PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING www.kompasiana.com Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Suko Harsono menyatakan gugatan Indonesian Human Right Comitte for Social Justice (IHCS) tidak dapat diterima. Penggugat kontrak karya PT Freeport ini dianggap tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing). Dalam pertimbangannya, majelis menjelaskan bahwa IHCS merupakan organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia (HAM). Sementara, penggugat menggunakan mekanisme gugatan legal standing untuk menggugat kontrak karya Freeport. “Melihat penggugat menggunakan mekanisme gugatan legal standing yang notabene muaranya untuk membela masyarakat luas, tapi ternyata materi atau pokok gugatannya menyangkut Kontrak Karya i (KK) yang dibuat antara PT Freeport Indonesia Company dengan Pemerintah Republik Indonesia,” kata Suko Harsono, Kamis (13/9). Suko Harsono menuturkan, KK yang dibuat Freeport dengan Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Menteri ESDM, berada di ranah perdata dan tidak ada sangkut pautnya dengan HAM. Oleh karena itu, majelis berpendapat IHCS tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan terkait KK. Jika Pemerintah memang merasa dirugikan KK dengan Freeport, Suko Harsono melanjutkan, lembaga yang berwenang untuk menyatakan kerugian negara ii adalah BPK. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum Dari hasil penghitungan BPK, DPR selaku lembaga berwenang, dapat mempertimbangkan untuk memutus atau tidak memutus KK tersebut. Dengan demikian, majelis menolak eksepsi iii DPR sebagai turut tergugat karena DPR tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab secara keperdataan. Majelis juga menolak legal standing penggugat karena IHCS bukanlah organisasi lingkungan hidup atau konsumen yang memiliki hak gugat sesuai Undang-undang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, majelis dalam amarnya menerima eksepsi tergugat. “Dalam pokok perkara, majelis menyatakan pokok perkara gugatan penggugat tidak dapat diterima iv. Penggugat juga dihukum untuk membayar biaya perkara,” tutur Suko Harsono. Terhadap putusan itu, Ketua IHCS Gunawan menganggap majelis telah melanggar hukum perdata karena dalam putusan sela majelis telah menyatakan IHCS memiliki legal standing. Seharusnya, setelah putusan sela, majelis memutus pokok perkara yang didalilkan penggugat dalam gugatan. Gunawan mempertanyakan mengapa hakim hanya memutus formalitas, padahal dalam pemeriksaan pokok perkara telah didengar berbagai keterangan, termasuk ahli v yang membuktinya dalil IHCS benar. Hal ini, menurutnya,menunjukkan majelis menghindar dari pokok perkara. Terkait legal standing, Gunawan mengatakan IHCS selama ini berlaku sebagai kuasa hukum rakyat petani maupun orang Papua dalam konflik agraria, dimana lingkungan hidup merupakan bagian dari agraria. Putusan majelis dinilai menjadi kabar gembira bagi Freeport, tetapi kabar buruk bagi penegakan konstitusi dan hukum. “Renegosiasi kontrak karya Freeport sudah dua tahun, seumuran dengan gugatan ini, tapi hingga sekarang tidak jelas hasilnya. Disinilah kami memandang gugatan harus dilanjutkan. IHCS akan mengajukan banding, serta melaporkan majelis ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial atas kejanggalan putusan ini,” imbuh Gunawan. Juru Bicara Freeport Ramdani Sirait dalam pesan singkatnya kepada wartawan menegaskan Freeport tetap mendiskusikan kontrak karya dan rencana kerja perusahaan ke Pemerintah Indonesia. “Dari awal Freeport telah menyampaikan kesediaan untuk duduk bersama pemerintah mendiskusi rencana kerja perusahaan dan kontrak karya”. IHCS mendaftarkan gugatan terhadap Menteri ESDM, Freeport, Presiden, dan DPR pada akhir Juli 2011. Perpanjangan Kontrak karya Freeport tanggal 30 Desember 1991, memuat kesepakatan untuk membayar royaliti emas sebesar satu persen. Berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 2003 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum Negara Bukan pajak Yang Berlaku Pada Departemen Energi dan Sumber , tarif royalti emas adalah sebesar 3,75 persen dari harga jual tonase. Besaran satu persen itu tidak lagi sesuai dengan peraturan yang berlaku. IHCS menilai kontrak karya Freeport sudah tidak lagi memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kontrak karya jelas bertentangan dengan PP No.45 Tahun 2003, sehingga dapat mengakibatkan batal demi hukum. Freeport dinilai tidak pernah membayar royalti emas. Selama 25 tahun, Freeport hanya membayar royalti tembaga kepada pemerintah Indonesia. Merujuk kontrak karya pertama tahun 1967, Freeport hanya melaporkan penambangan tembaga. Padahal, terhitung sejak 1978, Freeport juga mengekspor emas. Apabila diakumulasikan, IHCS menaksir kerugian negara sudah mencapai AS$256,17 juta. IHCS meminta para tergugat secara tanggung renteng membayarkannya ke kas negara. Sumber: www.hukumonline.com Catatan Perjanjian: Menurut Prof. Subekti, SH Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam KUHPer Pasal 1320 disebutkan untuk syahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Sepakat itu berarti kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian harus sepakat setuju mengani hal-hal pokok yang diatur dalam perjanjian. Apa yang dikehendaki 1 pihak dikehendaki juga oleh pihak yang lain. 2. Cakap Untuk membuat Perjanjian; Orang yang membuat suatu perjanjian harus “cakap” menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUHPer disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian: a. Orang-orang yang belum dewasa; b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; c. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang, dan semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum 3. Mengenai Suatu Hal tertentu Apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu kewajiban. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus bisa ditentukan jenisnya serta dapat dihitung dan ditetapkan jumlahnya. 4. Suatu Sebab/Causa yang halal Pasal 1336 BW: “Jika tak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, atau pun jika ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, persetujuannya namun demikian adalah sah”. Pasal 1337 BW: “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Undang-undang tidak memberikan pengertian mengenai “sebab”. Namun pengertian kausa dan sebab ini menurut Prof. Dr. Mariam Darus B., SH. bukan pengertian ajaran kausalitet, karena motif dari seorang untuk mengadakan perjanjian itu tidak menjadi perhatian hukum. Menurut yurisprudensi yang ditafsirkan dengan kausa adalah isi atau maksud dari perjanjian. Persyaratan pada point 1 dan 2 dinamakan persyaratan subyektif, karena mengenai orang-orang atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat pada point 3 dan 4 dinamakan syarat objektif, karena mengenai hal-hal pokok dari perjanjian sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Dalam hal syarat obyektif tidak tepenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada perikatan. Dalam bahasa inggris perjanjian demikian disebut null and void. Dalah hal syarat subyektif, jika syarat tersebut tidak terpenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum melainkan dapat dibatalkan, salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan tersebut adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas. Perjanjian tersebut dalam bahasa inggris disebut voidable, dimana perjanjian tersebut selalu dalam kondisi terancam pembatalannya. Terkait dengan keberadaan kontrak yang pada perkembangannya kemudian ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur berbeda dengan isi dari kontrak tersebut maka untuk memenuhi syarat objektif dari kontrak maka kontrak tersebut direnegosiasi kembali antara para pihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum i Kontrak Karya adalah suatu Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahaan Swasta Asing atau Patungan antara Asing dengan Nasional (dalam rangka PMA) untuk Pengusahaan Mineral dengan berpedoman kepada UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum. ii Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. iii Eksepsi adalah suatu tangkisan atau sanggahan yang tidak menyangkut pokok perkara. iv Gugatan tidak dapat diterima menurut M. Yahya Harahap yakni adanya berbagai cacat formil yang mungkin melekat pada gugatan, misalnya, gugatan yang ditandatangani kuasa berdasarkan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR jo. SEMA No. 4 Tahun 1996. Gugatan tidak dapat diterima menurut M Yahya Harahap dikarenakan antara lain: 1. gugatan tidak memiliki dasar hukum; 2. gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium; 3. gugatan mengandung cacat atau obscuur libel; atau 4. gugatan melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolute atau relatif dan sebagainya. Menghadapi gugatan yang mengandung cacat formil (surat kuasa, error in persona, obscuur libel, premature, kedaluwarsa, ne bis in idem), putusan yang dijatuhkan harus dengan jelas dan tegas mencantumkan dalam amar putusan: menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard/NO). Dasar pemberian putusan NO (tidak dapat diterima) ini dapat kita lihat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.1149/K/Sip/1975 tanggal 17 April 1975 Jo Putusan Mahkamah Agung RI No.565/K/Sip/1973 tanggal 21 Agustus 1973, Jo Putusan Mahkamah Agung RI No.1149/K/Sip/1979 tanggal 7 April 1979 yang menyatakan bahwa terhadap objek gugatan yang tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima v Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum