BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi 2.1.1 Definisi Intensi Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjek individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang mengenai seberapa besar kemungkinannya untuk melakukan sesuatu tindakan tertentu. Artinya mengukur intensi adalah mengukur kemungkinan seseorang dalam melakukan perilaku tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. (Fishbien & Azjen, 1975). 2.1.2 Aspek Pembentuk Intensi Menurut Fishbien dan Ajzen (dalam Saputra, 2009) aspek intensi merupakan aspek-aspek yang mendorong niat individu berprilaku seperti keyakinan dan pengendalian diri. Aspek-aspek tersebut meliputi a. Perilaku Tindakan yang akan dilakukan seseorang terhadap suatu objek tertentu. b. Sasaran (target) Apa yang ingin dituju atau sasaran apa yang ingin dicapai. c. Konteks Situasi atau keadaan yang dikehendaki untuk menampilkan perilaku tertentu. d. Waktu Waktu yang ditentukan untuk mewujudkan perilaku tertentu. Intensi dapat dijelaskan melalui teori perilaku terencana yang merupakan pengembangan dari teori tindakan beralasan oleh Fishbein dan Ajzen (Ajzen, 2005). Teori perilaku terencana didasarkan pada asumsi bahwa individu dapat berperilaku secara bijaksana, sehingga mereka memperhitungkan semua informasi yang ada baik secara implisit maupun eksplisit dan mempertimbangkan akibat dari perilaku mereka. Teori ini mengatakan bahwa intensi seseorang untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan suatu perilaku adalah faktor yang paling menentukan apakah suatu perilaku terjadi atau tidak Berdasarkan teori ini pula, Ajzen (2005) mengemukakan bahwa intensi terdiri dari tiga aspek, yaitu : 1) Attitude toward the behavior Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan perkataan lain, seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. 2) Subjective norm Faktor kedua intensi yaitu norma subjektif didefinisikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu perilaku. Individu memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila individu meyakini apa yang menjadi norma kelompok, maka individu akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Ajzen (2005) mengasumsikan bahwa norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply). Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga ditentukan oleh motivation to comply. Secara umum, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Sebaliknya, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, maka hal ini akan menyebabkan dirinya memiliki subjective norm yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). 3) Perceived behavior control . Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku. Pengalaman masa lalu individu terhadap suatu perilaku bisa dipengaruhi oleh informasi yang didapat dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang yang dikenal seperti keluarga, pasangan dan teman. 2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Intensi Menurut Indiarti (dalam Saputra, 2009) ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha pada mahasiswa Indonesia. Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi intensi pada mahasiswa: a. Kebutuhan akan berpretasi Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi akan memiliki karakteristik kepribadian seperti yang dibutuhkan seseorang untuk berwirausaha seperti menyukai tanggung jawab pribadi dalam mengambil keputusan, mau mengambil resiko sesuai dengan kemampuannya, dan memiliki minat untuk selalu belajar dari keputusan yang telah diambil. b. Efikasi Diri Efikasi mempengaruhi kepercayaan seseorang pada tercapai atau tidaknya tujuan yang sudah ditetapkan. Efikasi diri akan karir seseorang dapat menjadi faktor penting dalam penentuan intensi berwirausaha seseorang. Semakin tinggi efikasi diri seseorang pada kewirausahaan dimasa awal berkarir, semakin kuat intensi berwirausaha yang dimilikinya. c. Kesiapan Instrumen Kesiapan instrument ini mencakup akses modal, ketersediaan informasi, jaringan sosial yang berperan dalam pembentukan intensi berwirausaha 2.2 Berwirausaha 2.2.1 Definisi Berwirausaha Menurut Sim (dalam Sawqy, 2010) Berwirausaha dipandang sebagai kemampuan memburu kesempatan tanpa menghiraukan keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Penelitian konsep tersebut meliputi kemampuan dan keberanian untuk mengambil resiko dan keahlian yang dimiliki untuk memimpin orang lain kearah wawasan yang telah ditentukan. Sehingga dapat disimpulkan berwirausaha merupakan tindakan kreatif manusia membangun sesuatu yang bernilai. 2.3 Mahasiswa 2.3.1 Definisi Mahasiswa Mahasiswa adalah peserta didik yang melakukan pembelajaran pada perguruan tinggi. Mahasiswa dalam kaitannya dengan dunia pendidikan merupakan salah satu subtansi yang diperhatikan karena mahasiswa merupakan penerjemah terhadap dinamika ilmu pengetahuan dan melaksanakan tugas mendalami ilmu pengetahuan ( Nurdin, 2010). Sedangkan menurut Somadikarta (dalam Damar, 2009) mahasiswa memiliki arti sebagai orang yang sedang belajar diperguruan tinggi. Bisa diartikan bahwa mahasiswa sama seperti pelajar lain yang menuntut ilmu pengetahuan, namun tempat dimana mahasiswa menuntut ilmu adalah Perguruan Tinggi atau Universitas. Jadi dapat disimpulkan bahwa mahasiswa adalah seseorang pelajar yang sedang melakukan pendidikan atau menuntut ilmu pengetahuan disebuah perguruan tinggi atau universitas baik negeri maupun swasta. 2.4 Intensi Berwirausaha pada Mahasiswa 2.4.1 Definisi Intensi Berwirausaha Pada Mahasiswa Ajzen dan Fishbien (1975) mengatakan hampir setiap perilaku manusia didahului oleh adanya intensi untuk berprilaku. Intensi dapat dikatakan kuat dan berpotensi untuk diwujudkan dalam perilaku, jika dinilai bahwa perilaku itu baik untuk dilakukan dan individu merasa mampu untuk mewujudkan perilaku tersebut. Intensi untuk berprilaku sangat signifikan dalam mewujudkan perilaku tertentu, khususnya jika situasi, waktu dan kekhususan perilaku individu tepat. Menurut Masykur (2007) kata wirausaha dalam bahasa Indonesia artinya padanan, dari kata bahasa Prancis entrepreneur. Kata entrepreneur diturunkan dari kata kerja entreprende. Kata wirausaha merupakan gabungan dari kata wira yang berarti gagah berani, perkasa dan kata usaha. Dengan demikian wirausaha dapat diartikan sebagai orang yang gagah berani atau perkasa dalam usaha. Sedangkan menurut Riyanti (dalam Saputra, 2009) mengartikan wirausaha sebagai orang yang menciptakan kerja bagi orang lain dengan cara mendirikan, mengembangkan dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri dan bersedia mengambil resiko pribadi dalam menentukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkanya serta mengatur permodalan operasinya. Menurut Monks (dalam Saputra, 2009) Mahasiswa dikelompokan dalam katagori seabagi kelompok manusia yang berusia antara 18 – 26 tahun, berarti mahasiswa sedang ada pada masa dewasa awal. Masa dewasa awal sangat terkait dalam halmembentuk keluarga dan pekerjaan. Saat seseorang memasukin masa dewasa awal, ia memiliki tugas pokok untuk memilih bidang pekerjaan yang cocok dengan bakat, minat dan faktor psikologis yang dimilikinya, sehingga kesehatan mental dan fisiknya ikut terjaga. Oleh karena itu sebagian orang dewasa telah menentukan pilihannya jauh-jauh hari. Sehingga mereka telah melatih diri sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk jenis pekerjaan yang dianggap cocok dengan minat dan bakatnya. Berdasarkan definisi-definisi diatas penelita menyimpulkan intensi berwirausaha pada mahasiswa adalah suatu keinginan atau niat pada mahasiswa yang memunculkan suatu perilaku untuk menciptakan suatu usaha dan dan membuka lapangan pekerjaan untuk para pencari pekerjaan. 2.5 Dukungan Sosial Menurut Fadhilah (2011) Dukungan Sosial adalah besarnya perhatian, penghargaan, bantuan dari orang lain yang memberikan suatu kenyamanan baik fisik maupun psikologis dan semua itu mengarahkan tingkah laku individu dalam menghadapi hambatan atau mencapai target tujuan yang telah ditentukan. Dukungan Sosial dalam penelitian ini diukur dengan dengan menggunakan skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan aspek-aspek dari Sarafino (1998) yang meliputi; Dukungan Emosional, Dukungan Penilaian, Dukungan Instrumental, Dukungan Informasi. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, berarti semakin tinggi pula tingkat dukungan sosial yang diperoleh subjek, semakin rendah skor yang diperoleh subjek, maka semakin rendah pula dukungan sosial yang diperoleh subjek. Menurut Smet (1994) dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan/atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran individu-individu tersebut dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sedangkan menurut Sarafino (1994) mengusulkan definisi operasional yaitu dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian, atau menerima bantuan dari orang-orang atau kelompokkelompok lain. individu yang mendapatkan dukungan sosial percaya bahwa individu tersebut dicintai dan diperhatikan, mulia dan dihargai, dan merupakan bagian dari jaringan sosial, misalnya keluarga atau organisasi kemasyarakatan, yang dapat memberikan kebaikan, pelayanan, dan saling menjaga dalam waktu yang dibutukan dan membahayakan 2.5.1 Aspek-aspek Dukungan Sosial Menurut Sarafino (1994) aspek-aspek dukungan sosial meliputi: 1. Dukungan Emosional Dukungan emosional meliputi perasaan empatik, perhatian, dan keprihatinan terhadap orang lain. Membarikan individu perasaan nyaman, tentram, dimiliki, dan merasa dicintai ketika sedang memiliki masalah atau berada dalam situasi yang stressfull. 2. Dukungan Penghargaan Dukungan penghargaan terlihat dari ekspresi seseorang ketika memberikan penghargaan yang positif, dorongan atau persetujuan terhadap idea tau perasaan individu dan perbandingan positif antara individu yang satu dengan individu yang lain. 3. Dukungan Instrumental Dukungan instrumental meliputi bantuan langsung, yaitu ketika seseorang memberikan atau meminjamkan uang atau pertolongan berupa pekerjaan ketika orang lain menghadapi situasi yang sulit. 4. Dukungan Informasional Dukungan informasional meliputi pemberian nasihat, petunjuk, saran atau umpan balik tentang bagaimana seseorang mengerjakan sesuatu. Selain itu Sarafino menambahkan beberapa aspek yang terdapat pada dukungan sosial, Menurut Sarafino (1998) aspek-aspek dukungan sosial meliputi : 1. Dukungan Emosional Dukungan emosional meliputi perasaan empatik, perhatian, dan keprihatinan terhadap orang lain. Membarikan individu perasaan nyaman, tentram, dimiliki, dan merasa dicintai ketika sedang memiliki masalah atau berada dalam situasi yang stressfull. Dukungan sosial dapat diperoleh dari orang lain yang memperhatikan prestasi individu dalam pembentukan dan perjalanan usaha, kepedulian terhadap jalannya usaha yang dilakukan, sehingga perasaan nyaman dan terdorong mengakibatkan individu tersebut berhasil melakukan sesuai tujuan yang ingin dicapai. 2. Dukungan Penghargaan Dukungan yang melibatkan penilaian positif pada individu, pemberian semangat dan pernyataan setuju pada pendapat individu. Dukungan ini akan membantu perasaan berharga bagi individu yang menganggap dirinya memiliki kemampuan yang berbeda dengan orang lain sehingga menimbulkan percaya diri dan harga diri pada individu. Orang-orang yang berada disekitar individu memberikan respon yang positif dan menunjukan rasa bangga ketika individu tersebut menunjukan atau mengarahkan tingkah laku dalam kegiatan wirausaha. 3. Dukungan Instrumental Dukungan pemberian bantuan secara langsung seperti pemberian mata pelajaran kewirausahaan, praktik berwirausaha, praktik kerja, dan bantuan uang atau materi lainnya. Berbagai program kewirausahaan yang diselenggarakan pemerintah, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, maupun masyarakat dirasa mampu memperlancar intensi individu menjadi wirausaha, misal dengan diadakannya dan diikitinya pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan kewirausahaan atau Program Mahasiswa Wirausaha. 4. Dukungan Informasi Dukungan informasonal meliputi pemberian nasehat, petunjuk, saran atau umpan balik tentang bagaimana seseorang mengerjakan sesuatu. Dukungan ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi maslah dengan lebih mudah. Orang tua memberikan saran, nasihat dan pengaharahan bagaimana menjadi sorang wirausaha, menjelaskan apa yang akan menjadi risiko menjadi wirausaha, informasi tentang peluang usaha yang ada, dan lain sebagainya tentang informasi yang berkaitan dengan dunia wirausaha. 5. Dukungan Jaringan Sosial Dukungan yang menimbulkan perasaaan memiliki pada individu karena individu menjadi anggota dalam kelompok. Individu dapat membagi minat serta aktivitas sosial sehingga individu merasa dirinya dapat diterima oleh kelompok tersebut. Individu yang tergabung dalam Program Mahasiswa Wirausaha akan merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut dan saling memberikan informasi atau menjalin kerjasama antar anggota kelompok. 2.6 Kerangka pemikiran Dari kerangka pemikiran diatas intensi wirausaha pada mahasiswa ialah suatu keinginan atau niat pada mahasiswa yang memunculkan suatu perilaku untuk menciptakan suatu usaha dan membuka lapangan pekerjaan untuk para pencari pekerjaan. Sedangkan dukungan sosial merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai,diperhatikan, dihargai oleh orang lain. Keinginan atau niat untuk berwirausaha tersebut tentunya berhubungan dengan dukungan sosial yang seseorang dapatkan dari lingkungannya sehingga jika intensi wirausaha tinggi maka dukungan sosial yang ia terima tinggi namun sebaliknya jika intensi wirausahanya rendah maka dukungan sosialnya juga rendah. Dukungan Sosial 2.7 Intensi Berwirausaha Hipotesis Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian yang akan diajukan dan diuji kebenaranya yaitu ada hubungan antara dukungan sosial dengan intensi berwirausaha pada mahasiswa Faklutas Psikologi Universitas Mercu Buana. Dengan asumsi untuk mengetahui hubungan antara dua variabel diatas adalah jika nilai probabilitas < 0.005 maka Ha diterima sedangkan jika nilai probabilitas > 0.005 Ho ditolak