BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Ekosistem sungai/lotik dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang berbentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan helokrenal, yaitu mata air yang membentuk rawa-rawa. Selanjutnya aliran dari beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithal, ditandai dengan relief aliran sungai yang terjal. Zona rithal dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epirithal (bagian yang paling hulu), metarithal (bagian tengah dari aliran sungai di zona rithal). Setelah melewati zona hyporithal, aliran sungai akan memasuki zona potamal, yaitu aliran sungai pada daerah-daerah yang relief lebih landai dibandingkan dengan zona rithal. Zona potamal juga dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epipotamal (bagian atas dari zona potamal), metapotamal (bagian tengah) dan hypopotamal (bagian akhir dari zona potamal) (Barus, 2004) Sungai Asahan merupakan salah satu sungai di Sumatera Utara. Sungai ini mengalir dari Danau Toba, melintasi kota Tanjung Balai dan berakhir di teluk Nibung, Selat Malaka. Daerah aliran Danau Toba adalah suatu batasan daerah menurut kondisi topografi dimana semua air hujan yang turun di daerah tersebut akan mengalir ke dalam danau, atau disebut juga daerah Tangkapan Air (DTA) atau catchment area. Daerah aliran ini dibatasi oleh kontur ketinggian yang mengelilingi danau dan melintasi Porsea dimana sungai Asahan sepanjang 150 Km mengalirkan air keluar dari danau sampai Selat Malaka, tepatnya di lokasi bendungan pengatur Siruar. Luas daerah aliran Danau Toba ini adalah 3.480 Km². Daerah aliran Danau Toba selanjutnya akan disebut sebagai daerah aliran hulu sungai Asahan. Daerah aliran sungai asahan ini adalah suatu daerah yang dibatasi Universitas Sumatera Utara secara topografi dimana semua air yang berasal dari curah hujan akan mengalir ke sungai Asahan. Batasan daerah aliran ini dimulai dari bendungan pengatur Siruar sampai ke hilir berbatasan dengan laut selat Malaka (Loebis, 1999) 2.2. Sifat Fisik dan Kimia Air Air mempunyai fungsi sebagai media untuk ikan baik media internal maupun eksternal. Sebagai media internal, air berfungsi sebagai bahan baku untuk reaksi di dalam tubuh, pengangkutan bahan makanan keseluruhan tubuh, pengangkutan sisa metabolisme dan pengaturan atau penyangga suhu tubuh. Fungsi eksternal air yaitu sebagai habitatnya. Oleh karena peranan air sangat esensial maka kualitas dan kuantitasnya pun harus dijaga sesuai kebutuhan ikan (Lloyd, 1980). Berikut ini beberapa sifat Fisik-Kimia air yang berperan menentukan kualitas perairan. 2.2.1. Temperatur Boyd dan Kopler (1979) menyatakan di perairan tropis ikan akan tumbuh dengan baik pada kisaran temperatur 25-32 oC, tetapi ikan memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap temperatur. Temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, dimana apabila temperatur naik, maka kelarutan oksigen dalam air menurun. Bersamaan dengan itu terjadi peningkatan aktivitas metabolisme organisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga akan meningkat (Sastrawijaya, 1991). Temperatur air merupakan pembatas utama pada suatu perairan karena organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan-perubahan temperatur. Menurut hukum Vant’s Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10 0C akan menaikkan metabolisme 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang (Barus, 1996). Universitas Sumatera Utara 2.2.2. Kecerahan Kecerahan air adalah bentuk pencerminan daya tembus atau intensitas cahaya yang masuk dalam perairan. Kecerahan perairan juga dapat ditentukan karena adanya fitoplankton atau tumbuhan air lainnya yang terdapat dalam perairan. Kecerahan air dapat diukur apabila kedalaman tembus cahaya matahari ke dalam kolam minimum 40 cm. Pengukuran kecerahan dapat digunakan untuk menentukan besarnya produktifitas primer dalam perairan (Odum, 1994). Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan “Secchi disk”. Nilai kecerahan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta posisi orang dalam melakukan pengukuran. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Kecerahan dapat dihubungkan dengan tipe kesuburan perairan. Cole (1983) menjelaskan perairan yang kecerahannya lebih 6 m merupakan kesuburan perairan oligotrofik, kecerahan antara 3-6 m disebut mesotrofik dan kurang dari 3m dikenal sebagai perairan eutrofik 2.2.3. Intensitas Cahaya Matahari Intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme air dalam habitatnya. Apabila intensitas matahari berkurang, hewan ini akan dirangsang untuk melakukan gerakan lokomotif untuk keluar dari tempat perlindungannya yang terdapat pada bagian bawah dari bebatuan didasar perairan. Mereka akan bergerak menuju kebagian atas dari bebatuan tersebut yang merupakan tempat untuk mencari makan (Barus, 2004) Cahaya merupakan unsur penting dalam kehidupan ikan, cahaya dibutuhkan ikan untuk mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator, membantu dalam penglihatan dan proses metabolisme. Secara tidak langsung peranan cahaya matahari dalam kehidupan ikan adalah melalui rantai makanan (Rifai et al., 1983). Intensitas cahaya matahari menurun yang akan mempengaruhi proses fotosintesis salam suatu perairan dimana jumlah plankton dapat mengalami penurunan sehingga menyebabkan keterbatasan tersedianya nutrisi bagi ikan. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya cahaya juga mempengaruhi produktivitas ikan pada sungai.Ikan yang aktif pada siang hari (diurnal) biasanya mengambil makanan pada malam hari. Ikan yang aktif pada malam hari (noktural) akan bergerak ke perairan yang dangkal. Organismenoktural pada intensitas cahaya maksimum dirangsang untuk melakukan gerakan untuk mencari perlindungan, sedangkan bagi organisme diurnal intensitas cahaya yang kuat akan memberikan reaksi sebaliknya, organisme tersebut akan melakukan berbagai aktivitas (Barus, 1996). 2.2.4. Arus Arus sangat dipengaruhi oleh sifat air itu sendiri, gravitasi bumi, keadaan dasar perairan, dan gerakan rotasi bumi. Sirkulasi arus pada permukaan perairan terutama disebabkan oleh adanya wind stress. Jadi arus air yang ada dalam suatu perairan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor dari parameter kualitas air itu sendiri. Disamping itu arus juga dapat berdampak pada kandungan oksigen yang ada dalam air tersebut melalui proses difusi secara langsung dari udara. Pola arus dan asal arus diperairan umum (danau, sungai, dan resevoir) berbeda dengan di laut. Pada perairan umum yang mengalir (lotic system) misal sungai, air berasal dari tiga sumber, yaitu mata air, hujan, dan aliran permukaan. Aliran sungai dipengaruhi oleh adanya dua kekuatan yaitu gravitasi dan hambatan (friksi). Oleh karena itu, kekuatan arus di sungai tergantung pada letak daerahnya. Pada daerah hulu, kecepatan arusnya tinggi, sedangkan di daerah hilir kecepatan arusnya menurun (Barus, 2004). Menurut Hutabarat (2000), kecepatan arus di perairan umum yang tergenang (lentic water bodies) misal danau dan reservoir pada umumnya lebih rendah daripada kecepatan arus di laut ataupun sungai. Kecepatan arus di perairan danau atau reservoir dipengaruhi oleh angin dan kecepatan arus di perairan lentic sangat bervariasi, dan hal ini bukan faktor–faktor dalam pemilihan lokasi untuk budidaya kolam. Universitas Sumatera Utara 2.2.5 Derajat keasaman (pH) Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan. Air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik (Barus, 1996). Nilai pH air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi ketersediaan unsur hara serta toksisitas dari unsur renik (Barus, 2004). pH merupakan suatu ekspresi dari konsentarsi ion hidrogen (H+) di dalam air. Biasanya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentasi ion H, pH sangat penting sebagai parameter kualitas air, karena pH mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain ikan, organisme akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu. Sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme air (Rifai et al., 1983). Organisme dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup oraganisme, karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). 2.2.6. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen-DO) Kelarutan Oksigen (DO) merupakan salah satu faktor terpenting dalam setiap sistem perairan yang diperlukan organisme untuk melakukan respirasi. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfir dan proses fotosintesis dan dari tumbuhan air lainnya. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen terlarut di suatu ekosistem Universitas Sumatera Utara sungai dipengaruhi oleh faktor temperatur. Kelarutan oksigen dalam air akan meningkat apabila temperatur air menurun dan begitu juga sebaliknya (Michael, 1994). 2.2.7. Nitrat dan Fosfat. Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3- dan NH4+ serta sejumlah N yang berikatan dalam organik kompleks. Sumber nitrogen terbesar berasal dari udara, sekitar 80 % dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik. Keberadaan nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-), ammonia (NH3), ion ammonium (NH4+) dan molekul N2 yang larut dalam air, sedangkan nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea akan mengendap dalam air (Chester, 1990). Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, dan pemupukan Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat (Alaert et al., 1987). Nitrogen dan Fosfor sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu ekosisten air. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhannya. Dengan demikian maka peningkatan unsur nitrogen dan fosfor dalam air akan dapat meningkatkan populasi alga secara massal yang menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air (Barus, 2004). 2.2.8. BOD (Biochemical Oxygen Demand) Menurut Michael (1994), BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan buangan yang ada dalam air lingkungan. Pada umumnya air lingkungan atau air dalam mengandung mikroorganisme yang dapat memakan, memecah, menguraikan bahan buangan organik. Penguraian bahan organik melalui proses oksidasi oleh Universitas Sumatera Utara mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Selanjutnya Michael (1994) menyatakan nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu 5 perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O selama 5 hari berkisar sampai 2 5 mg/l. 2.3. Biota Perairan 2.3.1. Plankton Plankton adalah jasad-jasad renik yang hidup melayang dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit dan pergerakannya dipengaruhi oleh arus (Sachlan, 1982). Selanjutnya Sumich (1999) mengatakan bahwa plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Menurut Thurman et al., (1984) dalam perairan Fitoplankton merupakan produsen primer (produsen utama dan pertama) sehingga keberadaan Fitoplankton dalam perairan mutlak adanya. Pendapat ini dikuatkan oleh Sachlan (1982), Meadows dan Campbell (1993), dan Sumich (1999) bahwa Fitoplankton merupakan organisme berklorofil yang pertama ada di dunia dan merupakan sumber makanan bagi zooplankton sebagai konsumen primer, maupun organisme aquatik lainnya, sehingga populasi Zooplankton maupun populasi konsumer dengan tingkat tropik yang lebih tinggi secara umum mengikuti dinamika populasi fitoplankton. Menurut Barus (2004) bahwa fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang membentuk rantai makanan. Densitas atau kepadatan plankton dapat dijadikan sebagi indikator meningkatnya produktivitas perairan. Plankton merupakan penyumbang perairan, semakin banyak plankton maka semakin banyak jumlah ikan dan organisme Universitas Sumatera Utara pemakan plankton, sehingga perairan tersebut menjadi produktif. Suhu yang tidak tinggi memungkinkan plankton untuk mendiami daerah ini, karena planton menyukai suhu yang tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Kadar pH, alkalinitas, CO2 bebas yang tinggi, menunjukkan bahwa pada perairan ini banyak mengandung ion karbonat dan bikarbonat, yang berguna sebagai bahan penyuplai nutrien dan bahan utama fotosintesis bagi plankton. Tingginya DO, mengakibatkan plankton mudah mendapat oksigen sebagai bahan dasar respirasi dalam aktivitasnya. Kecerahan yang sedang berhubungan dengan penetrasi cahaya matahari. Plankton cenderung menyukai daerah yang penetrasi cahaya mataharinya sedang, agar aktivitas plankton berjalan secara optimal (Inansetyo et al., 1995). 2.3.2. Ikan Ikan merupakan organisme vertebrata akuatik dan bernafas dengan insang. Ciri-ciri umum dari golongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal dan berpasangan, mempunyai operculum yang menutup insang, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara caput (kepala), truncus (badan) dan caudal (ekor). Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar, bentuk tubuh berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang berbentuk tidak teratur (Rifai et al., 1983). Ikan mempunyai otak yang terbagi menjadi region-region, dan dibungkus dalam cranium (tulang kepala) yang berupa kartilago. Telinga hanya terdiri dari telinga dalam, berupa saluran-saluran semisirkularis sebagai organ keseimbangan. Jantung berkembang baik, sirkulasi menyangkut aliran darah dari jantung melalui insang ke seluruh bagian tubuh lain, tipe ginjal pronefros dan mesonefros (Brotowidjoyo et al., 1995). Salah satu ciri khas ikan yaitu letak vertikal sirip yang sama. Ikan memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan, baik terhadap faktor fisik maupun faktor kimia lingkungan seperti pH, DO, kecerahan, Universitas Sumatera Utara temperatur. Hal ini sangat penting bukan saja untuk mendapatkan makanan, tetapi juga untuk menyelamatkan diri dari hewan-hewan predator (Nybakken, 1992). 2.4. Ikan Batak Ikan batak merupakan ikan air tawar yang banyak ditemukan hidup di sekitar sungai-sungai di Kabupaten Tapanuli Utara dan Simalungun termasuk Sungai Asahan. Ikan yang mempunyai bentuk tubuh yang khas banyak di konsumsi oleh masyarakat sekitar terutama karena rasa dagingnya yang gurih yang disukai oleh banyak orang sehingga ikan ini relatif mahal. Kottelat et al., (1993) menyatakan yang dimaksud dengan ikan Batak adalah Tor sp. dan jenis yang lainnya yang mirip dan hidup di Sungai Asahan adalah Neolissochilus sp. Ikan batak terdiri dari dua genera yaitu Neolissochilus dan Tor yang termasuk dalam famili Cyprinidae, ordo Cypriniformes. 2.4.1. Sistematika Ikan Batak Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Superclass : Osteichthyes Class : Actinopterygii Subclass : Neopterygii Order : Cypriniformes Superfamily : Cyprinoidea Family : Cyprinidae Genus : Neolissochilus Spesies : Neolissochilus sumatranus (Kottelat et al., 1993). 2.4.2. Ciri Morfologi Ikan Batak 2.4.2.1. Neolissochilus sumatranus Menurut Kottelat et al., (1993) Neolissochilus spp merupakan ikan-ikan yang sebagian jenisnya terancam punah karena habitatnya yang terganggu dan Universitas Sumatera Utara penangkapan yang berlebihan. Karakteristik morfologi Neolissochilus sumatranus ialah mempunyai lebar badan 3,1 -3,5 kali lebih pendek dari panjang standard; 7-8 sisik di depan sirip punggung; 4 baris pori-pori (masing-masing memilki tubus yang keras) pada masing-masing sisi moncong dan dibawah mata; alur dari bagian belakang sampai ke bibir bawah terputus di bagian tengah. Gambar 2.1. Neolissochilus sumatranus 2.4.2.2. Tor soro Tor soro memiliki tiga warna kombinasi yaitu warna hitam sebagai warna dominan terletak pada bagian atas badan ikan, keemasan terletak di atas warna hitam, dan putih terletak pada bagian bawah ikan, warna-warna itu semuanya memanjang mulai dari bagian depan sampai ke bagian pangkal ekor. Jenis sirip ekor ikan batak (Tor soro) tergolong sirip bercagak (Homocercal), jenis sirip punggung sirip tunggal berjari-jari dengan badan berbentuk pipih tegak dengan tipe sisik sikloid, jenis mulut tergolong sub-terminal, dimana di atas mulut terdapat kumis yang panjang berjumlah dua pasang (Simanjuntak, 2002). Ikan batak (Tor soro) Tidak memiliki tonjolan di ujung rahang bawah, bibir bawah tanpa celah di tengah, jari-jari terakhir sirip dubur tidak mengeras dan sirip dubur lebih pendek dari sirip punggung (Kottelat et al., 1993). Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Tor soro 2.4.2.3. Tor douronensis Tor douronensis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: kepala simetris, sirip punggung terdiri dari 1 jari-jari keras licin dan 8 jari-jari lemah bercabang, sirip dubur dengan 5 jari-jari lemah bercabang, mata tidak berkelopak, mempunyai 4 helai sungut mengelilingi mulut, (Saanin, 1968). Cuping berukuran sedang pada bibir bawah tidak mencapai sudut mulut, ada tonjolan di ujung rahang bawah, bagian jari-jari terakhir sirip punggung yang mengeras panjangnya sama dengan panjang kepala tanpa moncong (Kottelat et al., 1993). Gambar 2.3. Tor douronensis 2.4.2.4. Tor tambroides Tor tambroides mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: terdapat sebuah cuping dipertengahan bibir bawah yang mencapai ujung mulut, memiliki jari-jari sirip punggung yang licin, kepala tidak berkerucut, serta antara garis rusuk dan sirip punggung terdapat tiga setengah baris sisik (Kottelat et al., 1993). Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4. Tor tambroides 2.5. Aspek Biologi Ikan 2.5.1. Makanan Makanan mempunyai fungsi penting dalam kehidupan suatu organisme. Suatu organisme dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang karena adanya suplai energi yang berasal dari makanan. Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, makanan yang mudah didapat dan waktu pengambilana makanan oleh ikan dalam populasi tersebut. Makanan yang telah digunakan akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya dari makanan yang diambil akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan bagi tiaptiap individu ikan serta keberhasilan hidupnya (survival). Ketersediaan makanan dalam perairan selain dipengaruhi oleh kondisi biotik seperti tersebut diatas dapat juga dipengaruhi oleh kondisi abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang, dan luas permukaan (Effendie, 2002). Makanan yang ada di perairan tidak semua jenisnya dimakan oleh ikan. Ada beberapa faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu makanan. Faktor tersebut antara lain : ukuran makanan, warna makanan, serta selera makan ikan. Jumlah makanan yang dibutuhkan tergantung pada kebiasaan makan, nilai konversi makanan serta suhu dan kondisi umum spesies ikan (Zonneveld et al., 1991). Pada umumnya makanan yang pertama kali datang dari luar untuk semua ikan dalam mengawali hidupnya ialah plankton. Berdasarkan jenis makanannya Universitas Sumatera Utara ikan secara umum dapat digolongkan kedalam 3 golongan yaitu : (1). Karnivora : pemakan daging yang biasanya mempunyai usus pendek, (2). Omnivora : pemakan daging dan tumbuhan, mempunyai usus yang sedang, (3). Herbivora : pemakan tumbuh-tumbuhan, mempunyai usus yang sangat panjang melingkarlingkar di dalam rongga perutnya (Effendie, 2002). Menurut Nikolsky (1963), makanan ikan terdiri atas makanan utama, yaitu makanan yang dimakan dalam jumlah besar; makanan pelengkap, yaitu makanan yang sering ditemukan dalam saluran pencernaan dalam jumlah sedikit; dan makanan tambahan yaitu makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan dalam jumlah sangat sedikit. Studi makanan dapat memperlihatkan secara detail hubungan ekologis diantara organisme-organisme. Pengetahuan dasar tentang makanan ikan maupun kebiasaan makannya dipandang sangat penting sebagai dasar pengembangan perikanan terutama perikanan darat. Kebiasaan makanan (feeding habits) adalah tingkah laku ikan saat mengambil dan mencari makanan. Analisa makanan dan kebiasaan makanan dilakukan melalui pengamatan isi lambung dan usus. 2.5.2. Hubungan Panjang-Berat Pertumbuhan adalah perubahan ukuran individu, biasanya pertumbuhan diukur dalam satuan panjang, berat dan atau energi. Hubungannya dengan waktu, pertumbuhan didefinisikan sebagai ukuran rata-rata ikan pada waktu tertentu (pertumbuhan mutlak) dan perubahan panjang atau berat pada awal periode (pertumbuhan nisbi). Hubungan panjang dan berat ikan memberikan suatu petunjuk tentang keadaan ikan. Studi hubungan berat panjang dan berat ikan mempunyai nilai praktis yang memungkinkan mengubah nilai panjang ke dalam berat ikan atau sebaliknya ( Effendie, 1979). Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor ini dapat digolongkan menjadi dua bagian yang besar yaitu faktor dalam dan luar. Faktorfaktor ini ada yang dapat dikontrol dan ada juga yang tidak. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol, diantaranya ialah keturunan, seks, umur, parasit dan penyakit. Dalam suatu kultur, faktor keturunan mungkin dapat Universitas Sumatera Utara dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik pertumbuhannya. Di alam tidak ada kontrol yang dapat diterapkan termasuk juga faktor seks tidak dapat dikontrol. Ada ikan betina pertumbuhannya lebih baik dari ikan jantan dan sebaliknya ada pula spesies ikan yang tidak mempunyai pertumbuhan pada ikan betina dan ikan jantan. Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali kiranya mempengaruhi pertumbuhan yaitu kecepatan pertumbuhan menjadi sedikit lambat. Sebagian dari makanan yang dimakan tertuju kepada perkembangan gonad. Pembuatan sarang, pemijahan penjagaan keturunan membuat pertumbuhan tidak bertambah karena pada waktu tersebut pada umumnya ikan tidak makan. Setelah periode tersebut ikan mengembalikan lagi kondisinya dengan mengambil makanan tersebut sedia kala Effendie (1979) Pertambahan ukuran baik dalam panjang atau dalam berat biasanya diukur dalam waktu tertentu. Hubungan pertambahan ukuran dengan waktu bila digambarkan dalam suatu sistem koordinat menghasilkan suatu diagram dikenal dengan nama kurva pertumbuhan. Hubungan panjang dan berat ikan memberikan suatu petunjuk tentang keadaan ikan. Analisa hubungan panjang dan berat ikan mempunyai nilai praktis yang memungkinkan untuk mengubah nilai panjang kedalam berat ikan atau sebaliknya (Rifai et al., 1983). 2.5.3. Faktor Kondisi Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan adalah faktor kondisi atau indeks ponderal. Sering pula disebut faktor K. Faktor ini menunjukkan keadaan balik dari ikan yang dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Dalam penggunaanya secara komersil, kondisi ini memiliki arti kualitas dan kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dapat dimanfaatkan atau dimakan. Jadi kondisi disini berarti memberikan keterangan secara biologis maupun komersial. Selama dalam masa pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan akan bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini, berat ikan yang ideal dianggap sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan berlaku untuk ikan kecil maupun besar ( Effendie, 1997). Universitas Sumatera Utara