1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Storytelling adalah seni kuno yang sudah ada sejak zaman dahulu.
Aspeknya sangat luas sekali. Mulai dari studi mengenai kebudayaan masyarakat
kuno, pembuatan film, hingga percakapan sehari-hari antar sesama teman. Meski
cerita sudah ada jauh sebelum sejarah terbentuk, namun keinginan kita untuk
mendengar cerita tetap tidak berubah hingga sekarang, begitu juga dengan
keinginan untuk bercerita. Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan,
baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi). Setiap
orang pasti memiliki cerita untuk mereka bagi. Kehidupan
kita, dibentuk
berdasarkan pengalaman-pengalaman baik yang kita alami sendiri ataupun milik
orang lain. Manusia menggunakan cerita untuk memahami dunia dan apa yang
terjadi pada kehidupan mereka, serta siapa diri mereka sebagai individu dan
bagian dari suatu kelompok. Cerita adalah sebuah perjalanan yang akan
menggerakan pendengarnya, dan ketika pendengar memutuskan untuk mengikuti
perjalanan tersebut, mereka akan merasakan sesuatu yang berbeda dan hasilnya
adalah persuasi atau bahkan terkadang sebuah tindakan (Jennifer Aaker: 2013).
Berbeda dengan storytelling dalam
sebuah
iklan atau kampanye.
Apakah merk menghasilkan sebuah cerita yang berkembang di masyarakat atau
sebaliknya, cerita yang membentuk sebuah merk. Sekarang storytelling kerap
digunakan dalam dunia marketing, khususnya dalam iklan dan kampanye.
Storytelling tersebut yang nantinya akan membentuk sebuah produk melalui
berbagai hal seperti word-of-mouth dan social sharing. Dunia kini sudah
1
memasuki era 3.0. 1 Berbeda dengan era 1.0 yang cenderung merupakan era
promosi produk secara habis-habisan, sehingga konsep marketing pada kala itu
sangatlah hard selling. Era 2.0 merupakan era yang sudah mulai bergeser pada
customer. Costumer adalah raja, dalam hal ini costumer sangat dimanjakan.
Sedangkan era 3.0 adalah era yang mulai memasuki New Wave marketing
dimana konsep marketing harus mampu membangun sebuah storytelling dan kuat
pada sisi human spirit (Hermawan: 2012).
Meskipun cerita dalam suatu produk merupakan hal baru, namun
potensinya sangat besar. Dikutip dari Handoko Hendroyono (Creative Storyteller
OneComm) melalui akun twitternya, Handoko mengungkapkan bahwa salah satu
kegunaan storytelling adalah untuk membangun sebuah brand. Pada dasarnya
sebuah brand berangkat dari concern masyarakat melalui storytelling yang pada
akhirnya cerita itu menjadi milik bersama. Cerita merupakan aktivitas
fundamental setiap manusia, bahkan ketika kita berbicara dengan diri sendiri,
kita tengah bercerita. Seperti yang diungkap oleh Guido Everaert 2 bahwa
storytelling tidak hanya merupakan sebuah bahasa, namun juga mengenai
menceritakan dan membuat sebuah cerita dengan cara yang menarik. Guido juga
mengungkapkan bahwa storytelling adalah jalan terbaik untuk membangun kesan
terhadap produk atau brand.
Pada hakikatnya sebuah pesan pilihan yang dijadikan cerita dalam iklan
ataupun berbagai macam program, merupakan bentuk praktik storytelling.
Beberapa merk ataupun produk sudah mengaplikasikan storytelling dalam
1
Marketing 1.0 bersifat product-centric; melihat kualitas teknis menurut kacamata produsen.
Marketing 2.0 bersifat costumer-centric; segala hal mengenai kualitas dilihat melalui kacamata
konsumen. Marketing 3.0 bersifat human-centric; segala keutamaan yang dijual dalam era ini
adalah isu-isu mulia mengenai lingkungan hidup, banyak memuat unsur yang bersifat afeksi.
(http://www.bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/08/31/08184027/ketika.marketing.3.0.tiba)
2
Content Marketing Conference Europe 2014, disarikan dari sebuah website
http://fusionmex.i-scoop.eu/guido-everaert-storytelling-requires-structure/
2
program, kampanye, atau bagian dalam marketing mereka. Penggunaan
storytelling tersebut banyak diaplikasikan baik untuk meningkatkan penjualan
ataupun membangun hubungan antara merk dan konsumen. Fenomena ini dapat
kita lihat dalam beberapa merk, seperti Oreo dan Indomie. Indomie memiliki
posisi yang kuat di Indonesia didukung oleh fakta bahwa merk Indomie
merupakan merk mie instan yang paling pertama hadir di Indonesia (tahun 1970,
sedangkan kala itu kompetitor pertamanya adalah Sarimi yang pertama kali
diproduksi pada tahun 1982). Melalui program kampanye mereka “Cerita
Indomie” yang kurang lebih dilaksanakan pada tahun 2011 dengan mengajak
konsumen berbagi pengalaman mereka dengan Indomie. Kemudian merk yang
sekarang tengah cukup viral diperbincangkan dalam dunia daring, Oreo. Melalui
kampanye mereka yang bertajuk “Nikmati Oreo Sesukamu”. Kampanye ini
hampir memiliki konsep yang sama dengan “Cerita Indomie”. Kedua kampanye
tersebut juga hadir dalam berbagai jenis media sosial sesuai dengan target
mereka. Seperti halnya kedua merk tersebut, Dancow juga memakai konsep
storytelling dalam program mereka. Yakni Melalui Dancow Parenting Center.
Semangat yang dibawa oleh praktik storytelling dari beberapa produk
lain, sebenarnya sama. Brand atau produk berusaha mengikut sertakan konsumen
kedalam bagian ceritanya. Tak heran jika sekarang konsep consumer-brand
storytelling sangat kental digunakan oleh berbagai macam produk yang bergerak
melalui media baru seperti media sosial dan lain-lain. Namun konsep storytelling
dalam program Dancow berbeda dengan storytelling dalam Oreo dan Indomie.
Jika pada Oreo dan Indomie, konsumen hanya bercerita satu arah mengenai
produk tertentu, Dancow melakukannya dengan cara yang berbeda. Dancow
Parenting Center dalam programnya melalui media sosial, tidak hanya mengajak
konsumennya bercerita mengenai produknya, tetapi juga berusaha membangun
hubungan yang lebih dekat konsumennya. Dancow Parenting Center tidak hanya
sebagai suatu program, melainkan menjadi sebuah sarana untuk mendengar
3
segala keluhan ataupun cerita konsumen, baik seputar tumbuh kembang anak
ataupun cerita mengenai pengalaman menggunakan produk Dancow itu sendiri.
Dancow Parenting Center merupakan salah satu contoh program
kampanye yang mulai di cetuskan oleh Nestlé Dancow pada tahun 2004 dan
masih aktif sampai sekarang. Dancow Parenting bertujuan membekali para
orangtua dengan pengetahuan dan pemahaman bahwa pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak adalah dua hal yang patut mendapatkan perhatian
yang seimbang. Pada tahun-tahun pertamanya DPC (Dancow Parenting Center)
memfokuskan pada subyek Emotional Intelligence, yang intinya memberikan
pandangan baru kepada orangtua bahwa untuk mendukung anak mencapai
kesuksesan, orangtua perlu memperhatikan kecakapan emosi anak selain tingkat
kecerdasannya. Pada tahun 2006 DPC melanjutkan programnya. Kali ini dikemas
lebih terpadu dan beragam. Dengan menggunakan berbagai bentuk media,
termasuk talk show di 22 stasiun radio di seluruh Indonesia, insert tips-tips di
sebuah televisi nasional, dan workshop di beberapa sekolah dan rumah sakit.
Hingga tahun 2008 DPC telah diminati oleh lebih dari dua juta keluarga di
Indonesia.
Pada tahun 2010, Dancow Parenting Center berfokus pada tema ‘Positive
Parenting’ untuk membantu para orangtua dalam mempersiapkan perkembangan
optimal dan kepercayaan diri anak-anak sebagai aset di masa yang akan datang.
Untuk menjangkau lebih banyak orangtua agar dapat mengikuti program ini
Dancow Parenting Center bekerja sama dengan berbagai pihak mengadakan
kegiatan seperti; Rumah Dancow Parenting Center yang telah dikunjungi oleh
lebih dari 2000 orang. Selama tahun 2010, Seminar ‘Beranda Dancow Parenting’
di 8 perkantoran besar di Jakarta berhasil menjangkau lebih dari 500 orang ibu,
Radio Talkshow yang disiarkan di 15 kota di Indonesia serta berbagai informasi
tentang tumbuh kembang anak lewat artikel di majalah dan program televisi.
Hingga tahun ini program DPC masih berjalan dan makin beragam. Program-
4
program yang adapun telah mengadopsi pendekatan 360o dalam hal pemilihan
media. Memungkinkan para orangtua mengakses informasi dari beragam sumber.
Meskipun Dancow Parenting Center memanfaatkan berbagai bentuk
media konvensional, program ini juga hadir dalam berbagai akun media sosial
seperti Facebook dan Twitter. Penggunaan media sosial dalam kampanye
tersebut banyak mencantumkan unsur storytelling yang melibatkan konsumen
untuk turut memberikan cerita kepada produk (dalam hal ini Dancow). Akun
media sosial Dancow Parenting Center di jejaring sosial Facebook dan Twitter
merupakan sarana konsultasi secara tidak langsung bagi konsumen. Posisi media
sosial dalam penelitian ini, peneliti anggap menarik dan unik karena perputaran
pesan di dalam sebuah forum media sosial tersebut menghasilkan sebuah siklus
pembentukan storytelling.
Sebagai contoh adalah, dalam akun media sosial tersebut para konsumen
dapat berbagi cerita ataupun mengungkapkan pertanyaan mereka seputar
penggunaan merk Dancow dan informasi mengenai tumbuh kembang anak.
Ataupun interaksi konsumen terhadap isu ataupun topik yang di lemparkan oleh
program ini melalui sosial media terhadap khalayak (konsumen). Dalam setiap
isu/topik yang diangkat akan dijumpai interaksi konsumen dengan brand dalam
bentuk penyampaian umpan-balik oleh konsumen dalam bentuk testimoni
(pengalaman menggunakan produk/merk). Dari setiap testimoni tersebut, akan
kembali menghasilkan feedback (umpan-balik) dari khalayak lain yang bisa saja
dikatakan pernah mengalami hal yang sama. Proses tersebut yang nantinya akan
menjadi pondasi utama dalam pembentukan word-of-mouth yang berasal dari
sebuah cerita. Cerita tersebut tidak lain adalah cerita yang terbentuk dalam
lingkup antar konsumen yang menggunakan merk Dancow. Pembentukan
fenomena dalam media sosial sebagai strategi storytelling marketing ini, yang
peneliti rasa sangat unik. Karena kita tahu bahwa media sosial merupakan salah
satu media baru yang bisa kita katakan ‘cukup akrab’ dengan kita melalui
beberapa gawai ataupun perangkat yang kita operasikan setiap harinya.
5
Dalam penelitian ini akun-akun media sosial Dancow Parenting Center
tersebut akan menjadi acuan bagi peneliti untuk mengetahui perkembangan
program dan segala bentuk kegiatan yang sedang berlangsung atau akan
dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai
penggunaan storytelling sebagai pembentukan pesan melalui program kampanye
Dancow Parenting Center dalam dunia daring.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah di dalam penelitian
ini adalah, bagaimana penggunaan storytelling dalam program Dancow
Parenting Center melalui media sosial?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini memiliki tujuan untuk memetakan bagaimana
pembentukan storytelling dalam Dancow Parenting Center melalui media
digital. Dimulai pada tahap perencanaan pesan, implementasi, dan evaluasi
terhadap pesan tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan manfaat
sebagai berikut:
1.1. Sebagai sebuah bahan pembelajaran untuk akademisi di bidang
komunikasi mengenai the power of storytelling (kekuatan cerita) dalam
suatu program.
1.2. Sebagai sebuah referensi untuk penelitian mengenai storytelling
khususnya dalam new media di masa yang akan datang.
6
E. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan membahas suatu fenomena penggunaan media sosial
dalam Dancow Parenting Center sebagai storytelling yang merupakan bagian dari
fungsi marketing, yaitu mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan yang tidak
terpenuhi dari konsumen. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, konsep
dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana sebuah pesan berbasis cerita
(storytelling) tersebut digunakan, dan bagaimana metode penyampaian pesan
tersebut berdampak pada konsumen. Apakah memberikan dampak yang
signifikan atau tidak. Dalam penelitian ini, secara umum sebagian pesan dan
penyampai pesan dikaji berdasarkan teori paradigma naratif, bahwa segala hal
yang dilakukan dan terjadi dalam kehidupan manusia adalah sebagai bagian dari
sebuah cerita.
Perubahan komunikasi yang terjadi antara merk dan konsumen telah
mengubah bentuk interaksi yang terjadi antara merk dan konsumen itu sendiri.
Bagaimana konsumen mampu melihat produk atau merk dan mendapatkan
informasi mengenai hal tersebut. Saat ini konsumen begitu mudah mengakses
informasi dan menyampaikan opini mengenai suatu produk. Bagaimana merk
atau produk memosisikan dirinya sendiri dan konsumen dalam sebuah lingkaran
hubungan tersebut. Untuk lebih memahami konsep ini maka kerangka pemikiran
ini akan dimulai dengan uraian mengenai customer-orientation.
1. Customer Oriented
Jika sebelumnya konsep marketing yang dilakukan oleh pasar adalah
product oriented (orientasi terhadap produk diatas hal lain) yang berfokus
pada mass marketing, yakni produksi masal suatu produk. Dengan hal
tersebut, produsen tidak melihat hal lain, kecuali bagaimana produk tersebut
harus diterima oleh konsumen. Seolah konsumen diposisikan sebagai objek
dan tidak mempunyai pilihan terhadap suatu produk. Namun pentingnya
memahami orientasi konsumen mulai disadari oleh berbagai perusahan besar
di seluruh penjuru dunia. Fokusnya adalah, konsumen tidak lagi sebagai
7
objek namun juga menjadi bagian atau subjek dalam kegiatan pemasaran
tersebut. Dengan dimilikinya kemampuan konsumen untuk menentukan dan
memilih produk, pasar semakin jeli dengan hal tersebut dan mulai melihat
konsumen sebagai aset jangka panjang dalam lingkar kegiatan pemasaran.
Muncullah pendekatan yang berorientasi pada konsumen.
Riset menyebutkan bahwa organisasi cenderung akan lebih sukses
ketika mereka melakukan pendekatan berdasarkan konsumen (customer
oriented) 3. Untuk menjadi sukses, perusahaan perlu menyadari bahwa
reputasi yang baik yang didasari oleh kualitas produk/jasa belumlah cukup.
Perusahaan perlu menempatkan pelanggan/konsumen pada prioritas utama.
Sangat jelas bahwa konsumen sebagai fokus utama dalam pemasaran adalah
untuk mengembangkan ke arah pendekatan pemasaran strategis. Esensi dari
konsep tersebut adalah mengetahui konsumen, tetapi tujuan utamanya adalah
bukanlah keuntungan, namun lebih pada memuaskan harapan dari para
stakeholders. Stakeholders bisa kita sebut sebagai individu atau kelompok
yang tertarik dalam kegiatan
perusahaan, seperti karyawan, manajer,
pelanggan/konsumen, pemasok, pemerintah, dan lain sebagainya. Konsep
pemasaran yang berorientasi kepada konsumen/pelanggan merupakan
konsep yang paling sering digunakan sekarang ini. Berikut lima elemen
penting dari customer oriented:
3
Norman Kennedy, Karen. Implementing a Customer Orientation: Extention of Theory and
Application. Journal of Marketing Vol. 67 p67-81.
8
Sumber: Customer Oriented Marketing Concept and Strategic Enterprise
Development in Balkan Economies (2000)
Kotler menyebutkan bahwa perusahaan yang berorientasi terhadap
konsumen adalah sebuah perusahaan yang melakukan berbagai upaya untuk
melayani dan menjaga kepuasan dari kebutuhan dan keinginan dari
konsumennya. Meskipun demikian, tidak semua perusahaan merupakan
perusahaan yang berorientasi kepada konsumen sepenuhnya. Secara garis
besar mereka terbagi menjadi tiga katagori umum,
1. Organisasi atau lembaga yang berusaha untuk lebih berpusat pada
pelanggan namun tidak memilki sumber daya yang dibutuhkan
untuk
melakukannya
karena
mungkin
terhambat
dengan
kesejahteraan karyawannya.
2. Organisasi atau lembaga yang tidak berpusat pada pelanggan
karena memilih untuk berkonsentrasi
pada hal-hal lain selain
kepuasan pelanggan.
3. Kelompok yang terakhir adalah mereka yang sengaja bertindak
tidak bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh organisasi
atau lembaganya terhadap publik.
Kotler (1991) juga mengungkapkan bahwa sukses tidaknya sebuah
kegiatan marketing dipengaruhi oleh hubungan yang baik terhadap
pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan dari suatu perusahaan
9
tertentu. Namun pendekatan Kotler ini dipandang terlalu ekstrem. Terutama
oleh para praktisi marketing profesional karena mereka merasa bahwa misi
dasar mereka sebagai praktisi marketing profesional akan dikompromikan
karena pendekatan tersebut. Dari uraian tersebut dapat kita simpulkan bahwa
tidak semua perusahan berusaha berorientasi kepada pelanggan. Beberapa
diantaranya tetap bersikukuh terhadap tujuan organisasi atau perusahaan
mereka masing-masing tanpa memerdulikan pelanggan mereka.
2. Komunikasi Pemasaran
Komunikasi
pemasaran
merupakan
konsep
penting
dalam
keseluruhan misi pemasaran. Sebuah sarana yang digunakan perusahaan
dalam upaya untuk menginformasikan, membujuk, dan meningatkan
konsumen langsung atau tidak langsung tentang produk dan merk yang
mereka jual (Kotler). Lebih dalam lagi Kotler (2005:249) 4 menyebutkan
adanya bauran komunikasi pemasaran (the marketing communication mix),
yaitu merupakan penggabungan dari lima model komunikasi
dalam
pemasaran;
1. Advertising : iklan adalah sebagai bentuk komunikasi nonpersonal
yang menjual pesan-pesan persuasif dari sponsor yang jelas untuk
memengaruhi orang membeli produk dengan membayar sejumlah
biaya untuk media.
2. Sales promotion : Sebuah upaya insentif jangka pendek yang
dilakukan dengan tujuan mempersuasi ataupun mendorong
khalayak untuk mencoba atau membeli suatu produk atau jasa.
3. Public relations : Khalayak memiliki peran penting dalam
pemberitaan. Dalam hal ini adalah mereka merupakan target utama
atau merupakan objek sekaligus subjek. Maka dari itu untuk
4
Duncan, Tom (2005). Advertising & IMC. 2nd Ed. McGraw-Hill.
10
melakukan promosi ataupun melakukan suatu perlindungan citra
perusahaan akan sangat erat kaitannya dengan khalayak.
4. Personal Selling : Interaksi langsung dengan salah satu atau
beberapa calon pembeli dalam kegiatan pemasaran dengan maksud
untuk
melakukan
pertanyaan
sebuah
khalayak
presentasi
terkait
(promosi),
menjawab
ataupun
mencoba
produk,
mendapatkan pemesanan.
5. Direct marketing : Interaksi langsung kepada pelanggan dengan
menggunakan beberapa instrumen tertentu. Biasanya melalui
penggunaan surat, telpon, faksimili, e-mail, ataupun internet denga
tujuan untuk berkomunikasi langsung ataupun guna mendapatkan
tanggapan terkait produk ataupun jasa yang ditawarkan.
Sedangkan Kotler juga menjabarkan mengenai model komunikasi
dalam proses komunikasi yang terjadi dalam komunikasi pemasaran, yang
memuat sembilan elemen.
Sumber: Kotler (2003), hal. 565
11
Dua diantaranya mewakili bagian utama dalam proses komunikasi
pada umumnya, yaitu sender (pengirim pesan) dan receiver (penerima
pesan). Empat diantaranya merepresentasikan fungsi utama proses
komunikasi, yaitu encoding, decoding, response, dan feedback. Dan elemen
terakhir adalah noise, atau biasa disebut sebagai pesan acak atau pesan
kompetitif yang memungkinkan mengganggu proses komunikasi tersebut.
3. Costumer Relationship Management
Costumer Relationship Management (CRM) singkatnya adalah
menjelaskan mengenai bagaimana suatu bisnis berinteraksi dengan
pelanggannya. Beberapa pakar menyebutkan bahwa CRM merupakan
sebuah sistem yang digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai
pelanggan atau konsumen. Lebih jelanya, CRM merupakan sebuah strategi
bisnis yang memuat penggunaan beberapa perangkat tertentu (pada
umumnya perangkat lunak) dan teknologi, dengan tujuan untuk mengurangi
biaya, meningkatkan pendapatan, mengidentifikasi peluang baru atau
melakukan ekspansi, dan meningkatkan nilai pelanggan melalui kepuasan,
profitabilitas, dan retensi 5. CRM berfokus pada peningkatan proses yang
terjadi pada sebuah organisasi melalui manajemen hubungan seperti
rekrutmen, pemasaran, manajemen pemasaran, layanan konsumen, dan
dukungan lainnya untuk pelanggan atau konsumen. CRM sangat bersifat
konsumen sentris yang artinya adalah strategi bisnis CRM menempatkan
konsumen atau pelanggan sebagai pusat dalam segala kegiatan organisasi
mereka.
Ketika
dilihat
melalui
perspektif
konsumen,
strategi
CRM
memungkinkan pelanggan untuk melakukan dan memudahkan interaksi
mereka terhadap perusahaan ataupun organisasi. Kesuksesan interaksi
5
Aktifitas yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan yang berperan sebagai penjual
untuk mengurangi atau menghindari customer defection (pembelotan konsumen, biasa terjadi
karena faktor tertentu seperti persaingan harga)
12
pelanggan dalam bisnis sebuah organisasi didasari
pada kemampuan
organisasi atau perusahaan tersebut untuk mampu membangun hubungan
yang bermakna dengan pelanggannya. Ketika sudah berbicara mengenai
hubungan, jelas yang ingin dibangun oleh sebuah organisasi adalah loyalitas
pelanggannya. Sebagai suatu pendekatan strategis CRM merupakan upaya
organisasi atau perusahaan untuk menciptakan hubungan baik dengan
pelanggan untuk mencapai loyalitas. Sehingga sangat jelas jika pendekatan
strategis tersebut berhasil tentu akan memberikan keuntungan bagi
perusahaan tersebut seperti peningkatan daya saing perusahaan yang ditandai
dengan meningkatnya nilai perusahaan di mata pelanggan.
4. Teori Paradigma Naratif
Penelitian ini akan menggunakan Teori Komunikasi Paradigma
Naratif sebagai pondasi utama pengambilan data yang diperlukan. Artinya
adalah semua data yang nantinya akan digunakan dalam penelitian didapat
berdasarkan perspektif naratif. Peneliti mencoba melihat kasus ini melalui
perspektif naratif, yang dimana medium (pesan) yang disampaikan adalah
sebuah cerita. Fisher menyatakan lima asumsi dalam paradigma naratif
(Fisher 1987).
Pertama, paradigma Naratif berasumsi bahwa sifat esensial dari
manusia berakar dalam cerita dan bercerita. Cerita memengaruhi kita,
menggerakkan kita, dan membentuk dasar untuk keyakinan dan tindakan
kita. Fisher meyakini asumsi pertama tersebut karena ia mengamati bahwa
naratif bersifat universal. Keuniversalan naratif ini mendorong Fisher untuk
mengemukakan istilah Homo narrans sebagai metafora untuk mendefiniskan
kemanusiaan. Asumsi kedua dari paradigma naratif menyatakan bahwa
orang membuat keputusan mengenai cerita mana yang akan diterima dan
mana yang ditolak berdasarkan apa yang masuk akal bagi dirinya, atau
pertimbangan yang sehat. Asumsi ini menyadari bahwa tidak semua cerita
setara dalam hal efektivitas. Sebaliknya, faktor yang memengaruhi
13
keputusan untuk memilih cerita merupakan kode argumen yang lebih
personal dibandingkan abstrak, atau apa yang kita sebut sebagai pemikiran
yang logis.
Asumsi adalah pertimbangan yang sehat ditentukan oleh sejarah,
biografi, budaya, dan karakter. Asumsi ketiga ini berkaitan dengan apa yang
secara khusus memengaruhi pilihan orang dan memberikan alasan yang baik
untuk mereka. Asumsi keempat, rasionalitas didasarkan pada penilaian orang
mengenai konsistensi dan kebenaran sebuah cerita. Membentuk sebuah inti
dari pendekatan naratif, menyatakan bahwa orang memercayai cerita selama
cerita terlihat konsisten secara internal dan dapat dipercaya. Terakhir,
perpektif Fisher didasarkan pada asumsi bahwa dunia adalah sekumpulan
cerita, dan ketika kita memilih di antara cerita-cerita tersebut, kita
mengalami
kehidupan
secara
berbeda,
memungkinkan
kita
untuk
menciptakan ulang kehidupan kita.
5. Storytelling
Storytelling atau seni bercerita sudah dikenal sejak zaman dahulu.
Terdapat
fenomena
demikian
dikarenakan
kedekatan
relasi
antara
storytelling marketing dengan word-of-mouth, social sharing, dan media
sosial secara umum. Storytelling dalam ranah marketing dan komunikasi
bisnis tidak hanya mengenai menceritakan sebuah cerita, namun juga
merupakan sebuah teknik dan strategi yang ditujukan untuk membuat sebuah
perbedaan ragam pemasaran dengan cara yang baru dan unik.
Sebelumnya Aaker 6 mengungkapkan bahwa storytelling adalah
sebuah perjalanan (a journey), cerita juga merupakan bagian dalam sebuah
ilmu pemasaran (storytelling as a part of marketing). Beliau juga
menambahkan bahwa saat ini setiap bisnis perlu mengajak customer mereka
6
Science of storytelling: why and how to use it in your marketing, untuk artikel selengkapnya
dapat
diakses
dalam
http://www.theguardian.com/media-network/media-networkblog/2014/aug/28/science-storytelling-digital-marketing
14
dalam sebuah perjalanan produk atau jasa mereka. Dengan kata lain adalah
turut melibatkan konsumen dalam perjalanan produk mereka. Aaker
menyebutkan mengapa storytelling sangat penting;
1. Stories shape how people see you
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa cerita yang orang lain katakan
mengenai diri kita, memengaruhi bagaimana mereka melihat kita.
Sama halnya dengan konsumen yang bercerita mengenai produk kita.
Apakah mereka ingin membeli sesuatu dari kita, atau mempekerjakan
jasa kita.
2. Stories are tools of power
Ketika kita bercerita pada seseorang, mereka akan sejenak
mendengarkan, disitulah terjadi proses mendengar. Dalam konteks
cerita di dunia daring, berarti kita membaca. Mendengarkan dan
membaca adalah salah satu manifestasi dari kekuatan (power) dalam
storytelling.
3. Stories persuade and move people to action
Cerita merupakan alat untuk mengadvokasi berbagai ide kita. Selain
itu cerita mampu merepresentasikan perusahaan dan tujuan kita.
Dilihat dari perspektif lain, cerita merupakan seni menyampaikan
pesan melalui beberapa cara tertentu. Dalam komunitas bercerita, cerita yang
lebih umum disepakati menjadi struktur narasi dengan gaya tertentu dan
mengatur karakter yang meliputi rasa kelengkapan. Cerita digunakan untuk
menyampaikan akumulasi kebijaksanaan, keyakinan, dan nilai-nilai. Melalui
cerita dijelaskan pula bagaimana suatu hal, mengapa demikian, serta suatu
peran dan tujuan. Cerita adalah sebuah blok bangunan pengetahuan, dasar
memori dan sebuah metode belajar. Cerita menghubungkan kita dengan
kemanusiaan serta hubungan masa lalu, sekarang, dan masa depan dengan
mengajarkan kita untuk mengantisipasi kemungkinan konsekuensi dari
tindakan kita.
15
Dengan muncul dan menyebarnya komputasi dan internet, hubungan
antara storytelling dan teknologi telah berubah secara drastis. Teknologi
sebelumnya merupakan alat yang dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan
cerita kepada khalayak yang lebih luas, namun kini teknologi telah menjadi
bagian yang sangat terintegrasi dalam proses bercerita dan cerita itu sendiri.
Dalam waktu yang singkat tersebut, konsep digital storytelling telah
menciptakan perubahan yang signifikan bagi para pencerita untuk tidak
hanya mampu menjangkau audiens baru, namun menjangkau audiens
dengan cara yang baru pula.
Penggunaan pendekatan storytelling melalui media digital masih bisa
dikatakan sangat baru dan masih menjadi pilihan utama untuk mendapatkan
audiens oleh beberapa brand dan produk tertentu. Yang menjadi fokus dari
pendekatan storytelling adalah medium yang digunakan. Sebagian besar
praktik storytelling dalam media digital ditemukan melalui media sosial oleh
berbagai brand atau produk tertentu. Salah satu jenis pendekatan storytelling
melalui media sosial adalah melalui media sosial facebook. Setidaknya
terdapat dua jenis pendekatan menggunakan storytelling melalui media
sosial facebook. Kedua pendekatan storytelling melalui facebook tersebut
ditemukan berdasarkan penelitian dan analisis oleh tim Facebook Marketing
Science berdasarkan uji cobanya dalam berbagai kampanye dari 6 iklan yang
merepresentasikan sebuah tujuan marketing dalam format yang kreatif.
Kedua pendekatan storytelling tersebut adalah:
1. Funnel-based storytelling, adalah jenis pendekatan storytelling
menggunakan
teknik
penjabaran
serangkaian
pesan
untuk
“menggiring” beberapa konsumen yang potensial menuju kepada
sebuah corong pembelian. Funnel-based storytelling dimuali
dengan sebuah pengenalan dasar terhadap brand. Pendekatan
storytelling ini sangat cocok untuk beberapa brand yang belum
cukup matang dan belum cukup dikenal. Dengan mengedukasi
16
calon konsumen mengenai nilai dan beberapa substansi mengenai
sebuah
brand
untuk
memungkinkan
calon
konsumen
mempertimbangkan brand / produk tersebut. Fokusnya adalah
menggiring audiens untuk melakukan pembelian atau purchasing.
2. Priming-and-reminding storytelling, tidak seperti funnel-based
storytelling pendekatannya tidak linear. Jenis eksekusi melalui
pendekatan ini menggunakan berbagai format iklan dalam facebook
seperti video dan tayangan iklan untuk memaparkan cerita
mengenai sebuah brand atau apa yang brand tersebut tawarkan
kepada calon konsumen dengan tujuan mengedukasi konsumen
tersebut tentang relevansi brand atau produk tersebut dengan
kehidupan konsumen (priming). Dimana pada tahap selanjutnya
disertai dengan pengingat (reminding) biasanya dalam bentuk
sinopsis singkat yang bertujuan untuk menekankan kembali nilai
yang dapat diberikan oleh brand tersebut kepada calon konsumen.
Tujuannya adalah memastikan kembali bahwa audiens atau calon
konsumen mengetahui dan mengingat pesan yang disampaikan.
Fokus pada pendekatan ini adalah branding.
6. Media Baru
Perkembangan teknologi yang begitu cepat mengakibatkan suatu era
yang dinamakan sebagai era digital. Era tersebut mampu menimbulkan
konvergensi antar media. Yang dimaksud dengan konvergensi media
tersebut adalah penggabungan atau pengintegrasian media-media yang ada
untuk digunakan dan diarahkan kedalam satu titik tujuan tertentu. Meskipun
kita tengah berada di era digital namun masih terdapat banyak contoh media
lama. Hal ini dilihat melalui perspektif fungsi dan pemakaian media tersebut.
Donald Ellis memberikan suatu tatanan preposisi yang mewakili sebuah
sudut pandang kontemporer pada gagasan Innis dan McLuhan. Ellis
menyebutkan bahwa media yang terbesar pada suatu waktu akan membentuk
17
perilaku dan cara berpikir. Bagaimana cara kita mengatur informasi yang
kita terima dan berhubungan dengan orang lain.
Pendekatan interaksi sosial membedakan media sosial menurut
seberapa dekat media dengan model interaksi langsung (tatap muka). Bentuk
media penyiaran yang lebih lama dikatakan lebih menekan pada penyebaran
informasi yang mengurangi peluang adanya interaksi. Media tersebut
dianggap sebagai media informasional dan karenanya menjadi mediasi
realitas bagi konsumen. Sebaliknya, media baru lebih interaktif dalam
menciptakan pemahaman baru tentang komunikasi pribadi. Namun bukan
berarti perkembangan teknologi yang memicu lahirnya media baru mampu
menghapuskan atau mengganti media lama. Karena terdapat beberapa
karakteristik media lama yang tidak bisa digantikan oleh media baru.
Sebagai contoh aktualisasi pada berita yang di kemas melalui media baru
belum tentu mampu memuat unsur kredibilitas. Kita tahu bahwa media baru
memiliki beberapa keunggulan dalam hal aktualisasi dan kepraktisan.
Namun hal tersebut tidak berarti menggeser keunggulan yang dimiliki oleh
media lama seperti kredibilitas dan bersifat lebih umum.
18
Tabel 1.1: Perbandingan Media Lama dan Media Baru
Media Lama
•
Media Baru
Meliputi media cetak, radio,
dan televisi.
Informasi selalu bersifat formal
dan dapat dipertanggung
jawabkan
•
•
Harus menunggu informasi
pada jam yang dijadwalkan
•
•
Khalayak tidak terhubung pada
media dan sesama pengguna
Komunikasi anonim dan
heterogen
Tidak memungkinkan untuk
bersinggungan dengan ruang
pribadi
Umpan balik bersifat tertunda
dan tidak langsung
•
Khalayak tidak memiliki
keleluasaan mencari informasi
yang diinginkan diluar jadwal
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Meliputi media online. (Media
cetak yang sudah didigitalisasi,
TV online, dan radio streaming)
Informasi pada situs tertentu tidak
bersifat formal sehingga
kredibilitas informasi tidak
dipertanggungjawabkan. Contoh,
Twitter.
Mudah dalam pencarian informasi
yang ingin didapatkan dan tidak
terbatas pada jadwal tertentu
Para pengguna dapat terhubung
secara langsung
Memungkinkan untuk
bersinggungan dengan ruang
pribadi (dapat diakses melalui
ponsel)
Umpan balik dapat disampaikan
secara langsung dalam bentuk
komentar
Khalayak memiliki keleluasaan
untuk mencari dan menemukan
apa yang diinginkan
Marshall McLuhan menjelaskan bahwa kita sekarang hidup dalam
sebuah tatanan ‘global village’, tempat dimana kita bisa terhubung secara
instan dengan siapapun dan dimanapun, meskipun berbeda lokasi dan
budaya (Littlejohn & Foss 285). Salah satu hal yang cukup lazim dan sangat
erat dengan media baru saat ini adalah mengenai word-of-mouth yang juga
merupakan salah satu wujud social sharing. Kedua kegiatan tersebut mampu
menimbulkan pertumbuhan informasi yang sangat cepat melalui media baru.
Dengan bentuk baru komunikasi tersebut, kita seolah menghapus
tembok tebal jarak dan lokasi, kemudian mampu berinteraksi hanya dengan
men-download suatu informasi sesuai dengan keinginan kita. McQuail
(2011) menyebutkan terdapat beberapa perbedaan yang muncul akibat
perkembangan teknologi :
19
1. Digitalisasi dan konvergensi media
2. Interaktivitas dan konektivitas jaringan yang semakin meningkat.
Publik semakin mudah dan mampu secara langsung memberikan
suatu timpalan atau umpan balik terhadap suatu pesan
3. Mobilitas dan delokasi untuk mengirim dan menerima informasi
4. Adaptasi terhadap peranan publikasi dan khalayak
5. Munculnya beragam bentuk baru pintu (gateway) media
6. Pemisahan dan pengaburan dari lembaga media
7. Media Sosial
Setiap harinya jutaan orang berinteraksi melalui media sosial. Data
pada Desember 2011 menunjukkan bahwa 1,2 milyar orang (sekitar 82%
populasi pengguna Internet di dunia yang berumur lebih dari 15 tahun)
tercatat tengah menggunakan situs media sosial, meningkat sekitar 6% sejak
2007. Media sosial adalah seperangkat aplikasi yang berjalan dalam jaringan
internet dan memiliki tujuan dasar ideologi serta penggunaan teknologi web
2.0 yang dapat berfungsi untuk saling tukar menukar pesan (A. Kaplan &
Michael Haenlein). Membentuk sebuah lapisan baru dimana setiap individu
mengatur kehidupan mereka sendiri, yang biasa kita kenal sebagai platform.
Lapisan tersebut kini mampu mempengaruhi interaksi manusia pada tingkat
yang lebih tinggi, dari tingkatan tiap individu hingga antar masyarakat,
bahkan pada tingkatan masyarakat yang lebih besar. Sementara itu batasan
dunia online dan offline semakin memudar.
Pada tahun 90an BBS (Bulletin Board System) cukup populer. BBS
adalah tempat pertemuan online yang memungkinkan beberapa pengguna
internet mampu berkomunikasi dengan sistem sentral dimana mereka bisa
sesuka hati mengunduh beberapa berkas file dan game, bahkan berkali-kali
(termasuk beberapa diantaranya adalah perangkat lunak bajakan). Dan
bahkan mampu menulis atau memberikan komentar berupa pesan kepada
sesama pengguna web tersebut. Diakses melalui sambungan telepon via
20
saluran modem. Situs ini yang menjadi cikal bakal dimana seketika orangorang yang biasa kita sebut sebagai anti-sosial, kemudian terkesan menjadi
seseorang yang sosial karena terkumpul dengan orang yang sama dalam satu
situs. Konsep BBS tidak lepas dari revolusi interaksi sosial melalui internet
pada tahun 1970-an yakni CompuServe. CompuServe merupakan solusi
komunikasi komputer mainframe berorientasi bisnis yang kemudian
diperluas ke dalam domain publik di akhir tahun 1980-an.
CompuServe memungkinkan penggunanya untuk berbagi file dan
akses berita dan peristiwa. CompuServe mampu menghadirkan interaksi
sebenarnya pada kala itu. Tidak hanya mengirim pesan dalam format e-mail,
para penggunanya mampu tergabung dengan beberapa forum diskusi
CompuServe yang beranggotakan beribu orang dan berinteraksi di
dalamnya. Forum tersebut terbukti sangat populer dan membuka jalan untuk
iterasi modern yang kita kenal seperti sekarang. Sebagai gambaran, kini kita
mengenal forum diskusi daring terbesar di Indonesia seperti Kaskus,
Indowebster, dan lain sebagainya.
Istilah media sosial sendiri masih terdengar baru, populernya disebut
sebagai jejaring sosial. Situs berbasis jejaring sosial ini pertama
dipopulerkan oleh sebuah situs bernama Classmates.com (1995) dan di susul
dengan munculnya Sixdegree dengan fitur yang lebih menarik untuk
bersosialiasi di jagat maya. Sampai pada saat ini kita mengenal Facebook,
Twitter, Instagram dan lain sebagainya. Berbagai media sosial seperti
Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube merupakan sebuah platform
dalam media digital yang mampu digunakan sebagai tools atau alat untuk
mengkomunikasikan suatu hal.
Dalam fokus penelitian ini adalah, berbagai media sosial tersebut
memiliki peran dan dampaknya dalam pendekatan terhadap audiens. Seperti
yang kita tahu bahwa Twitter hanya mampu menggunakan 140 karakter
yang dimana fokusnya hanya penyajian teks singkat sebagai headline untuk
21
sebuah informasi. Instagram sebagai media sosial lebih berfokus kepada
penjabaran informasi dalam bentuk foto dan video singkat. YouTube
merupakan sebuah media sosial yang berfokus pada penjabaran informasi
berupa video yang mampu memiliki durasi cukup panjang. Sedangkan
Facebook merupakan media sosial yang lebih interaktif untuk penggunanya
melalui berbagai macam fitur yang disajikan.
F. Kerangka Konsep
Peneliti mencoba membangun logika melalui dua hal yang mendasar,
komunikasi pemasaran dan teori paradigma naratif. Peneliti mengamati
bahwa Dancow Parenting Center dapat dikatagorikan sebagai sebuah
program yang baik profit ataupun non-profit terikat kedalam beberapa
elemen-elemen yang termuat dalam konsep komunikasi pemasaran. Salah
satunya adalah promosi penjualan melalui strategi tertentu. Temuan ini
peneliti coba kaitkan dengan teori komunikasi, yakni teori paradigma naratif
22
yang menyebutkan bahwa setiap orang adalah pencerita dan pendengar
cerita. Setiap individu menemukan beberapa pesan melalui cerita. Peneliti
melihat bahwa praktik storytelling dalam program tersebut memuat beberapa
unsur, seperti; cerita sebagai pesan, pengambilan keputusan atau tanggapan
konsumen lain terhadap pesan cerita tersebut, dan pertimbangan terhadap
cerita tersebut.
Beberapa unsur tersebut sesuai dengan yang disebutkan dalam teori
paradigma naratif. Sedangkan konsep cerita sendiri dapat dilihat melalui dua
perspektif berbeda, storytelling as storytelling dan storytelling as a part of
marketing. Alur logika yang peneliti dapatkan adalah; pertama, cerita
terhadap suatu produk akan memengaruhi bagaimana orang lain melihat dan
memosisikan produk dalam diri mereka sebagai konsumen. Cerita tersebut
(dalam hal ini testimoni), akan mampu mengubah pola pandang konsumen
terhadap suatu produk (Dancow). Terlebih ketika difokuskan kepada
beberapa contoh post (tulisan) yang ditulis oleh salah satu akun media sosial
dari Dancow Parenting Center kepada konsumen. kedua adalah, cerita
tersebut memiliki power atau kekuatan baik secara langsung atau tidak
langsung
mengajak
konsumen
untuk
membaca
ataupun
sekadar
mendengarkan. Bagaimana tentang kegiatan tersebut? Seperti apa manfaat
yang bisa didapatkan dari kegiatan tersebut? Informasi apa yang baik bagi
sang ibu untuk tumbuh kembang anak dalam kegiatan tersebut? Dan lain
sebagainya. yang terakhir adalah segala macam bentuk cerita tersebut
nantinya akan mampu menggerakkan konsumen lain untuk melakukan hal
yang sama, baik dalam bentuk membeli produk atau bahkan ikut serta dalam
kegiatan yang diselenggarakan oleh Dancow Parenting Center.
Dalam penelitian ini, peneliti lebih menggunakan sudut pandang
cerita sebagai bagian dari pemasaran. Namun, peneliti juga mencoba
mempertahankan dua pandangan tersebut. Menurut peneliti storytelling yang
terjadi pada program tersebut tidak bisa dipungkiri merupakan sebuah
23
bentuk storytelling dalam ranah komunikasi pemasaran. Namun, proses
terbentuknya
storytelling
dalam
program
tersebut,
tidak
dapat
dikesampingkan merupakan bagian alami terbentuknya cerita yang nantinya
akan membentuk word-of-mouth 7 dan social sharing 8. Penelitian ini
nantinya akan melihat bagaimana testimoni dapat membentuk cerita dalam
program Dancow Parenting Center. Testimoni tersebut berupa berbagai
macam interaksi konsumen melalui media sosial Dancow Parenting Center.
Dari
berbagai
konsep
tersebut
semua akan
dikorelasikan
dengan
terbentuknya storytelling melalui testimoni. Peneliti melihat hal tersebut dari
sudut pandang media baru, yang artinya adalah fokus dalam setiap kajiannya
merupakan bagian dari kegiatan dalam media sosial. Karena peneliti
menganggap bahwa perputaran informasi (testimoni) tersebut sangat kental
di berbagai media sosial DPC. Sebagai contoh adalah akun twitter Dancow
Parenting Center, dan akun facebook Dancow Parenting Center yang secara
tidak langsung menjadi forum bagi para ibu-ibu untuk mengetahui beberapa
informasi terbaru terkait tumbuh kembang anak.
Untuk lebih jauhnya mengenai penelitian ini, nantinya akan mencoba
mengkaji beberapa hal mengenai pembentukan pesan atau isu yang diangkat
dalam media sosial DPC. Bagaimana proses pembentukan pesan dan konsep
pendekatan yang dipakai (dalam hal ini storytelling). Pemilihan serta seleksi
dari beberapa pesan tersebut. Implementasi, serta evaluasi terhadap setiap
pesan yang diangkat setiap kuartalnya. Apakah pengaruh storytelling dalam
7
Word of Mouth atau biasa disebut sebagai WOMM (Word of Mouth Marketing) adalah
sebuah perilaku pengaruh yang disengaja dari seorang pelanggan kepada pelanggan lain. Juga
dikenal sebagai social media marketing, viral marketing, buzz, dan praktik pemasaran secara
gerilya. Para pemasar setidaknya telah menghabiskan lebih dari 1.54 milyar USD untuk inisiasi
WOMM pada tahun 2008, dan jumlah biaya yang semakin meningkat sampai sekarang.
(Kozinets, dkk. 2010)
8
Social Sharing merupakan sebuah praktik berbagi konten dalam media digital seperti
website media sosial ataupun menggunakan sebuah media berupa aplikasi. Berbagai jenis bentuk
dari social sharing adalah diantaranya mengirimkan foto, video, rekomendasi terhadap suatu
produk, atau pertukaran tautan (link).
24
setiap isu yang diangkat dalam media sosial DPC mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap respon dari para anggota media sosial tersebut.
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penentuan pendekatan penelitian ini diambil berdasarkan penjelasan
Yin (2003) yang menyatakan mengenai pertimbangan penggunaan desain
penelitian berdasarkan studi kasus. Pertama mengenai fokus dari penelitian
tersebut adalah untuk menjawab pertanyaan “how” dan “why”, kedua ketika
kita tidak bisa memanipulasi perilaku orang-orang yang terlibat dalam
penelitian tersebut, ketiga adalah ketika penelitian kita ingin menjangkau
kondisi-kondisi kontekstual karena kita yakin kondisi-kondisi tersebut
relevan dengan fenomena yang tengah diteliti. Atau dengan kata lain ketika
batasan-batasan antara fenomena dan konteks tidak begitu jelas. Berdasarkan
tiga poin tersebut, maka pendekatan studi kasus deskriptif merupakan pilihan
yang sesuai untuk penelitian ini.
Peneliti tergerak oleh rasa keingintahuan mengenai siklus
komunikasi yang kini dikenal sebagai salah satu teknik komunikasi
pemasaran, storytelling dalam kampanye Dancow Parenting Center. Praktik
storytelling dalam marketing telah banyak dilakukan baik secara langsung
ataupun tidak langsung. Baik yang dibentuk dari kampanye itu sendiri
ataupun terbentuk oleh umpan-balik dari audiens produk itu sendiri.
Sehingga, untuk memenuhi hal tersebut, pendekatan penelitian ini akan
dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode penelitian studi
kasus deskriptif.
2. Objek Penelitian
Penelitian ini menentukan objeknya adalah Media Sosial Dancow
Parenting Center. Dancow adalah salah satu produk dari Nestlé yang
diproduksi dalam kategori susu bubuk instan. Brand awareness masyarakat
terhadap Dancow secara umum sendiri sudah cukup tinggi, sekitar 21,9%
25
(TOP Brand 2014). Kini Dancow mencoba menjadi inspirasi bagi para
konsumen dan calon konsumennya melalui program Dancow Parenting
Center. Dari program tersebut, Dancow menggunakan metode storytelling
dalam media baru.
3. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian nantinya akan digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Data primer nantinya akan diperoleh
melalui interaksi langsung terhadap beberapa narasumber yang peneliti pilih
berdasarkan kriteria tertentu. Data selanjutnya adalah data sekunder sebagai
pendukung data primer. Data-data yang dimaksud tersebut adalah data dari
berbagai media sosial akun Dancow Parenting Center, literasi-literasi
mengenai storytelling marketing, dan kajian artikel yang relevansi dengan
bahasan peneliti.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mampu mendapatkan data yang terbaik, tentu diperlukan
teknik pengumpulan data yang adaptatif. Dalam artian lain adalah mampu
menyesuaikan dengan keadaan penelitian dan objek yang diteliti. Berikut
adalah
beberapa
teknik
yang
sudah
peneliti
rencanakan
untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini;
1.4.1. Wawancara
Wawancara akan dilakukan kepada konsumen yang
terlibat di dalam program Dancow Parenting Center. Indikasi
keterlibatan dalam program tersebut adalah melalui kajian
media baru yakni mereka yang mengetahui atau mengikuti
perkembangan terhadap program Dancow Parenting Center
melalui beberapa akun Dancow dalam berbagai media sosial
(khususnya facebook).
Data yang diharapkan dari teknik pengumpulan data
ini adalah opini maupun reaksi informan atau beberapa hal lain
26
yang merepresentasikan tanggapan terhadap Dancow Parenting
Center.
1.4.2. Observasi
Observasi merupakan deskripsi sistematis peristiwa,
perilaku, dan artefak dalam pengaturan sosial yang di gunakan
dalam perihal studi (Marshall and Rossman, 1989). Observasi
telah digunakan dalam berbagai disiplin ilmu sebagai alat untuk
mengumpulkan data mengenai orang, proses, dan budaya
dalam penelitian kualitatif.
Penelitian ini nantinya akan menggunakan metode
observasi non partisipatif. Dimana peneliti tidak terlibat
langsung dalam kegiatan Dancow Parenting Center, namun
memosisikan diri sebagai pengamat dalam kegiatan tersebut.
1.4.3. Analisis Pesan Media
Analisis ini nantinya akan dilakukan terhadap media
sosial dari Dancow Parenting Center dalam Facebook. Data
yang akan digali menggunakan metode pengumpulan data ini
adalah mengenai bagaimana pesan dari media sosial DPC di
Facebook. Melihat kecenderungan konsumen menanggapi isu
yang diangkat oleh DPC, serta mengkatagorikan beberapa isu
yang diangkat kedalam berbagai golongan.
5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Analisis nantinya akan lebih bersifat interpretif (penafsiran) dari
berbagai data yang peneliti dapatkan. Sehingga, analisis data akan dilakukan
dengan menggunakan Explanation Building. Menganalisa data dengan cara
membuat eksplanasi atau penjelasan mengenai kasus yang peneliti kaji.
Teknik analisis ini menggunakan hipotesis awal yang peneliti dapatkan.
Selanjutnya data-data tersebut akan dianalisis. Dari hasil analisis tersebut
diharapkan peneliti mampu mendapatkan simpulan umum yang nantinya
27
akan membangun penjelasan mengenai hal yang relevan terhadap kajian
penelitian peneliti. Kemudian kembali merujuk pada hipotesis awal apakah
hipotesis tersebut terbukti atau tidak. Selain itu pada akhirnya nanti
penelitian ini mampu digunakan untuk kajian dalam ranah yang sama.
6. Batasan Penelitian
Penelitian ini memiliki batasan-batasan sebagai berikut;
1.6.1. Penelitian ini hanya meneliti mengenai praktik penggunaan
storytelling dalam Dancow Parenting Center melalui media
baru (dalam hal ini media sosial) pada tahun penelitian ini
dilaksanakan
1.6.2. Penelitian ini tidak meneliti marketing dari Dancow secara
umum, melainkan secara spesifik terhadap siklus komunikasi
berbasis cerita (storytelling) dalam media sosial
1.6.3. Penelitian ini hanya melihat pengaruh praktik program Dancow
Parenting Center dalam media sosial melalui paradigma dan
teori yang sudah ditetapkan di dalam penelitian ini
28
Download