BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Skripsi ini akan membahas tentang efektifitas implementasiDeclaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers terhadap hubungan luar negeri Indonesia dengan Malaysia yaitu suatu perjanjian dalam kawasan ASEAN yang ingin memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap buruh migran sebagai tenaga kerja di luar negeri. Hal ini perlu diteliti karena mengingat jumlah tenaga kerja Indonesia di Malaysia sangat tinggi jumlahnyabahkan dalam kawasan di Asia Tenggara yang bekerja di berbagai sektor bidang pekerjaan di Malaysia sehingga banyak terjadi permasalahan yang dihadapi tenaga kerja Indonesia dengan berbagai ragam kasus-kasus permasalahan dan tindakan yang merugikan bagi pihak tenaga kerja Indonesia. Saat ini, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai angka lebih dari 220 juta jiwa, sehingga menduduki urutan keempat di bawah China, India, dan Amerika Serikat. Penduduk yang besar ini dapat dilihat sebagai beban dan potensi bagi pembangunan.Semua upaya pembangunan, kapan dan dimanapun selalu diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, menurunkan jumlah penduduk miskin, pengangguran serta mengurangi tingkat ketimpangan sosial, dan ekonomi di antara kelompok dalam masyarakat.Dilihat dari dimensi ekonomi, kesejahteraan penduduk ditentukan oleh kondisi distribusi sumber daya seperti modal dan lahan, kesempatan berusaha dan kesempatan kerja serta yang Universitas Sumatera Utara tidak kalah pentingnya adalah kualitas sumber daya manusianya. 1 Bagi Indonesia, dimana Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini di abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu : pertama, adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 93, 73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87, 67 juta orang dan ada sekitar 5, 06 juta orang pengangguran terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 11 juta.Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah.Struktur pendidikan aangkatan kerja Indonesia masih mendominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63, 2 %.2Kedua masalah inilah menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas secara nasional di berbagai sektor ekonomi sehingga para tenaga kerja Indonesia mencari peruntungan ke luar negeri. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri (TKILN), berawal sejak tahun 1887 dengan pengiriman para TKI (kuli kontrak) ke negara-negara koloni Belanda seperti ke Suriname, Celedonia dan ke negeri Belanda. Perhatian pemerintah terhadap tenaga kerja pada umumnya baru dimulai sejak dikeluarkannya Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok-pokok Ketenagakerjaan, dan Peraturan Menaker No. 4 Tahun 1970 tentang Pengerahan Tenaga Kerja. Peraturan perundang-undangan inipun sangat tidak memadai untuk 1 Marcelinus Molo, Masalah Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri : Prospek dan Tantangannya Bagi Indonesia, Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 1997, hal. 1 2 Didin S. Damanhuri, Korupsi, Reformasi Birokrasi dan Masa Depan Ekonomi Indonesia, Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI, 2006, hal 76 Universitas Sumatera Utara memberikan perlindungan kepada para tenaga kerja, khususnya TKI-LN.UU No. 14 Tahun 1969 kurang menyentuh secara keseluruhan, karena hanya mengatur buruh manufaktur dan tidak tenaga kerja informal, seperti pembantu rumah tangga.3 Tenaga Kerja Indonesia bukan lagi sebuah fenomena migrasi penduduk ke luar negeri untuk bekerja, tetapi sesudah menjadi sebuah tren yang menjadikan karakter bangsa ini yang sering melakukan pengiriman tenaga kerjanya keluar negeri.Hal ini dikarenakan, lapangan pekerjaan di Indonesia yang sangat terbatas terutama bagi masyarakat yang berpendidikan rendah, mereka rela keluar dari negerinya untuk mengadu nasib dengan tenaga kerja lainnya. TKI pada awalnya merupakan solusi untuk mengurangi pengangguran di dalam negeri dan perhatian terhadap para TKI ini sebatas pada proses pengiriman dan penempatan. Saat ini TKI menjadi masalah dan menyita perhatian penuh pemerintah Indonesia karena banyak permasalahan yang menimpa TKI tidak begitu diperhatikan. Salah satunya yaitu hak-hak TKI di luar negeri, ini menjadi perhatian pemerintah karena hakhak mereka sering diabaikan oleh pemerintah Indonesia sendiri maupun negara yang menjadi tempat mereka bekerja, apalagi masalah perlindungan sangat vital bagi tenaga kerja untuk mendapat keadilan bagi mereka di luar negeri. Dengan hal tersebut, sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia mendorong sejumlah TKI mengadu nasib ke berbagai negara dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.Keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dengan bekerja di luar negeri mengalahkan gambaran tentang kekerasan, eksploitasi, dan kebijakan deportasi terhadap TKI. Bahkan hal itu akan tetap dilakukan meskipun harus pergi dengan status tak berdokumen. Inilah migrasi tenaga murah dan besar3 http://www.gatra.com/III/41/kri1-41.html Universitas Sumatera Utara besaran telah lama menjadi fenomena global khususnya bagi Indonesia sendiri yang mewarnai negeri-negeri miskin dunia ketiga dan kecenderungan sekarang jumlah migrasi ini mengalami peningkatan yang besar. Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 khususnya Pasal 27 D ayat (2) UUD 1945 dan perubahannya yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pada hakekatnya bunyi pasal tersebut mengandung dua makna sekaligus, yaitu memberi “hak” kepada warga negara untuk memperoleh salah satu hak dasar manusia yaitu pekerjaan dan membebani “kewajiban” kepada negara untuk memenuhinya. Dengan kata wajib, maka negara tidak dapat menghindarinya meskipun tidak cukup sumber daya dan sumber dana di dalam negeri serta harus mencari sumber-sumber tersebut sampai ke luar negeri. Sementara itu, selain berhak memperoleh pekerjaan, Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia lebih menegaskan lagi bahwa warga negara juga berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya. Oleh karena itu, warga negara tidak dapat dilarang untuk bekerja dimana saja, termasuk di luar negeri.Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya migrasi TKI ke luar negeri khususnya ke Malaysia. Di samping faktor penarik yang ada di luar negeri berupa upah yang lebih tinggi, maka faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pendorong yang ada di dalam negeri, yaitu belum terpenuhinya salah satu hak dasar warga negara yang paling penting yaitu: pekerjaan seperti diamanatkan di dalam Pasal 27 D ayat (2) UUD 1945 dan atau perubahannya. Dalam kerangka kerjasama regional ASEAN, isu pekerja migran merupakan salah satu yang paling krusial dan masih dalam pembahasan yang Universitas Sumatera Utara cukup mendalam dalam rangka menyongsong terwujudnya komunitas ASEAN pada 2015, ASEAN seyogyanya menjadi kawasan yang ramah bagi para pekerja migran dan menjadi komunitas yang dapat memberi keuntungan kepada pahlawan devisa tersebut, karena fenomena pergerakan pekerja migran di dalam baik bagi negara pengirim, maupun negara penerima. Melalui jalan perundingan, sejauh ini negara-negara anggota ASEAN telah berkomitmen untuk melakukan kerjasama dan upaya konsensus dalam penanganan isu pekerja migran di dalam kawasan, dengan berbagai tantangan dan hambatan yang tentunya tidak sedikit. Sebuah terobosan penting terjadi pada KTT ASEAN ke-12 tahun 2007 di Cebu yang telah mengesahkan suatu deklarasi mengenai perlindungan dan promosi peningkatan terhadap hak-hak para pekerja migran yang sejalan dengan visi ASEAN dalam membangun suatu masyarakat ASEAN yang adil, manusiawi dan demokratis. Guliran selanjutnya dilakukan pada pertemuan ke-40 ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM), Manila, Juli 2007 yang sepakat untuk membentuk ASEAN Committee on the Implementation of the Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers (ACMW). Komite ini dimaksudkan untuk menjadi vocal point dalam mengkoordinasikan upaya-upaya untuk menjamin implementasi dari komitmen yang tertuang dalam deklarasi serta memfasilitasi upaya pembentukan ASEAN Instrument on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Melalui usulan Indonesia, telah disepakati pembentukan suatu Forum on Migrant Workers yang akan bertugas menindaklanjuti deklarasi dengan memanfaatkan kelompok kerja pada pertemuan ke-2 Ad-Hoc Working Group on Labour Practices to Enhance Competitiveness di Singapura tanggal 1-2 Maret 2007. Pada Universitas Sumatera Utara pertemuan ke-3 Ad-Hoc Working Group on Progressive Labour Practice, di Yogyakarta tanggal 9-10 September 2007, antara lain telah disepakati bahwa Filipina akan menyusun TOR Forum sebagai rujukan dalam pembentukan dan pelaksanaan kegiatan dalam membahas penanganan isu migrant workers. Dalam kaitan ini, pertemuan pertama ASEAN Forum on Migrant Labour di Filipina tanggal 24-25 April 2008 telah menyepakati untuk menyelenggarakan forum tersebut secara regular dan sepakat untuk menjadwalkan pertemuan ASEAN Committee on the Implementation of the Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers (ACMW) serta menyusun struktur dan fungsi Komite dimaksud sebelum KTT ke-14 tahun 2008. Pertemuan ke-1 ACMW di Singapura tanggal 15-16 September 2008 telah membahas Work Plan dari komite dalam membentuk instrumen ASEAN dalam rangka implementasi ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Pertemuan juga menyepakati pembentukan kelompok perumus yang terdiri dari empat negara (Thailand, Indonesia, Malaysia dan Filipina) dengan komposisi dua sending countries dan dua receiving countries, untuk melakukan pembahasan mengenai prinsip-prinsip dasar, cakupan dan kesamaan pengertian mengenai pekerja migran dan prinsip-prinsip pengaturan hak-haknya dan substansi terkait lainnya.Dunia yang penuh dengan ketidakpastian dan kontradiksi inilah yang menjadi lingkungan strategis di mana diplomasi Indonesia sangat penting yang harus dijalankan secara menyeluruh.Peluang untuk memanfaatkan kesempatan yang terbuka di era ini, tergantung pada kedekatan faktor-faktor internasional bilateral negara. Kemajuan proses reformasi dan demokratisasi Indonesia telah memungkinkan NKRI lebih siap dalam menghadapi proses Universitas Sumatera Utara globalisasi yang mampu menempatkan dirinya tanpa ada rasa kecanggungan dalam arus utama hubungan Indonesia dengan Malaysia, yaitu menunjukkan sikap tegas kepada negara lain untuk melindungi warga negara Indonesia khususnya TKI yang mendapat perlakuan tidak adil oleh sang bos (majikkan) sangat di tunggu-tunggu bangsa Indonesia. Maka demikian, tenaga kerja Indonesia di Malaysia yang pada hakikatnya merupakan ekspor jasa penghasil kas devisa terbesar bagi pemerintah Indonesia perlu diselenggarakan dengan efisien dan dengan memberikan kemudahan serta perlindungan yang diperlukan baik di dalam negeri maupun di luar negri sebagai bagian dari perencanaan ketenagakerjaan Indonesia dengan tetap memperhatikan martabat dan nama baik bangsa dan negara. Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri khususnya dalam pembahasan penelitian ini terhadap Malaysia karena banyak permasalahan yang dihadapi para TKI di Malaysia sebagai bangsa yang serumpun dan juga memiliki latar belakang sejarah yang sama pada hakikatnya juga harus tetap mengacu pada kebijakan maupun diplomasi hubungan luar negeri Indonesia dengan Malaysia yang antara lain dikembangkan untuk meningkatkan persahabatan dan kerjasama bilateral dalam hal perlindungan dan hak-hak buruh migran di antara dua negara yang mengacu pada deklarasi tersebut serta tidak terlepas juga harus sesuai dengan kepentingan nasional bagi kedua negara. Untuk itu dalam pembahasan ini perlu dipertegas kembali bagaimana efektifitas implementasi perlindungan dari pemerintah terhadap tenaga kerja Indonesia yang berada di Malaysia terkait diterapkannya suatu perjanjian atau deklarasi dalam kawasan ASEAN yaitu perlindungan dan promosi hak-hak pekerja buruh migran (declaration protection and promotion of the rights of migrant workers) karena Universitas Sumatera Utara tenaga kerja banyak mengalami eksploitasi dengan berbagi ragam permasalahan baik itu upah gaji yang tidak dibayar hingga kepada perlakuan yang melanggar hak asasi manusia sebagai tenaga kerja yang menjadi migran di Malaysia karena ini adalah harkat dan martabat bangsa Indonesia. I. 2. Perumusan Masalah Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan terarah, maka haruslah dirumuskan permasalahan dengan jelas. Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan penelitian yang merujuk pada latar belakang di atas adalah :Bagaimana efektifitas implementasi perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang berada di Malaysia dengan diterapkannya perjanjian Declaration Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers terhadap hubungan luar negeri Indonesia dengan Malaysia. I. 3. Pembatasan Masalah Untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang sistematis diperlukan adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah hanya mengkaji perkembangan efektifitas implementasi atas perlindungan dan hak-hak Tenaga Kerja Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap pemerintah Malaysia terkait dengan diterapkannya perjanjian Declaration Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers terhadap hubungan luar negeri Indonesia dengan Malaysia. I. 4. Tujuan Penelitian Setiap penelitian ilmiah senantiasa diupayakan ke arah terwujudnya tujuan yang diinginkan. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : Untuk Universitas Sumatera Utara mengetahui sejauh mana efektifitas implementasi atas perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia terkait penandatanganan Declaration Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers terhadap hubungan luar negeri Indonesia dengan Malaysia. I. 5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dan mampu memberikan masukan-masukan yang bermanfaat kepada semua pihak yakni : 1. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan berpikir dari ide-ide atau gagasan-gagasan yang dituangkan untuk diaplikasikan bagi bangsa dan negara serta kemampuan menulis melalui karya ilmiah. 2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat memperkaya penelitian bidang sosial dan ilmu politik serta dapat dijadikan sebagai referensi bagi Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan Departemen Luar Negeri Republik Indonesia khususnya dan secara umum kepada semua pihak. I. 6. Kerangka Teori Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti mengamati masalah yang akan diteliti. Teori adalah rangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antarkonsep.4 Menurut F. N. Karlinge, teori adalah suatu konsep atau konstruksi yang berhubungan satu sama lain, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu 4 Masri Singarimbun dan Sofyan Efendy, Metode Penelitian Sosial Survei, Jakarta : Rajawali Pers, 1999, hal 112 Universitas Sumatera Utara pandangan yang sistematis dari fenomena.5 Setelah itu juga membahas tentang konsep yang akan digunakan maka penulis juga mendefenisikan hal-hal yang terkait pada penelitian ini. Suatu konsep adalah abstraksi. Konsep adalah sepatah kata yang menyatakan kesamaan-kesamaan diantara peristiwa-peristiwa dan situasi lain.6 I. 6. 1 Teori Kebijakan Publik Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Mustopadidjaja, 2002). Pada sudut pandang lain, Hakim (2003) mengemukakan bahwa Studi Kebijakan Publik mempelajari keputusan-keputusan pemerintah dalam mengatasi suatu masalah yang menjadi perhatian publik. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah sebagian disebabkan oleh kegagalan birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan persoalan publik.Kegagalan tersebut adalah information failures, complex side effects, motivation failures, rentseeking, second best theory, implementation failures (Hakim, 2002).Berdasarkan stratifikasinya, kebijakan publik dapat dilihat dari tiga tingkatan, yaitu kebijakan umum (strategi), kebijakan manajerial, dan kebijakan teknis operasional. Selain itu, dari sudut manajemen, proses kerja dari kebijakan publik dapat dipandang sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi (a) Pembuatan kebijakan, (b) Pelaksanaan dan pengendalian, serta (c) Evaluasi kebijakan. 5 6 Joko Sobagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, 1997, hal 20 Komaruddin Sastradipoera, Mencari Makna dibalik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Bandung : Kapppa Sigma, 2005, hal 248 Universitas Sumatera Utara Menurut William N. Dunn (1994), proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu (a) penyusunan agenda, (b) formulasi kebijakan, (c) adopsi kebijakan, (d) implementasi kebijakan, dan (e) penilaian kebijakan. Proses formulasi kebijakan dapat dilakukan melalui tujuh tahapan sebagai berikut (Mustopadidjaja, 2002):7 1. Pengkajian Persoalan. Tujuannya adalah untuk menemukan dan memahami hakekat persoalan dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab akibat. 2. Penentuan tujuan. Adalah tahapan untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai melalui kebijakan publik yang segera akan diformulasikan. 3. Perumusan Alternatif. Alternatif adalah sejumlah solusi pemecahan masalah yang mungkin diaplikasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. 4. Penyusunan Model. Model adalah penyederhanaan dan kenyataan persoalan yang dihadapi yang diwujudkan dalam hubungan kausal. Model dapat dibangun dalam berbagai bentuk, misalnya model skematik, model matematika, model fisik, model simbolik, dan lain-lain. 5. Penentuan kriteria. Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai alternatif kebijakan yang ditawarkan. Kriteria yang dapat dipergunakan antara lain kriteria ekonomi, hukum, politik, teknis, administrasi, peranserta masyarakat, dan lain-lain. 7 http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/03/teori-kebijakan-publik.html Universitas Sumatera Utara 6. Penilaian Alternatif. Penilaian alternatif dilakukan dengan menggunakan kriteria dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas dan kelayakan setiap alternatif dalam pencapaian tujuan. 7. Perumusan Rekomendasi. Rekomendasi disusun berdasarkan hasil penilaian alternatif kebijakan yang diperkirakan akan dapat mencapai tujuan secara optimal dan dengan kemungkinan dampak yang sekecilkecilnya. James E. Anderson mengatakanPublic policies are those policies developed by governmental bodies and official (kebijakan negara adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat-pejabat pemerintah). Menurut Anderson implikasi dari kebijakan negara tersebut adalah : Bahwa kebijakan negara itu selalu punya tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan. Bahwa kebijakan itu berisi tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah. Bahwa kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah. Bahwa kebijakan negara itu bersifat positif dalam arti merupakan beberapa tindakan pemerintah mengenai masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah dalam melakukan sesuatu.8 Anderson mengatakan ada elemen-elemen penting yang terkandung dalam kebijakan publik berdasarkan pengertian dan elemen yang terkandung dalam kebijakan tersebut, maka kebijakan publik dibuat adalah dalam kerangka untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan serta sasaran tertentu yang diinginkan, antara lain mencakup : 1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu. 2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah. 8 http://www.balitbangjatim.com/jurnal_mainIsi_detail.asp?id_jurnal=12&id_isi=13&hal=3 Universitas Sumatera Utara 3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan. 4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu). 5. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif). Kebijakan publik adalah sebuah rangkaian yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan daripada aktor tersebut.Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Thomas R Dye mengatakan “public policy is whatever governments choose to do or not to do” (bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan). Richard Rose menyarankan bahwa kebijakan publik hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan sendiri. Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah harus mendapat perhatian sebaik-baiknya agar bisa membedakan kebijakan publik dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain, seperti misalnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak swasta. Kebijakan tersebut akan Universitas Sumatera Utara dipengaruhi oleh aktor-aktor dan faktor-faktor bukan pemerintah, seperti misalnya kelompok-kelompok penekan maupun kelompok-kelompok kepentingan. Graham Allison (1971) dalam Lele (1999) mengatakan, Kebijakan Publik merupakan hasil kompetisi dari berbagai entitas atau departemen yang ada dalam suatu negara dengan lembaga-lembaga pemerintahan sebagai aktor utamanya yang terikat oleh konteks, peran, kepentingan, dan kapasitas organisasionalnya. Alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat bebuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut. Fauzi Ismail, dkk dalam bukunya menyatakan bahwa kebijakan publik adalah bentuk menyatu dari ruh negara, dan kebijakan publik adalah bentuk konkret dari proses persentuhan negara dengan rakyatnya. Kebijakan publik yang transparan dan partisipatif akan menghasilkan pemerintahan yang baik. Paradigma kebijakan publik yang kaku dan tidak responsif akan menghasilkan wajah negara yang kaku dan tidak responsif. Demikian pula sebaliknya, paradigma kebijakan publik yang luwes dan responsif akan menghasilkan wajah negara yang luwes dan responsif pula. Chief J. O Udoji (1981) mengatakan, Kebijakan Publik suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.Kebijakan Publik tindakan atau pilihan yang dilakukan baik oleh lembaga pemerintahan maupun Universitas Sumatera Utara badan-badan lainnya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.9 Berbagai definisi di atas termasuk dalam klasifikasi kebijakan sebagai intervensi pemerintah, karena ketika pemerintah memecahkan masalah ataupun ketika membuat suatu kebijakan publik pemerintah atau negara mengikutsertakan berbagai macam sumber daya ataupun instrumen yang berada di luar negara/pemerintah baik dari segi lingkungannya maupun sosio kulturnya.Sehingga dalam hal ini pemerintah bukanlah merupakan aktor yang tunggal yang dapat membuat kebijakan seenak hatinya saja melainkan harus melihat sekililingnya pula. Dengan demikian, teori kebijakan publik sangat penting dalam mengambil sikap untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi terutama dalam hal mencari solusi mengatasi permasalahan tenaga kerja Indonesia yang berada di Malaysia, apakah pemerintah sudah mengambil kebijakankebijakan guna melindungi warganya yang berada dan bekerja di luar negeri ataukah belum karena dalam pelaksanaanya kebijakan luar negeri Indonesia agar dapat memanfaatkan berbagai tantangan dan peluang yang muncul dari perubahan lingkungan yang strategis secara optimal. I. 6. 2. Teori Hubungan Internasional Pemahaman tentang hubungan internasional memiliki ruang lingkup yang kompleks.Hubungan internasional dibentuk oleh hubungan antarnegara yang saling memiliki nilai-nilai berharga yang ingin diraih demi kehidupan warga negaranya, nilai-nilai tersebut adalah hal-hal yang sangat dibutuhkan oleh warga negara seperti keamanan, kebebasan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan.10 9 http://www.balitbangjatim.com/jurnal_mainIsi_detail.asp?id_jurnal=12&id_isi=13&hal=3 Suffri Yusuf, Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri, Jakarta : PT. Pustaka Sinar Harapan, 1989, hal 40 10 Universitas Sumatera Utara Teori adalah konsep-konsep yang saling berhubungan menurut aturan logika menjadi suatu bentuk pernyataan tertentu sehingga menjelaskan fenomena secara ilmiah.11Teori sebagai perangkat preposisi yang terintegrasi secara sintaksis, yaitu mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan yang lainnya dengan data dasar sehingga dapat diamati dan dapat berfungsi sebagai wahana untuk menjelaskan fenomena yang diamati.12Fenomena saling ketergantungan antarnegara dan saling keterkaitan antarmasalah memang terlihat dalam interaksi hubungan internasional.Hal ini tercermin dari pembentukan kelompok kerjasama regional baik berlandaskan kedekatan geografis maupun fungsional yang semakin luas.Demikian pula, saling keterkaitan antarmasalah dapat dilihat dalam pembahasan topik-topik global pada agenda internasional yang cenderung membahas fenomena-fenomena yang terjadi seperti menyangkut masalah ekonomi, keamanan, budaya, HAM, tenaga kerja dan lain sebagainya. Apa yang terjadi dalam dunia internasional dapat memberikan pengaruh bagi setiap warga negara di dunia dan hubungan internasional menjelaskan apa yang terjadi dan pengaruh-pengaruh yang diakibatkan, bisa berakibat baik dan bisa juga berakibat fatal. Hal ini mengesahkan perlunya studi hubungan internsional karena asumsi dari studi ini adalah bahwa potensi bahaya itu bisa dikurangi dan kemungkinan untuk menciptakan perdamaian bisa ditingkatkan, asalkan umat manusia mau melakukan sesuatu demi tujuan itu.13 I. 6. 3. Organisasi Internasional 11 Mokhtar Mas’oed, Teori dan Metodologi Hubungan Internasional, Yogyakarta : Pustaka Antar Universitas Studi Sosial UGM, 1998, hal 61 12 Glenn, E, Smellbecker dan Lexy J Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, hal 61 13 Mokhtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional disiplin dan Metodologi, Jakarta : LP3ES, 1990, hal 31 Universitas Sumatera Utara Seperti yang diungkapkan sebelumnya, bahwa hubungan internasional tidak hanya mengkaji hubungan politik antarnegara, tetapi juga mengkaji organisasi-organisasi internasional.Organisasi adalah wadah yang terdiri dari unitunit yang saling bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan bersama. Menurut Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr, organisasi internasional adalah pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala. Dari defenisi tadi secara sederhana organisasi internasional mencakup adanya tiga unsur, yakni :14 1. Keterlibatan negara dalam suatu pola kerjasama. 2. Adanya pertemuan-pertemuan secara berkala. 3. Adanya staf yang bekerja sebagai ‘pegawai sipil internasional’ (international civil servant) Sementara pendapat yang lain, T. May Rudi menjelaskan bahwa organisasi internasional adalah pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda. Dari 14 T. May Rudi, Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung : PT Refika Aditama, 2005 hal 2 Universitas Sumatera Utara penjelasan T. May Rudi tadi dapat diuraikan unsur-unsur yang terdapat dalam organisasi internasional, yaitu :15 1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara. 2. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama. 3. Baik antara pemerintah dan non-pemerintah. 4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap. 5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan. Lebih jauh lagi dalam hubungan internasional, seperti yang dikemukakan oleh Kratochwil dan Gerard Ruggie, apa yang disebut sebagai pemerintah internasional adalah apa yang dilakukan oleh organisasi internasional. Kemudian, ada beberapa peran aktual dan potensial dari organisasi internasional dalam pengungkapan yang lebih luas dari proses pemerintahan internasional. Perspektif ini dibagi dalam tiga wilayah, yaitu :16 1. Wilayah pertama, penekanan pada peran dari organisasi internasional dalam meresolusi inti permasalahan internasional. Seperti diplomasi prepentif dan penjaga perdamaian sebagai suatu peran dalam wilayah perdamaian dan keamanan, pengawasan penggunaan nuklir IAEA, memfasilitasi proses dekolonisasi dan masalah lainnya. 2. Wilayah kedua, perpekstif perubahan peran organisasi dari fokus pada solusi daripada masalah kepada konsekuensi kelembagaan jangka panjang tertentu dari suatu kegagalan untuk mengatasi substansi masalah melalui alat kelembagaan yang tersedia. 15 Op. Cit, T. May Rudi, hal 3 Kratocwil, Friedrich dan Edward D. Mansfield, International Organization A Reader, Harper Collins College Publishers New York, 1994 hal 6 16 Universitas Sumatera Utara 3. Wilayah ketiga, di dalam perspektif peran organisasi di mulai dengan sebuah kritik pada pengharapan transformasi dari teori integrasi dan kemanusiaan berubah fokus kepada perhatian yang lebih general dengan bagaimana institusi internasional merefleksikan dan sampai taraf tertentu memperbesar dan memodifikasi karakteristik tampilan dari sistem internasional. Disini, organisasi internasional dilihat sebagai pemberi legitimasi bersama yang potensial, kendaraan dalam politik internasional dalam agenda penyatuan, forum untuk membentuk koalisi antarpemerintah yang dikenal sebagai alat koordinasi kebijakan antarpemerintah. Dengan demikian, organisasi internasional dibentuk oleh anggotaanggotanya sebagai wadah kerjasama untuk menyelesaikan permasalahan dan pencapaian tujuan bersama.Semua anggotanya berperan membesarkan, memajukan, dan menggerakkan jalannya suatu organisasi tersebut. Sebaliknya, organisasi dapat memberikan dan membantu kebutuhan mereka dengan meraih apa yang menjadi keinginkan sesuai kebutuhan tersebut seperti untuk kepentingan nasionalnya yaitu melalui dengan diplomasi yang baik antara kedua belah pihak negara dalam membahas persoalan yang menjadi permasalahan seperti ketenagakerjaan Indonesia yang berada di wilayah negara lain dan sebagainya. I. 6. 4. Regionalisme Snyder berpendapat bahwa region atau kawasan diartikan sebagai sekumpulan negara yang memiliki kedekatan geografis karena berada dalam satu wilayah tertentu.Meskipun demikian, kedekatan geografis saja tidak cukup untuk menyatukan negara dalam satu kawasan. Hettne dan Soderbaun mengemukakan bahwa kedekatan geografis tersebut perlu didukung adanya kesamaan budaya, Universitas Sumatera Utara keterikatan sosial dan sejarah yang sama. Dengan demikian, syarat terbentuknya satu kawasan dapat terpenuhi secara geografis dan struktural. Dengan logika ini, maka seharusnya semua kawasan di dunia dapat menjadi sekumpulan negara yang mendeklarasikan diri mereka sebagai satu kawasan yang sama. Namun pada kenyataannya, tidak semua kawasan memiliki intensitas interaksi dan kemajuan yang sama antara satu kawasan dengan yang lainnya.17Kesamaan budaya, ekonomi, politik, ideologi, dan geografis dalam suatu wilayah diasumsikan dapat memunculkan organisasi yang lebih efektif. Organisasi regional telah siap untuk bekerjasama, dan pengalaman organisasi regional yang sukses akan mempengaruhi dan mendorong kearah integrasi yang lebih jauh. Regionalisasi dapat menghasilkan “model masyarakat” atau “model negara.”Bentuk regionalisasi dapat dibedakan berdasarkan kriteria geografis, militer/politik, ekonomi, atau transaksional, bahasa, agama, kebudayaan, dan lain-lain.Tujuan utama dari organisasi regional adalah untuk menciptakan perjanjian perdamaian dan kerjasama lainnya yang terikat serta saling menguntungkan di berbagai aspek dan penguatan area saling ketergantungan pada negara-negara yang menjadi super power. Kawasan yang dapat memulai interaksi antarnegara di dalamnya, akan terus berkembang karena efek kerjasama “spillovers” hingga akhirnya tercipta integrasi kawasan. Hal ini berbeda dengan kawasan lain yang tidak memiliki kerjasama kawasan. Maka kawasan tersebut akan tertinggal dibandingkan dengan kawasan lain yang ikut dalam organisasi kesatuan. Menurut M. Rajendran, kesatuan regional adalah : “Regional integration or political refers primarily to the creation, by a number states of larger unit (community) at the international level, through peaceful and noncoercive means. 17 http.//skiasyik.wordpress.com/2008/04/. Universitas Sumatera Utara 18 Lebih jauh lagi, dia mengatakan bahwa kesatuan regional melibatkan kesatuan di seluruh bidang dalam keikutsertaan suatu negara termasuk militer, ekonomi, dan kesejahteraan sosial.19 Sementara itu, berdasar “New Regional Theory”, perkembangan regionalisme tergantung pada tiga hal, yakni : dukungan dari kekuatan besar di dalam kawasan (regional great power), tingkat interaksi antarnegara dalam kawasan, dan saling kepercayaan antarnegara dalam kawasan. Melalui teori ini, dapat dipahami bahwa mengapa satu kawasan lebih tertinggal dibanding yang lainnya adalah karena permasalahan, sumber daya alam dan sumber daya manusianya, kekuatan dan keinginan negara yang bersangkutan untuk membentuk satu kawasan.Bisa jadi suatu kawasan tidak tercipta integrasi karena memang integrasi tersebut tidak diinginkan dan diupayakan oleh para great powers. Selain teori diatas, Hennet membagi tingkatan regionalism ke dalam lima tahapan yang meningkat secara gradual. Lima tahapan ini menunjukkan kematangan suatu kawasan seiring dengan meningkatnya intensitas hubungan internasional antarnegara di kawasan. Tahapan ini dapat menjawab pertanyaan mengapa satu kawasan dapat lebih maju dibandingkan dengan kawasan yang lain dan prasyaratan apa yang harus diupayakan agar tercipta integrasi kawasan yang lebih matang. Tahapan tersebut adalah :20 a. Simple Geographic Unit of States Kriteria : 18 M. Rajendran, ASEAN Foreign Relations The Shift to Collective Action, Kuala Lumpur : Arena Buku sdn. Bhd, 1985.hal 5 19 Ibid, hal 2 20 Ibid. Kratocwil, Friedrich dan Edward D. Mansfield, hal 6 Universitas Sumatera Utara Tidak ada kerjasama dan interaksi rutin antarnegara di dalam kawasan. Kerjasama terjadi hanya ketika ada ancaman dan kerjasama tersebut juga berakhir ketika ancaman sudah berakhir. Sangat bergantung pada sumber daya pribadi, yakni pada masing-masing negara. b. Set of Social Interaction Kriteria : Dalam kawasan sudah tercipta interaksi antarnegara namun hanya diatur norma-norma atau institusi informal. c. Collective Defense Organization Kriteria : Negara mulai bersekutu dengan negara lain yang memiliki pemikiran yang sama di dalam satu kawasan untuk melawan ancaman bersama atau musuh bersama. Ada perjanjian formal yang mengikat dan mengatur negara-negara dalam satu kawasan. Ada kombinasi kekuatan, meski bukan berupa penggabungan apalagi peleburan. d. Security Community Kriteria : Interaksi antarmasyarakat sipil dan antarnegara sudah mulai dikembangkan. Terciptanya hubungan yang damai antarnegara dalam kawasan. Universitas Sumatera Utara Adaya kesepakatan untuk memilih menggunakan cara-cara damai untuk menyelesaikan masalah. e. Region State Kriteria : Kawasan sudah memiliki identitas bersama yang berbeda dari kawasan lain. Kawasan memiliki kapabilitas bersama sebagai satu kawasan. Kawasan memiliki legitimasi sebagai satu kawasan regional. I. 6. 5. Kebijakan Luar Negeri Indonesia Kebijakan adalah tindakan yang direncanakan untuk mencapai suatu sasaran.Kebijakan luar negeri (foreign policy) suatu negara menunjukkan dasardasar umum yang dipakai pemerintah untuk bereaksi terhadap lingkungan internasional.21Dalam hal ini harus dibedakan antara politik luar negeri sebagai hal yang tunggal dan kebijakan luar negeri sebagai hal yang majemuk. Atau dapat dikatakan bahwa jika politik luar negeri itu lebih menekankan kepada interaksi karena mempertemukan minimal dua aktor yang saling berhubungan satu sama yang lain, sedangkan kebijakan luar negeri menekankan kepada aksi atau tindakan negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional.22 Dalam politik lingkungan internasional suatu negara tidak hanya memainkan satu peranan saja, melainkan dapat menjadi suatu pemimpin dalam sebuah gagasan dan menjadikan gagasan tersebut untuk kepentingan bersama.Setiap negara dituntut untuk dapat memainkan perannya secara tepat, 21 22 Dahlan Nasution, Politik Internasional, Bandung : Penerbit Erlangga, 1991, hal 9 Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008, hal 61 Universitas Sumatera Utara terkonsep dan terencana dalam upaya meningkatkan penampilan di arena politik internasional dan dalam pergaulan masyarakat internasional. Indonesia sebagai sebuah negara besar serta salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang besar dan sumber kekayaan alam yang sangat melimpah ruah memiliki kepentingan langsung dalam memberikan suatu gagasan di kawasan Asia Tenggara dalam pencapaian ASEAN community 2015 khususnya pada pilarASEAN Economic Community 2015 mengenai efektifitas implementasi perlindungan Tenaga Kerja Indonesia terkait Declaration Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers terhadap hubungan luar negeri Indonesia dengan Malaysia. Menentukan peran dan kebijakan yang harus dijalankan secara tepat menjadi kritikal dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Ketepatan memainkan kebijakan akan memungkinkan dan menjadikan Indonesia dapat mempertahankan prestasi dan berdampak pada citra baik dalam kawasan ASEAN juga dalam politik internasional sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada dan dapat mengantisipasi tantangan-tantangan yang muncul. Seandainya tantangan tersebut muncul, maka dengan cepat dan tegas melalui koordinasi yang baik, tantangan tersebut dapat diatasi dengan solusi dan konsep yang bijaksana seperti permasalahan buruh atau tenaga kerja Indonesia. Agar peran yang dijalankan dapat berjalan dengan baik maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu bagaimana mendapatkan cara atau peluang yang baik bagi Indonesia dalam efektifitas implementasi Declaration protection and promotion of the rigths of migrant worker dan menghindari tindakan tindakan yang merugikan tenaga kerja indonesia agar kondisi tenaga kerja Indonesia serta perlindungannya yang berada di Malaysia khususnya dapat menjalankan Universitas Sumatera Utara aktifitasnya sebagai tenaga kerja yang terlindungi untuk membawa pencitraan yang baik bagi kepentingan nasionalnya, ASEAN, maupun secara global agar setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia dapat menguntungkan bagi kepentingan bangsanya dengan mencari peluang positif dari kerjasama pada tenaga kerja Indonesia di Malaysia dapat diterima serta diputuskan dalam suatu pertemuan yang mengacu pada perbaikan, kesejahteraan dan kedamaian bersama, yang telah ditandatangani. Oleh karena itu, peran pemerintah Indonesia harus terus ditingkatkan dengan cara menjajaki dan mengikuti setiap perkembangan para tenaga migran yang berada di Malaysia, jika terjadi suatu tindah yang merugikan TKI dengan segera dapat mengambil kebijakan dan solusi yang mengarah pada perlindungan dan hak-haka para buruh migran tersebut. Selanjutnya dapat memutuskan serta membangun gagasan-gagasan yang menguntungkan kedua negara demi kelangsungan hubungan bilateral kedua negara yang solid. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara tukar-menukar informasi, membuat pertemuan khusus, atau bahkan dapat membentuk tim ahli khusus agar kerjasama yang dilakukan lebih cepat, tepat, dan terarah agar peluang yang ingin diraih lebih cepat dan mudah ditangani. I. 6. 6. Integrasi Ekonomi Istilah integrasi dalam ranah ekonomi pertama kali digunakan dalam konteks organisasi dalam suatu industri sebagaimana dikemukakan oleh Machlup (Jovanovic, 2006).Integrasi digunakan untuk menggambarkan kombinasi atau penyatuan beberapa perusahaan dalam suatu industri baik secara vertikal maupun horizontal.Kemudian, istilah integrasi ekonomi dalam konteks negara, yang menggambarkan penyatuan beberapa negara dalam satu kesatuan, diawali dengan Universitas Sumatera Utara kemunculan teori Custom Union (CU) oleh Viner.23 Dalam integrasi ekonomi terdapat berbagai konsep penting lain yang berguna untuk memahami proses integrasi tersebut, khususnya integrasi ekonomi regional. Berbagai pertanyaan dimunculkan sehubungan dengan integrasi ekonomi regional antara lain bagaimana proses integrasi tersebut dijalankan dan sejauh mana kaitannya dengan proses integrasi yang lebih luas. Selain hal tersebut, sebagai konsep yang kompleks, integrasi ekonomi juga tidak terbatas pada aspek ekonomi tetapi juga aspek politik. Integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak 1999-an. Hal ini dengan meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi bersamaan dengan meningkatnya jumlah negara yang menjadi bagian dari kesepakatan tersebut. Meskipun beberapa kesepakatan integrasi tersebut terwujud antara lain karena pertimbangan politik, namun tidak dapat diduga bahwa kepentingan ekonomi telah menjadi penggerak utama lahirnya berbagai kesepakatan integrasi ekonomi (economic integration agreements-EIAs). Integrasi ekonomi dilakukan dalam berbagai tingkatan, dari tingkat multilateral, regional, inter-regional, plurilateral maupun bilateral. Proses integrasi ekonomi dilandasi konsep dasar bahwa manfaat ekonomi yang akan diperoleh dari proses tersebut lebih besar dibandingkan dengan biaya atau resiko yang mungkin dihadapi apabila tidak terlibat dalam proses tersebut. Menyadari hal tersebut, banyak pengambil kebijakan mencoba untuk menempuh kebijakan liberalisasi perdagangan atau mencapai kesepakatan integrasi ekonomi dengan negara lain. Kebijakan liberalisasi maupun kesepakatan 23 Syamsul Arifin, dkk, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2008, hal 25 Universitas Sumatera Utara integrasi tersebut digunakan sebagai alat untuk mendapatkan akses pasar yang lebih luas dan mendorong pertumbuhan dalam rangka meningkatkan kemakmuran. Didasari oleh keyakinan tersebut, sekaligus untuk memperkuat daya saing kawasan dalam menghadapi kompetisi global dan regional, negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam forum ASEAN telah menyepakati untuk meningkatkan proses integrasi di antara mereka melalui pembentukan AEC 2015. Kepentingan dan pengaruh integrasi ekonomi terhadap peningkatan kemakmuran telah dipahami banyak pihak. Sejalan dengan proses globalisasi, isu integrasi ekonomi telah menjadi elemen penting dan tidak terhindarkan dalam proses pengambil kebijakan baik pada tingkat nasional maupun internasional.24 ASEAN menempatkan integrasi ekonomi pada prioritas pertama sebagai arah kebijakan baru menuju 2015.Dasar pijakannya yaitu, strategi pembangunan ekonomi berupa peningkatan kerjasama khususnya di bidang ekonomi dengan mengutamakan tingkat pertumbuhan ekonomi dan ketahan regional. Untuk menciptakan kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan berdaya saing, ASEAN sepakat maju bersama menuju integrasi ekonomi, mempersempit kesenjangan tingkat perkembangan ekonomi di tiap negara anggota, menjamin pelaksanaan sistem perdagangan multilateral secara jujur dan terbuka, dan meningkatkan daya saing produk ASEAN memasuki pasar bebas dunia. Kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan berdaya saing tinggi juga harus diwujudkan melalui pemberlakuan liberalisasi perdagangan barang, jasa atau tenaga kerja, dan investasi.Pembangunan ekonomi yang seimbang dilakukan dengan mengurangi tingkat kesenjangan sosial, ekonomi dan kemiskinan di tiap negara anggota. Untuk mewujudkan semua itu, ASEAN telah 24 Syamsul Arifin, dkk, hal 23 Universitas Sumatera Utara melakukan serangkaian program kerjasama di berbagai bidang seperti pemberdayaan pengusaha kecil dan menengah, pengembangan teknologi informasi, pengembangan sumber daya manusia, peningkatan kesehatan dan keamanan lingkungan, peningkatan keamanan pangan, dan peningkatan daya saing hasil hutan dan pertanian serta tenaga kerja atau buruh migran. I. 6. 7. Kepentingan Nasional Masalah hubungan internasional dan politik internasional merupakan suatu masalah yang kompleks dan tidak dapat dipisahkan dari konsep kepentingan nasional.Kepentingan nasional selalu diperjuangkan setiap bangsa atau negara dalam rangka ketertiban nasional.Kepentingan nasional memberikan ukuran konsistensi yang diperlukan dalam kebijakan nasional.Pembentukan kepentingan nasional adalah langkah pertama meskipun masih bersifat abstrak dalam merumuskan suatu kebijakan ataupun politik luar negeri. 25Kalkulasi tentang kepentingan nasional merupakan kunci menuju sistem hubungan internasional. Menurut Frankel, hakikat kepentingan nasional sebagai keseluruhan nilai yang hendak ditegakkan oleh suatu bangsa (Dr. Budiono, 35). Kepentingan nasional dapat melukiskan aspirasi negara dan kepentingan nasional dapat dipakai secara operasional pada peran, kebijaksanaan maupun perencanaan yang dituju.26Pada hakikatnya, kepentingan nasional Indonesia adalah menjamin kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945).Oleh karena itu, tegaknya NKRI yang memiliki wilayah yuridiksi nasional dari Sabang sampai Marauke sangat perlu 25 26 Mokhtar Mas’oed, Teori dan Metodologi Hubungan Internasional, Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Studi Sosial UGM, 1998, hal 7 Soepatro, Hubungan Internasional Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997, hal 143 Universitas Sumatera Utara untuk dipelihara. Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, maka kepentingan nasional Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kepentingan nasional tersebut diaktualisasikan salah satunya dengan pelaksanaan politik luar negeri bebas dan aktif. Pencapaian kepentingan nasional Indonesia di dunia internasional khususnya kawasan Asia Tenggara tidak terlepas dari permasalahan ekonomi, keamanan, dan budaya sebagai suatu konsep yang strategis untuk dibicarakan baik dalam tataran komunitas ASEAN tersebut maupun tataran global yang memberikan peluang serta tantangan dan sekaligus kesempatan bagi proses pencapaian kepentingan tersebut. Dalam rangka menghadapi tataran regional yang semakin berubah dengan cepat, semakin disadari perlunya untuk mengembangkan kelenturan dalam meningkatkan kerjasama dalam kawasan regional khususnya ASEAN agar dapat memanfaatkan berbagai peluang-peluang dan tantangan-tantangan yang muncul dari permasalahan yang telah disepakati dari pilar AEC dalam mengimplementasikan efektifitas deklarasi protection and promotion of the rigths of migrant workers pencapaian kawasan ASEAN 2015. Hal yang paling penting dan dianggap sebagai tolak ukur adalah bahwa pelaksanaan hubungan dan politik luar negeri Republik Indonesia yang bebas dan aktif, harus diabadikan kepada kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan dari segala bidang. Kepenting-kepentingan nasional merupakan motif dan motor penggerak bagi perjuangan rakyat Indonesia untuk dapat mewujudkan cita-cita leluhurnya, Universitas Sumatera Utara yaitu terbentuknya suatu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, serta dapat melaksanakan tujuan nasionalnya, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, terdapatnya kesejahteraan rakyat yang rata dan maju serta tercapainya kehidupan bangsa yang cerdas. Dengan demikian, teori kepentingan nasional juga akan mempengaruhi sikap politik luar negeri suatu negara. Upaya untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia di kawasan ASEAN khususnya dan pada umumnya di dunia internasional dilaksanakan melalui diplomasi.Diplomasi ini mewujudkan Indonesia yang bersatu, lebih aman, dan damai, adil, demokratis dan sejahtera. Kepentingan nasional Indonesia dapat diterjemahkan dengan “Sapta Dharma Caraka”, yaitu : (1) Memelihara dan meningkatkan dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia, (2) Membantu pencapaian Indonesia sejahtera melalui kerjasama pembangunan, (3) Memperkuat hubungan kerjasama bilateral, regional, dan internasional di segala bidang dan meningkatkan prakarsa dan kontribusi Indonesia dalam pencapaian keamanan dan perdamaian internasional serta memperkuat multilateralisme. Selain itu, dalam pencapaian tujuan kebijakan luar negeri sangat ditentukan oleh keterkaitan antara konsep kepentingan nasional yang menjadi acuan perumusan tujuan kebijakan luar negeri, peluang dan tantangan atau kendala yang ada dilingkungan eksternal dan internal dapat terselesaikan dengan jalan mencari solusi yang positif demi kesejahteraan masyarakatnya, serta Universitas Sumatera Utara kapabilitas nasional untuk mewujudkan pencapaian tujuan tersebut. Gambar I. 1.di bawah ini menjelaskan keterkaitan konsep-konsep tersebut.27 Kepentingan Tujuan Kebijakan Luar Negeri Kepentingan Kepentingan Kepentingan Gambar I. 1. Keterkaitan kepentingan nasional, peluang, kendala, ancaman dan kapabilitas nasional I. 7. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pengumpulan data kepustakaan (library research) yaitu, pengumpulan data yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin yang berkaitan dengan judul dan permasalahan penelitian dari berbagai literatur seperti buku, jurnal, internet, literatur laporan bentuk yang terkait, dan lain sebagainya. I. 8. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis adalah teknik analisis kualitatif.Dalam penelitian kualitatif, para peneliti tidak mencari kebenaran dan moralitas, 27 tetapi lebih kepada upaya mencari pemahaman Paul R. Voitti, International Relation, The Relations Theory : Realism, Pluralism, Globalism, 1997 Universitas Sumatera Utara (understanding).28Dalam kerangka penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan data hendaknya peneliti tidak memberikan interpretasi sendiri.Temuan lapangan hendaknya dikemukakan dengan berpegang pada prinsip emik dalam memahami realitas.Penulis hendaknya tidak bersifat penafsiran atau evaluatif.29 I. 9. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data, dan Sistematika Penulisan. BAB II : DESKRIPSI ASEAN COMMUNITY 2015, ASEAN ECONOMI COMMUNITY 2015 DAN PROTECTION AND PROMOTION OF THE RIGHTS OF MIGRANT WORKERS Bab ini membahas tentang gambaran ASEAN Community 2015, ASEAN Economic Community 2015 serta deklarasi Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Yang Berada di Malaysia. BAB III : ANALISA EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI Bab ini akan membahas tentang analisis efektifitas implementasi dari Declaration Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers Terhadap Hubungan Luar Negeri Indonesia dengan Malaysia terkait kondisi dan perlindungan serta hak-hak Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia. BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN 28 29 Lexi Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Karya, 1990, hal 108 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 2001, hal 27 Universitas Sumatera Utara