Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Sungai
Ekosistem sungai/lotik dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona
krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi
menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat
pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang berbentuk
genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan
helokrenal, yaitu mata air yang membentuk rawa-rawa. Selanjutnya aliran dari
beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang
disebut zona rithal, ditandai dengan relief aliran sungai yang terjal. Zona rithal
dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epirithal (bagian yang paling hulu),
metarithal (bagian tengah dari aliran sungai di zona rithal). Setelah melewati zona
hyporithal, aliran sungai akan memasuki zona potamal, yaitu aliran sungai pada
daerah-daerah yang relief lebih landai dibandingkan dengan zona rithal. Zona
potamal juga dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epipotamal (bagian atas dari
zona potamal), metapotamal (bagian tengah) dan hypopotamal (bagian akhir dari
zona potamal) (Barus, 2004)
Sungai Asahan merupakan salah satu sungai di Sumatera Utara. Sungai ini
mengalir dari Danau Toba, melintasi kota Tanjung Balai dan berakhir di teluk
Nibung, Selat Malaka. Daerah aliran Danau Toba adalah suatu batasan daerah
menurut kondisi topografi dimana semua air hujan yang turun di daerah tersebut
akan mengalir ke dalam danau, atau disebut juga daerah Tangkapan Air (DTA)
atau catchment area. Daerah aliran ini dibatasi oleh kontur ketinggian yang
mengelilingi danau dan melintasi Porsea dimana sungai Asahan sepanjang 150
Km mengalirkan air keluar dari danau sampai Selat Malaka, tepatnya di lokasi
bendungan pengatur Siruar. Luas daerah aliran Danau Toba ini adalah 3.480 Km².
Daerah aliran Danau Toba selanjutnya akan disebut sebagai daerah aliran hulu
sungai Asahan. Daerah aliran sungai asahan ini adalah suatu daerah yang dibatasi
Universitas Sumatera Utara
secara topografi dimana semua air yang berasal dari curah hujan akan mengalir ke
sungai Asahan. Batasan daerah aliran ini dimulai dari bendungan pengatur Siruar
sampai ke hilir berbatasan dengan laut selat Malaka (Loebis, 1999)
2.2. Sifat Fisik dan Kimia Air
Air mempunyai fungsi sebagai media untuk ikan baik media internal
maupun eksternal. Sebagai media internal, air berfungsi sebagai bahan baku untuk
reaksi di dalam tubuh, pengangkutan bahan makanan keseluruhan tubuh,
pengangkutan sisa metabolisme dan pengaturan atau penyangga suhu tubuh.
Fungsi eksternal air yaitu sebagai habitatnya. Oleh karena peranan air sangat
esensial maka kualitas dan kuantitasnya pun harus dijaga sesuai kebutuhan ikan
(Lloyd, 1980). Berikut ini beberapa sifat Fisik-Kimia air yang berperan
menentukan kualitas perairan.
2.2.1. Temperatur
Boyd dan Kopler (1979) menyatakan di perairan tropis ikan akan tumbuh
dengan baik pada kisaran temperatur 25-32 oC, tetapi ikan memiliki toleransi yang
berbeda-beda terhadap temperatur.
Temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen di
dalam air, dimana apabila temperatur naik, maka kelarutan oksigen dalam air
menurun. Bersamaan dengan itu terjadi peningkatan aktivitas metabolisme
organisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga akan meningkat
(Sastrawijaya, 1991). Temperatur air merupakan pembatas utama pada suatu
perairan karena organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit
terhadap perubahan-perubahan temperatur. Menurut hukum Vant’s Hoffs,
kenaikan temperatur sebesar 10 0C akan menaikkan metabolisme 2-3 kali lipat.
Akibat meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsumsi oksigen
meningkat. Naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air
menjadi berkurang (Barus, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Kecerahan
Kecerahan air adalah bentuk pencerminan daya tembus atau intensitas
cahaya yang masuk dalam perairan. Kecerahan perairan juga dapat ditentukan
karena adanya fitoplankton atau tumbuhan air lainnya yang terdapat dalam
perairan. Kecerahan air dapat diukur apabila kedalaman tembus cahaya matahari
ke dalam kolam minimum 40 cm. Pengukuran kecerahan dapat digunakan untuk
menentukan besarnya produktifitas primer dalam perairan (Odum, 1994).
Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara
visual dengan menggunakan “Secchi disk”. Nilai kecerahan dipengaruhi oleh
keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta posisi
orang dalam melakukan pengukuran. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan
meter. Kecerahan dapat dihubungkan dengan tipe kesuburan
perairan. Cole
(1983) menjelaskan perairan yang kecerahannya lebih 6 m merupakan kesuburan
perairan oligotrofik, kecerahan antara 3-6 m disebut mesotrofik dan kurang dari
3m dikenal sebagai perairan eutrofik
2.2.3. Intensitas Cahaya Matahari
Intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung
kehidupan organisme air dalam habitatnya. Apabila intensitas matahari berkurang,
hewan ini akan dirangsang untuk melakukan gerakan lokomotif untuk keluar dari
tempat perlindungannya yang terdapat pada bagian bawah dari bebatuan didasar
perairan. Mereka akan bergerak menuju kebagian atas dari bebatuan tersebut yang
merupakan tempat untuk mencari makan (Barus, 2004)
Cahaya merupakan unsur penting dalam kehidupan ikan, cahaya
dibutuhkan ikan untuk mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator,
membantu dalam penglihatan dan proses metabolisme. Secara tidak langsung
peranan cahaya matahari dalam kehidupan ikan adalah melalui rantai makanan
(Rifai et al., 1983).
Intensitas cahaya matahari menurun yang akan mempengaruhi proses
fotosintesis salam suatu perairan dimana jumlah plankton dapat mengalami
penurunan sehingga menyebabkan keterbatasan tersedianya nutrisi bagi ikan.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya cahaya juga mempengaruhi produktivitas ikan pada sungai.Ikan yang
aktif pada siang hari (diurnal) biasanya mengambil makanan pada malam hari.
Ikan yang aktif pada malam hari (noktural) akan bergerak ke perairan yang
dangkal. Organismenoktural pada intensitas cahaya maksimum dirangsang untuk
melakukan gerakan untuk mencari perlindungan, sedangkan bagi organisme
diurnal intensitas cahaya yang kuat akan memberikan reaksi sebaliknya,
organisme tersebut akan melakukan berbagai aktivitas (Barus, 1996).
2.2.4. Arus
Arus sangat dipengaruhi oleh sifat air itu sendiri, gravitasi bumi, keadaan dasar
perairan, dan gerakan rotasi bumi. Sirkulasi arus pada permukaan perairan
terutama disebabkan oleh adanya wind stress. Jadi arus air yang ada dalam suatu
perairan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor dari parameter kualitas air itu
sendiri. Disamping itu arus juga dapat berdampak pada kandungan oksigen yang
ada dalam air tersebut melalui proses difusi secara langsung dari udara. Pola arus
dan asal arus diperairan umum (danau, sungai, dan resevoir) berbeda dengan di
laut. Pada perairan umum yang mengalir (lotic system) misal sungai, air berasal
dari tiga sumber, yaitu mata air, hujan, dan aliran permukaan. Aliran sungai
dipengaruhi oleh adanya dua kekuatan yaitu gravitasi dan hambatan (friksi). Oleh
karena itu, kekuatan arus di sungai tergantung pada letak daerahnya. Pada daerah
hulu, kecepatan arusnya tinggi, sedangkan di daerah hilir kecepatan arusnya
menurun (Barus, 2004).
Menurut Hutabarat (2000), kecepatan arus di perairan umum yang tergenang
(lentic water bodies) misal danau dan reservoir pada umumnya lebih rendah
daripada kecepatan arus di laut ataupun sungai. Kecepatan arus di perairan danau
atau reservoir dipengaruhi oleh angin dan kecepatan arus di perairan lentic sangat
bervariasi, dan hal ini bukan faktor–faktor dalam pemilihan lokasi untuk budidaya
kolam.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5
Derajat keasaman (pH)
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan.
Air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam keseimbangan
sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Organisme akuatik dapat hidup
dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi
antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme
akuatik umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat
asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme
karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat
toksik (Barus, 1996).
Nilai pH air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan
perairan dan mempengaruhi ketersediaan unsur hara serta toksisitas dari unsur
renik (Barus, 2004). pH merupakan suatu ekspresi dari konsentarsi ion hidrogen
(H+) di dalam air. Biasanya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentasi ion
H, pH sangat penting sebagai parameter kualitas air, karena pH mengontrol tipe
dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain ikan, organisme
akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu. Sehingga dengan diketahuinya
nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk
menunjang kehidupan organisme air (Rifai et al., 1983).
Organisme dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH
netral dengan kisaran toleransi asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang
ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup oraganisme, karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).
2.2.6. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen-DO)
Kelarutan Oksigen (DO) merupakan salah satu faktor terpenting dalam
setiap sistem perairan yang diperlukan organisme untuk melakukan respirasi.
Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfir dan proses fotosintesis dan
dari tumbuhan air lainnya. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung
permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen terlarut di suatu ekosistem
Universitas Sumatera Utara
sungai dipengaruhi oleh faktor temperatur. Kelarutan oksigen dalam air akan
meningkat apabila temperatur air menurun dan begitu juga sebaliknya (Michael,
1994).
2.2.7. Nitrat dan Fosfat.
Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3- dan NH4+
serta sejumlah N yang berikatan dalam organik kompleks. Sumber nitrogen
terbesar berasal dari udara, sekitar 80 % dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk
melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik. Keberadaan nitrogen di
perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri
atas ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-), ammonia (NH3), ion ammonium (NH4+)
dan molekul N2 yang larut dalam air, sedangkan nitrogen organik berupa protein,
asam amino dan urea akan mengendap dalam air (Chester, 1990).
Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat
tumbuh dan berkembang, Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh
buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, dan pemupukan Secara
alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi
sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat (Alaert et al., 1987).
Nitrogen dan Fosfor sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di
suatu ekosisten air. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan tumbuhan air
lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor sebagai sumber nutrisi utama bagi
pertumbuhannya. Dengan demikian maka peningkatan unsur nitrogen dan fosfor
dalam air akan dapat meningkatkan populasi alga secara massal yang
menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air (Barus, 2004).
2.2.8. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Menurut Michael (1994), BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan buangan
yang ada dalam air lingkungan. Pada umumnya air lingkungan atau air dalam
mengandung mikroorganisme yang dapat memakan, memecah, menguraikan
bahan buangan organik. Penguraian bahan organik melalui proses oksidasi oleh
Universitas Sumatera Utara
mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah
terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Selanjutnya
Michael (1994) menyatakan nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu
5
perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O selama 5 hari berkisar sampai
2
5 mg/l.
2.3. Biota Perairan
2.3.1. Plankton
Plankton adalah jasad-jasad renik yang hidup melayang dalam air, tidak
bergerak atau bergerak sedikit dan pergerakannya dipengaruhi oleh arus (Sachlan,
1982). Selanjutnya Sumich (1999) mengatakan bahwa plankton dapat dibedakan
menjadi dua golongan besar yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton
(plankton hewani). Menurut Thurman et al., (1984) dalam perairan Fitoplankton
merupakan produsen primer (produsen utama dan pertama) sehingga keberadaan
Fitoplankton dalam perairan mutlak adanya. Pendapat ini dikuatkan oleh Sachlan
(1982), Meadows dan Campbell (1993), dan Sumich (1999) bahwa Fitoplankton
merupakan organisme berklorofil yang pertama ada di dunia dan merupakan
sumber makanan bagi zooplankton sebagai konsumen primer, maupun organisme
aquatik lainnya, sehingga populasi Zooplankton maupun populasi konsumer
dengan tingkat tropik yang lebih tinggi secara umum mengikuti dinamika populasi
fitoplankton.
Menurut Barus (2004) bahwa fitoplankton merupakan kelompok yang
memegang peranan penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan
adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis
pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan
sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang membentuk
rantai makanan.
Densitas atau kepadatan plankton dapat dijadikan sebagi indikator
meningkatnya produktivitas perairan. Plankton merupakan penyumbang perairan,
semakin banyak plankton maka semakin banyak jumlah ikan dan organisme
Universitas Sumatera Utara
pemakan plankton, sehingga perairan tersebut menjadi produktif. Suhu yang tidak
tinggi memungkinkan plankton untuk mendiami daerah ini, karena planton
menyukai suhu yang tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Kadar pH,
alkalinitas, CO2 bebas yang tinggi, menunjukkan bahwa pada perairan ini banyak
mengandung ion karbonat dan bikarbonat, yang berguna sebagai bahan penyuplai
nutrien
dan
bahan
utama
fotosintesis
bagi
plankton.
Tingginya
DO,
mengakibatkan plankton mudah mendapat oksigen sebagai bahan dasar respirasi
dalam aktivitasnya. Kecerahan yang sedang berhubungan dengan penetrasi cahaya
matahari. Plankton cenderung menyukai daerah yang penetrasi cahaya
mataharinya sedang, agar aktivitas plankton berjalan secara optimal (Inansetyo et
al., 1995).
2.3.2. Ikan
Ikan merupakan organisme vertebrata akuatik dan bernafas dengan insang.
Ciri-ciri umum dari golongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan
bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal dan berpasangan, mempunyai
operculum yang menutup insang, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta
mempunyai bagian tubuh yang jelas antara caput (kepala), truncus (badan) dan
caudal (ekor). Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar,
bentuk tubuh berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang berbentuk tidak teratur (Rifai
et al., 1983).
Ikan mempunyai otak yang terbagi menjadi region-region, dan dibungkus
dalam cranium (tulang kepala) yang berupa kartilago. Telinga hanya terdiri dari
telinga dalam, berupa saluran-saluran semisirkularis sebagai organ keseimbangan.
Jantung berkembang baik, sirkulasi menyangkut aliran darah dari jantung melalui
insang ke seluruh bagian tubuh lain, tipe ginjal pronefros dan mesonefros
(Brotowidjoyo et al., 1995).
Salah satu ciri khas ikan yaitu letak vertikal sirip yang sama. Ikan
memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan, baik terhadap
faktor fisik maupun faktor kimia lingkungan seperti pH, DO, kecerahan,
Universitas Sumatera Utara
temperatur. Hal ini sangat penting bukan saja untuk mendapatkan makanan, tetapi
juga untuk menyelamatkan diri dari hewan-hewan predator (Nybakken, 1992).
2.4. Ikan Batak
Ikan batak merupakan ikan air tawar yang banyak ditemukan hidup di
sekitar sungai-sungai di Kabupaten Tapanuli Utara dan Simalungun termasuk
Sungai Asahan. Ikan yang mempunyai bentuk tubuh yang khas banyak di
konsumsi oleh masyarakat sekitar terutama karena rasa dagingnya yang gurih
yang disukai oleh banyak orang sehingga ikan ini relatif mahal. Kottelat et al.,
(1993) menyatakan yang dimaksud dengan ikan Batak adalah Tor sp. dan jenis
yang lainnya yang mirip dan hidup di Sungai Asahan adalah Neolissochilus sp.
Ikan batak terdiri dari dua genera yaitu Neolissochilus dan Tor yang termasuk
dalam famili Cyprinidae, ordo Cypriniformes.
2.4.1. Sistematika Ikan Batak
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Superclass
: Osteichthyes
Class
: Actinopterygii
Subclass
: Neopterygii
Order
: Cypriniformes
Superfamily
: Cyprinoidea
Family
: Cyprinidae
Genus
: Neolissochilus
Spesies
: Neolissochilus sumatranus
(Kottelat et al., 1993).
2.4.2. Ciri Morfologi Ikan Batak
2.4.2.1. Neolissochilus sumatranus
Menurut Kottelat et al., (1993) Neolissochilus spp merupakan ikan-ikan
yang sebagian jenisnya terancam punah karena habitatnya yang terganggu dan
Universitas Sumatera Utara
penangkapan yang berlebihan. Karakteristik morfologi Neolissochilus sumatranus
ialah mempunyai lebar badan 3,1 -3,5 kali lebih pendek dari panjang standard; 7-8
sisik di depan sirip punggung; 4 baris pori-pori (masing-masing memilki tubus
yang keras) pada masing-masing sisi moncong dan dibawah mata; alur dari bagian
belakang sampai ke bibir bawah terputus di bagian tengah.
Gambar 2.1. Neolissochilus sumatranus
2.4.2.2. Tor soro
Tor soro memiliki tiga warna kombinasi yaitu warna hitam sebagai warna
dominan terletak pada bagian atas badan ikan, keemasan terletak di atas warna
hitam, dan putih terletak pada bagian bawah ikan, warna-warna itu semuanya
memanjang mulai dari bagian depan sampai ke bagian pangkal ekor. Jenis sirip
ekor ikan batak (Tor soro) tergolong sirip bercagak (Homocercal), jenis sirip
punggung sirip tunggal berjari-jari dengan badan berbentuk pipih tegak dengan
tipe sisik sikloid, jenis mulut tergolong sub-terminal, dimana di atas mulut
terdapat kumis yang panjang berjumlah dua pasang (Simanjuntak, 2002). Ikan
batak (Tor soro) Tidak memiliki tonjolan di ujung rahang bawah, bibir bawah
tanpa celah di tengah, jari-jari terakhir sirip dubur tidak mengeras dan sirip dubur
lebih pendek dari sirip punggung (Kottelat et al., 1993).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Tor soro
2.4.2.3. Tor douronensis
Tor douronensis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: kepala simetris, sirip
punggung terdiri dari 1 jari-jari keras licin dan 8 jari-jari lemah bercabang, sirip
dubur dengan 5 jari-jari lemah bercabang, mata tidak berkelopak, mempunyai 4
helai sungut mengelilingi mulut, (Saanin, 1968). Cuping berukuran sedang pada
bibir bawah tidak mencapai sudut mulut, ada tonjolan di ujung rahang bawah,
bagian jari-jari terakhir sirip punggung yang mengeras panjangnya sama dengan
panjang kepala tanpa moncong (Kottelat et al., 1993).
Gambar 2.3. Tor douronensis
2.4.2.4. Tor tambroides
Tor tambroides mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: terdapat sebuah
cuping dipertengahan bibir bawah yang mencapai ujung mulut, memiliki jari-jari
sirip punggung yang licin, kepala tidak berkerucut, serta antara garis rusuk dan
sirip punggung terdapat tiga setengah baris sisik (Kottelat et al., 1993).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Tor tambroides
2.5.
Aspek Biologi Ikan
2.5.1. Makanan
Makanan mempunyai fungsi penting dalam kehidupan suatu organisme.
Suatu organisme dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang karena adanya
suplai energi yang berasal dari makanan. Besarnya populasi ikan dalam suatu
perairan lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada
beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan
kualitas makanan yang tersedia, makanan yang mudah didapat dan waktu
pengambilana makanan oleh ikan dalam populasi tersebut. Makanan yang telah
digunakan akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya dari
makanan yang diambil akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan bagi tiaptiap individu ikan serta keberhasilan hidupnya (survival). Ketersediaan makanan
dalam perairan selain dipengaruhi oleh kondisi biotik seperti tersebut diatas dapat
juga dipengaruhi oleh kondisi abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang, dan
luas permukaan (Effendie, 2002).
Makanan yang ada di perairan tidak semua jenisnya dimakan oleh ikan. Ada
beberapa faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu makanan. Faktor
tersebut antara lain : ukuran makanan, warna makanan, serta selera makan ikan.
Jumlah makanan yang dibutuhkan tergantung pada kebiasaan makan, nilai
konversi makanan serta suhu dan kondisi umum spesies ikan (Zonneveld et al.,
1991).
Pada umumnya makanan yang pertama kali datang dari luar untuk semua
ikan dalam mengawali hidupnya ialah plankton. Berdasarkan jenis makanannya
Universitas Sumatera Utara
ikan secara umum dapat digolongkan kedalam 3 golongan yaitu : (1). Karnivora :
pemakan daging yang biasanya mempunyai usus pendek, (2). Omnivora :
pemakan daging dan tumbuhan, mempunyai usus yang sedang, (3). Herbivora :
pemakan tumbuh-tumbuhan, mempunyai usus yang sangat panjang melingkarlingkar di dalam rongga perutnya (Effendie, 2002).
Menurut Nikolsky (1963), makanan ikan terdiri atas makanan utama, yaitu
makanan yang dimakan dalam jumlah besar; makanan pelengkap, yaitu makanan
yang sering ditemukan dalam saluran pencernaan dalam jumlah sedikit; dan
makanan tambahan yaitu makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan dalam
jumlah sangat sedikit. Studi makanan dapat memperlihatkan secara detail
hubungan ekologis diantara organisme-organisme. Pengetahuan dasar tentang
makanan ikan maupun kebiasaan makannya dipandang sangat penting sebagai
dasar pengembangan perikanan terutama perikanan darat. Kebiasaan makanan
(feeding habits) adalah tingkah laku ikan saat mengambil dan mencari makanan.
Analisa makanan dan kebiasaan makanan dilakukan melalui pengamatan isi
lambung dan usus.
2.5.2.
Hubungan Panjang-Berat
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran individu, biasanya pertumbuhan
diukur dalam satuan panjang, berat dan atau energi. Hubungannya dengan waktu,
pertumbuhan didefinisikan sebagai ukuran rata-rata ikan pada waktu tertentu
(pertumbuhan mutlak) dan perubahan panjang atau berat pada awal periode
(pertumbuhan nisbi). Hubungan panjang dan berat ikan memberikan suatu
petunjuk tentang keadaan ikan. Studi hubungan berat panjang dan berat ikan
mempunyai nilai praktis yang memungkinkan mengubah nilai panjang ke dalam
berat ikan atau sebaliknya ( Effendie, 1979).
Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor ini dapat
digolongkan menjadi dua bagian yang besar yaitu faktor dalam dan luar. Faktorfaktor ini ada yang dapat dikontrol dan ada juga yang tidak. Faktor dalam
umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol, diantaranya ialah keturunan, seks,
umur, parasit dan penyakit. Dalam suatu kultur, faktor keturunan mungkin dapat
Universitas Sumatera Utara
dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik
pertumbuhannya. Di alam tidak ada kontrol yang dapat diterapkan termasuk juga
faktor seks tidak dapat dikontrol. Ada ikan betina pertumbuhannya lebih baik dari
ikan jantan dan sebaliknya ada pula spesies ikan yang tidak mempunyai
pertumbuhan pada ikan betina dan ikan jantan. Tercapainya kematangan gonad
untuk pertama kali kiranya mempengaruhi pertumbuhan yaitu kecepatan
pertumbuhan menjadi sedikit lambat. Sebagian dari makanan yang dimakan
tertuju kepada perkembangan gonad. Pembuatan sarang, pemijahan penjagaan
keturunan membuat pertumbuhan tidak bertambah karena pada waktu tersebut
pada umumnya ikan tidak makan. Setelah periode tersebut ikan mengembalikan
lagi kondisinya dengan mengambil makanan tersebut sedia kala Effendie (1979)
Pertambahan ukuran baik dalam panjang atau dalam berat biasanya diukur
dalam waktu tertentu. Hubungan pertambahan ukuran dengan waktu bila
digambarkan dalam suatu sistem koordinat menghasilkan suatu diagram dikenal
dengan nama kurva pertumbuhan. Hubungan panjang dan berat ikan memberikan
suatu petunjuk tentang keadaan ikan. Analisa hubungan panjang dan berat ikan
mempunyai nilai praktis yang memungkinkan untuk mengubah nilai panjang
kedalam berat ikan atau sebaliknya (Rifai et al., 1983).
2.5.3. Faktor Kondisi
Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan adalah faktor kondisi atau
indeks ponderal. Sering pula disebut faktor K. Faktor ini menunjukkan keadaan
balik dari ikan yang dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi.
Dalam penggunaanya secara komersil, kondisi ini memiliki arti kualitas dan
kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dapat dimanfaatkan atau dimakan. Jadi
kondisi disini berarti memberikan keterangan secara biologis maupun komersial.
Selama dalam masa pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan akan
bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini,
berat ikan yang ideal dianggap sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan
berlaku untuk ikan kecil maupun besar ( Effendie, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Download