HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH YANG DITERAPKAN ORANG TUA DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU HETEROSEKSEKSUAL Penelitian terhadap siswa bersusia (11-14 tahun) di SMP N ‘X’ Indramayu Hernika Prihatina (190110100127) ABSTRAK Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial, salah satunya adalah perubahan gaya hidup dengan berperilaku seksual pada masa pacaran. Perilaku seksual yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu perilaku heteroseksual yang merupakan bagian dari perilaku seksual dan ketertarikan kepada orang lain yang berjenis kelamin berbeda. Salah satu faktor yang menimbulkan sikap terhadap perilaku heteroseksual adalah pola asuh orang tua yang diwujudkan dalam bentuk interaksi antara orang dua dan anak. Interaksi serta sikap orang tua dengan anak akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak termasuk terkait perilaku heteroseksual pada masa pacaran. Bentuk interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak terwujud dalam bentuk pola pengasuhan orang tua. Baumrind menyatakan empat jenis gaya pengasuhan (parenting style) yang didapatkan dari dua aspek pengasuhan (parental conrol dan parental warmth), yaitu authoritative, indulgent, authoritarian, dan neglectful. Subjek penelitian diperoleh berdasarkan teknik simple random sampling pada 74 Siswa SMP ‘X’ Indramayu. Metode yang digunakan berupa penelitian kuantitatif dengan metode korelasional serta pengumpulan data menggunakan kuesioner pola asuh mengacu pada teori Baumrind (Maccoby, 1980) dan kuesioner sikap terhadap perilaku heteroseksual pada teori Triandis (1971). Hasil pengujian Hipotesis yang dilakukan menggunakan uji Pearson adalah satu hipotesis diterima dan tiga hipotesis ditolak, yaitu terdapat hubungan antara pola asuh authoritative dengan sikap terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran siswa SMP ‘X’ Indramayu, tidak terdapat hubungan antara pola asuh Indulgent dengan sikap terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran siswa SMP ‘X’ Indramayu, tidak terdapat hubungan antara pola asuh authoritarian dengan sikap terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran siswa SMP ‘X’ Indramayu, tidak terdapat hubungan antara pola asuh neglectful dengan sikap terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran siswa SMP ‘X’ Indramayu. Kata kunci : pola asuh, sikap terhadap perilaku heteroseksual, remaja. PENDAHULUAN Masa remaja adalah salah satu periode penting yang menyenangkan dan penuh tantangan selama rentang kehidupan seseorang karena pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak-anak namun juga belum menjadi orang dewasa. Masa remaja itu sendiri merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2010). Perubahan tersebut meliputi pubertas, berkembangnya penalaran abstrak dan logis, meningkatnya pemikiran idealis dan egosenteris, perubahan temanteman sebaya, persahabatan, serta bergerak menuju kemandirian (Santrock, 2010). Fase pubertas merupakan bagian penting dalam perkembangan fungsi seksualitas seseorang. Pada fase pubertas perubahan organ-organ seks pada remaja mulai berfungsi secara optimal dan hormon-hormon alat reproduksi yang bersangkutan mulai bekerja sehingga memunculkan dorongan seksual yang menuntut untuk segera di puaskan (Hurlock, 1973), dengan demikian matangnya fungsi organ seks pada masa pubertas membuat remaja rentan terhadap perilaku seksual karena menyebabkan remaja menjadi mudah terangsang. Dengan demikian, aktivitas seksual ini mulai terlihat pada masa remaja. Remaja akan mengembangkan dan mengeksprsikan perasaan seksual dan menikmati kedekatan fisik dengan lawan jenis (Steinberg, 2002), sehingga pada masa remaja inilah seksualitas menjadi masalah yang kompleks bagi remaja. Disisi lain fungsi-fungsi hormonal dan rasa keingintahuan terhadap seks sedang meningkat sehingga menimbulkan dorongan seksual, remaja pula dituntut untuk mematuhi norma-norma serta agama yang berlaku di masyarakat tempat mereka tinggal. Oleh karena itu remaja perlu pemahaman dan informasi yang dapat membentuk sikap tepat dan sesuai mengenai perilaku seksual. Di zaman modern seperti sekarang ini, kemajuan teknologi di Indoneisa semakin canggih dan telah mempengaruhi kehidupan masyarakat terutama pada kalangan remaja. Salah satu kemajuan teknologi yakni internet, dimana remaja dapat dengan mudah mengakses informasi khusunya terkait perilaku seksual. Dampak yang paling terlihat adalah terbentuknya sikap terhadap perilaku seksual pada remaja, dimana jika dulu sikap laki-laki dan perempuan yang berpegangan tangan, mencium pasangan, ataupun berpelukan di tempat umum dianggap telah melampaui batas norma kesusilaan, namun saat ini perilaku seksual tersebut cenderung dianggap sesuatu yang biasa terjadi pada sepasang kekasih (Dewi, 2012). Feldman (2000) perilaku seksual dan ketertarikan kepada orang lain dengan jenis kelamin berbeda tersebut merupakan perilaku heteroseksual. Perilaku heteroseksual biasanya muncul pada saat hubungan remaja sudah masuk pada fase pacaran atau going steady. Perilaku heteroseksual ini melibatkan minat seksual dalam upaya memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual dengan pasangan lawan jenis melalui berbagai perilaku pengekspresian cinta. Adapun yang termasuk perilaku heteroseksual menurut Hurlock (1973), khususnya yang berhubungan dengan fisik yaitu necking, petting, dan premarital intercourse. Hal tersebut membuat cemas orang tua terhadap anak remajanya yang berperilaku heteroseksual yang semakin memprihatinkan, mulai dari pegangan tangan, berpelukan, berciuman, seolah-olah hal tersebut pada masa pacaran dianggap hal yang wajar atau biasa terjadi pada remaja yang sedang berpacaran. Terjadinya perilaku heteroseksual dan penyimpangan seksual di kalangan remaja yang marak terjadi saat ini sebenarnya tidak ada yang mengkhendaki karena banyak menimbulkan kerugian bagi remaja ataupun pihak lain. Selain itu perilaku heteroseksual dapat juga mengakibatkan remaja terkena penyakit seksual yang diakibatkan karena penularan HIV/ADIS. Saat ini dari tahun ke tahun kasus kehamilan dan aborsi pada remaja yang tidak dikehendaki semakin meningkat, hal ini merupakan akibat dari perilaku heteroseksual yang demikian bebasnya dikalangan remaja (Beritakaltara.Com). Fenomena maraknya perilaku heteroseksual ini terjadi juga pada remaja di Indramayu. Berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan salah satu polisi di Indramayu, bahwa banyak tempat sepi yang digunakan untuk melakukan perilaku heteroseksual, oleh karena itu peniliti mengambil data awal di Indramayu. Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat maraknya pacaran dan perilaku heteroseksual khususnya di SMP ‘X’ Indramayu kelas IX (sembilan). Peneliti mengambil responden kelas IX di SMP ‘X’ Indramayu karena menurut informasi dari guru BK, Siswa kelas IX sebagian besar sudah sampai pada tahap pacaran (going steady), Berdasarkan informasi yang peneliti dapat melalui wawancara, perilaku heteroseksual yang dilakukan siswa adalah berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, mencium leher, meraba pasangan. Remaja seharusnya mampu menyelesaikan tugas perkembangan seksualitasnnya dengan baik. Bersikap dan Belajar bertingkah laku dalam hubungan heteroseksual menurut cara yang diakui oleh lingkungan masyarakat (Hurlock, 1973). Sikap yang dimaksud adalah suatu ide yang digerakan oleh emosi yang mempengaruhi kemunculan perilaku tertentu terhadap seuatu objek sosial dan atau situasi tertentu (Triandis, 1971). Sikap berkaitan dengan objek tertentu, dengan demikian objek sikap dalam penelitian ini adalah perilaku heteroseksual. Sikap terbentuk dari beberapa komponen diantaranya komponen kognitif (perseptual component), komponen afektif (emosional component), komponen behavioral (action component). Banyak faktor yang dapat menjelaskan perilaku heteroseksual seseorang dapat muncul pada masa remaja, selain karena faktor matangnya organ seks dan rasa ingin tahu yang tinggi salah satu faktor yang hubungannya dengan perilaku heteroseksual adalah faktor keluarga (Miller, 2002). Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak sangat besar karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama di mana anak dapat berinteraksi, tempat anak belajar, dan menyatakan dirinya sebagai makhluk sosial. Keluarga juga dapat memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan kepada anak (Kartono, 1992). Sikap serta interaksi orang tua dan anak, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Bentuk interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak terwujud dalam bentuk pola pengasuhan orang tua. Pola asuh itu sendiri adalah segala bentk interaksi antara orang tua dan anak, dimana orang tua menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai, minat, dan lain seagainya kepada anakanaknya (Maccoby 1980). Baumrind (Maccoby, 1980) menyatakan pola asuh yang diterapkan orang tua mempengaruhi perkembangan nilai, minat, sikap pengetahuan, dan keterampilan pada diri individu, termasuk perilaku heteroseksual. Perilaku heteroseksual ini lebih baik diketahui dari orang tuanya, dari pada anak mendapatkannya dari orang lain atau media lain yang dengan muda diakses dan kemudian mereka dapat saja menyalahgunakan arti dan fungsi organ seksualnya. Dengan demikian orang tua mempunyai peranan penting karena remaja tumbuh pertama kali di keluarganya sendiri, artinya orang tua harus menyediakan waktu yang ekstra untuk melakukan interaksi yang terbuka dan memperhatikan anak remajanya terutama dalam perilaku heteroseksual pada masa pacaran. Menurut Baumrind (Maccoby, 1980), terdapat empat jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, yaitu authoritative, indulgent, authoritarian, dan neglectful yang didapatkan dari dua aspek pengasuhan orang tua, yaitu parental control dan parental warmth. Pola asuh merupakan konsep yang menggambarkan variasi pengasuhan anak dalam hal pendisiplinan, kehangatan, perhatian terhadap kebutuhan anak, serta sikap dan keyakinan orang tua yang secara konsisten membentuk pola dalam memperlakukan anak. Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian peneliti mengambil data awal dan melakukan wawancara secara langsung terhadap 10 siswa SMP ‘X’ Indramayu terkait sikap terhadap perilaku heteroseksual dan pola asuh yang diterapkan orang tua. Hasilnya perilaku heteroseksual pada masa pacaran sudah terjadi pada siswa SMP ‘X’ Indramayu seperti necking, petting, bahkan menurut mereka beberapa temannya sudah melakukan hubungan intim dengan pasangannya (premarital intercourse). Hal ini disebabkan oleh kurangnya kontrol dan kehangatan dari orang tua yang menimbulkan perilaku heteroseksual pada masa pacaran, dimana justru perilaku heteroseksual dilakukan di dalam rumah dan beberapa orang tua tidak memiliki aturan tertentu terkait perilaku heteroseksual. Didapatkan juga dari data tersebut bahwa dengan pola pengasuhan yang sama membentuk sikap terhadap perilaku heteroseksual yang sama dan berbeda, beberapa dari mereka yang memiliki kontrol tinggi dan kehangatan tinggi maupun salah satu saja yang tinggi dalam pola asuh yang diterapkan orang tua mengaku telah melakukan perilaku heteroseksual dan mnganggap perilaku tersebut sebagai perilaku yang wajar pada masa pacaran dan sebaliknya. Berdasarkan pemaparan fenomena dan hasil survey yang dilakukan peneliti, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan sikap terhadap periaku heteroseksual pada masa pacaran siswa SMP ‘X’ Indramayu. Khususnya Siswa yang termasuk dalam remaja awal (11-14 tahun). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan non-eksperimental quantitative research. Non-experimental research adalah tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mencukupi terpenuhinya keakuratan deskripsi atau gambaran atau sebuah fenomena, dimana variabel-variabelnya tidak dapat dimanipulasi. quantitative research yaitu mengumpulkan data berupa data numerik untuk menjawab pertanyaan penelitian (Christensen, 2007). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional. Penelitian korelasional bertujuan untuk menentukan seberapa kuat variabel-variabel yang diukur saling berhubungan, dimana dilakukan pada setting alami tanpa ada manipulasi variabel (Christensen, 2007). Maka, dari penelitian ini akan diketahui hubungan antara pola asuh yang diterapkan orang tua dengan sikap terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran siswa SMP ‘X’ Indramayu. Partisipan Subjek penelitian ini adalah Siswa SMP ‘X’ Indramayu berusia 11-14 tahun yang sudah pernah atau sedang berpacaran. Dengan menggunakan teknik random sampling, partisipan dalam penelitian ini berjumlah 74 orang. Pengukuran Pengukuran variabel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang dimodifikasi dari melisa (2004) berdasarkan teori Triandis (1971) dan Hurlock (1973) .Kuesioner pola asuh terdiri dari 53 pernyataan dengan 4 skala pilihan jawaban dan kuesioner sikap terhadap perilaku heteroseksual terdiri dari 86 pernyataan dengan skala pilihan jawaban. HASIL Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis pembahasan mengenai hubungan pola asuh yang diterapkan orang tua dengan sikap terhadap perilaku heteroseksual diperoleh hasil sebagai berikut: - Dari keempat pola asuh, satu pola asuh yang memiliki hipotesis diterima, yaitu Terdapat hubungan antara pola asuh authoritative dengan sikap terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran siswa SMP ‘X’ Indramayu - Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa Pola asuh yang terdapat hubungan dengan sikap terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran siswa SMP ‘X’ Indramayu adalah pola asuh authoritative. Semakin authoritative pola asuh yang diterapkan orang tua maka tingkat sikap terhadap perilaku heteroseksual cenderung rendah, dan sebaliknya semakin tidak authoritative pola asuh yang diterapkan oleh orang tua maka tingkatan perilaku seksual cenderung tinggi. - Pola asuh authoritative merupakan pola asuh yang banyak diterapkan oleh orang tua siswa SMP ‘X’ Indramayu. Orang tua memberikan kontrol dan kehangatan yang tinggi. - Kemudian untuk gambaran sikap terhadap perilaku heteroseksual siswa SMP ‘X’ Indramayu adalah negatif, mereka memiliki pengetahuan bahwa perilaku seksual sebagai perilaku yang tidak wajar, dan merugikan serta dampakdampak dari perilaku tersebut diasosiasikan dengan perasaan tidak menyenangkan sehingga mereka cenderung tidak melakukan perilaku seksual pada masa pacaran walaupun ada kesempatan dan keinginan untuk melakukan dengan pasangannya. DAFTAR PUSTAKA Buku : Christensen, Larry B. 2007. Experimental Methodology Tenth Edition. USA : Pearson Education Fledman. Robert S. 2000. Development acoss the life span second edition. New Jersey : Prentice Hall.inca Hurlock, E.B, 1973. Adolescent Development. Internasional Student Edition. Kogakusha: McGraw-Hill, Inc. Kartono, Kartini. 1992. Peran Keluarga Memandu Anak. Jakarta: Rajawali Press. Maccoby, Eleanor E. 1980. Social Development: Psychological Growth and the Parent-Child Relationship. New York: Harcourt Brace Javanovich Inc. Miller, M.C. (2002). Family Influences on Adolesecent Sexual and Contraceptice Santrock, J. W. 2010. Child Development. International Edition. New York: McGraw-Hill. Steinberg Laurence (2002). Adolescence 6th edition. New york; The Graw-Hill Companies, Inc Triandis,H. C. 1971. Attitude and Attitude Change. Jhon Wiley and Son, Inc. Dewi, Rahim. (2012). “Gambaran Sikap Remaja Terhadap Perilaku Heteroseskual pada masa pacaran” . Program Sarjana. Universitas Pendidikan Indonesia Melisa 2004. “Gambaran Sikap Remaja Terhadap Perilaku remaja terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran”. Program Sarjana. Universitas Padjadjaran Indonesia kony Fahran (2014 ) . Setengah dari Jumlah Gadis Muda Kota Hilang Keperawanan : Beritakaltara.Com. diunduh 19 Agustus 2014