51 IV KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU 4.1. Kondisi Fisik DAS Ciliwung Hulu Luas DAS Ciliwung bagian hulu adalah + 14.876,37 ha. Curah hujan ratarata tahun 1989-2001 adalah 3.636 mm/tahun ( BP DAS Citarum-Ciliwung 2003). Tipe iklim DAS Ciliwung hulu menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson yang didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (> 200 mm ) dan Bulan Kering (< 100 mm ) adalah termasuk kedalam Type A. Berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe iklim di DAS Ciliwung hulu termasuk pada tipe iklim B2 yang mempunyai 7 sampai 9 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan kering, dan tipe iklim C1 yang mempunyai 5 sampai 6 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan kering (Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003b). Tipe iklim B2 terdapat di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung, sedangkan tipe ikllim C1 terdapat di Kecamatan Ciawi ((Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003b ). Suhu udara di DAS Ciliwung hulu berkisar antara 14,8o – 26,6o C. Hasil penelitian Fakhrudin (2003) menyebutkan curah hujan di Stasiun Katulampa kurun waktu 1972-1999 terbesar harian rata-rata114 mm. 4.1.1. Morfologi, Litologi dan Tanah Berdasarkan kondisi lereng dan beda tinggi, serta kenampakan lapangan, DAS Ciliwung Hulu dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan morfologi yaitu, morfologi pedataran tinggi, morfologi bergelombang landai, morfologi perbukitan terjal dan morfologi pegunungan (Suhari et al.1991). Morfologi pedataran tinggi terletak pada elevasi antara 600 – 1300 m dpl, kemiringan lereng kurang dari 8% akan tetapi pada lembah sungai kemiringannya lebih terjal (Suhari et al. 1991). Batuan penyusunnya terutama tufa dan breksi hasil erupsi G. Gede dan G.Pangrango, dengan aliran sungai dendritik-paralel (Suhari et al. 1991). Morfologi bergelombang landai berada pada elevasi 1000 m sampai 1500 m dari muka laut, umumnya merupakan kaki G. Gede dan G. Pangrango, dengan 52 kemiringan lereng antara 8-45% (Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003). Batuan penyusun morfologi bergelombang landai adalah tufa dan breksi, dengan sungai berpola dendritik-paralalel (Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003). Morfologi perbukitan terjal terdapat dibagian hulu DAS Ciliwung hulu, dengan kemiringan lereng berkisar antar 25% sampai lebih dari 70%, tersusun dari satuan breksi dan tufa hasil erupsi G. Gede dan Pangrango (Suhari et al.1991). Elevasi terendah pada morfologi perbukitan terjal adalah 1400 m dari muka laut dan elevasi tertinggi 1950 m dari muka laut. Sungai-sungai yang mengalir berpola subradial-subparalel (Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003). Morfologi pegunungan merupakan bagian lereng daerah pegunungan, dengan puncak-puncaknya antara G. Talaga (1.608 m), G Gedogan 1.688 m), G Luhur (1.745 m), G Kencana (1.803 m) G. Joglog (1.844 m), Bukit (pasir) Gegerbentang (2.042 m) dan G Pangrango (3.019 m). Elevasi di kawasan ini berkisar antara 1.015 m dan 3.019 m dpl. dan kemiringan lereng >40%. Satuan morfologi tersusun dari endapan volkanik, yaitu lava dan breksi, dengan sungai berpola dendritik (Suhari et al. 1991). Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung hulu dibangun oleh formasi geologi volkanik, yaitu komplek utama G. Gede dan Komplek G. Pangrango. Litologi kawasan DAS Ciliwung hulu adalah batuan volkanik, breksi dan lava dari G. Kencana dan Limo berumur kuarter tua dan sebagian batuan tersebut ditutupi oleh batuan gunung api muda berkomposisi andesitik hasil erupsi G Pangrango dan G. Gede ( Suhari et al. 1991). Berdasarkan peta tanah tinjau Kabupaten Bogor skala 1 : 250.000, jenisjenis tanah yang ada di wilayah DAS Ciliwung hulu meliputi jenis komplek Aluvial Kelabu, Andosol Coklat, Latosol Coklat, Regosol Coklat, dan Latosol Coklat Kemerahan. Bahan induk tanah di DAS Ciliwung hulu adalah tufa volkanik sebagai bahan dasar pembentuk tanah Latosol. Jenis tanah Latosol umumnya berbahan induk batuan volkanik yang bersifat intermidier, bersolum dalam, pH agak tinggi dengan kepekaan terhadap erosi rendah, sedangkan jenis tanah Regosol dan Andosol umumnya agak peka terhadap erosi. 53 4.1.2. Sifat Fisik dan Keteknikan Batuan dan Tanah Terdapat 4 sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah di DAS Ciliwung hulu yaitu (Suhari et al.1991 ) : a. Batuan Lahar, Breksi Tufaan dan Lapili dari G. Salak (Qvsb) Pada kelompok ini, batuan terdiri dari tufa dengan sisipan breksi. Umumnya tufa telah lapuk menjadi lempung atau lempung pasiran tebal yang sifatnya lunak dan rapuh. Daya dukung tanah1 hasil lapukan batuan untuk menopang fondasi bangunan, rendah sampai menengah (15-25 kg/cm2). Batuan menunjukkan sifat lunak sehingga mudah digali atau dipotong dengan peralatan sederhana. Tanah hasil pelapukan batuan (top soil) tipis (<30 cm), dan bersifat agak lepas, akan tetapi cukup tahan terhadap erosi jika vegetasi diatasnya tidak terganggu. Nilai permeabilitasnya sedang sampai tinggi yaitu antara 10-4–10-3cm/detik, sehingga secara umum endapan batuan mempunyai daya resap air sedang sampai tinggi. Breksi terdapat sebagai sisipan-sipan tipis dengan ketebalan <1 m dan sebarannya tidak menerus. Sisipan breksi terdapat pada kedalaman 1-5 m dari permukaan tanah setempat, berupa bongkahan dengan diameter 10 cm hingga lebih dari 50 cm, hubungan antar bongkah masih lepas, daya dukung terhadap fondasi sangat tinggi (tekanan konus pada sondir >100 kg/cm2) dan mampu menopang fondasi bangunan berat. b. Batuan volkanik G. Pangrango (Qvpo): Endapan breksi volkanik hasil erupsi G. Pangrango terdiri dari kerikil sampai bongkah yang tertanam dalam masa dasar tufa berbutir pasir, sifatnya lepas. Daya dukung tanah hasil lapukan batuan untuk menopang fondasi, sangat tinggi(>100 kg/cm2). Batuan ini agak sulit dipotong atau digali, untuk pemotongan atau penggalian skala besar diperlukan peralatan mekanik. Tanah hasil pelapukan batuan, tipis berupa pasir kerikilan yang bersifat lepas dan mudah tererosi khususnya pada lereng terjal. Nilai permeabilitas batuan berkisar 1 Daya dukung tanah untuk fondasi diukur dari tekanan konus sondir. Daya dukung rendah tekanan konus sondir <20 Kg/cm2; menengah 20-50 kg/cm2; tinggi 50- 100 kg/cm2 ; sangat tinggi >100 kg/cm2 (Suhari et al. 1991) 54 antara 10-4–10-3cm/detik, secara umum daya resap air dari endapan batuan adalah sedang sampai tinggi. c. Lava Basal dari G. Geger Bentang (Qvba): Pada kelompok lava basal dari G. Geger Bentang(Qvba), tufa umumnya telah lapuk menjadi lempung atau lempung pasiran tebal yang sifatnya cukup padu namun lunak, dan daya dukungnya untuk menopang fondasi rendah sampai menengah (15-25 kg/cm2). Batuan menunjukkan sifat lunak sehingga mudah digali atau dipotong dengan peralatan sederhana. Tanah hasil lapukan Qvba tipis (<40 cm) sifatnya kohesif dan tahan terhadap erosi. Nilai permeabilitas antara 10-5– 10-4 cm/detik sehingga secara umum daya resap air dari endapan batuan ini adalah rendah sampai sedang. d. Breksi Volkanik dan Lava G Kancana dan G Limo (Qvk): Sifat fisik dan keteknikan breksi volkanik dan lava hampir sama, sifatnya padu dan keras. Daya dukung tanah hasil lapukan batuan, sangat tinggi (>100 kg/cm2) dan mampu menopang bangunan berat. Batuan menunjukkan sifat kaku dan keras sehingga pemotongan atau penggalian dalam skala besar harus menggunakan peralatan mekanik. Tanah hasil lapukan kedua batuan secara umum relatif tipis (<40 cm). Namun untuk batuan lava yang telah melapuk dapat mencapai tebal 200 cm dan untuk batuan volkanik dapat mencapai tebal 500 cm. Tanah lapukan tersebut berupa lempung pasiran kerikilan yang bersifat agak lepas sampai agak lengket sehingga tahan terhadap erosi. Nilai permeabilitas kedua batuan yang belum lapuk 10-5 cm/detik, namun untuk breksi volkanik yang telah lapuk nilai permeabilitasnya antara 10-4–10-3 cm/detik sehingga secara umum daya resap air dari batuan ini adalah rendah sampai tinggi. 4.1.3 Kawasan Resapan Air Tanah Kawasan resapan air tanah adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (aquifer) yang berguna sebagai sumber air. Kemampuan lahan untuk meresapkan 55 air tergantung pada struktur tanah dan batuan pembentuknya serta geomorfologi. Menurut PP No 26/2008 tentang RTRWN kriteria kawasan resapan air adalah: a. Memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meluluskan air dengan jumlah yang berarti. b. Memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau. c. Memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan daerah lepasan. d. Memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada muka air tanah yang tertekan. Batuan hasil erupsi gunung api yang lebih tua umumnya mempunyai permeabilitas yang lebih rendah yaitu <10-4 cm/detik, akan tetapi apabila tanah lapukannya cukup tebal maka nilai permeabilitasnya dapat mencapai 10-3 cm/detik (Suhari et al. 1991). Batuan dan tanah yang dibentuk oleh breksi dan tufa yang belum padu, sifat permeabilitasnya tinggi (>10-3cm/detik) (Suhari et al. 1991). Berdasarkan peta hidrogeologi skala 1:100.000, sebagian besar DAS Ciliwung hulu tertutup oleh batuan dan tanah hasil lapukan dari breksi volkanik hasil erupsi G Pangrango(Qvpo) dan breksi volkanik dan lava hasil produksi G. Kancana dan Limo(Qvk). Permeabilitas hasil pelapukan batuan tersebut, sedang sampai tinggi (10-4–10-3 cm/detik). Daerah Gunung Mas merupakan daerah breksi volkanik dan tufa hasil erosi G. Pangrango nilai permeabilitas batuannya > 10-3 cm/detik. Di DAS Ciliwung hulu juga dijumpai breksi volkanik dan lava hasil erupsi G Kencana dan Limo dengan permeabilitas rendah (<10-5 cm/detik). Di DAS Ciliwung hulu, daerah peresapan air terutama terletak pada ketinggian >1.050 m dpl. Berdasarkan peta hidrogeologi, komposisi litologi dan sifat permeabilitas batuan, DAS Ciliwung hulu mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Aluvial endapan pantai terutama terdiri atas pasir dan kerikil. Permeabilitas antara 5 – 102 m/hari (berada di seputar puncak gunung Pangrango, G Kencana-Limo daerah Cisarua). 56 b. Aluvium endapan sungai, terdiri dari lempung lanau kerikil dan kerakal. Permeabilitas berkisar antara 103 sampai 10-1 m/hari ( berada di sekitar aliran sungai Ciliwung, Ciawi, Cisarua, Megamendung). c. Lempung-pasir halus, permeabilitas antara 105 sampai 32 m/hari (di utara Megamendung). Berdasarkan peta hidrogeologi 1:100.000, ketersediaan air tanah dan produktivitas aquifer Das Ciliwung hulu terdiri atas: a. Aquifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir. - Aquifer produktif tinggi dengan penyebaran luas berada di sekitar Kecamatan Megamendung dan Ciawi dekat kota Bogor. - Aquifer produktif sedang dengan penyebaran luas, berada disekitar Ciawi, Megamendung dan Cisarua utara. - Aquifer produktif setempat berada di sekitar kecamatan Megamendung dan Cisarua. b. Aquifer (bercelah atau sarang) dengan produktivitas kecil dan daerah air tanah langka atau tak berarti, berada sekitar Cisarua selatan. 4.1.4 Potensi Bencana Alam Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang teridentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor. Berdasarkan PP no 26/2008 tentang RTRWN, kawasan rawan bencana alam ditetapkan berdasarkan kriteria berikut : a) Kawasan yang memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi. b) Kawasan rawan bencana gunung api dengan kriteria berada sekitar kawah /kaldera, dan atau sering dilanda awan panas, aliran lava, aliran lahar, aliran gas beracun. c) Kawasan rawan gempa bumi dengan kriteria kawasan yang berpotensi dan/atau pernah mengalami gempa bumi skala Modified Mercally Intensity (MMI) VII – XII. d) Kawasan yang terletak di zona patahan aktif, dengan kriteria sempadan dengan lebar paling sedikit 250 m dari tepi jalur patahan aktif. 57 e) Kawasan rawan tsunami dengan kriteria pantai dengan elevasi rendah dan/atau berpotensi atau pernah mengalami tsunami. f) Kawasan rawan abrasi dengan kriteria pantai yang berpotensi dan/atau pernah mengalami abrasi. g) Kawasan rawan bahaya gas beracun dengan kriteria wilayah yang berpotensi dan/atau pernah mengalami bahaya gas beracun. Bencana alam yang ditemui di DAS Ciliwung hulu adalah longsor dan gerakan tanah. Bahaya letusan gunung api tidak dijumpai, karena gunung api yang terakhir aktif adalah G. Pangrango yang kini telah padam (Suheri et al. 1991), sedangkan G. Gede aliran laharnya tidak menuju ke DAS Ciliwung hulu (ESDM 2008b). Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi–ESDM (2008) untuk Provinsi Jawa Barat, Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua merupakan zona berpotensi gerakan tanah menengah. Artinya pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Dengan menggunakan kriteria daerah rawan bencana yang tercantum dalam PP No 26/2008 tentang RTRWN, wilayah dengan potensi gerakan tanah menengah belum digolongkan sebagai daerah rawan bencana alam. Berdasarkan peta rawan longsor 1:100.000 dari BP DAS Ciliwung-Citarum, 2007 (Lampiran 9), terdapat 4 klasifikasi longsor di DAS Ciliwung hulu, yaitu : a) Kawasan dengan klasifikasi sangat bahaya, dijumpai di Kecamatan Ciawi yang berbatasan dengan Kota Bogor dan di kawasan tengah DAS Ciliwung hulu yaitu di Kecamatan Cisarua. b) Daerah dengan klasifikasi bahaya, berada di kawasan bermorfologi pegunungan, merupakan kawasan hutan dan kebun teh di Kecamatan Cisarua. c) Daerah klasifikasi longsor potensial berada di bagian utara DAS Ciliwung hulu yaitu di Kecamatan Megamendung, dan sepanjang jaringan jalan BogorCianjur. 58 d) Daerah dengan klasifikasi normal, artinya tidak rawan longsor, berada di bagian tengah DAS meliputi sebagian Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Megamendung. 4.2. Kondisi Sosial Ekonomi 4.2.1. Jumlah Penduduk Selama kurun waktu 1997 sampai 2006, laju pertumbuhan penduduk yang terdiri dari laju kelahiran dan kematian serta laju migrasi masuk dan keluar, di Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua adalah 3,15 % per tahun, dengan kepadatan penduduk untuk tiga kecamatan tersebut sebesar 23 orang/ha. Laju pertumbuhan penduduk di DAS Ciliwung hulu pada kurun waktu yang sama adalah 3,14 % per tahun dengan kepadatan penduduk 17 orang/ha. Jumlah orang per KK di DAS Ciliwung hulu selama tahun 1997 -2006 berkisar antar 4–4,79 orang atau rata-rata 5 orang (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah Penduduk DAS Ciliwung Hulu dan Kecamatan Ciawi, Cisarua Megamendung Tahun 1997-2006 Tahun DAS Ciliwung Hulu Kab. Bogor Jumlah pddk (orang) Kepadatan pddk (org/ha) 1997 188.670 13 1998 190,594 13 1999 196.015 13 2000 200.955 14 2001 202.623 14 2002 208.849 14 2003 210.834 14 2004 222.212 15 2005 236.705 16 2006 249.199 17 Laju pertumbuhan penduduk (1997-2006) Sumber : Laju Pertum buhan * (%)/tahun 1,02 2,84 2,52 0,83 3,07 0,95 5,40 6,52 5,28 3,14 Rata-rata Penduduk per KK Kec. Ciawi,Cisarua, Megamendung Jumlah Laju Pertum Penduduk buhan * (orang) (%)/tahun 4,67 220.409 td 220.430 td 222.088 4,79 228.746 td 230.182 4,76 234.911 4,01 236.116 td 244.727 td 268.819 4.17 291.258 Laju pertumbuhan penduduk 1997-2006 0.01 0.75 3.00 0.63 2.05 0.51 3.65 9.84 8.35 3,15 BPS Kabupaten Bogor, 2002; DitJen Penataan Ruang Dep Kimpraswi(,2003); Bapeda Kabupaten Bogor (2007); dan hasil perhitungan(*) 4.2.2. Kondisi Sosial - Ekonomi Penduduk Keadaan ekonomi penduduk DAS Ciliwung hulu Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa keluarga miskin tahun 2006 terbanyak berada di Kecamatan 59 Ciawi sebesar 31,22 % dari jumlah kepala keluarga (KK) di Kecamatan Ciawi, keluarga miskin terbanyak (45,45%) di Desa Jambu Luwuk (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah Keluarga dan Penduduk Miskin DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor Tahun 2006 Kecamatan 1.Ciawi 2. Megamendung 3. Cisarua Rata-rata DAS Ciliwung hulu KK 485 440 571 499 Orang 2.226 1.740 1938 1968 % 31,22 21,84 21,21 24.76 Sumber: Bapeda Kab. Bogor, 2007 diolah Mata pencaharian penduduk di DAS Ciliwung hulu didominasi oleh kegiatan di bidang jasa. Di Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua sebagian besar penduduk bermata pencaharian di bidang jasa dan perdagangan, sedangkan di Kecamatan Sukaraja mata pencaharian penduduk masih tetap didominasi kegiatan pertanian, selain kegiatan perdagangan. Perkembangan kegiatan pariwisata yang pesat di Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua, memberikan peluang pada masyarakat untuk bekerja di sektor non pertanian. (Tabel 5). Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk DAS Ciliwung Hulu Tahun 2006 Mata pencaharian Ciawi orang Pertanian Pedagang Jasa Industri PNS/ABRI Megamendung % orang Cisarua % orang Sukaraja % orang % DAS Ciliwung Hulu orang % 560 6.739 6.159 3,78 45,51 41,60 2.028 8.879 12.087 8,35 36,57 49,79 1.349 12.832 13.781 4,59 43,73 46,96 2.066 1.845 614 44,20 39,47 13,14 6.003 30.295 32.641 8,21 41,44 44,65 111 1.238 0,75 8,36 205 1.078 0,84 4,44 118 1.266 0,40 4,31 41 108 0,88 2,31 475 3.690 0,65 5,05 Jumlah 14.807 100,00 24.277 100,00 29.346 Sumber :Dinas Kependudukan Kab. Bogor, 2006 (diolah) 100,00 4674 100,00 73.104 100,00 Tingkat pendidikan penduduk di DAS Ciliwung hulu didominasi oleh tamatan SD (57,21%). Kecamatan Ciawi merupakan kecamatan dengan tingkat pendidikan penduduk tamat perguruan tinggi, yang relatif cukup besar (8,57%) dibandingkan kecamatan lainnya (Tabel 6). Tabel 6. Tingkat Pendidikan Penduduk DAS Ciliwung Hulu Tahun 2006 Tingkat Pendidikan Tdk tmt SD Ciawi orang % 1.909 4,40 Tamat SD 21.847 50,40 Megamendung orang % 4.571 6,04 45.948 60,72 Cisarua orang % 5.259 6,13 48.980 57,08 Sukaraja orang % 28 0,79 2455 68,88 DAS Ciliwung hulu orang % 11.767 5,65 119.230 57,21 60 Tingkat Pendidikan Tamat SLTP Tamat SLTA Ciawi orang % 7.386 17,04 8.489 19,58 Megamendung orang % 11.218 14,82 Cisarua orang % 14.991 17,47 10.524 13.172 13,91 15,35 Sukaraja orang % 772 21,66 227 7,77 DAS Ciliwung hulu orang % 34.367 16,49 32.412 15,58 AK/PT 3.717 8,57 2.906 4,51 3.409 3,97 32 0,90 10.567 5,07 Jumlah 43.348 100,00 75.670 100,00 85.811 100,00 3564 100,00 208.393 100,00 Sumber : Dinas Kependudukan Kabupaten Bogor, 2006 (diolah) 4.2.3. Partisipasi Masyarakat dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Partisipasi masyarakat adalah salah satu unsur penting dalam pengelolaan lingkungan hidup, karena pada dasarnya kualitas lingkungan hidup tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Umumnya faktor sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah tingkat pendidikan jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan (Sudjono 1990; Dewi 1997). Penelitian Sabri (2004) di Sub-Das Ciliwung hulu menunjukkan partisipasi masyarakat dalam membayar iuran konservasi, yang ditunjukkan oleh nilai WTP (willingness to pay), cenderung lebih tinggi pada masyarakat yang pendidikan dan penghasilannya lebih tinggi (Sabri 2004). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu ukuran kualitas kehidupan masyarakat dari perspektif pembangunan manusia, terdiri atas empat komponen yaitu: angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli. Keempat komponen tersebut secara tidak langsung menunjukkan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan tingkat kesehatan masyarakat. Nilai IPM Kabupaten Bogor selama kurun waktu 2002-2007 relatif masih rendah (Tabel 7 ). Tabel 7. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Kabupaten Bogor 2002-2007 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Angka Angka Melek Kemampuan Lama Sekolah Harapan Hidup Huruf (%) Daya Beli (tahun) (tahun) (Rp) 6,10 66,80 92,80 550.400 6,18 66,82 92,80 551.520 6,26 66,94 93,22 552.450 6,89 67,10 93,91 556.750 td td td td td td td td Sumber: http://www.Bogor kab.go.id [ 1 Nov 2008] IPM (tanpa satuan) 67,70 67,80 68,10 68,99 69,45 69,70 61 Semakin tinggi komponen rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli masyarakat, secara tidak langsung menunjukkan tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat yang semakin tinggi pula. Berdasarkan komponen pembentuk IPM tersebut, maka IPM dapat menjadi langkah awal untuk memperkirakan kecenderungan peningkatan partisipasi masyarakat. 4.3. Tutupan Lahan Peningkatan luas kawasan permukiman diperlihatkan oleh peningkatan tutupan lahan permukiman. Sebelum tahun 2000 kenaikan tutupan lahan permukiman relatif lambat yaitu dari 3,96% (1992) menjadi 8,49% (2000), atau meningkat sebesar 4,53%, akan tetapi setelah tahun 2000 kenaikan tutupan lahan relatif lebih cepat selama kurun waktu 6 tahun 2000 – 2006, tutupan lahan permukiman meningkat sebesar 12%. Kenaikan tutupan lahan permukiman diimbangi oleh berkurangnya luas tutupan lahan hutan/vegetasi lebat. Hal tersebut sejalan dengan semakin maraknya pembangunan kawasan perumahan baik yang berizin (ber IMB) maupun tidak berizin. Cepatnya kenaikan tutupan lahan permukiman di duga berkaitan dengan diberlakukannya otonomi daerah sejak tahun 2001 dan habisnya masa berlaku HGU dan belum terbitnya HGU yang baru dari beberapa perkebunan yang berlokasi di DAS Ciliwung hulu. Tahun 2006, tutupan lahan hutan/vegetasi lebat hanya tersisa 29,55 % dan tidak seluruhnya berstatus hutan lindung. Kawasan hutan lindung berstatus hutan negara, didominasi oleh vegetasi hasil suksesi alami (BP DAS Citarum-Ciliwung dan Fakultas Kehutanan IPB, 2003). Sekitar 30 % kawasan hutan di DAS bagian atas merupakan hutan produksi yang didominasi oleh tanaman Pinus sp (BP DAS Citarum-Ciliwung dan Fakultas Kehutanan IPB, 2003). Tutupan lahan berupa ladang, dan tegalan sebesar 33,80 % dan tidak seluruhnya tertutup vegetasi atau sedang ditanami (Tabel 8 dan Lampiran 10). 62 Tabel 8. Persentase Tutupan Lahan di DAS Ciliwung Hulu Tahun 1992,1995,2000 dan 2006 Bentuk Tutupan Lahan 1. Permukiman 2.Vegetasi Lebat/Hutan 3. Perkebunan 4. Lahan Kering 5. Lahan Basah/Badan air 6. Lain-lain Jumlah 1992* % 3,96 41,62 14,93 35,85 2,00 1,84 100,00 1995* % 5,72 39,73 13,15 36,62 4,78 0,00 100,00 2000* % 8,49 37.76 13,41 36,42 3,35 0,57 100,00 2006 % 20,17 29,55 12,80 33,80 3,67 0,00 100,00 Sumber: *Biotrop (diolah) ; hasil analisis Perubahan tutupan lahan di DAS Ciliwung hulu secara tidak langsung dipengaruhi oleh daya tarik kawasan sebagai daerah pariwisata. Sebagai bagian dari kawasan puncak, DAS Ciliwung hulu mempunyai daya tarik bagi masyarakat sekitar Bogor dan luar Bogor untuk mendirikan rumah peristirahatan (villa, bungalow). Pemukiman yang berada di wilayah DAS Ciliwung hulu terutama di bagian atas, tidak seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal (hunian), sebagian berfungsi sebagai tempat peristirahatan yang hanya dihuni pada saat-saat tertentu (hari libur). Daya tarik DAS Ciliwung hulu secara tidak langsung diperlihatkan oleh meningkatnya permohonan IMB selama kurun waktu 1997-2007 (Tabel 9). Tabel 9. Jumlah pemohon IMB yang Berdomisili di Luar Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung Tahun 1998 -2007 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Pemohon IMB Non Perumahan (%) 23,53 32,00 42,98 33,92 td 48,33 58,33 47,83 41,73 51,43 Keterangan Asal pemohon adalah kota Bogor, Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Jawa tengah. Sumber: Bidang Tata Bangunan Dinas Cipta karya Kab Bogor (2004); Bidang Tata Bangunan, Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor(2005); Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor (2006); Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor(2007). Daya tarik kawasan DAS Ciliwung hulu (kawasan puncak), selain diperlihatkan oleh permohonan IMB dari luar DAS Ciliwung hulu yang terus 63 meningkat, diperlihatkan pula oleh perkembangan kawasan permukiman. Pemukiman di bagian hulu cenderung memusat ke arah sepanjang jalan raya Ciawi-Cisarua. 4.4. Kualitas Lingkungan Hidup DAS Ciliwung hulu Degradasi DAS Ciliwung hulu ditunjukkan oleh beberapa indikator yaitu lahan kritis, erosi, sedimentasi, debit air sungai, run off, kualitas air, sampah permukiman dan kejadian longsor di kawasan permukiman. Degradasi DAS Ciliwung hulu berkaitan dengan terjadinya perubahan penggunaan lahan dari penggunaan lahan hutan dan pertanian menjadi permukiman. Perubahan penggunaan lahan secara umum akan mengubah: a) aliran permukaan DAS; b) kualitas air; dan c) sifat hidrologi DAS (Taufik et al. 2004). Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik aliran permukaan terutama berkaitan dengan fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi lahan. Vegetasi secara fisik mampu menahan aliran permukaan dan meresapkannya ke dalam tanah sehingga dapat mengurangi volume run off maupun debit air sungai (Taufik et al. 2004). Perubahan penggunaan lahan dapat menyebabkan volume air permukaan di DAS Ciliwung hulu meningkat. Penelitian Sawiyo (2005) di salah satu sub DAS Ciliwung hulu yaitu di sub DAS Cibogo, menunjukkan debit puncak sungai Ciliwung meningkat dari 280 m3/det(1990) menjadi 383 m3/det (1996), dan terjadi peningkatan volume air hujan yang melimpas menjadi aliran permukaan (direct run-off) dari 53% (1990) menjadi 63%(1996). Hal tersebut menandakan kondisi hidrologi DAS terganggu sehingga volume air hujan yang turun sebagian besar tidak meresap kedalam tanah tetapi mengalir sebagai air permukaan dan memperbesar debit air sungai. Kondisi hidrologi DAS Ciliwung hulu juga diperlihatkan oleh kecenderungan peningkatan debit air sungai Ciliwung maksimum pada musim hujan dan penurunan debit air sungai Ciliwung minimum pada musim kering di Bendung Katulampa Ciawi. Keputusan Menteri (Kepmen) Kehutanan No 52/Kpts-II/2001 tentang pedoman penyelengggaraan pengelolaan 64 daerah aliran sungai menyatakan bahwa nisbah debit air sungai maksimum dengan debit air sungai minimum (Q maks/Qmin) antara 1-50 kondisi hidrologi DAS baik; 50-100 kondisi hidrologi DAS sedang dan >100 kondisi hidrologi DAS buruk. Tahun 1990 nilai Qmaks/Q min sebesar 28,92 artinya kondisi hidrologi DAS baik, sedangkan tahun 2005 nilai Q maks /Q min meningkat menjadi 4.274, artinya kondisi hidrologi DAS buruk. Penurunan kondisi hidrologi DAS Ciliwung hulu dari baik menjadi buruk menunjukkan fungsi ekologis DAS sebagai pengatur tata air menurun. Kondisi hidrologi DAS Ciliwung hulu yang menurun juga diperlihatkan oleh debit banjir seratus tahunan yang cenderung meningkat, tahun 1973 sebesar 370 m3/dtk tahun 2000 meningkat menjadi 570 m3/dtk dan tahun 2007 meningkat lagi menjadi 760 m3/dtk (Tabel 10). Kondisi hidrologi DAS Ciliwung hulu yang menurun disebabkan berbagai macam faktor seperti penggunaan lahan yang tidak tepat; perubahan penggunaan lahan dari lahan hutan menjadi pertanian atau permukiman dan lahan pertanian menjadi permukiman; serta erosi dan sedimentasi. Selama tahun 2001 -2002 laju erosi cenderung meningkat demikian pula dengan sedimentasi (Tabel 10). Tabel 10. Indikator Kondisi Hidrologi DAS Ciliwung Hulu No Indikator kondisi hidrologi Tahun A 132,47 B 17.096 Keterangan 4,58 0.004 28,92 4.274 53 63 1 Debit maksimum(m3/dtk) 2 Debit minimum (m3/dtk) 3 Q maks/Qmin 4 Direct run off (%) 5 43,20 50,70 6 Kontribusi DAS Ciliwung hulu terhadap banjir di Jakarta (%) Laju erosi (ton/ha/bln) 44 74,7 7 Sedimentasi (ton/ha/tahun) 19,70 36,96 Data tahun 1990 Bendung Katulampa (Kadar 2003) dan data 2005 di sub DAS Ciliwung hulu (BP DAS Citarum Ciliwung 2005) Data tahun 1990 Bendung Katulampa (Kadar 2003) dan data 2005 di sub DAS Ciliwung hulu (BP DAS Citarum Ciliwung 2005) Data tahun 1990 dan 2005 Q maks/Qmin < 50 baik 50-100 sedang >100 buruk Data tahun 1990 dan 1996 di sub DAS Cibogo (Sawiyo 2005) Data tahun 1981 dan 1999 (Irianto 2000) Data tahun 2001 dan 2002 (Qodariah et-al. 2004) Data tahun 2001 dan 2002 (Qodariah et-al. 2004) 65 Kualitas air sungai Ciliwung hulu dipengaruhi oleh penggunaan lahan DAS Ciliwung hulu, penelitian Taufik et al. (2004) menunjukkan sumber pencemar berasal dari limbah domestik akibat meningkatnya kawasan permukiman. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Taufik et al. (2004) menggunakan Indeks Storet menunjukkan kualitas air mengalami penurunan. Pada tahun 2000 indeks Storet (-18) status baik, tahun 2002 indeks Storet menjadi (-36) status buruk Selain itu penelitian Fachrul et al. (2005) menunjukkan water quality index (WQI) di Kecamatan Ciawi (Gadog) mengalami penurunan dari 95 pada tahun 1995 menjadi 70,65 pada tahun 2005. Penelitian KLH menunjukkan pada tahun 2007 kualitas air sungai Ciliwung di DAS Ciliwung hulu berstatus mutu D. Status mutu D menunjukkan DAS Ciliwung hulu telah tercemar berat sehingga tidak layak untuk dijadikan air minum, hanya layak untuk menyiram tanaman. Sumber pencemar air sungai Ciliwung berasal dari limbah domestik (permukiman), pertanian, peternakan, dan industri. Tahun 2002 dan 2009 parameter kimia, biologi dan fisik sungai Ciliwung mengalami penurunan. Sebagian besar parameter kualitas air telah melampaui baku mutu air kelas I dan II, artinya air sungai Ciliwung tidak layak untuk dijadikan pasokan air minuman (Tabel 11). Tabel 11 Kualitas Air di DAS Ciliwung Hulu Tahun 2002 dan 2009 N o 1 2 3 4 1 2 3 4 Parameter Kualitas Air Parameter kimia pH BOD (mg/l) DO (mg/l) COD (mg/l) Parameter Biologi Tot coliform ( mg/l) Parameter fisika Residu terlarut (TDS)mg/l Residu tersuspensi (TSS) mg/l Kekeruhan BM Kondisi 2002* 2009** I II 6-9 2 6 10 6-9 3 4 25 6,1-7,28 1,6-80,7 6-8 7,46-120,5 7,4-8,19 td 1000 5000 110-2800 200-34.100 1000 50 - 1000 50 80 - 1.250 td 51-59,25 - 5-90 6-9,96 132-157 8-39,50 6-27,50 Keterangan : BM= baku mutu Sumber : *Taufik et al (2004). **Badan Lingkungan Hidup Pemda kab. Bogor (2009) Sumber timbulan sampah di DAS Ciliwung hulu umumnya berasal dari rumah tangga, perdagangan, pariwisata, perkantoran, dan industri rumah tangga. 66 Pelayanan pengangkutan sampah terbatas, hanya sebagian kecil (9-27%) yang sudah terlayani oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor melalui dinas kebersihan dan dinas pasar. Sebagian besar penduduk mengelola sampah secara individual dengan membakar atau menimbun disekitar pekarangan rumah, bahkan sebagian masyarakat masih membuang sampah ke sungai atau lahan kosong (Tabel 12). Tabel 12 Timbulan Sampah dan Kemampuan Pembuangan Sampah Permukiman di DAS Ciliwung Hulu tahun 2006 No Kecamatan 1 Ciawi Asal Sampah Timbulan sampah (m3/hr) Permukiman 160 Pasar 30 2 Megamendung Permukiman 200 Pasar td 3 Cisarua Permukiman 200 Pasar 45 4 Sukaraja td td Sumber: : Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor(2006). Pembuangan Sampah Dibakar/ditimbun) Ke TPS (m3/hr % m3/hr % 142 88,75 18 11,25 0 0 30 100 182 91,00 18 9,00 td td td td 146 73 54 27 0 0 45 100 td td Bencana tanah longsor di kawasan permukiman terjadi di beberapa desa di Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua. Dari tiga kecamatan tersebut, Kecamatan Megamendung yang sebagian besar wilayahnya berada di bagian tengah DAS Ciliwung hulu merupakan daerah rawan longsor, selama tahun 20072008 di Kecamatan Megamendung terjadi 11 kali longsor dan jumlah desa yang mengalami longsor berjumlah 12 desa (Tabel 13). Tabel 13 Bencana Longsor Tahun 2007-2008 di Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung No Kecamatan 1 2 3 4 Ciawi Megamendung Cisarua Sukaraja Desa 2 12 6 td Tahun 2007 Frek. longsor 2 11 3 td Desa 4 2 td Tahun 2008 Frek. longsor 3 4 td Sumber : Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor, 2007 – 2008. Berdasarkan peta rawan longsor (BP DAS 2007), terdapat empat klasifikasi daerah rawan longsor di DAS Ciliwung hulu yaitu normal, potensial, bahaya dan sangat bahaya. Sebagian besar DAS Ciliwung hulu merupakan wilayah rawan 67 longsor. Klasifikasi longsor sangat bahaya terdapat di bagian tengah DAS yaitu di Kecamatan Megamendung dan di perbatasan Ciawi dengan kota Bogor (Tabel 14). Tabel 14 Klasifikasi Kawasan Rawan Longsor di DAS Ciliwung Hulu Luas NO Klasifikasi Kawasan Longsor ha % 4,870.75 3,115.26 32,74 20,94 6,249.93 640.42 14,876.37 42,01 4,30 100 1 Normal 2 Potensial 3 Bahaya 4 Sangat Bahaya Jumlah Sumber: Peta Rawan Longsor BP DAS Citarum- Ciliwung (2007) Lahan kritis di DAS Ciliwung hulu dilihat dari prosentasenya tidaklah begitu besar, akan tetapi keberadaannya perlu menjadi perhatian karena tersebar disekitar kawasan hutan konservasi di bagian selatan DAS Ciliwung hulu yaitu di Kecamatan Cisarua (Tabel 15). Tabel 15 Tingkat Kekritisan Lahan di DAS Ciliwung Hulu 2005 No 1 2 3 4 5 Tingkat Kekritisan Lahan Tidak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Kritis Sangat Kritis Jumlah Luas ha 13,782.65 228.54 227.55 382.25 255.37 14,876.37 % 92.65 1.54 1.53 2.57 1.72 100.00 Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor 4.5. Kelembagaan Penataan Ruang dan Permukiman 4.5.1. Peraturan Perundangan-Undangan Penataan Ruang dan Permukiman Penataan ruang di DAS Ciliwung, khususnya DAS Ciliwung hulu telah dimulai sejak tahun 1963 melalui Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Daerah (Perda) provinsi dan kabupaten, maupun Surat Keputusan (SK) Gubernur. Berbagai peraturan yang berkaitan dengan penataan ruang DAS Ciliwung hulu tertera pada Tabel 16. 68 Tabel 16. Peraturan Berkaitan dengan Penataan Ruang dan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Peraturan Perundangan Substansi 1. Perpres RI No. 13 tahun 1963 2 Keppres No 48 Tahun 1983 3 4 5 Keppres No. 79/1985 SK Gubernur KDH Tk. I Jawa BaratNo.556.1/SK.295-Huk/ 1985 Perda Kab Bogor No.3/ 1988 6 Permendagri No 22/1989 7 Keppres No 32/1990 8 9 SK Gubernur Jabar No 413.12/SK/222-Huk/1991 . Perda Kab. Bogor No.3/1993 10 PP No 47/1997 11 Keppres No 114/1999 12 SK Bupati Kab .Bogor No 503/Kpts/Huk/1999 13 Perda Kab. Bogor No.17 /2000 Mengatur ketertiban pembangunan baru disepanjang jalan antara Jakarta – Bogor – Puncak – Cianjur. Penanganan Khusus Penataan Ruang dan Penertiban serta Pengendalian Pembangunan pada Kawasan Pariwisata Puncak dan Wilayah Jalur Jalan Jakarta-Bogor-PuncakCianjur. Penetapan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak. Prosedur dan Tata Cara Pengendalian (Kriteria Teknis Bangunan) pada kawasan pariwisata jalur jalan Bogor – Puncak – Cianjur. RDTR Kawasan Puncak Bogor . Tata laksana Pengendalian dan penertiban Kawasan Puncak. Pengelolaan kawasan Lindung • Kriteria Kawasan : hutan lindung, resapan air, sempadan sungai, sempadan danau, sempadan mata air. • Kriteria kawasan rawan bencana Kewenangan pengendalian kawasan lindung. Kriteria lokasi dan standar teknis pelaksanaan ruang di kawasan Puncak . RDTR Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor : cakupan isi RDTR sama dengan RDTR Kawasan Puncak Bogor 1988 Ⅻ Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN). Kawasan Bopunjur ditetapkan sebagai kawasan yang memerlukan penanganan khusus dan mempunyai nilai strategis yaitu kawasan yang yang memberikan perlindungan bagi kawasan dibawahnya yaitu wilayah provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Provinsi Banten. Penataan Ruang Kawasan Bopunjur. • Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua yang berada di DAS Ciliwung Hulu ditetapkan sebagai kawasan konservasi air dan tanah yang merupakan fungsi utama kawasan; • kegiatan budidaya tidak melampaui ketersediaan sumber daya alam dan energi Susunan Tim Pertimbangan Pemberian Izin Lokasi • Mengkoordinasikan dinas/instansi terkait dlm rangka proses penerbitan izin lokasi, • Pembentukan tim pertimbangan, • Tugas dan tanggungjawab tim pertimbangan, • Susunan tim pertimbangan RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 Ⅻ Kecamatan Cisarua, Megamendung dan Ciawi yang berada di DAS Ciliwung Hulu ditetapkan sebagai kawasan permukiman perdesaan, permukiman perkotaan, dan pengembangan perkotaan. 69 Peraturan Perundangan Substansi 14 Perda Kab Bogor No 19/2000 Retribusi IPPT • Objek dan subjek retribusi; • Cara mengukur tingkat penggunaan jasa berdasarkan luas , jenis peruntukan dan lokasi; • struktur dan besarnya tarif, ketentuan perijinan. 15 Perda Kab Bogor No 23/2000 16 Perda Kab Bogor No 24/2000 17 Keputusan Bupati No 19/2002 18 Keputusan Bupati No 20/2002 19 SK Bupati Kab. Bogor No 60/266/Kpts/huk/2002 20 Perda Prov Jabar No 2/ 2003 21 Keputusan Presiden no 34/2003 tentang IMB : digunakan untuk pengawasan dan pengendalian pembangunan. Retribusi IMB • Dalam rangka pengawasan dan pengendalian IMB secara teknis dan administratif diperlukan biaya. • Penetapan besarnya retribusi IMB didasarkan pada kajian, pengawasan dan pengendalian mendirikan bangunan . Juklak IMB :Persyaratan permohonan IMB dan Jangka waktu penyelesaian IMB. Juklak Retribusi IMB: Kewajiban retribusi, tata cara perhitungan retribusi, tata cara pemungutan retribusi. Prosedur tetap pemrosesan dokumen adm pelayanan umum di bidang tata ruang dan lingkungan hidup • Memberikan kejelasan pd masyarakat dan sebagai standar pelayanan minimal (SPM) bagi instansi terkait, • Jenis perizinan dan pelayanan di bidang TRLH (izin lokasi ,IPPT, Izin usaha (HO), SIPAL, UKL/UPL, Amdal • Instansi pemroses • Persyaratan administrasi • Mekanisme pemrosesan • Jangka waktu penyelesaian. RTRW Provinsi Jabar. • Das Ciliwung Hulu merupakan bagian dari Kawasan Andalan Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur) dengan kegiatan utama agribisnis dan pariwisata. • Terdapat kawasan di DAS Ciliwung Hulu yang merupakan bagian dari kawasan hutan yang berfungsi lindung yang terletak di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor. Kebijakan nasional di bidang pertanahan • Kewenangan pemerintah di bidang pertanahan dilaksanakan oleh kabupaten/kota. Kewenangan tersebut adalah : a) Pemberian izin lokasidan izin membuka tanah; b)penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; c) Penyelesaian masalah : sengketa tanah garapan, ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan, tanah ulayat, tanah kosong; d) Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee, tanah ulayat; e) Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten /kota 70 Peraturan Perundangan 22 Peraturan Bupati Kab. Bogor No 2/2006 23 Peraturan Bupati No 14/2007 24 UU No 26/2007 25 PP No 26/2008 26 Perpres No 27 Perda Kab Bogor No 19/2008 28 Peraturan Bupati No 75/2008 54/2008 Substansi Kriteria Lokasi dan Standar Teknis Pemanfaatan Ruang • Mengakomodasi dinamika pembangunan secara terkendali • Sebagai pedoman untuk pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian pembangunan . Pedoman Pengesahan Master Plan, Site Plan, dan Peta Situasi. Dalam upaya peningkatan pelayanan di bidang pengesahan rencana tapak guna mewujudkan tertib pemanfaatan ruang Penataan Ruang, ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 % dari luas daerah aliran sungai. RTRWN. • Bopunjur merupakan kawasan Andalan • Arahan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai lintas negara, wilayah sungai lintas provinsi, dan wilayah sungai strategis nasional memperhatikan pola pengelolaan sumber daya air. • Kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur merupakan kawasan Strategis Nasional. Penataan ruang Jabodetabekpunjur • Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung hulu berada pada zona B3, B4 dan B5. • Kawasan budidaya di DAS merupakan kawasan prioritas • RTRW dijabarkan menjadi Rencana Detail yang ditetapkan dengan Perda • RTR Kawasan Jabodetabekpunjur memuat pengaturan zonasi, rencana teknik bangunan dan lingkungan dan persyaraan teknis lainnya. • Penyusunan rencana detail oleh daerah dikonsultasikan dengan daerah lainnya di bawah koordinasi Menteri. RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 merupakan pedoman dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan tata ruang di wilayah Kabupaten Bogor. Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang merupakan pedoman teknis untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian pembangunan 4.5.2. Implementasi Kebijakan Pengelolaan Permukiman Di DAS Ciliwung Hulu Peraturan perundangan yang berkaitan langsung dengan penataan ruang permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah PP No 26/2008, Perpres No 58/2008 dan Perda Kabupaten Bogor No 19/2008. Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan pedoman dalam pembuatan rencana tata ruang di seluruh Indonesia. Pada pasal 9 PP No 26/2008 71 disebutkan bahwa Kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-PuncakCianjur (Jabodetabekpunjur) merupakan kawasan strategis nasional yang memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Untuk mewujudkan ketentuan dalam PP No 26/2008 tersebut dibuat Perpres No 58/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur(Jabodetabekpunjur). Tujuan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah : a) mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar daerah sebagai suatu wilayah perencanaan dengan memperhatikan kesejahteraan dan ketahanan; b) mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir; c) mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan berkelanjutan. Pasal 49 Perpres No 58/2008 menyebutkan bahwa rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi, kabupaten dan kota yang berada di kawasan Jabodetabekpunjur harus disesuaikan dengan rencana tata ruang kawasan (RTRK) Jabodetabekpunjur. Oleh karena sebagian besar (99,41 %) dari DAS Ciliwung hulu merupakan wilayah Kabupaten Bogor sisanya 0,59 % merupakan wilayah Kota Bogor, maka penataan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu harus berpedoman pada RTRW Kabupaten Bogor. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor telah disesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam RTRK Jabodetabekpunjur dan diundangkan menjadi Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor. Untuk melaksanakan ketentuan dalam Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 tersebut, Bupati Kabupaten Bogor telah mengeluarkan Peraturan Bupati Kabupaten Bogor No 75/2008 tentang pedoman operasional pemanfaatan ruang. Keterkaitan antar peraturan perundangan yang menjadi payung dalam pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu meliputi perencanaan 72 tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang dan kelembagaan. Perencanaan permukiman berdasarkan UUPR No 26/2007 tidak diizinkan berada di kawasan lindung. Kawasan lindung yang dimaksud UUPR No 26/2007 maupun Perpres No 58/2008 antara lain terdiri atas: hutan lindung; kawasan resapan air; sempadan sungai/danau/waduk/mata air; kawasan rawan bencana. Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 tentang RTRW sebagai turunan dari UUPR No 26/2007 justru memperbolehkan permukiman perdesaan (Pd2) dan permukiman perkotaan (Pp3) berada di dalam kawasan lindung di luar kawasan hutan. Permukiman perdesaan (Pd2) dan permukiman perkotaan(Pp3) tersebut disyaratkan mempunyai kepadatan rendah/jarang (KDB < 30%) dan berorientasi pertanian dan pariwisata/agrowisata. Permukiman di dalam kawasan lindung di luar kawasan hutan yang dimaksud Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 terdiri atas : sempadan sungai/danau/mata air; kawasan resapan air; kawasan gerakan tanah tinggi (Tabel 18) . Rencana pembangunan jalan baru (kolektor primer III) menuju Kecamatan Cisarua dan Megamendung dari kecamatan lain di luar DAS Ciliwung hulu, dan pembangunan jalan baru (lokal primer I)di Kecamatan Megamendung Cisarua dan diperkirakan dapat berpengaruh terhadap perkembangan permukiman (Tabel 17). Rencana pemanfaatan ruang untuk permukiman berdasarkan UUPR No 26/2007 dan Perpres No 58/2008 pengembangan permukiman dengan kepadatan rendah di kawasan pertanian. Dalam Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 menjadi tidak jelas karena membolehkan pengembangan permukiman bercirikan perkotaan di kawasan yang berfungsi sebagai perdesaan (Tabel 18). Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang diuraikan secara garis besar dalam UU No 26/2007 dan Perpres No 58/2008, dan dibahas lebih detail dalam Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 (Tabel 18). Pengendalian pemanfaatan ruang pada UUPR NO 26/2007 dan Perpres No 58/2008 terdiri atas : peraturan zonasi, perizinan, insentif& disinsentif, serta sanksi, sedangkan dalam Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 ditambahkan jasa 73 lingkungan. Perpres No 58/2008 mengatur secara rinci tentang perizinan. UUPR No 26/2007 mengatur secara rinci sanksi administratif. Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 tidak membahas perizinan dan sanksi administrarif secara rinci, tetapi membahas secara rinci partisipasi masyarakat dalam pengendalian permukiman (Tabel 19). Koordinasi tidak disebutkan secara jelas dalam UUPR No 26/2007 tetapi Perpres No 58/2008 menyebutkan koordinasi teknis penataan ruang kawasan strategis nasional dilakukan oleh Menteri. Koordinasi kelembagaan dan kebijakan kerja sama antar daerah dilakukan dan/atau difasilitasi oleh badan kerja sama antar daerah. Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 tidak membahas koordinasi secara jelas, pembahasan difokuskan pada pembentukan Badan atau Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD atau TKPRD), sebagai badan atau tim yang bersifat ad-hoc di daerah, berfungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah (Tabel 20). Kerjasama antar daerah tidak dibahas dalam UUPR No 26/2007. Bidang yang dapat dibuat kerjasama antar daerah dibahas pada Perpres No 58/2008 yaitu persampahan, banjir, perencanaan dan pengembangan transportasi, listrik, air baku, penataan ruang dan jaringan komunikasi. Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 tidak secara jelas membahas bidang yang dapat dibuat kerjasama antar daerah, tetapi memfokuskan diri pada perjanjian kerjasama dalam memanfaatkan jasa lingkungan. Kerjasama tidak hanya dilakukan antara daerah, tetapi juga dengan setiap penyedia jasa lingkungan (perorangan atau lembaga). Bentuk kerjasama dan kesepakatan diatur melalui peraturan bupati (Tabel 20). 74 Tabel 17 Perencanaan Tata Ruang Berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Komponen Perencanaan 2. Rencana Permukiman 2. Rencana jaringan jalan baru PP No 26/2008 (RTRWN) Perpres No 54/2008( RTR Jabodetabekpunjur) Kawasan permukiman 1. Berlokasi diluar kws lindung, berupa kws perkotaan atau perdesaan 2. Berlokasi di luar kws yg ditetapkan sebagai kws rawan bencana; 3. Memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar kws; 4. Memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas pendukung. 1. Zona B1 untuk perumahan dgn tingkat hunian padat 2. Zona B3 dan B4 untuk perumahan tingkat hunian rendah, dilakukan rekayasa teknis dan koefisien zona terbangun diatur Perda. 3. Pemanfaatan ruang pada Zona B3 intensitas lahan terbangun rendah dilakukan rekayasa teknis dan koef isien zona terbangun diatur Perda. 4. Zona B6 untuk permukiman dan fasilitasnya dan/penyangga fungsi Zona N1. dilakukan rekayasa teknis & koefisien zona terbangun <50%. Tidak diatur secara khusus Tidak diatur secara khusus Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025) PM Permukiman terdiri atas permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan. QM Permukiman perdesaan : a) permukiman perdesaan di luar kws yang berfungsi lindung (PD 1); b) permukiman perdesaan yg berada di dalam kws lindung di luar kws hutan (PD 2) RM PD 2 diarahkan utk hunian kepadatan rendah, bangunan tidak memiliki beban berat terhadap tanah, memiliki keterkaitan dengan aktivitas masyarakat desa maupun terhadap potensi lingkungan (pertanian, peternak an, kehutanan, pariwisata /agrowisata). SM Permukiman perkotaan terdiri atas : permukiman perkotaan di luar kws lindung (Pp1 dan Pp2) dan di dalam kws lindung diluar kws hutan (Pp3) TM Pp 2 diarahkan utk permukiman sedang, industri berbasis tenaga kerja & non polutan, jasa, dan perdagangan, UM Pp 3 diarahkan utk hunian rendah sampai sangat rendah /jarang, merupakan bangunan tunggal, berorientasi lingkungan (pertanian, peternakan dan perikanan, kehutanan, agro wisata dan pariwisata) melalui rekayasa teknologi, bangunan tdk memiliki beban berat thd tanah, dan tersebar. 1. Rencana pengembangan jaringan jalan baru berfungsi kolektor primer III, merupakan jalan lingkar kabupaten dan jalan tembus antar wilayah kabupaten /kota perbatasan: • Cigombong – Caringin – Ciawi – Megamendung – Cisarua; 2. Rencana pengembangan jaringan jalan baru berfungsi lokal primer I, meliputi ruas: • Cipayung – Megamendung; • Cibanon – Gadog – Cikopo Selatan – Cisarua – Jogjogan • Cilember – Batulayang – Ciburial – Tugu – Cisarua – Cibeureum – Taman Safari; • Pasar Cisarua – Kopo; • Sukagalih – Cibeureum Tabel 18 Rencana Pemanfaatan Ruang Berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Komponen Pemanfaatan Ruang 1. Kawasan Permukiman PP No 26/2008 (RTRWN) Perpres No 54/2008( RTR Jabodetabekpunjur) Pemanfaatan ruang utk permukiman petani dan/nelayan 1. Di zona permukiman hunian rendah B3, B4, dilarang melakukan pembangunan yg mengurangi areal produktif pertanian dan wisata alam; mengurangi Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025) 1. Pengembangan permukiman bercirikan perkotaan dilakukan dgn memperhatikan fungsi kws sebagai kws perdesaan yang harus dijaga dan tidak mengganggu ekosistem kws. 75 Komponen Pemanfaatan Ruang 2. Peranserta Masyarakat PP No 26/2008 (RTRWN) Perpres No 54/2008( RTR Jabodetabekpunjur) Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025) dengan kepadatan rendah di kws peruntukan pertanian dan perikanan daya resap air; dan/atau mengubah bentang alam. 2. Kegiatan pembangunan permukiman yg diperkenan kan di zona B6 dilakukan berdasarkan hasil kajian mendalam dan komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari ketua badan yang tugas dan fungsi nya mengkoordinasikan penataan ruang nasional. Tidak diatur secara detail 2. Pengembangan permukiman melalui sistem cluster utk menghindari penum pukan dan penyatuan antar kws permukiman, diantara cluster permukiman disediakan RTH 3. Pengembangan pemukiman khusus, melalui penyediaan tempat peristirahatan pada kws pariwisata, dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada, memperhatikan LH dan selaras dengan rencana tata ruang. 1. Masyarakat berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. 2. Bentuk peranserta masyarakat: dalam pemanfaatan ruang : • bantuan pemikiran dan pertimbangan • penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTRW dan rencana tata ruang kawasan. • perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW. • bantuan teknik dan pengelolaan dlm pemanfaatan ruang dan/atau kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Tidak diatur secara detail Tabel 19 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Komponen Pengendalian PP No 26/2008 (RTRWN) Perpres No 54/2008( RTR Jabodetabekpunjur) Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025) 1. Pengendalian tata ruang Pengendalian pemanfaatan ruang melalui : 1. Peraturan zonasi sistem nasional; 2. Arahan perizinan; 3. Arahan pemberian insentif & disinsentif; 4. Arahan sanksi. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui : 1. Peraturan zonasi, 2. Perizinan, 3. Pemberian insentif dan disinsentif, 4. Pengenaan sanksi. 2. Zonasi Peraturan Zonasi untuk kws peruntukan permukiman disusun dgn memperhatikan: 1. Penetapan amplop bangunan; 2.Penetapan tema arsitektur bangunan; 3.penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; 4.penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan. 1. Pembangunan di Zona B1 dilaksanakan melalui penerapan rekayasa teknis dan koefisien zona terbangun, diatur Perda. 2. Pembangunan di Zona B3 dan B4 dilaksanakan dgn intensitas rendah, menerapkan rekayasa teknis dan koefisien zona terbangun diatur Perda. 3. Pembangunan di zona B6 dilaksanakan dgn rekayasa teknis, koefisien zona terbangun Pengendalian dilakukan melalui 1. Arahan peraturan zonasi; 2. Arahan perizinan; 3. Arahan pemberian insentif dan disinsentif; 4. Arahan pemanfaatan jasa lingkungan, dan 5. Arahan sanksi. Peraturan zonasi permukiman disusun dgn memperhatikan: 1. Penetapan amplop bangunan; 2. Penetapan tema arsitektur bangunan; 3. Penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; 4. Penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan 76 Komponen Pengendalian PP No 26/2008 (RTRWN) 3. Perizinan 1. Arahan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam PP ini. 2. Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya. 3. Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 4. Pemberian izin pemanfaatan ruang yang berdampak besar dan penting dikoordinasikan oleh Menteri. Perpres No 54/2008( RTR Jabodetabekpunjur) maksimal 50%. 1. Setiap pemanfaatan ruang harus sesuai dgn rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi yang telah ditetapkan. 2. Izin pemanfaatan ruang diatur oleh Pemerintah dan Pemda menurut kewenangannya. 3. Izin pemanfaatan ruang pd masing-masing daerah yg telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan PerPres ini tetap berlaku sesuai dgn masa berlakunya 4. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dgn. ketentuan PerPres ini : a. Apabila belum dibangun, izin disesuaikan dgn rencana rinci tata ruang b. Apabila telah dilakukan pembangunan, izin diberikan sampai habis masa berlakunya, c. Apabila telah dilakukan pembangunan dan tidak dpt dilakukan rekayasa teknis, izin dibatalkan, diberikan ganti rugi yang layak. d. Apabila izin sudah habis dan pemanfaatan ruang tdk sesuai, harus disesuaikan dgn rencana rinci dan peraturan zonasi. 5. Pemanfaatan ruang tanpa izin a. Apabila tdk sesuai PerPres, ditertibkan dan pemanfaat ruangnya disesuaikan rencana rinci dan peraturan zonasi b. Apabila pemanfaatan ruangnya sesuai PerPres, pengurusan izin dipercepat 6. Masyarakat yang menguasai tanahnya berdasar kan hak adat dan/atau hak-hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, karena RTR Jabodetabekpunjur ini pemanfaatannya tidak sesuai lagi, maka penyelesaiannya diatur sesuai ketentuan peraturan perundangan 7. Sepanjang rencana tata ruang wilayah dan/atau Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025) 1. 2. 3. Arahan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini. Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya. Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 77 Komponen Pengendalian 4. Insentif dan disinsentif 5. Sanksi administratif PP No 26/2008 (RTRWN) 1. Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan arahan peraturan zonasi yg diatur PP ini 2. Disinsentif dikenakan terhadap peman faatan ruang yg perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasar kan ketentuan dalam PP ini 3. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh Pemerintah kepada Pemda dan masyarakat. 4. Pemberian insentif dan pengenaan dis insentif dilakukan oleh instansi ber wenang sesuai dgn kewenangannya. 5. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dikoordinasikan oleh Menteri. 1. Terhadap pemanfaatan ruang yg tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional; 2. Terhadap pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi sistem nasional; 3. Terhadap pemanfaatan ruang tanpa izin ; tidak sesuai izin, dan atau melanggar ketentuanyang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWN; 4. Terhadap pemanfataan ruang yg meng halangi akses terhadap kws yg dinyatakan Perpres No 54/2008( RTR Jabodetabekpunjur) Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025) rencana rinci tata ruang berikut peraturan zonasi belum ditetapkan, RTR Kawasan Jabodetabek punjur merupakan acuan pemberian izin Insentif dan atau disinsentif diterapkan oleh 1. pemerintah atau pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan. 2. 3. 4. 5. 6. Melakukan tindakan penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi; Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dgn rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan arahan peraturan zonasi yg diatur Perda ini. Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau di kurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan Perda ini, dan terhadap pemegang izin dan/atau perolehan lahan atas izin yg diberikan yg pd kurun waktu tertentu blm melaksanakan rencana pembangunan Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang dilakukan oleh Pemerintah kepada Pemda dan masyarakat. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dikoordinasikan oleh Bupati. Setiap orang yang melanggar RTRW dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang. 78 Komponen Pengendalian 6. Sanksi pidana 7. Peran serta masyarakat PP No 26/2008 (RTRWN) sbg milik umum berdasarkan UU 5. Terhadap pemanfaatan ruang yg izinnya diperoleh melalui prosedur yg tidak benar. Tidak diatur Tidak diatur Perpres No 54/2008( RTR Jabodetabekpunjur) Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025) Tidak diatur 1. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh bupati/walikota berdasarkan arahan dan rekomendasi gubernur dengan melibatkan partisipasi masyarakat. 2. Penyelenggaraan pengawasan oleh pemerintah dan Pemda melibatkan partisipasi masyarakat. 3. Partisipasi masyarakat dilakukan sesuai dgn kondisi masyarakat setempat dan peraturan perundangan . Tidak diatur 1. Masyarakat berhak berperan serta dalam pengendalian pemanfaatan ruang 2. Bentuk peran serta masyarakat : • Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang, termasuk pemberian informasi atau laporan mengenai pelaksanaan pemanfaatan ruang; • Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkena an dengan penertiban pemanfaatan ruang 3. Peranserta masyarakat dapat disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Bupati dan/atau pejabat. 4. Pelaksanaan peranserta masyarakat dikoordinasikan oleh pemerintah daerah. Tabel 20. Kelembagaan Penataan Ruang yang Berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Komponen Kelembagaan PP No 26/2008 (RTRWN) Perpres No 54/2008( RTR Jabodetabekpunjur) Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025) 1. Koordinasi Tidak diatur secara khusus 2. Kerjasama antar daerah Tidak diatur secara khusus Koordinasi teknis penataan ruang kws sebagai kws strategis nasional dilakukan oleh Menteri. Koordinasi kelembagaan dan kebijakan kerja sama antardaerah dilakukan dan/atau difasilitasi oleh badan kerja sama antar daerah. Di bidang perencanan dan sistem pengembangan pra sarana transportasi, persampahan, listrik, jaringan komunikasi , pengelolaan limbah, penyediaan air baku, pengelolaan banjir, dan penataan ruang Untuk menunjang penataan dan pemanfaatan ruang, Pemerintah Daerah dapat membentuk BKPRD atau TKPRD. BKPRD atau TKPRD adalah badan atau tim yang bersifat ad-hoc di daerah, berfungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah. 1) Pemda dapat mengadakan perjanjian kerja sama pemanfaatan jasa lingkungan yg ada di dalam wilayahnya dengan pengguna jasa lingkungan di daerahnya dan/atau wilayah lain disekitarnya sesuai dengan peraturan perundangan. 2) Bentuk kerjasama dan kesepakatan lainnya dalam pemanfaatan jasa lingkungan diatur dgn Peraturan Bupati 79 4.5.3 Institusi yang Terlibat Dalam Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Pengelolaan DAS merupakan suatu upaya pengelolaan sumberdaya yang menyangkut berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda, sehingga keberhasilannya sangat ditentukan oleh berbagai pihak yang terlibat. Institusi yang terlibat dalam penataan ruang DAS Ciliwung hulu dapat dibagi menjadi institusi di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten. Institusi yang berkaitan dengan penataan ruang maupun permukiman di DAS Ciliwung hulu meliputi pemerintah pusat, provinsi dan daerah. Sebagai bagian dari kawasan strategis nasional penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur dibuat dan dikontrol oleh pemerintah pusat melalui BKPRN dan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Dep PU. Saat ini telah dikeluarkan Perpres No 58/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Dengan demikian segala bentuk penataan ruang di kawasan ini harus berpedoman pada Perpres tersebut. Rencana tata ruang yang dibuat pusat tersebut merupakan payung bagi perencanaan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di kawasan Jabodetabekpunjur. Sehingga secara kelembagaan peran dari Pemda Kabupaten Bogor dalam penataan ruang maupun permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah mengoperasionalkan Rencana Penataan Ruang Jabodetabekpunjur untuk lingkup Kabupaten Bogor. Institusi di tingkat kabupaten Bogor yang paling banyak berperan adalah Dinas Tata Ruang dan Lingkungan hidup, Badan perencanaan Daerah (Bapeda) dan Dinas Ciptakarya (bidang tata bangunan dan bidang perumahan). Keterlibatan institusi penataan ruang di DAS Ciliwung dapat dilihat dari tugas pokok dan fungsi masing-masing institusi (Tabel 21). Tabel 21 Tugas Pokok dan Fungsi Institusi Terkait Penataan Ruang dan Permukiman Institusi PUSAT 1.BKPRN Tugas Pokok dan Fungsi Terkait Penataan Ruang & Permukiman 1. Perumusan dan Koordinasi di bidang : perencanaan, penanganan masalah, dan penyusunan peraturan tata ruang. 2. Pemaduserasian antara undang-undang penataan ruang dengan peraturan 80 Institusi Tugas Pokok dan Fungsi Terkait Penataan Ruang & Permukiman pemda; penatagunaan tanah dan SDA lainnya dengan rencana tata ruang 3. Pemantauan terhadap pelaksanaan RTRWN dan memanfaatkan hasilnya untuk penyempurnaan rencana tata ruang. 4. Penyelarasan RTRWN, RTRWP, RTRW Kab/Kota dalam rangka pengembangan wilayah , serta pengembangan dan penetapan prosedur pengelolaan tata ruang. 5. Pembinaan terhadap kelembagaan dan SDM penyelenggara penataan ruang; penentuan prioritas terhadap kawasan-kawasan strategis nasional dalam rangka pengembangan wilayah; dan standardisasi perpetaan tata ruang. 2.Ditjen Penataan Tugas :Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di Ruang Dep PU bidang penataan ruang Fungsi: 1. Perwujudan dan pembinaan perwujudan tata ruang daerah; 2. Penjabaran rumusan kebijakan Departemen dalam mendukung sinkronisasi rencana dan pelaksanaan pembangunan di bidang pekerjaan umum berbasis penataan ruang; 3. Penyiapan rencana terpadu pengembangan infrastruktur jangka menengah sebagai bahan penyusunan rencana strategis sektor; 4. Perumusan norma, standar, pedoman manual, dan kriteria di bidang penataan ruang; 5. Penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional dan pulau; 6. Pemberian pembinaan teknis dan bantuan teknik penataan ruang wilayah (propinsi, kabupaten/kota, dan kawasan perkotaan dan perdesaan); 7. Penyiapan dukungan pelaksanaan koordinasi penataan ruang secara nasional. 3. Ditjen Cipta Tugas : merumuskan dan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di Karya Dep Pu bidang Cipta Karya. Fungsi : 1. Penyusunan kebijakan, program & anggaran serta evaluasi kinerja pembangunan bidang Cipta Karya. 2. Pembinaan teknis dan penyusunan NSPM untuk air minum, air limbah, persampahan, drainase, teriminal, apsar dan fasos-fasum lainnya. 3. Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan infrastruktur permukiman perkotaan dan perdesaan. 4. Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi air minum dan sanitasi melalui kerjasama pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Serta standarisasi bidang permukiman, air minum, penyehatan lingkungan permukiman dan tata bangunan. 5. Penyediaan infrastruktur PU bagi pengembangan kawasan perumahan rakyat. 6. Fasilitasi pembangunan rumah susun dalam rangka peremajaan kawasan. 7. Penyediaan infrastruktur permukiman untuk kawasan kumuh/nelayan, perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil dan pulau-pulau kecil. 8. Penyediaan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin dan rawan air. 9. Pembinaan teknis dan pengawasan pembangunan bangunan gedung dan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara. 10. Penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan infrastruktur permukiman akibat bencana alam dan kerusuhan sosial. 81 Institusi Tugas Pokok dan Fungsi Terkait Penataan Ruang & Permukiman 4. BP DAS Tugas dan Fungsi : Citarum-Ciliwung 1. Penyusunan Rencana pengelolaan DAS, 2. Penyusunan dan Penyajian Informasi DAS, 3. Pengembangna model, Pengelolaan DAS, 4. Pengembangan Kelembagaan dan Kemitraan DAS, 5. Pemantauan dan Evaluasi PengelolaanDAS. PROVINSI : Perumusan kebijakan teknis kordinasi di bidang pemerintahan, perekonomian, 1.Bakorwil Bogor. kesejahteraan di wilayah. 2. Bapeda Prov Tugas : Merumuskan kebijakan perencanaan dan penilaian atas pelaksanaan Jabar nya; memfasilitasi dan mediasi perencanaan daerah; mengkoordinasi evaluasi dan pelaporan atas perencanaan daerah. Fungsi : 1.Menyusun RPJP, RPJM dan RPT/RKPD. 2.Menyelenggarakan musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) penyusunan RPJP, RPJM dan RKPD 3.Menyelenggarakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi perencana an pembangunan antar kabupaten/kota. 4.Melaksanakan pembinaan pada Bappeda kabupaten/kota melalui pemberian pedoman dan standar mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, kualitas dan pengendalian. 5.Memberi bimbingan, supervisi dan konsultasi pada Bappeda Kabupaten /kota. 6.Menyusun RTRW Provinsi. 7.Memfasilitasi musrenbang RKPD kabupaten/kota . Tugas dan fungsi: KABUPATEN 1.Bappeda Kab. 1. Perumusan Kebijakan di Bidang Perencanaan Daerah. Bogor 2. Koordinasi Perumusan Kebijakan di Bidang Perencanaan Daerah. 3. Pelayanan Penunjang Kebijakan di Bidang Perencanaan Daerah. 2. Dinas Cipta Tugas dan fungsi: Karya Kab. Bogor 1. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang tata bangunan. : 2. Pengendalian dan pengawasan bangunan non perumahan. a. Bidang Tata 3. Pelayanan perizinan IMB non perumahan sesuai dengan mekanisme Bangunan yang ditetapkan dalam peraturan daerah Kabupaten Bogor serta tercapainya PAD dari sektor IMB non perumahan. b. Bidang Tugas dan fungsi: Perumahan 1. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang perumahan dan prasarana lingkungan. 2. Pengelolaan perumahan dan pemukiman. 3. Peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan IMB perumahan serta tercapainya PAD dari sektor IMB perumahan. 4. Peningkatan kualitas lingkungan dengan pemberdayaan masyarakat melalui program perbaikan perumahan dan permukiman. 3. Dinas Tata 1. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang penataan ruang Ruang dan dan lingkungan. Lingkungan 2. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang pembinaan Hidup Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Kab.Bogor 3. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang pengembangan lingkungan. 4. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang pengendalian dan lingkungan. 5. Pemberian perizinan dan pelayanan umum bidang tata ruang dan 82 Institusi 4. Dinas Polisi Pamong Praja Kab. Bogor 5. BPN Kab Bogor 6. Dinas Pertanian & Kehutanan Kab. Bogor Tugas Pokok dan Fungsi Terkait Penataan Ruang & Permukiman lingkungan hidup. 6. Pelaksanaan tugas pembantuan bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Tugas: Pelaksanaan penegakan peraturan daerah dalam lingkup wewenang polisi pamong praja. Tugas : Melaksanakan administrasi pertanahan. Tugas: Melaksanakan kewenangan pemda di bidang pertanian dan kehutanan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan tugas pembangunan. Fungsi antara lain: 1. Perumusan kebijakan teknis perencanaan. 2. Perumusan kebijakan teknis operasional. 3. Perizinan usaha. 4. Pelaksanaan tugas pembantuan dibidang pertanian dan kehutanan. Berbagai institusi tersebut ditinjau berdasarkan tugas pokok dan fungsinya mempunyai saling keterkaitan satu dengan yang lain dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian tata ruang termasuk permukiman di DAS Ciliwung hulu. 4.5.4. Mekanisme dan Prosedur Perizinan Pembangunan Permukiman Mekanisme dan prosedur perizinan pembangunan permukiman dilakukan melalui izin lokasi atau Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) dan izin mendirikan bangunan (IMB). Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala BPN No 2/1999 tentang izin lokasi, menyebutkan bahwa izin lokasi merupakan izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya. Izin lokasi diberikan apabila pemanfaatan ruang yang akan dilakukan sesuai dengan RTRW Kabupaten/kota. Luas penggunaan lahan oleh suatu perusahaan atau satu grup perusahaan untuk pengembangan perumahan/permukiman dalam satu provinsi maksimum 400 ha. Izin lokasi tersebut diberikan dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan luas lahan. Izin lokasi berlaku satu tahun untuk luas lahan sampai 25 ha. Izin lokasi berlaku dua tahun untuk luas lahan antara 25-50 ha. Izin lokasi berlaku tiga tahun diberikan untuk luas lahan lebih dari 50 ha. Tenggang waktu berlakunya 83 izin lokasi dapat diperpanjang 1 tahun apabila pembebasan lahan telah mencapai 50 %. Apabila tidak selesai dalam tenggang waktu yang diberikan maka terhadap bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut : a. Dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal dengan penyesuaian mengenai luas pembangunan, dengan ketentuan bahwa apabila diperlukan masih dapat dilaksanakan perolehan tanah sehingga diperoleh bidang tanah yang merupakan satu kesatuan bidang. b. Dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain yang memenuhi syarat (Gambar 14). Gambar 14. Prosedur Izin Lokasi(PMNA/KBPN No 2/1999) Izin lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan aspek penguasaan tanah dan tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah, serta kemampuan tanah. Surat keputusan izin lokasi dikeluarkan setelah dilakukan rapat koordinasi. Rapat 84 koordinasi disertai konsultasi dengan masyarakat pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon. Konsultasi meliputi empat aspek yaitu : a. Penyebarluasan informasi mengenai rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan tanah serta penyelesaian masalah yang berkenaan dengan perolehan tanah tersebut. b. Pemberian kesempatan kepada pemegang hak atas tanah untuk memperoleh penjelasan tentang rencana penanaman modal dan mencari alternatif pemecahan masalah yang ditemui. c. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data sosial dan lingkungan yang diperlukan. d. Peran serta masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan besarnya ganti kerugian dalam perolehan tanah. Pemegang izin lokasi mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut : a. Diizinkan untuk membebaskan tanah dalam areal izin lokasi dari hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak yang mempunyai kepentingan dengan cara jual beli, pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai ketentuan yang berlaku. b. Sebelum tanah dibebaskan, semua hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada atas tanah tersebut tidak berkurang dan tetap diakui, termasuk kewenangan yang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah untuk memperoleh tanda bukti hak (sertifikat), dan kewenangan untuk menggunakan dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi atau usahanya sesuai rencana tata ruang yang berlaku, serta kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak lain. Pemegang tanah yang bersangkutan dibebaskan dari pihak-pihak lain atas tanah yang belum dibebaskan, dan tidak menutup atau mengurangi aksebilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi, dan menjaga serta melindungi kepentingan umum. c. Sesudah tanah yang bersangkutan dibebaskan dari hak dan kepentingan pihak lain, maka kepada pemegang izin lokasi dapat diberikan hak atas tanah yang 85 memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan keperluan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya. Berdasarkan Keputusan Presiden no 34/2003 tentang Kebijakan nasional di bidang pertanahan, kewenangan pemerintah di bidang pertanahan dilaksanakan oleh kabupaten. Kewenangan tersebut berupa : a. Pemberian izin lokasi; b. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; c. Penyelesaian sengketa tanah garapan; d. Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan; e. Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee; f. Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat; g. Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong; h. Pemberian izin membuka tanah; i. Perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten Sesuai dengan Keppres No 34/2003 dan PMNA/KBPN No 2/1999, di Kabupaten Bogor, Surat keputusan pemberian izin lokasi ditandatangani oleh Bupati, setelah diadakan rapat koordinasi antar instansi terkait, yang dipimpin oleh Bupati atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap. Susunan Tim Pertimbangan Pemberian Izin Lokasi di Kabupaten Bogor berdasarkan SK Bupati Bogor No 503/Kpts/Huk/1999 adalah sebagai berikut: Penanggung Jawab : Bupati dan Wakil Bupati Ketua : Sekretaris Daerah Wk Ketua I : Ketua Bappeda Wk Ketua II : Kepala Kantor Pertanahan Sekretaris : Asisten Tata Praja Wk Sekretaris I : Kepala Seksi Tata Guna Tanah Kantor Pertanahan Wakil Sekretaris II : Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah. Anggota tetap : Kepala Dinas Tata Ruang Lingkungan Hidup, Kepala Bagian Hukum, Kepala Bagian Ketertiban, Kepala 86 Bidang Fisik Bapeda. Anggota tidak tetap : Kepala Dinas/instansi sesuai kepentingan permohonan izin lokasi, Camat dan Kepala Desa terkait Penilaian pertimbangan sesuai dengan tupoksi masing-masing dinas/instansi. Selain Izin lokasi, di Kabupaten Bogor terdapat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT). Menurut Perda Kabupaten Bogor No 19/2000 tentang Retribusi IPPT, IPPT adalah izin yang diberikan oleh Pemda kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Sifat IPPTadalah sebagai keterangan pemanfaatan ruang (advice planning) yang harus ditempuh sebelum melakukan suatu kegiatan pemanfaatan ruang. Luasan IPPT adalah ≤ 25 ha untuk usaha pertanian dan ≤ 1 ha untuk usaha bukan pertanian. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) terdiri dari izin perencanaan dan rekomendasi perencanaan. Izin perencanaan merupakan salah satu persyaratan administrasi untuk memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Segala ketentuan dan persyaratan yang tercantum dalam izin perencanaan dimaksudkan sebagai pedoman di dalam pelaksanaan pembangunan fisik sehingga sesuai dengan arahan rencana tata ruang. Di kabupaten Bogor setiap orang atau badan hukum yang mengajukan permohonan memperpanjang masa pemakaian tanah milik/dikuasai Pemerintah Daerah, rencana tapak lahan/site plan dan pemasangan reklame, harus mendapatkan izin perencanaan terlebih dahulu dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Permohonan IPPT ditolak apabila tidak sesuai dengan rencana tata ruang serta persyaratan yang telah ditentukan atau lokasi yang dimohon dalam keadaan sengketa. Selain itu IPPT yang telah dikeluarkan dapat dicabut apabila terdapat penyimpangan dalam pelaksanaannya. Izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) dikelola oleh Dinas Tata Ruang & Lingkungan Hidup. Pada prinsipnya IPPT ini merupakan saringan awal bagi setiap kegiatan pemanfaatan ruang agar sesuai (berpedoman) kepada rencana tata ruang yang ada (RTRW). Substansi pokok dari IPPT adalah : 87 a) Informasi rencana pemanfaatan ruang pada lokasi yang akan dimanfaatkan (dibangun) sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku; b) Ketentuan teknis : Jenis bangunan; KDB/BCR dan KLB maksimum; Garis sempadan (GSB, GSP, GSS); dan informasi yang dianggap perlu (Gambar 15). Selain IPPT/Izin lokasi, untuk mendirikan bangunan diperlukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). IMB adalah izin yang diberikan pemda kepada perorangan atau badan untuk membangun. Mendirikan bangunan adalah suatu kegiatan membangun, memperbaharui, merubah, mengganti seluruh atau sebagian, dan memperluas bangunan. Gambar 15 Mekanisme Pemberian Izin Lokasi dan IPPT Kabupaten Bogor 88 Selain IPPT/Izin lokasi, untuk mendirikan bangunan diperlukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). IMB adalah izin yang diberikan pemda kepada perorangan atau badan untuk membangun. Mendirikan bangunan adalah suatu kegiatan membangun, memperbaharui, merubah, mengganti seluruh atau sebagian, dan memperluas bangunan. Di Kabupaten Bogor, IMB diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Cipta Karya atau kepada Camat melalui Kepala Cabang Dinas Cipta Karya. Pembinaan pelaksanaan IMB dilakukan oleh Bupati Kabupaten Bogor yang secara teknis operasional dilaksanakan oleh Kepala Dinas Cipta Karya. Pelaksanaan pengawasan terhadap IMB dan tertib bangunan dilaksanakan oleh Dinas Cipta Karya, Camat, Kades/Lurah dan masyarakat. Mekanisme dan prosedur pemberian IMB tertera Gambar 16. Gambar 16. Mekanisme Pemberian IMB Berdasarkan Perda Kabupaten Bogor No 23/2000 tentang IMB dan keputusan Bupati No19/2002 tentang petunjuk pelaksanaan Perda kabupaten Bogor No 89 23/2000, untuk pengesahan IMB selain izin lokasi atau IPPT diperlukan pengesahan Master Plan dan atau Site Plan serta peta situasi. Objek Master plan adalah kawasan non perumahan dan perumahan yang luas lahannya >50 ha yang rencana pembangunannya dilakukan secara bertahap dan atau lebih dari satu fungsi. Objek Site plan adalah setiap rencana tapak pembangunan di suatu lokasi yang memiliki bangunan tidak tunggal dan/atau memiliki lebih dari satu fungsi, baik kegiatan perumahan maupun non perumahan. Mekanisme pengesahan Master Plan dan Site Plan tertera pada Gambar 17. Gambar 17 Mekanisme Pengesahan Master Plan dan Site Plan di Kabupaten Bogor Objek peta situasi adalah setiap rencana pendirian bangunan dan /atau beberapa bangunan di suatu lokasi dengan kriteria luas lahan< 3000 m2, 90 mempunyai satu fungsi kegiatan perumahan atau non perumahan dan bangunan bersifat tunggal. Mekanisme pengesahan peta situasi tertera pada Gambar 18. Gambar 18 Mekanisme Pengesahan Peta Situasi Kabupaten Bogor Terdapatnya berbagai mekanisme dan prosedur perizinan pembangunan di Kabupaten Bogor tersebut, menunjukkan bahwa dari segi peraturan perundangan , pengendalian pembangunan permukiman dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada.