BAB VI TEKNOLOGI TERAPAN DAN TEPAT GUNA DALAM PELAYANAN BAYI BARU LAHIR DAN BALITA Pertemuan 11,12 A. OBAT DAN FAKSIN LIMA IMUNISASI DASAR LENGKAP (LIL) PENGERTIAN IMUNISASI Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhada penyakit tertentu. TUJUAN IMUNISASI Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. (Proverawati, 2010) Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. MANFAAT IMUNISASI 1. Untuk Anak Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian. 2. Untuk Keluarga Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanakkanak yang nyaman. 3. Untuk Negara Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. JENIS IMUNISASI 1 Fajar Sari Tanberika SST MKes 1.Imunisasi Aktif Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu : 1. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin. 2. Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa digunakan. 3. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya telur, protein serum, bahan kultur sel. 4. Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh. 2.Imunisasi Pasif Merupakan suatau proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara memberikan zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak. JENIS VAKSIN LIMA IMUNISASI LENGKAP 1. BCG Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir sebelum umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui intradermal/intracutan. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi panas. 2 Fajar Sari Tanberika SST MKes 2. Hepatitis B Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B. kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui intramuscular. 3. Polio Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 dosis. Imunisasi polio diberikan melalui oral. 4. DPT Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Frekuensi pemberian imuisasi DPT adalah 3 dosis. Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melalui intramuscular. Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, encephalopathy, dan syok. 3 Fajar Sari Tanberika SST MKes 5. Campak Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 dosis. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMUNISASI 1. Status imun penjamu 1. Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, misalnya: (1.Campak pada bayi; 2.Kolostrum ASI – Imunoglobulin A polio) 2. Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi optonin. 3. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun. 4. Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi. 5. Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat diberikan pada neonatus. 6. Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang. 2. Genetik Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik, cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%. 3. Kualitas vaksin 1. Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik. 2. Dosis vaksin (1.Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping; 2.Jika rendah, maka tidak merangsang sel imunokompeten) 3. Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, sedangkan antigen dinetralkan oleh antibodi spesifik maka tidak merangsang sel imunokompeten. 4. Ajuvan (1.Zat yang meningkatkan respon imun terhadap antigen; 2.Mempertahankan antigen agar tidak cepat hilang; 3.Mengaktifkan sel imunokompeten) 5. Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik. 6. Kandungan vaksin (1.Antigen virus; 2.Bakteri; 3.Vaksin yang dilemahkan seperti polio, campak, BCG.; 4.Vaksin mati : pertusis.; 5.Eksotoksin : toksoid, difteri, tetanus.; 6.Ajuvan : persenyawaan aluminium.; 7.Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.) FAKTOR YANG DAPAT MERUSAK VAKSIN DAN KOMPOSISI VAKSIN 1. Panas dapat merusak semua vaksin. 2. Sinar matahari dapat merusak BCG. 4 Fajar Sari Tanberika SST MKes 3. Pembekuan toxoid. 4. Desinfeksi / antiseptik : sabun. TATACARA PEMBERIAN IMUNISASI Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut: 1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi. 2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan. 3. Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi. 4. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan diberikan. 5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan. 6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik. 7. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan. 8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan. 9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin. 10. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut: Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh, apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang P2M. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan. Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pelaksanaannya dapat bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas yang berpegang pada prinsipprinsip higienis, surat persetujuan yang valid, dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan. 1. Penyimpanan Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8oC dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT dan hepatitis B) menjadi tidak aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan konsultasi guna mendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin individual, karena beberapa vaksin (polio) dapat disimpan dalam keadaan beku. 2. Pengenceran Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan). Perlu diperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan cepat mengalami perubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran 5 Fajar Sari Tanberika SST MKes 21 yang steril dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan panjang 25 mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin. 3. Pembersihan Kulit Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan. 4. Pemberian Suntikan Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular atau subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu polio diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan suntikan intradermal. 5. Teknik dan Ukuran Jarum Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena risiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis (karena tidak ada laternatif vaksin dalam sediaan lain) maka jarum suntik yang telah digunakan menyuntikkan tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin. Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup yang diberi tanda (label) tidak mudah robek dan bocor, untuk menghindari luka tusukan atau pemakaian ulang. Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak. Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot. Penggunaan jarum yang pendek meningkatkan risiko terjadi suntikan subkutan yang kurang dalam. Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut : 1. Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm. 2. Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dapakai jarum ukuran 25 dengan panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm. 3. Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran 25-27 dengan panjang 10 mm. 6. Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 45o sampai 60o ke dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid (lengan atas). Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke arah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 90o. pada suntikan dengan sudut jarum 45o sampai 60o akan mengalami hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot. 7. Tempat Suntikan yang Dianjurkan Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayibayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa. Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica (nervus ischiadicus). Risiko kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal, 6 Fajar Sari Tanberika SST MKes sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengan tidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat. Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus disuntik pada kulit di atas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak pundak memberi risiko terjadinya keloid. 1. 2. 3. 4. 5. 8. Posisi Anak dan Lokasi Suntikan Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan risiko kerusakan saraf, pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting bahwa bayi dan anak jangan bergerak saat disuntik, walaupun demikian cara memegang bayi dan anak yang berlebihan akan menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot. Perlu diyakinkan kepada orang tua atau pengasuh untuk membantu memegang anak atau bayi, dan harus diberitahu agar mereka memahami apa yang sedang dikerjakan. Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah : Menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica pada suntikan daerah gluteal. Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat. Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B berkurang bila disuntikkan di daerah gluteal. Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan di tempat suntikan yang menahun. Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior. 9.Vastus Lateralis, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 45o-60o terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari di atas (ke arah proksimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot. Anak atau bayi diletakkan di atas meja periksa, dapat dipegang oleh orang tua/pengasuh atau posisi setengah tidur pada pangkuan orang tua atau pengasuhnya. Celana (popok) bayi harus dibuka bila menutupi otot vastus lateralis sebagai lokasi suntikan, bila tidak demikian vaksin akan disuntikkan terlalu bawah di daerah paha. Kedua tangan dipegang menyilang pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan antara jempol dan jari-jari. Posisi ini akan mengurangi hambatan dalam proses penyuntikan dan membuatnya lebih lancar. Lokasi suntikan pada vastus lateralis : 1. Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang. 2. Tungkai bawah sedikit ditekuk dengan fleksi pada lutut. 3. Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian distal lebih jelas). 4. Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara sepertiga bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari di atas batas tersebut. 10. Deltoid, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan 1. Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah deltoid ialah duduk di atas pangkuan ibu atau pengasuhnya. 7 Fajar Sari Tanberika SST MKes 2. Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara lengan lainnya diletakkan di belakang tubuh orang tua atau pengasuh. 3. Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan berhasil. 4. Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan meningkatkan risiko penetrasi saraf. Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik membuka lengan atas dari pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara akromnion dari insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45o-60o mengarah pada akromnion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada risiko trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep. 11.Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial) Untuk vaksin yang diambil menembus tutup karet atau yang telah dilarutkan, harus memakai jarum baru. Apabila vaksin telah diambil dari vial yang terbuka, dapat dipakai jarum yang sama. Jarum atau semprit yang telah digunakan menyuntik seseorang tidak boleh digunakan untuk mengambil vaksin dari botol vaksin karena risiko kontaminasi silang, vaksin dalam botol yang berisi dosis ganda (multidosis) jangan digunakan kecuali tidak ada alternatif lain. 12. Penyuntikan Subkutan Perhatian untuk suntikan subkutan : 1. Arah jarum 45o terhadap kulit. 2. Cubit tebal untuk suntikan subkutan. 3. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan. 4. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda. 13. Penyuntikan Intramuscular Perhatian untuk penyuntikan intramuskular : 1. Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot. 2. Suntik dengan arah jarum 45o-60o, lakukan dengan cepat. 3. Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukkan. 4. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena. Apabila terdapat darah, buang dan ulangi dengan suntikan baru. 5. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda. 14. Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boleh diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup, khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio. Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yang diberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda. JADWAL IMUNISASI 1.BCG 1. Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. namun dianjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan. 8 Fajar Sari Tanberika SST MKes 2. Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun). 3. Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan. 4. Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah komplikasinya. 5. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. 2.Hepatitis B 1. Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir. 2. Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepatitis B-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapatkan respon imun optimal, interval imunisasi hepatitis B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6 bulan. 3. Departemen kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0 monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/hepatitis B pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis B diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepatitis B-3 yang masih rendah. 4. Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi hepatitis B dengan jadwal 3 kali pemberian. 3. DPT 1. Imunisasi DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DPT-1 diberikan pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada umur 6 bulan. 2. Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan. 3. Vaksin DPT dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain yaitu DPT/Hepatitis B dan DPT/IPV. 4. Polio 1. Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio -1, 2, dan 3. (1.OPV, hidup dilemahkan, tetes, oral.; 2.IPV, in-aktif, suntikan.) 2. Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi. 3. Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu. 4. OPV diberikan 2 tetes per-oral. 5. IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DPT/IPV). 5. Campak Vaksin campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara subkutan dalam, pada umur 9 bulan. KONTRAINDIKASI IMUNISASI 1. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 38oC merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak. 9 Fajar Sari Tanberika SST MKes 2. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan. 3. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat. MITOS-MITOS IMUNISASI Usia dan pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pemberian imunisasi akibat kurangnya pemahaman terhadap imunisasi. Dan di masyarakat sering terdengar pendapat yang salah mengenai imunisasi. Tidak jarang dijumpai orang tua yang ragu atau bahkan menolak imunisasi dengan berbagai alasan. Ketakutan atau penolakan imunisasi mungkin berdasarkan pandangan religi, filosofis tertentu, anggapan imunisasi sebagai intervensi pemerintah. Keraguan tentang manfaat dan keamanan imunisasi perlu ditanggapi secara aktif. Apabila orang tua mendapat jawaban akurat dan informasi yang benar, maka orang tua dapat membuat keputusan yang benar tentang imunisasi. (IDAI, 2008) Mitos-mitos imunisasi yang sering dijumpai : 1. Vaksin MMR (meales, mumps dan rubella) bisa menyebabkan anak autis. Tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan perkembangan autis, ini sudah dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat bayi berusia 12 sampai 18 bulan, dimana hamper bersamaaan dengan diberikannya vaksin MMR. Kebanyakan autis disebabkan oleh faktor genetik, jadi jangan takut untuk memberikan vaksin MMR pada anak. 2. Terlalu banyak vaksin akan membebani system imun. Mitos ini tidak benar, karena meskipun jumlah suntikan vaksin meningkat tapi jumlah antigen telah menurun. Selain itu sistem imun manusia memberikan respon terhadap ratusan antigen dalam kehidupan setia hari. Berbagai penelitian tidak memperlihatkan meningkatnya penyakit infeksi setelah adanya imunisasi. 3. Lebih baik memberi natural infeksi dibandingkan dengan vaksinasi. Mitos ini tidak benar. Suatu penyakit bisa mengakibatkan kematian serta kecacatan yang permanen, dan dengan melakukan vaksinasi dapat memberikan perlindungan tanpa efek samping yang berat. 4. Sesudah imunisasi tidak akan tertular penyakit tersebut. Tidak ada vaksinasi yang memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit secara 100%. Bayi atau anak yang telah melakukan imunisasi masih ada kemungkinan yang sangat kecil untuk bisa tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan anak yang tidak diimunisasi. Sehingga kemungkinan untuk bisa sembuh jauh lebih besar. 5. Imunisasi dapat menyebabkan penyakit yang seharusnya dicegah dengan vaksin tersebut. Hal ini tidak benar, mustahil anak memperoleh penyakit dari imunisasi yang dibuat dari kuman mati atau dilemahkan. Imunisasi yang dibuat dari kuman hidup dan dilemahkan termasuk imunisasi campak, Gabak (rubella), gondong, cacar air, BCG dan polio. 6. Imunisasi sepertinya tidak efektif 100%, sia-sia saja anak diberlakukan imunisasi. Fakta : jarang ada keberhasilan 100% di dunia kesehatan. Namun, kini imunisasi yang diberikan 85-99% berhasil merangsang tubuh membuat antibodi. Lebih baik bayi menangis 1 menit karena disuntik imunisasi daripada anak meninggal karena difteri, tetanus, campak atau penyakit lain dalam kategori imunisasi. 7. Mungkin anak akan menderita reaksi terhadap imunisasi yang menyakiti. 10 Fajar Sari Tanberika SST MKes Reaksi umum terhadap imunisasi ringan saja seperti demam, kemerahan dan rasa sakit pada tempat suntikan, ruam ringan. Jarang sekali terjadi kejang-kejang atau reaksi alergi berat. 8. Anak tidak perlu imunisasi asalkan dia sehat, aktif, dan makan cukup banyak yang bergizi. Imunisasi diberikan untuk menjaga anak tetap sehat, bukan memberi sehat. Tujuan imunisasi adalah melindungi tubuh sebelum diserang penyakit. Saat yang paling tepat memberikan vaksin adalah saat anak sehat. 9. Pada seri vaksinasi, apabila seri satu kali terlambat, seri harus dimulai lagi dari semula. Hal ini tidak benar. Kalau anak tidak diberi vaksinasi pada saat dijadwalkan, memang dia kurang dilindungi terhadap penyakit. Akan tetapi seri vaksinasi tidak perlu diulang dari semula. Vaksinasi yang terlambat diberi saja dan jadwal dimulai lagi dari tahap itu, bukan dari semula. Oleh karena itu, jangn langsung percaya terhadap semua kabar burung yang beredar mengenai imunisasi, sebaiknya cari tahu penjelasannya melalui situs-situs ilmiah di internet atau berkonsultasi dengan dokter. (Proverawati, 2010) VIT K Vitamin K merupakan vitamin larut dalam lemak yang memiliki peranan penting dalam mengaktifkan zat-zat yang berperan dalam pembekuan darah, di antaranya zat yang dikenal sebagai protrombin dan faktor-faktor pembekuan. Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu: Vitamin K1 (phytomenadione), terdapat pada sayuran hijau Vitamin K2 (menaquinone), dihasilkan oleh bakteri normal usus (Bacteriodes fragilis) Vitamin K3 (menadione), merupakan vitamin K sintetik Dalam keadaan normal, bayi baru lahir relatif mengalami kekurangan vitamin K. Hal ini disebabkan karena cadangan vitamin K bayi yang didapat dari ibu sangat terbatas, selain itu sumber vitamin K yang didapat dari ASI hanya mengandung vitamin K dalam kadar rendah. Vitamin K dapat diproduksi oleh bakteri normal dalam saluran cerna, akan tetapi pada bayi baru lahir kondisi saluran cerna masih dalam keadaan steril (tidak ada bakteri normal usus) sehingga vitamin K tidak dapat diproduksi. Fungsi organ hati sebagai tempat metabolisme vitamin K juga belum dapat berfungsi secara matang terutama pada bayi kurang bulan. 11 Fajar Sari Tanberika SST MKes Apa akibatnya? Kurangnya kadar vitamin K inilah yang dapat menyebabkan bayi baru lahir memiliki resiko untuk mengalami gangguan perdarahan atau yang lebih dikenal dengan perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK). Angka kejadian PDVK pada bayi baru lahir berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran bayi yang tidak mendapat suntikan vitamin K. Gejala utamanya adalah perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada kulit, hidung, mata dan saluran cerna yang ditandai oleh muntah atau tinja yang kehitaman, bayi terlihat pucat, perdarahan yang terjadi terus menerus melalui bekas tusukan jarum suntik. Perdarahan juga dapat terjadi secara spontan tanpa sebab yang jelas. Yang paling serius adalah perdarahan dalam otak yang dapat dikenali melalui gejala seperti sakit kepala, muntah tiba-tiba, menangis terus menerus, ubun-ubun besar membonjol, kejang sampai dengan penurunan kesadaran. Perdarahan otak inilah yang dapat berlanjut menjadi kecacatan otak bahkan kematian.Bayi dengan kondisi tertentu memiliki faktor risiko lebih besar untuk terjadinya perdarahan, di antaranya bayi kurang bulan, bayi yang lahir dari ibu yang menggunakan obat yang menghambat metabolisme vitamin K di antaranya obat anti kejang dan obat anti tuberkulosis selama kehamilan, bayi yang mendapatkan antibiotik berkepanjangan (karena dapat membunuh bakteri normal usus yang hasilkan vitamin K), bayi yang mengalami diare terus-menerus dan gangguan penyerapan usus. Pada bayi yang mendapat ASI secara eksklusif juga memiliki risiko terjadinya perdarahan, akan tetapi manfaat pemberian ASI jauh lebih besar sehingga ASI tetap pilihan yang terbaik bagi bayi. PDVK dapat dibagi berdasarkan waktu terjadinya: PDVK Dini – terjadi pada < 24 jam pertama setelah kelahiran, Keadaan ini dapat dicegah dengan pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir PDVK Klasik – terjadi pada minggu pertama kehidupan, bentuk yang paling umum, disebabkan oleh asupan vitamin K yang tidak adekuat dan tidak diberikannya suntikan vitamin K pada bayi baru lahir PDVK Lambat – terjadi pada bayi usia 2 minggu-6 bulan, sangat jarang terjadi akan tetapi sangat serius menyebabkan kerusakan otak permanen bahkan kematianUntuk mengetahui adanya PDVK perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan faktor-faktor pembekuan, sementara untuk pemeriksaan kemungkinan perdarahan otak dapat dilakukan USG atau CT Scan. Perlukah vitamin K untuk bayi baru lahir? Ya! Karena gejala kekurangan vitamin K tidak selalu terlihat dengan jelas, sekitar 1/3 kasus terjadi tanpa adanya gejala maupun faktor risiko yang jelas. Oleh karena itu, pemberian suntikan vitamin K perlu dilakukan pada setiap bayi baru lahir sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan pada bayi baru lahir. Bagaimana dan kapan pemberiannya? Vitamin K yang diberikan adalah vitamin K1, diberikan pada saat bayi baru lahir sampai usia 2 minggu karena risiko terjadinya perdarahan bertambah terutama pada usia 1-2 minggu dan menurun menjelang usia 6 bulan setelah bayi mulai dapat memproduksi vitamin K sendiri. Cara pemberian dapat dilakukan baik secara suntikan di otot (intra muskular) ataupun di minum (oral) 12 Fajar Sari Tanberika SST MKes Suntikan di otot, dengan dosis tunggal 1 mg pada setiap bayi baru lahir Diminum, dengan dosis tunggal 2 mg diberikan tiga kali, yaitu pada saat bayi baru lahir, pada umur 3-7 hari, dan pada umur 4-8 minggu. Bagaimana bila anak saya terlambat diberi vitamin K? Pada bayi yang terlambat mendapat vitamin K dan mengalami perdarahan akibat kekurangan vitamin K, dokter akan memberikan pengobatan berupa suntikan vitamin K dan transfusi darah. Pemberian vitamin K tidak perlu dilakukan ulangan, karena semakin bertambah umur bayi, semakin baik kemampuan tubuhnya untuk menghasilkan vitamin K dan semakin bervariasi asupan makanan yang didapatkan. B.ALAT Ingkubator Kelahiran bayi prematur adalah bayi yang belum cukup bulan untuk lahir tapi diharuskan lahir karena adanya masalah dalam kandungan.Ketuban yang peceh lebih cepat bisa membuat air ketuban terinfeksi kuman, jika terlalu lama dibiarkan lebih dari 18 jam, akibatnya bayi bisa sesak nafas. Penyebab pecahnya ketuban karena stres yang dialami bayi dalam kandungan. Stresnya dapat disebabkan oleh infeksi.Selain itu lahir prematur bisa jadi karena kontraksi sang ibu. Jika kontraksi terjadi sebelum waktunya, bukan tak mungkin bayi akan lahir prematur. Karena bayi stres, katup mulut janin pun jadi terbuka dan air ketuban bisa terminum oleh bayi, sehingga bayi akan mengalami sesak nafas. Ciri-ciri bayi prematur Kebanyakan orang menilai bahwa semua bayi prematur memiliki ciri badan yang kecil dan beratnya tidak sampai 2500 gram. Memang benar tapi bayi yang lahir normal pun bisa saja 13 Fajar Sari Tanberika SST MKes memiliki badan yang kecil dan beratnya kurang. Mengapa? karena sang ibu memiliki penyakit jantung, perokok, dan lain hal. Tapi secara fisik, bayi prematur bisa dibedakan yakni dari kulitnya yang tipis, daun telinga jika ditekuk tidak mudah kembali, serta garis-garis ditelapak kakinya tidak penuh. Mengapa bayi prematur harus dirawat dengan inkubator? Bayi yang lahir prematur harus dirawat dengan inkubator, sebab pengaturan suhu tubuhnya belum stabil dan dia akan gampang kedinginan. Inkubator dapat menjaga suhu sebuah ruangan agar suhu tetap konstan dan stabil. Suhu inkubator diatur dengan disesuaikan dengan berat lahir atau usia kehamilan. Sesak nafas akibat pengembangan paru-paru yang tidak bagus membuat bayi perlu diberi oksigen. Namun pemberian oksigen terlalu lama akan menyebabkan retina bayi rusak. Setelah perawatan inkubator berakhir, mata bayi perlu diperiksa secara berkala. Jika sudah stabil, bayi akan dirawat oleh ibu dengan cara perawatan bayi lekat atau perawatan metode ‘kanguru’. Metode ini, bayi membutuhkan sentuhan kasih sayang dan akan mendapatkan kehangatan dari tubuh ibu atau ayahnya seperti saat dalam kandungan.Namun alat inkubator yang cukup mahal ini, jumlahnya masih kurang di negara-negara berkembang, dan tak terjangkau untuk beberapa rumah sakit.Dengan mahalnya inkubator, seorang peneliti muda asal Inggris tengah membuat inkubator dengan biaya yang rendah. Dia berharap inkubator buatannya dapat digelembungkan. Roberts mahasiswa Teknik Desain, mengatakan proyek ini masih dalam fase pengembangan, dan ia akan mendirikan perusahaan untuk memproduksi inkubator secara massal. Blue Light Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada putih mata (sklera) dan kulit bayi baru lahir. Warna kuning itu pertanda terjadinya penumpukan bilirubin, yaitu senyawa hasil pemecahan sel darah merah, bisa karena sel darah merah sudah tua atau ada proses penghancuran yang abnormal. Semasa dalam kandungan, bilirubin dikeluarkan melalui plasenta ibu. Setelah lahir, bayi harus mengeluarkannya sendiri. Pengeluaran bilirubin oleh bayi memerlukan fungsi hati yang sempurna dan makanan dalam usus yang membawanya 14 Fajar Sari Tanberika SST MKes keluar sebagai feses. Kadar bilirubin yang normal bergantung pada usia bayi. Contohnya, kadar bilirubin 12 mg/dl pada bayi kurang dari 24 jam adalah abnormal. Tetapi kadar tersebut pada bayi cukup bulan usia 3 hari adalah normal. Bila bayi tampak kuning, perlu diperiksa kadar bilirubin untuk menentukan apakah kadarnya masih normal atau sudah abnormal sehingga perlu terapi. Dianggap di atas normal bila kadar biliburin lebih dari 12 mg/dl. Bila kadar bilirubin di atas normal, dokter akan melakukan terapi sinar biru pada bayi kuning tersebut. Terapi ini dilakukan di rumah sakit. Bayi diletakkan di bawah lampu yang memancarkan spektrum cahaya biru dengan panjang gelombang tertentu (ukurannya sekitar 450 nanometer). Fungsi terapi sinar biru ini akan mengubah bilirubin menjadi senyawa yang larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh bayi. Berapa lama bayi menjalani terapi sinar biru tergantung pada kadar bilirubin, biasanya sekitar 2-4 hari. Bila kadar bilirubin 1215 mg/dl, terapi dilakukan selama 2-3 hari. Bila kadarnya mencapai 15-20 mg/dl terapi dilakukan selama 3-4 hari. Biliblanket. Selain terapi sinar biru, dapat pula dilakukan dengan biliblanket, yaitu selimut yang mengandung serat optik yang juga terdapat pada sinar biru. Bedanya, selimut ini dapat langsung menutup tubuh bayi sehingga Anda dapat langsung menyusui dan memeluknya. Di Indonesia juga tersedia biliblanket, namun tidak begitu efektif dalam menurunkan kadar bilirubin. Yang paling efektif adalah terapi sinar biru. Tranfusi darah. Bila kadar bilirubin bayi baru lahir di atas 20 mg/dl, dokter akan malakukan transfusi darah untuk menukar darah bayi. Karena, bilirubin yang sangat tinggi berisiko tinggi masuk ke dalam otak sehingga terjadi gangguan pada otak dan kualitas perkembangan bayi. Gejala kuning: • Kulit, selaput lendir (gusi, mata) berwarna kuning. • Bayi rewel, mengantuk, lemas. • Kurang aktif menyusu. • Urin berwarna kuning tua (pekat). Cara terapi: 15 Fajar Sari Tanberika SST MKes • Bayi dalam boks disinar dari jarak 10 – 23,5 cm. • Saat diterapi, mata bayi ditutup dengan kain kassa, agar retinanya aman. • Selama menjalani terapi, bayi harus sering disusui karena ASI efektif dalam melancarkan proses buang air kecil dan buang air besar, dan bayi terhindar dari dehidrasi akibat efek panas sinar biru tersebut. Belum ditemukan efek negatif dari terapi sinar biru terhadap kesehatan bayi bila dilaksanakan dengan tepat. Terapi sinar biru masih dianggap aman dan tidak mahal. B. PROCEDURE Manfaat Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Pentingnya kontak kulit dan IMD 16 Fajar Sari Tanberika SST MKes Inisiasi Menyusui Dini sangatlah penting karena mendatangkan manfaat yang sangat banyak bagi si bayi khususnya. Beberapa hal penting yang didapatkan dari IMD antara lain : a. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypotermia). b. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi. c. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan ia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri baik di kulit ibu. Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri jahat dari lingkungan. d. “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama. e. Makanan awal non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia, misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal. f. Bayi yang diberi kesempatan menyusu lebih dini lebih berhasil menyusui ekslusif dan akan lebih lama disusui. g. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan, jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin. h. Bayi mendapatkan ASI kolostrum yaitu ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberi kesempatan inisiasi menyusu dini lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum, ASI istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usus, bahkan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus ini. 17 Fajar Sari Tanberika SST MKes i. Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapat kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah. Metode Kengguru METODE KANGURU 1. Pengertian Metode Kanguru adalah metode perawatan dini dan terus menerus dengan sentuhan kulit ke kulit (Skin to skin contact) antara ibu dan bayi prematur dan BBLR dalam posisi seperti kanguru (Hadi, 2005). 2. Prinsip Metode Kanguru Menggantikan perawatan bayi baru lahir dalam incubator dengan ibu bertindak seperti ibu kanguru yang mendekap bayinya dengan tujuan mempertahankan suhu bayi stabil dan optimal (36.5 – 37.5oC). 3. Tujuan metode kanguru Ibu bertindak seperti ibu kanguru yang mendekap bayinya dengan tujuan mempertahankan suhu bayi stabil dan optimal. Suhu optimal ini diperoleh dengan kontak langsung secara terus menerus. 4. Keuntungan metode kanguru a. Meningkatkan hubungan emosi ibu dan anak b. Menstabilkan suhu tubuh (36,50 C-37,50C), denyut jantung (120-160x/menit), dan pernafasan bayi (40-60x/menit). c. Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik 18 Fajar Sari Tanberika SST MKes d. Mengurangi stress pada ibu dan bayi e. Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi f. Meningkatkan produksi ASI g. Menurunkan resiko terinfeksi selama perawatan di rumah sakit h. Mempersingkat masa rawat di rumah sakit. 5. Kriteria bayi untuk metode kanguru Adapun kriteria bayi untuk metode kanguru menurut Suriviana adalah a. Bayi dengan berat badan > 2000 gram. b. Tidak ada kelainan atau penyakit yang menyertai. c. Refleks dan koordinasi isap dan menelan yang baik. d. Perkembangan selama di inkubator (rumah sakit) baik. e. Kesiapan dan keikutsertaan orang tua, sangat mendukung dalam keberhasilan 6. Langkah-langkah metode kanguru. Persiapan pelaksanaan metode kanguru 1) Persiapan ibu a) Membersihkan daerah dada dan perut dengan cara mandi dengan sabun 2-3 kali sehari. b) Membesihkan kuku dan tangan c) Baju yang dipakai harus bersih dan hangat sebelum dipakai d) Selama pelaksanaan metode kanguru ibu tidak memakai BH e) Bagian bawah baju diikat dengan pengikat baju atau kain f) Memakai kain baju yang dapat diregangkan 2) Persiapan bayi a) Bayi jangan dimandikan, tetapi cukup dibersihkan dengan kain bersih dan hangat b) Bayi perlu memakai tutup kepala atau topi dan popok selama penggunaan metode ini. Bila metode kanguru dilakukan dengan baju kanguru 1) Badan ibu sudah dalam keadaan bersih, dan dada tidak terhalang BH 2) Memakaikan topi , popok dan kaos kaki pada bayi 3) Meletakkan bayi diantara payudara, dada bayi menempel pada dada ibu. 4) Memalingkan kepala ke sisi kanan/kiri dengan sedikit menengadah 5) Memposisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk , seperti katak. 6) Memakaikan baju model kanguru, dengan batas kain atas berada dibawah telinga bayi 19 Fajar Sari Tanberika SST MKes 7) Mengikat dengan kencang agar ibu dapat beraktivitas dengan bebas seperti berdiri , duduk , 8) jalan, makan dan mengobrol. Mengenakan pakaian luar sebagai penutup. Bila metode kanguru dilakukan dengan selendang. 1) Badan ibu sudah dalam keadaan bersih, dan dada tidak terhalang BH 2) Memakaikan topi , popok dan kaos kaki pada bayi 3) Meletakkan bayi diantara payudara, dada bayi menempel pada dada ibu. 4) Memalingkan kepala ke sisi kanan/kiri dengan sedikit menengadah 5) Memposisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk , seperti katak. 6) Menggunakan selendang, handuk atau kain lebar yang dibuat sedemikian untuk tubuh bayi. 7) Mengikat dengan kencang agar ibu dapat beraktivitas dengan bebas seperti berdiri , duduk , jalan, makan dan mengobrol. 8) Mengenakan pakaian luar sebagai penutup. d. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan metode kanguru. 1) Posisi ibu saat tidur yaitu dengan setengah duduk dengan meletakkan bantal di belakang punggung ibu. 2) Bila ibu perlu istirahat , dapat digantikan oleh ayah atau anggota keluarga yang lain. 3) Dalam pelaksanaan perlu diperhatikan persiapan ibu, bayi, pisisi bayi, pemantauan bayi, cara pemberian ASI dan kebersihan ibu dan bayi 7. Pelaksanaan Metode Kanguru dapat dilakukan pada waktu: a. Segera setelah lahir b. Sangat awal, setelah 10-15 menit c. Awal, setelah umur 24 jam d. Menengah, setelah 7 hari perawatan e. Lambat, setelah bayi bernafas sendiri tanpa O2 f. Setelah keluar dari perawatan incubator 8. Kriteria keberhasilan Perawatan Metode Kanguru adalah: a. Suhu tubuh bayi stabil dan optimal (36,50C -37,50C) b. Kenaikan berat badan stabil 20 Fajar Sari Tanberika SST MKes c. Produksi ASI adekuat d. Bayi tumbuh dan berkembang optimal e. Bayi dapat menetek kuat 21 Fajar Sari Tanberika SST MKes 22 Fajar Sari Tanberika SST MKes 23 Fajar Sari Tanberika SST MKes 24 Fajar Sari Tanberika SST MKes 25 Fajar Sari Tanberika SST MKes