupan Vitamin Fe pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
2013
Variabel
Mean 95% CI
SD
Min-Max
6,74-8,66 mg
4,695
0,90-30,60 mg
Asupan Vitamin Fe
Sumber : Data Primer, 2013
Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui asupan Fe mahasiswi. Nilai
rata-rata asupan Fe pada Coefisien Interval 95% adalah 6,74-8,66 mg dengan
variasi jumlah asupan Fe sebesar 4,695. Sedangkan sebaran asupan Fe
terendah adalah 0,90 mg dan tertinggi adalah 30,60 mg.
Gambaran kategori asupan Fe mahasiswi berdasarkan Departemen
Kesehatan 2004 yang memiliki asupan Fe kurang sebesar 96,8% dan asupan
Fe cukup sebesar 3,2%.
78
f. Asupan Zn
Data tentang gambaran asupan Zn mahasiswi diperoleh dari hasil
wawancara kuesioner food recall 2x 24 jam. Hasil univariat gambaran asupan
Zn mahasiswi dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini:
Tabel 5.10
Distribusi Asupan Zn pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013
Variabel
Mean 95% CI
Asupan Vitamin Zn 5,94-6,88 mg
SD
2,304
Min-Max
1,95-14,60 mg
Sumber : Data Primer, 2013
Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui asupan Zn responden.
Nilai rata-rata asupan Zn pada Coefisien Interval 95% adalah 5,94-6,88 mg
dengan variasi jumlah asupan Zn sebesar 2,304. Sedangkan sebaran asupan
Zn terendah adalah 1,95 mg dan tertinggi adalah 14,60 mg.
Gambaran kategori asupan Zn mahasiswi berdasarkan Departemen
Kesehatan 2004 yang memiliki asupan Zn kurang sebesar 92,6% dan asupan
Zn cukup sebesar 7,4%.
B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu
variabel dependen dan variabel independen. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel dependen yaitu kebugaran, sementara variabel independen yaitu IMT, persen
lemak tubuh, aktivitas fisik, dan asupan gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin B1,
79
Fe dan Zn) yang dianalisis menggunakan uji korelasi dengan jenis data secara
keseluruhan adalah numerik dan numerik.
1. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Adapun hubungan antara IMT dengan kebugaran yang diukur
menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat
dilihat pada tabel 5.11 berikut ini:
Tabel 5.11
Analisis Hubungan IMT dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan
Masyarakat Tahun 2013
Variabel
Jumlah (n)
Korelasi (r)
P-value
94
0,251
0,015
IMT
Sumber: Data Primer 2013
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara IMT dengan kebugaran sesaat setelah tes kebugaran dengan
nilai Pvalue sebesar 0,015 (P ≤0,05). Nilai koefisien korelasi (r = 0,251)
menunjukkan pola hubungan antar variabel yang positif dengan pola hubungan
yang lemah, menunjukkan dengan semakin bertambahnya nilai IMT maka akan
semakin bertambah denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat
kebugarannya semakin berkurang.
80
2. Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Adapun hubungan persen lemak tubuh dengan kebugaran yang diukur
menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat
dilihat pada tabel 5.12 berikut ini:
Tabel 5.12
Analisis Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada
Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
Variabel
Jumlah (n)
Korelasi (r)
P-value
94
0,114
0,275
Persen Lemak Tubuh
Sumber: Data Primer 2013
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara persen lemak tubuh dengan Kebugaran sesaat setelah tes
kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,275 (P >0,05). Nilai koefisen korelasi (r
= 0,114) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang positif dengan pola
hubungan yang sedang, yang berarti semakin bertambahnya nilai persen lemak
tubuh maka akan semakin bertambah denyut nadi setelah tes kebugaran yang
berarti tingkat kebugarannya semakin berkurang.
3. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Adapun hubungan aktivitas fisik dengan kebugaran yang diukur
menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat
dilihat pada tabel 5.13 berikut ini:
81
Tabel 5.13
Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
Variabel
Jumlah (n)
Korelasi (r)
P-value
94
0,018
0,862
Aktivitas Fisik
Sumber: Data Primer 2013
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan anatar aktivitas fisik dengan Kebugaran sesaat setelah tes
kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,862 (P >0,05). Nilai koefisien korelasi
(r = 0,018) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang positif dengan pola
hubungan yang lemah hampir tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
4. Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Adapun hubungan asupan energi dengan kebugaran yang diukur
menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat
dilihat pada tabel 5.14 berikut ini :
Tabel 5. 14
Analisis Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
Variabel
Jumlah (n)
Korelasi (r)
P-value
94
-0,128
0,220
Asupan Energi
Sumber: Data Primer 2013
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara asupan energi dengan Kebugaran sesaat setelah tes
kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,220 (P >0,05). Nilai koefisien korelasi
82
(r = -0,128) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola
hubungan yang lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan energi
maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti
tingkat kebugarannya semakin bertambah.
5. Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Adapun hubungan asupan protein dengan kebugaran yang diukur
menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat
dilihat pada tabel 5.15 berikut ini:
Tabel 5.15
Analisis Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
Variabel
Jumlah (n)
Korelasi (r)
P-value
94
-0,209
0,043
Asupan Protein
Sumber: Data Primer 2013
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat hubungan yang
signifikan anatar asupan protein dengan Kebugaran sesaat setelah tes kebugaran
dengan nilai Pvalue sebesar 0,043 (P ≤0,05).Nilai koefisien korelasi (r = -0,209)
menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan
yang lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan protein maka akan
semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat
kebugarannya semakin bertambah.
83
6. Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Adapun hubungan asupan vitamin A dengan kebugaran yang diukur
menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat
dilihat pada tabel 5.16 berikut ini:
Tabel 5.16
Analisis Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran pada
Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
Variabel
Jumlah (n)
Korelasi (r)
P-value
94
-0,079
0,451
Asupan Vitamin A
Sumber : Data Primer, 2013
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara asupan vitamin A dengan kebugaran sesaat setelah tes
kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,451 (P >0,05).Nilai koefisien korelasi (r
= -0,079) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola
hubungan yang sangat lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan
vitamin A maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran
yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah.
7. Hubungan Asupan Vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Adapun hubungan vitamin B1 dengan kebugaran yang diukur berdasarkan
denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pada tabel
5.17 berikut ini:
84
Tabel 5.17
Analisis Hubungan vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
Variabel
Jumlah (n)
Korelasi (r)
P-value
94
-0,099
0,341
Asupan Vitamin B1
Sumber: Data Primer 2013
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan anatar asupan vitamin B1 dengan kebugaran sesaat setelah tes
kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,341 (P >0,05). Nilai koefisien korelasi
(r = -0,099) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola
hubungan yang lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan vitamin
B1 maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang
berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah.
8. Hubungan Asupan Fe dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Adapun hubungan Asupan Fe dengan kebugaran yang diukur berdasarkan
denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pad atabel
5.18 berikut ini:
Tabel 5.18
Analisis Hubungan Asupan Fe dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
Variabel
Jumlah (n)
Korelasi (r)
P-value
94
-0,089
0,392
Asupan Fe
Sumber: Data Primer 2013
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan anatar asupan Fe dengan Kebugaran sesaat setelah tes kebugaran
dengan nilai Pvalue sebesar 0,392 (P >0,05). Nilai koefisien korelasi (r = -0,089)
85
menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan
yang sangat lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan vitamin Fe
maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti
tingkat kebugarannya semakin bertambah.
9. Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Adapun
hubungan
asupan
Zn
dengan
kebugaran
yang diukur
menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat
dilihat pada tabel 5.19 berikut ini:
Tabel 5.19
Analisis Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran pada Mahasiswi
Kesehatan Masyarakat Tahun 2013
Variabel
Jumlah (n)
Korelasi (r)
P-value
94
-0,182
0,078
Asupan Zn
Sumber: Data Primer 2013
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara asupan Zn dengan kebugaran sesaat setelah tes kebugaran
dengan nilai Pvalue sebesar 0,078 (P >0,05). Nilai koefisien korelasi (r = -0,182)
menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan
yang lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan Zn maka akan
semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat
kebugarannya semakin bertambah.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Kebugaran Pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat diukur dengan
menggunakan metode tidak langsung melalui denyut nadi setelah melakukan tes
kebugaran step test YMCA 3 menit. Pengukuran kebugaran tersebut menghasilkan
nilai rata-rata kebugaran pada Coefisien Interval 95% adalah diantara 112,45-119,38
kali/menit. Standar denyut nadi untuk kebugaran menurut Nieman (2007) bagi
perempuan adalah baik jika denyut nadi <113 kali/menit. Sehingga dapat diketahui
bahwa mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat pada penelitian ini
kebugaranya kurang baik. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi
kebugaran diantaranya adalah Indeks Massa Tubuh dimana jika terjadi peningkatan
akan berdampak terhadap penurunan kebugaran dan asupan protein yang kurang akan
menurunkan kebugaran seseorang. Kemudian dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain terkait kebugaran, kebugaran mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Nevada,
Amerika Serikat pada 60 responden sehat dengan rentang usia 18-55 tahun yang
menunjukkan rata-rata denyut nadi setelah 5 detik tes kebugaran sebesar 107
kali/menit (berada diatas rata-rata nilai kebugaran) dengan metode yang sama yaitu
step test YMCA 3 menit (Santo dan Golding, 2003).
86
87
Jika kebugaran tersebut diklasifikasikan berdasarkan norma tes kebugaran
menurut standar tes bangku 3 menit YMCA Nieman (2007) diketahui persentase
mahasiswi yang bugar sebesar 38,3% dan tidak bugar sebesar 61,7%. Hasil
penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan di Karnatakan, India pada
kelompok dewasa muda dengan menggunakan metode ergometer step test yang
diketahui sebanyak 63,3% responden tergolong tidak bugar (Halaskar, et.al, 2005).
Dan juga selaras dengan penelitian pada mahasiswi gizi Universitas Indonesia yang
diketahui sebanyak 86,7% mahasiswi tidak bugar (Indrawagita, 2009). Dari
beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan metode yang selaras
yaitu step test diketahui bahwa rata-rata responden memiliki kebugaran
yang
rendah.
Ditinjau dari sisi metode, pengukuran kebugaran dengan tes bangku 3 menit
YMCA adalah metode tes bangku yang tergolong baru dengan waktu paling singkat
serta perhitungan yang mudah (satu kali dan tanpa rumus) (Nieman, 2007). Hal ini
akan mengurangi resiko kesalahan perhitungan denyut nadi sehingga hasilnya dapat
dikatakan akurat.
88
B. Gambaran serta Hubungan antara Status Gizi berdasarkan Indeks Massa
Tubuh, Persen Lemak Tubuh, Asupan Gizi dan Aktivitas Fisik dengan
Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
1. Gambaran dan Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata IMT mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta adalah diantara 20,60 sampai dengan 22,41
kg/m2 dengan variasi nilai IMT 4,25. IMT terkecil adalah 15,37 kg/m2 dan
terbesar adalah 39,26 kg/m2. Bila diklasifikasikan berdasarkan standar Depkes RI
(2004) diketahui sebanyak 16% mahasiswi tergolong kurus, 66% mahasiswi
tergolong normal dan 18,1% kegemukan.
Hasil uji statistik antara IMT dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0,015.
Dengan demikian hipotesis penelitian diterima, artinya ada hubungan yang
bermakna antara IMT dengan kebugaran mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat. Selain itu, diperoleh nilai koefisien kolerasi sebesar 0,0251 yang
menunjukkan bahwa hubungan antara IMT dengan kebugaran adalah lemah.
Nilai tersebut menunjukkan dengan semakin bertambahnya nilai IMT maka akan
semakin bertambah denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat
kebugarannya semakin berkurang.
IMT merupakan alat ukur untuk menilai status gizi seseorang. Ketika
nilai IMT seseorang diatas ambang normal menunjukkan status gizinya berlebih.
Gizi lebih menyimpan kelebihan energi dalam bentuk lemak tubuh yang
berpengaruh terhadap kebugaran seseorang. Baik otot maupun lemak memiliki
massa, yang jika dibandingkan dengan tinggi badan akan menggambarkan
89
komposisi tubuh secara tidak langsung. Menurut Hoeger (1996) berat badan
berlebih (overweight) tidak pasti membuktikan bahwa orang tersebut memiliki
massa lemak yang tinggi begitu pula dengan berat badan kurang tidak pasti
membuktikan bahwa orang tersebut memiliki massa otot yang tinggi.
Menurut Martin (2003) pada saat terjadi timbunan lemak dalam tubuh,
membungkus jaringan viseral menjadikan kerja lebih kuat dalam mensuplai
oksigen ke jaringan guna menghasilkan energi oleh kerena itu jantung perlu
memompa pada frekuensi yang sering. Selain terdapat lemak pada IMT yang
lebih, dalam berat badan berlebih terdapat sel dan otot yang semakin besar yang
berpengaruh pada kebutuhan nutrisi yang lebih besar sehingga peningkatan
denyut jantung, akibat pada satu kali curah jantung oksigen yang dihantarkan
kurang dari jumlah yang diperlukan untuk memenuhi nutrisi sel-sel yang
berlebih tersebut. Terjadi ketidakefisienan fungsi jantung yang akibatnya
kebugaran menjadi berkurang (Sherwood, 2010). Kemudian Menurut Woolford,
et.al (1993) dalam Wijayanti (2006) kelebihan lemak tubuh akan meningkatkan
massa tubuh sehingga menurut hukum II Newton akan menurunkan percepatan
(gerak). Peningkatan berat badan akan membawa pada kebutuhan energi yang
lebih besar pada sistem aerobik untuk melakukan dan melangsungkan pergerakan
badan. Oleh karena itu, kelebihan berat badan umumnya menyebabkan saat
kelelahan yang jauh lebih dini.
Penelitian ini selaras dengan penelitian Nanda (2012) dan Indarawagita
(2012) yang menunjukkan hubungan bermakana antara IMT dengan kebugaran.
Kesesuaian penelitian ini dengan penelitian tersebut dikarenakan keduanya
90
menggunakan metode tes kebugaran 3 menit YMCA. Dengan semakin tinggi nilai
IMT maka akan memiliki kebugaran yang semakin rendah. Kondisi ini selaras
dengan penelitian di Maputo, Mozambik, yaitu kelompok dengan gizi lebih
(overweight) paling rendah dalam hampir seluruh tes kebugaran. Sementara
dibandingkan dengan kelompok normal, kelompok gizi kurang (underweight)
lebih baik dalam daya tahan kardiorespiratori (endurance) (Prista,et.al,2003).
Hal tersebut juga selaras dengan penelitian Nancy,et.al (2005) tentang
kebutuhan
energi
pada
wanita
usia
produktif
dimana
salah
satunya
membandingkan kebugaran (VO2max) dan kekuatan (repetisi maksimum)
terhadap latihan leg press, leg extension, bench press, and latissimus pull-down)
diantara subyek dengan IMT kurang, normal, dan lebih. Hasilnya adalah
konsumsi maksimal oksigen cendrung berbeda untuk setiap kelompok IMT.
Vo2max terendah terdapat pada kelompok IMT terendah dan Vo2max pada
kelompok lebih cendrung lebih rendah dibandingkan kelompok normal
(Cassandra, 2011).
Dengan status gizi yang baik akan tercapai kesehatan dan kebugaran yang
optimal (Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI, 1985). Dari hasil
penelitian menujukan rata-rata IMT mahasiswi berada pada kondisi normal. Oleh
karena itu diperlukan keseimbangan antara asupan konsumsi dan keluaran agar
status gizi berada keadaan normal guna memperoleh kebugaran yang optimal.
91
2. Gambaran dan Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata persen lemak tubuh
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta adalah diantara
22,70 sampai dengan 25,34% dan variasi nilai persen lemak tubuh sebesar 17,03.
Dengan persen lemak tubuh terendah 9,20% dan persen lemak tubuh tertinggi
42%. Jika diklasifikasikan berdasarkan Depdiknas Pengembangan Olahraga
(2002) diketahui persentase lemak tubuh responden sebesar 70,2% berada pada
keadaan normal dan 29,8% berada pada keadaan lebih.
Hasil uji statistik antara persen lemak tubuh dengan kebugaran diperoleh
Pvalue 0,275. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara persen lemak tubuh dengan kebugaran
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Selain itu diperoleh nilai
koefisien korelasi sebesar 0,114 yang menujukkan bahwa hubungan persen
lemak tubuh dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut juga menunjukkan
adanya hubungan linier positif sempurna, yang berarti semakin bertambahnya
nilai persen lemak tubuh maka akan semakin bertambah denyut nadi setelah tes
kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin berkurang.
Menurut Sharkey (2011) penurunan kebugaran dipengaruhi juga karena
peningkatan lemak tubuh. Seseorang yang mempunyai berat sama dan tinggi
yang sama belum tentu memiliki persentase lemak yang sama pula karena
besarnya lemak dalam tubuh kita tergantung dari aktivitas yang dilakukan dan
pola makannya. Dalam penelitian ini tidak terjadi hubungan karena rata-rata
persen lemak tubuh mahasiswi sebesar 22,70 sampai dengan 25,34 yang berarti
92
memiliki status gizi normal yang mana pada kondisi normal tidak terjadi
pengaruh terhadap penurunan kebugaran. Selain itu perbedaan kemaknaan
dengan pengukuran status gizi dengan IMT adalah pada mahasiswi
dimungkinkan memiliki komposisi tubuh lebih besar pada jaringan bebas lemak
dibandingkan dengan jaringan lemak.
Penelitian ini tidak sejalan dengan Mifsud,et,al (2008) dan Indrawagita
(2009) bahwa ada hubungan antara persen lemak tubuh dengan kebugaran.
Dengan menandakan semakin tinggi persen lemak tubuh responden semakin
rendah kebugaran berdasarkan VO2max. Dan juga tidak sejalan dengan penelitian
oleh Gutin (2002) pada remaja obesitas usia 13-16 tahun di Georgia, Amerika
Serikat yang diperolah hasil adanya hubungan yang signifikan antara kebugaran
dengan persen lemak tubuh dengan arah hubungan yang negatif sedang (r= 0,622, P<0,001). Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Gutin (2002)
dimungkinkan karena karakteristik sampel yang berbeda yaitu pada penelitian ini
responden memiliki persen lemak tubuh rata-rata normal sedangkan penelitian
oleh Gutin seluruh responden memiliki riwayat obesitas.
3. Gambaran dan Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai pergerakan badan anggota tubuh
yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan
kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat
dan
bugar
sepanjang
hari.
Dengan
melakukan
aktivitas
fisik
mempertahankan bahkan meningkatkan derajat kesehatan (Fatmah, 2011).
dapat
93
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata aktivitas fisik mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta adalah 1892,32 sampai dengan 3296,27
METs dengan nilai variasi aktivitas fisik sebesar 3685,92. Dan nilai aktivitas
fisik terendah 17 METs dan tertinggi 22344 METs. Dengan demikian, maka
pada umumnya responden memiliki aktivitas fisik sedang cendrung berat.
Menurut IPAQ (2005) aktivitas sedang berada pada rentang 600-3000 METs,
aktivitas ringan <600 METs dan aktivitas berat >3000 METs.
Hasil uji statistik antara aktivitas fisik dengan kebugaran diperoleh
Pvalue sebesar 0,862. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak
terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran. Selain itu, diperoleh
nilai koefisien kolerasi sebesar 0,018 yang menujukan nilai korelasi mendekati 0
yang berarti tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran. Hal ini
tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat.
Aktivitas fisik berperan penting dalam proses pembakaran cadangan
lemak tubuh. Seseorang yang kurang aktivitas fisik akan menyebabkan
penumpukan lemak dalam jaringan tubuh yang berpengaruh terdapat
kebugarannya. Menurut Sharkley (2011) aktivitas secara teratur dapat
mengurangi beban kerja jantung sehingga lebih efisien yang outputnya akan
menghasilkan kebugaran terutama pada kardiorespirasinya.
Pada mahasiswi diketahui berdasarkan skor aktivitas fisik rata-rata
memiliki aktivitas fisik sedang. Diantaranya aktivitas yang banyak dilakukan
94
adalah berjalan cepat, melakukan pekerjaan rumah tetapi tidak jarang yang
melakukan aktivitas fisik olahraga secara teratur dan terstruktur sehingga tidak
sesuai dengan teori diatas.
Tidak ditemukannya kemaknaan antara aktivitas fisik dengan kebugaran
pada penelitian ini dimungkinkan karena variasi data yang homogen. Kemudian
asumsi lainnya dalam penelitian ini masih terdapat keterbatasan penelitian
penghitungan aktivitas fisik menggunakan kuesioner aktivitas fisik International
Physical Activity Quesionnaire (IPAQ, 2005) yang mungkin terjadi bias dalam
pengisian. Kuesioner penelitian ini merupakan kuesioner internasional untuk
menilai aktivitas fisik usia 18-65 tahun yang sudah tervalidasi dan juga dilakukan
uji validitas pada kuesioner secara langsung oleh peneliti. Namun pengukuran
dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik bergantung pada daya ingat
responden karena menggingat aktivitas
yang telah dilakukan selama satu
minggu kebelakang.
Berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Gutin (2005) dengan
menggunkan alat yang lebih canggih berupa komputer kecil yang dipasang pada
dada responden selama tujuh hari berturut-turut (lepas saat tidur atau melakukan
aktivitas berbahaya) sehingga kadar aktivitas fisik didapat secara otomatis dan
data yang diperoleh langsung berupa durasi melakukan aktivitas fisik istirahat,
ringan, sedang dan berat dalam satuan menit/hari dan studi yang dilakukan oleh
Rizo (2007) yang menggunakan sebuah monitor aktivitas juga untuk menilai
aktivitas fisik.
95
Perbedaan cara pengukuran tersebut dapat berdampak pada hasil yang
jauh lebih akurat dibandingkan dengan pengisian kuesioner. Selain itu, pada
penelitian Gutin (2005) jumlah sampel yang jauh lebih banyak sehingga data
mejadi lebih variatif dan memperjelas makna hubungan. Apabila dibandingkan
dengan studi Sharkey (1979), responden pada penelitian tersebut berada pada
kondisi yang sedang menurun dan diberi intervensi langsung sehingga
aktivitasnya dapat terkontrol. Berbeda dengan pengisian kuesioner yang hanya
memberikan
persepsi
dan
keterangan
mengenai
kehidupan
sehari-hari
menggunakan sudut pandang subjektif sehingga besar terjadinya bias.
Kemudian, pernyataan Astrad (1992) yang mendukung bahwa aktivitas
fisik mempengaruhi status gizi, yaitu dapat meningkatkan metabolisme tubuh
dan mencegah obesitas. Hal tersebut menunjukkan secara tidak langsung
aktivitas fisik memiliki hubungan dengan status gizi. Sehingga peneliti
berpendapat bahwa aktivitas fisik sesungguhnya memiliki hubungan dengan
kebugaran. Namun, hubungan tersebut tidak secara langsung mempengaruhi
terhadap kebugaran
melainkan dengan hubungan antara status gizi dengan
kebugaran .
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Sassen,dkk, 2010)
pada 1298 responden berumur 18-62 tahun pada staf di kantor Utrecht Police
Lifestyle Intervention Fitness and Training (UP-LIPI) menunjukkan hubungan
positif yang signifikan antara kebugaran dengan kebiasaan beraktivitas (r =
0,018) dan intensitas aktivitas fisik (r = 0,238) dengan kekuatan hubungan yang
96
lemah. Perbedaan kemaknaan ini dikarenakan pada penelitian diatas berada pada
sampel yang besar dan jenis kelamin yang heterogen.
Kemudian responden dalam penelitian ini sebagian besar memiliki
aktivitas fisik sedang seperti membersikan rumah, mengangkat beban dari buku
dan alat tulias kuliahnya tanpa diimbangi dengan olahraga yang teratur sehingga
berdampak pada kebugaran yang rendah pula.
4. Gambaran dan Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melaksanakan aktivitas fisik. Kebutuhan energi seseorang
menurut WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yan
diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila mempunyai
ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas fisik yang dibutuhkan
secara sosial dan ekonomi (Almatsier, 2001).
Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata asupan energi mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah
diantara 1478,8 sampai dengan 1655,42 kkal dengan variasi jumlah asupan
energi sebesar 430,10. Dan nilai asupan energi terendah 516,9 kkal dan tertinggi
3009 kkal.
Hasil uji statistik antara asupan energi dengan kebugaran diperoleh
Pvalue 0,220. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada
hubungan antara asupan energi dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,128 yang menujukan
97
bahwa hubungan asupan energi dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut
juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan energi dengan kebugaran
adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan energi maka akan
semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat
kebugarannya semakin bertambah.
Energi merupakan bahan bakar utama bagi tubuh untuk melakukan
metabolisme guna melangsungkan kehidupan. Zat gizi yang tergolong sebagai
sumber energi adalah karbohidrat, protein, lemak. Setiap 1 gram karbohidrat dan
protein menghasilkan 9 kkal energi (Williams,1995). Karbohidrat merupakan
sumber utama energi bagi tubuh untuk melakukan aktivitas (Hoeger dan Hoeger,
1996). Glukosa yang merupakan bentuk dari karbohidrat, digunakan sebagai
bahan bakar otot untuk melakukan latihan (Smolin dan Grosvenor,2010 dalam
Iskaningtyas,2012). Glukosa dalam darah akan diterima jantung sebagai energi
sementara otot tulang dan hati menyimpannya.dalam bentuk glikogen (Sharkley,
2011). Kebugaran paru jantung memerlukan energi agar tubuh dapat terus
menerus mensuplai oksigen pada saat melakukan aktivitas dan latihan fisik. Jika
asupan energi tersebut kurang dari kebutuhan, maka akan berpengaruh juga
terhadap kemampuan otot untuk mempompa jantung untuk mengalirkan oksigen
hingga dapat digunakan berbagai keperluan metabolisme tubuh.
Secara statistik tidak ditemukan hubungan bermakna antara asupan energi
dengan kebugaran dimungkinkan adalah karena rata-rata asupan energi dalam
sehari belum mencukupi. Rata-rata asupan energi mahasiswi adalah 1478,81655,42 kkal masih kurang dari angka kecukupan energi dalam satu hari yang
98
diperlukan tubuh menurut AKG (2004) yaitu 1900 kkal perhari dan
dimungkinkan
terjadinya
flat
slop
sydrom
pada saat dilakukan recall
makanan yaitu ketidaktepatan laporan asupan makanan. Orang yang mengalami
kegemukan secara konsisten kurang melaporkan makanan yang dikonsumsi
dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal sehingga berpengaruhi
terhadap jumlah rata-rata asupan energi dalam sehari. Selain itu jumlah sampel
dalam penelitian perlu ditingkatkan karena jumlah sampel yang lebih besar akan
memperjelas keberadaan hubungan yang ada antara asupan zat gizi dengan
kebugaran.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan pada sebuah
penelitian oleh Pařízková (1989) bahwa pada atlet senam putri memiliki
karakteristik konsumsi energi yang rendah dan asupan yang tidak seimbang
sehingga membawa pada pertumbuhan yang tidak normal dan rendahnya
kekuatan aerobik (daya tahan kardiorespiratori). Sehingga dapat diketahui bahwa
berdasarkan hasil penelitian diatas dengan konsumsi energi yang kurang akan
menurunkan kebugaran seseorang.
Mahasiswi dengan padatnya jadwal perkuliahan dengan aktivitas sedang
diharapkan cukup dalam memenuhi kebutuhan energi untuk beraktivitas.
Konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi
pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh
dengan tingkat aktivitas yang sesuai (Almatsier, 2006). Peneliti mengasumsikan
bahwa dengan asupan energi yang kurang dengan aktivitas sedang jika
berlangsung lama akan menyebabkan defisit terhadap kebutuhan energi tersebut.
99
Begitupun sebaliknya jika asupan energi berlebih tetapi aktivitas fisiknya pasif
akan menimbun lemak yang menyebabkan obesitas sehingga akan berpengaruh
terhadap nilai indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh.
Penelitian yang dilakukan pada wanita di Georgia, AS, diketahui zat gizi
yang berpengaruh lebih kuat pada komponen kebugaran persen lemak tubuh jika
dibandingkan dengan laki-laki adalah berupa makronutrien (Paul.et,al, 2004).
Peneliti berpendapat bahwa hubungan yang terjalin antara asupan energi dengan
kebugaran yang dinilai dari denyut nadi terjadi secara tidak langsung. Melainkan
melalui aktivitas fisik dimana jumlah energi yang digunakan tubuh sangat
bergantung kepada kegiatan jasmani. Kemudian masukan energi yang lebih besar
dari pada pengeluaran akan meningkatkan komposisi tubuh. Dengan penelitian
lebih lanjut mengenai hubungan asupan energi dengan status gizi dimungkinkan
akan menemukan hubungan kemaknaan dengan kebugaran.
5. Gambaran dan Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran
Hasil penelitian didapatkan rata-rata asupan protein mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah diantara
51,14 sampai dengan 58,69 gram dengan jumlah variasi asupan protein 17,63.
Dan jumlah asupan protein terendah 17,45 gram dan tertinggi 119,85 gram.
Hasil uji statistik antara asupan protein dengan kebugaran diperoleh
Pvalue 0,043. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima, artinya ada
hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,209 yang
100
menujukan bahwa hubungan asupan protein dengan kebugaran adalah lemah.
Nilai tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan protein dengan
kebugaran adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan
protein maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran
yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah.
Seperti halnya korelasi diatas, Protein memiliki fungsi fisiologi yang
penting untuk mengoptimalkan performa aktivifitas fisik. Survey menyatakan
bahwa banyak sekolah menengah dan perguruan tinggi atlet mempercayai bahwa
performa atlet meningkat karena diet protein tinggi (Williams, 2002). Sebuah
penelitian menyatakan bahwa suplemen gizi setelah latihan ketahanan dan
termasuk di dalamnya asam amino dibandingkan ketersediaan energi lebih
penting untuk mengembalikan dan menyusun kembali protein dalam otot seteleh
latihan (Levenhagen et.al, dalam Pikosky,et.al, 2006 dalam Fatmah, 2011). Asam
amino membangun dinding sel, jaringan otot, hormon, enzim, dan berbagai
molekul lainnya. Darah membawa protein yang besar globulin untuk formasi,
albumin untuk menahan tenaga, fibrinogen untuk penggumpalan, dan
hemoglobin untuk transportasi oksigen. Latihan kebugaran menghasilkan
protein-enzim untuk latihan aerobik dan protein yang berkontraksi (aktin dan
myosin) untuk latihan tenaga (Sharkley, 2011).
Berdasarkan AKG Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004),
kebutuhan protein usia 19-21 tahun untuk perempuan sebanyak 60 gram perhari.
Hasil wawancara makanan sebanyak 2x24 jam diperoleh rata-rata asupan protein
mahasiswi Kesehatan Masyarakat dalam sebanyak 51,14-58,69 gram perhari,
101
sehingga dapat dikatakan asupan protein mahasiswi sudah cukup memenuhi
angka kecukupan. Mahasiswi memperoleh asupan protein ini berasal dari
makanan sumber protein hewani dan nabati seperti: telur ayam, ayam, ikan,
tempe, tahu, dan susu.
Peneliti berpendapat protein yang berpengaruh terhadap kebugaran
jantung paru adalah dari fungsi protein sebagai asam amino yang bertindak
sebagai prekusor sebagai koenzim sehingga membantu
dalam proses
metabolisme tubuh agar dihasilkan energi dengan cepat guna meningkatkan
kebutuhan oksigen dalam tubuh. Oksigen yang tersalurkan dengan baik akan
menciptakan kebugaran.
Penelitian ini selaras dengan hasil penelitian (Gutin, et.al, 2002) yang
dilakukan di Georgia, AS pada 80 orang remaja dan anak-anak obesitas yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan terbalik yang hampir bermakna Pvalue
0.063 antara kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) dengan asupan protein.
Hasil penelitian ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh
Konig,et.al (2003) dalam penelitian crossectional tersebut menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kebugaran
menggunakan metode aerobik sepeda ergometer. Persamaan hasil penelitian ini
dengan penelitian Gutin (2002) dan Konig (2003) adalah pada penggunaan
metode pengukuran untuk makanan dengan recall dan record asupan protein ini.
102
6. Gambaran dan Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran
Hasil penelitian didapatkan rata-rata asupan vitamin A mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah
diantara 663,65 sampai dengan 1015,03 µg dengan
jumlah variasi asupan
vitamin A 904,88. Dan jumlah asupan vitamin A terendah 72,70 µg dan
tertinggi 5999 µg.
Hasil uji statistik antara asupan vitamin A dengan kebugaran diperoleh
Pvalue 0,451. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada
hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,079 yang
menujukan bahwa hubungan asupan vitamin A dengan kebugaran adalah lemah.
Nilai tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan vitamin A
dengan kebugaran adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai
asupan vitamin A maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes
kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah.
Menurut Williams (2002) defisiensi vitamin A dapat mempengaruhi
performa aktivitas fisik. Chen (2000) menyatakan bahwa vitamin A dalam
keberadaan β-karoten didalam tubuh berperan sebagai antioksidan yang
berfungsi mereduksi kerusakan sel selama latihan karena adanya radikal bebas
yang membantu merangsang dan memperkuat daya tahan tubuh dalam
meningkatkan akivitas sel pembunuh kuman (natural killer cell), memproduksi
limfosit, dan antibodi (Hadribroto,dkk, 2004).
103
Dalam penelitian asupan vitamin A tidak terdapat hubungan kemaknaan
dengan kebugaran secara statistik. Tidak ditemukan kemaknaan dalam penelitian
ini dimungkinkan terjadinya flat slope syndrome, responden melaporkan asupan
makanan yang dikonsumsi terlalu tinggi (overestimate) terhadap asupan yang
rendah sehingga tidak dapat diketahui pasti rata-rata asupan vitamin A dalam
satu hari. Selain itu jumlah sampel dalam penelitian perlu ditingkatkan karena
jumlah sampel yang lebih besar akan memperjelas keberadaan hubungan yang
ada antara asupan zat gizi dengan kebugaran. Kemudian, penggunaan desain
studi cross sectional dengan metode food recall-24 jam, berbeda dengan
penelitian dengan studi kohort di Pennsylvania, AS dengan metode laboratorium
menyatakan bahwa terdapat kolerasi positif antara β-karoten yang berasal dari
vitamin A dalam darah dengan kebugaran (Llyod, 1998). Sehingga memiliki
ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode yang digunakan dalam
penelitian ini. Karakteristik sampel yang relatif sama (jumlah, jenis kelamin dan
usia) menunjukkan bahwa perbedaan kemaknaan dapat disebabkan oleh
perbedaan metode pengukuran tersebut.
7. Gambaran dan Hubungan Asupan B1 dengan Kebugaran
Hasil penelitian didapatkan pada rata-rata asupan vitamin B1 mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah
diantara 0,45 sampai dengan 0,53 mg dengan jumlah variasi asupan vitamin B1
0,187. Dan asupan vitamin B1 terendah 0,2 mg dan tertinggi 1,25 mg.
104
Hasil uji statistik antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran diperoleh
Pvalue 0,341. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada
hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar –0,099 yang
menujukan bahwa hubungan asupan vitamin B1 dengan kebugaran adalah lemah.
Nilai tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan vitamin B1
dengan kebugaran adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai
asupan vitamin B1 maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes
kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah.
Vitamin B1 (thiamin) bekerja terutama sebagai koenzim dalam reaksi
yang melepaskan energi dari karbohidrat dan dapat meningkatkan daya tahan
dalam melakukan olahraga dengan durasi panjang (Hoeger, Hoeger dan Boyle,
2001). Pengaruh terhadap kebugaran sesuai dengan fungsinya sebagai koenzim
dalam mengatur metabolisme glikogen dalam otot (William, 2002). Thiamin dan
vitamin B lainnya secara signifikan meningkatkan daya tahan kardiorespiratori.
(Manore, 2000). B1 adalah bagian dari sebuah koenzim dikenal sebagai thiamin
pirofosfat, yang diperlukan untuk mengubah piruvat ke acetly CoA untuk masuk
ke dalam krebs.
Tidak ditemukan kemaknaan asupan B1 dengan kebugaran dimungkinkan
karena rata-rata asupan B1 dari makanan yang dikonsumsi rendah yaitu rata-rata
dalam satu hari sebesar 0,45-0,53 mg dari asupan yang dibutuhkan dalam sehari
yaitu 1,1 mg. Peneliti menganalisis bahwa hubungan yang terjadi antara vitamin
B1 terhadap kebugaran terjadi secara tidak langsung melalui peranannya dalam
105
proses metabolisme tubuh. Selain itu belum ditemukannya hasil penelitan lain
yang menunjukkan vitamin B1 berhubungan langsung dengan kebugaran.
Namun, Brouns,et.al (1989) yang menyatakan bahwa vitamin B menjadi
perhatian khusus pada atlet karena vitamin B membangun reaksi pembentukan
energi dalam metabolisme (Brouns dan Saris, 1989). Selain itu sebuah penelitian
yang dilakukan pada anak-anak sekolah usia 7-10 tahun di Bangalore, India
menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kapasitas aerobik dan daya
tahan fisik yang disertai dengan peningkatan status thiamin bersama dengan
mikronutrien lain (Vaz dkk, 2011).
8. Gambaran dan Hubungan Zat Besi (Fe) dengan Kebugaran
Hasil analisis univariat diketahui nilai rata-rata asupan Fe mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat adalah diantara 6,74 sampai dengan 8,66
mg dengan jumlah variasi asupan Fe sebesar 4,695. Dan asupan Fe terendah
0,90 mg dan tertinggi 30,60 mg.
Hasil uji statistik antara asupan energi dengan kebugaran diperoleh
Pvalue 0, 392. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada
hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,089 yang
menujukan bahwa hubungan asupan Fe dengan kebugaran adalah lemah. Nilai
tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan Fe dengan kebugaran
adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan Fe maka akan
106
semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat
kebugarannya semakin bertambah.
Kemudian zat besi memiliki fungsi utama dalam tubuh sebagai alat
transportasi dan utilitas dari oksigen. Fungsi zat besi penting dalam penggunaan
oksigen dalam tubuh. Fungsi ini terutama penting bagi seseorang yang
melakukan latihan aerobik berupa daya tahan dan harus memiliki asupan yang
cukup (Williams, 2002). Zat gizi bersatu dengan protein hemoglobin dalam sel
darah merah sehingga dapat membantu melepaskan energi sebagai bahan bakar
untuk kerja sel (Hoeger,Hoeger, dan Boyle, 2001).
Tidak ditemukan kemaknaan asupan Fe dengan kebugaran dimungkinkan
adalah karena rata-rata asupan Fe dari makanan yang rendah yaitu rata-rata
dalam satu hari sebesar 6,74 - 8,66 mg dari yang seharusnya yaitu 26 mg perhari
sehingga masih jauh dari angka kecukupan. Selain itu mahasiswi yang menjadi
responden dalam penelitian ini berada pada keadaan sehat tidak menunjukkan
gejala anemia dilihat dari seleksi melalui kuesioner PAR Q and You sehingga
tidak mempengaruhi kebugarannya. Kemudian untuk melihat hubungan lebih
lanjut penelitian dapat dilakukan dalam skala penelitian yang lebih besar.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dua studi yang menjukan
terdapat hubungan bermakna antara Fe dalam tubuh dengan VO2max (daya tahan
kardiorespiratori). Browline (2002) menyebutkan bahwa suplementasi Fe dapat
meningkatkan kembali daya tahan kerdiorespiratori pada wanita yang tidak
anemia dengan deplesi Fe. Selain itu penelian lain pun menyatakan bahwa
penurunan kebugaran (VO2max) pada wanita tanpa anemia dengan defisiensi Fe
107
dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya
simpanan zat besi dalam tubuh (Zhu dan Haas, 1997). Perbedaan kemaknaan
terjadi dikarenakan pada penelitian ini menggunakan metode recall 24 jam untuk
melihat gambaran asupan dalam satu hari, sedangkan pada penelitian Zhu dan
Haas (1997) meneliti zat besi dalam bentuk simpanan dalam tubuh.
Selain itu ditemukan penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak usia
7 hingga 10 tahun menunjukkan asupan zat besi akan memiliki hubungan
bermakna terhadap kapasitas aerobic dan daya tahan fisik jika dikonsumsi
bersama-sama dengan mikronutrien lain seperti vitamin C dan vitamin B
kompleks (Vaz, 2011).
9. Gambaran dan Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran
Hasil analisis univariat diketahui rata-rata asupan Zn mahasiswi Program
Studi Kesehatan Masyarakat diantara 5,94-6,88 mg dengan jumlah variasi asupan
Zn sebesar 2,304 dan nilai asupan Zn terendah 1,95 mg dan tertinggi 14,60 mg.
Hasil uji statistik antara asupan Zn dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0,
078 Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada hubungan
antara asupan vitamin Zn dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi
Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,182 yang menujukan
bahwa hubungan asupan Fe dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut juga
menunjukkan bentuk hubungan antara asupan Zn dengan kebugaran adalah
negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan Zn maka akan semakin
108
berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat
kebugarannya semakin bertambah.
Zn berperan dalam kebugaran yang ditunjukan oleh hubungan rendahnya
konsentrasi serum Zn dalam darah yang mengakibatkan penurunan otot dan
berkurangnya kapasitas latihan (Driskell dan Wolinsky, 2000). Zn juga memiliki
fungsi penting sebagai kofaktor ratusan enzim dalam tubuh yang berperan dalam
metabolisme termasuk reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degenerasi
karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat (Almatsier, 2004).
Status Zn yang rendah dapat menghambat fungsi alat-alat tubuh yang
berperan dalam mengoptimalkan kebugaran. Zn yang rendah mengakibatkan
menurunnya konsentrasi Zn serum yang berhubungan dengan rusaknya fungsifungsi otot, termasuk dalam menurunnya kekuatan dan meningkatnya
kecenderungan untuk menjadi lelah dan turunnya tenaga selama puncak kerja,
kemudian status Zn yang rendah menyebabkan menurunya fungsi fisik dan
penampilan (Ramayulis, 2008).
Tidak
ditemukan
kemaknaan
asupan
Zn
dengan
kebugaran
dimungkinkan karena rata-rata asupan Zn dari makanan yang rendah yaitu ratarata dalam satu hari sebesar 5,94 sampai dengan 6,88 mg dari yang seharusnya
yaitu 9,3 mg perhari. Selain itu jumlah sampel dalam penelitian perlu
ditingkatkan karena jumlah sampel yang lebih besar akan memperjelas
keberadaan hubungan yang ada antara asupan zat gizi dengan kebugaran.
Penelitian ini selaras dengan penelitian pada siswa SD di Tersobo yang
juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara asupan Zn nilai (p=
109
0,455) dengan kebugaran dihitung berdasarkan nilai berjalan 1 mil dengan
metode food record. (Iskaningtyas, 2012). Kemudian penelitian ini tidak selarasa
dengan penelitian Krotkiewaski,et,al (1982) yang menunjukkan terdapat
hubungan bermakana antara wanita tua yang mendapatkkan suplementasi Zn
30mg
perhari
dengan
peningkatan
kekuatan
otot
(Ramayulis,2010).
Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dikarenakan perbedaan metode yang
digunakan pada penelitian tersebut diberi perlakukan suplementasi sedangkan
pada penelitian ini mengetahui rata-rata asupan Zn dalam sehari dengan recall 24
jam. Dari hasil analisis terhadap asupan Zn terhadap kebugaran tidak terdapat
hubungan langsung dengan kebugaran yang dihitung dengan metode recall 24
jam.
BAB VII
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisa univariat dan bivariat menggunakan uji korelasi
berikut adalah kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini.
1. Berdasarkan standar tes bangku 3 menit YMCA, status kebugaran mahasiswi
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2013 memiliki tingkat kebugaran yang rendah dengan nilai rata-rata 112,45119,39 kali/menit. Jika diklasifikasikan berdasarkan norma tes kebugaran
menurut standar tes bangku 3 menit YMCA Nieman (2007) diketahui persentase
mahasiswi yang bugar sebesar 38,3% dan tidak bugar sebesar 61,7%.
2. Rata-rata Indeks Massa Tubuh mahasiswi sebesar 20,60-22,41 kg/m2 dalam
klasifikasi Depkes 2004 berada pada IMT normal, rata-rata persen lemak tubuh
mahasisiwi sebesar 22,70-25,3% dalam klasifikasi Depdiknas Pengembangan
Olaharaga 2012 berada pada kategori normal, rata-rata aktivitas fisik mahasisiwi
sebesar 1892,32-3296,27 METs dalam klasifikasi IPAQ temasuk kategori
aktivitas fisik sedang.
3. Rata-rata asupan energi, protein, vitamin A, vitamin B1, Fe, dan Zn secara
berturut-turut adalah sebesar 1478,8-1655,4 kkal; 51,14-58,69 gr;663,65-1015,03
µm; 0,45-0,7 mg; 6,74-8,66 mg; 5,94-6,88 mg. Rata-rata asupan zat gizi
110
111
mahasiswi kurang dari angka kecukupan gizi dalam satu hari berdasarkan
klasifikasi Widya Pangan Gizi Nasional tahun 2004.
4. Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunkan uji korelasi disimpulkan bahwa:
a. Variabel status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan Asupan Protein
memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat kebugaran pada
Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
b. Variabel Status gizi berdasarkan persen lemak tubuh, asupan energi, asupan
vitamin A, asupan vitamin B1, asupan Fe, asupan Zn dan aktivitas fisik tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat kebugaran pada
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
B. Saran
1. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Pemegang kebijakan dapat merealisasikan saran dan prasarana olahraga bagi
seluruh mahasiswa khususnya Program Studi Kesehatan Masyarakat guna
menunjang aktivitas olahraga.
b. Diperlukan
kegiatan
peningkatan
aktivitas
fisik
mahasiswa
dengan
mengadakan program olahraga rutin di Program Studi Kesehatan Masyarakat
melalui program kerja Badan Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
dengan mengikutsertakan seluruh civitas akademika Program Studi Kesehatan
112
Masyarkat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. contohnya: mengadakan satu hari
senam bersama.
2. Bagi Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
a. Bagi mahasiswa kesehatan masyarakat peminatan gizi dapat mengadakan
konseling gizi kepada rekan-rekan mahasiswa lain mengenai kebugaran dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pemahaman untuk mengonsumsi
makanan yang bergizi.
b. Bagi mahasiswa ditengah padatnya jadwal perkuliahan untuk selalu
mengonsumsi makanan dalam jenis, porsi dan frekuensi yang sesuai dengan
pola makan gizi seimbang serta mengontrol berat badan agar tidak terjadi
kelebihan berat badan.
c. Bagi mahasiswa diharapakan dapat melakukan aktivitas fisik teratur dan
terukur terutama olahraga guna mencapai kebugaran yang optimal dapat
dilakukan dengan melakukan senam bersama, berkunjung ke pusat kebugaran
dan olahraga di rumah.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Penelitian berikutnya mengenai tingkat kebugaran mahasiswa sebaiknya
menggunakan metode tes kebugaran yang berbeda agar diketahui variasi hasil
dengan berbagai meode tes tersebut. Misalnya dengan jalan dengan 1 Mil,
Ergonometer tes. Atau dengan mengukur kebugaran dari komponen lainnya
seperti fleksibilitas dan kekuatan otot.
113
b. Dapat meneliti zat gizi lain yang diduga berhubungan dengan kebugaran seperti
karbohidrat, lemak, vitamin C, Mg, Cu dan lainnya.
c. Dapat meneliti variabel lain yang diduga dapat ditemukan kemaknaan yaitu
antara asupan energi dengan persen lemak tubuh.
114
DAFTAR PUSTAKA
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.Depok:
Universitas Indonesia.
Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan.
Jakarta: UIN.
Almatsier,dkk. 2006.Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier,dkk. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Anspaugh, David J, et.al.1997. WELLNESS Concept and Applications. New York, USA:
McGraw-Hill Book Compan.
Åstrand, Per-Olof. 1992. “Physical Activity and Fitness”. American Journal of Clinical
Nutrition 55 (1992): 1231S – 6S.
Bucher, Charles and Prentice,William. 1985. Fitness for college and life.MOSBY:
College Publising.
Bonci, Chritine, dkk. 2008. “ Addresing Non-Communicable Syndrom Are Association
Position Statement: Preventing, Dectecting, and Managing Disorder Eating in
Athletes”. Journal of Athletic Training, 43,80
Bray.2004. Medical consequences of obesity. Pennington Biomedical Research Center,
Baton Rouge, Louisiana 70808, USA diakses dari www.ncbi.nlm.nih.gov pada 18
Agustus 2013.
Brownlie, dkk.. 2002. Fitness; Iron Supplementation Enhances Aerobic Training in
Iron-Depleted Woman. Women’s Health Weekly: http://www.newsRx.com.
Brouns,F dan W,Saris.1989. How vitamin affect performance. The Journal of Sports
Medicine and Physical Fitness,29.
Cassandra ,Yuni Syamisa.2011. Hubungan status gizi, latihan fisik asupan energi dan zat
gizi dengan status kebugaran pada mahasisw S-1 reguler FKM UI tahun 2011.
Nurwidyastuti, Dinda.2012 Hubungan Konsumsi zat Gizi, dan faktor lain dengan status
kebugaran mahasiswa departemen Arsitektur fakultas teknik universitas indonesia
tahun 2012
115
Departemen Kesehatan, FKUI, PDSKO, PPKOR, 2002. Panduan Kesehatan Olahraga
bagi Petugas Kesehatan: Jakarta.
Departemen
Kesehatan
RI.
http://www.depkes.go.id
2004.
Angka
Kecukupan
Gizi
(AKG)
Depdiknas. 2012. Persen Lemak Tubuh. Jakarta: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani
Driskell,J.A dan I. Wolinsky. 2002.Nutritional Assesment of Athletes.US: CRC Press
LLC, 2002.
Eskaning Arum Pawestri, 2011. Hubungan antara Jenis Kelamin, Status Gizi, Aktivitas
Fisik, Dan Asupan Gizi dengan Tingkat Kebugaran Pada Siswa/siswi SMA Negeri
1 Kebumen, Jawa Tengah Tahun 2011.
Fatmah,SKM,MSc,Dr. 2011. Gizi kebugaran dan Olah Raga. Bandung: Lubuk Agung
Fahey, Thomas. D, et,al. 2000. Fit dan Well Core Concepts and Labs in Physical Fitness
and Wellness Sixth Edition. Mc Graw Hill
FORMI.2011. Pekan dan Tes Kebugaran Jasmani Nasional. Artikel Majalah AKTIF,
edisi IV / 01 – 2011
Giriwijoyo. 2012. Ilmu Faal Olahraga (Fisiologi Olahraga). Bandung: Rosda Karya
Gisolfi, Carl V. dan Lamb, David R.1989. Perspectives In Exercise Science and Sports
Medicine Volume 2: Youth, Exercise and Sport. Indiana. USA: BenchmarkPress
Inc.
Gutin, Bernard, et.al. 2002. “Effects of Exercise Intensity on Cardiovascular Fitness,
Total Body Composition, and Visceral Adiposity of Obese Adolescents”.
American Journal of Clinical Nutrition 75 :818 – 26.
Hadibroto,dkk,2004. Seluk beluk suplement. PT.Gramedia Utama : Jakarta
Haskell, William L dan Michaela Kiernan.2000. “Methodologic Issues in Measuring
Physical Activity and Physical Fitness when Evaluating the Role of Dietary
Supplements for Physically Active People”. American Journal of ClinicalNutrition
72: 541S – 50S.
Hasalkar, Suma, et.al.2005.”Measures and Physical Fitness Level of the CollegeGoing
Students”. Anthropologist (7) no. 3 (2005): 185 – 7.
Health Santé Canada. 2002.Par-Q and You (A questionnaire for people aged 15 to
69).http://www.hc-sc.gc.ca/hppb/paguide/pdf/guideEng.pdf.
116
Hermanto,dkk. 2012. Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Tingkat Kesegaran pada Wanita
Vegetarian. Journal of Nutrition College : Vol 1.No.1 hal 421-434.
Hoeger, Werner W.K. dan Sharon A.Hoeger. 1996.Fitness and Wellness. Colorado,
USA : Morton Publishing Company.
Indrawagita, Larasati. 2009. Hubungan Antara Status Gizi, Asupan Gizi, dan Aktivitas
Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Gizi FKM UI tahun 2009.
Depok: Skripsi Program Sarjana FKM UI.
Indriawati, Ratna. 2005.“Hubungan Tingkat Kebugaran Jasmani dan Kapasitas Vital
Paru pada Kelompok Remaja dengan Faal Paru Normal”. Majalah Ilmu
FaalIndonesia, 4 Maret, 135 – 42.
Iskaningtyas, Dita Anitya. 2011.Model Prediksi VO2max anak usia 10-11 tahun Etnis
Jawa (Desa Tersobo, Kebumen) dari tes berjalan 1 mil berdasarkan jenis kelamin ,
denyut nadi dan waktu tempuh.Depok: Skripsi
Jones, Lorraine A. 2010. “The Effect of Statistic Stretching n Recovery Heart Rate
Following The YMCA step Test”. ProQuest Dissertation and Theses
Konig, D. et.al. 2003. Cardiorepiratory fitness modifies the associoation between dietary
fat intake and plasma fatty acids. European Journal Clinical Nutrition,
Kuntaraf, Jhonathan.1992. Olah Raga Sumber Kesehatan. Bandung: Advent Indonesia
Kraus, William F dan Pamela S. Douglas.2005. “Where Does Fitness Fit In?”. New
England Journal of Medicine 353;5 (): 517 – 19.
Kristensen P.L,et al.2010. “The Association Between Aerobic Fitness and Physical
Activity In Children and Adolescent: The European Youth Heart Study.”
European Journal of Applied Physiology.
Lloyd, Tom, et.al. 1998“Fruit Consumption, Fitness, and Cardiovascular Health in
Female Adolescents: The Penn State Young Women’s Health Study”. American
Journal of Clinical Nutrition 67 :624 – 30.
Moeloek, Dangsina dan Arjatmo Tjoronegoro. 1984. Kesehatan dan Olahraga. Jakarta:
FKUI
Manore. 2000. “ Effect of physical activity on thiamen, riboflavin, and vitamin B-6”.
American Journal of Clinical Nutrition 67 :624 – 30.
117
Martins,et,al.2003. The relationship between body mass index, blod pressure, and pulse
rate among normotensive and hypertensive participans in the thrid National Health
and Nutrition Examination Survey (NHANES). Departement of Medicine,Charles
R.Drew University:USA.
Mifsud, Gabrielle, Karine Duval, dan Eric Doucet.2009. “Low Body Fat and Hight
Cardiorespiratory Fitness at the Onset of the Freshmen Year May Not Protect
Against Weight Gain”. British Journal of Nutrition. 101
Mustakim. 2010. Hubungan Status Gizi, Asupan Zat Gizi dan Aktivitas Fisik dengan
Kebugaran pada Siswa/Siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Terpilih Kabupaten
Sragen Jawa Tengah Tahun 2010. Depok: Skripsi Progam Sarjana FKM UI.
Nanda, 2012. Hubungan Antara Status Gizi, Asupan Gizi, dan Aktivitas Fisik dengan
Kebugaran pada Karyawan PT. WIKA. Depok: Skripsi Program Sarjana FKM UI.
Nieman, David C. 1998. The Exercise Health Connection. USA : Human Kinetics.
Nieman, David C. 2007.Exercise Testing and Prescription: A Health Related Approach.
New York, USA: McGraw-Hill Companies Inc.
Notoatmodjo. Soelidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta
Paul, David R, et.al.2004.“Effects of The Interaction of Sex and Food Intake on The
Relation Between Energy Expenditure and Body Composition”.American Journal
of Clinical Nutrition
Pařízková, Jana.1989. ”Age-Dependent Changes in Dietary Intake Related to Work
Output, Physical Fitness and Body Composition”. American Journal of Clinical
Nutrition.
Permaesih, Dewi. 2000. “Kaitan Kesegaran Jasmani, Kesehatan dan Olahraga
Keterampilan”. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia XXVIII No.10 : 569 –
73.
Prentice, William E. 2004. Get Fit, stay fit. USA: Mc Graw Hiil.
Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI. 1985. Manual Kesehatan Olahraga.
Jakarta: Dinas Kesehatan DKI Jakarta
Prawestri, Eskaning Arum.2011. Hubungan Antara Jenis Kelamin, Status Gizi, Aktivitas
Fisik, dan Asupan Gizi dengan Tingkat Kebugaran pada siswa/siswi SMA Negri 1
Kebumen, Jawa Tengah Tahun 2011. Depok: Skripsi Program Studi FKM UI
118
Prista, António, et.al.(2003)“Anthropometric Indicators of Nutritional Status:
Implications for Fitness, Activity and Health in School-Age Children and
Adolescents from Maputo, Mozambique”. American Journal of Clinical Nutrition
952 – 9
Ramayulis, Rita. “Gizi Kebugaran (Nutrition for fitness)”, dalam pelatihan gizi olahraga.
3-5 April 2008.
Riset Kesehatan Dasar tahun (RISKESDAS).2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar
Tahun 2007. (www.riskesdas.co.id pada 18 Maret 2012
Rizzo, Nico S,et.al. 2007.Relationship of physical activity,fitness, and fatness with
clustered metabolic risk in children and adolescent. The Eouropean Youth Heart
Study. Journal Pediatr
Rowland M.D, Thomas W. 1996. Developmental Exercise Physiology. Illinois,
USA:Human Kinetics.
Sabri,Luknis, Hastono. 2009. Statistik Ksehatan. Jakarta: Rajawali Press
Santo, Antonio Saraiva, dan Lawrence A.2003.Golding. “Predicting Maximum Oxygen
Uptake From a Modified 3-Minutes Step Test”. Research Quarterly forExercise
and Sport.
Sassen, Barbara, dkk.2010. “Cardiovascular Risk Profile: Cross-Sectional Analysis of
Motivational Determinants, Physical Fitness and Physical Activity”. Biomedical
Central Public Health.
Sharkley, Brian J. 2011.Kebugaran dan Kesehatan (terjemah dariFitness and Health oleh
Eri Desmarini N).Jakarta: Rajawali Press.
Sherwood,Lauralee. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems, Seventh Edition:
Belmont, CA
Slattery, Martha L, et.al. 1992. “ Association of Body Fat and Its Distribution with
Dietary Intake, Physical Activity, Alcohol and Smoking in Blacks and Whites”.
American Journal of Clinical Nutrition 55 : 943 – 9.
SN, Blair, et.al. 1996. Influences of cardiorespiratory fitness and other precursors on
cardiovascular disease and all-cause mortality in men and women. JAMA. 1996
Jul 17;276(3):205-10.
Supariasa, I Dewa Nyoman, et.al.2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Sumosardjuno, Sadoso. 1992. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga. Jakarta :
Gramedia Putaka Utama.
119
Tampubolon, Erwin S.2002. Gambaran Tingkat Kesegaran Jasmani Karyawan
Puskesmas Kecamatan Palmerah di Kotamadya Jakarta Barat Tahun 2001. Depok:
Tesis Program Pacasarjana FKM UI.
Turhayati, Elmy Rindang.2008.Gambaran Keadaan Kesegaran Jasmani dan Beberapa
Faktor yang Berhubungan pada Karyawan PT. Ekspan Nusantara Tahun 1999.
Depok: Thesis Program Pascasarjana FKM UI.
Trismanto, Ashari. 2003. Hubungan Status Gizi dan Perilaku Hidup Sehat dengan
Tingkat Kesegaran Jasmani Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah
Daerah Serang, Banten Tahun 2003. Depok: Skripsi Program Sarjana FKMUI.
Vaz, Mario, dkk. ”Micronitrient Supplementation Improves Physical Performance
Measures in Asian Indian School-Age Children”. The Journal of Nutrition. (2011):
2017-2023.
Wijayanti, Kusuma. 1998. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan VO2max Peserta
Diklat Penjenjangan Struktural PNS SPAMA Depdikbud tahun 1996.
Depok:Skripsi Program Sarjana FKM UI.
Williams, M.H. 1995. Nutrition for Fitness and Sport 4th Edition, USA: Brown and
Benchmark Publishers.
Williams, Robert M.2002. Nutrition, Health and Fitness. New York, USA: McGrawHill
Williams, Lippincott dan Lippincott Wilkins. 2009. ACSM’s Guidelines For Exercise
Testing and Prescription 8th Edition. Philadelphia, USA: ACSM’s Publisher.
William MH. Nutrition for fitness and sport. Iowa. Brown Publisher. 2005;19-48.
World Health Organization (WHO). 2005. International Physical Activity Quesioner
(IPAQ).
World Health Organization (WHO). 2005. Guidelines for Data Processing and Analysis
of the International Physical Activity Quesioner (IPAQ).
World Health Organization (WHO). 2011. Global Recommendations on Physical
Activity for Health 18–64 years old. Diakses pada www.who.int pada 5 mei 2013.
World Health Organization (WHO). 2013. Noncommunicable disease and mental
health. Diakses pada www.who.int pada 5 Mei 2013.
120
Zhu, Y. Isabel dan Jere D. Haas. 1997. “Iron Depletion Without Anemia and Physicial
Performance in Young Women”. American Journal of Clinical Nutrition 66 : 33441
Download