Jusuf Kalla Negarawan yang Religius Jusuf Kalla memperoleh gelar doktor kehormatan bidang ekonomi dari Universitas Malaya, Malaysia. Gelar itu diperolehnya karena jasa dan sumbangsihnya untuk memajukan ekonomi global. Kalau ingin mengetahui negarawan yang mengawali karier politiknya dari seorang pengusaha, tentu nama Drs. H.M. Jusuf Kalla akan disebut pertama kali. Dia memang pengusaha yang sukses dalam bisnisnya dan saat ini juga sedang menapaki kesuksesan dalam karier politiknya. Paling tidak, kita bisa melihat dari keberhasilannya memimpin Partai Golkar dan menjabat Wakil Presiden RI periode 2004-2009. Jusuf Kalla yang suka berpenampilan bersahaja ini lahir di Bone, pada 15 Mei 1942. Dia dibesarkan dalam keluarga Nahdliyin (NU) dan menikah dengan putri dari keluarga Muhammadiyah. Saat kecil, Jusuf Kalla dipanggil Ucu. Beliau anak kedua dari tujuh belas bersaudara. Karier politik pengusaha sukses ini berkibar pada era Reformasi. Pada masa pemerintahan Gus Dur, Beliau dipercaya memimpin Departemen Perindustrian dan Perdagangan selama enam bulan. Jusuf Kalla memang seorang tokoh yang cukup berpengaruh di Indonesia Timur. Beliau sangat peduli atas percepatan pembangunan Indonesia, tak terkecuali di kawasan timur. Hal itu tercermin dalam bukunya Mari ke Timur! (2000). Buku itu berisi pikiran-pikirannya tentang Indonesia Timur. Hal itu menunjukkan kepeduliannya untuk membangun seluruh negeri secara adil dan merata. Sejak kecil, Beliau memang sudah diasuh orangtuanya untuk hidup sesuai dengan ajaran islam, jujur, dan menghargai orang lain. Ayahnya, H. Kalla, seorang pengusaha dan tokoh NU Sulawesi Selatan. Usaha yang dirintis orangtuanya itu berkembang di tangannya. Lulusan S1 Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar 1967 ini, sejak muda memang sering ikut dalam usaha dan kegiatan keagamaan. Setelah ayahnya meninggal, JK yang lulusan The European Institute of Business Administration Fountainebleu, Prancis, 1977 ini, meneruskan usaha ayahnya. Sebelum bergelut di bidang usaha. JK muda aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, terutama setelah menjadi Ketua KAMI Sulawesi Selatan pada 1966. JK pernah mendapat tawaran sebagai Kepala Bulog. Tawaran itu ditolak karena Beliau hanya mau menjadi anggota DPRD. Tetapi, beberapa tahun kemudian, Beliau benar-benar menjadi Kepala Bolog, selain menjabat Mentri Perdagangan dan Industri dalam pemerintahan Gus Dur.