STRATEGIC COST REDUCTION PADA PT

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian efektivitas dan efisiensi
Setiap perusahaan apapun bentuk dan jenisnya pasti menginginkan perolehan
keuntungan secara optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen
perusahaan dituntut untuk dapat mengelola sumber daya-sumber daya produksi
yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efisien.
Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang pengertian efektivitas, antara
lain : (1) Menurut Hani Handoko (1999 : 46) efektivitas merupakan suatu
kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (2) Komarrudin (1997 : 148) menyatakan
efektivitas sebagai suatu keadaan yang menunjukkan kegiatan manajemen dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (3) Menurut Supriyono (2000 : 67)
efektivitas adalah hubungan antara keluaran pusat pertanggungjawaban dengan
tujuannya. (4) Zulian Yamit (1998 : 14) menyatakan efektivitas adalah suatu
ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang dapat tercapai baik
secara kualitas maupun waktu, orientasinya pada keluaran (output) yang
dihasilkan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa efektivitas merupakan suatu kondisi yang menyatakan tingkat keberhasilan
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
11
Selain telah dijelaskan pengertian mengenai efektivitas, ada beberapa teori
yang mengemukakan tentang efisiensi antara lain : (1) Efisiensi menurut Halim
(2002 : 130) merupakan suatu perbandingan antara besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang
diterima. (2) Efisien menurut Mardiasmo (2002 : 4) merupakan pencapaian output
yang maksimal dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk
mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input
yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. (3)
Efisiensi menurut Indra Bastian (2001 : 336) adalah hubungan antara input dengan
output dimana penggunaan barang dan jasa yang dibeli oleh organisasi untuk
mencapai output tertentu. (4) Menurut Mulyadi (2003 : 36) efisien merupakan
rasio perbandingan antara keluaran dengan masukan.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa efisiensi merupakan
suatu ukuran yang menggambarkan perbandingan antara masukan dengan
keluaran. Semakin sedikit masukan yang dikonsumsi untuk menghasilkan
keluaran, semakin efisien aktivitas di dalam mengkonsumsi masukan. Atau
semakin banyak keluaran yang dapat dihasilkan dari konsumsi masukan tertentu,
semakin produktif aktivitas yang dilakukan oleh manajemen dalam menghasilkan
keluaran.
Efektivitas dan efisiensi aktivitas dalam suatu perusahaan saling terkait satu
dengan lainnya dalam mencapai apa yang menjadi target atau tujuan perusahaan.
Semakin efisien aktivitas perusahaan yang dilakukan untuk menghasilkan
12
keluaran, maka aktivitas perusahaan dalam mencapai kinerja atau target yang
telah ditetapkan akan semakin efektif.
2.1.2 Pengertian cost effectiveness
Mulyadi (2003 : 37) menyatakan bahwa cost effectiveness merupakan suatu
ukuran
seberapa
efektif
sumber
daya
organisasi
dimanfaatkan
untuk
melaksanakan value-added activity dalam menghasilkan keluaran yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan customers. Customers akan memilih produsen yang
mampu menghasilkan produk barang maupun jasa yang berkualitas dengan harga
jual yang berlaku di pasar dunia. Harga jual tersebut hanya dapat dipenuhi oleh
produsen yang berkelanjutan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas penambah
nilai dan menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai bagi customers. Pada
hakikatnya aktivitas bukan penambah nilai adalah suatu pemborosan sehingga
perlu dilakukan pengelolaan. Tujuan pengelolaan aktivitas adalah penghilangan
pemborosan, dan dengan hilangnya pemborosan tersebut biaya dapat berkurang.
Pemborosan diakibatkan oleh adanya aktivitas bukan penambah nilai dan aktivitas
penambah nilai yang tidak dilakukan secara efisien. Dengan demikian cost
effectiveness menjadi salah satu faktor untuk memiliki daya saing jangka panjang
di pasar.
Untuk menjadikan kegiatan bisnisnya efektif, manajemen berusaha melakukan
pengelolaan aktivitas (activity management). Manajemen dengan berdasarkan
aktivitas (activity based management-ABM) merupakan pendekatan untuk
mengelola bisnis dengan mengidentifikasi aktivitas-aktivitas operasi utama,
menentukan sumber-sumber daya apa yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas,
13
mengidentifikasi apa yang menyebabkan konsumsi sumber daya dari setiap
aktivitas tersebut, dan mengkategorikan aktivitas-aktivitas yang memberi nilai
tambah dan yang tidak memberikan nilai tambah bagi sebuah produk. Manajemen
berdasarkan aktivitas adalah pendekatan terintegrasi di seluruh sistem yang
mengarahkan perhatian manajemen pada aktivitas-aktivitas dengan tujuan
meningkatkan nilai pelanggan dan laba perusahaan (Hansen and Mowen, 2001 :
913). Mulyadi (1998 : 260) menyatakan bahwa pengelolaan aktivitas dilaksanakan
melalui empat langkah sebagai berikut :
1) Pemilihan atau seleksi aktivitas penambah nilai (activity selection)
Seleksi aktivitas melibatkan pemilihan diantara seperangkat aktivitas yang
berbeda yang disebabkan oleh strategi-strategi persaingan. Strategi yang
berbeda menyebabkan aktivitas yang berbeda. Strategi yang dipilih adalah
strategi yang berbiaya terendah. Jadi seleksi aktivitas dapat mempunyai
pengaruh yang signifikan pada pengurangan biaya.
2) Pembagian aktivitas penambah nilai (activity sharing)
Pembagian aktivitas dilakukan dengan cara menggunakan skala ekonomi yaitu
dengan meningkatkan aktivitas ke tingkat skala ekonomi. Dengan menaikkan
aktivitas sampai ke tingkat skala ekonomi, tanpa disertai dengan kenaikan
total biaya aktivitas itu sendiri, pengurangan biaya per satuan akan diperoleh.
Dengan menurunnya biaya satuan aktivitas, biaya yang akan dirunut ke
produk akan menurun.
3) Pengurangan aktivitas bukan penambah nilai (activity reduction)
14
Pengurangan aktivitas dapat mengurangi waktu dan sumber daya-sumber daya
yang diperlukan. Dalam strategi jangka pendek, pengurangan aktivitas adalah
untuk memperbaiki non-value added activities sampai dengan aktivitas
tersebut dieliminir. Contohnya aktivitas pemindahan, waktu dan biaya untuk
pemindahan komponen antar departemen dapat dikurangi dalam jumlah besar
yang artinya terjadinya pengurangan biaya.
4) Penghilangan aktivitas bukan penambah nilai (activity elimination)
Eliminasi aktivitas memusatkan pada aktivitas yang tidak bernilai tambah.
Aktivitas yang tidak bernilai tambah diidentifikasi, dan diukur untuk
mengeliminir aktivitas-aktivitas tersebut.
Konsep cost effectiveness juga memiliki beberapa keunggulan. Mulyadi (1998
: 445) menyatakan bahwa beberapa keunggulan konsep cost effectiveness, antara
lain :
1) Konsep cost effectiveness memasukkan customers ke dalam model
pengukuran kinerja sehingga memungkinkan manajemen memfokuskan
usahanya untuk melalukan improvement terhadap proses berdasarkan sudut
pandang customers.
2) Konsep cost effectiveness menganalisis proses menjadi aktivitas penambah
nilai dan aktivitas bukan penambah nilai, sehingga memungkinkan manajemen
melakukan pengelolaan aktivitas untuk menghasilkan pengurangan biaya
secara signifikan bagi kepentingan customers.
15
2.1.3 Konsep cost efficiency
Cost efficiency menunjukkan seberapa efisien suatu aktivitas mengkonsumsi
sumber daya dalam menghasilkan keluaran (Mulyadi, 2003 : 36). Efisien
merupakan rasio antara keluaran dengan masukan. Semakin sedikit masukan yang
dikonsumsi untuk menghasilkan keluaran, semakin efisien aktivitas di dalam
mengkonsumsi masukan. Atau semakin banyak keluaran yang dapat dihasilkan
dari konsumsi masukan tertentu, semakin produktif aktivitas yang dilakukan oleh
manajemen di dalam menghasilkan keluaran.
Keefektifan program kualitas berbagai perusahaan sangat bervariasi. Terbukti
masih banyaknya perusahaan yang belum melakukan pengendalian kualitas secara
optimal, sehingga masih banyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan persyaratan
yang menyebabkan banyak terjadi kegagalan atau pemborosan. Hal ini tentu
mengakibatkan bertambahnya biaya yang dikeluarkan dan pemborosan waktu
yang berarti tidak efisiennya penggunaan faktor-faktor produksi. Dengan
melakukan pengendalian kualitas yang terus-menerus berarti manajemen telah
melakukan upaya peningkatan efisiensi.
2.1.4 Mengukur cycle efficiency suatu proses
Proses terdiri dari berbagai aktivitas untuk mengelola masukan menjadi
keluaran. Oleh karena keluaran suatu proses digunakan untuk memuaskan
kebutuhan customers, maka aktivitas yang dihasilkan untuk menghasilkan
keluaran perlu dihubungkan dengan kebutuhan customers, untuk menentukan
diperlukan atau tidaknya aktivitas ditinjau dari sudut pandang customers. Dari sini
timbullah konsep aktivitas penambah nilai (value-added activity) dan aktivitas
16
bukan penambah nilai (non-value added activity). Ukuran efisiensi proses
produksi barang atau jasa dapat dihitung dengan membandingkan processing
activities atau value-added activities dengan throughput activities yang lebih
dikenal dengan istilah cycle efficiency (Mulyadi, 1998 : 441). Seberapa besar
aktivitas bukan penambah nilai dikurangi dan dihilangkan dari proses pembuatan
produk atau jasa dapat diukur melalui cycle efficiency dengan rumus :
Cycle efficiency = Value-Added Activities
Throughput Activities
Dalam proses produksi barang dan jasa diperlukan throughput activities yang
merupakan keseluruhan kegiatan yang diperlukan untuk menghasilkan produk
atau jasa. Adapun throughput activities dapat dicari dengan cara sebagai berikut :
Throughput Activities = Value-Added Activities + Non-Value Added Activities
Cycle efficiency suatu proses juga dapat dihitung berdasarkan waktu. Ukuran
operasional berdasarkan waktu ini dikenal dengan istilah manufacturing cycle
efficiency (Hansen and Mowen, 1997 : 503). Manufacturing cycle efficiency
(MCE) dapat dihitung dengan rumus :
MCE =
waktu pemrosesan
waktu pemrosesan  waktu pemindahan  waktu pemeriksaa n  waktu tun ggu.
Waktu pemrosesan adalah waktu yang diperlukan untuk mengubah bahan
baku menjadi barang jadi. Aktivitas lainnya diidentifikasi sebagai aktivitas tidak
bernilai tambah. Jadi, idealnya adalah mengeliminasi aktivitas tidak bernilai
tambah dengan mengurangi waktu untuk masing-masing menjadi nol. Bila hal ini
dapat dilakukan, nilai MCE akan menjadi 1,0. Dengan peningkatan MCE
(mendekati 1,0), waktu siklus non-value added activities akan menurun.
17
2.1.5 Value-added activities dan non-value added activities
Sistem akuntansi biaya memfokuskan strategi produksinya pada aktivitasaktivitas yang mengkonsumsi sumber daya dan sumber daya yang dikonsumsi
menimbulkan biaya. Setelah mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas yang ada maka
selanjutnya aktivitas-aktivitas mana saja yang tergolong value-added activities
dan non-value added activities. Menurut Simamora (2002 : 27) value-added
activities adalah aktivitas yang meningkatkan jasa produk bagi pelanggan. Valueadded activities adalah aktivitas yang diperlukan dalam menghasilkan nilai bagi
konsumen karena aktivitas ini dapat menambah nilai kepada sebuah produk atau
jasa. Aktivitas ini diperlukan untuk dapat bertahan dalam bisnis. Aktivitasaktivitas ini membutuhkan penggunaan sumber daya dan biaya-biaya yang terkait
yang berguna untuk memberikan kontribusi kepada jasa, mutu, dan biaya produk
akhir. Beberapa value-added activities merupakan aktivitas yang harus
dilaksanakan (required activities) yaitu aktivitas yang diwujudkan oleh peraturan
yang dikeluarkan pihak berwenang. Beberapa value-added activities lainnya
merupakan aktivitas kebijakan (discretionary activities). Value-added activities
memiliki sifat :
1) Aktivitas tersebut menyebabkan perubahan keadaan
2) Perubahan keadaan tidak dapat dicapai dengan aktivitas sebelumnya
3) Aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain dapat dilaksanakan
Aktivitas bukan penambah nilai (non-value added activities) merupakan
aktivitas yang tidak diperlukan dalam menghasilkan nilai bagi konsumen.
Aktivitas yang tidak memenuhi ketiga ataupun salah satu dari tiga kriteria
18
aktivitas penambah nilai merupakan aktivitas bukan penambah nilai. Aktivitas
yang tidak menambah nilai merupakan aktivitas selain aktivitas yang mutlak
esensial untuk dapat bertahan dalam bisnis. Menurut Simamora (2002 : 117)
aktivitas yang tidak bernilai tambah merupakan aktivitas yang berkaitan dengan
produksi yang menambah biaya kepada suatu produk dan jasa namun tidak
meningkatkan nilai pasarnya.
Menurut Hansen and Mowen (1997 : 916) terdapat lima aktivitas yang bersifat
pemborosan dan tidak perlu dilakukan, yaitu :
1) Penjadwalan, yaitu aktivitas menentukan kapan suatu produk diproses atau
beberapa set up yang harus dilakukan. Penjadwalan merupakan suatu aktivitas
yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk menentukan kapan produk
yang berbeda memiliki akses ke proses-proses (atau kapan dan berapa jumlah
persiapan harus dilakukan) dan bagaimana cara memproduksinya.
2) Pemindahan,
yaitu
aktivitas
memindahkan
barang-barang
dari
satu
departemen ke departemen lainnya.
3) Penungguan, yaitu aktivitas menunggu barang yang akan diolah dan diproses
pada proses berikutnya.
4) Inspeksi, yaitu aktivitas pemeriksaan agar produk sesuai dengan spesifikasi
yang diharapkan.
5) Penyimpanan, yaitu aktivitas menyimpan barang sebagai persediaan.
Aktivitas penambah nilai dan bukan penambah nilai ini akan menimbulkan
biaya. Biaya yang ditimbulkan adalah biaya penambah nilai (value-added cost)
dan biaya bukan penambah nilai (non-value added cost). Biaya yang menambah
19
nilai adalah biaya yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang menambah nilai
yang dilakukan dengan efisiensi sempurna. Sedangkan biaya yang tidak bernilai
tambah adalah biaya yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang tidak
menambah nilai atau kinerja yang tidak efisien dari aktivitas penambah nilai.
Penentuan atau pemisahan antara aktivitas yang bernilai tambah dengan
aktivitas yang tidak bernilai tambah sangat penting dilakukan oleh manajemen
karena dengan pemisahan kedua aktivitas tersebut akan tampak aktivitas mana
yang benar-benar diperlukan dalam suatu perusahaan dan aktivitas mana yang
merupakan pemborosan dan seharusnya tidak dibebankan ke produk. Pemisahan
ini perlu agar manajemen dapat memusatkan perhatiannya untuk mengurangi
bahkan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah yang tentu saja akan
dapat menimbulkan biaya.
2.1.6 Pengertian strategic cost reduction
Lingkungan bisnis yang kompetitif menuntut personel perusahaan untuk
mampu mengurangi biaya dalam jumlah yang signifikan dan untuk jangka waktu
panjang. Pengurangan biaya seperti ini disebut sebagai pengurangan biaya yang
bersifat strategis (strategic cost reduction). Berikut ini disajikan fakta yang
berkaitan dengan strategic cost reduction (Mulyadi, 2003 : 408).
1) Strategic cost reduction mencakup jangka waktu panjang. Dengan ini
strategic cost reduction memerlukan sistem informasi biaya yang mencakup
jangka panjang, yang dapat menghasilkan informasi product life cycle costs.
2) Strategic cost reduction akan efektif jika difokuskan pada tahap perencanaan,
bukan pada tahap implementasi rencana.
20
3) Strategic cost reduction menjadikan pengurangan biaya bagian strategi untuk
menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif, sehingga mencakup
keseluruhan rantai nilai (value chain), bukan hanya pengurangan biaya pada
tahap produksi, apalagi hanya berkaitan dengan pengurangan biaya tenaga
kerja.
4) Pencatatan biaya yang telah terjadi tidak dapat mempengaruhi perilaku
manajemen di dalam mengkonsumsi sumber daya, sedangkan strategic cost
reduction membutuhkan sistem informasi biaya yang dapat mempengaruhi
perilaku manajemen dalam melakukan improvement secara berkelanjutan.
Menurut Mulyadi (1998 : 234) strategic cost reduction adalah pengurangan
biaya secara strategis yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk menempatkan
perusahaan pada posisi yang kompetitif. Strategic cost reduction adalah sebuah
pendekatan yang dilakukan perusahaan dalam mengambil langkah baru untuk
menciptakan dan menjaga kompetensi keunggulan perusahaan dalam jangka
panjang. Pengurangan biaya dalam strategic cost reduction merupakan tindak
lanjut dari kegagalan traditional cost reduction yang berfokus pada pemotongan
biaya gaji dan upah serta penghapusan pekerjaan. Pemotongan biaya gaji dan
upah tenaga kerja hanya dapat mengurangi biaya dalam jangka pendek yang
berdampak pada penurunan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan. Strategic
cost reduction melakukan pemotongan biaya yang bersifat jangka panjang tanpa
menurunkan kualitas produk atau jasa yang ada.
Strategic
cost
reduction
adalah
pendekatan
jangka
panjang
yang
mengintegrasikan strategi bersaing, strategi teknologi, strategi manajemen sumber
21
daya manusia dan desain organisasi untuk mencapai keunggulan perusahaan
(Brinker, 1993 : 155). Strategic cost reduction memfokuskan pada pengurangan
biaya pada penyebab timbulnya pemborosan yaitu kualitas. Jika dalam
aktivitasnya perusahaan mampu melaksanakan peningkatan kualitas secara
berkelanjutan, biaya pembuatan produk akan berkurang sebagai hasil dari
peningkatan kualitas tersebut.
Pengurangan biaya dalam strategic cost reduction terjadi setelah hasil
peningkatan bertahap terhadap 1) kualitas, 2) keandalan (dependability), dan 3)
kecepatan (speed) (Mulyadi, 1998 : 234). Peningkatan kualitas membantu
peningkatan keandalan, peningkatan kualitas dan keandalan meningkatkan
kecepatan, dan pada akhirnya dampak kumulatif peningkatan tiga hal tersebut
menghasilkan efisiensi biaya (Brinker, 1993 : 56). Improvement terhadap kualitas,
keandalan, dan kecepatan perusahaan sebagai penghasil produk inilah yang
sesungguhnya mengakibatkan pengurangan total biaya yang dibebankan kepada
customers. Improvement terhadap tiga hal tersebut tidak dapat dilaksanakan
melalui pendekatan jangka pendek, partial (hanya difokuskan pada biaya
tertentu), dan periodik, namun harus dilaksanakan melalui pendekatan jangka
panjang, bersistem (system approach), dan berkelanjutan. Implikasi dari
pengurangan biaya jangka panjang yang sukses didapat secara tidak langsung
melalui keberhasilan dari strategi-strategi lain. Oleh karena itu strategic cost
reduction harus selalu menyertai strategi bersaing perusahaan
22
2.1.7 Syarat-syarat strategic cost reduction
Untuk memperbaiki efektifitas program pengurangan biaya, pertama kali
harus dinyatakan bahwa pengurangan biaya harus bersifat strategis untuk
menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif dalam persaingan pasar. Mulyadi
(1998 : 253) menyatakan bahwa persyaratan untuk melakukan pendekatan
strategis dalam pengurangan biaya adalah sebagai berikut :
1) Manajemen harus memiliki tujuan yang jelas,
2) Pemotongan biaya harus berorientasi jangka panjang,
3) Manajemen harus memiliki sifat yang proaktif dalam mengelola biaya, dan
4) Manajemen harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang sifat biaya.
2.1.8 Perbedaan traditional cost reduction dengan strategic cost reduction
Sebenarnya upaya pengurangan biaya telah dilakukan sejak dulu. Menurut
Mulyadi (1998 : 238) program pengurangan biaya di masa lalu umumnya berupa
crash program yang mengalami kegagalan berkaitan dengan sifat-sifat traditional
cost reduction. Adapun sifat-sifat traditional cost reduction adalah sebagai
berikut:
1) Tidak ada tujuan yang jelas
Suatu program pengurangan biaya yang tidak jelas tujuannya, dan yang tidak
dikaitkan dengan usaha untuk mencapai posisi kompetitif di pasar tidak mampu
membangkitkan semangat personel untuk mewujudkan program. Semangat besar
sangat diperlukan dalam program pengurangan biaya, karena pada dasarnya
pengurangan biaya menuntut perubahan mendasar dalam cara kerja dan setiap
perubahan memerlukan pengorbanan dari personel.
23
2) Berorientasi jangka pendek
Traditional cost reduction berfokus pada usaha menurunkan biaya dalam
jangka pendek, sehingga pada saat program mencapai tujuan jangka pendeknya,
program tersebut kemudian dihentikan. Sebagai akibatnya biaya kembali
mengalami kenaikan.
3) Bersifat reaktif
Program pengurangan biaya di masa lalu merupakan reaksi terhadap
perubahan drastis yang terjadi, bukan bagian dari strategi untuk menjadikan
perusahaan mencapai posisi kompetitif di pasar. Karena reaktif, program
pengurangan biaya lebih merupakan manajemen kritis sehingga alternatif yang
dipilih didasarkan pada langkah-langkah yang dalam waktu singkat menghasilkan
pengurangan biaya yang signifikan.
4) Tidak adanya pengetahuan memadai mengenai sifat biaya
Program pengurangan biaya di masa lalu, disamping bersifat reaktif dan
berjangka pendek, juga dilandasi kekurangpahaman manajemen terhadap sifat
biaya. Biaya yang paling rentan untuk dikurangi adalah biaya tenaga kerja
langsung karena menurut pemahaman manajemen tradisional biaya ini memicu
biaya yang lain.
5) Tidak tersedia informasi tentang penyebab terjadinya biaya
Sistem akuntansi biaya tradisional tidak menyediakan informasi tentang
aktivitas yang menyediakan penyebab terjadinya biaya. Padahal, hanya dengan
melakukan pengelolaan terhadap aktivitas (aktivitas dipilih, dibagi bebannya,
24
dikurangi, atau dihilangkan) biaya dapat dikurangi dalam jumlah signifikan dalam
jangka panjang.
Program pengurangan biaya di masa lalu umumnya diwujudkan dalam bentuk
(Mulyadi, 2003 : 411) :
1) Pendekatan teknologi
Perusahaan melakukan penggantian tenaga kerja dan teknologi, namun
implementasi pendekatan teknologi ini memerlukan dana, waktu, proses, inovasi
yang efektif, serta karyawan yang fungsional.
2) Lean and mean
Pendekatan ini memfokuskan sasarannya ke pengurangan jumlah karyawan,
bukan pengurangan pekerjaan. Dalam jangka pendek, perusahaan yang padat
karya (labor intensif) akan menikmati hasil program pengurangan biaya, namun
dalam jangka panjang, program pengurangan biaya ini akan menemui kegagalan,
karena pekerjaan yang tidak efisien tidak pernah direkayasa kembali
(reengineering) untuk menjadikan biaya perusahaan berkurang.
3) Pemindahan operasi ke lokasi yang upah tenaga kerjanya rendah
Perusahaan yang menempuh strategi pemindahan operasi ke lokasi akan
mempertinggi biaya permulaan (start-up cost) dari yang diperkirakan sebelumnya,
sementara kualitasnya lebih rendah dan waktu penyerahan lebih lama.
4) Merger
Masalah dari program ini akan timbul dari perbedaan gaya, kultur organisasi,
teknologi masing-masing perusahaan yang dimerger.
25
5) Diversifikasi
Diversifikasi seringkali memperluas operasi perusahaan yang bukan menjadi
kompetensi
inti
(core
competencies)
sehingga
mengakibatkan kesulitan
pengembangan dan implementasi produk baru, teknologi, dan sistem distribusi,
yang sebagai akibatnya biaya lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Sedangkan strategic cost reduction menurut Mulyadi (2003 : 443) memiliki
sifat-sifat sebagai berikut :
1) Bertujuan untuk menempatkan perusahaan pada posisi yang kompetitif.
Strategic cost reduction hanya akan berhasil jika diarahkan untuk
menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif dalam jangka panjang. Strategic
cost reduction merupakan strategi jangka panjang yang memadukan strategi untuk
menempatkan perusahaan pada posisi yang kompetitif, strategi teknologi, strategi
SDM, dan desain organisasi. Oleh karena biaya dalam jangka panjang
memerlukan energi yang luar biasa besarnya, perlu diarahkan untuk tujuan
penempatan perusahaan pada posisi yang kompetitif. Sehingga tujuan tersebut
mampu membangkitkan semangat di kalangan personel perusahaan.
2) Berlingkup luas (system thinking)
Strategic cost reduction dilandasi dengan cara berpikir sistem berlingkup luas
yang mencakup keseluruhan aspek manajemen. Untuk menempatkan perusahaan
pada posisi kompetitif, keseluruhan aspek manajemen tersebut harus berkualitas,
sehingga secara konsisten perusahaan mampu menghasilkan produk dan jasa
berkualitas.
26
3) Berjangka panjang
Strategic cost reduction harus merupakan usaha berjangka panjang yang
membentuk gaya manajemen tertentu, agar penurunan biaya menjadi suatu
program yang mampu bertahan lama.
4) Bersifat berkelanjutan
Strategic cost reduction dilandasi dengan semangat untuk melakukan
improvement berkelanjutan yang tertanam dalam inti personel. Semangat ini perlu
diarahkan pada peningkatan value bagi konsumen, agar improvement yang
dilaksanakan terhadap proses membuahkan hasil yang bermanfaat untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan.
5) Bersifat proaktif
Strategic cost dirancang untuk mengantisipasi kondisi yang ingin diwujudkan
di masa yang akan datang, bukan sebagai akibat problem yang telah dihadapi oleh
perusahaan. Jika strategic cost reduction merupakan usaha yang bersifat proaktif,
manajemen dapat mempertimbangkan dengan baik berbagai alternatif terbaik, dan
mempunyai waktu memadai untuk mewujudkan alternatif yang dipilih.
6) Berfokus keseluruh mata rantai nilai
Strategic cost reduction harus mencakup keseluruhan mata rantai nilai dalam
perusahaan, yaitu desain, pengembangan, produksi, pemasaran, distribusi, dan
layanan. Sebagian biaya telah merupakan komitmen begitu suatu produk atau jasa
selesai didesain, sehingga dalam tahap produksi dan distribusi hanya sedikit biaya
yang dapat dipengaruhi oleh tindakan manajemen.
27
2.1.9
Sistem informasi biaya untuk menunjang strategic cost reduction
Berbagai perusahaan yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam menghadapi lingkungan bisnis global telah mengembangkan berbagai
sistem informasi biaya untuk menunjang strategic cost reduction. Mulyadi (2003 :
421) mengatakan bahwa sistem informasi biaya yang dapat menunjang
diterapkannya strategic cost reduction antara lain :
1) Target costing
Merupakan suatu metode penentuan cost produk atau jasa pada barang (target
price) yang diperkirakan dapat diterima oleh customers. Target costing
seringkali disebut sebagai price driven costing, yaitu penentuan cost produk
yang dipacu oleh harga yang dapat diterima oleh customers. Harga jual yang
diperkirakan akan dapat diterima oleh customers (target price) dipakai sebagai
titik tolak dalam menentukan keputusan perusahaan untuk memasuki pasar.
Dalam
target
costing
ditemukan
bahwa
pengurangan
biaya
yang
diimplementasikan pada tingkat pendesainan produk atau jasa dapat
mengurangi biaya lebih besar dan lebih cepat daripada pengurangan biaya
yang dilakukan pada tingkat fungsional lainnya seperti proses produksi dan
pemasaran.
2) Quality cost system
Obyek informasi dalam quality cost system dapat berupa kualitas produk atau
jasa. Menurut Mulyadi (2003 : 427) kualitas merupakan ukuran relatif
kebaikan suatu produk. Produk berkualitas (quality product) adalah suatu
produk yang memenuhi harapan customers. Dalam pendekatan analisis cost of
28
quality, produk atau jasa yang berkualitas rendah merupakan sumber pemicu
timbulnya high cost. Shank and govindarajan (2000 : 5) mengungkapkan
bahwa pengeluaran untuk membiayai salah satu aktivitas dalam rantai nilai
(value chain) seharusnya dapat meningkatkan kualitas sekaligus mengurangi
biaya yang dikeluarkan pada aktivitas tahap berikutnya dalam rantai nilai
(value chain) tersebut. Untuk memungkinkan manajemen melakukan
perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan tentang kualitas
produk, manajemen harus perlu memahami biaya kualitas (quality cost) yang
merupakan biaya yang terjadi karena adanya atau kemungkinan adanya
kualitas produk yang rendah.
3) Activity based cost system (ABC System)
Activity based cost system didesain untuk memungkinkan personel
memperoleh informasi berlimpah tentang aktivitas yang menjadi penyebab
timbulnya biaya. Dengan informasi tentang aktivitas inilah personel akan
mampu
menyusun
rencana
pengelolaan
aktivitas
yang
menjanjikan
pengurangan biaya dalam jumlah yang signifikan. Pengurangan biaya dalam
jumlah yang signifikan dapat dihasilkan melalui proses perencanaan yang
menggunakan data yang andal tentang penyebab terjadinya biaya.
Pengelolaan aktivitas bertujuan agar perusahaan menjadi produsen produk
yang cost effective dimana perusahaan harus memastikan bahwa aktivitas yang
dilakukan adalah aktivitas yang memiliki nilai tambah (value-added activity).
Serangkaian aktivitas dalam suatu jalur yang menambah atau memberi kontribusi
terhadap nilai dikenal dengan istilah value chain. Analisis rantai nilai dapat
29
membantu perusahaan dalam memfokuskan perencanaannya dalam mencapai
keunggulan-keunggulan kompetitif baik dalam kualitas maupun harga. Kunci
untuk menganalisis rantai nilai di sebuah perusahaan adalah dengan mengenali
dan memahami aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan keunggulan kompetitif
dan memfokuskan perhatian terhadap aktivitas tersebut, kemudian mulai
mengeksplorasi aktivitas tersebut sampai pada tingkat paling menguntungkan.
Donelan dan Kaplan (2001 : 7) menyatakan bahwa evaluasi rantai nilai (value
chain) dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu :
1. Identifikasi analisis rantai nilai (value chain analysis)
a) Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang bersifat abstrak atau tidak nyata.
Jenis aktivitas-aktivitas abstrak ini biasanya memberi nilai dengan cara
yang berbeda. Aktivitas-aktivitas tersebut juga memiliki jenis yang
berbeda, cost driver berbeda, penggunaan aset ataupun SDM yang berbeda
dari aktivitas lainnya. Misalnya aktivitas mendesain produk atau jasa yang
berbeda dengan aktivitas pemasaran produk atau jasa.
b) Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas struktural, prosedural, dan operasional.
Aktivitas struktural merupakan aktivitas yang mendasar dari perusahaan
tersebut. Aktivitas prosedural meliputi aktivitas operasional perusahaan
yang dapat mencerminkan kemampuan perusahaan melakukan proses
produksi dengan efisien dan efektif.
c) Memfokuskan perhatian pada aktivitas-aktivitas struktural dan prosedural.
Hal ini disebabkan karena aktivitas yang bersifat operasional jika
dikurangi hanya akan memotong biaya dalam jangka waktu pendek tanpa
30
mampu
memberikan
keunggulan-keunggulan
kompetitif
terhadap
perusahaan.
2. Menentukan aktivitas-aktivitas yang bersifat strategis
a) Menentukan aktivitas yang strategis. Biaya suatu perusahaan dapat dilihat
dari hal-hal yang dianggap bernilai bagi customers dari suatu produk atau
jasa yang akan ditawarkan oleh perusahaan
b) Selanjutnya perusahaan harus mengembangkan karakter tersebut agar
dapat menentukan desain produk atau jasa yang akan ditawarkan oleh
perusahaan.
3. Menelusuri antara biaya dengan aktivitasnya.
Aktivitas-aktivitas dan biaya telah dapat ditelusuri dan dikenali, maka
perusahaan dapat dengan mudah memanajemen aktivitas tersebut agar lebih
efisien.
4. Mengembangkan manajemen analisis rantai nilai.
Dalam memenangkan lingkungan persaingan, perusahaan harus dapat
memanajemen rantai nilainya dengan baik dibandingkan pesaingnya. Ini
berarti perusahaan harus mengurangi biaya sekaligus memperluas atau
mengembangkan keunggulan-keunggulan kompetitifnya.
Bukan
berarti
seluruh biaya harus dikurangi, tetapi pengurangan biaya dilakukan terhadap
biaya-biaya
yang
tidak
berhubungan
perusahaan.
31
dengan
keunggulan-keunggulan
2.1.10 Langkah-langkah yang ditempuh dalam strategic cost reduction
Menurut Mulyadi (2003 : 214) pengurangan biaya tidak dapat diwujudkan
hanya dengan melakukan perhitungan cost produk atau jasa. Pengurangan biaya
juga tidak dapat diwujudkan hanya dengan menyajikan kepada responsible
manager laporan biaya aktivitas yang berisi penandingan realisasi biaya dengan
biaya yang dianggarkan. Pengurangan biaya hanya dapat dicapai melalui tindakan
tertentu terhadap aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Hanya
melalui pengelolaan terhadap aktivitas, biaya dapat dikurangi secara signifikan
dalam jangka panjang.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam strategic cost reduction adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui informasi tentang aktivitas-aktivitas yang digunakan oleh
perusahaan untuk menghasilkan produk atau jasa bagi customers.
2. Mengidentifikasi biaya yang bersifat value-added activities dan non-value
added activities yang terdapat dalam aktivitas yang digunakan oleh
perusahaan untuk menghasilkan produk atau jasa bagi customers.
3. Mengidentifikasi apakah aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan
memiliki customers. Setiap aktivitas layak untuk tetap dijalankan jika cost
object yang dihasilkan mempunyai customers yang memanfaatkan cost object
tersebut.
4. Mengidentifikasi aktivitas yang memiliki cycle efficiency rendah. Cycle
efficiency adalah ukuran seberapa besar non-value added activities terdapat
dalam aktivitas yang digunakan untuk melayani customers.
32
5. Mencari dan memilih cara yang digunakan untuk mengurangi non-value
added activities.
2.1.11 Pengertian biaya
Menurut Supriyono (1999 : 16) menyatakan bahwa biaya adalah harga
perolehan yang dikorbankan atau dipergunakan dalam rangka memperoleh
penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Mulyadi
(2003 : 10) menyatakan bahwa biaya dalam arti sempit merupakan harga pokok
yaitu pengorbanan sumber ekonomi dalam mengelola aktiva menjadi aktiva lain,
sedangkan biaya dalam arti luas merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang
diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang akan terjadi untuk tujuan
tertentu.
Biaya (cost) menurut Simamora (2002 : 36) adalah kas atau nilai setara kas
yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat
pada saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi. Matz, dkk (2000 : 15)
menyatakan bahwa para akuntan telah mendefinisikan cost sebagai nilai tukar,
prasyarat atau pengorbanan yang telah dilakukan untuk memperoleh manfaat.
Dalam akuntansi keuangan, prasyarat atau pengorbanan tersebut pada tanggal
perolehannya dinyatakan dengan pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat
ini atau di masa yang akan datang.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan
pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh barang atau jasa yang diukur
dalam satuan moneter, dimana prasyarat atau pengorbanan pada tanggal
perolehannya dinyatakan dengan pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat
33
ini maupun di masa yang akan datang. Pengendalian biaya adalah suatu
pengawasan terhadap biaya-biaya yang terjadi atau dikeluarkan oleh perusahaan
dalam usahanya untuk menekan biaya, sehingga keuntungan yang diharapkan
dapat tercapai secara optimal.
2.1.12 Penggolongan biaya
Penggolongan biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat
membantu manajemen dalam pencapaian tujuannya. Menurut Simamora (2002 :
50) dalam perusahaan jasa biaya dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Biaya langsung (direct cost), yaitu biaya yang dapat ditelusuri secara fisik ke
produk atau jasa tertentu, seperti; gaji yang dibayarkan ke akuntan.
2. Biaya tidak langsung (indirect cost), yaitu biaya yang tidak dapat ditelusuri ke
produk atau jasa, seperti; asuransi dan sewa kantor.
Mulyadi (2003 : 277) menambahkan penggolongan biaya berdasarkan
aktivitas. Aktivitas dapat digolongkan ke dalam kelompok value-added activity
dan non-value added activity. Value-added activity adalah aktivitas yang dapat
menyebabkan perubahan keadaan dimana perubahan tersebut tidak dapat dicapai
melalui aktivitas sebelumnya dan aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain
dapat dilaksanakan. Biaya yang digunakan untuk membiayai aktivitas yang valueadded disebut value-added cost. Non-value added activity adalah aktivitas yang
tidak menyebabkan perubahan karena perubahan aktivitas tersebut dicapai melalui
aktivitas sebelumnya dan aktivitas tersebut tidak memungkinkan aktivitas lain
dapat dilaksanakan. Biaya yang digunakan untuk membiayai aktivitas yang nonvalue added disebut non-value added cost.
34
2.1.13
Penggunaan sumber daya berdasarkan aktivitas (Activities resource
usage)
Sumber daya diperlukan untuk memungkinkan kegiatan dilakukan. Sumber
daya dikeluarkan atau disediakan untuk melaksanakan aktivitas atau pembuatan
penyediaan cost object dalam memenuhi kebutuhan customers. Seluruh sumber
daya akhirnya harus dibebankan ke aktivitas untuk menentukan biaya aktivitas,
dan pada gilirannya seluruh biaya aktivitas harus dibebankan ke cost object yang
dihasilkan. Sumber daya hanyalah elemen ekonomik dalam melakukan aktivitas.
Pengeluaran atas sumber daya adalah biaya untuk memperoleh kapasitas kegiatan
yang digunakan dalam memproduksi keluaran kegiatan, karenanya penggunaan
sumber daya ekuivalen dengan keluaran kegiatan. Jika semua kapasitas kegiatan
yang dimiliki tidak digunakan, maka akan timbul kapasitas yang tidak digunakan,
yang merupakan perbedaan antara kapasitas yang dimiliki dengan keluaran
kegiatan yang sebenarnya. Menurut Hansen and Mowen (1997 : 87) sumber daya
(resource) dalam suatu perusahaan dapat disediakan dengan salah satu dari tiga
cara berikut :
1. Sumber daya (resource) disediakan sesuai dengan yang digunakan dan
dibutuhkan perusahaan.
Sumber daya (resource) yang disediakan sesuai dengan yang digunakan dan
dibutuhkan perusahaan adalah sumber daya yang diperoleh dari sumber luar,
dimana istilah akuisisi tidak memerlukan komitmen jangka panjang untuk
sumber daya dalam jumlah berapapun. Karenanya, perusahaan bebas hanya
membeli sumber daya sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan saja.
Sebagai hasilnya, jumlah sumber daya yang dipasok sama dengan jumlah
35
yang diminta. Tidak terdapat kapasitas kegiatan yang tidak digunakan dalam
kategori ini. Karena biaya sumber daya yang dipasok saat dibutuhkan sama
dengan biaya sumber daya yang digunakan, jumlah biaya sumber daya
meningkat seiring meningkatnya permintaan untuk sumber daya tersebut.
2. Sumber daya (resource) disediakan atau dipasok di muka atau sebelum
penggunaan untuk jangka pendek.
Penyediaan sumber daya dengan cara ini dicontohkan dengan organisasi yang
memperoleh sumber daya di muka melalui kontrak implisit biasanya dengan
karyawan mereka. Kontrak implisit ini mensyaratkan fokus etik, karena
kontrak ini menyatakan secara tidak langsung bahwa organisasi akan
mempertahankan tingkat ketenagakerjaan meskipun terdapat penurunan
sementara pada jumlah kegiatan yang digunakan. Salah satu cara perusahaan
mengelola kesulitan yang berhubungan dengan mempertahankan tingkat biaya
tetap ini adalah dengan menggunakan pegawai kontrak atau sementara jika
diperlukan. Pengeluaran sumber daya untuk kategori ini pada dasarnya
berhubungan dengan biaya tetap diskrit yaitu biaya yang timbul untuk akuisisi
kapasitas kegiatan jangka pendek.
3. Sumber daya (resource) disediakan atau dipasok di muka atau sebelum
penggunaan untuk jangka panjang.
Banyak sumber daya diperoleh sebelum permintaan sebenarnya untuk sumber
daya
tersebut
terealisasi.
Organisasi
memperoleh
banyak
kapasitas
multiperiode dengan membayar kas di muka atau dengan menyepakati kontrak
eksplisit yang mensyaratkan pembayaran kas periodik. Beban tahunan
36
dihubungkan dengan kategori multi-periode independen terhadap penggunaan
sumber daya yang sebenarnya, karenanya beban ini dapat didefinisikan
sebagai biaya tetap. Biaya ini pada dasarnya berhubungan dengan biaya tetap
terikat yaitu biaya yang timbul untuk memberikan kapasitas jangka panjang.
Activities resource usage ini pada nantinya akan digunakan untuk
mengidentifikasi resource yang dikonsumsi oleh masing-masing aktivitas yang
tidak bernilai tambah pada setiap bagian di PT. PLN (Persero) AP Tabanan.
Activities resource usage digunakan untuk menunjukkan pada kategori manakah
resource yang dikonsumsi oleh aktivitas tidak bernilai tambah pada setiap bagian
di PT. PLN (Persero) AP Tabanan. Setelah diketahui resource yang dikonsumsi
oleh masing-masing aktivitas yang tidak bernilai tambah, maka dapat dirumuskan
beberapa alternatif untuk mengurangi biaya secara strategis pada aktivitas
tersebut.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh I G.A.A. Kusuma Dewi (2006) yang
meneliti tentang Strategic Cost Reduction pada CV. Griya Santriyan Beach
Cottages Sanur Bali. Perusahaan yang menjadi penelitian ini merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan, yang menyediakan jasa
pelayanan kepada wisatawan yang datang dari dalam negeri maupun dari luar
negeri. Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah realisasi biaya
room related department tahun 2004 serta aktivitas yang dilakukan pada room
related departement CV. Griya Santriyan Beach Cottages Sanur Bali.
37
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah activity analysis, cost
effectiveness, cost efficiency, dan strategic cost reduction. Sedangkan teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif
yang merupakan teknik analisis data yang digunakan pada tahap awal yaitu
dengan pengelompokkan aktivitas, dan teknik analisis kuantitatif yang merupakan
teknik analisis pengolahan data berupa angka yang digunakan pada tahap
pertengahan untuk mengukur cycle efficiency.
Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut dinyatakan bahwa aktivitas room
related departement yang memiliki nilai tambah terdapat pada bagian reservation,
reception, bell boy, telephone operator, front office chasier, guest relation (room
boy), houseman, laundry, dan gardener. Sedangkan aktivitas room related
departement yang tidak memiliki nilai tambah terdapat pada bagian reservation
seperti : menunggu pemesanan kamar melalui fax, telepon dan internet, bagian
telephone operator seperti : menunggu telepon masuk maupun telepon keluar, dan
pada bagian reception seperti menunggu kedatangan tamu yang check in dan
check out. Dari perhitungan cycle efficiency, aktivitas yang dilakukan perusahaan
masih mengandung aktivitas yang tidak bernilai tambah sebesar 17,7 % .
Pengurangan biaya secara strategis untuk aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai
tambah dapat dilakukan dengan activity sharing, activity reduction dan activity
elimination.
Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Ni Nyoman Sri Budiari (2007)
yang meneliti Strategic Cost Reduction pada Hotel Nikki Denpasar yang juga
merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan yang
38
menyediakan jasa kepada wisatawan yang datang baik dari dalam maupun luar
negeri. Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah aktivitas-aktivitas
yang dilakukan pada room departement dan realisasi biaya room departement
tahun 2005 yang ada pada Hotel Nikki Denpasar.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah activity analysis, cost
efficiency, activity resource usage, dan strategic cost reduction. Sedangkan teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif
yakni teknik analisis terhadap data kualitatif perusahaan, serta teknik analisis
kuantitatif non statistik yakni teknik analisis terhadap data kuantitatif dengan cara
memasukkan data kuantitatif ke dalam suatu formula yang digunakan.
Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pada room
departement Hotel Nikki aktivitas yang tergolong aktivitas yang bernilai tambah
terdapat pada bagian front office chasier, guest transport, guest relation, room
boy, houseman, laundry, dan gardener. Sedangkan aktivitas yang tidak bernilai
tambah terdapat pada bagian receptionist seperti aktivitas menunggu pesanan
kamar melalui fax, telepon dan email, bagian reservation berupa aktivitas
menunggu tamu yang datang langsung ke hotel, bagian telephone operator berupa
aktivitas menunggu telepon yang masuk. Kemudian berdasarkan perhitungan
cycle efficiency, aktivitas yang dilakukan perusahaan masih mengandung aktivitas
yang tidak bernilai tambah yakni sebesar 97,39 % untuk bagian reservation, 94,59
% bagian receptionist, 88,67 % bellboy, 100 % front office chasier, guest
transport, guest relation, room boy, houseman, laundry, dan gardener, 77,03 %
telephone operator, 91,05 % flower shop dan decorating, serta 25,48 % bagian
39
linen. Pengurangan biaya secara strategis yang masih mengandung inefisiensi
dapat dilakukan dengan cara activities reduction untuk bagian reservation,
receptionist, bell boy, telephone operator, flower shop dan decorating, serta
activities sharing untuk linen.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian
Kusuma Dewi dan Budiari sama-sama meneliti perusahaan yang bergerak dalam
bidang jasa perhotelan, sedangkan pada penelitian ini meneliti perusahaan yang
bergerak dalam bidang jasa ketenagalistrikan yakni pada PT. PLN (Persero) AP
Tabanan. Variabel yang digunakan dalam penelitian Kusuma Dewi adalah activity
analysis, cost effectiveness, cost efficiency, serta strategic cost reduction. Pada
penelitian Budiari variabel yang digunakan meliputi activity analysis, cost
efficiency, activity resource usage, serta strategic cost reduction. Sedangkan pada
penelitian ini variabel yang digunakan meliputi activity analysis, activity resource
usage, serta strategic cost reduction. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah sama-sama melakukan penelitian terhadap aktivitas-aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan.
40
Download