PENGELOLAAN RUMPON TERPADU BERBASIS POKJAMAS UNTUK MENINGKATKAN STOK IKAN DAN PENGUATAN UMKM NELAYAN La Ode Abdul Rajab Nadia1, Abdullah2 Amadhan Takwir3dan Abdul Muis Balubi4 2 1 Universitas Halu Oleo / Manajemen Sumberdaya Perairan, Kendari Universitas Halu Oleo / Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Kendari 3 Universitas Halu Oleo / Ilmu Kelautan, Kendari 4 Universitas Halu Oleo / Budidaya Perairan, Kendari Jl. H.E.A. Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari Gedung FPIK E-mail: 1)[email protected], 2)[email protected] 3)[email protected] Abstrak Rumpon merupakan solusi untuk mendekatkan jarak fishing ground, memperkecil biaya operasional nelayan tradisional, menjadi bank ikan yang lestari, dan produktivitas tangkapan meningkat. Kegiatan Hi-Link ini merupakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berbasis riset yang ditujukan untuk nelayan tradisional dan mitra industry sebagai bapak angkat. Pendekatan program adalah pelatihan dan penguatan kapasitas kelembagaan, aplikasi rumpon, dan pengelolaan hasil tangkapan ikan serta membuka akses pasar kompetitif. Hasil penelitian menunjukan bahwa ikan-ikan rekruitmen telah banyak yang hadir di rumpon, yaitu ikan kembung (Rastrelliger brachysoma), ikan selar (Decapterus selaroides), ikan selar bentong (Selar crumenopthalmus), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan putih (Caranax sp), ikan rambai (Caranax malabaricus), ikan layang (Decapterus russeli). Untuk optimalisasi pemanfaatan jasa rumpon telah terbentuk 5 Kelompok Kerja Masyarakat (POKJAMAS) dan Kelompok Pengawas Masyarakat (POKMASWAS). Jumlah hasil tangkapan ikan kelompok nelayan tradisional meningkat, yaitu berkisar 1,55 ton – 2,19 ton perbulan sebelum ada rumpon dan setelah ada rumpon konservasi menjadi 1,99 ton – 4,17 ton per bulan. Sementara itu, tingkat pendapatan nelayan meningkat yaitu Rp. 950.000 – Rp. 1.490.000 per bulan menjadi Rp. 1.360.000 – Rp. 2.840.000 per bulan. Nelayan tradisional, mitra industry dan mitra pemda telah berpartisipasi aktif dalam pengelolaan rumpon terpadu. Kata kunci : Rumpon, Stok ikan, pendapatan, nelayan. 1. PENDAHULUAN Berdasarkan statistik perikanan tangkap (DKP Kabupaten Konawe, 2014), bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe yaitu sebesar 99,12% dengan menggunakan kapal ≤ 1 GT. Jumlah hasil produksi perikanan tangkap di Kecamatan Lalonggasumeeto juga cenderung menurun, yaitu pada tahun 2011 berjumlah 6.235,10 ton, tahun 2012 berjumlah 5,231,12 ton, tahun 2013berjumlah 5.300,13 ton dan tahun 2014 berjumlah 5.217,50 ton. Selain dari aspek produksi, nelayan skala kecil ini pada umumnya melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan di daerah terluar seperti pulau Labengki, pulau Wowonii dan pulau Donggala Sulawesi Tengga. Untuk mencapai daerah tangkapan tersebut terdapat kendala teknis dan non teknis. Kendala teknis adalah adanya keterbatasan armada penangkapan dan sarana penangkapan ikan. Kendala non teknis adalah keterbatasan ilmu pengetahuan dan ruang gerak nelayan dalam mencapai daerah fishing ground, jauhnya lokasi fishing ground dan rendahnya modal. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil tangkapan ikan yang berimbas pada pendapatan nelayan yang rendah. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan skala kecil, salah satu alternatif untuk menyelesaikan keterbatasan tersebut adalah penangkapan ikan berbasis rumpon. Menurut Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: 30/MEN/2004 tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon yang merupakan pengganti Keputusan Menteri Pertanian 168 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk Nomor:51/Kpts/1997 dinyatakan bahwa rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dirancang atau dibuat dengan struktur tertentu sehingga dapat ditempatkan secara tetap atau sementara pada perairan laut. Monintja (1993) menyatakan bahwa rumpon dipasang di perairan pada daerah penangkapan (fishing ground) tertentu, agar ikan-ikan tertarik untuk berkumpul di sekitar rumpon sehingga mudah ditangkap dengan alat penangkap ikan yang ramah lingkungan. Ikan-ikan kecil berkumpul di sekitar rumpon karena terdapat lumut dan plankton yang menempel pada atraktor rumpon. Ikan-ikan kecil ini mengundang ikan-ikan lebih besar pemangsanya dan demikian seterusnya hingga ikan potensial (seperti cakalang, tuna, tenggiri, dan lainnya) berada di sekitar rumpon yang dipasang di laut. Kegiatan penangkapan ikan berbasis rumpon, mempunyai kelebihan dibandingkan kegiatan penangkapan ikan lainnya, yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas penangkapan ikan dan memudahkan nelayan dalam mencari ikan (Monintja, 2003). Menurut Imron dan Baskoro (2006) bahwa dengan adanya rumpon maka operasi penangkapan ikan di laut tidak lagi bersifat memburu (hunter), tetapi mempunyai keuntungan yaitu: (a) mengurangi biaya operasional penangkapan terutama bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan komponen utama biaya operasional, (b) mempersingkat hari operasi penangkapan (fishing trip), (c) mempunyai kepastian daerah operasi penangkapan (fishing ground), dan (d) meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan. Berdasarkan aspek manfaatnya, penggunaan rumpon atau Fish Aggregating Device (FADs) di perairan Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe sebagai alat bantu penangkapan ikan telah diteliti sejak tahun 2014. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian Nadia, dkk (2015) bahwa produksi hasil tangkapan ikan di rumpon cenderung mengalami peningkatan jika dibandingkan sebelum ada rumpon. Hal tersebut terlihat dari data hasil tangkapan per trip sebelum ada rumpon mencapai 40 – 50 kg dan setelah ada rumpon cenderung meningkat menjadi 70 – 100 kg per trip. Kondisi demikian perlu dipertahankan agar ketahanan ekonomi nelayan dapat meningkat. Olehnya itu, salah satu upaya strategis yang dilakukan dalam program Hi-Link Tahun 2016 adalah pengelolaan ikan lestari di rumpon berbasis Kelompok Kerja Masyarakat (POKJAMAS). Untuk mencapai target tersebut kolaborasi Universitas Halu Oleo, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Konawe dan usaha masyarakat yang tergabung dalam kelompok nelayan usaha produktif menjadi penting untuk dilakukan secara berkesinambungan. Tujuan program Hi-Link ini adalah untuk menerapkan model pengelolaan rumpon terpadu berbasis POKJAMAS sebagai upaya penguatan UMKM nelayan di Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe, Untuk menciptakan suatu kawasan penangkapan ikan yang tertata, terkontrol dan terukur, menciptakan sebuah fishing ground yang juga berfungsi sebagai Bank Ikan, dan meningkatkan jumlah hasil tangkapan nelayan secara lestari dan berkelanjutan. 2. METODE 2.1. Waktu dan Tempat Kegiatan ini dilaksanakan sejak bulan April sampai September Tahun 2016. Tempat pelaksanaan di Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe meliputi Desa Puuwonua, desa Lalonggasumeeto, desa Toli-Toli, desa Wawobungi dan desa Nii Tanasa. 2.2. Cara pendekatan masalah dan relevansi metode yang digunakan Masalah utama dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan laut Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe adalah ketersediaan stok ikan di daerah fishing ground menurun dan jumlah hasil tangkapan nelayan fluktuatif serta kebutuhan operasional dalam kegiatan penangkapan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh, sehingga usaha nelayan cenderung stagnan dan susah untuk berkembang baik. Pendekatan masalah yang solutif untuk jangka panjang adalah pengelolaan rumpon terpadu berbasis POKJAMAS untuk meningkatkan jumlah stok ikan dan penguatan UMKM. Untuk mencapai target tersebut, maka kegiatan yang dilakukan dalam program Hi-Link ini sebagai berikut: Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 169 1) Mendesain rumpon dengan rakit ganda Rumpon yang digunakan adalah rumpon laut dangkal dengan rakit ganda yang dilengkapi shelter daun kelapa/daun nipa dan shelter waring. Rakit ganda terbuat dari bambu. Desain tersebut dapat berfungsi sebagai pemikat ikan pelagis dan ikan demersal. Rumpon yan digunakan berjumlah 4 unit yang dipasang dengan posisi persegi empat sehingga ikan hanya bergerak dari rumpon satu ke rumpon lainnya 2) Implementasi model pengelolaan rumpon berbasis POKJAMAS - Pembentukan Kelompok Kerja Masyarakat (POKJAMAS). Pembentukan kelompok tersebut melibatkan tim Hi-Link dan mitra industri serta pemerintah daerah setempat. Jumlah kelompok POKJAMAS adalah 5 kelompok dan setiap POKJAMAS sekaligus menjadi POKMASWAS. - Pelatihan dan penguatan kapasitas POKJAMAS Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang mendalam bagi nelayan tradisional tentang pengelolaan rumpon terpadu, desain rumpon, prinsip kerja rumpon terpadu dan sistem regulasi pengelolaan rumpon. Selain itu, dilakukan pula pemahaman tentang pengembangan usaha penangkapan ikan di sekitar rumpon. Dalam industri perikanan tangkap diperlukan target produksi yang terus dikejar dan sistem akuntasi pengelolaan keuangan yang tertib dan konsisten. Karena usaha ini sangat fisible, maka dibutuhkan komitmen dan manajemen yang dilakukan secara kontinyu. Untuk itu, kelompok nelayan dibekali ilmu pengetahuan yang cukup. Kelompok usaha ekonomi produktif lainya tetap dilakukan pembinaan sesuai keahlian dan keterampilan masingmasing. 3) Pengelolaan hasil tangkapan ikan Tahap ini dilakukan pendataan tentang produksi hasil tangkapan POKJAMAS mencakup jumlah hasil tangkapan, jumlah produksi dan pendapatan nelayan. Sasaran responden adalah anggota POKJAMAS yang telah dibentuk oleh tim Hi-link. 4) Membuka akses pasar Mengingat pasar ikan hasil tangkapan nelayan selama ini adalah pasar local, maka diperlukan pasar alternatif. Akses pasar dibuka melalui kerjasama perguruan tinggi, instansi pemerintah, dan mitra industri, baik pasar lokal maupun pasar domestik. 2.3. Analisis Data Program Hi-link ini menggunakan analisis deskriptif yang menggambarkan inovasi teknologi rumpon terpadu, pengelolaan rumpon berbasis POKJAMAS, aspek produksi dan pemasaran. Data yang dihimpun dalam kegiatan ini dianalisis secara deskriptif, dibuat tabel dan diagram. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Pembentukan POKJAMAS dan POKMASWAS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpon terpadu di perairan laut Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe telah memberikan manfaat yang besar terhadap peningkatan jumlah stok, keanekaragaman ikan dan jumlah hasil tangkapan nelayan. Hal tersebut memberikan harapan baru bagi nelayan bahwa rumpon mampu menjadi salah satu solusi dalam memecahkan kebuntuan dan ketidakberdayaan nelayan tradisional di tengah-tengah ragam potensi sumberdaya ikan di sekitarnya. Penerapan rumpon terpadu dapat tercapai berkat kerjasama yang baik oleh tim Hi-Link, mitra pemda, mitra industri dan masyarakat sasaran khususnya nelayan tradisional yang berasal dari 4 desa dalam lingkup Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe, yaitu desa Lalonggasumeeto, desa Puuwonua, desa Wawobungi, desa Toli-Toli dan desa Nii Tanasa. Nelayan tradisional yang terlibat dalam program tersebut, diorganisir melalui Kelompok Kerja Masyarakat (POKJAMAS) dan Kelompok Pengawas Masyarakat (POKMASWAS). Keberadaan kelompok masyarakat tersebut mampu mengoptimalkan pengelolaan rumpon secara berkesinambungan baik melalui pemanfaatan secara langsung dengan adanya rumpon maupun melalui pembinaan oleh 170 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk ‘Bapak Angkat’ mitra industri yang ada. Dengan demikian, program rumpon terpadu mampu meningkatkan peranserta nelayan sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kelompok Kerja Masyarakat (POKJAMAS) dan Kelompok Pengawas Masyarakat (POKMASWAS) No. NAMA KELOMPOK NAMA ANGGOTA 1 Wawobungi Lestari Jamaluddin (Ketua) 1. Kamarudin (Anggota) Yasir (Anggota) Aris (Anggota) Haris (Anggota) Sarmin (Anggota) 2 Mandiri Rahmatullah (Ketua) 2. Jufri (Anggota) Ahmad (Anggota) Habib (Anggota) Ilowan (Anggota) 3 Uro-Uro Jaya Herson (Ketua) 3. Jamaludin L (Anggota) Nawir (Anggota) Juhaepa (Anggota) Jusmin (Anggota) 4 Bojo-Bojo Israil (Ketua) 4. Gasing (Anggota) Arudin (Anggota) Rahmat (Anggota) Kilis (Anggota) 5 L.L. Meeto Mansur (Ketua) 5. Harun (Anggota) Sawaludin (Anggota) Rizal (Anggota) Fitri (Anggota) Ashar (Anggota) b. Demplot Rumpon dan Pemanfaatan Jasa Rumpon Pemasangan rumpon diawali dengan pengangkutan bahan-bahan rumpon yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh tim Hi-Link dan masyarakat/nelayan. Penentuan waktu yang tepat untuk pemasangan rumpon disesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat/nelayan setempat. Secara teknis, untuk memudahkan pengangkutan perlengkapan yang telah disiapkan, hal yang paling berat adalah mobilisasi jangkar ke lokasi rumpon mengingat jangkar rumpon ini memiliki kapasitas berat yang sangat besar yakni mencapai 500-600 kg. Untuk memudahkan mobilisasi tersebut, maka jangkar rumpon ditempatkan di atas rakit bambu bersama dengan garagara dan ditarik dengan perahu motor (katinting) ke lokasi rumpon. Perlengkapan lainnya seperti tali dan drum gabus pelampung rumpon ditempatkan di atas 2 perahu motor milik masyarakat/nelayan. Jumlah perahu motor yang membawa bahan sebanyak 6 kapal motor (katinting). Proses pengangkutan bahan-bahan rumpon dan pemasangan rumpon disajikan pada Gambar 2. Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 171 Gambar 2. Proses pemasangan rumpon: a. tim Hi-Link mempersiapkan bahan rumpon; b. Nelayan mengatur bahan rumpon di perahu motor; c. Tim Hi-Link mempersiapkan rakit dan pemberat yang akan ditarik dengan perahu motor; d. Mengikat tali di pelampung sebelum pemberat diturunkan ke laut; e. Rumpon yang telah terpasang di laut Lokasi rumpon yang dipasang di perairan laut Kabupaten Konawe berdasarkan hasil survei pendahuluan tim Hi-Link dan informasi dari nelayan tentang lokasi-lokasi fishing ground dan jalur migrasi ikan selama ini. Rumpon yang dipasang di lokasi tersebut berjumlah 5 unit rumpon dengan kedalaman: 1) rumpon unit 1 dipasang pada kedalaman 100 meter; 2) rumpon unit 2 dipasang kedalaman 130 meter; 3) rumpon unit 3 dipasang pada kedalman 496 meter; 4) rumpon unit 4 dipasang pada kedalaman 530 meter dan 5) rumpon unit 5 dipasang pada kedalaman 590 meter. Jarak terjauh lokasi pemasangan rumpon adalah 4 mil laut. c. Produksi Ikan di Rumpon Terpadu Berdasarkan hasil tangkapan yang diperoleh di Rumpon terpadu, terdiri atas ikan pelagik besar dan pelagik kecil. Identifikasi jenis ikan ini didasarkan pada hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap ikan mini rawai rinta (Tolaki), japajapa (Makassar). Alat tangkap rinta ini terbuat dari bahan pancing dengan berbagai ukuran, kain sutra (kain kaca) warna warni seperti putih, merah, hijau, orange, kelabu, merah muda, dan biru yand disesuaikan dengan jenis makanan bersamaan. Namun alat tangkap ini lebih dominan menangkap ikan pelagik kecil. Ikan pelagik besar ditangkap dengan menggunakan pancing No. 5-7 dengan tali tasi No. 100-300, dengan menggunakan umpan ikan baik hidup maupun mati. Setelah 10 hari pemasangan rumpon, rumpon tersebut sudah mampu menarik perhatian ikan untuk berkumpul di sekitar rumpon. Hal tersebut disebabkan rumpon yang dibuat menggunakan rakit bambu dan pemikat ikan dari daun kelapa yang mampu meningkatkan klorofil-a dan plankton sebagai sumber makanan ikan kecil dan keberadaan ikan-ikan kecil menjadi pemicu hadirnya ikanikan pelagis besar. Selain itu, keberadaan waring hitam sebagai tempat melekatnya bahan organik dan juga tempat makanan melekat sehingga mampu menarik ikan untuk berkumpul di sekitar waring tersebut.Kondisi demikan menyebabkan rumpon dalam program Hi-Link berbeda dengan rumpon masyarakat lainnya. Menurut Dempster (2004) bahwa rumpon yang memiliki pemikat yang baik sangat disukai ikan dan hanya dalam 2 minggu ikan sudah berkumpul di sekitar rumpon. Selain itu, ikan-ikan pelagis akan mengejar plankton yang melekat pada shelter dedaunan yang diletakkan di bagian pelampung rumpon sehingga ikan-ikan rekruitmen hadir (Nelson, 2003). Ikan 172 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk laut dangkal akan hadir ikan-ikan pelagis kecil seperti ikan cakalang, baby yellow tuna, ikan selar dan ikan-ikan tongkol (Dempster, 2003). Berdasarkan hasil tangkapan ikan yang dilakuikan oleh nelayan dan Tim Hi-Link bahwa ikan yang berkumpul bukan hanya ikan yang berasosiasi dengan perairan sekitar, akan tetapi ditemukan ikan-ikan rekruitmen yang hadir dari tempat lain. Ikan pelagik kecil yang tertangkap di rumpon konservasi adalah : Tongkol (bojo-bojo, paka), ikan kembung (Rastrelliger brachysoma), ikan selar (Decapterus selaroides), ikan selar bentong (Selar crumenopthalmus), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), cakalang lae-lae, cakalang lain (bahasa lokal uro-uro), ikan putih (Caranax sp), ikan rambai (Caranax malabaricus), ikan layang (Decapterus russeli). Ikan-ikan yang ditemukan di rumpon konservasi didukung oleh hasil riset dari Nelson (2003) bahwa rumpon laut dalam kebanyakan dihuni oleh ikan pelagis seperti Selar crumenopthalmus) dan Katsuwonus pelamis. Berikut ini adalah jenis ikan konsumsi yang tertangkap di rumpon dan periodik bulan setiap minggu yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Ikan kosumsi yang tertangkap di rumpon konservasi berdasarkan jenis ikan dan periodik bulan Sebaran ikan berdasarkan bulan/minggu Jenis ikan Juni Juli Agustus September 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Kembung (Rastrelliger brachysoma) Selar (Decapterus selaroides) Selar bentong (Selar crumenopthalmus) Cakalang (Katsuwonus pelamis) ikan putih (Caranax- caranax) Ikan rambai (Caranax malabaricus) ikan layang (Decapterus russeli) Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat 7 jenis ikan pelagis yang ditangkap di lokasi rumpon. Dari 7 jenis tersebut, ikan kembung, ikan selar , ikan putih dan ikan laying dikelompokan sebagai ikan yang menetap di rumpon dan jenis lainnya masuk dalam kategori ikan rekruitmen. Menurut Nelson (2003) bahwa ikan pelagis kecil yang hadir di rumpon sangat terkait dengan periodik bulan, sehingga tidak setiap saat jenis ikan tertentu berasosiasi dengan rumpon. Sementara itu, ikan yang hadir pada bulan terang dan bulan terang berbeda. Umumnya ikan muncul dipermukaan dan bergerombol pada bulan gelap dan terpencar pada bulan terang (Dempster, 2003). Hal tersebut terkait dengan distribusi cahaya, dimana ikan akan mengejar arah cahaya ketika malam hari, sehingga pada bulan gelap akan sangat mudah menangkap ikan dengan menggunakan cahaya dan pada bulan terang ikan akan tersebar karena cahaya perpencar dimanamana sehingga dikenal dengan bulan paceklik atau ikan susah ditangkap (Hollan, 2000). Kondisi demikian terjadi dimana saja termasuk di sekitar rumpon konservasi. Jumlah hasil tangkapan nelayan setiap waktu terus meningkat. Hal tersebut sejalan dengan keberadaan rumpon sebagai bank ikan dan pemikat ikan-ikan rekruitmen. Hasil riset menunjukkan adanya perbedaan jumlah hasil tangkapan nelayan sebelum dan setelah ada rumpon konservasi. Peningkatan jumlah hasil tangkapan diikuti dengan semakin dekatnya ikan ke arah pantai, sehingga nelayan dapat menghemat bahan bakar ketika melakukan kegiatan penangkapan ikan. Data jumlah hasil tangkapan ikan nelayan tradisional selama riset Hi-Link disajikan pada Tabel 3. Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 173 Tabel 3. Rata-Rata Jumlah hasil tangkapan ikan per bulan Rata-Rata Jumlah hasil tangkapan ikan per bulan (Ton) Nama Kelompok Kerja Sebelum Ada Rumpon Sesudah Ada Rumpon Masyarakat Septem April Mei Juni Juli Agustus ber Wawobungi Lestari 1.47 1.35 1.58 1.99 2.96 3.58 Mandiri Uro-Uro Jaya Bojo-Bojo L.L. Meeto 2.07 1.55 1.75 1.2 2.19 1.58 1.85 1.8 2.19 1.61 1.85 1.6 2.89 2.32 2.04 2,2 3.67 3.11 2.98 3,8 4.17 3.7 3.28 3,7 Jumlah hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di perairan dan jenis alat tangkap yang digunakan serta frekuensi tangkapan. Semakin banyak makanan di perairan maka semakin melimpah pula stok ikan di perairan (Nelson, 20013). Informasi tentang keberadaan dan kelimpahan ikan di area konservasi berdasarkan spesies ikan tertentu akan memudahkan pengelolaannya, guna mengembalikan jumlah ikan sesuai daya dukung lingkungannya dalam jumlah besar. Hal tersebut merujuk tujuan pemasangan rumpon konservasi berbasis stok dan prodktivitas hasil tangkapan ikan. d. Pendapatan Nelayan Masyarakat nelayan tradisional yang menggunakan perahu bermesin (katinting) dengan menggunakan alat tangkap pancing, cebderung mengalami kesulitan dalam mencari ikan. Hal ini disebabkan karena daerah penangkapan yang cukup jauh dari wilayah mereka. Daerah penangkapan yang dituju oleh nelayan memerlukan waktu yang cukup lama serta memerlukan bahan bakar yang lebih banyak yaitu di atas 20 liter yang harus disiapkan untuk mengisi 2 buah mesin setiap kali melakukan operasi penangkapan ikan. Dari hasil tangkapan yang mereka peroleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi keluarganya. Hasil yang mereka peroleh sebesar Rp. 200.000 – Rp. 300.000 setiap kali penangkapan, jadi jika dirata-ratakan hanya berkisar antara Rp. 700.000 - Rp. 800.000 setiap bulannya. Hal ini disebabkan karena intensitas kegiatan penangkapan yang sangat kurang. Tidak jarang mereka menangkap hanya untuk dikonsumsi sendiri. Dari hasil kegiatan penangkapan ikan di rumpon tersebut, telah memberikan hasil yang signifikan yaitu adanya peningkatan jumlah hasil tangkapan dan peningkatan pendapatan nelayan binaan tim Hi-Link Universitas Halu Oleo. Tingkat pendapatan nelayan disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Pendapatan Nelayan Sebelum dan Sesudah ada Rumpon Konservasi di Perairan Laut Kabupaten Konawe Pendapatan/Bulan (Rp) Nama Anggota Jamaluddin Haris Yasir Aris Sarmin Kamarudin Rahmatullah 174 April 750.000 1.500.000 900.000 850.000 1.000.000 1.200.000 1.600.000 Sebelum Mei 750.000 1.200.000 800.000 850.000 1.000.000 1.200.000 2.000.000 Juni 950.000 1.500.000 900.000 850.000 1.200.000 1.200.000 2.000.000 Juli 1.150.000 1.900.000 1.000.000 1.250.000 1.500.000 1.600.000 2.900.000 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk Sesudah Agustus 1.300.000 2.600.000 1.500.000 2.200.000 2.500.000 2.300.000 3.200.000 September 1.500.000 3.500.000 2.000.000 2.200.000 3.000.000 2.300.000 4.200.000 Jufri Ahmad Habib Ilowan Herson Jamaludin L Nawir Juhaepa Jusmin Israil Gasing Arudin Rahmat Kilis Mansur Harun Sawaludin Rizal Fitriaman Ashar 1.800.000 1.000.000 1.450.000 1.000.000 950.000 1.300.000 1.200.000 850.000 950.000 1.600.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.600.000 3.800.000 3.600.000 3.600.000 3.500.000 3.500.000 3.200.000 1.800.000 1.000.000 1.450.000 1.200.000 950.000 1.200.000 1.200.000 850.000 950.000 1.600.000 1.000.000 1.000.000 1.200.000 1.800.000 3.800.000 3.600.000 3.600.000 3.500.000 3.500.000 3.200.000 1.800.000 1.000.000 1.450.000 1.200.000 950.000 1.300.000 1.200.000 850.000 950.000 1.600.000 1.000.000 1.000.000 1.200.000 1.800.000 3.800.000 3.600.000 3.600.000 3.500.000 3.500.000 3.200.000 2.300.000 1.400.000 1.650.000 1.500.000 1.450.000 1.700.000 1.900.000 1.350.000 1.150.000 1.800.000 1.000.000 1.000.000 1.600.000 1.800.000 4.000.000 3.600.000 3.600.000 3.500.000 3.500.000 3.200.000 3.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.300.000 2.300.000 2.000.000 2.200.000 1.700.000 1.800.000 2.100.000 2.400.000 4.200.000 3.800.000 3.800.000 3.800.000 3.800.000 3.800.000 3.200.000 2.500.000 2.000.000 2.500.000 2.600.000 2.000.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 2.400.000 2.000.000 2.000.000 2.100.000 2.900.000 4.200.000 3.800.000 3.800.000 3.800.000 3.800.000 3.800.000 e. Pemasaran Pemasaran merupakan kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha untuk memuaskan keinginan atau kebutuhannya melalui proses pertukaran, yang mencakup serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memindahkan hasil produksi dari sektor produsen ke sektor konsumen. Saluran pemasaran perikanan merupakan suatu lembaga pemasaran yang dilalui oleh barang dan jasa mulai dari nelayan sampai ke konsumen, dalam saluran pemasaran pihak-pihak yang terkait antara lain mulai dari nelayan, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan sampailah pada tangan konsumen. Kegiatan pemasaran dilakukan untuk menyampaikan produk dari produsen kepada konsumen. Namun demikian, penyampaian produk pertanian seperti ikan tangkap pada umumnya tidak dapat langsung disalurkan kepada konsumen. Potensi dan peluang pasar ikan hasil tangkapan nelayan di rumpon konservasi cukup besar. Permintaan ikan di Kota Kendari dari waktu ke waktu terus meningkat dan melampaui jumlah hasil tangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Ikanikan pelagis kecil hasil tangkapan nelayan, umumnya dipasarkan dalam bentuk ikan segar yang dijual langsung kepada masayarakat di tempat pendaratan perahu (pendaratan ikan). Hanya sebagian kecil dari hasil tangkapan itu dijual dalam bentuk olahan berupa ikan kering/asin dan ikan asap. Proses pengolahan ikan-ikan itupun dilakukan melalui proses yang sederhana dan dalam skala kecil dalam lingkup rumah tangga. Kondisi pengolahan ikan yang dilakukan oleh nelayan tersebut akan mempengaruhi kualitas produk dan pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual pula. Saluran pemasaran ikan yang terjadi selama ini adalah dari nelayan produsen dijual kepada pedagang pengumpul dan dari pedagang pengumpul dijual kepada pedagang pengecer dan dari pedagang pengecer/keliling ke konsumen. Untuk memperlancar proses pemasaran, salah satu faktor yang tidak boleh dilupakan adalah menentukan secara tepat saluran pemasaran yang akan digunakan dalam menyalurkan produk tersebut, khususnya dalam pemasaran ikan laut segar. Hal ini dikarenakan sifat hasil perikanan yang mudah rusak (perishable). Saluran pemasaran dapat didefinisikan sebagai saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang yang diproduksinya dari tingkat Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 175 produsen sampai ke tingkat konsumen. Untuk mengetahui saluran pemasaran yang digunakan dilakukan penelusuran dalam sistem pemasaran ikan laut segar mulai dari nelayan sebagai produsen sampai konsumen. Saluran pemasaran ikan laut segar yang terjadi pada saat penelitian secara sistematis digambarkan sebagai berikut: Gambar 3. Saluran Distribusi Ikan Hasil Tangkapan di Rumpon Konservasi 4. KESIMPULAN Kesimpulan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Riset ini adalah rumpon terpadu telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah stok ikan dan penguatan UMKM melalui peningkatan pendapan nelayan. Hal tersebut terukur melalui perbedaan jumlah hasil tangkapan dan produksi ikan di perairan Kecamatan Lalonggasumeeto sebelum ada rumpon dan setelah ada rumpon. Selain itu, pengelolaan organisasi sudah tertata dengan baik berdasarkan prinsip-pinsip manajemen. Untuk rencana pengembangan, perlu ditingkatkan teknologi pasca panen di rumpon konservasi baik teknologi rantai dingin maupun teknologi pengolahan ikan. DAFTAR PUSTAKA [1] Baskoro, SM dan A. Suherman. 2007. Teknologi Penangkapan Ikan Dengan Cahaya. Badan Penerbit UNDIP-Semarang. Bogor. [2] Dempster T. 2004. Biology of fish associated with fish aggregation devices (FADs): implications for the development of a FAD-based fishery in New South Wales, Australia. Fish. Res. 68(1-3), 189-201. [3] Dempster T. 2003. Association of pelagic fish with floating structures: patterns, processes and ecological consequences. PhD thesis, University of Sydney. [4] Feigenbaum, A & Karnani, A (1991) Output flexibility: a competitive advantage for small firms. Strategic Management Journal Vol. 12(2):101-114. [5] Holland K.N., Jaffe A. and Cortez W. (2000) The fish aggregating device (FAD) system of Hawaii. In: Le Gall J.-Y., Cayre P. and Taquet M. (eds), Peche thoniere et dispositifs de concentration de poisons. Ed. Ifremer, Actes Colloq. 28, 55-62. [6] Kanagaya, T. 2001. Purse Seine fishing gear Method. Japan International Cooperation Agency. P.183-190 Tokyo. 176 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk [7] Kingsford M.J. 1999. Fish attraction devices (FADs) and experimental designs. Sci. Mar. 63(3-4), 181-190. [8] Kurniawan, M.R, Setyahadi dan G. Bintoro. 2013. Pengaruh pemasangan rumpon pada musim barat terhadap hasil tangkapan Alat tangkap payang di perairan tuban jawa timur. PSPK Student Journal, Vol. I No. 1 pp 16-20. Universitas Brawijaya. [9] Nelson P.A. 2003. Marine fish assemblages associated with fish aggregating devices (FADs): the effects of fish removal, FAD size, fouling communities, and prior recruits. Fish. Bull. 101, 835-850. [10] Shapiro, SM (2002) Innovation: A blue print for surviving and thriving in age of change. New York: Donnely and Sons Company. [11] Tadjudah, M. 2013. Pembentukan Daerah Penangkapan Ikan Dengan Light Fishing Dan Rumpon. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan Universitas Halu Oleo. [12] Torres A. 2000. Guam Fish Aggregating Device programme. In: Le Gall J.-Y., Cayre P. and Taquet M. (eds), Peche thoniere et dispositifs de concentration de poisons. Ed. Ifremer, Actes Colloq. 28, 304-318. Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 177