BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian efektivitas dan efisiensi Setiap perusahaan apapun bentuk dan jenisnya pasti menginginkan perolehan keuntungan secara optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola sumber daya-sumber daya produksi yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efisien. Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang pengertian efektivitas, antara lain : (1) Menurut Hani Handoko (1999 : 46) efektivitas merupakan suatu kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (2) Komarrudin (1997 : 148) menyatakan efektivitas sebagai suatu keadaan yang menunjukkan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (3) Menurut Supriyono (2000 : 67) efektivitas adalah hubungan antara keluaran pusat pertanggungjawaban dengan tujuannya. (4) Zulian Yamit (1998 : 14) menyatakan efektivitas adalah suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang dapat tercapai baik secara kualitas maupun waktu, orientasinya pada keluaran (output) yang dihasilkan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan suatu kondisi yang menyatakan tingkat keberhasilan pelaksanaan aktivitas atau kegiatan dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 11 Selain telah dijelaskan pengertian mengenai efektivitas, ada beberapa teori yang mengemukakan tentang efisiensi antara lain : (1) Efisiensi menurut Halim (2002 : 130) merupakan suatu perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. (2) Efisien menurut Mardiasmo (2002 : 4) merupakan pencapaian output yang maksimal dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. (3) Efisiensi menurut Indra Bastian (2001 : 336) adalah hubungan antara input dengan output dimana penggunaan barang dan jasa yang dibeli oleh organisasi untuk mencapai output tertentu. (4) Menurut Mulyadi (2003 : 36) efisien merupakan rasio perbandingan antara keluaran dengan masukan. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa efisiensi merupakan suatu ukuran yang menggambarkan perbandingan antara masukan dengan keluaran. Semakin sedikit masukan yang dikonsumsi untuk menghasilkan keluaran, semakin efisien aktivitas di dalam mengkonsumsi masukan. Atau semakin banyak keluaran yang dapat dihasilkan dari konsumsi masukan tertentu, semakin produktif aktivitas yang dilakukan oleh manajemen dalam menghasilkan keluaran. Efektivitas dan efisiensi aktivitas dalam suatu perusahaan saling terkait satu dengan lainnya dalam mencapai apa yang menjadi target atau tujuan perusahaan. Semakin efisien aktivitas perusahaan yang dilakukan untuk menghasilkan 12 keluaran, maka aktivitas perusahaan dalam mencapai kinerja atau target yang telah ditetapkan akan semakin efektif. 2.1.2 Pengertian cost effectiveness Mulyadi (2003 : 37) menyatakan bahwa cost effectiveness merupakan suatu ukuran seberapa efektif sumber daya organisasi dimanfaatkan untuk melaksanakan value-added activity dalam menghasilkan keluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan customers. Customers akan memilih produsen yang mampu menghasilkan produk barang maupun jasa yang berkualitas dengan harga jual yang berlaku di pasar dunia. Harga jual tersebut hanya dapat dipenuhi oleh produsen yang berkelanjutan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas penambah nilai dan menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai bagi customers. Pada hakikatnya aktivitas bukan penambah nilai adalah suatu pemborosan sehingga perlu dilakukan pengelolaan. Tujuan pengelolaan aktivitas adalah penghilangan pemborosan, dan dengan hilangnya pemborosan tersebut biaya dapat berkurang. Pemborosan diakibatkan oleh adanya aktivitas bukan penambah nilai dan aktivitas penambah nilai yang tidak dilakukan secara efisien. Dengan demikian cost effectiveness menjadi salah satu faktor untuk memiliki daya saing jangka panjang di pasar. Untuk menjadikan kegiatan bisnisnya efektif, manajemen berusaha melakukan pengelolaan aktivitas (activity management). Manajemen dengan berdasarkan aktivitas (activity based management-ABM) merupakan pendekatan untuk mengelola bisnis dengan mengidentifikasi aktivitas-aktivitas operasi utama, menentukan sumber-sumber daya apa yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas, 13 mengidentifikasi apa yang menyebabkan konsumsi sumber daya dari setiap aktivitas tersebut, dan mengkategorikan aktivitas-aktivitas yang memberi nilai tambah dan yang tidak memberikan nilai tambah bagi sebuah produk. Manajemen berdasarkan aktivitas adalah pendekatan terintegrasi di seluruh sistem yang mengarahkan perhatian manajemen pada aktivitas-aktivitas dengan tujuan meningkatkan nilai pelanggan dan laba perusahaan (Hansen and Mowen, 2001 : 913). Mulyadi (1998 : 260) menyatakan bahwa pengelolaan aktivitas dilaksanakan melalui empat langkah sebagai berikut : 1) Pemilihan atau seleksi aktivitas penambah nilai (activity selection) Seleksi aktivitas melibatkan pemilihan diantara seperangkat aktivitas yang berbeda yang disebabkan oleh strategi-strategi persaingan. Strategi yang berbeda menyebabkan aktivitas yang berbeda. Strategi yang dipilih adalah strategi yang berbiaya terendah. Jadi seleksi aktivitas dapat mempunyai pengaruh yang signifikan pada pengurangan biaya. 2) Pembagian aktivitas penambah nilai (activity sharing) Pembagian aktivitas dilakukan dengan cara menggunakan skala ekonomi yaitu dengan meningkatkan aktivitas ke tingkat skala ekonomi. Dengan menaikkan aktivitas sampai ke tingkat skala ekonomi, tanpa disertai dengan kenaikan total biaya aktivitas itu sendiri, pengurangan biaya per satuan akan diperoleh. Dengan menurunnya biaya satuan aktivitas, biaya yang akan dirunut ke produk akan menurun. 3) Pengurangan aktivitas bukan penambah nilai (activity reduction) 14 Pengurangan aktivitas dapat mengurangi waktu dan sumber daya-sumber daya yang diperlukan. Dalam strategi jangka pendek, pengurangan aktivitas adalah untuk memperbaiki non-value added activities sampai dengan aktivitas tersebut dieliminir. Contohnya aktivitas pemindahan, waktu dan biaya untuk pemindahan komponen antar departemen dapat dikurangi dalam jumlah besar yang artinya terjadinya pengurangan biaya. 4) Penghilangan aktivitas bukan penambah nilai (activity elimination) Eliminasi aktivitas memusatkan pada aktivitas yang tidak bernilai tambah. Aktivitas yang tidak bernilai tambah diidentifikasi, dan diukur untuk mengeliminir aktivitas-aktivitas tersebut. Konsep cost effectiveness juga memiliki beberapa keunggulan. Mulyadi (1998 : 445) menyatakan bahwa beberapa keunggulan konsep cost effectiveness, antara lain : 1) Konsep cost effectiveness memasukkan customers ke dalam model pengukuran kinerja sehingga memungkinkan manajemen memfokuskan usahanya untuk melalukan improvement terhadap proses berdasarkan sudut pandang customers. 2) Konsep cost effectiveness menganalisis proses menjadi aktivitas penambah nilai dan aktivitas bukan penambah nilai, sehingga memungkinkan manajemen melakukan pengelolaan aktivitas untuk menghasilkan pengurangan biaya secara signifikan bagi kepentingan customers. 15 2.1.3 Konsep cost efficiency Cost efficiency menunjukkan seberapa efisien suatu aktivitas mengkonsumsi sumber daya dalam menghasilkan keluaran (Mulyadi, 2003 : 36). Efisien merupakan rasio antara keluaran dengan masukan. Semakin sedikit masukan yang dikonsumsi untuk menghasilkan keluaran, semakin efisien aktivitas di dalam mengkonsumsi masukan. Atau semakin banyak keluaran yang dapat dihasilkan dari konsumsi masukan tertentu, semakin produktif aktivitas yang dilakukan oleh manajemen di dalam menghasilkan keluaran. Keefektifan program kualitas berbagai perusahaan sangat bervariasi. Terbukti masih banyaknya perusahaan yang belum melakukan pengendalian kualitas secara optimal, sehingga masih banyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan persyaratan yang menyebabkan banyak terjadi kegagalan atau pemborosan. Hal ini tentu mengakibatkan bertambahnya biaya yang dikeluarkan dan pemborosan waktu yang berarti tidak efisiennya penggunaan faktor-faktor produksi. Dengan melakukan pengendalian kualitas yang terus-menerus berarti manajemen telah melakukan upaya peningkatan efisiensi. 2.1.4 Mengukur cycle efficiency suatu proses Proses terdiri dari berbagai aktivitas untuk mengelola masukan menjadi keluaran. Oleh karena keluaran suatu proses digunakan untuk memuaskan kebutuhan customers, maka aktivitas yang dihasilkan untuk menghasilkan keluaran perlu dihubungkan dengan kebutuhan customers, untuk menentukan diperlukan atau tidaknya aktivitas ditinjau dari sudut pandang customers. Dari sini timbullah konsep aktivitas penambah nilai (value-added activity) dan aktivitas 16 bukan penambah nilai (non-value added activity). Ukuran efisiensi proses produksi barang atau jasa dapat dihitung dengan membandingkan processing activities atau value-added activities dengan throughput activities yang lebih dikenal dengan istilah cycle efficiency (Mulyadi, 1998 : 441). Seberapa besar aktivitas bukan penambah nilai dikurangi dan dihilangkan dari proses pembuatan produk atau jasa dapat diukur melalui cycle efficiency dengan rumus : Cycle efficiency = Value-Added Activities Throughput Activities Dalam proses produksi barang dan jasa diperlukan throughput activities yang merupakan keseluruhan kegiatan yang diperlukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Adapun throughput activities dapat dicari dengan cara sebagai berikut : Throughput Activities = Value-Added Activities + Non-Value Added Activities Cycle efficiency suatu proses juga dapat dihitung berdasarkan waktu. Ukuran operasional berdasarkan waktu ini dikenal dengan istilah manufacturing cycle efficiency (Hansen and Mowen, 1997 : 503). Manufacturing cycle efficiency (MCE) dapat dihitung dengan rumus : MCE = waktu pemrosesan waktu pemrosesan waktu pemindahan waktu pemeriksaa n waktu tun ggu. Waktu pemrosesan adalah waktu yang diperlukan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Aktivitas lainnya diidentifikasi sebagai aktivitas tidak bernilai tambah. Jadi, idealnya adalah mengeliminasi aktivitas tidak bernilai tambah dengan mengurangi waktu untuk masing-masing menjadi nol. Bila hal ini dapat dilakukan, nilai MCE akan menjadi 1,0. Dengan peningkatan MCE (mendekati 1,0), waktu siklus non-value added activities akan menurun. 17 2.1.5 Value-added activities dan non-value added activities Sistem akuntansi biaya memfokuskan strategi produksinya pada aktivitasaktivitas yang mengkonsumsi sumber daya dan sumber daya yang dikonsumsi menimbulkan biaya. Setelah mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas yang ada maka selanjutnya aktivitas-aktivitas mana saja yang tergolong value-added activities dan non-value added activities. Menurut Simamora (2002 : 27) value-added activities adalah aktivitas yang meningkatkan jasa produk bagi pelanggan. Valueadded activities adalah aktivitas yang diperlukan dalam menghasilkan nilai bagi konsumen karena aktivitas ini dapat menambah nilai kepada sebuah produk atau jasa. Aktivitas ini diperlukan untuk dapat bertahan dalam bisnis. Aktivitasaktivitas ini membutuhkan penggunaan sumber daya dan biaya-biaya yang terkait yang berguna untuk memberikan kontribusi kepada jasa, mutu, dan biaya produk akhir. Beberapa value-added activities merupakan aktivitas yang harus dilaksanakan (required activities) yaitu aktivitas yang diwujudkan oleh peraturan yang dikeluarkan pihak berwenang. Beberapa value-added activities lainnya merupakan aktivitas kebijakan (discretionary activities). Value-added activities memiliki sifat : 1) Aktivitas tersebut menyebabkan perubahan keadaan 2) Perubahan keadaan tidak dapat dicapai dengan aktivitas sebelumnya 3) Aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain dapat dilaksanakan Aktivitas bukan penambah nilai (non-value added activities) merupakan aktivitas yang tidak diperlukan dalam menghasilkan nilai bagi konsumen. Aktivitas yang tidak memenuhi ketiga ataupun salah satu dari tiga kriteria 18 aktivitas penambah nilai merupakan aktivitas bukan penambah nilai. Aktivitas yang tidak menambah nilai merupakan aktivitas selain aktivitas yang mutlak esensial untuk dapat bertahan dalam bisnis. Menurut Simamora (2002 : 117) aktivitas yang tidak bernilai tambah merupakan aktivitas yang berkaitan dengan produksi yang menambah biaya kepada suatu produk dan jasa namun tidak meningkatkan nilai pasarnya. Menurut Hansen and Mowen (1997 : 916) terdapat lima aktivitas yang bersifat pemborosan dan tidak perlu dilakukan, yaitu : 1) Penjadwalan, yaitu aktivitas menentukan kapan suatu produk diproses atau beberapa set up yang harus dilakukan. Penjadwalan merupakan suatu aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk menentukan kapan produk yang berbeda memiliki akses ke proses-proses (atau kapan dan berapa jumlah persiapan harus dilakukan) dan bagaimana cara memproduksinya. 2) Pemindahan, yaitu aktivitas memindahkan barang-barang dari satu departemen ke departemen lainnya. 3) Penungguan, yaitu aktivitas menunggu barang yang akan diolah dan diproses pada proses berikutnya. 4) Inspeksi, yaitu aktivitas pemeriksaan agar produk sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. 5) Penyimpanan, yaitu aktivitas menyimpan barang sebagai persediaan. Aktivitas penambah nilai dan bukan penambah nilai ini akan menimbulkan biaya. Biaya yang ditimbulkan adalah biaya penambah nilai (value-added cost) dan biaya bukan penambah nilai (non-value added cost). Biaya yang menambah 19 nilai adalah biaya yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang menambah nilai yang dilakukan dengan efisiensi sempurna. Sedangkan biaya yang tidak bernilai tambah adalah biaya yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang tidak menambah nilai atau kinerja yang tidak efisien dari aktivitas penambah nilai. Penentuan atau pemisahan antara aktivitas yang bernilai tambah dengan aktivitas yang tidak bernilai tambah sangat penting dilakukan oleh manajemen karena dengan pemisahan kedua aktivitas tersebut akan tampak aktivitas mana yang benar-benar diperlukan dalam suatu perusahaan dan aktivitas mana yang merupakan pemborosan dan seharusnya tidak dibebankan ke produk. Pemisahan ini perlu agar manajemen dapat memusatkan perhatiannya untuk mengurangi bahkan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah yang tentu saja akan dapat menimbulkan biaya. 2.1.6 Pengertian strategic cost reduction Lingkungan bisnis yang kompetitif menuntut personel perusahaan untuk mampu mengurangi biaya dalam jumlah yang signifikan dan untuk jangka waktu panjang. Pengurangan biaya seperti ini disebut sebagai pengurangan biaya yang bersifat strategis (strategic cost reduction). Berikut ini disajikan fakta yang berkaitan dengan strategic cost reduction (Mulyadi, 2003 : 408). 1) Strategic cost reduction mencakup jangka waktu panjang. Dengan ini strategic cost reduction memerlukan sistem informasi biaya yang mencakup jangka panjang, yang dapat menghasilkan informasi product life cycle costs. 2) Strategic cost reduction akan efektif jika difokuskan pada tahap perencanaan, bukan pada tahap implementasi rencana. 20 3) Strategic cost reduction menjadikan pengurangan biaya bagian strategi untuk menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif, sehingga mencakup keseluruhan rantai nilai (value chain), bukan hanya pengurangan biaya pada tahap produksi, apalagi hanya berkaitan dengan pengurangan biaya tenaga kerja. 4) Pencatatan biaya yang telah terjadi tidak dapat mempengaruhi perilaku manajemen di dalam mengkonsumsi sumber daya, sedangkan strategic cost reduction membutuhkan sistem informasi biaya yang dapat mempengaruhi perilaku manajemen dalam melakukan improvement secara berkelanjutan. Menurut Mulyadi (1998 : 234) strategic cost reduction adalah pengurangan biaya secara strategis yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk menempatkan perusahaan pada posisi yang kompetitif. Strategic cost reduction adalah sebuah pendekatan yang dilakukan perusahaan dalam mengambil langkah baru untuk menciptakan dan menjaga kompetensi keunggulan perusahaan dalam jangka panjang. Pengurangan biaya dalam strategic cost reduction merupakan tindak lanjut dari kegagalan traditional cost reduction yang berfokus pada pemotongan biaya gaji dan upah serta penghapusan pekerjaan. Pemotongan biaya gaji dan upah tenaga kerja hanya dapat mengurangi biaya dalam jangka pendek yang berdampak pada penurunan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan. Strategic cost reduction melakukan pemotongan biaya yang bersifat jangka panjang tanpa menurunkan kualitas produk atau jasa yang ada. Strategic cost reduction adalah pendekatan jangka panjang yang mengintegrasikan strategi bersaing, strategi teknologi, strategi manajemen sumber 21 daya manusia dan desain organisasi untuk mencapai keunggulan perusahaan (Brinker, 1993 : 155). Strategic cost reduction memfokuskan pada pengurangan biaya pada penyebab timbulnya pemborosan yaitu kualitas. Jika dalam aktivitasnya perusahaan mampu melaksanakan peningkatan kualitas secara berkelanjutan, biaya pembuatan produk akan berkurang sebagai hasil dari peningkatan kualitas tersebut. Pengurangan biaya dalam strategic cost reduction terjadi setelah hasil peningkatan bertahap terhadap 1) kualitas, 2) keandalan (dependability), dan 3) kecepatan (speed) (Mulyadi, 1998 : 234). Peningkatan kualitas membantu peningkatan keandalan, peningkatan kualitas dan keandalan meningkatkan kecepatan, dan pada akhirnya dampak kumulatif peningkatan tiga hal tersebut menghasilkan efisiensi biaya (Brinker, 1993 : 56). Improvement terhadap kualitas, keandalan, dan kecepatan perusahaan sebagai penghasil produk inilah yang sesungguhnya mengakibatkan pengurangan total biaya yang dibebankan kepada customers. Improvement terhadap tiga hal tersebut tidak dapat dilaksanakan melalui pendekatan jangka pendek, partial (hanya difokuskan pada biaya tertentu), dan periodik, namun harus dilaksanakan melalui pendekatan jangka panjang, bersistem (system approach), dan berkelanjutan. Implikasi dari pengurangan biaya jangka panjang yang sukses didapat secara tidak langsung melalui keberhasilan dari strategi-strategi lain. Oleh karena itu strategic cost reduction harus selalu menyertai strategi bersaing perusahaan 22 2.1.7 Syarat-syarat strategic cost reduction Untuk memperbaiki efektifitas program pengurangan biaya, pertama kali harus dinyatakan bahwa pengurangan biaya harus bersifat strategis untuk menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif dalam persaingan pasar. Mulyadi (1998 : 253) menyatakan bahwa persyaratan untuk melakukan pendekatan strategis dalam pengurangan biaya adalah sebagai berikut : 1) Manajemen harus memiliki tujuan yang jelas, 2) Pemotongan biaya harus berorientasi jangka panjang, 3) Manajemen harus memiliki sifat yang proaktif dalam mengelola biaya, dan 4) Manajemen harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang sifat biaya. 2.1.8 Perbedaan traditional cost reduction dengan strategic cost reduction Sebenarnya upaya pengurangan biaya telah dilakukan sejak dulu. Menurut Mulyadi (1998 : 238) program pengurangan biaya di masa lalu umumnya berupa crash program yang mengalami kegagalan berkaitan dengan sifat-sifat traditional cost reduction. Adapun sifat-sifat traditional cost reduction adalah sebagai berikut: 1) Tidak ada tujuan yang jelas Suatu program pengurangan biaya yang tidak jelas tujuannya, dan yang tidak dikaitkan dengan usaha untuk mencapai posisi kompetitif di pasar tidak mampu membangkitkan semangat personel untuk mewujudkan program. Semangat besar sangat diperlukan dalam program pengurangan biaya, karena pada dasarnya pengurangan biaya menuntut perubahan mendasar dalam cara kerja dan setiap perubahan memerlukan pengorbanan dari personel. 23 2) Berorientasi jangka pendek Traditional cost reduction berfokus pada usaha menurunkan biaya dalam jangka pendek, sehingga pada saat program mencapai tujuan jangka pendeknya, program tersebut kemudian dihentikan. Sebagai akibatnya biaya kembali mengalami kenaikan. 3) Bersifat reaktif Program pengurangan biaya di masa lalu merupakan reaksi terhadap perubahan drastis yang terjadi, bukan bagian dari strategi untuk menjadikan perusahaan mencapai posisi kompetitif di pasar. Karena reaktif, program pengurangan biaya lebih merupakan manajemen kritis sehingga alternatif yang dipilih didasarkan pada langkah-langkah yang dalam waktu singkat menghasilkan pengurangan biaya yang signifikan. 4) Tidak adanya pengetahuan memadai mengenai sifat biaya Program pengurangan biaya di masa lalu, disamping bersifat reaktif dan berjangka pendek, juga dilandasi kekurangpahaman manajemen terhadap sifat biaya. Biaya yang paling rentan untuk dikurangi adalah biaya tenaga kerja langsung karena menurut pemahaman manajemen tradisional biaya ini memicu biaya yang lain. 5) Tidak tersedia informasi tentang penyebab terjadinya biaya Sistem akuntansi biaya tradisional tidak menyediakan informasi tentang aktivitas yang menyediakan penyebab terjadinya biaya. Padahal, hanya dengan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas (aktivitas dipilih, dibagi bebannya, 24 dikurangi, atau dihilangkan) biaya dapat dikurangi dalam jumlah signifikan dalam jangka panjang. Program pengurangan biaya di masa lalu umumnya diwujudkan dalam bentuk (Mulyadi, 2003 : 411) : 1) Pendekatan teknologi Perusahaan melakukan penggantian tenaga kerja dan teknologi, namun implementasi pendekatan teknologi ini memerlukan dana, waktu, proses, inovasi yang efektif, serta karyawan yang fungsional. 2) Lean and mean Pendekatan ini memfokuskan sasarannya ke pengurangan jumlah karyawan, bukan pengurangan pekerjaan. Dalam jangka pendek, perusahaan yang padat karya (labor intensif) akan menikmati hasil program pengurangan biaya, namun dalam jangka panjang, program pengurangan biaya ini akan menemui kegagalan, karena pekerjaan yang tidak efisien tidak pernah direkayasa kembali (reengineering) untuk menjadikan biaya perusahaan berkurang. 3) Pemindahan operasi ke lokasi yang upah tenaga kerjanya rendah Perusahaan yang menempuh strategi pemindahan operasi ke lokasi akan mempertinggi biaya permulaan (start-up cost) dari yang diperkirakan sebelumnya, sementara kualitasnya lebih rendah dan waktu penyerahan lebih lama. 4) Merger Masalah dari program ini akan timbul dari perbedaan gaya, kultur organisasi, teknologi masing-masing perusahaan yang dimerger. 25 5) Diversifikasi Diversifikasi seringkali memperluas operasi perusahaan yang bukan menjadi kompetensi inti (core competencies) sehingga mengakibatkan kesulitan pengembangan dan implementasi produk baru, teknologi, dan sistem distribusi, yang sebagai akibatnya biaya lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya. Sedangkan strategic cost reduction menurut Mulyadi (2003 : 443) memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1) Bertujuan untuk menempatkan perusahaan pada posisi yang kompetitif. Strategic cost reduction hanya akan berhasil jika diarahkan untuk menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif dalam jangka panjang. Strategic cost reduction merupakan strategi jangka panjang yang memadukan strategi untuk menempatkan perusahaan pada posisi yang kompetitif, strategi teknologi, strategi SDM, dan desain organisasi. Oleh karena biaya dalam jangka panjang memerlukan energi yang luar biasa besarnya, perlu diarahkan untuk tujuan penempatan perusahaan pada posisi yang kompetitif. Sehingga tujuan tersebut mampu membangkitkan semangat di kalangan personel perusahaan. 2) Berlingkup luas (system thinking) Strategic cost reduction dilandasi dengan cara berpikir sistem berlingkup luas yang mencakup keseluruhan aspek manajemen. Untuk menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif, keseluruhan aspek manajemen tersebut harus berkualitas, sehingga secara konsisten perusahaan mampu menghasilkan produk dan jasa berkualitas. 26 3) Berjangka panjang Strategic cost reduction harus merupakan usaha berjangka panjang yang membentuk gaya manajemen tertentu, agar penurunan biaya menjadi suatu program yang mampu bertahan lama. 4) Bersifat berkelanjutan Strategic cost reduction dilandasi dengan semangat untuk melakukan improvement berkelanjutan yang tertanam dalam inti personel. Semangat ini perlu diarahkan pada peningkatan value bagi konsumen, agar improvement yang dilaksanakan terhadap proses membuahkan hasil yang bermanfaat untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan. 5) Bersifat proaktif Strategic cost dirancang untuk mengantisipasi kondisi yang ingin diwujudkan di masa yang akan datang, bukan sebagai akibat problem yang telah dihadapi oleh perusahaan. Jika strategic cost reduction merupakan usaha yang bersifat proaktif, manajemen dapat mempertimbangkan dengan baik berbagai alternatif terbaik, dan mempunyai waktu memadai untuk mewujudkan alternatif yang dipilih. 6) Berfokus keseluruh mata rantai nilai Strategic cost reduction harus mencakup keseluruhan mata rantai nilai dalam perusahaan, yaitu desain, pengembangan, produksi, pemasaran, distribusi, dan layanan. Sebagian biaya telah merupakan komitmen begitu suatu produk atau jasa selesai didesain, sehingga dalam tahap produksi dan distribusi hanya sedikit biaya yang dapat dipengaruhi oleh tindakan manajemen. 27 2.1.9 Sistem informasi biaya untuk menunjang strategic cost reduction Berbagai perusahaan yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam menghadapi lingkungan bisnis global telah mengembangkan berbagai sistem informasi biaya untuk menunjang strategic cost reduction. Mulyadi (2003 : 421) mengatakan bahwa sistem informasi biaya yang dapat menunjang diterapkannya strategic cost reduction antara lain : 1) Target costing Merupakan suatu metode penentuan cost produk atau jasa pada barang (target price) yang diperkirakan dapat diterima oleh customers. Target costing seringkali disebut sebagai price driven costing, yaitu penentuan cost produk yang dipacu oleh harga yang dapat diterima oleh customers. Harga jual yang diperkirakan akan dapat diterima oleh customers (target price) dipakai sebagai titik tolak dalam menentukan keputusan perusahaan untuk memasuki pasar. Dalam target costing ditemukan bahwa pengurangan biaya yang diimplementasikan pada tingkat pendesainan produk atau jasa dapat mengurangi biaya lebih besar dan lebih cepat daripada pengurangan biaya yang dilakukan pada tingkat fungsional lainnya seperti proses produksi dan pemasaran. 2) Quality cost system Obyek informasi dalam quality cost system dapat berupa kualitas produk atau jasa. Menurut Mulyadi (2003 : 427) kualitas merupakan ukuran relatif kebaikan suatu produk. Produk berkualitas (quality product) adalah suatu produk yang memenuhi harapan customers. Dalam pendekatan analisis cost of 28 quality, produk atau jasa yang berkualitas rendah merupakan sumber pemicu timbulnya high cost. Shank and govindarajan (2000 : 5) mengungkapkan bahwa pengeluaran untuk membiayai salah satu aktivitas dalam rantai nilai (value chain) seharusnya dapat meningkatkan kualitas sekaligus mengurangi biaya yang dikeluarkan pada aktivitas tahap berikutnya dalam rantai nilai (value chain) tersebut. Untuk memungkinkan manajemen melakukan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan tentang kualitas produk, manajemen harus perlu memahami biaya kualitas (quality cost) yang merupakan biaya yang terjadi karena adanya atau kemungkinan adanya kualitas produk yang rendah. 3) Activity based cost system (ABC System) Activity based cost system didesain untuk memungkinkan personel memperoleh informasi berlimpah tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Dengan informasi tentang aktivitas inilah personel akan mampu menyusun rencana pengelolaan aktivitas yang menjanjikan pengurangan biaya dalam jumlah yang signifikan. Pengurangan biaya dalam jumlah yang signifikan dapat dihasilkan melalui proses perencanaan yang menggunakan data yang andal tentang penyebab terjadinya biaya. Pengelolaan aktivitas bertujuan agar perusahaan menjadi produsen produk yang cost effective dimana perusahaan harus memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas yang memiliki nilai tambah (value-added activity). Serangkaian aktivitas dalam suatu jalur yang menambah atau memberi kontribusi terhadap nilai dikenal dengan istilah value chain. Analisis rantai nilai dapat 29 membantu perusahaan dalam memfokuskan perencanaannya dalam mencapai keunggulan-keunggulan kompetitif baik dalam kualitas maupun harga. Kunci untuk menganalisis rantai nilai di sebuah perusahaan adalah dengan mengenali dan memahami aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan keunggulan kompetitif dan memfokuskan perhatian terhadap aktivitas tersebut, kemudian mulai mengeksplorasi aktivitas tersebut sampai pada tingkat paling menguntungkan. Donelan dan Kaplan (2001 : 7) menyatakan bahwa evaluasi rantai nilai (value chain) dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu : 1. Identifikasi analisis rantai nilai (value chain analysis) a) Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang bersifat abstrak atau tidak nyata. Jenis aktivitas-aktivitas abstrak ini biasanya memberi nilai dengan cara yang berbeda. Aktivitas-aktivitas tersebut juga memiliki jenis yang berbeda, cost driver berbeda, penggunaan aset ataupun SDM yang berbeda dari aktivitas lainnya. Misalnya aktivitas mendesain produk atau jasa yang berbeda dengan aktivitas pemasaran produk atau jasa. b) Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas struktural, prosedural, dan operasional. Aktivitas struktural merupakan aktivitas yang mendasar dari perusahaan tersebut. Aktivitas prosedural meliputi aktivitas operasional perusahaan yang dapat mencerminkan kemampuan perusahaan melakukan proses produksi dengan efisien dan efektif. c) Memfokuskan perhatian pada aktivitas-aktivitas struktural dan prosedural. Hal ini disebabkan karena aktivitas yang bersifat operasional jika dikurangi hanya akan memotong biaya dalam jangka waktu pendek tanpa 30 mampu memberikan keunggulan-keunggulan kompetitif terhadap perusahaan. 2. Menentukan aktivitas-aktivitas yang bersifat strategis a) Menentukan aktivitas yang strategis. Biaya suatu perusahaan dapat dilihat dari hal-hal yang dianggap bernilai bagi customers dari suatu produk atau jasa yang akan ditawarkan oleh perusahaan b) Selanjutnya perusahaan harus mengembangkan karakter tersebut agar dapat menentukan desain produk atau jasa yang akan ditawarkan oleh perusahaan. 3. Menelusuri antara biaya dengan aktivitasnya. Aktivitas-aktivitas dan biaya telah dapat ditelusuri dan dikenali, maka perusahaan dapat dengan mudah memanajemen aktivitas tersebut agar lebih efisien. 4. Mengembangkan manajemen analisis rantai nilai. Dalam memenangkan lingkungan persaingan, perusahaan harus dapat memanajemen rantai nilainya dengan baik dibandingkan pesaingnya. Ini berarti perusahaan harus mengurangi biaya sekaligus memperluas atau mengembangkan keunggulan-keunggulan kompetitifnya. Bukan berarti seluruh biaya harus dikurangi, tetapi pengurangan biaya dilakukan terhadap biaya-biaya yang tidak berhubungan perusahaan. 31 dengan keunggulan-keunggulan 2.1.10 Langkah-langkah yang ditempuh dalam strategic cost reduction Menurut Mulyadi (2003 : 214) pengurangan biaya tidak dapat diwujudkan hanya dengan melakukan perhitungan cost produk atau jasa. Pengurangan biaya juga tidak dapat diwujudkan hanya dengan menyajikan kepada responsible manager laporan biaya aktivitas yang berisi penandingan realisasi biaya dengan biaya yang dianggarkan. Pengurangan biaya hanya dapat dicapai melalui tindakan tertentu terhadap aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Hanya melalui pengelolaan terhadap aktivitas, biaya dapat dikurangi secara signifikan dalam jangka panjang. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam strategic cost reduction adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui informasi tentang aktivitas-aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk atau jasa bagi customers. 2. Mengidentifikasi biaya yang bersifat value-added activities dan non-value added activities yang terdapat dalam aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk atau jasa bagi customers. 3. Mengidentifikasi apakah aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan memiliki customers. Setiap aktivitas layak untuk tetap dijalankan jika cost object yang dihasilkan mempunyai customers yang memanfaatkan cost object tersebut. 4. Mengidentifikasi aktivitas yang memiliki cycle efficiency rendah. Cycle efficiency adalah ukuran seberapa besar non-value added activities terdapat dalam aktivitas yang digunakan untuk melayani customers. 32 5. Mencari dan memilih cara yang digunakan untuk mengurangi non-value added activities. 2.1.11 Pengertian biaya Menurut Supriyono (1999 : 16) menyatakan bahwa biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau dipergunakan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Mulyadi (2003 : 10) menyatakan bahwa biaya dalam arti sempit merupakan harga pokok yaitu pengorbanan sumber ekonomi dalam mengelola aktiva menjadi aktiva lain, sedangkan biaya dalam arti luas merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang akan terjadi untuk tujuan tertentu. Biaya (cost) menurut Simamora (2002 : 36) adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat pada saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi. Matz, dkk (2000 : 15) menyatakan bahwa para akuntan telah mendefinisikan cost sebagai nilai tukar, prasyarat atau pengorbanan yang telah dilakukan untuk memperoleh manfaat. Dalam akuntansi keuangan, prasyarat atau pengorbanan tersebut pada tanggal perolehannya dinyatakan dengan pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat ini atau di masa yang akan datang. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh barang atau jasa yang diukur dalam satuan moneter, dimana prasyarat atau pengorbanan pada tanggal perolehannya dinyatakan dengan pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat 33 ini maupun di masa yang akan datang. Pengendalian biaya adalah suatu pengawasan terhadap biaya-biaya yang terjadi atau dikeluarkan oleh perusahaan dalam usahanya untuk menekan biaya, sehingga keuntungan yang diharapkan dapat tercapai secara optimal. 2.1.12 Penggolongan biaya Penggolongan biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat membantu manajemen dalam pencapaian tujuannya. Menurut Simamora (2002 : 50) dalam perusahaan jasa biaya dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Biaya langsung (direct cost), yaitu biaya yang dapat ditelusuri secara fisik ke produk atau jasa tertentu, seperti; gaji yang dibayarkan ke akuntan. 2. Biaya tidak langsung (indirect cost), yaitu biaya yang tidak dapat ditelusuri ke produk atau jasa, seperti; asuransi dan sewa kantor. Mulyadi (2003 : 277) menambahkan penggolongan biaya berdasarkan aktivitas. Aktivitas dapat digolongkan ke dalam kelompok value-added activity dan non-value added activity. Value-added activity adalah aktivitas yang dapat menyebabkan perubahan keadaan dimana perubahan tersebut tidak dapat dicapai melalui aktivitas sebelumnya dan aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain dapat dilaksanakan. Biaya yang digunakan untuk membiayai aktivitas yang valueadded disebut value-added cost. Non-value added activity adalah aktivitas yang tidak menyebabkan perubahan karena perubahan aktivitas tersebut dicapai melalui aktivitas sebelumnya dan aktivitas tersebut tidak memungkinkan aktivitas lain dapat dilaksanakan. Biaya yang digunakan untuk membiayai aktivitas yang nonvalue added disebut non-value added cost. 34 2.1.13 Penggunaan sumber daya berdasarkan aktivitas (Activities resource usage) Sumber daya diperlukan untuk memungkinkan kegiatan dilakukan. Sumber daya dikeluarkan atau disediakan untuk melaksanakan aktivitas atau pembuatan penyediaan cost object dalam memenuhi kebutuhan customers. Seluruh sumber daya akhirnya harus dibebankan ke aktivitas untuk menentukan biaya aktivitas, dan pada gilirannya seluruh biaya aktivitas harus dibebankan ke cost object yang dihasilkan. Sumber daya hanyalah elemen ekonomik dalam melakukan aktivitas. Pengeluaran atas sumber daya adalah biaya untuk memperoleh kapasitas kegiatan yang digunakan dalam memproduksi keluaran kegiatan, karenanya penggunaan sumber daya ekuivalen dengan keluaran kegiatan. Jika semua kapasitas kegiatan yang dimiliki tidak digunakan, maka akan timbul kapasitas yang tidak digunakan, yang merupakan perbedaan antara kapasitas yang dimiliki dengan keluaran kegiatan yang sebenarnya. Menurut Hansen and Mowen (1997 : 87) sumber daya (resource) dalam suatu perusahaan dapat disediakan dengan salah satu dari tiga cara berikut : 1. Sumber daya (resource) disediakan sesuai dengan yang digunakan dan dibutuhkan perusahaan. Sumber daya (resource) yang disediakan sesuai dengan yang digunakan dan dibutuhkan perusahaan adalah sumber daya yang diperoleh dari sumber luar, dimana istilah akuisisi tidak memerlukan komitmen jangka panjang untuk sumber daya dalam jumlah berapapun. Karenanya, perusahaan bebas hanya membeli sumber daya sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan saja. Sebagai hasilnya, jumlah sumber daya yang dipasok sama dengan jumlah 35 yang diminta. Tidak terdapat kapasitas kegiatan yang tidak digunakan dalam kategori ini. Karena biaya sumber daya yang dipasok saat dibutuhkan sama dengan biaya sumber daya yang digunakan, jumlah biaya sumber daya meningkat seiring meningkatnya permintaan untuk sumber daya tersebut. 2. Sumber daya (resource) disediakan atau dipasok di muka atau sebelum penggunaan untuk jangka pendek. Penyediaan sumber daya dengan cara ini dicontohkan dengan organisasi yang memperoleh sumber daya di muka melalui kontrak implisit biasanya dengan karyawan mereka. Kontrak implisit ini mensyaratkan fokus etik, karena kontrak ini menyatakan secara tidak langsung bahwa organisasi akan mempertahankan tingkat ketenagakerjaan meskipun terdapat penurunan sementara pada jumlah kegiatan yang digunakan. Salah satu cara perusahaan mengelola kesulitan yang berhubungan dengan mempertahankan tingkat biaya tetap ini adalah dengan menggunakan pegawai kontrak atau sementara jika diperlukan. Pengeluaran sumber daya untuk kategori ini pada dasarnya berhubungan dengan biaya tetap diskrit yaitu biaya yang timbul untuk akuisisi kapasitas kegiatan jangka pendek. 3. Sumber daya (resource) disediakan atau dipasok di muka atau sebelum penggunaan untuk jangka panjang. Banyak sumber daya diperoleh sebelum permintaan sebenarnya untuk sumber daya tersebut terealisasi. Organisasi memperoleh banyak kapasitas multiperiode dengan membayar kas di muka atau dengan menyepakati kontrak eksplisit yang mensyaratkan pembayaran kas periodik. Beban tahunan 36 dihubungkan dengan kategori multi-periode independen terhadap penggunaan sumber daya yang sebenarnya, karenanya beban ini dapat didefinisikan sebagai biaya tetap. Biaya ini pada dasarnya berhubungan dengan biaya tetap terikat yaitu biaya yang timbul untuk memberikan kapasitas jangka panjang. Activities resource usage ini pada nantinya akan digunakan untuk mengidentifikasi resource yang dikonsumsi oleh masing-masing aktivitas yang tidak bernilai tambah pada setiap bagian di PT. PLN (Persero) AP Tabanan. Activities resource usage digunakan untuk menunjukkan pada kategori manakah resource yang dikonsumsi oleh aktivitas tidak bernilai tambah pada setiap bagian di PT. PLN (Persero) AP Tabanan. Setelah diketahui resource yang dikonsumsi oleh masing-masing aktivitas yang tidak bernilai tambah, maka dapat dirumuskan beberapa alternatif untuk mengurangi biaya secara strategis pada aktivitas tersebut. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh I G.A.A. Kusuma Dewi (2006) yang meneliti tentang Strategic Cost Reduction pada CV. Griya Santriyan Beach Cottages Sanur Bali. Perusahaan yang menjadi penelitian ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan, yang menyediakan jasa pelayanan kepada wisatawan yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah realisasi biaya room related department tahun 2004 serta aktivitas yang dilakukan pada room related departement CV. Griya Santriyan Beach Cottages Sanur Bali. 37 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah activity analysis, cost effectiveness, cost efficiency, dan strategic cost reduction. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif yang merupakan teknik analisis data yang digunakan pada tahap awal yaitu dengan pengelompokkan aktivitas, dan teknik analisis kuantitatif yang merupakan teknik analisis pengolahan data berupa angka yang digunakan pada tahap pertengahan untuk mengukur cycle efficiency. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut dinyatakan bahwa aktivitas room related departement yang memiliki nilai tambah terdapat pada bagian reservation, reception, bell boy, telephone operator, front office chasier, guest relation (room boy), houseman, laundry, dan gardener. Sedangkan aktivitas room related departement yang tidak memiliki nilai tambah terdapat pada bagian reservation seperti : menunggu pemesanan kamar melalui fax, telepon dan internet, bagian telephone operator seperti : menunggu telepon masuk maupun telepon keluar, dan pada bagian reception seperti menunggu kedatangan tamu yang check in dan check out. Dari perhitungan cycle efficiency, aktivitas yang dilakukan perusahaan masih mengandung aktivitas yang tidak bernilai tambah sebesar 17,7 % . Pengurangan biaya secara strategis untuk aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah dapat dilakukan dengan activity sharing, activity reduction dan activity elimination. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Ni Nyoman Sri Budiari (2007) yang meneliti Strategic Cost Reduction pada Hotel Nikki Denpasar yang juga merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan yang 38 menyediakan jasa kepada wisatawan yang datang baik dari dalam maupun luar negeri. Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada room departement dan realisasi biaya room departement tahun 2005 yang ada pada Hotel Nikki Denpasar. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah activity analysis, cost efficiency, activity resource usage, dan strategic cost reduction. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif yakni teknik analisis terhadap data kualitatif perusahaan, serta teknik analisis kuantitatif non statistik yakni teknik analisis terhadap data kuantitatif dengan cara memasukkan data kuantitatif ke dalam suatu formula yang digunakan. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pada room departement Hotel Nikki aktivitas yang tergolong aktivitas yang bernilai tambah terdapat pada bagian front office chasier, guest transport, guest relation, room boy, houseman, laundry, dan gardener. Sedangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah terdapat pada bagian receptionist seperti aktivitas menunggu pesanan kamar melalui fax, telepon dan email, bagian reservation berupa aktivitas menunggu tamu yang datang langsung ke hotel, bagian telephone operator berupa aktivitas menunggu telepon yang masuk. Kemudian berdasarkan perhitungan cycle efficiency, aktivitas yang dilakukan perusahaan masih mengandung aktivitas yang tidak bernilai tambah yakni sebesar 97,39 % untuk bagian reservation, 94,59 % bagian receptionist, 88,67 % bellboy, 100 % front office chasier, guest transport, guest relation, room boy, houseman, laundry, dan gardener, 77,03 % telephone operator, 91,05 % flower shop dan decorating, serta 25,48 % bagian 39 linen. Pengurangan biaya secara strategis yang masih mengandung inefisiensi dapat dilakukan dengan cara activities reduction untuk bagian reservation, receptionist, bell boy, telephone operator, flower shop dan decorating, serta activities sharing untuk linen. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian Kusuma Dewi dan Budiari sama-sama meneliti perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa perhotelan, sedangkan pada penelitian ini meneliti perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ketenagalistrikan yakni pada PT. PLN (Persero) AP Tabanan. Variabel yang digunakan dalam penelitian Kusuma Dewi adalah activity analysis, cost effectiveness, cost efficiency, serta strategic cost reduction. Pada penelitian Budiari variabel yang digunakan meliputi activity analysis, cost efficiency, activity resource usage, serta strategic cost reduction. Sedangkan pada penelitian ini variabel yang digunakan meliputi activity analysis, activity resource usage, serta strategic cost reduction. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama melakukan penelitian terhadap aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. 40