rendahnya kadar il-4 sebagai faktor risiko terjadinya

advertisement
RENDAHNYA KADAR IL-4 SEBAGAI FAKTOR
RISIKO TERJADINYA ABORTUS IMINEN
dr. A A N Jaya Kusuma, Sp.OG(K), MARS
BAGIAN/ SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2012
1
RINGKASAN
Kehamilan merupakan keadaan patologis fisiologi dimana ekspresi
antigen paternal janin di dalam tubuh ibu dapat memicu reaksi penolakan
sistem imun maternal. Sistem imun memegang peranan dalam kejadian abortus
iminen akibat tidak adanya keseimbangan T helper 1 dan T helper 2, yang
menyebabkan kehamilan mendapatkan penolakan dari sistem maternal.
Interleukin-4 memegang peran yang penting dalam menjaga keseimbangan
tersebut. Sel T helper (CD4+) naïve (Th0) saat mengenali antigen yang
dipresentasikan oleh APC dapat berdiferensiasi menjadi Th1 apabila mendapat
sinyal berupa IL-12 dan IFN-γ, sementara Th2 akan menghasilkan IL-4. Pada
penelitian-penelitian sebelumnya ditunjukkan bahwa donimasi sitokin
proinflamasi yang dihasilkan oleh Th1 akan berkorelasi dengan peningkatan
kejadian keguguran. Oleh karena itu, yang dianggap sebagai sitokin yang akan
mempertahankan kehamilan adalah sitokin yang dihasilkan oleh Th2.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus-kontrol, dilaksanakan di
IRD kamar bersalin dan Poli Klinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah
Denpasar, dari Juli 2010 sampai september 2011, diperoleh 60 sampel
penelitian ibu hamil dengan kejadian abortus iminen dan hamil normal pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Dari data yang terkumpul dilakukan
pengujian normalitas data dengan Kolmogrov-Smirnov, kemudian dilakukan
analisa data dengan t-independent sample test dengan tingkat kemaknaan α =
0,05. Untuk mengetahui risiko terjadinya abortus iminen pada kadar IL-4
dipakai uji Chi-Square.
Didapatkan 30 ibu hamil dengan abortus iminen (kasus) dan 30 ibu
hamil normal (kontrol) dengan rerata umur ibu kelompok kasus adalah
30,80±6,67 tahun, rerata kelompok kontrol adalah 28,43±5,69 tahun. Rerata
umur kehamilan kelompok kasus adalah 15,73±1,84 minggu, rerata kelompok
kontrol adalah 16,53±1,91 minggu, rerata paritas kelompok kasus adalah
1,53±0,94, rerata kelompok kontrol adalah 1,10±0,99. Analisis kemaknaan
dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p > 0,05. Hal ini berarti
bahwa umur ibu, umur kehamilan, dan paritas tidak berbeda antara kelompok
kasus dengan kelompok kontrol. rerata kadar IL-4 kelompok kasus adalah
0,040,01 dan rerata kelompok kontrol adalah 0,220,31. Analisis kemaknaan
dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 3,20 dan nilai p = 0,002.
Hal ini berarti bahwa rerata kadar IL-4 pada kedua kelompok berbeda secara
bermakna (p < 0,05). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan kurva
ROC didapatkan bahwa nilai batas (cut off point) kadar serum IL-4 antara
kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah 0,052 dengan nilai sensitivitas
90,0% dan nilai spesifisitas adalahn 93,3%. Selanjutnya berdasarkan nilai batas
tersebut dilakukan uji hubungan antara kadar IL-4 dengan kejadian abortus
iminen dengan uji Chi-Square yang didasarkan pada tabel silang 2x2.
2
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rasio odd kadar serum IL-4
kelompok kasus terhadap kontrol sebesar 6 kali (RO = 6,42, IK 95% = 2,0819,76, p=0,001).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kadar IL-4 pada abortus
iminen berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kadar IL-4 kehamilan
normal. Dan kadar serum IL-4 yang rendah berisiko terjadinya abortus iminen
sebesar 6 kali dibandingkan dengan kadar IL-4 yang lebih tinggi.
3
ABSTRAK
Latar belakang : Kehamilan merupakan keadaan patologis fisiologi dimana
ekspresi antigen paternal janin di dalam tubuh ibu tentu dapat memicu reaksi
penolakan sistem imun maternal. Sistem imun memegang peranan dalam
kejadian abortus iminen akibat tidak adanya keseimbangan Th1 dan Th2, yang
menyebabkan kehamilan mendapatkan penolakan dari sistem maternal. IL-4
memegang peran yang penting dalam menjaga keseimbangan tersebut.
Tujuan : Untuk mengetahui peran rendanya IL-4 sebagai faktor risiko kejadian
abortus iminen.
Rancangan Penelitian : Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol. Dari 60
orang ibu hamil, didapatkan 30 ibu hamil dengan abortus iminen dan 30 dengan
kehamilan normal. Dan telah dilakukan pemeriksaan kadar serum IL-4 di
bagianoratorium Prodia Denpasar. Dari data yang terkumpul dilakukan
pengujian normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, kemudian dilakukan
analisa data dengan independent sample test dengan tingkat kemaknaan α =
0,05. Untuk mengetahui kadar IL-4 terhadap abortus iminen dipakai uji ChiSquere.
Hasil : Dari penelitian ini didapatkan kadar rerata IL-4 pada abortus iminen
0,040,01 pg/ml lebih rendah dari kehamilan normal dengan kadar rerata IL-4
0,220,31 pg/ml. Analisa kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan
bahwa nilai t = 3.198 dan nilai p = 0.002. Hal ini berarti bahwa rerata kadar IL-4
pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Berdasarkan nilai
titik potong 0,052 pg/ml, didapatkan bahwa risiko relatif terjadinya abortus
iminen adalah 6 kali (RO = 6,42, IK 95% = 2,08-19,76, p=0,001)
Kesimpulan : Kadar IL-4 pada abortus iminen berbeda secara bermakna
dibandingkan dengan kadar IL-4 kehamilan normal. Dan adanya kadar serum
IL-4 yang lebih rendah berisiko terjadinya abortus iminen sebesar 6 kali
dibandingkan dengan kadar IL-4 yang lebih tinggi .
Kata kunci : Abortus iminen, kehamilan normal, IL-4
4
ABSTRACT
Background : Pregnancy is a dual state of pathology and physiology where the
expression of paternal antigen in the mothers circulation may trigger an
antigenic reaction. The immunological system has a role in the physiology of
threatened abortion, caused by imbalance between Th1 and Th2. which causes
rejection of the product of conception from the maternal system. IL-4 has an
important role in maintaining the balance of the T helper system.
Objective : The role of low IL-4 concentration, as a risk factor of threatened
abortion.
Method : This was a Case control study involving 60 pregnant women. Thirty
cases were with threatened abortion and the other thirty cases were women with
normal pregnancy. IL-4 concentration were then examined at the Prodia bagian
Denpasar. The results were then tested with kolmogorov smirnov and were then
analysed with the independent-t test , α = 0.05. Chi square were then used to
determine the relation of IL-4 concentration towards threatened abortion.
Results : The average concentration of IL-4 were 0,040,01 pg/ml for the
threatened abortion group which were lower compared to normal pregnancy
concentration of 0,220,31 pg/ml t-independent test revealed t = 3.198 and p =
0.002. The average IL-4 concentration between the two groups was statistically
different (p<0.05) from the cut off point 0,052 pg/ml, the relative risk of
threatened abortion was 6 times (RO = 6,42, IK 95% = 2,08-19,76, p=0,001).
Conclusion : The concentration of IL-4 in threatened abortion was statistically
different compared to normal pregnancy. Lower concentration of IL-4 has a
risk developing threatened abortion 6 times compared to higher concentration
of IL-4.
Keywords : Threatened abortion, normal pregnancy, IL-4
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lebih dari 50 tahun yang lalu Billingham dan Medawar mencetuskan
konsep bagaimana janin didalam kandungan ibu dapat hidup hingga usia
kehamilan cukup bulan tanpa mengalami reaksi penolakan dari sistem imun
maternal, meskipun janin tersebut memiliki genom yang sebagian berasal dari
ayahnya (antigen paternal) / semi-alogenik. Ekspresi antigen paternal janin di
dalam tubuh ibu tentu dapat memicu reaksi penolakan sistem imun maternal
berdasarkan hukum transplantasi (A.L Veenstra, 2003).
Secara imunologis kehamilan merupakan keadaan patologis fisiologis
dimana organisme secara alamiah berpindah ke individu yang membawanya,
kemudian tumbuh dan berkembang dan pada waktu yang tepat, akan
menimbulkan rangkaian tanda-tanda yang mengarah pada pengeluaran yang
aman dari tubuh wanita (Mark Formosa, 2008). Konsep yang berkembang
selama beberapa tahun ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
tubuh terutama pada level uterus lokal membangun respon imun yang berasal
dari sejumlah respon inflamasi melawan invasi trophoblas (Mark Formosa,
2008).
Dengan dasar diatas maka sangat mungkin suatu kehamilan mendapat
penolakan dari tubuh ibunya, sehingga kehamilan tidak dapat berlangsung
6
dengan baik, dan sering menimbulkan angka keguguran yang tinggi, dimana
penolakan akan kehamilan ini ditandai dengan adanya gambaran abortus
iminen. Dimana sistem imun memegang peranan dalam kejadian abortus
iminen akibat tidak adanya keseimbangan Th1 (T-helper tipe 1) dan Th2 (Thelper tipe 2), yang menyebabkan kehamilan mendapatkan penolakan dari
sistem maternal. IL-4 (Interleukin 4) memegang peran yang penting dalam
menjaga
keseimbangan
tersebut,
guna
mempertahankan
kelangsungan
kehamilan. Atas dasar itulah penelitian ini mencoba menggali mengenai
peranan sistem imunologi khususnya peranan IL 4 dalam kaitannya dengan
kejadian abortus iminen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan permasalahan
sebagai berikut :
-
Apakah kadar IL-4 yang rendah menjadi factor risiko terjadinya abortus
iminin.
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan umum :
Untuk mengetahui peran rendahnya IL-4 sebagai faktor risiko kejadian
abortus iminen.
7
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui rerata kadar IL-4 pada abortus iminen.
2. Untuk mengetahui rerata kadar IL-4 pada kehamilan normal.
3. Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar IL-4 pada abortus iminen
dan kehamilan normal.
4. Mengetahui rendahnya IL-4 sebagai factor risiko kejadian abortus
iminen.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi pengetahuan
Untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya
bidang Obstetri dan Ginekologi mengenai peranan IL-4 terhadap
kejadian abortus iminen.
2. Manfaat bagi pelayanan medis
Dapat digunakan untuk acuan prediktor terhadap kejadian abortus
iminen, sehingga nantinya mampu untuk mencegah kejadian abortus
iminen.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi/Batasan
1. Abortus
iminen
“threatened
abortion”
didefinisikan
sebagai
perdarahan yang berasal dari uterus pada umur kehamilan dibawah 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa disertai
adanya pembukaan servik (Cuningham, 2005).
2. Perdarahan pada kehamilan muda juga bisa disebabkan oleh penyebab
diluar kehamilan seperti : trauma, polip serviks, atau keganasan pada
serviks uteri. Sedangkan yang berhubungan dengan kehamilan, bisa
disebabkan oleh kehamilan ektopik, mola hidatidosa, atau oleh karena
perdarahan fisiologis yang disebabkan proses implantasi (berek J.S ,
1996).
3. Interleukin-4 adalah pleiotropic type I cytocin yang diproduksi oleh
CD(cell dendritic) + T sel, yang membentuk Th2 sel dan bersama
dengan basophil dan mast sel berespon terhadap aktivasi reseptormediatied (Keats Nelsms, 1999).
Interleukin-4 merangsang peningkatan B sel yang meningkatkan permukaan
ekspresi MHC clas II (Major Histocompatibility complex clas II) (Daniel.P.
1991).
9
Kadar normal IL 4 pada ibu hamil dari hasil penelitian V.Deneys & M.D.
Bruyere, didaptkan kandar IL 4 pada ibu hamil Mean±SD ; 0,94±3,63
( V.Deneys & M.D. Bruyere, 1997). Pada penelitian kadar sitokin pada kasus
preeklamsia didapatkan range IL 4 ; 0-23 pg/ml pada kondisi kehamilan normal
(Yvonne Jonsson, 2006).
2.2 Insiden
Angka insiden abortus iminen sulit ditentukan dengan pasti, karena
sangat tergantung dari ketepatan diagnosis dan perangkat diagnostik yang
dipakai. Perdarahan pada kehamilan muda diperkirakan 25%-30% dan hampir
separuhnya
menjadi
abortus
sepontan
dan
setengahnya
masih
bisa
dipertahankan. Dimana hampir 20% dari semua kehamilan mengalami abortus
iminen dan 15% berkembang menjadi keguguran tergantung dari jumlah
perdarahan yang terjadi (Raj Raghupathy, 2008).
2.3 Penyebab
Berbagai faktor dapat menyebabkan kejadian abortus iminen, dimana
kejadiannya dapat dipengaruhi oleh faktor janin, faktor maternal, diantaranya
kelainan kromosom, abnormalitas endokrin, infeksi, kelainan anatomis, faktor
humoral, dan faktor imunologi. Namun dalam penelitian ini, peneliti lebih
memfokuskan pada faktor imunologi dimana sebanyak 60% kasus keguguran
10
tidak
diketahui
penyebabnya
yang
terjadi
selama
proses
kehamilan
(Raj Raghupathy, 2008).
2.4 Peranan IL 4 Pada Pemeliharaan Kehamilan
2.4.1 Sistem imun
Sistem imun adalah suatu organisasi yang terdiri atas sel-sel dan
molekul molekul yang memiliki peranan khusus dalam menciptakan suatu
sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi atau benda asing. terdapat dua jenis
respon imun yang berbeda secara fundamental, yaitu (1). Respon yang bersifat
innate (alami/nonspesifik). Yang berarti bahwa respon imun tersebut akan
selalu sama seberapapun seringnya antigen tersebut masuk ke dalam tubuh dan
(2). Respon yang bersifat adaptif (didapat/spesifik), yang berarti bahwa akan
terjadi perubahan respon imun menjadi lebih adekuat seiring dengan semakin
seringnya antigen tersebut masuk ke dalam tubuh (Kanadi Sumapraja, 2008).
Respon imun yang bersifat innate biasanya akan menggunakan (1) selsel yang bersifat fagositik seperti neutrofil, monosit, dan makrofag. (2) sel-sel
yang akan menghasilkan mediator-mediator inflamasi seperti basofil, sel mast,
dan eosinofil dan (3) sel Natural Killer (NK). Selain itu, sistem respons innate
juga memiliki molekul-molekul, seperti komplemen, protein fase akut, dan
sitokin. Sementara itu, respons adaptif akan terlihat dengan adanya proliferasi
sel-sel limfosit T dan B. sel limfosit B akan menghasilkan antibody, sementara
11
sel limfosit T akan membunuh patogen intraselular dengan cara mengaktifkan
makrofag atau membunuh secara langsung sel-sel yang terinfeksi oleh virus.
Sistem imun dalam tubuh manusia akan bereaksi apabila
mampu
mengenali kuman ataupun benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem
imun akan mampu mengenali apabila kuman atau benda asing tersebut dapat
menempati (dikenali) reseptor-reseptor yang ada pada sel-sel imun innate
ataupun adaptif. Molekul-molekul yang dapat dikenali oleh reseptor sel-sel
imun disebut sebagai antigen. Antigen tersebut juga sangat bervariasi, mulai
dari yang hanya memiliki struktur kimia yang sederhana hingga yang memiliki
struktur kimia yang kompleks. Lokasi tempat berikatan reseptor dengan
molekul-molekul tersebut ukurannya sangat terbatas. Oleh karena itu, pada
molekul-molekul dengan struktur yang komplek hanya mengenali sebagian
kecil dari bagian struktur yang komplek yang disebut sebagai epitop. Artinya ,
suatu molekul dengan struktur yang komplek akan memiliki epitop yang
bervariasi (Jaroslaw Kalinka, 2006).
Mikroorganisme yang ditemukan sehari-hari oleh seorang manusia
yang sehat umumnya tidak akan menimbulkan gejala penyakit sama sekali,
karena umumnya akan berhasil dikenali dan dihancukan oleh respon imun
innate dalam hitungan menit atau jam. Untuk dapat bekerja dengan efektif
reseptor imun innate harus mampu mendeteksi antigen-antigen yang bersifat
asing (non-self). Namun, berbeda dengan reseptor yang ada relative lebih
terbatas dan konstan dari generasi ke generasi. Meski demikian sistem imun
12
innate tetap mampu mengenali mikroorganisme walaupun tingkat mutasi yang
terjadi pada microorganisme tersebut cukup tinggi kejadiannya. Hal ini
disebabkan oleh (1) reseptor-reseptor tersebut hanya akan mengenali pola-pola
molekul tertentu yang dimiliki oleh sebagian besar mikroorganisme, (2) Polapola molekul tersebut harus merupakan satu produk yang akan mempengaruhi
patogenitas serta survival dari mikroorganisme tersebut, sehingga akan selalu
dikonservasi dan jarang mengalami mutasi, (3) struktur-struktur yang akan
dikenali tersebut harus berbeda dengan self antigen, (4) molekul –molekul yang
dikenali tersebut harus merupakan petanda dari patogenisitas (patogen
Associated Molecular Patterns = PAMPs). Meski demikian, reseptor-reseptor
imun innate akan kesulitan apabila patogen tersebut berkembang biak di dalam
sel sehingga komponen-koponennya akan dibentuk di dalam sel, contohnya
virus. Namun,karena sistem imun kita bersifat redundanci yang berarti
mekanisme yang satu akan selalu dilapis oleh mekanisme yang lain, maka
infeksi virus tersebut tetap dapat dikenali oleh sistem imun innate dengan cara
mengenali perubahan yang terjadi pada membaran sel yang terinfeksi atau
mendeteksi terjadinya perubahan pada petanda self antigen, yaitu Human
Leukocyte Antigen (HLA) (Cuningham, 2005).
Apabila mikroorganisme tersebut mampu untuk mengatasi hadangan
dari sistem imun inate, maka akan dihadapi oleh sistem imun adaptif.
Mikroorganisme beserta produk-produknya yang berada di ekstraselular akan
dikenali oleh reseptor-reseptor yang ada pada sel limfosit B, dalam hal ini
13
adalah antibodi. Sementara untuk mikroorganisme yang di intrasel, produkproduknya akan dikenali oleh reseptor-reseptor dari limfosit T (T cell reseptor
=TCR). T cell reseptor akan mengenali fragmen-fragmen peptida yang berasal
dari mikroorganisme intrasel dan dipresentasikan oleh HLA pada permukaan
sel atau sel-sel khusus yang disebut sebagai Antigen Presenting Cells (APC)
seperti sel dendritik, makrofag, dan limfosit B.
Untuk menjamin agar sistem imun adaptif hanya bereaksi pada
mikroorganisme atau benda asing yang berbahaya saja sistem imun membuat
sistem pengendali di antaranya adalah pengawasan terhadap sel T, yaitu hanya
sel T yang tidak bereaksi terhadap self antigen yang dapat masuk ke dalam
sirkulasi perifer melalui mekanisme seleksi sel T di Thymus. Selanjutnya,
apabila TCR mampu mengenali fragmen peptide yang dipresentasikan oleh
APC, hanya dengan kehadiran molekul konstimulator sajalah maka sel T akan
bereaksi. Molekul konstimulator tersebut akan terpicu apabila reseptor pada
sistem imun innate teraktivasi. Dalam kaitannya dengan kejadian kegagalan
kehamilan yang penyebabnya tidak diketahui ditemukan bahwa terjadi ketidak
seimbangan imunologi maternal, dimana didapatkan peningkatan sitokin Th1,
yang menyebabkan kegagalan kehamilan (Jaroslaw Kalinka, 2006). Penelitian
yang dilakukan Raghuphaty dan teman-teman, menemukan peran penting dari
Th2 dan IL-10 untuk menjaga kehamilan, dimana diketahui perannya
menurunkan kadar Th1 sehingga terjadi keseimbangan Th1/Th2 (Isaac T,
2006).
14
Efek Kehamilan pada Respon Imun Perifer
Vilus sinsitiotropoblast mengalir dalam peredarahan darah ibu, sehingga
memiliki kontak erat dengan leukosit ibu. Sehingga, dapat diprediksikan bahwa
sistem imun perifer ibu mengadakan adaptasi terhadap sel sinsitiotropoblas
yang bersifat semialogenik. Suatu perubahan yang diketahui terjadi selama
kehamilan pada peredaran darah ibu adalah adanya peningkatan jumlah sel
darah putih perifer. Bukti klinis dari peranan kehamilan terhadap perubahan
respon imun terbukti pada ibu dengan remathoid arthritis dan lupus eritematous
yang menjadi kambuh kembali saat hamil (A.L. Veenstra,2003).
Respon imun berperan penting dalam berbagai proses reproduksi,
termasuk ovulasi, menstruasi dan melahirkan. Sangatlah jelas selama kehamilan
ketika seorang ibu harus menerima fetus semialogenik, respon imun juga
berperan penting di dalamnya. Hal ini diketahui pertama kali oleh Medawar
1953,
ketika konsep alograf fetus dipaparkan untuk menjelaskan kaitan
imunologis antara ibu dan anak. Kemudian, proses imun pada kehamilan
menjadi subjek dalam penelitian imunologi reproduksi.
Fetus semialogenik dapat bertahan karena interaksi imun antara fetus
dan ibu tertekan. Medawar mengusulkan bahwa hal tersebut terjadi akibat
kurangnya ekspresi antigen fetus, atau dari perpisahan ibu dan anak secara
anatomis, atau dari supresi limfosit maternal. Di samping fakta bahwa
mekanisme yang menginduksi toleransi imun fetus tidak sepenuhnya
dimengerti, beberapa penemuan mengenai status imun kehamilan sangatlah
15
jelas. Sebagai contohnya, sekarang diketahui bahwa tidak ada pemisahan
anatomi antara ibu dan bayi, seluruh sel-sel fetus (seperti trophoblast) sangat
berhubungan erat dengan sel maternal (imun). Disini, walaupun tidak ada
antigen
stimulasi
limfosit
maternal,
sel-sel
fetal
trophoblast
tidak
mengekspresikan antigen MHC Ia yang responsive untuk penolakan cepat
alograft pada manusia.
Review terbaru menyetujui bahwa plasenta merupakan pertahanan
imunologi. Jika tidak ada kontinuitas vascular antara ibu dan bayi, plasenta
memiliki peran penting dalam kelangsungan fetus. Sel-sel trophoblast
merupakan sel fetal yang paling penting dalam mengadakan kontak dengan sel
maternal (A.L. Veenstra, 2003). Ada 3 populasi sel trophoblast yang diekspose
terhadap elemen maternal yang berebeda juga. Populasi pertama adalah
sitotrophoblas villous yang akan membentuk anyaman aktif sehingga sel
trophoblast tetap berada pada villi. Sel sitotrophoblas memiliki sifat invasif,
melewati stroma endometrium untuk mencapai pembuluh darah ibu, termasuk
arteri spiralis endometrium. Invasi yang baik pada arteri spiralis merupakan
kunci pembentukan kehamilan yang normal (Linda.J .2008). Populasi kedua
adalah sinsitiotrophoblast yang akan bercampur dengan darah maternal. Sel
sinsitiotrofoblas merupakan sel yang berukuran besar dan multinuklear yang
berkembang dari lapisan sitotrofoblas. Sel ini aktif menghasilkan hormon
plasenta dan membawa zat makanan dari ibu ke janin (Linda.J,
2008).
Populasi trophoblast ketiga adalah non-villous sitotropoblas merupakan
16
prekursor proliferasi sel trophoblast yang bermigrasi ke desidua dan
miometrium. Selama 20 minggu umur kehamilan, luas permukaan keseluruhan
trophoblast sekitar 15 m2.
Sejumlah faktor pertumbuhan diperlukan untuk implantasi yang baik.
Faktor-faktor
ini meliputi (1) Leukemia Inhibiting Faktor (LIF) yang
merupakan suatu sitokin, (2) Intergrin, yang memperantai interaksi antar sel;
dan (3) Transforming Growth Faktor beta (TGF-β), yang menstimulasi
pembentukan sinsitium dan menghambat invasi trofoblas. Faktor pertumbuhan
epidermal dan interleukin 1β merupakan mediator penting pada invasi trofoblas
(Linda.J,et al.2008). Janin adalah suatu jaringan yang bersifat semialogenik dan
berada di dalam tubuh seorang ibu yang memiliki imunokompeten untuk
menimbulkan suatu reaksi penolakan. Namun, umumnya reaksi penolakan tidak
akan terjadi. Billingham dan Medawar membuat beberapa hipotesis yang
mencoba untuk menjelaskan mengapa sistem imun maternal tidak bereaksi
terhadap janin yang bersifat semi-alogenik (Kanadi Sumapraja,2008).
1. Hipotesis mengenai pemisahan secara anatomis antara maternal dan
janin.
2. Hipotesis mengenai imunogenisitas dari janin yang rendah karena
masih bersifat imatur.
3. Hipotesis mengenai kelambanan atau kemalasan sistem imun maternal
untuk bereaksi terhadap antigen-antigen dari janin.
17
Berdasarkan
hasil-hasil
penelitian
selanjutnya,
ternyata
dapat
disimpulkan bahwa sistem imun maternal menunjukkan toleransi terhadap
antigen-antigen yang terdapat pada jaringan janin. Selanjutnya timbul
pertanyaan, apakah jaringan janin yang bersifat semialogenik tersebut langsung
mengadakan kontak dengan sistem imun maternal karena pada kenyataanya
sirkulasi keduanya tetap terpisah selama masa kehamilan. Pada kenyataannya
pula bahwa hanya jaringan plasenta dan membran janin sajalah yang langsung
mengadakan kontak dengan sirkulasi maternal. Hal ini menimbulkan dugaan
bahwa terdapat karakteristik-karakteristik tertentu yang bersifat spesfik dari
jaringan janin. Selain pada sisi janin, diduga pula bahwa terjadi perubahan pada
sistem imun maternal selama kehamilan sehingga akan memicu raksi toleransi
terhadap jaringan janin (Kanadi Sumapraja, 2008).
Sel-sel imun di uterus
Uterus sebagai organ tempat kehamilan akan berlangsung, tentu
memiliki peranan penting dalam proses penerimaan embrio. Lapisan
endometrium uterus dapat dianggap sebagai jaringan limfoid tersier setelah
jaringan limfoid primer pada sumsum tulang dan timus serta jaringan limfoid
sekunder pada kelenjar getah bening, limpa, dan Gut Associated Lymphoid
Tissue (GALT). Hal ini disebabkan leukosit ditemukan jumlahnya cukup
banyak baik pada derah stroma maupun epitel dari lapisan endometrium.
18
Dimana jaringan desidua memiliki tipe sel immunologi yang konvensional
limfosit dan makrofag (Isaac T.M, 2006).
Desidua adalah bagian maternal dari plasenta, di antaranya terdapat
bagian yang melekat yang sangat dekat antara bagian maternal dengan bagian
fetus. Konsekuensinya, sel desidua berperan penting dalam penerimaan oleh
fetus dan mengontrol invasi trofoblas. Desidua mengandung berbagai jenis
populasi sel termasuk sel stroma desidua, limfosit, uNK sel (Uterine Natural
Killer cell), monosit dan sel epithelial. Terdapat variasi yang signifikan dalam
jumlah sel leukosit di jaringan endometrium. Kurang dari 10% sel desidua
mengandung leukosit dalam fase proliferative, namun meningkat hingga 20%
pada fase sekretori lanjut,dan >40% pada kehamilan dini. Peningkatan ini
berkaitan dengan peningkatan jumlah sel uNK, dibandingkan >60% leukosit. .
Granulosit dan sel B tidaklah umum ditemukan dalam endometrium dan
desidua (A.L. Veenstra, et al, 2003).
Sel uNK memiliki fungsi seperti sel NK, namun spesifik untuk uterus
dimana fenotipnya berbeda dibandingkan sel NK perifer. Jumlah sel uNK
dalam yang muncul secara normal di endometrium meningkat selama
kehamilan dini. Munculnya uNK sel di dalam desidua dijelaskan dengan dua
mekanisme. Mekanisme pertama, sel uNK perifer
darah secara selektif
menempati mukosa uterus, karena mereka dapat berinteraksi dengan molekul
adhesi pada pembuluh darah desidual. Mekanisme kedua adalah proliferasi in
situ, seiring uNK membelah secara selektif. Proliferasi sel uNK dapat
19
distimulasi baik oleh sitokin yang dihasilkan sel desidua maupun hormon
steroid (Kanadi Sumapraja, 2008).
Walaupun uterine NK cells dalam uterus dalam jumlah yang sangat
banyak, mereka tidak menyerang sel non-vilous sitotrofoblas semialogenik. Hal
ini mengacu pada fakta bahwa sel uNK mengekspresikan reseptor inhibitor.
Reseptor ini berikatan dengan MHC Ia dan b (HLA-C, HLA-E, dan HLA-G)
dalam trofoblas; dengan berikatan dengan antigen MHC I, reseptor inhibitor
menginhibisi aktivitas litik sel uNK. Ada beberapa tipe reseptor inhibitor pada
sel uNK, yaitu Ig-like killer cell inhibitory receptor (KIR). (Errol R, 2006).
Gambar 1. sel-sel sehat yang memiliki HLA akan terhindar dari aktivitas
pembunuhan oleh sel NK, karena HLA akan mengaktifkan KIR
yang akan mencegah aktivasi sel NK. (KIR = Killing Inhibitory
Receptor) (Kanadi Sumapraja, 2008).
20
Pengetahuan mengenai sel uNK masih terbatas, namun karena mereka tidak
berbagi penanda membran yang sama dengan sel NK perier, maka tidak
diketahui apakah memiliki fungsi yang sama. Bagaimanapun juga karena
jumlah sel uNK yang besar di dalam uterus selama kehamilan, menandakan
bahwa mereka memiliki peranan penting dalam perlindungan melawan infeksi
atau pengaturan imunitas, dimana saat yang sama juga mempengaruhi proses
implantasi dan plasentasi. Efek sel uNK pada implantasi dan plasentasi
ditunjukkan oleh berbagai penelitian yang membandingkan jumlah dan
aktivitas sel uNK pada kehamilan normal dan yang terkomplikasi. Jumlah sel
uNK pada endometrium pre-implantasi ditemukan lebih banyak pada wanita
dengan riwayat abortus berulang dibandingkan dengan wanita yang tidak
memiliki riwayat ini. Di lain pihak, jumlah sel uNK ditemukan lebih sedikit
pada desidua ibu yang mengandung bayi dengan kelainan genetik dibandingkan
dengan ibu yang mengandung bayi normal, namun sel uNK tidak ditemukan
pada kehamilan tuba. Konsisten dengan peranan uNK sel dalam plasentasi dan
implantasi diketahui bahwa jumlah sel uNK yang tinggi berkaitan dengan
keguguran dan infertilitas. Sel uNK yang memproduksi sitokin ini
mempengaruhi plasentasi. Granulosit-Colony stimulating faktor (G-CSF),
granulosit macrofag-colony stimulating faktor (GM-CSF), macrophage colony
stimulating
faktor
(M-CSF)
dan
Leukemia
Inhibitory
Faktor
(LIF)
menstimulasi pertumbuhan trofoblast; macrofag-colony stimulating faktor
memicu proliferasi dan diferensiasi sel trofoblas, sedangkan LIF menstimulasi
21
implantasi. Transforming growth Faktor  (TGF-) di lain pihak menghambat
proliferasi dan diferensiasi sel trofoblas. Sel uNK juga menghasilkan sitokin
tipe 1 seperti TNF-α IFN- , yang memiliki efek negatif terhadap implantasi
dan invasi trofoblas (A.L Veenstra, 2003).
Sejumlah sel leukosit didapatkan baik secara tersebar maupun
berkelompok bersebelahan dengan kelenjar endometrium pada stratum basalis,
dan pola ini tidak akan berubah sepanjang siklus haid. Namun, jumlah sel-sel
leukosit pada stratum fungsional akan sangat berbeda pada setiap fase dari
siklus haid. Yang paling menonjol adalah perubahan pada jumlah sel NK.
Jumlah sel NK akan meningkat secara bermakna pascaovulasi dan jumlahnya
akan tetap banyak pada lapisan desidua saat usia kehamilan dini (Vijay Kumar,
2008).
Jadi sel NK memegang peranan penting dalam respon kekebalan
terhadap sistem imun didalam rahim, sel uNK adalah faktor kunci sistem
kekebalan ibu dalam menerima sel trofoblas. Dimana sel NK (uNK) tidak
mengalami aktivasi selama fase pra-ovulasi, dan menurun selama kehamilan
normal berlangsung. (Vijay Kumar, 2008)
22
Tabel 1. Jumlah sel Leukosit pada mukosa uterus sepanjang siklus haid dan
pada masa kehamilan dini (Kanadi Sumapraja, 2008).
Sedikit kejutan diketahui tentang sel NK perifer dalam kehamilan. Jumlah sel
NK perifer selama kehamilan menurun dibandingkan dengan wanita yang tidak
hamil. Pada wanita hamil juga diketahui, selain terjadi penurunan jumlah sel
NK, juga terjadi penurunan produksi IFN-. Perubahan jumlah dan aktivitas sel
NK konsisten dengan perubahan pergerakan respon imun dari humoral menjadi
selular selama kehamilan. Pada wanita hamil, sel NK bersifat embriotoksik,
pada suatu kelompok, terlihat pada populasi IVF tidak ada bayi terlahir hidup
dengan proporsi sel NK maternal perifer >18% (Isaac, 2006).
23
2.4.2 Beberapa peranan sistem imun terkait dengan peran IL-4 dalam
keberhasilan Kehamilan
Seperti telah disebutkan terdahulu bahwa janin mewarisi setengah
genom dari ayah , maka mau tidak mau sel-sel janin akan mengekspresikan
HLA dan peptide self yang mirip dengan ayahnya. Hal ini tentu dapat memicu
reaksi penolakan oleh sistem imun maternal, karena HLA dan peptida self dari
ayahnya akan dianggap sebagai antigen non self oleh sistem imun maternal.
Untuk menjelakan
mengenai mekanisme toleransi sistem imun maternal
terhadap antigen paternal dari janin, saat ini berkembang teori mengenai peran
plasenta sebagai suatu barier imun bagi antigen petrnal janin sehingga antigen
paternal janin tidak dapat dikenali dan kemudian ditolak oleh sistem imun
maternal (Gil Mor, 2006).
Dalam kehamilan jaringan plasenta yang akan langsung mengadakan
kontak dengan sistem imun maternal. Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel
trofoblas akan menginvasi hingga ke pembulauh darah maternal. respon imun
yang terjadi ternyata tidak sesuai dengan hukum transplantasi dimana
seharusnya terjadi reaksi penolakan, karena sel-sel trofoblas yang berasal dari
janin seharusnya juga memiliki HLA paternal. Namun ada hal-hal yang harus
dipertimbangkan bahwa sel-sel trofoblas itu berbeda dengan sel-sel somatik
lainnya. Oleh karena itu respon imun yang ditimbulkannyta tentu akan sangat
berbeda.
24
Tampaknya respon imun maternal yang ditimbulkan dalam kehamilan
dapat dipicu oleh karena adanya interaksi antara sel-sel janin pada plasenta dan
juga pengaruh faktor sistemik maternal lainnya seperti hormon,
Peranan keseimbangan sitokin Th1-Th2
Sitokin berkaitan dalam regulasi dari fungsi endometrium, sebab
sitokin di ekspresikan dalam endometrium manusia. Sepanjang siklus
menstruasi, sel endometrium dan implantasi embrio merupakan suatu proses
yang komplek. Dari apa yang diketahui tentang sel Th dimana pada penelitian
dengan model tikus didapatkan penolakan kehamilan yang dipengaruhi oleh
sitokin Th1, dan sebaliknya Th2 mempertahankan kehamilan. Dimana Th2
lebih dominan dalam preimplantasi endometrium dari wanita multipara dan
dalam desidua awal kehamilan. Namun dalam keadaan abortus berulang terjadi
penurunan produksi Th1, dalam kehamilan anembrionik terjadi peningkatan
ratio Th1/Th2 dalam darah tepi (Gunnet Makkar, 2006).
Sel T helper (CD4+) naïve (Th0) saat mengenali antigen yang
dipresentasikan oleh APC dapat berdiferensiasi menjadi Th1 apabila mendapat
sinyal berupa IL-12 dan IFN-γ, sementara Th2 akan menghasilkan IL-4,IL5,IL-6,IL-9,IL-10, dan IL-13. Meski demikian , Th1 dan Th2 juga sama-sama
menghasilkan IL-3, TNF dan GM-CSF. Pada penelitian-penelitian sebelumnya
ditunjukkan bahwa dominasi sitokin-sitokin proinflamasi yang dihasilkan oleh
Th1 akan berkorelasi dengan peningkatan kejadian keguguran. Oleh karena itu,
25
yang dianggap sebagai sitokin yang akan mempertahankan kehamilan adalah
sitokin-sitokin yang dihasilkanb oleh Th2. Meski demikian, ternyata sitokinsitokin tersebut tidak hanya dihasilkan oleh sel-sel imun saja, tetapi juga oleh
sel-sel trofoblas.
Gambar 2. maternal imun sistem, peranannya dalam kehamilan (Errol R, 2001)
Sel lainnya yang dapat ditemukan di dalam desidua dan berperan dalam respon
imun adalah limfosit T maternal. Meskipun sel T yang terdapat di dalam
desidua memiliki kontak erat dengan trofoblas, mereka tidak menyerang
sitotrofoblas non vilous karena mereka tidak mengenali MHC Ia-negatiftrofoblas sebagai benda asing. Jumlah sel T yang ditemukan di endometrium
menurun pada saat kehamilan dibandingkan dengan saat tidak hamil.
Bagaimanapun juga dengan menghasilkan sitokin
mempengaruhi penerimaan fetus.
26
limfosit T juga dapat
Limfosit T dalam desidua dapat memproduksi sitokin tipe 1 dan tipe 2.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sitokin tpe 1 memiliki
pengaruh buruk bagi kehamilan, di dalam desidua mereka memicu keguguran
dengan menghambat invasi trofoblas, TNF-α menstimulasi apoptosis dari sel
trofoblads dan IFN- (Interferon  ) semakin meningkatkan fungsi mediasi
TNF-α dalam membunuh sel trofoblas. IFN- di sekresi oleh sel-sel uNK yang
menyebabkan sel-sel trophoblas manusia menjadi lisis akibat pengeluaran IL-2
yang merangsang sel NK di desidua. Sitokin ini juga mencegah terjadinya
perkembangan berlebih dari sel-sel trofoblas in vitro dan stimulasi makrofag di
desidua. Lebih jauh lagi TNF-α dan IFN- juga dapat mempengaruhi
perkembangan janin dengan cara mengaktivasi protrombinase yang akhirnya
mendegenerasi trombin. Aktivasi trombin memicu pembekuan dan produksi IL8 yang menstimulasi granulosit dan sel endotelial untuk menghentikan aliran
darah plasenta. Bersama dengan sitokin atau kemokin, sel uNK juga
mengeluarkan gelatin-1 dan gelatin A. gelatin-1 menghambat proliferasi dan
kelangsungan hidup serta mempengaruhi lingkungan dengan penurunan TNFα, IL-2, dan IFN- yang diproduksi oleh sel T yang teraktivasi (Vijy Kumar,
2008).
Sitokin tipe 2 secara umum menstimulasi perkembangan berlebih dan
invasi trofoblast. Gambaran yang paling dapat diterima saat ini adalah baik di
dalam desidua ataupun aliran darah perifer, selama kehamilan menjadi lebih
predominan. Pentingnya dominasi relative sitokin tipe 2 jika dibandingkam
27
dengan tipe 1 dapat ditekan dengan adanya kehamilan yang mengalami abortus.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa keadaan ini dapat berupa over
simplifikasi (Errol R, 2001).
Peranan ekspresi HLA-G di sel-sel trofoblas
HLA adalah suatu molekul yang akan mempresentasikan fragmen
peptida pada permukaan sel. Fragmen peptida yang dipresentasikan opleh HLA
berasal dari protein eksogen ataupun endogen yang diproses baik melalui jalur
endositik (HLA kelas II) maupun jalur sitosolik (HLA kelas I). Fragmen
peptida yang diprenstasikan juga berasal dari protein self dan non-self. Oleh
karena proses tadi berjalan secara terus menerus, maka permukaan sel akan
dipenuhi oleh HLA-HLA dengan fragmen peptidanya masing-masing. Sel-sel
yang tidak terinfeksi tentu saja hanya akan mempresentasikan fragmen-fragmen
peptide sefl. Oleh karena itu, HLA juga bersifat sebagai petanda imunogenik di
mana memiliki fungsi untuk membedakan antara sel-sel yang berasal dari diri
sendiri (self) dengan sel-sel yang berasal dari orang lain (non-self) atau disebut
sebagai histokompatibilitas. Oleh karena itu, HLA sering disebut pula Major
Histocompatibility Complex (MHC) yang ada pada manusia. (Isaac T.M , 2006)
Meskipun MHC Ia sangat susah dipresentasikan oleh sel trofoblas,
dalam satu kelompok identifikasi molekul MHC kelas Ib terekspresikan pada
sel trofoblas non vilous dan mengarah sebagai HLA-G. beberapa tahun terakhir,
investigasi difokuskan pada distribusi dan fungsi HLA-G pada plasenta.
28
Sitotrofoblas ekstravili plasenta mengekspresikan HLA-G dengan kuat, namun
tidak ditemukan dalam vili sito-atau sinsitiotrofoblas (A.L Veenstra, 2003).
Fungsi sesungguhnya dari HLA-G masih belum diketahui, namun
berbagai penjelasan telah diusulkan. Suatu pemikiran menyatakan HLA-G
adalah sisa-sisa evolusi, namun fakta bahwa HLA-G hanya diekspresikan oleh
beberapa bagian trofoblas saja mempengaruhi fungsi HLA-G. HLA-G juga
berperan dalam mempertahankan resistensi sel trofoblas non vilus terhadap lisis
oleh sel uNK dan bahwa HLA-G menghambat migrasi sel uNK kearah
plasenta. Di dalam desidua terdapat sel uNK dalam jumlah banyak dan dengan
menempel pada reseptor inhibitor sel uNK, sel trofoblas mampu menghambat
aktifitas sel NK (A.L Veenstra, 2003).
Fungsi lain dari HLA-G juga telah diketahui. Sebagai contoh HLA-G
dapat menekan proliferasi limfosit T dan mempengaruhi limfosit Tc dan sel
uNk dengan mengubah sekresi sitokinnya , sehingga mengubah rspon imun dari
tipe 1 menjadi tipe 2. Selain membran-bound HLA-G, soluble HLA-G (sHLAG) juga berperan penting dalam mempertahankan kehamilan secara imunologis
dengan mempengaruhi sel imun perifer dan memodulasi fungsinya demi
keuntungan kehamilan.
Sebagai contoh, limfosit Tc dapat ditekan oleh
berbagai sHLA-G. Saat ini terlihat bahwa sHLA-G memiliki peran penting
pada implantasi embrio, karena level plasma sHLA-G berkurang pada abortus
dini dibandingkan dengan kehamilan normal. Berkaitan dengan prosedur IVF,
hanya embrio yang dapat menghasilkan HLA-G lah yang mampu bertahan.
29
berdasarkan ekspresi HLA-nya populasi sel-sel trofoblas dapat dibagi menjadi
3 populasi, yaitu (Kanadi Sumapraja, 2008) :
a. Sel-sel trofoblas yang melapisi ruang intravilli. Sel-sel trofoblas disini
akan langsung mengadakan kontak dengan sel-sel imun maternal dari
sirkulasi
maternal,
maka
sel-sel
trofoblasnya
tidak
akan
mengekspresikan HLA kelas I sama sekali.
b. Sel-sel trofoblas endovascular, yaitu sel-sel trofoblas yang menginvasi
pembuluh darah arteri spiralis. Sel-sel trofoblas ini akan berkontak
dengan sel-sel imun maternal pada sirkulasi maternal. Namun,
bedanya sel-sel trofoblas tersebut mengekspresikan HLA kelas II
seperti, HLA-G, HLA-E, dan HLA-C.
c. Sel-sel trofoblas yang akan menginvasi lapisan desidua, hanya
mengekspresikan HLA kelas II.
Mekanisme lainnya dari trofoblas dalam menghindari serangan imun maternal
adalah melalui ikatan apoptosis-inducing. Induksi apoptosis oleh Fas Ligand
(FasL) dalam invasi limfosit bekerja sebagai immune previlage dan penting
dalam penolakan jaringan. Ekspresi FasL telah diobservasi dalam plasenta
manusia. Telah diobservasi dalam sinsitiotrofoblas dan dalam vilus dan non
vilus sitotrofoblas. Selebihnya, ekspresi dari fas juga ditemukan dalam leukosit
desidua, menunjukkan bahwa ekspresi FasL dalam trofoblas mungkin
merupakan mekanisme proteksi trofoblas terhadap leukosit yang telah
30
teraktivasi. Namun ekspresi FasL tidak tampak sebagai suatu keharusan untuk
kesuksesan kehamilan.
Jalan lain menginduksi apoptosis, seperti dengan ikatan antara TNFrelated apoptosis inducing Ligand (TRAIL) dengan reseptornya (TRAIL-R)
dapat berperan dalam imunoprotektif dalam plasenta selama TRAIL
diekspresikan dalam trofoblas, terutama sinsitiotrofoblas. Akhir2 ini, anggota
lain dari death-inducing TNF superfamily ligand dan reseptor mereka telah
terlihat terekspresikan dalam plasenta. Karenanya Fas-FsL dan TRAILTRAILR apoptosis induction dalam sel imun maternal di dalam desidua
mungkin penting dalam imunotolerance maternal alograf fetus selama
kehamilan. Sel trofoblas memiliki berbagai mekanisme untuk menghindarai
serangan imun maternal. Pertama, dengan sedikitnya ekspresi molekul MHC Ia;
mereka tidak dapat dikenali sebagai benda asing oleh respon imun maternal,
sedangkan kurangnya MHC Ia dapat menempatkan trofoblas non vilous dalam
resiko lisis oleh sel uNK yang terdapat banyak di desidua. Karenanya, sel nonvilous trofoblas mengekspresikan MHC Ib seperti HLA-G dan HLA-E yang
keduanya penting dalam lapisan antara maternal-fetal dengan menginhibisi lisis
nonvilous sitotrofoblas oleh sel uNK, dengan berikatan langsung dengan
reseptor inhibitor sel uNK. HLA-G dan pasangangannya sHLA-G juga dapat
mennekan aktivitas sel imun lainnya baik dalam desidua maupun sirkulasi
perifer. Selain itu, jalan lain sel non-vilous dan vilous trofoblas dalam
menghindari respon imun adalah dengan mengekspresikan apoptosis-inducing
31
ligand. Dengan ligand tersebut, sel trofoblas mampu menginduksi aktivasi sel
imun (A,L Veenstra, 2003).
Peranan leukemia inhibitory faktor (LIF) dan reseptornya
Lapisan endometrium uterus tampaknya menghasilkan suatu molekul
yang bersifat hidrosolubel, yaitu disebut sebagai Leukemia Inhibitory Faktor
(LIF) selama siklus haid terkait dengan kadar progesteron. Sementara di sisi
lainnya blastokista juga akan menghasilkan LIF-reseptor. Selama periode
implantasi lapisan desidua bersama dengan limfosit-limfosit Th2 akan
menghasilkan LIF, dan sel-sel sinsisiotrofoblas akan menghasilkan reseptor
LIF. Diperkirakan ekspresi LIF pada desidua dan reseptor LIF pada blastokista
akan menfasilitasi proses implantasi. Selain itu, interaksi antara LIF dan
reseptornya juga terbukti dapat memicu pertumbuhan dan difrensiasi sel-sel
trofoblas.
Gambar 3. preimplantasi blastokis 6-7 hari setelah konsepsi (Errol R, 2001)
32
Implantasi memerlukan komunikasi antara endometrium dan blastokis yang
sehat. Hubungan feto-maternal ini mempengaruhi mediator lokal dalam uterus,
dimana terjadi pelepasan mediator protein , prokineticin 1 (PROK1). PROK1
menginduksi ekspresi dari Leukemia inhibitory factor (LIF) dalam sel
endometrium (Cai Hong, , 2010).
Leukemia inhibitory factor merupakan suatu sitokin yang memegang
peranan penting dalam perkembangan embrionik dan implantasi (Julia
Szekeres, et al, 2008). Dari penelitian yang dilakukan, Roberston et al. (1991),
Fry et al. (1992), Dunglison et al.(1996), jadi disimpulakan bahwa LIF
memegang peran penting dalam perkembangan embrio (Julia Szekeres, 2008).
Tabel 2. Diagram representasi dari ekspresi LIF endometrium, garis putusputus menggambarkan saat implantsi blastokis (Julia Szekeres,
2008)
33
Peranan indoleamine 2,3 dioksigenase (IDO)
Indoleamine 2,3 dioksigenase (IDO) adalah suatu protein enzimatik
yang berfungsi untuk katabolisme triptofan. Enzim tersebut telah dibuktikan
dapat dihasilkan oleh sel-sel sinsisiotrofoblas. Diperkirakan IDO yang
dihasilkan oleh sel-sel sinsisiotrofoblas akan merusak triptofan pada lapisan
desidua yang dibutuhkan untuk proliferasi sel-sel imun dilapisan desidua
sehingga dapat memicu toleransi dari sel-sel imun maternal terhadap embrio.
(Kanadi Sumapraja, 2008). Ekspresi IDO diekspresikan oleh sel dendritik
(DCs) yang megaktifkan peranan Treg (T regulator) sehingga menjadi supresor
yang berpengaruh terhadap terjadinya keseimbangan sitokin Th1, sehingga
kelangsungan kehamilan dapat terjadi (Julia Szekeres, 2008).
Gambar 4. Pengaruh supresi Treg terhadap kehamilan (Julia Szejeres, 2008).
Pengaturan yang penting dari T reg sel dalam kehamilan dan hubungan yang
jelas antara adanya difisiensi dan kehamilan yang patologi saat ini makin
banyak digali (Leigh R. 2009).
34
Gambar 5. Gambaran berbagai hormon dalam reuglasi sistem innate, dan
peranan sitokine Th1 dan Th2 selama kehamilan (Julia Szejeres,
2008)
Peranan makrofag supresor
Tampaknya ada jenis makrofag lain selain makrofag yang telah
dikenal secara klasik akan teraktivasi setelah terstimulasi oleh IFN-gama atau
lipopolisakarida (LPS), dan kemudian akan menghasilkan sitokin-sitokin
proinflamasi. Makrofag supresor ini diperkirakan akan menjaga rahim tetap
sebagai tempat yang bersifat immune-privileged, dengan cara menghasilkan
sitokin-sitokin yang bersifat non-inflamasi seperti IL-10 atau antagonis reseptor
IL-1 dan juga menghasilkan turunan oksigen bebas yang minimal atau tidak
sama sekali (Kanadi Sumapraja, 2008).
Macrofag inhibitory factor (MIF) seperti halnya sel NK memegang
peranan penting dalam pembentukan kehamilan dan hasilnya, jadi apapun
35
perubahan aktivitas abnormal dapat menyebabkan komplikasi selama
kehamilan dan terjadi keguguran (Vijay Kumar, 2008).
Sel supresor baru yang diinduksi hormon telah berada dalam uterus manusia
dalam rangka mempersiapkan tempat terjadinya implantasi. Sel tersebut
berbentuk besar dan menunjukkan marker sel–T tetapi sel tersebut tidak seperti
sel–T supresor klasik (T8), karena hanya ada di endometrium dan diaktivasi
oleh hormon, bukan oleh Ag. Sel itu juga tidak bersifat Ag-spesifik dan tidak
melepaskan faktor pensupresor. Sel supresor tersebut membalik sensitisasi
maternal, sehingga menghambat respons pembentukan sel sitotoksik terhadap
Ag non-MHC yang dihasilkan oleh sel pada awal konsepsi. Ag tersebut
berperan penting pada feto-maternal interface. Pada binatang yang diimunisasi
agar timbul respons anti terhadap Ag, frekuensi keberhasilan kehamilannya
turun dan ukuran fetusnya kecil karena diinfiltrasi oleh limfosit ibu
menyebabkan fetusnya diresorpsi spontan. Lamanya aktivitas sel supresor besar
biasanya hanya singkat saja karena efek supresi tersebut menyebabkan
kehamilan dapat berlangsung terus dan sel itu kemudian diganti dengan sel
supresor trophoblast-dependent. Jadi pergantian jenis sel supresor di
endometrium terjadinya tahap demi tahap dan setiap tahap hanya bersifat
sementara dan berfungsi mempertahankan kelangsungan hidup fetus.
Pada masa awal pasca implantasi sel supresor besar di endometrium
diganti oleh sel supresor kecil yang sitoplasmanya bergranula dan terdapat
dalam desidua. Sel-sel baru ini tidak mempunyai marker konvensional sel T
36
dan makrofag, tetapi mempunyai reseptor Fc.untuk IgG (FcIgGR). Mekanisme
aktivitas sel supresor kecil tergantung pada signal trofoblas. Tempat aktivitas
sel itu hanya di sekitar implantasi dalam uterus karena sel supresor kecil tidak
aktif selain di dalam uterus hamil. Lokalisasi sel supresor trophoblastdependent dan adanya sel supresor kecil dalam plasenta diduga sehubungan
dengan
saat
terbentuknya
chorion-desidua
junction
yang
berfungsi
menghambat graf rejecton dan menyelamatkan fetus. Sel supresor non-T
melepaskan soluble faktor ang menghambat berbagai mekanisme sel efektor
spesifik maupun non spesifik. Soluble faktor ini menghambat perkembangan
CTL, aktivitas sel NK dan pembentukan sel LAK dengan cara menghalangi
aktivitas IL-2. Faktor tersebut juga menghambat respons C mengaktifkan IL-3,
menghambat fungsi sitotoksik monosit dan makrofag dan memblok aktivitas
sitotoksik TNF- terhadap sel sasaran tertentu. Molekul larutan pensupresi imun
sangat lengket dan sering dihubungkan dengan berbagai zat pembawa protein.
Aktifitas faktor ini dinetralkan oleh antibody anti transforming growth factor
(TGF) yang aktivasinya ialah menghambat sitokin yang membasmi berbagai sel
efektor. TGF, memblok mekanisme efektor sel imun spesifik maupun non
spesifik yang menyerang unit fetus-trofoblas. Di desidua juga terjadi
mekanisme supresor sel efektor oleh prostaglandin E (PGE) Supresi yang
dimediasi PGE terutama jika terjadi disagregasi desidua dengan enzim, dengan
teknik tertentu bisa merusak desidua yang aktif memproduksi TGF, tetapi
membebaskan sel-sel yang menyerupai makrofag serta memproduksi molekul
37
supresor tipe PGE. Progesteron menekan produksi PGE endometrium manusia
pasca ovulasi dan desidua pada awal kehamilan..
Peranan hormon
Beberapa jenis sitokin dan hormon telah terbukti dapat dihasilkan oleh
plasenta. Hormon yang cukup penting yang dihasilkan oleh plasenta adalah
progesteron, dimana pada beberapa penelitian menunjukkan progesteron
terbukti akan memicu produksi LIF pada endometrium., dan juga akan
memodulasi sistem imun maternal sehingga keseimbangan Th1-Th2 akan
bergerak kearah dominasi Th2. Selain progesteron tampaknya hormon
pertumbuhan juga akan memegang peranan dalam memodulasi sistem imun,
meski saat ini baru terbukti pada spesies Roden. Dalam masa kehamilan
plasenta akan menghasilkan Placental Growth Hormon (pGH) yang memiliki
perbedaan 13 asam amino dibandingkan dengan Growt Hormon (GH) yang
dihasilkan oleh hipofisis. Placental Growth Hormon akan menggantikan GH
dalam sirkulasi maternal pada trimester kedua dan diperkirakan dapat pula
memodulasi sistem imun maternal (Kanadi Sumapraja, 2008).
38
Gambar 6. Peranan Hormon progesteron, placental Growth Hormon, serta
sitokin yang diproduksi oleh sel trofoblas akan memodulasi
respon imun sistem imun maternal (Kanadi Sumapraja, 2008).
Dalam penelitian retrospektif klinikal trial yang dilakukan oleh Raghupathy et
al (2005) pada penelitian didapatkan produksi sitokin Th1 dan Th2 dalam darah
tepi pada pasien yang mengalami keguguran berulang menunjukkan
progesteron yang menginduce PIBF menunjukkan kejadian penurunan kadar
Th1 dan menstimulasi sitokin Th2 guna mempertahankan kehamilan (Shai.S ,
2009).
Timbulnya PIBF menyebabkan perangsangan terhadap IL-4 sehingga
terjadi peningkatan kadar Th2, dimana bukti penelitian menyebutkan bahwa
keberhasilan kehamilan terjadi peningkatan Th2 terhadap Th1. Selain itu juga
peningkatan Th2 menyebabkan perangsangan mediator-mediator IL3,IL10
sehingga secara bermakan menurunkan kadar TNF dan IFN-γ. Progesteron
Inhibit Blocking Factor (PIBF) hanya disintesis oleh hubungan feto-maternal,
39
ini dikarenakan diperlukan konsentrasi progesteron yang adekuat untuk
menstimulasinya. Hal ini memerlukan tiga mekanisme : 1.Dengan menginduksi
asimetrik, protease blocking antibody, 2.Dengan menghambat detranulasi NK
sel. 3. Dengan menginduksi sel Th2 dipendent sitokin.
KehamilanFetus/trophoblas
50% paternatl gen
Reaksi Allogenic immune
PIBF
Progesteron level
Untuk sintesis PIBF
Asymetrik Abs
Th2
NK sel
progesteron
sintesis PIBF
symetrik Abs
Th1
LAK sel
Proteksi fetus
cytotoxic, inflamatori
Abortik reaction
Kelahiran
miscarriage
Gambar 7. Peranan PIBF terhadap Th sel (Mark Fermosa, 2008).
40
Progesteron
HOXA-10
Trophoblast
HLA-G Expression
NK Cell
Recruitment and
Differentiation
Inhibition of NK Cell
activity
PIBF
Th2 cytokine
production
Normal endometrial development
Gambar 8. Peranan progesteron dalam menjaga dan mempertahankan
kehamilan (Shai.S , 2009).
Dari data yang didapatkan dari hasil penelitian pada pemberian suatu
progesteron reseptor antagonis ternyata menyebabkan terjadinya suatu
keguguran dimana pemberiannya dilakukan sebelum umur kehamilan tujuh
minggu usia kehamilan. Dari data tersebut produksi progesteron yang adekuat
oleh corpus luteum memegang peran yang penting dalam mempertahankan
kehamilan sampai placenta mengambil alih fungsi ini sekitar usia kehamilan
tujuh-sembilan minggu kehamilan (Errol R, 2001).
41
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Pikir
Dalam kondisi kehamilan normal, dari beberapa data penelitian yang
didapatkan, menunjukkan adanya peranan IL-4 dalam menjaga proses imunitas
untuk mempertahankan kehamilan, dimana peran IL-4 menjaga keseimbangan
imunitas maternal dengan menjaga keseimbangan rasio Th1/Th2. Mekanisme
kerja IL-4, merupakan suatu komplek imunologis yang rumit dimana, satu sama
lainnya saling mempengaruhi untuk menjaga keseimbangan Th1/Th2 seperti
yang telah dijelaskan beberapa faktor imunologis sebelumnya. Dengan adanya
keseimbangan yang terjaga antara ratio Th1/Th2 maka kehamilan tersebut
dapat terhindar dari reaksi imunologi dan kehamilan mampu dipertahankan
sampai dengan usia kehamilan cukup bulan.
42
Kehamilan (semi-alogenik)
Maternal Immun Sistem
Th2 respon (IL-4)
Kadar rerata IL-4
Rendah
Abortus imminens
Gambar 9. Kerangka konsep penelitian
3.2 Hipotesa Penelitian
Rendahnya kadar IL-4 merupakan faktor risiko terjadinya abortus
iminen
43
BAB IV.
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah studi kasus kontrol
Kadar IL-4
< 0,052 pg/ml
kasus
Abortus iminen (+) <20 mg
Kadar IL-4
> 0,052 pg/ml
Kadar IL-4
< 0,052 pg/ml
kontrol
Hamil (+) <20 mg
Kadar IL-4
> 0,052 pg/ml
Gambar. 10. Rancangan penelitian
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Ruang Bersalin IRD dan
Poliklinik
Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar
44
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak bulan, Juli 2010 sampai dengan
September 2011
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua ibu hamil yang datang ke
Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit
Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis abortus
iminen dan hamil muda normal dengan umur kehamilan < 20
minggu.
4.3.2 Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah semua ibu hamil yang datang ke
Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit
Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis abortus
iminen dan hamil muda normal dengan umur kehamilan < 20 minggu
yang memenuhi kriteria inklusi
Kriteria inklusi:
 Ibu hamil dengan usia kehamilan < 20 minggu mengalami abortus
iminen yang datang ke IRD dan Poliklinik Obstetri dan
Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar.
 Bersedia ikut penelitian
45
Kriteria Ekslusi:
 Molahidatidosa
 Ibu hamil muda dengan kelainan uterus
 Ibu hamil muda dengan mioma uteri
4.3.2.1 Kriteria Sampel
Kasus :
Ibu hamil muda mengalami perdarahan pervaginam yang berasal dari
uterus pada umur kehamilan dibawah 20 minggu disertai sakit perut
atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai umur kehamilan, tanpa
adanya pembukaan servis dengan tes kehamilan masih positif, dimana
hasil konsepsi masih di dalam uterus yang dibuktikan dengan USG.
Kontrol:
Ibu hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu yang
datang ke IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah
Denpasar.
4.3.2.2 Cara Pemilihan Kasus dan Kontrol
Kasus :
Kasus ditentukan dengan cara consencutive sampling dari ibu hamil
dengan abortus iminen yang datang ke IRD dan Poliklinik Obstetri dan
46
Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, periode Juli 2010 sampai dengan
September 2011 yang memenuhi kriteria inklusi.
Kontrol:
Kontrol ditentukan secara consencutive sampling dari ibu hamil
normal dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu yang datang ke
RSUP Sanglah dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1.
Umur ibu dikelompokkan menjadi:

≤ 18 tahun

19-34 tahun

≥ 35 tahun
Usia kehamilan dikelompokkan menjadi :

< 12 minggu

13 -< 20 minggu
4.3.2.3 Penghitungan Besar Sampel
Besar atau jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan asumsi :

Tingkat kesalahan tipe I(α) dipergunakan 0,05 Zα= 1,960

Power penelitian sebesar 80% dengan ,

Tingkat kesalahan tipe II (β) adalah 20%  Zβ=0,842 R=3
Sampel dihitung berdasarkan rumus:
Dan
47
Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas didapatkan
jumlah sampel yang diperlukan 29 pasang sampel, dibulatkan
menjadi 30 sampel kasus-kontrol.
4.4 Variabel Penelitian
 Variabel bebas
: IL-4
 Variabel tergantung : Abortus iminen
 Variabel terkontrol
: umur ibu, umur kehamilan, paritas, mioma
uteri, uteri, uteri, molahidatidosa, kelainan uterus
4.5 Definisi Operasional Variabel
1. Kadar IL-4 merupakan kadar IL-4 yang diperiksa dengan metode ELISA
di bagianoratorium Prodia, diambil dari darah vena, dengan nilai rujukan
untuk 0-1000 pg/ml.
2. Abortus iminen adalah perdarahan yang berasal dari uterus pada umur
kehamilan dibawah 20 minggu disertai sakit perut atau tidak sama sekali.
Uterus membesar sesuai dengan umur kehamilan, tanpa adanya
pembukaan serviks dengan tes kehamilan masih positif, dimana hasil
konsepsi masih di dalam uterus yang dibuktikan dengan USG oleh
Supervisor.
3. Umur ibu adalah umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir atau
yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk.
48
4. Umur kehamilan merupakan umur kehamilan yang dihitung dari hari
pertama haid terakhir (HPHT) atau berdasarkan hasil pemeriksaan USG
yang dilakukan sebelum umur kehamilan 20 minggu.
5. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialai oleh ibu hamil sebelum
kehamilan yang sekarang,
6. Ibu hamil muda kurang dari 20 minggu dengan mioma uteri adalah ibu
hamil muda < 20 minggu ditandai dengan tinggi fundus uteri lebih besar
dari umur kehamilan dan dibuktikan dengan adanya kantong gestasi pada
kehamilan lima minggu, fetal heart beat setelah umur kehamilan 7
minggu dan disertai whorl like appearance pada pemeriksaan USG oleh
supervisor.
7. Kehamilan molahidatidosa adalah tumor jinak sel tropoblas oleh karena
kegagalan
plasentasi
yang
mengakibatkan
vili
menggelembung
menyerupai buah anggur yang ditandai dengan adanya gejala klnis umur
kehamilan < 20 minggu berupa :
Riwayat amenore, perdarahan pervaginam atau tidak, disertai keluarnya
gelembung mola atau tidak, dengan besar uterus lebih besaR dari umur
keamilan, tidak ditemukan balottement dan detak jantung, dengan
pemeriksaan USG oleh supervisor ditemukan adanya vesikel di dalam
rongga uterus.
8. Kehamilan muda < 20 minggu dengan kelainan uterus adalah kehamilan
dengan kelainan bawaan pada uterus berupa uterus didelphys yaitu dua
49
buah uterus terpisah sama sekali disertai dua serviks uteri dengan sebuah
septum vertical pada bagian atas vagina, yang ditemukan pada
pemeriksaan inspikulo dan dibuktikan dengan USG oleh supervisor
dimana tampak 2 buah uterus yag terpisah.
9. Hamil normal adalah bila masih dijumpai adanya kantong gestasi pada
umur kehamilan lima minggu dengan fetal pole setelah kehamilan 6
minggu, fetal movement dan fetal heart beat setelah umur kehamilan 7
minggu dengan pemeriksaan USG oleh Supervisor.
4.6 Alat Pengumpulan Data
Alat-alat pengumpul data meliputi

Lembar status pasien

Timbangan berat badan

Alat pengukur tinggi badan

Tensimeter

Spuit disposibel 10 cc

Lembar pengumpul data
50
4.7 Alur Penelitian
Penapisan pada ibu hamil normal dan abortus imminen
dengan umur kehamilan < 20 minggu yang datang ke
Poliklinik / IRD RSUP Sanglah Denpasar
Criteria Ekslusi /
inklusi
Inform concent
Abortus
imminen
Hamil normal
Cut of point (COP)
Pengambilan sampel
darah
Pengambilan sampel darah
kadar IL-4
< COPl
kadar IL-4
≥ COP
kadar IL-4
< COP
kadar IL-4
≥ COP
Analisa data
Gambar 12. Alur penelitian
4.8 Teknik Analisa Data
Data a dianalisa dengan menggunakan computer program SPSS 16.0
untuk mengetahui perbedaan rerata kadar IL-4 abortus iminen dan kehamlian
normal digunakan uji-t paired . Hubungan antara kadar IL-4 dengan terjadinya
abortus iminen dilakukan perhitungan odds ratio. Analisis kemaknaan odds
ratio di uji dengan uji Chi-Squere pada tingkat kemaknaan α = 0,005.
51
BAB V
HASIL PENELITIAN
Selama periode bulan Juli 2010 - Nopember 2011, dilakukan penelitian
dengan rancangan kasus-kontrol (case-control study), yang dilakukan di Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP
Sanglah Denpasar.
Berdasarkan hasil analisis data awal
dengan menggunakan kurva ROC
didapatkan bahwa nilai batas (cut off point) kadar serum IL-4 antara kelompok
kasus dan kelompok negatif adalah 0,052 dengan nilai sensitivitas 90,0% dan
nilai spesifisitas adalahn 93,3%.
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Selama penelitian, 60 ibu hamil dengan diagnosis abortus iminen dan
hamil muda normal dengan umur kehamilan < 20 minggu dijadikan sampel.
Data karakteristik subjek antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
disajikan pada Tabel 5.1.
52
Table 5.1 Rerata umur, umur kehamilan, paritas, pada kelompok kasus dan
kontrol
Variabel
Kelompok
p
Kasus
Kontrol
Umur (Tahun)
30,80±6,67
28,43±5,69
0,145
Umur Kehamilan (minggu)
15,73±1,84
16,53±1,91
0,103
Paritas.
1,53±0,94
1,10±0,99
0,088
Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa rerata umur ibu kelompok kasus
adalah 30,80±6,67 tahun, rerata kelompok kontrol adalah 28,43±5,69 tahun.
Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah 15,73±1,84 minggu, rerata
kelompok kontrol adalah 16,53±1,91 minggu, rerata paritas kelompok kasus
adalah 1,53±0,94, rerata kelompok kontrol adalah 1,10±0,99.
Analisis
kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p > 0,05. Hal
ini berarti bahwa umur ibu, umur kehamilan, dan paritas tidak berbeda antara
kelompok kasus dengan kelompok kontrol.
5.2 Perbandingan Kadar IL-4
Untuk mengetahui perbedaan kadar IL-4 pada ibu hamil antara
kelompok kasus dengan kontrol digunakan uji t-independent.
Didapatkan
rerata kadar IL-4 kelompok kasus adalah 0,040,01 dan rerata kelompok
kontrol adalah 0,220,31. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent
53
menunjukkan bahwa nilai t = 3,20 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa
rerata kadar IL-4 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).
5.3 Peran Kadar Serum IL-4 pada Kejadian Abortus Iminen
Untuk mengetahui peranan kadar serum IL-4 terhadap kejadian abortus
iminen digunakan uji Chi-Square yang dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.2 Peranan Kadar Serum IL-4 Pada Kejadian Abortus Iminen
IL-4
Kelompok
Kasus
Kelompok
Kontrol
≤ 0,052
21
8
> 0,052
9
RO
IK 95%
p
6,42
2,08-19,76
0,001
22
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa odd rasio kadar serum IL-4 kelompok kasus
terhadap kelompok kontrol sebesar 6 kali (RO = 6,42, IK 95% = 2,08-19,76,
p=0,001).
54
BAB VI
PEMBAHASAN
Untuk mengetahui hubungan rendahnya kadar IL-4 pada ibu hamil
dengan meningkatnya kejadian abortus iminen maka dilakukan penelitian
dengan rancangan case-control study, yang dilakukan di Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah
Denpasar dari bulan Juli 2010 sampai dengan September 2011.
Selama penelitian, 60 ibu hamil pada usia kehamilan < 20 minggu
dijadikan sampel dalam penelitian. Berdasarkan hasil analisis didapatkan
bahwa rerata umur ibu kelompok kasus adalah 30,80±6,67 tahun, rerata
kelompok kontrol adalah 28,43±5,69 tahun. Rerata umur kehamilan kelompok
kasus adalah 15,73±1,84 minggu, rerata kelompok kontrol adalah 16,53±1,91
minggu, rerata paritas kelompok kasus adalah 1,53±0,94, rerata kelompok
kontrol adalah 1,10±0,99. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent
menunjukkan bahwa nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik
subjek tidak berpengaruh terhadap terjadinya abortus iminen.
Uji perbandingan untuk mengetahui perbedaan kadar IL-4 pada hamil
yang mengalami abortus iminen dan hamil normal digunakan uji t-independent.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata kadar IL-4 kelompok kasus
adalah 0,040,01 dan rerata kelompok kontrol adalah 0,220,31. Analisis
kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 3,20 dan
55
nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata kadar IL-4 pada kedua kelompok
berbeda secara bermakna (p < 0,05). Lebih lanjut, untuk penentuan nilai batas
kadar IL-4 antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol digunakan kurva
ROC. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan kurva ROC didapatkan
bahwa nilai batas (cut off point) kadar serum IL-4 antara kelompok kasus dan
kelompok kontrol adalah 0,052 dengan nilai sensitivitas 90,0% dan nilai
spesifisitas adalahn 93,3%. Selanjutnya berdasarkan nilai batas tersebut
dilakukan uji hubungan antara kadar IL-4 dengan kejadian abortus iminen
dengan uji Chi-Square yang didasarkan pada tabel silang 2x2. Berdasarkan
hasil analisis didapatkan bahwa rasio odd kadar serum IL-4 kelompok kasus
terhadap kontrol sebesar hampir 6 kali (RO = 6,42, IK 95% = 2,08-19,76,
p=0,001). Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya kadar IL-4 merupakan faktor
risiko terjadinya abortus iminen sebesar 6 kali dibandingkan dengan kadar IL-4
yang tinggi. Dari hasil penelitian yang dilakukan Deneys & Bruyere (1997)
yang menyatakan bahwa kadar normal IL-4 pada ibu hamil adalah 0,94±3,63.
Dari apa yang diketahui tentang sel Th dimana pada penelitian dengan
model tikus didapatkan penolakan kehamilan yang dipengaruhi oleh sitokin
Th1, dan sebaliknya Th2 mempertahankan kehamilan. Dimana Th2 lebih
dominan dalam preimplantasi endometrium dari wanita multipara dan dalam
desidua awal kehamilan. Namun dalam keadaan abortus berulang terjadi
penurunan produksi Th1, dalam kehamilan anembrionik terjadi peningkatan
ratio Th1/Th2 dalam darah tepi (Gunnet Makkar, 2006). Pada penelitian-
56
penelitian sebelumnya ditunjukkan bahwa sitokin-sitokin proinflamasi yang
dihasilkan oleh Th1 akan berkorelasi dengan peningkatan kejadian keguguran.
Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil yang mendukung beberapa
teori yang telah ada dimana rendahnya kadar IL-4 merupakan salah satu faktor
risiko terhadap kejadian abortus iminen.
57
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan bahwa kadar IL-4
pada abortus iminen berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kadar IL4 kehamilan normal. Dan kadar IL-4 yang rendah berisiko terjadinya abortus
iminen sebesar 6 kali dibandingkan dengan kadar IL-4 yang normal.
7.2 Saran
Temuan ini menunjukkan bahwa IL-4 mungkin terlibat dalam
patogenesis kejadian abortus iminen dan dapat mengidentifikasi pasien yang
berisiko tinggi terjadinya abortus iminen. Namun, diperlukan penelitian lebih
lanjut untuk mencari kadar IL yang lain yang berperan dalam menjaga
keseimbangan Th1-Th2, sehingga dapat melengkapi patogenesis dan prediktor
abortus iminen dilihat dari faktor imunologi.
58
DAFTAR PUSTAKA
A.L.Veenstra Van Nieuwenhoven1, M.J.Heineman1 And M.M.Faas ; 2003,
The Immunology Of Successful Pregnancy Department Of Obstetrics And
Gynaecology University, Hospital Groningen And 2Reproductive Immunology,
Division Of Medicalbiology, Department Of Pathology And Bagianoratory
Medicine, University Of Groningen, The Netherlands ,Human Reproduction
Update, Vol.9, No.4; Pp. 347-357
Arlene H, Sharpe, M.D, Phd. And Abdul K.Abbas, M.D, ; 2006, T-Cell
Constimulation-Biology, Therapeutic Potential And Chalenges, The New
England Journal Of Medicine Vol.355.No.10; Pp. 973-975
Alan H. Decherney, Lauren Nathan, T.Murphy Goodwin, Neuri Laufer, ; 2007,
Maternal-Placental-Fetal Unit; Fetal & Early Neonatal Physiology, Current
Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Edisi 10; Pp.171-176
Ana Claudia Zenclussen, Katrin Gerlof, Et Al, ; March 2005, Abnormal T-Cell
Reactivity Against Paternal Antigens In Spontaneous Abortion, American
Journal Of Phatology, Vol.166 No. 3; Pp. 811-821
Anthony J. Yun, Patrick Y. Lee, ; 2004, Enhanced Fertility After Diagnostic
Hysterosalpingography Using Oil-Based Contrast Agents May Be Attributable
To
Immunomodulation,
Departement
Of
Radiology,
Stanford
University;Pp.1725-1726
Anita E. Fofie, James E. Fewell And Sherry L.Moore, ; 2004, Pregnancy
Influences The Plasma Sitokin Respone To Intraperitoneal Of Bacterial
Endotoxin In Rats, The Physiological Scociety; Pp.95-100
Budi Handono, Firman F.W, Johanes C.Mose, Juni 2009, Imunulogi Abortus,
in Abortus Berulang, Sub FM, FAK Padjadjaran, RS Dr. Hasan Sadikin
Bandung ;Pp 15-32.
Cai-Hong Ma,M.D, Li-Ying Yan,Phd, Et Al, ; 2010, Effects Of Tumor
Necrosis Faktor-Alpha On Porcine Oocyte Meiosis Progression, Spindle
Organization, And Choromosome Alignment, Fertility And Sterility
Vol.93.No.3; Pp.920-926
59
Cuninningham FG, Laveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC,
Wenstrom KD. ; 2005, Williams Obstetrics. Edisi Ke-22, New York: Mcgraw
Hill: Pp. 232-240
Chaterine A.Jones, Keryn A.Williams, Et Al. ; 1995, Interleukin 4 Production
By Human Amnion Epithelial Cell And Regulation Of Its Activity By
Glycosaminoglycan Binding, Biology Of Reproduction 52; Pp. 839-847
Charles J. Lockwood, Michael Paidas, Graciela Krikun, Louise A. Koopman,
Rachael Masch, Edward Kuczynski, Harvey Kliman, Rebecca N. Baergen, And
Frederick Schatz, 2005, Inflamasi Sitokine And Trombin Regulation Of
Interleukin-8 And Intercellular Adhesion Molecule-1 Expression In First
Trimester Human Desidua, The Journal Of Clinical Endocrinology &
Metabolism ,Printed In U.S.A. Copyright © By The Endocrine Society90(8):
Pp. 4710–4715
Douglas J Hirzel, Jue Wang, S.K Dey, R.A Mead ,2006, Changes In Uterine
Expression Of Leukemia Inhibitory Faktor During Pregnancy In The Western
Spotted Skunk, Biology Of Reproduction , Vol.60; Pp. 484-492
D.Vogiagis And L.A. Salamonsen ; 1999, The Role Of Leukaemia Inhibitory
Faktor In The Establishment Of Pregnancy, Journal Of Endocrinology Vol.160;
Pp. 181-190
Errol R. Norwitz,M.D, Phd.,Danny J.Schust, M.D, And Susan J.
Fisher,Phd.;November 2001, Implantation And The Survival Of Early
Pregnancy, The New England Journal Of Medicine, Vol. 345.No. 19; Pp. 14001407
E.Dimitriadis, E Menkhorst, L.A Salmamonsen, P. Paiva, , 2010, Review: LIF
And IL-11 In Trofoblast-Endometrial Interactions During The Establishment
Of Pregnancy; Pp.1-6
Galit Mishan-Eisenberg, Zipora Borovsky, Et Al, ; 2004, Differential
Regulation Of Th1/Th2 Sitokin Responses By Placental Protein 14, The Journal
Of Immunology; Pp. 5524-5529
Guneet Makkar, Ernest H.Y.Ng, William S. B. Yeung, And P.C.Ho, ; 2006,
Reduced Expression Of Interleukin-11 And Interleukin-6 In The
Periimplantation Endometrium Of Excessive Ovarian Responders During In
Vitro Fertilization Treatment, The Journal Of Cilical Endocrinology And
Metabilism; Pp. 3181-3188
60
Gil Mor, M.D. Ph.D, Immunology of Pregnancy, 2006, Department of
Obstetrics and Gynecology Reproductive Immunology Unit, Yale University
School of Medicine, New Haven, Connecticut, USA, Th1/Th2 Balance of
Implantation Site in Humans, pp. 37-46
Herman D.Kopcow, Florencia Rosetti, Et Al, ; 2008, T Cell Apoptosis At The
Maternal-Fetal Interface In Early Human Pregnancy, Involvement Of
Gelaectin-1, The Natioanl Academy Of Sciences Of The USA .Vol.105 No.
47;Pp.18472-18477
Isaac T Manyonda Phd MRCOG, ;2006, The Immunology Of Human
Reproduction Department Of Obstetrics And Gynaecology St George’s,
Hospital Medical School London, ; Pp.26-38
Ian Mackay.M.D, And Fred S, Rosen, M.D, ; 2000, The Immune Sistem,
Advances In Immunology, Massachusetts Medical Sociaty; Pp. 37-48
Jianhong Zhang, B Anne Croy, Zhigang Tian ; April 2005, Uterine Natural
Kiler Ther Choice, Ther Mission; Cellular & Molecular Immunology; Vol.2
No.2; Pp.123-129
Jaroslaw Kalinka, Michal Radwan, 2006, The Impact Of Dydrogesterone
Supplementation On Serum Sitokine Profile In Women With Thratened
Abortion, American Journal Of Reproduction Immunology 55 ; ; Pp. 115-120
Julia Szekeres-Bartho And Juan Balasch, ; 2008, Progestagen Therapy For
Recurrent Miscarriage, Human Reproduction Update, Vol.14.No.1; Pp. 27-35
J S Gilmour, W R Hansen, H C Miller, J A Keelan, T A Sato,M D Mitchell,
1998, Evects Of Interleukin-4 On The Expression And Activity Of
Prostaglandin Endoperoxide H Synthase-2 In Amnion-Derived WISH Cells,
Journal Of Molecular Endocrinology 21, 317–325
Jemma Evans, Rob D.Catalano, Pamela Brown, Et Al, ; 2009, Prokineticin 1
Mediates Fetal-Maternal Dialogue Regulating Endometrial Leukemia
Inhibitory Faktor, The FASEB Journal Article Vol.23 , Publish Online,; Pp.111
Joost J.Oppenheim, MD. Francis W. Ruscetti,Phd, Connie Faltynek,Phd, ;
1991, Basic And Clinical Immunology. Edisi Ke-7, Appleton&Lange: Pp. 7899
61
Kanadi Sumapraja, 2008, Dasar-Dasar Imunologi Dalam Bidang Kebidanan,
Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Edisi Ke-4,
Cetakan Ke-1,; Pp. 97-111
Kaei Nasu,1, Terumasa Sugano, Kayo Fujisawa, Kazuyo Arima, Hisashi
Narahara And Isao Miyakawa ; March 2001,Effects Of Interleukin-4 On The
In-Vitro Production Of Sitokines By Human Endometrial Stromal
Cells,Department Of Obstetrics And Gynecology, Oita Medical University,
Hasama-Machi, Oita 879-5593, Japan Molecular Human Reproduction, Vol. 7,
No. 3; Pp.265-270,
Keats Nelms, Achsah D. Keega, Et Al, ; 1999, The IL-4 Receptor; Signaling
Mechanisms And Biologic Functions, Annu Rev. Immunol Vol 17; Pp. 701730
Koji Hashii, Hiroshi Fujiwara, Shinya Yoshioka, Et Al, ; 1998, Peripheral
Blood Mononuclear Cells Stimulate Progesteron Production By Luteal Cells
Drived From Pregnant And Non-Pregnant Women: Possible Involvement Of
Interleukin-4 And Interleukin-10 In Corpus Luteum Function And
Differentation, Human Reproduction Vol.13 No.10; Pp. 2738-43
Linda J. Heffner And Danny J.Schust ; 2008, Fertilisasi Dan Terjadinya
Kehamilan, Struktur Dan Fungsi Plasenta, At A Glance Sistem Reproduksi,
Edisi 2; Pp. 42-47
Leigh R. Guerin, Jelmer R. Prins, And Sarah A. Robertson, ; 2009, Regulatory
T-Cell And Immune Tolerance In Pregnancy: A New Target For Infertility
Treatment; Human Reproduction Update, Vol.15.No.5; Pp.517-535
M.Klimek, L.Wicherek, T.J. Popiela, K. Skontiniczny, & B.Tomaszweska, ;
August 2005, Changes Of Maternal ACTH And Oytocinese Plasma
Concentration During The First Trimester Of Spontaneous Abortion,
Neuroendocrinology Letters, Vol.26 No.4; Pp.342-345
M.Makhseed, R.Raghupathy, Et.Al, ; 2000, Circulating Cytocines And CD30
In Normal Human Pregnancy And Recurrent Spontaneous Abortion, Human
Reproduction Vol.15 No.9; Pp.2011-2016
M.-P. Piccinni, E. Maggi And S. Romagnani, : 2000, Role Of HormonKontrolled T-Cell Sitokines In The Maintenance Of Pregnancy, Biochemical
Scociaty Transactions Vol.28 No.2; Pp.212-214
62
Marijke M. Faas, Annechien Bouman, Angelique L. Veenstra Van
Nieuwenhoven, Gerda Van Der Schaaf, Henk Moes, Maas Jan Heineman, And
Paul De Vos, ; October 2005, Species Differences In The Effect Of Pregnancy
On Lymphocyte Sitokine Production Between Human And Rat, Journal Of
Leukocyte Biology Volume 78; Pp. 946-952
Nazeeh Hanna, Iman Hanna, Marija Hleb, Et Al, ; 2000, Gestational AgeDependent Expression Of IL-10 And Its Receptor In Human Placental Tissue
And Isolated Cytotrophobalsts, The American Association Of Immunologists;
Pp.5721-5727
Nicolaos Vitoratos, Constantinos Papadias, Emmanuel Economou, Evangelos
Makrakis,* Constantinos Panoulis, And George Creatsas, 2006; Elevated
Circulating IL-1β And TNF-Alpha, And Unaltered IL-6 In First-Trimester
Pregnancies Complicated By Threatened Abortion With An Adverse Outcome,
Mediators Inflamm. 2006(4): 30485. Published Online 2006 May 7. Doi:
10.1155/MI/2006/30485.
Raj Raghupathy, Jaroslaw Kalinka, Cytokoine Imbalance In Pregnancy
Complications And Its Modulation, Frontiers In Bioscience Vol.13; Jan 2008;
Pp. 985-994
R.Raghupathy, M, Makhseed Et,Al; 2000, Cytocine Production By Maternal
Lymphocytes During Normal Human Pregnancy And In Unexplained
Recurrent Spontaneous Abortion; Human Reproduction Vol.15 No. 3; Pp. 713718
Shai S. Shen-Orr, Ofir Goldberger, Et Al, ; 2009, Towards A Sitokin Cell
Interaction Knowledgebase Of The Adaptive Immune Sistem, Pasific
Symposium On Biocomputing; 14:439-450
Shai S. Shen-Orr1,2, Ofir Goldberger2, Yael Garten3, Yael RosenbergHasson4, Patricia A. Lovelace4,5, David L. Hirschberg4, ; 2009, Towards A
Sitokine-Cell Interaction Knowledgebase Of The Adaptive Immune Sistem;
Pacific Symposium On Biocomputing 14; Pp.439-450
S.T Leung, K. Derecka, Et Al, ; 2000, Uterine Lymphocyte Distribution And
Interleukin Exoression During Early Pregnancy In Cows, Journal Of
Reproduction And Fertility Vol.119; Pp. 25-33
Vishwa Deep Dixit, Hyunwon Yang, Venkatachalam Udhayakumar, And
Rajagopala Sridaran, ; 2003, Gonadotropin-Releasing Hormon Alters The T
63
Helper Sitokine Balance In The Pregnan Rat, Biology Of Reproduction;
Pp.2215-2221
V.Deneys and M.D. Bruyere, ; 1997, Immunological Tolerance of the Fetal
Alograft; Efficiacy of Immunotherapy and IL-4 and TNF-α Serum Level in
Recurrent Abortion; Elsevier Science Inc; Pp. 2467-2469
Vijay Kumar, Bikash Medhi, June 2008, Emerging Role Of Uterine Natural
Killer Cells In Establishing Pregnancy, The Iranian Journal Of Immunology,
Publis\H By The Iranian Sociaty Of Immunology & Alergy And Shiraz
Institute For Cancer Research, Vol.5 No.2 ;;Pp.71-81
Xiaoyan Wu, Haiming Wei, Jianhong Zhang And Zhigang Tian, 2006,
Increased Uterine NK-Derived IFN-Γ And TNF-Α In C57BL/6J Mice During
Early Gestation, Cellular & Molecular Immunology Vol.3 No.2 :Pp.131-136
Yvonne Jonsson , Marie Rub`er , Leif Matthiesen ,G¨oran Berg , Katri ieminen,
Surendra Sharma ,Jan Ernerudh , Christina Ekerfelt ; 2006, Cytokine mapping
of sera from women withpreeclampsia and normal pregnancies: Journal of
Reproductive Immunology:); Pp. 83–91
64
Download