LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2012 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif DAFTAR ISI Daftar Isi 2 Daftar Tabel dan Gambar 4 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan 8 Kata Pengantar 10 Ringkasan Eksekutif 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 17 B. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi 20 C. Mandat dan Peran Strategis 20 D. Sistematika Laporan25 BAB II 2 RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN/PERJANJIAN KINERJA A. Rencana Strategis 29 B. Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran K-L dan Kontrak Kinerja 34 C. Penetapan/Perjanjian Kinerja 35 D. Pengukuran Kinerja 38 Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup BAB III AKUNTABILITAS KINERJA DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN A. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) 43 B. Evaluasi dan Analisis Kinerja 43 1. Sasaran Strategis 1: Pendapatan Negara yang Optimal (KK-1) 43 2. Sasaran Strategis 2: Perencanaan dan Pelaksanaan Belanja Negara yang Optima (KK-2) 54 3. Sasaran Strategis 3: Pembiayaan dalam Jumlah yang Cukup, Efisien, dan Aman Bagi Kesinambungan Fiskal (KK-3) 56 4. Sasaran Strategis 4: Utilisasi Kekayaan Negara yang Optimal (KK-4) 65 5. Sasaran Strategis 5: Perimbangan Keuangan yang Adil dan Transparan (KK-5) 67 6. Sasaran Strategis 6: Pengelolaan Keuangan Negara yang Akuntabel (KK-6) 79 7. Sasaran Strategis 7: Industri Pasar Modal dan Jasa Keuangan Non Bank yang Stabil, Tahan Uji dan Likuid (KK-7) 81 8. Sasaran Strategis 8: Kepuasan Pengguna Layanan yang Tinggi (KK-8) 82 9. Sasaran Strategis 9: Kajian dan Rumusan Kebijakan yang Berkualitas (KK-9) 83 10. Sasaran Strategis 10: Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara yang Efektif dan Efisien (KK-10). 88 11. Sasaran Strategis 11: Peningkatan Edukasi Masyarakat dan Pelaku Ekonomi (KK-11) 98 12. Sasaran Strategis 12: Pengawasan dan Penegakan Hukum yang Efektif (KK-12) 104 13. Sasaran Strategis 13: Pembentukan SDM yang Berkompetensi Tinggi (KK-13) 118 14. Sasaran Strategis 14: Penataan Organisasi yang Adaptif (KK-14) 120 15. Sasaran Strategis 15: Perwujudan TIK yang Terintegrasi (KK-15) 126 16. Sasaran Strategis 16: Pengelolaan Anggaran yang Optimal (KK-16) 128 C. Kinerja Lainnya 131 D. Akuntabilitas Keuangan 147 BAB IV PENUTUP Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 3 Daftar Tabel, Grafik, dan Gambar No 4 Nama Keterangan Halaman 1 Gambar 1.1 Bagan Organisasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia 18 2 Gambar 1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan dalam Pengelolaan Keuangan dan kekayaan Negara 21 3 Tabel 1.1 Kegiatan Prioritas Nasional Kementerian Keuangan 22 4 Tabel 1.2 Kegiatan Prioritas Bidang Kementerian Keuangan 23 5 Gambar 2.1 Peta Strategi Kementerian Keuangan Tahun 2012 35 6 Tabel 2.1 Sasaran Strategis dan IKU 36 7 Tabel 3.1 Capaian IKU pada Stakeholder Perspective 44 8 Tabel 3.2 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pendapatan Negara yang Optimal 45 9 Tabel 3.3 Rencana dan Realisasi penerimaan Pajak pertriwulan Tahun 2012 46 10 Tabel 3.4 Sektor Dominan yang Mengalami Penurunan Kontribusi Penerimaan Pajak 47 11 Tabel 3.5 Realisasi Jumlah Penerimaan Bea dan Cukai Tahun 2012 48 12 Tabel 3.6 Perbandingan Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Tahun 2011 dan 2012 49 13 Tabel 3.7 Perbandingan Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Tahun 2010 dan 2011 49 14 Tabel 3.8 Penerimaan PDRI dan PPN Hasil Tembakau Tahun 2011 dan 20112 50 15 Tabel 3.9 Penerimaan Bea Keluar 2012 51 16 Tabel 3.10 Penerimaan Cukai Tahun 2012 52 17 Tabel 3.11 Realisasi PNBP Nasional 2010 - 2012 53 18 Tabel 3.12 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Perencanaan dan Pelaksanaan Belanja Negara yang Optimal 54 19 Tabel 3.13 Realisasi Dana Blokir TA 2012 54 20 Tabel 3.14 Rincian Penyerapan Dana Triwulan IV Tahun 2012 55 21 Grafik 3.1 Penyerapan Belanja K/L 2011 - 2012 55 22 Tabel 3.15 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pembiayaan dalam Jumlah yang Cukup, Efisien dan Aman bagi Kesinambungan Fiskal 56 23 Tabel 3.16 Target dan Realisasi SBN Tahun 2011 58 24 Tabel 3.17 Penerbitan SUN dalam Rupiah 59 25 Tabel 3.18 Kinerja Pengelolaan SUN Tahun 2010 - 2012 59 26 Tabel 3.19 Realisasi SBSN Tahun 2012 59 27 Tabel 3.20 Perkembangan Penerbitan Sukuk Tahun 2010 - 2012 61 28 Tabel 3.21 Ringkasan Kinerja Lelang SBSN Tahun 2010 - 2012 62 Kementerian Keuangan Republik Indonesia No Nama Keterangan Halaman 29 Tabel 3.22 Realisasi Persentase Pemenuhan Target Pembiayaan Melalui Utang yang Cukup, Efisien dan Aman Tahun 2010 - 2012 64 30 Grafik 3.2 Pencapaian Target Effective Cost Tahun 2010 - 2011 65 31 Tabel 3.23 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Utilisasi Kekayaan Negara yang Optimal 66 32 Tabel 3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Perimbangan Keuangan yang Adil dan Transparan 66 33 Grafik 3.3 Perkembangan Nilai Utilisasi Kekayaan Negara 2009 - 2012 67 34 Tabel 3.25 Mekanisme Pola Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah 68 35 Tabel 3.26 Perkembangan Jumlah Daerah dan Besaran Transfer Tahun 2006 - 2012 69 36 Tabel 3.27 Perkembangan Alokasi DBH per Komponen Tahun 2007 - 2012 70 37 Tabel 3.28 Penyaluran DBH Pajak Tahun 2012 71 38 Tabel 3.29 Penyaluran DBH SDA Tahun 2012 72 39 Tabel 3.30 Perpres Alokasi DAU dan Permenkeu Dana Penyeimbang yang Diterbitkan Tahun Anggaran 2007 - 2012 72 40 Tabel 3.31 Penyaluran DAU Tahun 2012 73 41 Tabel 3.32 Perkembangan Jumlah Bidang - bidang DAK 2007 - 2012 74 42 Tabel 3.33 Penyaluran DAK Tahun 2012 75 43 Tabel 3.34 Penyaluran Dana Otsus dan Penyesuaian 76 44 Tabel 3.35 Daftar Daerah yang Belum Menyerahkan Laporan Penyerapan Dana Tamsil Guru Semester II TA 2011 77 45 Tabel 3.36 Realisasi Transfer ke Daerah s.d. 31 Desember 2012 78 46 Tabel 3.37 Jumlah Perda yang Dievaluasi Tahun 2009 - 2011 78 47 Tabel 3.38 Capaian IKU pada Sasaran Pengelolaan Keuangan Negara yang Akuntabel 78 48 Tabel 3.39 Hasil Opini BPK Atas LK 2011 80 49 Tabel 3.40 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Industri Pasar Modal dan Jasa Keuangan Non Bank yang Stabil, Tahan Uji dan Likuid 82 50 Grafik 3.4 Skor Tingkat Kepuasan Stakeholders Terhadap Layanan Unit Eselon I Lingkup Kemenkeu RI Tahun 2012 83 51 Grafik 3.5 Skor Kinerja Layanan Kemenkeu Berdasarkan Unsur Layanan 83 52 Tabel 3.41 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Kepuasan Pengguna Layanan yang Tinggi 83 53 Tabel 3.42 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Kajian dan Rumusan Kebijakan yang Berkualitas 84 54 Tabel 3.43 Capaian Deviasi Proyeksi Indikator Ekonomi Makro Tahun 2012 84 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 5 6 No Nama Keterangan Halaman 55 Tabel 3.44 Perbandingan Capaian Deviasi Proyeksi Indikator Ekonomi Makro Tahun 2011 dan Tahun 2012 85 56 Tabel 3.45 Deviasi Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Nilai Tukar dan Suku Bunga 85 57 Tabel 3.46 Capaian Deviasi Proyeksi APBN Tahun 2012 86 58 Tabel 3.47 Deviasi Proyeksi APBN (Penerimaan Pajak dan Belanja KL) 86 59 Tabel 3.48 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara yang Efektif dan Efisien 89 60 Tabel 3.49 Capaian Janji Layanan Unggulan Bidang Perpajakan 90 61 Tabel 3.50 Rata - rata Persentase Realisasi dari Janji Layanan Unggulan Bidang Kepabeanan dan Cukai Tahun 2012 91 62 Tabel 3.51 Layanan Unggulan Bidang Perbendaharaan Negara 92 63 Tabel 3.52 Layanan Unggulan Bidang Kekayaan Negara 93 64 Tabel 3.53 Hasil Pengukuran Rata - rata Persentase Realisasi Janji Layanan Unggulan Bidang Utang Tahun 2012 94 65 Tabel 3.54 Monitoring Pelaksanaan SOP Layanan Unggulan Bidang Perimbangan Keuangan 95 66 Tabel 3.55 Tingkat Akurasi Perencanaan Kas Semester I TA 2012 96 67 Tabel 3.56 Tingkat Akurasi Perencanaan Kas Semester II TA 2012 96 68 Grafik 3.6 Pemenuhan Struktur Portofolio Utang 2010 - 2012 97 69 Tabel 3.57 Penyelesaian BMN Bermasalah 99 70 Tabel 3.58 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Peningkatan Edukasi Masyarakat dan Pelaku Ekonomi 99 71 Tabel 3.59 Tingkat Efektivitas Edukasi dan Komunikasi Bidang Penganggaran 100 72 Tabel 3.60 Tingkat Efektivitas Edukasi dan Komunikasi bidang Bea dan Cukai 101 73 Grafik 3.7 Efektivitas Edukasi dan Komunikasi dalam Pengelolaan SBN dan Sistem Akuntansi Hibah 102 74 Tabel 3.61 Hasil Survey Peserta Sosialisasi Bidang Perimbangan Keuangan 103 75 Tabel 3.62 Rata - rata Hasil Survey Efektivitas Edukasi dan Komunikasi di Bidang Kebijakan Fiskal dan Keuangan 103 76 Tabel 3.63 Kegiatan Edukasi dan Komunikasi di Bidang Kebijakan Fiskal 104 77 Tabel 3.64 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pengawasan dan Penegakan Hukum yang Efektif 105 78 Tabel 3.65 Kinerja Pencairan Piutang Pajak 107 79 Tabel 3.66 Realisasi Penyampaian SPT Tahunan PPh dan Rasio Kepatuhan Tahun 2012 109 80 Tabel 3.67 Perkembangan Capaian IKU P21 Tahun 2010 s.d. 2012 111 81 Tabel 3.68 Capaian IKU P21 Tahun 2012 111 Kementerian Keuangan Republik Indonesia No Nama Keterangan Halaman 82 Tabel 3.69 Piutang Bea dan Cukai yang Diselesaikan 113 83 Tabel 3.70 Perbandingan Realisasi Penyelesaian Piutang 3 Tahun Terakhir 114 84 Tabel 3.71 Persentase Pelaksanaan Audit Terhadap Pengusaha Penerima Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Dibanding Rencana 114 85 Tabel 3.72 Rata - rata Kepatuhan Penyampaian Laporan Barang Pengguna (LBP) 116 86 Tabel 3.73 Ketepatan Waktu Penyelesaian Tindak Lanjut Instruksi Presiden Tahun 2012 117 87 Tabel 3.74 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pembentukan SDM yang Berkompetensi Tinggi 118 88 Grafik 3.8 Penyerapan Dana APBN TA 2012 119 89 Tabel 3.75 Persentase Pejabat yang Telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya 119 90 Tabel 3.76 Program - program Diklat yang Berkontribusi Terhadap Peningkatan Kompetensi 120 91 Tabel 3.77 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Penataan Organisasi yang Adaptif 122 92 Tabel 3.78 Capaian Penyelesaian Mitigasi Risiko 123 93 Tabel 3.79 Hasil Penilaian Reformasi Birokrasi Kemenkeu TA 2012 123 94 Tabel 3.80 Capaian Indeks Reformasi Birokrasi Eselon I TA 2012 124 95 Tabel 3.81 Capaian Indeks Kepuasan Pegawai 124 96 Tabel 3.82 Tindak Lanjut Policy Recommendations TA 2012 126 97 Tabel 3.83 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Perwujudan TIK yang Terintegrasi 127 98 Tabel 3.84 Capaian Akurasi Data SIMPEG 128 99 Tabel 3.85 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pengelolaan Anggaran yang Optimal 129 100 Tabel 3.86 Penghematan E-Procurement 130 101 Tabel 3.87 Penyerapan Anggaran Kementerian Keuangan 2010 - 2012 131 102 Tabel 3.88 Rapat Koordinasi ALM Tahun 2012 138 103 Gambar 3.1 Tahapan Revisi UU Nomor 33 Tahun 2004 140 104 Tabel 3.89 Progress Tahapan Revisi UU 33/2004 (RUU HKPD) 140 105 Gambar 3.2 Tahapan Pengembangan QMS ISO 9001 : 2008 142 106 Gambar 3.3 IA - CM Levels 143 107 Tabel 3.90 Perkembangan Realisasi Penyerapan Anggaran Kementerian Keuangan TA 2010 - 2012 per Jenis Belanja 148 108 Tabel 3.91 Realisasi DIPA Kementerian Keuangan 2012 per Program 148 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 7 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kata Pengantar NILAI-NILAI KEMENTERIAN KEUANGAN Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral. Integritas Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi. Profesionalisme Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. Sinergi 8 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Ringkasan Eksekutif BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup KEMENTERIAN KEUANGAN Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman. Pelayanan Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik. Kesempurnaan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 9 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR AGUS D.W. MARTOWARDOJO Menteri Keuangan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Keuangan merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja pencapaian visi dan misi Kementerian Keuangan pada Tahun Anggaran 2012. LAKIP Kementerian Keuangan Tahun 2012 merupakan LAKIP tahun ketiga pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Penyusunan LAKIP Kementerian Keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014 sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010. LAKIP mempunyai beberapa fungsi, antara lain merupakan alat penilai kinerja secara kuantitatif, sebagai wujud akuntabilitas 10 Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan menuju terwujudnya good governance, dan sebagai wujud transparansi serta pertanggungjawaban kepada masyarakat di satu sisi, dan di sisi lain, LAKIP merupakan alat kendali dan alat pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan. Selanjutnya sejalan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi, Kementerian Keuangan telah menerapkan metode Balanced Scorecard (BSC) sebagai alat manajemen kinerja. Performance Kementerian Keuangan diukur atas dasar penilaian indikator kinerja utama (IKU) yang merupakan indikator keberhasilan pencapaian sasaran-sasaran strategis (SS/KK) sebagaimana telah ditetapkan pada Peta Strategis Kementerian Keuangan tahun 2012 sebagai kontrak kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2012. Kementerian Keuangan sebagai unsur pelaksana pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010 mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Keuangan menetapkan visi: “Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Terpercaya, Akuntabel dan Terbaik di Tingkat Regional untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan.” Selanjutnya dalam rangka mencapai visi di atas, Kementerian Keuangan menetapkan 4 (empat) misi, yaitu Misi Fiskal, Misi Kekayaan Negara, Misi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Misi Penguatan Kelembagaan. Keempat misi ini untuk mendukung implementasi paket Undang-undang Keuangan Negara yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Misi tersebut selanjutnya dirinci dalam Rencana Strategik (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014 yang digunakan sebagai landasan penyusunan Rencana Kinerja Tahunan (RKT). RKT berfungsi sebagai rencana kerja operasional secara kuantitatif, yang pada intinya merupakan implementasi pelaksanaan tugas yang sangat strategis dalam bidang pengelolaan keuangan negara, mulai dari penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), melaksanakan APBN dengan menghimpun penerimaan dan menyalurkan dana APBN, dan akhirnya mempertanggung¬jawabkan dalam bentuk Laporan Keuangan. Dalam situasi dan kondisi perekonomian yang sangat fluktuatif, serta tuntutan masyarakat yang sangat dinamis, tugas pengelolaan keuangan negara dirasakan semakin berat dan penuh tantangan.Walaupun demikian, dengan dimotivasi oleh visi dan misi yang telah ditetapkan aparatur Kementerian Keuangan telah berhasil mengatasinya, sehingga tugas yang diemban dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Penyusunan LAKIP Tahun 2012 ini dimaksudkan untuk memberikan gam­baran yang jelas dan transparan serta sekaligus sebagai pertanggungjawa­ban atas pencapaian visi dan misi yang diamanatkan kepada Kementerian Keuangan. MENTERI KEUANGAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 11 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Keuangan Tahun 2012, merupakan perwujudan akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian yang mendukung terwujudnya good governance berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kebijakan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu LAKIP Kementerian merupakan wujud dari pertanggungjawaban atas kinerja pencapaian visi dan misi yang dijabarkan dalam tujuan/ sasaran strategis. Tujuan/sasaran strategis tersebut mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2012. Visi Kementerian Keuangan adalah Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Terpercaya, Akuntabel dan Terbaik di Tingkat Regional untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan. Dalam mencapai visi tersebut, Kementerian Keuangan sebagai lembaga/institusi yang mempunyai tugas menghimpun dan mengalokasikan keuangan negara serta mengelola kekayaan negara melaksanakan secara transparan dan akuntabel, yang berlandaskan asas profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan. Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian Keuangan mempunyai empat misi yaitu (1) Misi Fiskal, yaitu mengembangkan kebijakan fiskal yang sehat, berkelanjutan, hati-hati (prudent), dan bertanggung jawab; (2) Misi Kekayaan Negara, yaitu mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal sesuai dengan asas fungsional, kepastian hukum, transparan, efisien, dan bertanggungjawab; (3) Misi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, yaitu mewujudkan in­dustri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai peng­ gerak dan penguat perekonomian nasional yang tangguh dan ber­daya saing global; dan (4) Misi Penguatan Kelembagaan, yang meliputi (i) membangun dan mengembangkan organisasi berlandaskan administrasi publik sesuai dengan tuntutan masyarakat; (ii) membangun dan mengembangkan 12 Kementerian Keuangan Republik Indonesia SDM yang amanah, profe­sional, berintegritas tinggi, dan bertanggungjawab; (iii) membangun dan mengembangkan teknologi informasi keuan­gan yang modern dan terintegrasi serta sarana dan prasarana strategis lainnya. Dalam mencapai visi dan misi, Kementerian Keuangan menetapkan 6 tujuan strategis yang akan dicapai dalam tahun 2010-2014 yaitu: (i) meningkatkan dan mengamankan pendapatan negara dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan keadilan masyarakat; (ii) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan belanja negara untuk mendukung penyelenggaraan tugas K/L dan pelaksanaan desentralisasi fiskal; (iii) mewujudkan kapasitas pembiayaan yang mampu memberikan daya dukung bagi kesinambungan fiskal; (iv) pengelolaan perbendaharaan negara yang profesional dan akuntabel serta mengedepankan kepuasan stakeholders atas kinerja perbendaharaan negara; (v) mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal serta menjadikan nilai kekayaan negara sebagai acuan dalam berbagai keperluan; dan (vi) membangun otoritas pasar modal dan lembaga keuangan yang amanah dan profesional, yang mampu mewujudkan industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai penggerak perekonomian nasional yang tangguh dan berdaya saing global. Untuk menunjang pencapaian tujuan strategis tersebut disusunlah Peta Strategi Kementerian Keuangan berdasarkan metodologi balanced scorecard yang terdiri dari empat perspektif yaitu stakeholder, customer, internal process dan learning and growth. Peta strategi tersebut terdiri dari 16 (enam belas) sasaran strategis, tujuh sasaran strategis diantaranya merupakan bagian dari stakeholder perspective, satu sasaran strategis pada customer perspective, dan masing-masing empat sasaran strategis pada internal business process dan learning and growth perspective. Peta Strategi Kementerian Keuangan 2012 memuat 16 sasaran strategis. Sasaran-sasaran strategis tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pendapatan negara yang BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 optimal; (2) Perencanaan dan pelaksanaan belanja negara yang optimal; (3) Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, aman dan efisien bagi kesinambungan fiskal; (4) Utilisasi kekayaan negara yang optimal; (5) Transfer daerah yang adil, transparan, tepat guna dan tepat waktu; (6) Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel; (7) Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji, dan likuid; (8) Tingkat Kepuasan pengguna layanan yang tinggi; (9) Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas; (10) Pelaksanaan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien; (11) Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi; (12) Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif; (13) Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi; (14) Penataan organisasi yang adaptif; (15) Perwujudan TIK yang terintegrasi dan andal; dan (16) Pelaksanaan anggaran yang optimal. Penilaian terhadap keberhasilan atau kegagalan pencapaian sasaran strategis, diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU). Kualitas IKU didasarkan pada kriteria SMART-C (Specific, Measureable, Agreeable, Realistic, Time-bounded dan Continously Improved). Pada tahun 2012, ini dihasilkan 38 IKU pada level Kementerian yang merupakan komitmen kinerja Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan. Secara umum pencapaian IKU pada tahun 2012 sudah sesuai dengan target yang ditetapkan, kecuali beberapa IKU yang berada dibawah target. Dari 38 IKU level Kementerian terdapat 30 IKU berstatus hijau (mencapai target) dan 8 IKU berstatus kuning (kurang dari target). IKU yang tidak mencapai target meliputi: (1) Jumlah pendapatan negara; (2) Persentase penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L; (3) Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik; (4) Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15, BUN, dan BA 999; (5) Indeks Kepuasan Pengguna Layanan; (6) Persentase integrasi TIK Kemenkeu; (7) Persentase Akurasi data SIMPEG; dan (8) Persentase Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan. Selain melaksanakan pengukuran kinerja, dalam rangka menjaga dan meningkatkan efektifitas pengelolaan kinerja, telah dilaksanakan reviu terhadap kontrak kinerja secara sampling pada beberapa unit eselon II di semua unit eselon I. Reviu meliputi dokumen dan informasi pendukung penyusunan kontrak kinerja seperti Rencana Strategis (Renstra) yang memuat pernyataan visi dan misi organisasi, uraian jabatan, tugas dan fungsi, kontrak kinerja tahun sebelumnya, Manual IKU, serta Matriks Cascading dan Alignment. Implementasi manajemen kinerja balanced scorecard di Kementerian Keuangan telah berjalan baik walaupun masih butuh banyak penyempurnaan. Segala upaya perbaikan terus dilakukan untuk meningkatkan kinerja organisasi lebih melejit lagi. Capaian IKU yang masih dibawah target terus dilakukan evaluasi dan action plan yang relevan. Perbaikan peraturan atau pedoman pelaksanaan pengelolaan kinerja juga dilakukan sehingga dapat mengakomodasi perkembangan yang terjadi atau yang belum diatur secara jelas. Untuk itu, Kementerian Keuangan akan senantiasa berupaya dan bekerja lebih keras lagi, sehingga diharapkan di masa yang akan datang menjadi organisasi yang berkinerja tinggi (high performance organization). MENTERI KEUANGAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 13 14 Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 15 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kata Pengantar BAB I Pendahuluan 16 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Ringkasan Eksekutif BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup A. Latar Belakang Kementerian Keuangan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara mempunyai tugas yang sangat strategis, yaitu mengelola keuangan dan kekayaan negara. Dalam melaksanakan tugas pengelolaan keuangan negara tersebut, Kementerian Keuangan dituntut untuk melaksanakannya dengan prudent, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Salah satu azas penyelenggaraan good governance yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah azas akuntabilitas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi selama Tahun 2012 dalam rangka melaksanakan misi dan mencapai visi Kementerian Keuangan dan sekaligus sebagai alat kendali dan pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, serta sebagai salah satu alat untuk mendapatkan masukan bagi stakeholders demi perbaikan kinerja Kementerian Keuangan. Selain untuk memenuhi prinsip akuntabilitas, penyusunan LAKIP tersebut juga merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 17 Gambar 1.1 BAGAN ORGANISASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT JENDERAL 5 STAF AHLI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA KANWIL DJP KANWIL / KPU DJBC KANWIL DJPb KANWIL DJKN KPP KPPBC KPPN KPKNL Tingkat pusat Tingkat Daerah/ Instansi Vertikal 18 Kementerian Keuangan Republik Indonesia MENTERI KEUANGAN WAKIL MENTERI I WAKIL MENTERI II SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG SET-PP SETKOM WASJAK BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL LPDP BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN BDK Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 19 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif B. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dalam melaksanakan peran strategis seperti diuraikan diatas, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/ PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Keuangan mempunyai fungsi: (a) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara; (b) pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan; (c) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan; (d) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Keuangan di daerah; (e) pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan (f ) pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah. Dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan dibantu oleh 12 Unit Eselon I, 5 Staf Ahli, dan 5 Pusat. Selain itu, untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian Keuangan telah dibentuk Pusat Investasi Pemerintah, Sekretariat Pengadilan Pajak, dan Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan. Berbeda dengan Kementerian lainnya yang bersifat integrated type, dimana DirektoratDirektorat Jenderalnya melaksanakan tugas yang sejenis, Kementerian Keuangan bersifat holding company type dimana Direktorat-Direktorat Jenderalnya melaksanakan tugas dengan ruang lingkup dan sifat yang berbeda, dan mempunyai instansi vertikal untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi di wilayah. Bagan struktur organisasi Kementerian Keuangan dapat dilihat dalam gambar 1.1 : Dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Keuangan didukung oleh 61.091 orang pegawai dari berbagai bidang keahlian seperti ekonomi, keuangan, bisnis, hukum, teknis, administrasi, dan lainnya. Pegawai Kementerian Keuangan tersebut ditempatkan pada 12 unit Eselon I yang tersebar ke dalam Kantor Pusat dan Kantor Vertikal di daerah. Dalam konteks perimbangan pegawai, terdapat 24,20% pegawai di Kantor Pusat dan 75,80% pegawai di Intansi Vertikal di daerah. Distribusi pegawai yang berimbang ini amat perlu dalam membentuk workforce yang efektif dan efisien. Selain itu Kementerian Keuangan juga mempertimbangkan komposisi 20 Kementerian Keuangan Republik Indonesia dari segi jabatan, golongan, pendidikan dan usia/generasi serta kompetensi. Komposisi yang berimbang merupakan dukungan dalam pencapaian sasaran kinerja Kementerian Keuangan pada tahun 2012 ini sebagaimana tertuang dalam Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun 2012 dalam perspektif learning and growth. C. Mandat dan Peran Strategis Kementerian Keuangan mempunyai peran yang strategis yaitu pengelola keuangan dan kekayaan negara. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara memberi kuasa kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian Negara/ Lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO), sementara setiap menteri/ pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dalam rangka melaksanakan kekuasaan sebagai pengelola fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; 2. Menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; 3. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; 4. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; 5. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang; 6. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara (BUN); 7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban APBN; 8. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan Undang-Undang. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Dalam rangka melaksanakan kekuasaan sebagai pengelola kekayaan negara, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Merumuskan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 2. Melaksanakan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 3. Menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. Peran strategis Kementerian Keuangan juga tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2009-2014 yang telah menetapkan Arah Kebijakan dan Strategi Nasional yang terbagi dalam 11 (sebelas) Prioritas Nasional, yaitu: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Pendidikan; (3) Kesehatan; (4) Penanggulangan kemiskinan; (5) Ketahanan Pangan; (6) Infrastruktur; (7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; (8) Energi; (9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pascakonflik; dan (11) Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi. Arah kebijakan dan Strategi Nasional tersebut meruakan tahapan kedua dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025 sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Kementerian Keuangan secara langsung mendukung 3 (tiga) Prioritas Nasional pada substansi inti tertentu. Adapun Prioritas Nasional dimaksud yaitu: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Ketahanan Pangan; dan (3) Iklim Investasi dan Iklim Usaha. Dalam rangka mendukung masing-masing Prioritas Nasional tersebut, Kementerian Keuangan melaksanakan Kegiatan Prioritas. Prioritas Nasional, Substansi Inti, dan Kegiatan Prioritas yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dapat dilihat pada tabel 1.1 Selain mendukung tiga prioritas nasional, Kementerian Keuangan juga mendukung Prioritas Bidang Ekonomi. Dalam Gambar 1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan Dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara Presiden (CFO) Bendahara Umum Negara (COO) Pengguna Anggaran/Barang Menteri Keuangan Menteri Teknis Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 21 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 1.1 Kegiatan Prioritas Nasional Kementerian Keuangan No Prioritas Nasional 1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Substansi Inti Kegiatan Prioritas Perumusan Kebijakan, Bimbingan Teknis, dan Otonomi Daerah Pengelolaan Transfer Ke Daerah. Perumusan Kebijakan, Bimbingan Teknis, Regulasi Monitoring dan Evaluasi di bidang Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). 2. Ketahanan Pangan Investasi, Pembiayaan, dan Subsidi Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (BSBL). Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP). 3. Prioritas Nasional Iklim Investasi dan Iklim Usaha Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Logistik Nasional Fasilitas Bidang Kepabeanan. Perumusan Kebijakan dan Pengembangan Sistem Informasi Teknologi Informasi Kepabeanan dan Cukai. Perumusan kebijakan di bidang PPN, PBB, BPHTB, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) KUP, PPSP, dan Bea Materai. Perumusan kebijakan di bidang PPh dan perjanjian kerjasama perpajakan internasional. RPJMN 2010-2014, elemen-elemen utama pembangunan di bidang ekonomi yang harus mendapatkan perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh adalah prioritas pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan stabilitas yang kokoh, serta pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Kementerian Keuangan mendukung 3 (tiga) prioritas di bidang ekonomi yaitu: (1) Prioritas 22 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Optimalisasi Pengeluaran Pemerintah; (2) Prioritas Pengelolaan APBN yang Berkelanjutan; dan (3) Prioritas Stabilitas Sektor Keuangan. Masing-masing Prioritas Bidang memiliki Fokus Prioritas dan Kegiatan Prioritas. Adapun Prioritas Bidang, Fokus Prioritas, dan Kegiatan Prioritas yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dapat dilihat pada tabel I.2 BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 1.2 Kegiatan Prioritas Bidang Kementerian Keuangan No Prioritas Bidang Fokus Prioritas Optimalisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Pengelolaan Perimbangan Kegiatan Prioritas • Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP). • Pengembangan Sistem Penganggaran. • Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (BSBL). • Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi di bidang pembiayaan dan kapasitas daerah. • Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, dan pengelolaan transfer ke Daerah. • Perumusan kebijakan bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi di bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). • Perumusan kebijakan, pemantauan dan evaluasi di bidang pendanaan daerah danekonomi daerah, penyusunan laporan keuangan transfer ke daerah, serta pengembangan sistem informasi keuangan daerah. Keuangan 1. Optimalisasi Pengeluaran Pemerintah Pembinaan Pelaksanaan Anggaran dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran. Pengelolaan Perbendaharaan Peningkatan Pengelolaan Kas Negara. Negara Manajemen Investasi dan Penerusan Pinjaman. Penyelenggaraan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran. Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan Barang Milik Negara. Pengelolaan Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan. Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan Kekayaan Negara Lain-Lain. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 23 Tabel 1.2 (Lanjutan) No Prioritas Bidang Fokus Prioritas Kegiatan Prioritas • Perumusan Kebijakan APBN. • Pengelolaan Risiko Fiskal dan Sektor Keuangan. • Perumusan Kebijakan Ekonomi. • Perumusan Kebijakan Pajak, Kepabeanan, Cukai dan PNBP. Pengelolaan Pembiayaan • Penyusunan Rancangan APBN. Anggaran dan Pengendalian • Pengelolaan Pinjaman. Resiko • Pengelolaan Surat Utang Negara. • Pengelolaan Pembiayaan Syariah. • Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang. • Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen Utang. • Pengelolaan PNBP dan subsidi. • Peningkatan efektivitas pemeriksaan, optimalisasi pelaksanaan penagihan. • Perumusan kebijakan di bidang PPN, PBB, BPHTB, KUP, PPSP, dan Bea Materai. • Perumusan kebijakan di bidang PPh, dan perjanjian kerja sama perpajakan internasional. • Peningkatan kualitas pelayanan serta efektivitas penyuluhan dan kehumasan. • Perencanaan, pengembangan, dan evaluasi di bidang teknologi, komunikasi dan informasi perpajakan. • Pelaksanaan reformasi proses bisnis. • Pengelolaan data dan dokumen Perpajakan. • Perumusan Kebijakan dan Peningkatan Pengelolaan Penerimaan Bea dan Cukai. • Perumusan Kebijakan dan Pengembangan Teknologi Informasi Kepabeanan dan Cukai. • Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Bidang Kepabeanan. • Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Fasilitas Bidang Kepabeanan. • Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelijen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai. • Peningkatan Pengawasan dan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di daerah . Perumusan Kebijakan Fiskal, 2 Pengelolaan APBN Yang Berkelanjutan Peningkatan dan Optimalisasi Penerimaan Negara 24 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tabel 1.2 (Lanjutan) No 3 Prioritas Bidang Stabilitas Sektor Keuangan Fokus Prioritas Kegiatan Prioritas • Perumusan Peraturan, Penetapan Sanksi dan Pemberian Bantuan Hukum • Riset Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank serta Pengembangan Teknologi Informasi • Pemeriksaan dan penyidikan di bidang Pasar Modal • Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Bidang Pengelolaan Investasi • Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Bidang Transaksi dan Lembaga Efek • Penelaahan dan Pemantauan Perusahaan Emiten dan Perusahaan Publik Sektor Jasa • Penelaahan dan Pemantauan Perusahaan Emiten dan Perusahaan Publik Sektor Riil • Pengaturan dan Pengawasan di bidang Lembaga Pembiayaan dan Penjaminan • Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan bidang Perasuransian • Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan Bidang Dana Pensiun Peningkatan Ketahanan dan Daya Saing Sektor Keuangan D. Sistematika Laporan Sistematika penyajian LAKIP Kementerian Keuangan Tahun 2012 adalah sebagai berikut: 1. Ikhtisar Eksekutif. Bagian ini menguraikan secara singkat tentang tujuan dan sasaran yang akan dicapai beserta hasil capaian, kendala-kendala yang dihadapi dalam mencapai tujuan dan sasaran, langkah-langkah yang diambil, serta langkah antisipatifnya. 2. Bab I. Pendahuluan. Bagian ini menguraikan tentang tugas, fungsi dan struktur organisasi, mandat dan peran strategis Kementerian Keuangan, serta sistematika laporan. 3. Bab II. Bagian ini menguraikan tentang rencana strategis dan penetapan/perjanjian kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2012. 4. Bab III. Bagian ini menguraikan tentang pengukuran, sasaran dan akuntabilitas pencapaian sasaran strategis Kementerian Keuangan Tahun 2012. 5. Bab IV. Bagian ini menguraikan tentang keberhasilan dan kegagalan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, permasalahan dan kendala, serta strategi pemecahannya untuk tahun mendatang. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 25 26 Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN/ PERJANJIAN KINERJA Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 27 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kata Pengantar BAB II Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja 28 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Ringkasan Eksekutif BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup A. Rencana Strategis Kementerian Keuangan bertugas membantu Presiden dalam menyeleng­garakan sebagian urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Dalam kurun waktu 20101014 dengan berorientasi kepada hasil yang ingin dicapai selama 5 (lima) tahun dan memperhitungkan potensi, peluang, serta kendala yang ada maupun tantangan yang mungkin terjadi, Kementerian Keuangan dituntut berpandangan jauh ke depan, serta berupaya meningkatkan kualitas agar lebih profesional dan mampu menca­pai tingkat kesetaraan di pasar global. Berkaitan dengan itu, setiap apara­tur Kementerian Keuangan didorong untuk lebih meningkatkan integritas dan kredibilitasnya sehingga dipercaya dan dibanggakan masyarakat serta bekerja secara profesional dan efisien untuk mendukung tercapainya masyarakat adil dan makmur. Dalam rangka menghadapi perubahan kondisi global dan nasional yang cepat dan dinamis, Menteri Keuangan telah menetapkan Visi Kementerian Keuangan yaitu: “Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Terpercaya, Akuntabel, dan Terbaik di Tingkat Regional untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan” Pengertian Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara dalam visi tersebut bermakna bahwa Kementerian Keuangan sebagai lembaga/institusi yang mempunyai tugas menghimpun dan mengalokasikan keuangan negara dan mengelola kekayaan negara. Terpercaya berarti semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat karena pengelolaan keuangan dan kekayaan negara dilakukan secara transparan, yaitu semua penerimaan negara, belanja negara dan pembiayaan defisit anggaran dilakukan melalui mekanisme APBN. Akuntabel artinya pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang mengacu pada praktek terbaik internasional yang berlandaskan asas profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan. Terbaik di Tingkat Regional berarti semakin Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 29 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan meningkatnya kualitas perumusan kebijakan maupun implementasinya sehingga menjadi acuan governance di Asia Tenggara. Dalam rangka pencapaian visi, Kementerian Keuangan menetapkan 4 (em­pat) misi, yaitu: 1. Misi Fiskal, adalah mengembangkan kebijakan fiskal yang sehat, berkelanjutan, hati-hati (prudent), dan bertanggung jawab. 2. Misi Kekayaan Negara, adalah mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal sesuai dengan asas fungsional, kepastian hu­kum, transparan, efisien, dan bertanggungjawab. 3. Misi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, adalah mewujudkan in­dustri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai peng­gerak dan penguat perekonomian nasional yang tangguh dan ber­daya saing global. 4. Misi Penguatan Kelembagaan, adalah a. Membangun dan mengembangkan organisasi berlandaskan administrasi publik sesuai dengan tuntutan masyarakat; b. Membangun dan mengembangkan SDM yang amanah, profe­sional, berintegritas tinggi, dan bertanggungjawab; c. Membangun dan mengembangkan teknologi informasi keuan­gan yang modern dan terintegrasi serta sarana dan prasarana strategis lainnya. Dalam rangka implementasi atau penjabaran dari misi,ditetapkan tujuan yang merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu, yaitu satu sampai dengan lima tahun kedepan dalam tahun 2010-2014, serta menggambarkan arah strategik organisasi, perbaikan-perbaikan yang ingin diciptakan sesuai dengan tugas dan fungsi, serta meletakkan kerangka prioritas untuk memfokuskan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Tujuan Kementerian Keuangan untuk periode 2010-2014 dikelompokkan ke dalam 6 (enam) tema pokok sebagai berikut: 1. Tujuan dalam tema pendapatan negara adalah meningkatkan dan mengamankan pendapatan negara dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan keadilan masyarakat 2. Tujuan dalam tema belanja negara adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan belanja negara untuk 30 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar 3. 4. 5. 6. Ringkasan Eksekutif mendukung penyelenggaraan tugas K/L dan pelaksanaan desentralisasi fiskal; Tujuan dalam tema pembiayaan APBN adalah mewujudkan kapasitas pembiayaan yang mampu memberikan daya dukung bagi kesinambungan fiskal; Tujuan dalam tema perbendaharaan negara adalah pengelolaan perbendaharaan negara yang profesional dan akuntabel serta mengedepankan kepuasan stakeholders atas kinerja perbendaharaan negara; Tujuan dalam tema kekayaan negara adalah mewujudkan pengelo­laan kekayaan negara yang optimal serta menjadikan nilai kekayaan negara sebagai acuan dalam berbagai keperluan; Tujuan dalam tema pasar modal dan lembaga keuangan non bank adalah membangun otoritas pasar modal dan lembaga keuangan yang amanah dan profesional, yang mampu mewujudkan industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai penggerak perekonomian nasional yang tangguh dan berdaya saing global. Untuk menjabarkan tujuan agar terukur dan dapat dicapai secara nyata, Kementerian Keuangan menyusun sasaran strategis. Sasaran strategis Kementerian Keuangan untuk tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Sasaran Strategis untuk tema Pendapatan Negara adalah sebagai berikut: a. Tingkat pendapatan yang optimal Tingkat pendapatan yang optimal adalah tingkat pencapaian penerimaan dalam negeri sesuai dengan target sebagaimana tercantum dalam APBN atau APBN-P. b. Tingkat kepercayaan stakeholders yang tinggi dan citra yang meningkat yang didukung oleh tingkat pelayanan yang handal. Tingkat kepercayaan stakeholders yang tinggi diukur berdasarkan hasil survei kepuasan stakeholder oleh lembaga independen. Hasil survei yang positif akan meningkatkan citra Kementerian Keuangan di mata stakeholder. c. Tingkat kepatuhan wajib pajak, kepabeanan, dan cukai yang tinggi. Tingkat kepatuhan wajib pajak, kepabeanan, dan cukai terhadap peraturan perundang-undangan yang pada akhirnya menunjukkan potensi pendapatan pajak, kepabeanan dan cukai. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup 2. Sasaran Strategis dalam Tema Belanja Negara adalah sebagai berikut: a. Alokasi belanja negara yang tepat sasaran, tepat waktu, efektif, efisien dan akuntabel. 1) Alokasi belanja negara yang tepat sasaran adalah alokasi anggaran yang dapat mencapai kinerja program dan kegiatan kementerian negara/ lembaga yang telah ditetapkan dalam APBN. 2) Alokasi belanja negara yang tepat waktu adalah penge­sahan DIPA yang dapat diselesaikan sesuai jadwal yang ditetapkan. 3) Alokasi belanja negara yang efisien adalah penuangan anggaran pada DIPA yang dapat digunakan untuk men­dukung pencapaian sasaran yang ditetapkan. 4) Alokasi belanja negara yang akuntabel adalah alokasi belanja negara yang proporsional sesuai dengan priori­tas rencana kerja pemerintah dan dapat dipertanggung­jawabkan pelaksanaannya. b. Tata kelola yang yang tertib transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan belanja negara. 1) Tata kelola yang tertib adalah pengelolaan belanja negara sesuai dengan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 2) Tata kelola yang transparan dan akuntabel adalah pengelolaan belanja negara yang dilakukan secara terbuka sehingga proses pengelolaannya dapat diketahui oleh stakeholder dan dapat dipertanggungjawabkan. c. Peningkatan efektifitas dan efisiensi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Perimbangan Keuangan adalah pelaksanaan kebijakan hubungan keuangan pusat dan daerah yang dapat menjamin keseimbangan keuangan terkait dengan besarnya beban, tanggung jawab, dan kewenangan yang dimiliki oleh pusat maupun daerah sesuai dengan norma dan standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan d. Terciptanya tata kelola yang tertib sesuai peraturan perundang-undangan, transparan, kredibel, akuntabel, dan profesional dalam pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 1) Tata kelola yang tertib adalah pengelolaan transfer ke daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2) Transparan adalah pelaksanaan kebijakan transfer ke daerah dapat diakses oleh seluruh stakeholder. 3) Akuntabel adalah pelaksanaan kebijakan transfer ke daerah dapat dipertanggungjawabkan. 3. Sasaran Strategis dalam Tema Pembiayaan APBN adalah sebagai berikut: a. Terpenuhinya pembiayaan APBN melalui utang secara tepat waktu, cukup, dan efisien. Memenuhi target pembiayaan APBN melalui utang yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri, dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) dan Pinjaman, dengan mempertimbangkan biaya dan risiko untuk mendukung kesinambungan fiskal. b. Terciptanya kepercayaan para pemangku kepentingan (investor, kreditor, dan pelaku pasar lainnya) terhadap pengelolaan utang yang transparan, akuntabel, dan kredibel. Tersedianya informasi terkait pengelolaan utang kepada publik secara transparan dan akurat, dan terjaganya kredibilitas pengelolaan utang dengan melakukan pembayaran kewajiban secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran c. Terciptanya struktur portofolio utang yang optimal. Mengoptimalkan struktur jatuh tempo SBN dengan memperhatikan jenis, tingkat bunga, dan tenor, serta kondisi pasar keuangan. d. Terciptanya pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid. Mengembangkan pasar SBN dengan menyediakan alternatif instrument SBN yang variatifserta meningkatkan sebaran investor. 4. Sasaran Strategis dalam Tema Perbendaharaan Negara adalah sebagai berikut: a. Efisiensi dan akurasi pelaksanaan belanja negara. Penyaluran belanja negara untuk mendukung pencapaian sasaran yang ditetapkan secara akurat dan tepat waktu be­rarti pelaksanaan penyaluran belanja dilakukan sesuai dengan norma waktu yang ditetapkan. b. Optimalisasi pengelolaan kas. Optimalisasi pengelolaan kas negara meliputi dalam hal peren­canaan kas, pengendalian kas dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 31 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan pemanfaatan idle cash, yang dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan kas dalam jumlah yang cukup. Optimalisasi pengelolaan kas negara adalah dalam rangka mewujudkan efisiensi pengelolaan kas dengan mengedepank­an prinsip “meminimumkan biaya” dan “memaksimalkan man­faat” bila terjadi kekurangan kas (cash mismatch) atau peman­faatan kelebihan kas (idle cash). c. Optimalisasi tingkat pengembalian dana di bidang investasi dan pembiayaan lainnya. Salah satu bagian dari pengembalian dana dibidang investa­si dan pembiayaan lainnya adalah pengembalian penerusan pinjaman. Dana penerusan pinjaman tersebut harus diopti­malkan pengembalian dan penyetorannya kembali ke APBN sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini dikarena­kan pengembalian dana tersebut mempunyai kontribusi dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri dan penerimaan de­fisit APBN. d. Peningkatan pelayanan masyarakat melalui penyempurnaan pengelolaan BLU. Melalui penyempurnaan regulasi terkait dengan pengelolaan BLU, peningkatan penilaian kinerja satker BLU serta pembi­naan yang berkelanjutan, diharapkan satker yang menerap­kan Pengelolaan Keuangan BLU akan dapat melaksanakan fungsinya secara lebih efektif dan efisien. Hal tersebut dapat dilihat dari kinerja keuangan pada satker BLU, sehingga selan­ jutnya akan dapat mendorong peningkatan kualitas pelayanan­nya kepada masyarakat. e. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Salah satu kebijakan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah melalui penerapan akuntansi pemerintah modern sebagai dasar peny­usunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).Sampai dengan saat ini LKPP yang telah disusun masih berdasarkan basis Kas Menuju Akrual. Selanjutnya secara bertahap LKPP akan disusun berdasarkan akrual basis, sehingga diharapkan akan terwujud peningkatan transparansi dan akuntabilitas pen­gelolaan keuangan negara serta peningkatan opini Badan Pe­meriksa Keuangan (BPK) dari Disclaimer menjadi Wajar Tanpa Pengecualian melalui LKPP yang lebih berkualitas. 32 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar f. Ringkasan Eksekutif Terciptanya sistem perbendaharaan negara yang modern, handal dan terpadu. Untuk menciptakan sistem perbendaharaan negara yang mod­ern, handal dan terpadu, mulai tahun anggaran 2009 telah di­laksanakan proyek penyempurnaan sistem perbendaharaan dan anggaran negara yang dikenal dengan Proyek Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Proyek SPAN adalah sebagai langkah awal untuk mewujudkan sistem perbendaharaan yang modern, didukung oleh sistem informasi keuangan yang terpadu (Integrated Financial Man­agement and Information System) dengan karakteristik antara lain: 1) Terintegrasi/terotomasi yang sangat mendukung proses pelaksanaan anggaran, optimalisasi manajemen kas, serta pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban; 2)Database yang terpusat dan memungkinkan perekaman data hanya sekali (single entry); 3) Memungkinkan ‘what if analysis’; 4) Penerapan proses bisnis yang mengacu pada best practice, dan 5) Menghubungkan secara on-line baik melalui satelit, dial-up dan sistem jaringan lainnya Ditjen Anggaran, Ditjen Perben­daharaan, 30 Kanwil Ditjen Perbendaharaan, 178 KPPN dan Kementerian Negara/Lembaga. 5. Sasaran Strategis dalam Tema Kekayaan Negara adalah sebagai berikut: a. Terlaksananya perencanaan kebutuhan barang milik negara yang optimal Mengkoordinasikan pemberian data dan informasi keberadaan asset idle kementerian dan lembaga dalam rangka perenca­naan pengadaan belanja modal dari kementerian dan lembaga, serta penghematan penggunaan anggaran dengan mengopti­malkan BMN idle yang ada di kementerian dan lembaga. b. Terlaksananya penatausahaan kekayaan negara yang handal dan akuntabel Penatausahaan kekayaan negara yang handal dan akuntabel adalah tercatatnya seluruh kekayaan negara/BMN dalam daft­ar barang baik di kementerian dan lembaga sebagai pengguna dan di Kementerian Keuangan sebagai pengelola. c. Terwujudnya pemanfaatan BMN berdasarkan prinsip BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup “the high­est and best use” Pemanfaatan BMN adalah upaya penggunaan secara maksi­mal seluruh BMN untuk mendukung penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan negara d. Tercapainya peningkatan kualitas pelayanan pengelolaan ke­kayaan negara Pelayanan pengelolaan kekayaan negara meliputi pelayanan permohonan penetapan status pemanfaatan, penggunaan, penghapusan dan pemindahtanganan barang milik negara. e.Terwujudnya database nilai kekayaan negara yang kredibel Mendapatkan, mengumpulkan dan mengolah data kekayaan negara sehingga menjadi informasi eksekutif yang utuh, tepat waktu, akurat, dan dapat digunakan untuk proses pengambilan keputusan bagi pimpinan Kementerian Keuangan. 6. Sasaran Strategis dalam Tema Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank adalah: a. Terwujudnya regulator bidang pasar modal dan lembaga keuangan yang amanah dan profesional. b. Terwujudnya pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai sumber pendanaan yang mudah diakses, efisien dan kompetitif. c. Terwujudnya pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai sarana investasi yang menarik dan kondusif dan sa­rana pengelolaan risiko yang handal. d. Terwujudnya industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang stabil, resilience dan likuid. e. Tersedianya kerangka regulasi yang menjamin adanya kepas­tian hukum, keadilan dan keterbukaan (fairness and transpar­ency). f. Tersedianya infrastruktur pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang kredibel, dapat diandalkan dan berstandar in­ternasional. 7. Sasaran Strategis Pembelajaran dan Pertumbuhan dalam menun­jang pencapaian tujuan strategis 6 (enam) tema pokok adalah: a. Terwujudnya SDM yang berintegritas dan berkompetensi ting­gi; Sistem rekrutmen yang kredibel dan pengembangan SDM yang tertata dan berkelanjutan diharapkan menghasilkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi dalam men­gelola Keuangan Negara. b. Terwujudnya organisasi yang handal dan modern; Pengembangan organisasi dilakukan berdasarkan fungsi mas­ing-masing unit organisasi dan SOP yang dimiliki. 1) Fungsi unit organisasi merupakan fungsi yang telah dis­usun berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. 2) Standard Operating Procedures (SOP)/ Prosedur Op­erasi Standar adalah standar yang dijadikan panduan bagaimana suatu kegiatan dilaksanakan, sehingga akan memberikan kepastian mengenai apa yang harus dilak­ sanakan, waktu penyelesaian, dan biaya (bila ada biaya). SOP yang disusun harus memenuhi prinsip efisiensi. c.Terwujudnya good governance; Good Governance adalah terciptanya tata kelola pemerintahan dalam menerapkan prinsip Good Governance (Transparansi, Akuntabilitas, Responsiveness, Responsibilitas, Efektifitas, dan Efisien) d. Terwujudnya dan termanfaatkannya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang terintegrasi; Sistem informasi/aplikasi yang ada di seluruh lingkungan Ke­menterian Keuangan diupayakan terintegrasi didukung dengan kualitas layanan infrastruktur yang prima. e. Tercapainya akuntabilitas laporan keuangan; Sasaran strategis ini terkait dengan product/service yang di­hasilkan oleh Itjen yang difokuskan pada hasil pengawasan yang dapat memberikan nilai tambah bagi kinerja Kementerian Keuangan melalui asistensi, monitoring dan reviu penyusunan Laporan Keuangan pada unit-unit di lingkungan Kementerian Keuangan dan Laporan Keuangan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP). Sasaran Strategis Kementerian Keuangan di atas akan dicapai melalui 12 (dua belas) Program yang dilaksanakan oleh masingmasing unit eselon I sesuai tugas dan fungsinya. Adapun keduabelas program tersebut adalah : 1. Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lain­nya Kementerian Keuangan; 2. Program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Ke­menterian Keuangan. 3. Program pengelolaan anggaran Negara; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 33 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan 4. Program peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak; 5. Program pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepa­beanan dan cukai; 6. Program peningkatan pengelolaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah; 7. Program pengelolaan dan pembiayaan utang; 8. Program pengelolaan perbendaharaan Negara; 9. Program pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang; 10. Program pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan non bank; 11. Program pendidikan dan pelatihan aparatur Kementerian Keuangan;dan 12. Program perumusan kebijakan fiskal. Selain menyusun dokumen Renstra sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kementerian Keuangan juga berinisiatif menyusun Roadmap Kementerian Keuangan. Roadmap Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014 merupakan penjabaran lebih lanjut dari Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014, sebagaimana telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 tanggal 29 Januari 2010. Roadmap tersebut digunakan untuk lebih menjelaskan secara detail mengenai pelaksanaan program dan kegiatan yang dilengkapi dengan informasi mengenai milestone tahunan mulai dari awal tahun sampai dengan akhir tahun periode Renstra. Hal ini mengingat indikator kinerja yang ada dalam Renstra hanya mencantumkan target pada tahun 2010 dan 2014, sedangkan target tahun 2011, 2012, dan 2013 tidak dicantumkan. Dengan adanya Roadmap tersebut, harapan pimpinan Kementerian Keuangan untuk meningkatkan atau mempercepat pencapaian target dalam Renstra dapat dituangkan dalam dokumen yang bersifat tahunan sehingga pencapaian kinerja masing-masing unit dapat dipantau dan dievaluasi secara periodik. 34 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif B. Rencana Kerja, Rencana Kerja Dan Anggaran K/L, Dan Kontrak Kinerja Dengan memperhatikan rancangan awal RKP dan berpedoman pada Renstra, Kementerian Keuangan menyusun Rencana Kerja (Renja) yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk mencapai sasaran hasil program induknya, dan dirinci menurut indikator keluaran, sasaran keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun berikutnya, lokasi, pagu indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta cara pelaksanaannya. Dari Renja yang telah disusun dan setelah ditetapkannya Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Pagu Anggaran K/L, Kementerian Keuangan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA-K/L yang memuat informasi kinerja yang meliputi program, kegiatan dan sasaran kinerja, serta rincian anggaran. Keterkaitan antara Renja dan RKA adalah RKA memuat informasi yang tertuang dalam Renja, termasuk informasi alokasi pendanaan yang telah dimutakhirkan sesuai dengan kemampuan fiskal pemerintah (resources envelope). Informasi pendanaan dalam RKA memuat informasi Rincian Anggaran, antara lain: output, komponen input, jenis belanja, dan kelompok belanja. Kementerian Keuangan sebagai pioneer reformasi birokrasi di Indonesia telah menerapkan Balance Scorecard (BSC) sebagai metode mengukur pencapaian target kinerja. BSC Kementerian Keuangan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454 /KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan terdiri dari dari sasaran-sasaran strategis dimana setiap sasaran strategis menjadi basis dalam penentuan Indikator Kinerja Utama (IKU). IKU dalam setiap sasaran strategis dilengkapi dengan target, unit penanggung jawab, dan inisiatif strategis yang akan dimonitoring dan dievaluasi secara berkala. Penerapan BSC di lingkungan Kementerian Keuangan berfungsi sebagai Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang memuat indikator kinerja dan target capaian kinerja pada suatu tahun anggaran. IKU dan target capaiannya disusun dengan memperhatikan dokumen-dokumen perencanaan serta penganggaran yang telah ditetapkan untuk menjamin keterkaitan antara dokumen perencanaan dan penganggaran serta RKT di lingkungan BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Kementerian Keuangan. IKU dan target IKU yang dicantumkan dalam Kontrak Kinerja dapat menggunakan ukuran-ukuran yang lebih spesifik atau target yang lebih tinggi untuk mendukung pencapaian target indikator yang ditetapkan dalam Renja. Untuk menjamin tercapainya sasaran dan target secara optimal dan tepat waktu, visi dan misi Kementerian Keuangan harus menjadi acuan sekaligus landasan penyusunan strategi. Dari visi dan misi tersebut kemudian dirumus­kan sasaran strategis Kementerian Keuangan (KK). Sasaran Strategis (SS/ KK) Kementerian Keuangan tahun 2012 telah ditetap­kan dan dikelompokkan sebagaimana tertuang dalam Peta Strategi Kemente­rian Keuangan. Peta Strategi Kementerian Keuangan 2012 memuat 16 Sasa­ran Strategis. Sasaran-sasaran strategis tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pendapatan negara yang optimal; (2) Perencanaan dan pelaksanaan belanja negara yang optimal; (3) Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, aman dan efisien bagi kesinambungan fiskal; (4) Utilisasi kekayaan negara yang optimal; (5) Transfer daerah yang adil, transparan, tepat guna dan tepat waktu; (6) Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel; (7) Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji, dan likuid; (8) Tingkat Kepuasan C. Penetapan/Perjanjian Kinerja Penetapan/perjanjian kinerja merupakan pelaksanaan Instruksi Presiden No­mor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, dan sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Re­formasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010, dokumen Penetapan Kinerja/ perjan­jian kinerja merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kin­erja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh instansi. Gambar 2.1 Peta Strategi Kementerian Keuangan Tahun 2012 KK-2 Perencanaan dan Pelaksanaan belanja Negara yang optimal KK-1 Pendapatan Negara yang optimal Learning and Growth Perspective Internal Process Perspective Customer Perspective Stakeholder perspective VISI Menjadi Pengelola keuangan dan kekayaan Negara yang dipercaya, akuntabel dan terbaik di tingkat regional untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan. KK-3 Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, aman, efisien bagi kesinambungan fiscal KK-4 Utilisasi kekeyaan Negara yang optimal KK-5 Transfer daerah yang adil, transparan, tepat guna dan tepat waktu KK-6 Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel KK-7 Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid KK-8 Tingkat kepuasan pengguna layanan yang tinggi PERUMUSAN KK-9 Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas SDM KK-13 Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi PENGELOLAAN DAN PENGEMBANG KK-10 Pelaksanaan Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien PENGAWASAN DANPENEGAKAN HUKUM KK-11 Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi ORGANISASI TIK KK-14 Penataan organisasi yang adaptif KK-15 Perwujudan TIK yang terintegrasi dan Andal KK-12 Pengawasan dan penegakan hokum yang efektif ANGGARAN KK-16 Pelaksanaan anggaran yang optimal Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 35 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan pengguna layanan yang tinggi; (9) Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas; (10) Pelaksanaan pengelolaan keuan­gan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien; (11) Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi; (12) Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif; (13) Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi; (14) Penataan organisasi yang adaptif; (15) Perwujudan TIK yang terintegrasi dan andal; dan (16) Pelaksanaan anggaran yang optimal. Peta strategi Kementerian Keuangan menerapkan 4 perspektif, yaitu: stakeholders perspective, customers perspective, internal process perspective dan learning and growth perspective. Stakeholders perspective berisi hal-hal yang harus dihasilkan oleh organisasi agar dinilai berhasil oleh stakeholders. Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Customers perspective berisi ekspektasi dari customer dan apa yang menjadi ukuran keberhasilan atas pelayanan yang dilaksanakan. Internal Process perspective berisi proses bisnis seperti apa yang harus dikelola untuk memberikan layanan dan nilai-nilai kepada stakeholder dan customer. Sedangkan learning and growth perspective berisi sumber daya internal yang dimiliki untuk melakukan perbaikan dan perubahan sehinggga dapat menghasilkan pelayanan yang dihasilkan. Dari Peta Strategi Kementerian Keuangan Tahun 2012 tersebut diketahui bahwa jumlah sasaran strategis yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan mencapai 16 (enam belas) sasaran strategis (SS/KK) dan IKU yang diidentifikasi sebanyak 38 IKU. Selanjutnya keterkaitan antara sasaran strategis dan IKU dapat disajikan dalam tabel berikut. Tabel 2.1 Sasaran Strategis dan IKU Sasaran Strategis Sasaran Strategis 1 Pendapatan negara yang optimal Indikator Kinerja Satuan Target Triliun 1.310,56 1. Jumlah pendapatan negara 2. Persentase dana blokir (tanda bintang) % 3 3. Persentase penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L % 90 Sasaran Strategis 3 Pembiayaan dalam jumlah yang cukup,aman, dan efisien bagi kesinambungan fiskal 4. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup % 100 5. Persentase pencapaian target effective cost % 100 Sasaran Strategis 4 Utilisasi kekayaan negara yang optimal 6. Nilai kekayaan negara yang diutilisasi Triliun 102,56 7. Indeks pemerataan keuangan antar daerah Indeks 0,8 8. Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah % 100 9. Persentase Perda DPRD yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan % 90 WTP 80 10. Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik WDP 4 Sasaran Strategis 2 Perencanaan dan pelaksanaan belanja negara yang optimal Sasaran Strategis 5 Perimbangan keuangan yang adil dan transparan Sasaran Strategis 6 Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel Sasaran Strategis 7 Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji, dan likuid 36 No. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Indeks 97,62 11. Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 - 4 (WTP) 12. Rata-rata tingkat kesehatan perusahaan efek, asuransi, dan pembiayaan % 87,67% 13. Persentase nilai transaksi efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di bursa % 15% BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 2.1 (Lanjutan) Sasaran Strategis No Indikator Kinerja Satuan Target Sasaran Strategis 8 Tingkat kepuasan pengguna layanan yang tinggi 14. Indeks kepuasan pengguna layanan Indeks 3,92 15. Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro % 5 16. Deviasi proyeksi APBN % 5 17. Deviasi proyeksiexercise I-account % 5 18. Deviasi penetapan dana transfer ke daerah % 5 19. Jumlah kebijakan tentang peningkatan penerimaan negara Buah 5 20. Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan % 100 21. Persentase tingkat akurasi perencanaan kas % 90 22. Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang % 100 23. Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PPAPBN secara tepat waktu Indeks 24. Persentase penyelesaian BMN Kemenkeu yang bermasalah dengan kategori rusak berat atau hilang % 25. Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi 26. Rata-rata persentase kepatuhan dan penegakan hukum 27. Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden Indeks 28. Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L % 80 29. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya % 82,5 30. Persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi % 85 31. Rasio jam pelatihan dibandingkan jam kerja % 2,5 32. Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan % 70 33. Indeks reformasi birokrasi Indeks 92 34. Indeks kepuasan pegawai Indeks 3,04 35. Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti % 85 36. Persentase integrasi TIK Kemenkeu % 60 37. Persentase akurasi data SIMPEG % 100 38. Persentase penyerapan DIPA Kementerian Keuangan % 95 Sasaran Strategis 9 Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas Sasaran Strategis 10 Pelaksanaan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien Sasaran Strategis 11 Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi Sasaran Strategis 12 Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif Sasaran Strategis 13 Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi Sasaran Strategis 14 Penataan organisasi yang adaptif Sasaran Strategis 15 Perwujudan TIK yang terintegrasi dan andal Sasaran Strategis 16 Pelaksanaan anggaran yang optimal 3 (tepat waktu) 50 Indeks 75,56 % 60,79 80 (tepat waktu) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 37 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar D. Pengukuran Kinerja 1) Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi Maximize Dalam rangka mengukur capaian indikator kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2012, Kementerian Keuangan berpedoman kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Pengukuran capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1) Angka maksimum indeks capaian setiap IKU ditetapkan sebesar 120%; 2) Indeks capaian IKU dikonversikan menjadi maximize semua agar sebanding dengan yang lainnya; 3) Status capaian IKU yang ditunjukkan dengan warna merah/kuning/hijau, ditentukan oleh Indeks Capaian IKU; 4) IKU yang ditetapkan diupayakan realisasi pencapaiannya memungkinkan melebihi target; 5) Untuk IKU yang capaiannya tidak memungkinkan melebihi target, maka capaiannya ditetapkan sebagai berikut: a) Apabila realisasi pecapaiannya sama dengan target, maka indeks capaian IKU tersebut dikonversi menjadi 120%; b) Apabila realisasi pencapaiannya tidak memenuhi target, maka indeks capaian IKU tersebut tidak dilakukan konversi. IKU yang memiliki polarisasi maximize, merupakan indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja lebih tinggi dari nilai target yang ditetapkan. 2) Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi Minimize IKU yang memiliki polarisasi minimize, merupakan indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja lebih kecil dari nilai target yang ditetapkan. 3) Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi Stabilize Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase pencapaian target indikator kinerja terdiri dari tiga (3) jenis, yaitu: Grafik : 120 100 75 Indeks Capaian 50 25 0 22.5 0 Capaian 100 In In-1 In+1 Ca Ca 38 90 = Indeks capaian = Indeks capaian dibawahnya = Indeks capaian diatasnya = Capaian awal = Realisasi/Target X 100% Kementerian Keuangan Republik Indonesia 67.5 Cn 45 = Capaian, dengan ketentuan: a. Apabila Realisasi > Target, maka: Cn = 100 – (Ca – 100), dimana Ca maksimum adalah 200% b. Apabila Realisasi < Target, maka: Cn = Ca Cn-1 = Capaian dibawahnya Cn+1 = Capaian diatasnya BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup IKU yang memiliki polarisasi stabilize, merupakan indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja diharapkan berada dalam suatu rentang target tertentu. Apabila hasil perhitungan nilai capaian IKU melampaui target, akan menghasilkan nilai maksimal 120%. Karena IKU stabilize mengharapkan capaian dalam rentang tertentu di sekitar target, maka capaian yang dianggap paling baik adalah capaian yang tepat sesuai dengan target. Kementerian Keuangan yang telah menerapkan Balance Scorecard (BSC) sebagai metode mengukur pencapaian target kinerja, telah melaksanakan reviu Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan. Reviu Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan merupakan kegiatan evaluasi/penelaahan terhadap Kontrak Kinerja 2012 pada suatu satuan kerja dalam bentuk asistensi Pengelolaan Kinerja. dengan kaidah sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 Tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan, sehingga kualitas kontrak kinerja dapat lebih disempurnakan agar benar-benar mampu mendongkrak kinerja serta lebih selaras dengan strategi organisasi. Reviu Kontrak Kinerja dilaksanakan dengan memilih beberapa kontrak kinerja pada beberapa unit eselon II di unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Reviu terhadap Kontrak Kinerja diupayakan menyeluruh, tidak terbatas pada Kontrak Kinerja tetapi juga terhadap dokumen atau informasi pendukungnya, seperti Rencana Strategis (Renstra) yang memuat pernyataan visi dan misi organisasi, uraian jabatan, tugas dan fungsi, Kontrak Kinerja tahun sebelumnya, Manual IKU, serta Matriks Cascading dan Alignment. Reviu ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan umpan balik pelaksanaan kontrak kinerja dalam rangka perbaikan pengelolaan kinerja di masa mendatang sesuai Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 39 40 Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB III AKUNTABILITAS KINERJA DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 41 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Kata Pengantar BAB III Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan 42 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Ringkasan Eksekutif BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup A. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Sebagaimana disebutkan pada Bab II (lihat halaman 33), pada tahun 2012, Kementerian Keuangan menetapkan 16 (enam belas) Sasaran Strategis (SS) dimana 7 (tujuh) diantaranya merupakan sasaran dalam stakeholder perspective yang menjadi fokus penyajian dalam LAKIP Kementerian Keuangan Tahun 2012. Setiap SS memuat Indikator Kinerja Utama (IKU), yang pencapaian IKU dari ketujuh sasaran dalam stakeholder perspective tersebut dapat ditabulasikan seperti tabel 3.1 B. Evaluasi dan Analisis Kinerja Pelaksanaan evaluasi dan analisis kinerja dilakukan melalui pengukuran kinerja dengan menggunakan formulir pengukuran kinerja sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan program sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian Keuangan. Pengukuran kinerja dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian yang didasarkan pada Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah diidentifikasi agar sasaran-sasaran strategis dan tujuan strategis sebagaimana telah ditetapkan dalam Peta Strategi Kementerian Keuangan yang menjadi kontrak kinerja pada Tahun 2012 dapat tercapai. 1. Sasaran Strategis 1: Pendapatan Negara yang Optimal (KK-1) Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu IKU pendapatan negara yang optimal. IKU ini dijabarkan ke dalam 3 (tiga) sub IKU yang masing-masing pencapaiannya ditabulasikan seperti tabel 3.2 Jumlah pendapatan negara merupakan angka penerimaan pajak dan non pajak yang diperoleh dari angka resmi yang diterbitkan Kementerian Keuangan dan yang telah ditetapkan dengan peraturan resmi (UU APBN/P). Target yang ditetapkan sesuai dengan angka yang tersebut dalam peraturan resmi/ Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 43 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.1 Capaian IKU pada Stakeholder Perspective Sasaran Strategis (SS) Kode IKU 1. Pendapatan negara yang optimal KK-1.1 Jumlah pendapatan negara KK-2.1 2. Perencanaan dan Pelaksanaan belanja negara yang optimal No. 3. 4. 5. 6. 7. 44 Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman bagi kesinambungan fiskal Utilisasi kekayaan negara yang optimal Perimbangan keuangan yang adil dan transparan Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid Target Realisasi % Kategori IKU Rp1.357,38 T Rp1.331,35 T 98,08% max Persentase dana blokir (tanda bintang) 3% 1,45% 120,00% min KK-2.2 Persentase penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L 90% 88,21% 98,01% max KK-3.1 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup 100% 98,87% 117,74% stbz KK-3.2 Persentase pencapaian target effective cost 100% 80,58% 119,42% min KK-4.1 Nilai kekayaan negara yang diutilisasi (dalam triliun) Rp102,56 T Rp103,31 T 100,73% max KK-5.1 Indeks Pemerataan keuangan antar-daerah 0,8 0,74 107,50% min KK-5.2 Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah 100% 100,12% 100,12% max KK-5.3 Persentase Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan 90% 94,98% 105,53% max KK-6.1 Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik 97,62 87,36 89,49% max KK-6.2 Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15, BUN, dan BA 999 4 3,88 97,00% max KK-7.1 Rata-rata tingkat kesehatan perusahaan efek, asuransi, dan pembiayaan 87,67% 96,94% 110,57% max KK-7.2 Persentase nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di Bursa 15% 0,0011% 120,00% min Kementerian Keuangan Republik Indonesia IKU BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.2 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pendapatan Negara yang Optimal KK 1. Pendapatan negara yang optimal Indikator Kinerja Target Realisasi Jumlah pendapatan negara Rp1.357,38 T Rp1.331,35 T 98,08% a. Jumlah penerimaan pajak Rp885,027 T Rp835,26 T 94,38% b. Jumlah penerimaan bea dan cukai Rp131,211 T Rp144,46 T 110,10% c. Jumlah PNBP nasional Rp341,142 T Rp351,63 T 103,07% undang-undang terkait. Semula, target jumlah pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp1.310,56 T. Namun di tengah tahun, target ini dikoreksi melalui APBN Perubahan menjadi Rp1.357,38 T. Hingga akhir tahun, capaian realisasi IKU ini hanya tercapai sebesar 98,08% atau teralisasi sebesar Rp1.331,35 T. Jumlah pendapatan negara tidak tercapai dikarenakan tidak tercapainya penerimaan pajak yang disebabkan basis pengenaan pajak pada tahun 2012 mengalami pertumbuhan dibawah target yang berdampak pada menurunnya penerimaan pajak pada beberapa sektor tertentu. Penurunan harga komoditas juga menyebabkan penurunan pembayaran pajak, terutama jenis PPh Non Migas di sektor tertentu. Selain itu, PPh Pasal 25/29 Badan juga mengalami pertumbuhan negatif sebesar -11,91%, sementara untuk periode yang sama di tahun lalu mampu tumbuh hingga 32,52%. Sedangkan untuk penerimaan bea dan cukai dan PNBP Nasional telah melebihi target yang telah ditetapkan. Berikut merupakan uraian masing-masing sub IKU pendapatan negara. a. Jumlah Penerimaan Pajak. Pada tahun 2012 target penerimaan pajak untuk pertama kalinya diproyeksikan melewati angka Rp1.000 trilyun, yaitu sebesar Rp1.016,20 trilyun. Jumlah tersebut meningkat sebesar % Rp142,33 trilyun dari realisasi tahun 2011 sebesar Rp873,87 trilyun atau 16,29%. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp885,02 trilyun atau 87,09% merupakan jumlah pajak yang harus dikumpulkan oleh Kementerian Keuangan. Target ini naik 15,89% dari target tahun 2011, dan naik 19,17% dibandingkan realisasi tahun 2011. Target penerimaan pajak adalah target penerimaan PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Materai yang tergambar dalam APBN/P. Rencana Penerimaan Termasuk PPh Migas Tahun 2012 berdasarkan UU APBN-P 2012 sebesar Rp 885.026,59 Miliar. Berdasarkan data penerimaan sampai dengan 31 Desember 2012, realisasi penerimaan termasuk PPh Migas tahun 2012 sebesar Rp.835.255,12 miliar. Dengan demikian capaian realisasi penerimaan pajak adalah 94,38 persen. Adapun rencana dan realisasi per triwulan 2012 dapat ditabulasikan seperti tabel 3.3. Dalam usaha mencapai target, Kementerian Keuangan telah melakukan langkah-langkah strategis agar target penerimaan dapat dicapai. Langkah-langkah yang dilakukan berupa maksimalisasi sumber daya internal, memfokuskan kegiatan pada sektor-sektor yang belum digali secara maksimal, penerapan manajemen yang lebih sinergis, serta memanfaatkan teknologi sehingga memungkinkan kinerja yang lebih efektif dan efisien. Langkah-langkah tersebut kemudian dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu langkah administratif (administrative measures) dan langkah kebijakan (policy measures). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 45 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Tabel 3.3 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak per Triwulan Tahun 2012 Triwulan APBN-P Realisasi 2012 Triwulan I 164.944,38 165.051,85 107,47 100,07% Triwulan II 207.109,77 222.580,57 15.470,80 107,47% Triwulan III 228.396,51 228.528,12 131,61 100,06% Triwulan IV 284.575,92 219.094,57 (65.481,35) 76,99% 885.026,59 835.255,12 (49.771,47) 94,38% Th. 2012 Langkah administratif berupa perbaikan pelayanan, sistem administrasi serta pemanfaatan data dan teknologi informasi, sementara untuk kebijakan berupa sinkronisasi kebijakankebijakan yang saat ini ada, penguatan aturan untuk mendukung penerimaan, serta fokus terhadap sektor-sektor usaha yang dapat meningkatkan penerimaan. Program-program tersebut dilakukan sepanjang tahun 2012 dengan kegiatan berupa pengembangan aplikasi (dashboard dan Approweb), sosialisasi dan kunjungan, serta bimbingan teknis dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pemanfaatannya. Langkah-langkah administrasi dan kebijakan tersebut diimplementasikan dalam beberapa program. 1) Penggalian Pajak Sektoral. Sehubungan dengan fungsi pengawasan atas kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh setiap Wajib Pajak sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment dan untuk lebih memaksimalkan pengamanan potensi penerimaan pajak, dilakukan upaya penggalian potensi pajak atas sektorsektor usaha unggulan, antara lain industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, perantara keuangan, pertambangan dan penggalian, transportasi, pergudangan dan komunikasi, serta real estate. Upaya tersebut dilakukan dengan lebih memantapkan tugas pokok dan fungsi setiap Kantor Pelayanan Pajak dan pemanfaatan data-data pihak ketiga melalui pelaksanaan Pasal 35A Undang-undang KUP, serta pemanfaatan teknologi informasi dalam administrasi perpajakan. 46 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Selisih Capaian Untuk mendukung upaya penggalian potensi pajak sektoral dengan menghimpun data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan serta sebagai pelaksanaan Pasal 35A Undang-undang KUP, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 yang mengatur tentang pemberian dan penghimpunan data dan informasi berkaitan dengan perpajakan. Ketentuan ini mewajibkan Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi dan Pihak lain (ILAP) untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Kementerian Keuangan. Sebagai suatu bentuk pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan penggalian potensi perpajakan, pada tahun 2012 telah dibangun suatu sistem aplikasi perpajakan yakni “ApproweB”. Sebuah aplikasi yang dirancang ulang sebagai “rumah” bagi kegiatan mapping, profiling, dan benchmarking. Secara umum, ApproweB berisi 4 modul yaitu modul penerimaan, modul profil, modul data dan analisis dan modul pengawasan. 2) Pengembangan Benchmark dan Pemanfaatannya. Pemanfaatan metodologi benchmarking ini diawali dengan tiga tahap uji coba (pilot project) pembuatan dan pemanfaatan Benchmark Behavioral Model (BBM). Uji Coba Tahap I yang diikuti oleh 6 kantor wilayah dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2011. Uji coba tahap II dan III masing-masing dilaksanakan pada bulan Maret dan Mei 2012, diikuti oleh kantor wilayah. Selama tahap-tahap tersebut kantor wilayah BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup dibimbing juga oleh Tim Benchmark Kantor Pusat dalam proses pemahaman dan pembuatan BBM dengan sosialisasi, kunjungan dan bantuan teknis. penerimaan, tetapi bisa digunakan untuk melakukan analisa data sehingga Manajemen bisa mendapatkan informasi pendukung pengambil keputusan bagi organisasinya. Pada tanggal 16 Agustus 2012 diterbitkan Surat Edaran Nomor SE-40/PJ/2012 tentang Pembuatan Benchmark Behavioral Model dan Tindak Lanjutnya. Dalam Surat Edaran ini diatur agar seluruh Kanwil kecuali Kanwil Wajib Pajak Besar dan Kanwil Jakarta Khusus melakukan pembuatan/pemutakhiran BBM. Pengecualian ini dibuat dikarenakan Kanwil Wajib Pajak Besar dan Kanwil Jakarta Khusus memiliki pendekatan Wajib Pajak terdaftar yang berbeda dengan Kanwil lainnya yang berdasarkan wilayah (regional). Sampai dengan tanggal 13 Desember 2012, sebanyak 26 Kanwil telah melakukan pembuatan Benchmark Behavioral Model dan menyampaikan laporannya. 4) Penggalian Potensi Wajib Pajak Orang Pribadi Berbasis Internet Searching. 3) Pembuatan dan Pengembangan Aplikasi Dashboard Penerimaan. Dalam rangka pengamanan target penerimaan pajak tahun 2012 dan untuk melaksanakan program intensifikasi perpajakan sesuai dengan kebijakan umum perpajakan 2012 sebagaimana di muat dalam nota keuangan tahun anggaran 2012, diperlukan sebuah model penggalian potensi pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang lebih terukur dan terstruktur. Pembayaran Pajak oleh Wajib Pajak Orang Pribadi lebih rendah dari Penerimaan Wajib Pajak Badan dimana setiap WP Badan dimiliki oleh satu atau beberapa orang pribadi yang mendapat penghasilan/keuntungan dari perusahaan yang dimilikinya sehingga seharusnya pajak yang dibayarkan lebih tinggi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi. Aplikasi Dashboard Penerimaan dibuat dalam rangka program Quick Wins, yaitu monitoring pembayaran pajak dalam sebuah sistem MIS/EIS. Aplikasi nasional ini digunakan untuk melakukan pengawasan penerimaan pajak secara berjenjang dari tingkat Kantor Pusat hingga pelaksana. Dashboard Penerimaan tidak hanya berfungsi menampilkan informasi Walaupun sudah dilakukan berbagai langkah, namun target penerimaan pajak tahun 2012 tidak dapat terealisasi 100%. Penyebab tidak tercapainya target penerimaan pajak di tahun 2012 disebabkan karena beberapa hal sebagai berikut: 1) Basis pengenaan pajak pada tahun 2012 mengalami pertumbuhan dibawah target, antara lain ditunjukkan Tabel 3.4 Sektor Dominan yang Mengalami Penurunan Kontribusi Penerimaan Pajak Kategori Realisasi 2011 Realisasi 2012 Kontribusi 2011 Kontribusi 2012 Pertumbuhan 2011 Pertumbuhan 2012 Industri Pengolahan 71.557,58 69.828,98 31,07% 27,71% 55,65% -2,44% Perdagangan Besar dan Eceran 31.103,95 33.955,61 13,51% 13,47% 28,73% 9,12% Perantara Keuangan 17.270,67 18.038,14 7,50% 7,16% 22,13% 4,43% Konstruksi 13.173,23 15.255,96 5,72% 6,05% 41,68% 15,74% Pertambangan dan Penggalian 17.153,06 12.098,10 7,45% 4,80% 22,88% -29,57% 150.258,48 149.176,78 65,24% 59,20% 39,73% -0,76% Jumlah 5 Sektor Dominan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 47 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kata Pengantar dengan pertumbuhan ekonomi yang berada dibawah target (realisasi 6,3% dari target 6,5%) yang berdampak pada menurunnya penerimaan pajak pada beberapa sektor tertentu. 2) Penurunan harga komoditas yang menyebabkan penurunan pembayaran pajak, terutama jenis PPh Non Migas di sektor tertentu seperti pada sektor pertambangan dan penggalian. 3) Penurunan secara signifikan juga terjadi atas jenis pajak PPh Pasal 25/29 Badan, padahal jenis pajak ini mendominasi struktur penerimaan nasional setelah PPN Dalam Negeri. 4) Selama tahun 2012 terdapat beberapa sektor penyumbang kontribusi penerimaan pajak yang besar mengalami penurunan. Sektor-sektor tersebut antara lain sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, perantara keuangan, konstruksi, serta pertambangan dan penggalian. Sektor yang signifikan mempengaruhi penerimaan pajak tampak pada tabel 3.4 Dari kelima sektor tersebut, sektor yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu sektor industri pengolahan (-2,44 persen) dan pertambangan-penggalian (-29,57 persen). Sementara untuk tiga sektor lainnya, meskipun mengalami kenaikan, akan tetapi pertumbuhannya berbeda sangat signifikan jika dibandingkan dengan kontribusi dan pertumbuhan di tahun sebelumnya. Penurunan tersebut lebih diakibatkan oleh situasi dunia usaha di Indonesia pada tahun 2012 yang mengalami perlambatan ekonomi global. Hal ini mengakibatkan penurunan pendapatan perusahaan sehingga pajak yang disetor juga berkurang. Ringkasan Eksekutif Strategi Pengamanan Penerimaan yang akan dilaksanakan sebagai action plan di tahun 2013 atas evaluasi penerimaan pajak tahun 2012 adalah: 1) penyempurnaan aplikasi Approweb (termasuk aplikasi feeding) dan optimalisasi pemanfaatannya dalam pengawasan Wajib Pajak; 2) optimalisasi pemanfaatan aplikasi Dashboard sebagai alat penggalian potensi dan pengawasan; 3) peningkatan kepatuhan WP berbasis sektoral; 4) pengawasan berbasis IT; dan 5) tindak lanjut hasil Sensus Pajak Nasional. b. Jumlah Penerimaan Bea dan Cukai. Total realisasi penerimaan Bea Masuk, Bea Keluar dan Cukai tahun 2012 adalah sebesar Rp144.464,41 milyar dengan persentase capaian 110,10% dari target APBN-P sebesar Rp131,210,73 milyar atau terdapat kelebihan atau surplus penerimaan sebesar Rp13.253,69 milyar (10,10%). Penerimaan bea dan cukai tahun 2012 terdiri dari : 1) Bea masuk. Penerimaan bea masuk sampai dengan 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp28.277,75 milyar dengan persentase capaian 114,31% dari target APBN-P sebesar Rp24.737,90 milyar sehingga terdapat kelebihan pencapain target atau surplus sebesar Rp3.539,85 milyar (14,31%). 2) Bea keluar. Penerimaan bea keluar sampai dengan 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp21.372,92 milyar dengan persentase capaian 92,10% dari target APBN-P sebesar Rp23.206,20 milyar sehingga terdapat kekurangan pencapaian target atau defisit sebesar Rp1.833,28 milyar (7,90%). Tabel 3.5 Realisasi Jumlah Penerimaan Bea dan Cukai Tahun 2012 Rp Jutaan No. Jenis Penerimaan Target APBN-P % Surplus/Defisit Nominal % 1. Bea Masuk 24.737.900,00 28.277.747,59 114,31 3.539.847,59 14,31 2. Bea Keluar 23.206.200,00 21.372.924,03 92,10 (1.833.275,97) -7,90 3. Cukai 83.266.625,00 94.813.740,82 113,87 11.547.115,82 13,87 Total 131.210.725,00 144.464.412,44 110,10 13.253.687,44 10,10 1. Sumber Data Laporan KPU/KPPBC pada Aplikasi MPO 2. Target Bea Masuk sudah termasuk nilai BM-DTP sebesar Rp. 600 milyar (APBN-P) 48 Realisasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.6 Perbandingan Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Tahun 2011 dan 2012 Rp Miliar No. Jenis Penerimaan 2011 Target APBN-P 2012 Realisasi % Target APBN-P Growth Realisasi % Nominal % 1. Bea Masuk 21.000,79 25.191,49 119,95 24.737,90 28.277,75 114,31 3.086,26 12,25 2. Bea Keluar 25.439,08 28.855,58 113,43 23.206,20 21.372,92 92,10 (7.482,66) -25,93 3. Cukai 68.075,34 77.009,46 113,12 83.266,74 94.813,74 113,87 17.804,28 23,12 Total 114.515,21 131.056,53 114,44 131.210,73 144.464,41 110,10 13.407,88 10,23 Sumber Data: Rapat Evaluasi Kemenkeu-One DJBC Tabel 3.7 Perbandingan Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Tahun 2010 dan 2011 Rp Miliar No. Jenis Penerimaan 2010 Target APBN-P Realisasi 2011 % Target APBN-P Growth Realisasi % Nominal % 1. Bea Masuk 15.106,81 19.760,43 130,80 21.000,79 25.191,49 119,95 5.431,06 27,48 2. Bea Keluar 5.454,56 8.897,78 163,13 25.439,08 28.855,58 113,43 19.957,80 224,30 3. Cukai 59.265,92 66.165,29 111,64 68.075,34 77.009,46 113,12 10.844,17 16,39 Total 79.827,29 94.823,50 118,79 114.515,21 131.056,53 114,44 36.233,03 38,21 Keterangan: Target dan realisasi BM tidak termasuk BM DTP 3)Cukai. Penerimaan cukai sampai dengan 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp94.813,74 milyar dengan persentase capaian 113,87% dari target APBN-P sebesar Rp83.266,63 milyar sehingga terdapat kelebihan pencapaian target atau surplus sebesar Rp11.547,12 milyar (13,87%). Rincian realisasi penerimaan bea dan cukai tahun 2012 adalah sebagaimana tabel 3.5. Perbandingan realisasi penerimaan Bea dan Cukai tahun 2011 dan 2012 tampak pada tabel 3.6. Adapun perbandingan realisasi penerimaan Bea dan Cukai tahun 2010 dan 2011 adalah sebagaimana pada tabel 3.7. Realisasi penerimaan Bea dan Cukai pada tahun 2012 mengalami peningkatan dibandingkan dengan realisasi penerimaan Bea dan Cukai tahun 2011, terdiri dari kenaikan jenis penerimaan Bea Masuk sebesar Rp3.086,26 milyar (naik 12,25%), Cukai sebesar Rp17.804,28 milyar (naik 23,12%), walaupun Bea Keluar mengalami penurunan sebesar Rp7.482,66 milyar (turun 25,93%). Secara keseluruhan penerimaan Bea dan Cukai pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar Rp13.407,88 milyar atau 10,23% dibandingkan periode yang sama tahun 2011. Disamping melaksanakan pemungutan terhadap pungutan negara di bidang Kepabeanan dan Cukai, Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga mengemban tugas untuk melaksanakan pemungutan dibidang perpajakan lainnya yaitu pemungutan terhadap Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang meliputi PPN Impor, PPnBM Impor dan PPh pasal 22 Impor serta pemungutan terhadap PPN Hasil Tembakau. Tabel 3.8 menampilkan rincian Penerimaan PDRI dan PPN hasil tembakau pada tahun 2011 dan 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 49 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.8 Penerimaan PDRI dan PPN Hasil Tembakau Tahun 2011 dan 2012 Rp Miliar No. Jenis Penerimaan 1. PPN Impor 2. PPNBM Impor 3. PPh Ps. 22 Impor Sub Total PDRI 4. PPN HT Total Pajak (dipungut DJBC) Realisasi s.d. Desember 2011 2012 Growth Nominal % 107.016,02 126.629,63 19.613,61 18,33 5.374,48 8.432,40 3.057,92 56,90 25.835,92 31.613,69 3.318,50 11,73 140.685,69 166.675,72 25.990,03 18,47 12.856,79 14.156,59 1.299,80 10,11 153.542,47 180.832,30 27.289,83 17,77 Sumber Data: Rapat Evaluasi Kemenkeu-One DJBC Sampai dengan Desember 2012 realisasi penerimaan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) mencapai Rp166.675,7 milyar (meningkat 18,47% dari tahun 2011) dan PPN Hasil Tembakau sebesar Rp14.156,6 milyar (naik 10,11% dari tahun 2011). Secara keseluruhan total PDRI dan PPN HT tahun 2012 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011 yaitu sebesar Rp27.289,83 milyar (naik 17,77%). Faktor yang mempengaruhi penerimaan Bea dan Cukai antara lain: 1) Bea Masuk. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan bea masuk per 31 Desember 2012, antara lain disebabkan: a) Devisa impor Bayar sampai dengan bulan Desember sebesar US$ 146,14 Milyar, meningkat 3,59% dibandingkan periode yang sama tahun 2011 sebesar US$ 141,06 Milyar. b) Tarif efektif rata-rata s.d. periode Desember 2012 sebesar 2,06%, naik 1,02% dari periode yang sama tahun 2011 sebesar 2,04% dan berada di atas tarif yang diasumsikan dalam APBN-P pada tahun 2012 sebesar 1,92%. c) Nilai Kurs Rata-rata sampai dengan Desember 2012 sebesar Rp9.396,09 melemah sebesar Rp620,88 (7,08%) dibanding periode yang sama tahun 2011 (Rp 8.775,21) dan di atas kurs asumsi makro APBN-P 2012 sebesar Rp9.000. 50 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tercapainya target penerimaan bea masuk tahun 2012, antara lain disebabkan: a)Peningkatan dutiable import dan nilai tukar rupiah yang tinggi, berada diatas asumsi APBN-P 2012. b) Tarif efektif rata-rata yang berada diatas tarif yang diasumsikan. c) Internal effort dalam peningkatan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan seperti intensifikasi pemeriksaan dokumen dan fisik barang, pemberantasan penyelundupan, temuan hasil audit, dan lain-lain. 2) Bea Keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Bea Keluar tahun 2012 antara lain: a) Tarif BK dan HPE periode Januari sampai dengan Desember lebih rendah dari periode yang sama Tahun 2011 menjadi salah satu penyebab turunnya penerimaan BK. b) Dari hasil kajian diperoleh kesimpulan bahwa restrukturisasi tarif yang ada hanya merangsang produsen untuk melakukan hilirasisasi sampai tingkat RBD Palm Olein. Pemrosesan sampai tingkat RBD sesungguhnya tidak sepenuhnya dapat dikatakan sebagai proses hilirisasi tetapi lebih memanfaatkan penurunan pembayaran Bea Keluar yang nilainya jauh melebihi peningkatan Nilai Tambah (Perbedaan Harga Ekspor antara RBD Palm Olein dengan CPO). BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya target penerimaan Bea Keluar tahun 2012 antara lain: a) Penerimaan BK dari ekspor mineral yang mulai berlaku mulai Juni 2012 belum efektif/menghasilkan penerimaan. Pada tahun 2012 penerimaan bea keluar dari ekspor mineral logam hanya sebesar Rp1.746,41 miliar sebagaimana pada tabel 3.9 di bawah ini. b) Masih rendahnya penerimaan BK dari komoditi mineral logam disebabkan adanya kendala di bidang perizinan terhadap eksportir dimana eksportir harus mendapat izin Clear and Clean dari Kementerian ESDM dan rekomendasi Eksportir Terdaftar dari Kementerian Perdagangan. Karena belum mendapatkan perizinan tersebut, para pengusaha penambangan tidak dapat melakukan ekspor mineral sehingga penerimaan BK relatif tertunda. c) Pada KWBC Sumatera Utara terdapat 55 Perusahaan/ eksportir CPO, sebanyak 6 perusahaan pengguna fasilitas Kawasan Berikat (KB) yang merupakan kontributor penerimaan bea keluar terbanyak di KWBC Sumatera Utara. Adanya PMK-147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat yang berlaku tanggal 01 Januari 2012, perusahaan KB yang membuat produk turunan CPO/produk hilir tidak diperbolehkan mengekspor CPO (trading) melalui KB. d) Pada KWBC Kalimantan Bagian Timur harga Jual Eceran (HJE) CPO menurun sehingga mengakibatkan jumlah penerimaan menurun. Mulai bulan Oktober ekspor CPO (Crude Palm Oil) menurun sedangkan ekspor RBD (Refined Bleached Deodorized) Palm Oil meningkat. RBD Palm Oil tidak dikenakan Bea Keluar sehingga mengakibatkan penerimaan Bea Keluar Kanwil DJBC Kalbagtim menurun. Tabel 3.9 Penerimaan Bea Keluar 2012 Rp Jutaan No. KPPBC Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Total Rata-Rata Bulanan 1. Ketapang 0,00 9.890,40 11.218,26 1.524,08 21.265,76 22.882,03 24.082,49 90.863,02 18.172,60 2. Pontianak 0,00 6.732,18 12.008,14 17.983,33 19.233.63 26.204,42 18.671,72 100.833,43 16.805,57 3. Kotabaru 23.185,85 31.989,54 39.073,44 38.729,60 28.636,94 50.907,78 37.815,45 250.338,61 35.762,66 4. Kendari 8.242,86 28.888,37 43.556,79 47.537,86 66.998,41 153.823,78 135.880,76 484.928,82 69.275,55 5. Pomalaa 5.478,88 7.729,74 2.450,18 7.263,33 29.956,62 43.046,24 60.882,08 156.807,06 22.401,01 6. Poso 7.817,07 13.771,46 12.602,00 24.566,54 20.846,73 33.179,86 13.221,20 126.004,86 18.000,69 7. Luwuk 0,00 0,00 0,00 0,00 12.527,53 10.561,36 9.142,87 32.231,76 10.743,92 8. Ternate 44.521,06 43.069,54 43.736,98 66.328,73 77.787,21 53.310,44 85.549,30 414.303,26 59.186,18 9. Sorong 0,00 0,00 0,00 0,00 6.261,15 3.916,44 3.499,17 13.776,76 4.592,25 10. Dabo Singkep 0,00 0,00 0,00 0,00 2.661,19 8.218,58 11.164,88 22.044,65 7.348,22 11. Tj. Pinang 0,00 0,00 0,00 0,00 3.663,31 23.459,23 27.153,29 54.275,83 18.091,94 89.245,72 142.071,24 164.645,79 203.933,47 289.938,47 429.510,16 427.063,20 1.746.408,05 262.288,65 Total Sumber Data: Rapat Evaluasi Kemenkeu-One DJBC Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 51 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.10 Penerimaan Cukai Tahun 2012 Jenis Penerimaan Growth (YoY 2011) Target APBN-P 2012 Realisasi 2012 Pencapaian Tahun 2012 Nominal % CUKAI 83.266,62 95.022,33 114,12% 11.755,70 14,12 a. HT 79.858,13 90.575,46 113,42% 10.717,33 13,42 3.284,36 4.288,20 130,56% 1.003,84 30,56 124,13 158,67 127,82% 34,54 27,82 b. MMEA c. EA Sumber Data: Rapat Evaluasi Kemenkeu-One DJBC 3)Cukai. Rincian penerimaan cukai tahun 2012 adalah sebagaimana tabel 3.10. Dapat terlampauinya penerimaan Cukai tahun 2012, antara lain disebabkan: a) Dampak kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau rata-rata 16% yang mulai berlaku Januari 2012. b) Internal effort meliputi kegiatan pemantauan kepatuhan pengusaha (antara lain produksi, pelekatan, dan pencatatan), pengawasan peredaran rokok illegal, dan memaksimalkan penagihan cukai serta optimalisasi sosialisasi di bidang cukai. Kendala dan risiko fiskal dalam pencapaian target penerimaan bea dan cukai tahun 2012 antara lain: 1) Sektor Bea Masuk. a) Konsekuensi Kerjasama Perdagangan Internasional melalui skema FTA (IJ-EPA, China, Korea, India, AANZ). b) Fasilitas Pembebasan dan Keringanan BM. c) Tarif umum BM (MFN) cenderung menurunkan tarif efektif rata-rata BM. d) Kebijakan non tarif yang berorientasi pada pengendalian barang impor dan penggunaan produksi dalam negeri. 2) Sektor Bea Keluar. a) Bea Keluar bukan merupakan Instrumen penerimaan negara, karena tujuan penerapan BK adalah untuk mengantisipasi lonjakan harga yang tinggi, ketersediaan bahan baku dalam negeri, kelestarian 52 Kementerian Keuangan Republik Indonesia SDA, dan menjaga kestabilan harga komoditas dalam negeri (Pasal 2A UU Kepabeanan). b) Harga internasional CPO cenderung fluktuatif, yang berpengaruh pada penerimaan BK. 3) Sektor Cukai. a) Konsisten dengan Road Map Industri Hasil Tembakau. b) Rencana pemberlakuan PP Pengendalian Tembakau. c) Antisipasi Ratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). d) Antisipasi Pemberlakuan Pajak Rokok. Strategi dalam pencapaian target penerimaan tahun 2012 adalah: 1) Optimalisasi di Bidang Kepabeanan. a) Peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor dan Peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang. b) Optimalisasi fungsi unit pengawasan melalui peningkatan patroli darat dan laut dan Peningkatan pengawasan di daerah perbatasan terutama jalur rawan penyelundupan dan post audit. 2) Optimalisasi di Bidang Cukai. a) Kenaikan tarif cukai Hasil Tembakau. b) Optimalisasi Pengawasan peredaran BKC. c) Pembinaan kepatuhan pengguna jasa terhadap ketentuan di bidang cukai. d) Penerapan manajemen risiko dalam pelayanan dan pengawasan di bidang cukai. 3) Peningkatan Sektor Pelayanan. a) Penyempurnaan implementasi Indonesia National Single Windows (INSW), dalam rangka menyongsong b) c) d) e) BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup ASEAN Single Windows (ASW). Pelayanan Kepabeanan 24 (dua puluh empat) Jam sehari 7 (tujuh) hari seminggu di pelabuhanpelabuhan utama, seperti pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok. Pengembangan otomatisasi pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai. Transformasi Kelembagaan dalam bentuk penetapan Kantor Modern pada Ditjen Bea dan Cukai yang pada tahun 2012 ini telah ditrasformasi 77 (tujuh puluh tujuh) kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai yang dimodernkan menjadi kantor madya dan pratama. Sehingga dari tahun 2008 s.d 2012 seluruh kantor pengawasan dan pelayanan sudah dimodernkan yaitu sebanyak 114 kantor. Penanganan pengaduan masyarakat secata otomasi dengan menggunakan aplikasi Sistem Penanganan Pengaduan Masyarakat (SIPUMA). c. Jumlah PNBP Nasional. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Yang dimaksud dengan jumlah PNBP adalah jumlah PNBP secara nasional sebagaimana tercantum dalam APBN atau APBN-P dengan pengelompokkan sebagai berikut: 1) penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah 2) penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam 3) penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan 4) penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah 5) penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi 6) penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah 7) penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri Pencapaian penerimaan PNBP adalah realisasi penerimaan PNBP sesuai Undang-undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012. Mengingat porsi PNBP yang signifikan menyumbang penerimaan, maka diperlukan ukuran kinerja guna mengukur capaian perolehannya. Melalui penyusunan jumlah PNBP nasional ini diharapkan dapat menjamin upaya pencapaian jumlah PNBP dengan cara sebagai berikut : 1) Mengamankan pendapatan negara dari PNBP melalui optimalisasi pendapatan negara. 2) Memantau tingkat pencapaian penerimaan PNBP agar sesuai dengan tingkat pencapaian pada tiap tahapannya. Total realisasi PNBP pada tahun 2012 berdasarkan Buku Merah adalah sebesar Rp351,63 triliun (indeks pencapaian sebesar 103,07% dari target PNBP dalam APBN-P sebesar Rp341,142triliun). Realisasi tersebut antara lain berasal dari : 1) Sumber Daya Alam Migas Rp205,85 triliun 2) Sumber Daya Alam Non Migas Rp20,61 triliun 3) Laba BUMN Rp30,7 triliun 4) PNBP Lainnya Rp73,22 triliun 5) Badan Layanan Umum Rp21,16 triliun Gambaran target dan realisasi capaian jumlah PNBP nasional terlihat pada tabel 3.11 Tabel 3.11 Realisasi PNBP Nasional 2010-2012 Rp Triliun Kinerja Jumlah PNBP Nasional % Realisasi terhadap target TA 2010 TA 2011 TA 2012 Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi 247,17 269,37 286,57 321,28 341,14 351,63 108,98% 112,11% 103,07% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 53 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar 2. Sasaran Strategis 2: Perencanaan dan Pelaksanaan Belanja Negara yang Optimal (KK-2). Perencanaan belanja negara yang optimal adalah kemampuan merumuskan kebijakan, menyusun norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang belanja negara sebagai pedoman pelaksanaan belanja negara yang baik. Sedangkan pelaksanaan belanja negara yang optimal adalah kemampuan satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga dalam mengelola belanja dalam pelaksanaan kegiatan yang ada pada dokumen pelaksanaan anggaran sesuai perencanaan anggaran. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU). Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak seperti pada tabel 3.12 dipergunakan untuk mengukur persentase dana blokir adalah membandingkan jumlah dana yang diblokir dengan total anggaran belanja negara dalam setahun. Semakin kecil persentase dana blokir berarti semakin akurat perencanaan anggaran belanja dan kesiapan satuan kerja untuk mengelola belanja negara secara optimal. Pelaksanaan belanja negara yang optimal menunjukan kemampuan satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga dalam mengelola belanja dalam pelaksanaan kegiatan yang ada pada dokumen pelaksanaan anggaran sesuai perencanaan anggaran. Persentase dana blokir menjadi salah satu ukuran kinerja yang cukup penting untuk menunjukan kualitas perencanaan yang disusun masing-masing satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga. Penggunaan ukuran ini mulai dilaksanakan sejak tahun 2012. Pada tahun 2012 realisasi persentase dana blokir tercapai sebesar 1,45% dari yang ditargetkan sebesar 3%. Dari sisi dana terlihat bahwa total dana yang diblokir sebesar Rp7,776triliun dari total pagu anggaran belanja K/L tahun 2012 sebesar Rp534,554 triliun sehingga diperoleh capaian kinerja sebesar 1,45%, dengan rincian sebagaimana tabel 3.13. a. Persentase Dana Blokir (tanda bintang) (KK-2.1) Dana blokir merupakan dana dalam RKA-K/L dan DIPA yang belum dapat dicairkan karena belum memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengukuran persentase dana blokir ditujukan untuk mengukur akurasi perencanaan anggaran belanja. Formulasi yang Tabel 3.12 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Perencanaan dan Pelaksanaan Belanja Negara yang Optimal KK 2. Perencanaan dan pelaksanaan belanja negara yang optimal No. Indikator Kinerja Target 1. Persentase dana blokir (tanda bintang) 2. Persentase penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L Realisasi % 3% 1,45% 120,00% 90% 88,21% 98,01% Tabel 3.13 Realisasi Dana Blokir TA 2012 Rp Triliun Unit Eselon II 54 Dana Blokir Awal Dana Blokir s.d. Q-4 Dit. Anggaran I 23,263 3,35 Dit. Anggaran II 83,787 4,3 Dit. Anggaran III 1,49 0,126 108,54 7,776 Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.14 Rincian Penyerapan Dana Triwulan IV Tahun 2012 Uraian Triwulan IV 2011 Triwulan IV 2012 Pagu Realisasi % Pagu Realisasi % Belanja Pegawai 109.191,71 108.297,19 99,18 131.277,12 128.095,74 97,58 Belanja Barang 145.665,25 124.488,36 85,46 164.789,98 141.790,22 86,04 Belanja Modal 144.137,74 116.505,13 80,83 180.817,96 147.210,35 81,41 Bantuan Sosial 73.215,86 67.211,76 91,80 81.767,08 75.717,33 92,60 472.210,56 416.502,45 88,20 558.652,14 492.814,39 88,21 Total Capaian kinerja tersebut menunjukan bahwa bimbingan teknis yang dilakukan Kementerian Keuangan terhadap Kementerian Negara/Lembaga cukup efektif untuk mengurangi dana blokir yang ada dalam RKA-K/L dan DIPA satuan kerja. b. Persentase Penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L (KK-2.2) Persentase penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L adalah jumlah realisasi penyerapan belanja negara dalam satu periode dibandingkan pagu DIPA K/L dalam satu tahun. Penyerapan anggaran K/L sampai dengan triwulan IV 2012 sebesar Rp492.814,39 milyar atau 88,21% dari pagu DIPA Kementerian/ Lembaga sebesar Rp558.652,14 M. Rincian penyerapan belanja Negara dalam DIPA K/L pada triwulan IV tahun 2012 sebagaimana tampak pada tabel 3.14 2012 tanggal 31 Juli 2012 tentang Langkah-langkah pengendalian belanja pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan APBN TA 2012, maka dilakukan penghematan anggaran pada semua K/L. Langkahlangkah penghematan dimaksud dengan kriteria antara lain tidak mengurangi anggaran untuk kebutuhan belanja pegawai dan belanja barang operasional penyelenggaraan kantor (5211). Kebijakan ini membawa akibat adanya penjadwalan ulang kegiatan pada belanja modal dan barang (non belanja barang operasional) sehingga banyak kegiatan pengadaan barang dan jasa yang tertunda bahkan tidak dilaksanakan. 100% Persentase penyerapan anggaran K/L pada tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2011. Pada tahun 2012 dari Pagu DIPA untuk 4 klasifikasi belanja yaitu belanja pegawai, barang, modal dan sosial sebesar Rp. 558.652,14M terealisasi sebesar Rp. 492.814,39M (88,21%). Capaian IKU ini dari tahun 2011 dapat dilihat pada grafik 3.1. Penyerapan anggaran yang masih dibawah target antara lain disebabkan oleh: 1) Pemblokiran anggaran Kementerian/Lembaga sebesar Rp17.456 M (3,15%) dari total pagu DIPA K/L sebesar Rp554.883,80 M. 2) Dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 75% 50% 25% 0% Q1 Q2 2011 Q3 Q4 2012 Grafik 3.1 Penyerapan Belanja K/L 2011-2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 55 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Langkah-langkah yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 untuk meningkatkan capaian IKU ini adalah: 1) Melaksanakan sosialisasi dan bimtek kepada stakeholder untuk percepatan penyerapan anggaran; 2) Penyusunan modul/guideline pelaksanaan APBN (berdasarkan PMK-190/PMK.05/2012). 3. Sasaran Strategis 3: Pembiayaan Dalam Jumlah yang Cukup, Efisien, dan Aman Bagi Kesinambungan Fiskal (KK-3). Pembiayaan APBN harus dapat disediakan dalam jumlah yang cukup dan tersedia pada saat diperlukan dengan biaya yang efisien dan tingkat risiko terkendali. Pembiayaan meliputi pembiayaan defisit (deficit financing) dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (debt refinancing). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana tabel 3.15. a. Persentase Pemenuhan Target Pembiayaan Melalui Utang yang Cukup (KK-3.1) Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman yang menjadi IKU unit pengelola utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program, tidak termasuk pinjaman proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan/proyek pada Kementerian/Lembaga sebagai Executing Agency. Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan SBN/pengadaan pinjaman program dilakukan dengan menggunakan konsep gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan APBN yang berasal dari utang. IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Pada tahun 2012, Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman ditargetkan sebesar 100% (Rp286,83 triliun) dengan realisasi sebesar 98,87% (Rp283,58 triliun), sehingga terdapat kekurangan sebesar 1,13% (Rp3,25 triliun), dengan perincian: 1) Kekurangan realisasi penerbitan SUN bruto terutama disebabkan oleh adanya rencana buyback dan rencana penerbitan SPN 3 bulan yang tidak terlaksana seluruhnya. Rencana buyback tidak terlaksana seluruhnya karena buyback yang semula disiapkan untuk berjaga-jaga pada saat kondisi pasar SUN tertekan ternyata tidak perlu dilakukan mengingat kondisi pasar SUN tahun 2012 yang cukup kondusif, ditandai dengan masuknya dana asing, menyebabkan harga SUN menjadi lebih mahal. Adapun realisasi penerbitan SPN 3 bulan yang tidak sesuai dengan rencana penerbitan semula disebabkan oleh permintaan atas SPN 3 bulan yang tidak signifikan, di atas benchmark serta sangat volatile. 2) Kekurangan penarikan pinjaman karena terdapat pinjaman DPL8 dari JICA yang tidak dapat ditarik sebesar USD200 juta, disebabkan keterlambatan penyelesaian Exchange of Note oleh Kementerian Luar Negeri Pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman terdiri dari: Tabel 3.15 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pembiayaan dalam Jumlah yang Cukup, Efisien dan Aman bagi Kesinambungan Fiskal KK 3. Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman bagi kesinambungan fiskal No. 56 Indikator Kinerja Target Realisasi % 1. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup 100% 98,87% 117,74% 2. Persentase pencapaian target effective cost 100% 80,58% 119,42% Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup 1) Pinjaman Program Pembiayaan atas defisit APBN diusahakan dalam jumlah yang cukup, tersedia pada saat diperlukan dan dengan biaya yang efisien serta tingkat risiko yang terkendali. Sumber pembiayaan defisit APBN antara lain melalui pengadaan pinjaman luar negeri (Pinjaman Tunai dan Pinjaman Kegiatan) dan pinjaman dalam negeri yang bersumber dari kreditor multilateral, bilateral, dan kreditor komersial swasta asing. Pengadaan pinjaman harus didukung oleh verifikasi atas readiness criteria proyek yang ketat dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi pinjaman proyek yang efektif. Selain itu, berbagai risiko yang terkait dengan pinjaman (Exchange Risk, Interest Risk, Market Risk, Refinancing Risk) harus dikelola dengan baik antara lain dengan pengelolaan portofolio utang Pemerintah melalui securities buyback, loan prepayment, debtswitch/reprofiling, debt swap, debt restructuring, dan transaksi hedging. Pemenuhan target pembiayaan melalui Pinjaman Program adalah persentase realisasi pembiayaan melalui Pinjaman Program terhadap target pembiayaan dalam UU APBN atau perubahannya. Perubahan target pembiayaan dapat dilakukan apabila terdapat perubahan target APBN atau kebijakan Pimpinan dengan memperhatikan proyeksi kebutuhan riil pembiayaan (realisasi defisit APBN). Untuk pengadaan pinjaman program, data target menggunakan kurs APBN dan realisasi berdasarkan kurs pada saat disbursement date. Dalam rangka memenuhi pembiayaan APBN, pada tahun 2012 dilakukan perjanjian Pinjaman Program dengan pemberi pinjaman multilateral dan bilateral yaitu World Bank, Asian Development Bank (ADB) dan Islamic Development Bank (IDB). Selama tahun 2012 telah ditandatangani tujuh perjanjian Pinjaman Program (dengan target penarikan sebesar USD1.750 juta (APBN-P 2012). Penarikan pinjaman program sampai dengan Triwulan IV tahun 2012 ditargetkan 100% (Rp15,6 triliun/USD 1,75juta) dengan realisasi sebesar 96,15% (Rp15,003 triliun/USD1,566 juta). Rincian realisasi tersebut terdiri atas penarikan pinjaman program: a) BOS KITA 2 sebesar Rp1,036 triliun (USD113,485 juta); b) PNPM sebesar Rp2,337 triliun (USD251,847 juta); c) Local Government Development Program (LGDP) – DAK Reimbursement program sebesar Rp.0,393 triliun (USD 41,622 juta); d) Institutional, Tax Administration, Social And Investment – Development Policy Loan (INSTANSI-DPL) dari Bank Dunia sebesar USD 300 juta; e) Connectivity Development Policy Loan dari Bank Dunia sebesar USD 100 juta; f ) Financial Sector and Investment Climate Reform and Modernization Development Policy Loan (FIRM DPL) dari Bank Dunia sebesar USD 100 juta; g) Capital Market Development Program (Financial Market Dev and Integration Program) dari ADB sebesar USD 300 juta; h) Enhancing Inclusive Growth Through Connectivity (EIGTC) dari ADB sebesar USD 300 juta; i) Integrated Community Driven Development (ICDD) dari IDB sebesar USD 59,2 juta; Terdapat satu pinjaman program yang tidak bisa ditarik pada tahun 2012, yaitu pinjaman program DPL8 dari JICA, Japan sebesar USD 200 juta disebabkan keterlambatan penyelesaian Exchange of Note oleh Kementerian Luar Negeri. Untuk tahun 2013 Kementerian Keuangan akan meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga, Menko Perekonomian dan Bappenas terkait dengan penyiapan policy matrix, sedangkan penarikan pinjaman program sesuai dengan kebutuhan riil pembiayaan juga memerlukan koordinasi internal Kementerian Keuangan terkait dengan manajemen kas Pemerintah. 2) Surat Berharga Negara Realisasi penerbitan tahun 2012 dimana capaian penerbitan SBN Neto sebesar Rp159,6 Triliun dengan jumlah penerbitan SBN Gross sebesar Rp268,5 Triliun, SBN jatuh tempo sebesar Rp107,6 Triliun, dan buyback sebesar Rp1,1 Triliun. Perhitungan SBN Neto tersebut telah memperhitungkan net utang bunga. Tabel 3.16 berikut menampilkan rincian target dan realisasi SBN tahun 2011. Realisasi penerbitan SBN yang dominan dilakukan melalui lelang SBN di pasar perdana domestik yaitu sebanyak 22 kali lelang SUN dan 19 kali lelang SBSN, menggambarkan masih tingginya minat investor terhadap pasar SBN, dimana penawaran yang masuk pada setiap kali lelang sangat tinggi dengan tingkat WAY yang relatif rendah. Untuk hasil penerbitan SBN Valas pada tahun 2012 terdiri dari SUN Valas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 57 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.16 Target dan Realisasi SBN Tahun 2011 Rp Triliun Target Nominal Realisasi (31 Desember 2012) % Realisasi 159.596.700 159.826.290 100,14% 2683549.525 268.549.525 100,00% Uraian SBN Netto (APBN-P 2012) / Government Securities-net (Revised Budget 2012) Kebutuhan Penerbitan 2012 (Gross)/ Issuance Need SUN/Government Debt Securities 211.460.714 SUN Domestik/Domestic GDS 165.441.745 - ON 122.245.000 - SPN 30.520.000 - ORI 12.676.745 SUN Valas/International Bonds 46.018.969 SBSN/Government Islamic Debt Securities 57.088.811 SBSN Domestik/Government Islamic Debt Securities 47.449.805 - IFR/PBS (-Islamic Fixed Rate Bond/Project Based Sukuk (IFR/PBS)) 17.114.000 - SPN-s 1.380.000 - SBSN-Ritel 13.613.805 - SDHI 15.342.000 SBSN Valas/International Sukuk (USD) sebesar USD4,25 miliar, Samurai Bond 2012 sebesar JPY60 miliar, serta SUKUK Valas (USD) sebesar USD1 miliar. Sedangkan untuk hasil penerbitan SBN ritel tahun 2012 sebesar Rp26.28 triliun yang terdiri dari Obligasi Negara Ritel (ORI009) sebesar Rp12,68 triliun dan Sukuk Ritel (SR004) sebesar Rp13,6 triliun. Selain itu, terdapat juga realisasi dari penerbitan SDHI melalui Private Placement sebesar Rp15,34 triliun. Surat Berharga Negara terdiri dari: a) Surat Utang Negara Sampai dengan berakhirnya kegiatan penerbitan SUN pada tahun 2012, realisasi penebitan Surat Utang Negara adalah sebesar Rp211,459 triliun atau sebesar 98,71% dari target tahunan penerbitan gross sebesar Rp214,23 triliun. Total penerbitan SUN dalam mata uang rupiah pada tahun 2012 adalah sebesar Rp165,4 triliun dengan rincian sebagaimana tabel 3.17. 58 Kementerian Keuangan Republik Indonesia 9.639.006 Total penerbitan SUN dalam valuta asing di pasar perdana internasional (Global Bonds) pada tahun 2012 adalah sebesar Rp46,02 triliun, dengan rincian penerbitan melalui GMTN-Program sebesar Rp39 triliun dan Samurai Bond sebesar Rp7,01 triliun. Kinerja Pengelolaan SUN tahun 2010-2012 tampak pada tabel 3.18. b) Surat Berharga Syariah Negara Sampai dengan berakhirnya kegiatan penerbitan SBSN pada tahun 2012, realisasi penebitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara telah mencapai sebesar Rp.57,09 triliun atau 100% dari total target tahun 2012 yaitu Rp57 triliun. Adapun rincian realisasi adalah sebagaimana tabel 3.19 Penerbitan Sukuk Negara valuta asing di pasar perdana internasional sebesar USD1 miliar dengan kurs setelah closing date Rp9.639,- BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.17 Penerbitan SUN Dalam Rupiah Rp Miliar Jenis Instrumen Metode Penerbitan Nominal Obligasi Negara (ON) Lelang 122.245 Surat Perbendaharaan Negara (SPN) Lelang 30.520 ORI Bookbuilding 12.676 Total 165.441 Tabel 3.18 Kinerja Pengelolaan SUN Tahun 2010-2012 Instrumen ON 2010 Frek. 21 SPN 2011 Rp (miliar) 72.100,00 29.795,00 Frek. 2012 Rp (miliar) 22 Frek. Rp (miliar) 98.850,00 21 122.245, 00 40.000,00 22 30.520,00 Global Bond 1 18.550,00 1 21.442,00 2 39.005,00 Samurai Bond 1 6.491,00 - - 1 7.012,00 ORI 1 8.000,00 1 11.000,00 1 12.676,00 134.936,00 171.292,00 211.459,00 Tabel 3.19 Realisasi SBSN Tahun 2012 Rp Miliar Instrumen Metode Penerbitan Jumlah Porsi (%) IFR Lelang 400,00 1 PBS Lelang 16.714,00 29 SPN-S Lelang (termasuk Lelang GSO) 1.380,00 2 SR Bookbuilding 13.613,81 24 SDHI Private Placement 15.342,00 27 SNI* I-GMTN Program (int’l) 9.639,00 17 57.088,81 100 Total * Penerbitan Sukuk Negara valuta asing di pasar perdana internasional sebesar USD1 miliar dengan kurs setelah closing date Rp9.639,- Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 59 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Total realisasi penerbitan SBSN pada tahun 2012 tersebut mengalami peningkatan dari jumlah nominal, yaitu sebesar 1,71 kali lipat atau 171% dibandingkan total realisasi penerbitan SBSN tahun 2011 sebesar Rp33,3 triliun. Selain itu juga adanya peningkatan dari komposisi instrumen yang diterbitkan. Faktor-faktor yang turut berkontribusi dalam pencapaian tersebut, antara lain: i.Ketersediaan underlying asset, baik berupa BMN maupun proyek K/L, yang memenuhi kebutuhan dalam jumlah dan waktu yang tepat; ii. Lelang SBSN yang dilaksanakan secara berkesinambungan serta tepat waktu sesuai dengan calendar of issuance yang dipublikasikan; iii. Minat yang tinggi terhadap Sukuk Ritel seri SR-004, baik peningkatan dari jumlah institusi yang berminat menjadi Agen Penjual maupun jumlah investor dan nominal penerbitan. Dimana hasil penjualan SR-004 meningkat hampir 2 kali lipat dibandingkan SR-003 pada tahun 2011, serta total investor yang mencapai 17.606 yang merupakan jumlah investor terbanyak dalam penerbitan Sukuk Ritel selama ini. iv. Total penerbitan instrumen non tradable SDHI secara nominal mengalami peningkatan serta merupakan yang paling tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi komposisinya justru menurun menjadi 27% tidak sebesar tahun sebelumnya yang mencapai 33% dari total penerbitan. Penerbitan SBSN dalam mata uang rupiah sebesar Rp47,44 triliun atau 83% dari total penerbitan SBSN, terdiri dari: i.Penerbitan SBSN melalui metode lelang di pasar perdana dalam negeri. Realisasi penerbitan SBSN seri IFR, PBS dan SPN-S dengan metode lelang di pasar perdana dalam negeri yang dilakukan secara reguler selama tahun 2012 sebanyak 19 kali lelang dengan realisasi jumlah penerbitan sebesar Rp18,49 triliun atau 32% dari total penerbitan SBSN. Jumlah penawaran (bid) pembelian yang disampaikan oleh investor melalui lelang SBSN tahun 2012 cukup besar, yaitu mencapai Rp56,084 triliun atau rata-rata mencapai Rp2,957 triliun. Hal ini mencerminkan permintaan pasar atas SBSN yang cukup baik dalam setiap penerbitan SBSN, namun Pemerintah selalu memperhatikan cost and risk of borrowing, sehingga tidak selalu memenangkan seluruh bid yang masuk. 60 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif ii.Penerbitan SBSN melalui metode Private Placement. Penerbitan SBSN melalui metode Private Placement selama tahun 2012 dilakukan dengan seri Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) yang merupakan bentuk kerjasama antara Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan Kementerian Agama Republik Indonesia. Penerbitan SBSN seri SDHI selama tahun 2012 dilakukan sebanyak 4 kali dengan realisasi jumlah penerbitan sebesar Rp15,34 triliun atau 27% dari total penerbitan SBSN. iii. Penerbitan SBSN/Sukuk Negara Ritel melalui metode bookbuilding di pasar perdana dalam negeri. Sukuk Negara Ritel ini adalah salah satu jenis Sukuk Negara yang didesain khusus untuk investor individu Warga Negara Indonesia di pasar perdana. Sejak penerbitan Sukuk Negara Ritel yang pertama kali, yaitu seri SR-001 pada tahun 2009, Pemerintah melakukan penerbitan Sukuk Negara Ritel secara berkelanjutan satu kali penerbitan setiap tahun. Sampai dengan tahun 2012, Pemerintah telah melakukan 4 (empat) kali penerbitan Sukuk Negara Ritel. Realisasi jumlah penerbitan Sukuk Negara Ritel seri SR-004 pada tahun 2012 sebesar Rp13,61 triliun atau 24% dari total penerbitan SBSN. Pada tahun 2012 dilakukan penerbitan SBSN dalam valuta asing di pasar internasional melalui metode bookbuilding, dengan pertimbangan sebagai berikut: i.Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah internasional; ii. Perluasan basis investor, khususnya Islamic investors dari pasar internasional; iii. Menjaga kontinuitas eksistensi dan kehadiran Indonesia di pasar keuangan syariah internasional; iv. Menghindari terjadinya crowding out di pasar dalam negeri; dan v. Mengurangi tekanan terhadap kondisi pasar Surat Berharga Negara (SBN) di dalam negeri; Realisasi jumlah penerbitan Global Sukuk pada tahun 2012 sebesar USD1 billion (ekivalen Rp9,6 triliun) atau 17% dari total penerbitan SBSN, yang merupakan: i. Tenor 10 tahun terpanjang selama penerbitan sukuk valas (sebelumnya 5 dan 7 tahun); ii. Tingkat imbalan 3,3% yang terendah selama penerbitan SBN valas (termasuk Global Bond); BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Penerbitan Global Sukuk pada tahun 2012 tersebut memperoleh penghargaan internasional, berupa: i. Best Sukuk Deal dari Euromoney Islamic Finance Awards; ii. Indonesia Deal of the Year dari Islamic Finance News; iii. Highly Commended Islamic Deal Indonesia dari The Asset; iv. Highly Commended Sovereign Sukuk dari The Asset. Tabel 3.21menunjukkan kinerja lelang SBSN selama 3 tahun terakhir. Perkembangan penerbitan SBSN selama tiga tahun terakhir adalah sebagaimana tabel 3.20. Terkait dengan perkembangan penerbitan SBSN tersebut dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: i. Pelaksanaan lelang SBSN pada tahun 2011 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2012 karena pada tahun 2011 pelaksanaan lelang SBSN terkendala oleh keterbatasan ketersediaan underlying asset untuk memenuhi kebutuhan penerbitan SBSN; ii. Pada tahun 2011 lelang SBSN menawarkan seri-seri IFR, serta SPNS baru ditawarkan mulai Kuartal III tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012 lelang SBSN menawarkan seri-seri PBS dan SPN-S; iii. Pada tahun 2012 terdapat beberapa fitur yang berbeda dalam penerbitan Sukuk Ritel, yaitu penggunaan akad ijarah asset to be leased dengan underlying asset berupa proyek, adanya batasan jumlah maksimal pembelian Rp5 Tantangan yang dihadapi dalam rangka pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman antara lain sebagai berikut: 1) Pembiayaan melalui utang khususnya SBN perlu memperhatikan keseimbangan antara realisasi penyerapan/belanja pada APBN dan kondisi saldo kas pemerintah dengan keteraturan penerbitan SBN di pasar keuangan; 2) Proyeksi realisasi defisit APBN tidak dapat diketahui secara akurat lebih awal sehingga berdampak pada operasi penerbitan dan buyback SBN; 3) Potensi daya serap pasar SBN domestik relatif masih terbatas, yang disebabkan antara lain tingginya tingkat imbal hasil/return yang diharapkan oleh institusi keuangan domestik, termasuk masih rendahnya partisipasi investor terhadap instrumen yang berbasis syariah; 4) Risiko nilai tukar cukup tinggi mengingat penerbitan SBN miliar per investor, serta tenor 3,5 tahun; iv. Penerbitan Sukuk Global sebesar USD1 miliar pada tahun 2012 menggunakan format Islamic GMTN Program. Tabel 3.20 Perkembangan Penerbitan Sukuk Tahun 2010-2012 Instrumen Metode Penerbitan 2010 Frek. 2011 Rp (miliar) IFR Lelang PBS Lelang SPN-S Lelang SR Bookbuilding 1 8.033,86 SNI Bookbuilding (int’l) - - SDHI Private Placement Total % Frek. Rp (miliar) % 4.610,00 14 - - 1.320,00 4 1 7.341,41 22 1 9.030,00 27 11.000,00 33.301,41 6.150,00 13 - - - - - 12.783,00 26.966,86 100 2012 8 Frek. Rp (miliar) % 400,00 0,7 16.714,00 29,3 1.380,00 2 1 13.613,81 24 1 9.638,00 17 33 15.342,00 27 100 57.088,81 100 19 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 61 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.21 Ringkasan Kinerja Lelang SBSN Tahun 2010 – 2012 No. 5) 6) 7) 8) 9) 62 Deskripsi 1. Frekuensi lelang 2. Jumlah penawaran yang masuk 3. 2010 2011 2012 13 kali 8 kali 19 kali Rp21,558 T Rp33,705 T Rp56,084 T Jumlah penawaran yang memenuhi benchmark Rp6,950 T Rp14,456 T Rp26,358 T 4. Jumlah penawaran yang dimenangkan Rp6,150 T Rp5,930 T Rp18,494 T 5. Rata-rata penawaran yang masuk Rp1,661 T Rp4,213 T Rp2,952 T 6. Rata-rata penawaran yang memenuhi benchmark Rp0,535 T Rp1,807 T Rp1,387 T 7. Rata-rata penawaran yang dimenangkan Rp0,473 T Rp0,741 T Rp0,973 T valas masih diperlukan akibat pasar SBN domestik yang masih terbatas, serta untuk menghindari crowding out effect; Tingginya kepemilikan asing pada portofolio SBN mengakibatkan terjadinya peningkatan volatilitas pasar SBN domestik sehingga menghambat upaya Pemerintah untuk menyediakan pembiayaan APBN melalui penerbitan SBN dengan tingkat biaya yang wajar serta terdapat potensi risiko pembalikan arus modal asing (sudden reversal); Terbatasnya sumber pembiayaan dalam bentuk pinjaman lunak seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh meningkatnya GDP per Kapita; Krisis keuangan yang masih berlanjut di beberapa kawasan di dunia terutama di zona eropa turut memberikan ketidakpastian antar pelaku pasar. Situasi yang serba sulit akibat beban utang yang tinggi di negara-negara zona eropa tersebut berpotensi mempengaruhi arus dana masuk dan keluar dari dan ke Indonesia yang berdampak pada pasar keuangan di Indonesia; Keterbatasan jumlah dan jenis underlying assets yang siap digunakan untuk penerbitan SBSN; Tingginya dominasi oleh sektor perbankan pada basis investor SBN domestik, sehingga menuntut Pemerintah secara aktif mendorong investor domestik seperti Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, Reksa dana, Kementerian Keuangan Republik Indonesia 10) 11) 12) 13) Perusahaan Sekuritas dan investor individu atau ritel untuk mampu berperan lebih besar sebagai penyeimbang dominasi perbankan dalam berinvestasi pada SBN serta diharapkan dapat mengurangi derasnya arus dana asing yang masuk ke Indonesia; Belum lengkapnya infrastruktur pasar SBN yang dapat mendukung pengembangan pasar repo dan pasar derivatif; Saat ini investor ritel masih belum banyak yang berinvestasi di SBN dibandingkan dengan besarnya dana pihak ketiga yang berada perbankan; Pasar sekunder SBSN yang belum likuid; Kapasitas daya serap dan partisipasi investor dan/atau institusi syariah, baik di pasar perdana maupun sekunder, yang masih belum besar; Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut dan sejalan dengan strategi umum pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) adalah: 1) Meningkatkan koordinasi dengan Otoritas Moneter dan internal Kemenkeu; 2) Meningkatkan akurasi proyeksi kas pemerintah oleh tim Cash Planning Information Network (CPIN); 3) Bekerjasama dengan lembaga terkait (antara lain SRO, Bank Indonesia, Bapepam-LK) dalam mengupayakan pengembangan pasar SBN domestik antara lain melalui deregulasi aturan terkait investasi oleh lembaga keuangan BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup domestik, memperluas basis investor SBN domestik, dan mengembangkan instrumen SBN; 4) Mengembangkan strategi pengelolaan risiko nilai tukar melalui instrumen derivatif (hedging) dan penerapan konsep asset liability management dengan Ditjen Perbendaharaan dan Bank Indonesia (natural hedging); 5) Meningkatkan koordinasi dengan lembaga keuangan baik domestik maupun internasional dalam rangka mendapatkan sumber pembiayaan utang alternatif; 6) Mengimplementasikan CMP (Crisis Management Protocol) dan Bond Stabilization Framework (BSF) dalam rangka pemeliharaan stabilitas pasar SBN dari potensi sudden reversal dan mengefektifkan pelaksanaan transaksi langsung SBN dengan tujuan stabilisasi pasar SBN; 7) Mengoptimalkan penggunaan pinjaman secara efektif yang didukung pemanfaatan pemberi pinjaman sesuai dengan expertise dan spesialisasinya. Dengan fokus kegiatan yang sesuai dengan spesialisasinya, pemberi pinjaman menurunkan kebutuhan untuk tambahan biaya pendampingan dan supervisi kegiatan yang pada akhirnya akan ditransmisikan ke biaya pinjaman. Selain itu, pemberi pinjaman juga dapat dipastikan telah memiliki pengalaman untuk mengerjakan sebuah kegiatan tertentu sehingga kemampuan menganalisa pada saat perencanaan lebih terjamin kualitasnya dan kemungkinan gagal dalam pelaksanaan relatif kecil. Dua hal ini akan mengurangi beban biaya baik bagi pemberi pinjaman (overhead cost) maupun bagi Pemerintah (cost of capital); 8) Mengingat pasar SBSN domestik baru mulai terbentuk dan masih dalam tahap pengembangan, maka secara konsisten akan terus melakukan berbagai aktivitas meliputi, penyempurnaan mekanisme penerbitan SBSN, penguatan infrastruktur dalam rangka peningkatan kinerja pasar sekunder SBSN, dan transparansi harga SBSN; 9) Menjamin ketersediaan underlying asset sesuai dengan jumlah kebutuhan penerbitan, dengan terus melakukan kajian diversifikasi Aset SBSN dan mengembangkan instrumen SBSN baru menggunakan underlying selain Barang Milik Negara seperti proyek-proyek pada APBN. 10) Kajian program Primary Dealers (PD’s) dan Benchmark Series SBSN; 11) Penyiapan transaksi buyback dan switching SBSN; 12)Implementasi Green Shoe Option (GSO) dalam lelang SBSN; 13)Meningkatkan size penerbitan SBSN yang tradable. 14) Meningkatkan efektifitas edukasi/ sosialisasi/diseminasi SBSN kepada masyarakat, investor, dan pelaku pasar. 15) Melakukan riset/survey untuk mengetahui preferensi investor SBSN (termasuk terhadap jenis instrumen baru), serta mengukur potensi demand SBSN Secara umum pencapaian target pemenuhan dalam rangka pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman telah sejalan dengan arah kebijakan pembiayaan APBN dalam Renstra Kementerian Keuangan 2010-2014 yaitu: (i) penurunan stok utang terhadap PDB secara bertahap dan berkelanjutan; (ii) peningkatan diversifikasi instrumen pembiayaan melalui utang termasuk menciptakan sumber-sumber pembiayaan alternatif; (iii) pengelolaan portofolio utang untuk mencapai struktur portofolio utang yang optimal guna meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang semakin terkendali dalam jangka panjang; (iv) pengembangan pasar SBN yang dalam (deep), aktif, dan likuid untuk mengoptimalkan pendanaan utang dari pasar domestik; dan (v) meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan sovereign credit rating. Tabel 3.22 menunjukkan perkembangan kinerja terkait pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman tahun 2010-2012. Kondisi pasar SBN yang semakin baik ditandai dengan semakin meningkatnya rata-rata perdagangan harian SBN pada tahun 2012 serta yield yang semakin baik dan stabil meskipun pada akhir tahun 2011 dan awal tahun 2012 kepemilikan asing di SBN sempat menurun, mendukung pemenuhan pembiayaan APBN melalui SBN. b. Persentase Pencapaian Target Effective Cost (KK-3.2) Effective cost merefleksikan biaya riil yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah dalam menerbitkan/mengadakan utang. IKU ini bertujuan supaya Pemerintah dalam menerbitkan/ mengadakan utang dengan biaya utang yang wajar sesuai target yang ditetapkan. Persentase pencapaian target effective cost adalah pengukuran tingkat biaya utang dalam berbagai mata uang dan jenis instrumen utang yang diterbitkan dalam satu tahun terhadap target. Pencapaian target effective cost berarti kombinasi tingkat biaya utang yang diterbitkan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 63 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.22 Realisasi Persentase Pemenuhan Target Pembiayaan Melalui Utang yang Cukup, Efisien, dan Aman Tahun 2010-2012 IKU 2010 2011 2012 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman 99,47% 99,17% 98,87% satu tahun sama dengan atau di bawah target effective cost yang ditetapkan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Pada tahun 2012, pencapaian target effective cost selama 2012 ditargetkan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 80,58%. Adapun rincian pencapaian effective cost berdasarkan mata uang sampai dengan kuartal lV tahun 2012 adalah sebagai berikut: 1)realisasi effective cost IDR sebesar 5,84% dari target sebesar 6,91% (84,57%); 2)realisasi effective cost USD sebesar 4,51% dari target sebesar 5,35% (84,32%); dan 3)realisasi effective cost JPY sebesar 1,76% dari target sebesar 2,42% (72,86%). Keberhasilan penurunan biaya utang (target effective cost) disebabkan: 1) Strategi penerbitan SBN yang tepat, melalui: a) penetapan target indikatif penerbitan yang disesuaikan dengan kondisi pasar keuangan; dan b) pemilihan instrumen pembiayaan melalui SBN yang tepat dengan kombinasi penerbitan SPN/SPNS yang memiliki biaya yang rendah serta pengelolaan risiko yang optimal melalui penerbitan SBN jangka panjang sehingga biaya yang ditanggung pemerintah dalam setiap penerbitan SUN menjadi lebih efisien. 2) strategi komunikasi yang efektif dengan pelaku pasar saat lelang SBN dan kreditor dalam negosiasi pinjaman, sehingga didapatkan biaya pinjaman yang lebih rendah; 64 Kementerian Keuangan Republik Indonesia 3) kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang baik, yang ditunjukkan dengan: a) tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2012 mencapai 6,3% (est); b) tingkat inflasi pada Desember tahun 2012 tercatat sebesar 4,30% yoy; dan c) pencapaian level Investment Grade dari Fitch dan Moody’s mendorong masuknya modal asing dalam jumlah yang cukup signifikan dalam pasar keuangan domestik sehingga berperan dalam menurunkan yield SUN. 4) tingkat likuiditas pasar domestik dan internasional masih cukup tinggi sehingga memberikan demand yang cukup besar bagi penerbitan SBN dan menjaga bunga pinjaman luar negeri dan dalam negeri pada level yang cukup rendah. 5) transaksi pengelolaan portofolio SUN melalui cash buyback dan debt switch dilaksanakan secara efektif dalam mendukung terwujudnya likuiditas SUN seri benchmark. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target effective cost 1) Kondisi pasar keuangan yang fluktuatif berpotensi dapat meningkatkan yield SBN, sehingga biaya utang yang ditanggung pemerintah meningkat; 2) Tingginya biaya utang melalui pinjaman komersial yang disebabkan adanya tambahan biaya-biaya terkait penarikan utang. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Memperhatikan kondisi pasar keuangan untuk menentukan waktu penerbitan SBN yang optimal sehingga dapat menurunkan yield penerbitan SBN; 2) Meningkatkan usaha negosiasi terms and conditions BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup pinjaman untuk menekan/mengurangi biaya-biaya terkait penarikan pinjaman komersial; 3) Mengefektifkan strategi komunikasi dengan dealer utama dan pelaku pasar lainnya baik saat transaksi secara reguler maupun yang sifatnya ad hoc; 4) Mengoptimalkan pelaksanaan transaksi Debt Switch maupun Cash Buyback; Berdasarkan Rencana Strategis tahun 2010-2014, salah satu sasaran strategis pengelolaan utang adalah pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal melalui pengadaan pinjaman serta pengelolaan SBN. Rencana aksi dalam rangka pemenuhan sasaran strategis tersebut di dalam Rencana Strategis tahun 2010-2014 adalah dengan pengelolaan pinjaman dan hibah serta portofolio SBN yang optimal dan efektif, sehingga sebagai indikator untuk mengukur keberhasilan hal tersebut disusunlah IKU “persentase pencapaian target effective cost”. Perkembangan kinerja terkait pencapaian target effective cost tahun 2010-2012 digambarkan dalam grafik 3.2 4. Sasaran Strategis 4: Utilisasi Kekayaan Negara yang Optimal (KK-4). Utilisasi adalah pendayagunaan barang milik negara/kekayaan negara yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok 84 83,5% 83 82 81 80 80,58% 80,02% 79 78 2010 2011 2012 Grafik 3.2 Pencapaian Target Effective Cost Tahun 2010 -2011 dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja, dalam bentuk penetapan status penggunaan, sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan (KSP), dan bangun serah guna (BSG)/bangun guna serah (BGS) dengan tidak mengubah status kepemilikan serta pemindahtanganan melalui tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah. Kekayaan negara meliputi persediaan, aset tetap, aset tak berwujud dan aset lainnya sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Utilisasi kekayaan negara adalah optimalisasi pendayagunaan kekayaan negara melalui pemanfaatan, penetapan status penggunaan, tukar menukar dan penyertaan modal pemerintah. Nilai kekayaan negara yang diutilisasi termasuk di dalamnya pemanfaatan idle asset. Untuk dapat ditetapkan sebagai utilisasi kekayaan negara, aset tersebut harus berstatus free and clear dalam arti memiliki dokumen kepemilikan, tidak dalam sengketa, dan tidak dikuasai pihak lain. Nilai kekayaan negara yang diutilisasi diperoleh dari nilai kekayaan negara yang ditetapkan utilisasinya dengan rincian sebagai berikut: a. Utilisasi melalui pemanfaatan kekayaan negara diperoleh dari: 1) Nilai BMN yang disewakan 2) Nilai BMN yang di-KSP-kan 3) Nilai BMN yang di-BGS/BSG-kan 4) Nilai BMN yang di-pinjampakai-kan b. Utilisasi melalui penetapan status penggunaan diperoleh dari: 1) Nilai BMN yang ditetapkan status penggunaannya 2) Nilai BMN yang ditetapkan statusnya karena hibah masuk 3) Nilai aset yang ditetapkan statusnya yang berasal dari aset Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS), aset eks. Kelolaan PT. Perusahaan Pengelola Aset (PPA), dan aset eks. Badan Penyehatan perbankan Nasional (BPPN) c. Utilisasi melalui tukar-menukar diperoleh dari nilai aset baru hasil tukar menukar d. Utilisasi melalui penyertaan modal pemerintah dari nilai aset yang dikonversi sebagai penyertaan modal pemerintah e. Utilisasi melalui underlying asset dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 65 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Salah satu persyaratan agar suatu aset dapat diutilisasi adalah aset tersebut berstatus free and clear dalam arti memiliki dokumen kepemilikan, tidak dalam sengketa, dan tidak dikuasai pihak lain. Dengan demikian proses utilisasi kekayaan negara perlu didukung dengan kesadaran K/L untuk mengelola kekayaan negara sesuai ketentuan dengan prinsip 3 T (tertib hukum, tertib administasi dan tertib fisik). Dalam proses penyelesaian permohonan utilisasi kekayaan negara ditemukan masih terdapat BMN yang belum berstatus free and clear, hal tersebut secara otomatis menghambat proses penetapan utilisasi kekayaan negara. Untuk itu diperlukan kerjasama dari pihak-pihak terkait seperti: Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pengadilan, dan Kementerian Negara/Lembaga untuk menyelesaikan aset-aset yang bermasalah tersebut. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) lihat Tabel 3.23 . Adapun perkembangan nilai utilisasi kekayaan negara selama 4 (empat) tahun terakhir dapat dilihat pada grafik 3.3 Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Realiasi IKU nilai kekayaan negara yang diutilisasi adalah sebesar 103,31 T dari target 102,56 T sehingga nilai capaiannya 100,73%. Realisasi tersebut diperoleh dari: a. Penyampaian Daftar Nominasi Aset (DNA) untuk penertiban SBSN sebesar Rp21,17 triliun b. Utilisasi BMN melalui penetapan status penggunaan, pemanfaatan, maupun hibah masuk yang diselesaikan sebesar Rp71,01 triliun c. Utilisasi BMN melalui penetapan PMN dari konversi aset yang diselesaikan sebesar Rp8,46 triliun d. Utilisasi BMN melalui penetapan status penggunaan, pemanfaatan, maupun hibah masuk sebesar Rp2,6 triliun e. Utilisasi BMN dari pemanfaatan BMN KKKS sebesar Rp0,01 triliun Walaupun target tercapai namun terdapat kendala dalam penetapan utilisasi yang berasal PMN dari korversi aset dimana proses persetujuan PMN BPYBDS pada PT. PLN terlebih dahulu harus mendapat persetujuan DPR. Dalam rangka pencapaian target tahun 2013, strategi-strategi yang akan ditempuh diantaranya melalui: Tabel 3.23 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Utilisasi Kekayaan Negara yang Optimal KK 4. Utilisasi kekayaan negara yang optimal Indikator Kinerja Nilai kekayaan negara yang diutilisasi Target Realisasi % 102,56 T 103,31 T 100,73 Tabel 3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Perimbangan Keuangan yang Adil dan Transparan KK 5. Perimbangan keuangan yang adil dan transparan No. 66 Indikator Kinerja 1. Indeks Pemerataan keuangan antar-daerah 2. 3. Target Realisasi % 0,8 0,74 107,50% Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah 100% 100,12% 100,12% Persentase Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundangundangan 90% 94,98% 105,53% Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup dan daerah yang disebabkan oleh tidak meratanya pelaksanaanpembangunan antara lapisan masyarakat dan daerah. 120 102,45 103,31 Kesenjangan fiskal antar daerah diukur dengan menggunakan metode Williamson Index, sebagai berikut: 100 80 52,68 60 2009 40 2010 2011 20 2012 0,21 0 Utilisasi Kekayaan Negara Grafik 3.3. Perkembangan Nilai Utilisasi Kekayaan Negara 2009-2012 a. Official assesment untuk mengidentifikasi BMN yang berpotensi untuk ditetapkan utilisasinya. b. Intensifikasi koordinasi dan kesamaan persepsi soal pentingnya penetapan status BMN. 5. Sasaran Strategis 5: Perimbangan Keuangan yang Adil dan Transparan (KK-5). Hubungan Keuangan pusat dan daerah mengacu pada Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Secara umum, yang ingin dituju adalah meminimumkan vertical fiscal imbalance dan horizontal fiscal imbalance sehingga daerah mempunyai sumber daya fiskal yang cukup signifikan untuk menunjang tugas otonominya tanpa membuat pusat kekurangan sumber daya fiskal untuk menjalankan fungsinya sebagai pemerintah Negara kesatuan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 3 (tiga) Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah sebagaimana tabel 3.24. Uraian mengenai ketiga IKU tersebut tampak berikut ini. a. Indeks Pemerataan Keuangan Antar-Daerah (KK5.1). Pemerataan keuangan antar daerah adalah ketimpangan distribusi pendapatan antar lapisan masyarakat Dimana : Wi = Nilai / indeks ketimpangan wilayah / provinsi / kabupaten / kota Yi = Pendapatan perkapita masing-masing provinsi / kabupaten / kota Y = Total pendapatan perkapita kawasan indonesia Fi = Jumlah penduduk masing-masing provinsi / kabupaten / kota n = Jumlah penduduk Indonesia Besarnya indeks kesenjangan fiskal (Vw) adalah 0 < Vw < 1 Vw = 0, berarti pembangunan wilayah sangat merata Vw = 1, berarti pembangunan wilayah sangat tidak merata (kesenjangan sempurna) Vw~0, berarti pembangunan wilayah semakin mendekati merata Vw~1, berarti pembangunan wilayah semakin mendekati tidak merata. Indeks Williamson adalah suatu indeks yang menunjukkan tingkat ketimpangan antar wilayah dengan memperhatikan distribusi pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Dimana Indeks Williamson merupakan suatu indeks yang jika menunjukkkan tingkat ketimpangan semakin mendekati 0 (nol), ini menunjukkan tingkat ketimpangan yang kecil / tingkat pemerataan yang semakin baik. Indeks Williamson untuk Pemerataan Fiskal Provinsi sebesar 0,79. Indeks Williamson untuk Pemerataan Fiskal Kabupaten/Kota sebesar 0,69. Sehingga realisasi 0,74 didapat dari rata-rata tertimbang dari IW Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dengan perhitungan IKU minimize, berarti pencapaian ini lebih baik dari target yang ditentukan yaitu 0,8. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 67 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Tabel 3.25 Mekasnisme Pola Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah No. Uraian Transfer I. Dana Bagi Hasil Pajak A. DBH PBB a. DBH PBB Bagian Pusat (10%) Tahap I : 25%; Tahap II : 50%; Tahap III : selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan b. DBH PBB Bagian Daerah (81%) Setiap minggu yaitu sebesar 81% (64,8 % untuk Kabupaten/Kota; 16,2% untuk Provinsi) dari realisasi penerimaan secara mingguan c. DBH Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah (9%) Setiap minggu, yaitu sebesar 9 % dari realisasi penerimaan secara mingguan d. DBH PBB & Biaya Pemungutan DBH PBB Sektor Pertambangan Migas & Panas Bumi Setiap triwulan sebesar 25%(Maret, Juni, September, Desember); Triwulan IV : selisih alokasi definitif dengan yang telah tersalur B. DBH PPh a. DBH PPh Pasal 21 Triwulan I : 20%; Triwulan II : 20%; Triwulan III : 20%; Triwulan IV : selisih definitif dengan yang telah disalurkan b. DBH PPh Pasal 25/29 Triwulan I : 20%; Triwulan II : 20%; Triwulan III : 20%; Triwulan IV : selisih definitif dengan yang telah disalurkan II . DBH Cukai Hasil Tembakau III. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Triwulan I : 20%; Triwulan II & Triwulan III: 30% ; Triwulan IV : selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan A Migas & Panas Bumi Triwulan I & II: 20% ; Tw III: selisih realisasi penerimaa s/d Tw III dengan yang telah tersalur; Tw IV selisih realisasi penerimaan s/d Tw IV dengan yang telah tersalur B Pertambangan Umum Triwulan I & II: 20% & 15% ;selisih realisasi penerimaa s/d Tw III dengan yang telah tersalur; Tw IV selisih realisasi penerimaan s/d Tw IV dengan yang telah tersalur C Kehutanan & Perikanan Triwulan I & II: masing-masing 15% ; selisih realisasi penerimaa s/d Tw III dengan yang telah tersalur; Tw IV selisih realisasi penerimaan s/d Tw IV dengan yang telah tersalur IV Dana Alokasi Umum Tiap bulan sebesar 1/12 dari alokasi 1. Penyaluran tahap I (30% dari total DAK) V. Dana Alokasi Khusus Dilaksanakan setelah daerah menyampaikan Perda APBD tahun 2012, Laporan Penggunaan DAK tahun sebelumnya, dan Surat Pernyataan Dana Pendamping DAK TA 2012 2. Penyaluran Tahap II (45%) dan Tahap III (25%) Dilaksanakan setelah menyampaikan Laporan Penggunaan DAK tahap sebelumnya yang secara kumulatif telah mencapai 90% VI. 68 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian A Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur Penyaluran dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan dari Mendagri Tahap I (Maret) : 30%; Tahap II (Juli) : 45%; Tahap III (Oktober) : 25% B Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD C Tunjangan Profesi Guru Penyaluran dilakukan per triwulan, masing-masing sebesar 25%; Triwulan I disalurkan tanpa syarat. triwulan II s/d IV disalurkan dengan syarat Pemda menyampaikan laporan realisasi Semester II TA 2011 E Dana Insentif Daerah F BOS Terpencil G BOS Tidak Terpencil Kementerian Keuangan Republik Indonesia Penyaluran dilakukan setelah menyampaikan perda APBD 2011 dan surat pernyataan, disalurkan sekaligus BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup b. Persentase Ketepatan Jumlah Penyaluran Dana Transfer ke Daerah (KK-5.2). Pelaksanaan penyaluran anggaran Transfer ke Daerah selama TA 2012 dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 06/PMK.07/2012 tanggal 9 Januari 2012 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Secara singkat mekanisme penyaluran dana diuraikan dalam tabel 3.25. Perkembangan alokasi Dana Transfer ke Daerah selama lima tahun terakhir telah mencapai sasaran sesuai renstra tahun 2010-2014 dan mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Norma dan standardisasi kebijakan telah diselaraskan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005, Undang-Undang APBN Tahun 2012 dan Undang-Undang APBN-P Tahun 2012 , serta Kesepakatan Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah sebagai bagian tak terpisahkan dari Undang-Undang APBN. Perhitungan dan pengalokasian diberlakukan secara keseluruhan daerah berdasarkan perhitungan tertentu. DBH dengan persentase tertentu, DAU dengan formula, DAK dengan kriteria, Dana Otsus dan Penyesuaian berdasarkan undang-undang terkait. Di sisi lain, perkembangan jumlah daerah penerima dana transfer ke daerah dari tahun 2006 sebanyak 467 menjadi 524 pada tahun 2012, atau meningkat 57 daerah selama 6 tahun, sebagaimana terlihat pada tabel 3.26 1) Dana Bagi Hasil DBH telah mencapai sasaran sesuai dengan renstra 2010-2014 dan dalam pelaksanaannya mengacu pada kebijakan yang ditetapkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 yang mengatur bagian Pemerintah Pusat dan bagian pemerintah daerah dengan persentase tertentu dari realisasi penyetoran ke kas negara dari penerimaan negara pajak (PNP) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Jenis DBH dalam undang-undang tersebut sebanyak 8 (delapan) jenis yang dalam tahun 2005 s/d 2008 telah dilaksanakan 7 jenis sedangkan satu jenis DBH, yaitu Panas Bumi dilaksanakan mulai tahun 2009. Untuk pertama kalinya DBH Panas Bumi pada tahun 2009 dibagikan kepada daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat, yaitu DBH dari PNBP tahun 2006 s.d. 2009. Adapun perkembangan alokasi DBH SDA dan Pajak selama kurun waktu 2007-2012 sebagaimana tabel 3.27. Pada tahun 2008 dikenal DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No 11 Tahun 1999 tentang Cukai. Pada tahun 2008 dan 2009 DBH-CHT diberikan kepada lima daerah di wilayah provinsi penghasil CHT, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Berbeda dengan DBH SDA pada umumnya yang sifatnya sebagai block grant, DBH Cukai bersifat specific grant. Tabel 3.26 Perkembangan Jumlah Daerah dan Besaran Transfer Tahun 2006 s/d 2012 No Daerah 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 33 33 33 33 33 33 33 1 Provinsi 2 Kabupaten/Kota 434 434 451 477 491 491 491 3 Jumlah 467 467 484 510 524 524 524 4 Realisasi Transfer (Triliun rupiah) 226,2 253,3 292,6 303,1 344,6 411,2 479,62 5 % Kenaikan 50,30 11,98 15,51 3,59 13.69 16,63 16,64 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 69 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 35 UU No 33 Tahun 2004, DBH SDA Migas dibagikan kepada daerah dengan porsi 15,5% dari PNBP Minyak Bumi dan 30,5% dari PNBP Gas Bumi. Porsi tambahan 0,5% tersebut sebagai specific grant yang harus dimanfaatkan untuk menambah anggaran pendidikan dasar di daerah dengan pembagian untuk provinsi/daerah penghasil/daerah lainnya masing-masing sebesar 0,1%, 0,2% dan 0,2%. Perkembangan alokasi DBH Pajak dan DBH SDA dapat dilihat pada Tabel 3.27. Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Mengingat ketentuan mengenai perhitungan DBH dan penetapan alokasinya kepada daerah telah diatur secara jelas dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005, maka kebijakan pengalokasian dari tahun ke tahun adalah menyempurnakan proses perhitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran melalui peningkatan koordinasi dengan institusi pengelola PNBP seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, dan unit-unit eselon I di Tabel 3.27 Perkembangan Alokasi DBH per Komponen Tahun 2007 s/d 2012 Rp Triliun No Komponen 2007 2008 2009 2010 2011 2012 A. Pajak 1 PBB 21,79 22,37 22,8 27,12 27,59 26,03 2 BPHTB 4,29 7,35 7,65 7,69 - - 3 PPh 7,94 9,98 10,09 10,93 13,16 19,37 4 Cukai HT 0,2 0,96 1,2 1,35 1,73 34,02 39,9 41,5 46,94 42,10 47,13 22,02% 17,28% 4,01% 13.11% -10,31% 11,95% Sub jumlah (A) % kenaikan B. Sumber Daya Alam 1 Pertambangan Umum 2,85 4,24 6,98 7,79 15,14 12,86 2 Kehutanan 1,52 1,71 1,51 1,75 1,75 1,53 3 Minyak & Gas 24,46 23,44 17,6 35,196 37,306 47,39 4 Perikanan 0,20 0,16 0,12 0,12 0,12 0.179 5 Panas Bumi - - 0,26 0,305 0,351 0,626 Sub jumlah (B) 29,03 29,55 26,82 45,165 54,673 62,60 % kenaikan -6,39% 1,79% -9,24% 68,4% 21,05% 14,5% Total (A+B) 63,05 69,45 68,32 92.1 96,77 109,98 % Kenaikan 7,06% 10,15% -1,63% 34,81% 4,98% 13,65% C Catatan : - DBH SDA TA 2010 mengacu pada APBN Perubahan 2010 - DBH SDA TA 2011 mengacu pada APBN Perubahan 2011 - DBH SDA TA 2012 mengacu pada APBN Perubahan 2012 - DBH Pajak TA 2008, 2009 dan 2010 belum termasuk Biaya Pemungutan PBB bagian Daerah. 70 Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka menyediaan data yang lebih akurat. Koordinasi tersebut dilakukan melalui: a) Konsultasi regional untuk semua komponen DBH-SDA yang dihadiri pengelola DBH-SDA kementerian/lembaga dengan daerah penghasil dengan tujuan antara lain agar daerah turut berperan dalam optimalisasi penyetoran PNBP dan menghimpun data setoran supaya daerah dapat berperan aktif dalam acara rekonsiliasi PPNBP/DBH, agar setoran PNBP per daerah dapat dibagikan secara optimal. b) Rekonsiliasi data PNBP dan perhitungan DBH yang dilakukan bersama institusi pengelola PNBP/DBH SDA dengan daerah penghasil dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyaluran DBH SDA c) Rapat kerja antara unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mengelola penerimaan pajak dan cukai hasil tembakau dengan daerah penghasil. Perubahan yang penting dalam pengelolaan DBH pada tahun 2008 adalah pola penyaluran SDH SDA yang semula murni berdasarkan realisasi penyetoran PNBP berdasarkan hasil rekonsiliasi triwulanan menjadi penyaluran dengan pola penggabungan antara penetapan persentase dengan realisasi penyetoran PNBP melalui rekonsiliasi. a) Penyaluran DBH Pajak 2012 Realisasi DBH Pajak yang terdiri DBH PPh, DBH PBB, dan DBH BPHTB mencapai Rp46.819.211.020.806,- atau 102,56% dari pagu alokasi Rp45.651.984.955.878,-. Rincian atas realisasi DBH Pajak tersebut adalah sebagaimana tampak pada tabel 3.28 b) Penyaluran DBH CHT 2012 Realisasi DBH CHT pada tahun 2012 mencapai Rp1.722.781.272.658,00 atau 99,25% dari alokasi DBH CHT sebesar Rp1.735.723.719.623,00. Penyaluran tidak mencapai 100% karena terdapat daerah yang hingga batas akhir tahun tidak menyampaikan laporan penggunaan DBH CHT TA 2012. c) Penyaluran DBH SDA 2012 Realisasi untuk semua jenis DBH SDA baik DBH SDA Migas, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan, dan Panas Bumi mencapai 100% atau sama dengan pagu alokasi sebesar Rp62.600.285.617.315,00 rincian selengkapnya sebagaimana tabel 3.29. 2) Dana Alokasi Umum Capaian sasaran selama 2007-2012 antara lain telah menerbitkan beberapa peraturan baik Perpres maupun Permenkeu. Adapun peraturan-peraturan tersebut terinci dalam tabel 3.30. Telah terjadi perubahan yang mendasar dalam periode tahun 2007 hingga tahun 2012 ditandai dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menggantikan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, dimana Indonesia memulai fase kedua dari penerapan Desentralisasi Fiskal. Terdapat perubahan yang mendasar dengan berlakunya UU tersebut antara lain penyederhanaan formulasi perhitungan DAU, penerapan kebijakan non-holdharmless, dan peningkatan persentase penentuan pagu DAU Nasional sekurang-kurangnya 25% menuju 26% terhadap Penerimaan Dalam Negeri Tabel 3.28 Penyaluran DBH Pajak Tahun 2012 Jenis Dana Pagu Realisasi % DBH PPh 19.378.280.456.694 19.378.280.456.694 100,00 % DBH PBB 26.034.891.478.128 27.202.117.543.056 104,48% DBH CHT 1.735.723.719.623 1.722.781.272.658 99,25% 238.813.021.056 238.813.021.056 100% 47.387.708.675.501 48.541.992.293.464 102,44% DBH BPHTB Total Catatan: DBH BPHTB yang disalurkan TA 2012 merupakan penyaluran sisa DBH BPHTB TA 2010 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 71 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.29 Penyaluran DBH SDA Tahun 2012 Jenis Dana Pagu Realisasi DBH Migas 47.397.497.222.732 47.397.497.222.732 100,00 % DBH Pertambangan Umum 12.860.854.426.197 12.860.854.426.197 100,00 % 1.535.890.432.615 1.535.890.432.615 100,00 % DBH Perikanan 179.764.557.362 179.764.557.362 100,00 % DBH Panas Bumi 626.278.978.409 626.278.978.409 100,00 % 62.600.285.617.315 62.600.285.617.315 100,00 % DBH Kehutanan Total % Tabel 3.30 Perpres Alokasi DAU dan Permenkeu Dana Penyeimbang yang Diterbitkan Tahun Anggaran 2007 – 2012 Alokasi Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 72 Perpres (Miliar Rp) Peraturan Menteri Keuangan (Miliar Rp) Jumlah Daerah 164.787,40 842,91 33 Provinsi Perpres 104 Tahun 2006 PMK No. 129 Tahun 2006 434 Kab/Kota 179.507,14 242,84 33 Provinsi Perpres 110 Tahun 2007 PMK No. 172 Tahun 2007 451 Kab/Kota 186.414,1 - 33 Provinsi Perpres 74 Tahun 2008 - 477 Kab/Kota 192.490,34 187,35 33 Provinsi Perpres 53 Tahun 2009 PMK No. 225 Tahun 2009 477 Kab/Kota 225.532,83 0,89 33 Provinsi Perpres Nomor 6 Tahun 2011 PMK No.73 Tahun 2011 491 Kab/Kota 273.814,4 - 33 Provinsi Perpres Nomor 96 Tahun 2011 - 491 Kab/Kota Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Netto. Menghilangkan unsur lumpsum dan proporsi belanja pegawai sebagai komponen pembentuk perhitungan Alokasi Minimum untuk menyederhanakan formulasi perhitungan DAU. Perubahan persentase, meskipun baru berlaku efektif mulai tahun 2006, telah ditentukan pagu DAU Nasional sebesar 25,5% terhadap PDN Netto selama kurun waktu transisi. Penerapan kebijakan non-holdharmless merupakan salah satu pencapaian dalam prinsip keadilan dalam proses pengalokasian DAU dimana dimungkinkan suatu daerah memperoleh alokasi lebih kecil dari tahun sebelumnya. Fokus penerapan kebijakan tersebut dapat mengurangi beban APBN yang harus ditanggung dengan penambahan Dana Penyeimbang DAU. Selain dari itu pula , penerapan formula AD+CF sangat berbeda dengan AM+AKF dimana AD (Alokasi Dasar) ketika disandingkan dengan CF (Celah Fiskal) memiliki beberapa kemungkinan yang akan menghasilkan perhitungan DAU, yaitu: a) Daerah yang memiliki nilai CF lebih besar dari nol (CF > 0) akan menerima DAU sebesar AD (Alokasi Dasar) ditambah dengan CF. b) Daerah yang memiliki nilai CF = 0 akan menerima alokasi DAU sebesar AD. c) Daerah yang memiliki nilai CF negatif (CF < 0) dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari AD (CF < 0; |CF| < AD), akan menerima DAU sebesar AD setelah dikurangi dengan nilai CF. d) Daerah yang memiliki nilai CF negatif dan nilai negatif tersebut sama dengan atau lebih besar dari AD (CF < 0 ; |CF| >= AD), maka DAU yang diterima daerah tersebut adalah negatif atau disesuaikan menjadi 0 (nol). Sedangkan formula sebelumnya AM+AKF, tidak ada proses persandingan antara AM dan AKF untuk menghasilkan alokasi DAU. Hal ini mengandung makna bahwa alokasi gaji suatu daerah yang direpresentasikan dalam AD, dengan penerapan formula sesuai UU No. 33 tahun 2004, diperhitungkan terhadap Celah Fiskalnya. Implikasi kebijakan ini yang perlu dicermati suatu daerah bahwa DAU dialokasikan dengan menitikberatkan pada upaya mengurangi kesenjangan horizontal (horizontal fiscal imbalances) antardaerah. Pada tahun anggaran 2012 total alokasi DAU adalah sebesar Rp273.814.438.203.000,00. Dari alokasi tersebut telah diterbitkan SPM dengan nilai sebesar Rp273.814.438.203.000,00 atau 100%, dengan rincian sebagaimana pada tabel 3.31. 3) Dana Alokasi Khusus DAK dalam waktu antara tahun 2003 s/d 2005 dikenal dengan terminologi DAK Non Dana Reboisasi (DAK Non-DR), selanjutnya pada tahun 2006 dipakai istilah DAK. Sejak tahun 2007 s/d 2012 telah terjadi perkembangan jumlah bidang dalam DAK dari mulai 2003 sebanyak 5 bidang menjadi 19 bidang pada tahun 2012 sebagaimana pada tabel 3.32. Pada tahun 2008 hingga 2011 penambahan bidang DAK dikaitkan dengan pelaksaan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008 bahwa kegiatan kementerian/lembaga yang sebenarnya merupakan kegiatan kewenangan daerah dialihkan secara bertahap ke DAK. Penambahan bidang DAK pada tahun 2008 ditandai dengan pengalihan anggaran K/L dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) dan Kementerian Kehutanan, sedangkan pada tahun 2009 dialihkan anggaran K/L dari Kementerian Perdangan dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan pada tahun 2010 dialihkan anggaran K/L dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Sejak Tahun 2006 pola perhitungan DAK per daerah dengan menggunakan Kriteria Umum, Kriteria Khusus, dan Tabel 3.31 Penyaluran DAU Tahun 2012 Jenis Dana DAU Propinsi (murni) DAU Kabupaten/Kota (murni) Total Pagu Realisasi % 27.381.443.820.000 27.381.443.820.000 100,00% 246.432.994.383.000 246.432.994.383.000 100,00% 273.814.438.203.000 273.814.438.203.000 100.00% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 73 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.32 Perkembangan Jumlah Bidang-Bidang DAK 2007 s.d 2012 No Bidang Prov 2009 K/K Prov 2010 K/K Prov 2011 K/K 1 Pendidikan  2 Kesehatan  ï‚›  ï‚›  3 Jalan ï‚›     4 Irigasi ï‚›     5 Air Bersih   6 Pras. Pem  7 Pertanian 8 K/K K/K ï‚›                       Lingk. Hidup      9 Kelautan & P      10 Kel. Berencana ï‚›     11 Kehutanan   12 PDT     13 Perdagangan     14 Sanitasi ï‚› ï‚› ï‚›  15 Listrik Pedesaan ï‚›  16 Perumahan&Pemukiman ï‚›  17 Transportasi Pedesaan ï‚›  18 Sarpras Perbatasan ï‚›  19 Keselamatan Transportasi ï‚›  ï‚›    Prov    Prov 2012     Pagu DAK (triliun) 21,20 24,82 21,13 25,23 26,11 % Kenaikan 24,05 17,08 -14,85 19,40% 3,49% Keterangan: 74 2008  Bidang yang tahun sebelumnya sudah ada ï‚› Bidang baru pada tahun ybs Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Kriteria Teknis yang dari tahun ke tahun diupayakan untuk disempurnakan dalam rangka memperbaiki aspek keadilan pengalokasian sesuai dengan kondisi daerah. Kriteria Umum mencerminkan kondisi keuangan daerah, kriteria khusus menggambarkan kondisi kekhususan wilayah yang diasumsikan menjadi beban daerah dalam pengelolaan wilayah, dan kriteria teknis menunjukkan kondisi sarana prasarana dasar di daerah. Dalam tahun 2006 s.d. 2008 perhitungan DAK per daerah lebih banyak ditentukan oleh kriteria umum dan kriteria khusus. Kriteria teknis lebih banyak digunakan untuk mengukur alokasi bagi daerah-daerah yang dinyatakan layak mendapatkan DAK berdasarkan kriteria umum dan kriteria khusus. Perkembangan pola perhitungan terjadi pada DAK Tahun 2012, dengan menggunakan secara bersama-sama ketiga kriteria tersebut, baik dalam menentukan kelayakan daerah penerima DAK, maupun besaran alokasinya Pola ini memungkinkan daerah yang tidak layak dari kriteria umum dan kriteria khusus mendapatkan DAK sepanjang indeks teknisnya cukup tinggi untuk dapat menjadi layak mendapatkan DAK pada bidang tertentu. Selanjutnya pencapaian yang cukup penting dari pengelolaan DAK adalah: a) Menggunakan kebijakan penyaluran DAK Tahap I untuk mendorong percepatan penyelesaian Perda tentang APBD. Strategi tersebut dituangkan dalam ketentuan bahwa bagi daerah yang belum menyampaikan Perda APBD kepada Kementerian Keuangan maka DAK Tahap I sebesar 30% belum dapat disalurkan. b) Menggunakan kebijakan laporan penyerapan DAK untuk mendorong percepatan penyerapan dan pelaksanaan kegiatan fisik DAK. Bagi daerah yang cepat menyerap DAK Tahap I dengan menyampaikan laporan penyerapan hingga 90% maka Tahap II sebesar 45% akan disalurkan, demikian seterusnya sampai tahap akhir pernyaluran, yaitu sebesar 25% pada Tahap III. c) Menggunakan kebijakan laporan pelaksanaan DAK dalam satu tahun (tahunan) untuk mendorong kelengkapan sistem informasi keuangan daerah (SIKD) di Kementerian Keuangan dari mulai alokasi, penyaluran, sampai realisasi penyerapan DAK per bidang. Pada tahun anggaran 2012 alokasi DAK adalah sebesar Rp26.115.948.000.000,00. Yang terdiri dari DAK Murni sebesar Rp25.232.800.000.000,00. Total alokasi DAK ini jika dibandingkan dengan alokasi tahun 2011 sebesar Rp21.138.385.200.000,- berarti mengalami kenaikan sebesar Rp4.094.415.700.000,- atau naik sebesar 3,40% persen dari tahun anggaran sebelumnya. DAK tahun anggaran 2012 dialokasikan untuk mendanai 19 bidang. Penyaluran DAK dilakukan dalam 3 tahap yaitu masing-masing sebesar 30%, 45% dan 25%. Dari alokasi pagu tersebut telah diterbitkan SPM dengan nilai sebesar Rp25.941.483.856.000,00 atau 99,33%. Dalam rangka percepatan penyerapan alokasi DAK oleh daerah-daerah penerima DAK, dilakukan upaya inisiatif strategis antara lain dengan menerbitkan Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2012 tentang Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Tahun 2012. PMK ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada daerah bahwa dana Tabel 3.33 Penyaluran DAK Tahun 2012 Tahap Pagu Realisasi (Rp) % Jumlah Daerah DAK I (30%) 7.834.784.400.000 7.834.784.400.000 100,00% 520 DAK II (45%) 11.752.176.600.000 11.752.176.600.000 100,00% 520 DAK III (25%) 6.528.987.000.000 6.354.522.856.000 97,33% 486 26.115.948.000.000 25.941.483.856.000 99,33% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 75 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.34 Penyaluran Dana Otsus dan Penyesuaian JENIS DANA REALISASI % Dana Otonomi Khusus u/ PAPUA 3.833.402.135.000 3.833.402.135.000 100,00% Dana Otonomi Khusus u/ PAPUA BARAT 1.642.886.629.000 1.642.886.629.000 100,00% Dana Otonomi Khusus u/ Aceh 5.476.288.764.000 5.476.288.764.000 100,00% Dana Otonomi Khusus T. Infras u/ Papua 571.428.571.000 571.428.571.000 100,00% Transfer Dana Tamb. Infras. Papua Barat 428.571.429.000 428.571.429.000 100,00% Tunjangan Profesi Guru 30.559.800.000.000 30.557.995.724.250 99,99% Bantuan Operasional Sekolah 22.584.885.440.750 22.584.885.440.750 100,00% Tambahan Penghasilan Guru PNSD 2.898.900.000.000 2.883.523.500.000 99,47% Dana Insentif Daerah 1.387.800.000.000 1.387.800.000.000 100,00% 30.000.000.000 30.000.000.000 100,00% 69.413.962.968.750 69.396.782.193.000 99,95% Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi Total DAK Pendidikan yang telah dialokasikan akan tersalur lebih cepat dengan mempertimbangkan kinerja laporan realisasi penyerapan DAK dari bidang-bidang lainnya. 4) Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Pada tahun 2012, total pagu Dana Otsus dan Penyesuaian sebesar Rp69.413.962.968.750,00 telah dapat diterbitkan SPM dengan nilai sebesar Rp69.396.782.193.000,00 atau 99,95%, dengan rincian sebagaimana tabel 3.34 a) Dana Otonomi Khusus dan Tambahan Infrastruktur. Realisasi penyaluran dana Otsus untuk Provinsi Papua, Papua Barat dan Aceh s.d. tanggal 28 Desember 2012 mencapai Rp11.952,57 miliar, atau 100% dari pagu alokasi APBN 2012. b) Dana Tunjangan Profesi Guru. Realisasi penyaluran TPG s.d. tanggal 28 Desember 2012 mencapai Rp30.557,99 miliar, atau 99,99% dari pagu APBN Rp30.559,80 miliar. Realisasi penyaluran TPG yang tidak mencapai 100% tersebut disebabkan karena ada 1 daerah, yakni Kabupaten Yahukimo (Provinsi Papua) yang tidak menyampaikan Laporan Realisasi Penyerapan dana semester II 2011, sehingga TPG untuk triwulan II s.d. IV TA 76 PAGU Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2012 tidak dapat disalurkan. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.07/2012, penyaluran TPG dilakukan secara triwulanan, yakni sebesar 25%/triwulan, dimana penyaluran triwulan II s.d. IV dilakukan setelah daerah menyampaikan laporan realisasi penyerapan dana semester II tahun sebelumnya. c) Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD. Realisasi penyaluran dana Tamsil Guru s.d. tanggal 28 Desember 2012 mencapai Rp2.883,52 miliar, atau 99,47% dari pagu APBN sebesar Rp2.898,90 miliar. Realisasi penyaluran yang tidak mencapai 100% tersebut disebabkan karena ada 15 daerah yang tidak menyampaikan laporan realisasi penyerapan dana Tamsil Guru semester II TA 2011, sehingga dana Tamsil Guru untuk triwulan II s.d. IV TA 2012 tidak dapat disalurkan. Adapun 15 daerah tersebut diuraikan dalam tabel 3.35 Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.07/2012, penyaluran dana Tamsil Guru dilakukan secara triwulanan, yakni sebesar 25%/triwulan, dimana penyaluran triwulan II s.d. IV dilakukan setelah daerah menyampaikan laporan realisasi penyerapan dana semester II tahun sebelumnya. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.35 Daftar Daerah yang Belum Menyerahkan Laporan Penyerapan Dana Tamsil Guru Semester II TA 2011 No Daerah No Daerah 1. Prov. Sumut 9. Kab. Seram Bagian Timur 2. Kota Medan 10. Kab. Memberamo Raya 3. Kab. Lingga 11. Kab. Memberamo Tengah 4. Prov. Bengkulu 12. Kab. Lanny Jaya 5. Prov. Kalbar 13. Kab. Puncak 6. Prov. Sulut 14. Kab. Intan Jaya 7. Prov. Sulbar 15. Prov. Papua Barat 8. Prov. Maluku d) Dana Insentif Daerah (DID). Realisasi penyaluran DID s.d. tanggal 28 Desember 2012 mencapai Rp1.387,80 miliar, atau 100% dari pagu alokasi APBN 2012. DID tersebut disalurkan kepada 66 daerah penerima guna membantu pelaksanaan fungsi pendidikan. e) Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Realisasi penyaluran dana BOS s.d. tanggal 28 Desember 2012 mencapai Rp22.584,88 miliar, atau 95,72% dari pagu APBN sebesar Rp23.594,80 miliar. Rincian penyaluran BOS adalah sebagai berikut: i. Realisasi BOS (murni) Rp22.441,11 miliar, atau 100% dari pagu APBN; ii. Realisasi dana cadangan (buffer fund) BOS Rp143,77 miliar, atau 12,46% dari pagu APBN Rp1.153,68 miliar. f ) Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (PPDD). Realisasi penyaluran dana P2D2 s.d. tanggal 28 Desember 2012 mencapai Rp30,0 miliar, 100% dari pagu APBN. Dana P2D2 disalurkan kepada daerah sebagai reward atas pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK, khususnya DAK bidang infrastruktur. Tabel-tabel tersebut menunjukkan bahwa realisasi pencapaian sasaran adalah 100,03% terhadap pagu alokasi dalam Peraturan Presiden untuk alokasi DAU dan Peraturan Menteri Keuangan untuk DBH, DAK, Dana Otsus, dan Dana Penyesuaian. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.36. c. Persentase Perda PDRD yang Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan (KK-5.3). Indikator Kinerja Utama ini ditetapkan untuk menciptakan sistem pajak daerah dan retribusi daerah yang menjamin bahwa pungutan -pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sejalan dengan kebijakan perpajakan nasional untuk mendukung efisien alokasi sumber daya nasional dan meningkatkan fungsi akuntabilitas fiskal daerah. Persentase jumlah perda PDRD yang berkualitas adalah jumlah perda hasil evaluasi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan telah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan. Penetapan perubahan UU Nomor 34 tahun 2000 menjadi UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menuntut Pemerintah Pusat untuk segera menyelesaikan evaluasi Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Perda PDRD yang dibuat berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 hanya berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2011 dan jumlah Perda PDRD berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 yang telah diterima oleh Pemerintah Pusat namun belum dievaluasi masih cukup besar sehingga diperlukan percepatan evaluasi, lihat tabel 3.37 Pada tahun 2009, Kementerian Keuangan melalui task force telah berhasil menyelesaikan evaluasi Perda sebanyak 1984 Perda, melebihi target yang telah ditetapkan sebanyak 1600 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 77 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.36 Realisasi Transfer ke Daerah s.d. 31 Desember 2012 No 1. Alokasi Perpres/pmk Jenis anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) a. DBH Pajak % thd alokasi 109.987.994.292.816 111.142.277.910.779 101,05% 45.651.984.955.878 46.819.211.020.806 102,56% 1.735.723.719.623 1.722.781.272.658 99,25% 62.600.285.617.315 62.600.285.617.315 100,00% b. DBH Cukai Hasil Tembakau c. DBH SDA Realisasi penyaluran s.d. 31 Desember 2012 2. Dana Alokasi Umum (DAU) 273.814.438.203.000 273.814.438.203.000 100,00% 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) 26.115.948.000.000 25.941.483.856.000 99,33% 4. Dana Otonomi Khusus 11.952.577.528.000 11.952.577.528.000 100,00% 5. Dana Penyesuaian 57.416.798.003.750 57.399.617.228.000 98,24% 479.287.756.027.566 479.861.040.967.779 100,12% Jumlah Keterangan: DBH Pajak termasuk DBH BPHTB Tabel 3.37 Jumlah Perda yang Dievaluasi Tahun 2009–2011 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi 1.600 1.984 545 545 1.000 1.531 1.400 1952 Tabel 3.38 Capaian IKU pada Sasaran Pengelolaan Keuangan Negara yang Akuntabel KK 6. Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel 78 No. Indikator Kinerja Target Realisasi % 1. Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik 97,62 87,36 89,49% 2. Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15, BUN, dan BA 999 4 3,88 97,00% Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Perda. Dan pada tahun 2010, Perda yang belum dievaluasi hanya sebanyak 545 Perda karena dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 telah memberikan dampak yang cukup signifikan terkait dengan kebijakan PDRD yang mengharuskan Pemerintah Daerah untuk melakukan penggantian Peraturan Daerah tentang PDRD yang masih menggunakan dasar hukum Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan Peraturan Daerah yang sesuai dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009. Pada tahun 2011 jumlah Perda PDRD yang sudah dievaluasi sebanyak 1.531 Perda. Dari evaluasi yang dilakukan, Perda yang sesuai peraturan perundangan sebanyak 1.501 sedangkan Perda PDRD yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 30 Perda. Pada tahun 2012 Jumlah perda PDRD yang sudah dievaluasi sampai dengan 31 Desember 2012 yaitu sebanyak 1952 perda. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1854 Perda telah sesuai dengan hasil evaluasi raperdanya (sesuai dengan peraturanperundangan). Jadi telah melebihi target yaitu 95 % dari target yang ditentukan yaitu 90%. Hal ini sesuai dengan maksud Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dimana sebelum Perda ditetapkan telah dilaksanakan pengawasan preventif dan korektif. Dengan demikian, capaian atas IKU Ini adalah sebesar 105,53% 6. Sasaran Strategis 6: Pengelolaan Keuangan Negara yang Akuntabel (KK-6). Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel diwujudkan dengan penyusunan laporan keuangan yang lengkap oleh Pemerintah Pusat. Bentuk dari peningkatan dapat diidentifikasi dari ketepatan penyusunan pertanggungjawaban anggaran dan opini yang baik dari pemeriksa atas unsur-unsur pembentuk laporan keuangan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU), sebagaimana tabel 3.38 Uraian mengenai kedua IKU tersebut adalah sebagai berikut: a. Indeks Jumlah LK K/L dan LK BUN yang Andal dengan Opini Audit yang Baik (KK-6.1). Laporan Keuangan K/L dan Laporan Keuangan BUN merupakan unsur pembentuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Opini BPK atas masing-masing LK K/L dan LK BUN akan berkontribusi terhadap opini BPK atas LKPP. Dengan mengetahui perkembangan opini BPK atas LKKL dan LKBUN, maka dapat diketahui peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Dari target tahun 2012 untuk IKU berupa Indeks Jumlah LK-KL dan LK-BUN yang andal dengan opini audit yang baik dengan target yaitu WTP sebanyak 80 K/L dan WDP sebanyak 4 K/L dengan Index 97,62 terealisasi WTP sebanyak 67 K/L dan WDP sebanyak 18 K/L dengan Index 87,36 (89,49%). Pada tahun 2012, terdapat 2 (dua) Kementerian Negara dan Lembaga yang mendapat opini disclaimer. Kementerian/Lembaga yang mendapatkan opini disclaimer adalah: a. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan b. Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan Sedangkan L/K BUN yang mendapatkan opini audit WDP adalah BA 999.02 Pengelolaan Hibah. Khusus pada Kemendikbud dan BNPP yang masih mendapatkan opini disclaimer telah dilaksanakan hal-hal sebagai berikut: a. Pengimplementasian Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan sesuai PSAP dan aturan yang berlaku. Khusus untuk Kemendikbud, dilakukan pula penertiban pengelolaan keuangan BLU. b. Penyusunan dan penetapan Standar Operasional dan Prosedur (SOP), khususnya pada Pos Pengelolaan Piutang di lingkungan Kemendikbud. c. Pelaksanaan pemisahan fungsi, serta peningkatan koordinasi dan komunikasi di lingkungan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Negara. d. Pengendalian atas pengelolaan PNBP dengan cara meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan, pencatatan, dan pelaporan PNBP di lingkungan Kemendikbud serta menyusun pedoman pengelolaan PNBP di lingkungan Kemendikbud. e. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap pencatatan dan pelaporan realisasi belanja. f. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap penyusunan anggaran (DIPA/RKAKL) sehingga kekeliruan pengelompokan jenis belanja dipastikan telah sesuai dengan Bagan Akun Standar. g. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap pencatatan, pelaporan, dan pengelolaan kas pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 79 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.39 Hasil Opini BPK Atas LK 2011 Opini LK 2011 Realisasi Target Opini LK 2010 Kementerian Keuangan WTP WTP WDP Bendahara Umum Negara WDP WTP WDP BA 999.01 Pembiayaan Biaya Pinjaman dan Bunga serta Cicilan Pokok Utang WTP WTP WTP BA 999.02 Penerimaan Hibah WDP WTP WDP BA 999.03 Penanaman Modal Negara WTP WTP WTP-DPP BA 999.04 Penerusan Pinjaman WTP WTP WDP BA 999.05 Transfer Dana Daerah WTP WTP WTP-DPP BA 999.07 Belanja Subsidi WTP WTP WDP BA 999.08 Belanja Lain-lain WTP WTP WDP Kode BA 15 Nama Laporan Keuangan Keterangan: Sesuai dengan pembobotan yang dilakukan (50% untuk BA 15 dan 50% untuk LK BUN, BA 999.01 s.d BA 999.05, BA 999.07 dan BA 999.08), maka didapatkan indeks dengan skor 3,88. Bendahara Pengeluaran di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. h. Mengupayakan peningkatan pengawasan dan pengendalian dari para pimpinan satker selaku KPA terhadap pencatatan dan penyajian Persediaan dan Aset Tetap. Di samping itu, akan dilakukan pembinaan kepada para pengelola barang persediaan dan aset pada kantor/ satker. b. Rata-rata Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15, BUN, dan BA 999 (KK-6.2). Dalam rangka mengawal penyusunan dan menjamin kualitas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (LK BA 15) serta Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LK BUN dan LK BA 999), sejak tahun 2008 dilaksanakan berbagai kegiatan monitoring, reviu, dan pendampingan audit BPK RI atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 terhadap unit-unit Kemenkeu oleh APIP Kemenkeu. Kebijakan pengawasan intern Kementerian Keuangan, untuk mewujudkan sistem pengendalian intern yang kuat, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 130/KMK.09/2011, salah satunya dilaksanakan melalui pelaksanaan reviu dalam rangka menjamin kualitas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999. 80 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Indeks opini dari BPK adalah opini yang diberikan oleh BPK RI terhadap LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 yang selanjutnya dikonversikan dalam indeks 1 s.d. 4, dimana : (1) Tidak Wajar; (2) Tidak Memberikan Pendapat; (3) Wajar Dengan Pengecualian (WDP); (4) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Wajar Tanpa Pengecualian-Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP) atau Wajar Tanpa Pengecualian-Modifikasi Kata-kata, dan dihitung dengan bobot tertentu. Indeks ini digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengawasan (monitoring, reviu, dan pendampingan audit BPK RI) yang dilakukan oleh APIP. Melanjutkan upaya sebagaimana telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya, selama tahun 2012 telah direalisasikan berbagai kegiatan monitoring, reviu, kajian, pembahasan, dan pendampingan audit BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 tahun 2011, dan telah diperoleh hasil opini BPK terhadap LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 tahun 2011 tersebut, dengan nilai indeks opini senilai 3,88 dari 4,00 yang ditargetkan, dengan rincian sebagaimana tabel 3.39 Realisasi IKU tersebut tidak mencapai target disebabkan opini BPK atas LK BUN dan Penerimaan Hibah (BA 999.02) adalah WDP, sedangkan targetnya adalah WTP, sementara LK lainnya terealisasi sesuai target tertinggi yaitu WTP. Opini BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup WDP atas LK BA 999.02 dan LK BUN disebabkan terdapat permasalahan uncontrollable yang yang melibatkan K/L atau pihak lain di luar Kemenkeu. Terkait LK BA 999.02, diketahui terdapat penerimaan Hibah oleh K/L, namun belum disahkan dan dilaporkan dalam laporan keuangan. Sedangkan, terkait LK BUN diketahui adanya permasalahan aset Eks BPPN, Eks Pertamina, dan KKKS yang perlu dikoordinasikan dengan unit di luar Kemenkeu, dalam hal ini Kementerian ESDM, BP Migas, dan Pertamina sendiri. Kedua permasalahan ini telah menjadi concern dan masuk dalam action plan TPU Peningkatan Kualitas LK BUN dan LK BA 999.02 di tahun 2013. Walaupun target indeks opini BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 belum mencapai nilai 4,00 sebagaimana ditargetkan di tahun 2012, secara umum kualitas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tersebut telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini terlihat antara lain dari peningkatan indeks opini BPK RI atas LK-LK tersebut dari 3,13 di tahun 2010, menjadi 3,19 di tahun 2011, dan melonjak mencapai 3,88 di tahun 2012. Peningkatan tersebut menunjukkan peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh Kemenkeu, baik oleh unit penyusun dan pengelola LK, maupun oleh APIP selaku unit pemonitor dan pereviu. Kerjasama dan kemitraan yang baik di lingkungan Kemenkeu ini telah menumbuhkan semangat dan keyakinan bahwa target indeks opini BPK senilai 4,00 dapat tercapai di tahun-tahun mendatang. Adapun, action plan yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 untuk mencapai target tertinggi indeks opini BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 sebesar 4,00, meliputi: 1) reviu, monitoring tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK RI, pendampingan audit BPK RI, dan monitoring penyelesaian koreksi atas LK BUN TA 2012 meliputi LK BA 999.01, 999.02,999.04, 999.99, LAK Konsolidasian BUN, dan LK Konsolidasian BU; 2) monitoring penyusunan LKPP tingkat Kuasa BUN daerah KPPN; 3) reviu LK BUN Semester I TA 2013 meliputi LK BA 999.01, 999.02,999.04, 999.99, LAK Konsolidasian BUN dan LK Konsolidasian BUN; 4) monitoring tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK RI atas LK BUN TA 2013; serta 5) melakukan koordinasi dengan K/L yang terkait dg temuan BPK. 7. Sasaran Strategis 7: Industri Pasar Modal dan Jasa Keuangan Non Bank yang Stabil, Tahan Uji dan Likuid (KK-7). Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji, dan likuid adalah industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang mampu menjaga kestabilan pertumbuhan industrinya terhadap fluktuasi perkembangan ekonomi serta mampu menghasilkan keuntungan/manfaat tertentu dengan biaya minimal. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU), sebagaimana tabel 3.40. Uraian atas kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Rata-Rata Tingkat Kesehatan Perusahaan Efek, Asuransi, dan Pembiayaan (Kk-7.1). Aturan tingkat kesehatan pada perubahan efek, asuransi dan pembiayaan adalah: 1) Perusahaan Efek yang memenuhi Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) sesuai dengan Peraturan BapepamLK Nomor V.D.5 tentang Pemeliharaan dan Pelaporan Modal Kerja Bersih Disesuaikan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Paling sedikit Rp 25 miliar untuk PE yang menjalankan kegiatan Penjamin Emisi Efek (PEE) dan Perantara Pedagang Efek (PPE). b) Paling sedikit Rp 200 juta untuk PE yang menjalankan kegiatan sebagai PPE yang tidak mengadministrasikan Efek nasabah. c) Paling sedikit Rp 200 juta untuk PE yang menjalankan kegiatan sebagai Manajer Investasi (MI). 2) Perusahaan asuransi dan reasuransi harus memenuhi persyaratan minimum RBC sebesar adalah 120% dari batas tingkat solvabilitas minimum. (Berdasarkan ketentuan pasal 43 ayat (2) huruf c Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi). Batas Tingkat Solvabilitas Minimum adalah suatu jumlah minimum tingkat solvabilitas yang ditetapkan, yaitu sebesar jumlah dana yang dibutuhkan untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban 3) Perusahaan Pembiayaan harus memenuhi Rasio Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 81 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Tabel 3.40 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Industri Pasar Modal dan Jasa Keuangan Non Bank yang Stabil, Tahan Uji dan Likuid KK 7. Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid No. Indikator Kinerja 1. Rata-rata tingkat kesehatan perusahaan efek, asuransi, dan pembiayaan 2. Persentase nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di Bursa Permodalan sebagai indikasi kestabilan Industri Pembiayaan. Realisasi IKU rata-rata tingkat kesehatan perusahaan efek, asuransi, dan pembiayaan pada tahun 2012 adalah 96,94%. Dengan target 87,67%, berarti nilai capaian atas IKU ini adalah 110,57%. b. Persentase Nilai Transaksi Perusahaan Efek Yang Tidak Memenuhi Persyaratan Minimum Mkbd Yang Berpotensi Mengganggu Perdagangan Saham Di Bursa (Kk-7.2). Nilai transaksi Perusahaan Efek (PE) yang diperhitungkan dalam IKU ini adalah nilai transaksi PE yang tidak memenuhi ketentuan minimal Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) sesuai Peraturan Bapepam-LK Nomor: V.D.5 tentang Pemeliharaan dan Pelaporan Modal Kerja Bersih Disesuaikan. Perhitungan IKU ini menggunakan pola minimize di mana semakin rendah realisasi menunjukkan pencapaian yang semakin tinggi. Sepanjang tahun 2012, nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di Bursa hanya terealisasi pada triwulan pertama dan tidak terealisasi lagi pada ketiga triwulan berikutnya, sehingga total nilai realisasi adalah 0,0011% atau dengan nilai capaian 120%. 8. Sasaran Strategis 8: Kepuasan Pengguna Layanan yang Tinggi (KK-8). Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi diukur berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan oleh lembaga independen. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan 82 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Target Realisasi % 87,67% 96,94% 110,57% 15% 0,0011% 120,00% mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU), sebagaimana tabel 3.41 Indeks persepsi stakeholder diukur dari survey opini stakeholders dari seluruh unit eselon I Kementerian Keuangan yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Layanan yang menjadi obyek survei adalah layanan unggulan pada 12 unit eselon satu, sama seperti yang sudah disurvei pada tahun 2011. Kedua belas unit eselon satu yang disurvei tersebut adalah Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), BapepamLK, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Sedangkan cakupan wilayah penelitian tetap sesuai dengan tahun-tahun sebelumnya (20102011) yang difokuskan di enam kota utama yaitu: (1) Jakarta, (2) Medan, (3) Surabaya, (4) Balikpapan, (5) Makasar dan (6) Batam dengan jumlah responden yang diwawancarai sejumlah 2.851 responden. Dalam survey ini, respon afektif pengguna jasa diukur dengan skala likert dengan skor angka 1 sampai 5 yang menunjukkan skala sangat tidak puas sampai sangat puas. Nilai indeks persepsi stakeholders Kementerian keuangan tahun 2012 yaitu 3,90 naik 0,04 poin dari tahun 2011 yang mencapai 3,86. Nilai tingkat kepuasan stakeholders terhadap layanan unit Eselon I di Lingkungan Kementerian Keuangan RI pada tahun 2012 adalah sebagaimana grafik 3.4. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.41 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Kepuasan Pengguna Layanan yang Tinggi KK 8. Kepuasan Pengguna Layanan yang Tinggi Indikator Kinerja Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Unsur layanan yang diukur dalam survei ini meliputi (1) pengenaan sanksi/denda atas pelanggaran terhadap ketentuan layanan, (2) kesesuaian pembayaran, (3) waktu penyelesaian, (4) akses terhadap kantor layanan, (5) lingkungan pendukung, (6) ketrampilan petugas, (7) sikap petugas, (8) kesesuaian prosedur dengan ketentuan yang ditetapkan, (9) informasi layanan terkait persyaratan dan prosedur, serta (10) keterbukaan/ kemudahan akses terhadap informasi. Grafik 3.5 menunjukkan nilai kinerja layanan berdasarkan unsur layanan yang diberikan oleh Kementerian Keuangan. Unsur layanan yang dinilai responden mempunyai kinerja paling tinggi adalah “kesesuaian pembayaran” dengan skor rata-rata 4,06. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja Kementerian 3.76 BKF 4.14 DJPK 3.67 Bapepam LK 4.07 DJPb 3.75 2.5 2.7 2.9 3.1 3.3 3.5 3.7 Keuangan terkait biaya mendapatkan pelayananan relatif lebih baik. Dengan kata lain, biaya yang terjadi dalam pengurusan layanan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. 9. Sasaran Strategis 9: Kajian dan Rumusan Kebijakan yang Berkualitas (KK-9). Kebijakan yang berkualitas mencakup kebijakan pemerintah mengenai pajak, hutang negara (public debt), pengadaan dan perbelanjaan dana pemerintah dan lain yang sejenis yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 5 (lima) Indikator Kinerja Utama (IKU), sebagaimana tabel 3.42 3.95 3.93 3.91 sikap petugas 3.9 ketrampilan petugas 3.9 3.83 3.86 akses terhadap kantor layanan 3.84 4.06 kesesuaian pembayaran 3.92 DJP 99,49% waktu penyelesaian 3.87 DJBC 3,90 lingkungan pendukung 4 DJKN DJA 3,92 kesesuaian prosedur 3.92 3.93 Setjen % informasi persyaratan dan prosedur 3.77 Itjen Realisasi keterbukaan/kemudahan akses 4 BPPK DJPU Target 3.9 3.94 Pengenaan sanksi atas pelanggaran 4.1 Grafik 3.4. Skor tingkat Kepuasan Stakeholders Terhadap Layanan Unit Eselon I Lingkup Kemenkeu RI Tahun 2012 2.5 2.7 2.9 3.1 3.3 3.5 3.7 3.9 4.1 Grafik 3.5. Skor Kinerja Layanan Kemenkeu Berdasarkan Unsur Layanan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 83 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.42 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Kajian dan Rumusan Kebijakan yang Berkualitas KK 9. Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas No. Indikator Kinerja Target Realisasi % 1. Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro 5% 2,52% 120,00% 2. Deviasi proyeksi APBN 5% 4,84% 103,25% 3. Deviasi proyeksi Exercise I-Account 5% 0,29% 120,00% 4. Deviasi penetapan dana transfer ke daerah 5% 0,00% 120,00% 5. Jumlah kebijakan untuk peningkatan penerimaan negara 5 5 100,00% Tabel 3.43 Capaian Deviasi Proyeksi Indikator Ekonomi Makro Tahun 2012 T/R Q1 Q2 Q3 Q4 Y 5% 5% 5% 5% 5% Realisasi 1,70% 3,14% 2,17% 3,08% 2,52% Indeks capaian 120% 120% 120% 120% 120% Target Uraian mengenai kelima IKU tersebut tampak berikut ini. a. Deviasi Proyeksi Indikator Ekonomi Makro (KK-9.1). Indikator ekonomi makro yang akurat sangat penting karena merupakan dasar bagi penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN, terdiri dari empat variable ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap US Dolar, tingkat inflasi, dan suku bunga. IKU ini terdiri menjadi empat sub IKU yaitu Deviasi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi, Deviasi Proyeksi Inflasi, Deviasi proyeksi nilai tukar, Deviasi proyeksi suku bunga SPN. Dalam menyusun proyeksi asumsi dasar makro pada tahun 2012, Kementerian Keuangan mempertimbangkan berbagai faktor baik eksternal maupun internal, antara lain (i) seberapa dalam dan lama krisis perekonomian global akan berlangsung; 84 Kementerian Keuangan Republik Indonesia (ii) efektivitas kerjasama global dalam mengatasi krisis dunia; dan (iii) efektivitas langkah-langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk mengatasi dan memulihkan perekonomian nasional, perkembangan harga minyak dunia dan faktor lainnya. Polarisasi IKU ini adalah minimize, artinya nilai realisasi angka deviasi proyeksi indikator ekonomi makro diharapkan lebih kecil dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan. Capaian IKU Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro kuartalan dan tahunan 2012 adalah sebagaimana tabel 3.43. Realisasi deviasi proyeksi indikator ekonomi makro pada tahun 2012 (2,52 persen) lebih kecil dari target yang ditetapkan (5 persen), artinya proyeksi indikator ekonomi telah cukup tepat karena nilai realisasinya berada dibawah deviasi yang telah ditargetkan. Selain itu, capaian kuartalan juga selalu dibawah BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup target kuartalan yang telah ditetapkan. Perhitungan asumsi di atas dilakukan dengan menggunakan ModeI Auto Regressive Integrated Moving Average (ARIMA). laju inflasi 2012 sebesar 6.8% namun mengingat kebijakan kenaikan harga BBM tidak jadi dilaksanakan. Proyeksi awal rata-rata nilai tukar berdasarkan APBN-P adalah sebesar 9000, namun seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah sejak kuartal II tahun 2012 mendorong rata-rata nilai tukar rupiah mengalami tekanan depresiasi hingga menyentuh 9600-9700. Oleh karena itu, pada kurtal IV 2012 diproyeksikan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sampai dengan 9400, namun secara rata-rata tahunan masih berada pada 9384 Apabila dibandingkan dengan capaian tahun 2011, terlihat bahwa capaian tahun tahun 2012 lebih baik dibandingkan dengan tahun 2011 karena target yang ditentukan menjadi lebih kecil. Target yang ditetapkan pada tahun 2011 juga telah lebih baik dibandingkan dengan tahun 2010. Tabel 3.44 menunjukkan perbandingan capaian IKU deviasi proyeksi indikator ekonomi makro selama 2 tahun terakhir. Rata rata SPN 3 bulan di Q4 tahun 2012 diperkirakan sebesar 3,7%. Hal ini didasarkan pada realisasi Q3 yang mencapai 4,2%. berdasarkan trend tahun sebelumnya, di mana yield SPN akan sedikit menurun di Q4. Realisasi pada bulan Oktober dan November sejalan dengan tren yang diperkirakan dengan yield SPN 3 bulan mencapai 4,02% (Oktober) dan 3,7% (November). Akan tetapi realisasi pada bulan Desember 2012 ternyata jauh lebih rendah dari yang diperkirakan yaitu mencapai1,9%. Sehingga rata-rata realisasi Q4 (Oktober, November, Desember) Adapun capaian kinerja masing-masing sub Indikator Kinerja Utama yang mendukung capaian IKU dirinci pada tabel 3.45 Realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2% (lebih kecil dari proyeksi) disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan yang dipicu oleh semakin anjloknya kinerja ekspor akibat krisis global. Sedangkan angka proyeksi inflasi sebesar 4,34% merupakan angka hasil penyesuaian yang dilakukan pada semester I tahun 2012 dari sebelumnya diproyeksikan Tabel 3.44 Perbandingan Capaian Deviasi Proyeksi Indikator Ekonomi Makro Tahun 2011 dan Tahun 2012 Indikator Kinerja Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro (KF-2.1) Tahun 2011 Tahun 2012 Target Realisasi Target Realisasi 8,75% 3,48% 5% 2,52% Tabel 3.45 Deviasi Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Nilai Tukar, dan Suku Bunga Indikator Kinerja Utama Deviasi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Deviasi Proyeksi Inflasi Deviasi Proyeksi nilai tukar Deviasi Proyeksi suku bunga SPN Target Realisasi Deviasi 6,4% 6,2% 3,12% 4,34% 4,3% 0,92% 9400 9384 0,17% 3,70% 3,40% 8,11% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 85 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.46 Capaian Deviasi Proyeksi APBN Tahun 2012 T/R Q1 Target Q2 Q3 Q4 Y 5% 5% 5% 5% 5% Realisasi 2,65% 4,04% 4,81% 7,85% 4,84% Indeks capaian 120% 119% 104% 63,7% 103% Tabel 3.47 Deviasi Proyeksi APBN (Penerimaan Pajak, dan Belanja KL) Rp Miliar IKU Target Realisasi Deviasi Deviasi Proyeksi penerimaan perpajakan 230.337,63 204.126,18 11,4% Deviasi Proyeksi belanja K/L 211.417,28 202.355 4,3% sebesar 3,4% atau lebih rendah dibandingkan tingkat yield SPN yg diperkirakan pada Q4. b. Deviasi Proyeksi APBN (KK-9.2). Deviasi proyeksi APBN merupakan rata-rata deviasi proyeksi dua besaran indikator APBN, meliputi Penerimaan Perpajakan dan Belanja K/L. Proyeksi APBN tersebut merupakan proyeksi yang disampaikan dalam paparan pemantauan dini perekonomian Indonesia pada saat Rapat Pimpinan Kementerian Keuangan. Polarisasi IKU ini adalah minimize, artinya nilai realisasi angka deviasi proyeksi APBN diharapkan lebih kecil dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan. Capaian Kinerja Deviasi proyeksi APBN kuartalan dan tahunan 2012 tampak pada tabel 3.46. Berdasarkan tabel 3.46 tersebut, terlihat bahwa capaian deviasi proyeksi APBN sampai dengan Q3 tahun 2012 selalu berada di bawah target, namun pada Q4 realisasi deviasi proyeksi lebih besar dari target menjadi sebesar 7,85% dengan perincian sebagaimana tabel 3.47 1) Deviasi Proyeksi Penerimaan Perpajakan 86 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Deviasi proyeksi disebabkan karena adanya realisasi penerimaan dari perpajakan terutama pajak non migas yang tidak sesuai dengan pola sebelumnya karena pengaruh krisis global yang mengganggu perusahaan yang berorientasi ekspor. 2) Deviasi Proyeksi Belanja K/L Setiap tahun realisasi penyerapan belanja Kementerian/ Lembaga menjadi sebuah isu sentral dan bahasan serius diskusi baik dalam pihak luar maupun intern pemerintah. Kementerian Keuangan melakukan proyeksi belanja K/L melalui perhitungan berdasarkan realisasi beberapa tahun berjalan dengan beberapa penyesuaian terkait kebijakankebijakan aktual pemerintah. Proyeksi belanja K/L didasarkan pola realisasi beberapa tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan perubahan mekanisme penganggaran dan upaya optimalisasi penyerapan anggaran dari K/L. Sementara itu, realisasi belanja K/L pada tahun 2012 hampir sama dengan realisasi pada tahun sebelumnya. Belanja modal sebagai belanja penggerak pembangunan masih kurang optimal penyerapannya. Hambatan yang menyebabkan BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup kurang optimalnya penyerapan belanja modal berasal dari sisi administratif maupun teknis. Dari sisi administratif, masih lambatnya penunjukkan pejabat terkait pelaksanaan anggaran serta proses pengadaan yang rumit masih menjadi problema utama sebagian besar satuan kerja. Sedangkan hambatan teknis seperti ketersediaan transportasi dan kondisi sosial geografis merupakan kendala yang sering dihadapai terutama satuan kerja yang berada di daerah luar Jawa. Namun demikian secara keseluruhan rata-rata deviasi proyeksi belanja K/L selama tahun 2012 lebih kecil dari 5%, yaitu sebesar 4,3%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas proyeksi APBN yang dilihat dari proyeksi penerimaan pajak dan belanja K/L yang dilakukan setiap triwulan cukup akurat (deviasi < 5%) c. Deviasi Proyeksi Exercise I-Account (KK-9.3). Exercise I-account merupakan perhitungan perkiraan besaran APBN yang tertuang dalam tabel I-account (pagu indikatif, pagu sementara/RAPBN, RAPBN-P, dan perkiraan realisasi) yang disusun berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro dan arah kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Proyeksi adalah perkiraan/prediksi terhadap suatu keadaan di masa yang akan datang dengan menggunakan data yang ada sekarang. Adapun yang dimaksud deviasi adalah selisih antara besaran proyeksi dan realisasi terhadap besaran proyeksi IKU ini merupakan selisih antara angka dalam RUU APBN yang disusun berdasarkan formula yang berlaku dan masukan-masukan dari stakeholders terkait, dengan angka dalam UU APBN hasil keputusan rapat pimpinan Kemenkeu dengan DPR tentang penyusunan APBN. d. Deviasi Penetapan dana transfer ke daerah (KK9.4). Transfer ke Daerah merupakan dana desentralisasi yang bersumber dari APBN dan dialokasikan kepada daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil (Dana Perimbangan) dan Dana Otonomi Khusus & Penyesuaian. Pengukuran indikator ketepatan penghitungan alokasi transfer ke daerah dapat diukur dengan rasio deviasi penetapan alokasi Transfer ke Daerah terhadap formula, kriteria, persentase, dan norma dalam peraturan perundangan. 1) Alokasi DAU telah sesuai dengan yang disepakati antara Pemerintah dengan DPR RI. 2) Alokasi DAK TA 2013 yang dicantumkan dalam Draft RPMK Pedoman Umum dan Alokasi DAK 2013 telah sesuai dengan alokasi yang disepakati antara Pemerintah dengan DPR RI. (Deviasi 0%) 3) Alokasi DBH Pajak per daerah ditetapkan sesuai dengan rencana Penerimaan dari Ditjen Pajak dan dihitung berdasarkan persentase yang ada dalam peraturan perundang-undangan, sedangkan alokasi totalnya telah sama dengan yang ditetapkan dalam UU APBN 2013. 4) Alokasi DBH SDA (definitif 2012) telah sesuai dengan data hasil rekonsiliasi dengan unit-unit penyedia data. Dengan kata lain, tidak ada deviasi yang terjadi dalam perhitungan penetapan dana transfer ke daerah, sehingga realisasi atas IKU ini adalah 0% atau dengan nilai capaian 120%. e. Jumlah Kebijakan untuk Peningkatan Penerimaan Negara (KK-9.5). Akurat adalah kesesuaian dan ketepatan antara angka dalam RUU APBN yang disusun berdasarkan formula yang berlaku dan masukan-masukan dari stakeholders terkait, dengan angka dalam UU APBN hasil keputusan rapat pimpinan Kemenkeu dengan DPR tentang penyusunan APBN. Kebijakan peningkatan penerimaan negara adalah segala upaya yang dilakukan dapat berupa ketentuan-ketentuan hukum, langkah aksi, atau rekomendasi kepada pihak terkait bertujuan untuk peningkatan penerimaan negara melalui intensifikasi dan/atau ekstensifikasi sumber-sumber penerimaan perpajakan dan PNBP sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Perhitungan deviasi proyeksi exercise I-account diperoleh dari perhitungan Laporan Semester, APBN-P 2012, resource envelope 2013 dan APBN 2013. Pada tahun 2012 ditetapkan target deviasi proyeksi exercise I-account sebesar 5%. Berdasarkan perhitungan capaian triwulan IV tahun 2012 diketahui bahwa IKU Deviasi proyeksi exercise I-account sebesar 0,29% (lebih rendah dari target deviasi yang telah ditetapkan). Selama tahun 2012, kebijakan yang dikeluarkan dalam rangka peningkatan penerimaan negara adalah: 1) Telah diterbitkan Kebijakan tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau berdasarkan PMK No 179/PMK.011/2012 tanggal 12 November 2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 87 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan 2) Kebijakan bea keluar berupa Penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar berdasarkan PMK nomor 75/PMK.011/ 2012 tanggal 16 Mei 2012 3) Kebijakan PPh khususnya terkait dengan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu berdasarkan PMK 126/PMK.011/2012 tanggal 6 Agustus 2012 4) Kebijakan tentang pemungutan PPh pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain berdasarkan PMK 244/PMK.011/2012 tanggal 26 Desember 2012 Khusus dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak, pada tahun 2012 ditargetkan untuk menghasilkan 1 (satu) buah kebijakan yaitu penyusunan RUU revisi atas UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. RUU dimaksud harus telah disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Kemenkumham untuk dilakukan harmonisasi. Sebagai pelaksanaan IKU ini, pada tanggal 27 Desember 2012, Menteri Keuangan telah menyampaikan RUU revisi atas UU Nomor 20 Tahun 1997 kepada Kemenkumham (telah tercapai 100%). Perlu diinformasikan bahwa penyusunan RUU revisi atas UU Nomor 20 Tahun 1997 tersebut ditujukan untuk mengoptimalkan peran PNBP sebagai salah satu sumber pendapatan negara, sekaligus menjawab permasalahan pengelolaan PNBP saat ini dan mengantisipasi tantangan di masa yang akan datang. Revisi atas UU Nomor 20 Tahun 1997 ini diarahkan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, serta memastikan dan menjaga ruang lingkup PNBP (sesuai dengan Undang-undangan Keuangan Negara) dalam rangka mewujudkan kesinambungan fiskal. Dengan demikian, total realisasi IKU Jumlah kebijakan untuk peningkatan penerimaan negara adalah 5 buah, sehingga nilai capaiannya sebesar 100%. 10.Sasaran Strategis 10: Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara yang Efektif dan Efisien (KK-10). Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara meliputi aset negara, utang, kas negara. Hal ini tercermin melalui 88 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif pelaksanaan proses bisnis yang sesuai dengan peraturan/ kebijakan yang telah dirumuskan berdasarkan prinsip good governance. Pengelolaan dikatakan efektif apabila memenuhi output yang telah ditetapkan. Sedangkan, efisien dapat didefinisikan sebagai pemenuhan output dengan biaya yang minimal. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 5 (lima) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana tabel 3.48. Uraian mengenai kelima IKU tersebut adalah sebagai berikut: a. Rata-Rata Persentase Realisasi Janji Layanan Unggulan (KK-10.1). IKU ini mengukur layanan unggulan yang disampaikan ke pihak eksternal Kementerian Keuangan sebagai pengguna jasa telah sesuai dengan Quick Win Standard Operating Procedures (SOP) sesuai KMK nomor 187/KMK.01/2010 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Kementerian Keuangan. 1) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan. Jumlah permohonan Wajib Pajak yang diajukan atas 16 Layanan Unggulan sepanjang tahun 2012 adalah sebanyak 2.638.189 permohonan. Dari jumlah permohonan tersebut, jumlah yang dapat dipenuhi jangka waktu layanan unggulannya adalah 2.604.038 sehingga capaiannya adalah 98,71%. Angka capaian tersebut masih berada dibawah angka target 100% yang direncanakan. Dibandingkan dengan tahun 2011, capaian kinerja janji layanan unggulan tahun 2012 mengalami peningkatan dari 95,29% menjadi 98,71% (meningkat 3,42%). Peningkatan capaian tersebut didukung dengan action plan yang dilakukan pada tahun 2012 sebagai perbaikan dari action plan tahun sebelumnya. Pelaksanaan action plan tersebut antara lain: a) melakukan evaluasi dan monitoring terhadap layanan unggulan telah dilakukan di 10 kantor sampel; b) membuat rapor kinerja layanan unggulan dibuat untuk setiap semester, yang kemudian dianalisis dan dibuatkan rekomendasi perbaikan untuk semua Kantor Wilayah; c) memantau pengisian laporan melalui Aplikasi Ikhtisar Pengukuran Kinerja Layanan Unggulan (AIPKLU) dilakukan dengan monitoring atas pencapaian target kinerja unit vertikal; dan BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.48 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara yang Efektif dan Efisien KK 10. Pelaksanaan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien No. Indikator Kinerja Target Realisasi % 100,00% 106,37% 106,37% 90% 95,11% 105,68% 1. Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan 2. Persentase tingkat akurasi perencanaan kas 3. Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang 100% 98,13% 116,26% 4. Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PPAPBN secara tepat waktu 3 4 120% 5. Persentase penyelesaian BMN Kemenkeu yang bermasalah dengan kategori rusak berat atau hilang 50% 58,18% 116,36% d) mengadakan koordinasi internal untuk penyusunan kebijakan tentang layanan pajak. Kesulitan pemenuhan pencapaian target indikator ini dikarenakan luasnya cakupan satuan kerja yang tersebar luas di seluruh pelosok tanah air, sehingga diperlukan upaya yang luar biasa untuk memenuhi target IKU layanan unggulan yang ditetapkan. Untuk target tahun 2013 diusulkan tidak 100% karena terdapat faktor force majeur yang dapat mempengaruhi pemenuhan janji layanan unggulan. Rincian capaian layanan unggulan di bidang perpajakan dapat dilihat pada tabel 3.49. 2) Layanan Unggulan Bidang Kepabeanan dan Cukai. Pada tahun 2012 realisasi capain IKU ini adalah sebesar 113,99% dari target yang ditetapkan sebesar yang ditetapkan sebesar 100%. Data realisasi janji layanan unggulan bidang bea dan cukai untuk tahun 2012 sebagaimana tabel 3.50. 3) Layanan Unggulan Bidang Perbendaharaan Negara Rincian realisasi layanan unggulan di bidang perbendaharaan adalah sebagaimana tabel 3.51. IKU yang tidak mencapai target yaitu: a) Persentase Jumlah SP2D yang diselesaikan secara tepat waktu, pada triwulan IV tercapai 99,42% dari target 100% disebabkan oleh adanya SPM yang memerlukan penelitian lebih, sehingga penerbitan SP2D lebih dari 1 jam. b) Persentase rekonsiliasi realisasi APBN yang handal dan tepat waktu, target untuk dokumen dengan tepat waktu 100% dengan realisasi 99,76% sedangkan target 100% untuk waktu penyelesaian dokumen hanya mencapai 71,43% disebabkan karena hambatan jarak dan sarana transportasi satker menuju Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk melakukan rekonsiliasi. Pada tahun 2013, langkah-langkah yang akan diambil (action plan) dalam peningkatan capaian IKU ini adalah: a) Melibatkan kanwil untuk melakukan pembinaan dan pemantauan kepada KPPN terhadap ketepatan waktu penerbitan SP2D. b) Menjamin kebenaran dan kelengkapan dokumen/ persyaratan dalam pengajuan SPM. c) Mengefektifkan pelaksanaan rekonsiliasi via e-mail seperti yang telah diterapkan Kanwil dalam layanan unggulannya. 4) Layanan Unggulan Bidang Kekayaan Negara IKU ini untuk mengetahui penyelesaian permohonan 13 SOP layanan unggulan di bidang kekayaan negara yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 187/KMK.01/2010. Pengukuran difokuskan pada kesesuaian prosedur dan batas waktu penyelesaian yang sesuai dengan janji layanan dalam SOP layanan unggulan. Penyelesaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 89 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.49 Capaian Janji Layanan Unggulan Bidang Perpajakan No SOP %rata-rata waktu penyelesaian dokumen (bobot 30%) % 1 SOP pelayanan penyelesaian permohonan pendaftaran NPWP 1 hari kerja % - 99,96% 2 SOP pelayanan penyelesaian permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) 1 hari kerja % - 99,98% 3 SOP pelayanan penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 7 (tujuh) hari kerja (WP sesuai KUP Pasal 17C) 1 (satu) bulan (WP sesuai KUP Pasal 17D) % - 92,61% 4 SOP pelayanan penerbitan SPMKP 3 (tiga) minggu % 98,18% 5 SOP pelayanan keberatan 9 (sembilan) bulan % 64,65% 6 SOP pelayanan penyelesaian Surat Keterangan Bebas (SKB) pemungutan PPh Pasal 22 Impor 5 (lima) hari kerja % 99,84% 7 SOP Persentase realisasi pelayanan penyelesaian permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) - KPP 2 (dua) bulan - Kanwil 3 (tiga) bulan - KPDJP 5 (lima) bulan % 99,76% 8 SOP pelayanan pendaftaran objek PBB baru dengan penelitian kantor 3 (tiga) hari kerja % 93,17% 9 SOP pelayanan mutasi seluruhnya objek dan subjek PBB 5 (lima) hari kerja % 95,46% 10 SOP pelayanan penyelesaian permohonan SKB PPh Pasal 23 1 (satu) bulan % 100,0% 11 SOP pelayanan SKB PPh atas bunga deposito, tabungan, diskonto SBI yang diterima pensiunan yang ditetapkan Menteri Keuangan 7 (tujuh) hari kerja % 99,97% 12 SOP pelayanan SKB PPh atas penghasilan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan 3 (tiga) hari % 99,62% 13 SOP pelayanan SKB PPN atas BKP 5 (lima) hari kerja % 99,66% 14 SOP pelayanan penyelesaian keberatan PBB 9 (sembilan) bulan % 94,51% 15 SOP pelayanan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi 6 (enam) bulan % 98,83% 16 SOP pelayanan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar 6 (enam) bulan % 98,91% Rata-rata 90 Standar waktu %dokumen tepat waktu (bobot 70%) Kementerian Keuangan Republik Indonesia 98,71% BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.50 Rata-rata Persentase Realisasi dari Janji Layanan Unggulan Bidang Kepabeanan dan Cukai Tahun 2012 s.d. Bulan Desember 2012 No. Janji Layanan Unggulan 1. Pelayanan Permohonan Penyediaan Pita Cukai MMEA Asal Impor (P3C MMEA) [11 (sebelas) hari kerja] 2. Pelayanan Pembebasan Bea Masuk Dan Pajak Dalam Rangka Impor Barang Berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contracts) Minyak Dan Gas Bumi [5 (lima) hari kerja] 3. Pelayanan Penyelesaian Barang Impor untuk Dipakai Jalur MITA Prioritas [20 (dua puluh) menit] 4. Pelayanan Penyelesaian Barang Impor untuk Dipakai Jalur Hijau [30 (tiga puluh) menit] 5. Pelayanan Permohonan Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau (P3C) Pengajuan Awal Secara Elektronik [1 (satu) jam] 6. Pelayanan Permohonan Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau (P3C) Pengajuan Tambahan Secara Elektronik [1 (satu) jam] 7. Pelayanan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau (CK1) Secara Elektronik [20 (dua puluh) menit] Rata-rata PIC Jumlah Dokumen Memenuhi Target (Bobot 70%) Waktu Penyelesaian (Bobot 30%) Dokumen Capaian Standar Ratarata Capaian Indeks Capaian Dit. Cukai 109 109 84,00% 11 5,43 36,00% 120,00% Dit. Fasilitas 984 984 84,00% 5 3,85 36,00% 120,00% 115,759 115,758 70,00% 1.200 7,67 36,00% 106,00% 247,642 247,637 70,00% 1.800 7,83 36,00% 106,00% 1.001 1.001 84,00% 60 7,18 36,00% 120,00% 601 601 84,00% 60. 5,89 36,00% 120,00% 6747 6747 69,95% 20 5,18 36,00% 105,95% Target KPU Priok KPPBC Kudus 100% 113,99% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 91 Tabel 3.51 Layanan Unggulan Bidang Perbendaharaan Negara No SOP Standar waktu % dok. tepat waktu (bobot 70%) % ratarata waktu penyelesaian dok. (bobot 30%) % 60 menit 69,59% = (99,42%x70%) 36% = (120%x30%) 105,27% 1 Penerbitan SP2D Non Belanja Pegawai 2 Penelaahan dan pengesahan DIPA 5 hari kerja 70% = (100%x70%) 36% = (120%x30%) 106% 3 Pengesahan revisi DIPA 5 hari kerja 70% = (100%x70%) 36% = (120%x30%) 105% 4 Rekonsiliasi realisasi APBN 7 hari kerja setelah bulan bersangkutan 69,83% = (99,76%x70%) 21,43% = (71,43%x30%) 91.26% permohonan dihitung sejak dokumen permohonan dinyatakan lengkap. Realisasi sebesar 116,90% diperoleh dari penyelesaian SOP layanan unggulan dengan rincian sebagaimana tabel 3.52 5) Layanan Unggulan Bidang Utang Pada tahun 2012, rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100% dengan rincian sebagaimana tabel 3.53. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan antara lain: a) Terdapat kesulitan dalam perhitungan rentang waktu efektif pelaksanaan layanan unggulan Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri, karena banyak proses yang tergantung pada pihak lain yang dianggap sebagai masa tunggu. b) Ditunda atau dibatalkan Rencana pelaksanaan transaksi lelang SBN yang telah dijadwalkan sesuai dengan Calendar of Issuance yang telah dipublikasikan, antara lain karena: i. kondisi pasar keuangan global yang tidak kondusif; ii. perubahan strategi dan kebijakan pengelolaan utang dan/atau pengelolaan kas yang terkait dengan penurunan/pengurangan jumlah target atau penundaan pelaksanaan penerbitan SBN; 92 Kementerian Keuangan Republik Indonesia c) Adanya gangguan pada infrastruktur pendukung pelaksanaan lelang SBN. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Menentukan mekanisme yang lebih efektif dalam menilai realisasi janji layanan unggulan Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri, yaitu dengan mengikuti proses penyelesaian tiap output kegiatan di dalamnya; b) Meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dan komunikasi secara efektif dengan pimpinan terkait dengan antisipasi terhadap penundaan/pembatalan jadwal lelang SBN, baik karena adanya perubahan strategi/kebijakan maupun kondisi pasar; c) Melakukan penyiapan dan uji coba system pendukung/ infrastruktur transaksi secara berkala, terutama menjelang pelaksanaan lelang SBN. 6) Layanan Unggulan Bidang Perimbangan Keuangan Rata-rata realisasi dari janji layanan unggulan ke pihak stakeholder mengacu kepada SOP layanan unggulan: a) SOP Penyaluran Transfer ke Daerah Yaitu: i. Pengalokasian DAU, target tahunan diselesaikan pada Akhir Oktober setiap tahunnya Tabel 3.52 Layanan Unggulan Bidang Kekayaan Negara No SOP Jumlah Permohonan Standar waktu % dokumen tepat waktu (bobot 70%) % rata-rata waktu penyelesaian dokumen (bobot 30%) % 1 Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara (BMN) Berupa Tanah dan/ atau Bangunan pada KPKNL 425 5 hari kerja 96% 120% 103,36% 2 Persetujuan/ Penolakan Penjualan BMN Selain Tanah dan/ atau Bangunan pada KPKNL 1501 7 hari kerja 100% 120% 105,72% 3 Pelayanan Permohonan Keringanan Utang pada KPKNL 469 15 hari kerja 99% 120% 105,55% 4 SOP Permohonan Penarikan Piutang Negara 1070 3 hari kerja 99% 120% 105,55% 5 Penerbitan Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas/ Selesai 3.876 1 hari kerja 100% 105% 101,36% 6 Penyetoran Hasil Bersih kepada Penjual melalui Bendahara Penerimaan 5.870 3 hari kerja 99% 120% 105,37% 7 Pelayanan Permohonan Penebusan Barang Jaminan Senilai/ di atas Nilai Pengikatan 277 4 hari kerja 120% 120% 120% 8 SOP Pelayanan Lelang a. Lelang eksekusi barang tidak bergerak 8.160 34 hari kerja 100% 120% 105,96% b. Lelang eksekusi barang bergerak 1.656 10 hari kerja 100% 117% 104,91% c. Lelang non eksekusi barang tidak bergerak 178 11 hari kerja 120% 120% 120% d. Lelang non eksekusi barang bergerak 2.667 9 hari kerja 99% 116% 104,27% 9 Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara (BMN) Berupa Tanah dan/ atau Bangunan pada Kanwil 136 6 hari kerja 120% 120% 120% 10 Persetujuan/ Penolakan Penjualan BMN Selain Tanah dan/ atau Bangunan pada Kanwil 75 8 hari kerja 120% 120% 120% 11 Pelayanan Permohonan Keringanan Utang Kanwil 3 25 hari kerja 120% 120% 120% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 93 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.53 Hasil Pengukuran Rata-rata Persentase Realisasi Janji Layanan Unggulan Bidang Utang Tahun 2012 No SOP Frek SOP tepat waktu % 1 Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri 78 hari kerja 1 1 100% 2 Lelang SUN di Pasar Perdana dan Penyelesaian Transaksinya 10 hari kerja 22 22 100% 3 Lelang SBSN di Pasar Perdana dan Penyelesaian Transaksinya 10 hari kerja 18 18 100% Rata-rata ii. Pengalokasian DAK , target tahunan diselesaikan pada Akhir Oktober setiap tahunnya iii. Pengalokasian DBH Pajak, target tahunan diselesaikan pada Akhir Oktober setiap tahunnya iv. Pengalokasian DBH Sumber Daya Alam, target tahunan diselesaikan pada Akhir Oktober setiap tahunnya v. Penyaluran Dana Transfer ke Daerah, penerbitan SPP dan SPM paling lama 4 hari setelah syarat administrasi dipenuhi. b) Evaluasi Perda/Raperda PDRD, pelaksanaan evaluasi maksimal 15 hari kerja. Pengalokasian DAU, DAK, dan DBH telah memenuhi norma waktu yang telah ditentukan dalam SOP yaitu setelah diterimanya data dari instansi teknis terkait dan mengikuti proses siklus pembahasan APBN dengan DPR-RI. Hasilnya ditindaklanjutidengan penerbitan UU APBN, Perpres, dan PMK/ KMK. Sementara 2 SOP quick win terkait penyaluran transfer ke daerah telah menyelesaikan proses penerbitan dokument transfer mulai dari DIPA, SKTRD, s.d. SPM, sesuai dengan norma waktu dalam SOP, yaitu maksimal 4 hari setelah dokumen diterima lengkap di DJPK. Pada tahun 2011 telah dilaksanakan penerbitan dokumen Transfer ke Daerah mencapai 100% sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan setelah didukung dengan dokumen laporan Perda APBD (Penyaluran Triwulan I dan Tahap I), laporan penyerapan Transfer ke Daerah (Penyaluran Tahap II & III). 94 Standar waktu Kementerian Keuangan Republik Indonesia 100% Janji layanan unggulan Evaluasi Raperda PDRD paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat koordinasi dari Gubernur atas evaluasi Raperda Kabupaten/ Kota atau Menteri Dalam Negeri atas evaluasi Raperda provinsi. Apabila melewati jangka waktu 15 (lima belas) hari tersebut, maka dianggap tidak memenuhi kriteria janji layanan unggulan. Monitoring terhadap pelaksanaan SOP Layanan Unggulan bidang perimbangan keuangan tersebut ditampilkan sebagaimana tabel 3.54 Janji layanan unggulan evaluasi Raperda PDRD paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya surat koordinasi dari Gubernur atau Menteri Dalam Negeri. Jumlah Raperda yang telah diterima sampai dengan bulan 31 Desember 2012 sebanyak 1660 Raperda dan telah sesuai dengan waktu yang ditentukan. Rata-rata penyelesaian evaluasi raperda adalah 5 hari kerja dari waktu yang ditentukan sehingga persentase realisasi penyelesaian evaluasi Raperda adalah 116% (berdasarkan pembobotan). b. Tingkat Akurasi Perencanaan Kas (KK-10.2). Rencana penerimaan kas adalah rencana penerimaan kas (arus kas masuk) yang berasal dari pendapatan negara, hibah, dan pembiayaan. Perencanaan penerimaan kas dinyatakan akurat apabila perbedaan antara realisasi penerimaan kas dan rencana penerimaan kas dalam suatu waktu tertentu ≤ 5% (akurasi 95%). Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Realisasi pengeluaran kas adalah realisasi pengeluaran kas (arus kas keluar) yang berasal dari belanja Negara dan pembiayaan. Perencanaan pengeluaran kas dinyatakan akurat apabila perbedaan antara realisasi pengeluaran kas dan rencana pengeluaran kas dalam suatu waktu tertentu ≤ 5% (akurasi ≥ 95%). Data diperoleh dari Tim Cash Planning Information Network (Tim CPIN), dengan rincian sebagaimana tabel 3.55 Sedangkan untuk semester 2, IKU Persentase tingkat akurasi perencanaan kas adalah sesuai rincian pada tabel 3.56. Pada tahun 2013, langkah-langkah yang akan diambil (action plan) dalam peningkatan capaian IKU ini adalah: a)Melakukan updating data perencanaan dengan membuat aplikasi yang berbasis web sehingga setiap terjadi perubahan/updating semakin cepat informasi yang akan diterima. b) Meningkatkan edukasi dan koordinasi antar anggota Tim CPIN untuk bersama-sama meningkatkan akurasi perencanaan yang menjadi tanggung jawab masingmasing anggota Tim. c. Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio Utang (KK-10.3). Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang merefleksikan komposisi instrumen utang yang memiliki tingkat risiko yang terkendali. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), di mana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Pada tahun 2012, Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang direncanakan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 98,13%. Realisasi tersebut disebabkan karena secara umum pengelolaan portofolio utang telah sesuai dengan strategi pengelolaan utang, dengan perincian: a) Realisasi utang valas sebesar 44,41% dari target sebesar 44,78%; b) Realisasi utang Variable Rate (VR) sebesar 16,24% dari target sebesar 16,62%; dan c) Realisasi Short Term Debt (STD) sebesar 6,48% dari target sebesar 6,66%. Struktur portofolio utang relatif mendekati target strategi, dimana pencapaian struktur tersebut dilakukan melalui penerbitan/pengadaan utang baru serta transaksi pasar sekunder seperti buyback & debt switch. Realisasi struktur portofolio valuta asing di atas target yang ditetapkan disebabkan oleh realisasi kurs yang melampaui asumsi dan target penerbitan SUN domestik yang tidak mencapai target. Adapun risiko tingkat bunga dan refinancing yang berada di bawah target menunjukkan upaya pengurangan risiko di antaranya melalui debt switch SUN sebanyak 4 kali lelang dengan total nominal Rp11,86 triliun dan cash buyback melalui lelang atau transaksi langsung sebanyak 6 kali dengan total nominal Rp1,14 triliun, merupakan hal yang cukup efektif. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi antara lain: a) Besarnya jumlah utang yang jatuh tempo dalam jangka pendek yang disebabkan penerbitan SPN 3 bulan untuk acuan bungan obligasi variable rate sehingga menyebabkan risiko refinancing. Tabel 3.54 Monitoring Pelaksanaan SOP Layanan Unggulan Bidang Perimbangan Keuangan No SOP Standar Waktu %dokumen tepat waktu (bobot 70%) %rata-rata waktu penyelesaian dokumen (bobot 30%) % 1 Penyaluran Transfer ke Daerah 4 hari kerja 120% 120% 120% 2 Evaluasi Raperda 15 hari kerja 95,7% 116,7% 117% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 95 BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.55 Tingkat Akurasi Perencanaan Kas Semester I TA 2012 Rp Miliar Bulan Penerimaan Perkiraan Realisasi Pengeluaran Deviasi Perkiraan Realisasi Deviasi Januari 106,010.00 116,211.51 9.62% 84,063.39 86,602.10 3.02% Februari 89,134.24 84,772.87 4.89% 61,720.11 58,112.41 5.85% 105,911.33 102,451.82 3.27% 121,245.22 108,605.31 10.43% Maret Jumlah % deviasi 17.78% 19.30% Rata-Rata % deviasi 5.92% 6.43% Tingkat Akurasi (100% - rata rata deviasi) 94.07 93.57% April 137.765,77 149.849,60 8,77% 104.059,33 101.870,00 2,10% Mei 125.397,30 126.081,50 0,55% 133.490,39 129.848,27 2,73% Juni 142.271,81 150.904,52 6,07% 174.445,67 179.206,13 2,73% Jumlah % deviasi 15,38% 7,56% Rata-Rata % deviasi 5,13% 2,52% Tingkat Akurasi (100% - rata rata deviasi) 94,87% 97,48% Semester I 94,47% 95,52% Tabel 3.56 Tingkat Akurasi Perencanaan Kas Semester II TA 2012 Rp Miliar Bulan 96 Penerimaan Pengeluaran Perkiraan Realisasi Deviasi Perkiraan Realisasi Deviasi Juli 109,409.51 109,233.42 0.16% 113,269.59 101,851.45 10.08% Agustus 116,053.20 111,668.27 3.78% 111,702.57 107,499.72 3.76% September 115,501.51 111,930.08 3.09% 143,307.43 138,204.61 3.56% Jumlah % deviasi 7.03% 17.40% Rata-Rata % deviasi 2.34% 5.80% Tingkat Akurasi (100% - rata rata deviasi) 97.66% 94.20% Oktober 131,469.18 122,079.13 7.14% 118,220.42 109,384.04 7.47% Nopember 188,618.97 178,125.75 5.56% 157,793.93 150,930.43 4.35% Desember 237,562.42 232,141.22 2.28% 285,106.07 287,726.92 0.92% Jumlah % deviasi 14.98% 12.74% Rata-Rata % deviasi 4.99% 4.24% Tingkat Akurasi (100% - rata rata deviasi) 95.00% 95.75% Semester II 2012 96.33% 94.98% Kementerian Keuangan Republik Indonesia Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan b) Melemahnya rupiah terhadap USD pada akhir tahun yang disebabkan krisis keuangan di Eropa. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a)Melakukan debt switching dengan menukar utang yang jatuh tempo dalam 5 tahun dengan utang yang memiliki jangka waktu pelunasan lebih panjang. b) Menjaga penerbitan SBN valas dalam jumlah yang terkendali. 98.50% Perbandingan capaian pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi selama 3 tahun terakhir menunjukkan peningkatan kinerja. Grafik 3.6 berikut menunjukkan capaian IKU selama 3 tahun terakhir. Secara keseluruhan risiko utang yang dicapai lebih rendah dari yang ditargetkan tanpa meningkatkan biaya utang secara signifikan menunjukkan kenerja pengelolaan risiko yang efektif. d. Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PP APBN Secara Tepat Waktu (KK-10.4). Jumlah LKPP yang diselesaikan adalah LKPP unaudited yang disusun maksimal pada akhir Maret sebelum disampaikan ke BPK untuk diperiksa. RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN merupakan bentuk pertanggungjawaban pengelolaan anggaran dari Pemerintah kepada DPR yang disampaikan selambat-lambatnya pada akhir bulan Juni tahun anggaran berikutnya. Capaian IKU Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PP APBN secara tepat waktu untuk tahun 2012 dari target 3 (Tepat Waktu) terealisasi yaitu 4 (Lebih Awal), capaian ini sama dengan capaian untuk tahun 2011 dan 2010. 98.13% 98.00% 97.50% 97.00% 96.50% 96.00% 96.80% 96.04% 95.50% 95.00% 94.50% Secara umum pencapaian target pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi telah sejalan dengan arah kebijakan pembiayaan APBN dalam Renstra Kementerian Keuangan 2010-2014 yaitu pengelolaan portofolio utang untuk mencapai struktur portofolio utang yang optimal guna meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang semakin terkendali dalam jangka panjang. Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar 2010 2011 2012 Grafik 3.6 Pemenuhan Struktur Portofolio Utang 2010-2012 Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dalam rangka penyusunan LKPP, setiap menteri/pimpinan lembaga menyampaikan Laporan Keuangan K/L (LKKL) kepada Menteri Keuangan. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, seluruh K/L dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) telah menyampaikan LKKL dan LK BA BUN Tahun 2011 kepada Kementerian Keuangan paling lambat akhir Februari 2012. Berdasarkan LKKL dan LK BA BUN tersebut, Kementerian Keuangan menyusun LKPP Tahun 2011. Dengan demikian, tingkat keakurasian dan kevalidan data yang disajikan dalam LKPP sangat tergantung pada keakurasian dan kevalidan data yang disajikan dalam LKKL dan LKBUN. Untuk memenuhi ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tersebut telah dilaksanakan hal-hal sebagai berikut: 1) Menyampaikan LKPP Tahun 2011 (Unaudited) kepada Ketua BPK RI untuk diaudit. LKPP Tahun 2011 (Unaudited) telah dikirimkan melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-207/MK.05/2012 tanggal 28 Maret 2012. 2) RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2011 berupa LKPP Tahun 2011 (Audited) telah dikirimkan melalui Surat Presiden No: R-61/Pres/06/2012 tanggal 15 Juni 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 97 BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup E. Persentase Penyelesaian BMN Kemenkeu yang Bermasalah dengan Kategori Rusak Berat atau Hilang (KK-10.5). Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK.271/ KMK.06/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil Hasil Penertiban BMN pada Kementerian/Lembaga, kategori BMN yang bermasalah adalah: 1) BMN dalam kondisi rusak berat namun masih tercatat dalam daftar BMN; 2) BMN dimanfaatkan oleh pihak lain dengan kompensasi tetapi tidak sesuai ketentuan; 3) BMN dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa kompensasi; 4) Gedung berdiri di atas tanah pihak lain atas dasar kontrak dan masa kontrak telah habis; 5) Gedung sudah dibongkar tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Penyelesaian BMN bermasalah merupakan upaya tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan BMN. Upaya yang dilakukan meliputi langkah-langkah pada tabel 3.57 Penyelesaian seluruh BMN bermasalah sesuai dengan Roadmap Penyelesaian BMN Bermasalah ditargetkan selesai tahun 2013 dan 2014. BMN bermasalah yang ditargetkan diselesaikan pada tahun 2012 adalah BMN bermasalah di lingkungan Kementerian Keuangan, dengan kategori rusak berat dan BMN yang dinyatakan hilang. IKU persentase penyelesaian BMN Kementerian Keuangan yang bermasalah dengan kategori rusak berat atau hilang terealisasi sebesar 58,18%. Perhitungan ini diperoleh dari rata-rata penyelesaian permohonan penghapusan BMN di lingkungan Kemenkeu dengan rincian sebagai berikut: 1) Penyelesaian permohonan penghapusan BMN sebanyak 31.159 unit dari 190.402 unit atau sebesar 16,36%. 2) Penyelesaian permohonan penghapusan BMN usang sebanyak 1.708.615 unit atau sebesar 100% yang terdiri dari Barang persediaan pada Kanwil DJPB DIY sebanyak 19.197 unit dan pita cukai pada Kantor Pusat DJBC sebanyak 1.689.418 lembar. Untuk tahun 2013 dalam rangka penyelesaian tindak lanjut BMN bermasalah akan dilakukan beberapa hal yaitu: 1) Melakukan verifikasi terhadap BMN rusak berat yang 98 Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah teridentifikasi untuk diproses lebih lanjut melalui cek fisik BMN untuk mengetahui fisik BMN beserta nilai ekonomisnya. 2) Melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan penghapusan BMN. 3) Meningkatkan koordinasi untuk finalisasi pelimpahan kewenangan penghapusan BMN di tingkat Pengguna Barang. 11.Sasaran Strategis 11: Peningkatan Edukasi Masyarakat dan Pelaku Ekonomi (KK-11). Dalam upaya memperkuat implementasi kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara, maka perlu ada upaya peningkatan pemahaman stakeholders akan fungsi Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan dan kekayaan negara. Bentuk peningkatan pemahaman stakeholders dapat dilakukan melalui komunikasi dan edukasi yang dilakukan secara kontinyu dan komprehensif. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana tabel 3.58 Efektivitas edukasi dan komunikasi merupakan bentuk pengukuran tingkat keberhasilan peserta (stakeholders) dalam hal pemahaman substansi/materi yang disampaikan melalui pelatihan/sosialisasi yang dilaksanakan. IKU ini lebih mengutamakan kualitas edukasi dan komunikasi yang dilakukan. Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi ialah untuk mengukur peningkatan pemahaman/ pengetahuan stakeholders terhadap ketentuan dan layanan Kementerian Keuangan dan menjadi umpan balik dalam mengukur tingkat efektivitas pelatihan. Efektitas edukasi dan komunikasi diukur melalui kuesioner yang memuat 4 indikator yaitu: tingkat pemahaman peserta (bobot 70%), kualitas materi (bobot 15%), kualitas fasilitator (bobot 10%), dan kualitas fasilitas pelatihan (bobot 5%). Kegiatan peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi dilakukan oleh unit-unit Eselon I Kementerian Keuangan yang memberikan pelayanan kepada pihak luar. Bidang-bidang edukasi yang dilakukan meliputi: Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.57 Penyelesaian BMN Bermasalah Kategori BMN Bermasalah Tindak Lanjut Penyelesaian 1. Pengajuan usul penghapusan BMN; 2. Koreksi pada Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna: BMN dalam kondisi rusak berat namun masih tercatat dalam daftar BMN BMN dimanfaatkan oleh pihak lain dengan kompensasi tetapi tidak sesuai ketentuan BMN dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa kompensasi Gedung berdiri di atas tanah pihak lain atas dasar kontrak dan masa kontrak telah habis; Gedung sudah dibongkar tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan • Menggunakan menu transaksi “Perubahan Kondisi (203)”; • Untuk barang dalam kondisi rusak berat dilakukan pemindahan ke aset lain-lain dengan menggunakan menu “Penghentian BMN dari Penggunaan (401)”. 1. Review atau audit terhadap pelaksanaan pemanfaatan; 2. Seluruh penerimaan negara dari pemanfaatan BMN harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara; 3. Sisa waktu perjanjian wajib disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun; 4. Jika terdapat hak negara yang masih terhutang, seluruhnya wajib dibayar oleh pihak lain tersebut melalui Rekening Kas Umum Negara; 5. BMN dicatat dan dilaporkan dalam Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna, serta diungkapkan dalam CaLK dan CaLBMN. 1. Review atau audit terhadap pelaksanaan pemanfaatan; 2. Penindaklanjutan atas rekomendasi aparat pengawas fungsional oleh satuan kerja; 3. Pemanfaatan harus dilakukan melalui prosedur ketentuan perundangundangan; 4. BMN dicatat dan dilaporkan dalam Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna, serta diungkapkan dalam CaLK dan CaLBMN. 1. Dalam hal kontrak tidak diperpanjang lagi, dilakukan pengajuan usul penghapusan; 2. BMN dicatat dan dilaporkan dalam Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna, serta diungkapkan dalam CaLK dan CaLBMN. 1. Review atau audit oleh aparat pengawas fungsional; 2. Penindaklanjutan atas rekomendasi aparat pengawas fungsional; 3. Dalam hal terdapat sisa bongkaran, dilakukan penilaian atas bongkaran yang tersisa; 4. Pengusulan penghapusan/penjualan atas gedung; 5. Penyesuaian terhadap pencatatan dan pelaporan gedung yang bersangkutan Tabel 3.58 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Peningkatan Edukasi Masyarakat dan Pelaku Ekonomi KK 11. Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi Indikator Kinerja Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi Target Realisasi % 75,56 79,75 105,55% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 99 BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.59 Tingkat Efektivitas Edukasi dan Komunikasi Bidang Penganggaran No. Kegiatan Tanggal Lokasi Hasil 13 Desember Ballroom Dhanapala 222 pegawai 79,5 Hotel Oasis Amir 110 pegawai 80,5 1. Penguatan Peran K/L dalam Pelaksanaan PBB melalui Pengembangan Kebijakan Standar Biaya 2. Pengembangan Costing Untuk Mendukung Peran DJA sebagai Budget Analyst 3. Workshop kebijakan dan proses bisnis pengesahan DIPA TA 203 23-25 November 2012 Hotel Le Grandeur 117 pegawai 81,5 4. Sosialisasi alokasi anggaran dan integritas RKAK/L DIPA 24 Oktober 2012 Ballroom Dhanapala 283 pegawai 81,75 5. Bimbingan teknis penganggaran 3 Oktober 2012 Makasar 119 pegawai 80,75 6. Bimbingan teknis 24 – 25 September 2012 Novotel Hotel, Jakarta 60 pegawai 76,5 7. Sosialisasi Pagu anggaran K/L 12 Juli 2012 Ballroom Dhanapala 304 pegawai 74,25 8. Sosialisasi Penyusunan dan Penelaahan RKAK/L kepada Pegawai DJA 6 Juli 2012 Ballroom Dhanapala 105 pegawai 71,75 9. Sosialisasi MPN 12 Juni 2012 Ballroom Dhanapala 108 pegawai 76 10. Bimtek Monitoring dan Evaluasi Kinerja RKA-KL 31 Mei 2012 Ballroom Dhanapala 314 pegawai 75,5 11. Sosialisasi Standar Biaya Tahun 2013 22 Maret 2012 Ballroom Dhanapala 248 pegawai 78,25 12. Sosialisasi Peningkatan Akuntabilitas Pengelolaan PNBP, BA 999.07, dan BA 999.08 Menuju LKPP dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 7 Februari 2012 Ballroom Dhanapala 115 pegawai 77,50 28 November a. Bidang Penganggaran Pada tahun 2012 ini ditargetkan pencapaian IKU Tingkat Efektifitas Edukasi dan Komunikasi sebesar 80%, sedangkan realisasi hingga akhir triwulan IV tercapai 77,15 dengan rincian sebagaimana tabel 3.59 b. Bidang Perpajakan Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi di bidang perpajakan mencapai 73,34 atau mencapai 97,79% dari target tahun 2012. Upaya yang telah dilakukan untuk mencapai target IKU ini adalah memilih media komunikasi yang sesuai dengan program komunikasi, yaitu Awareness, Image, dan Compliance. 100 Peserta Kementerian Keuangan Republik Indonesia Strategi yang akan dilaksanakan di tahun 2013 atas evaluasi capaian IKU ini pada tahun 2012 adalah sebagai berikut. 1) Mempertahankan media komunikasi saat ini. 2) Meningkatkan kemampuan SDM sehingga memiliki kompetensi di bidang kehumasan. 3) Melanjutkan strategi penyuluhan secara segmented (calon WP, WP baru dan WP terdaftar). 4) Meningkatkan jumlah penyuluhan langsung sebagaimana tercermin dari hasil survei. 5) Menyusun pedoman penyuluhan perpajakan sehingga pelaksanaan penyuluhan oleh seluruh unit kerja menjadi lebih terstruktur, terarah dan terukur. c. Bidang Kepabeanan dan Cukai. Pada tahun 2012 realisasi capain IKU tingkat efektivitas edukasi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.60 Tingkat Efektivitas Edukasi dan Komunikasi Bidang Bea dan Cukai No Bulan 2012 Jumlah Kegiatan 9 1 1. 2. Januari 4 4 2 Indeks Materi Sosialisasi 1. Februari 1 2. (skala 1-100) Sosialisasi Identifikasi Keaslian Pita Cukai 2012 dan Peraturan Cukai lainnya Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan 253/ PMK.04/2011 dan 254/PMK.04/2011 (KITE) dan 200/PMK.04/2011 tentang audit kepabeanan dan cukai Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.04/2011 tentang Premi dan Asistensi Penanganan Perkara Sosialisasi persiapan kantor modern 81,07 75 82,34 3 Maret 1 Customs Goes To Campus di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung 78,60 4 April 1 Sosialisasi untuk Sekolah Tinggi Ilmu Maritim (AMI) 83,50 5 Mei 1 Customs Goes To Campus di Universitas Trisakti 73,50 6 Juni 1 7 Juli 1 8 Agustus 0 Pada bulan Agustus tidak dilaksanakan Sosialisasi - 9 September 0 Pada bulan September tidak dilaksanakan Sosialisasi - 10 Oktober 0 Pada bulan Oktober tidak dilaksanakan Sosialisasi - 11 November 0 Pada bulan November tidak dilaksanakan Sosialisasi - 12 Desember 0 Pada bulan Desember tidak dilaksanakan Sosialisasi - Total 23 Rata-rata Indeks Customs Goes To Campus di Universitas Pakuan Bogor Sosialisasi PMK 69/PMK.04/2012, PMK 70/ PMK.04/2012, PMK 76/PMK.011/2012 di Jakarta Target 76,50 76,80 78,90 Sumber Data : Rapat Evaluasi Kemenkeu-One DJBC dan komunikasi ini adalah sebesar 78,9 (kategori efektif ) dari target yang ditetapkan sebesar 75. Pada tahun 2012 telah dilaksanakan 23 kegiatan edukasi dan komunikasi berupa sosialisasi yang dilakukan di berbagai tempat. Tabel 3.60 menampilkan rincian data kegiatan edukasi dan komunikasi beserta tingkat efektivitasnya. d. Bidang Perbendaharaan Negara. Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi di bidang perbendaharaan Negara tahun 2012 ditargetkan sebesar 75 (efektif ), dengan realisasi rata-rata sebesar 82,76 (efektif ). Capaian tersebut diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada peserta dalam kegiatan-kegiatan berikut: 1) Bimbingan Teknis Pelaksanaan Anggaran kepada satker Kementerian/Lembaga dan Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang dilaksanakan pada tanggal 2 s.d 20 Desember 2012 berlokasi di Jakarta dan Yogyakarta dengan jumlah peserta sebanyak 231 pegawai dengan hasil sebesar 83 (efektif ); 2) Bimbingan Teknis Perencanaan Kas, Workshop Pengelolaan Rekening Pemerintah, dan Sosialisasi Perubahan Kebijakan Pengelolan PHLN. Kegiatan ini dilaksanakan di Jakarta, Denpasar dan Kupang dengan jumlah peserta sebanyak 563 pegawai dan hasil yeng diperoleh sebesar 89 (efektif ); 3) Bimbingan Teknis Penyusunan Laporan Keuangan dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 101 BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup e. Bidang Kekayaan Negara. Realisasi efektivitas edukasi dan komunikasi di bidang Kekayaan Negara senilai 80,73 dari target 75 diperoleh dari tingkat efektivitas kegiatan sosialisasi yang telah dilaksanakan, yaitu: 1) Sosialisasi Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SAIP) sebesar 82. 2) Sosialisasi di bidang penilaian aset sebesar 80,67. 3) Sosialisasi di bidang Sistem Akuntansi Transaksi Khusus sebesar 81. 4) Sosialisasi di bidang lelang sebesar 83. 5) Sosialisasi di bidang pengelolaan BMN sebesar 75,5. 6) Sosialisasi peraturan penilaian sebesar 81,73. f. Bidang Pengelolaan Utang. Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi di bidang pengelolaan utang selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 75% (efektif ), dengan realisasi sebesar 75,83% (efektif ). Capaian tersebut diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada peserta sosialisasi SUN, sosialisasi SBSN, serta sosialisasi Monitoring dan Evaluasi Pinjaman dan Hibah, dengan rincian sebagaimana tampak pada grafik 3.7. Hambatan dan/atau tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi antara lain: 102 Kementerian Keuangan Republik Indonesia 81% 83% 74% 75% 78% Q4 77% 81% 81% Q3 81% 83% Q2 82% 81% Q1 72% 72% Sistem Akuntansi serta sosialisasi RBA telah dilaksanakan pada triwulan I dan triwulan II; 4) Sosialisasi Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) yang dilaksanakan pada tanggal 6 s.d 27 November 2012 berlokasi di Lubuk Linggau, Sumbawa Besar, Buntok, ParePare dan Sorong dengan jumlah peserta sebanyak 348 pegawai dengan hasil yang diperoleh sebesar 89,69 (efektif); 5) Bimbingan Teknis Aplikasi VERA dan AKLAP 2012, Sosialisasi Penatausahaan dan Akuntansi Piutang PNBP pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga, Bimbingan Teknis Tenaga Jaringan dan Komputer telah dilaksanakan pada triwulan I s.d. triwulan III; 6) Bimbingan Teknis dan sosialisasi revisi DIPA yang dilaksanakan pada bulan Oktober s.d Desember 2012 dengan peserta berasal dari seluruh Kantor Wilayah dengan jumlah peserta sebanyak 8.041 pegawai dengan hasil yang diperoleh sebesar 82,64 (efektif ). 85% BAB II 84% BAB I Pemahaman Materi Pembicara Fasilitas Grafik 3.7. Efektivitas Edukasi dan Komunikasi dalam Pengelolaan SBN dan Sistem Akuntansi Hibah 1) Penyebarluasan informasi terkait pengelolaan utang kepada masyarakat luas belum optimal dalam menjangkau investor di luar ibukota propinsi terutama di wilayah timur Indonesia; 2) Belum optimalnya penggunaan sarana informasi baik melalui media cetak maupun elektronik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengelolaan utang; 3) Kondisi dan perkembangan pasar keuangan baik secara regional dan internasional yang dinamis menuntut keahlian dalam merespon informasi dan dinamika pasar tersebut Upaya yang dilakukan menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut adalah: 1) Terus berupaya meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak dalam penyelenggaraan sosialisasi terkait pengelolaan utang, antara lain dengan perguruan tinggi dan kelompok-kelompok masyarakat, khususnya wilayah yang belum dijangkau pelaksanaan sosialisasi; 2) Mengoptimalkan penggunaan sarana informasi baik melalui media cetak maupun elektronik terutama untuk menjangkau wilayah-wilayah yang secara geografis sulit dijangkau untuk melakukan sosialisasi tentang pengelolaan utang; 3) Meningkatkan kerjasama dan partisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan baik dalam forum regional maupun internasional. Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi g. Bidang Perimbangan Keuangan. Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi di bidang perimbangan keuangan pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 75 (efektif ), dengan realisasi sebesar 81,09 (efektif ). Capaian tersebut diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada peserta sosialisasi. Adapun rincian hasil survey tersebut ditampilkan pada tabel 3.61 h. Bidang Kebijakan Fiskal dan Keuangan. Capaian kinerja Efektivitas edukasi dan komunikasi di bidang Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar kebijakan fiskaldan keuangan pada tahun 2012 adalah sebesar 81,34 (target 75). Bidang kebijakan yang dikomunikasikan kepada pihak ekstern meliputi kebijakan bidang pendapatan Negara, bidang ekonomi makro, pengelolaan risiko fiskal, dan kerja sama keuangan internasional. Kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan di berbagai kota di Indonesia dan melibatkan narasumber dari berbagai instansi dan asosiasi diantaranya Kementerian Perindustrian, IKPI, KADIN, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan lain-lain. Rata-rata hasil survey pada tahun 2012 berdasarkan parameter yang diukur dapat dilihat pada tabel 3.62 Tabel 3.61 Hasil Survey Peserta Sosialisasi Bidang Perimbangan Keuangan No Tanggal Lokasi Peserta Hasil Sosialisasi Pembiayaan dan Kapasitas Daerah : 1. 8 November 2012 Balikpapan 102 Pegawai 82,02 2. 4 Desember 2012 Bandung 143 Pegawai 81,11 Semarang 70 Peserta 81.51 Jakarta 300 Pemda 82.28 Bandung 120 Peserta 81.78 lebih dari 6.600 Peserta 81,85 Sosialisasi di Bidang Dana Perimbangan 1. 3 Oktober 2012 2. 2-20 November 2012 3. 11 Desember 2012 Sosialisasi Pengalihan PBB-P2: 1. S.D Tgl 31 Desember 2012 160 Lokasi Kabupaten dan Kota Tabel 3.62 Rata-rata Hasil Survey Efektivitas Edukasi dan Komunikasi Di Bidang Kebijakan Fiskal dan Keuangan No Kegiatan Score Bobot Nilai 1 Tingkat Pemahaman Peserta 4,04 70% 2,828 2 Kualitas Materi 4,11 15% 0,6165 3 Kualitas Narasumber/Fasilitator 4,13 10% 0,413 4 Kualitas Penyelenggaraan 4,19 5% 0,2095 Total Efektifitas 4,067 = (4,067*20) 81,34 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 103 BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.63 Kegiatan Edukasi dan Komunikasi di Bidang Kebijakan Fiskal Tema Kebijakan Pajak Untuk Small and Medium Enterprises 82,09% BTKI 2012, Kebijakan Tarif Bea Masuk dalam rangka kerjasama perdagangan internasional 79,76% Kebijakan Pajak Untuk Small and Medium Enterprises 82,09% Seminar Jaringan Ahli Ekonomi Tema : "Membangun Kemitraan Profesional Antara Kementerian Keuangan dan Akademisi" 80% Pengelolaan Risiko Fiskal sebagai Salah Satu Instrumen Mitigasi Risiko 80% Menggagas Kebijakan Subsidi Listrik yang Sehat dan Berkeadilan Melalui Service Level Agreement (SLA) 80% BTKI 2012, Kebijakan Tarif Bea Masuk(Umum, Preferensi Dalam Rangka Kerjasama Perdagangan Internasional dan Khusus 81,38% Sosialisasi PMK 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau 82,71% Adapun tema kegiatan edukasi dan komunikasi yang dilakukan selama tahun 2012 beserta hasil survei efektivitas penyelenggaraannya, antara lain dijabarkan melalui tabel 3.63. 12.Sasaran Strategis 12: Pengawasan dan Penegakan Hukum yang Efektif (KK-12). Dalam pencapaian sasaran strategis ini Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 3 (tiga) Indikator Kinerja Utama (IKU), dimana IKU pertama dijabarkan ke dalam 12 (dua belas) sub IKU dengan rincian sebagaimana tabel 3.64 Uraian mengenai ketiga IKU tersebut tampak berikut ini. a. Rata-Rata Persentase Kepatuhan dan Penegakan Hukum (KK-12.1). Kepatuhan adalah kesesuaian tindakan stakeholder dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Penegakan hukum adalah segala upaya hukum yang dilakukan agar segala tindakan yang diambil dalam rangka pengelolaan keuangan dan kekayaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.IKU ini dilaksanakan melalui sub-sub IKU dengan penjelasan sebagai berikut: 104 Hasil Kementerian Keuangan Republik Indonesia 1) Persentase jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar terhadap jumlah Kepala Keluarga. Jumlah WP OP terdaftar adalah jumlah WP OP yang terdaftar dalam sistem administrasi Kemenkeu yang memiliki tanggungan keluarga. Data jumlah kepala keluarga berdasarkan data dari BPS. Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) terdaftar tahun 2012 adalah sebanyak 22.131.323 WP. Jika dibandingkan dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) yang tercatat sebanyak 62.686.531 KK, maka persentase jumlah WP OP terdaftar dengan jumlah KK mencapai 35,3%. Angka realisasi tersebut melampaui target yang direncanakan yakni 35% atau dengan persentase capaian 100,87 persen. Keberhasilan pencapaian target pada tahun 2012 sangat dipengaruhi oleh beberapa kegiatan, diantaranya: a) Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional secara optimal termasuk proses tahapan back office, terutama untuk data hasil sensus berupa responden belum terdaftar. b) Optimalisasi pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan ekstensifikasi PER-16/PJ./2007 dan PER-116/ PJ./2007. c) Monitoring dan evaluasi Sensus Pajak Nasional. Program yang sangat berpengaruh terhadap penambahan jumlah Wajib Pajak baru adalah Sensus Pajak Nasional Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.64 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pengawasan dan Penegakan Hukum yang Efektif KK 12. Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif Indikator Kinerja 1. Rata-rata persentase kepatuhan dan penegakan hukum Target Realisasi % 60,79% 67,41% 110,89% 35,00% 35,30% 100,86% 55% 3,66% 120,00% a. Persentase jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar terhadap jumlah Kepala Keluarga b. Tingkat efektivitas pemeriksaan pajak c. Persentase pencairan piutang pajak 30,00% 32,30% 107,68% d. Persentase penyampaian SPT PPh 62,50% 51,46% 82,34% e. Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) 45,00% 54,00% 120,00% f. Persentasi hasil penyidikan bea dan cukai yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) 50,00% 82,50% 120,00% g. Persentase penyelesaian piutang bea dan cukai 60,00% 84,55% 120,00% h. Persentase pelaksanaan audit terhadap pengusaha penerima fasilitas kepabeanan dan cukai 5,00% 8,07% 120,00% i. Persentase kepatuhan pelaporan BMN oleh K/L 95,00% 99,22% 104,44% j. Persentase penyampaian APBD yang tepat waktu 90,00% 97,00% 107,78% k. Persentase monitoring dan evaluasi rekomendasi BPK atas LKPP yang telah ditindaklanjuti 100,00% 100,00% 100,00% l. Persentase sanksi administrasi atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang obyektif 97,00% 100% 103,09% 2. Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden 80% 83,62% 104,53% 3. Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L 80% 83,73% 110,68% (SPN). Berdasarkan data SPN selama tahun 2012 tercatat adanya penambahan 1.385.498 WP baru dari sebanyak 3.303.424 FIS yang diisi. Rincian jumlah penambahan WP dari program SPN tersebut adalah 1.191.212 WP OP baru dan 194.286 WP Badan baru. b) Melanjutkan pemanfaatan data hasil Sensus Pajak Nasional terutama klasifikasi Non Registrant (NR-1 dan NR-2) untuk menjadi NPWP; dan c) Optimalisasi pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan ekstensifikasi PER-16/PJ./2007 dan PER-116/ PJ./2007. Strategi yang akan dilaksanakan di tahun 2013 atas evaluasi capaian IKU ini pada tahun 2012 adalah: a) Peningkatan kegiatan ekstensifikasi melalui penyempurnaan aturan; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 105 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan 2) Tingkat Efektivitas Pemeriksaan Pajak. Pemeriksaan perpajakan adalah pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Persentase capaian IKU efektivitas pemeriksaan pajak adalah perbandingan antara jumlah SKP yang diterbitkan (yang merupakan jumlah lembar SKP hasil pemeriksaan yang diterbitkan oleh fungsional dalam triwulan berjalan) dengan jumlah SKP yang diajukan keberatan (yang merupakan jumlah lembar SKP hasil pemeriksaan yang diajukan keberatan oleh Wajib Pajak). SKP yang dihitung merupakan SKP hasil pemeriksaan sampai dengan triwulan III tahun berjalan. Untuk SKP hasil pemeriksaan yang diterbitkan pada periode triwulan IV tahun berjalan, akan dihitung pada periode triwulan tahun berikutnya. Jumlah SKP yang diajukan keberatan sampai dengan Desember 2012 adalah sebanyak 6.471 keberatan. Jumlah SKP yang diterbitkan sampai dengan September 2012 (triwulan III) adalah sebanyak 176.718 SKP. Realisasi tingkat efektivitas pemeriksaan pajak adalah 3,66%. Capaian IKU sampai dengan triwulan IV tahun 2012 adalah sebesar 120%. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rangka menunjang tingkat efektivitas pemeriksaan pajak antara lain: a) Mengembangkan aplikasi laporan kegiatan pemeriksaan pajak yang terintegrasi dengan kegiatan penagihan. b) Mengelola data dan informasi kegiatan pemeriksaan sebagai bahan penyusunan perencanaan dan kebijakan pemeriksaan. c) Tertib administrasi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan melakukan uji coba digitalisasi LHP pada kantorkantor di wilayah Jakarta dengan sistem manajemen dokumen. d)Membuat website/portal dan Forum Pemeriksaan dan Penagihan dalam rangka menjamin dan menyediakan akses dan pertukaran informasi. e)Melakukan update proses bisnis dan requirements untuk perbaikan aplikasi desktop pemeriksaan. f ) Menyusun prosedur permintaan izin tertulis membuka rahasia bank tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan untuk diusulkan menjadi SE. g) Melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk mendukung kegiatan pemeriksaan. Sebagai contoh, 106 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif kerjasama dengan Bank Indonesia dalam rangka membuka rekening Wajib Pajak dan pelaksanaan joint audit antara Direktorat Pajak dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Action plan yang dilakukan sebagai evaluasi capaian tahun 2012 adalah dengan meningkatkan koordinasi internal serta melakukan penyempurnaan aplikasi ALPP sehingga terdapat menu masukan untuk SKP yang diajukan keberatan. 3) Persentase Pencairan Piutang Pajak. Persentase pencairan piutang pajak adalah perbandingan antara jumlah pencairan piutang pajak selama setahun dengan jumlah piutang pajak awal tahun. Pencairan piutang pajak merupakan pelaksanaan fungsi penegakan hukum (law enforcement) terhadap Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya melunasi hutang pajak dalam bentuk surat setoran pajak (SSP) dan pemindah-bukuan (Pbk). Jumlah pencairan piutang pajak adalah jumlah piutang pajak tahun-tahun lalu yang dilunasi pada tahun berjalan oleh Wajib Pajak termasuk pengurangan/pembatalan, SK keberatan, putusan banding dan keputusan penghapusan piutang pajak. Saldo piutang pajak pada awal tahun 2012 adalah sebesar 34.701 miliar rupiah. Dari jumlah tersebut, target pencairannya 30 persen atau sebesar 10.410 miliar rupiah. Selama tahun 2012, realisasi pencairan piutang pajak berhasil melampaui target dengan persentase pencairan 32,30 persen atau sebesar 11.210 miliar rupiah. Dengan demikian capaian IKU pencairan pajak adalah 107,68 persen. Kinerja pencairan piutang pajak tampak pada tabel 3.65 Capaian kinerja penagihan pajak selama tahun 2012 dicapai melalui upaya dan strategi sebagai berikut. a) Penyusunan dan penyempurnaan beberapa peraturan di bidang penagihan antara lain: i. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-12/ PJ./2012 tentang Pemeliharaan Basis Data PBB Dalam Rangka Pemutakhiran Data Piutang PBB Sektor Pedesaandan Perkotaan; ii. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-02/ PJ./2012 tentang Penggolongan Kualitas Piutang Pajak dan Tatacara Penghitungan Penyisihan Piutang Pajak; iii. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-29/ BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup PJ./2012 tentang Kebijakan Penagihan Pajak dan Pelaksanaan Tindakan Penagihan Berbasis Analisis Risiko; iv. Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-68/ PMK.03/2012 tentang Tatacara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan; dan v. Penyusunan dan pelaksanaan SE-54/PJ/2012 tentang Insentif Jurusita Pajak. b) Peningkatan kemampuan/keahlian SDM bidang penagihan melaui penyelenggaraan diklat, seminar, workshop, dan forum penagihan secara intensif. c) Pengendalian mutu dan administrasi penagihan melalui kegiatan-kegiatan berikut. i. Monitoring dan Evaluasi Persiapan Pengalihan PBB Sektor Pedesaan dan Perkotaan ke Pemerintah Daerah, khususnya pelaksanaan pemutakhiran data piutang PBB pada basis SISMIOP hasil kerja sama antara Kementerian Keuangan dan Pihak pemerintah daerah. ii. Meningkatkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) Administrasi Piutang Pajak melalui Panduan Penerapan SPI dalam Sistem Informasi Komputer (SIK) melalui Aplikasi Laporan Pemeriksaan dan Penagihan (ALPP) Modul Penagihan. iii. Asistensi dan pendampingan pemeriksaan BPK atas kewajaran saldo piutang pajak pada Laporan Keuangan Semester II Tahun 2011 dan Semester I Tahun 2012; iv. Asistensi dalam proses penyiapan saldo piutang pajak pada Laporan Keuangan. v. Pemutakhiran data piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada sistem informasi. vi. Sosialisasi, pengawasan, dan evaluasi Pelaksanaan Pemutakhiran Piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sekaligus aplikasi pendukung. vii. Pengembangan dan pemeliharaan ALPP Modul Penagihan sebagai alat bantu dalam administrasi Laporan Perkembangan Piutang Pajak dan Laporan Perkembangan PBB yang menjadi dasar evaluasi kinerja penagihan. viii. Implementasi dan Penggunaan ALPP Modul Penagihan di seluruh KPP dan Kanwil DJP untuk menggantikan beberapa laporan terkait penagihan yang masih dikerjakan secara manual. ix. Pengawasan prosedur penerbitan kembali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau Surat Tagihan Pajak. d) Monitoring dan Evaluasi kinerja tindakan penagihan dan pencairan piutang pajak melalui kegiatan-kegiatan berikut. i. Sosialisasi dan Bimbingan kepada Kanwil DJP dan KPP dalam menerapkan strategi penagihan pajak berbasis analisis risiko (risk based collection). ii. Penyempurnaan peraturan terkait pemblokiran rekening Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tersimpan di bank untuk meningkatkan efektivitas pencairan piutang pajak dari pemblokiran. iii. Penyusunan rencana penagihan yang dituangkan dalam prognosis pencairan piutang pajak. iv. Permintaan dan pengawasan action plan pencairan piutang pajak untuk meningkatkan kinerja penagihan. v. Penentuan dan evaluasi target pencairan piutang pajak per Kanwil DJP serta penyesuaiannya terkait Wajib Pajak pindah. Tabel 3.65 Kinerja Pencairan Piutang Pajak IKU Persentase Pencairan Piutang Pajak Formula Target Jumlah Pencairan Piutang Pajak Rp10.410 miliar Jumlah Piutang Pajak Awal Tahun Rp34.701 miliar Target (%) Realisasi Realisasi (%) Rp11.210 miliar 30 Rp34.701 miliar 32,30 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 107 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan vi. Kegiatan pemberian data (data feeding) Penunggak Pajak kepada KPP/Kanwil DJP yang bersangkutan, disusun dalam bentuk Surat Rahasia. vii. Kegiatan bedah penunggak pajak untuk menggali potensi pencairan atas penunggak pajak. viii. Kegiatan pemberian data (data feeding) informasi permohonan PKPU, kepailitan dan pembagian harta pailit yang diperoleh dari berbagai sumber informasi untuk diteruskan kepada KPP yang terkait agar dapat ditindaklanjuti secara tepat waktu. e) Penyusunan buku pedoman penagihan pajak dan Pedoman Penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam Sistem Informasi Komputer ALPP. 4) Persentase Penyampaian SPT PPh. Jumlah penyampaian SPT Tahunan PPh adalah jumlah SPT Tahunan PPh Badan dan PPh Orang Pribadi yang benar, lengkap dan jelas yang diterima KPP, meliputi SPT atas seluruh tahun pajak tetapi tidak termasuk SPT Tahunan PPh Pembetulan. Jumlah WP terdaftar per awal tahun adalah jumlah WP terdaftar sesuai dalam administrasi DJP yang wajib menyampaikan SPT Tahunan Jumlah Wajib Pajak terdaftar yang wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun 2012 sebanyak 17.659.278. Penyampaian SPT Tahunan PPh ditargetkan sebanyak 11.037.049 atau sebesar 62,50 persen dari total jumlah WP yang wajib menyampaikan. Program kerja yang dilakukan dalam rangka mendukung pancapaian rasio penyampaian SPT Tahunan PPh antara lain: a) Inventarisasi terhadap WP yang belum/tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh atas tahun pajak 2012 dan sebelumnya. b) Melakukan himbauan terhadap WP yang belum menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan memanfaatkan data yang ada di Portal dan sumber lainnya. c) Menerbitkan dan mengirimkan teguran/STP. d) Mengirimkan surat ucapan terima kasih kepada 1000 WP OP potensial yang SPT Tahunan PPh nya diterima tepat waktu. e) Melakukan sosialisasi dan edukasi perpajakan kepada masyarakat/WP terutama WP baru. 108 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Selain itu, juga dikeluarkan kebijakan-kebijakan terkait dengan penyampaian SPT Tahunan, diantaranya: a) Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-06/PJ/2012 tentang Target Rasio Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan pada Tahun 2012. b) Surat Direktur PKP Nomor S-334/PJ.08/2012 tentang Jumlah WP dan PKP Terdaftar Masing-masing KPP/ Kanwil DJP per 31 Desember 2011. c) Surat Direktur PKP Nomor S-442/PJ.08/2012 tentang Evaluasi Laporan Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN Tahun 2012. Tabel 3.66 menjelaskan rincian realisasi penyampaian SPT Tahunan PPh dan rasio kepatuhan tahun 2012. Realisasi penyampaian PPh dan Rasio kepatuhan tahun 2012 adalah 51,46 persen dari target yang direncanakan sebesar 62,50 persen. Dengan demikian capaian untuk indikator ini adalah 82,34 persen. Alasan tidak tercapainya target rasio kepatuhan penyampaian kepatuhan penyampaian SPT adalah sebagai berikut. a) Diindikasikan masih terdapat WP yang memiliki identitas ganda. b) Data alamat yang ada di database SIDJP/SIPMOD kurang valid. c) Terdapat penambahan jumlah WP pensiunan yang cukup signifikan yang tidak mengerti kewajiban pelaporan perpajakannya. d) Terdapat WP yang telah mempunyai NPWP namun belum masuk dalam MFWP sehingga menyulitkan dalam proses pengadministrasiannya. 5) Persentase Hasil Penyidikan Yang Dinyatakan Lengkap Oleh Kejaksaan (P21). Target jumlah penyidikan pada tahun 2012 adalah sebanyak 50 penyidikan. Sedangkan target berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (berstatus P-21) adalah 45 persen sejumlah 23 berkas. Realisasi berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (berstatus P-21) adalah sejumlah 27 berkas. Dibandingkan dengan target capaian IKU sebesar 45% yang tercatat dalam kontrak kinerja, realisasi pencapaian IKU pada tahun 2012 adalah sebesar 54%. Dengan demikian indeks capaian indikator adalah 120%. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Adapun action plan yang dilakukan dalam mendukung pencapaian indikator ini adalah dengan peningkatan kerjasama dengan instansi penegak hukum lainnya dalam rangka optimalisasi pelaksanaan penyidikan dan pemberdayaan kegiatan penyidikan di Unit Vertikal. yang sudah diserahkan ke Kejaksaan dan memperoleh status P-21 pada periode tahun berjalan yang berasal dari SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) yang terbit sejak tahun 2010 sampai tahun 2012. 6) Persentasi hasil penyidikan bea dan cukai yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21). IKU ini bertujuan untuk mendorong kinerja penyidikan kasus tindak pidana kepabeanan dan cukai sampai dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan yang berasal dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang terbit sejak tahun 2010 sampai dengan 2012. Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai adalah segala perbuatan yang berhubungan dengan Kepabeanan dan Cukai yang atas perbuatan tersebut diancam dengan pidana. SPDP adalah Surat Perintah Dimulainya Penyidikan sebagai penugasan penyidik untuk memulai kegiatan penyidikan. Penyidikan merupakan tahap dimana penyidik berupaya mengungkapkan fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut. Status P-21 adalah status dinyatakan lengkapnya berkas perkara pidana yang dilakukan penyidik oleh Kejaksaan dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan untuk menjalani proses persidangan. Jumlah berkas perkara yang berstatus P-21 adalah berkas perkara kasus pidana di bidang kepabeanan dan cukai Jumlah penyidikan adalah akumulasi tunggakan penyidikan (SPDP) yang terbit sejak tahun 2010 ditambah dengan jumlah penyidikan (SPDP) yang diterbitkan pada tahun berjalan. SPDP yang dihentikan penyidikannya berarti bahwa proses penyidikan telah dinyatakan berhenti. Pasal 109 ayat (2) KUHAP memberi wewenang kepada penyidik untuk dapat menghentikan penyidikan yang sedang berjalan. Setiap penghentian penyidikan yang dilakukan oleh pihak penyidik maka secara resmi harus menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Pasal 109 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Alasan-alasan penyidik dapat menghentikan penyidikan sesuai dengan Pasal 109 ayat (2) KUHAP adalah sebagai berikut : a) Karena tidak terdapat cukup bukti, meliputi juga SPDP yang daluwarsa karena tidak tidak terdapat cukup bukti; b) Karena peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana; c) Penyidikan dihentikan demi hukum. Tabel 3.66 Realisasi Penyampaian SPT Tahunan PPh dan Rasio Kepatuhan Tahun 2012 Periode Jumlah SPT Rasio Capaian a. Triwulan I (Q1) 3.488.368 19,75% 79,01% b. Triwulan II (Q2) 2.967.833 16,81% 84,03% b. Triwulan III (Q3) 1.847.294 10,44% 104,61% d. Triwulan IV (Q4) 783.589 4,44% 59,16% 9.087.084 51,46% 82,34% Tahun 2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 109 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Capaian kinerja untuk tahun 2012 diperoleh dengan membandingkan jumlah berkas perkara yang berstatus P-21 yang berasal dari SPDP yang terbit sejak tahun 2010 sampai tahun 2012 dan SPDP yang dihentikan penyidikannya (SP3) atas SPDP yang terbit sejak tahun 2010 sampai tahun 2012 dengan jumlah SPDP yang merupakan bukti telah dimulainya penyidikan oleh PPNS DJBC yang diterbitkan sejak tahun 2010 sampai 2012. Perbandingan capaian selama 3 (tiga) tahun terakhir ( 2010 s.d. 2012) dapat dilihat pada tabel 3.67. Pada tahun 2012 penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan ditargetkan 50%. Sampai dengan bulan Desember 2012 realisasinya mencapai 82,50% melewati target yang ditetapkan 50%. Capaian tahun 2012 ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan capaian tahun 2011 yang capaiannya 79,34%. Capaian realisasi IKU penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan tahun 2012 sebagaimana tabel 3.68. Kegiatan penyidikan tahun 2012 mencapai 120 kasus, yang meliputi kasus tahun 2011 sebanyak 22 kasus dan kasus tahun 2012 sebanyak 98 kasus. Dari 120 kasus tersebut sebanyak 98 kasus telah diserahkan ke kejaksaan dengan status P-21, dan 1 kasus yang dihentikan penyidikannya (SP3). Tindak pidana yang dilakukan penyidikan pada tahun 2012 dengan status P-21 terdiri dari: a) Tindak pidana di bidang kepabeanan sebanyak 58 kasus, yang terdiri dari: i. Impor sebanyak 37 kasus ii. Ekspor sebanyak 21 kasus b) Tindak pidana di bidang cukai sebanyak 41 kasus, yang terdiri dari: a. Cukai hasil tembakau sebanyak 29 kasus b. Cukai MMEA sebanyak 12 kasus Walaupun pada tahun 2012 capaian IKU ini dapat melampaui target yang ditetapkan. Akan tetapi dalam pelaksanaan penyidikan terdapat beberapa kendala yang dihadapi yang mana kendala-kendala tersebut akan sangat berpotensi 110 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif menghambat kinerja proses penyidikan pada tahun-tahun mendatang yaitu : a) Kurangnya tenaga PPNS yang terampil, yang antara lain disebabkan karena adanya perubahan persyaratan administrasi untuk mengikuti pendidikan PPNS yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, yang mempersyaratkan calon peserta diklat PPNS dengan pangkat minimal III/a dan telah memiliki ijazah S1. b) Jumlah penyidik yang relatif sedikit, khususnya untuk kualifikasi Pelaksana. Banyak Penyidik yang telah menduduki jabatan Struktural serta telah tersebar ke seluruh Indonesia serta penyebaran tenaga PPNS yang tidak merata dan proporsional dengan beban penyidikan pada masing-masing kantor. c) Belum adanya kesepahaman dengan instansi penegak hukum lain di beberapa daerah berkaitan dengan pelaksanaan penegakan hukum Kepabeanan dan Cukai. Langkah-langkah yang dilakukan untuk pencapaian target IKU persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) dengan cara melakukan koordinasi antara penyidik pada masing-masing unit kerja dengan Jaksa Penuntut. 7) Persentase Penyelesaian Piutang Bea dan Cukai. Piutang adalah piutang yang timbul atas pendapatan sebagaimana diatur dalam undang-undang Pabean dan Cukai, yang belum diselesaikan sampai akhir periode Laporan Keuangan. Piutang yang belum jatuh tempo tidak dimasukkan sebagai penambah saldo piutang dalam pengukuran IKU ini. Jumlah Piutang adalah akumulasi jumlah saldo awal piutang tahun berjalan (piutang outstanding) dengan jumlah piutang terbit tahun berjalan. Piutang outstanding adalah jumlah piutang yang telah jatuh tempo dan belum diselesaikan sampai akhir periode Laporan Keuangan. Sedangkan Piutang Terbit adalah jumlah piutang yang timbul pada tahun berjalan yang telah jatuh tempo. Jumlah Piutang yang diselesaikan adalah akumulasi jumlah piutang yang telah diselesaikan sampai dengan periode pelaporan baik penyelesaian untuk piutang yang berasal dari piutang outstanding maupun piutang terbit tahun berjalan. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.67 Perkembangan Capaian IKU P21 Tahun 2010 s.d. 2012 Tahun ∑ PDP P-21 % Target 2010 184 138 75,00% 50% 2011 121 96 79,34% 50% 2012 120 99 82,50% 50% Tabel 3.68 Capaian IKU P21 Tahun 2012 No. Kantor s.d. Desember 2012 ∑SPDP s.d. 31 Desember 2011 ∑SPDP Tahun 2012 ∑ P21 dr PDP Outstanding ∑ P21 & SP3 dr PDP 2012 ∑ PDP P-21 & SP3 % Target Q4 50% 1. Direktorat P2 - 2 - 2 2 2 100,00 2. Aceh 1 2 1 1 3 2 66,67 3. Sumut 2 7 1 6 9 7 77,78 4. Riau & Sumbar 1 4 1 3* 5 4 80,00 5. Khusus Kepri 2 10 2 9 12 11 91,67 6. Sumbagsel - 1 - 1 1 1 100,00 7. Banten 2 6 2 6 8 8 100,00 8. Jakarta - 4 - 4 4 4 100,00 9. Jabar - 8 - 7 8 7 87,50 10. Jateng & DIY 6 15 5 13 21 18 85,71 11. Jatim I 1 11 1 9 12 10 83,33 12. Jatim II 1 8 1 5 9 6 66,67 13. Bali, NTB & NTT 3 2 - 2 5 2 40,00 14. Kalbagbar - 1 - 1 1 1 100,00 15 Kalbagtim 1 3 1 3 4 4 100,00 16 Sulawesi 1 3 1 3 4 4 100,00 17 MPP 1 - 1 - 1 1 100,00 18 KPU Batam - 2 - 2 2 2 100,00 19 KPU Tg. Priok - 9 - 5 9 5 55,56 22 98 17 82 120 99 82,50 Total Keterangan: * 1 Berkas SP3 dari Kanwil DJBC Riau & Sumbar Sumber Data: Rapat Evaluasi Kemenkeu-One DJBC Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 111 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Bentuk penyelesaian piutang selama tahun berjalan (mutasi piutang sebagaimana dimaksud pada P-47/BC/2011 jo. PER-58/ BC/2011) terdiri dari beberapa mekanisme sesuai dengan Pasal 9 PER-58/BC/2011 yang dapat berupa : a.Pembayaran/pelunasan; b. Pengangsuran pembayaran tagihan utang cukai; c. Pengalihan piutang pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP); d. Penggunaan kompensasi cukai; e. Penggunaan kompensasi PPN; f. Keputusan Direktur Jenderal atas keberatan; g. Pembatalan surat penetapan tagihan karena adanya Persetujuan Direktur Jenderal untuk mengurangi dan menghapus tagihan dalam surat penetapan; h. Pembatalan surat penetapan tagihan karena adanya persetujuan Direktur Jenderal untuk mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda; i. Penetapan pengadilan pajak untuk mengurangi atau menghapus tagihan dan/atau sanksi administrasi berupa denda. Tujuan strategis dari IKU Persentase penyelesaian piutang bea dan cukai ini adalah untuk mengukur tingkat ketertagihan piutang. Pengukuran IKU ini dengan cara membandingkan antara jumlah piutang bea dan cukai yang diselesaikan dan jumlah piutang. Pada tahun 2012 realisasi capain IKU ini adalah sebesar 84,55% dari target yang ditetapkan sebesar 60%. Rincian realisasi penyelesaian piutang bea dan cukai tampak pada tabel 3.69 Bebeapa faktor yang mempengaruhi pencapaian IKU persentase penyelesaian piutang bea dan cukai, yaitu : 1) Pada KWBC Kalimatan Bagian Barat terdapat sebanyak Rp 12,9 milyar piutang saat ini. Sebanyak Rp 7,5 Milyar (58%) merupakan piutang tidak dapat ditagih karena terjadinya piutang beberapa tahun lalu, dan sebagian bukti administrasi sudah hilang (force major) dan/atau alamat tidak ditemukan. Piutang tersebut terdapat di KPPBC Pangkalan Bun (Rp 4,9 milyar), KPPBC Entikong (Rp 2 milyar) dan KPPBC Pontianak (Rp 603 Juta). 2) Pada KWBC Kalimantan Bagian Timur terdapat piutang sebelum Tahun 2012 yang jumlahnya sangat besar antara lain piutang dari PT. Vico (SPKPBM Th. 2005), BP. Migas (SPKPBM Th. 2005) dan PT. Interwidi Adipratama (SPKPBM Th. 2006). 112 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam rangka pencapaian target penangihan piutang bea dan cukai adalah sebagai berikut: 1) Memberikan asistensi kepada KWBC dan KPPBC yang memiliki piutang yang belum tertagih; 2) Mengoptimalkan penagihan terutama piutang yang sedang dalam proses penagihan atau penagihannya sudah berjalan; 3) Terhadap perusahaan-perusahaan yang masih memiliki utang dan belum diblokir agar dilakukan pemblokiran; 4) Terhadap perusahaan yang masih memiliki utang dan tidak ditemukan lagi eksistensinya atau dinyatakan pailit oleh pengadilan, agar dilakukan penelitian dan pembuktian sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 5) Sisa piutang yang belum tertagih akan dimaksimalkan penagihannya pada tahun 2013. Perkembangan realisasi penyelesaian piutang bea dan cukai selama 3 tahun terakhir adalah sebagaimana tabel 3.70. 8) Persentase pelaksanaan audit terhadap pengusaha penerima fasilitas kepabeanan dan cukai. Audit kepabeanan dan cukai adalah pemeriksaan terhadap buku, catatan, surat menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor, dan sediaan barang dalam rangka menguji kepatuhan perusahaan terhadap peraturan kepabeanan dan cukai. Fasilitas kepabeanan dan cukai adalah pemberian insentif terhadap pengusaha berupa fasiltas yang terkait dengan pelayanan dan fasilitas terkait dengan fiskal kepabeanan dan cukai. Rencana adalah sesuai dengan DROA. IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat pengawasaan terhadap pengusaha penerima fasilitas kepabeanan dan cukai melalui kegiatan audit. Capaian kinerja IKU ini dihitung dengan membandingkan antara jumlah audit terhadap pengusaha penerima fasilitas yang dilaksanakan dengan jumlah pengusaha penerima fasilitas. Total data perusahaan penerima fasilitas per 1 Januari 2012 adalah 3.655 perusahaan, dengan rincian sebagai berikut : 1) Importir jalur prioritas: 108 2) Perusahaaan penerima fasilitas tidak dipungut cukai hasil tembakau: 93 3) Perusahaaan penerima fasilitas pembebasan EA: 299 BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.69 Piutang Bea dan Cukai yang Diselesaikan No Kanwil & KPU 1 Aceh 2 ∑ Piutang ∑ Penyelesaian Piutang Target Tahun 2012 Realisasi Tahun 2012 (%) 445,619,133 1,314,481 60% 0.29% Sumut 336,144,878,431 258,273,374,400 60% 76.83% 3 Riau dan Sumbar 294,000,074,416 281,909,460,635 60% 95.89% 4 Khusus Kepri 10,295,322,384 9,322,795,700 60% 90.55% 5 Sumbagsel 190,880,285,087 180,283,400,400 60% 94.45% 6 Banten 882,947,834,950 275,614,494,743 60% 31.22% 7 Jakarta 101,951,010,174 28,651,033,720 60% 28.10% 8 Jabar 16,702,290,640,285 15,053,529,848,614 60% 90.13% 9 Jateng dan DIY 30,149,683,668,516 24,904,680,353,953 60% 82.60% 10 Jatim I 31,410,648,939,274 26,989,404,258,323 60% 85.92% 11 Jatim II 36,412,828,894,846 31,149,547,114,914 60% 85.55% 12 Bali, NTB, dan NTT 8,373,139,448 5,630,919,211 60% 67.25% 13 Kalbagbar 15,022,140,819 4,651,969,607 60% 30.97% 14 Kalbagtim 204,966,131,868 94,045,471,271 60% 45.88% 15 Sulawesi 102,560,337,185 33,635,130,022 60% 32.80% 16 Maluku, Papua, dan Papua Barat 37,108,071,273 33,051,283,273 60% 89.07% 17 KPU Batam 191,558,894,745 34,040,310,655 60% 17.77% 18 KPU Tg Priok 2,312,486,363,207 1,583,746,623,219 60% 68.49% 119,364,192,246,042 100,920,019,457,141 60% 84.55% Total Sumber Data : Rapat Evaluasi Kemenkeu-One DJBC 4) 5) 6) 7) Perusahaaan penerima fasilitas tidak dipungut EA: 119 Perusahaaan penerima fasilitas kawasan berikat : 1566 Perusahaaan penerima fasilitas gudang berikat: 455 Perusahaaan penerima fasilitas KITE: 1015. Realisasi persentase pelaksanaan audit terhadap pengusaha penerima fasilitas kepabeanan dan cukai dibanding rencana sampai bulan Desember 2012 adalah sebesar 8,07% dari target yang telah ditetapkan sebesar 5%. Capaian ini berasal dari 295 perusahaan yang diaudit dari 3.655 perusahaan penerima fasilitas kepabeanan dan cukai. Tabel III.57 menunjukkan persentase pelaksanaan audit terhadap pengusaha penerima fasilitas kepabeanan dan cukai dibanding rencana pada tahun 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 113 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.70 Perbandingan Realisasi Penyelesaian Piutang 3 Tahun Terakhir Tahun Σ Tagihan yang diterbitkan 2010 4.519.763.584.690,28 2011 2012 Σ Tagihan yang diselesaikan % Capaian Target 2.656.096.185.537,49 58,77% 55% 99.944.876.935.694,00 79.380.661.587.021,00 79,42% 60% 119.364.192.246.042,00 100.920.019.457.141,00 84,55% 60% Tabel 3.71 Persentase Pelaksanaan Audit Terhadap Pengusaha Penerima Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Dibanding Rencana No 1 Kantor Aceh 0 2 Sumut 15 3 Riau dan Sumbar 4 4 Khusus Kepri 2 5 Sumbagsel 14 6 Banten 15 7 Jakarta 10 8 Jabar 37 9 Jateng dan DIY 38 10 Jatim I 34 11 Jatim II 4 12 Bali, NTB, dan NTT 5 13 Kalbagbar 0 14 Kalbagtim 2 15 Sulawesi 1 16 Maluku, Papua, dan Papua Barat 0 17 KPU Tg Priok 46 18 KPU Batam 2 19 Direktorat Audit 66 Total Sumber Data : Rapat Evaluasi Kemenkeu-One DJBC 114 ∑ Pelaksanaan Audit Fasilitas berdasarkan DROA s.d. Desember Kementerian Keuangan Republik Indonesia 295 Realisasi s.d. Desember (%) 8,07% BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup 9) Persentase kepatuhan pelaporan BMN oleh K/L. Kepatuhan pelaporan BMN dinilai dari ketepatan waktu penyampaian Laporan Barang Pengguna (LBP) oleh K/L kepada Pengelola Barang beserta kelengkapan dokumen LBP. LBP yang dimonitor penyampaiannya meliputi : a) LBP Tahunan tahun sebelumnya dimonitor pada triwulan I tahun berjalan; b) LBP Tahunan tahun sebelumnya (Audited) dimonitor pada triwulan II tahun berjalan dan c) LBP Semester I tahun berjalan dimonitor pada triwulan III tahun berjalan LBP adalah laporan yang disusun oleh Pengguna Barang yang menyajikan posisi BMN pada awal dan akhir periode tertentu secara semesteran dan tahunan serta mutasi yang terjadi selama periode tersebut. Ketepatan waktu diukur dari tanggal penyampaian LBP oleh K/L sesuai dengan batas waktu penyampaian LBP yaitu : a) LBP Tahunan tahun sebelumnya (Unaudited) disampaikan paling lambat 25 Februari tahun berjalan; b) LBP Tahunan tahun sebelumnya (Audited) disampaikan paling lambat 20 Mei tahun berjalan c) LBP Semester I tahun berjalan disampaikan paling lambat 26 Juli tahun berjalan Kelengkapan dokumen diukur dari dokumen yang harus dilampirkan dalam LBP yaitu: a) Laporan BMN intrakomptabel b) Laporan BMN ekstrakomptabel c) Laporan BMN gabungan d) Laporan persediaan e) Laporan BMN per perkiraan neraca f ) Laporan aset tak berwujud g) Laporan konstruksi dlm pengerjaan / KDP h) Laporan PNBP terkait pengelolaan BMN i) Laporan barang bersejarah Realisasi sebesar 99,22% diperoleh dari rata-rata kepatuhan penyampain Laporan Barang Pengguna (LBP) dengan rincian sebagaimana tabel 3.72 Pencapaian target tersebut didukung oleh pelaksanaan pembinaan dan bimbingan teknis mengenai penatausahaan BMN yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan kepada seluruh K/L. Kegiatan tersebut dapat meningkatkan tingkat kesadaran K/L untuk menyampaikan laporan BMN tepat waktu. Pada tahun 2013, Kementerian Keuangan akan terus melanjutkan pelaksanaan pembinaan, rapat koordinasi, dan bimbingan teknis penatausahaan BMN kepada Kementerian/ Lembaga dalam rangka kepatuhan pelaporan LBP tahun 2012 yang disampaikan paling lambat 24 Februari 2013. 10) Persentase Penyampaian APBD yang Tepat Waktu. Penyampaian APBD tepat waktu adalah penyampaian APBD sesuai dengan waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, yaitu sampai dengan akhir kuartal I (31 Maret). Pemerintah Daerah wajib mengirim APBD yang telah ditetapkan sebagai wujud kinerja Pemerintahan Daerah dalam melaksanakan amanat UU Nomor 17 Tahun 2003. IKU ini telah selesai diukur pada Kuartal I dengan penjelasan bahwa telah diterima sebanyak 505 APBD TA 2012 yang disampaikan tepat waktu (97%) pada kuartal I, hanya 19 daerah yang terkena sanksi penundaan penyaluran DAU TA 2011 sebesar 25% disebabkan keterlambatan penyampaian APDB sehingga tahun berikutnya diharapkan tidak ada lagi daerah yang terlambat menyampaikan APBD. Pada Semester I ke 19 daerah tersebut telah menyampaikan APBD dan sanksi kepada daerah-daerah tersebut telah dicabut. 11) Persentase Monitoring Dan Evaluasi Rekomendasi BPK Atas LKPP Yang Telah Ditindaklanjuti. Rekomendasi BPK adalah rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPK atas temuan hasil audit LKPP yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Tindak lanjut atas rekomendasi tersebut dikategorikan menjadi 3, yaitu: (1) kategori I: ditindaklanjuti pada tahun anggaran yang bersangkutan, (2) kategori II: ditindaklanjuti paling lambat 1 tahun anggaran mendatang, dan (3) kategori III: ditindaklanjuti paling lambat 2 tahun anggaran mendatang. Tindak lanjut oleh Pemerintah tersebut perlu dimonitoring perkembangan dan penyelesaiannya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 115 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.72 Rata-rata Kepatuhan Penyampain Laporan Barang Pengguna (LBP) No Uraian Batas Waktu Jumlah K/L Tepat Waktu Lewat Waktu % 24 Februari 2012 86 K/L 85 K/L 1 K/L (Kementerian Kelautan dan Perikanan) 98,83% 1 LBP 2011 Unaudited 2 LBP 2011 Audited 7 Mei 2012 86 K/L 85 K/L 1 K/L (Badan Pengembangan Wilayah Surabaya Madura 98,83% 3 LBP Semester I 2012 26 Juli 2012 86 K/L 86 K/L - 100% Rata-rata Laporan Monitoring dan evaluasi rekomendasi BPK atas LKPP disusun setiap akhir bulan Maret, Juli, dan November. Pada triwulan IV semua K/L (79 K/L) telah menyampaikan laporan monitoring tindak lanjut terhadap temuan pemeriksaan BPK atas LKKL. Berdasarkan LHP BPK, opini audit LKPP Tahun 2010 dan 2011 adalah Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Beberapa temuan signifikan dalam LKPP yang berasal temuan pada LKKL adalah: a) Pendapatan hibah langsung yang belum seluruhnya dilaporkan kepada BUN. b) PNBP yang belum/terlambat disetor, digunakan langsung dan di luar mekanisme APBN. c) Sistem penyaluran, pencatatan, dan pelaporan realisasi belanja bantuan sosial tidak menjamin pemberian bantuan mencapai sasaran yang telah ditetapkan. d) Pengelompokan jenis belanja pada saat penganggaran tidak sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. e) Aset Tetap belum seluruhnya dilakukan IP, masih berbeda dengan laporan hasil IP, dan belum didukung dengan pencatatan pengguna barang yang memadai. f ) Realisasi belanja barang tidak dilaksanakan kegiatannya, dibayar ganda, tidak sesuai bukti pertanggungjawaban, dan tidak didukung bukti pertanggungjawaban. Terhadap temuan-temuan tersebut, telah dilakukan upayaupaya sebagai berikut: a) Pembentukan Tim Pembinaan Akuntansi Pemerintah Pusat; b)Dilakukan In House Training (IHT) kepada K/L terkait dengan temuan BPK; 116 Kementerian Keuangan Republik Indonesia 99,22% c) Dilakukan penyempurnaan modul Pembinaan sistem akuntansi. Pada tahun 2013, langkah-langkah yang akan diambil (action plan) dalam peningkatan capaian IKU ini adalah: a) Menyurati K/L dan Pengguna Anggaran BUN untuk segera menyampaikan laporan monitoring dan tindak lanjut atas temuan pemeriksaan BPK atas LKKL dan LKBUN tepat waktu sesuai PMK No. 116/PMK.05/2007; b) Melakukan koordinasi dan pembahasan dengan pihak terkait penyelesaian tindaklanjut atas temuan pemeriksaan BPK atas LKKL dan LKBUN; c) Penyelesaian dan penyampaian laporan monitoring tindaklanjut atas temuan pemeriksaan BPK atas LKPP kepada Menteri Keuangan; d) Penyampaian laporan monitoring tindaklanjut atas temuan pemeriksaan BPK atas LKPP oleh Menteri Keuangan kepada Wakil Presiden. 12) Persentase Sanksi Administrasi atas Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Pasar Modal yang Obyektif. Sanksi administratif adalah jenis sanksi administratif yang telah diatur dalam peraturan perundangundangan di bidang pasar modal yang kewenangan penetapan sanksinya merupakan kewenangan Kementerian Keuangan, baik yang bersifat atributif maupun delegatif. Sanksi administratif atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal adalah sanksi administratif yang tidak menimbulkan BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup permasalahan hukum baru yang mencerminkan tidak valid-nya penanganan sanksi. Sanksi yang objektif adalah penetapan sanksi yang tidak diajukan keberatan sampai dengan batas waktu pengajuan keberatan atau diajukan keberatan tetapi tidak dikabulkan Kementerian Keuangan pada periode tertentu. Jumlah sanksi yang ditetapkan adalah banyaknya sanksi yang telah lewat batas waktu pengajuan keberatannya dan sanksi yang keberatannya sudah mendapat putusan pada periode tertentu. Inpres Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 dan Inpres lain yang terkait, yang harus dilaksanakan atau dihasilkan pada periode tahun berjalan dan menjadi tanggung jawab langsung Kemenkeu. Pelaksanaan aksi serta monitoring dan evaluasi keluaran Inpres dilaksanakan oleh unit eselon I yang memiliki tugas, fungsi, dan kewenangan terkait atau unit yang ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan. Inpres dinyatakan telah selesai ditindaklanjuti apabila “ukuran keberhasilan target antara aksi” dalam Inpres telah dilaksanakan. Target antara aksi dalam Inpres adalah target turunan dalam triwulanan yang ditetapkan oleh APIP untuk mencapai keluaran dan target penyelesaian sebagaimana ditetapkan dalam Inpres. Sepanjang tahun 2012, tidak terdapat keberatan atas sanksi yang diterbitkan. Dengan kata lain semua sanksi yang diterbitkan dinilai cukup obyektif. Sehingga dari target sebesar 97%, IKU ini terealisasi sebesar 100% dengan nilai capaian 103,09%. Dari 13 (tiga belas) rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi berdasarkan Inpres Nomor 17 Tahun 2011 yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan, dengan target-target yang sebagian besar diukur secara triwulanan, dinyatakan telah selesai ditindaklanjuti oleh seluruh UIC pada tahun 2012 dengan indeks ketepatan waktu keseluruhan sebesar 83,62%. Adapun, rincian indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden per UIC, adalah sebagaimana tabel 3.73 b. Indeks Ketepatan Waktu Penyelesaian Tindak Lanjut Instruksi Presiden (KK-12.2). Monitoring, evaluasi, kepatuhan dan penegakan hukum di lingkungan Kemenkeu dilakukan dengan mengawasi, mengamati, mengecek dengan cermat, memantau pekerjaan maupun laporan agar pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku. Salah satu indikator pengawasan dan penegakan hukum yang efektif adalah ditindaklanjutinya Instruksi Presiden (Inpres), terutama Tabel 3.73 Ketepatan Waktu Penyelesaian Tindak Lanjut Instruksi Presiden Tahun 2012 Unit TW I TW II TW III TW IV Rata-Rata %Capain DJP 82,20 86,93 84,93 83,67 84,43 105,54% DJBC 79,50 92,17 80,17 84,00 83,96 104,95% DJPB 90,00 76,67 90,00 80,67 84,33 105,42% BKF 100,00 73,33 100,00 80,00 88,33 110,42% DJA 86,67 77,33 80,00 78,00 80,50 100,63% DJPK 80,00 80,00 80,00 80,67 80,17 100,21% SETJEN 80,33 80,00 83,00 81,33 81,17 101,46% ITJEN 84,03 85,72 83,03 81,72 83,62 104,53% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 117 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi APIP melaksanakan pemantauan penyelesaian tindak lanjut Inpres Nomor 17 Tahun 2011 yang dilaksanakan oleh seluruh unit Eselon I yang menjadi UIC selama tahun 2012. Seluruh aksi dalam Instruksi Presiden No 17 Tahun 2011 periode pelaporan B12 yang dilakukan seluruh UIC tersebut telah dilaporkan APIP dan telah diverifikasi oleh UKP4. Oleh karena itu, capaian indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden oleh Itjen selaku APIP sebesar 83,62% menunjukkan capaian indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden oleh seluruh UIC Kementerian Keuangan selama tahun 2012. Capaian ini telah memenuhi atau bahkan melebihi target sebesar 80%. Hal ini menunjukkan aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi yang telah ditetapkan dan diamanatkan untuk dilaksanakan Kemenkeu telah terealisasi secara efektif di tahun 2012. Beberepa target rencana aksi dalam Inpres Nomor 17 Tahun 2011 yang telah ditindaklanjuti Kementerian Keuangan, sebagai berikut: 1) Tersedianya laporan pertukaran data antara Ditjen Pajak dengan PPATK; 2) Diselesaikannya 60 % Kasus Pengaduan yang masuk dan merupakan tanggung jawab Ditjen Pajak; 3) Beroperasinya infrastruktur dan sistem informasi pendukung pelaksanaan whistleblowing system; serta 4) publikasi realisasi APBN oleh Ditjen Perbendaharaan. Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar triwulan I s.d. IV, dibandingkan dengan target persentase penyerapan anggaran DIPA K/L pada masing-masing triwulan I s.d IV. Kondisi existing sampai dengan tahun 2012, persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L adalah persentase realisasi dana DIPA K/L, dibandingkan dengan target persentase penyerapan anggaran DIPA K/L. Tujuan dari pengukuran IKU ini adalah untuk mengetahui ketepatan pola penyerapan dana DIPA K/L pada suatu periode tertentu (triwulanan). Capaian IKU ini pada Tahun 2011 adalah sebesar 96,17%. Sedangkan untuk tahun 2012, dengan target capaian 80%, sampai dengan tanggal 30 Januari 2013 capaian IKU ini sebesar 98,01%, dengan catatan bahwa capaian realisasi tersebut belum bersifat final karena masih adanya dispensasi dan penyelesaian SPM/SP2D GU-Nihil yang belum terekam datanya. Realisasi penyerapan anggaran K/L triwulan IV sebesar 85,61% dibandingkan dengan target realisasi DIPA pada triwulan III sebesar 90% adalah sebesar 95,12%. Sampai dengan triwulan IV tahun 2012 maka ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L adalah sebesar 83,73%. Penyerapan Dana APBN dapat tergambarkan sebagaimana grafik 3.8 c. Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L (KK-12.3). 13.Sasaran Strategis 13: Pembentukan SDM yang Berkompetensi Tinggi (KK-13). Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L adalah persentase realisasi dana DIPA K/L pada masing-masing Pembentukan SDM adalah upaya untuk menyiapkan SDM yang berkompetensi tinggi untuk kepentingan jangka panjang. Tabel 3.74 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pembentukan SDM yang Berkompetensi Tinggi KK 13. Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi 118 No. Indikator Kinerja Target Realisasi % 1. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya 82,50% 85,90% 104,12% 2. Persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi 85% 100% 117,65% 3. Rasio jam pelatihan dibandingkan jam kerja 2,5000% 3,1996% 120,00% Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup 100.00% 90.00% 85.57% 80.00% 66.56% 80.00% Target Realisasi Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya sebagaimana tampak pada tabel 3.75 70.00% 57.80% 60.00% 51.58% 55.00% 44.97% 60.00% 45.00% 37.91% 40.00% 30.71% 40.00% Target dapat dicapai antara lain karena dilakukannya analisa atas usulan peserta yang mengikuti assesment atau reassesment dengan memperhatikan pula pemenuhan persyaratan nilai minimal JPM pada setiap jabatan. 30.00% 22.81% 25.00% 16.89% 15.00% 10.61% 20.00% 0.00% 2.13% 2.00% Jan 5.00% 4.79% Feb Mar Apr Mei Jun Jul Keuangan dibagi dengan jumlah pejabat eselon II dan III yang telah mengikuti assesment. Agt Sep Okt Nop Des Grafik 3.8. Penyerapan Dana APBN TA 2012 Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 3 (tiga) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana tabel 3.74 Uraian mengenai ketiga IKU tersebut adalah sebagai berikut: a. Persentase Pejabat yang Telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya (KK-13.1). IKU ini mengukur persentase pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatannya (SKJ). Angka yang dijadikan dasar perhitungan adalah nilai Job Person Match (JPM) seluruh pejabat eselon II dan III di lingkungan Kementerian b. Persentase Diklat yang Berkontribusi Terhadap Peningkatan Kompetensi (KK-13.2). Program pendidikan dan pelatihan adalah program diklat berbasis kompetensi yang memiliki kurikulum sesuai dengan tuntutan pemenuhan standar kompetensi jabatan, baik berupa hard competency maupun soft competency pada periode tertentu. Program pendidikan dan pelatihan yang berkontribusi pada peningkatan kinerja adalah program pendidikan dan pelatihan untuk Kementerian Keuangan yang dinilai memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai. Melalui kegiatan Evaluasi Pascadiklat, dapat dinilai apakah suatu program diklat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi pegawai peserta diklat. Data diperoleh dari hasil kuesioner yang disampaikan kepada pengguna pada periode tertentu. Program diklat berkontribusi terhadap peningkatan kinerja apabila 70% dari kuesioner yang dikembalikan ke Kementerian Keuangan dinyatakan berkontribusi. Tabel 3.75 Persentase Pejabat yang Telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya Eselon Jumlah (orang) Sudah mengikuti assesment (orang) Sesuai sesuai dengan SKJ (orang) Persentase (%) II 217 216 189 87,50 III 1.663 1.529 1.310 85,67 Jumlah 1.880 1.745 1.499 85,90 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 119 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Tabel 3.76 Program-program Diklat yang Berkontribusi Terhadap Peningkatan Kompetensi NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 120 UNIT Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan Pusdiklat Pajak Pusdiklat Bea dan Cukai Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan Pusdiklat Keuangan Umum Kementerian Keuangan Republik Indonesia NAMA DIKLAT Diklat Berbasis Kompetensi IV 1. DTSD Tk II Perbendaharaan 2. DTSD Tk II DJA 3. DTSS Penguji Tagihan 4. DTSS Pejabat Pembuat Komitmen 5. DTSS Pengelolaan Keuangan Satuan Kerja Pemerintah Pusat (SKPP) 1. Diklat Account Representative, 2. DTSD I Spesialisasi Administrasi Pemerintahan, 3. DTSD I Spesialisasi Akuntansi Pemerintahan dan Penilai (PBB) 1. DTSS Audit Forensik; 2. DTSS Pemeriksaan Sarana Pengangkut Udara; 3. DTSS Post Clearance Audit; 4. DTSS Keterampilan Penggunaan X-Ray Cabin dan Cargo; 5. DTSS Keterampilan Penggunaan HICO Scan Inspection System; 6. DTSS Keterampilan Penggunaan Gamma Ray Container Scanner 7. DF Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen 1. DTSS Pengelolaan PBB P2 dan BPHTB, 2. DTSS Analisis Perekonomian Daerah Tingkat Dasar, 3. DTSS Penilaian Properti Dasar, 4. DTSS Supervisor TIK DJKN Tingkat Pemula, 5. DTSS Manajemen Aset, 6. DTSS Pengelolaan BMN dan 7. DTSS Pemeriksa Piutang Negara Dasar 1. DTU Effective Report Writing 2. DTU Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin Pegawai 3. DTU Sekretaris Pimpinan. 4. DTU Tata Naskah Dinas 5. DTU Legal Drafting 6. DTU Kearsipan Dinamis 7. DTU Ms. Excel Powerpoint. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Pada tahun 2012, tiga puluh program diklat telah dilakukan evaluasi pascadiklat dan seluruhnya dinyatakan berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi. Sehingga dari target 85%, realisasi IKU ini adalah 100% dengan nilai capaian sebesar Adapun program-program diklat yang dinyatakan berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi adalah sebagaimana tabel 3.76 c. Rasio Jam Pelatihan Dibandingkan Jam Kerja (KK13.3). Sebagai salah satu organisasi modern, Kementerian Keuangan senantiasa meningkatkan kompetensi pegawai-pegawainya. Pengembangan kompetensi tersebut dilaksanakan secara terus-menerus, baik melalui program-program pendidikan formal, maupun secara non-formal. IKU rasio jam pelatihan dibandingkan jam kerja menghitung perbandingan antara jam pelatihan yang diikuti pegawai Kementerian Keuangan dibandingkan jam kerja. Jam pelatihan (jamlat) adalah seluruh jam pelatihan yang diikuti oleh SDM Kementerian Keuangan dari diklat yang diselenggarakan. Diklat adalah seluruh kegiatan pelatihan yang dibiayai dengan DIPA Kementerian Keuangan, selain Pascasarjana, Diploma, Ujian Dinas, Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat dan Sertifikasi. Untuk tahun 2012, target atas IKU ini ditetapkan sebesar 2,5% dari total jam kerja di Kementerian Keuangan. Dengan jumlah Potential Trainees Kementerian Keuangan sebanyak 55.349 pegawai, realisasi atas IKU ini berhasil melebihi target dengan capaian persentase jam pelatihan pegawai terhadap jam kerja Kementerian Keuangan sebesar 3,1996%. Dengan kapasitas Pusdiklat dan Balai Diklat Keuangan yang pada tahun 2012 mencapai 938 diklat dan mendidik 40.084 peserta diklat, diharapkan Kementerian Keuangan selalu memiliki garda depan penjaga keuangan negara dengan kompetensi yang terbaik. 14.Sasaran Strategis 14: Penataan Organisasi yang Adaptif (KK-14). Penataan organisasi yang adaptif adalah pembentukan/ penataan organisasi baik tingkat pusat, instansi vertikal maupun unit pelaksana teknis, sesuai dengan perkembangan kebutuhan pelaksanaan tugas dan tuntutan masyarakat. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 4 (empat) Indikator Kinerja Utama (IKU) lihat tabel 3.77 Uraian mengenai keempat IKU tersebut adalah sebagai berikut: a. Persentase Mitigasi Risiko yang Selesai Dijalankan (KK-14.1). Risiko adalah segala sesuatu yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan yang diukur berdasarkan kemungkinan dan dampaknya. Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman terjadinya hambatan dalam pencapaian tujuan bahkan kerugian. Mitigasi merupakan tindakan untuk menghilangkan potensi bahaya atau mengurangi probabilitas tingkat risiko. Mitigasi risiko dinyatakan selesai jika: Semester I: apabila rencana seluruh tahapan kegiatan mitigasi suatu risiko sudah selesai dilaksanakan yang dibuktikan dengan laporan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 191/ PMK.09/2008. Semester II: Jumlah persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan pada unit-unit Eselon I dibandingkan dengan jumlah unit eselon I. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 121 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.77 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Penataan Organisasi yang Adaptif KK 14. Penataan organisasi yang adaptif No. Indikator Kinerja Realisasi % 70% 93,23% 120,00% 1. Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan 2. Indeks reformasi birokrasi 92 93,53 101,66% 3. Indeks kepuasan pegawai 3,04 3,39 111,45% 4. Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti 85% 92,86% 109,25% Realisasi atas target IKU ini dirinci dalam tabel 3.78. b. Indeks Reformasi Birokrasi (KK-14.2). Dalam rangka menata organisasi Kementerian Keuangan agar selalu adaptif, sesuai dengan perkembangan kebutuhan pelaksanaan tugas dan tuntutan masyarakat, perlu dilaksanakan pengukuran sampai sejauh mana reformasi birokrasi Kementerian Keuangan yang sedang berjalan ini telah sesuai dengan harapan masyarakat. Untuk merealisasikan hal ini, digunakan tool indeks reformasi birokrasi Kementerian Keuangan melalui pelaksanaan quality assurance oleh Itjen selaku APIP terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi pada 12 unit Eselon I Kementerian Keuangan. Indeks reformasi birokrasi adalah skor yang dihasilkan dari penilaian atas pelaksanaan program-program reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan. Pendekatan quality assurance yang digunakan adalah dengan mengukur delapan kriteria yang terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor: 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor: 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. Kriteria tersebut meliputi: Pola Pikir dan Budaya Kerja, Penataan Peraturan Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. 122 Target Kementerian Keuangan Republik Indonesia Melalui teknik pengumpulan data berupa: reviu dokumen, observasi, kuesioner, dan wawancara, hasil pengukuran quality assurance reformasi birokrasi di 12 unit Eselon I Kementerian Keuangan selama tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks reformasi birokrasi Kementerian Keuangan adalah 93,54 (predikat: sangat baik) dari target 92. Dengan kata lain tingkat capaian atas indikator indeks reformasi birokrasi adalah 101,67%. Skor Indeks Kementerian Keuangan merupakan ratarata skor indeks semua unit Eselon I. Rincian bobot dan skor indeks untuk setiap fokus area penilaian reformasi birokrasi Kementerian Keuangan, sebagaimana tampak pada tabel 3.79 Dengan capaian ini, menunjukkan reformasi birokrasi yang telah dan sedang dilaksanakan Kementerian Keuangan telah berjalan dengan baik dan relatif telah sesuai dengan apa yang diharapkan. Adapun, Indeks reformasi birokrasi per unit Eselon I Kementerian Keuangan, sebagaimana tabel 3.80 Berdasarkan hasil quality assurance sampai akhir tahun 2012, diketahui 11 unit eselon I mendapatkan indeks reformasi birokrasi melebihi target 92 dengan predikat “sangat baik”. Untuk Badan Kebijakan Fiskal (BKF) masih belum mencapai target IKU dimaksud, namun progress nilainya menunjukkan tren yang meningkat. Terhadap BKF, telah disampaikan beberapa rekomendasi perbaikan untuk meningkatkan indeks reformasi birokrasinya. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.78 Capaian Penyelesaian Mitigasi Risiko No. Unit eselon I Target Realisasi Capaian 1. Sekretariat Jenderal 70% 93,9% 120% 2. Ditjen Anggaran 70% 92,9% 120% 3. Ditjen Pajak 70% 125% 120% 4. Ditjen Bea dan Cukai 70% 94,38% 120% 5. Ditjen Perbendaharaan 70% 99,73% 120% 6. Ditjen Kekayaan Negara 70% 87,98% 120% 7. Ditjen Perimbangan Keuangan 70% 96,10% 120% 8. Ditjen Pengelolaan Utang 70% 100% 120% 9. Inspektorat jenderal 70% 90,37% 120% 10. Bapepam-LK 70% 88,08% 120% 11. BKF 70% 98% 120% 12. BPPK 70% 87,36% 120% Tabel 3.79 Hasil Penilaian Reformasi Birokrasi Kemenkeu TA 2012 Fokus Area/Kriteria Penilaian No Reformasi Birokrasi Bobot (%) Skor Indeks Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan 1 Pola Pikir dan Budaya Kerja 10 8,53 2 Penataan Peraturan Perundang-undangan 10 9,90 3 Penataan dan Penguatan Organisasi 10 9,83 4 Penataan Tatalaksana 10 9,87 5 Penataan Sistem SDM Aparatur 20 19,54 6 Penguatan Pengawasan 10 9,40 7 Penguatan Akuntabilitas Kinerja 10 8,78 8 Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 20 17,69 100 93,54 Jumlah PREDIKAT Sangat Baik Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 123 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.80 Capaian Indeks Reformasi Birokrasi Eselon I TA 2012 No Unit Indeks Predikat No Unit Indeks Predikat 1 Setjen 93,83 Sangat Baik 7 DJBC 93,60 Sangat Baik 2 Itjen 92,53 Sangat Baik 8 DJA 93,56 Sangat Baik 3 BPPK 93,68 Sangat Baik 9 DJPK 97,89 Sangat Baik 4 BKF 88,64 Baik 10 DJPB 94,07 Sangat Baik 5 Bapepam-LK 92,32 Sangat Baik 11 DJKN 92,14 Sangat Baik 6 DJP 93,83 Sangat Baik 12 DJPU 96,72 Sangat Baik Tabel 3.81 Capaian Indeks Kepuasan Pegawai No. 124 Unit eselon I Target Realisasi Capaian 1. Sekretariat Jenderal 3 3,18 106,00 2. Ditjen Anggaran 3 3,13 104,33 3. Ditjen Pajak 3 3,32 110,67 4. Ditjen Bea dan Cukai 3 3,53 117,67 5. Ditjen Perbendaharaan 3 3,42 114,00 6. Ditjen Kekayaan Negara 3 3,52 117,33 7. Ditjen Perimbangan Keuangan 3 3,25 108,33 8. Ditjen Pengelolaan Utang 3 3,19 106,33 9. Inspektorat jenderal 3 3,38 112,67 10. Bapepam-LK 3 3,44 114,67 11. BKF 3,5 3,21 91,71 12. BPPK 3 3,33 111,00 Kementerian Keuangan Republik Indonesia c. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Indeks Kepuasan Pegawai (KK-14.3). Indeks Kepuasan pegawai adalah rata-rata tingkat kepuasan pegawai Kementerian Keuangan terhadap organisasi dan kepegawaian yang diukur melalui survei oleh masing-masing unit eselon I. Adapun variabel yang akan diukur dalam survei antara lain: faktor fisik, psikologis, interaksi sosial, dan finansial. Skala Pengukuran menggunakan skala 1-5 1) 5 = Sangat Puas 2) 4 = Puas 3) 3 = Cukup Puas 4) 2 = Tidak Puas 5) 1 = sangat Tidak Puas berupa usulan rancangan pmk, rancangan surat edaran, dan sebagainya, yang dapat mengatasi permasalahan utama unitunit di lingkungan Kemenkeu. Dari berbagai kegiatan Tema Pengawasan Unggulan terhadap unit-unit Eselon I selama tahun 2011, telah dihasilkan 42 (empat puluh dua) policy recommendation sebagai alternatif solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi Unit-unit Eselon I, berupa usulan draf revisi PMK; usulan draf revisi KMK; Rancangan PMK; Rancangan KMK; Usulan Draft SOP; Usulan Surat Edaran, Usulan Kebijakan, serta Usulan perbaikan lainnya. Tahun sebelumnya (2010), jumlah policy recommendation yang dihasilkan sebanyak 39 (tiga puluh sembilan). Realisasi atas target IKU ini dirinci dalam tabel 3.81 d.Persentase Policy Recommendation Hasil Pengawasan yang Ditindaklanjuti (KK-14.4). Reformasi pengawasan APIP ditandai antara lain dengan modernisasi internal audit berupa reorientasi pengawasan yang dilakukan dengan mengacu pada standar internal audit internasional dan Sistem Pengengendalian Intern Pemerintah (SPIP) baik untuk kegiatan assurance maupun konsultasi. Reorientasi pengawasan ditandai dengan perubahan proses bisnis yang mengedepankan pendekatan risk based audit. Output akhir dari setiap penugasan pengawasan bukan lagi berupa sekedar jumlah temuan. Namun, lebih dari itu, pengawasan diharuskan memberikan sejumlah policy recommendation berupa solusi alternatif antara lain Namun, jumlah policy recommendation belumlah menunjukkan efektivitas pengawasan yang dilakukan. Oleh karena itu, mulai tahun 2012 dilakukan monitoring tindak lanjut oleh Eselon I atas pelaksanaan usulan strategis yang tertuang dalam policy recommendation hasil pengawasan tahun sebelumnya, untuk mengukur tingkat efektivitas pengawasan. Keberhasilan pencapaian policy recommendation diukur dari pencapaian 100% terhadap output yang ditetapkan pada tahun. Hasil monitoring selama tahun 2012, diketahui pada seluruh Unit Eselon I, telah ditindaklanjuti 39 dari 42 policy recommendation tahun 2011, sehingga persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti telah mencapai 92,86%. Capaian ini telah memenuhi atau bahkan melebihi target tahun 2012 sebesar 85%. Rekapitulasi tindak Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 125 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Tabel 3.82 Tindak Lanjut Policy Recommendations TA 2012 No Unit Q1 Q2 Q3 Q4 Jumlah Telah ditindak lanjuti pada tahun 2012 Persentase ditindak lanjuti 1 SETJEN 4 - - - 4 4 100% 2 DJA 2 1 - 1 4 4 100% 3 DJP 1 - - 3 4 4 100% 4 DJBC 4 2 1 1 8 6 75% 5 DJPB 8 - - 1 9 8 88,89% 6 DJKN - - - 3 3 3 100% 7 DJPK 2 - - - 2 2 100% 8 DJPU 2 - - - 2 2 100% 9 ITJEN 2 - - - 2 2 100% 10 BAPEPAM-LK 2 - - - 2 2 100% 11 BKF - - - 1 1 1 100% 12 BPPK - 1 - - 1 1 100% 27 4 1 10 42 39 92,86% TOTAL 126 Target lanjut policy recommendations oleh masing-masing unit Eselon I selama tahun 2012, dirinci dalam tabel 3.82. 15.Sasaran Strategis 15: Perwujudan TIK yang Terintegrasi (KK-15). Capaian ini menunjukkan bahwa secara umum hasil pengawasan selama tahun 2011 telah secara efektif dilaksanakan oleh Eselon I Kementerian Keuangan. Tindak lanjut policy recommendation ini akan terus dipantau untuk mengukur efektivitas pengawasan yang dilakukan Itjen. Adapun, jumlah policy recommendation yang telah dihasilkan dan disampaikan ke unit-unit Eselon I dari pelaksanaan Tema Pengawasan Unggulan selama tahun 2012 adalah sebanyak 53 policy recommendations, yang akan dimonitor tindak lanjutnya di tahun 2013 mendatang. Integrasi TIK adalah penyatuan berbagai sistem TIK ke dalam satu sistem DC (Data Center)- DRC (Data Recovery Center). TIK yang andal adalah TIK yang mampu mengelola data dan informasi yang memenuhi kriteria lengkap, akurat, mutakhir, dan terpercaya. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana tabel 3.83 Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.83 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Perwujudan TIK yang Terintegrasi KK 15. Perwujudan TIK yang terintegrasi No. Indikator Kinerja Target Realisasi % 1. Persentase integrasi TIK Kementerian Keuangan 60% 53,78% 89,63% 2. Persentase akurasi data SIMPEG 100% 99,98% 99,98% Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Persentase Integrasi Tik Kementerian Keuangan (KK-15.1). IKU ini dilaksanakan sejak tahun 2011 yang bertujuan untuk memonitor proses integrasi TIK di Kemenkeu sesuai blueprint TIK. Realisasi pencapaian target IKU pada tahun 2012 yaitu 53,78% dari target 60%. Adapun rincian pencapaian kinerja tersebut antara lain: 1) Pelaksanaan perencanaan DRC Kementerian Keuangan di Balikpapan tercapai 1%. Pelaksanaan perencanaan DRC Kemenkeu di Balikpapan telah selesai dilaksanakan dengan output desain DRC Kementerian Keuangan yang dituangkan dalam KAK Pengadaan Pelaksana Pembangunan DRC Kemenkeu; 2) Proses pengadaan pelaksana pembangunan DRC Kementerian Keuangan di Balikpapan tercapai 0,5%. Proses pengadaan pelaksana pembangunan DRC Kementerian Keuangan di Balikpapan sudah selesai dilaksanakan pada bulan September 2012. Sebagai Pemegang Kontrak adalah PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk; 3) Pelaksanaan manajemen konstruksi DRC Kementerian Keuangan di Balikpapan tercapai 1,17% dari target 1,5%. Konsultan manajemen konstruksi sedang melakukan pendampingan dan pengawasan pekerjaan konstruksi; 4) Pelaksanaan pembangunan DRC Kementerian Keuangan di Balikpapan tercapai 3.11% dari target 4%. Hingga tanggal 31 Desember 2012, pekerjaan pembangunan DRC Kementerian Keuangan di Balikpapan yang telah dilaksanakan adalah 77.68%, dengan rincian sebagai berikut: a) pekerjaan listrik utama belum dilakukan test commissioning karena belum tersedianya tanki solar 20.000 liter, solar 20.000 liter, dan penyambungan listrik sebesar 2770 KVA oleh PLN setempat; b) pekerjaan tata suara, MATV, BAS, telepon, penangkal petir, air bersih, air kotor, dan rak server yang belum tersedia; c) pekerjaan peringatan kebakaran, CCTV, video wall, access control, fire supression, dan tata udara belum terpasang dan dilakukan test commissioning; d) pekerjaan sipil, arsitektur dan landscape yang belum terselesaikan; e) pekerjaan penyambungan daya listrik belum dilaksanakan. Beberapa hambatan yang ditemui dalam pencapaian kinerja, antara lain: 1) penyiapan SDM TIK Kementerian Keuangan (jasa konsultansi gap analysis SDM TIK), target 2%. Proses pengadaan Penyiapan SDM TIK Kementerian Keuangan (jasa konsultansi gap analysis SDM TIK) telah dilaksanaan oleh ULP dengan hasil gagal lelang; 2) penyusunan strategi konsolidasi infrastruktur TIK DRC Kementerian Keuangan, target 1%. Proses pengadaan strategi konsolidasi infrastruktur TIK DRC Kementerian Keuangan telah dilaksanaan oleh ULP dengan hasil gagal lelang. Untuk mengatasi hambatan di atas, akan dilakukan: 1) pelaksanaan konsultansi penyiapan SDM TIK Kementerian Keuangan akan dilaksanakan pada tahun 2013; 2) penyusunan strategi konsolidasi infrastruktur TIK DRC akan disatukan dalam satu kontrak dengan pelaksanaan konsolidasi infrastruktur TIK DRC. Kontrak akan dilaksanakan pada tahun 2013; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 127 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif 3) pelaksanaan manajemen konstruksi dan pembangunan DRC Kementerian Keuangan akan dilaksanakan hingga 31 Januari 2013. minimal sebanyak 3% dari seluruh pegawai. Sedangkan, jumlah sampel pada unit Eselon I yang tidak memiliki kantor vertikal adalah minimal sebanyak 5% dari seluruh pegawai. b. Persentase Akurasi Data Simpeg (KK-15.2). Realisasi atas target IKU ini dirinci dalam tabel 3.84 SIMPEG merupakan aplikasi kepegawaian yang berfungsi untuk menyimpan data pribadi atau data kepegawaian di lingkungan Kementerian Keuangan. Yang dimaksud dengan akurasi data adalah kelengkapan dan kebenaran komponen data pegawai yang terdapat pada aplikasi meliputi Nama Lengkap, Nomor Induk Pegawai, Pangkat(golongan/Ruang), Tempat Tanggal Lahir, dan Jabatan (dirinci sampai unit terendah). Jika salah satu komponen data seorang pegawai tidak lengkap atau tidak benar, maka data tersebut dinyatakan tidak akurat. 16.Sasaran Strategis 16: Pengelolaan Anggaran yang Optimal (KK-16). Pengukuran akurasi dilakukan oleh unit yang ditunjuk pada masing-masing unit Eselon I dengan mempertimbangkan independensi dan terhindar dari konflik kepentingan. Jumlah sampel pada unit Eselon I yang memiliki kantor vertikal adalah Salah satu pengelolaan sumber daya organisasi adalah dana. Dana yang tersedia dalam dokumen pelaksanaan anggaran, harus dikelola dengan optimal sesuai rencana yang telah ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dokumen yang dipakai dalam pengelolaan dana adalah DIPA. DIPA merupakan dokumen pelaksanaan anggaran yang sesuai ketentuan menjadi dasar pengelolaan belanja negara. Dalam pencapaian sasaran strategis ini Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana tabel 3.85. Tabel 3.84 Capaian Akurasi Data SIMPEG No. 128 Unit eselon I Target Realisasi Capaian 1. Sekretariat Jenderal 100% 100% 100% 2. Ditjen Anggaran 100% 100% 100% 3. Ditjen Pajak 100% 100% 100% 4. Ditjen Bea dan Cukai 100% 99,75% 99,75% 5. Ditjen Perbendaharaan 100% 100% 100% 6. Ditjen Kekayaan Negara 100% 100% 100% 7. Ditjen Perimbangan Keuangan 100% 100% 100% 8. Ditjen Pengelolaan Utang 100% 100% 100% 9. Inspektorat jenderal 100% 100% 100% 10. Bapepam-LK 100% N/A N/A 11. BKF 100% 100% 100% 12. BPPK 100% 100% 100% Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Tabel 3.85 Capaian IKU Pada Sasaran Strategis Pengelolaan Anggaran yang Optimal KK 16. Pengelolaan anggaran yang optimal Indikator Kinerja Persentase Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan Berdasarkan data Sistem Akuntasi Instansi (SAI) yang diperoleh per 20 Februari 2012, realisasi penyerapan DIPA Kementerian Keuangan tahun anggaran 2012 untuk belanja barang (52) dan belanja modal (53) mencapai 85,66%, sehingga belum mencapai target yang ditetapkan yakni 95%. Beberapa kendala yang menyebabkan tidak tercapainya IKU Persentase Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan (non belanja pegawai) antara lain: a. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) pada satker yang belum memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa, sehingga menghambat proses pengadaan; b. Terdapat anggaran yang masih diblokir pagunya karena belum lengkapnya dokumen pendukung atau persyaratan; c. Adanya gagal lelang dan kendala dalam proses pengadaan barang dan jasa, diantaranya karena adanya sanggahan banding yang menyebabkan lelang ulang; d. Terhambatnya pelaksanaan pembangunan dan renovasi gedung karena kendala persetujuan teknis dari pihak eksternal, seperti persyaratan clearence dan penghapusan BMN; e. Adanya kebijakan penghematan anggaran pada tahun pelaksanaan anggaran; dan f. Adanya perubahan struktur organisasi pada Kementerian Keuangan (Bapepam-LK menjadi OJK). Pada tahun 2012 terdapat anggaran belanja barang dan belanja modal pada Kementerian Keuangan yang tidak dapat digunakan yang totalnya mencapai Rp.417,47miliar. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut : a. Penyaluran beasiswa BLU LPDP tidak dapat direalisasikan pada tahun anggaran 2012 karena karena belum ada persetujuan dari Dewan Penyantun Total pagu yang tidak Target Realisasi 95% 85,66% % 90,17% dapat diserap terkait hal ini mencapai Rp.242,3miliar. Atas hal tersebut telah diusulkan revisi anggaran ke Ditjen Anggaran namun tidak disetujui karena belum diatur mekanisme pengembalian dari BA K/L ke BA BUN. b. Anggaran PNBP STAN yang tidak terealisasikan karena tidak ada penerimaan mahasiswa baru STAN pada tahun 2012. Nilai anggaran yang tidak terserap mencapai Rp.15,30miliar. Atas hal tersebut telah diusulkan revisi anggaran ke Ditjen Anggaran namun tidak disetujui karena Nota Keuangan RAPBN-P tahun anggaran 2012 telah disampaikan ke pimpinan DPR RI. c. Anggaran untuk persiapan OJK yang tidak direalisasikan karena telah didanai dari dana hibah (grant) untuk pendanaan konsultan penyusunan struktur organisasi OJK dan Infrastruktur OJK serta adanya sisa pagu anggaran gaji dan tunjangan Dewan Komisioner OJK yang diperkirakan tidak akan digunakan lagi senilai Rp.159,86miliar. Atas hal tersebut telah diusulkan revisi anggaran ke Ditjen Anggaran namun tidak disetujui karena Nota Keuangan RAPBN-P tahun anggaran 2012 telah disampaikan ke pimpinan DPR RI. Dengan nilai pagu anggaran belanja barang dan belanja modal setelah APBN-P yang mencapai Rp9.027,01miliar, apabila pagu anggaran tersebut dikurangi dengan anggaran yang tidak dapat diserap sejumlah Rp.417,47miliar, maka pagu anggaran untuk belanja barang dan belanja modal yang efektif dapat digunakan pada tahun 2012 hanya mencapai Rp8.609,54miliar. Dengan realiasi belanja barang dan belanja modal mencapai Rp7.732,38miliar, maka persentase penyerapan anggaran untuk belanja barang dan belanja modal pada tahun anggaran 2012 yang efektif dapat digunakan adalah 89,81%. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 129 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Kementeriaan Keuangan telah menggunakan proses e-procurement dalam proses pengadaan barang dan jasa sehingga menghasilkan efisiensi belanja. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Keuangan, dari pagu anggaran pengadaan barang dan jasa (belanja barang dan belanja modal) yang dilakukan melalui proses e-procurement sebesar Rp3.077,01 miliar dapat dilakukan penghematan sebesar Rp435,97 miliar atau 14,17 persen. Penghematan tersebut cukup signifikan mempengaruhi realisasi penyerapan anggaran belanja barang dan belanja modal karena penghematan yang dilakukan mencapai 4,8 persen dari total belanja barang dan belanja modal di Kementerian Keuangan pada tahun anggaran 2012 yang mencapai Rp9.027,01 miliar. Adapun rincian penghematan dimaksud tersaji dalam tabel 3.86 Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Dengan memperhitungkan realisasi anggaran untuk belanja barang dan belanja modal yang mencapai Rp7.732,38miliar dan nilai penghematan yang mencapai Rp435,97miliar, maka realiasi DIPA Kementerian Keuangan untuk belanja barang dan belanja modal tahun anggaran 2012 mencapai Rp8.168,35miliar atau 94,88% dari pagu yang efektif dapat digunakan. Adapun, hal-hal yang telah diupayakan dalam rangka mencapai IKU Persentase Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan (non belanja pegawai) antara lain: a. Melaksanakan pendataan PPK yang belum bersertifikat dan pengadaan diklat Pengadaan Barang dan Jasa; Tabel 3.86 Penghematan E-Procurement No Unit E. I Pagu Pengadaan Selesai (Rp) Nilai Hasil Lelang (Rp) Rp 154 696.924,22 549.168,74 147.755,48 21,20 % 1 Setjen 2 DJA 20 21.227,86 17.412,38 3.815,47 17,97 3 DJP 225 721.118,40 610.172,39 110.946,01 15,39 4 DJBC 211 1.061.205,21 974.940,93 86.264,28 8.13 5 DJPB 166 241.836,35 214.093,83 27.742,52 11,47 6 DJKN 123 120.316,94 107.992,09 12.324,85 10,24 7 DJPU 16 11.497,52 10.512,80 984,71 8,56 8 DJPK 19 28.995,37 23.192,54 5.802,83 20,01 9 Itjen 8 4.166,20 3.480,75 685,44 16,45 10 Bapepam-LK 24 47.344,60 28.912,22 18.432,37 38,93 11 BKF 12 22.918,48 19.862,95 3.055,53 13,33 12 BPPK 146 99.456,11 81.297,64 18.158,47 18,26 Total 1124 3.077.007,24 2.641.039,27 435.967,97 14,17 Sumber : LPSE Kementerian Keuangan 130 Penghematan Paket Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup b. Penggunaan aplikasi Monitoring Keuangan dan Aset (MONIKA) sebagai alat pemantauan realisasi dan kendala penyerapan anggaran secara berkala; c. Mempercepat proses buka blokir dengan melengapi data dukung yang dibutuhkan; d. Penyusunan arahan-arahan yang mendukung percepatan realisasi anggaran diantaranya penyusunan S-556/ SJ.1/2012 tanggal 27 Juli 2012 hal Rekomendasi Dalam Rangka Optimalisasi Implementasi PMK Nomor 170/ PMK.05/2010 di Lingkungan Kementerian Keuangan; dan e. Optimalisasi penggunaan anggaran melalui mekanisme revisi anggaran dari sisa dana kegiatan yang telah tercapai outputnya. Dalam Renstra Kementerian Keuangan tahun 2010-2014, ditargetkan pada tahun 2014, realisasi belanja Kementerian Keuangan mencapai lebih dari 90 persen (untuk belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal), meningkat dari kondisi pada tahun 2010 yang ditargetkan sebesar 85 persen. Secara umum dapat disampaikan bahwa realisasi penyerapan anggaran Kementerian Keuangan untuk belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal sejak tahun 2010 s.d. 2012 selalu mengalami peningkatan, yakni 84,17 persen pada tahun 2010 meningkat menjadi 85,7 persen pada tahun 2011 dan 90,28 persen pada tahun 2012. Dengan demikian, target renstra pada tahun 2014 telah dapat dicapai pada akhir tahun 2012. Selengkapnya progress penyerapan anggaran dari tahun 2010 s.d. 2012 tersaji pada tabel 3.87. C. Kinerja Lainnya Selain dari 16 (enam belas) Sasaran Strategis (SS) yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dengan capaian sebagaimana diuraikan pada butir A dan B di atas, Kementerian Keuangan juga telah melakukan beberapa hal berikut ini yang secara sengaja tidak dimasukkan sebagai SS maupun Indikator Kinerja Utama (IKU). Kinerja lain tersebut adalah sebagai berikut: 1. Perumusan Undang-undang APBN, APBN-P dan Nota Keuangan. Pada tahun 2012 terdapat beberapa kemajuan positif yang dicapai dalam bidang perencanaan APBN, yaitu: a. Penyusunan dan perumusan UU APBN dan UU APBN-P, serta Nota Keuangan Tahun 2013. Beberapa keberhasilan yang dicapai tahun 2012 adalah: 1) Pemenuhan proses penyusunan RUU APBN yang sesuai dengan kaidah Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan; Tabel 3.87 Penyerapan Anggaran Kementerian Keuangan 2010-2012 Tahun Anggaran 2010 Pagu 15.391,87 Tahun Anggaran 2011 Realisasi % Pagu Realisasi 12.954,98 84,17 17.346,78 14.875,39 Tahun Anggaran 2012 % 85,75 Pagu 17.402,10 Realisasi 15.709,82 % 90,28 *) Sumber : SAU per 20 Februari 2013 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 131 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan 2) Perubahan rumusan konsideran dan dasar hukum yang hanya memuat dasar hukum berupa Undangundang Dasar Tahun 1945, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, dan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009; 3) Pemantapan konsepsi definisi di dalam ketentuan umum yang disesuaikan dengan pasal-pasal dalam batang tubuh; 4) Restrukturisasi UU APBN dengan melakukan penyusunan pasal-pasal yang disesuaikan dengan rincian dalam I-Account (termasuk tidak lagi mengatur kewenangan kenaikan harga BBM); 5) Pemuatan aturan dalam batang tubuh lebih ditekankan pada penetapan alokasi dan kebijakan, sedangkan pasal dan ayat yang cenderung merupakan penjelasan dimuat dalam bagian penjelasan pasal per pasal. a. Dalam pengelolaan postur APBN terdapat penambahan asumsi dasar, yaitu lifting gas bumi. b. Terdapat beberapa kebijakan pengelolaan belanja dan pendapatan untuk mewujudkan kualitas belanja APBN yang optimal, yaitu: 1) Penajaman prioritas pembangunan berupa peningkatan alokasi Belanja Modal, perbaikan infrastruktur, dan efisiensi penghematan perjalanan dinas kepada kegiatan yang lebih produktif; 2) Pembahasan pengalokasian hasil optimalisasi dan postur APBN yang lebih transparan melalui forum rapat kerja Badan Anggaran DPR RI dan Pemerintah/ Bank Indonesia dalam rapat terbuka. 3)Penyusunan resource envelope hingga pelaksanaan APBN (termasuk pemberian reward dan punishment, revisi APBN/APBN-P), dan penyusunan APBN yang akan datang. 2. Pengintegrasian Proses Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) dan Pengesahan DIPA. Sejak tahun 2012 (berlaku untuk APBN tahun 2013) telah dilakukan pengintegrasian proses penyusunan RKA-K/L dan pengesahan DIPA. Dengan demikian, kewenangan pengesahan DIPA yang sebelumnya dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan dilimpahkan kepada Ditjen Anggaran. Adapun pengalihan kewenangan pengesahan DIPA tersebut 132 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan, antara lain: a. Memantapkan penerapan Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pembangunan Jangka Menengah (KPJM). Pengalihan wewenang ini menjadikan DIPA sebagai satu kesatuan dokumen secara integral yang mencerminkan pelaksanaan dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan RKA-K/L. b. Menyederhanakan proses pengurusan RKA-K/L dan DIPA. Hal ini dilakukan mengingat sampai dengan saat ini masih ada keluhan dari Kementerian Negara/Lembaga, dimana dalam pengurusan RKA-K/L dan DIPA harus berhubungan dengan 2 (dua) unit eselon I pada Kementerian Keuangan yaitu Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharan. Penyederhanaan proses ini tentunya memberikan nilai tambah berupa percepatan waktu penyelesaian DIPA. c. Meningkatkan kualitas layanan Kementerian Keuangan kepada stakeholder. Melalui pengalihan kewenangan pengesahan DIPA ini diharapkan dapat menghemat waktu dan biaya pengurusan RKA-K/L dan DIPA, mengingat proses penyelesaiannya dilakukan oleh satu unit eselon I. Disamping itu, juga terjadi efisiensi biaya pengesahan DIPA. d. Menjamin validitas dan integritas data anggaran, mengingat proses penyusunan RKA-K/L sampai dengan penyusunan dan pengesahan DIPA dilaksanakan secara terintegrasi dengan menggunakan sumber data yang sama dan disimpan dalam satu database melalui dukungan sistem teknologi informasi yang handal dan terintegrasi. Mulai tahun anggaran 2013, DIPA yang disusun oleh Pengguna Anggaran (PA) terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu: (1) DIPA Induk, merupakan akumulasi dari DIPA per satuan kerja yang disusun menurut unit eselon I Kementerian/Lembaga; (2) DIPA Petikan, merupakan DIPA per satuan kerja (satker) yang dicetak secara otomatis melalui sistem. Proses dan bahan yang digunakan dalam menyusun DIPA Induk dan DIPA Petikan sepenuhnya menggunakan data RKA-K/L yang disusun oleh masing-masing satker. Beberapa pertimbangan yang mendasari perubahan jenis DIPA antara lain adalah sebagai berikut: a. Menjaga konsistensi penerapan anggaran berbasis kinerja, mulai dari penetapan prioritas pembangunan dalam BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Rencana Kerja Pemerintah (RKP), penyusunan RKA-K/L dan pengesahan DIPA. b. Memberikan fleksibilitas kepada PA dalam hal diperlukan adanya pergeseran anggaran antar satker dalam satu unit eselon I dan satu program, sepanjang pagu anggaran dan target kinerja tidak berubah sehingga dapat menyederhanakan proses revisi anggaran. c. Meningkatkan akuntabilitas K/L sebagai penanggung jawab pelaksanaan program dan target kinerja yang harus dicapai termasuk koordinasi terhadap satker-satker yang berada di bawah program yang bersangkutan. Penyerahan DIPA kepada PA/KPA dilaksanakan lebih awal dari tahun-tahun sebelumnya dilaksanakan dengan harapan agar pada awal tahun satuan kerja dapat segera melaksanakan kegiatannya. Hal ini merupakan komitmen pemerintah karena hasil evaluasi pelaksanaan anggaran tahun-tahun sebelumnya belum menunjukkan hasil yang optimal, walaupun kita telah melakukan berbagai upaya. Pola penyerapan yang sering terjadi adalah penumpukan pada akhir tahun anggaran dimana kondisi ini menunjukkan perencanaan dan manajemen kas yang kurang baik. Untuk itu, perlu dilakukan beberapa upaya guna mengoptimalkan pengelolaan belanja negara, antara lain: a. Peningkatan kapasitas pengelola keuangan satker, yaitu dalam rangka penyusunan rencana penarikan dana dan rencana pengadaan. b. Penyempurnaan regulasi, khususnya dalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintah. c. Peningkatan peran aparat pengawas internal K/L. 3. Penyusunan Nota Kesepahaman Antara Kementerian Keuangan Dan Kementerian Negara/ Lembaga Tentang Optimalisasi Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pada hari Jumat tanggal 14 Desember 2012 bertempat di Aula Djuanda Mezanine Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, telah dilaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian Negara/Lembaga tentang optimalisasi pengelolaan PNBP. Penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Inpres dimaksud mengintruksikan kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II untuk mengambil langkahlangkah yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Maksud dan tujuan penyusunan dan penandatangan Nota Kesepahaman tersebut adalah untuk meningkatkan koordinasi antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian Negara/ Lembaga pengelola PNBP sehingga pengelolaan PNBP yang optimal, akuntabel, dan transparan dapat segera terwujud. Sedangkan ruang lingkup Nota Kesepahaman dimaksud meliputi evaluasi, pelaporan, serta koordinasi pengelolaan PNBP. Dalam pelaksanaan optimalisasi pengelolaan PNBP tersebut akan dilaksanakan koordinasi secara berkala yang hasilnya akan dijadikan sebagai bahan dalam melakukan pengawasan, supervisi, dan pengendalian pengelolaan PNBP pada masing-masing Kementerian Negara/Lembaga tersebut. Pengelolaan PNBP yang transparan dan akuntabel menjadi salah satu prioritas pemerintah karena PNBP merupakan salah satu sumber pendapatan yang diandalkan. Selama satu dekade ini PNBP terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 realisasi PNBP mencapai Rp115 triliun dan meningkat menjadi Rp341 triliun pada tahun 2012 (atau meningkat hampir 3 kali lipat). Namun demikian, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2011 menunjukan adanya PNBP pada 28 Kementerian Negara/Lembaga senilai Rp331,9 milyar yang terlambat atau belum disetor ke Kas Negara, kurang/belum dipungut, digunakan langsung tanpa mekanisme APBN, serta dipungut melebihi tarip yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Masalahnya, temuan audit BPK tersebut berulang setiap tahun pada Kementerian Negara/Lembaga yang sama. Memperhatikan kondisi demikian, maka perlu dilakukan upaya kongkrit untuk melakukan optimalisasi pengelolaan PNBP yang salah satunya diawali dengan melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman. 4. Penandatanganan BAST Barang Rampasan Negara Sebagai tidak lanjut dari Memorandum of Understanding (MoU) Kementerian keuangan dan Kejaksaan Agung yang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 133 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan salah satunya berkaitan dengan penertiban aset Negara dan sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 tahun 2007, pada tanggal 16 Mei 2012 di Gedung Utama Kantor Kejaksaan Agung Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dilakukan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) barang rampasan negara berupa sebidang tanah seluas 554 m2 berikut bangunan rumah di atasnya seluas 169,07 m2. Barang rampasan yang terletak di Jl. Pendidikan Nomor 20 Mataram telah diserahkan kepada Menteri Keuangan melalui Surat Jaksa Agung Muda Pembinaan atas nama Jaksa Agung Republik Indonesia tanggal 11 Januari 2012 tentang permohonan penetapan status penggunaan BMN hasil rampasan sebagai rumah negara Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Mataram. Permohonan ini kemudian mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 38/KM.6/2012 tentang Penetapan Status Penggunaan BMN pada Kementerian Keuangan. Atas inisiatif Kejaksaan Agung, barang rampasan negara ini akan dipergunakan sebagai rumah dinas KPKNL Mataram. Penetapan status yang dilakukan Kejaksaan Agung ini menunjukkan kepatuhan Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai pengguna barang dalam mengelola BMN. Hal ini sejalan dengan prinsip pengelolaan BMN yaitu tertib fisik, tertib hukum, dan tertib administrasi (3T). 5. Penandatanganan Kesepakatan Bersama tentang Pensertipikatan Tanah Pada tanggal 2 Oktober 2012 bertempat di Aula Mezzanie Gedung Juanda I, Jakarta Pusat, Menteri Keuangan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menandatangani kesepakatan bersama tentang pensertipikatan tanah yang berlaku selama lima tahun. Isi kesepakatan bersama ini memberikan prioritas pelayanan dalam rangka mempercepat pengurusan hak dan penerbitan sertipikat tanah Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan melakukan inventarisasi, identifikasi, dan verifikasi tanah serta menyiapkan dan menyampaikan dokumen yang berkaitan dengan bukti perolehan. Adapun BPN bertugas menyelesaikan percepatan pensertipikatan tanah serta perubahan nama pada sertipikat tanah menjadi atas nama Pemerintah Republik Indonesia cq. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 134 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Kesepakatan bersama ini merupakan langkah nyata dalam pengamanan BMN. Sesuai dengan UU Nomor 1 tahun 2004 dan Peratuan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 38 Tahun 2008, pengelola barang, pengguna barang, kuasa pengguna barang berkewajiban untuk mengamankan BMN yang meliputi administrasi, fisik, dan hukum. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Kementerian Keuangan adalah pengelola fiskal dan pengelola barang. Sebagai pengelola barang, Kemenkeu telah bekerja sama dengan BPN menerbitkan Peraturan Bersama Nomor 186 dan 24 Tahun 2009 tentang Pensertipikatan BMN berupa Tanah. Peraturan inilah yang menjadi payung hukum Kementerian/Lembaga (K/L) untuk mensertipikatkan BMN berupa tanah. Peraturan Bersama ini dapat dijadikan acuan/landasan K/L untuk percepatan pensertipikatan BMN dengan bekerja sama dengan BPN. Kesepakatan ini nantinya akan ditindaklanjuti oleh kantor vertikal Kemenkeu dengan Kanwil BPN di daerah. Target yang ingin dicapai dari kesepakatan ini adalah penerbitan dokumen kepemilikan tanah terhadap seluruh aset atas nama Pemerintah RI. 6. Pelaksanaan Lelang Barang Gratifikasi KPK Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta V mengadakan penjualan lelang barang milik negara yang berasal dari barang gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Selasa, 11 Desember 2012, sebanyak 20 barang sitaan KPK yang diserahkan kepada DJKN dilakukan penjualan terbuka kepada publik secara lelang. Pelaksanaan lelang gratifikasi ini merupakan kegiatan lelang gratifikasi KPK ketiga. Sebelumnya pada tanggal 18 Juli 2012 dan 11 Oktober 2011 telah dilaksanakan pulang lelang yang sama bertempat di di Ruang Rapat Pancasila, Gedung AA Maramis I Kementerian Keuangan. Lelang dimulai pada pukul 10.00 WIB setelah terlebih dahulu dilakukan registrasi peserta lelang serta penyetoran uang jaminan. Lelang kali ini telah diumumkan melalui media cetak Kompas pada tanggal 3 Desember 2012. Lelang gratifikasi penyerahan KPK ini erupakan bentuk akuntabilitas Kementerian Keuangan kepada masyarakat terkait pengelolaan barang gratifikasi yang telah diserahkan oleh KPK kepada BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Kementerian Keuangan. Hasil lelang barang gratifikasi ini termasuk bea lelang seluruhnya akan disetorkan ke kas negara. Lelang dilaksanakan secara lisan dengan penawaran semakin meningkat dipimpin oleh pejabat lelang Januar Edi Purwoko dan dipandu oleh Asflager (Pemandu Lelang) Riyanto dari KPKNL Jakarta V. Sebelum pelaksanaan lelang, telah dilaksanakan aanwijzing (Penjelasan Lelang) pada hari Senin, 10 Desember 2012 bertempat di Ruang Rapat Direktorat PKNSI. Barang yang dijual secara lelang ini dijual secara as is atau apa adanya. Dari 20 item barang yang ditawarkan telah berhasil terjual sebanyal 19 item barang dengan total nilai Rp. 142.857.000,00 Diharapkan dengan adanya lelang gratifikasi ini akan semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat akan transparansi pemerintah dalam pengelolaan barang milik Negara (BMN) dan menajadikan lelang sebagai sarana transaksi jual beli barang yang diminati masyarakat. 7. Penyelesaian Revisi SKB Tahun 2003 tentang Penyelesaian BLBI (Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, dan Gubernur BI) Revisi SKB Tahun 2003 tentang penyelesaian BLBI (Menko Perekonomian, Menkeu dan Gubernur BI) telah ditandatangani pada tanggal 31 Juli 2012. Adapun pokok-pokok SKB tersebut antara lain: a. Restrukturisasi SRBI-01, sebesar Rp126,7 triliun; b. Menyesuaikan kewajiban Pemerintah untuk menutup kekurangan modal BI sesuai dengan UU BI yaitu apabila kurang dari Rp2 triliun; c. Pemerintah dapat melakukan pelunasan SRBI-01/MK/2003 lebih cepat dengan cara konversi SRBI-01 menjadi SBN tradable dengan persyaratan dan ketentuan yang disepakati bersama antara Pemerintah dan BI. 8. Penyiapan Pelaksanaan Konversi SUP menjadi SBN Tradable Hingga saat ini telah tersusun draft final SKB restrukturisasi dan/atau konversi SUP dimaksud, namun dalam pelaksanaannya masih memerlukan pendalaman lebih lanjut. Pada tanggal 7 November 2012 juga telah dilaksanakan rapat dengan antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dengan agenda rapat Pembahasan surat Gubernur Bank Indonesia kepada Menteri Keuangan mengenai tindak lanjut penyelesaian draft SKB Restrukturisasi dan/atau Konversi Surat Utang Pemerintah menjadi SBN tradable (SKB Konversi). Rapat tersebut menghasilkan kesimpulan: a. Berhubung batas waktu tanggal 31 Oktober 2012 sudah terlampaui maka pihak Kementerian Keuangan mengajukan usulan untuk melakukan addendum ketentuan pasal II Perubahan SKB tahun 2003 yang telah ditandatangani tanggal 31 Juli 2012. b. Untuk sementara pihak Bank Indonesia belum dapat mengambil keputusan terkait usulan addendum dari pihak tim teknis Kementerian Keuangan. Namun demikian, tim teknis Bank Indonesia mengusulkan agar kiranya pihak Kementerian Keuangan untuk tetap menyampaikan jawaban atas Surat Gubernur Bank Indonesia sebagai dasar untuk koordinasi internal lebih lanjut di Bank Indonesia. c. Updating proyeksi modal BI terkini akan disampaikan apabila penyelesaian restrukturisasi mendekati tahap akhir. d. Masing-masing pihak akan melaporkan hasil pertemuan ini kepada Pimpinan dan tetap berkoordinasi atas perkembangan SKB konversi. Selanjutnya Kementerian Keuangan telah menyampaikan Tanggapan terkait Tindak Lanjut Penyelesaian Draft SKB Restrukturisasi dan/atau Konversi SUP menjadi SBN Tradable (SKB Konversi) kepada Gubernur Bank Indonesia melalui Surat Menteri Keuangan nomor S-860/MK.08/2012 tanggal 3 Desember 2012. 9.Implementasi Crisis Management Protocol pasar SBN sebagai salah satu sub-protocol dalam CMPNation Wide; CMP Pasar SBN telah terintegrasi dengan CMP Nation Wide atau CMP Nasional. CMP Nasional merupakan pedoman dan tata cara dalam melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan secara nasional. CMP Nasional merupakan integrasi dari CMP Nilai Tukar, Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank (asuransi, dana pensiun, dan perusahaan pembiayaan), Pasar Modal, Pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan Fiskal. CMP Nasional diintegrasikan melalui peran koordinator di masing-masing lembaga yang berfungsi sebagai penghubung dalam pertukaran data dan informasi surveillance terhadap indikator CMP di masingmasing lembaga. Hasil surveillance tersebut mengindikasikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 135 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan kondisi normal atau kondisi tidak normal (waspada, siaga, atau mengarah krisis). Indikasi kondisi dimaksud kemudian menjadi dasar pelaksanaan koordinasi antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan, serta menjadi dasar bagi proses pengambilan keputusan yang dilakukan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Dalam kondisi normal, FKSSK wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan, melakukan rapat koordinasi, memberikan rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan dan/atau membuat kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan, dan melakukan pertukaran informasi. Dalam kondisi tidak normal, tiap anggota FKSSK yang mengindikasikan adanya krisis pada sistem keuangan, dapat mengajukan ke FKSSK untuk mengadakan rapat koordinasi untuk memutuskan langkahlangkah pencegahan atau penanganan krisis. Kementerian Keuangan telah mempunyai Crisis Binder Pasar SBN yang merupakan panduan rinci dalam melakukan langkah pencegahan dan penanganan krisis pasar SBN. Crisis Binder Pasar SBN telah terintegrasi dengan Crisis Binder Sekretariat FKSSK yang merupakan gabungan crisis binder Kementerian Keuangan (Pasar SBN dan Fiskal), Bank Indonesia (Nilai Tukar dan Perbankan), OJK (Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bukan Bank), dan LPS (Perbankan). Kementerian Keuangan telah terlibat secara aktif dalam memberikan kontribusi asesmen pasar SBN, market update harian CMP Pasar SBN, menghadiri pertemuan-pertemuan Tim Teknis Sekretariat FKSSK, Deputies Meeting, maupun pertemuan FKSSK dengan Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS, menghadiri capacity building/ seminar/workshop dalam stabilitas sistem keuangan, serta aktif dalam simulasi CMP nasional (fire drill). 10.Penerapan Minimum Holding Period (MHP) dalam penerbitan ORI009 Strategi penerbitan SBN harus berpedoman pada tujuan umum pembiayaan yang ingin dicapai sebagaimana tertuang dalam dokumen strategi yang telah ditetapkan. Salah satu strategi umum yang ingin dicapai dalam pembiayaan utang tahun 2012 adalah mengoptimalkan potensi pembiayaan utang dari pasar 136 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif domestik guna mendorong terciptanya investment society. Sejalan dengan tujuan tersebut, Pemerintah pada tahun 2012 kembali menerbitkan Obligasi Negara Ritel (ORI), yakni seri baru ORI009. Dengan penerbitan ORI009 mempertegas komitmen Pemerintah untuk secara aktif mengembangkan pasar ritel yang dibangun sejak tahun 2006. Hal yang baru pada penerbitan ORI009 ini adalah pemberlakuan fitur baru yaitu Minimum Holding Periode (MHP). Berdasarkan ketentuan ini, pemilik ORI tidak dapat memindahbukukan kepemilikan ORI-nya selama 1 (satu) periode kupon pertama. Tujuan penerapan MHP ini adalah: a. Mengurangi laju perpindahan kepemilikan ORI dari investor individu ke investor institusi/lainnya; b. Memperluas basis investor ritel; dan c. Memperluas kesempatan investor ritel untuk memperoleh penjatahan ORI di pasar perdana. Dengan fitur ini diharapkan tujuan utama penerbitan ORI dapat lebih tepat sasaran. Selanjutnya, untuk ORI009, MHP diberlakukan 1 (satu) periode kupon pertama berlaku dari tanggal 10 Oktober s.d. 15 November 2012. 11. Penyiapan Infrastruktur Dalam Rangka Penerbitan SUN Valas Dalam Negeri Beberapa upaya yang telah dilakukan dalam rangka penerbitan SUN Valas dalam negeri antara lain: a. Penyusunan kajian terkait penerbitan SUN Valas dalam negeri yang telah selesai dilaksanakan; b. Penerbitan PMK No.128/PMK.08/2012 tentang Penjualan SUN dalam Valas di Pasar Perdana Domestik dengan Cara Bookbuilding; c. Penyusunan RPMK tentang Penjualan SUN dalam Valas di Pasar Perdana Domestik dengan Lelang yang saat ini sedang dalam proses. d. Terkait dengan kesiapan sistem lelang dan penatausahaan setelmen serta agen pembayaran untuk transaksi SUN Valas di Pasar Domestik, Pemerintah telah menyampaikan surat kepada BI No. S-394/PU.3/2011 tanggal 5 Oktober 2011 perihal Penyampaian Matriks Terms and Conditions Obligasi Negara berdenominasi USD di Pasar Domestik dan No. S-439/PU.3/2012 tanggal 18 Desember 2012 tentang Tindak Lanjut Persiapan Rencana Penerbitan SUN Valas di BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Pasar Domestik melalui Metode Bookbuilding atau Lelang dengan menggunakan BI SSSS. Saat ini BI sedang menyiapkan sistem BI SSSS Generasi II untuk dapat mengakomodasi transaksi SUN Valas (multi currencies) di pasar perdana domestik. Telah dilakukan pertemuan dengan Tim BI SSSS, dimana BI menyatakan kesanggupan untuk menyiapkan infrastruktur, dan ditargetkan dilakukan simulasi pada semester I tahun 2013. 12.Penerbitan Global Sukuk Penerbitan Global Sukuk sebesar USD1 milyar (ekuivalen Rp9,6 triliun), sebagai berikut: a. Tenor 10 tahun merupakan yang terpanjang selama penerbitan sukuk valas (sebelumnya 5 dan 7 tahun); b. Tingkat imbalan 3,3% merupakan yang terendah selama penerbitan SBN valas (termasuk Global Bond); Penerbitan Global Sukuk Indonesia telah Memperoleh penghargaan internasional, berupa: a. Best Sukuk Deal dari Euromoney Islamic Finance Awards; b. Indonesia Deal of the Year dari Islamic Finance News; c. Highly Commended Islamic Deal Indonesia dari The Asset; d. Highly Commended Sovereign Sukuk dari The Asset. (balance sheet) Pemerintah. Dalam kerangka kerja pengelolaan risiko keuangan negara tersebut mulai diperkenalkan sistem pengelolaan risiko keuangan negara dengan menggunakan pendekatan Asset Liability Management (ALM). ALM dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pengelolaan risiko keuangan negara yang berkaitan dengan Neraca Keuangan Pemerintah dengan mengkoordinasikan pengelolaan aset dan pengelolaan kewajiban untuk mengendalikan risiko keuangan negara dalam rangka mencapai efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Risiko keuangan negara yang dicakup dalam ALM antara lain risiko likuiditas dan risiko pasar (risiko tingkat bunga dan risiko nilai tukar). Untuk mengelola keuangan Pemerintah dengan menggunakan ALM dibutuhkan suatu sistem Teknologi Informasi yang terintegrasi sehingga dapat memberikan gambaran posisi keuangan pemerintah utamanya eksposur risiko dan dampak yang terjadi terhadap eksposur risiko dimaksud apabila terjadi perubahan faktor ekonomi makro dan pasar keuangan. Adanya sistem informasi ALM dapat membantu pengambil keputusan dalam memahami kondisi risiko keuangan negara pada suatu waktu secara komprehensif sehingga menunjang pelaksanaan pengelolaan risiko keuangan yang dihadapi Pemerintah secara optimal. 13. Penerbitan PBS (Project Base Sukuk) Penerbitan instrumen SBSN baru berupa PBS (Project Base Sukuk), dengan menggunakan akad Ijarah asset to be leased dan underlying asset berupa proyek-proyek Pemerintah yang telah masuk dalam APBN tahun 2012, sebesar Rp30,3 triliun atau 53,12% dari total penerbitan SBSN tahun 2012, terdiri dari: a. Lelang SBSN seri PBS Rp16,7 triliun; b. Sukuk Ritel SR-004 Rp13,6 triliun. 14. Penerapan Asset Liability Management Visi Kementerian Keuangan adalah “Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Dipercaya dan Akuntabel untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan”. Dalam mewujudkan visi tersebut dilakukan reformasi pengelolaan keuangan negara dimana salah satu area yang menjadi sasaran adalah pengelolaan risiko keuangan negara yang berkaitan dengan Neraca Keuangan Pembangunan IT ALM System dimulai pada tahun 2011 berupa pengadaan hardware, software, dan aplikasi dasar ALM yang utamanya terkait dengan proyeksi cash flow Pemerintah. Pada tahun 2012, IT ALM System yang telah dibangun pada tahap I tersebut di atas, dilanjutkan dengan pembangunan aplikasi pengelolaan risiko keuangan Pemerintah berdasarkan ALM framework yang dilengkapi dengan simulasi yang dinamis dan stress test terhadap pengelolaan risiko tersebut. Dalam rangka penerapan ALM secara komprehensif, telah dilakukan serangkaian koordinasi yang melibatkan unit-unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dibantu dengan Tim Asistensi Penyempurnaan Sistem Treasury yang terdiri dari para praktisi pasar keuangan khususnya perbankan, yang menguasai best practice penerapan ALM perbankan untuk kiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan penerapan ALM Kementerian Keuangan. Berikut rangkaian rapat koordinasi yang telah dilaksanakan selama tahun 2012 yaitu sebagaimana tabel 3.88 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 137 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Tabel 3.88 Rapat Koordinasi ALM Tahun 2012 Tanggal Pokok Pembahasan 9 Maret 2012 ALM Framework 6 Juli 2012 Pembentukan Komite ALM dan Perkembangan IT ALM System 8 Agustus 2012 Kick Off Meeting IT ALM System 14 Agustus 2012 Presentasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) 14 September 2012 Penyampaian Hasil Kajian atas ALM Australia, Business Requirement Document IT ALM Tahap II dan Organisasi ALM 25 Oktober 2012 Presentasi Konsultan terkait Progress Pembangunan IT ALM System 6 November 2012 Koordinasi Kebutuhan dan Suplai Data IT ALM System 20 November 2012 Formula Proyeksi berdasarkan Driver IT ALM Kementerian Keuangan 11 Desember 2012 Presentasi Konsultan terkait Progress Pembangunan IT ALM System 15. Penyusunan Peraturan Tentang Transaksi Lindung Nilai Dalam Pengelolaan Utang Dalam rangka pengelolaan portofolio dan risiko utang Pemerintah secara lebih aktif khususnya melalui transaksi lindung nilai (hedging) dengan menggunakan instrumen derivatif di pasar keuangan, Kementerian Keuangan secara berkesinambungan melakukan berbagai pengembangan infrastruktur transaksi yang diperlukan. Untuk dapat memanfaatkan transaksi lindung nilai dalam pengelolaan portofolio dan risiko utang Pemerintah diperlukan infrastruktur transaksi baik dari sisi peraturan pelaksanaan dan infrastruktur penunjang pelaksanaan transaksi. Terkait dengan infrasruktur pengaturan pelaksanaan, dasar hukum penerapan hedging terdapat pada Pasal 9 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara dan Pasal 18 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dimana mengamanatkan mengenai peran Menteri Keuangan untuk melakukan pengelolaan risiko utang. Kemudian Pasal 7 ayat (2) huruf l Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang 138 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Perbendaharaan Negara mengamanatkan pula mengenai peran Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk mengelola utang dan piutang Negara. Namun demikian, ketiga Undang-undang tersebut tidak secara eksplisit mengamanatkan baik dari sisi instrumen yang dapat digunakan dalam pengendalian risiko maupun bentuk pengaturannya lebih lanjut. Oleh karena itu, telah diusulkan pengaturan transaksi lindung nilai atas pengelolaan risiko utang Pemerintah secara implisit dalam Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2012 tentang APBN 2013. Berdasarkan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2012 tentang APBN 2013 telah disusun Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.08/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai dalam Pengelolaan Utang Pemerintah. Adapun kerangka pengaturan PMK dimaksud adalah sebagai berikut: a. Pengaturan umum yang meliputi ketentuan umum, ruang lingkup dan tujuan transaksi lindung nilai. b. Organisasi pelaksana yang meliputi pembagian tugas dan kewenangan transaksi antara internal Kementerian Keuangan. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup c. Pelaksanaan transaksi lindung nilai yang mencakup perencanaan kebijakan lindung nilai, identifikasi kebutuhan transaksi lindung nilai, pemilihan counterparty lindung nilai, dan proses pelaksanaan transaksi. d. Pelaksanaan penatausahaan transaksi lindung nilai yang mencakup dokumentasi transaksi, penganggaran transaksi, setelmen transaksi, dan akuntansi dan pelaporan transaksi. e. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi transaksi lindung nilai yang mencakup kondisi dan kinerja counterparty, serta efektivitas transaksi lindung nilai. 16. Penyelesaian Pembayaran Biaya Transfer Pembayaran Utang Pembayaran utang pemerintah terhadap beberapa kreditor di luar negeri menimbulkan beban biaya transfer antar rekening yang harus ditanggung. Setelah dilakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan koordinasi internal di lingkungan Kementerian Keuangan, maka mulai tahun 2012, beban biaya transfer pembayaran utang pemerintah ke luar negeri yang semula menjadi beban Bank Indonesia telah dialihkan menjadi kewajiban Kementerian Keuangan yang ditindaklanjuti dengan dilakukannya auto debet ke rekening biaya transfer yang telah ditetapkan. 17. Optimalisasi Sistem Aplikasi Debt Management Financial Analysis System (DMFAS) untuk pemanfaatan pengelolaan pinjaman dan Surat Berharga Negara Sejak tahun 1999 telah terdapat 2 (dua) aplikasi yang digunakan dalam rangka pengelolaan utang pemerintah, yaitu Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS) untuk pengelolaan pinjaman dan Aplikasi Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON) untuk pengelolaan Surat Berharga Negara. Dalam rangka meningkatkan integrasi data utang, pada tahun 2012 telah dilakukan kerjasama antara Kementerian Keuangan dengan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) untuk melakukan ujicoba penyatuan sistem aplikasi dan database pengelolaan pinjaman dengan Surat Berharga Negara yang diakomodir dengan pengembangan Aplikasi DMFAS versi 6.0. 15. Revisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tahapan revisi UU No.33 Tahun 2004 dibagi dalam 3 tahapan: a.Harmonisasi; b. Finalisasi Rancangan Undang-Undang; c. Penyampaian ke Badan Legislatif DPR RI. Sampai dengan 31 Agustus 2012, seluruh tahapan kedua dengan bobot 70% sudah dipenuhi, yang mencakup kegiatan sampai dengan didapatkan draft net hasil legal drafting oleh Kementerian Hukum dan HAM. Saat ini hasil legal drafting draft RUU telah disampaikan kepada Presiden melalui Mensesneg dengan Surat Menkeu Nomor S-568/MK.07/2012 tanggal 3 Agustus 2012. Kemudian Mensesneg menyurati Menteri Keuangan pada melalui Surat dengan Nomor B-1113/M.Sesneg/D-4/ PU.00/08/2012 tanggal 27 Agustus 2012 yang isinya antara lain memberitahukan bahwa RUU dimaksud tidak masuk dalam Prolegnas 2012, sehingga Presiden tidak dapat mengeluarkan surat untuk menyampaikannya ke DPR RI pada tahun 2012. Kementerian Keuangan telah berkoordinasi dengan Kemkumham, namun RUU tersebut tidak dapat dimasukkan dalam Prolegnas 2012. Akhirnya dokumen Draft net RUU telah disampaikan ke Kemkumham pada tanggal 27 Sept 2012 untuk dimasukkan dalam Prolegnas 2013, sebagaimana gambar 3.1 dan tabel 3.89. 18. Lokakarya APIP K/L dan Pemda dengan tema “Penguatan Peran APIP dalam Peningkatan Kualitas Pengelolaan Keuangan Negara dan Kinerja Instansi Pemerintah”. Kondisi pada awal tahun 2012 memperlihatkan masih adanya berbagai kekurangan yang harus terus dibenahi di bidang pengelolaan keuangan dan kinerja oleh jajaran manajemen pemerintah, baik pada level pusat maupun daerah. Berbagai kekurangan tersebut, antara lain: a. penyerapan anggaran yang masih belum maksimal; b. tax ratio yang relatif masih rendah; c. kelemahan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh para Bendahara; d. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2010 yang masih memperoleh opini “Wajar Dengan Pengecualian” Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 139 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Gambar 3.1. Tahapan Revisi UU Nomor 33 Tahun 2004 15% 15% 70% Finalisasi Kementerian Hukum dan HAM, usulan masuk Prolegnas Finalisasi Kementerian Hukum dan HAM, usulan masuk Prolegnas Harmonisasi Tercapai s.d. Triwulam III Tabel 3.89 Progress Tahapan Revisi UU 33/2004 (RUU HKPD) No Rencana kegiatan TW Pelaksanaan • 1. Harmonisasi RUU 1 • • • 2 • • 140 Capaian Keterangan 35% 75% substansi RUU telah disepakati bersama Kementerian Dalam Negeri dan Bappenas Rapat koordinasi Dirjen PK Kementerian Keuangan dengan Dirjen Keuda Kementerian Dalam Negeri (12 April 2012) Rakor Pimpinan Dirjen PK dengan Setwapres (18 April 2012) Harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (1 Mei 2012) 35% Pending matters yang belum disepakati dan legal drafting RUU secara keseluruhan Rapat Pleno Kementerian Hukum dan HAM (14 Feb 2012), Pembahasan lanjutan (20-22 Feb 2012 dan 27-28 Feb 2012), Pembahasan dengan Kementerian Dalam Negeri dan Bappenas (20-30 Maret 2012) 2. Finalisasi Rancangan Undang-Undang 3 Draft bersih RUU diterima dari Kementerian Hukum dan HAM, Pengusulan Prolegnas, kemudian disampaikan ke Sekretariat Negara 15% 3. Penyampaian ke Badan Legislatif DPR RI 4 Ampres dikeluarkan, Sekretariat Negara meminta paraf kepada Kementerian/lembaga terkait, kemudian disampaikan kepada Badan Legislatif DPR 15% Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup (WDP), demikian juga Laporan Keuangan K/L dan Pemerintah Daerah yang masih banyak yang baru memperoleh opini WDP atau malah “Tidak Menyatakan Pendapat; serta e. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang pada tahun 2011 baru mencapai skala 3,00 dari target 5,00 di tahun 2014. Pembenahan tersebut secara menyeluruh sedang dijalankan oleh Pemerintah melalui program reformasi birokrasi. Upaya ini perlu dijalankan dengan lebih sistematis dan terstruktur, terutama untuk menyelesaikan berbagai kekurangan tersebut oleh segenap unsur pemerintah, terutama pihak manajemen. Dalam pelaksanaannya Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dapat dimintakan kontribusinya lebih banyak sesuai dengan peran dan fungsinya. APIP harus dapat memberikan keyakinan bahwa pengelolaan keuangan dan pelaksanaan tugas serta fungsi dapat bebas dari praktik penyimpangan. Selain itu, APIP juga perlu mengembangkan peran utama lainnya yang sangat penting yaitu membantu manajemen instansi pemerintah untuk merancang berbagai perbaikan sistem agar tools kontrol dan manajemen risiko dapat berjalan efektif untuk mendapatkan kondisi governance yang lebih baik. Dalam rangka menguatkan peran APIP bagi peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara dan kinerja instansi pemerintah tersebut, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyelenggarakan lokakarya bagi segenap APIP di lingkungan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Lokakarya ini diselenggarakan pada tanggal 22 Februari 2012 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan yang dibuka langsung oleh Wakil Presiden, Budiono. Lokakarya ini dihadiri sekitar 350 peserta, termasuk kepala UKP4; Menteri PAN dan RB; Kepala BPKP; beberapa perwakilan gubernur, bupati, dan walikota; Inspektur jenderal dan seluruh Sekretaris Itjen dari berbagai K/L, serta beberapa Inspektur daerah dari perwakilan provinsi, kabupaten, dan kota. Acara lokakarya meliputi, arahan dari Wakil Presiden; keynote speech dari Menteri Keuangan, Kepala UKP4, Menteri PAN dan RB, dan Kepala BPKP; diskusi panel mengenai peningkatan pengelolaan keuangan negara serta peningkatan kinerja instansi pemerintah dan penguatan kapabilitas APIP; serta tinjauan akademis dan best practices tentang posisi dan peran ideal yang harus dijalankan oleh auditor internal agar dapat memberikan nilai tambah kepada instansi pemerintah. Pelaksanaan kegiatan ini telah disajikan dalam bentuk Prosiding Lokakarya Aparat Pengawasan Intern Pemerintah ( APIP ) kementerian negara/lembaga dan pemerintah daerah. Pokokpokok pikiran dimaksud dalam bentuk ikhtisar atas materi yang disampaikan oleh bapak wakil presiden RI, para keynote speakers, dan para penelis yang dilengkapi dengan transkripsi arahan bapak wakil presiden RI dan materi paparan dari para keynote speakers dan panelis, serta tanya jawab dari dua sesi diskusi panel. 19. Sertifikasi ISO 9001: 2008 atas Quality Management System (QMS) Itjen. Kementerian Keuangan merupakan salah satu institusi pemerintah yang saat ini sangat dominan dalam penerapan good governance dalam organisasinya. Sampai saat ini berbagai sistem telah diterapkan untuk memenuhi kriteria sebagai good governance, seperti: penerapan Balance scorecard, Performancebase Budgeting, Risk Management, modernisasi kantor-kantor pelayanan dan lain sebagainya, yang kesemuanya dikemas dalam suatu program Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan. Itjen sebagai unit pengawas yang mengawal perwujudan good governance di lingkungan Kementerian Keuangan, merasa perlu untuk merancang dan mengendalikan proses bisnisnya dalam suatu kerangka terstandarisasi agar dapat memberi keyakinan kepada stakeholder bahwa kebutuhan dan harapan mereka dapat dipahami dan dipenuhi secara konsisten. Untuk mewujudkan hal ini, sejak tahun 2009, Itjen mencoba mengembangkan Quality Management System (QMS) ISO 9001: 2008, suatu sistem manajemen yang telah dikenal dan diakui secara worldwide sebagai dasar untuk mengembangkan sistem manjemen dalam suatu organisasi, baik untuk organisasi swasta, pemerintah, maupun organisasi non profit lainnya. Awalnya, Itjen mengembangkan QMS ISO 9001: 2008 untuk lingkup Bagian Organisasi dan Tata Laksana (BOT), suatu eselon III di lingkungan Sekretariat Itjen, sebagai pilot project. Setelah kurang lebih delapan bulan mengembangkan QMS ISO 9001: 2008, akhirnya pada pertengahan Maret 2010, BOT Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 141 Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Daftar Isi Kata Pengantar secara resmi mendapatkan sertifikat ISO 9001: 2008 dari Badan Sertifikasi Independen, yang menunjukkan telah dipenuhinya standar QMS ISO 9001: 2008. Menindaklanjuti keberhasilan BOT mendapatkan sertifikat ISO 9001: 2008, Sekretariat Itjen sejak tahun 2010 mulai mengembangkan QMS ISO 9001: 2008 secara keseluruhan dengan harapan memperbaiki dan meningkatkan secara terus-menerus layanan Sekretariat terhadap fungsi pengawasan Itjen. Akhirnya, setelah kurang lebih satu setengah tahun melaksanakan berbagai kegiatan pengembangan yang direncanakan, pada akhir tahun 2011, berdasarkan hasil audit dari badan sertifikasi independen, Sekretariat pun berhasil mendapatkan sertifikat ISO 9001: 2008 atas Quality Management System yang telah dibangunnya. Akhirnya, setelah selama setahun melaksanakan berbagai kegiatan pengembangan di atas, pada akhir tahun 2012, berdasarkan hasil audit dari badan sertifikasi independen – Indo Quality Aradinamis (IQA) cert. -, Itjen mendapatkan sertifikat ISO 9001: 2008 atas Quality Management System yang dirancang Itjen. Dengan sertifikasi ini, dapat dikatakan bahwa sistem manajemen mutu Itjen telah memenuhi persyaratan minimal sebagai organisasi yang berstandar internasional. Hal ini mendorong Itjen untuk terus menjaga konsistensi dan kesinambungan penerapan QMS ISO 9001: 2008 dalam memelihara dan/atau improve mutu layanan agar dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan kepuasan stakeholders-nya. Selanjutnya, demi memperoleh manfaat yang lebih besar dari QMS ISO 9001: 2008, serta memenuhi amanat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 440/KMK.01/2011 tentang Grand Design Sertifikasi Kegiatan Pelayanan Berstandar Internasional di Lingkungan Kementerian Keuangan Tahun 2011 – 2014, penerapan QMS ISO 9001: 2008 diperluas cakupannya untuk level Itjen mulai tahun 2012. Tahap pengembangan QMS ISO 9001: 2008 yang dilakukan adalah sebagaimana gambar 3.2 20. Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan ditunjuk sebagai Ketua Komite Telaah Sejawat dalam Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). TAHAP I TAHAP III PENINJAUAN SISTEM MANAJEMEN DAN PERSIAPAN PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN Pembentukan organisasi profesi auditor dengan nama Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesi (AAIPI) merupakan reformasi birokrasi di bidang pengawasan. Organisasi ini TAHAP IV TAHAP V PENERAPAN QMS ISO 9001:2008 PERSIAPAN SERTIFIKASI QMS ISO 9001:2008 TAHAP II PELATIHAN PEMAHAMAN PERSYARATAN DAN DOKUMENTASI QMS ISO 9001:2008 Gambar 3.2. Tahapan Pengembangan QMS ISO 9001: 2008 142 Ringkasan Eksekutif Kementerian Keuangan Republik Indonesia TAHAP VI AUDIT SERTIFIKASI QMS ISO 9001:2008 BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup dibentuk untuk mengemban amanat PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa pelaksanaan audit intern di lingkungan instansi Pemerintah oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. Selanjutnya, dalam Pasal 52 ayat (1) dan (3) disebutkan, bahwa untuk menjaga perilaku pejabat auditor disusun kode etik aparat pengawas intern pemerintah, sedangkan kode etik tersebut disusun oleh organisasi profesi auditor, dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai upaya menjaga kualitas hasil audit maka pada Pasal 53 diamanatkan adanya standar audit sedangkan pada Pasal 55 secara berkala dilaksanakan telaah sejawat (peer reviu) yang pedomannya juga disusun oleh organisasi profesi auditor. Setelah melalui beberapa proses, AAIPI terbentuk, diketuai oleh Irjen Kementerian PU, Mochamad Basoeki Hadimoeljono, dan kepengurusan AAIPI periode 2012 s.d 2015 telah dikukuhkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Prof. DR. Budiono pada tanggal 19 Desember 2012 di Istana Wakil Presiden. Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Sonny Loho, ditunjuk sebagai Ketua Komite Telaah Sejawat. IA management and professional practice uniformly applied IA learning from inside and outside he organization for continuous improvement Sustainable and repeatable IA practices and procedures IA integrates information from across the organization to improve governance and risk management No sustainable, repeatable, capabilities - dependent upon individual efforts LEVEL 3 Integrated LEVEL 2 Infrastructure LEVEL 1 Initial Gambar 3.3. IA-CM Levels LEVEL 4 Managed LEVEL 6 Optimizing Organisasi profesi auditor internal pemerintah ini diharapkan dapat menjadi perekat dan pembangun sinergi jabatan fungsional yang ada di APIP, sekaligus sebagai mitra pengembangan profesionalisme dan pengembangan kapabilitas APIP. Selain itu, dengan keanggotaan di AAIPI, diharapkan Itjen Kementerian Keuangan dapat lebih memberikan sumbangsih dalam rangka pembinaan, pengembangan dan pembangunan profesi auditor intern pemerintah. 21. Level 3 Hasil Assessment atas Tata Kelola (Internal Audit Capability Model / /IACM) Itjen oleh BPKP. Dalam rangka melakukan pemetaan levelling kapabilitas Aparan Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dalam mewujudkan kualitas akuntabilitas dan tata kelola keuangan negara, Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) melaksanakan evaluasi/assessment tata kelola APIP di lingkungan K/L dan Pemerintah Daerah. Evaluasi/assessment dilakukan untuk melihat kemampuaan APIP dalam melaksanakan tugas-tugas pengawasan yang terdiri dari tiga unsur yang saling terkait, yaitu kapasitas, kewenangan, dan kompetensi SDM APIP yang harus dimiliki APIP agar dapat mewujudkan perannya secara efektif. Metodologi pemetaan mengacu kepada Internal Audit Capability Model (IA-CM) yang dikembangkan oleh The Institute of Internal Auditor (IIA) dengan beberapa penyesuaian. Dengan model tersebut, tingkat kapabilitas APIP dikelompokan ke dalam tingkatan (level), yaitu level 1 (initial), Level 2 (Infrastructure), Level 3 (Integrated), Level 4 (managed), dan Level 5 (Optimizing). Level IA-CM bersifat progresif artinya makin tinggi levelnya semakin baik kapabilitasnya dan level rendah merupakan fondasi bagi level lebih tinggi. Setiap level terdiri dari 6 (enam) elemen yang dipetakan, yaitu peran dan layanan APIP, pengelolaan SDM, praktik profesional, akuntabilitas dan manajemen kinerja, budaya dan hubungan organisasi, serta struktur tata kelola. (lihat gambar 3.3). Pada akhir tahun 2011, BPKP melakukan evaluasi/assessment tata kelola APIP pada Itjen Kementerian Keuangan. Evaluasi/ assessment dilakukan dengan menggunakan formulir isian yang diisi oleh Itjen Kementerian Keuangan sendiri dan divalidasi oleh BPKP. Hasil evaluasi/assessment Tata Kelola Itjen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 143 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan oleh BPKP menunjukkan bahwa secara keseluruhan Itjen Kementerian Keuangan berada pada level 3 (integrated), artinya seluruh kriteria untuk level tersebut telah terpenuhi 100 % (telah dilaksanakan secara rutin/berulang dan berkesinambungan). Pada hasil pemetaan/assessment kapabilitas APIP 2010-2011 terhadap 331 APIP pusat dan daerah, dengan pendekatan IACM oleh BPKP diketahui bahwa secara nasional 93,96% APIP masih berada di level 1 (initial), selanjutnya 5,74% berada di level 2 (infrastructure) dan hanya 1 APIP yang berada di level 3 (integrated), yaitu Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Walaupun demikian, Itjen akan tetap terus memperbaiki area-area yang masih bisa ditingkatkan sesuai rekomendasi BPKP untuk menaikkan masing-masing elemen ke capaian level yang lebih tinggi. Selama tahun 2012, Itjen melakukan berbagai improvement untuk memenuhi rekomendasi BPKP. Perbaikan yang dilakukan, antara lain: a. Itjen mulai melaksanakan audit atas manajemen risiko pada lingkup organisasi secara keseluruhan/enterprise wide risk; b. Itjen menginformasikan dan mempublikasikan kepengurusan dan kontribusinya pada organisasi profesi dalam laporan kinerjanya; serta c. Itjen menyelaraskan kegiatan pengembangan SDM jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan layanan yang akan diberikan pada masa mendatang sejalan dengan kebutuhan Rencana Strategis Kementerian. Pada akhir tahun 2012, Itjen melaksanakan penilaian/ assessment mandiri sebagaimana dilaksanakan oleh BPKP atas Tata Kelola Itjen berdasarkan IACM, dengan hasil Itjen konsisten berada di Level 3 (integrated). Perbaikan-perbaikan akan terus Itjen laksanakan untuk mencapai level IACM yang lebih tinggi. 22. Konferensi dan Pameran Reformasi dan Birokrasi dan Stakeholder Meeting. Mengambil momen pasca hari raya Idul Fitri, di Aula Bhirawa, Hotel Bidakara Jakarta diselenggarakan pameran, konferensi, dan stakeholder meeting tahun 2012. Diselenggarakan mulai tanggal 27 – 29 Agustus 2012, kegiatan ini melibatkan beberapa pihak dari lingkungan pemerintahan, akademik, dan 144 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif organisasi internasional. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Keuangan, BPKP, Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Australia AID, dan US AID. Mengusung beberapa tokoh nasional dan internasional sebagai keynote speaker. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi (Azwar Abubakar), Menteri BUMN (Dahlan Iskan), Kepala BPKP (Mardiasmo), Direktur LKPP (Bima Wibisana), Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi (Eko Prasodjo), dan Walikota Denpasar (Ida Bagus Rai Mantra) turut serta dalam acara ini. Kegiatan ini membahas isu-isu terkait reformasi manajemen keuangan negara dan perencanaan nasional, reformasi birokrasi untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja, serta stabilitas ketahanan nasional, dan reformasi birokrasi di pemerintahan daerah. Pada kesempatan ini pula, Kementerian Keuangan yang diwakili oleh Inspektorat Jenderal dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, turut berpartisipasi dalam sesi pameran reformasi birokrasi bersama dengan 27 organisasi lain. Materi yang ditampilkan pada pameran ini adalah capaiancapaian Kementerian Keuangan terkait penyelenggaraan reformasi birokrasi pada seluruh unit eselon 1. 21. Pencanangan Zona Integritas Kementerian Keuangan. Terkait dengan rangkaian acara Peringatan Hari Oeang ke 66, pada tanggal 31 Oktober 2012 Menteri Keuangan mencanangkan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan seluruh Indonesia. Acara dengan tema “Mewujudkan Zona Integritas dengan Nilai-nilai Kementerian Keuangan” diselenggarakan di gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dihadiri oleh seluruh pejabat eselon I dan II di lingkungan Kementerian Keuangan. Kegiatan ini dihadiri oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN & RB) Azwar Abubakar, Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, dan Wakil Ketua Ombudsman Republik Indonesia Azlaini Agus. Dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hadir Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Sedangkan dari perwakilan asing hadir dari World Bank dan PBB. BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup Acara diawali dengan pemutaran video tentang Reformasi Birokrasi di Kemenkeu, dan dilanjutkan dengan pembacaan Naskah Deklarasi (berdasarkan PermenPAN 60 tahun 2012) oleh Menkeu didampingi para pejabat eselon I, kemudian penandatanganan Piagam Pencanangan Zona Integritas oleh Menkeu disaksikan Menteri PAN &RB, wakil dari KPK, dan wakil ketua Ombudsman. 22. Seminar Internasional Stabilitas Keuangan “Financial Stability Through Effective Crisis Management and Inter-Agency Coordination Held by Coordination Forum of Financial Stability” Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) membuktikan efektifitas kerjanya melalui koordinasi empat lembaga didalamnya (Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan) dengan menyelenggarakan Seminar Internasional Stabilitas Keuangan yang bertemakan “Financial Stability Through Effective Crisis Management And Inter-Agency Coordination Held By Coordination Forum Of Finacial System Stability”. Bertempat di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Seminar ini berlangsung selama dua hari (6-7 Desember). Menteri Keuangan membuka acara seminar ini. Dalam Opening remarksnya, Menkeu menjelaskan bahwa peristiwa beberapa tahun terakhir telah menunjukkan kepada kita bahwa krisis yang dipicu oleh sektor keuangan dapat memiliki dampak yang mendalam dan jangka panjang pada ekonomi riil. Indonesia sedang melakukan reformasi sektor keuangan yang penting. Sebagai salah satu sektor yang paling penting untuk pembangunan ekonomi, sektor keuangan (baik bank dan lembaga keuangan lainnya) selalu menjadi bagian dari upaya reformasi yang sedang berlangsung untuk mencapai yang lebih baik, lebih transparan, dan intermediasi keuangan yang lebih efisien. Salah satu upaya reformasi adalah pengembangan kerangka regulasi dan pengawasan sektor jasa keuangan melalui pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang komprehensif dan terintegrasi berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011. Bersamaan dengan pembentukan OJK, Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (Jaring pengaman Sektor Keuangan-JPSK) bersama-sama dengan DPR untuk secara signifikan meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Rancangan UU yang telah lama ditunggu harus diselesaikan sesegera mungkin untuk mengatur jaring pengaman keuangan terhadap krisis masuk yang mungkin ada di depan kami setiap saat. Belajar dari krisis masa lalu, menjaga stabilitas sistem keuangan memerlukan koordinasi yang efektif antar berbagai instansi. Untuk mengantisipasi dan mitigasi krisis, Pemerintah dan otoritas keuangan lainnya, Bank Indonesia dan Indonesia Deposit Insurance Corporation telah membentuk Forum Stabilitas Sistem Keuangan Koordinasi (FKSSK). Forum ini, sebagaimana diamanatkan oleh UU OJK, memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Seperti krisis sebelumnya menunjukkan kepada kita, penanganan stabilitas sistem keuangan memerlukan koordinasi yang efektif antara Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). FKSSK memiliki beberapa mandat seperti memutuskan status Stabilitas Sistem Keuangan, mengusulkan rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan dan / atau membuat kebijakan untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan serta menentukan dan melaksanakan kebijakan dalam rangka mencegah dan mengurangi krisis, seperti diungkapkan oleh Menteri Keuangan. Seminar ini merupakan seminar pertama yang diselenggarakan empat lembaga tersebut dibawah koordinasi FKSSK. 23. Seminar Ekonomi Hijau (Green Economy) Konsep Green Economy adalah komponen penting dari rencana pembangunan ekonomi Indonesia. Konsep ini merupakan pendekatan yang komprehensif untuk mencerminkan saling ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem, dengan mempertimbangkan dampak negatif dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan. Implementasi Green Economy bukan hanya tentang masalah lingkungan, melainkan bagaimana mengelola sumber daya alam yang terbatas untuk meningkatkan kegiatan ekonomi secara berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan Kebijakan nasional jangka panjang dan menengah diarahkan untuk mendorong pembangunan yang pro-poor, pro-jobs, pro-growth dan proenvironment. Selain itu, prioritas nasional untuk mencapai tujuan pembangunan jangka panjang yang ditetapkan dalam rencana pembangunan nasional untuk 2005 - 2025 ( UU no 17/2007), yang berisi kebijakan yang spesifik dan tujuan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 145 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Ringkasan Eksekutif pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam dan pengelolaan lingkungan. diperkenalkan instrumen fiskal melalui investment allowances, tax holidays, and tax and import duty exemptions. Pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Keuangan memegang peranan penting untuk melakukan pemetaan jalan menuju Green Economy untuk memperkuat aktivitas ekonomi nasional. Ide-ide baru dan sumber informasi dari lembaga-lembaga internasional dibutuhkan dalam melakukan transformasi menuju Green Economy melalui kebijakan fiskal. Menindaklanjuti hal tersebut, Kemenkeu pada tanggal 23 – 24 Oktober menyelenggarakan seminar dengan tema“Seminar on Charting the Way to a Green Economy through Fiscal Policy Reforms : A Role for Ministry of Finance”. Bertempat di Hotel Ritz Carlton Jakarta, Mega Kuningan, acara ini dibuka oleh Menteri Keuangan RI, Agus D.W. Martowardojo. Pada kesempatan tersebut, Prof. Dr. Emil Salim menjadi keynote speaker yang kemudian berlanjut ke sesi seminar yang terbagi dalam tiga sesi seminar. Prof. Dr. Bambang P.S. Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu menjadi salah satu narasumber pada sesi kedua, namun sebelumnya Kepala BKF bersama Prof. Dr. Emil Salim melakukan press conference mengenai seputar green economy, baik pada faktor pendukung, pemanfaatan sumber daya alam menjadi bernilai tambah, maupun terobosan-terobosannya. Dihadiri oleh para undangan dari Kementerian dan lembaga serta perwakilan dari AusAID, UK Climate Change Unit, GIZ, World Bank, ADB, JICA, UNEP, UNESCAP, OECD dan Global Green Growth Institute, Menteri Keuangan dalam sambutannya (Opening remarks) membuka acara tersebut mengatakan bahwa menuju keberhasilan transisi ke arah ekonomi hijau memerlukan komitmen yang kuat, rencana dikelola dengan baik dengan tujuan yang jelas dan terukur, pelaksanaan yang kuat dan mekanisme pengawasan, serta rasa kepemilikan dan kolaborasi di antara semua pemangku kepentingan. Kementerian Keuangan dapat menciptakan kondisi yang lebih kondusif dalam bentuk kebijakan fiskal yang relevan, serta menggunakan pengeluaran strategis dan ditargetkan. Kita bisa memainkan peran kunci dalam mengakses dan mengelola pembiayaan internasional. Selain itu Menkeu dalam opening remarks-nya dijelaskan bahwa ada dua arah kebijakan utama: Pertama, untuk meningkatkan alokasi anggaran dan kualitas pengeluaran untuk program-program pembangunan berkelanjutan di kementerian terkait dan, Kedua, untuk mengurangi pengeluaran yang tidak efisien dan distorsi sambil meningkatkan insentif bagi pengurangan emisi gas rumah kaca. Di sisi pengeluaran, telah ditingkatkan anggaran untuk program lingkungan dan kehutanan, dan bekerja sama dengan kementerian perencanaan pembangunan nasional dalam pendanaan komitmen nasional menengah dan jangka panjang untuk mengurangi emisi karbon. Di sisi insentif, telah 146 Kata Pengantar Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kepala Pusat Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM), Dr. Irfa Ampri, menjadi chairman pada sesi ketiga yang membahas topik ”Investments and Innovation for Infrastructure in a Green Economy”. Pada Sesi ini membahas eksplorasi peluang dan lingkungan yang kondusif yang diperlukan untuk menarik keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur di ekonomi hijau. Berlanjut pada hari kedua, acara terbagi dalam empat Working Group dengan masing-masing topik: Sustainable Energy Infrastructure (Renewable Energy: Geothermal, Hydro, Solar), Green Economy Financing, Local Government Roles on Green Economy, dan Green Production and Consumption (Energy Efficiency). Keseluruhan acara ditutup pada sore hari oleh Kepala PKPPIM, Badan Kebijakan Fiskal. 24. International Workshop on Indonesia Excise Tax Reform Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Asia-Pacific Tax Forum (APTF) mengadakan kegiatan International Workshop yang bertajuk Indonesia Excise Tax Reform. Workshop ini diselenggarakan pada tanggal 26-27 September 2012 bertempat di Hotel Grand Royal Panghegar, Bandung. Workshop yang dilangsungkan selama dua hari ini dihadiri oleh peserta dari berbagai instansi pemerintah selain dari unit Eselon I di Kementerian Keuangan seperti dari Direktorat Jenderal Bea Cukai Kanwil Jawa Barat, Direktorat Jenderal Pajak Kanwil Jawa Barat juga dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, dan instansi BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup pemerintah lainnya. Selain itu peserta dari kalangan akademisi juga tak kalah pentingnya dalam memberikan pendapat dan masukan dalam workshop kali ini seperti dari Universitas Trisakti, Universitas Parahyangan, UNJ, dan instansi pendidikan lainnya. Hari pertama pelaksanaan kegiatan ini diisi dengan diskusi kelompok yang dilaksanakan dengan membagi peserta menjadi beberapa working group. Pelaksanaan diskusi ini dipandu oleh para peneliti dari BKF. Adapun tema yang dibahas pada working group ini adalah “Kebijakan Cukai Hasil Tembakau Indonesia” yang dipandu oleh Bapak Almizan Ulfa dan Bapak Makmun. Pembahasan pada diskusi selanjutnya bertema “Kebijakan atas Cukai Alkohol” yang dibawakan oleh Bapak Eddy Mayor Putra Sitepu. Sebagai penutup, tema terakhir pada workshop hari pertama ini berjudul “Optimizing State Revenue: Cukai atas otomotif” yang dibawakan oleh Bapak Purwoko. Adapun susunan acara pada hari kedua, 27 September 2012, International Workshop ini adalah sebagai berikut : a. Welcome remarks : Mr. Daniel A. Witt b. Keynote address : Mr. Mahendra Siregar, Deputy II Minister of Finance, Indonesia Ministry of Finance c. Session I : Policy Considerations in Excise Tax Design d. Session II : Tobacco Excise Tax Policy e. Session III : Alcohol Excise Tax Policy f. Session IV : Motor Vehicle and Petroleum Products Excise Tax Policy Materi workshop pada acara tersebut akan dihadiri dan dibawakan oleh beberapa tokoh, antara lain: a. Bambang PS Brodjonegoro, Head of Fiscal Policy Agency, Indonesia Ministry of Finance b. Andin Hadiyanto, Secretary of Fiscal Policy Agency, MoF c. Astera Primanto Bhakti, Director of the Center for State Revenue Policy, MoF d. Decy Arifinsjah, Director of the Center for Regional and Bilateral Policy, MoF e. Luky Alfirman, Director of the Center for Macro Economy Policy, MoF f. Iswan Ramdana, Director of Excise, MoF g. Professor Sijbren Cnossen, Maastricht University and Senior Economic Advisor, ITIC h. Rob Preece, Associate Director, Center for Customs and Excise Study, University of Canberra i. Kara Ribbons, Adviser, Government Advisory Services, KPMG Australia j. Permana Agung, Ph.D k. Siti Baroroh, Directorate of Beverages and Tobacco, Indonesia Ministry of Industry l. Leigh Obradovic, Senior Consultant, Government Relations, Indirect Tax, KPMG Australia m. Prof. Dr. H. Muslich Anshori, Faculty of Economics, Airlangga University (Unair) n. Nutthakorn Utensute, Excise Department, Thailand Ministry of Finance o. Raksaka Mahi, Ph.D, University of Indonesia D. Akuntabilitas Keuangan 1. Perbandingan Pagu DIPA dan Realisasi DIPA Kementerian Keuangan 2012 Per Jenis Belanja Berdasarkan data realisasi penyerapan anggaran per 20 Februari 2013 yang merujuk pada Sistem Akuntansi Umum (SAU), realisasi DIPA Kementerian Keuangan TA 2012 untuk belanja barang dan belanja modal adalah sebesar Rp7.732,38 miliar atau 85,66% dari jumlah pagu dalam DIPA sebesar Rp9.027,01 miliar. Realisasi tersebut masih belum mencapai target dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Keuangan sebesar 95%. Secara total anggaran belanja, termasuk belanja pegawai, penyerapan anggaran DIPA Kementerian Keuangan adalah sebesar Rp15.709,82 miliar atau mencapai 90,28% dari total pagu sebesar Rp.17.402,10 miliar. Perbandingan realisasi penyerapan DIPA per jenis belanja untuk tahun anggaran 2010, 2011 dan 2012 tersaji dalam tabel 3.90. Berdasarkan data realisasi Kementerian Keuangan dari TA 2010 sampai dengan 2012, Realisasi Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan terus meningkat baik per jenis belanja maupun secara keseluruhan. Realisasi belanja modal meningkat dari tahun 2010 sebesar 71,06 persen menjadi sebesar 72,65 persen pada tahun 2011 dan 86,09 persen pada tahun 2012. Sedangkan realisasi belanja barang, dari realisasi pada tahun 2010 sebesar 76,09 persen pada tahun 2010, meningkat menjadi 81,53 persen pada tahun 2011 dan 85,54 persen pada tahun 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 147 Tabel 3.90 Perkembangan Realisasi Penyerapan Anggaran Kementerian Keuangan TA 2010-2012 per Jenis Belanja Jenis Belanja Tahun Anggaran 2010 Pagu Realisasi Tahun Anggaran 2011 % Pagu Realisasi Tahun Anggaran 2012 % Pagu Realisasi % Belanja Pegawai 7.626,57 7.177,47 94,11 8.000,42 7.510,44 93,88 8.375,08 7.977,44 95,25 Belanja Barang 5.161,99 3.927,56 76,09 6.476,52 5.280,13 81,53 7.127,80 6.097,35 85,54 Belanja Modal 2.603,30 1.849,95 71,06 2.869,82 2.084,80 72,65 1.899,22 1.635,03 86,09 15.391,87 12.954,98 84,17 17.346,78 14.875,39 85,75 17.402,10 15.709,82 90,28 Total Tabel 3.91 Realisasi DIPA Kementerian Keuangan 2012 Per Program No. Program 1. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan 2. Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan 3. Pengelolaan Anggaran Negara 4. Realisasi (Rp.) % 6.787,06 6.048,90 89,12 94,74 88,84 93,35 139,37 125,58 90,10 Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 4.997,44 4.606,09 92,17 5. Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai 2.130,57 1.983,14 93,08 6. Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 117,46 112,70 95,94 7. Pengelolaan dan Pembiayaaan Utang 70,75 67,95 96,05 8. Pengelolaan Perbendaharaan Negara 1.534,47 1.413,97 92,15 9. Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 601,26 553,14 92,00 10. Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank 361,10 183,32 50,77 11. Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Keuangan 421,88 395,20 93,67 12. Perumusan Kebijakan Fiskal 145,99 131,40 90,01 17.402,10 15.709,82 90,28 Total *) Sumber : SAU per 20 Februari 2013 148 Pagu (Rp.) Kementerian Keuangan Republik Indonesia Realisasi belanja barang dan belanja modal yang menjadi salah satu IKU Kementerian Keuangan terus mengalami peningkatan, dari sebesar 74,40 persen pada tahun 2010, meningkat menjadi 78,80 persen dan meningkat menjadi 85,66 persen pada tahun 2012. 2. Perbandingan PAGU DIPA dan Realisasi DIPA Kementerian Keuangan 2012 Per Program Pada tahun anggaran 2012, Kementerian Keuangan melaksanakan 12 program, yang masing-masing dilaksanakan oleh unit eselon I sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adapun total Pagu DIPA Kementerian Keuangan TA 2012 sebesar Rp.17.402,10 miliar. Adapun rincian realisasi penyerapan DIPA per program TA 2012 tersaji dalam tabel 3.91 Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan TA 2012 sebesar 90,28 persen belum memenuhi target yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 95 persen. Beberapa kendala yang menyebabkan tidak tercapainya target tersebut antara lain: a. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) pada satker yang belum memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa, sehingga menghambat proses pengadaan; b. Keterlambatan dalam penetapan pejabat pelaksana anggaran; c. Terdapat anggaran yang masih diblokir pagunya karena belum lengkapnya dokumen pendukung atau persyaratan; d. Adanya gagal lelang dan kendala dalam proses pengadaan barang dan jasa, diantaranya karena adanya sanggahan banding yang menyebabkan lelang ulang; e. Terhambatnya pelaksanaan pembangunan dan renovasi gedung karena kendala persetujuan teknis dari pihak eksternal, seperti persyaratan clearence dan penghapusan BMN; f. Penyelesaian pekerjaan yang melewati batas waktu kontrak; g. Adanya kebijakan penghematan anggaran pada tahun pelaksanaan anggaran; dan h. Adanya perubahan struktur organisasi pada Kementerian Keuangan (Bapepam-LK menjadi OJK). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 149 150 Kementerian Keuangan Republik Indonesia BAB IV PENUTUP Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 151 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Kata Pengantar BAB IV Penutup 152 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Ringkasan Eksekutif BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup LAKIP Kementerian Keuangan ini merupakan laporan pertanggungjawaban atas pencapaian pelaksanaan visi dan misi Kementerian Keuangan menuju good governance dengan mengacu pada Rencana Strategis tahun 2010-2014. Penyusunan LAKIP Kementerian Keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. LAKIP ini merupakan LAKIP tahun ketiga pelaksanaan RPJMN tahun 2010-2014. Sebagai pengelola keuangan dan kekayaan negara, Kementerian Keuangan telah mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Dalam situasi dan kondisi perekonomian yang sangat fluktuatif, tugas pengelolaan keuangan negara dirasakan semakin berat dan penuh tantangan. Namun demikian, aparatur Kementerian Keuangan telah berhasil mengatasi tantangan tersebut, sehingga tugas yang diemban dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Hal ini tampak pada pencapaian IKU pada tahun 2012 sudah sesuai dengan target yang ditetapkan, walaupun masih terdapat beberapa IKU belum mencapai target yang ditentukan. Langkah-langkah kedepan yang harus dilakukan oleh Kementerian Keuangan dalam upaya memperbaiki kinerja dan menghadapi tantangan ke depan, antara lain: 1. Peningkatan realisasi Pendapatan Negara dengan mengamankan rencana penerimaan perpajakan, diantaranya melakukan penyempurnaan sistem administrasi pajak terutama sistem administrasi yang berbasis teknologi informasi, dan peningkatan pengawasan di bidang perpajakan. Di samping itu, peningkatan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan, serta penyempurnaan sistem administrasi pengelolaan PNBP 2. Mengoptimalkan penyerapan Belanja Negara dengan melaksanakan sosialisasi dan bimtek kepada stakeholder untuk percepatan penyerapan anggaran, dan penyusunan modul/guideline pelaksanaan APBN yang berdasarkan PMK Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 153 Daftar Isi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan 3. Mengupayakan pengembangan pasar SBN domestik antara lain melalui perluasan basis investor SBN domestik, dan pengembangan instrumen SBN. Di samping itu juga mengembangkan strategi pengelolaan risiko nilai tukar melalui instrumen derivatif (hedging) dan penerapan konsep asset liability management, serta mengimplementasikan CMP (Crisis Management Protocol) dan Bond Stabilization Framework (BSF) dalam rangka pemeliharaan stabilitas pasar SBN dari potensi terjadinya pembalikan modal (sudden reversal). 4. Optimalisasi pendayagunaan kekayaan negara melalui official assessment dalam rangka mengidentifikasi BMN yang berpotensi untuk ditetapkan utilisasinya dan meningkatkan koordinasi dan persamaan persepsi mengenai pentingnya penetapan status BMN. 5. Meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan negara melalui peningkatan kualitas penyusunan LKPP dan melakukan koordinasi serta konsolidasi pengelolaan pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan. 154 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Akhirnya dengan disusunnya LAKIP ini, diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan kepada seluruh pihak yang terkait mengenai tugas fungsi Kementerian Keuangan, sehingga dapat memberikan umpan balik guna peningkatan kinerja pada periode berikutnya. Secara internal LAKIP tersebut harus dijadikan motivator untuk lebih meningkatkan kinerja organisasi dengan jalan selalu menyesuaikan indikatorindikator kinerja yang telah ada dengan perkembangan tuntutan stakeholders, sehingga Kementerian Keuangan dapat semakin dirasakan keberadaannya oleh masyarakat dengan pelayanan yang profesional. MENTERI KEUANGAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO BAB I BAB II BAB III BAB IV Pendahuluan Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Penutup LAMPIRAN Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 155 MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL Kementerian/Unit Eselon I TahunAnggaran FORMULIR PENGUKURAN KINERJA No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 156 Sasaran Strategis KK-1 KK-2 KK-3 KK-4 KK-5 KK-6 KK-7 Pendapatan negara yang optimal Perencanaan dan Pelaksanaan belanja negara yang optimal Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman bagi kesinambungan fiskal Utilisasi kekayaan negara yang optimal Perimbangan keuangan yang adil dan transparan Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid Kementerian Keuangan Republik Indonesia IndikatorKinerja Target Realisasi : KementerianKeuangan : 2012 Persentase KK-1.1 Jumlahpendapatannegara Rp1.357,38 T Rp1.331,35 T 98,08% KK-1.1.1 Jumlah penerimaan pajak (triliun) Rp885,027 T Rp835,26 T 94,38% KK-1.1.2 Jumlah Penerimaan Bea dan Cukai (triliun) Rp131,211 T Rp144,46 T 110,10% KK-1.1.3 Jumlah PNBP Nasional (triliun) Rp341,142 T Rp351,63 T 103,07% KK-2.1 Persentase dana blokir (tanda bintang) 3% 1,45% 120,00% 90% 88,21% 98,01% Persentase penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L KK-2.2 KK- 3.1 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup 100% 98,87% 117,74% KK-3.2 Persentase pencapaian target effective cost 100% 80,58% 119,42% KK-4.1 Nilai kekayaan negara yang diutilisasi (dalam triliun) Rp102,56 T Rp103,31 T 100,73% KK-5.1 Indeks Pemerataan keuangan antar-daerah 0,8 0,74 107,50% KK-5.2 Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah 100% 100,12% 100,12% KK-5.3 Persentase Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan 90% 94,98% 105,53% KK-6.1 Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik 97,62 87,36 89,49% KK-6.2 Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15, BUN, dan BA 999 4 3,88 97,00% KK-7.1 Rata-rata tingkat kesehatan perusahaan efek, asuransi, dan pembiayaan 87,67% 96,94% 110,57% KK-7.2 Persentase nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di Bursa 15% 0,0011% 120,00% Formulir Pengukuran Kinerja (Lanjutan) No. 8. 9. Sasaran Strategis KK-8 KK-9 Kepuasan Pengguna Layanan yang Tinggi Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas IndikatorKinerja KK-8.1 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan KK-9.1 10. KK-10 KK-11 Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi Persentase 3,90 99,49% Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro 5% 2,52% 120,00% KK-9.2 Deviasi proyeksi APBN 5% 4,84% 103,25% KK-9.3 Deviasi Proyeksi Exercise I-Account 5% 0,29% 120,00% KK-9.4 Deviasi penetapan dana transfer ke daerah 5% 0,00% 120,00% KK-9.5 Jumlah kebijakan untuk peningkatan penerimaan negara 5 5 100,00% 100,00% 106,37% 106,37% 90% 95,11% 105,68% Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan KK-10.2 Persentase tingkat akurasi perencanaan kas KK-10.3 Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang 100% 98,13% 116,26% KK-10.4 Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PPAPBN secara tepat waktu 3 4 120,00% 50% 58,18% 116,36% 75,56 79,75 105,55% KK-10.5 11. Realisasi 3,92 KK- 10.1 Pelaksanaan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien Target KK-11.1 Persentase penyelesaian BMN Kemenkeu yang bermasalah dengan kategori rusak berat atau hilang Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 157 Formulir Pengukuran Kinerja (Lanjutan) No. 12. 158 Sasaran Strategis KK-12 IndikatorKinerja Realisasi Persentase KK-12.1 Rata-rata persentase kepatuhan dan penegakan hukum (30.23%) 60,79% 67,41% 110,89% KK12.1.1 Persentase jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar terhadap jumlah Kepala Keluarga 35,00% 35,30% 100,86% KK12.1.2 Tingkat efektivitas pemeriksaan pajak 55% 3,66% 120,00% KK12.1.3 Persentase pencairan piutang pajak 30,00% 32,30% 107,67% KK12.1.4 Persentase penyampaian SPT PPh 62,50% 51,46% 82,34% KK12.1.5 Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) 45,00% 54,00% 120,00% KK12.1.6 Persentasi hasil penyidikan bea dan cukai yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) 50,00% 82,50% 120,00% KK12.1.7 Persentase penyelesaian piutang bea dan cukai 60,00% 84,55% 120,00% KK12.1.8 Persentase pelaksanaan audit terhadap pengusaha penerima fasilitas kepabeanan dan cukai 5,00% 8,07% 120,00% KK12.1.9 Persentase kepatuhan pelaporan BMN oleh K/L 95,00% 99,22% 104,44% KK12.1.10 Persentase penyampaian APBD yang tepat waktu 90,00% 97,00% 107,78% KK12.1.11 Persentase monitoring dan evaluasi rekomendasi BPK atas LKPP yang telah ditindaklanjuti 100,00% 100,00% 100,00% Pengawasandan penegakan hukum yang efektif Kementerian Keuangan Republik Indonesia Target Formulir Pengukuran Kinerja (Lanjutan) No. 13 14 15 16 Sasaran Strategis KK13 KK-14 KK-15 KK-16 Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi Penataan organisasi yang adaptif Perwujudan TIK yang terintegrasi Pengelolaan anggaran yang optimal Jumlah anggaran tahun 2012 Jumlah realisasi anggaran tahun 2012 IndikatorKinerja KK12.1.12 Persentase sanksi administrasi atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang obyektif KK-12.2 Target Realisasi Persentase 97,00% 100% 103,09% Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden 80 83,62% 104,53% KK-12.3 Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L 80% 83,73% 110,68% KK-13.1 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya 82,50% 85,90% 104,12% KK-13.2 Persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi 85% 100% 117,65% KK-13.3 Rasio jam pelatihan dibandingkan jam kerja 2,5000% 3,1996% 120,00% KK-14.1 Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan 70% 93,23% 120,00% KK-14.2 Indeks reformasi birokrasi 92 92,53 101,66% KK-14.3 Indeks Kepuasan pegawai 3,04 3,39 111,45% KK-14.4 Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti 85% 92,86% 109,25% KK-15.1 Persentase integrasi TIK Kemenkeu (54.17%) 60% 53,78% 89,63% KK-15.2 Persentase Akurasi data SIMPEG (45.83%) 100% 99,98% 99,98% KK-16.1 Persentase Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan (100%) 95% 85,66% 90,17% : Rp 17.402.100.000.000 : Rp 15.709.820.000.000 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2012 159