MODUL PERKULIAHAN Kewarganegaraan Konstitusi, Konstitusionalisme dan Rule Of Law Fakultas Program Studi Online ILMU KOMPUTER TEKNIK INFORMATIKA 05 Kode MK Disusun Oleh 90003 NUROHMA, SIP, MSi Abstract Kompetensi Memahami pengertian Konstitusi, Konstitusionalisme dan rule of law, sejarah perkembangannya dan contoh kasus pelaksanaan konstitusi dan rule of law. Mahasiswa mampu membedakan pengertian konstitusionalisme, konstitusi, Rule Of Law (ROL) dan Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan sejarah serta contoh kasus dari Konstitusionalisme dan Konstitusi serta Rule Of Law. Pendahuluan Negara merupakan salah satu bentuk organisasi formal yang ada dalam kehidupan masyarakat. Pada prinsipnya setiap warga masyarakat menjadi anggota dari suatu negara dan harus tunduk pada kekuasaan negara, karena organisasi negara sifatnya mencakup semua orang yang ada di wilayahnya, dan kekuasaan negara berlaku bagi orang-orang tersebut. Sebaliknya negara juga memiliki kewajiban tertentu terhadap orang-orang yang menjadi anggotanya. Melalui kehidupan bernegara dengan pemerintahan yang ada di dalamnya, masyarakat ingin mewujudkan tujuan-tujuan tertentu seperti terwujudnya ketenteraman, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat. Tanpa melalui organisasi negara kondisi masyarakat yang semacam itu sulit untuk diwujudkan, karena tidak ada pemerintahan yang mengatur kehidupan mereka bersama. Agar pemerintah suatu negara yang memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidupan masyarakat tidak bertindak seenaknya, maka ada sistem aturan yang mengaturnya. Sistem aturan sebagai pegangan sekaligus kesepakatan yang mengikat dan wajib dipatuhi oleh seluruh unsur yang ada dalam suatu negara baik yang diberikan mandat untuk memegang kekuasaan (pemerintah) maupun oleh setiap warga negara (rakyat). Sebab dalam kenyataan sejarah mengajarkan bahwa kekuasaan negara yang tidak diatur dan dibatasi akan cenderung mengarah pada kesewenang-wenangan (otoriter atau bahkan totaliter). Pemahaman yang demikian ini telah melahirkan konsepsi yang disebut konstitusionalisme, yakni sebuah pandangan yang menegaskan pembatasan kekuasaan dalam negara perlu diwujudkan dalam bentuk hukum yang dibakukan dalam seluruh sendi kehidupan negara. Bentuk hukum yang dibakukan itu menggambarkan suatu hierarkhi atau pertingkatan dari aturan yang paling tinggi tingkatannya sampai pada aturan yang paling rendah. Aturan yang paling tinggi tingkatannya dalam suatu negara dinamakan konstitusi atau sering disebut dengan undang-undang dasar, dua sebutan yang sebenarnya tidak persis sama artinya. Dalam tulisan ini akan dipaparkan tentang pemahaman tentang konstitusionalisme, konstitusi dan rule of law (ROL) yang mengatur kehidupan negara tersebut. Pengertian Konstitusi dan Konstitusionalisme Pengertian Konstitusi dan Undang-Undang Dasar Kata ‘konstitusi” yang berarti pembentukan, berasal dari kata “Constituer” (Perancis) yang berarti membentuk. Sedangkan istilah “undang-undang dasar” merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “grondwet”. “Grond” berarti dasar, dan “wet” berarti undang-undang. Jadi 2013 2 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Grondwet sama dengan undang-undang dasar. Namun dalam kepustakaan Belanda dikenal pula istilah “constitutie” yang artinya juga undang undang dasar. Dalam kepustakaan hukum di Indonesia juga dijumpai istilah “hukum dasar”. Hukum memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan undang-undang. Kaidah hukum bisa tertulis dan bisa tidak tertulis, sedangkan undang-undang menunjuk pada aturan hukum yang tertulis. Dalam bahasa latin kata Konstitusi merupakan gabungan dari kata Cume dan Statuere. Cume yang berarti “bersama-sama dengan..”, sedangkan statuere mempunyai arti “berdiri tegak”. Atas dasar itu maka kata statuere berarti membuat sesuatu agar berdiri tegak atau mendirikan/menetapkan. Bentuk tunggal dari konstitusi menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak dari konstitusi adalah menyangkut segala yang ditetapkan. Atas dasar pemahaman tersebut, konstitusi disamakan pengertiannya dengan hukum dasar, yang berarti sifatnya bisa tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan undang-undang dasar adalah hukum dasar yang tertulis atau yang tertuang dalam suatu naskah/dokumen. Dengan demikian undang-undang dasar merupakan bagian dari konstitusi. Sedangkan di samping undang-undang masih ada bagian lain dari hukum dasar yakni yang sifatnya tidak tertulis, dan biasa disebut dengan konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Konvensi ini merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara walaupun tidak tertulis. Istilah Constitution merupakan istilah dalam bahasa Inggris, sedangkan di Indonesia menjadi Konstitusi. Dalam Prakteks Konstitusi di Indonesia terutama sejak reformasi dan adanya Mahkamah Konstitusi (MK) arti konstitusi bergeser dan lebih luas, konstitusi diartikan lebih daripada pengertian Konstitusi yang berupa Undang-undang Dasar tetapi termasuk Undang-undang pada umumnya. Dalam pemahaman ilmu politik konstitusi merupakan sesuatu yang lebih luas berupa keseluruhan peraturan bai tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur dan mengikat berkaitan dengan cara-cara suatu pemerintahan negara dijalankan dan diselenggarakan oleh masyarakat. Berikut ini pengertian yang menggambarkan perbedaan antara undang-undang dasar dan konstitusi. Bahwa undang-undang dasar adalah suatu kitab atau dokumen yang memuat aturan-aturan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau dasar-dasar yang sifatnya tertulis, yang menggambarkan tentang sistem ketatanegaraan suatu negara. Sedangkan konstitusi adalah dokumen yang memuat aturan-aturan hukum dan ketentuanketentuan hukum yang pokok-pokok atau dasar-dasar, yang sifatnya tertulis maupun tidak tertulis, yang menggambarkan tentang sistem ketatanegaraan suatu negara. (Soehino, 1985:182). 2013 3 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dari penjelasan ini konstitusi memiliki 2 (dua) pengertian, yaitu pengertian yang luas dan pengertian yang sempit. Namun hampir semua negara di dunia memberi arti konstitusi dalam pengertian yang sempit, kecuali di Inggris. (Martosoewignjo, 1981:62). Dalam pengertian yang sempit konstitusi hanya mengacu pada ketentuan-ketentuan dasar yang tertuang dalam dokumen tertulis yaitu undang-undang dasar, sehingga muncul sebutan seperti, Konstitusi Amerika Serikat, Konstitusi Perancis, Konstitusi Swiss, dan sebagainya. Sedangkan dalam pengertian yang luas, konstitusi juga mencakup kebiasaan ketatanegaraan sebagai suatu kaidah yang sifatnya tidak tertulis. Jadi ketika istilah “konstitusi” disamakan pengertiannya dengan “undang-undang dasar”, istilah tersebut hendaknya dipahami dalam pengertian yang sempit. Menurut Sri Sumantri dengan melihat dalam praktek dan sejarah di Indonesia masa lampau mengartikan Konstitusi sama dengan UUD, di Indonesia dulu pernah ada Konstitusi RIS yang artinya sama dengan UUD RIS. Sedangkan menurut ECS Wade, konstitusi/UUD adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok pemerintahan negara dan menentukan pokok-pokok kerja badan negara tersebut. Penjelasan umum UUD 1945 menyatakan bahwa undang-undang dasar negara hanyalah sebagian hukum dasar negara yang tertulis. Disamping itu berlaku pula hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu berisi aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam prakteks penyelenggaraan negara dan tidak tertulis. Hukum dasar tidak tertulis yang timbul dan terpelihara dalam praktek disebut sebagai konvensi. Sifat konvensi; merupakan kebiasaan yang berulang-ulang, tidak bertentangan dengan UUD, dan diterima masyarakat serta bersifat pelengkap. Secara umum isi dari konstitusi mengatur; perlindungan terhadap HAM, susunan ketatanegaraan secara mendasar, dan pembagian serta pembatasan kekuasaan. Disamping itu menurut Mirriam Budiardjo Konstitusi juga mengatur Organisasi negara dan memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD termasuk tentunya cara mengubahnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa konstitusi memiliki peranan sangat vital dalam suatu negara. Sebagaimana yang diungkapkan oleh C.F Strong (1966:12) yang mengibaratkan konstitusi sebagai tubuh manusia dan negara serta badan politik sebagai organ dari tubuh. Organ tubuh akan bekerja secara harmonis apabila tubuh dalam keadaan sehat demikian pula sebaliknya. Negara ataupun badan-badan politik akan bekerja sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam konstitusi. Peranan vital ini timbul disebabkan beberapa alasan; pertama, ada keinginan dari warganegara untuk menjamin hak-haknya dan untuk membatasi kekuasaan penguasa. Pembatasan kekuasaan penguasa sangat penting agar kekuasaan tidak berjalan menindas dan sewenanh-wenang. Jadi dengan kosntitusi disatu sisi memberi ruang kebebasan dan 2013 4 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id perlindungan pada rakyat disisi lain untuk membatasi penguasa agar tidak sewenangwenang. Hal seperti itu dipertegas dengan demokrasi yang menekankan kekuasaan yang ada sebenarnya adalah milik rakyat, rakyat menyerahkannya pada penguasa. Kalau penguasa tidak bisa lagi menjalankan amanat dari rakyat maka rakyat sebenarnya berhak untuk menarik kembali. Kedua, ada keinginan dari pihak yang diperintah (rakyat) dan yang memerintah (penguasa) untuk membentuk suatu sistem ketatanegaraan yang tertentu. Sistem yang baru tentang sistem ketatanegaraan dapat dikatakan sebagai sistem yang baru, terdiri dari keinginan penguasa sekaligus juga dari rakyatnya. Dalam sistem ketatanegaraan yang baru tersebut memberi kekuasaan hak dan kewajiban penguasa dan rakyat secara berimbang dan diantara keduanya saling mengontrol tidak ada yang lebih dominan diantara keduannya. Ketiga, dengan adanya aturan ketatanegaraan yang tertulis maka akan ada jaminan penyelenggaraan neagara yang lebih dapat membahagiakan rakyatnya. Rakyat menjadi lebih aktif dan terlibat dalam kehidupan kenegaraan. Rakyat mengawasi dan mendorong agar kekuasaan yang ada sejalan dan beriringan dengan kehendak rakyat itu sendiri. Ujung dari situasi seperti itu adalah demi kebahagian dan kesejahteraan rakyat. Kemudian yang keempat, dengan adanya peraturan kenegaraan yang mendasar tersebut ada keinginan kerjasama efektif antara beberapa negara untuk menghadapi tantangan dan hambatan bersama. Mulai saat berikutnya kerjasama antara beberapa negara secara mandiri menjadi dan dirasa sangat penting. Hal demikian sebenarnya terjadi secara alami karena mereka menghadapi permasalahan dan tantangan yang tidak bisa diselesaikan sendiri kerjasama akan menjadikan kehidupan bersama menjadi lebih mudah. Pengertian Konstitusionalisme Konstitusionalisme merupakan pengejawantahan (penjabaran) dari konstitusi. Konstitusionalisme adalah suatu sistem yang terlembagakan, menyangkut pembatasan yang efektif dan teratur terhadap tindakan-tindakan pemerintah. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespon perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia. Konstitusionalisme sebenarnya merupakan antitesis dari paham sentralisasi yang dulu marak berkembang di Eropa pada abad pertengahan. Raja atau penguasa sebagai inti kekuasaan memerintah dengan tangan besi, sewenang-wenang. Perkembangan sentralisme ini mengambil bentuknya dalam doktrin ‘king-in-parliament’ yang pada pokoknya mencerminkan kekuasaan raja yang tidak terbatas. Perkembangan ini pada akhirnya menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan di mata rakyat yang kemudian menginginkan reformasi konsep kekuasaan penguasa. Dari sinilah kemudian lahir istilah pembatasan kekuasaan yang dikenal dengan istilah konstitusionalisme. 2013 5 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Basis pokok konstitusionalisme adalah kesepakatan umum dan persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Jika konsensus itu runtuh, maka legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan akan runtuh pula, dan dapat mengakibatkan terjadinya perang saudara (civil war) atau revolusi, sebagaimana yang terjadi di Perancis pada tahun 1789, di Amerika pada tahun 1776, di Rusia pada tahun 1917, dan di Indonesia pada tahun 1945. Menurut Carl J. Friedrich, konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Berdasarkan pengertian ini, secara jelas ditegaskan bahwa semua pemegang kekuasaan harus dibatasi. Tidak ada satu pihak atau lembaga pun yang boleh memiliki kekuasaan tanpa batas. Sebaliknya, setiap pemberian kekuasaan senantiasa perlu disertai dengan pembatasan kekuasaan. Dengan demikiaan pemikiran yang mengakui atau menghendaki keberadaan lembaga yang memiliki kekuasaan tanpa batas tidak sesuai dengan konstitusionalisme. Keniscayaan ini sebagai wujud pengaturan dan pembatasan serta untuk mengendalikan kekuasaan dalam proses pemerintahan sebagaimana mestinya. Selain itu, konstitusionalisme diperlukan sebagai jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk. Hak-hak ini mencakup hak-hak dasar seperti hak untuk hidup, memiliki, kesehatan dan kebebasan. Tidak heran, meskipun ide konstitusionalisme berasal dari Barat tetapi pada perkembangannya ternyata dapat diterima hampir di seluruh dunia. Pengaruh Barat yang sering dianggap tidak sesuai dengan masyarakat setempat karena dianggap sebagai pengaruh negatif tidak berlaku untuk ide konstitusionalisme. Sehingga konstitusionalisme dianggap sebagai sebuah keniscayaan di zaman modern seperti sekarang. Dalam hal ini, konstitusionalisme modern intinya selain menganut prinsip pengaturan dan pembatasan kekuasaan, juga mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu sama lain, yakni; (1) hubungan antara pemerintahan dengan warga negara; (2) hubungan antara lembaga pemerintahan yang satu dengan lembaga pemerintahan yang lain. Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya dipahami bersandar pada tiga elemen: 1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government). Ini berkenaan dengan cita-cita bersama yang sangat menentukan tegaknya konstitusi dan konstitusionalisme di suatu negara. Karena cita-cita bersama itulah yang pada puncak 2013 6 abstraksinya Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi paling mungkin mencerminkan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kesamaan-kesamaan kepentingan di antara sesame warga masyarakat yang pada kenyataannya harus hidup di tengah pluralisme atau kemajemukan. Kesepakatan tentang ‘the rule of law’ sebagai landasan pemerintahan atau 2. penyelenggaraan negara (the basis of government). Bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi. Kesepakatan ke dua ini juga sangat prinsipal karena dalam setiap Negara harus ada keyakinan bersama bahwa apapun yang hendak dilakukan dalam konteks penyelenggaraan Negara haruslah di dasarkan atas ‘ruke of the game’ yang ditentukan bersama. 3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures). Kesepakatan ini berkenaan dengan: a. Bangunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaannya. b. Hubungan-hubungan antar organ negara itu dengan sama lain Sejarah Konstitusi dan Konstitusionalisme Dalam sejarah konstitusi modern hadir berkembang seiring sejalan dengan demokratisasi dan nasionalisme. Semangat nasionalisme dan demokraatisasi berkaitan erat dengan jaminan hak pribadi warganegara dan demokrasi sendiri sebenarnya adalah berkaitan dengan hak-hak politik warganegara (berkaitan dengan penguasa). Kedua istilah itu kalau dilihat maknanya adalah memberi ruang yang luas terhadap warganegara terutama berkaitan dengan penguasa dan kekuasaan. Kondisi seperti itu jauh berbeda dengan jaman sebelumnya dimana diwarnai kesewenang-wenangan dan penindasan terutama yang dilakukan oleh penguasa. Pada masa sebelumnya berlaku “The King Do not Wrong” yang berarti raja tidak pernah salah karena raja selalu benar. Dengan demikian apapun yang dilakukan raja tidak bisa disalahkan semuanya harus dianggap benar. Akibat hal demikian kekuasaan menjadi despostis dan menindas rakyat. Lahirnya negara konstitusional merupakan proses sejarah yang panjang. Pada masa Yunani (624-404 SM) Athena pernah mempunyai 11 konstitusi, Aristoteles sendiri pernah mengumpulkan kosntitusi 158 dari berbagai negara di Yunani Kuno. Konstitusi Yunani kuno hanya taraf sederhana hanya merupakan sekumpulan ketentuan dan adat kebiasaan semata. Pada masa kekaisaran Roma pengertian konstitusi memperoleh tambahan arti berupa sekumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh kaisar. Pada abad pertengahan konstitusi bergeser kearah feodalisme bersamaan dengan masa suram Eropa abad pertengahan. 2013 7 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pada abad ke VII M di Timur Tengah tumbuh dan berkembang pesat peradaban baru dilingkungan penganut ajaran Islam. Nabi Muhammad mengembangkan ajaran-ajaran baru yang dikembangkan sebagai pendorong kemajuan peradaban. Salah satunya adalah Piagam Madinah (Madinah Charter). Dalam Piagam Madinah berisi penandatanganan persetujuan dan perjanjian bersama diantara kelompok-kelompok penduduk Kota Madinah untuk bersama-sama membangun kehidupan bersama yang kemudian berkembang dan memberi sumbangan dalam kehidupan kenegaraan modern dewasa ini. Piagam Madinah merupakan piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan konstitusi dalam pengertian modern. Piagam Madinah merupakan piagam yang berisi aturan kehidupan bersama di Madinah yang dihuni beberapa golongan, Islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshor, Kristen, dan Yahudi termasuk musrik. Piagam tersebut dibuat oleh Nabi Muhammad dengan wakil-wakil golongan penduduk di Kota Yastrib di Madinah pada tahun 622 M. Awal konstitusi tertulis dilakukan oleh Amerika yang kemudian diikuti diberbagai negara di Eropa. Akhirnya saat ini didunia terdapat konstitusi yang berupa aturan-aturan dasar dalam kehidupan bernegara termasuk sistem hukumnya. Di Indonesia sendiri, gagasan konstitusi dan konstitusionalisme secara formal dimulai sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diikrarkan yakni pada 18 Agustus 1945 dalam Rapat Umum Panitia Pelaksana Kemerdekaan Indonesia (PPKI). UUD 1945 yang disahkan pada tanggal tersebut pada awalnya dijadikan alat untuk sesegera mungkin membentuk negara RI yang merdeka, sehingga bersifat sementara. Periode 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949 UUD 45 secara formil berlaku sebagai konstitusi resmi, namun nilainya bersifat nominal, yaitu baru diatas kertas saja. Lalu pada 1949 sebagai hasil dari kesepakatan Perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar) dibuat sebuah konstitusi baru yakni Konstitusi RIS yang disusun bersama oleh delegasi Indonesia dan BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overlag/ negara bagian) sebagai konsekuensi berubahnya bentuk negara menjadi negara federal. Konstitusi RIS itupun bersifat sementara karena lembaga pembuatnya tidak representatif. Hasil dari pembatalan Konstitusi RIS 1949 itu melahirkan UUDS 1950 yang diberlakukan secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1950 setelah disahkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), DPR dan Senat Republik Indonesia. UUDS 1950 inipun bersifat sementara, sebagai pengganti naskah Konstitusi RIS 1949. Meski demikian dari UUDS 1950 ini berhasil menjadi dasar penyelenggaraan pemilu pada tahun 1955 yang menghasilkan Majelis Konstituante, namun belum berhasil menjalankan tugasnya untuk menyusun UUD yang baru. Kegagalan ini disebabkan “deadlock” yang tidak dapat diselesaikan oleh seluruh anggota Majelis Konstituante hasil Pemilu 1955 sehingga 2013 8 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menyebabkan Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit untuk memberlakukan kembali UUD 1945. Baru ketika era reformasi 1998 bergulir, konstitusi Indonesia mengalami perubahan cukup drastis sebagai bagian dari tuntutan reformasi yang menyimpulkan bahwa selama era Orde Baru berkuasa telah terjadi pergeseran makna dan penyimpangan dalam pelaksanaan UUD 1945 karena tidak adanya pembatasan yang jelas (tersurat) dalam penyelenggaraan kekuasaan negara telah menyebabkan pemerintah menjadi otoriter dan korup. Terhitung sebanyak 4 kali UUD 1945 mengalami perubahan yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Dalam empat kali perubahan itu, materi UUD 1945 yang asli telah mengalami perubahan besar-besaran dan dengan perubahan materi yang dapat dikatakan sangat mendasar. Secara substansial, perubahan UUD 1945 telah menjadikan konstitusi proklamasi tersebut menjadi konstitusi yang baru sama sekali, meskipun tetap dinamakan UUD 1945. Pengertian Rule of Law Rule of law merupakan suatu legalisme hukum yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom. Kemudian, Rule of law juga berkaitan dengan konsep tentang common law (hukum bersama) yaitu seluruh aspek negara harus menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah “rule by the law” bukan “rule by the man”. Keadilan harus berlaku untuk setiap orang, oleh karena itu lahirlah doktrin “Rule Of Law”. Menurut Friedman (1959) Rule of law merupakan doktrin dengan semangat dan idealisme keadilan yang tinggi dan dibedakan dalam dua pengertian yaitu : 1. Pengertian formal (in the formal sence) yaitu organized public power atau kekuasaan umum yang terorganisasikan, misalnya negara. 2. Pengertian hakiki (ideological sense) erat hubungannya dengan menegakkan rule of law karena menyangkut ukuran-ukuran tentang hukum yang baik & buruk. Rule Of Law sebagai suatu institusi sosial yang memiliki struktur sosial sendiri dan berakar sekaligus membentuk budaya sendiri (Satjipto Raharjo: 2003). Rule Of Law tumbuh dan berkembang ratusan tahun seiring dengan pertumbuhan masyarakat Eropa, sehingga sosial dan budaya eropa berakar dan tumbuh karena fakta dan kejadian bukan bentukan dari institusi netral. Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang- 2013 9 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id undangan, dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundangundangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule Of Law. Pengertian Rule Of Law berdasarkan subtansial (isi) sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan mendasarkan pada Rule Of Law dalam kehidupan negaranya, meskipun negara tersebut adalah negara otoriter. Atas dasar alasan ini maka diakui bahwa sulit menentukan pengertian Rule Of Law secara universal, karena setiap masyarakat melahirkan pengertian yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini maka Rule Of Law dalam hal munculnya bersifat endogen, artinya muncul dan berkembang dari suatu masyarakat tertentu dan sangat spesifik. Meski demikian, ada beberapa ukuran yang dapat digunakan dalam memahami pengertian Rule of Law tersebut dengan melihat prinsip-prinsip dari Rule of Law yakni: 1. Prinsip-prinsip secara formal (in the formal sense) Rule Of Law seperti yang tertera dalam UUD dan pasal-pasalnya. Inti dari Rule Of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Misalnya dalam UUD 1945 secara tegas dituliskan bahwa: a. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3) b. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali (pasal 27 ayat 1) c. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1) d. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2) 2. Prinsip-prinsip Rule of Law secara Materiil/ Hakiki yakni berkaitan erat dengan penegakan hukum (the enforcement) dari Rule of Law tersebut dan keberhasilannya yang sangat tergantung pada kepribadian nasional masing-masing bangsa. Sementara Albert Venn Dicey menilainya dari 3 unsur fundamental yang harus terpenuhi dalam Rule Of Law, yaitu : 1. Supremasi aturan-aturan hukum 2. Kedudukan yang sama dimuka hukum 3. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-Undang serta keputusan pengadilan. Konstitusi dan Rule of Law di Indonesia Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia banyak kasus yang menyadarkan bangsa Indonesia terutama mahasiswa akan arti penting mempelajari konstitusi dan Rule Of 2013 10 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Law (ROL). Konstitusi menyangkut aturan main dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sedangkan Rule Of Law (ROL) menyangkut pelaksanaan aturan hukum. Dilihat dari situ maka konstitusi menyangkut hal yang mendasar dan prinsip sebab negara yang besar dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa ini diatur dalam suatu aturan yang dikenal sebagai konstitusi. Demikian pula dengan Rule Of Law (ROL) sangat penting karena berkaitan dengan negara hukum artinya bagaimana semua elemen dalam negara dapat patuh dan taat pada hukum. Dengan kata lain untuk mencapai tingkat hukum sendiri sangat berkaitan dengan konsep negara hukum (negara berdasarkan hukum). Kedua-duanya tidak bisa dipisahkan saling kait mengkait. Konstitusi negara Indonesia mengatur bagaimana negara ini dijalankan. Konsep menjalankan negara sangat berkaitan dengan tata kelola negara atau yang istilah umumnya dikenal sebagai ilmu negara dan juga tata negara serta adsministrasi negara. Menjalankan negara perlu dasar hukum atau landasan hukum dengan kata lain perlu pijakan. Dasar hukum dalam menjalankan negara republik Indonesia adalah Konstitusi negara dalam hal ini UUD 1945. Didalam konstitusi juga mengatur jalannya pemerintahan atau dikenal luas sebagai tata kelola pemerintahan. Dan kajiannya menyangkut ilmu pemerintahan dan adsministrasi pemerintahan. Antara negara dan pemerintahan berbeda fungsi dan ruang lingkup. Dalam UUD 1945 bab I menegaskan bentuk dan kedaulatan negara Indonesia. Penegasan itu terlihat dalam; pasal 1. Ayat 1 yang berbunyi: Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Ayat 2 berbunyi: Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, kemudan ayat 3 berbunyi: negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Dari pasal 1 ayat 1,2, dan 3 diatas menegaskan bahwa ada terdapat UUD 1945 sebagai konstitusi negara untuk menjalankan kedaulatan rakyat sekaligus menegaskan kekuasaan yang sebenarnya adalah ditangan rakyat dan ayat 3 nya menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah negara hukum. Ayat 3 tersebut menegaskan secara jelas bahwa negara Indonesia berdasarkan hukum. Istilah negara berdasarkan hukum sangat berkaitan dengan Rule Of Law (ROL). Dengan adanya konstitusi dan Rule Of Law (ROL) maka kehidupan negara perlu diatur dalam rangka mencapai ketertiban dan keteraturan (law and order). Ketertiban dan keteraturan merupakan modal utama dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan bersama untuk mencapai tujuan atau cita-cita bersama bangsa Indonesia seperti yang tertuan dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4: (1)...untuk membentuk Pemerintahan Indonesia yang melindungan segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...(2) untuk memajukan kesejahteraan umum...(3) mencerdaskan kehidupan bangsa..(4) dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2013 11 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Contoh Kasus Rule of Law Berbagai kasus yang menunjukan begitu pentingnya UUD 1945 bagi bangsa Indonesia. Kasus berhentinya presiden Soeharto pada tahun 1998 dan kemudian digantikan oleh BJ. Habibie. Menurut ketentuan UUD 1945 (pra Amandemen) sebelum menjabat Presiden maka calon Presiden mengucapkan sumpah dihadapan MPR. Dalam pasal 8 (ayat 1) disebutkan: jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. Pada tahun 1998 MPR tidak bersidang dan pengambilan sumpahnya dilakukan di Istana Negara dengan disaksikan Ketua MPR dan MA, hal tersebut tidak menyimpang karena pengambilan sumpah sebagai presiden dilakukan dihadapan ketua MPR sedang tempatnya dalam UUD 1945 tidak disebutkan. Namun dari pernyataan dan ayat dalam UUD 1945 dapat ditafsirkan dihadapan MPR dalam suatu Sidang Istimewa MPR. Waktu itu MPR tidak dapat mengadakan sidang MPR karena keadaan yang memaksa. Oleh karena itu pengambilan sumpah Presiden BJ. Habibie dilakukan di hadapan ketua MPR dan Ketua MA di Istana negara. Kasus berikutnya yang sangat aktual adalah kasus century. Pejabat presiden dan atau wakil presiden dapat diberhentikan jika melanggar ketentuan pasal 7 A UUD 1945, yang berbunyi: Presiden dan atau wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan dan tindakan pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan wakil Presiden. Menurut pasal 7 A UUD 1945 (Amandemen) pemberhentian Presiden dan atau wakil Presiden tidak bolah hanya dari wacana, isyu dan tekanan publik. Ketentuan untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Preiden adalah bila telah terbukti nyata dan jelas tentunya sudah diputus oleh Pengadilan. Untuk yang terakhir ini sangat jelas dan memerlukan waktu dan pembuktian yang tidak mudah. Dalam Pasal 7 B ayat (1) berbunyi: Usul pemberhentian Presiden dan wakil Presiden dapat diajukan DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan ke MK untuk memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPR bahwa presiden dan wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela; dan / atau bahwa Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan / atau wakil presiden. Untuk mengajukan ke MK, DPR tidaklah mudah, karena dalam pasal 7B ayat (3) disebutkan; Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanaya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang 2013 12 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. Pasal 7 B (3) tersebut sebenarnya sangat sulit terlebih-lebih di DPR saat ini didominasi suara Partai Demokrat sebagai partai pemenang no. 1 dalam pemilu 2004. Itu belum termasuk lobi-lobi kekuasaan yang seringkali dapat mengubah peta dukungan politik secara tiba-tiba. Dari 2 hal diatas tergambar bahwa untuk memberhentikan Presiden dan Wakil presiden merupakan pekerjaan yang tidak mudah perlu proses politik dan sangat ditentukan dengan proses politik itu sendiri, memerlukan waktu yang lama dan hasilnya belum tentu sesuai dengan harapan tetapi bukan juga sesuatu yang tidak mungkin. Kasus yang masih ingat adalah jatuhnya Presiden KH. Abdurrahman Wahid karena skandal bulog (Buloggate). Untuk kansus Century agak berbeda karena sudah sejak awal keterlibatan Presiden SBY belum bisa dibuktikan dan untuk keterlibatan Wakil Presiden Bodiono belum juga bisa dibuktikan sampai saat ini. 2013 13 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Amin, Zainul Ittihad. 1999. Pendidikan Kewiraan (Modul). Jakarta:Universitas Terbuka. Ashiddiqie, Jimly. 2005. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press. Ashiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Hukum Tata Negara Jilid 1. Jakarta: Konstitusi Press. Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi). Jakarta: Gramedia. Budiman, Arief. 1997. Teori Negara (Negara, Kekuasaan dan Ideologi). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Karsono, Dedi. 1996. Kewiraan Tinjauan Strategis Dalam Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Grasindo. Koerniatmanto Soetoprawira, B. 1996. Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Indonesia. Mahfud MD, Moh. 1999. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama Media. Nasution, Adnan Buyung. 1995. Pemerintahan Konstitusionalisme. Jakarta: Sinar Grafika Rosyada, Dede, dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah. Simorangkir, J.C.T. 1983. Hukum dan Konstitusi Indonesia. Jakarta: Gunung Agung. Sumarsono, dkk. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. _____________.1992. Kewiraan Untuk Mahasiswa. Jakarta: Gramedia. DOKUMEN : Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen). 2013 14 Kewarganegaraan Nurohma, SIP, MSi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id