METODE DISKUSI KELOMPOK MODEL KEPALA BERNOMOR SEBAGAI INOVASI METODE PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA SMP DALAM MENANGGAPI PEMBACAAN CERPEN ABSTRAK Secara jujur harus diakui, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP belum berlangsung seperti yang diharapkan. Guru cenderung menggunakan teknik pembelajaran yang bercorak teoretis dan hafalan sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung kaku, monoton, dan membosankan. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia belum mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif. Penggunaan metode diskusi kelompok pun belum mampu melibatkan setiap siswa ke dalam kegiatan pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Hanya siswa tertentu yang terlibat dalam proses diskusi secara dialogis dan interaktif. Akibatnya, Bahasa dan Sastra Indonesia belum mampu menjadi mata pelajaran yang disenangi dan dirindukan oleh siswa. Imbas lebih jauh dari kondisi pembelajaran semacam itu adalah kegagalan siswa dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, serta sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis mengusulkan sebuah inovasi pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi kelompok model kepala bernomor. Adapun diagram alir dari metode diskusi kelompok model kepala bernomor, antara lain seperti berikut ini. KONDISI PEMBELAJARAN 1. Belum semua siswa SMP terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi kelompok. 2. Siswa SMP mengalami kesulitan mengemukakan pendapat dan memberikan tanggapan terhadap pendapat teman sekelasnya. INOVASI YANG DIKEMBANGKAN Aktualisasi silabus, RPP, dan bahan ajar sesuai dengan tingkat pengetahuan dan perkembangan jiwa siswa, serta permasalahan yang ada. Penggunaan metode diskusi kelompok model kepala bernomor untuk melatih kerja sama dan memotivasi siswa dalam mengemukakan pendapat/tanggapan terhadap pembacaan cerpen. Alat bantu yang digunakan dalam metode tersebut berupa kartu bernomor dari kertas HVS yang dipotong-potong dengan ukuran 5 cm x 5 cm agar mudah digulung. Jumlah kartu bernomor disesuaikan jumlah siswa. Dalam kartu dituliskan dua angka yang dipisahkan dengan tanda titik. Angka depan merupakan nomor kelompok, sedangkan angka kedua merupakan nomor anggota kelompok. I. LATAR BELAKANG A. Metode yang Sudah Ada sampai Saat Ini Saat ini metode pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang sudah ada dan banyak dilaksanakan di SMP adalah diskusi kelompok. Dengan menggunakan metode ini, para siswa diharapkan dapat saling belajar bekerja sama dan saling berkomunikasi secara lisan sehingga mampu memecahkan masalah yang didiskusikan. Berdasarkan pengalaman empirik di lapangan, penggunaan metode diskusi kelompok memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan metode ceramah, misalnya, yang selama ini mendominasi kegiatan pembelajaran. Melalui metode ini, kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru. Siswalah yang lebih aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan guru hanya memosisikan diri sebagai fasilitator pembelajaran. Menurut Zaini, dkk. (2004:123-124), keunggulan lain yang dimiliki metode diskusi kelompok, di antaranya: (1) membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir; (2) membantu siswa mengevaluasi logika dan bukti-bukti bagi posisi dirinya atau posisi yang lain; (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk memformulasikan penerapan suatu prinsip; (4) membantu siswa menyadari akan suatu problem dan memformulasikannya dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari bacaan atau ceramah; (5) menggunakan bahan-bahan dari anggota lain dalam kelompoknya; dan (6) mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik . B. Masalah yang Ditemukan Meskipun demikian, metode diskusi kelompok yang digunakan selama ini masih mengandung dua kelemahan yang cukup mendasar, yaitu: (1) belum semua siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi kelompok; dan (2) siswa masih mengalami kesulitan mengemukakan pendapat dan memberikan tanggapan terhadap pendapat teman sekelasnya. 2 Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, diperlukan inovasi metode diskusi kelompok yang benar-benar dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. C. Konsep untuk Memecahkan Masalah Inovasi metode diskusi kelompok yang diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah metode diskusi kelompok model kepala bernomor. Landasan filosofis penggunaan metode diskusi kelompok model kepala bernomor dalam kegiatan pembelajaran adalah metode konstruktivistik. Asumsi sentral metode ini adalah bahwa belajar itu menemukan. Meskipun guru menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka melakukan proses mental atau kerja otak atas informasi yang diterima sehingga informasi tersebut masuk ke dalam pemahaman mereka. Konstruktivistik dimulai dari masalah untuk selanjutnya berdasarkan bantuan guru, siswa dapat menyelesaikan dan menemukan langkahlangkah pemecahan masalah tersebut. Metode konstruktivistik didasarkan pada teori belajar kognitif yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran generatif, strategi bertanya, inkuiri, atau menemukan dan keterampilan metakognitif lainnya (belajar bagaimana seharusnya belajar). Pembelajaran yang bernaung dalam metode konstruktivistik adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks (Depdiknas 2005:39). Hal senada juga dikemukakan oleh Zahorik (Depdiknas 2004:22) yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyongkonyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan 3 memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Esensi dari teori konstruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Ada beberapa model diskusi kelompok berbasis pembelajaran kooperatif (Depdiknas 2005:41-42), antara lain sebagai berikut. 1. Student Teams-Achievement Divisions (STAD) yang menggunakan langkah pembelajaran di kelas dengan menempatkan siswa ke dalam tim campuran berdasarkan prestasi, jenis kelamin, dan suku. 2. Team-Assisted Individualization (TAI) yang lebih menekankan pengajaran individual meskipun tetap menggunakan pola kooperatif. 3. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) yang digunakan untuk pembelajaran membaca dan menulis tingkat tinggi. 4. Jigsaw yang mengelompokkan siswa ke dalam tim beranggotakan enam orang yang memelajari materi akademik yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa subbab. 5. Learning together (belajar bersama) yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok beranggotakan empat atau lima siswa heterogen untuk menangani tugas tertentu. 6. Group Investigation (penelitian kelompok) berupa pembelajaran kooperatif yang bercirikan penemuan (Depdiknas . Berdasarkan permasalahan yang ada dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP, khususnya dalam pembelajaran kemampuan menanggapi pembacaan cerpen, jenis metode diskusi kelompok yang diduga lebih tepat untuk memecahkan masalah tersebut adalah Team-Assisted Individualization (TAI). Meskipun tetap menggunakan pola kooperatif, metode ini lebih menekankan pengajaran individual. Metode ini diimplementasikan dengan menggunakan model kepala bernomor untuk memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada siswa secara individual untuk menumbuhkembangkan potensi dirinya. 4 II. INOVASI PEMBELAJARAN YANG DIUNGGULKAN DALAM MEMECAHKAN MASALAH A. Tujuan Pembelajaran (Kompetensi yang Diharapkan) Ada dua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui penggunaan metode diskusi kelompok model kepala bernomor, yaitu tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. 1. Tujuan Pembelajaran Umum: a. Siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi kelompok. b. Siswa mampu mengemukakan pendapat dan memberikan tanggapan terhadap pendapat teman sekelasnya. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus: a. Siswa mampu mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara penokohannya disertai data tekstual. b. Mampu menjelaskan karakteristik tokoh dan latar cerita dengan data yang mendukung. c. Mampu menulis kembali cerpen dengan mengandaikan diri sebagai tokoh cerita. B. Metode Pembelajaran Sesuai dengan inovasi pembelajaran yang diusulkan, disediakan metode diskusi kelompok model kepala bernomor. Metode ini termasuk ke dalam jenis metode diskusi kelompok berbasis pembelajaran kooperatif yang lebih menekankan pengajaran individual meskipun tetap menggunakan pola kooperatif (Team-Assisted Individualization). Dalam praktiknya, metode diskusi kelompok model kepala bernomor didukung oleh penggunaan alat bantu berupa nomor kepala yang terbuat dari kertas HVS berukuran 5 cm x 5 cm. Penggunaan kertas HVS ini dimaksudkan agar mudah digulung sehingga siswa tidak dapat melihat nomor kepala yang akan dipilih. 5 Kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa lebih ditekankan pada kompetensi individual meskipun dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok. Penggunaan kartu kepala bernomor dimaksudkan sebagai upaya untuk membangkitkan motivasi siswa secara individual dalam mengemukakan pendapat atau tanggapan secara lisan. Dengan menggunakan metode ini, siswa tidak bisa lagi bergantung kepada sesama anggota. Setiap anggota memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap setiap permasalahan yang dibahas dalam forum diskusi. Dengan cara demikian, setiap anggota akan selalu siap jika sewaktu-waktu ditunjuk oleh guru berdasarkan nomor kepala yang dimilikinya. C. Input Secara geografis, SMP 2 Pegandon Kabupaten Kendal berada di tengahtengah masyarakat Desa Rejosari, Kecamatan Ngampel, Kabupaten Kendal (± 8 km ke arah Selatan kota Kendal). Sebagian besar orang tua siswa bekerja sebagai petani. Ada juga orang tua siswa yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri. Kondisi semacam itu berdampak pada kurangnya perhatian orang tua siswa terhadap masalah pendidikan yang dihadapi anak. Akibatnya, motivasi siswa untuk berprestasi di bidang akademik sangat rendah. Demikian juga yang terjadi dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Siswa mengalami kesulitan untuk berkomunikasi secara lisan dalam situasi formal di kelas. Ketika guru menyampaikan pertanyaan, tak seorang pun siswa yang memiliki keberanian untuk menjawab. Demikian juga ketika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Hampir tak pernah ada seorang siswa pun yang mau bertanya kepada guru, padahal masih banyak materi ajar yang belum dikuasai. Proses pembelajaran semakin memprihatinkan ketika berlangsung penyajian materi keterampilan berbicara. Hasil keterampilan berbicara siswa kelas VII-B pada semester I tahun pelajaran 2005/2006 menunjukkan hanya sekitar 20% (8 siswa) dari 40 siswa yang sudah memiliki keberanian untuk berbicara di depan kelas. Hasil ini jauh dari standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) nasional, yaitu 75%. 6 Guru memang sudah menggunakan metode diskusi kelompok yang diharapkan dapat melatih siswa dalam bekerja sama dan berkomunikasi secara lisan. Meskipun demikian, masih tampak dua kelemahan yang cukup mendasar, yaitu siswa belum terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi kelompok dan siswa belum mampu mengemukakan pendapat dan memberikan tanggapan terhadap pendapat teman sekelasnya. Jika kondisi semacam ini terus terjadi, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara siswa SMP sebagaimana tercantum dalam standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tidak akan pernah bisa terwujud. Adapun tujuan pembelajaran keterampilan berbicara siswa SMP berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah agar siswa mampu berbicara secara efektif dan efisien untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, perasaan, dalam berbagai bentuk kepada berbagai mitra bicara sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan (Depdiknas 2003:8). D. Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan input siswa kelas VII-B SMP 2 Pegandon tahun pelajaran 2005/2006 yang sangat rendah tingkat keterampilannya dalam berbicara, perlu dirancang kegiatan pembelajaran yang mampu mewujudkan suasana yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Berdasarkan hasil refleksi awal, rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berbicara disebabkan oleh kurang kreatifnya guru dalam melakukan inovasi pembelajaran, khususnya dalam memilih metode pembelajaran. Oleh karena itu, pada semester II tahun pelajaran 2005/2006 dicobakan penggunaan metode diskusi kelompok model kepala bernomor pada siswa kelas VII-B dengan gambaran materi ajar seperti dalam tabel berikut. 7 Mata Pelajaran Kelas/Semester Aspek Subaspek Standar Kompetensi KOMPETENSI DASAR Menanggapi pembacaan cerpen : : : : : Bahasa dan Sastra Indonesia VII/2 Kemampuan Bersastra Keterampilan Berbicara Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan dalam berbagai bentuk wacana lisan: menanggapi pembacaan cerpen, mendongeng untuk orang lain, berbalas pantun. INDIKATOR Mampu mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara penokohannya disertai data tekstual Mampu menjelaskan karakteristik tokoh dan latar cerita dengan mengemukakan data yang mendukung Mampu menulis kembali cerpen dengan mengandaikan diri sebagai tokoh cerita MATERI POKOK Teks Cerpen Adapun langkah-langkah kegiatan yang dilakukan antara lain sebagai berikut. 1. Persiapan Ada lima hal yang dilakukan dalam tahap persiapan, antara lain sebagai berikut. a. Pengembangan Silabus (dikembangkan berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kurikulum Berbasis Kompetensi). b. Pemilihan Materi Ajar (disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan perkembangan jiwa siswa yang diintegrasikan dengan penanaman nilai budi pekerti). c. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): RPP dijadikan sebagai pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar bisa berlangsung runtut dan sistematis. 8 d. Pembuatan Kartu Kepala Bernomor: kartu ini digunakan sebagai alat bantu untuk memotivasi dan melatih keberanian dan tanggung jawab siswa secara individual. e. Penyusunan Instrumen Penilaian: (1) lembar tugas diskusi kelompok; (2) lembar penilaian sikap (afektif); (3) rubrik penilaian; dan (4) daftar nilai. 2. Pelaksanaan Kegiatan Langkah-langkah penggunaan metode diskusi kelompok model kepala bernomor dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat dideskripsikan berikut ini. a. Siswa mendengarkan pembacaan cerpen “Menangkap Hantu” dan mencatat data tekstual yang berkaitan dengan tokoh dan latar cerpen. b. Siswa memilih gulungan kartu bernomor 1.1 s.d. 1.8, 2.1. s.d. 2.8, 3.1. s.d. 3.8, 4.1. s.d. 4.8, dan 5.1. s.d. 5.8 yang disediakan guru. c. Siswa berkelompok sesuai dengan nomor depannya masing-masing. Siswa bernomor 1 berkelompok dengan siswa nomor depan 1, dan seterusnya, hingga terbentuk menjadi delapan kelompok. d. Setiap siswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok untuk mengerjakan tugas sebagai berikut: 1) mengungkapkan tokoh-tokoh cerpen “Menangkap Hantu” dengan cara penokohannya disertai data tekstual; 2) menjelaskan karakteristik tokoh cerpen “Menangkap Hantu” dengan data yang mendukung; 3) menjelaskan latar cerpen “Menangkap Hantu” dengan data yang mendukung; 4) mampu menulis kembali cerpen “Menangkap Hantu” dengan mengandaikan diri sebagai tokoh cerita. 9 e. Guru menunjuk siswa bernomor tertentu pada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi kelompoknya. f. Anggota kelompok memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi kelompok lain dengan memberikan alasan yang logis. Anggota kelompok yang ditunjuk untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok atau anggota kelompok yang lain diperbolehkan untuk menanggapi balik terhadap tanggapan kelompok lain. g. Guru menyimpulkan hasil diskusi dan memberikan penilaian terhadap kelompok yang jawabannya paling bagus. Guru meminta siswa yang menjadi anggota kelompok terbaik untuk maju ke depan kelas. Semua anggota kelompok yang lain berdiri dan memberikan aplaus meriah kepada anggota kelompok terbaik. h. Berdasarkan pengalaman siswa pada diskusi kelompok, siswa diminta untuk mendengarkan pembacaan cerpen “Semangkuk pun Sudah Lunas”, kemudian berpasangan dengan teman sebangku untuk mengerjakan tugas sebagai berikut: 1) mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara penokohannya disertai data tekstual; 2) menjelaskan karakteristik tokoh dengan data yang mendukung; 3) menjelaskan latar cerita dengan data yang mendukung; 4) mampu menulis kembali cerpen dengan mengandaikan diri sebagai tokoh cerita. i. Pasangan yang sudah selesai lebih dahulu diminta untuk menyampaikan hasil diskusinya. Pasangan yang lain memberikan tanggapan. j. Guru menyimpulkan hasil diskusi. E. Evaluasi Proses Pembelajaran Ada dua jenis penilaian yang digunakan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dilakukan selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung untuk menilai sikap siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. 10 Penilaian hasil dilakukan berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika memaparkan hasil diskusi kelompok. Dalam penilaian proses digunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) kerja sama; (4) keaktifan; dan (5) tanggung jawab. Dalam penilaian hasil digunakan rubrik penilaian untuk mengetahui kompetensi siswa dalam menanggapi pembacaan cerpen. Ada beberapa aspek yang dinilai, yaitu (1) kelancaran menyampaikan pendapat/tanggapan; (2) kejelasan vokal; (3) ketepatan intonasi; (4) ketepatan pilihan kata (diksi); (5) struktur kalimat (tuturan); (6) kontak mata dengan pendengar; (7) ketepatan mengungkapkan tokohtokoh dengan cara penokohannya disertai data tekstual; (8) kemampuan menjelaskan karakteristik tokoh dengan data yang mendukung; (9) kemampuan menjelaskan latar cerita dengan data yang mendukung; (10) kemampuan menulis kembali cerpen dengan mengandaikan diri sebagai tokoh cerita. Hasil penilaian dapat dideskripsikan seperti berikut ini. 1. Penilaian Proses Rekapitulasi hasil penilaian proses dapat dilihat pada tabel berikut ini. No. Aspek Jumlah Persentase Siswa (%) Keterangan 1. Kedisiplinan 39 97,5 Ketepatan waktu masuk kelas 2. Minat 40 100 Jumlah siswa yang bertanya 3. Kerja sama 39 97,5 Keterlibatan dalam diskusi kelompok 4. Keaktifan 39 97,5 Keaktifan dalam memecahkan masalah 5. Tanggung jawab 40 100 Menyampaikan hasil diskusi secara individual *) Keterangan: jumlah siswa 40 orang. Berdasarkan rekapitulasi hasil penilaian proses dapat diketahui bahwa aspek kedisplinan, minat, kerja sama, keaktifan, dan tanggung jawab siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung menunjukkan hasil yang cukup 11 signifikan. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya siswa yang masuk kelas tepat waktu (97,5%), banyaknya siswa yang bertanya selama kegiatan pembelajaran berlangsung (100%), banyaknya siswa yang terlibat dalam diskusi kelompok (97,5%), banyaknya siswa yang aktif dalam memecahkan masalah (97,5%), dan banyaknya siswa yang mampu menyampaikan hasil diskusi secara individual (100%). Berdasarkan hasil penilaian proses dapat disimpulkan bahwa metode diskusi kelompok model kepala bernomor sebagai inovasi metode diskusi kelompok cukup efektif untuk mengembangkan sikap (afektif) siswa dalam aspek kedisplinan, minat, kerja sama, keaktifan, dan tanggung jawab. 2. Penilaian Hasil Rekapitulasi penilaian hasil dapat dilihat pada tabel berikut ini. Jumlah Siswa No. Aspek yang Mendapat Nilai ≥ 65 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kelancaran berbicara Kejelasan vokal Ketepatan intonasi Ketepatan pilihan kata Struktur kalimat (tuturan) Kontak mata dengan pendengar Ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh cerita 8. Kemampuan menjelaskan karakteristik tokoh 9. Kemampuan menjelaskan latar cerita 10. Kemampuan menulis kembali cerpen *) Keterangan: jumlah siswa 40 orang. Persentase (%) 38 36 39 38 39 13 39 95 90 97,5 95 97,5 32,5 97,5 39 97,5 40 100 40 100 Berdasarkan rekapitulasi hasil penilaian proses dapat diketahui bahwa siswa yang sudah mampu melakukan kontak mata dengan pendengar ketika menanggapi pembacaan cerpen hanya sekitar 13 siswa (32,5%). Akan tetapi, 12 pada aspek kelancaran berbicara, kejelasan vokal, ketepatan intonasi, ketepatan pilihan kata, struktur kalimat, ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh cerita, kemampuan menjelaskan karakteristik tokoh, kemampuan menjelaskan latar cerita, dan kemampuan menulis kembali cerpen yang didengar, menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Siswa yang mampu bersuara dengan jelas sebanyak 38 siswa (95%), siswa yang sudah lancar berbicara sebanyak 48 siswa (95%), siswa yang sudah mampu melakukan intonasi dengan tepat sebanyak 39 siswa (97,5%), siswa yang mampu memilih kata dengan tepat sebanyak 38 siswa (95%), siswa yang sudah mampu menyusun struktur kalimat dengan tepat sebanyak 39 siswa (97,5%), siswa yang sudah mampu mengungkapkan tokoh-tokoh cerita sebanyak 39 siswa (97,5%), siswa yang mampu menjelaskan karakteristik tokoh cerita sebanyak 39 siswa (97,5%), siswa yang mampu menjelaskan latar cerita sebanyak 40 siswa (100%), siswa yang mampu menulis kembali cerita yang didengar sebanyak 40 siswa (100%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa metode diskusi kelompok model kepala bernomor sebagai inovasi metode diskusi kelompok cukup efektif untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menanggapi pembacaan cerpen pada aspek kelancaran berbicara, kejelasan vokal, ketepatan intonasi, ketepatan pilihan kata, struktur kalimat, ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh cerita, kemampuan menjelaskan karakteristik tokoh, kemampuan menjelaskan latar cerita, dan kemampuan menulis kembali cerpen yang didengar. Akan tetapi, metode tersebut kurang efektif apabila dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menjalin kontak mata dengan pendengar ketika menanggapi pembacaan cerpen. F. Penutup Keunggulan dari pembaharuan metode pembelajaran diskusi kelompok model kepala bernomor, antara lain sebagai berikut. 1. Praktis dan mudah dilaksanakan oleh setiap guru Bahasa Indonesia di SMP karena alat bantunya mudah diperoleh dan mudah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. 13 2. Cukup efektif untuk menumbuhkembangkan kedisplinan, minat, kerja sama, keaktifan, dan tanggung jawab siswa karena metode diskusi kelompok model kepala bernomor menekankan kemampuan siswa secara individual meskipun dilaksanakan secara berkelompok. 3. Cukup efektif untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menanggapi pembacaan cerpen. Aspek kelancaran berbicara, kejelasan vokal, ketepatan intonasi, ketepatan pilihan kata, struktur kalimat, ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh cerita, kemampuan menjelaskan karakteristik tokoh, kemampuan menjelaskan latar cerita, dan kemampuan menulis kembali cerpen yang didengar, dapat diterapkan dengan baik oleh siswa ketika menanggapi pembacaan cerpen. 4. Cukup efektif untuk menumbuhkan budaya kompetetif di kalangan siswa karena secara kejiwaan siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk tampil sebaik-baiknya secara individual dan memiliki keterlibatan emosional untuk menjaga solidaritas kelompok ketika menyampaikan hasil diskusi. 5. Kegiatan pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa sehingga dapat menemukan jawaban sendiri (inkuiri) terhadap permasalahan yang didiskusikan. Guru hanya sebatas menjadi fasilitator yang membantu siswa dalam menumbuhkembangkan potensi dirinya. III. REFERENSI Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas. -------------------. 2004. Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. -------------------. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi: Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Direktorat PLP, Direktorat Jenderal Dikdasmen, Depdiknas. Sawali, dkk. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia: untuk SMP/MTs Kelas VII. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama. Zaini, Hisyam, dkk. 2004. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CSTD. 14 IV. LAMPIRAN A. Lampiran 1 : Biodata Penulis B. Lampiran 2 : Gambar Alat Bantu C. Lampiran 3 : Silabus D. Lampiran 4 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) E. Lampiran 5 : Lembar Evaluasi Siswa F. Lampiran 6 : Daftar Nilai (Penilaian Proses dan Hasil) G. Lampiran 7 : Foto Kegiatan Pembelajaran 15