Dukungan Sosial Terhadap Anak Yang Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga Risya Handayani Pendahuluan Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat dimana anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Segala sesuatu yang dibuat anak mempengaruhi keluarganya, begitu pula sebaliknya. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat. Di samping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan akan kepuasan emosional telah dimiliki bayi yang baru lahir. Peranan dan tanggung jawab yang harus dimainkan orang tua dalam membina anak adalah besar. Namun, kenyataannya dalam melakukan peran tersebut, baik secara sadar maupun tidak sadar, orang tua dapat membangkitkan rasa ketidakpastian dan rasa bersalah pada anak. Keluarga seharusnya memberikan rasa nyaman dan aman kepada anak bukan menjadi ancaman karena kekerasan yang dilakukan oleh keluarganya sendiri (Solihin, 2004). Anak Indonesia banyak yang belum memperoleh jaminan terpenuhinya hakhak mereka, antara lain, masih banyak anak yang menjadi korban kekerasan, penelantaran, eksploitasi, diskriminasi dan lain-lain. Tindakan-tindakan di atas dapat dikatergorikan sebagai kekerasan anak atau perlakuan kejam terhadap anak-anak. Menurut Kompas (dalam Solihin, 2004) kekerasan domestik atau kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga menduduki porsi terbesar dalam kasus kekerasan yang menimpa anak-anak pada rentang usia 3-6 tahun. Sebanyak 80% kekerasan yang menimpa anak-anak dilakukan oleh keluarga mereka, 10% terjadi di lingkungan pendidikan, dan sisanya dilakukan oleh orang tak dikenal. Lebih lanjut, Kompas mengatakan setiap bulannya terdapat 30 kasus kekerasan yang diadukan oleh korbannya kepada lembaga konseling Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. Dari kekerasan yang terjadi diketahui bahwa sebanyak 60% merupakan korban kekerasan ringan, berupa kekerasan verbal atau caci maki, sedangkan 40% sisanya mengalami kekerasan fisik seperti pemukulan terhadap anak hingga kekerasan seksual. Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (dalam Solihin, 2004) kekerasan terhadap anak dapat terjadi dimana saja dan kapan saja seperti di rumah 1 (25,5%), di sekolah (10%), tempat umum (22%), tempat kerja (5,8%), dan tempat lainnya (3 6,6%). Sedangkan berdasarkan kategori usia, kekerasan fisik terhadap anak dengan persentase tertinggi terjadi pada usia 0-5 tahun (32,3%) dan terendah usia 1315 (16,2%). Pelaku biasanya adalah orang-orang yang dekat dengan anak, atau orang yang bertanggung jawab untuk melindungi anak-anak seperti, orang tua, kakek, nenek, keluarga dekat lainnya, guru, dan lain-lain. Atmasasmita (dalam Zulaeha, 2006) mengungkapkan bahwa kekerasan anak itu sendiri berkisar dari pengabaian anak sampai kasus perkosaan dan pembunuhan. Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (dalam Solihin, 2004) child abuse terjadi dari tahun 1992-2002, hal tersebut dirincikan sebagai berikut, sexual abuse 65.8%, physical abuse 19.6%, emotional abuse 6.3%, dan child neglect 8.3%. Berdasarkan data tersebut, persentase anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga cukup tinggi dan pelakunya adalah orang tua mereka sendiri. Menurut Tarigan (2001) kekerasan dalam rumah tangga adalah segala bentuk tindak kekerasan baik fisik maupun psikis yang terjadi dalam rumah tangga, baik antara suami dan istri maupun orang tua dan anak. Menurut Solihin (2004) salah satu hal yang sering menjadi penyebab terjadinya tindak kekerasan pada anak dalam keluarga adalah sikap otoriter yang dipertahankan orang tua dengan dalih untuk menanamkan disiplin pada anak dapat mengakibatkan anak akan menunjukan sikap yang pasif dan menyerahkan segala sesuatu pada orang tua. Masih menurut Solihin (2004) kematangan emosional orang tua sangat mempengaruhi keadaan perkembangan anak. Keadaan dan kematangan orang tua mempengaruhi serta menentukan taraf pemuasaan kebutuhan-kebutuhan psikologis anak yang penting pada anak dalam kehidupannya dalam keluarga. Ketidakmatangan emosional orang tua mengakibatkan perlakuan-perlakuan yang negatif seperti, menguasai anak secara otokratis dan memperlakukan anak dengan keras sampai melakukan kekerasan baik secara verbal maupun non verbal. Jika orang tua beraksi terhadap emosi negatif anak dengan emosi negatif pula, tidak membuat anak merasa nyaman untuk mengekspresikan emosinya. Emosi orang tua yang kuat membuat anak takut sehingga mereka tidak peka terhadap perasaan-perasaannya karena tidak aman untuk mengekpresikan perasaan-perasaannya itu. Menurut Johnson dan Johnson (dalam Komalasari, 2006) dukungan sosial adalah keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan. Dukungan sosial dapat diberikan baik dari keluarga, orang yang dicintai, teman, dan masyarakat sekitarnya kepada anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga untuk menjalani kehidupan layaknya orang lain yang tidak mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Dukungan sosial terhadap anak yang mengalami kekerasan dapat berupa dukungan emosional seperti memberikan perhatian dengan cara mendengarkan keluh kesahnya, dukungan penghargaan untuk meningkatkan harga diri, dukungan instrumental seperti memberikan uang saat membutuhkan, dan dukungan informasi seperti memberikan saran atau nasehat. 2 Pada kasus anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, keberadaan orang lain sangat diperlukan karena disaat-saat penuh tekanan anak akan merasa sedih, takut, dan malu sehingga anak membutuhkan dukungan sosial dari orang lain agar anak tersebut dapat menceritakan keluh kesahnya tanpa rasa takut ataupun malu kepada orang lain. Selain itu, dukungan sosial juga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri dengan menambah harga diri serta mengurangi stres. Dengan memperoleh dukungan sosial, anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga akan merasa dihargai dan disayangi sehingga pada akhir nanti anak dapat menerima keadaan dirinya dan dapat menjadi individu yang lebih mandiri dan dapat bersikap baik selama hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga terhadap subjek, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan subjek mengalami kekerasan dalam rumah tangga, bagaimana gambaran dukungan sosial terhadap subjek, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemerolehan dukungan sosial terhadap subjek. Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan, dan penerimaan pada individu yang mengalami kesulitan sehingga menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati, dihargai, dan dicintai. Sarafino (1998) mengemukakan bahwa bentuk dukungan sosial antara lain, Dukungan emosional yang meliputi empati dan perhatian terhadap individu, dukungan emosional tersebut memberikan perasaan nyaman, aman dan dicintai terutama pada saat-saat penuh tekanan. Dukungan penghargaan ini terutama untuk membantu meningkatkan harga diri individu. Dukungan instrumental meliputi bantuan langsung, seperti ketika seorang memberi bantuan uang untuk pengorbanan bagi ekonomi lemah bantuan ini sangat berarti. Dukungan informasi mencakup pemberian nasehat, saran atau umpan balik tentang keadaan atau apa saja yang dikerjakan individu. Dukungan sosial dapat diberikan oleh orang-orang terdekat seperti keluarga, teman dekat, para ahli professional seperti psikolog, dan organisasi masyarakat. Menurut Sarafino (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian dukungan sosial adalah Penerima dukungan, dimana Seseorang tidak akan memperoleh dukungan bila mereka tidak ramah, tidak mau menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa mereka membutuhkan pertolongan. Ada orang yang kurang asertif untuk meminta bantuan, merasa tidak enak mempercayakan sesuatu pada orang lain atau tidak tahu siapa yang dapat dimintai bantuan. Penyedia dukungan, dimana Individu tidak akan memperoleh dukungan jika penyedia dukungan tidak memiliki sumber-sumber yang dibutuhkan oleh individu, penyedia dukungan sedang berada dalam stres dan sedang membutuhkan bantuan, atau mungkin juga mereka tidak cukup sensitif terhadap kebutuhan orang lain. 3 Komposisi dan struktur jaringan sosial (hubungan individu dengan keluarga dan masyarakat) seperti jumlah orang yang bisa dihubungi, seberapa sering individu bertemu dengan orang tersebut, apakah orang tersebut keluarga, teman atau kerabat, serta kedekatan hubungan individu dan rasa saling mempercayai. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga adalah segala bentuk tindak kekerasan baik fisik maupun psikis yang terjadi dalam rumah tangga, baik antara suami-istri maupun orang tua-anak, sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik, emosional dan psikologis terhadap orang yang menjadi sasarannya. Menurut Komnas Perempuan (2002) bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak meliputi pengabaian pemenuhan kebutuhan anak, adapun maksud dari pengabaian pemenuhan kebutuhan anak ini adalah penyediaan kebutuhan makanan, sandang, dan pangan serta pemeliharaan pelayanan medis, pemberian kasih sayang terhadap anak yang tidak terpenuhi sepenuhnya. Pengabaian pemenuhan kebutuhan anak secara potensial mengakibatkan gangguan kesehatan, perkembangan psikologik, dan keamanan anak. Kekerasan fisik tindakan yang mengakibatkan luka fisik pada anak, biasanya dijadikan sebagai suatu alasan pelepasan tindakan dalam mendisiplinkan anak. Bentuk luka fisik yang tampak seperti: sembab, lebam, terbakar, patah tulang, luka gigitan, bahkan bisa saja luka dalam. Kekerasan verbal-emosional, Suatu bentuk kekerasan terhadap anak yang berupa ancaman, mempermalukan, mengecilkan hati anak, baik secara sendiri (private) maupun dihadapan orang lain atau ketidakmampuan memberikan pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang pada anak, biasanya dinyatakan dengan cemooh, kata-kata kasar, makian, panggilan kasar dan sejenisnya. Kekerasan seksual, Tindakan kekerasan seks seperti: mencabuli anak dengan melakukan penyentuhan pada alat kelamin anak, masturbasi, seks oral, bahkan penetrasi baik dengan tangan atau penis ke vagina atau anus anak. Menurut Rusmil (dalam Huraerah, 2006) faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak adalah faktor keluarga atau orang tua, faktor lingkungan atau komunitas, dan faktor anak itu sendiri. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus yang digunakan untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial terhadap anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga seperti dipukul, didorong, dan dibentak dengan kata-kata kasar, berjenis kelamin perempuan serta berusia 15 tahun. Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan adalah wawancara dengan pedoman standar terbuka dimana pedoman wawancara ditulis secara rinci, lengkap dengan suatu pertanyaan dan 4 penjabarannya dalam kalimat. Sedangkan, observasi yang digunakan adalah observasi non partisipan, dimana peneliti tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan orang yang di observasi. Pembahasan Dari hasil penelitian dapat dijelaskan beberapa hal, yaitu : 1. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Subjek Subjek mengalami tindak kekerasan berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal-emosional. Dalam penelitian ini, bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga terhadap subjek didapat dari bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga menurut Komnas Perempuan (2002) yaitu: a. Kekerasan Fisik Kekerasan fisik yang dilakukan oleh ayah subjek terhadap dirinya berupa pukulan yang menyebabkan tangan subjek memar, subjek dipukul karena subjek tidak membereskan rumah ataupun ketika subjek salah bicara, subjek juga dipukul jika subjek terlambat pulang sekolah karena subjek tidak boleh main bersama teman-temannya. Selain itu, ketika ayah subjek sedang marah, ayah subjek juga sering melempar sesuatu kearah subjek. Pada saat subjek TK, subjek disabet dengan sabuk karena ia salah mengeja. b. Kekerasan Verbal-emosional Kekerasan verbal yang dialami subjek seperti dimarahi oleh ayahnya saat subjek melakukan suatu kesalahan, subjek juga sering dibentak dengan kata-kata kasar oleh ayahnya saat subjek salah bicara sehingga pada saat ayah subjek marah subjek hanya memilih untuk diam karena jika subjek melawan ia akan mendapatkan pukulan dari ayahnya. 2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Subjek Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan subjek mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah faktor orang tua terutama ayah. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusmil (dalam Huraerah, 2006) yang mengatakan bahwa penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak salah satunya adalah karena faktor orangtua atau keluarga. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa subjek mempunyai keluarga yang sebenarnya cukup harmonis. Namun, ayah subjek memiliki sifat yang keras dan overprotective sehingga subjek mengalami tindak kekerasan sejak kecil. Pada saat subjek TK hanya karena subjek salah mengeja, subjek dimarahi, dipukul dan disabet dengan menggunakan ikat pinggang. Sifat yang keras dan overprotective juga 5 membuat subjek harus selalu patuh terhadap ayahnya misalnya subjek harus pulang sekolah tepat waktu, tidak boleh main karena harus membantu ibu subjek menjaga adiknya, jika subjek tidak patuh maka subjek akan dimarahi oleh ayahnya. Kekerasan itu terjadi lagi pada saat subjek SMP. Ayah subjek mengkonsumsi narkoba. Saat sedang sakau ayah subjek sering memukul ibunya, melihat ibunya dipukuli oleh ayahnya subjek mencoba melindungi dan saat itulah subjek juga mendapat tindak kekerasan seperti dipukul dan didorong. Sampai saat ini subjek masih mengalami tindak kekerasan tersebut, saat subjek pulang sekolah terlambat karena main bersama teman-temannya, subjek akan dimarahi oleh ayahnya, apalagi jika ayahnya sedang dalam pengaruh narkoba, seringkali ayah subjek sampai memukul, mendorong dan bahkan melempar sesuatu kepada subjek sehingga sampai menyebabkan luka dibadan subjek seperti memar-memar pada tangan subjek. Jika ayah subjek sadar telah melakukan kesalahan, ayah subjek akan meminta maaf pada subjek sampai menciumi dan berlutut kepada subjek tapi saat ayah subjek sakau lagi, ia akan melakukan tindak kekerasan yang sama pada ibu, kakak maupun subjek. Subjek lebih sering mengalami tindak kekerasan dibanding dengan kakak subjek karena kakak subjek jarang berada di rumah. Subjek merasa sedih dan kecewa terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya tersebut, tapi subjek memaafkan ayahnya dan berharap ayahnya akan berubah menjadi lebih baik dan tidak melakukan tindak kekerasan lagi. 3. Gambaran Dukungan Sosial Pada Subjek Dukungan sosial berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi sangat dibutuhkan oleh anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Dalam penelitian ini, bentuk-bentuk dukungan sosial yang diterima oleh subjek didapat dari bentukbentuk dukungan sosial seperti yang dikemukakan oleh Sarafino (1998) yaitu: a. Dukungan Emosional Dukungan emosional meliputi empati dan perhatian terhadap individu. Dukungan emosional tersebut memberikan perasaan nyaman, aman dan dicintai terutama pada saat-saat penuh tekanan. Dalam penelitian ini, subjek memperoleh dukungan emosional berupa motivasi yang diberikan oleh ibu subjek dengan cara membesarkan hati subjek bahwa subjek dapat melewati cobaan ini. Subjek juga mendapat kasih sayang dan perhatian dari ibunya, perhatian yang diberikan dengan cara menenangkan hati subjek saat mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya. Selain mendapatkan dukungan emosional dari sang ibu, subjek juga mendapat dukungan emosional dari teman-teman subjek berupa motivasi untuk selalu berfikir positif terhadap kejadian yang dialaminya dan bahwa semua cobaan itu akan membuat subjek lebih kuat dan tegar, perhatian 6 yang diberikan oleh teman-teman subjek dengan cara mendengarkan keluh kesah subjek saat mengalami tindak kekerasan, menenangkan hatinya saat subjek menangis, dan menghibur subjek sehingga subjek bisa tertawa dan ceria lagi. Dukungan dari ibu maupun teman-teman subjek membuat subjek merasa nyaman dengan keberadaan mereka dan membuat subjek berfikir walaupun ayahnya memperlakukan subjek dengan kasar tapi masih ada orang yang menyayangi subjek yaitu ibu dan teman-teman subjek. b. Dukungan Penghargaan Dukungan penghargaan diwujudkan melalui penghargaan terhadap individu atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu serta perbandingan positif dengan individu lain. Dukungan penghargaan ini terutama untuk membantu meningkatkan harga diri subjek. Dukungan penghargaan yang diberikan adalah teman-teman subjek menghargai keputusan yang di ambil oleh subjek untuk melaporkan ayahnya ke kantor polisi atau tidak. Hal tersebut membuat subjek merasa hargai oleh temantemannya. c. Dukungan Instrumental Dukungan instrumental meliputi bantuan langsung, seperti ketika seseorang memberi bantuan uang. Dalam penelitian ini, saat subjek mengalami kekerasan dalam rumah tangga, terkadang subjek tidak mendapatkan uang jajan dari sang ayah untuk beberapa hari. Oleh karena itu, subjek akan membutuhkan bantuan uang untuk jajannya disekolah. Teman-teman subjek tidak selalu dapat memberikan bantuan uang kepada subjek, mereka membantu sesuai dengan kemampuan mereka atau biasanya sesekali teman-teman subjek mentraktir subjek makan saat subjek tidak mempunyai uang. Subjek akan menghubungi saudarasaudaranya seperti om dan tante saat subjek benar-benar membutuhkan uang dan saudara-saudara subjek akan langsung memberikan uang tersebut kepada subjek. d. Dukungan Informasi Subjek membutuhkan dukungan informasi saat mengalami kekerasan dalam rumah tangga berupa pemberian nasehat, saran atau umpan balik tentang keadaan subjek. Dalam penelitian ini, subjek akan meminta saran dari orang-orang yang subjek percayai untuk dimintai bantuan seperti meminta saran dari ibunya, teman-temannya dan terkadang pacar subjek berkaitan dengan kekerasan yang di alaminya, pada saat subjek mengalami kekerasan beberapa waktu yang lalu, ibu subjek memberikan saran kepada subjek agar subjek terus mendoakan sang ayah agar bisa berubah dan tidak melakukan tindak kekerasan lagi kepada ibu, kakak maupun kepada subjek sehingga subjek tidak perlu melaporkan ayahnya kepolisi karena akan berdampak tidak baik pada keluarganya. Subjek juga 7 meminta saran kepada teman-temannya untuk melaporkan sang ayah kepolisi atau tidak. Teman-teman subjek memberikan saran yang yang dibutuhkan subjek dan memberitahu subjek segala konsekuensi yang akan diterima subjek saat mengambil keputusan apapun. Saran tersebut dapat membuat subjek merasa lebih baik dan mempunyai pemikiran yang baru. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Dukungan Sosial Terhadap subjek Faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan dukungan sosial terhadap subjek adalah penerima dukungan, penyedia dukungan dan komposisi dan struktur jaringan sosial. Seperti yang diuraikan oleh Sarafino (1994) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan dukungan sosial dari orang lain, yaitu: a. Penerima dukungan (Recipients) Seseorang tidak akan memperoleh dukungan bila mereka tidak ramah, tidak mau menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa mereka membutuhkan pertolongan. Dalam penelitian ini, diketahui bahwa subjek bersikap baik dan ramah terhadap orang-orang disekitarnya, walaupun subjek jarang bergaul dengan tetanggatetangganya tapi jika subjek bertemu dengan mereka subjek bersikap ramah, tersenyum dan menyapa mereka. Subjek mudah bergaul sehingga subjek mempunyai banyak teman di sekolah maupun di luar sekolah. Subjek juga cukup aktif dikegiatan sekolahnya, subjek suka menyapa setiap bertemu dengan guru dan teman-temannya. Oleh karena itu, subjek memperoleh dukungan sosial saat subjek membutuhkannya. Subjek juga tidak malu untuk menceritakan masalah yang berkaitan dengan kekerasan yang di alaminya kepada teman-teman subjek. Subjek merasa nyaman menceritakan masalah tersebut karena subjek mempercayai mereka, hal tersebut dapat terlihat saat subjek mengalami tindak kekerasan, subjek menceritakan masalahnya tersebut kepada teman-temannya dan subjek juga meminta saran kepada teman-temannya itu. b. Penyedia dukungan (Provider) Subjek tidak akan memperoleh dukungan jika penyedia dukungan tidak memiliki sumber-sumber seperti perhatian, uang dan saran yang dibutuhkan subjek. Dalam penelitian ini, subjek mempunyai orang-orang yang memiliki sumber-sumber yang dibutuhkan oleh subjek seperti perhatian yang diberikan oleh ibu dan teman-teman subjek, uang yang diberikan oleh saudara-saudara subjek, dan saran yang diberikan oleh ibu. teman-teman dan terkadang pacarnya pada saat subjek membutuhkan. Selain itu, subjek juga mempunyai teman-teman yang cukup peka terhadap masalah subjek seperti pada saat subjek mengalami kekerasan subjek akan terlihat murung dan lebih pendiam, teman-teman subjek pasti 8 c. akan langsung bertanya mengapa subjek terlihat murung dan mereka akan memberikan perhatian dan menghibur subjek sehingga subjek merasa lebih baik. Komposisi dan struktur jaringan sosial (hubungan individu dengan keluarga dan masyarakat). Dalam penelitian ini, diketahui bahwa subjek mempunyai beberapa orang yang dapat dihubungi saat subjek mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan membutuhkan pertolongan. orang-orang tersebut adalah sahabat, subjek sering bertemu dengan orang-orang tersebut karena mereka satu sekolah. Pada saat subjek mengalami tindak kekerasan, tidak semua teman yang dihubungi oleh subjek untuk dimintai pertolongan, biasanya subjek hanya menghubungi satu teman yang paling dekat dengan subjek dan baru menceritakan pada semua teman-temanya saat mereka bertemu disekolah. Hubungan subjek dan teman-temannya sangat dekat, mereka bersahabat, saling mendukung, saling mempercayai dan menjaga satu sama lain karena itu subjek merasa nyaman untuk menceritakan tentang masalahnya kepada teman-temannya itu. Subjek juga mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan saudara-saudaranya, sehingga pada saat teman-teman subjek mempunyai keterbatasan untuk menolong subjek, subjek akan menghubungi om dan tantenya tersebut. Subjek biasa bertemu dengan mereka saat ada acara keluarga. Subjek merasa nyaman meminta bantuan kepada om dan tantenya karena mereka bersikap sangat baik kepada subjek dan selalu membantunya saat dibutuhkan. Kesimpulan Dari hasil pengumpulan dan interpretasi data yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Subjek Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga terhadap subjek adalah: a. Kekerasan fisik, subjek dipukul oleh ayahnya saat subjek melakukan kesalahan seperti terlambat pulang sekolah dan jika subjek bermain dengan teman-temannya. Pukulan tersebut mengakibatkan luka ditangan subjek. Selain itu, subjek juga dilempar sesuatu ketika ayanhnya sedang marah. Pada saat subjek TK ia disabet menggunakan sabuk ketika salah mengeja. b. Kekerasan verbal-emosional, subjek dimarahi oleh ayahnya saat subjek melakukan suatu kesalahan, subjek juga sering dibentak dengan kata-kata kasar oleh ayahnya ketika subjek salah bicara. 9 2. Faktor-faktor yang menyebabkan subjek mengalami kekerasan dalam rumah tangga Faktor-faktor yang menyebabkan subjek mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah orang tua atau keluarga, dimana subjek dibesarkan dengan penganiayaan oleh ayahnya, karena sifat ayah yang keras dan overprotective yang mengharuskan subjek untuk bersikap patuh terhadap sang ayah. Selain itu ayah subjek yang seorang pecandu narkoba juga menyebabkan subjek sering mendapatkan tindak kekerasan baik secara verbal maupun non verbal. 3. Gambaran dukungan sosial pada subjek Bentuk-bentuk dukungan sosial yang diterima oleh subjek adalah: a. Dukungan emosional, dukungan emosional yang diterima subjek saat subjek mengalami kekerasan antara lain perhatian, kasih sayang, dan motivasi. Subjek mendapatkan dukungan emosional dari keluarga terutama ibu dan teman-teman subjek, subjek merasa nyaman dengan keberadaan orang-orang tersebut. b. Dukungan Penghargaan, subjek merasa dihargai oleh orang lain karena saat subjek membuat suatu keputusan terkait dengan tindak kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya, keputusan tersebut dapat diterima oleh teman-teman subjek. c. Dukungan Instrumental, subjek mendapatkan pertolongan yang dibutuhkan berupa uang dari saudara-saudara subjek. Subjek juga merasa lebih baik setelah menerima bantuan tersebut. d. Dukungan Informasi, saat mengalami tindak kekerasan subjek mendapat saran dari ibu, teman-teman dan pacar subjek dan subjek merasa lebih baik dan mempunyai pemikiran baru setelah mendapatkan saran. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan dukungan sosial terhadap subjek Faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan dukungan sosial terhadap subjek adalah: a. Penerima dukungan, yaitu subjek adalah orang yang ramah dan baik terhadap orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu, subjek mendapatkan dukungan sosial dari teman-teman maupun orang-orang disekitarnya. Subjek juga percaya kepada orang-orang yang subjek mintai pertolongan hal tersebut dapat terlihat saat subjek mengalami tindak kekerasan, subjek menceritakan masalahnya tersebut kepada teman-temannya dan meminta saran kepada teman-temannya itu. b. Penyedia dukungan, subjek mempunyai orang-orang yang memiliki sumbersumber yang dibutuhkan oleh subjek seperti perhatian, uang, saran saat subjek membutuhkannya, subjek juga mempunyai teman-teman yang peka terhadap masalah subjek seperti pada saat subjek mengalami kekerasan. 10 c. Komposisi dan struktur jaringan sosial, subjek mempunyai beberapa orang yang dapat dihubungi saat subjek mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan membutuhkan pertolongan, subjek sering bertemu dengan orang-orang tersebut, mereka adalah teman-teman sekolah subjek maupun saudara subjek. Hubungan subjek dan teman-temannya sangat dekat, mereka bersahabat, dan saling mendukung. Daftar Pustaka Huraerah, A. (2006). Kekerasan terhadap anak. Fenomena sosial masalah kritis di Indonesia. Bandung: Nilansa. Komalasari, E. (2006). Dukungan sosial pada penderita sakit jantung di RS Harapan Kita Jakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok: Universitas Gunadarma. Komisi Nasional Perempuan. (2002). Peta kekerasan, pengalaman perempuan Indonesia. Jakarta: Ameepro. Sarafino, E. P. (1994). Health psychology biopsychosocial interaction (2 nd ed). USA: John Wiley & Sons. ------------------ (1998). Health psychology biopsychosocial interaction (3 rd ed). USA: John Wiley & Sons. Solihin, L. (2004). Tindakan kekerasan pada anak dalam keluarga. Jurnal pendidikan penabur. No.03/th.III/Desember 2004. Jakarta: Penabur. Tarigan, A. (2001). Perlindungan terhadap perempuan & anak yang menjadi korban kekerasan: (bacaan bagi awak ruang pelayanan khusus police women desk). Derap-warapsani. Zulaeha. (2006). Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh seorang istri. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok: Universitas Gunadarma. 11