3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari hingga Agustus 2011. Tempat pelaksanaan penelitian adalah Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan; Laboratorium Molekular Bioteknologi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi mikroalga Porphyridium cruentum, air laut, media Becker (NaCl, MgSO4, MgCl2, CaCl2, KNO3, KH2PO4, NaHCO3, Tris HCl, FeCl3 dan EDTA tanpa trace element), media pupuk (NPK, TSP, vitamin, FeCl3 dan EDTA), etanol, diklorometan, akuades, NaOH 0,5 N; HCl 8 N; NA (Nutrient Agar) dan NB (Nutrient broth), MHA (Mueller Hinton Agar), antibiotik kloramfenikol, dan biakan bakteri (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Escherichia coli). Mikroalga P. cruentum yang digunakan diperoleh dari koleksi mikroalga Laboratorium Bioteknologi Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor. Alat-alat yang digunakan, yaitu lampu UV, toples kaca, aerator, selang plastik, lemari pendingin, mikroskop, hemositometer, pipet volumetrik, mikropipet, refraktometer, magnetic stirer, rotary evaporator, sentrifuse, freeze dryer, spektrofotometer, water bath shaker, jangka sorong, dan inkubator. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu: 1) kultivasi dan pemanenan P. cruentum dalam modifikasi media Becker dan media pupuk, 2) ekstraksi komponen antibakteri P. cruentum, dan 3) uji aktivitas antibakteri P. cruentum terhadap bakteri Gram-positif S. aureus, S. epidermidis, B. subtilis, B. cereus, dan 11 bakteri Gram-negatif yakni E. coli. Diagram alir pelaksanaan penelitian disajikan pada Gambar 2. Porphyridium cruentum Kultivasi P. cruentum Modifikasi Media Pupuk ** Modifikasi Media Becker * Penentuan umur panen Pemanenan Sentrifugasi * Biomassa basah Pengeringan menggunakan freeze dryer * Biomassa kering Ekstraksi komponen antibakteri Pengujian antibakteri pada bakteri uji Gambar 2 Keterangan : Diagram alir pelaksaan penelitian aktivitas antibakteri dari Porphyridium cruentum (Kusmiyati dan Agustini 2007). * = Modifikasi penelitian Kusmiyati dan Agustini (2007) ** = Modifikasi penelitian Larastri (2006) = Mulai dan akhir proses = Proses 12 3.3.1 Kultivasi Porphyridium cruentum P. cruentum dikultivasi menggunakan dua media berbeda, yaitu modifikasi media Becker dan media pupuk. Media kultivasi dalam modifikasi media Becker (Becker 1994), yaitu natrium klorida (27 g/L), magnesium sulfat heptahidrat (6,6 g/L), magnesium klorida heksahidrat (5,6 g/L), kalsium klorida dihidrat (1,5 g/L), kalium nitrat (1 g/L), kalium dihidrogen fosfat (0,07 g/L), natrium bikarbonat (0,04 g/L), tris hidroklorida (20 mL/L), campuran larutan besi (III) klorida dan etilen diamin tetra asetat (EDTA) dengan modifikasi tanpa penambahan trace element. Media pupuk modifikasi Larastri (2006) yaitu NPK (3 mL/L), TSP (1 mL/L), vitamin (1 mL/L), dan campuran larutan besi (III) klorida dan etilen diamin tetra asetat (EDTA) (1 mL/L). 3.3.2 Perhitungan jumlah sel (Hadioetomo 1993) Pertumbuhan P. cruentum diamati dengan mengambil sampel setiap hari menggunakan mikropipet, kemudian dimasukkan ke dalam chamber hemositometer dan dihitung jumlah sel secara langsung menggunakan mikroskop. Hasil perhitungan nilainya dikonversikan ke dalam nilai logaritmik dan dibuat kurva pertumbuhan dengan jumlah sel (logaritmik) sebagai sumbu y dan waktu (hari) sebagai sumbu x. Proses perhitungan jumlah sel ini dengan metode hitung langsung sebagai berikut : 1) Permukaan hitung hemositometer dan kaca penutup dibersihkan dari sisa kotoran. 2) Tutup kaca hemositometer diletakkan pada permukaan hemositometer. Suspensi biakan P. cruentum hasil pengambilan sampel dikocok, kemudian diambil dengan mikropipet sebanyak 20 µL. Suspensi tersebut diteteskan pada tempat menaruh sampel yang terdapat pada hemositometer hingga suspensi P. cruentum menyebar pada ruang hitung. 3) Hemositometer diletakkan di atas pentas mikroskop. Jumlah sel yang terdapat dalam 80 kotak kecil yang terletak dalam bagian tengah yang berukuran 0,2 mm-2 (5 x 16 x 0,0025 mm2) dihitung dengan mikroskop pada pembesaran 400 kali. Perhitungan jumlah sel dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. 13 Formulasi yang dipakai dalam menghitung kepadatan sel adalah sebagai berikut : Keterangan : N = kepadatan sel (sel/mL) N1 = jumlah sel dalam 80 kotak kecil ke-1 N2 = jumlah sel dalam 80 kotak kecil ke-2 1 mm = panjang hemositometer dalam 80 kotak 0,2 mm = lebar hemositometer dalam 80 kotak 0,1 mm = tinggi hemositometer dalam 80 kotak Hasil perhitungan diplotkan pada grafik hingga diperoleh kurva pertumbuhan dengan umur kultur (hari) sebagai sumbu x dan log kepadatan sel (sel/mL) sebagai sumbu y. 3.3.3 Pemanenan biomassa (Kusmiyati dan Agustini 2007) Pemanenan dilakukan pada fase awal stasioner dilihat dari masing-masing kurva pertumbuhan. Pemanenan P. cruentum dilakukan dengan pengendapan selama 10 hari di dalam lemari pendingin dengan suhu chilling 4 oC kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm. Biomassa basah yang diperoleh kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer selama 6 jam. Hasil dari proses pengeringan ini diperoleh biomassa kering P. cruentum. 3.3.4 Ekstraksi senyawa antibakteri (Kusmiyati dan Agustini 2007, dan Naviner et al. 1999) Sejumlah 5 g biomassa mikroalga disuspensikan dalam 30 ml etanol 96%, kemudian diaduk selama 30 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Pekerjaan tersebut diulangi 5 kali. Filtrat hasil sentrifugasi dikumpulkan dan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 37 ºC. Residu ditambah 10 mL akuades dan 10 mL diklorometan. Lapisan akuades ditambah 10 mL diklorometan dan dikocok. Pekerjaan ini dilakukan tiga kali. Lapisan diklorometan dikumpulkan, kemudian dikeringkan dengan rotary evaporator pada suhu 37 ºC (ekstrak A). Ekstrak A dilarutkan dalam 53 mL diklorometan dan 21 mL NaOH 0,5 N kemudian dikocok. Lapisan NaOH dipisahkan dan lapisan diklorometan ditambah dengan 21 mL NaOH 0,5 N kemudian dikocok. Pekerjaan ini dilakukan lima kali. 14 Lapisan NaOH dinetralkan dengan HCl 8N. Larutan netral ini kemudian ditambahkan dengan 20 mL diklorometan dan dikocok. Lapisan diklorometan dipisahkan dan lapisan NaOH ditambah dengan 20 mL diklorometan lagi dan dikocok. Pekerjaan ini dilakukan enam kali. Lapisan diklorometan yang telah dipisahkan tadi, kemudian kumpulkan dan dikeringkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 37 ºC (ekstrak B). Ekstrak B inilah yang akan diuji aktivitas antibakteri pada berbagai jenis bakteri patogen. 3.3.5 Analisis aktivitas antibakteri Pengujian aktivitas antibakteri dari P. cruentum melalui beberapa tahap, yaitu persiapan bakteri melalui peremajaan bakteri, pewarnaan Gram, dan kultivasi bakteri uji. Kondisi kultur bakteri yang telah disiapkan sebagai bakteri uji kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri menggunakan teknik difusi sumur agar (agar well diffusion). Peremajaan bakteri uji Media yang digunakan adalah NA (Nutrient Agar) dengan komposisi: Ektrak daging 1%, pepton 1%, dan agar 1,5%. Media dilarutkan dalam akuades dan dipanaskan hingga larut sempurna, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 4 mL dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 ºC, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah steril, tabung dimiringkan dan didiamkan hingga memadat. Sejumlah 1 ose stok bakteri (S. aureus, S. epidermidis, B. subtilis, B. cereus, dan E. coli) diinokulasi ke dalam media regenerasi kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Pewarnaan Gram (Hadioetomo 1993) Pewarnaan Gram dilakukan untuk memastikan bentuk dan golongan bakteri Gram-positif atau Gram-negatif sesuai dengan kriteria masing-masing bakteri uji yang telah diketahui. Pewarnaan Gram dilakukan dengan pembuatan olesan bakteri menggunakan air steril pada kaca preparat, kemudian 1 ose biakan bakteri dioles hingga homogen lalu difiksasi menggunakan panas api bunsen. Olesan bakteri kemudian ditambah kristal violet dan didiamkan 1 menit, kemudian dibilas dengan akuades. Olesan bakteri ditambahkan lugol dan didiamkan selama 2 menit lalu bilas akuades. Olesan tadi dibilas dengan ditetesi alkohol lalu dibilas lagi dengan akuades. Safranin ditambahkan pada olesan 15 bakteri tadi lalu didiamkan selama 30 detik, kemudian bilas dengan akuades dan keringkan. Hasil pewarnaan Gram kemudian diamati di bawah mikroskop. Kultivasi bakteri uji (Setyaningsih 2010) Bakteri (S. aureus, S. epidermidis, B. subtilis, B. cereus, dan E. coli) yang segar diinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam media NB, diinkubasi pada suhu 37 °C dalam water-bath shaker selama 18-24 jam. Kultur bakteri diukur kekeruhannya secara turbidimetri dengan menggunakan spektrofotometer UVVIS pada panjang gelombang 600 nm hingga mencapai OD lebih dari 0,5. Pengujian aktivitas senyawa antibakteri P. cruentum terhadap bakteri uji (Holo et al. 1991) Pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik difusi sumur agar (agar well diffusion). Sampel antibakteri merupakan senyawa aktif hasil proses ekstraksi bertingkat dari kultur mikroalga P. cruentum. Proses pengujian menggunakan teknik difusi sumur agar (agar well diffusion) adalah sebagai berikut: bakteri (S. aureus, S. epidermidis, B. subtilis, B. cereus, E. coli) yang telah disiapkan, masing-masing dimasukkan ke dalam media MHA steril. Media MHA yang mengandung bakteri uji dihomogenisasi menggunakan vortex kemudian dituang pada cawan petri steril secara aseptis. Lapisan MHA yang telah memadat kemudian dilubangi sebanyak 8 lubang, yakni untuk kontrol positif, kontrol negatif, dan 3 konsentrasi ekstrak yang dilakukan secara duplo. Konsentrasi ekstrak mikroalga P. cruentum dimasukkan ke dalam lubang sebanyak 400 μg, 600 μg, dan 800 μg. Perlakuan kontrol positif yaitu menggunakan antibiotika kloramfenikol dengan konsentrasi 10 μg. Kontrol negatif menggunakan diklorometan yang merupakan pelarut dari ekstrak tersebut. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam, selanjutnya dilakukan pengukuran zona hambatan yang terbentuk di sekeliling lubang menggunakan jangka sorong.