ii FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU

advertisement
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
Skripsi, 18 Maret 2011
Nadia, NIM : 106101003716
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Suplemen Vitamin E pada Siswi
di SMAN 65 Jakarta Tahun 2011
xiv + 100 halaman, 21 tabel, 2 bagan, 3 lampiran
ABSTRAK
Suplemen makanan adalah produk jadi yang dikonsumsi untuk melengkapi
makanan sehari-hari. Jenis suplemen makanan bermacam-macam, antara lain
suplemen yang mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang mengandung
minyak alami, dan suplemen yang mengandung enzim dan lain-lain. Penggunaan
suplemen makanan cenderung meningkat. Pada tahun 2000, puslitbang Farmasi
Depkes RI telah melakukan survey konsumen di tiga kota besar (Jakarta, Surabaya
dan Bandung) tentang konsumsi suplemen makanan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa konsumsi suplemen makanan terbanyak adalah pada perempuan
(78,1%). Hasil studi pendahuluan terhadap siswi di SMAN 65 Jakarta didapatkan
bahwa siswi mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi dosis yang telah
dianjurkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta Tahun 2011, yang
dilaksanakan pada bulan November 2010-Februaru 2011 dengan menggunakan
desain penelitian studi cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 77 siswi.
Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis univariat untuk mengetahui
distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, analisis bivariat untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dan dependen dengan menggunakan uji statistik
chi-square serta analisis multivariat untuk mengetahui faktor yang paling dominan
berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E dengan menggunakan uji regresi
logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20,8% siswi yang
mengkonsumsi suplemen, mengkonsumsinya dengan melebihi batas toleransi.
Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa status kesehatan dan jumlah uang saku
siswi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan konsumsi suplemen vitamin E
ii
pada siswi di SMAN 65 Jakarta. Sedangkan pendapatan orang tua, pengetahuan gizi,
pengaruh teman sebaya, pengaruh media massa dan citra raga memiliki hubungan
yang bermakna dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65
Jakarta tahun 2011. Selanjutnya, berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa
pengaruh media dan citra raga merupakan faktor yang paling dominan berhubungan
dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011.
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah hendaknya
sekolah melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan gizi siswi terutama
mengenai vitamin E, bekerja sama dengan OSIS untuk mengadakan kegiatan seminar
mengenai penggunaan suplemen dengan mendatangkan suplier suplemen tersebut
agar siswi dapat mengetahui pemakaiannya dengan tepat.
Daftar Bacaan: 40 ( 1989 - 2010)
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suplemen makanan adalah produk jadi yang dikonsumsi untuk melengkapi
makanan sehari-hari. Suplemen makanan mengandung satu atau lebih bahan sebagai
berikut: vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam
amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan Angka Kecukupan Gizi (AKG),
atau konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak, atau kombinasi dari beberapa bahan
sebagaimana tercantum dalam butir dalam BPOM (1996).
Jenis suplemen makanan bermacam-macam, antara lain suplemen yang
mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang mengandung minyak alami, dan
suplemen yang
mengandung enzim dan lain-lain. Namun beberapa sumber
menyatakan bahwa
suplemen vitamin dan mineral merupakan suplemen yang
paling sering dikonsumsi oleh masyarakat (McDowall, 2007). Hal ini disebakan
karena vitamin dan mineral adalah bahan organik yang esensial bagi tubuh namun
tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh, sehingga harus disediakan lewat makanan,
salah satunya adalah vitamin E, oleh karena itu banyak produsen makanan
memanfaatkan hal ini dengan memproduksi berbagai macam suplemen vitamin E.
Di Indonesia, suplemen makanan dimasukkan dalam kategori makanan atau
didaftar sebagai obat tradisional. Produk-produk suplemen makanan, sesuai dengan
Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
No.HK 00.063.02360, semula dikenal sebagai produk yang digunakan untuk
melengkapi makanan. saat ini ada sekitar 3500 jenis produk suplemen yang diizinkan
2
beredar di Indonesia, hanya produk suplemen yang diproduksi oleh perusahaan
farmasi yang memenuhi syarat Good Manufacturing Process (GMP) saja yang
dibolehkan untuk beredar.
Selama tahun 2008 Badan POM telah mengeluarkan 881 nomor registrasi
suplemen makanan yang meliputi 608 suplemen makanan produk dalam negeri (SD),
261 suplemen makanan produk impor (S1) dan 12 suplemen makanan lisensi (SL).
BPOM juga telah melakukan pengujian laboratorium terhadap 1189 sampel
suplemen makanan dari peredaran. Hasil pengujian mutu peoduk suplemen makanan
menunjukkan bahwa 1,35% tidak memenuhi syarat mutu, selain itu BPOM juga
melakukan pemeriksaan terhadap 1028 sarana distribusi suplemen makanan. hasil
pemeriksaan terhadap sarana distribusi suplemen makanan menunjukkan bahwa
terdapat 11.09 % sarana distribusi suplemen makanan masih menjual suplemen
makanan yang tidak terdaftar (BPOM, 2008).
Penggunaan suplemen makanan cenderung meningkat. Berdasarkan laporan
Food Standars Agency (FDA), di Amerika Serikat 40% kaum perempuan dewasa
dan 30% laki-laki diketahui mengkonsumsi suplemen makanan. Pada tahun 2000,
puslitbang Farmasi Depkes RI telah melakukan survey konsumen di tiga kota besar
(Jakarta, Surabaya dan Bandung) tentang konsumsi suplemen makanan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi suplemen makanan terbanyak adalah
pada perempuan (78,1%). Kebanyakan mereka mengkonsumsi untuk menjaga
kesehatan atau meningkatkan stamina (59,4%), sebagian hanya untuk mengatasi
kegemukan, mencegah keriput (proses penuaan) serta menghaluskan kulit yang
kasar.
3
Banyak masyarakat mengkonsumsi vitamin dalam dosis besar hanya karena
intuisi pribadi dan pengaruh iklan daripada berdasarkan pemahaman ilmiah
mengenai keuntungan dan kerugian penggunaan suplemen tersebut. Mengkonsumsi
suplemen makanan tidaklah salah, namun yang perlu diperhatikan adalah
penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh karena konsumsi yang
berlebihan akan mengganggu pencernaan, menyebabkan diare dan keracunan
(Guthrie,1995). Dalam Vitahealth (2009), disebutkan bahwa penggunaan konsumsi
suplemen
yang
berlebihan
bukannya
semakin
bermanfaat,
namun
justru
membahayakan kesehatan.
Konsumsi vitamin E yang berlebihan akan mengganggu fungsi organ
terutama hati dan ginjal serta dapat menimbulkan keracunan. Beberapa riset
menyatakan penggunaan suplemen makanan berkaitan dengan resiko mengidap
kanker dan stroke (Yuliarti, 2009). Dalam sebuah ayat Al Quran dijelaskan bahwa
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan, ayat tersebut terdapat pada surat
Al-A’raf ayat 31 yang berbunyi:
( ١٣: ‫)ا ألع راف‬
‫ا‬
‫اا‬
‫ااا‬
‫ع‬
‫ا‬
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih- lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS Al-A’raf ayat 31)
Dr. Edgar Miller, seorang profesor kedokteran dari John Hopkins University,
Baltimore, Amerika, mengumumkan hasil studinya yang menyatakan bahwa
suplemen vitamin E lebih banyak merugikan dibandingkan manfaatnya. Padahal,
kata dia, kebanyakan orang mengkonsumsi dalam jumlah tinggi karena takut cepat
4
mati. Sebuah alasan yang tidak jelas, menurut dokter yang memimpin studi itu.
Orang menelan vitamin E karena mereka pikir dengan cara itu bisa hidup lebih lama.
Dalam pertemuan American Heart Association di New Orleans, Miller mengatakan
bahwa sesungguhnya kebanyakan orang tak memerlukan suplemen vitamin E.
Vitamin tersebut terdapat dalam makanan sehari-hari, seperti kacang-kacangan,
minyak, biji-bijian, asparagus, jagung, dan sayuran hijau. Ia memaparkan pola diet
rata-rata orang mencakup vitamin E berkadar 15-16,5 IU atau setara dengan 10-11
mg. Ia menjelaskan vitamin E dalam dosis rendah merupakan antioksidan yang
penuh kekuatan. Namun, dalam dosis lebih tinggi berakibat pada kerusakan oksidatif
dan mungkin bisa membanjiri antioksidan alami. Dalam Penelitian itu menyebutkan
bahwa mengkonsumsi suplemen vitamin E dalam jumlah tinggi bisa menyebabkan
serangan jantung dan stroke. Karena kehadiran vitamin itu bisa menyebabkan
pembekuan darah atau manfaat yang seharusnya diperoleh dari vitamin itu malahan
tertutup oleh nutrien lain. (American Heart Association, 2004)
Penggunaann suplemen vitamin E ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa
namun peningkatan konsumsi suplemen juga terjadi pada para remaja. Berdasarkan
penelitian Pertiwi (2008), diperoleh 80 responden yaitu remaja puteri di agensi
model (64,5%) yang mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral demikian juga
penelitian Ramadani (2005) menyatakan bahwa 62,4% remaja SMA Islam AlAzhar mengkonsumsi suplemen makanan. Hal ini mungkin dikarenakan terjadinya
perubahan pola makan dan gaya hidup para remaja yang cenderung lebih menyukai
jenis makanan yang praktis, dan cepat saji yang banyak beredar di pasaran.
Tebentuknya konsep diri berupa body image pad remaja, juga menyebabkan
kebanyakan remaja kekurangan asupan makanan karena melakukan diit yang salah.
5
Kebiasaan makan yang bruruk ini menjadikan suplemen makanan sering digunakan
untuk meningkatkan kualitas diit remaja (Wahlqvist, 2002).
Mengacu pada pendapat Worthington (2000) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi remaja, terdapat beberapa faktor yang diduga berhubungan
dengan konsumsi siplemen pada remaja diantaranya yaitu karakteristik fisiologis
yang terdiri dari umur dan jenis kelamin, tingkat pengetahuan gizi remaja, pekerjaan
orang tua, pendidikan orang tua dan pola makan orang tua. Sedangkan menurut
beberapa penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen
diantaranya adalah pengetahuan gizi dan suplemen, pengaruh teman, keterpaparan
media, aktivitas fisik, dan status kesehatan (Anggondowati, 2002; Ramadani, 2005;
Pertiwi, 2008).
Sebelum penelitian ini dilakukan secara resmi peneliti telah melakukan
studi pendahuluan kepada 25 siswi di tiga SMA Negeri, yaitu SMA Negeri 65, SMA
Negeri 16 dan SMA Negeri 34. Studi pendahuluan ini dilakukan di tiga sekolah
dengan alasan untuk mendapat perbandingan jumlah siswi yang mengkonsumsi
suplemen vitamin E. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut, diperoleh
sebanyak 56% siswi SMA Negeri 16 yang mengkonsumsi suplemen vitamin E, 60%
pada siswi SMA Negeri 34 dan 95% siswi SMA Negeri 65 yang mengkonsumsi
suplemen vitamin E. Dari 95% siswi SMA Negeri 65 yang mengkonsumsi suplemen,
sebanyak 80% mengkonsumsi suplemen dengan dosis berlebih, yaitu mengkonsumsi
melebihi jumlah yang dianjurkan.
SMA Negeri 65 merupakan salah satu sekolah unggulan yang terletak di
wilayah Jakarta Barat. Mayoritas siswa yang bersekolah di SMA tersebut tergolong
siswa yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke atas. Sampai
6
saat ini belum ada survei yang dilakukan di SMA Negeri 65 mengenai konsumsi
suplemen vitamin E. Selain itu pula keberadaan suplemen vitamin E yang sangat
mudah didapatkan di toko-toko terdekat menjadikan peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian di SMA Negeri 65.
Berdasarkan fakta tersebut maka penulis bermaksud untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi
suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta.
B. Rumusan Masalah
Suplemen makanan adalah produk jadi yang dikonsumsi untuk melengkapi
makanan sehari-hari. Jenis suplemen makanan bermacam-macam, antara lain
suplemen yang mengandung
vitamin dan mineral, suplemen yang mengandung
minyak alami, dan suplemen yang
mengandung enzim dan lain-lain. Namun
beberapa sumber menyatakan bahwa suplemen vitamin dan mineral merupakan
suplemen yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam kadar sedikit,
suplemen vitamin E memberi manfaat bagi tubuh. Tapi dalam dosis tinggi, malah
meningkatkan risiko kematian. Konsumsi vitamin E yang berlebihan akan
mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal serta dapat menimbulkan
keracunan.
Di Indonesia hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004 menetapkan
Angka Kecukupan Gizi untuk kebutuhan vitamin E bagi remaja sebesar 15 mg/hari.
Asupan vitamin E pada remaja sudah lebih dari AKG yang telah dianjurkan,
ditambah lagi dengan mengkonsumsi suplemen vitamin E.
7
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 65,
didapatkan sebanyak 72% siswi SMA Negeri 65 yang mengkonsumsi suplemen
vitamin E. Dari 72% tersebut, sebanyak 65% mengkonsumsi suplemen dengan dosis
berlebih, padahal rata-rata asupan vitamin E di SMA Negeri 65 yaitu sebesar 162
mg/hari, hal ini sudah lebih dari AKG yang dianjurkan yaitu sebesar 15 mg/hari.
Jumlah asupan vitamin E tersebut didapatkan tanpa harus mengkonsumsi suplemen
vitamin E dari luar.
Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin
E pada remaja. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen
vitamin E adalah pengetahuan gizi, pengaruh teman sebaya, keterpaparan terhadap
promosi suplemen, status kesehatan, dan body image. Oleh karena itu penulis ingin
meneliti lebih jauh lagi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi
suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri
Negeri 65 Jakarta tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran faktor internal ( uang saku, dan status kesehatan) di
SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?
3. Bagimana gambaran faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya, media
massa dan body image) di SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011
4. Apakah ada hubungan antara faktor internal (pendapatan orang tua, uang
saku, dan status kesehatan) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi
SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?
8
5. Apakah ada hubungan antara faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya,
media massa, dan body image) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada
siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?
6. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan konsumsi suplemen
vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E
pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA
Negeri 65 Jakarta tahun 2011
2. Diketahuinya gambaran faktor internal (pendapatan orang tua, uang saku, dan
status kesehatan) di SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011
3. Diketahuinya gambaran faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya, media
massa dan citra raga) di SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011
4. Diketahuinyaa hubungan antara faktor internal (pendapatan orang tua, uang
saku, dan status kesehatan) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi
SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011
5. Diketahuinya hubungan antara faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya,
media massa, dan citra raga) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada
siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011
9
6. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan konsumsi
suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pihak Sekolah
Sebagai bahan masukan dalam memberikan pengetahuan mengenai konsumsi
suplemen vitamin E kepada para siswa.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E
pada siswi di SMA Negeri 65 Jakarta.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan penelitan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta.
Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan, siswi SMA
Negeri 65 banyak yang mengkonsumsi suplemen vitamin E secara berlebihan.
Padahal, konsumsi suplemen terlalu banyak dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi organ, yaitu hati dan ginjal. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta program studi kesehatan masyarakat,
menggunakan metode kuantitatif
dengan
dengan desain cross sectional. Penelitian ini
menggunakan data primer dengan menyebarkan kuesioner pada responden yang
terpilih. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di SMA Negeri 65
Jakarta.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Suplemen Makanan (Food Supplement)
1. Pengertian
Karyadi (1997), mendefinisikan suplemen makanan sebagai makanan yang
mengandung zat-zat gizi dan non gizi, bisa dalam bentuk kapsul, kapsul lunak, tablet
bubuk atau cairam yang fungsinya sebagai pelengkap kekurangan zat gizi yang
dibutuhkan untuk menjaga agar vitalitas tubuh tetap prima. Menurut Yulliarti (2008),
suplemen makanan diartikan sebagai zat atau bahan makanan tambahan yang
dikonsumsi. Zat atau bahan makanan tersebut dapat berupa vitamin, mineral, jamu atau
tanaman obat, asam amino atau bagian-bagian dari zat atau bahan makanan. Suplemen
makanan ini merupakan pendamping atau penambah program diet, nutrisi, atau kondisi
tubuh tertentu, dan bukan merupakan pengganti makanan.
BPOM (2004) mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang
dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau
lebih dari bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari
tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan efek fisiologis dalam
jumlah terkonsentrasi. Suplemen makanan dapat berupa produk padat meliputi tablet,
tablet hisap, tablet kunyah, serbuk, kapsul atau produk cair berupa tetes, sirup, larutan.
12
2. Penggolongan Suplemen
Suplemen makanan digolongkan sebagai bahan nitraceutikal. Suplemen
makanan ini khasiatnya tidak perlu dibuktikan melalui uji klinis. Sampai saat ini pun
jenis nitraceutikal boleh dijual secara bebas tapi tidak boleh diklaim memiliki khasiat
untuk mengobati penyakit (Vitahealth, 2004).
Pada awalnya penggunaan suplemen masih terbatas untuk mengembalikan fungsi
metabolik dimana seluruh proses tersebut dikendalikan oleh enzim sebagai katalis reaksi
kimia tubuh yang membuat sel-sel bekerja secara optimal. Pada umumnya, enzim terdiri
atas protein khusus yang dinamakan apoenzim, dan memerlukan suatu kofaktor tertentu
yang biasanya adalah suatu vitamin dan mineral. Karena itu, pada konsep lama
mikronutrient tersebut (vitamin dan mineral) disebut sebagai zat esensial yang
dibutuhkan tubuh. Jika dari makanan saja tidak cukup, maka untuk memenuhi
kekurangannya bisa ditambah dari suplemen makanan. Namun berikutnya, penggunaan
suplemen tidak lagi terbatas pada vitamin dan mineral saja sekarang batasan suplemen
nutrisi semakin melebar sampai mencakup zat-zat nutrisi dan penyembuh yang terdapat
pada herbal dan bahan obat alami lainnya. (Vitahealth, 2004)
Worthington (2000), membagi suplemen menjadi tiga kategori utama, yaitu
suplemen protein/asam amino, suplemen vitamin/mineral, suplemen hormonal.
Berdasarkan sumbernya, Wirakusumah (1995) menggolongkan suplemen menjadi tiga
kategori yaitu suplemen vitamin dan mineral, suplemen asal tumbuhan atau jamu, dan
suplemen khusus yang berasal dari bahan-bahan tertentu seperti beepollen, sirip ikan
paus, dan cula badak. Sedangkan berdasarkan kandungannya
Hendler (1984),
membedakan suplemen makanan sebagai vitamin, mineral, asam amino, asam nukleat,
13
asam lemak, serta kelompok lainnya meliputi L-Carnitine, serat makanan, garlic,
ginseng, asam pangamik, Superoxiside Dismitase, beepolleen, royal jelly, dll.
Seperti yang telah disebutkan di atas, jenis suplemen makanan bermacammacam, antara lain suplemen yang mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang
mengandung minyak alami, dan suplemen yang
mengandung enzim dan lain-lain.
Namun beberapa sumber menyatakan bahwa suplemen yang paling sering dikonsumsi
oleh masyarakat umumnya dan khususnya atlet muda adalah suplemen vitamin dan
mineral (McDowall, 2007). Hal ini disebabkan karena vitamin dan mineral adalah bahan
organik yang esensial bagi tubuh namun tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh,
sehingga harus disediakan lewat makanan, oleh karena itu banyak produsen makanan
memanfaatkan hal ini dengan memproduksi berbagai macam suplemen vitamin dan
mineral.
3. Orang yang membutuhkan suplemen makanan
Suplemen, sesuai dengan namanya, hanya bersifat menambahkan atau
melengkapi. Maka, jelas, suplemen dirancang bukan untuk menggantikan makanan.
Bagaimanapun sebutir pil tidak akan dapat memberikan semua nutrient yang kita
perlukan untuk hidup sehat. Sebagai contoh, dalam buah-buahan dan sayuran terdapat
antioksidan yang berkhasiat melindungi tubuh terhadap penyakit, tetapi antioksiddan
tersebut termasuk ke dalam jenis yang belum behasil diidentifikasi. Oleh karena itu,
antioksidan ini tidak terdapat dalam pil. (Yuliarti, 2009)
14
Tidak setiap orang perlu mengonsumsi suplemen makanan, Soekatri dari
PERSAGI dalam seminar prosesi Kesehatan Masyarakat pada tanggal 22 Desember
2008, menyampaikan bahwa suplemen dianjurkan dalam kondisi sebagai berikut :
a. Ibu sedang hamil dan ibu sedang menyusui karena mereka membutuhkan gizi
yang lebih dari orang biasa terutama vitamin dan mineral. Dokter umumnya
menganjurkan asam folat dan zat besi untuk memenuhi fisiologisnya.
b. Individu dengan penyakit tertentu atau gangguan tertentu membutuhkan
kebutuhan gizi yang juga lebih dari
AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang
dianjurkan terutama vitamin tertentu. Misalnya mereka yang beresiko
berpenyakit Cronic Heart Disease (CHD) dan stroke yang dianjurkan
menggunakan suplemen yang mengandung vitamin B dan asam folat. Juga pada
mereka yang mempunyai gangguan penyerapan lemak, akan menurunkan
kemampuan menyerap vitamin larut lemak
c. Individu yang harus minum obat untuk mencegah beberapa penyakit dapat
kekurangan vitamin tertentu. Misalnya minum antibiotik dapat mematikan
bakteri usus dan menurunkan produksi vitamin K. Pada keadaan demikian,
kebutuhan vitamin tersebut harus dibeli dengan resep dari dokter. Merokok dan
minum alkohol juga meningkatkan kebutuhan akan vitamin khususnya vitamin B
d. Lansia yang umumnya tidak terpenuhi kebutuhan gizinya sesuai dengan AKG,
khususnya kekurangan vitamin B6 dan vitamin D juga vitamin B12 karena
keterbatasan dalam gigi, lidah yang menurun kemampuan mengecapnya, jenis
makanan yang harus lebih lembut dari orang yang berusia muda.
15
e. Orang yang tidak makan daging (vegan) perlu mengkonsumsi suplemen vitamin
B12
f. Individu yang harus berdiit dibawah 1200 Kalori agar turun berat badannya
(terutama atlet), memerlukan tambahan suplemen tertentu untuk memenuhi AKG
nya
g. Individu yang secara fisik sangat aktif dan tidak cukup asupan gizinya
dibandingkan dengan kebutuhannya memerlukan suplemen
h. Individu yang intoleran atau secara sengaja memang menghindari beberapa jenis
makanan/bahan makanan, seperti susu dan hasil olahnya, dapat kekurangan
vitamin khususnya B2 dan vitamin D
i. Individu yang makan cukup energinya tetapi rendah akan zat gizi mikro atau cara
pemasakan yang dapat merusak vitamin, akan baik kalau mendapatkan suplemen
vitamin dan mineral
j. Individu yang terpapar matahari dan kontaminan akan menimbulkan oksidasi
tubuh yang terjadi yang kemudian menghasilkan radikal bebas di dalam tubuh.
Hal ini akan dapat merusak sel terutama karena adanya oksidasi pada asam
lemak tak jenuh di tingkat sel dan membran sub sel. Suplemen vitamin C dan
vitamin E dapat mengurangi keadaan ini.
k. Individu yang banyak kehilangan darah termasuk besi, misalnya pada wanita saat
melahirkan atau haid, memerlukan suplemen karena mereka umumnya sulit
mendapatkan zat gizi dari makanan. Karena itu mereka perlu suplemen
khususnya zat besi.
16
4. Bahaya Suplemen Makanan
Berikut merupakan beberapa dampak negatif penggunaan suplemen menurut
Yuliarti (2008) adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan vitamin C mungkin bisa dibuang lewat urin. Tetapi vitamin jenis lain
(A, D, E, dan K) umumnya mengendap di dalam tubuh dan di khawatirkan bisa
mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal.
b. Protein yang biasanya terdapat di suplemen bila dikonsumsi orang tertentu bisa
menimbulkan efek alergi.
c. Konsumsi zat besi berlebihan tidak baik untuk para penderita kelainan daraj
seperti thalassemia.
d. Konsumsi suplemen vitamin K pada orang yang tengah minum obat tertentu
kadang-kadang justru memperburuk keadaan.
e. Suplemen yang mengandung hormone tambahan dikhawatirkan malah memicu
gigantisme (tubuh menjadi sangat besar) dan gangguan seksual.
f. Konsumsi berlebihan suplemen antioksidan seperti viatamin A, E dan
betakaroten justru meningkatkan risiko kematian.
g. Suplemen vitamin D berlebihan justru berbahaya bagi hati dan ginjal.
h. Mengkonsumsi suplemen berupa minuman berenergi dapat meningkatkan
tekanan darah.
i. Suplemen herbal dan natural pengganti Viagra yang diklaim lebih aman juga
mengandung
bahaya
mengakibatkan stroke.
seperti
meningkatkan
tekanan
darah,
bahkan
17
j. Terlalu banyak mengkonsumsi vitamin C akan mengganggu penyerapan
tembaga, yang meskipun dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil, namun penting
untuk mengatur susunan kimia dan kinerja tubuh.
k. Terlalu banyak suplemen mengandung fosfor akan menghambat penyerapan
kalsium.
l. Kelebihan vitamin A, D, K dan zat besiyang tidak dapat dibuang tubuh berbalik
menjadi racun.
Hasil
sebuah
riset
menunjukkan bahwa
tidak semua suplemen vitamin
menguntungkan bagi kesehatan. Tinjauan dari berbagai riset menunjukkan beberapa
suplemen vitamin tertentu tidak bermanfaan bagi kesehatan, namun justru dapat
meningkatkan risiko kematian.
Penellitian di Denmark yang dilakukan oleh Cochrane Collaboration pada tahun
2008 (yang terdapat dalam Yuliarti, (2008) melaporkan bahwa hasil tinjauan riset
mereka tidak berhasil menemukan satu bukti meyakinkan bahwa suplemen antioksidan
dapat menekan risiko kematian. Para ahli Universitas kopenhagen ini bahkan
menyatakan vitamin A dan E memiliki potensi mengganggu pertahanan alami yang
dimiliki tubuh. Bahkan beta karoten, vitamin A dan E tampaknya dapat meningkatkan
risiko kematian.
18
B. Vitamin
Menurut bahasa vitamin berasal dari kata „‟vita„‟ yang mengandung arti hidup dan
„‟amin‟‟ yang artinya salah suatu zat tertentu sehingga vitamin berarti suatu zat yang
diperlukan untuk hidup (Sediaoetama, 1987).
Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang
sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan harus didapat dari
makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur dan pemelihara kehidupan. Tiap
vitamin mempunyai tugas spesifik didalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organik
maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan (Almatsier, 2006).
Tubuh yang mendapat susunan hidangan yang mencukupi kualitas maupun
kuantitas akan terdapat dalam keadaan kesehatan yang sebaik-baiknya. Dalam keadaan
demikian sel-sel dan jaringan tubuh jenuh mengandung semua jenis vitamin yang
diperlukan, sedangkan sejumlah vitamin ditimbun pula dalam organ penimbunan sampai
jenuh. Ternyata bahwa daya timbun untuk berbagai vitamin itu berlain-lainan. Vitaminvitamin yang dapat larut dalam lemak, dapat ditimbun dalam jumlah relatif besar, tetapi
sebaliknya vitamin-vitamin yang larut dalam air, sedikit saja yang dapat ditimbun.
Menurut Almatsier (2009), Berdasarkan karakteristik fisiknya vitamin yang
dibutuhkan oleh manusia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu vitamin larut lemak, seperti
vitamin A, D, E, K dan vitamin larut air, seperti vitamin C, Thiamin, Riboflavin, Niasin,
Biotin, Asam pantotenat, Vitamin B6, Vitamin B12 dan folat.
Karakteristik umum yang membedakan vitamin larut dalam lemak dengan vitamin
larut air dapat dilihat pada tabel berikut ini :
19
Tabel 2.1 Sifat-Sifat Umum Vitamin Larut Lemak dan Vitamin Larut Air
Vitamin larut lemak
Larut dalam lemak dan pelarut lemak
Kelebihan
konsumsi
dari
ynag
dibutuhkan disimpan dalam tubuh
Dikeluarkan dalam jumlah kecil melalui
empedu
Gejala dedfisiensi berkembang lambat
Tidak selalu perlu ada dalam makanan
sehari-hari
Mempunyai precursor atau provitamin
Hanya mengandung unsur-unsur C, H,
dan O
Diabsorpsi melalui sistem limfe
Hanya dibutuhkan oleh organism
kompleks
Beberapa jenis bersifat toksik pada
jumlah relative
Vitamin larut air
Larut dalam air
Simpanan sebagai kelebihan sangat
sedikit
Dikeluarkan melalui urin
Gejala defisensi sering terjadi dengan
cepat
Arus selalu ada dalam makanan seharihari
Umumnya tidak mempunyai precursor
Selain C, H, dan O mengandung N,
kadang-kadang S dan Co
Diabsorpsi melalui vena porta
Dibutuhkan oleh organism sederhana
dan kompleks
Bersifat toksik hanya pada dosis
tinggi/megadosis (>10x AKG)
*) AKG: Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan
Sumber : Almatsier (2009)
1.
Vitamin E
a.
Fungsi dan Sumber Vitamin E
Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi,
pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau
bagian dari enzim (Almatsier, 2006).
Semua bentuk vitamin E tidak larut dalam air, tetapi dapat larut dalam
minyak dan zat pelarut minyak seperti aceton, alkohol, chloroform, ether dan
sebagainya.
20
Fungsi vitamin E dapat dikelompokkan berdasar dua sifatnya yang
penting: a) berhubungan dengan sifatnya sebagai antioksidan alamiah, dan b)
berhubungan dengan metabolisme selenium. Secara umum vitamin E
diperlukan bagi pemeliharaan kesehatan dan integritas semua sel tubuh. Namun
demikian tidak dapat ditunjukkan atau ditentukan kebutuhan akan vitamin ini.
(Sediaoetama, 1997)
Vitamin E banyak terdapat dalam bahan makanan. Sumber utama
vitamin E adalah minyak tumbuh-tumbuhan, terutama minyak kecambah
gandum dan biji-bijian. Minyak kelapa dan zaitun hanya sedikit mengandung
vitamin E. Sayuran dan buah-buahan juga merupakan sumber vitamin E yang
baik. Daging, unggas, ikan dan kacang-kacangan mengandung vitamin E dalam
jumlah terbatas. (Almatsier, 2006)
Tabel 2.2
Nilai vitamin E total di dalam minyak tumbuh-tumbuhan
(mg/100 gram)
Minyak
Mg
Biji Kapas
30-81
Jagung
53-162
Kacang kedelai
56-160
Kacang tanah
20-32
Kelapa
1-4
Kelapa sawit
33-73
Zaitun
5-15
Sumber : Almatsier (2009)
Vitamin E mudah rusak pada pemanasan (seperti terjadi pada proses
penggorengan) dan oksidasi. Jadi, sebagai sumber vitamin E diutamakan bahan
makanan dalam bentuk segar atau yang tidak terlalu mengalami pemrosesan.
21
Karena vitamin E tidak larut air, vitamin E tidak hilang selama dimasak dengan
air. Pembekuan dan penggorengan dalam minyak banyak merusak sebagian besar
vitamin E.
b.
Angka Kecukupan Vitamin E yang Dianjurkan
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah suatu kecukupan
rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi.
Dalam dunia internasional istilah yang banyak digunakan oleh Recommended
Dietary Allowence (RDA).
Angka kecukupan vitamin E yang dianjurkan untuk berbagai golongan umur
dan jenis kelamin untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk vitamin E
Golongan Umur
0-6 bln
7-12 bln
1-3 thn
4-6 thn
7-9 thn
AKG (mg)/ (IU)
4 mg (5.96 IU)
5 mg (7.45 IU)
6 mg (8.94 IU)
7 mg (10.43 IU)
7 mg (10.43 IU)
Golongan Umur
Wanita
10-12 thn
13-15 thn
16-18 thn
19-29 thn
30-49 thn
50-60 thn
>60 thn
Pria
10-12 thn
11 mg (16.39 IU)
13-15 thn
15 mg (22.35 IU)
16-18 thn
15 mg (22.35 IU)
Menyusui
19-29 thn
15 mg (22.35 IU)
0-6 bln
30-49 thn
15 mg(22.35 IU)
7-12 bln
50-60 thn
15 mg (22.35 IU)
>60 thn
15 mg (22.35 IU)
Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi, 2004 (1 mg = 1.49 IU)
AKG (mg)
11 mg (16.39 IU)
15 mg (22.35 IU)
15 mg (22.35 IU)
15 mg (22.35 IU)
15 mg (22.35 IU)
15 mg (22.35 IU)
15 mg (22.35 IU)
+4 mg
+4 mg
22
c.
Akibat Kekurangan dan Kelebihan Konsumsi Vitamin E
1)
Akibat kekurangan Konsumsi Vitamin E
Penyakit kekurangan vitamin E pada manusia jarang terjadi, karena vitamin E
terdapat luas di dalam bahan makanan. Kekurangan biasanya terjadi karena adanya
gangguan absorpsi lemak seperti pada cystic fibrosis dan gangguan transpor lipida
seperti pada beta lioproteinemia.(Sediaoetama, 1997)
Kekurangan vitamin E pada manusia menyebabkan hemolisis eritrosit, yang
dapat diperbaiki dengan pemberian tambahan vitamin E. Akibat lain adalah sindroma
neurologik sehingga terjadi fungsi tidak normal pada sumsum tulang belakang dan
retina. Tanda-tandanya adalah kehilangan koordinasi dan refleks otot, serta gangguan
penglihatan dan berbicara. Vitamin E dapat memperbaiki kelainan ini. (Almatsier, 2006)
Akhir-akhir ini ada kepercayaan berlebihan di masyarakat tentang kemampuan
vitamin E, sehingga vitamin ini banyak digunakan sebagai suplemen. Padahal banyak
yang belum terbukti secara ilmiah tentang penggunaan vitamin E dosis tinggi.
Keampuhan vitamin E sebagai vitamin anti sterilitas atau mencegah keguguran ternyata
tidak tebukti pada manusia. Vitamin E juga ternyata tidak dapat meningkatkan potensi
dan kemampuan seksual serta mencegah penyakit jantung. Vitamin E berupa kapsul juga
banyak diiklankan sebagai vitamin yang mampu mencegah proses penuaan.
Seuplementasi di luar jumlah kebutuhan tubuh ternyata tidak dapt mencegah proses
penuaan tersebut. (Almatsier, 2006)
23
2)
Akibat Kelebihan Konsumsi Vitamin E
Menggunakan vitamin E secara berlebihan dapat menimbulkan keracunan.
Gangguan pada saluran cerna terjadi bila memakan lebih dari 600 miligram sehari. Dosis
tinggi juga dapat meningkatkan efek obat antikoagulan yang digunakan untuk mencegah
penggumpalan darah. (Yuliarti, 2008)
Vitamin E pada dosis lebih dari 400 UI (240 mg) akan menimbulkan efek
samping yang tidak diinginkan, diantaranya mengosongkan ketersediaan vitamin A,
menghambat absorpsi atau aksi vitamin K, menyebabkan diare, nyeri lambung dan rasa
lesu. Vitamin E pada dosis 2000 IU/hari akan menyebabkan kematian.
Tabel 2.4
Tolerable Upper Intake Level untuk vitamin E
Tolerable Upper Intake Level (UL) untuk Alpha-Tocopherol*
Kelompok Usia
mg/hari
1-3 tahun
200 mg (300 IU)
4-8 tahun
300 mg (450 IU)
9-13 tahun
600 mg (900 IU)
14-18 tahun
800 mg (1200 IU)
19 tahun atau lebih
1000 mg (1500 IU)
*Alpha tocopherol: bentuk dari vitamin E yang aktif didalam tubuh
Sumber: Jane Higdon, Oregon State University 2004
24
C. Remaja
WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual yang
terdiri dari tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan batasan
usia 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relative lebih mandiri.
Monks (1999) sendiri memberikan batasan usia masa remaja adalah masa
diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa
remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Remaja awal adalah masa yang
ditandai dengan berbagai perubahan tubuh yang cepat dan sering mengakibatkan
kesulitan dalam menyesuaikam diri, pada saat remaja mulai mencari identitas diri.
Remaja pertengahan ditandai dengan bentuk tubuh sudah menyerupai orang dewasa.
Oleh karena itu remaja seringkali diharapkan dapat berperilaku seperti orang dewasa,
meskipun belum siap secara psikis. Pada masa ini sering terjadi konflik, karena remaja
sudah mulai ingin bebas mengikuti teman sebaya. Erat kaitannya dengan pencarian
identitas, di lain pihak mereka masih bergantung dengan orang tua. Remaja akhir
ditandai dengan pertumbuhan biologis sudah melambat, tetapi masih berlangsung di
25
tempat-tempat lain. Emosi, minat, konsentrasi dan cara berpikir mulai stabil serta
kemampuan untuk menyelesaikan masalah sudah meningkat.
Remaja merupakan tahap unik periode pertumbuhan dan perkembangan. Masa
remaja ditandai dengan banyaknya variasi, perilaku ingin independen dan mencoba
berperan dewasa. Perubahan biologis, sosial, psikologis dan kognitif yang terjadi pada
masa remaja akan mempengaruhi kesehatan atau gizi secara bermakna. Pada remaja,
intake makanan ditentukan sendiri, tetapi dipengaruhi juga oleh pola makan keluarga,
pengaruh teman, media, nafsu makan dan ketersediaan makanan (Wahlqvist, 2002).
Worthington (2000) menyebutkan bahwa perubahan pola makan dan pilihan
makanan remaja disebabkan karena pertumbuhan fisik yang pesat, lebih bebas dan
banyak makan di luar rumah, kesadaran tentang penampilan fisik dan berat badan,
kebutuhan diterima di lingkungan serta kehidupan yang cenderung aktif.
Remaja laki-laki dan perempuan berbeda, baik secara fisik maupun mental.
Pertumbuhan cepat (growth spurt) pada perempuan, dimulai antara umur 8,5 tahun
sampai 11,5 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 12,5 tahun. Kecepatan
perumbuhan ini kemudian berkurang dan berakhir pada umur 15 atau 16 tahun. Pola
pertumbuhan cepat ini sama untuk laki-laki, akan tetapi laki-laki memulainya lebih
lambat sedangkan pertumbuhan cepatnya berjalan lebih lama. Untuk laki-laki,
partumbuhan cepat dimulai antara umur 10,5 tahun sampai 14,5 tahun dan mencapai
puncakya antara umur 14,5 tahun sampai 15,5 tahun. Setelah itu kecepatan pertumbuhan
berkurang sedikit demi sedikit sampai kurang lebih umur 20 tahun. Soesilowindradini
(2004).
26
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E
Menurut Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008),
menyatakan bahwa perilaku konsumsi makanan dan minuman dipengaruhi oleh 2 faktor
utama yaitu:
1. Faktor intrinsik yang terdiri dari : usia, jenis kelamin, dan keyakinan.
2. Faktor ekstrinsik yang terdiri dari : tingkat ekonomi, pendidikan, pengalaman,
iklan, tempat tinggal, lingkungan sosial dan kebudayaan.
Banyak
faktor
yang mempengaruhi kebiasaan makan remaja,
menurut
Worthington (2000), pertumbuhan remaja, meningkatkan partisipasi dalam kehidupan
sosial dan aktifitas remaja dapat menimbulkan dampak terhadap konsumsi makan
remaja. Remaja dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri.
Selain faktor-faktor yang disebutkan diatas, faktor-faktor yang diduga berhubungan
dengan konsumsi suplemen vitamin E adalah:
1. Umur
Worthington (2000) mengatakan bahwa umur mempunyai peranan penting
dalam menentukkan pemilihan makanan. Saat bayi tidak mempunyai pilihan
terhadap yang akan dimakan, akan tetapi setelah dewasa orang mempunyai
kontrol terhadap yang akan dimakan. Proses ini sudah mulai pada massa anakanak, karena pada massa ini mereka mulai memiliki kesukaan terhadap makanan
tertentu. Saat seseorang tumbuh menjadi remaja dan dewasa, pengaruh
kebiasaan makan mereka sangat kompleks.
27
Dalam penelitian Rita (2002) ditemukan bahwa umur berpengaruh terhadap
kecepatan seseorang untuk menerima dan merespon informasi yang diterima dan
merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan preferensi/kesukaan
terhadap konsumsi pangan.
Berdasarkan Penelitian Putri (2004) tidak terdapat perbedaan bermakna
proporsi konsumsi suplemen vitamin dan antara kelompok umur 20-29thn, 3039thn, dan 40-45thn atau dengan kata lain tidak ada hubungan bermakna antara
umur dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral (p Value 0,265).
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menentukkan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang.
Pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berbeda antara laki-laki dan
perempuan (Worthington, 2000).
Salah satu karakteristik demografi yang berhubungan dengan tingginya
penggunaan suplemen (terutama suplemen multinutrient) adalah wanita (Greger,
2001). Lyle at al (1998) menyatakan bahwa, dibandingkan dengan laki-laki,
wanita lebih sering mengkonsumsi suplemen multinutrient dan suplemen vitamin
C dan E. Hasil ini tetap sama ketika disesuaikan dengan umur. Pria yang lebih
tua lebih sering mengkonsumsi suplemen, tetapi diantara wanita, penggunaan
suplemen tidak dipengaruhi umur.
Utami (1998) dalam Anggondowati (2002), menyatakan bahwa hasil
penelitian Subar dan Block diketahui bahwa penggunaan suplemen terbanyak
pada wanita, sebanyak 26,8% menurut hasil survei NCHS (Frankle et al,1993),
28
wanita lebih banyak menggunakan suplemen single vitamin dan kombinasi
vitamin dan multivitamin.
3. Keyakinan, Nilai dan Norma
Suhardjo (2006) menyatakan bahwa pada masyarakat tertentu, terdapat
satu pameo yaitu semakin tinggi tingkat keprihatinan seseorang maka akan
semakin bahagia dan bertambah tinggi taraf sosial yang dicapainya.
Keprihatinan ini dapat dicapai dengan tirakat yaitu suatu kepercayaan
melakukan kegiatan fisik dan mengurangi tidur, makan dan minum atau
berpantang melakukan sesuatu.
Sediaoetama (1989) juga menyatakan bahwa kepercayaan atau keyakinan
masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat berpengaruh terhadap
pemilihan bahan makanan. Suhardjo (2006) juga menyatakan bahwa pola
konsumsi makanan merupakan hasil kepercayaan masyarakat yang bersangkutan
dan mengalami perubahan terus menerus menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat tersebut. Dalam penelitian
Suhardjo (2006) ditemukan bahwa keyakinan dan norma yang berlaku di
masyarakat dapat mempengaruhi perilaku konsumsi.
4. Kebutuhan fisiologis tubuh
Menurut
Worthington
(2000),
salah
satu
faktor
internal
yang
mempengaruhi perilaku makan remaja yaitu kebutuhan fisiologis tubuh. Dalam
penelitian ini yang dimaksudkan adalah kebutuhan zat gizi terutama kecukupan
vitamin pada remaja. Menurut Tilarso, Hario (2009) dalam Yunaeni (2009),
29
kebutuhan akan zat gizi mutlak bagi tubuh agar dapat melaksanakan fungsi
normalnya.
Jika konsumsi vitamin lebih rendah dari kebutuhan, maka status gizi
vitamin dalam tubuh akan menurun. Keadaan ini disebut defisiensi vitamin. Jika
kekurangan ini tidak terlalu besar, maka kebutuhan masih dapat ditutupi dari
tempat cadangan. Bila hal ini berlangsung lebih lama, maka cadangan vitamin
akan banyak menurun (Sediaoetama, 1987).
Begitu pula jika konsumsi vitamin E lebih tinggi dari kebutuhan atau
secara berlebihan, maka dapat menimbulkan keracunan. Gangguan pada saluran
cerna terjadi bila memakan lebih dari 600 miligram sehari. Dosisi tinggi juga
dapat meningkatkan efek obat antikoagulan yang digunakan untuk mencegah
penggumpalan darah (Almatsier, 2006).
5. Body Image/Citra Tubuh
Menurut kamus psikologi (chaplin, 2005) citra tubuh adalah ide seseorang
mengenai penampilannya di hadapan orang lain. Schlundt dan Jhonson (1990)
dalam Indika (2009) mengatakan bahwa citra tubuh merupakan gambaran
mental yang tertuju kepada perasaan yang kita alami tentang tubuh dan bentuk
tubuh kita yang berupa penilaian positif dan penilaian negatif. Rice (2001)
dalam Meliana (2006) mendefinisikan citra tubuh sebagai pandangan seseorang
tentang tubuhnya, suatu gambaran mental seseorang mencakup pikiran, persepsi,
perasaan, emosi, imajinasi, penilaian, sensasi fisik, keadaan dan perilaku
mengenai bentuk tubuhnya yang dipengaruhi oleh idealisasi pencitraan tubuh di
30
masyarakat dan interaksi sosial seseorang dalam lingkungannyandaan dapat
mengalami perubahan.
Mappiare (1982) mengatakan citra raga merupakan sebagian dari konsep
diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra raga khususnya dimaksudkan
oleh pemikiran mengenai kecantikan dan kebutuhan wajah.
Menurut Melliana (2006) penampilan merupakan bentuk kontrol sosial
yang mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana ia
dilihat oleh orang lain.
Kurniati (2004) menyatakan bahwa citra raga adalah gambaran yang
dimiliki individu terhadap tubuhnya yang berhubungan dengan penerimaan diri
terhadap keadaan fisiknya yang akan mempengaruhi rasa ketertarikkan orang
lain.
Citra raga pada umumnya berhubungan dengan remaja wanita daripada
remaja pria, remaja wanita cenderung untuk memperhatikan penampilan fisik
(Mappiare, 1992). Menurut Suryanie (2005) perubahan-perubahan fisik yang
dialami oleh remaja wanita menghasilkan suatu persepsi yang berubah-ubah
dalam citra raga dan secara khas menunjukkan kearah penolakan terhadap
physical self. Hal-hal yang menyebabkan remaja wanita tidak menerima
physical selfnya misalnya : tinggi badan, kemasakkan fisik, jerawat. Remaja
wanita sangat peka terhadap penampilan dirinya dan merenung perihal
bagaimana wajahnya, apakah orang lain menyukai wajahnya serta selalu
31
menggambarkan dan mengembangkan seperti apa tubuhnya dan apa yang
diinginkan dari tubuhnya.
Conger dan Peterson (dalam Sarafino, 1998) yang mengemukakan bahwa
citra rubuh bagi remaja merupakan suatu hal yang penting, karena pada masa
remaja seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun
psikis. Perubahan yang pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja
berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan tubuhnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh, antara lain:
a. Jenis Kelamin
Chase (2001) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor
paling penting dalam perkembangan citra tubuh seseorang. Berdasarkan
penelitian Indika (2009), wanita lebih negatif memandang citra tubuh
dibandingkan pria.
Pria ingin bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil
percaya diri di depan teman-temannya dan mengikuti tren yang sedang
berlangsung. Sedangkan wanita ingin memiliki tubuh kurus menyerupai
ideal yang digunakan untuk menarik perhatian pasangannya. Usaha
yang dilakukan pria untuk membuat tubuh lebih berotot dipengaruhi
oleh gambar di media massa yang memperlihatkan model pria yang
kekar dan berotot. Sedangkan wanita cenderung untuk menurunkan
berat badan disebabkan oleh artikel dalam majalah wanita yang sering
32
memuat artikel promosi tentang penurunan berat badan (Anderson dan
Didomenico, 1992).
Wanita identik dengan cantik, dan cantik identik dengan wajah
dan kulit yang bersih, mulus, sehat dan berseri. Oleh karena itu, banyak
wanita yang mengkonsumsi suplemen vitamin untuk mendapatkan
kecantikan tersebut (Purwaningrum, 2008).
Berikut ini merupakan kutipan yang diambil dari sebuah artikel di
sebuah media cetak.
“Gue mau banget punya badan langsing dan kulit cantik. Soalnya
teman-teman gue men “support” untuk mempunyai badan langsing dan
kulit cantik. Gue juga mengonsumsi suplemen untuk memperlancar gue
mendapatkan tubuh yang indah, yah, meskipun ada efek sampingnya,
tapi ya gak apa-apalah.” (Putri, Kompas 10 Juli 2009)
b. Usia
Pada perkembangan remaja, citra tubuh menjadi penting. Hal ini
berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk mengontrol berat
badan. Umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri daripada remaja
putra (Papalia dan Olds, 2003 dalam Indika, 2009)
c. Media massa
Tiggeman (dalam Indika, 2009) menyatakan bahwa media massa
menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. Anak-anak dan
remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi.
Konsumsi media yang tinggi mempengaruhi konsumen. Isi tayangan
33
media sering menggambarkan bahwa standar kecantikan perempuan
adalah tubuh yang kurus dan kulit yang putih.
Purwaningrum (2008), remaja yang mempunyai perilaku makan negatif
dikaitkan dengan citra tubuh yang dimiliki. Individu merasa tidak puas dengan
penampilannya sendiri. Remaja cenderung menginginkan penampilan yang ideal
seperti bintang film, penyanyi dan model. Suatu studi di AS mengenai body
image pada remaja putri menunjukkan bahwa 70 % subjek mengungkapkan
keinginan untuk mengurangi berat badannya karena merasa kurang langsing.
Padahal hanya 15 % di antara mereka yang menderita overweight.
6. Konsep Diri
Yayasan Peduli Proriasis Indonesia (2006) dalam Handayani (2009)
menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi penilaian terhadap diri
sendiri. Bila seseorang menilai diri sendiri positif, maka seseorang akan
memasuki dunia dengan harga diri yang positif dan penuh percaya diri. Bila
terjadi distorsi atau perubahan dalam citra tubuh seseorang, maka konsep dirinya
akan berubah dan akan mempengaruhi perilaku konsumsi individu tersebut.
Penelitian Handayani (2009) ditemukan bahwa konsep diri berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, yaitu dengan semakin
baik konsep diri seseorang, maka akan semakin baik perilaku konsumsi orang
tersebut.
34
7. Preference/ Pemilihan dan Arti Makanan
Kesukaan terhadap makanan dianggap sebagai faktor penentu dalam
mengonsumsi makanan. Suhardjo (1986) mengatakan suka atau tidak sukanya
seseorang terhadap makanan tergantung dari rasa karena rasa merupakan suatu
faktor penting dalam pemilihan pangan yang meliputi bau, tekstur dan suhu.
Anak-anak dapat menilai rasa tersebut berdasarkan pengalamannya dan
cenderung akan mempengaruhi pemilihan makan saat dewasa. Namun pada
penelitian lain kesukaan dapat dipengaruhi oleh teman sebaya Kesukaan
terhadap makanan mempunyai pengaruh terhadap pemilihan makanan.
8. Perkembangan Psikososial
Menurut Chaplin (2004) perkembangan psikososial merupakan berbagai
kejadian yang berkaitan dengan relasi sosial atau hubungan kemasyarakatan dan
mencakup faktor-faktor psikologis dari seseorang. Keadaan psikososial individu
akan berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut, salah satunya adalah
perilaku konsumsi. Seseorang dengan kondisi psikososial yang baik akan
cenderung lebih teratur dalam mengkonsumsi dan memilih makanan.
9. Status Kesehatan
Menurut White et.al (2004) kondisi tubuh yang kurang baik, atau sedang
dalam kondisi sakit atau memiliki keluhan akan kesehatan mendorong mereka
untuk menggunakan suplemen.
Sehat menurut WHO 1990 dalam Alamtsier (2004) yaitu keadaan sejahtera
secara fisik, mental dan social, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacata.
35
Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Kesehatan no. 23 tahun 1992,
kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Di dalam klinik suplemen vitamin E dipergunakan pada pengobatan
berbagai penyakit, meskipun mekanisme penyembuhannya tidak diketahui.
Vitamin ini tidak menyembuhkan penyakit tersebut, tetapi memberikan
keringanan atau hambatan terhadap menjadi semakin gawatnya gejala-gejala
(Sediaoetama, 1987).
Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2008) ditemukan adanya hubungan
yang signifikan antara riwayat penyakit perilaku konsumsi suplemen.
10. Jumlah dan Karakteristik Keluarga
Sediaoetama (2004) menyebutkan keluarga dengan banyak anak dan jarak
kelahiran antar anak amat dekat akan menimbulkan masalah. Dalam hal ini,
jumlah keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian pangan pada rumah
tangga. Suhardjo (1986) menyebutkan semakin besar jumlah anggota keluarga,
maka alokasi pangan untuk individu akan semakin berkurang.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah karakteristik keluarga yang
terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Suhardjo (1986) menyatakan
bahwa seseorang yang berpendidikan rendah belum tentu kurang mampu dalam
pemilihan makanan yang baik, jika orang tersebut rajin mendengarkan
penyuluhan atau informasi mengenai gizi. Menurut Berg (1996) latar belakang
pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat
36
mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki
menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau
kurang informasi tentang gizi yang memadai. Tingkat pendidikan juga
menentukan jenis pekerjaan dan besarnya pendapatan yang akan diperoleh
sehingga dapat menentukan daya beli seseorang (London 1995 dalam Savitri
2009)
Pekerjaan orang tua pun turut menentukan kecukupan gizi dalam sebuah
keluarga. Berg (1996) berpendapat bahwa pekerjaan berhubungan dengan
jumlah gaji atau pendapatan yang diterima. Semakin tinggi pendapatan
seseorang maka akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan
yang dibeli (Apriadji, 1986). Menurut penelitian Puone dalam Guthrie (1995)
diketahui bahwa ada hubungan antara penghasilan keluarga dengan tingkat
konsumsi masyarakat.
Selanjutnya Sukarbi (1994) dalam Gabriel (2008) menyebutkan pekerjaan
memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial ekonomi dan memiliki
keterkaitan dengan faktor lain seperti kesehatan.
11. Peran Orang Tua
Menurut Worthington (2000) Pola kebiasaan makan anak berawal dari
keluarga. Khomsan (2007) menyatakan selama masa anak-anak, orang tua
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sikap tentang makanan, pemilihan
makanan dan pola makan. Tetapi jika sudah menganjak remaja mereka
37
menunjukkan kemandiriannya dan dapat memilih makanan sekehendak mereka.
Oleh karena itu pengaruh keluarga terhadap perilaku makan mulai berkurang.
Khomsan pun menyatakan pada zaman modern seperti sekarang ini, orang
tua memang telah menjadi manusia sibuk karena urusan di luar rumah tangga.
Oleh karena itu, peran orang tua saat ini sangat penting dalam mendorong
kebiasaan makan sehat bagi anak-anaknya.
12. Teman Sebaya
Pengaruh teman sebaya sangat kuat pada masa remaja awal. Di masa ini,
remaja sangat menyadari penampilan fisik dan perilaku sosial mereka dan selalu
berusaha menyesuaikan dengan kelompoknya. Kebutuhan anak nmenyamakan
diri dengan kelompoknya dapat mempengaruhi intake gizi remaja (Brown et al,
2005).
Perubahan sosial yang dialami pada masa remaja adalah meningkatnya
pengaruh
teman
sebaya
dibandingkan
keluarga.
Perubahan
tersebut
mengakibatkan remaja mengalami berbagai macam perubahan gaya hidup,
perilaku, dan tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan yang
dikonsumsi (Soetjiningsih, 2004).
Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa selama akhir pekan,
remaja memanfaatkan dua kali waktunya lebih banyak untuk bergaul dengan
teman-temannya daripada dengan keluarganya. Aktifitas yang banyak di luar
rumah membuat remaja sering jarang makan di rumah dan teman sebaya sering
mempengaruhi dalam hal pemilihan makanan. Pemilihan makanan tidak lagi
38
didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan
dan supaya tidak kehilangan status (Khomsan, 2003).
Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif dan
psikososial. Dalam masa pencarian identitas, remaja cepat sekali terpengaruh
lingkungan. Keluarga menjadi tidak begitu penting dibandingkan dengan
lingkungan sosial dan teman-teman sebayanya (Hanseil dan Mechanic,1990
dalam Dilapanga, 2008).
Berdasarkan penelitian Pertiwi (2008), didapatkan hubungan yang
bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan konsumsi suplemen.
13. Sosial Budaya
Kebiasaan makan suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh faktor dan
budaya masyarakat tersebut. Makanan diartikan juga dalam hubungannya dengan
kebudayaan karena sebagai bahan makanan yang akan dikonsumsi memerlukan
pengesahan dari kebudayaan untuk dapat diterima. Banyak manusia yang
meskipun lapar tidak menggunakan semua bahan makanan yang bergizi sebagai
makanan karena alasan agama, tabu, dan kepercayaan. Makanan yang disediakan
untuk seseorang sangat tergantung kepada statusnya. (Kresno, 2007).
14. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi juga terlihat mempunyai hubungan dengan pola
makan. Konsumsi buah, jus buah, suplemen, soft drinks, gula dan makanan yang
manis meningkat seiring dengan peningkatan sosial ekonomi remaja. (Brown et
al, 2005 dalam Dilapanga, 2008).
39
Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur status sosial
ekonomi adalah uang saku. Menurut Azizah dalam Dilapanga 2009, semakin
besar uang saku yang diterima oleh anak maka semakin besar pendapatan
keluarga.
Uang saku merupakan salah satu pengalokasian dari pendapatan yang
diperoleh dalam keluarga yang diberikan kepada anak untuk keperluan harian,
mingguan atau bulan (Koenjaraningrat dalam Dilapanga 2009).
15. Media Massa
Promosi adalah salah satu variabel di dalam pemasaran. Promosi yang
dimaksud dalam hal ini adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat
untuk mengarahkan seseorang kepada tindakan yang akan manciptakan
pertukaran dalam pemasaran.
Meningkatnya konsumsi suplemen makanan di masyarakat tidak lepas dari
maraknya promosi iklan yang ditawarkan oleh produsen yang saling berlombalomba menawarkan produk dengan berbagai macam dari menambah kecantikan,
menambah vitalitas, sampai menyembuhkan penyakit (Syahni, 2002).
Media massa terutama iklan-iklan perdagangan dan promosi penjualan
sangat mempengaruhi pada pemilihan susunan makanan. Keunggulan pemakaian
media massa adalah dapat menjangkau setiap orang dalam bentuk yang sama dan
dapat menimbulkan pengalaman yang sama (Berg, 1996)
Suhardjo (1986) juga mengatakan bahwa media massa sebagai salah satu
sarana komunikasi berpengaruh besar membentuk opini dan kepercayaan
seseorang. Ewles dalam Afianti (2008) menyebutkan televisi, radio, majalah,
40
koran dan buku dapat dijadikan saluran komunikasi bagi sejumlah orang.
Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) dalam Yunaeni (2009) menyebutkan remaja
yang masih dalam proses mencari jati diri, sering kali menjadi sasaran empuk
bagi produsen yang menawarkan produknya. Hal ini dikarenakan remaja paling
cepat dan efektif dalam penyerapan gaya hidup konsumtif, baik dalam kebutuhan
primer maupun kebutuhan sekunder.
Berdasarkan penelitian Putri (2004), menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara keterpaparan media dengan konsumsi suplemen. Karena
sebagian besar responden yaitu sebanyak 84% memperoleh informasi mengenai
suplemen berasal dari media masa seperti televisi, surat kabar/majalah.
16. Fast Food
Worthington
(2000)
menyebutkan
bahwa
pertumbuhan
remaja
meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial, dan aktivitas remaja dapat
menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja. Remaja mulai dapat
membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri, dan biasanya
remaja lebih suka makanan serba instan yang berasal dari luar rumah seperti fast
food. Fast food mengandung zat gizi yang terbatas atau rendah, diantaranya
adalah kalsium, ribovlafin, vitamin A, magnesium, vitamin C, folat, dan serat.
Selain itu, kandungan lemak dan natrium cukup tinggi pada berbagai fast food.
Menurut Sekarindah (2008) alasan seseorang memilih makanan cepat
saji/fast food yaitu karena praktis, rasanya enak, mudah didapat dan tingkat
41
kesibukan yang tinggi sehingga tidak sempat menyiapkan makanan yang sehat
dan alami.
17. Pengetahuan Gizi
Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Perilaku yang dilakukan dengan berdasarkan pada pengetahuan akan bertahan
lebih lama dan kemungkinan menjadi perilaku yang melekat pada seseorang
dibandingkan jika tidak berdasarkan pengetahuan.
Khomsan (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan gizi menjadi landasan
dalam menentukan konsumsi pangan individu. Jika seseorang memiliki
pengetahuan gizi yang baik maka cenderung untuk memilih makanan yang
bernilai gizi tinggi. Selain itu, pengetahuan gizi dapat meingkatkan seseorang
dalam menerapkan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah
bahan makanan sehingga kebutuhan gizi tercukupi. Sedangkan Suhardjo (1986)
berpendapat bahwa penyebab penting gangguan gizi karena kurangnya
pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil penelitian Ramadani (2005) tentang konsumsi suplemen makanan
dan faktor-faktor yang berhubungan pada remaja SMA Islam AL Azhar 3 Jakarta
Selatan menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan konsumsi suplemen pada remaja (nilai P = 0,029). Responden yang
42
mengkonsumsi suplemen, lebih banyak yang berpengetahuan gizi baik yaitu
sebesar 78%, dibandingkan dengan yang berpengetahuan gizi kurang (57,6%).
Penelitian lain yang sejalan juga ditemukan pada penelitian Putri (2004),
yang menyebutkan bahwa ada perbedaan proporsi antara konsumsi suplemen
dengan pengetahuan gizi. Pada kelompok yang berpengetahuan gizi baik, 82,1%
responden mengkonsumsi suplemen, sedangkan 59,3% responden yang
mengkonsumsi suplemen berpengetahuan gizi kurang.
Dengan adanya perbedaan proporsi antara pengetahuan gizi dengan
konsumsi suplemen dapat disimpulkan bahwa responden dengan pengetahuan
gizi baik lebih cenderung mengkonsumsi suplemen.
18. Pengalaman Individu
Dalam perjalanan hidup manusia, terjadi berbagai macam pengalaman.
Salah satunya adalah pengalaman dalam mengkonsumsi makanan. Seseorang
tentu memiliki penilaian tersendiri terhadap jenis makanan tertentu. Ada yang
tiak mau mengkonsumsi makanan tertentu karena berdasarkan pengalaman
pribadi bahwa makanan tersebut menimbulkan alergi atau memiliki rasa yang
kurang enak, penampilan kurang menarik dan lain-lain (Suhardjo, 2006).
E. Kerangka Teori
Berdasarkan Kerangka Teori yang diambil dari teori Lastariwati dan
Ratnaningsih (2006) serta Worthington (2000),
faktor-faktor yang diduga
berhungan dengan suplemen vitamin E digambarkan dalam bagan berikut:
43
Bagan 2.1
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Konsumsi Suplemen
Vitamin E Remaja
Faktor Internal
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Uang saku
4. Pemilihan dan arti
makanan
5. Perkembangan Psikososial
6. Body Image (citra raga)
Faktor Eksternal
1. Jumlah dan
karakteristik keluarga
2. Peran orang tua
3. Teman Sebaya
4. Sosial budaya
5. Media massa
6. Pengetahuan
7. Pengalaman
7. Kesehatan
Konsumsi Suplemen Vitamin E
Modifikasi dari teori Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) serta Worthington
(2000)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah jumlah dan karakteristik keluarga (pendapatan
orang tua), konsumsi vitamin E dan lemak, teman sebaya, media massa, status sosial
ekonomi (uang saku), pengetahuan gizi, citra raga, dan status kesehatan. Variabel dalam
penelitian ini terdapat dalam bagan sebagai berikut:
Bagan 3.1.
Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen
Vitamin E
Variable Independen
Variable Dependen
Faktor Internal
1. Jumlah dan karakteristik keluarga
- Pendapatan Orang Tua
2. Uang saku
3. Status Kesehatan
Konsumsi Suplemen
Vitamin E
Faktor Eksternal
1. Pengetahuan
2. Teman Sebaya
3. Media massa
4. Citra Raga
44
Faktor usia dan jenis kelamin tidak diikutsertakan dalam penelitian ini karena
populasi penelitian berada dalam satu kelompok usia (homogen). Variabel pemilihan
dan arti makanan tidak diikutsertakan karena sudah diwakilkan oleh variabel teman
sebaya. Suhardjo (1986) mengatakan seseorang akan suka atau tidak sukanya terhadap
makanan dari rasa, karena rasa merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan.
Seseorang dapat menilai rasa berdasarkan pengalaman dan cenderung akan
mempengaruhi pemilihan makanan. Kesukaan tersebut dapat dipengaruhi oleh teman
sebaya.
Variabel perkembangan psikososial tidak diikutsertakan dalam penenlitian ini
karena telah diwakilkan oleh variabel citra raga. Menurut Chaplin (2004) perkembangan
psikososial merupakan interaksi antara faktor-faktor sosial dan psikologis. Citra raga
merupakan kontrol sosial yang mempengaruhi bagaimana seseorang melihat dirinya dan
bagaimana ia dilihat orang lain.
.
45
B. Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Alat ukur
Cara ukur
Hasil ukur
1. ≥ 800 mg
2. < 800 mg
Skala
ukur
1.
Konsumsi suplemen vitamin E
Jumlah dosis suplemen
vitamin E per hari yang
dikonsumsi dalam sebulan
terakhir.
Kuesioner
Angket
2.
Pendapatan orang tua
Jumlah total pendapatan
orang tua dalam satu bulan
Kuesioner
Angket
3.
Uang Saku
Jumlah uang dalam rupiah
yang diberikan orang tua
siswa setiap hari untuk
keperluan jajan
Kuesioner
Angket
4.
Status Kesehatan
Ada/tidaknya
penyakit
yang
diderita
oleh
responden selama satu
bulan terakhir
Kuesioner
Angket
1. Ada
2. Tidak Ada
Ordinal
5.
Pengetahuan Gizi dan Suplemen
Tingkat
pengetahuan Kuesioner
responden dalam menjawab
pertanyaan yang diajukan
dalam kuesioner mengenai
suplemen makanan dan gizi
46
Angket
1. kurang , bila nilai < 80 %
2. Baik , bila nilai > 80 %
(Khomsan, 2003)
Ordinal
1. Cukup ( ≥ Rp.5.000.000)
2. Kurang (< Rp.5.000.000)
(Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2001)
1. kecil (jika < mean)
2. besar (jika ≥ mean)
Ordinal
Ordinal
Ordinal
yang dihitung berdasarkan
jumlah yang benar
6.
Pengaruh teman
7.
Keterpaparan dengan
media/informasi
8.
Citra Raga
Pengakuan siswi mengenai Wawancara
ada atau tidaknya pengaruh
teman
siswi
terhadap
konsumsi suplemen vitamin
E.
Pernyataan responden
Kuesioner
mengenai pernah atau tidak
pernah mendapatkan
informasi mengenai produk
& manfaat suplemen
makanan melalui media
komunikasi massa (TV,
Radio, Koran dan Majalah)
atau media komunikasi
personal (orang tua, teman,
guru, dokter atau ahli gizi)
dalam satu bulan terakhir.
Pandangan diri yang
berkaitan dengan sifat-sifat
fisik, khususnya
dimaksudkan oleh
pemikiran mengenai
kecantikan dan kebutuhan
wajah.
Kuesioner
47
Kuesioner
1. Tidak ada pengaruh : Jika
Skor 0
2. Ada pengaruh: Jika Skor
≥1
Ordinal
Angket
1. Tidak terpapar, jika
responden menjawab ‘’
tidak’’ pada item
pertanyaan keterpaparan
media/informasi (G3)
2. Terpapar, jika responden
menjawab ‘ya” pada
item pertanyaan
keterpaparan (G3).
(Setiawan, 2008)
Ordinal
Angket
1. Negatif (jika < mean)
2. Positif (jika ≥ mean)
(Andea, 2009)
Ordinal
48
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara faktor internal (pendapatan orang tua, uang saku, dan status
kesehatan) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65
Jakarta
2. Ada hubungan antara faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya, media massa
dan citra raga) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65
Jakarta
49
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengambilan data
variabel independen dan variabel dependen
dilakukan dalam waktu bersamaan.
Penelitian ini bersifat analitik karena akan melihat hubungan antara varibel
indepnden dan varibel dependen. Variabel independen yang diteliti adalah pekerjaan
orang tua, pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, konsumsi vitamin E
dan lemak, pengetahuan gizi, teman sebaya, keterpaparan media massa, dan citra
raga.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 65 Jakarta.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama bulan Februari 2011.
C. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswi SMA Negeri 65 Jakarta yang
mengkonsumsi suplemen vitamin E, baik yang duduk di kelas X, XI, atau kelas XII.
Jumlah keseluruhan siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E sebanyak 125
orang.
49
2.
Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah siswi SMA Negeri 65 Jakarta yang bersedia
menjadi sampel dan mengisi angket. Sampel dari penelitian ini dipilih dengan
metode simple random sampling dan perhitungan jumlah sampel dengan rumus uji
hipotesis beda proporsi (Ariawan, 1998).
z
n
1 / 2
2 P (1  P )  z1 
P1 (1  P1 )  P2 (1  P2 )

2
( P1  P2 ) 2
Keterangan :
n
1
= Jumlah sampel yang dibutuhkan
2
= 0,05 (derajat kemaknaan 1,96)
1 
= Kekuatan uji 90 %
P
= Proporsi rata-rata = (P1+ P2)/2 = 63.35 %
P1
= Proporsi responden yang terpapar promosi suplemen yang
mengkonsumsi suplemen 79.2 %
P2
= Proporsi responden yang tidak terpapar promosi suplemen
yang mengkonsumsi suplemen 47.5 %
( Nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian Yunaeni, 2009)
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel minimal sebanyak 35
sampel, kemudian dikalikan dua menjadi 70 sampel. Untuk mengantisipasi
ketidaklengkapan data
maka peneliti menambahkan 10% dari jumlah sampel
50
keseluruhan sehingga jumlah keseluruhan sampel yang akan diambil adalah 77
orang.
Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling, sehingga
setiap populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data (Notoatmodjo, 2005). Instrumen Penelitian yang akan digunakan pada penelitian
ini adalah kuesioner. Kuesioner digunakan untuk mengisi pertanyaan mengenai
pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, pengetahuan
gizi, teman sebaya, keterpaparan media massa, dan citra raga.
.
E. Pengumpulan Data
Pengumpul data dilakukan oleh peneliti sendiri. Jenis data yang dikumpulkan
adalah data primer. Data primer dikumpulkan dengan wawancara dan observasi
langsung kepada siswi SMA Negeri 65 Jakarta dengan instrumen kuesioner yang
meliputi pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, pengetahuan gizi,
pengaruh teman sebaya, keterpaparan media massa, dan citra raga.
F.
Pengolahan Data
Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer
dari variabel dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:
1. Mengkode data (data coding), yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode
pada jawaban dari setiap pertanyaan dalam kuisioner.
51
2. Menyunting data (data editing), yaitu kuisioner yang telah diisi dilihat
kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam
komputer.
3. Membuat struktur data (data structure) dan file data (data file), yaitu membuat
tamplate sesuai dengan format kuisioner yang digunakan
4. Memasukan data (entry data), yaitu dilakukan pemasukan data ke dalam tamplate
yang telah dibuat.
5. Membersihkan data (data cleaning), yaitu data yang telah di entry dicek kembali
untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan
pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian
diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisis.
6. Manajemen dan manipulasi data.
G. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis data univariat dan analisis data
bivariat.
1. Analisa Data Univariat
Analisa data univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi
masing-masing variabel baik independen maupun dependen.
2. Analisa Data Bivariat
Analisa data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan yang
bermakna antara variabel independen dan variabel dependen Pada analisa ini
digunakan uji chi square dengan rumus:
52
∑ (O - E)2
X2 =
E
DF = (k-1)(b-1)
Keterangan:
X2 = Chi square
O
= Nilai observasi
E
= Nilai Ekspektasi
k
= Jumlah kolom
b
= Jumlah baris
Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0.05. Penelitian antara dua
variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p≤0.05 dan dikatakan tidak
bermakna jika mempunyai nilai p≥0.05.
Jika variabel independen terdiri dari dua kategori dan dijumpai nilai E<5,
maka nilai p dapat dilihat dari nilai fisher exact. Jika tidak dijumpai nilai E<5, maka
nilai p dapat dilihat dari nilai continuity correction. Untuk variabel independen yang
lebih dari dua kategori, maka nilai p dapat dilihat dari nilai pearson chi square.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui variabel independen mana
yang besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Analisis multivariat pada
penelitian ini menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel independen
dan dependen dalam bentuk data kategorik. Selanjutnya untuk Uji regresi logistik
53
berganda pada penelitian ini menggunakan model prediksi karena semua variabel
independen dianggap sama pentingnya, sehingga proses estimasi dapat dilakukan
dengan beberapa koefisien regresi logistik sekaligus (Riyanto, 2009).
Untuk mengetahui variabel independen yang paling berhubungan dengan
melihat nilai Odds Ratio (OR). Nilai OR = 1 memiliki makna bahwa tidak ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika nilai OR < 1
artinya variabel independen merupakan faktor protektif terhadap variabel dependen
dan jika nilai OR > 1 artinya variabel independen merupakan faktor resiko terhadap
variabel dependen.
Langkah-langkah dalam melakukan analisis multivariat yaitu (Riyanto,
2009):
a. Seleksi kandidat model multivariat. Melakukan analisis bivariat antara
masing-masing variabel independen dengan variabel dependennya. Bila
hasil uji bivariat mempunyai nilai p ≤ 0,25, maka variabel tersebut dapat
masuk model multivariat. Namun, bisa saja variabel dengan nilai p > 0,25
tetap ikut ke model multivariat bila variabel tersebut secara substansi
berhubungan.
b. Pemodelan multivariat. Pada tahap ini variabel yang masuk ke dalam
kandidat model multivariat dianalisis secara bersamaan. Variabel yang
valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p≤
0,05. Apabila di dalam model ditemui nilai p>0,05, maka variabel tersebut
harus dikeluarkan dari model. Pengeluaran model harus bertahap dimulai
dari variabel dengan nila p terbesar.
54
c. Uji interaksi. Setelah memperoleh model yang memuat variabel-variabel
penting, maka langkah terakhir adalah memeriksa apakah ada interaksi
antar variabel independen. Uji interaksi dilakukan pada variabel yang
diduga secara substansi ada interaksi.
55
56
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum SMAN 65 Jakarta
SMAN 65 Jakarta terletak di Jalan Raya Panjang Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta
Barat. Jumlah seluruh siswa di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 berjumlah 625 siswa, dengan
siswa perempuan berjumlah 351 siswa dan siswa laki-laki berjumlah 274 siswa. Dibawah ini
dapat dilihat distribusi frekuensi siswa SMAN 65 Jakarta tahun 2011 berdasarkan jenis
kelamin.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa SMAN 65 Jakarta Tahun 2011
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
274
Perempuan
351
Total
625
Sumber: Profil SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Persentase
43,84
56,16
100
Pada penelitian ini yang menjadi responden hanya siswa perempuan kelas X sampai
kelas XII yang mengkonsumsi suplemen vitamin E.
5.2 Gambaran Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat adalah distribusi frekuensi untuk mendapatkan gambaran dari
variabel dependen dan variabel independen.
57
5.2.1 Gambaran Konsumsi Suplemen Vitamin E
Konsumsi suplemen vitamin E ini dikategorikan menjadi dua, yaitu
“mengkonsumsi melebihi batas toleransi” (≥800 mg) dan “tidak melebihi batas
toleransi” (<800 mg). Adapun gambaran konsumsi suplemen vitamin E pada siswi
SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Konsumsi Suplemen Vitamin E Siswi SMAN 65 Jakarta
Tahun 2011
Konsumsi Suplemen Vitamin E
Jumlah
Persentase
Melebihi batas toleransi
16
20,8
Tidak melebihi batas toleransi
61
79,2
Total
77
100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dari 77 responden yang diteliti,
proporsi siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E dengan tidak melebihi batas
toleransi lebih banyak (79,2%) dibandingkan dengan siswi yang mengkonsumsi
suplemen vitamin E dengan melebihi batas toleransi.
Dari hasil analisis juga diketahui jenis suplemen vitamin E yang dikonsumsi
oleh siswi SMAN 65 jakarta. Adapun distribusi frekuensi jenis suplemen vitamin E
yang dikonsumsi adalah sebagai berikut:
58
Tabel 5.3
Jenis Suplemen Vitamin E Yang Dikonsumsi Oleh Siswi SMAN 65 Jakarta
Tahun 2011
Persen (%)
Jenis Suplemen
∑ Responden
Natur E
32
41,5
Nourish Skin
15
19,5
Ever E
10
13
HemavitonSkin Nutrien
8
10,4
Evion
12
15,6
Total
77
100
Sumber: Data Primer
Dari tabel 5.3 diatas dapat diketahui bahwa merek suplemen vitamin E yang
paling banyak dikonsumsi oleh responden adalah Natur E (41,5%), Nourish Skin
(19,5%), dan Evion (15,6%).
5.2.2 Gambaran Pendapatan Orang Tua Siswi SMAN 65 Jakarta
Pendapatan orang tua dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu
pendapatan cukup dan kurang, dikatakan memiliki pendapatan cukup apabila ≥ Rp.
5.000.000,00/bulan dan pendapatan kurang apabila < Rp. 5.000.000,00/bulan.
Pengkategorian tersebut didasarkan pada profil kesehatan Indonesia tahun 2001.
Adapun gambaran distribusi frekuensi pendapatan orang tua dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pendapatan Orang Tua Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun
2011
Pendapatan orang tua
Jumlah
Persentase
Cukup
42
54,5
Kurang
35
45,5
Total
77
100
Sumber:Data Primer
59
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 77 responden, siswi yang
memiliki pendapatan orang tua pada kategori cukup lebih banyak yaitu sebanyak 42
(54,5%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki pendapatan orang tua pada
kategori kurang yaitu sebanyak 35 siswi (45,5%).
5.2.3 Gambaran Uang Saku Siswi SMAN 65 Jakarta
Uang saku dalam penelitian ini dikategorikan menjadi besar dan kecil. Uang
saku siswi dikatakan besar jika ≥ rata-rata uang saku pada responden dalam
penelitian ini (Rp. 15.000,00) dan dikatakan kecil jika < rata-rata uang saku pada
responden dalam penelitian ini. Adapun gambaran distribusi frekuensi uang saku
siswi SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Uang Saku Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun 2011
Uang Saku
Jumlah
Persentase
Kecil
20
26
Besar
57
74
Total
77
100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel tersebut diketahui dari 77 responden yang diteliti, siswi yang
mempunyai uang saku besar yaitu sebanyak 57 (74%) lebih banyak dibandingkan
dengan siswi yang mempunyai uang saku kecil yaitu sebanyak 20 (26%).
5.2.4 Gambaran Status Kesehatan Siswi SMAN 65 Jakarta
Status kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ada/tidaknya
60
penyakit yang diderita oleh responden selama satu bulan terakhir. Status kesehatan
tersebut dikategorikan menjadi ada dan tidak ada. Dikatakan “ada”, jika siswi
mengalami sakit dalam sebulan terakhir saat penelitian dilakukan, dan dikatakan
“tidak ada”, jika siswi tidak mengalami sakit dalam sebulan terakhir saat penelitian
dilakukan. Adapun gambaran distribusi frekuensi status kesehatan siswi SMAN 65
Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Status Kesehatan Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun 2011
Status Kesehatan
Jumlah
Persentase
Tidak Ada
48
62,3
Ada
29
37,7
Total
77
100
Sumber:Data Primer
Dari tabel 5.6 diketahui bahwa dari 77 responden, siswi yang tidak menderita
suatu penyakit lebih banyak yaitu sebesar 62,3% dibandingkan dengan siswi yang
menderita suatu penyakit yaitu 37,7%.
Selanjutnya dari hasil analisis juga diketahui jenis penyakit yang diderita oleh
siswi tersebut diantaranya adalah demam tifoid dan ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut). Siswi yang menderita ISPA lebih banyak yaitu 62,12%
dibandingkan dengan siswi yang menderita demam tifoid yaitu sebanyak 37,88%.
5.2.5 Gambaran Pengetahuan Gizi Siswi SMAN 65 Jakarta
Pengetahuan gizi dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu
pengetahuan gizi baik dan kurang. Siswi dikatakan memiliki pengetahuan gizi baik
61
apabila ≥ 80% seluruh jawaban benar dan kurang apabila < 80% seluruh jawaban
benar (Khomsan, 2000). Adapun gambaran distribusi frekuensi pengetahuan gizi
siswi SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.7
Distribusi Pengetahuan Gizi pada Siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Pengetahuan Gizi
Jumlah
Persentase
Kurang
31
40,3
Baik
46
59.7
Total
77
100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 77 responden, siswi yang memiliki
pengetahuan gizi baik lebih banyak yaitu sebanyak 59,7% dibandingkan dengan
siswi yang memiliki pengetahuan gizi kurang yaitu sebanyak 40,3%.
Selanjutnya hasil analisis menunjukkan terdapat 64,6% siswi salah dalam
menjawab pertanyaan mengenai vitamin E termasuk dalam vitamin larut lemak, dan
sebanyak 58,3% siswi salah dalam menjawab pertanyaan mengenai kelebihan
konsumsi suplemen vitamin E dapat menjadikan kulit semakin cerah dan cantik.
5.2.6 Gambaran Pengaruh Teman pada Siswi SMAN 65 Jakarta
Gambaran distribusi frekuensi pengaruh teman dapat dilihat pada tabel 5.8
dibawah ini:
62
Tabel 5.8
Distribusi Pengaruh Teman pada Siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Pengaruh Teman
Jumlah
Persentase
Tidak ada pengaruh
46
59.7
Ada pengaruh
31
40,3
Total
77
100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel tersebut diketahui sebanyak
31 responden (40,3%)
mendapatkan pengaruh dari temannya dalam mengkonsumsi suplemen vitamin E.
Sedangkan yang tidak mendapatkan pengaruh dari teman lebih banyak, yaitu 59,7%.
5.2.7 Gambaran Keterpaparan Media/Informasi Suplemen vitamin E pada Siswi di
SMAN 65 Jakarta
Distribusi frekuensi keterpaparan media/informasi suplemen vitamin E pada
siswi di SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.9
Distribusi Keterpaparan Media/Informasi Suplemen Vitamin E pada Siswi
di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Pengaruh Media
Jumlah
Persentase
Tidak terpapar
45
58,4
Terpapar
32
41,6
Total
77
100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa siswi yang terpapar media/informasi
yaitu sebesar 58,4% (45 siswi) sedangkan siswi yang tidak terpapar media yaitu
sebesar 41,6% (32 siswi).
Dalam analisis juga didapatkan sebanyak 47% siswi mendapatkan informasi
63
mengenai suplemen vitamin E dari televisi, 31,2% dari majalah, dan sebanyak
21,8% dari radio.
5.2.8 Gambaran Citra Raga pada Siswi di SMAN 65 Jakarta
Distribusi frekuensi gambaran citra raga pada siswi di SMAN 65 Jakarta dapat
dilihat pada tabel berikut.
Citra Raga
Negatif
Positif
Total
Tabel 5.10
Distribusi Citra Raga pada Siswi
di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Jumlah
Persentase
46
59,7
31
40,3
77
100
Citra raga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi negatif dan positif. Citra
raga dikatakan negatif jika < rata-rata (mean) dari skor skala citra raga, yakni 24,69.
Sedangkan citra raga dikatakan positif jika ≥ rata-rata skor skala citra raga pada
responden dalam penelitian ini (24,69).
Berdasarkan hasil tersebut didapatkan lebih banyak responden yang
memandang citra raga secara negatif dibandingkan dengan positif yakni sebesar 46
responden (59,7%).
5.3 Gambaran Hasil Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat ini akan disajikan hubungan antara masing-masing variabel
independen dengan variabel independen.
64
5.3.1 Hubungan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi suplemen vitamin E
Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi
suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chisquare yang disajikan pada tabel 5.11 di bawah ini:
Tabel 5.11
Hubungan Pendapatan Orang Tua dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E
pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi Suplemen
Vit E
Melebihi
Tidak
Total
Pendapatan
batas
melebihi
OR (95% CI)
P-value
Orang Tua
toleransi
batas
toleransi
N
%
N
%
N %
13
31
29
69
42 100
4,78
Cukup
(1,24-18,49)
3
8,6
32 91,4 35 100
0,023
Kurang
16
20,8 61 79,2 77 100
Total
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara pendapatan orang
tua dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh
bahwa diantara 42 responden yang pendapatan orang tuanya cukup, terdapat 13
responden (31%) yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi.
Sedangkan diantara 35 responden yang pendapatan orang tuanya kurang, terdapat 3
responden (8,6%) yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,023. Hal ini menunjukkan
Pvalue < 0,05 artinya pada α=5%
terdapat hubungan yang bermakna antara
pendapatan orang tua dengan konsumsi suplemen vitamin E.
65
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 4,78, artinya siswi yang
pendapatan orang tuanya cukup, memiliki kecendrungan untuk mengkonsumsi
suplemen vitamin E melebihi batas toleransi 4,78 kali dibandingkan dengan siswi
dengan pendapatan orang tuanya kurang.
5.3.2 Hubungan antara uang saku dengan konsumsi suplemen vitamin E
Untuk mengetahui hubungan antara uang saku dengan konsumsi suplemen
vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang
disajikan pada tabel 5.12 di bawah ini:
Tabel 5.12
Hubungan Uang Saku dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada siswi di
SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi Suplemen
Total
OR (95% CI)
P-value
Vit E
Melebihi
Tidak
batas
melebihi
Uang Saku
toleransi
batas
toleransi
N
%
N
%
N
%
3
15
17
85
20
100
0,597
Kecil
(0,151-2,361)
13 22,8
44
77,2
57
100
0,54
Besar
16 20,8
61
79.2
77
100
Total
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara uang saku dengan
konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh bahwa
diantara 20 siswi yang uang sakunya kecil, terdapat 3 siswi (15%) yang
mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Sedangkan diantara 57
66
siswi yang uang sakunya besar, terdapat 13 siswi (22,8%) yang mengkonsumsi
suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh
nilai Pvalue 0,54. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada
hubungan yang bermakna antara uang saku dengan konsumsi suplemen vitamin E.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 0,597, artinya siswi yang
tergolong uang saku kecil memiliki peluang 0,597 untuk mengkonsumsi suplemen
vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang tergolong uang
saku besar.
5.3.3 Hubungan antara status kesehatan dengan konsumsi suplemen vitamin E
Untuk mengetahui hubungan antara status kesehatan dengan konsumsi suplemen
vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang
disajikan pada tabel 5.13 di bawah ini:
Tabel 5.13
Hubungan Status Kesehatan dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada
siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi Suplemen
Vit E
Melebihi
Tidak
Total
Status
batas
melebihi
OR (95% CI)
P-value
Kesehatan toleransi
batas
toleransi
N
%
N
%
N %
5 17,2 24 82,8 29 100
0,701
Tidak ada
(0,218-2,270)
11 22,9 37 77,1 48 100
0,773
Ada
16 20,8 61 79,2 77 100
Total
Sumber:Data Primer
67
Berdasarkan table 5.13 hasil analisis hubungan antara status kesehatan
dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh
bahwa diantara 29 siswi yang tidak menderita suatu penyakit, terdapat 5 siswi
(17,2%) yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi.
Sedangkan diantara 48 siswi yang menderita suatu penyakit, terdapat 11 siswi
(22,9%) yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,773. Hal ini menunjukkan
Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang bermakna antara status
kesehatan dengan konsumsi suplemen vitamin E.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR=0,701, artinya siswi yang tidak
mempunyai penyakit memiliki peluang 0,701 kali untuk mengkonsumsi suplemen
vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang mengalami sakit.
5.3.4 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen vitamin E
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen
vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang
disajikan pada tabel 5.14 di bawah ini:
68
Tabel 5.14
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada
siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi
Suplemen Vit E
Melebihi
Tidak
Total
PPengetahuan
batas
melebihi
OR (95% CI)
value
Gizi
toleransi
batas
toleransi
N
%
N
%
N %
13
41,9
18
58,1
31
100
10,352
Kurang
(2,629-40,76)
3
6,5
43 93,5 46 100
0,000
Baik
16 20,8 61 79,2 77 100
Total
Sumber:Data Primer
Berdasarkan table 5.14 hasil analisis hubungan antara pengetahuan gizi
dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh
bahwa diantara 31 siswi dengan pengetahuan gizi kurang, terdapat 13 siswi (41,9%)
yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Sedangkan
diantara 46 siswi dengan pengetahuan gizi baik, terdapat 3 siswi (6,5%) yang
mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh nilai Pvalue 0,000. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya
pada α=5%
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan
konsumsi suplemen vitamin E.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR 10,352, artinya siswi dengan
pengetahuan gizi kurang memiliki peluang 10,352 kali untu mengkonsumsi
suplemen vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang
pengetahuan gizi baik.
69
5.3.5 Hubungan antara pengaruh teman dengan konsumsi suplemen vitamin E
Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh teman dengan konsumsi suplemen
vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang
disajikan pada tabel 5.15 di bawah ini:
Tabel 5.15
Hubungan pengaruh teman dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada siswi
di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi Suplemen
Vit E
Melebihi
Tidak
Total
Pengaruh
batas
melebihi
OR (95% CI)
P-value
teman
toleransi
batas
toleransi
N
%
N
%
N %
4
8,7 42 91,3 46 100
0,151
Tidak ada
(0,043-0,529)
12 38,7 19 61,3 31 100
0,003
Ada
16 20,8 61 79,2 77 100
Total
Sumber:Data Primer
Berdasarkan table 5.15 hasil analisis hubungan antara pengaruh teman
dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh
bahwa diantara 46 siswi yang tidak ada pengaruh teman, sebanyak 4 (8,7%) siswi
yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Sedangkan
diantara 31 siswi yang ada pengaruh teman, terdapat 12 siswi (38,7%) yang
mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh nilai Pvalue 0,003. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya
pada α=5%
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan
konsumsi suplemen vitamin E.
70
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 0,151, artinya siswi yang
tidak ada pengaruh dari teman memiliki peluang 0,151 kali untuk mengkonsumsi
suplemen vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang ada
pengaruh dari teman.
5.3.6 Hubungan antara keterpaparan media dengan konsumsi suplemen vitamin E
Untuk mengetahui hubungan antara keterpaparan media dengan konsumsi
suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chisquare yang disajikan pada tabel 5.16 di bawah ini:
Tabel 5.16
Hubungan Keterpaparan Media dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada
siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi
Suplemen Vit E
Melebihi
Tidak
Total
PKeterpaparan
batas
melebihi
OR (95% CI)
value
Media
toleransi
batas
toleransi
N
%
N
%
N %
5 11,4 39 88,6 41 100
0,256
Tidak terpapar
(0,079-0,834)
11 33,3 22 66,7 33 100
0,025
Terpapar
16 20,8 61 79,2 77 100
Total
Sumber:Data Primer
Berdasarkan table 5.16 hasil analisis hubungan antara keterpaparan media
dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh
bahwa diantara 41 siswi yang tidak terpapar media, terdapat 5 siswi (11,4%) yang
mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Sedangkan 33 siswi
yang terpapar media, terdapat 11 siswi (33,3) mengkonsumsi suplemen vitamin E
71
melebihi batas toleransi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,025.
Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya pada α=5% terdapat hubungan yang
bermakna antara keterpaparan media dengan konsumsi suplemen vitamin E.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR=0,256, artinya siswi yang tidak
terpapar oleh media mempunyai peluang 0,256 kali untuk mengkonsumsi suplemen
vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang terpapar oleh
media.
5.3.7 Hubungan antara citra raga dengan konsumsi suplemen vitamin E
Untuk mengetahui hubungan antara citra raga dengan konsumsi suplemen
vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang
disajikan pada tabel 5.16 di bawah ini:
Tabel 5.17
Hubungan Citra Raga dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada siswi di
SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi
Suplemen Vit E
Melebihi
Tidak
Total
Pbatas
melebihi
OR (95% CI)
Citra Raga
value
toleransi
batas
toleransi
N
%
N
%
N %
15 32,6 31 67,4 46 100
14,5
Negatif
(1,8-116,8)
1
3,2
30 96,8 31 100
0,001
Positif
16 20,8 61 79,2 77 100
Total
Sumber:Data Primer
Berdasarkan table 5.16 hasil analisis hubungan antara citra raga dengan
konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh bahwa
72
diantara 46 siswi yang memandang citra raga negatif, terdapat 15 siswi (32,6%)
yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Sedangkan
diantara 31 siswi yang memandang citra raga positif, hanya 1 siswi (3,2%)
mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh nilai Pvalue 0,001. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya
pada α=5% terdapat hubungan yang bermakna antara citra raga dengan konsumsi
suplemen vitamin E.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR=14,5, artinya siswi yang
memandang citra raga negatif mempunyai peluang 14,5 kali untuk mengkonsumsi
suplemen vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang
memandang citra raga positif.
5.4 Analisis Multivariat
5.4.1 Faktor Paling Dominan Berhubungan Dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E
pada siswi di SMAN 65 Jakarta
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui faktor paling dominan
yang berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65
Jakarta tahun 2011, yaitu dengan menggunakan uji regresi logistik berganda dengan
model prediksi yaitu dengan cara menseleksi variabel independennya, maka tahapan
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
73
1. Pemilihan Variabel Kandidat yang Akan Masuk Model
Untuk melihat model multivariat, terlebih dahulu dilakukan analisis
bivariat antara pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, pengetahuan,
teman sebaya, media massa dan citra raga dengan variabel konsumsi suplemen
vitamin E. Tahapan analisis multivariat yang dilakukan adalah melakukan
pemilihan kandidat yang akan masuk model. Dalam penelitian ini ada enam
variabel yang akan diuji sebagai kandidat yang akan masuk model yaitu
pendapatan, pengetahuan, pengaruh teman, media massa dan citra raga. Untuk
memilih kandidat model, hanya variabel yang memiliki Pvalue < 0,25 yang akan
dimasukkan dalam model multivariat. Hasil pemilihan kandidat model dapat
dilihat pada tabel 5.18 berikut ini:
Tabel 5.18
Pemilihan Kandidat Variabel Independen yang Akan Masuk Model
Multivariat
No
Variabel
P-Value
1
Pendapatan
0,023*
2
Uang Saku
0,54
3
Status Kesehatan
0,773
4
Pengetahuan
0,000*
5
Pengaruh Teman
0,003*
6
Media Massa
0,025*
7
Citra Raga
0,001*
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.18 diperoleh bahwa diantara 7 variabel independen,
terdapat 5 variabel yang memiliki Pvalue < 0,25. Oleh karena itu, variabel yang
74
akan masuk kedalam model adalah variabel pendapatan, pengetahuan,
pengaruh teman, media massa, dan citra raga.
2. Pembuatan Model Prediksi Penentu Konsumsi Suplemen Vitamin E
Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan secara
bersama-sama. Variabel independen dimasukkan ke dalam model, kemudian
variabel yang nilai Pwald-nya tidak signifikan (Pwald > 0,05) dikeluarkan dari
model secara berurutan dimulai dari variabel dengan nilai Pwald-nya yang
terbesar. Hasil pembuatan model dapat dilihat pada tabel 5.19 sebagai berikut:
Tabel 5.19
Hasil Pemodelan Prediksi Konsumsi Suplemen Vitamin E
Variabel
Pvalue
Model 1
Model 2
Model 3
Pendapatan
0,193
Pengetahuan
0,009
0,006
0,004
Pengaruh Teman
0,035
0,019
0,017
Media massa
0,069
0,068
Citra raga
0,043
0,028
0,017
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.19 diperoleh hasil bahwa pada penelitian ini
memiliki tiga model, model pertama menunjukkan bahwa variabel pendapatan
dan media massa memiliki nilai Pvalue > 0,05 dan variabel pendapatan
memiliki nilai Pvalue paling besar, sehingga pada model selanjutnya tidak
mengikutsertakan variabel pekerjaan. Kemudian pada model kedua, hasil
analisis menunjukkan bahwa variabel media massa memiliki nilai Pvalue >
0,05, sehingga pada model selanjutnya tidak mengikutsertakan variabel media
75
massa. Selanjutnya pada model ketiga hasil analisis menunjukkan bahwa
variabel pengetahuan, pengaruh teman, dan citra raga memiliki Pvalue berturutturut sebesar 0,004, 0,017 dan 0,017. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
pengetahuan, pengaruh teman, dan citra raga diduga memiliki hubungan
dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun
2011.
3. Uji Interaksi
Uji interaksi adalah uji untuk mengetahui interaksi antar variabel.
Dalam uji interaksi, pemilihan variabel yang berinteraksi antar variabel
independen didasarkan substansi. Berdasarkan variabel yang masuk model
multivariat, maka variabel yang mungkin berinteraksi adalah variabel
pengetahuan dan citra raga terkait dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hasil
uji interaksi dapat dilihat pada tabel 5.20 sebagai berikut:
Tabel 5.20
Hasil Uji Interaksi
No
Variabel
P-value
1
Pengetahuan*Citra Raga
0,468
Sumber: Data Primer
Dari hasil uji interaksi pengetahuan dengan citra raga diperoleh Pvalue
sebesar 0,468, hal ini menunjukkan tidak ada interaksi antara pengetahuan
dengan citra raga (Pvalue > 0,005).
76
4. Penyusunan Model Akhir
Setelah dilakukan analisis, ternyata pengetahuan, pengaruh teman, dan
citra raga merupakan faktor risiko utama konsumsi suplemen vitamin E pada
siswi, maka modelnya dapat dilihat pada tabel 5.21 sebagai berikut:
Tabel 5.21
Model Prediksi Konsumsi Suplemen Vitamin E pada Siswi di SMAN 65
Jakarta Tahun 2011
Variabel
B
Wald Pwald
OR
95% CI
Pengetahuan
2.302
8,390 0,004 9,997 2,105-47,471
Pengaruh teman
-1,816
5,649 0,017 0,163
0,036-0,727
Citra Raga
2.778
5,714 0,017 16,088 1,649-156,94
Constant
-2.512
1,641
0,2
-2 Log Likelihood = 54,680
Negelkerke R square = 0,419
Berdasarkan tabel 5.21, diketahui variabel pengetahuan, pengaruh
teman, dan citra raga terbukti berhubungan signifikan dengan konsumsi
supelmen vitamin E pada siswi. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR
pengetahuan adalah 9,997 artinya siswi yang pengetahuannya kurang
berpeluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi
sebesar 9,997 kali dibandingkan dengan siswi yang pengetahuannya baik
setelah dikontrol variabel pengaruh teman dan citra raga.
Variabel pengaruh teman berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR
sebesar 0,163 artinya semakin terpengaruh dengan teman, maka siswi
berpeluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi
sebesar 0,163 kali dibandingkan dengan siswi yang tidak terpengaruh teman.
77
Selanjutnya variabel citra raga berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai
OR sebesar 16,088 artinya jika siswi memandang citra raga negatif, maka
berpeluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi
sebesar 16,088 kali dibandingkan dengan siswi yang memandang citra raga
positif. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel pengetahuan, pengaruh teman,
dan citra raga merupakan tiga variabel yang diduga memiliki hubungan dengan
konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011.
Berdasarkan nilai OR dari ketiga variabel yang diduga berhubungan
dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta
tahun2011, dapat diketahui variabel mana yang paling besar berhubungan
terhadap konsumsi suplemen vitamin E. Semakin besar nilai OR maka semakin
besar pula pengaruhnya. Berdasarkan tabel 5.21 tersebut terlihat bahwa OR
citra raga yang paling besar nilainya. Dengan demikian citra raga merupakan
variabel yang paling berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E pada
siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011. Dari hasil analisis multivariat secara
keseluruhan, maka persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Logit Konsumsi Suplemen Vitamin E= -2,512+(2,302*pengetahuan
gizi) + (-1,816*pengaruh teman)+(2,778*citra raga)
Dengan model persamaan tersebut, maka dapat memperkirakan
konsumsi suplemen vitamin E dengan menggunakan variabel pengetahuan gizi,
pengaruh teman dan citra raga. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa
konsumsi suplemen vitamin E akan berubah menjadi tidak melebihi batas
78
toeransi sebesar 2,302 kali jika siswi memiliki pengetahuan gizi cukup,
konsumsi suplemen vitamin E akan berubah menjadi tidak melebihi batas
toleransi sebesar 1,816 kali jika siswi tidak mendapat pengaruh dari teman, dan
konsumsi suplemen vitamin E akan berubah menjadi tidak melebihi batas
toleransi sebesar 2,778 kali jika siswi memandang citra raga poeitif. Semakin
besar nilai beta (B) maka semakin besar hubungannya dengan perilaku kadarzi.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa koefisien
determinan (negelkerke R square) menunjukkan nilai 0,419 artinya bahwa
model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 41,9% variasi variabel
dependen konsumsi suplemen vitamin E. Dengan demikian, variabel
pengetahuan gizi, pengaruh teman dan citra raga hanya dapat menjelaskan
variasi variabel perilaku kadarzi sebesar 41,9%. Sedangkan 58,1% dijelaskan
oleh variabel lainnya (hasil terlampir).
79
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian diantaranya data di dalam penelitian ini merupakan
data primer yang diambil dengan menggunakan angket yang diisi langsung oleh
responden sehingga memungkinkan responden untuk bertanya atau melihat jawaban
responden lain tanpa sepengetahuan peneliti. Selain itu, terdapat responden mengisi
angket sambil mengerjakan tugas sekolah sehingga konsentrasinya terbagi dua dan
akhirnya angket diisi seadanya saja dan terburu-terburu..
Dari segi desain studi penelitian yang digunakan dalam penelitian (crosssectional) memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat
antara variabel independen dengan variabel dependennya karena kedua variabel
diteliti pada saat bersamaan sehingga tidak bisa diketahui mana yang terjadi lebih
dahulu.
Uji statistik didalam penelitian ini seluruhnya menggunakan uji chi-square.
Dengan uji ini, hubungan yang dapat ditunjukkan hanyalah kecenderungan
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen tanpa melihat
seberapa besar atau kuatnya hubungan variabel tersebut.
6.2 Gambaran Konsumsi Suplemen Vitamin E pada Siswi di SMAN 65 Jakarta
BPOM (2004) mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang
dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau
80
lebih dari bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari
tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan efek fisiologis
dalam jumlah terkonsentrasi. Suplemen makanan dapat berupa produk padat
meliputi tablet, tablet hisap, tablet kunyah, serbuk, kapsul atau produk cair berupa
tetes, sirup, larutan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebanyak 20,8% mengkonsumsi
suplemen vitamin E dengan melebihi batas toleransi (≥ 800 mg) dalam satu hari
selama satu bulan terakhir. Sedangkan responden yang mengkonsumsi suplemen
vitamin E namun tidak melebihi batas toleransi adalah sebanyak 79,2%).
Jenis suplemen yang sering dikonsumsi oleh remaja diantaranya adalah
Natur E, Nourish skin, Ever E, Hemaviton skin nutrien dan evion. Berdasarkan hasil
yang didapatkan, siswi lebih banyak mengkonsumsi Natur E, yaitu sebesar 41,5%.
Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, harga Natur E lebih terjangkau
dibandingkan dengan harga suplemen vitamin E lainnya. Sehingga banyak dari
responden yang lebih memilih untuk mengkonsumsi Natur E.
Responden dalam penelitian ini adalah remaja putri yang berusia 15-18
tahun. Pada usia tersebut dinamakan masa kesempurnaan remaja dan merupakan
puncak perkembangan emosi. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanakkanak ke masa dewasa. Pada fase ini fisik seseorang terus berkembang, demikian
pula dari segi aspek sosial maupun aspek psikologinya. Perubahan ini membuat
seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali
pengalaman dalam menentukan apa yang akan dikonsumsi (Moehji, 2003). Dalam
tahap ini terjadi perubahan dari kecendrungan memerhatikan harga diri (Sarwono,
81
2010). Sehingga para remaja melakukan berbagai cara dalam memperhatikan
dirinya, termasuk mengkonsumsi suplemen vitamin E, yang konon dapat
mempercantik dan memperindah kulit yang mengkonsumsinya. Namun, hal ini
tidak dapat dibuktikan secara ilmiah (Yuliarti, 2009).
Berdasarkan kategori kelompok remaja putri, penelitian ini juga tidak jauh
berbeda dengan hasil survei yang dilakukan oleh puslitbang Farmasi Depkes RI
pada tahun 2000 di tiga kota besar (Jakarta, Surabaya dan Bandung) tentang
konsumsi suplemen makanan. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa konsumsi
suplemen makanan terbanyak adalah pada perempuan (78,1%). Kebanyakan mereka
mengkonsumsi untuk menjaga kesehatan atau meningkatkan stamina (59,4%),
sebagian hanya untuk mengatasi kegemukan, mencegah keriput (proses penuaan)
serta menghaluskan kulit yang kasar.
Dalam kadar sedikit, suplemen vitamin E memberi manfaat bagi tubuh. Tapi
dalam dosis tinggi, malah meningkatkan risiko kematian. Konsumsi vitamin E yang
berlebihan akan mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal serta dapat
menimbulkan keracunan. Beberapa riset menyatakan penggunaan suplemen
makanan berkaitan dengan resiko mengidap kanker dan stroke (Yuliarti, 2009).
Mengkonsumsi suplemen secara bijaksana sangatlah penting. Sikap asal
telan sembarangan akibat ketidaktahuan atau membabi buta lantaran ingin cepat
mendapat hasil yang maksimal justru akan membahayakan kesehatan tubuh.
Berdasarkan berbagai penelitian, mengkonsumsi suplemen bisa bermanfaat bila
digunakan secara tepat. Vitamin E merupakan vitamin yang larut lemak, oleh karena
itu sebaiknya mengkonsumsi suplemen vitamin E sesudah atau bersama makanan
82
yang mengandung lemak (Yuliarti, 2008).
Dalam ajaran Islam, seseorang yang mempunyai uang banyak tidak serta
merta diperbolehkan dalam menggunakan uangnya untuk membeli apa saja dalam
jumlah berapa pun yang mereka inginkan (perilaku Israf). Namun, Islam tetap
memperbolehkan seorang muslim untuk menikmati karunia kehidupan, selama itu
masih dalam kewajaran. Dalam Quran dijelaskan bahwa Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebihan, ayat tersebut terdapat pada surat Al-A’raf ayat 31
yang berbunyi:
( ١٣: ‫)فارعألا‬
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih- lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS AlA’raf ayat 31).
Asbabun nuzul dari surat Al-A’raf ayat 31 yaitu pada zaman jahiliah ada
seorang perempuan melakukan tawaf dengan tidak menggunakan pakaian.
Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ini yang memerintahkan agar
mengenakan pakaian apabila masuk ke Baitullah maupun masjid-masjid yang lain.
Selain itu dalam tafsir Al-Qurthubi juga disebutkan “Orang arab pada masa
jahiliyah tidak mau makan lemak disaat melaksanakan haji, mereka hanya cukup
makan sedikit saja”. Oleh karena itu ayat ini menjelaskan kewajiban untuk menutup
aurat dan manusia tidak boleh berlebihan dalam hal apapun dan islam
83
memerintahkan:
1. Memprioritaskan konsumsi yang lebih diperlukan dan lebih bermanfaat
2. Menjauhkan konsumsi yang berlebih-lebihan untuk semua jenis komoditi.
6.3 Pendapatan Orang Tua dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen
Vitamin E
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas
makanan. Hal ini berhubungan dengan daya beli keluarga (Yusnidaryani, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan siswi yang pendapatan orang tuanya cukup
lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang pendapatan orang tuanya kurang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa sebagian besar
bapak dari keluarga siswi bekerja sebagai PNS dan karyawan swasta sehingga
memiliki penghasilan tetap. Berg (1996) berpendapat bahwa pekerjaan berhubungan
dengan jumlah gaji atau pendapatan yang diterima Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E memiliki pendapatan
keluarga yang termasuk cukup.
Hasil analisa dari tabel silang menunjukkan bahwa siswi dengan pendapatan
orang tua cukup lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas
toleransi dibandingkan dengan siswi dengan pendapatan orang tua kurang.
Berdasarkan hasil uji Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan
antara pendapatan orang tua dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hasil yang
didapatkan dalam penelitian ini juga sejalan dengan United States Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES III) yang menyatakan sebanyak 49,4%
84
dari responden yang memiliki pendapatan cukup menggunakan suplemen (Balluz, et
al, 2000).
Hasil ini sesuai dengan Hukum Perisse yang menyatakan jika terjadi
peningkatan pendapatan, maka makanan yang dibeli akan lebih bervariasi (Parsiki,
2003). Menurut Lyle, et al (1998), semakin tinggi pendapatan seseorang maka
konsumsi suplemen makanan juga akan meningkat.
Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan pola
konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbasar peluang
peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.
Pendapatan dalam satu keluarga akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan sehingga akan menentukan kesejahteraan keluarga (Yuliana,
2004).
Menurut Sayogyo, Suhardjo dan Khumaidi (1995), pendapatan seseorang
sangat menentukan dalam pemilihan pangan yang akan dikonsumsi. Dengan
pendapatan tinggi maka kemampuan untuk membeli bahan pangan akan semakin
tinggi. Demikian sebaliknya dengan pendapatan rendah mengakibatkan terbatasnya
kemampuan untuk membeli pangan, baik jumlah maupun kualitas.
6.4 Uang Saku dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E
Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan
kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu, harian, mingguan maupun bulanan.
Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak diharapkan untuk belajar
mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki (Napitu, 1994).
85
Hasil penelitian menunujukkan siswi dengan uang saku besar lebih banyak
dibandingkan dengan siswi dengan uang saku kecil. Menurut (Berg, 1996) uang
yang dimiliki oleh seseorang akan dapat mempengaruhi apa yang dikonsumsinya.
Biasanya remaja memilih makanan sesuai dengan uang saku mereka. Dengan uang
saku yang cukup besar, biasanya remaja sering mengkonsumsi makanan-makanan
modern dengan harapan akan diterima di kalangan peer group mereka.
Hasil analisis tabel silang diperoleh siswi dengan uang saku besar lebih
banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal dibandingkan
dengan siswi yang memiliki uang saku kecil. Namun, berdasarkan hasil uji Chisquare menunjukkan tidak ada hubungan antara uang saku dengan konsumsi
suplemen vitamin E. Hasil yang sama didapatkan dalam penelitian Anggondowati
(2002) bahwa tidak ada hubungan antara uang saku dengan konsumsi suplemen.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pertiwi (2008) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara uang saku dengan
konsumsi suplemen vitamin E. Pada remaja yang memiliki uang saku, Insel et al
(2006) dalam Wulandarai (2007) menyatakan bahwa remaja yang telah diberi
kepercayaan untuk mengelola uang sakunya sendiri cenderung memiliki kebebasan
untuk memilih sesuka hatinya. Remaja cenderung untuk membeli apapun yang
disukainya atau yang menarik menurut mereka, tanpa memperhatikan apakah
makanan tersebut baik atau tidak.
Hasil penelitian tidak sesuai dengan pernyataan Berg (1996) dan Insel et al
(2006) bahwa biasanya remaja memilih makanan sesuai dengan uang saku mereka.
Dengan uang saku yang cukup besar, biasanya remaja sering mengkonsumsi
86
makanan-makanan modern dengan harapan akan diterima di kalangan peer group
mereka. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis siswi yang memandang citra raga
positif dengan jumlah uang saku besar, hanya 5% yang mengkonsumsi suplemen
vitamin E melebihi batas toleransi. Selain itu, berdasarkan penelitian juga
didapatkan siswi yang memiliki pengetahuan gizi kurang dengan jumlah uang saku
besar lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal, yaitu
sebesar 42,3%. Tidak adanya hubungan antara uang saku siswi dengan konsumsi
suplemen vitamin E dimungkinkan karena faktor lain, yaitu citra raga dan
pengetahuan gizi. Siswi pengetahuan gizi kurang dan memandang citra raga negatif
lebih cenderung untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi.
Selain itu juga mungkin disebabkan karena uang saku yang dimiliki oleh remaja
hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi berupa makanan, tidak untuk obat
ataupun sejenis suplemen. Hasil wawancara langsung dari beberapa responden
menyatakan bahwa suplemen yang mereka konsumsi mendapatkan dana sendiri dari
orang tua mereka, sehingga uang saku yang diberikan oleh orang tua responden
tidak dipergunakan untuk mendapatkan suplemen vitamin.
6.5 Status Kesehatan dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E
Sehat menurut WHO 1990 dalam Alamtsier (2004) yaitu keadaan sejahtera
secara fisik, mental dan social, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacata.
Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Kesehatan no. 23 tahun 1992, kesehatan
adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setap orang
dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
87
Status kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ada atau
tidaknya penyakit pada responden selam satu bulan terakhir saat penelitian
dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan siswi yang tidak mengalami sakit dalam
sebulan terakhir lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang mengalami sakit.
Menurut White et.al (2004) kondisi tubuh yang kurang baik, atau sedang dalam
kondisi sakit atau memiliki keluhan akan kesehatan mendorong mereka untuk
menggunakan suplemen.
Berdasarkan hasil tabel silang didapatkan proporsi siswi yang mengalami
sakit lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal
dibandingkan dengan siswi yang tidak mengalami sakit. Namun, dari hasil uji chisquare didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara status kesehatan dengan
konsumsi suplemen vitamin E. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Anggondowati (2002) yang menyatakan tidak ada perbedaan bermakna antara
konsumsi suplemen vitamin berdasarkan status kesehatan.
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara status kesehatan dengan
konsumsi suplemen vitamin E ini disebabkan karena responden beranggapan bahwa
suplemen vitamin E hanyalah untuk kesehatan dan kecantikan kulit saja, bukan
untuk menyembuhkan suatu penyakit. Dengan pengetahuan tersebut, sehingga
mereka lebih memilih untuk mengkonsumsi obat atau makan secara teratur
(Yunaeni, 2009).
Suplemen tidak boleh dianggap sebagai obat yang dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit. Peranannya dalam membantu proses pencegahan dan
penyembuhan serta rehabilitasi penyakit tertentu memang bisa digunakan. Namun,
88
seseorang tidak perlu membentengi diri terlalu berlebihan dalam mengkonsumsi
suplemen secara terus menerus. Tubuh seseorang sudah memiliki kekebalan
terhadap penyakit asalkan ia memiliki gaya hidup sehat dan selalu mengkonsumsi
makanan dengan seimbang. Jika kebutuhan gizi sudah tercukupi dari makanan
sehari-hari maka konsumsi suplemen tidak diperlukan lagi (Yuliarti, 2009).
6.6 Pengetahuan Gizi dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang tersebut
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan
domain
yang
sangat
penting
untuk
terbentuknya
tindakan
seseorang
(Notoatmodjo,1993).
Berdasarkan hasil univariat didapatkan siswi dengan pengetahuan baik lebih
banyak dibandingkan dengan siswi yang berpengetahuan kurang. Pengetahuan
diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan non formal. Tingkat
pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan prilaku dalam memilih
makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang
bersangkutan (Khomsan, 2007)
Hasil tabel silang diperoleh proporsi siswi yang memiliki pengetahuan gizi
kurang lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal
(41,9%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki pengetahuan gizi baik.
Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan konsumi suplemen vitamin E. Selain itu,
didapatkan nilai OR 10,352, artinya siswi yang memiliki pengetahuan gizi kurang
89
memiliki peluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal
sebesar 10,352. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Ramadanai (2005), yakni terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Khomsan (2007) bahwa pengetahuan
gizi menjadi landasan dalam menentukan konsumsi pangan individu. Jika seseorang
memiliki pengetahuan gizi yang baik maka cenderung untuk memilih makanan yang
bernilai gizi tinggi. Selain itu, pengetahuan gizi dapat meingkatkan seseorang dalam
menerapkan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah bahan makanan
sehingga kebutuhan gizi tercukupi, sehingga akan lebih memilih mengkonsumsi
makanan seimbang dibandingkan mengkonsumsi suplemen dengan melebihi dosis
yang telah dianjurkan (Roedjito, 1989 dalam Sutriyanta, 2001).
Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa
pengetahuan gizi berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E setelah
diikontrol dengan pengaruh teman dan citra raga, memiliki nilai OR kedua terbesar
setelah citra raga. Dengan demikian pengetahuan gizi merupakan variabel yang
kedua terbesar pengaruhnya terahadap konsumsi suplemen vitamin E bila
dibandingkan dengan pengaruh teman.
Hasil penelitian uji multivariat ini memperkuat hubungan antara
pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hasil ini sejalan dengan
Yuliart (2008) yang menyatakan seseorang yang memiliki pengetahuan gizi yang
baik, cenderung akan memperhatikan komposisi dan cara penggunaan suplemen
yang baik dan aman untuk dikonsumsi.
90
6.7 Pengaruh Teman dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E
Pengaruh teman sebaya didefinisikan sebagai penerimaan secara sosial dan
membentuk patokan dan harapan perilaku. Seiring dengan bertambahnya umur,
teman akan memberikan pengaruh lebih besar terhadap pilihan makan remaja
dibandingkan dengan pengaruh orang tua (Miller et al, 2001). Remaja akan sering
menghabiskan waktu bersama teman-teman dan makan akan menjadi suatu bentuk
sosialisasi dan rekreasi.
Pada penelitian ini diketahui bahwa siswi yang tidak mendapatkan
pengaruh dari teman lebih banyak daripada siswi yang mendapatkan pengaruh
teman. Remaja sangat ingin diterima oleh teman-temannya, sehingga pengaruh
teman dan keseragaman kelompok cenderung dapat merubah pemilihan makanan
remaja (Krummel et.al, 1996).
Berdasarkan hasil tabel silang pada penelitian ini diperoleh proporsi siswi
yang mendapatkan pengaruh dari teman lebih banyak mengkonsumsi suplemen
vitamin E melebihi batas normal dibandingkan dengan siswi yang tidak
mendapatkan pengaruh dari teman. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh teman dengan konsumsi
suplemen vitamin E. Selain itu, juga diperoleh nilai OR 0,151, artinya siswi yang
tidak mendapat pengaruh dari teman memiliki peluang untuk mengkonsumsi
suplemen vitamin E melebihi batas normal sebesar 0,151. Hasil yang sama juga
didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2008) yang menyatakan ada
hubungan bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan konsumsi suplemen
vitamin. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Soetjiningsih (2004) bahwa
91
perubahan sosial yang dialami pada masa remaja adalah meningkatnya pengaruh
teman sebaya dibandingkan keluarga. Perubahan tersebut mengakibatkan remaja
mengalami berbagai macam perubahan gaya hidup, perilaku, dan tidak terkecuali
pengalaman dalam menentukan makanan yang dikonsumsi.
Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa
pengaruh teman memiliki nilai OR yang sama besar dengan variabel citra raga.
Variabel pengaruh teman memiliki pengaruh terbesar terhadap konsumsi suplemen
vitamin E.
Dalam hal ini teman mempengaruhi dalam mengkonsumsi suplemen
vitamin E. Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif dan
psikososial. Dalam masa pencarian identitas, remaja cepat sekali terpengaruh
lingkungan. Keluarga menjadi tidak begitu penting dibandingkan dengan
lingkungan sosial dan teman-teman sebayanya (Hanseil dan Mechanic,1990 dalam
Dilapanga, 2008).
6.8 Keterpaparan Media dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin
E
Media massa terutama iklan-iklan perdagangan dan promosi penjualan
sangat mempengaruhi pada pemilihan susunan makanan. Keunggulan pemakaian
media massa adalah dapat menjangkau setiap orang dalam bentuk yang sama dan
dapat menimbulkan pengalaman yang sama (Berg, 1996)
Pada penelitian ini didapatkan proporsi siswi yang tidak terpapar oleh
media lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang terpapar oleh media. Selain itu
92
juga didapatkan bahwa siswi lebih banyak mendapatkan informasi mengenai
suplemen vitamin E berasal dari televisi, yakni sebesar 47%. Hal ini juga sesuai
dengan penelitian Suistriyanta (2001), yang menunjukkan sebagian besar
respondennya yaitu sebesar 84,0% memperoleh informasi produk suplemen berasal
dari media massa seperti televisi.
Hasil tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi siswi
yang terpapar oleh media lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi
batas normal dibandingkan dengan siswi yang tidak terpapar oleh media.
Berdasarkan uji chi-square didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
keterpaparan promosi suplemen dengan konsumsi suplemen E. Hal ini sejalan
dengan penelitian Putri (2004), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
keterpaparan promosi suplemen dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral.
Selain itu, juga didapatkan nilai OR 0,256, artinya siswi yang tidak terpapar oleh
media memiliki peluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas
normal sebesar 0,256 kali.
Jika dilihat dari keterpaparan dengan promosi suplemen, sebagian besar
terpapar dengan promosi suplemen dari media massa seperti televisi, karena
masyarakat saat ini cenderung pada media massa seperti televisi untuk mendapatkan
sumber informasi mengenai produk-produk suplemen melalui iklan yang
ditayangkan di televisi, hal ini juga sesuai dengan pendapat Syahni (2002) yang
menyebutkan bahwa meningkatnya konsumsi suplemen di masyarakat juga tidak
lepas dari maraknya promosi iklan yang ditawarkan produk dengan klaim mulai dari
menambah
kecantikan,
menambah
vitalitas
dan
menyembuhkan
penyakit
93
(Syahni,2002).
Hal ini juga didukung oleh pendapat Kotler & Amstrong (1989) dalam
Pertiwi (2008) yang menyatakan bahwa iklan adalah salah satu alat yang dapat
menimbulkan keinginan seseorang, dan akhirnya akan menimbulkan keinginan
untuk membeli yang digunakan oleh perusahaan untuk berkomunikasi langsung
dalam meyakinkan masyarakat. Menurut Lastariwati dan Ratnaningsih, 2006
menjelaskan bahwa remaja yang masih dalam proses mencari jati diri, sering kali
menjadi sasaran empuk bagi produsen yang menawarkan produknya. Hal ini
dikarenakan remaja paling cepat dan efektif dalam penyerapan gaya hidup
konsumtif, baik dalam kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.
6.9 Citra Raga dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E
Mappiare (1982) mengatakan citra raga merupakan sebagian dari konsep
diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra raga khususnya dimaksudkan oleh
pemikiran mengenai kecantikan dan kebutuhan wajah.
Citra raga dalam penelitian ini merupakan pandangan diri responden yang
berkaitan dengan sifat-sifat fisik, khususnya mengenai kecantikan. Dalam hal ini
peneliti membagi menjadi 2 kategori, yaitu negatif dan positif. Dikatakan negatif,
jika hasil analisis < nilai mean, dan dikatakan positif jika ≥ nilai mean (Andea,
2009).
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan siswi yang memandang citra raga
negatif lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang memandang citra raga positif.
Hasil tabel silang didapatkan bahwa proporsi siswi yang memandang citra raga
94
negatif lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal
dibandingkan dengan siswi yang memandang citra raga positif. Hasil uji chi-square
didapatkan terdapat hubungan yang signifikan antara citra raga dengan konsumsi
suplemen vitamin E. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ramadhani (2005), yang menyatakan ada hubungan bermakna antara citra raga
dengan konsumsi suplemen.
Chase (2001) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor paling
penting dalam perkembangan citra tubuh seseorang. Citra raga pada umumnya
berhubungan dengan remaja wanita daripada remaja pria, remaja wanita cenderung
untuk memperhatikan penampilan fisik (Mappiare, 1992). Berdasarkan penelitian
Indika (2009), wanita lebih negatif memandang citra tubuh dibandingkan pria.
Menurut Suryanie (2005) perubahan-perubahan fisik yang dialami oleh
remaja wanita menghasilkan suatu persepsi yang berubah-ubah dalam citra raga dan
secara khas menunjukkan kearah penolakan terhadap physical self. Hal-hal yang
menyebabkan remaja wanita tidak menerima physical selfnya misalnya : tinggi
badan, kemasakkan fisik, jerawat. Remaja wanita sangat peka terhadap penampilan
dirinya dan merenung perihal bagaimana wajahnya, apakah orang lain menyukai
wajahnya serta selalu menggambarkan dan mengembangkan seperti apa tubuhnya
dan apa yang diinginkan dari tubuhnya. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, banyak
remaja putri yang mengkonsumsi obat-obatan tertentu, termasuk suplemen untuk
kecantikan kulitnya.
Berikut ini merupakan kutipan yang diambil dari sebuah artikel di sebuah
media cetak.
95
“Gue mau banget punya badan langsing dan kulit cantik. Soalnya temanteman gue men “support” untuk mempunyai badan langsing dan kulit cantik. Gue
juga mengonsumsi suplemen untuk memperlancar gue mendapatkan tubuh yang
indah, yah, meskipun ada efek sampingnya, tapi ya gak apa-apalah.” (Putri, Kompas
10 Juli 2009)
Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa
citra raga memiliki nilai OR yang sama besar dengan variabel pengaruh teman.
Variabel tersebut memiliki pengaruh terbesar terhadap konsumsi suplemen vitamin
E.
Hasil ini sejalan dengan Conger dan Peterson (dalam Sarafino, 1998) yang
mengemukakan bahwa citra rubuh bagi remaja merupakan suatu hal yang penting,
karena pada masa remaja seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik
maupun psikis. Perubahan yang pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi
remaja berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan tubuhnya. Para remaja
biasanya mulai bersibuk diri dengan penampilan fisik mereka dan ingin mengubah
penampilan mereka. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering merasa tidak
puas terhadap penampilan dirinya. Para remaja melakukan berbagai usaha agar
mendapatkan gambaran tubuh sehingga terlihat menarik. Salah satu usaha tersebut
adalah dengan melakukan diet dan mengkonsumsi obat-obatan untuk mempercantik
diri.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya, maka
dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Proporsi siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi
yaitu sebesar 20,8%, sedangkan siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E
tidak melebihi batas toleransi, yaitu sebesar 79,2%.
2. Proporsi pendapatan orang tua siswi yang tergolong cukup (54,5%) lebih banyak
dibandingkan dengan pendapatan orang tua siswi yang tergolong kurang
(45,5%).
3. Proporsi siswi yang memiliki uang saku besar (74%) lebih banyak dibandingkan
dengan siswi yang memiliki uang saku kecil (26%).
4. Proporsi siswi yang tidak sakit dalam sebulan terakhir (62,3%) lebih banyak
dibandingkan dengan siswi yang menderita sakit (37,7%).
5. Proporsi siswi yang berpengetahuan baik (59,7%) lebih banyak dibandingkan
dengan siswi yang berpengetahuan kurang (40,3%).
6. Proporsi siswi yang tidak terdapat pengaruh dari teman sebaya (59,7%) lebih
banyak dibandingkan dengan siswi yang terpengaruh teman sebaya (40,3%).
7. Proporsi siswi yang tidak terpapar media massa (58,4%) lebih banyak
dibandingkan dengan siswi yang terpapar media massa (41,6%)
96
97
8. Proporsi siswi yang memandang citra raga negatif (59,7%) lebih banyak
dibandingkan dengan siswi yang memandang citra raga positif (40,3%).
9. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan orang tua dengan
konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p=
0,023).
10. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara uang saku siswi dengan
konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p =
0,54)
11. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status kesehatan siswi dengan
konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p =
0,773).
12. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan siswi dengan konsumsi
suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p= 0,000).
13. Terdapat hubungan yang bermakna antara teman sebaya dengan konsumsi
suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p = 0,003).
14. Terdapat hubungan yang bermakna antara media massa dengan konsumsi
suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p= 0,025).
15. Terdapat hubungan yang bermakna antara citra raga dengan konsumsi suplemen
vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p= 0,001).
16. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E
pada siswi di SMAN 65 Jakarta adalah citra raga.
98
7.2 Saran
1. Bagi Remaja Putri
a. Mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin E lebih baik
dibandingkan harus mengkonsumsi suplemen vitamin E dari luar.
b. Meningkatkan pengetahuan terutama pengetahuan gizi agar dapat
mempertimbangkan
segala
makanan/minuman
sebelum
dikonsumsi,
terutama pengetahuan mengenai kebutuhan vitamin E.
2. Bagi Sekolah
a. Melakukan sosialisasi tentang pengetahuan gizi, terutama kebutuhan vitamin
E pada remaja.
b. Bekerja sama dengan OSIS untuk mengadakan seminar mengenai gizi dan
suplemen vitamin E.
3. Bagi Peneliti lain
a. Peneliti selanjutnya diharapkan juga dapat menggunakan variabel-variabel
lain yang diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih memperhatikan kuesioner yang
digunakan.
KUESIONER
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Suplemen Vitamin E Pada Siswi
SMA Negeri 65 Jakarta Barat Tahun 2010
Dengan hormat, saya mahasiswa fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Gizi, memohon
bantuan untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Kerahasiaan jawaban akan saya jaga.
Atas bantuan dan kejujuran anda dalam mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima
kasih.
No Responden
:......................(diisi oleh peneliti)
A. Identitas Responden
Nama Lengkap/Panggilan
: ...............................................................
Kelas
: ...............................................................
Tanggal lahir
: ...............................................................
Alamat
: ...............................................................
No telp/hp
: ...............................................................
B. Karakteristik Orang Tua
1. Nama ayah
: ..........................................................
a. Pekerjaan
: ..........................................................
b. Jumlah penghasilan/bln : Rp. ...................................................
2. Nama Ibu
: ..........................................................
a. Pekerjaan
: ..........................................................
b. Jumlah penghasilan/bln : ..........................................................
C. Pengetahuan Gizi dan suplemen
Lingkari (B) jika pernyataan benar, lingakari (S) jika pernyataan salah
1. B-S Konsumsi makanan bergizi sangat penting untuk meningkatkan stamina
tubuh
2. B-S Suplemen masih tetap diperlukan meskipun menu makanan sudah seimbang
3. B-S Suplemen termasuk golongan obat untuk mengobati penyakit
4. B-S semua orang membutuhkan suplemen
5. B-S vitamin hanya dapat diperoleh dari produk suplemen makanan
6. B-S Vitamin E termasuk vitamin larut air
7. B-S Kandungan vitamin suplemen lebih unggul dibanding bahan makanan alami
8. B-S Suplemen vit E dapat dikonsumsi melebihi anjuran
9. B-S Kelebihan suplemen vit E dapat menjadikan kulit semakin cerah dan cantik
10. B-S Semakin tinggi dosis vitamin dalam suplemen maka semakin bermanfaat
bagi kesehatan
Isilah tabel dibawah ini dengan jenis suplemen vitamin yang biasa kamu
konsumsi.
Merk suplemen vit E
Frekuensi Konsumsi
Lama Mengkonsumsi
(berapa kali/hari)
..... bulan atau .... tahun
..... bulan atau .... tahun
..... bulan atau .... tahun
..... bulan atau .... tahun
1. Apa alasan utama kamu mengkonsumsi suplemen tersebut?
a. Untuk kesehatan
b. Untuk mengobati penyakit
c. Untuk stamina/kebugaran
d. Untuk melengkapi makanan sehari-hari yang tidak mencukupi
e. Untuk kecantikan
2. Siapa yang menganjurkan kamu untuk mengkonsumsi suplemn tersebut?
a. Inisiatif sendiri
b. Guru
c. Orang tua
d. Teman
e. Dokter
f. Lainnya, sebutkan.....
3. Dimana biasanya kamu membeli suplemen tersebut?
a. Apotik
b. Pasar swalayan
c. Warung
d. Melalui MLM (Multi Level Marketing)
e. Lainnya, sebutkan.......
4. Manfaat apakah yang kamu rasakan setelah mengkonsumsi suplemen tersebut
a. Badan menjadi lebih bugar
b. Menjadi lebih sehat
c. Kulit menjadi lebih indah
d. Tidak merasakan apapun
e. Lainnya, tuliskan....
D. Ajakan Teman
1. Apakah teman kamu pernah memberitahu kamu manfaat mengkonsumsi
suplemen vitamin E?
1. Tidak
2. Ya
2. Apakah teman kamu pernah mengajak kamu untuk mengkonsumsi suplemen
vitamin E?
1. Tidak
2. Ya
3. Pada saat teman kamu membeli suplemen vitamin E, apakah kamu ikut
membeli?
1. Tidak
2. Ya
4. Pada saat kamu membeli suplemen, apakah atas keinginan sendiri?
1. Tidak
2. Ya
5. Pada saat membeli membeli suplemen,apakah kamu menentukan sendiri merk
suplemen yang akan dibeli?
1. Tidak
2. Ya
E. Keterpaparan dengan Media
1. Dalam satu bulan terakhir, pernahkah kamu mendengar/melihat/membaca/menonton
mengenai produk/manfaat dari suplemen vitamin E?
1. Tidak
2. Ya
2. Jika pernah, dari manakah kamu mendengar/melihat/membaca/menonton mengenai
produk/manfaat dari suplemen makanan vitamin E tersebut? (jawaban boleh lebih dari
satu)
1. TV
2. Radio
3. Poster/pamflet/brosur/papan iklan
4. Majalah
5. Internet (website, milis, blog, facebook, twitter dll)
3. Setelah melihat iklan pada media cetak atau media elektronik ataupun promosi
suplemen, apakah kamu tertarik untuk membeli?
1. Tidak
2. Ya
F. Status Kesehatan
Dalam sebulan terakhir, apakah kamu pernah menderita salah satu penyakit dibawah ini?
(berikan tanda chek jika ya, tuliskan lama saudara menderita penyakit tersebut)
No
Nama Penyakit
Ya
Tidak
Lama/Durasi
1.
.....hari
2.
.....hari
3.
.....hari
4.
.....hari
G. Citra Raga
Berikut ini ada beberapa pernyataan. Bacalah setiap pernyataan dan tentukanlah
sikap saudara terhadap pernyataan tersebut dengan cara memberi tanda silang (X)
pada salah satu jawaban anda antara STS, TS, N, S, dan SS. Alternatif jawaban yang
tersedia terdiri dari 5 pilihan, yaitu
STS
: Sangat Tidak Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
N
: Netral
S
: Sesuai
SS
: Sangat Sesuai
No Pernyataan
1. Saya menyukai penampilan saya
2. Saya sangat khawatir dengan apa yang
oramg pikirkan mengenai penampilan
saya
STS
TS
N
S
SS
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Saya jarang merawat tubuh saya
Menurut saya penampilan saya tidak
menarik
Saya tidak terlalu memperhatikan
penampilan saya
Saya tidak mau menghabiskan banyak
uang demi penampilan saya
Saya merasa percaya diri dengan
pebampilan fisik saya saat ini
Saya minum suplemen untuk
mempercantik kulit saya
1
I. ANALISIS UNIVARIAT
1. PENDAPATAN ORANG TUA
grup_pndptn
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
cukup
42
54.5
54.5
54.5
kurang
35
45.5
45.5
100.0
Total
77
100.0
100.0
2. UANG SAKU
grup_uangsaku
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
kecil
20
26.0
26.0
26.0
besar
57
74.0
74.0
100.0
Total
77
100.0
100.0
3. STATUS KESEHATAN
status kesehatan
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
Ada
29
37.7
37.7
37.7
tidak ada
48
62.3
62.3
100.0
Total
77
100.0
100.0
4. PENGETAHUAN
tahu_9
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
kurang
31
40.3
40.3
40.3
baik
46
59.7
59.7
100.0
Total
77
100.0
100.0
5. TEMAN SEBAYA
teman_3
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
tidak berpengaruh
46
59.7
59.7
59.7
berpengaruh
31
40.3
40.3
100.0
Total
77
100.0
100.0
6. MEDIA MASSA
media_3
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
tidak terpapar
45
58.4
58.4
58.4
terpapar
32
41.6
41.6
100.0
Total
77
100.0
100.0
2
7. CITRA RAGA
grup_citra
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
negatif
46
59.7
59.7
59.7
positif
31
40.3
40.3
100.0
Total
77
100.0
100.0
II. ANALISIS BIVARIAT
1. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan PENDAPATAN ORANG TUA
grup_pndptn * grup_dosis Crosstabulation
grup_dosis
Melebihi batas
toleransi
grup_pndptn
cukup
Count
% within grup_pndptn
kurang
Total
13
29
42
69.0%
100.0%
3
32
35
8.6%
91.4%
100.0%
Count
% within grup_pndptn
Total
31.0%
Count
% within grup_pndptn
tidak melebihi
batas toleransi
16
61
77
20.8%
79.2%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.016
4.529
1
.033
6.249
1
.012
5.809
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.023
Linear-by-Linear Association
5.734
b
N of Valid Cases
1
.017
77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,27.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for grup_pndptn
(cukup / kurang)
For cohort grup_dosis =
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases
Lower
Upper
4.782
1.237
18.486
3.611
1.118
11.664
.755
.602
.947
77
Exact Sig. (1sided)
.015
3
2. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan UANG SAKU
grup_uangsaku * grup_dosis Crosstabulation
grup_dosis
Melebihi batas
toleransi
grup_uangsaku
kecil
Count
% within grup_uangsaku
besar
Total
17
20
15.0%
85.0%
100.0%
13
44
57
22.8%
77.2%
100.0%
Count
% within grup_uangsaku
Total
3
Count
% within grup_uangsaku
tidak melebihi
batas toleransi
16
61
77
20.8%
79.2%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.459
.176
1
.674
.578
1
.447
.548
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.540
Linear-by-Linear Association
.541
b
N of Valid Cases
1
.348
.462
77
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,16.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for
grup_uangsaku (kecil /
besar)
For cohort grup_dosis =
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases
Lower
Upper
.597
.151
2.361
.658
.209
2.072
1.101
.873
1.389
77
3. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan STATUS KESEHATAN
status kesehatan * grup_dosis Crosstabulation
grup_dosis
Melebihi batas
toleransi
status kesehatan
Ada
Count
% within status kesehatan
tidak ada
Count
% within status kesehatan
Total
Count
% within status kesehatan
tidak melebihi
batas toleransi
Total
5
24
29
17.2%
82.8%
100.0%
11
37
48
22.9%
77.1%
100.0%
16
61
77
20.8%
79.2%
100.0%
4
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.552
.093
1
.760
.361
1
.548
.354
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.773
Linear-by-Linear Association
.349
b
N of Valid Cases
1
Exact Sig. (1sided)
.386
.555
77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,03.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for status
kesehatan (Ada / tidak ada)
For cohort grup_dosis =
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases
Lower
Upper
.701
.216
2.270
.752
.291
1.948
1.074
.856
1.347
77
4. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan PENGETAHUAN
tahu_9 * grup_dosis Crosstabulation
grup_dosis
Melebihi batas
toleransi
tahu_9
kurang
Count
% within tahu_9
baik
Total
18
31
41.9%
58.1%
100.0%
3
43
46
6.5%
93.5%
100.0%
Count
% within tahu_9
Total
13
Count
% within tahu_9
tidak melebihi
batas toleransi
16
61
77
20.8%
79.2%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.000
12.040
1
.001
14.351
1
.000
14.109
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.000
13.926
1
.000
77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,44.
b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.000
5
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for tahu_9
(kurang / baik)
For cohort grup_dosis =
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases
Lower
Upper
10.352
2.629
40.765
6.430
1.996
20.715
.621
.456
.846
77
5. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan TEMAN SEBAYA
teman_3 * grup_dosis Crosstabulation
grup_dosis
Melebihi batas
toleransi
teman_3
tidak berpengaruh
Count
42
46
8.7%
91.3%
100.0%
12
19
31
38.7%
61.3%
100.0%
16
61
77
20.8%
79.2%
100.0%
Count
% within teman_3
Total
Count
% within teman_3
Total
4
% within teman_3
berpengaruh
tidak melebihi
batas toleransi
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.001
8.393
1
.004
10.135
1
.001
10.135
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.003
Linear-by-Linear Association
10.003
b
N of Valid Cases
1
.002
77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,44.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for teman_3
(tidak berpengaruh /
berpengaruh)
For cohort grup_dosis =
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases
Lower
Upper
.151
.043
.529
.225
.080
.633
1.490
1.111
1.998
77
Exact Sig. (1sided)
.002
6
6. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan MEDIA MASSA
media_3 * grup_dosis Crosstabulation
grup_dosis
Melebihi batas
toleransi
media_3
tidak terpapar
Count
% within media_3
terpapar
Total
39
44
11.4%
88.6%
100.0%
11
22
33
33.3%
66.7%
100.0%
Count
% within media_3
Total
5
Count
% within media_3
tidak melebihi
batas toleransi
16
61
77
20.8%
79.2%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.019
4.275
1
.039
5.530
1
.019
5.529
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.025
Linear-by-Linear Association
5.457
b
N of Valid Cases
1
.020
.019
77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,86.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for media_3
(tidak terpapar / terpapar)
For cohort grup_dosis =
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases
Lower
Upper
.256
.079
.834
.341
.131
.887
1.330
1.022
1.730
77
7. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan CITRA RAGA
grup_citra * grup_dosis Crosstabulation
grup_dosis
Melebihi batas
toleransi
grup_citra
negatif
Count
% within grup_citra
positif
Count
% within grup_citra
Total
Count
% within grup_citra
tidak melebihi
batas toleransi
Total
15
31
46
32.6%
67.4%
100.0%
1
30
31
3.2%
96.8%
100.0%
16
61
77
20.8%
79.2%
100.0%
7
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.002
8.010
1
.005
11.775
1
.001
9.713
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.001
Linear-by-Linear Association
9.587
b
N of Valid Cases
1
.001
.002
77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,44.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for grup_citra
(negatif / positif)
For cohort grup_dosis =
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases
Lower
Upper
14.516
1.803
116.841
10.109
1.406
72.656
.696
.564
.860
77
ANALISIS MULTVARIAT
1. Model 1
Variables in the Equation
95,0% C.I.for EXP(B)
B
Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
grup_pndptn
1.155
.887
1.692
1
.193
3.172
.557
18.064
tahu_9
2.167
.830
6.823
1
.009
8.729
1.718
44.367
teman_3
-1.708
.811
4.436
1
.035
.181
.037
.888
media_3
-1.457
.800
3.317
1
.069
.233
.049
1.117
grup_citra
2.341
1.157
4.090
1
.043
10.391
1.075
100.431
Constant
-1.357
2.791
.236
1
.627
.257
a. Variable(s) entered on step 1: grup_pndptn, tahu_9, teman_3, media_3, grup_citra.
8
2. Model 2
Variables in the Equation
95,0% C.I.for EXP(B)
B
Step 1
a
tahu_9
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
2.229
.816
7.467
1
.006
9.288
1.878
45.938
teman_3
-1.850
.790
5.484
1
.019
.157
.033
.740
media_3
-1.402
.768
3.333
1
.068
.246
.055
1.109
grup_citra
2.575
1.175
4.807
1
.028
13.136
1.314
131.320
Constant
-.047
2.432
.000
1
.984
.954
a. Variable(s) entered on step 1: tahu_9, teman_3, media_3, grup_citra.
3. MODEL 3
Variables in the Equation
95,0% C.I.for EXP(B)
B
Step 1
a
tahu_9
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
2.302
.795
8.390
1
.004
9.997
2.105
47.471
teman_3
-1.816
.764
5.649
1
.017
.163
.036
.727
grup_citra
2.778
1.162
5.714
1
.017
16.088
1.649
156.941
Constant
-2.512
1.961
1.641
1
.200
.081
a. Variable(s) entered on step 1: tahu_9, teman_3, grup_citra.
Uji Interaksi
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square
Step 1
df
Sig.
Step
.527
1
.468
Block
.527
1
.468
Model
24.016
3
.000
9
Model Summary
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood
1
54.680
a
.268
.419
a. Estimation terminated at iteration number 20 because
maximum iterations has been reached. Final solution cannot
be found.
Classification Table
a
Predicted
grup_dosis
Melebihi batas
tidak melebihi
Percentage
toleransi
batas toleransi
Correct
Observed
Step 1
grup_dosis
Melebihi batas toleransi
12
4
75.0
tidak melebihi batas toleransi
10
51
83.6
Overall Percentage
81.8
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B
Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
tahu_9
-14.867
8.569E3
.000
1
.999
.000
grup_citra
-14.733
8.569E3
.000
1
.999
.000
grup_citra by tahu_9
16.995
8.569E3
.000
1
.998
2.404E7
Constant
12.423
8.569E3
.000
1
.999
2.484E5
a. Variable(s) entered on step 1: grup_citra * tahu_9 .
Download