Pembinaan Profesionalisme Guru IPA

advertisement
MAKALAH
SUPERVISI PENDIDIKAN IPA
DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. H. DJAM’AN SATORI, M.A
PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU IPA
Oleh
KETANG WIYONO
(NIM. 0908074)
PENDIDIKAN IPA (S-3)
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009
1
PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU IPA
Oleh : Ketang Wiyono
PENDAHULUAN
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik Indonesia
Tahun
1945
mengamanatkan Pemerintah Republik Indonesia untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga mengamanatkan Pemerintah untuk
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Untuk mengemban
amanat tersebut, ditetapkanlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sistem pendidikan nasional dimaksudkan untuk menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, serta
efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tuntutan perubahan kehidupan
lokal, nasional, dan global. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan menetapkan delapan standar nasional pendidikan yang harus
menjadi acuan sekaligus kriteria dalam menetapkan keberhasilan penyelenggaran
pendidikan nasional. Delapan standar nasional pendidikan yang dimaksud
meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik
dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Salah satu standar yang berkaitan langsung dengan keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan,
khususnya guru. Guru sebagai tenaga profesional bertugas mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
2
demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional tersebut, guru sebagai tenaga profesional wajib memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi, serta sehat jasmani dan rohani,
sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kualifikasi akademik untuk guru adalah
tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang guru yang
dibuktikan dengan ijazah yang mencerminkan kemampuan akademik yang
relevan dengan bidang tugas guru. Kompetensi guru adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Standar kualifikasi
akademik dan kompetensi guru telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru yang meliputi Guru TK/RA, Guru SD/MI,Guru
SMP/MTs, Guru SMA/MA dan Guru SMK/MAK untuk kelompok mata pelajaran
normatif dan adaptif.
Pencapaian standar kualifikasi akademik dan penguasaan kompetensi guru
dibuktikan melalui sertifikat profesi guru yang diperoleh melalui program
sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi adalah proses untuk mengukur dan
menilai pencapaian kualifikasi akademik dan kompetensi minimal yang dicapai
oleh seorang guru. Guru profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi yang memenuhi standar akan mampu mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu. Oleh karena itu, program sertifikasi merupakan salah satu
program utama untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Mutu Pendidikan Nasional
Mutu pendidikan nasional yang tercermin dalam kompetensi lulusan
satuan-satuan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai komponen seperti proses, isi,
pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Mutu pendidikan dicerminkan oleh
kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh kualitas proses dan isi pendidikan.
Pencapaian kompetensi lulusan yang memenuhi standar harus didukung oleh isi
3
dan proses pendidikan yang juga memenuhi standar. Perwujudan proses
pendidikan yang berkualitas dipengaruhi oleh kinerja pendidik dan tenaga
kependidikan, kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana, kualitas pengelolaan,
ketersediaan dana, dan sistem penilaian yang valid, obyektif dan tegas. Oleh
karena itu perwujudan pendidikan nasional yang bermutu harus didukung oleh isi
dan proses pendidikan yang memenuhi standar, pendidik dan tenaga kependidikan
yang memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi agar berkinerja
optimal, serta sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan yang memenuhi
standar.
Kinerja pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru, selain
ditentukan oleh kualifikasi akademik dan kompetensi juga ditentukan oleh
kesejahteraan, karena kesejahteraan yang memadai akan memberi motivasi
kepada guru agar melakukan tugas profesionalnya secara sungguh-sungguh.
Kesungguhan seorang guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya akan sangat
menentukan perwujudan pendidikan nasional yang bermutu, karena selain
berfungsi sebagai pengelola kegiatan pembelajaran, guru juga berfungsi sebagai
pembimbing kegiatan belajar peserta didik dan sekaligus sebagai teladan bagi
peserta didiknya, baik di kelas maupun di lingkungan sekolah. Selain ditentukan
oleh kinerja guru, upaya peningkatan mutu pendidikan nasional juga akan sangat
ditentukan oleh pelaksanaan penilaian yang valid, obyektf dan tegas, baik
penilaian oleh guru dan satuan pendidikan maupun penilaian oleh pemerintah.
Khusus penilaian oleh guru dan satuan pendidikan mempunyai peran yang sangat
penting dalam peningkatan mutu pendidikan, karena selain bertujuan untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan, juga bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta
didik dalam rangka memelihara kontinuitas proses belajar peserta didik.
Sertifikasi Profesi Guru dan Peningkatan Mutu Pendidikan
Jika kita mencermati Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, jelas bahwa undang-undang tersebut
berintikan peningkatan kesejahteraan guru yang ditandai oleh adanya tunjangan
4
khusus, tunjangan fungsional dan tunjangan profesi pendidik. Namun harus
disadari bahwa peningkatan kesejahteraan guru yang diamanatkan oleh UndangUndang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
bukan merupakan tujuan, tetapi lebih sebagai instrumen untuk meningkatkan
kinerja guru agar berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional.
Peningkatan kesejahteraan bagi guru yang telah memenuhi standar
kualifikasi akademik dan kompetensi akan berfungsi meningkatkan kinerja, tetapi
peningkatan
kesejahteraan
bagi
guru
yang
kualifikasi
akademik
dan
kompetensinya belum memenuhi standar sulit diharapkan untuk berdampak
terhadap peningkatan kinerja sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu, khusus
untuk tunjangan profesi pendidik hanya akan diterima oleh guru profesional yang
ditandai dengan kepemilikan sertifikat profesi guru melalui program sertifikasi.
Melalui program sertifikasi guru, akan terbentuk guru profesional, yaitu guru yang
minimal telah memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi dan
kepada mereka akan diberi tunjangan profesi pendidik yang besarnya sama
dengan satu kali gaji pokok, dan selanjutnya diharapkan bahwa mereka akan
berkinerja optimal dan pada gilirannya akan mewujudkan pendidikan nasional
yang bermutu.
Sebaliknya kesejahteraan yang diberikan kepada guru yang belum
memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi, sulit untuk mewujudkan
kinerja yang optimal dan selanjutnya juga tidak akan berdampak terhadap
peningkatan mutu pendidikan nasional. Oleh karena itu memberikan tunjangan
profesi pendidik sebagai salah satu komponen kesejahteraan kepada semua guru
tanpa sertifikasi tidak akan berdampak terhadap peningkatan kinerja guru dan
dengan sendirinya juga tidak akan berdampak terhadap peningkatan mutu
pendidikan nasional.
Dari uraian tersebut jelas bahwa sertifikasi akan berdampak terhadap
peningkatan kinerja guru dan selanjutnya berdampak terhadap peningkatan mutu
pendidikan nasional apabila sertifikasi dapat dilakukan secara obyektif dan valid.
Artinya sertifikat profesi guru hanya diberikan kepada guru yang telah memenuhi
standar kualifikasi akademik dan benar-benar telah memiliki standar kompetensi
5
atau kompetensi minimal yang disyaratkan, dan hal ini hanya akan terwujud
apabila program sertifikasi dilakukan secara obyektif dan valid. Selain itu,
sertifikasi juga harus berkeadilan, dalam arti prioritas kesempatan untuk
mengikuti sertifikasi berdasarkan atas berbagai faktor yang merupakan indikator
kualitas dan prestasi guru di lapangan, seperti kesenioran (usia, kualifikasi
akademik, pengalaman akademik,kepangkatan), prestasi kerja sehari-hari yang
dinilai oleh atasan dan teman sejawat, dan kinerja profesional yang diperlihatkan
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Dengan demikian mudah dipahami bahwa
program sertifikasi yang dilaksanakan secara obyektif, valid dan berkeadilan akan
berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja guru dan selanjutnya akan
berpengaruh positif terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional.
Guru Sebagai Jabatan Profesional
Dalam rangka pencapaian hasil dan proses pembelajaran seperti yang
diharapkan, maka upaya pertama yang harus dilakukan adalah memposisikan guru
sebagai pekerja yang profesional, mengapa demikian?. Sebab banyak orang
termasuk guru sendiri yang meragukan bahwa jabatan guru merupakan jabatan
profesional. Ada yang beranggapan bahwa setiap orang bisa menjadi guru. Si A,
si B, atau siapa saja, walaupun mereka tidak memahami ilmu keguruan dapat saja
dianggap sebagai guru, asalkan paham materi pelajaran yang akan diajarkannya.
Apakah pandangan seperti itu benar?. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai
proses penyampaian materi pelajaran, pendapat semacam itu ada benarnya.
Konsep mengajar yang demikian, tentunya sangat sederhana, yaitu asal paham
informasi yang akan diajarkannya kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru.
Tetapi mengajar tidak sesederhana itu bukan?. Mengajar tidak sekedar
menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku
siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu dalam poses
mengajar terdapat kegiatan membimbing, melatih keterampilan intelektual,
keterampilan psikomotorik, dan memotivasi siswa agar memiliki kemampuan
inovatif dan kreatif. Oleh karena itu seorang guru perlu memiliki kemampuan
merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang
6
dianggap
cocok
dengan
materi
pembelajaran,
termasuk
di
dalamnya
memanfaatkan bebagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin
efektifitas pembejaran. Dengan demikian, seorang guru perlu memiliki
kemampuan khusus, yaitu kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang
lain yang bukan guru. “A teacher is person charged with the responbility of
helping others to learn and to behave in new different ways” (Cooper, 1990).
Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan
kemampuan khusus hasil dari proses pendidikan yang dilaksanakan oleh Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Untuk meyakinkan bahwa guru
sebagai pekerjaan profesional, marilah kita tinjau ciri-ciri pokok dari pekerjaan
profesional :
(a) Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam
yang hanya diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai,
sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya. Seorang
dokter, psikolog, saintis, ekonom, dan berbagai profesi lainnya dihasilkan
dari lembaga-lembaga pendidikan yang relevan dengan profesi tersebut,
(b) Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang
spesifik sesuai dengan jenis profesinya,
(c) Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar
belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga
semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai profesinya,
semakin tinggi pula tingkat keahliannya.
Dari ketiga ciri perkerjaan profesional yang disebutkan di atas, lalu apa
ciri-ciri guru yang profesional dan apa saja yang harus dibekali oleh Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan untuk menghasilkan calon-calon guru yang
profesional? Berikut marilah kita simak ciri-ciri guru yang profesional. Ada tujuh
komponen yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai
guru yang profesional, yaitu :
a.
Guru sebagai sumber belajar; Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan
erat dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Guru yang
7
profesional manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik,
sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya.
Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang
diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai
sumber belajar, guru harus memiliki bahan referensi yang lebih banyak
dibandingkan dengan siswanya. Guru harus mampu menunjukkan sumber
belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan
belajar di atas rata-rata siswa lainnya. Guru harus mampu melalukan
pemetaan materi pelajaran, misalnya dengan menentukan materi inti (core),
yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, dan mana materi yang
diingat kembali karena pernah di bahas.
b.
Guru sebagai fasilitator; Sebagai fasilitator guru guru berperan dalam
memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses
pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator, ada
beberapa hal yang harus dipahami guru. Pertama, guru perlu memahami
bebagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media
tersebut. Pemahaman terhadap media penting, belum tentu suatu media cocok
digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Kedua, guru perlu
mempunyai ketrampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan
merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru profesional. Dengan merancang media yang cocok akan
memudahkan proses pembelajaran, yang pada gilirannya tujuan pembelajaran
akan tercapai secara optimal. Ketiga, guru dituntut untuk mampu
mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan sebagai
sumber belajar, termasuk memanfaatkan teknologi informasi. Perkembangan
tehnolgi
informasi
perkembangan
menuntut
teknologi
setiap
mutakhir.
guru
untuk
Melalui
dapat
mengikuti
teknologi
informasi
memungkinkan setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang
dianggap cocok. Keempat, sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai
kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini
sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan
8
siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar
mereka.
c.
Guru sebagai pengelola; Sebagai pengelola pembelajaran (learning
manager),
guru
berperan
dalam
menciptakan
iklim
belajar
yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan
kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk
terjadinya proses belajar seluruh siswa. Sebagai menager guru memiliki
empat fungsi umum. Pertama, merencanakan tujuan belajar. Fungsi
perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer.
Kegiatan
dalam
melaksanakan
fungsi
perencanaan
diantaranya
memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus,
menentukan topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta
menentukan sumber yang diperlukan. Melalui fungsi ini guru berusaha
menjembatani jurang dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi.
Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif.
Kedua, mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan
tujuan belajar. Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja
suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian
tanggung jawab dalam rangka mewujutkan tujuan program pembelajaran
yang telah direncanakan. Ketiga memimpin yang meliputi memotivasi,
mendorong, dan menstimulasi siswa. Fungsi memimpin adalah fungsi yang
bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin adalah
berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi siswa
sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keempat
mengawasi segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya
atau belum dalam rangka pencapaiaan tujuan. Fungsi mengawasi bertujuan
untuk mengusahakan peristiwaperistiwa yang sesuai dengan rencana yang
telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan
pengambilan pengawasan yang terstruktur, walaupun proses tersebut sangat
kompleks.
9
d.
Guru sebagai demonstrator; Peran guru sebagai demonstrator adalah peran
guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat
membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang
disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai
demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat terpuji dalam setiap
aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat diteladani
siswa. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan
bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan
dihayati oleh setiap siswa.
e.
Guru sebagai pembimbing; Seorang guru dan siswa seperti halnya petani
dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya
cepat tumbuh dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan
berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada
waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar
tanamannya itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama dan penyakit
yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan
sehat, hingga tanaman menghasilkan buah. Demikian juga halnya seorang
guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi “ini” atau jadi “itu”.
Siswa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Tugas
guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh
dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru dapat berperan sebagai
pembimbing, ada dua hal yang harus dimiliki. Pertama, guru harus
memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami
tentang gaya dan kebiasaan belajarnya, memahami potensi dan bakatnya.
Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik
merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, maupun
merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan
dengan baik, manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa
kemana siswanya, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya.
f.
Guru sebagai motivator; Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan
salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang
10
kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Tetapi
disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar. Oleh karena itu untuk
memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif untuk dapat
membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa hal yang patut diperhatikan
agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut :
g.
1.
Memperjelas tujuan yang ingin dicapai,
2.
membangkitkan minat siswa,
3.
Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
4.
Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa,
5.
Memberikan penilaian yang positif,
6.
Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan
7.
menciptakan persaingan dan kerjasama.
Guru sebagai evaluator; Sebagai evaluator, guru berperan untuk
mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang
telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir
pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi juga dilakukan terhadap
proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang
bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang peranan penting.
Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang
diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga
mereka layak diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya
siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu
diberikan remedial. Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan
melakukan “tes”, artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia telah
melakukan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses
untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasi.
Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
menentukan makna tersebut. Kelemahan yang sering terjadi dengan
pelaksanaan eveluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan
siswa terbatas hanya pada hasil tes yang dilakukan secara tertulis. Akibatnya
sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi
11
soalsoal yang biasa keluar dalam tes. Oleh karena itu evaluasi semestinya
juga dilakukan terhadap proses pembelajaran. Hal ini sangat penting sebab
evaluasi terhadap proses pembelajaran pada dasarnya evaluasi terhadap
keterampilan intelektual secara nyata.
Untuk menghasilkan guru-guru yang profesional merupakan suatu tugas
berat yang harus diemban oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) sebagai lembaga yang perperan dalam mempersiapkan tenaga guru,
dalam hal ini dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli (dosen) yang profesional juga.
Dalam mempersiapkan calon guru yang profesional ke depan disarankan bahwa
kegiatan perkuliahan yang membekali para calon guru, harus menunjukkan
beberapa kriteria pembelajaran yang relevan bagi profesi guru, yaitu (1) Calon
guru perlu dipersiapkan untuk mengajar dengan strategi yang tepat, mampu
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, dan mampu mengevaluasi hasil
pembelajaran, (2) Perkuliahan lebih efektif bila ditanamkan pengalaman belajar
seperti menggali dan mengolah informasi, bukan memberi informasi, (3) Para
dosen perlu mengembangkan ketrampilan bertanya yang dirancang untuk
membantu para calon guru untuk berpikir kritis mengenai materi yang dipelajari,
dan membangkitkan kemampuan calon guru untuk dapat mengajukan pertanyaanpertanyaan, (4) strategi perkuliahan bagi calon guru perlu diarahkan untuk
membangun
kesadaran
terhadap
kesulitan-kesulitan
konsepsi,
melatih
keterampilan, dan menumbuhkan sikap ingin tahu.
Kita harus menyadari bahwa apapun yang diperoleh dan dialami oleh
calon guru selama dipersiapkan di Lembaga pendidikan guru (pre-service)
cenderung akan berbekas dan akan ditiru dalam menjalankan tugasnya sebagai
seorang guru kelak. Pembekalan kompetensi dan profesionalisme guru pada
tingkat pre-service (di LPTK) merupakan sebagai landasan yang harus dimiliki
oleh seorang guru. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, profesi guru perlu terus ditingkakan melalui kegiaan pembinaan profesi
yang dilaksanakan oleh berbagai unsur pada berbagai tingkatan. Semua unsur
12
yang terlibat pembinaan bermuara pada kompetensi guru dalam kapasitasnya
sebagai pengelola/pelaksana proses pembelajaran.
Unsur Pembina profesional guru berasal dari tingkat pemerintahan pusat
(Depdiknas), pemerintahan daerah (Dinas), dan tingkatan sekolah. Selain unsur
yang berasal dari kelembagaan pemerintah, terdapat pula yang berasal dari
organisasi profesi seperti PGRI, ISPI, dan sebaginya. Landasan hukum pembinaan
profesional guru terdiri dari Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun
2003 pasal 39 tentang sistem pendidikan nasional, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan dan UU guru dan dosen.
Dengan mengacu kepada peraturan perundangan tersebut, pelaksana
pembinaan profesional guru dijabarkan ke dalam bentuk kelembagaan Pemerintah
Pusat. Pembinaan profesional pada tingkat Pemerintah Daerah dilaksanaan oleh
lembaga/organisasi yang dibentuk berdasarkan ketentuan Dinas Pendidikan
Provinsi dan Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten yakni Pengawas dan Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP). Secara struktural MGMP tersebut terbagi dalam
berbagai tingkatan yang didasarkan pada jenjang pendidikan/sekolah dan jenis
mata pelajaran/bidang studi. Berdasarkan jenjang pendidikan terdapat MGMP
SMP dan MGMP SMA, sedangkan berdasarkan jenis mata pelajaran untuk
jenjang SMP contohnya adalah MGMP Sains/Pengetahuan Alam, MGMP
Matematika, MGMP Bahasa Inggris dan sebagainya. Untuk jenjang SMA antara
lain MGMP Biologi, MGMP Fisika, MGMP Kimia, MGMP Matematika,
MGMP Bahasa Indonesia dan sebagainya. Untuk setiap jenjang dan jenis, secara
hierarki MGPM dibagi ke dalam MGMP Pusat, MGMP Wilayah dan MGMP
Sekolah. Di tingkat Sekolah Dasar bentuk organisasi yang mengarah ke
pembinaan profesional guru adalah Kelompok Kerja Guru (KKG). Pembinaan
profesional guru pada tingkat sekolah tempat guru melaksanakan tugas dilakukan
oleh Kepala Sekolah dan MGMP sekolah. MGMP Sekolah dalam melakukan
pembinaan profesional dilaksanakan dalam bentuk pertemuan periodik untuk
mendiskusikan peningkatan kualitas pembelajaran. Kepala Sekolah melakukan
pembinaan profesional secara internal dalam bentuk supervisi akademis dan non
akademis kepada para guru. Mekanisme Pembinaan Profesional Guru untuk
13
memecahkan permasalahan belum terpenuhinya sebagian aspek persyaratan
keprofesionalan guru, diperlukan suatu sistem pembinaan profesional guru secara
berkesinambungan. Dalam pasal 39 ayat (2) UU SISDIKNAS dinyatakan bahwa
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
msyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Tersuratnya sebutan
profesional untuk tenaga pendidik (guru), menuntut harus dipenuhinya berbagai
persyaratan profesional oleh guru. Surya (2005) merekomendasikan hal yang
harus dilaksanakan dalam rangka mereposisi jabatan guru menjadi jabatan
profesional sebagai berikut:
1. Pemerintah harus ada kemauan dan komitmen politik untuk menempatkan
posisi guru dalam keseluruhan pendidikan nasional dan memberikan
penghargaan sesuai dengan hak dan martabatnya. Penataan kembali berbagai
perundang-undangan dan produk hukum yang berkaitan dengan pendidikan,
agar lebih sesuai dengan tuntutan yang berkembang. Dalam penataan ini dapat
dilakukan perbaikan perundang-undangan yang telah ada, dan menghasilkan
produk baru termasuk undangundang khusus tentang guru.
2. Mewujudkan suatu sistem manajemen guru dan tenaga kependidikan lainnya
dalam satu institusi yang meiliki kewenangan nasional secara terpadu yang
sistematik, sinergik, dan simbiotik. Seluruh aspek manajemen guru yang
mencakup antara lain rekrutmen, pendidikan, penempatan, pembinaan, dan
pengembangan berada dalam satu sistem pengelolaan tunggal yang
profesional dan proporsional. Pengelolaan yang lebih bersifat birokratis harus
digeser menjadi pengelolaan yang lebih bersifat “pemberdayaan” dengan
suatu mobilitas yang terbuka baik secara vertikal maupun horizontal sesuai
dengan kesempatan dan kompetensinya serta memperhitungkan berbagai
variabel individual.
3. Pembenahan sistem pendidikan dan pelatihan guru yang lebih fungsional
untuk lebih menjamin dihasilkan kualitas profesional guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Dilihat dari posisi dan perannya, guru memerlukan
14
kompetensi pribadi dan profesi agar mampu mampu melaksanakan proses
pendidikan secara mendasar. Oleh karena itu pendidikan dan latihan guru
hendaknya lebih
berorientasi pada pembentukan dan pemberdayaan
kepribadian guru profesional, lingkungan kehidupan pendidikan, dinamika
adaptasi yang tinggi, pengembangan dedikasi kependidikan, dsb. Pendidikan
guru pada masa kini harus menggunakan strategi yang lebih mengarah pada
pembentukan kepribadian dan kompetensi, memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dan kebutuhan.
4. Pengembangan satu sistem remunerasi (gaji dan tunjangan lainnya) bagi para
guru secara adil, bernilai ekonomis, serta memiliki daya tarik sedemikian rupa
sehingga merangsang para guru melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi
dan memberikan kepuasan lahir batin. Sejalan dengan rekomendasi
UNESCO/ILO, dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan guru
Indonesia, sistem penggajian guru harus dibangun sebagai satu kulminasi
kesatuan berbagai variabel yang saling terkait yaitu: (1) jenjang pendidikan
tempat guru bertugas, (2) tingkat pendidikan, (3) pengalaman/masa kerja, (4)
beban kerja, (5) kreativitas, (6) lokasi atau lingkungan kerja, (7) kepangkatan.
Rekomendasi tersebut mengisyaratkan bahwa dalam usaha mereposisi guru ke
posisi jabatan profesional harus dilakukan melalui manajemen terpadu yang
melibatkan berbagai unsur dan memperhatikan berbagai variabel
yang
berpengaruh, serta dilakukan secara berkelanjutan. Sejalan dengan hal tersebut,
maka dalam membina profesionalisme guru IPA juga harus dilakukan secara
terpadu dengan melibatkan berbagai komponen baik komponen struktural maupun
non-struktural dan dilaksanakan secara berkelanjutan. Arah pembinaan guru IPA
ditekankan kepada pencapaian kemampuan dan keterampilan melaksanakan
pembelajaran IPA yang meliputi penggunaan: 1) open-ended inquiry, 2)
collaborative learning, 3) active participation during lecture, 4) in cooperation of
relevan material and 5) integration of the laboratory experiences with the lectur
material (Wagner, 2001).
Komponen-komponen tersebut merupakan indikator keprofesionalan guru
yang
menjadi
tolok
ukur
keberhasilan
proses
pembinaan.
Membina
15
profesionalisme guru berarti praktek profesional dari supervisor dan organisasi
profesi untuk membantu guru dalam mencapai indikator tersebut di atas. Guru
yang menunjukkan indikator seperti di tersebut di atas dalam melaksanakan
pembelajaran diharapkan akan menjadi jaminan mutu pendidikan (science
education quality assurance). Manejemen pembinaan profesional guru dilakukan
dengan pendekatan TQM yang mendudukan setiap orang sebagai manajer dalam
posisinya dan semua komponen terlibat di dalamnya (Sallis, 1993). Berdasarkan
prinsip TQM, dalam pelaksanaan pembinaan profesional guru diarahkan harus
terjadi tarnsformasi budaya dari budaya tradisional ke budaya mutu (cultural
change),
serta
proses
perbaikan/peningkatan
dilaksanakan
secara
berkesinambungan (continuous improvement).
Sebagai contoh program penataran guru untuk kemampuan guru dalam
menguasai bahan ajar (content) seharusnya dilaksanakan secara terencana dengan
tujuan yang jelas dan metode sesuai. Apabila kegiatan penataran ini dilakukan
asal tugas penyelenggaraan selesai tidak akan berdampak pada peningkatan
kemampuan guru-guru tersebut. Dalam kaitan ini budaya “asal selesai”
seharusnya diubah kepada budaya “penyelenggaraan berkualitas” untuk membina
profesionalisme guru telah tersedia berbagai lembaga atau organisasi profesi baik
di tingkat pusat maupun daerah. Lembaga/organisasi tersebut dipersiapkan Pusat
dan Daerah untuk membantu para guru dalam meningkatkan kemampuan dan
keterampilan mengajar. Komponen-komponen tersebut dapat dibagai menjadi dua
kategori yaitu, kategori struktural dan kategori non-struktural. Komponen
Pembina yang termasuk kategori struktural antara lain Kepala Sekolah, Pengawas,
LPMP, P4TK. Sedangkan yang termasuk kategori non-struktural antara lain
MGMP, KKG, PGRI, dan lain-lain.
16
PROGRAM PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU IPA
A. TINGKAT PUSAT
Program pembinaan profesionalisme guru ditingkat pusat dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional yang memiliki fungsi:
1. Penyiapan perumusan kebijakan departemen di bidang peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan;
3. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan;
5. Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal.
Dalam menjalankan fungsinya tersebut PMPTK memiliki Visi : terwujudnya
Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang Profesional dan Bermartabat
dan Misi : meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan melalui
kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi untuk membangun suasana belajar dan
proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif dapat mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Program pembinaan profesionalisme guru ditingkat pusat dijabarkan oleh
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan IPA
(P4TK IPA) yang memiliki fungsi :
1. merencanakan program pengembangan penataran guru;
2. melaksanakan teknis pendidikan untuk meningkatkan mutu kompetensi guru;
3.
melaksanakan pengembangan penataran guru;
4.
melaksanakan peningkatan cara penyajian dan materi penataran;
5.
melaksanakan pengendalian dan evaluasi penataran guru;
6.
melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga P4TK IPA.
17
Dalam melaksanakan fungsinya P4TK IPA memiliki Visi : Terwujud Pendidik
dan Tenaga Kependidikan IPA yang Profesional, Bermartabat dan Berwawasan
Global dan Misi : (1) pengembangan model-model diklat berbasisi Riset dan
Kepakaran bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan; (2) pengembangan Bahan
dan Media Diklat Berbasis Riset dan Kepakaran bagi Pendidik dan Tenaga
Kependidikan IPA; (3) penyelenggaraan layanan diklat secara prima bagi
Pendidik dan Tenaga Kependidikan IPA.; (4) sosialisasi Produk-produk inovasi
Pendidikan IPA melalui Forum Nasional dan Internasional; (5) pengembangan
Jejaring Kerja dalam upaya peningkatan profesionalitas Pendidik dan Tenaga
Kependidikan IPA secara Nasional dan Internasional; (6) pengembangan kualitas
dan Kuantitas SDM P4TK IPA; (7) Peningkatan sarana dan prasarana P4TK
IPA; (8) Pelaksanaan dalam Ketatausahaan dan Rumah tangga Lembaga.
B. TINGKAT PROVINSI
Program pembinaan profesionalisme guru ditingkat Provinsi dilaksanakan
oleh LPMP atau Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan yang berada dibawah
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
Departemen Pendidikan Nasional yang berada di Provinsi. LPMP dikembangkan
berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/O/2003 tanggal
4 Juli 2003. Adapun Tugas Pokok LPMP adalah melaksanakan Penjaminan Mutu
Pendidikan Dasar dan Menengah di provinsi berdasarkan kebijakan nasional dan
memiliki fungsi :
1. Pengukuran dan evaluasi pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah
2. Perancangan model-model pembelajaran di sekolah sesuai dengan kebutuhan
provinsi dan standar mutu nasional
3. Fasilitasi lembaga pendidikan dalam proses pembelajaran dan evaluasi hasil
belajar
4. Fasilitasi lembaga pendidikan dalam pengelolaan sumber daya pendidikan
5. Fasilitasi pelaksanaan peningkatan kompetensi dan profesionalisme pendidik
dan tenaga kependidikan
6. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan
18
7. Pelaksanaan urusan perencanaan, keuangan, kepegawaian, ketatalaksanaan
dan kerumahtanggaan lembaga
C. TINGKAT KABUPATEN
Program
pembinaan
profesionalisme
guru
ditingkat
Kabupaten
dilaksanakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran IPA (MGMP-IPA) Tingkat
Kabupaten. Keterlibatan guru dalam penyusunan KTSP telah menuntut kreativitas
berpikir guru mata pelajaran dalam menyusun kurikulum (silabus dan rencana
pembelajarn) meliputi; pengembangan tujuan, materi, metode dan evaluasi,
pembelajaran yang cocok, untuk dikembangkan sesuai dengan kondisi sosial dan
budaya lingkungan sekolah masing-masing. Selama ini fungsi kegiatan MGMPIPA dipandang kurang efektif dan dianggap hanya buang-buang waktu.
Pandangan ini dipertegas dengan adanya beberapa kasus disuatu sekolah bahwa
seorang guru tidak diizinkan atau dipersulit untuk mengikuti kegiatan MGMPIPA, karena pihak sekolah menganggap MGMP-IPA tidak penting, hanya
pemborosan biaya dan mengganggu kegiatan belajar siswa di sekolah. Dipihak
lain dana bantuan pemerintah sangat terbatas untuk membiayai kegiatan MGMPIPA.
Pandangan semacam itu bukan hanya bahan evaluasi bagi pihak sekolah
dan pemerintah dalam mendorong dan menyuntikkan dana lebih besar lagi guna
meningkatkan fungsi dan efektivitas kegiatan MGMP-IPA, namun harus menjadi
bahan pemikiran adalah mengapa selama ini MGMP-IPA dianggap kegiatan
buang-buang waktu dan pemborosan dana. Kenyataan ini tentu harus diselesaikan
dengan menggiring MGMP-IPA menjadi sebuah kegiatan kelompok profesional
yang menyikapi permasalahan-permasalahan pendidikan secara khusus dalam
kegiatan pembelajaran pada setiap mata pelajaran dan secara umum permasalahan
pendidikan yang ada di masyarakat. Untuk menuju ke arah sana hendaknya
kegiatan MGMP-IPA tidak dilakukan secara monoton sebagai pertemuan
menyusun silabus dan skenario pembelajaran, karena kegiatan semacam ini dapat
dilakukan oleh guru masing-masing di sekolah. Lebih penting dalam setiap
pertemuan guru harus mendapatkan suatu hal yang baru tentang pendidikan,
19
khususnya dalam mata pelajaran yang digeluti. Hal-hal baru tersebut di zaman
sekarang tidak sulit dicari, dengan mengakses internet banyak sekali bahan-bahan
yang dapat didiskusikan dalam setiap pertemuan MGMP-IPA. Guna mengatur
semua itu, setiap guru anggota MGMP-IPA dapat ditugaskan untuk presentasi
hasil penelitian, makalah, artikel, pengalaman mengajar dalam menerapkan suatu
metode tertentu, pengembangan materi yang sudah dilakukan oleh guru mata
pelajaran di sekolahnya masing-masing,
METODE PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU IPA
1. Kunjungan Kelas/Observasi Kelas
Kunjungan kelas atau observasi kelas merupakan teknik yang sangat
efektif untuk mengetahui pelaksanaan proses belajar mengajar berlangsung.
Dengan metode ini dapat diketahui berbagai aspek profesional yang berkaitan
dengan pembalajaran. Teknik ini dapat juga dikembangkan sebagai bentuk
teaching audit. Kunjungan kelas dapat dilakukan oleh guru senior (guru inti),
kepala sekolah ataupun juga pengawas sekolah. Setelah kunjungan kelas dapat
ditindaklanjuti dengan pertemuan pribadi (pertemuan empat mata) untuk
membahas masalah-masalah yang ditemukan di kelas serta mencari solusi terbaik
dari masalah tersebut.
2. Rapat Dewan Guru
Rapat dewan guru merupakan salah satu bagian dari teknik pembinaan
profesionalisme guru. Dengan rapat dewan guru dapat diketahui permasalahanpermasalahan yang dihadapi oleh semua guru sehingga akan memudahkan guru
IPA dalam mengidentifikasi masalah serta mencari solusinya. Dalam rapat dewan
guru juga dapat dipakai sebagai ajang tukar pikiran terutama bagi guru mata
pelajaran yang serumpun (guru Fisika, guru Kimia, Guru Biologi dan juga guru
Matematika) serta membahas keterkaitan antara satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran lainnya.
20
3. Studi Banding (Kunjungan lintas sekolah/daerah)
Studi banding sangat tepat dilakukan guru dalam rangka untuk mengetahui
metode dan teknik pembelajaran guru IPA di sekolah lain. Selain itu juga dapat
mengetahui kegiatan-kegiatan
yang menunjang proses belajar mengajar
diantaranya pengelolaan laboratorium IPA dan perpustakaan.
4. Pengawas Guru Mata Pelajaran
Dalam rangka pembinaan profesionalisme guru secara formal dilakukan
oleh pengawas sekolah (pengawas mata pelajaran). Untuk menjadi pengawas mata
pelajaran hendaknya memiliki latar belakang dan pengalaman yang sesuai dengan
mata pelajaran yang akan menjadi bidang pembinaannya. Ada beberapa tugas
pengawas guru IPA sebagai bagian pembinaan prosesioanlisme guru antara lain :
(1) mengupayakan agar guru IPA lebih bersungguh-sungguh dan bersemangat
dalam mengajar; (2) mengupayakan agar sistem pengajaran ditata sehingga
prinsip belajar tuntas tercapai; (3) mengupayakan agar dalam menjalankan
tugasnya guru tidak mendapatkan tekanan; (4) membuat kesepakatan dengan guru
IPA dan kepala sekolah tentang targer out put
yang harus dicapai; dan (5)
melakukan pemantauan dan penilaian secara periodik terhadap keberhasilan
mengajar guru.
4. Buletin Pendidikan IPA
Buletin Pendidikan IPA sebagai salah satu sarana informasi bagi
pengembangan pengetahuan guru-guru IPA. Melalui buletin/jurnal pendidikan
IPA guru dapat memperoleh informasi-informasi terbaru hasil penelitian tentang
mata pelajaran IPA. Guru juga dapat mempublikasikan hasil-hasil karyanya
kedalam buletin agar dapat dibaca dan dikritisi oleh pihak-pihak yang kompeten.
5. Pemanfaatan ICT
IPA adalah mata pelajaran yang erat kaitannya dengan perkembangan
IPTEK, sehingga guru IPA-pun harus melek teknologi. Pada masa kini guru IPA
21
hendaknya memanfaatkan teknologi dalam pembelajarannya, karena jika tidak
maka guru akan ketinggalan informasi dibandingkan siswa yang sangat familier
dengan informasi dan teknologi. Untuk mendukung pengembangan profesiolisme
guru sebaiknya guru IPA juga harus memiliki : e-mail, facebook, blog dan
lainnya. Guru juga dapat bergabung dengan komunitas sokoguru, HFI atau
lainnya. Dalam hal menambah wawasan guru IPA juga memanfaatkan sumbersumber online antara lain: www.e-dukasi.net, www.colorado.edu, www.windows.
ucar.edu, planetary.org, spaceweather.com, howstuffworks.com.
6. Penataran/Pelatihan Pendidikan IPA
Penataran atau pelatihan pendidikan IPA biasanya dilakukan sebagai
upaya penyegaran bagi guru-guru IPA yang dalam pelaksanaannya dapat
mengkombinasikan antara materi akademis dengan pengalaman lapangan.
Penataran adalah cara efektif untuk mensosialisasikan dan menerapkan hasil
inovasi baru dalam pendidikan IPA.
7. MGMP Pendidikan IPA
MGMP IPA adalah suatu forum atau wadah kegiatan profesional guru IPA
di sanggar ataupun di masing-masing sekolah yang terdidiri dari dua unsur yaitu
musyawarah dan guru mata pelajaran (IPA). MGMP IPA berfungsi sebagai sarana
komunikasi, konsultasi dan tukar pengalaman. Wadah komunikasi ini sangat
diperlukan dalam memberikan kontribusi pada peningkatan profesionalisme guru
IPA.
8. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas adalah bagian penting dalam upaya pembinaan
profesinal guru IPA. Penelitian Tindakan Kelas berorientasi pada pemecahan
masalah pembelajaran yang menggunakan siklus-siklus berspiral dari identifikasi
masalah, analisis masalah (pemilihan masalah yang urgen), perumusan masalah
yang layak untuk ditindaki. Setelah itu, dapat dirumuskan hipotesis tindakan,
diikuti dengan perencanaan dan pelaksanaan tindakan, pengumpulan data yang
22
sistematik, analisis, evaluasi dan refleksi. Selanjutnya, dari hasil refleksi akan
ditentukan apakah perlu dilakukan tindakan dalam siklus berikutnya. Pada
umumnya rencana kedua tidak sama dengan rencana tindakan pertama atau
dilakukan penyempurnaan rencana sebelumnya berdasarkan hasil refleksi siklus
sebelumnya. Akhirnya penentuan kembali masalah pembelajaran. Tujuan
penelitian tindakan kelas bukanlah untuk menemukan pengetahuan baru yang
dapat diberlakukan secara meluas. Tujuan penelitian tindakan adalah untuk
memperbaiki praksis secara langsung, di sini dan sekarang (Raka Joni,1998).
9. Peran LPTK
Tuntutan terhadap lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin
dirasakan mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja.
Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang
memungkinkan peluang lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi asing)
membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan antar lembaga
pendidikan akan semakin berat. Pengertian ”mutu” terkadang sudah direduksi
dengan berkiblat kepada orientasi terhadap kekuatan dominan tertentu, karena
adanya persaingan tersebut. Mereka yang hadir di kemudian, dituntut bersaing
dengan mereka yang terlebih dahulu ada bahkan sudah lebih maju. Apa mungkin?
Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang
semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi LPTK untuk mengupayakan
cara-cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik
lainnya, yang antara lain dicapai melalui revitalisasi peran ilmu pendidikan dalam
rangka peningkatan mutu LPTK. Peningkatan mutu LPTK pada akhirnya juga
akan meningkatkan profesioanalisme guru yang notabene adalah out put dari
LPTK tersebut.
23
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam rangka
meningkatkan profesioanlisme guru mata pelajaran IPA ada beberapa hal yang
perlu kita perhatikan antara lain :
1. Bahwa guru adalah pekerjaan profesional yang harus disadari oleh guru itu
sendiri.
2. Pekerjaan profesional harus ditunjang oleh latar belakang pendidikan yang
sesuai dan menekankan pada keahlian pada bidang tertentu.
3. Guru perlu diberi kebebasan dalam mengelola proses belajar mengajar dan
harus bebas dari tekanan dan kepentingan yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
4. Guru perlu diberi kebebasan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan profesionalisme-nya seperti MGMP, seminar, dan lainnya.
5. Dalam rangka peningkatan profesionalisme, guru IPA harus melek teknologi
(technology literacy).
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, J.M. (1990). Classroom Teaching Skills. Lexinton: D.C. Heath and
Company.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang meliputi Guru TK/RA,
Guru SD/MI,Guru SMP/MTs, Guru SMA/MA dan Guru SMK/MAK
untuk kelompok mata pelajaran normatif dan adaptif
Peraturan Pemerintah R.I. No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan
Raka Joni, T. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Bagian Kedua : Prosedur
Pelaksanaan. Jakarta : Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah,
Ditjen Dikti.
Sallis, E. (1993).Total Quality Management in Education. London: Kogan Page
Limited
Satori, D. (1983).Pelayanan Profesional Bagi Guru-guru. Bandung: Pustaka
Martiana
24
Satori, D. (2001).Pengawasan Pendidikan Di Sekolah. Bandung: Makalah tidak
dipublikasikan, Bandung.
Surya, M. (2005). Profesi Guru Dalam Kenyataan dan Harapan. Makalah
Semiloka Nasional Profesionalisasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Bandung: FIP-UPI
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: CV Cemerlang
Wagner, E. (2001).Development and Evaluation of a Standards-Based Approach
to Instruction in General Chemistry. Elektronic Journal of Science
Education Vol. 6 No.1
25
Download