I. 1.1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah merupakan faktor produksi yang penting. Keseimbangan tanah dengan kandungan bahan organik, mikroorganisme dan aktivitas biologi serta keberadaaan unsur-unsur hara yang sangat penting untuk keberlanjutan pertanian masa depan, begitu juga dengan kesehatan manusia mempunyai hubungan langsung dengan kesehatan tanah. Keberadaan tanah sawah di Indonesia adalah penting karena merupakan sumber daya alam yang utama dalam produksi beras. Saat ini keberadaan tanah-tanah sawah subur beririgasi terancam oleh gencarnya pembangunan kawasan industri dan perluasan kota sehingga berdampak terhadap luas tanah sawah yang semakin berkurang karena dikonversikan untuk penggunaan non pertanian. Eksploitasi lahan sawah secara intensif yang berlangsung bertahun-tahun telah mengakibatkan penurunan kesuburan tanah baik sifat fisik, kimia maupun biologi tanah. Pemberian pupuk kimia secara terus menerus untuk mengejar produktivitas tinggi tanpa diimbangi upaya-upaya memperbaiki kondisi tanah melalui penambahan bahan oganik ke tanah menyebabkan kandungan bahan organik tanah menurun, mengakibatkan penurunan kemampuan tanah untuk menopang pertumbuhan tanaman. Semangat pertanian modern yang mengarah ke sistem pertanian yang berkelanjutan dan menguntungkan (sustainable and profitable farming system) seraya mencegah kerusakan lingkungan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia dan memasyarakatkan penggunaan bahan organik, menjadikan pengadaan bahan organik sangat menguntungkan dan strategis (Hidayat, 2009). Pertanian organik menerapkan hukum pengembalian yang berarti suatu sistem berusaha untuk mengembalikan semua bahan organik ke dalam tanah baik dalam residu maupun limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan mengembalikan semua yang terambil bersama panen kembali kepada tanah (Sutanto, 2002). Budidaya sawah dengan System of Rice Intensification (SRI) adalah sistem pertanian alternatif yang mengutamakan potensi lokal dan disebut pertanian ramah lingkungan, sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah (Mutakin, 2007). 1 SRI juga merupakan salah satu inovasi teknologi untuk menghasilkan padi dengan input rendah dan pengelolaan yang baik namun mampu menghasilkan output yang tinggi. Nitrogen adalah salah satu unsur hara essensial dengan tingkat ketersediaan yang rendah di dalam tanah, karena mudah hilang melalui proses penguapan dan leaching. Perilaku nitrogen di dalam tanah yang sangat dinamis dan mudah berubah dan apabila dalam jumlah yang berlebihan akan berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia, mendorong untuk dilakukan pemupukan nitrogen yang harus efisien. Sumber utama nitrogen tanah adalah bahan organik, yang kemudian akan mengalami proses mineralisasi yaitu konversi nitrogen oleh mikroorganisme dari nitrogen organik (dalam protein dan senyawa amino) menjadi bentuk anorganik yang tersedia bagi tanaman (Thompson, 1957). Proses mineralisasi tanah sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan seperti iklim, macam vegetasi yang dipengaruhi keadaan topografi, kegiatan manusia. Oleh karena itu perbedaan jenis tanah dan cara pengelolaan tanah terutama cara pemupukan, memungkinkan terjadinya perbedaan ketersediaan nitrogen dalam proses mineralisasi nitrogen dalam tanah (Hakim, 1986). Pengolahan tanah minimum diharapkan dapat mengurangi kehilangan bahan organik tanah, dimana dalam sistem pertanian berkelanjutan, bahan organik tanah memegang peranan penting khususnya dalam meningkatkan kualitas tanah. Kadar bahan organik tanah pada waktu tertentu ditentukan oleh keseimbangan antara penambahan bahan organik dan kehilangan melalui proses dekomposisi dan pencucian, yang selanjutnya menunjukkan terjadinya penurunan kandungan bahan organik dalam tanah baik secara keseluruhan ataupun hanya sebagian dari pool bahan organik tanah (Nurida, 2006). Bertitik tolak pada hal tersebut, maka dipandang perlu kiranya untuk melaksanakan penelitian ini terkait dengan sistem budidaya padi SRI, yang juga secara bersama-sama dilaksanakannya sistem budidaya padi Konvensional dan Semi SRI, dengan menerapkannya sistem pertanian organik dan anorganik (kimia) pada ke-3 sistem budidaya tersebut, kemudian dilakukan analisis pada karakterisasi sifat tanah 2 sawah melalui : (1) analisis sifat kimia tanah awal dan sesudah perlakuan yang meliputi, pH tanah, KPK, C – organik, N – total, nisbah C/N, N – NH4+, fraksi C labil meliputi C – termineralisasi, C – Particulate Organic Matter (C-POM), C – Biomassa Mikrobia Tanah (C-BMT), C – larut air. (2) analisis sifat fisika tanah awal dan sesudah perlakuan yang meliputi, BV, tekstur, di lokasi penelitian yang dilaksanakan di Desa Ngestiharjo, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian difokuskan pada terbentuknya N-NH4+ dan fraksi bahan organik labil meliputi C – termineralisasi, C – Particulate Organic Matter (C-POM), C – Biomassa Mikrobia Tanah (C-BMT), C – larut air. Terbentuknya N-NH4+ terjadi melalui proses mineralisasi dan adanya kandungan fraksi karbon labil yang meliputi : C – termineralisasi, C – Particulate Organic Matter (C-POM), C – Biomassa Mikrobia Tanah (C-BMT), C – larut air pada sampel yang dilakukan secara inkubasi anaerob pada berbagai macam suhu yaitu pada suhu 20 0C, 25 0C dan 30 0C untuk mineralisasi NNH4+, dan pada suhu 30 0C untuk fraksi C labil. 1.2. Perumusan Masalah. Berdasarkan uraian diatas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : apakah sistem budidaya sawah konvensional, SRI, semi SRI yang diperlakukan dengan sistem pertanian organik dan anorganik (kimia) berpengaruh terhadap proses mineralisasi N-NH4+ dan kandungan fraksi C organik labil meliputi Ctermineralisasi, C-POM (Pariculate Organic Matter), C-BMT (Biomassa Mikrobia Tanah), C-larut air, pada tanah sawah. 1.3. Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari terjadinya proses mineralisasi N – NH4+ dan kandungan fraksi C organik labil meliputi C-termineralisasi, C-POM (Pariculate Organic Matter), C-BMT (Biomassa Mikrobia Tanah), C-larut air pada budidaya konvensional, SRI, semi SRI yang diperlakukan dengan sistem pertanian organik dan anorganik (kimia) terhadap pada tanah sawah . 3 1.4. Hipotesis. 1. Terdapat perbedaan proses mineralisasi N-NH4+ dan kandungan fraksi C organik labil meliputi C-termineralisasi, C-POM (Pariculate Organic Matter), C-BMT (Biomassa Mikrobia Tanah), C-larut air, pada budidaya sawah konvensional, SRI, semi SRI yang diberi pupuk organik dan anorganik (kimia). 2. Budidaya sawah konvensional, SRI dan semi SRI yang diberi pupuk organik memberikan peningkatan N-NH4+ dan kandungan fraksi C organik labil (C-termineralisasi, C-POM (Pariculate Organic Matter), C-BMT (Biomassa Mikrobia Tanah), C larut air, yang lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya konvensional, SRI dan semi SRI yang diberi pupuk anorganik. 3. Terdapat hubungan antara parameter mineralisasi N-NH4+ dan kandungan fraksi C organik labil meliputi C-termineralisasi, C-POM (Pariculate Organic Matter), C-BMT (Biomassa Mikrobia Tanah), C-larut air,pada budidaya sawah konvensional, SRI, semi SRI yang dikelola secara organik dan anorganik (kimia). 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terkait terjadinya proses mineralisasi N–NH4+ dan kandungan fraksi C organik labil yang meliputi C – termineralisasi, C – Particulate Organic Matter (C-POM), C – Biomassa Mikrobia Tanah (C-BMT), C – larut air pada tanah sawah yang dibudidayakan secara konvensional, SRI, semi SRI yang dikelola secara organik dan anorganik. Hal ini didasarkan pada prinsip unsur nitrogen sebagai unsur essensial tanaman, khususnya tanaman padi sawah, dimana perilaku unsur nitrogen yang dinamis karena mudah hilang oleh proses volatilisasi dan leaching, sehingga diharapkan pemupukan nitrogen dapat efisien. Sementara fraksi C organik labil adalah fraksi organik yang mudah mengalami perubahan dalam tanah dan berperan penting sebagai status kesuburan tanah. Untuk itu C organik labil ini digunakan sebagai indikator utama dalam penentuan kualitas tanah. 4 5