Employee Engagement - human capital journal

advertisement
M K I
C O R P O R A T E
Achieving Human Capital Excellence
U N I V E R S I T Y
n
No. 02 / Tahun I / Agustus 2011 n Rp. 30.000,-
Learning Organization
Konsep & Implementasi
SCBHRM
®
Solusi Untuk Menyelaraskan
Strategi Bisnis Dengan Kompetensi
Indeks
“Employee Engagement”
Global Menurun
Kepemimpinan : Arti, Makna dan Aplikasinya
Personal Goal Setting Vs Corporate Vision
Comprehensive Strategic Man Power Planning
Train The Trainer
Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi
KPI with Balanced Scorecard (Corporate Perfomance Management System)
Comprehensive Asessment Center Certification
Comprehensive Training Management
How To Design MT Program
HR Management Professional Certification
Implementasi Knowledge Management
Career Development Management
Management Development Program
(Softskill Managerial), Star Program
1
2
3
Compensation & Benefit Certification
Competency Based Job Evaluation
Finance for Non Finance
Training Identification and Evaluation
Strategic Competency Profiling
Performance Management for Manager
Effective Supervisory Management Program
Leadership Development Program
Assessing Personality with MBTI
Time Management
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
11
5
6
7
8
9
10
4
TRAINING
NO
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
4
3
2
2
4
2
2
2
2
2
2
3.250.000
Syahmuharnis
June
July
27 - 28
25 -26
20 - 21
Oct
19 - 20
22 - 23
13 - 14
15 - 16
22 - 23
20 - 21
28 - 29
28 - 29
13 - 14
13-16
14 - 15
17 - 18
18 - 19
18 - 19
4-6
26 - 27
11 - 12
20-21
26 - 27
27-30, BDG 10 - 13, JKT
14-15
13 - 14
27 - 28
19 - 20
21 - 22
13 - 14
19 - 20
20 - 21, YGY
Sept
14 - 15
14 - 15
22 - 23
24 - 25
26 - 27
2-3
15 - 18
5 - 8, JKT
8 - 11, BDG
30 Nov 1 Des
5-6
13 - 14
15 - 16
12 - 13
20 - 21
15 - 16
8-9
Des
9 -10
29 - 30
17 - 18
16 - 17
15 - 16
Nov
Ms. Asri Novita / Purwanti / Poppy Tel. (021) 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email: [email protected]
.id
2.750.000
3.250.000
2.750.000
3.000.000
6.000.000
Brata T Hardjosubroto
Syahmuharnis
Brata Hardjosubroto
Brata Hardjosubroto
Daysi Mathilda
5.500.000
3.000.000
2.750.000
6.000.000
3.500.000
3.000.000
Rilzan Chandra
Anies Rachmawati
Johnnie Susanto
R.Chandra, Daysi M
Rayanti dan Arief Aziz
Johnnie Susanto, Nunik Y
2.750.000
3.000.000
2.750.000
2.750.000
2.750.000
3.000.000
Syahmuharnis
Rudi Gantika & Mahelan
Team MKI
Susi Muchtar
Mira Widagdo
R. Chandra
3.000.000
3.250.000
2.750.000
Price
Syahmuharnis
Budi Sutedjo
Rilzan Chandra
TRAINER
Pendaftaran :
DAYS
Agenda MKI Corporate
orate
rate Unive
University 2011
Univers
Pengantar
Kontribusi SDM bagi Organisasi
A
pa bentuk kontribusi utama dari unit manajemen
human capital terhadap eksekusi strategi organisasi? Kalau kita perhatikan rantai penciptaan nilai
(value creating chain) sebuah organisasi, maka
sejatinya rantai penciptaan nilai sebuah organisasi dimulai
dari sumberdaya manusia (SDM). Artinya, SDM merupakan
penentu awal dan utama keberhasilan sebuah organisasi
menciptakan nilai dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan
sasaran strategisnya (strategic objective). Kontribusi utama
unit manajemen SDM bagi keberhasilan organisasi adalah
dalam menciptakan karyawan dengan kompetensi dan
perilaku yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan
demikian, jelaslah, SDM memiliki peran yang sangat strategis bagi keberhasilan organisasi.
Karena kontribusi utama unit manajemen SDM bagi
organisasi adalah membentuk kompetensi dan perilaku
karyawan sesuai kebutuhan organisasi, maka pembangunan kultur pembelajaran menjadi sangat penting untuk
ditumbuh-kembangkan dalam organisasi. Untuk itu, Human
Capital Journal edisi Agustus ini mengangkat tema Learning
Organization (Organisasi Pembelajar) sebagai tema utama
cover story.
Istilah organisasi pembelajar tidak bisa dipisahkan
dengan pemikiran Peter Senge, pakar manajemen asal MIT,
yang tertuang dalam bukunya yang sangat terkenal The
Fifth Discpline, The art and practice of the learning organization (1990). Senge, yang berkunjung ke Jakarta pertengahan tahun lalu atas undangan BKPM, menegaskan adanya 5
disiplin dari organisasi pembelajar, yakni systems thinking,
personal mastery, mental models, building shared vision,
dan team learning. Semuanya dibahas dalam tema cover
story kali ini. Intinya, untuk bisa menjadi organisasi pembelajar, harus mendapat dukungan dari manajemen puncak, di
mana setiap individu dan tim memiliki mentalitas belajar
yang sangat baik.
Pembahasan tentang pemikiran Senge tidak hanya melulu tentang pemikirannya yang jauh ke depan, tetapi juga
tentang kritik dan hambatan untuk mewujudkan pemikiran
tersebut ke dalam dunia nyata. Kehebatan Senge adalah
kemampuannya mengejawantahkan sistem ke dalam
dunia kerja sehingga membuat semua orang bisa bekerja
lebih produktif. Namun, dari 5 disiplin yang dikemukakan
Senge tersebut, sangat sedikit organisasi di dunia yang
telah menerapkannya secara utuh. Orientasi bisnis jangka
pendek masih mendominasi perilaku organisasi di banyak
belahan dunia, kendatipun orientasi tersebut menimbulkan
jebakan persoalan untuk jangka panjang.
Di sinilah pentingnya prinsip pemikiran Senge. Diperlukan model mental untuk berpikir secara tersistem untuk
membuat organisasi berkinerja secara berkelanjutan.
Walaupun dianggap melampaui jamannya, toh pemikiran
Senge diakui sangat inspiratif bagi pengelolaan organisasi
yang lebih baik.
Terkait dengan upaya menyelaraskan strategi organisasi dengan sistem manajemen SDM, edisi ini menguraikan
lebih jauh tentang konsep SCBHRM (Strategic Competency-Based HR Management), sebuah konsep penyempurnaan dari CBHRM (Competency Based HR Management).
Menarik pula untuk dibaca kolom kepemimpinan dan
motivasi. Misalnya, tentang cara menyusun tujuan pribadi
(personal goal setting) sebagai penjabaran tujuan organisasi. Jangan lupa baca pula tulisan menarik tentang hasil
survey engagement karyawan secara global.
Di bulan yang penuh berkah ini, redaksi mengucapkan
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa bagi yang menjalankannya. n
Patrons : Anindya N. Bakrie, Teddy Kharsadi, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani. Chief Editor : Syahmuharnis. Managing Editor : Rilzan Chandra.
Executive Editor : Yurnas Rachman. Editorial Board : Bagas Wiharto, Dasmito Syah, Andedes Cipta, Shinta Febriska.
Circulation & Advertisment: Evo Suzana Rosa, Asri Novita, Purwanti, Gama Horas, Pipit Supriatin, Peri Sonata.
Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan : Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia.
Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 0443. Email : [email protected], [email protected]. Website : www.pt-mki.co.id
Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said, Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
3
From Chief Editor
Istilah Human Capital
B
anyak orang yang bertanya apa beda human capital
(HC) dengan human resources (HR)? Jangan-jangan
istilah human capital hanya untuk membuat manajemen sumberdaya manusia (SDM) menjadi lebih
keren. Dulu istilahnya personalia, kemudian muncul istilah
HR, dan sekarang HC. Apakah istilah ini hanya untuk gagahgagahan, untuk menunjukkan organisasi sangat concerned
dengan SDM.
Jelas HC dan HR itu dua hal yang
berbeda, meskipun masih berbicara
tentang SDM. Banyak definisi yang
dikemukakan tentang HC, tetapi semuanya menegaskan adanya perbedaan
antara HC dan HR. US Office of Personnel Management, misalnya, menegaskan
organisasi yang memandang SDM-nya
sebagai HC lebih melihat SDM sebagai
aset ketimbang sumberdaya yang harus
dihabiskan. SDM adalah aset yang
penting dan esensial bagi organisasi,
yang berkontribusi terhadap pengembangan dan pertumbuhan organisasi.
Kompetensi kolektif seluruh orang dalam
organisasi berkontribusi terhadap kinerja
dan produktifitas organisasi.
HC memandang SDM lebih ke dalam perspektif ekonomi.
SDM lebih dinilai aset ketimbang biaya. Aset adalah sesuatu
yang memberikan nilai jangka panjang bagi organisasi.
Dengan cara pandang ini, SDM seperti apa bisa menciptakan
nilai jangka panjang bagi organisasi. Yakni SDM dengan
kompetensi yang tepat, yang selalu diberikan pelatihan, alat
bantu, struktur, insentif, dan akuntabilitas untuk bekerja
secara efektif mendukung pencapaian sasaran organisasi.
Tentu saja tidak bisa disamakan HC dengan aset klasik
lainnya, macam fasilitas fisik, mesin, properti atau keuangan.
Namun konsep HC menunjukkan adanya kebutuhan untuk
berinvestasi dan mengembangkan SDM sebagai aset, seperti
layaknya perusahaan berinvestasi pada aset-aset lainnya.
Maka, sangat mudah dipahami, kenapa menjadi sangat
penting berinvestasi pada sumberdaya untuk mendapatkan
dan mempertahankan orang yang tepat di tempat yang tepat,
serta mengembangkan mereka melalui pemberian pelatihan
dan penghargaan yang tepat pula. Istilahnya, HC bukanlah
biaya yang harus diminimalkan, melainkan aset strategis
yang harus ditingkatkan.
Karena bersifat aset dalam perspektif ekonomi, maka
4|
Human Capital Journal - Agustus 2011
HC perlu mengukur biaya (investasi) dan manfaat (output,
produktivitas) dari SDM serta menggunakan ukuran tersebut
untuk menghitung return on investment. Banyak organisasi
menghabiskan 70%-80% biaya operasionalnya terhadap
SDM. Sangat aneh bilamana investasi yang besar ini tidak diukur. Mengukur HC sangat rumit dan sulit karena melibatkan
banyak faktor intangible. Diperlukan pendekatan kuantitatif
untuk bisa menunjukkan keberhasilan
organisasi dari sisi pengelolaan SDM.
Misalnya, Human Capital Productivity Index, HC Efficiency Ratio, Turnover Rate,
dan sebagainya. Dalam bidang pelatihan, organisasi harus bisa mengukur
Return on Training Investment (ROTI)
dari investasi yang dilakukan berupa
pelatihan bagi SDM.
Organisasi yang mengklaim menerapkan manajemen HC harus memastikan terjadinya penyelarasan manajemen SDM dengan strategi organisasi.
Istilahnya, people strategy aligns with
the business strategy. Berbagai aspek
dari sub-sistem manajemen HC, seperti
rekrutmen, training & pengembangan,
talent management, compensation &
benefit, performance management, dan industrial relations
– semuanya harus terkait dengan strategi bisnis organisasi.
Kompetensi yang dikembangkan, baik kompetensi teknis
maupun perilaku, disusun sebagai penjabaran dari kebutuhan
eksekusi strategi bisnis organisasi.
Paradigma HC ini berimbas kepada bagaimana
unit manajemen SDM menjalankan fungsinya. Kalau masih
terfokus pada urusan administrasi, masih terlalu jauh untuk
menggunakan istilah HC. Jika sudah berhasil meraih tahapan
strategic business partner – seperti disitir oleh Prof. Dave
Ulrich dalam bukunya HR Champion – bolehlah menyandang
nama HC.
Repotnya, status HC itu juga tidak bisa diraih bila
manajemen puncak organisasi tidak menempatkan SDM
sebagai aset utama organisasi dan SDM tidak terpacu untuk
terus mengembangkan kompetensi sesuai kebutuhan organisasi maupun unit kerjanya. Maka, dukungan kepemimpinan
dan adanya lingkungan kerja yang kondusif merupakan
prasyarat lain dari lahirnya HC. n
Syahmuharnis
Contents
COVER STORY
12
Learning Organization
Melahirkan organisasi berkinerja unggul (performance excellence) mensyaratkan terbangunnya sebuah lingkungan organisasi yang mendukung proses pembelajaran secara
efisien dan efektif. Lantas, apa saya prasyarat untuk menjadi organisasi pembelajar?
HUMAN CAPITAL JOURNAL
Edisi 02 / Tahun I / Agustus 2011
Peter Senge: Bapak Organisasi Pembelajar
Memimpin Organisasi Pembelajar
Kritik Terhadap
Pemikiran Peter Senge
PENGANTAR
Kontribusi SDM
bagi Organisasi
FROM CHIEF EDITOR.
Istilah Human Capital
19
3
8 Dosa Mematikan
dari Evaluasi Kinerja
25
Kepemimpinan:
Arti, Makna dan Aplikasinya
4
Seorang pemimpin/ manager yang tidak
memiliki intra-personal yang baik dan
kurang dapat menguasai dirinya, maka kemampuan leadershipnya atau kemampuan
‘dealing with people’ akan rendah..
Indeks “Employee Engagement”
Global Menurun
Memahami Konsep
“Systems Thinking”
Survei yang diselenggarakan konsultan
SDM global Aon Hewitt, pada periode
2008 hingga 2010, yang mencakup 6,7 juta
karyawan pada lebih dari 2.900 organisasi
di berbagai negara di dunia, diperoleh hasil
menurunnya indeks engagement menjadi
56% tahun 2010 dari 60% tahun 2009.
Memimpin organisasi pembelajar tidak bisa
sama dengan organisasi biasa. Dibutuhkan
sejumlah kemampuan bagi seorang untuk
sukses memimpin organisasi pembelajar.
Fungsi pemimpin tidak lagi bisa sebagai
pemberi perintah, namun harus berganti
menjadi desainer, pelayan, dan guru.
6
Promosi Pencegahan Penyakit
di Tempat Kerja1
TIPS
COLUMN LEADERSHIP (Bag 2)
HC NEWS
Kontribusi Karyawan
Terhadap Masa Depan
14
18
8
9
20
Hambatan dan Mafaat
Organisasi Pembelajar
22
PERISCOPE
SCBHRM® Solusi Untuk
Menyelaraskan Strategi Bisnis
Dengan Kompetensi
24
28
COLUMN SUCCES MOTIVATION
Personal Goal Setting
Vs Corporate Vision
Manajemen perusahaan harus mewujudkannya terlebih dahulu, dengan menciptakan iklim-iklim LOYALITAS, KEPEDULIAN
dan KEPERCAYAAN yang merupakan benda
termahal namun hasilnya TIDAK TERNILAI
bagi suatu organisasi yang ingin terus maju
bersama para karyawannya,
30
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
5
HC News
Dari survei yang diselenggarakan konsultan SDM global
Aon Hewitt, pada periode
2008 hingga 2010, yang mencakup 6,7 juta karyawan pada
lebih dari 2.900 organisasi
di berbagai negara di dunia,
diperoleh hasil menurunnya
indeks engagement menjadi
56% tahun 2010 dari 60%
tahun 2009.
Indeks “Employee Engagement”
Global Menurun
S
ituasi ekonomi global yang
belum pulih dan cenderung
stagnan berpengaruh pula
kepada indeks engagement (keterikatan) karyawan pada organisasinya
bekerja. Dari survei yang diselenggarakan konsultan SDM global Aon Hewitt,
pada periode 2008 hingga 2010, yang
mencakup 6,7 juta karyawan pada lebih
dari 2.900 organisasi di berbagai negara
di dunia, diperoleh hasil menurunnya
indeks engagement menjadi 56% tahun
2010 dari 60% tahun 2009. Penurunan
level engagement tersebut adalah yang
terbesar selama 15 tahun sejak riset ini
diadakan oleh Aon Hewitt. Hasil survey
ini memberikan tantangan yang sangat
besar bagi perusahaan untuk merekrut
dan mempertahankan talent yang sangat
menentukan keberhasilan perusahaan.
Aon Hewitt mengembangkan
Engagement Model dengan mengukur
21 wilayah penentu engagement yang
disebut dengan Engagement Driver. Engagement Model jauh melebihi sekedar
pengukuran kepuasan karyawan di setiap Engagement Driver. Model tersebut
6|
Human Capital Journal - Agustus 2011
memberi prioritas terhadap area peningkatan berdasarkan potensi dampaknya
terhadap keterikatan karyawan, dan,
tentunya kinerja perusahaan. Premis
kunci dari model adalah, setiap Engagement Driver saling terkait satu sama lain
– tidak berdiri sendiri.
Kenapa faktor keterikatan karyawan
ini sangat penting? Berdasarkan riset,
Aon Hewitt menyimpulkan terdapat
korelasi yang kuat antara keterikatan
karyawan dengan kinerja perusahaan,
termasuk ketika masa sulit sekalipun.
Perusahaan dengan indeks keterikatan
karyawan tinggi (65% ke atas) selalu
berhasil melampaui indeks bursa saham
dan menghasilkan tingkat pengembalian
(return) bagi pemegang saham sebesar
22% lebih tinggi dibandingkan rata-rata
2010. Sebaliknya, perusahaan dengan
indeks keterikatan karyawan yang
rendah (45% ke bawah), hanya menghasilkan pengembalian bagi pemegang
saham 28% lebih rendah dari rata-rata.
Riset Aon Hewitt juga menemukan
bagaimana organisasi membuat perbedaan dan meraih keunggulan kompetitif
melalui kehebatan sumberdaya manusianya. Manfaat yang diraih sebagai
The Best Employer tentunya sangat
banyak: dari meningkatnya retensi
hingga meningkatnya produktifitas.
Perusahaan terbaik, lajimnya, memiliki
tingkat keterikatan karyawan yang tinggi
sehingga menghasilkan tingkat turnover
yang rendah, talent pool yang besar, dan
kinerja bisnis yang mengkilap.
Berdasarkan hasil survey, penentu
persepsi (perception driver) yang mengalami penurunan secara global dari 2009
ke 2010 berada dalam kategori sumberdaya manusia (people) dan praktik
perusahaan (company practices). Dalam
kategori SDM, kepemimpinan di unit bisnis/divisi didefinisikan sebagai penentu
persepsi karyawan terhadap unit bisnis/
divisi mereka. Definisi tersebut beragam
untuk setiap organisasi, tetapi tidak
termasuk CEO dan atasan langsungnya
yang mencapai 54% tahun 2010, turun
sebesar 12% dari tahun 2009. Level
kepemimpinan senior juga dimasukkan
sebagai karyawan dalam survey ini.
Level persepsi terhadap level manaje-
HC News
pekerjaan sehari-hari. Keselarasan merek
melakukan analisis untuk
dan penghargaan juga menjadi faktor
mengetahui faktor apa saja
kunci 2009, bersama-sama dengan remuyang benar-benar membuat
Kategori
2010
2009
nerasi dan mengelola kinerja. Selengkapberbeda di mata karyawan.
People
nya bisa dibaca Tabel 2.
Ini semacam “analisis
- Business Division – Leadership 54%
68%
Hasil survey secara spesifik untuk
dampak”, mengidentifikasi
- Senior Leadership
51%
58%
kawasan Asia-Pasifik tidak jauh berbeda
dan menyusun prioritas
dengan hasil survey global. Selain pelufaktor-faktor yang menentuCompany Practices
ang karir, keselarasan merek, pengharkan keterikatan karyawan.
- People/HR Practices
47%
57%
- Communications
46%
53%
Model analisis ini mengiden- gaan, remunerasi, dan praktik manajemen
- Organization Reputation 53%
58%
SDM tergolong 5 besar faktor penentu
tifikasi penentu utama dari
Sumber: Aon Hewitt Global Engagement Survey 2010
keterikatan karyawan di Asia-Pasifik.
keterikatan karyawan dan
Hal yang baru di Asia Pasifik adalah
mengetahui magnitude dari
keselarasan merek. Selengkapnya adalah
peningkatan yang diharapmen tertinggi dalam organisasi (CEO/
seperti terlihat di Tabel 3
kan jika sebuah tindakan
Direktur Pelaksana dan atasan langsung- diambil. Analisis juga mengidentifikasi
Bersamaan dengan pemulihan
nya) turun menjadi 51% tahun 2010 dari
ekonomi Asia, harapan karyawan terus
potensi penurunan dari keterikatan
58% tahun 2009.
bertumbuh. Peluang karir dan gaji dalam
karyawan jika faktor penentu tersebut
Pada kategori praktik perusahaan,
organisasi juga meningkat. Kegagalan
tidak dipertahankan. Bagi perusahaan,
praktik manajemen
menyediakan peluang karir
SDM turun menjadi
dianggap sebagai kegaTabel 2
47% 2010, turun
Global Engagement Drivers 2010
galan tim kepemimpinan.
10% dari 2009.
Manajer sering dianggap
No Engagement Drivers
2010 2009 2008 2007 2006
Praktik manajetidak berkontribusi terhadap
1 Career opportunity
61% 62% 60% 60% 64%
2
Brand
alignment
4%
41%
48%
36%
42%
men SDM adalah
proses manajemen kiner3 Recognition
40% 37% 40% 56% 34%
persepsi karyawan
ja dan peluang karir yang
4 People/HR Practices
34% 30% 49% terhadap sejauh
berujung kepada ke luarnya
5 Organization Reputation
34% 46%
mana kebijakan
talent. Tantangan lain di
6 Managing performance
60%
formal dan praktik
Asia adalah, kemampuan
7 Pay
31% 41% 33% informal perusamanajer untuk memberikan
8 Valuing people/People focus 37% haan menciptakan
perlakuan berbeda antara
sebuah lingkungan
mereka yang berkinerja
Sumber: Aon Hewitt Global Engagement Survey 2010
kerja yang positif.
tinggi dengan yang berkiKomunikasi juga turun dari 53% 2009
nerja rata-rata. Untuk mengatasi isu ini,
meningkatkan level keterikatan dari
menjadi 46% tahun 2010. Komunikasi
perusahaan di Asia fokus pada pencipfaktor penentu tertentu bisa meningkatmencerminkan seberapa efektif komutaan diferensiasi bagi mereka yang berkikan level keterikatan karyawan secara
nikasi pada seluruh jajaran organisasi,
nerja tinggi dan memberikan pengalaman
keseluruhan. Untuk 3 tahun berturut-tuyang sering termasuk di dalamnya
bekerja yang menyenangkan bagi mereka
rut, secara global maupun per kawasan,
persepsi karyawan terhadap kemudahan peluang karir secara konsisten berada
yang berprestasi. n
mendapatkan informasi tentang pekerpada posisi 3 besar faktor penentu yang
jaannya secara baik. Terakhir, reputasi
berdampak pada level keterikatan
perusahaan juga mengalami penurunan,
karyawan secara keseluruhan.
Aspac Top Five
Tabel 3
dari 58% 2009 menjadi 53% 2010.
Tabel di bawah menunjukEngagement Drivers
Reputasi perusahaan dinilai karyawan
kan faktor penentu keterikatan
sebagai sebuah tempat yang baik untuk
karyawan 2010 (persentase
No Engagement Drivers
1 Career opportunity
bekerja dibandingkan tempat bekerja di
berapa kali ia muncul dalam 3
2 Brand alignment
luar perusahaan. (Lihat Tabel 1)
besar area) secara global maupun
3 Recognition
Survey keterikatan mengukur level
per wilayah. Selain peluang karir,
4 Pay
keterikatan dan pengalaman bekerja
5 besar faktor penentu utama
5 People/HR Practices
karyawan di berbagai aspek lingkungan
2010 lainnya adalah keselarasan
Sumber: Aon Hewitt Global Engagement Survey 2010
bekerja yang berbeda. Untuk menentumerek, penghargaan, praktik
kan penentu utama (key driver), Hewitt
manajemen SDM, dan realitas
Perubahan Score
Persepsi Karyawan
Tabel 1
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
7
HC News
Kontribusi Karyawan
Terhadap Masa Depan
Dalam upaya meningkatkan partisipasi karyawan dalam tabungan pensiun, semakin banyak perusahaan mendaftarkan karyawannya pada program tabungan pensiun. Hasil survey juga
menunjukkan kian banyak perusahaan yang menawarkan eskalasi kontribusi secara otomatis dari karyawan terhadap tabungan pensiun.
S
urvey terbaru yang diselenggarakan oleh Aon Hewitt, sebuah
perusahaan konsultansi SDM
global, mendapatkan fakta bahwa
hanya 38% perusahaan yakin bahwa
para pekerja mereka ikut bertanggung
jawab terhadap masa depan finansial
mereka. Angka ini turun dari 43% tahun
2010. Lebih jauh, kurang dari sepertiga
(30%) perusahaan yakin para karyawan
mereka memiliki persiapan yang memadai
untuk pensiun, yang menunjukkan tidak
ada perbaikan dibandingkan dengan
2010. Oleh karena itu, perusahaan terus
berfokus pada penambahan fitur manfaat
pensiun untuk mendorong peningkatan
tabungan pensiun dan mempromosikan
investasi yang bertanggung jawab.
Survey ini memang diselenggarakan
di Amerika, melibatkan 210 perusahaan
sedang-besar yang
memiliki 6,2 juta
pekerja. Kendatipun
hal yang sama
tidak bisa menjadi
gambaran kondisi di
Indonesia, namun
secara umum kondisi
di Indonesia masih
lebih buruk dibandingkan di negara
maju seperti Amerika
Serikat. Setidaknya,
perusahaan dan
pekerja di Indonesia
8|
Human Capital Journal - Agustus 2011
bisa bercermin dengan hasil survey ini.
Dalam upaya meningkatkan partisipasi karyawan dalam tabungan pensiun,
semakin banyak perusahaan yang secara
otomatis mendaftarkan karyawannya pada
program tabungan pensiun. Tahun 2010,
57% rencana pensiun ditawarkan secara
otomatis dibandingkan dengan 24% pada
tahun 2006. Dari perusahaan-perusahaan
yang belum memasukkan rencana tabungan pensiun ini, sebanyak 36% berencana memasukkannya tahun 2011. Hasil
survey juga menunjukkan semakin banyak
perusahaan yang menawarkan eskalasi
kontribusi secara otomatis dari karyawan
terhadap tabungan pensiun.
Berdasarkan survey lainnya, hanya
separuh dari pekerja dari Generasi Y yang
memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam rencana kontribusi terhadap program
pensiun sehingga memperlebar gap pada
tabungan pensiun. Dengan mendaftarkan
secara otomatis, perusahaan berusaha
membantu rencana pensiun karyawan –
khususnya pekerja lebih muda yang tidak
merasa adanya keperluan untuk menabung
bagi dana pensiun.
Sekali pekerja didaftarkan dalam
program pensiun nasional yang berlaku
di Amerika – disebut 401 (k) – kebiasaan
investasi mereka sering tidak optimal.
Riset Aon Hewitt mempelihatkan banyak
karyawan yang sekarang berinvestasi
pada portofolio yang terdiversifikasi,
mengambil risiko yang tidak sesuai dan
sangat sedikit yang melakukan penyeimbangan kembali portofolio secara reguler.
Karenanya, semakin banyak perusahaan
menawarkan tool dan jasa untuk membuat
peserta mampu membuat keputusan yang
lebih baik.
Untuk menyederhanakan pembuatan
keputusan investasi, lebih dari separuh
(56%) menawarkan panduan investasi
online dan 36% menawarkan nasehat
investasi dan pengelolaan akun secara online. Tahun 2010, hanya 28% perusahaan
yang menawarkan pengelolaan akun ini.
Lebih jauh, mayoritas (83%) menawarkan
rekasadana dengan target berbasis tanggal (target-date funds) yang lebih disukai
kalangan usia muda. Banyaknya perusahaan yang melakukan perubahan terhadap
standar rencana kontribusi pensiun 2011
menyebabkan terjadinya banyak penambahan solusi. Misalnya, 47% berencana
menambahnya dengan fitur panduan
online, 36% menyediakan
fitur nasehat investasi online,
dan 30% mempertimbangkan
untuk menawarkan pengelolaan akun.
“Di tengah-tengah
gonjang-ganjing pasar saat ini,
terdapat perbedaan dramatis
dalam outcome di antara
karyawan yang mendapatkan
bantuan investasi dengan
mereka yang tidak,” ujar Hess,
yang memimpin survey ini.
Perusahaan tampaknya ingin
meningkatkan upaya untuk
HC News
menjamin pekerja menabung secara
cukup untuk pensiun dan memiliki strategi
berinvestasi. Dan, menyadari keberagaman selera berinvestasi para pekerja dan
menyediakan bantuan yang memadai.
Perusahaan juga semakin fokus
pada jasa dan produk untuk membantu
karyawan menghadapi pensiun. Sebanyak 61% perusahaan menyediakan
alat pemodelan online untuk membantu
karyawan menentukan berapa banyak
mereka bisa menggunakan dana pensiun
setiap tahunnya berdasarkan besaran
tabungan saat ini. Lebih dari 27% telah
menyediakan sejumlah bentuk solusi
pendapatan pensiun. Selain fokus untuk
membantu pekerja memenuhi kebutuhan
saat pensiun, perusahaan juga menyadari
perlunya membantu pekerja untuk menurunkan pengeluaran mereka saat pensiun
kelak.
Salah satu temuan menarik lainnya
dari survey ini adalah manfaat medikal
pensiunan akan terus menurun. Sebanyak
70% perusahaan menyediakan sejumlah
tipe cakupan medikal setelah pensiun bagi
pensiunan saat ini maupun pensiunan di
masa depan. Sekitar 65% saat ini menyediakan cakupan obat-obatan dengan resep
untuk pensiunan berusia lebih dari 65 tahun. Namun, hanya 53% dari perusahaan
yang berencana mempertahankan strategi
yang sama tahun 2013, karena akan
diberlakukannya reformasi pajak yang berdampak pada semakin sedikitnya fasilitas
kesehatan bebas pajak di Amerika. n
Promosi Pencegahan Penyakit
di Tempat Kerja
Program promosi kesehatan di tempat kerja (WHP), yang menargetkan orang-orang yang tidak aktif secara fisik dan memiliki
kebiasaan diet yang tidak sehat, efektif untuk mencegah kegemukan, diabetes, dan risiko penyakit jantung.
O
rganisasi Kesehatan Dunia (WHO)
bekerjasama dengan Forum
Ekonomi Dunia (World Economic
Forum) telah melaksanakan riset tentang
promosi pencegahan penyakit tidak
menular (NCD) di tempat kerja. Laporan
riset tersebut telah dipresentasikan
di WEF 2008. Riset tersebut berjudul
“Preventing Noncommunicable Diseases
(NCD) in Workplace Through Diet and
Physical Activity”.
Program promosi kesehatan di
tempat kerja (WHP), yang menargetkan
orang-orang yang tidak aktif secara fisik
dan memiliki kebiasaan diet yang tidak
sehat, efektif untuk mencegah kegemukan, diabetes, dan risiko penyakit
jantung. Para manajemen senior perusahaan meluncurkan dan mendukung WHP
karena akan meningkatkan produktivitas
karyawan, meningkatkan citra perusahaan, dan menekan biaya kesehatan
karyawan.
Diet yang
y g tidak sehat,, energi
g berlebi-
han yang dikonsumsi, dibarengi dengan
kurangnya gerakan fisik dan tembakau
adalah faktor-faktor risiko utama
penyakit tidak menular. Tahun 2005,
diperkirakan terdapat 35 juta orang yang
meninggal karena penyakit tidak menular, seperti serangan jantung, stroke,
kanker, dan diabetes. NCD merupakan
penyebab 60% dari perkiraan kematian
di seluruh dunia. Sebanyak 80% dari kematian tersebut terjadi di negara-negara
berpendapatan rendah-sedang, dan juga
berhubungan dengan berbagai penyakit
infeksi lainnya, kondisi kesehatan ibu,
dan kekurangan gizi.
Lima penyakit tidak menular utama
adalah penyakit jantung, stroke, kanker,
penyakit pernafasan akut, dan diabetes.
Terdapat bukti ilmiah yang sangat kuat
bahwa diet yang sehat dan gerakan
tubuh yang cukup (misalnya minimal 30
menit per hari, dan 5 hari per minggu),
berperan penting dalam mencegah
terkena penyakit-penyakit tersebut.
Bertambahnya NCD tidak hanya
berdampak pada kualitas hidup dari
penderita dan keluarganya, tetapi
juga terhadap struktur sosial-ekonomi
negara. WHO memperkirakan kehilangan pendapatan nasional dari negara
sangat dramatis. Sebagai contoh,
diperkirakan China akan kehilangan 558
milyar international dollar dari 2005
hingga 2015 akibat beban NCD. Dengan
mempertimbangkan faktor penuaan dan
faktor-faktor risiko, laju NCD bertumbuh
sebesar 17% dari 2005 hingga 2015. n
Brazil
Perkiraan
Kehilangan
Pendapatan 2005
2.7
Perkiraan
Kehilangan
Pendapatan 2015
9.3
Akumulasi
Kehilangan 2005,
dalam nilai
49.2
Canada
0.5
1.5
8.5
China
18.3
131.8
557.7
India
8.7
54.0
236.6
Inggris
1.6
6.4
32.8
Negara
International
ernational dollar adalah mata uang hipotet
hipotetis yang dipergunakan sebagai alat menjelaskan dan membandingkan
ndingkan biaya-biaya satu negara dengan nnegara-negara lain dengan menggunakan referensi umum,
yakni
kni dollar AS. Satu international dollar memiliki
mem daya beli yang sama dengan 1 dolar AS.
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
9
Center of Excellence in Business, Leadership & Management
Presents : A Two Day Workshop
KPI With Balanced Scorecard:
Top-Down Cascading
& Alignment Technique
Schedule
21 - 22 Sept 2011
27 - 28 Okt 2011
29 - 30 Nov 2011
15 - 16 Des 2011
Metodologi
Target Peserta
Outline
Workshop ini dirancang bagi
eksekutif, manajer, dan staf kunci
di berbagai bidang yang memiliki
tugas mengelola kinerja korporat,
unit, dan individu pegawai, baik
untuk perusahaan yang sudah
menerapkan Balanced Scorecard,
akan menerapkan Balanced
Scorecard, maupun yang ingin
meningkatkan efektivitas dari
PMS yang sudah ada.
• Performance Management
Cycle
• Why performance management fails?
• Vision, mission, and business strategy
• Understanding Balanced
Scorecard and its Evolution
• Framework of strategic
performance management
using BSC
• BSC Architecture
• Understanding organization’s value creating chain
to achieve vision, mission &
Workshop Leader
Syahmuharnis
•
•
•
•
•
•
•
•
strategy
Corporate Strategy Map
Cascading corporate Strategy Map to functional unit’
Strategy Map
Creating corporate KPIs
and cascading to lower
level, including individual
Target setting methodology
Measurement methodology
Performance Contract,
Performance standard &
Sub-KPI
Performance Appraisal
Linking strategic initiative
with KPI and evaluating its
effectiveness
Workshop ini mengutamakan
latihan ketimbang teori, dengan
bobot perkiraan 30% teori
dan70% latihan. Sebaiknya
peserta membawa contoh dokumen rencana strategis korporat
untuk menjadi bahan latihan
Investment Fee
Rp 3.000.000 /peserta
Registration:
Call Ms. Pipit/Purwanti/Poppy
Tel. (021) 5790 3840
Fax. (021) 527 4443
Email: [email protected]
Center of Excellence in Business, Leadership & Management
Presents: A-Two day Practical Workshop
COMPREHENSIVE STRATEGIC
MANPOWER PLANNING (CSMP)
Topics
- The alignment of manpower
planning with business strategy
- The Nature of Organizations
- Diagnosing Symptoms of
Organization Effectiveness
- Comprehensive Strategic
Manpower Planning Process
& Methodology: ShorttermMedium Term-Longterm
- Job vacant based on existing
organization/unit structure,
need & policy
- Business Plan/Strategy
- Workload Analysis: Key Activi-
-
ty Base & Business Process
Mapping
Human Capital Readiness/Succession Plan
Attrition Rate
New business competency
requirement
Methodology to calcalute Full
Time Equivalent (FTE)
Consolidated Manpower Plan
vs. Budget
Consolidated Manpower Plan
vs. Internal & External Supply
Execution Plan of consolidated
manpower plan: shortterm &
medium-longterm plan
Jadwal
all
13 - 14 Sept
ep
ept
ptt 20
2
2011
01
011
11
1
20 - 21 Okt 20
2011
2
011
01
11
1
8 - 9 Des 2011
Workshop Methodology
Lead Facilitators
Workshop ini lebih menekankan
aspek praktik ketimbang teori. Dari
2 hari workshop, aspek teori hanya
diberikan kurang dari 1 hari, sisanya
berupa latihan.
Syahmuharnis
Investment
Rp. 3.000.000,-
Target Participants
Seluruh Manpower Planner, HR Supervisor & Manager, Manager dari
berbagai unit kerja, pejabat pada Change Management Office, dan eksekutif yang memerlukan pemahaman komprehensif tentang perencanaan
kebutuhan SDM.
Registration:
Call Ms. Pipit/Purwanti/Poppy Tel. (021) 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443
Email: [email protected]
Center of Excellence in Business, Leadership & Management
HRMP
Human Resource
Management
Professional
27 - 30
10 - 13
08 - 11
05 - 08
(4 days effective program)
E
sensi program HRMP adalah suatu
konsep mutakhir untuk menjembatani
bagaimana menurunkan isu strategis bisnis ke dalam operasionalisasi
manajemen SDM sehingga unit SDM bisa
berperan sebagai Strategic Business Partner
dengan benar. Materi program HRMP disebut
sebagai Strategic Competency-based HR Management (SCBHRM®) yang telah terbukti efektif di berbagai organisasi baik instansi Pemerintah, perusahaan maupun lembaga nirlaba.
HRMP dikemas sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat dengan mudah dicerna dan
diaplikasikan oleh para peserta, baik yang baru
memulai karir di bidang Manajemen SDM
maupun yang telah berkarir lama di perusahaan namun baru mengenal bidang ini.
TOPIK
1.
Konsep Dasar Manajemen SDM
2.
Peluang dan Tantangan Manajemen SDM Saat
Ini Dan Di Masa Mendatang
3.
Strategic Competency-based Human Resource
Management (SCBHRM®)
4.
Fasilitator :
Pendaftar group minimal
Rp.6.000.000, / peserta
Pendaftaran :
Evolusi Manajemen SDM
Pengertian Mengenai Manajemen SDM
a.
Peluang dan Tantangan Globalisasi Industri dan Perdagangan
Peluang dan Tantangan Pengembangan Peran Manajemen SDM
b.
a
b.
c.
Konsep Dasar SCBHRM®
Strategic Competency Profiling®
Penerapan SCBHRM® dalam pengembangan organisasi
dan sistem manajemen SDM
Desain & Struktur Organisasi
Competency-based Job Evaluation
Nilai, Budaya & Perilaku Organisasi
Sistem, Proses & Teknologi
Change Management
Sistem Manajemen SDM 01 -Perencanaan
SDM (HR Planning)
a.
b.
c.
Aplikasi SCBHRM® Dalam Perencanaan SDM
Proses Perencanaan SDM
Human Capital Readiness
6.
Sistem Manajemen SDM 02 - Sistem Rekrutmen & Seleksi (Recruitment & Selection System)
a.
b.
c.
d.
Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Rekrutmen & Seleksi
Proses Rekrutmen & Seleksi
Metode Competency-based Selection Interview
Metode Assessment Center
a.
Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Pelatihan & Pengembangan
Analisa Kebutuhan Pelatihan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Sosialisasi & Orientasi
Sistem Evaluasi Pelatihan
7.
Sistem Manajemen SDM 03 - Sistem Pelatihan
& Pengembangan SDM (Training & Development System)
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
e.
Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Perencanaan &
Pengembangan Karir
Career Management Roadmap
Jenjang Karir (Career Path)
Succession Planning & Replacement Chart
Career Development
Sistem Manajemen SDM 05 - Sistem Remunerasi (Remuneration System
a.
b.
c.
d.
e.
Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Remunerasi
Filosofi & Konsep Remunerasi
Struktur Remunerasi
Survei Penggajian
Strategi & Kebijakan Remunerasi
10. Sistem Manajemen SDM 06 - Sistem Manajemen Kinerja (Performance Management System)
a.
b.
c.
d.
Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Manajemen Kinerja
Filosofi & Konsep Performance Evaluation
Performance Management Cycle
Individual Development Plan (IDP)
11. Sistem Manajemen SDM 07 - Hubungan
Kepegawaian (Employee Relations)
a.
b.
c.
d.
e.
Aplikasi SCBHRM® Dalam Hubungan Kepegawaian
Filosofi & Konsep Hubungan Kepegawaian
Faktor-Faktor Pengembangan Hubungan Kepegawaian
Peraturan & Kebijakan Dalam Hubungan Kepegawaian
Manajemen PHK
8.
Sistem Manajemen SDM 04 - Sistem Manajemen Karir (Career Management System)
9.
3 peserta akan mendapatkan
discount 10%
a.
b.
5.
1. R. Chandra
2. Daisy M. E. Suhari
Menggunakan pendekatan
mutakhir Strategic Competencybased HR Management
SUBTOPIK
a.
Pengembangan Organisasi & Manajemen b.
Perubahan (Organization Development & c.
Change Management)
d.
e.
Sasaran yang ingin dicapai :
Peserta mampu memahami lingkup kerja
Manajemen SDM, mampu memahami perubahan paradigma Manajemen SDM yang terjadi,
mampu memahami pendekatan-pendekatan
baru yang aplikatif, serta memiliki ketrampilan
dasar Manajemen SDM yang dapat diterapkan
di organisasi masing-masing.
Sep. (Bandung)
Okt. (Jakarta)
Nov. (Bandung)
Des. (Jakarta)
HRMP dilaksanakan dalam waktu 4 (empat) hari efektif, dengan topik sebagai berikut :
Tujuan dan Sasaran HRMP
HRMP bertujuan untuk memberikan pengetahuan praktis dan ketrampilan yang mendasar
dalam bidang Manajemen SDM yang bersifat
umum (overview) namun dapat dipraktekkan
oleh para peserta dalam pekerjaannya masingmasing.
• Format Baru
• Pendekatan Baru
• Sangat Aplikatif
Ms. Asri Novita / Purwanti / Poppy Tel. (021) 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected]
Cover Story
Learning
Melahirkan organisasi berkinerja unggul (performance
excellence) mensyaratkan
terbangunnya sebuah lingkungan organisasi yang
mendukung proses pembelajaran secara efisien dan
efektif. Lantas, apa saja prasyarat untuk menjadi organisasi pembelajar?
12 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
Organiza
A
pa yang terpikirkan tentang
perusahaan raksasa Microsoft, Daimler-Chrysler, Toyota
Motor Corp. atau General
Electric? Mereka adalah penguasa pasar di segmen masing-masing.
Tapi, apakah keunggulan mereka hanya
karena keunggulan produk, layanan, dan
brand equity saja? Jelas tidak. Di balik
keunggulan tersebut terdapat fondasi
yang kuat bagi pertumbuhan perusahaan
raksasa tersebut secara berkelanjutan,
yakni terbangunnya organisasi pembelajar (learning organization).
Peter Senge, maestro organisasi
pembelajar, mendefinisikan organisasi pembelajar adalah organisasi di
mana sumberdaya manusia (SDM)-nya
secara terus menerus mengembangkan
kapasitasnya untuk meraih hasil yang
benar-benar mereka harapkan, di mana
pola-pola pemikiran baru dikembangkan, di mana aspirasi kolektif dibuat
secara bebas, dan di mana SDM secara
berkelanjutan belajar untuk melihat
berbagai hal secara bersama-sama.
Secara singkat bisa dikatakan, motor
untuk tumbuhnya organisasi pembelajar
Cover Story
zation
diri, tim kerja, unit, dan organisasi dalam
meraih hasil terbaik.
Lahirnya pemikiran tentang organisasi pembelajar didasari keyakinan
bahwa dalam situasi yang berubah dengan cepat, hanya mereka-mereka yang
fleksibel, adaptif, dan produktif mampu
bertahan dan meraih keunggulan. Oleh
sebab itu, organisasi perlu untuk menemukan cara terbaik untuk mendapatkan komitmen dan kapasitas untuk terus
belajar di berbagai level organisasi.
Namun komitmen dan kesadaran
karyawan untuk terus belajar tidak serta
merta akan membuatnya berjalan secara
optimal. Struktur organisasi seringkali
menjadi pengganjal tumbuhnya hasrat
untuk terus belajar tersebut. Banyak
struktur organisasi yang tidak kondusif
untuk lahirnya keterikatan (engagement) karyawan terhadap organisasi.
Akibatnya, bisa terjadi, karyawan tidak
memiliki alat dan panduan ide-ide untuk
mencerna situasi yang dihadapi secara
baik. Setiap organisasi yang selalu berusaha mengembangkan kapasitas untuk
menciptakan masa depan yang lebih
baik mensyaratkan adanya pergeseran
fundamental dalam pola pikir dari seluruh karyawan.
Dalam perbincangan setelah cera-
Bagi Senge,
mahnya di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pertengahan tahun
2010, Senge menggaris-bawahi lagi
pentingnya memahami kenapa seseorang ingin menjadi bagian dari tim
kerja yang hebat. Jawaban utamanya
adalah karena orang ingin mendapatkan
pengalaman yang penuh makna. “Orang
ingin menjadi bagian dari sesuatu yang
lebih besar dari dirinya, terkoneksi, dan
berkontribusi bagi pencapaian yang
lebih besar,” tegasnya. Bagi banyak
orang, pengalaman menjadi bagian
dari sebuah tim yang hebat akan selalu
dikenang seumur hidupnya. Beberapa
orang kemudian mencoba menangkap
kembali semangat tersebut dalam sisa
hidupnya untuk menciptakan prestasiprestasi baru.
Bagi Senge, pembelajaran sejati
harus menyentuh “jantung” dari hakekat
kemanusiaan. Dengannya manusia bisa
menciptakan dirinya menjadi lebih baik
lagi. Ini berlaku baik untuk manusia
maupun organisasi. Sehingga bagi
organisasi pembelajar, sekedar survive
saja tidak lagi cukup. Survival learning,
adaptive learning atau apapun namanya
memang sangat penting dan menjadi
keharusan. Tetapi untuk organisasi
pembelajar, adaptive learning harus
dikombinasikan dengan
generative learning,
pembelajaran yang
meningkatkan kapasitas
kita untuk menciptakan.
Dimensi yang
membedakan organisasi pembelajar dengan
organisasi tradisional
adalah keahlian dalam
menguasai sejumlah
disiplin atau pilar dasar.
Disiplin dipandang
Senge sebagai sebuah
rangkaian prinsip-prinsip
dan praktik-praktik yang
kita pelajari. Senge
mengidentifikasi 5
disiplin atau pilar dasar
untuk melahirkan
organisasi pembelajar
pembelajaran sejati harus
adalah manajemen organisasi dan seluruh SDM yang ada dalam organisasi
tersebut. Harus ada sebuah lingkungan
internal dalam organisasi yang mendorong para karyawan di berbagai level
untuk melaksanakan pembelajaran
secara terus menerus. Keinginan terus
belajar untuk memberikan hasil terbaik
harus menjadi budaya organisasi. Hal
ini menjadi tugas manajemen untuk
menyediakannya. Selain itu, SDM yang
ada harus memiliki motivasi dan kesadaran yang tinggi untuk terus belajar
dalam rangka meningkatkan kapasitas
menyentuh “jantung” dari
hakekat kemanusiaan.
Dengannya manusia bisa
menciptakan dirinya
menjadi lebih baik lagi.
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
13
Cover Story
yang tangguh: system thinking, personal
mastery, mental models, building shared
vision, dan team learning. Pemahaman
terhadap kelima disiplin tersebut bisa
dilakukan pada satu dari tiga tingkatan
berikut, yakni praktik (practices) yaitu
tentang apa yang Anda kerjakan; prinsipprinsip (principles) yaitu panduan ide dan
kedalaman masalah; esensi (essences)
yaitu keadaan di mana sebuah organisasi benar-benar menguasai disiplin
tersebut.
Manusia adalah agen, yang bisa
bertindak sesuai dengan struktur dan
sistem di mana mereka menjadi bagiannya. Sehingga kelima disiplin tersebut
memberi perhatian yang besar terhadap
pergeseran pola pikir dari melihat bagian
kecil menjadi melihat keseluruhan, dari
melihat manusia sebagai reaktor yang
tidak berguna menjadi melihat mereka
sebagai partisipan aktif dalam membentuk realitas mereka, dari bertindak
reaktif menghadapi kekinian menjadi
mampu menciptakan masa depan.
Systems thinking (Cara Ber-
Peter Senge:
Bapak Organisasi Pembelajar
M
embahas konsep organisasi pembelajar (learning
organization) tidak akan afdol tanpa menyebut maestro organisasi pembelajar, yakni Peter Senge. Pria
yang akhir tahun lalu sempat berbicara dalam forum
khusus yang diadakan BKPM ini memperkenalkan 5 disiplin
sebagai sentral bagi organisasi pembelajar.
Peter Senge diberi gelar “Strategist of the Century” oleh
Journal of Business Strategy, satu dari 24 tokoh yang memiliki
pengaruh terbesar terhadap cara berbisnis hari ini. Dia mempelajari secara mendalam dan, untuk kurun waktu yang panjang, tentang bagaimana perusahaan dan organisasi mengembangkan kemampuan adaptif di MIT (Massachusetts
Institute of Technology). Tahun 1990, pria
kelahiran 1947 ini menerbitkan buku The
Fifth Discipline yang mempopulerkan
konsep organisasi pembelajar sekaligus
memantapkan namanya di bidang yang
sama. Sejak buku itu diterbitkan, lebih
dari 1 juta kopi bukunya terjual, dan
tahun 1997 Harvard Business Review
memasukkan karyanya tersebut sebagai
salah satu buku manajemen terlaris
dalam 75 tahun terakhir.
Senge merupakan lulusan di bidang
keteknikan dari Stanford University dan
mengambil master di bidang pemodelan
sistem sosial di MIT sebelum menyelesaikan program PhD di bidang manajemen. Sering merasa sebagai orang biasa saja, Senge adalah
pengajar senior di MIT. Dia juga menjabat Ketua dan pendiri
Society for Organizational Learning (Sol). Fokus minat utamanya
saat ini adalah pada desentralisasi peran kepemimpinan dalam
organisasi dalam rangka meningkatkan kapasitas dari seluruh
orang secara produktif untuk mencapai tujuan bersama.
Senge menyebut dirinya sebagai seorang idealistic pragmatist sehingga memungkinkan dia untuk mengeksplorasi dan me-
14 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
nyebarluaskan pemikiran bebas dan ide-ide abstrak (khususnya
seputar teori sistem dan kebutuhan untuk membawa nilai-nilai
kemanusiaan ke dalam dunia kerja). Pada saat yang sama, dia
berhasil memediasi kedua hal tersebut sehingga mereka bisa
mengaplikasikannya di dalam berbagai format organisasi.
Fokus minatnya saat ini adalah pada desentralisasi peran
kepemimpinan dalam organisasi dalam upaya meningkatkan
kapasitas untuk bekerja lebih produktif. Keterlibatan Senge
pada Sol, yang bermarkas di Cambridge merupakan bagian dari
upaya senge mendalami minatnya tersebut. Sol adalah sebuah
organisasi nirlaba di mana Senge menjadi pendiri dan Ketua
Bersama. SoL adalah organisasi yang
menjadi bagian dari komunitas global
korporasi, peneliti, dan konsultan
dalam upaya menemukan, mengintegrasikan, dan mengimplementasikan aspek teori dan praktik untuk
pengembangan keterkaitan antara
manusia dengan institusi tempat
mereka bekerja. Salah satu aspek
yang menarik dari SoL (dan terkait
dengan tema idealistic pragmatist)
adalah kemampuannya mendapatkan
sponsor korporasi untuk mendanai
program rintisan yang berkaitan dengan konsep idealisme ini.
Selain menulis The Fifth Discipline: The Art and Practice of The
Learning Organization (1990), Peter Senge juga menjadi penulis
bersama (co-author) dari sejumlah buku yang berkaitan dengan tema The Fifth Discpline. Termasuk di dalamnya The Fifth
Discipline Fieldbook: Strategies and Tools for Building a Learning
Organization (1994), The Dance of Change: The Challenges to
Sustaining Momentum in Learning Organizations (1999), dan
Schools That Learn (2000) n
Cover Story
pikir Sistem) – pilar utama
organisasi pembelajar
Satu hal paling menarik dari pemikiran Senge adalah bagaimana dia
menempatkan teori sistem ke dalam
dunia kerja. Buku The Fifth Discipline
memberikan pengantar yang bagus
tentang bagaimana konsep dan penggunaan teori sistem tersebut. Pemikiran
tentang sistem ini bisa dikombinasikan
dengan berbagai peralatan teoritis
lainnya untuk menjustifikasi berbagai
pertanyaan dan issu dalam organisasi.
Systemic thinking adalah pilar utama
konsepsi organisasi pembelajar. Yakni
disiplin untuk mengintegrasikan berbagai hal, membentuk mereka menjadi
batang tubuh teori dan praktik yang
menyatu. Teori sistem mampu menguraikan setiap bagian dari sistem dan
menjabarkan bagaimana keterkaitan
antar bagian-bagian tersebut.
Kerangka konsepsi systems thinking
memungkinkan setiap orang mempelajari dan memahami organisasi dan bisnis
sebagai obyek yang memiliki keterkaitan
dengan banyak hal. Istilah ini merupakan
fondasi dari dinamika sistem (system
dynamics) yang dikembangkan pertama
kali oleh Profesor MIT Jay Forrester
tahun 1956. Sang Profesor mengenali
kebutuhan untuk melaksanakan pengujian yang lebih baik tentang ide-ide baru
dalam sistem sosial, yang bisa pula
dipakai untuk bidang keteknikan.
Systems thinking memungkinkan
manusia untuk memahami sistem sosial
dan meningkatkannya - sama seperti
seseorang bisa menggunakan prinsipprinsip keteknikan untuk membuat dan
meningkatkan pemahaman terhadap
sistem mekanikal (lihat tulisan Systems
Thinking Approach). Satu hal yang
pasti, sebuah sistem yang sederhana
bisa dibangun menjadi model yang
lebih canggih. Kendatipun, Senge juga
mengakui, salah satu masalah utama
yang dihadapinya adalah menerapkan
kerangka sistem sederhana ke dalam
sistem yang kompleks. “Kita cenderung
lebih fokus pada bagian-bagian ketimbang melihatnya secara keseluruhan,
dan gagal melihat organisasi sebagai
sebuah proses yang dinamis,” tulisnya.
Pada dasarnya, Senge menegaskan,
pemahaman terhadap sistem yang lebih
baik akan menghasilkan tindakan yang
lebih tepat.
Pembelajaran terbaik bagi manusia, lanjut Senge, adalah belajar dari
pengalaman. Sayangnya, manusia tidak
memiliki pengalaman langsung terhadap
konsekuensi dari berbagai keputusan
yang pernah dibuat. Kita sering berpikir
bahwa antara sebab dan akibat adalah
sesuatu yang sangat dekat satu sama
lain sehingga ketika ada masalah, itu
adalah “solusi” yang menjadi fokus
perhatian kita untuk dipecahkan. Secara
umum, kita mencari jalan ke luar dan
melaksanakan peningkatan untuk periode waktu yang relatif pendek. Namun
lupa bahwa dalam kerangka sistem,
peningkatan jangka pendek seringkali
menimbulkan biaya jangka panjang yang
sangat signifikan.
Sebagai contoh, pemotongan biaya
riset dan pengembangan bisa menghasilkan penghematan biaya yang cepat,
tapi akan sangat mengancam kelangsungan hidup organisasi dalam jangka
panjang.
Menjadi masalah juga tentang
bagaimana umpan balik (feedback) kita
terima. Beberapa umpan balik akan berdampak dan bergema – dengan dampak
perubahan yang kecil. Sekecil apapun
gema dari umpan balik tersebut, gema
tersebut akan menciptakan pergerakan
yang lebih besar. Sebuah tindakan kecil
yang terus dilakukan akan menghasilkan
dampak bola salju. Bisa saja perusahaan memotong biaya promosi dalam
upaya penghematan jangka pendek.
Dalam jangka pendek, mungkin saja
kecil dampaknya terhadap permintaan
terhadap barang dan jasa yang dijual.
Namun, dalam jangka panjang, penurunan penjualan akan menimbulkan
biaya yang sangat mahal.
Apresiasi terhadap sistem akan
mendorong dikenalinya penggunaan dan
permasalahan terkait umpan balik. Juga
pemahaman terhadap upaya menyeimbangkan umpan balik. Salah satu aspek
kunci dari sebuah sistem adalah sejauh
mana mereka mengatasi keterlambatan
atau hambatan yang tidak bisa dihindarkan – interupsi pada proses yang
menimbulkan akibat yang terjadi secara
berangsur. Sebab, menurut Senge, sudut
pandang sistem umumnya berorientasi
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
15
Cover Story
kepada pandangan jangka panjang.
Itu sebabnya, keterlambatan dan
ketidakefektifan umpan balik menjadi
sangat penting. Dalam jangka pendek,
hal itu sering diabaikan karena dianggap tidak menimbulkan konsekuensi
besar. Masalah baru akan muncul dalam
jangka panjang.
Senge mempromosikan pengunaan peta sistem (system maps), yaitu
diagram-diagram yang memperlihatkan
elemen dari sistem dan bagaimana
mereka terkoneksi satu sama lain. Bagaimanapun, manusia sering menemukan kesulitan dalam memahami sistem,
dan butuh pekerjaan tambahan untuk
memahami fondasi utama dari teori
sistem serta mengaplikasikannya dalam
organisasi. Di sisi lain, kegagalan dalam
memahami dinamika sistem menyebabkan tindakan saling menyalahkan dan
pembelaan diri yang tiada habis dalam
organisasi.
Personal Mastery - kefasihan
pribadi.
Organisasi belajar terbentuk hanya
melalui individu-individu pembelajar,
kendatipun individu pembelajar tidak
menjamin lahirnya organisasi pembelajar. Namun, tanpa keberadaan individu
pembelajar, tidak mungkin organisasi
pembelajar tercipta. Personal mastery
adalah kedisiplinan
untuk terus menerus
memperjelas dan
memperdalam visi
pribadi, kemampuan
untuk memfokuskan
energi, mengembangkan kesabaran, dan
memandang realitas secara objektif.
Mastery dipandang
sebagai sebuah jenis
kefasihan.
Individu yang
memiliki kefasihan
pribadi yang tinggi
hidup dengan semangat tinggi untuk terus
belajar. Mereka tidak
pernah merasa sampai pada tujuan.
Kefasihan pribadi bukanlah sesuatu
yang dimiliki setiap manusia, melainkan
sebuah proses. Ia merupakan kedisiplinan hidup jangka panjang. Individu
yang memiliki kefasihan pribadi yang
tinggi sangat sadar akan ketidaktahuannya, ketidakmampuannya, dan wilayahwilayah pertumbuhannya. Sebaliknya,
mereka memiliki kepercayaan diri yang
tinggi. Bahwa semua ini diperlukan
untuk mendapatkan kesuksesan.
Kedisiplinan untuk mewujudkan
kefasihan pribadi ini menunjukkan
pentingnya setiap orang memiliki visi
pribadi yang kuat. Lalu mempertahankan
terciptanya tekanan-tekanan kreatif
dalam upaya mengatasi gap antara visi
pribadi dengan kenyataan; membedakan mana tekanan dan hambatan yang
bersifat struktural; menyadari kekuatan
(dan kelemahan) diri kita; membangun
komitmen kepada kebenaran, termasuk
menggunakan pikiran bawah sadar.
Secara ringkas bisa dikatakan, mereka yang memiliki kefasihan pribadi yang
tinggi, selalu terpacu untuk memperluas
kapasitas personal dalam mewujudkan
tujuan pribadi dan organisasi. Oleh
sebab itu, penting bagi organisasi untuk
menciptakan lingkungan organisasi yang
menumbuh-kembangkan pribadi-pribadi
dengan kefasihan tinggi sehingga bukan
Mereka yang memiliki
kefasihan pribadi yang
tinggi, selalu terpacu untuk memperluas kapasitas
personal dalam mewujudkan tujuan pribadi dan
organisasi.
16 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
hanya menjadi pilar untuk mewujudkan sasaran organisasi tetapi, bahkan,
menjadi motor transformasi organisasi
menuju masa depan yang lebih baik.
Mental Models – proses kontemplatif dan berkesinambungan untuk memberikan pemahaman tentang dunia luar yang
mempengaruhi keputusan dan
perilaku kita.
Senge menyebut model mental ini
sebagai asumsi-asumsi bebas, generalisasi, gambar, dan citra yang mempengaruhi bagaimana kita memahami
dunia dan bagaimana kita bertindak.
Begitu banyak asumsi-asumsi yang kita
buat dalam kehidupan atau dalam setiap
tindakan yang kita akan lakukan, tetapi
tidak memahami betul tentang dampak
dari asumsi tersebut terhadap perilaku
kita.
Kedisiplinan terhadap model mental
dimulai dengan bercermin tentang diri
sendiri; mempelajari pikiran tersembunyi
kita selama ini tentang dunia; membawanya ke permukaan dan mempertahankannya secara erat untuk diperjuangkan dalam hidup. Pada dasarnya, pikiran
kita tentang dunia luar terbentuk melalui
proses panjang dalam pemikiran sebagai
hasil dari interaksi dalam kehidupan.
Harus secara utuh dipahami bahwa
lingkungan luar akan mempengaruhi
bagaimana kita bertindak. Orang-orang
yang memiliki model mental yang bagus
akan mampu menyeimbangkan antara
apa yang mereka inginkan dengan bantuan yang mereka perlukan. Sehingga
mereka mampu berpikir secara efektif
dan terbuka terhadap pengaruh dari
orang lain.
Bilamana organisasi ingin mengembangkan kapasitas bekerja dengan
model mental, maka setiap orang dalam
organisasi perlu untuk mempelajari
keahlian baru dan mengembangkan
orientasi baru untuk menjamin institusionalisasi perubahan yang diinginkan.
Perubahan bisa didorong dengan menggunakan disiplin model mental ini seba-
Cover Story
akan semakin besar. Penguasaan disiplin
terhadap model mental dan cara berpikir
sistemik akan sangat membantu pembentukan visi bersama ini.
Team learning - tim pembelajar
gai penjabaran dari pemikiran tentang
sistem (system thinking) di atas.
Menggerakkan organisasi menuju
arah yang tepat membutuhkan kerja
keras untuk mengubah politik dan
permainan internal yang selama ini
mendominasi organisasi tradisional.
Organisasi harus dibuat menjadi lebih
terbuka. Ini berarti, organisasi harus
mendistribusikan tanggung jawab bisnis
lebih banyak lagi sambil mempertahankan koordinasi dan kontrol. Senge
menyebut organisasi pembelajar adalah
organisasi yang dilokalisasikan, di mana
desentralisasi diperkuat namun tetap
menjadi bagian besar dari perwujudan
sasaran strategis organisasi.
Building shared vision - membangun visi bersama.
Dimulai dengan pemahaman terhadap kepemimpinan yang telah menginspirasi organisasi untuk ribuan tahun,
maka kepemimpinan adalah kapasitas
untuk mempertahankan sebuah gambaran bersama tentang masa depan yang
dibuat atau dikenal dengan visi. Visi
tersebut memiliki daya dorong untuk
meningkatkan dan mendorong eksperimen dan inovasi. Bahkan, visi tersebut
mendorong sebuah kesadaran tentang
masa depan, sesuatu yang sangat fundamental bagi kelima disiplin tersebut.
Apabila terdapat sebuah visi yang
benar-benar hebat, maka karyawan
bekerja hebat dan terus belajar bukan
karena diperintahkan untuk itu, tetapi
karena mereka menginginkannya. Banyak pemimpin memiliki visi pribadi yang
tidak pernah diterjemahkan menjadi visi
bersama yang akan memajukan organisasi. Umumnya yang kurang adalah
disiplin menerjemahkan visi menjadi
visi bersama – sejumlah prinsip dan
panduan praktik.
Untuk membangun visi bersama
membutuhkan keahlian membuat
gambaran bersama tentang masa depan
di pikiran masing-masing anggota tim.
Dalam menguasai disiplin ini, pemimpin
harus menyadari betapa tidak produktifnya upaya mendiktekan visi kepada
anggota organisasi.
Penyebarluasan visi terjadi karena
adanya tenaga penggerak. Maka, pastikan terdapat kesepahaman, antusiasme,
dan komitmen dari setiap karyawan
terhadap visi bersama. Semakin jelas
visinya, maka antusiasme karyawan
meningkat dan manfaat yang diperoleh
Pembelajaran adalah sebuah proses
menyelaraskan dan mengembangkan
kapasitas dari tim untuk menciptakan
hasil yang benar-benar diinginkan oleh
anggota tim. Ia dibangun dari personal
mastery dan shared vision. Namun, tidak
cukup hanya itu. Karyawan dituntut
untuk bisa bertindak bersama. Bila tim
belajar bersama, menurut Senge, maka
hal itu bukan hanya memberi hasil yang
baik bagi organisasi, para anggota juga
akan bertumbuh (kapasitasnya) lebih
cepat.
Disiplin tim pembelajar dimulai
dengan dialog, kapasitas dari anggota
tim untuk menghilangkan asumsi-asumsi
dan masuk kepada keadaan untuk
berpikir bersama-sama. Dialog adalah
komunikasi yang mengalir bebas, yang
memungkinkan kelompok menemukan
kedalaman pandangan (insight) –
yang secara perseorangan tidak bisa
diperoleh. Dialog juga berguna untuk
mengetahui pola interaksi dalam tim
yang kurang baik untuk mendorong
pembelajaran.
Penyebutan dialog dalam Fifth
Discipline sangat dipengaruhi oleh
pimikiran fisikawan David Bohm, yang
menyebutkan sebuah kelompok menjadi
terbuka terhadap arus dari “kecerdasan
yang lebih besar” (sering disebut
dengan fenomena kolektif). Jika dialog
digabungkan dengan system thinking,
ujar Senge, tercipta peluang untuk menciptakan bahasa yang lebih sesuai untuk
mengatasi sesuatu yang kompleks, dan
fokus pada isu-isu yang benar-benar
struktural, dan sebagainya. Penekanan
dialog ini harus ditempatkan dalam
konteks system thinking yang menjadi
fitur sentral dari konsep organisasi
pembelajar. n
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
17
Cover Story
tas ide yang bagus sampai semua orang
ambil bagian untuk membangunnya.
Membuat mereka ambil bagian adalah
tindakan kepemimpinan pertama, yakni
memberi inspirasi terhadap visi sebagai
organisasi pembelajar.
Leader as designer Pemimpin sebagai desainer
Memimpin
Organisasi Pembelajar
Memimpin organisasi pembelajar tidak bisa sama dengan
organisasi biasa. Dibutuhkan sejumlah kemampuan bagi
seorang untuk sukses memimpin organisasi pembelajar.
Fungsi pemimpin tidak lagi bisa sebagai pemberi perintah,
namun harus berganti menjadi desainer, pelayan, dan guru.
S
ebuah organisasi bisa disebut
sebagai organisasi pembelajar
(learning organization) apabila telah menguasai 5 disiplin
atau pilar dasar organisasi pembelajar.
Untuk berhasil, organisasi pembelajar
membutuhkan kepemimpinan dengan
pandangan baru. Selama ini pemimpin
dipandang sebagai orang-orang special
yang menetapkan arah organisasi,
membuat keputusan kunci, dan mendorong karyawan berdasarkan pandangan
pribadi terhadap dunia yang tidak
sistemik. Ini adalah konsep kepemimpinan tradisional, didasarkan pada
asumsi bahwa karyawan tidak punya
kekuatan, kurangnya visi pribadi, dan
18 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
ketidakmampuan mendorong perubahan.
Beberapa pemimpin besar bisa mengatasi persoalan ini.
Bertentangan dengan pandangan
tradisional ini, Peter Senge menyusun
pandangan baru seorang pemimpin
yang lebih penting. Dalam organisasi
pembelajar, pemimpin adalah desainer,
pelayan, dan guru. Mereka bertanggung
jawab untuk membangun organisasi
pembelajar di mana setiap orang terus
menerus mengembangkan kapasitas
dirinya untuk memahami kompleksitas,
memperjelas visi, dan meningkatkan
model mental bersama. Artinya, semua
orang bertanggung jawab untuk belajar.
Organisasi pembelajar akan tetap seba-
Fungsi sebagai desainer jarang
sekali terlihat. Menurut Senge, tidak
ada seorang pun yang sebenarnya
memiliki pengaruh selain desainer.
Kebijakan, strategi, dan sistem organisasi adalah wilayah kunci desain,
namun kepemimpinan jauh melampaui
hal tersebut. Mengintegrasikan 5
komponen teknologi (5 disiplin organisasi pembelajar) merupakan hal yang
sangat mendasar. Tugas pertama terkait
dengan desain ide-ide tata kelola –
tujuan, visi, dan nilai inti yang harus
dijalankan semua orang. Membangun
visi bersama sangat penting sejak
awal untuk menumbuhkan orientasi
jangka panjang dan syarat mutlak untuk
pembelajaran. Intinya, tugas pemimpin
adalah mendesain proses pembelajaran
di mana seluruh orang dalam organisasi
bisa mengatasi semua isu penting yang
mereka temukan secara produktif. Sekaligus mengembangkan kefasihannya
dalam disiplin pembelajaran.
Leader as steward –
Pemimpin sebagai pelayan
Istilah pemimpin sebagai pelayan
diperkenalkan pertama kali oleh penulis
Peter Block (1993). Senge memiliki
kedalaman pemahaman tentang hal ini.
Pandangannya dimulai dengan hasil
wawancaranya dengan seorang manajer
tentang tujuannya. Dia menyadari bahwa sang manajer lebih banyak menunjukkan kerjanya ketimbang bercerita ketika ditanya soal tujuan perusahaannya.
Sang manajer lebih banyak menjelaskan
apa yang mereka kerjakan dan kenapa
mengerjakan hal tersebut, bagaimana
perusahaannya perlu untuk berevolusi,
dan bagaimana evolusi tersebut adalah
bagian dari hal yang lebih besar.
Cover Story
Sebagai pemimpin, ia haruslah menjadi pelayan dari visi. Sikap kepelayanan
terkait erat dengan komitmen dan tanggung jawab terhadap visi. Bukan berarti
pemimpin sudah memilikinya. Sebagai
pelayan visi, tugas utamanya adalah
mengelola visi untuk manfaat orang lain
(dalam hal ini stakeholder). Pemimpin
harus belajar melihat visi mereka sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar.
Pemimpin harus belajar untuk mendengarkan visi orang lain dan mengubah
visinya jika hal itu diperlukan. Cara
semacam ini memungkinkan orang lain
terlibat dan membantu mengembangkan
visi pribadinya maupun visi bersama.
Leader as teacher –
Pemimpin sebagai guru
Max de Pree (1990) menulis bahwa
tanggung jawab pertama seorang
pemimpin adalah mendefinisikan
kenyataan. Sejumlah pemimpin banyak mendapat inspirasi dan kekuatan
spiritual berkat kesadarannya terhadap
fungsi pelayanan, namun banyak
pemimpin yang berhasil berkat kemampuannya mengajarkan bagaimana
memahami realitas dengan lebih akurat,
penuh insight, dan lebih memberi pemberdayaan. Menggunakan penjelasan
hirarki kepemimpinan, maka pemimpin
bisa memberikan pengaruh terhadap
cara orang memandang realitas ke
dalam 4 level : kejadian (event), pola
berperilaku (patterns of behavior), struktur sistemik (systemic structures), dan
tujuan (purpose).
Sebagian besar pemimpin cenderung fokus pada 2 level pertama.
Pemimpin dalam organisasi pembelajar
harus fokus pada keempat hal tersebut,
dengan fokus utama lebih kepada tujuan
dan struktur sistemik. Hal ini memung-
kinkan mereka melihat “gambar
besar” dan menghargai faktor-faktor
struktural yang membentuk perilaku.
Dengan fokus pada tujuan, pemimpin
mampu menanamkan sebuah pemahaman mau menjadi apa organisasi.
Sering juga terjadi, pemimpin memiliki
kekuatan pada satu atau dua wilayah
tersebut, tetapi tidak mampu mengembangkan pemahaman sistemik. Sebuah
kunci sukses adalah kemampuan untuk
mengonsep insight sehingga menjadi
pengetahuan publik, terbuka untuk
dikritisi dan disempurnakan.
Pemimpin sebagai guru bukanlah
tentang mengajar orang bagaimana
cara meraih visi. Tetapi lebih kepada
upaya mendorong pembelajaran bagi
setiap orang. Pemimpin semacam itu
membantu orang dalam organisasi
untuk mengembangkan pemahaman
sistemik. n
Kritik Terhadap Pemikiran Peter Senge
S
ejumlah kritik muncul terhadap pemikiran Senge tentang organisasi pembelajar. Salah satu kritik utama
adalah, sangat sedikit organisasi di dunia yang tergolong atau mendekati konsep organisasi pembelajar seperti
yang disampaikannya. Beberapa perusahaan memang telah
melihat pertumbuhan jangka panjang yang
berkelanjutan, tapi tidak fokus kepada
pengembangan sumberdaya manusianya.
Fokus perusahaan masih pada peningkatan merek, mengembangkan modal intelektual dan pengetahuan, menghasilkan
inovasi produk, dan mengendalikan biaya
produksi dan distribusi tetap rendah.
Will Hutton (1995) menulis, perusahaan-perusahaan Inggris menempatkan
prioritas finansial di atas segala-galanya.
Target laba terlalu tinggi dan horizon
waktunya terlalu pendek. Kondisi demikian sulit untuk membangun organisasi pembelajar
seperti digagas Senge. Dalam organisasi bisnis kapitalistik,
di mana bottom line adalah laba, perhatian utama terhadap
pembelajaran dan pengembangan karyawan dianggap
terlalu ideal.
Tidak ada yang salah dengan teori Senge atau ba-
gaimana ia dipresentasikan. Masalah utamanya terletak
pada pengetahuan teori dari orang-orang yang menjadi
sasaran buku ini yang tidak memadai untuk mengikuti
pemikiran Senge. Salah satunya, soal pemilihan istilah
disiplin untuk menjelaskan inti dari pendekatan dia. Seperti
diketahui, disiplin adalah sebuah rangkaian prinsip-prinsip dan praktik-praktik yang
dipelajari, yang harus dikuasai, dan diintegrasikan ke dalam kehidupan kita. Namun,
di sisi lain, pemikiran Senge banyak juga
menyentuh aspek praktik. Juga penggunaan
istilah model mental, karena biasanya hanya
dipakai untuk melakukan pergeseran produk
ke proses (dan kembali lagi ke produk).
Pertanyaan berikutnya, apakah orang-orang
dalam organisasi bisa menangani hal ini.
John van Maurik (2001) menyimpulkan
bahwa pemikiran Peter Senge telah mendahului jamannya. Argumennya dinilai sangat insightful dan
revolusioner. Sangat disayangkan, banyak organisasi belum
menjalankan nasehatnya dan masih fokus pada upaya
mengatasi permasalahan jangka pendek. Toh, untuk urusan
organisasi pembelajar, nama Peter Senge telah berkibar
sebagai pemikir utamanya. n
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
19
Cover Story
Memahami Konsep
“Systems Thinking”
Pemikiran Peter Senge tentang systems thinking didasarkan kepada hasil riset Prof. Jay Forrester di MIT tahun 1956.
Pendekatan analisis menggunakan systems thinking sangat
berbeda dengan pendekatan analisis tradisional.
P
endekatan systems thinking
sangat berbeda dengan berbagai bentuk analisis tradisional.
Pendekatan analisis tradisional
fokus pada pemisahan bagian-bagian
tertentu dari apa yang kita pelajari.
20 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
Padahal, kata-kata analisis sebenarnya
berasal dari akar kata yang bermakna
“untuk mengurai menjadi bagian-bagian
lebih kecil”. Systems thinking, sebaliknya, fokus pada bagaimana sesuatu
yang dipelajari berinteraksi dengan
bagian-bagian dari sistem lainnya –
sekumpulan elemen yang berinteraksi
membentuk perilaku. Ini berarti, selain
memisahkan bagian-bagian lebih kecil
dari sistem yang dipelajari, systems
thinking bekerja dengan memperluas
pandangan kepada jumlah interaksi yang
lebih besar dari isu yang sedang dipelajari. Hal ini kadang-kadang menghasilkan kesimpulan yang sangat berbeda
dibandingkan dengan hasil analisis
menggunakan pendekatan tradisional,
khususnya bila yang dipelajari adalah
sesuatu yang kompleks dan dinamis
atau berhadapan dengan banyaknya umpan balik dari sumber-sumber lainnya,
baik internal maupun eksternal.
Karakter dari systems thinking
menjadikannya sangat efektif mengatasi
tipe masalah paling sulit pun : terkait isu
yang kompleks, masalah yang banyak
tergantung dengan masa lalu atau terhadap tindakan pihak lain, dan masalah
yang bersumber dari ketidakefektifan
koordinasi di antara yang terlibat.
Contoh bidang di mana systems thinking
sangat efektif, antara lain :
> Masalah yang kompleks yang membantu banyak pihak dalam melihat
“gambar besar” dan bukan hanya
bagian mereka semata
> Masalah yang tidak terpecahkan dengan berbagai upaya selama ini
> Isu-isu di mana sebuah tindakan mempengaruhi (atau dipengaruhi oleh)
lingkungan sekitar, baik lingkungan
alam atau lingkungan kompetitif.
> Masalah-masalah yang solusinya
tidak nyata
Contoh yang menjelaskan perbedaan
antara perspektif systems thinking dengan perspektif dalam analisis tradisional bisa dilihat dalam penanganan
kerusakan tanaman akibat hama serangga. Apabila seekor hama pengganggu
memakan tanaman, respons konvensional adalah menyemprot tanaman dengan
pestisida yang tepat. Katakanlah kita
tidak bicarakan soal keterbatasan efektifitas dari pestisida dan polusi air serta
tanah yang ditimbulkannya, bayangkan
kalau ada pestisida yang benar-benar
Cover Story
hebat yang mampu membunuh seluruh
hama dan tanpa menimbulkan efek
samping terhadap udara, air, dan tanah.
Maka, apakah menggunakan pestisida
semacam ini akan membuat petani atau
perusahaan yang tanamannya dimakan
hama menjadi diuntungkan?
Kalau kita mempergunakan pemikiran di atas, maka bentuknya seperti
diagram di bawah ini:
Tanda panah mengindikasikan arah
akibat – perubahan jumlah pestisida
yang diberikan berdampak pada perubahan dari jumlah hama yang merusak
tanaman. Huruf di atas tanda panah
menunjukkan bagaimana keterkaitan
dari variabel tersebut. Huruf “s” berarti
mereka berubah searah – jika salah
satu naik, maka variabel lain juga naik;
dan huruf “o” menunjukkan mereka
berubah secara berlawanan – jika salah
satu naik, yang lain turun (begitu pula
sebaliknya). Diagram ini dibaca sebagai berikut: sebuah perubahan pada
jumlah pestisida yang diaplikasikan
menyebabkan jumlah hama
yang mengganggu tanaman
bergerak dengan arah berlawanan.” Artinya, kalau jumlah
pestisida yang digunakan
meningkat, maka jumlah
hama yang merusak tanaman
menurun.
Dengan cara berpikir
semacam ini, makin banyak
jumlah pestisida dipergunakan, maka semakin sedikit
jumlah hama sehingga
semakin sedikit total tanaman
yang rusak. Kita membayangkan, pengurangan jumlah hama yang
memakan tanaman akan memecahkan
permasalahan. Kenyataannya, hal itu
bukanlah masalah yang sebenarnya.
Masalah kerusakan tanaman yang
timbul akibat hama seringkali menjadi
lebih baik dalam jangka pendek, tetapi
tidak dalam jangka panjang. Apa yang
sering terjadi pada tahun-tahun selanjutnya adalah munculnya masalah tanaman
yang makin memburuk dan pestisida
yang sebelumnya tampak efektif tidak
lagi banyak membantu.
Ini terjadi karena hama yang memakan tanaman mengontrol populasi dari
hama lainnya, baik dengan membunuhnya atau berkompetisi
dengannya. Kala pestisida membunuh hama
pemakan tanaman, ia
juga mengeliminasi
kemampuan kontrol
hama tersebut terhadap populasi hama
lainnya. Sehingga populasi dari hama
tersebut menjadi tidak terkendali, yang
memunculkan lebih banyak kerusakan
ketimbang hama yang mati karena
disemprot pestisida tersebut. Dengan
perkataan lain, tindakan yang dimaksudkan memecahkan masalah sesungguhnya membuat masalahnya menjadi
lebih buruk.
Faktanya, beberapa penelitian menyimpulkan, mayoritas 25 jenis hama
yang menyebabkan kerusakan tanaman setiap tahunnya menjadi masalah
karena adanya siklus seperti itu. Secara
grafis, bagaimana kejadiannya bisa
dijelaskan sebagai berikut (lihat bagan
di atas)
Berdasarkan pemahaman ini, makin
banyak pestisida digunakan, makin
sedikit jumlah hama A (hama awal) yang
memakan tanaman. Hal ini menyebabkan turunnya secara drastis jumlah hama
yang memakan tanaman. Sebenarnya,
sejumlah kecil hama A berhubungan
dengan hama B, sehingga hama A tidak
mampu lagi mengontrol hama B. Ini
menimbulkan ledakan hama B, semakin
banyak hama B yang merusak tanaman
– berlawanan persis dengan apa yang
diinginkan. Jadi, kendatipun dampak
jangka pendek menggunakan pestisida
sesuai yang diinginkan, tetapi dampak
jangka panjangnya sangat berbeda.
Dengan gambar ini dalam pikiran
kita, berbagai tindakan lain yang lebih
baik dalam jangka panjang telah dikembangkan, misalnya Manajemen Hama
Terpadu, termasuk di dalamnya upaya
mengontrol hama pemakan tanaman
dengan memperkenalkan predatornya
di lokasi tersebut. Metode ini terbukti
sangat efektif berdasarkan studi yang
diselenggarakan MIT, the National
Academy of Science (USA), dan sebagainya – bahkan juga menghindarkan
air dan tanah dari polusi bahan kimia
beracun.
Cara berpikir yang lebih luas dalam
systems thinking menciptakan perlunya
pemahaman terhadap solusi jangka
panjang yang lebih baik. Pendekatan ini
juga banyak dipakai dalam
bidang pekerjaan dan bisnis,
termasuk pada perusahaan
yang industrinya telah
terderegulasi. Banyak sekali
masalah penting yang terjadi
saat ini bersifat kompleks,
melibatkan banyak faktor, dan
beberapa adalah bagian dari
hasil dari tindakan pada masa
lalu yang dilakukan untuk
menghilangkan permasalahannya. Cara kita menyelesaikan masalah terkait dengan
pelanggan, misalnya, mungkin
saja bekerja sangat baik pada masa
lalu. Tetapi, sangat mungkin, mengatasi
masalah pelanggan hari ini dan ke depan
tidak lagi bisa menggunakan pendekatan
lama, cara kerja lama, kompetensi lama,
dan proses bisnis lama. n
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
21
Cover Story
Hambatan dan Manfaat
Organisasi Pembelajar
O
rganisasi tidak secara organik
berkembang menjadi organisasi
pembelajar. Terdapat sejumlah
faktor yang mendorongnya berubah
(menjadi organisasi pembelajar).
Umumnya, pada saat organisasi bertumbuh, mereka kehilangan kapasitas
untuk belajar sebagai akibat struktur
organisasi dan pemikiran individu menjadi lebih kaku. Jika muncul masalah,
solusi yang diusulkan seringkali
bersifat jangka pendek (single
loop learning) dan muncul lagi di
masa depan.
Untuk tetap kompetitif,
banyak organisasi melakukan
restrukturisasi, dengan jumlah
karyawan yang lebih sedikit.
Mereka yang masih bekerja
dalam organisasi dituntut
bekerja lebih efektif. Untuk menciptakan keunggulan kompetitif,
perusahaan harus belajar lebih
cepat dibandingkan dengan
pesaing dan mengembangkan
budaya responsif terhadap pelanggan.
Organisasi harus mempertahankan pengetahuan tentang produk dan proses
baru, memahami apa yang terjadi pada
lingkungan eksternal, dan menciptakan
solusi kreatif menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam seluruh
bagian organisasi. Hal ini mensyaratkan kerjasama antara individu dan
kelompok, komunikasi yang bebas dan
konstruktif, dan tumbuhnya kepercayaan dalam organisasi.
Beberapa organisasi menghadapi
kesulitan untuk menciptakan kefasihan pribadi (personal mastery) karena
konsep Senge tentang hal ini bersifat intangible dan manfaatnya sulit
22 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
dikuantifikasikan. Kefasihan pribadi
ini, bahkan (juga disitir Senge) bisa
menjadi ancaman bagi organisasi bila
upaya mengembangkan kompetensi
karyawan tidak selaras dengan strategi
dan visi organisasi. Ini bisa menjadi
kontraproduktif. Dengan kata lain, jika
karyawan tidak terikat dengan visi bersama, kefasihan pribadi bisa digunakan
untuk memperluas visi pribadi masing-
masing. Maka, seperti yang banyak
terjadi dalam organisasi, pelatihan
dan pendidikan lebih banyak menguntungkan individu karyawan ketimbang
organisasi tempat mereka bekerja.
Pada sejumlah organisasi,
kurangnya budaya belajar bisa menjadi hambatan untuk belajar. Sebuah
lingkungan harus diciptakan agar
setiap individu mau berbagi pelajaran
tanpa mengabaikan kontribusi individu tersebut untuk pembelajaran.
Sehingga lebih banyak orang yang bisa
meraih manfaat dari pembelajaran
tersebut. Setiap orang akan menjadi
lebih terbedayakan. Sebuah organisasi
pembelajar harus mau menghilangkan
struktur hirarki tradisional, yang lebih
menunjukkan aspek komando ketimbang pemberdayaan.
Resistensi untuk belajar juga terjadi
dalam organisasi jika mentalitas terus
belajar tersebut tidak ada pada setiap
individu. Hambatan pembelajaran bisa
muncul akibat adanya orang-orang
yang merasa terancam dengan perubahan atau meyakini akan mengalami
kerugian paling banyak (akibat perubahan). Biasanya orang-orang seperti ini
memiliki pola pikir tertutup dan tidak
ingin terikat dengan model mental dari
organisasi pembelajar. Perlu dipastikan
bahwa pembelajaran harus diterapkan
untuk seluruh organisasi, karena kalau
tidak, pembelajaran bisa dipandang
bersifat elitis dan terbatas untuk level
senior. Kalau ini terjadi, pembelajaran
tidak lagi merupakan visi bersama.
Keinginan untuk meraih kefasihan
pribadi harus menjadi pilihan setiap
individu, di mana organisasi memfasilitasinya secara efisien dan efektif.
Manfaat menjadi organisasi pembelajar antara lain:
- Mampu mempertahankan level
inovasi dan tetap kompetitif
- Mampu merespons tekanan eksternal lebih baik
- Memiliki pengetahuan lebih baik
dalam menghubungkan sumberdaya
dengan kebutuhan pelanggan
- Mampu meningkatkan kualitas dari
output dari setial level
- Meningkatkan citra perusahaan
dengan menjadi lebih berorientasi
pada sumberdaya manusia
- Mempercepat proses perubahan
dalam organisasi n
(Diolah dari berbagai sumber)
Tips
&
HUMAN CAPITAL JOURNAL FORUM
Mengadakan Forum Diskusi
& Best Practice Sharing dengan topik:
8dariDosa
Mematikan
Evaluasi Kinerja
M
endidik manajer untuk bisa melaksanakan evaluasi secara
efektif dan konsisten adalah
sangat penting, terutama
karena baik manajer maupun
karyawan merasa tidak nyaman mendiskusikan kinerja.
Training tersebut seyogyanya
termasuk memperingatkan
supervisor untuk tidak mengulangi 8 kesalahan umum
yang seringkali menjadikan
proses evaluasi terdistorsi
dan menjadi tidak valid:
1
Mendasarkan evaluasi
terhadap perilaku karyawan akhir-akhir ini, ketimbang mengevaluasi periode
kinerja keseluruhan
2
Membiarkan faktorfaktor yang tidak relevan
atau tidak terkait kepada
pekerjaan mempengaruhi
evaluasi, seperti penampilan
fisik, kelas sosial, partisipasi dalam program bantuan
karyawan, atau permintaan
maaf atas absensi
3
Gagal memasukkan komentar yang tidak disukai
dalam evaluasi, kendatipun
hal itu harus dilakukan
4
Memberikan peringkat
seluruh bawahan dengan
nilai yang hampir sama dalam skala peringkat, biasanya
di tengah-tengah skala
5
Membiarkan satu
karakteristik karyawan
atau aspek dari kinerja
kerja mendistorsikan seluruh
proses pemeringkatan
6
Memberikan penilaian
seluruh karyawan terlalu
longgar atau terlalu ketat
7
Membiarkan peringkat
seseorang yang sangat
bagus atau terlalu jelek
mempengaruhi seluruh
pemeringkatan karyawan
lainnya (“halo effect”)
8
Mengikutkan perasaan
pribadi untuk membuat
proses evaluasi menjadi bias
n
BUILDING STRATEGIC
PERFORMANCE
MANAGEMENT
Strategic Performance Management (SPM) merupakan
sistem manajemen kinerja yang dibangun berdasarkan
strategi organisasi, sekaligus merupakan alat eksekusi
strategi. SPM merupakan tanggung jawab semua unit dalam organisasi, di mana unit manajemen SDM berperan
untuk memfasilitasi penyusunan SPM dan mengelola SPM
bersama dengan unit Corporate Planning dan sebagainya.
Dalam diskusi dan sharing ini akan dibahas konsep dan
implementasi SPM.
Hari/Tanggal : Selasa, 16 Agustus 2011
Pukul
: 13.30 – 15.30 WIB
Tempat
: Ruang AEBC Gedung Menara
Kadin Lantai 29
Jl. Rasuna Said X-5, Kav. 2-3,
Jakarta
Pembicara
: 1) Syahmuharnis,
Direktur PT Menara Kadin Indonesia/
Chief Editor Human Capital Journal
2) Cahyo Winarto
Direktur Human Capital Bosowa Group/
Mantan Direktur HR Astra Credit Companies *
Biaya partisipasi : Rp 150.000/peserta; peserta mendapatkan konsumsi dan materi Presentasi
Peserta : Terbuka untuk direksi, VP, kepala divisi, manajer, dan staf di berbagai bidang, termasuk HR
* Dalam konfirmasi
Daftarkan diri Anda segera melalui:
- E-mail ke [email protected]; learning [email protected]; [email protected]
- Telepon 021-5790 3840, Fax. 021-527 4443 .
Pembayaran bisa ditransfer ke: Bank Mega Cabang
Rasuna Said, Rek. No. 010200011003221 a/n PT
Menara Kadin Indonesia atau bayar di lokasi dengan
terlebih dahulu mendaftarkan diri ke Poppy/Anti/Asri.
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
23
Periscope
SCBHRM
Solusi Untuk Menyelaraskan
®
Strategi Bisnis Dengan Kompetensi
(Bagian Terakhir dari 2 tulisan)
D
apat disimpulkan bahwa dalam
mendesain CBHRM dibutuhkan
pemahaman yang memadai
mengenai Strategic Planning,
sementara banyak desainer CBHRM
yang tidak menguasai kompetensi
tersebut. Sehingga dapat dipahami bila
CBHRM yang disusun tidak ‘aligned’
dengan strategi dan sasaran organisasi.
Dari berbagai pengamatan dan wawancara di lapangan ditemukan bahwa
banyak praktisi maupun konsultan yang
mengabaikan hal ini, sehingga perumusan Core Competency dan Competency
Model menjadi kabur. Dari sini pula dapat dipastikan bahwa CBHRM bukan lagi
pendekatan yang terbatas dalam lingkup
manajemen SDM namun telah menjadi
pendekatan Strategic Management
sehingga dapat dipahami pula mengapa
manajemen puncak harus terlibat sejak
awal dalam program ini.
CBHRM dalam arti harafiahnya
adalah pengelolaan SDM berbasis
kompetensi, namun ‘prerequisite’ (prasyarat) yang perlu dipersiapkan organisasi tidaklah sederhana, terutama pada
tataran strategik. Hal-hal yang perlu
dipersiapkan sebelum melaksanakan
CBHRM adalah :
• ‘Strategic Plan’ (Rencana Strategik)
yang matang dan akurat sehingga menjadi rujukan yang tepat untuk menetapkan Core Product, Core Competency, Core
Value, dan Competency Model.
• ‘Paradigm Shifting’ (Perubahan
24 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
Paradigma). Perubahan paradigma bukan
hanya menyangkut perubahan pola pikir
(mind set) akan tetapi juga perubahan
sikap mental (mental set). Banyak terjadi
di organisasi, ketika program CBHRM
akan dirancang atau bahkan sudah akan
diimplementasikan terjadi penolakan
baik dari para karyawan maupun para
pimpinannya sendiri yang awalnya
mendukung program ini. Penolakan
ini umumnya muncul karena adanya
berbagai perubahan-perubahan dalam
internal organisasi sehingga karyawan
dan pimpinan merasa terancam posisi
jabatannya. Itu mengapa CBHRM tidak
dapat dilaksanakan secara sepihak, akan
tetapi harus melibatkan seluruh individu.
Sosialisasi yang menyeluruh biasanya
merupakan solusi yang cukup efektif
untuk memberikan pengertian dan memperoleh dukungan yang penuh terhadap
program ini.
• Kesiapan Sistem Manajemen.
Banyak organisasi tertarik untuk menerapkan CBHRM namun ingin short cut
(potong kompas) karena membutuhkannya secara cepat, namun sistem manajemen yang ada belum siap. Misalnya,
Strategic Plan belum dibuat, belum
memiliki KPI dan Job Description, Struktur Organisasi tidak jelas, dan sebagainya. Biasanya desainer terpaksa membenahi dulu prerequisite ini agar proses
CBHRM berjalan dengan baik. Akibatnya,
biaya program akan meningkat.
Dari pengamatan terhadap beberapa
organisasi yang menerapkan CBHRM
terlihat bahwa permasalahan yang
menyangkut ketiga hal tersebut di atas
hampir selalu muncul, sehingga tidak
mengherankan jika program CBHRM
kerapkali terhenti di tengah.
Kembali kepada 5 faktor kegagalan
yang disebutkan di bagian awal, faktor
nomor 1 s/d 4 umum dialami dalam
penerapan konsep/pendekatan apap pun,
bukan hanya CBHRM. Faktor yang terkait
langsung dengan kesalahan penerapan
konsep CBHRM adalah faktor terakhir
(nomor 5) oleh karena penerapan tidak
sesuai dengan konsep. Mengapa bisa
terjadi demikian? Dari beberapa wawancara dan pengamatan disimpulkan
bahwa kebanyakan praktisi/konsultan
yang mendesain CBHRM tidak memahami secara utuh bagaimana mengaitkan
kepentingan pencapaian sasaran-sasaran
strategik organisasi dengan pembangunan kompetensi bisnis/organisasi dan
Periscope
kompetensi SDM. Karena tidak/kurang
kompeten dalam Strategic Planning,
para desainer ini sekedar menjadikannya
sebagai wallpaper, sebagai background,
tanpa memahami bagaimana menerjemahkan berbagai sasaran-sasaran
strategik tersebut kedalam kompetensi.
Itu lah mengapa seorang CEO dari
sebuah perusahaan IT services di
Jakarta pernah mengatakan desainer
CBHRM seharusnya adalah seorang
Strategic Planner. Tepat sekali. Hal itu
yang jarang terpikirkan oleh para praktisi
SDM bahwa urusannya bukan sematamata mengurusi kompetensi SDM akan
tetapi strategi dan sasaran organisasi.
Terhadap hal ini Dave Ulrich, yang
dianggap sebagai bapaknya Manajemen
SDM menyatakan dalam bukunya Human Resource Champions (1994), output
dari manajemen SDM adalah eksekusi
strategi, dimana tindakan utama yang
harus dilakukan adalah mengubah
strategi bisnis kedalam prioritas strategi
pengembangan SDM. Dalam skema HR
Capability Framework yang diajukannya,
peran yang disebutkannya itu disebut sebagai Strategic Business Partner (SBP),
dimana fokus SBP ini adalah bagaimana
menyelaraskan sasaran-sasaran kinerja
organisasi dan kompetensi organisasi
dan SDM sebagai mana digambarkan
dalam skema (Gambar 2).
Konsep Ulrich ini sampai sekarang
masih up to date, bahkan lebih ditajam-
Gambar 2.
Ada suatu konsep yang mampu
menjembatani
strategi & sasaran
organisasi dengan
pembangunan kompetensi yakni ‘Key
Performance Indicator’. Konsep KPI
yang dirumuskan
pertama kali oleh
Carol TF Gibbon
kan oleh beliau fokus fungsi manajemen SDM bukan saja di lingkungan
internal namun meluas kepada eksternal
organisasi (pelanggan) yang diistilahkan
sebagai ‘HR Customer’. Intinya, fungsi
pengelola SDM harus berfokus pada
strategi & sasaran kinerja organisasi dan
menyelaraskannya dengan kompetensi
yang dibangun.
Jika demikian halnya, bagaimana
caranya melakukan ‘strategic alignment’ (penyelarasan strategik) antara
strategi dan sasaran organisasi dengan
kompetensi organisasi? Lalu bagaimana
pula menjabarkan (‘cascading down’)
kompetensi organisasi ini kepada
kompetensi-kompetensi yang tersebar di
seluruh unit organisasi?
Disinilah konsep Ulrich tersebut
mendapatkan pembenaran dari Kaplan &
Norton melalui konsep Balanced Scorecard dan Strategy Map (Peta Strategi)
nya. Fungsi pengelolaan SDM yang berfokus pada alignment strategi & sasaran
kinerja organisasi dan kompetensi dapat
dikatakan merupakan penjabaran konsep
‘Strategy Focused Organization’ dari
Kaplan & Norton. Dalam BSC, salah satu
dari 4 perspektif yang disodorkan Kaplan
& Norton adalah ‘Learning & Growth’
(Pembelajaran & Pertumbuhan) dimana
intinya adalah bagaimana organisasi
menumbuhkan, mengembangkan dan
memanfaatkan kompetensi yang ada
di dalam organisasi untuk menciptakan
nilai bagi pelanggan (atau dengan kata
lain untuk mencapai strategi & sasaran
organisasi).
Ada suatu konsep yang mampu menjembatani strategi & sasaran organisasi
dengan pembangunan kompetensi yakni
‘Key Performance Indicator’ (Indikator Kinerja Utama). Konsep KPI yang
dirumuskan pertama kali oleh Carol TF
Gibbon (1990) ini merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari BSC dan Strategy
Map yang dirancang Kaplan & Norton.
KPI yang diartikan sebagai tolok ukur/indikator pencapaian sasaran kinerja yang
utama merupakan penjabaran kaidah
‘SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Tractable) yang selama
ini telah digunakan dalam menetapkan
sasaran-sasaran bisnis. Melalui konsep
KPI ini, kompetensi dapat dirumuskan
secara akurat, tidak mengira-ira atau
berasumsi seperti yang selama ini
dilakukan oleh praktisi SDM. Melalui
konsep KPI ini CBHRM dapat diterapkan
secara sempurna dan kompetensi dapat
di cascaded secara menyeluruh sampai
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
25
Periscope
caded ) ke level-level di bawah
sampai pada level operasional.
Dengan cara demikian, dipastikan akan terjadi penyelarasan
yang
menyeluruh baik secara
y
vertikal
maupun horizontal, mev
nyangkut
KPI maupun kompetensi.
ny
Setelah
Setel kompetensi dibangun, barulah berba
berbagai program/sistem SCBHRM
dapat dilaksanakan.
Arsitektur SCBHRM
dila
sebenarnya
sebenarn tidak banyak berbeda dengan
arsitektur CBHRM yang generik, bedanya
adalah pe
penekanan pada unsur-unsur
Perencanaan
Strategik lebih dominan,
Perencan
sebagaimana
digambarkan dalam skema
sebagaim
(Gambar 4).
Gambar 3
ke level paling bawah. Model CBHRM
yang strategic-based ini disebut sebagai
SCBHRM® (Strategic Competencybased Human Resource Management).
SCBHRM® dapat didefinisikan sebagai
Sistem Pengelolaan SDM berbasis
Kinerja dan Kompetensi yang mengacu
pada perencanaan strategik organisasi.
Sebenarnya tidak ada perbedaan
secara signifikan dengan konsep asli
CBHRM, oleh karena SCBHRM sebenarnya bertujuan untuk mengembalikan
proses penerapan CBHRM sebagaimana
yang dinyatakan dalam konsep dasarnya.
Yang berbeda dalam konsep ini adalah
SCBHRM memiliki metode spesifik dalam
menerjemahkan strategi dan sasaran
kinerja organisasi kepada berbagai
kompetensi yang dibutuhkan organisasi, yang disebut sebagai Strategic
Competency Modelling® (SCM). SCM
memungkinkan desainer CBHRM merumuskan berbagai kompetensi strategik
atau kompetensi bisnis yang utama
yang dibutuhkan organisasi berdasarkan
Sasaran-Sasaran Strategik Organisasi
yang dijabarkan dalam berbagai KPI
Strategik (KPI Organisasi) secara akurat.
Dari kompetensi strategik ini kemudian
dikembangkan Competency Model
yang merupakan blueprint kompetensi
dari suatu organisasi. Selanjutnya dari
Competency Model ini diturunkanlah
26 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
berbagai kompetensi yang dibutuhkan
seluruh unit organisasi yang harus
merujuk pula pada KPI-KPI di setiap level
organisasi, sebagaimana yang tergambar
dalam skema SCM (Gambar 3).
Perumusan kompetensi mulai dari
level strategik (kompetensi organisasi/
kompetensi strategik) harus ditetapkan
setelah KPI organisasi dirumuskan, lalu
dengan cara yang sama diturunkan (cas-
Gambar 4
Selain itu ada sedikit perbedaan dalam penggambarannya, dimana Strategic
Plan (Mission, Vision, Strategies, Objectives) diletakkan di bagian paling bawah
oleh karena merupakan fondasi atau
platform bagi pengembangan berbagai
sistem manajemen, termasuk didalamnya SCBHRM (CBHRM). Membangun
sistem dalam organisasi memang dapat
diibaratkan seperti membangun gedung.
Makin tinggi bangunannya, semakin
kokoh pula fondasi yang dibutuhkan.
Sehingga semakin jelas dan akurat Stra-
Periscope
Dapatkan
Gambar 5
tegic Plan dan semakin tinggi komitmen
top management terhadap Strategic Plan
yang dibuat, semakin tepat sasaran pula
SCBHRM yang disusun.
Roadmap penyusunan SCBHRM
adalah sebagaimana digambarkan dalam
skema (Gambar 5).
SCBHRM adalah suatu infrastruktur
atau sistem dimana di dalamnya dapat
diletakkan berbagai macam program
pengembangan, termasuk apa yang
akhir-akhir ini dikenal sebagai Talent
Management atau People Development.
Program apapun juga sejauh menyangkut
pengembangan SDM tidak akan dapat
berjalan bila infrastruktur kompetensinya
belum dibangun, sehingga menjadi
salah kaprah bila ingin menggantikan
pendekatan CBHRM dengan pendekatan
lain namun ternyata masih bersandar
pada konsep kompetensi.
Beberapa paradigma baru memang
banyak bermunculan, namun konteksnya
tetap saja dalam lingkup kompetensi.
Bagaimana kita memahami keunggulan seseorang bila tidak dikaitkan
dengan kebutuhan organisasi? Untuk
apa kita mengembangkan talent (bakat)
seseorang bila talent tersebut tidak
dibutuhkan oleh organisasi? Pendekatan
seperti ini sebenarnya setback kepada
pendekatan manajemen SDM tradisional
dimana pengembangan kompetensi
lebih difokuskan untuk kepentingan
pengembangan individu SDM sehingga
lupa bahwa peningkatan knowledge,
skill, & attitude karyawan sebenarnya
ditujukan semata-mata untuk pencapaian
sasaran organisasi, yang pada gilirannya
akan meningkatkan kesejahteraan setiap
individu dalam organisasi tersebut.
Dalam program SCBHRM yang telah
diselenggarakan di beberapa perusahaan swasta, instansi Pemerintah dan
lembaga nirlaba di Jakarta, penulis
mendapatkan kenyataan bahwa aplikasi
CBHRM cukup efektif dan bermanfaat
baik bagi top management, pengelola
SDM maupun bagi seluruh jajaran karyawan. Top management dapat memastikan secara jelas tercapainya strategi
dan sasaran organisasi, pengelola SDM
memiliki pedoman yang jelas dalam
menyusun program-program pengembangan kompetensi yang dibutuhkan untuk
pencapaian berbagai sasaran organisasi
tersebut, dan para karyawan memiliki
kejelasan terhadap sasaran kerjanya,
kompetensi yang dibutuhkan darinya,
serta kejelasan pengembangan diri dan
karirnya selama di organisasi tersebut.
Salam dan sukses untuk semua. n
Jakarta, 28 Juni 2011
R. Chandra - Managing Consultant PT. Menara
Kadin Indonesia (MKI Corporate University)
Dengan
Cara
Berlangangganan
Info :
5790 3840
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
27
Column : Leadership
Kepemimpinan :
Arti, Makna dan Apl
D
alam tulisan bagian pertama, sudah
diuraikan apa yang dimaksud dengan
Leadership atau kepemimpinan. Bahwa
Leadership adalah ‘dealing with people’
atau sering pula disebut sebagai People skill atau
Soft skill. Disebutkan pula bahwa setiap insan
memiliki kompetensi leadership sejak lahir, dan
berkembang sejalan dengan aktifitas keseharian
dalam mengembangkan dirinya.
Bagaimana untuk mengembangkan leadership
dalam diri kita, dan pertanyaan yang sama ialah
bagaimana kita bisa membantu untuk mengembangkan
leadership
seseorang, anak buah
atau teman atau rekan
kerja. Mengembangkan
leadership ialah dengan
cara mengembangkan 2
aspek dasar ialah ‘IntraPersonal’ dan ‘Inter-Personal’. Kedua aspek ini
harus berkembang dengan baik khususnya aspek intra-personal, yang
merupakan ‘core’ atau
inti dari kepemimpinan.
Intra-personal ialah
kemampuan seseorang
dalam mengembangkan karakternya, yaitu
terkait dengan “Moral,
Pengendalian Emosi (EQ); Sikap-Mental” dan “Self
skill”. Seorang pemimpin/manager yang memiliki Intra-personal yang kuat, maka akan memiliki
potensi leadership yang sangat kuat dan mampu
memberi pengaruh yang sangat besar kepada
orang lain. Sebaliknya seorang pemimpin/manager yang intra-personal nya lemah, akan menjadi
pemimpin yang munafik atau bahkan pemimpin
yang cenderung merusak.
Moral adalah kemampuan seseorang untuk
bertindak dan menjaga perilakunya agar senantiasa berada pada koridor norma – norma kehidupan
yang berlakupada lingkungannya atau masyarakat.
Karena esensi leadership adalah ‘mempengaruhi’,
maka moral adalah merupakan fondasi utama dalam leadership. Sebagai contoh yang cukup ekstrem ialah, ‘Preman’ adalah seorang yang memiliki
leadership yang kuat. Namun karena moral nya rendah atau negatif, maka kompetensi leadershipnya
diaplikasikan pada aspek yang negatif pula, atau
disebut sebagai ‘unethical leader’. Mother Teresa
yang memiliki moral yang sangat tinggi dan leadership yang kuat, dikenal sebagai ‘ethical leader’
yang sangat dihormati.
Bagaimana
kita
mengembangkan moral? Adalah dengan cara
melalui berbagai aspek,
yaitu mengaplikasikan
IQ (Intelligence Quotient), mengembangkan EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual
Quotient). Dua aspek
terpenting dari tiga
aspek
tersebutialah
EQ dan SQ. Dan satu
aspek terpenting yang
akan sangat menentukan pengembangan
moral ialah EQ. Melalui pengembangan SQ,
diharapkan
bahwa
seseorang akan memiliki pemahaman dan keyakinan yang cukup kuat untuk berada pada norma
kehidupan yang berlaku. SQ juga sebagai landasan
EQ. Selanjutnya yang sangat menentukan dalam
pengembangan moral adalah EQ, atau kemampuan dalam mengendalikan emosi diri. Maka untuk
memiliki kemampuan leadership yang kuat, harus
dimulai dan fokus untuk mengembangkan EQ.
Empat tahapan dalam pengembangan EQ adalah melalui; ‘Self Awareness’ yaitu evaluasi atas
diri sendiri; ‘Self Management’ yaitu kemampuan
untuk mengatur atau mengontrol diri; ‘Social
Seorang pemimpin/
manager yang tidak
memiliki intra-personal
yang baik dan kurang dapat
menguasai dirinya, maka
kemampuan leadershipnya
atau kemampuan ‘dealing
with people’ akan rendah.
28 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto
plikasinya
(Bagian 2 dari 5 tulisan)
Awareness’ yaitu kesadaran atas aspek sosial (empati); ‘Relation Management’ yaitu pengendalian
emosi untuk berhubungan dengan orang lain.
Aspek berikutnya dalam pengembangan intrapersonal ialah ‘sikap mental’. Leadership akan
berkembang dengan baik sejalan dengan sikap yang
terbentuk pada setiap individu. Dimulai dengan
sikap positif dalam menghadapi segala bentuk tantangan, maka akan terbentuk leadership yang kuat.
Sebaliknya, sikap yang negatif akan melemahkan
leadership seseorang. Sikap akan sangat menentukan mental. Sebagai contoh, timbulnya mental yang
gigih atau mental yang pantang menyerah, adalah
karena sikap yang positif terhadap tantangan yang
tengah dihadapinya. Namun bila yang ditimbulkan
adalah sikap negatif, maka mental yang terbentuk
juga akan berupa motivasi yang lemah atau merasa
putus asa atau mudah menyerah, dan sebagainya.
Emotional Quotient, sikap dan mental, adalah
aspek intra-personal yang saling terkait, dimana
kesemuanya akan mempengaruhi perilaku, tindakan dan leadership style. Kompetensi self-skill pada
intra-personal ialah terkait dengan Intelligence Quotient. Beberapa bentuk self-skill adalah antara lain
seperti: pola pikir, sudut pandang, kemampuan melihat potensi kedepan, dan sebagainya.
Jadi, seluruh aspek Intra-personal yang meliputi Moral, Pengendalian Emosi (EQ), Sikap, Mental
dan Self skill, adalah merupakan landasan utama
atau core daripada Leadership. Hal ini semua adalah jawaban atas pertanyaan diatas, “bagaimana
mengembangkan leadership?” yaitu diawali dengan
pengembangan Intra-personal. Proses pengembangan ini berlangsung sepanjang masa dan perlu
fokus. Siapapun, berapapun umurnya, apapun jabatannya, harus senantiasa mengembangkan aspek
intra-personal dengan fokus.
Seorang pemimpin/ manager yang tidak memiliki intra-personal yang baik dan kurang dapat menguasai dirinya, maka kemampuan leadershipnya
atau kemampuan ‘dealing with people’ akan rendah.
Manager tersebut akan sulit untuk mengambil keputusan dengan baik, atau kesulitan dalam memotivasi
orang atau sulit untuk mengatasi konflik, sulit untuk
bertindak sebagai katalis, dan sebagainya.
Aspek kompetensi lainya untuk mengembangkan
kompetensi Leadership, ialah ‘Inter-personal’ skill,
yaitu kemampuan antar orang. Inter-personal skill
meliputi antara lain kemampuan dalam komunikasi,
behavior dan social skill. Kompetensi komunikasi
adalah meliputi komunikasi verbal, mendengar (active listening), bertanya (questioning), klarifikasi
(clarifying). Kompetensi komunikasi merupakan
skill utama dalam hubungan antar orang, dimana
tindakan leadership adalah sebagian besar melalui
komunikasi.
Melalui komunikasi yang efektif, maka manager akan dapat mempengaruhi anak buahnya
agar melakukan pekerjaan dengan motivasi yang
tinggi. Yang dimaksud komunikasi yang efektif ialah
bila dalam waktu yang relatif pendek, lawan bicara
telah memahami seluruh pesan yang disampaikan
dan termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan
maksimal. Kondisi demikian bisa tercapai bila komunikasi dilakukan dengan baik secara dua arah dalam
bentuk verbal, dengan diselingi kemampuan mendengar, bertanya dan klarifikasi.
Kemampuan social skill ialah mencakup kemampuan dalam berpresentasi, bernegosiasi, memotivasi, bertindak sebagai katalis, dan sebagainya.
Jadi kita telah mengenali dua aspek intrapersonal dan inter-personal dan unsur-unsur turunannya yang meliputi: moral, EQ, sikap mental,
self skill, komunikasi, tindakan, social skill, dimana
semuanya adalah merupakan elemen dasar dalam
leadership. Maka untuk meningkatkan kompetensi
leadership, seluruh elemen tersebut perlu terus
dikembangkan oleh setiap individu, khususnya
para pimpinan n (Bersambung)
Tulisan pada edisi selanjutnya akan dijelaskan aplikasi leadership ditempat kerja.
Brata Taruna Hardjosubroto adalah mantan Eksekutif
IBM & Indosat Group, sekarang berprofesi sebagai Executive
Coach dan Practice Leader MKI Corporate University.
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
29
Column : Succes Motivation
Personal Goal Setting Vs C
S
eorang ayah berkata kepada putranya yang
baru lulus kuliah di sebuah sekolah bisnis
terkemuka : “ jangan kamu pernah menikahi
perusahaan, karena tidak ada perusahaan
manapun yang mau “menikahi-mu”. Pada intinya
sang ayah ingin berpesan kepada sang anak, bahwa
setiap organisasi butuh LOYALITAS, namun hanya
segelintir perusahaan yang bersedia menghargai
loyalitas itu sendiri, bahkan banyak perusahaan
mengangkat, memecat, dan membebas tugaskan
seseorang berdasarkan kebutuhan ekonomi yang
sedang berlaku. Dan hal ini telah mengajari para
karyawan untuk tidak menjadi loyal.
Apakah anda pernah mengalami atau mendengar dari rekan-rekan anda, ada perusahaan yang
memungkinkan karyawan baru mendapatkan gaji
paling bagus dibandingkan karyawan lama, sehingga satu-satunya cara bagi mereka untuk mendapatkan kenaikan gaji atau promosi adalah mencari
penawaran yang lebih bagus dari perusahaan pesaing dan mengancam untuk hengkang dari tempat
bekerjanya sekarang ? Kita juga sering kali mendengar keluhan beberapa karyawan yang mengatakan
kalau manajemen perusahaannya seringkali mendengungkan akan memberi kesempatan yang luas
kepada mereka untuk naik jabatan, namun lagi-lagi
kenyataannya posisi yang kosong itu ternyata diisi
oleh orang-orang baru dari luar.
Apakah memang seseorang harus berganti
perusahaan dan pekerjaan dalam perjalanan karirnya, dan bukan sebaliknya tetap loyal kepada
satu perusahaan? Kabar baiknya adalah masih
ada perusahaan-perusahaan yang tidak seperti
yang digambarkan tersebut di atas, masih ada
perusahaan yang mengerti bahwa angkatan kerja
yang langgeng, antusias dan berkomitmen merupakan kunci sukses yang berkelanjutan dan sekaligus
merupakan jaminan untuk mencegah biaya mahal
jangka panjang yang diakibatkan oleh adanya turnover yang tinggi.
Untuk membuktikan keraguan kita akan hal ini,
kita dapat mencari orang-orang yang sudah bekerja
disebuah perusahaan selama sepuluh tahun atau
30 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
lebih, dan masih tetap tertarik serta berdedikasi terhadap tempat bekerjanya, tanyakan kepada mereka
mengapa bisa begitu bangga dan loyal terhadap
perusahaan mereka? Jawabannya tentu saja bervariasi, akan tetapi semuanya itu dapat disimpulkan
dengan satu kalimat : “Mereka menjadi milik suatu
organisasi yang sangat memperdulikan, memberi
tantangan, mempercayai, dan menginginkan yang
terbaik dari mereka, dan bukan sekadar sebagai
karyawan, tetapi sebagai manusia seutuhnya“.
Tentu saja mereka juga mengatakan kalau sebagai
imbalannya, perusahaan tempat mereka bekerja
juga meminta waktu, tenaga dan loyalitas mereka,
artinya organisasi memberi banyak, juga pasti
menuntut banyak.
Tentu saja loyalitas dan dedikasi karyawan tidak
muncul begitu saja. Manajemen perusahaan harus
mewujudkannya terlebih dahulu, dengan menciptakan iklim-iklim LOYALITAS, KEPEDULIAN dan KEPERCAYAAN yang merupakan benda termahal namun hasilnya TIDAK TERNILAI bagi suatu organisasi
yang ingin terus maju bersama para karyawannya,
karena Loyalitas melahirkan Loyalitas, Kepercayaan
melahirkan Kepercayaan, Persahabatan melahirkan
Persahabatan, Kepedulian melahirkan Kepedualian, dan tentu saja Komitmen melahirkan Komitmen. Sesuatu yang SANGAT SEDERHANA SEKALI,
namun tentu saja diperlukan suatu KEMAUAN yang
BESAR untuk melaksanakannya.
Seorang VP Sony Corporation, Sadami Wada,
pernah mengungkapkan sebagai berikut : “Saat
pertama kali ke Amerika Serikat, saya beranggapan
begitu enaknya bos perusahaan di Amerika, karena
dapat memecat karyawan kapanpun bisnis sedang
anjlok“, namun Wada kemudian segera mengubah
pikirannya : “Sekarang saya mengerti mengapa sebagian perusahaan di Amerika gagal mendapatkan
loyalitas dan dedikasi dari karyawannya“, itu karena karyawan tidak mungkin mau peduli dengan
perusahaan atau bos yang sudah mengambil ancang-ancang untuk mencabut sumber penghidupan
mereka, jika terjadi masalah dalam tubuh perusahaan.
Oleh : Gani Gunawan Djong
s Corporate Vision
Melakukan pemecatan tentu saja merupakan
sesuatu yang sangat mahal dan membuat sebuah
perusahaan gagal mempertahankan orang-orang
cemerlang yang menuntut kemapanan kerja, dan
kebijakan ANTI PHK juga telah diambil oleh beberapa perusahaan di Amerika seperti IBM, HP dan
Delta Air Lines, dan mereka bersumpah untuk terus
memegang prinsip ini, sebagai gantinya untuk dapat
bertahan dalam melewati
krisis ekonomi, mereka
melakukannya dengan caracara yang bijaksana yakni ;
merampingkan gaji jajaran
direksi, melatih dan menerjunkan kembali orang-orang
yang pekerjaannya dihapus,
meminjamkan karyawan sementara waktu ke perusahaan lainnya, memberikan
uang tunjangan bagi karyawan yang secara sukarela
mengundurkan diri atau
pensiun dini, dan berbagai
kebijakan lainnya.
Namun jaminan kerja
seperti di atas, tidak cukup
untuk menciptakan LOYALITAS dan KOMITMEN yang
diperlukan bagi KEBERHASILAN JANGKA PANJANG suatu organisasi atau
perusahaan, hal ini hanya
merupakan
LANGKAH
AWAL untuk menciptakan
suatu tim yang loyal dan
stabil. Pihak manajemen perusahaan juga harus
senantiasa untuk membangun kepercayaan dengan
MENGKOMUNIKASIKAN TUJUAN DAN KEBIJAKAN PERUSAHAAN kepada segenap karyawannya. Selain melakukan pengarahan formal juga
perlu ditindak lanjuti dengan diskusi dengan para
supervisor kelompok, sehingga pihak manajemen
juga dapat mendeteksi dan juga sekaligus memecahkan permasalahan dari sumbernya langsung,
dan mendapatkan pemikiran-pemikiran atau ide-ide
baru dalam perbaikan operasi perusahaan serta
menjalin hubungan yang lebih baik dengan setiap
pribadi dalam organisasi.
Seorang Konsultan Manajemen, Laurence Haughton, menyatakan bahwa
ada 4 cara untuk menutup celah antara apa yang
direncanakan perusahaan
dan apa yang terjadi, sehingga akan membuat karyawan lebih terlibat dalam
penciptaan inisiatif baru,
menyeimbangkan kontrol
dengan koordinasi dalam
tim menjadi lebih efektif,
memastikan ekspetasi yang
jelas bagi seluruh anggota
tim, serta menjaga urgensi
dan momentum sehari-hari.
Menurutnya, keberhasilan
organisasi atau perusahaan jangka panjang tidak ditentukan oleh suatu
Strategi atau Taktik yang
digunakan oleh perusahaan tersebut, akan tetapi
lebih kepada bagaimana
perusahaan tersebut dapat
MENGIMPLEMENTASIKANNYA DENGAN SESEMPURNA MUNGKIN, dan hal
ini sering kali gagal karena
kurangnya “ TINDAK LANJUT “.
Untuk dapat bisa mencapai CORPORATE VISION
& MISSION, maka pihak manajemen perusahaan
juga harus dapat mampu menerjemahkan Strategi
dan Taktik perusahaan, agar dapat diimplementasikan ke setiap tingkat di segala jajaran organisasi,
Manajemen peru-
sahaan harus mewujudkannya terlebih
dahulu, dengan menciptakan iklim-iklim
LOYALITAS, KEPEDULIAN dan KEPERCAYAAN yang merupakan benda termahal
namun hasilnya TIDAK
TERNILAI bagi suatu
organisasi yang ingin
terus maju
Human Capital Journal - Agustus 2011 |
31
Column : Succes Motivation
sehingga pada akhirnya akan menjadi PERSONAL
GOAL SETTING dari pada para anggota tim yang
akan menindak lanjutinya. Laurence Haughton,
memberikan 4 komponen penting agar “tindak lanjut” ini dapat terjadi, yakni sebagai berikut :
Seorang pemimpin
yang hebat adalah
mereka yang mampu
untuk membuat para
bawahannya BERADA
DALAM SUASANA
HATI YANG BAGUS
untuk melakukan TINDAK LANJUT, yang
pada akhirnya akan
menjamin adanya
lebih banyak INISIATIF
INDIVIDU.
• Arah Yang Jelas
Sering kali di lapangan, banyak dijumpai
para pelaksana tidak
mengerti apa yang menjadi ekspektasi pihak
manajemen perusahaan,
sehingga mereka melihatnya sebagai suatu
ekspektasi yang samar,
umum dan berkonflik,
dan untuk itu pihak top
manajemen harus memberikan ARAH YANG
JELAS menjadi target
yang jelas, spesifik, dan
terkoordinasi, sehingga
para bawahan dapat secara konsisten membuat
keputusan yang tepat.
Para manajer bukan
hanya sekedar melihat
para bawahan menggangukkan kepala, tapi juga
harus benar-benar memastikan kepada anggota
timnya mengerti dengan
jelas arahan yang diberikannya, ditengah banyak
tekanan, tenggat waktu,
dan terlalu banyaknya
hal yang harus dilakukan
oleh para bawahannya.
• Orang Yang Tepat
Hal lain yang menyebabkan tidak tercapainya
ekspektasi pihak manajamen perusahaan, adalah
karena tidak ditempatkannya ORANG YANG TEPAT
yang seharusnya melakukan tindak lanjut. Suatu
perusahaan bisa saja memiliki PRODUK atau PELAYANAN yang terbaik, namun tanpa orang yang
tepat dari jajaran atas sampai bawah, maka kita
tidak mungkin “melakukan tindak lanjut” yang bisa
merealisasikan ekspetasi pihak manajemen.
32 |
Human Capital Journal - Agustus 2011
• Keterlibatan
Walaupun pihak manajemen sudah mengkomunikasikan visi, misi, nilai, dan prinsip-prinsipnya, dan sebaik apapaun strategi dan taktik yang
sudah direncanakan, namun semua ini hanya
akan menjadi sia-sia jika TIDAK ADA KETERLIBATAN dari para anggota tim dalam MENINDAK
LANJUTINYA. Disinilah peran seorang manajer
untuk menjadi seorang PEMIMPIN HEBAT dan
menjadikan bawahannya menjadi TIM HEBAT.
• Inisiatif Individu
Seorang pemimpin yang hebat adalah mereka yang mampu untuk membuat para bawahannya BERADA DALAM SUASANA HATI YANG
BAGUS untuk melakukan TINDAK LANJUT,
yang pada akhirnya akan menjamin adanya
lebih banyak INISIATIF INDIVIDU.
Melalui ke 4 hal tersebut diatas, maka
bagaimanapun posisi perusahaan anda sekarang, baik sebagai PEMENANG yang secara
konsisten mengunguli kinerja pesaing anda,
maupun PECUNDANG yang jatuh dari waktu ke
waktu, PEMANJAT yang mulai dengan kinerja
buruk kemudian bisa memperbaiki diri secara
drrastis, maupun YANG JATUH yang mulai
dengan keuntungan lumayan kemudian mengalami penurunan, dapat mempertahankan dan
bangkit kembali, dengan bukan hanya memilih
STRATEGI dan TAKTIK yang tepat, namun mampu MENGKOMUNIKASIKANNYA, sehingga dapat ditindak lanjuti oleh semua jajaran dalam
organisasi anda.
Hanya dengan cara demikian CORPORATE
VISION & MISSION dapat dirubah menjadi
PERSONAL GOAL SETTING bagi setiap anggota didalam tim anda. Ingat untuk menjadi
ORGANISASI SUKSES dibutuhkan INDIVIDUINDIVIDU SUKSES didalam organisasinya, dan
ORGANISASI PEMBELAJAR adalah terdiri dari
INDIVIDU PEMBELAJAR didalamnya, yang mau
terus menerus meningkatkan potensi dirinya. n
Gani Gunawan Djong, Motivator dan Success Coach.
Success Motivation Institute, Inc, Southeast Asia
Regional Office
Email
: [email protected],
Mobile : +6221815717594.
Phone : +62214500075
Website : www.success-motivation.com
Center of Excellence in Business, Leadership & Management
Menyelenggarakan
Program Pelatihan 3 Hari
Comprehensive
Assessment Center
(Potency & Competency-based) CERTIFICATE OF COMPETENCE
Latar Belakang
C
omprehensive Assessment Centers (CAC)
adalah suatu metode asesmen yang menggunakan pendekatan mutakhir yang mengintegrasikan antara evaluasi potensi kepribadian
(faktor Innate) dan kompetensi (faktor Learned).
Melalui pendekatan ini individu dievaluasi secara
komprehensif baik dari sisi potensi kepribadiannya
maupun kompetensi yang dikuasai dimana kedua faktor ini dikorelasikan satu sama lain.
Oleh karena itu kualitas individu tidak cukup dinilai
hanya dari tingkat kompetensi yang dikuasainya atau
4-6
Oktober 2011
Hotel Topas
Bandung
Tujuan Progam
Fasilitator
Memberikan ketrampilan praktis bagi para peserta agar
mampu menguasai metode CAC serta memiliki kesiapan
sebagai assessor CAC.
Topik Program
s
s
s
s
s
s
s
s
Konsep Potensi Kepribadian dan Kompetensi Perilaku
Metode Competency Profiling
Mengintegrasikan Potensi Kepribadian dan Kompetensi Perilaku
Penguasaan Metode & Alat Competency-based Assessment Centers
Praktek Penyusunan Alat Assessment Centers
Sistem & Prosedur Assessment Centers
Penyusunan Laporan Assessment Centers
Latihan Ketrampilan
Registration
Investment Fee
Rp 5.500.000/peserta
dari potensi kepribadiannya. Seseorang mungkin
saja saat ini sangat kompeten dalam pekerjaannya
namun kurang didukung oleh potensi kepribadian yang
sesuai, atau sebaliknya bisa saja ia memiliki potensi
kepribadian yang menonjol namun ternyata tidak/
kurang kompetensi dalam bekerja. Yang paling ideal
adalah bila keduanya saling mendukung.
Penerapan metode CAC ini di lapangan telah terbukti
unggul oleh karena mampu memberikan gambaran
yang lengkap sekaligus terukur sehingga memberikan
prediksi yang lebih akurat terhadap perkembangan
individu di masa mendatang.
5790 3840
R. Chandra telah berkarir di bidang HR sejak tahun
1985 baik sebagai praktisi maupun sebagai konsultan.
R. Chandra mengawali karirnya sebagai Junior Consultant di sebuah perusahaan konsultan manajemen
yang berada dibawah Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia sampai terakhir menjadi Senior Consultant
di sebuah konsultan manajemen multinasional.
Selama kurun waktu tersebut, R. Chandra telah
mengantungi beberapa sertifikat/brevet yang terkait
dengan pekerjaannya sebagai konsultan, antara lain
Facilitating Skill Workshop, Targeted Selection, Assessment Centre, Strategic Planning, HR Strategic
Management, Competency Profiling, dan sebagainya.
Disamping itu ybs telah mengembangkan berbagai
pendekatan dan metode yang aplikatif dalam lingkup
Manajemen SDM secara khusus, dan Manajemen
pada umumnya.
5790 3840
Call Ms. Asri / Purwanti / Poppy : Tel. (021)
or Fax. (021) 527 4443
Email: asri@ @pt-mki.co.id / [email protected]
Tarif & Komposisi Iklan
Mulai Berlaku 1 April 2011
Letak Halaman
Warna/Full Color
Hitam Putih/B&W
Cover 2 (Kulit Muka Dalam)
Rp. 11.000.000,-
Cover 3 (Kulit Belakang Dalam)
Rp. 10.000.000,-
Cover 4 (Kulit Belakang Luar)
Rp. 12.500.000,-
Halaman 3 atau 5
Rp. 11.000.000,-
Rp. 8.000.000,-
Halaman Dalam (Inside Pages)
Rp. 10.000.000,-
Rp. 6.500.000,-
Halaman Dalam Berhadapan (Facing Pages)
Rp. 19.000.000,-
Rp. 13.000.000,-
Halaman Tengah (Center Spread)
Rp. 21.000.000,-
Rp. 15.000.000,-
Halaman Advertorial
Rp. 10.000.000,-
Rp. 6.500.000,-
2/3 Halaman
Rp. 7.500.000,-
Rp. 5.000.000,-
1/2 Halaman
Rp. 5.500.000,-
Rp. 3.500.000,-
1/3 Halaman
Rp. 4.000.000,-
Rp. 2.500.000,-
1/6 Halaman
Rp. 2.000.000,-
Rp. 1.500.000,-
Catatan :
n
Tarif belum termasuk PPn 10%
n
Tarif tidak termasuk biasa separasi warna maupun pembuatan design. Biaya
produksi iklan Advertorial berwarna Rp. 1.000.000,- dan iklan Advertorial
Hitam Putih Rp. 750.000,- per halaman, meliputi wawancara, penulisan
artikel, pemotretan, perancangan layout serta separasi warna.
UKURAN IKLAN DISPLAY
2 Halaman
390 mm (lebar) x 267 mm (tinggi)
1 Halaman
180 mm (lebar) x 267 mm (tinggi)
2/3 Halaman
188mm (lebar) x 267 mm (tinggi)
1/2 Halaman
180 mm (lebar) x 133 mm (tinggi)
1/3 Halaman
56 mm (lebar) x 267 mm (tinggi)
1/6 Halaman
56 mm (lebar) x 133 mm (tinggi)
Center of Excellence in Business, Leadership & Management
Business Productivity Audit
Latar Belakang
Produktivitas merupakan kunci keberhasilan organisasi untuk berkompetisi dan memenangkan persaingan bisnis yang kian ketat.
Produktivitas membedakan perusahaan, unit,
dan individu yang unggul di pasar dengan perusahaan, unit, dan individu yang tidak unggul.
Oleh sebab itu, produktivitas seyogyanya menjadi concerned jajaran manajemen organisasi.
Sehingga peningkatan produktivitas adalah tugas utama manajemen organisasi.
Untuk bisa meningkatkan produktivitas secara efisien dan efektif, manajemen perlu mendapatkan gambaran tentang tingkat produktivitas
organisasi, unit, dan karyawan saat ini secara
akurat dan menyeluruh. Manajemen puncak
membutuhkan audit produktivitas untuk bisa
mendapatkan gambaran tingkat produktivitas
tersebut, sekaligus mendiagnosa berbagai per-
soalan yang menghambat peningkatan produktivitas di berbagai level organisasi.
MKI Corporate University menyediakan jasa
BUSINESS PRODUCTIVITY AUDIT® kepada
berbagai perusahaan di Indonesia dengan biaya kompetitif dan cost effective. Kami menjadi
perusahaan pertama di Indonesia yang mampu
menyediakan jasa ini secara terpadu, mulai dari
audit, konsultansi dan pendampingan hingga
melaksanakan inisiatif dalam rangka peningkatan produktifitas. Jasa ini berbentuk studi dan
konsultansi yang memberikan informasi bagi
manajemen tentang :
1. Tingkat produktivitas perusahaan atau unit
yang menjadi fokus audit
2. Hasil diagnosa tentang faktor-faktor penghambat produktivitas
3. Rekomendasi perbaikan produktivitas
4. Manfaat finansial yang bisa diperoleh organisasi jika rekomendasi dijalankan
Aspek-aspek yang Diaudit
Proses bisnis-Kompetensi-Infrastruktur-Kebijakan-Proses dan metodologi kerja-Budaya kerja-Lingkungan kerja-Sistem kerja-Sistem
manajemen-Efektifitas karyawan-Penciptaan nilai
Metodologi Audit
>
>
>
>
>
Review dengan pimpinan puncak
Diskusi terfokus dengan counter part yang ditunjuk
Review dengan manajer terkait
Review dengan staf terkait
Review dengan pelanggan, mitra, pemasok, dan stakeholder
lainnya
> Studi/riset lapangan
> Observasi
> Benchmarking dengan standar industri
Team Audit
BUSINESS PRODUCTIVITY AUDIT®
ditangani team konsultan profesional yang
berpengalaman, termasuk sebagai CEO dan
Direksi perusahaan-perusahaan terkemuka.
Team Audit memiliki latar belakang ilmu dan
keahlian beragam yang sangat diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan audit.
Alamat Kontak
Bagi organisasi yang membutuhkan
atau ingin mengetahui lebih jauh tentang
jasa BUSINESS PRODUCTIVITY AUDIT®,
silakan menghubungi:
Bapak Andedes Cipta dan Ibu Evo Suzana Rosa.
Telp. :
®
021 5790 3840 Fax : 021 527 4443 Email : [email protected]
MKI Corporate University
Gedung Menara Kadin Lt. 24, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta
Center of Excellence in Business, Leadership & Management
TRAINING
ASSESSMENT CENTER
CONSULTING
EMPLOYEE & EXECUTIVE SEARCH RESEARCH & MANAGEMENT JOURNAL
M K I
C O R P O R A T E
U N I V E R S I T Y
n
Survrvey
Su
eyy Glo
Globa
ball Pw
ba
Pwc:c:
Ketersediaan Talent
MenjadiA
di Ancaman BiBisnis
No. 01 / Tahun I / Juli 2011 n Rp
No
Rp. 30
30.000,
000 -
SCBHRM
®
Solluusii UUnt
Sol
So
ntukk M
Men
enye
en
yyela
lara
lara
rask
askkan
Stra
SSt
tra
rate
tegggii Bi
tte
BBisisni
isni
nisis DDe
Deng
nggan KKom
omp
om
mpe
pette
tens
nsii
ns
Membangun Tim Impian Anda
Hot Jobs di IndIndononesesiaia 22010111
Menara Kadin Indonesia 24th Floor.
Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia
Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443
Email : [email protected], [email protected]
www.pt-mki.co.id
Download