Untitled - Perpustakaan BAPPENAS

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PERMINTAAN PANGAN DAN GIZI
RUMAHTANGGA DI INDONESIA
TESIS
ENI NURKHA YANI
0906583775
FAKULTASEKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
DEPOK
JANUARI 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PERMINTAAN PANGAN DAN GIZI
RUMAHTANGGA DI INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Master Sains Ekonomi
ENI NURKHA YANI
0906583775
FAKULTASEKONOMI
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
KEKHUSUSAN EKONOMI REGIONAL DAN PERKOTAAN
DEPOK
JANUARI 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalab basil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Eni Nurkhayani
NPM
: 0906583775
Tanda Tangan
:~
Tanggal
: 5 Januari 2011
11
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
Nama
NPM
Program Studi
Judul Te$i$
: ENI NURKHAYANI
: 0906583775
: Ilmu Ekonomi
: An~li$i$ P~rmin~ Pangan dan Gizi
Rumahtangga di Indonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Master Sains Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbin~
:Dr. Jossy P. Moeis
Tesis
Dr. N. Haidy A. Pasay
Penguji Tesis
Ketua Penguji Tesis I
Ketua Progrnro Studi ;
Ditetapkan di : Depok
Tanggal
Januari 2011
111
KATAPENGANTAR
Alhamdulillahirobbil'alamin., atas segala kehendak dan pertolongan Allah
penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai syarat akhir studi di Program
Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penulis
menyadari telah banyak pihak yang membantu dan membimbing penulis selama
masa studi, mulai dari penerimaan mahasiswa sampai pada penulisan tesis ini.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Pusbindiklatren Bappenas RI yang telah memberikan kesernpatan penulis
untuk mengikuti program diklat gelar 13 bulan di Program Pascasarjana Ilrnu
Ekonorni, Fakultas Ekonorni Universitas Indonesia.
2. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian yang telah memberi
izin penulis untuk mengikuti seleksi program diklat gelar 13 bulan.
3. Bapak Jossy Prananta Moeis, selaku pernbimbing tesis yang telah banyak
rnembantu dan mernbimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
4. Bapak Nachrowi D. Nachrowi, selaku ketua penguji tesis/ketua program studi
dan Bapak N. Haidy A. Pasay, selaku penguji tesis yang telab. rnenyedlakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalarn rnenyelesaikan
tesis ini.
5. Kepala Bidang Keamanan dan Preferensi Pangan Masyarakat, Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian beserta para stafnya yang telah
membantu dan mernberikan dorongan moril kepada penulis.
6. Ternan- ternan PPIE 2009 : Mba ..<\nun, Mba Dessi, Mba Dewi (terirna kasih
atas bantuan datanya), Mba Diah (Miss high tech PPIE), Eka, Mba Wiwin,
Santi, Hani, Pak Harijadi, lis, Mba Ita, Ayu, Prita, Mas Jun., Pak Dani, Pak Tri
dan Mba Nina, atas kebersamaan selama menjalani masa perkuliahan.
7. Mba Mirna beserta kru lainnya, terima kasih atas segala kemudahan
administrasinya.
8. Bapak dan ibu tercinta, kakak dan adik - adik (semoga berminat juga
rneneruskan kuliah di pasca), bapak dan ibu mertua atas doa dan sernangat
yang diberikan kepada penulis.
9. Suamiku, Rismanto Darmawan beserta dua rnalaikat kecilku, Umar Fatih
Zhorif dan Hannan Salmah Shibaa yang telah banyak rnernberikan dukungan
kepada penulis selama rnenjalani masa studi ini (rnaaf ya sudah banyak
rnengambil waktumu).
Akhir kata, penulis memohon doa kepada Allah untuk berkenan rnernbalas
segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu, baik yang sudah
disebutkan maupun yang terlupa untuk disebutkan. Sernoga tesis ini rnernbawa
manfaat bagi pengembangan ilmu, dan semoga apa yang telah penulis peroleh dari
studi ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat. Amin ya robbal 'alamin ...... .
Depok,
IV
Januari 2011
Penulis
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Eni Nurkhayani
NPM
: 0906583775
Program Studi
: llmu Ekonomi
Fakultas
: Ekonomi
Jenis karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
ANALISIS PERMINTAAN PANGAN DAN GIZI RUMAHTANGGA DI
INDONESIA
beserta perangkat yang ada
Gika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedial
fonnatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 5 Januari 2011
yang menyatakan
(ENI NURKHA YANI)
v
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: ENI NURKHAYANI
: Ilmu Ekonomi
: Analisis Pennintaan Pangan dan Gizi Rumahtangga
di Indonesia
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permintaan pangan dan
pemenuhan gizi rumahtangga di Indonesia. Selain itu penelitian ini juga akan
mencari kebijakan yang tepat bagi rumahtangga miskin agar tetap dapat menjaga
pemenuhan gizinya akibat kenaikan harga pangan saat ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis ekonometrika
dengan data cross section Susenas 2009 dan Podes 2008 untuk mengestimasi sistem
perritintaan (demand system) dengan LNAIDS dan hasilnya digunakan untuk
menghitung elastisitas pennintaan. Dalam mengestimasi sistem pennintaan,
digunakan variabel instrumen untuk mengatasi masalah simultaneity bias, quality
effect dan quantity premium untuk mendapatkan p~nduga tinier terbaik dan tak bias
(Best Linear Unbiased Estimator=BLUE). Kemudian dilakukan pengujian asumsi
dasar homoskedastisitas dan tidak adanya multikolinearitas.
Beberapa hasil dari penelitian ini adalah bahwa pada rumahtangga miskin,
faktor harga pangan dan pendapatan lebih mempengaruhi permintaan pangannya,
sementara faktor - faktor lainnya tidak banyak berpengaruh. Sedangkan pada
rumahtangga bukan miskin dan keseluruhan, keputusan mengkonsumsi pangan
ditentukan oleh harga, pendapatan dan faktor sosio demografi lainnya.
Semua kelompok pangan dan kandungan gizi (kalori dan protein) termasuk
kategori barang necessity baik bagi rumahtangga miskin maupun bukan miskin
yang bersifat inelastis. Khusus untuk kelompok pangan 1 (padi - padian dan umbi
- umbian), kenaikan harganya berpengaruh dominan terhadap penurunan
konsumsi gizi rumahtangga.
Hasil penghitungan simulasi kebijakan bagi rumahtangga miskin
menunjukkan bahwa dengan jumlah subsidi yang sama untuk kebijakan subsidi
langsung dan tidak langsung, kebijakan subsidi tidak langsung terbukti dapat
meningkatkan konsumsi kalori dan protein yang lebih tinggi daripada kebijakan
subsidi langsung.
Kata kunci:
LA/AIDS, variabel instrumen, elastisitas, subsidi
Vl
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
: ENI NURKHAYANI
: Economic~
: Analysis on the Household Demand for Food and Nutrition
In Indonesia
The aim of this study is to analyze the demand for food and the requirement
of nutrition by household in Indonesia. In addition, the food policy analysis is
conducted in order to preserve and promote nutrition intake by the poor due to
increasing food prices.
The method used in this research is the econometric analysis with Susenas 2009
and Podes 2008 data to estimate the demand system with LA/AIDS and the result is
used to calculate the demand and nutrition elasticities. In estimating the demand
system, a number of things are done to obtain the Best Linear Unbiased Estimator
(BLUE). Simultaneity bias, quality effect and quantity premium are overcome by
using instrument variables. Selectivity bias is overcome by doing aggregation. Then,
the basic assumption of homoscedasticity and the absence of multicolinearity are
t~sted.
Our empirical estimation has found that for the poor, the price and
household income are major determinants of food demand, while, for non - poor
and all households, the decision of consuming food is not only determined by
price and income, but also by socio - demographic factors.
All food groups and nutrition (calorie and protein) are the basic necessities
for poor and non - poor households which is inelastic. Moreover, the negative
effect of the prices of food group 1 (cereals and roots) on nutrition intake is the
greatest. The simulation result on poor households shows that indirect subsidy has
positive impact on nutrition intake. With equal cost per household, this subsidy
generates greater nutrition impact than direct subsidy.
Keywords:
LA/AIDS, instrument variable, elasticities, subsidy
Vll
Universitas Indonesia
DAFfARISI
HALAMAN JUDUL ....................................................... .................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................. ...............
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................
ABSTRAK .......................................................................................................
DAFTAR lSI....................................................................................................
DAFTAR TABEL............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ····················································································
t. PENDAHULUAN ~······~·~~~~~·~·····,,,,, .. ~....,,...,,......................,............,.........
1.1
1.2
1.3
i .4
1.5
1.6
1. 7
1.8
1
ii
111
IV
v
VI
Vlll
X
XI
Xll
1
Latar Belakang Masalah................... ....... .......... .. ............ ....... ........ ....
Perumusan Masalah ... .. ...... .. .......................... ............... ......... ... .........
Tujuan Penelitian ..... .. ... ......... .. ..... .. .. ...... ... ....... ......... ... .. ....... ......... .. .
Manfaat Penelitian .. ........ ...... ........... ................. .. ... ........ .. .... .. ............
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian .............................................
Kerangka Pemikiran...........................................................................
Hipotesa. ..... ...... ...... ...... ...... .... .. ... ..... .. ... ...... ... ........ .. ....... ...... ... .. ... .. .. .
Sistematika Penulisan ....................................... .. ...............................
1
6
7
7
7
8
8
8
2. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
2.1 Teori Permintaan Klasik ....................................................................
2.1.1 Kepuasan dan Preferensi ........................... ... .... .. .... ...... ... .. .......
2.1.2 Teori Revealed Preference.......................................................
2.1.3 Kurva Indiferen ...... .... .... .... ........ ...................... .. ....... ......... ... .. .
2.1.4 Fungsi Permintaan....................................................................
2.2 Model Fungsi Permintaan AIDS........................................................
2.3 Elastisitas Permintaan ... .... .......... .. .. .. .. .. .... .. .. ... .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
2.3.1 Elastisitas Harga Sendiri ..........................................................
2.3.2 Elastisitas Harga Silang............................................................
2.3.3 Elastisitas Pendapatan ..............................................................
~.4 Tinj~uan Penelitian Terdahulu ...........................................................
10
10
10
12
13
14
I7
18
18
19
20
21
3. DATA DAN METODE PENELITIAN ..................................................
3.1 Jenis dan Sumber Data.......................................................................
3.2 Metode Analisis .................................................................................
3.2.1 Spesiflkasi Model Permintaan..................................................
3.2.2 Tahapan Estimasi .....................................................................
3.2.2.1 Selectivity Bias ............................................................
3.2.2.2 Simultaneity Bias.........................................................
3.2.2.3 Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas....................
3.2.3 Penghitungan Elastisitas Permintaan .......................................
3.2.4 Penghitungan Elastisitas Gizi...................................................
3.2.5 Penghitungan Simulasi Gizi .....................................................
27
27
28
28
33
34
35
38
39
39
40
Vlll
Universitas Indonesia
3.3 Diagram Alir Prosedur Pengolahan Data...........................................
3.4 Deflilisi Operasional...........................................................................
41
43
4. SITUASI KONSUMSI PANGAN DAN GIZI DI INDONESIA.........
S. BASIL DAN PEMBAHASAN ••••••••••••••••••••••••••.••••••••••••••••••••••••••••••.••...•
5.1 Deskripsi Statistik Variabel................................................................
5.1.1 Variabel Terikat........................................................................
5.1.2 Variabel Bebas .........................................................................
5.2 Estimasi Variabel Instrumen Harga ...................................................
5.3 Estimasi Model Permintaan ........................•.............••.......................
5.4 Elastisitas Permintaan ........................................................................
5.5 Elastisitas Kandungan Gizi ................................................................
5.6 Simulasi Konsumsi Gizi.....................................................................
5.7 Implikasi Kebijakan ...........................................................................
46
52
52
52
55
59
65
72
75
77
80
6. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................
85
DAFfAR PUSTAKA.....................................................................................
88
91
LAMPIRAN •.•••....••••••......•.•..•.•......•..•..•.•..••••••...••••.......••...••.••.....•..........•.......
IX
Universitas Indonesia
DAFfAR TABEL
Tingkat Inflasi di Indonesia Menurut Kelompok Komoditi
Tahun 2006-201 0 .................................................................. ,.... .,,~.
2
Situasi Konsumsi Energi dan Protein Rumahtangga Indonesia
Tahun 2005- 2009......................................................................
4
Tabell.3.
Situasi Konsumsi Gizi Rumahtangga di Indonesia Tahun 2009.
5
Tabel 2.1.
Elastisitas Pendapatan dan Jenis Barang .....................................
21
Tabel3.1.
Pengelompokkan Pangan ............................................................
30
Tabel4.1.
Perkembangan Kuantitas Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia
Tahun 2005- 2009...................................................................... 47
Tabel4.2.
Situasi Konsumsi Pangan Indonesia Tahun 2009 .......................
47
Tabel 4.3.
Konsumsi Kalori dan Protein Rumahtangga Menurut
Jenis Pangan, Tahun 2009 ...........................................................
50
Proporsi Pen~eluaran Pan~an dan Beras Indonesia,
Tahun 2009..................................................................................
51
Tabel 5.1.
Deskripsi Statistik Variabel Terikat Dalam Model.....................
54
Tabel5.2.
Deskripsi Statistik Variabel Bebas Dalam Model.......................
57
Tabel5.3.
Estimasi Regresi Deviasi Unit Value Menurut Rumahtangga ....
62
Tabel 5.4.
Estimasi Parameter Model Permintaan Menurut Rumahtangga.
67
Tabel 5.5.
Elastisitas Harga dan Pengeluaran Rumahtangga, Tahun 2009 ..
73
Tabel 5.6.
Elastisitas Kalori dan Protein, Tahun 2009 .................................
76
Tabel5.7.
Komoditi Pangan yang Digunakan Dalam Simulasi...................
78
Tabel5.8.
Skenario Perubahan Harga Bahan Pangan..................................
78
Tabel5.9.
Hasil Simulasi Dampak Kenaikan Harga Terhadap
Konsumsi Kalori dan Protein ...... ..... .. ..... ...... ....... ...... ... ........... ...
79
Tabel5.10. Dampak Kebijakan Langsung dan Tidak Langsung Terhadap
Konsumsi Kalori dan Protein Rumahtan_gga Miskin,.,,,,,., .... .,.,
82
Tabel 1.1.
Tabel 1.2.
Tabel 4.4.
X
Universitas Indonesia
DAFfARGAMBAR
Gambar 1.1.
Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2002 - 2010 ........... .. ....... .....
2
Gambar 1.2.
Proporsi Pengeluaran Makanan Rumahtangga, Tahun 2009 ...
3
Gambar 1.3.
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, Tahun 2004- 2010....
5
Gambar 2.1.
Hubungan Antara Konsumsi Dengan Kepuasan ......................
11
Gambar 2.2.
Revealed Preferences Dengan Dua Garis Anggaran................
13
Gambar 2.3.
Kurva Indiferen Untuk Konsumsi Barang XI dan x2···············
14
Gambar 2.4.
Kerangka Pemikiran Penelitian................................................
25
Gambar 3.1.
Diagram Alir Pengolahan Data Kor dan Podes........................
41
Gambar 3.2.
Diagram Alir Pengolahan Data Modul Konsumsi ..................
42
Gambar 3.3.
Diagram Alir Regresi AIDS dan Penghitungan Elastisitas.....
43
Gambar 4.1.
Kurva Regresi Antara Konsumsi Kalori dan Pengeluaran per
Kapita ..................... ,,,, .......... ,.. ,........... ,.............. ,..,..................
48
Kurva Regresi Antara Konsumsi Protein dan Pengeluaran per
Kapita ..... ...... ........ ..... ... .... ..... ... .. ....... .... .. ... ......... ..... .. .. ...... .. ... .
48
Gambar 4.2.
Xl
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Hasil Uji Deteksi Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas ...
91
Lampiran 2.
Garis Kemiskinan Provinsi di Indonesia Menurut BPS
Tahun 2009 ...............................................................................
92
Syntax Pengolahan Data...........................................................
93
Lampiran 3.
Xll
Universitas Indonesia
BABl
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Sejak Januari 2008 lalu dunia mengalami krisis minyak yang juga
bersamaan dengan krisis pangan. Sarna halnya dengan harga minyak yang terns
meninggi, krisis pangan menandakan telah lewatnya masa harga pangan yang
rendah yang telah berlangsung selama tiga dasawarsa yang lalu. Peningkatan
harga pangan yang ekstrim di tingkat dunia tersebut tidak dapat dilepaskan dari
sebab - sebab berikut : 1) fenomena perubahan iklim yang mengacaukan ramalan
produksi pangan strategis, 2) peningkatan permintaan komoditas pangan karena
konversi terhadap biofuel, dan 3) aksi para investor (spekulan) global karena
kondisi pasar keuangan yang tidak menentu (Arifin, 2009). Statistik tentang krisis
pangan ini juga terlihat pada tingkat kenaikan harga pangan, dimana peningkatan
harga gandum adalah 56 % pada Juni 2010, yang berimplikasi pada kenaikan
harga pangan lainnya seperti kedelai, jagung dan beras (World Bank, 201 0). FAO
dalam laporannya Crop Prospects and Food Situation pada tahun 2009
menyatakan bahwa harga pangan pokok meningkat tajam di negara - negara
berkembang dengan tingkat kemiskinan da.TJ. kasus gizi buruk yang tinggi.
Demikian pula dengan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di
dunia turut terimbas kenaikan harga pangan akibat krisis pangan ini. Hal tersebut
tidak mungkin dihindari karena perekonomian Indonesia saat ini sudah
terintegrasi dengan perekonomian global. Bank Indonesia mencatat terjadinya
kenaikan harga/inflasi pada pertengahan tahun 2010, setelah tingkat inflasi yang
tinggi pada tahun 2008 (Gambar 1.1.).
1
Universitas Indonesia
2
~.------------------------------------.
o~~~mrrmnmwmmmm~~~mrrmnmwmmrnm~~mnn
Dec.2002
Jun.2004
Dec.2005
Jun.201
Dec.2008
Jun.2007
Gambar 1.1. Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2002-2010
Sumber : Bank Indonesia
Ditinjau dari kelompok komoditi, kelompok bahan pangan dan makanan jadi
merupakan kelompok komoditi yang mengalami kenaikan harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok komoditi yang lain (Tabel 1.1 ). Puncak dari
kenaikan harga terjadi pada tahun 2008 untuk semua kelompok komoditi, dimana
tingkat inflasi bahan makanan sebesar 16,35 % dan makanan jadi 12,53 %.
Kemudian pada tahun 2009 tingkat inflasi menurun, tingkat inflasi bahan
makanan menjadi sebesar 3,88%
d~m
makanan jadi 7,81 %. Sarna seperti tahun
2008, tingkat inflasi pada kelompok makanan, yakni kelompok komoditi makanan
jadi tetap lebih tinggi dibandingkan kelompok komoditi lainnya.
Tabel 1.1. Tingkat Inflasi di Indonesia Menurut Kelompok Komoditi
Tahun 2006-2010
Transpor,
Peruma.ltan,
Pendidikan,
Komunikasi,
Air, Listrik,
San dang Kesehatan Rekreasi dan
dan Jasa
Gas, dan
Olahraga
Keuan,gan
BahanBakar
Bahan
Makanan
M3kanan Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
2007
1Z,94
11,26
6,36
6,41
4,83
4,88
6,84
8,42
5,87
4,31
8,13
8,83
1,02
1,25
6,60
6,59
2008
16,35
12,53
10,92
7,33
7,96
6,66
7,49
11,06
2009
~.38
7,81
),83
6,00
3,89
~.89
-3,67
Z,78
20l0*
11,27
5,03
2,97
1,56
1,46
21,41
2,44
4,82
Talmn
2006
Indeks
Urn urn
*) Rata - rata inflasi sampai dengan Bulan Agustus
Sumber : BPS, 2010
Universitas Indonesia
3
Isu ketahanan pangan menjadi topik penting karena pangan merupakan
kebutuhan paling hakiki bagi manusia. Ketersediaan pangan yang cukup akan
menentukan stabilitas sosial politik sebagai prasyarat untuk melaksanakan
pembangunan. Selain itu ketersediaan dan konsumsi pangan menentukan kualitas
sumber daya manusia. Saat ini Indonesia masih dihadapi pada masalah kualitas
SDM yang rendah, yang tercermin dari rendahnya nilai Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). IPM Indonesia menempati posisi 111 dari 182 negara di dunia,
jauh dibawah negara - negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (23),
1
Brunei Darussalam (30), Malaysia (66), dan Thailand (87) • Karena itu,
pemerintah sangat berkepentingan terhadap masalah pangan, apalagi proporsi
pengeluaran rumahtangga untuk pangan di Indonesia masih di atas 50 persen.
Sedangkan bagi rumahtangga miskin proporsi pengeluaran untuk makanan lebih
tinggi lagi yaitu sek.itar 70 % (Gambar 1.2.).
80
70
60
20
10
0
keseluruhan
miskin
bukan miskin
Gambar 1.2. Proporsi Pengeluaran Makanan Rumahtangga, Tahun 2009
Sumber: Susenas, 2009 (Diolah oleh Penulis)
Ditinjau dari konsumsi gizi, rata - rata konsumsi energi penduduk
Indonesia pada tahun 2009 sebesar 1927,49 kkal/kapitalhari, lebih rendah dari
Angka Kecukupan Energi hasil rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi VIII yaitu sebesar 2000 kkal/kapitalhari. Angka konsumsi energi
rumahtangga Indonesia tahun 2009 ini menurun dibandingkan angka energi tahun
1
Terdapat di dalam Human Development Report 2009, UNDP
Universitas Indonesia
4
2008 yang sebesar 2038 kkallkapita/hari. Sedangkan rata - rata konsumsi protein
penduduk Indonesai sebesar 54,35 gramlkapitalhari. Sarna seperti pada angka
konsumsi energi, angka konsumsi protein penduduk Indonesia pada tahun 2009
juga mengalami penurunan dibandingkan pada tahun sebelumnya. Meskipun
demikian, angka ini telah melampaui angka anjuran sebesar 52 gram/kapitalhari.
Sekitar 73 % atau sebesar 39,92 gramlkapitalhari dari konsumsi protein ini
diperoleh dari pangan sumber nabati (Tabel 1.3).
Tabel 1.2. Situasi Konswnsi Energi dan Protein Rumahtangga Indonesia,
Tahun 2005 - 2009
2005
2006
2007
2008
2009
Anjuran
1907
1927
2015
2038
1927
2000
Total protein
(Gramlkapitalbari)
55,24
53,66
57,63
57,49
54,35
52
Protein nabati
41,31
40,59
42,53
42,18
39,92
Protein hewani
13,93
13,07
15,1
15,31
14,43
Konsumsi
T9~1 ~p~rgi
(kkal/kapitalbari)
·····
---········--- -- ··------------
.....
-----------------·--------------- ---
-- --
--·-··
Sumber : BPS, Susenas 2005 - 2009 (telah diolah kembali oleh Badan Ketahanan Pangan)
Bila ditinjau dari status ekonomi rumahtangga, konsumsi energi dan
protein rumahtangga miskin sebesar 1569,03 kkallkapitalhari dan 41,08
gram/kapitalhari. Angka ini masih jauh dari Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan, yaitu 2000 kkal/kapitalhari dan 52 gramlkapitalhari. Kekurangan
konsumsi gizi dari standar minimum tersebut pada umwnnya akan berpengaruh
terhadap kondisi kesehatan, aktivitas dan produk1:ivitas kerja. Dalam jangka
panjang kekurangan konsumsi pangan, temtama pada anak balita, akan
berpengaruh terhadap kualitas SDM (Ariningsih, 2008).
Universitas Indonesia
Tabel 1.3. Situasi Konsumsi Gizi Rumahtangga di Indonesia Tahun 2009
Konswnsi
Rumahtangga
Ket :
Keseluruhan
1927,49
Protein
(Gramlkaplhari)
54,35
Miskin
1569,03
41,08
Bukan miskin
2031,42
58,01
Anjuran*
2000,00
52,00
Energi
(kkal/kaplhari)
* Angka anjuran rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004
Somber : Susenas, 2009 (Diolah oleh Penulis)
Meskipun persentase penduduk miskin2 Indonesia terus mengalami
penurunan, namun dilihat dari jumlahnya masih sangat tinggi seperti tampak pada
Gambar 1.3. di bawah ini. Jumlah penduduk miskin tahun 2010 sebesar 31,03 juta
orang atau 13,33 %. Sekitar 65 % atau sebanyak 19,93 juta orang dari total
penduduk miskin tersebut bertempat tinggal di wilayah perdesaan.
45
___..,. ,..._____,,
40
'Oil 35
25
..... ]
15
tU
:3-IO
..
..
20
...
II
I
!
I
I
-~----
.
~ 30
s
§ .::;
3
---···-,
,______.,____
~
.-----+---K-ota·1l
-_---4l
....
-Desa
--Total
I
~
i
5
I
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 1.3. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, Tahun 2004- 2010
Sumber : BPS, 20 I 0
M~nga,cu pada k~but~an atas makanan sebesar minimum 2100 kkalJkapita/hari ditainbah
dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang atas papan,
sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumahtangga lainnya Sedangkan, batas kategori
miskin menurut Bank Donia untuk negara kategori berpendapatan sedang adalah USD 2 I hari.
2
Universitas Indonesia
6
Ketidakmampuan rumahtangga miskin memenuhi asupan energi dan protein
lebih banyak disebabkan oleh keterbatasan ekonomi dalam mengakses pangan dan
nutrisi. Ditambah lagi dengan proporsi pengeluaran makanan yang tinggi pada
rumahtangga miskin, sehingga tingkat kesejahteraan rumahtangga mempunyai
hubungan yang erat dengan tingkat pendapatan dan konsumsi pangan dan gizi
(Sengul dan Tuncer, 2005).
Untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumahtangga
miskin, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti Program Raskin dan
Bantuan Langsung Tunai (BLT). Program Raskin merupakan subsidi pangan
sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
memberikan perlindungan pada rumahtangga miskin melalui pendistribusian
beras. Sementara BLT merupakan subsidi yang diberikan langsung kepada
masyarakat miskin berupa uang tunai sebesar Rp. 100.000 untuk setiap
rumahtangga per bulannya.
1.2
Perumusan Masalah
Dalam ilmu ekonomi, konsumsi pangan masyarakat atau permintaan pangan
dipengaruhi oleh faktor harga dan pendapatan, di samping faktor - faktor sosial
lainnya, dan dapat diukur dengan beberapa metode. Salah satunya dengan metode
AIDS (Almost Ideal Demand System) yang dikembangkan pertarna kali oleh
Deaton dan Muellbauer (1980). Dengan metode tersebut selain dapat diukur
pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap permintaan pangan, dapat pula dihitung
estimasi elastisitas harga dan pendapatan. Di samping mengukur besamya
perubahan permintaan pangan, hal yang juga penting untuk dianalisa adalah
elastisitas gizi yang terdiri dari elastisitas kalori dan protein. Berdasarkan basil
penghitungan elastisitas kalori dan protein yang diperoleh pada tahap sebelumnya,
selanjutnya dilakukan simulasi dampak perubahan harga dan kebijakan pangan
terhadap konsumsi kalori dan protein pada rumahtangga miskin.
Dengan demikian, beberapa permasalahan yang menjadi pertanyaan pada
penelitian ini adalah:
1. Apakah faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan pangan rumahtangga?
Universitas Indonesia
7
2. Bagaimana pola permintaan pangan rumahtangga apabila terjadi perubahan
harga dan pendapatan?
3. Bagaimana pola konsumsi kalori dan protein pada rumahtangga miskin dan
bukan miskin apabila terjadi perubahan harga dan pendapatan?
4. Kebijakan apa yang tepat bagi rumahtangga miskin agar dapat meningkatkan
aksesibilitasnya terhadap pangan dan gizi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi permintaan pangan
rumahtangga;
2. Menghitung elastisitas harga pangan sendiri, harga pangan silang dan
pendapatan;
3. Menghitung elastisitas kalori dan protein;
4. Mengetahui kebijakan yang tepat untuk meningkatkan konsumsi gtzt
rumahtangga miskin.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya studi empms tentang
pennintaan pangan di Indonesia. Harapan yang lebih tinggi lagi, basil kajian ini
dapat dijadikan masukan bagi Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian
dalam perumusan kebijakan konsumsi pangan dalam rangka meningkatkan
ketahanan pangan di Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Analisa penelitian ini menggunakan data modul pengeluaran konsumsi dan
data kor rumahtangga basil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel tahun
2009 yang dilakukan oleh BPS untuk tingkat nasional (Indonesia) yang mencakup
68.800 rumahtangga sampel yang menyebar di 4.300 blok sensus terpilih di
seluruh provinsi. Selain itu penulis juga menggunakan data Potensi Desa (Podes)
tahun2008.
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya ialah pertama, data
pendapatan rumahtangga didekati dengan data pengeluaran rumahtangga. Hal ini
Universitas Indonesia
8
dilakukan mengingat ketiadaan data yang tersedia. Kedua, pennintaan bahan
pangan dikelompokkan menjadi 5 kelompok bahan pangan berdasarkan
kandungan gizi utama pada bahan pangan tersebut, yakni 1) kelompok 1 : padi padian dan umbi - umbian, 2) kelompok 2 : daging, ikan, telur dan kacang kacangan, 3) kelompok 3 : buah dan sayur, 4) kelompok 4 : minyak dan lemak,
dan 5) kelompok 5 : kelompok pangan lainnya, serta ditambahkan pula kelompok
6 yang merupakan kebutuhan non pangan rumahtangga.
1.6 Kerangka Pemikiran
Berawal dari kenaikan harga pangan secara bersamaan saat ini, berdampak
terhadap perubahan pilihan konsumsi pangan rumahtangga, yang pada akhimya
berimplikasi pada perubahan konsumsi gizi rumahtangga, terutama pada
rumahtangga miskin. Dari dua macam kebijakan pemerintah bagi rumahtangga
miskin, yaitu program Raskin (subsidi tidak langsung) dan BLT (subsidi
langsung), selanjutnya dihitung simulasi dampak kedua kebijakan tersebut
terhadap konsumsi gizi rumahtangga.
1.7 Hipotesa
Kenaikan harga pangan akan mengubah pola permintaan pangan
rumahtangga, dimana rumahtangga miskin lebih responsif terhadap perubahan
harga pangan. Artinya perubahan harga sedikit saja akan menyebabkan perubahan
pennintaan yans besar pada rumahtanssa miskin. Secara tidak langsuns, kenaikan
harga pangan akan menurunkan konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin
yang lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan miskin.
1.8 Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini terbagi atas lima bab dengan pokok masing - masing bab
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUA N
Bagian ini menjelaskan latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan
penelitian, kerangka pemikiran, hipotesa, serta sistematika penulisan.
Universitas Indonesia
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dikemukakan berbagai teori yang melandasi penelitian
diantaranya adalah kteori utilitas dan preferensi, teori permintaan konsumen,
fungsi permintaan, efek subsitusi dan efek pendapatan, elastisitas permintaan,
serta tinjauan penelitian terdahulu.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan secara rinci mengenai jenis dan sumber data, klasiflkasi
penggolongan bahan pangan, spesifikasi model, tahapan estimasi serta variabel
yang digunakan.
BAB IV SITUASI KONSUMSI PANGAN DAN GIZI DI INDONESIA
Bab ini menggambarkan situasi atau gambaran konsumsi pangan dan gizi di
Indonesia. Situasi yang dimaksud adalah kualitas dan kuantitas konsumsi pangan
masyarakat.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini memaparkan basil penelitian dan analisa pembahasannya.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan basil penelitian dan saran.
Universitas Indonesia
BABl
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Permintaan Neoklasik
Pennintaan adalah keinginan konsumen untuk membeli suatu barang pada
berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Teori permintaan
menjelaskan hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga. Apabila
harga suatu barang naik, maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan
turun, ceteris paribus. Sebaliknya hila harga turun, maka jumlah barang yang
diminta akan meningkat.
2.1.1 Kepuasan dan Preferensi
Kepuasan didefinisikan scbagai tingkat kepuasan tertentu yang diperoleh
seorang konsumen dari mengkonsumsi beberapa barang tertentu. Sedangkan
preferensi adalah berbagai pilihan terhadap barang yang dilakukan konsumen
untuk memaksimalkan kepuasannya. Dalam mengambil keputusan untuk
menentukan pilihan terhadap jenis dan jumlah barang yang hendak dikonsumsinya
(consumption bundles), setiap individu diasumsikan bertindak rasional. Varian
(1992) mencatat beberapa aksioma dalam melakukan pilihan rasional diantaranya
adalah:
1. Completeness (kelengkapan) pilihan. Jika ada dua keranjang, A dan B, maka
pilihan yang tersedia adalah (a) A sama atau lebih disukai dari B, (b) B sama
atau lebih disukai dari A, dan (c) A dan B sama- sama disukai.
2. Reflexive adalah perbandingan diantara banyak pilihan. Dari sekian banyak
keranjang di X, paling tidak ada yang sama atau lebih disukai dari keranjang
yang lain.
3. Transitivity yaitu dalam melakukan pilihan, individu bersikap konsisten. Jika
A sama atau lebih disukai dari B, dan B sama atau lebih disukai dari C, maka
A sama atau lebih disukai dari C.
4. Continuity artinya pilihan kuantitas barang bersifat kontinu, sehingga kita
dapat menganalisa perubahan kuantitas barang jika terjadi sedikit perubahan
harga atau pendapatan.
10
Universitas Indonesia
11
5. Weak monotinicity, jika A sama atau lebih banyak dari B, maka A sama atau
lebih disukai dari B.
6. Strong monotonicity, jika A lebih banyak dari B, dan A tidak sama dengan B,
maka A lebih disukai dari B.
7. Local Non- satiation. Konsumen akan memilih barang yang kualitasnya lebih
bai.k.
Meskipun kepuasan dapat diukur secara nominal, namun kita tidak bisa
melakukan perbandingan kepuasan antar individu, karena nilai kepuasan bersifat
unik untuk satu individu. Untuk satu barang yang sama, nilai kepuasan konsumsi
oleh dua individu mungkin saja berbeda. Jika X 1, ••••••• ,X0 menunjukkan barangbarang yang dikonsumsi oleh konsumen, maka preferensi individu yang
dinyatakan dalam fungsi kepuasan dapat dituliskar. sebagai U (Xt, ..... ,Xn),
dimana u adalah kepuasan, xi adalah baran~ yan~ dikonsumsi yang terdiri dari n
jenis barang.
U(X)
Gambar 2.1. Hubungan Antara Konsumsi Dengan Kepuasan
Kurva fungsi kepuasan berbentuk concave, artinya kepuasan individu yang
diperoleh dari konsumsi barang - barang yang ada di himpunan X bersifat
diminishing.
Lihat Gambar 2.1, kepuasan konsumen meningkat dengan
Universitas Indonesia
12
bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi. Akan tetapi tambahan kepuasan
yang awalnya meningkat, kemudian turun sampai mencapai tambahan kepuasan
sama den~an nol, yang artinya kepuasan total sudah maksimum. Semakin banyak
individu mengkonsumsi suatu barang, tambahan kepuasan yang dirasakan
individu tersebut semakin kecil.
2.1.2 Teori Revealed Preference
Teori revealed preftrence pertama kali dikemukakan oleh seorang ekonom
Amerika bemama Paul Samuelson. Dalam teori ini, preferensi konsumen dapat
dilihat melalui perilakunya dalam menentukan pembelian barang, ketika harga
dan pendapatan bervariasi. Jika individu memilih sekeranjang barang A,
sementara keranjang barang yang lain, B juga memungkinkan untuk dipilih, maka
dapat dikatakan bahwa keranjang barang A lebih disukai dibandingkan keranjang
baran~
B. Asumsi yang dibangun dalam teori ini sama seperti asumsi - asumsi
konsumen yang rasional yaitu completeness, transitivity, reflexive dan continuity.
Aksioma lain yang dibangun dalam teori ini adalah Weak Axiom Revealed
Preftrence (WARP). "lfx1Rnx' then it is not the case that r Rn~. Algebraically,
p'x1 ~p'~ implies psr < psx1 " 3. Jika individu memilih barang A daripada barang B,
pada saat yang bersamaan individu tersebut tidak mungkin memilih barang B
daripada barang A.
Semakin banyak perubahan garis anggaran, semakin banyak pula informasi
preferensi keranjang barang yang dipilih individu. Kumpulan keranjang barang
yang dipilih dapat dihubungkan membentuk suatu kurva indiferen.
3
D11.pat dilihat di Varian (1992)
Universitas Indonesia
13
Baju
(unit/bulan)
Makanan (unit/bulan)
Gambar 2.2. Revealed Preference Dengan Dua Garis Anggaran
2.1.3 Kurva Indiferen
kurva indiferen menggambarkan kombinasi barang di dalam himpunan X
yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama, seperti terlihat pada Gambar
2.3. Tingkat kepuasan konsumen di titik A untuk kombinasi konsumsi barang
(Xta, X2a) sama dengan tingkat kepuasan di titik B untuk kombinasi konsumsi
barang (XIb, X2o). Titik A mempunyai tingkat konsumsi X1 yang lebih besar dari
titik B, dan titik B mempunyai tingkat konsumsi X2 yang lebih besar dari titik A.
Namun tingkat kepuasan antara titik A dan titik B tidak berbeda. Lain halnya
dengan kepuasan di titik C. Jumlah barang X1 di titik C sama dengan jumlah
barang X1 di titik A. Jumlah barang X2 di titik C lebih sedikit daripada jumlah
barang X2 di titik B. Namun tingkat kepuasan di titik C lebih tinggi dibandingkan
tingkat kepuasan di titik A dan B.
Nicholson (200.5) menjelaskan bahwa kurva indiferen mempunyai slope
yang negatif dan nilainya menurun (diminishing marginal rate of substitution).
Slope ini menunjukkan pertukaran (trade o.IJ) yang akan dilakukan oleh
konsumen. Konsumen pada suatu titik, misalnya di titik B bersedia untuk
menukarkan sejumlah barang X2 untuk mendapatkan sebuah barang X1.
Kepuasan yang dirasakan konsumen sebelum dan setelah terjadinya pertukaran
adalah sama. Akan tetapi jika konsumen akan melakukan pertukaran lagi, barang
Universitas Indonesia
14
x2
yang akan ditukarkan oleh
konsurne~
nilai tukamya semakin mengeeil
bersamaan dengan semakin berkurangnya barang x2 dan bertambahnya barang x.
yang dimiliki.
Gambar 2.3. Kurva lndiferen untuk Konsurnsi Barang Xt dan X2
Fungsi Permintaan
2.1.4
Fungsi permintaan adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara
jurnlah
barang
yang
diminta
dengan
semua
faktor
-
faktor
yang
mempengaruhinya. Faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen
terhadap suatu barang sangat banyak, diantaranya harga barang itu sendiri, harga
barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan
konsurnen, selera, musim, jumlah penduduk, ramalan mengenai keadaan di masa
depan, dan lain - lain (Pracoyo, 2006).
Fungsi permintaan dapat diderivasi dari fungsi kepuasan atau dari fungsi
pengeluaran. Fungsi permintaan yang diderivasi dari fungsi kepuasan disebut
dengan fungsi perm.intaan Marshallian. Fungsi permintaan ini merupakan
permintaan terhadap barang oleh konsurnen dengan mengasurnsikan pendapatan
konsurnen tetap sehinssa disebut jusa densan nama money-income - held
constant demand function (Hartono, 2004). Fungsi permintaan Marshallian
Universitas Indonesia
15
merupakan basil dari 111aksimisasi fungsi kepuasan dengan fungsi kendala berupa
pendapatan, maka fungsi pennintaan Marshallian untuk barang X 1 dapat diperoleh
(2,1)
Fungsi ini merupakan fungsi dari harga barang Pi dan pendapatan M.
Fungsi pennintaan yang diderivasi dari fungsi pengeluaran disebut dengan
fungsi pennintaan Hicksian atau disebut juga dengan nama income compensated
demand function.
Fun~si
permintaan Hicksian diperoleh dari minimisasi
fun~si
pengeluaran dengan fungsi kendala berupa fungsi kepuasan, sehingga jika
dituliskan ke dalam bentuk matematis, fungsi permintaan Hicksian
(2.2)
dimana fungsi ini merupakan fungsi dari harga dan kepuasan.
Di dalam fungsi permintaan Marshallian terdiri dari harga dan pendapatan
yang dapat diobservasi. Sementara pada fungsi permintaan Hicksian terdapat
kepuasan yang tidak dapat diobservasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini
Penulis menggunakan fungsi permintaan Marshallian.
Penurunan dari fungsi pennintaan Marshallian menggambarkan kepekaan
pennintaan baran~ oleh konsumen terhadap perubahan harga sendiri, harga barang
lain dan pendapatannya Fungsi permintaan Marshallian terhadap dua jenis barang
X dan Y dapat dinyatakan dalam bentuk matematis sebagai berikut :
Dx = f(Px. Py. I),
(2.3)
dimana:
Dx
= jumlah barang X yang diminta
Px
=
harga barang X
Py
=
harga barang Y
I
= pendapatan
Fungsi pennintaan merupakan derivasi dari maksimisasi kepuasan yang
harus memenuhi beberapa persyaratan atau properti seperti homogeneity, adding-
up (agregasi Engel dan Cournot), dan simetri Slutsky. Yang dimaksud
homogeneity adalah bahwa fungsi pennintaan Marshallian mempunyai properti
homogeneity ofdegree zero terhadap harga dan pendapatan. Jika harga barang dan
pendapatan meningkat secara proporsional, maka jumlah barang yang diminta
tidak berubah. Secara matematis jumlah elastisitas harga sendiri, elastisitas harga
Universitas Indonesia
16
silang dan elastisitas pendapatan sama dengan nol untuk semua komoditi. Sifat
homogen dalam bentuk matematis dapat dituliskan sebagai berik.ut :
k~ii +~jf = 0
(2,4)
dimana:
eiJ
elastisitas pennintaan komoditi - i terhadap perubahan harga
=
komoditi - j
eil
elastisitas permintaan komoditi - i terhadap pendapatan
=
Adding - up condition terdiri dari agregasi Engel dan Cournot. Agregasi
Engel menunjukkan bahwa jumlah elastisitas pendapatan yang diberi bobot
proporsi pengeluaran sama dengan satu. Dalam bentuk matematis dapat ditulis
sebagai berikut :
(2.5)
dimana:
w;
=
proporsi pengeluaran komoditi - i
~;1
=
elastisitas pennintaan komoditi- i terhadap pendapatan
Sedangkan agregasi Cournot menunjukkan dampak perubahan harga
terhadap permintaan. Kondisi ini mensyaratkan bahwa jumlah elastisitas harga
silang (eij) dan elastisitas harga sendiri (eii) yang dibobot dengan proporsi
pengeluaran komoditi - i harus sama dengan negatif proporsi pengeluaran
komoditi - j. Dalam bentuk matematis sebagai berik.ut :
1
~ w.e
I IJ
L...i=l
.. +w.)
=0
(2.6)
dimana:
w;
=
proporsi pengeluaran komoditi- i
wj
=
proporsi pengeluaran komoditi - j
eiJ
= elastisitas permintaan komoditi - i terhadap harga komoditi - j
Properti
simetri
Slutsky
menunjukkan
hubungan
antara
proporsi
pengeluaran, elastisitas harga silang dan elastisitas pendapatan untuk masing masing komoditi. Jika harga komoditi berubah dapat dilihat pengaruh subsitusi
(subsitution effict) dan pengaruh pendapatan (income effect). Pengaruh subsitusi
merupakan pengaruh negatif yang merupakan syarat negativitas Slutsky.
Persamaan matematis properti simetri Slutsky dapat ditulis sebagai berikut :
Universitas Indonesia
17
(2.7)
dimana:
proporsi pengeluaran komoditi- i
w;
=
eij
= elastisitas permintaan komoditi- i terhadap harga komoditi- j
eil
= elastisitas permintaan komoditi - i terhadap pendapatan
2.2. Model Fungsi Permintaan AIDS
Terdapat beberapa model yang dapat digunakan dalam analisa permintaan
untuk kasus lebih dari dua barang, misalnya Linear Expenditure System (LES),
model translog, model Almost Ideal Demand System (AIDS) dan model Diewert.
Dalam penelitian ini menggunaka n model Almost Ideal Demand System (AIDS)
yang pertama kali diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer (1980). Beberapa
kelebihan model AIDS diantaranya ialah model ini mudah diestimasi, sesuai
dengan perilaku pengeluaran rumahtangga yang tidak linear, dan restriksi yang
ada dalam teori ekonomi sudah diterapkan pada model ini (Heien dan Pempelli,
1988)
Menurut Deaton dan Muellbauer (1980) beberapa karakteristik penting dari
model permintaan AIDS adalah ( 1) model ini merupakan pendekatan orde
pertama terhadap sembarang fungsi sistem permintaan, (2) dapat memenuhi
aksioma perilaku pemilihan komoditi dengan tepat, (3) dapat digunakan untuk
menguji restriksi homogenitas dan simetrik, (4) dapat mengaggregasi perilaku
rumah tangga tanpa menerapkan kurva Engel yang linear dan yang terpenting
parametemya mudah diestimasi tanpa harus menggunaka n metode non linear.
Model AIDS merupakan model fungsi permintaan Marshallian dalam
bentuk proporsi pengeluaran dengan bentuk umum sebagai berikut :
w;
~ a, + ~r,logp1 + p, lo~;}
(2.8)
dimana P adalah indeks harga Stone dengan
1
log P = a 0 + :Lak logpk +2
k
LLYkJ logpk logp
1
j
(2.9)
k
Universitas Indonesia
18
Penggunaan (2.9) membuat model AIDS berbentuk non linear dan sulit
diestimasi. Oleh karena itu, dalam penelitian empiris sering digunakan
aproksimasi linear dari indeks harga tersebut yakni :
logP =
L;
W;
(2.10)
logp;
Persamaan indeks harga di atas dikenal sebagai Indeks Stone, sehingga
dengan menggunakan indeks harga ini persamaan (2.8) menjadi linear dalam
har~a
dan pengeluaran. Fungsi tersebut dikenal sebagai aproksimasi linear dari
AIDS atau LA/AIDS (Linear Approximation/Almost Ideal Demand System).
Model AIDS semula digunakan dalam estimasi elastisitas harga dan
pendapatan. Akan tetapi terdapat kelemahan dalam model ini yang tidak
menjelaskan perilaku konsumen sesuai kondisi yang sesungguhnya. Oleh karena
itu model ini diperluas dengan menambahkan faktor - faktor lain seperti faktor
sosial ekonomi, demografi, geografi, nutrisi dan sebagainya. Dengan mengikuti
Heien dan Pompelli (1998) pada penelitian ini model AIDS diperluas melalui
penambahaan faktor sosial demografi.
2.3
Elastisitas Permintaan
2.3.1 Elastisitas Darga Sendiri
Elastisitas harga ( e P) adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah pennintaan
barang terhadap perubahan harga. Elastisitas harga ditunjukkan dengan rasio
persentase perubahan jumlah permintaan barang dengan persentase perubahan
harga barang tersebut.
eP
=
~~~b~umlah barang,b___xang
diminta
(2.11)
% perubahan harga barang A
%0Q (OQ/Q)
e = --=
__:,__...:__:c...
-P
%oP
~P
POQ
= Q aP
(2.12)
(oPIP)
(2.13)
Angka elastisitas harga sendiri pada umumnya bemilai negatif, sesuai
dengan hukum pennintaan dimana hubungan antara tingkat harga dan jumlah
yang diminta adalah negatif. Misalnya Ep-= - 3, yang artinya jika harga suatu
Universitas Indonesia
19
barang naik I %, maka permintaan terhadap barang tersebut akan turun sebesar 3
%. Semakin besar nilai elastisitasnya, maka barang tersebut semakin elastis, atau
dengan kata lain konsumen akan semakin mudah mencari subsitusi dari barang
tersebut. Apabila terjadi perubahan harga dengan persentase yang sangat kecil,
tetapi menimbulkan perubahan yang sangat besar terhadap jumlah barang yang
diminta, maka dapat dikatakan bahwa barang tersebut sangat responsif terhadap
perubahan harga.
Secara gratis tingkat elastisitas harga terlihat dari slope kurva permintaan.
Apabila kurva permintaan tegak lurus, permintaan barang adalah inelastis
sempuma ( E P = 0). Berapapun harganya, konsumen akan tetap membeli jumlah
barang yang diminta. Jika kurva permintaan sejajar sumbu horizontal, permintaan
terhadap suatu barang bersifat elastis sempuma ( & P =
Suatu barang yang
- ).
harganya berubah sedikit saja, akan menyebabkan perubahan permintaan terhadap
barang tersebut yang tak terhingga. Sedangkan apabila slope kurva permintaan
membentuk sudut 45°, maka permintaan permintaan dikatakan elastis unitary
( &P=
1), yang artinya jika harga berubah 1 %, maka permintaan juga akan
berubah sebesar 1 %. Semakin datar kurva permintaan, maka permintaan terhadap
barang akan semakin elastis.
2.3.2 Elastisitas Darga Silang
Elastisitas silang adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah permintaan
suatu barang terhadap perubahan harga barang lainnya yang memiliki hubungan
baik saling melengkapi maupun saling menggantikan sebesar.
Ec = % perubahan jumlah barang A yang diminta
(2.14)
% perubahan harga barang B
Ada dua macam elastisitas silan~ yakni :
•
Elastisitas silang antara barang pengganti (subsitutif) bernilai positif, artinya
kenaikan harga barang X menyebabkan bertambahnya jumlah barang Y yang
diminta oleh konsumen.
Universitas Indonesia
20
•
Elastisitas silan8 antara baran8 pelengkap (komplementer) bernilai negatif,
artinya naiknya harga barang X menyebabkan berkurangnya jumlah barang Y
yang diminta oleh konsumen.
Pada
umumnya
dapat
dikatakan
bahwa
permintaan
ak.an
suatu
jenislkelompok barang yang lebih umum atau luas misalnya sabun, rokok, buah buahan lebih bersifat inelastis daripada permintaan ak.an merek yang lebih
tertentu, misalnya sabun LUX, rokok Gudang Garam, buah mangga. Hal ini
disebabkan di dalam satu kelompok barang (seperti sabun) biasanya ada banyak.
barang subsitusinya sehingga lebih elastis. Akan tetapi antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain biasanya tidak. ada subsitusinya sehingga lebih
inelastis (Gilarso, 2003).
2.3.3
Ela~tisitas
Pendapatan
Perubahan pendapatan mempengaruhi banyaknya barang dan jasa yang
diminta oleh konsumen (ceteris paribus). Perubahan kuantitas barang yang tetjadi
dapat diukur den8an elastisitas pendapatan. Yang dimak.sud dengan elastisitas
pendapatan adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah permintaan barang
terhadap perubahan pendapatan. Atau dengan kata lain, elastisitas pendapatan
ialah rasio persentase perubahan jumlah barang yang diminta sebagai ak.ibat
adanya perubahan pendapatan riil konsumen.
e 1 = % perubahan jumlah barang A yang diminta
(2.15)
% perubahan pendapatan riil
%aQ (aQ/Q)
e -- - __;____-=----.::..:....
(2.16)
I - %81 - (8111)
IaQ
el
(2.17)
= Qill
Dengan
mengetahui
besaran
elastisitas
pendapatan
kita
dapat
mengelompokkan barang - barang ke dalam barang kebutuhan pokok, barang
mewah, atau barang inferior (Pracoyo, 2006).
Universitas Indonesia
21
Tabel 2.1. Elastisitas Pendapatan dan Jenis Barang
Besaran
s<O
O<s<
1
s>l
Pengaruh Kenaikan
Pengaruh Penurunan
Jumlah yang diminta
Jumlah yang diminta
turun
naik
Jumlah yang diminta
Jumlah yang diminta
naik dengan % yang
turun dengan %yang
lebih rendah
lebih rendah
Jumlah yang diminta
Jumlah yang diminta
naik dengan % yang
turun dengan % yang
lebih tinggi
lebih tinggi
Jenis Barang
inferior
Kebutuhan
Pokok
Mewah
Sumnber:Pracoyo,2006
2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu telah menggunakan metode AIDS untuk
menghitun~
estimasi parameter dalam sistem permintaan. Metode ini pertama kali
diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer (1980). Dengan menggunakan data
lnggris tahun 1954- 1974, komoditi dibagi menjadi delapan kelompok komoditi
yaitu makanan, pakaian, perumahan, bahan bakar, transportasi dan komunikasi,
barang lain serta pelayanan lain. Hasil penelitian menemukan bahwa makanan dan
perumahan termasuk barang normal, sedangkan keenam kelompok komoditi
lainnya termasuk barang mewah. Deaton dan Muellbauer juga mendapatkan
elastisitas harga sendiri umumnya negatif. Kelompok makanan bersifat inelastis,
sedangkan transportasi dan komunikasi bersifat elastis.
Estimasi model AIDS dengan penambahan variabel sosial demografi
dilakukan oleh Heien dan Pompelli (1988). Variabel demografi yang digunakan
seperti ukuran rumahtangga, wilayah rumahtangga, tenancy, dan suku signifikan
mempengaruhi pennintaan daging sapi di Amerika Serikat. Penelitian tersebut
menemukan bahwa permintaan terhadap steak dan ground beef bersifat inelastis,
sedansJ.am permintaan terhadap roast bersifat elastis.
Penelitian permintaan pangan berdasarkan klasifikasi pendapatan rumah
tangga pemah dilakukan dengan menggunakan data Household Consumption
Expenditure Survey negara Turki tahun 1994 oleh Sengul dan Tuncer (2005)
dengan membagi data ke dalam tujuh kelompok pangan yakni roti dan serealia,
Universitas Indonesia
22
daging dan ikan, dairy dan telur, minyak dan lemak, buah dan sayuran, gula serta
pangan lainnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut diantaranya
adalah harga, pengeluaran rumahtangga, komposisi anggota rumahtangga yang
dibagi kedalam tiga kategori (di bawah 25 tahun, 26 - 65 tahun dan di atas 66
tahun), dummy jumlah penduduk desa, dummy pendidikan kepala rumahtangga
dan dummy bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pangan antara
rumahtangga bukan miskin, rumahtangga miskin dan rumahtangga sangat miskin
berbeda secara signiflkan. Selain itu, ditemukan pula bahwa elastisitas harga
sendiri pada rumahtangga miskin dan rumahtangga sangat miskin lebih rendah
daripada elastisitas pendapatan. Meskipun demikian, rumahtangga sangat miskin
lebih responsif terhadap perubahan harga dan pendapatan dibandingkan kelompok
rumahtangga lainnya.
Estimasi fungsi permintaan dengan memasukkan variabel wilayah geografi,
tingkat pendapatan dan komposisi rumahtangga dilakukan oleh Moro dan Paolo
(2000) dengan menggunakan data survey Italian Household' Monthly Expenditure
tahun 1987- 1995. Komoditi dibagi ke dalam tujuh kelompok pangan dan satu
kelompok bukan pangan. Kelompok pangan yang dimaksud terdiri dari roti dan
serealia, daging dan ikan, dairy dan telur, minyak dan lemak, buah dan sayuran,
pangan lainnya, dan minwnan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pcrbedaan
wilayah geografi, tingkat pendapatan dan komposisi anggota rumahtangga
mempengaruhi pola permintaan pangan rumahtangga. Selain itu ditemukan pula
bahwa seluruh kelompok pangan termasuk barang normal, sedangkan kelompok
bukan pangan termasuk kategori barang mewah.
Moeis (2003) menggunakan AIDS pada dua tahun pengamatan yaitu 1996
dan 1999 dengan melakukan koreksi terhadap harga (unit value) untuk mengatasi
simultaneity bias, mengatasi selectivity bias dengan two step Heckman, dan
mengatasi contemporaneous correlation dengan bootstrapping. Data yang
digunakan adalah data Survey Sosial Ekonomi Nasional Indonesia dengan
mengelompokkan komoditi ke dalam sepuluh kelompok yaitu beras, ubi kayu,
jagung, kacang - kacangan, gandum, buah dan sayuran, ikan, daging, pangan lain
dan kelompok bukan pangan. V ariabel yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya
adalah
harga,
pengeluaran
rumahtangga,
pendidikan
kepala
Universitas Indonesia
23
rumahtangg~
pendidikan meal planner, jumlah anggota
rurnahtangg~
dummy
desa yang dapat dilalui kendaraan roda empat, kepemilikan tanah, jenis kelamin
anggota rumahtangg~ jwnlah anggota rumahtangga yang bekerj~ dan dummy
regional. Selain menganalisis permintaan kuantiti pangan, penelitian ini juga
menganalisis permintaan zat gizi seperti kalori, protein, lemak dan karbohidrat.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa konsumsi gizi sangat responsif terhadap
pendapatan rumahtangga yang ditandai dengan nilai elastisitas pendapatan yang
positif dan bernilai besar. Krisis tahun 1997 berdampak pada penurunan
pendapatan dan pada akhimya mempengaruhi asupan gizi rumahtangga. Simulasi
yang dilakukan Moeis juga menunjukkan bahwa subsidi langsung memberikan
pengaruh yang positif terhadap asupan gizi rumahtangga.
Dengan menggunakan data Susenas Panel tahun 2007, Murda (2009)
mengamati perubahan kesejahteraan dan konsumsi gizi rumahtangga akibat
kenaikan harga Raskin. Bahan pangan dikelompokkan menjadi enam kelompok
yang terdiri dari padi -
padian/wnbi -
wnbian, ikan/daging/telur/susu,
sayur/kacang/buah, minyakllemak, dan pangan lainnya. Sedangkan selain variabel
harga dan pengeluaran
rumahtangg~
variabel yang digunakan dalam penelitian
tersebut ialah jenis kelamin kepala rumahtangg~ pendidikan kepala rumahtangg~
swnber mata pencaharian
rumahtangg~
status ekonomi
rumahtangg~
persentase
jwnlah anggota rumahtangga diatas 10 tahun, dan tipe daerah rumahtangga.
Penelitian ini menunjukkan bahwa semua kelompok pangan termasuk kategori
barang normal, kecuali pangan lainnya. Begitu pula dengan zat gizi yang
semuanya juga termasuk barang normal, kecuali lemak bagi rumahtangga miskin
dianggap sebagai barang mewah. Kenaikan harga Raskin telah menyebabkan
penurunan konswnsi semua zat gizi, yaitu karbohidrat sebesar 2,62 %, protein
sebesar 1,99 %, kalori sebesar 1,95% dan lemak sebesar 0,34 %.
Sarna seperti penelitian terdahulu yang dijelaskan di atas, pada penelitian ini
digunakan model permintaan AIDS. Namun berbeda dengan Deaton dan
Muelbauer (1980) sebagai perintis model AIDS yang menggunakan data panel,
penelitian ini menggunaka n data cross section seperti penelitian yang dilakukan
oleh Heien dan Pompelli (1988), Moeis (2003), SensuJ. dan Tuncer (2005) dan
Murda (2009). Dengan mengikuti Moro dan Paolo (2000), digunakan variabel
Universitas Indonesia
24
wilayah regional rumahtangga. Sementara Sengul dan Tuncer (2005), membagi
rumahtangga ke dalam tiga kelompok yakni rumahtangga bukan miskin,
rumahtangga miskin dan rumahtangga sangat miskin. Variabel sosio demografi
berupa pendidikan kepala rumahtangga, komposisi anggota rumahtangga juga
digunakan, yang kemudian diikuti oleh Penulis dalam penelitian ini. Penulis juga
mengikuti langkah Moeis (2003) yang melakukan koreksi terhadap unit value
untuk: mengatasi masalah simultaneity bias, quality effect, dan quantity premium,
tetapi tanpa melakukan bootstrapping untuk mengatasi contemporaneous
correlation. Di sisi lain, variabel yang digunakan Moeis (2003), seperti umur
kepala rumahtangga, pendidikan meal planner, mata pencaharian utama
rumahtangga, dan jalan di desa juga digunakan oleh Penulis dalam penelitian ini.
Selanjutnya dalam menghitung elastisitas gizi dan simulasi dampak kenaikan
harga, penulis mengacu pada Moeis (2003) dan Murda (2009).
Secara lebih terperinci, kerangka pemikiran yang melandasi penelitian dan
tahapan penelitian yang dilakukan Penulis dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Universitas Indonesia
25
ANALISIS PERMINT AAN PANGAN DAN GIZI RUMAHTANGGA DI INDONESIA
Fakta:
Harga pangan di pasar global
melambung akibat krisis pangan, dan
Indonesia pun terimbas pula dampaknya.
Selanjutnya terjadi perubahan pola
permintaan pangan dan konsumsi gizi
rumahtangga
1- r-
Harapan:
Diketahuinya pola permintaan pangan
masyarakat dan pola konsumsi gizi
akibat adanya perubahan harga, serta
diketahui kebijakan yang tepat bagi
rumahtangga miskin agar tetap terjaga
konsumsi gizinya
Gap:
Diperlukan penelitian bagaimana pola permintaan pangan dan pola konsumsi gizi akibat
kenaikan harga
Tujuan:
I. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan pangan rumahtangga;
2. Menghituag elastisitas !targa panga..-1 sendiri, barge. pangan silang dan penc!apatan;
3. Menghitung elastisitas gizi;
4. Menghi!ung simulasi kebijakan yang tepat bagi rumahtangga miskin
Model matematika :
estimasi
f(harga
=
total
pangan,
kelompok
pengeluaran yang dideflasi
dengan indeks harga stone,
Jenls kelamin KRT, umur
KRT, lama sekolah KRT,
umur meal planner, lama
sekolah meal planner, sumber
utama
mata pencaharian
komposisi
rumahtangga,
ART, geografi, luas lantai per
kapita, proporsi desa yang
memiliki jalan yang dapat
dilalui kendaraan roda 4 dan
jarak terdekat ke pasar.
w;
Data Susenas Panel
Konsumsi Tahun 2009,
Data Susenas Panel Kor
Tahun 2009 dan Data
Podes Tahun 2008
I-.
Model ekonometri :
wi = Ui + !3; In XIP* +
LYij In P; + 1t; SEX +
Tli In AGEH + p;
EDUCH + <p; In
AGEM + O; EDUCM
+ 0"; PROFF + L~ij
HH; + :LA.;j G; + 1;; In
FLOOR+ 9; ROAD+
'If; Ln MARKET+ £;
Menghilangkan simultaneity bias, quality effect, quantity premium, heteroskedastisitas,
menghitung elastisitas harga dan pendapatan, menghitung elastisitas gizi. dan simulasi
Hasil penelitian dan pembahasan
Kesimpulan dan saran
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian
Universitas Indonesia
26
Berdasarkan basil penelitian sebelumnya yang telah diuraikan di atas,
Penulis mempunyai hipotesis penelitian sebagai berikut :
a) Permintaan pangan rumahtangga miskin lebih responsif dibandingkan
rumahtangga bukan miskin;
b) Harga pangan sendiri berhubungan negatif dengan permintaan pangan
tersebut;
c) Harga pangan lain berhubungan positif/negatif dengan permintaan pangan;
d) Pendapatan berhubungan positif dengan permintaan pangan;
e) Permintaan pangan rumahtangga yang anggota rumahtangganya berusia
produktif lebih tinggilrendah dibandingkan permintaan pangan lansia;
f) Harga pangan berhubungan negatif dengan konsumsi gizi;
g) Pendapatan berhubungan positif dengan konsumsi gizi.
Universitas Indonesia
BAB3
DATA DAN METODE PENELITIA N
3.1
Jenis dan Somber Data
Dalam penelitian ini digunakan data hasil survei yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) yang berupa data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Panel Konsumsi Maret 2009 dan data Potensi Desa (Podes) tahun 2008. Susenas
Panel Konsumsi 2009 merupakan tahun kedua dari paket Susenas Panel 20082010 yang mencakup 68.800 rumahtangga sampel yang menyebar di 4.300 blok
sensus terpilih di seluruh provinsi. Rumahtangga sampelnya merupakan
rumahtangga sampel Susenas Panel 2008, dan rumah tangga yang sama didata
kembali pada tahun 2010. Data yang dikumpulkan dalam Susenas Panel
Konsumsi terdiri dari data pokok (kor) dan data modul konsumsi.
Untuk Susenas Modul Konsumsi Panel tahun 2009, data yang dikumpulkan
mencakup keterangan tentang kuantitas dan nilai Rupiah konsumsi makanan,
minwnan dan tembakau baik dari pembelian, produksi sendiri maupun pemberian,
keterangan tentang pengeluaran rumahtangga untuk barang-barang bukan
makanan, keterangan tentang pendapatan, penerimaan dan pengeluaran bukan
konsumsi. Dalam penelitian ini, data ya...?}g dioiah dari Modul Konsumsi hanya
data kuantitas dan nilai Rupiah konsumsi makanan, minuman dan tembakau.
Disamping data modul konsumsi, ada pula yang disebut data kor. Data kor
menggambarkan kondisi
sosial
demografi
rumahtangga yang
mencakup
keterangan umum anggota rumahtangga (ART) yaitu nama, hubungan dengan
kepala rumahtangga, jenis kelamin, umur, status perkawinan, kepemilikan akte
kelahiran dan partisipasi pendidikan pra sekolah bagi penduduk usia 0-6 tahun,
keterangan tentang kesehatan untuk semua umur, keterangan tentang kesehatan
balita, keterangan pendidikan anggota rumahtangga 5 tahun ke atas, keterangan
tentang ketenagakerjaan anggota rumahtangga usia I 0 tahun ke atas, keterangan
tentang fertilitas untuk wanita pemah kawin, keterangan tentang perumahan dan
keterangan tentang sosial ekonomi lainnya.
Dalam penelitian ini, data kor digunakan untuk memperoleh data sosial
ekonorni yang diduga mempunyai pengaruh terhadap permintaan pangan, seperti
2'7
Universitas Indonesia
28
data jenis jelamin kepala rumahtangga, komposisi anggota rumahtangga (anggeta
non produktif, produktif dan lansia), pendidikan kepala rumahtangga, umur kepala
rumahtangga, pendidikan meal planner1, umur meal planner, lokasi geografi
rumahtangga (Sumatera, Jawa, Bali Nusatenggara, Kalimantan, Sulawesi dan
Papua Maluku) serta mata pencaharian utama rumahtangga.
Sementara data PODES (Potensi Desa) merupakan data yang diperoleh
melalui survei oleh BPS yang dilaksanakan secara rutin 3 tahun sekali. Dari survei
ini akan dihasilkan data-data potensi desa seperti luas laban pertanian, akses
pendidikan,
kesehatan,
pemerintahan, jumlah penduduk,
fasilitas
umum
pendidikan, kondisi sosial ekonomi desa dan lain-lain. Untuk penelitian ini, data
Podes yang digunakan adalah data jumlah desa yang memiliki jalan yang dapat
dilalui kendaraan roda empat sepanjang tahun dan jarak terdekat ke pasar
bangunan permanen atau semi permanen.
3.2
Metode Analisis
Limited dependent variable akan digunakan untuk mengestimasi sistem
permintaan pangan rumahtangga. Dengan menggunakan two step estimation
technique akan pula ditentukan apakah rumahtangga mengkonsumsi kelompok
pangan atau tidak sebelum pada akhimya memutuskan kuantiti pangan yang akan
dibelinya. Hasil estimasi parameter digunakan untuk menghitung elastisitas
permintaan terhadap harga dan pendapatan. Selanjutnya dengan menggunakan
basil penghitungan elastisitas permintaan tadi, dilakukan penghitungan elastisitas
kalori dan protein. Terakhir, dilakukan simulasi kebijakan bagi rumahtangga
miskin dengan menggunakan basil penghitu..-tgan elastisitas kalori dan protein
untuk mengetahui dampak kebijakan subsidi langsung dan tidak langsung
terhadap konsumsi gizi rumahtangga.
3.2.1 Spesif'lkasi Model Permintaan
Dalam
penelitian
rm
penulis
menggunakan
metode
Linear
Approximation/Almost Ideal Demand System (LA/AIDS) untuk analisis
permintaan pangan di tingkat rumahtangga. Seperti yang telah dijelaskan dalam
Yang dimaksud dengan meal planner adalah anggota keluarga yang bertugas menyusun menu
dan menyiapkan makanan dalam rumahtangga. Meal planner bisa ibu, nenek, menantu perempuan,
anak perempua tertua, maupun pembantu rumahtangga.
1
Universitas Indonesia
29
bah sebelumnya, model LA/AIDS berbentuk semilog yang artinya rumah tangga
yang dianalisis mengkonsumsi semua bahan pangan.
Untuk itu dilakukan penggabungan beberapa bahan pangan menjadi
kelompok pangan berdasarkan kandungan gizinya yaitu pertama, kelompok
pangan padi- padian dan umbi- umbian (pangan sumber karbohidrat), kedua
kelompok pangan daging/ikan/telur/susulkacang - kacangan (pangan sumber
protein), ketiga kelompok pangan buah dan sayur (pangan sumber vitamin,
mineral dan serat), keempat kelompok pangan minyak dan lemak (pangan sumber
lemak), dan kelima kelompok pangan lainnya, serta keenam kelompok bukan
pangan (Tabel3.1).
Asumsi yang dibangun dari kelompok komoditi di atas adalah bahwa harga
dari masing - masing komoditi dalam kelompok komoditi bergerak secara
bersamaan, sehingga dapat diperlakukan sebagai komoditas tunggal. Nicholson
(2005) menyatakan bahwa sebuah komoditi gabungan yang terdiri dari
sekelompok
komoditi
dimana
semua harga
bergerak
bersamaan
dapat
diperlakukan sebagai satu komoditi. Penggunaan asumsi ini berguna dalam
menyederhanakan analisis.
Universitas Indonesia
30
Tabel3.1. Pengelemp6kan Pangan
No
Kelompok Pangan
Komoditi
Padi - padian dan
umbi - umbian
beras lokal, beras kualitas unggul, beras impor, beras ketan,
jagung basah dengan kulit, jagung pipilalberas jagung, tepung
beras, tepungjagung, tepung terigu, ketela pohon, ketela rambat,
sagu, talas/keladi, kentang, gaplek, tepung gaplek, tepung ketela
pohon
Daging, ikan, telur,
susu dan kacang kacangan
Ekor kuning, tongkoVtunalcakalang, tenggiri, selar, kembung, teri,
bandeng, gabus, mujair, mas, lele, kakap, baronang, udang, cumi ~umi, ketamlkepitinglrc!iung3.11, kenlllg/siput, ikan asinldi~:tw~tkan
dan udang dan hewan air lain yang diawetkan, daging sapi, daging
kerbau, daging kambing, daging babi, daging ayam ras, daging
ayam kampung, dendeng, abon, daging dalam kaleng, hati, jeroan,
tetelan, tulang, telur ayam ras, telur ayam kampung, telur ituk,
telur puyuh, telur lainnya, telur asin, susu murni, susu cair pabrik,
susu kental manis, susu bubuk, susu bubuk bayi, keju, kacang
tanah tanpa kulit, kacang tanah dengan kulit, kacang kedele,
kac::mg hijau, kacang mede, tabu, temp<", tauco, oncom
3
Buah dan sayur
Bayam, kangkung, kol, sawi putih, sawi hijau, buncis, kacang
panjang, tomat sayur, wortel, mentimun, daun ketela pohon,
terong, tauge, labu, jagung muda kecil, sayur sop/capcay, sayur
asam/lodeh, nangka muda, pepaya muda, jamur, petai, jengkol,
bawang merah, bawang putih, cabe merah, cabe hijau, cabe rawit,
sayur dalam kaleng, sayur lainnya, jeruk, mangga, apel, alpokat,
:rct!lll;mta!l, du](u, durian, s;1)a)(, nanas, pjsang ambon, pisang raja,
pepaya, jambu, sawo, belimbing, kedondong, semangka, melon,
nangka, tomat buah, buah dalam kaleng, buah lainnya
4
Minyak dan lemak
Minyak kelapa, minyak jagung, minyak goreng lainnya, kelapa,
margarine, lainnya
5
P3.11g3.11 lainnya
Gula pasir, gula merah, the, kopi, coklat instan, coklat bubuk,
sirup, garam, kemiri, ketumbar, lada, asam, biji pala, cengkeh,
terasi, kecap, penyedap masakan, sambal jadi, bumbu masak jadi,
kerupuk, emping, bahan agar- agar, bubur bayi kemasan, roti
tawar, roti manis, kue kering, kue basah, makanan gorengan,
bubur kacang hijau, gado - gado, nasi campur, nasi goreng, nasi
putih, lontong!ketupat sayur, soto/gule/sop/rawon/cincang,
sate/tongseng, mie bakso/mie rebus/mie goreng, mie instan,
makanan ringan anak - anak:, air kemasan, air kemasan galon, air
teh kemasan, sari buah kemasan, minuman ringan soda, minuman
kesehatanlminuman energi, minuman lainnya, es krim, bir, anggur,
minuman keras lainnya, rokok kretek filter, rokok kretek tanpa
filter, rokok putih, tembakau, sirih, lainnya
6
Nonpangan
Perumahan dan fasilitas rumahtangga, aneka barang dan jasa,
pakaian, alas kaki, tutup kepala, barang tahan lama, pajak,
pungutan, asuransi, keperluan pesta dan upacara
I
2
Sumber : Pengelompokan menggunakan kuesioner Modul Konsumsi 2009
Universitas Indonesia
31
Setelah basil pengolahan data susenas dan podes dipereleh, data
dikelompokkan
keseluruhan,
menjadi
kelompok
tiga
kelompok
rumahtangga
kelompok
yaitu
miskin
berstatus
rumahtangga
dan
kelompok
rumahtangga bukan miskin. Kemudian masing - masing kelompok rumahtangga
tersebut diestimasi dalam model LA/AIDS dengan fonnulasi sebagai berikut:
I. Model Matematika
w;
f
=
(harga estirnasi kelompok komoditi, total pengeluaran yang dideflasi
dengan indeks harga stone, jenis kelamin KRT, umur KRT, lama sekolah
KRT, umur meal planner, lama sekolah meal planner, mata pencaharian
utama rumahtangga, komposisi anggota rumahtangga, geografi, luas lantai
rumah per kapita, proporsi desa per kecamatan yang memiliki jalan yang
dapat dilalui kendaraan roda empat dan jarak terdekat ke pasar permanen
(3.1)
atau semi permanen)
2. Model Ekonometri
w; = a; + p; Ln XIP* + "f;yij Ln P; +
tr;
AGEM + c5; EDUCM + n; PROFF +
L
SEX+
1]; Ln AGEH + p;
EDUCH + f/J; Ln
Jl; HH; +An SUM+ A2; JAWA + A3; KAL
i
+ .4; SUL + A5; BALNUS + (; Ln FLOOR + 8; ROAD +
f/1;
Ln MARKET+ e;
(3.2)
dimana:
i,j
=
1, 2, 3, .... , 6 (kelompok pangan)
W;
=
proporsi pengeluaran kelompok pangan ke - i
terhadap total pengeluaran rumahtangga
LnP;
=
logaritma natural (In) harga estirnasi kelompok
panganke- i
Ln (XIP*)
=
total pengeluaran rumahtangga yang dideflasi dengan
indeks harga Stone
SEX
=
jenis kelamin kepala rumah tangga (laki -laki = 1,
perempuan = 0)
LnAGEH
= In umur kepala rumahtangga
EDUCH
= lama sekolah kepala rumahtangga
LnAGEM
= In umur meal planner
EDUCM
= lama sekolah meal planner
Universitas Indonesia
32
= dummy mata pencaharian utam.a rumahtangga
PROFF
(pertanian = I dan bukan pertanian = 0)
= jurnlah anggota rumahtangga ~ non produktif 0 - 22
HH;
tahun, produktif 23 - 65 tahun dan lansia di atas 65
tahun
= dummy rumahtangga berada di Sumatera (Sumatera
SUM
= 1 dan luar Sumatera = 0)
= dummy rumahtangga berada di Jawa (Jawa = 1 dan
JAWA
luar Jawa = 0)
= dummy rumahtangga berada di Nusa tenggara (Nusa
BALNUS
tenggara = I dan luar Nusa tenggara = 0)
= dummy rumahtangga berada di Kalimantan
KAL
(Kalimantan = I dan luar Kalimantan = 0)
= dummy rumahtangga berada di Sulawesi (Sulawesi =
SUL
1 dan luar Sulawesi = 0)
LnFLOOR
= In luas lantai per kapita
ROAD
= proporsi desa per kecamatan yang memiliki jalan
yang dapat dilalui kendaraan roda empat sepanjang
tahun
= In jarak terdekat ke pasar permanen atau semi
LnMARKET
permanen
a;,
p;, Yif•
(/J;, ~;, U;,
A3;,
8;
tr;, 1];,
p;,
--
parameter
Jl;, AJj, A2;,
A.4;, A.5;, 0;, If/;
= error term
Dalam penelitian ini, ketiga restriksi yang ada dalam model permintaan
LA/AIDS yaitu adding - up, homogeneity dan simetri slutsky diterapkan dalam
pendugaan sistem permintaan model LA/AIDS. Restriksi adding - up dilakukan
dengan cara mengurangi persamaan yang ada, dimana pada penelitian ini terdapat
enam persamaan berdasarkan kelompok komoditi, maka persamaan yang
diestimasi hanya lima persamaan saja dengan memenuhi syarat sebagai berikut :
Universitas Indonesia
33
n
n
n
n
~
~
~
~
n
n
n
n
i=l
i=l
i=l
i=l
i=l
i=l
:La;= 1; LP; = O; :Lrij = O; :Ln; = O;
LO; =0; LO"; =0; L.U; =0; LA,;
n
:Lr~; = O;
~
n
n
~
~
LP; = O; L<JJ; = O;
n
n
i=l
i=l
=0; L~; =0; L~; =0;
n
LA4i =0;
i=l
(3.3)
i=l
Sedangkan restriksi homogeneity dan sim.etri slutsky dilakukan secara bersamasama ketika regresi utama LA/AIDS dilakukan.
Variabel terikat dalam model permintaan LA/AIDS adalah proporsi
pengeluaran kelompok komoditi ke - i terhadap total pengeluaran seluruh
kelompok pangan dengan rumus sebagai berikut :
(3.4)
dimana Ei dan Eg adalah nilai pengeluaran komoditi - i dan nilai pengeluaran
kelompok komoditi -g.
Dengan mengacu pada Heien dan Pompelli (1998) yang memperluas model
dasar LA/AIDS dengan penggunaan variabel sosial ekonomi dan variabel
demografi lainnya, maka pada penelitian ini dimasukkan variabel tersebut, yakni
jenis kelamin kepala rumahtangga, umur kepala rumahtangga, lama sekolah
kepala rumahtangga, umur meal planner, lama sekolah meal planner, mata
pencaharian utama kepala rumahtangga, komposisi anggota rumahtangga, dan
sebagainya
Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah menggunakan variabel
komposisi anggota rumahtangga tanpa melakukan pembobotan terhadap
umumya. Dalam penelitian ini diasumsikan tidak ada perbedaan porsi atau jumlah
pangan yang dikonsumsi oleh anggota rumahtangga dalam satu rumahtangga.
3.2.2 Tahapan Estimasi
Setelah diperoleh berbagai variabel bebas dan variabel terikat dari
pengolahan data Motiul Konsumsi, Kor dan Podes dengan perangkat lunak SPSS
17.0, penelitian ini dilanjutkan dengan estimasi variabel- variabel tersebut dalam
bentuk model LA/AIDS dengan menggunakan perangkat lunak StataSE 10.
Universitas Indonesia
34
Sesungguhnya regresi model LA/AIDS adalah regresi Ordinary Least Square
(OLS). Akan tetapi, dalarn model permintaan ini tenlapat beberapa kondisi yang
menyebabkan parameter menjadi bias. Yang dimaksud dengan parameter yang
bias adalah bahwa parameter yang dihasilkan dari regresi tidak menggarnbarkan
populasi yang sebenarnya. Berikut adalah kondisi tersebut dan langkah yang harus
dilakukan untuk mendapatkan parameter hasil estimasi yang Best Linear
Unbiased Estimator (BLUE).
3.2.2.1
Selectivity Bias
Masalah lain yang dapat menyebabkan estimasi parameter menjadi biasa
adalah selectivity bias. Selectivity bias terjadi karena adanya rumahtangga yang
tidak mengkonsumsi salah satu komoditi pangan tertentu (Moeis, 2003). Waktu
survei yang singkat selarna satu minggu memungkinkan bagi suatu rumahtangga
yang kebetulan sedang tidak mengkonsumsi komoditi tertentu. Apabila dalarn
estimasi tidak menyertakan rumahtangga yang tidak mengkonsumsi komoditi ini,
dugaan parameter yang dihasilkan akan menjadi bias. Untuk mengatasi masalah
selectivity bias dari data ini dengan cara mengelompokkan komoditi pangan.
Narnun apabila dengan pengelompokkan komoditi pangan masih ditemui
rumahtangga yang tidak mengkonsumsi kelompok pangan tersebut, tahap
selanjutnya dengan menggunakan two step estimation dari Heckman, yaitu
menarnbahkan variabel bebas IMR (Inverse Mills Ratio) pada model utama.
Untuk mendapatkan IMR digunakan regresi logistik untuk mengestimasi
peluang rumahtangga mengkonsumsi suatu kelompok pangan. Adapun model
regresi logistik adalah sebagai berikut :
I
P,1
Z;
=
ez;
= l + e=:Z; = 1+ e z
.
, d1mana ~ adalah :
1
a; +pi Ln Y + '"fyij Ln P; +
7r;
SEX+ TJ; Ln AGEH + p; EDUCH + rp; Ln
AGEM + <5; EDUCM + lT; PROFF +
L
Ji; HH; + A.u SUM+ A.2; JAWA + A.3; KAL
i
+ ~; SUL + A5; BALNUS + (; Ln FLOOR + 8; ROAD + rp; Ln MARKET+ e;
(3.5)
Zi diregresikan terhadap variabel bebas pengeluaran rumahtangga sebulan, harga
dan kondisi sosio demografi rumahtangga.
Universitas Indonesia
35
Setelah mendapatkan estimasi peluang mengkonsumsi suatu kelompok
komoditi makanan dari regresi logistik (APi), maka dihitung nilai probit (individual
probit score) masing-masing kelompok makanan dari nilai estimasi peluang tersebut
dengan menggunakan program SPSS. Selanjutnya nilai IMR diperoleh dengan
membagi probability density function (PDF) dan cumulative distribution function
(CDF) dalam distribusi standar normal, dengan rumus:
I
_!e-
I
;
2](
z
2dp J
IMRi = ( .[l;e- I ..j2;
-p
2
-p
(3.6)
2
dimana p adalah individual probit score dan Zi adalah persamaan (3.9). Nilai IMR
inilah yang akan menjadi salah satu variabel bebas pada model utama LA/AIDS.
3.2.2.2
Simultaneity Bias
Setelah kita mengatasi masalah selectivity bias dengan cara seperti
penjelasan di atas, tahap selanjutnya ialah mengatasi masalah simultaneity bias,
quality effect dan quantity premium. Dalam data Susenas tidak terdapat data
harga. Oleh karena itu, dengan mengikuti Deaton dan Muellbauer (1980)
digunakan unit value. Unit value adalah nilai kelompok komoditi ke - i yang
diperoleh dari pembagian antara pengeluaran kelompok ke - i dengan banyaknya
kelompok komoditi ke - i yang dikonsumsi atau
V,
=
Ei
Qi
(3.7)
Dong et al (1998) mengasumsikan unit value sebagai indikator kualitas
komoditi yang dikonsumsi oleh rumahtangga, sehingga unit value juga ditentukan
oleh pendapatan rumahtangga. Sementara Kunreuther (1973) menjelaskan bahwa
unit value dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas komoditi yang dibeli
konsumen. Konsumen yang tingkat pendapatannya lebih tinggi memilih untuk
membeli barang yang lebih berkualitas. Kondisi ini disebut quality effect, dimana
dalam kasus di atas unit value berhubungan positif dengan kualitas komoditi.
Sedangkan quantity effect terjadi karena adanya perbedaan dalam jumlah barang
yang dibeli. Rumahtangga berpendapatan rendah akan membeli komoditi dalam
jumlah yang lebih sedikit, sehingga jumlah yang dibayarkan rumahtangga menjadi
lebih tinggi. Dalam kasus ini unit value berhubungan negatif dengan pendapatan
atau pengeluaran rumahtangga. Dapat dikatakan bahwa unit value merupakan
fungsi dari pendapatan dan harga.
Universitas Indonesia
36
Jika unit value digunakan sebagai proksi dari harga pada model permintaan,
maka korelasi positif dan negatif sebagai akibat dari adanya quality effect maupun
quantity premium di atas menyebabkan estimasi parameter menjadi bias (Laraki,
I 989). Untuk mengatasi masalah di atas, Moeis (2003) menyarankan untuk
menggunakan instrument variabel dengan langkah- langkah sebagai berikut :
I) Menghitung logaritma unit value setiap kelompok komoditi pangan (LPi).
2) Menghitung logaritma unit value rata-rata setiap kelompok komoditi pangan
di setiap desa
(LP~).
Dalam penelitian ini hanya terdapat satu pasar dalam
setiap desa dan semua rumahtangga membeli bahan pangan di pasar tersebut.
Karena membeli di pasar yang sama, maka harga yang dibayarkan
rumahtangga untuk suatu komoditi tertentu tidak berbeda. Kalaupun ada
perbedaan harga, hal tersebut lebih disebabkan adanya masalah kualitas dan
kuantitas barang yang dibeli.
3) Menghitung deviasi logaritma unit value (LDi) antara logaritma unit value
setiap kelompok komoditi yang dibayar setiap rumahta.ngga terhadap rata-rata
unit value setiap kelompok komoditi di setiap desa dengan rumus:
LDi = LPi- LPRi
(3.8)
Pengambilan data Susenas yang dilakukan oleh BPS menggunakan metode
stratified sampling, peneacah mengumpulkan dan mewawanearai kepala
rumahtangga terpilih di satu desa pada satu waktu yang sama. Karena
diasumsikan bahwa harga bahan pangan pada satu desa tidak berbeda, maka
deviasi unit value terhadap unit value rata- rata desa menggambarkan quality
effect dan quantity premium dari unit value yang dibayarkan oleh
rumahtangga. Karenanya kedua pengaruh tersebut harus dihilangkan agar
harga yang kita gunakan sebagai variabel bebas sudah terlepas dari masalah
tersebut dengan tahap selanjutnya di bawah ini.
4) Regresi dengan menggunakan OLS antara LDi sebagai variabel terikat dan
variabel-variabel bebas seperti pada persamaan 3.2 tanpa variabel In Pi dengan
model ekonometri sebagai berikut:
LD; = a; +Pi In EXP + 1r; SEX+ 1/; In AGEH + p; EDUCH + rp; In AGEM +
~; EDUCM + U; PROFF +
L
Jl; HHi +A]; SUM+ A]; JAWA
+ Aj; KAL + A4;
(3.9)
Universitas Indonesia
37
SUL + A.5;BALNUS +(;In FLOOR + 8; ROAD +
'If;
In MARKET+ e;
dimana:LD;
LD;
=
logaritma deviasi harga kelompok pangan ke- i
lnEXP
=
total pengeluaran rumahtangga
SEX
=
jenis kelamin kepala rumah tangga (laki - laki = 1,
perempuan = 0)
lnAGEH
=
In urnur kepala rumahtangga
EDUCH
=
lama sekolah kepala rumahtangga
lnAGEM
=
In urnur meal planner
EDUCM
=
lama sekolah meal planner
PROFF
=
dummy mata pencaharian utama rumahtangga
(pertanian = 1 dan bukan pertanian = 0)
= jumlah anggota rumahtangga ~ non produktif 0 - 22
Hhi
tahun, produktif 23 - 65 tahun, dan lansia di atas 65
tahun
= dummy rumahtangga berada di Surnatera (Surnatera =
SUM
l dan luar Surnatera = 0)
= dummy rumahtangga berada di Jawa (Jawa = l dan
JAWA
luar Jawa = 0)
= dummy rumahtangga berada di Nusa tenggara (Nusa
BALNUS
tenggara = 1 dan luar Nusa tenggara = 0)
= dummy rumahtangga berada di Kalimantan
KAL
(Kalimantan= 1 dan luar Kalimantan= 0)
=
SUL
dummy rumahtangga berada di Sulawesi (Sulawesi = I
dan luar Sulawesi = 0)
LnFLOOR
= luas lantai per kapita
ROAD
=
proporsi desa yang memiliki jalan yang dapat dilalui
kendaraan roda empat sepanjang tahun
= jarak terdekat ke pasar permanen atau semi permanen
LnMARKET
8.;,
p;, 7r;,
b;,
U;,
71;, p;,
J.l;, A.1;,
(/J;,
=
parameter
,b, A.3;,
Universitas Indonesia
38
= error term
£;
5) Menghitung logaritma harga estimasi setiap kelompok pangan (LPEi) setiap
rumahtangga. Harga estimasi kelompok pangan yang kita dapatkan sekarang
sudah terbebas dari masalah quality effect dan quantity premium dengan cara
iD
menggunakan
sebagai pengurangnya. Jika rumahtangga memiliki
pengeluaran pada kelompok pangan ke - i, maka logaritma harga estimasi
adalah pengurangan antara logaritma unit value kelompok pangan dengan
nilai estimasi logaritma deviasi unit value dengan persamaan sebagai berikut :
A
LPE.I
= LP -LD.
I
(3.10)
j
Jika rumahtangga tidak memiliki pengeluaran pada kelompok pangan ke - i,
maka logaritma harga estimasi adalah pengurangan antara logaritma unit value
kelompok pangan rata - rata setiap desa dengan nilai estimasi logaritma
deviasi unit value dengan persamaan sebagai berikut :
(3.11)
Dalam data Susenas tidak terdapat kuantiti kelompok komoditi non pangan,
sehingga unit value untuk kelompok ini sama dengan total pengeluarannya
atau
Vi
=
E;. Logaritma harga estimasi dari setiap kelompok komoditi ini
kemudian digunakan dalam regresi model permintaan LA/AIDS.
3.2.2.3 Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas
Estimasi penduga dalam model LA/AIDS menggunakan metode OLS,
dimana pada metode OLS terdapat asumsi bahwa variabel gangguan (t:i)
mempunyai varian yang konstan (Var (Ei)
=
if). Kondisi terpenuhinya asumsi ini
disebut dengan homoskedastisitas. Sebaliknya apabila asumsi tersebut tidak
terpenuhi, yakni varian tidak konstan atau berubah - ubah, maka kondisi tersebut
dikatakan heteroskedastisitas. Dengan adanya heteroskedastisitas menyebabkan
penduga regresi tidak lagi mempunyai varian yang minimum dan terbaik. Akan
tetapi penduga regresi tersebut masih linear dan tidak bias. Atau dengan kata lain
estimasi OLS tidak menghasilkan penduga regresi yang tidak bias, linear dan
Universitas Indonesia
39
mempunyai varian yang minimum (Best Linear Unbiased Estimator (BLUE)),
tapi hanya tidak bias dan linear (Linear Unbiased Estimator (LUE)). Untuk itu
perlu dilakukan uji deteksi heteroskedastisitas dengan menggunakan metode
Breusch - Pagan dan apabila terdeteksi adanya heteroskedastisitas, maka
digunakan regresi dengan robust.
Asumsi lain dalam OLS adalah tidak adanya hubungan antara variabel bebas
dalam suatu regresi atau disebut multikolinearitas. Adanya multikolinearitas
masih menghasilkan penduga regresi yang BLUE, tetapi menyebabkan suatu
model mempunyai varian yang besar. Varian yang besar akan menghasilkan
standard error yang besar pula dan nilai t hitung uji t yang kecil. Pada akhimya
nilai t hitung uji t yang kecil membuat variabel bebas secara statistik tidak
signiftkan mempengaruhi variabel tidak bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi
dengan menggunakan Variance - inflating factor (VIF') yang menunjukkan
bagaimana varian dari penduga regresi menaik (inflating) dengan adanya
multikolinearitas.
3.2.3 Penghitungan Elastisitas Perm.intaan
Setelah diperoleh basil estimasi dari model permintaan LA/AIDS, dengan
menggunakan proporsi pengeluaran rata- rata kelompok pangan ke - i, dilakukan
penghitungan elastisitas harga sendiri (Eii}, elastisitas harga silang Marshallian (Eij)
dan elastisitas pendapatan (Ei) dengan rumus sebagai berikut :
E;;
= -(1 + P;) + Y;; lw;
(3.12)
(3.13)
(3.14)
3.2.4 Penghitungan Elastisitas Gizi
Dalam ilmu pangan dikenal zat gizi makro yang artinya tubuh manusia
membutuhkan zat gizi tersebut dalam jumlah yang cukup banyak. Zat gizi tersebut
ialah kalori atau energi, protein, karbohidrat, dan lemak. Dalam penelitian ini
hanya dianalisa kalori dan protein, karena penggunaan nilai kalori (energi) dan
nilai protein sudah cukup untuk menggambarkan kecukupan pangan rumahtangga
(Ariningsih, 2008). Selain itu Torun et al. (1981) dan Rand et al. (1984) di dalam
Moeis (2003) menyatakan bahwa kasus kekurangan energi dan protein pada anak
Universitas Indonesia
40
- anak dan wanita hamil merupakan kasus yang paling banyak terjadi di negara negara berkembang. Kalori biasanya digunakan sebagai standar kecukupan
pangan dan asupan kalori per kapita per hari sering digunakan sebagai batas garis
kemiskinan di negara - negara berkembang. Sedangkan umumnya, konsumsi
protein digunakan secara bersama dengan konsumsi energi dalam penelitian penelitian di banyak negara.
Untuk menghitung elastisitas gizi yang terdiri dari elastisitas kalori dan
protein, dibutuhkan nilai elastisitas harga silang dan elastisitas pendapatan yang
diperoleh dari hasil estimasi model permintaan. Untuk menghitung konsumsi gizi
terhadap harga dan pendapatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Laraki, 1989) :
eg;
=
(3.15)
LsreJi
j
(3.16)
dimana:
g
=
eg;
= elastisitas harga barang - i terhadap konsumsi gizi - g
ngi
= elastisitas pendapatan terhadap konsumsi gizi - g
Sj
= proporsi kandungan zat gizi kelompok pangan - j terhadap total zat gizi
zat gizi seperti kalori dan protein
yang dikonsumsi
ej;
= elastisitas harga barang - i terhadap permintaan barang - j
nj
= elastisitas pendapatan terhadap permintaan barang - j
3.2.5 Penghitungan Simulasi Gizi
Asupan
gizi
rumahtangga tergantung
pada jumlah makanan
yang
dikonsumsi dan kandungan gizi makanan tersebut. Konsumen merespon kenaikan
harga dengan mengurangi konsumsi pangan beserta pangan komplementemya dan
meningkatkan konsumsi pangan subsitusinya. Apabila kandungan gizi pangan
tersebut dan pangan komplementemya lebih rendah daripada kandungan gizi
pangan subsitusi yang dikonsumsi, maka jumlah total zat gizi yang dikonsumsi
menjadi meningkat. Begitu pula sebaliknya.
Untuk menghitung persentase dampak perubahan harga dan pendapatan
terhadap konsumsi zat gizi, (Laraki, 1989) digunakan rumus sebagai berikut :
Universitas Indonesia
41
(3.17)
Sj,
dan egi diperoleh dari penghitungan elastisitas gizi.
3.3
Diagram Alir Prosedur Pengolahan Data
Pada penelitian ini digunakan 3 jenis data mentah yakni data Modul
Konsumsi dan Kor tahun 2009 serta data Potensi Desa (Podes) tahun 2008.
Berikut adalah diagram alir prosedur pengolahan data :
Datakor
individu
Variabel:
- jenis kelamin KRT
- umurKRT
- lama sekolah KRT
- umur meal planner
- lama sekolah meal
planner
Datakor
rumahtangga
DataPodes
Variabel:
- Mata pencaharian
utama rumalttangga
- jumlahART
- lokasi rumahtangga
- luas lantai per kapita
Variabel:
- Proporsi desa yang
memiliki jalan yang
dapat dilalui
kendaraan roda 4
- Jamk pasar terdekat
Merger seluruh variabel sosial
demografi
A. Data
sosdem
Gambar 3.1. Diagram Alir Pengolahan data Kor dan Podes
Universitas Indonesia
42
:-:
.
. ·~·
... ;:
.:·.
..
.
.
Data modul konsumsi
Mengelompokkan
pangan
Menghitung
budget share
!
Menghitung In harga
tiap kelompok
pangan
!
Menghitung In harga
rata ~ rata kelompok
pangan di tiap desa
!
Menghitung In
deviasi harga
l
Regresi seperti pers
(4.6)
Menghitung
(XIP*)
~
IIIII
Menghitung harga
estimasi
!
Gambar 3.2. Diagram Alir Pengolahan Data Modul Konsumsi
Universitas Indonesia
43
Digabung
Regresi model
permintaan
LA/AIDS
rl:>apaf.e$iimas~ ·
·,..
·... ·~)i·~~t.
. :
.
.- .,
~
...~
Gambar 3.3. Diagram Alir Regresi LA/AIDS Dan Penghitungan Elastisitas
3.4
Def"misi Operasional
Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berik:ut :
Rumahtangga (RT) adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami
sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya tinggal bersama serta
makan dan satu dapur. Makan dan satu dapur diartikan sebagai pengurusan
kebutuhan bersama sehari-hari di bawah satu pengelolaan.
Anggota Rumah Tangga (ART) adalah semua orang yang biasanya bertempat
tinggal di suatu RT, baik yang berada di rumah pada waktu pencacahan maupun
sementara sedang tidak ada. ART yang telah bepergian enam bulan atau lebih, dan
ART yang bepergian kurang dari enam bulan tetapi dengan tujuan pindahlakan
Universitas Indonesia
44
meninggalkan rumah eruun bulan atau lebih, tidak dianggap sebagai ART. Orang
yang telah tinggal di RT enam bulan atau
lebi~
atau yang telah tinggal di RT
kurang dari enam bulan tetapi berniat pindah/bertempat tinggal di RT tersebut
enam bulan atau lebih dianggap sebagai ART.
Kepala Rumah Tangga (KRT) adalah seorang dari sekelompok anggota rumah
tangga yang bertanggungjawab mencari nafkah untuk rumahtangga, atau orang
yang dianggap/ditunjuk sebagai KRT.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau
pembuatan makanan atau minuman.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah kebutuhan tubuh secara umum untuk rata
- rata orang Indonesia. Angka kecukupn gizi bukan merupakan angka yang tepat
untuk setiap orang, karena kebutuhan tubuh seseorang juga dipengaruhi oleh jenis
kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas fisik.
Kalori adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan jumlah energi. Pada
umumnya kalori digunakan untuk menunjukkan jumlah energi yang terkandung
dalam makanan. Kalori dapat diperoleh dari asupan nutrisi yang mengandung
nutrisi, seperti karbohidrat, lemak, protein, dan alkohol.
Protein adalah zat kimia dasar yang terdapat dalam setiap sel hidup yang
berfungsi untuk membangun jaringan tubuh yang baru, sebagai enzim, pertahanan
tubuh, pengatur pergerakan dan media perambatan impuls syaraf. Asupan protein
dapat diperoleh dari bahan pangan seperti daging, ikan, kacang- kacangan, telur,
dan susu.
Pengeluaran konsumsi rumahtangga sebulan adalah total nilai makanan dan
bukan makanan (barangljasa) yang diperoleh, dipakai, atau dibayarkan
rumahtangga sebulan untuk konsumsi rumahtangga, tidak tennasuk untuk
keperluan usaha rumahtangga atau yang diberikan kepada pihak/orang lain. Untuk
konsumsi makanan, yang tennasuk konsumsi rumahtangga adalah yang benarbenar telah dikonsumsi selama referensi waktu survei (consumption approach),
sedangkan untuk konsumsi bukan makanan konsep yang dipakai pada umumnya
Universitas Indonesia
45
adalah konsep penyerahan (delivery approach), yaitu dibelildiperoleh dari pihak
lain, asalkan tujuannya untuk kebutuhan rumah tangga.
Pendidikan adalah pendidikan yang ditamatkan. Yang dimaksud dengan ''tamat'
adalah selesai mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi suatu sekolah sampai akhir
dengan mendapatkan tanda tamat/ijazah. Seseorang yang belum mengikuti
pelajaran pada kelas tertinggi, tetapi ia mengikuti ujian dan lulus, dianggap
''tamat".
Universitas Indonesia
BAB4
SITUASI KONSUMSI PANGAN DAN GIZI DI INDONESIA
Untuk dapat menjalankan aktivitas, menjaga kesehatan dan produktivitas,
manusia membutuhkan zat - zat gizi yang diperolehnya melalui makanan.
Kekurangan zat gizi baik kuantitas dan kualitas (terutama pada anak balita) dalam
jangka waktu yang panjang dapat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia.
Zat gizi yang dibutuhkan tersebut tidak hanya energi, namun juga protein. Energi
dan protein digunakan sebagai indikator status gizi karena penggunaan nilai kalori
(energi) dan nilai protein sudah eukup untuk menggambarkan kecuk.upan pangan
rumah tangga. Konsumsi kalori terkait erat dengan kemampuan manusia untuk
hidup secara aktif, sedangkan konsumsi protein dibutuhkan untuk memulihkan
sel-sel tubuh yang rusak pada usia dewasa atau untuk menjamin pertumbuhan
normal pada usia muda.
Dari segi kuantitas konsumsi pangan, jumlah energi yang dikonsumsi
penduduk Indonesia antara tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 mengalami tren
yang meningkat Pada tahun 2005 total energi penduduk Indonesia adalah 1907
kkal/kapitalhari. Angka ini masih berada di bawah angka tingkat konsumsi yang
direkomendasikan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun
2004 sebesar 2000 kkallkaplhari. Pada tahun 2008 total energi ini meningkat
menjadi 2038 kkal/kapitalhari, sudah melebihi angka anjuran. Namun pada tahun
2009,
konsumsi
energi
penduduk
Indonesia
menurun
menjadi
1927
kkal/kapitalhari. Sementara jumlah protein yang dikonsumsi penduduk pada tahun
2005 sampai dengan tahun 2009 telah melampaui angka kecukupan protein yang
dianjurkan sebesar 52 gram/kap/hari, meskipun terjadi penurunan konsumsi
protein pada tahun
2009
menjadi
54,35
gramlkapitalhari
dari
57,49
gram/kapitalhari. Dilihat dari perbandingan jumlah protein yang dikonsumsi,
konsumsi protein nabati tampak lebih tinggi dibandingkan konsumsi protein
hewani. Konsumsi protein hewani pada tahun 2009 sebesar 14,43 grarnlkapita/hari
dan konsumsi protein nabati sebesar 39,92 gramlkapitalhari. Perkembangan
kuantitas konsumsi pangan penduduk Indonesia tahun 2005- 2009 dapat dilihat
pada tabel4.1 di bawah ini.
46
Universitas Indonesia
47
Tabel 4.1. Perkembangan Kuantitas Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia
Tahun 2005 - 2009
Perkotaan + Perdesaan
Koosumsi
2005
2006
2007
2008
1907
1927
2015
2038
Total eoergi
l~llkapita/hari)
----------·- ---·····
-------------
·····--·-
·-
......
........
2009
Aojurao
1927
2000
_______________ _, _____
-· ----------
Protein nabati
41,31
40,59
42,53
42,18
39,92
Protein hewani
13,93
13,07
15,1
15,31
14,43
Total protein
(Gramlkapitalhari)
55,24
53,66
57,63
57,49
54,35
....
···-
52
Sumber: Susenas 2005,2006,2007,2008, 2009, BPS dlolah Pusat Konsumsl dan Keamanan Pangan
Tabel 4.2. Situasi Konsumsi Pangan Indonesia Tahun 2009
Kota dan Desa
Pert.ni!UI cfan Qglqtg Jawa dan Luar Jawa
Pertanian
Bukan
Pertanian
Jawa
Luar
Jawa
1912,71
1904,26
1967,46
52,84
55,16
54,14
54,59
1689,52
1607,71
1530,ll
1541,32
1599,09
44,97
38,13
41,57
40,59
40,74
41,44
1925,97
2126,84
2116,57
1991,03
1992,11
2090,10
58,01
58,32
42,38
57,73
58,15
57,38
Sumber: BPS, Susenas Modul Konsumsi 2009 (diolah oleh Penulis)
58,95
Nasional
Kota
Desa
1927,49
1891,15
1961,45
1962,53
54,35
55,84
53,08
1569,03
1477,75
41,08
Pertanian
Rumabtangga Keseluruban
Konsumsi kalori
Konsumsi protein
Rumahtangga Miskin
Konsumsi kalori
Konsumsi protein
Rumabtaogga Bukan Miskin
Konsumsi kalori
2031,42
Konsumsi protein
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa kelompok rumahtangga miskin
mengkonsumsi energi dan protein yang lebih rendah daripada kelompok
rtm1~tangga
'
.
bukan miskin. Hasil korelasi Pearson
memperlihatk~
fluqungan
.
y~g $'0sitif antara tingkat pengeluaran/pendapatan per kapita deng~ ~~q~ffmSi
kalori per kapita dan protein per kapita. Korelasi logaritma pengel~ per ~&pi~
?engan logaritma konsumsi kalori per kapita bemilai 0,451 dan signifikan pada
level 1 %. Demikian pula dengan korelasi logaritma pengeluaran per kapita
dengan konsumsi protein per kapita bernilai 0,577 dan signifikan pada level 1 %.
Universitas Indonesia
48
Lowess smoother
8
10
•
• •
0
8"ot
•
•
•
••
8
0
N
-15
••••
-10
bandwidth
•
-5
lxp
0
5
10
=.6
Gambar 4.1 . Kurva Regresi Antara Konsumsi Kalori dan Pengeluaran per Kapita
Sumber : Estimasi penulis dengan menggunakan data Susenas tahun 2009
Catatn: 61675 observasi. Koefisien korelasi Pearson 0,451 (prob = 0,000)
Lowess smoother
••
•••• •
• •
..
,
.,..
.
.,..
•
•
• • I
8N
•
10
bandwidth
12
14
lexp
16
18
=.8
Gambar 4.2 Kurva Regresi Antara Konsumsi Protein dengan Pengeluaran per
Kapita
Sumber : Estimasi penulis dengan menggunakan data Susenas tahun 2009
Catatan: 61675 observasi. Koefisien korelasi Pearson 0,577 (prob = 0,000)
Universitas Indonesia
49
Ditinjau dari lokasi rumahtangga , tampak bahwa penduduk yang tinggal di
perkotaan, baik rumahtangga miskin maupun bukan miskin, secara rata - rata
mengkonsum si energi yang lebih rendah dibandingkan penduduk di perdesaan.
Namun sebaliknya konsumsi protein penduduk di perkotaan lebih tinggi
dibandingkan penduduk di perdesaan. Untuk rumahtangga miskin yang tinggal di
perkotaan maupun perdesaan konsumsi energi dan proteinnya masih di bawah
standar minimwrt kecukupan energi maupun protein. Apabila dilihat dari jenis
pekerjaannya , terlihat bahwa konsumsi dan kecukupan energi dan protein
rumahtangga yang bermatapenc aharian sebagai petani lebih tinggi daripada
rumahtangga yang bennatapenca harian utama di luar pertanian.
Lebih lanjut Tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa asupan energi dan protein
rumahtangga di Jawa lebih rendah daripada luar Jawa. Masih melimpahnya
sumber makanan di luar Jawa di satu sisi, serta tingkat kepadatan penduduk yang
lebih tinggi di Jawa yang dihuni sekitar 60 % penduduk Indonesia di sisi lain
menyebabkan ketersediaan makanan secara keseluruhan per kapita lebih tinggi di
luar Jawa (Ariningsih, 2008).
Tabel4.3 menunjukkan bahwa beras yang merupakan pangan pokok utama
bagi sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi sumber energi utama bagi
rumahtangga , sementara kontribusi pangan pokok lainnya seperti jagung, ubi
kayu, ubi jalar, dan sagu sangat kecil. Meskipun kontribusi energi mie yang
berbahan baku gandum masih kecil, namun hasil kajian Hasibuan (200 1)
menyimpulka n bahwa mie instan berpotensi sebagai makanan sumber energi
kedua setelah beras, tetapi belum berkeduduka n sebagai makanan sumber energi
pengganti beras.
Tabel 4.3 juga menunjukkan bahwa beras juga menjadi sumber protein bagi
sebagian rumahtangga dengan persentase 44,82 % dari total konsumsi protein.
Sementara itu, kontribusi kedelai dan produk - produk olahannya yang merupakan
sumber protein nabati sekitar 10,78 %. Proporsi protein yang berasal dari bahan
pangan hewani sekitar 42,45 % dengan persentase terbesar berasal dari protein
ikan. Jika dilihat proporsinya, maka proporsi protein asal bahan pangan hewani
tersebut sudah memenuhi proporsi yang direkomenda sikan. Menurut Hardinsyah
Universitas Indonesia
50
dan Tambunan (2004) guna memperole h mutu protein dan zat gizi yang baik,
paling tidak seperlima (20 %) Angka Kecukupan Protein (AKP) dipenuhi dari
protein hewani.
Tabel4.3. Konsumsi Kalori dan Protein Rumahtangga Menurut Jenis Pangan,
Tahun 2009
Konswnsi kalori
Proporsi
Konsumsi protein
Proporsi
(Kkallkaplhari)
(%)
(Gram/kaplhari)
(%)
- Beras
1019,13
52,87
24,36
44,82
-Jagung
219,71
11,40
5,74
10,56
-Ubi kayu
101,57
5,27
0,60
1,10
- Ubijalar
128,43
6,66
1,21
2,23
- Sagu
272,56
14,14
0,48
0,88
-Mie
108,84
5,65
2,19
4,03
- Kedelai
57,26
2,97
5,86
10,78
- Daging
49,80
2,58
6,67
12,27
-Ikan
68,45
3,55
10,70
19,69
- Telur
32,73
1,70
2,58
4,75
-Susu
82,46
4,28
3,12
5,74
Jenis Pangan
·-----
Sumber: BPS, Data Susenas 2009 (diolah oleh Penulis)
Tabel 4.4 menunjukk an bahwa proporsi pengeluara n pangan rumahtang ga di
Indonesia masih di atas 50 % dengan rata - rata 10 % untuk konsumsi beras.
Proporsi ini semakin besar bagi rumahtang ga miskin, dimana proporsi
pengeluaran pangan rumahtang ga lebih dari 60 % dan pengeluaran beras di atas
17 % dari total pengeluaran.
Dilihat dari lokasi rumahtangga, proporsi pengeluaran pangan kelompok
rumahtang ga yang tinggal di perkotaan lebih rendah dibandingk an kelompok
rumahtang ga di perdesaan. Hal ini dikarenaka n penduduk di perkotaan relatif
memiliki pendapata n yang lebih tinggi dibandingk an rumahtang ga di perdesaan.
Dalam disertasinya Yudhoyon o (2004) membandi ngkan perkembangan jumlah
Universitas Indonesia
51
penduduk miskin di perdesaan dan di perkotaan, terlihat bahwa sebagian besar
penduduk miskin berada di perdesaan dengan perbandingan sekitar 7 banding 3.
Begitu pula dengan rumahtangga bennatapencaharian utama di bidang pertanian,
proporsi pengeluaran pangan lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan
pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa rumahtangga pertanian relatif lebih
miskin dibandingkan rumahtangga bukan pertanian. Yudhoyono (2004) juga
mensinyalir bahwa 67% dari penduduk miskin di Indonesia bennatapencaharian
sebagai petani.
Tabel 4.4. Proporsi Pengeluaran Pangan dan Beras Penduduk Indonesia
Tahun20()9
~
Kota dan Desa
Na$ional
KQta
D.aa
Pertanian dan Bukan
Pertanian
Bukan
Pemtnil'P Pertanian
Jawa dan Luar
Jawa
Luar
Jawa
Jawa
Rumabtangga Keseluruban
Pengeluaran pangan
0,58
0,66
0,57
0,63
0,55
0,57
0,61
Pengeluaran Beras
0,12
0,23
0,10
0,14
0,10
0,10
0,13
Pengeluaran paugan
0,67
0,66
0,67
0,68
0,65
0,65
0,69
Pengeluaran Beras
0,21
0,23
0,17
0,22
0,20
0,17
0,23
0,56
0,63
0,56
0,61
0,54
0,55
0,58
0,09
0,08
0,11
Rumahtangga Mi$kin
R~m!lh~~=!l JJgp~ Mi~kin
Pengeluaran pangan
0,12
0,10
0,10
0,19
Pengeluaran Beras
Sumber : BPS, Susenas Modul Konsumsi 2009 (Diolah Oleh Penulis)
Nam.pak seeara jelas bahwa proporsi pengeluaran pangan dan beras di Jawa
lebih rendah dibandingkan luar Jawa. Selain tingkat pendapatan di Jawa yang
lebih tinggi, produksi beras terbesar memang dihasilkan di Pulau Jawa, sehingga
pengeluaran pangan di Jawa tidak setinggi di luar Jawa.
Universitatt Indonesia
DABS
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab Hasil dan Pembahasan ini berisi deskripsi statistik variabel yang terdiri
dari variabel terikat dan variabel bebas. Selanjutnya, dibahas basil estimasi
variabel instrumen harga dan model permintaan. Estimasi parameter dari model
permintaan kemudian digunakan dalam penghitungan elastisitas permintaan.
Terakhir, pada bab ini dibahas mengenai elastisitas kandungan gizi dan simulasi
dampak kenaikan harga terhadap konsumsi gizi yang terdiri dari kalori dan protein
serta kebijakan yang tepat untuk meningkatkan konsumsi gizi rumahtangga
miskin.
5.1
Deskripsi Statistik Variabel
5.1.1 Variabel Terikat
Tabel5.1. menunjukkan rata- rata dan standar deviasi variabel terikat yang
digunakan dalam penelitian ini, yang terdiri dari dua variabel terikat yakni
variabel deviasi unit value (proksi dari harga) dan proporsi pengeluaran
kelompok komoditi (budget share). Rata- rata menggambarkan kondisi variabel
secara rata -
rata dan standar deviasi menggambarkan seberapa luas
penyimpangan nilai data tersebut dari nilai rata - ratanya. Tiap variabel terikat
memiliki enam kelompok komoditi yang menggunakan inisial angka, dimana 1
adalah kelompok pangan sumber karbohidrat yang terdiri dari padi - padian dan
umbi - umbian, 2 adalah kelompok pangan sumber protein yakni daging, ikan,
telur, susu dan kacang- kacangan, 3 adalah kelompok pangan sumber vitamin
dan mineral yaitu buah dan sayur. Sedangkan 4 berarti kelompok pangan minyak
dan lemak, 5 adalah kelompok pangan lainnya dan terakhir 6 adalah kelompok
komoditi non pangan.
Masalah lain yang biasanya ditemukan pada sistem permintaan adalah
selectivity bias karena adanya rumahtangga yang tidak mengkonsumsi bahan
pangan tertentu. Masalah selectivity bias ini dapat diatasi dengan cara
mengelompokkan komoditi pangan, yang dalam penelitian ini komoditi
dikelompokkan menjadi enam kelompok. Setelah dikelompokkan, hanya terdapat
52
Universitas Indonesia
53
beberapa rumahtangga yang tidak mengkonsumsi kelompok komoditi dan
jumlahnya sangat sediki4 tidak mencapai 0,01 % dari total rumahtangga sampel.
Oleh karena dalam penelitian ini tidak dilakukan regresi probit untuk
mendapatkan lnvers Mill's Ratio (IMR) karena dalam model ini tidak terdapat
masalah selectivity bias yang menyebabkan estimasi parameter menjadi bias.
Setelah
i~
dilakukan estimasi variabel instrumen harga dengan logaritma
deviasi unit value kelompok komoditi sebagai variabel terikatnya. Logaritma
deviasi unit value diperoleh melalui pengurangan unit value kelompok komoditi
dengan unit value rata - rata kelompok komoditi di setiap desa Unit value yang
tertinggi adalah kelompok komoditi pangan sumber protein dengan rata - rata
sebesar Rp. 10.491 per unit untuk rumahtangga keseluruhan, Rp. 10.830 untuk
rumahtangga bukan miskin dan Rp. 8.713 untuk rumahtangga miskin. Unit value:
rumahtangga miskin mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan
runulhtangga
bukan
miskin untuk
semua kelompok komoditi.
Artinya
rumahtangga miskin membeli produk dengan kualitas atau harga yang lebih
rendah daripada rumahtangga bukan miskin.
Apabila dilihat dari standar deviasinya, unit value pada semua kelompok
komoditi memiliki nilai standar deviasi yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan
adanya keheterogenan dalam unit value, yang menyebabkan terjadinya quality
effect dan quantity premium (Moeis, 2003). Keberadaan kedua kondisi tersebut
dapat menyebabkan estimasi parameter menjadi bias. Oleh karena
i~
pengaruh
ini harus dihilangkan dengan menggunakan harga estimasi sebagai pengganti
harga pada regresi model permintaan yang diperoleh melalui estimasi logaritma
deviasi unit value.
Universitas Indonesia
54
Tabel5.1. Deskripsi Statistik Variabel Terikat dalam Model
Varia bel
Definisi
Rumabtangga
keseluruban
Mean
Std. Dev
Rumabtangga bukan
miskin
Mean
Std. Dev
Rumabtangga
miskin
Mean
Std. Dev
P1
unit value kel 1
4.666
1.352
4.732
1.341
4.318
1.356
P2
unit value kel 2
10.491
5.509
10.830
5.542
8.713
4.967
P3
unit value kel 3
2.878
1.436
2.942
1.447
2.542
1.322
P4
unit value kel 4
7.345
3.424
7.397
3.373
7.073
3.667
P5
unit value kcl 5
2.053
1.701
2.094
1.631
1.836
2.015
WI
budget share kel 1
0,13
0,1139
0,10
0,0710
0,30
0,1439
W2
budgetshare ke12
0,12
0,0819
0,11
0,0728
0,17
0,1062
W3
budgetshare kel3
0,07
0,0472
0,06
0,0378
0,12
0,0627
W4
budgetshare kel4
0,03
0,0182
0,02
0,0143
0,04
0,0235
W5
budgetshare ke15
0,21
0,1337
0,20
0,1210
0,30
0,1619
W6
budgetshare kel6
0,41
0,1434
0,43
0,1458
0,33
0,0917
Sumber : Penghitungan penulis dengan menggunakan data Susenas 2009
Catatan : Mean dan standar deviasi unit value dalam Rupiah per unit dan budget share dalam rasio
Variabel terikat lain yang digunakan dalam model permintaan adalah
proporsi pengeluaran (budget share) dari tiap kelompok komoditi. Rumus yang
digunakan untuk menciptakan variabel proporsi pengeluaran telah dijelaskan pada
bab sebelumnya. Secara rata - rata, pengeluaran rumahtangga sampel yang
tertinggi adalah kelompok non pangan sebesar 41 %. Sedangkan proporsi
pengeluaran untuk kelompok padi - padian dan umbi - umbian sebesar 13 % dan
proporsi pengeluaran yang terkecil untuk kelompok minyak dan lemak sebesar 3
%. Proporsi pengeluaran kelompok padi - padian dan umbi - umbian (kelompok
1) pada rumahtangga miskin sebesar 30 %. Sedangkan pada rumahtangga bukan
miskin proporsi pengeluarannya hanya sebesar 10 %. Secara umum, proporsi
pengeluaran yang dikeluarkan rumahtangga miskin untuk . seluruh kelompok
komoditi pangan lebih besar daripada rumahtangga bukan miskin. Artinya bagian
pendapatan yang digunakan untuk membeli makanan pada rumahtangga miskin
lebih besar dibandingkan rumah tangga bukan miskin. Sebaliknya, proporsi
Universitas Indonesia
55
pengeluaran untuk non pangan pada rumahtangga miskin lebih rendah daripada
rumahtangga bukan miskin. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel yang
menyatakan bahwa semakin rendah pendapatan rumahtangga atau semakin miskin
rumahtangga, maka alokasi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi pangan
semakin besar (Nicholson, 2005).
5.1.2 Variabel Bebas
Tabel 5.2. memperlihatkan deskripsi statistik variabel bebas yang digunakan
dalam model. Variabel bebas tersebut adalah variabel harga dan pengeluaran
rumahtangga sebulan. Selain itu ditambahkan pula variabel sosial demografi
seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Moro dan Paolo (2000) menyatakan
bahwa estimasi sistem pennintaan pangan tanpa menyertakan pengaruh sosial
demografi justru akan menghasilkan estimator yang bias.
Variabel sosial demografi yang digunakan ada dalam dua macam yaitu
variabel bebas kontinu seperti umur kepala rumahtangga, pendidikan kepala
rumahtangga, umur meal planner, pendidikan meal planner, komposisi anggota
rumahtangga, luas lantai per kapita, proporsi desa per kecamatan yang memiliki
jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat dan jarak terdekat ke pasar
permanen atau semi permanen. Variabel bebas yang kedua adalah variabel bebas
diskret seperti jenis kelamin kepala rumahtangga, mata pencaharian utama kepala
rumahtangga dan regional rumahtangga.
A. LXP (Logaritma natural total pengeluaran rumahtangga sebulan)
Menurut teori ekonomi, permintaan konsumen dipengaruhi oleh pendapatan
rumahtangga. Karena data pendapatan rumahtangga tidak terdapat dalam data
Susenas, maka pendapatan rumahtangga didekati dengan total pengeluaran
rumahtangga. Survei data Susenas mencatat pengeluaran rumahtangga ·selama
seminggu, maka untuk mendapatkan data pengeluaran rumahtangga sebulan, data
terse but dikalikan dengan 30/7.
Rata - rata pengeluaran sebulan rumahtangga keseluruhan sebesar Rp.
1.850.400. Sementara rata - rata pengeluaran rumahtangga bukan miskin sebesar
Rp. 2.042.900, sedangkan rumahtangga miskin sebesar Rp. 787.270. Standar
deviasi rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin nilainya cukup
Universitas Indonesia
56
tinggi. Hal ini mengindikasikan tingginya keragaman dalam nilai pengeluaran
rumahtangga
B. LAGEH dan LAGEM (Logaritma natural umur kepala rumahtangga dan meal
planner)
Umur kepala rumahtangga dan meal planner diduga mempengaruhi
permintaan pangan rumahtangga Secara statistik, perbedaan umur kepala
rumahtangga dan meal planner tidak begitu nyata baik rumahtangga keseluruhan,
rumahtangga miskin maupun rumahtangga bukan miskin. Kepala rumahtangga
berkisar di usia 48 tahun dan meal planner 43 tahun.
C. YEARH dan YEARM (pendidikan kepala rumahtangga dan meal planner)
Pendidikan kepala rumahtangga dan meal planner juga diduga berpengaruh
dalam permintaan pangan. Hal ini terkait dengan bagaimana kepala rumahtangga
mengalokasikan pengeluarannya dalam pembelian pangan. Begitu pula dengan
pendidikan meal planner, yang biasanya adalah ibu. Pendidikan meal planner
diduga turut mempengaruhi permintaan pangan.
Lama sekolah digunakan sebagai indikator pendidikan kepala rumahtangga
dan meal planner. Lama sekolah kepala rumahtangga keseluruhan rata - rata
6,8182 tahun. Sedangkan lama sekolah kepala rumahtangga bukan miskin lebih
tinggi yakni 7,0364 tahun dan lama sekolah kepala rumahtangga miskin lebih
rendah yaitu 5,5877 tahun. Artinya rata - rata kepala nrmahtangga keseluruhan
dan rumahtangga bukan miskin sekolah hingga kelas satu SMP. Sedangkan kepala
rumahtangga miskin hanya sekolah sampai kelas 6 SD. Sementara lama sekolah
meal planner rata- rata 6 tahun atau tamat SD baik rumahtangga keseluruhan,
rumahtangga miskin maupun rumahtangga bukan miskin.
Universitas Indonesia
Tabel 5.2~ Deskrispsi Statistik Variabel Bebas Dalam Model
Rumabtangga
keseluruban
Definisi
Variabel
Mean
Rumabtangga bukan
miskin
Std. Dev
Mean
Std. Dev
Rumabtanaga miskin
Mean
Std. Dev
Variabel Bebas Kontinu
EXP
Pengeluaran rumahtangga sebulan (Rp/bulan)
AGEH
Umur kepala rumahtangga (tahun)
YEARH
Lama seko1ah kepala rumahtangga (tahun)
AGEM
Umurmea/'planner (tahun)
YEARM
1.850.400
1.612.800
2.042.900
1.679.390
787.270
234.600
48,2003
13,7319
48,1746
13,7724
48,3427
13,5047
6,8128
4,5401
7,0346
4,5905:
5,5817
4,0414
43,3600
13,6260
43,3800
13,6370
43,2300
13,5670
Lama sekolah meal planner (tahun)
6,3018
4,3917
6,3264
4,3998:
6,1660
4,3441
HH1
Jumlah anggota rumahtangga yang berusia 0 -22 tahun
1,7424
1,3518
1,6423
1,2629'
2,2951
1,6583
HH2
Jum1ah anggota rumahtangga yang berusia 23-65 tahun
2,0%9
0,9584
2,0738
0,9378:
2,2248
1,0559
HH3
Jumlah anggota rumahtangga yang berusia di atas 65 tahun
FLOOR
Luas lantai per kapita(m2)
R.OAil>
MARKET
0,2347
0,5126
0,2307
0,5089
0,2570
0,5320
21,1451
20,6359
21,7763
20,8991
17,6588
18,7375
proporsi desa per kecamatan yang memiliki jalan yang dapat
dilalui kendaraan roda 4
0,9531
0,1496
0,9584
0,1395:
0,9246
0,1935
Rata-r.ata jarak pasar terdekat di desa per kecamatan (km)
5,3162
9,3703
5,0438
8,7495:
6,8208
12,1354
Variabel Bebas Dislret
SEX
Jenis ke1amin kepala rumahtangga laki-1aki
0,8609
0,3460
0,8684
0,3486
0,8748
0,3309
PROF
sumber penghasi1an rumahtangga di sektor pertanian
0,3902
0,4878
0,3654
0,4815
0,5272
0,4992
SUM
Rumahtangga berada di Pulau Sumatera
0,2036
0,4026
0,1983
0,3987
0,2327
0,4225
JW
Rumahtangga berada di Pulau Jawa
0,6038
0,4891
0,6143
0,4867
0,5455
0,4979
BALNUS
Rumahtangga berada di Pu1au Bali atau Nusa Tenggara
0,0487
0,2152
0,0474
0,2125.
0,0558
0,2295
KAL
SUL
Rumahtangga berada di Pulau Kalimantan
0,0561
0,2302
0,0586
0,2348:
0,0425
0,2018
Rumahtangga berada di Pulau Sulawesi
0,0691
0,2536
0,0659
0,2480
0,0869
0,2817
Sumber : Penghitungan penulis dengan menggunakan data Susenas 2009
57
Universitas Indonesia
58
D. HH1, HH2, dan HH3 (Komposisi anggota rumahtangga)
Permintaan pangan diduga dipengaruhi pula oleh jumlah anggota
rumahtangga. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan variabel ini untuk
menggambarkan skala ekonomi dalam rumahtangga dalam kegiatan pembelian
dan konswnsi pangan. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa meskipun kisaran jumlah
anggota rumahtangga rata -
rata tidak terlalu jauh antara rumahtangga
keseluruhan, rumahtangga miskin maupun rumahtangga bukan miskin, namun
dapat dilihat bahwa rumahtangga miskin memiliki anggota rumahtangga yang
lebih banyak, baik anggota rumahtangga yang berusia non produktif, produktif
maupun lansia
E. LFLOOR (Logaritma naturalluas lantai per kapita)
Luas lantai per kapita digunakan sebagai proksi dari kekayaan rumahtangga
yang diduga mempengaruhi permintaan pangan. Luas lantai per kapita
rumahtangga keseluruhan sebesar 21,1451 m 2, rumahtangga bukan miskin
21,7763 m 2 dan rumahtangga miskin 17,6588 m 2 . Hal ini menunjukkan bahwa
rumahtangga miskin memi1iki kekayaan atau aset yang lebih rendah dibandingkan
rumahtangga bukan miskin atau rumahtangga keseluruhan.
F. ROAD (Proporsi desa per kecamatan yang memiliki jalan yang dapat dilalui
kendaraan roda empat)
Proporsi desa yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat
menggambarkan biaya transportasi yang dikeluarkan rumahtangga, yang pada
akhimya mempengaruhi permintaan pangan terkait dengan akses ke pasar. Secara
umum., 95 % desa dalam satu kecamatan sudah memiliki infrastruktur jalan yang
dapat dilalui oleh kendaraan roda empat sepanjang tahun.
G. LMARKET (Logaritma natural dari jarak terdekat ke pasar permanen atau
semi permanen)
Selain jalan, faktor jarak ke pasar juga mempengaruhi permintaan pangan
rumahtangga terkait dengan biaya transportasi. Jarak pasar terdekat rata - rata
seluruh rumahtangga adalah 5,3162 km, rumahtangga bukan miskin 5,0438 km
dan rumahtangga miskin 6,8208 km. Dari ketiga jenis rumahtangga tersebut,
rumahtangga miskin memiliki jarak ke pasar yang terjauh.
Universitas Indonesia
59
H. SEX (Dummy jenis kelamin kepala rumahtangga)
Secara umum rumahtangga dikepalai oleh seorang laki - laki. 86 % kepala
rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin adalah laki - laki.
Sedangkan untuk rumahtangga miskin sebanyak 87 % dikepalai oleh seorang laki
-laki.
I.
PROF (Dummy mata pencaharian utama kepala rumahtangga)
Secara keseluruhan 39 % rumahtangga memiliki mata pencaharian di bidang
pertanian. Persentase ini semakin besar pada rumahtangga miskin, dimana 52 %
rumahtangga miskin bennatapencaharian di bidang pertanian dan hanya 36 %
rumahtangga bukan miskin yang bennatapencaharian di bidang pertanian.
J. SUM, JW, BALNUS, KAL, SUL, PAPMAL (Dummy regional rumahtangga)
Variabel dummy regional menggambarkan biaya transportasi, budaya dan
goografi yang mempengaruhi permintaan pangan. 60 % rumahtangga berada di
Pulau Jawa dan sisanya terbagi ke dalam lima pulau lainnya. Demikian pula
dengan rumahtangga miskin sebesar 61 % dan rumahtangga bukan miskin 54 %
berada di Pulau Jawa.
5.2 Estimasi Variabel Instrumen Darga
Seperti telah dijelaskan dalam bah 3 bahwa salah satu masalah dalam
estimasi model permintaan adalah adanya quality effect, quantity premiun, dan
simultaneity bias yang dapat menyebabkan estimasi parameter menjadi tidak
BLUE. Oleh karena itu, semua pengaruh dari ketiga faktor tersebut hams
dihilangkan dengan menggunakan variabel intrumen. V ariabel instrumen yang
digunakan hams memiliki sifat berhubungan erat dengan proporsi pengeluaran,
namun tidak berhubungan dengan error term.
Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan logaritma dari deviasi unit
value (LD) yang merupakan pengurangan antara unit value kelompok komoditi
(LPi) dengan unit value rata - rata kelompok komoditi (LPRi) di setiap desa.
Diasumsikan bahwa hanya ada satu pasar dalam satu desa, sehingga harga satu
komoditi di dalam desa tersebut tidak berbeda, sehingga apabila ada perbedaan
harga di suatu desa, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh quality effect dan
quantity premium, yang pada penelitian ini digambarkan oleh deviasi unit value.
Universitas Indonesia
60
Logaritma deviasi tersebut kemudian diregresikan terhadap logaritma pengeluaran
rumahtangga sebulan dan variabel sosial demografi lainnya. Setelah diperoleh
estimasi deviasi unit value, diperoleh variabel instrumen harga estimasi bagi
rumahtangga yang mengkonsumsi ataupun tidak mengkonsumsi masing - masing
kelompok komoditi.
Hasil estimasi logaritma deviasi unit value dirangkum dalam tabel 5.3 di
bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa seluruh variabel
pengeluaran
rumahtangga
sebulan
(LEXP)
sebagai
proksi
pendapatan
rumahtangga berpengaruh signifikan pada level 1 % dan bertanda positif. Estimasi
parameter yang bertanda positif artinya apabila pendapatan rumahtangga
meningkat, maka rumahtangga akan membeli bahan pangan yang unit value atau
kualitasnya yang lebih tinggi. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh parameter
pengeluaran pangan kelompok komoditi 4 pada rumahtangga keseluruhan yang
signifikan dan bertanda negatif. Hasil ini mungkin saja terjadi sebagai akibat dari
quantity premium, dimana dengan meningkatnya pendapatan, rumahtangga
keseluruhan akan membeli kelompok komoditi 4 yakni minyak dan lemak dalam
jumlah yang besar, sehingga unit value kelompok pangan tersebut menjadi lebih
rendah.
Sebagian besar variabel sosial demografi pada rumahtangga keseluruhan dan
rumahtangga bukan miskin berpengaruh signiftkan terhadap log deviasi unit
value. Sedangkan pada rumahtangga miskin hanya setengah variabel yang
signifikan. Deviasi unit value tidak. banyak dijelaskan oleh variabel sosial
demografi pada kelompok pangan 4 baik pada rumahtangga keseluruhan,
rumahtangga miskin maupun rumahtangga bukan miskin.
Variabel jenis kelamin kepala rumahtangga (SEX) sebagian besar
berpengaruh signifikan pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan
miskin, kecuali pada kelompok komoditi 1 (padi - padian dan umbi - umbian)
dan kelompok komoditi 3 (buah dan sayur). Artinya kualitas atau mahal murahnya
pembelian padi - padian dan umbi - umbian serta buah dan sayur tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin kepala rumahtangga. Sedangkan untuk kelompok
rumahtangga miskin,
variabel jenis kelamin kepala rumahtangga tidak
mempengaruhi deviasi unit value.
Universitas Indonesia
61
Seluruh variabel umur kepala rumahtangga (LAGEH) berpengaruh
signifikan pada level 1 % dan bertanda negatif pada kelompok rumahtangga
keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Artinya semakin tua usia kepala
rumahtangga, maka rumahtangga cenderung untuk membeli bahan pangan yang
unit value atau kualitasnya lebih rendah daripada unit value kelompok komoditi
rata - rata desa. Sementara variabel umur kepala rumahtangga tidak signifikan
mempengaruhi deviasi unit value pada rumahtangga miskin. Hal ini mungkin saja
terjadi mengingat rumahtangga miskin mungkin tidak mementingkan masalah
kualitas, yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana agar mereka tetap dapat
membeli barang. Berbeda dengan variabel umur kepala rumahtangga, variabel
umur meal planner (LAGEM) justru banyak yang tidak signifikan pada ketiga
kelompok rum&htangga. Bagi rurnahtangga, pembelian pangan terkait dengan
kualitas atau mahal murahnya bahan pangan tidak dipengaruhi oleh umur meal
planner.
Lebih lanjut tabel5.3 memperlihatkan sebagian besar variabellama sekolah
kepala rumahtangga (EDUCH) berpengaruh signifikan terhadap deviasi unit value
dengan berbagai arab. Estimasi parameter bertanda positif berarti bahwa semakin
tinggi lama sekolah kepala rurnahtangga, maka unit value komoditi yang dibeli
lebih tinggi atau dengan kata lain rurnahtangga akan membeli komoditi yang
kualitasnya lebih baik.. Sedangkan untuk lama sekolah meal planner (EDUCM)
sebagian besar signifikan dan bertanda negatif pada rumahtangga keseluruhan dan
rumahtangga bukan miskin. Sementara pada rurnahtangga miskin, variabel ini
banyak yang tidak signifikan.
Universitas Indonesia
62
Tabel5.3. Estimasi Regresi Deviasi Unit Value Menurut Rumahtangga
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
:a
..c
2;:1
u..,
u
~
""co
co
c::
~""
e
;:1
a:
.9
i"'
""coco
§
e
;:1
a:
lntersep
LEXP
SEX
LAGEH
YEARH
LAGEM
YEARM
PROF
HH1
HH2
HH3
SUM
JW
BALNUS
KAL
SUL
LFLOOR
ROAD
LMARKET
Adj Rsquare
F-statistic
Jumlah observasi
1 lnte~
2 LEXP
SEX
3
4
LAGEH
5 YEARH
LAGEM
6
YEARM
7
8 PROF
9
10 HH2
11 HH3
12 SUM
13 JW
14 BALNUS
15 KAL
16 SUL
17 LFLOOR
18 ROAD
19 LMARKET
AdjRsquare
F-statistic
Jumlah observasi
mu
~
~
Variabel
bebas
Variabel terikat
LOS
LDl
LDl
LD3
LD4
-0,497***
0,037***
-0,003
-0,020***
0,000
-0,005
0,000
0,003
0,003***
0,001
0,002
0,014***
0,019***
0,026***
-2,279***
-0,961***
0,061***
0,005
-0,018***
0,000*
-0,006
0,367***
-0,018***
-0,013***
-0,025***
1,15E-06
-0,010**
0,000
-0,009***
-0,005***
-0,007***
0,000
0,018**
0,015*
·0,020**
0,009
-0,008
-1,117E-5
-0,002
0,003
0,004
13,619***
61565
-0,926***
0,068***
-0,003
-0,032**
0,000
-0,002
0,000
0,009
0,002
-0,001
0,008
0,012
0,009
-0,026
0,025
0,005
-0,003
0,048**
0,008*
0,005
3,617***
9877
O,Q3
0,023***
0,005***
-0,005
0,005***
0,012
41,813***
61565
-1,279***
0,092***
-0,002
-0,019*
0,000
-0,002
0,000
0,017***
0,001
0,000
0,004
0,025**
0,030***
0,044***
-0,004
0,035***
0,005
0,009
0,005*
0,013
7,973***
9877
0,1~1···
0,011**
-0,051***
0,001
0,003
o,ooo•••
o.ooo•••
0,029***
0,019***
0,018***
0,037***
0,031***
0,055***
0,038***
0,023**
0,080***
0,022***
0,011
0,021***
0,053
194,562
61565
-5,160***
0,372***
-0,012
-0,024
-0,003***
-0,004
0,000
0,041***
Q.QOl
0,002
0,010
-0,044**
0,033
-0,009
-0,015
0,125***
-0,002
0,042*
0,008
0,058
34,515***
9877
0,023***
0,012***
0,008***
0,010***
0,016**
0,014**
0,039***
0,005
0,030***
(),013***
0,005
0,019***
0,018
65,340***
61565
-2,538***
0,175***
0,000
-0,003
-0,003***
0,012
0,000
0,050***
0,003
0,000
0,001
-0,023*
-0,007
0,030*
-0,004
0,040***
0,000
-0,006
0,010***
0,038
22,860***
9877
LD6
-11,123***
0,778***
0,024***
0,024***
-0,082***
-0,028***
-0,015***
-0,001***
-0,008
-0,011**
-0,005***
-0,001***
0,160***
0,013***
0,014* ..
0,005***
-0,020***
0,019***
-0,012***
0,022***
0,038***
0,097***
0,170***
0,131***
0,228***
0,031***
-0,085***
0,091***
0,204***
0,093***
0,075***
0,011***
-0,160***
0,009
0,078***
0,018***
0,457
0,036
129,469*** 2884,896***
61565
61565
-5,724***
-3,630***
0,443***
0,251***
-0,006
-0,002
-0,124***
-0,039**
-0,013***
-0,004***
-0,015
-0,010
-0,004***
-0,002**
0,142***
0,053***
-0,012***
0,014***
-0,018***
0,006
0,008
0,016**
-0,077***
0,064***
0,064***
0,140***
0,019
0,056**
-0,163***
0,101***
-0,014
0,125***
-0,029***
0,029***
-0,242***
0,054**
0,043***
0,023***
0,139
0,045
89,331***
27,130***
9877
9877
-1,510***
0,09~···
Keterangan: ***,**,dan* menunjukkan tingkat signifikasi pada Ievell %, 5% dan 10%
Somber : Diolah dari data Susenas 2009
Universitas Indonesia
63
Tabel5.3. Sambungan
No.
.5
...
~
~
:;
~
::s
c.o
gg
""
j
ii
e::s
=
Variabel
bebas
1
2
3
4
Intersep
LEXP
SEX
l.AGEH
s
YEARH
6
7
8
9
10
ll
12
13
14
15
16
17
18
19
LAGEM
YEARM
PROF
HHI
HH2
HH3
SUM
JW
8ALNUS
KAL
SUL
LFLOOR
ROAD
LMARKET
Adj Rsquare
F-statistic
Jumlah observasi
Variabel Terikat
LDI
-0,322***
0,026***
-0,003
-0,019***
o,oo1•••
-0,005*
-6,379E-5
0,000
0,004***
0,001
0,002
0,006
0,011**
0,018***
-0,002
0,016***
0,006***
-0,013**
o,oo5•••
0,007
22,443***
51799
LDl
-2,079***
0,135***
0,015***
-0,057t**
0,002***
0,005
.o,oo1•••
0,028***
0,022***
0,019***
0,041***
0,048***
0,066***
0,059***
0,034***
0,078***
0,027***
-0,002
0,023***
0,047
141,755***
.51799
LD3
-0,739***
0,045***
0,005
-0,021***
0,000
-0,009••
o,ooo•••
0,017***
0,013***
0,009***
0,012***
0,024***
0,020**
0,044***
0,009
0,030***
0,016***
0,007
0,021***
0,014
42,905***
51799
LD4
0,805***
-0,047•••
-0,015***
-0,022***
0,001*
-0,011**
0,001*
-0,015***
-0,007***
-0,009***
-0,003
1,30E-02
0,008
-0,0~··
0,000
-0,017*
0,004
-0,014
-0,005***
0,009
25,938***
51799
LDS
-1,321***
0,082***
0,028***
-0,026***
0,000
-0,026**
.o,oo1•••
0,005
0,013***
0,020***
0,022***
0,102***
0,131***
0,030***
0,090***
0,091***
0,010~··
-0,005
0,017***
0,031
93,184***
.51799
LD6
-11.376***
0,183***
0,025***
-0,072***
-0,016***
-0,005
-0,005***
0,161***
0,014***
-0,016***
-0,011**
0,079***
0,199***
0,269***
-0,054***
0,249***
0,090***
-0,129***
0,084***
0,415
2045,351***
51799
Keterangan: ***,**,dan* menunjukkan tingkat signifikasi pada Ievell %, 5% dan lO%
Sumber ; Diolah dari data Susenas 2009
Hampir seluruh variabel mata pencaharian utama (PROF) pada ketiga
kelompok rumahtangga berpengaruh signifikan pada level 1 % dan bertanda
positif. Artinya rumahtangga yang mata pencaharian utamanya di bidang
pertanian mengkonswnsi komoditi yang kualitasnya lebih tinggi dibandingkan
rumahtangga bukan pertanian. Tanda yang berbeda terdapat pada kelompok 4
untuk rwnahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Hasil estima:si
tersebut menunjukk.an nilai yang signifikan dan bertanda negatif. Hal ini berarti
bagi rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin yang bermata
pencaharian di bidang pertanian mengkonsumsi minyak dan lemak dengan
kualitas yang lebih rendah dibandingkan rwnahtangga bukan pertanian.
Tabel 5.3 juga memperlihatkan basil estimasi variabel komposisi anggota
rumahtangga yang sebagian besar berpengaruh signifikan dan bertanda positif
pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Artinya pada
Universitas Indonesia
64
rumahtangga bukan miskin dan rumahtangga keseluruhan, semakin banyak
anggota rumahtangga baik anggota berusia non produktif, produktif maupun
lansia, maka rumahtangga akan membeli bahan pangan yang lebih berk:ualitas.
Sedangkan pada rumahtangga
miski~
variabel komposisi anggota rumahtangga
(HHl, HH2 dan HH3) tidak berpengaruh signifikan terhadap mahal atau
murahnya pembelian komoditi oleh rumahtangga.
Selanjutnya, hampir semua variabel dummy regional berpengaruh signifikan
terhadap deviasi unit value pada kelompok rumahtangga keseluruhan dan
rumahtangga bukan miskin. Rumahtangga di Sumatera dan Jawa mengkonsumsi
seluruh kelompok komoditi yang lebih berkualitas atau lebih mahal dibandingkan
rumahtangga di Papua dan Maluku (sebagai baseline). Hal ini kemungkinan
terjadi karena komoditi dengan kualitas tinggi dengan mudah ditemui di Indonesia
wilayah barat. Sarna halnya dengan rumahtangga di Jawa, rumahtangga yang
tinggal di Bali dan Nusatenggara serta Sulawesi membeli bahan pangan dengan
harga yang lebih mahal dibandingkan rumahtangga di Papua dan Maluku, kecuali
untuk kelompok pangan 4 (minyak dan lemak). Sedangkan kelompok
rumahtangga di Kalimantan membeli komoditi dengan harga yang lebih mahal
untuk kelompok komoditi 2 dan 5. Namun untuk kelompok komoditi 1, 3, 4 dan 6
banyak yang tidak signifikan.
Hampir seluruh variabelluas lantai per kapita (LFLOOR) pada rumahtangga
keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin berpengaruh signifikan terhadap
deviasi harga dan bertanda positif. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa luas
lantai per kapita ini digunakan sebagai proksi dari kekayaan rumahtangga tangga,
maka dengan basil estimasi demikian dapat dinyatakan bahwa semakin besar aset
kekayaan yang dimiliki rumahtangga, komoditi yang dibeli semakin berk:ualitas.
Sedangkan pada rumahtangga
mis~
variabel ini hampir seluruhnya tidak
signifikan.
V ariabel jarak terdekat ke
pasar permanen atau senn permanen
(LMARKET) sebagian besar signifikan dan bertanda positif pada ketiga
kelompok rumahtangga. Sebagai proksi dari biaya transportasi, maka semakin
jauh akses rumahtangga ke in:frastruktur pasar atau semakin tinggi biaya
transportasi, rumahtangga akan membeli komoditi yang lebih berk:ualitas.
Universitas Indonesia
65
Sementara proksi biaya transportasi yang lain yakni proporsi desa yang memiliki
jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat (ROAD) banyak yang tidak
signifikan.
Nilai adjusted R - square (koefisien detenninasi) hasil estimasi berkisar
pada angka 0,4 % dan 5,8 %. Artinya ada faktor - faktor lain di luar model yang
menentukan variasi unit value. Rendahnya nilai ini biasa ditemukan pada data
cross section karena adanya variasi yang besar antara variabel yang diteliti pada
periode waktu yang sama (Widarjono, 2007). Meskipun demikian nilai F -
statistic signifikan pada level 1 %, artinya secara bersama - sama variabel bebas
di atas dapat menentukan deviasi unit value pada semua kelompok komoditi. Nilai
estimasi deviasi unit value yang diperoleh dari regresi ini kemudian digunakan
untuk mendapatkan nilai estimasi harga sebagai variabel instrurnen pada estimasi
model pennintaan.
5.3 Estimasi Model Pennintaan
Setelah dilakukan koreksi terhadap masalah simultaneity bias dengan
menggunakan variabel instrurnen harga, tahap selanjutnya adalah melakukan
estimasi model pennintaan AIDS. Karena jumlah rumahtangga yang tidak
mengkonsumsi kelompok komoditi hanya sedikit, maka tidak dilakuk.an regresi
probit untuk mendapatkan IMR seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Dalam mengestimasi model permintaan ini juga dilakukan pengujian asumsi
dasar yaitu heteroskedatisitas dan multikolinearitas. Hasil pengujian asumsi dasar
ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari hasil uji deteksi heteroskedastisitas dengan
menggunakan metode Breusch - Pagan diketahui bahwa nilai chi square seluruh
persamaan signifikan pada level 1 %. Dengan hipotesis nol adalah varian residual
homoskedatisitas, maka dapat disimpulkan terdapat masalah heteroskedastisitas
pada seluruh persamaan. Untuk mengatasi masalah tersebut, digunakan regresi
dengan robust. Selain itu, hasil uji deteksi multikolinearitas dengan menggunakan
Variance- Inflating Factor (VIF) menunjukkan bahwa mean VIF berkisar antara
1,92 sampai dengan 2,46. Widarjono (2007) menyatakan bahwa rule of thumb
suatu model mengandung multikolinearitas jika nilai VIF melebihi angka 10. Oleh
Universitas Indonesia
66
karena itu dapat disimpulkan di dalam regresi model permintaan ini tidak terdapat
masalah multikolinearitas dalam seluruh persamaan.
Ketiga restriksi dalam estimasi model permintaan, yaitu adding - up,
homogeneity dan simetri slutsky, diterapkan seluruhnya dalam penelitian ini.
Untuk memenuhi restriksi adding- up tersebut, dilakukan dengan cara meregresi
lima persamaan kelompok pangan tanpa menyertakan kelompok non pangan.
Sementara restriksi homogeneity dan simetri slutsky dilakukan pada saat estimasi
model permintaan AIDS.
Tabel 5.4 memperlihatkan hasil estimasi parameter model permintaan
seluruh kelompok komoditi pangan pada seluruh kelompok rumahtangga. Secara
umum variabel pengeluaran rumahtangga dan harga berpengaruh signifikan
terhadap proporsi pengeluaran. Variabel pengeluaran pangan yang dideflasi
dengan Indeks Stone (LXP) berpengaruh signifikan pada level 1 % terhadap
proporsi pengeluaran pada semua kelompok komoditi pangan dan kelompok
rumahtangga
dan
bertanda
negatif.
Artinya j ika
pengeluaran
makanan
rumahtangga (sebagai proksi pendapatan rumahtangga) meningkat, maka proporsi
pengeluaran kelompok pangan akan menurun. Hal ini sesuai dengan Hukum
Engel yang menyatakan bahwa apabila pendapatan rumahtangga meningkat, maka
proporsi pengeluaran untuk makanan semakin berkurang. Dengan kata lain bahwa
semua kelompok pangan termasuk barang normal. Hasil studi Deaton dan
Muellbauer (1980) serta Moro dan Paolo (2000) juga menemukan bahwa pangan
termasuk barang normal.
Selain itu, hampir semua estimasi parameter harga signifikan pada level 1
- 10 %. Estimasi parameter harga sendiri signiftkan pada level 1 % dan memiliki
tanda positif. Sedangkan estimasi parameter harga silang dapat berarah positif
atau
negatif~
Hasil estimasi ini tidak dapat diinterpretasikan secara langsung
karena variabel harga estimasi yang digunakan dalam model permintaan adalah
unit value yang merupakan pembagian antara pengeluaran dengan kuantiti
komoditi yang dikonsumsi. Selanjutnya, parameter ini akan digunakan dalam
penghitungan elastisitas.
Universitas Indonesia
67
Tabel 5.4. Estimasi Parameter Model Permintaan Menurut Rumahtangga dengan
Menerapkan Restriksi Adding- up, Homogeneity dan Simetri Slutsky
No.
I
j
]
I
j
"'
~
I
Variabel bebas
lntersep
Variabel terikat
wl
w2
0,3351···
0,2566···
0,1099···
0,7134•••
-0,0181***
-0,0105···
-0,0042···
-0,0277•••
2
LXP
-0,034t•••
3
LPI
4
LP2
0,0891***
-0,0079•••
5
6
LP3
1
8
9
10
LAGEH
11
LAGEM
-0,001S
12
-0,0009***
17
YEARH
YEARM
PROF
HHI
Jffi2
HH3
18
JW
13
14
15
16
w5
w4
w3
0,6924•••
##
o,o57s•••
##
##
##
II#
##
##
##
##
0,0131***
0,0293* ..
LP4
0,0015***
0,0255···
-0,0017***
-0,0012***
0,0006•••
LP5
-0,0056···
-0,0011*
-0,0003
-0,0022···
0,0861···
LP6
-0,1025***
-0,0599***
-0,0425***
-0,0210***
-0,0767***
SEX
0,0003
0,0039***
-0,0012*
-0,0016***
0,0051***
0,0029*••
0,0002
0,0020···
-0,0095···
0,0008
0,0016•••
0,0011**
o,ooo1•••
##
0,0062***
0,0002
0,0007
-0,0012***
o.ooo1••
0,0003···
0,0006*
o.ooo2•••
o,ooo5•••
0,0133···
-0,0089···
-0,0011***
-0,0002***
-0,0293***
0,0003***
0,0144***
0,0006***
-0,0039***
0,0038***
0,0022**
o.ooo5•••
-0,0071***
o,oo58***
0,0006***
-0,0042***
-O,oon•••
0,0059***
0,0014***
0,0002
o,oo85***
-0,0146***
-0,0113***
-0,0012***
0,0101***
0,0095***
19
BALNUS
0,0286***
-0,0318···
-0,0030···
-0,0025***
20
KAL
-0,0179***
0,0147***
-0,0148***
0,0003
-0,0715***
0,0164***
21
SUL
0,0125***
-0,0031***
-0,0059***
-0,0026***
-0,0482***
22
0,0132***
0,0029*
-0,0113***
-0,0096***
0,0989***
23
SUM
LFLOOR
-0,0104***
-0,0007*
-0,0001
24
25
ROAD
LMARKET
-0,0009
0,0033* ..
0,0029
-0,0011* ..
-0,0011***
0,0107***
-0,0126***
0,0317***
F-statistic
do.f
I
lntersep
2
3
-0,0012***
0,0023***
-0,0016***
1969,20***
61647
1582,33...
1366,29***
1775,02***
61648
61649
61650
61651
0,7874***
0,2434***
0,1988***
0,0832***
0,4601***
LXP
LPI
-0,0397•••
-0,0241*'"*
-0,0112***
-0,0041***
-0,0372***
4
LP2
-0,0168***
0,0619***
5
6
7
LP3
LP4
-0,0124***
0,0333***
0,0116***
-0,0058***
0,0426***
-0,0073***
##
##
o,oo1s•••
LP5
-0,0035
-0,0128**•
-0,0008
-0,0024***
0,0477•••
0,1081***
##
##
1560,87***
##
##
##
-0,0070***
##
##
##
8
LP6
-0,1087***
-0,0380* ..
-0,0337***
.0,0193***
.0,0281 ...
9
10
SEX
LAGEH
0,0062***
-0,0063**
0,0103***
0,0017
0,0062* ..
0,0008
0,0044•••
0,0015
4,20E-03
II
LAGEM
-0,0043
-0,0004
0,0003**
0,0008
0,0002***
-0,0001
-O,ooo8••
16
17
YEARH
YEARM
PROF
HH1
HH2
HH3
-0,0017
o,ooo5••
o,ooo5•••
0,0054***
12
18
JW
19
BALNUS
20
KAL
21
SUL
22
SUM
23
24
LFLOOR
13
14
15
25
ROAD
LMARKET
F-statistic
d.o.f
-0,0037
0,0149***
.0,0039···
-0,0038**
0,0005
0,0036***
8,00E-04
-0,0013***
8,00E-04
-0,0259* ..
0,0035···
0,0011**
o,ooo5•••
o,oi08•••
-0,0110**•
0,0059···
0,0008
0,0011•••
-0,0103***
-0,0096•••
0,0034**
1,50E-03
-0,0189* ..
0,0006
0,0118***
0,0133* ..
0,0008
0,0657***
-0,0141***
-0,0437* ..
-0,0422***
0,0253•••
0,0187***
0,0068**
-0,0008
-0,0252***
-0,0087•••
-0,0065···
0,0194***
-0,0729•••
-0,0002
-0,0048···
-0,0473***
-0,0048···
0,0412···
0,0423···
-0,0092••
-0,0236•••
-0,0154•••
-0,0101•••
0,0037 ..
o,oo2s•••
0,0912***
0,0048•••
0,0095
0,0099•••
-0,0093*
0,0041***
0,0161***
-0,0006
-0,0016**
0,0025
-0,0015***
0,0172***
-0,0074*••
233,35···
9852
249,7t•••
139,01***
9854
167,78•••
204,26***
9856
9853
9855
Universitas Indonesia
68
Tahel 5.4. Sambungan
No.
c
:§
~
a
..IC
::s
al
"'
!
CID
:00
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Variabel terikat
Variabel bebas
w1
lntersep
0,5017•••
LXP
LP1
LP2
LP3
LP4
LP5
LP6
SEX
LAGEH
LAGEM
YEARH
YEARM
PROF
HHI
-0,0204···
0,0683•••
-0,0024•••
0,0037•••
0,0154•••
-0,0047•••
.0,0804•••
HH2
HH3
JW
BALNUS
KAL
SUL
22
SUM
23
24
25
LFLOOR
ROAD
LMARKET
F-statistic
d.o.f
w2
0,3879•••
-0,0202···
##
w3
0,2489···
-0,009t•••
##
##
##
##
##
####
##
-0,0009
·0,0007•••
0,0006
0,0104***
-0,0002
.o,ooo8•••
0,0003
-0,0066***
0,0241•••
-0,0109•••
0,0101***
0,0083•••
-0,0099•••
0,0016
0,0026***
0,0263•••
-0,0014•••
-0,0003
-0,0412•••
0,0018•••
0,0024•••
4,00E-04
0,0001•••
0,0006**
0,0015***
0 0006***
0,0010***
0,0014***
-0,0097•••
-0,0024•••
-0,0121***
.o,oo5o•••
-0,0068•••
-0,0018•••
0,0093***
-0,0012*••
1595,93•••
51771
1333,92•••
51772
861,03***
51773
.
0,099t•••
-0,0036* ..
0,7651•••
-0,0274•••
##
0,0548•••
0,0128•••
0,0009
0,0009
-0,0670•••
-0,0003···
0,0039···
0,0011
0,0017•••
0,0002···
-0,0086•••
0,0028***
0,0043***
0,0053***
-0,0144•••
-0,0292···
0,0129•••
.o,oo55•••
0,0049•••
-0,0018***
0,0021
-0,0012***
0,0016**
0,0057•••
wS
w4
0,0026•••
0,0001
-0,0177•••
0,0004···
0,0012•••
0,0001
0,0006···
0,0002*
-0,0001
-0,0002***
0,0002**
0,0002**
-0,0022***
-0,0043···
-0,0014•••
-0,0034•••
-0,0051***
-0,0006•••
0,0020***
-0,0012*••
1064,90•••
51774
##
o,o885•••
-0,0845···
0,0075•••
-0,0109···
0,0004
-0,0011···
0,0006•••
-0,0288***
0,0086***
0,0139***
0,0063***
0,0098···
-0,0684···
0,0116•••
-0,0462•••
0,0900**'
-0,0159***
0,0236***
-0,0073***
1247,38***
51775
.
Keterangan : ***, **, * menunJukkan tmgkat stgmfdcast pada level 1 %, 5 % dan 10 %
Sumber : Dio1ah dari Data Susenas 2009
Selan.jutnya, untuk variabel sosial demografi, variabel yang tidak signiflkan
lebih banyak ditemui pada kelompok rumahtangga miskin dibandingkan pada
kelompok rumahtangga bukan miskin. Sengul dan Tuncer (2005) menemukan hal
yang sama pada penelitiannya dimana permintaan pangan pada rumahtangga
m.iskin lebih banyak ditentukan oleh harga dan pendapatan dibandingkan variabel
sosial demografi. Sedangkan permintaan pangan pada rumahtangga bukan miskin
lebih banyak ditentukan oleh faktor lain seperti karakteristik rumahtangga.
Sebagian variabel jenis kelamin kepala rumahtangga pada ketiga kelompok
rumahtangga signifikan terhadap proporsi pengeluaran kelompok pangan. Pada
Universitas Indonesia
69
rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin, variabel ini signifikan
pada kelompok I dan 2. sedangkan pada rumahtangga miskin tidak signifikan
kecuali pada kelompok I dan 2. Artinya jenis kelamin kepala rumahtangga tidak
mempengaruhi proporsi pengeluaran pangan di dalam rumahtangga. Yuliana
(2008) dan Murda (2009) juga menemukan hal yang sama di dalam penelitiannya.
Seluruh variabel umur kepala rumahtangga (LAGEH) signiflkan terhadap
proporsi pengeluaran kelompok pangan dengan arab positif. Artinya semakin tua
umur kepala rumahtangga, semak.in besar proporsi pengeluaran yang digunakan
untuk kelompok pangan tersebut. Hal ini juga ditemukan Yuliana (2008) di dalam
penelitiannya. Berbeda dengan variabel umur kepala rumahtangga, variabel umur
meal planner (LAGEM) banyak yang tidak signifikan. Artinya umur meal
planner tidak banyak menentukan proporsi pengeluaran pangan dalam
rumahtangga.
V ariabel sosial demografi yang lain adalah variabel pendidikan yang diukur
melalui lama sekolah kepala rumahtangga (EDUCH) dan meal planner
(EDUCM). Seluruh variabel lama sekolah kepala rumahtangga dan meal planner
berpengaruh terhadap proporsi pengeluaran kelompok pangan dan bertanda positif
pada seluruh kelompok pangan untuk kelompok rumahtangga keseluruhan dan
rumahtangga bukan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi
pendidikan kepala rumahtangga dan meal planner, semakin tinggi proporsi
pengeluaran untuk konsumsi pangan. Sementara pada rumahtangga miskin,
variabel lama sekolah kepala rumahtangga dan meal planner banyak yang tidak
signifikan. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang kuat antara rendahnya
pendidikan dengan kemiskinan. Di Indonesia, 70 % kepala rumahtangga miskin
tidak memiliki pendidikan atau hanya sampai tamat Sekolah Dasar. Persentase ini
lebih rendah pada kepala rumahtangga bukan miskin sebesar 56 %. Oleh karena
itu, meningkatnya tingkat pendidikan kepala rumahtangga cenderung akan
meningkatkan kesejahteraan rumahtangga melalui peningkatan pendapatan
(Sengul dan Tuncer, 200S)
Semua variabel mata pencaharian utama rumahtangga berpengaruh
signifikan dan berarah negatif terhadap proporsi pengeluaran kelompok pangan 2,
4, dan 5 pada semua kelompok rumahtangga. Tanda negatif ini berarti pada
Universitas Indonesia
70
rumahtangga yang memiliki mata pencaharian di bidang pertanian, propors1
pengeluaran kelompok pangan tersebut lebih rendah dibandingkan rumahtangga
yang bukan pertanian. Hal ini kemungkinan disebabkan rumahtangga pertanian
dapat memenuhi sebagian kebutuhan pangan rumahtangga
dari hasil usaha
pertaniannya, sehingga proporsi pengeluaran pangan pada rumahtangga pertanian
lebih rendah dibandingkan rumahtangga bukan pertanian. Sementara hasil
estimasi pada kelompok pangan I dan 3 bertanda positif. Artinya pada proporsi
pengeluaran untuk kelompok pangan I dan 3 pada rumahtangga pertanian lebih
tinggi dibandingkan rumahtangga bukan pertanian.
Variabel jumlah anggota rumahtangga dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu
anggota rumahtangga berusia non produktif (0 - 22 tahun), usia produktif (23 - 65
tahun) dan lansia (di atas 65 tahun). Sebagian besar variabel non produktif (HHI),
produktif (HH2) dan lansia (HH3) berpengaruh signifikan dengan berbagai arah.
Apabila estimasi parameter bertanda positif, maka penambahan jumlah anggota
rumahtangga sebanyak satu orang akan meningkatkan proporsi pengeluaran
kelompok pangan. Pada semua kelompok rumahtangga, bertambahnya jumlah
anggota rumahtangga akan menurunkan proporsi pengeluaran kelompok pangan
sumber karbohidrat, namun meningkatkan proporsi pengeluaran untuk pangan
sumber protein. Dilihat dari nilai parameter variabel anggota rumahtangga
produktif pada rumahtangga miskin memiliki nilai negatif yang lebih besar.
Artinya bagi rumahtangga miskin,
dengan berubahnya jumlah anggota
rumahtangga, maka perubahan proporsi pengeluaran pangan pada rumahtangga
miskin akan lebih besar dibandingkan rumahtangga bukan miskin.
Lebih lanjut Tabel 5.4 menunjukkan bahwa hampir semua variabel regional
rumahtangga signifik.an terhadap proporsi pengeluaran kelompok pangan dengan
berbagai arah. Pulau Papua dan Maluku dijadikan acuan pada model ini. Untuk
rumahtangga keseluruhan, proporsi pengeluaran kelompok pangan rumahtangga
di Jawa lebih rendah dibandingkan rumahtangga di Papua dan Maluku, kecuali
untuk kelompok 5 (pangan lainnya). Demikian pula dengan rumahtangga di Bali
dan Nusatenggara serta Sulawesi mem.iliki proporsi pengeluaran kelompok
pangan yang lebih rendah dari rumahtangga di Papua dan Maluku, kecuali untuk
Universitas Indonesia
71
kelompok pangan 1. Proporsi pengeluaran kelompok pangan rumahtangga di
Kalimantan juga lebih rendah kecuali untuk kelompok 2 dan 5.
Sarna seperti karakteristik nnnahtangga keseluruhan, proporsi pengeluaran
rumahtangga miskin di Jawa lebih rendah dibandingkan nnnahtangga di Papua
Maluku, kecuali kelompok pangan 5. Untuk rumahtangga miskin di Sumatera dan
Bali Nusatenggara juga memiliki proporsi pengeluaran pangan yang lebih rendah
dibandingkan rumahtangga di Papua dan Maluku kecuali kelompok pangan 1 dan
5. Sementara proporsi pengeluaran rumahtangga di Kalimantan lebih tinggi pada
kelompok pangan 2 dan 5.
Pengaruh variabelluas lantai per kapita (LFLOOR) signifikan dan memiliki
tanda yang negatif pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan
miskin. Artinya semakin semakin luas lantai per kapita (semakin kaya), maka
proporsi pengeluaran kelompok pangan semakin sedikit. Hal yang menarik
ditemui pada rumahtangga miskin. Variabel luas lantai per kapita juga signifikan,
namun dengan arab yang berbeda. Variabel ini bertanda positif pada kelompok
pangan 2, 3, 4 dan 5 serta bertanda negatif pada kelompok pangan 1. Hal ini
bermakna bahwa pada rumahtangga miskin, semakin besar aset yang dimiliki
rumahtangga tersebut, maka proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan
sumber karbohidrat berkurang, sedangkan proporsi pengeluaran untuk kelompok
pangan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral semakin meningkat.
Variabel proporsi jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda 4 sepanjang
tahun hanya sebagian yang signifikan pada seluruh rumahtangga, rumahtangga
miskin dan rumahtangga bukan miskin.
Variabel proporsi jalan dapat
menggambarkan aksesibilitas rumahtangga terhadap pangan. Semakin banyak
infrastruktur jalan yang tersedia, semakin memudahkan rumahtangga dalam
mengakses pasar maupun kebutuhan rumahtangga lainnya. Pada penelitian ini
sebagian besar variabel proporsi jalan bertanda positif, yang berarti jika semakin
banyak desa yang memiliki jalan, maka proporsi pengeluaran untuk kelompok
pangan tersebut semakin tinggi. Kemudahan akses terhadap pangan menyebabkan
semakin tingginya proporsi pengeluaran pangan.
Selanjutnya variabel jarak terdekat ke pasar. Variabel ini menggambarkan
biaya transportasi yang dikeluarkan rumahtangga dalam mengakses pasar. Hasil
Universitas Indonesia
72
estimasi LA/AIDS menunjukkan bahwa variabel jarak ke pasar terdekat
berpengaruh signifikan dan bertanda negatif pada semua kelompok pangan untuk.
seluruh rumahtangga kecuali pada rumahtangga miskin untuk. kelompok pangan 1.
Tanda negatif berarti semakin jauh jarak rumahtangga ke pasar, maka biaya
transportasi sem.akin besar, dan pada akhimya menurunkan proporsi pengeluaran
untuk. kelompok komoditi pangan.
5.4 Elastisitas Permintaan
Elastisitas permintaan dihitung dengan menggunakan basil estimasi model
permintaan pada tabel 5.4 dengan rumus pada persamaan (4.12) sampai dengan
(4.14). Sesuai dengan rumus tersebut nilai
p
adalah nilai parameter total
pengeluaran rumahtangga, y adalah nilai parameter harga dan w adalah nilai rata rata proporsi pengeluaran yang terdapat pada tabel5.1.
Seperti terlihat pada Tabel 5.5 di bawah ini, elastisitas pengeluaran
semuanya bernilai positif dan berada pada kisaran 0 sampai 1. Hal ini bermakna
bahwa apabila ada kenaikan pendapatan, maka permintaan terhadap kelompok
pangan juga akan meningkat, tetapi persentase perubahan permintaan tersebut
lebih kecil dibandingkan perubahan pendapatannya. Dilihat dari status ekonomi
rumahtangga, elastisitas pengeluaran rumahtangga miskin bernilai cukup besar
dibandingkan kelompok rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan
miskin. Hal ini bermakna bahwa respon rumahtangga miskin terhadap perubahan
pendapatan lebih besar daripada rumahtangga bukan miskin. Hal ini sejalan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Part et al (1996), Moro dan
Paolo (2000) serta Sengul dan Tuncer (2005).
Selain itu, elastisitas pengeluaran kelompok pangan 1 bernilai relatif lebih
rendah dibandingkan kelompok pangan lainnya pada ketiga kelompok
rumahtangga. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok pangan 1 bersifat lebih
inelastis. Berapapun tingkat pendapatan, rumahtangga akan selalu memenuhi
kebutuhan konsumsi kelompok pangan 1. Kelompok pangan 1 atau swnber
karbohidrat, terutama beras merupakan kelompok pangan utama dalam
rumahtangga di Indonesia. Hasil pengolahan data Susenas 2009 menunjukkan
bahwa 10 % dari total pengeluaran rumahtangga digunakan untuk. membeli beras.
Universitas Indonesia
73
Sementara bagi rumahtangga miskin proporsi pengeluaran ini lebih besar lagi,
yaitu 30%.
Penelitian terdahulu menemukan nilai elastisitas pengeluaran pangan sumber
karbohidrat yang berbeda - beda, tetapi nilainya tetap pada kisaran 0 sampai
dengan I. Elastisitas pengeluaran beras di India bemilai 0,853 (Swamy dan Hans,
1983 ). Dengan menggunakan data Guangdong, Cina, diketahui elastisitas
pengeluaran padi - padian 0,575 (Halbrendt, C. et al. 1994). Moeis (2003)
mendapatkan nilai elastisitas pengeluaran beras sebesar 0,49 sebelum krisis 1997
dan 0,58 setelah krisis 1997. Penelitian yang terbaru menemukan bahwa nilai
elastisitas pengeluaran untuk pangan sumber karbohidrat sebesar 0,943 (Sengul
dan Tuncer, 2005).
Tabel 5.5. Elastisitas Harga dan Pengeluaran Rumahtangga, Tahun 2009
Kelompok
makanan
Elastisitas
Pendapatan
perubahan harga terhadap
Kip I
Klpl
Klp3
Klp4
KipS
0,0333
0,0120
Seluruh rumahtangga
Kelompok 1
0,7377
-0,2805
-0,0293
0,0299
Kelompok2
0,8492
-0,0462
-0,5027
0,1197
-0,~155
-1,4188
Kelompok3
0,8500
0,0214
0,1871
-0,5709
-0,0171
-0,0043
Kelompok4
0,8600
0,8682
-0,0399
-0,0302
-0,9758
-0,0439
Kelompok 5
0,8681
-0,0095
0,0106
0,0078
-0,0065
-0,5623
Rumahtangga Miskin
Keiompok I
0,8677
-0,6000
-0,0560
-0,0255
0,1163
0,0280
Kelompok2
0,8582
-0,0563
-0,3400
0,0852
-0,0284
-0,0328
Kelompok3
0,9067
-0,0753
-0,0704
-0,6338
-0,0560
0,0153
Kelompok4
0,8975
0,0743
-0,1276
-0,1702
-0,9584
-0,0293
Kelompok5
0,8760
0,0255
-0,0216
0,0122
-0,0030
-0,8038
Rumahtangga Bukan Mlskin
Kelompok I
0,7%0
-0,2966
-0,0016
0,0492
0,1581
-0,0062
Kelompok2
0,8164
-0,0035
-0,4816
0,1274
0,0119
0,0449
Kelompok3
0,8483
0,0768
0,2300
-0,5526
-0,0203
0,0253
Kelompok4
0,8200
0,7880
0,0648
-0,0592
-0,8664
0,0410
Kelompok5
0,8630
-0,0098
0,0196
0,0067
0,0032
-0,5301
Sumber : Diolah Oleh Penulis
Universitas Indonesia
74
Elastisitas harga sendiri seluruhnya bertanda negatif pada rumahtangga
keseluruhan, rumahtangga miskin dan rumahtangga bukan miskin dengan variasi
antara- 0,2805 sampai dengan- 0,9758. Artinya apabila harga kelompok pangan
meningkat, maka permintaan terhadap kelompok pangan tersebut akan menurun
dengan persentase yang lebih rendah daripada perubahan harganya. Hal ini
merupakan ciri dari barang kebutuhan pokok atau barang normal. Nicholson
(2005) menyatakan bahwa makanan merupakan barang kebutuhan pokok dengan
elastisitas harga yang inelastik. Nilai elastisitas harga sendiri yang tertinggi adalah
kelompok 4
(minyak dan lemak) pada setiap kelompok rumahtangga
Rumahtangg a sampel memberikan respon yang terbesar ketika harga kelompok
pangan 4 naik dengan melakukan subsitusi terhadap kelompok pangan terse but.
Elastisitas harga seudiri pada rumahtangga miskin sebesar --0,6000; 0,3400; --0,6338; --0,9584 dan --0,8038 berturut- turut untuk kelompok pangan 1,
2, 3, 4 dan 5. Secara umum elastisitas harga sendiri pada rumahtangga miskin
lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan miskin. Sehingga rumahtangga
miskin
lebih responsif terhadap
perubahan
harga sendiri
dibandingkan
rumahtangga bukan miskin. Meningkatnya harga kelompok pangan akan
menyebabkan penurunan permintaan pangan yang besar pada rumahtangga
miskin.
Elastisitas harga silang tandanya bervariasi dan memiliki nilai yang lebih
kecil daripada elastisitas harga sendiri. Elastisitas harga silang yang bertanda
positif menunjukkan bahwa diantara kedua komoditas tersebut terdapat hubungan
subsitusi. Sedangkan elastisitas harga silang yang bertanda negatif menunjukkan
bahwa terdapat hubungan komplementer diantara kedua komoditas tersebut.
Berdasarkan tabel 5.5 pada rumahtangga miskin kelompok pangan 2 (daging,
ikan, telur, kacang- kacangan) dan 5 (pangan lainnya) merupakan komplementer
kelompok pangan 1 (padi- padian dan umbi- umbian). Sedangkan kelompok
pangan 3 (buah dan sayur) dan 4 (minyak dan lemak) merupakan subsitusi
kelompok pangan 1. Sedangkan pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga
bukan miskin, kelompok pangan 2 dan 3 merupakan komplementer kelompok
pangan 1. Di sisi lain, kelompok pangan 4 dan 5 merupakan subsitusinya. Sarna
seperti pada nilai elastisitas harga sendiri, nilai elastisitas harga silang pada
Universitas Indonesia
75
rumahtangga miskin secara absolut lebih besar daripada rumahtangga bukan
miskin. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga miskin lebih sensitif terhadap
perubahan harga dibandingkan kelompok rumahtangga bukan miskin.
5.5
Elastisitas Kandungan Gizi
Penggunaan
nilai
kalori
(energi)
dan nilai
protein sudah cukup
menggambarkan kecukupan pangan rumahtangga karena konsumsi kalori terkait
erat dengan kemampuan manusia untuk hidup secara
aktif~
Sedangkan konsumsi
protein dibutuhkan untuk memulihkan sel - sel tubuh yang rusak pada usia
desawa atau untuk menjamin pertumbuhan normal pada usia muda. Namun
demikian, bukan hanya jumlahnya yang harus mencukupi, tetapi keanekaragaman
pangan sumber energi yang dikonsumsi tidak kalah juga pentingnya. Menurut
Hardinsyah dan Tambunan (2004) secara umum pola pangan yang baik adalah
apabila perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan lemak adalah
50- 65 % : I 0- 20 % : 20- 30 %.
Tabel 5.6. menunjukkan nilai elastisitas konsumsi kalori dan protein
terhadap perubahan harga dan pengeluaran. Ditinjau dari elastisitas pengeluaran,
semua nilai elastisitas positif yang berarti bahwa peningkatan pendapatan
rumahtangga akan meningkatkan konsumsi kalori dan protein rumahtangga. Jika
pendapatan rumahtangga meningkat I 0 %, maka konsumsi kalori rumahtangga
miskin dan bukan miskin akan meningkat sebesar 4,456 % dan 4,I75 %.
Demikian pula apabila pendapatan rumahtangga meningkat 10 %, maka konsumsi
protein rumahtangga miskin dan bukan miskin akan meningkat 4,372% dan 4,122
%. Penelitian terdahulu mengenai elastisitas pengeluaran diperoleh Rae (1999)
sebesar 0,159 serta Dawson dan Richard (1998) sebesar 0,34. Nilai elastisitas
pengeluaran tersebut lebih rendah dibandingkan dengan basil penelitian ini.
Pada tabel 5.6. juga tampak bahwa nilai absolut elastisitas pengeluaran dan
harga pada rumahtangga miskin bernilai lebih besar dibandingkan kelompok
rumahtangga bukan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi perubahan
pendapatan dan harga, konsumsi gizi pada rumahtangga miskin lebih responsif
daripada rumahtangga bukan miskin. Hal yang sama juga ditemukan oleh Sahn
Universitas Indonesia
76
(1988) yang menghitung elastisitas pengeluaran dan harga terhadap konsumsi
energi rumahtangga di Srilanka.
Bila ditinjau dari elastisitas konsumsi kalori dan protein terhadap perubahan
harga, nilai elastisitas yang terbesar terjadi pada perubahan harga kelompok
pangan 1 pada semua kelompok rumahtangga. Elastisitas konsumsi kalori pada
rumahtangga miskin dan bukan miskin berturut- turut adalah --0,1528 dan 0,0296. Apabila harga kelompok pangan 1 meningkat 10 %, maka konsumsi
kalori rumahtangga miskin dan bukan miskin turun 1,528 % dan 0,296 %. Sarna
halnya dengan elastisitas konsumsi kalori, apabila harga kelompok pangan 1 naik
10 %, maka konsumsi protein rumahtangga miskin dan bukan miskin turun
sebesar 1,345% dan 0,590%.
Tabel5.6. Elastisitas Kalori dan Protein, Tahun 2009
Konsumsi
Gizi
Elastisitas
Pengeluaran
Perubahan Barga
Klpl
Klp2
Klp3
Klp4
KipS
Rumahtangga Miskin
Kalori
0,4456
-0,1528
-0,0432
-0,0238
-0,0302
-0,0923
Protein
0,4372
-0,1345
-0,0708
-0,0100
0,0148
-0,0794
Rumahtan~~a
Bukan Miskin
Kalori
0,4175
-0,0296
-0,0136
0,0054
-0,0103
-0,0600
Protein
0,4122
-0,0590
-0,0683
0,0146
0,0320
-0,0462
Sumber : Diolah Oleh Penulis
Yang menarik adalah bagi rumahtangga miskin, kelompok pangan 1 tidak
hanya sebagai sumber kalori, tetapi juga sebagai sumber protein. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 5.6, dimana nilai absolut elastisitas konsumsi protein terhadap
perubahan harga kelompok pangan 1 lebih besar dibandingkan perubahan harga
kelompok pangan 2. Karenanya. Dengan kata lain, apabila harga kelompok
pangan 1 berubah, maka perubahan konsumsi kalori dan protein rumahtangga
miskin lebih besar dibandingkan dengan perubahan harga kelompok pangan 2, 3,
4 atau 5. Hal ini terjadi karena padi - padian khususnya beras merupakan pangan
pokok utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Beras menjadi sumber
Universitas Indonesia
77
energi utama bagi rumahtangga dengan persentase 52,87 % dari total konsumsi
energi dan juga menjadi sumber protein bagi sebagian rumahtangga dengan
persentase 44,82 dari total konsumsi protein. Oleh karena itu, ketika harga pangan
meningkat, maka rumahtangga akan mengutamakan pembelian padi - padian
khususnya beras yang ditandai dengan meningkatnya proporsi pengeluaran beras
di rumahtangga (Skoufias, 2003; Sahn, 1988).
Selain itu rendahnya elastisitas konsumsi protein terhadap perubahan harga
kelompok pangan 2 terkait dengan rendahnya konsumsi protein, khususnya
protein hewani yang relatif mahal dibandingkan dengan pangan nabati. Oleh
karena itu faktor daya beli konsumen sangat menentukan tingkat konsumsi pangan
hewani, dimana semakin tinggi pendapatan, maka konsumsi pangan hewani
cenderung semakin tinggi (Ariningsih, 2008).
Bila ditinjau dari kelompok rumahtangga, terlihat bahwa nilai absolut
elastisitas konsumsi kalori dan protein terhadap perubahan harga pada
rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan rumahtangga bukan miskin. Hal ini
menandakan bahwa konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin lebih
sensitif terhadap perubahan harga kelompok pangan. Timmer dan Harold (1979)
menyatakan bahwa sekitar 30%-40% dari populasi dengan pendapatan terendah
sangat sensitif terhadap perubahan pendapatan dan harga. Karenanya, kebijakan
stabilisasi harga kelompok pangan I, utamanya beras, memiliki dampak yang
lebih besar terhadap konsumsi gizi rumahtangga, terutama rumahtangga miskin
daripada stabilisasi harga kelompok pangan lainnya.
5.6 Simulasi Konsumsi Gizi
Untuk melihat pengaruh perubahan harga komoditi pangan terhadap
konsumsi kalori dan protein, dilakukan simulasi dengan rumus penghitungan
seperti telah dijelaskan pada Bab 4. Dari masing - masing kelompok pangan
diambil satu komoditi pangan sebagai contoh penghitungan seperti tampak pada
tabel5.7.
Universitas Indonesia
78
Tabel5.7. Komoditi Pangan yang Digunakan Dalam Simulasi
Satuan
Jan-09
Sep-10
Perubahan
Harga(%)
Beras Medium
Kg
5.547
6.635
19,62
2
Daging Ayam Broiler
Kg
22.386
26.334
17,63
3
Cabe Merah Keriting
Kg
18.824
22.165
17,75
4
Minyak Goreng Curah
Kg
8.248
10.004
21,29
5
GulaPasir
Kg
6.649
10.887
63,74
Komoditi
No
Sumber: Kemendag, 2010 (Diolah Oleh Penulis)
Data pada Tabel5.7 di atas menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan harga
bahan pangan selama kurun waktu Januari 2009 sampai dengan September 2010
dengan persentase yang bervariasi. Secara umum, kenaikan harga bahan pangan
ini di atas 17 %. Kenaikan harga yang tertinggi ada pada komoditi gula pasir
sebesar 63,74 %. Berdasarkan data tersebut, dibuatlah skenario kenaikan bahan
pangan seperti tampak pada Tabel5.8 di bawah ini.
Tabel5.8. Skenario Perubahan Harga Bahan Pangan
Perubahan harga (%)
Skenario
Beras
1
2
Daging ayam Cabe merah
keriting
broiler
Gula
Pasir
21,29
21,29
63,74
63,74
19,62
17,63
3
4
minyak goreng
curah
19,62
17,63
17,75
17,75
Skenario 1 dilakukan apabila terjadi perubahan harga beras sebesar 19,62 %,
sedangkan harga bahan pangan lainnya tetap. Demikian pula dengan skenario 2
dimana terjadi kenaikan harga daging ayam broiler sebesar 17,63 % dan tidak
terjadi kenaikan harga bahan pangan yang lain. Selanjutnya skenario 3 terjadi
kenaikan harga cabe merah keriting, minyak goreng curah dan gula pasir bersama
- sama sebesar 17,75 %, 21,29 %dan 63,74 %, sementara tidak terjadi kenaikan
harga beras dan daging ayam broiler. Terakhir, skenario 4 yang merupakan
Universitas Indonesia
79
kenyataan sesungguhnya di masyarakat dimana harga semua bahan pangan
meningkat secara bersamaan sebesar 19,62 %, 17,63 %, 17,75 %, 21,29% dan
63,74 % berturut- turut untuk beras, daging ayam broiler, cabe merah keriting,
minyak goreng curah dan gula pasir. Hasil penghitungan dampak kenaikan harga
bahan pangan terhadap konsumsi kalori dan protein dapat dilihat pada tabel5.9. di
bawah ini.
Tabel5.9. Hasil Simulasi Dampak Kenaikan Harga Terhadap
Konsumsi Kalori dan Protein
bukan miskin
miskin
Skenario
Perubahan Konsumsi Gizi (%)
kalori
protein
kalori
protein
1
-0,7945
-0,5648
-0,1542
-0,2478
2
-0,0389
-0,2040
-0,0123
-0,1968
3
4
-0,7551
-0,0704
-0,3819
-0,2859
-1,5885
-1,2812
-0,6384
-0,7304
Sumber : Diolah Oleh Penulis
Tabel 5.9. menunjukkan bahwa nilai absolut elastisitas perubahan konsumsi
kalori dan gizi pada rumahtangga miskin lebih besar daripada rumahtangga bukan
miskin. Jika terjadi kenaikan harga bahan pangan, maka penurunan konsumsi
kalori dan protein pada rumahtangga miskin lebih besar daripada rumahtangga
bukan miskin. Berdasarkan simulasi, kenaikan harga beras 19,52 % (skenario 1)
telah menyebabkan penurunan konsumsi kalori dan protein pada rumahtangga
miskin sebesar 0, 79 % dan 0,56 %. Sedangkan pada rumahtangga bukan miskiQ,
dampak kenaikan harga beras lebih rendah dimana konsumsi kalori dan protein
turun sebesar 0,15 % dan 0,24 %. Kenaikan harga beras lebih besar pengaruhnya
terhadap penurunan konsumsi kalori dan protein rumahtangga daripada kenaikan
harga daging ayam broiler (skenario 2). Hal ini dapat dipahami, mengingat bagi
penduduk Indonesia, beras tidak hanya sebagai sumber kalori, akan tetapi juga
sebagai sumber protein (Ariningsih, 2008).
Demikian pula dengan skenario 3, dimana kenaikan harga cabe merah
keriting, minyak goreng curah dan gula pasir bersama - sama menyebabkan
Universitas Indonesia
80
penurunan kalori yang lebih besar dibandingkan skenario 2. Penurunan kalori
yang besar ini disebabkan adanya komoditi gula pasir. Sebagai pelengkap
minuman, gula pasir banyak memberikan sumbangan kalori yang tinggi bagi
tubuh, sehingga kenaikan harga gula pasir yang tinggi, menyebabkan penurunan
konsumsi kalori yang cukup signifikan. Selanjutnya dampak kenaikan harga
terhadap penurunan konsumsi kalori dan protein jelas terasa lebih besar ketika
semua harga bahan pangan naik, dimana nilai absolut elastisitas pada skenario 4
lebih besar dibandingkan ketiga skenario lainnya. Dengan kata lain kenaikan
harga pangan secara bersamaan saat ini telah menyebabkan hilangnya asupan gizi
yang besar khususnya bagi rumahtangga miskin.
5.7
Implikasi Kebijakan
Pt:rhatian khusus terhadap rumahtangga miskin meningkat sejak krisis
ekonomi
1997/1998
melanda
Indonesia.
Rumahtangga
miskin
adalah
rumahtangga yang paling merasakan dampak dari krisis tersebut. Angka
kemiskinan meningkat tajam dari 11,3 % pada tahun 1996 menjadi 23,5 % pada
tahun 1999. Karenanya ketika itu pemerintah membuat program Operasi Pasar
Khusus (OPK) atau Program Beras Miskin (Raskin) sebagai Jaring Pengaman
Sosial (JPS) dalam bentuk subsidi beras bagi rumahtangga miskin, yang sekarang
dikenal dengan Program Raskin.
Pada tahun 2005 pemerintah mengambil keputusan untuk mengurangi
subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) akibat harga minyak dunia yang melambung
tinggi membebani anggaran pemerintah. Pengurangan subsidi membuat harga
BBM naik dan membawa dampak inflantor yang menyebabkan penurunan daya
beli masyarakat. Untuk mengurangi beban masyarakat miskin akibat kenaikan
harga BBM, pengurangan subsidi terhadap produk BBM dialihkan menjadi
subsidi langsung yang disebut Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp.
1~0.000
per bulan per rumahtangga berdasarkan lnstruksi Presiden No. 12/2005
tentang pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rumahtangga miskin.
Hingga kini kedua kebijakan tersebut masih berjalan.
Memang masih terdapat pro kontra di kalangan masyarakat, apakah benar
kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat? ataukah kebijakan ini hanya sebuah kebijakan yang populis?.
Universitas Indonesia
81
Kebijakan yang dibuat hanya untuk mengambil suara rakyat pada saat pemilihan
umum. Oleh karena itu dilakukan simulasi yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi kebijakan pro poor yang tengah dilaksanakan oleh pemerintah.
Dalam penelitian ini, Penulis hanya membandingkan dua kebijakan pro poor
tersebut yakni kebijakan subsidi langsung (BLT) dan subsidi tidak langsung
(program Raskin).
Pada skenario 5, harga semua bahan pangan meningkat seperti pada skenario
4 dan pemerintah melakukan kebijakan subsidi tidak lansung pada produk beras.
Kebijakan beras Raskin dijual dengan harga Rp. 1600 per kg dari harga pembelian
pemerintah sebesar Rp. 5500 per kg, berarti pemerintah mengeluarkan subsidi
tidak langsung sebesar Rp. 3900 atau 71 % untuk komoditi beras. Nilai subsidi
yang dikeluarkan pemerintah harus sama, baik untuk subsidi langsung maupun
tidak
langsung,
sehingga
hasilnya
dapat
diperbandingkan4 .
Dengan
mengasumsikan bahwa semua rumahtangga miskin membeli beras Raskin
sebanyak 10 kg per bulan, maka setiap rumahtangga miskin memperoleh subsidi
tidak langsung sebesar Rp. 39.000 per bulan. Apabila rata - rata pendapatan
rumahtangga miskin sebesar Rp. 727.820 per bulan (Tabel 5.2), maka setiap
rumahtangga miskin mendapat tambahan pendapatan per bulan sebesar 5,3 %.
Tambahan pendapatan ini digunakan dalam skenario 6.
Tabel 5.10 menunjukkan basil penghitungan simulasi dampak kebijakan
subsidi langsung dan tidak langsung terhadap konsumsi kalori dan protein
rumahtangga miskin. Kebijakan subsidi langsung dengan memberikan tambahan
pendapatan kepada rumahtangga miskin sebesar Rp. 39.000 per bulan dapat
meningkatkan konsumsi kalori dan protein sebesar 1,20 % dan 1, 16 %. Di sisi
lain, kebijakan subsidi tidak langsung kepada unit bahan pangan dalam hal ini
beras dapat meningkatkan konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin
sebesar 2,02 % dan 1,28 %.
4
Garis anggaran dengan subsidi langsung : I + S = Px .X + Py .Y , garis anggaran dengan subsidi
tidak langsung : I
I+ s.X
= (Px
- s).X + Py-Y. Dari persamaan subsidi tidak langsung ini diperoleh
= PxX + PyY dimana
s.X
=S
Universitas Indonesia
82
Tabel 5.1 0. Dampak Kebijakan Langsung dan Tidak Langsung Terhadap
Konsumsi Kalori dan Protein Rumahtangga Miskin
Jenis Subsidi
Kalori (%)
Protein(%)
Subsidi Langsung
1,2045
1,1660
Subsidi Tidak Langsung
2,0266
1,2885
Sumber : Diolah Oleh Penulis
Berdasarkan hasil simulasi terbukti bahwa kebijakan subsidi tidak langsung
meningkatkan konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin yang lebih besar
daripada kebijakan subsidi langsung (cash transfer). Timmer dan Harold (1979)
menyatakan perlu adanya perbedaan harga beras antara rumahtangga miskin dan
bukan miskin. Rumahtangga bukan miskin membeli beras sesuai harga pasar. Di
sisi lain rumahtangga miskin juga harus dijaga aksesnya terhadap bahan pangan
tersebut. Salah satunya dengan subsidi beras untuk mencegah terjadinya
kekurangan kalori dan protein pada rumahtangga miskin. Kebijakan subsidi tidak
langsung berupa subsidi bahan pangan pokok (beras) dilakukan di berbagai negara
dan terbukti efektif dalam meningkatkan konsumsi gizi rumahtangga miskin
(Gutner, 2002; Mahal dan Anup, 2008; Gulati, 1989).
Pilihan kebijakan subsidi tidak langsung menjadi salah satu kebijakan
pangan bagi masyarakat karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah :
1) menurunkan kasus kekurangan gizi atau gizi buruk pad a rumahtangga miskin,
2) mencapai ketahanan pangan rumahtangga dan ketahanan pangan nasional, 3)
redistribusi pendapatan antara rumahtangga bukan miskin dan rumahtangga
miskin, dan 4) menurunkan inflasi di tingkat domestik.
Di samping berbagai kelebihan subsidi tidak langsung tersebut, terdapat pula
kelemahannya yaitu dalam aplikasi kebijakan ini di lapangan, rawan terjadinya
salah sasaran subsidi. Dalam artian ada rumahtangga bukan miskin yang ikut
menikmati subsidi tidak langsung. Memang bukan tidak mungkin terjadi
penyelewengan di dalam pendistribusian Raskin. Menurut Murda (2009), 40 %
beras Raskin dibeli oleh rumahtangga bukan miskin. Hal ini menyebabkan tidak
semua rumahtangga miskin dapat membeli dan mengkonsumsi beras Raskin,
sehingga tujuan awal untuk mempertahankan konsumsi gizi rumahtangga miskin
Universitas Indonesia
83
tidak tercapai. Oleh karena itu perlunya komitmen politik yang tinggi dari
pemerintah untuk meningkatkan akses rumahtangga miskin terhadap pangan yang
cukup dengan menjamin distribusi beras Raskin yang tepat sasaran.
Selain masalah penyelewengan distribusi Raskin, hal yang menjadi
perdebatan di kalangan ekonom adalah terjadinya distorsi pasar akibat subsidi
pada barang. Melepaskan harga pada mekanisme pasar memang akan
menghasilkan efisiensi dan kesejahteraan yang tinggi. Namun hal yang juga harus
diperhatikan adalah apakah kesejahteraan tersebut dapat dinikmati oleh semua
kalangan?. Sampai saat ini kontradiksi antara efisiensi dan keadilan ekonomi
masih menjadi pro dan kontra.
Di sisi lain, kebijakan subsidi langsung dari hasil simulasi terbukti
meningkatkan konsumsi kalori dan protein yang lebih rendah dibandingkan
kebijakan subsidi tidak langsung. Kebijakan subsidi langsung memiliki
kelemahan apabila tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan konsumsi
gizi rumahtangga miskin, karena hal yang perlu diketahui adalah bagaimana
perilaku rumahtangga ketika mendapatkan tambahan pendapatan. Cronin (1982)
menyatakan bahwa tambahan pendapatan cenderung mengubah perilaku
rumahtangga dengan mengabaikan batasan anggaran. Ketika harga bahan pangan
naik, apakah tambahan pendapatan tersebut digunakan untuk membeli bahan
pangan, sehingga konsumsi gizi anggota rumahtangga dapat dipertahankan
ataukah digunakan untuk membeli barang -
barang lainnya yang tidak
berpengaruh terhadap konsumsi gizi rumahtangga?. Berdasarkan pengamatan
penulis di lapangan terhadap beberapa rumahtangga yang menerima Bantuan
Langsung Tunai (BLT}, tambahan pendapatan tersebut justru digunakan untuk
membeli barang - barang konsumtif, seperti pakaian, telepon genggam, dan
sebagainya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada kotak di bawah ini. Studi
di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di negara
tersebut lebih tinggi ketika pemerintah menerapkan kebijakan subsidi langsung
berupa cash transfer kepada rumahtangga miskin dibandingkan dengan kebijakan
tidak langsung berupa subsidi energi, pangan, dan sebagainya (Sleshnick, 1996).
Universitas Indonesia
84
Kasus 1
Keluarga Bapak: Ahmad tinggal di wilayah padat penduduk di
Pelamampang, Jakarta Selatan bersama dengan seorang istri dan kedua anak mereka
Gumlah anak: 5 orang, 2 anak: meninggal dunia di usia batita dan seorang lagi tinggal
di rumah kerabatnya) di rumah semi permanen berukuran 3 x 4 meter persegi. Pria
berpendidikan SD ini menghidupi keluarganya dengan beijualan tahu keliling setiap
pagi dengan penghasilan berkisar Rp. 20.000 - Rp. 30.000 per hari. Adanya
program Bantuan Langsung Tunai beberapa waktu lalu tentu membuatnya sangat
gembira karena ia bisa membelikan pak:aian baru untuk istri dan anak: - anaknya.
Sesuatu yang hanya ia lakukan ketika menjelang hari raya saja.
Kasus 2
lbu Sutihat, seorang janda dengan dua anak perempuan yang masih remaja.
Anak: tertua hanya menamatkan SD dan anak bungsu menamatkan pendidikan
sampai SMP. Tidak ada aktivitas lain bagi anak: - anaknya kecuali menonton
televisi dan sesekali membantu pekeijaan rumahtangga. Kebiasaan menonton
televisi cukup mempengaruhi pikiran dan gaya hidup anak: - anaknya, terutama si
bungsu. Salah satu contohnya : merengek - rengek agar dibelikan telepon genggam.
Bukannya lbu Sutihat tidak ingin mengabulkan keinginan anaknya. Tetapi
sebagai seorang pembantu rumahtangga dengan upah sebesar Rp. 500.000 per
bulan, baginya harga sebuah telepon genggam sangatlah mahal. Jangankan untuk
membeli telepon genggam, untuk konsumsi makanan sehari - hari saja,
penghasilannya tidak mencukupi.
Ketika pemerintah mengeluarkan program Bantuan Langsung Tunai dengan
pencairan 3 bulan sekali sebesar Rp. 300.000, lbu Sutihat adalah salah satu sasaran
dari program tersebut. Betapa senangnya ia karena dapat mengabulkan keinginan si
bungsu membelikan sebuah telepon genggam.
Kasus 3
Lain lagi kisah keluarga Junaidi. Keluarga yang tinggal di rumah berukuran
2,5 x 9 meter persegi di Kecamatan beji, Depok ini agak tertutup dengan warga
sekitar. Ia tidak: memiliki pekeijaan tetap dan hams menghidupi seorang istri serta
keempat orang anaknya yang berusia 15, 12, 6 dan 2 tahun. Tidak ada seorang anak:
pun yang disekolahkannya.
Sang ibu sering melarang anak - anaknya keluar rumah. Mak:a ia
membelikan sebuah DVD player dari uang program Bantuan Langsung Tunai. Cara
itu cukup mampu menahan anak: - anaknya untuk tidak bermain di luar rumah
selama kurang lebih dua minggu. Setelah itu, kondisi kembali seperti semula, anak
- anak bermain di luar rumah.
Universitas Indonesia
BAB6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil diantaranya ialah :
1. Pada kelompok rumahtangga miskin, faktor harga dan pendapatan lebih
menentukan konsumsi pangannya, sementara faktor - faktor lainnya tidak
banyak berpengaruh. Sedangkan pada rumahtangga bukan miskin dan
keseluruhan, keputusan mengkonsumsi pangan ditentukan oleh harga,
pendapatan dan faktor- faktor lainnya.
2. Semua kelompok pangan termasuk kategori barang necessity baik bagi
rumahtangga miskin maupun bukan miskin yang bersifat inelastis, sehingga
rumahtangga akan tetap membeli bahan pangan tersebut meskipun terjadi
kenaikan harga, sebagai salah satu kebutuhan pokok rumahtangga.
3. Kenaikan harga pada kelompok 1 (pangan sumber karbohidrat) dominan
berpengaruh terhadap penurunan konsumsi kalori dan protein (gizi). Pangan
kelompok 1 terutama beras memberikan sumbangan kalori dan protein yang
terbesar bagi rumahtangga di Indonesia. Sebesar 52,87% dari konsumsi kalori
dan 44,82 % dari konsumsi protein rata - rata rumahtangga diperoleh dari
konsumsi beras.
4. Kalori dan protein termasuk kategori kebutuhan pokok untuk semua kelompok
pangan baik bagi rumahtangga miskin maupun bukan miskin. Karenanya
meskipun terjadi kenaikan harga pangan sumber kalori dan protein,
permintaan rumahtangga terhadap kedua gizi tersebut
tidak akan banyak
berubah.
5. Kenaikan harga semua bahan pangan saat ini menyebabkan penurunan
konsumsi kalori dan protein yang besar. Apabila kondisi ini tidak segera
diatasi, dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia Indonesia.
6. Kebijakan subsidi tidak langsung terbukti dari hasil simulasi dapat
meningkatkan konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin lebih besar
dibandingkan subsidi langsung.
85
Universitas Indonesia
86
6.2
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini beberapa saran yang dapat disampaikan
sebagai berikut :
1. Harga pangan kelompok 1 sebagai pangan sumber karbohidrat, terutama beras
perlu dijaga stabilitasnya, karena bagi rumahtangga di Indonesia, beras tidak
hanya sebagai sumber karbohidrat, tetapi juga sumber protein. Stabilitas harga
beras dapat dilakuk:an dengan meningkatkan ketersediaan beras nasional, di
samping mejamin distribusi beras yang merata. Penjaminan ketersediaan beras
dapat diperoleh melalui dibukanya kran impor beras. Namun hal ini bukanlah
keputusan yang bijaksana karena akan menyebabkan ketergantungan terhadap
negara lain. Hal yang penting adalah mendorong peningkatan produksi padi
meialui peningkatan produktivitas dengan memberikan berbagai kemudahan
bagi petani dalam memproduksi padi, misalnya subsidi pupuk, menjamin
harga tidak jatuh saat panen, dan sebagainya.
2. Pendataan rumahtangga target program subsidi tidak langsung (Beras Raskin)
harus tepat dan sesuai sasaran. Jangan sampai tetjadi penyimpangan penyimpangan dalam pendistribusiannya.
3. Pemberian subsidi langsung dalam bentuk cash transfer sebaiknya diubah
dalam bentuk pemberian makan kepada anak sekolah atau wanita hamil di
sekolah - sekolah maupun posyandu yang sudah diperhitungkan nilai gizinya.
Hal ini lebih menjamin pemenuhan gizi bagi anggota rumahtangga
dibandingkan dengan pemberian dana cash yang tidak dapat dipastikan
peruntukannya.
4. Pengelompokkan komoditi dalam penelitian disesuaikan dengan tujuannya.
Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti masalah beras sebaiknya
melakukan agregasi bahan pangan yang lebih spesifik.
5. Dalam penelitian ini hanya menerapkan restriksi adding- up saja dan tanpa
mengatasi masalah contemporaneous correlation (standar error tidak efisien),
peneliti selanjutnya dapat menerapkan ketiga restriksi
dalam
sistem
permintaan AIDS dan mempertimbangkan juga masalah contemporaneous
correlation ini.
Universitas Indonesia
87
6. Simulasi dalam penelitian ini hanya menganalisis dampak kenaikan harga
terhadap konsumsi gizi bagi rumahtangga miskin dan bukan miskin saja, tanpa
mempertimbangkan
faktor
sosial
ekonomi
lainnya
seperti
wilayah
rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, mata pencaharian kepala
rumahtangga, dan sebagainya.
Universitas Indonesia
88
DAFfARPUSTA KA
Ariningsih, Ening. 2008. Konsumsi dan Kecukupan Energi dan Protein
Rumahtangga Perdesaan di Indonesia : Analisis Data Susenas 1999, 2002,
dan 2005. Dalam Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan
Perdesaan : Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani.
Bogor, 19 Nopember 2008.
Arifin, Bustanul. 2009. Tantangan Baru Ekonomi Pangan. Economic Review
Bulan Juni No. 216.
Badan Ketahanan Pangan. 2009. Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia. Badan
Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia 2009. BPS. Jakarta.
Cronin, Francis J. 1982. " The Household's Decision to Accept or Reject a
Conditional Transfer Offer". Southern Economic Journal, 49 (1) : 218 234.
Dawson, P. J. Dan Richard T. 1998. " Estimating the Demand for Calories in
India". American Journal ofAgricultural Economics, 80 (3): 474-481.
Deaton, Angus and John Muellbauer. 1980. "An Almost Ideal Demand System".
American Economis Review, 70(3):312-326.
Dong, et al. 1998. "Estimation of Demand Functions Using Cross - Sectional
Household Data : The Problem Revisited". American Journal of
Agricultural Economics, 80 (3): 466-473.
Food and Agricultural Organization. 2009. Crop Prospects and Food Situation.
FAO Report. http://www.fao.org/docrep/011/ai481e/ai481e00.htm. Diunduh
: 25 September 2010.
Gilarso, T. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Gutner, Tamar. 2002. " The Political Economy of Food Subsidy reform : The
Case of Egypt". Food Policy, 27: 455-476.
Gulati, Ashok. 1989. "Food Subsidies : In Search of Cost - Effectiveness".
Economic and Political Weekly, 24 (28): 1584- 1587 + 1589- 1590.
Hartono, J. 2004. Teori Ekonomi Mikro - Analisis Matematis. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Halbrendt, C. et al. 1994. "Rural Chinese Food Consumption : The Case of
Guangdong". American Journal ofAgricultural Economics, 76 (4) 794-799.
Universitas Indonesia
89
Hasibuan, A.R. 2001. "Perilaku Konsumen Mie Instan dalam Upaya Mengurangi
Ketergantungan Terhadap Makanan Pokok Beras di Yogyakarta". AgrUMY
IX (2): 98- 104.
Hardinsyah dan V. Tambunan. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak,
dan Serat Makanan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII
"Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi".
Jakarta, 17- 19 Mei 2004.
Heien, D. dan G. Pompelli. 1998. "The Demand for Beef Product : Cross Section
Estimation of Demografic and Economic Effect". Western Journal
Agricultural Economic, 13 (1): 37-44.
Kunreuther, Howard. 1973. "Why the Poor Pay More for Food : Theoritical and
Empirical Evidence". The Journal ofBusiness, 45 (3) : 368- 383.
Laraki, Karim. 1989. "Ending Food Subsidies : Nutritional, Welfare, and
Budgetary Effect". World Bank Economic Review, 3 (3): 395-408.
Mahal, Ajay dan Anup K. K. 2008. " Adequacy of Dietary Intakes and Poverty in
India: Trends in the 1990s". Economics and Human Biology, 6: 57-74.
Moeis, Jossy. P. 2003. "Indonesia Food Demand System: An Analysis of the
Impacts of the Economic Crisis on Household Consumption and Nutritional
Intake". Dissertation of the Faculty of Columbian College of Arts and
Sciences. The George Washington University. Washington DC.
Moro, D. dan Paolo S. 2000. "Heterogenous Preferences in Household Food
Consumption in Italy". European Review of Agricultural Economics, 27 (3)
: 305-323.
Murda, Handani. 2009. "Dampak Kenaikan Harga Raskin Terhadap
Kesejahteraan dan Konsumsi Gizi Rumahtangga Miskin di Indonesia". Tesis
Pascasarjana Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.
Nicholson, W. 2005. Microeconomics Theory: Basic Principles and Extensions.
Ed. 9th. Thomson Corporation, Ohio.
Part, J. L. et al. 2000. "Demand System Analysis of Food Commodities by U.S.
Household Segmented by Income". American Journal of Agricultural
Economics, 78 (2) : 290 - 300.
Pracoyo, T.K. dan Pracoyo A. 2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro. Penerbit
Grasindo. Jakarta.
Rae, Allan N. 1999. "Food Consumption Pattern and Nutrition in Urban Java
Household : The Discriminatory Power of Some Sosioeconomics
Variables". The Australian Journal of Agricultural and Resource
Economics, 43 (3) : 359- 383.
Universitas Indonesia
90
Sahn, David E. 1988. "Effect of Price and Income on Food- Energy Intake in
Srilanka". Economics Development and Cultural Change, 36 (2) : 315340.
Sengul, Seda dan Ismail Tuncer. 2005. "Poverty Level and Food Demand of the
Poor in Turkey''. Agribusiness, 21 (3) 289-311.
Skoufias, Emmanuel. 2003. "Is the Calorie- Income Elasticity Sensitive to Price
Changes? Evidence from Indonesia". World Development, 31 (7) : 1291 1307.
Sleshnick, Daniel T. 1996. " Consumption and Poverty : How Effective are In Kind Transfer?". The Economic Journal, 106 (439): 1527- 1545.
Suryani, E. dan Rachman HPS. 2008. Perubahan Pola Konsumsi Pangan Sumber
Karbohidrat di Perdesaan. Jurnal Pangan. Tahun XVII. No. 52. OktoberDesember.
Swamy, Gurushri dan Hans P. B. 1983. "Flexible Consumer Demand System and
Linear Estimation : Food in India". American Journal of Agricultural
Economics, 65 (4): 675-684.
Timmer, Peter dan Harold Alderman. 1979. "Estimating Parameters for Food
Policy Analysis". American Journal of Agricultural Economics, 61 (5) :
982-987.
United Nation Development Programme. 2009. Human Development Report
2009. http://hdr.undp.org/en/reports/globallhrd2009/. Diunduh pada 18
Oktober 2010.
Varian, H. R. 1992. Microeconomic Analysis. Ed 3rd. W.W. Norton & Company
Inc, New York.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan
Bisnis. Penerbit Ekonosia. Yogyakarta.
World
Watch.
Price
Food
2010.
Bank.
http://siteresources. worldbank.org/INTPOVERTY/Resources/3 35642- ·
1210859591030/Food Price Watch September2010.pdf. Diunduh : 25
September 2010.
Yudhoyono, S.B. 2004. "Pembangunan Pertanian dan Perdesaan sebagai Upaya
Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran : Analisis Ekonomi - Politik
Kebijakan Fiskal". Disertasi Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Yuliana, Rita. 2008. "Evaluasi Perubahan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga
Sebagai Dampak Kenaikan Harga BBM di Indonesia, Periode Pebruari 2005
- Maret 2006". Tesis Pascasarjana Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia.
Depok.
Universitas Indonesia
Lampiran I. Hasil Uji Deteksi Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas
Variabel
Rumahtan~~a Keseluruhan
w kl(!2
w kl(!l
Pengujian Heteroskedastisitas
49818,24••• 24439,68···
chi2 (I)
Pengujian Multikolinearitas
1,44
LXP
1,30
LPI
1,30
LP2
1,58
LP3
1,17
LP4
1,32
LP5
1,99
LP6
1,21
SEX
1,73
LAGEH
1,94
YEARH
1,18
LAG EM
1,21
YEARM
1,45
PROF
1,67
HHI
1,40
HH2
1,52
HH3
6,60
SUM
9,59
JW
3,47
BALNUS
3,24
KAL
3,90
SUL
1,54
LFLOOR
1,43
ROAD
1,70
LMARKET
2,28
Mean VIF
1,44
1,30
1,30
1,58
1,17
1,32
1,99
1,21
1,73
1,94
1,18
1,21
1,45
1,67
1,40
1,52
6,60
9,59
3,47
3,24
3,90
1,54
1,43
1,70
2,28
w ld(!3
Rumahtan~ Miskin
w kl(!4
w kl(!5
w kl(!l
w ld(!2
w kl(!3
Rumahtan~a Bukan Miskin
.,,
kl~
w k1(!5
w ld(!l
w kl(!2
w kl(!3
37481,86••• 32525,11··· 15638,62*** 3066,69*** 2589,87••• 3554,22*** 1702,39*** 1674,43*** 24469,76••• 15746,77••• 19149,51***
1,44
1,30
1,30
1,58
1,17
1,32
1,99
1,21
1,73
1,94
1,18
1,21
1,45
1,67
1,40
1,52
6,60
9,59
3,47
3,24
3,90
1,54
1,43
1,70
2,28
1,44
1,30
1,30
1,58
1,17
1,32
1,99
1,21
1,73
1,94
1,18
1,21
1,45
1,67
1,40
1,52
6,60
9,59
3,47
3,24
3,90
1,54
1,43
1,70
2,28
1,44
1,30
1,30
1,58
1,17
1,32
1,99
1,21
1,73
1,94
1,18
1,21
1,45
1,67
1,40
1,52
6,60
9,59
3,47
3,24
3,90
1,54
1,43
1,70
2,28
1,34
1,26
1,18
1,50
1,14
1,20
1,75
1,20
1,65
1,45
1,18
1,19
1,33
1,75
1,34
1,39
4,57
6,59
2,60
1,93
3,15
1,80
1,73
1,77
1,92
1,34
1,26
1,18
1,50
1,14
1,20
1,75
1,20
1,65
1,45
1,18
1,19
1,33
1,75
1,34
1,39
4,57
6,59
2,60
1,93
3,15
1,80
1,73
1,77
1,92
1,34
1,26
1,18
1,50
1,14
1,20
1,75
1,20
1,65
1,45
1,18
1,19
1,33
1,75
1,34
1,39
4,57
6,59
2,60
1,93
3,15
1,80
1,73
177
1,92
Sumber : Diolah Oleh Penulis
1,34
1,26
1,18
1,50
1,14
1,21J
1,75
1,20
1,65
1,45
1,18
1,19
1,33
1,75
1,3~
1,39
4,57
6,59
2,60
1,93
3,15
1,80
1,73
1,77
1,92
1,34
1,26
1,18
1,50
1,14
1,20
1,75
1,20
1,65
1,45
1,18
1,19
1,33
1,75
1,34
1,39
4,57
6,59
2,60
1,93
3,15
1,80
1,73
1,77
1,92
1,80
1,31
1,33
1,60
1,18
1,35
2,26
1,22
1,76
1,78
1,19
1,21
1,45
1,67
1,45
1,57
7,48
10,96
3,89
3,80
4,30
1,48
1,37
1,67
2,46
1,80
1,31
1,33
1,60
1,18
1,35
2,26
1,22
1,76
1,78
1,19
1,21
1,45
1,67
1,45
1,57
7,48
10,96
3,89
3,80
4,30
1,48
1,37
1,67
2,46
1,80
1,31
1,33
1,60
1,18
1,35
2,26
1,22
1,76
1,78
1,19
1,21
1,45
1,67
1,45
1,57
7,48
10,96
3,89
3,80
4,30
1,48
1,37
1,67
2,46
w kl~
w kll!5
19921,88*** 9957,22*••
1,80
1,31
1,33
1,60
1,18
1,35
2,26
1,22
1,76
1,78
1,19
1,21
1,45
1,67
1,45
1,57
7,48
10,96
3,89
3,80
4,30
1,48
1,37
1,67
2,46
1,80
1,31
1,33
1,60
1,18
1,35
2,26
1,22
1,76
1,78
1,19
1,21
1,45
1,67
1,45
1,57
7,48
10,96
3,89
3,80
4,30
1,48
1,37
1,67
2,46
92
Lampiran 2. Garis Kemiskinan Provinsi di Indonesia Menurut BPS Tahun 2009
Provinsi
Garis Kemiskinan (Rp)
Kota
Desa
K+D
Naggroe Aceh Darussalam
246 375
206 724
218 143
Sumatera Utara
205 379
154 827
178 132
Sumatera Barat
213 942
163 301
180 669
Riau
233 732
194 019
214 034
Jambi
214 769
152 019
172 349
Sumatera Selatan
205 145
161 205
178 209
Bengkulu
210 082
149 468
170 802
Lampung
187 923
145 634
157 052
Bangka Belitung
236 854
234 028
235 379
Kepulauan Riau
278 742
213 985
248 241
DKI Jakarta
266 874
JawaBarat
180 821
144 204
165 734
Jawa Tengah
168 186
140 803
154 Ill
DI Yogyakarta
200 855
156 349
184 965
JawaTimur
166 546
140 322
153 145
Ban ten
188 392
140 885
169 485
Bali
179 141
147 963
165 954
Nusa Tenggara Barat
176 591
130 867
150 026
Nusa Tenggara Timur
185 975
113 310
126 389
Kalimantan Barat
166 230
133 403
142 529
Kalimantan Tengah
179 418
153 430
162 266
Kalimantan Selatan
185 289
144 647
161 514
Kalimantan Timur
239 560
188 787
220 368
Sulawesi Utara
165 824
149 440
156 550
Sulawesi Tengah
181 555
146 682
154 006
Sulawesi Selatan
149 439
115 788
126 623
Sulawesi Tenggara
142 103
127 197
130 625
Gorontalo
146 458
134 410
138 181
Sulawesi Barat
144 842
130 428
135 242
Maluku
205 046
170 547
179 552
Maluku Utara
192 287
153 526
165 039
Irian Jaya Barat
209 518
204 958
205 998
Papua
242 556
190 513
202 379
INDONESIA
187 942
146 837
166 697
266 874
93
Lampiran 3. Syntax Pengolahan Data
Bagian I : Data KOR Individu
GET
FILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\data\Kor '+
'2009\ssn09pki_ dws.sav'.
DATASET NAME DataSet! WINDOW=FRONT.
* Jenis Kelamin
DATASET ACTIVATEDataSet l.
RECODEjk(l=l) (2=0).
EXECUTE.
* Menghitung Lama Sekolah
IF (b5r13 = 1) lama_sklh = 0.
IF ((b5r13 = 2) & (b5r16 > 0 & b5r16 < 3)) lama_sklh = b5r17- 1 .
IF ((b5r13 = 2) & (b5r16 > 2 & b5r16 < 5)) lama_sklh = 6 + b5r17- 1 .
IF ((b5r13 = 2) & (b5r16 > 4 & b5r16 < 8)) lama_sklh = 9 + b5r17- 1 .
IF ((b5r13 = 2) & (b5r16 > 7 & b5r16 < 11)) lama_sklh = 12 + b5rl7- 1 .
IF ((b5r13 = 2) & (b5r16 = 11)) lama_sklh = 17 + b5r17- 1 .
IF ((b5r13 = 3) & (b5r16 > 0 & b5r16 < 3) & (b5r17--= 8)) lama_sklh = b5r17 -1 .
IF ((b5r13 = 3) & (b5r16 > 2 & b5r16 < 5) & b5r17--= 8) lama_sklh = 6 + b5r17- 1 .
IF ((b5r13 = 3) & (b5r16 > 4 & b5r16 < 8) & (b5r17--= 8)) lama_sklh = 9 + b5r17- 1 .
IF ((b5r13 = 3) & (b5r16 > 7 & b5r16 < 11) & (b5r17--= 8)) lama_sklh = 12 + b5r17- 1.
IF ((b5r13 =3) &(b5rl6= 11) & (b5rl7-= 8)) lama_sklh= 17 + b5r17 -1.
IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 > 1 & b5r18 < 4)) lama_sklh = 6.
IF ((b5rl3 = 3) & (b5rl7 = 8) & (b5r18 > 3 & b5r18 < 6)) lama_sklh = 9.
IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 > 5 & b5r18 < 9)) lama_sklh = 12.
IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 = 9)) lama_sklh = 14.
IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 = 10)) lama_sklh = 15 .
IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 = 11 )) lama_sklh = 16.
IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 = 12)) lama_sklh = 20.
EXECUTE.
* Menciptakan variabel jenis kelamin, umur dan lama sekolah kepala rumahtangga
USE ALL.
COMPUTE filter_$=(hb = 1).
VARIABLE LABEL filter_$ 'hb = 1 (FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMAT filter_$ (fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\aggr_KRT.sav'
/BREAK=b1rl blr2 blr3 blr4 b1r5 b1r7 b1r8
/jk_KRT=SUM(jk)
/umur_KRT=SUM(umur)
/lama_sklh_KRT=SUM(lama_sklh)
94
(lanjutan)
* Menciptakan variabel umur dan lama sekolah meal planner
USE ALL.
COMPUfE filter_$=(hb = 2 & jk = 0 I hb = 1 & jk = 0 I hb = 8 I hb = 6 & jk = 0 I hb = 4 & jk = 0 I
hb= 3 &jk= 0 & umur>= 121 hb= 5 &jk=O & umur>= 121 hb= 7 &jk= 0 & umur>= 12).
VARIABLE LABEL filter_$ 'hb = 2 & jk = 0 I hb = 1 & jk = 0 I hb = 8 I hb = 6 & jk = 0 I hb = 4 &
'+
~k
= 0 I hb = 3 & jk = 0 & umur >= 12 I hb = 5 & jk = 0 & umur >= 12 I hb = 7 & jk = 0 & umur
'+
'>= 12 (FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' !'Selected'.
FORMAT filter_$ (fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ meal.sav'
/BREAK=blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8
/umur_ meal=FIRST(umur)
/lama_sklh_ meal=FIRST(lama_sklh).
* Menciptakan variabel mata pencaharian utama rumahtangga
RECODE b5r24 (1=1) (3=1) (ELSE=O) INTO bid_usaha.
VARIABLE LABELS bid- usaha 'bid- usaha'.
EXECUTE.
USE ALL.
COMPUTE filter_$=(hb =II hb = 21 hb = 31 hb = 4).
VARIABLE LABEL filter_$ 'hb =II hb = 21 hb = 31 hb = 4 (FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' !'Selected'.
FORMAT filter_$ (fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUfFILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ usaha.sav'
/BREAK=blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8
Ibid_usaha=FIRST(bid_ usaha).
* Menciptakan variabel komposisi anggota rumahtangga
RECODE umur (Lowest thru 23=1) (ELSE=O) INTO nonprdktf.
VARIABLE LABELS nonprdktf'nonprdktf.
EXECUTE.
RECODE umur (23 thru 65=1) (ELSE=O) INTO prdktf.
VARIABLE LABELS prdktf 'prdktf'.
EXECUTE.
RECODE umur (65 thru Highest= I) (ELSE=O) INTO lansia.
VARIABLE LABELS lansia 'lansia'.
EXECUTE.
95
(lanjutan)
USE ALL.
AGGREGATE
/OUfFILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\Olah_data\aggr_ART.sav'
IBREAK.=b1rl b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8
/nonprdktf=SUM(nonprdktf)
/prdktf=SUM(prdktf)
/lansia=SUM(lansia).
Bagian II : Data KOR Rumahtangga
GET
FILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\data\Kor '+
'2009\ssn09pki_ dws.sav'.
DATASET NAME DataSetl WINDOW=FRONT.
* Menghitung jumlah amggota rumahtangga
COMPUTE HH=l.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUfFILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\Olah_data\JART.sav'
IBREAK.=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8
IHH=SUM(Illl).
* Menciptakan variabelluas lantai per kapita
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\JART.sav'.
DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY b1r1(A) b1r2(A) b1r3{A) blr4(A) b1r5(A) b1r7(A) b1r8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\data\Kor '+
'2009\ssn09pkr_ dws.sav'.
DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY b1r1(A) b1r2(A) b1r3{A) b1r4(A) b1r5(A) b1r7(A) b1r8(A).
DATASET ACTIVATE DataSet2.
MATCH FILES /FILE=*
/FILE='DataSet4'.
EXECUTE.
DATASET ACTIVATE DataSet2.
COMPUTE lantai_kap=b6r5 I HH.
EXECUTE.
* Menciptakan variabel regional rumahtangga
RECODE b1rl (21=1) (11 thru 19=1) (ELSE=O) INTO suml.
VARIABLE LABELS Sum1'Suml'.
RECODE b1rl (31 thru 36=1) (ELSE=O) INTO Jw2.
VARIABLE LABELS Jw2 'jw2'.
RECODE blrl (51 thru 53=1) (ELSE=O) INTO balnus3.
VARIABLE LABELS Balnus3 'Balnus3'.
96
(lanjutan)
RECODE blrl (61 thru 64=1) (ELSE=O) INTO kal4.
VARIABLE LABELS Ka14 'Ka14'.
RECODE blrl (71 thru 76=1) (ELSE=O) INTO sul5.
VARIABLE LABELS Sul5 'Sul5'.
RECODE blrl (81=1) (82=1) (91=1) (94=1) (ELSE=O) INTO papmal6.
VARIABLE LABELS Papma16 'Papmal6'.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUfFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_ kor_ rt.sav'
/BREAK=blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8
/suml=SUM(suml)
/Jw2=SUM(Jw2)
/balnus3=SUM(balnus3)
/kal4=SUM(kal4)
/sul5=SUM(su15)
/papmal6=SUM(papmal6)
/lantai_kap=SUM(lantai_kap).
Bagian Ill : Data Podes
* Menciptakan variabel jarak pasar terdekat dan proporsi jalan yang dapat dilalui kendaraan roda
empat per kecamatan
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\d ata\Pod2008\pds200 8_ b.sav'.
DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT .
RECODE r1104b (SYSMIS=0.5).
EXECUTE.
COMPUTE a= 1.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_pdsb.sav'
/BREAK=blrl blr2 blr3
/jalan=SUM(r90 1b2)
/jarak_pasar=MEAN (rl104b)
/jmh_desa=SUM(a).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\ TESIS\Olah_ data\aggr_pdsb.sav'
DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT .
COMPUTE prop_jln=jalan I jmh_desa.
EXECUTE.
* Merger data KOR dan Podes
GET
FILE='C:\Document s and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_ krt.sav'.
DATASET NAME DataSetl WINDOW=FRONT .
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
97
(lanjutan)
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ meal.sav'.
DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blrS(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\aggr_usaha.sav'.
DATASETNAMEDataSet4 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ kor_ rt.sav'.
DATASET NAME DataSet6 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_pdsb.sav'.
DATASETNAMEDataSet8 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A).
DATASET ACTIVATE DataSet!.
MATCH FILES /FILE=*
/FILE='DataSet3'.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\korpodes.sav'
/COMPRESSED.
MATCH FILES /FILE=*
/FILE='DataSet4'.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\korpodes.sav'
/COMPRESSED.
MATCH FILES /FILE=*
/FILE='DataSet6'.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\korpodes.sav'
/COMPRESSED.
DATASET ACTIVATE DataSet!.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet8'
/BY blrl blr2 blr3.
EXECUTE.
SAVE OUfFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\korpodes.sav'
/COMPRESSED.
Bagian IV : Data Modul Konsumsi
* Menciptakan Variabel Status Miskin Rumahtangga
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\data\Panel-Module '+
'2009\sn09pm43 .sav'.
DATASET NAME DataSet2 WINDOW= FRONT.
COMPUTE tot_peng=mkn + nomkn.
EXECUTE.
98
(lanjutan)
COMPUTE tot_peng_sbln=tot_peng * 30/7.
EXECUTE.
COMPUTE peng_sbln_kap=tot_peng_sbln I b2r1.
EXECUTE.
DO IF {b1rl = 11 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 292428=1} (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'.
EXECUTE.
DO IF {b1rl = 11 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 249546=1) (ELSE=O} INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 12 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 234712=1} (ELSE=O} INTO status_miskin.
E"fi..TI IF.
VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 12 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 189306=1} (ELSE=O} INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF {b1rl = 13 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 248525=1) (ELSE=O} INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 13 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 201257=1} (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 14 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 265707=1) (ELSE=O} INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 14 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 226945=1) (ELSE=O} INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 15 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 244516=1} (ELSE=O} INTO status_miskin.
99
(lanjutan)
END IF.
VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 15 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 1781 07= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 16 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 247661=1} (ELSE=O} INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin•.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 16 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 1901 09= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 17 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 242735=1} (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 17 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 192351=1} (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 18 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 224168=1} (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 18 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 175734=1) (ELSE=O} INTO status_miskin.
El'-ot"D IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl = 19 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 272809=1) (ELSE=O} INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 19 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 261378=1} (ELSE=O} INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
100
(lanjutan)
DO IF (b1rl = 21 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 308210=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 21 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 256742=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 31 & blr5 = 1).
RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 316936= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 32 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 203751=1) (ELSE=O) INTO status_r.J.iskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 32 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 175193=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 33 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 196478=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 33 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 169312=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 34 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 228236=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 34 & blr5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 182706=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 35 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 202624=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
101
(lanjutan)
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl = 35 & blr5 = 2).
RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 174628= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl = 36 & blr5 = 1).
RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 212310=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl = 36 & blr5 = 2).
RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 178238=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl =51 & blr5 = 1).
RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 211461=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl =51 & blr5 = 2).
RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 176003=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl =52 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 213450= I) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl =52 & blr5 = 2).
RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 164526=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl =53 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 218796=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl =53 & blr5 = 2).
RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 142478=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
102
(lanjutan)
DO IF (b1rl = 61 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sb1n_kap (Lowest thru 194881=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 61 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 166815=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 62 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 209317=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 62 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest i.hru 199157=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 63 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 216538=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 63 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 181 059= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 64 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 283472=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 64 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 224506=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 71 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 193251=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl = 71 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 178271 = 1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
103
. (lanjutan)
END IF.
VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 72 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 217 529= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 72 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 182241=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 73 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 177872=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 73 & blr5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 142241=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 74 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 17 5070= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 74 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 157554=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (blrl = 75 & blr5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 173850=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 75 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 156873=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 76 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 17 5901 = 1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
104
(lanjutan)
DO IF (b1r1 = 76 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 156866= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 81 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 230913=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 81 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 199596=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1r1 = 82 & b1r5 = 1).
RECODE pe11g_sbln_kap (Lowest thru 226732=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 82 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 190838=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 91 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 304730=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 91 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 269354=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 94 & b1r5 = 1).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 285158=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
DO IF (b1rl = 94 & b1r5 = 2).
RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 234727=1) (ELSE=O) INTO status_miskin.
END IF.
VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'.
EXECUTE.
RECODE status_miskin (SYSMIS=O).
EXECUTE.
105
(lanjutan)
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\My '+
'Documents\TESIS\Olah_ data2\status_ miskin.sav'
IBREAK=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8
/status_miskin=SUM(status_miskin).
FREQUENCIES V ARIABLES=status_ miskin
/STATISTICS=SUM
/ORDER=ANALYSIS.
*Custom Tables
CTABLES
NLABELS VARIABLES=status miskin blrl DISPLAY=DEFAULT
/TABLE b1r1 BY status_miskin [COUNT F40.0, ROWPCT.COUNT F40.2]
/CATEGORIES V ARIABLES=status miskin ORDER=A KEY=VALUE
EMPTY=INCLUDE
TOTAL=YES POSITION=AFTER
/CATEGORIES V ARIABLES=b1rl ORDER=A KEY=VALUE
EMPTY=EXCLUDETOTAL= YES
POSITION=AFTER.
* Menciptakan variabel proporsi pengeluaran
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\data\Panel-Module '+
'2009\sn09pm41.sav'.
DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT.
DATASET ACTIVATE DataSet3.
USE ALL.
COMPUTE filter_$=({kode > "001" & kode < "010") I (kode > "010" & kode < "020")).
VARIABLE LABEL filter $ '(kode > "00 1" & kode < "0 10") I (kode > "0 10" & kode < "020")
(FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMAT filter_$ (fLO).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ exp 1.sav'
/BREAK=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8
/exp_kip 1=SUM(b41k9).
USE ALL.
COMPUTE filter_$=({kode > "020" & kode < "053") I (kode > "053" & kode < "071") I (kode >
"071" & kode <
"085") I (kode > "115" & kode < "127")).
VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "020" & kode < "053 ") I (kode > "053" & kode < "071 ") I
(kode > '+
"'071" & kode < "085") I (kode > "l15" & kode < "127") (FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMAT filter_$ (fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
106
(lanjutan)
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TES IS\Olah_ data2\aggr_ exp2.sav'
/BREAK=b1rl b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 blr8
/exp_ klp2=SUM(b41k9).
USE ALL.
COMPUTE filter_$=((kode > "085" & kode < "115") I (kode > "127" & kode < "150")).
VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "085" & kode < "115") I (kode > "127" & kode < "150")
(FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMAT filter_$ {fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ exp3 .sav'
/BREAK.=b1rl b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8
/exp_klp3=SUM(b41k9).
USE ALL.
COMPUTE filter_$=({kode > "151" & kode < "158") ).
VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "151" & kode < "158") (FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMAT filter_$ {fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TES IS\Olah_data2\a ggr_ exp4.sav'
/BREAK=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8
/exp_ klp4=SUM(b41k9).
USE ALL.
COMPUTE filter_$=((kode > "158" & kode < "167") I (kode > "167" & kode < "181") I (kode >
"181" &
kode < "191") I (kode > "191" & kode < "223") I (kode > "223" & kode < "229") ).
VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "158" & kode < "167") I (kode > "167" & kode < "181") I
(kode '+
'> "181" & kode < "191") I (kode > "191" & kode < "223") I (kode > "223" & kode < "229")
'+
'(FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMAT filter_$ (fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TES IS\Olah_ data2\aggr_ exp5.sav'
/BREAK=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 blr5 b1r7 b1r8
/exp_klp5=SUM(b4 1k9).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\Eni Nurkhayani\My Documents\TES IS\data\Panel-M odule '+
'2009\sn09pm43.sav'.
DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FR ONT.
COMPUTE exp=(mkn + nomkn)
EXECUTE.
* 30 I 7.
107
(lanjutan)
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\My '+
'Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ harga_ klp6.sav'
/BREAK=blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8
/exp_ klp6=SUM(nomkn)
/exp=SUM(exp).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_exp l.sav'.
DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_exp2.sav'.
DATASET NAME DataSet6 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_exp3.sav'.
DATASET NAME DataSet8 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_ exp4.sav'.
DATASET NAME DataSetlO WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_exp5.sav'.
DATASET NAME DataSetl2 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_ exp6.sav'.
DATASET NAME DataSet14 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
DATASET ACTIVATE DataSetl.
MATCH FILES /FILE=*
IT ABLE='DataSet4'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\share.sav'
/COMPRESSED.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet6'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\Eni Nurkhayani\My
Documents\TESIS\Olah data2\share.sav'
/COMPRESSED.
MATCH FILES /FILE=*
IT ABLE='DataSet8'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
108
(lanjutan)
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\share.sav'
/COMPRESSED.
MATCH FILES /FILE=*
IT ABLE='DataSetl 0'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\share.sav'
/COMPRESSED.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet12'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_data2\share.sav'
/COMPRESSED.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet14 '
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\share.sav'
/COMPRESSED.
COMPUTE w_klpl=exp_klpl I exp.
COMPUTE w_klp2=exp_klp2 I exp.
COMPUTE w_klp3=exp_klp3 I exp.
COMPUTE w_klp4=exp_klp4 I exp.
COMPUTE w_klp5=exp_klp5 I exp.
COMPUTE w_klp6=exp_klp6 I exp.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\share.sav'
/COMPRESSED.
RECODE w_klpl w_klp2 w_klp3 w_klp4 w_klp5 w_klp6 (SYSMIS=O).
EXECUTE.
IF (w_klpl > 0) C_klpl = 1.
IF (w_klpl = 0) C_klpl = 0.
EXECUTE.
IF (w_klp2 > 0) C_klp2 = 1.
IF (w_klp2 = 0) C_klp2 = 0.
EXECUTE.
lF (w_klp3 > 0) C_klp3 = 1.
IF (w_klp3 = 0) C_klp3 = 0.
EXECUTE.
IF (w_klp4 > 0) C_klp4 = 1.
IF (w_klp4 = 0) C_klp4 = 0.
EXECUTE.
IF (w_klp5 > 0) C_klp5 = 1.
IF (w_klp5 = 0) C_klp5 = 0.
EXECUTE.
IF (w_klp6 > 0) C_klp6 = 1.
IF (w_klp6 = 0) C_klp6 = 0.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\share.sav'
/COMPRESSED.
109
(lanjutan)
* Pengelompokkan Komoditi
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\data\Panel-Module '+
'2009\sn09pm41.sav'.
DATASET NAME DataSet! WINDOW=FRO NT.
COMPUTE harga=(b41k9 I b41k8)
EXECUTE.
* 100.
USE ALL.
COMPUTE filter_$=((kode > 11 001 11 & kode < 11 01011 ) I (kode > "010" & kode < 11 020 11 )).
11
VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > 11 001" & kode < "010") I (kode > "010 11 & kode < "020 )
(FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMAT filter_$ (fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\My '+
'Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ harga_kip 1.sav'
/BREAK=blr1 blr2 blr3 b1r4 b1r5 b1r7 blr8
/harga_kip 1=MEAN(harga).
USE ALL.
COMPUTE filter_$=((kode > 11 02011 & kode < "053") I (kode > "053" & kode < "071") I (kode >
11 071" & kode <
11 085") I (kode > "115" & kode < 11 127 11 )).
11
VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "020" & kode < "053") I (kode > "053" & kode < "071 ) I
(kode > '+
"'071" & kode < 11 085 11 ) I (kode > "115 11 & kode < "127 11 ) (FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' !'Selected'.
FORMAT filter_$ (fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Documents and Settings\My '+
'Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ harga_ kip2 .sav'
/BREAK=blr1 blr2 blr3 blr4 blr5 b1r7 blr8
/harga_ kip2=MEAN(harga).
USE ALL.
COMPUTE filter_$=((kode > "085" & kode < 11 115 11 ) I (kode > 11 127" & kode < "151 11 )).
VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "085" & kode < 11 115") I (kode > "127" & kode < "151 ")
(FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMAT filter_$ (fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\ Documents and Settings\My '+
'Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ harga_ kip3 .sav'
/BREAK=b1rl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8
/harga_ kip3=MEAN(harga).
USE ALL.
COMPUTE filter_$=((kode > "151 11 & kode < "158") ).
110
(lanjutan)
VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "151" &kode < "158") (FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMAT filter_$ (fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUfFILE='C:\Docu ments and Settings\My '+
'Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_harga_klp4.sav'
/BREAK.=b1r1 b1r2 blr3 b1r4 blr5 blr7 b1r8
/harga_klp4=MEAN(harga).
USE ALL.
COMPUTE filter_$=((kode > "158" & kode < "167") I (kode > "167" & kode < "181") I (kode >
"181" &
kode < "191") I (kode > "191" & kode < "223") I (kode > "223" & kode <= "229") ).
VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "158" & kode < "167") I (kode > "167" & kode < "181") I
(kode '+
'> "181" & kode < "191") I (kode > "191" & kode < "223") I (kode > "223" & kode <= "229")
'+
I (FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' I 'Selected'.
FORMAT filter_$ (fl.O).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
AGGREGATE
/OUfFILE='C:\Docu ments and Settings\My '+
'Documents\TESIS\O lah_ data2\aggr_ harga_ klp5.sav'
/BREAK.=b1rl blr2 blr3 blr4 blr5 b1r7 b1r8
/harga_ klp5=MEAN(harga).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\d ata\Panel-Module '+
'2009\sn09pm43.sav'.
DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT .
AGGREGATE
/OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My '+
'Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_ harga_ klp6.sav'
/BREAK=blrl blr2 b1r3 blr4 blr5 blr7 blr8
/harga_klp6=MEAN(nomkn ).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\d ata\Panel-Module '+
'2009\sn09pm43 .sav'.
DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY b1r1(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) b1r8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ harga_kip l.sav'.
DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT .
SORT CASES BY b1r1(A) b1r2(A) b1r3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) b1r8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\O lah_data\aggr_harga _klp2.sav'.
DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT .
111
(lanjutan)
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ harga_ klp3.sav'.
DATASET NAME DataSet5 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ harga_ klp4.sav'.
DATASET NAME DataSet6 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_harga_ klp5 .sav'.
DATASET NAME DataSet? WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ harga_ klp6.sav'.
DATASET NAME DataSet8 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) bh8(A).
DATASET ACTIVATE DataSet2.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet3'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\harga.sav'
/COMPRESSED.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet4'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\harga.sav'
/COMPRESSED.
DATASET ACTIVATE DataSet2.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet5'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\harga.sav'
/COMPRESSED.
DATASET ACTIVATE DataSet2.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet6'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\harga.sav'
/COMPRESSED.
DATASET ACTIVATE DataSet2.
MATCH FILES /FILE=*
IT ABLE='DataSet7'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
112
(lanjutan)
EXECUTE.
SAVE OUfFILE='C:\Docum ents and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\harga.sav'
/COMPRESSED.
DATASET ACTIVATE DataSet2.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet8'
/BY b1rl b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\harga.sav'
/COMPRESSED.
DATASET ACTIVATE DataSet2.
AGGREGATE
/OUfFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_rata2 _ desa.sav'
/BREAK=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4
lharga_ klp 1_mean=MEAN(harga_ klp 1)
/harga_ klp2_ mean=MEAN(harga_ klp2)
/harga_ klp3_ mean=MEAN(harga_ klp3)
lharga_klp4_ mean=MEAN(harga_ klp4)
/harga_ klp5_ mean=MEAN(harga_ klp5)
/harga_ klp6_ mean=MEAN(harga_ klp6).
GET
FILE='C:\Document s and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_rata2 _ desa.sav'.
DATASET NAME DataSet12 WINDOW=FRONT.
DATASET ACTIVATE DataSet2.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet12'
/BY b1r1 b1r2 blr3 b1r4.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\harga.sav'
/COMPRESSED.
DATASET ACTIVATE DataSet2.
COMPUTE LP_klp1=LN(harga_klp 1).
COMPUTE LP_ klp 1_mean=LN(harga_ klp 1_mean).
COMPUTE LOP_klp 1=LP_ klp 1 - LP_ klp 1_mean.
EXECUTE.
COMPUTE LP_klp2=LN(harga_klp 2).
COMPUTE LP_ klp2_ mean=LN(harga_ klp2_mean).
COMPUTE LOP_klp2=LP_klp2 - LP_ klp2_mean.
EXECUTE.
COMPUTE LP_klp3=LN(harga_klp 3).
COMPUTE LP_ klp3 _ mean=LN(harga_ klp3 _mean).
COMPUTE LOP_klp3=LP_klp3 - LP _klp3 _mean.
EXECUTE.
COMPUTE LP_klp4=LN(harga_klp 4).
COMPUTE LP_ klp4_mean=LN(harga_ klp4_mean).
COMPUTE LOP_klp4=LP_klp4- LP_klp4_mean.
EXECUTE.
113
(lanjutan)
COMPUTE LP_klp5=LN(harga_klp5).
COMPUTE LP_ klp5 _ mean=LN(harga_klp5_mean).
COMPUTE LOP_klp5=LP_ klp5 - LP_klp5 _mean.
EXECUTE.
COMPUTE LP_ klp6=LN(harga_ klp6).
COMPUTE LP_ klp6_ mean=LN(harga_klp6_mean).
COMPUTE LDP_klp6=LP_klp6- LP_klp6_mean.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\harga.sav'
/COMPRESSED.
* Regresi Log Deviasi Harga
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\status_ miskin.sav'.
DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\share.sav'.
DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\harga.sav'.
DATASET NAME DataSet6 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
GET
FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\korpodes.sav'.
DATASET NAME DataSet8 WINDOW=FRONT.
SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A).
DATASET ACTIVATE DataSet2.
MATCH FILES /FILE=*
ITABLE='DataSet4'
/BYblrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\IV_harga.sav'
/COMPRESSED.
MATCH FILES /FILE=*
rrABLE='DataSet6'
/BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\IV_harga.sav'
/COMPRESSED.
MATCH FILES /FILE=*
/FILE='DataSet8'.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\IV_harga.sav'
/COMPRESSED.
COMPUTE Lexp=LN(exp).
114
(lanjutan)
EXECUTE.
COMPUTE Lumur_KRT=LN(umur_KRT).
EXECUTE.
COMPUTE Lumur_ meal=LN(umur_meal).
EXECUTE.
COMPUTE Llantai=LN(lantai_kap).
EXECUTE.
COMPUTE Ljrk_psr=LN(jarak_pasar).
EXECUTE.
REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N
/MISSING PAIRWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) CIN(95)
/NOORIGIN
/DEPENDENT LDP_klp1
IMETHOD=ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal
bid_usaha nonprdktf prdktf lansia sum 1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psr prop jln
/RESIDUALS DURBIN
/SAVEPRED.
REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N
/MISSING PAIRWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOV A COLLIN TOL CHANGE ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.1 0) CIN(95)
/NOORIGIN
/DEPENDENT LDP_ klp2
/METHOD=ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal
bid_usaha nonprdktfprdktflansia sum1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psr propjln
/RESIDUALS DURBIN
/SAVEPRED.
REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N
/MISSING PAIRWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOV A COLLIN TOL CHANGE ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(. I 0) CIN(95)
/NOORIGIN
/DEPENDENT LDP_klp3
/METHOD=ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal
bid_usaha nonprdktf prdktf lansia sum 1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psr propjln
/RESIDUALS DURBIN
/SAVEPRED.
REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N
/MISSING PAIRWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) CIN(95)
/NOORIGIN
/DEPENDENT LDP_ klp4
115
(lanjutan)
/METHOD= ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal
bid_usaha nonprdktfprdktflansia sum1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psr propjln
!RESIDUALS DURBIN
/SAVEPRED.
REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIGN
/MISSING PAIRWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP
/CRITERIA=PIN(.OS) POUT(.1 0) CIN(95)
/NOORIGIN
/DEPENDENT LDP_klpS
IMETHOD=ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal
bid_usaha nonprdktfprdktflansia sum1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psrpropjln
!RESIDUALS DURBIN
/SAVEPRED.
REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIGN
/MISSING PAIRWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP
/CRITERIA=PIN(.OS) POUT(.10) CIN(95)
/NOORIGIN
/DEPENDENT LDP_ klp6
/METHOD=ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal
bid_usaha nonprdktfprdktflansia sum1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psr prop_jln
!RESIDUALS DURBIN
/SAVEPRED.
IF (C_klp1 = 1) LP_est_klp1=LP_klp1 - PRE_l.
EXECUTE.
IF (C_klp1 = 0) LP_est_klpl=LP_klp1_mean- PRE_l.
EXECUTE.
IF (C_klp2 = 1) LP_est_klp2=LP_klp2- PRE_2.
EXECUTE.
IF (C_klp2 = 0) LP_est_klp2=LP_klp2_mean- PRE_2.
EXECUTE.
IF (C_klp3 = 1) LP_est_klp3=LP_klp3- PRE_3.
EXECUTE.
IF (C_klp3 = 0) LP_est_klp3=LP_klp3_mean- PRE_3.
EXECUTE.
IF (C_klp4 = 1) LP_est_klp4=LP_klp4- PRE_4.
EXECUTE.
IF (C_klp4 = 0) LP_est_klp4=LP_klp4_mean- PRE_4.
EXECUTE.
IF (C_klp5 = 1) LP_est_klp5=LP_kipS- PRE_S.
EXECUTE.
IF (C_klp5 = 0) LP_est_klp5=LP_klp5_mean- PRE_S.
EXECUTE.
IF (C_klp6 = 1) LP_est_klp6=LP_klp6- PRE_6.
EXECUTE.
IF (C_klp6 = 0) LP_est_klp6=LP_klp6_mean- PRE_6.
116
(lanjutan)
EXECliTE.
COMPUTE Ln_stone=(w_klp1 • LP_est_klp1) + (w_klp2 • LP_est_klp2) + (w_klp3 •
LP_est_klp3) + (w_klp4 • LP_est_klp4) + (w_klp5 • LP_est_kipS)+ (w_klp5 • LP_est_kipS)+
(w_klp6 • LP_est_klp6).
EXECUTE.
COMPUTE Ln_peng_defl=Lexp- Ln_stone.
EXECUTE.
SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\final.sav'
/COMPRESSED.
* Regresi AIDS dengan STATA 10.0 yang menerapkan restriksi homogeneity dan simetri slutsky
constraint 1 lp1+lp2+lp3+lp4+lp5+lp6=0
cnsreg w1lp1lp2lp31p4lp5lp6lxp jk_krt lumur_kr lumur_me lama_skl v55_a bid_usah
nonprdkt prdktf lansia jw2 balnus3 kal4 sul5 sum 1 propjln llantai ljrk_psr if c_kip 1= 1, const( 1)
vee(robust)
est store w1
global w12 =_b[ lp2]
di ${w12}
constraint 2lp1=${w12}
global wl3 =_b[ lp3]
di ${w13}
constraint 3 1p1=${w13}
global w14 =_b[ lp4]
di ${w14}
constraint 4 lp1=${w14}
global w15 = _b[ IpS]
di ${w15}
constraint 5 lp1=${w15}
global w16 = _b[ lp6]
di ${w16}
constraint 6lp1=${w16}
cnsreg w2lp1lp2 lp3 lp4lp5lp6lxp jk_krt lumur_kr lumur_me lama_ski v55_a bid_usah
nonprdkt prdktflansiajw2 balnus3 kal4 sul5 sum1 propjln llantai ljrk_psr ifc_klp2=1, const(l2) vce(robust)
est store w2
global w23 =_ b[ lp3]
di ${w23}
constraint 7 lp2=$ {w23}
global w24 =_ b[ lp4]
di ${w24}
constraint 8 lp2=$ {w24}
global w25 = _b[ IpS]
di ${w25}
constraint 9lp2=${w25}
global w26 = _ b[ lp6]
di ${w26}
constraint 10 lp2=${w26}
cnsreg w3 lpllp2 lp3 lp4lp5 lp6lxp jk_krt lumur_kr lumur_me 1ama_skl v55_a bid_usah
nonprdkt prdktflansia jw2 balnus3 kal4 sul5 sum1 propjln llantai ljrk_psr if c_ klp3= I,
const( 1,3, 7) vce(robust)
117
(lanjutan)
est store w3
global w34 = _b[ lp4]
di ${w34}
constraint lllp3=${w34}
global w35 =_b[ lp5]
di ${w35}
constraint 12lp3=${w35}
global w36 =_b[ lp6]
di ${w36}
constraint 13 lp3=${w36}
cnsreg w4lp1lp2lp3 lp4lp5 lp6lxp jk_krt lumur_kr lumur_me lama_skl v55_a bid_usah
nonprdkt prdktflansiajw2 balnus3 kal4 sul5 suml propjln llantai ljrk_psr if c_klp4 1,
const(1,4,8,11) vce(robust)
est store w4
global w45 =_b[ IpS]
di ${w45}
constraint 14lp4=${w45}
global w46 =_b[ lp6]
di ${w46}
constraint 15 !p4=$ {w46}
cnsreg w5lp1lp2lp3lp4lp5lp6lxp jk_krt lumur_kr lumur_me lama_skl v55_a bid_usah
nonprdktprdktflansiajw2 balnus3 kal4 sul5 sum1 propjln llantai ljrk_psr ifc_klp5=1,
const(1,5,9,12,14) vce(robust)
est store w5
* Syntax untuk rumahtangga miskin dan bukan miskin sama seperti syntax di atas.
Download