UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERMINTAAN PANGAN DAN GIZI RUMAHTANGGA DI INDONESIA TESIS ENI NURKHA YANI 0906583775 FAKULTASEKONOMI PROGRAM PASCASARJANA DEPOK JANUARI 2011 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERMINTAAN PANGAN DAN GIZI RUMAHTANGGA DI INDONESIA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains Ekonomi ENI NURKHA YANI 0906583775 FAKULTASEKONOMI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI KEKHUSUSAN EKONOMI REGIONAL DAN PERKOTAAN DEPOK JANUARI 2011 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalab basil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama : Eni Nurkhayani NPM : 0906583775 Tanda Tangan :~ Tanggal : 5 Januari 2011 11 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Te$i$ : ENI NURKHAYANI : 0906583775 : Ilmu Ekonomi : An~li$i$ P~rmin~ Pangan dan Gizi Rumahtangga di Indonesia Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Master Sains Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbin~ :Dr. Jossy P. Moeis Tesis Dr. N. Haidy A. Pasay Penguji Tesis Ketua Penguji Tesis I Ketua Progrnro Studi ; Ditetapkan di : Depok Tanggal Januari 2011 111 KATAPENGANTAR Alhamdulillahirobbil'alamin., atas segala kehendak dan pertolongan Allah penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai syarat akhir studi di Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penulis menyadari telah banyak pihak yang membantu dan membimbing penulis selama masa studi, mulai dari penerimaan mahasiswa sampai pada penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Pusbindiklatren Bappenas RI yang telah memberikan kesernpatan penulis untuk mengikuti program diklat gelar 13 bulan di Program Pascasarjana Ilrnu Ekonorni, Fakultas Ekonorni Universitas Indonesia. 2. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian yang telah memberi izin penulis untuk mengikuti seleksi program diklat gelar 13 bulan. 3. Bapak Jossy Prananta Moeis, selaku pernbimbing tesis yang telah banyak rnembantu dan mernbimbing penulis dalam penyusunan tesis ini. 4. Bapak Nachrowi D. Nachrowi, selaku ketua penguji tesis/ketua program studi dan Bapak N. Haidy A. Pasay, selaku penguji tesis yang telab. rnenyedlakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalarn rnenyelesaikan tesis ini. 5. Kepala Bidang Keamanan dan Preferensi Pangan Masyarakat, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian beserta para stafnya yang telah membantu dan mernberikan dorongan moril kepada penulis. 6. Ternan- ternan PPIE 2009 : Mba ..<\nun, Mba Dessi, Mba Dewi (terirna kasih atas bantuan datanya), Mba Diah (Miss high tech PPIE), Eka, Mba Wiwin, Santi, Hani, Pak Harijadi, lis, Mba Ita, Ayu, Prita, Mas Jun., Pak Dani, Pak Tri dan Mba Nina, atas kebersamaan selama menjalani masa perkuliahan. 7. Mba Mirna beserta kru lainnya, terima kasih atas segala kemudahan administrasinya. 8. Bapak dan ibu tercinta, kakak dan adik - adik (semoga berminat juga rneneruskan kuliah di pasca), bapak dan ibu mertua atas doa dan sernangat yang diberikan kepada penulis. 9. Suamiku, Rismanto Darmawan beserta dua rnalaikat kecilku, Umar Fatih Zhorif dan Hannan Salmah Shibaa yang telah banyak rnernberikan dukungan kepada penulis selama rnenjalani masa studi ini (rnaaf ya sudah banyak rnengambil waktumu). Akhir kata, penulis memohon doa kepada Allah untuk berkenan rnernbalas segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu, baik yang sudah disebutkan maupun yang terlupa untuk disebutkan. Sernoga tesis ini rnernbawa manfaat bagi pengembangan ilmu, dan semoga apa yang telah penulis peroleh dari studi ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat. Amin ya robbal 'alamin ...... . Depok, IV Januari 2011 Penulis HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Eni Nurkhayani NPM : 0906583775 Program Studi : llmu Ekonomi Fakultas : Ekonomi Jenis karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: ANALISIS PERMINTAAN PANGAN DAN GIZI RUMAHTANGGA DI INDONESIA beserta perangkat yang ada Gika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedial fonnatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 5 Januari 2011 yang menyatakan (ENI NURKHA YANI) v ABSTRAK Nama Program Studi Judul : ENI NURKHAYANI : Ilmu Ekonomi : Analisis Pennintaan Pangan dan Gizi Rumahtangga di Indonesia Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permintaan pangan dan pemenuhan gizi rumahtangga di Indonesia. Selain itu penelitian ini juga akan mencari kebijakan yang tepat bagi rumahtangga miskin agar tetap dapat menjaga pemenuhan gizinya akibat kenaikan harga pangan saat ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis ekonometrika dengan data cross section Susenas 2009 dan Podes 2008 untuk mengestimasi sistem perritintaan (demand system) dengan LNAIDS dan hasilnya digunakan untuk menghitung elastisitas pennintaan. Dalam mengestimasi sistem pennintaan, digunakan variabel instrumen untuk mengatasi masalah simultaneity bias, quality effect dan quantity premium untuk mendapatkan p~nduga tinier terbaik dan tak bias (Best Linear Unbiased Estimator=BLUE). Kemudian dilakukan pengujian asumsi dasar homoskedastisitas dan tidak adanya multikolinearitas. Beberapa hasil dari penelitian ini adalah bahwa pada rumahtangga miskin, faktor harga pangan dan pendapatan lebih mempengaruhi permintaan pangannya, sementara faktor - faktor lainnya tidak banyak berpengaruh. Sedangkan pada rumahtangga bukan miskin dan keseluruhan, keputusan mengkonsumsi pangan ditentukan oleh harga, pendapatan dan faktor sosio demografi lainnya. Semua kelompok pangan dan kandungan gizi (kalori dan protein) termasuk kategori barang necessity baik bagi rumahtangga miskin maupun bukan miskin yang bersifat inelastis. Khusus untuk kelompok pangan 1 (padi - padian dan umbi - umbian), kenaikan harganya berpengaruh dominan terhadap penurunan konsumsi gizi rumahtangga. Hasil penghitungan simulasi kebijakan bagi rumahtangga miskin menunjukkan bahwa dengan jumlah subsidi yang sama untuk kebijakan subsidi langsung dan tidak langsung, kebijakan subsidi tidak langsung terbukti dapat meningkatkan konsumsi kalori dan protein yang lebih tinggi daripada kebijakan subsidi langsung. Kata kunci: LA/AIDS, variabel instrumen, elastisitas, subsidi Vl Universitas Indonesia ABSTRACT Name Study Program Title : ENI NURKHAYANI : Economic~ : Analysis on the Household Demand for Food and Nutrition In Indonesia The aim of this study is to analyze the demand for food and the requirement of nutrition by household in Indonesia. In addition, the food policy analysis is conducted in order to preserve and promote nutrition intake by the poor due to increasing food prices. The method used in this research is the econometric analysis with Susenas 2009 and Podes 2008 data to estimate the demand system with LA/AIDS and the result is used to calculate the demand and nutrition elasticities. In estimating the demand system, a number of things are done to obtain the Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Simultaneity bias, quality effect and quantity premium are overcome by using instrument variables. Selectivity bias is overcome by doing aggregation. Then, the basic assumption of homoscedasticity and the absence of multicolinearity are t~sted. Our empirical estimation has found that for the poor, the price and household income are major determinants of food demand, while, for non - poor and all households, the decision of consuming food is not only determined by price and income, but also by socio - demographic factors. All food groups and nutrition (calorie and protein) are the basic necessities for poor and non - poor households which is inelastic. Moreover, the negative effect of the prices of food group 1 (cereals and roots) on nutrition intake is the greatest. The simulation result on poor households shows that indirect subsidy has positive impact on nutrition intake. With equal cost per household, this subsidy generates greater nutrition impact than direct subsidy. Keywords: LA/AIDS, instrument variable, elasticities, subsidy Vll Universitas Indonesia DAFfARISI HALAMAN JUDUL ....................................................... ................................. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................. ............... HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... KATA PENGANTAR...................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ ABSTRAK ....................................................................................................... DAFTAR lSI.................................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ···················································································· t. PENDAHULUAN ~······~·~~~~~·~·····,,,,, .. ~....,,...,,......................,............,......... 1.1 1.2 1.3 i .4 1.5 1.6 1. 7 1.8 1 ii 111 IV v VI Vlll X XI Xll 1 Latar Belakang Masalah................... ....... .......... .. ............ ....... ........ .... Perumusan Masalah ... .. ...... .. .......................... ............... ......... ... ......... Tujuan Penelitian ..... .. ... ......... .. ..... .. .. ...... ... ....... ......... ... .. ....... ......... .. . Manfaat Penelitian .. ........ ...... ........... ................. .. ... ........ .. .... .. ............ Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ............................................. Kerangka Pemikiran........................................................................... Hipotesa. ..... ...... ...... ...... ...... .... .. ... ..... .. ... ...... ... ........ .. ....... ...... ... .. ... .. .. . Sistematika Penulisan ....................................... .. ............................... 1 6 7 7 7 8 8 8 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1 Teori Permintaan Klasik .................................................................... 2.1.1 Kepuasan dan Preferensi ........................... ... .... .. .... ...... ... .. ....... 2.1.2 Teori Revealed Preference....................................................... 2.1.3 Kurva Indiferen ...... .... .... .... ........ ...................... .. ....... ......... ... .. . 2.1.4 Fungsi Permintaan.................................................................... 2.2 Model Fungsi Permintaan AIDS........................................................ 2.3 Elastisitas Permintaan ... .... .......... .. .. .. .. .. .... .. .. ... .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 2.3.1 Elastisitas Harga Sendiri .......................................................... 2.3.2 Elastisitas Harga Silang............................................................ 2.3.3 Elastisitas Pendapatan .............................................................. ~.4 Tinj~uan Penelitian Terdahulu ........................................................... 10 10 10 12 13 14 I7 18 18 19 20 21 3. DATA DAN METODE PENELITIAN .................................................. 3.1 Jenis dan Sumber Data....................................................................... 3.2 Metode Analisis ................................................................................. 3.2.1 Spesiflkasi Model Permintaan.................................................. 3.2.2 Tahapan Estimasi ..................................................................... 3.2.2.1 Selectivity Bias ............................................................ 3.2.2.2 Simultaneity Bias......................................................... 3.2.2.3 Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas.................... 3.2.3 Penghitungan Elastisitas Permintaan ....................................... 3.2.4 Penghitungan Elastisitas Gizi................................................... 3.2.5 Penghitungan Simulasi Gizi ..................................................... 27 27 28 28 33 34 35 38 39 39 40 Vlll Universitas Indonesia 3.3 Diagram Alir Prosedur Pengolahan Data........................................... 3.4 Deflilisi Operasional........................................................................... 41 43 4. SITUASI KONSUMSI PANGAN DAN GIZI DI INDONESIA......... S. BASIL DAN PEMBAHASAN ••••••••••••••••••••••••••.••••••••••••••••••••••••••••••.••...• 5.1 Deskripsi Statistik Variabel................................................................ 5.1.1 Variabel Terikat........................................................................ 5.1.2 Variabel Bebas ......................................................................... 5.2 Estimasi Variabel Instrumen Harga ................................................... 5.3 Estimasi Model Permintaan ........................•.............••....................... 5.4 Elastisitas Permintaan ........................................................................ 5.5 Elastisitas Kandungan Gizi ................................................................ 5.6 Simulasi Konsumsi Gizi..................................................................... 5.7 Implikasi Kebijakan ........................................................................... 46 52 52 52 55 59 65 72 75 77 80 6. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 85 DAFfAR PUSTAKA..................................................................................... 88 91 LAMPIRAN •.•••....••••••......•.•..•.•......•..•..•.•..••••••...••••.......••...••.••.....•..........•....... IX Universitas Indonesia DAFfAR TABEL Tingkat Inflasi di Indonesia Menurut Kelompok Komoditi Tahun 2006-201 0 .................................................................. ,.... .,,~. 2 Situasi Konsumsi Energi dan Protein Rumahtangga Indonesia Tahun 2005- 2009...................................................................... 4 Tabell.3. Situasi Konsumsi Gizi Rumahtangga di Indonesia Tahun 2009. 5 Tabel 2.1. Elastisitas Pendapatan dan Jenis Barang ..................................... 21 Tabel3.1. Pengelompokkan Pangan ............................................................ 30 Tabel4.1. Perkembangan Kuantitas Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Tahun 2005- 2009...................................................................... 47 Tabel4.2. Situasi Konsumsi Pangan Indonesia Tahun 2009 ....................... 47 Tabel 4.3. Konsumsi Kalori dan Protein Rumahtangga Menurut Jenis Pangan, Tahun 2009 ........................................................... 50 Proporsi Pen~eluaran Pan~an dan Beras Indonesia, Tahun 2009.................................................................................. 51 Tabel 5.1. Deskripsi Statistik Variabel Terikat Dalam Model..................... 54 Tabel5.2. Deskripsi Statistik Variabel Bebas Dalam Model....................... 57 Tabel5.3. Estimasi Regresi Deviasi Unit Value Menurut Rumahtangga .... 62 Tabel 5.4. Estimasi Parameter Model Permintaan Menurut Rumahtangga. 67 Tabel 5.5. Elastisitas Harga dan Pengeluaran Rumahtangga, Tahun 2009 .. 73 Tabel 5.6. Elastisitas Kalori dan Protein, Tahun 2009 ................................. 76 Tabel5.7. Komoditi Pangan yang Digunakan Dalam Simulasi................... 78 Tabel5.8. Skenario Perubahan Harga Bahan Pangan.................................. 78 Tabel5.9. Hasil Simulasi Dampak Kenaikan Harga Terhadap Konsumsi Kalori dan Protein ...... ..... .. ..... ...... ....... ...... ... ........... ... 79 Tabel5.10. Dampak Kebijakan Langsung dan Tidak Langsung Terhadap Konsumsi Kalori dan Protein Rumahtan_gga Miskin,.,,,,,., .... .,., 82 Tabel 1.1. Tabel 1.2. Tabel 4.4. X Universitas Indonesia DAFfARGAMBAR Gambar 1.1. Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2002 - 2010 ........... .. ....... ..... 2 Gambar 1.2. Proporsi Pengeluaran Makanan Rumahtangga, Tahun 2009 ... 3 Gambar 1.3. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, Tahun 2004- 2010.... 5 Gambar 2.1. Hubungan Antara Konsumsi Dengan Kepuasan ...................... 11 Gambar 2.2. Revealed Preferences Dengan Dua Garis Anggaran................ 13 Gambar 2.3. Kurva Indiferen Untuk Konsumsi Barang XI dan x2··············· 14 Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian................................................ 25 Gambar 3.1. Diagram Alir Pengolahan Data Kor dan Podes........................ 41 Gambar 3.2. Diagram Alir Pengolahan Data Modul Konsumsi .................. 42 Gambar 3.3. Diagram Alir Regresi AIDS dan Penghitungan Elastisitas..... 43 Gambar 4.1. Kurva Regresi Antara Konsumsi Kalori dan Pengeluaran per Kapita ..................... ,,,, .......... ,.. ,........... ,.............. ,..,.................. 48 Kurva Regresi Antara Konsumsi Protein dan Pengeluaran per Kapita ..... ...... ........ ..... ... .... ..... ... .. ....... .... .. ... ......... ..... .. .. ...... .. ... . 48 Gambar 4.2. Xl Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Uji Deteksi Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas ... 91 Lampiran 2. Garis Kemiskinan Provinsi di Indonesia Menurut BPS Tahun 2009 ............................................................................... 92 Syntax Pengolahan Data........................................................... 93 Lampiran 3. Xll Universitas Indonesia BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak Januari 2008 lalu dunia mengalami krisis minyak yang juga bersamaan dengan krisis pangan. Sarna halnya dengan harga minyak yang terns meninggi, krisis pangan menandakan telah lewatnya masa harga pangan yang rendah yang telah berlangsung selama tiga dasawarsa yang lalu. Peningkatan harga pangan yang ekstrim di tingkat dunia tersebut tidak dapat dilepaskan dari sebab - sebab berikut : 1) fenomena perubahan iklim yang mengacaukan ramalan produksi pangan strategis, 2) peningkatan permintaan komoditas pangan karena konversi terhadap biofuel, dan 3) aksi para investor (spekulan) global karena kondisi pasar keuangan yang tidak menentu (Arifin, 2009). Statistik tentang krisis pangan ini juga terlihat pada tingkat kenaikan harga pangan, dimana peningkatan harga gandum adalah 56 % pada Juni 2010, yang berimplikasi pada kenaikan harga pangan lainnya seperti kedelai, jagung dan beras (World Bank, 201 0). FAO dalam laporannya Crop Prospects and Food Situation pada tahun 2009 menyatakan bahwa harga pangan pokok meningkat tajam di negara - negara berkembang dengan tingkat kemiskinan da.TJ. kasus gizi buruk yang tinggi. Demikian pula dengan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia turut terimbas kenaikan harga pangan akibat krisis pangan ini. Hal tersebut tidak mungkin dihindari karena perekonomian Indonesia saat ini sudah terintegrasi dengan perekonomian global. Bank Indonesia mencatat terjadinya kenaikan harga/inflasi pada pertengahan tahun 2010, setelah tingkat inflasi yang tinggi pada tahun 2008 (Gambar 1.1.). 1 Universitas Indonesia 2 ~.------------------------------------. o~~~mrrmnmwmmmm~~~mrrmnmwmmrnm~~mnn Dec.2002 Jun.2004 Dec.2005 Jun.201 Dec.2008 Jun.2007 Gambar 1.1. Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2002-2010 Sumber : Bank Indonesia Ditinjau dari kelompok komoditi, kelompok bahan pangan dan makanan jadi merupakan kelompok komoditi yang mengalami kenaikan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok komoditi yang lain (Tabel 1.1 ). Puncak dari kenaikan harga terjadi pada tahun 2008 untuk semua kelompok komoditi, dimana tingkat inflasi bahan makanan sebesar 16,35 % dan makanan jadi 12,53 %. Kemudian pada tahun 2009 tingkat inflasi menurun, tingkat inflasi bahan makanan menjadi sebesar 3,88% d~m makanan jadi 7,81 %. Sarna seperti tahun 2008, tingkat inflasi pada kelompok makanan, yakni kelompok komoditi makanan jadi tetap lebih tinggi dibandingkan kelompok komoditi lainnya. Tabel 1.1. Tingkat Inflasi di Indonesia Menurut Kelompok Komoditi Tahun 2006-2010 Transpor, Peruma.ltan, Pendidikan, Komunikasi, Air, Listrik, San dang Kesehatan Rekreasi dan dan Jasa Gas, dan Olahraga Keuan,gan BahanBakar Bahan Makanan M3kanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 2007 1Z,94 11,26 6,36 6,41 4,83 4,88 6,84 8,42 5,87 4,31 8,13 8,83 1,02 1,25 6,60 6,59 2008 16,35 12,53 10,92 7,33 7,96 6,66 7,49 11,06 2009 ~.38 7,81 ),83 6,00 3,89 ~.89 -3,67 Z,78 20l0* 11,27 5,03 2,97 1,56 1,46 21,41 2,44 4,82 Talmn 2006 Indeks Urn urn *) Rata - rata inflasi sampai dengan Bulan Agustus Sumber : BPS, 2010 Universitas Indonesia 3 Isu ketahanan pangan menjadi topik penting karena pangan merupakan kebutuhan paling hakiki bagi manusia. Ketersediaan pangan yang cukup akan menentukan stabilitas sosial politik sebagai prasyarat untuk melaksanakan pembangunan. Selain itu ketersediaan dan konsumsi pangan menentukan kualitas sumber daya manusia. Saat ini Indonesia masih dihadapi pada masalah kualitas SDM yang rendah, yang tercermin dari rendahnya nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Indonesia menempati posisi 111 dari 182 negara di dunia, jauh dibawah negara - negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (23), 1 Brunei Darussalam (30), Malaysia (66), dan Thailand (87) • Karena itu, pemerintah sangat berkepentingan terhadap masalah pangan, apalagi proporsi pengeluaran rumahtangga untuk pangan di Indonesia masih di atas 50 persen. Sedangkan bagi rumahtangga miskin proporsi pengeluaran untuk makanan lebih tinggi lagi yaitu sek.itar 70 % (Gambar 1.2.). 80 70 60 20 10 0 keseluruhan miskin bukan miskin Gambar 1.2. Proporsi Pengeluaran Makanan Rumahtangga, Tahun 2009 Sumber: Susenas, 2009 (Diolah oleh Penulis) Ditinjau dari konsumsi gizi, rata - rata konsumsi energi penduduk Indonesia pada tahun 2009 sebesar 1927,49 kkal/kapitalhari, lebih rendah dari Angka Kecukupan Energi hasil rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII yaitu sebesar 2000 kkal/kapitalhari. Angka konsumsi energi rumahtangga Indonesia tahun 2009 ini menurun dibandingkan angka energi tahun 1 Terdapat di dalam Human Development Report 2009, UNDP Universitas Indonesia 4 2008 yang sebesar 2038 kkallkapita/hari. Sedangkan rata - rata konsumsi protein penduduk Indonesai sebesar 54,35 gramlkapitalhari. Sarna seperti pada angka konsumsi energi, angka konsumsi protein penduduk Indonesia pada tahun 2009 juga mengalami penurunan dibandingkan pada tahun sebelumnya. Meskipun demikian, angka ini telah melampaui angka anjuran sebesar 52 gram/kapitalhari. Sekitar 73 % atau sebesar 39,92 gramlkapitalhari dari konsumsi protein ini diperoleh dari pangan sumber nabati (Tabel 1.3). Tabel 1.2. Situasi Konswnsi Energi dan Protein Rumahtangga Indonesia, Tahun 2005 - 2009 2005 2006 2007 2008 2009 Anjuran 1907 1927 2015 2038 1927 2000 Total protein (Gramlkapitalbari) 55,24 53,66 57,63 57,49 54,35 52 Protein nabati 41,31 40,59 42,53 42,18 39,92 Protein hewani 13,93 13,07 15,1 15,31 14,43 Konsumsi T9~1 ~p~rgi (kkal/kapitalbari) ····· ---········--- -- ··------------ ..... -----------------·--------------- --- -- -- --·-·· Sumber : BPS, Susenas 2005 - 2009 (telah diolah kembali oleh Badan Ketahanan Pangan) Bila ditinjau dari status ekonomi rumahtangga, konsumsi energi dan protein rumahtangga miskin sebesar 1569,03 kkallkapitalhari dan 41,08 gram/kapitalhari. Angka ini masih jauh dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, yaitu 2000 kkal/kapitalhari dan 52 gramlkapitalhari. Kekurangan konsumsi gizi dari standar minimum tersebut pada umwnnya akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas dan produk1:ivitas kerja. Dalam jangka panjang kekurangan konsumsi pangan, temtama pada anak balita, akan berpengaruh terhadap kualitas SDM (Ariningsih, 2008). Universitas Indonesia Tabel 1.3. Situasi Konsumsi Gizi Rumahtangga di Indonesia Tahun 2009 Konswnsi Rumahtangga Ket : Keseluruhan 1927,49 Protein (Gramlkaplhari) 54,35 Miskin 1569,03 41,08 Bukan miskin 2031,42 58,01 Anjuran* 2000,00 52,00 Energi (kkal/kaplhari) * Angka anjuran rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 Somber : Susenas, 2009 (Diolah oleh Penulis) Meskipun persentase penduduk miskin2 Indonesia terus mengalami penurunan, namun dilihat dari jumlahnya masih sangat tinggi seperti tampak pada Gambar 1.3. di bawah ini. Jumlah penduduk miskin tahun 2010 sebesar 31,03 juta orang atau 13,33 %. Sekitar 65 % atau sebanyak 19,93 juta orang dari total penduduk miskin tersebut bertempat tinggal di wilayah perdesaan. 45 ___..,. ,..._____,, 40 'Oil 35 25 ..... ] 15 tU :3-IO .. .. 20 ... II I ! I I -~---- . ~ 30 s § .::; 3 ---···-, ,______.,____ ~ .-----+---K-ota·1l -_---4l .... -Desa --Total I ~ i 5 I 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Gambar 1.3. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, Tahun 2004- 2010 Sumber : BPS, 20 I 0 M~nga,cu pada k~but~an atas makanan sebesar minimum 2100 kkalJkapita/hari ditainbah dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang atas papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumahtangga lainnya Sedangkan, batas kategori miskin menurut Bank Donia untuk negara kategori berpendapatan sedang adalah USD 2 I hari. 2 Universitas Indonesia 6 Ketidakmampuan rumahtangga miskin memenuhi asupan energi dan protein lebih banyak disebabkan oleh keterbatasan ekonomi dalam mengakses pangan dan nutrisi. Ditambah lagi dengan proporsi pengeluaran makanan yang tinggi pada rumahtangga miskin, sehingga tingkat kesejahteraan rumahtangga mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat pendapatan dan konsumsi pangan dan gizi (Sengul dan Tuncer, 2005). Untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumahtangga miskin, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti Program Raskin dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Program Raskin merupakan subsidi pangan sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada rumahtangga miskin melalui pendistribusian beras. Sementara BLT merupakan subsidi yang diberikan langsung kepada masyarakat miskin berupa uang tunai sebesar Rp. 100.000 untuk setiap rumahtangga per bulannya. 1.2 Perumusan Masalah Dalam ilmu ekonomi, konsumsi pangan masyarakat atau permintaan pangan dipengaruhi oleh faktor harga dan pendapatan, di samping faktor - faktor sosial lainnya, dan dapat diukur dengan beberapa metode. Salah satunya dengan metode AIDS (Almost Ideal Demand System) yang dikembangkan pertarna kali oleh Deaton dan Muellbauer (1980). Dengan metode tersebut selain dapat diukur pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap permintaan pangan, dapat pula dihitung estimasi elastisitas harga dan pendapatan. Di samping mengukur besamya perubahan permintaan pangan, hal yang juga penting untuk dianalisa adalah elastisitas gizi yang terdiri dari elastisitas kalori dan protein. Berdasarkan basil penghitungan elastisitas kalori dan protein yang diperoleh pada tahap sebelumnya, selanjutnya dilakukan simulasi dampak perubahan harga dan kebijakan pangan terhadap konsumsi kalori dan protein pada rumahtangga miskin. Dengan demikian, beberapa permasalahan yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini adalah: 1. Apakah faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan pangan rumahtangga? Universitas Indonesia 7 2. Bagaimana pola permintaan pangan rumahtangga apabila terjadi perubahan harga dan pendapatan? 3. Bagaimana pola konsumsi kalori dan protein pada rumahtangga miskin dan bukan miskin apabila terjadi perubahan harga dan pendapatan? 4. Kebijakan apa yang tepat bagi rumahtangga miskin agar dapat meningkatkan aksesibilitasnya terhadap pangan dan gizi? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi permintaan pangan rumahtangga; 2. Menghitung elastisitas harga pangan sendiri, harga pangan silang dan pendapatan; 3. Menghitung elastisitas kalori dan protein; 4. Mengetahui kebijakan yang tepat untuk meningkatkan konsumsi gtzt rumahtangga miskin. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya studi empms tentang pennintaan pangan di Indonesia. Harapan yang lebih tinggi lagi, basil kajian ini dapat dijadikan masukan bagi Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian dalam perumusan kebijakan konsumsi pangan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia. 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Analisa penelitian ini menggunakan data modul pengeluaran konsumsi dan data kor rumahtangga basil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel tahun 2009 yang dilakukan oleh BPS untuk tingkat nasional (Indonesia) yang mencakup 68.800 rumahtangga sampel yang menyebar di 4.300 blok sensus terpilih di seluruh provinsi. Selain itu penulis juga menggunakan data Potensi Desa (Podes) tahun2008. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya ialah pertama, data pendapatan rumahtangga didekati dengan data pengeluaran rumahtangga. Hal ini Universitas Indonesia 8 dilakukan mengingat ketiadaan data yang tersedia. Kedua, pennintaan bahan pangan dikelompokkan menjadi 5 kelompok bahan pangan berdasarkan kandungan gizi utama pada bahan pangan tersebut, yakni 1) kelompok 1 : padi padian dan umbi - umbian, 2) kelompok 2 : daging, ikan, telur dan kacang kacangan, 3) kelompok 3 : buah dan sayur, 4) kelompok 4 : minyak dan lemak, dan 5) kelompok 5 : kelompok pangan lainnya, serta ditambahkan pula kelompok 6 yang merupakan kebutuhan non pangan rumahtangga. 1.6 Kerangka Pemikiran Berawal dari kenaikan harga pangan secara bersamaan saat ini, berdampak terhadap perubahan pilihan konsumsi pangan rumahtangga, yang pada akhimya berimplikasi pada perubahan konsumsi gizi rumahtangga, terutama pada rumahtangga miskin. Dari dua macam kebijakan pemerintah bagi rumahtangga miskin, yaitu program Raskin (subsidi tidak langsung) dan BLT (subsidi langsung), selanjutnya dihitung simulasi dampak kedua kebijakan tersebut terhadap konsumsi gizi rumahtangga. 1.7 Hipotesa Kenaikan harga pangan akan mengubah pola permintaan pangan rumahtangga, dimana rumahtangga miskin lebih responsif terhadap perubahan harga pangan. Artinya perubahan harga sedikit saja akan menyebabkan perubahan pennintaan yans besar pada rumahtanssa miskin. Secara tidak langsuns, kenaikan harga pangan akan menurunkan konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin yang lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan miskin. 1.8 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terbagi atas lima bab dengan pokok masing - masing bab sebagai berikut : BAB I PENDAHULUA N Bagian ini menjelaskan latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesa, serta sistematika penulisan. Universitas Indonesia 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dikemukakan berbagai teori yang melandasi penelitian diantaranya adalah kteori utilitas dan preferensi, teori permintaan konsumen, fungsi permintaan, efek subsitusi dan efek pendapatan, elastisitas permintaan, serta tinjauan penelitian terdahulu. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan secara rinci mengenai jenis dan sumber data, klasiflkasi penggolongan bahan pangan, spesifikasi model, tahapan estimasi serta variabel yang digunakan. BAB IV SITUASI KONSUMSI PANGAN DAN GIZI DI INDONESIA Bab ini menggambarkan situasi atau gambaran konsumsi pangan dan gizi di Indonesia. Situasi yang dimaksud adalah kualitas dan kuantitas konsumsi pangan masyarakat. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian ini memaparkan basil penelitian dan analisa pembahasannya. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan basil penelitian dan saran. Universitas Indonesia BABl TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Permintaan Neoklasik Pennintaan adalah keinginan konsumen untuk membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Teori permintaan menjelaskan hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga. Apabila harga suatu barang naik, maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan turun, ceteris paribus. Sebaliknya hila harga turun, maka jumlah barang yang diminta akan meningkat. 2.1.1 Kepuasan dan Preferensi Kepuasan didefinisikan scbagai tingkat kepuasan tertentu yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsi beberapa barang tertentu. Sedangkan preferensi adalah berbagai pilihan terhadap barang yang dilakukan konsumen untuk memaksimalkan kepuasannya. Dalam mengambil keputusan untuk menentukan pilihan terhadap jenis dan jumlah barang yang hendak dikonsumsinya (consumption bundles), setiap individu diasumsikan bertindak rasional. Varian (1992) mencatat beberapa aksioma dalam melakukan pilihan rasional diantaranya adalah: 1. Completeness (kelengkapan) pilihan. Jika ada dua keranjang, A dan B, maka pilihan yang tersedia adalah (a) A sama atau lebih disukai dari B, (b) B sama atau lebih disukai dari A, dan (c) A dan B sama- sama disukai. 2. Reflexive adalah perbandingan diantara banyak pilihan. Dari sekian banyak keranjang di X, paling tidak ada yang sama atau lebih disukai dari keranjang yang lain. 3. Transitivity yaitu dalam melakukan pilihan, individu bersikap konsisten. Jika A sama atau lebih disukai dari B, dan B sama atau lebih disukai dari C, maka A sama atau lebih disukai dari C. 4. Continuity artinya pilihan kuantitas barang bersifat kontinu, sehingga kita dapat menganalisa perubahan kuantitas barang jika terjadi sedikit perubahan harga atau pendapatan. 10 Universitas Indonesia 11 5. Weak monotinicity, jika A sama atau lebih banyak dari B, maka A sama atau lebih disukai dari B. 6. Strong monotonicity, jika A lebih banyak dari B, dan A tidak sama dengan B, maka A lebih disukai dari B. 7. Local Non- satiation. Konsumen akan memilih barang yang kualitasnya lebih bai.k. Meskipun kepuasan dapat diukur secara nominal, namun kita tidak bisa melakukan perbandingan kepuasan antar individu, karena nilai kepuasan bersifat unik untuk satu individu. Untuk satu barang yang sama, nilai kepuasan konsumsi oleh dua individu mungkin saja berbeda. Jika X 1, ••••••• ,X0 menunjukkan barangbarang yang dikonsumsi oleh konsumen, maka preferensi individu yang dinyatakan dalam fungsi kepuasan dapat dituliskar. sebagai U (Xt, ..... ,Xn), dimana u adalah kepuasan, xi adalah baran~ yan~ dikonsumsi yang terdiri dari n jenis barang. U(X) Gambar 2.1. Hubungan Antara Konsumsi Dengan Kepuasan Kurva fungsi kepuasan berbentuk concave, artinya kepuasan individu yang diperoleh dari konsumsi barang - barang yang ada di himpunan X bersifat diminishing. Lihat Gambar 2.1, kepuasan konsumen meningkat dengan Universitas Indonesia 12 bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi. Akan tetapi tambahan kepuasan yang awalnya meningkat, kemudian turun sampai mencapai tambahan kepuasan sama den~an nol, yang artinya kepuasan total sudah maksimum. Semakin banyak individu mengkonsumsi suatu barang, tambahan kepuasan yang dirasakan individu tersebut semakin kecil. 2.1.2 Teori Revealed Preference Teori revealed preftrence pertama kali dikemukakan oleh seorang ekonom Amerika bemama Paul Samuelson. Dalam teori ini, preferensi konsumen dapat dilihat melalui perilakunya dalam menentukan pembelian barang, ketika harga dan pendapatan bervariasi. Jika individu memilih sekeranjang barang A, sementara keranjang barang yang lain, B juga memungkinkan untuk dipilih, maka dapat dikatakan bahwa keranjang barang A lebih disukai dibandingkan keranjang baran~ B. Asumsi yang dibangun dalam teori ini sama seperti asumsi - asumsi konsumen yang rasional yaitu completeness, transitivity, reflexive dan continuity. Aksioma lain yang dibangun dalam teori ini adalah Weak Axiom Revealed Preftrence (WARP). "lfx1Rnx' then it is not the case that r Rn~. Algebraically, p'x1 ~p'~ implies psr < psx1 " 3. Jika individu memilih barang A daripada barang B, pada saat yang bersamaan individu tersebut tidak mungkin memilih barang B daripada barang A. Semakin banyak perubahan garis anggaran, semakin banyak pula informasi preferensi keranjang barang yang dipilih individu. Kumpulan keranjang barang yang dipilih dapat dihubungkan membentuk suatu kurva indiferen. 3 D11.pat dilihat di Varian (1992) Universitas Indonesia 13 Baju (unit/bulan) Makanan (unit/bulan) Gambar 2.2. Revealed Preference Dengan Dua Garis Anggaran 2.1.3 Kurva Indiferen kurva indiferen menggambarkan kombinasi barang di dalam himpunan X yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama, seperti terlihat pada Gambar 2.3. Tingkat kepuasan konsumen di titik A untuk kombinasi konsumsi barang (Xta, X2a) sama dengan tingkat kepuasan di titik B untuk kombinasi konsumsi barang (XIb, X2o). Titik A mempunyai tingkat konsumsi X1 yang lebih besar dari titik B, dan titik B mempunyai tingkat konsumsi X2 yang lebih besar dari titik A. Namun tingkat kepuasan antara titik A dan titik B tidak berbeda. Lain halnya dengan kepuasan di titik C. Jumlah barang X1 di titik C sama dengan jumlah barang X1 di titik A. Jumlah barang X2 di titik C lebih sedikit daripada jumlah barang X2 di titik B. Namun tingkat kepuasan di titik C lebih tinggi dibandingkan tingkat kepuasan di titik A dan B. Nicholson (200.5) menjelaskan bahwa kurva indiferen mempunyai slope yang negatif dan nilainya menurun (diminishing marginal rate of substitution). Slope ini menunjukkan pertukaran (trade o.IJ) yang akan dilakukan oleh konsumen. Konsumen pada suatu titik, misalnya di titik B bersedia untuk menukarkan sejumlah barang X2 untuk mendapatkan sebuah barang X1. Kepuasan yang dirasakan konsumen sebelum dan setelah terjadinya pertukaran adalah sama. Akan tetapi jika konsumen akan melakukan pertukaran lagi, barang Universitas Indonesia 14 x2 yang akan ditukarkan oleh konsurne~ nilai tukamya semakin mengeeil bersamaan dengan semakin berkurangnya barang x2 dan bertambahnya barang x. yang dimiliki. Gambar 2.3. Kurva lndiferen untuk Konsurnsi Barang Xt dan X2 Fungsi Permintaan 2.1.4 Fungsi permintaan adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara jurnlah barang yang diminta dengan semua faktor - faktor yang mempengaruhinya. Faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap suatu barang sangat banyak, diantaranya harga barang itu sendiri, harga barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan konsurnen, selera, musim, jumlah penduduk, ramalan mengenai keadaan di masa depan, dan lain - lain (Pracoyo, 2006). Fungsi permintaan dapat diderivasi dari fungsi kepuasan atau dari fungsi pengeluaran. Fungsi permintaan yang diderivasi dari fungsi kepuasan disebut dengan fungsi perm.intaan Marshallian. Fungsi permintaan ini merupakan permintaan terhadap barang oleh konsurnen dengan mengasurnsikan pendapatan konsurnen tetap sehinssa disebut jusa densan nama money-income - held constant demand function (Hartono, 2004). Fungsi permintaan Marshallian Universitas Indonesia 15 merupakan basil dari 111aksimisasi fungsi kepuasan dengan fungsi kendala berupa pendapatan, maka fungsi pennintaan Marshallian untuk barang X 1 dapat diperoleh (2,1) Fungsi ini merupakan fungsi dari harga barang Pi dan pendapatan M. Fungsi pennintaan yang diderivasi dari fungsi pengeluaran disebut dengan fungsi pennintaan Hicksian atau disebut juga dengan nama income compensated demand function. Fun~si permintaan Hicksian diperoleh dari minimisasi fun~si pengeluaran dengan fungsi kendala berupa fungsi kepuasan, sehingga jika dituliskan ke dalam bentuk matematis, fungsi permintaan Hicksian (2.2) dimana fungsi ini merupakan fungsi dari harga dan kepuasan. Di dalam fungsi permintaan Marshallian terdiri dari harga dan pendapatan yang dapat diobservasi. Sementara pada fungsi permintaan Hicksian terdapat kepuasan yang tidak dapat diobservasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini Penulis menggunakan fungsi permintaan Marshallian. Penurunan dari fungsi pennintaan Marshallian menggambarkan kepekaan pennintaan baran~ oleh konsumen terhadap perubahan harga sendiri, harga barang lain dan pendapatannya Fungsi permintaan Marshallian terhadap dua jenis barang X dan Y dapat dinyatakan dalam bentuk matematis sebagai berikut : Dx = f(Px. Py. I), (2.3) dimana: Dx = jumlah barang X yang diminta Px = harga barang X Py = harga barang Y I = pendapatan Fungsi pennintaan merupakan derivasi dari maksimisasi kepuasan yang harus memenuhi beberapa persyaratan atau properti seperti homogeneity, adding- up (agregasi Engel dan Cournot), dan simetri Slutsky. Yang dimaksud homogeneity adalah bahwa fungsi pennintaan Marshallian mempunyai properti homogeneity ofdegree zero terhadap harga dan pendapatan. Jika harga barang dan pendapatan meningkat secara proporsional, maka jumlah barang yang diminta tidak berubah. Secara matematis jumlah elastisitas harga sendiri, elastisitas harga Universitas Indonesia 16 silang dan elastisitas pendapatan sama dengan nol untuk semua komoditi. Sifat homogen dalam bentuk matematis dapat dituliskan sebagai berik.ut : k~ii +~jf = 0 (2,4) dimana: eiJ elastisitas pennintaan komoditi - i terhadap perubahan harga = komoditi - j eil elastisitas permintaan komoditi - i terhadap pendapatan = Adding - up condition terdiri dari agregasi Engel dan Cournot. Agregasi Engel menunjukkan bahwa jumlah elastisitas pendapatan yang diberi bobot proporsi pengeluaran sama dengan satu. Dalam bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut : (2.5) dimana: w; = proporsi pengeluaran komoditi - i ~;1 = elastisitas pennintaan komoditi- i terhadap pendapatan Sedangkan agregasi Cournot menunjukkan dampak perubahan harga terhadap permintaan. Kondisi ini mensyaratkan bahwa jumlah elastisitas harga silang (eij) dan elastisitas harga sendiri (eii) yang dibobot dengan proporsi pengeluaran komoditi - i harus sama dengan negatif proporsi pengeluaran komoditi - j. Dalam bentuk matematis sebagai berik.ut : 1 ~ w.e I IJ L...i=l .. +w.) =0 (2.6) dimana: w; = proporsi pengeluaran komoditi- i wj = proporsi pengeluaran komoditi - j eiJ = elastisitas permintaan komoditi - i terhadap harga komoditi - j Properti simetri Slutsky menunjukkan hubungan antara proporsi pengeluaran, elastisitas harga silang dan elastisitas pendapatan untuk masing masing komoditi. Jika harga komoditi berubah dapat dilihat pengaruh subsitusi (subsitution effict) dan pengaruh pendapatan (income effect). Pengaruh subsitusi merupakan pengaruh negatif yang merupakan syarat negativitas Slutsky. Persamaan matematis properti simetri Slutsky dapat ditulis sebagai berikut : Universitas Indonesia 17 (2.7) dimana: proporsi pengeluaran komoditi- i w; = eij = elastisitas permintaan komoditi- i terhadap harga komoditi- j eil = elastisitas permintaan komoditi - i terhadap pendapatan 2.2. Model Fungsi Permintaan AIDS Terdapat beberapa model yang dapat digunakan dalam analisa permintaan untuk kasus lebih dari dua barang, misalnya Linear Expenditure System (LES), model translog, model Almost Ideal Demand System (AIDS) dan model Diewert. Dalam penelitian ini menggunaka n model Almost Ideal Demand System (AIDS) yang pertama kali diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer (1980). Beberapa kelebihan model AIDS diantaranya ialah model ini mudah diestimasi, sesuai dengan perilaku pengeluaran rumahtangga yang tidak linear, dan restriksi yang ada dalam teori ekonomi sudah diterapkan pada model ini (Heien dan Pempelli, 1988) Menurut Deaton dan Muellbauer (1980) beberapa karakteristik penting dari model permintaan AIDS adalah ( 1) model ini merupakan pendekatan orde pertama terhadap sembarang fungsi sistem permintaan, (2) dapat memenuhi aksioma perilaku pemilihan komoditi dengan tepat, (3) dapat digunakan untuk menguji restriksi homogenitas dan simetrik, (4) dapat mengaggregasi perilaku rumah tangga tanpa menerapkan kurva Engel yang linear dan yang terpenting parametemya mudah diestimasi tanpa harus menggunaka n metode non linear. Model AIDS merupakan model fungsi permintaan Marshallian dalam bentuk proporsi pengeluaran dengan bentuk umum sebagai berikut : w; ~ a, + ~r,logp1 + p, lo~;} (2.8) dimana P adalah indeks harga Stone dengan 1 log P = a 0 + :Lak logpk +2 k LLYkJ logpk logp 1 j (2.9) k Universitas Indonesia 18 Penggunaan (2.9) membuat model AIDS berbentuk non linear dan sulit diestimasi. Oleh karena itu, dalam penelitian empiris sering digunakan aproksimasi linear dari indeks harga tersebut yakni : logP = L; W; (2.10) logp; Persamaan indeks harga di atas dikenal sebagai Indeks Stone, sehingga dengan menggunakan indeks harga ini persamaan (2.8) menjadi linear dalam har~a dan pengeluaran. Fungsi tersebut dikenal sebagai aproksimasi linear dari AIDS atau LA/AIDS (Linear Approximation/Almost Ideal Demand System). Model AIDS semula digunakan dalam estimasi elastisitas harga dan pendapatan. Akan tetapi terdapat kelemahan dalam model ini yang tidak menjelaskan perilaku konsumen sesuai kondisi yang sesungguhnya. Oleh karena itu model ini diperluas dengan menambahkan faktor - faktor lain seperti faktor sosial ekonomi, demografi, geografi, nutrisi dan sebagainya. Dengan mengikuti Heien dan Pompelli (1998) pada penelitian ini model AIDS diperluas melalui penambahaan faktor sosial demografi. 2.3 Elastisitas Permintaan 2.3.1 Elastisitas Darga Sendiri Elastisitas harga ( e P) adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah pennintaan barang terhadap perubahan harga. Elastisitas harga ditunjukkan dengan rasio persentase perubahan jumlah permintaan barang dengan persentase perubahan harga barang tersebut. eP = ~~~b~umlah barang,b___xang diminta (2.11) % perubahan harga barang A %0Q (OQ/Q) e = --= __:,__...:__:c... -P %oP ~P POQ = Q aP (2.12) (oPIP) (2.13) Angka elastisitas harga sendiri pada umumnya bemilai negatif, sesuai dengan hukum pennintaan dimana hubungan antara tingkat harga dan jumlah yang diminta adalah negatif. Misalnya Ep-= - 3, yang artinya jika harga suatu Universitas Indonesia 19 barang naik I %, maka permintaan terhadap barang tersebut akan turun sebesar 3 %. Semakin besar nilai elastisitasnya, maka barang tersebut semakin elastis, atau dengan kata lain konsumen akan semakin mudah mencari subsitusi dari barang tersebut. Apabila terjadi perubahan harga dengan persentase yang sangat kecil, tetapi menimbulkan perubahan yang sangat besar terhadap jumlah barang yang diminta, maka dapat dikatakan bahwa barang tersebut sangat responsif terhadap perubahan harga. Secara gratis tingkat elastisitas harga terlihat dari slope kurva permintaan. Apabila kurva permintaan tegak lurus, permintaan barang adalah inelastis sempuma ( E P = 0). Berapapun harganya, konsumen akan tetap membeli jumlah barang yang diminta. Jika kurva permintaan sejajar sumbu horizontal, permintaan terhadap suatu barang bersifat elastis sempuma ( & P = Suatu barang yang - ). harganya berubah sedikit saja, akan menyebabkan perubahan permintaan terhadap barang tersebut yang tak terhingga. Sedangkan apabila slope kurva permintaan membentuk sudut 45°, maka permintaan permintaan dikatakan elastis unitary ( &P= 1), yang artinya jika harga berubah 1 %, maka permintaan juga akan berubah sebesar 1 %. Semakin datar kurva permintaan, maka permintaan terhadap barang akan semakin elastis. 2.3.2 Elastisitas Darga Silang Elastisitas silang adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah permintaan suatu barang terhadap perubahan harga barang lainnya yang memiliki hubungan baik saling melengkapi maupun saling menggantikan sebesar. Ec = % perubahan jumlah barang A yang diminta (2.14) % perubahan harga barang B Ada dua macam elastisitas silan~ yakni : • Elastisitas silang antara barang pengganti (subsitutif) bernilai positif, artinya kenaikan harga barang X menyebabkan bertambahnya jumlah barang Y yang diminta oleh konsumen. Universitas Indonesia 20 • Elastisitas silan8 antara baran8 pelengkap (komplementer) bernilai negatif, artinya naiknya harga barang X menyebabkan berkurangnya jumlah barang Y yang diminta oleh konsumen. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa permintaan ak.an suatu jenislkelompok barang yang lebih umum atau luas misalnya sabun, rokok, buah buahan lebih bersifat inelastis daripada permintaan ak.an merek yang lebih tertentu, misalnya sabun LUX, rokok Gudang Garam, buah mangga. Hal ini disebabkan di dalam satu kelompok barang (seperti sabun) biasanya ada banyak. barang subsitusinya sehingga lebih elastis. Akan tetapi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain biasanya tidak. ada subsitusinya sehingga lebih inelastis (Gilarso, 2003). 2.3.3 Ela~tisitas Pendapatan Perubahan pendapatan mempengaruhi banyaknya barang dan jasa yang diminta oleh konsumen (ceteris paribus). Perubahan kuantitas barang yang tetjadi dapat diukur den8an elastisitas pendapatan. Yang dimak.sud dengan elastisitas pendapatan adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah permintaan barang terhadap perubahan pendapatan. Atau dengan kata lain, elastisitas pendapatan ialah rasio persentase perubahan jumlah barang yang diminta sebagai ak.ibat adanya perubahan pendapatan riil konsumen. e 1 = % perubahan jumlah barang A yang diminta (2.15) % perubahan pendapatan riil %aQ (aQ/Q) e -- - __;____-=----.::..:.... (2.16) I - %81 - (8111) IaQ el (2.17) = Qill Dengan mengetahui besaran elastisitas pendapatan kita dapat mengelompokkan barang - barang ke dalam barang kebutuhan pokok, barang mewah, atau barang inferior (Pracoyo, 2006). Universitas Indonesia 21 Tabel 2.1. Elastisitas Pendapatan dan Jenis Barang Besaran s<O O<s< 1 s>l Pengaruh Kenaikan Pengaruh Penurunan Jumlah yang diminta Jumlah yang diminta turun naik Jumlah yang diminta Jumlah yang diminta naik dengan % yang turun dengan %yang lebih rendah lebih rendah Jumlah yang diminta Jumlah yang diminta naik dengan % yang turun dengan % yang lebih tinggi lebih tinggi Jenis Barang inferior Kebutuhan Pokok Mewah Sumnber:Pracoyo,2006 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa peneliti terdahulu telah menggunakan metode AIDS untuk menghitun~ estimasi parameter dalam sistem permintaan. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer (1980). Dengan menggunakan data lnggris tahun 1954- 1974, komoditi dibagi menjadi delapan kelompok komoditi yaitu makanan, pakaian, perumahan, bahan bakar, transportasi dan komunikasi, barang lain serta pelayanan lain. Hasil penelitian menemukan bahwa makanan dan perumahan termasuk barang normal, sedangkan keenam kelompok komoditi lainnya termasuk barang mewah. Deaton dan Muellbauer juga mendapatkan elastisitas harga sendiri umumnya negatif. Kelompok makanan bersifat inelastis, sedangkan transportasi dan komunikasi bersifat elastis. Estimasi model AIDS dengan penambahan variabel sosial demografi dilakukan oleh Heien dan Pompelli (1988). Variabel demografi yang digunakan seperti ukuran rumahtangga, wilayah rumahtangga, tenancy, dan suku signifikan mempengaruhi pennintaan daging sapi di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menemukan bahwa permintaan terhadap steak dan ground beef bersifat inelastis, sedansJ.am permintaan terhadap roast bersifat elastis. Penelitian permintaan pangan berdasarkan klasifikasi pendapatan rumah tangga pemah dilakukan dengan menggunakan data Household Consumption Expenditure Survey negara Turki tahun 1994 oleh Sengul dan Tuncer (2005) dengan membagi data ke dalam tujuh kelompok pangan yakni roti dan serealia, Universitas Indonesia 22 daging dan ikan, dairy dan telur, minyak dan lemak, buah dan sayuran, gula serta pangan lainnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut diantaranya adalah harga, pengeluaran rumahtangga, komposisi anggota rumahtangga yang dibagi kedalam tiga kategori (di bawah 25 tahun, 26 - 65 tahun dan di atas 66 tahun), dummy jumlah penduduk desa, dummy pendidikan kepala rumahtangga dan dummy bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pangan antara rumahtangga bukan miskin, rumahtangga miskin dan rumahtangga sangat miskin berbeda secara signiflkan. Selain itu, ditemukan pula bahwa elastisitas harga sendiri pada rumahtangga miskin dan rumahtangga sangat miskin lebih rendah daripada elastisitas pendapatan. Meskipun demikian, rumahtangga sangat miskin lebih responsif terhadap perubahan harga dan pendapatan dibandingkan kelompok rumahtangga lainnya. Estimasi fungsi permintaan dengan memasukkan variabel wilayah geografi, tingkat pendapatan dan komposisi rumahtangga dilakukan oleh Moro dan Paolo (2000) dengan menggunakan data survey Italian Household' Monthly Expenditure tahun 1987- 1995. Komoditi dibagi ke dalam tujuh kelompok pangan dan satu kelompok bukan pangan. Kelompok pangan yang dimaksud terdiri dari roti dan serealia, daging dan ikan, dairy dan telur, minyak dan lemak, buah dan sayuran, pangan lainnya, dan minwnan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pcrbedaan wilayah geografi, tingkat pendapatan dan komposisi anggota rumahtangga mempengaruhi pola permintaan pangan rumahtangga. Selain itu ditemukan pula bahwa seluruh kelompok pangan termasuk barang normal, sedangkan kelompok bukan pangan termasuk kategori barang mewah. Moeis (2003) menggunakan AIDS pada dua tahun pengamatan yaitu 1996 dan 1999 dengan melakukan koreksi terhadap harga (unit value) untuk mengatasi simultaneity bias, mengatasi selectivity bias dengan two step Heckman, dan mengatasi contemporaneous correlation dengan bootstrapping. Data yang digunakan adalah data Survey Sosial Ekonomi Nasional Indonesia dengan mengelompokkan komoditi ke dalam sepuluh kelompok yaitu beras, ubi kayu, jagung, kacang - kacangan, gandum, buah dan sayuran, ikan, daging, pangan lain dan kelompok bukan pangan. V ariabel yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah harga, pengeluaran rumahtangga, pendidikan kepala Universitas Indonesia 23 rumahtangg~ pendidikan meal planner, jumlah anggota rurnahtangg~ dummy desa yang dapat dilalui kendaraan roda empat, kepemilikan tanah, jenis kelamin anggota rumahtangg~ jwnlah anggota rumahtangga yang bekerj~ dan dummy regional. Selain menganalisis permintaan kuantiti pangan, penelitian ini juga menganalisis permintaan zat gizi seperti kalori, protein, lemak dan karbohidrat. Dalam penelitian ini diketahui bahwa konsumsi gizi sangat responsif terhadap pendapatan rumahtangga yang ditandai dengan nilai elastisitas pendapatan yang positif dan bernilai besar. Krisis tahun 1997 berdampak pada penurunan pendapatan dan pada akhimya mempengaruhi asupan gizi rumahtangga. Simulasi yang dilakukan Moeis juga menunjukkan bahwa subsidi langsung memberikan pengaruh yang positif terhadap asupan gizi rumahtangga. Dengan menggunakan data Susenas Panel tahun 2007, Murda (2009) mengamati perubahan kesejahteraan dan konsumsi gizi rumahtangga akibat kenaikan harga Raskin. Bahan pangan dikelompokkan menjadi enam kelompok yang terdiri dari padi - padian/wnbi - wnbian, ikan/daging/telur/susu, sayur/kacang/buah, minyakllemak, dan pangan lainnya. Sedangkan selain variabel harga dan pengeluaran rumahtangg~ variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut ialah jenis kelamin kepala rumahtangg~ pendidikan kepala rumahtangg~ swnber mata pencaharian rumahtangg~ status ekonomi rumahtangg~ persentase jwnlah anggota rumahtangga diatas 10 tahun, dan tipe daerah rumahtangga. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua kelompok pangan termasuk kategori barang normal, kecuali pangan lainnya. Begitu pula dengan zat gizi yang semuanya juga termasuk barang normal, kecuali lemak bagi rumahtangga miskin dianggap sebagai barang mewah. Kenaikan harga Raskin telah menyebabkan penurunan konswnsi semua zat gizi, yaitu karbohidrat sebesar 2,62 %, protein sebesar 1,99 %, kalori sebesar 1,95% dan lemak sebesar 0,34 %. Sarna seperti penelitian terdahulu yang dijelaskan di atas, pada penelitian ini digunakan model permintaan AIDS. Namun berbeda dengan Deaton dan Muelbauer (1980) sebagai perintis model AIDS yang menggunakan data panel, penelitian ini menggunaka n data cross section seperti penelitian yang dilakukan oleh Heien dan Pompelli (1988), Moeis (2003), SensuJ. dan Tuncer (2005) dan Murda (2009). Dengan mengikuti Moro dan Paolo (2000), digunakan variabel Universitas Indonesia 24 wilayah regional rumahtangga. Sementara Sengul dan Tuncer (2005), membagi rumahtangga ke dalam tiga kelompok yakni rumahtangga bukan miskin, rumahtangga miskin dan rumahtangga sangat miskin. Variabel sosio demografi berupa pendidikan kepala rumahtangga, komposisi anggota rumahtangga juga digunakan, yang kemudian diikuti oleh Penulis dalam penelitian ini. Penulis juga mengikuti langkah Moeis (2003) yang melakukan koreksi terhadap unit value untuk: mengatasi masalah simultaneity bias, quality effect, dan quantity premium, tetapi tanpa melakukan bootstrapping untuk mengatasi contemporaneous correlation. Di sisi lain, variabel yang digunakan Moeis (2003), seperti umur kepala rumahtangga, pendidikan meal planner, mata pencaharian utama rumahtangga, dan jalan di desa juga digunakan oleh Penulis dalam penelitian ini. Selanjutnya dalam menghitung elastisitas gizi dan simulasi dampak kenaikan harga, penulis mengacu pada Moeis (2003) dan Murda (2009). Secara lebih terperinci, kerangka pemikiran yang melandasi penelitian dan tahapan penelitian yang dilakukan Penulis dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Universitas Indonesia 25 ANALISIS PERMINT AAN PANGAN DAN GIZI RUMAHTANGGA DI INDONESIA Fakta: Harga pangan di pasar global melambung akibat krisis pangan, dan Indonesia pun terimbas pula dampaknya. Selanjutnya terjadi perubahan pola permintaan pangan dan konsumsi gizi rumahtangga 1- r- Harapan: Diketahuinya pola permintaan pangan masyarakat dan pola konsumsi gizi akibat adanya perubahan harga, serta diketahui kebijakan yang tepat bagi rumahtangga miskin agar tetap terjaga konsumsi gizinya Gap: Diperlukan penelitian bagaimana pola permintaan pangan dan pola konsumsi gizi akibat kenaikan harga Tujuan: I. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan pangan rumahtangga; 2. Menghituag elastisitas !targa panga..-1 sendiri, barge. pangan silang dan penc!apatan; 3. Menghitung elastisitas gizi; 4. Menghi!ung simulasi kebijakan yang tepat bagi rumahtangga miskin Model matematika : estimasi f(harga = total pangan, kelompok pengeluaran yang dideflasi dengan indeks harga stone, Jenls kelamin KRT, umur KRT, lama sekolah KRT, umur meal planner, lama sekolah meal planner, sumber utama mata pencaharian komposisi rumahtangga, ART, geografi, luas lantai per kapita, proporsi desa yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda 4 dan jarak terdekat ke pasar. w; Data Susenas Panel Konsumsi Tahun 2009, Data Susenas Panel Kor Tahun 2009 dan Data Podes Tahun 2008 I-. Model ekonometri : wi = Ui + !3; In XIP* + LYij In P; + 1t; SEX + Tli In AGEH + p; EDUCH + <p; In AGEM + O; EDUCM + 0"; PROFF + L~ij HH; + :LA.;j G; + 1;; In FLOOR+ 9; ROAD+ 'If; Ln MARKET+ £; Menghilangkan simultaneity bias, quality effect, quantity premium, heteroskedastisitas, menghitung elastisitas harga dan pendapatan, menghitung elastisitas gizi. dan simulasi Hasil penelitian dan pembahasan Kesimpulan dan saran Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian Universitas Indonesia 26 Berdasarkan basil penelitian sebelumnya yang telah diuraikan di atas, Penulis mempunyai hipotesis penelitian sebagai berikut : a) Permintaan pangan rumahtangga miskin lebih responsif dibandingkan rumahtangga bukan miskin; b) Harga pangan sendiri berhubungan negatif dengan permintaan pangan tersebut; c) Harga pangan lain berhubungan positif/negatif dengan permintaan pangan; d) Pendapatan berhubungan positif dengan permintaan pangan; e) Permintaan pangan rumahtangga yang anggota rumahtangganya berusia produktif lebih tinggilrendah dibandingkan permintaan pangan lansia; f) Harga pangan berhubungan negatif dengan konsumsi gizi; g) Pendapatan berhubungan positif dengan konsumsi gizi. Universitas Indonesia BAB3 DATA DAN METODE PENELITIA N 3.1 Jenis dan Somber Data Dalam penelitian ini digunakan data hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang berupa data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Konsumsi Maret 2009 dan data Potensi Desa (Podes) tahun 2008. Susenas Panel Konsumsi 2009 merupakan tahun kedua dari paket Susenas Panel 20082010 yang mencakup 68.800 rumahtangga sampel yang menyebar di 4.300 blok sensus terpilih di seluruh provinsi. Rumahtangga sampelnya merupakan rumahtangga sampel Susenas Panel 2008, dan rumah tangga yang sama didata kembali pada tahun 2010. Data yang dikumpulkan dalam Susenas Panel Konsumsi terdiri dari data pokok (kor) dan data modul konsumsi. Untuk Susenas Modul Konsumsi Panel tahun 2009, data yang dikumpulkan mencakup keterangan tentang kuantitas dan nilai Rupiah konsumsi makanan, minwnan dan tembakau baik dari pembelian, produksi sendiri maupun pemberian, keterangan tentang pengeluaran rumahtangga untuk barang-barang bukan makanan, keterangan tentang pendapatan, penerimaan dan pengeluaran bukan konsumsi. Dalam penelitian ini, data ya...?}g dioiah dari Modul Konsumsi hanya data kuantitas dan nilai Rupiah konsumsi makanan, minuman dan tembakau. Disamping data modul konsumsi, ada pula yang disebut data kor. Data kor menggambarkan kondisi sosial demografi rumahtangga yang mencakup keterangan umum anggota rumahtangga (ART) yaitu nama, hubungan dengan kepala rumahtangga, jenis kelamin, umur, status perkawinan, kepemilikan akte kelahiran dan partisipasi pendidikan pra sekolah bagi penduduk usia 0-6 tahun, keterangan tentang kesehatan untuk semua umur, keterangan tentang kesehatan balita, keterangan pendidikan anggota rumahtangga 5 tahun ke atas, keterangan tentang ketenagakerjaan anggota rumahtangga usia I 0 tahun ke atas, keterangan tentang fertilitas untuk wanita pemah kawin, keterangan tentang perumahan dan keterangan tentang sosial ekonomi lainnya. Dalam penelitian ini, data kor digunakan untuk memperoleh data sosial ekonorni yang diduga mempunyai pengaruh terhadap permintaan pangan, seperti 2'7 Universitas Indonesia 28 data jenis jelamin kepala rumahtangga, komposisi anggota rumahtangga (anggeta non produktif, produktif dan lansia), pendidikan kepala rumahtangga, umur kepala rumahtangga, pendidikan meal planner1, umur meal planner, lokasi geografi rumahtangga (Sumatera, Jawa, Bali Nusatenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Papua Maluku) serta mata pencaharian utama rumahtangga. Sementara data PODES (Potensi Desa) merupakan data yang diperoleh melalui survei oleh BPS yang dilaksanakan secara rutin 3 tahun sekali. Dari survei ini akan dihasilkan data-data potensi desa seperti luas laban pertanian, akses pendidikan, kesehatan, pemerintahan, jumlah penduduk, fasilitas umum pendidikan, kondisi sosial ekonomi desa dan lain-lain. Untuk penelitian ini, data Podes yang digunakan adalah data jumlah desa yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat sepanjang tahun dan jarak terdekat ke pasar bangunan permanen atau semi permanen. 3.2 Metode Analisis Limited dependent variable akan digunakan untuk mengestimasi sistem permintaan pangan rumahtangga. Dengan menggunakan two step estimation technique akan pula ditentukan apakah rumahtangga mengkonsumsi kelompok pangan atau tidak sebelum pada akhimya memutuskan kuantiti pangan yang akan dibelinya. Hasil estimasi parameter digunakan untuk menghitung elastisitas permintaan terhadap harga dan pendapatan. Selanjutnya dengan menggunakan basil penghitungan elastisitas permintaan tadi, dilakukan penghitungan elastisitas kalori dan protein. Terakhir, dilakukan simulasi kebijakan bagi rumahtangga miskin dengan menggunakan basil penghitu..-tgan elastisitas kalori dan protein untuk mengetahui dampak kebijakan subsidi langsung dan tidak langsung terhadap konsumsi gizi rumahtangga. 3.2.1 Spesif'lkasi Model Permintaan Dalam penelitian rm penulis menggunakan metode Linear Approximation/Almost Ideal Demand System (LA/AIDS) untuk analisis permintaan pangan di tingkat rumahtangga. Seperti yang telah dijelaskan dalam Yang dimaksud dengan meal planner adalah anggota keluarga yang bertugas menyusun menu dan menyiapkan makanan dalam rumahtangga. Meal planner bisa ibu, nenek, menantu perempuan, anak perempua tertua, maupun pembantu rumahtangga. 1 Universitas Indonesia 29 bah sebelumnya, model LA/AIDS berbentuk semilog yang artinya rumah tangga yang dianalisis mengkonsumsi semua bahan pangan. Untuk itu dilakukan penggabungan beberapa bahan pangan menjadi kelompok pangan berdasarkan kandungan gizinya yaitu pertama, kelompok pangan padi- padian dan umbi- umbian (pangan sumber karbohidrat), kedua kelompok pangan daging/ikan/telur/susulkacang - kacangan (pangan sumber protein), ketiga kelompok pangan buah dan sayur (pangan sumber vitamin, mineral dan serat), keempat kelompok pangan minyak dan lemak (pangan sumber lemak), dan kelima kelompok pangan lainnya, serta keenam kelompok bukan pangan (Tabel3.1). Asumsi yang dibangun dari kelompok komoditi di atas adalah bahwa harga dari masing - masing komoditi dalam kelompok komoditi bergerak secara bersamaan, sehingga dapat diperlakukan sebagai komoditas tunggal. Nicholson (2005) menyatakan bahwa sebuah komoditi gabungan yang terdiri dari sekelompok komoditi dimana semua harga bergerak bersamaan dapat diperlakukan sebagai satu komoditi. Penggunaan asumsi ini berguna dalam menyederhanakan analisis. Universitas Indonesia 30 Tabel3.1. Pengelemp6kan Pangan No Kelompok Pangan Komoditi Padi - padian dan umbi - umbian beras lokal, beras kualitas unggul, beras impor, beras ketan, jagung basah dengan kulit, jagung pipilalberas jagung, tepung beras, tepungjagung, tepung terigu, ketela pohon, ketela rambat, sagu, talas/keladi, kentang, gaplek, tepung gaplek, tepung ketela pohon Daging, ikan, telur, susu dan kacang kacangan Ekor kuning, tongkoVtunalcakalang, tenggiri, selar, kembung, teri, bandeng, gabus, mujair, mas, lele, kakap, baronang, udang, cumi ~umi, ketamlkepitinglrc!iung3.11, kenlllg/siput, ikan asinldi~:tw~tkan dan udang dan hewan air lain yang diawetkan, daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging babi, daging ayam ras, daging ayam kampung, dendeng, abon, daging dalam kaleng, hati, jeroan, tetelan, tulang, telur ayam ras, telur ayam kampung, telur ituk, telur puyuh, telur lainnya, telur asin, susu murni, susu cair pabrik, susu kental manis, susu bubuk, susu bubuk bayi, keju, kacang tanah tanpa kulit, kacang tanah dengan kulit, kacang kedele, kac::mg hijau, kacang mede, tabu, temp<", tauco, oncom 3 Buah dan sayur Bayam, kangkung, kol, sawi putih, sawi hijau, buncis, kacang panjang, tomat sayur, wortel, mentimun, daun ketela pohon, terong, tauge, labu, jagung muda kecil, sayur sop/capcay, sayur asam/lodeh, nangka muda, pepaya muda, jamur, petai, jengkol, bawang merah, bawang putih, cabe merah, cabe hijau, cabe rawit, sayur dalam kaleng, sayur lainnya, jeruk, mangga, apel, alpokat, :rct!lll;mta!l, du](u, durian, s;1)a)(, nanas, pjsang ambon, pisang raja, pepaya, jambu, sawo, belimbing, kedondong, semangka, melon, nangka, tomat buah, buah dalam kaleng, buah lainnya 4 Minyak dan lemak Minyak kelapa, minyak jagung, minyak goreng lainnya, kelapa, margarine, lainnya 5 P3.11g3.11 lainnya Gula pasir, gula merah, the, kopi, coklat instan, coklat bubuk, sirup, garam, kemiri, ketumbar, lada, asam, biji pala, cengkeh, terasi, kecap, penyedap masakan, sambal jadi, bumbu masak jadi, kerupuk, emping, bahan agar- agar, bubur bayi kemasan, roti tawar, roti manis, kue kering, kue basah, makanan gorengan, bubur kacang hijau, gado - gado, nasi campur, nasi goreng, nasi putih, lontong!ketupat sayur, soto/gule/sop/rawon/cincang, sate/tongseng, mie bakso/mie rebus/mie goreng, mie instan, makanan ringan anak - anak:, air kemasan, air kemasan galon, air teh kemasan, sari buah kemasan, minuman ringan soda, minuman kesehatanlminuman energi, minuman lainnya, es krim, bir, anggur, minuman keras lainnya, rokok kretek filter, rokok kretek tanpa filter, rokok putih, tembakau, sirih, lainnya 6 Nonpangan Perumahan dan fasilitas rumahtangga, aneka barang dan jasa, pakaian, alas kaki, tutup kepala, barang tahan lama, pajak, pungutan, asuransi, keperluan pesta dan upacara I 2 Sumber : Pengelompokan menggunakan kuesioner Modul Konsumsi 2009 Universitas Indonesia 31 Setelah basil pengolahan data susenas dan podes dipereleh, data dikelompokkan keseluruhan, menjadi kelompok tiga kelompok rumahtangga kelompok yaitu miskin berstatus rumahtangga dan kelompok rumahtangga bukan miskin. Kemudian masing - masing kelompok rumahtangga tersebut diestimasi dalam model LA/AIDS dengan fonnulasi sebagai berikut: I. Model Matematika w; f = (harga estirnasi kelompok komoditi, total pengeluaran yang dideflasi dengan indeks harga stone, jenis kelamin KRT, umur KRT, lama sekolah KRT, umur meal planner, lama sekolah meal planner, mata pencaharian utama rumahtangga, komposisi anggota rumahtangga, geografi, luas lantai rumah per kapita, proporsi desa per kecamatan yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat dan jarak terdekat ke pasar permanen (3.1) atau semi permanen) 2. Model Ekonometri w; = a; + p; Ln XIP* + "f;yij Ln P; + tr; AGEM + c5; EDUCM + n; PROFF + L SEX+ 1]; Ln AGEH + p; EDUCH + f/J; Ln Jl; HH; +An SUM+ A2; JAWA + A3; KAL i + .4; SUL + A5; BALNUS + (; Ln FLOOR + 8; ROAD + f/1; Ln MARKET+ e; (3.2) dimana: i,j = 1, 2, 3, .... , 6 (kelompok pangan) W; = proporsi pengeluaran kelompok pangan ke - i terhadap total pengeluaran rumahtangga LnP; = logaritma natural (In) harga estirnasi kelompok panganke- i Ln (XIP*) = total pengeluaran rumahtangga yang dideflasi dengan indeks harga Stone SEX = jenis kelamin kepala rumah tangga (laki -laki = 1, perempuan = 0) LnAGEH = In umur kepala rumahtangga EDUCH = lama sekolah kepala rumahtangga LnAGEM = In umur meal planner EDUCM = lama sekolah meal planner Universitas Indonesia 32 = dummy mata pencaharian utam.a rumahtangga PROFF (pertanian = I dan bukan pertanian = 0) = jurnlah anggota rumahtangga ~ non produktif 0 - 22 HH; tahun, produktif 23 - 65 tahun dan lansia di atas 65 tahun = dummy rumahtangga berada di Sumatera (Sumatera SUM = 1 dan luar Sumatera = 0) = dummy rumahtangga berada di Jawa (Jawa = 1 dan JAWA luar Jawa = 0) = dummy rumahtangga berada di Nusa tenggara (Nusa BALNUS tenggara = I dan luar Nusa tenggara = 0) = dummy rumahtangga berada di Kalimantan KAL (Kalimantan = I dan luar Kalimantan = 0) = dummy rumahtangga berada di Sulawesi (Sulawesi = SUL 1 dan luar Sulawesi = 0) LnFLOOR = In luas lantai per kapita ROAD = proporsi desa per kecamatan yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat sepanjang tahun = In jarak terdekat ke pasar permanen atau semi LnMARKET permanen a;, p;, Yif• (/J;, ~;, U;, A3;, 8; tr;, 1];, p;, -- parameter Jl;, AJj, A2;, A.4;, A.5;, 0;, If/; = error term Dalam penelitian ini, ketiga restriksi yang ada dalam model permintaan LA/AIDS yaitu adding - up, homogeneity dan simetri slutsky diterapkan dalam pendugaan sistem permintaan model LA/AIDS. Restriksi adding - up dilakukan dengan cara mengurangi persamaan yang ada, dimana pada penelitian ini terdapat enam persamaan berdasarkan kelompok komoditi, maka persamaan yang diestimasi hanya lima persamaan saja dengan memenuhi syarat sebagai berikut : Universitas Indonesia 33 n n n n ~ ~ ~ ~ n n n n i=l i=l i=l i=l i=l i=l :La;= 1; LP; = O; :Lrij = O; :Ln; = O; LO; =0; LO"; =0; L.U; =0; LA,; n :Lr~; = O; ~ n n ~ ~ LP; = O; L<JJ; = O; n n i=l i=l =0; L~; =0; L~; =0; n LA4i =0; i=l (3.3) i=l Sedangkan restriksi homogeneity dan sim.etri slutsky dilakukan secara bersamasama ketika regresi utama LA/AIDS dilakukan. Variabel terikat dalam model permintaan LA/AIDS adalah proporsi pengeluaran kelompok komoditi ke - i terhadap total pengeluaran seluruh kelompok pangan dengan rumus sebagai berikut : (3.4) dimana Ei dan Eg adalah nilai pengeluaran komoditi - i dan nilai pengeluaran kelompok komoditi -g. Dengan mengacu pada Heien dan Pompelli (1998) yang memperluas model dasar LA/AIDS dengan penggunaan variabel sosial ekonomi dan variabel demografi lainnya, maka pada penelitian ini dimasukkan variabel tersebut, yakni jenis kelamin kepala rumahtangga, umur kepala rumahtangga, lama sekolah kepala rumahtangga, umur meal planner, lama sekolah meal planner, mata pencaharian utama kepala rumahtangga, komposisi anggota rumahtangga, dan sebagainya Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah menggunakan variabel komposisi anggota rumahtangga tanpa melakukan pembobotan terhadap umumya. Dalam penelitian ini diasumsikan tidak ada perbedaan porsi atau jumlah pangan yang dikonsumsi oleh anggota rumahtangga dalam satu rumahtangga. 3.2.2 Tahapan Estimasi Setelah diperoleh berbagai variabel bebas dan variabel terikat dari pengolahan data Motiul Konsumsi, Kor dan Podes dengan perangkat lunak SPSS 17.0, penelitian ini dilanjutkan dengan estimasi variabel- variabel tersebut dalam bentuk model LA/AIDS dengan menggunakan perangkat lunak StataSE 10. Universitas Indonesia 34 Sesungguhnya regresi model LA/AIDS adalah regresi Ordinary Least Square (OLS). Akan tetapi, dalarn model permintaan ini tenlapat beberapa kondisi yang menyebabkan parameter menjadi bias. Yang dimaksud dengan parameter yang bias adalah bahwa parameter yang dihasilkan dari regresi tidak menggarnbarkan populasi yang sebenarnya. Berikut adalah kondisi tersebut dan langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan parameter hasil estimasi yang Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). 3.2.2.1 Selectivity Bias Masalah lain yang dapat menyebabkan estimasi parameter menjadi biasa adalah selectivity bias. Selectivity bias terjadi karena adanya rumahtangga yang tidak mengkonsumsi salah satu komoditi pangan tertentu (Moeis, 2003). Waktu survei yang singkat selarna satu minggu memungkinkan bagi suatu rumahtangga yang kebetulan sedang tidak mengkonsumsi komoditi tertentu. Apabila dalarn estimasi tidak menyertakan rumahtangga yang tidak mengkonsumsi komoditi ini, dugaan parameter yang dihasilkan akan menjadi bias. Untuk mengatasi masalah selectivity bias dari data ini dengan cara mengelompokkan komoditi pangan. Narnun apabila dengan pengelompokkan komoditi pangan masih ditemui rumahtangga yang tidak mengkonsumsi kelompok pangan tersebut, tahap selanjutnya dengan menggunakan two step estimation dari Heckman, yaitu menarnbahkan variabel bebas IMR (Inverse Mills Ratio) pada model utama. Untuk mendapatkan IMR digunakan regresi logistik untuk mengestimasi peluang rumahtangga mengkonsumsi suatu kelompok pangan. Adapun model regresi logistik adalah sebagai berikut : I P,1 Z; = ez; = l + e=:Z; = 1+ e z . , d1mana ~ adalah : 1 a; +pi Ln Y + '"fyij Ln P; + 7r; SEX+ TJ; Ln AGEH + p; EDUCH + rp; Ln AGEM + <5; EDUCM + lT; PROFF + L Ji; HH; + A.u SUM+ A.2; JAWA + A.3; KAL i + ~; SUL + A5; BALNUS + (; Ln FLOOR + 8; ROAD + rp; Ln MARKET+ e; (3.5) Zi diregresikan terhadap variabel bebas pengeluaran rumahtangga sebulan, harga dan kondisi sosio demografi rumahtangga. Universitas Indonesia 35 Setelah mendapatkan estimasi peluang mengkonsumsi suatu kelompok komoditi makanan dari regresi logistik (APi), maka dihitung nilai probit (individual probit score) masing-masing kelompok makanan dari nilai estimasi peluang tersebut dengan menggunakan program SPSS. Selanjutnya nilai IMR diperoleh dengan membagi probability density function (PDF) dan cumulative distribution function (CDF) dalam distribusi standar normal, dengan rumus: I _!e- I ; 2]( z 2dp J IMRi = ( .[l;e- I ..j2; -p 2 -p (3.6) 2 dimana p adalah individual probit score dan Zi adalah persamaan (3.9). Nilai IMR inilah yang akan menjadi salah satu variabel bebas pada model utama LA/AIDS. 3.2.2.2 Simultaneity Bias Setelah kita mengatasi masalah selectivity bias dengan cara seperti penjelasan di atas, tahap selanjutnya ialah mengatasi masalah simultaneity bias, quality effect dan quantity premium. Dalam data Susenas tidak terdapat data harga. Oleh karena itu, dengan mengikuti Deaton dan Muellbauer (1980) digunakan unit value. Unit value adalah nilai kelompok komoditi ke - i yang diperoleh dari pembagian antara pengeluaran kelompok ke - i dengan banyaknya kelompok komoditi ke - i yang dikonsumsi atau V, = Ei Qi (3.7) Dong et al (1998) mengasumsikan unit value sebagai indikator kualitas komoditi yang dikonsumsi oleh rumahtangga, sehingga unit value juga ditentukan oleh pendapatan rumahtangga. Sementara Kunreuther (1973) menjelaskan bahwa unit value dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas komoditi yang dibeli konsumen. Konsumen yang tingkat pendapatannya lebih tinggi memilih untuk membeli barang yang lebih berkualitas. Kondisi ini disebut quality effect, dimana dalam kasus di atas unit value berhubungan positif dengan kualitas komoditi. Sedangkan quantity effect terjadi karena adanya perbedaan dalam jumlah barang yang dibeli. Rumahtangga berpendapatan rendah akan membeli komoditi dalam jumlah yang lebih sedikit, sehingga jumlah yang dibayarkan rumahtangga menjadi lebih tinggi. Dalam kasus ini unit value berhubungan negatif dengan pendapatan atau pengeluaran rumahtangga. Dapat dikatakan bahwa unit value merupakan fungsi dari pendapatan dan harga. Universitas Indonesia 36 Jika unit value digunakan sebagai proksi dari harga pada model permintaan, maka korelasi positif dan negatif sebagai akibat dari adanya quality effect maupun quantity premium di atas menyebabkan estimasi parameter menjadi bias (Laraki, I 989). Untuk mengatasi masalah di atas, Moeis (2003) menyarankan untuk menggunakan instrument variabel dengan langkah- langkah sebagai berikut : I) Menghitung logaritma unit value setiap kelompok komoditi pangan (LPi). 2) Menghitung logaritma unit value rata-rata setiap kelompok komoditi pangan di setiap desa (LP~). Dalam penelitian ini hanya terdapat satu pasar dalam setiap desa dan semua rumahtangga membeli bahan pangan di pasar tersebut. Karena membeli di pasar yang sama, maka harga yang dibayarkan rumahtangga untuk suatu komoditi tertentu tidak berbeda. Kalaupun ada perbedaan harga, hal tersebut lebih disebabkan adanya masalah kualitas dan kuantitas barang yang dibeli. 3) Menghitung deviasi logaritma unit value (LDi) antara logaritma unit value setiap kelompok komoditi yang dibayar setiap rumahta.ngga terhadap rata-rata unit value setiap kelompok komoditi di setiap desa dengan rumus: LDi = LPi- LPRi (3.8) Pengambilan data Susenas yang dilakukan oleh BPS menggunakan metode stratified sampling, peneacah mengumpulkan dan mewawanearai kepala rumahtangga terpilih di satu desa pada satu waktu yang sama. Karena diasumsikan bahwa harga bahan pangan pada satu desa tidak berbeda, maka deviasi unit value terhadap unit value rata- rata desa menggambarkan quality effect dan quantity premium dari unit value yang dibayarkan oleh rumahtangga. Karenanya kedua pengaruh tersebut harus dihilangkan agar harga yang kita gunakan sebagai variabel bebas sudah terlepas dari masalah tersebut dengan tahap selanjutnya di bawah ini. 4) Regresi dengan menggunakan OLS antara LDi sebagai variabel terikat dan variabel-variabel bebas seperti pada persamaan 3.2 tanpa variabel In Pi dengan model ekonometri sebagai berikut: LD; = a; +Pi In EXP + 1r; SEX+ 1/; In AGEH + p; EDUCH + rp; In AGEM + ~; EDUCM + U; PROFF + L Jl; HHi +A]; SUM+ A]; JAWA + Aj; KAL + A4; (3.9) Universitas Indonesia 37 SUL + A.5;BALNUS +(;In FLOOR + 8; ROAD + 'If; In MARKET+ e; dimana:LD; LD; = logaritma deviasi harga kelompok pangan ke- i lnEXP = total pengeluaran rumahtangga SEX = jenis kelamin kepala rumah tangga (laki - laki = 1, perempuan = 0) lnAGEH = In urnur kepala rumahtangga EDUCH = lama sekolah kepala rumahtangga lnAGEM = In urnur meal planner EDUCM = lama sekolah meal planner PROFF = dummy mata pencaharian utama rumahtangga (pertanian = 1 dan bukan pertanian = 0) = jumlah anggota rumahtangga ~ non produktif 0 - 22 Hhi tahun, produktif 23 - 65 tahun, dan lansia di atas 65 tahun = dummy rumahtangga berada di Surnatera (Surnatera = SUM l dan luar Surnatera = 0) = dummy rumahtangga berada di Jawa (Jawa = l dan JAWA luar Jawa = 0) = dummy rumahtangga berada di Nusa tenggara (Nusa BALNUS tenggara = 1 dan luar Nusa tenggara = 0) = dummy rumahtangga berada di Kalimantan KAL (Kalimantan= 1 dan luar Kalimantan= 0) = SUL dummy rumahtangga berada di Sulawesi (Sulawesi = I dan luar Sulawesi = 0) LnFLOOR = luas lantai per kapita ROAD = proporsi desa yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat sepanjang tahun = jarak terdekat ke pasar permanen atau semi permanen LnMARKET 8.;, p;, 7r;, b;, U;, 71;, p;, J.l;, A.1;, (/J;, = parameter ,b, A.3;, Universitas Indonesia 38 = error term £; 5) Menghitung logaritma harga estimasi setiap kelompok pangan (LPEi) setiap rumahtangga. Harga estimasi kelompok pangan yang kita dapatkan sekarang sudah terbebas dari masalah quality effect dan quantity premium dengan cara iD menggunakan sebagai pengurangnya. Jika rumahtangga memiliki pengeluaran pada kelompok pangan ke - i, maka logaritma harga estimasi adalah pengurangan antara logaritma unit value kelompok pangan dengan nilai estimasi logaritma deviasi unit value dengan persamaan sebagai berikut : A LPE.I = LP -LD. I (3.10) j Jika rumahtangga tidak memiliki pengeluaran pada kelompok pangan ke - i, maka logaritma harga estimasi adalah pengurangan antara logaritma unit value kelompok pangan rata - rata setiap desa dengan nilai estimasi logaritma deviasi unit value dengan persamaan sebagai berikut : (3.11) Dalam data Susenas tidak terdapat kuantiti kelompok komoditi non pangan, sehingga unit value untuk kelompok ini sama dengan total pengeluarannya atau Vi = E;. Logaritma harga estimasi dari setiap kelompok komoditi ini kemudian digunakan dalam regresi model permintaan LA/AIDS. 3.2.2.3 Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas Estimasi penduga dalam model LA/AIDS menggunakan metode OLS, dimana pada metode OLS terdapat asumsi bahwa variabel gangguan (t:i) mempunyai varian yang konstan (Var (Ei) = if). Kondisi terpenuhinya asumsi ini disebut dengan homoskedastisitas. Sebaliknya apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi, yakni varian tidak konstan atau berubah - ubah, maka kondisi tersebut dikatakan heteroskedastisitas. Dengan adanya heteroskedastisitas menyebabkan penduga regresi tidak lagi mempunyai varian yang minimum dan terbaik. Akan tetapi penduga regresi tersebut masih linear dan tidak bias. Atau dengan kata lain estimasi OLS tidak menghasilkan penduga regresi yang tidak bias, linear dan Universitas Indonesia 39 mempunyai varian yang minimum (Best Linear Unbiased Estimator (BLUE)), tapi hanya tidak bias dan linear (Linear Unbiased Estimator (LUE)). Untuk itu perlu dilakukan uji deteksi heteroskedastisitas dengan menggunakan metode Breusch - Pagan dan apabila terdeteksi adanya heteroskedastisitas, maka digunakan regresi dengan robust. Asumsi lain dalam OLS adalah tidak adanya hubungan antara variabel bebas dalam suatu regresi atau disebut multikolinearitas. Adanya multikolinearitas masih menghasilkan penduga regresi yang BLUE, tetapi menyebabkan suatu model mempunyai varian yang besar. Varian yang besar akan menghasilkan standard error yang besar pula dan nilai t hitung uji t yang kecil. Pada akhimya nilai t hitung uji t yang kecil membuat variabel bebas secara statistik tidak signiftkan mempengaruhi variabel tidak bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan menggunakan Variance - inflating factor (VIF') yang menunjukkan bagaimana varian dari penduga regresi menaik (inflating) dengan adanya multikolinearitas. 3.2.3 Penghitungan Elastisitas Perm.intaan Setelah diperoleh basil estimasi dari model permintaan LA/AIDS, dengan menggunakan proporsi pengeluaran rata- rata kelompok pangan ke - i, dilakukan penghitungan elastisitas harga sendiri (Eii}, elastisitas harga silang Marshallian (Eij) dan elastisitas pendapatan (Ei) dengan rumus sebagai berikut : E;; = -(1 + P;) + Y;; lw; (3.12) (3.13) (3.14) 3.2.4 Penghitungan Elastisitas Gizi Dalam ilmu pangan dikenal zat gizi makro yang artinya tubuh manusia membutuhkan zat gizi tersebut dalam jumlah yang cukup banyak. Zat gizi tersebut ialah kalori atau energi, protein, karbohidrat, dan lemak. Dalam penelitian ini hanya dianalisa kalori dan protein, karena penggunaan nilai kalori (energi) dan nilai protein sudah cukup untuk menggambarkan kecukupan pangan rumahtangga (Ariningsih, 2008). Selain itu Torun et al. (1981) dan Rand et al. (1984) di dalam Moeis (2003) menyatakan bahwa kasus kekurangan energi dan protein pada anak Universitas Indonesia 40 - anak dan wanita hamil merupakan kasus yang paling banyak terjadi di negara negara berkembang. Kalori biasanya digunakan sebagai standar kecukupan pangan dan asupan kalori per kapita per hari sering digunakan sebagai batas garis kemiskinan di negara - negara berkembang. Sedangkan umumnya, konsumsi protein digunakan secara bersama dengan konsumsi energi dalam penelitian penelitian di banyak negara. Untuk menghitung elastisitas gizi yang terdiri dari elastisitas kalori dan protein, dibutuhkan nilai elastisitas harga silang dan elastisitas pendapatan yang diperoleh dari hasil estimasi model permintaan. Untuk menghitung konsumsi gizi terhadap harga dan pendapatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Laraki, 1989) : eg; = (3.15) LsreJi j (3.16) dimana: g = eg; = elastisitas harga barang - i terhadap konsumsi gizi - g ngi = elastisitas pendapatan terhadap konsumsi gizi - g Sj = proporsi kandungan zat gizi kelompok pangan - j terhadap total zat gizi zat gizi seperti kalori dan protein yang dikonsumsi ej; = elastisitas harga barang - i terhadap permintaan barang - j nj = elastisitas pendapatan terhadap permintaan barang - j 3.2.5 Penghitungan Simulasi Gizi Asupan gizi rumahtangga tergantung pada jumlah makanan yang dikonsumsi dan kandungan gizi makanan tersebut. Konsumen merespon kenaikan harga dengan mengurangi konsumsi pangan beserta pangan komplementemya dan meningkatkan konsumsi pangan subsitusinya. Apabila kandungan gizi pangan tersebut dan pangan komplementemya lebih rendah daripada kandungan gizi pangan subsitusi yang dikonsumsi, maka jumlah total zat gizi yang dikonsumsi menjadi meningkat. Begitu pula sebaliknya. Untuk menghitung persentase dampak perubahan harga dan pendapatan terhadap konsumsi zat gizi, (Laraki, 1989) digunakan rumus sebagai berikut : Universitas Indonesia 41 (3.17) Sj, dan egi diperoleh dari penghitungan elastisitas gizi. 3.3 Diagram Alir Prosedur Pengolahan Data Pada penelitian ini digunakan 3 jenis data mentah yakni data Modul Konsumsi dan Kor tahun 2009 serta data Potensi Desa (Podes) tahun 2008. Berikut adalah diagram alir prosedur pengolahan data : Datakor individu Variabel: - jenis kelamin KRT - umurKRT - lama sekolah KRT - umur meal planner - lama sekolah meal planner Datakor rumahtangga DataPodes Variabel: - Mata pencaharian utama rumalttangga - jumlahART - lokasi rumahtangga - luas lantai per kapita Variabel: - Proporsi desa yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda 4 - Jamk pasar terdekat Merger seluruh variabel sosial demografi A. Data sosdem Gambar 3.1. Diagram Alir Pengolahan data Kor dan Podes Universitas Indonesia 42 :-: . . ·~· ... ;: .:·. .. . . Data modul konsumsi Mengelompokkan pangan Menghitung budget share ! Menghitung In harga tiap kelompok pangan ! Menghitung In harga rata ~ rata kelompok pangan di tiap desa ! Menghitung In deviasi harga l Regresi seperti pers (4.6) Menghitung (XIP*) ~ IIIII Menghitung harga estimasi ! Gambar 3.2. Diagram Alir Pengolahan Data Modul Konsumsi Universitas Indonesia 43 Digabung Regresi model permintaan LA/AIDS rl:>apaf.e$iimas~ · ·,.. ·... ·~)i·~~t. . : . .- ., ~ ...~ Gambar 3.3. Diagram Alir Regresi LA/AIDS Dan Penghitungan Elastisitas 3.4 Def"misi Operasional Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berik:ut : Rumahtangga (RT) adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya tinggal bersama serta makan dan satu dapur. Makan dan satu dapur diartikan sebagai pengurusan kebutuhan bersama sehari-hari di bawah satu pengelolaan. Anggota Rumah Tangga (ART) adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu RT, baik yang berada di rumah pada waktu pencacahan maupun sementara sedang tidak ada. ART yang telah bepergian enam bulan atau lebih, dan ART yang bepergian kurang dari enam bulan tetapi dengan tujuan pindahlakan Universitas Indonesia 44 meninggalkan rumah eruun bulan atau lebih, tidak dianggap sebagai ART. Orang yang telah tinggal di RT enam bulan atau lebi~ atau yang telah tinggal di RT kurang dari enam bulan tetapi berniat pindah/bertempat tinggal di RT tersebut enam bulan atau lebih dianggap sebagai ART. Kepala Rumah Tangga (KRT) adalah seorang dari sekelompok anggota rumah tangga yang bertanggungjawab mencari nafkah untuk rumahtangga, atau orang yang dianggap/ditunjuk sebagai KRT. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah kebutuhan tubuh secara umum untuk rata - rata orang Indonesia. Angka kecukupn gizi bukan merupakan angka yang tepat untuk setiap orang, karena kebutuhan tubuh seseorang juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas fisik. Kalori adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan jumlah energi. Pada umumnya kalori digunakan untuk menunjukkan jumlah energi yang terkandung dalam makanan. Kalori dapat diperoleh dari asupan nutrisi yang mengandung nutrisi, seperti karbohidrat, lemak, protein, dan alkohol. Protein adalah zat kimia dasar yang terdapat dalam setiap sel hidup yang berfungsi untuk membangun jaringan tubuh yang baru, sebagai enzim, pertahanan tubuh, pengatur pergerakan dan media perambatan impuls syaraf. Asupan protein dapat diperoleh dari bahan pangan seperti daging, ikan, kacang- kacangan, telur, dan susu. Pengeluaran konsumsi rumahtangga sebulan adalah total nilai makanan dan bukan makanan (barangljasa) yang diperoleh, dipakai, atau dibayarkan rumahtangga sebulan untuk konsumsi rumahtangga, tidak tennasuk untuk keperluan usaha rumahtangga atau yang diberikan kepada pihak/orang lain. Untuk konsumsi makanan, yang tennasuk konsumsi rumahtangga adalah yang benarbenar telah dikonsumsi selama referensi waktu survei (consumption approach), sedangkan untuk konsumsi bukan makanan konsep yang dipakai pada umumnya Universitas Indonesia 45 adalah konsep penyerahan (delivery approach), yaitu dibelildiperoleh dari pihak lain, asalkan tujuannya untuk kebutuhan rumah tangga. Pendidikan adalah pendidikan yang ditamatkan. Yang dimaksud dengan ''tamat' adalah selesai mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi suatu sekolah sampai akhir dengan mendapatkan tanda tamat/ijazah. Seseorang yang belum mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi, tetapi ia mengikuti ujian dan lulus, dianggap ''tamat". Universitas Indonesia BAB4 SITUASI KONSUMSI PANGAN DAN GIZI DI INDONESIA Untuk dapat menjalankan aktivitas, menjaga kesehatan dan produktivitas, manusia membutuhkan zat - zat gizi yang diperolehnya melalui makanan. Kekurangan zat gizi baik kuantitas dan kualitas (terutama pada anak balita) dalam jangka waktu yang panjang dapat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia. Zat gizi yang dibutuhkan tersebut tidak hanya energi, namun juga protein. Energi dan protein digunakan sebagai indikator status gizi karena penggunaan nilai kalori (energi) dan nilai protein sudah eukup untuk menggambarkan kecuk.upan pangan rumah tangga. Konsumsi kalori terkait erat dengan kemampuan manusia untuk hidup secara aktif, sedangkan konsumsi protein dibutuhkan untuk memulihkan sel-sel tubuh yang rusak pada usia dewasa atau untuk menjamin pertumbuhan normal pada usia muda. Dari segi kuantitas konsumsi pangan, jumlah energi yang dikonsumsi penduduk Indonesia antara tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 mengalami tren yang meningkat Pada tahun 2005 total energi penduduk Indonesia adalah 1907 kkal/kapitalhari. Angka ini masih berada di bawah angka tingkat konsumsi yang direkomendasikan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004 sebesar 2000 kkallkaplhari. Pada tahun 2008 total energi ini meningkat menjadi 2038 kkal/kapitalhari, sudah melebihi angka anjuran. Namun pada tahun 2009, konsumsi energi penduduk Indonesia menurun menjadi 1927 kkal/kapitalhari. Sementara jumlah protein yang dikonsumsi penduduk pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 telah melampaui angka kecukupan protein yang dianjurkan sebesar 52 gram/kap/hari, meskipun terjadi penurunan konsumsi protein pada tahun 2009 menjadi 54,35 gramlkapitalhari dari 57,49 gram/kapitalhari. Dilihat dari perbandingan jumlah protein yang dikonsumsi, konsumsi protein nabati tampak lebih tinggi dibandingkan konsumsi protein hewani. Konsumsi protein hewani pada tahun 2009 sebesar 14,43 grarnlkapita/hari dan konsumsi protein nabati sebesar 39,92 gramlkapitalhari. Perkembangan kuantitas konsumsi pangan penduduk Indonesia tahun 2005- 2009 dapat dilihat pada tabel4.1 di bawah ini. 46 Universitas Indonesia 47 Tabel 4.1. Perkembangan Kuantitas Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Tahun 2005 - 2009 Perkotaan + Perdesaan Koosumsi 2005 2006 2007 2008 1907 1927 2015 2038 Total eoergi l~llkapita/hari) ----------·- ---····· ------------- ·····--·- ·- ...... ........ 2009 Aojurao 1927 2000 _______________ _, _____ -· ---------- Protein nabati 41,31 40,59 42,53 42,18 39,92 Protein hewani 13,93 13,07 15,1 15,31 14,43 Total protein (Gramlkapitalhari) 55,24 53,66 57,63 57,49 54,35 .... ···- 52 Sumber: Susenas 2005,2006,2007,2008, 2009, BPS dlolah Pusat Konsumsl dan Keamanan Pangan Tabel 4.2. Situasi Konsumsi Pangan Indonesia Tahun 2009 Kota dan Desa Pert.ni!UI cfan Qglqtg Jawa dan Luar Jawa Pertanian Bukan Pertanian Jawa Luar Jawa 1912,71 1904,26 1967,46 52,84 55,16 54,14 54,59 1689,52 1607,71 1530,ll 1541,32 1599,09 44,97 38,13 41,57 40,59 40,74 41,44 1925,97 2126,84 2116,57 1991,03 1992,11 2090,10 58,01 58,32 42,38 57,73 58,15 57,38 Sumber: BPS, Susenas Modul Konsumsi 2009 (diolah oleh Penulis) 58,95 Nasional Kota Desa 1927,49 1891,15 1961,45 1962,53 54,35 55,84 53,08 1569,03 1477,75 41,08 Pertanian Rumabtangga Keseluruban Konsumsi kalori Konsumsi protein Rumahtangga Miskin Konsumsi kalori Konsumsi protein Rumabtaogga Bukan Miskin Konsumsi kalori 2031,42 Konsumsi protein Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa kelompok rumahtangga miskin mengkonsumsi energi dan protein yang lebih rendah daripada kelompok rtm1~tangga ' . bukan miskin. Hasil korelasi Pearson memperlihatk~ fluqungan . y~g $'0sitif antara tingkat pengeluaran/pendapatan per kapita deng~ ~~q~ffmSi kalori per kapita dan protein per kapita. Korelasi logaritma pengel~ per ~&pi~ ?engan logaritma konsumsi kalori per kapita bemilai 0,451 dan signifikan pada level 1 %. Demikian pula dengan korelasi logaritma pengeluaran per kapita dengan konsumsi protein per kapita bernilai 0,577 dan signifikan pada level 1 %. Universitas Indonesia 48 Lowess smoother 8 10 • • • 0 8"ot • • • •• 8 0 N -15 •••• -10 bandwidth • -5 lxp 0 5 10 =.6 Gambar 4.1 . Kurva Regresi Antara Konsumsi Kalori dan Pengeluaran per Kapita Sumber : Estimasi penulis dengan menggunakan data Susenas tahun 2009 Catatn: 61675 observasi. Koefisien korelasi Pearson 0,451 (prob = 0,000) Lowess smoother •• •••• • • • .. , .,.. . .,.. • • • • I 8N • 10 bandwidth 12 14 lexp 16 18 =.8 Gambar 4.2 Kurva Regresi Antara Konsumsi Protein dengan Pengeluaran per Kapita Sumber : Estimasi penulis dengan menggunakan data Susenas tahun 2009 Catatan: 61675 observasi. Koefisien korelasi Pearson 0,577 (prob = 0,000) Universitas Indonesia 49 Ditinjau dari lokasi rumahtangga , tampak bahwa penduduk yang tinggal di perkotaan, baik rumahtangga miskin maupun bukan miskin, secara rata - rata mengkonsum si energi yang lebih rendah dibandingkan penduduk di perdesaan. Namun sebaliknya konsumsi protein penduduk di perkotaan lebih tinggi dibandingkan penduduk di perdesaan. Untuk rumahtangga miskin yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan konsumsi energi dan proteinnya masih di bawah standar minimwrt kecukupan energi maupun protein. Apabila dilihat dari jenis pekerjaannya , terlihat bahwa konsumsi dan kecukupan energi dan protein rumahtangga yang bermatapenc aharian sebagai petani lebih tinggi daripada rumahtangga yang bennatapenca harian utama di luar pertanian. Lebih lanjut Tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa asupan energi dan protein rumahtangga di Jawa lebih rendah daripada luar Jawa. Masih melimpahnya sumber makanan di luar Jawa di satu sisi, serta tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi di Jawa yang dihuni sekitar 60 % penduduk Indonesia di sisi lain menyebabkan ketersediaan makanan secara keseluruhan per kapita lebih tinggi di luar Jawa (Ariningsih, 2008). Tabel4.3 menunjukkan bahwa beras yang merupakan pangan pokok utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi sumber energi utama bagi rumahtangga , sementara kontribusi pangan pokok lainnya seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan sagu sangat kecil. Meskipun kontribusi energi mie yang berbahan baku gandum masih kecil, namun hasil kajian Hasibuan (200 1) menyimpulka n bahwa mie instan berpotensi sebagai makanan sumber energi kedua setelah beras, tetapi belum berkeduduka n sebagai makanan sumber energi pengganti beras. Tabel 4.3 juga menunjukkan bahwa beras juga menjadi sumber protein bagi sebagian rumahtangga dengan persentase 44,82 % dari total konsumsi protein. Sementara itu, kontribusi kedelai dan produk - produk olahannya yang merupakan sumber protein nabati sekitar 10,78 %. Proporsi protein yang berasal dari bahan pangan hewani sekitar 42,45 % dengan persentase terbesar berasal dari protein ikan. Jika dilihat proporsinya, maka proporsi protein asal bahan pangan hewani tersebut sudah memenuhi proporsi yang direkomenda sikan. Menurut Hardinsyah Universitas Indonesia 50 dan Tambunan (2004) guna memperole h mutu protein dan zat gizi yang baik, paling tidak seperlima (20 %) Angka Kecukupan Protein (AKP) dipenuhi dari protein hewani. Tabel4.3. Konsumsi Kalori dan Protein Rumahtangga Menurut Jenis Pangan, Tahun 2009 Konswnsi kalori Proporsi Konsumsi protein Proporsi (Kkallkaplhari) (%) (Gram/kaplhari) (%) - Beras 1019,13 52,87 24,36 44,82 -Jagung 219,71 11,40 5,74 10,56 -Ubi kayu 101,57 5,27 0,60 1,10 - Ubijalar 128,43 6,66 1,21 2,23 - Sagu 272,56 14,14 0,48 0,88 -Mie 108,84 5,65 2,19 4,03 - Kedelai 57,26 2,97 5,86 10,78 - Daging 49,80 2,58 6,67 12,27 -Ikan 68,45 3,55 10,70 19,69 - Telur 32,73 1,70 2,58 4,75 -Susu 82,46 4,28 3,12 5,74 Jenis Pangan ·----- Sumber: BPS, Data Susenas 2009 (diolah oleh Penulis) Tabel 4.4 menunjukk an bahwa proporsi pengeluara n pangan rumahtang ga di Indonesia masih di atas 50 % dengan rata - rata 10 % untuk konsumsi beras. Proporsi ini semakin besar bagi rumahtang ga miskin, dimana proporsi pengeluaran pangan rumahtang ga lebih dari 60 % dan pengeluaran beras di atas 17 % dari total pengeluaran. Dilihat dari lokasi rumahtangga, proporsi pengeluaran pangan kelompok rumahtang ga yang tinggal di perkotaan lebih rendah dibandingk an kelompok rumahtang ga di perdesaan. Hal ini dikarenaka n penduduk di perkotaan relatif memiliki pendapata n yang lebih tinggi dibandingk an rumahtang ga di perdesaan. Dalam disertasinya Yudhoyon o (2004) membandi ngkan perkembangan jumlah Universitas Indonesia 51 penduduk miskin di perdesaan dan di perkotaan, terlihat bahwa sebagian besar penduduk miskin berada di perdesaan dengan perbandingan sekitar 7 banding 3. Begitu pula dengan rumahtangga bennatapencaharian utama di bidang pertanian, proporsi pengeluaran pangan lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa rumahtangga pertanian relatif lebih miskin dibandingkan rumahtangga bukan pertanian. Yudhoyono (2004) juga mensinyalir bahwa 67% dari penduduk miskin di Indonesia bennatapencaharian sebagai petani. Tabel 4.4. Proporsi Pengeluaran Pangan dan Beras Penduduk Indonesia Tahun20()9 ~ Kota dan Desa Na$ional KQta D.aa Pertanian dan Bukan Pertanian Bukan Pemtnil'P Pertanian Jawa dan Luar Jawa Luar Jawa Jawa Rumabtangga Keseluruban Pengeluaran pangan 0,58 0,66 0,57 0,63 0,55 0,57 0,61 Pengeluaran Beras 0,12 0,23 0,10 0,14 0,10 0,10 0,13 Pengeluaran paugan 0,67 0,66 0,67 0,68 0,65 0,65 0,69 Pengeluaran Beras 0,21 0,23 0,17 0,22 0,20 0,17 0,23 0,56 0,63 0,56 0,61 0,54 0,55 0,58 0,09 0,08 0,11 Rumahtangga Mi$kin R~m!lh~~=!l JJgp~ Mi~kin Pengeluaran pangan 0,12 0,10 0,10 0,19 Pengeluaran Beras Sumber : BPS, Susenas Modul Konsumsi 2009 (Diolah Oleh Penulis) Nam.pak seeara jelas bahwa proporsi pengeluaran pangan dan beras di Jawa lebih rendah dibandingkan luar Jawa. Selain tingkat pendapatan di Jawa yang lebih tinggi, produksi beras terbesar memang dihasilkan di Pulau Jawa, sehingga pengeluaran pangan di Jawa tidak setinggi di luar Jawa. Universitatt Indonesia DABS HASIL DAN PEMBAHASAN Bab Hasil dan Pembahasan ini berisi deskripsi statistik variabel yang terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas. Selanjutnya, dibahas basil estimasi variabel instrumen harga dan model permintaan. Estimasi parameter dari model permintaan kemudian digunakan dalam penghitungan elastisitas permintaan. Terakhir, pada bab ini dibahas mengenai elastisitas kandungan gizi dan simulasi dampak kenaikan harga terhadap konsumsi gizi yang terdiri dari kalori dan protein serta kebijakan yang tepat untuk meningkatkan konsumsi gizi rumahtangga miskin. 5.1 Deskripsi Statistik Variabel 5.1.1 Variabel Terikat Tabel5.1. menunjukkan rata- rata dan standar deviasi variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini, yang terdiri dari dua variabel terikat yakni variabel deviasi unit value (proksi dari harga) dan proporsi pengeluaran kelompok komoditi (budget share). Rata- rata menggambarkan kondisi variabel secara rata - rata dan standar deviasi menggambarkan seberapa luas penyimpangan nilai data tersebut dari nilai rata - ratanya. Tiap variabel terikat memiliki enam kelompok komoditi yang menggunakan inisial angka, dimana 1 adalah kelompok pangan sumber karbohidrat yang terdiri dari padi - padian dan umbi - umbian, 2 adalah kelompok pangan sumber protein yakni daging, ikan, telur, susu dan kacang- kacangan, 3 adalah kelompok pangan sumber vitamin dan mineral yaitu buah dan sayur. Sedangkan 4 berarti kelompok pangan minyak dan lemak, 5 adalah kelompok pangan lainnya dan terakhir 6 adalah kelompok komoditi non pangan. Masalah lain yang biasanya ditemukan pada sistem permintaan adalah selectivity bias karena adanya rumahtangga yang tidak mengkonsumsi bahan pangan tertentu. Masalah selectivity bias ini dapat diatasi dengan cara mengelompokkan komoditi pangan, yang dalam penelitian ini komoditi dikelompokkan menjadi enam kelompok. Setelah dikelompokkan, hanya terdapat 52 Universitas Indonesia 53 beberapa rumahtangga yang tidak mengkonsumsi kelompok komoditi dan jumlahnya sangat sediki4 tidak mencapai 0,01 % dari total rumahtangga sampel. Oleh karena dalam penelitian ini tidak dilakukan regresi probit untuk mendapatkan lnvers Mill's Ratio (IMR) karena dalam model ini tidak terdapat masalah selectivity bias yang menyebabkan estimasi parameter menjadi bias. Setelah i~ dilakukan estimasi variabel instrumen harga dengan logaritma deviasi unit value kelompok komoditi sebagai variabel terikatnya. Logaritma deviasi unit value diperoleh melalui pengurangan unit value kelompok komoditi dengan unit value rata - rata kelompok komoditi di setiap desa Unit value yang tertinggi adalah kelompok komoditi pangan sumber protein dengan rata - rata sebesar Rp. 10.491 per unit untuk rumahtangga keseluruhan, Rp. 10.830 untuk rumahtangga bukan miskin dan Rp. 8.713 untuk rumahtangga miskin. Unit value: rumahtangga miskin mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan runulhtangga bukan miskin untuk semua kelompok komoditi. Artinya rumahtangga miskin membeli produk dengan kualitas atau harga yang lebih rendah daripada rumahtangga bukan miskin. Apabila dilihat dari standar deviasinya, unit value pada semua kelompok komoditi memiliki nilai standar deviasi yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan adanya keheterogenan dalam unit value, yang menyebabkan terjadinya quality effect dan quantity premium (Moeis, 2003). Keberadaan kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan estimasi parameter menjadi bias. Oleh karena i~ pengaruh ini harus dihilangkan dengan menggunakan harga estimasi sebagai pengganti harga pada regresi model permintaan yang diperoleh melalui estimasi logaritma deviasi unit value. Universitas Indonesia 54 Tabel5.1. Deskripsi Statistik Variabel Terikat dalam Model Varia bel Definisi Rumabtangga keseluruban Mean Std. Dev Rumabtangga bukan miskin Mean Std. Dev Rumabtangga miskin Mean Std. Dev P1 unit value kel 1 4.666 1.352 4.732 1.341 4.318 1.356 P2 unit value kel 2 10.491 5.509 10.830 5.542 8.713 4.967 P3 unit value kel 3 2.878 1.436 2.942 1.447 2.542 1.322 P4 unit value kel 4 7.345 3.424 7.397 3.373 7.073 3.667 P5 unit value kcl 5 2.053 1.701 2.094 1.631 1.836 2.015 WI budget share kel 1 0,13 0,1139 0,10 0,0710 0,30 0,1439 W2 budgetshare ke12 0,12 0,0819 0,11 0,0728 0,17 0,1062 W3 budgetshare kel3 0,07 0,0472 0,06 0,0378 0,12 0,0627 W4 budgetshare kel4 0,03 0,0182 0,02 0,0143 0,04 0,0235 W5 budgetshare ke15 0,21 0,1337 0,20 0,1210 0,30 0,1619 W6 budgetshare kel6 0,41 0,1434 0,43 0,1458 0,33 0,0917 Sumber : Penghitungan penulis dengan menggunakan data Susenas 2009 Catatan : Mean dan standar deviasi unit value dalam Rupiah per unit dan budget share dalam rasio Variabel terikat lain yang digunakan dalam model permintaan adalah proporsi pengeluaran (budget share) dari tiap kelompok komoditi. Rumus yang digunakan untuk menciptakan variabel proporsi pengeluaran telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Secara rata - rata, pengeluaran rumahtangga sampel yang tertinggi adalah kelompok non pangan sebesar 41 %. Sedangkan proporsi pengeluaran untuk kelompok padi - padian dan umbi - umbian sebesar 13 % dan proporsi pengeluaran yang terkecil untuk kelompok minyak dan lemak sebesar 3 %. Proporsi pengeluaran kelompok padi - padian dan umbi - umbian (kelompok 1) pada rumahtangga miskin sebesar 30 %. Sedangkan pada rumahtangga bukan miskin proporsi pengeluarannya hanya sebesar 10 %. Secara umum, proporsi pengeluaran yang dikeluarkan rumahtangga miskin untuk . seluruh kelompok komoditi pangan lebih besar daripada rumahtangga bukan miskin. Artinya bagian pendapatan yang digunakan untuk membeli makanan pada rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan rumah tangga bukan miskin. Sebaliknya, proporsi Universitas Indonesia 55 pengeluaran untuk non pangan pada rumahtangga miskin lebih rendah daripada rumahtangga bukan miskin. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel yang menyatakan bahwa semakin rendah pendapatan rumahtangga atau semakin miskin rumahtangga, maka alokasi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi pangan semakin besar (Nicholson, 2005). 5.1.2 Variabel Bebas Tabel 5.2. memperlihatkan deskripsi statistik variabel bebas yang digunakan dalam model. Variabel bebas tersebut adalah variabel harga dan pengeluaran rumahtangga sebulan. Selain itu ditambahkan pula variabel sosial demografi seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Moro dan Paolo (2000) menyatakan bahwa estimasi sistem pennintaan pangan tanpa menyertakan pengaruh sosial demografi justru akan menghasilkan estimator yang bias. Variabel sosial demografi yang digunakan ada dalam dua macam yaitu variabel bebas kontinu seperti umur kepala rumahtangga, pendidikan kepala rumahtangga, umur meal planner, pendidikan meal planner, komposisi anggota rumahtangga, luas lantai per kapita, proporsi desa per kecamatan yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat dan jarak terdekat ke pasar permanen atau semi permanen. Variabel bebas yang kedua adalah variabel bebas diskret seperti jenis kelamin kepala rumahtangga, mata pencaharian utama kepala rumahtangga dan regional rumahtangga. A. LXP (Logaritma natural total pengeluaran rumahtangga sebulan) Menurut teori ekonomi, permintaan konsumen dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga. Karena data pendapatan rumahtangga tidak terdapat dalam data Susenas, maka pendapatan rumahtangga didekati dengan total pengeluaran rumahtangga. Survei data Susenas mencatat pengeluaran rumahtangga ·selama seminggu, maka untuk mendapatkan data pengeluaran rumahtangga sebulan, data terse but dikalikan dengan 30/7. Rata - rata pengeluaran sebulan rumahtangga keseluruhan sebesar Rp. 1.850.400. Sementara rata - rata pengeluaran rumahtangga bukan miskin sebesar Rp. 2.042.900, sedangkan rumahtangga miskin sebesar Rp. 787.270. Standar deviasi rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin nilainya cukup Universitas Indonesia 56 tinggi. Hal ini mengindikasikan tingginya keragaman dalam nilai pengeluaran rumahtangga B. LAGEH dan LAGEM (Logaritma natural umur kepala rumahtangga dan meal planner) Umur kepala rumahtangga dan meal planner diduga mempengaruhi permintaan pangan rumahtangga Secara statistik, perbedaan umur kepala rumahtangga dan meal planner tidak begitu nyata baik rumahtangga keseluruhan, rumahtangga miskin maupun rumahtangga bukan miskin. Kepala rumahtangga berkisar di usia 48 tahun dan meal planner 43 tahun. C. YEARH dan YEARM (pendidikan kepala rumahtangga dan meal planner) Pendidikan kepala rumahtangga dan meal planner juga diduga berpengaruh dalam permintaan pangan. Hal ini terkait dengan bagaimana kepala rumahtangga mengalokasikan pengeluarannya dalam pembelian pangan. Begitu pula dengan pendidikan meal planner, yang biasanya adalah ibu. Pendidikan meal planner diduga turut mempengaruhi permintaan pangan. Lama sekolah digunakan sebagai indikator pendidikan kepala rumahtangga dan meal planner. Lama sekolah kepala rumahtangga keseluruhan rata - rata 6,8182 tahun. Sedangkan lama sekolah kepala rumahtangga bukan miskin lebih tinggi yakni 7,0364 tahun dan lama sekolah kepala rumahtangga miskin lebih rendah yaitu 5,5877 tahun. Artinya rata - rata kepala nrmahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin sekolah hingga kelas satu SMP. Sedangkan kepala rumahtangga miskin hanya sekolah sampai kelas 6 SD. Sementara lama sekolah meal planner rata- rata 6 tahun atau tamat SD baik rumahtangga keseluruhan, rumahtangga miskin maupun rumahtangga bukan miskin. Universitas Indonesia Tabel 5.2~ Deskrispsi Statistik Variabel Bebas Dalam Model Rumabtangga keseluruban Definisi Variabel Mean Rumabtangga bukan miskin Std. Dev Mean Std. Dev Rumabtanaga miskin Mean Std. Dev Variabel Bebas Kontinu EXP Pengeluaran rumahtangga sebulan (Rp/bulan) AGEH Umur kepala rumahtangga (tahun) YEARH Lama seko1ah kepala rumahtangga (tahun) AGEM Umurmea/'planner (tahun) YEARM 1.850.400 1.612.800 2.042.900 1.679.390 787.270 234.600 48,2003 13,7319 48,1746 13,7724 48,3427 13,5047 6,8128 4,5401 7,0346 4,5905: 5,5817 4,0414 43,3600 13,6260 43,3800 13,6370 43,2300 13,5670 Lama sekolah meal planner (tahun) 6,3018 4,3917 6,3264 4,3998: 6,1660 4,3441 HH1 Jumlah anggota rumahtangga yang berusia 0 -22 tahun 1,7424 1,3518 1,6423 1,2629' 2,2951 1,6583 HH2 Jum1ah anggota rumahtangga yang berusia 23-65 tahun 2,0%9 0,9584 2,0738 0,9378: 2,2248 1,0559 HH3 Jumlah anggota rumahtangga yang berusia di atas 65 tahun FLOOR Luas lantai per kapita(m2) R.OAil> MARKET 0,2347 0,5126 0,2307 0,5089 0,2570 0,5320 21,1451 20,6359 21,7763 20,8991 17,6588 18,7375 proporsi desa per kecamatan yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda 4 0,9531 0,1496 0,9584 0,1395: 0,9246 0,1935 Rata-r.ata jarak pasar terdekat di desa per kecamatan (km) 5,3162 9,3703 5,0438 8,7495: 6,8208 12,1354 Variabel Bebas Dislret SEX Jenis ke1amin kepala rumahtangga laki-1aki 0,8609 0,3460 0,8684 0,3486 0,8748 0,3309 PROF sumber penghasi1an rumahtangga di sektor pertanian 0,3902 0,4878 0,3654 0,4815 0,5272 0,4992 SUM Rumahtangga berada di Pulau Sumatera 0,2036 0,4026 0,1983 0,3987 0,2327 0,4225 JW Rumahtangga berada di Pulau Jawa 0,6038 0,4891 0,6143 0,4867 0,5455 0,4979 BALNUS Rumahtangga berada di Pu1au Bali atau Nusa Tenggara 0,0487 0,2152 0,0474 0,2125. 0,0558 0,2295 KAL SUL Rumahtangga berada di Pulau Kalimantan 0,0561 0,2302 0,0586 0,2348: 0,0425 0,2018 Rumahtangga berada di Pulau Sulawesi 0,0691 0,2536 0,0659 0,2480 0,0869 0,2817 Sumber : Penghitungan penulis dengan menggunakan data Susenas 2009 57 Universitas Indonesia 58 D. HH1, HH2, dan HH3 (Komposisi anggota rumahtangga) Permintaan pangan diduga dipengaruhi pula oleh jumlah anggota rumahtangga. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan variabel ini untuk menggambarkan skala ekonomi dalam rumahtangga dalam kegiatan pembelian dan konswnsi pangan. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa meskipun kisaran jumlah anggota rumahtangga rata - rata tidak terlalu jauh antara rumahtangga keseluruhan, rumahtangga miskin maupun rumahtangga bukan miskin, namun dapat dilihat bahwa rumahtangga miskin memiliki anggota rumahtangga yang lebih banyak, baik anggota rumahtangga yang berusia non produktif, produktif maupun lansia E. LFLOOR (Logaritma naturalluas lantai per kapita) Luas lantai per kapita digunakan sebagai proksi dari kekayaan rumahtangga yang diduga mempengaruhi permintaan pangan. Luas lantai per kapita rumahtangga keseluruhan sebesar 21,1451 m 2, rumahtangga bukan miskin 21,7763 m 2 dan rumahtangga miskin 17,6588 m 2 . Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga miskin memi1iki kekayaan atau aset yang lebih rendah dibandingkan rumahtangga bukan miskin atau rumahtangga keseluruhan. F. ROAD (Proporsi desa per kecamatan yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat) Proporsi desa yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat menggambarkan biaya transportasi yang dikeluarkan rumahtangga, yang pada akhimya mempengaruhi permintaan pangan terkait dengan akses ke pasar. Secara umum., 95 % desa dalam satu kecamatan sudah memiliki infrastruktur jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda empat sepanjang tahun. G. LMARKET (Logaritma natural dari jarak terdekat ke pasar permanen atau semi permanen) Selain jalan, faktor jarak ke pasar juga mempengaruhi permintaan pangan rumahtangga terkait dengan biaya transportasi. Jarak pasar terdekat rata - rata seluruh rumahtangga adalah 5,3162 km, rumahtangga bukan miskin 5,0438 km dan rumahtangga miskin 6,8208 km. Dari ketiga jenis rumahtangga tersebut, rumahtangga miskin memiliki jarak ke pasar yang terjauh. Universitas Indonesia 59 H. SEX (Dummy jenis kelamin kepala rumahtangga) Secara umum rumahtangga dikepalai oleh seorang laki - laki. 86 % kepala rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin adalah laki - laki. Sedangkan untuk rumahtangga miskin sebanyak 87 % dikepalai oleh seorang laki -laki. I. PROF (Dummy mata pencaharian utama kepala rumahtangga) Secara keseluruhan 39 % rumahtangga memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Persentase ini semakin besar pada rumahtangga miskin, dimana 52 % rumahtangga miskin bennatapencaharian di bidang pertanian dan hanya 36 % rumahtangga bukan miskin yang bennatapencaharian di bidang pertanian. J. SUM, JW, BALNUS, KAL, SUL, PAPMAL (Dummy regional rumahtangga) Variabel dummy regional menggambarkan biaya transportasi, budaya dan goografi yang mempengaruhi permintaan pangan. 60 % rumahtangga berada di Pulau Jawa dan sisanya terbagi ke dalam lima pulau lainnya. Demikian pula dengan rumahtangga miskin sebesar 61 % dan rumahtangga bukan miskin 54 % berada di Pulau Jawa. 5.2 Estimasi Variabel Instrumen Darga Seperti telah dijelaskan dalam bah 3 bahwa salah satu masalah dalam estimasi model permintaan adalah adanya quality effect, quantity premiun, dan simultaneity bias yang dapat menyebabkan estimasi parameter menjadi tidak BLUE. Oleh karena itu, semua pengaruh dari ketiga faktor tersebut hams dihilangkan dengan menggunakan variabel intrumen. V ariabel instrumen yang digunakan hams memiliki sifat berhubungan erat dengan proporsi pengeluaran, namun tidak berhubungan dengan error term. Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan logaritma dari deviasi unit value (LD) yang merupakan pengurangan antara unit value kelompok komoditi (LPi) dengan unit value rata - rata kelompok komoditi (LPRi) di setiap desa. Diasumsikan bahwa hanya ada satu pasar dalam satu desa, sehingga harga satu komoditi di dalam desa tersebut tidak berbeda, sehingga apabila ada perbedaan harga di suatu desa, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh quality effect dan quantity premium, yang pada penelitian ini digambarkan oleh deviasi unit value. Universitas Indonesia 60 Logaritma deviasi tersebut kemudian diregresikan terhadap logaritma pengeluaran rumahtangga sebulan dan variabel sosial demografi lainnya. Setelah diperoleh estimasi deviasi unit value, diperoleh variabel instrumen harga estimasi bagi rumahtangga yang mengkonsumsi ataupun tidak mengkonsumsi masing - masing kelompok komoditi. Hasil estimasi logaritma deviasi unit value dirangkum dalam tabel 5.3 di bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa seluruh variabel pengeluaran rumahtangga sebulan (LEXP) sebagai proksi pendapatan rumahtangga berpengaruh signifikan pada level 1 % dan bertanda positif. Estimasi parameter yang bertanda positif artinya apabila pendapatan rumahtangga meningkat, maka rumahtangga akan membeli bahan pangan yang unit value atau kualitasnya yang lebih tinggi. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh parameter pengeluaran pangan kelompok komoditi 4 pada rumahtangga keseluruhan yang signifikan dan bertanda negatif. Hasil ini mungkin saja terjadi sebagai akibat dari quantity premium, dimana dengan meningkatnya pendapatan, rumahtangga keseluruhan akan membeli kelompok komoditi 4 yakni minyak dan lemak dalam jumlah yang besar, sehingga unit value kelompok pangan tersebut menjadi lebih rendah. Sebagian besar variabel sosial demografi pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin berpengaruh signiftkan terhadap log deviasi unit value. Sedangkan pada rumahtangga miskin hanya setengah variabel yang signifikan. Deviasi unit value tidak. banyak dijelaskan oleh variabel sosial demografi pada kelompok pangan 4 baik pada rumahtangga keseluruhan, rumahtangga miskin maupun rumahtangga bukan miskin. Variabel jenis kelamin kepala rumahtangga (SEX) sebagian besar berpengaruh signifikan pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin, kecuali pada kelompok komoditi 1 (padi - padian dan umbi - umbian) dan kelompok komoditi 3 (buah dan sayur). Artinya kualitas atau mahal murahnya pembelian padi - padian dan umbi - umbian serta buah dan sayur tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin kepala rumahtangga. Sedangkan untuk kelompok rumahtangga miskin, variabel jenis kelamin kepala rumahtangga tidak mempengaruhi deviasi unit value. Universitas Indonesia 61 Seluruh variabel umur kepala rumahtangga (LAGEH) berpengaruh signifikan pada level 1 % dan bertanda negatif pada kelompok rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Artinya semakin tua usia kepala rumahtangga, maka rumahtangga cenderung untuk membeli bahan pangan yang unit value atau kualitasnya lebih rendah daripada unit value kelompok komoditi rata - rata desa. Sementara variabel umur kepala rumahtangga tidak signifikan mempengaruhi deviasi unit value pada rumahtangga miskin. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat rumahtangga miskin mungkin tidak mementingkan masalah kualitas, yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana agar mereka tetap dapat membeli barang. Berbeda dengan variabel umur kepala rumahtangga, variabel umur meal planner (LAGEM) justru banyak yang tidak signifikan pada ketiga kelompok rum&htangga. Bagi rurnahtangga, pembelian pangan terkait dengan kualitas atau mahal murahnya bahan pangan tidak dipengaruhi oleh umur meal planner. Lebih lanjut tabel5.3 memperlihatkan sebagian besar variabellama sekolah kepala rumahtangga (EDUCH) berpengaruh signifikan terhadap deviasi unit value dengan berbagai arab. Estimasi parameter bertanda positif berarti bahwa semakin tinggi lama sekolah kepala rurnahtangga, maka unit value komoditi yang dibeli lebih tinggi atau dengan kata lain rurnahtangga akan membeli komoditi yang kualitasnya lebih baik.. Sedangkan untuk lama sekolah meal planner (EDUCM) sebagian besar signifikan dan bertanda negatif pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Sementara pada rurnahtangga miskin, variabel ini banyak yang tidak signifikan. Universitas Indonesia 62 Tabel5.3. Estimasi Regresi Deviasi Unit Value Menurut Rumahtangga No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 :a ..c 2;:1 u.., u ~ ""co co c:: ~"" e ;:1 a: .9 i"' ""coco § e ;:1 a: lntersep LEXP SEX LAGEH YEARH LAGEM YEARM PROF HH1 HH2 HH3 SUM JW BALNUS KAL SUL LFLOOR ROAD LMARKET Adj Rsquare F-statistic Jumlah observasi 1 lnte~ 2 LEXP SEX 3 4 LAGEH 5 YEARH LAGEM 6 YEARM 7 8 PROF 9 10 HH2 11 HH3 12 SUM 13 JW 14 BALNUS 15 KAL 16 SUL 17 LFLOOR 18 ROAD 19 LMARKET AdjRsquare F-statistic Jumlah observasi mu ~ ~ Variabel bebas Variabel terikat LOS LDl LDl LD3 LD4 -0,497*** 0,037*** -0,003 -0,020*** 0,000 -0,005 0,000 0,003 0,003*** 0,001 0,002 0,014*** 0,019*** 0,026*** -2,279*** -0,961*** 0,061*** 0,005 -0,018*** 0,000* -0,006 0,367*** -0,018*** -0,013*** -0,025*** 1,15E-06 -0,010** 0,000 -0,009*** -0,005*** -0,007*** 0,000 0,018** 0,015* ·0,020** 0,009 -0,008 -1,117E-5 -0,002 0,003 0,004 13,619*** 61565 -0,926*** 0,068*** -0,003 -0,032** 0,000 -0,002 0,000 0,009 0,002 -0,001 0,008 0,012 0,009 -0,026 0,025 0,005 -0,003 0,048** 0,008* 0,005 3,617*** 9877 O,Q3 0,023*** 0,005*** -0,005 0,005*** 0,012 41,813*** 61565 -1,279*** 0,092*** -0,002 -0,019* 0,000 -0,002 0,000 0,017*** 0,001 0,000 0,004 0,025** 0,030*** 0,044*** -0,004 0,035*** 0,005 0,009 0,005* 0,013 7,973*** 9877 0,1~1··· 0,011** -0,051*** 0,001 0,003 o,ooo••• o.ooo••• 0,029*** 0,019*** 0,018*** 0,037*** 0,031*** 0,055*** 0,038*** 0,023** 0,080*** 0,022*** 0,011 0,021*** 0,053 194,562 61565 -5,160*** 0,372*** -0,012 -0,024 -0,003*** -0,004 0,000 0,041*** Q.QOl 0,002 0,010 -0,044** 0,033 -0,009 -0,015 0,125*** -0,002 0,042* 0,008 0,058 34,515*** 9877 0,023*** 0,012*** 0,008*** 0,010*** 0,016** 0,014** 0,039*** 0,005 0,030*** (),013*** 0,005 0,019*** 0,018 65,340*** 61565 -2,538*** 0,175*** 0,000 -0,003 -0,003*** 0,012 0,000 0,050*** 0,003 0,000 0,001 -0,023* -0,007 0,030* -0,004 0,040*** 0,000 -0,006 0,010*** 0,038 22,860*** 9877 LD6 -11,123*** 0,778*** 0,024*** 0,024*** -0,082*** -0,028*** -0,015*** -0,001*** -0,008 -0,011** -0,005*** -0,001*** 0,160*** 0,013*** 0,014* .. 0,005*** -0,020*** 0,019*** -0,012*** 0,022*** 0,038*** 0,097*** 0,170*** 0,131*** 0,228*** 0,031*** -0,085*** 0,091*** 0,204*** 0,093*** 0,075*** 0,011*** -0,160*** 0,009 0,078*** 0,018*** 0,457 0,036 129,469*** 2884,896*** 61565 61565 -5,724*** -3,630*** 0,443*** 0,251*** -0,006 -0,002 -0,124*** -0,039** -0,013*** -0,004*** -0,015 -0,010 -0,004*** -0,002** 0,142*** 0,053*** -0,012*** 0,014*** -0,018*** 0,006 0,008 0,016** -0,077*** 0,064*** 0,064*** 0,140*** 0,019 0,056** -0,163*** 0,101*** -0,014 0,125*** -0,029*** 0,029*** -0,242*** 0,054** 0,043*** 0,023*** 0,139 0,045 89,331*** 27,130*** 9877 9877 -1,510*** 0,09~··· Keterangan: ***,**,dan* menunjukkan tingkat signifikasi pada Ievell %, 5% dan 10% Somber : Diolah dari data Susenas 2009 Universitas Indonesia 63 Tabel5.3. Sambungan No. .5 ... ~ ~ :; ~ ::s c.o gg "" j ii e::s = Variabel bebas 1 2 3 4 Intersep LEXP SEX l.AGEH s YEARH 6 7 8 9 10 ll 12 13 14 15 16 17 18 19 LAGEM YEARM PROF HHI HH2 HH3 SUM JW 8ALNUS KAL SUL LFLOOR ROAD LMARKET Adj Rsquare F-statistic Jumlah observasi Variabel Terikat LDI -0,322*** 0,026*** -0,003 -0,019*** o,oo1••• -0,005* -6,379E-5 0,000 0,004*** 0,001 0,002 0,006 0,011** 0,018*** -0,002 0,016*** 0,006*** -0,013** o,oo5••• 0,007 22,443*** 51799 LDl -2,079*** 0,135*** 0,015*** -0,057t** 0,002*** 0,005 .o,oo1••• 0,028*** 0,022*** 0,019*** 0,041*** 0,048*** 0,066*** 0,059*** 0,034*** 0,078*** 0,027*** -0,002 0,023*** 0,047 141,755*** .51799 LD3 -0,739*** 0,045*** 0,005 -0,021*** 0,000 -0,009•• o,ooo••• 0,017*** 0,013*** 0,009*** 0,012*** 0,024*** 0,020** 0,044*** 0,009 0,030*** 0,016*** 0,007 0,021*** 0,014 42,905*** 51799 LD4 0,805*** -0,047••• -0,015*** -0,022*** 0,001* -0,011** 0,001* -0,015*** -0,007*** -0,009*** -0,003 1,30E-02 0,008 -0,0~·· 0,000 -0,017* 0,004 -0,014 -0,005*** 0,009 25,938*** 51799 LDS -1,321*** 0,082*** 0,028*** -0,026*** 0,000 -0,026** .o,oo1••• 0,005 0,013*** 0,020*** 0,022*** 0,102*** 0,131*** 0,030*** 0,090*** 0,091*** 0,010~·· -0,005 0,017*** 0,031 93,184*** .51799 LD6 -11.376*** 0,183*** 0,025*** -0,072*** -0,016*** -0,005 -0,005*** 0,161*** 0,014*** -0,016*** -0,011** 0,079*** 0,199*** 0,269*** -0,054*** 0,249*** 0,090*** -0,129*** 0,084*** 0,415 2045,351*** 51799 Keterangan: ***,**,dan* menunjukkan tingkat signifikasi pada Ievell %, 5% dan lO% Sumber ; Diolah dari data Susenas 2009 Hampir seluruh variabel mata pencaharian utama (PROF) pada ketiga kelompok rumahtangga berpengaruh signifikan pada level 1 % dan bertanda positif. Artinya rumahtangga yang mata pencaharian utamanya di bidang pertanian mengkonswnsi komoditi yang kualitasnya lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan pertanian. Tanda yang berbeda terdapat pada kelompok 4 untuk rwnahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Hasil estima:si tersebut menunjukk.an nilai yang signifikan dan bertanda negatif. Hal ini berarti bagi rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin yang bermata pencaharian di bidang pertanian mengkonsumsi minyak dan lemak dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan rwnahtangga bukan pertanian. Tabel 5.3 juga memperlihatkan basil estimasi variabel komposisi anggota rumahtangga yang sebagian besar berpengaruh signifikan dan bertanda positif pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Artinya pada Universitas Indonesia 64 rumahtangga bukan miskin dan rumahtangga keseluruhan, semakin banyak anggota rumahtangga baik anggota berusia non produktif, produktif maupun lansia, maka rumahtangga akan membeli bahan pangan yang lebih berk:ualitas. Sedangkan pada rumahtangga miski~ variabel komposisi anggota rumahtangga (HHl, HH2 dan HH3) tidak berpengaruh signifikan terhadap mahal atau murahnya pembelian komoditi oleh rumahtangga. Selanjutnya, hampir semua variabel dummy regional berpengaruh signifikan terhadap deviasi unit value pada kelompok rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Rumahtangga di Sumatera dan Jawa mengkonsumsi seluruh kelompok komoditi yang lebih berkualitas atau lebih mahal dibandingkan rumahtangga di Papua dan Maluku (sebagai baseline). Hal ini kemungkinan terjadi karena komoditi dengan kualitas tinggi dengan mudah ditemui di Indonesia wilayah barat. Sarna halnya dengan rumahtangga di Jawa, rumahtangga yang tinggal di Bali dan Nusatenggara serta Sulawesi membeli bahan pangan dengan harga yang lebih mahal dibandingkan rumahtangga di Papua dan Maluku, kecuali untuk kelompok pangan 4 (minyak dan lemak). Sedangkan kelompok rumahtangga di Kalimantan membeli komoditi dengan harga yang lebih mahal untuk kelompok komoditi 2 dan 5. Namun untuk kelompok komoditi 1, 3, 4 dan 6 banyak yang tidak signifikan. Hampir seluruh variabelluas lantai per kapita (LFLOOR) pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin berpengaruh signifikan terhadap deviasi harga dan bertanda positif. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa luas lantai per kapita ini digunakan sebagai proksi dari kekayaan rumahtangga tangga, maka dengan basil estimasi demikian dapat dinyatakan bahwa semakin besar aset kekayaan yang dimiliki rumahtangga, komoditi yang dibeli semakin berk:ualitas. Sedangkan pada rumahtangga mis~ variabel ini hampir seluruhnya tidak signifikan. V ariabel jarak terdekat ke pasar permanen atau senn permanen (LMARKET) sebagian besar signifikan dan bertanda positif pada ketiga kelompok rumahtangga. Sebagai proksi dari biaya transportasi, maka semakin jauh akses rumahtangga ke in:frastruktur pasar atau semakin tinggi biaya transportasi, rumahtangga akan membeli komoditi yang lebih berk:ualitas. Universitas Indonesia 65 Sementara proksi biaya transportasi yang lain yakni proporsi desa yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat (ROAD) banyak yang tidak signifikan. Nilai adjusted R - square (koefisien detenninasi) hasil estimasi berkisar pada angka 0,4 % dan 5,8 %. Artinya ada faktor - faktor lain di luar model yang menentukan variasi unit value. Rendahnya nilai ini biasa ditemukan pada data cross section karena adanya variasi yang besar antara variabel yang diteliti pada periode waktu yang sama (Widarjono, 2007). Meskipun demikian nilai F - statistic signifikan pada level 1 %, artinya secara bersama - sama variabel bebas di atas dapat menentukan deviasi unit value pada semua kelompok komoditi. Nilai estimasi deviasi unit value yang diperoleh dari regresi ini kemudian digunakan untuk mendapatkan nilai estimasi harga sebagai variabel instrurnen pada estimasi model pennintaan. 5.3 Estimasi Model Pennintaan Setelah dilakukan koreksi terhadap masalah simultaneity bias dengan menggunakan variabel instrurnen harga, tahap selanjutnya adalah melakukan estimasi model pennintaan AIDS. Karena jumlah rumahtangga yang tidak mengkonsumsi kelompok komoditi hanya sedikit, maka tidak dilakuk.an regresi probit untuk mendapatkan IMR seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Dalam mengestimasi model permintaan ini juga dilakukan pengujian asumsi dasar yaitu heteroskedatisitas dan multikolinearitas. Hasil pengujian asumsi dasar ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari hasil uji deteksi heteroskedastisitas dengan menggunakan metode Breusch - Pagan diketahui bahwa nilai chi square seluruh persamaan signifikan pada level 1 %. Dengan hipotesis nol adalah varian residual homoskedatisitas, maka dapat disimpulkan terdapat masalah heteroskedastisitas pada seluruh persamaan. Untuk mengatasi masalah tersebut, digunakan regresi dengan robust. Selain itu, hasil uji deteksi multikolinearitas dengan menggunakan Variance- Inflating Factor (VIF) menunjukkan bahwa mean VIF berkisar antara 1,92 sampai dengan 2,46. Widarjono (2007) menyatakan bahwa rule of thumb suatu model mengandung multikolinearitas jika nilai VIF melebihi angka 10. Oleh Universitas Indonesia 66 karena itu dapat disimpulkan di dalam regresi model permintaan ini tidak terdapat masalah multikolinearitas dalam seluruh persamaan. Ketiga restriksi dalam estimasi model permintaan, yaitu adding - up, homogeneity dan simetri slutsky, diterapkan seluruhnya dalam penelitian ini. Untuk memenuhi restriksi adding- up tersebut, dilakukan dengan cara meregresi lima persamaan kelompok pangan tanpa menyertakan kelompok non pangan. Sementara restriksi homogeneity dan simetri slutsky dilakukan pada saat estimasi model permintaan AIDS. Tabel 5.4 memperlihatkan hasil estimasi parameter model permintaan seluruh kelompok komoditi pangan pada seluruh kelompok rumahtangga. Secara umum variabel pengeluaran rumahtangga dan harga berpengaruh signifikan terhadap proporsi pengeluaran. Variabel pengeluaran pangan yang dideflasi dengan Indeks Stone (LXP) berpengaruh signifikan pada level 1 % terhadap proporsi pengeluaran pada semua kelompok komoditi pangan dan kelompok rumahtangga dan bertanda negatif. Artinya j ika pengeluaran makanan rumahtangga (sebagai proksi pendapatan rumahtangga) meningkat, maka proporsi pengeluaran kelompok pangan akan menurun. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel yang menyatakan bahwa apabila pendapatan rumahtangga meningkat, maka proporsi pengeluaran untuk makanan semakin berkurang. Dengan kata lain bahwa semua kelompok pangan termasuk barang normal. Hasil studi Deaton dan Muellbauer (1980) serta Moro dan Paolo (2000) juga menemukan bahwa pangan termasuk barang normal. Selain itu, hampir semua estimasi parameter harga signifikan pada level 1 - 10 %. Estimasi parameter harga sendiri signiftkan pada level 1 % dan memiliki tanda positif. Sedangkan estimasi parameter harga silang dapat berarah positif atau negatif~ Hasil estimasi ini tidak dapat diinterpretasikan secara langsung karena variabel harga estimasi yang digunakan dalam model permintaan adalah unit value yang merupakan pembagian antara pengeluaran dengan kuantiti komoditi yang dikonsumsi. Selanjutnya, parameter ini akan digunakan dalam penghitungan elastisitas. Universitas Indonesia 67 Tabel 5.4. Estimasi Parameter Model Permintaan Menurut Rumahtangga dengan Menerapkan Restriksi Adding- up, Homogeneity dan Simetri Slutsky No. I j ] I j "' ~ I Variabel bebas lntersep Variabel terikat wl w2 0,3351··· 0,2566··· 0,1099··· 0,7134••• -0,0181*** -0,0105··· -0,0042··· -0,0277••• 2 LXP -0,034t••• 3 LPI 4 LP2 0,0891*** -0,0079••• 5 6 LP3 1 8 9 10 LAGEH 11 LAGEM -0,001S 12 -0,0009*** 17 YEARH YEARM PROF HHI Jffi2 HH3 18 JW 13 14 15 16 w5 w4 w3 0,6924••• ## o,o57s••• ## ## ## II# ## ## ## ## 0,0131*** 0,0293* .. LP4 0,0015*** 0,0255··· -0,0017*** -0,0012*** 0,0006••• LP5 -0,0056··· -0,0011* -0,0003 -0,0022··· 0,0861··· LP6 -0,1025*** -0,0599*** -0,0425*** -0,0210*** -0,0767*** SEX 0,0003 0,0039*** -0,0012* -0,0016*** 0,0051*** 0,0029*•• 0,0002 0,0020··· -0,0095··· 0,0008 0,0016••• 0,0011** o,ooo1••• ## 0,0062*** 0,0002 0,0007 -0,0012*** o.ooo1•• 0,0003··· 0,0006* o.ooo2••• o,ooo5••• 0,0133··· -0,0089··· -0,0011*** -0,0002*** -0,0293*** 0,0003*** 0,0144*** 0,0006*** -0,0039*** 0,0038*** 0,0022** o.ooo5••• -0,0071*** o,oo58*** 0,0006*** -0,0042*** -O,oon••• 0,0059*** 0,0014*** 0,0002 o,oo85*** -0,0146*** -0,0113*** -0,0012*** 0,0101*** 0,0095*** 19 BALNUS 0,0286*** -0,0318··· -0,0030··· -0,0025*** 20 KAL -0,0179*** 0,0147*** -0,0148*** 0,0003 -0,0715*** 0,0164*** 21 SUL 0,0125*** -0,0031*** -0,0059*** -0,0026*** -0,0482*** 22 0,0132*** 0,0029* -0,0113*** -0,0096*** 0,0989*** 23 SUM LFLOOR -0,0104*** -0,0007* -0,0001 24 25 ROAD LMARKET -0,0009 0,0033* .. 0,0029 -0,0011* .. -0,0011*** 0,0107*** -0,0126*** 0,0317*** F-statistic do.f I lntersep 2 3 -0,0012*** 0,0023*** -0,0016*** 1969,20*** 61647 1582,33... 1366,29*** 1775,02*** 61648 61649 61650 61651 0,7874*** 0,2434*** 0,1988*** 0,0832*** 0,4601*** LXP LPI -0,0397••• -0,0241*'"* -0,0112*** -0,0041*** -0,0372*** 4 LP2 -0,0168*** 0,0619*** 5 6 7 LP3 LP4 -0,0124*** 0,0333*** 0,0116*** -0,0058*** 0,0426*** -0,0073*** ## ## o,oo1s••• LP5 -0,0035 -0,0128**• -0,0008 -0,0024*** 0,0477••• 0,1081*** ## ## 1560,87*** ## ## ## -0,0070*** ## ## ## 8 LP6 -0,1087*** -0,0380* .. -0,0337*** .0,0193*** .0,0281 ... 9 10 SEX LAGEH 0,0062*** -0,0063** 0,0103*** 0,0017 0,0062* .. 0,0008 0,0044••• 0,0015 4,20E-03 II LAGEM -0,0043 -0,0004 0,0003** 0,0008 0,0002*** -0,0001 -O,ooo8•• 16 17 YEARH YEARM PROF HH1 HH2 HH3 -0,0017 o,ooo5•• o,ooo5••• 0,0054*** 12 18 JW 19 BALNUS 20 KAL 21 SUL 22 SUM 23 24 LFLOOR 13 14 15 25 ROAD LMARKET F-statistic d.o.f -0,0037 0,0149*** .0,0039··· -0,0038** 0,0005 0,0036*** 8,00E-04 -0,0013*** 8,00E-04 -0,0259* .. 0,0035··· 0,0011** o,ooo5••• o,oi08••• -0,0110**• 0,0059··· 0,0008 0,0011••• -0,0103*** -0,0096••• 0,0034** 1,50E-03 -0,0189* .. 0,0006 0,0118*** 0,0133* .. 0,0008 0,0657*** -0,0141*** -0,0437* .. -0,0422*** 0,0253••• 0,0187*** 0,0068** -0,0008 -0,0252*** -0,0087••• -0,0065··· 0,0194*** -0,0729••• -0,0002 -0,0048··· -0,0473*** -0,0048··· 0,0412··· 0,0423··· -0,0092•• -0,0236••• -0,0154••• -0,0101••• 0,0037 .. o,oo2s••• 0,0912*** 0,0048••• 0,0095 0,0099••• -0,0093* 0,0041*** 0,0161*** -0,0006 -0,0016** 0,0025 -0,0015*** 0,0172*** -0,0074*•• 233,35··· 9852 249,7t••• 139,01*** 9854 167,78••• 204,26*** 9856 9853 9855 Universitas Indonesia 68 Tahel 5.4. Sambungan No. c :§ ~ a ..IC ::s al "' ! CID :00 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Variabel terikat Variabel bebas w1 lntersep 0,5017••• LXP LP1 LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 SEX LAGEH LAGEM YEARH YEARM PROF HHI -0,0204··· 0,0683••• -0,0024••• 0,0037••• 0,0154••• -0,0047••• .0,0804••• HH2 HH3 JW BALNUS KAL SUL 22 SUM 23 24 25 LFLOOR ROAD LMARKET F-statistic d.o.f w2 0,3879••• -0,0202··· ## w3 0,2489··· -0,009t••• ## ## ## ## ## #### ## -0,0009 ·0,0007••• 0,0006 0,0104*** -0,0002 .o,ooo8••• 0,0003 -0,0066*** 0,0241••• -0,0109••• 0,0101*** 0,0083••• -0,0099••• 0,0016 0,0026*** 0,0263••• -0,0014••• -0,0003 -0,0412••• 0,0018••• 0,0024••• 4,00E-04 0,0001••• 0,0006** 0,0015*** 0 0006*** 0,0010*** 0,0014*** -0,0097••• -0,0024••• -0,0121*** .o,oo5o••• -0,0068••• -0,0018••• 0,0093*** -0,0012*•• 1595,93••• 51771 1333,92••• 51772 861,03*** 51773 . 0,099t••• -0,0036* .. 0,7651••• -0,0274••• ## 0,0548••• 0,0128••• 0,0009 0,0009 -0,0670••• -0,0003··· 0,0039··· 0,0011 0,0017••• 0,0002··· -0,0086••• 0,0028*** 0,0043*** 0,0053*** -0,0144••• -0,0292··· 0,0129••• .o,oo55••• 0,0049••• -0,0018*** 0,0021 -0,0012*** 0,0016** 0,0057••• wS w4 0,0026••• 0,0001 -0,0177••• 0,0004··· 0,0012••• 0,0001 0,0006··· 0,0002* -0,0001 -0,0002*** 0,0002** 0,0002** -0,0022*** -0,0043··· -0,0014••• -0,0034••• -0,0051*** -0,0006••• 0,0020*** -0,0012*•• 1064,90••• 51774 ## o,o885••• -0,0845··· 0,0075••• -0,0109··· 0,0004 -0,0011··· 0,0006••• -0,0288*** 0,0086*** 0,0139*** 0,0063*** 0,0098··· -0,0684··· 0,0116••• -0,0462••• 0,0900**' -0,0159*** 0,0236*** -0,0073*** 1247,38*** 51775 . Keterangan : ***, **, * menunJukkan tmgkat stgmfdcast pada level 1 %, 5 % dan 10 % Sumber : Dio1ah dari Data Susenas 2009 Selan.jutnya, untuk variabel sosial demografi, variabel yang tidak signiflkan lebih banyak ditemui pada kelompok rumahtangga miskin dibandingkan pada kelompok rumahtangga bukan miskin. Sengul dan Tuncer (2005) menemukan hal yang sama pada penelitiannya dimana permintaan pangan pada rumahtangga m.iskin lebih banyak ditentukan oleh harga dan pendapatan dibandingkan variabel sosial demografi. Sedangkan permintaan pangan pada rumahtangga bukan miskin lebih banyak ditentukan oleh faktor lain seperti karakteristik rumahtangga. Sebagian variabel jenis kelamin kepala rumahtangga pada ketiga kelompok rumahtangga signifikan terhadap proporsi pengeluaran kelompok pangan. Pada Universitas Indonesia 69 rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin, variabel ini signifikan pada kelompok I dan 2. sedangkan pada rumahtangga miskin tidak signifikan kecuali pada kelompok I dan 2. Artinya jenis kelamin kepala rumahtangga tidak mempengaruhi proporsi pengeluaran pangan di dalam rumahtangga. Yuliana (2008) dan Murda (2009) juga menemukan hal yang sama di dalam penelitiannya. Seluruh variabel umur kepala rumahtangga (LAGEH) signiflkan terhadap proporsi pengeluaran kelompok pangan dengan arab positif. Artinya semakin tua umur kepala rumahtangga, semak.in besar proporsi pengeluaran yang digunakan untuk kelompok pangan tersebut. Hal ini juga ditemukan Yuliana (2008) di dalam penelitiannya. Berbeda dengan variabel umur kepala rumahtangga, variabel umur meal planner (LAGEM) banyak yang tidak signifikan. Artinya umur meal planner tidak banyak menentukan proporsi pengeluaran pangan dalam rumahtangga. V ariabel sosial demografi yang lain adalah variabel pendidikan yang diukur melalui lama sekolah kepala rumahtangga (EDUCH) dan meal planner (EDUCM). Seluruh variabel lama sekolah kepala rumahtangga dan meal planner berpengaruh terhadap proporsi pengeluaran kelompok pangan dan bertanda positif pada seluruh kelompok pangan untuk kelompok rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi pendidikan kepala rumahtangga dan meal planner, semakin tinggi proporsi pengeluaran untuk konsumsi pangan. Sementara pada rumahtangga miskin, variabel lama sekolah kepala rumahtangga dan meal planner banyak yang tidak signifikan. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang kuat antara rendahnya pendidikan dengan kemiskinan. Di Indonesia, 70 % kepala rumahtangga miskin tidak memiliki pendidikan atau hanya sampai tamat Sekolah Dasar. Persentase ini lebih rendah pada kepala rumahtangga bukan miskin sebesar 56 %. Oleh karena itu, meningkatnya tingkat pendidikan kepala rumahtangga cenderung akan meningkatkan kesejahteraan rumahtangga melalui peningkatan pendapatan (Sengul dan Tuncer, 200S) Semua variabel mata pencaharian utama rumahtangga berpengaruh signifikan dan berarah negatif terhadap proporsi pengeluaran kelompok pangan 2, 4, dan 5 pada semua kelompok rumahtangga. Tanda negatif ini berarti pada Universitas Indonesia 70 rumahtangga yang memiliki mata pencaharian di bidang pertanian, propors1 pengeluaran kelompok pangan tersebut lebih rendah dibandingkan rumahtangga yang bukan pertanian. Hal ini kemungkinan disebabkan rumahtangga pertanian dapat memenuhi sebagian kebutuhan pangan rumahtangga dari hasil usaha pertaniannya, sehingga proporsi pengeluaran pangan pada rumahtangga pertanian lebih rendah dibandingkan rumahtangga bukan pertanian. Sementara hasil estimasi pada kelompok pangan I dan 3 bertanda positif. Artinya pada proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan I dan 3 pada rumahtangga pertanian lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan pertanian. Variabel jumlah anggota rumahtangga dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu anggota rumahtangga berusia non produktif (0 - 22 tahun), usia produktif (23 - 65 tahun) dan lansia (di atas 65 tahun). Sebagian besar variabel non produktif (HHI), produktif (HH2) dan lansia (HH3) berpengaruh signifikan dengan berbagai arah. Apabila estimasi parameter bertanda positif, maka penambahan jumlah anggota rumahtangga sebanyak satu orang akan meningkatkan proporsi pengeluaran kelompok pangan. Pada semua kelompok rumahtangga, bertambahnya jumlah anggota rumahtangga akan menurunkan proporsi pengeluaran kelompok pangan sumber karbohidrat, namun meningkatkan proporsi pengeluaran untuk pangan sumber protein. Dilihat dari nilai parameter variabel anggota rumahtangga produktif pada rumahtangga miskin memiliki nilai negatif yang lebih besar. Artinya bagi rumahtangga miskin, dengan berubahnya jumlah anggota rumahtangga, maka perubahan proporsi pengeluaran pangan pada rumahtangga miskin akan lebih besar dibandingkan rumahtangga bukan miskin. Lebih lanjut Tabel 5.4 menunjukkan bahwa hampir semua variabel regional rumahtangga signifik.an terhadap proporsi pengeluaran kelompok pangan dengan berbagai arah. Pulau Papua dan Maluku dijadikan acuan pada model ini. Untuk rumahtangga keseluruhan, proporsi pengeluaran kelompok pangan rumahtangga di Jawa lebih rendah dibandingkan rumahtangga di Papua dan Maluku, kecuali untuk kelompok 5 (pangan lainnya). Demikian pula dengan rumahtangga di Bali dan Nusatenggara serta Sulawesi mem.iliki proporsi pengeluaran kelompok pangan yang lebih rendah dari rumahtangga di Papua dan Maluku, kecuali untuk Universitas Indonesia 71 kelompok pangan 1. Proporsi pengeluaran kelompok pangan rumahtangga di Kalimantan juga lebih rendah kecuali untuk kelompok 2 dan 5. Sarna seperti karakteristik nnnahtangga keseluruhan, proporsi pengeluaran rumahtangga miskin di Jawa lebih rendah dibandingkan nnnahtangga di Papua Maluku, kecuali kelompok pangan 5. Untuk rumahtangga miskin di Sumatera dan Bali Nusatenggara juga memiliki proporsi pengeluaran pangan yang lebih rendah dibandingkan rumahtangga di Papua dan Maluku kecuali kelompok pangan 1 dan 5. Sementara proporsi pengeluaran rumahtangga di Kalimantan lebih tinggi pada kelompok pangan 2 dan 5. Pengaruh variabelluas lantai per kapita (LFLOOR) signifikan dan memiliki tanda yang negatif pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Artinya semakin semakin luas lantai per kapita (semakin kaya), maka proporsi pengeluaran kelompok pangan semakin sedikit. Hal yang menarik ditemui pada rumahtangga miskin. Variabel luas lantai per kapita juga signifikan, namun dengan arab yang berbeda. Variabel ini bertanda positif pada kelompok pangan 2, 3, 4 dan 5 serta bertanda negatif pada kelompok pangan 1. Hal ini bermakna bahwa pada rumahtangga miskin, semakin besar aset yang dimiliki rumahtangga tersebut, maka proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan sumber karbohidrat berkurang, sedangkan proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral semakin meningkat. Variabel proporsi jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda 4 sepanjang tahun hanya sebagian yang signifikan pada seluruh rumahtangga, rumahtangga miskin dan rumahtangga bukan miskin. Variabel proporsi jalan dapat menggambarkan aksesibilitas rumahtangga terhadap pangan. Semakin banyak infrastruktur jalan yang tersedia, semakin memudahkan rumahtangga dalam mengakses pasar maupun kebutuhan rumahtangga lainnya. Pada penelitian ini sebagian besar variabel proporsi jalan bertanda positif, yang berarti jika semakin banyak desa yang memiliki jalan, maka proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan tersebut semakin tinggi. Kemudahan akses terhadap pangan menyebabkan semakin tingginya proporsi pengeluaran pangan. Selanjutnya variabel jarak terdekat ke pasar. Variabel ini menggambarkan biaya transportasi yang dikeluarkan rumahtangga dalam mengakses pasar. Hasil Universitas Indonesia 72 estimasi LA/AIDS menunjukkan bahwa variabel jarak ke pasar terdekat berpengaruh signifikan dan bertanda negatif pada semua kelompok pangan untuk. seluruh rumahtangga kecuali pada rumahtangga miskin untuk. kelompok pangan 1. Tanda negatif berarti semakin jauh jarak rumahtangga ke pasar, maka biaya transportasi sem.akin besar, dan pada akhimya menurunkan proporsi pengeluaran untuk. kelompok komoditi pangan. 5.4 Elastisitas Permintaan Elastisitas permintaan dihitung dengan menggunakan basil estimasi model permintaan pada tabel 5.4 dengan rumus pada persamaan (4.12) sampai dengan (4.14). Sesuai dengan rumus tersebut nilai p adalah nilai parameter total pengeluaran rumahtangga, y adalah nilai parameter harga dan w adalah nilai rata rata proporsi pengeluaran yang terdapat pada tabel5.1. Seperti terlihat pada Tabel 5.5 di bawah ini, elastisitas pengeluaran semuanya bernilai positif dan berada pada kisaran 0 sampai 1. Hal ini bermakna bahwa apabila ada kenaikan pendapatan, maka permintaan terhadap kelompok pangan juga akan meningkat, tetapi persentase perubahan permintaan tersebut lebih kecil dibandingkan perubahan pendapatannya. Dilihat dari status ekonomi rumahtangga, elastisitas pengeluaran rumahtangga miskin bernilai cukup besar dibandingkan kelompok rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin. Hal ini bermakna bahwa respon rumahtangga miskin terhadap perubahan pendapatan lebih besar daripada rumahtangga bukan miskin. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Part et al (1996), Moro dan Paolo (2000) serta Sengul dan Tuncer (2005). Selain itu, elastisitas pengeluaran kelompok pangan 1 bernilai relatif lebih rendah dibandingkan kelompok pangan lainnya pada ketiga kelompok rumahtangga. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok pangan 1 bersifat lebih inelastis. Berapapun tingkat pendapatan, rumahtangga akan selalu memenuhi kebutuhan konsumsi kelompok pangan 1. Kelompok pangan 1 atau swnber karbohidrat, terutama beras merupakan kelompok pangan utama dalam rumahtangga di Indonesia. Hasil pengolahan data Susenas 2009 menunjukkan bahwa 10 % dari total pengeluaran rumahtangga digunakan untuk. membeli beras. Universitas Indonesia 73 Sementara bagi rumahtangga miskin proporsi pengeluaran ini lebih besar lagi, yaitu 30%. Penelitian terdahulu menemukan nilai elastisitas pengeluaran pangan sumber karbohidrat yang berbeda - beda, tetapi nilainya tetap pada kisaran 0 sampai dengan I. Elastisitas pengeluaran beras di India bemilai 0,853 (Swamy dan Hans, 1983 ). Dengan menggunakan data Guangdong, Cina, diketahui elastisitas pengeluaran padi - padian 0,575 (Halbrendt, C. et al. 1994). Moeis (2003) mendapatkan nilai elastisitas pengeluaran beras sebesar 0,49 sebelum krisis 1997 dan 0,58 setelah krisis 1997. Penelitian yang terbaru menemukan bahwa nilai elastisitas pengeluaran untuk pangan sumber karbohidrat sebesar 0,943 (Sengul dan Tuncer, 2005). Tabel 5.5. Elastisitas Harga dan Pengeluaran Rumahtangga, Tahun 2009 Kelompok makanan Elastisitas Pendapatan perubahan harga terhadap Kip I Klpl Klp3 Klp4 KipS 0,0333 0,0120 Seluruh rumahtangga Kelompok 1 0,7377 -0,2805 -0,0293 0,0299 Kelompok2 0,8492 -0,0462 -0,5027 0,1197 -0,~155 -1,4188 Kelompok3 0,8500 0,0214 0,1871 -0,5709 -0,0171 -0,0043 Kelompok4 0,8600 0,8682 -0,0399 -0,0302 -0,9758 -0,0439 Kelompok 5 0,8681 -0,0095 0,0106 0,0078 -0,0065 -0,5623 Rumahtangga Miskin Keiompok I 0,8677 -0,6000 -0,0560 -0,0255 0,1163 0,0280 Kelompok2 0,8582 -0,0563 -0,3400 0,0852 -0,0284 -0,0328 Kelompok3 0,9067 -0,0753 -0,0704 -0,6338 -0,0560 0,0153 Kelompok4 0,8975 0,0743 -0,1276 -0,1702 -0,9584 -0,0293 Kelompok5 0,8760 0,0255 -0,0216 0,0122 -0,0030 -0,8038 Rumahtangga Bukan Mlskin Kelompok I 0,7%0 -0,2966 -0,0016 0,0492 0,1581 -0,0062 Kelompok2 0,8164 -0,0035 -0,4816 0,1274 0,0119 0,0449 Kelompok3 0,8483 0,0768 0,2300 -0,5526 -0,0203 0,0253 Kelompok4 0,8200 0,7880 0,0648 -0,0592 -0,8664 0,0410 Kelompok5 0,8630 -0,0098 0,0196 0,0067 0,0032 -0,5301 Sumber : Diolah Oleh Penulis Universitas Indonesia 74 Elastisitas harga sendiri seluruhnya bertanda negatif pada rumahtangga keseluruhan, rumahtangga miskin dan rumahtangga bukan miskin dengan variasi antara- 0,2805 sampai dengan- 0,9758. Artinya apabila harga kelompok pangan meningkat, maka permintaan terhadap kelompok pangan tersebut akan menurun dengan persentase yang lebih rendah daripada perubahan harganya. Hal ini merupakan ciri dari barang kebutuhan pokok atau barang normal. Nicholson (2005) menyatakan bahwa makanan merupakan barang kebutuhan pokok dengan elastisitas harga yang inelastik. Nilai elastisitas harga sendiri yang tertinggi adalah kelompok 4 (minyak dan lemak) pada setiap kelompok rumahtangga Rumahtangg a sampel memberikan respon yang terbesar ketika harga kelompok pangan 4 naik dengan melakukan subsitusi terhadap kelompok pangan terse but. Elastisitas harga seudiri pada rumahtangga miskin sebesar --0,6000; 0,3400; --0,6338; --0,9584 dan --0,8038 berturut- turut untuk kelompok pangan 1, 2, 3, 4 dan 5. Secara umum elastisitas harga sendiri pada rumahtangga miskin lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan miskin. Sehingga rumahtangga miskin lebih responsif terhadap perubahan harga sendiri dibandingkan rumahtangga bukan miskin. Meningkatnya harga kelompok pangan akan menyebabkan penurunan permintaan pangan yang besar pada rumahtangga miskin. Elastisitas harga silang tandanya bervariasi dan memiliki nilai yang lebih kecil daripada elastisitas harga sendiri. Elastisitas harga silang yang bertanda positif menunjukkan bahwa diantara kedua komoditas tersebut terdapat hubungan subsitusi. Sedangkan elastisitas harga silang yang bertanda negatif menunjukkan bahwa terdapat hubungan komplementer diantara kedua komoditas tersebut. Berdasarkan tabel 5.5 pada rumahtangga miskin kelompok pangan 2 (daging, ikan, telur, kacang- kacangan) dan 5 (pangan lainnya) merupakan komplementer kelompok pangan 1 (padi- padian dan umbi- umbian). Sedangkan kelompok pangan 3 (buah dan sayur) dan 4 (minyak dan lemak) merupakan subsitusi kelompok pangan 1. Sedangkan pada rumahtangga keseluruhan dan rumahtangga bukan miskin, kelompok pangan 2 dan 3 merupakan komplementer kelompok pangan 1. Di sisi lain, kelompok pangan 4 dan 5 merupakan subsitusinya. Sarna seperti pada nilai elastisitas harga sendiri, nilai elastisitas harga silang pada Universitas Indonesia 75 rumahtangga miskin secara absolut lebih besar daripada rumahtangga bukan miskin. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga miskin lebih sensitif terhadap perubahan harga dibandingkan kelompok rumahtangga bukan miskin. 5.5 Elastisitas Kandungan Gizi Penggunaan nilai kalori (energi) dan nilai protein sudah cukup menggambarkan kecukupan pangan rumahtangga karena konsumsi kalori terkait erat dengan kemampuan manusia untuk hidup secara aktif~ Sedangkan konsumsi protein dibutuhkan untuk memulihkan sel - sel tubuh yang rusak pada usia desawa atau untuk menjamin pertumbuhan normal pada usia muda. Namun demikian, bukan hanya jumlahnya yang harus mencukupi, tetapi keanekaragaman pangan sumber energi yang dikonsumsi tidak kalah juga pentingnya. Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004) secara umum pola pangan yang baik adalah apabila perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan lemak adalah 50- 65 % : I 0- 20 % : 20- 30 %. Tabel 5.6. menunjukkan nilai elastisitas konsumsi kalori dan protein terhadap perubahan harga dan pengeluaran. Ditinjau dari elastisitas pengeluaran, semua nilai elastisitas positif yang berarti bahwa peningkatan pendapatan rumahtangga akan meningkatkan konsumsi kalori dan protein rumahtangga. Jika pendapatan rumahtangga meningkat I 0 %, maka konsumsi kalori rumahtangga miskin dan bukan miskin akan meningkat sebesar 4,456 % dan 4,I75 %. Demikian pula apabila pendapatan rumahtangga meningkat 10 %, maka konsumsi protein rumahtangga miskin dan bukan miskin akan meningkat 4,372% dan 4,122 %. Penelitian terdahulu mengenai elastisitas pengeluaran diperoleh Rae (1999) sebesar 0,159 serta Dawson dan Richard (1998) sebesar 0,34. Nilai elastisitas pengeluaran tersebut lebih rendah dibandingkan dengan basil penelitian ini. Pada tabel 5.6. juga tampak bahwa nilai absolut elastisitas pengeluaran dan harga pada rumahtangga miskin bernilai lebih besar dibandingkan kelompok rumahtangga bukan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi perubahan pendapatan dan harga, konsumsi gizi pada rumahtangga miskin lebih responsif daripada rumahtangga bukan miskin. Hal yang sama juga ditemukan oleh Sahn Universitas Indonesia 76 (1988) yang menghitung elastisitas pengeluaran dan harga terhadap konsumsi energi rumahtangga di Srilanka. Bila ditinjau dari elastisitas konsumsi kalori dan protein terhadap perubahan harga, nilai elastisitas yang terbesar terjadi pada perubahan harga kelompok pangan 1 pada semua kelompok rumahtangga. Elastisitas konsumsi kalori pada rumahtangga miskin dan bukan miskin berturut- turut adalah --0,1528 dan 0,0296. Apabila harga kelompok pangan 1 meningkat 10 %, maka konsumsi kalori rumahtangga miskin dan bukan miskin turun 1,528 % dan 0,296 %. Sarna halnya dengan elastisitas konsumsi kalori, apabila harga kelompok pangan 1 naik 10 %, maka konsumsi protein rumahtangga miskin dan bukan miskin turun sebesar 1,345% dan 0,590%. Tabel5.6. Elastisitas Kalori dan Protein, Tahun 2009 Konsumsi Gizi Elastisitas Pengeluaran Perubahan Barga Klpl Klp2 Klp3 Klp4 KipS Rumahtangga Miskin Kalori 0,4456 -0,1528 -0,0432 -0,0238 -0,0302 -0,0923 Protein 0,4372 -0,1345 -0,0708 -0,0100 0,0148 -0,0794 Rumahtan~~a Bukan Miskin Kalori 0,4175 -0,0296 -0,0136 0,0054 -0,0103 -0,0600 Protein 0,4122 -0,0590 -0,0683 0,0146 0,0320 -0,0462 Sumber : Diolah Oleh Penulis Yang menarik adalah bagi rumahtangga miskin, kelompok pangan 1 tidak hanya sebagai sumber kalori, tetapi juga sebagai sumber protein. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.6, dimana nilai absolut elastisitas konsumsi protein terhadap perubahan harga kelompok pangan 1 lebih besar dibandingkan perubahan harga kelompok pangan 2. Karenanya. Dengan kata lain, apabila harga kelompok pangan 1 berubah, maka perubahan konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan dengan perubahan harga kelompok pangan 2, 3, 4 atau 5. Hal ini terjadi karena padi - padian khususnya beras merupakan pangan pokok utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Beras menjadi sumber Universitas Indonesia 77 energi utama bagi rumahtangga dengan persentase 52,87 % dari total konsumsi energi dan juga menjadi sumber protein bagi sebagian rumahtangga dengan persentase 44,82 dari total konsumsi protein. Oleh karena itu, ketika harga pangan meningkat, maka rumahtangga akan mengutamakan pembelian padi - padian khususnya beras yang ditandai dengan meningkatnya proporsi pengeluaran beras di rumahtangga (Skoufias, 2003; Sahn, 1988). Selain itu rendahnya elastisitas konsumsi protein terhadap perubahan harga kelompok pangan 2 terkait dengan rendahnya konsumsi protein, khususnya protein hewani yang relatif mahal dibandingkan dengan pangan nabati. Oleh karena itu faktor daya beli konsumen sangat menentukan tingkat konsumsi pangan hewani, dimana semakin tinggi pendapatan, maka konsumsi pangan hewani cenderung semakin tinggi (Ariningsih, 2008). Bila ditinjau dari kelompok rumahtangga, terlihat bahwa nilai absolut elastisitas konsumsi kalori dan protein terhadap perubahan harga pada rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan rumahtangga bukan miskin. Hal ini menandakan bahwa konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin lebih sensitif terhadap perubahan harga kelompok pangan. Timmer dan Harold (1979) menyatakan bahwa sekitar 30%-40% dari populasi dengan pendapatan terendah sangat sensitif terhadap perubahan pendapatan dan harga. Karenanya, kebijakan stabilisasi harga kelompok pangan I, utamanya beras, memiliki dampak yang lebih besar terhadap konsumsi gizi rumahtangga, terutama rumahtangga miskin daripada stabilisasi harga kelompok pangan lainnya. 5.6 Simulasi Konsumsi Gizi Untuk melihat pengaruh perubahan harga komoditi pangan terhadap konsumsi kalori dan protein, dilakukan simulasi dengan rumus penghitungan seperti telah dijelaskan pada Bab 4. Dari masing - masing kelompok pangan diambil satu komoditi pangan sebagai contoh penghitungan seperti tampak pada tabel5.7. Universitas Indonesia 78 Tabel5.7. Komoditi Pangan yang Digunakan Dalam Simulasi Satuan Jan-09 Sep-10 Perubahan Harga(%) Beras Medium Kg 5.547 6.635 19,62 2 Daging Ayam Broiler Kg 22.386 26.334 17,63 3 Cabe Merah Keriting Kg 18.824 22.165 17,75 4 Minyak Goreng Curah Kg 8.248 10.004 21,29 5 GulaPasir Kg 6.649 10.887 63,74 Komoditi No Sumber: Kemendag, 2010 (Diolah Oleh Penulis) Data pada Tabel5.7 di atas menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan harga bahan pangan selama kurun waktu Januari 2009 sampai dengan September 2010 dengan persentase yang bervariasi. Secara umum, kenaikan harga bahan pangan ini di atas 17 %. Kenaikan harga yang tertinggi ada pada komoditi gula pasir sebesar 63,74 %. Berdasarkan data tersebut, dibuatlah skenario kenaikan bahan pangan seperti tampak pada Tabel5.8 di bawah ini. Tabel5.8. Skenario Perubahan Harga Bahan Pangan Perubahan harga (%) Skenario Beras 1 2 Daging ayam Cabe merah keriting broiler Gula Pasir 21,29 21,29 63,74 63,74 19,62 17,63 3 4 minyak goreng curah 19,62 17,63 17,75 17,75 Skenario 1 dilakukan apabila terjadi perubahan harga beras sebesar 19,62 %, sedangkan harga bahan pangan lainnya tetap. Demikian pula dengan skenario 2 dimana terjadi kenaikan harga daging ayam broiler sebesar 17,63 % dan tidak terjadi kenaikan harga bahan pangan yang lain. Selanjutnya skenario 3 terjadi kenaikan harga cabe merah keriting, minyak goreng curah dan gula pasir bersama - sama sebesar 17,75 %, 21,29 %dan 63,74 %, sementara tidak terjadi kenaikan harga beras dan daging ayam broiler. Terakhir, skenario 4 yang merupakan Universitas Indonesia 79 kenyataan sesungguhnya di masyarakat dimana harga semua bahan pangan meningkat secara bersamaan sebesar 19,62 %, 17,63 %, 17,75 %, 21,29% dan 63,74 % berturut- turut untuk beras, daging ayam broiler, cabe merah keriting, minyak goreng curah dan gula pasir. Hasil penghitungan dampak kenaikan harga bahan pangan terhadap konsumsi kalori dan protein dapat dilihat pada tabel5.9. di bawah ini. Tabel5.9. Hasil Simulasi Dampak Kenaikan Harga Terhadap Konsumsi Kalori dan Protein bukan miskin miskin Skenario Perubahan Konsumsi Gizi (%) kalori protein kalori protein 1 -0,7945 -0,5648 -0,1542 -0,2478 2 -0,0389 -0,2040 -0,0123 -0,1968 3 4 -0,7551 -0,0704 -0,3819 -0,2859 -1,5885 -1,2812 -0,6384 -0,7304 Sumber : Diolah Oleh Penulis Tabel 5.9. menunjukkan bahwa nilai absolut elastisitas perubahan konsumsi kalori dan gizi pada rumahtangga miskin lebih besar daripada rumahtangga bukan miskin. Jika terjadi kenaikan harga bahan pangan, maka penurunan konsumsi kalori dan protein pada rumahtangga miskin lebih besar daripada rumahtangga bukan miskin. Berdasarkan simulasi, kenaikan harga beras 19,52 % (skenario 1) telah menyebabkan penurunan konsumsi kalori dan protein pada rumahtangga miskin sebesar 0, 79 % dan 0,56 %. Sedangkan pada rumahtangga bukan miskiQ, dampak kenaikan harga beras lebih rendah dimana konsumsi kalori dan protein turun sebesar 0,15 % dan 0,24 %. Kenaikan harga beras lebih besar pengaruhnya terhadap penurunan konsumsi kalori dan protein rumahtangga daripada kenaikan harga daging ayam broiler (skenario 2). Hal ini dapat dipahami, mengingat bagi penduduk Indonesia, beras tidak hanya sebagai sumber kalori, akan tetapi juga sebagai sumber protein (Ariningsih, 2008). Demikian pula dengan skenario 3, dimana kenaikan harga cabe merah keriting, minyak goreng curah dan gula pasir bersama - sama menyebabkan Universitas Indonesia 80 penurunan kalori yang lebih besar dibandingkan skenario 2. Penurunan kalori yang besar ini disebabkan adanya komoditi gula pasir. Sebagai pelengkap minuman, gula pasir banyak memberikan sumbangan kalori yang tinggi bagi tubuh, sehingga kenaikan harga gula pasir yang tinggi, menyebabkan penurunan konsumsi kalori yang cukup signifikan. Selanjutnya dampak kenaikan harga terhadap penurunan konsumsi kalori dan protein jelas terasa lebih besar ketika semua harga bahan pangan naik, dimana nilai absolut elastisitas pada skenario 4 lebih besar dibandingkan ketiga skenario lainnya. Dengan kata lain kenaikan harga pangan secara bersamaan saat ini telah menyebabkan hilangnya asupan gizi yang besar khususnya bagi rumahtangga miskin. 5.7 Implikasi Kebijakan Pt:rhatian khusus terhadap rumahtangga miskin meningkat sejak krisis ekonomi 1997/1998 melanda Indonesia. Rumahtangga miskin adalah rumahtangga yang paling merasakan dampak dari krisis tersebut. Angka kemiskinan meningkat tajam dari 11,3 % pada tahun 1996 menjadi 23,5 % pada tahun 1999. Karenanya ketika itu pemerintah membuat program Operasi Pasar Khusus (OPK) atau Program Beras Miskin (Raskin) sebagai Jaring Pengaman Sosial (JPS) dalam bentuk subsidi beras bagi rumahtangga miskin, yang sekarang dikenal dengan Program Raskin. Pada tahun 2005 pemerintah mengambil keputusan untuk mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) akibat harga minyak dunia yang melambung tinggi membebani anggaran pemerintah. Pengurangan subsidi membuat harga BBM naik dan membawa dampak inflantor yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Untuk mengurangi beban masyarakat miskin akibat kenaikan harga BBM, pengurangan subsidi terhadap produk BBM dialihkan menjadi subsidi langsung yang disebut Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp. 1~0.000 per bulan per rumahtangga berdasarkan lnstruksi Presiden No. 12/2005 tentang pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rumahtangga miskin. Hingga kini kedua kebijakan tersebut masih berjalan. Memang masih terdapat pro kontra di kalangan masyarakat, apakah benar kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat? ataukah kebijakan ini hanya sebuah kebijakan yang populis?. Universitas Indonesia 81 Kebijakan yang dibuat hanya untuk mengambil suara rakyat pada saat pemilihan umum. Oleh karena itu dilakukan simulasi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pro poor yang tengah dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam penelitian ini, Penulis hanya membandingkan dua kebijakan pro poor tersebut yakni kebijakan subsidi langsung (BLT) dan subsidi tidak langsung (program Raskin). Pada skenario 5, harga semua bahan pangan meningkat seperti pada skenario 4 dan pemerintah melakukan kebijakan subsidi tidak lansung pada produk beras. Kebijakan beras Raskin dijual dengan harga Rp. 1600 per kg dari harga pembelian pemerintah sebesar Rp. 5500 per kg, berarti pemerintah mengeluarkan subsidi tidak langsung sebesar Rp. 3900 atau 71 % untuk komoditi beras. Nilai subsidi yang dikeluarkan pemerintah harus sama, baik untuk subsidi langsung maupun tidak langsung, sehingga hasilnya dapat diperbandingkan4 . Dengan mengasumsikan bahwa semua rumahtangga miskin membeli beras Raskin sebanyak 10 kg per bulan, maka setiap rumahtangga miskin memperoleh subsidi tidak langsung sebesar Rp. 39.000 per bulan. Apabila rata - rata pendapatan rumahtangga miskin sebesar Rp. 727.820 per bulan (Tabel 5.2), maka setiap rumahtangga miskin mendapat tambahan pendapatan per bulan sebesar 5,3 %. Tambahan pendapatan ini digunakan dalam skenario 6. Tabel 5.10 menunjukkan basil penghitungan simulasi dampak kebijakan subsidi langsung dan tidak langsung terhadap konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin. Kebijakan subsidi langsung dengan memberikan tambahan pendapatan kepada rumahtangga miskin sebesar Rp. 39.000 per bulan dapat meningkatkan konsumsi kalori dan protein sebesar 1,20 % dan 1, 16 %. Di sisi lain, kebijakan subsidi tidak langsung kepada unit bahan pangan dalam hal ini beras dapat meningkatkan konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin sebesar 2,02 % dan 1,28 %. 4 Garis anggaran dengan subsidi langsung : I + S = Px .X + Py .Y , garis anggaran dengan subsidi tidak langsung : I I+ s.X = (Px - s).X + Py-Y. Dari persamaan subsidi tidak langsung ini diperoleh = PxX + PyY dimana s.X =S Universitas Indonesia 82 Tabel 5.1 0. Dampak Kebijakan Langsung dan Tidak Langsung Terhadap Konsumsi Kalori dan Protein Rumahtangga Miskin Jenis Subsidi Kalori (%) Protein(%) Subsidi Langsung 1,2045 1,1660 Subsidi Tidak Langsung 2,0266 1,2885 Sumber : Diolah Oleh Penulis Berdasarkan hasil simulasi terbukti bahwa kebijakan subsidi tidak langsung meningkatkan konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin yang lebih besar daripada kebijakan subsidi langsung (cash transfer). Timmer dan Harold (1979) menyatakan perlu adanya perbedaan harga beras antara rumahtangga miskin dan bukan miskin. Rumahtangga bukan miskin membeli beras sesuai harga pasar. Di sisi lain rumahtangga miskin juga harus dijaga aksesnya terhadap bahan pangan tersebut. Salah satunya dengan subsidi beras untuk mencegah terjadinya kekurangan kalori dan protein pada rumahtangga miskin. Kebijakan subsidi tidak langsung berupa subsidi bahan pangan pokok (beras) dilakukan di berbagai negara dan terbukti efektif dalam meningkatkan konsumsi gizi rumahtangga miskin (Gutner, 2002; Mahal dan Anup, 2008; Gulati, 1989). Pilihan kebijakan subsidi tidak langsung menjadi salah satu kebijakan pangan bagi masyarakat karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah : 1) menurunkan kasus kekurangan gizi atau gizi buruk pad a rumahtangga miskin, 2) mencapai ketahanan pangan rumahtangga dan ketahanan pangan nasional, 3) redistribusi pendapatan antara rumahtangga bukan miskin dan rumahtangga miskin, dan 4) menurunkan inflasi di tingkat domestik. Di samping berbagai kelebihan subsidi tidak langsung tersebut, terdapat pula kelemahannya yaitu dalam aplikasi kebijakan ini di lapangan, rawan terjadinya salah sasaran subsidi. Dalam artian ada rumahtangga bukan miskin yang ikut menikmati subsidi tidak langsung. Memang bukan tidak mungkin terjadi penyelewengan di dalam pendistribusian Raskin. Menurut Murda (2009), 40 % beras Raskin dibeli oleh rumahtangga bukan miskin. Hal ini menyebabkan tidak semua rumahtangga miskin dapat membeli dan mengkonsumsi beras Raskin, sehingga tujuan awal untuk mempertahankan konsumsi gizi rumahtangga miskin Universitas Indonesia 83 tidak tercapai. Oleh karena itu perlunya komitmen politik yang tinggi dari pemerintah untuk meningkatkan akses rumahtangga miskin terhadap pangan yang cukup dengan menjamin distribusi beras Raskin yang tepat sasaran. Selain masalah penyelewengan distribusi Raskin, hal yang menjadi perdebatan di kalangan ekonom adalah terjadinya distorsi pasar akibat subsidi pada barang. Melepaskan harga pada mekanisme pasar memang akan menghasilkan efisiensi dan kesejahteraan yang tinggi. Namun hal yang juga harus diperhatikan adalah apakah kesejahteraan tersebut dapat dinikmati oleh semua kalangan?. Sampai saat ini kontradiksi antara efisiensi dan keadilan ekonomi masih menjadi pro dan kontra. Di sisi lain, kebijakan subsidi langsung dari hasil simulasi terbukti meningkatkan konsumsi kalori dan protein yang lebih rendah dibandingkan kebijakan subsidi tidak langsung. Kebijakan subsidi langsung memiliki kelemahan apabila tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan konsumsi gizi rumahtangga miskin, karena hal yang perlu diketahui adalah bagaimana perilaku rumahtangga ketika mendapatkan tambahan pendapatan. Cronin (1982) menyatakan bahwa tambahan pendapatan cenderung mengubah perilaku rumahtangga dengan mengabaikan batasan anggaran. Ketika harga bahan pangan naik, apakah tambahan pendapatan tersebut digunakan untuk membeli bahan pangan, sehingga konsumsi gizi anggota rumahtangga dapat dipertahankan ataukah digunakan untuk membeli barang - barang lainnya yang tidak berpengaruh terhadap konsumsi gizi rumahtangga?. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan terhadap beberapa rumahtangga yang menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT}, tambahan pendapatan tersebut justru digunakan untuk membeli barang - barang konsumtif, seperti pakaian, telepon genggam, dan sebagainya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada kotak di bawah ini. Studi di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di negara tersebut lebih tinggi ketika pemerintah menerapkan kebijakan subsidi langsung berupa cash transfer kepada rumahtangga miskin dibandingkan dengan kebijakan tidak langsung berupa subsidi energi, pangan, dan sebagainya (Sleshnick, 1996). Universitas Indonesia 84 Kasus 1 Keluarga Bapak: Ahmad tinggal di wilayah padat penduduk di Pelamampang, Jakarta Selatan bersama dengan seorang istri dan kedua anak mereka Gumlah anak: 5 orang, 2 anak: meninggal dunia di usia batita dan seorang lagi tinggal di rumah kerabatnya) di rumah semi permanen berukuran 3 x 4 meter persegi. Pria berpendidikan SD ini menghidupi keluarganya dengan beijualan tahu keliling setiap pagi dengan penghasilan berkisar Rp. 20.000 - Rp. 30.000 per hari. Adanya program Bantuan Langsung Tunai beberapa waktu lalu tentu membuatnya sangat gembira karena ia bisa membelikan pak:aian baru untuk istri dan anak: - anaknya. Sesuatu yang hanya ia lakukan ketika menjelang hari raya saja. Kasus 2 lbu Sutihat, seorang janda dengan dua anak perempuan yang masih remaja. Anak: tertua hanya menamatkan SD dan anak bungsu menamatkan pendidikan sampai SMP. Tidak ada aktivitas lain bagi anak: - anaknya kecuali menonton televisi dan sesekali membantu pekeijaan rumahtangga. Kebiasaan menonton televisi cukup mempengaruhi pikiran dan gaya hidup anak: - anaknya, terutama si bungsu. Salah satu contohnya : merengek - rengek agar dibelikan telepon genggam. Bukannya lbu Sutihat tidak ingin mengabulkan keinginan anaknya. Tetapi sebagai seorang pembantu rumahtangga dengan upah sebesar Rp. 500.000 per bulan, baginya harga sebuah telepon genggam sangatlah mahal. Jangankan untuk membeli telepon genggam, untuk konsumsi makanan sehari - hari saja, penghasilannya tidak mencukupi. Ketika pemerintah mengeluarkan program Bantuan Langsung Tunai dengan pencairan 3 bulan sekali sebesar Rp. 300.000, lbu Sutihat adalah salah satu sasaran dari program tersebut. Betapa senangnya ia karena dapat mengabulkan keinginan si bungsu membelikan sebuah telepon genggam. Kasus 3 Lain lagi kisah keluarga Junaidi. Keluarga yang tinggal di rumah berukuran 2,5 x 9 meter persegi di Kecamatan beji, Depok ini agak tertutup dengan warga sekitar. Ia tidak: memiliki pekeijaan tetap dan hams menghidupi seorang istri serta keempat orang anaknya yang berusia 15, 12, 6 dan 2 tahun. Tidak ada seorang anak: pun yang disekolahkannya. Sang ibu sering melarang anak - anaknya keluar rumah. Mak:a ia membelikan sebuah DVD player dari uang program Bantuan Langsung Tunai. Cara itu cukup mampu menahan anak: - anaknya untuk tidak bermain di luar rumah selama kurang lebih dua minggu. Setelah itu, kondisi kembali seperti semula, anak - anak bermain di luar rumah. Universitas Indonesia BAB6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diambil diantaranya ialah : 1. Pada kelompok rumahtangga miskin, faktor harga dan pendapatan lebih menentukan konsumsi pangannya, sementara faktor - faktor lainnya tidak banyak berpengaruh. Sedangkan pada rumahtangga bukan miskin dan keseluruhan, keputusan mengkonsumsi pangan ditentukan oleh harga, pendapatan dan faktor- faktor lainnya. 2. Semua kelompok pangan termasuk kategori barang necessity baik bagi rumahtangga miskin maupun bukan miskin yang bersifat inelastis, sehingga rumahtangga akan tetap membeli bahan pangan tersebut meskipun terjadi kenaikan harga, sebagai salah satu kebutuhan pokok rumahtangga. 3. Kenaikan harga pada kelompok 1 (pangan sumber karbohidrat) dominan berpengaruh terhadap penurunan konsumsi kalori dan protein (gizi). Pangan kelompok 1 terutama beras memberikan sumbangan kalori dan protein yang terbesar bagi rumahtangga di Indonesia. Sebesar 52,87% dari konsumsi kalori dan 44,82 % dari konsumsi protein rata - rata rumahtangga diperoleh dari konsumsi beras. 4. Kalori dan protein termasuk kategori kebutuhan pokok untuk semua kelompok pangan baik bagi rumahtangga miskin maupun bukan miskin. Karenanya meskipun terjadi kenaikan harga pangan sumber kalori dan protein, permintaan rumahtangga terhadap kedua gizi tersebut tidak akan banyak berubah. 5. Kenaikan harga semua bahan pangan saat ini menyebabkan penurunan konsumsi kalori dan protein yang besar. Apabila kondisi ini tidak segera diatasi, dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia Indonesia. 6. Kebijakan subsidi tidak langsung terbukti dari hasil simulasi dapat meningkatkan konsumsi kalori dan protein rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan subsidi langsung. 85 Universitas Indonesia 86 6.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini beberapa saran yang dapat disampaikan sebagai berikut : 1. Harga pangan kelompok 1 sebagai pangan sumber karbohidrat, terutama beras perlu dijaga stabilitasnya, karena bagi rumahtangga di Indonesia, beras tidak hanya sebagai sumber karbohidrat, tetapi juga sumber protein. Stabilitas harga beras dapat dilakuk:an dengan meningkatkan ketersediaan beras nasional, di samping mejamin distribusi beras yang merata. Penjaminan ketersediaan beras dapat diperoleh melalui dibukanya kran impor beras. Namun hal ini bukanlah keputusan yang bijaksana karena akan menyebabkan ketergantungan terhadap negara lain. Hal yang penting adalah mendorong peningkatan produksi padi meialui peningkatan produktivitas dengan memberikan berbagai kemudahan bagi petani dalam memproduksi padi, misalnya subsidi pupuk, menjamin harga tidak jatuh saat panen, dan sebagainya. 2. Pendataan rumahtangga target program subsidi tidak langsung (Beras Raskin) harus tepat dan sesuai sasaran. Jangan sampai tetjadi penyimpangan penyimpangan dalam pendistribusiannya. 3. Pemberian subsidi langsung dalam bentuk cash transfer sebaiknya diubah dalam bentuk pemberian makan kepada anak sekolah atau wanita hamil di sekolah - sekolah maupun posyandu yang sudah diperhitungkan nilai gizinya. Hal ini lebih menjamin pemenuhan gizi bagi anggota rumahtangga dibandingkan dengan pemberian dana cash yang tidak dapat dipastikan peruntukannya. 4. Pengelompokkan komoditi dalam penelitian disesuaikan dengan tujuannya. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti masalah beras sebaiknya melakukan agregasi bahan pangan yang lebih spesifik. 5. Dalam penelitian ini hanya menerapkan restriksi adding- up saja dan tanpa mengatasi masalah contemporaneous correlation (standar error tidak efisien), peneliti selanjutnya dapat menerapkan ketiga restriksi dalam sistem permintaan AIDS dan mempertimbangkan juga masalah contemporaneous correlation ini. Universitas Indonesia 87 6. Simulasi dalam penelitian ini hanya menganalisis dampak kenaikan harga terhadap konsumsi gizi bagi rumahtangga miskin dan bukan miskin saja, tanpa mempertimbangkan faktor sosial ekonomi lainnya seperti wilayah rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, mata pencaharian kepala rumahtangga, dan sebagainya. Universitas Indonesia 88 DAFfARPUSTA KA Ariningsih, Ening. 2008. Konsumsi dan Kecukupan Energi dan Protein Rumahtangga Perdesaan di Indonesia : Analisis Data Susenas 1999, 2002, dan 2005. Dalam Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan : Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani. Bogor, 19 Nopember 2008. Arifin, Bustanul. 2009. Tantangan Baru Ekonomi Pangan. Economic Review Bulan Juni No. 216. Badan Ketahanan Pangan. 2009. Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia. Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia 2009. BPS. Jakarta. Cronin, Francis J. 1982. " The Household's Decision to Accept or Reject a Conditional Transfer Offer". Southern Economic Journal, 49 (1) : 218 234. Dawson, P. J. Dan Richard T. 1998. " Estimating the Demand for Calories in India". American Journal ofAgricultural Economics, 80 (3): 474-481. Deaton, Angus and John Muellbauer. 1980. "An Almost Ideal Demand System". American Economis Review, 70(3):312-326. Dong, et al. 1998. "Estimation of Demand Functions Using Cross - Sectional Household Data : The Problem Revisited". American Journal of Agricultural Economics, 80 (3): 466-473. Food and Agricultural Organization. 2009. Crop Prospects and Food Situation. FAO Report. http://www.fao.org/docrep/011/ai481e/ai481e00.htm. Diunduh : 25 September 2010. Gilarso, T. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Gutner, Tamar. 2002. " The Political Economy of Food Subsidy reform : The Case of Egypt". Food Policy, 27: 455-476. Gulati, Ashok. 1989. "Food Subsidies : In Search of Cost - Effectiveness". Economic and Political Weekly, 24 (28): 1584- 1587 + 1589- 1590. Hartono, J. 2004. Teori Ekonomi Mikro - Analisis Matematis. Penerbit Andi, Yogyakarta. Halbrendt, C. et al. 1994. "Rural Chinese Food Consumption : The Case of Guangdong". American Journal ofAgricultural Economics, 76 (4) 794-799. Universitas Indonesia 89 Hasibuan, A.R. 2001. "Perilaku Konsumen Mie Instan dalam Upaya Mengurangi Ketergantungan Terhadap Makanan Pokok Beras di Yogyakarta". AgrUMY IX (2): 98- 104. Hardinsyah dan V. Tambunan. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII "Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi". Jakarta, 17- 19 Mei 2004. Heien, D. dan G. Pompelli. 1998. "The Demand for Beef Product : Cross Section Estimation of Demografic and Economic Effect". Western Journal Agricultural Economic, 13 (1): 37-44. Kunreuther, Howard. 1973. "Why the Poor Pay More for Food : Theoritical and Empirical Evidence". The Journal ofBusiness, 45 (3) : 368- 383. Laraki, Karim. 1989. "Ending Food Subsidies : Nutritional, Welfare, and Budgetary Effect". World Bank Economic Review, 3 (3): 395-408. Mahal, Ajay dan Anup K. K. 2008. " Adequacy of Dietary Intakes and Poverty in India: Trends in the 1990s". Economics and Human Biology, 6: 57-74. Moeis, Jossy. P. 2003. "Indonesia Food Demand System: An Analysis of the Impacts of the Economic Crisis on Household Consumption and Nutritional Intake". Dissertation of the Faculty of Columbian College of Arts and Sciences. The George Washington University. Washington DC. Moro, D. dan Paolo S. 2000. "Heterogenous Preferences in Household Food Consumption in Italy". European Review of Agricultural Economics, 27 (3) : 305-323. Murda, Handani. 2009. "Dampak Kenaikan Harga Raskin Terhadap Kesejahteraan dan Konsumsi Gizi Rumahtangga Miskin di Indonesia". Tesis Pascasarjana Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok. Nicholson, W. 2005. Microeconomics Theory: Basic Principles and Extensions. Ed. 9th. Thomson Corporation, Ohio. Part, J. L. et al. 2000. "Demand System Analysis of Food Commodities by U.S. Household Segmented by Income". American Journal of Agricultural Economics, 78 (2) : 290 - 300. Pracoyo, T.K. dan Pracoyo A. 2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro. Penerbit Grasindo. Jakarta. Rae, Allan N. 1999. "Food Consumption Pattern and Nutrition in Urban Java Household : The Discriminatory Power of Some Sosioeconomics Variables". The Australian Journal of Agricultural and Resource Economics, 43 (3) : 359- 383. Universitas Indonesia 90 Sahn, David E. 1988. "Effect of Price and Income on Food- Energy Intake in Srilanka". Economics Development and Cultural Change, 36 (2) : 315340. Sengul, Seda dan Ismail Tuncer. 2005. "Poverty Level and Food Demand of the Poor in Turkey''. Agribusiness, 21 (3) 289-311. Skoufias, Emmanuel. 2003. "Is the Calorie- Income Elasticity Sensitive to Price Changes? Evidence from Indonesia". World Development, 31 (7) : 1291 1307. Sleshnick, Daniel T. 1996. " Consumption and Poverty : How Effective are In Kind Transfer?". The Economic Journal, 106 (439): 1527- 1545. Suryani, E. dan Rachman HPS. 2008. Perubahan Pola Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat di Perdesaan. Jurnal Pangan. Tahun XVII. No. 52. OktoberDesember. Swamy, Gurushri dan Hans P. B. 1983. "Flexible Consumer Demand System and Linear Estimation : Food in India". American Journal of Agricultural Economics, 65 (4): 675-684. Timmer, Peter dan Harold Alderman. 1979. "Estimating Parameters for Food Policy Analysis". American Journal of Agricultural Economics, 61 (5) : 982-987. United Nation Development Programme. 2009. Human Development Report 2009. http://hdr.undp.org/en/reports/globallhrd2009/. Diunduh pada 18 Oktober 2010. Varian, H. R. 1992. Microeconomic Analysis. Ed 3rd. W.W. Norton & Company Inc, New York. Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Penerbit Ekonosia. Yogyakarta. World Watch. Price Food 2010. Bank. http://siteresources. worldbank.org/INTPOVERTY/Resources/3 35642- · 1210859591030/Food Price Watch September2010.pdf. Diunduh : 25 September 2010. Yudhoyono, S.B. 2004. "Pembangunan Pertanian dan Perdesaan sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran : Analisis Ekonomi - Politik Kebijakan Fiskal". Disertasi Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yuliana, Rita. 2008. "Evaluasi Perubahan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Sebagai Dampak Kenaikan Harga BBM di Indonesia, Periode Pebruari 2005 - Maret 2006". Tesis Pascasarjana Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok. Universitas Indonesia Lampiran I. Hasil Uji Deteksi Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas Variabel Rumahtan~~a Keseluruhan w kl(!2 w kl(!l Pengujian Heteroskedastisitas 49818,24••• 24439,68··· chi2 (I) Pengujian Multikolinearitas 1,44 LXP 1,30 LPI 1,30 LP2 1,58 LP3 1,17 LP4 1,32 LP5 1,99 LP6 1,21 SEX 1,73 LAGEH 1,94 YEARH 1,18 LAG EM 1,21 YEARM 1,45 PROF 1,67 HHI 1,40 HH2 1,52 HH3 6,60 SUM 9,59 JW 3,47 BALNUS 3,24 KAL 3,90 SUL 1,54 LFLOOR 1,43 ROAD 1,70 LMARKET 2,28 Mean VIF 1,44 1,30 1,30 1,58 1,17 1,32 1,99 1,21 1,73 1,94 1,18 1,21 1,45 1,67 1,40 1,52 6,60 9,59 3,47 3,24 3,90 1,54 1,43 1,70 2,28 w ld(!3 Rumahtan~ Miskin w kl(!4 w kl(!5 w kl(!l w ld(!2 w kl(!3 Rumahtan~a Bukan Miskin .,, kl~ w k1(!5 w ld(!l w kl(!2 w kl(!3 37481,86••• 32525,11··· 15638,62*** 3066,69*** 2589,87••• 3554,22*** 1702,39*** 1674,43*** 24469,76••• 15746,77••• 19149,51*** 1,44 1,30 1,30 1,58 1,17 1,32 1,99 1,21 1,73 1,94 1,18 1,21 1,45 1,67 1,40 1,52 6,60 9,59 3,47 3,24 3,90 1,54 1,43 1,70 2,28 1,44 1,30 1,30 1,58 1,17 1,32 1,99 1,21 1,73 1,94 1,18 1,21 1,45 1,67 1,40 1,52 6,60 9,59 3,47 3,24 3,90 1,54 1,43 1,70 2,28 1,44 1,30 1,30 1,58 1,17 1,32 1,99 1,21 1,73 1,94 1,18 1,21 1,45 1,67 1,40 1,52 6,60 9,59 3,47 3,24 3,90 1,54 1,43 1,70 2,28 1,34 1,26 1,18 1,50 1,14 1,20 1,75 1,20 1,65 1,45 1,18 1,19 1,33 1,75 1,34 1,39 4,57 6,59 2,60 1,93 3,15 1,80 1,73 1,77 1,92 1,34 1,26 1,18 1,50 1,14 1,20 1,75 1,20 1,65 1,45 1,18 1,19 1,33 1,75 1,34 1,39 4,57 6,59 2,60 1,93 3,15 1,80 1,73 1,77 1,92 1,34 1,26 1,18 1,50 1,14 1,20 1,75 1,20 1,65 1,45 1,18 1,19 1,33 1,75 1,34 1,39 4,57 6,59 2,60 1,93 3,15 1,80 1,73 177 1,92 Sumber : Diolah Oleh Penulis 1,34 1,26 1,18 1,50 1,14 1,21J 1,75 1,20 1,65 1,45 1,18 1,19 1,33 1,75 1,3~ 1,39 4,57 6,59 2,60 1,93 3,15 1,80 1,73 1,77 1,92 1,34 1,26 1,18 1,50 1,14 1,20 1,75 1,20 1,65 1,45 1,18 1,19 1,33 1,75 1,34 1,39 4,57 6,59 2,60 1,93 3,15 1,80 1,73 1,77 1,92 1,80 1,31 1,33 1,60 1,18 1,35 2,26 1,22 1,76 1,78 1,19 1,21 1,45 1,67 1,45 1,57 7,48 10,96 3,89 3,80 4,30 1,48 1,37 1,67 2,46 1,80 1,31 1,33 1,60 1,18 1,35 2,26 1,22 1,76 1,78 1,19 1,21 1,45 1,67 1,45 1,57 7,48 10,96 3,89 3,80 4,30 1,48 1,37 1,67 2,46 1,80 1,31 1,33 1,60 1,18 1,35 2,26 1,22 1,76 1,78 1,19 1,21 1,45 1,67 1,45 1,57 7,48 10,96 3,89 3,80 4,30 1,48 1,37 1,67 2,46 w kl~ w kll!5 19921,88*** 9957,22*•• 1,80 1,31 1,33 1,60 1,18 1,35 2,26 1,22 1,76 1,78 1,19 1,21 1,45 1,67 1,45 1,57 7,48 10,96 3,89 3,80 4,30 1,48 1,37 1,67 2,46 1,80 1,31 1,33 1,60 1,18 1,35 2,26 1,22 1,76 1,78 1,19 1,21 1,45 1,67 1,45 1,57 7,48 10,96 3,89 3,80 4,30 1,48 1,37 1,67 2,46 92 Lampiran 2. Garis Kemiskinan Provinsi di Indonesia Menurut BPS Tahun 2009 Provinsi Garis Kemiskinan (Rp) Kota Desa K+D Naggroe Aceh Darussalam 246 375 206 724 218 143 Sumatera Utara 205 379 154 827 178 132 Sumatera Barat 213 942 163 301 180 669 Riau 233 732 194 019 214 034 Jambi 214 769 152 019 172 349 Sumatera Selatan 205 145 161 205 178 209 Bengkulu 210 082 149 468 170 802 Lampung 187 923 145 634 157 052 Bangka Belitung 236 854 234 028 235 379 Kepulauan Riau 278 742 213 985 248 241 DKI Jakarta 266 874 JawaBarat 180 821 144 204 165 734 Jawa Tengah 168 186 140 803 154 Ill DI Yogyakarta 200 855 156 349 184 965 JawaTimur 166 546 140 322 153 145 Ban ten 188 392 140 885 169 485 Bali 179 141 147 963 165 954 Nusa Tenggara Barat 176 591 130 867 150 026 Nusa Tenggara Timur 185 975 113 310 126 389 Kalimantan Barat 166 230 133 403 142 529 Kalimantan Tengah 179 418 153 430 162 266 Kalimantan Selatan 185 289 144 647 161 514 Kalimantan Timur 239 560 188 787 220 368 Sulawesi Utara 165 824 149 440 156 550 Sulawesi Tengah 181 555 146 682 154 006 Sulawesi Selatan 149 439 115 788 126 623 Sulawesi Tenggara 142 103 127 197 130 625 Gorontalo 146 458 134 410 138 181 Sulawesi Barat 144 842 130 428 135 242 Maluku 205 046 170 547 179 552 Maluku Utara 192 287 153 526 165 039 Irian Jaya Barat 209 518 204 958 205 998 Papua 242 556 190 513 202 379 INDONESIA 187 942 146 837 166 697 266 874 93 Lampiran 3. Syntax Pengolahan Data Bagian I : Data KOR Individu GET FILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\data\Kor '+ '2009\ssn09pki_ dws.sav'. DATASET NAME DataSet! WINDOW=FRONT. * Jenis Kelamin DATASET ACTIVATEDataSet l. RECODEjk(l=l) (2=0). EXECUTE. * Menghitung Lama Sekolah IF (b5r13 = 1) lama_sklh = 0. IF ((b5r13 = 2) & (b5r16 > 0 & b5r16 < 3)) lama_sklh = b5r17- 1 . IF ((b5r13 = 2) & (b5r16 > 2 & b5r16 < 5)) lama_sklh = 6 + b5r17- 1 . IF ((b5r13 = 2) & (b5r16 > 4 & b5r16 < 8)) lama_sklh = 9 + b5r17- 1 . IF ((b5r13 = 2) & (b5r16 > 7 & b5r16 < 11)) lama_sklh = 12 + b5rl7- 1 . IF ((b5r13 = 2) & (b5r16 = 11)) lama_sklh = 17 + b5r17- 1 . IF ((b5r13 = 3) & (b5r16 > 0 & b5r16 < 3) & (b5r17--= 8)) lama_sklh = b5r17 -1 . IF ((b5r13 = 3) & (b5r16 > 2 & b5r16 < 5) & b5r17--= 8) lama_sklh = 6 + b5r17- 1 . IF ((b5r13 = 3) & (b5r16 > 4 & b5r16 < 8) & (b5r17--= 8)) lama_sklh = 9 + b5r17- 1 . IF ((b5r13 = 3) & (b5r16 > 7 & b5r16 < 11) & (b5r17--= 8)) lama_sklh = 12 + b5r17- 1. IF ((b5r13 =3) &(b5rl6= 11) & (b5rl7-= 8)) lama_sklh= 17 + b5r17 -1. IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 > 1 & b5r18 < 4)) lama_sklh = 6. IF ((b5rl3 = 3) & (b5rl7 = 8) & (b5r18 > 3 & b5r18 < 6)) lama_sklh = 9. IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 > 5 & b5r18 < 9)) lama_sklh = 12. IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 = 9)) lama_sklh = 14. IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 = 10)) lama_sklh = 15 . IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 = 11 )) lama_sklh = 16. IF ((b5r13 = 3) & (b5r17 = 8) & (b5r18 = 12)) lama_sklh = 20. EXECUTE. * Menciptakan variabel jenis kelamin, umur dan lama sekolah kepala rumahtangga USE ALL. COMPUTE filter_$=(hb = 1). VARIABLE LABEL filter_$ 'hb = 1 (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'. FORMAT filter_$ (fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\aggr_KRT.sav' /BREAK=b1rl blr2 blr3 blr4 b1r5 b1r7 b1r8 /jk_KRT=SUM(jk) /umur_KRT=SUM(umur) /lama_sklh_KRT=SUM(lama_sklh) 94 (lanjutan) * Menciptakan variabel umur dan lama sekolah meal planner USE ALL. COMPUfE filter_$=(hb = 2 & jk = 0 I hb = 1 & jk = 0 I hb = 8 I hb = 6 & jk = 0 I hb = 4 & jk = 0 I hb= 3 &jk= 0 & umur>= 121 hb= 5 &jk=O & umur>= 121 hb= 7 &jk= 0 & umur>= 12). VARIABLE LABEL filter_$ 'hb = 2 & jk = 0 I hb = 1 & jk = 0 I hb = 8 I hb = 6 & jk = 0 I hb = 4 & '+ ~k = 0 I hb = 3 & jk = 0 & umur >= 12 I hb = 5 & jk = 0 & umur >= 12 I hb = 7 & jk = 0 & umur '+ '>= 12 (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' !'Selected'. FORMAT filter_$ (fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUTFILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ meal.sav' /BREAK=blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8 /umur_ meal=FIRST(umur) /lama_sklh_ meal=FIRST(lama_sklh). * Menciptakan variabel mata pencaharian utama rumahtangga RECODE b5r24 (1=1) (3=1) (ELSE=O) INTO bid_usaha. VARIABLE LABELS bid- usaha 'bid- usaha'. EXECUTE. USE ALL. COMPUTE filter_$=(hb =II hb = 21 hb = 31 hb = 4). VARIABLE LABEL filter_$ 'hb =II hb = 21 hb = 31 hb = 4 (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' !'Selected'. FORMAT filter_$ (fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUfFILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ usaha.sav' /BREAK=blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8 Ibid_usaha=FIRST(bid_ usaha). * Menciptakan variabel komposisi anggota rumahtangga RECODE umur (Lowest thru 23=1) (ELSE=O) INTO nonprdktf. VARIABLE LABELS nonprdktf'nonprdktf. EXECUTE. RECODE umur (23 thru 65=1) (ELSE=O) INTO prdktf. VARIABLE LABELS prdktf 'prdktf'. EXECUTE. RECODE umur (65 thru Highest= I) (ELSE=O) INTO lansia. VARIABLE LABELS lansia 'lansia'. EXECUTE. 95 (lanjutan) USE ALL. AGGREGATE /OUfFILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\Olah_data\aggr_ART.sav' IBREAK.=b1rl b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8 /nonprdktf=SUM(nonprdktf) /prdktf=SUM(prdktf) /lansia=SUM(lansia). Bagian II : Data KOR Rumahtangga GET FILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\data\Kor '+ '2009\ssn09pki_ dws.sav'. DATASET NAME DataSetl WINDOW=FRONT. * Menghitung jumlah amggota rumahtangga COMPUTE HH=l. EXECUTE. AGGREGATE /OUfFILE='C:\Documents and Settings\ My Documents\TESIS\Olah_data\JART.sav' IBREAK.=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8 IHH=SUM(Illl). * Menciptakan variabelluas lantai per kapita GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\JART.sav'. DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY b1r1(A) b1r2(A) b1r3{A) blr4(A) b1r5(A) b1r7(A) b1r8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\data\Kor '+ '2009\ssn09pkr_ dws.sav'. DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY b1r1(A) b1r2(A) b1r3{A) b1r4(A) b1r5(A) b1r7(A) b1r8(A). DATASET ACTIVATE DataSet2. MATCH FILES /FILE=* /FILE='DataSet4'. EXECUTE. DATASET ACTIVATE DataSet2. COMPUTE lantai_kap=b6r5 I HH. EXECUTE. * Menciptakan variabel regional rumahtangga RECODE b1rl (21=1) (11 thru 19=1) (ELSE=O) INTO suml. VARIABLE LABELS Sum1'Suml'. RECODE b1rl (31 thru 36=1) (ELSE=O) INTO Jw2. VARIABLE LABELS Jw2 'jw2'. RECODE blrl (51 thru 53=1) (ELSE=O) INTO balnus3. VARIABLE LABELS Balnus3 'Balnus3'. 96 (lanjutan) RECODE blrl (61 thru 64=1) (ELSE=O) INTO kal4. VARIABLE LABELS Ka14 'Ka14'. RECODE blrl (71 thru 76=1) (ELSE=O) INTO sul5. VARIABLE LABELS Sul5 'Sul5'. RECODE blrl (81=1) (82=1) (91=1) (94=1) (ELSE=O) INTO papmal6. VARIABLE LABELS Papma16 'Papmal6'. EXECUTE. AGGREGATE /OUfFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_ kor_ rt.sav' /BREAK=blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8 /suml=SUM(suml) /Jw2=SUM(Jw2) /balnus3=SUM(balnus3) /kal4=SUM(kal4) /sul5=SUM(su15) /papmal6=SUM(papmal6) /lantai_kap=SUM(lantai_kap). Bagian Ill : Data Podes * Menciptakan variabel jarak pasar terdekat dan proporsi jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat per kecamatan GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\d ata\Pod2008\pds200 8_ b.sav'. DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT . RECODE r1104b (SYSMIS=0.5). EXECUTE. COMPUTE a= 1. EXECUTE. AGGREGATE /OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_pdsb.sav' /BREAK=blrl blr2 blr3 /jalan=SUM(r90 1b2) /jarak_pasar=MEAN (rl104b) /jmh_desa=SUM(a). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\ TESIS\Olah_ data\aggr_pdsb.sav' DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT . COMPUTE prop_jln=jalan I jmh_desa. EXECUTE. * Merger data KOR dan Podes GET FILE='C:\Document s and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_ krt.sav'. DATASET NAME DataSetl WINDOW=FRONT . SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). 97 (lanjutan) GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ meal.sav'. DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blrS(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\aggr_usaha.sav'. DATASETNAMEDataSet4 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ kor_ rt.sav'. DATASET NAME DataSet6 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_pdsb.sav'. DATASETNAMEDataSet8 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A). DATASET ACTIVATE DataSet!. MATCH FILES /FILE=* /FILE='DataSet3'. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\korpodes.sav' /COMPRESSED. MATCH FILES /FILE=* /FILE='DataSet4'. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\korpodes.sav' /COMPRESSED. MATCH FILES /FILE=* /FILE='DataSet6'. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\korpodes.sav' /COMPRESSED. DATASET ACTIVATE DataSet!. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet8' /BY blrl blr2 blr3. EXECUTE. SAVE OUfFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\korpodes.sav' /COMPRESSED. Bagian IV : Data Modul Konsumsi * Menciptakan Variabel Status Miskin Rumahtangga GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\data\Panel-Module '+ '2009\sn09pm43 .sav'. DATASET NAME DataSet2 WINDOW= FRONT. COMPUTE tot_peng=mkn + nomkn. EXECUTE. 98 (lanjutan) COMPUTE tot_peng_sbln=tot_peng * 30/7. EXECUTE. COMPUTE peng_sbln_kap=tot_peng_sbln I b2r1. EXECUTE. DO IF {b1rl = 11 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 292428=1} (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'. EXECUTE. DO IF {b1rl = 11 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 249546=1) (ELSE=O} INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 12 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 234712=1} (ELSE=O} INTO status_miskin. E"fi..TI IF. VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 12 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 189306=1} (ELSE=O} INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF {b1rl = 13 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 248525=1) (ELSE=O} INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 13 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 201257=1} (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 14 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 265707=1) (ELSE=O} INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 14 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 226945=1) (ELSE=O} INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 15 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 244516=1} (ELSE=O} INTO status_miskin. 99 (lanjutan) END IF. VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 15 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 1781 07= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 16 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 247661=1} (ELSE=O} INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin•. EXECUTE. DO IF (b1rl = 16 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 1901 09= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 17 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 242735=1} (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 17 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 192351=1} (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 18 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 224168=1} (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 18 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 175734=1) (ELSE=O} INTO status_miskin. El'-ot"D IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl = 19 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 272809=1) (ELSE=O} INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 19 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_leap (Lowest thru 261378=1} (ELSE=O} INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. 100 (lanjutan) DO IF (b1rl = 21 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 308210=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 21 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 256742=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 31 & blr5 = 1). RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 316936= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 32 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 203751=1) (ELSE=O) INTO status_r.J.iskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 32 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 175193=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 33 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 196478=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 33 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 169312=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 34 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 228236=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 34 & blr5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 182706=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 35 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 202624=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. 101 (lanjutan) END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl = 35 & blr5 = 2). RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 174628= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl = 36 & blr5 = 1). RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 212310=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl = 36 & blr5 = 2). RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 178238=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl =51 & blr5 = 1). RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 211461=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl =51 & blr5 = 2). RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 176003=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl =52 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 213450= I) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl =52 & blr5 = 2). RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 164526=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl =53 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 218796=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl =53 & blr5 = 2). RECODE peng_sbln_k ap (Lowest thru 142478=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. 102 (lanjutan) DO IF (b1rl = 61 & b1r5 = 1). RECODE peng_sb1n_kap (Lowest thru 194881=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 61 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 166815=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 62 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 209317=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 62 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest i.hru 199157=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status_miskin 'status_miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 63 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 216538=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 63 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 181 059= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 64 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 283472=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 64 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 224506=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 71 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 193251=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl = 71 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 178271 = 1) (ELSE=O) INTO status_miskin. 103 . (lanjutan) END IF. VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 72 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 217 529= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 72 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 182241=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 73 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 177872=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 73 & blr5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 142241=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 74 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 17 5070= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 74 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 157554=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (blrl = 75 & blr5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 173850=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 75 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 156873=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 76 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_ kap (Lowest thru 17 5901 = 1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABL E LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. 104 (lanjutan) DO IF (b1r1 = 76 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 156866= 1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 81 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 230913=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 81 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 199596=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1r1 = 82 & b1r5 = 1). RECODE pe11g_sbln_kap (Lowest thru 226732=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 82 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 190838=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 91 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 304730=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 91 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 269354=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 94 & b1r5 = 1). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 285158=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. DO IF (b1rl = 94 & b1r5 = 2). RECODE peng_sbln_kap (Lowest thru 234727=1) (ELSE=O) INTO status_miskin. END IF. VARIABLE LABELS status- miskin 'status- miskin'. EXECUTE. RECODE status_miskin (SYSMIS=O). EXECUTE. 105 (lanjutan) AGGREGATE /OUTFILE='C:\Documents and Settings\My '+ 'Documents\TESIS\Olah_ data2\status_ miskin.sav' IBREAK=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8 /status_miskin=SUM(status_miskin). FREQUENCIES V ARIABLES=status_ miskin /STATISTICS=SUM /ORDER=ANALYSIS. *Custom Tables CTABLES NLABELS VARIABLES=status miskin blrl DISPLAY=DEFAULT /TABLE b1r1 BY status_miskin [COUNT F40.0, ROWPCT.COUNT F40.2] /CATEGORIES V ARIABLES=status miskin ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=INCLUDE TOTAL=YES POSITION=AFTER /CATEGORIES V ARIABLES=b1rl ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDETOTAL= YES POSITION=AFTER. * Menciptakan variabel proporsi pengeluaran GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\data\Panel-Module '+ '2009\sn09pm41.sav'. DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT. DATASET ACTIVATE DataSet3. USE ALL. COMPUTE filter_$=({kode > "001" & kode < "010") I (kode > "010" & kode < "020")). VARIABLE LABEL filter $ '(kode > "00 1" & kode < "0 10") I (kode > "0 10" & kode < "020") (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'. FORMAT filter_$ (fLO). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ exp 1.sav' /BREAK=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8 /exp_kip 1=SUM(b41k9). USE ALL. COMPUTE filter_$=({kode > "020" & kode < "053") I (kode > "053" & kode < "071") I (kode > "071" & kode < "085") I (kode > "115" & kode < "127")). VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "020" & kode < "053 ") I (kode > "053" & kode < "071 ") I (kode > '+ "'071" & kode < "085") I (kode > "l15" & kode < "127") (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'. FORMAT filter_$ (fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE 106 (lanjutan) /OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TES IS\Olah_ data2\aggr_ exp2.sav' /BREAK=b1rl b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 blr8 /exp_ klp2=SUM(b41k9). USE ALL. COMPUTE filter_$=((kode > "085" & kode < "115") I (kode > "127" & kode < "150")). VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "085" & kode < "115") I (kode > "127" & kode < "150") (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'. FORMAT filter_$ {fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ exp3 .sav' /BREAK.=b1rl b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8 /exp_klp3=SUM(b41k9). USE ALL. COMPUTE filter_$=({kode > "151" & kode < "158") ). VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "151" & kode < "158") (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'. FORMAT filter_$ {fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TES IS\Olah_data2\a ggr_ exp4.sav' /BREAK=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8 /exp_ klp4=SUM(b41k9). USE ALL. COMPUTE filter_$=((kode > "158" & kode < "167") I (kode > "167" & kode < "181") I (kode > "181" & kode < "191") I (kode > "191" & kode < "223") I (kode > "223" & kode < "229") ). VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "158" & kode < "167") I (kode > "167" & kode < "181") I (kode '+ '> "181" & kode < "191") I (kode > "191" & kode < "223") I (kode > "223" & kode < "229") '+ '(FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'. FORMAT filter_$ (fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TES IS\Olah_ data2\aggr_ exp5.sav' /BREAK=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 blr5 b1r7 b1r8 /exp_klp5=SUM(b4 1k9). GET FILE='C:\Documents and Settings\Eni Nurkhayani\My Documents\TES IS\data\Panel-M odule '+ '2009\sn09pm43.sav'. DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FR ONT. COMPUTE exp=(mkn + nomkn) EXECUTE. * 30 I 7. 107 (lanjutan) AGGREGATE /OUTFILE='C:\Documents and Settings\My '+ 'Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ harga_ klp6.sav' /BREAK=blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8 /exp_ klp6=SUM(nomkn) /exp=SUM(exp). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_exp l.sav'. DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_exp2.sav'. DATASET NAME DataSet6 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_exp3.sav'. DATASET NAME DataSet8 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_ exp4.sav'. DATASET NAME DataSetlO WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_exp5.sav'. DATASET NAME DataSetl2 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_ exp6.sav'. DATASET NAME DataSet14 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). DATASET ACTIVATE DataSetl. MATCH FILES /FILE=* IT ABLE='DataSet4' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\share.sav' /COMPRESSED. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet6' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\Eni Nurkhayani\My Documents\TESIS\Olah data2\share.sav' /COMPRESSED. MATCH FILES /FILE=* IT ABLE='DataSet8' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. 108 (lanjutan) EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\share.sav' /COMPRESSED. MATCH FILES /FILE=* IT ABLE='DataSetl 0' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\share.sav' /COMPRESSED. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet12' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_data2\share.sav' /COMPRESSED. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet14 ' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\share.sav' /COMPRESSED. COMPUTE w_klpl=exp_klpl I exp. COMPUTE w_klp2=exp_klp2 I exp. COMPUTE w_klp3=exp_klp3 I exp. COMPUTE w_klp4=exp_klp4 I exp. COMPUTE w_klp5=exp_klp5 I exp. COMPUTE w_klp6=exp_klp6 I exp. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\share.sav' /COMPRESSED. RECODE w_klpl w_klp2 w_klp3 w_klp4 w_klp5 w_klp6 (SYSMIS=O). EXECUTE. IF (w_klpl > 0) C_klpl = 1. IF (w_klpl = 0) C_klpl = 0. EXECUTE. IF (w_klp2 > 0) C_klp2 = 1. IF (w_klp2 = 0) C_klp2 = 0. EXECUTE. lF (w_klp3 > 0) C_klp3 = 1. IF (w_klp3 = 0) C_klp3 = 0. EXECUTE. IF (w_klp4 > 0) C_klp4 = 1. IF (w_klp4 = 0) C_klp4 = 0. EXECUTE. IF (w_klp5 > 0) C_klp5 = 1. IF (w_klp5 = 0) C_klp5 = 0. EXECUTE. IF (w_klp6 > 0) C_klp6 = 1. IF (w_klp6 = 0) C_klp6 = 0. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\share.sav' /COMPRESSED. 109 (lanjutan) * Pengelompokkan Komoditi GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\data\Panel-Module '+ '2009\sn09pm41.sav'. DATASET NAME DataSet! WINDOW=FRO NT. COMPUTE harga=(b41k9 I b41k8) EXECUTE. * 100. USE ALL. COMPUTE filter_$=((kode > 11 001 11 & kode < 11 01011 ) I (kode > "010" & kode < 11 020 11 )). 11 VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > 11 001" & kode < "010") I (kode > "010 11 & kode < "020 ) (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'. FORMAT filter_$ (fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUTFILE='C:\Documents and Settings\My '+ 'Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ harga_kip 1.sav' /BREAK=blr1 blr2 blr3 b1r4 b1r5 b1r7 blr8 /harga_kip 1=MEAN(harga). USE ALL. COMPUTE filter_$=((kode > 11 02011 & kode < "053") I (kode > "053" & kode < "071") I (kode > 11 071" & kode < 11 085") I (kode > "115" & kode < 11 127 11 )). 11 VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "020" & kode < "053") I (kode > "053" & kode < "071 ) I (kode > '+ "'071" & kode < 11 085 11 ) I (kode > "115 11 & kode < "127 11 ) (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' !'Selected'. FORMAT filter_$ (fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUTFILE='C:\Documents and Settings\My '+ 'Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ harga_ kip2 .sav' /BREAK=blr1 blr2 blr3 blr4 blr5 b1r7 blr8 /harga_ kip2=MEAN(harga). USE ALL. COMPUTE filter_$=((kode > "085" & kode < 11 115 11 ) I (kode > 11 127" & kode < "151 11 )). VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "085" & kode < 11 115") I (kode > "127" & kode < "151 ") (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'. FORMAT filter_$ (fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUTFILE='C:\ Documents and Settings\My '+ 'Documents\TESIS\Olah_ data2\aggr_ harga_ kip3 .sav' /BREAK=b1rl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8 /harga_ kip3=MEAN(harga). USE ALL. COMPUTE filter_$=((kode > "151 11 & kode < "158") ). 110 (lanjutan) VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "151" &kode < "158") (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'. FORMAT filter_$ (fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUfFILE='C:\Docu ments and Settings\My '+ 'Documents\TESIS\Olah_data2\aggr_harga_klp4.sav' /BREAK.=b1r1 b1r2 blr3 b1r4 blr5 blr7 b1r8 /harga_klp4=MEAN(harga). USE ALL. COMPUTE filter_$=((kode > "158" & kode < "167") I (kode > "167" & kode < "181") I (kode > "181" & kode < "191") I (kode > "191" & kode < "223") I (kode > "223" & kode <= "229") ). VARIABLE LABEL filter_$ '(kode > "158" & kode < "167") I (kode > "167" & kode < "181") I (kode '+ '> "181" & kode < "191") I (kode > "191" & kode < "223") I (kode > "223" & kode <= "229") '+ I (FILTER)'. VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' I 'Selected'. FORMAT filter_$ (fl.O). FILTER BY filter_$. EXECUTE. AGGREGATE /OUfFILE='C:\Docu ments and Settings\My '+ 'Documents\TESIS\O lah_ data2\aggr_ harga_ klp5.sav' /BREAK.=b1rl blr2 blr3 blr4 blr5 b1r7 b1r8 /harga_ klp5=MEAN(harga). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\d ata\Panel-Module '+ '2009\sn09pm43.sav'. DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT . AGGREGATE /OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My '+ 'Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_ harga_ klp6.sav' /BREAK=blrl blr2 b1r3 blr4 blr5 blr7 blr8 /harga_klp6=MEAN(nomkn ). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\d ata\Panel-Module '+ '2009\sn09pm43 .sav'. DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY b1r1(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) b1r8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ harga_kip l.sav'. DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT . SORT CASES BY b1r1(A) b1r2(A) b1r3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) b1r8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\O lah_data\aggr_harga _klp2.sav'. DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT . 111 (lanjutan) SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ harga_ klp3.sav'. DATASET NAME DataSet5 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ harga_ klp4.sav'. DATASET NAME DataSet6 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_harga_ klp5 .sav'. DATASET NAME DataSet? WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\aggr_ harga_ klp6.sav'. DATASET NAME DataSet8 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) bh8(A). DATASET ACTIVATE DataSet2. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet3' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\harga.sav' /COMPRESSED. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet4' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\harga.sav' /COMPRESSED. DATASET ACTIVATE DataSet2. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet5' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\harga.sav' /COMPRESSED. DATASET ACTIVATE DataSet2. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet6' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\harga.sav' /COMPRESSED. DATASET ACTIVATE DataSet2. MATCH FILES /FILE=* IT ABLE='DataSet7' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. 112 (lanjutan) EXECUTE. SAVE OUfFILE='C:\Docum ents and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\harga.sav' /COMPRESSED. DATASET ACTIVATE DataSet2. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet8' /BY b1rl b1r2 b1r3 b1r4 b1r5 b1r7 b1r8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\harga.sav' /COMPRESSED. DATASET ACTIVATE DataSet2. AGGREGATE /OUfFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_rata2 _ desa.sav' /BREAK=b1r1 b1r2 b1r3 b1r4 lharga_ klp 1_mean=MEAN(harga_ klp 1) /harga_ klp2_ mean=MEAN(harga_ klp2) /harga_ klp3_ mean=MEAN(harga_ klp3) lharga_klp4_ mean=MEAN(harga_ klp4) /harga_ klp5_ mean=MEAN(harga_ klp5) /harga_ klp6_ mean=MEAN(harga_ klp6). GET FILE='C:\Document s and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data\aggr_rata2 _ desa.sav'. DATASET NAME DataSet12 WINDOW=FRONT. DATASET ACTIVATE DataSet2. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet12' /BY b1r1 b1r2 blr3 b1r4. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Docu ments and Settings\My Documents\TESIS\O lah_ data2\harga.sav' /COMPRESSED. DATASET ACTIVATE DataSet2. COMPUTE LP_klp1=LN(harga_klp 1). COMPUTE LP_ klp 1_mean=LN(harga_ klp 1_mean). COMPUTE LOP_klp 1=LP_ klp 1 - LP_ klp 1_mean. EXECUTE. COMPUTE LP_klp2=LN(harga_klp 2). COMPUTE LP_ klp2_ mean=LN(harga_ klp2_mean). COMPUTE LOP_klp2=LP_klp2 - LP_ klp2_mean. EXECUTE. COMPUTE LP_klp3=LN(harga_klp 3). COMPUTE LP_ klp3 _ mean=LN(harga_ klp3 _mean). COMPUTE LOP_klp3=LP_klp3 - LP _klp3 _mean. EXECUTE. COMPUTE LP_klp4=LN(harga_klp 4). COMPUTE LP_ klp4_mean=LN(harga_ klp4_mean). COMPUTE LOP_klp4=LP_klp4- LP_klp4_mean. EXECUTE. 113 (lanjutan) COMPUTE LP_klp5=LN(harga_klp5). COMPUTE LP_ klp5 _ mean=LN(harga_klp5_mean). COMPUTE LOP_klp5=LP_ klp5 - LP_klp5 _mean. EXECUTE. COMPUTE LP_ klp6=LN(harga_ klp6). COMPUTE LP_ klp6_ mean=LN(harga_klp6_mean). COMPUTE LDP_klp6=LP_klp6- LP_klp6_mean. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\harga.sav' /COMPRESSED. * Regresi Log Deviasi Harga GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\status_ miskin.sav'. DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\share.sav'. DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\harga.sav'. DATASET NAME DataSet6 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). GET FILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data2\korpodes.sav'. DATASET NAME DataSet8 WINDOW=FRONT. SORT CASES BY blrl(A) blr2(A) blr3(A) blr4(A) blr5(A) blr7(A) blr8(A). DATASET ACTIVATE DataSet2. MATCH FILES /FILE=* ITABLE='DataSet4' /BYblrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\IV_harga.sav' /COMPRESSED. MATCH FILES /FILE=* rrABLE='DataSet6' /BY blrl blr2 blr3 blr4 blr5 blr7 blr8. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\IV_harga.sav' /COMPRESSED. MATCH FILES /FILE=* /FILE='DataSet8'. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_data\IV_harga.sav' /COMPRESSED. COMPUTE Lexp=LN(exp). 114 (lanjutan) EXECUTE. COMPUTE Lumur_KRT=LN(umur_KRT). EXECUTE. COMPUTE Lumur_ meal=LN(umur_meal). EXECUTE. COMPUTE Llantai=LN(lantai_kap). EXECUTE. COMPUTE Ljrk_psr=LN(jarak_pasar). EXECUTE. REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING PAIRWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) CIN(95) /NOORIGIN /DEPENDENT LDP_klp1 IMETHOD=ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal bid_usaha nonprdktf prdktf lansia sum 1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psr prop jln /RESIDUALS DURBIN /SAVEPRED. REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING PAIRWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOV A COLLIN TOL CHANGE ZPP /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.1 0) CIN(95) /NOORIGIN /DEPENDENT LDP_ klp2 /METHOD=ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal bid_usaha nonprdktfprdktflansia sum1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psr propjln /RESIDUALS DURBIN /SAVEPRED. REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING PAIRWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOV A COLLIN TOL CHANGE ZPP /CRITERIA=PIN(.05) POUT(. I 0) CIN(95) /NOORIGIN /DEPENDENT LDP_klp3 /METHOD=ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal bid_usaha nonprdktf prdktf lansia sum 1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psr propjln /RESIDUALS DURBIN /SAVEPRED. REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING PAIRWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) CIN(95) /NOORIGIN /DEPENDENT LDP_ klp4 115 (lanjutan) /METHOD= ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal bid_usaha nonprdktfprdktflansia sum1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psr propjln !RESIDUALS DURBIN /SAVEPRED. REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIGN /MISSING PAIRWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP /CRITERIA=PIN(.OS) POUT(.1 0) CIN(95) /NOORIGIN /DEPENDENT LDP_klpS IMETHOD=ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal bid_usaha nonprdktfprdktflansia sum1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psrpropjln !RESIDUALS DURBIN /SAVEPRED. REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIGN /MISSING PAIRWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP /CRITERIA=PIN(.OS) POUT(.10) CIN(95) /NOORIGIN /DEPENDENT LDP_ klp6 /METHOD=ENTER Lexp jk_KRT Lumur_KRT lama_sklh_KRT lama_sklh_meal Lumur_meal bid_usaha nonprdktfprdktflansia sum1 Jw2 balnus3 kal4 sul5 Llantai Ljrk_psr prop_jln !RESIDUALS DURBIN /SAVEPRED. IF (C_klp1 = 1) LP_est_klp1=LP_klp1 - PRE_l. EXECUTE. IF (C_klp1 = 0) LP_est_klpl=LP_klp1_mean- PRE_l. EXECUTE. IF (C_klp2 = 1) LP_est_klp2=LP_klp2- PRE_2. EXECUTE. IF (C_klp2 = 0) LP_est_klp2=LP_klp2_mean- PRE_2. EXECUTE. IF (C_klp3 = 1) LP_est_klp3=LP_klp3- PRE_3. EXECUTE. IF (C_klp3 = 0) LP_est_klp3=LP_klp3_mean- PRE_3. EXECUTE. IF (C_klp4 = 1) LP_est_klp4=LP_klp4- PRE_4. EXECUTE. IF (C_klp4 = 0) LP_est_klp4=LP_klp4_mean- PRE_4. EXECUTE. IF (C_klp5 = 1) LP_est_klp5=LP_kipS- PRE_S. EXECUTE. IF (C_klp5 = 0) LP_est_klp5=LP_klp5_mean- PRE_S. EXECUTE. IF (C_klp6 = 1) LP_est_klp6=LP_klp6- PRE_6. EXECUTE. IF (C_klp6 = 0) LP_est_klp6=LP_klp6_mean- PRE_6. 116 (lanjutan) EXECliTE. COMPUTE Ln_stone=(w_klp1 • LP_est_klp1) + (w_klp2 • LP_est_klp2) + (w_klp3 • LP_est_klp3) + (w_klp4 • LP_est_klp4) + (w_klp5 • LP_est_kipS)+ (w_klp5 • LP_est_kipS)+ (w_klp6 • LP_est_klp6). EXECUTE. COMPUTE Ln_peng_defl=Lexp- Ln_stone. EXECUTE. SAVE OUTFILE='C:\Documents and Settings\My Documents\TESIS\Olah_ data\final.sav' /COMPRESSED. * Regresi AIDS dengan STATA 10.0 yang menerapkan restriksi homogeneity dan simetri slutsky constraint 1 lp1+lp2+lp3+lp4+lp5+lp6=0 cnsreg w1lp1lp2lp31p4lp5lp6lxp jk_krt lumur_kr lumur_me lama_skl v55_a bid_usah nonprdkt prdktf lansia jw2 balnus3 kal4 sul5 sum 1 propjln llantai ljrk_psr if c_kip 1= 1, const( 1) vee(robust) est store w1 global w12 =_b[ lp2] di ${w12} constraint 2lp1=${w12} global wl3 =_b[ lp3] di ${w13} constraint 3 1p1=${w13} global w14 =_b[ lp4] di ${w14} constraint 4 lp1=${w14} global w15 = _b[ IpS] di ${w15} constraint 5 lp1=${w15} global w16 = _b[ lp6] di ${w16} constraint 6lp1=${w16} cnsreg w2lp1lp2 lp3 lp4lp5lp6lxp jk_krt lumur_kr lumur_me lama_ski v55_a bid_usah nonprdkt prdktflansiajw2 balnus3 kal4 sul5 sum1 propjln llantai ljrk_psr ifc_klp2=1, const(l2) vce(robust) est store w2 global w23 =_ b[ lp3] di ${w23} constraint 7 lp2=$ {w23} global w24 =_ b[ lp4] di ${w24} constraint 8 lp2=$ {w24} global w25 = _b[ IpS] di ${w25} constraint 9lp2=${w25} global w26 = _ b[ lp6] di ${w26} constraint 10 lp2=${w26} cnsreg w3 lpllp2 lp3 lp4lp5 lp6lxp jk_krt lumur_kr lumur_me 1ama_skl v55_a bid_usah nonprdkt prdktflansia jw2 balnus3 kal4 sul5 sum1 propjln llantai ljrk_psr if c_ klp3= I, const( 1,3, 7) vce(robust) 117 (lanjutan) est store w3 global w34 = _b[ lp4] di ${w34} constraint lllp3=${w34} global w35 =_b[ lp5] di ${w35} constraint 12lp3=${w35} global w36 =_b[ lp6] di ${w36} constraint 13 lp3=${w36} cnsreg w4lp1lp2lp3 lp4lp5 lp6lxp jk_krt lumur_kr lumur_me lama_skl v55_a bid_usah nonprdkt prdktflansiajw2 balnus3 kal4 sul5 suml propjln llantai ljrk_psr if c_klp4 1, const(1,4,8,11) vce(robust) est store w4 global w45 =_b[ IpS] di ${w45} constraint 14lp4=${w45} global w46 =_b[ lp6] di ${w46} constraint 15 !p4=$ {w46} cnsreg w5lp1lp2lp3lp4lp5lp6lxp jk_krt lumur_kr lumur_me lama_skl v55_a bid_usah nonprdktprdktflansiajw2 balnus3 kal4 sul5 sum1 propjln llantai ljrk_psr ifc_klp5=1, const(1,5,9,12,14) vce(robust) est store w5 * Syntax untuk rumahtangga miskin dan bukan miskin sama seperti syntax di atas.