HUBUNGAN ANTARA KEBUGARAN DENGAN STATUS GIZI DAN AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2013 SKRIPSI OLEH : LILIK MUIZZAH 109101000044 PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013M/1434H ii UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Agustus 2013 Lilik Muizzah, NIM: 109101000044 Hubungan Antara Kebugaran Dengan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik Pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 xv + 120 halaman, 2 bagan, 28 tabel, 7 lampiran. ABSTRAK Komponen kebugaran yang paling penting dan berhubungan langsung dan utama dengan kesehatan adalah daya tahan kardiorespiratori (Fatmah, 2011). Daya tahan Kardiorespirasi yang tinggi menunjukkan kemampuan bekerja yang tinggi, yang berarti kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah energi yang cukup besar dalam periode waktu yang lama. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional study. Sampel penelitian berjumlah 94 mahasiswi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan pengukuran langsung kepada responden. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata tingkat kebugaran kardiorespiratori sebesar 112,45-119,38 kali/menit artinya pada mahasiswi kebugarannya kurang baik. Kemudian dari hasil analisis bivariat dengan tingkat kemaknaan 5%, diperoleh 2 faktor yang berhubungan dengan kebugaran kardiorespiratori yakni Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan P value 0,015 dan Asupan Protein dengan P value 0,043. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penulis menyarankan kepada mahasiswi agar ditengah padatnya jadwal perkuliahan untuk selalu mengonsumsi makanan dalam jenis, porsi dan frekuensi yang sesuai dengan pola makan gizi seimbang serta mengontrol berat badan dan bagi mahasiswa kesehatan masyarakat peminatan gizi dapat mengadakan konseling gizi kepada rekan-rekan mahasiswa lain mengenai kebugaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pemahaman untuk mengonsumsi makanan yang bergizi, melakukan aktivitas fisik terutama olahraga yang teratur. Kata Kunci Daftar Bacaan : Kebugaran, kardiorespirasi, Status Gizi, Aktivitas Fisik : (1984 – 2013) iii SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH SPECIALISATION PUBLIC HEALTH NUTRITION Skripsi, August 2013 Lilik Muizzah, NIM: 109101000044 Relationship Between Physical Fitness With Nutritional Status And Physical Activity Of Female Public Health Students UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013 xv + 120 pages, 2 charts, 28 tables, 7attachments. ABSTRACT The most important fitness components and has contact directly with the primary health care is cardiorespiratory endurance (Fatmah, 2011). The highest cardiorespiratory endurance showes a high ability to work, which means ability to expend considerable amounts of energy at a long period of time. This research is a quantitative analytical approach which using a cross-sectional study design. Sample of this research was 94 female students. The data which is used in this study is secondary data from relevant agencies and primary data obtained through interviews and measurement of the respondent directly. The data analysis was performed using univariate and bivariate analysis. Based on this research, it is known that the average fitness level of 112,45 to 119,38 kardiorespiratori times/min it means student fitness is unfavorable. Then based on the results of the bivariate analysis with a significance level of 5%, there are 2 factors related to fitness cardiorespiratory Body Mass Index (BMI) with P value 0,015 and protein intake with the P value of 0,043. Based on these results, the author suggestes the students to eat foods with balanced although they have a tigth schedule of classes. And also control their weight for a public health students, specialisation public health nutrition should held nutrition conseling to others students about fitness and the factors which influenced their fitness, such as understanding to consume nutrition food, do physical exercise regularly. Keywords : Fitness, cardiorespiratory, Nutritional Status, Physical Activity Reading List : (1984 - 2013) iv vi vii KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kebugaran Dengan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik Pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013” dengan baik. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu secara khusus penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga tercinta, Abah Drs. Rohimin, Ibunda Dra.Nadlirotun, Inayatul Maula, Afiffur Rahman atas do’a, dukungan, nasehat, dan kasih sayang yang tiada henti dan mungkin tak akan mampu penulis membalasnya. 2. Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi. 3. Riastuti Kusumawardani, SKM, MKM selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi. 4. Ir. Febrianti, M.Si. selaku dosen gizi dan ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungannya. 5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Dian Sri Rdjeki, M.Gz dan dr. Indrarti Soekotjo, Sp.KO yang telah memberikan pencerahan materi kepada penulis. viii 7. Teman-teman Gidza Holic, khususnya Tika, Fitri, Nursyam, Lulu, Fahad, Mufika, Yanita, Ana, Desly yang telah membantu dan menyemangati penulis. 8. Teman-teman kosan Dina, Fida, ka Uji, Ninta, Ratih yang telah memberikan semangat kepada penulis. 9. Untuk sahabatku Badra Al-Aufa, Yeni Faridawati, Vina Oktoramelia, Ade Aprilianti, Annisa Fatmaulida, Nurlia, Santi, terima kasih untuk persahabatan yang indah ini. 10. Khairil Anam yang telah bersedia menjadi tempat curhat dan banyak memberikan movitasi, nasehat, bantuan dan dukungannya selama proses pembuatan skripsi. 11. Ita Hanani kakakku yang super memberikan dukungan dan motivasi hidup pada penulis. 12. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2009 dan seluruh mahasiswi Kesehatan Masyarkat 2010-2012 yang telah bersedia membantu penulis khususnya yang bersedia menjadi responden. Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya. Jakarta, Agustus 2013 Penulis RIWAYAT HIDUP ix Data Diri : Nama Lengkap : Lilik Muizzah Tempat, Tanggal Lahir : Demak,03 september 1991 Alamat :Jl.Boulevard Raya G14 no.18 Sukatani Rajeg- Tangerang Telepon : 085885282062 E-mail : [email protected] Status : Belum Menikah Riwayat Pendidikan : Formal Tahun Riwayat Pendidikan 1998-2004 SDN Sukatani 3 2004-2006 SMPN 2 Mauk 2006-2009 SMAN 1 Kota Serang 2009-2013 S1 Gizi Kesehatan Masyarakat Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Non Formal Tahun Riwayat Pendidikan 2004-2006 Pondok Pesantren Al-Jufri 2006-2009 Pondok Pesantren Raudhatul Qoniin 2013 International Language Programs (ILP) x DAFTAR ISI ABSTRAK ...................................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiv DAFTAR BAGAN ......................................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................xvii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 A. Latar Belakang........................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 7 C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................................. 9 D. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 11 1. Tujuan Umum ...................................................................................................... 11 2. Tujuan Khusus ...................................................................................................... 11 E. Manfaat Penelitian ................................................................................................... 13 1. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................... 13 2. Manfaat Bagi Peneliti ........................................................................................... 13 F. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................ 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 15 B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran ...................................................... 29 C. Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa ...................................................................... 42 D. Penilaian Status Gizi................................................................................................ 46 E. Kerangka Teori ........................................................................................................ 51 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 53 A. Kerangka Konsep.................................................................................................... 53 B. Definisi Operasional ............................................................................................... 56 C. Hipotesis ................................................................................................................. 59 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 61 A. Desain Penelitian .................................................................................................... 61 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................. 61 xi C. Populasi dan Sampel ............................................................................................... 61 D. Pengumpulan Data .................................................................................................. 64 BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................................... 71 A. Analisis Univariat ................................................................................................... 71 1. Distribusi Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehata Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 .............................................................. 71 2. Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. ..................................................... 73 3. Distibusi Status Gizi berdasarkan Asupan Gizi pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 74 B. Analisis Bivariat ..................................................................................................... 78 1. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ....... 79 2. Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ....... 80 3. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 80 4. Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 81 5. Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 82 6. Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 83 7. Hubungan Asupan Vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ....... 83 8. Hubungan Asupan Fe dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 84 9. Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................. 85 BAB VI PEMBAHASAN............................................................................................... 86 A. Kebugaran Pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ........................................................................... 86 B. Gambaran serta Hubungan antara Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh, Persen Lemak Tubuh, Asupan Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ............................................................................................................. 88 1. Gambaran dan Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran ................... 88 xii 2. Gambaran dan Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran................... 91 3. Gambaran dan Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran ............................. 92 4. Gambaran dan Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran ............................. 96 5. Gambaran dan Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran ............................ 99 6. Gambaran dan Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran .................... 102 7. Gambaran dan Hubungan Asupan B1 dengan Kebugaran .................................. 103 8. Gambaran dan Hubungan Zat Besi (Fe) dengan Kebugaran .............................. 105 9. Gambaran dan Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran ................................. 107 BAB VII PENUTUP..................................................................................................... 110 A. Simpulan ............................................................................................................... 110 B. Saran ...................................................................................................................... 111 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 114 xiii DAFTAR TABEL No Nama Tabel Hal 2.1 Jenis - Jenis Tes Fisik 26 2.2 Tingkat Kebugaran berdasarkan norma tes bangku 3 Menit YMCA 27 2.3 Jenis Aktivitas Fisik Sedang dan Berat 36 2.4 Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa 43 2.5 Klasifikasi IMT Dewasa menurut Depkes RI (2004) 47 2.6 Klasifikasi Persen Lemak Tubuh pada Perempuan 49 3.1 Definisi Operasional 56 4.1 Pembagian Jumlah Sampel 63 5.1 Distribusi Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 5.2 Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 5.3 71 72 Distribusi Persen Lemak Tubuh pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 73 5.4 Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 73 5.5 Distribusi Asupan Energi pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 74 5.6 Distribusi Asupan Protein pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 75 5.7 Distribusi Asupan Vitamin A pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 5.8 76 Distribusi Asupan Vitamin B1 pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 5.9 76 Distribusi Asupan Vitamin Fe pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 77 5.10 Distribusi Asupan Zn pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 78 5.11 Analisis Hubungan IMT dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 79 xiv 5.12 Analisis Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 5.13 Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 5.14 84 Analisis Hubungan Asupan Fe dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 5.19 83 Analisis Hubungan vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 5.18 82 Analisis Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 5.17 81 Analisis Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 5.16 81 Analisis Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 5.15 80 84 Analisis Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 xv 85 DAFTAR BAGAN No Nama Bagan Hal 2.1 Kerangka Teori 52 3.1 Kerangka Konsep 55 xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner PAR Q and You Lampiran 2 Prosedur YMCA 3-minute step test Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Lampiran 4 Uji Normalitas Lampiran 5 Analisis Univariat Lampiran 6 Analisis Bivariat Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera jasmani, mental, sosial, dan spiritual kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit dan kecacatan (WHO, 2013). Kemudian kebugaran jasmani adalah suatu kondisi dimana seorang individu memiliki energi yang cukup dan vitalitas untuk menyelesaikan tugas sehari- hari dan kegiatan rekreasi aktif tanpa kelelahan yang tidak semestinya (Nieman, 1998). Sehingga kebugaran dapat menentukan derajat kesehatan seseorang. Kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan yang ditandai oleh kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan semangat dan berhubungan dengan resiko rendah penyakit kronis. Diperlukan aktivitas fisik yang aktif ditambah dengan latihan fisik yang benar, teratur dan terukur untuk mencapai kebugaran yang optimal. Namun kenyataan dilapangan dengan majunya dunia teknologi memberikan kemudahan aktivitas dan memanjakan manusia sehingga menjadikan kurang gerak yang dilakukan (hypokinetic), seperti penggunaan remote control, komputer, lift dan tangga berjalan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang akan menimbulkan penyakit akibat kurang gerak (Depkes, 2002). Kemudian daya tahan kardiorespirasi, kebugaran musculoskeletal (kekuatan otot dan daya tahan, fleksibilitas) dan komposisi tubuh yang optimal adalah komponen terukur kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Dari beberapa 1 2 komponen tersebut komponen kebugaran yang paling penting dan berhubungan langsung dan utama dengan kesehatan adalah daya tahan kardiorespiratori (Fatmah, 2011). Daya tahan kardiorespirasi yang tinggi menunjukkan kemampuan bekerja yang tinggi, yang berarti kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah energi yang cukup besar dalam periode waktu yang lama berhubungan langsung dan utama dengan kesehatan adalah daya tahan kardiorespiratori (Fatmah, 2011). Kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan seluruh tubuh dan melanjutkan gerakan memperpanjang waktu tanpa kelelahan yang tidak semestinya. Sistem kardiorespiratori berguna untuk mensuplai dan membawa oksigen untuk berbagai jaringan dalam tubuh kita (Prentice, 2004). Bugar tidaknya seseorang dapat dinilai dari kekuatan maksimum pergerakan otot dan sendi, percepatan gerakan maksimum dan kemampuan maksimum pengambilan oksigen (Fatmah, 2011). Kebugaran aerobik (daya tahan kardiorespiratori) dapat dinilai secara langsung dengan tes laboratorium yang disebut pemasukan oksigen (VO2max). Uji kebugaran aerobik menggunakan dua metode yaitu langsung dan tidak langsung. Metode langsung dengan pengukuran kapasitas aerobik (VO2max) menggunakan douglas bag selama melakukan aktivitas fisik dan metode tidak langsung dapat dilakukan dengan metode prediksi detak jantung (Astrad, 1977 dalam Fatmah, 2011). Pada individu yang bugar, detak jantung atau denyut nadi lebih sedikit jumlahnya karena sistem kardiorespiratori bekerja lebih efisien (Anspaugh, 1997). Diperlukan suatu parameter yang mampu menguji kesehatan jasmani seseorang. Step tes merupakan salah satu jenis pengukuran tingkat kebugaran seseorang, 3 diantaranya dengan metode YMCA (Young Men’s Christian Association)3 minutes menggunakan tes naik turun bangku dalam waktu yang paling singkat dan perhitungan paling sederhana sehingga dapat digunakan pada populasi yang banyak, berdasarkan tingkat norma kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) yaitu dikatakan bugar jika denyut nadi seteleh tes berkisar antara 50-102 kali/menit bagi laki-laki dan 52- 113 kali/menit bagi perempuan (Nieman, 2007). Data dari Behavioral Risk Factor Surveillance System (BRFSS) survey tahun 2001-2003 pada masyarakat Asia dan Hawaii atau masyarakat di Kepulauan Pasifik lainnya diperoleh data 61% memiliki tubuh yang tergolong tidak bugar (Kruger, 2004 dalam Cassandra, 2011). Seperti halnya kondisi kebugaran pada masyarakat Indonesia menurut data Sport Development Index (SDI) pada tahun 2006 menujukkan kondisi yang rendah yaitu 1,08% masuk dalam ketegori baik sekali, 4,07% baik, 13,55% sedang, 43,90% kurang, dan 37,40% kurang sekali (Maksum dalam Cassandra, 2011). Di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang no. 36 tentang kesehatan yang mengamanatkan bahwa upaya kesehatan olahraga ditunjukkan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat serta meningkatkan prestasi belajar, kerja dan olahraga. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia oleh Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2011 telah mengadakan kegiatan kebugaran jasmani. Dengan adanya konsep “beraktivitas fisik agar sehat dan bugar” diharapkan masyarakat dapat melaksanakan upaya pencegahan dan penananggulangan dampak negatif akibat kurang berolahraga dan cedera olahraga (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan laporan dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa institusi terhadap 4 generasi muda dan orang dewasa pada dasawarsa terakhir ini, dapat disimpulkan bahwa tingkat kebugaran jasmani orang Indonesia secara umum kurang baik atau termasuk dalam kategori rendah (FORMI,2011). Tingkat kebugaran yang rendah banyak dialami oleh perempuan khususnya pada usia remaja dibandingkan dengan laki-laki, hal ini diperkuat dengan penelitian kebugaran yang dilakukan pada siswi kelas II Sekolah Menengah Kejuruan Pangudi Luhur Tarcisius dengan menggunakan Harvard Step Test menunjukkan bahwa status kebugaran sebanyak 78,1% berada pada kriteria kurang, 15,6% berada pada kriteria sedang, dan 6,3% berada pada kriteria baik (Eliyus, 2005 dalam Mustakim, 2010). Penelitian yang dilakukan pada remaja putri usia 18-19 tahun di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menunjukkan bahwa berdasarkan norma tes kebugaran 86,7% mahasiswi tergolong tidak bugar sedangkan berdasarkan nilai median denyut nadi setelah tes diketahui 54,7% tergolong tidak bugar yang dihitung dengan metode step tes YMCA 3 minute (Indrawagita, 2009). Kemudian penelitian dari 30 orang responden remaja usia 18 hingga 23 tahun yang diteliti, 22 orang berada pada level buruk (Indriawati, 2005). Kebugaran sangatlah penting bagi kesehatan remaja, salah satunya kesehatan jantung. Apabila seorang remaja menjaga kebugarannya maka sistem kardiovaskular akan berfungsi maksimal dan tetap terpelihara (Sumosardjuno, 1992). Kebugaran yang kurang akan mencerminkan kekurangan pula dalam kemampuan bekerja, baik lama maupun daya tahannya untuk bekerja ataupun prestasi kerjanya (Turhayati, 2000). 5 Dampak dari rendahnya tingkat kebugaran adalah secara langsung akan berpengaruh terhadap penurunan kinerja dan produktivitas dan dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan penyakit jantung koroner dan penyakit degeneratif lainnya. Penyakit jantung koroner (Coronary artery disease (CAD)) masih menjadi penyebab kematian nomor satu. Jumlah penyakit kardiovaskular (CVD) merupakan yang terbesar dari seluruh kematian, yang berjumlah 17,3 juta jiwa setiap tahunnya, kemudian diikuti penyakit kanker sebanyak 7,6 juta jiwa dan diabetes sebanyak 1,3 juta jiwa. Disamping itu, jumlah kematian akibat CVD ini menggambarkan 30% dari seluruh kematian di dunia dengan 7,3 juta orang diantaranya berhubungan dengan penyakit jantung koroner dan 6,2 juta orang diantaranya berkaitan dengan penyakit stroke (WHO, 2013). Penyakit CVD dan diabetes erat kaitannya dengan kejadian obesitas. Pada tahun 2008, lebih dari 1,4 miliar orang dewasa dan lansia di dunia mengalami overweight, dengan lebih dari 200 juta laki-laki dan sekitar 300 juta perempuan diantaranya mengalami obesitas (WHO, 2013). Di Indonesia penyakit jantung memiliki prevalensi 7,2 % , diabetes melitus 1,1 %, dan kanker 0,4 % . Ratarata kota Jakarta yang paling banyak prevalensi kejadian penyakit tidak menular tersebut (Riskesdas, 2007). Aktivitas fisik memberikan keuntungan kesehatan yang terbanyak dan bahwa tingkat kebugaran aerobik yang lebih tinggi dapat mencegah dari penyakit yang berdampak kepada kematian (Sharkley, 2003). Selanjutnya penelitian oleh Lloyd, et.al. (1998) memecahkan hipotesis bahwa terdapat kolerasi yang positif antara latihan fisik dengan kebugaran (kapasitas kardiorespiratori) pada perempuan remaja dan dewasa. Kemudian terdapat faktor lain yang berhubungan dengan kebugaran 6 pada perempuan selain dari aktivitas fisik. Diketahui jenis kelamin termasuk salah satu faktor yang menentukan tingkat kebugaran kardiovaskuler (Haskell and Kiernan, 2000). Laki-laki memiliki kondisi tubuh yang lebih bugar dari pada perempuan (Mustakim, 2010). Kemudian berdasarkan hasil penelitian tentang kebugaran yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pada perempuan usia 19-52 tahun terdapat hubungan yang bermakna antara persen lemak tubuh dengan kebugaran dengan mengukur VO 2max (Wijayanti,2006). Asupan makanan untuk memperoleh zat gizi juga menjadi salah satu penentu status kebugaran. Penelitian disuatu negara memberikan hasil bahwa asupan gizi sumber energi (karbohidrat dan lemak) lebih memberi pengaruh kuat pada kemampuan kardioresporatori (kebugaran) perempuan dibandingkan dengan laki-laki (Paul,et.al, 2004 dalam Prawestri 2011). Selain itu, sebuah studi juga menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara asupan gizi berupa zat gizi mikro dengan kebugaran pada perempuan remaja maupun dewasa. (Lloyd, et.al, 1998). Penelitian terkait kebugaran diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antara kebugaran mahasiswi angkatan 2009 usia (18-19) tahun dibandingkan dengan angkatan 2010 usia (20-21) tahun (Oranobuka, 2011 dalam Sharkley, 2011). Tingkat kebugaran jasmani pada perempuan lebih rendah dibandingkan pada laki-laki (Hermanto,dkk, 2012). Pada perempuan, kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) mempengaruhi secara signifikan dengan penyebab kematian (Blair, et.al. 1996 dalam Prawestri, 2011). 7 Dari data penelitian diatas diketahui bahwa kebugaran diberbagai tingkatan dunia, Asia maupun Indonesia masih menunjukkan tingkat kebugaran pada level rendah terutama pada perempuan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa banyaknya perempuan dalam usia 17-21 tahun yang memiliki tingkat kebugaran dalam skala yang rendah. Dimana pada usia tersebut rata-rata adalah usia sekolah sebagai siswa dan mahasiswa. Kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) pada masa sekolah penting untuk mendukung aktivitas kerja dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kegiatan belajar dan menyelesaikan studi dan sebagai pencegahan terhadap terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan rendahnya aktivitas fisik yang jika tidak dicegah akan menimbulkan kematian. Kemudian pada perempuan kebugaran menjadi penting karena manfaatnya akan berdampak pada siklus kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) hubungannya dengan berbagai faktor yang mempengaruhi seperti IMT, persen lemak tubuh, asupan gizi dan aktivitas fisik pada rentang usia mahasiswa khususnya perempuan yang dimulai sejak dini. B. Rumusan Masalah Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah merupakan institusi pendidikan dengan 74,8% mahasiswa berjenis kelamin perempuan (AIS, 2013). Dimana rentang usia rata-rata adalah 18-23 tahun yang termasuk dalam rentang usia produktif, karena pada usia produktif seperti mahasiswa memerlukan aktivitas kardiorespirasi yang prima yaitu tingkat kemampuan jantung dan paru-paru untuk mensuplai dan membawa oksigen untuk 8 berbagai jaringan dalam tubuh kita sehingga seluruh fungsi tubuh dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, organisasi, serta latihan yang berperan dalam kegiatan kampus dan masyarakat dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan optimal dan tidak cepat lelah sebagai langkah preventif diri sebagai mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Padatnya jadwal perkuliahan menjadi salah satu faktor kurangnya melakukan latihan fisik untuk mencapai kebugaran (daya tahan kardiorespiratori). Studi pendahuluan yang dilakukan kepada 30 orang mahasiswa yang terdiri dari 15 orang perempuan dan 15 orang laki-laki dinilai dari kapasitas maksimal untuk menggunaan oksigen dengan uji tes kebugaran menggunakan metode YMCA 3minutes step test yang kemudian dihitung berdasarkan denyut nadinya setelah melakukan tes tersebut. Didapatkan bahwa 66,3% mahasisiwa tidak bugar, ditunjukkan dari jumlah denyut nadi ≥113 (kali/ menit) pada perempuan dan ≥102 laki-laki. Dan 33,7% mahasiswa bugar dengan jumlah denyut nadi <113 (kali/menit) pada perempuan dan ≥102 pada laki-laki. Idealnya intensitas latihan menghasilkan jumlah denyut nadi yang lebih sedikit yaitu 50-102 kali/menit (laki-laki) dan 52-113 kali/menit (perempuan). Kemudian hasil studi pendahuluan diketahui pada perempuan 93,3% tidak bugar dibandingkan dengan laki-laki 40 % tidak bugar. Berdasarkan hasil observasi selama 1 periode oleh Departemen Kesenian dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan menunjukkan bahwa kurangnya kegiatan untuk latihan fisik atau olahraga yang rutin dilakukan oleh mahasiswi, berbeda dengan mahasiswa yang sering melakukan pertandingan futsal dan latihan fisik lainnya. Kemudian ditambah dengan hasil studi pendahuluan kepada 15 orang mahasiswi ada 8 orang tidak aktif dalam 9 melaksanakan aktivitas olahraga. Olahraga adalah salah satu cara untuk mencapai kebugaran. Perempuan merupakan individu paling beresiko untuk terkena suatu penyakit dan gangguan fisik lainnya. Dengan rendahnya kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) pada mahasiswi ditambah dengan rendahnya aktivitas olahraga, menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara faktor lain yang mempengaruhi kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) seperti Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan gizi, aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 2. Bagaimana gambaran status gizi menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) dan persen lemak tubuh pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 3. Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 4. Bagaimana gambaran asupan gizi berupa energi dan protein maupun vitamin A, vitamin B1, zat besi (Fe), dan seng (Zn) pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 5. Apakah ada hubungan antara IMT dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 10 6. Apakah ada hubungan persen lemak tubuh dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 7. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 8. Apakah ada hubungan antara asupan energi dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 9. Apakah ada hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 10. Apakah ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 11. Apakah ada hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 12. Apakah ada hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 13. Apakah ada hubungan antara asupan seng (Zn) dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 11 D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara status gizi (Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan gizi) dan aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran tingkat kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. b. Mengetahui gambaran status gizi menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) dan persen lemak tubuh pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. c. Mengetahui gambaran status gizi menurut persen lemak tubuh pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. d. Mengetahui gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. e. Mengetahui gambaran status gizi berdasarkan asupan gizi berupa energi dan protein maupun vitamin A, vitamin B1, zat besi (Fe), dan seng (Zn) pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. f. Mengetahui hubungan antara IMT dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 12 g. Mengetahui hubungan antara persen lemak tubuh dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. h. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. i. Mengetahui hubungan antara asupan energi dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. j. Mengetahui hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. k. Mengetahui hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. l. Mengetahui hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. m. Mengetahui hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. n. Mengetahui hubungan antara asupan seng (Zn) dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 13 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat a. Memberikan informasi terkait kebugaran pada mahasiswa Kesehatan Masyarakat sehingga didapatkan upaya dalam peningkatan produktivitas belajar. b. Dapat menjadikan studi acuan terkait aktivitas fisik untuk program kerja Departemen Kesenian dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan khususnya BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat. 2. Manfaat Bagi Peneliti a. Sebagai media pengaplikasian ilmu kesehatan mayarakat khususnya ilmu gizi yang telah dipelajari selama studi. b. Dapat dijadikan referensi atau sumber dan acuan dalam melakukan penelitian lanjutan. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juni sampai Agustus 2013 pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kebugaran dengan status gizi (IMT, persen lemak tubuh, dan asupan gizi) dan aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif 14 Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross sectional. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebugaran 1. Pengertian Kebugaran Kebugaran fisik adalah suatu kondisi dimana seorang individu memiliki energi yang cukup dan vitalitas untuk menyelesaikan tugas sehari-hari dan kegiatan rekreasi aktif tanpa kelelahan yang tidak semestinya (Nieman, 1998). Kebugaran adalah keadaan kemampuan jasmani yang dapat menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya terhadap tugas jasmani tertentu dan terhadap keadaan lingkungan yang harus diatasi dengan cara yang efisien, tanpa kelelahan yang berlebihan dan telah pulih sempurna sebelum datang tugas yang sama pada esok harinya (Giriwijoyo, 2012). Kebugaran aerobik (daya tahan kardiorespiratori) didefinisikan sebagai kepasitas maksimal untuk menghirup, menyalurkan dan menggunakan oksigen (Sharkley, 2011). Kesehatan kardiovaskuler penting untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan. 2. Klasifikasi Kebugaran Kebugaran jasmani merupakan keadaan keseimbangan antara kegiatan biasa dengan tuntutan yang berlebih, dimana tidak terjadi kelelahan dan menyimpan cukup energi untuk aktivitas selanjutnya. Kebugaran dikategorikan menjadi dua, yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health- 15 16 related fitness) dan kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau yang disebut dengan skill-related fitness (Hoeger dan Hoeger, 1996). Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai kategori kebugaran : a. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health related fitness) didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dimana dibutuhkan energi serta kualitas dan kapasitas yang berhubungan dengan rendahnya risiko munculnya penyakit hipokinetik dini (berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik) (Prentice, 2004). Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh hereditas, pola hidup sehat, akivitas fisik yang cukup dan kualitas diet yang baik (Fatmah, 2011). Aktivitas fisik yang sesuai dengan kebutuhan akan meningkatkan kesehatan manusia dengan jalan mencegah kelebihan berat badan dan juga dipengaruhi oleh faktor lain dari kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan terdiri dari daya tahan kardiorespirasi, daya tahan otot yang cukup, komposisi tubuh, fleksibilitas atau kelentukan yang memadai. Beberapa organisasi profesional seperti ACSM (American College Sport Medicine) telah mengindikasikan bahwa variasi dalam melakukan aktivitas fisik dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan (Williams, 2002). b. Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau skill-related fitness adalah kebugaran untuk melakukan gerakan-gerakan fisik dalam 17 aktivitas atletik atau olahraga. Skill-related fitness yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup secara umum dengan meningkatkan kemampuan seseorang untuk menghadapi kondisi-kondisi darurat yang terkadang membutuhkan ketangkasan (Hoeger dan Hoeger, 1996). Pada kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan lebih banyak berperan bagi kelompok atlet dibandingkan masyarakat umum sehingga penggunannya terbatas pada komunitas dan kegiatan olahraga (Gisolfi dan Lamb, 1989). Skill-related fitness adalah kemampuan untuk memaksimalkan potensi genetik dengan latihan fisik dan mental yang cukup untuk menyiapkan pikiran dan tubuh dalam kompetisi. Pada kondisi ini, atlet mengembangkan kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan, dimana komponen kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan terdiri dari kekuatan, kecepatan, daya tahan, dan skill motorik neuromuskular yang spesifik terkait olahraga dari atlet (Williams, 2002). Atlet pada semua level kompetisi, baik pada kompetisi internasional, gulat, permain baseball sekolah menengah, pelari jarak jauh pada kelompok usia senior, atau pemain muda sepak bola dapat meningkatkan performa terbaik mereka dengan intensitas latihan yang disesuaikan dengan perkembangan usia, fisik, dan mental mereka. 3. Komponen Kebugaran Komponen kebugaran seringkali disebutkan dalam dua bagian, satu berhubungan dengan kesehatan dan yang lain berhubungan dengan ketrampilan atlet. Kebugaran berhubungan dengan keterampilan dibutuhkan untuk meraih 18 sukses dalam olahraga seperti tenis, sepakbola, bola voli, golf, dan basket akan tetapi, banyak ahli merasa bahwa komponen tersebut memiliki sedikit hubungan yang kuat terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit (Nieman, 1998). Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan digambarkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan dengan rendahnya risiko terhadap penyakit degeneratif. Daya tahan kardiorespiratori, kebugaran muskuloskeletal (kekuatan dan daya tahan otot, fleksibilitas), dan komposisi tubuh yang optimal diukur sebagai komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Kebugaran yang behubungan dengan tampilan di sisi lain memiliki nilai lebih yaitu ketangkasan, keseimbangan, koordinasi, kecepatan, kekuatan dan daya ledak serta memiliki hubungan terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit (Nieman, 1998). Setiap komponen dari kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan dapat diukur secara terpisah dengan latihan spesifik yang sudah dirancang untuk dikembangkan sesuai dengan jenis olahraganya masing-masing. Bagian yang terpenting disini adalah kebugaran total yang disamakan dengan perkembangan dari setiap komponen mayor melalui program latihan terangkai dengan baik. Beberapa individu berlatih untuk mengembangkan kekuatan dan daya tahan otot namun sedikit dalam latihan aerobik untuk sistem kardiorespiratorinya. Beberapa pelari terkemuka memiliki kebugaran jantung dan paru yang baik namun rendah dalam hal kekuatan tubuh bagian atas (Nieman, 1998). 19 Individu yang bugar fisiknya dapat mengerjakan pekerjaan sehari-hari misalnya, membawa bahan makanan, menaiki tangga, berkebun dengan sedikit kelelahan dan menyisakan energi untuk latihan di waktu luang. Berikut akan dibahas setiap komponen kebugaran yang behubungan dengan kesehatan. a. Daya Tahan Kardiorespiratori (Ketahanan Jantung) Daya tahan kardiorespiratori adalah kemampuan jantung, paru-paru, dan pembuluh darah untuk menyuplai oksigen ke dalam sel-sel sehingga memenuhi kebutuhan untuk memperpanjang aktivitas fisik (Hoeger dan Hoeger, 1996). Komponen ini adalah yang paling disetujui sebagai komponen kebugaran dan kriteria yang paling umum digunakan untuk pengukuran kebugaran baik pada orang dewasa maupun anak-anak karena merupakan dasar dari kebugaran menyeluruh (total fitness) dengan menggambarkan kualitas fisik seseorang dari sisi yang tergolong vital, yaitu penggunaan oksigen (Gisolfi dan Lamb, 1989). Daya tahan kardiorespiratori ditentukan oleh kapasitas aerobik atau ambilan (uptake) oksigen maksimal (VO2max) yaitu jumlah maksimal oksigen yang dapat digunakan oleh tubuh per menit saat melakukan kegiatan atau latihan fisik. Saat tubuh sedang menghadapi beban aktivitas fisik, energi dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak sehingga jantung, paru-paru dan pembuluh darah harus menghantarkan lebih banyak oksigen untuk oksidasi energi di dalam sel menjadi ATP (Adenosine triphosphate). Oleh karena itu, semakin kecil frekuensi pompa jantung yang dibutuhkan, 20 semakin efisien kerja kardiorespiratori atau semakin bugar kondisi tubuh seorang individu karena berarti dengan satu kali curah, oksigen yang dihantarkan lebih banyak (Anspaugh, 1997). Perbedaan VO2max yang berarti antar individu diturunkan oleh kualitas kerja tiga sistem dalam tubuh, yaitu: (1) respirasi eksternal (fungsi paru-paru), (2) transpor udara (sistem kardiovaskuler seperti jantung, pembuluh darah dan darah), dan (3) respirasi internal (penggunaan oksigen oleh sel tubuh untuk produksi energi) (Prentice dan Bucher, 1988 dalam Wijayanti, 1998). Pertama-tama, sistem respirasi eksternal membawa oksigen dari udara bebas ke dalam paru-paru dan membawanya ke dalam darah. Pada orang yang memiliki aktivitas fisik yang berat, kapasitas vital dan pernapasan maksimal meningkat. Maka, sirkulasi serta suplai oksigen kedalam darah dari paru-paru pun akan meningkat. Setelah itu, transpor udara pada sistem kardiovaskuler akan memompa dan mendistribusikan oksigen yang telah terikat pada darah ke seluruh tubuh. Peningkatan konsumsi oksigen dapat dicapai melalui peningkatan curah jantung yang merupakan perkalian antara volume darah sekuncup dan frekuensi atau jumlah denyut jantung. Terakhir, respirasi internal terjadi pada sel-sel di dalam tubuh (sel-sel otot dan rangka) dengan penggunaan oksigen untuk merubah simpanan karbohidrat dan lemak (energi) menjadi ATP untuk kontraksi otot dan produksi panas. Proses terakhir ini terjadi saat individu melakukan aktivitas fisik. (Prentice dan Bucher, 1988 dalam Wijayanti, 1998). 21 b. Komposisi Tubuh Komposisi tubuh adalah rasio dari lemak dan berat bebas lemak dan seringkali ditampilkan dalam persen lemak tubuh (Nieman, 1998). Komposisi tubuh adalah komponen kebugaran yang berhubungan dengan jumlah total relatif dari otot, lemak, tulang dan bagian vital dalam tubuh (Haskell dan Kiernan, 2000). Lemak tubuh yang sehat berkisar antara 15% untuk laki-laki dan 23% untuk perempuan. Banyak metode yang digunakan untuk mengukur lemak tubuh seperti tes skinforld, under water weight (UWW). Tes tersebut memberikan estimasi yang lebih baik untuk berat badan ideal daripada tabel tinggi badan berat badan. Berat badan terbagi menjadi lemak dan massa bebas lemak. Massa bebas lemak terdiri dari otot, tulang dan air. Persen lemak tubuh yang merupakan presentasi dari total berat badan merepresentasi berat lemak, yang juga lebih sering digunakan untuk mengevaluasi komposisi tubuh seseorang (Nieman, 1998). Komposisi tubuh jika seseorang memiliki berat badan yang tinggi tetapi komposisi tubuhnya lebih banyak terdiri atas otot atau massa bukan lemak, risiko kesehatan yang dimiliki tidak sebesar pada orang dengan lebih banyak massa lemak (Mood, et.al, 2003 dalam Indrawagita, 2009). Komposisi tubuh menyediakan penentuan akurat seberapa banyak berat badan seorang atlet harus ditambah atau dikurangi karena dapat menggambarkan apakah berat badan atlet tersebut lebih banyak terdiri dari massa lemak atau bukan lemak (otot). Apabila persentase lemak menurun 22 untuk mencapai kondisi yang paling bugar sehingga performa dapat menjadi lebih maksimal (Amheim dan Prentice, 2000 dalam Wijayanti, 2006). c. Kekuatan dan Daya Tahan Otot Kekuatan otot adalah kapasitas otot untuk mengatasi suatu beban. Sementara itu, daya tahan otot berkaitan dengan kemampuan dalam menghasilkan kekuatan dan kemampuan untuk mempertahankannya selama mungkin (Hoeger dan Hoeger, 1996). Individu yang menggunakan aktivitas fisik reguler untuk meningkatkan daya tahan kardiorespiratori, kebugaran muskuloskeletal dan tingkat lemak tubuh yang optimal dapat memperbaiki tingkat energi dasar mereka dan menempatkan mereka pada risiko yang rendah terhadap penyakit jantung, kanker, diabetes, osteoporosis, dan penyakit kronis lainnya (Nieman, 1998). Kekuatan adalah kemampuan maksimal seseorang untuk mengangkat suatu beban. Menjadi kuatnya otot-otot tubuh seorang pesenam disebabkan latihan yang terus menerus. Oleh karena itu agar jasmani kita sehat maka semua otot tubuh harus dilatih, sehingga kemampuan otot menjadi maksimal. Jika kita melakukan latihan, sebaiknya mengikutserakan semua otot tubuh (Sumosardjuno, 1992). d. Kelentukan Kelentukan adalah jangkauan area gerak sendi-sendi tubuh. Komponen ini tercermin pada kemampuan seseorang untuk menekuk, merengang, dan memutar tubuhnya (Haskell dan Kienan, 2000). Otot, ligamen, dan tendon 23 mempengaruhi keleluasaan gerak pada sendi-sendi tubuh. Kelentukan berhubungan dengan umur dan aktivitas fisik. Kelentukan akan berkurang seiring dengan meningkatnya umur yang lebih dikarenakan kekurangan aktivitas dalam gerak dibandingkan dengan proses penuaan. Kelentukan memiliki banyak keuntungan dalam hal kesehatan. Diantaranya pergerakan yang baik, meningkatkan resistensi cedera dan rasa sakit pada otot, mengurangi tekanan darah dan stres (Nieman, 1998). Kapasitas fungsional tubuh kita untuk bergerak pada daerah gerak yang maksimal, bergantung pada panjang otot, tendon, dan ligamen persendian. Untuk memperbaiki kelenturan atau memelihara kelenturan tubuh, maka kita harus menggerakkan persendian kita pada daerah geraknya secara maksimal dan teratur (Sumosardjuno, 1992). Agar kesegaran jasmani kita baik, maka kita tidak hanya melakukan latihan untuk salah satu komponen saja, tetapi juga berlatih untuk memperbaiki semua komponen. 4. Pengukuran Kebugaran Skor atau tingkat kebugaran seseorang dapat diketahui melalui serangkaian pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan komponen-komponen kebugaran melalui tahapan dengan menggunakan peralatan tertentu (Permaesih, et.al, 2001 dalam Fatmah, 2011). Tes kebugaran merupakan indikator kuantitatif yang menggambarkan sejauh mana kualitas fisik seseorang saat ini dan setelah beraktivitas fisik. 24 Cara penentuan tingkat kebugaran dipilih berdasarkan tujuan pengukuran, jenis kemampuan yang akan diukur terutama yang berhubungan dengan jenis pekerjaan yang biasa dilakukan (Moeloek,dkk, 1984). Gambaran tingkat kebugaran seseorang dapat diperoleh melalui pengukuran pada komponen atau interaksi antara komponen-komponen tersebut. Pengukuran kebugaran terbagi ke dalam dua kategori berdasarkan metabolisme energi, yaitu pengukuran aerobik dan pengukurn anaerobik (Rowland M.D, 1996). a. Uji Kebugaran Aerobik Aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya jogging, senam, renang, bersepeda (Depkes, 2002). Kebugaran aerobik adalah kapasitas maksimal untu menghirup, menyalurkan, dan menggunakan oksigen. Sebaiknya diukur dalam tes laboratorium yang disebut maksimal pemasukan oksigen (VO2max) (Sharkey, 2003). Uji kebugaran aerobik menggunakan dua metode yaitu langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan pengukuran kapasitas aerobik (VO2max) dapat dilakukan menggunakan alat Douglas Bag (dua kantung udara yang disambung dengan selang pada mulut dan hidung dengan cara dipanggul) selama melakukan aktivitas fisik. Metode lain dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan spirometer yang terkomputerisasi sehingga dinilai paling objektif. Uji kebugaran dapat dilakukan dengan pemberian beban latihan fisik (seperti penggunaan treadmill dan sepeda ergometer) pada individu yang telah dipasangi spirometer 25 sistem metabolik yang terkomputerisasi. Alat tersebut dipasang pada mulut individu yang diuji sehingga volume pertukaran gas serta detak jantung dapat dimonitor (Rowland, M.D, 1996). Pengukuran VO2max dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tes maksimal dan submaksimal. Pada tes maksimal, VO2max diukur pada kondisi kelelahan maksimum selama melakukan beban latihan fisik sehingga sistem kardiorespiratori memang benar-benar sedang mengalami VO2max (menggunakan oksigen secara maksimal) (Rowland M.D, 1996). Sementara itu, tes submaksimal VO2max dilakukan dengan pengukuran saat sebelum mencapai kondisi kelelahan maksimum karena individu seperti anak-anak atau lanjut usia akan menghentikan beban latihan fisik saat mereka merasa lelah, walaupun belum pada kelelahan maksimal. Pengukuran VO2max submaksimal dapat dilakukan dengan uji Åstrand-Rhyming Nomogram. Prosedur ini menganggap bahwa ambilan oksigen dan detak jantung berhubungan linear sehingga VO2max maksimal dapat diprediksi (Bucher, 1985). Namun, pengukuran laboratorium VO2max relatif mahal, memakan waktu, memerlukan tenaga yang terampil dan tidak praktis untuk tes massal (Rowland, M.D, 1996 dan Nieman, 1990 dalam Wijayanti, 1998). Uji kebugaran dengan metode langsung akan menghasilkan jumlah yang dinyatakan dalam satuan milliliter per menit (ml/menit) atau milliliter per kilogram berat badan per menit (ml/ kgBB/ menit). Satuan VO2max dengan berat badan (ml/kgBB/menit) memungkinkan untuk membandingkan VO2max dengan memperhitungkan variasi ukuran tubuh dalam situasi lingkungan yang berbeda (Nieman, 1990; Bowers dan Fox, 1992; dalam Wijayanti, 1998). 26 Metode tidak langsung dilakukan dengan metode prediksi melalui detak jantung (Astrad, 1977 dalam Fatmah, 2011). Pada individu yang bugar, detak jantung atau denyut nadi lebih sedikit jumlahnya karena sistem kardiorespiratori bekerja secara lebih efisien, yaitu setiap detak oksigen yang terpompa dalam darah lebih banyak sehingga kebutuhan oksigen dapat langsung terpenuhi (Aspaugh, 1997). Tujuan yang ingin dicapai dalam olahraga pada dasarnya adalah kapasitas aerobik yang menunjukkan derajat kebugaran seseorang. Berikut jenis latihan fisik dan instrumen untuk menilai kebugaran: Tabel 2.1 Jenis-Jenis Latihan Fisik Jenis Latihan Fisik Tes lari 12 menit (Metode Cooper) Lintasan Tes lari 2,4 km Lintssan Tes dengan Ergocycle Sepeda Ergometer Tes Naik Turun Bangku - Havard Step Test (untuk lakilaki) - Queen’s College step test - YMCA (Young Men’s Christian Association) 3minute step test Instrumen - Bangku setinggi 20 inci (70 cm) Bangku setinggi 16.25 inci (57 cm) Bangku setinggi 12 inci (31 cm) Sumber : Fatmah, 2011 Pengukuran kebugaran yang paling tepat dan sesuai untuk digunakan pada jumlah sampel besar adalah pengukuran kebugaran aerobik dengn tes naikturun bangku (step test). Pengukuran ini berdasarkan pada denyut nadi saat atau segera setelah melakukan latihan fisik berupa naik-turun bangku yang tatacaranya telah distandarisasi (Rowland, M.D, 1996). 27 Diantara ketiga macam tes naik-turun bangku, waktu paling singkat dan perhitungan paling sederhana terdapat pada YMCA 3-minute (tes bangku 3 menit YMCA) sehingga cocok untk tes yang dilakukan secara massal (Nieman, 2007).YMCA3-minute step test menggunakan bangku setinggi 12 inci (31 cm) biasanya digunakan untuk tes massal selama 3 menit dan memiliki perhitungan paling sederhana (Nieman, 2007). Pengukuran kebugaran dapat dilakukan dengan perhitungan denyut nadi sesaat setelah tes dilakukan (Jones, 2010). Recovery denyut nadi 5 menit setelah tes naik turun tangga 3 menit YMCA merupakan salah satu indikator pengukuran kebugaran kardiopulmonari. Semakin cepat denyut nadi kembali seperti sebelum tes, maka akan semakin bugar seseorang tersebut (Chen, 2006 dalam Nanda, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Yuan, Fu, Zhang, Li dan Sahan (2008) dalam Nanda (2012) membuktikan bahwa tes naik turun bangku-3 menit YMCA ini merupakan metode terbaik pengukuran kebugaran aerobik setelah dibandingkan dengan 40 cm step test dan squat-up down test karena memiliki reliabilitas tertinggi karena digunakan untuk populasi yang besar. Untuk menentukan tingkat kebugaran seseorang berdasarkan perhitungan denyut nadi setelah melakukan tes bangku 3 menit YMCA dapat dilihat dalam tabel 2.2 : Tabel 2.2 Tingkat Kebugaran Berdasarkan Norma Tes Bangku 3 Menit YMCA Usia Kategori Laki-laki Istimewa 18-25 26-35 36-45 46-55 56-65 65+ 50-76 51-76 49-76 56-82 60-77 59-81 28 Usia Kategori Baik Diatas Rata-rata Rata-rata Dibawah Ratarata Buruk Sangat Buruk Perempuan Istimewa Baik Diatas Rata-rata Rata-rata Dibawah Ratarata Buruk Sangat Buruk 18-25 26-35 36-45 46-55 56-65 65+ 77-84 88-93 95-100 102-107 79-85 88-94 96-102 104-110 80-88 92-98 100-105 108-113 87-93 95-101 103-109 111-117 86-94 97-100 103-109 111-117 87-92 94-102 104-110 114-118 111-119 124-157 114-121 126-161 116-124 130-163 119-128 131-154 119-128 131-154 121-126 130-151 52-81 85-93 96-102 104-110 113-120 58-80 85-92 95-101 104-110 113-119 51-84 89-96 100-104 107-112 115-120 63-91 92-101 102-110 111-118 119-124 60-92 97-103 106-111 113-118 119-127 70-92 96-101 104-111 116-121 123-126 122-131 135-169 122-129 134-171 124-132 137-169 123-132 133-171 129-135 141-174 128-133 135-155 Sumber : Nieman, 2007 b. Tes Kebugaran Anaerobik Anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Misalnya, lari sprint 100 m, tenis lapangan, bulutangkis. Energi pada metabolisme anaerobik akan disalurkan pada jenis latihan yang berupa ledakan otot dan memiliki intensitas tinggi. Oleh karena itu, pengukuran kebugaran anaerobik mengarah pada komponen daya tahan dan kekuatan otot. Beberapa prosedur telah dikembangkan untuk memprediksi tingkat kebugaran anaerobik, yaitu Margaria stair-running test (tes berlari naik tangga Margaria) dan tes anaerobik Wingate (Rowland M.D, 1996). Prinsip dasar dalam pelaksanaan tes ini yaitu tes kebugaran ini harus dilaksanakan bertahap dan berkesinambungan. Dalam penerapannya perlu dicermati siapa yang menjadi populasi yang akan menjalani tes kebugaran jasmani. Bila populasi yang akan menjalani tes kebugaran adalah heterogen (masyarakat umum) milsalnya warga suatu kelurahan maka 29 kapasitas tes cukup kapasits aerobik. Namun, untuk menyeleksi terhadap populasi yang homogen maka dapat dilakukan pengukuran kapasitas aerobik dan anaerobik (Giriwijoyo dkk, 2012). Metabolisme aerobik jauh lebih efisien dari pada non-aerobik, yang menghasilkan 38 molekul adenosin triphospate (ATP) yaitu komponen yang menggerakan kontraksi otot. Per molekul glukosa berbeda dengan 2 molekul jika melalui jalan anaerobik (Sharkley, 2011). Karena menghasilkan sedikit asam laktat, latihan aerobik relatif menyenangkan. Dan hasil oksidasi lemak yang berlebih, persendian energi yang memadai untuk dapat memperpanjang latihan. Latihan aerobik dapat dilakukan dari beberapa menit hingga beberapa jam. Latihan aerobik dapat dilakukan dengan bersantai sambil becengkerama pada aerobik tingkat menengah. Sekitar tahun 2000 ini, skor kebugaran aerobik (VO2max) telah dipandang sebagai cara mengukur kebugaran yang terbaik dan dipercayai memiliki hubungan dengan kesehatan dan prestasi kerja serta olahraga (Sharkley, 2011). B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Tingkat kebugaran seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Genetik Level kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan dalam ledakan kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, kecepatan reaksi, 30 fleksibilitas dan keseimbangan setiap orang (Montgomery, 2001 dalam Fatmah, 2011). Penelitian oleh Malina dan Bouchard (1991) menentukan bahwa hereditas mempengaruhi 25-40% perbedaan nilai VO2max. Kemudian Sundet, Magnus, dan Tambs (1994) berpendapat bahwa lebih dari setengah perbedaan kekuatan maksimal aerobik dikarenakan oleh perbedaan genotype, dengan faktor lingkungan (nutrisi, latihan) sebagai penyebab lainnya. Orang tua mewariskan faktor yang dapat memberikan kontribusi pada kebugaran aerobik, termasuk kapasitas maksimal sistem respiratori dan kardoivaskular, jantung, sel darah merah dan hemoglobin serta persentase serat otot. Penemuan terbaru menunjukkan bahwa kapasitas otot untuk merespon latihan juga merupakan keturunan. Faktor keturunan lainnya seperti fisik dan komposisi tubuh juga mempengaruhi kebugaran dan potensi performa yang tinggi (Sharkley, 2011). Faktor ras juga mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang, khususnya dari segi kebugaran aerobik. Hasil suatu penelitian yang dilakukan pada 35 wanita kulit hitam dan kulit putih menyatakan bahwa kebugaran aerobik pada wanita kulit hitam lebih rendah dibandingkan dengan kelompok wanita kulit putih (Hunter, 2000 dalam Fatmah, 2011). 2. Jenis Kelamin Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormon, kapasitas paruparu dan sebagainya. Sampai pubertas biasanya kebugaran anak laki-laki hampir 31 sama dengan anak perempuan, tapi setelah pubertas kebugaran pada laki-laki dan perempuan biasanya semakin berbeda, terutama yang berhubungan dengan daya tahan kardiorespiratori, yaitu kapasitas aoerobik pada perempuan lebih rendah 15-25 persen dibandingkan dengan laki-laki (Sharkley, 2011). Hal ini dikarenakan perempuan memiliki jaringan lemak lebih banyak, adanya perbedaan hormon testosteron dan esterogen, dan kadar hemoglobin yang lebih rendah. 3. Umur Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur. Namun penurunan ini dapat berkurang, bila seseorang berolahraga teratur sejak dini (Moeloek, 1984). Kebugaran meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% pertahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya (Depkes, 2002). Berdasarkan penelitian kepada seseorang yang memulai berlatih aerobik pada usia 30 tahun memiliki nilai VO2max sebelumnya 46 ml/kg.min sebelumnya menjadi 54 ml/kg.min, beberapa bulan kemudian mengalami penurunan karena tidak meneruskan latihan. Di usia 60 tahun, ia memiliki waktu untuk melakukan aktivitas dan tes kebugarannya menujukan nilai 52 ml/kg.min artinya walaupun kemampuan latihan dapat menurun seiring dengan usia, ahli gerontologi olahraga, Dr. Herb de Vries telah menunjukkan bahwa kebugaran dapat ditingkatkan, bahkan setelah usia 70 (de Vreis, 1986 dalam Sharkley, 2011). 32 4. Status Kesehatan Status kesehatanmerupakan salah satu determinan atau faktor penentu dari kebugaran kardiovaskuler (daya tahan kardiovaskuler) (Malina dan Bouchard, 1989 dalam Haskell dan kiernan, 2000). Kemampuan untuk menjalani aktivitas fisik yang lebih berat dari biasanya dapat diketahui dengan menggambarkan status kesehatan seseorang. Hal tersebut juga diperlukan sebelum melakukan tes kebugaran sehingga status kesehatan responden dapat dikontrol. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengetahui status kesehatan adalah kuesioner Par-Q (Physical Activity Readiness Questionnaire). Kuesioner tersebut melihat status kesehatan melalui enam pertanyaan yang meliputi kondisi jantung berdasarkan keterangan dokter, ada atau tidaknya nyeri dada saat beraktivitas dan tidak beraktivitas, rasa pusing atau pengalaman kehilangan kesadaran, masalah tulang dan sendi, obat tekanan darah atau jantung yang sedang dikonsumsi serta alasan lain yang berhubungan dengan kesehatan (Health Canada, 1998). 5. Kebiasaan Konsumsi Rokok dan Alkohol Kebiasaan merokok terutama berpengaruh pada daya tahan kardiovaskuler. Pada asap termbakau terdapat 4% karbonminoksida (CO). Daya ikat (afinitas) CO pada hemoglobin sebesar 200-300 kali lebih kuat dari oksigen. Hal ini berarti CO lebih cepat mengikat hemoglobin daripada oksigen. Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, dengan adanya ikatan CO pada hemoglobin maka akan menghambat pengangkutan oksigen kejaringan tubuh (Astrand, 1992). 33 Karbondioksida dari rokok mengurangi suplai oksigen dari darah ke jaringan dan sel tubuh. Nikotin dapat mempersempit pembuluh darah dan mengahalangi peredaran darah. Alkohol juga dapat memberikan akibat yang merugikan kepada kesanggupan jantung dalam memberikan sambutan kepada olahraga (Kuntaraf, 1992). Seperti faktor risiko penyakit kardiovaskuler, merokok menjadi salah satu yang berhubungan dengan kejadian jantung koroner. Perokok dengan konsumsi rendah kandungan tar, nikotin, memiliki risiko lebih kecil dibandingkan dengan perokok yang mengonsumsi lebih banyak zat berbahaya tersebut. Tetapi itu semua berbahaya dan dapat berisiko terhadap kematian. (Bucher, 1985). 6. Aktivitas Fisik Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur akan mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat mengurangi lemak tubuh (Depkes, 1994 dalam Fatmah, 2011). Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran. Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga adalah aktivitas fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat baik kompetitif maupun non kompetitif. Aktivitas fisik merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa latihan fisik merupakan salah satu faktor yang menghambat proses penuaan yang 34 ditandai dengan penurunan kapasitas aerobik dan kekuatan otot yang akan menurunkan tingkat kebugaran (Astrad, 1992). Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik ke dalam dua kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda dan berkerja) (Williams, 2002). Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi risiko terhadap penyakit seperti cardiovakuler disease (CDV), stroke, diabetes mellitus dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap penyakit seperti kanker payudara, hipertensi, osteoporosis, dan risiko jantung, kelebihan berat badan, kondisi muskuloskletal, gangguan mental dan psikologikal dan mengontrol perilaku yang berisiko seperti merokok, alkohol, serta juga dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja (WHO, 2008 dalam Fatmah, 2011). Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, di antaranya yaitu (Astrad, 1992) : 1) Peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung. 2) Penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung. 3) Mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung. 4) Peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik. 5) Peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh). 6) Meningkatkan kemampuan otot. 7) Mencegah obesitas 35 Kebiasaan olahraga didefinisikan sebagai suatu kegiatan fisik menurut cara dan aturan tertentu dengan tujuan meningkatkan efisiensi fungsi tubuh yang hasilnya adalah meningkatkan kesegaran jasmani. Sedangkan kualitas olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya berolahraga setiap kegiatan dalam seminggu. Olahraga dapat meningkatkan kebugaran apabila memenuhi syarat-syarat berikut (Depkes, 1994 dalam Fatmah 2011): a. Intensitas latihan Makin besar intensitas latihan, makin besar pula efek latihan tersebut. Intensitas kesegaran jasmani sebaiknya antara 60-80% dari kapasitas aerobik yang maksimal. Intensitas latihan yang dianjurkan untuk berolahraga kesehatan adalah antara 72% dan 78% dari denyut nadi maksimal. b. Lamanya latihan Jika kita menghendaki hasil latihan yang baik, berarti cukup bermanfaatkan bagi kesegaran jantung dan tidak berbahaya, maka harus berlatih sampai mencapai training zone yaitu selama 15-25 menit. c. Frekuensi latihan Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya latihan. Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau 3 kali seminggu minimal 30 menit setiap berolahraga. d. Cara Pengukuran Aktivitas Fisik Pengukuran aktivitas fisik tergolong kompleks dan tidak mudah. Berbagai pendekatan telah dikembangkan diantaranya adalah klasifikasi pekerjaan, obeservasi perilaku, penggunaan alat sensor gerakan, penandaan 36 fisiologi (detak jantung) serta penggunaan kalorimeter. Namun, metode yang paling sering digunakan saat ini adalah self-reported survey (survei dengan pelaporan diri) (Haskell dan Kiernan, 2000). 1) International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) merupakan kuesioner internasional yang dirancang untuk mengukur aktivitas fisik pada orang dewasa pada 7 hari sebelumnya. Jenis aktivitas fisik lebih spesifiknya terbagi menjadi aktivitas berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat (IPAQ, 2005). Aktivitas sedang adalah aktivitas yang menggunakan tenaga fisik sedang sehingga membuat bernafas agak lebih kuat daripada biasanya serta dilakukan minimal 10 menit. Aktivitas fisik berat adalah aktivitas yang menggunakan tenaga fisik kuat sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya dan dilakukan minimal 10 menit. Menurut WHO (2011) beberapa jenis aktivitas sedang dan berat adalah seperti pada tabel 2.3 Tabel 2.3 Jenis Aktivitas Fisik Sedang dan Berat No 1 2 3 4 5 6 7 8 Aktivitas Fisik Sedang Berjalan cepat Menari Berkebun Melakukan pekerjaan rumah tangga (menyapu, mengepel) Berburu Bermain dengan anak-anak Badminton Membawa/memindahkan barang (<20 kg) Sumber : WHO, 2011 Aktivitas Fisik Berat Berlari Mendaki bukit Bersepeda cepat Aerobik Berenang cepat Bertanding olahraga (sepak bola, voli, basket) Menyekop atau menggali parit Membawa/memindahkan beban (>20kg) 37 Skor total nilai aktivitas fisik dilihat dalam MET-menit/minggu berdasarkan penjumlahan dari aktivitas berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat dalam durasi (menit) dan frekuensi (hari). MET merupakan hasil dari perkalian dari Basal Metabolisme Rate dan METs-menit hasil dari dihitung dengan mengalikan skor METs dengan kegiatan yang dilakukan dalam menit. Nilai METs untuk berjalan adalah 3,3; aktivitas sedang adalah 4,0; dan aktivitas berat adalah 8,0. Berikut merupakan cara perhitungan aktivitas fisik menurut IPAQ (2005). Total MET-menit/minggu = aktivitas berjalan (METs x durasi x frekuensi) + aktivitas sedang (METs x durasi x frekuensi) + aktivitas berat (METs x durasi x frekuensi). 7. Status Gizi Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup mendapatkan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur (Fatmah, 2011). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara gizi kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Dalam dunia olahraga, keadaan (status) gizi baik dan ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup serta pada waktu yang tepat sangat penting. Teknik dan latihan 38 apabila tidak dilengkapi dengan status gizi yang baik tidak akan mencapai prestasi yang optimal (Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI, 1985). Kelebihan lemak tubuh meningkatkan massa tubuh sehingga menurut hukum II Newton akan menurunkan percepatan (gerak). Peningkatan berat badan akan membawa pada kebutuhan energi yang lebih besar pada sistem aerobik untuk melakukan dan melangsungkan pergerakan badan. Oleh karena itu, kelebihan berat badan umumnya menyebabkan saat kelelahan yang jauh lebih dini (Woolford, et.al, 1993 dalam Wijayanti, 2006). Ketidakmampuan tubuh dalam melakukan aktivitas sering dikaitkan dengan penimbunan lemak (Marley,1988 dalam Permaesih 2000). Jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur lemak jaringan lebih sedikit dibandingkan yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur massa bukan lemak (lean body-mass). Oleh karena itu, dengan persen lemak yang besar, suhu tubuh akan meningkat lebih banyak (Woolford,et.al, 1993 dalam Wijayanti, 2006). Sebuah penelitian yang dilakukan di Maputo, Mozambik dari 2316 orang anakanak dan remaja berusia 6–18 tahun menyatakan bahwa kelompok gizi lebih (overweight) tergolong paling rendah dalam hampir seluruh tes kebugaran. Sementara itu, dibandingkan dengan kelompok normal, kelompok gizi kurang (underweight) lebih buruk dalam tes kekuatan, sama baiknya dalam aspek kelenturan dan ketangkasan, namun justru lebih baik dalam daya tahan kardiovaskular (Prista, et.al, 2003dalam Indrawagita, 2009). Sementara itu, sebuah penelitian pada 80 remaja obesitas yang dilakukan di Georgia, AS memperoleh hasil 39 bahwa kebugaran (daya tahan kardiovaskuler) berhubungan terbalik dengan persen lemak tubuh (Gutin, et.al, 2002). 8. Asupan Gizi Asupan gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kebugaran karena berkaitan dengan aktivitas fisik dan status gizi. Keadaan atau status gizi sangat ditentukan oleh kebiasaan makan yang baik dalam jangka waktu yang lama (Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI, 1985). Proses pencapaian kebugaran tidak terlepas dari pengaturan gizi. Pada awalnya pengaturan gizi hanya fokus pada penanggulangan defisiensi zat gizi untuk pencegahan penyakit kronis. Namun, dampak dari perubahan gaya hidup dan peningkatan umur harapan hidup maka konsep bugar mulai diterapkan. Konsep bugar yang dimaksud adalah kemampuan untuk hidup aktif dan sehat dan membutuhkan kualitas hidup yang baik dimana adanya kecukupan dan keseimbangan zat gizi mikro dan makro (Fatmah, 2011). Asupan gizi yang harus dipenuhi diantaranya energi, protein, vitamin, dan mineral. a. Energi Peningkatan aktivitas fisik atau intensitas olahraga yang dilakukan seseorang diiringi dengan peningkatan pemakaian energi (Wardlaw, 1999 dalam Indrawagita, 2009). Hal ini berkaitan dengan penelitian yang dilakukan pada atlet yang membutuhkan berat badan yang ringan dan rendah konsumsi energinya cendrung memiliki rendahnya kekuatan kardiorespiratori (Pařízková, 1989). 40 Sebuah penelitian yang dilakukan pada wanita dan pria berusia 47– 48 tahun menyatakan bahwa zat gizi yang berpengaruh lebih kuat pada komponen kebugaran persen lemak tubuh jika dibandingkan dengan laki-laki adalah berupa makronutrien, yaitu karbohidrat dan lemak (Paul, et.al, 2004 dalam Indrawagita, 2009). b. Protein Protein adalah salah satu zat gizi esensial yang sangat penting. Protein memiliki fungsi fisiologis yang penting. Protein memilki fungsi fisiologis untuk mengoptimalkan performa aktivitas fisik. Survei menyatakan bahwa banyak sekolah menegah dan perguruan tinggi atlet mempercayai bahwa performa atlet meningkat karena performa aktivitas fisik (Williams, 2002). Sebuah penelitian yang dilakukan di Georgia, AS pada 80 orang remaja dan anak-anak obesitas menyatakan bahwa terdapat hubungan hampir bermakna (nilai p = 0,063) antara kebugaran (daya tahan kardiovaskuler) dengan asupan protein. Namun, hubungan tersebut bersifat terbalik, yaitu semakin kecil konsumsi protein, semakin tinggi daya tahan kardiovaskulernya atau sebaliknya (Gutin, et.al, 2002). Selain itu, penelitian lain menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi menurut IMT pada bebagai ras dan golongan umur (Slattery, 1992). c. Vitamin A Vitamin A adalah salah satu vitamin larut lemak. Secara teoritis, defisiensi vitamin A dapat mempengaruhi performa aktivitas fisik (Williams, 2002). Penelitian lain yang dilakukan pada wanita menyatakan bahwa terdapat 41 hubungan positif antara konsumsi buah dengan kesehatan kardiovaskuler. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara βkaroten (berasal dari vitamin A) dalam darah dengan daya tahan kardiovaskuler (Lloyd, 1998). Penelitian-penelitian sepuluh tahun terakhir menunjukkan kemungkinan hubungan antara β-karoten dan vitamin A dengan pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung koroner dan kanker. Hal ini dikaitkan dengan fungsi beta-karoten dan vitamin A sebagai antioksidan yang mampu menyesuaikan fungsi kekebalan dan sistem perlawanan tubuh terhadap mikrorganisme atau proses merusak lainnya (Schmidt, 1991 dalam Almatsier, 2006). d. Vitamin B1 Vitamin B1 atau thiamin merupakan jenis vitamin yang larut dalam air, berpengaruhterhadap kebugaran sesuai dengan fungsinya sebagai koenzim dalam mengatur metabolisme glikogen dalam otot (William, 2002). Vitamin B lainnya secara signifikan meningkatkan daya tahan kardiorespiratori (Manore, 2000). B1 adalah bagian dari sebuah koenzim dikenal sebagai thiamin pirofosfat, yang diperlukan untuk mengubah piruvat ke Asetil KoA untuk masuk ke dalam krebs. Thiamin sangat penting untuk fungsi normal dari sistem saraf dan penurunan energi dari glikogen dalam otot (Williams, 2002). e. Zat Besi (Fe) Zat besi memiliki fungsi utama dalam tubuh sebagai alat transportasi dan utilitas dari oksigen. Fungsi zat besi penting dalam penggunaan oksigen dalam tubuh. Fungsi ini terutama penting bagi seseorang yang melakukan latihan 42 aerobik berupa daya tahan dan harus memiliki asupan yang cukup (Williams, 2002). Zat gizi bersatu dengan protein hemoglobin dalam sel darah merah sehingga dapat membantu melepaskan energi sebagai bahan bakar untuk kerja sel (Hoeger dan Boyle, 2001). Penelitian menyatakan bahwa penurunan kebugaran (VO2max) pada wanita non anemia dengan defisiensi Fe dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya simpanan zat besi dalam tubuh (Zhu dan Haas, 1997). f. Seng (Zn) Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar dihampir semua sel. Sebagian besar seng berada dalam hati, prankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit dan rambut, dan kuku (Almatsier, 2006). Status seng yang rendah dapat menghambat fungsi alat-alat tubuh yang berperan dalam mengoptimalkan kebugaran. Seng yang rendah mengakibatkan menurunnya konsentrasi Zn serum yang berhubungan dengan rusaknya fungsi-fungsi otot, termasuk dalam menurunnya kekuatan dan meningkatnya kecenderungan untuk menjadi lelah dan turunnya tenaga selama puncak kerja, kemudian status Zn yang rendah menyebabkan menurunnya fungsi fisik dan penampilan (Ramayulis, 2008 dalam Cassadra, 2011). C. Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa Gizi untuk usia dewasa mengutamakan pentingnya makanan untuk menjaga kesehatan, mencegah penyakit dan menghambat perkembangan penyakit 43 degeneratif. Susunan makanan yang dapat mengoptimalkan kesehatan gizi jangka panjang adalah dengan menerapkan pola makan seimbang, beraneka ragam, rendah lemak terutama lemak jenuh, mengutamakan makanan sumber protein dari ikan dan kacang-kacangan, seperti kacang kedelai, mengonsumsi sayuran dan buah-buahan, serta mengurangi garam dan gula. Untuk mengetahui angka kecukupan gizi dewasa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.4 Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa Zat Gizi Energi (Kkal) Protein (gram) Vitamin A (RE) Vitamin D (µg) Vitamin E (mg) Vitamin K (µg) Tiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Asam Folat (µg) Piridoksin (mg) Vitamin B12 (µg) Vitamin C (µg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Magnesium (mg) Besi (mg) Yodium (µg) Seng (mg) Selenium (µg) Mangan (mg) Flour (mg) 19-29 tahun 2550 60 600 5 15 65 1,2 1,3 16 400 1,3 2,4 90 800 600 290 13 150 13 30 2,3 3 Laki-Laki 30-49 tahun 2350 60 600 5 15 65 1,2 1,3 16 400 1,3 2,4 90 800 600 300 13 150 13,4 30 2,3 3,1 Sumber :Widya Pangan Gizi Nasional 2014 50-64 tahun 2250 60 600 10 15 65 1,2 1,3 16 400 1,7 2,4 90 1000 600 300 13 150 13,4 30 2,3 3,1 19-29 tahun 1900 50 500 5 15 55 1,0 1,1 14 400 1,3 2,4 90 800 600 250 26 150 9,3 30 1,8 2,5 Perempuan 30-49 tahun 1800 50 500 5 15 55 1,0 1,1 14 400 1,3 2,4 90 800 600 270 26 150 9,8 30 1,8 2,7 50-64 tahun 1750 50 500 10 15 55 1,0 1,1 14 400 1,5 2,4 90 1000 600 270 12 150 9,8 30 1,8 2,7 44 a. Energi Kebutuhan energi pada usia dewasa menurun sesuai dengan bertambahnya usia, yang disebabkan oleh menurunnya metabolisme basal dan berkurangnya aktivitas fisik. Usia dewasa muda yang berkisar antara 19-49 tahun merupakan usia produktif, banyak kegiatan yang dilakukan terutama pada pekerja buruh kebutuhan energi pada orang dewasa aktif lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lanjut 50-64 tahun. AKG pada perempuan usia 19-29 tahun adalah 1900 kkal (AKG Depkes RI, 2004). b. Protein Kebutuhan protein kelompok usia dewasa terutama digunakan untuk mengganti protein yang hilang sehari-hari melalui urin, kulit, feses, dan rambut serta untuk mengganti sel-sel yang rusak. Pada usia ini seseorang tidak mengalami pertumbuhan lagi. AKG protein untuk perempuan sebesar 50 gr/hari (AKG Depkes RI, 2004). Asupan protein lebih dari jumlah yang dianjurkan dapat meningkatkan kajadian kanker tertentu, penyakit jantung koroner, terutama sebagai akibat tingginya asupan lemak jenuh dan kolesterol yang terdapat pada makanan hewani. Untuk mengurangi asupan lemak jenuh dianjurkan sebagian dari protein berasal dari makanan nabati, yaitu kacang-kacangan. c. Vitamin Angka kucukupan vitamin pada kelompok usia dewasa umumnya dapat dipenuhi apabila makanan sehari-hari sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Masalah kekurangan vitamin pada usia dewasa bisa terjadi karena asupan makanan kaya vitamin yang kurang. 45 Di Indonesia, AKG untuk vitamin A adalah sebanyak 600 IU wanita 18 tahun dan 500 IU untuk yang berumur 19 tahun (AKG Depkes RI, 2004). Di Indonesia, AKG menyatakan bahwa wanita berumur 18 tahun membutuhkan masing-masing vitamin B1 sebanyak 1,1 mg sedangkan wanita berumur 19 tahun membutuhkan 1 – 1,1 mg (AKG Depkes RI, 2004). g. Mineral Angka kecukupan mineral pada usia dewasa umumnya dapat dipenuhi apabila makana sehari-hari sesuai dengan PUGS. Angka kecukupan besi untuk laki-laki dewasa muda dan setengah tua adalah 13 mg/hari untuk perempuan dewasa muda 26 mg/hari, dan dewasa setengah tua 12 mg/hari. Angka kecukupan besi perempuan dewasa muda lebih tinggi dari pada dewasa setengah tua karena pada usia tersebut perempuan kehilangan besi tiap bulan melalui haid. Makanan sumber besi adalah daging merah, hati, kuning telur, sayuran hijau, serta kacang-kacangan dan hasil olahan seperti tempe dan tahu. AKG menyatakan bahwa wanita usia 18-19 tahun membutuhkan Fe sebanyak 26 mg per hari (AKG Depkes RI, 2004). AKG Depkes RI (2004) menentukan bahwa wanita usia 18 – 19 tahun membutuhkan Zn sebanyak 13 mg per hari. 46 D. Penilaian Status Gizi Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. 1. Penilaian Gizi Secara Langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Pengukuran yang mudah untuk dilakukan dan tidak membutuhkan dana yang cukup besar serta dapat digunakan untuk pengukuran pada penelitian ini adalah antropometri. a. Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai umur dan tingkat gizi. Pengunaan antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidaksembangan ini terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proposi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak dewasa dapat menggunakan metode antropometri. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar pinggul dan tebal lemak bawah kulit. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan indeks masa tubuh yaitu pembagian antara berat badan (BB) per tinggi badan (TB) dalam kuadrat. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan 47 gambaran masa tubuh. Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI) dikenal dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Berikut adalah rumus IMT : IMT = BB(kg) /TB (m2) Keterangan : IMT = Indeks Massa Tubuh BB = Berat Badan (kg) TB = Tinggi Badan (m2) Kemudian diklasifikasikan hasil pengukuran sehingga diketahui dalam ketegori bagaimana orang tersebut. Tabel 2.5 Klasifikasi IMT Dewasa Menurut Depkes RI (2004) Kategori IMT <17,0 17,0 – 18,4 18,5 – 25,0 25,1 – 27,0 >27,0 Klasifikasi Kurus (kekurangan berat badan tingkat berat) Kurus (kekurangan berat badan tingkat ringan) Normal Kegemukan (kelebihan berat badan tingkat ringan) Gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat) Sumber : Depkes RI, 2004 Pengukuran antropometri untuk mengetahui persen lemak tubuh seseorang, di antaranya yaitu (1) Underwater weighing (penimbangan dalam air),(2) Pengukuran dengan alat bioelectrical impedanceanalysis (BIA), (3) Dual-energy X-ray absorptiometry, serta (4) Skinfoldassessment pengukuran tebal lemak, (5) The Bod Pod (alat pengukuran) (Fahey, et.al, 2004). 48 Underwater weighing (penimbangan dalam air), yaitu dilakukan dengan memanfaatkan perbedaan sifat lemak terhadap daya angkat air, yaitu lemak mengapung dalam air sementara massa bukan lemak tenggelam dalam air. Metode pengukuran ini tergolong rumit dan membutuhkan kesediaan individu untuk masuk ke dalam air sehingga cukup sulit dilakukan. Alat ini akurat untuk menentukan persen lemak tubuh (Fahey, et.al, 2004). The Bod Pod yang menggunakan alat laboratorium khusus yang tertutup dan akan memberi tekanan udara pada tubuh sehingga diperoleh besar volume tubuh. Melalui metode tersebut, persen lemak tubuh dapat dikalkulasikan dari volume tubuh (Fahey, etal, 2004). Bioelectrical impedance analysis (BIA) merupakan teknik yang memanfaatkan aliran listrik kecil (tidak dapat dirasakan) untuk mengetahui lemak tubuh karena lemak merupakan isolator listrik sehingga semakin lambat aliran listrik dari satu kutub ke kutub lain, semakin tinggi persen lemak tubuh seseorang. digunakan jumlah resistensi terhadap arus listrik berhubungan dengan jumlah jaringan lemak bebas dalam tubuh dan dapatdigunakan untuk mengetimasi persen lemak tubuh. Pada saat ini telah dikembangkan alat portable yang terkomputerisasi sehingga dapat langsung menghasilkan persentase lemak tubuh pada monitornya. Metode ini adalah yang paling populer digunakan karena ketersediaan alat-alat BIA yang variatif serta mudah dipakai untuk masyarakat umum (Fahey et.al, 2004). Dual-energy X-ray absorptiometry merupakan metode yang dilakukan dengan memanfaatkan sinar-X yang biasa digunakan untuk mengukur kepadatan 49 tulang. Sinar-X dipaparkan pada tubuh seseorang sehingga komposisi tubuh dapat direfleksikan dan dianalisa dengan komputer. Hasil pengukuran dengan teknik tersebut tergolong sangat akurat, namun membutuhkan biaya mahal serta menggunakan alat yang tidak dapat dipindahkan. Biasanya dapat ditemukan dipusat kebugaran dan klinik oleharaga. (Fahey, et.al,2004). Skinfold assessment (pengukuran tebal lemak) yang dilakukan melalui pengukuran tebal lemak subkutan pada area tertentu dengan menggunakan skinfold caliper (alat untuk mencubit lipatan kulit sekaligus mengukur ketebalannya) dalam satuan milimeter sehingga dapat diperoleh persen lemak tubuh dengan tepat. Metode ini tidak rumit, murah dan praktis untuk pengukuran komposisi tubuh, namun sangat rawan kesalahan dan membutuhkan standar pelatihan yang sama sehingga hasil menjadi akurat (Fahey, et.al, 2004). Tabel 2.6 Klasifikasi Persen Lemak Tubuh pada Perempuan Kategori Baik Sekali Baik Cukup Buruk Buruk Sekali Persen Lemak Tubuh (%) < 19 tahun 20-29 tahun 17,0 18,0 17,1-22,0 18,1-23,0 22,1 -27 23,1-28 27,1- 32,0 28,1 -33 ≥ 32,1 ≥ 33,1 Sumber : Depdiknas Pengembangan Olaharaga, 2012 2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung a. Recall 24 Jam Metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi selama 24 jam yang lalu. Data yang diperoleh dari recall 24 jam biasanya bersifat kualitatif, sehingga untuk 50 mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasanya digunakan sehari-hari. Dalam recall 24 jam, untuk memudahkan penentuan jumlah konsumsi makanannya, biasanya digunakan food model. Recall 24 jam ini jangan dilakukan hanya 1 kali (1x24 jam) karena akan menghasilkan data yang kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Oleh karena itu, recall 24 sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut (Supariasa dkk, 2002). Menurut Sanjur (1997) dalam Suparisa, dkk (2002) beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. Menurut Supariasa (2002) Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut : a. Kelebihan metode recall 24 jam 1) Mudah melaksanakannya secara serta tidak terlalu membebani responden 2) Biayanya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara 3) Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden 4) Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf 51 5) Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. b. Kekurangan metode recall 24 jam 1) Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall satu kali. 2) Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat respoden, oleh karena itu responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia dibawah 7 tahun, orang tua diatas 70 tahun dan orang hilang ingatan atau pelupa. 3) The flat slope syndrome, yaitu kecendrungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cendrung melaporkan lebih sedikit (under estimate). E. Kerangka Teori Berdasarkan teori yang telah dijelaskan diatas faktor–faktor yang mempengaruhi kebugaran diantaranya menurut Fatmah (2011) adalah genetik, usia, jenis kelamin, status gizi, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, asupan gizi. Ditambah menurut Sharkley (2011) faktor yang mempengaruhi kebugaran adalah genetik, usia, jenis kelamin, status gizi, aktivitas fisik, kemudian Astrad (1992) menjelaskan aktivitas fisik dan kebiasaan merokok, Hoeger (2011) menjelaskan status kesehatan, Williams (2002) menjelaskan asupan gizi dan Nieman (1998) menjelaskan faktor 52 yang mempengaruhi kebugaran secara keseluruhan. Sehingga diperoleh kerangka teori sebagai berikut : Bagan 2.1 Kerangka Teori Genetik Umur Jenis Kelamin Status Kesehatan Rokok dan Alkohol Aktifitas Fisik Kebugaran Status Gizi -IMT -Persen Lemak Tubuh Asupan Gizi -Energi -Protein -Vitamin A -Zat Besi ( fe) -Seng (Zn) Sumber : ModifikasiAstrad (1992), Nieman (1998), Williams (2002), Fatmah (2011), Hoeger (2011), dan Sharkley (2011) BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep Tujuan umum dari penelitian ini yaitu ingin mengetahui hubungan antara status gizi dengan kebugaran dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan gizi dan aktifitas fisik pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebugaran diantaranya adalah genetik, usia, jenis kelamin, status gizi, aktivitas fisik dan asupan gizi yang dijadikan sebagai variabel independen. Tetapi tidak semua faktor dapat diteliti dengan asumsi sebagai berikut: a. Genetik. Genetik tidak dimasukan kedalam kerangka konsep karena merupakan faktor yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat dimodifikasi (Prentice, 2004). b. Usia, Jenis Kelamin, Rokok dan Alkohol Variabel tersebut homogen karena responden yang diteliti seluruhnya perempuan dan semua responden tidak mengonsumsi rokok dan alkohol. c. Status Kesehatan Status kesehatan juga tidak diteliti karena homogen pula. Seluruh reponden yang teliti memiliki status kesehatan yang baik berdasarkan penelitian pendahuluan menggunakan kuesioner PAR-Q and You. Jika diketahui dari pertanyaan terkait 53 54 kesehatan memiliki jawaban “Ya” artinya responden dalam keadaan status kesehatan yang baik. Sedangkan variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. IMT IMT menggambarkan komposisi tubuh manusia yang terdiri dari jaringan adiposa dan Lean Body Mass. Komposisi tubuh sesorang yang berlebihan dapat mempengaruhi kebugaran tubuh. b. Persen Lemak Tubuh Lemak tubuh yang berlebihan akan memperberat kerja jantung sehingga akan mempengaruhi kebugaran tubuh. c. Aktivitas Fisik Latihan fisik merupakan salah satu faktor yang menghambat proses penuaan yang ditandai dengan penurunan kapasitas aerobik dan kekuatan otot. d. Asupan Gizi (Energi, Protein, Vitamin A, Vitamin B1, Zat Besi dan Seng) Asupan makanan zat gizi makro terutama karbohidrat, lemak, dan protein akan dipergunakan untuk menghasilkan energi dan sebagian disimpan dalam hati dan otot yang dapat dipergunakan untuk melakukan aktivitas fisik guna mencapai kebugaran. Protein yang didalamnya asam amino berguna untuk meningkatkan performa. Selain itu diperlukan zat gizi mikro untuk memelihara proses dalam tubuh. Vitamin B1 dibutuhkan untuk pengaturan metabolisme tubuh. Vitamin A dengan kandungan β-karoten berfungsi menetralisir radikal bebas dalam tubuh. Besi diperlukan dalam pembentuk hemoglobin. Zn berperan mengoptimalkan kebugaran. 55 Dengan pernyataan diatas maka kerangka konsep dari variabel yang akan diteliti yaitu variabel independen meliputi status gizi (Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan gizi) dan aktifitas fisik adalah sebagai berikut: Bagan 3.1 Kerangka Konsep IMT Persen Lemak Tubuh Aktivitas Fisik Asupan Energi Kebugaran Asupan Protein Asupan Vitamin A Asupan Vitamin B1 Asupan ZatBesi (Fe) Asupan Seng (Zn) 56 B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Variabel Dependen 1 Kebugaran Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Nilai kebugaran yang diperoleh dari pengukuran daya curah jantung pada sistem kardiorespiratori setelah melakukan step test naik turun tangga yang dilakukan oleh mahasiswi Metode YMCA 3minute step test (tes bangku 3 menit YMCA) Perhitungan denyut nadi setelah melakukan YMCA3-minute step test (tes bangku 3 menit YMCA) Jumlah denyut nadi Rasio setelah tes kebugaran dalam satu menit (kali/menit) Pengukuran antropometrik Nilai IMT kg/m2 Variabel Independen 1 Indeks Massa Ukuran keadaan gizi mahasiswi 1. Timbangan Tubuh (IMT) yang dihitung dari perbandingan Injak (Seca) antara berat badan dalam 2. Mircotoise kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter yang dikuadratkan 2 Persen Lemak Persentase massa lemak dari berat BIA (Bioelectric Tubuh badan total pada mahasiswi Impedance) 4 Asupan gizi Energi Skala Ukur Definisi dalam Rasio Pengukuran dengan Nilai Persen Lemak Rasio alat BIA Tubuh dalam % (Bioelectric Impedance Analysis) Jumlah rata-rata energi yang Kuesioner Recall Penghitungan Jumlah asupan Rasio dikonsumsi oleh mahasiswi yang 24 jam Recall 2 x 24 jam energi dalam kkal berasal dari makanan, minuman 57 No 5 6 7 8 9 Variabel Definisi dan suplemen dalam satu hari dilakukan sebanyak 2 kali pada hari yang berlainan. Asupan Protein Jumlah rata-rata protein yang dikonsumsi dari makanan, minuman dan suplemen dalam satu hari sebelum wawancara yang dilakukan sebanyak 2 kali pada hari yang berlainan. Asupan Jumlah rata-rata vitamin A yang Vitamin A dikonsumsi dari makanan, minuman dan suplemen dalam satu hari sebelum wawancara yang dilakukan sebanyak 2 kali pada hari yang berlainan. Asupan Jumlah rata-rata vitamin B1 yang Vitamin B1 dikonsumsi dari makanan, minuman dan suplemen dalam satu hari sebelum wawancara yang dilakukan sebanyak 2 kali pada hari yang berlainan. Asupan Zat Besi Jumlah rata-rata zat besi (Fe) (Fe) yang dikonsumsi dari makanan, minuman dan suplemen dalam satu hari sebelum wawancara yang dilakukan sebanyak 2 kali pada hari yang berlainan. Asupan Seng (Zn) Jumlah rata-rata seng (Zn) yang Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Kuesioner Recall Penghitungan 24 jam Recall 2 x 24 jam Jumlah asupan Rasio protein dalam gram (gr) Kuesioner Recall Penghitungan 24 jam Recall 2 x 24 jam Jumlah asupan Rasio vitamin A dalam mikrogram (µg) Kuesioner Recall Penghitungan 24 jam Recall 2 x 24 jam Jumlah asupan Rasio vitamin B1 dalam miligram (mg) Kuesioner Recall Penghitungan 24 jam Recall 2 x 24 jam Jumlah asupan zat Rasio besi (Fe) dalam miligram (mg) Kuesioner Recall Penghitungan Jumlah asupan Seng Rasio 58 No Variabel Definisi Alat Ukur dikonsumsi dari makanan, 24 jam minuman dan suplemen dalam satu hari sebelum wawancara yang dilakukan sebanyak 2 kali pada hari yang berlainan. Cara Ukur Hasil Ukur Recall 2 x 24 jam (Zn) dalam miligram (mg) Skala Ukur C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara status gizi berdasarkan IMT dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 2. Ada hubungan status gizi berdasarkan persen lemak tubuh dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 3. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 4. Ada hubungan antara asupan energi dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 5. Ada hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 6. Ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 7. Ada hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 8. Ada hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. 59 60 9. Ada hubungan antara asupan seng (Zn) dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik melalui pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional karena pengambilan data variabel independen yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan gizi dan aktivitas fisik dengan variabel dependen yaitu kebugaran dilakukan pada saat yang bersamaan. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2010). B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus tahun 2013 di Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan kita lakukan (Sabridkk,2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat yang berstatus aktif sebagai mahasiswi di tahun ajaran 2012/ 2013 diketahui sebanyak 305 orang. 61 62 2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.Adapun Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat tahun ajaran 2012/2013. Dengan pengambilan sampel probability sampling dengan teknik pengambilan sampling secara simple random sampling dengan kriteria.Sampel diperoleh dengan memperhatikan kriteria inklusi sebagai berikut: a. Mahasiswi berstatus aktif sebagai mahasiswi tahun ajaran 2012/2013 usia 19-21 tahun. b. Tidak memiliki penyakit tertentu seperti jantung, karena akan berakibat terhadap lemahnya daya tahan tubuh setelah melakukan pengujian step test. c. Mengisi kuesioener PAR-Q and You untuk mengetahui kesanggupan dalam melakukan tes kebugaran kardiorespiratori dan dinyatakan bisa mengikuti tes tersebut. d. Tidak Mengonsumsi rokok dan alkohol 63 Jumlah sampel diperoleh dengan menggunakan rumus uji hipotesis koefisien kolerasi. Perhitungan didasarkan pada transformasi Fisher (Ariawan, 1998): Keterangan: Ζ r n Z 1-α/2 Z 1-β Ζ = Koefisien Fisher = Koefisien kolerasi antara aktivitas fisik tingkat moderat dengan estimasi kebugaran kardiorespiratori aerobik anak 0,33 (Kristensen, et,al, 2010) = = = = Jumlah sampel 1,96 (tingkat kepercayaan 0,5%) 1,28 (kekuatan uji 90%) Koefisien Fisher 0,34 hasil perhitungan dengan r sebesar 0,33 Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh bahwa besar sampel berjumlah 94 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak, sesuai langkah yang ditetapkan. Dengan pembagian jumlah sampel per angkatan sebagai berikut: Tabel 4.1 Pembagian Jumlah Sampel Angkatan 2009 2010 2011 2012 Total Jumlah 52/ 305 x 94 = 16 56/305 x 94 = 17 105/305 x 94 = 32 92/ 305 x 94 = 29 94 64 Sampel pada setiap angkatan diambil secara acak berdasarkan undian dan disesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan. Setelah didapatkan jumlah sampel sebanyak 94 orang dicocokkan dengan kriteria yang ditentukan, jika terdapat responden yang tidak sesuai maka dilakukan drop out dan dipilih kembali sampai menemukan responden yang sesuai. D. Pengumpulan Data 1. Sumber Data a. Data Primer Data primer yang langsung diperoleh dalam penelitian adalah pengukuran status gizi dengan antropometri (tinggi dan berat badan serta persen lemak tubuh), asupan gizi dengan wawancara recall 24 jam, aktivitas fisik dengan wawancara kuesioner IPAQ, dan kebugaran kardiorespiratori dengan menggunakan tes bangku 3 menit YMCA. b. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh adalah data mengenai profil dan jumlah Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah yang diperoleh dari bagian program studi. 2. Instrumen Penelitian Pelaksanaan pengumpulan data memerlukan instrumen yang sesuai standar prosedur uji kebugaran kardiorespiratori. Berikut instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data : a) Kuesioner PAR-Q and You 65 b) Kuesioner penelitian yang berisi pendahuluan dan kolom data diri, prosedur pemgumpulan data, kolom recall 24 jam, kolom recall aktivitas fisik (IPAQ) dan kolom hasil pengukuran antropometrik. c) Timbangan berat badan digital (merek Seca) d) Pengukuran tinggi badan (microtoise) e) Alat pengukuran persen lemak tubuh (bioelectrical impedance analysis (BIA)) merek Omron) dengan ketelitian 1% f) Bangku kayu tes kebugaran kardiorespiratori dengan tinggi 31 cm. g) Rekaman suara alat pengatur ketukan irama (metronome) h) Dua buah alat pengukur waktu (stopwatch). 3. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan membagi tahapan menjadi tiga pos. Pos pertama merupakan pos wawancara recall 24 jam, pos kedua merupakan pos pengukuran antropometrik dan pos ketiga merupakan pos tes kebugaran kardiorespiratori dengan tes bangku 3 menit YMCA. Pengumpulan data telah dilakukan dengan prosedur sebagai berikut. a) Sebelum pelaksanaan tes sampel penelitian yang telah terpilih mengisi kuesioner PAR-Q and You untuk mengetahui keanggupan dalam melakukan tes fisik. Jika diketahui ada sampel yang tidak memenuhi kriteria maka dilakukan drop out (ajuan pengeluaran) dan dilakukan penarikan sampel kembali sesuai jumlah yang dibutuhkan. 66 b) Tahap pertama, responden menuju pos untuk registrasi dan melakukan wawancara food recall 24 jam dan recall aktivitas fisik dengan kuesioner IPAQ (2005). c) Tahap kedua, responden melakukan tes pengukuran antropometrik untuk dilakukan pengukuran. Hasil pengukuran dicatat pada lembar entri data pada kuesioner masing-masing responden. d) Tahap ketiga, responden melakukan tes kebugaran kardiorespiratori sesuai prosedur (lampiran) dan hasil perhitungan denyut nadi ditulis pada lembar entri data dalam kuesioner. e) Setelah data seluruh responden terkumpul, penulis melakukan pemeriksaan kuesioner yang telah diisi untuk menghindari kesalahan pengisian. 4. Pengukuran Data a) Kebugaran Dalam pengukuran kebugaran melakukan tes langsung dengan naik turun bangku selama 3 menit (tes bangku 3 menit YMCA). Sebelumnya responden mengisi kuesioner PAR-Q and You untuk mengetahui kesanggupan dalam melaksanakan aktivitas tes yang terdiri dari 7 pertanyaan kemudian dikategorikan dapat melakukan tes jika ≥1 jawaban “Ya”, tidak dapat melakukan tes jika ≥1 jawaban “Tidak”. Untuk tes bangku 3 menit YMCA setelah itu dihitung denyut nadi responden oleh mahasiswi keperawatan. b) Status Gizi (IMT) Dalam penelitian ini status gizi dengan melihat Indeks Massa Tubuh (IMT) dilakukan pengukuran secara langsung menggunakan timbangan digital. 67 Pelaksanaannya dilakukan sebanyak 2 kali untuk mendapatkan hasil yang presisi dan akurasi. Hasil pengukuran dihitung dari pembagian antara berat badan dibagi dengan tinggi badan (dalam m2) oleh mahasiswi gizi kesehatan masyarakat. c) Status Gizi (Persen Lemak Tubuh) Penilaian status gizi untuk mengetahui persen lemak tubuh menggunakan alat BIA (Bioelectric Impedance Analyses) secara langsung oleh mahasiswi gizi kesehatan masyarakat. d) Aktivitas Fisik Untuk mengetahui aktivitas fisik responden, peneliti menggunakan kuesioner yang telah standarisasi secara internasional yaitu IPAQ. Kuesioner IPAQ terdiri dari 7 pertanyaan. Skor total nilai aktivitas fisik dilihat dalam MET-menit/minggu berdasarkan penjumlahan dari aktivitas berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat dalam durasi (menit) dan frekuensi (hari). MET merupakan hasil dari perkalian Basal Metabolisme Rate dan MET-menit (IPAQ,2005). e) Asupan Gizi Untuk mengetahui asupan gizi pada responden maka digunakan teknik wawancara recall 24 jam yang dilakukan 2 kali dalam waktu yang berlainan. Wawancara menanyakan makanan yang responden konsumsi 1 hari sebelumnya dan takaran yang dikonsumsi. Hasil wawancara dimasukan dalam software Nutri Survey 2007 (versi Indonesia) sehingga langsung dapat diketahui jumlah zat gizi. Wawancara dilakukan oleh mahasiswi gizi kesehatan masyarakat. 68 5. Teknik Manajemen dan Analisis Data Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, beberapa tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui. Pengolahan data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan proses komputerisasi melalui beberapa langkah sebagai berikut: a. Penyutingan (Editing) Penyutingan data dilakukan sebelum pemasukan data ke dalam komputer. Untuk Informasi yang belum lengkap ditanyakan kembali kepada responden melalui telepon. b. Entri Data (Entry) Template kolom entri data dibuat dengan menggunakan Microsoft Office Excel disertai dengan tahapan check yang dilakukan untuk memberi menghindari kekeliruan dalam memasukkan data. Selanjutnya data dimasukkan dalam program peranti lunak untuk diproses pada tahap selanjutnya. c. Koreksi (Cleaning) Proses koreksi terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan yang dapat menggangu proses pengolahan data selanjutnya. Untuk melihat apakah terdapat kesalahan dalam entry data maka dilakukan dengan cara membuat distribusi frekuensi sehingga akan muncul kesalahan dalam mengentri data. d. Analisis Data 1) Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil tiap penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada analisis ini akan menghasilkan 69 tabel distribusi data digunakan untuk mengetahui sebaran nilai rata-rata, simpangan baku, nilai minimun dan maksimum dari hasil pengukuran pendukung, yaitu umur responden, tinggi dan berat badan serta denyut nadi sebelum dan lima menit setelah tes bangku 3 menit YMCA. 2) Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu satu variabel bebas (IMT dan persen lemak tubuh, aktivitas fisik, asupan energi, protein, vitamin A, vitamin B, zat besi (Fe), dan seng (Zn) dan satu variabel terikat kebugaran Analisis bivariat menggunakan uji statistik korelasi. Tujuan dari uji korelasi ini adalah untuk mengetahui keeratan hubungan dan untuk mengetahui arah hubungan dari kedua variabel numerik.Jika data berditribusi normal digunakan uji kolerasi Pearson, jika data berdistrubsi tidak normal digunakan uji kolerasi Spearman. Perhitungan koefisien korelasi (r) menggunakan rumus berikut. Nilai r berkisar 0 sampai 1 sementara untuk menunjukkan arah nilainya antara -1 hingga +1. Jika nilai = 0 menunjukkan tidak ada hubungan linier, nilai r = -1 menunjukkan hubungan linier negatif sempurna, dan nilai r = +1 menunjukkan hubungan linier positif sempurna. Menurut Colton (dalam Sutanto, 2011), kekuatan hubungan antara dua variabel secara kualitatif ditunjukkan ke dalam empat area, yaitu: r = 0,00-0,25 menunjukkan tidak ada hubungan/ hubungan lemah 70 r = 0,26-0,50 menunjukkan hubungan sedang r = 0,51-0,75 menunjukkan hubungan kuat r = 0,76-1,00 menunjukkan hubungan sangat kuat/ sempurna Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel menggunakan uji hipotesis. Tujuan dari uji hipotesis ini adalah untuk mengetahui apakah hubungan antar variabel terjadi secara signifikan atau tidak (by chance). Uji hipotesis ini menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan α = 5%. Uji hipotesis kolerasi sebagai berikut: Uji hipotesis ini dilakukan dengan two-tail, dan jika keluaran SPSS menunjukkan p-value ≤0,05, berarti hipotesis ditolak atau terdapat hubungan yang signifikan antara varibel x dengan y, atau dapat diterima hipotesis jika p-value >0,05 atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara varibel x dengan y. BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat Analisis univariat pada penelitian ini memaparkan gambaran hasil analisis dari kebugaran berdasarkan nilai denyut nadi, Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, aktivitas fisik dan asupan gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin B1, Fe dan Zn) pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 1. Distribusi Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Kesehata Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui kebugaran bersadarkan nilai denyut nadi setelah 5 detik tes kebugaran mahasiswi yang sangat bervariasi. Distribusi kebugaran mahasiswi penelitian dipaparkan pada tabel 5.1 berikut ini: Tabel 5.1 Distribusi Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Mean 95% CI SD Min-Max 112,45- 119,38 17,03kali/menit 76 -151 kali/menit Kebugaran kali/menit Sumber :Data Primer, 2013 Tabel 5.1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada Coefisien Interval 95% kebugaran berdasarkan denyut nadi dari total seluruh mahasiswi yaitu 112,45119,38 kali/menit. Variasi nilai kebugaran berdasarkan denyut nadi sebesar 71 72 17,03. Sedangkan sebaran nilai kebugaran berdasarkan denyut nadi terendah adalah sebesar 76 kali/menit dan tertinggi sebesar 151 kali/menit. 1. Distribusi Status Gizi pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. a. Indeks Massa Tubuh Status gizi mahasiswi pada penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT). Hasil uji statistik univariat untuk nilai IMT mahasiswi dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini: Tabel 5.2 Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Mean 95% CI SD Min-Max 2 20,60-22,41 kg/m 4,25 15,37-39,26 kg/m2 IMT Sumber : Data Primer 2013 Nilai rata-rata IMT pada Coefisien Interval 95% mahasiswi adalah 20,6022,41 kg/m2 dengan variasi nilai IMT sebesar 4,25. Sedangkan sebaran nilai IMT terendah adalah 15.37 kg/m2 dan tertinggi adalah 39.26 kg/m2. Gambaran kategori IMT mahasiswi yang diteliti berdasarkan standar Depkes RI (2004) diketahui sebanyak 16% mahasiswi tergolong kurus, 66% mahasiswi tergolong normal dan 18,1% kegemukan. b. Persen Lemak Tubuh Status gizi mahasiswi pada penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persen lemak tubuh. Hasil uji statistik univariat untuk nilai status gizi mahasiswi dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini: Tabel 5.3 73 Distribusi Persen Lemak Tubuh pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Mean 95% CI SD Min-Max 22,70-25,34 % 6,71 9,20-42% Persen Lemak Tubuh Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 5.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata persen lemak tubuh pada Coefisien Interval 95% penelitian ini adalah 22,70-25,34% dengan variasi nilai persen lemak tubuh sebesar 17,03. Sedangkan sebaran persen lemak tubuh terendah yaitu sebesar 9,20% dan tertinggi sebesar 42,00%. Gambaran kategori persen lemak tubuh mahasiswi berdasarkan Depdiknas Pengembangan Olahraga (2002) diketahui persentase lemak tubuh mahasiswi sebesar 70,2% berada pada keadaan normal dan 29,8% berada pada keadaan lebih. 2. Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. Data aktivitas fisik digambarkan dengan nilai aktivitas fisik berdasarkan perhitungan total skor IPAQ dan disajikan dalam bentuk metabolic equivalen (METs). Distribusi nilai aktivitas fisik dipaparkan dalam tabel 5.4 berikut : Tabel 5.4 Distribusi Nilai Aktivits Fisik pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 Variabel Mean 95 % CI SD Min-Max 1892,32-3296,27 METs 3685,92 17-22344 METs Aktivitas Fisik Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata aktivitas fisik mahasiswi dari hasil total nilai METs pada Coefisien Interval 95% adalah sebesar 1892,32-3296,27 METs dan variasi nilai aktivitas fisik sebesar 3685,92. 74 Distribusi nilai aktivitas fisik berada pada kategori nilai 600-3000 METs, artinya sebagian besar mahasiswi memiliki aktivitas fisik sedang dengan variasi data 3685,923 METs. Sedangkan sebaran total nilai aktivitas fisik terendah adalah 17 METs dan nilai tertinggi adalah 22344 METs. Gambaran kategori aktivitas fisik mahasiswi berdasarkan klasifikasi IPAQ 2005 diketahui 28,7% memiliki aktivitas fisik rendah, 50% memiliki aktivitas fisik sedang, dan 21,3% memiliki aktivitas fisik tinggi. 3. Distibusi Status Gizi berdasarkan Asupan Gizi pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. Asupan gizi yang diteliti meliputi zat gizi makro dan mikro yang terdiri dari energi, protein, vitamin A, vitamin B1, Fe dan Zn. Adapun distribusi asupan gizi dipaparkan di bawah ini. a. Asupan Energi Data tentang gambaran asupan energi mahasiswi diperoleh dari hasil wawancara kuesioner food recall 2x24 jam. Hasil univariat gambaran asupan gizi energi responden dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini: Tabel 5.5 Distribusi Asupan Energi pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 Variabel Mean 95% CI SD Min-Max 1478,8-1655,42 kkal 430,1 516,9-3009 kkal Asupan Energi Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 5.5 menunjukkan bahwanilai rata-rata asupan energi pada Coefisien Interval 95% dalam satu hari adalah sebesar 1478,8-1655,42 kkal 75 dengan variasi jumlah asupan energi sebesar 430,10. Sedangkan sebaran asupan energi terendah sebesar 516,90 kkal dan tertinggi sebesar 3009 kkal. Gambaran kategori asupan energi mahasiswi berdasarkan Departemen Kesehatan 2004 yang memiliki asupan energi kurang sebesar 54,3% dan asupan energi cukup sebesar 45,7%. b. Asupan Protein Data tentang gambaran asupan protein mahasiswi diperoleh dari hasil wawancara kuesioner food recall 2x 24 jam. Hasil univariat gambaran asupan protein mahasiswi dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini: Tabel 5.6 Distribusi Asupan Protein pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 Variabel Mean 95% CI SD Min-Max 6,71 17,45-119,86 gram Asupan Protein 51,14-58,69 gram Sumber: Data Primer 2013 Tabel 5.6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada Coefisien Interval 95% adalah 51,14-58,69 gram dan variasi jumlah asupan protein sebesar 17,63. Sedangkan sebaran asupan protein terendah berkisar antara 17,45 gram dan tertinggi 119,85 gram. Gambaran kategori asupan protein mahasiswi berdasarkan Departemen Kesehatan 2004 yang memiliki asupan protein kurang sebesar 18,1% dan asupan protein cukup sebesar 81,9%. 76 c. Asupan vitamin A Data tentang gambaran asupan vitamin A mahasiswi diperoleh dari hasil wawancara kuesioner food recall 2x24 jam. Hasil univariat gambaran asupan vitamin A responden dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini: Tabel 5.7 Distribusi Asupan Vitamin A pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 Variabel Mean 95% CI SD Min-Max 6,71 72,70-5999 µg Asupan Vitamin A 663,65-1015,03 µg Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata asupan vitamin A pada Coefisien Interval 95% adalah 663,65-1015,03 µg dan variasi jumlah asupan vitamin A sebesar 904,88. Sedangkan sebaran asupan vitamin A terendah sebesar 72,70 µg dan tertinggi sebesar 5999 µg. Gambaran kategori asupan vitamin A mahasiswi berdasarkan Departemen Kesehatan 2004 yang memiliki asupan vitamin A kurang sebesar 93,6% dan asupan vitamin A cukup sebesar 6,4%. d. Asupan Vitamin B1 Data tentang gambaran asupan vitamin B1 mahasiswi diperoleh dari hasil wawancara kuesioner food recall 2x24 jam. Hasil univariat gambaran asupan vitamin B1 responden dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini: Tabel 5.8 Distribusi Asupan Vitamin B1 pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 Variabel Mean 95% CI SD Min-Max 0,45-0,53 mg 0,187 0,20-1,25 mg Asupan Vitamin B1 Sumber : Data Primer, 2013 77 Tabel 5.8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata asupan vitamin B1 mahasiswi pada Coefisien Interval 95% adalah 0,45-0,53 mg dengan variasi jumlah asupan vitamin B1 sebesar 0,187. Sedangkan sebaran asupan vitamin B1 terendah sebesar 0,20 mg dan tertinggi sebesar 1,25 mg. Gambaran kategori asupan vitamin B1 mahasiswi berdasarkan Departemen Kesehatan 2004 yang memiliki asupan vitamin B1 kurang sebesar 94,7% dan asupan vitamin B1 cukup sebesar 5,3%. e. Asupan Fe Data tentang gambaran asupan Fe responden diperoleh dari hasil wawancara kuesioner food recall 2x 24 jam. Hasil univariat gambaran asupan Fe mahasiswi dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini: Tabel 5.9 Distribusi Asupan Vitamin Fe pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 Variabel Mean 95% CI SD Min-Max 6,74-8,66 mg 4,695 0,90-30,60 mg Asupan Vitamin Fe Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui asupan Fe mahasiswi. Nilai rata-rata asupan Fe pada Coefisien Interval 95% adalah 6,74-8,66 mg dengan variasi jumlah asupan Fe sebesar 4,695. Sedangkan sebaran asupan Fe terendah adalah 0,90 mg dan tertinggi adalah 30,60 mg. Gambaran kategori asupan Fe mahasiswi berdasarkan Departemen Kesehatan 2004 yang memiliki asupan Fe kurang sebesar 96,8% dan asupan Fe cukup sebesar 3,2%. 78 f. Asupan Zn Data tentang gambaran asupan Zn mahasiswi diperoleh dari hasil wawancara kuesioner food recall 2x 24 jam. Hasil univariat gambaran asupan Zn mahasiswi dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini: Tabel 5.10 Distribusi Asupan Zn pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 Variabel Mean 95% CI Asupan Vitamin Zn 5,94-6,88 mg SD 2,304 Min-Max 1,95-14,60 mg Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui asupan Zn responden. Nilai rata-rata asupan Zn pada Coefisien Interval 95% adalah 5,94-6,88 mg dengan variasi jumlah asupan Zn sebesar 2,304. Sedangkan sebaran asupan Zn terendah adalah 1,95 mg dan tertinggi adalah 14,60 mg. Gambaran kategori asupan Zn mahasiswi berdasarkan Departemen Kesehatan 2004 yang memiliki asupan Zn kurang sebesar 92,6% dan asupan Zn cukup sebesar 7,4%. B. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen yaitu kebugaran, sementara variabel independen yaitu IMT, persen lemak tubuh, aktivitas fisik, dan asupan gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin B1, 79 Fe dan Zn) yang dianalisis menggunakan uji korelasi dengan jenis data secara keseluruhan adalah numerik dan numerik. 1. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Adapun hubungan antara IMT dengan kebugaran yang diukur menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut ini: Tabel 5.11 Analisis Hubungan IMT dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value 94 0,251 0,015 IMT Sumber: Data Primer 2013 Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan kebugaran sesaat setelah tes kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,015 (P ≤0,05). Nilai koefisien korelasi (r = 0,251) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang positif dengan pola hubungan yang lemah, menunjukkan dengan semakin bertambahnya nilai IMT maka akan semakin bertambah denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin berkurang. 80 2. Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Adapun hubungan persen lemak tubuh dengan kebugaran yang diukur menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut ini: Tabel 5.12 Analisis Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value 94 0,114 0,275 Persen Lemak Tubuh Sumber: Data Primer 2013 Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persen lemak tubuh dengan Kebugaran sesaat setelah tes kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,275 (P >0,05). Nilai koefisen korelasi (r = 0,114) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang positif dengan pola hubungan yang sedang, yang berarti semakin bertambahnya nilai persen lemak tubuh maka akan semakin bertambah denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin berkurang. 3. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Adapun hubungan aktivitas fisik dengan kebugaran yang diukur menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut ini: 81 Tabel 5.13 Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value 94 0,018 0,862 Aktivitas Fisik Sumber: Data Primer 2013 Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan anatar aktivitas fisik dengan Kebugaran sesaat setelah tes kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,862 (P >0,05). Nilai koefisien korelasi (r = 0,018) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang positif dengan pola hubungan yang lemah hampir tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. 4. Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Adapun hubungan asupan energi dengan kebugaran yang diukur menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut ini : Tabel 5. 14 Analisis Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value 94 -0,128 0,220 Asupan Energi Sumber: Data Primer 2013 Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan Kebugaran sesaat setelah tes kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,220 (P >0,05). Nilai koefisien korelasi 82 (r = -0,128) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan yang lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan energi maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. 5. Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Adapun hubungan asupan protein dengan kebugaran yang diukur menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut ini: Tabel 5.15 Analisis Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value 94 -0,209 0,043 Asupan Protein Sumber: Data Primer 2013 Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatar asupan protein dengan Kebugaran sesaat setelah tes kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,043 (P ≤0,05).Nilai koefisien korelasi (r = -0,209) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan yang lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan protein maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. 83 6. Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Adapun hubungan asupan vitamin A dengan kebugaran yang diukur menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pada tabel 5.16 berikut ini: Tabel 5.16 Analisis Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value 94 -0,079 0,451 Asupan Vitamin A Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan vitamin A dengan kebugaran sesaat setelah tes kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,451 (P >0,05).Nilai koefisien korelasi (r = -0,079) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan yang sangat lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan vitamin A maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. 7. Hubungan Asupan Vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Adapun hubungan vitamin B1 dengan kebugaran yang diukur berdasarkan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pada tabel 5.17 berikut ini: 84 Tabel 5.17 Analisis Hubungan vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value 94 -0,099 0,341 Asupan Vitamin B1 Sumber: Data Primer 2013 Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan anatar asupan vitamin B1 dengan kebugaran sesaat setelah tes kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,341 (P >0,05). Nilai koefisien korelasi (r = -0,099) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan yang lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan vitamin B1 maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. 8. Hubungan Asupan Fe dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Adapun hubungan Asupan Fe dengan kebugaran yang diukur berdasarkan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pad atabel 5.18 berikut ini: Tabel 5.18 Analisis Hubungan Asupan Fe dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value 94 -0,089 0,392 Asupan Fe Sumber: Data Primer 2013 Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan anatar asupan Fe dengan Kebugaran sesaat setelah tes kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,392 (P >0,05). Nilai koefisien korelasi (r = -0,089) 85 menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan yang sangat lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan vitamin Fe maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. 9. Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Adapun hubungan asupan Zn dengan kebugaran yang diukur menggunakan denyut nadi sesaat setelah 5 detik setelah tes kebugaran dapat dilihat pada tabel 5.19 berikut ini: Tabel 5.19 Analisis Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value 94 -0,182 0,078 Asupan Zn Sumber: Data Primer 2013 Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan Zn dengan kebugaran sesaat setelah tes kebugaran dengan nilai Pvalue sebesar 0,078 (P >0,05). Nilai koefisien korelasi (r = -0,182) menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan yang lemah, yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan Zn maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. BAB VI PEMBAHASAN A. Kebugaran Pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat diukur dengan menggunakan metode tidak langsung melalui denyut nadi setelah melakukan tes kebugaran step test YMCA 3 menit. Pengukuran kebugaran tersebut menghasilkan nilai rata-rata kebugaran pada Coefisien Interval 95% adalah diantara 112,45-119,38 kali/menit. Standar denyut nadi untuk kebugaran menurut Nieman (2007) bagi perempuan adalah baik jika denyut nadi <113 kali/menit. Sehingga dapat diketahui bahwa mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat pada penelitian ini kebugaranya kurang baik. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi kebugaran diantaranya adalah Indeks Massa Tubuh dimana jika terjadi peningkatan akan berdampak terhadap penurunan kebugaran dan asupan protein yang kurang akan menurunkan kebugaran seseorang. Kemudian dibandingkan dengan beberapa penelitian lain terkait kebugaran, kebugaran mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Nevada, Amerika Serikat pada 60 responden sehat dengan rentang usia 18-55 tahun yang menunjukkan rata-rata denyut nadi setelah 5 detik tes kebugaran sebesar 107 kali/menit (berada diatas rata-rata nilai kebugaran) dengan metode yang sama yaitu step test YMCA 3 menit (Santo dan Golding, 2003). 86 87 Jika kebugaran tersebut diklasifikasikan berdasarkan norma tes kebugaran menurut standar tes bangku 3 menit YMCA Nieman (2007) diketahui persentase mahasiswi yang bugar sebesar 38,3% dan tidak bugar sebesar 61,7%. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan di Karnatakan, India pada kelompok dewasa muda dengan menggunakan metode ergometer step test yang diketahui sebanyak 63,3% responden tergolong tidak bugar (Halaskar, et.al, 2005). Dan juga selaras dengan penelitian pada mahasiswi gizi Universitas Indonesia yang diketahui sebanyak 86,7% mahasiswi tidak bugar (Indrawagita, 2009). Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan metode yang selaras yaitu step test diketahui bahwa rata-rata responden memiliki kebugaran yang rendah. Ditinjau dari sisi metode, pengukuran kebugaran dengan tes bangku 3 menit YMCA adalah metode tes bangku yang tergolong baru dengan waktu paling singkat serta perhitungan yang mudah (satu kali dan tanpa rumus) (Nieman, 2007). Hal ini akan mengurangi resiko kesalahan perhitungan denyut nadi sehingga hasilnya dapat dikatakan akurat. 88 B. Gambaran serta Hubungan antara Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh, Persen Lemak Tubuh, Asupan Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 1. Gambaran dan Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran Hasil penelitian menunjukkan rata-rata IMT mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta adalah diantara 20,60 sampai dengan 22,41 kg/m2 dengan variasi nilai IMT 4,25. IMT terkecil adalah 15,37 kg/m2 dan terbesar adalah 39,26 kg/m2. Bila diklasifikasikan berdasarkan standar Depkes RI (2004) diketahui sebanyak 16% mahasiswi tergolong kurus, 66% mahasiswi tergolong normal dan 18,1% kegemukan. Hasil uji statistik antara IMT dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0,015. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima, artinya ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan kebugaran mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Selain itu, diperoleh nilai koefisien kolerasi sebesar 0,0251 yang menunjukkan bahwa hubungan antara IMT dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut menunjukkan dengan semakin bertambahnya nilai IMT maka akan semakin bertambah denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin berkurang. IMT merupakan alat ukur untuk menilai status gizi seseorang. Ketika nilai IMT seseorang diatas ambang normal menunjukkan status gizinya berlebih. Gizi lebih menyimpan kelebihan energi dalam bentuk lemak tubuh yang berpengaruh terhadap kebugaran seseorang. Baik otot maupun lemak memiliki massa, yang jika dibandingkan dengan tinggi badan akan menggambarkan 89 komposisi tubuh secara tidak langsung. Menurut Hoeger (1996) berat badan berlebih (overweight) tidak pasti membuktikan bahwa orang tersebut memiliki massa lemak yang tinggi begitu pula dengan berat badan kurang tidak pasti membuktikan bahwa orang tersebut memiliki massa otot yang tinggi. Menurut Martin (2003) pada saat terjadi timbunan lemak dalam tubuh, membungkus jaringan viseral menjadikan kerja lebih kuat dalam mensuplai oksigen ke jaringan guna menghasilkan energi oleh kerena itu jantung perlu memompa pada frekuensi yang sering. Selain terdapat lemak pada IMT yang lebih, dalam berat badan berlebih terdapat sel dan otot yang semakin besar yang berpengaruh pada kebutuhan nutrisi yang lebih besar sehingga peningkatan denyut jantung, akibat pada satu kali curah jantung oksigen yang dihantarkan kurang dari jumlah yang diperlukan untuk memenuhi nutrisi sel-sel yang berlebih tersebut. Terjadi ketidakefisienan fungsi jantung yang akibatnya kebugaran menjadi berkurang (Sherwood, 2010). Kemudian Menurut Woolford, et.al (1993) dalam Wijayanti (2006) kelebihan lemak tubuh akan meningkatkan massa tubuh sehingga menurut hukum II Newton akan menurunkan percepatan (gerak). Peningkatan berat badan akan membawa pada kebutuhan energi yang lebih besar pada sistem aerobik untuk melakukan dan melangsungkan pergerakan badan. Oleh karena itu, kelebihan berat badan umumnya menyebabkan saat kelelahan yang jauh lebih dini. Penelitian ini selaras dengan penelitian Nanda (2012) dan Indarawagita (2012) yang menunjukkan hubungan bermakana antara IMT dengan kebugaran. Kesesuaian penelitian ini dengan penelitian tersebut dikarenakan keduanya 90 menggunakan metode tes kebugaran 3 menit YMCA. Dengan semakin tinggi nilai IMT maka akan memiliki kebugaran yang semakin rendah. Kondisi ini selaras dengan penelitian di Maputo, Mozambik, yaitu kelompok dengan gizi lebih (overweight) paling rendah dalam hampir seluruh tes kebugaran. Sementara dibandingkan dengan kelompok normal, kelompok gizi kurang (underweight) lebih baik dalam daya tahan kardiorespiratori (endurance) (Prista,et.al,2003). Hal tersebut juga selaras dengan penelitian Nancy,et.al (2005) tentang kebutuhan energi pada wanita usia produktif dimana salah satunya membandingkan kebugaran (VO2max) dan kekuatan (repetisi maksimum) terhadap latihan leg press, leg extension, bench press, and latissimus pull-down) diantara subyek dengan IMT kurang, normal, dan lebih. Hasilnya adalah konsumsi maksimal oksigen cendrung berbeda untuk setiap kelompok IMT. Vo2max terendah terdapat pada kelompok IMT terendah dan Vo2max pada kelompok lebih cendrung lebih rendah dibandingkan kelompok normal (Cassandra, 2011). Dengan status gizi yang baik akan tercapai kesehatan dan kebugaran yang optimal (Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI, 1985). Dari hasil penelitian menujukan rata-rata IMT mahasiswi berada pada kondisi normal. Oleh karena itu diperlukan keseimbangan antara asupan konsumsi dan keluaran agar status gizi berada keadaan normal guna memperoleh kebugaran yang optimal. 91 2. Gambaran dan Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata persen lemak tubuh mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta adalah diantara 22,70 sampai dengan 25,34% dan variasi nilai persen lemak tubuh sebesar 17,03. Dengan persen lemak tubuh terendah 9,20% dan persen lemak tubuh tertinggi 42%. Jika diklasifikasikan berdasarkan Depdiknas Pengembangan Olahraga (2002) diketahui persentase lemak tubuh responden sebesar 70,2% berada pada keadaan normal dan 29,8% berada pada keadaan lebih. Hasil uji statistik antara persen lemak tubuh dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0,275. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara persen lemak tubuh dengan kebugaran mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Selain itu diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,114 yang menujukkan bahwa hubungan persen lemak tubuh dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut juga menunjukkan adanya hubungan linier positif sempurna, yang berarti semakin bertambahnya nilai persen lemak tubuh maka akan semakin bertambah denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin berkurang. Menurut Sharkey (2011) penurunan kebugaran dipengaruhi juga karena peningkatan lemak tubuh. Seseorang yang mempunyai berat sama dan tinggi yang sama belum tentu memiliki persentase lemak yang sama pula karena besarnya lemak dalam tubuh kita tergantung dari aktivitas yang dilakukan dan pola makannya. Dalam penelitian ini tidak terjadi hubungan karena rata-rata persen lemak tubuh mahasiswi sebesar 22,70 sampai dengan 25,34 yang berarti 92 memiliki status gizi normal yang mana pada kondisi normal tidak terjadi pengaruh terhadap penurunan kebugaran. Selain itu perbedaan kemaknaan dengan pengukuran status gizi dengan IMT adalah pada mahasiswi dimungkinkan memiliki komposisi tubuh lebih besar pada jaringan bebas lemak dibandingkan dengan jaringan lemak. Penelitian ini tidak sejalan dengan Mifsud,et,al (2008) dan Indrawagita (2009) bahwa ada hubungan antara persen lemak tubuh dengan kebugaran. Dengan menandakan semakin tinggi persen lemak tubuh responden semakin rendah kebugaran berdasarkan VO2max. Dan juga tidak sejalan dengan penelitian oleh Gutin (2002) pada remaja obesitas usia 13-16 tahun di Georgia, Amerika Serikat yang diperolah hasil adanya hubungan yang signifikan antara kebugaran dengan persen lemak tubuh dengan arah hubungan yang negatif sedang (r= 0,622, P<0,001). Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Gutin (2002) dimungkinkan karena karakteristik sampel yang berbeda yaitu pada penelitian ini responden memiliki persen lemak tubuh rata-rata normal sedangkan penelitian oleh Gutin seluruh responden memiliki riwayat obesitas. 3. Gambaran dan Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran Aktivitas fisik didefinisikan sebagai pergerakan badan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Dengan melakukan aktivitas fisik mempertahankan bahkan meningkatkan derajat kesehatan (Fatmah, 2011). dapat 93 Hasil penelitian menunjukkan rata-rata aktivitas fisik mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta adalah 1892,32 sampai dengan 3296,27 METs dengan nilai variasi aktivitas fisik sebesar 3685,92. Dan nilai aktivitas fisik terendah 17 METs dan tertinggi 22344 METs. Dengan demikian, maka pada umumnya responden memiliki aktivitas fisik sedang cendrung berat. Menurut IPAQ (2005) aktivitas sedang berada pada rentang 600-3000 METs, aktivitas ringan <600 METs dan aktivitas berat >3000 METs. Hasil uji statistik antara aktivitas fisik dengan kebugaran diperoleh Pvalue sebesar 0,862. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran. Selain itu, diperoleh nilai koefisien kolerasi sebesar 0,018 yang menujukan nilai korelasi mendekati 0 yang berarti tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Aktivitas fisik berperan penting dalam proses pembakaran cadangan lemak tubuh. Seseorang yang kurang aktivitas fisik akan menyebabkan penumpukan lemak dalam jaringan tubuh yang berpengaruh terdapat kebugarannya. Menurut Sharkley (2011) aktivitas secara teratur dapat mengurangi beban kerja jantung sehingga lebih efisien yang outputnya akan menghasilkan kebugaran terutama pada kardiorespirasinya. Pada mahasiswi diketahui berdasarkan skor aktivitas fisik rata-rata memiliki aktivitas fisik sedang. Diantaranya aktivitas yang banyak dilakukan 94 adalah berjalan cepat, melakukan pekerjaan rumah tetapi tidak jarang yang melakukan aktivitas fisik olahraga secara teratur dan terstruktur sehingga tidak sesuai dengan teori diatas. Tidak ditemukannya kemaknaan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada penelitian ini dimungkinkan karena variasi data yang homogen. Kemudian asumsi lainnya dalam penelitian ini masih terdapat keterbatasan penelitian penghitungan aktivitas fisik menggunakan kuesioner aktivitas fisik International Physical Activity Quesionnaire (IPAQ, 2005) yang mungkin terjadi bias dalam pengisian. Kuesioner penelitian ini merupakan kuesioner internasional untuk menilai aktivitas fisik usia 18-65 tahun yang sudah tervalidasi dan juga dilakukan uji validitas pada kuesioner secara langsung oleh peneliti. Namun pengukuran dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik bergantung pada daya ingat responden karena menggingat aktivitas yang telah dilakukan selama satu minggu kebelakang. Berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Gutin (2005) dengan menggunkan alat yang lebih canggih berupa komputer kecil yang dipasang pada dada responden selama tujuh hari berturut-turut (lepas saat tidur atau melakukan aktivitas berbahaya) sehingga kadar aktivitas fisik didapat secara otomatis dan data yang diperoleh langsung berupa durasi melakukan aktivitas fisik istirahat, ringan, sedang dan berat dalam satuan menit/hari dan studi yang dilakukan oleh Rizo (2007) yang menggunakan sebuah monitor aktivitas juga untuk menilai aktivitas fisik. 95 Perbedaan cara pengukuran tersebut dapat berdampak pada hasil yang jauh lebih akurat dibandingkan dengan pengisian kuesioner. Selain itu, pada penelitian Gutin (2005) jumlah sampel yang jauh lebih banyak sehingga data mejadi lebih variatif dan memperjelas makna hubungan. Apabila dibandingkan dengan studi Sharkey (1979), responden pada penelitian tersebut berada pada kondisi yang sedang menurun dan diberi intervensi langsung sehingga aktivitasnya dapat terkontrol. Berbeda dengan pengisian kuesioner yang hanya memberikan persepsi dan keterangan mengenai kehidupan sehari-hari menggunakan sudut pandang subjektif sehingga besar terjadinya bias. Kemudian, pernyataan Astrad (1992) yang mendukung bahwa aktivitas fisik mempengaruhi status gizi, yaitu dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan mencegah obesitas. Hal tersebut menunjukkan secara tidak langsung aktivitas fisik memiliki hubungan dengan status gizi. Sehingga peneliti berpendapat bahwa aktivitas fisik sesungguhnya memiliki hubungan dengan kebugaran. Namun, hubungan tersebut tidak secara langsung mempengaruhi terhadap kebugaran melainkan dengan hubungan antara status gizi dengan kebugaran . Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Sassen,dkk, 2010) pada 1298 responden berumur 18-62 tahun pada staf di kantor Utrecht Police Lifestyle Intervention Fitness and Training (UP-LIPI) menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara kebugaran dengan kebiasaan beraktivitas (r = 0,018) dan intensitas aktivitas fisik (r = 0,238) dengan kekuatan hubungan yang 96 lemah. Perbedaan kemaknaan ini dikarenakan pada penelitian diatas berada pada sampel yang besar dan jenis kelamin yang heterogen. Kemudian responden dalam penelitian ini sebagian besar memiliki aktivitas fisik sedang seperti membersikan rumah, mengangkat beban dari buku dan alat tulias kuliahnya tanpa diimbangi dengan olahraga yang teratur sehingga berdampak pada kebugaran yang rendah pula. 4. Gambaran dan Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melaksanakan aktivitas fisik. Kebutuhan energi seseorang menurut WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yan diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi (Almatsier, 2001). Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata asupan energi mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah diantara 1478,8 sampai dengan 1655,42 kkal dengan variasi jumlah asupan energi sebesar 430,10. Dan nilai asupan energi terendah 516,9 kkal dan tertinggi 3009 kkal. Hasil uji statistik antara asupan energi dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0,220. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada hubungan antara asupan energi dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,128 yang menujukan 97 bahwa hubungan asupan energi dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan energi dengan kebugaran adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan energi maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. Energi merupakan bahan bakar utama bagi tubuh untuk melakukan metabolisme guna melangsungkan kehidupan. Zat gizi yang tergolong sebagai sumber energi adalah karbohidrat, protein, lemak. Setiap 1 gram karbohidrat dan protein menghasilkan 9 kkal energi (Williams,1995). Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi tubuh untuk melakukan aktivitas (Hoeger dan Hoeger, 1996). Glukosa yang merupakan bentuk dari karbohidrat, digunakan sebagai bahan bakar otot untuk melakukan latihan (Smolin dan Grosvenor,2010 dalam Iskaningtyas,2012). Glukosa dalam darah akan diterima jantung sebagai energi sementara otot tulang dan hati menyimpannya.dalam bentuk glikogen (Sharkley, 2011). Kebugaran paru jantung memerlukan energi agar tubuh dapat terus menerus mensuplai oksigen pada saat melakukan aktivitas dan latihan fisik. Jika asupan energi tersebut kurang dari kebutuhan, maka akan berpengaruh juga terhadap kemampuan otot untuk mempompa jantung untuk mengalirkan oksigen hingga dapat digunakan berbagai keperluan metabolisme tubuh. Secara statistik tidak ditemukan hubungan bermakna antara asupan energi dengan kebugaran dimungkinkan adalah karena rata-rata asupan energi dalam sehari belum mencukupi. Rata-rata asupan energi mahasiswi adalah 1478,81655,42 kkal masih kurang dari angka kecukupan energi dalam satu hari yang 98 diperlukan tubuh menurut AKG (2004) yaitu 1900 kkal perhari dan dimungkinkan terjadinya flat slop sydrom pada saat dilakukan recall makanan yaitu ketidaktepatan laporan asupan makanan. Orang yang mengalami kegemukan secara konsisten kurang melaporkan makanan yang dikonsumsi dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal sehingga berpengaruhi terhadap jumlah rata-rata asupan energi dalam sehari. Selain itu jumlah sampel dalam penelitian perlu ditingkatkan karena jumlah sampel yang lebih besar akan memperjelas keberadaan hubungan yang ada antara asupan zat gizi dengan kebugaran. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan pada sebuah penelitian oleh Pařízková (1989) bahwa pada atlet senam putri memiliki karakteristik konsumsi energi yang rendah dan asupan yang tidak seimbang sehingga membawa pada pertumbuhan yang tidak normal dan rendahnya kekuatan aerobik (daya tahan kardiorespiratori). Sehingga dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil penelitian diatas dengan konsumsi energi yang kurang akan menurunkan kebugaran seseorang. Mahasiswi dengan padatnya jadwal perkuliahan dengan aktivitas sedang diharapkan cukup dalam memenuhi kebutuhan energi untuk beraktivitas. Konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai (Almatsier, 2006). Peneliti mengasumsikan bahwa dengan asupan energi yang kurang dengan aktivitas sedang jika berlangsung lama akan menyebabkan defisit terhadap kebutuhan energi tersebut. 99 Begitupun sebaliknya jika asupan energi berlebih tetapi aktivitas fisiknya pasif akan menimbun lemak yang menyebabkan obesitas sehingga akan berpengaruh terhadap nilai indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh. Penelitian yang dilakukan pada wanita di Georgia, AS, diketahui zat gizi yang berpengaruh lebih kuat pada komponen kebugaran persen lemak tubuh jika dibandingkan dengan laki-laki adalah berupa makronutrien (Paul.et,al, 2004). Peneliti berpendapat bahwa hubungan yang terjalin antara asupan energi dengan kebugaran yang dinilai dari denyut nadi terjadi secara tidak langsung. Melainkan melalui aktivitas fisik dimana jumlah energi yang digunakan tubuh sangat bergantung kepada kegiatan jasmani. Kemudian masukan energi yang lebih besar dari pada pengeluaran akan meningkatkan komposisi tubuh. Dengan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan asupan energi dengan status gizi dimungkinkan akan menemukan hubungan kemaknaan dengan kebugaran. 5. Gambaran dan Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran Hasil penelitian didapatkan rata-rata asupan protein mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah diantara 51,14 sampai dengan 58,69 gram dengan jumlah variasi asupan protein 17,63. Dan jumlah asupan protein terendah 17,45 gram dan tertinggi 119,85 gram. Hasil uji statistik antara asupan protein dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0,043. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima, artinya ada hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,209 yang 100 menujukan bahwa hubungan asupan protein dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan protein dengan kebugaran adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan protein maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. Seperti halnya korelasi diatas, Protein memiliki fungsi fisiologi yang penting untuk mengoptimalkan performa aktivifitas fisik. Survey menyatakan bahwa banyak sekolah menengah dan perguruan tinggi atlet mempercayai bahwa performa atlet meningkat karena diet protein tinggi (Williams, 2002). Sebuah penelitian menyatakan bahwa suplemen gizi setelah latihan ketahanan dan termasuk di dalamnya asam amino dibandingkan ketersediaan energi lebih penting untuk mengembalikan dan menyusun kembali protein dalam otot seteleh latihan (Levenhagen et.al, dalam Pikosky,et.al, 2006 dalam Fatmah, 2011). Asam amino membangun dinding sel, jaringan otot, hormon, enzim, dan berbagai molekul lainnya. Darah membawa protein yang besar globulin untuk formasi, albumin untuk menahan tenaga, fibrinogen untuk penggumpalan, dan hemoglobin untuk transportasi oksigen. Latihan kebugaran menghasilkan protein-enzim untuk latihan aerobik dan protein yang berkontraksi (aktin dan myosin) untuk latihan tenaga (Sharkley, 2011). Berdasarkan AKG Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004), kebutuhan protein usia 19-21 tahun untuk perempuan sebanyak 60 gram perhari. Hasil wawancara makanan sebanyak 2x24 jam diperoleh rata-rata asupan protein mahasiswi Kesehatan Masyarakat dalam sebanyak 51,14-58,69 gram perhari, 101 sehingga dapat dikatakan asupan protein mahasiswi sudah cukup memenuhi angka kecukupan. Mahasiswi memperoleh asupan protein ini berasal dari makanan sumber protein hewani dan nabati seperti: telur ayam, ayam, ikan, tempe, tahu, dan susu. Peneliti berpendapat protein yang berpengaruh terhadap kebugaran jantung paru adalah dari fungsi protein sebagai asam amino yang bertindak sebagai prekusor sebagai koenzim sehingga membantu dalam proses metabolisme tubuh agar dihasilkan energi dengan cepat guna meningkatkan kebutuhan oksigen dalam tubuh. Oksigen yang tersalurkan dengan baik akan menciptakan kebugaran. Penelitian ini selaras dengan hasil penelitian (Gutin, et.al, 2002) yang dilakukan di Georgia, AS pada 80 orang remaja dan anak-anak obesitas yang menyatakan bahwa terdapat hubungan terbalik yang hampir bermakna Pvalue 0.063 antara kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) dengan asupan protein. Hasil penelitian ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Konig,et.al (2003) dalam penelitian crossectional tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kebugaran menggunakan metode aerobik sepeda ergometer. Persamaan hasil penelitian ini dengan penelitian Gutin (2002) dan Konig (2003) adalah pada penggunaan metode pengukuran untuk makanan dengan recall dan record asupan protein ini. 102 6. Gambaran dan Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran Hasil penelitian didapatkan rata-rata asupan vitamin A mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah diantara 663,65 sampai dengan 1015,03 µg dengan jumlah variasi asupan vitamin A 904,88. Dan jumlah asupan vitamin A terendah 72,70 µg dan tertinggi 5999 µg. Hasil uji statistik antara asupan vitamin A dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0,451. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,079 yang menujukan bahwa hubungan asupan vitamin A dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan vitamin A maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. Menurut Williams (2002) defisiensi vitamin A dapat mempengaruhi performa aktivitas fisik. Chen (2000) menyatakan bahwa vitamin A dalam keberadaan β-karoten didalam tubuh berperan sebagai antioksidan yang berfungsi mereduksi kerusakan sel selama latihan karena adanya radikal bebas yang membantu merangsang dan memperkuat daya tahan tubuh dalam meningkatkan akivitas sel pembunuh kuman (natural killer cell), memproduksi limfosit, dan antibodi (Hadribroto,dkk, 2004). 103 Dalam penelitian asupan vitamin A tidak terdapat hubungan kemaknaan dengan kebugaran secara statistik. Tidak ditemukan kemaknaan dalam penelitian ini dimungkinkan terjadinya flat slope syndrome, responden melaporkan asupan makanan yang dikonsumsi terlalu tinggi (overestimate) terhadap asupan yang rendah sehingga tidak dapat diketahui pasti rata-rata asupan vitamin A dalam satu hari. Selain itu jumlah sampel dalam penelitian perlu ditingkatkan karena jumlah sampel yang lebih besar akan memperjelas keberadaan hubungan yang ada antara asupan zat gizi dengan kebugaran. Kemudian, penggunaan desain studi cross sectional dengan metode food recall-24 jam, berbeda dengan penelitian dengan studi kohort di Pennsylvania, AS dengan metode laboratorium menyatakan bahwa terdapat kolerasi positif antara β-karoten yang berasal dari vitamin A dalam darah dengan kebugaran (Llyod, 1998). Sehingga memiliki ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Karakteristik sampel yang relatif sama (jumlah, jenis kelamin dan usia) menunjukkan bahwa perbedaan kemaknaan dapat disebabkan oleh perbedaan metode pengukuran tersebut. 7. Gambaran dan Hubungan Asupan B1 dengan Kebugaran Hasil penelitian didapatkan pada rata-rata asupan vitamin B1 mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah diantara 0,45 sampai dengan 0,53 mg dengan jumlah variasi asupan vitamin B1 0,187. Dan asupan vitamin B1 terendah 0,2 mg dan tertinggi 1,25 mg. 104 Hasil uji statistik antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0,341. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar –0,099 yang menujukan bahwa hubungan asupan vitamin B1 dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan vitamin B1 maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. Vitamin B1 (thiamin) bekerja terutama sebagai koenzim dalam reaksi yang melepaskan energi dari karbohidrat dan dapat meningkatkan daya tahan dalam melakukan olahraga dengan durasi panjang (Hoeger, Hoeger dan Boyle, 2001). Pengaruh terhadap kebugaran sesuai dengan fungsinya sebagai koenzim dalam mengatur metabolisme glikogen dalam otot (William, 2002). Thiamin dan vitamin B lainnya secara signifikan meningkatkan daya tahan kardiorespiratori. (Manore, 2000). B1 adalah bagian dari sebuah koenzim dikenal sebagai thiamin pirofosfat, yang diperlukan untuk mengubah piruvat ke acetly CoA untuk masuk ke dalam krebs. Tidak ditemukan kemaknaan asupan B1 dengan kebugaran dimungkinkan karena rata-rata asupan B1 dari makanan yang dikonsumsi rendah yaitu rata-rata dalam satu hari sebesar 0,45-0,53 mg dari asupan yang dibutuhkan dalam sehari yaitu 1,1 mg. Peneliti menganalisis bahwa hubungan yang terjadi antara vitamin B1 terhadap kebugaran terjadi secara tidak langsung melalui peranannya dalam 105 proses metabolisme tubuh. Selain itu belum ditemukannya hasil penelitan lain yang menunjukkan vitamin B1 berhubungan langsung dengan kebugaran. Namun, Brouns,et.al (1989) yang menyatakan bahwa vitamin B menjadi perhatian khusus pada atlet karena vitamin B membangun reaksi pembentukan energi dalam metabolisme (Brouns dan Saris, 1989). Selain itu sebuah penelitian yang dilakukan pada anak-anak sekolah usia 7-10 tahun di Bangalore, India menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kapasitas aerobik dan daya tahan fisik yang disertai dengan peningkatan status thiamin bersama dengan mikronutrien lain (Vaz dkk, 2011). 8. Gambaran dan Hubungan Zat Besi (Fe) dengan Kebugaran Hasil analisis univariat diketahui nilai rata-rata asupan Fe mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat adalah diantara 6,74 sampai dengan 8,66 mg dengan jumlah variasi asupan Fe sebesar 4,695. Dan asupan Fe terendah 0,90 mg dan tertinggi 30,60 mg. Hasil uji statistik antara asupan energi dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0, 392. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,089 yang menujukan bahwa hubungan asupan Fe dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan Fe dengan kebugaran adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan Fe maka akan 106 semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. Kemudian zat besi memiliki fungsi utama dalam tubuh sebagai alat transportasi dan utilitas dari oksigen. Fungsi zat besi penting dalam penggunaan oksigen dalam tubuh. Fungsi ini terutama penting bagi seseorang yang melakukan latihan aerobik berupa daya tahan dan harus memiliki asupan yang cukup (Williams, 2002). Zat gizi bersatu dengan protein hemoglobin dalam sel darah merah sehingga dapat membantu melepaskan energi sebagai bahan bakar untuk kerja sel (Hoeger,Hoeger, dan Boyle, 2001). Tidak ditemukan kemaknaan asupan Fe dengan kebugaran dimungkinkan adalah karena rata-rata asupan Fe dari makanan yang rendah yaitu rata-rata dalam satu hari sebesar 6,74 - 8,66 mg dari yang seharusnya yaitu 26 mg perhari sehingga masih jauh dari angka kecukupan. Selain itu mahasiswi yang menjadi responden dalam penelitian ini berada pada keadaan sehat tidak menunjukkan gejala anemia dilihat dari seleksi melalui kuesioner PAR Q and You sehingga tidak mempengaruhi kebugarannya. Kemudian untuk melihat hubungan lebih lanjut penelitian dapat dilakukan dalam skala penelitian yang lebih besar. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dua studi yang menjukan terdapat hubungan bermakna antara Fe dalam tubuh dengan VO2max (daya tahan kardiorespiratori). Browline (2002) menyebutkan bahwa suplementasi Fe dapat meningkatkan kembali daya tahan kerdiorespiratori pada wanita yang tidak anemia dengan deplesi Fe. Selain itu penelian lain pun menyatakan bahwa penurunan kebugaran (VO2max) pada wanita tanpa anemia dengan defisiensi Fe 107 dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya simpanan zat besi dalam tubuh (Zhu dan Haas, 1997). Perbedaan kemaknaan terjadi dikarenakan pada penelitian ini menggunakan metode recall 24 jam untuk melihat gambaran asupan dalam satu hari, sedangkan pada penelitian Zhu dan Haas (1997) meneliti zat besi dalam bentuk simpanan dalam tubuh. Selain itu ditemukan penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak usia 7 hingga 10 tahun menunjukkan asupan zat besi akan memiliki hubungan bermakna terhadap kapasitas aerobic dan daya tahan fisik jika dikonsumsi bersama-sama dengan mikronutrien lain seperti vitamin C dan vitamin B kompleks (Vaz, 2011). 9. Gambaran dan Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran Hasil analisis univariat diketahui rata-rata asupan Zn mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat diantara 5,94-6,88 mg dengan jumlah variasi asupan Zn sebesar 2,304 dan nilai asupan Zn terendah 1,95 mg dan tertinggi 14,60 mg. Hasil uji statistik antara asupan Zn dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0, 078 Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada hubungan antara asupan vitamin Zn dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,182 yang menujukan bahwa hubungan asupan Fe dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan Zn dengan kebugaran adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan Zn maka akan semakin 108 berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah. Zn berperan dalam kebugaran yang ditunjukan oleh hubungan rendahnya konsentrasi serum Zn dalam darah yang mengakibatkan penurunan otot dan berkurangnya kapasitas latihan (Driskell dan Wolinsky, 2000). Zn juga memiliki fungsi penting sebagai kofaktor ratusan enzim dalam tubuh yang berperan dalam metabolisme termasuk reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degenerasi karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat (Almatsier, 2004). Status Zn yang rendah dapat menghambat fungsi alat-alat tubuh yang berperan dalam mengoptimalkan kebugaran. Zn yang rendah mengakibatkan menurunnya konsentrasi Zn serum yang berhubungan dengan rusaknya fungsifungsi otot, termasuk dalam menurunnya kekuatan dan meningkatnya kecenderungan untuk menjadi lelah dan turunnya tenaga selama puncak kerja, kemudian status Zn yang rendah menyebabkan menurunya fungsi fisik dan penampilan (Ramayulis, 2008). Tidak ditemukan kemaknaan asupan Zn dengan kebugaran dimungkinkan karena rata-rata asupan Zn dari makanan yang rendah yaitu ratarata dalam satu hari sebesar 5,94 sampai dengan 6,88 mg dari yang seharusnya yaitu 9,3 mg perhari. Selain itu jumlah sampel dalam penelitian perlu ditingkatkan karena jumlah sampel yang lebih besar akan memperjelas keberadaan hubungan yang ada antara asupan zat gizi dengan kebugaran. Penelitian ini selaras dengan penelitian pada siswa SD di Tersobo yang juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara asupan Zn nilai (p= 109 0,455) dengan kebugaran dihitung berdasarkan nilai berjalan 1 mil dengan metode food record. (Iskaningtyas, 2012). Kemudian penelitian ini tidak selarasa dengan penelitian Krotkiewaski,et,al (1982) yang menunjukkan terdapat hubungan bermakana antara wanita tua yang mendapatkkan suplementasi Zn 30mg perhari dengan peningkatan kekuatan otot (Ramayulis,2010). Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dikarenakan perbedaan metode yang digunakan pada penelitian tersebut diberi perlakukan suplementasi sedangkan pada penelitian ini mengetahui rata-rata asupan Zn dalam sehari dengan recall 24 jam. Dari hasil analisis terhadap asupan Zn terhadap kebugaran tidak terdapat hubungan langsung dengan kebugaran yang dihitung dengan metode recall 24 jam. BAB VII PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil analisa univariat dan bivariat menggunakan uji korelasi berikut adalah kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini. 1. Berdasarkan standar tes bangku 3 menit YMCA, status kebugaran mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013 memiliki tingkat kebugaran yang rendah dengan nilai rata-rata 112,45119,39 kali/menit. Jika diklasifikasikan berdasarkan norma tes kebugaran menurut standar tes bangku 3 menit YMCA Nieman (2007) diketahui persentase mahasiswi yang bugar sebesar 38,3% dan tidak bugar sebesar 61,7%. 2. Rata-rata Indeks Massa Tubuh mahasiswi sebesar 20,60-22,41 kg/m2 dalam klasifikasi Depkes 2004 berada pada IMT normal, rata-rata persen lemak tubuh mahasisiwi sebesar 22,70-25,3% dalam klasifikasi Depdiknas Pengembangan Olaharaga 2012 berada pada kategori normal, rata-rata aktivitas fisik mahasisiwi sebesar 1892,32-3296,27 METs dalam klasifikasi IPAQ temasuk kategori aktivitas fisik sedang. 3. Rata-rata asupan energi, protein, vitamin A, vitamin B1, Fe, dan Zn secara berturut-turut adalah sebesar 1478,8-1655,4 kkal; 51,14-58,69 gr;663,65-1015,03 µm; 0,45-0,7 mg; 6,74-8,66 mg; 5,94-6,88 mg. Rata-rata asupan zat gizi 110 111 mahasiswi kurang dari angka kecukupan gizi dalam satu hari berdasarkan klasifikasi Widya Pangan Gizi Nasional tahun 2004. 4. Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunkan uji korelasi disimpulkan bahwa: a. Variabel status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan Asupan Protein memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. b. Variabel Status gizi berdasarkan persen lemak tubuh, asupan energi, asupan vitamin A, asupan vitamin B1, asupan Fe, asupan Zn dan aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. B. Saran 1. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat a. Pemegang kebijakan dapat merealisasikan saran dan prasarana olahraga bagi seluruh mahasiswa khususnya Program Studi Kesehatan Masyarakat guna menunjang aktivitas olahraga. b. Diperlukan kegiatan peningkatan aktivitas fisik mahasiswa dengan mengadakan program olahraga rutin di Program Studi Kesehatan Masyarakat melalui program kerja Badan Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat dengan mengikutsertakan seluruh civitas akademika Program Studi Kesehatan 112 Masyarkat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. contohnya: mengadakan satu hari senam bersama. 2. Bagi Mahasiswa Kesehatan Masyarakat a. Bagi mahasiswa kesehatan masyarakat peminatan gizi dapat mengadakan konseling gizi kepada rekan-rekan mahasiswa lain mengenai kebugaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pemahaman untuk mengonsumsi makanan yang bergizi. b. Bagi mahasiswa ditengah padatnya jadwal perkuliahan untuk selalu mengonsumsi makanan dalam jenis, porsi dan frekuensi yang sesuai dengan pola makan gizi seimbang serta mengontrol berat badan agar tidak terjadi kelebihan berat badan. c. Bagi mahasiswa diharapakan dapat melakukan aktivitas fisik teratur dan terukur terutama olahraga guna mencapai kebugaran yang optimal dapat dilakukan dengan melakukan senam bersama, berkunjung ke pusat kebugaran dan olahraga di rumah. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Penelitian berikutnya mengenai tingkat kebugaran mahasiswa sebaiknya menggunakan metode tes kebugaran yang berbeda agar diketahui variasi hasil dengan berbagai meode tes tersebut. Misalnya dengan jalan dengan 1 Mil, Ergonometer tes. Atau dengan mengukur kebugaran dari komponen lainnya seperti fleksibilitas dan kekuatan otot. 113 b. Dapat meneliti zat gizi lain yang diduga berhubungan dengan kebugaran seperti karbohidrat, lemak, vitamin C, Mg, Cu dan lainnya. c. Dapat meneliti variabel lain yang diduga dapat ditemukan kemaknaan yaitu antara asupan energi dengan persen lemak tubuh. 114 DAFTAR PUSTAKA Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.Depok: Universitas Indonesia. Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan. Jakarta: UIN. Almatsier,dkk. 2006.Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Almatsier,dkk. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Anspaugh, David J, et.al.1997. WELLNESS Concept and Applications. New York, USA: McGraw-Hill Book Compan. Åstrand, Per-Olof. 1992. “Physical Activity and Fitness”. American Journal of Clinical Nutrition 55 (1992): 1231S – 6S. Bucher, Charles and Prentice,William. 1985. Fitness for college and life.MOSBY: College Publising. Bonci, Chritine, dkk. 2008. “ Addresing Non-Communicable Syndrom Are Association Position Statement: Preventing, Dectecting, and Managing Disorder Eating in Athletes”. Journal of Athletic Training, 43,80 Bray.2004. Medical consequences of obesity. Pennington Biomedical Research Center, Baton Rouge, Louisiana 70808, USA diakses dari www.ncbi.nlm.nih.gov pada 18 Agustus 2013. Brownlie, dkk.. 2002. Fitness; Iron Supplementation Enhances Aerobic Training in Iron-Depleted Woman. Women’s Health Weekly: http://www.newsRx.com. Brouns,F dan W,Saris.1989. How vitamin affect performance. The Journal of Sports Medicine and Physical Fitness,29. Cassandra ,Yuni Syamisa.2011. Hubungan status gizi, latihan fisik asupan energi dan zat gizi dengan status kebugaran pada mahasisw S-1 reguler FKM UI tahun 2011. Nurwidyastuti, Dinda.2012 Hubungan Konsumsi zat Gizi, dan faktor lain dengan status kebugaran mahasiswa departemen Arsitektur fakultas teknik universitas indonesia tahun 2012 115 Departemen Kesehatan, FKUI, PDSKO, PPKOR, 2002. Panduan Kesehatan Olahraga bagi Petugas Kesehatan: Jakarta. Departemen Kesehatan RI. http://www.depkes.go.id 2004. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Depdiknas. 2012. Persen Lemak Tubuh. Jakarta: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Driskell,J.A dan I. Wolinsky. 2002.Nutritional Assesment of Athletes.US: CRC Press LLC, 2002. Eskaning Arum Pawestri, 2011. Hubungan antara Jenis Kelamin, Status Gizi, Aktivitas Fisik, Dan Asupan Gizi dengan Tingkat Kebugaran Pada Siswa/siswi SMA Negeri 1 Kebumen, Jawa Tengah Tahun 2011. Fatmah,SKM,MSc,Dr. 2011. Gizi kebugaran dan Olah Raga. Bandung: Lubuk Agung Fahey, Thomas. D, et,al. 2000. Fit dan Well Core Concepts and Labs in Physical Fitness and Wellness Sixth Edition. Mc Graw Hill FORMI.2011. Pekan dan Tes Kebugaran Jasmani Nasional. Artikel Majalah AKTIF, edisi IV / 01 – 2011 Giriwijoyo. 2012. Ilmu Faal Olahraga (Fisiologi Olahraga). Bandung: Rosda Karya Gisolfi, Carl V. dan Lamb, David R.1989. Perspectives In Exercise Science and Sports Medicine Volume 2: Youth, Exercise and Sport. Indiana. USA: BenchmarkPress Inc. Gutin, Bernard, et.al. 2002. “Effects of Exercise Intensity on Cardiovascular Fitness, Total Body Composition, and Visceral Adiposity of Obese Adolescents”. American Journal of Clinical Nutrition 75 :818 – 26. Hadibroto,dkk,2004. Seluk beluk suplement. PT.Gramedia Utama : Jakarta Haskell, William L dan Michaela Kiernan.2000. “Methodologic Issues in Measuring Physical Activity and Physical Fitness when Evaluating the Role of Dietary Supplements for Physically Active People”. American Journal of ClinicalNutrition 72: 541S – 50S. Hasalkar, Suma, et.al.2005.”Measures and Physical Fitness Level of the CollegeGoing Students”. Anthropologist (7) no. 3 (2005): 185 – 7. Health Santé Canada. 2002.Par-Q and You (A questionnaire for people aged 15 to 69).http://www.hc-sc.gc.ca/hppb/paguide/pdf/guideEng.pdf. 116 Hermanto,dkk. 2012. Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Tingkat Kesegaran pada Wanita Vegetarian. Journal of Nutrition College : Vol 1.No.1 hal 421-434. Hoeger, Werner W.K. dan Sharon A.Hoeger. 1996.Fitness and Wellness. Colorado, USA : Morton Publishing Company. Indrawagita, Larasati. 2009. Hubungan Antara Status Gizi, Asupan Gizi, dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Gizi FKM UI tahun 2009. Depok: Skripsi Program Sarjana FKM UI. Indriawati, Ratna. 2005.“Hubungan Tingkat Kebugaran Jasmani dan Kapasitas Vital Paru pada Kelompok Remaja dengan Faal Paru Normal”. Majalah Ilmu FaalIndonesia, 4 Maret, 135 – 42. Iskaningtyas, Dita Anitya. 2011.Model Prediksi VO2max anak usia 10-11 tahun Etnis Jawa (Desa Tersobo, Kebumen) dari tes berjalan 1 mil berdasarkan jenis kelamin , denyut nadi dan waktu tempuh.Depok: Skripsi Jones, Lorraine A. 2010. “The Effect of Statistic Stretching n Recovery Heart Rate Following The YMCA step Test”. ProQuest Dissertation and Theses Konig, D. et.al. 2003. Cardiorepiratory fitness modifies the associoation between dietary fat intake and plasma fatty acids. European Journal Clinical Nutrition, Kuntaraf, Jhonathan.1992. Olah Raga Sumber Kesehatan. Bandung: Advent Indonesia Kraus, William F dan Pamela S. Douglas.2005. “Where Does Fitness Fit In?”. New England Journal of Medicine 353;5 (): 517 – 19. Kristensen P.L,et al.2010. “The Association Between Aerobic Fitness and Physical Activity In Children and Adolescent: The European Youth Heart Study.” European Journal of Applied Physiology. Lloyd, Tom, et.al. 1998“Fruit Consumption, Fitness, and Cardiovascular Health in Female Adolescents: The Penn State Young Women’s Health Study”. American Journal of Clinical Nutrition 67 :624 – 30. Moeloek, Dangsina dan Arjatmo Tjoronegoro. 1984. Kesehatan dan Olahraga. Jakarta: FKUI Manore. 2000. “ Effect of physical activity on thiamen, riboflavin, and vitamin B-6”. American Journal of Clinical Nutrition 67 :624 – 30. 117 Martins,et,al.2003. The relationship between body mass index, blod pressure, and pulse rate among normotensive and hypertensive participans in the thrid National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES). Departement of Medicine,Charles R.Drew University:USA. Mifsud, Gabrielle, Karine Duval, dan Eric Doucet.2009. “Low Body Fat and Hight Cardiorespiratory Fitness at the Onset of the Freshmen Year May Not Protect Against Weight Gain”. British Journal of Nutrition. 101 Mustakim. 2010. Hubungan Status Gizi, Asupan Zat Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Siswa/Siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Terpilih Kabupaten Sragen Jawa Tengah Tahun 2010. Depok: Skripsi Progam Sarjana FKM UI. Nanda, 2012. Hubungan Antara Status Gizi, Asupan Gizi, dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Karyawan PT. WIKA. Depok: Skripsi Program Sarjana FKM UI. Nieman, David C. 1998. The Exercise Health Connection. USA : Human Kinetics. Nieman, David C. 2007.Exercise Testing and Prescription: A Health Related Approach. New York, USA: McGraw-Hill Companies Inc. Notoatmodjo. Soelidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Paul, David R, et.al.2004.“Effects of The Interaction of Sex and Food Intake on The Relation Between Energy Expenditure and Body Composition”.American Journal of Clinical Nutrition Pařízková, Jana.1989. ”Age-Dependent Changes in Dietary Intake Related to Work Output, Physical Fitness and Body Composition”. American Journal of Clinical Nutrition. Permaesih, Dewi. 2000. “Kaitan Kesegaran Jasmani, Kesehatan dan Olahraga Keterampilan”. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia XXVIII No.10 : 569 – 73. Prentice, William E. 2004. Get Fit, stay fit. USA: Mc Graw Hiil. Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI. 1985. Manual Kesehatan Olahraga. Jakarta: Dinas Kesehatan DKI Jakarta Prawestri, Eskaning Arum.2011. Hubungan Antara Jenis Kelamin, Status Gizi, Aktivitas Fisik, dan Asupan Gizi dengan Tingkat Kebugaran pada siswa/siswi SMA Negri 1 Kebumen, Jawa Tengah Tahun 2011. Depok: Skripsi Program Studi FKM UI 118 Prista, António, et.al.(2003)“Anthropometric Indicators of Nutritional Status: Implications for Fitness, Activity and Health in School-Age Children and Adolescents from Maputo, Mozambique”. American Journal of Clinical Nutrition 952 – 9 Ramayulis, Rita. “Gizi Kebugaran (Nutrition for fitness)”, dalam pelatihan gizi olahraga. 3-5 April 2008. Riset Kesehatan Dasar tahun (RISKESDAS).2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. (www.riskesdas.co.id pada 18 Maret 2012 Rizzo, Nico S,et.al. 2007.Relationship of physical activity,fitness, and fatness with clustered metabolic risk in children and adolescent. The Eouropean Youth Heart Study. Journal Pediatr Rowland M.D, Thomas W. 1996. Developmental Exercise Physiology. Illinois, USA:Human Kinetics. Sabri,Luknis, Hastono. 2009. Statistik Ksehatan. Jakarta: Rajawali Press Santo, Antonio Saraiva, dan Lawrence A.2003.Golding. “Predicting Maximum Oxygen Uptake From a Modified 3-Minutes Step Test”. Research Quarterly forExercise and Sport. Sassen, Barbara, dkk.2010. “Cardiovascular Risk Profile: Cross-Sectional Analysis of Motivational Determinants, Physical Fitness and Physical Activity”. Biomedical Central Public Health. Sharkley, Brian J. 2011.Kebugaran dan Kesehatan (terjemah dariFitness and Health oleh Eri Desmarini N).Jakarta: Rajawali Press. Sherwood,Lauralee. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems, Seventh Edition: Belmont, CA Slattery, Martha L, et.al. 1992. “ Association of Body Fat and Its Distribution with Dietary Intake, Physical Activity, Alcohol and Smoking in Blacks and Whites”. American Journal of Clinical Nutrition 55 : 943 – 9. SN, Blair, et.al. 1996. Influences of cardiorespiratory fitness and other precursors on cardiovascular disease and all-cause mortality in men and women. JAMA. 1996 Jul 17;276(3):205-10. Supariasa, I Dewa Nyoman, et.al.2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Sumosardjuno, Sadoso. 1992. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga. Jakarta : Gramedia Putaka Utama. 119 Tampubolon, Erwin S.2002. Gambaran Tingkat Kesegaran Jasmani Karyawan Puskesmas Kecamatan Palmerah di Kotamadya Jakarta Barat Tahun 2001. Depok: Tesis Program Pacasarjana FKM UI. Turhayati, Elmy Rindang.2008.Gambaran Keadaan Kesegaran Jasmani dan Beberapa Faktor yang Berhubungan pada Karyawan PT. Ekspan Nusantara Tahun 1999. Depok: Thesis Program Pascasarjana FKM UI. Trismanto, Ashari. 2003. Hubungan Status Gizi dan Perilaku Hidup Sehat dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Daerah Serang, Banten Tahun 2003. Depok: Skripsi Program Sarjana FKMUI. Vaz, Mario, dkk. ”Micronitrient Supplementation Improves Physical Performance Measures in Asian Indian School-Age Children”. The Journal of Nutrition. (2011): 2017-2023. Wijayanti, Kusuma. 1998. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan VO2max Peserta Diklat Penjenjangan Struktural PNS SPAMA Depdikbud tahun 1996. Depok:Skripsi Program Sarjana FKM UI. Williams, M.H. 1995. Nutrition for Fitness and Sport 4th Edition, USA: Brown and Benchmark Publishers. Williams, Robert M.2002. Nutrition, Health and Fitness. New York, USA: McGrawHill Williams, Lippincott dan Lippincott Wilkins. 2009. ACSM’s Guidelines For Exercise Testing and Prescription 8th Edition. Philadelphia, USA: ACSM’s Publisher. William MH. Nutrition for fitness and sport. Iowa. Brown Publisher. 2005;19-48. World Health Organization (WHO). 2005. International Physical Activity Quesioner (IPAQ). World Health Organization (WHO). 2005. Guidelines for Data Processing and Analysis of the International Physical Activity Quesioner (IPAQ). World Health Organization (WHO). 2011. Global Recommendations on Physical Activity for Health 18–64 years old. Diakses pada www.who.int pada 5 mei 2013. World Health Organization (WHO). 2013. Noncommunicable disease and mental health. Diakses pada www.who.int pada 5 Mei 2013. 120 Zhu, Y. Isabel dan Jere D. Haas. 1997. “Iron Depletion Without Anemia and Physicial Performance in Young Women”. American Journal of Clinical Nutrition 66 : 33441