Pengertian Rule of Law - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Kewarganegaraan
Konstitusi, Konstitusionalisme
dan Rule Of Law
Fakultas
Program Studi
Online
ILMU KOMPUTER
TEKNIK
INFORMATIKA
05
Kode MK
Disusun Oleh
90003
NUROHMA, SIP, MSi
Abstract
Kompetensi
Memahami pengertian Konstitusi,
Konstitusionalisme dan rule of law,
sejarah perkembangannya dan contoh
kasus pelaksanaan konstitusi dan rule
of law.
Mahasiswa mampu membedakan
pengertian konstitusionalisme,
konstitusi, Rule Of Law (ROL) dan
Mahasiswa mampu menjelaskan
perkembangan sejarah serta contoh
kasus dari Konstitusionalisme dan
Konstitusi serta Rule Of Law.
Pendahuluan
Negara merupakan salah satu bentuk organisasi formal yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Pada prinsipnya setiap warga masyarakat menjadi anggota dari suatu negara
dan harus tunduk pada kekuasaan negara, karena organisasi negara sifatnya mencakup
semua orang yang ada di wilayahnya, dan kekuasaan negara berlaku bagi orang-orang
tersebut. Sebaliknya negara juga memiliki kewajiban tertentu terhadap orang-orang yang
menjadi anggotanya. Melalui kehidupan bernegara dengan pemerintahan yang ada di
dalamnya, masyarakat ingin mewujudkan tujuan-tujuan tertentu seperti terwujudnya
ketenteraman, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat. Tanpa melalui organisasi negara
kondisi masyarakat yang semacam itu sulit untuk diwujudkan, karena tidak ada
pemerintahan yang mengatur kehidupan mereka bersama.
Agar pemerintah suatu negara yang memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidupan
masyarakat tidak bertindak seenaknya, maka ada sistem aturan yang mengaturnya. Sistem
aturan sebagai pegangan sekaligus kesepakatan yang mengikat dan wajib dipatuhi oleh
seluruh unsur yang ada dalam suatu negara baik yang diberikan mandat untuk memegang
kekuasaan (pemerintah) maupun oleh setiap warga negara (rakyat). Sebab dalam
kenyataan sejarah mengajarkan bahwa kekuasaan negara yang tidak diatur dan dibatasi
akan cenderung mengarah pada kesewenang-wenangan (otoriter atau bahkan totaliter).
Pemahaman yang demikian ini telah melahirkan konsepsi yang disebut konstitusionalisme,
yakni sebuah pandangan yang menegaskan pembatasan kekuasaan dalam negara perlu
diwujudkan dalam bentuk hukum yang dibakukan dalam seluruh sendi kehidupan negara.
Bentuk hukum yang dibakukan itu menggambarkan suatu hierarkhi atau pertingkatan dari
aturan yang paling tinggi tingkatannya sampai pada aturan yang paling rendah. Aturan yang
paling tinggi tingkatannya dalam suatu negara dinamakan konstitusi atau sering disebut
dengan undang-undang dasar, dua sebutan yang sebenarnya tidak persis sama artinya.
Dalam tulisan ini akan dipaparkan tentang pemahaman tentang konstitusionalisme,
konstitusi dan rule of law (ROL) yang mengatur kehidupan negara tersebut.
Pengertian Konstitusi dan Konstitusionalisme
Pengertian Konstitusi dan Undang-Undang Dasar
Kata ‘konstitusi” yang berarti pembentukan, berasal dari kata “Constituer” (Perancis) yang
berarti membentuk. Sedangkan istilah “undang-undang dasar” merupakan terjemahan dari
bahasa Belanda “grondwet”. “Grond” berarti dasar, dan “wet” berarti undang-undang. Jadi
2013
2
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Grondwet sama dengan undang-undang dasar. Namun dalam kepustakaan Belanda dikenal
pula istilah “constitutie” yang artinya juga undang undang dasar. Dalam kepustakaan hukum
di Indonesia juga dijumpai istilah “hukum dasar”. Hukum memiliki pengertian yang lebih luas
dibandingkan dengan undang-undang. Kaidah hukum bisa tertulis dan bisa tidak tertulis,
sedangkan undang-undang menunjuk pada aturan hukum yang tertulis.
Dalam bahasa latin kata Konstitusi merupakan gabungan dari kata Cume dan Statuere.
Cume yang berarti “bersama-sama dengan..”, sedangkan statuere mempunyai arti “berdiri
tegak”. Atas dasar itu maka kata statuere berarti membuat sesuatu agar berdiri tegak atau
mendirikan/menetapkan. Bentuk tunggal dari konstitusi menetapkan sesuatu secara
bersama-sama dan bentuk jamak dari konstitusi adalah menyangkut segala yang
ditetapkan.
Atas dasar pemahaman tersebut, konstitusi disamakan pengertiannya dengan hukum dasar,
yang berarti sifatnya bisa tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan undang-undang dasar adalah
hukum dasar yang tertulis atau yang tertuang dalam suatu naskah/dokumen. Dengan
demikian undang-undang dasar merupakan bagian dari konstitusi. Sedangkan di samping
undang-undang masih ada bagian lain dari hukum dasar yakni yang sifatnya tidak tertulis,
dan biasa disebut dengan konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Konvensi ini
merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
negara walaupun tidak tertulis.
Istilah Constitution merupakan istilah dalam bahasa Inggris, sedangkan di Indonesia
menjadi Konstitusi. Dalam Prakteks Konstitusi di Indonesia terutama sejak reformasi dan
adanya Mahkamah Konstitusi (MK) arti konstitusi bergeser dan lebih luas, konstitusi
diartikan lebih daripada pengertian Konstitusi yang berupa Undang-undang Dasar tetapi
termasuk Undang-undang pada umumnya. Dalam pemahaman ilmu politik konstitusi
merupakan sesuatu yang lebih luas berupa keseluruhan peraturan bai tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur dan mengikat berkaitan dengan cara-cara suatu pemerintahan
negara dijalankan dan diselenggarakan oleh masyarakat.
Berikut ini pengertian yang menggambarkan perbedaan antara undang-undang dasar dan
konstitusi. Bahwa undang-undang dasar adalah suatu kitab atau dokumen yang memuat
aturan-aturan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau dasar-dasar
yang sifatnya tertulis, yang menggambarkan tentang sistem ketatanegaraan suatu negara.
Sedangkan konstitusi adalah dokumen yang memuat aturan-aturan hukum dan ketentuanketentuan hukum yang pokok-pokok atau dasar-dasar, yang sifatnya tertulis maupun tidak
tertulis, yang menggambarkan tentang sistem ketatanegaraan suatu negara. (Soehino,
1985:182).
2013
3
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dari penjelasan ini konstitusi memiliki 2 (dua) pengertian, yaitu pengertian yang luas dan
pengertian yang sempit. Namun hampir semua negara di dunia memberi arti konstitusi
dalam pengertian yang sempit, kecuali di Inggris. (Martosoewignjo, 1981:62).
Dalam pengertian yang sempit konstitusi hanya mengacu pada ketentuan-ketentuan dasar
yang tertuang dalam dokumen tertulis yaitu undang-undang dasar, sehingga muncul
sebutan seperti, Konstitusi Amerika Serikat, Konstitusi Perancis, Konstitusi Swiss, dan
sebagainya. Sedangkan dalam pengertian yang luas, konstitusi juga mencakup kebiasaan
ketatanegaraan sebagai suatu kaidah yang sifatnya tidak tertulis. Jadi ketika istilah
“konstitusi” disamakan pengertiannya dengan “undang-undang dasar”, istilah tersebut
hendaknya dipahami dalam pengertian yang sempit.
Menurut Sri Sumantri dengan melihat dalam praktek dan sejarah di Indonesia masa lampau
mengartikan Konstitusi sama dengan UUD, di Indonesia dulu pernah ada Konstitusi RIS
yang artinya sama dengan UUD RIS. Sedangkan menurut ECS Wade, konstitusi/UUD
adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok pemerintahan
negara dan menentukan pokok-pokok kerja badan negara tersebut.
Penjelasan umum UUD 1945 menyatakan bahwa undang-undang dasar negara hanyalah
sebagian hukum dasar negara yang tertulis. Disamping itu berlaku pula hukum dasar yang
tidak tertulis, yaitu berisi aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam prakteks
penyelenggaraan negara dan tidak tertulis. Hukum dasar tidak tertulis yang timbul dan
terpelihara dalam praktek disebut sebagai konvensi. Sifat konvensi; merupakan kebiasaan
yang berulang-ulang, tidak bertentangan dengan UUD, dan diterima masyarakat serta
bersifat pelengkap.
Secara umum isi dari konstitusi mengatur; perlindungan terhadap HAM, susunan
ketatanegaraan secara mendasar, dan pembagian serta pembatasan kekuasaan.
Disamping itu menurut Mirriam Budiardjo Konstitusi juga mengatur Organisasi negara dan
memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD termasuk tentunya cara
mengubahnya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa konstitusi memiliki peranan sangat vital dalam suatu
negara. Sebagaimana yang diungkapkan oleh C.F Strong (1966:12) yang mengibaratkan
konstitusi sebagai tubuh manusia dan negara serta badan politik sebagai organ dari tubuh.
Organ tubuh akan bekerja secara harmonis apabila tubuh dalam keadaan sehat demikian
pula sebaliknya. Negara ataupun badan-badan politik akan bekerja sesuai dengan fungsi
yang telah ditetapkan dalam konstitusi.
Peranan vital ini timbul disebabkan beberapa alasan; pertama, ada keinginan dari
warganegara untuk menjamin hak-haknya dan untuk membatasi kekuasaan penguasa.
Pembatasan kekuasaan penguasa sangat penting agar kekuasaan tidak berjalan menindas
dan sewenanh-wenang. Jadi dengan kosntitusi disatu sisi memberi ruang kebebasan dan
2013
4
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
perlindungan pada rakyat disisi lain untuk membatasi penguasa agar tidak sewenangwenang. Hal seperti itu dipertegas dengan demokrasi yang menekankan kekuasaan yang
ada sebenarnya adalah milik rakyat, rakyat menyerahkannya pada penguasa. Kalau
penguasa tidak bisa lagi menjalankan amanat dari rakyat maka rakyat sebenarnya berhak
untuk menarik kembali.
Kedua, ada keinginan dari pihak yang diperintah (rakyat) dan yang memerintah (penguasa)
untuk membentuk suatu sistem ketatanegaraan yang tertentu. Sistem yang baru tentang
sistem ketatanegaraan dapat dikatakan sebagai sistem yang baru, terdiri dari keinginan
penguasa sekaligus juga dari rakyatnya. Dalam sistem ketatanegaraan yang baru tersebut
memberi kekuasaan hak dan kewajiban penguasa dan rakyat secara berimbang dan
diantara keduanya saling mengontrol tidak ada yang lebih dominan diantara keduannya.
Ketiga, dengan adanya aturan ketatanegaraan yang tertulis maka akan ada jaminan
penyelenggaraan neagara yang lebih dapat membahagiakan rakyatnya. Rakyat menjadi
lebih aktif dan terlibat dalam kehidupan kenegaraan. Rakyat mengawasi dan mendorong
agar kekuasaan yang ada sejalan dan beriringan dengan kehendak rakyat itu sendiri. Ujung
dari situasi seperti itu adalah demi kebahagian dan kesejahteraan rakyat.
Kemudian yang keempat, dengan adanya peraturan kenegaraan yang mendasar tersebut
ada keinginan kerjasama efektif antara beberapa negara untuk menghadapi tantangan dan
hambatan bersama. Mulai saat berikutnya kerjasama antara beberapa negara secara
mandiri menjadi dan dirasa sangat penting. Hal demikian sebenarnya terjadi secara alami
karena mereka menghadapi permasalahan dan tantangan yang tidak bisa diselesaikan
sendiri kerjasama akan menjadikan kehidupan bersama menjadi lebih mudah.
Pengertian Konstitusionalisme
Konstitusionalisme
merupakan
pengejawantahan
(penjabaran)
dari
konstitusi.
Konstitusionalisme adalah suatu sistem yang terlembagakan, menyangkut pembatasan
yang efektif dan teratur terhadap tindakan-tindakan pemerintah. Gagasan mengatur dan
membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk
merespon perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.
Konstitusionalisme sebenarnya merupakan antitesis dari paham sentralisasi yang dulu
marak berkembang di Eropa pada abad pertengahan. Raja atau penguasa sebagai inti
kekuasaan
memerintah
dengan
tangan
besi,
sewenang-wenang.
Perkembangan
sentralisme ini mengambil bentuknya dalam doktrin ‘king-in-parliament’ yang pada pokoknya
mencerminkan kekuasaan raja yang tidak terbatas. Perkembangan ini pada akhirnya
menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan di mata rakyat yang kemudian menginginkan
reformasi konsep kekuasaan penguasa. Dari sinilah kemudian lahir istilah pembatasan
kekuasaan yang dikenal dengan istilah konstitusionalisme.
2013
5
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Basis pokok konstitusionalisme adalah kesepakatan umum dan persetujuan (consensus) di
antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara.
Jika konsensus itu runtuh, maka legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan akan
runtuh pula, dan dapat mengakibatkan terjadinya perang saudara (civil war) atau revolusi,
sebagaimana yang terjadi di Perancis pada tahun 1789, di Amerika pada tahun 1776, di
Rusia pada tahun 1917, dan di Indonesia pada tahun 1945.
Menurut Carl J. Friedrich, konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan
suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk
kepada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan
yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat
tugas untuk memerintah. Berdasarkan pengertian ini, secara jelas ditegaskan bahwa semua
pemegang kekuasaan harus dibatasi. Tidak ada satu pihak atau lembaga pun yang boleh
memiliki kekuasaan tanpa batas. Sebaliknya, setiap pemberian kekuasaan senantiasa perlu
disertai dengan pembatasan kekuasaan. Dengan demikiaan pemikiran yang mengakui atau
menghendaki keberadaan lembaga yang memiliki kekuasaan tanpa batas tidak sesuai
dengan konstitusionalisme.
Keniscayaan ini sebagai wujud pengaturan dan pembatasan serta untuk mengendalikan
kekuasaan
dalam
proses
pemerintahan
sebagaimana
mestinya.
Selain
itu,
konstitusionalisme diperlukan sebagai jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun
setiap penduduk. Hak-hak ini mencakup hak-hak dasar seperti hak untuk hidup, memiliki,
kesehatan dan kebebasan. Tidak heran, meskipun ide konstitusionalisme berasal dari Barat
tetapi pada perkembangannya ternyata dapat diterima hampir di seluruh dunia. Pengaruh
Barat yang sering dianggap tidak sesuai dengan masyarakat setempat karena dianggap
sebagai
pengaruh
negatif
tidak
berlaku
untuk
ide
konstitusionalisme.
Sehingga
konstitusionalisme dianggap sebagai sebuah keniscayaan di zaman modern seperti
sekarang.
Dalam hal ini, konstitusionalisme modern intinya selain menganut prinsip pengaturan dan
pembatasan kekuasaan, juga mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu sama lain,
yakni; (1) hubungan antara pemerintahan dengan warga negara; (2) hubungan antara
lembaga pemerintahan yang satu dengan lembaga pemerintahan yang lain.
Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya
dipahami bersandar pada tiga elemen:
1.
Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or
general acceptance of the same philosophy of government). Ini berkenaan dengan
cita-cita
bersama
yang
sangat
menentukan
tegaknya
konstitusi
dan
konstitusionalisme di suatu negara. Karena cita-cita bersama itulah yang pada
puncak
2013
6
abstraksinya
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
paling
mungkin
mencerminkan
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kesamaan-kesamaan
kepentingan di antara sesame warga masyarakat yang pada kenyataannya harus
hidup di tengah pluralisme atau kemajemukan.
Kesepakatan tentang ‘the rule of law’ sebagai landasan pemerintahan atau
2.
penyelenggaraan negara (the basis of government). Bahwa basis pemerintahan
didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi. Kesepakatan ke dua ini juga sangat
prinsipal karena dalam setiap Negara harus ada keyakinan bersama bahwa
apapun yang hendak dilakukan dalam konteks penyelenggaraan Negara haruslah
di dasarkan atas ‘ruke of the game’ yang ditentukan bersama.
3.
Kesepakatan
tentang
bentuk
institusi-institusi
dan
prosedur-prosedur
ketatanegaraan (the form of institutions and procedures). Kesepakatan ini
berkenaan dengan:
a. Bangunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaannya.
b. Hubungan-hubungan antar organ negara itu dengan sama lain
Sejarah Konstitusi dan Konstitusionalisme
Dalam sejarah konstitusi modern hadir berkembang seiring sejalan dengan demokratisasi
dan nasionalisme. Semangat nasionalisme dan demokraatisasi berkaitan erat dengan
jaminan hak pribadi warganegara dan demokrasi sendiri sebenarnya adalah berkaitan
dengan hak-hak politik warganegara (berkaitan dengan penguasa). Kedua istilah itu kalau
dilihat maknanya adalah memberi ruang yang luas terhadap warganegara terutama
berkaitan dengan penguasa dan kekuasaan. Kondisi seperti itu jauh berbeda dengan jaman
sebelumnya dimana diwarnai kesewenang-wenangan dan penindasan terutama yang
dilakukan oleh penguasa. Pada masa sebelumnya berlaku “The King Do not Wrong” yang
berarti raja tidak pernah salah karena raja selalu benar. Dengan demikian apapun yang
dilakukan raja tidak bisa disalahkan semuanya harus dianggap benar. Akibat hal demikian
kekuasaan menjadi despostis dan menindas rakyat.
Lahirnya negara konstitusional merupakan proses sejarah yang panjang. Pada masa Yunani
(624-404 SM) Athena pernah mempunyai 11 konstitusi, Aristoteles sendiri pernah
mengumpulkan kosntitusi 158 dari berbagai negara di Yunani Kuno. Konstitusi Yunani kuno
hanya taraf sederhana hanya merupakan sekumpulan ketentuan dan adat kebiasaan
semata. Pada masa kekaisaran Roma pengertian konstitusi memperoleh tambahan arti
berupa sekumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh kaisar. Pada abad
pertengahan konstitusi bergeser kearah feodalisme bersamaan dengan masa suram Eropa
abad pertengahan.
2013
7
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pada abad ke VII M di Timur Tengah tumbuh dan berkembang pesat peradaban baru
dilingkungan penganut ajaran Islam. Nabi Muhammad mengembangkan ajaran-ajaran baru
yang dikembangkan sebagai pendorong kemajuan peradaban. Salah satunya adalah
Piagam Madinah (Madinah Charter). Dalam Piagam Madinah berisi penandatanganan
persetujuan dan perjanjian bersama diantara kelompok-kelompok penduduk Kota Madinah
untuk bersama-sama membangun kehidupan bersama yang kemudian berkembang dan
memberi sumbangan dalam kehidupan kenegaraan modern dewasa ini.
Piagam Madinah merupakan piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang
dapat dibandingkan dengan konstitusi dalam pengertian modern. Piagam Madinah
merupakan piagam yang berisi aturan kehidupan bersama di Madinah yang dihuni beberapa
golongan, Islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshor, Kristen, dan Yahudi termasuk
musrik. Piagam tersebut dibuat oleh Nabi Muhammad dengan wakil-wakil golongan
penduduk di Kota Yastrib di Madinah pada tahun 622 M. Awal konstitusi tertulis dilakukan
oleh Amerika yang kemudian diikuti diberbagai negara di Eropa. Akhirnya saat ini didunia
terdapat konstitusi yang berupa aturan-aturan dasar dalam kehidupan bernegara termasuk
sistem hukumnya.
Di Indonesia sendiri, gagasan konstitusi dan konstitusionalisme secara formal dimulai sehari
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diikrarkan yakni pada 18 Agustus 1945 dalam
Rapat Umum Panitia Pelaksana Kemerdekaan Indonesia (PPKI). UUD 1945 yang disahkan
pada tanggal tersebut pada awalnya dijadikan alat untuk sesegera mungkin membentuk
negara RI yang merdeka, sehingga bersifat sementara. Periode 18 Agustus 1945 sampai
dengan 27 Desember 1949 UUD 45 secara formil berlaku sebagai konstitusi resmi, namun
nilainya bersifat nominal, yaitu baru diatas kertas saja.
Lalu pada 1949 sebagai hasil dari kesepakatan Perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar)
dibuat sebuah konstitusi baru yakni Konstitusi RIS yang disusun bersama oleh delegasi
Indonesia dan BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overlag/ negara bagian) sebagai
konsekuensi berubahnya bentuk negara menjadi negara federal. Konstitusi RIS itupun
bersifat sementara karena lembaga pembuatnya tidak representatif.
Hasil dari pembatalan Konstitusi RIS 1949 itu melahirkan UUDS 1950 yang diberlakukan
secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1950 setelah disahkan oleh Badan Pekerja Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP), DPR dan Senat Republik Indonesia. UUDS 1950 inipun
bersifat sementara, sebagai pengganti naskah Konstitusi RIS 1949. Meski demikian dari
UUDS 1950 ini berhasil menjadi dasar penyelenggaraan pemilu pada tahun 1955 yang
menghasilkan Majelis Konstituante, namun belum berhasil menjalankan tugasnya untuk
menyusun UUD yang baru. Kegagalan ini disebabkan “deadlock” yang tidak dapat
diselesaikan oleh seluruh anggota Majelis Konstituante hasil Pemilu 1955 sehingga
2013
8
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menyebabkan Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit untuk
memberlakukan kembali UUD 1945.
Baru ketika era reformasi 1998 bergulir, konstitusi Indonesia mengalami perubahan cukup
drastis sebagai bagian dari tuntutan reformasi yang menyimpulkan bahwa selama era Orde
Baru berkuasa telah terjadi pergeseran makna dan penyimpangan dalam pelaksanaan UUD
1945 karena tidak adanya pembatasan yang jelas (tersurat) dalam penyelenggaraan
kekuasaan negara telah menyebabkan pemerintah menjadi otoriter dan korup. Terhitung
sebanyak 4 kali UUD 1945 mengalami perubahan yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan
2002. Dalam empat kali perubahan itu, materi UUD 1945 yang asli telah mengalami
perubahan besar-besaran dan dengan perubahan materi yang dapat dikatakan sangat
mendasar. Secara substansial, perubahan UUD 1945 telah menjadikan konstitusi
proklamasi tersebut menjadi konstitusi yang baru sama sekali, meskipun tetap dinamakan
UUD 1945.
Pengertian Rule of Law
Rule of law merupakan suatu legalisme hukum yang mengandung gagasan bahwa keadilan
dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang objektif, tidak
memihak, tidak personal dan otonom. Kemudian, Rule of law juga berkaitan dengan konsep
tentang common law (hukum bersama) yaitu seluruh aspek negara harus menjunjung tinggi
supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah
“rule by the law” bukan “rule by the man”.
Keadilan harus berlaku untuk setiap orang, oleh karena itu lahirlah doktrin “Rule Of Law”.
Menurut Friedman (1959) Rule of law merupakan doktrin dengan semangat dan idealisme
keadilan yang tinggi dan dibedakan dalam dua pengertian yaitu :
1. Pengertian formal (in the formal sence) yaitu organized public power atau kekuasaan
umum yang terorganisasikan, misalnya negara.
2. Pengertian hakiki (ideological sense) erat hubungannya dengan menegakkan rule of
law karena menyangkut ukuran-ukuran tentang hukum yang baik & buruk.
Rule Of Law sebagai suatu institusi sosial yang memiliki struktur sosial sendiri dan berakar
sekaligus membentuk budaya sendiri (Satjipto Raharjo: 2003). Rule Of Law tumbuh dan
berkembang ratusan tahun seiring dengan pertumbuhan masyarakat Eropa, sehingga sosial
dan budaya eropa berakar dan tumbuh karena fakta dan kejadian bukan bentukan dari
institusi netral. Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun
penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-
2013
9
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
undangan, dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundangundangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule Of Law.
Pengertian Rule Of Law berdasarkan subtansial (isi) sangat berkaitan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Konsekuensinya setiap negara
akan mengatakan mendasarkan pada Rule Of Law dalam kehidupan negaranya, meskipun
negara tersebut adalah negara otoriter. Atas dasar alasan ini maka diakui bahwa sulit
menentukan pengertian Rule Of Law secara universal, karena setiap masyarakat melahirkan
pengertian yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini maka Rule Of Law dalam hal
munculnya bersifat endogen, artinya muncul dan berkembang dari suatu masyarakat
tertentu dan sangat spesifik.
Meski demikian, ada beberapa ukuran yang dapat digunakan dalam memahami pengertian
Rule of Law tersebut dengan melihat prinsip-prinsip dari Rule of Law yakni:
1. Prinsip-prinsip secara formal (in the formal sense) Rule Of Law seperti yang tertera dalam
UUD dan pasal-pasalnya. Inti dari Rule Of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Misalnya dalam UUD 1945 secara tegas
dituliskan bahwa:
a. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
b. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali (pasal 27 ayat 1)
c. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1)
d. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2)
2. Prinsip-prinsip Rule of Law secara Materiil/ Hakiki yakni berkaitan erat dengan
penegakan hukum (the enforcement) dari Rule of Law tersebut dan keberhasilannya yang
sangat tergantung pada kepribadian nasional masing-masing bangsa.
Sementara Albert Venn Dicey menilainya dari 3 unsur fundamental yang harus terpenuhi
dalam Rule Of Law, yaitu :
1. Supremasi aturan-aturan hukum
2. Kedudukan yang sama dimuka hukum
3. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-Undang serta keputusan pengadilan.
Konstitusi dan Rule of Law di Indonesia
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia banyak kasus yang menyadarkan
bangsa Indonesia terutama mahasiswa akan arti penting mempelajari konstitusi dan Rule Of
2013
10
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Law (ROL). Konstitusi menyangkut aturan main dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
sedangkan Rule Of Law (ROL) menyangkut pelaksanaan aturan hukum. Dilihat dari situ
maka konstitusi menyangkut hal yang mendasar dan prinsip sebab negara yang besar
dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa ini diatur dalam suatu aturan yang dikenal
sebagai konstitusi. Demikian pula dengan Rule Of Law (ROL) sangat penting karena
berkaitan dengan negara hukum artinya bagaimana semua elemen dalam negara dapat
patuh dan taat pada hukum. Dengan kata lain untuk mencapai tingkat hukum sendiri sangat
berkaitan dengan konsep negara hukum (negara berdasarkan hukum). Kedua-duanya tidak
bisa dipisahkan saling kait mengkait.
Konstitusi negara Indonesia mengatur bagaimana negara ini dijalankan. Konsep
menjalankan negara sangat berkaitan dengan tata kelola negara atau yang istilah umumnya
dikenal sebagai ilmu negara dan juga tata negara serta adsministrasi negara. Menjalankan
negara perlu dasar hukum atau landasan hukum dengan kata lain perlu pijakan. Dasar
hukum dalam menjalankan negara republik Indonesia adalah Konstitusi negara dalam hal ini
UUD 1945. Didalam konstitusi juga mengatur jalannya pemerintahan atau dikenal luas
sebagai tata kelola pemerintahan. Dan kajiannya menyangkut ilmu pemerintahan dan
adsministrasi pemerintahan. Antara negara dan pemerintahan berbeda fungsi dan ruang
lingkup.
Dalam UUD 1945 bab I menegaskan bentuk dan kedaulatan negara Indonesia. Penegasan
itu terlihat dalam; pasal 1. Ayat 1 yang berbunyi: Negara Indonesia ialah negara kesatuan
yang berbentuk Republik. Ayat 2 berbunyi: Kedaulatan ada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD, kemudan ayat 3 berbunyi: negara Indonesia adalah negara
berdasarkan hukum. Dari pasal 1 ayat 1,2, dan 3 diatas menegaskan bahwa ada terdapat
UUD 1945 sebagai konstitusi negara untuk menjalankan kedaulatan rakyat sekaligus
menegaskan kekuasaan yang sebenarnya adalah ditangan rakyat dan ayat 3 nya
menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah negara hukum. Ayat 3 tersebut menegaskan
secara jelas bahwa negara Indonesia berdasarkan hukum. Istilah negara berdasarkan
hukum sangat berkaitan dengan Rule Of Law (ROL).
Dengan adanya konstitusi dan Rule Of Law (ROL) maka kehidupan negara perlu diatur
dalam rangka mencapai ketertiban dan keteraturan (law and order). Ketertiban dan
keteraturan merupakan modal utama dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka
mencapai kesejahteraan bersama untuk mencapai tujuan atau cita-cita bersama bangsa
Indonesia seperti yang tertuan dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4: (1)...untuk
membentuk Pemerintahan Indonesia yang melindungan segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia...(2) untuk memajukan kesejahteraan umum...(3)
mencerdaskan kehidupan bangsa..(4) dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2013
11
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Contoh Kasus Rule of Law
Berbagai kasus yang menunjukan begitu pentingnya UUD 1945 bagi bangsa Indonesia.
Kasus berhentinya presiden Soeharto pada tahun 1998 dan kemudian digantikan oleh BJ.
Habibie. Menurut ketentuan UUD 1945 (pra Amandemen) sebelum menjabat Presiden maka
calon Presiden mengucapkan sumpah dihadapan MPR. Dalam pasal 8 (ayat 1) disebutkan:
jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
Pada tahun 1998 MPR tidak bersidang dan pengambilan sumpahnya dilakukan di Istana
Negara dengan disaksikan Ketua MPR dan MA, hal tersebut tidak menyimpang karena
pengambilan sumpah sebagai presiden dilakukan dihadapan ketua MPR sedang tempatnya
dalam UUD 1945 tidak disebutkan. Namun dari pernyataan dan ayat dalam UUD 1945 dapat
ditafsirkan dihadapan MPR dalam suatu Sidang Istimewa MPR. Waktu itu MPR tidak dapat
mengadakan sidang MPR karena keadaan yang memaksa. Oleh karena itu pengambilan
sumpah Presiden BJ. Habibie dilakukan di hadapan ketua MPR dan Ketua MA di Istana
negara.
Kasus berikutnya yang sangat aktual adalah kasus century. Pejabat presiden dan atau wakil
presiden dapat diberhentikan jika melanggar ketentuan pasal 7 A UUD 1945, yang berbunyi:
Presiden dan atau wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR
atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan dan tindakan pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan wakil Presiden. Menurut pasal 7 A UUD 1945 (Amandemen) pemberhentian
Presiden dan atau wakil Presiden tidak bolah hanya dari wacana, isyu dan tekanan publik.
Ketentuan untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Preiden adalah bila telah terbukti
nyata dan jelas tentunya sudah diputus oleh Pengadilan. Untuk yang terakhir ini sangat jelas
dan memerlukan waktu dan pembuktian yang tidak mudah. Dalam Pasal 7 B ayat (1)
berbunyi: Usul pemberhentian Presiden dan wakil Presiden dapat diajukan DPR kepada
MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan ke MK untuk memeriksa,
mengadili dan memutus pendapat DPR bahwa presiden dan wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya atau perbuatan tercela; dan / atau bahwa Presiden dan Wakil Presiden
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan / atau wakil presiden.
Untuk mengajukan ke MK, DPR tidaklah mudah, karena dalam pasal 7B ayat (3) disebutkan;
Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanaya dapat dilakukan dengan dukungan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang
2013
12
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. Pasal 7 B (3) tersebut
sebenarnya sangat sulit terlebih-lebih di DPR saat ini didominasi suara Partai Demokrat
sebagai partai pemenang no. 1 dalam pemilu 2004. Itu belum termasuk lobi-lobi kekuasaan
yang seringkali dapat mengubah peta dukungan politik secara tiba-tiba. Dari 2 hal diatas
tergambar bahwa untuk memberhentikan Presiden dan Wakil presiden merupakan
pekerjaan yang tidak mudah perlu proses politik dan sangat ditentukan dengan proses politik
itu sendiri, memerlukan waktu yang lama dan hasilnya belum tentu sesuai dengan harapan
tetapi bukan juga sesuatu yang tidak mungkin. Kasus yang masih ingat adalah jatuhnya
Presiden KH. Abdurrahman Wahid karena skandal bulog (Buloggate). Untuk kansus Century
agak berbeda karena sudah sejak awal keterlibatan Presiden SBY belum bisa dibuktikan
dan untuk keterlibatan Wakil Presiden Bodiono belum juga bisa dibuktikan sampai saat ini.
2013
13
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Amin, Zainul Ittihad. 1999. Pendidikan Kewiraan (Modul). Jakarta:Universitas Terbuka.
Ashiddiqie, Jimly. 2005. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi
Press.
Ashiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Hukum Tata Negara Jilid 1. Jakarta: Konstitusi Press.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi). Jakarta: Gramedia.
Budiman, Arief. 1997. Teori Negara (Negara, Kekuasaan dan Ideologi). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Karsono, Dedi. 1996. Kewiraan Tinjauan Strategis Dalam Berbangsa dan Bernegara.
Jakarta: Grasindo.
Koerniatmanto Soetoprawira, B. 1996. Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian
Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Indonesia.
Mahfud MD, Moh. 1999. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama Media.
Nasution, Adnan Buyung. 1995. Pemerintahan Konstitusionalisme. Jakarta: Sinar Grafika
Rosyada, Dede, dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan
Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Simorangkir, J.C.T. 1983. Hukum dan Konstitusi Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.
Sumarsono, dkk. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
_____________.1992. Kewiraan Untuk Mahasiswa. Jakarta: Gramedia.
DOKUMEN :
Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen).
2013
14
Kewarganegaraan
Nurohma, SIP, MSi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download