IMUNISASI PADA ORANG DEWASA Restuti Hidayani Saragih, Julahir H.Siregar Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi FK USU RSHAM/Pirngadi Medan Pendahuluan Konsep pencegahan penyakit melalui vaksinasi sudah lama berkembang, sejak 1000 SM sudah dimulai di Cina dan India. Istilah vaksinasi diambil dari kata ” Vacca” dari bahasa latin yang berarti sapi, yang merupakan bentuk bentuk penghargaan untuk Edwar Jenner yang telah berhasil membuktikan bahwa seseorang yang terserang /terpapar cowpox memiliki imunitas terhadap pada tahun 1796. Perkembangan vaksinasi sendiri dibagi dalam tiga masa yakni, era pra-Jenner, era Jenner dan era pasca-Jenner1,2,3,4. Gambar 1. Perkembangan vaksin sejak tahun 1798-20103 Imunisasi merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit yang efektif, mudah, serta murah untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi, mulai dari anak, orang dewasa hingga orangtua. Imunisasi menjadi salah satu bentuk intervensi kesehatan yang paling sukses dan efektif. Melalui imunisasi seseorang diharapkan memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit infeksi tertentu, sementara tujuan akhir dari pemberian imunisasi missal adalah eradikasi suatu penyakit1,2,3,4. 1 Universitas Sumatera Utara Secara umum, imunisasi bertujuan untuk meningkatkan derajat kekebalan tubuh, memberikan perlindungan dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu atau toksin dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen atau nontoksik. Pencegahan penyakit infeksi dengan pemberian imunisasi merupakan kemajuan dalam usaha imunoprofilaksis2. Di Indonesia pada tahun 1990 pemberian imunisasi dasar pada anak sudah mencapai 90% melalui program Universal Child Immunization. Tahun 2011-2020 telah dicanangkan oleh WHO dan UNICEF bersama komunitas internasional lainnya telah sebagai “ Decades of vaccines (DOV)”. Perkembangan imunisasi anak tersebut belum diikuti oleh perkembangan imunisasi pada orang dewasa. Imunisasi pada orang dewasa dapat mencegah kematian sepuluh kali lipat dibandingkan pada anak, hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh American Society of Internal Medicine dalam pertemuannya di Atlanta. Kurang berkembangnya imunisasi pada orang dewasa ini disebabkan oleh karena adanya keraguan dari masyarakat maupun petugas pelayanan kesehatan terhadap keamanan vaksinasi, ganti rugi yang tidak memadai, akses yang sulit, fasilitas yang kurang memadai dan vaksin yang tidak tersedia.5. Indikasi pemberian imunisasi pada orang dewasa didasarkan pada riwayat paparan, resiko penularan (baik bersifat individual maupun besrifat komunitas seperti petugas kesehatan), usia lanjut, imunokompromais, serta adanya rencana bepergian seperti ibadah atau wisata6. Imunisasi dewasa dianjurkan bagi mereka yang berusia diatas 12 tahun dan ingin mendapat kekebalan. Pada usia lanjut juga dianjurkan untuk diiumunisasi karena pada usia diatas 60 tahun akan terjadi penurunan sistim imun nonspesifik, seperti penurunan produksi airmata, mekanisme batuk tidak efektif, gangguan pengaturan suhu, serta perubahan fungsi sel sistem imun, baik selular maupun humoral1,2,3,6. Aspek Imunologi Imunisasi. Imunitas atau kekebalan dapat terjadi secara alami setelah infeksi oleh kuman tertentu maupun penyaluran antibodi pada bayi lewat plasenta. Imunitas buatan dapat berupa imunitas buatan aktif dan imunitas buatan pasif. Imunitas aktif didapat dengan cara memaparkan suatu antigen dari suatu mikroorganisme dan akan bertahan lebih lama karena adanya memori imunologi, imunitas bautan pasif diperoleh dengan sengaja memasukkan antibodi, antitoksin 2 Universitas Sumatera Utara atau immunoglobulin kedalam tubuh dan tidak bertahan lama karena tidak memiliki memori imunologi7,8. Terdapat dua kelompok besar respon imun yang merupakan respon tubuh untuk mengeliminasi antigen, 8: 1. Respon imun nonspesik (nonadaftip, innate) yang ditujukan tidak hanya pada 1 antigen , berupa komponen selular ( magropag, neutrofil, sel natural killer dan komponen humoral (sitokin, interferon)). 2. Respon imun spesifik (adaptif, acquired) yang ditujukan spesifik hanya pada komponen 1 antigen. Terdapat dua komponen, yaitu komponen seluler (limposit T) dan komponen humoral (limposit B yang memproduksi antibodi). Respon imun spesifik akan terpicu bila respon imun nonspesifik belum mampu mengatasi invasi antigen. Respon Imun Spesifik Primer Respon Imun Spesifik Primer Selular Respon sel T terhadap invasi antigen (termasuk antigen vaksin) hanya dapat dimulai bila antigen tersebut sudah diproses dan dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC). Hal itu timbul karena sel T hanya dapat mengenali antigen yang terikat pada protein major histocompability complex (MHC)7. Terdapat 2 kelas MHC, yang masing-masing dapat dikenali oleh 1dari 2 subtipe sel T. MHC kelas I diekspresikan oleh seluruh sel somatik, untuk mempresentasikan antigen pada sel T sitotoksik (cytotoxic T lymphocytes, CTL) dengan petanda permukaan CD8 yang dapat menyebabkan kematian sel terinfeksi atau patogen. Sedangkan MHC kelas II diekspresikan oleh magropag dan beberapa sel lain untuk mempresentasikan antigen pada sel T helper (Th) dengan petanda permukaan CD48. Bersama dengan sinyal kostimulator, antigen yang terikat pada MHC kelas II akan mengatifkan sel Th. Kemudian sel Th akan berdiffrensiasi menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 akan memicu kerja CTL, berlawanan dengan sel Th2. Aktivasi sel Th juga menyebabkan sekresi interleukin-2 (IL-2) dan ekspresi reseptor spesifik Il-2 pada permukaan sel Th. IL-2 bekerja autokrin dengan memicu sel T agar lebih aktif melakukan proliferai dan 3 Universitas Sumatera Utara memproduksi berbagai sitokin yang dapat memicu pertumbuhan perkembangan sel B, magropag dan sel lainnya7,8. Gambar 2, Respon imun spesifik primer seluler pasca antigen vaksin7 Kontak antigen dan Th juga menstimulasi pengeluaran IL-1 oleh APC. Kerja IL-1 sebagai autokrin ini meningkatkan ekspresi MHC kelas II pada APC yang akan memperkuat ikatan APC dan Th. Bersamaan dengan itu, IL-1 juga memicu sekresi IL-2 oleh Th. Dua sitokin lain juga dihasilkan magrofag, yaitu tumor necrosis factor (TNF) dan IL-6 bekerja secara sinergis dengan IL-1. Sel Th yang teraktivasi juga menyebabkan difrensiasi sel T menjadi sel T memori yang berperan pada respon imun spesifik sekunder. Respon Imun Spesifik Primer Humoral Terdapat perbedaan respon imun spesifik primer humoral ynag ditimbulkan oleh antigen protein dan antigen polisakarida. Saat rangsangan oleh antigen protein, reseptor Ig pada permukaan sel B akan mengenali dan berinteraksi dengan epitop dari antigen, baik secara langsung ataupun dengan bantuan sitokin ( Il-2, Il-4, dan Il-6) yang dihasilkan sel Th . Sel B yang tela teraktivasi akan berdifrensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori yang berperan pada respon imun spesifik sekunder. Sel plasma inilah yang menghasilkan antibodi spesifik. Perangsangan oleh antigen polisakarida turut mencetuskan reaksi serupa. Akan tetapi tidak terjadi reaksi imunitas humoral yang dibantu oleh sel T Pada pusat germinal (germinal center). Perbedaan lainnya adalah plasma yang timbul akibat perangsangan oleh 4 Universitas Sumatera Utara antigen protein akan bermigrasi dan tersimpan pada sumsum tulang, sedangkan sel plasma yang timbul akibat perangsangan oleh antigen polisakarida akan tersimpan pada limpa. Gambar 3, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen protein7 Gambar 4, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen polisakarida (PS)7 Respon Imun Spesifik Sekunder Sebagai bentuk memori imunologik, respon imun spesifik primer memicu difrensiasi sel limposit baik sel B maupun sel T menjadi sel B memori dan sel T memori. E, dua subtipe sel tersebut berperan pentimg dalam respon imun spesifik sekunder. 5 Universitas Sumatera Utara Respon Imun Spesifik sekunder Humoral Sebagai respon terhadap adanya infeksi primer, terjadi difrensiasi sel B menjadi sel plasma dan sel memori pada germinal center jaringan limpoid. Kemudian sel plasma bermigrasi kedalam sumsum tulang dan sel memori bersirkulasi ke seluruh tubuh. Ketika sel memori beredar kembali ke jaringan limpoid yang mengandung antigen serupa, siklus difrensiasi menjadi sel plasma berlangsung lebih cepat. Diproduksilah antibodi dengan afinitas dan jumlah yang lebih tinggi7,8. Berbeda dengan respon imun humoral primer yang awalnya menghasilkan IgM dilanjutkan dengan IgG, respon imun humoral sekunder sejak awal menghasilkan IgG dalam kadar lebih tinggi. Respon humoral ini dapat dinilai secara kuantitatif dengan mengukur kadar antibodi spesifik dalam serum. Respon imun spesifik primer humoral akan menurun seiring dengan proses metabolisme antibodi yang sudah terbentuk pascakontak dengan antigen. Meskipun demikian, pemberian booster atau infeksi alamiah diharapkan dapat meningkatkan simpanan/depo antigen pada germinal center, sebagai pemicu peningkatan respon imun humoral berupa sel plasma dan sel B memori7,8. Respon Imun Spesifik Sekunder Selular. Sel T memori dapat diaktifkan melalui 3 jalur: 1. Aktivasi oleh patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya. 2. Aktivasi oleh patogen dengan satu atau lebih antigen yang sama dengan patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya. Hal tersebut dikenal sebgai imunitas silang atau heterologus yang dapat menguntungkan karena eliminasi patogen berlangsung lebih cepat atau merugikan seperti kasus imunopatologi. 3. Aktivasi oleh sitokin dalam kadar yang tinggi di darah, yang terinduksi oleh patogen lain yang sama sekali berbeda dengan patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya. Selain memiliki perbedaan penyebab aktivasi, beberapa karakteristik sel T memori menyebabkan respon imun primer berlangsung lebih cepat dibanding dengan respon imun sekunder7. Vaksin membantu mengembangkan kekebalan dengan meniru/mirip infeksi. Jenis infeksi seperti ini tidak menyebabkan seseorang sakit, tetapi menyebabkan sistem kekebalan 6 Universitas Sumatera Utara tubuh untuk memproduksi T-limfosit dan antibodi. Kadang-kadang, setelah mendapatkan vaksin, akan terlihat seperti terkena infeksi dan menyebabkan gejala ringan, seperti demam. Gejala ringan seperti ini adalah normal dan diharapkan sebagai respon tubuh membangun kekebalan. Setelah infeksi tiruan hilang, tubuh akan mendapat pasokan "memori" T- limfosit, serta B-limfosit yang akan ingat bagaimana untuk melawan penyakit yang di masa depan. Namun, biasanya memakan waktu beberapa minggu bagi tubuh untuk memproduksi T-limfosit dan B-limfosit setelah vaksinasi7. Gambar 5. Skema cara kerja vaksin menimbulkan kekebalan tubuh9 Tata Cara Pemberian Imunisasi Untuk mencapai efektivitas yang baik pada pemberian imunisasi diperlukan cara pemberian imunisasi yang tepat. Tata cara pemberian yang tepat dapat berupa tempat penyuntikan, cara pemberian, dan dosis vaksin yang akan diberikan. Beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari persiapan dan penyuntikan vaksin10,11. Persiapan pasien Persiapan pasien dapat dinilai dengan HALO yakni: health atau kondisi kesehatan pasien tersebut apakah pasien sedang menderita sakit kronis, hamil atau riwayat penyakit seksual atau penurunan imun, Age: umur, apakah pasien masih dewasa muda tau diatas 7 Universitas Sumatera Utara 50tahun, Lifestyle: bagaimana pola hidup apakah paisen tersebut memiliki riwayat seks bebas, homoseksual, pengguna narkoba atau hobi wisata ke luar negeri, Occupation: pekerjaan apakah pelajar atau pekerja kesehatan dan jenis pekerjaan lainnya. Menentukan riwayat vaksinasi pasien sebelumnya juga harus dilakukan untuk dapat menetukan status kekebalan pasien tersebut. Penyaringan kontraindikasi vaksin dapat dilakukan dengan mengisi kuesioner. Resiko dan keamanan imunisasi harus disampaikan terhadap pasien10. Persiapan Vaksin Persiapan vaksin dapat dimulai dari pemeriksaan vaksin dapat diperiksa secara visual mulai tanggal kadaluarsa dan juga apakah ada perubahan warna dari vaksin tersebut. Pengenceran vaksin dilakukan sesuaidengan petunjuk yang diberikan oleh produsen vaksin tersebut seperti jenis pelarut, jumlah pelarut dab berapa lama vaksin yang sudah diencerkan dapat dipakai lagi. Vaksin yang sudah diencerkan dan dimasukkan kedalam alat suntik harus diberikan label sehingga tidak mengalami kesulitan dalam memgidentifikasi vaksin tersebut10. Teknik Penyuntikan Pada orang dewasa, penyuntikan dilakukan pada lengan pasien bagian atas. Penyuntikan dilakukan secara intramuscular dan subkutan. Vaksin yang mengandung adjuvan harus disuntikkan secara intramuscular untuk menghindari iritasi local, indurasi, perubahan warna kulit, inflamasi serta pembentukan granuloma6,11,12,13. Gambar 6.Cara penyuntikan vaksin subkutan dan Intramuskular13 8 Universitas Sumatera Utara Penyimpanan Vaksin Cara penyimpanan vaksintergantungpada karakteristik vaksin tersebut. Vaksin dapat dapat dibagi dalam dua jenis yakni live attenuated dan inactivated. Vaksin live attenuated yang berisi virus hidup yang dilemahkan meliputi: vaksin varicella dan zoster dapat di simpan di dalam freezer (-15 s.d -250C), MMR dapat di simpan di frezer dan kulkas, tifoid oral, yellow fever dan janesse encephalitis dapat disimpan di kulkas. Vaksin inactivated seperti vaksin tetanus, difteri, pertusis (Td/Tdap) HPV, trivalent inactivated influenza vaccine (TIV), hepatitis A, hepatitis B, haemophilus influenza tipe b (Hib), pneumococcal polisakarida, meningococcal polisakarida dan tifoid vi polisakarida , dapat disimpan di kulkas (2-80C). Imunisasi Pada Orang Dewasa Imunisasi dewasa dianjurkan bagi mereka yang berusia diatas 12 tahun dan ingin mendapat kekebalan.Ada beberapa lasan mengapa orang dewasa memerlukan imunisasi, yakni: pemberian imunisasi pada waktu anak-anak tidak memberikan jaminan kekebalan yang tetap untuk seumur hidup, dan imunisasi telah terbukti memiliki peran yang samapentingnya dengan diet dan olehraga dalam menjaga kesehatan12. Jenis vaksin Berdasarkan produksinya dapat dibedakan beberapa jenis7,14: a. Vaksin hidup dilemahkan (live attenuated vaccines). proses melemahkan antigen tersebut dilakukan melalui pembiakan sel, pertumbuhan jaringan embrionik pada suhu rendah atau pengurangan gen pathogen secara selektif. vaksin ini memberikan imunitas jangka panjang. b. Vaksin Dimatikan ( Killed Vacciine/Inactivated vaccine). mengandung organisme yang tidak aktif setelah melalui pemanasan dan penambahan bahan kimia. c. Vaksin rekombinan. Susunan vaksin ini (misal hep B) memerlukan epitop organisme yang patogen. sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin. d. Vaksin plasma DNA (Plasmid DNA vaccines). dibuatkan berdasarkan isolasi DNA miroba mengandung kode antigen yang patogen, masih dalam penelitian. 9 Universitas Sumatera Utara Indikasi Indikasi dari penggunaan vaksin didasarkan pada didapatkannya riwayat pajanan, resiko penularan, usia lanjut, imunokompromais13. Riwayat Pajanan: Tetanus toksoid, Rabies Resiko Penularan : Influenza, Hepatitis A, Tipoid, MMR Usia lanjut: Pneumokokus, Influenza Resiko Pekerjaan: Hepatitis B, Rabies Imunokompromais : Pneumokokus, Influenza, Hepatitis B, Hemofilus Influenza tipe B Rencana bepergian: japenese B ensefalitis, Tifoid, Hepatitis A, Yellow fever Jemaah haji: Meningokous, Influenza. Jenis dan Jadwal Pemberian Imunisasi pada orang Dewasa3,7,12,13,20. 1. Tetanus dan difteri,pertusis aselular ( Td/Tdap)3,7,15 Tetanus merupakan gangguan neurologis akut yang ditandai oleh meningkatnya tonus otot dan spameakibat tetanospasmin, suatu toksinprotein kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Difteri merupakan suatu penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Indikasi : Wanita post partum, orang yang kontak erat dengan bayi, petugas kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, orang dengan usia diatas 65tahun yang belum pernah mendapat imunissai Tdap. Kontraindikasi: adanya reaksi alergi pada pemberian sebelumnya. Kewaspadaan: syndrome gullain-Barre Jadwal pemberian: diberikan pada orang dewasa dengan riwayat vaksinasi yang tidak mendapatkan vaksinasi primer sejumlah tiga dosis. Dua dosis pertama vaksinasi diberikan dengan jarak 4 minggu, dosis ketiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis kedua. Tdap digunakan pada salah satu dosis dari vaksinasi primer tersebut, dua dosis yang lain menggunakan Td. Setelah vaksinasi primer , dosis penguat diberikan setiap 10 tahun sekali. Cara pemebrian dengan Intramuskular (IM) daerah deltoid dengan dosis 0,5mL. Jenis Vaksin: toksoid, sediaan : Tdwp (pediacel®), Tdap (tripacel ® , infanrix®, infanrix-Hib®) 10 Universitas Sumatera Utara 2. Measles, Mumps, Rubella ( MMR)3,7,16 Di masyarakat, measles dikenal sebagai campak yang disebabkan oleh virus RNA genus Morbilivirus family paramyxovirus. Mumps atau gondongan atau parotitis epidemika penyakitakibat virus genus paramyxovirus yang ditandai dengan pembesaran kelnjar ludah, terutama kelenjar parotis.Rubella atau campak disebabkan oleh virus rubella jenis RNA. Indikasi ; seseorang yang lahir 1957 atau setelahnya dan tidak memiliki bukti sudah divaksin MMR. a.Campak : diberikan dalam 2 dosis, dosis ke-2 diberikan minimal 28 hari dari dosis pertama, direkomendasikan untuk: mereka yang terpapar campak pada keadaan outbreak, pelajar SMU, Pekerja difasilitas kesehatan, orang berencana bepergian ke luar negeri. b.Rubella: diberikan pada wanita (berapapun usianya), wanita yang tidak hamil dan tidak memiliki bukti kekebalan, wanita hamil yang tidak memiliki bukti kekebalan diberikan saat akhir kehamilan, petugas kesehatan. Kontraindikasi: adanya reaski alergi pada pemberian vaksin tetanus, wanita hamilatau akan hamil dalam waktu satu bulan, imunodefisiensi berat. Kewaspadaan: seseorang yang baru (<11bulan)mendapat produk darah yang mengandung antibody, riwayat trombositopenia atau ITP. Jadwal imunisasi: diberikan sebanyak 1 dosis, dosis kedua perlu diberikan pada kelompok orang yang beresiko besar terkena paparan. Cara pemberian dengan Subkutan (SC) didaerah deltoid dengan dosis 0,5mL Jenis vaksin; live-attenuated , Sediaan: Trimovax®, M-M-R II® 3. Influenza 3,17 Influenza merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang disebabkan virus influenza. virus tersebut sering menyebabkan kejadian luar biasa seperti kasus flu burung (avian Influenza) H5N1, dan Flu babi (swine Flu) H1N1. Indikasi : orang yang berusia diatas 50tahun, orang yang berusia 6 bulan-50tahun yang dirawat lama dipasilitas kesehatan, orang yang bekerja atau tinggal dengan orang yang berisiko selama lebih dari 6 bulan, wanita hamil yang memiliki masalah kesehatan, wanita hamil yang akan memasuki musim influenza, semua petugas 11 Universitas Sumatera Utara kesehatan, orang yang akan bepergian kedaerah kejadian influenza, dan siapapun yang ingin memperkecil terkena influenza. Kontraindikasi: reaksi alergi serius pada pemberian vaksin sebelumnya atau alergi terhadap komponen protein telur, individu dengan penyakit kronik. Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat. Jadwal pemberian: diberikan 1dosis pertahun Cara pemberian: Intramuskular (IM) didaerah deltoid dengan dosis 0,5mL Jenis Vaksin: inactivated dan live-attenuated, Sediaan : Afluria®, Agriflu®, Fluarix®,Flulava®l, Fluvirin®, Fluzone®, FluMist® 4. Pneumokok7,18 Pneumonia pneumokokus merupakan 36% kasus dari pneumonia komunitas dan 50% dari pneumonia nosokomial. Vaksinasi penumokok dilakukan dengan pemberian vaksin polisakarida pneumokokal, yang dapat dipakai untuk mencegah pneumonia, bakteremia dan mengitis pneumokok. terdapat 23 serotipe dari vaksin pneumokok yakni: 1,2,3,4,5,6b,7F,8,9N,9V,10A, 11A,12F,14,15B,17F,18C,19A,19F,20,22F dan 33F. Indikasi: orang yang berusia 65tahun keatas, orang yang berusia 2-64tahun yang mempunyai penyakit kronik atau faktor resiko lain. Kontraindikasi: reaksi alergi Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat Jadwal pemberian: vaksinasi diberikan sebanyak 1dosis dan diulang dalam jangka waktu 5 tahun, pada splenektomi elektif vaksinasi diberikan setidaknya 2 minggu sebelum pembedahan. Cara pemberian: Intramuskular/Subkutan (IM/SC) dengan dosis 0,5mL Jenis vaksin: Polisakarida , sediaan: Pneumo-23® 5. Hepatitis A7,19 Virus Hepatitis A merupakan Enterovirus RNA tipe 72 yang termasuk dalam kelompok virus picorna. Pencegahan infeksi dalam bentuk imunisasi dapat diberikan dalam bentuk iumisasi pasif dan aktif. Indikasi: Food handlers, orang yang bepergian selain ke AS, Eropa, Australia, New Zealand, Canada dan Jepang, orang dengan penyakit hati kronik termasuk hepatitis C dan Hepatitis B, kelainan pembekuan darah, peneliti hepatitis A. Kontraindikasi: reaksi alergiKewaspadaan: wanita hamil, pasien dengan penyakit akut sedang atau berat.Jawdal pemberian: diberikan dalam dua dosis 12 Universitas Sumatera Utara dengan jarak antara kedua dosis 6-12bulan. Pada kombinasi hepatitis A dan B vaksinasi diberikan dalam 3 dosis dengan jarak 0,1 dan 6 bulan. Cara pemberian: Intramuskular (IM), dengan dosis ( imunisasi Pasif dengan pemberian immunoglobulin 0.02-0.06ml/kgBB), (imunisasi aktif dengan dosis 1ml) Jenis vaksin: Virus inactivated, Sediaan: Havrix®, Vaqta®, Twinrix® 6. Hepatitis B7,19 Pencegahan hepatitis B dalam betuk imunisasi dapat diberikan dalam dua bentuk yaitu imunisasi pasif ( imunoglobin anti-HBs atau HBIG), dan imunisasi aktif yang mengadung HBsAg. Indikasi: semua orang Dewasa, dewasa dengan resiko tinggi, anggota keluarga yang kontak dengan individu HbsAg positif dan kontak seksual, heteroseksual yang fre sex, baru didiagnosis penyakit menular seksual, pengguna narkoba suntik, pasien hemodialisis, penerima produk darah tertentu, petugas kesehatan, orang yang bepergian ke luar negeri, Pengungsi. Kontraindikasi: reaksi alergi Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat Jadwal pemberian: diberikan dalam tiga dosis yaitu bulan 0,1-2 dan 4-6, Pada kombinasi hepatitis A dan B vaksinasi diberikan dalam 3 dosis dengan jarak 0,1 dan 6 bulan. Cara pemberian: Intramuskular (IM) daerah deltoid, dosis remaja 5µg/mL (recombivaxHB®) atau 10µg/mL (engerix B), dewasa 10µg/mL (recombivaxHB®) atau 10µg/mL (engerix B®), pasien hemodialisis 40µg/mL (recombivaxHB®) atau 40µg/mL (engerix B®), pasien imunokompromais 10µg/mL (recombivaxHB®) atau 40µg/mL (engerix B®) Jenis Vaksin: DNA rekombinan. 7. Meningokokus7,19 Meningitis meningokok disebabkan oleh neisseria meningitis, jenis vaksin untuk meningitis meningokok ada dua yakni : Plain polysaccharide vaccines dan Conjugated vaccines. Indikasi: calon jemaah haji, individu dengan gangguan sistem imun, pasien asplenia anatomic dan fungsional, individu yang akan bepergian ke daerah yang terdapat eoidemi meningikokus, pelajar yang tinggal diasrama, tentara, ahli mikrobiologi yang serig terekspos dengan bakteri meningokous. 13 Universitas Sumatera Utara Kontraindikasi: reaksi alergi Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat Jadwal pemberian: pemberian dapat diulang dengan jarak 3 tahun bila memiliki resiko tinggi infeksi meningokok. Cara pemberian: intramuscular (IM) dosis 0.5mL Jenis Vaksin: Virus dilemahkan, terdapat dua jenis vaksin polisakarida: 1. plain olysaccharide vaccines, vaksin bivalen A&C. 2 Conjugated vaccines, serogroup Cconjugated. Sediaan :Menactra®, Menveo® 8. Varisela7,19 Virus Varicella dapat menyebar secra airborne melalui batuk dan bersin, serta melalui kontak langsung terhadap cairan didalam vesikel. penularannya dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi varisela. Indikasi: dewasa dan remaja yang beresiko, petugas kesehatan dan anggota keluarga yang kontak dengan individu imunokompromais, individu yang beresiko tinggi terpapar varisela, seseorang yang tidak memiliki data mengenai serologis infeksi varisela. Kontraindikasi: reaksi alergi, wanita hamil atau akan hamil pada 1 bulan kemudian Kewaspadaan: individu yang baru mendapar donor darah, pasien dengan penyakit akut sedang atau berat Jadwal pemberian: diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4-8 minggu antara kedua dosis. Cara pemberian: Subkutan (SC) dosis 0.5mL Jenis vaksin: live-attenuated : sediaan : Varivax® 9. Demam Tifoid7,19 Demam Tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, penularannya sebagian besar melalui makan dan minuman yang terkontaminasi. Indikasi: pekerja jasa boga, wistawan yang berkunjung kedaerah endemik Kontraindikasi: injeksi ( demam >38.50C), oral ( peradangan saluran cerna ) Kewaspadaan: individu yang mendapat terapi antimalaria, antibiotic dan vaksin kolera oral. Diberikan secara intramuscular atau subkutan dengan dosis 0.5mL Jenis vaksin: Virus dilemahkan dan virus mati , Sediaan: Typherix®, Typhim Vi® 14 Universitas Sumatera Utara 10. Yellow Fever7,19 merupakan penyakit infeksi virus akut dengan masa inkubasi yang singkat dalam berbagai stadium, ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan haemogogus sp atau sabethes sp. Indikasi: wajib bagi wisatawan yang bepergian ke afrika dan Amerika Selatan, petugas laboratorium. Kontraindikasi: alergi terhadap telur, ayam atau gelatine, sakit berat Kewaspadaan: wanita hamil dan menyusui. Diberikan subkutan 0.5mL dosis tunggal dan ulangan dapat diberikan dengan interval 10tahun, pasien yang sudah di-booster mendapat kekebalan menetap 30-35tahun atau seumur hidup. Jenis vaksin: live-attenuated, Sediaan : Arilvax®, YF-VaX® 11. Japanese Encephalitis (belum memiliki izin edar di Indonseia)7,19 Merupakan penyakit yang disebabkan oleh Flavivirus dan ditularkan melalui nyamuk Culex tritaeniorhynchus. Indikasi : Wisatawan yang aakan bepergian kedaerah endemis (Asia), yang tinggal lebih 30 hari atau tinggal ala terutama di pedesaan. Kontraindikasi: alergi timerosal Cara pemberian pada anak lebih dai 3tahun dan dewasa , dosis primer diberikan 1ml subkutan diberikan pada hari-0,7,30 dan booster 1mL diberikan dengan interval 2tahun Jenis Vaksin: Live-attenuated. Sediaan JE-Vax® ( belum tersedia di Indonesia) 12. Rabies7,19 Penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan saraf tepid an pusat akibat masuknya virus rabieskedalam tubuh melalui gigitan hewan penular rabies. Di udara terbuka virus dapat mati jika dicuci dengan zat pelarut lemak, misalnya sabun, detergen dan eter. Sediaan vaksin rabies diIndonesia adalah Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV). Indikasi: petugas yang bekerja dengan hewan, pekerja laboratorium, peneliti gua, wisatawan yang bepergian ke daerah endemis, individu yang tergigit, tercakar atau 15 Universitas Sumatera Utara terpapar mukosa binatang tersangka rabies. Diberikan secara intramuscular atau intradermal. Intramuscular di daerah deltoid atau paha anterolateral, dengan metode Zagreb 2-1-1 ( 2 dosis@ 0.5cc pada hari ke-0; 1 dosis @0.5cc pada hari ke-7; dan 1 dosis @0.5cc pada hari ke-21 ). Intradermal dengan dosis 0.1ml berupa twoside intradermal regimen (2-2-20-1-1) pada hari ke-0, ke-3, ke-7, ke-28 dan hari ke-90. Jenis vaksin: Live-attenuated, Sediaan: RabAvert® 13. Human Papiloma Virus (HPV)7,19 HPV merupakan penyebab utama kanker serviks pada perempuan, menempati urutan kedua setelah kanker payudara. terdiri dari 130tipe dan 30 tipe diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual.Indikasi: semua wanita usia 19-26tahun, wanita dengan riwayat kutil kelamin, wanita dengan hasil tes papanicolau abnormal, seseorang dengan postif HPV-DNA tetapi dengan strain yang berbeda dibandingkan vaksin. Kewaspadaan: seseorang dengan sakit sedang dan berat. Jadwal pemberian : diberikan dalam tiga dosis, dengan jadwal pemberian bulan ke-0,1 atau 2 dan 6 tergantung jenis vaksinnya Cara pemberian: Intramuskular (IM) Jenis vaksin: vaksin quadrivalen (Gardasil®), Bivalen (Cervarix®) 14. Herpes zoster19 Merupakan bentuk reaktivasi virus varicella-zoster di ganglion radiks dorsalis. Indikasi vaksin ini meliputi: diberikan pada orang dewasa 60 tahun keatas, tetapi skarang ini sudah diberikan pada orang dewasa diatas umur 50tahun (belum menjadai rekomendasi). Kontraindikasi: adanya riwayat anafilaksis terhadap gelatine, antibiotic neomisin, imunodefisiensi, kehamilan. Jadwal pemberian: diberikan dosis tungal secara subkutan pada region deltoid. Jenis Vaksin: Virus hidup, Sediaan : Zostavax® 16 Universitas Sumatera Utara Gambar 6. Berbagai penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan vaksinasi20. Vaksinasi Pada Keadaan Khusus21 a. Vaksinasi Pada usia Lanjut: diberikan pada orang yang berusia diatas 60 tahun, diaman produksi dan proliferasi limosit T berkurang. Imunisasi pada kelompok ini berupa: vaksinasi Influenza, Pneumokok dan herpes zoster. b. Vaksinasi Pada Ibu hamil dan menyusui. pada wanita hamil terdapat perubahan pada seluru tbuh termasuk pada system imun. vaksinasi bermanfaat menjaga kesehatan wanita sebelum, selama dan setelah hamil dan juga melindungi bayi saat kehamilan sampai bulan pertama kelahiran bayi. Imunisasi pada kelompok ini berupa: tetnus, difteri, influenza dan hepatitis B. vaksin meningokok dan rabies dapat diberikan sesuai indikasi. vaksin yang tidak boleh diberikan; MMR, Varicella dan BCG. 17 Universitas Sumatera Utara c. Vaksinasi pada tenaga Kesehatan tenaga kesehatan memiliki potensi yang tinggi terpajan oleh pasien ataupun material infeksius,peralatan medis yang terkontminasi, lingkungan dan udara yang terkontaminasi. Penyakit akibat kerja pada tenaga kesehatan dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi. Imunisasi pada kelompok ini berupa: vaksinasi hepatitis B, Influenza, MMR, varicella, Difteri, pertusis, tetanus dan menigokokal. d. Vaksinasi untuk Traveller ( Imunisasi Perjalanan, termasuk untuk Jemaah Haji dan Umroh) Vaksin yang diberikan berupa: Vaksin Meningokok dan Vaksin Influenza, Yellow Fever, Antraks. e. Vaksinasi pada Imunokompromais. Kondisi yang termasuk pada imunokomprmais adalah malnutrisi, HIV, Pasienn Dialisis , Usia lanjut, asplenia, Penyakit metabolic, trauma dan pembedahan, infeksi berat dan radiasi. pada kondisi tertentu pemberian vaksin hidup harus ditunda samapi keadaanimun membaik. pasien dialysis dapat diberikan vaksinhepatitis B, Influenza danPneumokok. Pasien HIV dengan CD4 yang rendah (<200sel/mm3) merupakan kontraindikasi pemebrian vaksin hidup seperti Polio, varisela, yellow fever dan MMR, pemberian vaksin dapat diberikan setelah CD4 >200sel/mm3. vaksin yang dpat diberikan pada pasien HIV:hepatitis a, hepatitis B, HPV, Influenza, antraks, MMR, meningokok, pneumokok, rabies, tifoid, tetanus, varisela. Gambar 7.Jadwal imunisasi pada orang dewasa22 18 Universitas Sumatera Utara Gambar 8.Jadwal imunisasi pada orang dewasa 22 Gambar 9.Jadwal imunisasi pada orang dewasa di Indonesia23 19 Universitas Sumatera Utara Imunisasi masa depan Saat ini pengembangan vaksin terus dilakukan beberapa yang sedang dilakukan tidak hanya pada penyakit infeksi bakteri tetapi juga pada infeksi protozoa dan keganasan seperti: a. Vaksin terhadap kanker, yang didasarkan pada bahwa sel kanker tersebut memiliki antigen yang dapat dikenali system pertahan tubuh manusia. Antigen kanker atau non-diri, akan menyebabkan sel B dan sel T terstimulasi untuk melakukan serangan terhadap kanker. vaksin kanker sekarang ada dua jenis yaitu pencegahan (profilaksis) dan vaksin pengobatan. Baru-baru ini, vaksin pengobatan untuk kanker prostat (Provenge Dendreon) telah disetujui oleh FDA24. b. Vaksin Dengue: penyakit dengue disebabkan oleh satu dari empat virus dengue (DENV) yang sangat terkait erat namun berbeda secara antigenik dari family Flaviviridae. Beberapa kesulitan dalam pengembangan vaksin dengue adalah:vaksin dengue harus tetravalent, respon yang dihasilkan vaksin tetravalent harus seimbang dan tahan lama, imunitas protektif yang terbentuk belum dimengerti dan kurangnya model hewan yang tepat dalam percobaan vaksin. vaksin yang ada saat ini masih sampai pada tahap uji fase preklinik25 c. Vaksin Ebola, vaksin untuk virus ebola saat ini sudah diujicoba terhadap simpanse dan marmut. terdapat dua jenis vaksin yaitu vaksin live-attenuated dan rekombinan protein26. 20 Universitas Sumatera Utara d. Vaksin Malaria. Vaksin malaria yang diinginkan yaitu vaksin yang dapat bekerja semua siklus hidup parasit. Tantangan yang paling berat para ilmuwan vaksin malaria hadapi adalah kurangnya pemahaman tentang respon imun spesifik yang terkait dengan perlindungan terhadap penyakit parasit. Karena parasit malaria sangat kompleks, para ilmuwan mengejar keragaman pendekatan pengembangan vaksin. saat ini ,vaksin malaria yang sedang dikembangkan meliputi tiga tipe yaitu27: Vaksin yang bekerja pada tahap sbelum masuk darah (Preerythrocytic vaccine candidates) Vaksin pada tahap darah (Blood-stage vaccine candidates) Transmission-blocking vaccine candidates Fenomena Responder dan Nonresponder pada Vaksinasi. Individu sehat yang mendapat vaksin akan menginduksi respon humoral dan seluler, sehingga tercapai respon imun yang mampu untuk memproteksi diri dari penyakit. Untuk mencapai respon tersebut kadang vaksin harus diberikan dalam beberapa dosis dan juga adanya pemberian booster atau ulangan. Fenomena responder dan nonresponder ini dicetuskan oleh Chiaramonte at al, yang terjadi akibat tidak terbentuknya respon imun humoral. fenomena responder dan nonresponder ini difokuskan pada vaksin hepatitis B . setelah pemberian vaksin hepatitis B sebanyak 3 dosis akan tercapai titer antibody >10IU, tetapi pada beberapa orang , sekitar 10% pada orang dewasa dan 5% pada anak-anak hal tersebut tidak tercapai8. 21 Universitas Sumatera Utara Kejadian Ikutan PascaImunisasi (KIPI) Tindakan pemberian imunisasi tidak terlepas dari suatu reaksi yang bias saja terjadi setelah pemeberian vaksinasi berupa reaksi lokal maupun sistemik dapat terjadi. Seiring dengan cakupan imunisasi yang makin tinggi maka penggunaan imunisasi juga makin tinggi dan angka kejadian KIPI juga meningkat. Secara definsi KIPI adalah sebagai reaksi simpang yang dikenal sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi atau adverse events following immunization (AEFI) adalah kejadian medis yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek samping maupun efek vaksin, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau kesalahn program, koinsidensi, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Pelaksana dari imunisasi tersebut harus mengetahui berapa besar dan hal apa saja insidean dan bentuk kejadian yang tidak diharapkan dari suatu imunisasi. Sebelum melakukan tindakan imunisasi harus dilakukan pemberian informasi mengenai resiko dan keuntungan imunisasi yang akan diberikan, dan dilakukan pencatatan di kartu imunisasi28. Komite Nasional Pengkajian Penanggulangan (Komnas PP) KIPI dibentuk sebagai badan yang mewadahi berbagai efek samping dari imunisasi tersebut. Pelaporan kejadian dari efek samping imunisasi tersebut harus selalu dibuat dan dilaporkan ke Komnas/Komda KIPI untuk di cermati. KIPI yang terjadi dalam menghadapinya perlu diketahui apakah kejadian tersebut berhubungan dengan vaksin ayang diberikan ataukah secara kebetulan. Efek tidak langsung dari vaksin dapat disebabkan kesalahn teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi vaksin, kesalahn prosedur, kesalahan teknik imunisasi atau kebetulan. Klasifikasi KIPI Komnas KIPI mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 klasifikasi28. 1. Klasifikasi lapangan menurut WHO western Pacific (1999) untuk petugas kesehatan lapangan. Klasifikasi ini meliputi kesalahan program, reaksi suntikan, reaksi vaksin, koinsidensi, dan sebab tidak diketahui. 2. Klasifikasi kausalitas menurut IOM 1991 dan 1994 untuk telaah Komnas PP KIPI. a. Tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated) b. Bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak hubungan kausal (unlikely) c. Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (probable) d. Bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain) 22 Universitas Sumatera Utara Gejala KIPI dapat timbul cepat maupun lambat dan bias berupa gejala local, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumny amakin cepat terjadi KIPI makin berat gejalanya. Reaksi ikutan pasca imunisasi disebabkan allergen yang terdapat pada vaksin, mekainsmenya dapat berupa reaksi melalui Ig E ( Ig E Mediated) berupa eritema, pruritus,edema, nyeri, urtikaria, spasme bronkus, hipotensi, aritmia, dan reaksi non Ig E ( Non Ig E mediated)28 Herd Imunity Merupakan suatu kekebalan pada populasi yang memiliki persentase vaksinasi yang tinggi , dengan angka vaksinasi yang tinggi tersebut akan terjadi penularan penyakit karena banyak orang tidak dapat terinfeksi penyakit. Sebagai contoh, jika seseorang dengan campak dikelilingi oleh orang-orang yang divaksinasi campak, penyakit ini tidak dapat dengan mudah diteruskan kepada siapa pun, dan dengan cepat akan menghilang lagi. Ini disebut 'kawanan kekebalan', dan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang rentan seperti bayi yang baru lahir, orang tua dan orang-orang yang terlalu sakit untuk divaksinasi29,30.31. Kekebalan Herd ini tidak dapat melindungi terhadap semua penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Contoh terbaik dari hal ini adalah tetanus, yang terinfeksi oleh bakteri dalam lingkungan, tidak dari orang lain yang memiliki penyakit. Tidak peduli berapa banyak orang di sekitar Anda yang divaksinasi terhadap tetanus, tidak akan melindungi Anda dari tetanus30,31. Kesimpulan Untuk keberhasilan pencegahn penyakit infeksi dapat dilakukan banyak hal, salahsatunya adalah dengan imunisasi. Imunisasi diberikan tidak hanya pada anak tetapi juga dapat diberikan pada orang dewasa. Saat ini pemberian imunisasi pada orang dewasa belum sepopuler pada anak sehingga perlu adanya perhatian ekstra untuk hal tersebut, berupa penyediaan fasilitas, tenaga kesehatan yang kompeten dan penyediaan vaksin yang diperlukan. Saat ini banyak jenis imunisasi yang dapat diberikan pada orang dewasa sesuai dengan HALO pasien tersebut, dan juga sedang dikembangkan berabgai jenis vaksin lainnya selain untuk pencegahan infeksi bakteri. . 23 Universitas Sumatera Utara Daftar Pustaka 1. Lombard M, Pastoret PP, Moulin AM. A brief history of vaccines and vaccination; Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 2007, 26 (1), 29-48 2. Lahariya C. A brief history of vaccines & vaccination in India: Indian J Med Res 139, April 2014, pp 491-511 3. Loucq C. Vaccines today, vaccines tomorrow: a perspective: Clin Exp Vaccine Res 2013;2:4-7 4. Djauzi S, Rambe DS, Imunisasi:dahulu kini dan perkembangannya dimasa depan. Dalam: Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman imunisasi pada orang dewasa tahun 2012. Jakarta:Badan Penerbit FK UI; 2012 5. Djauzi S, Anindito B: Manfaat imunisasi pada orang dewasa. Dalam: Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012 6. CDC.Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) Recommended Immunization Schedules for Persons Aged 0 Through 18 Years and Adults Aged 19 Years and Older — United States, Early Release / Vol. 62 January 28, 2013 7. Siegrist CA. Vaccine Immunology, Dalam: Plotkin SA, Orenstein WA, Offit PA, (editor). Vaccines.Ed.5 Philadelphia: sauders Elsevier. 2008:17-36 8. Sinto R, Rengganis I. Aspek Imunologi imunisasi. Dalam Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012 9. diunduh 18 januari 2015 dari http://www.historyofvaccines.org/content/howvaccines-work 10. Yonata A, Karyadi TH. Tata cara Pemberian Imunisasi. Dalam Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012 11. Rengganis I, Karjadi TH, Koesnoe S. Prosedur imunisasi. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et all (editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta. Interna Publishing 2014:939-46. 12. CDC. MMVR. General Recommendations on Immunization Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP)Recommendations and Reports / Vol. 60 / No. 2. 24 Universitas Sumatera Utara 13. Vaccine administration di unduh dari: http://www.immunize.org/catg.d/p2023.pdf. (10 januari 2015) 14. Winulyo EB. Imunisasi dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et all (editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta. Interna Publishing 2014:951-6. 15. CDC. Tetanus. di unduh pada 10 Januari 2015. dari http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/tetanus.pdf 16. Vaksinasi MMR. diundah tanggal 10 januari 2015 dari http://www.immunize.org/vis/indonesian_mmr.pdf 17. CDC. Influenza Vaccine. diunduh pada tanggal 10 januari 2015 dari. http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/vis/vis-statements/flulive.pdf 18. Vaccination pneumokous dari http://www.immunize.org/vis/indonesian_ppsv.pdf 19. Ahani AR, Koesno S, Idhayu AT. Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Imunisasi.Dalam Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012 20. National Foundation for Infectious Disease. diunduh tanggal 17 januari dari http://www.adultvaccination.org/resources/adult-vaccines-infographic.png 21. Yunihasti E. Vaksinasi pada kelompok khusus. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et all (editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta. Interna Publishing 2014:958-2. 22. CDC. Recommended Adult Immunization Schedule United States – 2014 23. Jadwal imunisasi dewasa PAPDI. diundah tanggal 2 januari dari https://az414319.vo.msecnd.net/res-prod/documents/idid/Final%20Indonesia%20Adult%20ImmunizationRecommendation%202013.pdf 24. How Do Vaccines Stimulate The Immune System? diunduh tanggal 18 januari 2015 dari , http://www.ascendbiopharma.com/clinical-trials/how-do-vaccinesstimulate-the-immune-system/ 25. Nainggolan L. Pengembangan vaksin dengue. Dalam. Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012 26. Sullivan N, Yang Z-Y, Nabel GJ. Mini Review Ebola Virus Pathogenesis: Implications for Vaccines and Therapies. JOURNAL OF VIROLOGY, Sept. 2003, p. 9733–9737 27. Malaria vaccine approaches. diunduh tanggal 16 januari 2015 dari http://www.malariavaccine.org/malvac-approaches.php 25 Universitas Sumatera Utara 28. Winulyo EB, mahdi DS, Herdiana D. Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).Dalam Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012 29. Herd Immunity, diundunh tanggal 30 Maret 2015 dari 2015 dari http://www.ovg.ox.ac.uk/herd-immunity 30. community Immunity, diunduh tanggal 30 Maret http://www.vaccines.gov/basics/protection/ 31. Fine P,Eames K, Heymann DL. “Herd immunity”: A rough guide. Invited Article vaccines. 2011;52:911-6 26 Universitas Sumatera Utara