Indonesia, Kiblat Pemikiran Islam

advertisement
Edisi Desember 2015
MEDAN MERDEKA SELATAN
M A J A L A H T R I W U L A N S E K R E TA R I AT W A K I L P R E S I D E N
Indonesia, Kiblat Pemikiran Islam
Liputan Khusus
Tokoh Kita
PERAN AKTIF INDONESIA
WUJUDKAN PERDAMAIAN DUNIA
PEMIKIRANNYA WARNAI DUNIA
KEISLAMAN INDONESIA
Lawatan Wapres Jusuf Kalla ke New York, AS
Azyumardi Azra
DARI REDAKSI
DEWAN REDAKSI
Penasehat
MOHAMAD OEMAR
Kepala Sekretariat Wakil Presiden
Penanggung Jawab
DEWI FORTUNA ANWAR
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan
Pemerintahan
Penanggung Jawab Redaksi
RUSMIN NURYADIN
Asisten Deputi Komunikasi dan
Informasi Publik
Redaktur Eksekutif
ROMANSEN
SUPRIYANTO
Redaktur Foto
TRI HANDAYANI
DOK. SETWAPRES > MOCH. MUCHLIS
Akhir-akhir ini, dunia kembali dikejutkan
dengan berbagai tindakan radikalisme
yang mengatasnamakan Islam. Mulai dari
berkembangnya kelompok teroris Islamic
State of Iraq and Syria (ISIS) di Iraq dan
Suriah, Boko Haram di Afrika, hingga
tindakan brutal yang terjadi di Perancis.
Tidak hanya itu, berbagai konflik juga
terjadi di negara-negara Islam seperti di
Yaman, Libya, dan Mesir.
Hal ini tentu saja menjadi kegelisahan,
tidak hanya bagi umat Islam, tetapi juga
masyarakat di berbagai penjuru dunia.
Mengapa Islam yang hakikinya membawa
perdamaian dan kesejukan harus
tercoreng dengan berbagai tindakan dan
aksi kekerasan yang dilakukan demi
kepentingan golongan?
Wakil Presiden Jusuf Kalla memandang,
sebagai negara dengan penduduk Muslim
terbesar di dunia, sudah waktunya bagi
Indonesia memainkan peranannya untuk
berkontribusi terhadap perdamaian
dunia. Salah satunya Indonesia harus
mempunyai pusat penelitian, pusat
pengembangan pikiran-pikiran agama
Islam untuk dunia internasional, meski
membutuhkan biaya yang besar. Untuk
itu, tema yang diambil dalam edisi
Mersela kali ini, Indonesia, Kiblat
Pemikiran Islam.
Pandangan Wapres tidak hanya menjadi
wacana. Dengan komitmen dan semangat
yang dimilikinya, Wapres mengajak tokohtokoh Islam di tanah air untuk bersamasama mengimplementasikannya. Visi
dan misi Wapres dalam mewujudkan
Indonesia menjadi role model pemikiran
Islam di dunia tersebut dapat disimak
dalam Kiprah Wapres.
Misi Wapres ini mendapatkan dukungan
tidak hanya dari para cendekiawan
Muslim, tetapi juga tokoh non Muslim.
Siapa
dan
bagaimana
dukungan
tersebut diberikan, dapat diikuti pada
Liputan Utama.
Untuk rubrik Tokoh Kita, tidak salah
kiranya bagi Tim Mersela mengangkat
profil Azyumardi Azra. Sebagai orang
Indonesia pertama yang menerima
gelar Commander of the Most Excellent
Order of the British Empire (CBE),
karena dedikasinya memajukan toleransi
beragama, ia turut membuktikan kepada
dunia, bahwa Indonesia layak jadi kiblat
pemikiran Islam.
Terkait dengan tema yang diangkat
kali ini, Serbaneka juga menampilkan
wajah Indonesia yang menyatukan
keunikan budaya dengan tradisi Islam.
Kampung Sade yang terletak di Lombok
Tengah, NTB ini akan membawa
pembaca memahami tradisi yang
berbaur dengan agama.
Dengan segala ciri khas, karakter,
dan keunikan yang dimiliki, sudah
waktunya negara ini menunjukkan di
mata internasional bahwa Indonesia
memang layak menjadi barometer
bagaimana praktek Islam seharusnya,
bagaimana Islam sangat menjunjung
toleransi beragama, dan bagaimana
Islam menjadi rahmat bagi semesta. Kini,
saatnya Indonesia berjaya menjadi kiblat
pemikiran Islam di dunia!
Editor/Reporter
PERY IRAWAN, DARYANTI,
SITI KHODIJAH, MEILANI SAECIRIA,
GITA SAVITRI, INDRA PUTRA,
RAHMADI HIDAYAT,
KWINTA MASALIT, DIAN SIANIPAR
Fotografer
EDY KASRODY,
YOHANES LINIANDUS,
NOVIA A. RATNASARI,
JERI WONGIYANTO
Sekretariat
MAHDIYONO
Disain Layout
HENI SOENARDJO
Distributor
ARIEF HENDRATNO
Alamat Redaksi:
Sekretariat Wakil Presiden
Jl. Kebon Sirih No. 14,
Jakarta Pusat 10110
T. [021] 384 2780 ext. 1132
F. [021] 381 1774
Redaksi menerima sumbangan
artikel, masukan dan saran.
Silakan kirim ke:
Sekretariat Redaksi MERSELA,
Asdep Komunikasi dan
Informasi Publik,
Sekretariat Wakil Presiden
Keterangan Foto:
Wapres menyampaikan
ceramah Ramadhan di Masjid
Sunda Kelapa, Jakarta
Fotografer: Yohanes Liniandus
DAFTAR ISI
04
46
32
40
46 SERBANEKA
32 LIPUTAN KHUSUS
Lawatan Wapres Jusuf Kalla
ke New York, Amerika Serikat
04 KIPRAH WAPRES
Indonesia Layak Jadi
Kiblat Pemikiran Islam
10 LIPUTAN UTAMA
Mencari Ilmu
Keislaman yang
Moderat,
Datanglah ke
Indonesia
Peran Aktif
Indonesia Wujudkan
Perdamaian Dunia
40 TOKOH KITA
Prof. DR. Azyumardi Azra, MA
Direktur Pasca Sarjana
UIN Syarif Hidayatullah
Pemikirannya Warnai
Dunia Keislaman
Indonesia
45 PENDAPAT MEREKA
Kampung Sade
Ketika Tradisi Berbaur
dengan Agama
48 GALERI FOTO
52 OPINI
Peran Indonesia
dalam Dunia Islam
56 FORUM DISKUSI
Strategi Penguatan
Pengelolaan Website
dan Media Sosial
dalam Mendukung
Diseminasi
Informasi Publik
MERSELA | Edisi Desember 2015
03
KIPRAH WAPRES
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
Indonesia Layak Jadi
Kiblat Pemikiran Islam
Selama ini negara-negara di Timur Tengah dijadikan pusat pemikiran Islam di dunia, tetapi
sayangnya, negara-negara tersebut tidak dapat dijadikan gambaran ideal wajah Muslim yang
rahmatan lil ’alamin. Mengapa demikian? Karena begitu banyak pertikaian dan pembunuhan yang
masih terjadi di sana. Begitu tragis terlihat.
Indonesia, negara yang penduduknya
beragama Islam terbesar di dunia,
menganut Islam yang paling diterima
secara internasional karena dianggap
paling rasional dan paling moderat. Bangsa
Indonesia dengan beragam agama, budaya,
suku, dan bahasa hidup berdampingan
dan harmonis. Nilai-nilai Islam tersebut
tergambar di dalam kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik masyarakatnya.
Sehingga timbul sebuah pertanyaan,
apakah Indonesia dapat menjadi pusat
pemikiran Islam di dunia?
04
MERSELA | Edisi Desember 2015
“Islam di Indonesia dan juga negara-negara
di kawasan Asia Tenggara disebarkan
dengan cara yang damai. Cara penyebaran
ini berbeda dengan Islam di Timur Tengah
yang dilakukan dengan pendudukan suatu
wilayah. Dengan penyebaran agama Islam
yang damai ini, Indonesia sebagai negara
dengan penduduk Muslim terbesar di dunia,
bukan hanya besar, tapi juga merupakan
negara yang paling harmonis. Tidak ada
yang lebih harmonis daripada kita di dunia
ini,” ucap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf
Kalla saat menutup Musyawarah Kerja
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
Wapres Jusuf Kalla
menutup Musyawarah
Kerja Nasional PPP I
di Hotel Bidakara
Jakarta
Indonesia
adalah contoh
dari negara
yang berhasil
mewujudkan
ketenteraman dan
kedamaian bagi
masyarakatnya,
meski memiliki
keragaman
agama, suku
dan budaya
Nasional Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) I di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis 19
Februari 2015. Keharmonisan itu terlihat
dari kebhinekaan yang dimiliki Indonesia
yang membuat bangsa tetap bersatu, yang
dapat menjadi contoh bagi negara-negara
di dunia, khususnya negara-negara Islam
di Timur Tengah.
“Indonesia adalah contoh dari negara yang
berhasil mewujudkan ketenteraman dan
kedamaian bagi masyarakatnya, meski
memiliki keragaman agama, suku, budaya
dan keragaman lainnya. Keberhasilan
ini karena Indonesia sangat menjaga
keharmonisan secara politik dan ekonomi,”
ujar Wapres ketika berbicara dalam
Pembukaan Pertemuan Komite Eksekutif
Asian Conference of Religions for Peace, dan
seminar internasional “Asian Multi-religious
Action to Overcome Violent Religious
Extremism”, di Gedung Merdeka Bandung, 3
Juni 2015. Contoh konkrit terlihat bagaimana
perayaan Hari Raya Waisyak menjadi hari
libur nasional. “Padahal umat Budha di
Indonesia kurang dari 1 persen, tapi kami
menghargai dengan menjadikannya hari
libur nasional,” lanjut Wapres. Tidak hanya
Waisyak, tapi semua hari raya keagamaan
lainnya juga menjadi hari libur nasional,
tanpa melihat jumlah pemeluknya. Harmoni
pun ditunjukkan oleh anggota Kabinet
Kerja. “34 menteri itu, berasal dari berbagai
macam latar belakang, profesional, suku
dan juga merepresentasikan agama yang
ada di Indonesia,” tutur Wapres. Tidak ada
negara di dunia ini seperti di Indonesia,
di mana semua hari raya keagamaan
menjadi hari raya nasional, begitu juga
anggota kabinetnya sebagai pemeluk
agama yang merepresentasikan agama
yang ada di negara tersebut. “Inilah
cara menuju kehidupan yang harmonis.
Kita menghormati, memberikan saling
pengertian, serta menjaga harmoni dan
kedamaian,” ucap Wapres. Selain itu
pula keharmonian yang perlu dilihat oleh
negara-negara di dunia adalah pertemuan
lintas agama, yang dilakukan di tempat
peribadatan. Mempromosikan Indonesia
dengan menampilkan keindahan candi
Borobudur dan Bali. Padahal keduanya
merupakan tempat ibadah bagi penganut
agama Budha dan Hindu.
Di Indonesia, Islam diajarkan dengan
penuh toleransi dan kedamaian, sehingga
menimbulkan ketenteraman dan kedamaian
di tengah-tengah masyarakat. “Oleh karena
itu, Islam di Indonesia sering disebut orang
dengan istilah Islam Indonesia, atau Islam
Nusantara, atau Islam Moderat,” ungkap
Wapres ketika memberikan sambutan pada
acara buka bersama dengan Korps Alumni
Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dan
Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) pada
8 Juli 2015 di Istana Wapres.
Begitu berkebangsaan dan tolerannya
kehidupan masyarakat di Indonesia
sehingga dapat menjadi referensi pemikiran
Islam bagi negara-negara di dunia, oleh
karena itu, Wapres Jusuf Kalla ingin
menjadikan Indonesia sebagai pusat
MERSELA | Edisi Desember 2015
05
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
KIPRAH WAPRES
pemikiran Islam yang moderat dan menjadi
contoh di dunia. “Karena kita berbeda
dengan negara-negara lain di dunia, apalagi
negara di Timur Tengah,” kata Wapres Jusuf
Kalla saat menutup Musyawarah Kerja
Nasional Partai Persatuan Pembangunan I
di Hotel Bidakara Jakarta, 19 Februari 2015.
Citra Islam
Bila menilik sejenak pada tampilan Islam,
Indonesia dinilai layak mewakili citra Islam
di dunia meskipun saat ini citra Islam justru
didominasi oleh apa yang terjadi di kawasan
Timur Tengah, di mana muncul persepsi
buruk bahwa Islam adalah teroris, konflik,
dan kekerasan, meskipun hal tersebut
menular ke Indonesia, tetapi tidak sampai
menjadi tampilan umum. Siapapun tidak
dapat menghentikan suatu konflik yang
disebabkan oleh perbedaan ideologi atau
agama dengan menggunakan senjata. Tetap
harus diselesaikan dengan perdamaian. “Ini
terjadi di mana pun, kita semua belajar dari
konflik dan terorisme antarnegara, karena
masyarakat membutuhkan satu hal, yaitu
hidup yang lebih baik. Tidak ada yang tidak
menginginkan itu,” ucap Wapres Jusuf
Kalla. Konflik, terorisme adalah ancaman
yang sebenarnya dapat diselesaikan oleh
harmoni antar manusia dan harmoni
antarnegara.
“Dewasa ini umat Islam di dunia sedang
mengalami cobaan berat, yakni jutaan
dari mereka berhijrah ke negara lain, dan
tragisnya, justru meminta perlindungan
ke negara non Islam karena di negaranegara Islam sedang mengalami konflik
dan kekerasan, sehingga hidup mereka
tidak nyaman sebagaimana terjadi di
Suriah, Libya, Afghanistan, Yaman, dan di
banyak negara Islam lainnya yang selama
ini menjadi lambang kebesaran negara
Islam,” ujar Wapres Jusuf Kalla ketika
meresmikan Pembukaan Musyawarah
Nasional (Munas) IV Tahun 2015 Lembaga
Dakwah Islam Hidayatullah di Pondok
Pesantren Hidayatullah Kota Balikpapan,
Provinsi Kalimantan Timur pada hari Sabtu,
7 November 2015.
Saat ini banyak orang membicarakan
06
MERSELA | Edisi Desember 2015
tentang Islamic State of Iraq and Syria
(ISIS), di mana kelompok yang dibicarakan
sebelumnya adalah Al Qaeda. Apakah
yang sebenarnya terjadi dengan ISIS, yang
menganut radikalisme agama, radikalisme
politik, dan radikalisme kapital? “ISIS
berkembang karena negara-negara itu
gagal dalam menjalankan pemerintahannya
sehingga sistemnya hancur, begitu timbul
ajaran ekstrem, dengan mudah diterima
karena pemerintah tidak melindungi umat
dan bangsanya. Di saat seperti itu, orang
lain datang untuk melindungi mereka
dengan membawa ideologi ekstrem atau
radikal. ISIS ingin menghancurkan negara
itu karena berbagai macam alasan, yakni
ekonomi, sosial, dan sumber daya alam
yang biasa menjadi isu utama dalam
konflik dunia. Oleh karena itu tanpa
harmoni, suatu negara mudah dihancurkan
dan itulah yang memicu perang. Perang
adalah akhir perdamaian sama seperti
perdamaian adalah akhir dari peperangan.
Namun perdamaian tetap lebih baik dari
perang,” tegas Wapres.
Selama 70 tahun Indonesia merdeka,
banyak konflik besar yang terjadi dan
menimbulkan korban jiwa lebih dari 1000
orang. Konflik-konflik tersebut diantaranya
pemberontakan Madiun, RMS, DI/TII,
Permesta, Poso, Aceh, Papua, Maluku,
Timor Timur dan lainnya. Dari 15 kasus
besar, 10 diantaranya adalah masalah
ketidakadilan. “Ketidakadilan di bidang
politik, ada ketidakadilan ekonomi dan
sosial,” ucap Wapres Jusuf Kalla ketika
memberikan kuliah umum kepada 250
Wapres Jusuf Kalla
meresmikan
Pembukaan
MUNAS IV Hidayatullah
2015 Lembaga
Dakwah Islam
Wapres Jusuf Kalla
dalam acara
Hijrah Nasional
menuju Indonesia
Bermartabat
yang Berkah
perlindungan dan rasa aman. Walaupun
relatif aman, konflik tetap harus dihindari
yaitu dengan menciptakan keadilan.
“Artinya apabila ingin menghindari konflik
berarti menjaga keadilan bangsa ini,” jelas
Wapres. Lebih lanjut Wapres mengakui
bahwa di Indonesia masih terdapat halhal yang cukup menyita perhatian selain
masalah-masalah
tersebut,
seperti
insiden pembakaran masjid di Tolikara,
Papua, dan yang baru saja terjadi,
pembakaran gereja di Aceh Singkil, Aceh.
Namun, Wapres meyakini, Indonesia
tetap damai, selama masyarakatnya
saling menghargai. “Indonesia negara
toleransi dan berpedoman pada Pancasila
yang menghargai seluruh agama dan
masyarakat. Karena itu harus dijaga
dengan cara menghargai sesama, menuju
pembangunan yang lebih baik. Kita hijrah
dari satu kesulitan menjadi kebaikan,”
imbau Wapres Jusuf Kalla dalam
sambutannya pada acara Hijrah Nasional
Menuju Indonesia Bermartabat yang
Berkah, di Masjid Istiqlal, 14 Oktober 2015.
Indonesia
memegang
teguh
pada
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
Sehingga bila
ingin cepat
menyelesaikan
konflik,
lihat dulu
akar masalahnya,
selesai.
peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Tingkat
Tinggi (Sespimti) dan Sekolah Staf Pimpinan
Menengah (Sespimen) Polri Tahun 2015,
di Gedung II Istana Wakil Presiden, 31
Agustus 2015. Banyak masyarakat yang
mengira konflik-konflik ini terjadi karena
faktor agama, padahal bukan. Konflik di
Aceh misalnya, bukan masalah agama
tetapi masalah ekonomi. Aceh memiliki
sumber daya alam yang banyak, namun
tidak dinikmati oleh warganya. Oleh karena
itu, yang diselesaikan masalah ekonominya
terlebih dahulu. Untuk itu, setiap konflik
yang terjadi harus ditelusuri masalahnya.
“Sehingga bila ingin cepat menyelesaikan
konflik, lihat dulu akar masalahnya,
selesai,” tegas Wapres. Kondisi di
Indonesia relatif lebih aman dibandingkan
dengan negara-negara lain. Wapres
membandingkannya
dengan
negaranegara di Asia lainnya seperti Filipina,
Myanmar, dan Thailand, serta negaranegara Timur Tengah, dan Afghanistan.
Akibat dari konflik yang berkepanjangan,
banyak warga yang mengungsi ke Eropa,
bahkan ke Indonesia, untuk mencari
MERSELA | Edisi Desember 2015
07
perdamaian
dari
keberagaman
masyarakat yang ada karena perdamaian
penting untuk diwujudkan. Dengan
perdamaian berarti terwujudnya harmoni
sesama manusia, harmoni antarnegara,
dan harmoni untuk semua dan pribadi.
“Sangatlah mudah berbicara mengenai
keselarasan atau harmoni. Namun
bagaimana kita menciptakan harmoni
saat ini? Karena tanpa harmoni dapat
menyebabkan
peperangan
sehingga
dapat mengakibatkan kemiskinan dan
ketidakharmonisan. Saya harap kedamaian
dan harmoni menjadi tujuan antar
sesama,” kata Wapres Jusuf Kalla ketika
menjadi pembicara kunci pada Universal
Peace Federation World Summit 2015
and Sunhak Peace Prize di Hotel Grand
Intercontinental, Seoul Korea Selatan, 28
Agustus 2015.
Indonesia harus Memiliki Peran Penting
di Dunia
Indonesia
sebagai
negara
dengan
penduduk beragama Islam terbesar
di dunia harus memiliki peran penting
dan kontribusi bagi dunia. “Seyogyanya
Indonesia memiliki tanggungjawab yang
besar bagi dunia, sebagaimana kebesaran
negara itu. Jumlah kita besar, cuma masih
kurang menjadi referensi pemikiranpemikiran Islam di dunia,” jelas Wapres
saat memberikan sambutan pada Hari
Kelahiran NU ke-89 dan Launching
Muktamar NU ke-33 di Kantor Pusat
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),
31 Januari 2015. Wapres Jusuf Kalla
berharap agar Indonesia sebagai negara
dengan penduduk mayoritas Muslim dapat
menjadi referensi tentang pemikiran
Islam yang moderat, Islam jalan tengah,
Islam yang memberikan rahmatan lil
’alamin, pemikiran yang lil ‘alamin.
“Bagaimana kita membuat pusat-pusat
pemikiran Islam ke depan, pemikiran
Islam yang moderat dan berbobot dan
mempunyai semangat yang lebih baik ke
depan,” lanjut Wapres.
Terkait dengan tanggung jawab dan
harapan tersebut, lebih jauh Wapres
08
MERSELA | Edisi Desember 2015
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
KIPRAH WAPRES
menyatakan bahwa Indonesia sebenarnya
mempunyai beban berat, namun beban
yang baik. Salah satu beban yang baik ialah
diantara semua negara Islam, banyak yang
ingin mencontoh Indonesia sebagai negara
Islam yang toleran. “Memang, ini yang
harus kita pertahankan,” tegas Wapres
ketika membuka Ijtima Ulama Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
se-Indonesia ke-5 di Pondok Pesantren
Attauhidiyah Tegal Jawa Tengah, 8 Juni
2015. “Bahwa di lain pihak, yang harus
dipertahankan yaitu negara dan juga
pemahaman serta kemampuan kita. Kalau
melihat negara-negara Islam di dunia,
sungguh sedih melihat keadaan ini pada
saat kita memperingati hijriah, bagaimana
Rosullullah hijrah ke Madinah, tapi yang
kita lihat orang Islam hijrah dari Irak, Syria
ke Eropa dengan segala pengorbanannya.
Zaman Rosullulah Muhammad SAW,
mungkin hanya 500-an, ini jutaan. Semua
negara Islam, yang stabil cuma satu negara,
tidak ada di tempat lain,” ungkap Wapres.
Sebuah tanggung jawab yang dapat dan
akan dilaksanakan untuk memenuhi
harapan
Indonesia
sebagai
kiblat
atau pusat pemikiran Islam di dunia
dengan mengimplementasikan rencana
pemerintah untuk membangun Perguruan
Tinggi Islam Negeri bertaraf internasional.
Menurut Wapres, negara-negara Timur
Tengah seperti Yaman, Mesir, Syria, Libya,
Iran dan Iraq yang sebelumnya menjadi
tempat belajar bagi umat Islam dari negara
lain, kini tidak dapat lagi dijadikan rujukan,
Wapres Jusuf Kalla
menjadi pembicara
kunci pada Universal
Peace Federation
World Summit 2015
and Sunhak Peace
Prize di Seoul, Korea
Selatan
Keilmuan yang
dikembangkan
dapat diwujudkan
secara spesifik
dan khas
Indonesia
yang damai,
rahmatan lil
’alamin, dan
moderat
karena konflik yang kerap melanda negaranegara tersebut. Pandangan tersebut
disampaikan Wapres ketika menerima
Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Prof.
Dr. H. Fauzul Iman, MA. di Kantor Wakil
Presiden, Merdeka Utara, 13 Oktober 2015.
Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) yang
akan didirikan Pemerintah tersebut, akan
dibangun di luar Jakarta, dengan kapasitas
3000 mahasiswa, yang dikhususkan
sebagai postgraduate untuk menghasilkan
lulusan S2 dan S3 saja. Untuk program S1
akan menjadi konsentrasi dari PTIN yang
sudah ada sekarang ini seperti Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN),
Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan
Universitas Islam Negeri (UIN). Untuk
tenaga pengajar akan melibatkan banyak
guru besar baik dari dalam negeri maupun
luar negeri, dan diundang pula syeikhsyeikh internasional. Pendirian PTIN ini,
sama sekali tidak akan mengganggu
jalannya program dan kegiatan PTIN yang
telah ada, termasuk mengenai anggaran
pembiayaannya, sehingga benar-benar
murni anggaran tersendiri, yang nantinya
akan dibiayai pula dari APBN.
Tindak lanjut dari rencana tersebut
mendapat dukungan dari berbagai
kalangan, mengingat sebagai negara
berpenduduk
Muslim
terbesar,
diharapkan dapat mengembangkan Islam
yang damai dan rahmatan lil ’alamin,
sehingga dapat menjadi model dan
rujukan bagi masyarakat dunia dalam
mempelajari dan mengembangkan Islam
yang dapat diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Indonesia dapat
memiliki hal tersebut karena memiliki
pengalaman panjang dan cukup berhasil
dalam menerapkan nilai-nilai keislaman,
meskipun masih terdapat kelemahan
dan kekurangan di tengah-tengah
kemajemukan.
Terkait dengan PTIN tersebut, terlebih
dahulu akan dibuat konsepsi yang
matang dari sisi akademik. Misalnya
disiplin keilmuan seperti apa yang akan
dikembangkan, lalu bagaimana hal ikhwal
yang terkait dengan akademis. “Jadi itu
satu bagian yang harus dipersiapkan,”
ucap Wapres ketika menerima Menteri
Agama (Menag) Lukman Hakim Saefuddin
beserta para tokoh agama Islam di Kantor
Wakil Presiden, 17 Juni 2015. Selanjutnya
yang harus menjadi perhatian pula adalah
fisiknya, karena ada berbagai alternatif
dengan fisik tersebut, yakni diperlukan
lahan sangat luas untuk menunjukkan
kebesaran dari perguruan tinggi tersebut,
atau tidak perlu terlalu besar, tapi betulbetul efisien, dan betul-betul fungsional
namun keilmuan yang dikembangkan
dapat diwujudkan secara spesifik dan
khas Indonesia yang damai, rahmatan
lil ’alamin, dan moderat. “Jadi secara
fisik itu juga harus dipikirkan secara
matang. Oleh karena itu, pembangunan
ini nantinya selain dibiayai dari APBN juga
perlu dicarikan sumber lain, sehingga
perlu adanya peraturan tersendiri, agar
alokasi anggarannya selain dari APBN
juga mendapat dukungan dari pihakpihak luar yang mempunyai kepedulian
cukup tinggi untuk terwujudnya PTIN ini,”
lanjut Wapres.
Wapres menekankan bahwa Indonesia
lebih beradab dan berahlak dari sisi agama.
Untuk itulah Indonesia harus menjelaskan
kepada dunia, bahwa Islam yang moderat
di Indonesia merupakan jalan tengah.
“Kita harus jadi pusat pemikiran dan
pengembangan untuk itu. Kita tidak
kekurangan para ahli, dan tenaga. Hanya
saja kita suka rendah diri,” tutur Wapres.
Indonesia dapat menjadi kompas baru
Islam moderat. Oleh karena itu, Wapres
mengharapkan dalam waktu singkat, akan
meminta kepada Gubernur Jawa Barat
untuk menyiapkan lahan yang luas untuk
mengumpulkan para kyai. “Supaya kita
bisa berkiblat pada waktunya. Apabila
orang ingin cari ilmu Islam yang moderat,
datanglah ke Indonesia,” pungkas Wapres
Jusuf Kalla. (BM/SY/TH/SK)
MERSELA | Edisi Desember 2015
09
LIPUTAN UTAMA
DOK. SETWAPRES > UMAR RAHMAT
Mencari Ilmu Keislaman yang Moderat,
Datanglah ke Indonesia
Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia memiliki tanggung jawab
yang besar pula bagi dunia. Perannya sebagai kiblat referensi pemikiran-pemikiran Islam di dunia
akan dapat terlaksana dengan berbagai dukungan dan kontribusi dari pemerintah, organisasi
keagamaan, dan masyarakat. “Peran” itu tidak hanya akan menjadi mimpi, tetapi sebuah perwujudan
nyata yang membuat dunia akan melihat bahwa untuk mencari ilmu keislaman yang moderat,
maka datanglah ke Indonesia.
10
MERSELA | Edisi Desember 2015
DOK. SETWAPRES > ISTIMEWA
Melalui Perguruan Tinggi,
Nilai-nilai Islam dapat Disebarluaskan
ke Seluruh Dunia dengan Efektif
Sebagai sebuah bangsa yang besar dimana bangsa
Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah
penduduk Muslim terbesar di dunia, memang
sudah semestinya dapat memberikan kontribusi
dan sumbangsih bagi dunia. Menteri Agama Drs. H.
Lukman Hakim Syaifuddin menggambarkan bahwa
Indonesia juga dapat memberikan contoh atau
sebagai model dimana penerapan nilai-nilai Islam di
dalam kehidupan masyarakat ikut membentuk dan
mengembangkan peradaban dunia. “Oleh karenanya
sebagai bentuk tanggung jawab bangsa Indonesia
maka kita merasa sudah waktunya Indonesia memiliki
perguruan tinggi berskala dunia. Di mana perguruan
tinggi itu juga berfungsi sebagai pusat pengembangan
peradaban Islam. Kenapa perguruan tinggi? Karena
memang melalui perguruan tinggi, nilai-nilai Islam
itu bisa disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia
secara lebih efektif,” jelas Lukman. Dengan latar
belakang tersebut, perguruan tinggi berskala dunia
dipilih dengan harapan mahasiswanya lebih banyak
mengakomodasi dari mancanegara, tidak dari dalam
negeri meskipun dimungkinkan warga Indonesia
untuk ikut di dalamnya, tetapi perguruan tinggi ini
lebih didesain untuk konsumsi mahasiswa-mahasiswa
internasional. Begitu pula dengan dosen-dosen
atau para pengajarnya adalah sejumlah guru besar
ternama di dunia.
“Selama ini orang belajar mendalami, menggali nilainilai Islam itu dari negara-negara Timur Tengah.
Sekarang kita ingin juga menjadikan Indonesia sebagai
salah satu model. Tentu dengan rendah hati kita
menawarkan diri bagi dunia yang ingin mendalami
ajaran Islam, bisa menjadikan Indonesia sebagai
alternatif, sebagai salah satu pilihan opsi model
bagaimana nilai-nilai Islam itu diterapkan dalam
masyarakat,” lanjut Lukman.
Gagasan untuk membangun sebuah perguruan tinggi
Islam ini sudah cukup lama berada di benak sebagian
akademisi Indonesia, tokoh-tokoh masyarakat, dan
tokoh-tokoh Muslim. Bukan hanya gagasan saja yang
mereka miliki, tetapi juga tekad yang sangat tinggi.
Kemudian ketika Lukman mendapatkan amanah
menjadi menteri Agama, Presiden Jokowi - Wapres
Drs. H. Lukman Hakim Syaifuddin
Menteri Agama
Jusuf Kalla juga memiliki perhatian yang sangat
tinggi terhadap hal itu. Oleh karena itu gagasan atau
ide tersebut dicoba untuk diwujudkan. Kementerian
Agama ditunjuk sebagai penanggung jawab kegiatan
ini dan melibatkan banyak pihak karena ini terkait
dengan program internasional. Selain melibatkan
para pakar, para ahli, guru besar Islam, para ulama,
juga melibatkan kementerian terkait, misalnya
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Para menterinya dijadikan sebagai pengarah.
Menurut Lukman, untuk merealisasikan gagasan
tersebut dibentuklah sebuah tim kerja semacam task
force yang terdiri dari beberapa gugus tugas. Tim
kerja inilah yang menyiapkan desain perguruan tinggi
tersebut, tidak hanya secara fisik, tetapi juga non
fisiknya, yaitu naskah akademiknya. Selain itu pula,
yang terkait dengan kelengkapan fisiknya, seperti
letak area, luas lokasi, dan lain-lain, “Jadi, tim inilah
yang di bawah koordinasi Pak Komaruddin Hidayat
(Red: Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah 2006-2015), yang sehari-hari menyiapkan
desain dari perguruan tinggi ini,” jelas Lukman.
Hingga sekarang terdapat beberapa alternatif untuk
area perguruan tinggi tersebut. Masih terus mencari
lahan yang tepat, idealnya harus minimal sekurangkurangnya 100-200 hektar. Meskipun tentu tidak
mudah mencari lahan seperti itu di pulau Jawa, tetapi
jika letaknya di luar pulau Jawa, maka terlalu jauh dari
pusat pemerintahan, sehingga kendalanya pun tidak
sederhana. Hal inilah yang menjadi pertimbangan.
Selain itu, di sisi lain, perguruan tinggi yang mau
dikembangkan tersebut bukanlah learning university
seperti Institut Agama Islam Negeri (IAIN), tetapi
lebih kepada research university atau kajian karena
memang diperuntukkan bagi postgraduate, S2-S3
MERSELA | Edisi Desember 2015
11
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
LIPUTAN UTAMA
Rapat membahas
pembangunan
Universitas Islam
Internasional
saja. Jadi sesungguhnya tidak
terlalu memerlukan lahan yang
begitu luas.
Sejak April 2015, Kementerian
Agama sudah menerbitkan
Surat Keputusan untuk gugus tugas dalam tim
kerja tersebut untuk bekerja, untuk sejak awal
dapat memberikan kontribusi pemikiran terkait
dengan merealisasikan gagasan tersebut sambil
memfinalisasikan naskah akademik, dan persiapan
fisiknya. “Jadi penetapan lokasi lahan yang akan
dijadikan tempat bangunan perguruan tinggi saat ini
sedang diproses,” jelas Lukman. Bangunan perguruan
tinggi ini diharapkan akan terlihat sosoknya pada
tahun 2016. Bentuk bangunan perguruan tinggi
ini tidak seperti bangunan modern, tetapi lebih
merefleksikan keindonesiannya, seperti bangunan
rumah Minang, rumah Batak atau rumah Toraja.
“Harapannya, mimpinya seperti itu, jadi ini tidak hanya
pusat keilmuan keislaman tapi juga pusat peradaban.
Islam Indonesia begitu, jadi keindonesiannya juga
ingin kita tampilkan,” tegas Lukman. Sementara
untuk anggarannya, Lukman menjelaskan bahwa hal
itu masih belum dibahas secara mendalam karena
lokasinya pun belum ada.
Harapan dari pembangunan perguruan tinggi tersebut,
yang pertama adalah membuat terobosan dalam pola
didik dengan mengedepankan materi-materi keislaman
yang moderat, yang sesuai dengan Pancasila, dan
yang kedua, ingin melahirkan ilmuwan seperti pakar
sains zaman dahulu seperti Ibnu Sina dan dari bidang
kedokteran Ibnu Rusyid yang juga seorang filsuf. Harapan
tersebut dapat terwujud karena gagasan ini merupakan
salah satu model alternatif bagi dunia dalam melihat
bagaimana nilai-nilai Islam itu diimplementasikan.
12
MERSELA | Edisi Desember 2015
“Kita ingin menunjukkan pada dunia melalui perguruan
tinggi ini bagaimana nilai-nilai Islam itu diterapkan.
Islam yang kita maksud adalah Islam yang rahmatan lil
’alamin. Islam yang moderat, Islam yang sejak ratusan
tahun yang lalu didakwahkan oleh para juru dakwah kita
dengan penuh kearifan. Jargon-jargonnya kalau kita
lihat di lapangan, dai-dai kita itu’kan selalu mengatakan
kita itu harus merangkul jangan memukul, kita harus
mengajak jangan mengejek. Ungkapan-ungkapan
kita harus ramah, jangan marah adalah ungkapanungkapan yang banyak sekali disampaikan oleh para
dai-dai kita di lapangan, di daerah daerah, di kampungkampung, dan itulah warna corak Islam yang memang
rahmatan lil ’alamin, yang memanusiakan manusia.
Islam yang dengan rendah hati bisa duduk bersamasama di tengah-tengah keragaman. Bukan Islam
yang merasa jumawa dan merasa dirinya yang paling
benar lalu memutlakkan kebenaran itu, memaksakan
kehendaknya kepada pihak-pihak lain yang berbeda
dengan dirinya, harus sama dengan dirinya. Apalagi
upaya pemaksaan itu dengan penggunaan cara-cara
kekerasan, misalnya seperti yang dilakukan di tempattempat lain,” papar Lukman.
Intinya adalah Indonesia ingin memberitahukan
kepada dunia bahwa Islam rahmatan lil ’alamin.
Islam yang berkembang di Indonesia sejak ratusan
tahun lalu adalah Islam yang penuh kedamaian, Islam
yang bisa juga kompatibel, cocok dan sesuai dengan
tuntutan demokrasi, Islam yang menghormati hakhak asasi manusia, dan Islam yang penuh toleransi
hidup di tengah tengah keragaman. Itulah yang ingin
ditawarkan kepada dunia.
Bila gagasan tersebut telah terlaksana maka
anggapan Islam yang identik dengan terorisme dan
radikalisme dapat dipatahkan. Pada era globalisasi
ini muncul paham-paham yang mengatasnamakan
Islam tetapi sesungguhnya ajaran dan paham tersebut
bertolak belakang dengan substansi atau esensi
Islam itu sendiri. Islam yang rahmatan lil ’alamin,
Islam yang sesungguhnya memanusiakan manusia,
Islam yang menghormati dan menjunjung tinggi
harkat dan martabat derajat kemanusiaan, dan bukan
sebaliknya, yang justru memunafikan kemanusiaan,
menumpahkan darah antar sesama hanya karena
perbedaan-perbedaan yang sesungguhnya tidak terlalu
prinsipil. “Terorisme itu perilaku ekstrem, merasa
hanya dirinyalah yang paling benar, lalu memutlakkan
kebenaran yang ada pada dirinya dan memaksakan
orang lain harus ikut dengan dirinya, apalagi dengan
Selain membangun sebuah universitas Islam yang
bertaraf internasional, persiapan-persiapan yang
sedang dilaksanakan Kementerian Agama untuk
menjadikan Indonesia siap menjadi pusat Islam
moderat di dunia, khususnya ketika negara-negara di
Timur Tengah sedang dilanda sejumlah konflik adalah
pertama, di jalur pendidikan, terus mengembangkan
pesantren-pesantren karena pesantren adalah
lembaga pendidikan khas Indonesia yang sangat
tua, lalu mengembangkan madrasah-madrasah.
Kedua, memperkuat ormas-ormas keagamaan dan
memperkuat legislasi, yaitu RUU tentang perlindungan
umat beragama sesuai amanah konstitusi pasal 29
ayat 2. Ada jaminan perlindungan, kemerdekaan
untuk memeluk dan menjalankan ajaran agama.
“Kita sedang memperkuat Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) di setiap propinsi, dan kabupaten/
kota. Serta melakukan penguatan forum kerukunan
umat beragama yang terdiri dari wakil-wakil majelis
agama. Merekalah yang kemudian berkomunikasi
antar tokoh-tokoh beragama yang ada di suatu daerah
untuk bagaimana bisa menjembatani potensi konflik
yang langsung maupun tidak langsung terkait dengan
persoalan agama,” terang Lukman.
Selanjutnya menurut Lukman, yang akan dipromosikan
dan dikampanyekan adalah toleransi. Seringkali
toleransi ini disalahpahami, dinilai sebagai upaya untuk
mencairkan kekakuan sehingga keimanan semakin
menjadi lemah, goyah karena menganggap semua
agama itu sama. Padahal semestinya toleransi adalah
kesediaan diri untuk menghargai dan menghormati
perbedaan yang dimiliki pihak lain. (PI)
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
cara-cara kekerasan. Inilah yang harus disikapi karena
tindakan ekstrem, praktek-praktek teroris seperti ini
yang merusak Islam dan persepsi orang akan Islam,
maka munculah Islamophobia. Orang lalu menjadi
takut dengan Islam karena Islam yang dibayangkan
dan dipersepsikan adalah Islam yang seperti itu,
sementara di Indonesia Islam tidak seperti itu. Inilah
yang ingin disumbangkan kepada dunia,” ujar Lukman.
Keislaman dan Kebangsaan
Tidak Dapat Dipisahkan
Sebagai orang yang lahir dari lingkungan para tokoh
yang Islami, seperti pendiri organisasi Islam terbesar
di Nusa Tenggara Barat (NTB), Nahdlatul Wathan
(NW) dan pendiri Pesantren Darun-Nahdlatain, bagi
Gubernur NTB, Dr. K.H. TGH. Muhammad Zainul
Majdi, M.A (Tuan Guru Bajang) konsepsi Islam dapat
digambarkan dalam 3 ilustrasi, yaitu: Pertama,
Nahdlatul Wathan (NW) terdiri dari 2 (dua) suku kata,
nahdlatul: kebangkitan, wathan: tanah air. Perjuangan
Islam itu bernuansa kebangsaan dan keislaman.
Keislaman di Nusantara tidak dapat dipisahkan dari
kebangsaan. Tidak ada kesulitan bagi kalangan santri
dan masyarakat umum untuk memahami pokok ajaran
agama, tidak ada pertentangan antara nasionalisme
dan Islam. Dengan konsepsi NW tidak ada ketegangan,
yang ada adalah upaya membangun masyarakat.
Kedua, Tuanku Guru Fasial Syahid yang meninggal
dalam era perjuangan, sebagai tokoh Islam pertama
yang wafat dengan berjihad dan dimakamkan di
Taman Makam Rinjani. Jihad dalam konteks kekinian
adalah mencerdaskan masyarakat melalui ilmu. Oleh
karena itu nilai Islam itu tidak pernah hampa dari
sisi ruang dan waktu, ruang: Indonesia, masa: dulu,
Dr. K.H. TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A
Gubernur NTB
sekarang dan masa yang akan datang. Ketiga, Karyakarya ulama dan pujangga di saat itu berupa lagu-lagu
perjuangan dalam berbagai bahasa, yaitu Indonesia,
Arab dan Sasak. Hal ini menunjukkan patriotisme
masyarakat NTB sebagai simbol persatuan.
Oleh karena itu dari ketiga ilustrasi tersebut dapat
digambarkan bahwa keislaman dan kebangsaan tidak
dapat dipisahkan. Bagi masyarakat NTB, konsepsi
Islam adalah Islam yang cinta kepada bangsa dan
negara, yang menghormati kontrak sosial yang ada.
Berdasarkan pengalamannya di tahun 1992 ketika
melanjutkan program S1, yang kemudian dilanjutkan
MERSELA | Edisi Desember 2015
13
LIPUTAN UTAMA
dengan program S2, dan pada tahun 2002 dilanjutkan
program S3 di Al Azhar, menurut Zainul Majdi
ilmu-ilmu yang diterimanya selama kuliah di sana
dalam rangka memperkaya konsepsi Islam secara
komprehensif memberinya pengaruh positif. Baginya,
tidak dapat dibantah bahwa keterlibatan NW untuk
NTB merupakan fardlu ain. Semangat itu pula yang
melatarinya menjadi gubernur. “Pengabdian saya
sebagai gubenur merupakan ibadah yang sangat
besar,” ucap Zainul Majdi. Selain itu pula, baginya, nilai
menjadi pondasi. Di Cairo, Al Azhar menjadi kiblat,
sebagai tempat pemikiran Islam yang berkembang
secara dinamis. Terdapat inklusivitas, ada ruang,
sikap, pikiran atau tindakan yang open minded
sehingga gagasan radikal sulit berkembang di sana.
Sedangkan dalam era globalisasi ini Indonesia tidak
dapat menutup diri dari pemikiran dari luar, harus
selalu memegang teguh nilai original, dan sikap-sikap
nilai ulama tetap menjadi pedoman.
Pada tahun 2008, terjadi black campaign ketika Zainul
Majdi mencalonkan diri menjadi Gubernur NTB,
daerah tersebut akan menjadi Islami, tetapi pada
kenyataannya sampai saat ini tidak terbukti. Yang
terjadi adalah Islam yang mengayomi, dan sektorsektir ekonomi rakyat saling melengkapi. Sehingga,
dalam ajang bergengsi di bidang pariwisata World
Halal Travel Summit 2015 yang diselenggarakan
di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada Oktober 2015,
NTB meraih 2 predikat sekaligus, yaitu World’s Best
Halal Honeymoon Destination dan World’s Best Halal
Tourism Destination.
Ketika menghadiri Konferensi Internasional Dunia
Islam yang diselenggarakan oleh World Moslem League
di Mekkah, dengan tajuk “Islam dan Penanggulangan
Terorisme” tanggal 22-25 Februari 2015, Zainul Majdi
ikut ambil bagian. Perannya dalam konferensi tersebut
adalah dengan memberi penegasan pada dunia bahwa
Islam jauh dari terorisme, menjelaskan kepada pihak
dalam dan luar negeri bahwa Islam itu adalah agama
rahmatan lil ‘alamin. Hasil dari konferensi tersebut
perlu dibicarakan secara massive tentang peran Islam
melawan terorisme, pentingnya dialog lintas agama,
serta inward looking berupa koreksi internal dan
penanaman nilai-nilai yang diteladani kepada umat
Muslim di seluruh dunia.
Menurut Zainul Majdi, Indonesia mempunyai
tanggungjawab sejarah, Islam Indonesia saatnya
menjadi produsen pemikiran untuk ditawarkan kepada
14
MERSELA | Edisi Desember 2015
dunia karena Islam Indonesia Islam Assalam, yaitu
hidup dengan damai, Islam yang harmonis, meskipun
terdiri dari ratusan pulau, etnis, 6 (enam) agama
yang berbeda tetapi dapat hidup secara berdampingan
dan harmonis. Saling membunuh di luar negeri tidak
perlu ditiru. Kejadian di Timur Tengah tidak semuanya
buruk. Untuk mewujudkannya, melalui pendidikan
secara kultural dan struktural, Islam yang tasamuh,
rahmatan lil ‘alamin. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dan Menteri Agama menyuplai konsepsi tersebut.
Sementara, Kemendikbud menanamkan nilai-nilai
modernisasi Islam.
Dinamika apa pun, kondisi apa pun penegakan
terhadap nilai Islam yang moderat harus terus
disuarakan. Toleransi clear hanya untuk hal
muamalah, aqidah tidak boleh, tidak ada nego,
muamalah harus saling menghormati, melihat non
Muslim di-bully harus dibela. ”Toleransi memastikan
agar keadilan dan penghormatan terhadap agama
lain tanpa harus gadaikan agama kita sendiri,” ucap
Zainul Majdi. NTB siap menjadi menara mercusuar
untuk menyampaikan ajaran Islam yang rahmatan
lil ‘alamin.
Jalur yang penting adalah transformasi melalui
pendidikan. Zainul ber-husnudzon, saat ini proses
transformasi melalui jalur pendidikan sedang
berjalan melalui majelisnya masing-masing. Salah
satu majelis yang cukup signifikan dalam berperan
mentransformasi pendidikan, yaitu Majelis Rasulullah
di Jakarta.
Proses yang sedang berjalan, yang perlu di-massivekan menurut Zainul Majdi adalah kebijakan dari
Kementerian Agama yaitu promosi konsepsi dalam
pengajaran agama lain pun harusnya berperan sama.
Selanjutnya, kiblat pada saat shalat hanya satu tetapi
kiblat intelektual Islam ada banyak karena adanya
sistem pendidikan yang baik dan solid. “Kita ingin
dunia Islam mengakui keunggulan Islam Indonesia,
tidak ada jalan lain dengan menunjukkan konsepsi
hal-hal baik dalam Islam, nilai strategis untuk
Islam, melalui pemikiran dari nilai-nilai Islam yang
diterapkan di Indonesia. Di Mesir ada Universitas
Al Azhar, dimana para cendekiawan di sana sangat
produktif menghasilkan tulisan yang implementatif,”
ungkap Zainul. Keinginan pemerintah untuk
membangun perguruan tinggi Islam moderat bertaraf
internasional, menurutnya sangat baik dan tepat
dan umat Islam. Dalam membangun, expertist dari
Saudi Arabia, Maroko, Tunisia, Mesir, dan Malaysia
hanya sebagai bahan pelengkap. Bahan utama adalah
pilar dan pondasi nilai keislaman Indonesia. Zainul
Majdi merasa optimis bahwa pendirian perguruan
tinggi Islam moderat bertaraf internasional di
Indonesia akan menjadi titik tonggak milestone dari
upaya terwujudnya Indonesia sebagai kiblat Islam
moderat dunia. (PI/GS)
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
untuk membangun sebuah institusi yang excellent
untuk pengajaran Islam yang terbaik, dan memberi
konstributif bagi peradaban dunia. Perguruan tinggi
Islam moderat bertaraf internasional tersebut
diharapkan dapat menjadi sebuah wadah untuk
mewujudkan konsepsi tersebut. Sedangkan pihak
yang diharapkan dapat mengakselerasinya adalah
Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf
Kalla, tokoh umat Islam yang baik, cendekiawan,
Indonesia Terapkan Model Islam Terbaik
Inisiatif pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai
kiblat pemikiran Islam mendapat dukungan penuh
dari seorang tokoh yang sudah sangat berpengalaman
dengan dunia Timur Tengah. Menurut Utusan Presiden
untuk Timur Tengah dan Organisasi Konferensi Islam
(OKI), DR. Alwi Shihab Indonesia dapat mewujudkannya
karena negara ini memiliki model Islam terbaik.
“Indonesia yang mempunyai penduduk beragama Islam
terbesar di dunia dapat menjadi sorotan dunia Islam
karena Indonesia menerapkan Islam dengan model
yang terbaik, yaitu Islam yang rahmatan lil ‘alamin,”
ucap Alwi.
Menurut Alwi, gejolak yang saat ini terjadi di dunia
Islam tak lepas dari keinginan Barat yang berambisi
melemahkan posisi umat Islam karena mereka
menyadari betul kekuatan Islam. Hal ini berdasarkan
kesimpulan alami dan berbagai realita yang ada.
Campur tangan Barat dengan berbagai alasan
menyebabkan negara-negara Islam lemah dan
kehilangan kedaulatannya. Namun, Alwi mengkritik
umat Islam itu sendiri. Mereka membiarkan kelompok
radikal menyebar di negara mereka mengatasnamakan
agama, mereka tidak berupaya keras memberikan
pencerahan dan penyadaran untuk warga mereka
sendiri. “Di Indonesia, juga ada kelompok ekstrem,
tetapi kita sangat tegas menghadapinya,” ungkap tokoh
yang pernah menjadi Menteri Luar Negeri ini.
Selain itu, lanjut Alwi, perbedaan mazhab dan
sektarianisme di Timur Tengah masih sangat kental.
Masing-masing golongan berupaya menunjukkan siapa
yang paling benar, sehingga semua berjalan sendirisendiri tanda ada kesepakatan. Maka yang terjadi adalah
mereka berlomba-lomba menjadi penguasa. Seperti
DR. Alwi Shihab
Utusan Presiden untuk Timur Tengah dan OKI
konflik Sunni-Syiah di Yaman, yang menyebabkan
perang tak terelakan.
Dengan kondisi negara-negara Timur Tengah yang
dipenuhi konflik saat ini, maka pemahaman Islam di
Indonesia menjadi sangat menarik untuk dijadikan role
model. Meskipun banyak penduduk yang beragama
Islam, tetapi kebebasan beragama tetap terjamin.
“Indonesia sesungguhnya dapat menjadi reklame
yang ditonjolkan untuk dunia luar. Dengan keragaman
yang dimiliki di Indonesia, negara ini mampu menjaga
toleransi beragama, yang belum tentu dimiliki negaranegara lain. Tokoh-tokoh Muslim Indonesia juga harus
memainkan peranannya dalam mempertahankan Islam
yang rahmatan lil ‘alamin,” ujar Alwi.
Selanjutnya Alwi menjelaskan, konsep Islam Al
Wasathiyyah tidak hanya diterapkan di Indonesia tetapi
juga diterapkan oleh para Syeikh dari Universitas Islam
terbesar di Mesir, Universitas Al-Azhar. Universitas
ini dianggap sebagai gerbang utama dunia melawan
terorisme, melalui pemikiran moderat, sesuai dengan
konsep Wasathiyyah. Konsep ini mengedepankan
perdamaian dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan Islam. Tidak mudah mengkafirkan golongan
MERSELA | Edisi Desember 2015
15
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
LIPUTAN UTAMA
yang bukan bagiannya. Sementara di beberapa negara
Timur Tengah, masih banyak terdapat perbedaan antara
Sunni-Syiah, perbedaan mazhab, aliran garis keras,
pemikiran-pemikiran yang ekstrem, saling membunuh,
dan sebagainya. Banyak gerakan radikalisme dan
terorisme menjadikan agama Islam sebagai kambing
hitam. Padahal, sesungguhnya Islam adalah agama
yang bernapaskan cinta dan damai. Inti dari ajaran
Islam adalah cinta dan identik dengan perdamaian.
“Sepuluh tahun lalu bangsa Indonesia tidak pernah
membayangkan lahirnya kelompok radikal, terutama
ISIS. Mereka telah mencederai Islam bahkan menjadi
ancaman nyata, dan sudah menyebar ke berbagai
negara di Timur Tengah. Untuk menangkal gerakan
mereka, kita tidak boleh tinggal diam,” ucap Alwi.
Alwi melihat ISIS memang sebuah realita, tapi itu hanya
gejala, bukan penyakitnya. Penyakitnya adalah ideologi.
Indonesia dapat mengatasi masalah tersebut karena
kehadiran dua kelompok besar Muslim di Indonesia
yang saling melengkapi dan mengimbangi, yaitu
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Alwi mengakui di luar negeri masih ada yang
menganggap Islam Indonesia sebagai radikal. Padahal
Islam Indonesia adalah cinta dan damai. Citra kekerasan
ini harus diubah umat Islam menjadi Islam yang toleran
dan damai. Oleh karena itu, ia mengajak umat Muslim
di Indonesia untuk bertanggung jawab sebagai Muslim
dengan mempromosikan dan mendidik anak-anak
mereka untuk memahami Islam yang sebenarnya,
Islam yang cinta damai dan tidak mengajarkan aliranaliran radikal.
Terkait keinginan pemerintah agar Indonesia dapat
memainkan peran penting dalam dunia Islam, menurut
Alwi, pemerintah dapat melakukan usaha melalui
pendidikan yang benar-benar sesuai dengan apa yang
diperlukan. Usaha pemerintah membangun perguruan
tinggi Islam bertaraf internasional, merupakan
prakarsa yang harus didukung oleh seluruh pihak baik
moril maupun materil, terutama oleh umat Muslim di
seluruh Indonesia.
Walaupun diperlukan persiapan yang matang dalam
jangka panjang, Alwi meyakini rencana pembangunan
perguruan tinggi tersebut dapat dilaksanakan dengan
membuka jaringan seluas-luasnya. Menentukan
siapa calon-calon pendidik yang kompeten dan siap
ditempatkan sesuai dengan kapasitasnya. Misalnya,
siapa yang bertanggung jawab dalam pembangunan
16
MERSELA | Edisi Desember 2015
fisik, siapa yang bertanggung
jawab dalam substansi. Kendala Wapres
menyampaikan
pembangunan sudah pasti ada sambutan pada
karena memerlukan lokasi dan acara Pembukaan
waktu yang cukup panjang. International
Conference Terrorism
“Solusinya dengan menentukan & ISIS, di Jakarta
dari awal siapa mengerjakan
apa. Langkah-langkah yang harus diambil, baik langkah
utama maupun langkah pendukung. Dan pemerintah
sangat berkompeten untuk mewujudkan universitas
tersebut,” tutur Alwi bersemangat.
Menurut Alwi, Ka’bah, Masjidil Haram yang di Mekkah,
Masjidil Nabawi yang di Madinah dan Masjidil Aqsa,
memang identik sebagai kiblat Islam untuk ibadah, dan
juga Universitas Al-Azhar sebagai pusat pemikiran
Islam. Namun, kini Indonesia yang berada di kawasan
Asia juga bisa menjadi kiblat pemikiran Islam dengan
dibangunnya perguruan tinggi bertaraf internasional.
Selain itu, dapat didukung dengan berkontribusi
secara positif dan aktif mempromosikan Islam yang
mencerminkan suasana dan karakter pengikutnya
yang baik, terciptanya persaudaraan antar umat, dan
saling menghormati.
Alwi pun juga akan mendukung mewujudkan Indonesia
sebagai kiblat pemikiran Islam. Melalui posisi dan
pengalaman yang dimilikinya, Alwi akan berkontribusi
dengan membangun jaringan dengan tokoh-tokoh
dari Timur Tengah. “Melalui jaringan yang saya miliki,
saya dapat mencari SDM yang diperlukan, misalnya
pengajar-pengajar dari Timur Tengah dan luarnya,”
pungkas Alwi. (SK)
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
Islam Indonesia – Islam Wasathiyyah
untuk Rahmatan lil ’Alamin
Indonesia dapat menjadi kiblat pemikiran Islam
dunia karena Indonesia dihormati negara-negara
Islam atau negara-negara berpenduduk mayoritas
Muslim lain yang tidak berdasarkan Islam. Hal ini
menjadi pandangan Direktur Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah,
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE. Menurutnya,
pendapat ini didasari beberapa faktor. Pertama,
Indonesia negara dengan penduduk Muslim terbesar
di dunia. Kedua, pemikiran dan praktek tradisi Islam
Indonesia adalah Islam moderat sehingga Islam
Indonesia disebut sebagai Islam Wasathiyyah, yang
dalam bahasa Inggris disebut ‘justly balanced Islam’,
Islam jalan tengah yang berimbang, Islam yang
umatnya tidak radikal; tetapi Islam yang umatnya itu
disebut di dalam al-Quran sebagai umatan wasathan
(umat jalan tengah), selalu bersifat tawazun (seimbang
atau adil) dan tawasuth (selalu di tengah, tidak ekstrem
ke kanan atau ke kiri).
“Dengan karakter Islam yang Wasathiyyah, Indonesia
sangat dihormati kaum Muslimin mancanegara, karena
sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim,
Indonesia aman dan damai. Aman, umat Islamnya tidak
ribut, tidak ada sektarianisme yang sangat menyalanyala seperti di banyak negara Muslim Timur Tengah
atau Asia Selatan, yang membuat kelompok-kelompok
Islam berkelahi terus menerus bahkan berlanjut
dengan perang. Jadi dengan Islam Wasathiyyah itu,
Indonesia menjadi negara yang stabil secara politik,
sehingga dapat melaksanakan pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. “Meskipun
masih banyak warga kita yang miskin, tetapi Indonesia
menjadi negara yang sedang bangkit, emerging country.
Hasilnya, di Indonesia juga terus bangkit dan tumbuh
kelas menengah; kelas menengah Muslim juga makin
banyak. Oleh karena itu Indonesia disegani, dihormati
negara-negara lain,” ucap Azyumardi.
Ketiga, Indonesia itu tidak agresif; tidak mencari
musuh. Agresif dalam artian ketika membina hubungan
luar negerinya, Indonesia selalu menekankan
pada pendekatan yang akomodatif, tepo seliro, dan
tenggang rasa. Sekarang ini, dunia membutuhkan
Islam Wasathiyyah Indonesia, karena bila melihat
negara-negara Islam di Timur Tengah, saat ini terus
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE
Direktur Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
mengalami instabilitas politik, bertikai, dan berperang.
Negara seperti Yaman, Syria, Irak, Mesir, Tunisia, dan
Libya, bergejolak terus dan melibatkan pertikaian
di antara berbagai kelompok Islam dan pemerintah.
Indonesia diharapkan dapat memainkan peran lebih
aktif untuk memediasi kelompok-kelompok bertikai
tersebut. Eropa dan Amerika pun memerlukan Islam
yang Wasathiyyah karena mereka menghadapi masalah
dengan segelintir orang Islam atau keturunan orang
Islam yang menetap di sana. Seperti anak-anak muda
di Inggris keturunan India atau Pakistan, mereka fasih
berbahasa Inggris karena British-born, lahir di Inggris,
tetapi dengan mudah ikut bergabung ke ISIS. Amerika
Serikat dan Kanada juga mencoba mengembangkan
dan menerapkan Islam Wasathiyyah, misalnya dengan
memperkenalkan berbagai kearifan lokal Indonesia
yang sangat penting dalam kehidupan.
Menurut Azyumardi, konsep Islam Wasathiyyah
tersebut muncul dari Indonesia. “Saya belum pernah
mendengar munculnya secara solid dari Timur Tengah
baik dalam konsep maupun praktek. Sesungguhnya
konsep Islam Wasathiyyah di Indonesia itu sendiri
sudah diperkenalkan Pak Tarmizi Taher (alm) pada
1996 ketika beliau menjabat Menteri Agama. Beliau
menulis buku tentang Islam Wasathiyyah Indonesia
yang dalam bahasa Inggris berjudul Aspiring for the
Middle Path yang juga diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab. Islam Wasathiyyah menemukan momentumnya
ketika radikalisasi meningkat di kalangan kaum
Muslimin, baik di Asia Selatan dan Timur Tengah
setelah peristiwa 11 September 2001 di AS, maupun
di Indonesia, setelah peristiwa pemboman Bali tahun
2003. Kemudian, konsep Islam Wasathiyyah itu
kembali diingatkan dan didengungkan belakangan ini
supaya umat Islam menyadari bahwa kaum Muslimin
itu seharusnya memahami dan mempraktekkan Islam
MERSELA | Edisi Desember 2015
17
LIPUTAN UTAMA
Wasathiyyah. Jadi jangan main bom, main kekerasan;
coba selesaikan masalah dan konflik secara damai,”
jelas Azyumardi.
Azyumardi menekankan, sesungguhnya upaya
menanamkan pemahaman dan praktek Islam
Wasathiyyah itu harus melibatkan tiga lokus
pendidikan. Pertama, dimulai dari keluarga. Ayah
dan ibu dalam rumahtangga harus mengajari anakanaknya dengan pemahaman dan pengamalan Islam
Wasathiyyah. Islam tidak ekstrem, yang mengarahkan
mereka untuk bersikap inklusif, akomodatif, dan
toleran terhadap berbagai perbedaan baik sesama
Muslim maupun dengan non Muslim. Hal ini bisa
dimulai dari hal kecil, misalnya bila nonton TV
bersama, jika ada orang-orang yang melakukan
tindakan kekerasan atas nama Islam, orangtua harus
langsung menjelaskan, mengarahkan anak bahwa
tindakan seperti itu bukan tindakan yang diajarkan
Islam. Islam itu sendiri artinya damai. Oleh karena itu
bila ada perbedaan jangan main hakim sendiri. Halhal seperti itu dapat dimulai dari rumah tangga.
Kedua, lingkungan sekolah. Menurut Azyumardi,
sekolah lebih sistematis dalam proses pembelajaran
karena terdapat kurikulum, guru, fasilitas dan
sebagainya. Bila dipandang dari sudut kurikulum
dan silabus, sebetulnya Pelajaran Agama Islam (PAI)
telah mengajarkan Islam Wasathiyyah; hanya perlu
disempurnakan terus menerus. PAI sering terlalu
normatif, tidak dikontekstualisasikan dengan Indonesia.
“Karena kita perlu memberikan pelajaran pemahaman
kepada murid-murid kita di sekolah, misalnya cinta tanah
air itu bagian dari iman—hubbul wathan minal iman. Oleh
karena itu jangan kita lebih mencintai tanah air yang lain,
orang-orang Islam lain di tempat lain. Kita sering sangat
terpesona pada orang Islam lain, katakanlah Muslim
Arab, sehingga segala sesuatu yang berbau Arab kita
anggap itulah Islam paling baik. Padahal tidak begitu. Kita
patut juga mengatakan pertama-tama kita lahir sebagai
orang Indonesia, lahir sebagai orang Minang, sebagai
orang Sunda, atau sebagai orang Jawa. Setelah kita
atau anak laki-laki kita diadzankan oleh ayah kita, atau
anak perempuan kita setelah diiqamatkan oleh ayah kita,
barulah kita secara ‘resmi’ menjadi orang Islam. Hal ini
yang tidak dipahami oleh banyak orang, bahwa kita tidak
otomatis lahir langsung jadi Islam, walaupun memang
keturunan orangtua Muslim,” papar Azyumardi.
Di sekolah-sekolah, para pengajar atau guru pun harus
diberikan pemahaman yang benar mengenai Islam
18
MERSELA | Edisi Desember 2015
Wasathiyyah, karena ada pula guru-guru yang orientasi
ideologisnya lain, misalnya tidak mau menghormati
Pancasila, dan bendera merah putih, tidak menerima
NKRI dengan sebaliknya menyerukan pembentukan
khilafah atau Daulah Islamiyyah. Hal tersebut karena
mereka dirasuki faham-faham transnasional dari Timur
Tengah atau Asia Selatan atau lainnya.
Ketiga, adalah masyarakat. “Masyarakat ini
lingkungan mesjid, mushala, ormas, Karang Taruna
dan sebagainya. Kita harus memastikan orang yang
memberi ceramah atau mengajar di sana itu tidak
mengajarkan paham radikal asal Timur Tengah atau
orientasinya ke Timur Tengah. Kita harus memastikan
penceramah atau khatib itu adalah orang-orang yang
paham Islam Wasathiyyah yang bisa mensosialisasikan
paham Wasathiyyah, dan sekaligus tahu cara
mempraktekan Islam Wasathiyyah,” ucap Azyumardi.
Peran Kementerian Pendidikan Kebudayaan serta
Kementerian Agama belum ada atau masih belum
signifikan dalam memberikan penataran bagi guruguru. Meskipun ada tetapi tidak sistematis. Dari
anggaran yang ada mungkin telah dibuat hal seperti
itu, tetapi tidak sistematis. Seperti layaknya Pegawai
Negeri Sipil (PNS) ada jenjang pelatihan sebelum
naik pangkat guru-guru perlu diberi pelatihan dan
perspektif kebangsaan atau keindonesiaan. Untuk
itu, terdapat pelatihan mengenai nasionalisme,
kebangsaan, dan 4 pilar atau 4 prinsip dasar, Pancasila,
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Sedangkan di tingkat perguruan tinggi semacam UIN,
hal tersebut sudah menjadi makanan sehari-hari,
yang diselenggarakan melalui bentuk seminar dan
konferensi. Tapi tetap saja dibutuhkan sosialisasi bagi
para mahasiwa dan dosen secara keseluruhan.
”Oleh karena itu, mungkin bagi orang-orang Islam
yang berpikir secara harfiah, UIN atau IAIN itu
dianggap progresif. Atau bahkan ada yang menuduh
liberal, karena mengajarkan Islam yang tidak rigid,
tidak kaku, tetapi Islam yang ramah, yang visioner,
Islam moderat, Islam yang mudah-mudahan
rahmatan lil ‘alamin. Cuma di banyak perguruan
tinggi umum yang lain belum. Sebetulnya sangat
mendesak untuk dilakukan, terutama bagi student
leaders, baik di tingkat fakultas maupun jurusan
juga harus dilakukan. Anak-anak muda ini dalam
pencarian diri. Kalau dalam pencarian diri itu ada
orang yang memompa mereka dengan paham radikal,
itu mempermudah mereka bisa terekrut. Oleh karena
itu, selain guru-guru yang harus ditatar mengenai
Islam Wasathiyyah, para dosen juga. Sebagian dosen,
terutama dalam ilmu eksakta atau ilmu alam, ada
yang berpikir tentang Islam secara hitam putih.
Sesuai dengan ilmunya, ilmu-ilmu alam yang sifatnya
hitam putih. Padahal agama itu tidak hitam putih. Di
dalam Islam tidak hanya ada wajib dan haram tetapi
juga mubah boleh dikerjakan atau tidak, makruh dan
lain-lain,” tegas Azyumardi.
Terhadap rencana pemerintah untuk mendirikan
perguruan tinggi negeri Islam bertaraf internasional
sebagai implementasi Indonesia menjadi kiblat
pemikiran Islam di dunia, menurut Azyumardi rencana
tersebut bagus tetapi harus serius dan berkelanjutan
meskipun pemerintahan nanti datang silih berganti.
“Supaya kalau berganti pemerintahan, pemerintahan
yang akan datang empat tahun lagi tetap memiliki
komitmen sehingga Universitas Islam Internasional
itu tidak hanya ada semangatnya saja sekarang tetapi
nanti tidak lagi,” saran Azyumardi.
Ia melanjutkan, Indonesia mempunyai Sumber
Daya Manusia (SDM) untuk membangun universitas
seperti itu. SDM Indonesia kini jauh lebih memadai.
Masalahnya bila ingin universitas tersebut maju
harus diberikan otonomi luas. Tidak dipersulit dalam
membuat program study dan mengembangkan
kurikulum. Perguruan tinggi di luar negeri dapat
maju, selain karena fasilitasnya memadai tetapi
juga diberikan kebebasan otonomi. Hal ini harus
menjadi perhatian Kementerian Riset, Teknologi
dan Pendidikan Tinggi. Tenaga pengajar di Indonesia
melimpah tetapi tetap memerlukan tenaga dari luar
agar terjadi pertukaran keilmuan. Mengapa? Pertama,
bila terdapat pengajar dari Timur Tengah, dosen di
Indonesia hendaknya melakukan pertukaran keilmuan
dari ilmu yang dibawanya, begitu pula sebaliknya.
Selain itu, juga terjadi pertukaran sosial budaya. Jadi
dosen tamu dari Timur Tengah, Amerika, Australia,
dan Eropa sangat penting, karena ilmu pengetahuan
itu bisa maju kalau terjadi interaksi antara ilmuwan,
antara akademisi, antara scholars.
“Interaksi semacam itu mempercepat pertumbuhan
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Itu perlu,
perlu sekali. Kalau bisa tiap semester selalu ada
yang namanya visiting professor. Terutama dari Timur
Tengah, seleksilah yang kita cari, profesor atau doktor
yang Wasathiyyah bukan yang radikal,” tutur Azyumardi.
Kedua, Membuat jaringan. Karena dengan mempunyai
jaringan yang luas, perguruan tinggi bisa terangkat ke
tingkat yang diakui berkelas dunia. Jadi dosen-dosen
tamu, guru besar tamu itu penting dalam rangka
membangun jaringan, di mana jaringan itu perlu
untuk mengakselerasikan pencapaian perguruan
tinggi menjadi bertaraf internasional. Kementerian
Keuangan harus mendukung rencana ini. Tidak boleh
kaku dalam melakukan pemberian fasilitas misalnya
gaji bagi tenaga pengajar ataupun dosen tamu dari luar.
Selain itu harus lebih fleksibel dalam hal membiayai,
mendanai program-program, termasuk memfasilitasi
untuk mendatangkan satu atau dua orang profesor dari
luar setiap semester.
Kiblat pemikiran itu jauh lebih dinamik. Hanya
sayangnya, para sarjana Indonesia tidak menulis
dengan bahasa internasional, terutama dalam
bahasa Inggris dan bahasa Arab. Padahal banyak
menulis dengan bahasa internasional membuat
dikenal di dunia dan terjadilah internasionalisasi
para sarjana kita. Dari sudut kapasitas kemampuan,
sarjana Indonesia tidak kalah dengan sarjana luar.
Untuk mengubah pola pikir dunia, mereka harus
aktif menulis, lebih sering datang ke konferensi di
dunia, dan pemerintah pun harus lebih giat mengirim
mereka ke luar negeri, menjadi visiting fellow di Eropa
ataupun Australia dan sebagainya.
“Indonesia harus melangkah lebih jauh lagi
mensosialisasikan Islam Wasathiyyah, mempromosikan
sarjana-sarjana yang ahli, misalnya kalau yang lulusan
Timur Tengah, seperti tamatan Arab Saudi atau Mesir
itu bisa dikirim pemerintah Indonesia untuk mengajar
3 bulan atau 2 semester di Al-Azhar atau di perguruan
tinggi lain di Timur Tengah,” saran Azyumardi.
Pengalaman dalam mengelola universitas, dalam
manajemen, dan jaringan yang luas menjadi kontribusi
Azyumardi bagi terlaksananya Perguruan Tinggi
Islam internasional. Pengalaman mencari dana,
mengembangkan kurikulum, merekrut dosen tamu
dapat disumbangkannya. Selain itu pula pengalaman
keilmuan sebagai akademisi.
“Jadi dari sudut itu, pengalaman saya, kemampuan
saya, keahlian saya dalam bidang keilmuan,
saya kira itu bisa juga menjadi kontribusi untuk
mengembangkan perguruan tinggi ini. Tidak hanya
Perguruan Tinggi Islam internasional saja tetapi juga
Perguruan Tinggi lain,” pungkasnya. (SK)
MERSELA | Edisi Desember 2015
19
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
LIPUTAN UTAMA
Saatnya Agama Bekerjasama
Membangun Peradaban
Islam dan Kristen adalah agama misionaris, yang
melewati batas-batas etnis wilayah budaya dan
berkembang transnasional bahkan mengglobal.
Dua agama tersebut mempunyai sejarah panjang,
dan semakin berkembang justru ketika keluar dari
tempat kelahirannya, Timur Tengah. Agama Kristen
berkembang di Eropa dan Amerika, sedangkan
agama Islam berkembang saat keluar dari jazirah
Arab, seperti ke Persia, Mesir dan Indonesia, bahkan
sekarang ke berbagai belahan dunia. Sehingga,
menurut Prof. DR. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN
Syarif Hidayatullah (2006-2015), pengaruhnya dapat
dilihat dewasa ini. Pertama, bahwa perjumpaan antar
pemeluk agama itu semakin intensif, tidak dapat
dielakkan. Hal tersebut akan menimbulkan orang yang
tidak siap menghadapi pluralisme perjumpaan, akan
menyikapinya dengan curiga, konflik dan kebencian,
serta orang yang bersikap inklusif, toleran, dialogis
sehingga akan memperkaya wawasan. Kedua, karena
umat beragama itu tidak dapat lepas dari pergaulan
dengan agama lain. Jadi agama Islam dan Kristen mau
tidak mau harus masuk pada pergaulan global yang
plural. Ketiga, karena agama itu pemeluknya cukup
militan. Berbagai konflik disebabkan karena agama
tetapi di sisi lain pemeluknya juga menuntut kontribusi
agama pada pembangunan, peradaban bangsa dan
negara di dunia ini. “Oleh karena itu sekarang, yang
namanya Paus Vatikan pun juga bicara perdamaian,
bicara politik. Jadi agama itu mempunyai tanggung
jawab moral peradaban pada dunia. Jangan agama
itu sibuk konflik dengan dirinya. Itu sudah berlalu.
Saatnya sekarang ini kerjasama karena problem
manusia ini tidak bisa dipecahkan oleh satu kelompok
negara saja, harus kerjasama, sebagaimana tidak bisa
diselesaikan oleh satu agama saja,” ucap Komaruddin.
Agama hendaknya melakukan kerjasama untuk
membangun peradaban, bukannya saling konflik
seperti yang terjadi di Timur Tengah. Konflik,
radikalisme, terorisme yang selalu terjadi, padahal
agama apapun, apalagi Islam, seharusnya memberikan
kontribusi peradaban. “Tapi sekarang ini saya sangat
sedih, mengapa terjadi konflik antar penguasanya,
pimpinannya? Yang menyedihkan lagi, rakyat yang
menderita meminta suaka perlindungan ke Eropa itu
bukan Muslim. Suasana yang sesungguhnya membuat
20
MERSELA | Edisi Desember 2015
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
2006-2015
malu karena Islam seharusnya
perdamaian,” ungkap Komaruddin.
menciptakan
Bersyukurlah sebagai bangsa Indonesia, meskipun
pengaruh-pengaruh tersebut selalu sampai tetapi
karena letak Indonesia yang jauh secara geografis dan
paham Islamnya yang moderat, maka imbas konflik
di Timur Tengah tersebut tidak begitu besar. Namun
karena gerakan agama itu transnasional sehingga
harus selalu direspon agar tidak bisa membesar
pengaruhnya. Untuk mengatasi konflik, Indonesia
sudah jauh lebih matang dibanding negara-negara
Timur Tengah. Belum lagi dalam mengatasi terorisme
keagamaan, Indonesia termasuk berhasil. Oleh
karena itu hendaknya umat Islam Indonesia dapat
memberikan perhatian, kontribusi, inspirasi pada
dunia Islam. “Bahwa Islam itu pro-peradaban, Islam
itu damai, dan lebih dari itu Indonesia mempunyai
pengalaman yang unik, sehingga dunia Islam harus
mengetahuinya, misalnya, Islam dan demokrasi.
Ini khas pengalaman Indonesia. Mengapa? Ciri
demokrasi adalah partisipasi gerakan masyarakat
di luar negara. Di Indonesia dari dulu umat Islam
itu bergerak. Pergerakan Muhammadiyah, NU, dan
sekian ormas Islam ikut bergerak melawan penjajah
untuk mendirikan republik, dan republik pun bukan
negara Islam tetapi Pancasila. Ini adalah pengalaman
yang khas, yang unik, yang dunia hendaknya tahu.
Dunia Islam hendaknya tahu, bagaimana Islam
Indonesia mempunyai pengalaman menghadapi
keragaman etnis, budaya, agama dan isu-isu gender,”
tegas Komaruddin.
Pengalaman-pengalaman unik yang dimiliki Indonesia
tersebut selama ini lebih banyak menjadi objek riset
oleh orang luar, sehingga banyak ilmuwan dunia
datang ke Indonesia untuk melakukan riset tentang
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
Wapres Jusuf Kalla
mendengarkan
penjelasan
mengenai site plan
pembangunan gedung
Pascasarjana dan
RS Islam Universitas
Islam Malang
(UNISMA)
Islam Indonesia, sementara ilmuwan luar tesebut
menjadi ahli Islam dan ahli tentang Indonesia, orang
Indonesia justru belajar ke luar negeri pada ilmuwan
asing yang ahli tentang Indonesia. Apakah Indonesia
akan terus seperti ini? Tentu saja tidak. Inilah peluang
bagi Indonesia untuk tampil mendirikan pusat kajian
keislaman yang sekelas dunia, dengan tujuan untuk
meningkatkan langit keilmuan perguruan tinggi Islam
Indonesia. Adapun caranya dengan mengundang
profesor ahli dari luar, dan mengundang mahasiswa
dari seluruh dunia, perwakilan berbagai negara
untuk mempelajari Islam dan Indonesia. Sehingga
biarkan mereka yang belajar di luar negeri menjadi
duta perwakilan, juru bicara Indonesia ke dunia.
Banyak faktor yang memungkinkan hal ini terjadi.
Pertama, Indonesia mempunyai pengalaman yang
unik tentang kekayaan kebudayaan, peradaban
sejarah, pengalaman politik, ekonomi, dan sejarah,
yang selama ini ditulis orang banyak sekali dan belum
habis-habisnya. Kedua, banyak profesor dan dosen
dari luar yang tertarik ke Indonesia menjadi profesor
dan dosen, begitu pula dengan mahasiswa asing yang
ingin belajar ke Indonesia. “Jadi kalau dikumpulkan
dan diberikan tempat, bahannya ada, mahasiswanya
ada, dosennya ada. Ini akan mengangkat karena
ilmu itu mempunyai jaringan kemana-mana.
Ini kesempatan Indonesia untuk memberikan
kontribusi pada dunia, pada dunia Islam, ini loh
Islam Indonesia, Islam yang tumbuh di Indonesia
yang diperkaya dengan peradaban Indonesia, yang
memberikan kontribusi pada Indonesia dan Islam
dalam membangun demokrasi, kerukunan, dan
ketahanan. Bukan Islam yang memecah belah bangsa
tapi keislaman yang di sini mempunyai kekuatan
akan binding power, ini harus dijelaskan pada dunia,
sebagai kontribusi tanpa mengurangi standar ilmiah
akademis,” jelas Komaruddin.
Pusat kajian keislaman yang sekelas dunia, yang menjadi
keinginan pemerintah sebagai kontribusi Indonesia
pada dunia Islam dan dunia akan direalisasikan melalui
pembangunan sebuah Perguruan Tinggi Islam Negeri
(PTIN) yang bertaraf Internasional. Perguruan tinggi
negeri ini akan difokuskan pada S2 dan S3 karena
selama ini peminat yang ingin melanjutkan S2 dan S3 di
perguruan tinggi negeri di Indonesia kurang dan bukan
perguruan tinggi Islam negeri yang terbaik, sehingga
S2 dan S3 kiblatnya bukan lagi ke negeri asing. Yang
menjadi standar kajiannya adalah TOEFL, bahasa,
profesor, buku-buku, infrastruktur, perpustakaan, dan
rasio mahasiswanya,
Tim untuk pembangunan perguruan tinggi Islam tersebut
sudah dibentuk, dengan Prof. DR. Komaruddin Hidayat
sebagai ketuanya, dan dibantu oleh teman-temannya,
tetapi nantinya akan melibatkan orang-orang yang
mempunyai reputasi, pengalaman peduli membangun
perguruan tinggi keilmuan bukan politik. “Nanti
bayangan saya harus ada peraturan khusus, ada satu
badan, badan pengelola pengawas, pembina. Dikti tidak
cukup. Melibatkan Kementerian Agama, Kemenristek,
Kementerian Luar Negeri, swasta, dan para ilmuwan.
Harus ada badan khusus,” ungkap Komaruddin.
Selain mulai dipersiapkan dosen pengajar, juga akan
dipersiapkan perpustakaan yang bagus, ruang kuliah,
asrama, dan apartemen dosen. Harus dibuat pula
regulasi yang standar internasional, regulasi yang
khusus karena bila peraturannya menggunakan
regulasi yang ada, tidak akan jadi. Karena apa? “Karena
dari segi fasilitas saja, dosen kita jauh dibanding dosen
luar negeri. Tidak usah Amerika, dibanding Malaysia
saja kita kalah. Bagaimana kita mengharapkan
kualitas bagus kalau fasilitasnya saja jelek, ini harus
bagus berstandar internasional,” tegas Komaruddin.
MERSELA | Edisi Desember 2015
21
LIPUTAN UTAMA
Sedangkan untuk dana, pemerintah harus berani
mengeluarkan dana untuk pembangunan PTIN
tersebut karena dampaknya jauh ke dalam untuk
meningkatkan kualitas. Untuk targetnya, pada 2016
diharapkan sudah ground breaking. Pada 2017 sudah
dapat menerima mahasiswa. Untuk infrastrukturnya,
lahan negara di sekitar Jakarta atau sekitar Bogor
untuk tempat pembangunannya.
Perguruan tinggi negeri Islam ini adalah lembaga
independen, yang menjadi ikon kebanggaan Indonesia,
seperti Universitas Stanford di Amerika. Oleh karena itu
dibutuhkan 150 ha lahan untuk membangun perguruan
tinggi negeri Islam tersebut dengan gaya arsitektur
khas Indonesia. Akan ada gedung pertemuannya,
sehingga bila ormas-ormas, NU, Muhammadiyah akan
muktamar dapat dilakukan di situ.
PTIN bertaraf internasional yang akan dibangun ini
tidak akan mengancam PTIN yang ada. Sesungguhnya
akan meningkatkan kualitas yang ada karena kuliah
dalam satu lokasi dengan asrama dan dosennya pun
didatangkan ke perguruan tinggi tersebut. Harapan
Komaruddin dengan dibangunnya PTIN ini, antara
lain Pertama, standar naskah akademik harus betulbetul standar dan diakui oleh komunitas jaringan
internasional. Itu konsepnya. Kedua, bagaimana
konsep tersebut akan dikawal oleh peraturan
pemerintah. Ada regulasi khusus yang mengawal.
Ketiga, merekrut dosen-dosen dan mahasiswa yang
kualitasnya bagus. Keempat, harus ada dukungan dana
dari negara. Kelima, ada partisipasi non pemerintah
dan beberapa negara sahabat yang ternyata sudah ada
yang mau membantu.
Regulasi yang perlu diperjuangkan menurut
Komaruddin, pertama, otonomi perguruan tinggi tidak
boleh dicampur aduk. Dosen tidak boleh merangkap
mengajar ke sana kemari. Oleh karena itu fasilitas
harus baik seperti apartemen dan gaji yang memadai.
Sehingga dosen akan fokus di kampus. Kedua,
dimungkinkan partisipasi rakyat. Dana masyarakat
tidak boleh masuk Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP), harus luwes tetapi akuntabel, profesional,
dan jangan dibuat rumit. Dimungkinkan pengurusnya
mencari dana untuk pembangunan kampus.
Bila PTIN ini mempunyai tujuan dan regulasi yang
jelas maka menurut Komaruddin, optimis para
pengusaha akan mendukung karena pembangunan
ini untuk bangsa Indonesia dan mereka membutuhkan
suasana tenang, aman dan tidak ada radikalisme
dalam melakukan usahanya. “Kalau ini melahirkan
suatu pusat peradaban untuk mengerem radikalisme,
mereka mau saja. Ini bukan kepentingan Islam sematamata tetapi kepentingan bangsa, negara dan martabat.
Malu dong kita haji terbesar, masa tidak punya kampus
yang sekelas dunia, kalah dengan Mesir, Malaysia.
Masa kalah dengan negara non Muslim yang punya
kampus Islamic studies. Para pengusaha juga akan
membantu, misalnya untuk asrama, perpustakaan.
Pemerintah harus mau keluar modal dahulu karena
nantinya di luar pemerintah banyak yang akan
membantu,” jelasnya.
Selanjutnya menurut Komaruddin, kendala yang
ditakutkannya adalah menyangkut peraturan dan
birokrasi. Bila birokrasinya itu standar berpikirnya lokal,
maka akan menghambat. Harus diamankan bahwa hal
tersebut untuk kepentingan bangsa, harus dipegang,
standard ilmiah, dan tidak memihak politik manapun.
22
MERSELA | Edisi Desember 2015
Perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan perusahaan
harus bersinergi. Produk riset yang dilakukan
peguruan tinggi akan dimanfaatkan perusahaan dan
pemerintah. Pemerintah dan perusahaan yang akan
mengeluarkan dana, seperti di Jepang dimana kampus
dan perusahaan melakukan kerjasama.
Seharusnya Perguruan tinggi negeri itu ‘menciptakan
uang’ atau berbisnis karena yang menciptakan uang itu
adalah science sehingga kampus-kampus semacam
Universitas Indonesia (UI) di dorong science-nya
berkembang agar dapat menjadi teknokrat, dan dapat
berbisnis. Sedangkan perguruan tinggi negeri Islam
tidak, karena masih di bidang sosial.
Komaruddin juga menyatakan bahwa dalam jangka
pendek akan diusulkan Kepres Pembentukan
Panitia, dan Kepres Pembentukan Perguruan Tinggi.
“Ini’kan baru namanya pra. Nanti ada Kepres, sudah
punya legalitas, menentukan panitia, pembebasan
tanah, bangunannya. Akan ada kerjasama antara
Kemenristek, Kemenag, Kementerian Agraria, dan
Kemenlu. Kalau tim kecil sudah terbentuk, melahirkan
naskah. Kemudian dibahas oleh dewan ahli. Oleh
dewan ahli disempurnakan lalu diberikan kepada
Presiden. Presiden akan membuat Kepres. Nah kalau
sudah Kepres, itu sudah punya legalitas bergerak.
Membuat agenda yang lebih konkret,” pungkas
Komaruddin. (RP/GS)
DOK. SETWAPRES > HENDRA
Tingkatkan Kualitas Akademik dan Bahasa
Demi mewujudkan Indonesia menjadi pusat studi
Islam dunia, para pengasuh pesantren ikut mendukung
dengan beberapa kondisi yang perlu dipersiapkan
dengan serius. Salah satunya adalah Dr. Hamid
Fahmy Zarkasyi, M.Ed., M.Phil. Pimpinan Universitas
Darussalam Gontor, yang juga putra pendiri Pondok
Modern Gontor. Menurut Hamid untuk sampai kepada
cita-cita itu Indonesia perlu melakukan introspeksi
sekaligus mengukur potensi diri. Lembaga pendidikan
Islam di Indonesia terbesar di dunia, memiliki 25 ribu
pondok pesantren, 600-an perguruan tinggi Islam dan
sekolah-sekolah Islam negeri maupun swasta. Karena
potensi inilah pemikiran Islam di Indonesia relatif
lebih dinamis dibanding Malaysia, Pakistan, Turkey,
Bangladesh dan India.
Usia lembaga pendidikan Islam di Indonesia juga lebih
tua dibanding negara-negara tersebut. Pesantren
berdiri sejak abad ke 17, dan perguruan tinggi Islam
berdiri sejak awal masa kemerdekaan. Di Turkey
lembaga pendidikan Islam dan studi Islam telah lama
dibekukan oleh rezim Kemal Attaturk, dan baru 5 tahun
lalu Fakultas Agama Islam boleh dibuka di berbagai
perguruan tinggi.
Namun meski telah cukup tua, perkembangan dunia
pendidikan Islam di Indonesia termasuk sangat lambat.
Perhatian pemerintah dan masyarakat masih kurang
optimal. Di Malaysia, perhatian terhadap sarana
prasarana sangat tinggi, perpustakaannya berkembang
pesat, dana penelitiannya maksimal. Di Saudi, jurnaljurnal dalam bidang sains lebih banyak yang terakreditasi
internasional dibanding jurnal-jurnal di Indonesia. Di
Qatar, saat ini terdapat sebuah komplek pendidikan
dan riset yang di dalamnya terdapat kampus-kampus
universitas dunia, seperti Harvard, Oxford, Cambridge
dan juga lembaga-lembaga riset terkenal di dunia.
Dengan dana tak terbatas, mereka membiayai risetriset strategis dalam berbagai bidang yang kemudian
hasilnya diambil dan dimanfaatkan untuk pembangunan
Qatar. Turki juga tidak kalah majunya karena banyak
universitas di sana yang sudah menjadi bagian dari
Erasmus, dan terakreditasi dengan standar Uni Eropa.
Hamid mengingatkan, jika Indonesia ingin menjadi
pusat studi Islam dunia maka kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) umat Islam harus ditingkatkan.
DR. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Ed, M.Phil.
(Putra Pendiri Ponpes Gontor)
Pembantu Rektor Bidang Akademik Univ Darussalam Gontor
Kepakaran para intelektualnya harus berkelas
internasional sehingga mampu bersaing dengan
ilmuwan negara-negara Islam bahkan dengan
intelektual negara-negara Barat. Masalahnya, belum
banyak ilmuwan Indonesia yang mampu menulis
karya-karya monumental berbahasa Arab atau Inggris
di negara-negara Arab maupun negara-negara Barat.
“Ini fakta yang harus kita akui,” ujar Hamid.
Dalam bidang pemikiran Islam, Indonesia belum
memiliki cendekiawan sekelas Mohammad Iqbal alMaududi, Abdul Kalam Azad, al-Nadawi, Fazlurrahman,
Seyyed Hossein Nasr, Naquib al-Attas, Khursyid
Ahmad, dan Umer Chapra. Demikian pula penguasaan
ulama Indonesia dalam ilmu-ilmu syariah dan aqidah,
serta ilmu-ilmu yang berkaitan seperti tafsir, hadits,
fiqih, filsafat Islam, tasawwuf, nahwu, sastra Arab
masih belum sekaliber ulama Mesir, Qatar, Syiria,
Sudan dll. Umat Islam masih banyak merujuk ulamaulama seperti Yusuf Qaradhowi, Wahbah Zuhaili, alButhi dan sebagainya.
Untuk itu, Hamid menyarankan agar ulama dan
cendekiawan Muslim meningkatkan kemampuan
berbahasa Arab dan Inggris. Kemampuan berbahasa
Arab dan Inggris para dosen di Indonesia masih sangat
minim. Seminar-seminar studi Islam internasional
yang mengggunakan bahasa Arab dan Inggris banyak
yang tidak dihadiri oleh ulama atau intelektual Islam
Indonesia. Ini artinya, ilmuwan Indonesia belum banyak
menghiasi forum-forum internasional. Ilmuwan
Indonesia masih kalah dominan dengan para profesor
dari Timur Tengah yang menjadi dosen di Leiden,
Harvard, New York, serta kalah dengan intelektual
India, Pakistan dan Turki yang menguasai bahasa
Inggris dan dapat “menjual” pemikiran mereka ke
forum-forum internasional.
MERSELA | Edisi Desember 2015
23
DOK. SETWAPRES > ISTIMEWA
LIPUTAN UTAMA
Perguruan tinggi
Islam swasta
Darussalam University
berlokasi di Gontor,
Jawa Timur
Penguasaan terhadap materi studi Islam juga harus
ditingkatkan. Di Indonesia pusat-pusat studi Islam,
dimana para pakar serius mengkaji dan meneliti
berbagai isu pemikiran Islam seperti tidak mendapat
perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Jika di
Pakistan terdapat Research Academy yang memiliki
proyek-proyek penulisan karya besar seperti
ensiklopedia Alquran, sejarah, hadith, tafsir, kamus dan
lain-lain, di Indonesia masih belum terpikirkan.
Jika kondisinya seperti ini maka yang dapat dijual
Indonesia ke dunia internasional adalah sistem
pendidikan pesantren, yang tidak ada di negara lain.
Di pesantren para santri tidak hanya belajar Islam
tapi juga menghayati kehidupan dengan nilai-nilai
Islami. Tradisi mengkaji kitab-kitab klasik juga sangat
menarik untuk ditawarkan kepada dunia, hanya
saja perlu pengembangan dari aspek materi dan
metodologi. Sebab kini tren di dunia Islam khazanah
ilmu pengetahuan Islam (kitab klasik) perlu dikaitkan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer,
sehingga dapat menghasilkan ulama-intelek yang
berpikiran luas, terbuka, toleran, maju, progresif
serta dapat menjadi rujukan bagi pengkajian sains dan
teknologi modern. Kajian fiqih di pesantren misalnya,
kini harus dapat menjawab tantangan dari konsepkonsep ekonomi dan manajemen kontemporer agar
dapat menghasilkan ekonomi syariah. Dalam masalah
politik, kajian Islam harus dapat menghasilkan berbagai
fiqih, seperti fiqih politik, fiqih sosial, fiqih teknologi,
fiqih ekonomi dan lain lain.
Hal ini, menurut Hamid sangat penting untuk
meneguhkan identitas lembaga pesantren dan juga
menafikan stigma bahwa pendidikan pesantren
menghasilkan tamatan-tamatan yang berpikiran
24
MERSELA | Edisi Desember 2015
“radikal”. Pendidikan pesantren sudah ada sejak
bertahun-tahun yang lalu (konon berdiri tahun 1780-an).
Sejak dulu hingga kini tidak ada perubahan kurikulum.
Pesantren berkontribusi mendidik anak-anak bangsa
yang terbaik. Disamping itu, menghasilkan pemimpinpemimpin terbaik untuk Indonesia dari dahulu hingga
sekarang. Di tingkat lokal pesantren pun ikut menjaga
stabilitas di lingkungannya. Daerah yang ada pesantren,
pasti akan lebih baik dan aman. Pesantren dapat hidup
dan tumbuh karena kemandirian. Kebiasaan mereka
hidup dengan manajemen yang baik, inilah sebenarnya
pendidikan. Sehingga begitu keluar dari pesantren,
masuk ke dalam bidang bisnis apapun tidak masalah.
Tapi mengapa muncul tudingan bahwa pesantren
adalah tempat pembiakan teroris (breeding place of
terrorism)?” ujar Hamid.
Ia menegaskan bahwa dalam bidang akademik, kajian
Islam di pondok modern mengintegrasikan sains dan
humaniora, juga bisa “dijual” ke dunia Islam. Sistem ini
sudah lama diterapkan di Darussalam Gontor, al-Amin
Madura, Darunnajah Jakarta, Darul Qalam Gintung, alIslah Bondowoso dan masih banyak lagi, dan terbukti
dapat survive bertahun-tahun bahkan semakin besar.
“Sistem pendidikan berasrama dengan sistem waqaf,
yang didesain secara komprehensif dan integratif itulah
yang perlu dijual ke dunia internasional,” jelas Hamid.
Bahkan lebih dari itu, tambah Hamid, dalam sistem
pondok modern kurikulumnya bersifat holistik dan
komprehensif meliputi pendidikan formal, informal
dan non formal, mengajarkan toleransi, kemandirian,
keikhlasan, kebersamaan, persaudaraan dan lain-lain.
Di pesantren anak-anak yang berasal dari berbagai suku
harus bisa hidup bersama, toleran terhadap perbedaan,
memperlakukan orang-orang yang berbeda suku
DOK. SETWAPRES > HENDRA
dengan baik. “Inilah benih-benih toleransi dalam diri
umat Islam Indonesia yang kemudian menjadikan umat
Islam Indonesia paling toleran di dunia. Bandingkan
perlakuan Muslim terhadap non Muslim di Indonesia
dengan perlakuan non Muslim terhadap Muslim di
negara-negara seperti India, Tiongkok, Myanmar, dan
Thailand,” tegas Hamid.
Di negara-negara Barat event keagamaan tidak boleh
dilaksanakan di ruang publik, karena hal itu dianggap
pelanggaran terhadap doktrin sekularisme. “Ketika saya
berkeliling ke Austria, Australia, Swiss dan beberapa
negara lain, saya ceritakan bahwa di Indonesia seorang
pendeta bisa ceramah di TV publik, Hari Natal, Hari
Waishak, Hari Raya Nyepi, dirayakan di ruang publik
yang mayoritas beragama Islam,” kisahnya.
“Saya melihat toleransi antar umat beragama
di Indonesia bagus sekali. Masalahnya, praktek
kehidupan sosial keagamaan yang khas Indonesia ini
belum tertuang dalam sebuah karya fiqih yang ditulis
secara akademik oleh ulama atau cendekiawan Muslim
Indonesia sehingga bisa dibaca oleh masyarakat dunia.
Ini tidak bisa kita tawarkan ke dunia, sebab yang akan
kita tawarkan adalah studi Islam, bukan praktek Islam.
Alangkah bagusnya jika dari pesantren lahir karyakarya fiqih toleransi seperti yang telah dipraktekkan
itu. Namun jika nuansa toleransi seperti ini diteorikan
menjadi paham pluralisme agama, dimana teologi dan
ajaran agama-agama itu disama-samakan kemudian
disatukan secara teologis (sehingga menjadi doktrin
global theology), maka ini sudah bukan lagi milik
bangsa Indonesia, apalagi produk pesantren. Ini adalah
paham yang diimpor dari ideologi asing. Jika toleransi
menganggap bahwa agama lain itu sama sederajat
dengan Islam, pemeluk agama lain juga sama-sama
masuk surga, ini bukanlah toleransi yang benar. Sama
halnya, tidak mungkin orang Nasrani yakin bahwa orang
Islam juga masuk surganya. Kita tetap menghormati
umat agama lain, tetapi tidak sampai memasukkan ke
surga karena surga itu urusan Tuhan,” papar Hamid.
Kembali ke pertanyaan apakah Indonesia dapat menjadi
kiblat pemikiran Islam dunia, Hamid memberikan
beberapa saran. Pertama, agar pesantren-pesantren
di Indonesia dikembangkan menjadi universitasuniversitas yang berkualitas internasional dengan
tetap mempertahankan nilai-nilai pesantren yang
khas Indonesia. Kedua, ulama dan cendekiawan
Muslim Indonesia yang terbiasa berpikir terbuka
dan toleran hendaknya meningkatkan penguasaan
Salah satu keterampilan yang
diajarkan di Pesantren Gontor
untuk bekal mandiri
berbagai disiplin ilmu Islam berkaliber internasional.
Ketiga, nuansa toleransi umat Islam di Indonesia yang
sudah mengakar di masyarakat harus dapat diangkat
menjadi teori toleransi atau fiqih toleransi yang bisa
menjadi rujukan umat Islam di dunia. Maroko yang
fokus dan menonjol dalam kajian “Maqasid Shariah”
(tujuan syariah), dapat dijadikan model. Keempat,
kemampuan berbicara di dunia internasional harus
ditopang oleh 2 bahasa, Arab dan Inggris. Kelima, para
ulama dan cendekiawan Muslim tidak hanya dituntut
untuk dapat menjalin hubungan harmonis dengan
non Muslim, tapi juga mampu mengintegrasikan ilmu
pengetahuan Islam dengan sains dan teknologi serta
ilmu pengetahuan sosial, seperti sosiologi, politik,
ekonomi, budaya, komunikasi, psikologi dan lain-lain.
“Jika ada pertanyaan apa kontribusi yang sudah
dan akan diberikan Pondok Pesantren Gontor dan
Universitas Darussalam kepada dunia Islam, saya harus
realistis bahwa banyak yang belum, sudah dan perlu
kami lakukan,” tukas Hamid. Namun, Gontor dengan
pendidikan pesantren dan perguruan tingginya telah
menghasilkan alumni yang menjadi ulama, rektor,
pimpinan ormas, duta besar, diplomat, pengusaha,
pendidik, pekerja sosial dan sebagainya yang memiliki
kapasitas, kualitas dan integritas yang diakui masyarakat.
Kini setelah perguruan tingginya menjadi Universitas
Darussalam, obsesi Gontor adalah meningkatkan
kualitas universitasnya menjadi International University
of Darussalam, dimana nanti mahasiswanya tidak hanya
dari Indonesia, tetapi juga berasal dari negara-negara
Islam, bahkan dari negara-negara Barat. “Di Universitas
yang berbasis pesantren ini mereka akan kami ajari
bukan hanya ilmu Islam tapi juga perilaku Islam, juga
belajar hidup dan kehidupan. Inilah makna rahmatan
lil’alamin yang sesungguhnya,” tegas Hamid. (DY/RP)
MERSELA | Edisi Desember 2015
25
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
LIPUTAN UTAMA
Islam Indonesia adalah
Berakhlak, Berbudaya, dan Berperadaban
Nahdlatul Ulama sebagai salah satu organisasi
keagamaan terbesar di Indonesia mempunyai peran
penting dalam mewujudkan Indonesia sebagai
kiblat pemikiran Islam di dunia. Menurut Ketua
Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU)
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah dengan mengikuti
seminar-seminar Islam di dunia dan menjadi nara
sumber. “Di Turki saya 4 kali menjadi nara sumber.
Qatar 2 kali, Maroko 2 kali, juga di Amerika, Korea
Selatan, Hongkong, Taiwan, Malaysia, Kenya, India.
Insyaallah itu merupakan salah satu contoh upaya
bagi Indonesia. Saya selalu menyampaikan dasar
negara Pancasila yang tidak ada di negara lain,
bicara tentang ketuhanan dan kemanusiaan. Di Eropa
ketuhanan disejajarkan dengan kemanusiaan dan
keadilan. Agama sangat individual. Urusan pribadi,
bukan urusan sosial,” jelas KH. Said.
Upaya lainnya adalah mengirim siswa ke luar negeri
atau menerima siswa dari luar negeri untuk belajar
mendalami Islam, seperti NU mengirim siswanya ke
Maroko 65 orang, Turki 10 orang, Sudan 150 orang,
dan Libya 107 orang.
Indonesia juga harus bisa menciptakan citra yang
baik melalui kegiatan ekonomi, sosial, politik, budaya
bagi dunia Islam di tengah keadaan negara-negara
Timur Tengah yang sekarang terlihat memilukan.
Padahal dulu pusat peradaban pertama di Damaskus
Bani Umayya, dan yang kedua di Bahgdad Albasiyya.
Kini jutaan orang hijrah mengungsi ke Eropa.
Ditambah lagi dengan adanya kelompok Islamic
State of Iraq and Syria (ISIS). Mereka itu petualang
bukan pejuang. “Alhamdulillah di dunia ini masih ada
umat Islam besar yang berbudaya, besar tapi tidak
mendiskreditkan yang kecil, besar tapi tidak arogan,
mayoritas menghormati minoritas, itulah NU,”
ungkap KH. Said.
Dalam pidatonya di Masjid Istiqlal, Presiden Jokowi
mengatakan bahwa NU harus mampu menjembatani
Islam dalam peradaban di Nusantara. Sementara
Wapres Jusuf Kalla dalam pidatonya di Musyawarah
Nasional (Munas) NU mengatakan bahwa sudah
saatnya umat Islam Indonesia mempunyai lembaga
26
MERSELA | Edisi Desember 2015
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
perekonomian,
pertanian,
pendidikan,
dan
kebudayaan, yang dibangun dengan kemandirian.
“Jadi kita coba membangun kemandirian para petani
NU dan himpunan pengusaha NU. Kemandirian adalah
faktor utama, contohnya pesantren. Pesantren adalah
lembaga pendidikan yang tidak pernah membebani
masyarakat dan pemerintah,” jelas KH. Said.
Prinsip Islam Indonesia adalah berakhlak, berbudaya,
dan berperadaban. Oleh karena itu, semua lembagalembaga ekonomi, pertanian, pendidikan, perguruan
tinggi, adalah dalam rangka membawa masyarakat
yang berperadaban. Sebagai contoh, Kyai-kyai di
dalam naungan NU bila melakukan ceramah di desadesa selalu mengajak masyarakat untuk berakhlak,
menghormati perbedaan, tidak main hakim sendiri,
menghormati orang tua dan tokoh. Apalagi dengan
prinsip NU Tawasuth, Tawazun dan Tasamuh, yaitu
moderate, balance dan tolerance. “Itu prinsip.
Tidak boleh mempertentangkan antara Islam dan
nasionalisme. Pesannya KH. Hasyim Ashari kepada
putranya KH. Wahid Hasyim, Islam saja belum tentu
bisa menyatukan umat kalau tidak ada semangat
kebangsaan. Nasionalisme saja kering kalau tidak
diisi dengan nilai-nilai Islam,” tegas KH. Said.
Pada dasarnya agama Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad adalah agama peradaban, agama
budaya, agama akhlak, dan agama kemanusiaan.
“Oleh karena itu prinsip-prinsip Islam, kalau digali
betul baik dari Alquran maupun dari historis, adalah
agama yang betul-betul menunjukkan toleransi,
moderat, yang memanusiakan manusia,” lanjutnya.
Toleransi telah diajarkan Nabi Muhammad sejak 15
abad yang lalu, contohnya ketika beliau hijrah ke
kota Yatsrib (Madinah), dimana beliau menjumpai
penduduknya yang plural, yaitu Muslim pribumi 2
suku, Aus dan Khazraf, dan non Muslim Yahudi 3
suku; Quraidhah, Qainuqa, dan Nadlir. Nabi bersabda,
“penduduk Muslim pendatang, penduduk Muslim
kaum Yatsrib dan Yahudi, asalkan satu cita-cita, satu
tujuan, satu prinsip jihad, satu prinsip perjuangan,
sesungguhnya mereka satu umat”. Itulah yang dikenal
dengan piagam Madinah.
Nabi telah berhasil membangun sebuah komunitas
platform-nya
berdasarkan
konstitusi
yang
adalah tamaddun, yaitu civil society. Beliau tidak
pernah memproklamirkan negara Islam, tidak
pernah mengkonstitusikan agama, tidak pernah
memproklamirkan negara Arab, dan tidak pernah
mengkonstitusikan etnik. Negara yang di dalamnya
hidup bersama, lintas agama, lintas suku, dengan
hak dan kewajiban sama. Contoh ketika ada seorang
sahabat Nabi membunuh orang Yahudi, Nabi marah
besar dan mengeluarkan pernyataan, “Barang siapa
membunuh non Muslim berhadapan dengan saya,
dan barangsiapa berhadapan dengan saya tidak akan
masuk surga”. Artinya apa? “Nabi Muhammad sangat
melindungi, memberi jaminan non Muslim hidup
bersama di tengah mayoritas Muslim. Tidak boleh
ada permusuhan dengan alasan agama, suku, apalagi
politik. Hanya satu yang boleh dan harus dianggap
musuh adalah yang melanggar hukum, teroris,
koruptor, dan pelaku tindak kriminal,” tutur KH. Said.
Nabi
Muhammad
dalam
perilakunya
dapat
menunjukkan contoh yang luar biasa. Ketika Nabi
haji dan berpidato di Arafah, beliau bersabda
dengan “wahai manusia” – bukan “wahai orang Arab”,
bukan “wahai orang Islam” – “Wahai manusia, nyawa
kalian mulia dan suci, harta kalian mulia dan suci,
harga diri kalian mulia dan suci, seperti mulianya
hari ini, bulan haji ini dan kota suci Mekkah.” Jadi
barang siapa mengganggu nyawa orang lain, apapun
agamanya, apapun etniknya, berarti mencoreng
kemuliaan, kesucian haji dan kesucian kota Mekkah.
“Sekarang ini, yang utama kita pertahankan Islam
seperti ini, yaitu Islam yang tersebar di Nusantara
yang dibawa para Wali Songo dan telah berhasil
mengislamkan masyarakat tanpa peperangan dan
kekerasan,” jelas KH. Said.
Metode dakwahnya para Wali Songo adalah
Islam yang ramah, santun, dan tidak menghapus
budaya, seperti Nabi Muhammad. Peran NU
adalah menumbuhkembangkan budaya demokrasi
yang jujur dan adil serta mendorong kemandirian
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. “Demokrasi merupakan sistem
bernegara yang langgeng hingga kiamat dan NU
sangat mendukungnya,” tutur KH. Said.
Negara besar di manapun memerlukan sebuah
kekuatan super besar. Di Indonesia terdapat NU,
Muhammadiyah, dan lain-lain. Namun, ketika
terdapat konflik politik, masih terdapat organisasi
masyarakat (ormas) yang tidak ikut-ikutan. Ketika
terdapat krisis nasional, masih terdapat ormas
yang utuh dan kokoh. “Sebagai pilar bangsa, ini
luar biasa. Apalagi NU yang sudah jelas konsep
bernegaranya tidak bertentangan dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila,
Undang Undang Dasar (UUD) ’45, dan kebhinekaan.
Sejak jaman Abdurahman Wahid (Gusdur) sebagai
Ketua Umum, tidak boleh diotak atik, dan secara
umum, NU sudah sadar hidup bersama di dalam
keberagaman. Jadi istilahnya Gusdur membumikan
Islam, Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Kalau saya,
Islam Nusantara,” jelas KH. Said.
Ternyata Islam Nusantara itu luar biasa, ulama-ulama
Indonesia yang berkiprah di internasional, seperti
Ahmad Khotib Sambas Kalimantan Barat, Arsyad,
Banjarmasin, Mahfudz Termas Pacitan, Nawawi Banten
yang karyanya masih dibaca, dan dikaji di Universitas,
kemudian Abdul Somad Palembang, Yusuf Makassar,
hingga kini masih dibaca di Al Azhar Mesir. Selain
itu, peran NU pun terlihat dengan banyaknya orang
yang belajar di Perguruan Tinggi NU, yang hingga kini
berjumlah 24 UNU, di antaranya di Surabaya, Sidoarjo,
Tuban, Kediri, Jepara, Cilacap, Kebumen, Cirebon,
Indramayu, Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Halmahera,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Lampung, dan
Sumatera Utara. Banyak pula tamu dari negara lain
yang berkunjung, seperti Duta Besar Inggris Moazzam
Malik yang berasal dari Pakistan, dan adik ipar mantan
Perdana Menteri Inggris Tony Blair, Lauren Booth.
Untuk mempertahankan pemikiran-pemikiran NU di
masa mendatang, KH. Said menegaskan bahwa Kyai dan
pesantren akan terus selalu menyampaikan Islam yang
berakhlak, dan itu merupakan tantangan agar masa
mendatang pemikiran-pemikiran NU tersebut menjadi
benteng pertahanan budaya Muslim Indonesia. (RN/DY)
MERSELA | Edisi Desember 2015
27
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
LIPUTAN UTAMA
Peradaban Islam Dunia Lahir dari
Indonesia, Harus Jadi Kenyataan
Muslim Indonesia selain besar jumlahnya di dunia,
sekitar 213 juta (89,21%) dari 240 juta penduduk
Indonesia, pada saat yang sama dipandang dunia
sebagai Islam tengahan (moderat) dan memiliki akar
masyarakat madaniyah (civil society) yang secara
embrional bertumbuh relatif maju. Persepsi pada
umumnya negara-negara Barat dan non Muslim
dunia cukup positif terhadap Islam di Indonesia,
sejumlah pihak bahkan berasumsi dari negeri
Muslim terbesar ini akan lahir wajah Islam dunia
yang damai, toleran, dan berkemajuan. Tentu saja
persepsi normatif dan modal penting ini jangan
dibiarkan menggenang seperti danau, harus diubah
atau ditransformasikan menjadi kekuatan aktual
dan manifes sehingga pada era ke depan benarbenar menjadi kenyataan, bahwa peradaban Islam
dunia lahir dari Indonesia. Demikian pendapat Ketua
Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, DR. Haedar
Nashir terhadap keinginan pemerintah bahwa
Indonesia dapat menjadi barometer kehidupan
Islam di dunia.
Muhammadiyah sejak awal kelahirannya 18 November
1912 mendobrak kemandekan dan membangun alam
pikiran berkemajuan seperti memelopori pelurusan
arah kiblat yang berbasis syar’i dan ilmu falaq,
pendidikan Islam modern, pelayanan kesehatan dan
sosial, mendirikan gerakan perempuan Islam sebagai
simbol kesetaraan dengan lahirnya Aisyiyah tahun 1917,
merintis penyelenggaraan haji yang terorganisasi tahun
1921, mendirikan poliklinik atau rumah sakit Penolong
Kesengsaraan Oemoem (PKO, kini PKU) tahun 1923,
mengkritisi kebijakan Ordonansi Guru tahun 1926, dan
memelopori tabligh ke ruang publik untuk pencerahan
alam pikiran umat Islam dan masyarakat Indonesia.
Menurut
Soekarno,
Muhammadiyah
sejatinya
melakukan gerak modernisasi Islam untuk masyarakat
Indonesia, sehingga dari rahimnya lahir pandangan
Islam progresif atau berkemajuan. Kepeloporan ini
merupakan pembaruan atau tajdid, yang menurut
Nurcholish Madjid disebut break-through atau
lompatan, serta menurut banyak ahli dikenal dengan
Islam reformis atau modernis. Kini alam pikiran
berkemajuan seperti dirintis Muhammadiyah itu tentu
sudah menjadi lazim secara umum dan mungkin
dianggap kurang progresif, tetapi pada zamannya
28
MERSELA | Edisi Desember 2015
DR. Haedar Nashir
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
merupakan transformasi Islam yang khariq al-’adat
atau di luar kelaziman, bahkan oleh Koetzman disebut
liberal. “Ketika Muhammadiyah memasuki abad kedua,
kita melakukan reaktualisasi gerakan melalui apa
yang kami sebut Gerakan Pencerahan berbasis Islam
Berkemajuan untuk menghadirkan perubahan yang
membebaskan, memberdayakan, dan memajukan
kehidupan semesta,” ucap Haedar.
Muhammadiyah seperti dijelaskan sejak awal
berdirinya, tanpa melabeli diri sebagai gerak Islam
rahmatan lil ’alamin, sesungguhnya berbuat amaliah
nyata yang terorganisasi untuk menghadirkan Islam
yang menjadi rahmat bagi alam semesta. Islam yang
rahmatan lil ’alamin itu bukan dikatakan, tetapi harus
dibuktikan di alam nyata bahwa Muslim Indonesia itu
berdaya saing tinggi dan unggul ketimbang umat lain,
termasuk dalam beramaliahnya di seluruh kehidupan.
Sebenarnya kendala bukan datang dari luar, karena
yang dari luar itu lebih bersifat tantangan untuk
dihadapi dalam semangat dakwah “fastabiq al-khairat”
(bersaing dalam kebaikan atau dalam bahasa Wapres
Jusuf Kalla “lebih cepat lebih baik”) dan “al-dakwah
lil-muwajahah” (dakwah dengan cara menghadapi
dengan tawaran alternatif terbaik). Kendala lebih
banyak dari internal Islam sendiri yang sebagian masih
enggan untuk maju dalam berpikir dan menggunakan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sulit bersatu untuk
hal-hal strategis, egoisme kelompok atau ananiyah
hizbiyah, dan ketertinggalan di bidang ekonomi alias
umat masih dhu’afa-mustadh’afin.
Selanjutnya Haedar mengemukakan pandangannya
mengenai Islam Al Wasathiyyah. Al-Wasathiyyah itu
konsep dasarnya dalam Islam terkait dengan Syuhadaa
‘ala al-nas pada Surat Al-Baqarah 143 dan Khayr alUmmah pada Surat Ali Imran 110. Artinya umat Islam
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
Ketua Umum PP Muhammadiyah
diterima Wakil Presiden di kantor
Wakil Presiden
itu di sebagai golongan umat haruslah berkarakter
tengahan (moderat) dan tidak radikal atau ekstrem
dalam beragama dan bersikap hidup. Tetapi pada
waktu sama umat juga harus menjadi saksi sejarah
bagi kehidupan umat manusia semesta (Syuhadaa ‘ala
al-nas). Umat tidak cukup sekadar moderat tetapi juga
menjadi pelaku sejarah, sehingga dari kedua sifat itu
lahirlah umat terbaik. Dengan kata lain jadilah umat
moderat berkemajuan, bukan moderat pasif dan
tertinggal. Mewujudkannya melalui berbagai gerakan
antara lain gerakan moderasi melawan radikalisme
dan ekstremisme, gerakan pencerahan melawan
kebodohan dan ketertinggalan, serta mengembangkan
amal usaha di berbagai bidang termasuk ekonomi
untuk membangun kemajuan umat yang konkret
sehingga memiliki daya saing tinggi guna menghadapi
persaingan dengan pihak lain.
Wapres Jusuf Kalla mendorong Muhammadiyah untuk
mendukung kemajuan ekonomi bangsa terutama
dalam kemakmuran. Menurut Haedar, Apa yang
disebutkan Wapres Jusuf Kalla benar sekali tentang
tantangan bangsa Indonesia, termasuk umat Islamnya.
Umat Islam masih bangga dan membangga-banggakan
diri dengan jumlah yang besar, tetapi sesungguhnya
secara kualitas masih “fiah qalilah” alias golongan
kecil. Muhammadiyah dengan dukungan 178 perguruan
tinggi dan ribuan amal usaha yang nyata, sesungguhnya
membangun modal umat untuk bangkit dari dhu’afamustadh’afin ke khayr al-ummah atau umat terbaik.
“Kita menggerakkan potensi saudagar Muhammadiyah
untuk memajukan ekonomi umat dan bangsa. Kita
terus perluas usaha-usaha ekonomi mikro, kecil, dan
menengah. Sejumlah usaha bisnis kami lakukan di
berbagai sektor. Insya Allah sepuluh tahun ke depan
gerak ekonomi Muhammadiyah makin kuat, semuanya
untuk mengubah nasib umat dan bangsa menuju
Indonesia berkemajuan. Mana mungkin umat Islam
menjadi rahmatan lil ’alamin jika masih miskin secara
ekonomi dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek),”
ucap Haedar.
Indonesia dengan umat Islam terbesar di dunia harus
memainkan peran sebagai pemimpin di Organisasi
Konferensi Islam (OKI), itulah cara berperan yang taktis
dan strategis sehingga menjadi kekuatan politik yang
nyata. Atas mandat Presiden, Wapres Jusuf Kalla tepat
sekali menempati posisi itu. Wapres memiliki kapasitas
dan pengalaman luas. Jika pemerintah ingin mendorong
tokoh Islam di luar pemerintahan, tentu terdapat tokoh
yang memiliki pengalaman dunia internasional yang
luas. Indonesia itu besar, hanya kurang artikulatif di
kancah dunia Islam. Di samping lembaga internasional
lain, OKI dapat dimainkan secara proaktif dan bergigi,
tidak pasif seperti sekarang. Dunia Islam memerlukan
kepemimpinan yang kuat dan dapat mengimbangi
negara-negara lain secara tegak dan berdaulat. Sebagai
negeri Muslim terbesar sungguh dapat dijadikan modal
politik dan strategis untuk memainkan politik global.
Sejalan dengan keinginan pemerintah agar Indonesia
dapat menjadi pusat pemikiran Islam di dunia, menurut
Haedar, Muhammadiyah memiliki 178 perguruan tinggi
serta para kader lulusan luar negeri maupun dalam negeri
MERSELA | Edisi Desember 2015
29
LIPUTAN UTAMA
Gagasan mendirikan Perguruan Tinggi Islam Negeri
bertaraf internasional sangatlah tepat dan strategis,
serta memang sudah saatnya. Pemerintah harus
bersungguh-sungguh dan jangan “masuk angin”
karena inilah negeri Muslim terbesar. “Kita terlambat
dan dulu melepas kesempatan, tetapi tidaklah
mengapa kita perlu melangkah ke depan. Pemerintah
Indonesia layak mendirikan perguruan tinggi Islam
terhebat di tingkat global,” ungkap Haedar.
Indonesia memiliki syarat lebih dari cukup, segala
aspek sudah dimiliki. “Syaratnya hanya satu, yaitu
kelola Perguruan Tinggi Islam Negeri itu secara
objektif, profesional, dan menggunakan sistem
meritrokasi serta jauhi kepentingan golongan dan
hal-hal yang sifatnya sempit. Jika yang mendirikan
dan mengelola pemerintah maka bebaskan dari
simbol-simbol dan kepentingan golongan apapun,
serta jangan jadi rebutan,” saran Haedar.
Indonesia perlu mengubah mindset serba Arab
atau Timur Tengah itu dengan bukti nyata, yakni
Indonesia membangun lembaga-lembaga Islam
bertaraf internasional, menerjemahkan buku dan
karya pemikiran Islam, dan mendirikan pusat
keunggulan yang spektakuler seperti Universitas
Islam Internasional tersebut. Selain itu, selama ini
dunia Muslim memang mengakui Indonesia negeri
Muslim terbesar, tetapi kesannya sekuler dan
“berwajah lain”. Kata pepatah, lisan al-hal afshahu
min lisan al-maqal, tindakan dan bukti itu lebih
terpercaya ketimbang retorika. Kuncinya, tampilkan
Islam Indonesia yang unggul, berwawasan global, dan
menampilkan standar berkemajuan. (RN/RH)
DOK. SETWAPRES > ISTIMEWA
yang mencukupi. Kajian pemikiran Islam selama ini juga
berkembang, kini bahkan melakukan penerjemahan
karya-karya ilmiah dan buku ke bahasa Inggris dan Arab.
Modal ini bagi Muhammadiyah dan umat Islam dapat
dijadikan embrio potensial untuk berlaga di kancah
pengembangan pemikiran Islam yang go-international,
melakukan internasionalisasi pemikiran Islam. Berbagai
seminar internasional terus dilakukan, demikian pula
tukar-menukar karya keilmuan, selain mengirim
tenaga pengajar dan pemikir bertaraf internasional
ke perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lain di luar
negeri. Kerjasama dengan berbagai pemerintah dan
swasta atau lembaga non pemerintah terus dilakukan
secara lebih terprogram untuk pengembangan dan
internasionalisasi pemikiran Islam.
Islam Indonesia Penting karena
Umatnya Terintegrasi dengan Kuat dalam
Kebangsaan Indonesia
Menyikapi peranan Indonesia sebagai pusat pemikiran
Islam di dunia, Budayawan Indonesia Prof. Dr. Franz
Magnis Suseno yang biasa disapa Romo Magnis,
mempunyai pandangan tersendiri. Sebagai non Muslim
yang telah lama tinggal di Indonesia, ia melihat Islam
Indonesia tidak hanya penting karena jumlah umat
Muslim Indonesia, tetapi karena mereka terintegrasi
kuat dalam kebangsaan Indonesia. Selain itu, karena
Islam Indonesia mempunyai cendekiawan dan pemikir
bermutu dalam jumlah besar yang juga cukup
berpengaruh. Di dunia non Muslim internasional,
khususnya di antara mereka yang memperhatikan
Islam, Islam Indonesia sudah lama mendapat perhatian
besar, namun pengaruh Islam internasional terbatas
karena sekurang-kurangnya, dua alasan: Pertama
adalah bahasa Indonesia. Karena diskursus intelektual
Muslim Indonesia berlangsung dalam bahasa
Indonesia, dan sangat sedikit yang diterjemahkan ke
30
MERSELA | Edisi Desember 2015
Prof. Dr. Franz Magnis Suseno
Budayawan Indonesia
dalam bahasa Inggris maupun bahasa Arab, diskursus
itu sebagian besar luput dari perhatian dunia Islam.
Kedua, di sebagian dunia Islam ada prasangka bahwa
Islam Indonesia merupakan “Islam pinggiran” secara
geografis memang di pinggir Timur dunia, oleh karena
itu diabaikan. Itu justru merugikan dunia Islam.
Menurut Romo Magnis, pertimbangan yang menjadi
latar belakang rencana membuat Perguruan Tinggi
Islam Negeri bertaraf internasional adalah agar
dunia di luar Indonesia, khususnya dunia Islam di luar
Indonesia, menyadari adanya Islam Indonesia yang
secara intelektual bermutu tinggi, dan sebaliknya
agar Indonesia dapat belajar dari masukan-masukan
cendekiawan Muslim internasional. Hal ini tak ada
hubungannya dengan pandangan tentang terorisme.
“Pandangan itu cukup primitif! Bahwa Islam identik
dengan terorisme dibantah oleh kenyataan, yaitu
kenyataan bahwa masyarakat dengan mayoritas
Islami adalah masyarakat yang damai, terbuka,
toleran dan tetap percaya diri. Para pemimpin Muslim,
para ulama, guru agama, cendekiawan, dan kaum
intelektual tidak ragu-ragu mengutuk terorisme yang
mengatasnamakan Islam,” tegas Romo Magnis.
Kelompok teroris sering mengatasnamakan Islam
untuk membenarkan perbuatan kejam mereka.
Bahkan mereka terlihat seperti Muslim saleh
karena sangat rajin melakukan ritual Islam, tetapi
mereka tidak menghayati nilai-nilai kemanusiaan.
Ini kontradiksi.
Selanjutnya Romo Magnis berpendapat, menjadi dosen
atau guru besar untuk PTIN tersebut harus betul-betul
mempunyai keahlian menurut standar internasional.
“Kalau itu diusahakan, saya tidak meragukan
bahwa Perguruan Tinggi Islam Internasional akan
memberikan sumbangan penting bagi perkembangan
intelektual
seluruh
bangsa
Indonesia
serta
sumbangan terhadap dunia intelektual Islami dan non
Islami internasional,” ungkap Romo Magnis.
Bangsa Indonesia memiliki toleransi yang tinggi, hal itu
berkaitan dengan beberapa faktor. Pertama, Indonesia
negara maritim karena itu masyarakat Indonesia
termasuk orang sederhana, selalu sudah tahu bahwa
di dekatnya ada orang dengan bahasa, adat-istiadat
dan orientasi religius yang berbeda, namun termasuk
“masyarakat Nusantara”. Maka bagi di Indonesia
adanya orang yang berbeda tidak mengejutkan. Berbeda
dengan Jerman misalnya, yang monokultural dan susah
mengasimilasi orang dari bahasa dan budaya lain.
Kedua, budaya Jawa maupun budaya-budaya Indonesia
lain yang mirip justru dalam hal Ketuhanan, pertamatama tidak
mementingkan ritus dan formalisme
agama-agama, melainkan sikap batin, khususnya
“rasa”; masyarakat Jawa wajib menghormati “rasa”
orang, sedangkan masing-masing agama merupakan
“jalan” ke pendalaman rasa itu. Jalan itu penting, tetapi
tidak mutlak. Yang penting adalah persatuan dengan
Tuhan yang hanya bisa tercapai dalam rasa.
Toleransi itu ada batasnya. Terhadap orang atau
kelompok yang mengeksklusifkan diri dan tidak mau
ikut bersama berdasarkan nilai-nilai atau budaya,
toleransi itu akan menipis. Kalau perbedaan menjadi
pertentangan yang terlalu besar, kemampuan
budaya Indonesia untuk menampungnya ambruk,
maka pecahlah kekerasan, yang akhirnya membawa
kekerasan mengerikan tanpa batas dan ampun, seperti
kisah Baratayudha, para Kurawa harus dihabisi karena
tidak ada ampun. Ciri gelap budaya tradisional suka
ditutup-tutupi, untuk itu perlu diangkat untuk dijadikan
kesadaran agar tidak sampai terjadi lagi.
Utuhnya Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), karena pengalaman ketertindasan
dan perjuangan pembebasan bersama rakyat
Nusantara. Dalam Sumpah Pemuda mereka sudah
menyadari bersatu dalam satu tanah air, sebagai
satu bangsa, dengan bahasa persatuan bahasa
Indonesia. Persatuan antara masyarakat yang amat
majemuk menjadi mungkin karena rakyat majemuk
itu secara resmi menyepakati untuk saling menerima
dan mengakui dalam kekhasannya. Kesepakatan
itu namanya Pancasila. “Di Indonesia orang tidak
perlu meninggalkan adat, budaya, dan orientasi
keagamaan – termasuk cara ia berdoa dan beribadat
– untuk bisa menjadi orang Indonesia. Kesepakatan
Pancasila itu menjadi mungkin karena bangsa yang
majemuk itu bersatu dalam nilai-nilai yang terungkap
dalam lima sila Pancasila. Maka keutuhan bangsa
Indonesia tergantung dari Pancasila, atau kita terus
bersedia untuk saling menerima dalam kekhasan
dan perbedaan. Karena itu, cukup mengkhawatirkan
apabila secara resmi dibedakan antara agamaagama yang diakui dan yang tidak diakui. Pancasila
menuntut semua diakui, bahwa masing-masing tidak
memaksakan pendapat atau pandangan kepada yang
orang lain,” pungkas Romo Magnis. (SK)
MERSELA | Edisi Desember 2015
31
LIPUTAN KHUSUS
LAWATAN WAKIL PRESIDEN JUSUF KALLA
KE NEW YORK, AMERIKA SERIKAT
Peran Aktif Indonesia
Wujudkan Perdamaian Dunia
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
Tugas yang tidak pernah berakhir demi bangsa dan negara selalu dilakoninya dengan ketulusan.
Tanggungjawab yang besar selalu dipikulnya dengan pancaran senyum yang dimilikinya. Lawatan
kerja ke New York, Amerika Serikat (AS) mewakili Pemerintah, memberikan makna tersendiri bagi
citra Indonesia karena di sanalah Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengemukakan pandangannya
tentang peran aktif Indonesia mewujudkan perdamaian dunia di hadapan negara-negara yang
tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi, Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani dan Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek,
Wapres melakukan lawatannya pada 23 September – 4 Oktober 2015.
32
MERSELA | Edisi Desember 2015
Pembukaan Sidang Umum PBB
Sidang Umum PBB dimulai dengan Upacara
Pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Pembangunan Berkelanjutan 2015, di
General
Assembly
Hall, Markas Besar PBB, New York,
Amerika Serikat, tanggal 25 September 2015.
Upacara pembukaan ditandai dengan sambutan Paus
Fransiskus dan pemenang Nobel Peace Prize, Malala
Yousafzai. Penayangan video oleh NASA mengenai
Manusia dan Planet, serta penampilan penyanyi
Isabel Shakira dan Angelique Kidjo memberi warna
pada acara tersebut.
Dalam pidatonya, Paus Fransiskus mendesak para
pemimpin dunia untuk mengatasi perubahan iklim
dan kemiskinan serta melindungi pengungsi yang
melarikan diri untuk menghindari konflik. Paus
mengatakan, penyalahgunaan dan penghancuran
lingkungan hidup merupakan proses marjinalisasi
ekonomi dan sosial terus menerus terhadap
masyarakat yang kurang beruntung dan melawan
HAM. “Marjinalisasi ekonomi dan sosial merupakan
penyangkalan total atas persaudaraan umat manusia
serta merupakan pelanggaran berat terhadap HAM
dan lingkungan hidup,” kata Paus berbahasa Spanyol.
Dalam kesempatan itu Paus juga mendesak para
pemimpin negara untuk melakukan upaya konkret
dalam melestarikan lingkungan. Selain itu juga
mencari solusi dalam berbagai isu sosial seperti
perdagangan manusia, penjualan organ dan jaringan
tubuh manusia, eksploitasi seksual anak-anak
perempuan dan laki-laki, perbudakan, termasuk
prostitusi, perdagangan narkoba dan senjata,
terorisme, serta kejahatan internasional terorganisir.
Pertemuan tentang Perlawanan Global terhadap Gerakan ISIS dan Aksi Radikalisme
Pertemuan yang diselenggarakan pada tanggal
28 September ini merupakan inisiatif Presiden AS
Barrack Obama. Pertemuan ini menjadi agenda
yang sangat penting mengingat ekstremisme garis
keras dalam segala bentuknya, termasuk terorisme,
telah menjadi ancaman besar bagi perdamaian dan
keamanan internasional.
Di hadapan Obama dan para pemimpin dunia
lainnya, Wapres menyampaikan, bahwa ideologi
radikalisme seringkali berawal dari negara-negara
yang kebebasan sipil dan politiknya dibatasi, serta
ruang untuk menyampaikan perbedaan pendapat
sangat kecil. Benih terorisme juga berkembang ketika
terjadi ketidakadilan sosial, marjinalisasi, kemiskinan
yang merajalela, dan konflik yang berkepanjangan.
Disinilah
kelompok-kelompok
radikal
mulai
menyebarkan pemahaman ideologinya. “Melalui
penyalahgunaan konsep jihad, ideologi seperti ini
sering menjual mimpi akan hidup yang lebih baik di
surga karena hidup di dunia penuh keputusasaan
dan suram,” ungkap Wapres. Namun, Wapres
mengingatkan, ISIS yang pertama kali tumbuh di Irak
tak lepas dari pengaruh lanjutan intervensi asing yang
bertujuan membawa demokrasi ke wilayah tersebut.
Sayangnya, penggulingan para penguasa otoriter
secara paksa sering mengakibatkan hilangnya
legitimasi politik dan kosongnya kekuasaan di banyak
negara yang kemudian dieksploitasi oleh kelompok
ekstremis. “Para pemimpin yang baru terpilih sering
kali gagal mewujudkan stabilitas karena mereka tidak
mendapat dukungan politik secara luas, sementara
struktur pemerintah yang lemah tidak dapat berfungsi
secara efektif,” ucap Wapres.
Oleh karena itu, Wapres mengajak para pemimpin yang
hadir untuk meningkatkan upaya, baik pribadi maupun
bersama. Berdasarkan pengalaman Indonesia,
upaya-upaya ini harus melibatkan banyak pemangku
kepentingan, termasuk masyarakat. Hal ini penting
guna mendukung upaya pemerintah memperkuat
suara kelompok moderat dan juga menggaungkan
pesan melawan ideologi teroris. “Dukungan terhadap
toleransi dan sikap moderat menjadi penting, terutama
bagi generasi muda kita guna mencegah mereka agar
tidak teradikalisasi,” tegas Wapres.
MERSELA | Edisi Desember 2015
33
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
LIPUTAN KHUSUS
Pertemuan Tingkat Tinggi tentang Pemelihara Perdamaian
Agenda Wapres lainnya dalam Sidang Umum PBB
menghadiri pertemuan pemimpin dunia untuk
membahas posisi penting pasukan perdamaian di
wilayah-wilayah berkonflik. Dalam ajang Pertemuan
Tingkat Tinggi Pemelihara Perdamaian (Leaders Summit
on Peacekeeping) yang diselenggarakan tanggal 28
September tersebut, Wapres Jusuf Kalla mendapat
kehormatan berpidato dihadapan Presiden Obama dan 50
perwakilan negara yang memiliki pasukan perdamaian.
Dalam pidatonya, Wapres memaparkan kinerja pasukan
perdamaian dari Indonesia. Indonesia menjadi negara
penyumbang pasukan perdamaian paling konsisten
yang dimulai dengan misi di Sinai pada 1957 dan di
Kongo pada 1960.
Wapres juga menyampaikan bahwa Indonesia telah
menjadi tuan rumah bagi Pertemuan Regional Asia
Pasifik tentang Pemelihara Perdamaian (Asia-Pacific
Regional Meeting on Peacekeeping) di Jakarta Juli
lalu. “Saya berbangga hati untuk mengatakan bahwa
pertemuan tersebut telah mampu mencapai tujuannya,”
ucap Wapres.
Sejumlah isu penting diangkat pada Pertemuan Jakarta
itu, antara lain: Pertama, pertemuan membahas isu
utama tentang perhatian bersama untuk berkontribusi
dalam penjagaan perdamaian PBB. Kedua, PBB
diminta memberikan kejelasan terkait mandat misi,
terutama mengenai pembedaan antara penjagaan
perdamaian dan penegakan perdamaian. Ketiga, perlu
ada konsultasi antara Departemen Operasi Pemelihara
Perdamaian PBB (Department of Peacekeeping
Operations) dan negara-negara yang ikut dalam
seluruh tahap penyusunan mandat.
34
MERSELA | Edisi Desember 2015
Pada kesempatan itu, Wapres menegaskan bahwa
Indonesia akan senantiasa berkontribusi dalam
penjagaan perdamaian PBB di masa depan. Saat ini,
sudah ada 2.730 personil tentara dan polisi Indonesia
di 9 misi. Bahkan, Rais Abin, pernah dinobatkan
sebagai Komandan Pasukan Peacekeeping Force
United Nations. Dengan target 4.000 penjaga
perdamaian hingga tahun 2019, baru-baru ini
Pemerintah Indonesia mendirikan suatu pusat
keamanan dan pemelihara perdamaian untuk melatih
para calon pemelihara perdamaian, termasuk peserta
dari negara-negara sahabat. “Dalam menghadapi
ancaman terkini terhadap keamanan internasional,
kita harus bekerja keras untuk meningkatkan
kerjasama internasional dan sikap saling percaya
antar negara,” tegas Wapres.
Namun, lanjut Wapres, yang lebih penting adalah
mengedepankan pencegahan konflik di dalam negara
itu sendiri. “Secara internal, negara dapat mencegah
terjadinya konflik dan munculnya radikalisme antara
lain dengan memastikan terwujudnya keadilan sosial,
pembangunan ekonomi yang lebih adil, proses politik
yang inklusif dan partisipatif, serta tata pemerintahan
yang baik,” ujarnya.
Kehadiran Wapres Jusuf Kalla dalam KTT tersebut
untuk berbagi dengan para pemimpin negara sangatlah
tepat, mengingat pengalamannya sebagai “juru damai”
sudah diakui dunia. Selain menjadi sosok utama
yang berhasil mendamaikan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) dengan Pemerintah Indonesia, Wapres juga
terlibat dalam sejumlah perundingan damai di tingkat
internasional, seperti perundingan damai Moro Islamic
Liberation Front dengan Pemerintah Filipina.
Pertemuan Tingkat Tinggi Meja Bundar tentang Kerjasama Selatan-Selatan
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Presiden Jusuf
Kalla menyatakan bahwa Kerjasama SelatanSelatan (KSS) perlu diselaraskan dengan Agenda
Pembangunan Pasca-2015 dengan tetap berpegang
pada prinsip awal yang dimandatkan oleh Konferensi
Asia Afrika (KAA) tahun 1955. Hingga saat ini, Indonesia
telah melakukan sekitar 400 program pelatihan
pengembangan kapasitas bagi lebih dari 4.000 peserta
dari negara-negara di Asia, Pasifik, Afrika, dan Amerika
Latin. “Sungguh kami melihat bahwa KSS terus
memegang posisi kunci dalam merangkul berbagai
pemangku kepentingan dari belahan bumi selatan
untuk membentuk kemitraan global,” ujar Wapres.
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
Agenda lain yang diikuti Wapres Jusuf Kalla adalah
menghadiri pertemuan Tingkat Tinggi Meja Bundar
pada tanggal 26 September 2015. Pertemuan
membahas dinamisme baru dalam Kerjasama
Selatan-Selatan
untuk
melaksanakan
Agenda
Pembangunan Pasca-2015. Pertemuan ini dihadiri
oleh 18 (delapan belas) negara dan 9 (sembilan)
organisasi yang dipandang aktif mengusung Kerjasama
Selatan-Selatan, termasuk Indonesia. Pertemuan ini
merupakan inisiatif Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Sebagai tindak lanjut KAA 2015, Indonesia juga
berkomitmen untuk membangun Pusat Asia-Afrika
dalam waktu dekat. Pusat ini ditujukan sebagai
dukungan institusional untuk menindaklanjuti
Kemitraan Strategis Asia-Afrika Baru di berbagai
wilayah interaksi, seperti G-to-G (pemerintah dengan
pemerintah), B-to-B (bisnis dengan bisnis), dan
P-to-P (masyarakat dengan masyarakat).
Pertemuan Pemimpin Dunia tentang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
Pertemuan tentang kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan juga menjadi agenda yang turut dihadiri
Wapres Jusuf Kalla. Pertemuan yang digelar pada 27
September 2015 ini merupakan pertemuan bersejarah
karena untuk pertama kalinya komitmen terhadap
perempuan dan anak perempuan dibahas pada tingkat
kepala negara dan pemerintahan di PBB.
Kita harus memastikan bahwa perempuan memiliki
akses yang setara dan inklusif, partisipasi yang
lebih besar, berikut kendali dan manfaat yang
lebih baik dari semua sektor yang ada,” kata Wapres
dalam sambutannya.
Untuk mencapai tujuan ini, lanjut Wapres, Indonesia
berfokus pada tiga area penting. Pertama,
meningkatkan partisipasi dan representasi perempuan
dalam proses pengambilan keputusan, antara lain
dengan mendorong lebih banyak perempuan berada
dalam posisi kepemimpinan tingkat atas di seluruh
sektor pembangunan manusia. Kedua, mengurangi
rata-rata kematian ibu melahirkan dengan memperluas
akses terhadap layanan kesehatan reproduksi. Ketiga,
menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan anak perempuan, dengan melibatkan
seluruh pemangku kepentingan di keluarga dan
masyarakat, termasuk kaum pria, untuk memerangi
kejahatan ini.
MERSELA | Edisi Desember 2015
35
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
LIPUTAN KHUSUS
Debat Tahunan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Ke-70
Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri Debat Tahunan
Sidang Umum PBB ke-70 pada tanggal 2 Oktober 2015.
Wapres mendapat giliran ke-18 dari 33 kepala negara
atau utusan pemerintah negara anggota PBB yang
berpidato pada hari tersebut. Wapres menyampaikan
soal peran Indonesia dalam pasukan pemelihara
perdamaian PBB di berbagai belahan dunia yang
sedang dilanda konflik, dengan personil 2.700 prajurit.
Wapres menekankan kepeduliannya pada kemajuan
kecil yang dicapai oleh Komisi Perlucutan Senjata
PBB (The United Nations Disarmament Commission).
Masyarakat internasional pun menjadi saksi atas
masa-masa kelam migrasi manusia dan para
pengungsi. Untuk itu Wapres mengajak pemimpin yang
hadir untuk bersama-sama mencegah tersebarnya
radikalisme dan terorisme serta mendukung
kedaulatan Palestina. “Terkait dengan Palestina, kita
harus memastikan lahirnya negara Palestina yang
berdaulat dan merdeka,” tegas Wapres.
Wapres menambahkan disparitas dan ketimpangan
ekonomi juga masih berlangsung, dialami oleh
lebih 800 juta penduduk dunia yang menderita
karena
kekurangan pangan. Di banyak belahan
dunia, kaum perempuan, anak-anak, para lanjut
usia, kalangan disabilitas, dan kaum minoritas masih
termajinalkan. Di bidang perdagangan, belum ada
solusi kongkret dari Putaran Perdagangan Doha
36
MERSELA | Edisi Desember 2015
( The Doha Trade Round) untuk mendukung sistem
perdagangan multilateral yang adil. Krisis ebola
juga menunjukkan kebutuhan memperbaiki sistem
kesehatan dunia. Begitu juga jumlah pengangguran
yang masih tinggi. “Kita harus bekerja sama dalam
mewujudkan perdamaian dan kemakmuran demi
rakyat kita,” ucap Wapres.
Wapres menegaskan PBB harus melakukan reformasi
menjadi organisasi yang inklusif dan transparan.
Berbagai upaya perbaikan antara lain bahwa melalui
Konferensi Perubahan Iklim di Paris, Perancis,
harus menghasilkan kesepakatan batas peningkatan
temperatur dunia harus di bawah 2°C. Sementara, untuk
memperkecil kesenjangan global, Kerjasama SelatanSelatan juga menjadi alat yang sangat penting. Selain
itu Wapres juga menyampaikan pembentukan “The
Asian Africa Centre” sebagai tindak lanjut Peringatan
60 tahun KTT Asia Afrika di Jakarta dan Bandung.
Debat tahunan sidang umum PBB ke-70 yang
dihadiri Wapres Jusuf Kalla kali ini, bertepatan
dengan Hari Batik Nasional yang diperingati setiap
tanggal 2 Oktober. Dalam pertemuan ini, Wapres pun
mengenakan batik biru lengan panjang. Enam tahun
lalu, tepatnya 2 Oktober 2009, Organisasi Pendidikan,
Keilmuan dan Kebudayaan PBB (United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization)
menetapkan batik Indonesia sebagai warisan dunia.
Pertemuan Bilateral
Ditengah lawatannya menghadiri Sidang Umum PBB, Wapres Jusuf Kalla berkesempatan melakukan pertemuan
bilateral dengan empat Kepala Negara, yakni dengan Presiden Latvia Raimonds Vejonis, Presiden Kroasia
Kolinda Grabar Kitarovic, Perdana Menteri Luksemburg dan Ratu Belanda Queen Maxima.
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
Presiden Latvia Raimonds Vejonis adalah Kepala Negara pertama
yang diagendakan dalam pertemuan dengan Wapres Jusuf Kalla
dan digelar pada 26 September 2015. Dalam pertemuan tersebut
dibahas peningkatan kerjasama bidang ekonomi, diantaranya
dengan mewujudkan perjanjian layanan udara bagi kedua maskapai
penerbangan, Latvia dan Indonesia. Sementara untuk meningkatkan
kerjasama kekonsuleran seperti fasilitas bebas visa, Wapres
berharap sebaliknya agar warga Indonesia yang akan berkunjung ke
negara-negara di kawasan Schengen mendapat kemudahan untuk
meningkatkan pariwisata dan perdagangan. Pada kesempatan tersebut
juga disepakati akan dibukanya kantor perwakilan (kedutaan besar)
kedua negara, serta akan saling mendukung dalam keanggotaan tidak
tetap Dewan Keamanan PBB.
Pertemuan dengan Presiden Kroasia Kolinda Grabar
Kitarovic digelar pada 28 September 2015 dengan agenda
pertemuan membahas penanganan pengungsi dan
dukungan usulan Indonesia untuk menjadi anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB. Kitarovic adalah perempuan
pertama yang menjadi Presiden Kroasia yang menjabat
sejak bulan Februari 2015 lalu, sebagai Presiden ke-4
Republik Kroasia.
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
Selanjutnya, pada 29 September 2015 Wapres Jusuf Kalla melakukan pertemuan
bilateral dengan Perdana Menteri Luksemburg Xavier Bettel. Wapres meminta
Luksemburg mendukung Indonesia mendapatkan bebas-visa Schengen,
sebagaimana Indonesia telah membebaskan visa bagi warga negara Luksemburg
untuk mengunjungi Nusantara. Disamping itu dibahas pula kerjasama terkait
satelit. Menurut Wapres Luksemburg sangat kuat di bidang manajemen satelit.
Mereka memiliki sekitar 80 slot satelit yang nantinya akan dijelajahi Indonesia untuk
digunakan, mengingat saat ini Indonesia hanya memiliki empat satelit beroperasi.
Usulan Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB juga dibahas
dalam pertemuan tersebut.
Di hari yang sama, Wapres Jusuf Kalla juga melakukan pertemuan
bilateral dengan Ratu Belanda Queen Maxima dalam kapasitasnya
sebagai Sekretaris Jenderal PBB Advokat khusus untuk Keuangan
Inklusif untuk Pembangunan (UN Secretary-General’s Special Advocate
for Inclusive Finance for Development). Pertemuan Maxima dengan
Wapres untuk memastikan bahwa Indonesia memiliki semua perhatian
pada inklusif keuangan untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Queen
Maxima adalah juru bicara terkemuka yang memainkan peranan
penting dalam jasa keuangan khususnya mengentaskan kemiskinan,
mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil, dan melanjutkan tujuan
pembangunan yang beragam termasuk kelestarian lingkungan, keamanan pangan, air bersih, kesehatan yang baik dan
pendidikan universal. Dalam pertemuan Wapres menyampaikan, bahwa Indonesia sudah serius dalam melaksanakan
kebijakan inklusif keuangan untuk UKM, sebagaimana terbukti dalam manajemen Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR
adalah program yang didukung pemerintah yang bertujuan untuk menyalurkan kredit mikro kepada pemilik usaha kecil
di seluruh negeri pada tingkat bunga yang lebih rendah daripada kebanyakan pinjaman mikro lainnya.
MERSELA | Edisi Desember 2015
37
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
LIPUTAN KHUSUS
Pertemuan dengan Komunitas Bisnis Amerika Serikat
Dalam upaya peningkatan kerjasama bidang ekonomi
dan investasi antara Indonesia - Amerika, pada 28
September 2015 Wapres Jusuf Kalla bertemu dengan
komunitas bisnis Amerika Serikat (AS) di New York,
dari berbagai perusahaan berbadan hukum dan
organisasi yang memberikan kontribusi langsung
kepada peningkatan hubungan ekonomi Indonesia
- AS. Sebagai penyelenggara adalah AmericanIndonesian Chamber of Commerce (AICC) dan USASEAN Business Council (USABC).
Wapres Jusuf Kalla selain menyampaikan pokokpokok prioritas kebijakan ekonomi Pemerintahan
Indonesia serta berbagai gebrakan baru dalam rangka
mengurangi hambatan berinvestasi di Indonesia,
deregulasi, dan pentingnya kontribusi investasi, juga
menyatakan pentingnya kerjasama ekonomi antar
kedua negara. “Kerjasama ekonomi antara kedua
negara sangat penting dan saya menyampaikan
penghargaan atas investasi dan partisipasi yang telah
dilakukan oleh komunitas bisnis Amerika Serikat di
Indonesia,” ungkap Wapres.
Sementara itu, pihak AS mengapresiasi peran Wapres
Jusuf Kalla dalam membantu Presiden Joko Widodo,
sehingga terlihat upaya yang sangat serius dari
Pemerintah Indonesia untuk melakukan deregulasi
atas berbagai kebijakan yang mempersulit masuknya
investasi ke Indonesia serta fokus yang sangat tinggi
dalam memperkuat infrastruktur dan pengadaan
listrik dalam lima tahun ke depan.
38
MERSELA | Edisi Desember 2015
Wakil-wakil dari komunitas bisnis AS menyampaikan
kesiapannya untuk terus memberikan kontribusi dalam
pengembangan ekonomi kedua negara khususnya ikut
memberikan kontribusi positif terhadap berbagai
program ekonomi Pemerintah Indonesia. Selain itu,
kunjungan Wakil Presiden RI ini dipandang memiliki
makna strategis dan menjadi bagian integral dalam
rangka
memperkuat
momentum
peningkatan
kerjasama ekonomi kedua negara hingga pada
puncaknya ditandai dengan kunjungan Presiden RI ke
Washington D.C., pada akhir Oktober 2015.
Dalam pertemuan tersebut, beberapa hal yang
mengemuka antara lain adalah, Pertama, keinginan
Pemerintah Indonesia untuk memperbanyak produk
yang dihasilkan sehingga dapat menciptakan lapangan
pekerjaan yang lebih besar. Kedua, Pemerintah
Indonesia berupaya membatasi ekspor bahan mentah
dan meningkatkan nilai tambah bahan yang diekspor.
Ketiga, meningkatkan kepastian (assurances) kepada
pelaku bisnis agar lebih nyaman melakukan kegiatan
ekonomi di Indonesia, serta guna mendorong berbagai
paket deregulasi, ekonomi kreatif, dan banyaknya
turis yang datang ke Indonesia.
Kemungkinan munculnya berbagai kendala dalam
hubungan ekonomi dan investasi kedua negara
diyakini akan dapat diatasi, karena pelaku bisnis AS
mengakui komitmen dan kredibilitas Presiden dan
Wakil Presiden RI yang telah memiliki pemahaman
dan sangat mengetahui kebutuhan para pelaku bisnis.
Silaturahmi dengan Masyarakat Indonesia
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
Dalam lawatannya, Wapres Jusuf Kalla tidak lupa
bersilaturahmi dan berbicara di depan 100 perwakilan
masyarakat Indonesia di Pantai Timur AS di Ruang
Pancasila, Konsulat Jenderal Republik Indonesia
(KJRI), New York pada 24 September 2015. “Pentingnya
persatuan dan kesatuan dalam menjaga Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hanya dengan
bersatu maka Indonesia dapat maju dan menciptakan
inovasi-inovasi,” tutur Wapres.
Wapres Jusuf Kalla menyampaikan langkah-langkah
kebijakan yang telah dilakukan untuk memajukan
ekonomi Indonesia. Dalam kesempatan tersebut
dilakukan pula dialog dengan perwakilan masyarakat
Indonesia, yang dipandu oleh Konsulat Jenderal RI
New York. Dialog diikuti dengan penuh antusias oleh
semua yang hadir, mulai dari tokoh agama, tokoh
kedaerahan, sesepuh, mahasiswa, profesional,
juga pengusaha. Di samping itu, dihadiri pula
oleh perwakilan instansi pemerintah RI dari KJRI,
Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI), dan
perbankan.
Berbagai pertanyaan diajukan kepada Wapres,
diantaranya
dari
perwakilan
Perkumpulan
Warga Kristiani Indonesia (Perwakrin) New
York, Soeko Prasetyo, yang mempertanyakan
tentang
perkembangan
undang-undang
dwi
kewarganegaraan dan fasilitas kesehatan. Menjawab
petanyaan tersebut, menurut Wapres, beberapa
kebijakan seperti bebas visa akan disusulkan dengan
kebijakan lain dan terdapat beberapa pertimbangan
resiprokal yang perlu diperhatikan. Selain itu
terdapat pula pertanyaan yang berkaitan dengan
perdagangan dan infrastruktur. Wapres menjelaskan
bahwa peningkatan infrastruktur di Indonesia harus
mempertimbangkan berbagai hal seperti kearifan
lokal, Hak Azazi Manusia (HAM), dan demokrasi.
Pemerintah telah mengupayakan peningkatan
infrastruktur untuk mendorong perekonomian dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sholat Idul Adha bersama 500 Masyarakat Indonesia dan Komunitas Muslim Negara Lain
Sebelum menghadiri Sidang Umum PBB, lawatan
Wapres Jusuf Kalla ke New York, Amerika Serikat
diawali dengan melaksanakan sholat Idul Adha di
Masjid Al Hikmah, New York pada 24 September 2015.
yang memimpin jalannya sholat, dalam khutbahnya
menyampaikan bahwa semua manusia berderajat
sama di hadapan Tuhan sehingga diharapkan menjaga
kerukunan dan hidup saling tolong-menolong.
Didampingi Ibu Mufidah Jusuf Kalla, Menlu Retno
LP Marsudi, serta bersama-sama dengan sekitar
500 masyarakat Indonesia dan komunitas Muslim
dari negara lain, Wapres melaksanakan shalat
bersama dalam suasana khusyuk dan kekeluargaan.
Dalam kesempatan tersebut, Imam Shamsi Ali
Selepas sholat, Wapres melayani permintaan
wawancara dari berbagai awak media Indonesia dan
mengungkapkan rasa senangnya dapat beribadah
dengan masyarakat Indonesia di New York. Sebelum
meninggalkan Masjid Al Hikmah, Wapres dan
rombongan menikmati makanan khas lebaran. (SK/TH)
MERSELA | Edisi Desember 2015
39
TOKOH KITA
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
PROF. DR. AZYUMARDI AZRA, MA
Direktur Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
Pemikirannya Warnai
Dunia Keislaman Indonesia
Pria Minangkabau yang senang menulis ini mempunyai lebih dari 15 ribu judul buku yang terdapat
dalam koleksi perpustakaan pribadinya di gedung ruko yang ia bangun empat tahun lalu. Tulisantulisannya kini tersebar dalam sekitar 36 buku berbahasa Indonesia, Inggris dan Arab; dan sekitar
30an bab buku suntingan sarjana Amerika atau Eropa yang diterbitkan secara internasional dalam
bahasa Inggris.
40
MERSELA | Edisi Desember 2015
“Selalu berikhtiar dan bekerja ikhlas
dan maksimal dengan penuh komitmen,
konsistensi, pantang menyerah
demi hari ini yang lebih baik daripada
kemarin dan hari esok yang lebih baik
daripada hari ini. Selebihnya percayalah
dengan suratan takdir”
Subyek tulisannya pun beragam. Tentang sejarah sosialintelektual Islam; kebudayaan dan peradaban Islam,
Indonesia, dan Asia Tenggara; pendidikan Islam dan
pendidikan nasional Indonesia; politik dan demokrasi;
teologi dan dialog intra dan antar-agama, dan seterusnya.
Karena karya-karya yang tersebar begitu luas, tidak
heran kalau Wobometric/Google Scholars mencatatnya
sebagai tokoh yang menduduki rangking ketujuh di
antara 10 ilmuwan Indonesia yang paling banyak
dikutip selama dua tahun berturut-turut pada 2014 dan
2015. Dari 10 ilmuwan Indonesia yang paling banyak
dikutip itu, Azyumardi Azra satu-satunya di bidang ilmu
sosial dan humaniora; selebihnya dalam ilmu alam
atau ilmu eksakta.
Pria berpandangan luas ini telah banyak menimba ilmu
baik di dalam maupun di luar negeri. Begitu banyak
ilmu yang didapatnya, tetapi menjadi seorang pendidik
adalah kebanggaannya.
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE, yang senang
pula disapa dengan nama Azra, adalah salah seorang
cendekiawan Muslim Indonesia, sejarawan, akademisi
dan sekaligus praktisi pendidikan. Nama yang
disandangnya memiliki arti ‘permata hijau’ sesuai
dengan profilnya sebagai intelektual yang memiliki
pandangan dan wawasan luas yang mewarnai khasanah
keilmuan di Indonesia namun tetap bersahaja, layaknya
sebuah permata.
Bagi sementara kalangan ia mungkin lebih dikenal
sebagai pengamat politik atau cendekiawan Muslim
independen, padahal ia pernah berkecimpung dalam
birokrasi lembaga milik negara. Dalam hal ini, ia
pernah menjabat sebagai Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (1998-2002),
lanjut sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta (2002-2006)—setelah ia
berhasil mengubah Institut ini menjadi Universitas
Komprehensif pada 20 Mei 2002. Kini, pria kelahiran 61
tahun yang lalu ini kembali sebagai dosen biasa setelah
16 tahun menjadi PR I (1996-8), Rektor (1998-2006) dan
Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
(2006-Maret 2015).
Dalam periode terakhir ini, ia juga merangkap
jabatan sebagai Deputi Kesra pada Sekretariat
Wakil Presiden Jusuf Kalla (2007-2009). Wapres
memberikan banyak ruang bagi Azra untuk tetap
berkiprah di kampus dan menghadiri berbagai
konferensi di luar negeri. Pengalaman bekerja di
kantor Wapres ini memperkaya pengalaman dan
kekayaan rohaninya tentang pemerintahan dalam
inner circle kekuasaan puncak negeri ini.
Azyumardi adalah orang pertama yang meraih gelar
Commander of the Most Excellent Order of the British
Empire (CBE) dari Ratu Elizabeth, Inggris. Gelar yang
diterimanya pada tahun 2010 ini karena dedikasinya
dalam bidang yang dipandang memiliki jasa besar
oleh Kerajaan Inggris, yaitu mendorong pemahaman
toleransi beragama dan dialog antar peradaban.
Dengan gelar yang didapatnya ini, konon yang mendapat
gelar tersebut dapat bebas keluar masuk Inggris tanpa
visa, tetapi menurutnya, ia tetap harus menggunakan
visa untuk masuk ke Inggris seperti layaknya masuk ke
negara lain saja.
Selain itu, ia menerima penganugerahan Bintang
Mahaputra Utama RI (2005); MIPI Award dan Fukuoka
Prize Jepang (2014); ‘Penghargaan Cendekiawan
Berdedikasi’ Harian Kompas, dan Achmad Bakrie Award
(2015). Ia menyatakan, tidak pernah mengimpikan
memperoleh berbagai penghargaan sangat bergengsi
itu baik di tingkat nasional maupun internasional seperti
itu. “Allah subhanahu wa ta’ala selalu melimpahi saya
dengan rahmat dan rezeki yang tidak terduga—rizqun
minAllah min ghayru la yahtasib,” ujarnya.
Sepak terjangnya dalam dunia keislaman Indonesia
tidak dapat diragukan lagi. Pandangannya terhadap
Islam banyak dipantau dan disimak masyarakat
Indonesia. Baginya Islam adalah Islam Wasathiyyah,
yaitu Islam jalan tengah, tidak radikal, tidak ekstrem
kiri atau ekstrem kanan, tetapi Islam yang umatnya
disebut di dalam Al Quran sebagai ummatan wasathan.
Islam yang selalu tampil dengan wajah tersenyum
(smiling face), toleran, penuh warna, dan akomodatif.
Baginya pula, Islam perlu dikembangkan sebagai
Islam yang kompatibel dengan modernitas, yang
memiliki rasionalitas, demokratis dan toleran terhadap
MERSELA | Edisi Desember 2015
41
TOKOH KITA
perbedaan, berorientasi ke depan (future oriented)
dan tidak backward looking (melihat ke belakang).
Menurutnya, salah satu pengembangan model
keislaman tersebut seharusnya dapat melalui lembaga
pendidikan Islam. UIN Syarif Hidayatullah yang
kompatibel dengan modernitas sebagai contohnya.
“Pendidikan agama bukan tanggung jawab lembagalembaga pendidikan saja. Keluarga mempunyai tanggung
jawab yang utama. Pendidikan agama pertama kali
harus dimulai dari rumah dan masyarakat, sedangkan
sekolah hanya sekunder, karena sebagian besar waktu
anak-anak dihabiskan dalam keluarga. Segala perilaku,
cara berpikir baik, dan memberi teladan dalam keluarga
merupakan pendidikan agama,” jelas pria yang hobi
berjoging dan nonton sepak bola itu.
Ilmu Selalu Menyertai Kehidupannya
Azyumardi tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
keluarga yang agamis dan lingkungan Islam modernis. Ia
lahir pada 4 Maret 1955 dari rahim seorang guru agama
yang bernama Ramlah, dan seorang ayah bernama
Azikar. Ayahnya adalah seorang tukang kayu, pedagang
kopra dan cengkih, yang sangat menekankan pendidikan
pada anak-anaknya. Bersama kelima saudaranya, ia
berhasil menjadi sarjana.
Berbeda dengan orang Minang umumnya, Azyumardi
lebih banyak mendapatkan pendidikan agama bukan di
surau atau di langgar, melainkan dari ibundanya yang
memberikan pelajaran agama langsung padanya di
rumah. Kebetulan ibundanya adalah lulusan madrasah
Al-Manar, sekolah yang juga didirikan kalangan
modernis Sumatera Barat. Tetapi kakeknya dari pihak
ibu adalah seorang syaikh tarekat di kampungnya, yang
kemudian mengalir dalam dirinya dalam dorongan
yang kuat untuk mempelajari, memahami, dan
mengamalkan tasawuf.
Setelah mengecap pendidikan formal sekolah dasar yang
berada di dekat Pasar Lubukalung, Azyumardi kemudian
meneruskan pendidikannya ke Pendidikan Guru Agama
Negeri (PGAN) Padang. Setelah tamat dari PGAN
pada tahun 1975, Azyumardi memilih kuliah di Institut
Agama Islam Negeri (IAIN)—sekarang UIN—Syarif
Hidayatullah Jakarta. Sementara ayahnya menginginkan
ia melanjutkan sekolah ke IAIN Padang. Kemauannya
yang keras tidak dapat menghalangi keinginannya.
Akhirnya orang tuanya mengizinkan Azyumardi untuk
meneruskan sekolah di Jakarta, tahun 1976. Fakultas
Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, menjadi pilihannya.
42
MERSELA | Edisi Desember 2015
Berbagai organisasi kemahasiswaan banyak diikutinya
selama kuliah di Jakarta. Sebagai ketua umum Senat
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah pernah dilakoninya pada
1979-1982. Bahkan pernah pula menjadi ketua umum
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat pada
1981-1982. Kesukaannya dalam menulis mengantarnya
untuk menjadi wartawan Panji Masyarakat antara 19791985. Ia pun pernah mencoba untuk bekerja di Lembaga
Riset Kebudayaan Nasional (LRKN) dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 1982-1985. Tetapi
kemudian memutuskan kembali ke almamaternya untuk
menjadi dosen sesuai permintaan gurunya yang juga
pernah menjadi Rektor, Profesor Harun Nasution.
Setelah sempat bertugas sebagai dosen selama
setahun, pada awal 1986 Azyumardi memperoleh
beasiswa Fulbright dari Pemerintah Amerika Serikat
untuk melanjutkan program S2 di Columbia University,
New York, AS. Gelar MA diperolehnya pada 1988 dari
Departemen Bahasa-bahasa dan Kebudayan Timur
Tengah. Setelah menyelesaikan S2, ia tidak berhasrat
segera kembali ke tanah air, sebaliknya ia mencari
beasiswa S3 ke berbagai lembaga, yang akhirnya ia
peroleh dari Rektor Columbia University dalam bentuk
Columbia University President Fellowship Departemen
Sejarah, dengan gelar MPhil yang diperolehnya pada
tahun1990. Sementara, gelar PhD diraihnya dari
departemen yang sama pada akhir 1992.
Jiwa Azyumardi yang haus akan ilmu yang
menjadikannya cendekiawan Muslim yang cukup dikenal
tidak hanya di Indonesia tetapi juga internasional, tak
lain karena pengaruh pemikiran dan jalan hidup ulama
dan budayawan besar Indonesia, Prof. DR. H. Abdul
Malik Karim Amrulloh atau yang dikenal dengan Buya
Hamka. “Buya Hamka menjadi role model saya karena
kedalaman dan keluasan ilmunya, kefasihannya bertutur
kata, keteguhan integritasnya, ketidaktergodaannya pada
politik kekuasaan, dan kepengasihannya kepada anakanak muda,” ungkapnya.
Selain itu, Presiden pertama yang juga Proklamator
Indonesia Ir Soekarno, menjadi inspirasi Azyumardi
untuk terus memperjuangkan pembangunan Indonesia
melalui pemikiran-pemikiran intelektualnya. “Saya
mengidolakan Soekarno karena kedalaman dan
ekletisisme keilmuannya, perjuangannya yang tidak
pernah henti membebaskan Indonesia dari belenggu
penjajahan dan kebodohan, dan kefasihan tutur
katanya untuk membangun bangsa memiliki jati diri
Indonesia,” ujarnya.
Karya ini dipandang banyak kalangan sarjana sebagai
terobosan akademik dan landmark kajian Islam
Indonesia. Karya yang menggunakan banyak sumber
Arab, Indonesia, Belanda, Persia, Prancis dan Jerman
ini berhasil menempatkan Indonesia dengan Islamnya
yang distingtif dalam kaitannya dengan Islam global.
Karena itu, setelah kajian ini, muncul berbagai kajian
akademis tentang jaringan lokal dan jaringan global
dalam intelektualisme Islam secara keseluruhan.
Disertasinya merupakan hasil penelitian di beberapa
tempat, antara lain di Mesir, Belanda, dan Arab Saudi.
Penelitian tersebut atas biaya Ford Foundation, yang
menghabiskan waktu setahun. Karena pengalamanya
sebagai wartawan, memudahkan Azyumardi untuk
menganalisis data dan menulisnya menjadi sebuah
disertasi dengan tebal 600 halaman dalam waktu relatif
cepat (September 1991 sampai Juni 1992).
Pria pemikir berpenampilan sederhana ini banyak
mencurahkan waktunya untuk membuat banyak
karya terutama karya-karyanya dalam kehidupan
dan pendidikan Islam di Indonesia. Goresan penanya
telah banyak dibaca orang. Begitu banyak pendapat
orang yang pro dan kontra terhadap pandangannya
tentang Islam, tetapi ia tetap memiliki obsesi untuk
mengubah pemikiran Islam di Indonesia. Azyumardi
tetap semangat untuk menorehkan semua yang ada
dalam benaknya tentang Islam melalui bentuk tulisan
artikel dan essay yang dimuat di berbagai media massa
maupun sejumlah buku yang pernah diterbitkannya.
Kemampuannya
dalam
menulis,
khususnya
perkembangan Islam dalam kaitan dengan berbagai
DOK. SETWAPRES > ISTIMEWA
‘Menulis’ untuk Dunia Keislaman Indonesia
Untuk memperoleh gelar PhD, Azyumardi menulis
disertasi dengan judul, The Transmission of Islamic
Reformism to Indonesia: Networks of Middle Eastern
and Malay Indonesia ‘Ulama’ in the Seventeenth and
Eighteenth Centuries, yang kemudian diterjemahkan ke
bahasa Indonesia dan diterbitkan dengan judul Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII, dan juga dalam bahasa Inggris dengan
judul The Origins of Islamic Reformism in Southeast
Asia, dan dalam bahasa Arab dengan judul Shibkah
al-‘Ulama’. Buku tersebut setebal 300 halaman dan
disponsori penerbitannya oleh Australian Association
of Asian Studies (AAAS) yang diterbitkan oleh penerbit
komersial Allen dan Unwin Australia, kemudian Hawai
University Press dan KITLV Leiden, Belanda.
aspek kehidupan lain memang
patut diacungi jempol karena ia Azyumardi Azra
menerima gelar CBE
menulis selalu menggunakan ditemani keluarganya
data yang valid. Bahkan seorang di kediaman
Taufik Abdullah, sang sejarawan Dubes Inggris
untuk Indonesia
Indonesia pun memuji bakatnya, Martin Maltfull
tetapi Azyumardi menolak untuk
disebut sebagai sejarawan.
Padahal tulisan sejarahnya tidak hanya sekedar cerita
dari tafsir atas setiap kejadian. Dari beberapa bukunya
terlihat paparan analisis atas berbagai peristiwa sejarah
sehingga apa yang ditulisnya tidak sekedar tulisan biasa
tetapi mengandung banyak makna yang dalam.
Azyumardi, seorang pria yang menjalani prinsip
hidup yang dipilihnya, akan terus menulis bagi dunia
keislaman di Indonesia karena baginya menulis adalah
sebuah keharusan. Suka atau tidak suka, senang atau
tidak senang bahkan pro dan kontra yang diberikan
banyak orang terhadap tulisan yang berisi pandangan
dan pemikiran tentang Islam yang dimilikinya, dia
akan terus menghadirkan karya-karyanya hingga
obsesinya tercapai, bahwa Islam Indonesia adalah Islam
Al Wasathiyyah.
Pemikir dan Praktisi Pendidikan
Setelah menyelesaikan program S3, ternyata sebuah
kesempatan mendatanginya kembali. Azyumardi
mendapat kesempatan untuk mengikuti program
postdoctoral di Oxford University dengan berafiliasi
pada Oxford Centre for Islamic Studies selama setahun
(1994-1995). Bagi Azyumardi, semua yang dialaminya
merupakan anugerah yang sudah diatur Allah.
Ketika menempuh pendidikan untuk meraih gelar
MA dan Ph.D., Azyumardi mendalami Islam bukan
dengan pendekatan dogmatis, tetapi historis. Saat itu
konsentrasi studinya memang sejarah Islam, lebih
khusus lagi mengenai tradisi ulama. Ia sangat tertarik
MERSELA | Edisi Desember 2015
43
TOKOH KITA
dengan kecenderungan para ulama yang sufistis. Sejak
itulah Azyumardi mulai banyak mempelajari ilmu
tasawuf. Ia merasakan sesuatu menyegarkan dirinya.
Kini, dia merasa lebih dapat mengapresiasi tasawuf
beserta amalannya yang sangat berwarna. Bagimya,
betapa penting tasawuf itu bagi kehidupan. Ia pernah
dua kali dibaiat almarhum Abah Anom ke dalam
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah; dan pernah
pula dibaiat Syaikh Hisham al-Kabbani al-Naqsyabandi
yang menetap di AS dalam kunjungannya ke Indonesia.
Ia memang kelihatan merasa nyaman dalam tradisi
Islam tradisional, karena menurutnya, pengalaman
keislaman yang lebih intens justru didapatkan setelah
ia mempelajari tradisi ulama dengan kecenderungan
intelektual sufistik mereka.
Pada 1997 Azyumardi menjadi guru besar sejarah
pada Fakultas Adab. Selanjutnya ia menjadi birokrat
dan praktisi pendidikan sebagai Pembantu Rektor I
pada 1996 dan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sejak 14 Oktober 1998 menggantikan Quraish Shihab
(yang terangkat menjadi Menteri Agama dalam
Kabinet terakhir Presiden Soeharto). Dalam masa
kepemimpinannya, status IAIN Jakarta secara resmi
berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Berubahnya IAIN menjadi UIN
merupakan keberhasilannya yang besar. Perubahan
tersebut menurutnya sebagai kelanjutan ide rektor
terdahulu Prof. Dr. Harun Nasution, yang menginginkan
lulusan IAIN haruslah orang yang berpikiran rasional,
modern, demokratis, dan toleran. Lulusan yang tidak
memisahkan ilmu agama dengan ilmu umum, tidak
memahami agama secara literer, menjadi Islam yang
rasional bukan Islam yang madzhabi atau terikat pada
satu mazhab tertentu saja. Oleh karena itu dalam IAIN
muncullah fakultas sains dan teknologi, ekonomi dan
bisnis, psikologi, kedokteran dan ilmu kesehatan,
dengan berbagai jurusan dan prodi yang membuat
UIN Jakarta menjadi satu-satunya eks institut (baik
IAIN maupun IKIP) yang oleh kalangan perguruan
tinggi Eropa dapat disebut sebagai ‘Comprehensive
University’ karena memiliki Prodi Kedokteran.
Di antara berbagai kesibukkan yang dijalaninya,
Azyumardi pun aktif menjadi Anggota dewan redaksi
jurnal Ulumul Qur’an; Islamika; editor-in-chief Studia
Islamika dan sejumlah jurnal internasional lain yang
diterbitkan di Inggris, Australia, Pakistan dan Malaysia.
Ia pernah pula menjabat Wakil Direktur Pusat Pengkajian
Islam dan Masyarakat (PPIM ) IAIN Jakarta. Ia pun
dipercaya menjadi dosen tamu di sejumlah universitas
44
MERSELA | Edisi Desember 2015
seperti University of Philippines, University of Malaya,
University of Melbourne, Universitas Al-Azhar Kairo,
Universitas Leiden, New York University, Columbia
University, Harvard University dan banyak lagi.
Azyumardi aktif pula sebagai anggota pada Southeast
Asian Studies Regional Exchange Program (SC
SEASREP) Toyota Foundation & The Japan Foundation
dan sejumlah lembaga donor untuk penelitian di berbagai
negara, sejak 1998 sampai sekarang. Selain itu, ia pun
termasuk salah seorang pimpinan pengurus Masyarakat
Sejarawan Indonesia (MSI) dan Himpunan Indonesia
untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIIS).
Membangun Biduk Keluarga
Raushanfikr Usada, Firman El-Amny Azra, Muhammad
Subhan Azra dan Emily Sakina Azra adalah buah hati
hasil pernikahan Azyumardi dengan adik kelasnya di
Fakultas Syariah yang aktif di IMM Cabang Ciputat,
Ipah Farihah. Pernikahan mereka awalnya terbentur
kendala karena adanya perbedaan adat istiadat.
Azyumardi sebagai seorang Minang tidak berhak
melamar tetapi pihak perempuanlah yag harus
melamar laki-laki. Sedangkan Ipah yang berasal dari
suku Sunda tidak wajar melamar laki-laki. Mereka
tidak patah semangat karena pada akhirnya Ipah
dilamar dengan diwakili meskipun keluarga besar
Azyumardi sempat gusar tetapi hubungan menjadi
terjalin baik kembali dengan keluarga besar Azyumardi
setelah mereka mempunyai anak.
Menumbuhkan minat baca adalah dorongan dan
pembiasaan yang diajarkan pada anak-anaknya
karena ia ingin mereka mempunyai wawasan luas
selain berprestasi. Hadiah dalam bentuk belanja buku
sepuasnya yang diberikan pada anak-anaknya bila
ulang tahun dan berprestasi adalah sebuah kebiasaan
untuk memberikan motivasi dalam mengejar prestasi.
Dengan adanya pengaruh televisi dan lain-lain, ia
memberikan kesadaran pada anak-anaknya untuk
membatasi dan mengendalikan diri terhadap gaya
hidup konsumtif dan materialistik. Baginya fungsi orang
tua adalah selalu mendisiplinkan dan mengingatkan
mereka karena anak-anak mempunyai kecenderungan
untuk tidak teratur. Dengan kedisiplinan akan
mengurangi pelanggaran yang berujung pada
kebebasan melanggar. “Saya berusaha menanamkan
nilai-nilai agama pada anak-anak saya. Setelah shalat
Maghrib, misalnya, biasanya saya dan isteri saya
mengajarkan Al Quran pada mereka. Peran keluarga
sangat vital untuk membina moral,” tuturnya. (SK)
PENDAPAT MEREKA
Layakkah Indonesia menjadi Kiblat Pemikiran Islam?
Pola Pikir dan
Pola Tindak serta
Berakhlak
Sesuai dengan
Ajaran Islam
H. Nasir Nawarisa Bauw
Ketua MUI
Kabupaten Manokwari
Provinsi Papua Barat
Kita tidak usah dulu berpikir Indonesia menjadi pusat pemikiran Islam.
Kita hidup di negara yang plural, penduduknya menganut agama yang
berbeda-beda, dan sesekali terjadi gesekan antar umat. Belum lagi
ditambah dengan perubahan zaman yang dipengaruhi oleh teknologi
informasi, acara-acara TV, internet, dll, telah mengakibatkan banyak
umat Islam yang perilakunya tidak lagi sesuai dengan ajaran Islam.
Oleh karena itu, mari kita menentukan masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
lebih baik dengan pola pikir dan pola tindak serta berakhlak sesuai dengan ajaran Islam, untuk
menciptakan suasana agar walaupun kita hidup di negara yang plural, tetapi dapat hidup
damai. Sehingga Indonesia dapat menjadi pusat pemikiran Islam dari sisi kedamaiannya. (DY)
Indonesia sudah
Membuktikan dan
menjadi
Contoh bagi Dunia
DR. Indra Budi Sumantoro,
S.Pd., M.M.
Konsultan Bank Dunia
Konflik di Timur Tengah, terutama yang melibatkan organisasi
Islam State of Iraq and Syria (ISIS), menyebabkan pandangan dunia
barat terhadap Islam menjadi negatif. Pemboman yang terjadi di
Paris memperparah pandangan ini. Hal ini membuat Donald Trump
memberikan statement bahwa bila dia terpilih menjadi Presiden,
maka dia akan melarang warga Muslim masuk ke Amerika Serikat. Pernyataan ini akhirnya
memicu solidaritas dari berbagai negara mengecam pernyataan tersebut, dimana warga
Inggris sampai membalasnya dengan melarang Trump datang ke Inggris. Sebelumnya bahkan
Trump sempat memberikan statement bahwa dia akan memindahkan Negara Palestina ke
Puerto Rico. Syukurlah saat ini Negara Palestina sudah diakui secara resmi keberadaannya
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hal ini memperlihatkan bahwa walaupun terdapat pandangan negatif dunia Barat terhadap
Islam, masih ada solidaritas dari berbagai kalangan yang tidak sepakat dengan pandangan
tersebut. Ini menandakan bahwa masih ada harapan untuk memperbaiki pandanganpandangan seperti itu, dimana Islam sendiri sejatinya adalah rahmatan lil ’alamin, yaitu agama
yang membawa perdamaian bagi umat manusia dan tidak membenarkan kekerasan dan
terorisme, terutama yang mengatasnamakan agama sebagaimana terjadi belakangan ini.
Sampai sekarang Indonesia adalah negara yang sudah membuktikan dan menjadi contoh
bagi dunia bahwa Islam dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan agama dan
kebudayaan lainnya. Oleh karena itu peluang untuk mewujudkan harapan dalam memperbaiki
stigma negatif terhadap Islam ada di tangan Indonesia. Dalam Sustainable Development
Goals yang mengedepankan kerjasama internasional, Indonesia memiliki peran yang sangat
signifikan dalam menjembatani dunia Barat dan dunia Islam. Sebagai anggota OKI dan
berbagai organisasi kerjasama internasional lainnya, Indonesia paling tepat untuk dijadikan
Kiblat Pemikiran Islam. (DY)
Wacana Indonesia menjadi kiblat pemikiran Islam dapat langsung
dirasakan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa negara kita sangat
menghargai perbedaan. Walaupun penduduknya multi etnis, multi
kultur, multi agama, dengan penduduk mayoritas beragama Islam,
tetapi pemerintah menjamin kehidupan kaum minoritas, termasuk
menghargai dan melindungi umat beragama lain untuk tetap menjalankan agamanya. Hal
itu sesuai dengan ayat dalam Al Qur’an “lakum dinukum waliadin, bagimu agamamu, bagiku
agamaku”. Dari sisi ini dapat dikatakan kehidupan bermasyarakat di Indonesia sudah sesuai
dengan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin, Islam pembawa rahmat bagi semuanya.
Wacana Kiblat
Pemikiran Islam
dapat Langsung
Dirasakan
Mohammad Reza Hartono
Mahasiswa Fak. Hukum
Universitas Padjajaran
Dari sisi pemikiran intelektual, ukurannya adalah pemikir Islam yang berkelas dunia. Untuk
saat ini jumlah kaum intelektual Islam kita belum dapat dibandingkan dengan Arab Saudi,
Mesir, bahkan India, yang mayoritas penduduknya bukan beragama Islam. Tetapi harapan ke
depan tetap ada, dengan adanya rencana Ditjen Pendidikan Islam Kementrian Agama yang
merencanakan program 50.000 doktor, 10.000 hafiz, santri berprestasi, dan program-program
lainnya. Mudah-mudahan program tersebut dapat terwujud, dan dapat melahirkan kaum
intelektual Islam yang mampu berkiprah di tataran Internasional. (DY)
MERSELA | Edisi Desember 2015
45
SERBANEKA
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
Kampung Sade
Ketika Tradisi Berbaur dengan Agama
Menelusuri Kampung Sade di Lombok Tengah sungguh merupakan pengalaman yang
mengasyikkan, karena disuguhi alam perkampungan yang unik dan selalu menarik perhatian,
sehingga Dinas Pariwisata setempat menjadikan Sade sebagai kampung wisata.
Sade merupakan kampung tertua yang terletak di
Selatan Lombok dan dikenal sebagai kampung yang
mempertahankan adat suku Sasak. Keunikan yang
sampai saat ini masih sangat terlihat adalah kampung
Sade di Rembitan, para penduduk masih berpegang
teguh menjaga keaslian kampung. Hingga saat ini,
sudah 15 generasi menghuni kampung ini. Sebanyak
700 jiwa dari 150 kepala keluarga, merupakan satu
generasi dari satu keturunan karena tinggal di
Kampung Sade ini, memiliki budaya menikah antar
sepupu dengan alasan untuk menjaga keturunan.
Karena itulah tidak ada satupun dari mereka menikah
dengan orang di luar kampung mereka.
Sade adalah cerminan suku asli Sasak Lombok.
Meski listrik dan Program Nasional Pemberdayaan
46
MERSELA | Edisi Desember 2015
Masyarakat (PNPM) dari pemerintah sudah masuk,
Kampung Sade masih menyuguhkan suasana
perkampungan asli pribumi Lombok. Hal itu bisa
dilihat dari bangunan rumah yang terkesan sangat
tradisional. Dengan atap dari ijuk, kuda-kuda atapnya
memakai bambu tanpa paku, tembok dari anyaman
bambu, dan beralaskan tanah. Orang Sasak Sade
menamakan bangunan itu ‘bale’. Ada delapan bale di
Kampung Sade yaitu Bale Tani, Jajar Sekenam, Bonter,
Beleq, Berugag, Tajuk dan Bencingah. Bale-bale itu
dibedakan berdasarkan fungsinya.
Keunikan kedua dari Kampung Sade lainnya adalah
masih terjaganya budaya perpaduan adat Lombok
dengan budaya Islam. Dulu, penduduk Kampung Sade
banyak yang menganut Islam Wektu Telu (hanya tiga
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
Salah satu keunikan dari Kampung Sade
yaitu masih terjaganya budaya perpaduan
adat Lombok dengan budaya Islam.
kali sholat dalam sehari), namun sekarang, banyak
penduduk Sade sudah meninggalkan Wektu Telu dan
memeluk Islam sepenuhnya.
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
Dalam hal membangun keluarga, warga Kampung
Sade tidak mengenal pacaran ataupun tunangan,
namun tradisi mereka adalah Kawin Colek atau Kawin
Lari. Tidak ada istilah lamaran atau tunangan, jika
sama-sama mau maka pihak pria membawa lari pihak
wanita disimpan di rumah pihak pria, dan keesokan
harinya pihak perempuan diminta oleh pihak laki-laki
diwakilkan oleh keluarga pria.
Warga Kampung Sade memiliki mata pencaharian
bertanam kedelai dan padi, yang dipanen setahun
sekali. Hasilnya pun hanya untuk dikonsumsi warga
sendiri. Untuk menambah penghasilan, kaum wanita
menenun benang pintal menjadi kain-kain dan syalsyal dengan pewarna bahan alami seperti kayu, daun
kecipir bahkan kelapa. Hasil kain tenun ini dapat dijual
kepada para wisatawan yang datang berkunjung.
Di antara rumah-rumah tradisonal Kampung Sade,
terdapat masjid kecil yang dimanfaatkan untuk solat dan
melakukan ibadah lainnya. Dan meskipun menganut
agama Islam, budaya Lombok masih dipertahankan,
contohnya jika ada perempuan mengandung, maka
perempuan yang kandungannya baru sebulan diadakan
upacara adat Sedekah Malam yang dilakukan antara
sholat Maghrib dan Isya’, kemudian makan bubur
tawar pada malam Senin, malam Rabu dan pada
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
Keunikan lainnya, warga kampung punya kebiasaan
khas yaitu mengepel lantai menggunakan kotoran
kerbau, bahkan hingga saat ini meskipun lantainya
sudah mengenal plesteran semen. Dulu ketika belum
ada plester semen, orang Sasak Sade mengoleskan
kotoran kerbau di alas rumah. Namun sekarang lantai
rumah sebagian warga dibuat dengan plester semen
terlebih dahulu, baru kemudian diolesi kotoran kerbau.
Konon, dengan cara itulah lantai rumah dipercaya lebih
hangat dan dijauhi nyamuk. Meskipun kotoran itu tidak
dicampur apa pun kecuali sedikit air, namun tak ada
bekas bau kotoran kerbau yang tercium.
Atas:
‘Bale’, bangunan rumah suku asli
Sasak
Tengah:
Masjid kecil di antara rumahrumah tradisional Kampung Sade
Bawah:
Salah seorang warga Sade sedang
menenun kain khas Lombok
waktu Subuh pada Jumat pagi. Upacara ini dipandu
dan didoakan oleh Kyai setempat. Begitu juga ketika
ada penduduk yang menikah, mereka sekarang sudah
melakukan di KUA untuk melakukan akad, yang
sebelumnya hanya dilakukan upacara tradisional di
rumah masing-masing. (PI/GS)
MERSELA | Edisi Desember 2015
47
DOK. SETWAPRES > ABDUL DJALIL
GALERI FOTO
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
29 Oktober 2015
Dari halaman Kantor Pusat
Palang Merah Indonesia (PMI)
Jakarta, Wakil Presiden
Jusuf Kalla melepas
Tim Operasi Kemanusiaan
PMI untuk bencana asap.
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
11 November 2015
Wakil Presiden Jusuf Kalla
memberikan pengarahan
kepada para calon Duta
Besar, bertempat di
Kementerian Luar Negeri.
DOK. SETWAPRES > MOCH. MUCHLIS
14 November 2015
Usai meresmikan pembukaan
konferensi internasional
Peringatan 10 Tahun
MoU Helsinki di
Nangro Aceh Darussalam,
Wakil Presiden Jusuf Kalla
berfoto bersama dengan
sejumlah peserta.
48
DOK. SETWAPRES > MOCH. MUCHLIS
18 November 2015
Wakil Presiden menghadiri
Konferensi Tingkat Tinggi
Asia-Pasific Economic
Cooperation (KTT APEC) 2015
di Manila, Filipina.
MERSELA | Edisi Desember 2015
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
10 Desember 2015
Wapres Jusuf Kalla membuka
acara Bali Democracy Forum
(BDF) VIII di Nusa Dua Bali,
dengan tema “Democracy and
Effective Public Governance”.
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
12 Desember 2015
Wapres Jusuf Kalla meninjau
maket pembangunan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK)
Mandalika, Nusa Tenggara
Barat, usai meresmikan
pembukaan Muktamar VI
dan Milad ke-25 Ikatan
Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI).
26 Desember 2015
Wapres Jusuf Kalla meninjau
kesiapan produksi puncak
minyak di lapangan Banyu Urip
Blok Cepu.
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
20 Desember 2015
Wapres Jusuf Kalla meninjau
pabrik pengolahan Kakao
di Ranommeto, Kabupaten
Kendari, Sulawesi Tenggara.
MERSELA | Edisi Desember 2015
49
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
GALERI FOTO
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
11 November 2015
Ibu Mufidah Jusuf Kalla
meresmikan Pembukaan
Festival Teluk Maumere
yang pada puncaknya digelar
pemecahan Rekor MURI Dunia,
1000 Penenun Sikka NTT
menenun secara serentak.
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
12 November 2015
Ibu Mufidah Jusuf Kalla
membuka selubung
“Kebun Praktek”dalam
rangka Pelatihan Kualitas
PAUD di Balai Latihan
Masyarakat Makassar.
17 Desember 2015
Ibu Mufidah Jusuf Kalla
menanam mangrove dalam
kunjungan kerjanya ke
Batam, Kepulauan Riau
dalam rangka peringatan
Hari Ibu ke-87 dan
HUT Dharma Wanita
Persatuan ke-1.
50
MERSELA | Edisi Desember 2015
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
30 November 2015
Ibu Mufidah Jusuf Kalla
meninjau Klinik PT. Sritex Solo dalam rangka Program
Aksi Inspeksi Visual Asam
(IVA) yang merupakan
program kerja Organisasi
Aksi Solidaritas Era
Kabinet Kerja (OASE).
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
GALERI FOTO - Kegiatan DEKRANAS
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
5 Agustus 2015
Ibu Mufidah Jusuf Kalla
memperhatikan salah satu
motif batik usai membuka
Pameran Kerajinan Motif Baru
Dekranasda DKI Jakarta.
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
25 November 2015
Ibu Mufidah Jusuf Kalla
mencoba alat tenun tradisional
di showroom Dekranasda
Provinsi Maluku.
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
17 Desember 2015
Ibu Mufidah Jusuf Kalla
meninjau Pameran
Dekranasda Provinsi
Kepulauan Riau.
20 Desember 2015
Ibu Mufidah Jusuf Kalla
berbincang dengan salah
satu pengrajin perak
saat meninjau Pameran
Dekranasda Provinsi
Sulawesi Tenggara.
MERSELA | Edisi Desember 2015
51
OPINI
DOK. SETWAPRES > JERI WONGIYANTO
Peran Indonesia dalam Dunia Islam
Melihat kondisi Timur Tengah yang saat ini banyak cobaan dan
kendala perang yang tidak kunjung selesai, maka pusat studi
Islam seperti Yaman dan Mesir, saat ini belum tentu sangat fokus
mengembalikannya seperti kejayaannya pada masa silam.
Para pakar mengatakan bahwa Timur Tengah menyimpan
“bara api politik” yang tak akan pernah padam karena semakin
semerawutnya kepentingan di kawasan ini.
DR. IZZUDDIN, M.Pd.
Di sinilah Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia, dapat
memainkan perannya sebagai jembatan dan sekaligus pusat studi Islam.
Indonesia merupakan negara kesatuan yang besar, terdiri atas ribuan suku
bangsa dengan kekayaan dan keindahan alam yang patut disyukuri dan
jaga kelestariannya. Kemampuan bangsa yang berdaya saing tinggi adalah
sebuah kunci untuk membangun kemandirian bangsa.
Bagi Indonesia, kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang sangat penting.
Karena secara politik hubungan baik dengan negara-negara di kawasan ini,
seperti Mesir, sudah terbentuk sebelum proklamasi kemerdekaan 1945.
52
MERSELA | Edisi Desember 2015
Kasubdit Wil 2,
Direktorat Fasilitasi
Kelembagaan dan
Kepegawaian
Perangkat Daerah,
Direktorat Jenderal
Otonomi Daerah
Kementerian Dalam Negeri
DOK. SETWAPRES > YOHANES LINIANDUS
Hubungan antar Indonesia dengan negara-negara di
kawasan ini terus berlangsung baik hingga kini dalam
berbagai forum kerjasama seperti OPEC, Gerakan
Non-Blok, OKI, dan D-8 (Developing Eight). Secara
kultural, hubungan masyarakat Indonesia dengan
Timur Tengah (kebudayaan Arab) sudah terjalin sejak
ratusan tahun lampau dan mengakar.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk
Muslim terbesar di dunia. Tetapi sebagian besar
dari mereka menyadari bahwa pemahaman mereka
terhadap ajaran Islam masih sangat kurang. Dalam
kehidupan sehari-hari Islam baru digunakan sebatas
simbol, padahal telah banyak diakui bahwa Islam
memiliki khazanah peradaban hidup yang tinggi yang
dapat mempercepat perkembangan peradaban dan
kebudayaan umat manusia. Tampaknya, kurun waktu
penjajahan selama lebih dari 3 abad oleh kolonial
Barat, telah menghambat pemahaman masyarakat
Indonesia terhadap agamanya, dan sekarang adalah
waktunya yang tepat menggali nilai-nilai Islam
yang telah lama tak tersentuh oleh sebagian besar
pemeluknya di Indonesia.
Sesungguhnya Islam dapat dijadikan tuntunan bagi
pembangunan peradaban Indonesia di masa depan.
Islam, sebagai suatu ajaran agama yang bersumber
dari Allah SWT, memberikan kesempatan seluasluasnya kepada para pemeluknya atau kepada siapapun
untuk melihat Islam dari sudut pandang berbagai ilmu
pengetahuan seperti antropologi, sosiologi, psikologi,
hukum, politik, dan ekonomi.
Sebaliknya Islam sebagai sebuah wahyu, juga sangat
berkemungkinan mempersoalkan ilmu pengetahuan
tersebut berdasarkan sumber-sumber Al-Qur’an dan
Hadits Nabi SAW. Hubungan akademik yang timbal
balik antara agama Islam dan ilmu pengetahuan
adalah sesuatu yang sangat menarik untuk diteliti dan
dipelajari secara simultan oleh masyarakat Indonesia
khususnya dan masyarakat dunia umumnya, sehingga
tidak ada lagi kesan dualisme antar agama di satu
pihak dengan ilmu pengetahuan di pihak lain. Keduaduanya memiliki kontribusi yang sama besarnya bagi
kejayaan umat manusia.
Apalagi, pada awal abad ke-21 ini ditandai oleh
perubahan yang mencengangkan. Kenyataan tersebut
telah menghadapkan masalah agama kepada suatu
kesadaran kolektif, bahwa penyesuaian struktural
dan kultural pemahaman agama adalah suatu
keharusan. Hal ini hendaknya
tidak dilihat sebagai suatu Wakil Presiden
Jusuf Kalla
upaya untuk menyeret agama, menghadiri acara
untuk kemudian diletakkan Syukuran 54 Tahun
dalam posisi sub-ordinate Pondok Pesantren
Darunnajah, Ulujami,
dalam hubungannya dengan Jakarta Selatan
perkembangan sosial, budaya,
ekonomi, dan politik yang sedemikian cepat itu.
Alih-alih, hal itu hendaknya dipahami sebagai usaha
untuk menengok kembali keberagaman masyarakat
beragama. Dengan demikian revitalisasi kehidupan
keberagamaan tidak kehilangan konteks dan makna
empiriknya. Keharusan tersebut dapat juga diartikan
sebagai jawaban masyarakat beragama terhadap
perubahan yang terjadi secara cepat.
Masyarakat global kian membutuhkan peran Indonesia
dalam membantu merajut perdamaian internasional.
Sebab, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar
di dunia yang meyakini keunggulan sistem demokrasi,
Indonesia bisa menjadi wajah baru yang mengubah
cara pandang masyarakat luas, terutama Barat,
mengenai Islam.
Bahwa wajah Islam yang oleh masyarakat dunia
telanjur dipersepsikan dalam citra yang kental akan
ekstremisme bisa berubah dengan sejumlah kondisi.
Di antaranya adalah apabila negara seperti Indonesia
mengambil peran lebih besar. Salah satunya ialah
menjadi jembatan antara negara penganut demokrasi
dan negara Arab.
Indonesia sangat mungkin akan berperan besar
dalam pergaulan internasional mengingat posisinya
sebagai negeri berpenduduk Muslim terbanyak yang
kini berada di urutan ke-16 jajaran negara dengan
kue ekonomi terbesar di dunia. Terlebih, dalam waktu
dekat, banyak ekonom memperkirakan Indonesia
MERSELA | Edisi Desember 2015
53
DOK. SETWAPRES > HENDRA
OPINI
bertengger di posisi sembilan besar. Itu akan membuat
dunia memandang wajah Islam di Indonesia, tiada
cara yang paling efektif untuk mengambil peran
selain membangun kekuatan ekonomi. Kalau bisa
negara demokrasi berpenduduk mayoritas Muslim
membentuk sebuah forum yang akan menjadi suara
baru Islam.
Inilah tentunya kita membutuhkan suatu perubahan
khususnya dalam pendidikan. Sebagai agen perubahan
sosial, pendidikan Islam yang berada dalam atmosfir
modernisasi dan globalisasi dewasa ini dituntut untuk
mampu memainkan perannya secara dinamis dan
proaktif. Kehadirannya diharapkan mampu membawa
perubahan dan kontribusi yang berarti bagi perbaikan
umat Islam, baik pada tataran intelektual teoritis
maupun praktis. Pendidikan Islam bukan sekadar
proses penanaman nilai moral untuk membentengi
diri dari ekses negatif globalisasi. Tetapi yang paling
penting adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah
ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu berperan
sebagai kekuatan pembebas (liberating force) dari
himpitan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan
sosial budaya dan ekonomi.
Selanjutnya perlu diingat bahwa meskipun hanya ada
satu Islam, terdapat beragam budaya yang melekat pada
masyarakat Muslim. Dengan demikian, wajah Islam
tidak boleh lagi didominasi hanya oleh dunia Arab.
Selanjutnya dengan melihat pendidikan Islam seperti
pada Pondok pesantren yang memiliki kontribusi
terhadap pembinaan nilai-nilai Islam di Indonesia.
Karena itu, pondok pesantren mampu memainkan
peran signifikan dalam menciptakan tatanan sosial
kemasyarakatan yang damai, toleran, dan menjunjung
tinggi nila-nilai kemanusiaan, maka pondok pesantren
mampu mengambil peran untuk menjadikan Indonesia
sebagai studi Islam dunia.
Namun, untuk kandungan materi pelajaran dalam
pendidikan Islam, masih berkutat pada tujuan yang
lebih bersifat ortodoksi, akibat adanya kesalahan
dalam memahami konsep-konsep pendidikan yang
masih bersifat dikotomis; yakni pemilahan antara
pendidikan agama dan pendidikan umum (sekular),
bahkan mendudukkan keduanya secara diametral.
Sudah seharusnya hal tersebut ditinjau kembali
mengingat kehadiran pendidikan Islam, baik ditinjau
secara kelembagaan maupun nilai-nilai yang ingin
dicapainya masih sebatas memenuhi tuntutan
bersifat formalitas dan bukan sebagai tuntutan yang
bersifat substansial, yakni tuntutan untuk melahirkan
manusia-manusia aktif penggerak sejarah. Walaupun
dalam beberapa hal terdapat perubahan ke arah
yang lebih baik, perubahan yang terjadi masih sangat
lamban, sementara gerak perubahan masyarakat
berjalan cepat, bahkan bisa dikatakan revolusioner,
maka di sini pendidikan Islam terlihat selalu tertinggal
dan arahnya semakin terbaca tidak jelas.
Dalam konteks global harapan masyarakat dunia
terhadap pendidikan Islam berada di pundak
Indonesia. Ini dikarenakan, gejolak sosial politik yang
Dalam kerangka struktur berpikir masyarakat
agama, proses globalisasi dianggap berpengaruh atas
kelangsungan perkembangan identitas tradisional
Indonesia harus memainkan perannya dan harus terus
membuka dialog antar agama, baik di tingkat lokal,
nasional, regional, maupun internasional. Juga sangat
penting pula diingat bahwa meskipun Muslim adalah
kelompok yang dominan sejak bangsa ini berdiri,
Indonesia tak pernah menjadi negara teokrasi atau
negara Islam.
54
terjadi di kawasan timur
tengah mengakibatkan pusat Pondok Pesantren
Gontor, Ponorogo,
keislaman menjadi redup. Untuk Jawa Timur
itu, lembaga kelembagaan
pendidikan Islam memiliki
peran dalam mewujudkan hal
tersebut. Salah satunya pondok pesantren (ponpes).
Setiap tahun jumlah pondok pesantren di Indonesia
terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data,
tahun 2013 ponpes berjumlah 27.230 dan 2014 menjadi
29.535. Peningkatan jumlah ponpes ini menunjukkan
keseriusan semua pihak untuk mencetak anak didik
yang memiliki bekal pendidikan keagaman yang tinggi
dan mampu menjadi kader ulama.
MERSELA | Edisi Desember 2015
dan nilai-nilai agama. Kenyataan tersebut tidak lagi
dapat dibiarkan oleh masyarakat agama. Karenanya,
respon-respon konstruktif dari kalangan pemikir dan
aktivitas agama terhadap fenomena di atas menjadi
sebuah keharusan. Dalam alur seperti ini, sebenarnya
yang terjadi adalah dialog positif antara prima facie
norma-norma agama dengan realitas empirik yang
selalu berkembang. Meskipun demikian, penting untuk
dicatat, bahwa ‘pertemuan’ (encounter) masyarakat
agama dengan realitas empirik tidak selalu mengambil
bentuk wacana dialogis yang konstruktif. Alih-alih
yang muncul adalah mitos-mitos ketakutan yang
membentuk kesan, bahwa globalisasi dengan sertamerta menyebabkan posisi agama berada di pinggiran.
Baik secara teologis maupun sosiologis, agama dapat
dipandang sebagai instrumen untuk memahami dunia.
Dalam konteks itu, hampir tak ada kesulitan bagi agama
apapun untuk menerima premis tersebut. Secara
teologis, lebih-lebih Islam, hal itu dikarenakan oleh
watak omnipresent agama. Yaitu, agama, baik melalui
simbol-simbol atau nilai-nilai yang dikandungnya
“hadir di mana-mana”, ikut mempengaruhi, bahkan
membentuk struktur sosial, budaya, ekonomi dan
politik serta kebijakan publik. Dengan ciri itu, dipahami
bahwa dimanapun suatu agama berada, ia diharapkan
dapat memberi panduan nilai bagi seluruh diskursus
kegiatan manusia, baik yang bersifat sosial budaya,
ekonomi, maupun politik. Sementara itu, secara
sosiologis, tak jarang agama menjadi faktor penentu
dalam proses transformasi dan modernisasi.
Akhir-akhir ini merebak istilah Islam Nusantara,
dan ini menarik bagi dunia Islam dalam pandangan
perspektif dunia luar. Seperti dua organisasi
massa (ormas) Islam, Nahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah, bersepakat untuk menyinergikan visi
ke-Islam-an masing-masing. NU mempopulerkan visi
keislaman melalui jargon Islam Nusantara, sedangkan
Muhammadiyah dengan Islam Berkemajuan. Menurut
Ketua Umum NU, Said Aqil Sirodj, Islam Nusantara ala
NU dengan Islam berkemajuan ala Muhammadiyah
adalah modal besar bagi masa depan Indonesia yang
lebih baik. Bahwa Islam Nusantara bukan mazhab
atau aliran baru dalam Islam. Islam Nusantara
sesungguhnya hanya penyederhanaan dari tipologi
Islam Indonesia hasil perpaduan antara Islam dengan
tradisi dan kebudayaan Nusantara.
Islam Nusantara, merupakan Islam yang ramah,
toleran, berakhlakul karimah dan berkarakter
kebangsaan serta berkeadilan sosial. Karakterkarakter itu, menurutnya, tak dimiliki Islam di negaranegara lain, terutama di kawasan Timur Tengah.
Sejauh ini, negara-negara Islam di kawasan itu belum
mampu menyatupadukan atau menyelaraskan agama
Islam dengan nasionalisme. Akibatnya pula, banyak
negara Muslim di Timur Tengah yang mengalami
konflik berkepanjangan.
Islam Nusantara jauh berbeda dengan Islam di
Timur Tengah. Mereka belum selesai memadukan
Islam dengan nasionalisme, bahwa komitmen
NU pada kebangsaan Indonesia dengan kisah KH
Hasyim Asy’ari, ulama yang mendirikan organisasi
itu pada 1926. Hasyim Asy’ari dahulu tak pernah
berhenti berdoa agar Indonesia segera merdeka dari
penjajahan. “Itu artinya NU menyatukan semangat
agama dan semangat kebangsaan (nasionalisme),”
kata Said.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum
Muhammadiyah, Haedar Nashir, menjelaskan tentang
visi Islam Berkemajuan. Menurutnya, visi itu ialah citacita menjadikan Indonesia sebagai bangsa dan negara
yang mampu mengejar berbagai ketertinggalan,
misalnya ketertinggalan pendidikan, ekonomi, hukum,
politik, dan lain-lain. Dia menekankan secara khusus
sistem politik dan ekonomi Indonesia yang cenderung
bercorak liberal. Sistem itu, katanya, cenderung
menjauhkan Indonesia dari cita-cita mewujudkan
keadilan sosial. Ditambah praktik korupsi yang kian
marak. Islam Berkemajuan bisa bersinergi dengan
Islam Nusantara. NU dan Muhammadiyah bisa
mendesain itu. Itulah transformasi Islam Indonesia
untuk kemajuan Indonesia.
Demikianlah Indonesia dengan berbagai ragam suku
bangsa mempunyai daya tarik sendiri mempelajari
studi-studi tentang Islam di Indonesia. Mulai dari
sejarah sampai dengan politik yang mempengaruhi
peradan dunia, sehingga Indonesia berperan akan
menjadikan Islam itu sendiri sebagai institusi
pendidikan yang mengembangkan ilmu (science)
dan kajian ilmiah (scientific studies) berbasis lintas
disiplin (interdisciplinary based) terhadap dunia
Islam. Oleh karena itu studi Islam di Indonesia sudah
seharusnya berperan dengan komitmen untuk terus
mengembangkan kajian keilmuan, menjunjung tinggi
etika akademis, inklusif dan terbuka, sesuai tuntutan
kebutuhan masyarakat dunia, dan gilirannya Indonesia
menjadikan sebagai pusat studi Islam dunia. [*]
MERSELA | Edisi Desember 2015
55
FORUM DISKUSI
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
Strategi Penguatan Pengelolaan Website
dan Media Sosial dalam Mendukung
Diseminasi Informasi Publik
Ruang publik nasional saat ini semakin semarak karena perkembangan zaman. Kecepatan
arus informasi berjalan seiring dengan berputarnya roda kehidupan manusia. Ini merupakan
fenomena globalisasi dimana pengaruh sosial, budaya, politik dan ekonomi tidak lagi terkendala
oleh ruang dan waktu.
Pemerintah menangkap semangat globalisasi dan
borderless itu sebagai sebuah hal yang positif.
Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) adalah
salah satu wujud nyata kebijakan pemerintah yang
mengakomodasi semangat tersebut.
Dalam mewujudkan kebijakan pemerintah tersebut,
Asisten Deputi Komunikasi dan Informasi Publik
(Asdep KIP) Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres),
menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD)
dengan tema “Strategi Penguatan Pengelolaan
Website dan Media Sosial dalam Mendukung
Diseminasi Informasi Publik” di Auditorium Istana
56
MERSELA | Edisi Desember 2015
Wapres, 11 November 2015. FGD bertujuan menambah
pengetahuan dan wawasan tentang pengelolaan media
website dalam diseminasi informasi untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik secara transparan,
efektif, efisien, akuntabel dan bertanggung jawab.
Di samping itu, untuk meningkatkan pengelolaan
dan pelayanan penyediaan informasi di lingkungan
Setwapres yang akurat dan tepat waktu.
FGD dihadiri oleh peserta yang tidak hanya datang
dari Setwapres, tetapi juga Sekretariat Negara, serta
Humas yang datang dari K/L dan BUMN, dengan jumlah
keseluruhan sekitar 120 orang. Sebagai moderator
adalah
Direktur
Pemberdayaan
Informatika
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
Kementerian Komunikasi dan Informatika Septriana
Tangkary. Sementara menjadi narasumber Pakar
Teknologi Informasi Universitas Gunadarma DR. rer.
nat I Made Wiryana, Skom, SSi, MappsSc, Praktisi
Komunikasi dan Deputi Direktur Departemen
Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan,
serta Twitter Business Development Southeast Asia
Dwi Adriansah.
FGD dibuka oleh Deputi yang membawahi Asdep
KIP, yaitu Deputi Bidang Dukungan Kebijakan
Pemerintahan Dewi Fortuna Anwar.
Dalam
sambutannya ia menyampaikan tuntutan akan tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance)
mensyaratkan adanya akuntabilitas, transparansi dan
partisipasi masyarakat dalam setiap proses terjadinya
kebijakan publik.
Dewi menambahkan UU KIP menjamin hak setiap
orang untuk memperoleh informasi dan mewajibkan
badan publik untuk menyediakan dan melayani
permintaan informasi secara cepat dan tepat
waktu, biaya yang murah dan profesional, serta
dengan cara yang sederhana. Salah satu media yang
paling mutakhir untuk memenuhi tuntutan tersebut
adalah website.
Pemanfaatan website di kalangan pemerintah
menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini
terlihat dari hampir seluruh kementerian/lembaga (K/L)
dan sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia
telah memiliki website resmi untuk mendukung
keterbukaan informasi publik dan diseminasi
informasi. Pembuatan website tersebut bertujuan
agar setiap kebijakan oleh K/L, serta penggunaan
kekuasaan dalam penyelenggaraan kepemerintahan
dan kelembagaan dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, kemudian muncul pertanyaan, apakah
website tersebut telah dikembangkan sebagai media
pendukung penyelenggaraan pemerintahan atau
pembuatan website tersebut hanya karena mengikuti
tren saja yaitu agar tidak dianggap lembaga yang gagap
terhadap perkembangan teknologi? Mencermati fakta
yang menunjukkan masih banyaknya website yang
tidak dapat diakses, tidak menyediakan informasi yang
up to date atau hanya informasi yang kadaluwarsa serta
tidak membuka saluran komunikasi dua arah dengan
audiensnya, maka tidak berlebihan apabila sebagian
besar masyarakat masih meragukan keseriusan
pemerintah dalam mengelola websitenya. “Kerapkali
ketika kita membuka sebagian
website K/L itu yang ada hanya
menampilkan
informasiinformasi yang sifatnya statis
seperti visi, misi, tupoksi dan
sebagainya”, ujar Dewi Fortuna.
Deputi Bidang
Dukungan Kebijakan
Pemerintahan,
Dewi Fortuna Anwar,
menyampaikan
sambutan dan secara
resmi membuka
acara FGD
Dewi menjelaskan Setwapres
telah memiliki website resmi yaitu www.wapresri.
go.id yang diluncurkan tahun 2010 pada era Wapres
Boediono. Tetapi sejak Agustus 2015 website tersebut
telah resmi berganti dengan sistem dan tampilan baru
yang berisi kegiatan Wapres Jusuf Kalla. Sementara
untuk media sosial Setwapres memiliki akun Facebook
dan Twitter serta Youtube dengan nama Setwapres.
Namun, pada kenyataannya pengelolaan website dan
media sosial di K/L termasuk Setwapres belum optimal
sehingga komunikasi dua arah antara pemerintah
dengan masyarakat belum tercapai dengan baik yang
pada akhirnya menghambat diseminasi informasi
publik. Salah satu kendalanya adalah tampilan dari
konten website atau media sosial belum menarik,
terutama untuk kalangan muda yang merupakan
pengguna aktif kedua media online tersebut.
Disamping
itu
ketika
masyarakat
mencoba
mengirimkan pertanyaan melalui surat elektronik
atau email, seringkali tidak ada respon atau jawaban
karena sebagian besar memang belum ada pengelola
dari website atau media sosial tersebut.
Tantangan lain dari website pemerintah yaitu
menyajikan konten yang itu-itu saja sehingga
terkesan formal dan kaku sehingga pada akhirnya
ditinggal oleh pengunjungnya. Padahal suatu website
dikatakan berhasil, apabila ramai dikunjungi. Tidak
adanya pengunjung untuk sebuah website, berarti
MERSELA | Edisi Desember 2015
57
FORUM DISKUSI
Tampilan website
Setwapres yang berisi
kegiatan Wapres
Jusuf Kalla
kegagalan besar, apalagi untuk website pemerintah.
Lalu bagaimana pemerintah dapat mendiseminasikan
informasi dan kebijakan publik kepada masyarakat jika
media penyampaian informasi tersebut tidak dikunjungi?
Untuk itu, humas pemerintah dituntut untuk selalu
memperbaharui dan me-refresh baik konten website
maupun tampilan grafisnya. Beberapa keuntungan
yang diperoleh dengan up to date-nya website, yaitu
membantu mesin pencari untuk menemukan website
K/L dengan mudah, menunjukkan kepada pengunjung
website K/L tersebut dikelola dengan baik, dapat
menarik minat pengunjung untuk datang ke website K/L
dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah dwi bahasa.
“Karena sekarang ini sebagian besar dari website
hanyalah dari kita untuk kita, yaitu hanya dalam
bahasa Indonesia saja dan hanya akan menarik
bagi kalangan terbatas saja sehingga apabila ada
masyarakat di luar Indonesia yang ingin tahu tentang
segala sesuatu tentang Indonesia, maka tidak ada
informasi yang bisa tersedia dengan baik,” demikian
Dewi Fortuna memaparkan.
Meskipun demikian, beberapa K/L telah pula
menyediakan laman website dengan versi bahasa asing
(Inggris), misalnya Kementerian Luar Negeri dan Badan
Koordinasi Penanaman Modal, dan juga Setwapres.
Dalam kesempatan tersebut DR. rer. nat I Made Wiryana,
Skom, SSi, MappsSc, mempresentasikan makalahnya
yang berjudul “Situs Pemerintah Suatu Bentuk
Pertanggungjawaban Publik”. Terkait website, I Made
Wiryana memaparkan, situs pemerintah merupakan
58
MERSELA | Edisi Desember 2015
bagian dari e-government yang diharapkan mendorong
perubahan fundamental dari struktur adminstrasi
untuk memberikan layanan dan pengurangan biaya
operasi yang bermanfaat, antara lain, memungkinkan
pertukaran data antar badan publik, sehingga warga
negara dan badan publik dapat saling berkomunikasi.
Sedangkan permasalahan yang muncul dalam
pengelolaan website dan e-government, menurut
Wiryana, meliputi: 1) sistem yang dikembangkan tidak
sesuai dengan kebutuhan pengguna, sistem yang tidak
mampu bertukar data, dukungan SDM yang minim, dan
beragamnya Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang
digunakan, 2) Pelayanan informasi dan komunikasi dua
arah belum maksimal karena tidak tersedianya ruang/
forum diskusi dan tanya jawab, 3) Komunikasi dan
networking internal Pemerintah dalam pengelolaan
website belum efektif dan efisien.
Narasumber lain, Junanto Herdiawan yang juga penulis
buku dan blog, menyampaikan makalahnya yang berjudul
“Lembaga Publik, Individu, dan Era Digital: Komunikasi
3.0”. Dalam makalahnya, Junanto membahas mengenai
komunikasi digital pada lembaga publik meliputi website
dan media sosial. Website, lanjut Junanto, merupakan
media online dimana komunikasinya bersifat satu arah
serta memiliki time lag (jeda) penyampaian informasi
karena melalui berbagai proses pengeditan. Sedangkan
media sosial bersifat interaktif, dapat melibatkan
komunikasi 2 arah dengan masyarakat dan dapat
memberi feedback secara real time.
Lembaga publik memerlukan website karena selain
memberi sudut pandang/stance resmi lembaga terkait
FORUM DISKUSI
berbagai kebijakan/isu, website menyediakan informasi
yang akurat dan lengkap mengenai kebijakan/isu
tertentu, juga sebagai sumber referensi yang tersedia
sewaktu-waktu.
“Website yang baik harus sederhana, berisi gambar
atau ilustrasi yang mempermudah pemahaman,
mudah diakses dari berbagai gadget, dan memiliki
search function yang baik”, ujar Junanto.
Website dan media sosial memiliki keunggulan
karakter, untuk itu K/L perlu menentukan prioritas
sasaran dan tujuan dari pengelolaan website,
apakah hanya akan fokus pada penyediaan data dan
informasi dalam website saja ataukah pelayanan
informasi secara total dengan membuka ruang/forum
diskusi dan komunikasi dua arah. Pihak pengelola
website diharapkan melihat dan mengerti kebutuhan
masyarakat secara riil.
Mengangkat judul “Live, Public, Conversational, and
Contributed”, narasumber dari Twitter Business
Development Southeast Asia Dwi Adriansah yang
akrab disapa Ade itu mengetengahkan seluk beluk
salah satu media sosial yang cukup banyak digunakan
masyarakat saat ini, story of twitter, yaitu ilustrasi
tentang bagaimana twitter digunakan dalam ruang
momen kehidupan (Live, twitter is the moment),
publik atau masyarakat global (Public, twitter is open),
obrolan tentang berbagai tema (Conversational, twitter
is the global town square), dan partisipasi masyarakat
yang tersebar di seluruh dunia (Contributed, twitter
can live anywhere).
Sumber daya manusia dan budaya birokrasi
pemerintahan menjadi hambatan utama dalam
membangun website yang interaktif. Sebagian besar
berita dan informasi yang disajikan oleh website K/L
hanya menarik bagi pimpinan instansi tersebut.
Berdasarkan survey yang dilakukan Twitter dan Nielsen
pada Mei 2014, menunjukkan bahwa pada 2014 sebanyak
4,2 milyar tweet atau kicauan berasal dari Indonesia
dengan 76% menggunakan twitter per harinya dan
sebanyak 80% mengakses dari telepon genggam.
Website K/L perlu mengemas berita dan informasi
yang menarik dengan memberikan judul yang simpel
agar pengguna tidak cepat jenuh dan beranjak dari
laman website.
Selain itu, Ade menjelaskan feature atau fasilitas yang
dimiliki twitter diyakini Ade mampu mengoptimalkan
interaksi dengan audiens atau masyarakat pengguna
twitter dan pengunjung akun K/L, seperti video
stream with periscope, tweet poll, twitter cards, video
inventory recommendations, peta lokasi (map), hash
tag dan pothole.
Dari paparan para narasumber dapat dirangkum
beberapa hal. Karakteristik website dan media sosial
sebagai media online tidak terbatas ruang dan waktu;
penyajian informasi dapat berbentuk tidak hanya
teks, tetapi juga foto, video, audio dan grafis; serta
komunikasi interaktif dengan audiens. Sedangkan
beberapa kelemahan yang dimiliki oleh website K/L
yaitu, minimnya pengguna (user) yang mengakses
K/L; pelayanan informasi dan komunikasi dua arah
belum maksimal karena tidak tersedianya ruang/
forum diskusi dan tanya jawab serta komunikasi dan
networking internal Pemerintah dalam pengelolaan
website belum efektif dan efisien.
Website resmi pemerintah (Government official
website) dan media sosial (facebook, twitter,
instagram, path, dll) merupakan sebuah kebutuhan,
dan sebaiknya menyediakan data dan informasi yang
akurat dan valid karena selalu menjadi rujukan dan
referensi bagi pengguna di tengah arus informasi yang
semakin deras.
Sedangkan untuk mengoptimalkan penggunaan media
sosial, K/L diharapkan mendaftarkan akun media
sosialnya kepada penyedia layanan agar menjadi
verified account.
Sebagai kesimpulan akhir dan rekomendasi dari FGD,
dapat diuraikan bahwa K/L harus memiliki website yang
memadai, sehingga untuk merealisasikannya diperlukan
investasi dalam bentuk hardware, software dan
brainware. Selain itu, perlu penanganan dan tindak lanjut
bersama yang melibatkan lintas K/L terhadap berbagai
isu-isu besar terkait kebijakan dan program pemerintah.
Diharapkan ada pertemuan rutin dan berkala antar
instansi terkait isu tersebut. Pengelola website harus
membuka forum interaktif kepada masyarakat, namun
dalam hal sharing data atau informasi dibutuhkan
prinsip kehati-hatian agar tidak disalahgunakan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. K/L perlu
membuka diri melalui media sosial seluas-luasnya, agar
dapat membangun komunikasi aktif dengan berbagai
segmentasi masyarakat seperti generasi muda yang
gemar dan aktif dalam media sosial. (MS/SK)
MERSELA | Edisi Desember 2015
59
DOK. SETWAPRES > NOVIA ANGGI
Menara 99 Islamic Center
Bangunan Menara 99
yang berlokasi di Islamic Center,
Nusa Tenggara Barat
Download