33 Deteksi adaptasi tanaman terhadap perubahan iklim (climate change) : sudut pandang riset fundamental Potensi produksi pertanian dan perkebunan diketahui terdampak akibat perubahan iklim yang selama beberapa dekade terakhir berlangsung. Produksi tanaman itu sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan. Mekanisme plastisitas sebagai respon adaptatif tanaman yang terpapar perubahan iklim selama beberapa puluh tahun telah membawa modifikasi hingga ke level genomik. Modifikasi evolutif cepat tersebut kini dapat diukur dengan pendekatan riset fundamental menggunakan penanda DNA. Deteksi merupakan dokumentasi yang penting untuk kemudian dimanfaatkan dalam seleksi genotip tanaman terseleksi oleh perubahan iklim. Ilustrasi gambar analisis fenotip terhadap paparan perubahan iklim di dalam rumah kaca Selama beberapa dekade terakhir, tren perubahan iklim telah berkembang cukup pesat di berbagai daerah pertanian dan perkebunan di seluruh dunia dimana telah terjadi peningkatan karbon dioksida dan ozon di atmosfer [1]. Potensi peningkatan yang masih terus berlanjut di masa yang akan datang menimbulkan banyak pertanyaan terkait keamanan pangan, salah satunya terkait apakah produktivitas pertanian secara umum akan terpengaruh [2]. Produksi tanaman itu sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor genetis selain faktor lingkungan. Kedua faktor tersebut sangat berkorelasi satu sama lain. Perubahan iklim telah diprediksi dapat menyebabkan perubahan genetik yang diwariskan pada berbagai spesies tanaman. Perubahan genetik ini pada umumnya dikaitkan dengan “plastisitas fenotipik”, yaitu kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, morfologi, dan fisiologi dalam menanggapi kondisi lingkungan yang berubah [3,4]. Dalam rentang waktu yang cukup, plastisitas fenotipik ini diperkirakan akan memaksakan tekanan seleksi terarah yang kuat pada populasi tanaman [5]. Sebagai tanggapan, populasi tanaman dapat beradaptasi secara in situ melalui seleksi variasi genetik. Respon adaptatif ini bisa menjadi komponen penting dari sifat resistensi terhadap perubahan iklim [6]. Tanaman merupakan organisme sesil yang tidak dapat berpindah untuk menghindari cekaman stres [7]. Oleh sebab itu, sistem pertahanan terhadap stres tanaman dilakukan pada tingkat genetik (adaptasi intra-seluler bahkan intra-molekuler) [8]. Untuk dapat bertahan hidup pada www.iribb.org | Oktober 2015 | 3(2), 33-35 Riza Arief Putranto & Masna Maya Sinta - Peneliti PPBBI 34 perubahan iklim antropogenik (disebabkan oleh ulah manusia) yang cepat, spesies tanaman harus menyesuaikan fenotipe mereka, pada kebanyakan kasus, merupakan kombinasi dari strategi ekologi dan evolusi [4]. Populasi tanaman sering menyesuaikan dengan kondisi lokal lingkungan dimana mereka berada. Sebagai contoh, tanaman rumput Anthoxanthum odoratum yang beradaptasi dengan kontaminasi logam berat pada lokasi tambang bijih logam telah berevolusi menjadi berbagai spesies dengan sifat resisten terhadap logam berat di Park Grass Experiment, UK [9]. Monitoring adaptasi populasi tanaman terhadap perubahan iklim apakah dimungkinkan? Pengamatan perubahan fenotip pasca perlakuan cekaman lingkungan tunggal seperti cekaman panas, dingin, perendaman hingga asam merupakan hal yang lazim dilakukan banyak peneliti bidang tanaman pada skala rumah kaca. Jika perubahan iklim membawa kepada perubahan lingkungan terkait multiple stress, tentu saja pengamatan yang sama dapat dilakukan. Sebuah studi oleh tim peneliti dari University of Liverpool telah mengungkap bahwa keragaman genetik dari spesies tanaman liar bisa dirubah secara “cepat” oleh perubahan iklim antropogenik. Kelompok peneliti tersebut mempelajari respon genetik dari spesies berkayu Festuca ovina dan Plantago lanceolata pada ekosistem padang rumput alami di Derbyshire, UK dengan melakukan simulasi perubahan iklim seperti kekeringan, penyiraman dan pemanasan selama periode 15 tahun [5]. Analisis penanda DNA dalam tanaman tersebut mengungkapkan bahwa perlakuan perubahan iklim antopogenik tersebut telah mengubah komposisi genetik dari populasi tanaman. Adapun penanda DNA yang digunakan adalah tipe Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) untuk menilai perbedaan genetik dan perubahan evolusi yang didorong dari perubahan iklim selama 15 tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan proses perubahan evolusioner dari salah satu spesies studi. Hal tersebut memperlihatkan bahwa keragaman genetik mungkin dapat “menyangga” tanaman terhadap efek berbahaya dari perubahan iklim, memungkinkan suatu “penyelamatan spesies” secara evolutif. Bagaimana untuk tanaman perkebunan? Pendekatan riset yang sama dimungkinkan untuk melakukan deteksi dini perubahan genetik dari sebuah populasi tanaman perkebunan. Eksperimen lain terkait perubahan serangan penyakit tanaman telah dilakukan pada beberapa komoditas perkebunan seperti tebu, kopi, dan kelapa [10]. Pendekatan yang digunakan adalah dengan mengukur potensi peningkatan penyakit yang menyerang komoditas terkait dengan perubahan lingkungan akibat perubahan iklim. Menurut The Intergovernmental Panel on Climate Change, dari sudut pandang ekonomi, penggunaan lahan untuk aktivitas pertanian dan perkebunan berkontribusi seperempat dari gas rumah kaca (GRK) di dunia [11]. Di sisi lain, kebutuhan akan bahan pangan dan industri menuntut pengembangan di bidang pertanian dan perkebunan. Dilema tersebut tetap menjadi perdebatan hingga saat ini, hingga penelitian terkait banyak yang diarahkan pada mitigasi emisi CO2. Meskipun demikian, dari sudut pandang biologi, perubahan materi genetik yang mengarah pada adaptasi terhadap perubahan iklim tetap merupakan tema yang penting untuk diperhatikan. Perubahan pada sekuen DNA dalam spesies tanaman akibat perubahan iklim merupakan dokumentasi yang penting untuk kemudian dimanfaatkan dalam seleksi genotip tanaman terseleksi oleh perubahan iklim. www.iribb.org | Oktober 2015 | 3(2), 33-35 Riza Arief Putranto & Masna Maya Sinta - Peneliti PPBBI 35 Pada akhirnya, pendekatan interdisipliner dengan program riset internasional, harus diadopsi untuk menilai dampak perubahan iklim terhadap tanaman perkebunan. Kompleksitas proses yang terlibat dan hubungannya membutuhkan masukan dari pada profesional di bidangnya untuk dapat memahami secara menyeluruh tentang efek nyata perubahan iklim pada tanaman yang menghasilkan. Referensi 1. Lobell DB, Gourdji SM (2012) The Influence of Climate Change on Global Crop Productivity. Plant Physiology 160: 1686-1697. 2. Chakraborty S, Newton AC (2011) Climate change, plant diseases and food security: an overview. Plant Pathology 60: 2-14. 3. Bradshaw WE, Holzapfel CM (2006) Evolutionary Response to Rapid Climate Change. Science 312: 1477-1478. 4. Anderson JT, Panetta AM, Mitchell-Olds T (2012) Evolutionary and Ecological Responses to Anthropogenic Climate Change: Update on Anthropogenic Climate Change. Plant Physiology 160: 1728-1740. 5. Ravenscroft CH, Whitlock R, Fridley JD (2015) Rapid genetic divergence in response to 15 years of simulated climate change. Global Change Biology 21: 4165-4176. 6. Jump AS, Peñuelas J (2005) Running to stand still: adaptation and the response of plants to rapid climate change. Ecology Letters 8: 1010-1020. 7. Sultan SE (1995) Phenotypic plasticity and plant adaptation*. Acta Botanica Neerlandica 44: 363-383. 8. Pérez-Clemente RM, Vives V, Zandalinas SI, López-Climent MF, Muñoz V, et al. (2013) Biotechnological Approaches to Study Plant Responses to Stress. BioMed Research International 2013: 10. 9. Gould B, McCouch S, Geber M (2014) Variation in soil aluminium tolerance genes is associated with local adaptation to soils at the Park Grass Experiment. Molecular Ecology 23: 6058-6072. 10. Ghini R, Bettiol W, Hamada E (2011) Diseases in tropical and plantation crops as affected by climate changes: current knowledge and perspectives. Plant Pathology 60: 122-132. 11. Austin KG, Kasibhatla PS, Urban DL, Stolle F, Vincent J (2015) Reconciling Oil Palm Expansion and Climate Change Mitigation in Kalimantan, Indonesia. PLoS ONE 10: e0127963. www.iribb.org | Oktober 2015 | 3(2), 33-35 Riza Arief Putranto & Masna Maya Sinta - Peneliti PPBBI