PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN COMMUNITY-ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT “X” JAKARTA EVALUATION OF THE USE ANTIBIOTICS IN COMMUNITY-ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) PATIENTS IN HOSPITALIZED INSTALLATION OF HOSPITAL “X” JAKARTA Ridha Elvina, Nur Rahmi, Sandra Ayu Oktavira Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka Jl. Delima II/IV, Klender Jakarta Timur 13460 Email: [email protected] (Ridha Elvina) ABSTRAK Community Acquired Pneumonia (CAP) merupakan pneumonia yang berkembang pada pasien yang tidak ada kontak dengan fasilitas medis. Pengobatan CAP dapat diberikan antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik di RS “X” Jakarta dengan parameter tepat obat, dosis, dan lama pemberian berdasarkan standar acuan berupa Drug Information Handbook 2009, AHFS Drug Information 2011, Pharmacotherapy A Phatophysiologic Approach 2014, Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition 2015, John Hopkins Medicine 2015, Current Medical Diagnosis and Treatment 2016, Koda-Kimble 2013, dan PDPI 2014. Data penelitian menggunakan rekam medik pasien pneumonia rawat inap secara retrospektif dengan metode purposive random sampling. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari 96 sampel dihasilkan tepat dalam pemilihan jenis antibiotik sebesar 86,46%, tepat dosis 91,67%, dan tepat lama pemberian antibiotik 73,68%. Kata kunci: kerasionalan, antibiotik, pasien CAP. ABSTRACT Community Acquired Pneumonia (CAP) is pneumonia developing in patients with no contact to a medical facility. CAP treatment can be use antibiotics. The purpose of this study was to evaluate appropriate use of antibiotics at hospital “X” Jakarta with the parameters of appropriate drug, appropriate dose, and appropriate duration based on standard base line of Drug Information Handbook 2009, AHFS Drug Information 2011, Pharmacotherapy a Phatophysiologic Approach 2014, Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition 2015, John Hopkins Medicine 2015, Current Medical Diagnosis and Treatment 2016, Koda-Kimble 2013, and PDPI 2014. The research using medical records of hospitalized pneumonia patients retrospective by purposive random sampling method. Based on these result it 64 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X can be concluded that of the 96 samples to the appropriate drug is 86.46%, appropriate dose is 91.67%, and appropriate duration antibiotic is 73.68%. Key words: rasionality, antibiotic, patients CAP. 65 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X Pendahuluan provinsi dengan pneumonia tertinggi Pneumonia sering ditemukan yaitu Nusa Tenggara Timur (4,6% & pada anak-anak, pada orang dewasa dan 10,3%), Papua (2,8% & 8,2%), Sulawesi pada kelompok usia lanjut. Penyakit ini Tengah (2,3% & 5,7%), Sulawesi Barat dapat menyebabkan kematian jika tidak (3,1% & 6,1%) dan Sulawesi Selatan segera diobati (Dipiro dkk., 2015). Pada (2,4% & 4,8%) (Riskesdas, 2013). orang dewasa, pneumonia bisa menjadi Menurut Pahriyani dkk. (2015) infeksi serius yang dapat berkembang tentang Evaluasi Penggunaan Antibiotik menjadi pada sepsis mengancam dan jiwa. berpotensi Pneumonia Pasien Community-Acquired juga Pneumonia (CAP) di RSUD Budi Asih sebagai salah satu penyakit infeksi pada Jakarta, didapatkan hasil dari insidensi usia lanjut, dan masih merupakan kasus Community-Acquired Pneumonia problem kesehatan masyarakat karena (CAP) sebesar 2% pada pasien rawat tingginya angka kematian disebabkan jalan, 5-20% pada pasien rawat inap dan penyakit tersebut di berbagai negara lebih dari 50% pada pasien di ruang termasuk di Indonesia (Misnadiarly, intensif. Pneumonia masuk ke dalam 10 2008). besar penyakit untuk kasus penyakit Pneumonia menjadi salah satu penyakit menular rawat inap di rumah sakit di Indonesia. sebagai faktor Data kasus CAP pada pasien rawat inap penyebab kematian pada anak. tahun 2012 di RSUP Persahabatan Pneumonia menjadi target dalam sebanyak 117 kasus dengan angka Millenium Development Goals (MDGs), kematian sebesar 20,5%. sebagai upaya untuk mengurangi angka Pada penelitian kematian anak. Berdasarkan data WHO yang pada tahun 2013 terdapat 6,3 juta Khairuddin kematian anak di dunia, dan sebesar rasionalitas penggunaan antibiotik pada 935.000 anak kasus pneumonia yang dirawat pada disebabkan oleh pneumonia. Sedangkan, bangsal penyakit dalam di RSUP Dr. di Indonesia kasus pneumonia mencapai Kariadi Semarang tahun 2008 didapatkan 22.000 jiwa menduduki peringkat ke hasil ketepatan jenis antibiotik sebesar delapan sedunia (WHO, 2014). Ada lima 100% rasional dan ketepatan dosis (15%) kematian 66 dilakukan oleh sebelumnya (2009) Widjojo mengenai dan kajian PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X sebesar 98,93% (Widjojo dan Khairuddin di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit 2009). yang Bhayangkara Tk. I. R. Said Sukanto, dilakukan oleh Nugroho dkk. (2011) Jakarta. Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I. mengenai penggunaan R. Said Sukanto Jakarta dipilih sebagai antibiotik pada penyakit pneumonia di tempat penelitian dikarenakan rumah RSUD 2009 sakit ini adalah rumah sakit pendidikan didapatkan hasil untuk jenis kelamin laki- kelas A. Rumah sakit ini mampu laki (53,03%) lebih banyak dibandingkan memberikan pasien perempuan (46,97%), tepat obat spesialis dan subspesialis (contohnya pada pasien dewasa yang berdasarkan gastroenterologi-hepatologi, SPM IDI sebesar 87,5% dan lama onkologi, pemberian antibiotik sebesar 40,48%. pemerintah ditetapkan sebagai rujukan Penelitian berikutnya yang dilakukan tertinggi atau disebut pula sebagai oleh Adien tentang evaluasi penggunaan rumah sakit pusat milik kepolisian antibiotik pada pasien pneumonia di Republik RSUD Sukoharjo tahun 2014 didapatkan Sukanto, 2016). Penelitian berikutnya evaluasi Purbalingga tahun pelayanan bedah saraf) Indonesia kedokteran bedah yang (Rumkit oleh Polri hasil terhadap ketepatan obat sebesar 100% dan ketepatan dosis sebesar Metode Penelitian 78,571% (Adien, 2015). Kuluri dkk. (2015) mengevaluasi penggunaan antibiotik Penelitian ini dilakukan dengan kerasionalan pada menggunakan metode deskriptif dan pasien pengambilan lansia dengan pneumonia di instalasi retrospektif. rawat inap RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou merupakan data sekunder yaitu rekam Manado periode Juni 2013-Juli 2014, medik pasien CAP rawat inap periode didapatkan hasil terhadap tepat obat Januari-Oktober 2016 yang didapat dari sebesar 94,11%, tepat dosis 94,11%, dan RS “X” Jakarta. tepat lama pemberian 92,15%. Populasi dan Sampel Penelitian Berdasarkan tersebut, maka penjelasan perlu antibiotik dilakukan pada Data yang secara diambil 1. Populasi Pasien CAP di RS “X" Jakarta. penelitian tentang evaluasi kerasionalan penggunaan datanya 2. Sampel pasien Pasien CAP rawat inap yang Community-Acquired Pneumonia (CAP) menerima terapi antibiotik di Ruang 67 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X Parkit I dan II Rumah Sakit “X” Jakarta 2011, periode bulan Januari sampai dengan Phatophyysiologic Approach 2014, Oktober Pharmacotherapy Handbook Ninth 2016 yang memenuhi Pharmacotherapy a kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Edition 2015, John Hopkins Medicine Kriteria inklusi yang digunakan adalah 2015, Current Medical Diagnosis and Pasien CAP dengan umur >19 tahun Treatment 2016, Koda-Kimble 2013, dan rawat inap non ICU periode bulan PDPI 2014. Januari-Oktober menggunakan 2016 yang antibiotik. Hasil dan Pembahasan digunakan Distribusi Berdasarkan Demografi Pasien adalah Pasien CAP dengan umur <19 1. Distribusi pasien CAP rawat inap non ICU berdasarkan jenis kelamin Kriteria eksklusi terapi yang tahun (anak-anak) rawat inap ICU Faktor pencetus pasien laki-laki yang disertai dengan penyakit infeksi lebih lain, memiliki penyakit keganasan dan merokok dan alkoholisme (Tabel 1). terbaca pada periode bulan Januari- Merokok Oktober 2016. transpor Analisis Data yang diambil antibiotik alkoholisme sistem dan dapat mempengaruhi pertahanan saluran kolonisasi bakteri gram negatif pada berupa persentase baik data demografi orofaring, dapat menganggu refleks maupun evaluasi ketepatan penggunaan batuk, merubah gerak menelan dan antibiotiknya (ketepatan pemilihan jenis lama pneumoniae pernapasan sehingga menyebabkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan pertahanan Haemophylus influenzae. Sedangkan yang antibiotik. Dari data yang dikumpulkan, dosis, mukosiliar, Streptococcus digunakan, dosis, dan lama pemberian obat, mempengaruhi epitel, serta meningkatkan perlekatan kelamin, serta antibiotik yang digunakan jenis dapat humoral dan seluler, dan fungsi sel berupa demografi pasien seperti usia dan jenis mencakup dibandingkan perempuan salah satunya adalah datanya tidak lengkap atau tidak jelas Data banyak transpor mukosiliar, serta alkohol juga pemberian mengganggu fungsi limfosit, monosit, antibiotik) berdasarkan Drug Information dan makrofag alveolar (Dipiro dkk., Handbook 2009, AHFS Drug Information 2014). 68 Tabel 1. Distribusi pasien CAP berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Pasien Presentase Laki-laki 50 52,08 Perempuan 46 47,92 Total 96 100 2. Distribusi pasien CAP rawat inap non ICU berdasarkan jenis usia Pada pasien lansia, risiko terjadinya CAP meningkat karena Usia memiliki peran penting adanya faktor komorbiditas seperti pada resiko terjadinya CAP dan penyakit kronis saluran pernapasan merupakan salah satu faktor risiko (PPOK), meningkatnya angka kematian pada gagal jantung kongestif, diabetes mellitus dan gagal ginjal, pasien CAP (Tabel 2). Menurut PDPI, selain itu penurunan imunitas juga pada usia ≥ 65 tahun resiko kematian dapat meningkatkan risiko infeksi akan meningkat (PDPI, 2014). CAP (Dipiro dkk., 2015). Tabel 2. Distribusi pasien CAP berdasarkan usia Kategori Usia (Tahun) Jumlah Pasien Presentase Remaja Akhir (17-25) Dewasa Awal (26-35) Dewasa Akhir (36-45) Lansia Awal(46-55) Lansia Akhir (56-65) Manula (>65 tahun) Total Sumber: Depkes RI, 2009. 2 10 11 21 28 24 96 2,08 10,41 11,46 21,88 29,17 25,00 100 Ketepatan Penggunaan Antibiotik pada Pasien CAP Rawat Inap Non ICU pasien menggunakan dua jenis antibiotik yang berbeda baik dalam 1. Ketepatan pemilihan jenis antibiotik pada pasien CAP rawat inap non ICU bentuk lanjutan. Didapatkan jumlah penggunaan kombinasi Antibiotik ataupun yang obat paling antibiotik sebanyak 183 antibiotik, hal banyak digunakan di RS ”X”, Jakarta tersebut pasien tahun 2016 yaitu sefiksim sebesar menggunakan satu jenis antibiotik, 15 34,97%, seftriakson sebesar 25,13%, dikarenakan 81 dan 69 sefotaksim sebesar 21,31%. PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 Sedangkan yang digunakan yaitu gentamisin sebesar paling p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X sedikit kombinasi golongan β-laktam dengan dan fluorokuinolon sebesar 11,46%, β- masing-masing laktam dengan makrolida sebesar seftazidim yaitu 0,55%. Didapatkan hasil 3,13%, dan β-laktam dengan β-laktam penggunaan golongan fluorokuinolon sebesar 1,04%, serta aminoglikosida tunggal sebesar 7,29%, golongan β- dengan laktam 1,04%. tunggal sebesar 76,04%, fluorokuinolon sebesar Tabel 3. Ketepatan pemilihan antibiotik pada pasien CAP non ICU Penilaian Ketepatan Pemilihan Jenis Antibiotik Jumlah Pasien Persentase 83 13 96 86,46 13,54 100 Tepat Tidak Tepat Total Analisis ketepatan pemilihan jenis golongan β-laktam yang antibiotik dilihat dari toolkit yang direkomendasikan digunakan. sefotaksim, seftriakson, ertapenem, Menurut Pharmacotherapy a Phatophyysiologic Approach 9th Edition Pharmacotherapy Principles ampisilin-sulbaktam 2014, meliputi (Dipiro dkk., 2015), sedangkan untuk golongan & makrolida meliputi azitromisin, Practice Handbook Ninth Edition 2015, eritromisin, klaritromisin, telitromisin, John Hopkins Medicine 2015, Current doksisiklin (Dipiro dkk., 2015), dan Medical Diagnosis and Treatment untuk 2016, Koda Kimble & Young 2013, meliputi AHFS 2014 sehari, levofloksasin 750 mg sehari, penatalaksanaan pasien CAP rawat dan siprofloksasin 400 mg setiap 8-12 inap pemberian jam (Chesnutt dan Prendergast, 2016). fluorokuinolon 2. Ketepatan dosis antibiotic pada pasien CAP rawat inap nonICU 2011, nonICU dan PDPI yaitu antibiotik golongan dilakukan secara tunggal atau golongan fluorokuinolon moksifloksasin 400 mg Berdasarkan analisis ketepatan kombinasi antibiotik antara golongan dosis antibiotik yang diberikan kepada β-laktam dengan makrolida. Untuk 70 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X pasien CAP rawat inap, didapatkan 88 rentang dosis terapi berdasarkan pasien toolkit. Hanya saja, terdapat 8 pasien (91,67%) (Tabel 4) yang dikategorikan tepat dosis. Ketepatan yang perlu penyesuaian dosis pada pasien CAP ini disebabkan dikarenakan dosis yang diberikan masuk ke dalam gangguan fungsi ginjal. dipengaruhi dosis adanya Tabel 4. Ketepatan dosis antibiotik pada pasien CAP rawat inap non ICU Penilaian Ketepatan Dosis Antibiotik Tepat Tidak Tepat a. Dosis Rendah b. Dosis Lebih Total Terdapat 1 pasien memerlukan penyesuaian dosis Jumlah Pasien 88 Persentase (%) 91,67 0 8 96 0 8,33 100 sefotaksim sebanyak 3x1 g sehari levofloksasin, selama rawat inap berlangsung. dinyatakan tidak tepat dosis karena Seharusnya cukup diberikan 2x1 g pemberian dosis levofloksasin yang sehari. Maka dari itu, pemberian dosis berlebih sefotaksim tersebut tidak masuk ke pada hari berikutnya. Menurut toolkit yang ada, untuk nilai dalam dosis lazimnya. kreatinin klirens 20-49 ml/min perlu penyesuaian dosis sebesar Terdapat 500 memerlukan 6 pasien yang penyesuaian dosis mg/hari kemudian 250 mg/hari tiap sefiksim sebagai obat pulangnya. 4 24 jam, sehingga pemberian dosis pasien di antaranya memiliki nilai levofloksasin tidak masuk ke dalam kreatinin klirens <20 ml/min sehingga dosis lazimnya. diberikan sefiksim sebesar 50% dari Terdapat memerlukan 1 pasien yang dosis terapi. Dosis yang diberikan oleh penyesuaian dosis dokter yaitu 2x100 mg/hari, sefotaksim. Menurut toolkit yang ada, seharusnya cukup diberikan 1x100 untuk nilai kreatinin klirens <20 mg/hari atau 2x50 mg/hari untuk ml/min kondisi perlu penyesuaian dosis pasien yang mengalami sebesar 50% dari dosis terapi dimana gangguan ginjal. Kemudian, 2 pasien pasien di antaranya memiliki kreatinin klirens mendapatkan terapi 71 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X 21-60 ml/min maka dapat diberikan 3. Ketepatan lama pemberian antibiotik pada pasien CAP rawat inap nonICU sefiksim sebesar 75% dari dosis terapi. Ketidaktepatan Dosis yang diberikan oleh dokter yaitu kesesuaian dengan toolkit. Terdapat diberikan sefiksim 1x50 mg dan 1x100 25 pasien (Tabel 5) dimana 8 pasien mg/hari. Maka dari itu, pada kasus ini yang mendapatkan lama pemberian 6 pasien dinyatakan tidak tepat dosis pemberian sefiksim singkat yang pasien lama yang pemberian lama pemberian untuk CAP 5-10 hari, antibiotika dengan dosis yang tidak mengurangi 17 berlebih. Menurut PDPI tahun 2014 dalam dosis lazimnya. Pemberian selain dan mendapatkan berlebih sehingga tidak masuk ke tepat lama pemberian adalah karena tidak ada 2x100 mg/hari, seharusnya cukup karena dalam tetapi efikasi menurut Pharmacotherapy principle & practice tahun 2015 durasi sebagai antimikroba, meningkatkan terapi untuk pengobatan CAP 7-10 toksisitas obat, juga menimbulkan hari. masalah resistensi. Tabel 5. Ketepatan lama pemberian antibiotik pada pasien CAP rawat inap nonICU Penilaian Ketepatan Lama Pemberian Antibiotik Tepat Tidak Tepat a. Lama Pemberian Singkat b. Lama Pemberian Berlebih Total Lama pengobatan antibiotik Jumlah Pasien Persentase (%) 71 73,96 8 17 96 8,33 17,71 100 komplikasi. Para ahli pada pasien CAP rawat inap sama merekomendasikan pemberian terapi seperti pasien rawat jalan. Durasi antibiotik minimal 5 hari dan berlanjut pengobatan yang direkomendasikan selama 48-72 jam sampai pasien tidak untuk pasien CAP harus berdasarkan mengalami demam (Chesnutt dan tingkat keparahan penyakit, etiologi Prendergast, 2016). patogennya, respons pasien terhadap Lama pemberian terapi untuk terapi, masalah medis lainnya maupun CAP harus dijaga sependek mungkin 72 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X dan tergantung dari beberapa faktor terapi yang lambat dapat terjadi pada yaitu jenis pneumonia, status rawat pasien paru yang memiliki penyakit inap atau rawat jalan, komorbiditas paru seperti asma sedang hingga pasien, bakteremia atau sepsis, dan berat, PPOK, atau emfisema. Apabila pemilihan lama pasien tidak memiliki penyakit paru, pemerian obat terlalu panjang, maka tetapi responnya tetap lambat, maka dapat mempengaruhi flora normal di pertimbangkan adanya infeksi atau saluran penyebab non infeksi lainnya (Dipiro antibiotik. Jika pernapasan dan gastrointestinal, saluran vagina pada dkk., 2015). wanita, dan flora normal pada kulit. Akibatnya, terjadi kolonisasi bakteri Kesimpulan patogen yang resisten, Clostridium Evaluasi pengunaan antibiotik difficile colitis, atau pertumbuhan pada jamur yang berlebihan. Disamping itu, Pneumonia (CAP) rawat inap di RS “X”, semakin lama antibiotik diberikan, Jakarta tahun 2016 berdasarkan toolkit maka semakin besar kesempatan yang terjadinya toksisitas dan biaya pun dihasilkan tepat dalam pemilihan jenis meningkat (Dipiro dkk., 2015). antibiotik sebesar 86,46%, tepat dosis Evaluasi outcome untuk CAP termasuk mencegah rawat sebesar inap, pasien Community-Acquired digunakan 91,67%, dari dan 96 tepat sampel lama pemberian antibiotik sebesar 73,96%. memperpendek durasi perawatan di rumah sakit dan mengurangi angka Ucapan Terimakasih kematian. Untuk pasien yang dirawat Tim dokter paru, Bina Fungsi, di rumah sakit, jika antibiotik telah Instalasi Ruang Parkit, Rekam Medik dan diberikan dalam waktu 4 jam pertama Instalasi Farmasi RS “X” Jakarta. setelah terdiagnosa CAP, maka lamanya rawat inap akan menurun Daftar Pustaka dibandingkan pemberian antibiotik Adien. lewat dari 4 jam. Perbaikan gejala akan terjadi dalam waktu 48-72 jam setelah dimulainya terapi untuk sebagian besar pasien CAP. Respon 73 2015. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSUD Sukoharjo tahun 2014. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X America Hospital Formulary Services. 2011. AHFS Drug Information Essential. United States: American Society of HealthSystem Pharmacists Inc. Chesnutt, M.S. Prendergast, T.J. 2016. Pulmonary disorders. In Current Medical Diagnosis & Treatment 2016, eds Papadakis, M.A., McPhee, S.J., Rabow, M.W. USA: McGraw-Hill Education. Pahriyani, A., Khotimah, N., dan Bakar, L. 2015. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien community acquired pneumonia (CAP) di RSUD Budhi Asih Jakarta Timur. Farmasains, 2(6):259-263. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G. 2014. A Pathophysiologic Approach. Ninth Edition. United States: McGraw-Hill Education. Nugroho, F., Utami, I.P., Yuniastuti, I. 2011. Evaluasi penggunaan antibiotik pada penyakit pneumonia di Rumah Sakit Umum Daerah Purbalingga. Pharmacy, 08(01):141-153. Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G. 2015. Pharmacotherapy Handbook. Edisi 9. United States: McGraw-Hill Education. Johns Hopkins. 2015. Antibiotic Guidelines 2015-2016, Treatment Recommendations For Adult Inpatients. United States: Johns Hopkins. Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L. 2009. Drug Information Handbook. 17th Edition. United States: LexiComp Inc. PDPI. 2014. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI. WHO. 2014. Pneumonia. http://www.who.int/mediacentr e/factsheets/fs331/en. Diakses pada tanggal 5 Mei 2016. Widjojo, P. dan Khairuddin. 2009. Kajian rasionalitas penggunaan antibiotik pada kasus pneumonia yang dirawat pada bangsal penyakit dalam di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2008. Skripsi. Universitas Diponegoro. Kuluri, L.C.N., Fatimawali, dan Bodhi, W. 2015. Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien lansia dengan pneumonia di Instalasi Rawat Inap RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juli 2013-Juni 2014. Pharmacon, 4(3):164-175. www.rumkitpolrisukanto.com. Diakses pada tanggal 5 Mei 2016. 74