M K I C O R P O R A T E Achieving Human Capital Excellence U N I V E R S I T Y n No. 02 / Tahun I / Agustus 2011 n Rp. 30.000,- Learning Organization Konsep & Implementasi SCBHRM ® Solusi Untuk Menyelaraskan Strategi Bisnis Dengan Kompetensi Indeks “Employee Engagement” Global Menurun Kepemimpinan : Arti, Makna dan Aplikasinya Personal Goal Setting Vs Corporate Vision Comprehensive Strategic Man Power Planning Train The Trainer Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi KPI with Balanced Scorecard (Corporate Perfomance Management System) Comprehensive Asessment Center Certification Comprehensive Training Management How To Design MT Program HR Management Professional Certification Implementasi Knowledge Management Career Development Management Management Development Program (Softskill Managerial), Star Program 1 2 3 Compensation & Benefit Certification Competency Based Job Evaluation Finance for Non Finance Training Identification and Evaluation Strategic Competency Profiling Performance Management for Manager Effective Supervisory Management Program Leadership Development Program Assessing Personality with MBTI Time Management 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 11 5 6 7 8 9 10 4 TRAINING NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 3 2 2 4 2 2 2 2 2 2 3.250.000 Syahmuharnis June July 27 - 28 25 -26 20 - 21 Oct 19 - 20 22 - 23 13 - 14 15 - 16 22 - 23 20 - 21 28 - 29 28 - 29 13 - 14 13-16 14 - 15 17 - 18 18 - 19 18 - 19 4-6 26 - 27 11 - 12 20-21 26 - 27 27-30, BDG 10 - 13, JKT 14-15 13 - 14 27 - 28 19 - 20 21 - 22 13 - 14 19 - 20 20 - 21, YGY Sept 14 - 15 14 - 15 22 - 23 24 - 25 26 - 27 2-3 15 - 18 5 - 8, JKT 8 - 11, BDG 30 Nov 1 Des 5-6 13 - 14 15 - 16 12 - 13 20 - 21 15 - 16 8-9 Des 9 -10 29 - 30 17 - 18 16 - 17 15 - 16 Nov Ms. Asri Novita / Purwanti / Poppy Tel. (021) 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email: [email protected] .id 2.750.000 3.250.000 2.750.000 3.000.000 6.000.000 Brata T Hardjosubroto Syahmuharnis Brata Hardjosubroto Brata Hardjosubroto Daysi Mathilda 5.500.000 3.000.000 2.750.000 6.000.000 3.500.000 3.000.000 Rilzan Chandra Anies Rachmawati Johnnie Susanto R.Chandra, Daysi M Rayanti dan Arief Aziz Johnnie Susanto, Nunik Y 2.750.000 3.000.000 2.750.000 2.750.000 2.750.000 3.000.000 Syahmuharnis Rudi Gantika & Mahelan Team MKI Susi Muchtar Mira Widagdo R. Chandra 3.000.000 3.250.000 2.750.000 Price Syahmuharnis Budi Sutedjo Rilzan Chandra TRAINER Pendaftaran : DAYS Agenda MKI Corporate orate rate Unive University 2011 Univers Pengantar Kontribusi SDM bagi Organisasi A pa bentuk kontribusi utama dari unit manajemen human capital terhadap eksekusi strategi organisasi? Kalau kita perhatikan rantai penciptaan nilai (value creating chain) sebuah organisasi, maka sejatinya rantai penciptaan nilai sebuah organisasi dimulai dari sumberdaya manusia (SDM). Artinya, SDM merupakan penentu awal dan utama keberhasilan sebuah organisasi menciptakan nilai dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan sasaran strategisnya (strategic objective). Kontribusi utama unit manajemen SDM bagi keberhasilan organisasi adalah dalam menciptakan karyawan dengan kompetensi dan perilaku yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan demikian, jelaslah, SDM memiliki peran yang sangat strategis bagi keberhasilan organisasi. Karena kontribusi utama unit manajemen SDM bagi organisasi adalah membentuk kompetensi dan perilaku karyawan sesuai kebutuhan organisasi, maka pembangunan kultur pembelajaran menjadi sangat penting untuk ditumbuh-kembangkan dalam organisasi. Untuk itu, Human Capital Journal edisi Agustus ini mengangkat tema Learning Organization (Organisasi Pembelajar) sebagai tema utama cover story. Istilah organisasi pembelajar tidak bisa dipisahkan dengan pemikiran Peter Senge, pakar manajemen asal MIT, yang tertuang dalam bukunya yang sangat terkenal The Fifth Discpline, The art and practice of the learning organization (1990). Senge, yang berkunjung ke Jakarta pertengahan tahun lalu atas undangan BKPM, menegaskan adanya 5 disiplin dari organisasi pembelajar, yakni systems thinking, personal mastery, mental models, building shared vision, dan team learning. Semuanya dibahas dalam tema cover story kali ini. Intinya, untuk bisa menjadi organisasi pembelajar, harus mendapat dukungan dari manajemen puncak, di mana setiap individu dan tim memiliki mentalitas belajar yang sangat baik. Pembahasan tentang pemikiran Senge tidak hanya melulu tentang pemikirannya yang jauh ke depan, tetapi juga tentang kritik dan hambatan untuk mewujudkan pemikiran tersebut ke dalam dunia nyata. Kehebatan Senge adalah kemampuannya mengejawantahkan sistem ke dalam dunia kerja sehingga membuat semua orang bisa bekerja lebih produktif. Namun, dari 5 disiplin yang dikemukakan Senge tersebut, sangat sedikit organisasi di dunia yang telah menerapkannya secara utuh. Orientasi bisnis jangka pendek masih mendominasi perilaku organisasi di banyak belahan dunia, kendatipun orientasi tersebut menimbulkan jebakan persoalan untuk jangka panjang. Di sinilah pentingnya prinsip pemikiran Senge. Diperlukan model mental untuk berpikir secara tersistem untuk membuat organisasi berkinerja secara berkelanjutan. Walaupun dianggap melampaui jamannya, toh pemikiran Senge diakui sangat inspiratif bagi pengelolaan organisasi yang lebih baik. Terkait dengan upaya menyelaraskan strategi organisasi dengan sistem manajemen SDM, edisi ini menguraikan lebih jauh tentang konsep SCBHRM (Strategic Competency-Based HR Management), sebuah konsep penyempurnaan dari CBHRM (Competency Based HR Management). Menarik pula untuk dibaca kolom kepemimpinan dan motivasi. Misalnya, tentang cara menyusun tujuan pribadi (personal goal setting) sebagai penjabaran tujuan organisasi. Jangan lupa baca pula tulisan menarik tentang hasil survey engagement karyawan secara global. Di bulan yang penuh berkah ini, redaksi mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa bagi yang menjalankannya. n Patrons : Anindya N. Bakrie, Teddy Kharsadi, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani. Chief Editor : Syahmuharnis. Managing Editor : Rilzan Chandra. Executive Editor : Yurnas Rachman. Editorial Board : Bagas Wiharto, Dasmito Syah, Andedes Cipta, Shinta Febriska. Circulation & Advertisment: Evo Suzana Rosa, Asri Novita, Purwanti, Gama Horas, Pipit Supriatin, Peri Sonata. Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan : Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia. Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 0443. Email : [email protected], [email protected]. Website : www.pt-mki.co.id Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said, Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Human Capital Journal - Agustus 2011 | 3 From Chief Editor Istilah Human Capital B anyak orang yang bertanya apa beda human capital (HC) dengan human resources (HR)? Jangan-jangan istilah human capital hanya untuk membuat manajemen sumberdaya manusia (SDM) menjadi lebih keren. Dulu istilahnya personalia, kemudian muncul istilah HR, dan sekarang HC. Apakah istilah ini hanya untuk gagahgagahan, untuk menunjukkan organisasi sangat concerned dengan SDM. Jelas HC dan HR itu dua hal yang berbeda, meskipun masih berbicara tentang SDM. Banyak definisi yang dikemukakan tentang HC, tetapi semuanya menegaskan adanya perbedaan antara HC dan HR. US Office of Personnel Management, misalnya, menegaskan organisasi yang memandang SDM-nya sebagai HC lebih melihat SDM sebagai aset ketimbang sumberdaya yang harus dihabiskan. SDM adalah aset yang penting dan esensial bagi organisasi, yang berkontribusi terhadap pengembangan dan pertumbuhan organisasi. Kompetensi kolektif seluruh orang dalam organisasi berkontribusi terhadap kinerja dan produktifitas organisasi. HC memandang SDM lebih ke dalam perspektif ekonomi. SDM lebih dinilai aset ketimbang biaya. Aset adalah sesuatu yang memberikan nilai jangka panjang bagi organisasi. Dengan cara pandang ini, SDM seperti apa bisa menciptakan nilai jangka panjang bagi organisasi. Yakni SDM dengan kompetensi yang tepat, yang selalu diberikan pelatihan, alat bantu, struktur, insentif, dan akuntabilitas untuk bekerja secara efektif mendukung pencapaian sasaran organisasi. Tentu saja tidak bisa disamakan HC dengan aset klasik lainnya, macam fasilitas fisik, mesin, properti atau keuangan. Namun konsep HC menunjukkan adanya kebutuhan untuk berinvestasi dan mengembangkan SDM sebagai aset, seperti layaknya perusahaan berinvestasi pada aset-aset lainnya. Maka, sangat mudah dipahami, kenapa menjadi sangat penting berinvestasi pada sumberdaya untuk mendapatkan dan mempertahankan orang yang tepat di tempat yang tepat, serta mengembangkan mereka melalui pemberian pelatihan dan penghargaan yang tepat pula. Istilahnya, HC bukanlah biaya yang harus diminimalkan, melainkan aset strategis yang harus ditingkatkan. Karena bersifat aset dalam perspektif ekonomi, maka 4| Human Capital Journal - Agustus 2011 HC perlu mengukur biaya (investasi) dan manfaat (output, produktivitas) dari SDM serta menggunakan ukuran tersebut untuk menghitung return on investment. Banyak organisasi menghabiskan 70%-80% biaya operasionalnya terhadap SDM. Sangat aneh bilamana investasi yang besar ini tidak diukur. Mengukur HC sangat rumit dan sulit karena melibatkan banyak faktor intangible. Diperlukan pendekatan kuantitatif untuk bisa menunjukkan keberhasilan organisasi dari sisi pengelolaan SDM. Misalnya, Human Capital Productivity Index, HC Efficiency Ratio, Turnover Rate, dan sebagainya. Dalam bidang pelatihan, organisasi harus bisa mengukur Return on Training Investment (ROTI) dari investasi yang dilakukan berupa pelatihan bagi SDM. Organisasi yang mengklaim menerapkan manajemen HC harus memastikan terjadinya penyelarasan manajemen SDM dengan strategi organisasi. Istilahnya, people strategy aligns with the business strategy. Berbagai aspek dari sub-sistem manajemen HC, seperti rekrutmen, training & pengembangan, talent management, compensation & benefit, performance management, dan industrial relations – semuanya harus terkait dengan strategi bisnis organisasi. Kompetensi yang dikembangkan, baik kompetensi teknis maupun perilaku, disusun sebagai penjabaran dari kebutuhan eksekusi strategi bisnis organisasi. Paradigma HC ini berimbas kepada bagaimana unit manajemen SDM menjalankan fungsinya. Kalau masih terfokus pada urusan administrasi, masih terlalu jauh untuk menggunakan istilah HC. Jika sudah berhasil meraih tahapan strategic business partner – seperti disitir oleh Prof. Dave Ulrich dalam bukunya HR Champion – bolehlah menyandang nama HC. Repotnya, status HC itu juga tidak bisa diraih bila manajemen puncak organisasi tidak menempatkan SDM sebagai aset utama organisasi dan SDM tidak terpacu untuk terus mengembangkan kompetensi sesuai kebutuhan organisasi maupun unit kerjanya. Maka, dukungan kepemimpinan dan adanya lingkungan kerja yang kondusif merupakan prasyarat lain dari lahirnya HC. n Syahmuharnis Contents COVER STORY 12 Learning Organization Melahirkan organisasi berkinerja unggul (performance excellence) mensyaratkan terbangunnya sebuah lingkungan organisasi yang mendukung proses pembelajaran secara efisien dan efektif. Lantas, apa saya prasyarat untuk menjadi organisasi pembelajar? HUMAN CAPITAL JOURNAL Edisi 02 / Tahun I / Agustus 2011 Peter Senge: Bapak Organisasi Pembelajar Memimpin Organisasi Pembelajar Kritik Terhadap Pemikiran Peter Senge PENGANTAR Kontribusi SDM bagi Organisasi FROM CHIEF EDITOR. Istilah Human Capital 19 3 8 Dosa Mematikan dari Evaluasi Kinerja 25 Kepemimpinan: Arti, Makna dan Aplikasinya 4 Seorang pemimpin/ manager yang tidak memiliki intra-personal yang baik dan kurang dapat menguasai dirinya, maka kemampuan leadershipnya atau kemampuan ‘dealing with people’ akan rendah.. Indeks “Employee Engagement” Global Menurun Memahami Konsep “Systems Thinking” Survei yang diselenggarakan konsultan SDM global Aon Hewitt, pada periode 2008 hingga 2010, yang mencakup 6,7 juta karyawan pada lebih dari 2.900 organisasi di berbagai negara di dunia, diperoleh hasil menurunnya indeks engagement menjadi 56% tahun 2010 dari 60% tahun 2009. Memimpin organisasi pembelajar tidak bisa sama dengan organisasi biasa. Dibutuhkan sejumlah kemampuan bagi seorang untuk sukses memimpin organisasi pembelajar. Fungsi pemimpin tidak lagi bisa sebagai pemberi perintah, namun harus berganti menjadi desainer, pelayan, dan guru. 6 Promosi Pencegahan Penyakit di Tempat Kerja1 TIPS COLUMN LEADERSHIP (Bag 2) HC NEWS Kontribusi Karyawan Terhadap Masa Depan 14 18 8 9 20 Hambatan dan Mafaat Organisasi Pembelajar 22 PERISCOPE SCBHRM® Solusi Untuk Menyelaraskan Strategi Bisnis Dengan Kompetensi 24 28 COLUMN SUCCES MOTIVATION Personal Goal Setting Vs Corporate Vision Manajemen perusahaan harus mewujudkannya terlebih dahulu, dengan menciptakan iklim-iklim LOYALITAS, KEPEDULIAN dan KEPERCAYAAN yang merupakan benda termahal namun hasilnya TIDAK TERNILAI bagi suatu organisasi yang ingin terus maju bersama para karyawannya, 30 Human Capital Journal - Agustus 2011 | 5 HC News Dari survei yang diselenggarakan konsultan SDM global Aon Hewitt, pada periode 2008 hingga 2010, yang mencakup 6,7 juta karyawan pada lebih dari 2.900 organisasi di berbagai negara di dunia, diperoleh hasil menurunnya indeks engagement menjadi 56% tahun 2010 dari 60% tahun 2009. Indeks “Employee Engagement” Global Menurun S ituasi ekonomi global yang belum pulih dan cenderung stagnan berpengaruh pula kepada indeks engagement (keterikatan) karyawan pada organisasinya bekerja. Dari survei yang diselenggarakan konsultan SDM global Aon Hewitt, pada periode 2008 hingga 2010, yang mencakup 6,7 juta karyawan pada lebih dari 2.900 organisasi di berbagai negara di dunia, diperoleh hasil menurunnya indeks engagement menjadi 56% tahun 2010 dari 60% tahun 2009. Penurunan level engagement tersebut adalah yang terbesar selama 15 tahun sejak riset ini diadakan oleh Aon Hewitt. Hasil survey ini memberikan tantangan yang sangat besar bagi perusahaan untuk merekrut dan mempertahankan talent yang sangat menentukan keberhasilan perusahaan. Aon Hewitt mengembangkan Engagement Model dengan mengukur 21 wilayah penentu engagement yang disebut dengan Engagement Driver. Engagement Model jauh melebihi sekedar pengukuran kepuasan karyawan di setiap Engagement Driver. Model tersebut 6| Human Capital Journal - Agustus 2011 memberi prioritas terhadap area peningkatan berdasarkan potensi dampaknya terhadap keterikatan karyawan, dan, tentunya kinerja perusahaan. Premis kunci dari model adalah, setiap Engagement Driver saling terkait satu sama lain – tidak berdiri sendiri. Kenapa faktor keterikatan karyawan ini sangat penting? Berdasarkan riset, Aon Hewitt menyimpulkan terdapat korelasi yang kuat antara keterikatan karyawan dengan kinerja perusahaan, termasuk ketika masa sulit sekalipun. Perusahaan dengan indeks keterikatan karyawan tinggi (65% ke atas) selalu berhasil melampaui indeks bursa saham dan menghasilkan tingkat pengembalian (return) bagi pemegang saham sebesar 22% lebih tinggi dibandingkan rata-rata 2010. Sebaliknya, perusahaan dengan indeks keterikatan karyawan yang rendah (45% ke bawah), hanya menghasilkan pengembalian bagi pemegang saham 28% lebih rendah dari rata-rata. Riset Aon Hewitt juga menemukan bagaimana organisasi membuat perbedaan dan meraih keunggulan kompetitif melalui kehebatan sumberdaya manusianya. Manfaat yang diraih sebagai The Best Employer tentunya sangat banyak: dari meningkatnya retensi hingga meningkatnya produktifitas. Perusahaan terbaik, lajimnya, memiliki tingkat keterikatan karyawan yang tinggi sehingga menghasilkan tingkat turnover yang rendah, talent pool yang besar, dan kinerja bisnis yang mengkilap. Berdasarkan hasil survey, penentu persepsi (perception driver) yang mengalami penurunan secara global dari 2009 ke 2010 berada dalam kategori sumberdaya manusia (people) dan praktik perusahaan (company practices). Dalam kategori SDM, kepemimpinan di unit bisnis/divisi didefinisikan sebagai penentu persepsi karyawan terhadap unit bisnis/ divisi mereka. Definisi tersebut beragam untuk setiap organisasi, tetapi tidak termasuk CEO dan atasan langsungnya yang mencapai 54% tahun 2010, turun sebesar 12% dari tahun 2009. Level kepemimpinan senior juga dimasukkan sebagai karyawan dalam survey ini. Level persepsi terhadap level manaje- HC News pekerjaan sehari-hari. Keselarasan merek melakukan analisis untuk dan penghargaan juga menjadi faktor mengetahui faktor apa saja kunci 2009, bersama-sama dengan remuyang benar-benar membuat Kategori 2010 2009 nerasi dan mengelola kinerja. Selengkapberbeda di mata karyawan. People nya bisa dibaca Tabel 2. Ini semacam “analisis - Business Division – Leadership 54% 68% Hasil survey secara spesifik untuk dampak”, mengidentifikasi - Senior Leadership 51% 58% kawasan Asia-Pasifik tidak jauh berbeda dan menyusun prioritas dengan hasil survey global. Selain pelufaktor-faktor yang menentuCompany Practices ang karir, keselarasan merek, pengharkan keterikatan karyawan. - People/HR Practices 47% 57% - Communications 46% 53% Model analisis ini mengiden- gaan, remunerasi, dan praktik manajemen - Organization Reputation 53% 58% SDM tergolong 5 besar faktor penentu tifikasi penentu utama dari Sumber: Aon Hewitt Global Engagement Survey 2010 keterikatan karyawan di Asia-Pasifik. keterikatan karyawan dan Hal yang baru di Asia Pasifik adalah mengetahui magnitude dari keselarasan merek. Selengkapnya adalah peningkatan yang diharapmen tertinggi dalam organisasi (CEO/ seperti terlihat di Tabel 3 kan jika sebuah tindakan Direktur Pelaksana dan atasan langsung- diambil. Analisis juga mengidentifikasi Bersamaan dengan pemulihan nya) turun menjadi 51% tahun 2010 dari ekonomi Asia, harapan karyawan terus potensi penurunan dari keterikatan 58% tahun 2009. bertumbuh. Peluang karir dan gaji dalam karyawan jika faktor penentu tersebut Pada kategori praktik perusahaan, organisasi juga meningkat. Kegagalan tidak dipertahankan. Bagi perusahaan, praktik manajemen menyediakan peluang karir SDM turun menjadi dianggap sebagai kegaTabel 2 47% 2010, turun Global Engagement Drivers 2010 galan tim kepemimpinan. 10% dari 2009. Manajer sering dianggap No Engagement Drivers 2010 2009 2008 2007 2006 Praktik manajetidak berkontribusi terhadap 1 Career opportunity 61% 62% 60% 60% 64% 2 Brand alignment 4% 41% 48% 36% 42% men SDM adalah proses manajemen kiner3 Recognition 40% 37% 40% 56% 34% persepsi karyawan ja dan peluang karir yang 4 People/HR Practices 34% 30% 49% terhadap sejauh berujung kepada ke luarnya 5 Organization Reputation 34% 46% mana kebijakan talent. Tantangan lain di 6 Managing performance 60% formal dan praktik Asia adalah, kemampuan 7 Pay 31% 41% 33% informal perusamanajer untuk memberikan 8 Valuing people/People focus 37% haan menciptakan perlakuan berbeda antara sebuah lingkungan mereka yang berkinerja Sumber: Aon Hewitt Global Engagement Survey 2010 kerja yang positif. tinggi dengan yang berkiKomunikasi juga turun dari 53% 2009 nerja rata-rata. Untuk mengatasi isu ini, meningkatkan level keterikatan dari menjadi 46% tahun 2010. Komunikasi perusahaan di Asia fokus pada pencipfaktor penentu tertentu bisa meningkatmencerminkan seberapa efektif komutaan diferensiasi bagi mereka yang berkikan level keterikatan karyawan secara nikasi pada seluruh jajaran organisasi, nerja tinggi dan memberikan pengalaman keseluruhan. Untuk 3 tahun berturut-tuyang sering termasuk di dalamnya bekerja yang menyenangkan bagi mereka rut, secara global maupun per kawasan, persepsi karyawan terhadap kemudahan peluang karir secara konsisten berada yang berprestasi. n mendapatkan informasi tentang pekerpada posisi 3 besar faktor penentu yang jaannya secara baik. Terakhir, reputasi berdampak pada level keterikatan perusahaan juga mengalami penurunan, karyawan secara keseluruhan. Aspac Top Five Tabel 3 dari 58% 2009 menjadi 53% 2010. Tabel di bawah menunjukEngagement Drivers Reputasi perusahaan dinilai karyawan kan faktor penentu keterikatan sebagai sebuah tempat yang baik untuk karyawan 2010 (persentase No Engagement Drivers 1 Career opportunity bekerja dibandingkan tempat bekerja di berapa kali ia muncul dalam 3 2 Brand alignment luar perusahaan. (Lihat Tabel 1) besar area) secara global maupun 3 Recognition Survey keterikatan mengukur level per wilayah. Selain peluang karir, 4 Pay keterikatan dan pengalaman bekerja 5 besar faktor penentu utama 5 People/HR Practices karyawan di berbagai aspek lingkungan 2010 lainnya adalah keselarasan Sumber: Aon Hewitt Global Engagement Survey 2010 bekerja yang berbeda. Untuk menentumerek, penghargaan, praktik kan penentu utama (key driver), Hewitt manajemen SDM, dan realitas Perubahan Score Persepsi Karyawan Tabel 1 Human Capital Journal - Agustus 2011 | 7 HC News Kontribusi Karyawan Terhadap Masa Depan Dalam upaya meningkatkan partisipasi karyawan dalam tabungan pensiun, semakin banyak perusahaan mendaftarkan karyawannya pada program tabungan pensiun. Hasil survey juga menunjukkan kian banyak perusahaan yang menawarkan eskalasi kontribusi secara otomatis dari karyawan terhadap tabungan pensiun. S urvey terbaru yang diselenggarakan oleh Aon Hewitt, sebuah perusahaan konsultansi SDM global, mendapatkan fakta bahwa hanya 38% perusahaan yakin bahwa para pekerja mereka ikut bertanggung jawab terhadap masa depan finansial mereka. Angka ini turun dari 43% tahun 2010. Lebih jauh, kurang dari sepertiga (30%) perusahaan yakin para karyawan mereka memiliki persiapan yang memadai untuk pensiun, yang menunjukkan tidak ada perbaikan dibandingkan dengan 2010. Oleh karena itu, perusahaan terus berfokus pada penambahan fitur manfaat pensiun untuk mendorong peningkatan tabungan pensiun dan mempromosikan investasi yang bertanggung jawab. Survey ini memang diselenggarakan di Amerika, melibatkan 210 perusahaan sedang-besar yang memiliki 6,2 juta pekerja. Kendatipun hal yang sama tidak bisa menjadi gambaran kondisi di Indonesia, namun secara umum kondisi di Indonesia masih lebih buruk dibandingkan di negara maju seperti Amerika Serikat. Setidaknya, perusahaan dan pekerja di Indonesia 8| Human Capital Journal - Agustus 2011 bisa bercermin dengan hasil survey ini. Dalam upaya meningkatkan partisipasi karyawan dalam tabungan pensiun, semakin banyak perusahaan yang secara otomatis mendaftarkan karyawannya pada program tabungan pensiun. Tahun 2010, 57% rencana pensiun ditawarkan secara otomatis dibandingkan dengan 24% pada tahun 2006. Dari perusahaan-perusahaan yang belum memasukkan rencana tabungan pensiun ini, sebanyak 36% berencana memasukkannya tahun 2011. Hasil survey juga menunjukkan semakin banyak perusahaan yang menawarkan eskalasi kontribusi secara otomatis dari karyawan terhadap tabungan pensiun. Berdasarkan survey lainnya, hanya separuh dari pekerja dari Generasi Y yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam rencana kontribusi terhadap program pensiun sehingga memperlebar gap pada tabungan pensiun. Dengan mendaftarkan secara otomatis, perusahaan berusaha membantu rencana pensiun karyawan – khususnya pekerja lebih muda yang tidak merasa adanya keperluan untuk menabung bagi dana pensiun. Sekali pekerja didaftarkan dalam program pensiun nasional yang berlaku di Amerika – disebut 401 (k) – kebiasaan investasi mereka sering tidak optimal. Riset Aon Hewitt mempelihatkan banyak karyawan yang sekarang berinvestasi pada portofolio yang terdiversifikasi, mengambil risiko yang tidak sesuai dan sangat sedikit yang melakukan penyeimbangan kembali portofolio secara reguler. Karenanya, semakin banyak perusahaan menawarkan tool dan jasa untuk membuat peserta mampu membuat keputusan yang lebih baik. Untuk menyederhanakan pembuatan keputusan investasi, lebih dari separuh (56%) menawarkan panduan investasi online dan 36% menawarkan nasehat investasi dan pengelolaan akun secara online. Tahun 2010, hanya 28% perusahaan yang menawarkan pengelolaan akun ini. Lebih jauh, mayoritas (83%) menawarkan rekasadana dengan target berbasis tanggal (target-date funds) yang lebih disukai kalangan usia muda. Banyaknya perusahaan yang melakukan perubahan terhadap standar rencana kontribusi pensiun 2011 menyebabkan terjadinya banyak penambahan solusi. Misalnya, 47% berencana menambahnya dengan fitur panduan online, 36% menyediakan fitur nasehat investasi online, dan 30% mempertimbangkan untuk menawarkan pengelolaan akun. “Di tengah-tengah gonjang-ganjing pasar saat ini, terdapat perbedaan dramatis dalam outcome di antara karyawan yang mendapatkan bantuan investasi dengan mereka yang tidak,” ujar Hess, yang memimpin survey ini. Perusahaan tampaknya ingin meningkatkan upaya untuk HC News menjamin pekerja menabung secara cukup untuk pensiun dan memiliki strategi berinvestasi. Dan, menyadari keberagaman selera berinvestasi para pekerja dan menyediakan bantuan yang memadai. Perusahaan juga semakin fokus pada jasa dan produk untuk membantu karyawan menghadapi pensiun. Sebanyak 61% perusahaan menyediakan alat pemodelan online untuk membantu karyawan menentukan berapa banyak mereka bisa menggunakan dana pensiun setiap tahunnya berdasarkan besaran tabungan saat ini. Lebih dari 27% telah menyediakan sejumlah bentuk solusi pendapatan pensiun. Selain fokus untuk membantu pekerja memenuhi kebutuhan saat pensiun, perusahaan juga menyadari perlunya membantu pekerja untuk menurunkan pengeluaran mereka saat pensiun kelak. Salah satu temuan menarik lainnya dari survey ini adalah manfaat medikal pensiunan akan terus menurun. Sebanyak 70% perusahaan menyediakan sejumlah tipe cakupan medikal setelah pensiun bagi pensiunan saat ini maupun pensiunan di masa depan. Sekitar 65% saat ini menyediakan cakupan obat-obatan dengan resep untuk pensiunan berusia lebih dari 65 tahun. Namun, hanya 53% dari perusahaan yang berencana mempertahankan strategi yang sama tahun 2013, karena akan diberlakukannya reformasi pajak yang berdampak pada semakin sedikitnya fasilitas kesehatan bebas pajak di Amerika. n Promosi Pencegahan Penyakit di Tempat Kerja Program promosi kesehatan di tempat kerja (WHP), yang menargetkan orang-orang yang tidak aktif secara fisik dan memiliki kebiasaan diet yang tidak sehat, efektif untuk mencegah kegemukan, diabetes, dan risiko penyakit jantung. O rganisasi Kesehatan Dunia (WHO) bekerjasama dengan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) telah melaksanakan riset tentang promosi pencegahan penyakit tidak menular (NCD) di tempat kerja. Laporan riset tersebut telah dipresentasikan di WEF 2008. Riset tersebut berjudul “Preventing Noncommunicable Diseases (NCD) in Workplace Through Diet and Physical Activity”. Program promosi kesehatan di tempat kerja (WHP), yang menargetkan orang-orang yang tidak aktif secara fisik dan memiliki kebiasaan diet yang tidak sehat, efektif untuk mencegah kegemukan, diabetes, dan risiko penyakit jantung. Para manajemen senior perusahaan meluncurkan dan mendukung WHP karena akan meningkatkan produktivitas karyawan, meningkatkan citra perusahaan, dan menekan biaya kesehatan karyawan. Diet yang y g tidak sehat,, energi g berlebi- han yang dikonsumsi, dibarengi dengan kurangnya gerakan fisik dan tembakau adalah faktor-faktor risiko utama penyakit tidak menular. Tahun 2005, diperkirakan terdapat 35 juta orang yang meninggal karena penyakit tidak menular, seperti serangan jantung, stroke, kanker, dan diabetes. NCD merupakan penyebab 60% dari perkiraan kematian di seluruh dunia. Sebanyak 80% dari kematian tersebut terjadi di negara-negara berpendapatan rendah-sedang, dan juga berhubungan dengan berbagai penyakit infeksi lainnya, kondisi kesehatan ibu, dan kekurangan gizi. Lima penyakit tidak menular utama adalah penyakit jantung, stroke, kanker, penyakit pernafasan akut, dan diabetes. Terdapat bukti ilmiah yang sangat kuat bahwa diet yang sehat dan gerakan tubuh yang cukup (misalnya minimal 30 menit per hari, dan 5 hari per minggu), berperan penting dalam mencegah terkena penyakit-penyakit tersebut. Bertambahnya NCD tidak hanya berdampak pada kualitas hidup dari penderita dan keluarganya, tetapi juga terhadap struktur sosial-ekonomi negara. WHO memperkirakan kehilangan pendapatan nasional dari negara sangat dramatis. Sebagai contoh, diperkirakan China akan kehilangan 558 milyar international dollar dari 2005 hingga 2015 akibat beban NCD. Dengan mempertimbangkan faktor penuaan dan faktor-faktor risiko, laju NCD bertumbuh sebesar 17% dari 2005 hingga 2015. n Brazil Perkiraan Kehilangan Pendapatan 2005 2.7 Perkiraan Kehilangan Pendapatan 2015 9.3 Akumulasi Kehilangan 2005, dalam nilai 49.2 Canada 0.5 1.5 8.5 China 18.3 131.8 557.7 India 8.7 54.0 236.6 Inggris 1.6 6.4 32.8 Negara International ernational dollar adalah mata uang hipotet hipotetis yang dipergunakan sebagai alat menjelaskan dan membandingkan ndingkan biaya-biaya satu negara dengan nnegara-negara lain dengan menggunakan referensi umum, yakni kni dollar AS. Satu international dollar memiliki mem daya beli yang sama dengan 1 dolar AS. Human Capital Journal - Agustus 2011 | 9 Center of Excellence in Business, Leadership & Management Presents : A Two Day Workshop KPI With Balanced Scorecard: Top-Down Cascading & Alignment Technique Schedule 21 - 22 Sept 2011 27 - 28 Okt 2011 29 - 30 Nov 2011 15 - 16 Des 2011 Metodologi Target Peserta Outline Workshop ini dirancang bagi eksekutif, manajer, dan staf kunci di berbagai bidang yang memiliki tugas mengelola kinerja korporat, unit, dan individu pegawai, baik untuk perusahaan yang sudah menerapkan Balanced Scorecard, akan menerapkan Balanced Scorecard, maupun yang ingin meningkatkan efektivitas dari PMS yang sudah ada. • Performance Management Cycle • Why performance management fails? • Vision, mission, and business strategy • Understanding Balanced Scorecard and its Evolution • Framework of strategic performance management using BSC • BSC Architecture • Understanding organization’s value creating chain to achieve vision, mission & Workshop Leader Syahmuharnis • • • • • • • • strategy Corporate Strategy Map Cascading corporate Strategy Map to functional unit’ Strategy Map Creating corporate KPIs and cascading to lower level, including individual Target setting methodology Measurement methodology Performance Contract, Performance standard & Sub-KPI Performance Appraisal Linking strategic initiative with KPI and evaluating its effectiveness Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan bobot perkiraan 30% teori dan70% latihan. Sebaiknya peserta membawa contoh dokumen rencana strategis korporat untuk menjadi bahan latihan Investment Fee Rp 3.000.000 /peserta Registration: Call Ms. Pipit/Purwanti/Poppy Tel. (021) 5790 3840 Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected] Center of Excellence in Business, Leadership & Management Presents: A-Two day Practical Workshop COMPREHENSIVE STRATEGIC MANPOWER PLANNING (CSMP) Topics - The alignment of manpower planning with business strategy - The Nature of Organizations - Diagnosing Symptoms of Organization Effectiveness - Comprehensive Strategic Manpower Planning Process & Methodology: ShorttermMedium Term-Longterm - Job vacant based on existing organization/unit structure, need & policy - Business Plan/Strategy - Workload Analysis: Key Activi- - ty Base & Business Process Mapping Human Capital Readiness/Succession Plan Attrition Rate New business competency requirement Methodology to calcalute Full Time Equivalent (FTE) Consolidated Manpower Plan vs. Budget Consolidated Manpower Plan vs. Internal & External Supply Execution Plan of consolidated manpower plan: shortterm & medium-longterm plan Jadwal all 13 - 14 Sept ep ept ptt 20 2 2011 01 011 11 1 20 - 21 Okt 20 2011 2 011 01 11 1 8 - 9 Des 2011 Workshop Methodology Lead Facilitators Workshop ini lebih menekankan aspek praktik ketimbang teori. Dari 2 hari workshop, aspek teori hanya diberikan kurang dari 1 hari, sisanya berupa latihan. Syahmuharnis Investment Rp. 3.000.000,- Target Participants Seluruh Manpower Planner, HR Supervisor & Manager, Manager dari berbagai unit kerja, pejabat pada Change Management Office, dan eksekutif yang memerlukan pemahaman komprehensif tentang perencanaan kebutuhan SDM. Registration: Call Ms. Pipit/Purwanti/Poppy Tel. (021) 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected] Center of Excellence in Business, Leadership & Management HRMP Human Resource Management Professional 27 - 30 10 - 13 08 - 11 05 - 08 (4 days effective program) E sensi program HRMP adalah suatu konsep mutakhir untuk menjembatani bagaimana menurunkan isu strategis bisnis ke dalam operasionalisasi manajemen SDM sehingga unit SDM bisa berperan sebagai Strategic Business Partner dengan benar. Materi program HRMP disebut sebagai Strategic Competency-based HR Management (SCBHRM®) yang telah terbukti efektif di berbagai organisasi baik instansi Pemerintah, perusahaan maupun lembaga nirlaba. HRMP dikemas sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat dengan mudah dicerna dan diaplikasikan oleh para peserta, baik yang baru memulai karir di bidang Manajemen SDM maupun yang telah berkarir lama di perusahaan namun baru mengenal bidang ini. TOPIK 1. Konsep Dasar Manajemen SDM 2. Peluang dan Tantangan Manajemen SDM Saat Ini Dan Di Masa Mendatang 3. Strategic Competency-based Human Resource Management (SCBHRM®) 4. Fasilitator : Pendaftar group minimal Rp.6.000.000, / peserta Pendaftaran : Evolusi Manajemen SDM Pengertian Mengenai Manajemen SDM a. Peluang dan Tantangan Globalisasi Industri dan Perdagangan Peluang dan Tantangan Pengembangan Peran Manajemen SDM b. a b. c. Konsep Dasar SCBHRM® Strategic Competency Profiling® Penerapan SCBHRM® dalam pengembangan organisasi dan sistem manajemen SDM Desain & Struktur Organisasi Competency-based Job Evaluation Nilai, Budaya & Perilaku Organisasi Sistem, Proses & Teknologi Change Management Sistem Manajemen SDM 01 -Perencanaan SDM (HR Planning) a. b. c. Aplikasi SCBHRM® Dalam Perencanaan SDM Proses Perencanaan SDM Human Capital Readiness 6. Sistem Manajemen SDM 02 - Sistem Rekrutmen & Seleksi (Recruitment & Selection System) a. b. c. d. Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Rekrutmen & Seleksi Proses Rekrutmen & Seleksi Metode Competency-based Selection Interview Metode Assessment Center a. Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Pelatihan & Pengembangan Analisa Kebutuhan Pelatihan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Sosialisasi & Orientasi Sistem Evaluasi Pelatihan 7. Sistem Manajemen SDM 03 - Sistem Pelatihan & Pengembangan SDM (Training & Development System) b. c. d. e. a. b. c. d. e. Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Perencanaan & Pengembangan Karir Career Management Roadmap Jenjang Karir (Career Path) Succession Planning & Replacement Chart Career Development Sistem Manajemen SDM 05 - Sistem Remunerasi (Remuneration System a. b. c. d. e. Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Remunerasi Filosofi & Konsep Remunerasi Struktur Remunerasi Survei Penggajian Strategi & Kebijakan Remunerasi 10. Sistem Manajemen SDM 06 - Sistem Manajemen Kinerja (Performance Management System) a. b. c. d. Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Manajemen Kinerja Filosofi & Konsep Performance Evaluation Performance Management Cycle Individual Development Plan (IDP) 11. Sistem Manajemen SDM 07 - Hubungan Kepegawaian (Employee Relations) a. b. c. d. e. Aplikasi SCBHRM® Dalam Hubungan Kepegawaian Filosofi & Konsep Hubungan Kepegawaian Faktor-Faktor Pengembangan Hubungan Kepegawaian Peraturan & Kebijakan Dalam Hubungan Kepegawaian Manajemen PHK 8. Sistem Manajemen SDM 04 - Sistem Manajemen Karir (Career Management System) 9. 3 peserta akan mendapatkan discount 10% a. b. 5. 1. R. Chandra 2. Daisy M. E. Suhari Menggunakan pendekatan mutakhir Strategic Competencybased HR Management SUBTOPIK a. Pengembangan Organisasi & Manajemen b. Perubahan (Organization Development & c. Change Management) d. e. Sasaran yang ingin dicapai : Peserta mampu memahami lingkup kerja Manajemen SDM, mampu memahami perubahan paradigma Manajemen SDM yang terjadi, mampu memahami pendekatan-pendekatan baru yang aplikatif, serta memiliki ketrampilan dasar Manajemen SDM yang dapat diterapkan di organisasi masing-masing. Sep. (Bandung) Okt. (Jakarta) Nov. (Bandung) Des. (Jakarta) HRMP dilaksanakan dalam waktu 4 (empat) hari efektif, dengan topik sebagai berikut : Tujuan dan Sasaran HRMP HRMP bertujuan untuk memberikan pengetahuan praktis dan ketrampilan yang mendasar dalam bidang Manajemen SDM yang bersifat umum (overview) namun dapat dipraktekkan oleh para peserta dalam pekerjaannya masingmasing. • Format Baru • Pendekatan Baru • Sangat Aplikatif Ms. Asri Novita / Purwanti / Poppy Tel. (021) 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected] Cover Story Learning Melahirkan organisasi berkinerja unggul (performance excellence) mensyaratkan terbangunnya sebuah lingkungan organisasi yang mendukung proses pembelajaran secara efisien dan efektif. Lantas, apa saja prasyarat untuk menjadi organisasi pembelajar? 12 | Human Capital Journal - Agustus 2011 Organiza A pa yang terpikirkan tentang perusahaan raksasa Microsoft, Daimler-Chrysler, Toyota Motor Corp. atau General Electric? Mereka adalah penguasa pasar di segmen masing-masing. Tapi, apakah keunggulan mereka hanya karena keunggulan produk, layanan, dan brand equity saja? Jelas tidak. Di balik keunggulan tersebut terdapat fondasi yang kuat bagi pertumbuhan perusahaan raksasa tersebut secara berkelanjutan, yakni terbangunnya organisasi pembelajar (learning organization). Peter Senge, maestro organisasi pembelajar, mendefinisikan organisasi pembelajar adalah organisasi di mana sumberdaya manusia (SDM)-nya secara terus menerus mengembangkan kapasitasnya untuk meraih hasil yang benar-benar mereka harapkan, di mana pola-pola pemikiran baru dikembangkan, di mana aspirasi kolektif dibuat secara bebas, dan di mana SDM secara berkelanjutan belajar untuk melihat berbagai hal secara bersama-sama. Secara singkat bisa dikatakan, motor untuk tumbuhnya organisasi pembelajar Cover Story zation diri, tim kerja, unit, dan organisasi dalam meraih hasil terbaik. Lahirnya pemikiran tentang organisasi pembelajar didasari keyakinan bahwa dalam situasi yang berubah dengan cepat, hanya mereka-mereka yang fleksibel, adaptif, dan produktif mampu bertahan dan meraih keunggulan. Oleh sebab itu, organisasi perlu untuk menemukan cara terbaik untuk mendapatkan komitmen dan kapasitas untuk terus belajar di berbagai level organisasi. Namun komitmen dan kesadaran karyawan untuk terus belajar tidak serta merta akan membuatnya berjalan secara optimal. Struktur organisasi seringkali menjadi pengganjal tumbuhnya hasrat untuk terus belajar tersebut. Banyak struktur organisasi yang tidak kondusif untuk lahirnya keterikatan (engagement) karyawan terhadap organisasi. Akibatnya, bisa terjadi, karyawan tidak memiliki alat dan panduan ide-ide untuk mencerna situasi yang dihadapi secara baik. Setiap organisasi yang selalu berusaha mengembangkan kapasitas untuk menciptakan masa depan yang lebih baik mensyaratkan adanya pergeseran fundamental dalam pola pikir dari seluruh karyawan. Dalam perbincangan setelah cera- Bagi Senge, mahnya di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pertengahan tahun 2010, Senge menggaris-bawahi lagi pentingnya memahami kenapa seseorang ingin menjadi bagian dari tim kerja yang hebat. Jawaban utamanya adalah karena orang ingin mendapatkan pengalaman yang penuh makna. “Orang ingin menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari dirinya, terkoneksi, dan berkontribusi bagi pencapaian yang lebih besar,” tegasnya. Bagi banyak orang, pengalaman menjadi bagian dari sebuah tim yang hebat akan selalu dikenang seumur hidupnya. Beberapa orang kemudian mencoba menangkap kembali semangat tersebut dalam sisa hidupnya untuk menciptakan prestasiprestasi baru. Bagi Senge, pembelajaran sejati harus menyentuh “jantung” dari hakekat kemanusiaan. Dengannya manusia bisa menciptakan dirinya menjadi lebih baik lagi. Ini berlaku baik untuk manusia maupun organisasi. Sehingga bagi organisasi pembelajar, sekedar survive saja tidak lagi cukup. Survival learning, adaptive learning atau apapun namanya memang sangat penting dan menjadi keharusan. Tetapi untuk organisasi pembelajar, adaptive learning harus dikombinasikan dengan generative learning, pembelajaran yang meningkatkan kapasitas kita untuk menciptakan. Dimensi yang membedakan organisasi pembelajar dengan organisasi tradisional adalah keahlian dalam menguasai sejumlah disiplin atau pilar dasar. Disiplin dipandang Senge sebagai sebuah rangkaian prinsip-prinsip dan praktik-praktik yang kita pelajari. Senge mengidentifikasi 5 disiplin atau pilar dasar untuk melahirkan organisasi pembelajar pembelajaran sejati harus adalah manajemen organisasi dan seluruh SDM yang ada dalam organisasi tersebut. Harus ada sebuah lingkungan internal dalam organisasi yang mendorong para karyawan di berbagai level untuk melaksanakan pembelajaran secara terus menerus. Keinginan terus belajar untuk memberikan hasil terbaik harus menjadi budaya organisasi. Hal ini menjadi tugas manajemen untuk menyediakannya. Selain itu, SDM yang ada harus memiliki motivasi dan kesadaran yang tinggi untuk terus belajar dalam rangka meningkatkan kapasitas menyentuh “jantung” dari hakekat kemanusiaan. Dengannya manusia bisa menciptakan dirinya menjadi lebih baik lagi. Human Capital Journal - Agustus 2011 | 13 Cover Story yang tangguh: system thinking, personal mastery, mental models, building shared vision, dan team learning. Pemahaman terhadap kelima disiplin tersebut bisa dilakukan pada satu dari tiga tingkatan berikut, yakni praktik (practices) yaitu tentang apa yang Anda kerjakan; prinsipprinsip (principles) yaitu panduan ide dan kedalaman masalah; esensi (essences) yaitu keadaan di mana sebuah organisasi benar-benar menguasai disiplin tersebut. Manusia adalah agen, yang bisa bertindak sesuai dengan struktur dan sistem di mana mereka menjadi bagiannya. Sehingga kelima disiplin tersebut memberi perhatian yang besar terhadap pergeseran pola pikir dari melihat bagian kecil menjadi melihat keseluruhan, dari melihat manusia sebagai reaktor yang tidak berguna menjadi melihat mereka sebagai partisipan aktif dalam membentuk realitas mereka, dari bertindak reaktif menghadapi kekinian menjadi mampu menciptakan masa depan. Systems thinking (Cara Ber- Peter Senge: Bapak Organisasi Pembelajar M embahas konsep organisasi pembelajar (learning organization) tidak akan afdol tanpa menyebut maestro organisasi pembelajar, yakni Peter Senge. Pria yang akhir tahun lalu sempat berbicara dalam forum khusus yang diadakan BKPM ini memperkenalkan 5 disiplin sebagai sentral bagi organisasi pembelajar. Peter Senge diberi gelar “Strategist of the Century” oleh Journal of Business Strategy, satu dari 24 tokoh yang memiliki pengaruh terbesar terhadap cara berbisnis hari ini. Dia mempelajari secara mendalam dan, untuk kurun waktu yang panjang, tentang bagaimana perusahaan dan organisasi mengembangkan kemampuan adaptif di MIT (Massachusetts Institute of Technology). Tahun 1990, pria kelahiran 1947 ini menerbitkan buku The Fifth Discipline yang mempopulerkan konsep organisasi pembelajar sekaligus memantapkan namanya di bidang yang sama. Sejak buku itu diterbitkan, lebih dari 1 juta kopi bukunya terjual, dan tahun 1997 Harvard Business Review memasukkan karyanya tersebut sebagai salah satu buku manajemen terlaris dalam 75 tahun terakhir. Senge merupakan lulusan di bidang keteknikan dari Stanford University dan mengambil master di bidang pemodelan sistem sosial di MIT sebelum menyelesaikan program PhD di bidang manajemen. Sering merasa sebagai orang biasa saja, Senge adalah pengajar senior di MIT. Dia juga menjabat Ketua dan pendiri Society for Organizational Learning (Sol). Fokus minat utamanya saat ini adalah pada desentralisasi peran kepemimpinan dalam organisasi dalam rangka meningkatkan kapasitas dari seluruh orang secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. Senge menyebut dirinya sebagai seorang idealistic pragmatist sehingga memungkinkan dia untuk mengeksplorasi dan me- 14 | Human Capital Journal - Agustus 2011 nyebarluaskan pemikiran bebas dan ide-ide abstrak (khususnya seputar teori sistem dan kebutuhan untuk membawa nilai-nilai kemanusiaan ke dalam dunia kerja). Pada saat yang sama, dia berhasil memediasi kedua hal tersebut sehingga mereka bisa mengaplikasikannya di dalam berbagai format organisasi. Fokus minatnya saat ini adalah pada desentralisasi peran kepemimpinan dalam organisasi dalam upaya meningkatkan kapasitas untuk bekerja lebih produktif. Keterlibatan Senge pada Sol, yang bermarkas di Cambridge merupakan bagian dari upaya senge mendalami minatnya tersebut. Sol adalah sebuah organisasi nirlaba di mana Senge menjadi pendiri dan Ketua Bersama. SoL adalah organisasi yang menjadi bagian dari komunitas global korporasi, peneliti, dan konsultan dalam upaya menemukan, mengintegrasikan, dan mengimplementasikan aspek teori dan praktik untuk pengembangan keterkaitan antara manusia dengan institusi tempat mereka bekerja. Salah satu aspek yang menarik dari SoL (dan terkait dengan tema idealistic pragmatist) adalah kemampuannya mendapatkan sponsor korporasi untuk mendanai program rintisan yang berkaitan dengan konsep idealisme ini. Selain menulis The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization (1990), Peter Senge juga menjadi penulis bersama (co-author) dari sejumlah buku yang berkaitan dengan tema The Fifth Discpline. Termasuk di dalamnya The Fifth Discipline Fieldbook: Strategies and Tools for Building a Learning Organization (1994), The Dance of Change: The Challenges to Sustaining Momentum in Learning Organizations (1999), dan Schools That Learn (2000) n Cover Story pikir Sistem) – pilar utama organisasi pembelajar Satu hal paling menarik dari pemikiran Senge adalah bagaimana dia menempatkan teori sistem ke dalam dunia kerja. Buku The Fifth Discipline memberikan pengantar yang bagus tentang bagaimana konsep dan penggunaan teori sistem tersebut. Pemikiran tentang sistem ini bisa dikombinasikan dengan berbagai peralatan teoritis lainnya untuk menjustifikasi berbagai pertanyaan dan issu dalam organisasi. Systemic thinking adalah pilar utama konsepsi organisasi pembelajar. Yakni disiplin untuk mengintegrasikan berbagai hal, membentuk mereka menjadi batang tubuh teori dan praktik yang menyatu. Teori sistem mampu menguraikan setiap bagian dari sistem dan menjabarkan bagaimana keterkaitan antar bagian-bagian tersebut. Kerangka konsepsi systems thinking memungkinkan setiap orang mempelajari dan memahami organisasi dan bisnis sebagai obyek yang memiliki keterkaitan dengan banyak hal. Istilah ini merupakan fondasi dari dinamika sistem (system dynamics) yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor MIT Jay Forrester tahun 1956. Sang Profesor mengenali kebutuhan untuk melaksanakan pengujian yang lebih baik tentang ide-ide baru dalam sistem sosial, yang bisa pula dipakai untuk bidang keteknikan. Systems thinking memungkinkan manusia untuk memahami sistem sosial dan meningkatkannya - sama seperti seseorang bisa menggunakan prinsipprinsip keteknikan untuk membuat dan meningkatkan pemahaman terhadap sistem mekanikal (lihat tulisan Systems Thinking Approach). Satu hal yang pasti, sebuah sistem yang sederhana bisa dibangun menjadi model yang lebih canggih. Kendatipun, Senge juga mengakui, salah satu masalah utama yang dihadapinya adalah menerapkan kerangka sistem sederhana ke dalam sistem yang kompleks. “Kita cenderung lebih fokus pada bagian-bagian ketimbang melihatnya secara keseluruhan, dan gagal melihat organisasi sebagai sebuah proses yang dinamis,” tulisnya. Pada dasarnya, Senge menegaskan, pemahaman terhadap sistem yang lebih baik akan menghasilkan tindakan yang lebih tepat. Pembelajaran terbaik bagi manusia, lanjut Senge, adalah belajar dari pengalaman. Sayangnya, manusia tidak memiliki pengalaman langsung terhadap konsekuensi dari berbagai keputusan yang pernah dibuat. Kita sering berpikir bahwa antara sebab dan akibat adalah sesuatu yang sangat dekat satu sama lain sehingga ketika ada masalah, itu adalah “solusi” yang menjadi fokus perhatian kita untuk dipecahkan. Secara umum, kita mencari jalan ke luar dan melaksanakan peningkatan untuk periode waktu yang relatif pendek. Namun lupa bahwa dalam kerangka sistem, peningkatan jangka pendek seringkali menimbulkan biaya jangka panjang yang sangat signifikan. Sebagai contoh, pemotongan biaya riset dan pengembangan bisa menghasilkan penghematan biaya yang cepat, tapi akan sangat mengancam kelangsungan hidup organisasi dalam jangka panjang. Menjadi masalah juga tentang bagaimana umpan balik (feedback) kita terima. Beberapa umpan balik akan berdampak dan bergema – dengan dampak perubahan yang kecil. Sekecil apapun gema dari umpan balik tersebut, gema tersebut akan menciptakan pergerakan yang lebih besar. Sebuah tindakan kecil yang terus dilakukan akan menghasilkan dampak bola salju. Bisa saja perusahaan memotong biaya promosi dalam upaya penghematan jangka pendek. Dalam jangka pendek, mungkin saja kecil dampaknya terhadap permintaan terhadap barang dan jasa yang dijual. Namun, dalam jangka panjang, penurunan penjualan akan menimbulkan biaya yang sangat mahal. Apresiasi terhadap sistem akan mendorong dikenalinya penggunaan dan permasalahan terkait umpan balik. Juga pemahaman terhadap upaya menyeimbangkan umpan balik. Salah satu aspek kunci dari sebuah sistem adalah sejauh mana mereka mengatasi keterlambatan atau hambatan yang tidak bisa dihindarkan – interupsi pada proses yang menimbulkan akibat yang terjadi secara berangsur. Sebab, menurut Senge, sudut pandang sistem umumnya berorientasi Human Capital Journal - Agustus 2011 | 15 Cover Story kepada pandangan jangka panjang. Itu sebabnya, keterlambatan dan ketidakefektifan umpan balik menjadi sangat penting. Dalam jangka pendek, hal itu sering diabaikan karena dianggap tidak menimbulkan konsekuensi besar. Masalah baru akan muncul dalam jangka panjang. Senge mempromosikan pengunaan peta sistem (system maps), yaitu diagram-diagram yang memperlihatkan elemen dari sistem dan bagaimana mereka terkoneksi satu sama lain. Bagaimanapun, manusia sering menemukan kesulitan dalam memahami sistem, dan butuh pekerjaan tambahan untuk memahami fondasi utama dari teori sistem serta mengaplikasikannya dalam organisasi. Di sisi lain, kegagalan dalam memahami dinamika sistem menyebabkan tindakan saling menyalahkan dan pembelaan diri yang tiada habis dalam organisasi. Personal Mastery - kefasihan pribadi. Organisasi belajar terbentuk hanya melalui individu-individu pembelajar, kendatipun individu pembelajar tidak menjamin lahirnya organisasi pembelajar. Namun, tanpa keberadaan individu pembelajar, tidak mungkin organisasi pembelajar tercipta. Personal mastery adalah kedisiplinan untuk terus menerus memperjelas dan memperdalam visi pribadi, kemampuan untuk memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara objektif. Mastery dipandang sebagai sebuah jenis kefasihan. Individu yang memiliki kefasihan pribadi yang tinggi hidup dengan semangat tinggi untuk terus belajar. Mereka tidak pernah merasa sampai pada tujuan. Kefasihan pribadi bukanlah sesuatu yang dimiliki setiap manusia, melainkan sebuah proses. Ia merupakan kedisiplinan hidup jangka panjang. Individu yang memiliki kefasihan pribadi yang tinggi sangat sadar akan ketidaktahuannya, ketidakmampuannya, dan wilayahwilayah pertumbuhannya. Sebaliknya, mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Bahwa semua ini diperlukan untuk mendapatkan kesuksesan. Kedisiplinan untuk mewujudkan kefasihan pribadi ini menunjukkan pentingnya setiap orang memiliki visi pribadi yang kuat. Lalu mempertahankan terciptanya tekanan-tekanan kreatif dalam upaya mengatasi gap antara visi pribadi dengan kenyataan; membedakan mana tekanan dan hambatan yang bersifat struktural; menyadari kekuatan (dan kelemahan) diri kita; membangun komitmen kepada kebenaran, termasuk menggunakan pikiran bawah sadar. Secara ringkas bisa dikatakan, mereka yang memiliki kefasihan pribadi yang tinggi, selalu terpacu untuk memperluas kapasitas personal dalam mewujudkan tujuan pribadi dan organisasi. Oleh sebab itu, penting bagi organisasi untuk menciptakan lingkungan organisasi yang menumbuh-kembangkan pribadi-pribadi dengan kefasihan tinggi sehingga bukan Mereka yang memiliki kefasihan pribadi yang tinggi, selalu terpacu untuk memperluas kapasitas personal dalam mewujudkan tujuan pribadi dan organisasi. 16 | Human Capital Journal - Agustus 2011 hanya menjadi pilar untuk mewujudkan sasaran organisasi tetapi, bahkan, menjadi motor transformasi organisasi menuju masa depan yang lebih baik. Mental Models – proses kontemplatif dan berkesinambungan untuk memberikan pemahaman tentang dunia luar yang mempengaruhi keputusan dan perilaku kita. Senge menyebut model mental ini sebagai asumsi-asumsi bebas, generalisasi, gambar, dan citra yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita bertindak. Begitu banyak asumsi-asumsi yang kita buat dalam kehidupan atau dalam setiap tindakan yang kita akan lakukan, tetapi tidak memahami betul tentang dampak dari asumsi tersebut terhadap perilaku kita. Kedisiplinan terhadap model mental dimulai dengan bercermin tentang diri sendiri; mempelajari pikiran tersembunyi kita selama ini tentang dunia; membawanya ke permukaan dan mempertahankannya secara erat untuk diperjuangkan dalam hidup. Pada dasarnya, pikiran kita tentang dunia luar terbentuk melalui proses panjang dalam pemikiran sebagai hasil dari interaksi dalam kehidupan. Harus secara utuh dipahami bahwa lingkungan luar akan mempengaruhi bagaimana kita bertindak. Orang-orang yang memiliki model mental yang bagus akan mampu menyeimbangkan antara apa yang mereka inginkan dengan bantuan yang mereka perlukan. Sehingga mereka mampu berpikir secara efektif dan terbuka terhadap pengaruh dari orang lain. Bilamana organisasi ingin mengembangkan kapasitas bekerja dengan model mental, maka setiap orang dalam organisasi perlu untuk mempelajari keahlian baru dan mengembangkan orientasi baru untuk menjamin institusionalisasi perubahan yang diinginkan. Perubahan bisa didorong dengan menggunakan disiplin model mental ini seba- Cover Story akan semakin besar. Penguasaan disiplin terhadap model mental dan cara berpikir sistemik akan sangat membantu pembentukan visi bersama ini. Team learning - tim pembelajar gai penjabaran dari pemikiran tentang sistem (system thinking) di atas. Menggerakkan organisasi menuju arah yang tepat membutuhkan kerja keras untuk mengubah politik dan permainan internal yang selama ini mendominasi organisasi tradisional. Organisasi harus dibuat menjadi lebih terbuka. Ini berarti, organisasi harus mendistribusikan tanggung jawab bisnis lebih banyak lagi sambil mempertahankan koordinasi dan kontrol. Senge menyebut organisasi pembelajar adalah organisasi yang dilokalisasikan, di mana desentralisasi diperkuat namun tetap menjadi bagian besar dari perwujudan sasaran strategis organisasi. Building shared vision - membangun visi bersama. Dimulai dengan pemahaman terhadap kepemimpinan yang telah menginspirasi organisasi untuk ribuan tahun, maka kepemimpinan adalah kapasitas untuk mempertahankan sebuah gambaran bersama tentang masa depan yang dibuat atau dikenal dengan visi. Visi tersebut memiliki daya dorong untuk meningkatkan dan mendorong eksperimen dan inovasi. Bahkan, visi tersebut mendorong sebuah kesadaran tentang masa depan, sesuatu yang sangat fundamental bagi kelima disiplin tersebut. Apabila terdapat sebuah visi yang benar-benar hebat, maka karyawan bekerja hebat dan terus belajar bukan karena diperintahkan untuk itu, tetapi karena mereka menginginkannya. Banyak pemimpin memiliki visi pribadi yang tidak pernah diterjemahkan menjadi visi bersama yang akan memajukan organisasi. Umumnya yang kurang adalah disiplin menerjemahkan visi menjadi visi bersama – sejumlah prinsip dan panduan praktik. Untuk membangun visi bersama membutuhkan keahlian membuat gambaran bersama tentang masa depan di pikiran masing-masing anggota tim. Dalam menguasai disiplin ini, pemimpin harus menyadari betapa tidak produktifnya upaya mendiktekan visi kepada anggota organisasi. Penyebarluasan visi terjadi karena adanya tenaga penggerak. Maka, pastikan terdapat kesepahaman, antusiasme, dan komitmen dari setiap karyawan terhadap visi bersama. Semakin jelas visinya, maka antusiasme karyawan meningkat dan manfaat yang diperoleh Pembelajaran adalah sebuah proses menyelaraskan dan mengembangkan kapasitas dari tim untuk menciptakan hasil yang benar-benar diinginkan oleh anggota tim. Ia dibangun dari personal mastery dan shared vision. Namun, tidak cukup hanya itu. Karyawan dituntut untuk bisa bertindak bersama. Bila tim belajar bersama, menurut Senge, maka hal itu bukan hanya memberi hasil yang baik bagi organisasi, para anggota juga akan bertumbuh (kapasitasnya) lebih cepat. Disiplin tim pembelajar dimulai dengan dialog, kapasitas dari anggota tim untuk menghilangkan asumsi-asumsi dan masuk kepada keadaan untuk berpikir bersama-sama. Dialog adalah komunikasi yang mengalir bebas, yang memungkinkan kelompok menemukan kedalaman pandangan (insight) – yang secara perseorangan tidak bisa diperoleh. Dialog juga berguna untuk mengetahui pola interaksi dalam tim yang kurang baik untuk mendorong pembelajaran. Penyebutan dialog dalam Fifth Discipline sangat dipengaruhi oleh pimikiran fisikawan David Bohm, yang menyebutkan sebuah kelompok menjadi terbuka terhadap arus dari “kecerdasan yang lebih besar” (sering disebut dengan fenomena kolektif). Jika dialog digabungkan dengan system thinking, ujar Senge, tercipta peluang untuk menciptakan bahasa yang lebih sesuai untuk mengatasi sesuatu yang kompleks, dan fokus pada isu-isu yang benar-benar struktural, dan sebagainya. Penekanan dialog ini harus ditempatkan dalam konteks system thinking yang menjadi fitur sentral dari konsep organisasi pembelajar. n Human Capital Journal - Agustus 2011 | 17 Cover Story tas ide yang bagus sampai semua orang ambil bagian untuk membangunnya. Membuat mereka ambil bagian adalah tindakan kepemimpinan pertama, yakni memberi inspirasi terhadap visi sebagai organisasi pembelajar. Leader as designer Pemimpin sebagai desainer Memimpin Organisasi Pembelajar Memimpin organisasi pembelajar tidak bisa sama dengan organisasi biasa. Dibutuhkan sejumlah kemampuan bagi seorang untuk sukses memimpin organisasi pembelajar. Fungsi pemimpin tidak lagi bisa sebagai pemberi perintah, namun harus berganti menjadi desainer, pelayan, dan guru. S ebuah organisasi bisa disebut sebagai organisasi pembelajar (learning organization) apabila telah menguasai 5 disiplin atau pilar dasar organisasi pembelajar. Untuk berhasil, organisasi pembelajar membutuhkan kepemimpinan dengan pandangan baru. Selama ini pemimpin dipandang sebagai orang-orang special yang menetapkan arah organisasi, membuat keputusan kunci, dan mendorong karyawan berdasarkan pandangan pribadi terhadap dunia yang tidak sistemik. Ini adalah konsep kepemimpinan tradisional, didasarkan pada asumsi bahwa karyawan tidak punya kekuatan, kurangnya visi pribadi, dan 18 | Human Capital Journal - Agustus 2011 ketidakmampuan mendorong perubahan. Beberapa pemimpin besar bisa mengatasi persoalan ini. Bertentangan dengan pandangan tradisional ini, Peter Senge menyusun pandangan baru seorang pemimpin yang lebih penting. Dalam organisasi pembelajar, pemimpin adalah desainer, pelayan, dan guru. Mereka bertanggung jawab untuk membangun organisasi pembelajar di mana setiap orang terus menerus mengembangkan kapasitas dirinya untuk memahami kompleksitas, memperjelas visi, dan meningkatkan model mental bersama. Artinya, semua orang bertanggung jawab untuk belajar. Organisasi pembelajar akan tetap seba- Fungsi sebagai desainer jarang sekali terlihat. Menurut Senge, tidak ada seorang pun yang sebenarnya memiliki pengaruh selain desainer. Kebijakan, strategi, dan sistem organisasi adalah wilayah kunci desain, namun kepemimpinan jauh melampaui hal tersebut. Mengintegrasikan 5 komponen teknologi (5 disiplin organisasi pembelajar) merupakan hal yang sangat mendasar. Tugas pertama terkait dengan desain ide-ide tata kelola – tujuan, visi, dan nilai inti yang harus dijalankan semua orang. Membangun visi bersama sangat penting sejak awal untuk menumbuhkan orientasi jangka panjang dan syarat mutlak untuk pembelajaran. Intinya, tugas pemimpin adalah mendesain proses pembelajaran di mana seluruh orang dalam organisasi bisa mengatasi semua isu penting yang mereka temukan secara produktif. Sekaligus mengembangkan kefasihannya dalam disiplin pembelajaran. Leader as steward – Pemimpin sebagai pelayan Istilah pemimpin sebagai pelayan diperkenalkan pertama kali oleh penulis Peter Block (1993). Senge memiliki kedalaman pemahaman tentang hal ini. Pandangannya dimulai dengan hasil wawancaranya dengan seorang manajer tentang tujuannya. Dia menyadari bahwa sang manajer lebih banyak menunjukkan kerjanya ketimbang bercerita ketika ditanya soal tujuan perusahaannya. Sang manajer lebih banyak menjelaskan apa yang mereka kerjakan dan kenapa mengerjakan hal tersebut, bagaimana perusahaannya perlu untuk berevolusi, dan bagaimana evolusi tersebut adalah bagian dari hal yang lebih besar. Cover Story Sebagai pemimpin, ia haruslah menjadi pelayan dari visi. Sikap kepelayanan terkait erat dengan komitmen dan tanggung jawab terhadap visi. Bukan berarti pemimpin sudah memilikinya. Sebagai pelayan visi, tugas utamanya adalah mengelola visi untuk manfaat orang lain (dalam hal ini stakeholder). Pemimpin harus belajar melihat visi mereka sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar. Pemimpin harus belajar untuk mendengarkan visi orang lain dan mengubah visinya jika hal itu diperlukan. Cara semacam ini memungkinkan orang lain terlibat dan membantu mengembangkan visi pribadinya maupun visi bersama. Leader as teacher – Pemimpin sebagai guru Max de Pree (1990) menulis bahwa tanggung jawab pertama seorang pemimpin adalah mendefinisikan kenyataan. Sejumlah pemimpin banyak mendapat inspirasi dan kekuatan spiritual berkat kesadarannya terhadap fungsi pelayanan, namun banyak pemimpin yang berhasil berkat kemampuannya mengajarkan bagaimana memahami realitas dengan lebih akurat, penuh insight, dan lebih memberi pemberdayaan. Menggunakan penjelasan hirarki kepemimpinan, maka pemimpin bisa memberikan pengaruh terhadap cara orang memandang realitas ke dalam 4 level : kejadian (event), pola berperilaku (patterns of behavior), struktur sistemik (systemic structures), dan tujuan (purpose). Sebagian besar pemimpin cenderung fokus pada 2 level pertama. Pemimpin dalam organisasi pembelajar harus fokus pada keempat hal tersebut, dengan fokus utama lebih kepada tujuan dan struktur sistemik. Hal ini memung- kinkan mereka melihat “gambar besar” dan menghargai faktor-faktor struktural yang membentuk perilaku. Dengan fokus pada tujuan, pemimpin mampu menanamkan sebuah pemahaman mau menjadi apa organisasi. Sering juga terjadi, pemimpin memiliki kekuatan pada satu atau dua wilayah tersebut, tetapi tidak mampu mengembangkan pemahaman sistemik. Sebuah kunci sukses adalah kemampuan untuk mengonsep insight sehingga menjadi pengetahuan publik, terbuka untuk dikritisi dan disempurnakan. Pemimpin sebagai guru bukanlah tentang mengajar orang bagaimana cara meraih visi. Tetapi lebih kepada upaya mendorong pembelajaran bagi setiap orang. Pemimpin semacam itu membantu orang dalam organisasi untuk mengembangkan pemahaman sistemik. n Kritik Terhadap Pemikiran Peter Senge S ejumlah kritik muncul terhadap pemikiran Senge tentang organisasi pembelajar. Salah satu kritik utama adalah, sangat sedikit organisasi di dunia yang tergolong atau mendekati konsep organisasi pembelajar seperti yang disampaikannya. Beberapa perusahaan memang telah melihat pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan, tapi tidak fokus kepada pengembangan sumberdaya manusianya. Fokus perusahaan masih pada peningkatan merek, mengembangkan modal intelektual dan pengetahuan, menghasilkan inovasi produk, dan mengendalikan biaya produksi dan distribusi tetap rendah. Will Hutton (1995) menulis, perusahaan-perusahaan Inggris menempatkan prioritas finansial di atas segala-galanya. Target laba terlalu tinggi dan horizon waktunya terlalu pendek. Kondisi demikian sulit untuk membangun organisasi pembelajar seperti digagas Senge. Dalam organisasi bisnis kapitalistik, di mana bottom line adalah laba, perhatian utama terhadap pembelajaran dan pengembangan karyawan dianggap terlalu ideal. Tidak ada yang salah dengan teori Senge atau ba- gaimana ia dipresentasikan. Masalah utamanya terletak pada pengetahuan teori dari orang-orang yang menjadi sasaran buku ini yang tidak memadai untuk mengikuti pemikiran Senge. Salah satunya, soal pemilihan istilah disiplin untuk menjelaskan inti dari pendekatan dia. Seperti diketahui, disiplin adalah sebuah rangkaian prinsip-prinsip dan praktik-praktik yang dipelajari, yang harus dikuasai, dan diintegrasikan ke dalam kehidupan kita. Namun, di sisi lain, pemikiran Senge banyak juga menyentuh aspek praktik. Juga penggunaan istilah model mental, karena biasanya hanya dipakai untuk melakukan pergeseran produk ke proses (dan kembali lagi ke produk). Pertanyaan berikutnya, apakah orang-orang dalam organisasi bisa menangani hal ini. John van Maurik (2001) menyimpulkan bahwa pemikiran Peter Senge telah mendahului jamannya. Argumennya dinilai sangat insightful dan revolusioner. Sangat disayangkan, banyak organisasi belum menjalankan nasehatnya dan masih fokus pada upaya mengatasi permasalahan jangka pendek. Toh, untuk urusan organisasi pembelajar, nama Peter Senge telah berkibar sebagai pemikir utamanya. n Human Capital Journal - Agustus 2011 | 19 Cover Story Memahami Konsep “Systems Thinking” Pemikiran Peter Senge tentang systems thinking didasarkan kepada hasil riset Prof. Jay Forrester di MIT tahun 1956. Pendekatan analisis menggunakan systems thinking sangat berbeda dengan pendekatan analisis tradisional. P endekatan systems thinking sangat berbeda dengan berbagai bentuk analisis tradisional. Pendekatan analisis tradisional fokus pada pemisahan bagian-bagian tertentu dari apa yang kita pelajari. 20 | Human Capital Journal - Agustus 2011 Padahal, kata-kata analisis sebenarnya berasal dari akar kata yang bermakna “untuk mengurai menjadi bagian-bagian lebih kecil”. Systems thinking, sebaliknya, fokus pada bagaimana sesuatu yang dipelajari berinteraksi dengan bagian-bagian dari sistem lainnya – sekumpulan elemen yang berinteraksi membentuk perilaku. Ini berarti, selain memisahkan bagian-bagian lebih kecil dari sistem yang dipelajari, systems thinking bekerja dengan memperluas pandangan kepada jumlah interaksi yang lebih besar dari isu yang sedang dipelajari. Hal ini kadang-kadang menghasilkan kesimpulan yang sangat berbeda dibandingkan dengan hasil analisis menggunakan pendekatan tradisional, khususnya bila yang dipelajari adalah sesuatu yang kompleks dan dinamis atau berhadapan dengan banyaknya umpan balik dari sumber-sumber lainnya, baik internal maupun eksternal. Karakter dari systems thinking menjadikannya sangat efektif mengatasi tipe masalah paling sulit pun : terkait isu yang kompleks, masalah yang banyak tergantung dengan masa lalu atau terhadap tindakan pihak lain, dan masalah yang bersumber dari ketidakefektifan koordinasi di antara yang terlibat. Contoh bidang di mana systems thinking sangat efektif, antara lain : > Masalah yang kompleks yang membantu banyak pihak dalam melihat “gambar besar” dan bukan hanya bagian mereka semata > Masalah yang tidak terpecahkan dengan berbagai upaya selama ini > Isu-isu di mana sebuah tindakan mempengaruhi (atau dipengaruhi oleh) lingkungan sekitar, baik lingkungan alam atau lingkungan kompetitif. > Masalah-masalah yang solusinya tidak nyata Contoh yang menjelaskan perbedaan antara perspektif systems thinking dengan perspektif dalam analisis tradisional bisa dilihat dalam penanganan kerusakan tanaman akibat hama serangga. Apabila seekor hama pengganggu memakan tanaman, respons konvensional adalah menyemprot tanaman dengan pestisida yang tepat. Katakanlah kita tidak bicarakan soal keterbatasan efektifitas dari pestisida dan polusi air serta tanah yang ditimbulkannya, bayangkan kalau ada pestisida yang benar-benar Cover Story hebat yang mampu membunuh seluruh hama dan tanpa menimbulkan efek samping terhadap udara, air, dan tanah. Maka, apakah menggunakan pestisida semacam ini akan membuat petani atau perusahaan yang tanamannya dimakan hama menjadi diuntungkan? Kalau kita mempergunakan pemikiran di atas, maka bentuknya seperti diagram di bawah ini: Tanda panah mengindikasikan arah akibat – perubahan jumlah pestisida yang diberikan berdampak pada perubahan dari jumlah hama yang merusak tanaman. Huruf di atas tanda panah menunjukkan bagaimana keterkaitan dari variabel tersebut. Huruf “s” berarti mereka berubah searah – jika salah satu naik, maka variabel lain juga naik; dan huruf “o” menunjukkan mereka berubah secara berlawanan – jika salah satu naik, yang lain turun (begitu pula sebaliknya). Diagram ini dibaca sebagai berikut: sebuah perubahan pada jumlah pestisida yang diaplikasikan menyebabkan jumlah hama yang mengganggu tanaman bergerak dengan arah berlawanan.” Artinya, kalau jumlah pestisida yang digunakan meningkat, maka jumlah hama yang merusak tanaman menurun. Dengan cara berpikir semacam ini, makin banyak jumlah pestisida dipergunakan, maka semakin sedikit jumlah hama sehingga semakin sedikit total tanaman yang rusak. Kita membayangkan, pengurangan jumlah hama yang memakan tanaman akan memecahkan permasalahan. Kenyataannya, hal itu bukanlah masalah yang sebenarnya. Masalah kerusakan tanaman yang timbul akibat hama seringkali menjadi lebih baik dalam jangka pendek, tetapi tidak dalam jangka panjang. Apa yang sering terjadi pada tahun-tahun selanjutnya adalah munculnya masalah tanaman yang makin memburuk dan pestisida yang sebelumnya tampak efektif tidak lagi banyak membantu. Ini terjadi karena hama yang memakan tanaman mengontrol populasi dari hama lainnya, baik dengan membunuhnya atau berkompetisi dengannya. Kala pestisida membunuh hama pemakan tanaman, ia juga mengeliminasi kemampuan kontrol hama tersebut terhadap populasi hama lainnya. Sehingga populasi dari hama tersebut menjadi tidak terkendali, yang memunculkan lebih banyak kerusakan ketimbang hama yang mati karena disemprot pestisida tersebut. Dengan perkataan lain, tindakan yang dimaksudkan memecahkan masalah sesungguhnya membuat masalahnya menjadi lebih buruk. Faktanya, beberapa penelitian menyimpulkan, mayoritas 25 jenis hama yang menyebabkan kerusakan tanaman setiap tahunnya menjadi masalah karena adanya siklus seperti itu. Secara grafis, bagaimana kejadiannya bisa dijelaskan sebagai berikut (lihat bagan di atas) Berdasarkan pemahaman ini, makin banyak pestisida digunakan, makin sedikit jumlah hama A (hama awal) yang memakan tanaman. Hal ini menyebabkan turunnya secara drastis jumlah hama yang memakan tanaman. Sebenarnya, sejumlah kecil hama A berhubungan dengan hama B, sehingga hama A tidak mampu lagi mengontrol hama B. Ini menimbulkan ledakan hama B, semakin banyak hama B yang merusak tanaman – berlawanan persis dengan apa yang diinginkan. Jadi, kendatipun dampak jangka pendek menggunakan pestisida sesuai yang diinginkan, tetapi dampak jangka panjangnya sangat berbeda. Dengan gambar ini dalam pikiran kita, berbagai tindakan lain yang lebih baik dalam jangka panjang telah dikembangkan, misalnya Manajemen Hama Terpadu, termasuk di dalamnya upaya mengontrol hama pemakan tanaman dengan memperkenalkan predatornya di lokasi tersebut. Metode ini terbukti sangat efektif berdasarkan studi yang diselenggarakan MIT, the National Academy of Science (USA), dan sebagainya – bahkan juga menghindarkan air dan tanah dari polusi bahan kimia beracun. Cara berpikir yang lebih luas dalam systems thinking menciptakan perlunya pemahaman terhadap solusi jangka panjang yang lebih baik. Pendekatan ini juga banyak dipakai dalam bidang pekerjaan dan bisnis, termasuk pada perusahaan yang industrinya telah terderegulasi. Banyak sekali masalah penting yang terjadi saat ini bersifat kompleks, melibatkan banyak faktor, dan beberapa adalah bagian dari hasil dari tindakan pada masa lalu yang dilakukan untuk menghilangkan permasalahannya. Cara kita menyelesaikan masalah terkait dengan pelanggan, misalnya, mungkin saja bekerja sangat baik pada masa lalu. Tetapi, sangat mungkin, mengatasi masalah pelanggan hari ini dan ke depan tidak lagi bisa menggunakan pendekatan lama, cara kerja lama, kompetensi lama, dan proses bisnis lama. n Human Capital Journal - Agustus 2011 | 21 Cover Story Hambatan dan Manfaat Organisasi Pembelajar O rganisasi tidak secara organik berkembang menjadi organisasi pembelajar. Terdapat sejumlah faktor yang mendorongnya berubah (menjadi organisasi pembelajar). Umumnya, pada saat organisasi bertumbuh, mereka kehilangan kapasitas untuk belajar sebagai akibat struktur organisasi dan pemikiran individu menjadi lebih kaku. Jika muncul masalah, solusi yang diusulkan seringkali bersifat jangka pendek (single loop learning) dan muncul lagi di masa depan. Untuk tetap kompetitif, banyak organisasi melakukan restrukturisasi, dengan jumlah karyawan yang lebih sedikit. Mereka yang masih bekerja dalam organisasi dituntut bekerja lebih efektif. Untuk menciptakan keunggulan kompetitif, perusahaan harus belajar lebih cepat dibandingkan dengan pesaing dan mengembangkan budaya responsif terhadap pelanggan. Organisasi harus mempertahankan pengetahuan tentang produk dan proses baru, memahami apa yang terjadi pada lingkungan eksternal, dan menciptakan solusi kreatif menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam seluruh bagian organisasi. Hal ini mensyaratkan kerjasama antara individu dan kelompok, komunikasi yang bebas dan konstruktif, dan tumbuhnya kepercayaan dalam organisasi. Beberapa organisasi menghadapi kesulitan untuk menciptakan kefasihan pribadi (personal mastery) karena konsep Senge tentang hal ini bersifat intangible dan manfaatnya sulit 22 | Human Capital Journal - Agustus 2011 dikuantifikasikan. Kefasihan pribadi ini, bahkan (juga disitir Senge) bisa menjadi ancaman bagi organisasi bila upaya mengembangkan kompetensi karyawan tidak selaras dengan strategi dan visi organisasi. Ini bisa menjadi kontraproduktif. Dengan kata lain, jika karyawan tidak terikat dengan visi bersama, kefasihan pribadi bisa digunakan untuk memperluas visi pribadi masing- masing. Maka, seperti yang banyak terjadi dalam organisasi, pelatihan dan pendidikan lebih banyak menguntungkan individu karyawan ketimbang organisasi tempat mereka bekerja. Pada sejumlah organisasi, kurangnya budaya belajar bisa menjadi hambatan untuk belajar. Sebuah lingkungan harus diciptakan agar setiap individu mau berbagi pelajaran tanpa mengabaikan kontribusi individu tersebut untuk pembelajaran. Sehingga lebih banyak orang yang bisa meraih manfaat dari pembelajaran tersebut. Setiap orang akan menjadi lebih terbedayakan. Sebuah organisasi pembelajar harus mau menghilangkan struktur hirarki tradisional, yang lebih menunjukkan aspek komando ketimbang pemberdayaan. Resistensi untuk belajar juga terjadi dalam organisasi jika mentalitas terus belajar tersebut tidak ada pada setiap individu. Hambatan pembelajaran bisa muncul akibat adanya orang-orang yang merasa terancam dengan perubahan atau meyakini akan mengalami kerugian paling banyak (akibat perubahan). Biasanya orang-orang seperti ini memiliki pola pikir tertutup dan tidak ingin terikat dengan model mental dari organisasi pembelajar. Perlu dipastikan bahwa pembelajaran harus diterapkan untuk seluruh organisasi, karena kalau tidak, pembelajaran bisa dipandang bersifat elitis dan terbatas untuk level senior. Kalau ini terjadi, pembelajaran tidak lagi merupakan visi bersama. Keinginan untuk meraih kefasihan pribadi harus menjadi pilihan setiap individu, di mana organisasi memfasilitasinya secara efisien dan efektif. Manfaat menjadi organisasi pembelajar antara lain: - Mampu mempertahankan level inovasi dan tetap kompetitif - Mampu merespons tekanan eksternal lebih baik - Memiliki pengetahuan lebih baik dalam menghubungkan sumberdaya dengan kebutuhan pelanggan - Mampu meningkatkan kualitas dari output dari setial level - Meningkatkan citra perusahaan dengan menjadi lebih berorientasi pada sumberdaya manusia - Mempercepat proses perubahan dalam organisasi n (Diolah dari berbagai sumber) Tips & HUMAN CAPITAL JOURNAL FORUM Mengadakan Forum Diskusi & Best Practice Sharing dengan topik: 8dariDosa Mematikan Evaluasi Kinerja M endidik manajer untuk bisa melaksanakan evaluasi secara efektif dan konsisten adalah sangat penting, terutama karena baik manajer maupun karyawan merasa tidak nyaman mendiskusikan kinerja. Training tersebut seyogyanya termasuk memperingatkan supervisor untuk tidak mengulangi 8 kesalahan umum yang seringkali menjadikan proses evaluasi terdistorsi dan menjadi tidak valid: 1 Mendasarkan evaluasi terhadap perilaku karyawan akhir-akhir ini, ketimbang mengevaluasi periode kinerja keseluruhan 2 Membiarkan faktorfaktor yang tidak relevan atau tidak terkait kepada pekerjaan mempengaruhi evaluasi, seperti penampilan fisik, kelas sosial, partisipasi dalam program bantuan karyawan, atau permintaan maaf atas absensi 3 Gagal memasukkan komentar yang tidak disukai dalam evaluasi, kendatipun hal itu harus dilakukan 4 Memberikan peringkat seluruh bawahan dengan nilai yang hampir sama dalam skala peringkat, biasanya di tengah-tengah skala 5 Membiarkan satu karakteristik karyawan atau aspek dari kinerja kerja mendistorsikan seluruh proses pemeringkatan 6 Memberikan penilaian seluruh karyawan terlalu longgar atau terlalu ketat 7 Membiarkan peringkat seseorang yang sangat bagus atau terlalu jelek mempengaruhi seluruh pemeringkatan karyawan lainnya (“halo effect”) 8 Mengikutkan perasaan pribadi untuk membuat proses evaluasi menjadi bias n BUILDING STRATEGIC PERFORMANCE MANAGEMENT Strategic Performance Management (SPM) merupakan sistem manajemen kinerja yang dibangun berdasarkan strategi organisasi, sekaligus merupakan alat eksekusi strategi. SPM merupakan tanggung jawab semua unit dalam organisasi, di mana unit manajemen SDM berperan untuk memfasilitasi penyusunan SPM dan mengelola SPM bersama dengan unit Corporate Planning dan sebagainya. Dalam diskusi dan sharing ini akan dibahas konsep dan implementasi SPM. Hari/Tanggal : Selasa, 16 Agustus 2011 Pukul : 13.30 – 15.30 WIB Tempat : Ruang AEBC Gedung Menara Kadin Lantai 29 Jl. Rasuna Said X-5, Kav. 2-3, Jakarta Pembicara : 1) Syahmuharnis, Direktur PT Menara Kadin Indonesia/ Chief Editor Human Capital Journal 2) Cahyo Winarto Direktur Human Capital Bosowa Group/ Mantan Direktur HR Astra Credit Companies * Biaya partisipasi : Rp 150.000/peserta; peserta mendapatkan konsumsi dan materi Presentasi Peserta : Terbuka untuk direksi, VP, kepala divisi, manajer, dan staf di berbagai bidang, termasuk HR * Dalam konfirmasi Daftarkan diri Anda segera melalui: - E-mail ke [email protected]; learning [email protected]; [email protected] - Telepon 021-5790 3840, Fax. 021-527 4443 . Pembayaran bisa ditransfer ke: Bank Mega Cabang Rasuna Said, Rek. No. 010200011003221 a/n PT Menara Kadin Indonesia atau bayar di lokasi dengan terlebih dahulu mendaftarkan diri ke Poppy/Anti/Asri. Human Capital Journal - Agustus 2011 | 23 Periscope SCBHRM Solusi Untuk Menyelaraskan ® Strategi Bisnis Dengan Kompetensi (Bagian Terakhir dari 2 tulisan) D apat disimpulkan bahwa dalam mendesain CBHRM dibutuhkan pemahaman yang memadai mengenai Strategic Planning, sementara banyak desainer CBHRM yang tidak menguasai kompetensi tersebut. Sehingga dapat dipahami bila CBHRM yang disusun tidak ‘aligned’ dengan strategi dan sasaran organisasi. Dari berbagai pengamatan dan wawancara di lapangan ditemukan bahwa banyak praktisi maupun konsultan yang mengabaikan hal ini, sehingga perumusan Core Competency dan Competency Model menjadi kabur. Dari sini pula dapat dipastikan bahwa CBHRM bukan lagi pendekatan yang terbatas dalam lingkup manajemen SDM namun telah menjadi pendekatan Strategic Management sehingga dapat dipahami pula mengapa manajemen puncak harus terlibat sejak awal dalam program ini. CBHRM dalam arti harafiahnya adalah pengelolaan SDM berbasis kompetensi, namun ‘prerequisite’ (prasyarat) yang perlu dipersiapkan organisasi tidaklah sederhana, terutama pada tataran strategik. Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melaksanakan CBHRM adalah : • ‘Strategic Plan’ (Rencana Strategik) yang matang dan akurat sehingga menjadi rujukan yang tepat untuk menetapkan Core Product, Core Competency, Core Value, dan Competency Model. • ‘Paradigm Shifting’ (Perubahan 24 | Human Capital Journal - Agustus 2011 Paradigma). Perubahan paradigma bukan hanya menyangkut perubahan pola pikir (mind set) akan tetapi juga perubahan sikap mental (mental set). Banyak terjadi di organisasi, ketika program CBHRM akan dirancang atau bahkan sudah akan diimplementasikan terjadi penolakan baik dari para karyawan maupun para pimpinannya sendiri yang awalnya mendukung program ini. Penolakan ini umumnya muncul karena adanya berbagai perubahan-perubahan dalam internal organisasi sehingga karyawan dan pimpinan merasa terancam posisi jabatannya. Itu mengapa CBHRM tidak dapat dilaksanakan secara sepihak, akan tetapi harus melibatkan seluruh individu. Sosialisasi yang menyeluruh biasanya merupakan solusi yang cukup efektif untuk memberikan pengertian dan memperoleh dukungan yang penuh terhadap program ini. • Kesiapan Sistem Manajemen. Banyak organisasi tertarik untuk menerapkan CBHRM namun ingin short cut (potong kompas) karena membutuhkannya secara cepat, namun sistem manajemen yang ada belum siap. Misalnya, Strategic Plan belum dibuat, belum memiliki KPI dan Job Description, Struktur Organisasi tidak jelas, dan sebagainya. Biasanya desainer terpaksa membenahi dulu prerequisite ini agar proses CBHRM berjalan dengan baik. Akibatnya, biaya program akan meningkat. Dari pengamatan terhadap beberapa organisasi yang menerapkan CBHRM terlihat bahwa permasalahan yang menyangkut ketiga hal tersebut di atas hampir selalu muncul, sehingga tidak mengherankan jika program CBHRM kerapkali terhenti di tengah. Kembali kepada 5 faktor kegagalan yang disebutkan di bagian awal, faktor nomor 1 s/d 4 umum dialami dalam penerapan konsep/pendekatan apap pun, bukan hanya CBHRM. Faktor yang terkait langsung dengan kesalahan penerapan konsep CBHRM adalah faktor terakhir (nomor 5) oleh karena penerapan tidak sesuai dengan konsep. Mengapa bisa terjadi demikian? Dari beberapa wawancara dan pengamatan disimpulkan bahwa kebanyakan praktisi/konsultan yang mendesain CBHRM tidak memahami secara utuh bagaimana mengaitkan kepentingan pencapaian sasaran-sasaran strategik organisasi dengan pembangunan kompetensi bisnis/organisasi dan Periscope kompetensi SDM. Karena tidak/kurang kompeten dalam Strategic Planning, para desainer ini sekedar menjadikannya sebagai wallpaper, sebagai background, tanpa memahami bagaimana menerjemahkan berbagai sasaran-sasaran strategik tersebut kedalam kompetensi. Itu lah mengapa seorang CEO dari sebuah perusahaan IT services di Jakarta pernah mengatakan desainer CBHRM seharusnya adalah seorang Strategic Planner. Tepat sekali. Hal itu yang jarang terpikirkan oleh para praktisi SDM bahwa urusannya bukan sematamata mengurusi kompetensi SDM akan tetapi strategi dan sasaran organisasi. Terhadap hal ini Dave Ulrich, yang dianggap sebagai bapaknya Manajemen SDM menyatakan dalam bukunya Human Resource Champions (1994), output dari manajemen SDM adalah eksekusi strategi, dimana tindakan utama yang harus dilakukan adalah mengubah strategi bisnis kedalam prioritas strategi pengembangan SDM. Dalam skema HR Capability Framework yang diajukannya, peran yang disebutkannya itu disebut sebagai Strategic Business Partner (SBP), dimana fokus SBP ini adalah bagaimana menyelaraskan sasaran-sasaran kinerja organisasi dan kompetensi organisasi dan SDM sebagai mana digambarkan dalam skema (Gambar 2). Konsep Ulrich ini sampai sekarang masih up to date, bahkan lebih ditajam- Gambar 2. Ada suatu konsep yang mampu menjembatani strategi & sasaran organisasi dengan pembangunan kompetensi yakni ‘Key Performance Indicator’. Konsep KPI yang dirumuskan pertama kali oleh Carol TF Gibbon kan oleh beliau fokus fungsi manajemen SDM bukan saja di lingkungan internal namun meluas kepada eksternal organisasi (pelanggan) yang diistilahkan sebagai ‘HR Customer’. Intinya, fungsi pengelola SDM harus berfokus pada strategi & sasaran kinerja organisasi dan menyelaraskannya dengan kompetensi yang dibangun. Jika demikian halnya, bagaimana caranya melakukan ‘strategic alignment’ (penyelarasan strategik) antara strategi dan sasaran organisasi dengan kompetensi organisasi? Lalu bagaimana pula menjabarkan (‘cascading down’) kompetensi organisasi ini kepada kompetensi-kompetensi yang tersebar di seluruh unit organisasi? Disinilah konsep Ulrich tersebut mendapatkan pembenaran dari Kaplan & Norton melalui konsep Balanced Scorecard dan Strategy Map (Peta Strategi) nya. Fungsi pengelolaan SDM yang berfokus pada alignment strategi & sasaran kinerja organisasi dan kompetensi dapat dikatakan merupakan penjabaran konsep ‘Strategy Focused Organization’ dari Kaplan & Norton. Dalam BSC, salah satu dari 4 perspektif yang disodorkan Kaplan & Norton adalah ‘Learning & Growth’ (Pembelajaran & Pertumbuhan) dimana intinya adalah bagaimana organisasi menumbuhkan, mengembangkan dan memanfaatkan kompetensi yang ada di dalam organisasi untuk menciptakan nilai bagi pelanggan (atau dengan kata lain untuk mencapai strategi & sasaran organisasi). Ada suatu konsep yang mampu menjembatani strategi & sasaran organisasi dengan pembangunan kompetensi yakni ‘Key Performance Indicator’ (Indikator Kinerja Utama). Konsep KPI yang dirumuskan pertama kali oleh Carol TF Gibbon (1990) ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari BSC dan Strategy Map yang dirancang Kaplan & Norton. KPI yang diartikan sebagai tolok ukur/indikator pencapaian sasaran kinerja yang utama merupakan penjabaran kaidah ‘SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Tractable) yang selama ini telah digunakan dalam menetapkan sasaran-sasaran bisnis. Melalui konsep KPI ini, kompetensi dapat dirumuskan secara akurat, tidak mengira-ira atau berasumsi seperti yang selama ini dilakukan oleh praktisi SDM. Melalui konsep KPI ini CBHRM dapat diterapkan secara sempurna dan kompetensi dapat di cascaded secara menyeluruh sampai Human Capital Journal - Agustus 2011 | 25 Periscope caded ) ke level-level di bawah sampai pada level operasional. Dengan cara demikian, dipastikan akan terjadi penyelarasan yang menyeluruh baik secara y vertikal maupun horizontal, mev nyangkut KPI maupun kompetensi. ny Setelah Setel kompetensi dibangun, barulah berba berbagai program/sistem SCBHRM dapat dilaksanakan. Arsitektur SCBHRM dila sebenarnya sebenarn tidak banyak berbeda dengan arsitektur CBHRM yang generik, bedanya adalah pe penekanan pada unsur-unsur Perencanaan Strategik lebih dominan, Perencan sebagaimana digambarkan dalam skema sebagaim (Gambar 4). Gambar 3 ke level paling bawah. Model CBHRM yang strategic-based ini disebut sebagai SCBHRM® (Strategic Competencybased Human Resource Management). SCBHRM® dapat didefinisikan sebagai Sistem Pengelolaan SDM berbasis Kinerja dan Kompetensi yang mengacu pada perencanaan strategik organisasi. Sebenarnya tidak ada perbedaan secara signifikan dengan konsep asli CBHRM, oleh karena SCBHRM sebenarnya bertujuan untuk mengembalikan proses penerapan CBHRM sebagaimana yang dinyatakan dalam konsep dasarnya. Yang berbeda dalam konsep ini adalah SCBHRM memiliki metode spesifik dalam menerjemahkan strategi dan sasaran kinerja organisasi kepada berbagai kompetensi yang dibutuhkan organisasi, yang disebut sebagai Strategic Competency Modelling® (SCM). SCM memungkinkan desainer CBHRM merumuskan berbagai kompetensi strategik atau kompetensi bisnis yang utama yang dibutuhkan organisasi berdasarkan Sasaran-Sasaran Strategik Organisasi yang dijabarkan dalam berbagai KPI Strategik (KPI Organisasi) secara akurat. Dari kompetensi strategik ini kemudian dikembangkan Competency Model yang merupakan blueprint kompetensi dari suatu organisasi. Selanjutnya dari Competency Model ini diturunkanlah 26 | Human Capital Journal - Agustus 2011 berbagai kompetensi yang dibutuhkan seluruh unit organisasi yang harus merujuk pula pada KPI-KPI di setiap level organisasi, sebagaimana yang tergambar dalam skema SCM (Gambar 3). Perumusan kompetensi mulai dari level strategik (kompetensi organisasi/ kompetensi strategik) harus ditetapkan setelah KPI organisasi dirumuskan, lalu dengan cara yang sama diturunkan (cas- Gambar 4 Selain itu ada sedikit perbedaan dalam penggambarannya, dimana Strategic Plan (Mission, Vision, Strategies, Objectives) diletakkan di bagian paling bawah oleh karena merupakan fondasi atau platform bagi pengembangan berbagai sistem manajemen, termasuk didalamnya SCBHRM (CBHRM). Membangun sistem dalam organisasi memang dapat diibaratkan seperti membangun gedung. Makin tinggi bangunannya, semakin kokoh pula fondasi yang dibutuhkan. Sehingga semakin jelas dan akurat Stra- Periscope Dapatkan Gambar 5 tegic Plan dan semakin tinggi komitmen top management terhadap Strategic Plan yang dibuat, semakin tepat sasaran pula SCBHRM yang disusun. Roadmap penyusunan SCBHRM adalah sebagaimana digambarkan dalam skema (Gambar 5). SCBHRM adalah suatu infrastruktur atau sistem dimana di dalamnya dapat diletakkan berbagai macam program pengembangan, termasuk apa yang akhir-akhir ini dikenal sebagai Talent Management atau People Development. Program apapun juga sejauh menyangkut pengembangan SDM tidak akan dapat berjalan bila infrastruktur kompetensinya belum dibangun, sehingga menjadi salah kaprah bila ingin menggantikan pendekatan CBHRM dengan pendekatan lain namun ternyata masih bersandar pada konsep kompetensi. Beberapa paradigma baru memang banyak bermunculan, namun konteksnya tetap saja dalam lingkup kompetensi. Bagaimana kita memahami keunggulan seseorang bila tidak dikaitkan dengan kebutuhan organisasi? Untuk apa kita mengembangkan talent (bakat) seseorang bila talent tersebut tidak dibutuhkan oleh organisasi? Pendekatan seperti ini sebenarnya setback kepada pendekatan manajemen SDM tradisional dimana pengembangan kompetensi lebih difokuskan untuk kepentingan pengembangan individu SDM sehingga lupa bahwa peningkatan knowledge, skill, & attitude karyawan sebenarnya ditujukan semata-mata untuk pencapaian sasaran organisasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan setiap individu dalam organisasi tersebut. Dalam program SCBHRM yang telah diselenggarakan di beberapa perusahaan swasta, instansi Pemerintah dan lembaga nirlaba di Jakarta, penulis mendapatkan kenyataan bahwa aplikasi CBHRM cukup efektif dan bermanfaat baik bagi top management, pengelola SDM maupun bagi seluruh jajaran karyawan. Top management dapat memastikan secara jelas tercapainya strategi dan sasaran organisasi, pengelola SDM memiliki pedoman yang jelas dalam menyusun program-program pengembangan kompetensi yang dibutuhkan untuk pencapaian berbagai sasaran organisasi tersebut, dan para karyawan memiliki kejelasan terhadap sasaran kerjanya, kompetensi yang dibutuhkan darinya, serta kejelasan pengembangan diri dan karirnya selama di organisasi tersebut. Salam dan sukses untuk semua. n Jakarta, 28 Juni 2011 R. Chandra - Managing Consultant PT. Menara Kadin Indonesia (MKI Corporate University) Dengan Cara Berlangangganan Info : 5790 3840 Human Capital Journal - Agustus 2011 | 27 Column : Leadership Kepemimpinan : Arti, Makna dan Apl D alam tulisan bagian pertama, sudah diuraikan apa yang dimaksud dengan Leadership atau kepemimpinan. Bahwa Leadership adalah ‘dealing with people’ atau sering pula disebut sebagai People skill atau Soft skill. Disebutkan pula bahwa setiap insan memiliki kompetensi leadership sejak lahir, dan berkembang sejalan dengan aktifitas keseharian dalam mengembangkan dirinya. Bagaimana untuk mengembangkan leadership dalam diri kita, dan pertanyaan yang sama ialah bagaimana kita bisa membantu untuk mengembangkan leadership seseorang, anak buah atau teman atau rekan kerja. Mengembangkan leadership ialah dengan cara mengembangkan 2 aspek dasar ialah ‘IntraPersonal’ dan ‘Inter-Personal’. Kedua aspek ini harus berkembang dengan baik khususnya aspek intra-personal, yang merupakan ‘core’ atau inti dari kepemimpinan. Intra-personal ialah kemampuan seseorang dalam mengembangkan karakternya, yaitu terkait dengan “Moral, Pengendalian Emosi (EQ); Sikap-Mental” dan “Self skill”. Seorang pemimpin/manager yang memiliki Intra-personal yang kuat, maka akan memiliki potensi leadership yang sangat kuat dan mampu memberi pengaruh yang sangat besar kepada orang lain. Sebaliknya seorang pemimpin/manager yang intra-personal nya lemah, akan menjadi pemimpin yang munafik atau bahkan pemimpin yang cenderung merusak. Moral adalah kemampuan seseorang untuk bertindak dan menjaga perilakunya agar senantiasa berada pada koridor norma – norma kehidupan yang berlakupada lingkungannya atau masyarakat. Karena esensi leadership adalah ‘mempengaruhi’, maka moral adalah merupakan fondasi utama dalam leadership. Sebagai contoh yang cukup ekstrem ialah, ‘Preman’ adalah seorang yang memiliki leadership yang kuat. Namun karena moral nya rendah atau negatif, maka kompetensi leadershipnya diaplikasikan pada aspek yang negatif pula, atau disebut sebagai ‘unethical leader’. Mother Teresa yang memiliki moral yang sangat tinggi dan leadership yang kuat, dikenal sebagai ‘ethical leader’ yang sangat dihormati. Bagaimana kita mengembangkan moral? Adalah dengan cara melalui berbagai aspek, yaitu mengaplikasikan IQ (Intelligence Quotient), mengembangkan EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). Dua aspek terpenting dari tiga aspek tersebutialah EQ dan SQ. Dan satu aspek terpenting yang akan sangat menentukan pengembangan moral ialah EQ. Melalui pengembangan SQ, diharapkan bahwa seseorang akan memiliki pemahaman dan keyakinan yang cukup kuat untuk berada pada norma kehidupan yang berlaku. SQ juga sebagai landasan EQ. Selanjutnya yang sangat menentukan dalam pengembangan moral adalah EQ, atau kemampuan dalam mengendalikan emosi diri. Maka untuk memiliki kemampuan leadership yang kuat, harus dimulai dan fokus untuk mengembangkan EQ. Empat tahapan dalam pengembangan EQ adalah melalui; ‘Self Awareness’ yaitu evaluasi atas diri sendiri; ‘Self Management’ yaitu kemampuan untuk mengatur atau mengontrol diri; ‘Social Seorang pemimpin/ manager yang tidak memiliki intra-personal yang baik dan kurang dapat menguasai dirinya, maka kemampuan leadershipnya atau kemampuan ‘dealing with people’ akan rendah. 28 | Human Capital Journal - Agustus 2011 Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto plikasinya (Bagian 2 dari 5 tulisan) Awareness’ yaitu kesadaran atas aspek sosial (empati); ‘Relation Management’ yaitu pengendalian emosi untuk berhubungan dengan orang lain. Aspek berikutnya dalam pengembangan intrapersonal ialah ‘sikap mental’. Leadership akan berkembang dengan baik sejalan dengan sikap yang terbentuk pada setiap individu. Dimulai dengan sikap positif dalam menghadapi segala bentuk tantangan, maka akan terbentuk leadership yang kuat. Sebaliknya, sikap yang negatif akan melemahkan leadership seseorang. Sikap akan sangat menentukan mental. Sebagai contoh, timbulnya mental yang gigih atau mental yang pantang menyerah, adalah karena sikap yang positif terhadap tantangan yang tengah dihadapinya. Namun bila yang ditimbulkan adalah sikap negatif, maka mental yang terbentuk juga akan berupa motivasi yang lemah atau merasa putus asa atau mudah menyerah, dan sebagainya. Emotional Quotient, sikap dan mental, adalah aspek intra-personal yang saling terkait, dimana kesemuanya akan mempengaruhi perilaku, tindakan dan leadership style. Kompetensi self-skill pada intra-personal ialah terkait dengan Intelligence Quotient. Beberapa bentuk self-skill adalah antara lain seperti: pola pikir, sudut pandang, kemampuan melihat potensi kedepan, dan sebagainya. Jadi, seluruh aspek Intra-personal yang meliputi Moral, Pengendalian Emosi (EQ), Sikap, Mental dan Self skill, adalah merupakan landasan utama atau core daripada Leadership. Hal ini semua adalah jawaban atas pertanyaan diatas, “bagaimana mengembangkan leadership?” yaitu diawali dengan pengembangan Intra-personal. Proses pengembangan ini berlangsung sepanjang masa dan perlu fokus. Siapapun, berapapun umurnya, apapun jabatannya, harus senantiasa mengembangkan aspek intra-personal dengan fokus. Seorang pemimpin/ manager yang tidak memiliki intra-personal yang baik dan kurang dapat menguasai dirinya, maka kemampuan leadershipnya atau kemampuan ‘dealing with people’ akan rendah. Manager tersebut akan sulit untuk mengambil keputusan dengan baik, atau kesulitan dalam memotivasi orang atau sulit untuk mengatasi konflik, sulit untuk bertindak sebagai katalis, dan sebagainya. Aspek kompetensi lainya untuk mengembangkan kompetensi Leadership, ialah ‘Inter-personal’ skill, yaitu kemampuan antar orang. Inter-personal skill meliputi antara lain kemampuan dalam komunikasi, behavior dan social skill. Kompetensi komunikasi adalah meliputi komunikasi verbal, mendengar (active listening), bertanya (questioning), klarifikasi (clarifying). Kompetensi komunikasi merupakan skill utama dalam hubungan antar orang, dimana tindakan leadership adalah sebagian besar melalui komunikasi. Melalui komunikasi yang efektif, maka manager akan dapat mempengaruhi anak buahnya agar melakukan pekerjaan dengan motivasi yang tinggi. Yang dimaksud komunikasi yang efektif ialah bila dalam waktu yang relatif pendek, lawan bicara telah memahami seluruh pesan yang disampaikan dan termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan maksimal. Kondisi demikian bisa tercapai bila komunikasi dilakukan dengan baik secara dua arah dalam bentuk verbal, dengan diselingi kemampuan mendengar, bertanya dan klarifikasi. Kemampuan social skill ialah mencakup kemampuan dalam berpresentasi, bernegosiasi, memotivasi, bertindak sebagai katalis, dan sebagainya. Jadi kita telah mengenali dua aspek intrapersonal dan inter-personal dan unsur-unsur turunannya yang meliputi: moral, EQ, sikap mental, self skill, komunikasi, tindakan, social skill, dimana semuanya adalah merupakan elemen dasar dalam leadership. Maka untuk meningkatkan kompetensi leadership, seluruh elemen tersebut perlu terus dikembangkan oleh setiap individu, khususnya para pimpinan n (Bersambung) Tulisan pada edisi selanjutnya akan dijelaskan aplikasi leadership ditempat kerja. Brata Taruna Hardjosubroto adalah mantan Eksekutif IBM & Indosat Group, sekarang berprofesi sebagai Executive Coach dan Practice Leader MKI Corporate University. Human Capital Journal - Agustus 2011 | 29 Column : Succes Motivation Personal Goal Setting Vs C S eorang ayah berkata kepada putranya yang baru lulus kuliah di sebuah sekolah bisnis terkemuka : “ jangan kamu pernah menikahi perusahaan, karena tidak ada perusahaan manapun yang mau “menikahi-mu”. Pada intinya sang ayah ingin berpesan kepada sang anak, bahwa setiap organisasi butuh LOYALITAS, namun hanya segelintir perusahaan yang bersedia menghargai loyalitas itu sendiri, bahkan banyak perusahaan mengangkat, memecat, dan membebas tugaskan seseorang berdasarkan kebutuhan ekonomi yang sedang berlaku. Dan hal ini telah mengajari para karyawan untuk tidak menjadi loyal. Apakah anda pernah mengalami atau mendengar dari rekan-rekan anda, ada perusahaan yang memungkinkan karyawan baru mendapatkan gaji paling bagus dibandingkan karyawan lama, sehingga satu-satunya cara bagi mereka untuk mendapatkan kenaikan gaji atau promosi adalah mencari penawaran yang lebih bagus dari perusahaan pesaing dan mengancam untuk hengkang dari tempat bekerjanya sekarang ? Kita juga sering kali mendengar keluhan beberapa karyawan yang mengatakan kalau manajemen perusahaannya seringkali mendengungkan akan memberi kesempatan yang luas kepada mereka untuk naik jabatan, namun lagi-lagi kenyataannya posisi yang kosong itu ternyata diisi oleh orang-orang baru dari luar. Apakah memang seseorang harus berganti perusahaan dan pekerjaan dalam perjalanan karirnya, dan bukan sebaliknya tetap loyal kepada satu perusahaan? Kabar baiknya adalah masih ada perusahaan-perusahaan yang tidak seperti yang digambarkan tersebut di atas, masih ada perusahaan yang mengerti bahwa angkatan kerja yang langgeng, antusias dan berkomitmen merupakan kunci sukses yang berkelanjutan dan sekaligus merupakan jaminan untuk mencegah biaya mahal jangka panjang yang diakibatkan oleh adanya turnover yang tinggi. Untuk membuktikan keraguan kita akan hal ini, kita dapat mencari orang-orang yang sudah bekerja disebuah perusahaan selama sepuluh tahun atau 30 | Human Capital Journal - Agustus 2011 lebih, dan masih tetap tertarik serta berdedikasi terhadap tempat bekerjanya, tanyakan kepada mereka mengapa bisa begitu bangga dan loyal terhadap perusahaan mereka? Jawabannya tentu saja bervariasi, akan tetapi semuanya itu dapat disimpulkan dengan satu kalimat : “Mereka menjadi milik suatu organisasi yang sangat memperdulikan, memberi tantangan, mempercayai, dan menginginkan yang terbaik dari mereka, dan bukan sekadar sebagai karyawan, tetapi sebagai manusia seutuhnya“. Tentu saja mereka juga mengatakan kalau sebagai imbalannya, perusahaan tempat mereka bekerja juga meminta waktu, tenaga dan loyalitas mereka, artinya organisasi memberi banyak, juga pasti menuntut banyak. Tentu saja loyalitas dan dedikasi karyawan tidak muncul begitu saja. Manajemen perusahaan harus mewujudkannya terlebih dahulu, dengan menciptakan iklim-iklim LOYALITAS, KEPEDULIAN dan KEPERCAYAAN yang merupakan benda termahal namun hasilnya TIDAK TERNILAI bagi suatu organisasi yang ingin terus maju bersama para karyawannya, karena Loyalitas melahirkan Loyalitas, Kepercayaan melahirkan Kepercayaan, Persahabatan melahirkan Persahabatan, Kepedulian melahirkan Kepedualian, dan tentu saja Komitmen melahirkan Komitmen. Sesuatu yang SANGAT SEDERHANA SEKALI, namun tentu saja diperlukan suatu KEMAUAN yang BESAR untuk melaksanakannya. Seorang VP Sony Corporation, Sadami Wada, pernah mengungkapkan sebagai berikut : “Saat pertama kali ke Amerika Serikat, saya beranggapan begitu enaknya bos perusahaan di Amerika, karena dapat memecat karyawan kapanpun bisnis sedang anjlok“, namun Wada kemudian segera mengubah pikirannya : “Sekarang saya mengerti mengapa sebagian perusahaan di Amerika gagal mendapatkan loyalitas dan dedikasi dari karyawannya“, itu karena karyawan tidak mungkin mau peduli dengan perusahaan atau bos yang sudah mengambil ancang-ancang untuk mencabut sumber penghidupan mereka, jika terjadi masalah dalam tubuh perusahaan. Oleh : Gani Gunawan Djong s Corporate Vision Melakukan pemecatan tentu saja merupakan sesuatu yang sangat mahal dan membuat sebuah perusahaan gagal mempertahankan orang-orang cemerlang yang menuntut kemapanan kerja, dan kebijakan ANTI PHK juga telah diambil oleh beberapa perusahaan di Amerika seperti IBM, HP dan Delta Air Lines, dan mereka bersumpah untuk terus memegang prinsip ini, sebagai gantinya untuk dapat bertahan dalam melewati krisis ekonomi, mereka melakukannya dengan caracara yang bijaksana yakni ; merampingkan gaji jajaran direksi, melatih dan menerjunkan kembali orang-orang yang pekerjaannya dihapus, meminjamkan karyawan sementara waktu ke perusahaan lainnya, memberikan uang tunjangan bagi karyawan yang secara sukarela mengundurkan diri atau pensiun dini, dan berbagai kebijakan lainnya. Namun jaminan kerja seperti di atas, tidak cukup untuk menciptakan LOYALITAS dan KOMITMEN yang diperlukan bagi KEBERHASILAN JANGKA PANJANG suatu organisasi atau perusahaan, hal ini hanya merupakan LANGKAH AWAL untuk menciptakan suatu tim yang loyal dan stabil. Pihak manajemen perusahaan juga harus senantiasa untuk membangun kepercayaan dengan MENGKOMUNIKASIKAN TUJUAN DAN KEBIJAKAN PERUSAHAAN kepada segenap karyawannya. Selain melakukan pengarahan formal juga perlu ditindak lanjuti dengan diskusi dengan para supervisor kelompok, sehingga pihak manajemen juga dapat mendeteksi dan juga sekaligus memecahkan permasalahan dari sumbernya langsung, dan mendapatkan pemikiran-pemikiran atau ide-ide baru dalam perbaikan operasi perusahaan serta menjalin hubungan yang lebih baik dengan setiap pribadi dalam organisasi. Seorang Konsultan Manajemen, Laurence Haughton, menyatakan bahwa ada 4 cara untuk menutup celah antara apa yang direncanakan perusahaan dan apa yang terjadi, sehingga akan membuat karyawan lebih terlibat dalam penciptaan inisiatif baru, menyeimbangkan kontrol dengan koordinasi dalam tim menjadi lebih efektif, memastikan ekspetasi yang jelas bagi seluruh anggota tim, serta menjaga urgensi dan momentum sehari-hari. Menurutnya, keberhasilan organisasi atau perusahaan jangka panjang tidak ditentukan oleh suatu Strategi atau Taktik yang digunakan oleh perusahaan tersebut, akan tetapi lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut dapat MENGIMPLEMENTASIKANNYA DENGAN SESEMPURNA MUNGKIN, dan hal ini sering kali gagal karena kurangnya “ TINDAK LANJUT “. Untuk dapat bisa mencapai CORPORATE VISION & MISSION, maka pihak manajemen perusahaan juga harus dapat mampu menerjemahkan Strategi dan Taktik perusahaan, agar dapat diimplementasikan ke setiap tingkat di segala jajaran organisasi, Manajemen peru- sahaan harus mewujudkannya terlebih dahulu, dengan menciptakan iklim-iklim LOYALITAS, KEPEDULIAN dan KEPERCAYAAN yang merupakan benda termahal namun hasilnya TIDAK TERNILAI bagi suatu organisasi yang ingin terus maju Human Capital Journal - Agustus 2011 | 31 Column : Succes Motivation sehingga pada akhirnya akan menjadi PERSONAL GOAL SETTING dari pada para anggota tim yang akan menindak lanjutinya. Laurence Haughton, memberikan 4 komponen penting agar “tindak lanjut” ini dapat terjadi, yakni sebagai berikut : Seorang pemimpin yang hebat adalah mereka yang mampu untuk membuat para bawahannya BERADA DALAM SUASANA HATI YANG BAGUS untuk melakukan TINDAK LANJUT, yang pada akhirnya akan menjamin adanya lebih banyak INISIATIF INDIVIDU. • Arah Yang Jelas Sering kali di lapangan, banyak dijumpai para pelaksana tidak mengerti apa yang menjadi ekspektasi pihak manajemen perusahaan, sehingga mereka melihatnya sebagai suatu ekspektasi yang samar, umum dan berkonflik, dan untuk itu pihak top manajemen harus memberikan ARAH YANG JELAS menjadi target yang jelas, spesifik, dan terkoordinasi, sehingga para bawahan dapat secara konsisten membuat keputusan yang tepat. Para manajer bukan hanya sekedar melihat para bawahan menggangukkan kepala, tapi juga harus benar-benar memastikan kepada anggota timnya mengerti dengan jelas arahan yang diberikannya, ditengah banyak tekanan, tenggat waktu, dan terlalu banyaknya hal yang harus dilakukan oleh para bawahannya. • Orang Yang Tepat Hal lain yang menyebabkan tidak tercapainya ekspektasi pihak manajamen perusahaan, adalah karena tidak ditempatkannya ORANG YANG TEPAT yang seharusnya melakukan tindak lanjut. Suatu perusahaan bisa saja memiliki PRODUK atau PELAYANAN yang terbaik, namun tanpa orang yang tepat dari jajaran atas sampai bawah, maka kita tidak mungkin “melakukan tindak lanjut” yang bisa merealisasikan ekspetasi pihak manajemen. 32 | Human Capital Journal - Agustus 2011 • Keterlibatan Walaupun pihak manajemen sudah mengkomunikasikan visi, misi, nilai, dan prinsip-prinsipnya, dan sebaik apapaun strategi dan taktik yang sudah direncanakan, namun semua ini hanya akan menjadi sia-sia jika TIDAK ADA KETERLIBATAN dari para anggota tim dalam MENINDAK LANJUTINYA. Disinilah peran seorang manajer untuk menjadi seorang PEMIMPIN HEBAT dan menjadikan bawahannya menjadi TIM HEBAT. • Inisiatif Individu Seorang pemimpin yang hebat adalah mereka yang mampu untuk membuat para bawahannya BERADA DALAM SUASANA HATI YANG BAGUS untuk melakukan TINDAK LANJUT, yang pada akhirnya akan menjamin adanya lebih banyak INISIATIF INDIVIDU. Melalui ke 4 hal tersebut diatas, maka bagaimanapun posisi perusahaan anda sekarang, baik sebagai PEMENANG yang secara konsisten mengunguli kinerja pesaing anda, maupun PECUNDANG yang jatuh dari waktu ke waktu, PEMANJAT yang mulai dengan kinerja buruk kemudian bisa memperbaiki diri secara drrastis, maupun YANG JATUH yang mulai dengan keuntungan lumayan kemudian mengalami penurunan, dapat mempertahankan dan bangkit kembali, dengan bukan hanya memilih STRATEGI dan TAKTIK yang tepat, namun mampu MENGKOMUNIKASIKANNYA, sehingga dapat ditindak lanjuti oleh semua jajaran dalam organisasi anda. Hanya dengan cara demikian CORPORATE VISION & MISSION dapat dirubah menjadi PERSONAL GOAL SETTING bagi setiap anggota didalam tim anda. Ingat untuk menjadi ORGANISASI SUKSES dibutuhkan INDIVIDUINDIVIDU SUKSES didalam organisasinya, dan ORGANISASI PEMBELAJAR adalah terdiri dari INDIVIDU PEMBELAJAR didalamnya, yang mau terus menerus meningkatkan potensi dirinya. n Gani Gunawan Djong, Motivator dan Success Coach. Success Motivation Institute, Inc, Southeast Asia Regional Office Email : [email protected], Mobile : +6221815717594. Phone : +62214500075 Website : www.success-motivation.com Center of Excellence in Business, Leadership & Management Menyelenggarakan Program Pelatihan 3 Hari Comprehensive Assessment Center (Potency & Competency-based) CERTIFICATE OF COMPETENCE Latar Belakang C omprehensive Assessment Centers (CAC) adalah suatu metode asesmen yang menggunakan pendekatan mutakhir yang mengintegrasikan antara evaluasi potensi kepribadian (faktor Innate) dan kompetensi (faktor Learned). Melalui pendekatan ini individu dievaluasi secara komprehensif baik dari sisi potensi kepribadiannya maupun kompetensi yang dikuasai dimana kedua faktor ini dikorelasikan satu sama lain. Oleh karena itu kualitas individu tidak cukup dinilai hanya dari tingkat kompetensi yang dikuasainya atau 4-6 Oktober 2011 Hotel Topas Bandung Tujuan Progam Fasilitator Memberikan ketrampilan praktis bagi para peserta agar mampu menguasai metode CAC serta memiliki kesiapan sebagai assessor CAC. Topik Program s s s s s s s s Konsep Potensi Kepribadian dan Kompetensi Perilaku Metode Competency Profiling Mengintegrasikan Potensi Kepribadian dan Kompetensi Perilaku Penguasaan Metode & Alat Competency-based Assessment Centers Praktek Penyusunan Alat Assessment Centers Sistem & Prosedur Assessment Centers Penyusunan Laporan Assessment Centers Latihan Ketrampilan Registration Investment Fee Rp 5.500.000/peserta dari potensi kepribadiannya. Seseorang mungkin saja saat ini sangat kompeten dalam pekerjaannya namun kurang didukung oleh potensi kepribadian yang sesuai, atau sebaliknya bisa saja ia memiliki potensi kepribadian yang menonjol namun ternyata tidak/ kurang kompetensi dalam bekerja. Yang paling ideal adalah bila keduanya saling mendukung. Penerapan metode CAC ini di lapangan telah terbukti unggul oleh karena mampu memberikan gambaran yang lengkap sekaligus terukur sehingga memberikan prediksi yang lebih akurat terhadap perkembangan individu di masa mendatang. 5790 3840 R. Chandra telah berkarir di bidang HR sejak tahun 1985 baik sebagai praktisi maupun sebagai konsultan. R. Chandra mengawali karirnya sebagai Junior Consultant di sebuah perusahaan konsultan manajemen yang berada dibawah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia sampai terakhir menjadi Senior Consultant di sebuah konsultan manajemen multinasional. Selama kurun waktu tersebut, R. Chandra telah mengantungi beberapa sertifikat/brevet yang terkait dengan pekerjaannya sebagai konsultan, antara lain Facilitating Skill Workshop, Targeted Selection, Assessment Centre, Strategic Planning, HR Strategic Management, Competency Profiling, dan sebagainya. Disamping itu ybs telah mengembangkan berbagai pendekatan dan metode yang aplikatif dalam lingkup Manajemen SDM secara khusus, dan Manajemen pada umumnya. 5790 3840 Call Ms. Asri / Purwanti / Poppy : Tel. (021) or Fax. (021) 527 4443 Email: asri@ @pt-mki.co.id / [email protected] Tarif & Komposisi Iklan Mulai Berlaku 1 April 2011 Letak Halaman Warna/Full Color Hitam Putih/B&W Cover 2 (Kulit Muka Dalam) Rp. 11.000.000,- Cover 3 (Kulit Belakang Dalam) Rp. 10.000.000,- Cover 4 (Kulit Belakang Luar) Rp. 12.500.000,- Halaman 3 atau 5 Rp. 11.000.000,- Rp. 8.000.000,- Halaman Dalam (Inside Pages) Rp. 10.000.000,- Rp. 6.500.000,- Halaman Dalam Berhadapan (Facing Pages) Rp. 19.000.000,- Rp. 13.000.000,- Halaman Tengah (Center Spread) Rp. 21.000.000,- Rp. 15.000.000,- Halaman Advertorial Rp. 10.000.000,- Rp. 6.500.000,- 2/3 Halaman Rp. 7.500.000,- Rp. 5.000.000,- 1/2 Halaman Rp. 5.500.000,- Rp. 3.500.000,- 1/3 Halaman Rp. 4.000.000,- Rp. 2.500.000,- 1/6 Halaman Rp. 2.000.000,- Rp. 1.500.000,- Catatan : n Tarif belum termasuk PPn 10% n Tarif tidak termasuk biasa separasi warna maupun pembuatan design. Biaya produksi iklan Advertorial berwarna Rp. 1.000.000,- dan iklan Advertorial Hitam Putih Rp. 750.000,- per halaman, meliputi wawancara, penulisan artikel, pemotretan, perancangan layout serta separasi warna. UKURAN IKLAN DISPLAY 2 Halaman 390 mm (lebar) x 267 mm (tinggi) 1 Halaman 180 mm (lebar) x 267 mm (tinggi) 2/3 Halaman 188mm (lebar) x 267 mm (tinggi) 1/2 Halaman 180 mm (lebar) x 133 mm (tinggi) 1/3 Halaman 56 mm (lebar) x 267 mm (tinggi) 1/6 Halaman 56 mm (lebar) x 133 mm (tinggi) Center of Excellence in Business, Leadership & Management Business Productivity Audit Latar Belakang Produktivitas merupakan kunci keberhasilan organisasi untuk berkompetisi dan memenangkan persaingan bisnis yang kian ketat. Produktivitas membedakan perusahaan, unit, dan individu yang unggul di pasar dengan perusahaan, unit, dan individu yang tidak unggul. Oleh sebab itu, produktivitas seyogyanya menjadi concerned jajaran manajemen organisasi. Sehingga peningkatan produktivitas adalah tugas utama manajemen organisasi. Untuk bisa meningkatkan produktivitas secara efisien dan efektif, manajemen perlu mendapatkan gambaran tentang tingkat produktivitas organisasi, unit, dan karyawan saat ini secara akurat dan menyeluruh. Manajemen puncak membutuhkan audit produktivitas untuk bisa mendapatkan gambaran tingkat produktivitas tersebut, sekaligus mendiagnosa berbagai per- soalan yang menghambat peningkatan produktivitas di berbagai level organisasi. MKI Corporate University menyediakan jasa BUSINESS PRODUCTIVITY AUDIT® kepada berbagai perusahaan di Indonesia dengan biaya kompetitif dan cost effective. Kami menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang mampu menyediakan jasa ini secara terpadu, mulai dari audit, konsultansi dan pendampingan hingga melaksanakan inisiatif dalam rangka peningkatan produktifitas. Jasa ini berbentuk studi dan konsultansi yang memberikan informasi bagi manajemen tentang : 1. Tingkat produktivitas perusahaan atau unit yang menjadi fokus audit 2. Hasil diagnosa tentang faktor-faktor penghambat produktivitas 3. Rekomendasi perbaikan produktivitas 4. Manfaat finansial yang bisa diperoleh organisasi jika rekomendasi dijalankan Aspek-aspek yang Diaudit Proses bisnis-Kompetensi-Infrastruktur-Kebijakan-Proses dan metodologi kerja-Budaya kerja-Lingkungan kerja-Sistem kerja-Sistem manajemen-Efektifitas karyawan-Penciptaan nilai Metodologi Audit > > > > > Review dengan pimpinan puncak Diskusi terfokus dengan counter part yang ditunjuk Review dengan manajer terkait Review dengan staf terkait Review dengan pelanggan, mitra, pemasok, dan stakeholder lainnya > Studi/riset lapangan > Observasi > Benchmarking dengan standar industri Team Audit BUSINESS PRODUCTIVITY AUDIT® ditangani team konsultan profesional yang berpengalaman, termasuk sebagai CEO dan Direksi perusahaan-perusahaan terkemuka. Team Audit memiliki latar belakang ilmu dan keahlian beragam yang sangat diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan audit. Alamat Kontak Bagi organisasi yang membutuhkan atau ingin mengetahui lebih jauh tentang jasa BUSINESS PRODUCTIVITY AUDIT®, silakan menghubungi: Bapak Andedes Cipta dan Ibu Evo Suzana Rosa. Telp. : ® 021 5790 3840 Fax : 021 527 4443 Email : [email protected] MKI Corporate University Gedung Menara Kadin Lt. 24, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Center of Excellence in Business, Leadership & Management TRAINING ASSESSMENT CENTER CONSULTING EMPLOYEE & EXECUTIVE SEARCH RESEARCH & MANAGEMENT JOURNAL M K I C O R P O R A T E U N I V E R S I T Y n Survrvey Su eyy Glo Globa ball Pw ba Pwc:c: Ketersediaan Talent MenjadiA di Ancaman BiBisnis No. 01 / Tahun I / Juli 2011 n Rp No Rp. 30 30.000, 000 - SCBHRM ® Solluusii UUnt Sol So ntukk M Men enye en yyela lara lara rask askkan Stra SSt tra rate tegggii Bi tte BBisisni isni nisis DDe Deng nggan KKom omp om mpe pette tens nsii ns Membangun Tim Impian Anda Hot Jobs di IndIndononesesiaia 22010111 Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443 Email : [email protected], [email protected] www.pt-mki.co.id