PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN UMUM (Money Politics terhadap Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS dalam Pemilihan Umum di Kota Baubau) KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA BAUBAU 2015 i KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT., karena atas karunia, taufik dan hidayah-Nya, Komisi Pemlihan Umum Kota Baubau dapat menyelesaikan laporan akhir kegiatan penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, dengan topik: “Money Politic terhadap Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS dalam Pemilihan Umum di Kota Baubau”. Laporan penelitian ini menyajikan Informasi hasil penelitian yang dilakukan. Penulisan laoran hasil penelitiaan ini merupakan bentuk tanggung jawab dan komitmen Komisi Pemilihan Umum, khususnya Komisi Pemilihan Umum Kota Baubau selaku pelaksana kegiatan, dalam rangka mewujudkan pemilu yang berkualitas dan berintegritas dimasa yang akan datang. Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan memperlancar pelaksanaan seluruh kegiatan penelitian ini. Semoga bermanfaat. Terimakasih. Baubau, Juli 2015 Ketua KPU Kota Baubau, Dian Anggraini ii DAFTAR ISI Halaman Judul ................................................................................................ i Kata Pengantar ............................................................................................... ii Daftar Isi ......................................................................................................... iii Daftar Gambar……………………………………………………………….. v Daftar Tabel ................................................................................................... vi Daftar Grafik………………………………………………………………… viii BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………. 1 1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 7 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 7 1.4. Manfaat Penelitian....................................................................... 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………… 9 2.1. Konsep Demokrasi ………........................................................ 9 2.2. Partisipasi Poitik ……................................................................ 15 2.3. Pemilihan Umum ...................................................................... 23 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………. 30 3.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 30 3.2. Sifat Penelitian .......................................................................... 30 3.3. Subyek Penelitian .................................................................... 30 3.4. Sumber Data................................................................................ 31 3.5. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 31 3.6. Analisis Data…………………………………………………… 33 3.7. Jadual Penelitian……………………………………………….. iii 33 BAB IV. GAMBARAN UMUM KOTA BAUBAU………………………… 34 4.1. Keadaan Geografis ................................................................... 34 4.2. Penduduk .................................................................................. 39 4.3. Pendidikan ................................................................................ 42 4.4. Kondisi Sosial Ekonomi ............................................................ 48 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………. 59 5.1. Partisipasi Pemilih dalam Pelaksanaan Pemilu di Kota Baubau 59 5.1.1. Jumlah Pemilih Terdaftar dalam Pemilu Legislatif dan Pilres 2014……………………………………………... 59 5.1.2. Jumlah Pemilih yang Memberikan Hak Pilih dalam Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014…………………….. 62 5.1.3. Jumlah Pemilih Terdaftar pada Pemilu Legislatif dan Pilpres Tahun 2009, serta Pilwali Baubau Tahun 2012... 63 5.2. Trend Money Politics terhadap Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS………………………………………………… 67 5.2.1. Karakter Responden……………………………………. 67 5.2.2. Analisis Hasil Penelitian………………………………... 69 BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………………………… 84 Daftar Pustaka………………………………………………………………… 85 iv DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Peta Administratif Kota Baubau………………………..…… 34 Gambar 2 : Peta Garis Depan Konektivitas Global Indonesia………..…. 37 Gambar 3 : Grafik Perkembangan Penduduk Kota Baubau Tahun 2008-2012………………………………………….... 40 : Angka Melek Huruf Penduduk Kota Baubau, Tahun 2007/2008 -2011/2012……………………………… 47 : Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka……………………………………………………… 50 : Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Baubau, 55 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Tahun 2008-2013……………………………………………. Gambar 7 : Karakter Berdasarkan Kelompok Responden………………. 67 Gambar 8 : Karakter Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…………… 68 Gambar 9 : Karakter Responden Berdasarkan Umur……………………. 68 Gambar 10 : Karakter Responden Berdasarkan Pekerjaan………………... 69 v DAFTAR TABEL Tabel 1 : Data Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Tahun 1971-2004…………………….……………………… 4 Tabel 2 : Bentuk Partisipasi Politik Konvension dan Non-Konvension. 19 Tabel 3 : Jadual Penelitian…………………………………………….. 33 Tabel 4 : Luas Wilayah Kota Baubau menurut Kecamatan…………… 36 Tabel 5 : Persebaran dan Kepadatan Kependudukan Kota Baubau…… 41 Tabel 6 : Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008-2012……………………………………………. 42 : Persebaran Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Tahun 2013 Menurut Kecamatan di Kota Baubau………………………... 43 : Perkembangan Sekolah dan Murid Tahun 2008-2012 di Kota Baubau……………………………………………… 43 : Jumlah Guru dan Murid menurut Tingkatan Pendidikan di Kota Baubau……………………………………………… 44 : Persebaran Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Tahun 2012 Menurut Kecamatan di Kota Baubau…… 44 : Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Baubau………………………………………………… 46 : Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) Kota Baubau………………………………………………… 46 Tabel 13 : Capaian Indikator Penduduk dan IPM Tahun 2008-2012….. 48 Tabel 14 : Jumlah Penduduk 15 Tahun ke Atas di Kota Baubau………. 50 Tabel 15 : Perkembangan Serapan Tenaga Kerja Kota Baubau Per Sektor 2008-2012……………………………………….. 52 : Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Sumber Pertumbuhan Kota Baubau 2012-2013 (%)………………………………… 55 : Nilai dan Peran Sektor Ekonomi dalam PDRB atas Dasar Harga Berlaku Kota Baubau, 2010-2013………… 57 Tabel 18 : Daftar Pemilih pada Pileg 2004……………………………... 60 Tabel 19 : Daftar Pemilih pada Pilpres 2014…………………………… 61 Tabel 20 : Jumlah Pemilih yang Menggunakan Hak Pilih dalam Pileg 2014……………………………………………. 62 : Jumlah Pemilih yang Menggunakan Hak Pilih dalam Pilpres 214…………………………………………… 63 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 21 vi Tabel 22 Tabel 23 Tabel 24 Tabel 25 : Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pileg 2009……………………………………………. 64 : Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pilpres 2009………………………………………….. 65 : Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pilwali Kota Baubau 2012…..……………………….. 66 : Data Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Tahun 2009-2014….. 66 vii DAFTAR GRAFIK Grafik 1 : Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pileg…………..…….. 70 Grafik 2 : Alasan Berpartisipasi dalam Pelaksanaan Pileg…………….. 70 Grafik 3 : Alasan jika tidak berpartisipasi pada saat Pileg…………….. 71 Grafik 4 : Tingkat Partisipasi dalam Pilpres…………….……………... 72 Grafik 5 : Alasan berpartisipasi saat Pilpres…………………………… 73 Grafik 6 : Alasan tidak berpartisipasi dalam Pilpres………………….. 73 Grafik 7 : Alasan lain tidak berpartisipasi dalam Pilpres………………. 74 Grafik 8 : Harapan Masyarakat terhadap caleg terpilih………………… 75 Grafik 9 : Responden mendengar caleg menjajikan imbalan kepada pemilih………………………………………………. 77 Grafik 10 Perlu-tidaknya seseorang caleg menjanjikan sesuatu imbalan kepada pemilih agar hadir ke TPS memilih caleg………….. 78 : Jika ada yang menjanjikan suatu imbalan kepada pemilih, apakah memilih caleg tersebut………………………………. 78 Grafik 12 : Gambaran tentang caleg yang ideal…………………………. 79 Grafik 13 : Gambaran lain tentang caleg yang ideal………………………. 80 Grafik 14 : Perlunya diberikan sanksi terhadap pelaku money politics….. 81 Grafik 15 : Jenis sanksi yang diberikan kepada caleg yang melakukan money politics……………………………... 82 : Jenis sanksi lainnya kepada caleg yang melakukan money politics ………………………………………………. 82 : Perlu tidaknya politik uang di Pileg/Pilpres…………………… 83 Grafik 11 Grafik 16 Grafik 17 : viii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan disebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia yang memiliki masyarakat yang heterogen. Pemilihan umum adalah salah satu sarana yang memungkinkan masyarakat dapat merealisasikan harapan dan cita-citanya untuk mewujudkan iklim kehidupan yang lebih baik. Karena itu, pemilihan umum adalah langkah awal bagi terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, memiliki kebebasan berekspresi dan berkehendak, serta mendapatkan akses bagi terpenuhinya hak-hak mereka sebagai warga negara. Melalui pemilihan umum, rakyat Indoneisa turut serta secara aktif berpartisipasi memilih wakil mereka, yang secara langsung atau pun tidak langsung akan mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah. Karena itu, partisipasi politik adalah aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, yang sekaligus menjadi ciri khas adanya modernisasi politik. Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk paritisipasi politik sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena pada saat pemilu itulah, rakyat menjadi pihak yang paling menentukan bagi proses politik di suatu wilayah dengan memberikan suara secara langsung. Masyarakat adalah komponen penentu berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemilu. Karena, pada dasarnya hanya kekuatan pemlih atau masyarakatlah yang bisa menentukan nasib negara dan bangsa ke depan. Setiap warga negara, apapun latar belakangnya; suku, agama, ras, jenis kelamin, status sosial, dan golongan, memiliki hak yang sama untuk berserikat dan berkumpul, menyatakan pendapat, 1 dan menyikapi secara kritis kebijakan pemerintah. Hak ini disebut hak politik. Hak politik dimaksud, secara luas dapat langsung diaplikasikan secara kongkrit melalui pemilihan umum. Pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen IV UUD 1945 pada Tahun 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu tahun 2004. Pada tahun 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia" (“LUBER”). "Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. "Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. "Bebas" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Dan, "rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia, hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. Asas pemilu yang “LUBER” telah digunakan sejak era orde baru. Pada era reformasi berkembang pula asas pemilu yang “jujur” dan “adil” ("JURDIL"). Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara 2 pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.1 Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan publik, komunikasi massa, lobi dan lain-lain. Dalam Pemilu, para pemilih juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Partisipasi politik rakyat, melalui pemilu, merupakan salah satu aspek penting dalam demokrasi. Asumsi yang mendasarinya adalah orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya, adalah orang itu sendiri. Pengalaman pemilu yang berlangsung dalam beberapa dekade menunjukkan banyaknya pemilih yang tidak memberikan suaranya. Jika kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi, maka partisipasi pilitik cenderung aktif. Sebaliknya, jika kesadaran dan kepercayaan sangat kecil maka paritisipasi politik menjadi pasif dan apatis. 1 https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia. 3 Sejarah penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, dari periode ke periode cenderung menunjukkan trend penurunan tingkat partisipasi pemilih. Kecenderungan tingkat partisipasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1: Data Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Tahun 1971-2004 Tahun Pemilih Terdaftar (Jiwa) 1971 1977 1982 1987 1992 1997 1999 2004* 2004** 2004 *** 58.558.776 69.871.092 82.134.195 93.737.633 107.565.413 125.640.987 118.158.778 148.158.778 155.048.803 152.246.188 Tidak Suara Menggunakan Menggunakan Sah Hak (%) Hak (%) (%) 96,62 96,52 96,47 96,43 96,06 93,55 92,74 84,07 78,23 76,93 3,38 3,48 3,53 3,57 4,94 6,45 7,26 15,93 21,77 23,37 96,59 94,90 93,71 95,00 95,67 96,13 96,61 91,19 97,83 97,94 Suara Tidak Sah (%) 3,41 5,10 6,29 5,00 4,33 3,87 3,39 8,81 2,17 2,06 Sumber : Kompas, edisi 6 April 2009 (hal. 4) Keterangan * : Pemilihan Legislatif ** : Pemilihan Presiden Putaran I *** : Pemilihan Presiden Putaran II Tingkat partisipasi pemilih dalam pemilihan umum selama periode orde baru selalu di atas 90%. Meskipun demikian, partisipasi politik di bawah rezim pemerintahan Soeharto ini dinilai semu. Sejumlah faktor ditengarai turut mempengaruhi, seperti represi politik dan model mobilisasi yang sangat kuat di bawah tekanan rezim berkuasa. Meskipun partisipasi pemilu pada era Orde 4 Baru memiliki kecendrungan turun dalam setiap penyelenggaraan, tetapi penurunannya tidak terlalu signifikan. Pada penyelenggaraan pemilu pertama di era reformasi, antusiasme pemilih masih tinggi, dimana tercatat lebih dari 92,74% pemilih menggunakan hak pilihnya. Dalam pemilu legislatif yang diselenggarakan dengan sistem langsung untuk pertama kali pada tahun 2004, tingkat partisipasi menurun drastis. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilih hingga mencapai 15,93%. Kemudian, pada pilpres putaran pertama, pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya sebesar 21,77%. Jumlah tersebut kemballi menurun menjadi 23,37% pada pilpres putaran kedua. Pada pemilu legislatif tahun 2009, angka partisipasi politik masyarakat mengalami penurunan dibandingkan pemilu yang dilakukan sebelumnya, meski tidak terlalu signifikan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh KPU, angka partisipasi politik masyarakat secara nasional pada pemilu legislatif tahun 2009 mencapai 70,69%.2 Meningkatnya angka pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu di antara berbagai faktor tersebut adalah dugaan praktek money politics (politik uang). Wacana (diskursus) tentang money politics dalam pemilihan umum, memang, seolah menjadi hal yang biasa pada masa kini, meskipun praktek tersebut diyakini dapat mengancam integritas pemilihan umum. Dalam praktek money politics, seorang pemilih akan cenderung tidak memilih kandidat sesuai dengan kesadaran 2 http://www.kpu.go.id KPU Evaluasi Partisipasi Pemilih dalam Pemilu 2009, Kamis, 04/03/2015 20.45 WITA 5 politiknya, tetapi menggunakan kesadaran semu yang bersumber dari sikap apatisme maupun karena tekanan ekonomi. Riset partisipasi pemilih merupakan salah satu elemen penting dalam upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu. Riset partisipasi pemilih akan memberikan data yang diperlukan sebagai bahan perumusan kebijakan berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu. Hasil riset memastikan program dan kebijakan kepemiluan tidak dibangun atas postulat spekulatif, tetapi dikonstruksi berlandaskan argumen empirik dan rasional dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam negara demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen penting demokrasi perwakilan. Ia adalah pondasi praktik demokrasi perwakilan. Persoalannya, terdapat sejumlah masalah menyangkut partisipasi pemilih yang terus menggelayut dalam setiap pelaksanaan pemilu. Sayangnya, persoalan itu tidak banyak diungkap dan sebagian menjadi ruang gelap yang terus menyisakan pertanyaan. Beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu di antaranya adalah fluktuasi kehadiran pemilih ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Pelaksanaan pemilihan umum di Kota Baubau, juga menunjukkan trend yang sama. Oleh banyak kalangan, fenomena ini ditengarai berhubungan dengan maraknya praktek politik uang (money politics). Masalah ini perlu dibedah untuk diketahui akar masalah dan dicari jalan keluarnya. Harapannya, partisipasi dalam pemilu berada pada idealitas yang dicita-citakan. Oleh karena itu, program riset menjadi sebuah medium yang sangat penting dalam manajemen pemilu. 6 1.2. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah pokok yang hendak dijawab dalam penelitian ini, dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah tingkat partisipasi pemilih dalam pelaksanaan pemilihan umum di Kota Baubau? 2. Apakah fluktuatifnya tingkat kehadiran dan ketidakhadiran pemilih di TPS dideterminasi oleh maraknya praktek money politics? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah seperti tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui tingkat partisipasi pemilih dalam pelaksanaan pemilihan umum di Kota Baubau. 2. Untuk mengetahui apakah fluktuatifnya tingkat kehadiran dan ketidakhadiran pemilih di TPS dideterminasi oleh maraknya praktek money politics? 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pelbagai hal seperti tersebut berikut: a. Sebagai bahan referensi untuk menemu-kenali berbagai masalah yang terkait dengan tingkat partisipasi pemilih, khususnya yang berhubungan dengan maraknya praktek money politics dalam pelaksanaan pemilihan umum di Kota Baubau. 7 b. Sebagai bahan referensi dalam penyusunan rekomendasi yang berhubungan dengan konstruksi kebijakan tentang strategi peningkatan partisipasi pemilih dalam pelaksanaan pemilihan umum di Kota Baubau pada khususnya, dan pemilihan umum secara nasional pada umumnya. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Demokrasi a. Pengertian Demokrasi Dari sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan cratos/cratein yang berarti pemerintahan. Jadi secara bahasa demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Menurut International commission for jurist, demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak-hak untuk membuat keputusankeputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang di pilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui proses pemilihan yang bebas. Menurut C.F Strong, demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas. Menurut Samuel Huntington, sistem politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala dan didalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara. 9 Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan tertinggi di negara tersebut. Pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Pemerintahan demokrasi dapat dinyatakan pula sebagai sistem pemerintahan kedaulatan rakyat. b. Prinsip-Prinsip Demokrasi Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi." Menurutnya, prinsipprinsip demokrasi adalah sebagai berikut : 1. Kedaulatan rakyat; 2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; 3. Kekuasaan mayoritas; 4. Hak-hak minoritas; 5. Jaminan hak asasi manusia; 6. Pemilihan yang bebas dan jujur; 7. Persamaan di depan hukum; 8. Proses hukum yang wajar; 9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional; 10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik; 11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat. 10 c. Ciri-ciri Negara Demokrasi Ciri negara demokrasi adalah adanya kebebasan bagi warganya untuk mengurus diri sendiri. Salah satu wujudnya adalah dengan adanya otonomi daerah. Dengan otonomi ini, pemerintah daerah diberikan kebebasan oleh pemerintah pusat utuk mengurus diri sendiri. Menurut Bingham Power Jr, ciri-ciri negara demokrasi, yaitu : 1. Legitimasi pemerintah; 2. Pengaturan organisasi secara teratur dalam negara paling tidak terdapat 2 (dua) partai politik; 3. Setiap warga negara sudah memenuhi syarat berhak dalam pemilu; 4. Setiap warga negara dalam pemilu dijamin kerahasiaannya; 5. Masyarakat dijamin kebebasannya. d. Model Demokrasi Filsafat politik yang mendasari demokrasi pada prinsipnya bersifat universal dan dapat diterapkan pada semua masyarakat dewasa ini. Sebaliknya model-model yang berkembang diberbagai masyarakat dalam berbagai era sangat bervariasi. Model tersebut dapat dibagi menurut tiga perspektif yang berbeda. 1. Demokrasi Presidensial Dalam demokrasi presidensial, presiden memiliki kedudukan kuat dalam pembuatan keputusan dan kekuasaan politik yang kuat. Kekuasaan politik presiden sering kali disejajarkan dengan parlemen atau bahkan lebih kuat dari parlemen. Dalam demokrasi presidensial 11 kepala negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat merupakan pusat kekuasaan mandiri, yang juga berpengaruh baik dalam pembentukan pemerintahan maupun penyusunan undang-undang. 2. Demokrasi Parlementer Dalam demokrasi parlementer, parlemenlah satu-satunya lembaga perwakilan tertinggi untuk pengambilan keputusan. Peranan presiden pada kasus ini terbatas pada tugas-tugas mewakili Negara dan penengah dalam situasi konflik. Dalam demokrasi parlementer kekuasaan pengambilan keputusan politik dijalankan oleh wakil-wakil rakyat sesuai dengan hasil pemilihan umum. 3. Demokrasi Perwakilan atau Demokrasi Langsung Demokrasi perwakilan mempercayakan sepenuhnya pengambilan keputusan ditingkat parlemen oleh wakil-wakil yang dipilih. Demokrasi langsung akan mengalihkan sebanyak mungkin keputusan kepada rakyat yang berdaulat: misalnya melalui referendum, jajak pendapat rakyat, dan keputusan rakyat atau mengembalikan sebanyak mungkin keputusan ketingkat komunitas lokal. e. Negara Demokrasi Negara demokrasi adalah suatu negara yang menganut sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat sekalipun dalam mekanisme pemerintahanya baik yang menyangkut infrastruktur politik maupun suprastruktur politik berbeda satu dengan yang lain. Dilihat dari paham yang dianut demokrasi dapat dibedakan menjadi: 12 1. Demokrasi Liberal Sistem pemerintahan ini diterapkan di negara barat, kebebasan individu untuk bergerak, berpikir dan mengeluarkan pendapat sangat dijunjung tinggi. Dengan demikian, persamaan hak dalam bidang politik sangat dijunjung tinggi, namun pada bidang ekonomi tetap memegang persaingan bebas. Akibatnya terjadi kesenjangan antara golongan ekonomi kuat (kapitalis) dan golonagan ekonomi lemah (buruh). Di negara yang menganut demokrasi liberal sistem masyarakatnya bebas merdeka, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia setinggi-tingginya, bahkan kadang-kadang diatas kepentingan umum. 2. Demokrasi Sosialis Di negara yang menerapkan demokrasi sosialis menitikberatkan pada paham kesamaan yang menghapus perbedaan antara kelas sesama rakyat. Oleh sebab itu, pada negara sosialis tidak ada hak perseorangan, yang ada adalah hak kolektif atau hak umum. Untuk mencapai masyarakat sosialis yang sejahtera dan sama rata (tujuan negara) pada masyarakat itu masih berlaku kediktatoran proletar atau kediktatoran mayoritas (buruh dan tani). Akan tetapi, kekuasaan negara hanya dikendalikan oleh satu partai yaitu komunis baik pada bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kekuasaan legislatif meliputi dua badan yaitu Dewan Uni atau Majelis Rendah yang anggotanya dipilih oleh rakyat, dan Dewan Nasional yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat negara bagian. 13 Badan eksekutif memegang kekuasaan sangat luas, antara lain mengeluarkan keputusan-keputusan dan dekrit bahkan kalau perlu memberhentikan anggota kabinet. 3. Demokrasi Pancasila Pada hakikatnya Demokrasi adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah kekuasaan yang tertinggi ada di tangan rakyat. Hikmat kebijaksanaan adalah penggunaan akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat, dan dilaksanakan dengan sadar, jujur, bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani yang luhur. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga mencapai mufakat. Perwakilan adalah prosedur peran serta rakyat dalam pemerintahan yang dilakukan melalui badan perwakilan. Dari uraian di atas demokrasi Pancasila dapat diartikan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang dijiwai dan diliputi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beadab, Persatuan Indonesia serta untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang bersumberkan pada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. 14 2.2. Partisipasi Politik Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Di negaranegara yang proses modernisasinya secara umum telah berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara meningkat. Modernisasi politik dapat berkaitan dengan aspek politik dan pemerintah. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah3. a. Pengertian Partisipasi Politik Pemerintah dalam membuat dan melaksanakan keputusan politik akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Dasar inilah yang digunakan warga masyarakat agar dapat ikut serta dalam menentukan isi politik. Perilaku-perilaku yang demikian dalam konteks politik mencakup semua kegiatan sukarela, dimana seorang ikut serta dalam proses pemilihan pemimipin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijakan umum. Menurut Budiarjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politk, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.4 Menurut Huntington dan Nelson, bahwa parpartisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang 3 Sastromatmodjo, S. Partisipasi Politik, Semarang, IKIP Semarang Press, 1995, hlm. 67 4 Ibid. Hlm 68 15 dimaksud untuk mempengaruhi pembuat keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual dan kolektif, terorganisir dan spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan. Legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.5 Menurut Davis, partisipasi politik adalah sebagai mental dan emosinal yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada tujuan atau citacita kelompok atau turut bertanggung jawab padanya.6 Dalam negara demokratis yang mendasari konsep partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakannya melalui kegiatan bersama untuk menentukan tujuan serta masa depan suatu negara itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang pimpinan. Dari pengertian mengenai paritisipasi politik di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah keterlibatan individu atau kelompok sebagai warga negara dalam proses politik yang berupa kegiatan yang positif dan dapat juga yang negatif yang bertujuan untuk berpatispasi aktif dalam kehidupan politik dalam rangka mempengaruhi kebijakan pemerintah. b. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik Bentuk partisipasi politik seseorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya. Bentuk partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (voting) entan untuk memilih calon wakil rakyat atau untuk memilih kepala negara. 5 6 Budiarjo, M. Partisipasi dan Partai Politik, 1998, hlm. 3 Op.cit. hal. 85 16 Dalam buku pengantar sosiologi Politik, Michael Rush dan Philip Althoff mengidentifkasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagi berikut: 1. Menduduki jabatan politik atau adiministarasi; 2. Mencari jabatan politik atau administrasi; 3. Mencari anggota aktif dalam suatu organisasi politik; 4. Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik. 5. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik 6. Menjadi anggtota pasif dalam suatu organisasi semi politik 7. Paritispasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb 8. Partisipasi dalam diskusi politik internal 9. Partisipasi dalam pemungutan suara. Sastroatmodjo juga mengemukakan tentang bentuk-bentuk paritipasi politik berdasarkan jumlah pelakunya yang dikategorikan menjadi dua yaitu partisipasi individual dan partisipasi kolektif. Partisipasi individual dapat berwujud kegiatan seperti menulis surat yang berisi tuntutan atau keluhan kepada pemerintah. Partisipasi kolektif adalah bahwa kegiatan warga negara secara serentak dimaksudkan untuk mempengaruhi penguasa seperti dalam kegiatan pemilu. Sementara itu, Maribath dan Goel membedakan partisipasi politik menjadi beberapa kategori: 1. Apatis, adalah orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik. 17 2. Spektator, adalah orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilu. 3. Gladiator, adalah mereka yang aktif terlibat dalam prose politik misalnya komunikator, aktifis partai dan aktifis masyarakat. 4. Pengkritik, adalah orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional. Menurut Rahman, kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi politik mempunyai berbagai macam bentuk. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi berbagai negara dan waktu dapat dibedakan menjadi kegiatan politik dalam bentuk konvensional dan non konvensional, termasuk yang mungkin legal (seperti petisi) maupun ilegal, penuh kekerasan, dan revolusioner. Bentuk-bentuk frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, kepuasan/ketidakpuasan warga negara. Bentuk-bentuk partispasi politik yang dikemukakan oleh Alomond yang terbagi dalam dua bentuk yaitu partisipasi politik konvensional dan partisipasi politik non konvensional. Rincian bentuk partispasi politik sebagai berikut : 18 Tabel 2: Bentuk Partisipasi Politik Konvension dan Non-Konvensional Konvensional Non-Konvensional Pemberian suara (voting) Pengajuan petisi Diskusi politik Berdemonstrasi Kegiatan kampanye Konfrontasi, mogok Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan Tindak kekerasan politik harta benta (pengerusakan, pengeboman) Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administrative Tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembubuhan) c. Tujuan Partisipasi Politik Adanya kondisi masyarakat yang beraneka ragam tentunya tiap-tiap warga masyarakat mempunyai tujuan hidup yang beragam pula sesuai dengan tingkat kebutuhannya, dan upaya memenuhi kebutuhan itu di refleksikan dalam bentuk kegiatan, yang tentunya kebutuhan yang berbeda akan menghasilkan kegiatan yang berbeda pula. Demikian pula dalam partisipasi politiknya tentu tujuan yang ingin dicapai antara warga satu berbeda dengan yang lain. Menurut Waimer menyatakan bahwa yang menyebabkan timbulnya pergerakan ke arah partispasi yang lebih luas dalam prose politik yaitu : 1. Modernisasi di segala bidang, berimplikasi pada komersialisme pertanian, industri, perbaikan pendidikan, pengembangan metode masa, dan sebagainya. 2. Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Perubahan sturktur kelas baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas menegah 19 dan pekerja baru yang semakin meluas dalam era industrialisasi dan modernisasi. Dari hal itu muncul persoalan yaitu siapa yang berhak ikut serta dalam pembuatan-pembuatan keputusan-keputusan politik yang akhirnya membawa perubahan dalam pola partisipasi politik. Kelas menegnah baru itu secara praktis menyuarakan kepentingankepentingan masyarakat yang terkesaan demokrtis. 3. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi masa merupakan faktor yang meluasnya komunikasi politik masyarakat. Ideide baru seperti nasionalisme, liberalisasi akan membangkitkan tuntutan-tuntan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Komunikasi yang luas mempermudah penyebaran ide-ide seluruh masyarakat. Dengan masyarakat yang belum maju sekalipun akan dapat menerima ide-ide politik tersebut secara tepat. Hal itu berimplikasi pada tuntutan-tuntutan rakyat ikut serta menentukan dan mempengaruhi kebijakan pemerintah. 4. Adanya konflik di antara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpin politik yang bersaing memperebutkan kekuasaan sering kali untuk mencapai kemenangan dilakukan dengan cara mencari dukungan masa. Dalam hal mereka beranggapan, adalah sah apabila yang mereka lakukan demi kempentingan rakyat dan dalam uapaya memperjuangkan ide-ide partisipasi masa. Implikasinya adalah munculnya tuntutan terhadap hak-hak rakyat, baik hak asasi manusia, keterbukaan, demokratisasi, maupun isu-isu kebebasan pers. Dengan 20 demikian pertentangan dan perjuangan kelas menengah kekuasaan mengakibatkan perluasan hak pilih rakyat. 5. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi untuk ikut serta dalam mempengaruhi keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam segala bidang kehidupan. Menurut Davis, partisipasi politik bertujuan untuk mempengaruhi pengasa baik dalam arti memperkuat maupun dalam pengertian menekannya sehingga mereka memperhatikan atau memenuhi kepentingan pelaku partisipasi. Tujuan tersebut sangat beralasan karena sasaran partisipasi politik adalah lembaga-lembaga politik atau pemerintah yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan politik. Sedangkan bagi pemerintah, partisipasi politik dari warga negara mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendukung program-program pemerintah, artinya peran serta masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan pembangunan. 2. Sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan. Jadi partisipasi politik sangatlah penting bagi masyarakat maupun pemerintah. Bagi masyarakat dapat sebagai sarana untuk memberikan 21 masukan, kritik, dan saran terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, sedangkan bagi pemerintah partisipasi politik merupakan sebuah mekanisme pelaksanaan fungsi kontrol terhadap pemerintah dan pelaksanaan kebijakan. d. Landasan Partisipasi Politik Hutington dan Nelson mengemukakan bahwa landasan yang lazim digunakan untuk menyelenggarakan partisipasi politik adalah: 1. Kelas: perorangan-perorangan dengan status sosial, pendapatan, pekerjaan yang serupa. 2. Kelompok/komunal: perorangan-perorangan dari ras, agama, bahasa atau etnisitas yang sama. 3. Lingkungan (negihborhood): perorangan-perorangan yang secara geografi bertempat tinggal berdekatan satu sama lain. 4. Partai : perorangan yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintah. 5. Golongan (function): perorangan-perorangan yang dipersatukan oleh intraksi yang terus menerus atau intens satu sama lain, dan salah satu manifestasinya adalah pengelompokan patro-klien, artinya satu golongan yang melibatkan pertukaran manfaat-manfaat secara timbal balik di antara perorangan-perorangan yang mempunyai sistem status, kekayaan dan pengaruh yang tidak sederajat. 22 Hermawan berpendapat bahwa yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku politik, adalah: 1. Lingkungan sosial politik tidak langsung seperti sistem politik, media masa, sistem budaya, dan lain-lain. 2. Lingkungan politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor seperti keluarga, teman agama, kelas, dan sebagainya. 3. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. 4. Faktor sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan politik, seperti suasana kelompok, ancaman, dan lain-lain. 2.3. Pemilihan Umum a. Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu) Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam demokrasi modern yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang ditentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan siapakah yang berwenang mewakili rakyat maka dilaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum adalah suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dilembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik. 7 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2007 tentang penyelenggara 7 Syarbaini, S. dkk, Sosiologi dan Politik, Jakarta, Galia Indonesia, 2002, hlm. 80 23 pemiliham umum dinyatakan bahwa pemilihan umum, adalah saranan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia tahun 1945. Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan asas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semuanya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah suatu pelanggaran suatu hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu atau memperlambat pemilu.8 Dari pengertian di atas dipahami bahwa pemilu adalah sarana mewujudkan pola kedaulatan rakyat yang demokratis dengan cara memilih wakil-wakil rakyat, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Karena pemilu merupakan hak asasi mansia maka pemilu 2014 warga negara yang terdaftar pada daftar calon pemilih berhak memilih langsung wakil-wakilnya dan juga memilih langsung Presiden dan Wakil Presidennya. b. Tujuan Pemilihan Umum Tujuan pemilu adalah menghasilkan wakil-wakil rakyat yang representatif dan selanjutnya menentukan pemerintahan. Dalam UUD 8 Kusnardi, M. dan Ibrahim, H. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Sinar Bakti, 1994, hlm. 329 24 1945 Bab VII B pasal 22 E ayat (2) pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kemudian dijabarkan dalam UU RI Nomor 15 tahun 2011 bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sesuai dengan amanat konstitusional yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Asas Pemilihan Umum Berdasarkan Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoneisa tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pengertian asas pemilu adalah : 1. Langsung Yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. 2. Umum Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian). 25 3. Bebas Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun/dengan apapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. 4. Rahasia Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya akan diberikan. 5. Jujur Dalam penyelenggaraan pemilu seitap penyelenggara/pelaksana pemilu, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas, dan pemantau pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku. 6. Adil Berarti dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilih dan parpol perserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun. 26 d. Sistem Pemilihan Umum Dalam ilmu politik dikenal bermacam-maca sistem pemilhan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu : “single member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil ; biasanya disebut Sistem Distrik) dan multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil ; biasanya dinamakan Prorportional Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang)”.9 1. Single-member constituency (Sistem Distrik) Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk keperluan itu daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Dalam pemilihan umum legislatif, untuk anggota Dewan Perwakilan Daerah pesertanya perseorangan menggunakan sistem distrik. 2. Multi-member constituency (Sistem Perwakilan Berimbang) Satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan prorportional representation atau sistem perwakilan berimbang. Sistem ini dimaksud untuk menghilangkan bebarapa kelemahan dari sistem distrik. Gagasan pokok ialah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh 9 Rahman, H.A. Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta, Garaha Ilmu, 2007, hlm. 151 27 suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Untuk keperluan ini diperlukan suatu pertimbangan.10 Jumlah total anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan atas dasar pertimbangan dimana setiap daerah pemilih memilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilih itu. Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi dimana dengan adanya sistem pemilihan umum yang bebas untuk membentuk dan terselenggaranya pemerintahan yang demokratis. Hal ini sesuai dengan tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan sebagai saranan pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasrkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu 2014 dilakukan dua kali putaran dimana pemilu putran pertama memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD (legislatif) kemudian pemilu putaran ke dua yaitu memilih Perseiden dan Wakil Presiden (eksekutif). Dalam pemilu legislatif rakyat dapat memilih secara langsung wakil-wakil mereka yang akan duduk di kursi DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pada pemilihan umum anggota legislatif menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka dimana dalam memilih, wakil-wakilnya 10 rakyat yang dapat akan Ibid. 152 28 mengetahui mewakilinya siapa saja daerahnya. calon Selain dilaksanakan sistem proporsional juga adanya sistem distrik dalam pemilihan untuk anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Dengan adanya sistem pemilihan umum yang terbuka inilah diharapkan dapat memilih wakil-wakil rakyat yang mempunyai integritas dan benar-benar mewakili aspirasi, keragaman, kondisi, serta keinginan dari rakyat yang memilihnya. 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), yaitu jenis penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke lokasi penelitian yang telah ditetapkan menjadi objek penelitian lapangan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif, melalui penyebaran kuesioner. Meskipun demikian, hanya bersifat deskriptif, tidak sampai pada tataran mencari hubungan antara variabel atau infenrensial. 3.2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat “empiris-analitis”. Berdasarkan hal itu, maka penelitian ini berusaha menggambarkan, menjelaskan, dan memaparkan faktafakta seperlunya, sesuai temuan data dalam penelitian. 3.3. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Baubau, yang diklasifikasi dalam beberapa kategori, yaitu: (1) pengurus partai politik, (2) unsur pemerintah, (3) tokoh masyarakat, dan (4) pemilih pemula. Kalsifikasi subyek kemudian dipetakan menurut karakter gender (jenis kelamin), umur, dan wilayah domisili. 30 3.4. Sumber Data Data penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan penelitian lapangan, termasuk jawaban responden atas serangkaian pertanyaan yang diajukan dalam bentuk kuesioner. Sedangkan, data sekunder diperoleh melalui sumber-sumber pustaka yang relevan dengan isu utama penelitian, termasuk dokumen-dokumen yang relevan dengan isu utama penelitian, yang tersedia diberbagai instansi terkait. 3.5. Teknik Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka pengumpulan data dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu: a. Observasi: Observasi merupakan suatu cara dalam pengumpulan data penelitian yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung maupun tidak langsung terhadap obyek yang diteliti. Kegiatan ini dibarengi dengan pencatatan secara sistematis terhadap berbagai hal yang diamati. Dalam konteks penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengetahui keadaan atau perilaku masyarakat kota Baubau, baik yang berhubungan dengan respons terhadap pelaksanaan pemilu, maupun trend money politic dan kecenderungan pengaruhnya terhadap angka partisipasi pemilih. Hasil observasi memudahkan peneliti untuk memetakkan pertanyaan- pertanyaan yang disusun dalam sebuah angket (kuesioner), yang akan disebarkan kepada sejumlah responden. 31 b. Dokumentasi: Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data penelitian yang dilakukan melalui pencatatan berbagai dokumen atau laporan yang tersedia pada instansi-instansi terkait, seperti buku-buku atau monografi yang terkait dengan pokok masalah penelitian. c. Daftar Pertanyaan (kuesioner/angket): Daftar pertanyaan yang disusun dalam bentuk kuesioner atau angket adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang memungkinkan peneliti dapat mengumpulkan data, berupa pendapat dari para responden yang telah ditetapkan. Daftar pertanyaan ini dibagikan kepada para responden yang akan mengisinya, dengan pilihan jawaban yang telah tersedia. Teknik penyebaran angket kepada subyek penelitian dilakukan melalui purposive sampling, yakni teknik penarikan sampel yang dilakukan secara sengaja dalam memilih responden. Pemilihan responden didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu, seperti pernah ikut pemilihan umum. d. Wawancara: Kegiatan wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai pandangan atau respon subyek penelitian terhadap isu, tema, atau topik penelitian. Teknik ini dilakukan melalui tanya jawab secara lisan dan tatap muka langsung dengan subyek yang telah diidentifikasi sebelumnya. Pengumpulan data melalui wawancara 32 sekaligus dimaksudkan untuk memperkuat data dalam hasil kuesioner penelitian. 3.6. Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengolah data yang telah ditemukan, baik berupa data primer maupun data sekunder. Analisis data bersifat deskriptif, dengan tujuan memberi gambaran masalah yang diteliti melalui analisa kualitatif. Analisis data diawali dengan mengumpulkan data kuesioner yang telah disebarkan pada responden. Selanjutnya, dihitung, diklasifikasikan, sehingga dapat diketahui besaran prosentasenya. Setelah itu dilakukan pemaduan antara hasil kuesioner dengan hasil wawancara, dengan menggunakan analisa kualitatif berdasarkan kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil analisis kemudian menjadi acuan dalam perumusan kesimpulan/rekomendasi penelitian. 3.7. Jadual Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 5 (lima) bulan, dengan tahapan-tahapan kegiatan seperti tersebut pada tabel 3 di bawah ini. No Kegiatan Waktu 1 Persiapan (penyusunan instrumen penelitian) April 2015 2 Penelitian Lapangan 3 Proses Analisis Juni 2015 3 Penyusunan Laporan Juli 2015 4 Publikasi Hasil Penelitian Mei – Juni 2015 33 Agust – Nov 2015 BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA BAUBAU 4.1. Keadaan Geografis Secara geografis Kota Baubau terletak di bagian Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara yang berupa wilayah kepulauan. Kota Baubau berada di Pulau Buton dengan posisi koordinat sekitar 0,5°15’ hingga 0,5°32’ Lintang Selatan dan 122°46’ Bujur Timur. Secara fisik, Kota Baubau terletak pada Selat Buton dan dikelilingi oleh kecamatan-kecamatan dari Kabupaten Buton. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001, batas-batas administrasi Kota Baubau adalah sebagai berikut : ï‚· Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton; ï‚· Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton; ï‚· Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batauga Kabupaten Buton (sekarang Kabupaten Buton Selatan); ï‚· Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Buton. Gambar 1: Peta Wilayah Administrasi Kota Baubau Sumber: Dokumen RIPKDA Kota Baubau 2014 34 Luas wilayah daratannya sekitar 221,00 km2 yang tersebar dalam 4 kecamatan dan 38 kelurahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Baubau. Hingga pertengahan tahun 2015, wilayah Kota Baubau telah terbagi dalam 8 (delapan) wilayah kecamatan dan 43 wilayah kelurahan yaitu : 1. Kecamatan Betoambari terdiri atas 5 kelurahan yang meliputi Sulaa, Waborobo, Lipu, Katobengke dan Labalawa. 2. Kecamatan Wolio terdiri atas 7 kelurahan yang meliputi Kelurahan Bataraguru, Tomba, Wale, Batulo, Wangkanapi, Kadolokatapi dan Bukit Wolio Indah. 3. Kecamatan Bungi terdiri atas 5 kelurahan yang meliputi Kelurahan Liabuku, Ngkaring-Ngkari, Kampeonaho, Waliabuku, dan Tampuna. 4. Kecamatan Sorawolio terdiri atas 4 kelurahan yang meliputi Kelurahan Kaisabu Baru, Karya Baru, Bugi, dan Gonda Baru. 5. Kecamatan Kokalukuna terdiri atas 6 kelurahan yang meliputi Kelurahan Waruruma, Lakologou, Liwuto, Sukanaeyo, Kadolomoko dan Kadolo. 6. Kecamatan Murhum terdiri atas 5 kelurahan yang meliputi Kelurahan Baadia, Melai, Wajo, Lamangga, dan Tanganapada 7. Kecamatan Lea-Lea terdiri atas 5 kelurahan yang meliputi Kelurahan Lowu-Lowu, Kalia-lia, Palabusa, Kolese, dan Kantalai. 8. Kecamatan Batupoaro terdiri atas 6 kelurahan yang meliputi Kelurahan Bone-Bone, Tarafu, Wameo, Kaobula, Lanto dan Nganganaumala. Kecamatan Sorawolio merupakan salah satu kecamatan terluas dengan wilayah mencapai 37,67% dari luas wilayah Kota Baubau yang mencapai 35 221 km2, diikuti Kecamatan Bungi 21,34%, Kecamatan Lea-Lea 13,09%, dan Kecamatan Betoambari 12,62%. Sementara itu kecamatan-kecamatan lainnya memiliki persentase luas wilayah dibawah 10% persen. Luas wilayah masing-masing kecamatan, serta prosentasenya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4: Luas Wilayah Kota Baubau Menurut Kecamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 Luas (km2) Persentase (%) Betoambari Wolio Sorawolio Bungi Kokalukuna Murhum Lea-Lea Batupoaro 27,89 17,33 83,25 47,17 9,44 4,9 28,93 1,55 12,62 7,84 37,67 21,34 4,27 2,22 13,09 0,70 Jumlah 221,00 100 Kecamatan Sumber: Lampiran Keputusan DPRD Kota Baubau No … Tahun 2015 tanggal 18 April 2015 Secara geostrategis, Kota Baubau berperan sebagai kota transit sekaligus daerah penghubung (connecting area) antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Dengan posisi seperti ini, maka Kota Baubau berperan sebagai titik transit bagi Jalur Nasional Sekunder yang menghubungan ALKI III dan ALKI II. 36 Gambar 2: Peta Garis Depan Konektivitas Global Indonesia Sumber: Dokumen RIPDA Kebudayaan Kota Baubau, 2014 Karakteristik Wilayah Kota Baubau untuk wilayah utara cenderung subur dan bisa dimanfaatkan sebagai wilayah pengembangan pertanian dalam arti luas, yaitu meliputi wilayah Kecamatan Bungi, Sorawolio, sebagian Kecamatan Wolio dan Betoambari. Wilayah selatan cenderung kurang subur diperuntukan bagi pengembangan perumahan dan fasilitas pemerintahan. Sementara wilayah pesisir untuk pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Kondisi topografi wilayah Kota Baubau relatif bervariasi mulai dari topografi yang datar, bergelombang hingga berbukit. Kawasan yang mempunyai kemiringan lahan 0 - 8% adalah kawasan yang berada dibagian Utara dan Barat wilayah Kota Baubau, semakin ke Timur, kemiringan semakin besar dan merupakan perbukitan yang membentang dari Utara ke Selatan. Daerah tertinggi sebagian berada di Kecamatan Sorawolio. Topografi wilayah datar berada pada tempat-tempat yang saat ini merupakan pusat-pusat permukiman di Kecamatan Murhum, sebagian Kecamatan Betoambari dan Kecamatan Wolio. Berdasarkan 37 kondisi topografi tersebut, maka Kota Baubau dapat dibagi atas tiga keadaan wilayah, meliputi : a. Lahan Datar, terdapat di sepanjang pantai dengan ketinggian 5 meter di atas permukaan laut dan tersebar di wilayah kecamatan dan Kecamatan Sorawolio dengan kemiringan 0 - 8%. b. Daerah Agak Datar, terdapat di bagian utara dan tenggara pusat Kota Baubau dengan ketinggian 5 - 10 m di atas permukaan laut. c. Daerah bergelombang, berada pada ketinggian sekitar 60 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan 15 - 30%, terutama terdapat di Kecamatan Betoambari. Secara umum kondisi fisik wilayah Kota Baubau memiliki karakteristik wilayah pesisir. Morfologi perkembangan Kota Baubau tumbuh pada dataran rendah di sepanjang pinggir pantai dan Daerah Aliran Sungai, dengan limitasi perkembangan berupa kondisi bentang alam yang relatif berbukit dan tandus di beberapa bagian daratan, menyebabkan perkembangan kawasan ini relatif lambat sehingga membutuhkan dukungan kebijakan pemerintah untuk menstimulasi pertumbuhan kawasan ini. Wilayah Kota Baubau memiliki dua sungai utama yang memiliki potensi sebagai sumber tenaga listrik, irigasi dan kebutuhan rumah tangga masyarakat Kota Baubau. Yang pertama adalah Sungai Baubau yang melintas dalam kota. Sungai ini membagi wilayah Kecamatan Wolio dan Betoambari yang bermuara di Selat Buton. Yang kedua adalah Sungai Bungi yang merupakan sumber air bersih PDAM. Selain kedua sungai tersebut di atas, juga terdapat sumber air 38 lainnya seperti: mata air Kaongke-Ongkea, mata air Wamembe, mata air Bungi dan mata air Koba. Keadaan iklim Kota Baubau pada umumnya hampir sama dengan wilayah lain di Sulawesi yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan suhu udara berkisar 200cc - 330cc. Musim hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember dan Maret, dimana angin barat yang bertiup dari Asia dan Samudra Pasifik mengandung banyak uap air. Sementara musim kemarau terjadi mulai bulan Mei sampai bulan Oktober, dimana angin timur yang bertiup dari Australia kurang mengandung uap air. 4.2. Penduduk Peran Kota Baubau sebagai pusat aktifitas dan perekonomian masyarakat di wilayah Sulawesi Tenggara bagian Kepulauan, menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan antara jumlah penduduk siang dan malam karena besarnya jumlah penduduk komuter dari beberapa daerah di sekitarnya. Dari hasil pendataan BPS jumlah penduduk tetap non komuter di Kota Baubau dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2008 - 2012), rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,85%. Angka ini lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode yang sama yakni 2,17% dan Indonesia 1,49%. Selengkapnya perkembangan penduduk Kota Baubau selama kurun waktu 2008-2012 dapat dilihat pada grafik berikut: 39 Gambar 3: Grafik Perkembangan Penduduk Kota Baubau Tahun 2008-2012 150,000 142,576 140,000 137,118 130,000 127,743 120,000 2008 139,717 130,863 2009 2010 2011 2012 Grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang mencapai 142.576 orang pada tahun 2012, sebagian besar tersebar di 8 kecamatan yang merupakan pusat perkotaan yaitu Kecamatan Wolio yang dihuni 27,72% dari total penduduk Kota Baubau, kemudian diikuiti oleh Kecamatan Batupoaro (18,90%), Murhum (14,06%), Kokalukuna (12,22%), dan Betoambari (11,88%). Sedangkan 3 kecamatan lainnya, yakni Kecamatan Bungi, Lea-Lea dan Sorawolio yang berada di pinggiran perkotaan persebaran penduduknya dibawah 6 persen. Kepadatan penduduk adalah angka yang menunjukkan perbandingan jumlah penduduk pada suatu daerah dengan luas lahan yang tersedia setiap kilometer persegi. Tingkat kepadatan penduduk merupakan indikator yang sangat penting karena dapat memberikan gambaran tentang kemampuan suatu daerah dalam memberikan daya tampung dan daya dukung wilayah terhadap jumlah penduduk. 40 Tingginya ditandai dari dengan tahun Baubau ke sebesar laju pertumbuhan tingkat tahun. 480 penduduk kepadatan Pada orang penduduk tahun per di km2 2000 Kota yang terus kepadatan kemudian Baubau tahun juga meningkat penduduk 2010 Kota sebesar 620 orang per km2 selanjutnya pada tahun 2012 meningkat hingga 645 orang per km2. Kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Batupoaro yang dengan luas wilayah terkecil yaitu 1,55 km2 memiliki tingkat kepadatan 17.384 orang/km2. Sedangkan Kecamatan Sorawolio yang memiliki luas wilayah terbesar yaitu 83,25 km2 justru memiliki kepadatan terkecil yaitu sebesar 89 orang/km.2 Tabel 5: Persebaran dan Kepadatan Kependudukan Kota Baubau No 1 2 3 4 5 6 7 8 Kecamatan Betoambari Murhum Wolio Kokalukuna Sorawolio Bungi Lea-lea Batupoaro KOTA BAUBAU SULTRA Luas Wilayah (km2) 27,89 4,90 17,33 9,44 83,25 47,71 28,93 1,55 221 38,14 Jumlah 16.947 20.046 39.523 17.418 7.412 7.385 6.900 26.945 142.576 2.230.569 Kepadatan (Jiwa/km2) 609 4.091 2.281 4.845 89 155 239 17.384 632 58 Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau 2014 Dari jumlah penduduk yang mencapai 142.576 orang pada tahun 2012, sebagian besar tersebar di 5 kecamatan yang merupakan pusat perkotaan yaitu Kecamatan Wolio yang dihuni 27,86% dari total penduduk Kota Baubau, kemudian diikuti oleh Kecamatan Batupoaro (16,98%), Murhum (16,0%), Kokalukuna (12,25%), dan Betoambari (11,96°/0). Sedangkan 3 kecamatan 41 lainnya, yakni Kecamatan Bungi, Lea-Lea dan Sorawolio yang berada di pinggiran perkotaan persebaran penduduknya dibawah 6 persen. Rasio jenis kelamin (sex ratio) adalah angka yang menggambarkan perbandingan banyaknya penduduk laki-laki terhadap 100 penduduk perempuan. Pada tahun 2012 dari 142.576 jiwa penduduk, tercatat 34.900 Kepala Keluarga atau rata-rata satu keluarga terdiri dari 4 jiwa. Perbandingan penduduk perempuan dengan penduduk laki-laki atau rasio jenis kelamin penduduk tahun 2012 sebesar 97,56 yang berarti dari setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 98 orang laki-laki. Perkembangan sex ratio dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6: Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin tahun 2008 – 2012 Tahun Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin 2008 127.743 62.986 64.757 97,27 2009 130.862 64.524 66.338 97,26 2010 139.991 67.651 69.340 97,60 2011 139.717 68.997 70.720 97,53 2012 142.576 70.408 72.168 97,56 Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau 2014 4.3. Pendidikan Keberhasilan pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana pendidikan pada setiap pendidikan. Gambaran ketersediaan sarana pendidikan dan peserta didik di Kota Baubau dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8 di bawah ini: 42 Tabel 7: Persebaran Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Tahun 2013 Menurut Kecamatan di Kota Baubau SD/MI No 1 2 3 4 5 6 7 8 Kecamatan Wolio Betoambari Murhum Batupoaro Kokalukuna Bungi Sorawolio Lea-Lea Jumlah Jumlah Gedung Murid Sekolah 12 5.739 8 2.324 8 2.224 11 3.451 10 2.630 5 997 5 4.337 7 1.060 SMP/MTs Rasio 385 291 278 314 263 199 267 151 Jumlah Jumlah Gedung Murid Sekolah 4 2.064 2 205 6 3.375 2 654 3 619 2 416 2 299 Rasio 516 103 563 327 206 208 150 Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau 2014 Tabel 8: Perkembangan Sekolah dan Murid Tahun 2008 s.d 2012 Kota Baubau No Jenjang Pendidikan I. 1 2 3 II. 1 2 3 SD/MI Jumlah gedung sekolah Jumlah murid Rasio SMP/MTs Jumlah gedung sekolah Jumlah murid Rasio 2008 2009 2010 2011 2012 2013 73 18.479 253 73 19.285 264 73 19.202 263 75 19.737 263 76 20.296 267 79 20.373 258 24 7.477 312 24 7.664 319 25 7.664 307 29 7.945 274 30 8.042 268 31 8.605 278 Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau 2014 Rasio Murid-Guru (RMG) merupakan perbandingan jumlah murid dengan jumlah guru pada suatu jenjang pendidikan tertentu. RMG menggambarkan ratarata banyaknya murid yang diajar oleh seorang guru. Semakin sedikit murid ditangani oleh seorang guru, maka semakin baik pula proses belajar-mengajar. Guru akan mudah memantau aktivitas murid dan mudah mengukur prestasi belajar setiap siswa. Patokan umum yang digunakan adalah seorang guru idealnya hanya mengajari 20 orang murid. 43 Tabel 9: Jumlah Guru dan Murid Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Baubau No I. 1 2 3 4 5 6 II. 1 2 3 4 5 6 III. 1 2 3 4 5 6 IV. 1 2 3 4 5 6 Tahun Ajaran Taman Kanak-Kanak (TK) 2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013 Sekolah Dasar (SD) 2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013 Sekolah Menengah Atas (SMA) 2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013 Guru Murid Rasio Murid per Guru 359 380 404 417 329 370 2.546 2.704 3.598 3.292 3.295 2.979 7 7 9 8 8 8 4.130 4.342 4.341 4.373 4.413 4.296 18.114 18.479 19.202 19.737 20.296 20.373 16 14 14 14 16 16 688 777 889 932 971 968 7.790 7.477 7.664 7.945 8.042 8.605 12 10 9 9 8 9 821 797 924 1.026 936 1.058 9.707 9.923 9.579 10.313 9.693 9.941 12 12 10 10 10 9 Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau 2014 Tabel 10: Persebaran Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Tahun 2012 Menurut Kecamatan di Kota Baubau No 1 2 3 4 5 6 7 Kecamatan Wolio Betoambari Murhum/Batupoaro Kokalukuna Bungi Sorawolio Lea-Lea Jumlah Guru SD/MI Jumlah Murid 292 139 137 205 164 70 80 5.779 2.342 2.224 3.451 2.630 997 4.337 Rasio Jumlah Guru SMP/MTs Jumlah Murid 20 17 16 17 16 14 17 180 50 305 79 75 55 2.064 205 3.375 654 619 416 Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau 2014 44 Rasio 11 4 11 8 8 8 Tabel di atas menunjukkan bahwa selama tahun ajaran 2007/2008 2012/2013, RMG pada semua tingkatan pendidikan (kecuali SD) di Kota Baubau relatif stabil dan mempunyai kecenderungan untuk menurun. Hal ini disebabkan karena pertambahan jumlah murid selama tahun ajaran tersebut juga diimbangi dengan penambahan jumlah guru. Hal lain yang cukup menarik dari Tabel 4.9, RMG untuk tingkat pendidikan SD, setiap guru hanya mengajari sekitar 16 orang murid, dan untuk tingkat pendidikan SMP setiap guru hanya mengajari maksimal 9 orang murid. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan guru di Kota Baubau pada berbagai tingkat pendidikan cukup memadai, meskipun belum terdistribusi secara merata. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar sembilan tahun adalah salah satu indikator capaian dalam Tujuan Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals (MDGs) yang menjadikan Program Pendidikan Dasar Sembilan Tahun menjadi salah program utama yang terus digenjot pencapaiannya oleh pemerintah. Dalam MDGs ditargetkan bahwa sampai dengan tahun 2015 APK dan APM Sekolah Dasar (SD) (Usia 7- 12 Tahun) dan Sekolah Menengah pertama (SMP) (usia 13-15) telah mencapai 100%. APM dan APK pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan di Kota Baubau sampai dengan tahun 2011 terus menunjukkan trend yang terus meningkat. Dua tabel di bawah ini menunjukkan bahwa pada tahun ajaran 2010/2011, APK dan APM jenjang pendidikan SD/Ml masing-masing mencapai 110,25% dan 94,40% atau meningkat dibandingkan dengan tahun ajaran 2009/2010 yang hanya mencapai 101,83% dan 88,12%. Begitu pula, APK dan APM untuk pada jenjang 45 pendidikan SMP/MTs dari 79,40% dan 72,08% tahun 2009/2010 menjadi 122,40% dan 82,80% tahun 2010/2011 serta SMA/SMK/MA yang meningkat dari 97,70% dan 69,73% pada tahun ajaran 2009/2010 menjadi 137,41% dan 85,62% pada tahun ajaran 2010/2011. Tren yang terus meningkat ini selain disebabkan oleh meningkatnya kesadaran anak dan orang tua akan penting pendidikan juga oleh karena dukungan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang terus menjamin ketersediaannya baik oleh pemerintah maupun swasta. Tabel 11: Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Baubau No Jenjang Pendidikan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 APM SD/MI 94.2 88,12 92,29 94,40 98,80 90,13 2 APM SMP/MTs 72,80 72,08 82,97 76,00 83,00 81,79 3 APM SMA 64,59 69,73 85,62 84,80 90,00 80,57 Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau 2014 Tabel 12: Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK)Kota Baubau No Jenjang Pendidikan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 APM SD/MI 94,29 101,83 116,43 110,25 112,93 109,8 2 APM SMP/MTs 76,63 79,40 122,40 122,00 122,00 98,35 3 APM SMA 92,82 97,70 137,41 121,00 121,00 103,21 Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau 2014 Peningkatan kualitas SDM ditandai oleh semakin meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia yang dapat dilihat dari tiga indikator utama, yaitu kesehatan, pendidikan dan Jaya bell. Pendidikan membuka peluang individu maupun masyarakat untuk memperoleh pengetahuan. Pengukuran keberhasilan 46 pembangunan melalui pendekatan IPM dari aspek pendidikan dimulai dari Indeks Angka Melek Huruf (AMH), lndeks Rata-rata Lama Sekolah, Angka Rata-rata Lama Sekolah. Kemudian dilanjutkan dengan indikator makro yang terkait dan ikut mempengaruhi angka tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung seperti Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni. Pencermatan atas data sebaran Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf (AHM) menunjukan bahwa ketersediaan sarana prasarana, aksesibilitas serta kondisi sosial ekonomi berpengaruh pada peningkatan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf (AMH). Gambar 4: Angka Melek Huruf Penduduk Kota Baubau Tahun 2007/2008 - 2011/2012 97.83 98.01 98.86 3.7 2.17 2008/2009 2009/2010 1.99 2010/2011 2011/2012 95.2 96.3 4.8 2007/2008 Melek Huruf (Penduduk 15 Tahun ke Atas) (%) Buta Aksara (%) Sumber: Dokumen RIPKDA Kota Baubau, 2014 Berdasarkan gambar di atas, Angka Melek Huruf (AMH) penduduk usia 15 tahun ke atas pada tahun 2010/2011 sekitar 98,01%. Hal ini menunjukkan bahwa AMH atau kemampuan aksara penduduk usia 15 tahun ke atas mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dengan kata lain, angka buta aksara atau angka buta huruf di Kota Baubau mengalami penurunan, 47 dari 3,70% pada tahun ajaran 2008/2009 menjadi 2,17% pada tahun ajaran 2009/2010 dan menurun lagi menjadi 1,99% pada tahun ajaran 2010/2011. Capaian ini cukup menggembirakan karena untuk tingkat nasional, angka melek huruf sampai akhir tahun 2010/2011 diperkirakan masih berada dalam kisaran 94%-95%. Adapun kondisi capaian beberapa indikator pembentuk indeks Pembangunan Manusia Kota Baubau diuraikan pada di bawah ini. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kota Baubau juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 74,10 tahun 2011 menjadi 73,48 perkiraan pada tahun 2012. Capaian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan IPM Sultra (76,07) dan IPM Nasional (72,23). Tabel 13: Capaian lndikator Pendidikan dan IPM tahun 2008-2012 Indikator Pendidikan Indikator Capaian 2008 2009 2010 2011 2012* a. Angka melek huruf (%) 95.20 95.30 95.58 95.60 99.81 b. Angka Rata-rata lama sekolah (tahun) 9.60 9.75 9.84 9.87 10.00 c. Angka harapan hidup (tahun) 69.79 70.09 70.39 70.69 70.92 d. Pengeluaran riil perkapita (Rp. 000) 607.11 608.12 616.11 624.67 625.85 IPM Kota Baubau 72.14 72.56 73.48 74.10 75.18 IPM Prov. Sultra 69.00 69.68 70.36 70.55 74.75 IPM Nasional 74.17 74.76 72.23 72.79* 73.34 Indeks Pembangunan Manusia Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau, 2014 4.4. Kondidisi Sosial Ekonomi Aspek ketenagakerjaan merupakan salah satu potensi pembangunan yang sangat menentukan keberhasilan proses pembangunan itu sendiri. Permasalahan 48 yang ditimbulkan dalam aspek ketenagakerjaan adalah apabila ternyata sumber daya manusia di usia produktif banyak yang menjadi pengangguran. Hal ini tentunya mengakibatkan terbentuknya permasalahan sosial yang memerlukan perhatian tersendiri. Sementara untuk menangani masalah pengangguran dibutuhkan suatu pendekatan multidimensional pada semua sektor dan melibatkan segenap stakeholders. Salah satu tujuan pembangunan adalah menciptakan lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Ukuran tersebut salah satunya dapat dilihat dari banyaknya orang yang masuk dalam angkatan kerja mendapatkan pekerjaan dan/atau menurunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Gambaran keadaan tenaga kerja di Kota Baubau berdasarkan jumlah penduduk usia kerja pada tahun 2011 sebanyak 90.495 orang. Dari jumlah tersebut, terdapat 59.091 orang atau 65,30% merupakan angkatan kerja dan sisanya sebanyak 34.404 orang atau 34,70% adalah bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari 55.777 orang (94,39%) adalah pekerja sedangkan 3.314 orang atau 5,61% merupakan pencari kerja. Pada Tabel di bawah terlihat bahwa jumlah penduduk usia kerja di Kota Baubau pada tahun 2012 sebanyak 92.194 orang, sebanyak 57.284 orang atau 62.13 persen merupakan angkatan kerja dan sisanya sebanyak 34.910 orang atau 37,87 persen adalah bukan angkatan kerja. Angkatan kerja tersebut terdiri dari 54.438 orang (89,79 persen) adalah bekerja dan 5.846 orang (10,21 persen) merupakan pencari kerja (pengangguran terbuka). Bila kita perhatikan keadaan pengangguran terbuka 3 tahun terakhir menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. 49 Tabel 14: Jumlah Penduduk 15 Tahun Ke Atas di Kota Baubau Angkatan Kerja Tahun 2010 2011 2009 Angkatan Kerja  Bekerja  Mencari pekerjaan Bukan Angkatan Kerja  Sekolah  Mengurus rumah tangga  Lainnya Penduduk umur 15 tahun ke atas % Pekerjaan terhadap angkatan kerja % Angkatan Kerja terhadap Penduduk 15 tahun ke Atas (TPAK) 2012 57.210 54.929 5.281 34.481 14.089 15.649 4.743 88.691 90,77 62.115 56.451 5.664 29.613 12.621 15.020 4.972 94.728 90,88 59.091 55.777 3.314 3.404 5.107 24.513 4.784 90.495 94,39 57.284 54.438 5.846 34.910 15.292 17.353 2.265 92.194 89,79 64,50 67,72 65,30 62,13 Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau, 2014 Pada sisi lain, jumlah orang yang tidak mempunyai pekerjaan (sedang mencari pekerjaan) atau menganggur di Kota Baubau pada tahun 2012 diperkirakan sebanyak 5.846 orang atau 8,76% dari umlah angkatan kerja. Ditahun 2013 nilai ini diperkirakan berkurang menjadi 8.6%. Kecenderungan tingkat pengangguran menunjukkan tren yang semakin menurun setiap tahunnya mengacu kepada pertumbuhan ekonomi yang selalu positif. Gambar 5: Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka 14.00 11.62 9.00 7.81 10.61 7.79 10.79 9.23 9.12 9.46 8.93 9.67 8.76 9.77 8.66 4.00 -1.00 2007 2008 2009 2010 East 2011 2012 2013 West Keterangan : Nilai Angka tahun 2010 s.d 2012 adalah angka sementara. Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau, 2014 50 Gambar di atas juga menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2007-2013, tingkat pengangguran terbuka dengan pertumbuhan ekonomi mempunyai kecenderungan slope yang negatif dengan tingkat korelasi yang cukup kuat yang mencerminkan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan maka semakin rendah tingkat pengangguran. Ditinjau dari sisi serapan tenaga kerja, pilihan sektor perdagangan dan jasa masih mendominasi pasar tenaga kerja di Kota Baubau. Kedua sektor ini berperan sebagai kontributor utama peningkatan nilai produk domestik regional bruto. Serapan tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan akan mencapai 15.178 orang atau meningkat sebesar 26,22% dibandingkan tahun 2008 yang hanya sebesar 13.555 orang. Kondisi ini mengindikasikan adanya produktivitas sektor perdagangan dengan serapan tenaga yang cukup besar mampu menghasilkan produk domestik regional bruto (ADH berlaku) sebesar Rp. 613,408,32 juta. Hal sebaliknya terjadi pada sektor pertanian dan sektor kontruksi/bangunan, dimana serapan tenaga kerja yang cukup tinggi disektor pertanian pada kenyataannya tidak mampu mendukung peningkatan produk domestik regional bruto disektor tersebut. Sementara itu, sektor kontrsuksi/bangunan yang hanya memiliki angka serapan tenaga kerja sedikit pada kenyataannya mampu menyumbang peningkatan nilai produk domestik regional bruto disektor tersebut. 51 Tabel 15: Perkembangan Serapan Tenaga Kerja Kota Baubau Per Sektor 2008-2012 Sektor/Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan Transportasi dan Komunikasi Keuangan/Perbankan Jasa-Jasa Total Serapan Jumlah Serapan Tenaga Kerja Kota Baubau 2008 2009 2010 2011 2012 11,645 540 2,890 337 2,781 13,555 5,817 619 10,839 49,023 10,401 715 2,786 208 3,361 14,410 5,904 424 13,720 51,929 10,398 186 3,671 206 4,008 15,320 5,256 957 16,467 56,451 8,984 242 3,222 147 5,219 17,326 4,873 1,080 14,684 56,451 9,100 490 2,512 395 4,878 15,178 4,070 344 14,471 51,438 Keterangan : Nilai Angka tahun 2012 adalah angka sementara. Sumber : Dokumen RIPKDA Kota Baubau, 2014. Jenis Lapangan Usaha atau biasa disebut sebagai mata pencaharian penduduk dapat diklasifikasikan dalam bidang : pertanian, industri, konstruksi, niaga, transportasi, jasa sosial dan lainnya. Penduduk yang bergerak dibidang kegiatan Perdagangan sekitar 15,178 jiwa (26,22%), bidang Jasa sebesar 14,471 jiwa (19,51%). Skala kegiatan sektor perdagangan dan jasa cukup besar jika dikaitkan dengan rencana pengembangan Kota Baubau sebagai kegiatan perdagangan, kondisi tersebut tidak berlebihan karena penduduknya yang bergerak atau berusaha disektor tersebut dominan dibandingkan dengan jenis usaha lain. Penduduk yang bekerja disektor jasa sosial relatif tinggi dan diperkirakan sektor ini diisi penduduk yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan militer, pengajar, tenaga penjualan dan sektor jasa lainnya. Dilain pihak ternyata, bahwa penduduk yang bermata pencaharian dibidang pertanian jumlahnya masih cukup besar, yaitu sekitar 9,100 jiwa 52 (13,52%) dan seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa dalam rencana penataan ruang kota di Kota Baubau ini sektor pertanian sebagai ciri kegiatan perdesaan merupakan unsur rencana atau elemen ruang yang harus dipertimbangkan keberadaannya. Sektor lain yang cukup besar dalam mengisi kegiatan usaha penduduk Kota Baubau adalah disektor transportasi/komunikasi sebesar 4,070 jiwa atau 10,63 % dari total tenaga kerja. Berdasarkan topografi, geomorfologi dan kesesuaian lahan dan tanah, Kota Baubau adalah kota yang berkarakteristik ekonomi modern (jasa dan perdagangan) sekaligus tradisional (pertanian). Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayah Kota Baubau merupakan kawasan hutan dan pertanian yang subur. Dalam sub-sektor perdagangan, Kota Baubau sudah lama memainkan peran sebagai pintu gerbang yang menghubungkan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Dalam skala regional Pulau Buton dan sekitar, Kota Baubau merupakan pusat akumulasi perdagangan wilayah-wilayah belakang (hinterland) bagi Kabupaten Buton, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton Utara dan Kabupaten Muna. Dalam sektor pertanian, Kota Baubau mempunyai komoditas unggulan dan sub-sektor tanaman bahan makanan, yaitu padi dengan pusat pengembangan di Kelurahan Ngkari-Ngkari Kecamatan Bungi dan sebagian di Kecamatan Sorawolio. Kedua kecamatan ini merupakan pemasok beras di Kota Baubau. Selanjutnya, sebagai bekas pusat pemerintahan dan kebudayaan Kerajaan dan Kesultanan Buton, Kota Baubau juga mempunyai potensi budaya, wisata alam dan bahari untuk dikembangkan sebagai salah satu icon Kota Baubau. 53 Kinerja perekonomian Kota Baubau selama tahun 2013 cukup menggembirakan. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan total nilai PDRB Kota Baubau, baik yang dihitung berdasarkan Harga Berlaku (PDRB ADHB) maupun Harga Konstan (PDRB ADHK). Selama tahun 2013, nilai PDRB ADHB Kota Baubau mencapai Rp. 2.996.655,36 juta, sementara ADHK Tahun 2000 sebesar Rp. 992.917,59 juta. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Baubau selama kurun waktu 2008-2012 agak berfluktuasi, dengan rata-rata di atas 9% per tahun. Pada tahun 2008, terealisasi sebesar 7,79% atau lebih tinggi 0,43% dibandingkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), sementara pada tahun 2012 terealisasi sebesar 9,21% atau lebih tinggi 1,57% dibandingkan target RPJMD atau lebih rendah 0,44% dari target Kebijakan Umum Anggaran (KUA). Dengan memperhatikan dinamika positif tersebut, maka laju pertumbuhan ekonomi Kota Baubau pada tahun 2013(y.o.y), diperkirakan 8,78% atau 0,18% lebih tinggi dibandingkan target RPJMD Kota Baubau Tahun 2013-2018. Angka ini jauh lebih tinggi masingmasing sebesar 1,5% dan 3% dibandingkan dengan laju pertumbuhan Provinsi Sulawesi Tenggara ataupun Nasional di mana pada tahun 2013 hanya mencapai 7,28% dan 5,78%. Melalui tabel dibawah ini diperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Baubau sangat dipengaruhi oleh sektor konstruksi/bangunan. Dengan pertumbuhan sebesar 9,21% pada tahun 2012 dan perkiraan sebesar 8,78% pada tahun 2013, sektor ini secara langsung mendorong perekonomian tumbuh (sources of economic growth) masing-masing sebesar 4,80% pada tahun 2012 dan 3,95% pada tahun 2013. Hal ini tidak terlepas dari pesatnya pembangunan gedung, 54 rumahtoko (Ruko) dan tempat tinggal, baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun swasta dan masyarakat. Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga memberikan andil pertumbuhan yang relatif besar yaitu 2,24% pada tahun 2012 dan 2,26% pada tahun 2013. Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Gambar 6: Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Baubau, 2008-2013 12.00 10.79 10.00 8.00 6.00 7.79 7.36 7.02 9.12 8.2 8.04 7.74 7.05 9.33 9.16 9.65 9.21 7.51 7.64 4.00 2.00 0.00 2008 2009 RPJMD 2010 2011 KUA Realisasi 2012 Tahun Keterangan: Nilai PDRB tahun 2012 angka sementara dan nilai PDRB tahun 2013 angka proyeksi Sumber: Dokumen RIPKDA Kebudayaan Kota Baubau, 2014. Tabel 16: Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Sumber Pertumbuhan Kota Baubau, 2012-2013 (%) No. Sektor/Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan Sektoral Sumber Pertumbuhan 2012 2013 2012 2013 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 1,70 2,92 0,12 0,20 2. Pertambangan dan Penggalian 17,06 7,74 0,13 0,06 3. Industri Pengolahan 6,64 6,47 0,27 0,25 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 18,34 9,26 0,20 0,10 5. Konstruksi/Bangunan 19,30 15,03 4,80 3,95 55 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 9,86 9,88 2,24 2,26 7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,42 7,91 0,58 0,84 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 7,13 4,78 0,57 0,37 9. Jasa-Jasa 3,24 4,59 0,67 0,91 Laju Pertumbuhan Ekonomi 9,21 8,78 9,21 8,78 Keterangan: Nilai PDRB tahun 2012 adalah sangat sementara, sedangkan tahun 2013 adalah angka proyeksi Sumber: Dokumen RIPKDA Kebudayaan Kota Baubau, 2014. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa semua sektor pembentuk PDRB Kota Baubau selama kurun waktu 2012-2013 mengalami pertumbuhan (positif). Sektor konstruksi/bangunan merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2012, yaitu mencapai 19,30% diikuti sektor listrik, gas dan air bersih (18,34%) dan sektor pertambangan dan penggalian (17,06%) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 9,86%. Sementara, pada tahun 2013, sektor pembentuk PDRB Kota Baubau yang mempunyai laju pertumbuhan tertinggi adalah sektor konstruksi/bangunan (15,03%) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (9,88%), diikuti oleh sektor listrik, gas dan air bersih (9,24%), sektor pengangkatan dan komunikasi (7,91%) dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 7,74%. Dalam beberapa tahun terakhir, pembangunan di Kota Baubau meningkat pesat. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dalam penyediaan berbagai infrastruktur dasar perkotaan, seperti pasar, pelabuhan, pembukaan dan pengaspalan jalan gun:a menunjang Kota Baubau sebagai pusat perdagangan dan jasa bagi daerah belakangnya (hinterland). Bersamaan dengan itu pula, peran serta sektor swasta ataupun masyarakat dalam 56 pembangunan daerah terus meningkat, khususnya dalam pembangunan rumah toko (Ruko) pada wilayah-wilayah strategis yang ada di Kota Baubau. Memasuki tahun 2013, struktur perekonomian Kota Baubau masih didominasi (the main source of growth) oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memiliki kontribusi sebesar 27,50%. Hal ini tidak terlepas dari peran Kota Baubau sebagai pusat perdagangan bagi daerah belakangnya dan sebagai kota pelabuhan sehingga arus perdagangan, baik dari dan keluar maupun daerah relatif lancar. Sektor lainnya yang cukup besar kontribusinya adalah sektor konstruksi/bangunan dengan nilai sebesar 22,24% diikuti sektor jasa-jasa sebesar 17,87%. Sementara, kontribusi terkecil disumbangkan oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,73%. Tabel 17: Nilai dan Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Baubau, 2010-2013 2012 No. I II III Sektor/Lapangan usaha 2013 Nilai (Juta Rp.) % Nilai (Juta Rp.) % SEKTOR PRIMER 348.782,75 13,26 374.461,31 12,44 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 330.792,97 12,58 349.525,76 11,70 2. Pertambangan dan Penggalian 17.989,78 0,68 24.935,56 0,73 SEKTOR SEKUNDER 664.861,89 25,17 767.197,96 25,69 1. Industri Pengolahan 63,945,78 2,43 69.508,59 2,33 2. Listrik, Gas dan Air Bersih 30,851,98 1,17 33.390,87 1,12 3. Konstruksi/Bangunan 567.064,13 21,56 664.298,50 22,24 4.619.003,93 61,57 4.848.096,09 61,88 704.260,42 26,78 824.306,60 27,50 SEKTOR TERSIER 1. Perdagangan, Hotel dan Restoran 57 2. Pengangkutan dan Komunikasi 263529,33 10,02 283.097,99 9,48 3. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 168.466,23 6,41 209.944,50 7,03 4. Jasa-Jasa 482.747,95 18,36 533.747,00 17,87 2.629.648,57 100,00 2.986.755,36 100,00 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Sumber: Dokumen RIPKDA Kebudayaan Kota Baubau, 2014. 58 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Partisipasi Pemilih dalam Pelaksanaan Pemilu di Kota Baubau 5.1.1. Jumlah Pemilih Terdaftar dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014 5.1.1.1. Pemilihan Umum Legislatif 2014 Dalam pemilihan umum Legislatif Tahun 2014 ada bebarapa jenis pemilih yaitu Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) (Penggunaan KTP atau indentitas lain atau paspor). Daftar pemilih tetap yaitu pemilih yang ditetapkan oleh KPU setelah melakukan pendataan dan diumumkan. Kemudian Daftar Pemilih Tambahan yaitu pemilih yang terdaftar setelah pengumuman DPT sehingga dia masuk tambahan. Kemudian Daftar Pemilih Khusus adalah mereka yang pindah memilih dengan menggunakan formulir Model A5. Dan terakhir adalah Daftar Pemilih Khusus Tambahan adalah mereka yang menggunakan KTP atau identitas lainnya meskipun tidak terdaftar dalam tiga kategori daftar pemilih di atas. Adapun jumlah daftar pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih dengan semua kategori yaitu 116.846 orang, yang terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 57.252 pemilih dan perempuan sebanyak 59.594 pemilih. Adapun jumlah daftar pemilih Kota Baubau pada Pemilu Legislatif 2014 digambarkan dalam tebel sebagai berikut. 59 Tabel 18: Daftar Pemilih Pileg 2014 No Data Pemilih Kecamatan 1 Betoambari 2 Wolio 3 Sorawolio 4 Bungi 5 Kokalukuna 6 Murhum 7 Lea-Lea 8 Batupoaro Jumlah DPT Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml DPTb 6,305 6,438 12,743 16,789 17,382 34,171 2,365 2,442 4,807 2,526 2,550 5,076 6,822 6,847 13,669 7,155 7,617 14,772 2,627 2,644 5,271 11,030 11,899 22,929 55,619 57,819 113,438 DPK 18 34 52 217 190 407 4 8 12 6 10 16 37 26 63 21 19 40 15 24 39 102 104 206 420 415 835 DPKTb 15 19 34 55 41 96 14 11 25 21 22 43 14 14 28 40 43 83 12 16 28 82 73 155 253 239 492 94 132 226 372 424 796 16 31 47 29 73 102 92 110 202 100 114 214 38 40 78 219 197 416 960 1,121 2,081 Jumlah 6,432 6,623 13,055 17,433 18,037 35,470 2,399 2,492 4,891 2,582 2,655 5,237 6,965 6,997 13,962 7,316 7,793 15,109 2,692 2,724 5,416 11,433 12,273 23,706 57,252 59,594 116,846 5.1.1.2. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 Dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 ada bebarapa jenis pemilih yaitu Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) (Penggunaan KTP atau indentitas lain lain atau paspor). Daftar pemilih tetap yaitu pemilih yang ditetapkan oleh KPU setelah melakukan pendataan dan diumumkan. Kemudian Daftar Pemilih Tambahan yaitu pemilih yang terdaftar setelah pengumuman 60 DPT sehingga dia masuk tambahan. Kemudian Daftar Pemilih Khusus adalah mereka yang pindah memilih dengan menggunakan form A5. Dan terakhir adalah Daftar Pemilih Khusus Tambahan adalah mereka yang menggunakan KTP atau identitas lainnya meskipun tidak terdaftar dalam tiga kategori daftar pemilih di atas. Adapun jumlah daftar pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih dengan semua kategori yaitu 116.204 orang, yang terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 57.072 pemilih dan perempuan sebanyak 59.132 pemilih. Adapun jumlah daftar pemilih Kota Baubau pada Pemilu Presiden 2014 digambarkan dalam tebel sebagai berikut. Tabel 19: Daftar Pemilih Pilpres 2014 No Data Pemilih Kecamatan 1 Betoambari 2 Wolio 3 Sorawolio 4 Bungi 5 Kokalukuna 6 Murhum 7 Lea-Lea 8 Batupoaro Jumlah DPT Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml Lk Pr Jml 6,247 6,434 12,681 16,972 17,457 34,429 2,403 2,502 4,905 2,549 2,582 5,131 6,899 6,900 13,799 7,153 7,622 14,775 2,681 2,696 5,377 11,140 12,029 23,169 56,044 58,222 114,266 DPTb 21 16 37 72 54 126 1 2 3 6,899 6,900 13,799 143 131 274 10 13 23 34 26 60 295 253 548 61 DPK 11 16 27 1 2 3 2 2 2 5 7 16 23 39 DPKTb 61 50 111 330 280 610 14 15 29 4 9 13 42 28 70 114 107 221 22 21 43 130 124 254 717 634 1,351 Jumlah 6,329 6,500 12,829 17,385 17,807 35,192 2,417 2,517 4,934 2,554 2,593 5,147 6,956 6,941 13,897 7,412 7,860 15,272 2,713 2,730 5,443 11,306 12,184 23,490 57,072 59,132 116,204 5.1.2. Jumlah Pemilih yang Memberikan Hak Pilih dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014 5.1.2.1. Pemilihan Umum Legislatif 2014 Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014, di Kota Baubau yang datang ke lokasi TPS masih dapat dikatakan banyak karena mencapai 64,69%, namun masih jauh dari angka 100%. Hal ini bisa dilihat jumlah pemilih yang terdaftar dalam semua kategori yaitu sebanyak 116.846 orang dan yang datang ke lokasi TPS untuk melakukan pemungutan suara sebanyak 75.584 yang terdiri dari pemilih laki-laki 35.862 orang dan pemilih perempuan 39.722 orang. Tabel 20: Jumlah Pemilih Yang Menggunakan Hak Pilih dalam Pileg 2014 No Kecamatan Jumlah Pengguna Hak Pilih Persentase (%) 1 Betoambari 9.170 70,24 2 Wolio 20.400 57,51 3 Sorawolio 3.710 75,85 4 Bungi 4.298 82,07 5 Kokalukuna 9.324 66,78 6 Murhum 10.510 69,56 7 Lea-Lea 3.633 67,08 8 Batupoaro 14.539 61,33 Jumlah 75,584 64,69 5.1.2.2. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 Dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, di Kota Baubau pemilih yang datang ke lokasi TPS masih dapat dikatakan banyak karena hampir 50% lebih, masih jauh dari angka 100%. Hal ini bisa dilihat jumlah pemilih yang terdaftar yaitu sebanyak 730.164 orang dan yang datang ke lokasi TPS untuk melakukan pemungutan suara sebanyak 496.106 orang atau sekitar 72,52 %. 62 Tabel 21: Jumlah Pemilih Yang Menggunakan Hak Pilih dalam Pilpres 2014 No Kecamatan Jumlah Pengguna Hak Pilih Persentase (%) 1 Betoambari 7.788 60,71 2 Wolio 17.956 51,02 3 Sorawolio 3.190 64,65 4 Bungi 3.735 72,57 5 Kokalukuna 7.956 57,25 6 Murhum 9.655 63,22 7 Lea-Lea 3.328 61,14 8 Batupoaro 12.887 54,86 Jumlah 66.495 57,22 5.1.3. Jumlah Pemilih Terdafar pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2009 serta Pemilu Walikota dan Wakil Walakota Baubau Tahun 2012. 5.1.3.1. Data Pemilih dan Pengguna Hak Pilih pada Pemilu Legislatif 2009 Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2009 ada 2 (dua) jenis pemilih yaitu Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Daftar pemilih tetap yaitu pemilih yang ditetapkan oleh KPU setelah melakukan pendataan dan diumumkan. Kemudian Daftar Pemilih Tambahan yaitu pemilih yang terdaftar dalam DPT tetapi menggunakan hak pilih di TPS lain karena alasan tertentu. Adapun jumlah pemilih terdaftar dalam DPT sebanyak 89.919 orang yang terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 43.877 orang dan pemilih perempuan sebanyak 46.042 orang. Sementara pemilih yang terdaftar dalam DPTb sebanyak 205 orang yang terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 125 orang dan pemilih perempuan sebanyak 80 orang. Sehingga jumlah pemilih terdaftar sebanyak laki-laki 44.002 orang, perempuan 46.122 orang, jumlah 90.124 orang. Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dan pengguna hak pilih dijelaskan dalam tabel sebagai berikut. 63 Tabel 22: Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pileg 2009 No Kecamatan Jumlah Pemilih Jumlah Pengguna Hak Pilih Persentase (%) 1 Betoambari 10.015 6.840 68,30 2 Wolio 25.380 16.614 65,46 3 Sorawolio 3.831 2.913 76,04 4 Bungi 8.812 6.500 73,76 5 Kokalukuna 11.203 7.610 67,93 6 Murhum 30.883 20.322 65.80 Jumlah 90.124 60.799 67.46 5.1.3.2. Data Pemilih dan Pengguna Hak Pilih Pemilu Presiden 2009 Dalam Pemilu Presiden Tahun 2009 ada 2 (dua) jenis pemilih yaitu Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Daftar pemilih tetap yaitu pemilih yang ditetapkan oleh KPU setelah melakukan pendataan dan diumumkan. Kemudian Daftar Pemilih Tambahan yaitu pemilih yang terdaftar dalam DPT tetapi menggunakan hak pilih di TPS lain karena alasan tertentu. Dalam pemilihan ini juga, setelah diumumkan keputusan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT tetapi memiliki identitas berupa kartu tanda penduduk dapat melakukan pemilihan. Sehingga jumlah pemilih yang ada masih dinamis. Adapun jumlah pemilih terdaftar dalam DPT sebanyak 91.688 orang yang terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 44.694 orang dan pemilih perempuan sebanyak 46.994 orang. Sementara pemilih yang terdaftar dalam DPTb sebanyak 685 orang yang terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 370 orang dan pemilih perempuan sebanyak 315 orang. Sehingga jumlah pemilih terdaftar sebanyak laki-laki 45.046 orang, perempuan 47.309 orang, jumlah 92.373 orang. Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dan pengguna hak pilih dijelaskan dalam tabel sebagai berikut. 64 Tabel 23: Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pilpres 2009 No Kecamatan Jumlah Pemilih Jumlah Pengguna Hak Pilih Persentase (%) 1 Betoambari 10.501 6.468 61.59 2 Wolio 25.795 17.191 66.64 3 Sorawolio 4.223 3.006 71.18 4 Bungi 9.015 6.410 71.10 5 Kokalukuna 11.296 7.465 66.09 6 Murhum 31.543 21.465 68.05 Jumlah 92.373 62.005 67.12 5.1.3.3. Data Pemilih dan Pengguna Hak Pilih Pilwali Baubau 2012 Dalam Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Baubau Tahun 2012 ada 2 (dua) jenis pemilih yaitu Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Daftar pemilih tetap yaitu pemilih yang ditetapkan oleh KPU setelah melakukan pendataan dan diumumkan. Kemudian Daftar Pemilih Tambahan yaitu pemilih yang terdaftar dalam DPT tetapi menggunakan hak pilih di TPS lain karena alasan tertentu. Sementara pemilih yang menggunakan KTP atau identitas lain yang sah menurut undangundang, sebagai konsekuensi dari Keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT tetapi memiliki identitas berupa kartu tanda penduduk dapat melakukan pemilihan, dimasukan sebagai pemilih dalam daftar pemilih tambahan (DPTb). Adapun jumlah pemilih terdaftar dalam DPT sebanyak 107.662 orang yang terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 52.651 orang dan pemilih perempuan sebanyak 55.011 orang. Sementara pemilih yang terdaftar dalam DPTb sebanyak 133 orang. Sehingga jumlah pemilih terdaftar sebanyak 107.795 orang. Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dan pengguna hak pilih dijelaskan dalam tabel sebagai berikut. 65 Tabel 24: Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pilwali 2012 No Kecamatan Jumlah Pemilih Jumlah Pengguna Hak Pilih Persentase (%) 1 Betoambari 12.024 8.181 68.04 2 Wolio 31.949 20.533 64.27 3 Sorawolio 4.663 3.504 75.14 4 Bungi 4.895 3.915 79.98 5 Kokalukuna 13.223 9.146 69.17 6 Murhum 35.810 24.872 69.46 7 Lea-Lea 5.231 3.526 67.41 Jumlah 107.795 73.677 68.35 Tabel 25: Data Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Tahun 2009 - 2014 Tahun Jenis Pemilihan Jumlah Pemilih Jumlah Pengguna Hak Pilih Persentase (%) 2009 Pileg 90.124 60.799 67.46 2009 Pilpres 92.373 62.005 67.12 2012 Pilwali 107.795 73.677 68.35 2014 Pileg 116,846 75,584 64,69 2014 Pilpres 116,204 66.495 57,22 66 5.2. Trend Money Politics terhadap Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS dalam Pemilu 5.2.1. Karakter Responden Responden dalam penelitian ini dipilih secara beragam, baik dari segi wilayah domisili maupun kelompok masyarakat. Pemilihan karakter responden yang beragam tersebut dimaksudkan agar secara representatif dapat mewakili karakter masyarakat Kota Baubau dalam hubungannya dengan trens money politics terhadap kehadiran dan ketidakhadiran pemilih di TPS dalam Pemilu yang menjadi isu sentral penelitian ini. Kecuali itu juga dimaksudkan agar dapat dijadikan dasar untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu, maupun trend money politic terhadap tingkat kehadiran dan ketidakhadiran pemilih di TPS pada saat pelaksanaan pemilihan umum. Data tentang keragaman kelompok karakter responden dapat dilihat pada grafik berikut: Gambar 7: Karakter Berdasarkan Kelompok Responden 2.0 2.0 2.0 PPP PKPI PAN .7 KESBANG 9.9 2.6 2.6 2.0 3.3 PDI-P KECAMATAN SORAWOLIO 5.3 KECAMATAN KOKALUKUNA 6.6 KECAMATAN BETOAMBARI KECAMATAN LEA-LEA .7 HANURA GERINDRA .7 CAPIL .0 10.6 6.6 7.9 7.9 7.9 9.3 2.6 1.3 2.0 3.3 2.0 4.0 67 6.0 8.0 10.0 12.0 Selain keragaman karakter seperti tersebut di atas, keragaman responden juga didasarkan pada jenis kelamin. Karakter responden berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan melalui data pada grafik berikut: Gambar 8: Karakter Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 42.4, 42% LAKI-LAKI 57.6, 58% PEREMPUAN Berdasarkan data dibawah ini dari segi umur juga mewakili seluruh segmentasi umur yang mempunyai hak pilih. Responden terbesar berada pada kelompok umur 41 – 50 tahun. Kelompok umur ini dianggap memiliki pengetahuan yang cukup untuk melihat perilaku pemilih sehingga gambaran tentang partisipasi pemilih bisa diketahui. Gambar 9: Karakter Responden berdasarkan umur 51 + 17.9 41 - 50 31.8 26.5 31 - 40 23.8 19 - 30 0.0 5.0 10.0 15.0 68 20.0 25.0 30.0 35.0 Dari 151 responden yang berasal dari latar belakang pekerjaan yang berbeda. Dari data di bawah ini dapat disimpulkan bahwa sangat representatif untuk mewakili warga Kota Baubau yang dijadikan sebagai sampel untuk mengetahui perilaku pemilih dalam hubungannya dengan trend money politic. Gambar 10: Karakter Responden Berdasarkan Pekerjaan 17.9 TANI/NELAYAN 4.0 .7 PNS 35.1 2.6 1.3 OJEK 7.3 1.3 1.3 KETUA MAJELIS TA'LIM 10.6 KARYAWAN SWASTA 6.6 2.6 1.3 1.3 HONORER ANGGOTA DPRD KOTA BAUBAU 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 5.2.2. Analisis Hasil Penelitian Berdasarkan data-data yang dihimpun dalam penelitian lapangan, partisipasi masyarakat dalam pemilu sebenarnya cukup besar dari waktu ke waktu. Pada pileg 2004 dan 2009, masyarakat yang tidak berpartisipasi memang cukup besar, tetapi sebagian besar dari mereka pada saat itu belum memenuhi syarat sebagai pemilih. Berbeda dengan 4 persen pada pileg 2014 memang tidak berpartisipasi dalam pemilu dengan berbagai alasan seperti alasan sibuk atau mempunyai pekerjaan lain lebih penting. Data partisipasi masyarakat dalam pemilu anggota lesgislatif di Kota Baubau dapat dilihat pada grafik di bawah ini: 69 Grafik 1: Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pileg PILEG 2014 96.0 4.0 PILEG 2009 91.4 8.6 PILEG 2004 82.1 YA TIDAK BERPARTISIPASI 17.9 Berdasarkan data yang dikumpul selama penelitian lapangan, ditemukan berbagai faktor yang menyebabkan masyarakat turut berpartisipasi dalam pemilihan anggota legislatif. Grafik berikut ini menunjukkan hal tersebut. Grafik 2: Alasan berpartisipasi dalam Pelaksanaan Pileg Alasan lain 3.3 Karena ada anggota keluarga/teman/kenalan yang men jadi caleg 3.3 Karena kesadaran sebagai warga untuk menyalurkan hak politik 93.4 Berdasarkan data pada grafik di atas, terlihat bahwa tingginya partisipasi masyarakat dalam pileg disebabkan oleh kesadaran warga. Sebanyak 93,4 persen menyatakan bahwa merupakan kesadaran sendiri. Hal ini mengindikaskan bahwa pada umumnya pemilih di Kota Baubau cukup rasional. Hanya 3,3 persen 70 menjadikan keluarga sebagai alasan untuk berpartisipasi. Sisanya adalah karena alasan yang lain. Di antara alasan yang lain adalah ada yang menganggap bahwa keikutsertaanya merupakan kewajiban sebagai warga negara dan hanya ikut-ikutan saja. Selain itu, juga ditemukan berbagai faktor yang menjadi alasan masyarakat tidak turut berpartisipasi pada saat pileg. Data tentang hal ini dapat dilihat pada grafik berikut: Grafik 3: Alasan jika tidak berpartisipasi pada saat pileg 71.1 Alasan Lain 9.6 Karena tidak calon yang menarik Karena tidak ada caleg yang menjanjikan imbalan kepad asaya 19.3 Berdasarkan data pada grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa yang menjadi alasan jika masyarakat tidak berpartisipasi dalam pileg adalah alasan lain. Sesuai dengan data tabulasi “alasan lain”, dominan alasannya adalah tidak terdaftar atau tidak mendapatkan panggilan. Sedangkan yang tidak berpartisipasi karena tidak ada caleg yang memberikan imbalan adalah 19,3 persen. Potensi terjadinya politik uang akan terjadi pada kategori jenis pemilih ini dan juga responden yang menjawab karena tidak ada calon yang menarik 71 Kecuali dalam pemilu anggota legislatif, trend tingkat partisipasi yang tinggi juga terjadi dalam Pilpres. Lebih jelasnya, dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 4: Tingkat Partisisipasi Masyarakat dalam Pilpres PILPRES 2014 95.4 4.6 PILPRES 2009 90.1 9.9 PILPRES 2004 80.1 YA TIDAK BERPARTISIPASI 19.9 Grafik di atas menunjukkan bahwa pada pilpres 2004 dan 2009 yang tidak berpartisipasi memang cukup besar, tetapi sebagian besar dari mereka pada saat itu belum memenuhi syarat sebagai pemilih. Berbeda dengan 4,6 persen memang tidak berpartisipasi dalam pilpres dengan berbagai alasan seperti alasan sibuk atau mempunyai pekerjaan lain yang lebih penting. Yang tidak berpartisipasi dalam pilpres lebih tinggi dibandingkan dengan pileg karena persoalan kedekatan dengan kandidat dengan pemilih. Ada kecenderungan semakin dekat kontestan dengan pemilih, maka partisipasi semakin tinggi. 72 Grafik 5: Alasan berpartisipasi pada Pilpres KARENA KESADARAN SEBAGAI WARGA NEGARA UNTUK MENYALURKAN HAK POLITIK 89.4 2.6 KARENA FAKTOR LAIN KARENA ADA PERSAINGAN CAPRES/CAWAPRES YANG SAYA FAVORITKAN 7.9 Partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden didorong oleh kesadaran sebagai warga negara untuk menyalurkan hak politiknya. Sebanyak 89,4 persen menjawab seperti itu. Olehnya berdasarkan data tabel tersebut ditas dapat disimpukan bahwa kesadaran untuk berpartispasi dalam politik dominan didorang oleh kesadaran sendiri. Hal penting sebagai basis untuk meningkatkan kualitas pemilihan presiden sehingga dapat memilih calon presiden yang berkualitas Grafik 6: Alasan tidak berpartisipasi dalam Pilpres 5.3 Pilpres tidak berarti bagi saya Karena tidak ada persaingan capres/cawapres yang saya favoritkan 30.5 64.2 Faktor lain 73 Berdasarkan data grafik di atas menunjukkan bahwa yang melatarbelakangi pemilih tidak berpartisipasi bukan karena pilpres tidak berarti tetapi disebabkan daya tarik presiden dan faktor lainnya. Faktor lainnya yang dominan adalah karena berhalangan tetap dan tidak terdaftar sebagai pemilih sebagaimana tergambar dalam grafik di bawah ini (Grafik 7). Untuk meningkatkan partisipasi pemilih maka salah satu yang harus diperbaiki oleh penyelenggara adalah pendataan pemilih dan memastikan undangannya sebagai pemilih sudah sampai. Jika sudah sampai maka sebagian besar akan ke TPS untuk menyalurkan hak politiknya. Grafik 7: Alasan lain tidak berpartisipasi dalam Pilpres 2.6 Faktor lain 4.6 Calon Tidak Berkualitas Tidak Terdaftar di DPT/Tidak Mendapatkan Kartu Panggilan 39.7 Berhalangan tetap (sakit, ada keperluan dll) 13.2 Dalam pelaksanaan pemilu, masyarakat juga menggantungkan harapan kepada para caleg. Berbagai harapan tersebut di antaranya adalah dapat memperoleh imbalan dari caleg, dapat mendukung caleg favorit, perubahan kehidupan masyarakat kea rah yang lebih baik. Data tentang harapan masyarakat kepada caleg dapat dilihat pada grafik berikut: 74 Grafik 8: Harapan Masyarakat terhadap caleg terpilih .7 Imbalan dari caleg 4.0 Dapat mendukung caleg favorit Perubahan kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik 95.4 Berdasarkan data yang disajikan pada grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa yang diharapkan oleh masyarakat pada pemilihan pileg adalah adanya perubahan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik, yakni sebanyak 95,4 persen. Hal ini berarti bahwa ekspektasi terhadap pemilihan anggota legislatif sebagai sarana rekruitmen politik sangat besar, karena hal tersebut dipandang akan membawa kehidupan masyarakat kea rah yang lebih baik. Salah satu wacana (diskursus) yang menyertai pelaksanaan pemilihan umum, terutama sejak era reformasi, adalah “imbalan politik” dari kontestan kepada pemilih (masyarakat). Praktek ini lazim disebut money politics. Dalam praktek money politics, seorang pemilih akan cenderung tidak memilih kandidat sesuai dengan kesadaran politiknya, tetapi menggunakan kesadaran semu yang bersumber dari sikap apatisme maupun karena tekanan ekonomi. Praktek money politics dilakukan dengan berbagai cara demi tersampaikannya tujuan politik kandidat, yaitu memperoleh dukungan dari calon pemilih. Cara penyebaran politik uang umumnya dilakukan dengan menggunakan dua bentuk yaitu: (1) kampanye: 75 merupakan suatu proses yang dirancang dan direncanakan secara sadar, bertahap dan berkelanjutan dan dilaksanakan dalam rentang waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak yang telah ditetapkan. Dalam kampanye biasanya dimanfaatkan untuk pemberian uang maupun barang berupa sembako maupun atribut-atribut lainnya, dan (2) serangan fajar, yaitu cara yang dilakukan menjelang pencoblosan dengan mendatangi rumah-rumah calon pemilih agar memilih kandidat tertentu dalam pemilihan umum. Selain itu, money politics dapat dibagi menjadi beberapa bentuk atau wujud, yaitu: (a) uang. uang tunai dibagikan secara langsung kepala pemilih. Lazimnya pemberian uang secara langsung ini sangat bervariasi disetiap pemilihan umum, (b) barang, yaitu berupa barang, seperti sembako, kaos, atribut maupun souvenir dan yang lainnya, dan (c) kolektif kelompok. Dilakukan dengan cara pengumpulan kelompok dengan pemberian sumbangan berupa bantuan pembangunan sarana dan prasarana maupun pemberian janji-janji politik ketika kandidat nantinya terpilih dalam kontestasi pemilihan umum. Potensi terjadinya politik uang (money politics) dalam pelaksanaan pemilu di Kota Baubau cukup besar karena sebagaimana disajikan melalui data pada grafik dibawah ini (Grafik 6), sebagian besar responden pernah mendengarkan caleg memberikan imbalan jika dipilih. Sebanyak 76, 2 persen pernah mendengar seperti itu. Kondisi ini harus menjadi perhatian bagi penyelenggara pemilu terutama pengawas pemilu karena dapat membuka peluang terjadi politik uang. Data ini juga mengindikasikan bahwa selama ini caleg yang bertarung lebih mengandalkan uang dari pada aspek kualitas dan kompetensi yang mereka miliki. Hanya janji memberikan imbalan yang menjadi kekuatan mereka untuk menarik simpati pemilih. 76 Grafik 9: Responden mendengar caleg menjajikan imbalan kepada pemilih 23.8 Tidak 76.2 Ya Meskipun berdasarkan data pada grafik di atas, responeden mendengar caleg banyak menjanjikan imbalan kepada pemilih agar hadir ke TPS memilih caleg yang bersangkutan, namun hal itu sebenarnya tidak perlu dilakukan. Karena, sebagaimana disajikan melalui data pada grafik di bawah ini, sebanyak 80,8 persen responden mengatakan, bahwa caleg tidak perlu menjanjikan imbalan. Seorang caleg harus mengandalkan kapasitas yang mereka miliki. Masalahnya jika kapasitas tidak mereka miliki, maka mungkin kekuatan imbalan/politik uanglah yang menjadi andalan. Data pada grafik di bawah ini sekaligus dapat memberikan spirit kepada penyelenggara pemilu dalam rangka mewujudkan pemilu yang berintegritas, karena pada menginginkan politik uang terjadi. 77 hakekatnya masyarakat tidak Grafik 10: Perlu-tidaknya seseorang caleg menjanjikan sesuatu imbalan kepada pemilih agar hadir ke TPS memilih caleg 80.8 TIDAK PERLU 19.2 PERLU Meskipun politik uang (money politics) dilakukan oleh para kandidat yang berkontestasi dalam pemilu, namun dorongan utama dari para pemilih untuk memilih seorang caleg rupanya bukan pada faktor tersebut. Trend ini disajikan melalui data pada grafik di bawah ini: Grafik 11: Jika ada yang menjanjikan suatu imbalan kepada pemilih, apakah memilih caleg tersebut 25.2 Tidak Ya, sepanjang caleg yang bersangkutan memiliki kualitas dan integritas yang baik 71.5 3.3 Ya 78 Bersarkan data pada grafik diatas menunjukkan bahwa pertimbangan utama untuk memilih caleg adalah yang memiliki kualitas dan integritas yang baik meskipun caleg tersebut menjanjikan imbalan. Tetapi ada 25, 2 persen tidak akan memilih caleg yang menjanjikan imbalan. Artinya, satu dari empat masyarakat Kota Baubau menolak secara keras cara-cara seorang caleg yang mengandalkan imbalan sebagai barter untuk terpilih. Meskipun demikian, potensi terjadinya politik uang (money politics) sangat besar. Meskipun potensi terjadinya praktek money politics cukup besar untuk mempengaruhi pemilih menjatuhkan pilihan politiknya kepada pelaku money politics, namun sebagian besar responden lebih memilih seorang caleg yang memiliki kualitas intlektual dan integratis yang baik. Caleg dengan kategori seperti ini dipandang sebagai gambaran caleg yang ideal. Data pada grafik di bawah ini menunjukkan gambaran caleg ideal menurut pandangan para responden. Grafik 12: Gambaran tentang caleg yang ideal SESEORANG YANG DAPAT MENJANJIKAN SESUATU IMBALAN KEPADA PEMILIH 2.0 SESEORANG MEMILIKI KUALITAS INTLEKTUAL, INTEGRITAS YANG BAIK 72.8 6.0 GAMBARAN LAIN SESEORANG YANG MEMILIKI KUALITAS INTELEKTUAL, INTEGRITAS, REPUTASI BAIK DAN SEKALIGUS DAPAT MENJANJIKAN SESUATU… 19.2 79 Berdasarkan data tersebut di atas menunjukkan bahwa 72,8 persen berpandangan seperti itu. Dari data tersebut mengindikasikan bahwa meskipun selama ini anggapan bahwa caleg terpilih mengandalkan imbalan kepada pemilih tetepi bagi caleg yang mempunyai kualitas intlektual dan integritas yang baik tetap harus percaya diri. Selain itu gambaran lain (6,0%) mengenai caleg ideal seperti tersebut pada data dalam grafik di atas, disajikan dalam tabel berikut ini. Grafik 13: Gambaran lain tentang caleg yang ideal orang menjadi pola panutan bagi semua .7 Caleg mewujudkan harapan masyarakat menuju perubahan yang lebih baik dan transparan Loyal kepada masyarakat, jujur, bersih, bijaksana, vokal, dan membesarkan partai 1.3 .7 Mengutamakan kepentingan masyarakat dibanding kepentingan dirinya Dapat membuktikan janjinya 2.0 1.3 Harapan dan keinginan masyarakat untuk terselenggaranya pemilu yang bersih di Kota Baubau cukup besar. Pandangan ini tergambar melalui sikap mereka tentang perlunya sanksi yang diberikan kepada praktek money politics. Harapan dan keinginan tersebut disajikan melalui data pada grafik di bawah ini: 80 Grafik 14: Perlunya diberikan sanksi terhadap pelaku money politics 90.1 YA TIDAK 9.9 Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa keinginan untuk menjalankan pemilu dengan bersih cukup besar di Kota Baubau. Hal ini tergambar dari pandangan masyarakat yang tidak memberikan toleransi terhadap politik uang. Sebanyak 90,1 persen mengatakan bahwa pelaku politik uang perlu diberikan sanksi. Sanksi yang diberikan tergambar dalam tabel berikut ini. Responden yang menjawab tidak perlu diberikan sanksi sebesar 9,9 persen berbahaya kalau tidak diantisipasi, apa lagi kalau memperhatikan data-data sebelumnya dimana potensi terjadinya politik uang cukup terbuka. 81 Grafik 15: Jenis Sanksi yang di berikan kepada caleg yang melakukan money politics SANKSI LAINNYA 11.3 77.5 SANKSI HUKUM SANKSI ADMINISTRASI 11.3 Berdasarkan data pada grafik di atas menunjukkan bahwa penolakan terhadap politik uang cukup besar hal ini dibuktikan dengan tingginya responden yang menginginkan pelaku politik perlu diberi sanksi hukum yaitu sebesar 77,5 persen dan saksi lainnya. Bahkan pada sanksi lainnya dominan berpandangan bahwa pelaku perlu dicabut haknya sebagai caleg sebagaimana yang tergambar dalam grafik berikut ini. Grafik 16: Jenis sanksi lainnya kepada caleg yang melakukan money politics Sanksi hukum dan sanksi denda yang sebesar-besarnya bila perlu hukuman mati. 4.5 9.1 sanksi hukum dan administrasi (Hukum) dan diskulaifikasi dari pencalegan 86.4 82 Grafik 17: Perlu tidaknya politik uang di Pileg/Pilpres 89.4 TIDAK PERLU PERLU 10.6 Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden di Kota Baubau untuk memenangkan pemilihan tidak perlu meggunakan politik uang. Hanya 10,6 persen menganggap bahwa politik uang diperlukan. Meskipun jauh lebih kecil tetapi tetap perlu mendapat perhatian karena hal ini dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan dapat menghambat terpilihnya pemimpin-pemimpin yang berkualitas dan berintegritas. Pandangan bahwa politik uang tidak diperlukan tidak terlepas dari tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat Kota Baubau lebih baik dibandingkan dengan daerah-daerah sekitar. 83 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan berbagai temuan dalam penelitian ini, maka kesimpulan dan rekomendasi yang diajukan melaiputi hal-hal sebagai berikut: 1. Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu cukup tinggi ditunjukkan dengan tingginya keinginan untuk menyalurkan hak politiknya ketika pemilu dilaksanakan asalkan mereka terdaftar dan mendapatkan undangan pemilih. 2. Partisipasi masyarakat pada pemilihan anggota legislatif lebih besar dibandingkan dengan pemilihan presiden. 3. Penyebab utama tidak berpartisipasi dalam pemilu adalah karena tidak terdaftar dan tidak mendapat undangan untuk pergi memilih. 4. Potensi terjadinya praktik politik uang (money politics) dalam pelaksanaan pemilu di Kota Baubau cukup besar, karena sebagian besar atau sekitar 75 % akan menerima imbalan ketika diberikan, dan sekitar 10 persen secara konsisten mengatakan politik uang tidak diperlukan. 5. Meskipun potensi tejadinya politik uang cukup besar tetapi kesadaran masyarakat agar politik uang tidak terjadi juga cukup besar yaitu sekitar 89 persen dan 25 persen konsisten akan menolak pemberian atau imbalan dari kandidat. Kuatnya dukungan untuk menghilangkan politik uang cukup besar, dibuktikan adanya dukungan terhadap pemberian sanksi. 84 DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo, 2009. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Andrian. Charles F., 1992. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta. P.T. Tiara Wacana. Alexander, Herbert E, 2003. Financing Politics, Politik Uang dalam Pemilu Presiden Secara Langsung, Pengalaman Amerika Serikat. Yogyakarta: Narasi. Budiarjo, M., 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Baubau, 2014. Dokumen Rencana Induk Pengembangan Kebudayaan Daerah Kota Baubau. Baubau. Creswell, John. W., 2010. Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hamid, Edy Suandi, 2004. Memperkokoh Otonomi Daerah. Yogyakarta. UII Press. Ismawan, Indra, 1999. Money Politics; Pengaruh Uang dalam Pemilu, Yogyakarta.Media Pressindo. Kompas, 2009. Data Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Tahun 1971-2004. Edisi 6 April 2009. Kusnardi, M. dan Ibrahim, H., 1994. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta. Sinar Bakti. Rahman, H.A, 2007. Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta, Garaha Ilmu. Salim, Agusalim, 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta. Tiara Wacana. Sastromatmodjo, S., 1995. Partisipasi Politik. Semarang, IKIP Semarang Press. Syarbaini, S., dkk., 2002. Sosiologi dan Politik, Jakarta, Galia Indonesia. Usman, Sunyoto, 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 85 Media Online: https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia. http://www.kpu.go.id KPU Evaluasi Partisipasi Pemilih dalam Pemilu 2009, Kamis, 04/03/2015 20.45 WITA. 86