BAB II METODE HAFALAN KOSA KATA BAHASA ARAB DAN KETERAMPILAN BERBICARA A. Metode Hafalan Kosa Kata Bahasa Arab 1. Pengertian Metode Hafalan dan Kosa Kata Bahasa Arab a. Metode Hafalan Metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai oleh seorang guru untuk menyajikan materi pelajaran kepada murid didalam kelas baik secara individual atau secara kelompok agar materi pelajaran dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh murid dengan baik.1 Metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran kosa kata adalah metode mahfuzat (menghafal). Metode menghafal atau hafalan yakni cara menyajikan materi pelajaran bahasa arab, dengan menyuruh siswa untuk menghafal kalimat-kalimat berupa syair, cerita, kata-kata hikmah, dan lain-lain yang menarik hati.2 Dalam belajar, menghafal bahan pelajaran merupakan salah satu kegiatan dalam rangka penguasaan bahan. Bahan pelajaran yang harus dikuasai tidak hanya dengan cara mengambil intisarinya 1 Abu Ahmadi dan Joko Tri Prastya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), hlm. 52 2 Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodolodi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: PT Raja Grafindo,1997), hlm. 205 18 19 (pokok pikirannya), tetapi ada juga bahan pelajaran yang harus dikuasai dengan cara menghafalnya. Dalam menghafal, proses mengingat memegang peranan penting. Orang akan sukar menghafal bahan pelajaran bila daya ingatnya sangat rendah. Oleh karena itu daya ingat yang kuat sangat mendukung ketahanan hafalan seseorang. Untuk menghafal kosa kata tertentu dalam bahasa asing tidak perlu seluruhnya dihafal, tetapi cukup mencari akar katanya (kata dasar). Misalnya dalam bahasa inggris, ada kata harder atau hardest. Kata-kata ini sebenarnya berasal dari kata hard yang artinya “keras”.3 b. Kosa Kata Bahasa Arab Kosa kata merupakan salah satu unsur bahasa yang harus dikuasai oleh pembelajar bahasa asing untuk dapat memperoleh kemahiran berkomunikasi dengan bahasa tersebut. Tetapi mempelajari bahasa tidak identik dengan mempelajari kosa kata. Artinya untuk memiliki kemahiran berbahasa tidak cukup hanya dengan menghafal kosa kata saja. Menurut pendapat Mahmud Kamil Naqoh pengertian kosa kata adalah sebuah alat-alat untuk pengambilan makna, sebagaimana kosa kata itu digunakan di waktu tertentu dan media untuk berfikir, maka dengan kosa kata ini pembicara dapat berfikir dan 3 Daryanto dan Mulyo Rahardjo, Media, 2012), hal. 75 Model Pembelajaran Inovatif, (Yogyakarta : Gava 20 menerjemahkan pikiran tersebut kedalam sebuah kata-kata yang ingin dibawakan atau diungkapkan.4 Makna sebuah kata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu makna denotative (ashli) dan makna konotatif (idhai). Makna denotatif adalah makna yang terdapat dalam kamus. Ada dua macam makna denotatif yaitu makna hakiki dan makna kiasan. Kata al- umm makna hakikatnya adalah “ibu yang melahirkan”. Sedangkan kata al-Umm dalam “Umm al-kitab” mengandung makna kiasan. Makna denotatif juga bisa dibedakan antara makna asal dan makna istilah. Kata al-Hatif, makna asalnya adalah “orang yang berbisik”, sedang makna istilahnya adalah “telepon”. Adapun makna konotatif, adalah makna tambahan yang terkandung di dalamnya nuansa atau kesan khusus sebagai akibat dari pengalaman para pemakai bahasa. Sebagai contoh, kata alUmm makna konotatifnya adalah kasih sayang dan perlindungan. Dari segi fungsi, kosa kata dibedakan menjadi dua : mufradat mu’jamiyah dan mufradat wazifiyah. Yang pertama adalah kosa kata yang mempunyai makna dalam kamus seperti bayt, qalam, sayyarah, (rumah, pena, mobil). Sedangkan yang kedua adalah kosa kata yang mengemban suatu fungsi, misalnya huruf al-jar, asma’ al-mausul, damair, dan sejenisnya.5 4 Madmud Kamil Naqoh, Ta’limul Lughatul Arabiyah, (makkah: Jami’ah Ummul Quro, 1985), hlm. 161 5 Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2012), hlm. 126-127 21 Mempelajari kosa kata harus dimulai dari kosa kata dasar. Kosa kata dasar adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain. Kosa kata dasar terdiri atas : Istilah kekerabatan; misalnya : ayah, ibu, anak, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi, menantu, mertua. Nama-nama bagian tubuh; misalnya: kepala, rambut, telinga, hidung, mulut, bibir, gigi, lidah, pipi, leher, dagu, bahu, tangan, jari, dada, perut, pinggang, paha, kaki, betis, telapak, punggung, darah, nafas. Kata ganti (diri, penunjuk); misalnya : saya, kamu, dia, kami, kita, mereka, ini, itu, sini, situ, sana. Kata bilangan pokok; misalnya : satu, dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya. Kata kerja pokok; misalnya : makan , minum, tidur, bangun. Kata keadaan pokok; misalnya : suka, duka, senang, susah. Benda-benda universal; misalnya : tanah, api, air, udara, langit.6 2. Langkah-langkah Metode Hafalan Langkah-langkah yang ditempuh dalam penggunaan metode hafalan antara lain: a. Test awal dan apersepsi 6 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kosa Kata, (Bandung : Angkasa, 2011), hlm. 3 22 b. Hendaklah materinya disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan perkembangan peserta didik, serta materinya menarik untuk dipelajari. c. Untuk tahap awal dipilih kalimat-kalimat yang tidak terlalu panjang, dan pada tahapan selanjutnya dapat diberikan cerita-cerita menarik, kata kata hikmah, atau bait-bait syair yang indah. d. Materinya sebaiknya tertulis, dan ditulis dengan tulisan yang indah sehingga dapat membangkitkan motivasi dan menggugah semangat untuk belajar dan dibaca secara bersama-sama untuk mempercepat proses hafalannya.7 Menurut pendapat Ismail Shinny dan Abdullah mengatakan bahwa sebaiknya mengajarkan kosa kata melalui cara tahapan berikut ini : a. Dengan cara menunjuk langsung pada benda (kosa kata) yang diajarkan. Sebagai contoh kalau guru mengajarkan kosa kata dimana referensinya ada dalam lingkungan kelas maka guru tinggal menunjuk benda tersebut “”سبورة maka guru tidak usah menterjemahkan kata tersebut, akan tetapi langsung menunjuk pada benda yang dimaksud, yaitu papan tulis. b. Dengan cara menghadirkan miniatur dari benda (kosa kata) yang diajarkan. Contoh : guru ingin memberikan kosa kata sebuah rumah yang indah, nyaman dan asri, maka guru cukup menghadirkan sebuah miniatur dari rumah tersebut. 7 Wa muna, Metodologi Pembelajaran bahasa Arab, (Yogyakarta : Teras, 2011) hal. 75 23 c. Dengan cara memberikan gambar dari kosa kata yang ingin diajarkan. Contoh : apabila seorang guru ingin mengajarkan kosa kata tentang sapi atau kambing , maka guru cukup menunjukkan gambar dari kosa kata tersebut. d. Dengan cara memperagakan dari kosa kata yang ingin disampaikan. Contoh : seorang guru ingin menyampaikan kosa kata (khususnya yang terkait dengan kata kerja) maka guru bisa melakukannya dengan cara memperagakan kosa kata tersebut tanpa harus menterjemah kedalam bahasa ibu, seperti kosa kata “”بيتي guru cukup memperagakan berjalan di depan kelas. e. Dengan cara memasukkan kosa kata yang ingin diajarkan dalam kalimat. Apabila seorang guru ingin mengajarkan kosa kata “”جميل maka ia harus meletakkannya didalam jumlah “الفصل ”جميل ونظيف او أحمد جميلtidak usah diterjemahkan kedalam bahasa ibu. f. Dengan cara memberikan padanan kata “”الترادف, contoh : ketika guru memberikan kosa kata padanannya “”صف. “”فصل maka ia harus memberikan 24 g. Dengan cara memberikan lawan kata “”التضاد, contoh : ketika “”كبير maka ia harus guru ingin menyampaikan kosa kata memberikan lawan katanya “”صغير. h. Dengan cara memberikan definisi dari kosa kata yang diberikan. Contoh : guru memberikan kosa kata memberikan definisinya واالعتكاف “”المسجد maka ia cukup ”مكان الصالة. Apabila dari langkah-langkah tersebut di atas masih belum dapat dipahami oleh siswa atau ada kosa kata yang tidak bisa diungkapkan dengan delapan langkah yang ada maka mengartikan kosa kata kedalam bahasa ibu sebagai langkah yang terakhir.8 3. Cara Penerapan Metode Hafalan Menurut Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar dalam bukunya Metodelodi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab teknik menghafal antara lain: a. Guru membacakan teks mahfudzat, setelah lebih dahulu dituliskan di papan tulis, kemudian diikuti oleh semua siswa bersama-sama, hingga hafal di luar kepala. Kemudian guru menguji masingmasing siswa tentang hafalannya di depan kelas dengan fasih. Dan setelah mendapat giliran, baru murid menyalinnya di buku tulis. 8 Abdul Wahab Rasyid, Media Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang : UIN Malang Press, 2009), hal. 55 25 b. Membacakan mahfudzat sekaligus secara keseluruhan tanpa dibagibagi dalam potongan yang kecil. Kemudian dibaca berkali-kali sampai hafal betul. c. Kebalikan dari point 2: yaitu dengan cara membagi dalam bagian yang kecil materi mahfudzat dan dihafal, setelah hafal betul bagian pertama, berpindah ke bagian yang lain, dan seterusnya hingga semuanya hafal di luar kepala.9 Adapun tahapan dan teknik pengajaran mufradat atau pengalaman belajar siswa dalam mengenal dan memperoleh makna mufradat adalah sebagai berikut : a. Mendengarkan kata Ini adalah tahap yang pertama. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mendengarkan kata yang diucapkan guru, baik berdiri sendiri maupun didalam kalimat. Apabila unsur bunyi dari kata itu sudah dikuasai oleh siswa, maka dalam dua atau tiga kali pengulangan, siswa telah mampu mendengarkan secara benar. Tahapan mendengarkan ini sangat penting karena kesalahan dalam pendengaran ini berakibat pada kesalahan atau ketidakakuratan dalam pengucapan dan penulisan. b. Mengucapkan kata 9 Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodelodi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab,….. hlm. 206-207 26 Tahap berikutnya adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk mengucapkan kata yang telah didengarnya. Mengucapkan kata baru membantu siswa mengingatnya dalam waktu yang lebih lama. Guru harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh keakuratan pelafalan atau pengucapan setiap kata oleh siswa karena kesalahan dalam pelafalan mengakibatkan kesalahan dalam penulisan. c. Mendapatkan makna kata Berikan arti kepada siswa dengan sedapat mungkin menghindari terjemahan, kecuali kalau tidak ada jalan lain. d. Membaca kata Setelah siswa mendengar, mengucapkan dan memahami makna kata-kata baru, guru menulisnya di papan tulis. Setelah itu siswa diberi kesempatan untuk membacanya dengan suara keras. e. Menulis kata Akan sangat membantu penguasaan kosa kata, kalau siswa diminta menulis kata-kata yang baru dipelajarinya pada saat makna kata-kata itu masih segar dalam ingatan siswa. Siswa menulis dibukunya masing-masing dengan mencontoh apa yang ditulis guru di papan tulis. f. Membuat kalimat Tahap terakhir dari kegiatan pengajaran kosa kata adalah menggunakan kata-kata baru itu dalam sebuah kalimat yang 27 sempurna, secara lisan maupun tulisan. Guru memberikan contoh kalimat kemudian meminta siswa membuat kalimat serupa. Latihan seperti ini sangat membantu memantapkan pengertian siswa terhadap makna kata. 10 4. Tujuan Metode Hafalan Tujuan mempelajari mahfudzat adalah sebagai berikut : a. Mengembangkan daya fantasi anak didik, serta melatih daya ingatannya. b. Memperkaya perbendaharaan kata dan percakapan c. Mempermudah siswa dalam mempelajari sastra arab dan uslubuslub gaya bahasa yang menarik hati. d. Mendidik jiwa ksatria dan menanamkan budi luhur. e. Melatih anak didik agar baik ucapannya, indah perkataannya, menarik hati pendengar-pendengarnya. f. Melatih jiwa dan mental yang disiplin.11 Adapun tujuan utama pembelajaran mufrodat (kosa kata) bahasa arab adalah sebagai berikut : a. Memperkenalkan kosakata baru kepada siswa atau mahasiswa, baik melalui bahan bacaan maupun fahm al-masmu’. b. Melatih siswa atau mahasiswa untuk dapat melafalkan kosakata itu dengan baik dan benar karena pelafalan yang baik dan benar 10 Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab,……… hal. 129-133 Ahmad Muhtadi Anshor, Pengajaran Bahasa Arab Media dan Metodenya,…..hlm. 62 11 28 mengantarkan kepada kemahiran berbicara dan membaca secara baik dan benar pula. c. Memahami makna kosakata, baik secara denotative atau leksikal (berdiri sendiri) maupun ketika digunakan dalam konteks kalimat tertentu (makna konotatif dan gramatikal). d. Mampu mengapresiasi dan memfungsikan mufrodat itu dalam berekspresi lisan (berbicara) maupun tulisan (mengarang) sesuai dengan konteksnya yang benar.12 B. Keterampilan Berbicara 1. Pengertian Keterampilan Berbicara Berbicara (Kalam) secara etimologis adalah perkataan, percakapan, dan pembicaraan. Sedangkan menurut pakar gramatika bahasa arab, kalam adalah lafal yang tersusun memberikan faidah dan dilakukan secara sengaja. Adapun pengertian Berbicara (Kalam) dalam perspektif terminologis adalah mengucapkan bunyi-bunyi bahasa arab secara benar dan akurat, dan bunyi-bunyi tersebut keluar dari makhraj al-huruf yang telah menjadi konsensus pakar bahasa.13 Menurut pendapat yang lain Keterampilan berbicara adalah mengucapkan bunyi suara bahasa Arab dengan benar, di mana huruf 12 Abdul Hamid, Mengukur Kemampuan Bahasa Arab Untuk Studi Islam, (Malang : UINMaliki Press, 2010), hal. 33 13 Zulhannan, Teknik Pembelajara Bahasa Arab Interaktif, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2014), hlm. 95 29 kata perkata yang diucapkan keluar melalui jalannya yang sesuai dan diakui oleh ahli bahasa.14 Berdasarkan uraian di atas, keterampilan berbicara adalah kemampuan seseorang untuk mengucapkan artikulasi bunyi-bunyi atau kata-kata dengan aturan-aturan kebahasaan tertentu untuk menyampaikan ide dan perasaan. Maka keterampilan berbicara bahasa Arab adalah mempergunakan bunyi-bunyi bahasa Arab (aswat arabiyah) secara tepat dengan menggunakan tata bahasa (qawaid nahwiyyah wa sarfiyyah) dan mengatur penyusunan kata demi kata sehingga dapat digunakan untu mengungkapkan apa yang ia katakan.15 Tidak dipungkiri bahwa saya, berbicara itu termasuk modal kegiatan berbahasa yang sangat penting bagi orang dewasa maupun anak-anak dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang menggunakan pembicaraan lebih banyak dari pada penulisan, artinya mereka lebih banyak melakukan segala sesuatu melalui pembicaraan dari pada menuliskan sesuatu untuk disampaikan kepada orang lain. Dari sini mungkin berbicara yaitu suatu bentuk atau bahan utama guna menghubungkan bahasa ungkapan menurut orang-orang. Oleh karena 14 Abdullah al-Gali dan Abdul Hamid Abdullah, Menyusun Buku Ajar Bahasa Arab, (Padang: Akademia Permata, 2012), hlm. 34 15 Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyuddin, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: CV Pustaka Cendaka Utama, 2012), hlm. 326 30 itu ungkapan kalam (bicara) itu bagian yang terpenting didalam pembiasaan berbahasa dan juga dalam menggunakan bahasa.16 Selanjutnya perlu dipahami beberapa prinsip umum atau faktor yang mendasari kegiatan berbicara, antara lain: a. Membutuhkan paling sedikit dua orang, seorang pembicara dan pendengar. b. Mempergunakan suatu sandi linguistic yang dipahami bersama. c. Adanya penerimaan atau pengakuan atas suatu wilayah referensi umum. d. Merupakan suatu pertukaran antara partisipan. e. Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. f. Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini. g. Melibatkan organ atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/bunyi bahasa dan pendengaran. h. Secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil dalam perlambangan dengan bunyi. 16 Ali Ahmad Madzkur, Tadris Funun Thobi’ Makhfudzoh, 1991), hlm. 107 Lughotul Arobiyah, (Darrossyawaq: Khuququ 31 Seseorang berbicara karena adanya dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan atau untuk mengungkapkan apa yang ada dalam dirinya kepada orang lain. Karena itu kesuksesan dalam berbicara tidak hanya tergantung pada penguasaan faktor kebahasaan, (seperti ketetapan dalam pemilihan kata, dan penggunaan kaidah bahasa), tetapi juga ditentukan oleh penguasaan atas factor-faktor non-kebahasaan (seperti kelancaran, penghargaan terhadap pendapat orang lain, serta penguasaan atas topik pembicaraan). Berdasarkan hal itu untuk bias terampil dalam berbicara, seseorang harus memiliki empat kompetensi dasar sebagai berikut: a. Kompetensi gramatika atau sama dengan kompetensi linguistic, yaitu pengetahuan tentang kaidah tata bahasa yang terkait dengan ketepatan pengguanaan kata dan kalimat. b. Kompetensi sosiolinguistik, yaitu yang berhubungan dengan budaya atau tatanan social masyarakat pengguna bahasa c. Kompetensi wacana, yaitu kemampuan seseorang untuk menghubungkan bagian-bagian antar kalimat, atau kemampuan untuk membuat sebuah ungkapkan yang mempunyai makna yang menyeluruh. 32 d. Kompetensi strategi, yaitu strategi untuk mengatasi kemandengan dalam komunikasi seperti melalui penjelasan, pengulangan atau tebakan.17 2. Teknik Pembelajaran Keterampilan Berbicara Teknik pembelajaran keterampilan berbicara ini dapat dilakukan melalui beberapa latihan (praktik) dari apa yang didengar secara pasif dalam latihan menyimak. Salah satu pendekatan yang paling cocok dalam pembelajaran keterampilan berbicara (Kalam) bagi pemula adalah “sam’iyyah syafawiyyah”, dan pendekatan komunikatif.18 Adapun teknik pembelajara keterampilan berbicara dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: a. Latihan Asosiasi dan Identifikasi Latihan Asosiasi dan Identifikasi ini dimaksudkan untuk melatih spontanitas peserta didik dan kecermatan mereka di dalam mengidentifikasi dan mengasosiasikan definisi kosa kata yang diucapkan atau yang didengar. Format latihan ini adalah sebagai berikut: 1. Pendidik menyebutkan sebuah kosa kata, selanjutnya peserta didik mengasosiasikan definisinya dalam sebuah pernyataan. 17 Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyuddin, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,… hlm. 326-327 18 Zulhannan, Teknik Pembelajara Bahasa Arab Interaktif,……hlm. 96 33 2. Pendidik menyebutkan sebuah Isim, selanjutnya peserta didik menyebutkan sinonim atau antonimnya. b. Latihan Pola Kalimat Latihan pola kalimat ini adalah sebuah format latihan yang disajikan terhadap peserta didik dengan mempresentasikan polapola kalimat, sehingga lidah mereka menjadi otomatis di dalam mengekspresikan pola kallimat arab, tanpa ada skeptic atau keraguan. c. Latihan Percakapan Latihan percakapan ini adalah merupakan latihan yang topiktopiknya diambil dari kehidupan sehari-hari, marketable dan aktual sehingga menarik bagi peserta didik.19 3. Prinsip-prinsip Keterampilan Berbicara Agar pebelajar berbicara baik bagi non Arab, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut: a. Hendaknya guru memiliki kemampuan yang tinggi tentang keterampilan ini. b. Memulai dengan suara-suara yang serupa antara dua bahasa (bahasa pebelajar dan bahasa Arab). 19 Zulhannan, Teknik Pembelajara Bahasa Arab Interaktif,……hlm. 97-98 34 c. Hendaknya pengarang dan pengajar memperhatikan tahapan dalam pengajaran berbicara, seperti memulai dengan lafadz-lafadz mudah yang terdiri dari satu kalimat, dua kalimat dan seterusnya. d. Memulai dengan kosa kata yang mudah. e. Mengfokuskan pada bagian keterampilan bagi keterampilan berbicara, yaitu: Cara mengucapkan bunyi dari makhrajnya dengan baik dan benar. Membedakan pengucapan harakat panjang dan pendek. Mengungkapkan ide-ide dengan cara yang benar dengan memperhatikan kaidah tata bahasa yang ada. Melatih siswa bagaimana cara memulai dan mengakhiri pembicaraan dengan benar. f. Memperbanyak latihan-latihan, seperti latihan membedakan pengucapan bunyi, latihan mengungkapkan ide-ide.20 20 Abd Wahab Rosyidi dan Mamlu’atul Ni’mah, Memahami Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), hlm. 90-91 35 4. Tahapan Pembelajaran Keterampilan Berbicara Tahapan-tahapan pembelajaran keterampilan berbicara ini dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tahap pada tingkat pemula, tingkat menengah dan tingkat lanjut. Adapun penjelasannya sebagai berikut: a. Untuk pembelajar pemula (mubtadi’) Guru memulai melatih bicara dengan memberi pertanyaanpertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Pada saat yang bersamaan siswa diminta untuk belajar mengucapkan kata, menyusun kalimat dan mengungkapkan pikiran. Guru mengurutkan pertanyaan-pertanyaan yang dijawab oleh siswa sehingga berakhir membentuk sebuah tema yang sempurna. Guru menyuruh siswa menjawab latihan-latihan syafawiyah, menghafal percakapan atau menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan isi teks yang telah siswa baca. b. Bagi pembelajar lanjut (mutawassith) Belajar berbicara dengan bermain peran. Berdiskusi tentang tema tersebut. 36 Bercerita tentang peristiwa yang dialami oleh siswa. Bercerita tentang informasi yang telah didengar dari televise, radio atau lainnya. c. Bagi pembelajar tingkat lanjut (mutaqaddim) Guru memilih tema untuk berlatih kalam. Tema yang dipilih hendaknya menarik berhubungan dengan kehidupan siswa. Tema harus jelas dan terbatas. Mempersilahkan siswa memilih dua tema atau lebih sampai akhirnya siswa bebas memilih tema yang dibicarakan tentang apa yang mereka ketahui.21 5. Tujuan Keterampilan Berbicara a. Kemudahan berbicara Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai mereka mampu mengembangkan kemahiran ini secara wajar, lancer dan menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil maupun dihadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya. 21 Abd Wahab Rosyidi dan Mamlu’atul Ni’mah, Memahami Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Arab,...... hlm. 93-94 37 b. Kejelasan Dalam hal ini peserta didik diharapkan mampu berbicara dengan jelas, baik itu dari artikulasinya maupun diksi kalimat-kalimatnya. c. Bertanggung jawab Latihan berbicara yang baik menekankan pembicara agar bertanggung jawab atas apa yang dibicarakan tersebut, jadi pembicaranya dapat dipikir-pikir dahulu dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topik pembicaraan. d. Membentuk pendengaran yang kritis Latihan berbicara yang bagus sekaligus akan mengasah keterampilan menyimak secara cepat dan kritis. e. Membentuk kebiasaan Kebiasaan untuk berbicara bahasa arab tidak dapat dicapai tanpa adanya niat yang sungguh-sungguh dari pelajar itu sendiri. Kebiasaan ini akan terwujud dengan adanya latihan rutin dan interaksi antara dua individu atau lebih yang telah disepakati sebelumnya.22 22 Iskandar Wassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 242-243