pengelolaan rumpon terpadu berbasis pokjamas

advertisement
PENGELOLAAN RUMPON TERPADU BERBASIS POKJAMAS UNTUK
MENINGKATKAN STOK IKAN DAN PENGUATAN UMKM NELAYAN
La Ode Abdul Rajab Nadia1, Abdullah2 Amadhan Takwir3dan Abdul Muis Balubi4
2
1
Universitas Halu Oleo / Manajemen Sumberdaya Perairan, Kendari
Universitas Halu Oleo / Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Kendari
3
Universitas Halu Oleo / Ilmu Kelautan, Kendari
4
Universitas Halu Oleo / Budidaya Perairan, Kendari
Jl. H.E.A. Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari Gedung FPIK
E-mail: 1)[email protected], 2)[email protected] 3)[email protected]
Abstrak
Rumpon merupakan solusi untuk mendekatkan jarak fishing ground, memperkecil biaya
operasional nelayan tradisional, menjadi bank ikan yang lestari, dan produktivitas tangkapan
meningkat. Kegiatan Hi-Link ini merupakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berbasis
riset yang ditujukan untuk nelayan tradisional dan mitra industry sebagai bapak angkat.
Pendekatan program adalah pelatihan dan penguatan kapasitas kelembagaan, aplikasi rumpon,
dan pengelolaan hasil tangkapan ikan serta membuka akses pasar kompetitif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa ikan-ikan rekruitmen telah banyak yang hadir di rumpon, yaitu ikan kembung
(Rastrelliger brachysoma), ikan selar (Decapterus selaroides), ikan selar bentong (Selar
crumenopthalmus), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan putih (Caranax sp), ikan rambai
(Caranax malabaricus), ikan layang (Decapterus russeli). Untuk optimalisasi pemanfaatan jasa
rumpon telah terbentuk 5 Kelompok Kerja Masyarakat (POKJAMAS) dan Kelompok Pengawas
Masyarakat (POKMASWAS). Jumlah hasil tangkapan ikan kelompok nelayan tradisional
meningkat, yaitu berkisar 1,55 ton – 2,19 ton perbulan sebelum ada rumpon dan setelah ada
rumpon konservasi menjadi 1,99 ton – 4,17 ton per bulan. Sementara itu, tingkat pendapatan
nelayan meningkat yaitu Rp. 950.000 – Rp. 1.490.000 per bulan menjadi Rp. 1.360.000 – Rp.
2.840.000 per bulan. Nelayan tradisional, mitra industry dan mitra pemda telah berpartisipasi
aktif dalam pengelolaan rumpon terpadu.
Kata kunci : Rumpon, Stok ikan, pendapatan, nelayan.
1. PENDAHULUAN
Berdasarkan statistik perikanan tangkap (DKP Kabupaten Konawe, 2014), bahwa nelayan skala
kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe
yaitu sebesar 99,12% dengan menggunakan kapal ≤ 1 GT. Jumlah hasil produksi perikanan
tangkap di Kecamatan Lalonggasumeeto juga cenderung menurun, yaitu pada tahun 2011
berjumlah 6.235,10 ton, tahun 2012 berjumlah 5,231,12 ton, tahun 2013berjumlah 5.300,13 ton dan
tahun 2014 berjumlah 5.217,50 ton. Selain dari aspek produksi, nelayan skala kecil ini pada
umumnya melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan di daerah terluar seperti pulau Labengki,
pulau Wowonii dan pulau Donggala Sulawesi Tengga. Untuk mencapai daerah tangkapan tersebut
terdapat kendala teknis dan non teknis. Kendala teknis adalah adanya keterbatasan armada
penangkapan dan sarana penangkapan ikan. Kendala non teknis adalah keterbatasan ilmu
pengetahuan dan ruang gerak nelayan dalam mencapai daerah fishing ground, jauhnya lokasi
fishing ground dan rendahnya modal. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil tangkapan ikan yang
berimbas pada pendapatan nelayan yang rendah.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan skala kecil, salah satu alternatif untuk
menyelesaikan keterbatasan tersebut adalah penangkapan ikan berbasis rumpon. Menurut Surat
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: 30/MEN/2004 tentang pemasangan dan
pemanfaatan rumpon yang merupakan pengganti Keputusan Menteri Pertanian
168
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Nomor:51/Kpts/1997 dinyatakan bahwa rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang
dirancang atau dibuat dengan struktur tertentu sehingga dapat ditempatkan secara tetap atau
sementara pada perairan laut. Monintja (1993) menyatakan bahwa rumpon dipasang di perairan
pada daerah penangkapan (fishing ground) tertentu, agar ikan-ikan tertarik untuk berkumpul di
sekitar rumpon sehingga mudah ditangkap dengan alat penangkap ikan yang ramah lingkungan.
Ikan-ikan kecil berkumpul di sekitar rumpon karena terdapat lumut dan plankton yang menempel
pada atraktor rumpon. Ikan-ikan kecil ini mengundang ikan-ikan lebih besar pemangsanya dan
demikian seterusnya hingga ikan potensial (seperti cakalang, tuna, tenggiri, dan lainnya) berada di
sekitar rumpon yang dipasang di laut.
Kegiatan penangkapan ikan berbasis rumpon, mempunyai kelebihan dibandingkan
kegiatan penangkapan ikan lainnya, yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas penangkapan ikan
dan memudahkan nelayan dalam mencari ikan (Monintja, 2003). Menurut Imron dan Baskoro
(2006) bahwa dengan adanya rumpon maka operasi penangkapan ikan di laut tidak lagi bersifat
memburu (hunter), tetapi mempunyai keuntungan yaitu: (a) mengurangi biaya operasional
penangkapan terutama bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan komponen utama biaya
operasional, (b) mempersingkat hari operasi penangkapan (fishing trip), (c) mempunyai kepastian
daerah operasi penangkapan (fishing ground), dan (d) meningkatkan hasil tangkapan per satuan
upaya penangkapan.
Berdasarkan aspek manfaatnya, penggunaan rumpon atau Fish Aggregating Device (FADs)
di perairan Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe sebagai alat bantu penangkapan ikan
telah diteliti sejak tahun 2014. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian Nadia, dkk (2015) bahwa
produksi hasil tangkapan ikan di rumpon cenderung mengalami peningkatan jika dibandingkan
sebelum ada rumpon. Hal tersebut terlihat dari data hasil tangkapan per trip sebelum ada rumpon
mencapai 40 – 50 kg dan setelah ada rumpon cenderung meningkat menjadi 70 – 100 kg per trip.
Kondisi demikian perlu dipertahankan agar ketahanan ekonomi nelayan dapat meningkat. Olehnya
itu, salah satu upaya strategis yang dilakukan dalam program Hi-Link Tahun 2016 adalah
pengelolaan ikan lestari di rumpon berbasis Kelompok Kerja Masyarakat (POKJAMAS). Untuk
mencapai target tersebut kolaborasi Universitas Halu Oleo, Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Konawe dan usaha masyarakat yang tergabung dalam kelompok nelayan usaha
produktif menjadi penting untuk dilakukan secara berkesinambungan.
Tujuan program Hi-Link ini adalah untuk menerapkan model pengelolaan rumpon terpadu
berbasis POKJAMAS sebagai upaya penguatan UMKM nelayan di Kecamatan Lalonggasumeeto
Kabupaten Konawe, Untuk menciptakan suatu kawasan penangkapan ikan yang tertata, terkontrol
dan terukur, menciptakan sebuah fishing ground yang juga berfungsi sebagai Bank Ikan, dan
meningkatkan jumlah hasil tangkapan nelayan secara lestari dan berkelanjutan.
2. METODE
2.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan ini dilaksanakan sejak bulan April sampai September Tahun 2016. Tempat
pelaksanaan di Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe meliputi Desa Puuwonua, desa
Lalonggasumeeto, desa Toli-Toli, desa Wawobungi dan desa Nii Tanasa.
2.2. Cara pendekatan masalah dan relevansi metode yang digunakan
Masalah utama dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan laut Kecamatan
Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe adalah ketersediaan stok ikan di daerah fishing ground
menurun dan jumlah hasil tangkapan nelayan fluktuatif serta kebutuhan operasional dalam kegiatan
penangkapan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh, sehingga usaha nelayan cenderung
stagnan dan susah untuk berkembang baik.
Pendekatan masalah yang solutif untuk jangka panjang adalah pengelolaan rumpon terpadu
berbasis POKJAMAS untuk meningkatkan jumlah stok ikan dan penguatan UMKM. Untuk
mencapai target tersebut, maka kegiatan yang dilakukan dalam program Hi-Link ini sebagai
berikut:
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
169
1) Mendesain rumpon dengan rakit ganda
Rumpon yang digunakan adalah rumpon laut dangkal dengan rakit ganda yang dilengkapi shelter
daun kelapa/daun nipa dan shelter waring. Rakit ganda terbuat dari bambu. Desain tersebut dapat
berfungsi sebagai pemikat ikan pelagis dan ikan demersal. Rumpon yan digunakan berjumlah 4
unit yang dipasang dengan posisi persegi empat sehingga ikan hanya bergerak dari rumpon satu ke
rumpon lainnya
2) Implementasi model pengelolaan rumpon berbasis POKJAMAS
- Pembentukan Kelompok Kerja Masyarakat (POKJAMAS). Pembentukan kelompok
tersebut melibatkan tim Hi-Link dan mitra industri serta pemerintah daerah setempat.
Jumlah kelompok POKJAMAS adalah 5 kelompok dan setiap POKJAMAS sekaligus
menjadi POKMASWAS.
- Pelatihan dan penguatan kapasitas POKJAMAS
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang mendalam bagi nelayan
tradisional tentang pengelolaan rumpon terpadu, desain rumpon, prinsip kerja rumpon
terpadu dan sistem regulasi pengelolaan rumpon. Selain itu, dilakukan pula pemahaman
tentang pengembangan usaha penangkapan ikan di sekitar rumpon. Dalam industri
perikanan tangkap diperlukan target produksi yang terus dikejar dan sistem akuntasi
pengelolaan keuangan yang tertib dan konsisten. Karena usaha ini sangat fisible, maka
dibutuhkan komitmen dan manajemen yang dilakukan secara kontinyu. Untuk itu,
kelompok nelayan dibekali ilmu pengetahuan yang cukup. Kelompok usaha ekonomi
produktif lainya tetap dilakukan pembinaan sesuai keahlian dan keterampilan masingmasing.
3) Pengelolaan hasil tangkapan ikan
Tahap ini dilakukan pendataan tentang produksi hasil tangkapan POKJAMAS mencakup
jumlah hasil tangkapan, jumlah produksi dan pendapatan nelayan. Sasaran responden adalah
anggota POKJAMAS yang telah dibentuk oleh tim Hi-link.
4) Membuka akses pasar
Mengingat pasar ikan hasil tangkapan nelayan selama ini adalah pasar local, maka
diperlukan pasar alternatif. Akses pasar dibuka melalui kerjasama perguruan tinggi, instansi
pemerintah, dan mitra industri, baik pasar lokal maupun pasar domestik.
2.3. Analisis Data
Program Hi-link ini menggunakan analisis deskriptif yang menggambarkan inovasi teknologi
rumpon terpadu, pengelolaan rumpon berbasis POKJAMAS, aspek produksi dan pemasaran. Data
yang dihimpun dalam kegiatan ini dianalisis secara deskriptif, dibuat tabel dan diagram.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Pembentukan POKJAMAS dan POKMASWAS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpon terpadu di perairan laut
Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe telah memberikan manfaat yang besar terhadap
peningkatan jumlah stok, keanekaragaman ikan dan jumlah hasil tangkapan nelayan. Hal tersebut
memberikan harapan baru bagi nelayan bahwa rumpon mampu menjadi salah satu solusi dalam
memecahkan kebuntuan dan ketidakberdayaan nelayan tradisional di tengah-tengah ragam potensi
sumberdaya ikan di sekitarnya.
Penerapan rumpon terpadu dapat tercapai berkat kerjasama yang baik oleh tim Hi-Link,
mitra pemda, mitra industri dan masyarakat sasaran khususnya nelayan tradisional yang berasal
dari 4 desa dalam lingkup Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe, yaitu desa
Lalonggasumeeto, desa Puuwonua, desa Wawobungi, desa Toli-Toli dan desa Nii Tanasa. Nelayan
tradisional yang terlibat dalam program tersebut, diorganisir melalui Kelompok Kerja Masyarakat
(POKJAMAS) dan Kelompok Pengawas Masyarakat (POKMASWAS). Keberadaan kelompok
masyarakat tersebut mampu mengoptimalkan pengelolaan rumpon secara berkesinambungan baik
melalui pemanfaatan secara langsung dengan adanya rumpon maupun melalui pembinaan oleh
170
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
‘Bapak Angkat’ mitra industri yang ada. Dengan demikian, program rumpon terpadu mampu
meningkatkan peranserta nelayan sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelompok Kerja Masyarakat (POKJAMAS) dan Kelompok Pengawas Masyarakat
(POKMASWAS)
No.
NAMA KELOMPOK
NAMA ANGGOTA
1
Wawobungi Lestari
Jamaluddin (Ketua)
1.
Kamarudin (Anggota)
Yasir (Anggota)
Aris (Anggota)
Haris (Anggota)
Sarmin (Anggota)
2
Mandiri
Rahmatullah (Ketua)
2.
Jufri (Anggota)
Ahmad (Anggota)
Habib (Anggota)
Ilowan (Anggota)
3
Uro-Uro Jaya
Herson (Ketua)
3.
Jamaludin L (Anggota)
Nawir (Anggota)
Juhaepa (Anggota)
Jusmin (Anggota)
4
Bojo-Bojo
Israil (Ketua)
4.
Gasing (Anggota)
Arudin (Anggota)
Rahmat (Anggota)
Kilis (Anggota)
5
L.L. Meeto
Mansur (Ketua)
5.
Harun (Anggota)
Sawaludin (Anggota)
Rizal (Anggota)
Fitri (Anggota)
Ashar (Anggota)
b. Demplot Rumpon dan Pemanfaatan Jasa Rumpon
Pemasangan rumpon diawali dengan pengangkutan bahan-bahan rumpon yang
dilaksanakan secara bersama-sama oleh tim Hi-Link dan masyarakat/nelayan. Penentuan waktu
yang tepat untuk pemasangan rumpon disesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat/nelayan
setempat. Secara teknis, untuk memudahkan pengangkutan perlengkapan yang telah disiapkan, hal
yang paling berat adalah mobilisasi jangkar ke lokasi rumpon mengingat jangkar rumpon ini
memiliki kapasitas berat yang sangat besar yakni mencapai 500-600 kg. Untuk memudahkan
mobilisasi tersebut, maka jangkar rumpon ditempatkan di atas rakit bambu bersama dengan garagara dan ditarik dengan perahu motor (katinting) ke lokasi rumpon. Perlengkapan lainnya seperti
tali dan drum gabus pelampung rumpon ditempatkan di atas 2 perahu motor milik
masyarakat/nelayan. Jumlah perahu motor yang membawa bahan sebanyak 6 kapal motor
(katinting). Proses pengangkutan bahan-bahan rumpon dan pemasangan rumpon disajikan pada
Gambar 2.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
171
Gambar 2. Proses pemasangan rumpon: a. tim Hi-Link mempersiapkan bahan rumpon; b.
Nelayan mengatur bahan rumpon di perahu motor; c. Tim Hi-Link mempersiapkan rakit dan
pemberat yang akan ditarik dengan perahu motor; d. Mengikat tali di pelampung sebelum pemberat
diturunkan ke laut; e. Rumpon yang telah terpasang di laut
Lokasi rumpon yang dipasang di perairan laut Kabupaten Konawe berdasarkan hasil
survei pendahuluan tim Hi-Link dan informasi dari nelayan tentang lokasi-lokasi fishing ground
dan jalur migrasi ikan selama ini. Rumpon yang dipasang di lokasi tersebut berjumlah 5 unit
rumpon dengan kedalaman: 1) rumpon unit 1 dipasang pada kedalaman 100 meter; 2) rumpon unit
2 dipasang kedalaman 130 meter; 3) rumpon unit 3 dipasang pada kedalman 496 meter; 4) rumpon
unit 4 dipasang pada kedalaman 530 meter dan 5) rumpon unit 5 dipasang pada kedalaman 590
meter. Jarak terjauh lokasi pemasangan rumpon adalah 4 mil laut.
c. Produksi Ikan di Rumpon Terpadu
Berdasarkan hasil tangkapan yang diperoleh di Rumpon terpadu, terdiri atas ikan pelagik
besar dan pelagik kecil. Identifikasi jenis ikan ini didasarkan pada hasil tangkapan dengan
menggunakan alat tangkap ikan mini rawai rinta (Tolaki), japajapa (Makassar). Alat tangkap rinta
ini terbuat dari bahan pancing dengan berbagai ukuran, kain sutra (kain kaca) warna warni seperti
putih, merah, hijau, orange, kelabu, merah muda, dan biru yand disesuaikan dengan jenis makanan
bersamaan. Namun alat tangkap ini lebih dominan menangkap ikan pelagik kecil. Ikan pelagik
besar ditangkap dengan menggunakan pancing No. 5-7 dengan tali tasi No. 100-300, dengan
menggunakan umpan ikan baik hidup maupun mati.
Setelah 10 hari pemasangan rumpon, rumpon tersebut sudah mampu menarik perhatian ikan
untuk berkumpul di sekitar rumpon. Hal tersebut disebabkan rumpon yang dibuat menggunakan
rakit bambu dan pemikat ikan dari daun kelapa yang mampu meningkatkan klorofil-a dan plankton
sebagai sumber makanan ikan kecil dan keberadaan ikan-ikan kecil menjadi pemicu hadirnya ikanikan pelagis besar. Selain itu, keberadaan waring hitam sebagai tempat melekatnya bahan organik
dan juga tempat makanan melekat sehingga mampu menarik ikan untuk berkumpul di sekitar
waring tersebut.Kondisi demikan menyebabkan rumpon dalam program Hi-Link berbeda dengan
rumpon masyarakat lainnya. Menurut Dempster (2004) bahwa rumpon yang memiliki pemikat
yang baik sangat disukai ikan dan hanya dalam 2 minggu ikan sudah berkumpul di sekitar rumpon.
Selain itu, ikan-ikan pelagis akan mengejar plankton yang melekat pada shelter dedaunan yang
diletakkan di bagian pelampung rumpon sehingga ikan-ikan rekruitmen hadir (Nelson, 2003). Ikan
172
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
laut dangkal akan hadir ikan-ikan pelagis kecil seperti ikan cakalang, baby yellow tuna, ikan selar
dan ikan-ikan tongkol (Dempster, 2003).
Berdasarkan hasil tangkapan ikan yang dilakuikan oleh nelayan dan Tim Hi-Link bahwa
ikan yang berkumpul bukan hanya ikan yang berasosiasi dengan perairan sekitar, akan tetapi
ditemukan ikan-ikan rekruitmen yang hadir dari tempat lain. Ikan pelagik kecil yang tertangkap di
rumpon konservasi adalah : Tongkol (bojo-bojo, paka), ikan kembung (Rastrelliger brachysoma),
ikan selar (Decapterus selaroides), ikan selar bentong (Selar crumenopthalmus), ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis), cakalang lae-lae, cakalang lain (bahasa lokal uro-uro), ikan putih (Caranax
sp), ikan rambai (Caranax malabaricus), ikan layang (Decapterus russeli). Ikan-ikan yang
ditemukan di rumpon konservasi didukung oleh hasil riset dari Nelson (2003) bahwa rumpon laut
dalam kebanyakan dihuni oleh ikan pelagis seperti Selar crumenopthalmus) dan Katsuwonus
pelamis.
Berikut ini adalah jenis ikan konsumsi yang tertangkap di rumpon dan periodik bulan setiap
minggu yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Ikan kosumsi yang tertangkap di rumpon konservasi berdasarkan jenis ikan dan periodik
bulan
Sebaran ikan berdasarkan bulan/minggu
Jenis ikan
Juni
Juli
Agustus September
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Kembung (Rastrelliger brachysoma)
Selar (Decapterus selaroides)
Selar bentong (Selar crumenopthalmus)
Cakalang (Katsuwonus pelamis)
ikan putih (Caranax- caranax)
Ikan rambai (Caranax malabaricus)
ikan layang (Decapterus russeli)
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat 7 jenis ikan pelagis yang ditangkap di
lokasi rumpon. Dari 7 jenis tersebut, ikan kembung, ikan selar , ikan putih dan ikan laying
dikelompokan sebagai ikan yang menetap di rumpon dan jenis lainnya masuk dalam kategori ikan
rekruitmen. Menurut Nelson (2003) bahwa ikan pelagis kecil yang hadir di rumpon sangat terkait
dengan periodik bulan, sehingga tidak setiap saat jenis ikan tertentu berasosiasi dengan rumpon.
Sementara itu, ikan yang hadir pada bulan terang dan bulan terang berbeda. Umumnya ikan
muncul dipermukaan dan bergerombol pada bulan gelap dan terpencar pada bulan terang
(Dempster, 2003). Hal tersebut terkait dengan distribusi cahaya, dimana ikan akan mengejar arah
cahaya ketika malam hari, sehingga pada bulan gelap akan sangat mudah menangkap ikan dengan
menggunakan cahaya dan pada bulan terang ikan akan tersebar karena cahaya perpencar dimanamana sehingga dikenal dengan bulan paceklik atau ikan susah ditangkap (Hollan, 2000). Kondisi
demikian terjadi dimana saja termasuk di sekitar rumpon konservasi.
Jumlah hasil tangkapan nelayan setiap waktu terus meningkat. Hal tersebut sejalan dengan
keberadaan rumpon sebagai bank ikan dan pemikat ikan-ikan rekruitmen. Hasil riset menunjukkan
adanya perbedaan jumlah hasil tangkapan nelayan sebelum dan setelah ada rumpon konservasi.
Peningkatan jumlah hasil tangkapan diikuti dengan semakin dekatnya ikan ke arah pantai, sehingga
nelayan dapat menghemat bahan bakar ketika melakukan kegiatan penangkapan ikan. Data jumlah
hasil tangkapan ikan nelayan tradisional selama riset Hi-Link disajikan pada Tabel 3.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
173
Tabel 3. Rata-Rata Jumlah hasil tangkapan ikan per bulan
Rata-Rata Jumlah hasil tangkapan ikan per bulan (Ton)
Nama Kelompok Kerja
Sebelum Ada Rumpon
Sesudah Ada Rumpon
Masyarakat
Septem
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
ber
Wawobungi Lestari
1.47
1.35
1.58
1.99
2.96
3.58
Mandiri
Uro-Uro Jaya
Bojo-Bojo
L.L. Meeto
2.07
1.55
1.75
1.2
2.19
1.58
1.85
1.8
2.19
1.61
1.85
1.6
2.89
2.32
2.04
2,2
3.67
3.11
2.98
3,8
4.17
3.7
3.28
3,7
Jumlah hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di perairan dan
jenis alat tangkap yang digunakan serta frekuensi tangkapan. Semakin banyak makanan di
perairan maka semakin melimpah pula stok ikan di perairan (Nelson, 20013). Informasi
tentang keberadaan dan kelimpahan ikan di area konservasi berdasarkan spesies ikan
tertentu akan memudahkan pengelolaannya, guna mengembalikan jumlah ikan sesuai daya
dukung lingkungannya dalam jumlah besar. Hal tersebut merujuk tujuan pemasangan
rumpon konservasi berbasis stok dan prodktivitas hasil tangkapan ikan.
d. Pendapatan Nelayan
Masyarakat nelayan tradisional yang menggunakan perahu bermesin (katinting) dengan
menggunakan alat tangkap pancing, cebderung mengalami kesulitan dalam mencari ikan. Hal ini
disebabkan karena daerah penangkapan yang cukup jauh dari wilayah mereka. Daerah
penangkapan yang dituju oleh nelayan memerlukan waktu yang cukup lama serta memerlukan
bahan bakar yang lebih banyak yaitu di atas 20 liter yang harus disiapkan untuk mengisi 2 buah
mesin setiap kali melakukan operasi penangkapan ikan. Dari hasil tangkapan yang mereka peroleh
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi keluarganya. Hasil yang mereka peroleh
sebesar Rp. 200.000 – Rp. 300.000 setiap kali penangkapan, jadi jika dirata-ratakan hanya
berkisar antara Rp. 700.000 - Rp. 800.000 setiap bulannya. Hal ini disebabkan karena intensitas
kegiatan penangkapan yang sangat kurang. Tidak jarang mereka menangkap hanya untuk
dikonsumsi sendiri.
Dari hasil kegiatan penangkapan ikan di rumpon tersebut, telah memberikan hasil yang
signifikan yaitu adanya peningkatan jumlah hasil tangkapan dan peningkatan pendapatan nelayan
binaan tim Hi-Link Universitas Halu Oleo. Tingkat pendapatan nelayan disajikan pada Tabel 4
berikut.
Tabel 4. Pendapatan Nelayan Sebelum dan Sesudah ada Rumpon Konservasi di Perairan Laut
Kabupaten Konawe
Pendapatan/Bulan (Rp)
Nama Anggota
Jamaluddin
Haris
Yasir
Aris
Sarmin
Kamarudin
Rahmatullah
174
April
750.000
1.500.000
900.000
850.000
1.000.000
1.200.000
1.600.000
Sebelum
Mei
750.000
1.200.000
800.000
850.000
1.000.000
1.200.000
2.000.000
Juni
950.000
1.500.000
900.000
850.000
1.200.000
1.200.000
2.000.000
Juli
1.150.000
1.900.000
1.000.000
1.250.000
1.500.000
1.600.000
2.900.000
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Sesudah
Agustus
1.300.000
2.600.000
1.500.000
2.200.000
2.500.000
2.300.000
3.200.000
September
1.500.000
3.500.000
2.000.000
2.200.000
3.000.000
2.300.000
4.200.000
Jufri
Ahmad
Habib
Ilowan
Herson
Jamaludin L
Nawir
Juhaepa
Jusmin
Israil
Gasing
Arudin
Rahmat
Kilis
Mansur
Harun
Sawaludin
Rizal
Fitriaman
Ashar
1.800.000
1.000.000
1.450.000
1.000.000
950.000
1.300.000
1.200.000
850.000
950.000
1.600.000
1.000.000
1.000.000
1.000.000
1.600.000
3.800.000
3.600.000
3.600.000
3.500.000
3.500.000
3.200.000
1.800.000
1.000.000
1.450.000
1.200.000
950.000
1.200.000
1.200.000
850.000
950.000
1.600.000
1.000.000
1.000.000
1.200.000
1.800.000
3.800.000
3.600.000
3.600.000
3.500.000
3.500.000
3.200.000
1.800.000
1.000.000
1.450.000
1.200.000
950.000
1.300.000
1.200.000
850.000
950.000
1.600.000
1.000.000
1.000.000
1.200.000
1.800.000
3.800.000
3.600.000
3.600.000
3.500.000
3.500.000
3.200.000
2.300.000
1.400.000
1.650.000
1.500.000
1.450.000
1.700.000
1.900.000
1.350.000
1.150.000
1.800.000
1.000.000
1.000.000
1.600.000
1.800.000
4.000.000
3.600.000
3.600.000
3.500.000
3.500.000
3.200.000
3.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.300.000
2.300.000
2.000.000
2.200.000
1.700.000
1.800.000
2.100.000
2.400.000
4.200.000
3.800.000
3.800.000
3.800.000
3.800.000
3.800.000
3.200.000
2.500.000
2.000.000
2.500.000
2.600.000
2.000.000
3.000.000
2.500.000
2.000.000
2.400.000
2.000.000
2.000.000
2.100.000
2.900.000
4.200.000
3.800.000
3.800.000
3.800.000
3.800.000
3.800.000
e. Pemasaran
Pemasaran merupakan kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha untuk memuaskan
keinginan atau kebutuhannya melalui proses pertukaran, yang mencakup serangkaian kegiatan
yang bertujuan untuk memindahkan hasil produksi dari sektor produsen ke sektor konsumen.
Saluran pemasaran perikanan merupakan suatu lembaga pemasaran yang dilalui oleh barang dan
jasa mulai dari nelayan sampai ke konsumen, dalam saluran pemasaran pihak-pihak yang terkait
antara lain mulai dari nelayan, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan
sampailah pada tangan konsumen.
Kegiatan pemasaran dilakukan untuk menyampaikan produk dari produsen kepada
konsumen. Namun demikian, penyampaian produk pertanian seperti ikan tangkap pada umumnya
tidak dapat langsung disalurkan kepada konsumen. Potensi dan peluang pasar ikan hasil tangkapan
nelayan di rumpon konservasi cukup besar. Permintaan ikan di Kota Kendari dari waktu ke waktu
terus meningkat dan melampaui jumlah hasil tangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Ikanikan pelagis kecil hasil tangkapan nelayan, umumnya dipasarkan dalam bentuk ikan segar yang
dijual langsung kepada masayarakat di tempat pendaratan perahu (pendaratan ikan). Hanya
sebagian kecil dari hasil tangkapan itu dijual dalam bentuk olahan berupa ikan kering/asin dan ikan
asap. Proses pengolahan ikan-ikan itupun dilakukan melalui proses yang sederhana dan dalam
skala kecil dalam lingkup rumah tangga. Kondisi pengolahan ikan yang dilakukan oleh nelayan
tersebut akan mempengaruhi kualitas produk dan pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual
pula. Saluran pemasaran ikan yang terjadi selama ini adalah dari nelayan produsen dijual kepada
pedagang pengumpul dan dari pedagang pengumpul dijual kepada pedagang pengecer dan dari
pedagang pengecer/keliling ke konsumen.
Untuk memperlancar proses pemasaran, salah satu faktor yang tidak boleh dilupakan
adalah menentukan secara tepat saluran pemasaran yang akan digunakan dalam menyalurkan
produk tersebut, khususnya dalam pemasaran ikan laut segar. Hal ini dikarenakan sifat hasil
perikanan yang mudah rusak (perishable). Saluran pemasaran dapat didefinisikan sebagai saluran
yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang yang diproduksinya dari tingkat
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
175
produsen sampai ke tingkat konsumen. Untuk mengetahui saluran pemasaran yang digunakan
dilakukan penelusuran dalam sistem pemasaran ikan laut segar mulai dari nelayan sebagai
produsen sampai konsumen. Saluran pemasaran ikan laut segar yang terjadi pada saat penelitian
secara sistematis digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Saluran Distribusi Ikan Hasil Tangkapan di Rumpon Konservasi
4. KESIMPULAN
Kesimpulan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Riset ini adalah rumpon terpadu
telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah stok ikan dan penguatan UMKM
melalui peningkatan pendapan nelayan. Hal tersebut terukur melalui perbedaan jumlah hasil
tangkapan dan produksi ikan di perairan Kecamatan Lalonggasumeeto sebelum ada rumpon dan
setelah ada rumpon. Selain itu, pengelolaan organisasi sudah tertata dengan baik berdasarkan
prinsip-pinsip manajemen. Untuk rencana pengembangan, perlu ditingkatkan teknologi pasca
panen di rumpon konservasi baik teknologi rantai dingin maupun teknologi pengolahan ikan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Baskoro, SM dan A. Suherman. 2007. Teknologi Penangkapan Ikan Dengan Cahaya. Badan
Penerbit UNDIP-Semarang. Bogor.
[2] Dempster T. 2004. Biology of fish associated with fish aggregation devices (FADs):
implications for the development of a FAD-based fishery in New South Wales, Australia.
Fish. Res. 68(1-3), 189-201.
[3] Dempster T. 2003. Association of pelagic fish with floating structures: patterns, processes and
ecological consequences. PhD thesis, University of Sydney.
[4] Feigenbaum, A & Karnani, A (1991) Output flexibility: a competitive advantage for small
firms. Strategic Management Journal Vol. 12(2):101-114.
[5] Holland K.N., Jaffe A. and Cortez W. (2000) The fish aggregating device (FAD) system of
Hawaii. In: Le Gall J.-Y., Cayre P. and Taquet M. (eds), Peche thoniere et dispositifs de
concentration de poisons. Ed. Ifremer, Actes Colloq. 28, 55-62.
[6] Kanagaya, T. 2001. Purse Seine fishing gear Method. Japan International Cooperation
Agency. P.183-190 Tokyo.
176
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
[7] Kingsford M.J. 1999. Fish attraction devices (FADs) and experimental designs. Sci. Mar.
63(3-4), 181-190.
[8] Kurniawan, M.R, Setyahadi dan G. Bintoro. 2013. Pengaruh pemasangan rumpon pada musim
barat terhadap hasil tangkapan Alat tangkap payang di perairan tuban jawa timur. PSPK
Student Journal, Vol. I No. 1 pp 16-20. Universitas Brawijaya.
[9] Nelson P.A. 2003. Marine fish assemblages associated with fish aggregating devices (FADs):
the effects of fish removal, FAD size, fouling communities, and prior recruits. Fish. Bull. 101,
835-850.
[10] Shapiro, SM (2002) Innovation: A blue print for surviving and thriving in age of change. New
York: Donnely and Sons Company.
[11] Tadjudah, M. 2013. Pembentukan Daerah Penangkapan Ikan Dengan Light Fishing
Dan Rumpon. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan Universitas Halu Oleo.
[12] Torres A. 2000. Guam Fish Aggregating Device programme. In: Le Gall J.-Y., Cayre P. and
Taquet M. (eds), Peche thoniere et dispositifs de concentration de poisons. Ed. Ifremer, Actes
Colloq. 28, 304-318.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
177
Download