program studi farmasi fakultas ilmu kesehatan universitas ngudi

advertisement
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASALANSIAPENDERITA COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DI
INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG TAHUN 2015-2016
Artikel Penelitian
Oleh
KHAERUHMAN
NIM. 050113A026
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
AGUSTUS, 2017
1
2
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASALANSIAPENDERITA COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DI
INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG TAHUN 2015-2016
Khaeruhman1., Dian Oktianti2., Niken Dyahariesti3
Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo
ABSTRAK
Latar belakang: CAP adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Sebagian besar pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal
lain seperti aspirasi dan radiasi. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan
imunitas yang jelas.Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. CAP
semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit
paru obstruksi kronik.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan antibiotik pada
pasien dewasa-lansia penderita CAP di Instalasi rawat inap RSI Sultan Agung tahun 20152016.
Metode:Penelitian ini bersifat non eksperimental (observasional) menggunakan
pendekatan retrospektif dan dianalisis secara deskriftif. Diperoleh 40 subyek penelitian
yang diambil secara total sampling. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel
gambar berdasarkan gambaran penggunaan antibiotik pada pasien dewasa-lansia penderita
pneumonia.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan obat antibiotik digunakan padaCommunity Acquired
Pneumonia (CAP) yaitu golongan sefalosporin yang dimana obat yang paling sering
digunakan adalah ceftriaxon dengan jumlah 24 pasien (60%). Sedangkan untuk cefatoxim
penggunaannya dalam penelitian ini sebanyak 16 pasien (40%). Sedangkan untuk
pemberian antibiotik ceftriaxon dengan dosis 2 x 1 g sebanyak 3 pasien dan dengan dosis 1
x 2 g sebanyak 21 pasien. Sedangkan untuk cefotaxim dengan dosis 2 x 1 g sebanyak 13
pasien dan dengan dosis 1 x 2 g sebanyak 3 pasien.
Simpulan: Antibiotik yang paling sering digunakan dalam terapi Community Acquired
Pneumonia (CAP )adalah ceftriaxon sebesar 60%. Sedangkan untuk cefatoxim
penggunaannya sebesar 40%.
Kata kunci: Community Acquired Pneumonia (CAP), antibiotik, ceftriaxon, cefatoxim.
Kepustakaan: 30 (1997-2016).
3
THE PROFILE OF ANTIBIOTIC USE IN ADULT-ELDERLY PATIENTS
SUFFERING FROM COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA COMMUNITY
ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) IN PATIENT INSTALLATION AT SULTAN
AGUNG ISLAMIC HOSPITAL IN 2015-2016
Khaeruhman1., Dian Oktianti2., Niken Dyahariesti3
Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo
ABSTRACT
Background: CAP is a pneumonia caused by a variety of ethiologies such as bacteria,
viruses, fungi and foreign matter. Most pneumonia is caused by microorganisms (viruses /
bacteria) and only few caused by other things like aspiration and radiation. Pneumonia can
occur in normal people without a clear immune abnormality. However, in most adult
patients suffering from pneumonia, one or more basic diseases that interfere with the
immune system are present. CAP is increasingly common in elderly people and is common
in chronic obstructive pulmonary disease.
Objective: This study aimsed to determine the description of the use of antibiotics in adultelderly patients with CAP in inpatient installation at Sultan Agung islamic hospital 20152016.
Methods: This study was non experimental (observational) using retrospective approach
and analyzed descriptively. It obtained 40 research subjects taken in total sampling. The
data obtained were presented in the form of picture tables based on the description of
antibiotic use in adult-elderly patients suffering from pneumonia.
Results: The results showed that antibiotic drugs were used in Community Acquired
Pneumonia (CAP), were cephalosporin group, where the most commonly used drug was
ceftriaxone with 24 patients (60%). As for cefatoxim its use in this study was used by 16
patients (40%). As for cefatoxim its use in this study as many as 16 patients (40%). While
for the administration of antibiotics ceftriaxon with dose 2 x 1 g counted 3 patients and
with dose 1 x 2 g as 21 patient. As for cefotaxim with a dose of 2 x 1 g of 13 patients and
with a dose of 1 x 2 g as many as 3 patients.
Conclusion: The most common antibiotic used in the therapy of Community Acquired
Pneumonia (CAP) is ceftriaxone by 60%. As for cefatoxim its use is 40%.
Keywords: Community Acquired Pneumonia (CAP), antibiotics, ceftriaxon, cefatoxim.
Literatures: 30 (1997-2016).
4
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2005).
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi (Said, 2010).
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas.Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan sering
terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik (Dahlan, 2007).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
menunjukkan prevalensi nasional Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di
Indonesia yaitu sebesar 25 %, prevalensi pneumonia di Indonesia sebesar 4,5%
dan prevalensi pneumonia di Jawa Tengah 5%. Pneumonia dapat terjadi
sepanjang tahun pada semua usia. Manifestasi klinik yang berat dapat terjadi pada
usia sangat muda, manula dan pasien dengan kondisi kritis. Dari data Riskesdas
(2013) terjadi peningkatan period prevalence pneumonia pada semua umur dari
2,1% (2007)menjadi 2,7% (2013). Berdasarkan kelompok umur penduduk, period
prevalence pneumonia yang tinggi terjadi pada 2kelompok umur 1-4 tahun,
kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meningkatpada
kelompok umur berikutnya (Riskesdas RI, 2013).
Antibiotik merupakan obat antiinfeksi yang secara drastis telah menurunkan
morbiditas dan mortilitas berbagai penyakit infeksi, sehingga penggunaannya
meningkat tajam. Sejalan dengan itu antibiotik menjadi obat yang paling sering
disalahgunakan, sehingga akan meningkatkan resiko efek samping obat, resistensi
dan biaya (Sastramihardja dan Herry, 1997). Ketidaktepatan diagnosis pemilihan
antibiotik, indikasi, dosis, cara pemberian, frekuensi dan lama pemberian menjadi
penyebab tidak akuratnya pengobatan infeksi dengan antibiotik (Nelson, 1995).
Kuantitas penggunaan antibiotik adalah jumlah penggunaan antibiotik di
rumah sakit yang diukur secara retrospektif dan prospektif melalui studi
validasi.Evaluasi penggunaan antibiotik secara retrospektif dapat dilakukan
dengan memperhatikan ATC/DDD (Anatomical Therapeutic Chemical/Defined
Daily Dose).DDD adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotik
untuk indikasi tertentu pada orang dewasa.Penilaian penggunaan antibiotik di
rumah sakit dengan satuan DDD/100 hari rawat; dan di komunitas dengan satuan
DDD/1000 penduduk.Untuk mempermudah perhitungan dapat dilakukan dengan
menggunakan piranti lunak ABC calculator yang dikembangkan oleh World
Health Organization.Studi validasi adalah studi yang dilakukan secara prospektif
untuk mengetahui perbedaan antara jumlah antibiotik yang benar digunakan
pasien dibandingkan dengan yang tertulis di rekam medis (WHO 2012).
Penilaian kualitas penggunaan antibiotik bertujuan untuk perbaikan
kebijakan atau penerapan program edukasi yang lebih tepat terkait kualitas
penggunaan antibiotik. Penilaian kualitas penggunaan antibiotik sebaiknya
dilakukan secara prospektif oleh minimal tiga reviewer (dokter ahli infeksi,
apoteker, dokter yang merawat). Kualitas penggunaan antibiotik dinilai dengan
5
menggunakan data yang terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotik (RPA),
catatan medik pasien dan kondisi klinis pasien (Gyssen ,2005).
Penelitian sebelumnya di Instalasi Rawat Inap RSUD Sukoharjo Tahun
2014 menunjukkan bahwa antibiotik yang paling sering digunakan adalah
cefixime dengan persentase 57,14%, Levofloxacin 21,42%, Cefotaxime 10,71%,
Ceftazidime 7,14%, dan Cefadroxil 3,57%.
Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran penggunaan antibiotik pada pasien dewasa-lansia
penderita CAP di Instalasi rawat inap RSI Sultan Agung tahun 20152016.
2. Tujuan khusus
a) Mengetahui gambaran penggunaan obat antibiotik pada pasien
dewasa-lansia penderita CAP di Instalasi rawat inap RSI Sultan
Agung tahun 2015-2016.
b) Mengetahui dosis penggunaan antibiotik pada pasien dewasa-lansia
penderita CAP di Instalasi rawat inap RSI Sultan Agung tahun 20152016.
c) Mengetahui jenis antibiotik yang digunakan pada pasien dewasalansia penderita CAP di Instalasi rawat inap RSI Sultan Agung tahun
2015-2016.
METODE
1. DesainPenelitian
Penelitian dilakukan secara non esperimental (Observasional), dengan
rancangan analisis yang digunakan yaitu menggunakan metode
deskriptif.Data yang diperoleh dari penelusuran rekam medik pasien secara
retrospektif dan populasi memenuhi kriteri inklusi dan ekslusi.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian inidilaksanakan di RSI Sultan Agung Semarang di bagian rekam
medik.Penelitian inidilaksanakan pada periode Juni tahun 2017.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
Popuasi adalah pasien dewasa penderita pneumonia di Rumah Sakit
Islam Sultan Agung Semarang tahun 2016. Sampel yang digunakan adalah
pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang
tahun 2016. Teknik pengambilan sampel yakni mengguakan metode total
sampling sampling berdasarkan rekam medik pasien Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang tahun 2015-2016 yang berjumlah 40 pasien.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pasien
1. Jenis Kelamin
Tabel 1. Karakteristik Jenis kelamin pasien CAP di Instalasi Rawat Inap
RSI Sultan Agung Semarang tahun 2015-2016.
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah Pasien
23
17
40
Persentase (100)
57,5
42,5
100
Hasil penelitian di RSI Sultan Agung Semarang dalam profil
penggunaan antibiotik pada penderita CAP yang berjumlah 40 pasien di
instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang terdapat 23 pasien laki-laki
(57,5%0) dan 17 pasien (42,5%) terjadi pada perempuan. Dari data diatas dapat
dilihat bahwa ternyata pasien laki-laki lebih dari 50% menderita CAP.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan kejadian jumlah pasien
laki - laki yang menderita pneumonia selalu lebih dominan dari pasien jenis
kelamin perempuan. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa kejadian
penyakit pneumonia bahwa pasien laki-laki sebanyak 53,6% dan pasien
perempuan sebanyak 46,4%. Dari keterangan tersebut pasien dngan jenis
kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan (AJRC, 2002).
Hal ini dikarenakan laki - laki lebih sering beraktivitas diluar rumah
sehingga mudah terpapar polusi udara dan lebih cenderung mengkonsumsi
rokok, karena polusi udara dan asap rokok paparan asap rokok yang dialami
terus menerus pada orang dewasa yang sehat dapat menambah resiko terkena
penyakit paru-paru serta menjadi penyebab penyakit bronkitis, dan pneumonia
(Elfidasariet al., 2013).
2. Umur
Tabel 2. Karakteristik Umur Pasien CAP di Instalasi Rawat Inap RSI
Sultan Agung Semarang Tahun 2015-2016.
Rentang Umur
36-45
46-55
56-65
65ke atas
Total
Jumlah pasien
2
13
10
15
40
Persentase (%)
5
32,5
25
37,5
100
Pada penelitian digunakan data umur pasien untuk mengetahui pengaruh
bertambahnya umur terhadap penyakit pneumonia.Dari 40 sampel yang
diperoleh semua pasien memiliki umur di atas 30 tahun.Sehingga data umur
pasien dibagi dalam 4 kelompok berdasarkan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2009) yaitu dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-55 tahun),
lansia akhir (56-65 tahun) dan manula (66 tahun ke atas). Alasan dalam
penelitian ini mengambil pasien dewasa karena lebih dari 90% pasien yang
7
menderita CAP di Intalasi Rawat Inap RSI SULTAN AGUNG tahun 20152016 adalah pasien dewasa.
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada
geriatri.Karakteristik dominan pneumonia pada pasien geriatri adalah
presentasi klinisnya yang khas. Pada pasien geriatri terjadi banyak perubahan
akibat proses penuaan dan faktor komorbid. Perubahan tersebut terdiri dari
perubahan anatomi, fisiologi dan imunologi.Imunitas alami adalah elemen
kunci respons imun terdiri dari beberapa komponen seluler yang menjadi
pertahanan lini pertama terhadap invasi mikroba patogen. Fungsi sel-sel
tersebut menurun sejalan usia. Kemampuan makrofag dan neutrofil untuk
menghilangkan mikroba berkurang, tidak dapat menghancurkan selsel kanker;
penurunan fungsi dan dinamika sel NK dapat dikaitkan dengan peningkatan
risiko infeksi dan kematian pasien geriatri.Manajemen penting pasien geriatri
meliputi terapi antibiotik dan perawatan di ICU, waspadai penggunaan
polifarmasi terhadap gangguan sistem organ dan pencegahan episode ulangan
(Marrie TJ, 2009).
Pada Tabel 2. menunjukkan karakteristik umur pasien CAP di
Instalasi Rawat Inap RSI Sultan Agung Semarang Tahun 2015-2016 pasien
pneumonia lebih banyak diderita pada umur 66 tahun ke atas atau manula
dengan jumlah 15 pasien (37,5%). Di urutan kedua terjadi pada pasien yang
berumur 46-55 tahun yang berjumlah 13 pasien (32,5%). Dan diurutan ketiga
terjadi pada umur 56-65 tahun yang berjumlah 10 pasien (25%).Sedangkan
jumlah pasien pneumonia lebih sedikit pada umur 35-45 tahun atau dewasa
akhir dengan jumlah 2 pasien (5%). Dapat disimpulkan bahwa semakin tua
umur pasien maka semakin bertambah jumlah pasien pneumonia. Hal ini
disebabkan karena semakin bertambahnya umur maka sistem imun pada tubuh
akan semakin menurun sehingga tubuh mudah terinfeksi (Karnen et al, 2012).
Umumnya peningkatan pertambahan usia akan identik dengan
semacam penyakit dan diketahui resiko mengalami pneumonia semakin
meningkat, hal ini terkait dengan semakin besar resiko terhadap aspirasi.
Penyebab lain penyakit degeneratif serta adanya penurunan respon imun yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap bakteri penyebab infeksi pneumonia
(Stephen 2005). Pada Tabel 2.dapat dilihat bahwa hasil penelitian sesuai
dengan faktor resiko, karena pasien dengan rentang umur 65 keatas merupakan
pasien dengan jumlah paling banyak.
3. Lama rawat inap
Tabel 3.Lama Rawat Inap Pasien CAP di Instalasi Rawat Inap RSI Sultan Agung
Semarang Tahun 2015-2016.
Lama Rawat Inap (hari)
2
3
4
5
6
7
Total
Jumlah Pasien
3
13
7
10
6
1
40
Persentase (%)
7,5
32,5
17,5
25
15
2,5
100
8
Lama hari rawat (LOS) adalah menunjukan berapa hari lamanya seorang
pasien di rawat inap pada suatu periode perawatan. Satuan untuk lama rawat
adalah hari. Lama perawatan merupakan salah satu unsur dan pelayanan di
Rumah Sakit dapat dinilai atau di ukur. Bila seorang dirawat di Rumah Sakit,
maka yang diharapkan tentunya ada perubahan derajat kesehatannya. Bila yang
diharapkan baik oleh tenaga medis maupun oleh penderita itu sudah tercapai
maka tentunya tidak ada seseorang pun yang ingin berlama-lama di rumah
sakit. Lama rawat secara signifikan berkurang sejak adanya pengetahuan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan diagnosa yang tepat. Untuk menentukan
apakah penurunan lama hari rawat itu meningkatkan efisiensi atau perawatan
tidak tepat, dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut berhubungan dengan
keparahan atas penyakit dan hasil dari perawatan (Indradi, 2007).
Tujuan karakteristik pasien berdasarkan lama perawatan adalah untuk
mengetahui seberapa lama pasien dirawat di rumah sakit. Karakteristik pasien
berdasarkan lama perawatan dari beberapa sampel penelitian yang paling
banyak yaitu 3, 4, dan 5 hari. Tingkat keparahan pasien mempengaruhi lama
perawatan pasien dan efektivitas pengobatan di rumah sakit. Penelitian
sebelumnya (Richard G,) juga menyebutkan durasi terapi antibiotik yang
direkomendasikan untuk pneumonia yang didapat oleh masyarakat adalah 5
sampai 7 hari. Tidak ada bukti bahwa program yang berkepanjangan
menghasilkan hasil yang lebih baik, kecuali mereka mengalami gangguan
kekebalan tubuh (Richard G, 2014). Hal ini sesuai dengan hasil pada Tabel 4.3
yang menyebutkan bahwa lama perawatan pada pasien pneumonia paling
banyak dalam kurun waktu 3 - 5 hari.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa profilpenggunaan
antibiotik pada pasien penderita CAP dewasa-lanjut usiadi Instalasi rawat inap
RSI Sultan Agung tahun 2015-2016 ceftriaxon penggunaannya sebanyak 60%,
sedangkan untuk cefotaxim penggunaannya sebanyak 40%. Sedangkan untuk
pemberian dosis antibiotik penderita CAP di Instalasi Rawat Inap Sultan Agung
dapat dilihat bahwapemberian ceftriaxon dengan dosis 2 x 1 gr sebanyak 3 pasien
dan dengan dosis 1 x 2 gr sebanyak 21 pasien. Sedangkan untuk cefotaxim
dengan dosis 2 x 1 gr sebanyak 13 pasien dan dengan dosis 1 x 2 gr sebanyak 3
pasien.
SARAN
1. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai evaluasipenggunaan
antibiotik pada pasien penderita CAP dewasa-lanjut usiadi Instalasi rawat inap
RSI Sultan Agung.
2. Perlu adanya perhatian tehadappenggunaan antibiotik khususnya cefotaxim
pada pasien penderita CAP dewasa-lanjut usiadi Instalasi rawat inap RSI
Sultan Agung.
UCAPAN TERIMA KASIH
Seluruh civitas akademi Universitas Ngudi Waluyo Ungaran, Richa
Yuswantina S. Farm., Apt., M. Si.,selaku ketua Program Studi FarmasiUniversitas
9
Ngudi Waluyo, Dian Oktianti, S.Far., M.Sc., Apt. Selaku pembimbing utama,
NikenDyahariesti, S.Farm., Apt., M.Si.selaku pembimbing kedua, RSI Sultan
Agung Semarang serta seluruh karyawan RSI Sultan Agung Semarang
DAFTAR PUSTAKA
1. AJRC, 2002. Hospitalized Community-acquired Pneumoniain the Elderly,
Age- and Sex-related Patterns of Care and Outcome in the United States
2. Dahlan Z. dkk. 2007. Pneumonia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II
Edisi
IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
3. Dahlan Z. dkk. 2007. Pneumonia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II
Edisi
IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
4. Gauri S. Shah, Ashok K. Dutta, Dheeraj Shah, & Om P. Mishra., 2012, “Role
of
zinc in severe pneumonia: a randomized double bind placebo controlled
study”, Italian Journal of Pediatrics 2012, 38:36.
5. Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
6. Said, M., 2010, Pneumonia greatri dalam Rangka Pencapaian MDG 4,
Jakarta:
7. Richard G, 2014. Community-Acquired Pneumonia. The New England
Journal of Medicine
8. Sastramihardja S, Herry .S. , 1997 , Penggunaan Obat Yang Rasional di
Tempat Pelayanan Kesehatan, Majalah Kedokteran Indonesia,
9. Indradi, Rano, 2007, Antara Lama Rawat dan Hari Perawatan, 23 juli 2017
diunduh dari www.ranocenter.net.
10. SWAB, 2016. Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults:
2016 Guideline UpdateFrom The Dutch Working Party on Antibiotic Policy
(SWAB) and Dutch Association ofChest Physicians (NVALT)
11. Stephen,.
2005.
Pneumoniae
Bacterialis.
http://emedicine.medscape.com/article/807707-diagnosis. 34 juli 2017
10
Download