Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12

advertisement
Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12-21
Artikel II
HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MAKRO DAN ZAT GIZI MIKRO DENGAN STATUS
GIZI ANAK SEKOLAH USIA 10-12 TAHUN DI SDN 5 PALU KECAMATAN PALU
TIMUR.
1)
Lilik Sofiatus Sholeha
2)
3)
Jamaludin Sakung Dwi Erma Kusumawati
1,2,3)
Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat FKM Unismuh Palu.
ABSTRAK
Masalah gizi masih menjadi permasalahan utama di negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Salah satu indikatornya adalah status gizi. Status gizi
seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah asupan gizi, baik
gizi makro maupun gizi mikro. Anak pada usia 10-12 tahun kebutuhan energinya lebih
besar daripada golongan 7-9 tahun. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina
dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut adalah dengan perbaikan gizi
anak usia sekolah dasar. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal
tergantung pemberian zat gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan benar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan asupan
makanan zat gizi makro dan zat gizi mikro dengan status gizi anak sekolah usia 10-12
tahun di SDN 5 Palu Kecamatan Palu timur. Metode yang digunakan yaitu survei
analitik dengan pendekatan cross sectional study. Dengan jumlah sebanyak 66
responden siswa SDN 5 Palu dengan menggunakan teknik accidental sampling.
Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan Uji Chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara zat
gizi makro karbohidrat (p=0,014), protein (p=0,041), dan lemak (p=0,023) dengan
status gizi menurut indikator IMT/U dan tidak ada hubungan yang signifikan antara
asupan zat gizi mikro vitamin A (p=0,199), vitamin C (p=0,469), zink (p=1,000), kalsium
(p=0,734), dan besi (p=0,137) dengan status gizi menurut indikator IMT/U.
Dari hasil penelitian disarankan kepada siswa agar memperhatikan asupan
makanan yang merujuk pada PUGS dan makanan yang bervariasi sehingga tidak
mengalami defisit zat gizi, baik gizi makro maupun gizi mikro. Bagi orang tua
diharapkan agar lebih memperhatikan ketersediaan makanan rumah tangga yang
berkualitas yaitu bergizi, berimbang, dan bervariasi untuk mencapai tumbuh kembang
anak yang optimal. Bagi pihak sekolah agar dapat memfasilitasi dalam memantau
status gizi siswa sekolah yang dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan
setempat.
Daftar Pustaka
Kata Kunci
: 34 (2000-2013)
: Zat Gizi Makro, Zat Gizi Mikro, Status Gizi
PENDAHULUAN
kebiasaan makan remaja mempengaruhi
baik asupan maupun kebutuhan gizinya.
Ketiga, aktif dalam olahraga (Almatsier,
2011).
Makanan dikatakan bergizi jika
mengandung zat makanan yang cukup
dalam jumlah dan kualitasnya sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Makanan yang
kita konsumsi setiap hari dapat dibagi
Usia remaja (10-18 tahun)
merupakan periode rentan gizi karena
berbagai sebab. Pertama, remaja
memerlukan zat gizi yang lebih tinggi
karena peningkatan pertumbuhan fisik
dan perkembangan yang drastis itu.
Kedua, perubahan gaya hidup dan
1
12
Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12-21
Artikel II
dalam beberapa golongan, yaitu protein,
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air
dan oksigen dan makanan berserat.
Sumber energi dalam bahan makanan
dapat diperoleh dari zat gizi makro yaitu
karbohidrat, lemak dan protein (Irianto,
2010).
Anak usia sekolah merupakan
generasi penerus bangsa dan modal
pembangunan. Oleh karena itu tingkat
kesehatannya
perlu
dibina
dan
ditingkatkan.
Salah
satu
upaya
kesehatan tersebut adalah dengan
perbaikan gizi anak usia sekolah dasar.
Tumbuh kembangnya anak usia sekolah
yang optimal tergantung pemberian zat
gizi dengan kualitas dan kuantitas yang
baik dan benar (Moehji S., 2003).
Kekurangan gizi pada usia
sekolah akan mengakibatkan anak
menjadi lemah, cepat lelah dan mudah
sakit. Oleh karena itu anak-anak
seringkali absen serta mengalami
kesulitan
dalam
mengikuti
dan
memahami pelajaran. Dalam keadaan
seperti itu sulit mewujudkan SDM yang
sehat, cerdas, aktif, kreatif dan produktif
yang mampu berkiprah dan bersaing
pada era-globalisasi (Sulastri D., 2012).
Masalah gizi banyak dialami oleh
golongan rawan gizi yang memerlukan
kecukupan zat gizi untuk pertumbuhan.
Kelompok anak hingga remaja awal
(sekitar
10-14
tahun)
merupakan
kelompok usia yang berisiko mengalami
masalah gizi baik masalah gizi kurang
maupun gizi lebih (Sartika, RAD, 2011).
Untuk menentukan status gizi
seseorang salah satunya dengan
pengukuran antropometri yang dapat
menggolongkan status gizi individu
berdasarkan jenis indeks antropometri
yang digunakan. Indeks berat badan
menurut umur (BB/U) berperan dalam
klasifikasi gizi sangat buruk, gizi buruk,
gizi baik, dan gizi lebih. Sementara itu
indeks tinggi badan menurut umur
(TB/U) berperan dalam klasifikasi
pendek, normal, dan tinggi. Parameter
lain seperti indeks massa tubuh menurut
umur
(IMT/U)
digunakan
untuk
menggolongkan individu menjadi sangat
kurus, kurus, normal, kelebihan berat
badan, dan obes (Regar V. dan Rini
Sekartini, 2012).
Di Indonesia berbagai penelitian
yang pernah dilakukan terhadap anakanak sekolah baik di kota maupun di
desa diketahui bahwa pada umumnya
berat dan tinggi badan rata-rata anak
sekolah dasar berada di bawah ukuran
normal. Tidak jarang juga pada anak
sekolah dasar ditemukan tanda-tanda
penyakit gangguan gizi baik dalam
bentuk ringan maupun agak berat. Hasil
Riskesdas 2010 menunjukkan 40,6%
penduduk mengkonsumsi makanan di
bawah kebutuhan minimal (kurang dari
70% dari Angka Kecukupan Gizi/AKG)
yang dianjurkan. Berdasarkan kelompok
umur dijumpai 24,4% pada balita, dan
41,2% pada anak usia sekolah
(Riskesdas, 2010).
Hasil Riskesdas 2013, secara
nasional prevalensi kurus (menurut
IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun
adalah 11.2 %, terdiri dari 4,0 % sangat
kurus dan 7,2 % kurus, sedangkan
prevalensi pendek (TB/U) pada anak
umur 5-18 tahun menurut jenis kelamin
pada anak laki-laki, secara keseluruhan
prevalensi pendek tertinggi di umur 13
tahun (40,2 %), sedangkan pada anak
perempuan di umur 11 tahun (35,8%).
Prevalensi pendek (TB/U) pada anak
umur 10-12 tahun menurut jenis kelamin
pada anak laki-laki, prevalensi pendek
tertinggi di umur 12 tahun (37,7%),
sedangkan pada anak perempuan di
umur 11 tahun (35,8%) (Riskesdas,
2013).
Di Provinsi Sulawesi Tengah
bersadarkan hasil Riskesdas 2013,
prevalensi bayi lahir pendek diatas
nasional. Dalam hal ini Provinsi Sulawesi
Tengah merupakan provinsi dengan
prevalensi tertinggi ketiga setelah Nusa
Tenggara Timur dan Yogyakarta, dan
merupakan salah satu provinsi dengan
prevalensi anak dengan berat badan
<2500 gr, dan panjang badan lahir <48
cm tertinggi kedua setelah papua, serta
13
Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12-21
Artikel II
merupakan salah satu provinsi dengan
prevalensi sangat kurus di atas nasional
pada anak umur 5-12 tahun.
Berdasarkan hasil observasi
awal dengan melakukan pengukuran
tinggi badan dan gambaran tubuh anak
secara acak di SDN 5 Palu Kecamatan
Palu Timur pada siswa-siswi kelas 4 dan
5 terdapat anak dengan status gizi
tinggi, pendek, kurus, normal dan obes.
Berdasarkan
latar
belakang
tersebut, maka dianggap perlu untuk
mengetahui hubungan asupan makanan
dengan status gizi anak sekolah di SDN
5 Palu Kecamatan Palu Timur. Dalam
hal ini penulis meneliti status gizi pada
golongan umur 10-12 tahun. Karena
kebutuhan energi golongan umur 10-12
tahun relatif lebih besar daripada
golongan
7-9
tahun,
karena
pertumbuhan lebih cepat, terutama
penambahan tinggi badan (Istiany, A.
dan Rusilanti, 2013).
terikatnya
bersamaan.
diambil
waktu
yang
Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di
Sekolah Dasar Negeri 5 Palu
Kecamatan Palu Timur.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada
bulan Juni 2014.
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa-siswi SDN 5 Palu
Kecamatan Palu Timur kelas 4 dan 5
yang berumur 10-12 tahun sebanyak
79 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah
66 orang yang diperoleh dari hasil
perhitungan dengan rumus Slovin
dengan taraf signifikan 95%.
BAHAN DAN METODE
HASIL
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian analitik dengan pendekatan
cross sectional yaitu variabel bebas dan
Hubungan Asupan Zat Gizi Makro
dengan Status Gizi Anak Sekolah Usia
10-12 Tahun di SDN 5 Palu Tahun
2014
Tabel 1
Distribusi Bivariat Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dengan
Status Gizi Anak Sekolah Usia 10-12 Tahun di SDN 5 Palu Tahun
2014
Status Gizi
Total
P
Asupan
Kecukupan
Tidak Normal
Normal
Value
f
%
f
%
f
%
Tidak Cukup
4
20,0
16
80,0
20
100
Cukup
26
56,5
20
43,5
46
100
Karbohidrat
0,014
Jumlah
30
45,5
36
54,5
66
100
Tidak Cukup
4
22,2
14
77,8
18
100
Cukup
26
54,2
22
45,8
48
100
Protein
0,041
Jumlah
30
45,5
36
54,5
66
100
Tidak Cukup
9
29,0
22
71,0
31
100
Cukup
21
60,0
14
40,0
35
100
Lemak
0,023
Jumlah
30
45,5
36
54,5
66
100
Data primer diolah Juli 2014
14
Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12-21
Artikel II
normal dan 22 orang (45,8%) berstatus
gizi normal. Distribusi berdasarkan
hubungan asupan lemak dengan status
gizi anak sekolah usia 10-12 tahun,
siswa dengan asupan lemak tidak cukup
sebanyak 31 orang, diantaranya ada 9
orang (29,0%) berstatus gizi tidak normal
dan 22 orang (71,0%) berstatus gizi
normal. Sedangkan siswa dengan
asupan lemak cukup sebanyak 35 orang,
diantaranya ada 21 orang (60,0%)
berstatus gizi tidak normal dan 14 orang
(40,0%) berstatus gizi normal.
Hasil uji statistik dengan uji ChiSquare
menunjukkan
bahwa
ada
hubungan yang signifikan antara zat gizi
makro karbohidrat (p=0,014), protein
(p=0,041), dan lemak (p=0,023) dengan
status gizi menurut indikator IMT/U.
Berdasarkan tabel 1 menerangkan
bahwa dari 66 responden menunjukan
bahwa distribusi berdasarkan hubungan
asupan karbohidrat dengan status gizi
anak sekolah usia 10-12 tahun, siswa
dengan asupan karbohidrat tidak cukup
sebanyak 20 orang, diantaranya ada 4
orang (20,0%) berstatus gizi tidak normal
dan 16 orang (80,0%) berstatus gizi
normal. Sedangkan siswa dengan
asupan karbohidrat cukup sebanyak 46
orang, diantaranya ada 26 orang (56,5%)
berstatus gizi tidak normal dan 20 orang
(43,5%) berstatus gizi normal. Distribusi
berdasarkan hubungan asupan protein
dengan status gizi anak sekolah usia 1012 tahun, siswa dengan asupan protein
tidak cukup sebanyak 18 orang,
diantaranya
ada 4 orang (20,2%)
berstatus gizi tidak normal dan 14 orang
(77,8%)
berstatus
gizi
normal.
Sedangkan siswa dengan asupan protein
cukup sebanyak 48 orang, diantaranya
ada 26 orang (54,2%) berstatus gizi tidak
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro
dengan Status Gizi Anak Sekolah Usia
10-12 Tahun di SDN 5 Palu Tahun 2014
Tabel 2
Distribusi Bivariat Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dengan Status
Gizi Anak Sekolah Usia 10-12 Tahun di SDN 5 Palu Tahun 2014
Status Gizi
Total
P
Asupan
Kecukupan
Tidak Normal
Normal
Value
f
%
f
%
f
%
Tidak Cukup
11
35,5
20
65,5
31
100
Cukup
19
54,3
16
45,7
35
100
Vitamin A
0,199
Jumlah
30
45,5
36
54,5
66
100
Tidak Cukup
9
37,5
15
62,5
24
100
Cukup
21
50,0
21
50,0
42
100
Vitamin C
0,469
Jumlah
30
45,5
36
54,5
66
100
Tidak Cukup
13
46,4
15
53,6
28
100
Cukup
17
44,7
21
55,3
38
100
Zink
1,000
Jumlah
30
45,5
36
54,5
66
100
Tidak Cukup
12
41,4
17
58,6
29
100
Kalsium
Cukup
18
48,6
19
51,4
37
100
0,734
Jumlah
30
45,5
36
54,5
66
100
Tidak Cukup
5
27,8
13
72,2
18
100
Besi
Cukup
25
52,1
23
47,9
48
100
0,137
Jumlah
30
45,5
36
54,5
66
100
Data primer diolah Juli 2014
15
Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12-21
Artikel II
Berdasarkan tabel 2 menerangkan
bahwa dari 66 responden menunjukan
bahwa distribusi berdasarkan hubungan
asupan vitamin A dengan status gizi
anak sekolah usia 10-12 tahun, siswa
dengan asupan vitamin A tidak cukup
sebanyak 31 orang, diantaranya ada 11
orang (35,5%) berstatus gizi tidak normal
dan 20 orang (64,5%) berstatus gizi
normal. Sedangkan siswa dengan
asupan vitamin A cukup sebanyak 35
orang, diantaranya ada 19 orang
(54,3%) berstatus gizi tidak normal dan
16 orang (45,7%) berstatus gizi normal.
Distribusi berdasarkan hubungan asupan
vitamin C dengan status gizi anak
sekolah usia 10-12 tahun, siswa dengan
asupan vitamin C tidak cukup sebanyak
24 orang, diantaranya ada 9 orang
(37,5%) berstatus gizi tidak normal dan
15 orang (62,5%) berstatus gizi normal.
Sedangkan siswa dengan asupan
vitamin C cukup sebanyak 42 orang,
diantaranya ada 21 orang (50,0%)
berstatus gizi tidak normal dan 21 orang
(50,0%) berstatus gizi normal. Distribusi
berdasarkan hubungan asupan zink
dengan status gizi anak sekolah usia 1012 tahun, siswa dengan asupan zink
tidak cukup sebanyak 28 orang,
diantaranya
ada 13 orang (46,4%)
berstatus gizi tidak normal dan 15 orang
(53,6%)
berstatus
gizi
normal.
Sedangkan siswa dengan asupan zink
cukup sebanyak 38 orang, diantaranya
ada 17 orang (44,7%) berstatus gizi tidak
normal dan 21 orang (55,3%) berstatus
gizi normal. Distribusi berdasarkan
hubungan asupan kalsium dengan status
gizi anak sekolah usia 10-12 tahun ada,
siswa dengan asupan kalsium tidak
cukup sebanyak 29 orang, diantaranya
ada 12 orang (41,4%) berstatus gizi tidak
normal dan 17 orang (58,6%) berstatus
gizi normal. Sedangkan siswa dengan
asupan kalsium cukup sebanyak 37
orang, diantaranya ada 18 orang
(48,6%) berstatus gizi tidak normal dan
19 orang (51,4%) berstatus gizi normal.
Distribusi berdasarkan hubungan asupan
besi dengan status gizi anak sekolah
usia 10-12 tahun, siswa dengan asupan
besi tidak cukup sebanyak 18 orang,
diantaranya
ada 5 orang (27,8%)
berstatus gizi tidak normal dan 13 orang
(72,2%)
berstatus
gizi
normal.
Sedangkan siswa dengan asupan besi
cukup sebanyak 48 orang, diantaranya
ada 25 orang (52,1%) berstatus gizi tidak
normal dan 23 orang (47,9%) berstatus
gizi normal.
Hasil uji statistik dengan uji ChiSquare menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara asupan
zat gizi mikro vitamin A (p=0,199),
vitamin C (p=0,469), zink (p=1,000),
kalsium (p=0,734), dan besi (p=0,137)
dengan status gizi menurut indikator
IMT/U.
PEMBAHASAN
Hubungan Asupan Zat Gizi Makro
dengan Status Gizi Anak Sekolah Usia
10-12 Tahun di SDN 5 Palu Tahun
2014
Asupan Karbohidrat
Berdasarkan uji univariat, siswa
dengan asupan karbohidrat responden
sebagian besar cukup sebanyak 46
siswa. Kecukupan asupan karbohidrat ini
dikarenakan
keragaman
makanan
sumber
karbohidrat.
Konsumsi
karbohidrat lebih banyak dikonsumsi
karena sesuai dengan teori yang
mengatakan
bahwa
karbohidrat
merupakan penyedian energi utama dan
sumber makanan relatif lebih murah
dibanding dengan zat gizi lain (Almatsier,
2009).
Hasil analisis bivariat statistik uji
chi-square hubungan asupan karbohidrat
dengan status gizi IMT/U diperoleh nilai
p=0,014 (p<0,005) yang berarti ada
hubungan yang signifikan antara asupan
karbohidrat
dengan
status
gizi
berdasarkan IMT/U. Hal ini sesuai
dengan teori yang mengatakan bahwa
faktor utama yang mempengaruhi status
16
Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12-21
Artikel II
gizi
adalah
konsumsi
makanan
(Soekirman, 2000).
Penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian Saifudin Sirajudin, dkk
(2012) bahwa ada hubungan yang
signifikan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi IMT/U pada siswa SD
Inpres 2 Pannampu Kecamatan Tallo
Kota Makassar dan sejalan pula dengan
hasil penelitian Yulni, Veni Handju, dan
Devinta Virani (2013) bahwa ada
hubungan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi IMT/U pada anak
sekolah dasar di wilayah pesisir kota
Makassar.
ikan merupakan salah satu hasil laut
yang melimpah di daerah tersebut.
Hasil analisis bivariat hubungan
asupan protein dengan status gizi IMT/U
diperoleh nilai p=0,041 (p<0,05) yang
berarti bahwa ada hubungan yang
signifikan antara asupan protein dengan
status gizi berdasarkan indikator IMT/U.
Penelitian ini seiring dengan penelitian
yang dilakukan Saifudin Sirajuddin
(2012),
yang mengatakan
bahwa
terdapat hubungan antara asupan
protein dengan status gizi (IMT/U) pada
siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar.
Asupan Lemak
Lemak
berperan
sebagai
persediaan energi dan merupakan
sumber energi yang dapat menyediakan
energi sekitar 2,25 kali lebih banyak
daripada yang diberikan karbohidrat atau
protein (Muchtadi, 2009).
Hasil analisis bivariat hubungan
asupan lemak dengan status gizi IMT/U
diperoleh nilai p=0,023 (p<0,05) yang
berarti bahwa ada hubungan yang
signifikan antara asupan lemak dengan
status gizi berdasarkan indikator IMT/U.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Saifuddin
Sirajudin
(2012)
yang
melakukan penelitian terhadap anak
Sekolah Dasar Inpres 2 Pannampu di
Kecamatan Tallo Kota Makassar yang
menyatakan bahwa asupan lemak pada
anak Sekolah Dasar di Kecamatan Tallo
adalah 52,4% dalam kriteria kurang,
37,8% dalam criteria cukup, dan 9,8%
dalam kriteria lebih dengan nilai p=0,031.
Asupan Protein
Protein merupakan zat gizi yang
sangat penting bagi tubuh, karena selain
sebagai sumber energi, protein berfungsi
sebagai zat pembangun tubuh dan
pengatur
tubuh.
Selain
sebagai
pembangun, fungsi utamanya bagi tubuh
adalah membentuk jaringan baru, di
samping memelihara jaringan yang telah
ada (Muchtadi, 2009). Protein sangat
diperlukan oleh anak-anak di dalam
masa tumbuh kembang karena protein
mendukung pertumbuhan badan dan
pemeliharaan jaringan (Santoso, 2013).
Maka, untuk ukuran anak sekolah dasar
yang berusia 10-12 tahun memerlukan
asupan protein yang cukup untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan
serta pembentukan antibodi, karena
pada usia ini pertumbuhan lebih cepat,
terutama penambahan tinggi badan
(Istiany, A. dan Rusilanti, 2013).
Berdasarkan uji univariat, siswa
dengan asupan protein kategori cukup
sebanyak 72,7%. Adanya beberapa
responden yang memiliki asupan protein
yang baik didukung oleh faktor budaya
dimana
setiap
harinya
selalu
menyediakan ikan sebagai lauk dan juga
di dukung oleh faktor geografis yang
menunjukkan
daerah
tersebut
merupakan daerah yang dekat dengan
pesisir
pantai/tambak
sehingga
penduduk
tersebut
sering
mengkonsumsi makanan yang memiliki
sumber protein yaitu ikan, yang mana
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro
dengan Status Gizi Anak Sekolah Usia
10-12 Tahun di SDN 5 Palu Tahun
2014
Asupan Vitamin A
Berdasarkan uji univariat, siswa
dengan asupan vitamin A tidak cukup
sebanyak 47%. Asupan vitamin A yang
tidak cukup dapat menyebabkan infeksi
pada saluran pernafasan atas (ISPA),
perubahan pada kulit dan mata
17
Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12-21
Artikel II
(Muchtadi, 2009). Upaya yang paling
tepat untuk meningkatkan taraf gizi
vitamin A adalah dengan meningkatkan
konsumsi makanan secara keseluruhan
sehingga diperoleh vitamin A dan zat gizi
lain yang diperlukan seperti protein dan
lemak dalam jumlah yang cukup yang
sesuai dengan kebutuhan. Cara lainnya
adalah
fortifikasi
terhadap
bahan
makanan seperti gula dan penyedap
makanan dengan vitamin A (Santoso,
2013).
Hasil analisis bivariat hubungan
asupan vitamin A dengan status gizi
IMT/U diperoleh nilai p=0,199 (p>0,05)
yang berarti bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara asupan vitamin A
dengan status gizi berdasarkan indikator
IMT/U. Hal ini dikarenakan rata-rata
asupan vitamin A siswa SDN 5 Palu
<80% AKG, dimana angka kecukupan
gizi vitamin A yang dianjurkan perharinya
adalah 600 mcg. Kurangnya asupan
vitamin A dapat mencegah pemanjangan
tulang (Muchtadi, 2009), dimana IMT
juga dipengaruhi oleh Tinggi Badan.
Penelitian ini seiring dengan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Rosmalina dan Fitrah E. (2010), yang
mengatakan bahwa tidak ada hubungan
antara status anemia, vitamin A dan zink
dengan status gizi. Dan seiring pula
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sasmita (2011), yang mengatakan
bahwa
tidak
ditemukan
adanya
hubungan yang signifikan antara asupan
vitamin A dari makanan dengan status
gizi berdasarkan indicator BB/U, TB/U,
dan IMT/U.
pembuluh darah, membantu absorpsi zat
besi dan kalsium, mencegah infeksi,
kanker
dan
penyakit
jantung
(Lailiyana,2010). Defisiensi vitamin C
dapat mengakibatkan timbulnya penyakit
scorbut, dengan gejala awal berupa gusi
berdarah dan bercak-bercak merah pada
kulit sebagai kibat dari pecahnya urat
darah kapiler di bawah kuli (Muchtadi,
2009).
Hasil analisis bivariat hubungan
asupan vitamin C dengan status gizi
IMT/U diperoleh nilai p=0,469 (p>0,05)
yang berarti bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara asupan vitamin C
dengan status gizi berdasarkan indikator
IMT/U. Hal ini dikarenakan vitamin C
lebih banyak berperan dalam hidroksilasi
pada pembentukan kolagen jaringan
fibrosa, penyerapan Fe, dan imunitas.
Penelitian ini seiring dengan
penelitian yang dilakukan Saifudin
Sirajuddin (2012), yang mengatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara
asupan vitamin C dengan status gizi
(IMT/U) pada siswa SD Inpres 2
Pannampu Makassar dengan nilai
p=0,412.
Asupan Zink (Zn)
Berdasarkan uji univariat, siswa
dengan asupan Zn tidak cukup sebanyak
42,4%.
Defisiensi
Zn
dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan
dan kematangan seksual, gangguan
pencernaan, gangguan fungsi pankreas,
gangguan fungsi kekebalan dan lain-lain
(Sibagariang, 2010).
Hasil analisis bivariat hubungan
asupan zink dengan status gizi IMT/U
diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05) yang
berarti bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara asupan zink dengan
status gizi berdasarkan indikator IMT/U.
Penelitian ini seiring dengan
penelitian yang dilakukan Saifudin
Sirajuddin (2012), yang mengatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara
asupan zink dengan status gizi (IMT/U)
pada siswa SD Inpres 2 Pannampu
Makassar, dan seiring pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nita
Asupan Vitamin C
Berdasarkan uji univariat, siswa
dengan asupan vitamin C cukup
sebanyak 63,6% dan tidak cukup
sebanyak 36,4%. Kecukupan vitamin C
pada umumnya dipenuhi dari sumber
pangan nabati, yaitu sayur dan buahbuahan terutama asam, seperti jeruk,
nanas, rambutan, pepaya dan tomat
(Sibagariang,2010). Vitamin C berfungsi
dalam pembentukan sel jaringan tubuh,
pembentukan kolagen, memperkuat
18
Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12-21
Artikel II
Novita (2013), yang mengatakan bahwa
tidak ada hubungan bermakna antara
asupan zink pada anak sekolah usia 7 –
12 tahun dengan status gizi di Provinsi
Banten.
yang signifikan antara asupan zat besi
dengan status gizi berdasarkan indikator
IMT/U. Hal ini disebabkan zat besi lebih
banyak berpengaruh pada pembentukan
hemoglobin darah dibandingkan dengan
pertumbuhan seseorang.
Penelitian ini seiring dengan
penelitian yang dilakukan Saifudin
Sirajuddin (2012), yang mengatakan
bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara asupan besi dengan
status gizi (IMT/U) pada siswa SD Inpres
2 Pannampu Makassar.
Asupan Kalsium (Ca)
Berdasarkan uji univariat, siswa
dengan asupan Ca tidak cukup
sebanyak 43,9%. Kurangnya asupan Ca
dapat
mengganggu
pertumbuhan,
dimana fungsi kalsium bagi tubuh selain
untuk pembentukan tulang dan gigi, juga
penting untuk pertumbuhan, pembekuan
darah dan sebagai katalis reaksi biologis
(Muchtadi, 2009).
Hasil analisis bivariat hubungan
asupan kalsium dengan status gizi
IMT/U diperoleh nilai p=0,734 (p>0,05)
yang berarti bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara asupan kalsium
dengan status gizi berdasarkan indikator
IMT/U. Hal ini disebabkan karena
kalsium merupakan mineral utama
dalam
pembentukan
tulang
serta
pertumbuhannya, dan tidak berpengaruh
langsung pada berat badan yang
merupakan indikator IMT.
Penelitian ini seiring dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nita
Novita (2013), yang mengatakan bahwa
tidak ada hubungan bermakna antara
asupan kalsium pada anak sekolah usia
7 – 12 tahun dengan status gizi di
Provinsi Banten.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Ada
hubungan yang signifikan
antara zat gizi makro karbohidrat
(p=0,014), protein (p=0,041), dan
lemak (p=0,023) dengan status gizi
menurut indikator IMT/U anak
sekolah usia 10-12 tahun di SDN 5
Palu tahun 2014.
2. Tidak ada hubungan yang signifikan
antara asupan zat gizi mikro vitamin
A (p=0,199), vitamin C (p=0,469),
zink (p=1,000), kalsium (p=0,734),
dan besi (p=0,137) dengan status
gizi menurut indikator IMT/U anak
sekolah usia 10-12 tahun di SDN 5
Palu tahun 2014.
Saran
1. Bagi siswa sekolah dasar disarankan
memperhatikan asupan makanan
yang merujuk pada PUGS dan
makanan yang bervariasi sehingga
tidak mengalami defisit zat gizi, baik
gizi makro maupun gizi mikro.
2. Bagi orang tua diharapkan agar lebih
memperhatikan
ketersediaan
makanan rumah tangga yang
berkualitas yaitu bergizi, berimbang,
dan bervariasi untuk mencapai
tumbuh kembang anak yang optimal.
3. Bagi pihak sekolah agar dapat
memfasilitasi
dalam
memantau
status gizi siswa sekolah yang dapat
bekerja sama dengan petugas
kesehatan setempat.
Asupan Besi (Fe)
Berdasarkan uji univariat, siswa
dengan asupan Fe cukup sebanyak
72,7%. Hal ini dikarenakan kecukupan
asupan Fe sangat penting, dimana
fungsi utama Fe adalah untuk membawa
oksigen dan karbondioksida dan untuk
pembentukan darah.
Orang yang
mengalami defisiensi Fe lebih sulit
memerangi infeksi bakteri, karena
produksi antibodi terlambat (Muchtadi,
2009).
Hasil analisis bivariat hubungan
asupan zat besi dengan status gizi
IMT/U diperoleh nilai p=0,137 (p>0,05)
yang berarti bahwa tidak ada hubungan
19
Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12-21
Artikel II
4. Bagi peneliti lain disarankan untuk
meneliti lebih lanjut pada variabel
yang berbeda, agar dapat diperoleh
informasi
lebih
kongkrit
yang
berhubungan
dengan
masalah
kesehatan dan gizi, dan untuk
pengambilan data recall 24 jam agar
dilakukan lebih dari 2 hari agar
asupan
makan
siswa
lebih
tergambar.
Riskesdas. 2010. Laporan Nasional
Riset Kesehatan Dasar 2010.
Departemen Kesehatan RI.
________. 2010. Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI
Tahun. Jakarta.
________. 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI
Tahun. Jakarta.
________. 2013. Penyajian PokokPokok Hasil Riset Kesehatan
Dasar
2013.
Website:
www.litbang.depkes.go.id
Rosmalina, Yuniar dan Fitrah E. 2010.
Hubungan Status Zat Gizi
Mikro dengan Status Gizi pada
Anak Remaja SLTP. PGM
2010, 33(1): 14-22. Puslitbang
Gizi dan Makanan, Badan
Litbang Kesehatan Kemenkes
RI.
Santoso, Soegeng dan Anne Lies R.
2013. Kesehatan dan Gizi.
Rineka Cipta. Jakarta.
Sartika, RAD. 2011. Faktor Risiko
Obesitas Pada Anak 5-15
Tahun di Indonesia. Jurnal
Makara, Kesehatan, Vol. 15,
No. 1, Juni 2011: 37-4.
Departemen Gizi Kesmas FKM
UI.
Sibagariang, Eva Ellya. 2010. Gizi
Dalam Kesehatan Reproduksi.
Trans Info Media (TIM).
Jakarta.
Sirajudin, Saifudin dkk. 2012. Hubungan
Asupan Zat Gizi dengan Status
Gizi Siswa SD Inpres 2
Pannampu Kecamatan Tallo
Kota Makassar. Media Gizi
Pangan, Vol. XIV, Edisi 2,
2012. Program Studi Ilmu Gizi
FKM UNHAS. Makassar.
Sasmita, Defitra Ananda. 2011. Status
Gizi Anak Usia Sekolah dan
Hubungannya dengan Asupan
Vitamin A Dari Makanan Pada
Anak Usia 10-12 Tahun di SDN
X Taman Rahayu, Kampung
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
_______ dkk. 2011. Gizi Seimbang
dalam Daur Kehidupan. PT
Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Irianto, Kus. 2010. Gizi dan Pola Hidup
Sehat. Yrama Widya. Bandung.
Istiany, A. dan Rusilanti. 2013. Gizi
Terapan.
PT
Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Lailiyana, Nurmailis Noor, dan Suryatni.
2010.
Buku
Ajar
Gizi
Kesehatan Reproduksi. EGC.
Jakarta.
Moehji, Sjahmien. 2013. Ilmu Gizi 2:
Penanggulangan Gizi Buruk.
Papas Sinar Siranti. Jakarta.
Muchtadi, Deddy. 2009. Pengantar Ilmu
Gizi.
Penerbit
Alfabeta.
Bandung.
Novita, Nita. 2013. Hubungan Asupan
Zink dan Kalsium terhadap
Status Gizi Anank Sekolah
Usia 7-12 Tahun di Provinsi
Banten.
Analisis
Data
Riskesdas 2010. Fakultas Ilmuilmu Kesehatan Universitas
Esa Unggul Jakarta.
Regar, V. dan Rini Sekartini. 2012.
Hubungan Kecukupan Asupan
Energi
dan
Makronutrien
dengan Status Gizi Anak Usia
5-7 Tahun di Kelurahan
Kampung Melayu, Jakarta
Timur Tahun 2012. eJKI. Vol 1,
No. 3 Desember 2013.
20
Promotif, Vol.4 No.1, Okt 2014 Hal 12-21
Artikel II
Serang, Kabupaten Bekasi.
Skripsi. Fakultas Kedokteran
Program Studi Kedokteran
Umum UI. Jakarta.
Sulastri, Delmi. 2012. Faktor Determinan
Kejadian Stunting Pada Anak
Usia Sekolah Di Kecamatan
Lubuk Kilangan Kota Padang.
Majalah Kedokteran Andalas
No.1.
Vol.36.
Januari-Juni
2012.
Yulni, Veni Handju, dan Devinta Virani.
2013. Hubungan Asupan Zat
Gizi Makro dengan Status Gizi
Pada Anak Sekolah Dasar Di
Wilayah Pesisir Kota Makassar
Tahun 2013. Jurnal. Program
Studi Ilmu Gizi FKM UNHAS.
21
Download