51 IV KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI

advertisement
51
IV KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI
(DAS) CILIWUNG HULU
4.1. Kondisi Fisik DAS Ciliwung Hulu
Luas DAS Ciliwung bagian hulu adalah + 14.876,37 ha. Curah hujan ratarata tahun 1989-2001 adalah 3.636 mm/tahun ( BP DAS Citarum-Ciliwung 2003).
Tipe iklim DAS Ciliwung hulu menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson
yang didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (> 200 mm ) dan
Bulan Kering (< 100 mm ) adalah termasuk kedalam Type A. Berdasarkan
klasifikasi Oldeman tipe iklim di DAS Ciliwung hulu termasuk pada tipe iklim B2
yang mempunyai 7 sampai 9 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan kering,
dan tipe iklim C1 yang mempunyai 5 sampai 6 bulan basah berurutan dan kurang
dari 2 bulan kering (Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003b). Tipe iklim B2
terdapat di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung, sedangkan tipe
ikllim C1 terdapat di Kecamatan Ciawi ((Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil
2003b ). Suhu udara di DAS Ciliwung hulu berkisar antara 14,8o – 26,6o C. Hasil
penelitian Fakhrudin (2003) menyebutkan curah hujan di Stasiun Katulampa kurun
waktu 1972-1999 terbesar harian rata-rata114 mm.
4.1.1. Morfologi, Litologi dan Tanah
Berdasarkan kondisi lereng dan beda tinggi, serta kenampakan lapangan,
DAS Ciliwung Hulu dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan morfologi yaitu,
morfologi pedataran tinggi, morfologi bergelombang landai, morfologi perbukitan
terjal dan morfologi pegunungan (Suhari et al.1991). Morfologi pedataran tinggi
terletak pada elevasi antara 600 – 1300 m dpl, kemiringan lereng kurang dari 8%
akan tetapi pada lembah sungai kemiringannya lebih terjal (Suhari et al. 1991).
Batuan penyusunnya terutama tufa dan breksi hasil erupsi G. Gede dan
G.Pangrango, dengan aliran sungai dendritik-paralel (Suhari et al. 1991).
Morfologi bergelombang landai berada pada elevasi 1000 m sampai 1500 m
dari muka laut, umumnya merupakan kaki G. Gede dan G. Pangrango, dengan
52
kemiringan lereng antara 8-45% (Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003).
Batuan penyusun morfologi bergelombang landai adalah tufa dan breksi, dengan
sungai berpola dendritik-paralalel (Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003).
Morfologi perbukitan terjal terdapat dibagian hulu DAS Ciliwung hulu,
dengan kemiringan lereng berkisar antar 25% sampai lebih dari 70%, tersusun
dari satuan breksi dan tufa hasil erupsi G. Gede dan Pangrango (Suhari et al.1991).
Elevasi terendah pada morfologi perbukitan terjal adalah 1400 m dari muka laut
dan elevasi tertinggi 1950 m dari muka laut. Sungai-sungai yang mengalir berpola
subradial-subparalel (Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003).
Morfologi pegunungan
merupakan bagian lereng daerah pegunungan,
dengan puncak-puncaknya antara G. Talaga (1.608 m), G Gedogan 1.688 m), G
Luhur (1.745 m), G Kencana (1.803 m) G. Joglog (1.844 m), Bukit (pasir)
Gegerbentang (2.042 m) dan G Pangrango (3.019 m). Elevasi di kawasan ini
berkisar antara 1.015 m dan 3.019 m dpl. dan kemiringan lereng >40%. Satuan
morfologi tersusun dari endapan volkanik, yaitu lava dan breksi, dengan sungai
berpola dendritik (Suhari et al. 1991).
Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung hulu dibangun oleh formasi geologi
volkanik, yaitu komplek utama G. Gede dan Komplek G. Pangrango. Litologi
kawasan DAS Ciliwung hulu adalah batuan volkanik, breksi dan lava dari G.
Kencana dan Limo berumur kuarter tua dan sebagian batuan tersebut ditutupi oleh
batuan gunung api muda berkomposisi andesitik hasil erupsi G Pangrango dan G.
Gede ( Suhari et al. 1991).
Berdasarkan peta tanah tinjau Kabupaten Bogor skala 1 : 250.000, jenisjenis tanah yang ada di wilayah DAS Ciliwung hulu meliputi jenis komplek
Aluvial Kelabu, Andosol Coklat, Latosol Coklat, Regosol Coklat, dan Latosol
Coklat Kemerahan. Bahan induk tanah di DAS Ciliwung hulu adalah tufa volkanik
sebagai bahan dasar pembentuk tanah Latosol. Jenis tanah Latosol umumnya
berbahan induk batuan volkanik yang bersifat intermidier, bersolum dalam, pH
agak tinggi dengan kepekaan terhadap erosi rendah, sedangkan jenis tanah
Regosol dan Andosol umumnya agak peka terhadap erosi.
53
4.1.2. Sifat Fisik dan Keteknikan Batuan dan Tanah
Terdapat 4 sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah di DAS Ciliwung
hulu yaitu (Suhari et al.1991 ) :
a. Batuan Lahar, Breksi Tufaan dan Lapili dari G. Salak (Qvsb)
Pada kelompok ini, batuan terdiri dari tufa dengan sisipan breksi. Umumnya
tufa telah lapuk menjadi lempung atau lempung pasiran tebal yang sifatnya lunak
dan rapuh. Daya dukung tanah1 hasil lapukan batuan untuk menopang fondasi
bangunan, rendah sampai menengah (15-25 kg/cm2). Batuan menunjukkan sifat
lunak sehingga mudah digali atau dipotong dengan peralatan sederhana. Tanah
hasil pelapukan batuan (top soil) tipis (<30 cm), dan bersifat agak lepas, akan
tetapi cukup tahan terhadap erosi jika vegetasi diatasnya tidak terganggu. Nilai
permeabilitasnya sedang sampai tinggi yaitu antara 10-4–10-3cm/detik, sehingga
secara umum endapan batuan mempunyai daya resap air sedang sampai tinggi.
Breksi terdapat sebagai sisipan-sipan tipis dengan ketebalan <1 m dan
sebarannya tidak menerus. Sisipan breksi terdapat pada kedalaman 1-5 m dari
permukaan tanah setempat, berupa bongkahan dengan diameter 10 cm hingga
lebih dari 50 cm, hubungan antar bongkah masih lepas, daya dukung terhadap
fondasi sangat tinggi (tekanan konus pada sondir >100 kg/cm2) dan mampu
menopang fondasi bangunan berat.
b. Batuan volkanik G. Pangrango (Qvpo):
Endapan breksi volkanik hasil erupsi G. Pangrango terdiri dari kerikil
sampai bongkah yang tertanam dalam masa dasar tufa berbutir pasir, sifatnya
lepas. Daya dukung tanah hasil lapukan batuan untuk menopang fondasi, sangat
tinggi(>100 kg/cm2). Batuan ini agak sulit dipotong atau digali, untuk
pemotongan atau penggalian skala besar diperlukan peralatan mekanik. Tanah
hasil pelapukan batuan, tipis
berupa pasir kerikilan yang bersifat lepas dan
mudah tererosi khususnya pada lereng terjal. Nilai permeabilitas batuan berkisar
1
Daya dukung tanah untuk fondasi diukur dari tekanan konus sondir. Daya dukung rendah tekanan konus sondir <20
Kg/cm2; menengah 20-50 kg/cm2; tinggi 50- 100 kg/cm2 ; sangat tinggi >100 kg/cm2 (Suhari et al. 1991)
54
antara 10-4–10-3cm/detik, secara umum daya resap air dari endapan batuan adalah
sedang sampai tinggi.
c. Lava Basal dari G. Geger Bentang (Qvba):
Pada kelompok lava basal dari G. Geger Bentang(Qvba), tufa umumnya telah
lapuk menjadi lempung atau lempung pasiran tebal yang sifatnya cukup padu
namun lunak, dan daya dukungnya untuk menopang fondasi rendah sampai
menengah (15-25 kg/cm2). Batuan menunjukkan sifat lunak sehingga mudah digali
atau dipotong dengan peralatan sederhana. Tanah hasil lapukan Qvba tipis (<40
cm) sifatnya kohesif dan tahan terhadap erosi. Nilai permeabilitas antara 10-5– 10-4
cm/detik sehingga secara umum daya resap air dari endapan batuan ini adalah
rendah sampai sedang.
d. Breksi Volkanik dan Lava G Kancana dan G Limo (Qvk):
Sifat fisik dan keteknikan breksi volkanik dan lava hampir sama, sifatnya
padu dan keras. Daya dukung tanah hasil lapukan batuan, sangat tinggi (>100
kg/cm2) dan mampu menopang bangunan berat. Batuan menunjukkan sifat kaku
dan keras
sehingga pemotongan atau penggalian
dalam skala besar harus
menggunakan peralatan mekanik. Tanah hasil lapukan kedua batuan secara umum
relatif tipis (<40 cm). Namun untuk batuan lava yang telah melapuk dapat
mencapai tebal 200 cm dan untuk batuan volkanik dapat mencapai tebal 500 cm.
Tanah lapukan tersebut berupa lempung pasiran kerikilan yang bersifat agak lepas
sampai agak lengket sehingga tahan terhadap erosi. Nilai permeabilitas kedua
batuan yang belum lapuk 10-5 cm/detik, namun untuk breksi volkanik yang telah
lapuk nilai permeabilitasnya antara 10-4–10-3 cm/detik sehingga secara umum daya
resap air dari batuan ini adalah rendah sampai tinggi.
4.1.3 Kawasan Resapan Air Tanah
Kawasan resapan air tanah adalah kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi
(aquifer) yang berguna sebagai sumber air. Kemampuan lahan untuk meresapkan
55
air tergantung pada struktur tanah dan batuan pembentuknya serta geomorfologi.
Menurut PP No 26/2008 tentang RTRWN kriteria kawasan resapan air adalah:
a. Memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meluluskan air dengan
jumlah yang berarti.
b. Memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau.
c. Memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan daerah lepasan.
d. Memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada
muka air tanah yang tertekan.
Batuan hasil erupsi gunung api yang lebih tua umumnya mempunyai
permeabilitas yang lebih rendah yaitu <10-4 cm/detik, akan tetapi apabila tanah
lapukannya cukup tebal maka nilai permeabilitasnya dapat mencapai 10-3 cm/detik
(Suhari et al. 1991). Batuan dan tanah yang dibentuk oleh breksi dan tufa yang
belum padu, sifat permeabilitasnya tinggi (>10-3cm/detik) (Suhari et al. 1991).
Berdasarkan peta hidrogeologi skala 1:100.000, sebagian besar DAS
Ciliwung hulu tertutup oleh batuan dan tanah hasil lapukan dari breksi volkanik
hasil erupsi G Pangrango(Qvpo) dan breksi volkanik dan lava hasil produksi G.
Kancana dan Limo(Qvk). Permeabilitas hasil pelapukan batuan tersebut, sedang
sampai tinggi (10-4–10-3 cm/detik). Daerah Gunung Mas merupakan daerah breksi
volkanik dan tufa hasil erosi G. Pangrango nilai permeabilitas batuannya > 10-3
cm/detik. Di DAS Ciliwung hulu juga dijumpai breksi volkanik dan lava hasil
erupsi G Kencana dan Limo dengan permeabilitas rendah (<10-5 cm/detik). Di
DAS Ciliwung hulu, daerah peresapan air terutama terletak pada ketinggian
>1.050 m dpl.
Berdasarkan peta hidrogeologi, komposisi litologi dan sifat permeabilitas
batuan, DAS Ciliwung hulu mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Aluvial endapan pantai terutama terdiri atas pasir dan kerikil.
Permeabilitas antara 5 – 102 m/hari (berada di seputar puncak gunung
Pangrango, G Kencana-Limo daerah Cisarua).
56
b. Aluvium endapan sungai, terdiri dari lempung lanau kerikil dan kerakal.
Permeabilitas berkisar antara 103 sampai 10-1 m/hari ( berada di sekitar
aliran sungai Ciliwung, Ciawi, Cisarua, Megamendung).
c. Lempung-pasir halus, permeabilitas antara 105 sampai 32 m/hari (di utara
Megamendung).
Berdasarkan peta hidrogeologi 1:100.000, ketersediaan air tanah dan produktivitas
aquifer Das Ciliwung hulu terdiri atas:
a. Aquifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir.
-
Aquifer produktif tinggi dengan penyebaran luas berada di sekitar
Kecamatan Megamendung dan Ciawi dekat kota Bogor.
-
Aquifer produktif sedang dengan penyebaran luas, berada disekitar Ciawi,
Megamendung dan Cisarua utara.
-
Aquifer produktif setempat berada di sekitar kecamatan Megamendung dan
Cisarua.
b. Aquifer (bercelah atau sarang) dengan produktivitas kecil dan daerah air
tanah langka atau tak berarti, berada sekitar Cisarua selatan.
4.1.4 Potensi Bencana Alam
Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang teridentifikasi sering dan
berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa
bumi, dan tanah longsor. Berdasarkan PP no 26/2008 tentang RTRWN, kawasan
rawan bencana alam ditetapkan berdasarkan kriteria berikut :
a) Kawasan yang memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi.
b) Kawasan rawan bencana gunung api dengan kriteria berada sekitar kawah
/kaldera, dan atau sering dilanda awan panas, aliran lava, aliran lahar, aliran
gas beracun.
c) Kawasan rawan gempa bumi dengan kriteria kawasan yang berpotensi
dan/atau pernah mengalami gempa bumi skala Modified Mercally Intensity
(MMI) VII – XII.
d) Kawasan yang terletak di zona patahan aktif, dengan kriteria sempadan dengan
lebar paling sedikit 250 m dari tepi jalur patahan aktif.
57
e) Kawasan rawan tsunami dengan kriteria pantai dengan elevasi rendah dan/atau
berpotensi atau pernah mengalami tsunami.
f) Kawasan rawan abrasi dengan kriteria pantai yang berpotensi dan/atau pernah
mengalami abrasi.
g) Kawasan rawan bahaya gas beracun dengan kriteria wilayah yang berpotensi
dan/atau pernah mengalami bahaya gas beracun.
Bencana alam yang ditemui di DAS Ciliwung hulu adalah longsor dan
gerakan tanah. Bahaya letusan gunung api tidak dijumpai, karena gunung api
yang terakhir aktif adalah G. Pangrango yang kini telah padam (Suheri et al.
1991), sedangkan G. Gede aliran laharnya tidak menuju ke DAS Ciliwung hulu
(ESDM 2008b).
Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi–ESDM
(2008) untuk Provinsi Jawa Barat, Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua
merupakan zona berpotensi gerakan tanah menengah. Artinya pada zona ini dapat
terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, terutama pada daerah yang
berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami
gangguan. Dengan menggunakan kriteria daerah rawan bencana yang tercantum
dalam PP No 26/2008 tentang RTRWN, wilayah dengan potensi gerakan tanah
menengah belum digolongkan sebagai daerah rawan bencana alam.
Berdasarkan peta rawan longsor 1:100.000 dari BP DAS Ciliwung-Citarum,
2007 (Lampiran 9), terdapat 4 klasifikasi longsor di DAS Ciliwung hulu, yaitu :
a) Kawasan dengan klasifikasi sangat bahaya, dijumpai di Kecamatan Ciawi
yang berbatasan dengan Kota Bogor dan di kawasan tengah DAS Ciliwung
hulu yaitu di Kecamatan Cisarua.
b) Daerah dengan klasifikasi bahaya, berada di kawasan bermorfologi
pegunungan, merupakan kawasan hutan dan kebun teh di Kecamatan Cisarua.
c) Daerah klasifikasi longsor potensial berada di bagian utara DAS Ciliwung
hulu yaitu di Kecamatan Megamendung, dan sepanjang jaringan jalan BogorCianjur.
58
d) Daerah dengan klasifikasi normal, artinya tidak rawan longsor, berada di
bagian tengah DAS meliputi sebagian Kecamatan Cisarua, Ciawi dan
Megamendung.
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi
4.2.1. Jumlah Penduduk
Selama kurun waktu 1997 sampai 2006, laju pertumbuhan penduduk yang
terdiri dari laju kelahiran dan kematian serta laju migrasi masuk dan keluar, di
Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua adalah 3,15 % per tahun, dengan
kepadatan penduduk untuk tiga kecamatan tersebut sebesar 23 orang/ha. Laju
pertumbuhan penduduk di DAS Ciliwung hulu pada kurun waktu yang sama
adalah 3,14 % per tahun dengan kepadatan penduduk 17 orang/ha. Jumlah orang
per KK di DAS Ciliwung hulu selama tahun 1997 -2006 berkisar antar 4–4,79
orang atau rata-rata 5 orang (Tabel 3).
Tabel 3. Jumlah Penduduk DAS Ciliwung Hulu dan Kecamatan Ciawi,
Cisarua Megamendung Tahun 1997-2006
Tahun
DAS Ciliwung Hulu Kab. Bogor
Jumlah
pddk
(orang)
Kepadatan
pddk
(org/ha)
1997
188.670
13
1998
190,594
13
1999
196.015
13
2000
200.955
14
2001
202.623
14
2002
208.849
14
2003
210.834
14
2004
222.212
15
2005
236.705
16
2006
249.199
17
Laju pertumbuhan penduduk
(1997-2006)
Sumber :
Laju
Pertum
buhan *
(%)/tahun
1,02
2,84
2,52
0,83
3,07
0,95
5,40
6,52
5,28
3,14
Rata-rata
Penduduk
per KK
Kec. Ciawi,Cisarua,
Megamendung
Jumlah
Laju Pertum
Penduduk
buhan *
(orang)
(%)/tahun
4,67
220.409
td
220.430
td
222.088
4,79
228.746
td
230.182
4,76
234.911
4,01
236.116
td
244.727
td
268.819
4.17
291.258
Laju pertumbuhan
penduduk 1997-2006
0.01
0.75
3.00
0.63
2.05
0.51
3.65
9.84
8.35
3,15
BPS Kabupaten Bogor, 2002; DitJen Penataan Ruang Dep Kimpraswi(,2003); Bapeda Kabupaten
Bogor (2007); dan hasil perhitungan(*)
4.2.2. Kondisi Sosial - Ekonomi Penduduk
Keadaan ekonomi penduduk DAS Ciliwung hulu Kabupaten Bogor
menunjukkan bahwa keluarga miskin tahun 2006 terbanyak berada di Kecamatan
59
Ciawi sebesar 31,22 % dari jumlah kepala keluarga (KK) di Kecamatan Ciawi,
keluarga miskin terbanyak (45,45%) di Desa Jambu Luwuk (Tabel 4).
Tabel 4. Jumlah Keluarga dan Penduduk Miskin DAS
Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor Tahun 2006
Kecamatan
1.Ciawi
2. Megamendung
3. Cisarua
Rata-rata DAS Ciliwung hulu
KK
485
440
571
499
Orang
2.226
1.740
1938
1968
%
31,22
21,84
21,21
24.76
Sumber: Bapeda Kab. Bogor, 2007 diolah
Mata pencaharian penduduk di DAS Ciliwung hulu didominasi oleh
kegiatan di bidang jasa. Di Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua
sebagian besar penduduk bermata pencaharian di bidang jasa dan perdagangan,
sedangkan di Kecamatan Sukaraja mata pencaharian penduduk masih tetap
didominasi kegiatan pertanian, selain kegiatan perdagangan. Perkembangan
kegiatan pariwisata yang pesat di Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua,
memberikan peluang pada masyarakat untuk bekerja di sektor non pertanian.
(Tabel 5).
Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk DAS Ciliwung Hulu Tahun 2006
Mata
pencaharian
Ciawi
orang
Pertanian
Pedagang
Jasa
Industri
PNS/ABRI
Megamendung
%
orang
Cisarua
%
orang
Sukaraja
%
orang
%
DAS Ciliwung
Hulu
orang
%
560
6.739
6.159
3,78
45,51
41,60
2.028
8.879
12.087
8,35
36,57
49,79
1.349
12.832
13.781
4,59
43,73
46,96
2.066
1.845
614
44,20
39,47
13,14
6.003
30.295
32.641
8,21
41,44
44,65
111
1.238
0,75
8,36
205
1.078
0,84
4,44
118
1.266
0,40
4,31
41
108
0,88
2,31
475
3.690
0,65
5,05
Jumlah
14.807 100,00 24.277 100,00 29.346
Sumber :Dinas Kependudukan Kab. Bogor, 2006 (diolah)
100,00
4674
100,00
73.104
100,00
Tingkat pendidikan penduduk
di DAS Ciliwung hulu didominasi oleh
tamatan SD (57,21%). Kecamatan Ciawi merupakan kecamatan dengan tingkat
pendidikan penduduk tamat perguruan tinggi, yang relatif cukup besar (8,57%)
dibandingkan kecamatan lainnya (Tabel 6).
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Penduduk DAS Ciliwung Hulu Tahun 2006
Tingkat
Pendidikan
Tdk tmt SD
Ciawi
orang
%
1.909
4,40
Tamat SD
21.847
50,40
Megamendung
orang
%
4.571
6,04
45.948
60,72
Cisarua
orang
%
5.259
6,13
48.980
57,08
Sukaraja
orang
%
28
0,79
2455
68,88
DAS Ciliwung hulu
orang
%
11.767
5,65
119.230
57,21
60
Tingkat
Pendidikan
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Ciawi
orang
%
7.386
17,04
8.489
19,58
Megamendung
orang
%
11.218
14,82
Cisarua
orang
%
14.991
17,47
10.524
13.172
13,91
15,35
Sukaraja
orang
%
772
21,66
227
7,77
DAS Ciliwung hulu
orang
%
34.367
16,49
32.412
15,58
AK/PT
3.717
8,57
2.906
4,51
3.409
3,97
32
0,90
10.567
5,07
Jumlah
43.348
100,00
75.670
100,00
85.811
100,00
3564
100,00
208.393
100,00
Sumber : Dinas Kependudukan Kabupaten Bogor, 2006 (diolah)
4.2.3. Partisipasi Masyarakat dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Partisipasi masyarakat adalah salah satu unsur penting dalam pengelolaan
lingkungan hidup, karena pada dasarnya kualitas lingkungan hidup tidak terlepas
dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Umumnya faktor sosial ekonomi yang
dapat mempengaruhi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah
tingkat pendidikan jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan (Sudjono 1990; Dewi
1997). Penelitian Sabri (2004) di Sub-Das Ciliwung hulu menunjukkan partisipasi
masyarakat dalam membayar iuran konservasi, yang ditunjukkan oleh nilai WTP
(willingness to pay), cenderung lebih tinggi pada masyarakat yang pendidikan dan
penghasilannya lebih tinggi (Sabri 2004).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu ukuran kualitas kehidupan
masyarakat dari perspektif pembangunan manusia, terdiri atas empat komponen
yaitu: angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan
kemampuan daya beli. Keempat komponen tersebut secara tidak langsung
menunjukkan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan tingkat kesehatan
masyarakat. Nilai IPM Kabupaten Bogor selama kurun waktu 2002-2007 relatif
masih rendah (Tabel 7 ).
Tabel 7. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Kabupaten Bogor 2002-2007
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata
Angka
Angka Melek Kemampuan
Lama Sekolah Harapan Hidup Huruf (%)
Daya Beli
(tahun)
(tahun)
(Rp)
6,10
66,80
92,80
550.400
6,18
66,82
92,80
551.520
6,26
66,94
93,22
552.450
6,89
67,10
93,91
556.750
td
td
td
td
td
td
td
td
Sumber: http://www.Bogor kab.go.id [ 1 Nov 2008]
IPM
(tanpa
satuan)
67,70
67,80
68,10
68,99
69,45
69,70
61
Semakin tinggi komponen rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya
beli masyarakat, secara tidak langsung menunjukkan tingkat pendidikan dan
pendapatan masyarakat yang semakin tinggi pula. Berdasarkan komponen
pembentuk IPM tersebut, maka IPM dapat menjadi langkah awal untuk
memperkirakan kecenderungan peningkatan partisipasi masyarakat.
4.3. Tutupan Lahan
Peningkatan luas kawasan permukiman diperlihatkan oleh peningkatan
tutupan lahan permukiman. Sebelum tahun 2000 kenaikan tutupan lahan
permukiman relatif lambat yaitu dari 3,96% (1992) menjadi 8,49% (2000), atau
meningkat sebesar 4,53%, akan tetapi setelah tahun 2000 kenaikan tutupan lahan
relatif lebih cepat
selama kurun waktu 6 tahun 2000 – 2006, tutupan lahan
permukiman meningkat sebesar 12%. Kenaikan tutupan lahan permukiman
diimbangi oleh berkurangnya luas tutupan lahan hutan/vegetasi lebat. Hal tersebut
sejalan dengan semakin maraknya pembangunan kawasan perumahan baik yang
berizin (ber IMB) maupun tidak berizin. Cepatnya kenaikan tutupan lahan
permukiman di duga berkaitan dengan diberlakukannya otonomi daerah sejak
tahun 2001 dan habisnya masa berlaku HGU dan belum terbitnya HGU yang baru
dari beberapa perkebunan yang berlokasi di DAS Ciliwung hulu.
Tahun 2006, tutupan lahan hutan/vegetasi lebat hanya tersisa 29,55 % dan
tidak seluruhnya berstatus hutan lindung. Kawasan hutan lindung berstatus hutan
negara, didominasi oleh vegetasi hasil suksesi alami (BP DAS Citarum-Ciliwung
dan Fakultas Kehutanan IPB, 2003). Sekitar 30 % kawasan hutan di DAS bagian
atas merupakan hutan produksi yang didominasi oleh tanaman Pinus sp (BP DAS
Citarum-Ciliwung dan Fakultas Kehutanan IPB, 2003). Tutupan lahan berupa
ladang, dan tegalan sebesar 33,80 % dan tidak seluruhnya tertutup vegetasi atau
sedang ditanami (Tabel 8 dan Lampiran 10).
62
Tabel 8. Persentase Tutupan Lahan di DAS Ciliwung Hulu
Tahun 1992,1995,2000 dan 2006
Bentuk Tutupan Lahan
1. Permukiman
2.Vegetasi Lebat/Hutan
3. Perkebunan
4. Lahan Kering
5. Lahan Basah/Badan air
6. Lain-lain
Jumlah
1992*
%
3,96
41,62
14,93
35,85
2,00
1,84
100,00
1995*
%
5,72
39,73
13,15
36,62
4,78
0,00
100,00
2000*
%
8,49
37.76
13,41
36,42
3,35
0,57
100,00
2006
%
20,17
29,55
12,80
33,80
3,67
0,00
100,00
Sumber: *Biotrop (diolah) ; hasil analisis
Perubahan tutupan lahan di DAS Ciliwung hulu secara tidak langsung
dipengaruhi oleh daya tarik kawasan sebagai daerah pariwisata. Sebagai bagian
dari kawasan puncak, DAS Ciliwung hulu mempunyai daya tarik bagi masyarakat
sekitar Bogor dan luar Bogor untuk mendirikan rumah peristirahatan (villa,
bungalow). Pemukiman yang berada di wilayah DAS Ciliwung hulu terutama di
bagian atas, tidak seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal (hunian), sebagian
berfungsi sebagai tempat peristirahatan yang hanya dihuni pada saat-saat tertentu
(hari libur). Daya tarik DAS Ciliwung hulu secara tidak langsung diperlihatkan
oleh meningkatnya permohonan IMB selama kurun waktu 1997-2007 (Tabel 9).
Tabel 9. Jumlah pemohon IMB yang Berdomisili di Luar Kecamatan Ciawi,
Cisarua, Megamendung Tahun 1998 -2007
Tahun
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Pemohon IMB Non Perumahan (%)
23,53
32,00
42,98
33,92
td
48,33
58,33
47,83
41,73
51,43
Keterangan
Asal pemohon
adalah kota Bogor,
Jakarta, Tangerang,
Bekasi, Bandung,
Jawa tengah.
Sumber: Bidang Tata Bangunan Dinas Cipta karya Kab Bogor (2004); Bidang Tata Bangunan, Dinas Cipta Karya
Kabupaten Bogor(2005); Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor (2006); Bidang Perumahan
Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor(2007).
Daya tarik kawasan DAS Ciliwung hulu (kawasan puncak), selain
diperlihatkan oleh permohonan IMB dari luar DAS Ciliwung hulu yang terus
63
meningkat, diperlihatkan pula oleh perkembangan kawasan permukiman.
Pemukiman di bagian hulu cenderung memusat ke arah sepanjang jalan raya
Ciawi-Cisarua.
4.4. Kualitas Lingkungan Hidup DAS Ciliwung hulu
Degradasi DAS Ciliwung hulu ditunjukkan oleh beberapa indikator yaitu
lahan kritis, erosi, sedimentasi, debit air sungai, run off, kualitas air, sampah
permukiman dan kejadian longsor di kawasan permukiman.
Degradasi DAS
Ciliwung hulu berkaitan dengan terjadinya perubahan penggunaan lahan dari
penggunaan lahan hutan dan pertanian menjadi permukiman. Perubahan
penggunaan lahan secara umum akan mengubah: a) aliran permukaan DAS; b)
kualitas air; dan c) sifat hidrologi DAS (Taufik et al. 2004). Pengaruh perubahan
penggunaan lahan terhadap karakteristik aliran permukaan terutama berkaitan
dengan fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang
dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi lahan. Vegetasi secara fisik mampu
menahan aliran permukaan dan meresapkannya ke dalam tanah sehingga dapat
mengurangi volume run off maupun debit air sungai (Taufik et al. 2004).
Perubahan penggunaan lahan dapat menyebabkan volume air permukaan di
DAS Ciliwung hulu meningkat. Penelitian Sawiyo (2005) di salah satu sub DAS
Ciliwung hulu
yaitu di sub DAS Cibogo, menunjukkan debit puncak sungai
Ciliwung meningkat dari 280 m3/det(1990) menjadi 383 m3/det (1996), dan
terjadi peningkatan volume air hujan yang melimpas menjadi aliran permukaan
(direct run-off) dari 53% (1990) menjadi 63%(1996). Hal tersebut menandakan
kondisi hidrologi DAS terganggu sehingga volume air hujan yang turun sebagian
besar tidak meresap kedalam tanah tetapi mengalir sebagai air permukaan dan
memperbesar debit air sungai. Kondisi hidrologi DAS Ciliwung hulu juga
diperlihatkan oleh kecenderungan peningkatan debit air sungai Ciliwung
maksimum pada musim hujan dan penurunan debit air sungai Ciliwung minimum
pada musim kering di Bendung Katulampa Ciawi. Keputusan Menteri (Kepmen)
Kehutanan No 52/Kpts-II/2001 tentang pedoman penyelengggaraan pengelolaan
64
daerah aliran sungai menyatakan bahwa nisbah
debit air sungai maksimum
dengan debit air sungai minimum (Q maks/Qmin) antara 1-50 kondisi hidrologi
DAS baik; 50-100 kondisi hidrologi DAS sedang dan >100 kondisi hidrologi DAS
buruk. Tahun 1990 nilai Qmaks/Q min sebesar 28,92 artinya kondisi hidrologi
DAS baik, sedangkan tahun 2005 nilai Q maks /Q min meningkat menjadi 4.274,
artinya kondisi hidrologi DAS buruk. Penurunan kondisi hidrologi DAS Ciliwung
hulu dari baik menjadi buruk menunjukkan fungsi ekologis DAS sebagai pengatur
tata air menurun. Kondisi hidrologi DAS Ciliwung hulu yang menurun juga
diperlihatkan oleh debit banjir seratus tahunan yang cenderung meningkat, tahun
1973 sebesar 370 m3/dtk tahun 2000 meningkat menjadi 570 m3/dtk dan tahun
2007 meningkat lagi menjadi 760 m3/dtk (Tabel 10).
Kondisi hidrologi DAS Ciliwung hulu yang menurun disebabkan berbagai
macam faktor seperti penggunaan lahan yang tidak tepat; perubahan penggunaan
lahan dari lahan hutan menjadi pertanian atau permukiman dan lahan pertanian
menjadi permukiman; serta erosi dan sedimentasi. Selama tahun 2001 -2002 laju
erosi cenderung meningkat demikian pula dengan sedimentasi (Tabel 10).
Tabel 10. Indikator Kondisi Hidrologi DAS Ciliwung Hulu
No
Indikator kondisi hidrologi
Tahun
A
132,47
B
17.096
Keterangan
4,58
0.004
28,92
4.274
53
63
1
Debit maksimum(m3/dtk)
2
Debit minimum (m3/dtk)
3
Q maks/Qmin
4
Direct run off (%)
5
43,20
50,70
6
Kontribusi DAS Ciliwung
hulu terhadap banjir di
Jakarta (%)
Laju erosi (ton/ha/bln)
44
74,7
7
Sedimentasi (ton/ha/tahun)
19,70
36,96
Data tahun 1990 Bendung Katulampa (Kadar
2003) dan data 2005 di sub DAS Ciliwung hulu
(BP DAS Citarum Ciliwung 2005)
Data tahun 1990 Bendung Katulampa (Kadar
2003) dan data 2005 di sub DAS Ciliwung hulu
(BP DAS Citarum Ciliwung 2005)
Data tahun 1990 dan 2005
Q maks/Qmin
< 50 baik
50-100 sedang
>100 buruk
Data tahun 1990 dan 1996 di sub DAS Cibogo
(Sawiyo 2005)
Data tahun 1981 dan 1999 (Irianto 2000)
Data tahun 2001 dan 2002 (Qodariah et-al.
2004)
Data tahun 2001 dan 2002 (Qodariah et-al.
2004)
65
Kualitas air sungai Ciliwung hulu dipengaruhi oleh penggunaan lahan DAS
Ciliwung hulu, penelitian Taufik et al. (2004) menunjukkan sumber pencemar
berasal dari limbah domestik akibat meningkatnya kawasan permukiman.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan Taufik et al. (2004) menggunakan Indeks
Storet menunjukkan kualitas air mengalami penurunan. Pada tahun 2000 indeks
Storet (-18) status baik, tahun 2002 indeks Storet menjadi (-36) status buruk
Selain itu penelitian Fachrul et al. (2005) menunjukkan water quality index (WQI)
di Kecamatan Ciawi (Gadog) mengalami penurunan dari 95 pada tahun 1995
menjadi 70,65 pada tahun 2005. Penelitian KLH menunjukkan pada tahun 2007
kualitas air sungai Ciliwung di DAS Ciliwung hulu berstatus mutu D. Status mutu
D menunjukkan DAS Ciliwung hulu telah tercemar berat sehingga tidak layak
untuk dijadikan air minum, hanya layak untuk menyiram tanaman. Sumber
pencemar air sungai Ciliwung berasal dari limbah domestik (permukiman),
pertanian, peternakan, dan industri. Tahun 2002 dan 2009 parameter kimia, biologi
dan fisik sungai Ciliwung mengalami penurunan. Sebagian besar parameter
kualitas air telah melampaui baku mutu air kelas I dan II, artinya air sungai
Ciliwung tidak layak untuk dijadikan pasokan air minuman (Tabel 11).
Tabel 11 Kualitas Air di DAS Ciliwung Hulu Tahun 2002 dan 2009
N
o
1
2
3
4
1
2
3
4
Parameter Kualitas Air
Parameter kimia
pH
BOD (mg/l)
DO (mg/l)
COD (mg/l)
Parameter Biologi
Tot coliform ( mg/l)
Parameter fisika
Residu terlarut (TDS)mg/l
Residu tersuspensi (TSS) mg/l
Kekeruhan
BM
Kondisi
2002*
2009**
I
II
6-9
2
6
10
6-9
3
4
25
6,1-7,28
1,6-80,7
6-8
7,46-120,5
7,4-8,19
td
1000
5000
110-2800
200-34.100
1000
50
-
1000
50
80 - 1.250
td
51-59,25
-
5-90
6-9,96
132-157
8-39,50
6-27,50
Keterangan : BM= baku mutu
Sumber : *Taufik et al (2004). **Badan Lingkungan Hidup Pemda kab. Bogor (2009)
Sumber timbulan sampah di DAS Ciliwung hulu umumnya berasal dari
rumah tangga, perdagangan, pariwisata, perkantoran, dan industri rumah tangga.
66
Pelayanan pengangkutan sampah terbatas, hanya sebagian kecil (9-27%) yang
sudah terlayani oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor melalui
dinas
kebersihan dan dinas pasar. Sebagian besar penduduk mengelola sampah secara
individual dengan membakar atau menimbun disekitar pekarangan rumah, bahkan
sebagian masyarakat masih membuang sampah ke sungai atau lahan kosong
(Tabel 12).
Tabel 12 Timbulan Sampah dan Kemampuan Pembuangan
Sampah Permukiman di DAS Ciliwung Hulu tahun 2006
No
Kecamatan
1
Ciawi
Asal Sampah
Timbulan
sampah
(m3/hr)
Permukiman
160
Pasar
30
2
Megamendung
Permukiman
200
Pasar
td
3
Cisarua
Permukiman
200
Pasar
45
4
Sukaraja
td
td
Sumber: : Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor(2006).
Pembuangan Sampah
Dibakar/ditimbun)
Ke TPS
(m3/hr
%
m3/hr
%
142
88,75
18
11,25
0
0
30
100
182
91,00
18
9,00
td
td
td
td
146
73
54
27
0
0
45
100
td
td
Bencana tanah longsor di kawasan permukiman terjadi di beberapa desa di
Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua. Dari tiga kecamatan tersebut,
Kecamatan Megamendung yang sebagian besar wilayahnya berada di bagian
tengah DAS Ciliwung hulu merupakan daerah rawan longsor, selama tahun 20072008 di Kecamatan Megamendung terjadi 11 kali longsor dan jumlah desa yang
mengalami longsor berjumlah 12 desa (Tabel 13).
Tabel 13 Bencana Longsor Tahun 2007-2008
di Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung
No
Kecamatan
1
2
3
4
Ciawi
Megamendung
Cisarua
Sukaraja
Desa
2
12
6
td
Tahun 2007
Frek. longsor
2
11
3
td
Desa
4
2
td
Tahun 2008
Frek. longsor
3
4
td
Sumber : Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor, 2007 – 2008.
Berdasarkan peta rawan longsor (BP DAS 2007), terdapat empat klasifikasi
daerah rawan longsor di DAS Ciliwung hulu yaitu normal, potensial, bahaya dan
sangat bahaya. Sebagian besar DAS Ciliwung hulu merupakan wilayah rawan
67
longsor. Klasifikasi longsor sangat bahaya terdapat di bagian tengah DAS yaitu di
Kecamatan Megamendung dan di perbatasan Ciawi dengan kota Bogor (Tabel
14).
Tabel 14 Klasifikasi Kawasan Rawan Longsor di DAS Ciliwung Hulu
Luas
NO
Klasifikasi Kawasan Longsor
ha
%
4,870.75
3,115.26
32,74
20,94
6,249.93
640.42
14,876.37
42,01
4,30
100
1 Normal
2 Potensial
3 Bahaya
4 Sangat Bahaya
Jumlah
Sumber: Peta Rawan Longsor BP DAS Citarum- Ciliwung (2007)
Lahan kritis di DAS Ciliwung hulu dilihat dari prosentasenya tidaklah begitu
besar, akan tetapi keberadaannya perlu menjadi perhatian karena tersebar disekitar
kawasan hutan konservasi di bagian selatan DAS Ciliwung hulu yaitu di
Kecamatan Cisarua (Tabel 15).
Tabel 15 Tingkat Kekritisan Lahan di DAS Ciliwung Hulu 2005
No
1
2
3
4
5
Tingkat Kekritisan Lahan
Tidak Kritis
Potensial Kritis
Agak Kritis
Kritis
Sangat Kritis
Jumlah
Luas
ha
13,782.65
228.54
227.55
382.25
255.37
14,876.37
%
92.65
1.54
1.53
2.57
1.72
100.00
Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor
4.5.
Kelembagaan Penataan Ruang dan Permukiman
4.5.1. Peraturan Perundangan-Undangan Penataan Ruang dan Permukiman
Penataan ruang di DAS Ciliwung, khususnya DAS Ciliwung hulu telah
dimulai sejak tahun 1963 melalui Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden
(Keppres), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Daerah (Perda) provinsi dan
kabupaten, maupun Surat Keputusan (SK) Gubernur. Berbagai peraturan yang
berkaitan dengan penataan ruang DAS Ciliwung hulu tertera pada Tabel 16.
68
Tabel 16. Peraturan Berkaitan dengan Penataan Ruang
dan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu
Peraturan Perundangan
Substansi
1.
Perpres RI No. 13 tahun 1963
2
Keppres No 48 Tahun 1983
3
4
5
Keppres No. 79/1985
SK Gubernur KDH Tk. I Jawa
BaratNo.556.1/SK.295-Huk/
1985
Perda Kab Bogor No.3/ 1988
6
Permendagri No 22/1989
7
Keppres No 32/1990
8
9
SK Gubernur Jabar No
413.12/SK/222-Huk/1991 .
Perda Kab. Bogor No.3/1993
10
PP No 47/1997
11
Keppres No 114/1999
12
SK Bupati Kab .Bogor No
503/Kpts/Huk/1999
13
Perda Kab. Bogor No.17
/2000
Mengatur ketertiban pembangunan baru disepanjang jalan
antara Jakarta – Bogor – Puncak – Cianjur.
Penanganan Khusus Penataan Ruang dan Penertiban serta
Pengendalian Pembangunan pada Kawasan Pariwisata
Puncak dan Wilayah Jalur Jalan Jakarta-Bogor-PuncakCianjur.
Penetapan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak.
Prosedur dan Tata Cara Pengendalian (Kriteria Teknis
Bangunan) pada kawasan pariwisata jalur jalan Bogor –
Puncak – Cianjur.
RDTR Kawasan Puncak Bogor .
Tata laksana Pengendalian dan penertiban Kawasan
Puncak.
Pengelolaan kawasan Lindung
• Kriteria Kawasan : hutan lindung, resapan air,
sempadan sungai, sempadan danau, sempadan mata air.
• Kriteria kawasan rawan bencana
Kewenangan pengendalian kawasan lindung.
Kriteria lokasi dan standar teknis pelaksanaan ruang di
kawasan Puncak .
RDTR Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor : cakupan isi
RDTR sama dengan RDTR Kawasan Puncak Bogor 1988
Ⅻ Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN).
Kawasan Bopunjur ditetapkan sebagai kawasan yang
memerlukan penanganan khusus dan mempunyai nilai
strategis yaitu kawasan yang yang memberikan
perlindungan bagi kawasan dibawahnya yaitu wilayah
provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Provinsi Banten.
Penataan Ruang Kawasan Bopunjur.
• Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua yang
berada di DAS Ciliwung Hulu ditetapkan sebagai
kawasan konservasi air dan tanah yang merupakan
fungsi utama kawasan;
• kegiatan budidaya tidak melampaui ketersediaan
sumber daya alam dan energi
Susunan Tim Pertimbangan Pemberian Izin Lokasi
• Mengkoordinasikan dinas/instansi terkait dlm rangka
proses penerbitan izin lokasi,
• Pembentukan tim pertimbangan,
• Tugas dan tanggungjawab tim pertimbangan,
• Susunan tim pertimbangan
RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010
Ⅻ Kecamatan Cisarua, Megamendung dan Ciawi yang
berada di DAS Ciliwung Hulu ditetapkan sebagai
kawasan permukiman perdesaan, permukiman
perkotaan, dan pengembangan perkotaan.
69
Peraturan Perundangan
Substansi
14
Perda Kab Bogor No 19/2000
Retribusi IPPT
• Objek dan subjek retribusi;
• Cara mengukur tingkat penggunaan jasa berdasarkan
luas , jenis peruntukan dan lokasi;
• struktur dan besarnya tarif, ketentuan perijinan.
15
Perda Kab Bogor No 23/2000
16
Perda Kab Bogor No 24/2000
17
Keputusan Bupati No 19/2002
18
Keputusan Bupati No 20/2002
19
SK Bupati Kab. Bogor No
60/266/Kpts/huk/2002
20
Perda Prov Jabar No 2/ 2003
21
Keputusan Presiden no
34/2003 tentang
IMB : digunakan untuk pengawasan dan pengendalian
pembangunan.
Retribusi IMB
• Dalam rangka pengawasan dan pengendalian IMB
secara teknis dan administratif diperlukan biaya.
• Penetapan besarnya retribusi IMB didasarkan pada
kajian, pengawasan dan pengendalian mendirikan
bangunan .
Juklak IMB :Persyaratan permohonan IMB dan
Jangka waktu penyelesaian IMB.
Juklak Retribusi IMB: Kewajiban retribusi, tata cara
perhitungan retribusi, tata cara pemungutan retribusi.
Prosedur tetap pemrosesan dokumen adm pelayanan
umum di bidang tata ruang dan lingkungan hidup
• Memberikan kejelasan pd masyarakat dan sebagai
standar pelayanan minimal (SPM) bagi instansi terkait,
• Jenis perizinan dan pelayanan di bidang TRLH (izin
lokasi ,IPPT, Izin usaha (HO), SIPAL, UKL/UPL,
Amdal
• Instansi pemroses
• Persyaratan administrasi
• Mekanisme pemrosesan
• Jangka waktu penyelesaian.
RTRW Provinsi Jabar.
• Das Ciliwung Hulu merupakan bagian dari Kawasan
Andalan Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur) dengan
kegiatan utama agribisnis dan pariwisata.
• Terdapat kawasan di DAS Ciliwung Hulu yang
merupakan bagian dari kawasan hutan yang berfungsi
lindung yang terletak di Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) Bogor.
Kebijakan nasional di bidang pertanahan
• Kewenangan pemerintah di bidang pertanahan
dilaksanakan oleh kabupaten/kota. Kewenangan
tersebut adalah :
a) Pemberian izin lokasidan izin membuka tanah;
b)penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan;
c) Penyelesaian masalah : sengketa tanah garapan, ganti
kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan, tanah
ulayat, tanah kosong;
d) Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, ganti
kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah
absentee, tanah ulayat;
e) Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten /kota
70
Peraturan Perundangan
22
Peraturan Bupati Kab. Bogor
No 2/2006
23
Peraturan Bupati No 14/2007
24
UU No 26/2007
25
PP No 26/2008
26
Perpres No
27
Perda Kab Bogor No 19/2008
28
Peraturan Bupati No 75/2008
54/2008
Substansi
Kriteria Lokasi dan Standar Teknis Pemanfaatan Ruang
• Mengakomodasi dinamika pembangunan secara
terkendali
• Sebagai pedoman untuk pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian pembangunan .
Pedoman Pengesahan Master Plan, Site Plan, dan Peta
Situasi. Dalam upaya peningkatan pelayanan di bidang
pengesahan rencana tapak guna mewujudkan tertib
pemanfaatan ruang
Penataan Ruang, ditetapkan kawasan hutan paling sedikit
30 % dari luas daerah aliran sungai.
RTRWN.
• Bopunjur merupakan kawasan Andalan
• Arahan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai lintas
negara, wilayah sungai lintas provinsi, dan wilayah
sungai strategis nasional memperhatikan pola
pengelolaan sumber daya air.
• Kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur merupakan
kawasan Strategis Nasional.
Penataan ruang Jabodetabekpunjur
• Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung hulu berada
pada zona B3, B4 dan B5.
• Kawasan budidaya di DAS merupakan kawasan
prioritas
• RTRW dijabarkan menjadi Rencana Detail yang
ditetapkan dengan Perda
• RTR Kawasan Jabodetabekpunjur memuat pengaturan
zonasi, rencana teknik bangunan dan lingkungan dan
persyaraan teknis lainnya.
• Penyusunan rencana detail oleh daerah dikonsultasikan
dengan daerah lainnya di bawah koordinasi Menteri.
RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 merupakan pedoman
dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan
tata ruang di wilayah Kabupaten Bogor.
Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang
merupakan pedoman teknis untuk melaksanakan
pengawasan dan pengendalian pembangunan
4.5.2. Implementasi Kebijakan Pengelolaan Permukiman Di DAS Ciliwung
Hulu
Peraturan perundangan yang berkaitan langsung dengan penataan ruang
permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah PP No 26/2008, Perpres No 58/2008
dan Perda Kabupaten Bogor No 19/2008. Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan pedoman dalam
pembuatan rencana tata ruang di seluruh Indonesia. Pada pasal 9 PP No 26/2008
71
disebutkan bahwa Kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-PuncakCianjur (Jabodetabekpunjur) merupakan kawasan strategis nasional yang
memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang secara terpadu. Untuk mewujudkan ketentuan dalam PP No
26/2008 tersebut dibuat Perpres No 58/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan
Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur(Jabodetabekpunjur).
Tujuan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah : a) mewujudkan
keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar daerah sebagai suatu wilayah
perencanaan dengan memperhatikan kesejahteraan dan ketahanan; b) mewujudkan
daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan untuk
menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya
air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir; c) mengembangkan
perekonomian wilayah
yang produktif, efektif dan efisien berdasarkan
karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan
dan pembangunan berkelanjutan.
Pasal 49 Perpres No 58/2008 menyebutkan
bahwa rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi, kabupaten dan kota yang
berada di kawasan Jabodetabekpunjur harus disesuaikan dengan rencana tata ruang
kawasan (RTRK) Jabodetabekpunjur. Oleh karena sebagian besar (99,41 %) dari
DAS Ciliwung hulu
merupakan wilayah Kabupaten Bogor sisanya 0,59 %
merupakan wilayah Kota Bogor, maka penataan kawasan permukiman di DAS
Ciliwung hulu harus berpedoman pada RTRW Kabupaten Bogor. Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor telah disesuaikan dengan ketentuan
yang ada dalam RTRK Jabodetabekpunjur dan diundangkan menjadi Perda
Kabupaten Bogor No 19/2008 tentang
RTRW Kabupaten Bogor.
Untuk
melaksanakan ketentuan dalam Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 tersebut,
Bupati Kabupaten Bogor telah mengeluarkan Peraturan Bupati Kabupaten Bogor
No 75/2008 tentang pedoman operasional pemanfaatan ruang.
Keterkaitan antar peraturan perundangan yang menjadi payung dalam
pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu meliputi perencanaan
72
tata
ruang,
pemanfaatan
ruang,
pengendalian
pemanfaatan
ruang
dan
kelembagaan.
Perencanaan permukiman berdasarkan UUPR No 26/2007 tidak diizinkan
berada di kawasan lindung. Kawasan lindung yang dimaksud UUPR No 26/2007
maupun Perpres No 58/2008 antara lain terdiri atas: hutan lindung; kawasan
resapan air; sempadan sungai/danau/waduk/mata air; kawasan rawan bencana.
Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 tentang RTRW sebagai turunan dari UUPR
No 26/2007 justru memperbolehkan permukiman perdesaan (Pd2) dan
permukiman perkotaan (Pp3) berada di dalam kawasan lindung di luar kawasan
hutan. Permukiman perdesaan (Pd2) dan permukiman perkotaan(Pp3) tersebut
disyaratkan mempunyai kepadatan rendah/jarang (KDB < 30%) dan berorientasi
pertanian dan pariwisata/agrowisata. Permukiman di dalam kawasan lindung di
luar kawasan hutan yang dimaksud Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 terdiri
atas : sempadan sungai/danau/mata air; kawasan resapan air; kawasan gerakan
tanah tinggi (Tabel 18) . Rencana pembangunan jalan baru (kolektor primer III)
menuju Kecamatan Cisarua dan Megamendung dari kecamatan lain di luar DAS
Ciliwung hulu, dan
pembangunan jalan baru (lokal primer I)di Kecamatan
Megamendung
Cisarua
dan
diperkirakan
dapat
berpengaruh
terhadap
perkembangan permukiman (Tabel 17).
Rencana pemanfaatan
ruang untuk permukiman berdasarkan UUPR No
26/2007 dan Perpres No 58/2008 pengembangan permukiman dengan kepadatan
rendah di kawasan pertanian. Dalam Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 menjadi
tidak jelas karena membolehkan pengembangan permukiman bercirikan perkotaan
di kawasan yang berfungsi sebagai perdesaan (Tabel 18). Peran serta masyarakat
dalam pemanfaatan ruang diuraikan secara garis besar dalam UU No 26/2007 dan
Perpres No 58/2008, dan dibahas lebih detail dalam Perda Kabupaten Bogor No
19/2008 (Tabel 18).
Pengendalian pemanfaatan ruang pada UUPR NO 26/2007 dan Perpres No
58/2008 terdiri atas : peraturan zonasi, perizinan, insentif& disinsentif, serta
sanksi, sedangkan dalam Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 ditambahkan jasa
73
lingkungan. Perpres No 58/2008 mengatur secara rinci tentang perizinan. UUPR
No 26/2007 mengatur secara rinci sanksi administratif. Perda Kabupaten Bogor
No 19/2008 tidak membahas perizinan dan sanksi administrarif secara rinci, tetapi
membahas secara rinci partisipasi masyarakat dalam pengendalian permukiman
(Tabel 19).
Koordinasi tidak disebutkan secara jelas dalam UUPR No 26/2007 tetapi
Perpres No 58/2008 menyebutkan koordinasi teknis penataan ruang kawasan
strategis nasional dilakukan oleh Menteri. Koordinasi kelembagaan dan kebijakan
kerja sama antar daerah dilakukan dan/atau difasilitasi oleh badan kerja sama antar
daerah. Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 tidak membahas koordinasi secara
jelas, pembahasan difokuskan pada pembentukan Badan atau Tim Koordinasi
Penataan Ruang Daerah (BKPRD atau TKPRD), sebagai badan atau tim yang
bersifat ad-hoc di daerah, berfungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam
koordinasi penataan ruang di daerah (Tabel 20).
Kerjasama antar daerah tidak dibahas dalam UUPR No 26/2007. Bidang
yang dapat dibuat kerjasama antar daerah dibahas pada Perpres No 58/2008 yaitu
persampahan, banjir, perencanaan dan pengembangan transportasi, listrik, air
baku, penataan ruang dan jaringan komunikasi. Perda Kabupaten Bogor No
19/2008 tidak secara jelas membahas bidang yang dapat dibuat kerjasama antar
daerah, tetapi memfokuskan diri pada perjanjian kerjasama dalam memanfaatkan
jasa lingkungan. Kerjasama tidak hanya dilakukan antara daerah, tetapi juga
dengan setiap penyedia jasa lingkungan (perorangan atau lembaga). Bentuk
kerjasama dan kesepakatan diatur melalui peraturan bupati (Tabel 20).
74
Tabel 17 Perencanaan Tata Ruang Berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu
Komponen
Perencanaan
2. Rencana
Permukiman
2. Rencana
jaringan jalan
baru
PP No 26/2008
(RTRWN)
Perpres No 54/2008( RTR
Jabodetabekpunjur)
Kawasan permukiman
1. Berlokasi diluar kws
lindung, berupa kws
perkotaan atau
perdesaan
2. Berlokasi di luar kws yg
ditetapkan sebagai kws
rawan bencana;
3. Memiliki akses menuju
pusat kegiatan
masyarakat di luar kws;
4. Memiliki kelengkapan
prasarana, sarana, dan
utilitas pendukung.
1. Zona B1 untuk perumahan dgn
tingkat hunian padat
2. Zona B3 dan B4 untuk perumahan
tingkat hunian rendah, dilakukan
rekayasa teknis dan koefisien zona
terbangun diatur Perda.
3. Pemanfaatan ruang pada Zona B3
intensitas lahan terbangun rendah
dilakukan rekayasa teknis dan koef
isien zona terbangun diatur Perda.
4. Zona B6 untuk permukiman dan
fasilitasnya dan/penyangga fungsi
Zona N1. dilakukan rekayasa teknis
& koefisien zona terbangun <50%.
Tidak diatur secara khusus
Tidak diatur secara khusus
Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025)
PM Permukiman terdiri atas permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan.
QM Permukiman perdesaan : a) permukiman perdesaan di luar kws yang berfungsi lindung
(PD 1); b) permukiman perdesaan yg berada di dalam kws lindung di luar kws hutan (PD 2)
RM PD 2 diarahkan utk hunian kepadatan rendah, bangunan tidak memiliki beban berat
terhadap tanah, memiliki keterkaitan dengan aktivitas masyarakat desa maupun terhadap
potensi lingkungan (pertanian, peternak an, kehutanan, pariwisata /agrowisata).
SM Permukiman perkotaan terdiri atas : permukiman perkotaan di luar kws lindung (Pp1 dan
Pp2) dan di dalam kws lindung diluar kws hutan (Pp3)
TM Pp 2 diarahkan utk permukiman sedang, industri berbasis tenaga kerja & non polutan,
jasa, dan perdagangan,
UM Pp 3 diarahkan utk hunian rendah sampai sangat rendah /jarang, merupakan bangunan
tunggal, berorientasi lingkungan (pertanian, peternakan dan perikanan, kehutanan, agro
wisata dan pariwisata) melalui rekayasa teknologi, bangunan tdk memiliki beban berat thd
tanah, dan tersebar.
1. Rencana pengembangan jaringan jalan baru berfungsi kolektor primer III, merupakan jalan
lingkar kabupaten dan jalan tembus antar wilayah kabupaten /kota perbatasan:
• Cigombong – Caringin – Ciawi – Megamendung – Cisarua;
2. Rencana pengembangan jaringan jalan baru berfungsi lokal primer I, meliputi ruas:
• Cipayung – Megamendung;
• Cibanon – Gadog – Cikopo Selatan – Cisarua – Jogjogan
• Cilember – Batulayang – Ciburial – Tugu – Cisarua – Cibeureum – Taman Safari;
• Pasar Cisarua – Kopo;
• Sukagalih – Cibeureum
Tabel 18 Rencana Pemanfaatan Ruang Berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu
Komponen
Pemanfaatan
Ruang
1. Kawasan
Permukiman
PP No 26/2008
(RTRWN)
Perpres No 54/2008( RTR Jabodetabekpunjur)
Pemanfaatan ruang
utk permukiman
petani dan/nelayan
1. Di zona permukiman hunian rendah B3, B4, dilarang
melakukan pembangunan yg mengurangi areal
produktif pertanian dan wisata alam; mengurangi
Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025)
1. Pengembangan permukiman bercirikan perkotaan dilakukan dgn
memperhatikan fungsi kws sebagai kws perdesaan yang harus dijaga dan
tidak mengganggu ekosistem kws.
75
Komponen
Pemanfaatan
Ruang
2. Peranserta
Masyarakat
PP No 26/2008
(RTRWN)
Perpres No 54/2008( RTR Jabodetabekpunjur)
Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor 2005-2025)
dengan kepadatan
rendah di kws
peruntukan
pertanian dan
perikanan
daya resap air; dan/atau mengubah bentang alam.
2. Kegiatan pembangunan permukiman yg diperkenan
kan di zona B6 dilakukan berdasarkan hasil kajian
mendalam dan komprehensif dan setelah mendapat
rekomendasi dari ketua badan yang tugas dan fungsi
nya mengkoordinasikan penataan ruang nasional.
Tidak diatur secara detail
2. Pengembangan permukiman melalui sistem cluster utk menghindari penum
pukan dan penyatuan antar kws permukiman, diantara cluster permukiman
disediakan RTH
3. Pengembangan pemukiman khusus, melalui penyediaan tempat peristirahatan
pada kws pariwisata, dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada,
memperhatikan LH dan selaras dengan rencana tata ruang.
1. Masyarakat berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan mentaati
rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
2. Bentuk peranserta masyarakat: dalam pemanfaatan ruang :
• bantuan pemikiran dan pertimbangan
• penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTRW dan rencana
tata ruang kawasan.
• perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW.
• bantuan teknik dan pengelolaan dlm pemanfaatan ruang dan/atau kegiatan
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Tidak diatur secara
detail
Tabel 19 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu
Komponen
Pengendalian
PP No 26/2008 (RTRWN)
Perpres No 54/2008( RTR
Jabodetabekpunjur)
Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab
Bogor 2005-2025)
1. Pengendalian tata
ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang melalui :
1. Peraturan zonasi sistem nasional;
2. Arahan perizinan;
3. Arahan pemberian insentif & disinsentif;
4. Arahan sanksi.
Pengendalian pemanfaatan ruang melalui :
1. Peraturan zonasi,
2. Perizinan,
3. Pemberian insentif dan disinsentif,
4. Pengenaan sanksi.
2. Zonasi
Peraturan Zonasi untuk kws peruntukan
permukiman disusun dgn memperhatikan:
1. Penetapan amplop bangunan;
2.Penetapan tema arsitektur bangunan;
3.penetapan kelengkapan bangunan dan
lingkungan;
4.penetapan jenis dan syarat penggunaan
bangunan yang diizinkan.
1. Pembangunan di Zona B1 dilaksanakan melalui
penerapan rekayasa teknis dan koefisien zona
terbangun, diatur Perda.
2. Pembangunan di Zona B3 dan B4 dilaksanakan
dgn intensitas rendah, menerapkan rekayasa
teknis dan koefisien zona terbangun diatur Perda.
3. Pembangunan di zona B6 dilaksanakan dgn
rekayasa teknis, koefisien zona terbangun
Pengendalian dilakukan melalui
1. Arahan peraturan zonasi;
2. Arahan perizinan;
3. Arahan pemberian insentif dan disinsentif;
4. Arahan pemanfaatan jasa lingkungan, dan
5. Arahan sanksi.
Peraturan zonasi permukiman disusun dgn
memperhatikan:
1. Penetapan amplop bangunan;
2. Penetapan tema arsitektur bangunan;
3. Penetapan kelengkapan bangunan dan
lingkungan;
4. Penetapan jenis dan syarat penggunaan
bangunan yang diizinkan
76
Komponen
Pengendalian
PP No 26/2008 (RTRWN)
3. Perizinan
1. Arahan perizinan merupakan acuan bagi
pejabat yang berwenang dalam pemberian
izin pemanfaatan ruang berdasarkan
rencana struktur dan pola ruang yang
ditetapkan dalam PP ini.
2. Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
3. Pemberian izin pemanfaatan ruang
dilakukan menurut prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Pemberian izin pemanfaatan ruang yang
berdampak besar dan penting
dikoordinasikan oleh Menteri.
Perpres No 54/2008( RTR
Jabodetabekpunjur)
maksimal 50%.
1. Setiap pemanfaatan ruang harus sesuai dgn
rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi
yang telah ditetapkan.
2. Izin pemanfaatan ruang diatur oleh Pemerintah
dan Pemda menurut kewenangannya.
3. Izin pemanfaatan ruang pd masing-masing
daerah yg telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan ketentuan PerPres ini tetap berlaku
sesuai dgn masa berlakunya
4. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan
tetapi tidak sesuai dgn. ketentuan PerPres ini :
a. Apabila belum dibangun, izin disesuaikan dgn
rencana rinci tata ruang
b. Apabila telah dilakukan pembangunan, izin
diberikan sampai habis masa berlakunya,
c. Apabila telah dilakukan pembangunan dan
tidak dpt dilakukan rekayasa teknis, izin
dibatalkan, diberikan ganti rugi yang layak.
d. Apabila izin sudah habis dan pemanfaatan
ruang tdk sesuai, harus disesuaikan dgn
rencana rinci dan peraturan zonasi.
5. Pemanfaatan ruang tanpa izin
a. Apabila tdk sesuai PerPres, ditertibkan dan
pemanfaat ruangnya disesuaikan rencana
rinci dan peraturan zonasi
b. Apabila pemanfaatan ruangnya sesuai
PerPres, pengurusan izin dipercepat
6. Masyarakat yang menguasai tanahnya berdasar
kan hak adat dan/atau hak-hak atas tanah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, karena RTR Jabodetabekpunjur ini
pemanfaatannya tidak sesuai lagi, maka
penyelesaiannya diatur sesuai ketentuan
peraturan perundangan
7. Sepanjang rencana tata ruang wilayah dan/atau
Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab
Bogor 2005-2025)
1.
2.
3.
Arahan perizinan merupakan acuan bagi pejabat
yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana
struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah ini.
Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat
yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan
menurut prosedur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
77
Komponen
Pengendalian
4. Insentif dan
disinsentif
5. Sanksi administratif
PP No 26/2008 (RTRWN)
1. Insentif diberikan apabila pemanfaatan
ruang sesuai dengan rencana struktur
ruang, rencana pola ruang, dan arahan
peraturan zonasi yg diatur PP ini
2. Disinsentif dikenakan terhadap peman
faatan ruang yg perlu dicegah, dibatasi,
atau dikurangi keberadaannya berdasar
kan ketentuan dalam PP ini
3. Pemberian insentif dan pengenaan
disinsentif dilakukan oleh Pemerintah
kepada Pemda dan masyarakat.
4. Pemberian insentif dan pengenaan dis
insentif dilakukan oleh instansi ber
wenang sesuai dgn kewenangannya.
5. Pemberian insentif dan pengenaan
disinsentif dilakukan menurut prosedur
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Pemberian insentif dan pengenaan
disinsentif dikoordinasikan oleh Menteri.
1. Terhadap pemanfaatan ruang yg tidak
sesuai dengan rencana struktur ruang dan
pola ruang wilayah nasional;
2. Terhadap pelanggaran ketentuan arahan
peraturan zonasi sistem nasional;
3. Terhadap pemanfaatan ruang tanpa izin ;
tidak sesuai izin, dan atau melanggar
ketentuanyang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRWN;
4. Terhadap pemanfataan ruang yg meng
halangi akses terhadap kws yg dinyatakan
Perpres No 54/2008( RTR
Jabodetabekpunjur)
Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab
Bogor 2005-2025)
rencana rinci tata ruang berikut peraturan zonasi
belum ditetapkan, RTR Kawasan Jabodetabek
punjur merupakan acuan pemberian izin
Insentif dan atau disinsentif diterapkan oleh
1.
pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
ketentuan perundang-undangan.
2.
3.
4.
5.
6.
Melakukan tindakan penertiban terhadap
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan peraturan zonasi;
Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai
dgn rencana struktur ruang, rencana pola ruang,
dan arahan peraturan zonasi yg diatur Perda ini.
Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang
yang perlu dicegah, dibatasi, atau di kurangi
keberadaannya berdasarkan ketentuan Perda ini,
dan terhadap pemegang izin dan/atau perolehan
lahan atas izin yg diberikan yg pd kurun waktu
tertentu blm melaksanakan rencana pembangunan
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam
pemanfaatan ruang dilakukan oleh Pemerintah
kepada Pemda dan masyarakat.
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif
dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif
dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif
dikoordinasikan oleh Bupati.
Setiap orang yang melanggar RTRW dikenakan sanksi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang penataan ruang.
78
Komponen
Pengendalian
6. Sanksi pidana
7. Peran serta
masyarakat
PP No 26/2008 (RTRWN)
sbg milik umum berdasarkan UU
5. Terhadap pemanfaatan ruang yg izinnya
diperoleh melalui prosedur yg tidak benar.
Tidak diatur
Tidak diatur
Perpres No 54/2008( RTR
Jabodetabekpunjur)
Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab
Bogor 2005-2025)
Tidak diatur
1. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan
oleh bupati/walikota berdasarkan arahan dan
rekomendasi gubernur dengan melibatkan
partisipasi masyarakat.
2. Penyelenggaraan pengawasan oleh pemerintah
dan Pemda melibatkan partisipasi masyarakat.
3. Partisipasi masyarakat dilakukan sesuai dgn
kondisi masyarakat setempat dan peraturan
perundangan .
Tidak diatur
1. Masyarakat berhak berperan serta dalam
pengendalian pemanfaatan ruang
2. Bentuk peran serta masyarakat :
• Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang,
termasuk pemberian informasi atau laporan
mengenai pelaksanaan pemanfaatan ruang;
• Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkena an
dengan penertiban pemanfaatan ruang
3. Peranserta masyarakat dapat disampaikan secara
lisan atau tertulis kepada Bupati dan/atau pejabat.
4. Pelaksanaan peranserta masyarakat dikoordinasikan
oleh pemerintah daerah.
Tabel 20. Kelembagaan Penataan Ruang yang Berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu
Komponen
Kelembagaan
PP No 26/2008
(RTRWN)
Perpres No 54/2008( RTR
Jabodetabekpunjur)
Perda Kab Bogor No 19/2008 (RTRW Kab Bogor
2005-2025)
1. Koordinasi
Tidak diatur secara khusus
2. Kerjasama antar daerah
Tidak diatur secara khusus
Koordinasi teknis penataan ruang kws sebagai kws
strategis nasional dilakukan oleh Menteri.
Koordinasi kelembagaan dan kebijakan kerja sama
antardaerah dilakukan dan/atau difasilitasi oleh badan
kerja sama antar daerah.
Di bidang perencanan dan sistem pengembangan pra
sarana transportasi, persampahan, listrik, jaringan
komunikasi , pengelolaan limbah, penyediaan air
baku, pengelolaan banjir, dan penataan ruang
Untuk menunjang penataan dan pemanfaatan ruang, Pemerintah
Daerah dapat membentuk BKPRD atau TKPRD. BKPRD atau
TKPRD adalah badan atau tim yang bersifat ad-hoc di daerah,
berfungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi
penataan ruang di daerah.
1) Pemda dapat mengadakan perjanjian kerja sama
pemanfaatan jasa lingkungan yg ada di dalam wilayahnya
dengan pengguna jasa lingkungan di daerahnya dan/atau
wilayah lain disekitarnya sesuai dengan peraturan
perundangan.
2) Bentuk kerjasama dan kesepakatan lainnya dalam
pemanfaatan jasa lingkungan diatur dgn Peraturan Bupati
79
4.5.3 Institusi yang Terlibat Dalam Pengelolaan Permukiman di DAS
Ciliwung Hulu
Pengelolaan DAS merupakan suatu upaya pengelolaan sumberdaya yang
menyangkut berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda, sehingga
keberhasilannya sangat ditentukan oleh berbagai pihak yang terlibat. Institusi
yang terlibat dalam penataan ruang DAS Ciliwung hulu dapat dibagi menjadi
institusi di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten.
Institusi yang berkaitan dengan penataan ruang maupun permukiman di
DAS Ciliwung hulu meliputi pemerintah pusat, provinsi dan daerah. Sebagai
bagian
dari
kawasan
strategis
nasional
penataan
ruang
Kawasan
Jabodetabekpunjur dibuat dan dikontrol oleh pemerintah pusat melalui BKPRN
dan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Dep PU. Saat ini telah dikeluarkan
Perpres No 58/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Dengan
demikian segala bentuk penataan ruang di kawasan ini harus berpedoman pada
Perpres tersebut. Rencana tata ruang yang dibuat pusat tersebut merupakan payung
bagi perencanaan di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota di
kawasan
Jabodetabekpunjur. Sehingga secara kelembagaan peran dari Pemda Kabupaten
Bogor dalam penataan ruang maupun permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah
mengoperasionalkan Rencana Penataan Ruang Jabodetabekpunjur untuk lingkup
Kabupaten Bogor.
Institusi di tingkat kabupaten Bogor yang paling banyak berperan adalah
Dinas Tata Ruang dan Lingkungan hidup, Badan perencanaan Daerah (Bapeda)
dan Dinas Ciptakarya (bidang tata bangunan dan bidang perumahan). Keterlibatan
institusi penataan ruang di DAS Ciliwung dapat dilihat dari tugas pokok dan
fungsi masing-masing institusi (Tabel 21).
Tabel 21 Tugas Pokok dan Fungsi Institusi Terkait
Penataan Ruang dan Permukiman
Institusi
PUSAT
1.BKPRN
Tugas Pokok dan Fungsi Terkait Penataan Ruang & Permukiman
1. Perumusan dan Koordinasi di bidang : perencanaan, penanganan
masalah, dan penyusunan peraturan tata ruang.
2. Pemaduserasian antara undang-undang penataan ruang dengan peraturan
80
Institusi
Tugas Pokok dan Fungsi Terkait Penataan Ruang & Permukiman
pemda; penatagunaan tanah dan SDA lainnya dengan rencana tata ruang
3. Pemantauan terhadap pelaksanaan RTRWN dan memanfaatkan hasilnya
untuk penyempurnaan rencana tata ruang.
4. Penyelarasan RTRWN, RTRWP, RTRW Kab/Kota dalam rangka
pengembangan wilayah , serta pengembangan dan penetapan prosedur
pengelolaan tata ruang.
5. Pembinaan terhadap kelembagaan dan SDM penyelenggara penataan
ruang; penentuan prioritas terhadap kawasan-kawasan strategis nasional
dalam rangka pengembangan wilayah; dan standardisasi perpetaan tata
ruang.
2.Ditjen Penataan Tugas :Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di
Ruang Dep PU
bidang penataan ruang
Fungsi:
1. Perwujudan dan pembinaan perwujudan tata ruang daerah;
2. Penjabaran rumusan kebijakan Departemen dalam mendukung
sinkronisasi rencana dan pelaksanaan pembangunan di bidang pekerjaan
umum berbasis penataan ruang;
3. Penyiapan rencana terpadu pengembangan infrastruktur jangka
menengah sebagai bahan penyusunan rencana strategis sektor;
4. Perumusan norma, standar, pedoman manual, dan kriteria di bidang
penataan ruang;
5. Penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional dan pulau;
6. Pemberian pembinaan teknis dan bantuan teknik penataan ruang
wilayah (propinsi, kabupaten/kota, dan kawasan perkotaan dan
perdesaan);
7. Penyiapan dukungan pelaksanaan koordinasi penataan ruang secara
nasional.
3. Ditjen Cipta
Tugas : merumuskan dan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di
Karya Dep Pu
bidang Cipta Karya.
Fungsi :
1. Penyusunan kebijakan, program & anggaran serta evaluasi kinerja
pembangunan bidang Cipta Karya.
2. Pembinaan teknis dan penyusunan NSPM untuk air minum, air limbah,
persampahan, drainase, teriminal, apsar dan fasos-fasum lainnya.
3. Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan infrastruktur permukiman
perkotaan dan perdesaan.
4. Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi air minum dan
sanitasi melalui kerjasama pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
Serta standarisasi bidang permukiman, air minum, penyehatan
lingkungan permukiman dan tata bangunan.
5. Penyediaan infrastruktur PU bagi pengembangan kawasan perumahan
rakyat.
6. Fasilitasi pembangunan rumah susun dalam rangka peremajaan
kawasan.
7. Penyediaan infrastruktur permukiman untuk kawasan kumuh/nelayan,
perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil dan pulau-pulau kecil.
8. Penyediaan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin dan rawan
air.
9. Pembinaan teknis dan pengawasan pembangunan bangunan gedung dan
pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara.
10. Penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan infrastruktur
permukiman akibat bencana alam dan kerusuhan sosial.
81
Institusi
Tugas Pokok dan Fungsi Terkait Penataan Ruang & Permukiman
4. BP DAS
Tugas dan Fungsi :
Citarum-Ciliwung 1. Penyusunan Rencana pengelolaan DAS,
2. Penyusunan dan Penyajian Informasi DAS,
3. Pengembangna model, Pengelolaan DAS,
4. Pengembangan Kelembagaan dan Kemitraan DAS,
5. Pemantauan dan Evaluasi PengelolaanDAS.
PROVINSI :
Perumusan kebijakan teknis kordinasi di bidang pemerintahan, perekonomian,
1.Bakorwil Bogor. kesejahteraan di wilayah.
2. Bapeda Prov
Tugas : Merumuskan kebijakan perencanaan dan penilaian atas pelaksanaan
Jabar
nya; memfasilitasi dan mediasi perencanaan daerah; mengkoordinasi evaluasi
dan pelaporan atas perencanaan daerah.
Fungsi :
1.Menyusun RPJP, RPJM dan RPT/RKPD.
2.Menyelenggarakan musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
penyusunan RPJP, RPJM dan RKPD
3.Menyelenggarakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi perencana
an pembangunan antar kabupaten/kota.
4.Melaksanakan pembinaan pada Bappeda kabupaten/kota melalui pemberian
pedoman dan standar mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, kualitas
dan pengendalian.
5.Memberi bimbingan, supervisi dan konsultasi pada Bappeda Kabupaten
/kota.
6.Menyusun RTRW Provinsi.
7.Memfasilitasi musrenbang RKPD kabupaten/kota .
Tugas dan fungsi:
KABUPATEN
1.Bappeda Kab.
1. Perumusan Kebijakan di Bidang Perencanaan Daerah.
Bogor
2. Koordinasi Perumusan Kebijakan di Bidang Perencanaan Daerah.
3. Pelayanan Penunjang Kebijakan di Bidang Perencanaan Daerah.
2. Dinas Cipta
Tugas dan fungsi:
Karya Kab. Bogor 1. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang tata bangunan.
:
2. Pengendalian dan pengawasan bangunan non perumahan.
a. Bidang Tata
3. Pelayanan perizinan IMB non perumahan sesuai dengan mekanisme
Bangunan
yang ditetapkan dalam peraturan daerah Kabupaten Bogor serta
tercapainya PAD dari sektor IMB non perumahan.
b. Bidang
Tugas dan fungsi:
Perumahan
1. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang perumahan dan
prasarana lingkungan.
2. Pengelolaan perumahan dan pemukiman.
3. Peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan IMB
perumahan serta tercapainya PAD dari sektor IMB perumahan.
4. Peningkatan kualitas lingkungan dengan pemberdayaan masyarakat
melalui program perbaikan perumahan dan permukiman.
3. Dinas Tata
1. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang penataan ruang
Ruang dan
dan lingkungan.
Lingkungan
2. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang pembinaan
Hidup
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Kab.Bogor
3. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang pengembangan
lingkungan.
4. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang pengendalian dan
lingkungan.
5. Pemberian perizinan dan pelayanan umum bidang tata ruang dan
82
Institusi
4. Dinas Polisi
Pamong Praja
Kab. Bogor
5. BPN Kab
Bogor
6. Dinas
Pertanian &
Kehutanan Kab.
Bogor
Tugas Pokok dan Fungsi Terkait Penataan Ruang & Permukiman
lingkungan hidup.
6. Pelaksanaan tugas pembantuan bidang tata ruang dan lingkungan hidup.
Tugas: Pelaksanaan penegakan peraturan daerah dalam lingkup wewenang
polisi pamong praja.
Tugas : Melaksanakan administrasi pertanahan.
Tugas: Melaksanakan kewenangan pemda di bidang pertanian dan kehutanan
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan tugas pembangunan.
Fungsi antara lain:
1. Perumusan kebijakan teknis perencanaan.
2. Perumusan kebijakan teknis operasional.
3. Perizinan usaha.
4. Pelaksanaan tugas pembantuan dibidang pertanian dan kehutanan.
Berbagai institusi tersebut ditinjau berdasarkan tugas pokok dan fungsinya
mempunyai saling keterkaitan satu dengan yang lain dalam hal perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian tata ruang termasuk permukiman di DAS Ciliwung
hulu.
4.5.4. Mekanisme dan Prosedur Perizinan Pembangunan Permukiman
Mekanisme dan prosedur perizinan pembangunan permukiman dilakukan
melalui izin lokasi atau Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) dan izin
mendirikan bangunan (IMB).
Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala BPN
No 2/1999 tentang izin lokasi, menyebutkan bahwa izin lokasi merupakan izin
yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan
dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak,
dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman
modalnya. Izin lokasi diberikan apabila pemanfaatan ruang yang akan dilakukan
sesuai dengan RTRW Kabupaten/kota.
Luas penggunaan lahan oleh suatu perusahaan atau satu grup perusahaan
untuk pengembangan perumahan/permukiman dalam satu provinsi maksimum
400 ha. Izin lokasi tersebut diberikan dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan
luas lahan. Izin lokasi berlaku satu tahun untuk luas lahan sampai 25 ha. Izin
lokasi berlaku dua tahun untuk luas lahan antara 25-50 ha. Izin lokasi berlaku tiga
tahun diberikan untuk luas lahan lebih dari 50 ha. Tenggang waktu berlakunya
83
izin lokasi dapat diperpanjang 1 tahun apabila pembebasan lahan telah mencapai
50 %. Apabila tidak selesai dalam tenggang waktu yang diberikan maka terhadap
bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut :
a. Dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal dengan
penyesuaian mengenai luas pembangunan, dengan ketentuan bahwa apabila
diperlukan masih dapat dilaksanakan perolehan tanah sehingga diperoleh
bidang tanah yang merupakan satu kesatuan bidang.
b. Dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain yang memenuhi syarat (Gambar
14).
Gambar 14. Prosedur Izin Lokasi(PMNA/KBPN No 2/1999)
Izin lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan aspek penguasaan tanah dan
tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang
bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah, serta kemampuan tanah.
Surat keputusan izin lokasi dikeluarkan setelah dilakukan rapat koordinasi. Rapat
84
koordinasi disertai konsultasi dengan masyarakat pemegang hak atas tanah dalam
lokasi yang dimohon. Konsultasi meliputi empat aspek yaitu :
a. Penyebarluasan informasi mengenai rencana penanaman modal yang akan
dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan tanah serta
penyelesaian masalah yang berkenaan dengan perolehan tanah tersebut.
b. Pemberian kesempatan kepada pemegang hak atas tanah untuk memperoleh
penjelasan tentang rencana penanaman modal dan mencari alternatif
pemecahan masalah yang ditemui.
c. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data
sosial dan lingkungan yang diperlukan.
d. Peran serta masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan besarnya
ganti kerugian dalam perolehan tanah.
Pemegang izin lokasi mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :
a. Diizinkan untuk membebaskan tanah dalam areal izin lokasi dari hak dan
kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau
pihak yang mempunyai kepentingan dengan cara jual beli, pemberian ganti
kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Sebelum tanah dibebaskan, semua hak atau kepentingan pihak lain yang sudah
ada atas tanah tersebut tidak berkurang dan tetap diakui, termasuk
kewenangan yang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah
untuk memperoleh tanda bukti hak (sertifikat), dan kewenangan untuk
menggunakan dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi atau
usahanya sesuai rencana tata ruang yang berlaku, serta kewenangan untuk
mengalihkannya kepada pihak lain. Pemegang tanah yang bersangkutan
dibebaskan dari pihak-pihak lain atas tanah yang belum dibebaskan, dan tidak
menutup atau mengurangi aksebilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar
lokasi, dan menjaga serta melindungi kepentingan umum.
c. Sesudah tanah yang bersangkutan dibebaskan dari hak dan kepentingan pihak
lain, maka kepada pemegang izin lokasi dapat diberikan hak atas tanah yang
85
memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan tanah tersebut
sesuai dengan keperluan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya.
Berdasarkan Keputusan Presiden no 34/2003 tentang Kebijakan nasional di
bidang pertanahan, kewenangan pemerintah di bidang pertanahan dilaksanakan
oleh kabupaten. Kewenangan tersebut berupa :
a. Pemberian izin lokasi;
b. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
c. Penyelesaian sengketa tanah garapan;
d. Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;
e. Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum dan tanah absentee;
f. Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;
g. Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;
h. Pemberian izin membuka tanah;
i. Perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten
Sesuai dengan Keppres No 34/2003 dan PMNA/KBPN
No 2/1999, di
Kabupaten Bogor, Surat keputusan pemberian izin lokasi ditandatangani oleh
Bupati, setelah diadakan rapat koordinasi antar instansi terkait, yang dipimpin oleh
Bupati atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap. Susunan Tim Pertimbangan
Pemberian Izin Lokasi di Kabupaten Bogor berdasarkan SK Bupati Bogor No
503/Kpts/Huk/1999 adalah sebagai berikut:
Penanggung Jawab
: Bupati dan Wakil Bupati
Ketua
: Sekretaris Daerah
Wk Ketua I
: Ketua Bappeda
Wk Ketua II
: Kepala Kantor Pertanahan
Sekretaris
: Asisten Tata Praja
Wk Sekretaris I
: Kepala Seksi Tata Guna Tanah Kantor Pertanahan
Wakil Sekretaris II
: Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah.
Anggota tetap
: Kepala Dinas Tata Ruang Lingkungan Hidup, Kepala
Bagian Hukum, Kepala Bagian Ketertiban, Kepala
86
Bidang Fisik Bapeda.
Anggota tidak
tetap
: Kepala Dinas/instansi sesuai kepentingan permohonan
izin lokasi, Camat dan Kepala Desa terkait
Penilaian pertimbangan sesuai dengan tupoksi masing-masing dinas/instansi.
Selain Izin lokasi, di Kabupaten Bogor terdapat Izin Peruntukan Penggunaan
Tanah (IPPT). Menurut Perda Kabupaten Bogor No 19/2000 tentang Retribusi
IPPT, IPPT adalah izin yang diberikan oleh Pemda kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan
atas kegiatan pemanfaatan ruang guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Sifat IPPTadalah sebagai keterangan
pemanfaatan ruang (advice planning) yang harus ditempuh sebelum melakukan
suatu kegiatan pemanfaatan ruang. Luasan IPPT adalah ≤ 25 ha untuk usaha
pertanian dan ≤ 1 ha untuk usaha bukan pertanian.
Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) terdiri dari izin perencanaan dan
rekomendasi perencanaan. Izin perencanaan merupakan salah satu persyaratan
administrasi untuk memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Segala
ketentuan dan persyaratan yang tercantum dalam izin perencanaan dimaksudkan
sebagai pedoman di dalam pelaksanaan pembangunan fisik sehingga sesuai
dengan arahan rencana tata ruang. Di kabupaten Bogor setiap orang atau badan
hukum yang mengajukan permohonan memperpanjang masa pemakaian tanah
milik/dikuasai Pemerintah Daerah, rencana tapak lahan/site plan dan pemasangan
reklame, harus mendapatkan izin perencanaan terlebih dahulu dari Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk. Permohonan IPPT ditolak apabila tidak sesuai dengan
rencana tata ruang serta persyaratan yang telah ditentukan atau lokasi yang
dimohon dalam keadaan sengketa. Selain itu IPPT yang telah dikeluarkan dapat
dicabut apabila terdapat penyimpangan dalam pelaksanaannya. Izin peruntukan
penggunaan tanah (IPPT) dikelola oleh Dinas Tata Ruang & Lingkungan Hidup.
Pada prinsipnya IPPT ini merupakan saringan awal bagi setiap kegiatan
pemanfaatan ruang agar sesuai (berpedoman) kepada rencana tata ruang yang ada
(RTRW). Substansi pokok dari IPPT adalah :
87
a) Informasi rencana pemanfaatan ruang pada lokasi yang akan dimanfaatkan
(dibangun) sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku;
b) Ketentuan teknis : Jenis bangunan; KDB/BCR dan KLB maksimum; Garis
sempadan (GSB, GSP, GSS); dan informasi yang dianggap perlu (Gambar
15).
Selain IPPT/Izin lokasi, untuk mendirikan bangunan diperlukan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB). IMB adalah izin yang diberikan pemda kepada
perorangan atau badan untuk membangun. Mendirikan bangunan adalah suatu
kegiatan membangun, memperbaharui, merubah, mengganti seluruh atau
sebagian, dan memperluas bangunan.
Gambar 15 Mekanisme Pemberian Izin Lokasi dan IPPT Kabupaten Bogor
88
Selain IPPT/Izin lokasi, untuk mendirikan bangunan diperlukan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB). IMB adalah izin yang diberikan pemda kepada
perorangan atau badan untuk membangun. Mendirikan bangunan adalah suatu
kegiatan membangun, memperbaharui, merubah, mengganti seluruh atau sebagian,
dan memperluas bangunan. Di Kabupaten Bogor, IMB diajukan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Cipta Karya atau kepada Camat melalui Kepala Cabang
Dinas Cipta Karya. Pembinaan pelaksanaan IMB dilakukan oleh Bupati
Kabupaten Bogor yang secara teknis operasional dilaksanakan oleh Kepala Dinas
Cipta Karya. Pelaksanaan pengawasan terhadap IMB dan tertib bangunan
dilaksanakan oleh Dinas Cipta Karya, Camat, Kades/Lurah dan masyarakat.
Mekanisme dan prosedur pemberian IMB tertera Gambar 16.
Gambar 16. Mekanisme Pemberian IMB
Berdasarkan Perda Kabupaten Bogor No 23/2000 tentang IMB dan keputusan
Bupati No19/2002 tentang petunjuk pelaksanaan Perda kabupaten Bogor No
89
23/2000, untuk pengesahan IMB selain izin lokasi atau IPPT diperlukan
pengesahan Master Plan dan atau Site Plan serta peta situasi. Objek Master plan
adalah kawasan non perumahan dan perumahan yang luas lahannya >50 ha yang
rencana pembangunannya dilakukan secara bertahap dan atau lebih dari satu
fungsi. Objek Site plan adalah setiap rencana tapak pembangunan di suatu lokasi
yang memiliki bangunan tidak tunggal dan/atau memiliki lebih dari satu fungsi,
baik kegiatan perumahan maupun non perumahan.
Mekanisme pengesahan
Master Plan dan Site Plan tertera pada Gambar 17.
Gambar 17 Mekanisme Pengesahan Master Plan dan Site Plan
di Kabupaten Bogor
Objek peta situasi adalah setiap rencana pendirian bangunan dan /atau
beberapa bangunan di suatu lokasi dengan kriteria luas lahan< 3000 m2,
90
mempunyai satu fungsi kegiatan perumahan atau non perumahan dan bangunan
bersifat tunggal. Mekanisme pengesahan peta situasi tertera pada Gambar 18.
Gambar 18 Mekanisme Pengesahan Peta Situasi Kabupaten Bogor
Terdapatnya berbagai mekanisme dan prosedur perizinan pembangunan di
Kabupaten Bogor tersebut, menunjukkan bahwa dari segi peraturan perundangan ,
pengendalian pembangunan permukiman dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang ada.
Download