RENDAHNYA KADAR IL-4 SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ABORTUS IMINEN dr. A A N Jaya Kusuma, Sp.OG(K), MARS BAGIAN/ SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2012 1 RINGKASAN Kehamilan merupakan keadaan patologis fisiologi dimana ekspresi antigen paternal janin di dalam tubuh ibu dapat memicu reaksi penolakan sistem imun maternal. Sistem imun memegang peranan dalam kejadian abortus iminen akibat tidak adanya keseimbangan T helper 1 dan T helper 2, yang menyebabkan kehamilan mendapatkan penolakan dari sistem maternal. Interleukin-4 memegang peran yang penting dalam menjaga keseimbangan tersebut. Sel T helper (CD4+) naïve (Th0) saat mengenali antigen yang dipresentasikan oleh APC dapat berdiferensiasi menjadi Th1 apabila mendapat sinyal berupa IL-12 dan IFN-γ, sementara Th2 akan menghasilkan IL-4. Pada penelitian-penelitian sebelumnya ditunjukkan bahwa donimasi sitokin proinflamasi yang dihasilkan oleh Th1 akan berkorelasi dengan peningkatan kejadian keguguran. Oleh karena itu, yang dianggap sebagai sitokin yang akan mempertahankan kehamilan adalah sitokin yang dihasilkan oleh Th2. Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus-kontrol, dilaksanakan di IRD kamar bersalin dan Poli Klinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar, dari Juli 2010 sampai september 2011, diperoleh 60 sampel penelitian ibu hamil dengan kejadian abortus iminen dan hamil normal pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Dari data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data dengan Kolmogrov-Smirnov, kemudian dilakukan analisa data dengan t-independent sample test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Untuk mengetahui risiko terjadinya abortus iminen pada kadar IL-4 dipakai uji Chi-Square. Didapatkan 30 ibu hamil dengan abortus iminen (kasus) dan 30 ibu hamil normal (kontrol) dengan rerata umur ibu kelompok kasus adalah 30,80±6,67 tahun, rerata kelompok kontrol adalah 28,43±5,69 tahun. Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah 15,73±1,84 minggu, rerata kelompok kontrol adalah 16,53±1,91 minggu, rerata paritas kelompok kasus adalah 1,53±0,94, rerata kelompok kontrol adalah 1,10±0,99. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa umur ibu, umur kehamilan, dan paritas tidak berbeda antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. rerata kadar IL-4 kelompok kasus adalah 0,040,01 dan rerata kelompok kontrol adalah 0,220,31. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 3,20 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata kadar IL-4 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan kurva ROC didapatkan bahwa nilai batas (cut off point) kadar serum IL-4 antara kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah 0,052 dengan nilai sensitivitas 90,0% dan nilai spesifisitas adalahn 93,3%. Selanjutnya berdasarkan nilai batas tersebut dilakukan uji hubungan antara kadar IL-4 dengan kejadian abortus iminen dengan uji Chi-Square yang didasarkan pada tabel silang 2x2. 2 Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rasio odd kadar serum IL-4 kelompok kasus terhadap kontrol sebesar 6 kali (RO = 6,42, IK 95% = 2,0819,76, p=0,001). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kadar IL-4 pada abortus iminen berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kadar IL-4 kehamilan normal. Dan kadar serum IL-4 yang rendah berisiko terjadinya abortus iminen sebesar 6 kali dibandingkan dengan kadar IL-4 yang lebih tinggi. 3 ABSTRAK Latar belakang : Kehamilan merupakan keadaan patologis fisiologi dimana ekspresi antigen paternal janin di dalam tubuh ibu tentu dapat memicu reaksi penolakan sistem imun maternal. Sistem imun memegang peranan dalam kejadian abortus iminen akibat tidak adanya keseimbangan Th1 dan Th2, yang menyebabkan kehamilan mendapatkan penolakan dari sistem maternal. IL-4 memegang peran yang penting dalam menjaga keseimbangan tersebut. Tujuan : Untuk mengetahui peran rendanya IL-4 sebagai faktor risiko kejadian abortus iminen. Rancangan Penelitian : Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol. Dari 60 orang ibu hamil, didapatkan 30 ibu hamil dengan abortus iminen dan 30 dengan kehamilan normal. Dan telah dilakukan pemeriksaan kadar serum IL-4 di bagianoratorium Prodia Denpasar. Dari data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, kemudian dilakukan analisa data dengan independent sample test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Untuk mengetahui kadar IL-4 terhadap abortus iminen dipakai uji ChiSquere. Hasil : Dari penelitian ini didapatkan kadar rerata IL-4 pada abortus iminen 0,040,01 pg/ml lebih rendah dari kehamilan normal dengan kadar rerata IL-4 0,220,31 pg/ml. Analisa kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 3.198 dan nilai p = 0.002. Hal ini berarti bahwa rerata kadar IL-4 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Berdasarkan nilai titik potong 0,052 pg/ml, didapatkan bahwa risiko relatif terjadinya abortus iminen adalah 6 kali (RO = 6,42, IK 95% = 2,08-19,76, p=0,001) Kesimpulan : Kadar IL-4 pada abortus iminen berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kadar IL-4 kehamilan normal. Dan adanya kadar serum IL-4 yang lebih rendah berisiko terjadinya abortus iminen sebesar 6 kali dibandingkan dengan kadar IL-4 yang lebih tinggi . Kata kunci : Abortus iminen, kehamilan normal, IL-4 4 ABSTRACT Background : Pregnancy is a dual state of pathology and physiology where the expression of paternal antigen in the mothers circulation may trigger an antigenic reaction. The immunological system has a role in the physiology of threatened abortion, caused by imbalance between Th1 and Th2. which causes rejection of the product of conception from the maternal system. IL-4 has an important role in maintaining the balance of the T helper system. Objective : The role of low IL-4 concentration, as a risk factor of threatened abortion. Method : This was a Case control study involving 60 pregnant women. Thirty cases were with threatened abortion and the other thirty cases were women with normal pregnancy. IL-4 concentration were then examined at the Prodia bagian Denpasar. The results were then tested with kolmogorov smirnov and were then analysed with the independent-t test , α = 0.05. Chi square were then used to determine the relation of IL-4 concentration towards threatened abortion. Results : The average concentration of IL-4 were 0,040,01 pg/ml for the threatened abortion group which were lower compared to normal pregnancy concentration of 0,220,31 pg/ml t-independent test revealed t = 3.198 and p = 0.002. The average IL-4 concentration between the two groups was statistically different (p<0.05) from the cut off point 0,052 pg/ml, the relative risk of threatened abortion was 6 times (RO = 6,42, IK 95% = 2,08-19,76, p=0,001). Conclusion : The concentration of IL-4 in threatened abortion was statistically different compared to normal pregnancy. Lower concentration of IL-4 has a risk developing threatened abortion 6 times compared to higher concentration of IL-4. Keywords : Threatened abortion, normal pregnancy, IL-4 5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lebih dari 50 tahun yang lalu Billingham dan Medawar mencetuskan konsep bagaimana janin didalam kandungan ibu dapat hidup hingga usia kehamilan cukup bulan tanpa mengalami reaksi penolakan dari sistem imun maternal, meskipun janin tersebut memiliki genom yang sebagian berasal dari ayahnya (antigen paternal) / semi-alogenik. Ekspresi antigen paternal janin di dalam tubuh ibu tentu dapat memicu reaksi penolakan sistem imun maternal berdasarkan hukum transplantasi (A.L Veenstra, 2003). Secara imunologis kehamilan merupakan keadaan patologis fisiologis dimana organisme secara alamiah berpindah ke individu yang membawanya, kemudian tumbuh dan berkembang dan pada waktu yang tepat, akan menimbulkan rangkaian tanda-tanda yang mengarah pada pengeluaran yang aman dari tubuh wanita (Mark Formosa, 2008). Konsep yang berkembang selama beberapa tahun ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi sistem tubuh terutama pada level uterus lokal membangun respon imun yang berasal dari sejumlah respon inflamasi melawan invasi trophoblas (Mark Formosa, 2008). Dengan dasar diatas maka sangat mungkin suatu kehamilan mendapat penolakan dari tubuh ibunya, sehingga kehamilan tidak dapat berlangsung 6 dengan baik, dan sering menimbulkan angka keguguran yang tinggi, dimana penolakan akan kehamilan ini ditandai dengan adanya gambaran abortus iminen. Dimana sistem imun memegang peranan dalam kejadian abortus iminen akibat tidak adanya keseimbangan Th1 (T-helper tipe 1) dan Th2 (Thelper tipe 2), yang menyebabkan kehamilan mendapatkan penolakan dari sistem maternal. IL-4 (Interleukin 4) memegang peran yang penting dalam menjaga keseimbangan tersebut, guna mempertahankan kelangsungan kehamilan. Atas dasar itulah penelitian ini mencoba menggali mengenai peranan sistem imunologi khususnya peranan IL 4 dalam kaitannya dengan kejadian abortus iminen. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan permasalahan sebagai berikut : - Apakah kadar IL-4 yang rendah menjadi factor risiko terjadinya abortus iminin. 1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan umum : Untuk mengetahui peran rendahnya IL-4 sebagai faktor risiko kejadian abortus iminen. 7 Tujuan Khusus : 1. Untuk mengetahui rerata kadar IL-4 pada abortus iminen. 2. Untuk mengetahui rerata kadar IL-4 pada kehamilan normal. 3. Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar IL-4 pada abortus iminen dan kehamilan normal. 4. Mengetahui rendahnya IL-4 sebagai factor risiko kejadian abortus iminen. 1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi pengetahuan Untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya bidang Obstetri dan Ginekologi mengenai peranan IL-4 terhadap kejadian abortus iminen. 2. Manfaat bagi pelayanan medis Dapat digunakan untuk acuan prediktor terhadap kejadian abortus iminen, sehingga nantinya mampu untuk mencegah kejadian abortus iminen. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi/Batasan 1. Abortus iminen “threatened abortion” didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari uterus pada umur kehamilan dibawah 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa disertai adanya pembukaan servik (Cuningham, 2005). 2. Perdarahan pada kehamilan muda juga bisa disebabkan oleh penyebab diluar kehamilan seperti : trauma, polip serviks, atau keganasan pada serviks uteri. Sedangkan yang berhubungan dengan kehamilan, bisa disebabkan oleh kehamilan ektopik, mola hidatidosa, atau oleh karena perdarahan fisiologis yang disebabkan proses implantasi (berek J.S , 1996). 3. Interleukin-4 adalah pleiotropic type I cytocin yang diproduksi oleh CD(cell dendritic) + T sel, yang membentuk Th2 sel dan bersama dengan basophil dan mast sel berespon terhadap aktivasi reseptormediatied (Keats Nelsms, 1999). Interleukin-4 merangsang peningkatan B sel yang meningkatkan permukaan ekspresi MHC clas II (Major Histocompatibility complex clas II) (Daniel.P. 1991). 9 Kadar normal IL 4 pada ibu hamil dari hasil penelitian V.Deneys & M.D. Bruyere, didaptkan kandar IL 4 pada ibu hamil Mean±SD ; 0,94±3,63 ( V.Deneys & M.D. Bruyere, 1997). Pada penelitian kadar sitokin pada kasus preeklamsia didapatkan range IL 4 ; 0-23 pg/ml pada kondisi kehamilan normal (Yvonne Jonsson, 2006). 2.2 Insiden Angka insiden abortus iminen sulit ditentukan dengan pasti, karena sangat tergantung dari ketepatan diagnosis dan perangkat diagnostik yang dipakai. Perdarahan pada kehamilan muda diperkirakan 25%-30% dan hampir separuhnya menjadi abortus sepontan dan setengahnya masih bisa dipertahankan. Dimana hampir 20% dari semua kehamilan mengalami abortus iminen dan 15% berkembang menjadi keguguran tergantung dari jumlah perdarahan yang terjadi (Raj Raghupathy, 2008). 2.3 Penyebab Berbagai faktor dapat menyebabkan kejadian abortus iminen, dimana kejadiannya dapat dipengaruhi oleh faktor janin, faktor maternal, diantaranya kelainan kromosom, abnormalitas endokrin, infeksi, kelainan anatomis, faktor humoral, dan faktor imunologi. Namun dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada faktor imunologi dimana sebanyak 60% kasus keguguran 10 tidak diketahui penyebabnya yang terjadi selama proses kehamilan (Raj Raghupathy, 2008). 2.4 Peranan IL 4 Pada Pemeliharaan Kehamilan 2.4.1 Sistem imun Sistem imun adalah suatu organisasi yang terdiri atas sel-sel dan molekul molekul yang memiliki peranan khusus dalam menciptakan suatu sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi atau benda asing. terdapat dua jenis respon imun yang berbeda secara fundamental, yaitu (1). Respon yang bersifat innate (alami/nonspesifik). Yang berarti bahwa respon imun tersebut akan selalu sama seberapapun seringnya antigen tersebut masuk ke dalam tubuh dan (2). Respon yang bersifat adaptif (didapat/spesifik), yang berarti bahwa akan terjadi perubahan respon imun menjadi lebih adekuat seiring dengan semakin seringnya antigen tersebut masuk ke dalam tubuh (Kanadi Sumapraja, 2008). Respon imun yang bersifat innate biasanya akan menggunakan (1) selsel yang bersifat fagositik seperti neutrofil, monosit, dan makrofag. (2) sel-sel yang akan menghasilkan mediator-mediator inflamasi seperti basofil, sel mast, dan eosinofil dan (3) sel Natural Killer (NK). Selain itu, sistem respons innate juga memiliki molekul-molekul, seperti komplemen, protein fase akut, dan sitokin. Sementara itu, respons adaptif akan terlihat dengan adanya proliferasi sel-sel limfosit T dan B. sel limfosit B akan menghasilkan antibody, sementara 11 sel limfosit T akan membunuh patogen intraselular dengan cara mengaktifkan makrofag atau membunuh secara langsung sel-sel yang terinfeksi oleh virus. Sistem imun dalam tubuh manusia akan bereaksi apabila mampu mengenali kuman ataupun benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem imun akan mampu mengenali apabila kuman atau benda asing tersebut dapat menempati (dikenali) reseptor-reseptor yang ada pada sel-sel imun innate ataupun adaptif. Molekul-molekul yang dapat dikenali oleh reseptor sel-sel imun disebut sebagai antigen. Antigen tersebut juga sangat bervariasi, mulai dari yang hanya memiliki struktur kimia yang sederhana hingga yang memiliki struktur kimia yang kompleks. Lokasi tempat berikatan reseptor dengan molekul-molekul tersebut ukurannya sangat terbatas. Oleh karena itu, pada molekul-molekul dengan struktur yang komplek hanya mengenali sebagian kecil dari bagian struktur yang komplek yang disebut sebagai epitop. Artinya , suatu molekul dengan struktur yang komplek akan memiliki epitop yang bervariasi (Jaroslaw Kalinka, 2006). Mikroorganisme yang ditemukan sehari-hari oleh seorang manusia yang sehat umumnya tidak akan menimbulkan gejala penyakit sama sekali, karena umumnya akan berhasil dikenali dan dihancukan oleh respon imun innate dalam hitungan menit atau jam. Untuk dapat bekerja dengan efektif reseptor imun innate harus mampu mendeteksi antigen-antigen yang bersifat asing (non-self). Namun, berbeda dengan reseptor yang ada relative lebih terbatas dan konstan dari generasi ke generasi. Meski demikian sistem imun 12 innate tetap mampu mengenali mikroorganisme walaupun tingkat mutasi yang terjadi pada microorganisme tersebut cukup tinggi kejadiannya. Hal ini disebabkan oleh (1) reseptor-reseptor tersebut hanya akan mengenali pola-pola molekul tertentu yang dimiliki oleh sebagian besar mikroorganisme, (2) Polapola molekul tersebut harus merupakan satu produk yang akan mempengaruhi patogenitas serta survival dari mikroorganisme tersebut, sehingga akan selalu dikonservasi dan jarang mengalami mutasi, (3) struktur-struktur yang akan dikenali tersebut harus berbeda dengan self antigen, (4) molekul –molekul yang dikenali tersebut harus merupakan petanda dari patogenisitas (patogen Associated Molecular Patterns = PAMPs). Meski demikian, reseptor-reseptor imun innate akan kesulitan apabila patogen tersebut berkembang biak di dalam sel sehingga komponen-koponennya akan dibentuk di dalam sel, contohnya virus. Namun,karena sistem imun kita bersifat redundanci yang berarti mekanisme yang satu akan selalu dilapis oleh mekanisme yang lain, maka infeksi virus tersebut tetap dapat dikenali oleh sistem imun innate dengan cara mengenali perubahan yang terjadi pada membaran sel yang terinfeksi atau mendeteksi terjadinya perubahan pada petanda self antigen, yaitu Human Leukocyte Antigen (HLA) (Cuningham, 2005). Apabila mikroorganisme tersebut mampu untuk mengatasi hadangan dari sistem imun inate, maka akan dihadapi oleh sistem imun adaptif. Mikroorganisme beserta produk-produknya yang berada di ekstraselular akan dikenali oleh reseptor-reseptor yang ada pada sel limfosit B, dalam hal ini 13 adalah antibodi. Sementara untuk mikroorganisme yang di intrasel, produkproduknya akan dikenali oleh reseptor-reseptor dari limfosit T (T cell reseptor =TCR). T cell reseptor akan mengenali fragmen-fragmen peptida yang berasal dari mikroorganisme intrasel dan dipresentasikan oleh HLA pada permukaan sel atau sel-sel khusus yang disebut sebagai Antigen Presenting Cells (APC) seperti sel dendritik, makrofag, dan limfosit B. Untuk menjamin agar sistem imun adaptif hanya bereaksi pada mikroorganisme atau benda asing yang berbahaya saja sistem imun membuat sistem pengendali di antaranya adalah pengawasan terhadap sel T, yaitu hanya sel T yang tidak bereaksi terhadap self antigen yang dapat masuk ke dalam sirkulasi perifer melalui mekanisme seleksi sel T di Thymus. Selanjutnya, apabila TCR mampu mengenali fragmen peptide yang dipresentasikan oleh APC, hanya dengan kehadiran molekul konstimulator sajalah maka sel T akan bereaksi. Molekul konstimulator tersebut akan terpicu apabila reseptor pada sistem imun innate teraktivasi. Dalam kaitannya dengan kejadian kegagalan kehamilan yang penyebabnya tidak diketahui ditemukan bahwa terjadi ketidak seimbangan imunologi maternal, dimana didapatkan peningkatan sitokin Th1, yang menyebabkan kegagalan kehamilan (Jaroslaw Kalinka, 2006). Penelitian yang dilakukan Raghuphaty dan teman-teman, menemukan peran penting dari Th2 dan IL-10 untuk menjaga kehamilan, dimana diketahui perannya menurunkan kadar Th1 sehingga terjadi keseimbangan Th1/Th2 (Isaac T, 2006). 14 Efek Kehamilan pada Respon Imun Perifer Vilus sinsitiotropoblast mengalir dalam peredarahan darah ibu, sehingga memiliki kontak erat dengan leukosit ibu. Sehingga, dapat diprediksikan bahwa sistem imun perifer ibu mengadakan adaptasi terhadap sel sinsitiotropoblas yang bersifat semialogenik. Suatu perubahan yang diketahui terjadi selama kehamilan pada peredaran darah ibu adalah adanya peningkatan jumlah sel darah putih perifer. Bukti klinis dari peranan kehamilan terhadap perubahan respon imun terbukti pada ibu dengan remathoid arthritis dan lupus eritematous yang menjadi kambuh kembali saat hamil (A.L. Veenstra,2003). Respon imun berperan penting dalam berbagai proses reproduksi, termasuk ovulasi, menstruasi dan melahirkan. Sangatlah jelas selama kehamilan ketika seorang ibu harus menerima fetus semialogenik, respon imun juga berperan penting di dalamnya. Hal ini diketahui pertama kali oleh Medawar 1953, ketika konsep alograf fetus dipaparkan untuk menjelaskan kaitan imunologis antara ibu dan anak. Kemudian, proses imun pada kehamilan menjadi subjek dalam penelitian imunologi reproduksi. Fetus semialogenik dapat bertahan karena interaksi imun antara fetus dan ibu tertekan. Medawar mengusulkan bahwa hal tersebut terjadi akibat kurangnya ekspresi antigen fetus, atau dari perpisahan ibu dan anak secara anatomis, atau dari supresi limfosit maternal. Di samping fakta bahwa mekanisme yang menginduksi toleransi imun fetus tidak sepenuhnya dimengerti, beberapa penemuan mengenai status imun kehamilan sangatlah 15 jelas. Sebagai contohnya, sekarang diketahui bahwa tidak ada pemisahan anatomi antara ibu dan bayi, seluruh sel-sel fetus (seperti trophoblast) sangat berhubungan erat dengan sel maternal (imun). Disini, walaupun tidak ada antigen stimulasi limfosit maternal, sel-sel fetal trophoblast tidak mengekspresikan antigen MHC Ia yang responsive untuk penolakan cepat alograft pada manusia. Review terbaru menyetujui bahwa plasenta merupakan pertahanan imunologi. Jika tidak ada kontinuitas vascular antara ibu dan bayi, plasenta memiliki peran penting dalam kelangsungan fetus. Sel-sel trophoblast merupakan sel fetal yang paling penting dalam mengadakan kontak dengan sel maternal (A.L. Veenstra, 2003). Ada 3 populasi sel trophoblast yang diekspose terhadap elemen maternal yang berebeda juga. Populasi pertama adalah sitotrophoblas villous yang akan membentuk anyaman aktif sehingga sel trophoblast tetap berada pada villi. Sel sitotrophoblas memiliki sifat invasif, melewati stroma endometrium untuk mencapai pembuluh darah ibu, termasuk arteri spiralis endometrium. Invasi yang baik pada arteri spiralis merupakan kunci pembentukan kehamilan yang normal (Linda.J .2008). Populasi kedua adalah sinsitiotrophoblast yang akan bercampur dengan darah maternal. Sel sinsitiotrofoblas merupakan sel yang berukuran besar dan multinuklear yang berkembang dari lapisan sitotrofoblas. Sel ini aktif menghasilkan hormon plasenta dan membawa zat makanan dari ibu ke janin (Linda.J, 2008). Populasi trophoblast ketiga adalah non-villous sitotropoblas merupakan 16 prekursor proliferasi sel trophoblast yang bermigrasi ke desidua dan miometrium. Selama 20 minggu umur kehamilan, luas permukaan keseluruhan trophoblast sekitar 15 m2. Sejumlah faktor pertumbuhan diperlukan untuk implantasi yang baik. Faktor-faktor ini meliputi (1) Leukemia Inhibiting Faktor (LIF) yang merupakan suatu sitokin, (2) Intergrin, yang memperantai interaksi antar sel; dan (3) Transforming Growth Faktor beta (TGF-β), yang menstimulasi pembentukan sinsitium dan menghambat invasi trofoblas. Faktor pertumbuhan epidermal dan interleukin 1β merupakan mediator penting pada invasi trofoblas (Linda.J,et al.2008). Janin adalah suatu jaringan yang bersifat semialogenik dan berada di dalam tubuh seorang ibu yang memiliki imunokompeten untuk menimbulkan suatu reaksi penolakan. Namun, umumnya reaksi penolakan tidak akan terjadi. Billingham dan Medawar membuat beberapa hipotesis yang mencoba untuk menjelaskan mengapa sistem imun maternal tidak bereaksi terhadap janin yang bersifat semi-alogenik (Kanadi Sumapraja,2008). 1. Hipotesis mengenai pemisahan secara anatomis antara maternal dan janin. 2. Hipotesis mengenai imunogenisitas dari janin yang rendah karena masih bersifat imatur. 3. Hipotesis mengenai kelambanan atau kemalasan sistem imun maternal untuk bereaksi terhadap antigen-antigen dari janin. 17 Berdasarkan hasil-hasil penelitian selanjutnya, ternyata dapat disimpulkan bahwa sistem imun maternal menunjukkan toleransi terhadap antigen-antigen yang terdapat pada jaringan janin. Selanjutnya timbul pertanyaan, apakah jaringan janin yang bersifat semialogenik tersebut langsung mengadakan kontak dengan sistem imun maternal karena pada kenyataanya sirkulasi keduanya tetap terpisah selama masa kehamilan. Pada kenyataannya pula bahwa hanya jaringan plasenta dan membran janin sajalah yang langsung mengadakan kontak dengan sirkulasi maternal. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa terdapat karakteristik-karakteristik tertentu yang bersifat spesfik dari jaringan janin. Selain pada sisi janin, diduga pula bahwa terjadi perubahan pada sistem imun maternal selama kehamilan sehingga akan memicu raksi toleransi terhadap jaringan janin (Kanadi Sumapraja, 2008). Sel-sel imun di uterus Uterus sebagai organ tempat kehamilan akan berlangsung, tentu memiliki peranan penting dalam proses penerimaan embrio. Lapisan endometrium uterus dapat dianggap sebagai jaringan limfoid tersier setelah jaringan limfoid primer pada sumsum tulang dan timus serta jaringan limfoid sekunder pada kelenjar getah bening, limpa, dan Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT). Hal ini disebabkan leukosit ditemukan jumlahnya cukup banyak baik pada derah stroma maupun epitel dari lapisan endometrium. 18 Dimana jaringan desidua memiliki tipe sel immunologi yang konvensional limfosit dan makrofag (Isaac T.M, 2006). Desidua adalah bagian maternal dari plasenta, di antaranya terdapat bagian yang melekat yang sangat dekat antara bagian maternal dengan bagian fetus. Konsekuensinya, sel desidua berperan penting dalam penerimaan oleh fetus dan mengontrol invasi trofoblas. Desidua mengandung berbagai jenis populasi sel termasuk sel stroma desidua, limfosit, uNK sel (Uterine Natural Killer cell), monosit dan sel epithelial. Terdapat variasi yang signifikan dalam jumlah sel leukosit di jaringan endometrium. Kurang dari 10% sel desidua mengandung leukosit dalam fase proliferative, namun meningkat hingga 20% pada fase sekretori lanjut,dan >40% pada kehamilan dini. Peningkatan ini berkaitan dengan peningkatan jumlah sel uNK, dibandingkan >60% leukosit. . Granulosit dan sel B tidaklah umum ditemukan dalam endometrium dan desidua (A.L. Veenstra, et al, 2003). Sel uNK memiliki fungsi seperti sel NK, namun spesifik untuk uterus dimana fenotipnya berbeda dibandingkan sel NK perifer. Jumlah sel uNK dalam yang muncul secara normal di endometrium meningkat selama kehamilan dini. Munculnya uNK sel di dalam desidua dijelaskan dengan dua mekanisme. Mekanisme pertama, sel uNK perifer darah secara selektif menempati mukosa uterus, karena mereka dapat berinteraksi dengan molekul adhesi pada pembuluh darah desidual. Mekanisme kedua adalah proliferasi in situ, seiring uNK membelah secara selektif. Proliferasi sel uNK dapat 19 distimulasi baik oleh sitokin yang dihasilkan sel desidua maupun hormon steroid (Kanadi Sumapraja, 2008). Walaupun uterine NK cells dalam uterus dalam jumlah yang sangat banyak, mereka tidak menyerang sel non-vilous sitotrofoblas semialogenik. Hal ini mengacu pada fakta bahwa sel uNK mengekspresikan reseptor inhibitor. Reseptor ini berikatan dengan MHC Ia dan b (HLA-C, HLA-E, dan HLA-G) dalam trofoblas; dengan berikatan dengan antigen MHC I, reseptor inhibitor menginhibisi aktivitas litik sel uNK. Ada beberapa tipe reseptor inhibitor pada sel uNK, yaitu Ig-like killer cell inhibitory receptor (KIR). (Errol R, 2006). Gambar 1. sel-sel sehat yang memiliki HLA akan terhindar dari aktivitas pembunuhan oleh sel NK, karena HLA akan mengaktifkan KIR yang akan mencegah aktivasi sel NK. (KIR = Killing Inhibitory Receptor) (Kanadi Sumapraja, 2008). 20 Pengetahuan mengenai sel uNK masih terbatas, namun karena mereka tidak berbagi penanda membran yang sama dengan sel NK perier, maka tidak diketahui apakah memiliki fungsi yang sama. Bagaimanapun juga karena jumlah sel uNK yang besar di dalam uterus selama kehamilan, menandakan bahwa mereka memiliki peranan penting dalam perlindungan melawan infeksi atau pengaturan imunitas, dimana saat yang sama juga mempengaruhi proses implantasi dan plasentasi. Efek sel uNK pada implantasi dan plasentasi ditunjukkan oleh berbagai penelitian yang membandingkan jumlah dan aktivitas sel uNK pada kehamilan normal dan yang terkomplikasi. Jumlah sel uNK pada endometrium pre-implantasi ditemukan lebih banyak pada wanita dengan riwayat abortus berulang dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat ini. Di lain pihak, jumlah sel uNK ditemukan lebih sedikit pada desidua ibu yang mengandung bayi dengan kelainan genetik dibandingkan dengan ibu yang mengandung bayi normal, namun sel uNK tidak ditemukan pada kehamilan tuba. Konsisten dengan peranan uNK sel dalam plasentasi dan implantasi diketahui bahwa jumlah sel uNK yang tinggi berkaitan dengan keguguran dan infertilitas. Sel uNK yang memproduksi sitokin ini mempengaruhi plasentasi. Granulosit-Colony stimulating faktor (G-CSF), granulosit macrofag-colony stimulating faktor (GM-CSF), macrophage colony stimulating faktor (M-CSF) dan Leukemia Inhibitory Faktor (LIF) menstimulasi pertumbuhan trofoblast; macrofag-colony stimulating faktor memicu proliferasi dan diferensiasi sel trofoblas, sedangkan LIF menstimulasi 21 implantasi. Transforming growth Faktor (TGF-) di lain pihak menghambat proliferasi dan diferensiasi sel trofoblas. Sel uNK juga menghasilkan sitokin tipe 1 seperti TNF-α IFN- , yang memiliki efek negatif terhadap implantasi dan invasi trofoblas (A.L Veenstra, 2003). Sejumlah sel leukosit didapatkan baik secara tersebar maupun berkelompok bersebelahan dengan kelenjar endometrium pada stratum basalis, dan pola ini tidak akan berubah sepanjang siklus haid. Namun, jumlah sel-sel leukosit pada stratum fungsional akan sangat berbeda pada setiap fase dari siklus haid. Yang paling menonjol adalah perubahan pada jumlah sel NK. Jumlah sel NK akan meningkat secara bermakna pascaovulasi dan jumlahnya akan tetap banyak pada lapisan desidua saat usia kehamilan dini (Vijay Kumar, 2008). Jadi sel NK memegang peranan penting dalam respon kekebalan terhadap sistem imun didalam rahim, sel uNK adalah faktor kunci sistem kekebalan ibu dalam menerima sel trofoblas. Dimana sel NK (uNK) tidak mengalami aktivasi selama fase pra-ovulasi, dan menurun selama kehamilan normal berlangsung. (Vijay Kumar, 2008) 22 Tabel 1. Jumlah sel Leukosit pada mukosa uterus sepanjang siklus haid dan pada masa kehamilan dini (Kanadi Sumapraja, 2008). Sedikit kejutan diketahui tentang sel NK perifer dalam kehamilan. Jumlah sel NK perifer selama kehamilan menurun dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Pada wanita hamil juga diketahui, selain terjadi penurunan jumlah sel NK, juga terjadi penurunan produksi IFN-. Perubahan jumlah dan aktivitas sel NK konsisten dengan perubahan pergerakan respon imun dari humoral menjadi selular selama kehamilan. Pada wanita hamil, sel NK bersifat embriotoksik, pada suatu kelompok, terlihat pada populasi IVF tidak ada bayi terlahir hidup dengan proporsi sel NK maternal perifer >18% (Isaac, 2006). 23 2.4.2 Beberapa peranan sistem imun terkait dengan peran IL-4 dalam keberhasilan Kehamilan Seperti telah disebutkan terdahulu bahwa janin mewarisi setengah genom dari ayah , maka mau tidak mau sel-sel janin akan mengekspresikan HLA dan peptide self yang mirip dengan ayahnya. Hal ini tentu dapat memicu reaksi penolakan oleh sistem imun maternal, karena HLA dan peptida self dari ayahnya akan dianggap sebagai antigen non self oleh sistem imun maternal. Untuk menjelakan mengenai mekanisme toleransi sistem imun maternal terhadap antigen paternal dari janin, saat ini berkembang teori mengenai peran plasenta sebagai suatu barier imun bagi antigen petrnal janin sehingga antigen paternal janin tidak dapat dikenali dan kemudian ditolak oleh sistem imun maternal (Gil Mor, 2006). Dalam kehamilan jaringan plasenta yang akan langsung mengadakan kontak dengan sistem imun maternal. Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel trofoblas akan menginvasi hingga ke pembulauh darah maternal. respon imun yang terjadi ternyata tidak sesuai dengan hukum transplantasi dimana seharusnya terjadi reaksi penolakan, karena sel-sel trofoblas yang berasal dari janin seharusnya juga memiliki HLA paternal. Namun ada hal-hal yang harus dipertimbangkan bahwa sel-sel trofoblas itu berbeda dengan sel-sel somatik lainnya. Oleh karena itu respon imun yang ditimbulkannyta tentu akan sangat berbeda. 24 Tampaknya respon imun maternal yang ditimbulkan dalam kehamilan dapat dipicu oleh karena adanya interaksi antara sel-sel janin pada plasenta dan juga pengaruh faktor sistemik maternal lainnya seperti hormon, Peranan keseimbangan sitokin Th1-Th2 Sitokin berkaitan dalam regulasi dari fungsi endometrium, sebab sitokin di ekspresikan dalam endometrium manusia. Sepanjang siklus menstruasi, sel endometrium dan implantasi embrio merupakan suatu proses yang komplek. Dari apa yang diketahui tentang sel Th dimana pada penelitian dengan model tikus didapatkan penolakan kehamilan yang dipengaruhi oleh sitokin Th1, dan sebaliknya Th2 mempertahankan kehamilan. Dimana Th2 lebih dominan dalam preimplantasi endometrium dari wanita multipara dan dalam desidua awal kehamilan. Namun dalam keadaan abortus berulang terjadi penurunan produksi Th1, dalam kehamilan anembrionik terjadi peningkatan ratio Th1/Th2 dalam darah tepi (Gunnet Makkar, 2006). Sel T helper (CD4+) naïve (Th0) saat mengenali antigen yang dipresentasikan oleh APC dapat berdiferensiasi menjadi Th1 apabila mendapat sinyal berupa IL-12 dan IFN-γ, sementara Th2 akan menghasilkan IL-4,IL5,IL-6,IL-9,IL-10, dan IL-13. Meski demikian , Th1 dan Th2 juga sama-sama menghasilkan IL-3, TNF dan GM-CSF. Pada penelitian-penelitian sebelumnya ditunjukkan bahwa dominasi sitokin-sitokin proinflamasi yang dihasilkan oleh Th1 akan berkorelasi dengan peningkatan kejadian keguguran. Oleh karena itu, 25 yang dianggap sebagai sitokin yang akan mempertahankan kehamilan adalah sitokin-sitokin yang dihasilkanb oleh Th2. Meski demikian, ternyata sitokinsitokin tersebut tidak hanya dihasilkan oleh sel-sel imun saja, tetapi juga oleh sel-sel trofoblas. Gambar 2. maternal imun sistem, peranannya dalam kehamilan (Errol R, 2001) Sel lainnya yang dapat ditemukan di dalam desidua dan berperan dalam respon imun adalah limfosit T maternal. Meskipun sel T yang terdapat di dalam desidua memiliki kontak erat dengan trofoblas, mereka tidak menyerang sitotrofoblas non vilous karena mereka tidak mengenali MHC Ia-negatiftrofoblas sebagai benda asing. Jumlah sel T yang ditemukan di endometrium menurun pada saat kehamilan dibandingkan dengan saat tidak hamil. Bagaimanapun juga dengan menghasilkan sitokin mempengaruhi penerimaan fetus. 26 limfosit T juga dapat Limfosit T dalam desidua dapat memproduksi sitokin tipe 1 dan tipe 2. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sitokin tpe 1 memiliki pengaruh buruk bagi kehamilan, di dalam desidua mereka memicu keguguran dengan menghambat invasi trofoblas, TNF-α menstimulasi apoptosis dari sel trofoblads dan IFN- (Interferon ) semakin meningkatkan fungsi mediasi TNF-α dalam membunuh sel trofoblas. IFN- di sekresi oleh sel-sel uNK yang menyebabkan sel-sel trophoblas manusia menjadi lisis akibat pengeluaran IL-2 yang merangsang sel NK di desidua. Sitokin ini juga mencegah terjadinya perkembangan berlebih dari sel-sel trofoblas in vitro dan stimulasi makrofag di desidua. Lebih jauh lagi TNF-α dan IFN- juga dapat mempengaruhi perkembangan janin dengan cara mengaktivasi protrombinase yang akhirnya mendegenerasi trombin. Aktivasi trombin memicu pembekuan dan produksi IL8 yang menstimulasi granulosit dan sel endotelial untuk menghentikan aliran darah plasenta. Bersama dengan sitokin atau kemokin, sel uNK juga mengeluarkan gelatin-1 dan gelatin A. gelatin-1 menghambat proliferasi dan kelangsungan hidup serta mempengaruhi lingkungan dengan penurunan TNFα, IL-2, dan IFN- yang diproduksi oleh sel T yang teraktivasi (Vijy Kumar, 2008). Sitokin tipe 2 secara umum menstimulasi perkembangan berlebih dan invasi trofoblast. Gambaran yang paling dapat diterima saat ini adalah baik di dalam desidua ataupun aliran darah perifer, selama kehamilan menjadi lebih predominan. Pentingnya dominasi relative sitokin tipe 2 jika dibandingkam 27 dengan tipe 1 dapat ditekan dengan adanya kehamilan yang mengalami abortus. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa keadaan ini dapat berupa over simplifikasi (Errol R, 2001). Peranan ekspresi HLA-G di sel-sel trofoblas HLA adalah suatu molekul yang akan mempresentasikan fragmen peptida pada permukaan sel. Fragmen peptida yang dipresentasikan opleh HLA berasal dari protein eksogen ataupun endogen yang diproses baik melalui jalur endositik (HLA kelas II) maupun jalur sitosolik (HLA kelas I). Fragmen peptida yang diprenstasikan juga berasal dari protein self dan non-self. Oleh karena proses tadi berjalan secara terus menerus, maka permukaan sel akan dipenuhi oleh HLA-HLA dengan fragmen peptidanya masing-masing. Sel-sel yang tidak terinfeksi tentu saja hanya akan mempresentasikan fragmen-fragmen peptide sefl. Oleh karena itu, HLA juga bersifat sebagai petanda imunogenik di mana memiliki fungsi untuk membedakan antara sel-sel yang berasal dari diri sendiri (self) dengan sel-sel yang berasal dari orang lain (non-self) atau disebut sebagai histokompatibilitas. Oleh karena itu, HLA sering disebut pula Major Histocompatibility Complex (MHC) yang ada pada manusia. (Isaac T.M , 2006) Meskipun MHC Ia sangat susah dipresentasikan oleh sel trofoblas, dalam satu kelompok identifikasi molekul MHC kelas Ib terekspresikan pada sel trofoblas non vilous dan mengarah sebagai HLA-G. beberapa tahun terakhir, investigasi difokuskan pada distribusi dan fungsi HLA-G pada plasenta. 28 Sitotrofoblas ekstravili plasenta mengekspresikan HLA-G dengan kuat, namun tidak ditemukan dalam vili sito-atau sinsitiotrofoblas (A.L Veenstra, 2003). Fungsi sesungguhnya dari HLA-G masih belum diketahui, namun berbagai penjelasan telah diusulkan. Suatu pemikiran menyatakan HLA-G adalah sisa-sisa evolusi, namun fakta bahwa HLA-G hanya diekspresikan oleh beberapa bagian trofoblas saja mempengaruhi fungsi HLA-G. HLA-G juga berperan dalam mempertahankan resistensi sel trofoblas non vilus terhadap lisis oleh sel uNK dan bahwa HLA-G menghambat migrasi sel uNK kearah plasenta. Di dalam desidua terdapat sel uNK dalam jumlah banyak dan dengan menempel pada reseptor inhibitor sel uNK, sel trofoblas mampu menghambat aktifitas sel NK (A.L Veenstra, 2003). Fungsi lain dari HLA-G juga telah diketahui. Sebagai contoh HLA-G dapat menekan proliferasi limfosit T dan mempengaruhi limfosit Tc dan sel uNk dengan mengubah sekresi sitokinnya , sehingga mengubah rspon imun dari tipe 1 menjadi tipe 2. Selain membran-bound HLA-G, soluble HLA-G (sHLAG) juga berperan penting dalam mempertahankan kehamilan secara imunologis dengan mempengaruhi sel imun perifer dan memodulasi fungsinya demi keuntungan kehamilan. Sebagai contoh, limfosit Tc dapat ditekan oleh berbagai sHLA-G. Saat ini terlihat bahwa sHLA-G memiliki peran penting pada implantasi embrio, karena level plasma sHLA-G berkurang pada abortus dini dibandingkan dengan kehamilan normal. Berkaitan dengan prosedur IVF, hanya embrio yang dapat menghasilkan HLA-G lah yang mampu bertahan. 29 berdasarkan ekspresi HLA-nya populasi sel-sel trofoblas dapat dibagi menjadi 3 populasi, yaitu (Kanadi Sumapraja, 2008) : a. Sel-sel trofoblas yang melapisi ruang intravilli. Sel-sel trofoblas disini akan langsung mengadakan kontak dengan sel-sel imun maternal dari sirkulasi maternal, maka sel-sel trofoblasnya tidak akan mengekspresikan HLA kelas I sama sekali. b. Sel-sel trofoblas endovascular, yaitu sel-sel trofoblas yang menginvasi pembuluh darah arteri spiralis. Sel-sel trofoblas ini akan berkontak dengan sel-sel imun maternal pada sirkulasi maternal. Namun, bedanya sel-sel trofoblas tersebut mengekspresikan HLA kelas II seperti, HLA-G, HLA-E, dan HLA-C. c. Sel-sel trofoblas yang akan menginvasi lapisan desidua, hanya mengekspresikan HLA kelas II. Mekanisme lainnya dari trofoblas dalam menghindari serangan imun maternal adalah melalui ikatan apoptosis-inducing. Induksi apoptosis oleh Fas Ligand (FasL) dalam invasi limfosit bekerja sebagai immune previlage dan penting dalam penolakan jaringan. Ekspresi FasL telah diobservasi dalam plasenta manusia. Telah diobservasi dalam sinsitiotrofoblas dan dalam vilus dan non vilus sitotrofoblas. Selebihnya, ekspresi dari fas juga ditemukan dalam leukosit desidua, menunjukkan bahwa ekspresi FasL dalam trofoblas mungkin merupakan mekanisme proteksi trofoblas terhadap leukosit yang telah 30 teraktivasi. Namun ekspresi FasL tidak tampak sebagai suatu keharusan untuk kesuksesan kehamilan. Jalan lain menginduksi apoptosis, seperti dengan ikatan antara TNFrelated apoptosis inducing Ligand (TRAIL) dengan reseptornya (TRAIL-R) dapat berperan dalam imunoprotektif dalam plasenta selama TRAIL diekspresikan dalam trofoblas, terutama sinsitiotrofoblas. Akhir2 ini, anggota lain dari death-inducing TNF superfamily ligand dan reseptor mereka telah terlihat terekspresikan dalam plasenta. Karenanya Fas-FsL dan TRAILTRAILR apoptosis induction dalam sel imun maternal di dalam desidua mungkin penting dalam imunotolerance maternal alograf fetus selama kehamilan. Sel trofoblas memiliki berbagai mekanisme untuk menghindarai serangan imun maternal. Pertama, dengan sedikitnya ekspresi molekul MHC Ia; mereka tidak dapat dikenali sebagai benda asing oleh respon imun maternal, sedangkan kurangnya MHC Ia dapat menempatkan trofoblas non vilous dalam resiko lisis oleh sel uNK yang terdapat banyak di desidua. Karenanya, sel nonvilous trofoblas mengekspresikan MHC Ib seperti HLA-G dan HLA-E yang keduanya penting dalam lapisan antara maternal-fetal dengan menginhibisi lisis nonvilous sitotrofoblas oleh sel uNK, dengan berikatan langsung dengan reseptor inhibitor sel uNK. HLA-G dan pasangangannya sHLA-G juga dapat mennekan aktivitas sel imun lainnya baik dalam desidua maupun sirkulasi perifer. Selain itu, jalan lain sel non-vilous dan vilous trofoblas dalam menghindari respon imun adalah dengan mengekspresikan apoptosis-inducing 31 ligand. Dengan ligand tersebut, sel trofoblas mampu menginduksi aktivasi sel imun (A,L Veenstra, 2003). Peranan leukemia inhibitory faktor (LIF) dan reseptornya Lapisan endometrium uterus tampaknya menghasilkan suatu molekul yang bersifat hidrosolubel, yaitu disebut sebagai Leukemia Inhibitory Faktor (LIF) selama siklus haid terkait dengan kadar progesteron. Sementara di sisi lainnya blastokista juga akan menghasilkan LIF-reseptor. Selama periode implantasi lapisan desidua bersama dengan limfosit-limfosit Th2 akan menghasilkan LIF, dan sel-sel sinsisiotrofoblas akan menghasilkan reseptor LIF. Diperkirakan ekspresi LIF pada desidua dan reseptor LIF pada blastokista akan menfasilitasi proses implantasi. Selain itu, interaksi antara LIF dan reseptornya juga terbukti dapat memicu pertumbuhan dan difrensiasi sel-sel trofoblas. Gambar 3. preimplantasi blastokis 6-7 hari setelah konsepsi (Errol R, 2001) 32 Implantasi memerlukan komunikasi antara endometrium dan blastokis yang sehat. Hubungan feto-maternal ini mempengaruhi mediator lokal dalam uterus, dimana terjadi pelepasan mediator protein , prokineticin 1 (PROK1). PROK1 menginduksi ekspresi dari Leukemia inhibitory factor (LIF) dalam sel endometrium (Cai Hong, , 2010). Leukemia inhibitory factor merupakan suatu sitokin yang memegang peranan penting dalam perkembangan embrionik dan implantasi (Julia Szekeres, et al, 2008). Dari penelitian yang dilakukan, Roberston et al. (1991), Fry et al. (1992), Dunglison et al.(1996), jadi disimpulakan bahwa LIF memegang peran penting dalam perkembangan embrio (Julia Szekeres, 2008). Tabel 2. Diagram representasi dari ekspresi LIF endometrium, garis putusputus menggambarkan saat implantsi blastokis (Julia Szekeres, 2008) 33 Peranan indoleamine 2,3 dioksigenase (IDO) Indoleamine 2,3 dioksigenase (IDO) adalah suatu protein enzimatik yang berfungsi untuk katabolisme triptofan. Enzim tersebut telah dibuktikan dapat dihasilkan oleh sel-sel sinsisiotrofoblas. Diperkirakan IDO yang dihasilkan oleh sel-sel sinsisiotrofoblas akan merusak triptofan pada lapisan desidua yang dibutuhkan untuk proliferasi sel-sel imun dilapisan desidua sehingga dapat memicu toleransi dari sel-sel imun maternal terhadap embrio. (Kanadi Sumapraja, 2008). Ekspresi IDO diekspresikan oleh sel dendritik (DCs) yang megaktifkan peranan Treg (T regulator) sehingga menjadi supresor yang berpengaruh terhadap terjadinya keseimbangan sitokin Th1, sehingga kelangsungan kehamilan dapat terjadi (Julia Szekeres, 2008). Gambar 4. Pengaruh supresi Treg terhadap kehamilan (Julia Szejeres, 2008). Pengaturan yang penting dari T reg sel dalam kehamilan dan hubungan yang jelas antara adanya difisiensi dan kehamilan yang patologi saat ini makin banyak digali (Leigh R. 2009). 34 Gambar 5. Gambaran berbagai hormon dalam reuglasi sistem innate, dan peranan sitokine Th1 dan Th2 selama kehamilan (Julia Szejeres, 2008) Peranan makrofag supresor Tampaknya ada jenis makrofag lain selain makrofag yang telah dikenal secara klasik akan teraktivasi setelah terstimulasi oleh IFN-gama atau lipopolisakarida (LPS), dan kemudian akan menghasilkan sitokin-sitokin proinflamasi. Makrofag supresor ini diperkirakan akan menjaga rahim tetap sebagai tempat yang bersifat immune-privileged, dengan cara menghasilkan sitokin-sitokin yang bersifat non-inflamasi seperti IL-10 atau antagonis reseptor IL-1 dan juga menghasilkan turunan oksigen bebas yang minimal atau tidak sama sekali (Kanadi Sumapraja, 2008). Macrofag inhibitory factor (MIF) seperti halnya sel NK memegang peranan penting dalam pembentukan kehamilan dan hasilnya, jadi apapun 35 perubahan aktivitas abnormal dapat menyebabkan komplikasi selama kehamilan dan terjadi keguguran (Vijay Kumar, 2008). Sel supresor baru yang diinduksi hormon telah berada dalam uterus manusia dalam rangka mempersiapkan tempat terjadinya implantasi. Sel tersebut berbentuk besar dan menunjukkan marker sel–T tetapi sel tersebut tidak seperti sel–T supresor klasik (T8), karena hanya ada di endometrium dan diaktivasi oleh hormon, bukan oleh Ag. Sel itu juga tidak bersifat Ag-spesifik dan tidak melepaskan faktor pensupresor. Sel supresor tersebut membalik sensitisasi maternal, sehingga menghambat respons pembentukan sel sitotoksik terhadap Ag non-MHC yang dihasilkan oleh sel pada awal konsepsi. Ag tersebut berperan penting pada feto-maternal interface. Pada binatang yang diimunisasi agar timbul respons anti terhadap Ag, frekuensi keberhasilan kehamilannya turun dan ukuran fetusnya kecil karena diinfiltrasi oleh limfosit ibu menyebabkan fetusnya diresorpsi spontan. Lamanya aktivitas sel supresor besar biasanya hanya singkat saja karena efek supresi tersebut menyebabkan kehamilan dapat berlangsung terus dan sel itu kemudian diganti dengan sel supresor trophoblast-dependent. Jadi pergantian jenis sel supresor di endometrium terjadinya tahap demi tahap dan setiap tahap hanya bersifat sementara dan berfungsi mempertahankan kelangsungan hidup fetus. Pada masa awal pasca implantasi sel supresor besar di endometrium diganti oleh sel supresor kecil yang sitoplasmanya bergranula dan terdapat dalam desidua. Sel-sel baru ini tidak mempunyai marker konvensional sel T 36 dan makrofag, tetapi mempunyai reseptor Fc.untuk IgG (FcIgGR). Mekanisme aktivitas sel supresor kecil tergantung pada signal trofoblas. Tempat aktivitas sel itu hanya di sekitar implantasi dalam uterus karena sel supresor kecil tidak aktif selain di dalam uterus hamil. Lokalisasi sel supresor trophoblastdependent dan adanya sel supresor kecil dalam plasenta diduga sehubungan dengan saat terbentuknya chorion-desidua junction yang berfungsi menghambat graf rejecton dan menyelamatkan fetus. Sel supresor non-T melepaskan soluble faktor ang menghambat berbagai mekanisme sel efektor spesifik maupun non spesifik. Soluble faktor ini menghambat perkembangan CTL, aktivitas sel NK dan pembentukan sel LAK dengan cara menghalangi aktivitas IL-2. Faktor tersebut juga menghambat respons C mengaktifkan IL-3, menghambat fungsi sitotoksik monosit dan makrofag dan memblok aktivitas sitotoksik TNF- terhadap sel sasaran tertentu. Molekul larutan pensupresi imun sangat lengket dan sering dihubungkan dengan berbagai zat pembawa protein. Aktifitas faktor ini dinetralkan oleh antibody anti transforming growth factor (TGF) yang aktivasinya ialah menghambat sitokin yang membasmi berbagai sel efektor. TGF, memblok mekanisme efektor sel imun spesifik maupun non spesifik yang menyerang unit fetus-trofoblas. Di desidua juga terjadi mekanisme supresor sel efektor oleh prostaglandin E (PGE) Supresi yang dimediasi PGE terutama jika terjadi disagregasi desidua dengan enzim, dengan teknik tertentu bisa merusak desidua yang aktif memproduksi TGF, tetapi membebaskan sel-sel yang menyerupai makrofag serta memproduksi molekul 37 supresor tipe PGE. Progesteron menekan produksi PGE endometrium manusia pasca ovulasi dan desidua pada awal kehamilan.. Peranan hormon Beberapa jenis sitokin dan hormon telah terbukti dapat dihasilkan oleh plasenta. Hormon yang cukup penting yang dihasilkan oleh plasenta adalah progesteron, dimana pada beberapa penelitian menunjukkan progesteron terbukti akan memicu produksi LIF pada endometrium., dan juga akan memodulasi sistem imun maternal sehingga keseimbangan Th1-Th2 akan bergerak kearah dominasi Th2. Selain progesteron tampaknya hormon pertumbuhan juga akan memegang peranan dalam memodulasi sistem imun, meski saat ini baru terbukti pada spesies Roden. Dalam masa kehamilan plasenta akan menghasilkan Placental Growth Hormon (pGH) yang memiliki perbedaan 13 asam amino dibandingkan dengan Growt Hormon (GH) yang dihasilkan oleh hipofisis. Placental Growth Hormon akan menggantikan GH dalam sirkulasi maternal pada trimester kedua dan diperkirakan dapat pula memodulasi sistem imun maternal (Kanadi Sumapraja, 2008). 38 Gambar 6. Peranan Hormon progesteron, placental Growth Hormon, serta sitokin yang diproduksi oleh sel trofoblas akan memodulasi respon imun sistem imun maternal (Kanadi Sumapraja, 2008). Dalam penelitian retrospektif klinikal trial yang dilakukan oleh Raghupathy et al (2005) pada penelitian didapatkan produksi sitokin Th1 dan Th2 dalam darah tepi pada pasien yang mengalami keguguran berulang menunjukkan progesteron yang menginduce PIBF menunjukkan kejadian penurunan kadar Th1 dan menstimulasi sitokin Th2 guna mempertahankan kehamilan (Shai.S , 2009). Timbulnya PIBF menyebabkan perangsangan terhadap IL-4 sehingga terjadi peningkatan kadar Th2, dimana bukti penelitian menyebutkan bahwa keberhasilan kehamilan terjadi peningkatan Th2 terhadap Th1. Selain itu juga peningkatan Th2 menyebabkan perangsangan mediator-mediator IL3,IL10 sehingga secara bermakan menurunkan kadar TNF dan IFN-γ. Progesteron Inhibit Blocking Factor (PIBF) hanya disintesis oleh hubungan feto-maternal, 39 ini dikarenakan diperlukan konsentrasi progesteron yang adekuat untuk menstimulasinya. Hal ini memerlukan tiga mekanisme : 1.Dengan menginduksi asimetrik, protease blocking antibody, 2.Dengan menghambat detranulasi NK sel. 3. Dengan menginduksi sel Th2 dipendent sitokin. KehamilanFetus/trophoblas 50% paternatl gen Reaksi Allogenic immune PIBF Progesteron level Untuk sintesis PIBF Asymetrik Abs Th2 NK sel progesteron sintesis PIBF symetrik Abs Th1 LAK sel Proteksi fetus cytotoxic, inflamatori Abortik reaction Kelahiran miscarriage Gambar 7. Peranan PIBF terhadap Th sel (Mark Fermosa, 2008). 40 Progesteron HOXA-10 Trophoblast HLA-G Expression NK Cell Recruitment and Differentiation Inhibition of NK Cell activity PIBF Th2 cytokine production Normal endometrial development Gambar 8. Peranan progesteron dalam menjaga dan mempertahankan kehamilan (Shai.S , 2009). Dari data yang didapatkan dari hasil penelitian pada pemberian suatu progesteron reseptor antagonis ternyata menyebabkan terjadinya suatu keguguran dimana pemberiannya dilakukan sebelum umur kehamilan tujuh minggu usia kehamilan. Dari data tersebut produksi progesteron yang adekuat oleh corpus luteum memegang peran yang penting dalam mempertahankan kehamilan sampai placenta mengambil alih fungsi ini sekitar usia kehamilan tujuh-sembilan minggu kehamilan (Errol R, 2001). 41 BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Pikir Dalam kondisi kehamilan normal, dari beberapa data penelitian yang didapatkan, menunjukkan adanya peranan IL-4 dalam menjaga proses imunitas untuk mempertahankan kehamilan, dimana peran IL-4 menjaga keseimbangan imunitas maternal dengan menjaga keseimbangan rasio Th1/Th2. Mekanisme kerja IL-4, merupakan suatu komplek imunologis yang rumit dimana, satu sama lainnya saling mempengaruhi untuk menjaga keseimbangan Th1/Th2 seperti yang telah dijelaskan beberapa faktor imunologis sebelumnya. Dengan adanya keseimbangan yang terjaga antara ratio Th1/Th2 maka kehamilan tersebut dapat terhindar dari reaksi imunologi dan kehamilan mampu dipertahankan sampai dengan usia kehamilan cukup bulan. 42 Kehamilan (semi-alogenik) Maternal Immun Sistem Th2 respon (IL-4) Kadar rerata IL-4 Rendah Abortus imminens Gambar 9. Kerangka konsep penelitian 3.2 Hipotesa Penelitian Rendahnya kadar IL-4 merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminen 43 BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah studi kasus kontrol Kadar IL-4 < 0,052 pg/ml kasus Abortus iminen (+) <20 mg Kadar IL-4 > 0,052 pg/ml Kadar IL-4 < 0,052 pg/ml kontrol Hamil (+) <20 mg Kadar IL-4 > 0,052 pg/ml Gambar. 10. Rancangan penelitian 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar 44 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan, Juli 2010 sampai dengan September 2011 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah semua ibu hamil yang datang ke Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis abortus iminen dan hamil muda normal dengan umur kehamilan < 20 minggu. 4.3.2 Sampel Penelitian Populasi penelitian adalah semua ibu hamil yang datang ke Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis abortus iminen dan hamil muda normal dengan umur kehamilan < 20 minggu yang memenuhi kriteria inklusi Kriteria inklusi: Ibu hamil dengan usia kehamilan < 20 minggu mengalami abortus iminen yang datang ke IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar. Bersedia ikut penelitian 45 Kriteria Ekslusi: Molahidatidosa Ibu hamil muda dengan kelainan uterus Ibu hamil muda dengan mioma uteri 4.3.2.1 Kriteria Sampel Kasus : Ibu hamil muda mengalami perdarahan pervaginam yang berasal dari uterus pada umur kehamilan dibawah 20 minggu disertai sakit perut atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai umur kehamilan, tanpa adanya pembukaan servis dengan tes kehamilan masih positif, dimana hasil konsepsi masih di dalam uterus yang dibuktikan dengan USG. Kontrol: Ibu hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu yang datang ke IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar. 4.3.2.2 Cara Pemilihan Kasus dan Kontrol Kasus : Kasus ditentukan dengan cara consencutive sampling dari ibu hamil dengan abortus iminen yang datang ke IRD dan Poliklinik Obstetri dan 46 Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, periode Juli 2010 sampai dengan September 2011 yang memenuhi kriteria inklusi. Kontrol: Kontrol ditentukan secara consencutive sampling dari ibu hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu yang datang ke RSUP Sanglah dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1. Umur ibu dikelompokkan menjadi: ≤ 18 tahun 19-34 tahun ≥ 35 tahun Usia kehamilan dikelompokkan menjadi : < 12 minggu 13 -< 20 minggu 4.3.2.3 Penghitungan Besar Sampel Besar atau jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan asumsi : Tingkat kesalahan tipe I(α) dipergunakan 0,05 Zα= 1,960 Power penelitian sebesar 80% dengan , Tingkat kesalahan tipe II (β) adalah 20% Zβ=0,842 R=3 Sampel dihitung berdasarkan rumus: Dan 47 Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas didapatkan jumlah sampel yang diperlukan 29 pasang sampel, dibulatkan menjadi 30 sampel kasus-kontrol. 4.4 Variabel Penelitian Variabel bebas : IL-4 Variabel tergantung : Abortus iminen Variabel terkontrol : umur ibu, umur kehamilan, paritas, mioma uteri, uteri, uteri, molahidatidosa, kelainan uterus 4.5 Definisi Operasional Variabel 1. Kadar IL-4 merupakan kadar IL-4 yang diperiksa dengan metode ELISA di bagianoratorium Prodia, diambil dari darah vena, dengan nilai rujukan untuk 0-1000 pg/ml. 2. Abortus iminen adalah perdarahan yang berasal dari uterus pada umur kehamilan dibawah 20 minggu disertai sakit perut atau tidak sama sekali. Uterus membesar sesuai dengan umur kehamilan, tanpa adanya pembukaan serviks dengan tes kehamilan masih positif, dimana hasil konsepsi masih di dalam uterus yang dibuktikan dengan USG oleh Supervisor. 3. Umur ibu adalah umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir atau yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk. 48 4. Umur kehamilan merupakan umur kehamilan yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) atau berdasarkan hasil pemeriksaan USG yang dilakukan sebelum umur kehamilan 20 minggu. 5. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialai oleh ibu hamil sebelum kehamilan yang sekarang, 6. Ibu hamil muda kurang dari 20 minggu dengan mioma uteri adalah ibu hamil muda < 20 minggu ditandai dengan tinggi fundus uteri lebih besar dari umur kehamilan dan dibuktikan dengan adanya kantong gestasi pada kehamilan lima minggu, fetal heart beat setelah umur kehamilan 7 minggu dan disertai whorl like appearance pada pemeriksaan USG oleh supervisor. 7. Kehamilan molahidatidosa adalah tumor jinak sel tropoblas oleh karena kegagalan plasentasi yang mengakibatkan vili menggelembung menyerupai buah anggur yang ditandai dengan adanya gejala klnis umur kehamilan < 20 minggu berupa : Riwayat amenore, perdarahan pervaginam atau tidak, disertai keluarnya gelembung mola atau tidak, dengan besar uterus lebih besaR dari umur keamilan, tidak ditemukan balottement dan detak jantung, dengan pemeriksaan USG oleh supervisor ditemukan adanya vesikel di dalam rongga uterus. 8. Kehamilan muda < 20 minggu dengan kelainan uterus adalah kehamilan dengan kelainan bawaan pada uterus berupa uterus didelphys yaitu dua 49 buah uterus terpisah sama sekali disertai dua serviks uteri dengan sebuah septum vertical pada bagian atas vagina, yang ditemukan pada pemeriksaan inspikulo dan dibuktikan dengan USG oleh supervisor dimana tampak 2 buah uterus yag terpisah. 9. Hamil normal adalah bila masih dijumpai adanya kantong gestasi pada umur kehamilan lima minggu dengan fetal pole setelah kehamilan 6 minggu, fetal movement dan fetal heart beat setelah umur kehamilan 7 minggu dengan pemeriksaan USG oleh Supervisor. 4.6 Alat Pengumpulan Data Alat-alat pengumpul data meliputi Lembar status pasien Timbangan berat badan Alat pengukur tinggi badan Tensimeter Spuit disposibel 10 cc Lembar pengumpul data 50 4.7 Alur Penelitian Penapisan pada ibu hamil normal dan abortus imminen dengan umur kehamilan < 20 minggu yang datang ke Poliklinik / IRD RSUP Sanglah Denpasar Criteria Ekslusi / inklusi Inform concent Abortus imminen Hamil normal Cut of point (COP) Pengambilan sampel darah Pengambilan sampel darah kadar IL-4 < COPl kadar IL-4 ≥ COP kadar IL-4 < COP kadar IL-4 ≥ COP Analisa data Gambar 12. Alur penelitian 4.8 Teknik Analisa Data Data a dianalisa dengan menggunakan computer program SPSS 16.0 untuk mengetahui perbedaan rerata kadar IL-4 abortus iminen dan kehamlian normal digunakan uji-t paired . Hubungan antara kadar IL-4 dengan terjadinya abortus iminen dilakukan perhitungan odds ratio. Analisis kemaknaan odds ratio di uji dengan uji Chi-Squere pada tingkat kemaknaan α = 0,005. 51 BAB V HASIL PENELITIAN Selama periode bulan Juli 2010 - Nopember 2011, dilakukan penelitian dengan rancangan kasus-kontrol (case-control study), yang dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar. Berdasarkan hasil analisis data awal dengan menggunakan kurva ROC didapatkan bahwa nilai batas (cut off point) kadar serum IL-4 antara kelompok kasus dan kelompok negatif adalah 0,052 dengan nilai sensitivitas 90,0% dan nilai spesifisitas adalahn 93,3%. 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Selama penelitian, 60 ibu hamil dengan diagnosis abortus iminen dan hamil muda normal dengan umur kehamilan < 20 minggu dijadikan sampel. Data karakteristik subjek antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 5.1. 52 Table 5.1 Rerata umur, umur kehamilan, paritas, pada kelompok kasus dan kontrol Variabel Kelompok p Kasus Kontrol Umur (Tahun) 30,80±6,67 28,43±5,69 0,145 Umur Kehamilan (minggu) 15,73±1,84 16,53±1,91 0,103 Paritas. 1,53±0,94 1,10±0,99 0,088 Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa rerata umur ibu kelompok kasus adalah 30,80±6,67 tahun, rerata kelompok kontrol adalah 28,43±5,69 tahun. Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah 15,73±1,84 minggu, rerata kelompok kontrol adalah 16,53±1,91 minggu, rerata paritas kelompok kasus adalah 1,53±0,94, rerata kelompok kontrol adalah 1,10±0,99. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa umur ibu, umur kehamilan, dan paritas tidak berbeda antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. 5.2 Perbandingan Kadar IL-4 Untuk mengetahui perbedaan kadar IL-4 pada ibu hamil antara kelompok kasus dengan kontrol digunakan uji t-independent. Didapatkan rerata kadar IL-4 kelompok kasus adalah 0,040,01 dan rerata kelompok kontrol adalah 0,220,31. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent 53 menunjukkan bahwa nilai t = 3,20 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata kadar IL-4 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). 5.3 Peran Kadar Serum IL-4 pada Kejadian Abortus Iminen Untuk mengetahui peranan kadar serum IL-4 terhadap kejadian abortus iminen digunakan uji Chi-Square yang dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.2 Peranan Kadar Serum IL-4 Pada Kejadian Abortus Iminen IL-4 Kelompok Kasus Kelompok Kontrol ≤ 0,052 21 8 > 0,052 9 RO IK 95% p 6,42 2,08-19,76 0,001 22 Tabel 5.3 menunjukkan bahwa odd rasio kadar serum IL-4 kelompok kasus terhadap kelompok kontrol sebesar 6 kali (RO = 6,42, IK 95% = 2,08-19,76, p=0,001). 54 BAB VI PEMBAHASAN Untuk mengetahui hubungan rendahnya kadar IL-4 pada ibu hamil dengan meningkatnya kejadian abortus iminen maka dilakukan penelitian dengan rancangan case-control study, yang dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Juli 2010 sampai dengan September 2011. Selama penelitian, 60 ibu hamil pada usia kehamilan < 20 minggu dijadikan sampel dalam penelitian. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata umur ibu kelompok kasus adalah 30,80±6,67 tahun, rerata kelompok kontrol adalah 28,43±5,69 tahun. Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah 15,73±1,84 minggu, rerata kelompok kontrol adalah 16,53±1,91 minggu, rerata paritas kelompok kasus adalah 1,53±0,94, rerata kelompok kontrol adalah 1,10±0,99. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik subjek tidak berpengaruh terhadap terjadinya abortus iminen. Uji perbandingan untuk mengetahui perbedaan kadar IL-4 pada hamil yang mengalami abortus iminen dan hamil normal digunakan uji t-independent. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata kadar IL-4 kelompok kasus adalah 0,040,01 dan rerata kelompok kontrol adalah 0,220,31. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 3,20 dan 55 nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata kadar IL-4 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Lebih lanjut, untuk penentuan nilai batas kadar IL-4 antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol digunakan kurva ROC. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan kurva ROC didapatkan bahwa nilai batas (cut off point) kadar serum IL-4 antara kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah 0,052 dengan nilai sensitivitas 90,0% dan nilai spesifisitas adalahn 93,3%. Selanjutnya berdasarkan nilai batas tersebut dilakukan uji hubungan antara kadar IL-4 dengan kejadian abortus iminen dengan uji Chi-Square yang didasarkan pada tabel silang 2x2. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rasio odd kadar serum IL-4 kelompok kasus terhadap kontrol sebesar hampir 6 kali (RO = 6,42, IK 95% = 2,08-19,76, p=0,001). Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya kadar IL-4 merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminen sebesar 6 kali dibandingkan dengan kadar IL-4 yang tinggi. Dari hasil penelitian yang dilakukan Deneys & Bruyere (1997) yang menyatakan bahwa kadar normal IL-4 pada ibu hamil adalah 0,94±3,63. Dari apa yang diketahui tentang sel Th dimana pada penelitian dengan model tikus didapatkan penolakan kehamilan yang dipengaruhi oleh sitokin Th1, dan sebaliknya Th2 mempertahankan kehamilan. Dimana Th2 lebih dominan dalam preimplantasi endometrium dari wanita multipara dan dalam desidua awal kehamilan. Namun dalam keadaan abortus berulang terjadi penurunan produksi Th1, dalam kehamilan anembrionik terjadi peningkatan ratio Th1/Th2 dalam darah tepi (Gunnet Makkar, 2006). Pada penelitian- 56 penelitian sebelumnya ditunjukkan bahwa sitokin-sitokin proinflamasi yang dihasilkan oleh Th1 akan berkorelasi dengan peningkatan kejadian keguguran. Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil yang mendukung beberapa teori yang telah ada dimana rendahnya kadar IL-4 merupakan salah satu faktor risiko terhadap kejadian abortus iminen. 57 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan bahwa kadar IL-4 pada abortus iminen berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kadar IL4 kehamilan normal. Dan kadar IL-4 yang rendah berisiko terjadinya abortus iminen sebesar 6 kali dibandingkan dengan kadar IL-4 yang normal. 7.2 Saran Temuan ini menunjukkan bahwa IL-4 mungkin terlibat dalam patogenesis kejadian abortus iminen dan dapat mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi terjadinya abortus iminen. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencari kadar IL yang lain yang berperan dalam menjaga keseimbangan Th1-Th2, sehingga dapat melengkapi patogenesis dan prediktor abortus iminen dilihat dari faktor imunologi. 58 DAFTAR PUSTAKA A.L.Veenstra Van Nieuwenhoven1, M.J.Heineman1 And M.M.Faas ; 2003, The Immunology Of Successful Pregnancy Department Of Obstetrics And Gynaecology University, Hospital Groningen And 2Reproductive Immunology, Division Of Medicalbiology, Department Of Pathology And Bagianoratory Medicine, University Of Groningen, The Netherlands ,Human Reproduction Update, Vol.9, No.4; Pp. 347-357 Arlene H, Sharpe, M.D, Phd. And Abdul K.Abbas, M.D, ; 2006, T-Cell Constimulation-Biology, Therapeutic Potential And Chalenges, The New England Journal Of Medicine Vol.355.No.10; Pp. 973-975 Alan H. Decherney, Lauren Nathan, T.Murphy Goodwin, Neuri Laufer, ; 2007, Maternal-Placental-Fetal Unit; Fetal & Early Neonatal Physiology, Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Edisi 10; Pp.171-176 Ana Claudia Zenclussen, Katrin Gerlof, Et Al, ; March 2005, Abnormal T-Cell Reactivity Against Paternal Antigens In Spontaneous Abortion, American Journal Of Phatology, Vol.166 No. 3; Pp. 811-821 Anthony J. Yun, Patrick Y. Lee, ; 2004, Enhanced Fertility After Diagnostic Hysterosalpingography Using Oil-Based Contrast Agents May Be Attributable To Immunomodulation, Departement Of Radiology, Stanford University;Pp.1725-1726 Anita E. Fofie, James E. Fewell And Sherry L.Moore, ; 2004, Pregnancy Influences The Plasma Sitokin Respone To Intraperitoneal Of Bacterial Endotoxin In Rats, The Physiological Scociety; Pp.95-100 Budi Handono, Firman F.W, Johanes C.Mose, Juni 2009, Imunulogi Abortus, in Abortus Berulang, Sub FM, FAK Padjadjaran, RS Dr. Hasan Sadikin Bandung ;Pp 15-32. Cai-Hong Ma,M.D, Li-Ying Yan,Phd, Et Al, ; 2010, Effects Of Tumor Necrosis Faktor-Alpha On Porcine Oocyte Meiosis Progression, Spindle Organization, And Choromosome Alignment, Fertility And Sterility Vol.93.No.3; Pp.920-926 59 Cuninningham FG, Laveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. ; 2005, Williams Obstetrics. Edisi Ke-22, New York: Mcgraw Hill: Pp. 232-240 Chaterine A.Jones, Keryn A.Williams, Et Al. ; 1995, Interleukin 4 Production By Human Amnion Epithelial Cell And Regulation Of Its Activity By Glycosaminoglycan Binding, Biology Of Reproduction 52; Pp. 839-847 Charles J. Lockwood, Michael Paidas, Graciela Krikun, Louise A. Koopman, Rachael Masch, Edward Kuczynski, Harvey Kliman, Rebecca N. Baergen, And Frederick Schatz, 2005, Inflamasi Sitokine And Trombin Regulation Of Interleukin-8 And Intercellular Adhesion Molecule-1 Expression In First Trimester Human Desidua, The Journal Of Clinical Endocrinology & Metabolism ,Printed In U.S.A. Copyright © By The Endocrine Society90(8): Pp. 4710–4715 Douglas J Hirzel, Jue Wang, S.K Dey, R.A Mead ,2006, Changes In Uterine Expression Of Leukemia Inhibitory Faktor During Pregnancy In The Western Spotted Skunk, Biology Of Reproduction , Vol.60; Pp. 484-492 D.Vogiagis And L.A. Salamonsen ; 1999, The Role Of Leukaemia Inhibitory Faktor In The Establishment Of Pregnancy, Journal Of Endocrinology Vol.160; Pp. 181-190 Errol R. Norwitz,M.D, Phd.,Danny J.Schust, M.D, And Susan J. Fisher,Phd.;November 2001, Implantation And The Survival Of Early Pregnancy, The New England Journal Of Medicine, Vol. 345.No. 19; Pp. 14001407 E.Dimitriadis, E Menkhorst, L.A Salmamonsen, P. Paiva, , 2010, Review: LIF And IL-11 In Trofoblast-Endometrial Interactions During The Establishment Of Pregnancy; Pp.1-6 Galit Mishan-Eisenberg, Zipora Borovsky, Et Al, ; 2004, Differential Regulation Of Th1/Th2 Sitokin Responses By Placental Protein 14, The Journal Of Immunology; Pp. 5524-5529 Guneet Makkar, Ernest H.Y.Ng, William S. B. Yeung, And P.C.Ho, ; 2006, Reduced Expression Of Interleukin-11 And Interleukin-6 In The Periimplantation Endometrium Of Excessive Ovarian Responders During In Vitro Fertilization Treatment, The Journal Of Cilical Endocrinology And Metabilism; Pp. 3181-3188 60 Gil Mor, M.D. Ph.D, Immunology of Pregnancy, 2006, Department of Obstetrics and Gynecology Reproductive Immunology Unit, Yale University School of Medicine, New Haven, Connecticut, USA, Th1/Th2 Balance of Implantation Site in Humans, pp. 37-46 Herman D.Kopcow, Florencia Rosetti, Et Al, ; 2008, T Cell Apoptosis At The Maternal-Fetal Interface In Early Human Pregnancy, Involvement Of Gelaectin-1, The Natioanl Academy Of Sciences Of The USA .Vol.105 No. 47;Pp.18472-18477 Isaac T Manyonda Phd MRCOG, ;2006, The Immunology Of Human Reproduction Department Of Obstetrics And Gynaecology St George’s, Hospital Medical School London, ; Pp.26-38 Ian Mackay.M.D, And Fred S, Rosen, M.D, ; 2000, The Immune Sistem, Advances In Immunology, Massachusetts Medical Sociaty; Pp. 37-48 Jianhong Zhang, B Anne Croy, Zhigang Tian ; April 2005, Uterine Natural Kiler Ther Choice, Ther Mission; Cellular & Molecular Immunology; Vol.2 No.2; Pp.123-129 Jaroslaw Kalinka, Michal Radwan, 2006, The Impact Of Dydrogesterone Supplementation On Serum Sitokine Profile In Women With Thratened Abortion, American Journal Of Reproduction Immunology 55 ; ; Pp. 115-120 Julia Szekeres-Bartho And Juan Balasch, ; 2008, Progestagen Therapy For Recurrent Miscarriage, Human Reproduction Update, Vol.14.No.1; Pp. 27-35 J S Gilmour, W R Hansen, H C Miller, J A Keelan, T A Sato,M D Mitchell, 1998, Evects Of Interleukin-4 On The Expression And Activity Of Prostaglandin Endoperoxide H Synthase-2 In Amnion-Derived WISH Cells, Journal Of Molecular Endocrinology 21, 317–325 Jemma Evans, Rob D.Catalano, Pamela Brown, Et Al, ; 2009, Prokineticin 1 Mediates Fetal-Maternal Dialogue Regulating Endometrial Leukemia Inhibitory Faktor, The FASEB Journal Article Vol.23 , Publish Online,; Pp.111 Joost J.Oppenheim, MD. Francis W. Ruscetti,Phd, Connie Faltynek,Phd, ; 1991, Basic And Clinical Immunology. Edisi Ke-7, Appleton&Lange: Pp. 7899 61 Kanadi Sumapraja, 2008, Dasar-Dasar Imunologi Dalam Bidang Kebidanan, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Edisi Ke-4, Cetakan Ke-1,; Pp. 97-111 Kaei Nasu,1, Terumasa Sugano, Kayo Fujisawa, Kazuyo Arima, Hisashi Narahara And Isao Miyakawa ; March 2001,Effects Of Interleukin-4 On The In-Vitro Production Of Sitokines By Human Endometrial Stromal Cells,Department Of Obstetrics And Gynecology, Oita Medical University, Hasama-Machi, Oita 879-5593, Japan Molecular Human Reproduction, Vol. 7, No. 3; Pp.265-270, Keats Nelms, Achsah D. Keega, Et Al, ; 1999, The IL-4 Receptor; Signaling Mechanisms And Biologic Functions, Annu Rev. Immunol Vol 17; Pp. 701730 Koji Hashii, Hiroshi Fujiwara, Shinya Yoshioka, Et Al, ; 1998, Peripheral Blood Mononuclear Cells Stimulate Progesteron Production By Luteal Cells Drived From Pregnant And Non-Pregnant Women: Possible Involvement Of Interleukin-4 And Interleukin-10 In Corpus Luteum Function And Differentation, Human Reproduction Vol.13 No.10; Pp. 2738-43 Linda J. Heffner And Danny J.Schust ; 2008, Fertilisasi Dan Terjadinya Kehamilan, Struktur Dan Fungsi Plasenta, At A Glance Sistem Reproduksi, Edisi 2; Pp. 42-47 Leigh R. Guerin, Jelmer R. Prins, And Sarah A. Robertson, ; 2009, Regulatory T-Cell And Immune Tolerance In Pregnancy: A New Target For Infertility Treatment; Human Reproduction Update, Vol.15.No.5; Pp.517-535 M.Klimek, L.Wicherek, T.J. Popiela, K. Skontiniczny, & B.Tomaszweska, ; August 2005, Changes Of Maternal ACTH And Oytocinese Plasma Concentration During The First Trimester Of Spontaneous Abortion, Neuroendocrinology Letters, Vol.26 No.4; Pp.342-345 M.Makhseed, R.Raghupathy, Et.Al, ; 2000, Circulating Cytocines And CD30 In Normal Human Pregnancy And Recurrent Spontaneous Abortion, Human Reproduction Vol.15 No.9; Pp.2011-2016 M.-P. Piccinni, E. Maggi And S. Romagnani, : 2000, Role Of HormonKontrolled T-Cell Sitokines In The Maintenance Of Pregnancy, Biochemical Scociaty Transactions Vol.28 No.2; Pp.212-214 62 Marijke M. Faas, Annechien Bouman, Angelique L. Veenstra Van Nieuwenhoven, Gerda Van Der Schaaf, Henk Moes, Maas Jan Heineman, And Paul De Vos, ; October 2005, Species Differences In The Effect Of Pregnancy On Lymphocyte Sitokine Production Between Human And Rat, Journal Of Leukocyte Biology Volume 78; Pp. 946-952 Nazeeh Hanna, Iman Hanna, Marija Hleb, Et Al, ; 2000, Gestational AgeDependent Expression Of IL-10 And Its Receptor In Human Placental Tissue And Isolated Cytotrophobalsts, The American Association Of Immunologists; Pp.5721-5727 Nicolaos Vitoratos, Constantinos Papadias, Emmanuel Economou, Evangelos Makrakis,* Constantinos Panoulis, And George Creatsas, 2006; Elevated Circulating IL-1β And TNF-Alpha, And Unaltered IL-6 In First-Trimester Pregnancies Complicated By Threatened Abortion With An Adverse Outcome, Mediators Inflamm. 2006(4): 30485. Published Online 2006 May 7. Doi: 10.1155/MI/2006/30485. Raj Raghupathy, Jaroslaw Kalinka, Cytokoine Imbalance In Pregnancy Complications And Its Modulation, Frontiers In Bioscience Vol.13; Jan 2008; Pp. 985-994 R.Raghupathy, M, Makhseed Et,Al; 2000, Cytocine Production By Maternal Lymphocytes During Normal Human Pregnancy And In Unexplained Recurrent Spontaneous Abortion; Human Reproduction Vol.15 No. 3; Pp. 713718 Shai S. Shen-Orr, Ofir Goldberger, Et Al, ; 2009, Towards A Sitokin Cell Interaction Knowledgebase Of The Adaptive Immune Sistem, Pasific Symposium On Biocomputing; 14:439-450 Shai S. Shen-Orr1,2, Ofir Goldberger2, Yael Garten3, Yael RosenbergHasson4, Patricia A. Lovelace4,5, David L. Hirschberg4, ; 2009, Towards A Sitokine-Cell Interaction Knowledgebase Of The Adaptive Immune Sistem; Pacific Symposium On Biocomputing 14; Pp.439-450 S.T Leung, K. Derecka, Et Al, ; 2000, Uterine Lymphocyte Distribution And Interleukin Exoression During Early Pregnancy In Cows, Journal Of Reproduction And Fertility Vol.119; Pp. 25-33 Vishwa Deep Dixit, Hyunwon Yang, Venkatachalam Udhayakumar, And Rajagopala Sridaran, ; 2003, Gonadotropin-Releasing Hormon Alters The T 63 Helper Sitokine Balance In The Pregnan Rat, Biology Of Reproduction; Pp.2215-2221 V.Deneys and M.D. Bruyere, ; 1997, Immunological Tolerance of the Fetal Alograft; Efficiacy of Immunotherapy and IL-4 and TNF-α Serum Level in Recurrent Abortion; Elsevier Science Inc; Pp. 2467-2469 Vijay Kumar, Bikash Medhi, June 2008, Emerging Role Of Uterine Natural Killer Cells In Establishing Pregnancy, The Iranian Journal Of Immunology, Publis\H By The Iranian Sociaty Of Immunology & Alergy And Shiraz Institute For Cancer Research, Vol.5 No.2 ;;Pp.71-81 Xiaoyan Wu, Haiming Wei, Jianhong Zhang And Zhigang Tian, 2006, Increased Uterine NK-Derived IFN-Γ And TNF-Α In C57BL/6J Mice During Early Gestation, Cellular & Molecular Immunology Vol.3 No.2 :Pp.131-136 Yvonne Jonsson , Marie Rub`er , Leif Matthiesen ,G¨oran Berg , Katri ieminen, Surendra Sharma ,Jan Ernerudh , Christina Ekerfelt ; 2006, Cytokine mapping of sera from women withpreeclampsia and normal pregnancies: Journal of Reproductive Immunology:); Pp. 83–91 64