BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN 2.1 Tinjauan Data Data-data dan literatur yang digunakan didapat dari berbagai macam media, baik buku, video, referensi dari internet, dan observasi langsung. Sumber-sumber tersebut adalah materi yang meperkuat cerita, karakter, akting, dan visual untuk menunjang pembuatan animasi pendek ini. 2.1.1 Literatur Buku Mengenai literatur buku, mengarah kepada dua acuan, yaitu acuan teori dan acuan visual; buku acuan teori, seperti: Animasi (Gotot Prakosa) The Animator's Survival Kit (Richard Wiliams) Wajah Pantomim Indonesia (Nur Iswantara) Mime (Kay Hamblin) The Five C's of Cinematography (Joseph V. Mascelli) Semiologi (Jeanne Martinet) Strategi Visual (Andry Masri) Ilmu Budaya Dasar (M. Habib Mustopo) buku acuan visual, seperti ; The Mime Book (Claude Kipnis) Character Design (Sherm Cohen) The True Power of Color (Aline Metha) 2.1.2 Acuan Internet Untuk Acuan visual dan data penulis ambil dari internet melalui beberapa situs berikut, yaitu ; youtube.com,vimeo.com, artstation.com, dan digitaltutors.com. 2.1.3 Acuan Video Acuan visual berupa audio didapat dari referensi Mr. Bean Animated Series: Mime Games (episode 4, musim 1), lalu animasi serial Chaplin and Co untuk referensi animasi pantomim dan tingkah, film-film bisu Charlie Chaplin untuk 3 4 tingkah laku, serta film animasi Cloudy with a chance of Meatball untuk referensi humor dan exaggeration. Selain itu juga dapat referensi-referensi video animasi pendek mengenai pantomim. 2.1.4 Sinopsis Garuk, seorang pemuda yang memiliki perawakan sangar, adalah seorang yang sangat baik dan suka menolong. Namun apadaya ketika niat baiknya balik menyerang karena stereotip terhadap dirinya yang menjadi prasangka bahwa segala perbuatannya adalah perbuatan jahat. Terlebih oleh Rustam, seorang hansip sekitar yang sangat menaruh curiga berlebihan kepada Garuk. 2.1.5 Pembanding dan Referensi Penulis sangat bertolak dari Charlie Chaplin untuk referensi. Penulis menemukan beberapa referensi dari beberapa karya animasi yang sudah ada, yaitu; Gambar 2 Animasi Serial Chaplin and Co Gambar 2 diakses pada 22 februari 2015 dari http://www.filmhdwallpapers.com/file/5388/600x450/16:9/chaplin-and-co-posterwallpapers_1840839269.jpg Selain itu, karakter Charlie Chaplin adalah sebuah karakter yang sangat komik, kejenakaannya bisa dibilang universal sehingga aksinya dituang dalam serial animasi tersebut. Penulis mengambil garis referensi gerak-gerik dan laku dari Charlie Chaplin sendiri. Kemudian penulis tetap ingin menunjukkan kesan pantomim dengan memasukkan ciri khas pantomim di dalamnya. Secara umum, pantomim memiliki ciri riasan dan kostum pada pelakon. Kostum yang sangat umum pada pantomim adalah baju bermotif garis-garis. 5 Gambar 2.1 Charlie Chaplin Gambar 2.2 Baju garis-garis Gambar 2.1 diakses pada 22 februari 2015 dari Gambar 2.2 diakses pada 18 maret 2015 dari http://www.doctormacro.com/Images/Chaplin, http://i.ytimg.com/vi/CdX7LY47GOE/hqdefa %20Charlie/Chaplin,%20Charlie_01.jpg ul.jpg 2.2 Tinjauan Teori 2.2.1 Prinsip Animasi Sudah sepatutnya seorang animator menerapkan 12 prinsip dasar animasi dalam membuat karya animasi. Keduabelas prinsip ini ditemukan oleh seorang animator Disney bernama Ollie Johnston dan Frank Thomas. Pada tahun 1981, 12 prinsip itu dituliskan ke dalam buku berjudul The Illusion of Life: Disney Animation. Kini buku tersebut menjadi sebuah pedoman bagi seorang animator. Buku tersebut memuat isi tentang pembuatan animasi di Disney semenjak tahun 1930. Buku tersebut sangat berharga karena kandungan isinya, tak heran jika buku itu dijual dengan harga mahal. Kedua belas prinsi dasar dalam pembuatan gambar bergerak secara berkarakter dalam film asnimasi (12 principles of Animation) meliputi ; 1. Squash and stretch (mengkerut dan meregang) 2. Anticipation (antisipasi) 3. Staging (penempatan) 4. Straight ahead action an pose to pose (aksi bergerak dengan pasti dan posisi pose pertama ke pose kedua dst.) 5. Follow through and overlapping action (mengikti dan gerakan menyambung) 6. Slow in slow out (makin lambat pada bagian awal dan makin lambat pada bagian akhir) 6 7. Arcs (gerak melingkar) 8. Secondary action (gerakan pembantu) 9. Timing (menghitung gerakan dalam waktu) 10. Exaggeration (melebih-lebihkan gerakan) 11. Solid drawing (gambar yang kokoh) 12. Appeal (kesan yang diciptakan) (Gotot Prakosa, 2010: 155) sumber: Gotot Prakosa. (2010). Animasi: Pengetahuan Dasar Film Animasi Indonesia. Jakarta: Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. 2.2.2 Mengenai Pantomim Pantomim sebagai istilah datang dari Yunani yang artinya "serba isyarat". Berarti secara etimologis, pertunjukan pantomim yang dikenal sampai sekarang itu adalah sebuah pertunjukan yang tidak menggunakan bahasa verbal. Pertunjukan itu bahkan bisa sepenuhnya tanpa suara apa-apa. Jelasnya pantomim adalah pertunjukan bisu (Nur Iswantara, 2007; 1 mengutip Bakdi Seomanto, 1992; 1). Gambar 3 Aksi dalam pantomim Gambar 3 diakses pada 22 februari 2015 pada http://www.durbanite.co.za/wp- content/uploads/2014/07/Sibo-Masondo-2.jpg Dalam bukunya berjudul "Mime", Kay Hamblin mengatakan "Mim menciptakan fantasi dengan ilusi. Mungkin itu adalah fantasi pribadi anda, mungkin sebuah fantasi bersama secara universal. Seperti tubuh anda membentuk ilusi tersebut, fantasi menjadi kenyataan bagi anda, dan bagi siapa saja yang menonton Mim adalah komunikasi bisu−bicara tanpa kata. Alih-alih menggunakan suara anda, anda menggunakan seluruh diri anda untuk mencurahkan ide anda. Mim adalah bahasa seluruh dunia mengerti" (Kay Hamblin, 1978; 15) 7 Banyak tokoh-tokoh pantomim di seluruh dunia. Dua diantaranya adalah Marcel Marceau dan Milan Sladek. Tentunya tokoh-tokoh ini dapat menjadi acuan referensi tata gerak. Gambar 3.1 Milan Sladek Gambar 3.1 diakses pada 22 februari 2015 pada http://on- cologne.de/uploads/pics/Milan_Sladek__Logo_Kopf_webklein.jpg Penampilan pantomim memiliki ciri tren dan khas pada make up dan kostum. Umumnya wajah di rias menjadi putih, lalu mata, alis dan bibir di rias warna hitam atau warna lain tergantung kebutuhan. Lalu untuk kostum biasanya menggunakan baju belang hitam-putih dan celana hitam. Aksesoris kerap kali juga dipakai, seperti topi, sepatu, sarung tangan, dan lain-lain sesuai kebutuhan. Gambar 3.2 Kostum dan make up pantomim Gambar 3.2 diakses pada 22 februari 2015 padahttp://i.ndtvimg.com/mt/movies/2012-08/sonamcharlie-chaplin.jpg Pelakon mim masa kini condong menggunakan riasan canggih, namun alasan untuk menggunakannya masih sama−untuk melepaskan 'tiap orang' agar terlihat oleh 8 penontonnya. Dibanding menentukan wajah senang atau wajah sedih, topeng badut atau penjahat, riasan mim klasik menciptakan wajah netral yang bisa mencurahkan semua ekspresi, semua karakter. Sebagai 'tiap orang', seorang mim dapat menjadi 'orang manapun'!(Kay Hamblin, 1978; 163) sumber: Nur Iswantara. (2007). Wajah Pantomim Indonesia. Yogyakarta: Media Kreatifa. Kay Hamblin. (1978). Mime: A Playbook of Silent Fantasy. California: The Headlands Press, Inc. 2.2.3 Semiologi Semiologi atau semiotika adalah sebuah ilmu yang mendalami mengenai "tanda". Batasan dalam semiologi begitu luas, karena dapat menyangkup ke dalam banyak hal. Dalam buku Semiologi karya Jeanne Martinet halaman 3, ada sebuah teori oleh Roland Barthes yang mengatakan, "secara prospektif objek semiologi adalah semua sistem tanda, entah apa pun substansinya, apa pun batasnya (limit): gambar, gerak tubuh, bunyi, melodis, benda-benda, dan pelbagai kompleks yang tersusun oleh substansi yang bisa ditemukan dalam ritus, protokol, dan tontonan sekurangnya merupakan sistem signifikasi (pertandaan), kalau bukan merupakan 'bahasa' (language)." Gambar 4 Contoh semiotika pada karya seni purba Gambar 4 diakses pada 7 agustus 2015 pada http://matadornetwork.com/wp- content/uploads/2011/05/informationtech-cavepainting.jpg Penerapan semiologi begitu luas dan bersifat inklusif. Dalam teori diatas menyebutkan bahwa gerak termasuk "tanda" dalam semiologi. Dalam komponen karya animasi yang penulis rancang, terdapat unsur pantomim yang dalam 9 pengertiannya serba isyarat, gerak adalah bahasa tubuh yang mengisyaratkan tanda yang ingin diungkapkan. Contoh kecil dalam pantomim, sebuah isyarat mengusap perut dengan gerak gerik lunglai merupakan sebuah tanda, tanda atau simbolisasi lapar. Gerak isyarat itu juga sebuah metafora, menyiratkan sesuatu dengan penyampaian lewat gerak. Metafora adalah semiotika konotatif, yaitu "...adalah penekanan pada makna yang diharapkan hadir di benak pengguna." (Andry Masri. 2010; 184) Pantomim terdapat di semiotika konotatif, dimana pantomim tersebut dapat membangkitkan makna. sumber: Jeanne Martinet. (2010). Semiologi (Penerjemah: Stephanus Aswar Herwinarko). Yogyakarta: JALASUTRA. Andry Masri. (2010). Strategi Visual. Yogyakarta: JALASUTRA 2.2.4 Komunikasi Visual dan Bahasa Tubuh Dalam komunikasi visual, banyak kaitannya dengan berbagai aspek, termasuk komunikasi itu sendiri, dan juga dalam semiotika. Penulis menyiratkan bahasa tubuh kedalam rancangan visual (animasi) dan mengkomunikasikannya. Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri atas gambar (ilustrasi), huruf dan tipografi, warna, komposisi dan layout. Semua itu dilakukan guna menyampaikan esan secara visual, audio dan/atau audio visual kepada target sasaran. (Sumbo Tinarbuko, 2009; 23) Gambar 5 Gestur bahasa tubuh Gambar 5 diakses pada 7 content/uploads/2009/10/gestures.jpg Agustus 2015 pada http://www.dan.sperber.fr/wp- 10 Komunikasi dalam komunikasi visual menyangkup interaksi. Dalam animasi, komunikasi visual memberi pesan, yaitu kata-kata, suara, tindakan, atau gerak-gerik. Dalam animasi pendek yang penulis rancang, penulis ingin menyampaikan pesan melalui gerak-gerik, kaitannya dengan pantomim, maka komunikasi yang terjadi melalui media visual dengan bahasa tubuh yang dianimasikan. Sebuah sumber (source), atau pengirim pesan, mengirimkan pesan (message) pada penerima (receiver) yang akan menerima pesan tersebut. Si penerima adalah orang yang mengartukan pesan tersebut. Semua dari komunkiasi ini terjadi dalam sebuah saluran (channel), yang merupakan jalan untuk berkomunikasi. (Richard West, Lynn H. Turner, 2008; 1-2) Dalam interpretasi rancangan animasi pendek yang penulis kerjakan, sumber merupakan tokoh dalam animasi itu, pesan yang disampaikan adalah bahasa tubuh, kemudian penerima adalah penonton itu sendiri, dan saluran yang digunakan adalah animasi. sumber: Sumbo Tinarbuko. (2009). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: JALASUTRA. Richard West, Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi 1. Jakarta: Penerbit Salemba. 2.2.5 Manusia dan Kegelisahan Sebuah konflik atau masalah didasari oleh satu permasalahan, yaitu kegelisahan/kecemasan. Dalam perancangan animasi pendek ini, penulis mengangkat sebuah permasalahan mengenai kegelisahan. Kegelisahan/kecemasan menurut Sigmund Freud dibagi menjadi tiga, yaitu kecemasan kenyataan/obyektif, kecemasan neurotis, dan kecemasan moril. Dari ketiga kecemasan tersebut, sebenarnya tidak ada perbedaan dari segi jenisnya. Semua mempunyai satu sifat yang sama, yaitu tidak menyenangkan dari mereka yang mengalaminya. Mereka (tiga macam kecemasan) hanya berbeda dalam hubungan sumbernya. Kecemasan tentang kenyataan, sumber dari bahaya itu terletak dalam dunia luar. Kecemasan neurotis, ancaman terletak dalam pemilihan obyek secara naluriah dari id. Kecemasan moril, sumber ancaman adalah hati nurani dari super ego. (M. Habib Mustopo, 1983; 213) Kaitannya dengan permasalahan yang penulis angkat, stereotip negatif, adalah kegelisahan yang terjadi pada manusia, memandang bahwa suku, agama, ras, dan golongan lain itu mengancam, buruk, dsb. Dalam kegelisahan menurut Sigmund 11 Freud, Stereotip tersebut masuk ke dalam kecemasan kenyataan dan kecemasan neurotik. Dimana dalam kecemasan kenyataan memang ada sebagian kecil dari golongan yang terkena stereotip yang betul-betul melakukan hal buruk sehingga menimbulkan kecemasan. Dalam kecemasan neurotis, adanya sosok golongan tersebut menimbulkan ketakutan pada insting akan sosok superior (mengancam). Gambar 6 Wujud kegelisahan dalam animasi "In Between" Gambar 6 diakses pada 7 agustus 2015 pada http://i.ytimg.com/vi/2xp22IYL2uU/hqdefault.jpg Dari kecemasan-kecemasan inilah, timbul harapan dan upaya manusia untuk menghindar. Hasil upaya tersebut lahir menjadi tindakan, tindakan itu pun memiliki banyak cara, dan pada akhirnya sama-sama menanti hasil dari usaha tersebut. Sering kali dalam menunggu hasil-hasil dari usaha mereja, mereka itu tidak sabar, hati mereka tidak tenteram, tidak damai dan lain sebagainya sampai-sampai mereka jarang menggunakan akal sehatnya. (M. Habib Mustopo, 1983; 218) Tindakan dalam menanggapi konflik yang terjadi dalam animasi pendek yang penulis rancang, dituang ke dalam gerak bahasa tubuh dan diterjemahkan menjadi pantomim. sumber: M. Habib Mustopo. (1983). Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha Nasional. 2.2.6 Sinematografi Dalam penciptaan sebuah latar, dalam sebuah pertunjukan teater, film atau karya animasi, dibutuhkan tata susunan dan aksi. Dari hal tersebut, diketahui sudut pandang. Kesamaan pada pertunjukan teater, film dan animasi adalah adanya penonton yang menyaksikan. Lalu lanjut pada dunia perfilman, adanya kamera menentukan sudut pandang sang penonton. Maka dalam buku The Five C's of 12 Cinematography oleh Joseph V. Mascelli menyebutkan, "sebuah film terbentuk dari sekian banyak shot. Tiap shot membutuhkan penempatan kamera pada posisi yang baik bagi pandangan penonton, bagi set dan action pada suatu saat tertentu dalam perjalanan cerita." Gambar 7 Penataan dalam sinematografi Gambar 7 diakses pada 7 agustus pada https://dikiumbara.files.wordpress.com/2012/06/2.jpg Dalam buku tersebut menjelaskan mengenai 5 teknik utama pada sinematografi, yaitu: 1. Angle kamera Dalam teknik ini menjelaskan mengenai penempatan kamera dan menentukan sudut pandang serta wilayah yang bisa diliput pada suatu shot.Hal ini menentukan pula jalannya sebuah cerita, pesan yang ingin disampaikan, visualisai cerita, dan sebagainya."Pemilihan angle kamera yang seksama akan bisa mempertinggi visualisasi dramatik dari cerita. Pemilihan sudut pandang kamera secara serabutan bisa merusak atau membingungkan rupa hingga maknanya sulit dipahami. Sebab itu memilih angle kamera merupakan faktor yang penting dalam membangun sebuah gambar dari interes yang berkesinambungan." (Joseph V. Mascelli, 2010; 1) Penulis mengambil pengambilan gambar eye level agar sederhana, tidak lebih tinggi, tidak lebih rendah. Kemudian penulis mengambil banyak medium shot karena fokus yang ditujukan pada karakter, bukan lingkungan. Lalu ada sebagian wide shot untuk menunjukkan situasi. 2. Kontiniti "Film bersuara yang dibuat secara profesional harus menyajikan citra visual yang berkesinambungan, lancar, mengalir secara logis, ditambah suara, 13 penggambaran peristiwa yang difilmkan secara berkaitan yang masuk akal." (Joseph V. Mascelli, 2010; 119) Sebuah peristiwa dalam film harus jelas mengenai tahapan-tahapan yang terjadi dan memiliki kesinambungan di dalamnya agar terjalin kontinuitas dan tidak membingungkan. Penulis menerapkan hal ini agar karya yang penulis ciptakan memiliki alur dan sinematiknya berkesinambungan. Hal ini juga dipengaruhi dari angle kamera. 3. Editing Dalam pembuatan sebuah film, maka ada yang disebut menyunting, yaitu mengambil shot-shot yang diperlukan dan menyingkirkan yang tidak diperlukan. Hal ini ditujukan untuk memperkuat sebuah jalan cerita sebuah film agar lugas dan jelas, tidak bertele-tele atau tidak jelas. 4. Close up Close up ditujukan untuk memfokuskan salah satu jalan cerita agar menitik beratkan apa yang ingin disampaikan dalam close up tersebut. Bisa juga untuk menambah kesan dramatik, memberi kejelasan visual, atau tek tok dalam kejadian serta konflik. Penulis memiliki banyak adegan close up dikarenakan fokus yang penulis tujukan adalah ke para karakter dan juga agar ada detail gerakan yang terlihat jelas dalam suatu shot. "Close up akan membawa penonton ke dalam scene; menghilangkan segala yang tidak penting, untuk sesaat; dan mengisolasi apapun kejadian signifikan yang harus menerima tekanan penuturan." (Joseph V. Mascelli, 2010; 337) 5. Komposisi "Komposisi yang baik merupakan aransemen dari unsur-unsur gambar untuk membentuk suatu kesatuan, yang serasi (harmonis) secara keseluruhan." (Joseph V. Mascelli, 2010; 383) Dalam latar lingkungan karya animasi yang penulis buat, dengan latar yang kosong, penulis tidak begitu menerapkan komposisi terlalu dalam karena keterbatasan properti serta latar yang digunakan. Namun tetap ada penerapan komposisi agar visual yang ditujukan terlihat harmonis, tidak mengganggu. sumber: Joseph V. Mascelli. (2010). The Five C's of Cinematography (Diterjemahkan oleh: H. Misbach Yusa Biran). Jakarta: Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. 14 2.2.7 Perancangan Karakter Dalam perancangan sebuah karya animasi, di dalamnya terdapat berbagai aspek, seperti konsep, naskah, storyboard, concept art, dan tentunya perancangan karakter. Dalam merancang sebuah karakter tentu akan dipertimbangkan mengenai apa, siapa, mengapa, dan bagaimana dalam penciptaan karakter itu. Karakter juga salah satu nilai jual suatu karya animasi, serta nyawa dalam animasi tersebut. Tanpanya animasi itu tidak hidup. Gambar 8 Rancangan karakter dengan aksi dan ekspresi Gambar 8 diakses pada 7 agustus 2015 pada http://2.bp.blogspot.com/- jdgIc3Owo30/TtQhxoN5fgI/AAAAAAAABhw/N-ZeY6Q6L5A/s1600/Mimoa.jpg Rancangan bisa dimulai dalam beberapa cara: dari pengembangan sebuah cerita original; pengembangan dari karya yang sudah ada; sebuah ilustrasi dari sepotong suara; atau kebutuhan sebuah ringkasan, seperti pemberi tahuan atau iklan. (Peter Hodges, 2012; 108) Proses rancangan memiliki tahapan-tahapan, dan tahapan tersebut terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1. Penelitian dan pengembangan Pada tahapan ini dilakukan penelitian, observasi dan evaluasi dalam mencari sebuah karakter, kemudian menciptakan konsep, dan terakhir penggarapan rancangan 2. Penyempurnaan rancangan visual Penyempurnaan dilakukan dengan membuat karakter dengan pose netral memperlihatkan hasil rancangan, lalu membuat lembar varian aksi dari karakter 15 itu, setelah itu membuat lembar varian ekspresi dan terakhir lembar model yang telah diwarnai. 3. Ketiga menetapkan kinerja. Pada proses ini, sudah memasuki tahapan produksi dengan karakter yang sudah siap beraksi, ditemukan dengan sang aktor dan dicoba untuk dihidupkan. Sebuah karakter memiliki nyawa ketika karakter tersebut dirancang sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik pada konsep dan cerita. Semisal jika karakter bijaksana tentu biasanya karakter tersebut sudah berumur, kemudian karakter pemarah dirancang dengan muka masam, dan karakter menyeramkan dirancang dengan fisik yang besar dan wajah mengerikan. sumber : Peter Hodges. (2012). The Character Design Process. IP Informanimation 2011: research, education and design experiences. 2.2.8 Teori Warna Penggunaan warna dalam hal apapun menunjukkan makna karakteristik subyek/obyek yang dikenakan. Dalam karya animasi yang penulis buat, ada penyampaian warna yang menunjukkan sebuah karakteristik dan alasan, namun dari keseluruhan, penulis hanya menekankan warna putih. Gambar 9 Warna Putih Penulis tidak mengenyampingkan warna lain, tujuan penulis menunjukkan satu warna ini adalah pesan kuat dalam warna putih. "Putih adalah warna yang tidak memiliki pigmen, kerap dihubungkan dengan kebersihan, kesucian, pembaruan, keperawanan, perdamaian, dan keadaan tidak bersalah." "Warna putih biasanya menyiratkan Kesederhanaan. Namun saya juga memandangnya sebagai klasik, abadi, dan nyata." (Aline Metha, 2014; 43) 16 Alasan latar kosong berwarna putih justru bukan menunjukkan kehampaan, melainkan putih ini lah, penulis mengungkapkan sebuah kesederhanaan, kepolosan, pembaruan, tidak bersalah, dsb. sumber: Aline Metha. (2014). The True Power of Color (Penyunting: Adhe). Yogyakarta: OCTOPUS Publishing House. 2.3 Analisa Perancangan - - - Strength / Kekuatan Bahasa universal dan cukup mudah dicerna. Mempunyai orientasi jelas dalam penggarapan. Humor. Imajinasi tak terbatas. Unik. Weakness / Kelemahan Pantomim masih awam. Waktu pengerjaan yang terbatas. Ambigu. Opportunity / Kesempatan Menghidupkan kembali pantomim. Membuka peluang dunia animasi Indonesia agar semakin banyak karya anak bangsa. - Menjadi sarana hiburan, seperti halnya kartun Tom and Jerry. Unsur komedi yang disukai hampir segala kalangan dan umur. Threat / Ancaman Ekspetasi masyarakatyang cukup tinggi dengan standar animasi Amerika. Seni kurang begitu diapresiasi.