Partai Hijau dan Kebijakan Carbon Pricing di Australia Periode

advertisement
Partai Hijau dan Kebijakan Carbon Pricing di Australia Periode
2010-2013
Rista Monica Giarno Putri, Chusnul Mar’iyah
Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
[email protected]
Abstrak
Permasalahan polusi karbon di Australia menjadi salah satu alasan dikeluarkannya kebijakan
carbon pricing melalui Clean Energy Act pada masa Pemerintahan Julia Gillard periode 2010.
Partai Hijau Australia sebagai partai minor dan partai ideologis memiliki legitimasi yang kuat
dalam menentukan kebijakan. Hal tersebut didukung dengan kesepakatan antara Partai Hijau
dan Partai Buruh sebagai koalisi dalam hung parliament. Keterlibatan Partai Hijau dalam
menentukan kebijakan tersebut turut dipengaruhi oleh ideologi yang melatarbelakangi. Artikel
ini menganalisis keterlibatan Partai Hijau dalam dinamika politik tersebut dengan
menggunakan teori Ecologism menurut Andrew Dobson, teori Partai Hijau menurut Neil
Carter, teori Sistem Politik menurut David Easton, dan teori kebijakan publik menurut
Thomas R. Dye. Temuan yang didapat dalam penelitian ini adalah bahwa keterlibatan Partai
Hijau tersebut dipengaruhi berbagai faktor seperti ideologi ecologism, permasalahan karbon
dalam isu perubahan iklim, dan kesempatan politik berupa koalisi dalam hung parliament.
Kata Kunci: Undang-Undang Energi Bersih (2011), Kebijakan Pajak Karbon, Kebijakan
Penetapan Harga Karbon, Kebijakan Carbon Pricing, Partai Hijau Australia, Perubahan
Iklim.
Abstract
The carbon pollution in Australia became one of the reason of the carbon pricing policy
issued through the Clean Energy Act in the reign of Julia Gillard in 2010. The Australian
Greens as a minor and ideological party had a strong legitimacy to influence the policy. The
agreements between the Australian Greens and the Labor Party as a coalition in the hung
parliament also supported that statement. The involvement of the Green Party in the policy
formulation was affected by its ideological background. This article is attempting to analyze
the involvement of the Green Party in the mentioned political dynamics using the Ecologism
theory by Andrew Dobson, the Green Party theory by Neil Carter, the Political System theory
by David Easton, and the Public Policy theory by Thomas R. Dye. The finding obtained
through research is that the involvement of the Green Party was affected by several factors
including the ecologism ideology, carbon problems in the climate change issues, and political
opportunity in the form of coalition in hung parliament.
Keywords: Clean Energy Act (2011), carbon tax policy, carbon pricing policy, Australian
Greens, climate change.
1 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
Latar Belakang
Emisi karbon merupakan salah satu masalah lingkungan utama di Australia
khususnya, dan dunia pada umumnya. Data World Bank pada tahun 2010 menunjukan bahwa
emisi CO2 Australia mencapai 16.9 metrik ton. Ini menempatkan Australia di atas rata-rata
emisi CO2 dunia sebesar 4.9 metrik ton.1 Australia dengan populasi penduduk sebanyak 0.3%
dari populasi dunia, berkontribusi atas 1.5% dari total emisi gas rumah kaca di dunia.2
Australia bahkan menjadi salah satu peringkat tertinggi dalam 20 negara penghasil polutan di
negara-negara maju. Total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Australia pada tahun 2005
merupakan polusi karbon per kapita terbesar di dunia.3 Untuk mengatasi permasalahan karbon
tersebut, Pemerintah Julia Gillard mengeluarkan kebijakan carbon pricing melalui Clean
Energy Act. Kebijakan carbon pricing di Australia merupakan isu yang menarik karena skema
kebijakan tersebut begitu kontroversial. Hal tersebut karena kebijakan carbon pricing yang
diperkenalkan oleh pemerintah Julia Gillard menghadapi perlawanan tajam dari oposisi
konservatif yang dipimpin Tony Abbott serta dari seluruh negeri yang menganggap kebijakan
pajak tersebut sebagai bentuk ingkar janji dalam kampanye pemilu. Pada kampanye pemilu
2010, Julia Gillard berjanji untuk tidak menerapkan Carbon Pollution Reduction Scheme
(CPRS) ataupun memperkenalkan carbon pricing. Namun pada kenyataannya carbon pricing
kemudian lahir, sebagai hasil negosiasi politik antara Gillard, Independen, dan Partai Hijau.
Partai Hijau, melalui Adam Bandt, memberikan dukungannya kepada Julia Gillard
dengan prasyarat bahwa pemerintahan Gillard harus membentuk Multi Party Climate Change
Committee (MPCCC) untuk menentukan kebijakan terkait perubahan iklim yang kemudian
mempengaruhi diterapkannya kebijakan carbon pricing tahun 2012. Gillard harus
mempertimbangkan hal tersebut untuk menjaga kestabilan dan kefektifan pemerintahan.
Pendahulu Gillard, Kevin Rudd gagal memperoleh dukungan Partai Hijau dan internal partai
dalam negosiasi politik untuk meloloskan kebijakan CPRS. Hal tersebut secara tidak langsung
berdampak pada kepemimpinan Rudd yang collapse.
1
The World Bank, “Data CO2 Emissions (metric tons per capita)”
http://data.worldbank.org/indicator/EN.ATM.CO2E.PC/countries/1W-AU-DE-GB-FR-NL-MY?display=graph,
diakses pada Rabu 25 September 2013 pukul 20.00 WIB.
2
Brian Pink, “Australia’s Environment: Issues and Trends 2010”, Australian Bureau of Statistics, 2010, hlm. 4.
3
Australian Governement, “Climate Change – Moving to A Clean Energy Future”
http://www.budget.gov.au/2011-12/content/overview/html/overview_36.htm, diakses pada Rabu 25 September
2013 pukul 20.30 WIB.
2 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
Ideologi dan prinsip yang dibawa Partai Hijau menjadi bagian yang turut dibawa oleh
Partai Hijau dalam implementasi kebijakan melalui Clean Energy Act 2011. Partai Hijau dan
Partai Buruh bersama-sama mengaplikasikan tujuannya dalam mereduksi emisi global dan
mendorong pemerintahan Julia Gillard dalam pengenaan carbon pricing bagi industri di
Australia. Dalam hal ini menarik untuk melihat Partai Hijau sebagai partai minor dan partai
ideologis yang konsisten dalam memperjuangkan isu dan kebijakan lingkungan dalam
dinamika politik di Australia terutama terkait perjuangan politiknya dalam formulasi
kebijakan carbon pricing di parlemen. Meskipun ia merupakan partai kecil, namun Partai
Hijau mampu memberikan legitimasi pada Pemerintahan Julia Gillard tahun 2010. Artikel ini
merupakan ringkasan skripsi saya yang berjudul ‘Partai Hijau dan Kebijakan Politik
Lingkungan di Australia: Studi Kasus Kebijakan Carbon Pricing dalam Clean Energy Act
(2011) pada Masa Pemerintahan Julia Gillard (2010-2013).4 Oleh karena itu artikel ini akan
menjawab pertanyaan penelitian mengenai faktor apa saja yang melatarbelakangi keterlibatan
Partai Hijau dalam kebijakan carbon pricing melalui Clean Energy Act di Australia pada
masa Pemerintahan Julia Gillard periode 2010-2013.
Inputs dalam Sistem Politik: Tinjauan Teoritis
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa konsep maupun teori yang
digunakan untuk membantu menganalisa faktor yang mempengaruhi keterlibatan Partai Hijau
secara teoritis dalam studi kasus kebijakan carbon pricing di Australia. Untuk menganalisa
formulasi kebijakan carbon pricing di Australia, penulis menggunakan teori sistem politik
menurut David Easton. Teori ini akan melihat bagaimana proses formulasi kebijakan carbon
pricing berlangsung di parlemen dengan melihat faktor yang mempengaruhi berupa inputs
baik internal maupun eksternal. Dalam teori ini politik merupakan suatu dimensi prosedural
yang mengarah pada proses pembuatan keputusan, mengatasi konflik, dan mewujudkan
tujuan dan kepentingan.
Sistem politik menurut David Easton merupakan suatu bentuk peranan yang saling
berinteraksi, struktur-struktur, dan sub-sistem sub-sistem serta dimensi-dimensi psikologis
yang menghasilkan kecenderungan-kecenderungan tertentu. Proses tersebut merupakan
4
Lihat Skripsi yang berjudul Partai Hijau dan Kebijakan Politik Lingkungan di Australia: Studi Kasus
Kebijakan Carbon Pricing dalam Clean Energy Act (2011) pada Masa Pemerintahan Julia Gillard (2010-2013)
oleh Rista Monica Giarno Putri
3 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
peralihan dari satu lingkungan (inputs), pengkonversian inputs, dan menghasilkan outputs ke
tengah-tengah lingkungannya kembali. Outputs ini dapat menyebabkan perubahan di tengahtengah lingkungan tertentu yang secara timbal balik akan mempengaruhi sistem politik secara
keseluruhan.
David Easton memperkenalkan dua macam inputs ke dalam sistem politik, yaitu
‘tuntutan’ dan ‘dukungan’.5 Segala macam tuntutan dalam sistem politik dapat
diklasifikasikan dalam variasi berikut: 1) Tuntutan untuk memperoleh barang-barang dan
pekerjaan, misalnya tuntutan upah, jam kerja, pendidikan, fasilitas rekreasi, dan transportasi,
2) Tuntutan pengaturan tingkah laku, misalnya jaminan keselamatan, pengawasan harga,
penetapan hukum perkawinan, kesehatan, dan sanitasi, 3) Tuntutan akan partisipasi dalam
sistem politik, misalnya tuntutan akan hak pilih, hak dan kesempatan untuk menduduki
jabatan pemerintahan, kesempatan untuk mengorganisir kekuatan politik formal (partai
politik), 4) Tuntutan berkomunikasi dan mendapatkan informasi, seperti tuntutan untuk
menyuarakan aspirasi dan meminta keterangan dari pemerintah atas suatu kebijakan yang
sedang atau akan dijalankan. Inputs dalam hal ini menjadi fokus penting dalam melihat
keterlibatan Partai Hijau dalam perumusan kebijakan carbon pricing.
Kebijakan Publik: Tinjauan Teoritis
Untuk menganalisa kebijakan carbon pricing yang dihasilkan dari kesepakatan dalam
suatu koalisi, konsep kebijakan publik dari teori kelompok (group theory) digunakan dalam
membantu analisa. Teori ini akan melihat bagaimana kepentingan-kepentingan antar
kelompok kepentingan dalam hal ini Partai Hijau dan Partai Buruh sebagai suatu koalisi yang
kemudian bersepakat dalam melahirkan suatu kebijakan berupa carbon pricing.
Menurut Thomas R. Dye, teori kelompok ini bermula dari persoalan bahwa interaksi
diantara kelompok-kelompok merupakan fakta utama dari politik. Individu-individu dengan
kepentingan yang sama bersama-sama baik secara formal maupun informal, menekan tuntutan
mereka pada pemeritah.6 Kelompok-kelompok tersebut disebut dengan kelompok
kepentingan. Kelompok kepentingan adalah kelompok yang membuat tuntutan pasti atas
kelompok lain dalam masyarakat, misalnya kelompok politik tertentu membuat tuntutan
terhadap institusi pemerintahan. Individu-individu menjadi penting dalam politik ketika
5
David Easton, An Approach to the Analysis of Political Systems (World Politics: 1957), hlm. 383.
6
Thomas R. Dye, Understanding Public Policy (Prentice-Hall, Inc: 1981), hlm. 26.
4 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
mereka bertindak sebagai bagian dari kelompok kepentingan.7 Kelompok menjadi jembatan
esensial antara individu dan pemerintahan. Politik dalam hal ini merupakan perjuangan
diantara kelompok-kelompok untuk mempengaruhi kebijakan publik.
Dalam teori kelompok, kebijakan publik merupakan keseimbangan yang berhasil
dicapai dalam perjuangan kelompok. Keseimbangan dipengaruhi oleh kelompok kepentingan.
Kebijakan publik juga merepresentasikan keseimbangan dimana menantang golongan atau
kelompok yang secara konstan berjuang untuk kepentingan mereka. Legislator dalam hal ini
bertugas menengahi perjuangan kelompok dan meratifikasi keputusan dalam bentuk
perundang-undangan.
Pengaruh dari kelompok-kelompok kepentingan juga dipengaruhi oleh kekayaan
mereka, atau kekuatan organisasi, kepemimpinan, akses untuk pembuat kebijakan, dan kohesi
internal kelompok. Pokok dalam teori kelompok ini adalah untuk mendeskripsikan pengertian
aktifitas politik dalam perjuangan kelompok. Pembuat kebijakan dalam hal ini dilihat sebagai
bentuk respon bagi kelompok penekan dalam perundingan, negosiasi, dan kompromi diantara
permintaan kelompok-kelompok yang berpengaruh.
Dalam dinamika politik, politisi akan berusaha untuk membentuk kelompok koalisi
mayoritas. Dalam tindakan tersebut, mereka memiliki kebebasan dalam mempengaruhi
kelompok yang akan diikutsertakan dalam koalisi mayoritas. Dengan demikian, anggota
kongres memiliki keberagaman konstituen yang lebih luas. Eksekutif dalam sistem politik
juga dipahami sebagai bagian dari konstituen kelompok mereka. Partai-partai dilihat sebagai
kelompok-kelompok koalisi.
Ecologism: Tinjauan Teoritis
Kebijakan carbon pricing di Australia tergolong salah satu kebijakan politik
lingkungan. Oleh karena itu teori ecologism yang menjelaskan ideologi politik hijau menurut
Andrew Dobson turut digunakan dalam menganalisis penelitian ini. Ecologism merupakan
ideologi politik baru yang didasarkan pada posisi bahwa dunia (non-manusia) patut
dipertimbangkan secara moral, dan harus diperhitungkan dalam sistem sosial, ekonomi, dan
politik. Ecologism sering dipadankan dengan environmentalism, padahal keduanya tidaklah
7
Ibid., hlm. 27.
5 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
sama karena environmentalism bukanlah ideologi politik.8 Ecologism atau ideologi hijau
menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi dicegah bukan karena alasan sosial seperti
hubungan membatasi produksi, melainkan karena bumi itu sendiri memiliki daya dukung
yang terbatas dalam hal kapasitas produktif (sumber daya dari semua jenis) dan penyerap
kapasitas (polusi). Dari perspekif tersebut, pertumbuhan yang berkelanjutan tidak dapat
dicapai dengan mengatasi apa yang mungkin muncul. Ecologism menjadikan bumi sebagai
objek fisik dalam landasan intelektual dengan alasan bahwa keterbatasan adalah penyebab
kenapa populasi yang tak terbatas dan pertumbuhan ekonomi sama-sama memungkinkan.
Ecologism juga mengacu pada perubahan besar dalam perilaku sosial dan politik yang perlu
dilakukan.
Ideologi ini berbeda dengan ideologi-ideologi politik lainnya seperti liberalisme,
konservatisme, sosialisme, dan feminisme. Ecologism berkaitan dengan cara dasar hubungan
antara manusia dan lingkungan alam. Hal utama yang membedakan ecologism adalah
keyakinan
dalam
batas-batas
pertumbuhan
material
dan
oposisinya
terhadap
antroposentrisme, yang tidak bisa ditemukan dalam liberalisme, konservatisme, sosialisme,
dan feminisme. Ecologism merupakan ideologi itu sendiri karena ia menawarkan kritik
koheren terhadap masyarakat kontemporer dan anjuran fundamental yang berbeda dari
ideologi politik lainnya. Ecologism menganggap secara serius kondisi universal dari
keterbatasan planet dan mempertanyakan praktik politik, sosial, ekonomi yang mungkin dan
diinginkan dalam kerangka tersebut. Ecologism juga digambarkan dalam kerangka
masyarakat berkelanjutan. Ia memiliki reformis serta sayap radikal akan gambaran
masyarakat pasca industri dan masyarakat berkelanjutan.
Kebijakan politik lingkungan di Australia lahir berkat peran salah satu elemen penting
dalam sistem politik demokrasi yaitu partai politik. Konsep partai politik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah partai politik menurut Miriam Budiardjo. Partai politik merupakan
suatu kelompok yang terorganisir, yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan citacita yang sama yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan melaksanakan
kebijakan-kebijakan tersebut.9
8
Andrew Dobson, Green Political Thought Fourth Edition, (Routledge: 2007), hlm. 10.
9
Mirian Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Yayasan Obor Indonesia: 1998), hlm. 17.
6 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
Partai Hijau: Tinjauan Teoritis
Selain partai politik, konsep Partai Hijau menurut Neil Carter juga digunakan dalam
memahami fenomena The Australian Greens. Partai Hijau pertama di dunia lahir di salah
negara bagian Australia; Tasmania. Carter melihat bahwa Partai Hijau berakar dari new social
movements (gerakan sosial baru). Kemunculannya diawali dari gerakan lingkungan yang
merupakan bagian dari protes kolektif sosial. Karakteristik gerakan sosial baru yang ada dari
kemunculan tersebut adalah bahwa ia merupakan gerakan yang memiliki isu spesifik, dan
partisipatori, serta merupakan kendaraan untuk mobilisasi opini publik. Alasan kemunculan
partai hijau dapat disebabkan oleh 2 hal yaitu muncul sebagai bentuk elitisme kelas
menengah, dan muncul sebagai bentuk postmaterialism.10
Metodologi
Metode yang penulis gunakan dalam menganalisa keterlibatan Partai Hijau dengan
melihat studi kasus carbon pricing dalam Clean Energy Act (2011) adalah metode kualitatif.
Penulis menggunakan jenis penelitian eksplanatif dimana penelitian ini menekankan pada
mengapa sebuah fenomerna terjadi, kekuatan dan pengaruh yang ditimbulkan dalam
masyarakat.11 Dalam hal ini, data yang dibutuhkan berupa data sekunder.
Data sekunder diperoleh dari studi literatur baik dari sumber buku, handsard (laporan
rapat parlemen Australia), maupun sumber internet yang bersifat resmi seperti situs jurnal
online, media berita, dan situs resmi milik Pemerintah Australia, Partai Hijau, dan sebagainya.
Adapun sumber buku maupun artikel yang penulis pilih adalah sumber-sumber yang
menjelaskan mengenai teori-teori terkait, kebijakan carbon pricing, Pemerintahan Julia
Gillard pada tahun 2010, hung parliament, Partai Hijau Australia, serta dinamika politik
Australia secara umum. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan data kualitatif dan
data kuantitatif berupa angka yang diperoleh dari berbagai sumber terpercaya. Data-data
tersebut jika diperlukan akan diolah kembali oleh penulis atau disadur langsung oleh penulis
dengan menyertakan sumber.
10
Neil Carter, The Politics of the Environment (Cambridge University Press: 2001), hlm. 89.
11
Jane Ritchie, dan Jane Lewis, “Qualitative Research A Guide for Social Students and Researchers” Sage
Publication, 2004, hlm. 27.
7 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
Partai Hijau Australia: Organisasi, Ideologi, dan Kebijakan
Partai Hijau di Australia yang dikenal sebagai Australian Greens atau The Greens
merupakan konfederasi dari 8 negara bagian dan teritori di Australia yang terbentuk sejak
tahun 1992. Filosofi dan prinsip-prinsip Partai Hijau tertuang dalam Australian Greens
Charter dan National Constitution.12 Strukur organisasi yang tercermin dalam partai adalah
partai ‘akar rumput’ yang menggambarkan asal-usulnya sebagai gerakan sosial dan
lingkungan. Kemunculan Partai Hijau Australia ini dijelaskan oleh Carter sebagai akar dari
gerakan sosial baru13 dimana ia memiliki isu spesifik yaitu isu lingkungan, dan partisipatori
dimana Partai Hijau Australia mengadopsi struktur desentralisasi dimana konstitusi partai
menekankan pada partisipasi, serta proses pembuatan keputusan internal yang demokratis dan
akuntabel. Organisasi partai dirancang dengan pendekatan konsensus dalam pengambilan
keputusan, dimana anggota-anggota terpilih memiliki otonomi untuk mengekspresikan
pandangan mereka dalam pengambilan suara bahkan ketika mungkin hal tersebut
bertentangan dengan kebijakan partai.14
Merujuk pada sentralitas dalam landasan intelektual Partai Hijau, ideologi politik
Partai Hijau mengarah pada ecologism. Ideologi tersebut merupakan ideologi politik baru
yang didasarkan pada posisi bahwa dunia (non-manusia) patut dipertimbangkan secara moral,
dan harus diperhitungkan dalam sistem sosial, ekonomi, dan politik. Ecologism ditunjukkan
melalui komitmen Partai Hijau dalam menempatkan lingkungan atau ekologi di atas hal
lainnya yang dijabarkan dalam prinsip pertama dalam Global Green Charter “Kami
mengakui bahwa manusia adalah bagian dari alam dan kami menghormati nilai-nilai tertentu
dari semua bentuk kehidupan termasuk spesies non manusia”. Sentralitas lingkungan menjadi
salah satu poin penting yang membedakan Partai Hijau dengan partai-partai besar. Bagi Partai
Hijau, manusia adalah bagian dari alam, dan bukan di atasnya.
Partai Hijau memiliki konstituen yang menjadikan isu lingkungan sebagai salah satu
hal yang diperhitungkan dalam memberikan dukungannya kepada Partai Hijau. Permasalahan
lingkungan telah memainkan peran yang signifikan dalam Pemilu Negara Bagian dan
12
The Australian Greens, “Structure” http://greens.org.au/our-story/party-structure, diakses pada Kamis
13 Maret 2014 pukul 10.00 WIB.
13
Neil Carter, Op. Cit., hlm. 89.
14
The Australian Greens, “The Charter and National Constitution of the Australian Greens”
http://archive.greens.org.au/system/files/AG%20Constitution%20%5Bas%20amended%20Nov%202010%5D.pd
f, diunduh pada Kamis 13 Maret 2014 pukul 12.00 WIB.
8 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
Federal.15 Hal ini didukung dengan keberadaan masyarakat Australia yang bergaya hidup
ramah lingkungan dan peduli dengan isu lingkungan. Inilah yang menjadi persamaan dengan
Partai Hijau yang peduli dalam mengupayakan kebijakan politik lingkungan. Dalam
kebijakannya, Partai Hijau dilandasi 4 pilar utama antaralain ecological sustainability, social
justice, grassroots democracy, dan peace-non violence.16
Salah satu kebijakan politik lingkungan Partai Hijau adalah kebijakan dalam mencapai
emisi gas rumah kaca Australia bersih negatif atau bersih nol dalam satu generasi, serta
menginginkan peran utama bagi Australia dalam negosiasi perjanjian multilateral
pengurangan emisi yang dibagi bebannya secara merata. Target Partai Hijau dalam
mengurangi emisi nasional hingga tahun 2050 didukung melalui strategi pengurangan emisi
dari sektor energi, transportasi, industri, limbah, pertanian, dan sektor pengelolaan lahan.
Partai Hijau menginginkan adanya transisi ke sistem ekonomi nol karbon melalui berbagai
mekanisme berbasis pasar dan regulasi. Dalam kaitannya dengan pengurangan karbon, Partai
Hijau ingin memastikan bahwa perusahaan bertanggung jawab finansial atas resiko kebocoran
CO2, serta bagi korporasi yang mengekspor bahan bakar fosil akan diminta untuk
memasukkan besaran jumlah gas rumah kaca yang terkandung dalam laporan tahunan
mereka. Kebijakan tersebut oleh Partai Hijau diimplementasikan melalui kebijakan carbon
pricing melalui Clean Energy Act periode 2010-2013. Partai Hijau menjadi bagian penting
dalam menentukan kebijakan tersebut di parlemen.
Partai Hijau dalam Formulasi Carbon Pricing melalui Clean Energy Act di Parlemen
Clean Energy Act (CEA) adalah undang-undang yang mengatur mekanisme untuk
mengatasi perubahan iklim melalui dorongan penggunaan energi bersih di Australia.
Mekanisme tersebut berupa carbon pricing atau penetapan harga karbon yang ditetapkan pada
1 Juli 2012 dan dioperasikan dengan berbasis tahun keuangan. Obyek dari Undang-Undang
ini adalah untuk melaksanakan kewajiban Australia di bawah Konvensi Perubahan Iklim dan
Protokol Kyoto. Langkah awal yang diambil Pemerintah terkait formulasi kebijakan tersebut
pada September 2010 adalah membentuk MPCCC untuk memberikan nasihat terkait
15
hlm. 76.
C. D. Trengove, Australian Energy Policies in the 80’s (Allen & Unwin Australia Pty Ltd: 1986),
16
Stewart Jackson, “The Australian Greens : Between Movement and Electoral Professional Party”
University of Sydney, 2011, hlm. 15.
9 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
mekanisme carbon pricing dan cara terbaik untuk membangun konsensus masyarakat.17
Komite tersebut terdiri dari Perdana Menteri sebagai Ketua, Wakil Perdana Menteri, Menteri
Perubahan Iklim dan Efisiensi Energi sebagai wakil Ketua, dua perwakilan dari Partai Hijau
Australia, salah satu anggota parlemen independen, dan empat penasihat ahli yang ditunjuk
untuk MPCCC. Komite yang terbentuk menentukan pengambilan sikap Pemerintah terhadap
kebijakan carbon pricing, sebagaimana pernyataan Julia Gillard dalam rapat parlemen
September 2010:
“The government have seized the opportunities that we believe this new parliament
presents to work in a methodical way when considering all of the options for pricing
carbon. … We are going to go through a proper process with the multiparty
committee. Of course, the government will then make the final decisions about what
the government’s position will be, but we will go through this process step by step…”
[Pemerintah telah menggunakan kesempatan dimana kami percaya bahwa parlemen
baru ini hadir untuk bekerja dalam cara yang sistematis ketika mempertimbangkan
semua pilihan untuk kebijakan penetapan harga karbon. … Kami akan melalui proses
yang baik bersama dengan komite multi partai. Pemerintah kemudian tentu saja akan
membuat keputusan akhir mengenai akan seperti apa posisi pemerintah, tetapi kami
akan melalui proses ini langkah demi langkah…]
Formulasi kebijakan carbon pricing di parlemen melalui Clean Energy Act merupakan
hasil dari berbagai peranan yang saling berinteraksi antar struktur, dan sub-sistem serta
dimensi psikologis. Dalam hal ini, proses interaksi terjadi antara HoR dan Pemerintah.
Sebagaimana menurut David Easton, proses politik tersebut merupakan peralihan dari satu
lingkungan (inputs), pengkonversian inputs, dan menghasilkan outputs ke tengah-tengah
lingkungannya kembali. Outputs ini dapat menyebabkan perubahan di tengah-tengah
lingkungan tertentu yang secara timbal balik akan mempengaruhi sistem politik secara
keseluruhan.18 Inputs dalam formulasi kebijakan carbon pricing terdiri dari tuntutan dan
dukungan. Tuntutan dalam hal ini dikategorikan ke dalam tuntutan pengaturan tingkah laku,
dimana rekomendasi untuk mengatur perilaku entitas-entitas yang menghasilkan polutan dan
mengarahkan perekonomian ke arah perekonomian rendah karbon berasal dari MPCCC yang
memberikan nasihat terkait mekanisme carbon pricing. Pembentukan MPCCC sendiri
merupakan bagian dari tuntutan Partai Hijau yang diawali dari perjanjian antara Partai Hijau
dan Partai Buruh dalam hal kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim dan mengurangi
17
Australia, House of Representatives Official Hansard No.1 – 28 September 2010, 2010, hlm. 24.
18
David Easton, Op. Cit., hlm. 383.
10 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
polusi karbon. Hal ini tertuang dalam The Australian Greens and The Australian Labor Party
(The Parties’) Agreement poin 6.1.a:
… That Australia must tackle climate change and that reducing carbon pollution by
2020 will require a price on carbon. Therefore the Parties agree to form a well
resourced Climate Change Committee which encompasses experts and representative
ALP, Greens, independent and Coalition parliamentarians who are committed to
tackling climate change and who acknowledge that reducing carbon pollution by 2020
will require a carbon price. The Committee will be resourced like a Cabinet
Committee. The Parties will, by the end of September 2010, finalise the structure,
membership and work plan of the Committee.
[… Bahwa Australia harus mengatasi perubahan iklim dan untuk mengurangi polusi
karbon pada tahun 2020, Australia memerlukan penetapan harga pada karbon. Oleh
karena itu, partai-partai setuju untuk membentuk Komite Perubahan Iklim yang terdiri
dari para ahli, dan perwakilan Partai Buruh, Partai Hijau, anggota parlemen
independen, dan Partai Koalisi yang berkomitmen untuk mengatasi perubahan iklim
dan yang mengakui bahwa upaya mengurangi polusi karbon pada tahun 2020 akan
memerlukan harga karbon. Susunan komite akan menyerupai susunan komite kabinet.
Pada akhir September 2010, partai-partai akan menyelesaikan struktur, keanggotaan,
dan program kerja komite.]
Penerapan nilai-nilai ecologism sebagai input dalam formulasi kebijakan ditunjukkan
melalui penentuan kebijakan carbon pricing dimana kebijakan carbon pricing lebih
mengutamakan upaya pengurangan polusi karbon dan investasi energi bersih19 untuk masa
depan daripada membiarkan entitas-entitas yang juga memberikan pendapatan bagi negara
menyumbang polusi atau karbon melebihi ambang batas emisi mekanisme carbon pricing.
Partisipasi Partai Hijau dalam formulasi Clean Energy Act diawali dengan melakukan
perjanjian tertulis pada bulan September 2010 dengan Perdana Menteri dan Bendahara untuk
menerapkan harga karbon yang didukung dalam Clean Energy Package melalui MPCCC.
Melalui perjanjian antara Partai Hijau dan Partai Buruh, Partai Hijau menyetujui untuk
bekerjasama dengan Partai Buruh dalam menjaga Pemerintahan yang efektif dan stabil serta
menyetujui isu kebijakan dimana salah satunya Partai Hijau menyetujui isu kebijakan carbon
pricing dan setuju untuk membentuk MPCCC yang terdiri dari para ahli, perwakilan Partai
Buruh, Partai Hijau, anggota parlemen independen dan partai koalisi.
Keterlibatan Partai Hijau dalam formulasi kebijakan carbon pricing sendiri didukung
oleh komitmennya dalam kampanye Pemilu 2010 yaitu upaya pengurangan 40% emisi gas
rumah kaca pada tahun 2020 dan berkomitmen untuk menerapkan skema pengurangan
19
Ibid., hlm. 9850.
11 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
berbasis pasar, emisi target untuk 2012, 2020, 2050, menargetkan energi terbarukan sebesar
30% pada tahun 2020, dan mentransfer dukungan dan subsidi Pemerintah untuk mengubah
bahan bakar fosil menuju sektor terbarukan dan lebih efisien.20 Dukungan Partai Hijau
sebagai kekuatan keseimbangan dalam formulasi kebijakan ditunjukkan melalui Adam Bandt
satu-satunya anggota Parlemen dan 9 senators: Rachel Siewert, Bob Brown, Christine Milne,
Sarah Hansen-Young, Scott Ludlam, Lee Rhiannon, Larissa Waters, Richard, Penny Wright.
Keterlibatan Partai Hijau dalam formulasi kebijakan tidak dapat dilepaskan dari kebijakan
internal Partai Hijau yang tertuang dalam prinsip dan tujuan partai. Partai Hijau memiliki
perhatian yang kuat dalam kebijakan energi. Kesempatan Politik: Partai Hijau sebagai Koalisi Partai Buruh dalam Hung Parliament
Australia mengalami terjadinya hung parliament pada Pemilu HoR tahun 2010 dimana
pemilu tidak menghasilkan partai mayoritas dengan peroleh 50%+1. Hung parliament atau
parlemen gantung adalah suau keadaan dimana pemilu tidak menghasilkan partai yang
menang dengan suara mayoritas. Partai politik harus memperoleh minimal 76 kursi di HoR
untuk dapat membentuk pemerintahan yang stabil. Namun pada Pemilu 2010, Partai Buruh
hanya memperoleh 72 kursi, sedangkan Partai Liberal 44 kursi, Partai Nasional Liberal
Queensland 21 kursi, Partai Hijau 1 kursi, Partai Nasional 7 kursi, Partai Negara Liberal 1
kursi, dan Independen 4. Hal ini mengakibatkan tidak ada partai yang memiliki kemampuan
untuk membentuk pemerintahan. Menurut Lord Norton, ada empat kemungkinan yang akan
terjadi ketika hung parliament muncul yaitu terjadinya pemerintahan yang dipimpin oleh
partai minoritas, koalisi, kegagalan dalam mencapai pemerintahan, atau dua diantara ketiga
hal tersebut akan terjadi.21 Dalam hal ini, pemerintahan dicapai dengan koalisi antara Partai
Buruh dengan independen dan Partai Hijau.
Partai Buruh yang dipimpin oleh Julia Gillard akhirnya berhasil memperoleh
dukungan dari 3 independen dan 1 anggota parlemen dari Partai Hijau yaitu Tony Windsor,
Rob Oakeshott, Andrew Wilkie, dan Adam Bandt. Adam Bandt, satu-satunya anggota
parlemen dari Partai Hijau di tingkat federal. Dukungan dari independen dan Partai Hijau
20
ABC, “Policies in Brief” http://www.abc.net.au/elections/federal/2010/policies/, diakses pada Selasa 8 April
2014 pukul 19.30 WIB.
21
Museum of Australian Democracy, “Hung Parliament” http://moadoph.gov.au/blog/hung-parliament/, diakses
pada Selasa 11 April 2014 pukul 19.30 WIB.
12 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
kemudian menandai berakhirnya kondisi hung parliament dengan Partai Buruh memperoleh
kursi mayoritas di HoR sebanyak 76 kursi. Keadaan hung parliament yang diakhiri melalui
dukungan dari independen dan Partai Hijau kemudian melahirkan salah satu perjanjian yaitu
The Australian Greens & The Australian Labor Party (The Parties’) Agreement. Perjanjian
tersebut disepakati oleh Julia Gillard (Perdana Menteri dan Pimpinan Partai Buruh), Hon
Waynes Swan (Wakil Perdana Menteri dan Wakil Pimpinan Partai Buruh), Bob Brown
(Senator dan Pimpinan Partai Hijau), Christine Milne (Senator dan Wakil Pimpinan Partai
Hijau), dan Adam Bandt (Anggota Parlemen Partai Hijau) pada September 2010. Hal tersebut
menandai posisi Partai Hijau sebagai koalisi Pemerintah.
Salah satu produk kebijakan yang akan dihasilkan dari persetujuan tersebut adalah
adanya MPCCC. Komite ini mulai berjalan pada bulan September 2010. Kebijakan carbon
pricing yang kemudian lahir atas rekomendasi MPCCC dan dijalankan oleh Pemerintah
Australia mulai 1 Juli 2012 telah menjadi kebijakan tidak populis yang dilakukan oleh
pemerintahan Julia Gillard yang harus dilakukan sebagai konsekuensi dari transaksi politik
yang dilakukannya dengan Partai Buruh sebagai partai pemerintah dengan Partai Hijau yang
menjadi koalisi partai buruh dalam pemerintahan. Partai Hijau memiliki keterlibatan dalam
formulasi Clean Energy Act, dan tak dapat dipungkiri Partai Hijau turut menjadi salah satu
alasan Julia Gillard melanggar janji kampanyenya.
Interaksi antara Partai Hijau dan Partai Buruh (Partai Pemerintah) dalam koalisi ini
merupakan fakta politik yang menunjukan kepentingan masing-masing dimana dalam hal ini
Partai Hijau berusaha menekan kepentingannya. Thomas R. Dye menyebut pelaku-pelaku
dalam hal ini sebagai kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan adalah kelompok yang
membuat tuntutan pasti atas kelompok lain dalam masyarakat, misalnya kelompok politik
tertentu membuat tuntutan terhadap institusi pemerintahan.22 Partai Hijau memiliki tuntutan
terhadap Partai Pemerintah untuk membentuk MPCCC yang akan menghasilkan rekomendasi
kebijakan carbon pricing. Individu-individu menjadi penting dalam politik ketika mereka
bertindak sebagai bagian dari kelompok kepentingan.23 Adam Bandt dan Bob Brown
merupakan salah satu individu yang memiliki keterlibatan dalam perjanjian dan bertindak
sebagai bagian dari Partai Hijau. Kelompok menjadi jembatan esensial antara keduanya dan
Pemerintah.
Dalam teori kelompok, kebijakan publik merupakan keseimbangan yang berhasil
dicapai dalam perjuangan kelompok. Keseimbangan dalam kebijakan carbon pricing
22
Thomas R. Dye, Op. Cit., hlm. 26.
23
Ibid., hlm. 27.
13 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
dipengaruhi oleh perjuangan Partai Hijau. Kebijakan tersebut juga merepresentasikan
keseimbangan dimana Partai Hijau secara konstan berjuang untuk kepentingan mereka
melalui prinsip ideologi yang diperjuangkan. Pengaruh dari Partai Hijau turut dipengaruhi
oleh kekuatan organisasi, profesionalisme, kepemimpinan, dan adanya akses untuk pembuat
kebijakan. Aktifitas politik dalam hal ini dilihat dalam perjuangan Partai Hijau dalam
merespon Partai Pemerintah yang dipimpin Julia Gillard melalui perundingan, negosiasi, dan
kompromi.
Dalam dinamika politik, politisi akan berusaha untuk membentuk kelompok koalisi
mayoritas. Oleh karena itu, Julia Gillard berupaya untuk membentuk koalisi mayoritas untuk
mengejar kepentingannya membentuk Pemerintahan yang stabil. Dalam tindakan tersebut, ia
beserta partainya memiliki kebebasan dalam mempengaruhi partai yang akan diikutsertakan
dalam koalisi mayoritas. Posisi Pemerintah dalam menentukan koalisi tidak hanya
dipengaruhi oleh perannya dalam pembuatan keputusan yang akan menentukan jalannya
pemerintahan, tetapi juga oleh perubahan yang terjadi dalam internal perekonomian negara
dan posisi internasional.24 Posisi internasional yang secara tidak langsung mempengaruhi
koalisi dengan Partai Hijau adalah tanggung jawab melaksanakan kewajiban Australia di
bawah Konvensi Perubahan Iklim dan Protokol Kyoto.25
Koalisi yang terjadi antara Partai Hijau dan Partai Buruh telah melahirkan kesepakatan
(deal) politik berupa salah satunya keluarnya kebijakan carbon pricing. Partai Hijau yang
secara ideologi lebih sejalan dengan Partai Buruh, berhasil memberikan pengaruh dalam
negosiasi sehingga Julia Gillard melahirkan kebijakan carbon pricing. Hal tersebut dapat
dilihat dari prasyarat yang diajukan Partai Hijau berupa pembentukan MPCCC yang menjadi
cikal bakal penentuan lahirnya kebijakan carbon pricing.
Kesempatan politik bagi Partai Hijau tersebut tidak dapat dilepaskan dari segi
kelembagaan yang ada di Australia dimana Australia menganut sistem pemerintahan gaya
Westminster26 yang mewarisi tradisi kerajaan Inggris. Dalam pemerintahan Westminster,
Perdana Menteri dan menteri-menterinya berasal dari anggota parlemen yang dipilih rakyat.
Dalam sistem pemerintahan tersebut, partai yang memperoleh suara mayoritas dalam pemilu
berhak untuk memimpin pemerintahan. Namun sayangnya hasil Pemilu Federal tahun 2010
tidak menghasilkan partai dengan perolehan mayoritas. Sehingga Partai Buruh harus mencari
dukungan partai minor dan independen untuk membentuk koalisi. Hal tersebutlah yang
24
S. Encel, Cabinet Government in Australia Second Edition (Melbourne University Press: 1974), hlm. 221.
25
Australia, Clean Energy Act 2011 No. 131 Part 1 Section 3, 2011, hlm. 4.
26
Zulkifli Hamid, Sistem Politik Australia (LIP FISIP UI:1999), hlm. 50.
14 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
kemudian membentuk kebebasan struktur kesempatan politik di dalam negeri, dimana
kesempatan politik muncul bagi Partai Hijau sehingga ia dapat mempengaruhi arah kebijakan
politik lingkungan di Australia melalui kesepakatan koalisi antara Partai Buruh yang dipimpin
Julia Gillard dengan Partai Hijau. Kesempatan politik yang ada pada akhirnya memberikan
Partai Hijau keterlibatan dalam menentukan kebijakan carbon pricing melalui Clean Energy
Act 2011.
Kesimpulan
Berangkat dari pertanyaan penelitian mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi
keterlibatan Partai Hijau Australia dalam perumusan kebijakan carbon pricing, artikel ini
berusaha melihat Partai Hijau dalam dinamika politik di Australia khususnya terkait formulasi
Clean Energy Act 2011 pada Masa Pemerintahan Julia Gillard periode 2010.
Partai Hijau sebagai partai minor dan partai ideologis memiliki perhatian khusus
terhadap permasalahan lingkungan, salah satu permasalahan tersebut dalah permasalahan
karbon dalam isu perubahan iklim di Australia khususnya dan dunia pada umumnya. Emisi
karbon telah menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang cukup serius di Australia
karena ia menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim dan menimbulkan biaya
non-emiter pada masyarakat seperti polusi dan penyakit pernapasan. Australia memiliki
tanggung jawab sosial dalam hal ini karena ia turut berkontribusi dalam menyumbang emisi
gas rumah kaca di dunia, bahkan menjadi salah satu penyumbang terbesar pada tahun 2005.
Oleh karena itu Partai Hijau meletakan permasalahan karbon sebagai salah satu agenda
kebijakan partai dalam rangka upaya mengurangi emisi karbon. Hal tersebut ditunjukkan
Partai Hijau melalui dukungannya dalam kebijakan carbon pricing pada masa Pemerintahan
Julia Gillard tahun 2010.
Kebijakan carbon pricing tersebut diperkenalkan oleh Julia Gillard melalui Clean
Energy Act 2011, dan menimbulkan berbagai kontroversi, karena dianggap sebagai bentuk
pelanggaran janji kampanye Julia Gillard pada Pemilu Federal tahun 2010. Julia Gillard
sebelumnya berjanji untuk tidak menerapkan kebijakan Carbon Pricing Reduction Scheme
(CPRS) yang dirilis oleh pendahulunya Kevin Rudd ataupun memperkenalkan kebijakan
carbon pricing. Namun kebijakan carbon pricing kemudian lahir sebagai hasil negosiasi
politik antara Partai Buruh dan Partai Hijau. Negosiasi politik yang terjadi antara Partai Hijau
dan Partai Buruh yang dipimpin oleh Julia Gillard tidak dapat dilepaskan dari keadaan politik
15 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
dimana Pemilu Federal tahun 2010 tidak menghasilkan partai mayoritas dengan perolehan
lima puluh persen plus satu sehingga terjadi kondisi hung parliament atau parlemen gantung.
Hal tersebut mengakibatkan tidak terdapat partai yang memiliki kemampuan untuk
membentuk pemerintahan.
Partai Hijau pun kemudian memberikan dukungan kepada pemerintahan Julia Gillard
melalui koalisi dengan Partai Buruh hingga melahirkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian
yaitu The Australian Greens and The Australian Labor Party (The Parties) Agreement yang
disepakati pada September 2010. Dalam perjanjian tersebut, Partai Buruh yang dipimpin oleh
Julia Gillard menginginkan komitmen Partai Hijau dalam mendukung dan menentang mosi
tidak percaya pada Pemerintah. Sebagai imbalan atas dukungan Partai Hijau, Pemerintahan
Partai Buruh berkomitmen melalui kesepakatan yang dihasilkan kedua partai, salah satunya
adalah melakukan pembentukan Multi Party Climate Change Committee (MPCCC).
MPCCC merupakan komite yang melakukan sejumlah penelitian termasuk tinjauan
terhadap kebijakan perubahan iklim. MPCCC lah yang kemudian mengeluarkan rekomendasi
atas kebijakan terkait carbon pricing. Rekomendasi dari MPCCC tersebut adalah persetujuan
untuk memperkenalkan carbon pricing mulai 1 Juli 2012 dengan dipayungi Clean Energy
Act. Formulasi kebijakan Clean Energy Act tersebut telah melibatkan elemen input yang
kemudian melalui proses konversi dalam parlemen menjadi output berupa kebijakan seperti
sebagaimana proses politik yang dijelaskan David Easton. Salah satu elemen inputs tersebut
adalah dorongan Partai Hijau dalam Greens Labor Agreement, hingga melahirkan kebijakan
carbon pricing melalui Clean Energy Act. Dorongan Partai Hijau dalam pembentukan
MPCCC merupakan input yang signifikan dalam melahirkan kebijakan carbon pricing.
Melalui kebijakan carbon pricing dalam Clean Energy Act, Partai Hijau berupaya
mengaplikasikan ideologi dan prinsip partai. Ideologi ecologism yang menurut Andrew
Dobson merupakan ideologi yang menjadikan bumi (lingkungan) sebagai sentralitas dalam
landasan intelektual, tertuang dalam komitmen Partai Hijau dalam Global Green Charter.
Prinsip Partai Hijau juga ditunjukkan salah satunya dalam kebijakan di bidang energi. Partai
Hijau menginginkan emisi gas rumah kaca Australia bersih negatif atau bersih nol dalam satu
generasi dan hal tersebut diwujudkan dalam target Partai Hijau berupa strategi pengurangan
emisi. Oleh karena itu Partai Hijau menginginkan perusahaanlah yang bertanggung jawab
secara finansial atas polusi karbon yang dihasilkan melebihi ambang batas tertentu dalam
kebijakan carbon pricing.
Keterlibatan Partai Hijau dalam formulasi kebijakan carbon pricing turut ditunjukkan
melalui alokasi tanggung jawab terhadap anggota parlemen Partai, dan Senator Partai Hijau.
16 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
Keterlibatan Partai Hijau tersebut tidak dapat dilepaskan dari adanya kesempatan politik
dimana terjadi hung parliament dan Partai Hijau menjadi kekuatan yang memberikan
legitimasi kepada Pemerintah Partai Buruh melalui dukungannya. Interaksi antara Partai Hijau
dan Partai Buruh melalui koalisi merupakan fakta politik yang menunjukan kepentingan
masing-masing. Thomas R. Dye menyebut pelaku-pelaku dalam hal ini sebagai kelompok
kepentingan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya Partai Buruh memiliki kepentingan
untuk membentuk Pemerintahan yang efektif dan stabil, sedangkan Partai Hijau
berkepentingan mengaplikasikan ideologi dan prinsip partai melalui kebijakan carbon
pricing. Oleh karena itu kebijakan carbon pricing ini merupakan suatu kesepakatan yang
dihasilkan oleh kelompok-kelompok kepentingan dalam hal ini Partai Hijau dan Partai Buruh.
Dari keseluruhan pembahasan tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
keterlibatan Partai Hijau dalam formulasi carbon pricing di Australia dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang melatarbelakangi antaralain ideologi ecologism yang tertuang dalam
prinsip partai, permasalahan karbon dalam isu perubahan iklim di Australia, serta adanya
kesempatan politik berupa posisi Partai Hijau sebagai koalisi Partai Buruh di parlemen ketika
terjadi hung parliament sehingga ia mampu melakukan negosiasi dalam melahirkan
kebijakan. Partai Hijau dalam hal ini berhasil mendorong kebijakan carbon pricing hingga
kebijakan tersebut lolos di parlemen dan diimplementasikan di Australia.
Kepustakaan
Budiardjo, Miriam. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998.
Carter, Neil. The Politics of the Environment: Ideas, Activism, Policy. New York: Cambridge
University Press, 2001.
C. D. Trengove. Australian Energy Policies in the 80’s. Sydney: Allen & Unwin Pty Ltd,
1986.
Dobson, Andrew. Green Political Thought Fourth Edition. New York: Routledge, 2007.
Dye, Thomas R. Understanding Public Policy. USA: Prentice-Hall, Inc, 1981.
Easton, David. An Approach to the Analysis of Political Systems. New York: World Politics,
1957.
Hamid, Zulkifli. Sistem Politik Australia. Bandung: LIP FISIP UI, 1999.
S. Encel. Cabinet Government in Australia Second Edition. Victoria: Melbourne University
Press, 1974.
17 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
Skripsi
Rista Monica Giarno Putri. Partai Hijau dan Kebijakan Politik Lingkungan di Australia:
Studi Kasus Kebijakan Carbon Pricing dalam Clean Energy Act (2011) pada Masa
Pemerintahan Julia Gillard (2010-2013). Depok: Universitas Indonesia, 2014.
Jurnal & Makalah
Jackson, Stewart. “The Australian Greens: Between Movement and Electoral Professional
Party” University of Sydney, 2011.
Pink, Brian. “Australia’s Environment Issues and Trends 2010” Australian Bureau of
Statistic, 2010.
Ricthie, Jane, dan Jane Lewis. “Qualitative Research A Guide for Social Students and
Researchers” Sage Publication, 2004.
Dokumen & Peraturan Perundang-undangan
Australia, Clean Energy Act 2011 No. 131, 2011.
Australia. House of Representatives Official Hansard No. 1 – 28 September 2010
Internet
ABC. “Policies in Brief” http://www.abc.net.au/elections/federal/2010/policies/ diakses pada
Selasa 8 April 2014 pukul 19.30 WIB
Museum of Australian Democracy. “Hung Parliament” http://moadoph.gov.au/blog/hungparliament/ diakses pada Selasa 11 April 2014 pukul 19.30
The
World
Bank.
“Data
CO2
Emissions
(metric
tons
per
capita)”
http://data.worldbank.org/indicator/EN.ATM.CO2E.PC/countries/1W-AU-DE-GBFR-NL-MY?display=graph diakses pada Rabu 25 September 2013 pukul 20.00 WIB
Australian Government. “Climate Change – Moving to A Clean Energy Future”
http://www.budget.gov.au/2011-12/content/overview/html/overview_36.htm
diakses
pada Rabu 25 September 2013 pukul 20.30 WIB
The Australian Greens. “Structure” http://greens.org.au/our-story/party-structure diakses pada
Kamis 13 Maret 2014 pukul 10.00 WIB
The Australian Greens. “The Charter and National Constitution of The Australian Greens”
http://archive.greens.org.au/system/files/AG%20Constitution%20%5Bas%20amended
%20Nov%202010%5D.pdf diunduh pada Kamis 13 Maret 2014 pukul 12.00 WIB
18 Partai Hijau..., Rista Monica Giarno Putri, FISIP UI, 2014
Download