Evaluasi Penggunaan Obat Anti Hipertensi Pada Pasien Pre eklampsia Dan Eklampsia Di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Tahun 2014-2015 Nur Syamsiyatul Aliyah, Agustin Wjayanti, Woro Siti Murwani Program Studi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Setya Indonesia Yogyakarta INTISARI Pre eklampsia adalah kondisi kehamilan yang ditandai dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Sedangkan eklampsia merupakan kasus akut pada penderita pre eklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan mengevaluasi penggunaan obat pada pasien pre eklampsia dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta tahun 2014-2015 ditinjau dari tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non analitik dengan pengambilan data secara retrospektif. Metode pengambilan dampel yang digunakan adalah total sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang terdiagnosa pre eklampsia dan eklampsia. Dari hasil penelitian diperoleh 25 pasien yang terdiri dari 4 pasien eklampsia dan 21 pasien pre eklampsia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah nifedipin sebanyak 37,31%, metildopa sebanyak 19,40%, MgSO4 sebanyak 29,84%, captopril sebanyak 2,98%, klonidin sebanyak 1,49%, furosemid sebanyak 2,98%, diazepam sebanyak 2,98%, dan bisoprolol sebanyak 1,49%. Sedangkan pada evaluasi penggunaan obat dapat diketahui bahwa 80% tepat indikasi; 82% tepat pasien; 80% tepat obat; dan 100% tepat dosis. Kata Kunci : pre eklampsia, antihipertensi, RSUD Panembahan Senopati PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pelayanan kesehatan dalam Keluarga Berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur. Upaya kesehatan ibu yang dilakukan bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi penerus yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu ( Anonim, 2009 ). Setiap menit diseluruh dunia, terdapat 380 kehamilan yang terdiri dari 190 kehamilan tidak diinginkan, 110 kehamilan dengan komplikasi, 40 wanita mengalami aborsi yang tidak aman dan 1 meninggal. Indikator umum yang digunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian Ibu (AKI). Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola penyebab kematian langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan (25%, biasanya perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%). (Wiknjosastro, 2008). Pre eklampsia dan eklampsia adalah bentuk hipertensi dalam kehamilan yang menonjol sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi (WHO). Di Indonesia pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50%. Angka kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (20022003) angka kematian ibu adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Manuaba (2007) juga menyatakan bahwa penyebab utama kematian ibu di Indonesia disamping pendarahan adalah pre eklampsia dan eklampsia. Kasus preeklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia. Angka Kematian Ibu tahun 2009 di kabupaten Bantul (158/100.000 KH) menduduki peringkat tertinggi di antara 5 kabupaten/kota di propinsi DIY dan berada di atas angka propinsi (110/100.000 KH), dan AKI di Kabupaten Bantul masih cukup jauh dibandingkan harapan/target untuk menuju Bantul Sehat 2010, yakni 65/100.000 KH. Penyebab AKI tinggi ada beberapa faktor, yakni perdarahan, eklampsia, kehamilan ektopik, factor sosiogeografis dan penyebab tak langsung. Dan angka kematian ibu pada tahun 2013 mengalami kenaikan dibanding pada tahun 2012. Pada tahun 2013 sebesar 96,83/100.000 kelahiran hidup yaitu sejumlah 13 kasus, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 52,2/100.000. Hasil Audit Maternal (AMP) menyimpulkan bahwa penyebab kematian ibu pada Tahun 2013 adalah Preeklampsia berat (PEB) sebanyak 23% (3 kasus), perdarahan sebesar 46% (6 kasus), 8% akibat infeksi (1 kasus), keracunan sebanyak 8% (1 kasus) dan lainnya 15% yaitu 2 kasus (Dinkes Bantul). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012, angka kematian ibu secara nasional 359 per 100.000 kelahiran hidup. Di kota Semarang, dinas kesehatan setempat melaporkan, angka kematian ibu (2013) mencapai 29 dari 26.547 kelahiran. Di kota – kota besar di Indonesia, kematian ibu melahirkan kerap terjadi meski fasilitas kesehatan tersedia dan mudah diakses. Hal itu karena keterlambatan penanganan gawat darurat di rumah sakit dan mekanisme rujukan dalam jaminan kesehatan nasional butuh waktu lama. Berdasarkan data yang telah diperoleh tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang evaluasi penggunaan obat pada pasien pre eklampsia dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode 2014 – 2015. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran obat yang digunakan pada pasien pre eklampsia dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta tahun 2014-2015 ? 2. Apakah penggunaan obat pada pasien pre eklampsia dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta tahun 2014-2015 sudah memenuhi kriteria tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis? METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif non analitik dengan mengambil data secara retrospektif yaitu membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif dengan pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah- langkah pengumpulan data, pengelolaan data, membuat kesimpulan dan laporaan dari sumber data tertulis yaitu rekam medis pasien yang terdiagnosa pre eklampsia dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta tahun 2014- 2015. B. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian yang diambil adalah pasien pre eklampsia dan eklampsia yang datanya tercatat dalam rekam medis di instalasi rawat inap yang didiagnosis sebagai pasien pre eklampsia dan eklampsia selama tahun 2014-2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. Objek penelitian yang diambil adalah data rekam medis seluruh pasien yang didiagnosis sebagai pasien pre eklampsia dan eklampsia di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta selama tahun 2014-2015. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien ibu hamil penderita pre eklampsia dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode 2014-2015. 2. Sampel Sampel yang digunakan adalah seluruh data rekam medis pasien ibu hamil dengan diagnosa pre eklampsia dan eklampsia. 3. Tehnik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dengan metode total sampling sehingga seluruh populasi yang ada menjadi sampel dalam penelitian ini. D. Instrumen Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian berupa lembar observasi data rekam medis yang meliputi : nomer rekam medis, usia, jenis kelamin, jenis obat, golongan obat, dosis obat dan frekuensi pemberian obat, lama pemberian obat dan data laboratorium yang mendukung. E. Cara Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini di analisa secara deskriptif non analitik yaitu mendeskripsikan suatu keadaan secara objektif. Analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang objektic yang berkaitan dengan informasi tentang penggunaan obat pada kasus pre eklampsia dan eklampsia yang meliputi jenis obat, golongan obat, dosis dan frekuensi obat, cara pemberian obat serta lama pemberian obat dan selanjutnya dievaluasi ketepatan penggunaannya meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis. Hasil analisa ditampilkan dalam bentuk tabel serta penjelasan deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian diperoleh dari hasil pencatatan rekam medis pasien. Sampel yang digunakan adalah seluruh populasi yang ada atau dengan metode total sampling. Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang terdiagnosa pre eklampsia dan eklampsia. Dari hasil penelitian didapat 25 pasien yang meliputi 4 pasien dngan eklampsia dan 21 pasien dengan pre eklampsia. A. Gambaran Karakteristik Pasien Penderita Pre Eklampsia dan Eklampsia 1. Distribusi Pasien Pre eklampsia dan Eklampsia Berdasarkan Usia Ibu Hamil Salah satu faktor yang mempengaruhi pre eklampsia dan eklampsia adalah usia ibu >35tahun atau <20tahun. Ibu usia muda pada saat hamil sering mengalami ketidakteraturan tekanan darah, kurang memperhatikan kehamilannya serta sering mengalami kekurangsiapan secara psikis dalam menghadapi kehamilan sehingga mengakibatkan terjadinya hipertensi pada kehamilan. Sedangkan pada ibu hamil usia >35tahun, terjadi perubahan secara biologis akibat penuaan organ-organ dan penurunan kondisi fisik seperti penurunan fungsi hati serta peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan pre eklampsia dan eklampsia (Bobak, 2000). Tabel 4. Distribusi Pasien Pre Eklampsia dan Eklampsia Hamil Usia (tahun) Jumlah Pasien Prosentase (%) < 20 2 8 20-29 9 36 30-35 4 16 >35 10 40 Jumlah 25 100 Keterangan : Prosentase (%) dihitung dari jumlah kasus disbanding jumlah total kasus dikalikan 100% Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-29 tahun. Distribusi pasien dengan pre eklampsia dan eklampsia berdasarkan hasil pengamatan adalah kelompok usia 20-29 tahun dengan prosentase sebesar 36%. Pada usia 30-35 tahun mulai memasuki usia yang berisiko untuk hamil dan persalinan, pada usia ini didapat data sebesar 16% pasien didiagnosa pre eklampsia berat yang berisiko dalam persalinan. Usia yang sangat berisiko dalam kehamilan dan persalinan adalah kondisi primigravida yaitu pada usia < 20 tahun dan > 35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil pada usia kurang dari 20 tahun lebih tinggi 2-5 kali dibanding pada umur 20-29 tahun dan akan meningkat pada umur lebih dari 35 tahun. Pada sampel data yang diperoleh jika ditotal kedua kelompok primigravida didapat prosentase 48%, hampir setengah dari total sampel (Prawirohardjo, 2007). Pre eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.Di bawah ini merupakan hasil pemeriksaan laboratorium proteinuria pada pasien pre eklampsia dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta pada tahun 2014-2015. Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Proteinuria Usia Kehamilan (minggu) 0 – 12 13 – 24 25 - 40 Jumlah Hasil Kualitatif +1 +2 +3 Trace (+/-) +1 +2 +3 Trace (+/-) Jumlah Pasien 1 1 6 7 9 1 25 Pada tabel di atas dapat kita ketahui hasil pemeriksaan laboratorium untuk cek proteinuria pada pasien pre eklampsia dan eklampsia hasil pemeriksaan kualitatif ditandai dengan +1 sampai dengan +4. 2. Distribusi Pasien Pre Eklampsia dan Eklampsia Berdasarkan Usia Kehamilan Usia kehamilan pada penelitian ini adalah usia kehamilan 0-40 minggu yang terbagi menjadi tiga trimester. Trimester pertama yaitu 0- 12 minggu, trimester kedua 13-24 minggu, dan trimester ketiga 25-40 minggu. Prosentase berdasarkan usia kehamilan dapat dilihat ada tabel 5. Tabel 6. Distribusi Pasien dengan Diagnosa Pre Eklampsia dan Eklampsia Berdasarkan Usia Kehamilan Usia kehamilan (minggu) Jumlah Pasien Prosentase (%) 0-12 0 0 13-24 2 8 25-40 23 92 Jumlah 25 100 Keterangan : Prosentase (%) dihitung dari jumlah pasien dibanding jumlah total pasien dikalikan 100% Penderita pre eklampsia dan eklampsia paling banyak diderita pada trimester ketiga yaitu usia kehamilan 25-40 minggu sebanyak 23 pasien dengan prosentase 92% seperti yang terlihat pada tabel 5. Penderita pre eklampsia dan eklampsia paling sedikit diderita pada trimester kedua yaitu usia kehamilan 13-24 minggu sebanyak 2 pasien dengan prosentase 8%. Data pada tabel menunjukkan bahwa semakin bertambah usia kehamilan maka prosentase pre eklampsia dan eklampsia semakin bertambah. Hal ini sesuai dengan teori iskemia implantasi plasenta bahwa kejadian pre eklampsia semakin meningkat dengan makin tuanya usia kehamilan, tepatnya di atas usia kehamilan 20 minggu (Manuaba, 1998). 3. Distribusi Penggunaan Obat Berdasarkan Usia Kehamilan Usia kehamilan pada penelitian ini adalah usia kehamilan 0-40 minggu yang terbagi menjadi tiga trimester. Trimester pertama yaitu 0- 12 minggu, trimester kedua 13-24 minggu, dan trimester ketiga 25-40 minggu. Dalam pemberian obat kepada ibu hamil harus dilihat dari indeks kemanan obat yang akan digunakan. Berikut ini merupakan tabel distribusi penggunaan obat anti hipertensi pada pasien pre eklampsia dan eklampsia berdasarkan usia kehamilan. Tabel 7. Distribusi Penggunaan Obat Untuk Terapi Antihipertensi Berdasarkan Usia Kehamilan Usia kehamilan Obat yang digunakan Jumlah Prosentase (minggu) Pemberian (%) 0-12 0 13-24 Nifedipin (Antagonis Kalsium) 1 1,49 Metidopa (Adrenolitik Sentral) 1 1,49 Mg SO4 (Anti Konvulsan) 2 2,98 25-40 Nifedipin (Antagonis Kalsium) 24 35,82 Metidopa (Adrenolitik Sentral) 12 17,91 Amlodipin (Antagonis Kalsium) 1 1,49 Captopril (ACE Inhibitor) 2 2,98 Furosemid (Diuretik ) 2 2,98 Clonidin (Adrenolitik Sentral) 1 1,49 Mg SO4 (Anti Konvulsan) 18 26,86 Diazepam 2 2,98 Bisoprolol (Beta blocker) 1 1,49 Candesartan 1 1,49 Jumlah 67 100 Keterangan : Prosentase dihitung dari jumlah pemberian dibanding jumlah total dikalikan 100% Penderita pre eklampsia dan eklampsia di instalasi rawat inap RSUD Panembahan tahun 2014- 2015 diberikan terapi anti hipertensi dengan menggunakan golongan obat antagonis kalsium (nifedipin, amlodipin), adrenolitik sentral (metildopa, clonidin), antikonvulsan (MgSO4) dan pada trimester dua dan tiga. Sedangkan golongan ACE inhibitor, diuretik, beta blocker dan diazepam hanya digunakan pada trimester tiga. Pada usia kehamilan 13-24 minggu obat yang paling banyak digunakan adalah MgSO4 sebagai antikonvulsan (antikejang) sebanyak 2 kasus (2,98%). Sedangkan pada usia kehamilan 25-40 minggu yang paling banyak digunakan yaitu nifedipin sebagai antagonis kalsium sebanyak 24 kasus (35,82%). Nifedipin paling banyak digunakan untuk pengobatan pre eklampsia dan eklampsia karena telah terbukti menurunkan tekanan darah pada kehamilan dan mengendalikan hipertensi antenatal dan pasca persalinan. Metildopa juga banyak digunakan untuk pengobatan pre eklampsia dan eklampsia dikarenakan metildopa dipandang sebagai obat hipertensi yang paling aman untuk digunakan sepanjang kehamilan. Obat ini melintasi plasenta dan ditemukan di dalam darah tali pusat dengan konsentrasi yang sama dengan yang ada dalam darah ibu. Obat ini menurunkan tekanan darah sistolik pada neonatus, tetapi belum pernah ada laporan tentang efek buruk pada janin. Data mengenai tindak lanjut pediatrik selama tujuh tahun pada ibu hamil yang diterapi menggunakan metildopa untuk hipertensi atau pre eklampsia tidak memperlihatkan kelainan jangka panjang apapun dalam perkembangan bayi (Rubin, 2000). Antikonvulsan yang digunakan untuk pre eklampsia dan eklampsia adalah MgSO4, antikonvulsan digunakan untuk mencegah dan mengatasi kejang, serta sistem kerjanya mirip dengan antagonis kalsium. Magnesium sulfat merupakan Drug Of Choice untuk mencegah serangan kejang yang lebih lanjut pada keadaan eklampsia yang sudah ditegakkan diagnosisnya. Penelitian diperlihatkan bahwa pemberian magnesium sulfat lebih efektif daripada pemberian diazepam atau fenitoin dalam pencgahan kejang yang rekuren dan pemberian obat ini disertai dengan jumlah kematian ibu yang lebih sedikit. Magnesium mengatasi serangan eklampsia dengan mengurangi spasme pembuluh darah serebral sehingga perfusi serebral diperbaiki (Jordan, 2004). Diazepam sebenarnya bukan merupakan obat untuk menurnkan hipertensi pada ibu hamil namun pada kasus ini diazepam digunakan untuk mengurangi rasa gelisah yang dialami ibu hamil sehingga ibu dapat beristirahat. Diazepam digunakan dalam pengobatan karena efek sedativnya. Sedative berfungsi untuk menurunkan aktifitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan penggunanya tetapi penggunaan pada ibu hamil menunjukan adanya kelainan kongenital.Indeks keamanan untuk diazepam (kategori D) adalah terbukti menimbulkan resiko pada janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan (misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan) (Anonim, 2010). Tabel 7 menunjukkan penggunaan captopril yakni sebagai ACE Inhibitor sebanyak 2 kasus (2,98%) pada trimester ketiga tidak direkomendasikan. Penggunaan captopril pada kehamilan dapat menyebabkan gangguan/kelainan organ bahkan dapat menyebabkan kematian fetus atau neonates. Ada kehamilan trimester II dan III dapat menimbulkan gangguan antara lain : hipotensi, hipoplasia tengkorak neonates, anuria, gagal ginjal reversible atau irreversible dan kematian. Juga dapat menyebabkan kelahiran premature, maka dari itu penggunaan captopril harus diwaspadai untuk kehamilan. Antihipertensi yang dianjurkan dan aman semasa kehamilan yaitu metildopa dan nifedipine (Soe Jordan, 2004). Terdapat juga penggunaan bisoprolol dari golongan β blocker sebanyak 1 kasus (1,49%) trimester ketiga, hal tersebut merupakan juga tidak tepat pasien dikarenakan pada trimester II dan III termasuk dalam kategori D yang beresiko tinggi terhadap janin (Depkes RI, 2006). B. Evaluasi Ketepatan Penggunaan Obat Pada Pasien Pre Eklampsia dan Eklampsia 1. Tepat Indikasi Ketepatan pemberian obat yang disesuaikan dengan kondisi klinis berdasarkan diagnosis dan keluhan pasien. Tabel 8. Prosentase penggunaan obat kategori tepat indikasi pada pasien pre eklampsia dan eklampsia Tekanan Jumlah Alasan Prosentase Darah (nomor kasus) (%) ≥ 160/110 mHg < 160/110 mHg 20 (1,2,4,5,6,7,8,9,10, 11,12,13,14,15,17, 19,21,22,23,25) 5 (3,16, 18, 20,24) Antihipertensi diberikan kepada pasien pre eklampsia berat dan eklampsia 80 Antihipertensi diberikan kepada pasien pre eklampsia ringan 20 Pada tabel 8 ditunjukan bahwa terdapat 20 kasus (80%) tepat indikasi karena antihipertensi yang diberikan pada pasien pre eklampsia berat dan eklampsia sesuai dengan indikasinya menurut Standar Pelayanan Medis RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2010 yakni antihipertensi diberikan apabila tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolic ≥110 mmHg. Tabel 8 juga menunjukan bahwa terdapat 5 kasus (20%) tidak tepat indikasi, hal ini dikarenakan antihipertensi seperti nifedipin dan metildopa diberikan pada pasien pre eklampsia ringan yakni dengan tekanan darah <160/110 mmHg. 2. Tepat Pasien Tepat pasien, yaitu tepat pada kondisi pasien masing-masing, dalam artian tidak ada kontraindikasi dan kemungkinan terjadi reaksi yang merugikan adalah minimal Ketepatan pasien pada penelitian dilihat dari pemilihan antihipertensi yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis dan patologis pasien, yakni ibu hamil dan dilihat ada tidaknya kontraindikasi obat terhadap ibu hamil. Tabel 9. Prosentase penggunaan obat kategori tepat pasien pada pasien pre eklampsia dan eklampsia Nama obat Jumlah Alasan Prosentase (nomor kasus) (%) Nifedipin 6 (3,16, 18, 20,24) Antihipertensi yang diberikan 24 Nifedipin dan 10 (1,2,9,11,12,16,19,20, kepada pasien gol. Antagonis 40 kalsium, diuretic, adrenolitik metildopa 21,23) sentral dan antikonvulsan tidak MgSO4 3 (8,9,22) 12 termasuk kategori D dan X MgSO4 dan 16 20 Nifedipin (1,2,5,6,7,9,10,11,12,14,1 sehingga aman untuk ibu hamil 6,17,20,21,23,25) Furosemid, 1 (23) 4 Klonidin dan Amlodipin Tabel 9 menunjukan bahwa pada penelitian ini ketepatan pasien dalam penggunaan antihipertensi sebesar 20 kasus (80%). Dapat dilihat pada tabel 8 pasien dengan diagnosa pre eklampsia dan eklampsia diberikan antihipertensi dari golongan antagonis kalsium (nifedipin). Nifedipin sampai saat ini menjadi obat pilihan untuk hipertensi dalam kehamilan yang terdapat di Indonesia. Nifedipin termasuk kategori C yaitu obat yang pada hasil studi terhadap binatang percobaan memperlihatkan adanya efek-efek samping pada janin tetapi tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil sehingga obat hanya boleh digunakan jika besar manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin. Maka lebih baik menggunakan antihipertensi yang lebih aman pada ibu hamil seperti metildopa. Waspada efek samping terhadap nifedipin karena dapat menghambat persalinan. Permberian amlodipin yang juga termasuk antihipertensi golongan antagonis kalsium sebanyak 1 kasus. Dalam indeks keamanan kehamilan berdasarkan kategori faktor resiko untuk amlodipin dan klonidin termasuk kategori C, sehingga obat hanya boleh digunakan jika besar manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin. (Depkes RI, 2006). Pada tabel 9 pemberian metildopa bersama nifedipin yang merupakan antihipertensi golongan adrenolitik sentral sebanyak 10 kasus, dan terdapat juga pemberian antikonvulsan (MgSO4) sebanyak 19 kasus, magnesium sulfat merupakan Drug Of Choice untuk mencegah serangan kejang yang lebih lanjut pada keadaan eklampsia yang sudah ditegakkan diagnosisnya. Dalam indeks keamanan kehamilan berdasarkan kategori faktor resiko untuk metildopa dan MgSO4 termasuk kategori B yakni studi terhadap sistem reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko pada janin tetapi tidak ada studi kontrol pada wanita hamil (Depkes RI, 2006). Metildopa juga banyak digunakan untuk pengobatam pre eklampsia dan eklampsia dikarenakan metildopa dipandang sebagai obat hipertensi yang paling aman untuk digunakan sepanjang kehamilan. Obat ini melintasi plasenta dan ditemukan di dalam darah tali pusat dengan konsentrasi yang sama dengan yang ada dalam darah ibu. Obat ini menurunkan tekanan darah sistolik pada neonatus, tetapi belum pernah ada laporan tentang efek buruk pada janin. Data mengenai tindak lanjut pediatrik selama tujuh tahun pada bayi-bayi yang ibunya diterapi menggunakan metildopa selama hamil untuk hipertensi atau pre eklampsia tidak memperlihatkan kelainan jangka panjang apapun dalam perkembangan bayi. Waspada efek samping metildopa pada ibu adalah rasa mengantuk, depresi, dan hipotensi poatural. Gejala ini dapat menyebabkan dihentikannya pengobatan pada beberapa individu (Rubin, 2000). Pemberian furosemid yang termasuk diuretik dapat mengakibatkan gangguan elektrolit pada janin, juga dilaporkan kelainan darah pada neonates. Ibu hamil hanya dapat menggunakan diuretika pada fase terakhir kehamilannya atas indikasi ketat dan dengan dosis yang serendah-rendahnya. Penggunaan klonidin dalam indeks keamanan kehamilan berdasarkan kategori faktor resiko untuk klonidin termasuk kategori C, sehingga obat hanya boleh digunakan jika besar manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin. (Depkes RI, 2006). Tabel 10. Prosentase penggunaan obat kategori tidak tepat pasien pada pasien pre eklampsia dan eklampsia Nama obat Jumlah Alasan (nomor kasus) Candesartan 1 (7) Antihipertensi yang diberikan kepada pasien gol. ACE Inhibitor dan Beta blocker Bisoprolol 1 (19) termasuk kategori D yang memiliki resiko Diazepam 2 (2,9) jika diberikan pada kehamilan trimester 2 Captopril 1 (23) dan 3 Tabel 10 diatas menunjukkan terdapat 5 kasus tidak tepat pasien karena terdapat 1 kasus diberikan candesartan, 1 kasus diberikan bisoprolol, 5 kasus diberikan diazepam dan 1 kasus diberikan captopril. Dimana obat-obatan tersebut dalam indeks keamanan kehamilan berdasarkan kategori faktor resiko termasuk kategori D pada trimester 2 dan 3 yang beresiko tinggi terhadap janin. Obat dengan kategori D yakni obat yang memiliki bukti positif mengenai risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh mungkin lebih besar dari risikonya (misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau untuk penyakit serius yang tidak efektif atau tidak mungkin diatasi oleh obat yang lebih aman) (Depkes RI, 2006). Penggunaan ACE Inhibitor tidak boleh untuk ibu hamil, karena ACE Inhibitor bersifat teratogen (merusak janin), terutama pada 6 bulan terakhir. Tabel 10 juga menunjukkan adanya penggunaan betablockers yaitu bisoprolol pada 1 pasien yakni di usia kehamilan 32 minggu (trimester 3), hal tersebut merupakan tidak tepat pasien dikarenakan pada ibu hamil dalam indeks keamanan kehamilan berdasarkan kategori faktor risiko bisoprolol termasuk kategori D pada trimester 2 & 3. Jika bisoprolol diberikan pada ibu dengan usia kehamilan trimester 3 dapat menyebabkan penyaluran darah melalui plasenta dikurangi sehingga dapat merugikan perkembangan janin. 3. Tepat Obat Ketepatan obat dilihat dari pemilihan antihipertensi yang disesuaikan dengan standar yang digunakan, dilihat apakah merupakan Drug of Choice dari antihipertensi yang digunakan untuk pasien pre eklampsia dan eklampsia. Tabel 11. Prosentase penggunaan obat kategori tepat obat pada pasien pre eklampsia dan eklampsia Nama obat Jumlah Alasan Prosentase (nomor kasus) (%) Nifedipin, metildopa dan MgSO4 20 (1,2,3,4,5,6,7,9,10,11, 12,13,14,15,16,17,18, 19,20,21,23,24,25) Pasien diberikan obat antihipertensi yang bukan merupakan Drug Of Choice untuk pasien pre eklampsia dan eklampsia 80 Tabel 12. Prosentase penggunaan obat kategori tidak tepat obat pada pasien pre eklampsia dan eklampsia Nama obat Jumlah Alasan Prosentase (nomor kasus) (%) Furosemide dan 1 (7) Pasien diberikan obat antihipertensi yang 4 candesartan bukan merupakan Drug Of Choice untuk pasien pre eklampsia dan eklampsia Diazepam 1 (19) 4 Bisoprolol 2 (2,9) 8 Furosemide, 1 (23) 4 clonidin dan kaptopril Pada penelitian ini terdapat 20 kasus (80%) yang tepat obat, dapat dilihat pada tabel 11 dimana 20 pasien tersebut diberikan nifedipin sebagai antihipertensi dan diberikan MgSO4 sebagai antikonvulsan yang merupakan Drug of Choice untuk pasien pre eklampsia dan eklampsia. Sedangkan pada tabel 12 terdapat 5 kasus (20%) yang tidak tepat obat dikarenakan diberikan antihipertensi yaitu furosemid, bisoprolol, captopril, diazepam, dan candesartan yang bukan merupakan Drug of Choice untuk pasien pre eklampsia dan eklampsia. 4. Tepat Dosis Tepat dosis adalah jumlah obat yang diberikan berada dalam range terapi. Di bawah ini merupakan golongan obat, nama obat serta dosis dan frekuensi obat yang diberikan pada pasien pre eklampsia dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Tabel 13. Evaluasi Ketepatan Penggunaan Obat Pada Pasien Pre Eklampsia dan Eklampsia Golongan obat Diuretik ACE inhibitor Antagonis Kalsium Adrenolitik Sentral Macam Obat Furosemide Captopril Dosis dan frekuensi pemberian 1x10mg/ml 3x 25 mg Literature Dosis dan Buku frekuensi 1x10-50mg IONI 2-3 x 6,25-50 mg IONI Nifedipin 3x 10 mg 3x 10 mg Amlodipin Metildopa 1x 10 mg 2x 250mg 3x 250mg 3x 500mg 2x 0,10mg 1x5-10 mg 3x 125500mg/hari 1x 8 g 4x 4 g 3x 4 g 2x 2,5mg 4-6 jam 4-8 g Klonidin Anti konvulsan MgSO4 Sedativ Diazepam 3x 0,10mg 3x 2mg atau 3x 30 mg Jumlah kasus Prosentase (%) Keterangan 2 2 3,17 3,17 Sesuai Sesuai Ilmu Kebidanan IONI Ilmu Kebidanan 22 34,92 Sesuai 1 12 1,59 19,05 Sesuai Sesuai Ilmu Kebidanan SPM 1 1,59 Sesuai 19 30,16 Sesuai SPM 2 3,17 Sesuai Beta blocker Angiotensin reseptor blocker Bisoprolol Candesartan 1x 2,5mg 2x 8 mg 1x1,5 dosis awal Dosis awal 8 mg jika diperlukan dapat ditingkatkan maks. 32mg/hari IONI IONI 1 1 1,59 1,59 Sesuai Sesuai Keterangan : Prosentase dihitung dari jumlah kasus dibanding jumlah total dikalikan 100% Tabel 13 di atas menunjukan tentang dosis dan frekuensi obat yang diberikan pada pengobatan pre eklampsia dan eklampsia di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta tahun 2014- 2015 sudah 100% tepat dosis karena dosis antihipertensi seperti captopril, furosemid, nifedipin, amlodipin, klonidin, metildopa, bisoprolol, candesartan, dan MgSO4 pada 25 pasien tersebut sesuai dengan dosis standarnya berdasarkan buku acuan kefarmasian, buku ilmu kebidanan serta Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit. Untuk pemberian diuretika yaitu furosemid dosis yang sering digunakan adalah 1x10 mg/ml pemberian secara intravena sebanyak 2 kasus (3,17%) digunakan untuk edema. Dari tabel diatas dapat diketahui pula dosis dan frekuensi obat golongan ACE Inhibitor yang digunakan untuk pengobatan hipertensi. Captopril yang diberikan dengan dosis 3x25 mg yaitu secara oral sebanyak 2 kasus (3,17%). Golongan antagonis kalsium paling sering digunakan yaitu nifedipin dengan dosis 3x10 mg/ hari sebanyak 22 kasus (34,92%), sedangkan amlodipin dipakai dengan dosis 1x10 mg/ hari sebanyak 1 kasus (1,59%). Golongan betablocker yang digunakan pada kehamilan trimester ketiga karena penghambat beta merupakan obat antihipertensi yang aman digunakan dalam trimester ketiga (Rubin, 2000). Obat yang digunakan adalah bisoprolol dengan dosis 1x2,5mg pemberian secara oral sebanyak 1 kasus (1,59%). Golongan adrenolitik sentral yang digunakan adalah metildopa dan clonidin, yang paling sering digunakan adalah metildopa karena merupakan obat yang aman untuk ibu hamil. Dosis yang digunakan pada metildopa yaitu 2 x 250 mg, 2 x 250 mg, dan 3 x 500 mg secara oral sebanyak 12 kasus (19,05%). Dosis oral klonidin yang digunakan 3 x 0,10 mg per hari. Pada penggunaan klonidin dosis lebih rendah dari dosis yang seharusnya. Hal ini dapat disebabkan karena dokter memperhatikan efek sampingnya. Antikonvulsan yang digunakan yaitu magnesium sulfat sebagai mencegah dan mengatasi kejang pada pre eklampsia dan eklampsia. Dosis magnesium sulfat diberikan secara intravena dngan dosis 4-8 gram diberikan selama 4-6 jam. Sedangkan cara pemberian obat dari tabel 13 dapat kita lihat pada tabel 14 di bawah ini : Tabel 14. Distribusi Cara Pemberian Obat Pada Pasien Pre Eklampsia dan Eklampsia Cara pemberian Jumlah Obat Prosentase (%) Per oral 40 63,49 Parenteral 23 36,52 Jumlah 63 100 Keterangan : Prosentase dihitung dari jumlah obat dibanding jumlah total obat dikalikan 100% Pada tabel 13 dapat dilihat bahwa distribusi cara pemberian obat peroral yang digunakan pada pasien pre eklampsia dan eklampsia yaitu sebanyak 63,49%. Sedangkan yang diberikan secara parenteral sebanyak 36,52%. Obat antihipertensi yang digunakan secara parenteral digunakan untuk menurunkan tekanan darah secara cepat. Untuk obat yang pemberiannya parenteral biasanya digunakan saat keadaan emergensy, mengancam jiwa dan biasanya berhubungan dengan ditandai kenaikan darah. KESIMPULAN 1. Jenis obat yang digunakan pada pasien pre eklampsia dan eklampsia di instalasi rawat inap RS Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta tahun 2014-2015 adalah nifedipin sebanyak 37,31%, metildopa sebanyak 19,40%, MgSO4 sebanyak 29,84%, captopril sebanyak 2,98%, klonidin sebanyak 1,49%, furosemid sebanyak 2,98%, diazepam sebanyak 2,98%, dan bisoprolol sebanyak 1,49%. 2. Pada evaluasi penggunaan obat dapat diketahui bahwa 80% tepat indikasi; 82% tepat pasien; 80% tepat obat; dan 100% tepat dosis. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009, UU RI Tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Dinas Kesehatan DIY. 2013, Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013, Dinkes DIY, Yogyakarta, diakses pada 25 februari 2015, http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROV INSI_2012/14_Profil_Kes.Prov.DIYogyakarta_2012.pdf Dinas Kesehatan DIY. 2013, Rencana Strategis Dinas Kesehatan Bantul tahun 2011-2015, Dinkes DIY, Yogyakarta, diakses pada 25 februari 2015, http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/RENSTRA_DINKES BANTUL_2011-2015/14_Renstra_Dinkes.Bantul_2011-2015.pdf Departemen Kesehatan RI. 2006, Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui, Depkes RI, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008,Sagung Seto, Jakarta. Husain, Farid. 2014, Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti : Paradigma Baru dalam Asuhan Kebidanan, Cetakan I, Sagung Seto, Jakarta. Hartanto. 2015, Kematian Ibu di Kota Masih Tinggi, Kompas, 28 Desember 2015. Hoan Tjay, Tan & Kirana Rahardja. 2008, Obat-Obat Penting: Khasiat,Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi VI, Elex Media Komputinda, Jakarta. Jordan, Soe. 2004, Farmakologi Kebidanan, EGC, Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2011, Modul Penggunaan Obat Rasional, Kementrian Kesehatan Jakarta, diakses pada 15 Februari 2016, http://www.binfar.kemkes.go.id/ Manuaba, I.B.G., 2007, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta. Menteri Kesehatan RI. 2008, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008, Menteri Kesehatan, Jakarta, diakses pada 29 Januari 2016, <http://www.apikes.com/files/permenkes-no-269tahun-2008.pdf>MIMS, 2014/2015, Petunjuk Konsultasi, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta. Prawirohardjo, S., 2007,. Ilmu Kebidanan Edisi 4 Cetakan ke-1, PT Bina Pustaka Sarwono, Jakarta. Prawirohardjo, S., 2008,. Ilmu Kebidanan Edisi 4 Cetakan ke-1, PT Bina Pustaka Sarwono, Jakarta. Siregar, Charles J.P. & Lia Amalia. 2013, Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Sukarni K, Icemi & Wahyu P. 2013, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Cetakan I, Nuha Medika, Yogyakarta. Sukarni K, Icesmi & Margareth ZN. 2013, Kehamilan, Persalinan, dan Nifas,Cetakan I, Nuha Medika, Yogyakarta. Triwibowo, C, 2012, Perizinan dan Akreditasi Rumah Sakit Sebuah Kajian Hukum Kesehatan, cetakan kesatu, Nuha Medika, Yogyakarta.