BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika akan mengikuti sebuah kompetisi, sudah sepantasnya apabila seorang atlet melakukan latihan rutin sebagai persiapan dalam menghadapi pertandingan. Secara bertahap, dengan latihan rutin pun kemampuan seorang atlet akan terasah. Dapat dikatakan bahwa saat latihan, seorang atlet dapat melakukan performa terbaiknya untuk menguji seberapa besar kinerja yang mampu ditunjukkannya. Tidak heran apabila atlet sangat baik dalam menjalani proses latihan. Pada tiba saatnya hari pertandingan, kecemasan akan menghadapi pertandingan sangatlah wajar untuk terjadi. Terlebih lagi ketika saatnya atlet menghadapi pertandingan, ia justru tidak dapat menampilkan kinerja terbaiknya karena kecemasan tersebut. Oleh karena cemas, kinerja yang seharusnya dapat ditunjukkan seperti saat ia melakukan latihan rutin dapat tiba-tiba saja tidak muncul. Kecemasan merupakan sebuah fenomena yang juga dapat terjadi dalam dunia olah raga, terutama jika seorang atlet berada dalam sebuah pertandingan dan ia dihadapkan dengan situasi yang membuatnya tegang. Perasaan cemas dapat muncul begitu saja, baik cemas karena takut penampilannya buruk, cemas akan kemampuan lawan yang dihadapi, maupun cemas karena takut tidak dapat memenuhi ekspektasi orang lain. Hal ini membuat prestasi yang tidak menggembirakan atau jarang menggembirakan, menjadi sebuah permasalahan bagi atlet. Patut dipertanyakan, apakah kecemasan melatarbelakangi ketika adanya peluang untuk menang tetapi selalu berakhir dengan kekalahan. Lazarus (dalam Gillham & Gillham, 2014) mendefinisikan kecemasan sebagai reaksi emosional negatif yang dihasilkan dari mengalami situasi yang menuntut dan dinilai sebagai ancaman. Levit (dalam Setyobroto, 2002) mendefinisikan kecemasan sebagai perasaan subyektif yang berdasarkan ketakutan dan meningkatnya “psychological arousal”. Dari berbagai macam faktor, kecemasan merupakan salah satu faktor yang dapat membuat seorang atlet tidak dalam performa terbaiknya. Hal ini sangat penting untuk diteliti karena kecemasan dapat mempengaruhi kestabilan 1 2 psikologis seseorang secara keseluruhan, dan hal ini berakibat besar terhadap pencapaian prestasi seorang atlet. Kecemasan dihasilkan ketika individu meragukan kemampuannya untuk mengatasi situasi yang menyebabkan stress, sedangkan stress sendiri merupakan suatu ketegangan emosional yang akhirnya berpengaruh terhadap proses-proses psikologik maupun proses fisiologik (Setyobroto, 2002). Sekitar 60% dari 43 studi melaporkan adanya hubungan negatif antara kecemasan dengan performa pada atlet (Woodman & Hardy, 2003). Telah banyak penelitian yang mempelajari terbentuknya kecemasan ketika bertanding, atau dapat disebut dengan kecemasan kompetitif. Sebuah penelitian menyatakan, bahwa hasil observasi pada atlet yang sukses dengan yang tidak sukses mungkin terletak pada interpretasi kognitif mereka mengenai keadaan cemas (Humara, 1999). Penelitian akan kecemasan kompetitif, banyak mendasarkan kepada dua komponen, yaitu somatic anxiety (kecemasan somatik) dan cognitive anxiety (kecemasan kognitif). Smith, Smoll, Cumming, dan Grossbard (2006), membuat sebuah pengukuran akan kecemasan kompetitif yang bersumber kepada dua komponen kecemasan kompetitif tersebut. Pengukuran tersebut terdiri dari 3 aspek yaitu somatic, worry, dan concentration disruption. Aspek somatic, mengacu kepada berbagai indeks autonomic arousal yang berpusat di perut dan otot, sedangkan worry di indikasikan dengan kekhawatiran tentang berkinerja buruk dan konsekuensi negatif yang dihasilkan. Concentration disruption mengindikasikan kesulitan dalam berfokus pada isyarat tugas yang terkait. Aspek worry dan concentration disruption, merupakan dua aspek yang menggambarkan cognitive anxiety (kecemasan kognitif). Berdasarkan penelitian yang telah ada, kecemasan kompetitif tidak hanya terjadi pada atlet profesional saja. Perkembangan partisipasi kompetisi yang meningkat membuat tingkat kompetitif di beberapa kalangan usia pun meningkat. Pada level universitas, tingkat kompetisi meningkat seiring dengan semakin banyaknya partisipasi dari kalangan mahasiswa yang aktif berkompetisi. Tidak hanya aktif berkompetisi, tapi dari sisi akademis pun mahasiswa berusaha mencoba untuk mengimbangi dengan nilainilai yang baik. Penelitian yang ada membuktikan bahwa student-athlete (mengacu kepada mahasiswa yang aktif pada bidang akademis dan bidang non akademis, yaitu olahraga), memiliki kemungkinan yang besar untuk mengalami tingkat kecemasan yang 3 tinggi dikarenakan adanya dua tuntutan dari akademis dan atletik (Parnabas, Mahamood, Parnabas, 2013). Dua tuntutan yang dimiliki ini sangat penting untuk diseimbangkan dan mungkin membutuh sebuah perubahan untuk mengatasinya. Perubahan ini, dapat terjadi baik di dalam diri individu maupun dari luar individu. Adanya perubahan di dalam diri seseorang, dapat membuat persepsi seseorang berubah dengan menganggap bahwa terjadi perubahan pada lingkungan sekitarnya. Walau sesungguhnya terjadi perubahan pada dirinya. Karena perubahan di dalam diri sering tidak terlihat, bertahap, dan tidak menonjol, seseorang sering tidak menyadari perubahan pada dirinya sendiri, sehingga perbedaan dalam bagaimana dunia ini tampak hanya dikaitkan dengan bagaimana anggapan akan dunia tersebut terlihat (Eibach, Libby, & Gilovich, 2003). Anisa merupakan mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara. Ia aktif mengikuti unit kegiatan futsal di universitasnya. Anisa sudah bermain futsal sejak ia masih di bangku SMP. Saat ia pertama kali bermain futsal dengan tim kampusnya, ia sangat kagum dengan kemampuan yang ditunjukkan oleh para seniornya. Ia merasa bahwa para senior tersebut sangat mahir bermain futsal. Seiring waktu, muncul lah pemikiran di kepala Anisa mengenai kemampuannya. Ia berikir mengapa kinerja yang ditunjukkannya tidak meningkat malah hanya terlihat datar saja. Anisa beranggapan bahwa dunia futsal tingkat perkuliahan yang digeluti nya sekarang telah berubah. Anisa telah bermain futsal sejak tingkat SMP. Apabila pada tingkat tersebut ia hanya harus mampu membawa bola dan mencetak gol, maka berbeda hal nya dengan ketika ia berada pada tingkat SMA. Pada tingkat SMA, mungkin Anisa harus mampu tidak hanya membawa bola, dan mencetak gol. Ia mungkin harus mampu melewati lawannya dengn teknik-teknik tertentu. Begitu juga hal nya dengan ketika ia berada di tingkat universitas. Setiap tingkat kompetisi memiliki tuntutan berbeda-beda yang mungkin harus dimiliki. Anisa tidak menyadari bahwa dirinya sudah tidak berada di tingkat yang sama, terjadi perubahan dalam dirinya, dalam artian ia udah tidak berada di tingkat kompetisi yang sama. Tuntutan yang dimilikinya semakin meningkat seiring dengan tingkat kompetisi yang meningkat pula. Hal ini menunjukkan bahwa bukan dunia futsal tingkat perkuliahan yang berubah pesat, akan tetapi, tingkat permainan futsal yang dimilikinya meningkat. 4 Perubahan diri yang terjadi pada Anisa, seperti layaknya perubahan diri yang terjadi pada umumnya, secara tidak terlihat, bertahap, dan tidak menonjol. Oleh karena itu perubahan ini tidak dapat secara mudah dipahami. Ketika individu tidak menyadari adanya perubahan pada diri inilah, individu akan beranggapan bahwa dunia yang berubah bukan dirinya. Walauun sesungguhnya perubahan terjadi pada diri individu tersebut. Tidak hanya perubahan dalam diri, tapi sebuah peristiwa yang terjadi dalam perjalanan atletik individu juga dapat berkontribusi dalam membuat seorang studentathlete merasa cemas. Ketika atlet mengalami peristiwa yang mengubah keadaan atletik mereka (yaitu, disebut di sini "Change-events") mereka mungkin memilih untuk mengabaikan perubahan, atau bereaksi dengan menghasilkan perubahan subjektif mereka sendiri. Perubahan ini dapat diwujudkan dalam berbagai dimensi keterlibatan atletik, termasuk yang emosional, kognitif, fisiologis, relasional dan perilaku (Samuel & Tenenbaum, 2011). Contoh paling sederhana akan terjadinya peristiwa pengubah adalah ketika seorang pemain tidak terpilih untuk bermain mengikuti pertandingan. Seorang pemain basket dan merupakan kunci kehebatan dari tim basket universitas yang cukup ternama, rajin mengikuti latihan untuk persiapan pertandingan Liga Mahasiswa. Ia mengikuti semua instruksi yang diberikan oleh pelatih dan sangat kooperatif dengan teman satu timnya. Ketika ada seleksi pemain untuk mengikuti liga tersebut, pelatih tim memutuskan untuk tidak memasukkannya ke dalam daftar pemain karena adanya perubahan dalam struktur dan kebutuhan pemain dari tim tersebut. Sehabis masa pertandingan Liga Mahasiswa, Ia tidak lagi rutin mengikuti latihan dan tidak dapat menunjukkan permainan terbaiknya. Pemain tersebut menjadi jarang berlatih dan seiring waktu kemamuannya pun berkurang. Tidak terpilihnya pemain ini dalam tim, bisa jadi mempengaruhi diri pemain tersebut dan berimbas pada performanya ketika di lapangan. Lingkungan dapat memberikan pengaruh tersendiri bagi individu, akan tetapi hal ini tidak terlepas dari individu itu tersebut. Dunning (dalam Corcoran, 2011) menyatakan bahwa setiap kali seseorang dihadapkan dengan informasi tentang bagaimana orang lain, apa yang orang lain bisa dan tidak bisa lakukan, atau apa yang orang lain telah capai dan telah gagal untuk dicapai, individu akan menghubungkan 5 informasi ini untuk diri mereka sendiri. Perbandingan antara diri dengan orang lain, dapat disebut sebagai perbandingan sosial (Social comparisons), yang merupakan mekanisme psikologis mendasar yang mempengaruhi penilaian, pengalaman, dan perilaku individu (Corcoran, Crusius, & Mussweiler, 2011). Persaingan yang ketat dalam dunia olahraga dapat menjadi sebuah momok bagi karir seorang student-athlete, tak jarang seorang student-athlete disandingkan atau dibandingkan dengan student-athlete lainnya. Tidak hanya disandingkan oleh orang lain, individu pun sering kali membandingkan perilaku dan pendapat dengan orang lain untuk menetapkan cara berpikir dan berperilaku yang benar atau disetujui secara sosial (Hogg & Vaughan, 2008). Oktarin, seorang student-athlete dalam cabang olah raga renang, ia ingin melihat bagaimana kemampuan dan seberapa baik perkembangan dirinya. Tidak akan mengherankan apabila individu akan menganggap membandingkan diri dengan individu lain lebih informatif jika mencari seseorang yang memiliki latar belakang yang sama dalam area terkait. Apabila ia memiliki teman dengan latar belakang pernah mengikuti kompetisi renang internasional, maka membandingkan diri dengan teman tersebut akan lebih mungkin untuk terjadi. Jika Oktarin membandingkan dirinya dengan perenang yang telah memiliki pengalaman kompetisi pada tingkat kompetisi internasional, dapat dikatakan Ia melakukan perbandingan dengan orang yang dianggapnya lebih baik. Melakukan perbandingan dengan orang yang lebih baik, dapat memunculkan rasa tidak puas dengan diri sendiri. Apabila terus menerus membandingkan diri dengan orang yang lebih baik, hal seperti ketidakpuasan dengan diri sendiri dapat muncul, selain itu individu lebih mungkin untuk mengalami kecemasan karena merasa dibayang-bayangi oleh individu yang lebih baik. Baik kesadaran perubahan diri, maupun respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah merupakan dua fenomena yang memiliki faktor dari dalam diri individu. Eibach, Libby, dan Ehrlinger (2012) mengaitkan kesadaran perubahan diri dengan penerimaan seseorang akan persepsinya. Peristiwa pengubah sendiri juga memiliki kaitan dengan penerimaan seseorang akan peristiwa yang membawa perubahan dalam karir atletiknya. Terjadinya peristiwa yang mengkaitkan sebuah perubahan, tidaklah lepas dari pandangan individu akan lingkungan sekitarnya. Keputusan seseorang dalam 6 melakukan perubahan yang disadarai tidak lepas dari melihat seperti apa yang dilakukan oleh individu lain. Begitu juga halnya dalam mengatasi peristiwa yang tidak disadari. Kita dapat menyadari apakah suatu perubahan terjadi atau tidak dengan melihat kepada orang lain. Melalui penjabaran latar belakang di atas, peneliti ingin meneliti peran kesadaran tentang perubahan diri, respon terhadap peristiwa pengubah dan perbandingan sosial dalam memprediksi dimensi-dimensi kecemasan kompetitif pada kalangan student-athlete. 1.2 Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa rumusan permasalahan yang menjadi masalah dalam penelitian ini: a. Apakah kesadaran tentang perubahan diri berperan dalam memprediksi dimensidimensi kecemasan kompetitif (somatic, worry dan concentration disruption)? b. Apakah respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah berperan dalam memprediksi dimensi-dimensi kecemasan kompetitif (somatic, worry dan concentration disruption)? c. Apakah dan perbandingan sosial berperan dalam memprediksi dimensi-dimensi kecemasan kompetitif (somatic, worry dan concentration disruption)? d. Apakah kesadaran tentang perubahan dalam diri, respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah, dan perbandingan sosial secara bersama-sama berperan dalam memprediksikan dimensi somatic, worry dan concentration disruption somatic dari kecemasan kompetitif? 1.3 Tujuan Penelitian a. Untuk melihat peran kesadaran tentang perubahan diri dalam memprediksi dimensi-dimensi kecemasan kompetitif (somatic, worry dan concentration disruption). b. Untuk melihat peran respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah dalam memprediksi dimensi-dimensi kecemasan kompetitif (somatic, worry dan concentration disruption). 7 c. Untuk melihat perbandingan sosial dalam memprediksi dimensi-dimensi kecemasan kompetitif (somatic, worry dan concentration disruption). d. Untuk melihat kesadaran tentang perubahan dalam diri, respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah, dan perbandingan sosial secara bersama-sama dalam memprediksikan dimensi somatic, worry dan concentration disruption somatic dari kecemasan kompetitif. 8