75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap Gambar 4.11

advertisement
Gambar 4.11
Alat tangkap Pukat Harimau atau Trawl (kiri atas); alat Mini-Trawl yang masih
beroperasi di Kalimantan Timur (kanan atas); hasil tangkap Mini-Trawl (kiri
bawah) dan posisi kapal ketika menarik jaring Trawl (kanan bawah). Foto: MiniTrawl di Kalimantan Timur (Sony Tasijawa) dan Brunae Darussalam (Peter J.
Mous).
4.3.2.10 Alat Lain
Semua alat tangkap yang tidak termasuk ke dalam 9 kategori tersebut di atas dimasukkan ke
dalam kategori Alat Lain. Termasuk ke dalam kategori ini ialah Jala atau Pencar (Staw Net), alat yang
dijatuhkan (Falling Gear) lainnya, Tombak (Harpoon), Panah atau Ter (Spear Gear).
Jala atau Pencar ialah jaring yang dibuat berbentuk melingkar. Ujung jaring bagian luar
dilengkapi dengan pemberat. Sedangkan pada titik tengah jaring diikatkan tali utama yang
panjangnya beberapa meter saja. Operasi Pencar dilakukan dengan menjatuhkan jaring sedemikian
rupa sehingga pada saat di air terbuka secara maksimal. Tangan kanan nelayan memegang jaring,
sedangkan tangan kiri memegang ujung tali yang terkait pada pusat jaring. Karena pengaruh
pemberat, bagian luar jaring akan segera tenggelam dan mengurung ikan. Jaring ini ditarik secara
perlahan dan ikan hasil tangkapan akan terpuntal di dalam jaring. Operasi Pencar dilakukan di sekitar
pantai atau perairan yang dangkal. Beberapa nelayan melempar Pencar dari perahu, namun
kebanyakan operasi langsung dari pantai (tanpa perahu).
Alat Pencar sudah tidak banyak digunakan oleh nelayan belakangan ini. Dari pengalaman
nelayan pembuat Jaring Pencar, mereka mendapat pesanan dari petambak untuk membuat jaring
75
Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap
jenis ini untuk dioperasikan di tambak. Petani tambak di daerah Sumatera, Jawa dan Kalimantan
banyak memerlukan Pencar dalam melakukan sampling pertumbuhan udang.
Ter, Panah atau Spear Gear termasuk kategori Alat Lain yang terdiri dari busur pemegang, tali
penarik, anak panah dan tali yang salah satu ujungnya terikat dengan anak panah sedangkan ujung
satunya dihubungkan dengan pelampung. Paling tidak, nelayan menggunakan alat bantu googlesnorkel agar bisa melihat ikan dengan baik di dalam air. Beberapa nelayan bahkan mulai
menggunakan snokel dan fin.
Daerah penangkapan utama dari alat Ter atau Panah ialah terumbu karang. Secara tradisional,
alat ini dulunya digunakan untuk menangkap Penyu. Bagian tubuh Penyu yang menjadi sasaran
Panah ialah sirip depan atau belakang karena dengan cara ini penyu hasil tangkapan bisa bertahan
hidup. Jika Panah mengenai bagian tubuh penyu, maka dia akan segera mati dan tidak bisa dijual
kepada pedagang.
Sejak awal tahun 1980an, penangkapan Penyu sudah dilarang oleh Pemerintah Indonesia.
Secara bertahap, nelayan yang mempunyai keahlian menggunakan Panah beralih untuk menangkap
ikan-ikan karang atau yang terkait dengan terumbu karang.
Gambar 4.12 Alat lain – Ter, panah dan spear gun: sering digunakan untuk menangkap ikan-ikan
karang. Dalam operasi, nelayan sering menggunakan Masker, Snorkel dan Fin agar
lebih lincah mencari ikan di air (Foto: nelayan Raja Ampat oleh Andreas Muljadi).
a. Bom Ikan
Bom/Peledak atau Dinamit adalah sejenis alat tangkap tidak ramah lingkungan yang sudah
dilarang oleh pemerintah. Namaun alat ini secara sembunyi-sembunyi masih banyak digunakan oleh
nelayan pada hampir seluruh wilayah di Indonesia. Alat ini mulanya diperkenalkan oleh tentara
Jepang pada Perang Dunia II di Filipina. Tentara jepang menggunakan alat sejenis Granat untuk
menangkap ikan. Nelayan lokal meniru penggunaan alat ini karena dirasakan relatif murah, mudah
76
Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap
dan efektif walaupun dengan resiko kecelakaan yang cukup besar. Dengan berakhirnya PD II, nelayan
kesulitan untuk mendapatkan bahan-baha peledak. Akhirnya, mereka mencari bahan-bahan yang
tersedia secara lokal, seperti campuran pupuk nitrat dan minyak tanah sebagai bahan dasar.
Beberapa nelayan mengkhususkan untuk menciptakan sumbu ledak. Pengalaman ini dibawa secara
berantai dari Filipina menuju Kalimantan dan Sulawesi. Sekarang, jenis alat ini sudah menyebar pada
hampir seluruh wilayah di Indonesia.
Bom utamanya digunakan untuk menangkap ikan-ikan yang bergerombol, seperti ikan-ikan
pelagis kecil (Lemuru, tembang, Layang dan Selar atau Ekor Kuning). Informasi dari nalayn Nusa
Tenggara Timur mendapatkan bahwa alat ini juga bisa digunakan untuk menangkap ikan Tongkol
dan Tuna. Pada operasi di daerah terumbu karang, bom ditujukan untuk menangkap ikan-ikan
seperti Ekor Kuning dan Beronang.
b. Kom presor Hookah
Kompresor Hookah terdiri dari mesin kompresor yang akan menghasilkan udara, slang plastik
untuk mengalirkan udara kepada penyelam, Octopus pada ujung slang udara tempat penyelam
menghisap udara dari mulut, perlengkapan menyelam (Snorkel dan Fin) dan serok untuk mengambil
ikan hasil tangkapan. Alat ini digunakan untuk menangkap Teripang, Kerang dan Lobster. Hookah
kompresor juga digunakan oleh beberapa nelayan dalam meletakkan alat Bubu di dasar perairan.
Dengan cara ini, nelayan bisa mencari tempat yang tepat untuk meletakkan atau melakukan
pemasangan Bubu. Dengan berkembangnya perdagangan ikan karang hidup (live-reef fish trade) dan
ikan hias, alat kompresor hookah sering dihubungkan dengan penggunaan bahan Potasium sianida
untuk menangkap ikan.
Potasium sianida adalah sejenis bius yang disemprotkan kepada ikan yang sulit ditangkap
dengan jenis alat lainnya. Ikan yang terkena sianida bisa mengalami pingsan untuk sementara waktu
sehingga mudah diambil oleh penyelam. Setelah mengalami pergantian air dia akan sadar kembali
walaupun beberapa organ sudah mengalami kerusakan seperti insang atau mata. Selain itu, bius
juga bisa merusak terumbu karang dan lingkungan habitat lainnya. Karena keterkaitannya dengan
penggunaan obat bius Sianida, pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sudah melarang
penggunaan alat Hookah Kompresor di wilayah tersebut.
c. Rum pon – Alat Bantu Mengum pulkan Ikan
Sejak awal tahun 1980an, nelayan mulai mengenal Rumpon sebagai alat bantu untuk
mengumpulkan atau memperbesar kelimpahan gerombolan ikan. Pada dasarnya Rumpon terdiri dari
Pemberat, Tali, Kili-kili, Rakit dan Rumbai-rumbai berasal dari daun Kelapa. Pemberat yang
dijatuhkan ke dasar perairan, diikatkan dengan Tali dan Kili-kili untuk dihubungkan dengan
Pelampung di permukaan berupa rakit bambu. Rakit bambu juga bersfungsi sebagai tanda
keberadaan Rumpon, tempat menaruh lampu maupun persinggahan sementara nelayan yang
menjaga atau menyewakan Rumpon. Rumbai-rumbai daun kelapa digantungkan di bawah rakit.
Secara bertahap ikan-ikan kecil akan berkumpul dekat rumbai sebagai tempat berlindung dan
mencari makan. Hal ini akan diikuti oleh ikan-ikan yang lebih besar dan ikan-ikan yang menjadi target
penangkapan.
77
Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap
Gambar 4.13
Kompresor Hookah, dulunya banyak digunakan untuk meletakkan Bubu dan
menangkap Teripang. Belakangan alat ini juga digunakan untuk operasi
penangkapan ikan Karang dengan racun Sianida (Foto: nelayan Wakatobi dan Raja
Ampat, oleh Purwanto & Andreas).
Saat ini, banyak alat tangkap ikan permukaan memanfaatkan alat bantu Rumpon dan lampu,
termasuk Jaring Slerek (Purse seine), Payang, Lampara dan Pancing. Hampir setiap tahun Pemerintah
selalu mengeluarkan subsidi untuk pengadaan Rumpon. Pada satu sisi, Rumpon bisa dianggap efektif
dalam meningkatkan gerombolan ikan dan meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Namun pada sisi
lain, Rumpon juga bisa menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya penangkapan berlebih.
Rumpon ada juga yang dirancang untuk ditempatkan pada dasar perairan. Pada pertengahan
tahun 1980an Pemerintah meletakkan bekas-bekas becak di dasar laut Pantai Utara Jakarta. Bahanbahan ini bertujuan untuk membentuk susunan dasar keras (fix) dalam rangka menumbuhkan
habitat seperti terumbu karang dan menjadi rumah-rumah ikan. Rumpon juga bisa menggunakan
seperti ban bekas yang dirakit sedemikian rupa menyerupai rumah-rumah ikan. Bahan-bahan ini
akan ditumbuhi lumut dan karang yang membuat ikan-ikan kecil berkumpul. Pada akhirnya, Rumpon
akan menarik ikan-ikan besar ikut berkumpul mencari makan. Kesempatan ini digunakan oleh
nelayan untuk mendapatkan ikan hasil tangkapan yang lebih banyak.
78
Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap
Gambar 4.14 Rumpon dan Fish Aggregating Device (FAD) dari ban bekas yang digunakan untuk
mengumpulkan ikan (Foto: Seraya, Komodo oleh Fajarudin dan Brunae Darussalam
oleh Peter J. Mous).
d. Karam ba Pengumpul Ikan-Ikan Karang hidup
Sejak pertengahan tahun 1980an di Indonesia berkembang pemasaran ikan-ikan karang hidup
(live-reef food fish) untuk kebutuhan pasar ekspor. Tujuan utama ekspor adalah Singapura, Taiwan,
Hongkong dan Jepang. Nelayan lokal mulai mengusahakan penangkapan ikan-ikan jenis karang
dengan menggunakan Pancing atau Potasium sianida, jenis bahan kimia beracun yang bisa membuat
ikan tidak sadar sementara waktu. Potas juga bisa merusak organ seperti insang dan mata. Jika
penangkapan dilakukan dengan pancing, nelayan biasanya menggunakan slang plastik untuk
mengeluarkan udara dari gelembung renang. Slang karet/plastik tersebut dimasukkan melalui anus.
Sebelum ikan-ikan diambil oleh pedagang antara atau pembeli/eksportir, ikan biasanya
disimpan dalam karamba di sekitar pantai yang aman. Karamba-karamba apung tersebut umumnya
dibuat dari jaring berukuran sekitar 3x3 m (kedalaman 2 – 3 m) yang dibuat terapung dengan drum
plastik. Untuk mengurangi sinar yang berlebihan pada siang hari, nelayan menaruh jaring atau
rumbai-rumbai daun kelapa di atas Karamba. Setelah kuantitas hasil tangkapan dianggap cukup
untuk mendatangkan pembeli, nelayan bisa mengundang pengepul atau eksportir langsung dari
Hongkong.
79
Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap
Download