BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pertumbuhan

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL
1.
Pertumbuhan
Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat
kering akhir tanaman. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering
diamati sebagai indikator pertumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995). Berat basah
merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil aktivitas metabolik
tanaman (Salisbury dan Ross, 1995), sedangkan berat kering merupakan hasil dari
penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 (Larcher, 1975). Gambar 4.1 berikut
merupakan tinggi akhir tanaman buncis.
A
B
C
Gambar 4.1 Tanaman Buncis Usia 30 Hari Setelah Masa Tanam
31
Keterangan :
A = Tanaman buncis pada perlakuan P1
B = Tanaman buncis pada perlakuan P2
C = Tanaman buncis pada perlakuan P3
Tabel 4.1 berikut ini merupakan nilai rata-rata tinggi, berat basah, dan berat
kering tanaman buncis pada masing-masing perlakuan yang diberikan.
Tabel 4.1 Nilai Rata-Rata Tinggi, Berat Basah, dan Berat Kering Tanaman Buncis
Volume
Penyiraman
P1 (121 ml)
P2 (242 ml)
P3 (363 ml)
Rata-rata ± SD
Tinggi Tanaman
(cm)
95,457 ± 14,563 a
85,914 ± 12,331 a
82,485 ± 19,231 a
Berat Basah
(gram)
12,802 ± 2,758 a
11,006 ± 1,579 a
10,900 ± 2,726 a
Berat Kering
(gram)
1,756 ± 0,479 a
1,440 ± 0,290 a
1,426 ± 0,472 a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji F (ANOVA) pada
taraf signifikansi 95%.
Tabel 4.1 diatas memperlihatkan bahwa berdasarkan uji ANOVA ketiga
perlakuan yang diberikan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata secara
signifikan terhadap tinggi, berat basah, dan berat kering tanaman.
2.
Kadar Klorofil
Kadar klorofil yang diukur merupakan klorofil a, b, dan klorofil total
tanaman. Tabel 4.2 berikut merupakan nilai rata-rata kadar klorofil pada masingmasing perlakuan yang diberikan.
32
Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Kadar Klorofil Tanaman Buncis
Volume
Penyiraman
P1
P2
P3
Rata-rata ± SD
Klorofil a (mg/L)
Klorofil b (mg/L)
2,553 ± 0,417 a
3,123 ± 0,572 b
2,466 ± 0,485 a
2,940 ± 0,783 a
4,295 ± 1,266 ab
2,941 ± 0,452 aa
Klorofil total (mg/L)
5,492 ± 1,179 a
7,416 ± 1,754 b
5,405 ± 0,633 a
Ket : angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji F (ANOVA) pada taraf signifikansi
95%.
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa berdasarkan uji ANOVA perlakuan yang
diberikan berpengaruh signifikan terhadap kadar klorofil tanaman buncis.
Berdasarkan uji Duncan, jika dibandingkan antara perlakuan P1, P2, dan P3,
perlakuan P2 memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap kadar klorofil tanaman
buncis dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P3. Hal ini dapat dibuktikan dengan
melihat Tabel 4.2 diatas bahwa kadar klorofil a pada perlakuan P2 lebih banyak
dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P3.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pertumbuhan
Salah satu parameter pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman.
Tinggi tanaman buncis pada akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2
berikut.
33
Tinggi Tanaman (cm)
100
95
90
85
80
75
P1
P2
P3
Volume Penyiraman (ml)
Gambar 4.2 Tinggi Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda
Keterangan :
P1 = Volume penyiraman
penyirama ½ dari kapasitas lapang
P2 = Volume penyiraman sama dengan kapasitas lapang
P3 = Volume penyiraman 1½ dari kapasitas lapang
Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan volume penyiraman yang berbeda memberikan
mem
pengaruh yang tidak berbeda signifikan secara nyata terhadap tinggi
t
tanaman.
Hasil pengukuran tinggi akhir tanaman rata-rata
rata rata mencapai 82,485 cm hingga
95,457 cm (Tabel 4.1). Pada umumnya sifat tanaman yang diinginkan adalah
tanaman yang tidak terlalu tinggi dengan batang yang kuat
kuat dan pertumbuhan yang
sehat diharapkan dapat memudahkan dalam melakukan pemeliharaan. Seperti
yang diungkapkan Goldsworthy dan Fisher (1992) bahwa kebanyakan pemulia
tanaman memusatkan seleksi untuk tanaman yang lebih pendek yang untuk
memudahkan pemeliharaan, mengurangi resiko kerebahan sehingga dapat
meningkatkan hasil tanaman.
34
Berat basah dan berat kering tanaman buncis dengan perlakuan tingkat
penyediaan air yang berbeda pada akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar
Ga
4.3
berikut.
14
12
10
8
6
4
2
0
Berat Basah (g)
Berat Kering (g)
Gambar 4.3 Berat Basah dan Berat Kering Tanaman Buncis pada Tingkat
Penyediaan Air yang Berbeda
Keterangan :
= Volume Penyiraman ½ dari Kapasitas lapang (P1)
= Volume Penyiraman Sama dengan
engan Kapasitas Lapang (P2)
= Volume Penyiraman 1½ dari Kapasitas Lapang (P3)
Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan volume penyiraman yang berbeda memberikan
pengaruh yang tidak berbeda signifikan secara nyata terhadap berat basah dan
berat
rat kering tanaman.
Dari hasil analisis yang diperoleh, menunjukkan
menunjukka bahwa perlakuan yang
diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda signifikan terhadap
pertumbuhan tanaman buncis. Hal ini berarti pemberian air dengan volume
penyiraman yang berbeda bukan
b
merupakan driving variable atau faktor yang
35
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman buncis. Kemampuan absorbsi air yang
sama pada tanaman buncis menyebabkan pertumbuhan yang sama meskipun
diberikan air dengan volume penyiraman yang berbeda.
Perlakuan pemberian air berdasarkan perhitungan kapasitas lapang yang
diberikan merupakan jumlah air yang mampu diserap dan tertahan oleh tanah,
jadi meskipun kondisi air cukup tersedia dalam media tanamnya belum tentu air
tersebut akan diserap semua oleh tanaman. Hal inilah yang kemungkinan
menyebabkan pada masing-masing perlakuan yang diberikan menyebabkan tidak
berbedanya pertumbuhan tanaman buncis. Hendriyani dan Setiari (2009) juga
telah menunjukkan bahwa penyiraman air dengan volume yang berbeda tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan kacang panjang. Proses
pertumbuhan tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang berbeda, bergantung
pada jenis tanaman (Kurnia, 2004). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh
Kurnia et al. (2002) bahwa bila jumlah air yang diberikan semakin banyak,
kelebihan air menjadi tidak bermanfaat atau tidak efisien bagi pertumbuhan
tanaman.
Air yang tersedia dalam tanah akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman. Pertumbuhan tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah
air, akan tetapi terdapat batasan maksimum dan minimum dalam jumah
penyerapan air oleh tanaman untuk pertumbuhannya (Gould, 1974). Pertumbuhan
juga bergantung pada interaksi antara sel dengan lingkungannya (Salisbury dan
Ross, 1995).
36
Menurut Islami dan Utomo (1995) absorbsi air pada tanaman dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu perbedaan potensial air dari tanah ke akar, dari akar ke
bagian atas tumbuhan, dan adanya hambatan pergerakan air di dalam tanah dan
tanaman. Pada dasarnya makin luas daerah perakaran, tanaman makin efektif
menggunakan air tanah. Tekstur dan struktur tanah juga mempengaruhi absorbsi
air karena berpengaruh terhadap hambatan pergerakan air pada waktu air bergerak
dari tanah ke permukaan akar.
Air sangat berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi air
juga dapat membatasi pertumbuhan. Jika jumlah air terlalu banyak akan
menimbulkan cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit akan
menimbulkan cekaman kekeringan. Tanaman yang mengalami cekaman air
stomata daunnya menutup sebagai akibat menurunnya turgor sel daun sehingga
mengurangi jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun. Selain itu, dengan
menutupnya stomata laju transpirasi menurun. Menurunnya laju transpirasi akan
mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena transpirasi pada
dasarnya memfasilitasi laju aliran air dari tanah ke tanaman, sedangkan sebagian
besar unsur hara masuk ke dalam tanaman bersama-sama dengan aliran air
(Kramer, 1972).
Lebih lanjut Ritche (1980) menyatakan bahwa proses yang sensitif terhadap
kekurangan air adalah pembelahan sel. Hal ini dapat diartikan bahwa
pertumbuhan tanaman sangat peka terhadap defisit (cekaman) air karena
berhubungan dengan turgor dan hilangnya turgiditas dapat menghentikan
pembelahan dan pembesaran sel yang mengakibatkan tanaman lebih kecil.
37
Sebelumnya Whigham dan Minor (1978), telah melaporkan bahwa pengaruh
cekaman air pada pertumbuhan tanaman dicerminkan oleh daun--daun yang lebih
kecil. Menurunnya aktivitas fotosintesis akibat menutupnya
nutupnya stomata daun dan
berkurangnya jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun juga telah dilaporkan
oleh Sutoro, et al. (1989) pada tanaman jagung.
2.
Kadar Klorofil
Hasil penelitian terhadap kadar klorofil (a, b dan total) tanaman buncis
dengan perlakuan tingkat penyediaan air yang berbeda pada akhir penelitian
digambarkan pada Gambar 4.4
4. berikut :
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Klorofil a (mg/L)
Klorofil b (mg/L)
Klorofil total (mg/L)
Gambar 4.4 Kadar Klorofil Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air yang
Berbeda
Keterangan :
= Volume Penyiraman ½ dari Kapasitas Lapang (P
( 1)
= Volume Penyiraman Sama dengan
engan Kapasitas Lapang (P
( 2)
= Volume Penyiraman 1½ dari Kapasitas Lapang (P
( 3)
38
Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini
kc.lmenunjukkan bahwa perlakuan volume penyiraman yang berpengaruh
terhadap kadar klorofil buncis. Hal ini menunjukkan bahwa air sangat
berpengaruh terhadap sintesis dan kadar klorofil. Peran air dalam pembentukan
klorofil adalah air dapat membawa unsur-unsur hara penting untuk pembentukan
klorofil yang terdapat dalam tanah misalnya unsur nitrogen. Nitrogen erat
kaitannya dengan sintesis klorofil (Salisbury dan Ross, 1995) dan sintesis protein
maupun enzim (Schaffer, 1996). Enzim (Rubisco) berperan sebagai katalisator
dalam fiksasi CO2 yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis (Salisbury dan
Ross, 1995 ; Schaffer, 1996).
Pada tumbuhan, nitrogen mula-mula berbentuk ammonia dan selanjutnya
ammonia mengalami perubahan menjadi asam glutamat, dikatalisis oleh enzim
glutamin sintetase (Harborne, 1987). Asam glutamat berfungsi sebagai bahan
dasar di dalam biosintesis asam amino dan asam nukleat (Nyakpa, 1988). Asam
glutamat akan membentuk asam aminolevulinat (ALA) yang berperan sebagai
prazat cincin porfirin pembentukan klorofil (Robinson, 1995).
Oleh karena itu jumlah kandungan nitrogen tanaman dapat berpengaruh
terhadap hasil fotosintesis melalui enzim fotosintetik maupun kandungan klorofil
yang terbentuk. Mengingat buncis merupakan tanaman polong-polongan yang
dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. yang dapat mengikat nitrogen
dari udara, maka kemungkinan ketersediaan nitrogen dalam tanah juga banyak.
Tapi ketersediaan nitrogen tentunya juga dipengaruhi oleh habitat bakteri tersebut.
Habitat Rhizobium sp. dapat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam tanah.
39
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa tanaman buncis pada perlakuan P2
memiliki kadar klorofil yang lebih banyak dibandingkan tanaman buncis yang
diberi perlakuan P1 dan P3. Tingginya kadar klorofil pada perlakuan P2
dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P3 ini disebabkan karena ketersediaan air
pada masing-masing perlakuan berbeda. Pada perlakuan P2 mengandung kadar air
yang sedang dalam media tanamnya artinya kadar airnya tidak terlalu banyak dan
juga tidak terlalu sedikit. Hal ini dapat dikaitkan dengan ketersediaan unsur
nitrogen didalam media tanamnya karena nitrogen merupakan salah satu faktor
yang paling penting untuk pembentukan klorofil. Pada perlakuan P2 kondisi air
pada media tanamnya cukup tersedia yang memungkinkan udara masih bisa
memasuki pori-pori dalam media tanam. Kondisi menyebabkan bakteri Rhizobium
sp. yang ada pada akar buncis dapat mengikat nitrogen. Cukup tersedianya
nitrogen dalam tanah, maka air akan mengangkut nitrogen dan unsur hara lainnya
menuju bagian atas tumbuhan. Nitrogen yang banyak dalam tumbuhan
menyebabkan pembentukan asam glutamat yang terbentuk juga banyak,
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya oleh Robinson (1995) bahwa asam
glutamat merupakan prekursor dalam sintesis klorofil.
Tanaman buncis pada perlakuan P1 mengandung kadar air yang rendah
dalam media tanamnya. Pada kondisi ini juga cocok untuk habitat bakteri
Rhizobium sp. dimana masih terdapat pori sehingga dapat menyebabkan bakteri
tersebut dapat mengikat nitrogen. Meskipun pada kondisi ini nitrogen cukup
tersedia, namun kekurangan air juga menyebabkan kenaikan temperatur dan
transpirasi pada tanaman sehingga pengangkutan unsur hara oleh air ke bagian
40
tanaman lebih cepat terjadi dibandingkan penyerapan unsur hara tersebut. Hal ini
menyebabkan sintesis klorofil juga kurang optimal seperti yang terlihat pada
Gambar 4.4. Hal ini sama seperti yang dinyatakan oleh Curtis dan Clark (1950)
bahwa kurangnya air pada tannaman menyebabkan kenaikan temperatur dan
transpirasi sehingga menyebabkan disintegrasi klorofil.
Tanaman buncis pada perlakuan P3 mengandung kadar air yang tinggi dalam
media tanamnya. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang tidak sesuai untuk
habitat Rhizobium sp. karena kandungan air terlalu banyak sehingga tidak ada
ruang untuk udara, kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan
Rhizobium sp. untuk mengikat nitrogen (Eliakim, et al., 2008). Kurangnya
nitrogen menyebabkan asam glutamat yang terbentuk juga berkurang sehingga
pembentukan klorofil juga berkurang. Hal ini manyebabkan pembentukan klorofil
pada perlakuan dengan volume penyiraman satu setengah dari kapasitas lapang
(P3) kurang optimal sehingga jumlah klorofil yang terbentuk pada daun pun
sedikit.
Dari uraian diatas, jelas menunjukkan bahwa air sangat berperan penting
dalam pembentukan klorofil. Cukup tersedianya air bagi tanaman khususnya
tanaman buncis mampu mengangkut unsur hara dari dalam tanah khususnya
nitrogen yang dapat membentuk asam glutamat yang sangat berperan penting
dalam pembentukan ALA yang merupakan prekursor pembentuk cincin porfirin
pada klorofil.
41
Air secara langsung berperan dalam setiap jalur biosintesis klorofil (Gambar
2.3). Setelah terbentuk ALA, kemudian akan terbentuk porfobilinogen dan
kemudian terbentuk hidroksimetilbilane. Pembentukan Hidroksimetilbilan pada
biosintesis klorofil dimana porfobilinogen akan berikatan dengan H2O dengan
bantuan enzim hidroksimetilbilan sintetase. Hidroksimetilbilan akan membentuk
uroporfirinogen III dan H2O dengan bantuan enzim uroporfirinogen III synthase.
Kemudian uroporfirinogen III akan membentuk protoporfirin IX, kemudian
dengan bergabung dengan Mg2+ dan H2O akan membentuk Mg-protoporfirin IX
dengan bantuan enzim Mg-chelatase. Penambahan gugus metil pada Mgprotoporfirin IX dengan bantuan Mg- protoporfirin IX metiltransferase dan H2O
akan membentuk Mg- protoporfirin IX monometil ester. Selanjutnya adalah
perubahan Mg- protoporfirin IX monometil ester menjadi protoklorofilide
(Krogman, 1979).
Perubahan protoklorofilide menjadi klorofil a terjadi melalui terbentuknya
klorofilide a dengan bantuan protoklorofilide oksidoreduktase. Dari klorofilide a
dengan bantuan enzim klorofil sintetase yang mengkatalisis esterifikasi senyawa
fitol akan terbentuk klorofil a. Klorofil b terbentuk dari klorofil a yang mengalami
oksidasi gugus metil pada cincin keduanya menjadi gugus aldehid ataupun
dimungkinkan dari senyawa porfirin yang dapat diubah menjadi klorofil a maupun
klorofil b (Bonner dan Varner, 1965).
42
3.
Hubungan Air dengan Kadar Klorofil dan Pertumbuhan Tanaman
Berdasarkan hasil pengamatan dan uji analisis statistik menggunakan uji
ANOVA, pemberian volume penyiraman yang berbeda pada tanaman buncis tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman tetapi
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar klorofil tanaman. Berdasarkan
hasil tersebut dapat dikatakan bahwa meskipun air dapat mempengaruhi
pembentukan klorofil, namun belum dapat meningkatkan pertumbuhan buncis.
Hal ini dikarenakan kadar klorofil yang telah terbentuk tersebut merupakan
klorofil yang siap digunakan untuk pertumbuhan generatif tanaman, yaitu
digunakan untuk pembentukan bunga dan buah. Seperti diketahui bahwa
pengukuran kadar klorofil dilakukan sebelum tanaman berbunga, artinya setelah
fase pertumbuhan vegetatifnya terhenti. Pembentukan klorofil akan lebih banyak
pada saat memasuki fase pertumbuhan generatif tanaman. Menurut Harjadi
(1989), klorofil dipersiapkan untuk proses fotosintesis, dimana hasil fotosintesis
akan lebih banyak dibutuhkan untuk pembentukan perkembangan kuncup bunga,
bunga, buah, dan biji.
Proses fotosintesis akan terjadi jika ada cahaya dan pigmen perantara yaitu
klorofil. Proses fotosintesis yang baik akan menyebabkan pertumbuhan tanaman
yang optimal. Klorofil sangat berperan penting dalam reaksi fotosintesis. Menurut
Jumin (1989), fotosintesis merupakan suatu proses metabolisme tanaman untuk
membentuk karbohidrat yang menggunakan CO2 dari udara bebas dan air dari
dalam tanah dengan bantuan cahaya matahari dan klorofil.
43
Ketersediaan air akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Jika air
kurang atau berlebih menyebabkan tanaman mengalami titik kritis, dimana
tanaman akan mengalami penurunan proses fisiologi dan fotosintesis dan akhirnya
mempengaruhi produksi dan kualitas buahnya. Perlakuan pemberian air, erat
hubungannya dengan tingkat ketersediaan air dalam tanah. Air yang tersedia
dalam tanah akan berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan tanaman.
Pertumbuhan yang terhambat menunjukkan terhambatnya metabolisme primer
dalam tubuh tumbuhan tersebut (Solichatun dan Nasir, 2002). Pertumbuhan
tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah air. Akan tetapi, terdapat
batasan maksimum dan minimum dalam jumah air (Gould, 1974).
Klorofil adalah katalisator fotosintesis penting yang terdapat pada membran
tilakoid sebagai pigmen hijau dalam jaringan tumbuhan berfotosintesis (Harborne,
1987). Air merupakan salah satu faktor utama pembentuk klorofil (Lakitan, 2010).
Klorofil merupakan salah satu senyawa metabolit primer pada tumbuhan.
Senyawa metabolit primer dimiliki oleh semua tumbuhan dan merupakan produk
esensial yang terdapat pada semua makhluk hidup (Herbert, 1995). Mitcher, et al.
(1988) mengatakan bahwa tanaman kaya akan berbagai metabolit fitokimia yang
dibagi menjadi dua kelompok yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder,
klorofil merupakan salah satu senyawa metabolit primer selain gula dan asam
amino.
Sharma, et al. (2010) menyatakan bahwa klorofil merupakan salah satu
senyawa metabolit primer yang berperan penting dalam proses metabolisme
tumbuhan yaitu fotosintesis. Aharoni, et al. (2006) juga mengatakan bahwa
44
biosintesis klorofil merupakan salah satu jalur metabolit primer pada tumbuhan.
Talreja (2011) juga telah melakukan analisis tiga senyawa metabolit primer
terhadap tumbuhan Mongira oleifera dan salah satunya adalah senyawa klorofil.
Hal tersebut diatas menunjukkan pada perlakuan P2 kadar airnya cukup
tersedia sehingga menyebabkan tidak terganggunya proses metabolisme primer
tanaman buncis. Tidak terganggunya metabolisme primer tersebut menyebabkan
sintesis klorofil juga lebih banyak dibandingkan pada perlakuan P1 dan P3.
Secara umum, apabila suatu tumbuhan tumbuh pada ketersediaan air yang
rendah atau berlebih (mengalami cekaman air) maka proses-proses metabolisme
primernya akan terganggu (Solichatun dan Nasir, 2002). Terganggunya
metabolisme
tanaman
akan
menghambat
pertumbuhan
sebaliknya
jika
metabolisme tanaman berjalan dengan baik maka pertumbuhan tanaman juga akan
maksimal.
45
Download